bahan lksei pasar uang

21
1. Sekilas Tentang Pasar Uang Pasar Uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka pendek, yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Kegiatan di pasar uang ini terjadi karena ada dua pihak, pihak pertama yang kekurangan dana yang sifatnya jangka pendek, pihak kedua memiliki kelebihan dana dalam waktu jangka pendek juga. Mereka itu dipertemukan di dalam pasar uang, sehingga unit yang kekurangan memperoleh dana yang dibutuhkan, sedang unit yang kelebihan memperoleh penghasilan atas uang yang berlebih tersebut.[1] Pengertian pasar uang dalam teori ekonomi bukanlah suatu tempat (fisik) orang berjualan dan menjajakan barang dagangannya. Pasar diartikan secara lebih luas dan abstrak, namun tetap mencakup pasar dalam pengertian sehari-hari, yaitu pertemuan antara permintaan dan penawaran.[2] Apabila permintaan bertemu penawaran di pasar, maka akan terjadi transaksi.Transaksi merupakan kesepakatan antara apa yang diinginkan pembeli dan apa yang diinginkan penjual. Dalam transaksi seperti itu kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai dua hal, yaitu harga dan volume dari apa yang ditransaksikan. Dalam hal pasar uang yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam jangka waktu tertentu. Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana, yang selanjutnya menimbulkan hutang-piutang.[3] Adapun barang yang ditransaksikan dalam pasar ini adalah secarik kertas berupa surat hutang atau janji untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu pula.[4] Tujuan pasar uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan bank maupun bukan bank, untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya.[5] 2. Mekanisme Pasar Uang

Upload: qy-qizwa-andini

Post on 27-Jan-2016

227 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Task

TRANSCRIPT

1.    Sekilas Tentang Pasar Uang

Pasar Uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka pendek, yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Kegiatan di pasar uang ini terjadi karena ada dua pihak, pihak pertama yang kekurangan dana yang sifatnya jangka pendek, pihak kedua memiliki kelebihan dana dalam waktu jangka pendek juga. Mereka itu dipertemukan di dalam pasar uang, sehingga unit yang kekurangan memperoleh dana yang dibutuhkan, sedang unit yang kelebihan memperoleh penghasilan atas uang yang berlebih tersebut.[1] Pengertian pasar uang dalam teori ekonomi bukanlah suatu tempat (fisik) orang berjualan dan menjajakan barang dagangannya. Pasar diartikan secara lebih luas dan abstrak, namun tetap mencakup pasar dalam pengertian sehari-hari, yaitu pertemuan antara permintaan dan penawaran.[2] Apabila permintaan bertemu penawaran di pasar, maka akan terjadi transaksi.Transaksi merupakan kesepakatan antara apa yang diinginkan pembeli dan apa yang diinginkan penjual. Dalam transaksi seperti itu kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai dua hal, yaitu harga dan volume dari apa yang ditransaksikan.

Dalam hal pasar uang yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam jangka waktu tertentu. Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana, yang selanjutnya menimbulkan hutang-piutang.[3] Adapun barang yang ditransaksikan dalam pasar ini adalah secarik kertas berupa surat hutang atau janji untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu pula.[4]

Tujuan pasar uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan bank maupun bukan bank, untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya.[5]

2.    Mekanisme Pasar Uang

Mekanisme pasar uang hanya dapat berfungsi dengan baik apabila dipenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

Cukup banyak instrumen sebagai pengganti uang yang dapat diperdagangkan. Uang yang diperdagangkan harus mempunyai bentuk (instrument) tertentu, antara lain: Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), sertifikat deposito, dan call money.

Ada lembaga keuangan yang bersedia menjadi pencipta pasar (market maker), lembaga inilah yang akan menyimpan instrumen-instrumen pasar uang dan akan menjualnya kepada unit yang mempunyai kelebihan dana jangka pendek, atau membelinya dari unit yang kekurangan dana jangka pendek. Di Indonesia fungsi ini dijalankan oleh Ficorinvest yang sering disebut security house.

Prasarana komunikasi yang memadai.

Informasi keuangan yang dapat dipercaya, yaitu data keuangan perusahaan yang mengeluarkan SBPU, agar setiap peminat dapat membuat penelitian mengenai keadaan perusahaan.

Penjelasan mekanisme tersebut sebagai berikut: Pertama, mekanisme Call money; bisa diperdagangkan secara langsung antarbank, dan biasanya dilakukan melalui telepon. Hal ini dilakukan karena kebutuhan liquiditas bank biasanya mendesak, baik karena kekurangan dalam kliring maupun untuk memenuhi kebutuhan kewajiban likuiditas. Kedua, sedangkan SBI dan SBPU harus diperdagangkan melaui security house (Ficorinvest) sebagai perantara antara pemilik dan pemakai, melalui jual beli surat-surat berharga dengan mekanisme; BI menjual SBI kepada Ficorinvest, barulah kemudian kepada lembaga-lembaga keuangan. Ketiga, mekanisme untuk SBPU; nasabah, baik badan usaha maupun perorangan mengeluarkan surat aksep atau wesel untuk mendapatkan dana dari bank atau lembaga keuangan non-bank, kemudian surat-surat berharga ini diperjualbelikan oleh bank atau lembaga keuangan non-bank melalui security house yang akan memperjualbelikan dengan BI.

3.    Pandangan Islam Terhadap Uang

Islam memandang uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Maka motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demad for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Islam tidak mengenal spekulasi (money demand for speculation). Karena pada hakikatnya uang adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat. Dalam pandangan Islam uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian, sebab semakin cepat uang itu berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian.

