analisis dampak black campaign minyak kelapa … · analisis dampak black campaign minyak kelapa...
TRANSCRIPT
ANALISIS DAMPAK BLACK CAMPAIGN MINYAK KELAPA
SAWIT (CPO) TERHADAP VOLUME EKSPOR
CPO INDONESIA
MARSHA DEWI PUTRI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak
Black Campaign Minyak Kelapa Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor
CPO Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Marsha Dewi Putri
NIM H14090110
ABSTRAK
MARSHA DEWI PUTRI. Analisis Dampak Black Campaign Minyak
Kelapa Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia. Dibimbing oleh
IDQAN FAHMI
Indonesia adalah salah satu produsen dan negara pengekspor minyak
kelapa sawit/Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. CPO merupakan minyak
nabati dengan tingkat konsumsi paling tinggi di dunia. Namun, dalam
perdagangan internasional, konsumen yang memilih untuk membeli CPO sensitif
terhadap berbagai isu negatif atau kampanye hitam (black campaign). Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis perkembangan permintaan volume ekspor CPO
Indonesia dan menganalisis adanya dampak yang ditimbulkan dari black
campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia menggunakan data
sekunder tahun 1996 hingga tahun 2011 berupa panel data dengan model estimasi
terbaik yaitu model efek tetap (fixed effect model) yang kemudian diboboti dengan
cross-section SUR. Hasil penelitian menunjukan bahwa volume ekspor CPO
Indonesia ke negara Amerika Serikat, Belanda, Inggris dan Jerman mengalami
fluktuasi. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa nilai tukar riil rupiah, GDP riil
perkapita negara importir, harga minyak kedelai (soybean oil) internasional, harga
ekspor CPO dan black campaign berpengaruh pada volume permintaan eskpor
CPO Indonesia. Sedangkan harga CPO internasional tidak berpengaruh terhadap
volume ekspor CPO ke negara-negara tujuan.
Kata Kunci: Kelapa Sawit, Ekspor, Volume, Black Campaign, Panel Data
ABSTRACT
MARSHA DEWI PUTRI. Analysis of Black Campaign Impact on Palm Oil
(CPO) to Volume of Indonesian CPO. Supervised by IDQAN FAHMI
Indonesia is the biggest producer and exporters of Crude Palm Oil (CPO)
in the world. Palm oil is a vegetable oil with the highest consumption rates in the
world. However, in international trade, consumers who choose to buy CPO are
sensitive to negative issues or black campaign. The purpose of this study is to
analyze the development of Indonesia's CPO export volume demand and analyze
the impact of CPO black campaign against Indonesian CPO export volume by
using secondary data from 1996 to 2011 in the form of panel data. The results
showed that the volume of Indonesian CPO exports to United States, Netherlands,
England and Germany has fluctuated. Regression analysis showed that the real
exchange rate of rupiah, real GDP per capita of the importing country,
international soybean price, CPO export price and black campaign affect the
volume of Indonesia's CPO export demand. While the international CPO prices do
not affect the volume of CPO export to destination countries.
Keywords: Palm Oil, Exports, Volume, Black Campaign, Data Panel
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
ANALISIS DAMPAK BLACK CAMPAIGN MINYAK KELAPA
SAWIT (CPO) TERHADAP VOLUME EKSPOR
CPO INDONESIA
MARSHA DEWI PUTRI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Dampak Black Campaign Minyak Kelapa Sawit
(CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia
Nama : Marsha Dewi Putri
NIM : H14090110
Disetujui oleh
Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec.
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Black Campaign Minyak Kelapa
Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia”, ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi,
Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perkembangan
permintaan volume ekspor CPO Indonesia, menganalisis adanya dampak yang
ditimbulkan dari black campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia
dan faktor-faktor lain yang memengaruhinya. Penulis ingin mengucapkan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang telah banyak
memberikan kontribusi berupa bantuan, semangat serta doa bagi penulis, yaitu:
1. Kedua orangtua tercinta dan terkasih, yaitu Bapak Edison Syamsudin S.E.
dan Ibu Meuthia Fathina S.E. serta saudari saya Susan Ananda Putri yang
telah memberikan dukungan baik moral, motivasi, pengorbanan, dan doa
hingga akhir penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi persembahan
yang membanggakan untuk kalian.
2. Bapak Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu, saran, motivasi dan membimbing penulis dengan
sabar dalam proses penyusunan skripsi ini hingga selesai.
3. Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni SP, M.Si dan Bapak Salahuddin El Ayyubi
Lc, M.A selaku dosen penguji dan dosen komisi pendidikan yang telah
memberikan ilmu, saran, motivasi kepada penulis agar penyusunan skripsi
ini menjadi lebih baik lagi.
4. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
5. Muhammad Erhas Bennabi yang telah banyak memberikan motivasi, saran,
pengorbanan serta doa dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Teman-teman satu bimbingan yaitu Bram Agustian Z., Manda Kumoro dan
Gibran Ganesha atas kritik, saran dan motivasi yang membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat yang saya sayangi yakni Gradisny Q., Bella Kusumawati,
Febriana A. Rangkuti, Karina Dian Lestari, Nandha Rizki A., Achmad
Rivano dan Nurhalimah Memey yang selalu membuat penulis bahagia,
tersenyum dan termotivasi.
