analisis dampak kinerja bank, pasar uang, dan …

14
ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN STABILITAS KEUANGAN TERHADAP EKSES LIKUIDITAS BANK UMUM TAHUN 2011-2015 JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Anggara Putra Herdian Wibisono 125020102111003 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG,

DAN STABILITAS KEUANGAN TERHADAP EKSES

LIKUIDITAS BANK UMUM

TAHUN 2011-2015

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Anggara Putra Herdian Wibisono

125020102111003

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

Analisis Dampak Kinerja Bank, Pasar Uang, dan Stabilitas Keuangan

Terhadap Ekses Likuiditas Bank Umum Tahun 2011-2015

Yang disusun oleh :

Nama : Anggara Putra Herdian Wibisono

NIM : 125020102111003

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang

dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 18 Mei 2017.

Malang, 8 Juni 2017

Dosen Pembimbing,

Setyo Tri Wahyudi, SE., M.Ec., Ph.D

NIP. 19810702 200501 1002

Page 3: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

1

ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN STABILITAS KEUANGAN

TERHADAP EKSES LIKUIDITAS BANK UMUM TAHUN 2011-2015

Anggara Putra Herdian Wibisono

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja bank, pasar uang, dan stabilitas sistem

keuangan terhadap ekses likuiditas. Faktor kinerja bank diwakili oleh variabel Loan to Funding

Ratio, Capital Adecuay Ratio, serta Non Performing Loan sedangkan pasar uang dijelaskan melalui

suku bunga PUAB dan Stabilitas Sistem Keuangan dengan Finansial Stability Index. Sampel

penelitian ini adalah bank umum yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2011-2015. Dengan

menggunakan metode data panel penelitian ini menemukan bahwa suku bunga PUAB berpengaruh

positif dan signifikan terhadap ekses likuiditas sedangkan variabel stabilitas sistem keuangan

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekses likuiditas. Sementara variabel-variabel kinerja

bank LFR CAR serta NPL tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas Bank Umum.

Kata kunci: Ekses likuiditas, Loan to Funding Rasio, Car, NPL, PUAB, FSI.

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of bank performance, money market, and financial system

stability on excess liquidity. Bank performance factors are represented by Loan to Funding Ratio,

Capital Adecuay Ratio, and Non Performing Loan variables while the money market is explained

through the Interbank Money Market and Financial System Stability with Financial Stability Index.

The sample of this study are commercial banks listed on the Indonesian stock exchange in 2011-

2015. By using data panel method this research found that PUAB interest rate have positive and

significant effect to excess liquidity while financial system stability variable have negative and

significant effect to excess liquidity. While the performance variables of banks LFR CAR and NPL

did not affect the excess liquidity of commercial banks.

Keywords: Excess liquidity, Loan to Funding Ratio, Car, NPL, PUAB, FSI.

A. PENDAHULUAN

Likuiditas perbankan dalam perekonomian diibaratkan sebagai air yang dibutuhkan dalam proses

irigasi pada sebuah ladang. Ladang memerlukan jumlah air yang cukup untuk memperoleh hasil

panen yang maksimum dan sesuai harapan. Sama halnya dengan proses irigasi, kelebihan suplai air

atau kurangnya suplai air akan menghasilkan panen yang berbeda. Demikian pula, pemerintah

mengatur jumlah likuiditas perbankan agar sesuai dan memadai untuk produktivitas sektor riil.

Seperti halnya proses irigasi, suplai likuiditas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah daripada

yang dibutuhkan dapat menyebabkan bencana dalam perekonomian. Dengan demikian kesesuaian

jumlah likuiditas dengan kebutuhan merupakan hal yang sangat penting sebagai upaya efisiensi

dalam perekonomian. Memastikan keseimbangan likuiditas dalam perekonomian merupakan cara

terbaik untuk menstabilkan sektor keuangan. Jika injeksi likuiditas terhadap perekonomian

khususnya sektor riil tidak maksimal maka hal ini bisa menjadi sebuah indikasi terjadinya ekses

likuiditas yang dialami perbankan. Ekses likuiditas perbankan adalah suatu kondisi di mana

tingginya dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun tidak diiringi dengan penyaluran dana yang

sesuai. Sehingga dana yang terhimpun jauh lebih tinggi daripada penyalurannya. Hal ini

mengakibatkan perbankan memiliki jumlah likuiditas (reserve) dalam bentuk likuiditas yang

berlebihan.

Page 4: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

2

Kelebihan likuiditas perbankan yang presisten dan terjadi secara terus menerus bisa

menimbulkan beberapa dampak buruk misalnya melemahkan kebijakan moneter dalam

mengendalikan inflasi selain itu jumlah ekses likuiditas yang terlampau tinggi merupakan sebuah

ancaman bagi perekonomian nasional khususnya berkaitan dengan stabilitas harga. Likuiditas yang

tinggi juga bisa menunjukkan indikasi bahwa perbankan tidak efisien dalam melakukan pengelolaan

asetnya. Misalnya jumlah kredit yang tidak sesuai target.

Perilaku pengelolaan aset dan liabilitas perbankan di Indonesia saat ini mengindikasikan adanya

likuiditas yang cukup banyak (surplus liquidity). Kelebihan ini diserap oleh bank sentral melalui

kebijakan moneter dengan pendekatan pasar atau non pasar. Pendekatan pasar dilakukan melalui

operasi moneter yang melibatkan transaksi antara bank sentral dengan perbankan yang bertujuan

untuk menarik atau melonggarkan likuiditas di pasar, melalui transaksi surat berharga pemerintah

ataupun Surat Berharga Bank Indonesia untuk mencegah dampak buruk ekses likuiditas. Ada

beberapa opsi penempatan Ekses likuiditas menurut Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). Opsi yang paling diminati perbankan dalam menempatkan kelebihan likuiditas adalah

Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI), atau bisa juga Surat

Utang Negara (SUN). Salah satu tujuan pemilihan penempatan dana tersebut adalah keuntungan.