4.    Perbedaan Mendasar Pasar Uang Konvensional dan Pasar Uang Berprinsip Syariah

Pada dasarnya pasar uang syariah dan pasar uang konvensional memiliki beberapa fungsi yang sama, diantaranya sebagai pengatur likuiditas. Jika bank memiliki kelebihan likuiditas ia dapat menggunakan instrumen pasar uang untuk menginvestasikan dananya, dan apabila kekurangan likuiditas ia dapat menerbitkan instrumen yang dapat dijual untuk mendapatkan dana tunai.

Ada perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu: pertama, pada mekanisme penerbitan dan kedua,pada sifat instrumen itu sendiri. Pada pasar uang konvensional instrumen yang diterbitkan adalahinstrumen hutang yang dijual dengan diskon dan didasarkan atas perhitungan bunga; sedangkan pasar uang syariah lebih kompleks dan mendekati mekanisme pasar modal.

5.    Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah

Latar belakang dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002, tentang pasar uang antarbank berdasar prinsip syariah adalah atas pertimbangan sebagai berikut:

bahwa bank syariah dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan;

bahwa dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah memerlukan adanya pasar uang antarbank;

bahwa untuk memenuhi keperluan itu, maka dipandang perlu penetapan fatwa tentang pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah.

Diantara keputusan fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002, tentang pasar uang antarbank berdasar prinsip syariah adalah sebagai berikut:

Pertama : Ketentuan Umum

1. Pasar uang antarbank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank yang berdasarkan bunga.

2. Pasar uang antarbank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

3. Pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

4. Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3 adalah:

a. bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana.

b. bank konvensional hanya sabagai pemilik dana.

Kedua : Ketentuan Khusus

1. Akad yang dapat digunakan dalam pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah adalah: mudharabah (muqadharah)/Qiradh; musyarakah; qard; wadi'ah; al-Sharaf.

2. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang (sebagaimana tersebut dalam butir 1) menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan hanya boleh dipindahtangankan sekali.

Dalil Yang Digunakan oleh Dewan Syariah Nasional Dalam Menetapkan Fatwa Tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah.

Firman Allah QS. Al-Maidah (5): "Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu…"

Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 275" Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba"

Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf"Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram"

Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, an-Nasa'i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari abu Hurairah "Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar"

Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas dan riwayat Imam Malik dari Yahya"Tidak boleh membahayakan orang lain dan menolak bahaya dengan bahaya"

Kaidah Fiqh:"Pada dasarnya segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang menharamkannya" "Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin" " Segala madharat(bahaya) harus dihilangkan"

ANALISA TERHADAP FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL TENTANG PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

Jika ditinjau dari segi perumusan sercara umum fatwa ini diawali dengan mengemukakan pertimbangan-pertimbangan dikeluarkannya fatwa, diikuti dengan kutipan dalil-dalil baik yang mengacu pada al-Qur'an, Hadits, maupun kaidah fiqh dan terakhir adalah keputusan.

Semestinya dalam perumusannya perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian dan maksud dari pasar uang antarbank yang dimaksudkan dalam fatwa ini. Sehingga pengertian pasar uang yang dimaksud menjadi jelas dan tidak menimbulkan salah pengertian. Paling tidak semestinya dijelaskan dalam lampiran.

Dari segi pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan dalam fatwa ini ada tiga poin (sebagaimana telah disebutkan di depan), semestinya melihat juga pada realitas perjanjian-perjanjian antara pihak pemilik dana dan pihak yang membutuhkan dana, sebab dalam kegiatan pasar uang seringkali terjadi perjanjian pembelian kembali (purchase agreement) dana dari si penjual semula, termasuk jaminan pembelian kembali jika dijanjikan oleh si penjual sendiri.

Adapun dari dalil-dalil yang dikemukakan oleh fatwa ini secara umum terdiri dari dalil-dalil al-Qur’an yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Fatwa ini juga menggunakan dalil-dalil dari hadits yang berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam pasar uang, kemudian merujuk pula pada kaidah-kaidah fiqh yangcukup memadai dan sudah dikenal secara umum, serta dilengkapi dengan ijma’ atau kesepakatan ulama mengenai hal tersebut. Namun dalil-dalil yang dikemukakan pada umumnya sama dengan dalil-dalil yang digunakan untuk memfatwakan masalah jual beli valuta asing, bursa saham dan lain sebagainya.

Dari segi keputusan-keputusan yang tertuang dalam dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa pasar uang antarbank yang dibenarkan adalah yang tidak menggunakan bunga, dan akad-akad yang dianjurkan adalah mudharabah, musyarakah, qard, wadiah, maupun sharf, dan kepemilikan atas instrumen pasar hanya dapat dipindahtangankan satu kali saja.  Namun dalam realitanya akad akad yang sering digunakan adalah mudharabah dan wadi’ah. Sedangkan untuk akad-akad seperti qard dan sharf jarang digunakan. Hal ini terjadi karena

pada bank syariah instrumen yang disediakan dalam pasar uang ini berupa IMA (Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) Mudharabahdan SWBI (Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia).

Sedangkan mengenai instrumen apa yang dipakai dalam pasar uang berprinsip syariah, di dalam fatwa itu juga tidak diberikan penjelasan bagaimana mekanismenya jika dilakukan dalam pasar uang. Namun dalam Islam, sebuah instrumen merupakan perwakilan dari kepemilikan atau harta. Oleh karena itu instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat asset atau transaksi yang mendasarinya. Ada dua metode dalam penerbitan instrumen oleh bank syariah, pertama, satu prinsip untuk berbagai transaksi. Prinsip yang digunakan adalah bagi hasil (mudharabah/musyarakah) untuk berbagai transaksi, seperti jual-beli, sewa, dan lain-lain; kedua, satu prinsip untuk satu transaksi. Metode ini menyerupai fund dalam pasar modal.