8. Sahabat dan seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 46 atas kerjasama, kritik, saran,
bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Marsha Dewi Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
METODOLOGI PENELITIAN 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 29
RIWAYAT HIDUP 47
vi
DAFTAR TABEL
1. Pangsa Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1
2. Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia ke Dunia Tahun 2006-2011 2
3. Kerangka Identifikasi Autokorelasi 16
4. Volume Ekspor CPO Indonesia ke Dunia dan Negara-Negara
Tujuan Tahun 2006-2011 19
5. Hasil Analisis Regresi Model Permintaan Volume Ekspor
CPO Indonesia dengan Data Panel Model Efek Tetap (Fixed Effect) 21
DAFTAR GAMBAR
1. Kurva Proses Terjadinya Perdagangan Internasional 4
2. Alur Kerangka Pemikiran 11
3. Volume Ekspor CPO Indonesia ke Dunia Tahun 1996-2011 18
4. Volume Eskpor CPO Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2006-2011 19
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel Volume dan Nilai Ekspor Riil CPO Indonesia Ke Dunia
Tahun 1996-2011 29
2. Hasil Perhitungan Pertumbuhan Volume Ekspor CPO Indonesia ke
Negara Tujuan Tahun 2006-2011 30
3. Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Fixed Effect
Cross Section SUR dan Cross-section SUR (PCSE) Covarience 31
4. Hasil Pengujian Chow Test 32
5. Hasil Uji Normalitas 33
6. Matriks Korelasi Antar Variabel 34
7. Variabel-Variabel dalam Model Volume Ekspor CPO Indonesia
1996-2011 35
8. Perbandingan Volume Ekspor CPO Indonesia ke Negara Importir 41
9. Negara-Negara Produsen Minyak Sawit di Dunia dan
Produksinya Tahun 2005-2010 42
10. Negara-Negara Pengimpor Utama Minyak Sawit di Dunia
Tahun 2005-2011 43
11. Prinsip-prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) 44
12. Prinsip-prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) 45
13. Perbandingan Produktivitas Minyak Nabati Dunia 46
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya alam Indonesia yang melimpah baik di darat maupun di laut
merupakan kekuatan Indonesia untuk dapat mengekspor hasil alam ke pasar
internasional. Pada sektor pertanian salah satu sub-sektor yang menarik adalah
perkebunan. Beberapa dari komoditas sub-sektor perkebunan memberikan
sumbangan devisa yang tinggi bagi Indonesia, sebagai contoh adalah tanaman
karet, kopi, kelapa, kakao dan kelapa sawit (Badrun 2010).
Sebagai salah satu komoditas dari sub-sektor perkebunan Indonesia,
Minyak Kelapa Sawit (MKS) dengan bentuk produk olahan utamanya berupa
Crude Palm Oil (CPO) adalah salah satu komoditas ekspor non migas andalan
Indonesia. Mengutip data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI),
pada tahun 2012 devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak sawit mentah (Crude
Palm Oil/CPO) mencapai USD 21.3 miliar.
Tabel 1 menunjukkan dalam tahun 1993 hingga 2012, pangsa produksi
dan konsumsi CPO terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, pangsa
konsumsi CPO dunia meningkat dari 19.2% menjadi 21.4% dan mengalahkan
nilai pangsa konsumsi minyak kedelai yang pada tahun-tahun sebelumnya
menguasai pangsa konsumsi minyak nabati dunia. Nilai pangsa konsumsi CPO
dunia pada awal tahun 2003 adalah yang tertinggi dibandingkan dengan minyak
nabati lain. Hal ini menyebabkan peluang ekspor CPO meningkat dikarenakan
permintaan untuk konsumsi yang meningkat.
Tabel 1 Pangsa Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia
No. Uraian 1993-1997 1998-2001 2003-2007 2007-2012
1. Total Produksi (ribu
ton)
Pangsa (%)
70 778 83 680 95 624 108 512
1. Minyak Sawit dan
Minyak Inti Sawit
24.7 27.8 30.1 30.8
2. Minyak Kedelai 25.1 23.8 23.4 23.2
3. Minyak Rape Seed 14.3 14.3 13.1 14.3
4. Minyak Kelapa 4.2 3.7 3.8 3.8
5. Minyak Lainnya (15
Jenis)
31.7 30.4 29.6 27.9
II. Total Konsumsi (ribu
ton)
Pangsa (%)
90 501 104 281 118 061 132 234
1. Minyak Kedelai 19.7 19.3 18.9 19.0
2. Minyak Sawit (CPO) 17.0 19.2 21.4 22.5
3. Minyak Rape Seed 11.1 11.3 11.5 11.7
4. Minyak Bunga
Matahari
9.2 9.2 9.2 9.1
5. Minyak Lainnya (15
Jenis)
43.0 41.0 39.0 37.7
Sumber: Oil World, 2012
2
Dilihat dari pangsa konsumsi dan produksinya, secara internasional CPO
memiliki pangsa pasar terbesar diantara minyak nabati lain sampai dengan tahun
2012 sebagaimana data yang disajikan Oil World tersebut. Tabel 2 menunjukan
volume dan nilai eskpor CPO Indonesia ke dunia dalam enam tahun terakhir,
volume ekspor CPO Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga
2009 namun mengalami penurunan mulai tahun 2010. Penurunan dipicu turunnya
permintaan dari negara tujuan utama pengimpor komoditas uggulan tersebut
(Dewi 2011). Negara-negara yang termasuk pengimpor utama komoditas CPO
Indonesia adalah India, Malaysia, Singapur, Belanda dan Italy (lampiran 8). Pada
nilai ekspor CPO terlihat berfluktuasi dapat dikarenakan adanya krisis ekonomi
global pada tahun 2008.
Tabel 2 Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia ke Dunia Tahun 2006-2011
Tahun Volume (kg) Nilai (1000 USD)
2006 5 199 286 871 1 993 666.7
2007 5 701 286 129 3 738 651.6
2008 7 904 178 630 6 561 330.5
2009 9 566 746 050 5 702 126.2
2010 9 444 170 400 7 649 966.0
2011 8 424 037 446 8 777 015.6 Sumber: UN COMTRADE, 2013
Saat ini konsumen ekspor CPO Indonesia terutama Uni Eropa dan
Amerika Serikat menerapkan prinsip keberlanjutan dalam memilah dan memilih
produk minyak sawit yang akan masuk ke negaranya. Akhir-akhir ini berkembang
peraturan mengenai standar mutu minyak sawit yaitu Roundtable on Sustainable
Palm Oil (RSPO) Certification System peraturan tersebut merupakan pendekatan
konsumen ekspor minyak sawit untuk meyakinkan produsen kelapa sawit agar
memproduksi minyak kelapa sawit dengan cara yang tidak merusak lingkungan
hidup (Butler 2008 dalam Wahyu 2010).