Karena dari sejumlah dana yang ditempatkan di bank Indonesia misalnya SBI dan FASBI bank akan

memperoleh sejumlah bunga tertentu yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan data

yang dihimpun dari Otoritas Jasa Keuangan, SBI merupakan penempatan ekses likuiditas yang

sering digunakan bagi perbankan.

Gambar 1 :Ekses Likuiditas Berdasarkan Jenis Bank tahun 2013-2015

Grafik di atas menjelaskan ekses likuiditas berdasarkan Jenis bank selama periode Januari 2013

sampai dengan September 2015. Dapat disimpulkan bahwa jumlah ekses likuiditas yang dialami

perbankan di Indonesia tertinggi disumbang oleh bank Swasta Nasional Devisa, diposisi kedua bank

Persero sedangkan kelompok perbankan lain seperti bank swasta nasional non devisa, bank

campuran dan bank asing memiliki ekses likuiditas yang rendah yang berada di bawah kisaran 50

Milyar. Tingginya ekses likuiditas yang dialami oleh bank swasta nasional devisa dan bank Persero

seiring dengan jumlah aset yang dimiliki. Jumlah aset yang tinggi dan tidak diiringi pengelolaan

seperti penyaluran kredit, upaya pemenuhan modal minimum dan tingginya kredit gagal yang baik

membuat perbankan tidak efisien dan mengalami ekses likuiditas.

Ekses likuiditas perbankan Indonesia tidak terlepas dari faktor pengelolaan aset meliputi

penghimpunan dana dan penyaluran dana. Menurut data yang dihimpun dari Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) fenomena ekses likuiditas pada perbankan di Indonesia terjadi secara terus menerus. Hal ini

terjadi karena meningkatnya penghimpunan DPK namun tidak diiringi dengan penyaluran kredit

yang sesuai. Akibatnya perbankan memiliki kelebihan likuiditas yang selanjutnya diserap oleh Bank

Indonesia.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahu dampak kinerja

bank ditinjau dari aspek LFR, CAR dan NPL serta pasar uang, dan stabilitas sistem

keuangan terhadap ekses likuiditas Bank umum di Indonesia.

-

50.000

100.000

150.000

200.000

Ekse

s Li

kuid

itas Ekses BUSN

Ekses Persero

Ekses Bank Asing*

Ekses BUSN non devisa

Ekses Bank Campuran*

Page 5: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

3

B. TINJAUAN PUSTAKA

Liquidity Preference Keynes

Teori uang Keynes merupakan bagian dari buku General Theory of Employment, Interest, and

Money 1923. Teori permintaan uang Keynes bisa dikatakan mengadopsi teori dari Cambridge,

namun ada perbedaan yang mencolok dengan teori moneter klasik. Perbedaan utama teori moneter

klasik dan keynes adalah pada penekanan fungsi uang yang lain, bukan hanya sebagai means of

exchange saja selain itu juga sebagai store of value. Teori ini selanjutnya dikenal dengan nama

Liquidity Preference.Menurut Keynes ada tiga motif individu atau perusahaan memegang kas yaitu

motif transaksi, motif berjaga, jaga dan motif spekulasi. Perbankan akan memgang kas berlabih

untuk melancarkan transaksi yang diperlukan, sementara mereka juga perlu memegang kas berlebih

untuk berjaga-jaga jika ada kondisi seperti krisis yang mendadak dan tidak bisa diprediksi,

sementara di sisi lain motif memegang uang karena adanya spekulasi suku bunga di masa yang akan

datang.

Sumber Dana dan Alokasi dana Bank

Sumber dana bank adalah usaha bank untuk menghimpun dana (funding) dari masyarakat.

Perolehan dana tergantung dari perbankan itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari

lembaga lainnya. Kemudian untuk membiayai operasinya, dana dapat pula diperoleh dari modal

sendiri, yaitu dengan mengeluarkan atau menjual saham. Perolehan dana disesuaikan dengan tujuan

penggunaan dana tersebut. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang

ditanggung dan harus dilakukan secara tepat (Kasmir, 2012). Menurut Sinungan (1999) dana-dana yang digunakan sebagai alat operasional bank dapat

dikelompokkan menurut sumbernya ada tiga sumber utama penghimpunan dana oleh perbankan. Dana Pihak Kesatu, adalah dana dan modal sendiri yang berasal dari para pemegang saham. Dana

Pihak Kedua, adalah dana yang berupa pinjaman dari pihak luar dan terdiri dari, Pinjaman dari bank

lain dalam negeri, yang dikenal dengan pinjaman antar bank (interbank call money). Dana pihak

ketiga adalah dana berupa simpanan dari pihak masyarakat baik perorangan maupun badan usaha,

yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh

bank. Dana masyarakat merupakan dana terbesar yang dimiliki oleh perbankan dan hal ini sesuai

dengan fungsi utama bank yaitu menghimpun dana dari pihak – pihak yang kelebihan dana di

masyarakat. Dana bank yang terkumpul akan dialokasikan baik dengan prinsip prioritas yaitu

pemenuhan primary dan secondary reserve dan berdasar sifat aktiva misalnya kredit yang diberikan,

surat berharga, penyertaan, dll.

Kinerja Bank dan Likuiditas

Likuiditas adalah kemampuan penyediaan alat-alat likuid yang mudah diuangkan guna memenuhi

semua kewajiban yang segera harus dibayar. Dalam pemenuhan kebutuhan likuiditas bank, maka

suatu bank dapat dikatakan likuid apabila Memiliki sejumlah likuiditas sama dengan jumlah

likuiditasnya

Adapun menurut sumbernya, suatu bank dapat memperoleh alat-alat likuid yang diperlukan

tersebut di atas dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya didapat dari Aset bank yang akan

segera jatuh tempo. Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo

dapat dianggap sebagai sumber likuiditas.