Adapun dalam prinsip bagi hasil (mudharabah/musyarakah) mengakibatkan kepemilikan usaha pada sisi pemilik dana, ketika aset-aset bank syariah disekuritisasi dan instrumennya dijual ke pasar, maka pembeli instrument tersebut menjadi pemilik modal baru yang menggantikan pemilik modal yang lama. Aset-aset tersebut apabila dikumpulkan akan menjadi harta gabungan (mal musytarak) yang bisa didenominasi dalam bentuk pecahan dan dijual kepada pembeli. Penetapan harga dari instrument tersebut mengikuti hukum Islam, artinya; harga instrumen bisa dinegosiasikan antara penjual dan pembeli, sehingga dapat menyebabkan naik turunnya harga harga instrumen tersebut. Instrumen-instrumen ini pun bisa menjadi alternatif investasi bagi bank syariah di Indonesia, terutama ketika mengalami kelebihan likuiditas.

Asumsi perbankan konvensional yang menggunakan hutang sebagai instrumen masih melekat di dunia perbankan. Terlebih dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana disempurnakan oleh UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank umum(termasuk bank syariah) hanya dibolehkan melakukan pembelian instrument investasi dalam bentuk pendapatan tetap (fixed income).

Sementara itu, melalui transaksi pasar uang antarbank syariah, semua bank umum tak terkecuali syariah bisa menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Investasi Antarbank (IMA) yang diterbitkan bank syariah yang mengalami kesulitan likuiditas. Dengan membeli IMA, pengembalian investasi atau pinjaman akan dibayarkan ketika IMA jatuh tempo. Jadi bank yang membeli profit sharing pembagian hasil dan bukannya bunga.14 Intinya dalam pasar uang berprinsip syariah instrumen yang diperjualbelikan adalah pada tahap pertama (first level scuritization), instrumen ini akan menjadi instrumen derivatif apabila disekuritisasi kembali (second level securitization) yang disepakati oleh para ulama untuk tidak diperjualbelikan.

Yang perlu menjadi catatan dalam pasar uang ini, bahwa dalam Islam, yang dibolehkan adalah penjualan bukti kepemilikan, bukan jual-beli sertifikat atas bukti kepemilikan.15 Karena sertifikat itu itu hanya mewakili harta yang dimiliki, namun karena bank syariah hanya berada pada sekuritas tahap pertama, maka ia tidak akan mengalami percepatan kuantitas moneter (monetary enchanment) di atas kuantitas di sektor riil.

Walaupun dalam fatwa ini masalah pasar uang berdasar prinsip syariah dengan berbagai akad yang diperbolehkan seakan-akan telah menjadi salah satu solusi dalam transaksi pasar uang, namun dalam masalah pasar uang ini muncul kembali permasalahan, yaitu dalam hal perjanjian pembelian kembali(repurchase agreement). Sebab dalam hal ini terdapat kontroversi di kalangan ulama tentang perjanjian pembelian kembali (repurchase agreement). Karena transaksi pasar uang syariah menggunakan perjanjian tersebut ketika melakukan penjualan, artinya; penjual akan membeli kembali asset yang ia jual dalam jangka waktu tertentu. Termasuk dalam kategori ini adalah jaminan pembelian kembali (redemption guarantee) jika dijanjikan oleh si penjual sendiri. Mayoritas ulama tidak memperkenankan perjanjian bersyarat ini. Hanya sebagian kecil dari mazhab Hanafi yang membolehkannya dengan nama bai' al wafa. Maka untuk mensiasati ini bank penerbit menugaskan perusahaan lain untuk menjadi pembeli atas instrument yang diterbitkannya.

Adapun implikasi dari adanya fatwa Dewan Syariah Nasional No:37 adalah, bahwa karena dalam pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah tidak dibenarkan mengunakan bunga, maka bisa diganti dengan menggunakan alternatif akad-akad lain seperti:29 Pertama: Mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik,shahib al-maal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Kedua: Musyarakah, yaitu akad  kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak menberikan kontribusi dana(modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Ketiga: al-Qardh, yaitu suatu aqad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada lembaga keuangan syariah pada waktu yang telah disepakati oleh lembaga keuangan syariah dan nasabah  Keempat: Wadiah (titipan uang, barang dan surat-surat berharga), yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk dijaganya secara layak (sebagaimana halnya kebiasaan).Kelima: al-Sharf (jual beli valuta asing).

KESIMPULAN

Dari berbagai uraian dan telaah fatwa tersebut di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pasar uang antarbank dengan prinsip syariah merupakan kegiatan transaksi keuangan (tabpa bunga) dalam waktu jangka pendek antarpeserta pasar (bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana dan bank konvensional hanya sebgai pemilik dana), dengan pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang tersebut hanya satu kali saja.

Pasar uang yang dibolehkan hanya pasar uang yang tidak menggunakan sistem bunga, hal ini untuk menghindari dari riba nasi’ah karena kerugian (bahaya) dari bunga itu lebih besar daripada keuntungan (mashlahah) nya. Selain itu karena dalam Islam melarang adanya jual-beli uang sebagai komoditi atau spekulasi.

Dewan Syariah Nasional semestinya mengembangkan konsep kebijakan dan prosedur kegiatan pasar uang dengan lebih terinci, sehingga pihak yang melakukan transaksi tersebut dapat sesuai dengan prinsip-prinsip norma syariah yang ditetapkan. Namun bagaimanapun juga fatwa Dewan Syariah Nasional No:37/DSN-MUI/X/2002 dapat digunakan sebgai solusi bagi pihak-pihak (bank) yang melakukan transaksi di pasar uang dengan memberikan alternatif akad-akad mudharabah (muqaradhah), Musyarakah, Qard, Wadiah, maupun al-Sharf.

PendahuluanKrisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 telah mengakibatkan penurunan tajam kegiatan

ekonomi serta melemahnya daya beli masyarakat. Sebagian besar bank di Indonesia harus mengalami negative spread serta menanggung kredit macet dalam jumlah besar. Akibat penarikan dana dalam jumlah besar, untuk menghindarkan diri dari likuiditas yang makin buruk, tidak sedikit bank konvensional yang tidak punya pilihan lain selain menawarkan bunga simpanan tinggi pada tingkat 50 persen hingga 70 persen. Akibatnya, puluhan bank menjadi sekarat dan banyak usaha gulung tikar karena tidak mampu membayar kewajibannya.1 Kondisi ini tidak terjadi dengan bank syariah yang menerapkan sistem bagi hasil dan terbebas dari pengaruh fluktuasi bunga yang terjadi.

Sejak saat itu, jumlah bank syariah berkembang pesat karena sistem bagi hasil yang ditawarkan dan dalam kenyataannya tak kalah menguntungkan dibandingkan sistem bank konvensional yang menerapkan bunga. Sehingga tidak mengherankan jika sampai saat sekarang ini banyak di antara bank-bank konvensional juga membuka unit-unit atau windowsyariah-nya melihat prospek yang cukup menjanjikan dari sistem perbankan alternatif ini.2

Perkembangan sektor perbankan syariah ini sudah selayaknya berjalan berdampingan dengan sektor riil dan sektor finansial sebagai lahan investasi syariah. Karenanya pembentukan infrastruktur yang sesuai mulai dari perangkat hukum yang mengaturnya, kelengkapan instrumen moneter dan pasar keuangan hingga pada pembentukan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengannya mutlak diperlukan.

Komponen-kompenen dari sistem dan instrumen keuangan yang ada paling tidak dapat memberikan jaminan kepuasan terhadap masyarakat dalam mekanisme operasionalnya, sehingga harapan-harapan yang muncul terkait dengan sistem keuangan yang sesuai dengan nilai syariah dapat diwujudkan dan hal ini dapat menjadi alternatif pilihan bagi investor muslim untuk menggalakkan dananya dalam berinvestasi.

Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang kecil, pada dasarnya bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan karena lebih kepada ketidakmampuan bank tersebut untuk memenuhi likuiditasnya.3 Oleh karena itu dalam rangka pengelolaan dana bank, baik yang berupa kelebihan maupun kekurangan dana, maka keberadaan Pasar Uang Antar Bank menjadi sangat penting bagi dunia perbankkan (PUAK bagi perbankkan konvensional dan PUAS bagi perbankkan Syariah) sebagai sarana memobilisasi pengumpulan dana masyarakat dan untuk memenuhi atau mempertahankan likuiditasnya. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang Pasar Uang Antar Bank Syariah.

Pengertian dan TujuanPasar uang (money market) adalah pasar di mana di dalamnya diperdagangkan surat-surat berharga jangka

pendek.4 Artikel-artikel yang diperdagangkan di pasar uang adalah uang (money) dan uang kuasi (near money). Uang dan uang kuasi tersebut yang dimaksud tidak lain adalah adalah surat-surat berharga (financial paper) yang mewakili uang dimana seseorang (atau perusahaan) mempunyai kewajiban kepada orang (atau perusahaan) lain.

Dalam hal pasar uang ini, yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam jangka waktu tertentu. Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana, yang selanjutnya menimbulkan hutang-piutang. Adapun barang yang ditransaksikan dalam pasar ini adalah secarik kertas berupa surat hutang atau janji untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu pula.5

Surat-surat berharga yang diperdagangkan di dalam pasar uang dapat bervariasi, bisa surat berharga yang berjangka kurang dari satu tahun sampai dengan surat berharga yang berjangka lima tahun, akan tetapi pada kenyataanya

sebagian besar aktiva keuangan yang diperdagangkan di pasar uang adalah surat berharga yang berjangka kurang dari satu tahun. Hal ini dikarenakan surat berharga yang berjangka lebih panjang biasanya lebih banyak dimiliki oleh investor di pasar modal.

Tujuan pasar uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan bank maupun bukan bank untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya.6

Latar BelakangKeberadaan pasar uang ini sebenarnya sangat terkait erat dengan permasalahan likuiditas. Pasar uang pada

prinsipnya merupakan sarana alternatif khusunya bagi lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non-keuangan dan peserta-peserta lainnya baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek maupun dalam rangka melakukan penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya.7 Karenanya keberadaan pasar uang dalam sistem perekonomian sangat mutlak dibutuhkan, diakibatkan banyaknya lembaga atau perusahaan serta individu yang mengalami arus kas yang tidak sesuai antara inflows dan outflows.

Dengan demikian, dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana bank jika permasalahan ini dihubungkan dengan kondisi likuiditas sebuah perbankan syariah, maka tentunya dibutuhkan suatu pasar uang antar bank yang berdasarkan prinsip-prinsip ajaran syariah yang ada. Oleh karenanya piranti PUAS dalam kancah perbankan syariah di Indonesia ini dapat memenuhi kebutuhan akan pasar uang tersebut.

Pandangan Islam Terhadap UangIslam memandang uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Maka

motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demad for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Islam tidak mengenal spekulasi (money demand for speculation). Karena pada hakikatnya uang adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada manusia untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat. Dalam pandangan Islam uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian, sebab semakin cepat uang itu berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian.8

Prinsip Syariah Dalam Pasar UangSebagaimana telah disinggung di atas, bahwa tugas utama manejemen bank, adalah memaksimalkan laba,

meminimalkan resiko dan menjamin selalu tersedianya likuiditas yang cukup, tidak kurang dan tidak lebih.Dengan adanya fasilitas pasar uang antar bank, maka bank-bank syari’ah, akan mendapatkan kemudahan-

kemudahan, untuk memanfaatkan dana yang sementara idle (nganggur), bank dapat melakukan investasi jangka pendek di Pasar Uang, dan begitu sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, bank juga dapat memperolehnya dari Pasar Uang.