Maraknya isu lingkungan yang berkaitan dengan perkebunan/industri
kelapa sawit merebak di masyarakat. Masalah isu lingkungan selain mengenai
pengaruh buruk minyak sawit terhadap iklim global, terdapat isu mengenai
pembantaian terhadap orang utan yang terjadi di beberapa perkebunan kelapa
sawit, isu kelayakan pengembangan kelapa sawit untuk dijadikan lahan kelapa
sawit, sampai dengan diberlakukannya aksi boikot kelapa sawit Indonesia oleh
beberapa negara importir kelapa sawit karena kelapa sawit Indonesia
diindikasikan tidak ramah lingkungan. Isu-isu tersebut dikenal dengan istilah
black campaign atau isu negatif.
Preferensi konsumen untuk membeli CPO sensitif terhadap berbagai isu
negatif (black campaign). Ada dua masalah utama yang sering diungkapkan
dalam black campaign kelapa sawit. Masalah pertama adalah bahwa konsumsi
CPO berbahaya bagi kesehatan karena diindikasikan mengandung saturated fat
atau lemak jenuh yang tinggi. Isu kedua adalah bahwa CPO diproduksi dengan
menghancurkan lingkungan, terutama di lahan kering (Akyuwen dan Sulistyanto
2011). Sampai dengan saat ini dampak dari adanya black campaign CPO adalah
terjadinya pemutusan kontrak sepihak oleh konsumen CPO seperti Unilever,
3
Nestle dan Burger King yang membatalkan kontrak pembelian mereka dari grup
Sinar Mas pada tahun 2010.
Kondisi perdagangan CPO yang terus berkembang merupakan suatu
peluang bagi Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar untuk
terus meningkatkan volume ekspor CPO dalam memenuhi permintaan CPO dunia
yang terus meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai
“Analisis dampak black campaign minyak kelapa sawit (CPO) terhadap volume
ekspor CPO Indonesia”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, ada beberapa hal yang akan dianalisis dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana perkembangan volume permintaan ekspor CPO Indonesia?
2. Apakah adanya black campaign terhadap CPO memengaruhi volume
permintaan ekspor CPO Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, penelitian
ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis perkembangan volume permintaan ekspor CPO Indonesia.
2. Menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh adanya black campaign CPO
terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan
dalam merumuskan kebijakan untuk meningkatkan kegiatan ekspor CPO
Indonesia.
2. Bagi para pelaku usaha yang berkaitan dengan industri kelapa sawit, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berhubungan
dengan adanya black campaign CPO yang berguna untuk meningkatkan
kinerja dan produktivitasnya.
3. Bagi masyarakat akademik, hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur untuk
penelitian lebih lanjut mengenai perdagangan kelapa sawit di Indonesia.
4. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
dalam menganalisis permasalahan dan mengaplikasikan teori yang telah
diberikan selama masa perkuliahan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai analisis dampak black campaign CPO
terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Periode waktu (time series)
4
yang dianalisis dalam penelitian ini mulai dari tahun 1996 sampai dengan 2011,
sedangkan data cross section yang digunakan adalah empat negara yaitu negara
Amerika Serikat, Jerman, Belanda, dan Inggris. Pemilihan negara-negara tersebut
dipilih karena merupakan negara tujuan ekspor CPO Indonesia yang sensitif
terhadap isu lingkungan yaitu Amerika Serikat dan Negara-negara Eropa. HS
(Harmonized System) yang digunakan adalah HS sampai level 6 digit yaitu HS
151110 dengan komoditas Crude Palm Oil.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan Internasional merupakan teori-teori yang menganalisis
dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional dan keuntungan yang didapat
dari adanya perdagangan tersebut (Salvatore 1997). Sebelum adanya perdagangan,
harga-harga relatif dari berbagai komoditas di masing-masing negara merupakan
refleksi atau pencerminan dari keunggulan komparatif yang dimilikinya. Setelah
adanya perdagangan harga-harga relatif tersebut kemudian akan saling
menyesuaikan sehingga akan terbentuk suatu harga keseimbangan.
Gambar 1 menjelaskan mengenai kurva proses terjadinya perdagangan
internasional. Suatu negara (negara 1) mengeskpor suatu komoditas X (misalnya
CPO) ke negara lain (negara 2). Harga CPO rendah pada negara 1 sebelum adanya
perdagangan, ini dikarenakan kelebihan penawaran (excess supply) di negara
tersebut akibat produksi CPO yang melebihi konsumsi domestik. Sedangkan pada
negara 2 terjadi hal sebaliknya dimana harga CPO lebih tinggi karena kelebihan
permintaan (excess demand) akibat konsumsi domestik yang melebihi kapasitas
produksi. Maka dari itu negara 1 kemudian akan menjual kelebihan produksinya
tersebut ke negara 2 yang kekurangan suplai.
Gambar 1 Kurva Proses Terjadinya Perdagangan Internasional
5
Teori Permintaan Ekspor
Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang
memengaruhi permintaan (Salvatore 1997). Permintaan ekspor suatu negara akan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain:
1. Harga
Harga ekspor menyatakan bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang
ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta atau
dengan kata lain, semakin besar harga komoditi, maka akan semakin sedikit
kuantitas komoditi yang diminta (Lipsey et al. 1995).
2. GDP Per Kapita GDP per kapita adalah perbandingan antara GDP dengan jumlah populasi.
GDP per kapita dapat mengukur kemampuan suatu negara untuk melakukan
pembelian barang dan jasa. Jika GDP per kapita suatu negara cukup tinggi,
maka negara tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan
pembelian sehingga merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran suatu
komoditi (Mankiw 2000).
3. Nilai Tukar Riil Jika nilai tukar riil tinggi, maka harga barang-barang luar negeri relatif
murah, dan barang-barang domestik relatif mahal. Jika nilai tukar riil rendah,
maka sebaliknya harga barang-barang domestik relatif murah, sedangkan
harga barang-barang luar negeri mahal (Mankiw 2000). Rumus dari nilai tukar
riil yaitu nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio tingkat harga yang
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
E= e x (P/P*)
4. Populasi Populasi dapat memengaruhi ekspor melalui dua sisi yakni sisi penawaran
dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan
sebagai penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditi ekspor,
sedangkan penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan
konsumsi domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik
akan suatu komoditi (Salvatore 1997).