Selain Kredit yang dipinjamkan, Pasar uang adalah sumber likuiditas bank. Namun harus diakui

bahwa tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat

dipengaruh oleh besarnya suatu bank dan persepsi pasar uang atas Credit Worthines bank tersebut.

Opsi lain adalah Cadangan likuiditas. Khususnya bank yang tidak dapat segera memperoleh dana

pada saat diperlukan, bank tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas

biasanya dibentuk dengan memelihara saldo kas dan Giro BI pada batas maksimal yang

diperbolehkan. Atau bisa juga dengan sumber dana yang sifatnya Last Resort. Salah satu sumber

dana yang sifatnya Last Resort, yang umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line

of credit dari bank lain.

Page 6: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

4

Likuiditas Bank Precautionary dan Involuntary

Likuiditas precautionary dalam penelitian tersebut didefinisikan sebagai rasio dana bank yang

ditempatkan dalam surat berharga bank sentral (ekses likuiditas) terhadap dana pihak ketiga.

Sedangkan likuiditas involuntary diperoleh dari residual hasil estimasi likuiditas precautionary.

Selanjutnya Likuiditas precautionary merupakan rasio dari gabungan kas (CASH), kewajiban giro

wajib minimum/reserve requirement (RR). Sedangkan Likuiditas involuntary merupakan rasio

antara gabungan surat berharga yang siap dijual dalam bentuk sekuritas di bank sentral (CBSEC),

penanaman dalam surat berharga pemerintah (GSEC) dan surat berharga lain (OSEC) dibandingkan

dengan total aset (TA). Penempatan sekuritas di Bank Sentral dapat berbentuk sertifikat Bank

Indonesia, term deposit, dan standing facility Bank Indonesia. Sebagian bank beranggapan rasio aset

likuid involuntary berkisar 15-18% sudah merupakan batasan waspada (Bataludhin 2014)

Ekses Likuiditas dan faktor yang mempengaruhinya

Di dalam Penelitian Vodová (2011) menjelaskan determinan likuiditas. Determinan yang

mempengaruhi peningkatan likuiditas bisa berasal dari berbagai sumber dan penyebab. Di inggris,

dengan membedakan antara variabel perbankan dan variabel makroekonomi dapat disimpulkan

bahwa bank memilih mengurangi jumlah likuiditas dikarenakan adanya perang bank sentral sebagai

Lender of Last Resort yang menjamin memberikan bantuan likuiditas bagi yang membutuhkan,

Margin bunga sebagai biaya memegang aset likuid, keuntungan perbankan, pertumbuhan kredit,

produk domestik bruto, suku bunga jangka pendek.

Sementara itu di negara berkembang peningkatan jumlah likuiditas perbankan dipengaruhi

oleh perilaku perbankan itu sendiri seperti besarnya perbankan yang ditunjukkan oleh total aset,

rasio antara modal dan total aset, aset prudential, Pangsa pasar yang ditunjukkan dari suku bunga

kredit, dan variabel makroekonomi seperti share produk domestik bruto serta inflasi. sementara

krisis akan mengurangi likuiditas perbankan. di negara berkembang, kurs yang fluktuatif juga akan

membuat perbankan semakin likuid.

Penelitian lain dengan melihat adanya suku bunga yang berdampak pada perilaku

perbankan Eropa dalam pengambilan risiko. Likuiditas di perbankan Eropa akan meningkat

dikarenakan Perilaku perbankan yang beraktivitas di dalam pasar uang, naiknya bunga pasar uang

antar bank, dan peningkatan total aset perbankan. Sedangkan likuiditas perbankan Eropa akan

mengalami penurunan karena adanya perubahan suku bunga yang diterpakan bank sentral dan

perilaku pengambilan risiko seperti rasio kredit yang diberikan terhadap total aset, maupun rasio

non performing loan terhadap pendapatan bunga.

Investigasi yang lain mengenai likuiditas perbankan dan determinannya menemukan

bahwa peningkatan likuiditas diakibatkan adanya situasi makro ekonomi mengalami keadaan buruk

sehingga perbankan dengan sekala kecil berakseptasi adanya penarikan dana atau permintaan kas

nasabah. Sedangkan berkurangnya likuiditas dipengaruhi oleh rasio kas dan simpanan atau

menunjukkan adanya penarikan dana oleh nasabah, dan suku bunga antar bank yang mencerminkan

biaya memegang likuiditas.

Sementara itu studi mengenai determinan likuiditas bank milik pemerintah yang ada di

Jerman yang berfokus pada faktor makroekonomi dan karakteristik dari perbankan itu sendiri,

menemukan bahwa peningkatan likuiditas bank yang ada di Jerman dikarenakan tergantung dari

jumlah likuiditas yang dimiliki sebelumnya, dan penetapan kuota simpanan oleh pihak ketiga. Dan

likuiditas bank di Jerman akan semakin berkurang saat ada peningkatan suku bunga sebagai

kebijakan moneter ketat, jumlah pengangguran karena akan mempengaruhi permintaan kredit.

Terlepas dari faktor makroekonomi dan perbankan. Pendekatan yang paling unik adalah berfokus

pada stabilitas politik. Faktor stabilitas politik seperti tingkat output ekonomi, suku bunga diskonto,

depresiasi kurs di pasar gelap, dan pertikaian politik meningkatkan likuiditas perbankan. sementara

rasio kas terhadap simpanan, dan reformasi ekonomi akan mengurangi jumlah likuiditas.

Kebijakan Moneter dalam Mengatur Ekses Likuiditas

Page 7: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

5

Untuk mengatur likuiditas, maka Bank Indonesia melakukan Operasi Pasar Terbuka (OPT).

OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang dalam rangka Operasi Moneter yang dilakukan oleh

Bank Indonesia dengan Peserta Operasi Moneter. Operasi Pasar Terbuka dilakukan untuk mencapai

target suku bunga PUAB O/N sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. OPT terdiri dari 2

jenis, yaitu OPT Absorpsi yang dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari

indikator suku bunga di PUAB diperkirakan mengalami kelebihan likuiditas, yang diantaranya

diindikasikan melalui penurunan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam

OPT absorpsi ini adalah (i) Penerbitan SBI dan SBIS, (ii) Penerbitan SDBI (iii)Transaksi Reverse

Repo SBN, (iv) Transaksi Penjualan SBN secara outright, (v) Penempatan berjangka (Term Deposit)

dalam rupiah di Bank Indonesia dan (vi) Jual Valuta Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot,

forward atau swap). Peserta pada OPT Absorpsi adalah bank dan/atau lembaga perantara yang

melakukan transaksi untuk kepentingan bank.

OPT injeksi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku

bunga di PUAB diperkirakan mengalami kekurangan likuiditas, yang diantaranya diindikasikan

melalui peningkatan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT injeksi

ini adalah (i) Transaksi Repo, (ii) Transaksi Pembelian SBN secara outright dan (iii) Beli Valuta

Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot, forward atau swap). Peserta pada OPT Injeksi adalah

bank dan/atau lembaga perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank

Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Nwakanma et al (2014) dengan menggunakan VAR menjelaskan bahwa

ekses likuiditas di Nigeria dipengaruhi secara positif oleh permintaan uang, lag likuiditas, dan

monetisasi valuta asing, sementara temuan lain menunjukkan bahwa tingkat suku bunga tidak

signifikan mempengaruhi permintaan uang.

Vodová (2011) yang meneliti likuiditas perbankan di Ceko dengan data panel menemukan

bahwa Suku bunga pinjaman, Non Performing Loan (NPL) dan suku bunga PUAB berpengaruh

positif dan signifikan terhadap likuiditas perbankan. sedangkan variabel krisis keuangan, inflasi, dan

pertumbuhan GDP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap likuiditas perbankan, sedangkan

variabel pengangguran, margin tingkat suku bunga, tidak berpengaruh terhadap likuiditas perbankan

Ceko.

Pontes dan Murta (2012) menemukan hasil yang berbeda mengenai ekses likuiditas di Cape

Verde Afrika. Dengan menggunakan metode TSLS ekses likuiditas perbankan Cape Verde

dipengaruhi oleh variabel involuntary. Jika di Indonesia dikenal dengan secondary reserve yang

merupakan penyangga likuiditas utama berupa surat-surat berharga misalnya sekuritas pemerintah.

Variabel lain yang menyebabkan ekses likuiditas di Cape Verde adalah aturan pemerintah mengenai

pasar keuangan dan tingkat suku bunga. Sedangkan krisis keuangan berdampak negatif pada ekses

likuiditas.

Nguyen dan Boateng (2015) memiliki metode berbeda dalam menjelaskan faktor yang

mempengaruhi tingginya cadangan pada negara berkembang. Penelitian secara kualitatif yang

dilakukan Nguyen menemukan tingginya cadangan perbankan dapat memicu adanya ekses

likuiditas hal ini tidak berasal dari faktor eksternal maupun internal saja melainkan adanya sifat dari

perbankannya itu sendiri karena adanya motif untuk dengan sengaja menimbun dana. Tingginya

cadangan perbankan dapat mempengaruhi inflasi dan harga aset. Sementara kebijakan bank sentral

untuk mengontrol tingginya cadangan likuiditas tidak bisa diterapkan karena perbankan pada negara

berkembang sangat berorientasi pada profit.

Distinguin et al. (2013) masih menggunakan metode kualitatif mencoba menjelaskan

hubungan antara kebijakan penyangga modal dan likuiditas yang ada di Amerika, menemukan

bahwa bank Amerika mengurangi modal ketika menciptakan likuiditas yang berlebih. Misalnya

untuk pendanaan aset dan liabilitas. Dalam kasus Amerika, berdasarkan tabungan inti bank-bank

yang memiliki permodalan kecil lebih meningkatkan solvabilitas untuk memenuhi likuiditas.

Distinguin menyarankan perlu adanya peraturan tentang pemenuhan kewajiban permodalan bank

besar dan kecil. Karena aturan Basel III hanya sesuai untuk mengatur bank dengan sekala besar saja.

Masih dengan metode kualitatif, Berger dan Bouwman (2009) menjelaskan penciptaan dan

pengelolaan likuiditas perbankan Amerika. Modal dan likuiditas perbankan Amerika memiliki

keterkaitan yang erat. Selain modal, aset perbankan juga mempengaruhi besarnya ekses likuiditas.

Page 8: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

6

Sehingga perbankan dengan aset yang besar di Amerika memiliki ekses likuiditas yang lebih tinggi

daripada bank-bank dengan aset yang kecil. Penciptaan likuiditas perbankan Amerika mencapai

angka $ 2,8 Biliun pada tahun 2003.

Keister dan McAndrews (2009) dalam penelitiannya menjelaskan mengapa perbankan

memiliki cadangan berlebih. Menurut Keister kebijakan likuiditas The Fed dan Kondisi perbankan

memiliki keterkaitan yang erat. Aturan baru The Fed mengenai kewajiban memegang likuiditas

berpengaruh pada naiknya likuiditas perbankan Amerika. Penurunan jumlah kredit yang disalurkan

perbankan di Amerika juga mengakibatkan ekses likuiditas dan cadangan perbankan semakin

meningkat.

Kerangka Penelitian

Sumber: Ilustrasi Penulis, 2016.