Namun, karena surat-surat berharga yang beredar di pasar uang konvensional merupakan surat-sura berharga yang berbasis bunga, maka bank-bank syari’ah tidak dapat memanfaatkan pasar uang yang ada, karena perbankkan syari’ah tidak diperbolehkan menjadi bagian dari aktiva maupun pasiva yang berbasis bunga, dan hal ini merupakan kendala bagi kalangan perbankkan syari’ah dalam melakukan pengelolaan likuiditas. Oleh karena itu untuk mendukung kelancaran perbankkan syari’ah dalam mengelola likuiditasnya, maka perlu adanya instrumen-instrumen pasar uang yang berbasis syari’ah, sehingga perbankkan syariah dapat melakukan fungsinya secara penuh, tidak saja dalam memfasilitasi kegiatan perdagangan jangka pendek akan tetapi juga berperan dalam mendukung Investasi jangka panjang.

Adapun landasan atau dalil yang dijadikan dasar atas diperbolehkanya pelaksanaan pasar uang antar bank dengan prinsip syari’ah adalah:

1. Adanya firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah ayat 275, yang artinya: “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”

2. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf yakni: "Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram"

3. Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, an-Nasa'i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari abu Hurairah "Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar"

4. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas dan riwayat Imam Malik dari Yahya "Tidak boleh membahayakan orang lain dan menolak bahaya dengan bahaya"

5. Adanya kaidah ushul fiqih yang menyatakan bahwa adalah mubah hukumnya segala sesuatu selama tidak ada ketentuan hukum yang melarangnya. Dari ketentuan ini dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan pasar uang antar bank yang berlandaskan prinsip syariah ini adalah boleh hukumnya selama tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam.9

6. Adanya hadis Nabi yang menyatakan pembolehan melakukan kegiatan investasi melalui mekanisme mudharabah.10

7. Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa jika salah seorang dari mereka yang melakukan kerjasama membeli bagian dalam kemitraan tersebut, hukumnya adalah boleh karena ia membeli hak milik orang lain.

Dengan demikian kaidah ini dapat dijadikan rujukan untuk diperkenankannya penerbitan sertifikat IMA sebagai salah satu instrument dalam pasar uang yang berlandaskan prinsip syariah ini.

8. Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa tindakan seorang pemegang ooritas harus mengikuti perkembangan maslahat yang berlaku, ataupun kaidah yang menyatakan pencegahan dari kerusakan lebih diutamakan dari menolak suatu mafsadah. Karenanya Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan di Indonesia memiliki kewenangan untuk membatasi jual beli instrumen sertifikat IMA di pasar skunder untuk mencegah kesan terjadinya jual beli yang dapat mengarah pada tindakan spekulatif.11

Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pasar Uang Berdasarkan Prinsip SyariahLatar belakang dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002, tentang pasar uang antar

bank berdasar prinsip syariah adalah atas pertimbangan sebagai berikut:12

1. Bahwa bank syariah dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan;

2. Bahwa dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah memerlukan adanya pasar uang antar bank;

3. Bahwa untuk memenuhi keperluan itu, maka dipandang perlu penetapan fatwa tentang pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah.Diantara keputusan fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002, tentang pasar uang antar bank

berdasar prinsip syariah adalah sebagai berikut:13

Pertama : Ketentuan Umum1. Pasar uang antar bank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar bank yang berdasarkan

bunga.2. Pasar uang antar bank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar bank yang berdasarkan prinsip-

prinsip syariah.3. Pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar

peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.4. Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3 adalah:

1. bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana.2. bank konvensional hanya sabagai pemilik dana.

Kedua : Ketentuan Khusus1. Akad yang dapat digunakan dalam pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah

adalah:mudharabah (muqadharah)/Qiradh; musyarakah; qard; wadi'ah; al-Sharaf.2. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang (sebagaimana tersebut dalam butir 1)

menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan hanya boleh dipindahtangankan sekali.

Dari segi keputusan-keputusan yang tertuang dalam dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa pasar uang antar bank yang dibenarkan adalah yang tidak menggunakan bunga, dan akad-akad yang dianjurkan adalah mudharabah, musyarakah, qard, wadiah, maupun sharf, dan kepemilikan atas instrumen pasar hanya dapat dipindahtangankan satu kali saja. Namun dalam realitanya akad akad yang sering digunakan adalah mudharabah dan wadi’ah. Sedangkan untuk akad-akad sepertiqard dan sharf jarang digunakan. Hal ini terjadi karena pada bank syariah instrumen yang disediakan dalam pasar uang ini berupa IMA (Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) Mudharabah dan SWBI (Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia).