Menurut Salvatore (1997) hambatan perdagangan internasional terdiri dari
hambatan tarif dan non-tarif sebagai berikut:
1. Hambatan Tarif
Tarif merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan luar negeri
yang membatasi arus perdagangan internasional, tarif adalah suatu
pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean (daerah geografis).
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang
diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif ini merupakan kebijakan yang
paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan
pemerintah. Pengenaan tarif dimaksudkan untuk memproteksi produk dalam
negeri. Dengan adanya tarif harga barang impor dalam mata uang nasional
meningkat sehingga permintaan di pasar dalam negeri menurun dan hal
tersebut mendorong produksi dalam negeri karena adanya kenaikan
6
permintaan domestik atas barang hasil dalam negeri. Ada tiga macam jenis
tarif yang biasa digunakan dalam perdagangan internasional yaitu:
a. Bea Ekspor (export duties) adalah pajak yang dikenakan terhadap
barang yang diangkut atau diekspor menuju negara lain.
b. Bea Transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan
ketentuan bahwa barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara
lain.
c. Bea Impor (impor duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang masuk kedalam suatu negara dengan
ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir.
2. Hambatan Non-Tarif
Instrumen kebijakan perdaganan internasional selain tarif adalah berupa
kebijakan non tarif, yang terdiri dari:
a. Kuota
Kuota merupakan pembatasan secara kuantitatif tidak hanya terhadap
impor, tetapi juga diterapkan oleh banyak negara terhadap ekspor.
Tujuan utama pengenaan kuota adalah untuk kepentingan konsumen di
dalam negeri, yakni menjaga ketersediaan stok domestik.
b. Embargo
Adalah pelarangan impor dan ekspor jenis produk tertentu atau
pelarangan secara total dalam perdagangan dengan negara tertentu
sebagai suatu tambahan dalam kebijakan politik yang dilakukan
pemerintah.
3. Kartel-kartel Internasional
Merupakan sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari berbagai
negara yang sepakat untuk membatasi outputnya dan juga mengendalikan
ekspor komoditi tersebut dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan.
4. Dumping
Adalah kebijakan ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh dibawah
pasaran atau penjualan komoditi di luar negeri dengan harga yang jauh lebih
murah dibanding dengan harga penjualan domestik.
5. Subsidi Ekspor
Adalah pembayaran langsung atau pemberian keringanan pajak dan
bantuan subsidi kepada para eksportir atau calon eksportir nasional, atau
pemberian pinjaman kepada pengimpor asing dengan bunga rendah dalam
rangka memacu ekspor suatu negara.
Konsep Dayasaing Berkelanjutan (Sustainable Competitiveness)
Dalam konsep dayasaing bisnis berkelanjutan terdapat tiga elemen yang
saling mendukung yaitu keberlanjutan ekonomi (profit), keberlanjutan sosial
(people) dan keberlanjutan lingkungan (planet). Saat ini pada umumnya
perusahaan hanya berorientasi pada peningkatan output/profitabilitas semata.
Dayasaing pada masa yang akan datang harus didasarkan pada aspek yang lebih
komperehensif dan terintegrasi. Produk Indonesia yang unggul secara biaya,
misalnya, tidak otomatis akan dapat menembus pasar internasional jika dalam
7
proses produksinya tidak memperhatikan keselamatan lingkungan dan hak azasi
pekerjanya yang merupakan persyaratan yang dituntut oleh konsumen negara
maju. Oleh karena itu selain aspek keunggulan biaya yang biasanya dicerminkan
oleh komponen profit, perusahaan harus memperhatikan dua aspek lainnya yaitu
aspek people (baik karyawan maupun masyarakat sekitar lokasi usahanya dengan
Corporate Social Responsibility, misalnya) dan aspek planet atau lingkungan
dengan memastikan bahwa proses produksinya telah memenuhi persyaratan
lingkungan yang dapat diterima masyarakat dunia (Daryanto et al. 2010).
Pertumbuhan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah
menghasilkan manfaat ekonomi yang penting, walaupun pengembangan areal
perkebunan kelapa sawit ternyata menimbulkan isu lingkungan, yaitu diantaranya
menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan alam tropis di
Indonesia. Isu lingkungan selama ini dianggap menjadi salah satu faktor
penghambat dalam pengembangan kelapa sawit Indonesia. Praktik tidak ramah
lingkungan seperti teknik pembukaan lahan dengan pembakaran hutan dan
pembuangan limbah yang tidak terkendali telah menimbulkan citra buruk bagi
industri kelapa sawit Indonesia (Butler 2008 dalam Wahyu 2010). Oleh karena itu
perlu ditekankan gerakan untuk membangun industri kelapa sawit di Indonesia
yang berkelanjutan dan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan
hidup.
Pengembangan industri minyak kelapa sawit telah menimbulkan
kontroversi di masyarakat internasional. Di satu pihak, pengembangan kelapa
sawit dan industri kelapa sawit memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan
negara; di lain pihak ia menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang tidak
dapat diabaikan. Beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat telah memboikot
produk kelapa sawit sebagai protes atas dampak negatif sosial dan lingkungan
yang ditimbulkannya. Saat ini minyak sawit merupakan minyak nabati yang
paling banyak diproduksi di dunia dan minyak sawit menghasilkan lebih banyak
minyak per hektarnya dibandingkan dengan komoditi minyak nabati lainnya
(lampiran 13). Walaupun begitu, produksi minyak sawit masih banyak
diperdebatkan dengan deforestasi hutan tropis serta dampak-dampak lingkungan
terkait.
Stakeholders industri kelapa sawit Indonesia dan dunia mengadakan
pertemuan yang dinamakan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Pertemuan pertama di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2003 dan pertemuan
kedua di Jakarta pada tahun 2004 (Pahan 2006). Pertemuan ini untuk
meminimalkan dampak dan isu negatif terhadap bisnis kelapa sawit dengan
mengelola perkebunan secara lestari dan harus mempunyai nilai manfaat yang
tinggi. Berdirinya RSPO untuk industri minyak sawit berkelanjutan semakin
memperkuat berbagai upaya pencarian solusi-solusi yang mengutamakan
kelestarian lingkungan (lampiran 11).