Pengembangan Hipotesis

A. Hubungan LFR (Rasio Kredit) dan Ekses likuiditas

H0 : LFR tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

H1 : LFR berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

B. Hubungan Rasio Kecukupan Modal (CAR) dan Ekses likuiditas

H0 : CAR tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

H1 : CAR berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

C. Hubungan Non Performing Loan (NPL) terhadap ekses likuiditas

H0 : NPL tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

H1 : NPL berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

D. Hubungan suku bunga PUAB dan ekses likuiditas

H0 : PUAB tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

H1 : PUAB berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

E. Hubungan stabilitas sistem keuangan (FSI) terhadap ekses likuiditas

H0 : FSI berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

H1 : FSI berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum

Page 9: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

7

C. METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua bank umum yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia dan beroperasi aktif selama tahun 2011 sampai dengan 2015. Pemilihan Bank Umum

yang terdaftar di bursa efek.

Sampel yang terdiri dari beberapa bank umum tersebut diambil untuk bisa menjelaskan pola atau

karakteristik dari populasi yang ada tanpa perlu mengamati semua perbankan atau seluruh populasi.

Selanjutnya teknik pengambilan sampel atau teknik sampling dalam penelitian ini adalah metode

Peneliti menggunakan metode purposive sampling untuk memilih sampel bank yang ada di

Indonesia. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel melalui pertimbangan-

pertimbangan.

Metode Pengumpulan Data

Tekik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Dimana data laporan

keuangan yang telah diunduh baik dari situs resmi Bursa Efek Indonesia dan website perbankan

yang bersangkutan akan disalin dan dipindahkan, selanjutnya dipelajari, dikelompokkan dan diolah

untuk memenuhi syarat estimasi dan pada akhirnya bisa menyimpulkan karakteristik dari ekses

likuiditas perbankan di Indonesia.

Metode dan Prosedur Analisis

Metode yang dipilih untuk melakukan analisis mengenai ekses likuiditas adalah regresi data

panel. Karena data panel dinilai mampu memberi banyak informasi, lebih bervariasi, sedikit

kolinearitas antar variabel, lebih banyak degree of freedom, dan lebih efisien. Selain itu data panel

dapat mendeteksi dan mengukur dampak yang secara sederhana tidak dapat dilihat pada data time-

series atau data cross-section (Gujarati, 2012).

Model data panel dimulai dengan membentuk tiga model data panel :

a) Common Effect Model

EKSESLIQit = 0+LFRitNPLit+ CARit + PUABt + FSIt + it

b) Fixed Effect Model

EKSESLIQit = 0i+LFRitNPLit+ CARit + PUABt+ FSIt

c) Random Effect Model

EKSESLIQit = 0+LFRitNPLit+ CARit + PUABt + FSIt + it

Keterangan:

i : (Crossection)Bank ke 1, Bank ke 2,...Bank 22

t : (Time Series) 1,2...40

EKSESLIQ : Ekses Likuiditas

LFR : Rasio Kredit (Loan to Funding Ratio)

NPL : Non Performing Loan (Kredit Bermasalah)

CAR : Reserve Requirement (Rasio kecukupan modal)

PUAB : Suku Bunga PUAB (Over Night)

FSI : Stabilitas sistem keuangan Financial Stability Index

Error term

Selanjutnya dilakukan Uji Chow, Langrange Multiplier, dan Hausman Test untuk menentukan

model data panel terbaik. Setelah terpilih model data panel terbaik maka dilakukan uji asumsi klasik

dan memastikan model terbebas dari masalah asumsi klasik sebelum dilakukan interpretasi data.

Page 10: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

8

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan regresi data panel yang terbebas dari asumsi klasik maka disajikan data ringkasan

regresi berikut ini.

Variabel BUKU II BUKU III BUKU IV

Estimasi Random Effect Random Effect Fixed Effect

Konstanta 434288,1 1119169 13031234

(0,009) (0,1168) (0,0300)

LFRit -366588,8 381687,5 -24922801

(0,0720)* (0,6290) (0,0911)

CARit -43651,55 -1805603 62441731

(0,9030) (0,5206) (0,0633)

NPLit -966325,7 -11384378 41152699

(0,3873) (0,2323) (0,9761)

PUABt -182707,6 130200515 4,02E+08

(0,7181) (0,0022) (0,0001)

FSIt 26161,86 -497410,7 -5454786

(0,5178) (0,0013) (0,0813)

R2 0,027595 0,2178 0,77631

F-Stat (0,5312) (0,0000) (0,0000)

Tabel 1 : Ringkasan Hasil Regresi

Hasil pengujian statistik dan analisis regresi dapat diketahui bahwa secara umum ekses likuiditas

yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh stabilitas sistem keuangan dan pasar uang antar bank.

Sementara kinerja bank seperti penyaluran Kredit, kecukupan modal minimum, dan kredit gagal

tidak memicu adanya ekses likuiditas.

Boediono (1986) menyebutkan teori Keynes tentang tiga motif memegang uang antara lain motif

transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Dari hasil penelitian ini, meningkatnya ekses

likuiditas selain disebabkan oleh faktor eksternal, faktor internal bank itu sendiri juga besar

pengaruhnya. Bank memiliki motif untuk berjaga jaga di saat kondisi perekonomian yang sedang

goyah dengan meningkatkan likuiditasnya. Artinya bank memang memiliki pilihan untuk

menimbun likuiditasnya (Nguyen & Boateng, 2015).