Sedangkan mengenai instrumen apa yang dipakai dalam pasar uang berprinsip syariah, di dalam fatwa itu juga tidak diberikan penjelasan bagaimana mekanismenya jika dilakukan dalam pasar uang. Namun dalam Islam, sebuah instrumen merupakan perwakilan dari kepemilikan atau harta. Oleh karena itu instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat asset atau transaksi yang mendasarinya. Ada dua metode dalam penerbitan instrumen oleh bank syariah, pertama, satu prinsip untuk berbagai transaksi. Prinsip yang digunakan adalah bagi hasil (mudharabah/musyarakah) untuk berbagai transaksi, seperti jual-beli, sewa, dan lain-lain; kedua, satu prinsip untuk satu transaksi.14

Adapun dalam prinsip bagi hasil (mudharabah/musyarakah) mengakibatkan kepemilikan usaha pada sisi pemilik dana, ketika aset-aset bank syariah disekuritisasi dan instrumennya dijual ke pasar, maka pembeli instrument tersebut menjadi pemilik modal baru yang menggantikan pemilik modal yang lama. Aset-aset tersebut apabila dikumpulkan akan menjadi harta gabungan (mal musytarak) yang bisa didenominasi dalam bentuk pecahan dan dijual kepada pembeli. Penetapan harga dari instrument tersebut mengikuti hukum Islam, artinya; harga instrumen bisa dinegosiasikan antara penjual dan pembeli, sehingga dapat menyebabkan naik turunnya harga harga instrumen tersebut. Instrumen-instrumen ini pun bisa menjadi alternatif investasi bagi bank syariah di Indonesia, terutama ketika mengalami kelebihan likuiditas.

Sementara itu, melalui transaksi pasar uang antarbank syariah, semua bank umum tak terkecuali syariah bisa menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Investasi Antarbank (IMA) yang diterbitkan bank syariah yang mengalami kesulitan likuiditas. Dengan membeli IMA, pengembalian investasi atau pinjaman akan dibayarkan ketika IMA jatuh tempo. Jadi bank yang membeli profit sharing pembagian hasil dan bukannya bunga. Yang perlu menjadi catatan dalam pasar uang ini, bahwa dalam Islam, yang dibolehkan adalah penjualan bukti kepemilikan, bukan jual-beli sertifikat atas bukti kepemilikan.

Walaupun dalam fatwa ini masalah pasar uang berdasar prinsip syariah dengan berbagai akad yang diperbolehkan seakan-akan telah menjadi salah satu solusi dalam transaksi pasar uang, namun dalam masalah pasar uang ini muncul kembali permasalahan, yaitu dalam hal perjanjian pembelian kembali(repurchase agreement). Sebab dalam hal ini terdapat kontroversi di kalangan ulama tentang perjanjian pembelian kembali (repurchase agreement). Karena transaksi pasar uang syariah menggunakan perjanjian tersebut ketika melakukan penjualan, artinya; penjual akan membeli kembali asset yang ia jual dalam jangka waktu tertentu. Termasuk dalam kategori ini adalah jaminan pembelian kembali (redemption guarantee) jika dijanjikan oleh si penjual sendiri. Mayoritas ulama tidak memperkenankan perjanjian bersyarat ini. Hanya sebagian kecil dari mazhab Hanafi yang membolehkannya dengan nama bai' al wafa. Maka untuk mensiasati ini bank penerbit menugaskan perusahaan lain untuk menjadi pembeli atas instrument yang diterbitkannya.15

Adapun implikasi dari adanya fatwa Dewan Syariah Nasional No. 37 tentang pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah ini adalah, bahwa karena dalam pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah tidak dibenarkan mengunakan bunga, maka bisa diganti dengan menggunakan alternatif akad-akad lain seperti: Pertama: Mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-maal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Kedua: Musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak menberikan kontribusi dana (modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Ketiga: al-Qardh, yaitu suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada lembaga keuangan syariah pada waktu yang telah disepakati oleh lembaga keuangan syariah dan nasabah. Keempat: Wadiah (titipan uang, barang dan surat-surat berharga), yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk dijaganya secara layak (sebagaimana halnya kebiasaan). Kelima: al-Sharf (jual beli valuta asing).

Instrumen Yang DitawarkanInstrumen yang digunakan dalam PUAS ini adalah apa yang disebut dengan SIMA atau Sertifikat Investasi

Mudharabah Antar Bank yang digunakan sebagai sarana investasi bagi bank yang memiliki kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan, dan di lain pihak dapat digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dana jangka pendek bagi bank syariah yang mengalami defisit dana. Di Indonesia masalah ini telah diatur oleh Bank Indonesia dengan PBI No.2/8/PBI/2000. dan Fatwa DSN Nomor: 37/DSNMUI/X.2002.

Adapun persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam menerbitkan sertifikat ini adalah:16

Harus mencantumkan: Kata-kata “Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank” Tempat dan tanggal penerbitan SIMA Nomor seri sertifikat SIMA Nilai nominal investasi Nisbah bagai hasil Jangka waktu investasi Tingkat indikasi imbalan Tanggal pembayaran nominal atau imbalan Tempat pembayaran. Nama bank penenam dana Nama bank penerbit dan tanda tangan pejabat yang berwenang. Berjangka waktu paling lama 90 hari Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau unit usaha syariah lainnya. Format yang harus diikuti oleh sertifikat IMA tersebut dapat mengikuti format yang dikeluarkanoleh Bank

Indonesia, dan kualitas kertas yang akan digunakan diserahkan kepada masing-masing bank untuk melakukannya tanpa harus mengikuti ketentuan yang berlaku.

Bagi bank Syariah yang telah menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) wajib melaporkan kepada Bank Indonesia pada hari penerbitan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) tersebut mengenai hal-hal: (1) Nilai Nominal Investasi; (2) Nisbah Bagi Hasil; (3) Jangka waktu Investasi dan; (4) Tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA.

Adapun peserta yang terlibat dalam transaksi PUAS ini adalah bank-bank yang secara langsung menerbitkan SIMA ini dan bank-bank yang ikut menanamkan dananya pada sertifikat tersebut.