Pentingnya penerapan konsep dayasaing berkelanjutan sudah tidak lagi
hanya diperhatikan oleh negara-negara maju yang sebagian besar adalah negara
Uni Eropa dan Amerika Serikat, namun sekarang mulai diterapkan oleh negara-
negara berkembang dan negara maju di Asia. Menurut data dari RSPO (RSPO
2013), India yang merupakan salah satu negara tujuan utama impor CPO
Indonesia, pada tahun 2011 sampai dengan 2012 jumlah anggota RSPO dari India
meningkat sebesar lima kali yang mencakup pemain-pemain penting industri
8
minyak sawit di India. Perkembangan dalam keanggotaan perusahaan India di
RSPO membuktikan bahwa di Asia tengah tumbuh kesadaran dan kebutuhan agar
industri minyak sawit bergerak menuju industri yang bekelanjutan.
Di Indonesia pun berdiri pedoman mengenai industri kelapa sawit
berkelanjutan yang disebut dengan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
ISPO menjadi dasar dalam mendorong usaha perkebunan kelapa sawit memenuhi
kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, melindungi dan
mempromosikan usaha perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan
sesuai dengan tuntutan pasar internasional (lampiran 12). ISPO memiliki
peraturan mengikat untuk semua pelaku industri kelapa sawit Indonesia dibawah
peraturan menteri pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011.
Black Campaign Terhadap Minyak Kelapa Sawit
Indonesia adalah salah satu produsen dan pengekspor CPO terbesar di
dunia. Energi biodiesel adalah salah satu energi alternatif pengganti energi tidak
terbaharui, dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau
lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Hal ini dapat merupakan salah
satu faktor paling berpengaruh penyebab tingginya permintaan kelapa sawit di
pasar dunia. Namun, dalam perdagangan internasional, konsumen yang memilih
untuk membeli CPO sensitif terhadap berbagai isu negatif atau kampanye hitam
(black campaign). Isu yang mengemuka adalah produksi kelapa sawit yang terus
mengalami peningkatan di Indonesia dan Malaysia telah menimbulkan berbagai
dampak negatif terhadap lingkungan, antara lain konversi lahan dari hutan tropis,
pemusnahan beberapa spesies, efek rumah kaca dan perubahan iklim. Isu-isu ini
berdampak pada tidak stabilnya harga CPO dunia (Syaukat 2010; Widodo et al.
2010). Mulai tahun 2011, Uni Eropa (EU) memberlakukan EU Directive
mengenai ketentuan emisi rumah kaca. Dalam aturan ini disebutkan bahwa EU
tidak boleh mengimpor CPO untuk biofuel karena komoditas ini dianggap tidak
memenuhi ketentuan pembatasan emisi, akibatnya CPO tidak bisa masuk ke pasar
Uni Eropa (ICN 2009a).
Greenpeace (2007) menggunakan istilah “How The Palm Oil Industry Is
Cooking The Climate” untuk merujuk pada pengertian bagaimana persediaan
karbon lahan gambut Indonesia sedang dihabiskan melalui pengembangan minyak
kelapa sawit. Permasalahan utama pengembangan kelapa sawit sebenarnya tidak
hanya isu lingkungan. Pada mulanya negara-negara barat (terutama Eropa dan
Amerika) membuat kampanye negatif (black campaign) dengan menyatakan
bahwa minyak kelapa sawit tidak baik untuk kesehatan. Misalnya, Center for
Science in the Public Interest (CSPI) di Amerika Serikat pada tahun 2005
mengemukakan bahwa minyak kelapa sawit dapat menimbulkan serangan jantung
karena mengandung lemak jenuh yang tinggi (Brown dan Jacobson 2005).
Demikian pula dengan World Health Organization yang telah menyarankan untuk
mengurangi konsumsi minyak kelapa sawit karena berpotensi menimbulkan
cardiovascular diseases. Hal ini dapat diindikasikan menjadi hambatan non-tarif
bagi perdagangan CPO Indonesia ke Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bila
dibandingkan dengan kedelai, kelapa sawit 9,5 sampai 10 kali lebih baik dalam
menghasilkan minyak nabati dari tiap satu hektarnya (Oil World 2010).
9
Kampanye negatif ini diindikasikan merupakan ‘perang dagang’ karena
terjadinya pergeseran penggunaan sumber minyak nabati: dari minyak jagung,
minyak kedelai, minyak biji matahari, dan minyak canola ke minyak kelapa sawit.
Peningkatan produksi dan konsumsi minyak kelapa sawit di seluruh dunia telah
mengurangi permintaan terhadap minyak nabati konvensional yang selama ini
dihasilkan sebagian besar oleh negara-negara barat. Dari aspek produksi, minyak
kelapa sawit memiliki biaya produksi yang paling rendah, mengingat tingginya
produktivitas kelapa sawit per satuan luas serta rendahnya biaya pemeliharaan
tanaman (Syaukat 2010).
Penelitian Terdahulu
Rustam Efendi dan Sawitriyadi (2009) melakukan penelitian mengenai
faktor-faktor penentu ekspor minyak kelapa sawit di Indonesia. Variabel yang
digunakan adalah nilai tukar rupiah, harga luar negeri dan harga relatif. Jenis data
yang digunakan adalah data sekunder yang berupa time series secara tahunan dari
tahun 1990 hingga tahun 2008. Model atau peralatan analisis dalam penelitian ini
adalah regresi linier. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari tiga variabel yang
digunakan, jika yang diuji adalah variabel nilai tukar dan harga luar negeri maka
ditemui adanya signifikansi pengaruh keduanya terhadap ekspor CPO.
Sebaliknya, jika yang digunakan adalah harga relatif, maka variabel nilai tukar
ternyata kurang signifikan pengaruhnya terhadap ekspor CPO.
Amzul Rifin (2009) melakukan penelitian mengenai hubungan antara
harga internasional Crude Palm Oil (CPO) dengan harga minyak goreng di
Indonesia menggunakan data time series secara bulanan dari bulan Januari 2000
hingga bulan Juni 2008 dengan analisis uji kointegrasi menggunakan VAR.