Kondisi pasar uang dan sistem keuangan yang tercermin dari angka indeks FSI berpengaruh

Negatif terhadap ekses likuiditas sesuai dengan temuan (Wuryandani et al. 2014). Angka indeks

semakin mendekati nol maka kondisi sistem keuangan akan semakin baik artinya tidak ada gejolak

dan stabil namun jika jauh dari angka nol misalnya satu dan dua poin menunjukkan stabilitas sistem

keuangan sedang tertekan dan bergejolak namun jika bernilai negatif maka menunjukkan sistem

keuangan dalam keadaan yang lesu dan tidak bergairah. Grafik di bawah menyajikan ekses likuiditas

dan indeks stabilitas sistem keuangan. Selama lima tahun terakhir ekses likuiditas mengalami tren

yang menaik. Sementara stabilitas sistem keuangan mengalami tren yang menurun. Angka Indeks

Stabilitas sistem keuangan disusun serta dilakukan perhitungan oleh bank Indonesia yang

selanjutnya di publish secara periodik kepada World Bank. Ada indikator baik yang berasal dari

dalam maupun luar negeri yang mampu merepresentasikan kondisi stabilitas sistem keuangan.

Stabilitas sistem keuangan ini berpengaruh kuat terhadap ekses likuiditas kelompok bank buku III

saja. Jika terjadi guncangan terhadap stabilitas sistem keuangan, likuiditas bank akan berkurang

bank akan menggunakan cadangan dan ekses likuiditasnya. Dalam kondisi ekonomi yang stabil,

bank akan berupaya mengelola likuiditasnya dengan menambah stok likuiditas dan akan

menggunakannya pada saat terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi. Karena Bank yang terdampak

krisis akan mengalami kesulitan likuiditas jadi perlu antisipasi yang maksimal. Lesunya

perekonomian membuat rendahnya aliran dana di tanah air. Suplai dana yang sedikit membuat bank

mengalami kesulitan likuiditas, pada kondisi seperti ini bank akan menggunakan sumber daya

likuiditas yang dimiliki.

Berkaca pada krisis 1997 di Indonesia terjadi spiral liquidity yang menyebabkan likuiditas hilang

di pasar uang, inflasi yang tinggi menyebabkan banyak perusahaan maupun bank mengalami

kebangkrutan. Likuiditas hilang dari pasaran, tingginya kredit gagal menyebabkan banyak nasabah

Page 11: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

9

yang melakukan penarikan dana secara besar-besaran dan hilangnya kepercayaan masyarakat

terhadap perbankan. Setelah kejadian tersebut dimulailah pengaturan terhadap perbankan di tanah

air dimana pengaturannya dibuat untuk mencegah krisis tersebut kembali terjadi, salah satunya

adalah bantuan likuiditas Bank Indonesia atau yang sering disebut BLBI. Selain itu juga menerapkan

program lain restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan dengan menerbitkan obligasi sebagai

penyertaan modal kepada 24 bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kejadian ini menjadi

pelajaran yang sangat berharga bagi perbankan di Indonesia. Sehingga sejak saat itu ketika

perekonomian dalam kondisi yang baik, bank akan berupaya memenuhi buffer dan melakukan

penguatan likuiditas tujuannya untuk berjaga-jaga, selanjutnya akan digunakan ketika kondisi

perekonomian sedang goyah. Pendapat mengenai krisis yang mempengaruhi ekses likuiditas juga

dikemukakan oleh Pontes dan Murta (2012) bahwa krisis yang terjadi bisa mengurangi ekses

likuiditas yang dimiliki perbankan. saat terjadi krisis tingkat ketidakpastian semakin meningkat

diiringi dengan meningkatnya risiko-risiko terutama likuiditas. Indeks stabilitas sistem keuangan

hanya berdampak pada bank-bank besar saja hal ini karena luasnya kegiatan bank baik bank buku

III saja dengan pangsa pasar yang luas dan mendominasi di Indonesia. Bahkan jangkauannya sudah

sampai mancanegara.

Masih lemahnya pasar uang di Indonesia juga dapat berpengaruh terhadap ekses likuiditas terlihat

dari variabel PUAB yang signifikan dalam mempengaruhi ekses likuiditas kelompok bank buku III

dan IV. Hal ini sesuai dengan penelitian Saxegard, 2016. Suku bunga PUAB merupakan beban dan

penalti akibat bank tidak memiliki pendanaan yang cukup dan meminjam antara bank lain. Suku

bunga PUAB memiliki persentase yang lebih tinggi ketimbang suku bunga acuan atau BI Rate yang

ditetapkan oleh bank Indonesia. Selain Itu besaran PUAB juga lebih besar dari suku bunga pinjaman

sehingga hal ini membuat bank terbebani jika harus melakukan pinjaman di pasar uang antar bank.

Bank berupaya untuk tidak meminjam di pasar uang dan akan lebih baik jika menyiapkan likuiditas

sendiri atau menimbun dana guna berjaga-jaga.

Implikasi Hasil Temuan

Kestabilan sistem keuangan dan pasar uang menjadi penyebab utama ekses likuiditas.

Ketidakstabilan ekonomi yang meningkat membuat ekses likuiditas semakin berkurang. Dalam

penelitian ini dapat diketahui bahwa adanya fenomena ekses likuiditas di Indonesia masih dalam

batas wajar. Karena ekses likuiditas akan berkurang jika dalam kondisi krisis. Dapat dikatakan jika

kinerja perbankan tanah air sudah baik dalam melakukan pengelolaan likuiditasnya. Di saat kondisi

perekonomian stabil, perbankan akan melakukan pencadangan likuiditas dan meningkatkan ekses

likuiditas yang akan digunakan pada saat kondisi perekonomian kurang stabil dan sulitnya ekses

likuiditas. Bank yang tidak dapat segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank tersebut

biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas biasanya dibentuk dengan

memelihara saldo kas dan Giro BI pada batas maksimal yang diperbolehkan. Atau bisa juga dengan

sumber dana yang sifatnya Last Resort. Salah satu sumber dana yang sifatnya Last Resort, yang

umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line of credit dari bank lain. Bank yang

menjalin hubungan koresponden dengan bank lain kemungkinan dapat meminta fasilitas standby

line of credit dari bank korespondennya tersebut. Selain itu, bank sentral bertindak sebagai lender

of last resort untuk dunia perbankan atau lembaga keuangan bukan bank. Namun bantuan dana dari

bank sentral biasanya baru akan dimanfaatkan oleh bank jika perbankan mengalami kesulitan

likuiditas apabila sumber-sumber likuiditas lainnya tidak cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas

yang dialaminya.