Sementara itu bank-bank yang boleh melakukan penerbitan atas sertifikat IMA ini adalah: (1) Kantor pusat bank syariah, yaitu bank yang seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. (2) Unit usaha syariah (UUS), yaitu kantor pusat dari kantor-kantor cabang syariah dari bank umum yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

Dan adapun bank-bank yang diperbolehkan untuk menjadi penanam modal pada sertifikat IMA ini adalah kantor pusat bank syariah, yaitu bank yang seluruh kegiatann usahanya berdasarkan prinsip syariah. Di samping itu adalah kantor pusat unit usaha syariah ataupun kantor pusat bank umum yang menjalankan kegiatan usaha perbankan secara konvensional.

Mekanisme Transaksi Pasar Uang Berdasarkan Prinsip SyariahMekanisme pasar uang hanya dapat berfungsi dengan baik apabila dipenuhi beberapa syarat sebagai berikut:17

1. Cukup banyak instrumen sebagai pengganti uang yang dapat diperdagangkan. Uang yang diperdagangkan harus mempunyai bentuk (instrument) tertentu, antara lain: Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), sertifikat deposito, dan call money.

2. Ada lembaga keuangan yang bersedia menjadi pencipta pasar (market maker), lembaga inilah yang akan menyimpan instrumen-instrumen pasar uang dan akan menjualnya kepada unit yang mempunyai kelebihan dana jangka pendek, atau membelinya dari unit yang kekurangan dana jangka pendek. Di Indonesia fungsi ini dijalankan oleh Ficorinvestyang sering disebut security house.

3. Prasarana komunikasi yang memadai.4. Informasi keuangan yang dapat dipercaya, yaitu data keuangan perusahaan yang mengeluarkan SBPU, agar

setiap peminat dapat membuat penelitian mengenai keadaan perusahaan.

Penjelasan mekanisme tersebut sebagai berikut: Pertama, mekanisme Call money; bisa diperdagangkan secara langsung antar bank, dan biasanya dilakukan melalui telepon. Hal ini dilakukan karena kebutuhan liquiditas bank biasanya mendesak, baik karena kekurangan dalam kliring maupun untuk memenuhi kebutuhan kewajiban likuiditas. Kedua, sedangkan SBI dan SBPU harus diperdagangkan melaui security house (Ficorinvest) sebagai perantara antara pemilik dan pemakai, melalui jual beli surat-surat berharga dengan mekanisme; BI menjual SBI kepada Ficorinvest, barulah kemudian kepada lembaga-lembaga keuangan. Ketiga, mekanisme untuk SBPU; nasabah, baik badan usaha maupun perorangan mengeluarkan surat aksep atau wesel untuk mendapatkan dana dari bank atau lembaga keuangan non-bank, kemudian surat-surat berharga ini diperjualbelikan oleh bank atau lembaga keuangan non-bank melalui security house yang akan memperjualbelikan dengan BI.18

Adapun mekanisme dan penyelesaian transaksi Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) dalam pasar uang adalah sebagai berikut:

1. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) yang diterbitkan oleh Bank Pengelola dana dalam rangkap tiga, lembar pertama dan kedua tersebut wajib diserahkan kepada bank penanam dana sebagai bukti penanaman dana, sedangkan lembar ketiga digunakan sebagai arsip bagai bank penerbit dana.

2. Bank penanam dana pada Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) melakukan pembayaran kepada bank penerbit sertifikat IMA dengan mengunakan nota kredit melalui kliring, atau Bilyet Giro Bank Indonesia dengan melampiri lembar kedua Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) atau dengan transfer dana elektronik yang disertai dengan penyampaian lembar kedua Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) kepada Bank Indonesia.

3. Pemindahtanganan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) hanya dapat dilakukan oleh pihak bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan untuk memindah tangankan kepada bank lain sampai berahirnya jangka waktu, artinya sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) hanya sekali dapat dipindahtangankan. Hal ini dimaksudkan agar Bank Penerbit sertifikat IMA dapat melakukan pembayaran kepada bank yang berhak, oleh karena itu bank pemegang sertifikat terakhir wajib memberitahukan kepemilikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) IMA.

4. Kemudian pada saat sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) jatuh tempo, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank Penerbit Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) dengan melakukan pembayaran kepada pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal Investasi (face Value) dengan menggunakan nota kredit melalui kliring,menggunakan Bilyet Giro BI atau menggunakan transfer dana secara elektronik. Sedangkan imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) akan dibayar pada hari kerja pertama bulan berikutnya.

Selanjutnya penghitungan imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) dihitung berdasarkan tingkat realisasi imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syari’ah (IMA) mangacu pada tingkat imbalan Deposito Investasi Mudharabah pada bank penerbit sesuai dengan jagka waktu penanaman.

Teknik Perhitungan ImbalanAdapun besarnya imbalan dari sertifkat IMA ini yang dibayarkan pada awal bulan dihitung berdasarkan tingkat

realisasi imbalan deposito investasi mudharabah pada bank penerbit sebelum didistribusikan sesuai dengan jangka waktu penanaman. Misalkan untuk jangka waktu sertifikat IMA dari batasan 1 hingga 30 hari, maka tingkat imbalan yang digunakan adalah nilai pengembalian deposito investasi mudharabah 1 bulan. Begitu juga dengan jangka waktu yang ditentukan dalam waktu antara 31-90 hari, maka tingkat imbalannya adalah deposito investasi mudharabah selam 3 bulan.