Variabel yang digunakan adalah harga minyak goreng domestik, harga CPO
domestik dan harga CPO internasional. Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga
minyak goreng domestik, harga CPO domestik dan harga CPO internasional tidak
saling berkointegrasi. Tetapi harga CPO internasional memengaruhi harga CPO
domestik dan harga minyak goreng domestik. Harga CPO domestik dan harga
minyak goreng domestik saling memengaruhi. Perubahan harga CPO
internasional berdampak lebih besar kepada harga CPO domestik dibandingkan
dengan harga minya goreng domestik.
Roberto Akyuwen dan Arifin Indra (2011) melakukan penelitian mengenai
faktor-faktor yang memengaruhi kinerja ekspor CPO di Indonesia. Variabel yang
digunakan adalah harga CPO dunia, harga CPO domestik, konsumsi CPO
domestik, produksi CPO domestik, nilai tukar, GDP perkapita India, GDP
perkapita Belanda, GDP perkapita Malaysia, GDP perkapita Cina, pembiayaan
CPO di Indonesia, kebijakan pemerintah, harga crude oil dunia, harga minyak
nabati lain di dunia, isu negatif (black campaign). Menggunakan metode analisis
regresi berganda dengan data time series data tahunan 38 tahun. Hasil estimasi
menunjukkan bahwa terdapat lima variabel yang mempunyai signifikansi terhadap
volume ekspor CPO Indonesia yaitu pembiayaan CPO di Indonesia berpengaruh
positif, harga ekspor CPO berpengaruh negatif, isu negatif atau black campaign
berpengaruh negatif, dan harga minyak nabati lainnya yaitu minyak kedelai dan
minyak bunga matahari berpengaruh positif. Volume ekspor CPO Indonesia
10
tumbuh rata-rata 22.11% pertahun dalam periode 1990-2007, meskipun hal ini
menjadi lebih lambat dalam tiga tahun terakhir. Dipertengahan dan akhir tahun
2008, volume ekspor CPO mengalami penurunan drastis sebagai dampak dari
krisis ekonomi global. Kebijakan pemerintah, sampai sekarang, belum
sepenuhnya mendukung pengembangan nasional industri kelapa sawit. Isu negatif
kelapa sawit berpengaruh signifikan namun berdampak negatif. Namun penelitian
ini tidak melampirkan data atau informasi sejak tahun berapa dummy isu negatif
(black campaign) tersebut dimulai dan periode data tahunan 38 tahun yang
digunakan.
Kerangka Pemikiran
Industri kelapa sawit Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam
empat puluh tahun terakhir. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen
minyak sawit terbesar di dunia (lampiran 9). Bersama dengan Malaysia, Indonesia
menguasai hampir 90% produksi minyak sawit dunia. Konsumen terbesar dunia
adalah China, India dan Uni Eropa (lampiran 10). Pada perkembangan
mendatang, kebijakan biofuel dan bioenergi akan membuat industri minyak sawit
akan terus tumbuh secara signifikan dikarenakan minyak sawit sebagai bahan
baku dari biofuel. Sebagai produsen utama pada industri minyak sawit dunia,
maka sudah seharusnya industri minyak sawit Indonesia ditata agar dapat secara
optimal dimanfaatkan berbasiskan sumber daya yang tersedia.
Dalam pemasaran ekspor, industri kelapa sawit Indonesia mendapatkan
berbagai kendala, seperti regulasi yang selalu berubah-ubah dari pemerintah,
standar mutu dunia yang tinggi, hambatan masuk dari negara-negara pengimpor
dan dewasa ini adalah adanya isu negatif (black campaign) yang diindikasikan
merupakan salah satu hambatan non-tariff model baru.
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis dampak dari adanya black campaign CPO terhadap volume ekspor
CPO Indonesia di pasar Amerika Serikat, Jerman, Belanda dan Inggris. Selain itu
juga menganalisis perkembangan permintaan ekspor CPO Indonesia ke dunia dan
negara-negara tujuan. Selanjutnya, untuk dapat menganalisis dampak dari adanya
black campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia maka digunakan
metode data panel. Berdasarkan tujuan penelitian, maka variabel yang digunakan
yaitu nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir, GDP riil perkapita
negara importir, harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan, harga
internasional CPO, harga internasional minyak kedelai (soybean oil) dan dummy
black campaign (lampiran 7). Kerangka pemikiran operasional dijelaskan pada
Gambar 2.
11
Gambar 2 Alur Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir berpengaruh negatif.
Artinya, apabila nilai tukar riil rupiah terdepresiasi, maka volume permintaan
ekspor CPO akan meningkat.
2. Harga internasional CPO berpengaruh negatif sesuai dengan teori permintaan
dimana ketika harga naik maka permintaan akan turun. Artinya, jika harga
internasional CPO meningkat, maka volume permintaan ekspor CPO
Indonesia akan menurun.
3. Harga internasional minyak kedelai (soybean oil) berpengaruh positif
dikarenakan minyak kedelai merupakan komoditas subtitusi dari CPO. Maka,
jika harga internasional minyak kedelai meningkat, maka volume permintaan
ekspor CPO Indonesia akan meningkat.
4. Black campaign berpengaruh negatif. Artinya, jika black campaign
meningkat, maka jumlah permintaan ekspor CPO Indonesia akan menurun.
5. GDP riil perkapita negara importir berpengaruh positif. Artinya, apabila GDP
riil perkapita negara importir meningkat, maka daya beli masyarakat di negara
importir akan meningkat dan tingkat konsumsi CPO di negara tersebut akan
meningkat sehingga volume permintaan ekspor CPO akan naik.
6. Harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan berpengaruh negatif sesuai
dengan teori permintaan dimana ketika harga naik maka permintaan akan
Peningkatan konsumsi CPO dunia
dari tahun ke tahun memengaruhi
naiknya tingkat permintaan ekspor.
Namun adanya isu negatif CPO.