Bank komersial dapat memperoleh dana di pasar uang antar bank atau dari bank sentral. Ketika

bank melakukan penghimpunan dana yang bersifat eksogen. Konsekuensi dari penghimpunan dana

tersebut, bank harus memiliki jumlah aset yang menghasilkan bunga maupun tidak. Aset likuid yang

tidak menghasilkan bunga misalnya Reserve sedangkan kredit merupakan aset yang menghasilkan

bunga namun tidak likuid.

Adanya risiko likuiditas membuat bank membutuhkan cadangan (reserve). Risiko likuiditas

dapat terjadi karena aliran dana pihak ketiga (DPK) terjadi secara acak dan tidak dapat diprediksi.

Ketika aliran dana pihak ketika arus keluar melebihi cadangan yang dimiliki oleh bank, maka bank

harus menanggung biaya likuiditas yang besarnya proporsional terhadap jumlah kekurangan

cadangan. dalam situasi ini bank membutuhkan likuiditas dan harus meminjam kekurangan reserve

dengan menanggung penalti rate yang nilainya lebih besar dari bunga kredit. Penalti ini adalah

Page 12: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

10

berupa suku bunga PUAB ketika melakukan pinjaman di pasar uang. Besaran penalti rate akan

meningkatkan suku bunga deposito, suku bunga kredit dan excess reserve yang dimiliki oleh bank.

Pada tiga tahun mendatang diperkirakan kondisi stabilitas sistem keuangan akan tetap stabil

mengingat ada banyak dana yang mulai masuk Indonesia seiring kebijakan tax amesty Presiden Joko

Widodo. Suplai dana yang masuk mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan

nasional, selain itu bagi perbankan hal ini akan semakin mempermudah kinerja dan operasionalnya

memudahkan dalam penghimpunan dana karena banyaknya sumber dana baru dari para investor

baik dalam maupun luar negeri, bentuk dari kebijakan seperti tax amnesti merupakan kebijakan

jangka panjang yang akan terus berkembang sebagai salah satu cara memperkuat likuiditas nasional.

Kondisi pasar uang pada tahun-tahun mendatang diprediksi tidak jauh berbeda. Suku bunga PUAB

berfluktuatif mengikuti pola musiman yang kerap terjadi pada lima tahun terakhir. Dalam rentang

waktu 12 bulan tren suku bunga PUAB akan menaik. Sehingga diperkirakan ekses likuiditas bank

akan meningkat pada triwulan ketiga dan triwulan ke keempat. Bank akan berupaya untuk

meminimalisir biaya penggunaan agar tidak sampai melakukan transaksi peminjaman dana di pasar

uang.

Pada saat kondisi perekonomian yang buruk, kondisi sektor riil pun menjadi terlalu berisiko.

Akibatnya alokasi dana bank umum untuk sektor riil akan berkurang karena dinilai memilik risiko

yang lebih besar. Maka bank akan lebih memilih untuk mengalokasikan dananya pada treasury bond

atau surat-surat berharga. Jika bank umum terlalu banyak mengandalkan sekuritas tersebut maka hal

ini akan sangat merugikan bagi perekonomian suatu negara. Pasalnya aliran dana untuk sektor riil

tidak bisa terserap dan tersalurkan. Pertumbuhan ekonomi bisa terganggu mengingat bank

merupakan sektor finansial utama bagi suatu negara. Bank harus melakukan upaya-upaya untuk

tidak terus bergantung pada surat-surat berharga tersebut. Cara paling sederhana adalah dengan

melakukan analisis mendalam mengenai setiap sektor yang bisa dilakukan ekspansi kredit. Misalnya

sektor UMKM padat karya yang dinilai tahan terhadap guncangan perekonomian, bisa menjadi

target utama penyaluran kredit, sektor-sektor lain baik individu maupun korporasi juga bisa

dijadikan alternatif dengan syarat sektor tersebut harus berdampak luas. Langkah lain yang bisa

diterapkan adalah melakukan inovasi. Inovasi penting dalam hal produk perbankan baru ataupun

inovasi pelayanan baru yang berguna untuk menarik minat nasabah dan meningkatkan nilai

perusahaan. Saat kondisi bank dalam keadaan yang stabil maka sepatutnya bank berupaya untuk

melakukan inovasi dan tidak hanya berfokus pada profit semata. Jika bank terlalu fokus terhadap

profit maka bank bisa melakukan penghimpunan dana bahkan berlebih dan saat tiba kondisi

perekonomian yang tidak stabil mereka tidak memilik opsi lain selain mengamankan dananya pada

surat berharga dan menghindari sektor riil. Maka hal tersebut harus dihindari untuk bisa

memaksimalkan fungsi bank dalam kondisi perekonomian yang lesu.

Page 13: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

11

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan perhitungan dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa penyebab ekses

likuiditas adalah karena gangguan stabilitas sistem keuangan yang tercermin dari variabel FSI.

Selain stabilitas sistem keuangan, ekses likuiditas juga diakibatkan oleh suku bunga pasar uang antar

bank yang menyebabkan ketidakpastian untuk memperoleh likuiditas di pasar yang tercermin dari

variabel PUAB. Sementara variabel kinerja Bank antara lain LFR, CAR, dan NPL tidak signifikan

mempengaruhi ekses likuiditas pada seluruh kelompok bank. Hal ini terjadi karena kelebihan dana

bank saat LFR menurun, CAR meningkat, dan NPL meningkat, kelebihan dana tersebut tidak

ditempatkan pada instrumen penyerap ekses likuiditas di bank sentral melainkan dilakukan

penempatan di bank lain. Sehingga hal tersebut tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank

umum.