Rumus perhitungan besarnya imbalan Sertifikat IMA adalah sebagai berikut:19

X = P x R x t/360 x k

Keterangan:X = Besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam danaP = Nilai nominal investasiR = Tingkat realisasi imbalan Deposito Investasi Mudharabaht = Jangka waktu investasiK = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana

Pasar Uang Syariah dan KonvensionalPada dasarnya pasar uang syariah dan pasar uang konvensional memiliki beberapa fungsi yang sama yaitu: (1)

Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang fungsinya memudahkan perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas, baik berupa kekurangan maupun kelebihan likuiditas. Jika bank memiliki kelebihan likuiditas ia dapat menggunakan instrumen pasar uang untuk menginvestasikan dananya, dan apabila kekurangan likuiditas ia dapat menerbitkan instrumen yang dapat dijual untuk mendapatkan dana tunai (2) Keduanya memiliki jangka waktu paling lama 90 hari atau merupakan jenis investasi jangka pendek; (3) Pembayaran dapat dilakukan dengan nota kredit melalui kliring atau bilyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis

Namun perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu: (1) PUAS tidak mendasarkan transaksinya pada suku bunga melainkan pada pola bagi hasil, sedangkan PUAB seluruhnya mendasarkan transaksinya pada suku bunga; (2) Peserta PUAS meliputi bank syariah dan Bank Konvensional, sedangkan peserta PUAB hanya Bank Konvensional; (3) Peranti yang digunakan dalam PUAS adalah sertifikat IMA, sedangkan peranti yang umum digunakan dalam PUAB adalah promes ataupromisary notes; (4) Sertifikat IMA sebagai piranti utama PUAS hanya dapat dialihkan 1 kali, sedangkan terhadap promesdapat dipindahtangankan berulang kali selama belum jatuh tempo; (5) Dalam perhitungan imbalan peranti utama PUAS tidak mengikutkan sama sekali komponen bunga. Di lain pihak bunga merupakan komponen utama perhitungan imbalan dalam PUAB; (6) Risiko yang timbul dari aktivitas transaksi pada PUAS relatif jauh lebih kecil daripada risiko transaksi PUAB; (7) Sertifikat IMA sebagai peranti utama PUAS diterbitkan sebagai tanda bukti penyertaan dalam suatu proyek investasi, oleh karena itu hanya dapat dipindahtangankan satu kali, sedangkan promes merupakan suatu negotiable instrument dimana para pihak tidak dibatasi dalam menegosiasikannya hingga waktu jatuh tempo berakhir.20

P e n u t u pDari semua uraian tersebut maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Pasar uang merupakan sarana

yang mutlak dibutuhkan bagi dunia perbankkan, tak terkecuali perbankkan syariah, untuk mengamankan dan mempertahankan likuiditasnya. Oleh karena itu bank-bank syariah harus mempunyai pasar uang yang berbasis syariah (PUAS). (2) Piranti pasar uang antar bank syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antar bank syariah (IMA) yang pembayaran imbalannya dengan sistim bagi hasil. Sertifikat ini hanya boleh diterbitkan oleh bank yang menggunakan prinsip syariah.

KepustakaanMuhammad. 2002. Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN.Zainul Arifin. 2005. Dasar-Dasar Manajeman Bank Syari’ah, Jakarta: Pustaka Alvabet.Muhammad Syafi'I Antonio, 2001. Bank syariah dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani.Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (jilid 2), 1992. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.Dahlan Siamat, 1999. Manajemen Lembaga Keuanagan, Jakarta: FE UII.Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Jakarta: Raja Grafindo Persada.Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. Indonesia: Undercover Economy bank Bersubsidi Yang Membebani. Yogyakarta: E-

Publishing.Asmuni Mth. Menyorot Beberapa Legal Maxims Dalam Bidang Ekonomi. Tulisan yang bersumber dari Hasanuzzaman.

Makalah Bahan Kuliah Mahasiswa MSI UII Konsentrasi Ekonomi Islam Tahun 2010Tim Penulis Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi

Kedua, Jakarta: Kerjasama DSN-MUI-BI.

I n t e r n e tStatistik Perbankan Syariah Hingga Maret 2010 dalam www.bi.go.id diakses pada 15 April 2010Wahyu Purwandari. Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada www.MSI-UII.Net diakses pada 3 Juni 2010Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah diakses pada http://www.fe.umy.ac.id/eei/index.php?

option=page&id=146&item=328 pada 3 Juni 20101 Lihat Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. Indonesia: Undercover Economy bank Bersubsidi Yang Membebani.

(Yogyakarta: E-Publishing, 2008), hal. 43-522 Lihat Statistik Perbankan Syariah Hingga Maret 2010 dalam www.bi.go.id diakses pada 15 April 20103 Lihat Muhammad. Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 2002), hal. 311.4 Zainul Arifin. Dasar-Dasar Manajeman Bank Syari’ah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), hal.169.5 Pasar uang adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek. Muhammad Syafi'I

Antonio, Bank syariah dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 183.6 Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (jilid 2), (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1992), hal. 247 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuanagan, (Jakarta: FE UII , 1999), hal. 1368 Muhammad Syafi'I Antonio, Bank… hal. 1859 Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 910 Asmuni Mth. Menyorot Beberapa Legal Maxims Dalam Bidang Ekonomi. Tulisan yang bersumber dari

Hasanuzzaman. Makalah Bahan Kuliah Mahasiswa MSI UII Konsentrasi Ekonomi Islam Tahun 2010

11 Untuk lebih jelasnya beberapa landasan dan prinsip syariah yang digunakan silahkan lihat pada Fatwa DSN MUI NO: 37/DSN-MUI/X/2002 Tentang PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARI’AH. Tim Penulis Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi kedua, (Jakarta: Kerjasama DSN-MUI-BI, 2003), hal. 238.

12 ibid13 Ibid. hal. 243-24414 Wahyu Purwandari. Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada www.MSI-UII.Net diakses pada 3 Juni

201015 Ibid16 Muhammad, Manajemen......hal. 33717 Ensiklopedi Ekonomi…hal. 2418 Ibid. hal. 24-2519 Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah diakses pada http://www.fe.umy.ac.id/eei/index.php?

option=page&id=146&item=328 pada 3 Juni 201020 Ibid