Volume ekspor CPO
Indonesia di Amerika
Serikat, Jerman, Belanda
dan Inggris berfluktuasi
Implikasi Kebijakan
Harga CPO
internasional Harga minyak
kedelai
internasional
Nilai Tukar Riil
Rupiah
GDP Perkapita
Negara Importir
Indonesia sebagai salah
satu produsen dan eksportir
CPO terbesar di dunia
Black Campaign
CPO
Harga Ekspor
CPO
12
turun. Artinya, jika harga ekspor CPO Indonesia meningkat, maka jumlah
permintaan ekspor CPO Indonesia akan menurun.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa data deret waktu (time series) dan antar individu (cross section). Data
deret waktu (time series) meliputi data tahunan dari tahun 1996 sampai dengan
tahun 2011, sedangkan data antar individu (cross section) meliputi empat negara
tujuan ekspor CPO Indonesia yang digunakan sebagai sample, yaitu Amerika
Serikat, Jerman, Belanda, dan Inggris.
Data yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber antara lain Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Badan Pusat Statistik (BPS), Oil
World, UN Comtrade, World Bank, dan sumber-sumber lain dari perpustakaan
maupun internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang
perkembangan permintaan ekspor CPO Indonesia, sedangkan metode kuantitatif
untuk menjelaskan dampak black campaign dan faktor-faktor lain yang
memengaruhi volume ekspor CPO Indonesia. Data kuantitatif diolah
menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6, sedangkan data
kualitatif berbentuk narasi. Penelitian ini menggunakan data panel (pooled data).
Perumusan Model
Berdasarkan pada kerangka pemikiran operasional, analisis yang
digunakan adalah regresi data panel dengan model logaritma natural.
Transformasi dalam bentuk ln dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas. Hal
ini disebabkan karena transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran
variabel mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat
(Gujarati 2004). Dugaan persamaan volume permintaan ekspor CPO Indonesia di
Eropa (Belanda, Inggris dan Jerman) dan Amerika Serikat dapat dirumuskan
sebagai berikut:
ln = + ln + ln + ln + ln +
+ +
13
dimana:
= Volume ekspor kelapa sawit Indonesia di negara importir j tahun
ke-t (Kg)
= Harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan importir j pada
tahun ke-t (US$/kg)
= Harga minyak kedelai (soybean oil) di pasar dunia ke-t (US$/mt)
= Harga minyak kelapa sawit (CPO) di pasar dunia ke-t (US$/mt)
= Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir j tahun
ke-t (RP/LCU)
= Pendapatan riil per kapita negara importir j tahun ke-t (US$)
= Dummy black campaign
= Random error
= konstanta (intercept)
= parameter yang diduga (n= 1,2,…,6)
Menurut Gujarati (2004), terdapat tiga macam pendekatan dalam panel
data yaitu :
1. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam
pengolahan data panel. Model pooled didapatkan dengan cara
mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan time
series yang akan diduga dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least
Square) seperti persamaan seperti di bawah ini:
= + + dimana:
= variabel endogen
= variabel eksogen
= intercept
= slope
i = individu ke-i
t = periode waktu ke-t
e = error / simpangan
2. Model Efek Tetap (Fixed Effect)
Asumsi intercept dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan
baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan
penggunaan data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam
pendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat
menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect). Model fixed effect
adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa
peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam
intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan
perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke
dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary
Least Square) yaitu:
= + +
14
dimana:
= variabel endogen
= variabel eksogen
= intercept
= slope
D = variabel dummy
i = individu ke-i
t = periode waktu ke-t
e = error / simpangan
3. Model Efek Acak (Random Effect)
Memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi
efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan
untuk mengatasi hal ini adalah model random effect. Model random effect
disebut juga sebagai error component model karena dalam model ini,
parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke
dalam error. Persamaan umum dalam random effect model yaitu :
= α + it +
= + +
dimana:
~ N(0, ) = komponen cross section error
~ N(0, ) = komponen time series error
~ N(0, ) = komponen error kombinasi
Dalam model ini, kita mengasumsikan bahwa error secara individual tidak
saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Berbeda dengan
model efek tetap, pendekatan random effect dapat menghemat dan tidak
mengurangi jumlah derajat kebebasan. Dengan demikian, parameter hasil
estimasi yang diperoleh semakin efisien sehingga model yang didapat semakin
baik.
Pemilihan Model
1. Chow Test
Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian
statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square.
Hipotesis dari uji ini yaitu :
: Model pooled least square
: Model fixed effect
Chow test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman E-views sebagai
berikut : Jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow < α)
maka ditolak, artinya Fixed Effect digunakan.
2. Hausman Test
Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan
menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji
iniyaitu :
: Model random effect
15
: Model fixed effects
Nilai statistik hausman akan dibandingkan dengan nilai Chi square sebagai
dasar dalam menolak . Jika nilai statistik hasil pengujian lebih besar dari
tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap sehingga
pendekatan yang digunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya.
Uji Kesesuaian Model
1. Kriteria Statistik
a. Uji–F Uji-F adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan
langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis
pengujian.
: = =... = = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh
terhadap variabel dependennya)
: minimal ada satu ≠ 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya)
1. Probability F-stasistic < α, maka tolak . Kesimpulannya, minimal ada
satu variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya.
2. Probability F-stasistic > α, maka terima Kesimpulannya, tidak ada
variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya.
b. Uji t
Uji-t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-
masing faktor bebas terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia.
Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama
untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.
: = 0 dengan t = 1,2,3,….,n
: ≠ 0 Jika statistik t yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih besar daripada
tabel (t satistik > t tabel), maka tolak . Kesimpulannya, koefisien dugaan
≠ 0 artinya variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
Sebaliknya, jika t statistik lebih kecil daripada t tabel (t statistik < t tabel) pada
taraf nyata sebesar α, maka terima . Kesimpulannya, koefisien dengan = 0
artinya variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak
bebas. Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak
variabel bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak
bebasnya.
c. Uji R2 ataupun adj-R
2
Uji ini dilakukan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat
diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 atau R
2
adjusted berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu maka
semakin baik.