Pola likuiditas di Indonesia mengalami kelesuan pada semester awal tiap tahun dan baru

membaik ketika pada semester ke dua. Hal ini terjadi karena rendahnya suplai likuiditas baik dari

dalam negeri. Bank yang paling terkena dampak minimnya likuiditas adalah bank buku III. Karena

bank buku III sangat mengandalkan Pasar Uang Antar Bank Untuk Mendanai kebutuhan likuiditas

jangka pendek. Kondisi ini membuat bank buku III juga rentan terhadap kondisi keuangan yang

tidak stabil. Bank buku III di dalam PUAB mengandalkan suplai dana yang dilakukan oleh bank

buku I dan IV sementara bank buku II berlaku sebagai pemberi dana pada BPD namun juga tidak

menutup kemungkinan akan membutuhkan dana.

Saran

Berdasarkan analisis dan perhitungan dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa penyebab ekses

likuiditas adalah karena gangguan stabilitas sistem keuangan yang tercermin dari variabel FSI.

Selain stabilitas sistem keuangan, ekses likuiditas juga diakibatkan oleh suku bunga pasar uang antar

bank yang menyebabkan ketidakpastian untuk memperoleh likuiditas di pasar. Oleh karena itu perlu

pengembangan pasar keuangan (financial depending) guna memperluas instrumen likuiditas bank

di pasar uang yang mampu berfungsi sebagai penyangga likuiditas bank sekaligus memberikan

fleksibilitas yang optimum bagi bank dalam mengelola likuiditas.

Guna mendorong berkembangnya instrumen di pasar uang, ketergantungan bank umum terhadap

bank sentral dalam menempatkan likuiditas perlu dikurangi, antara lain dengan meninjau ulang

standing facility bank sentral serta melalukan pembenahan, agar menjamin kemudahan dan

kepastian dalam memperoleh dana.

Diupayakan bank harus menemukan sektor ekonomi yang mampu dimaksimlakan sebagai target

ekspansi usaha bank disaat kondisi perekonomian sedang tidak baik dan sektor riil berisiko tinggi.

Hal ini merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan ekses likuiditas agar tidak terparkir di bank

sentral misalnya penyaluran kredit pada sektor UMKM padat karya. Di sisi lain bank umum perlu

melakukan inovasi dan menciptakan produk baru yang dinilai mampu bertahan di tengah kondisi

perekonomian yang sedang melemah

Page 14: ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …

12

DAFTAR PUSTAKA

Bataludhin, M. B. (2014). Dampak Presistensi Ekses Likuiditas terhadap Kebijakan

Moneter.

Berger, A. N., & Bouwman, C. H. S. (2009). Bank liquidity creation. Review of Financial

Studies, 22(9), 3779–3837. https://doi.org/10.1093/rfs/hhn104

Boediono. (1986). Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter (3 ed.).

Yogyakarta: BBFE-Yogyakarta.

Dendawijaya, L. (2009). Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Distinguin, I., Roulet, C., & Tarazi, A. (2013). Bank regulatory capital and liquidity :

Evidence from US and European publicly traded banks. Journal of Banking and

Finance, 37(9), 3295–3317. https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2013.04.027

Gujarati, D. N. (2012). Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat.

Hasibuan, M. (2008). Dasar - Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Kasmir. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers.

Keister, T., & McAndrews, J. (2009). Federal Reserve Bank of New York Staff Reports.

New York, (406).

Kuncoro, M. (2013). Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi (4 ed.). Ciracas, Jakarta:

Erlangga.

Miskhin, F. S. (2008). Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Uang (Edisi 8, Vol. Edisi 8).

Jakarta Selatan: Salemba Empat.

Nachrowi, D. (2006). Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan (Cetakan Pe).

Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.

Nguyen, V. H. T., & Boateng, A. (2015). Bank excess reserves in emerging economies: A

critical review and research agenda. International Review of Financial Analysis, 39,

158–166. https://doi.org/10.1016/j.irfa.2015.02.005

Nopirin. (1998). Ekonomi Moneter Buku I. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Nwakanma, P. C., Mgbataogu, I., & Sc, M. (2014). Determinants of Excess Liquidity : The

Nigerian Experience, 7(6), 174–186.

OJK. Kondisi Ekses Likuiditas Perbankan Indonesia (2015).

Pontes, G., & Murta, F. T. S. (2012). The determinants of the bank’s excess liquidity and

the credit crisis: the case of Cape Verde. Faculdade de Economia da Universidade de

Coimbra.

Saxegaard, M. (2006). Excess Liquidity and Effectiveness of Monetary Policy: Evidence

from Sub-Saharan Africa. IMF Working Paper No. 06/115, 1–50.

https://doi.org/10.5089/9781451863758.001

Siamat, D. (1995). Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LPFEUI.

Siamat, D. (2001). Manajemen Lembaga Keuangan (Edisi Ke 3). Jakarta: Fakultas

Ekonomi Indonesia.

Sinungan, M. (1999). Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Vodová, P. (2011). Liquidity of Czech commercial banks and its determinants.

International Journal of Mathematical Models and Methods in Applied Sciences,

5(6), 1060–1067.

Wahyudi, S. T. (2016). Konsep dan Penerapan Ekonbometrika Menggunakan E-Views (1

ed.). Depok: Raja Grafindo Persada.

Widarjono, A (2013). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Jakarta: Ekonosia.

Wuryandani, G., Ginting, R., Iskandar, D., & Sitompul, Z. (2014). Pengelolaan Dana Dan

Likuiditas Bank. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2014, 30.