2. Kriteria Ekonometrika
a. Autokorelasi
Autokorelasi mencerminkan adanya hubungan yang terjadi antara error
masa lalu dengan error saat ini yang dapat menyebabkan parameter menjadi
16
bias sehingga pendugaan parameter menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi
ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson
(DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Berikut
merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya
autokorelasi.
Tabel 3 Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai DW Hasil
4-dl<DW<4 Tolak , autokorelasi negatif
4-du<DW<4-dl Hasil tidak dapat ditentukan
2<DW<4-du Terima , tidak ada autokorelasi
du<DW<2 Terima , tidak ada autokorelasi
dl<DW<du Hasil tidak dapat ditentukan
0<DW<dl Autokorelasi positif Sumber : Gujarati, 2004
b. Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan linier antar variabel
independen. Indikasi terjadinya multikolinearitas adalah dengan melihat hasil t
dan F statistik hasil regresi. Apabila koefisien parameter dari t statistik banyak
yang tidak signifikan sementara F hitungnya signifikan, maka patut diduga
terjadi masalah multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan cara
menghilangkan variabel yang tidak signifikan, mentransformasi data, dan
menambah variabel.
c. Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term
terdistribusi normal. Untuk mengetahui adanya normalitas, maka digunakan
uji Jarque-Bera. Apabila nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf
nyata (α), maka persamaan tersebut tidak mempunyai masalah normalitas atau
error term terdistribusi normal (Winarno 2007).
d. Heteroskedastisititas Heteroskedastisitas terjadi apabila varian residual atau error tidak konstan
atau berubah-ubah. Hal ini akan mengakibatkan varian koefisien regresi
cenderung akan besar sehingga akan mengakibatkan uji hipotesis, baik uji-t
maupun uji-F, tidak lagi akurat. Untuk mengetahui ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat digunakan uji White dengan melihat pada nilai R2
nya. Jika nilai probabilitas R2 melebihi nilai kritis dengan α yang dipilih, maka
hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas, begitu pula
sebaliknya.
Definisi Operasional Variabel
1. Volume permintaan ekspor CPO Indonesia di Amerika Serikat, Jerman,
Inggris, dan Belanda yang menjadi variabel tak bebas dalam model dinyatakan
dalam satuan kilogram.
2. Harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan (US$/Kg) adalah harga yang
diperoleh dari hasil pembagian antara value ekspor CPO Indonesia ke negara
17
tujuan (Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Belanda) secara keseluruhan
pada periode ke-t dengan volume ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan pada
periode yang sama selanjutnya dibagi dengan Whole Price Index.
3. Harga internasional CPO adalah harga CPO di pasar dunia dinyatakan dalam
US$/mt(metric ton) dalam satu tahun menggunakan harga riil 2005 USD.
4. Harga internasional minyak kedelai (soybean oil) adalah harga minyak kedelai
di pasar dunia dinyatakan dalam US$/mt(metric ton) dalam satu tahun
menggunakan harga riil 2005 USD.
5. Black campaign dinyatakan dalam dummy variable. Tahun diindikasikan
adanya black campaign dilambangkan dengan angka 1, sedangkan tahun yang
tidak terindikasi adanya black campaign 0. Pada Amerika tahun 1996-2004
dilambangkan dengan 0 dan tahun 2005-2011 dengan 1. Pada Belanda, Inggris
dan Jerman tahun 1996-2009 dilambangkan dengan 0 dan tahun 2010-2011
dengan 1.
6. Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara importir yang digunakan
adalah perbandingan nilai rupiah dengan mata uang negara importir.
7. GDP riil perkapita negara importir (US$) adalah GDP perkapita berdasarkan
harga konstan negara tujuan ekspor CPO (Amerika Serikat, Jerman, Inggris,
dan Belanda).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Permintaan Ekspor CPO Indonesia
Meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit (CPO) dunia mendorong
Indonesia untuk memenuhi pasokan kebutuhan CPO dunia. Menurut Akyuwen
dan Sulistyanto (2011) volume ekspor CPO Indonesia diprediksi meningkat di
tahun-tahun mendatang, meskipun tidak setinggi pada periode 1990-2006 yaitu
sebesar 27.13% per tahun. Namun, terjadi penurunan pada volume ekspor CPO
Indonesia ke dunia dimulai dari tahun 2009 yang ditunjukkan pada Gambar 3
(lampiran 1). Hal ini disebabkan oleh terjadinya krisis global pada tahun 2008
yang menurunkan daya beli negara importir CPO. Pada faktor harga, sesuai
dengan teori permintaan naiknya harga internasional CPO akan membuat
turunnya volume ekspor CPO namun akan meningkatkan nilai ekspornya. Pada
tahun 2008 terjadinya krisis ekonomi global menyebabkan pertumbuhan output
global menurun yang berdampak pada penurunan daya beli oleh negara-negara
pengimpor CPO namun hasil produksi CPO tetap stabil bahkan meningkat yang
menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran, hal tersebut menyebabkan
turunnya nilai ekspor CPO. Pada tahun 2009 harga internasional CPO mulai
meningkat disebabkan naiknya harga minyak dunia, stok sawit Malaysia yang
menipis dan terganggunya produksi kedelai sebagai komoditi substitusi CPO.
Fluktuasi harga internasional CPO di pasar dunia ini adalah akibat dari situasi
perekonomian global yang sedang bergejolak dan pergerakan harga minyak dunia
yang terus meningkat.
18
Gambar 3 Volume Ekspor CPO Indonesia ke Dunia Tahun 1996-2011
CPO Indonesia diekspor ke berbagai negara, antara lain Amerika Serikat
dan kawasan Eropa (Inggris, Jerman dan Belanda). Tabel 3 menunjukkan bahwa
volume ekspor CPO didominasi oleh negara tujuan Belanda dengan volume ekspor
tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 1 057 227 000 kilogram dan disusul oleh
Jerman dengan volume ekspor tertinggi sebesar 394 889 000 kilogram pada tahun
yang sama yaitu tahun 2009. Volume ekspor CPO Indonesia ke Amerika Serikat
mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari tahun 2006 ke 2007 yaitu
dengan selisih sebesar 4 275 000 kilogram sehingga menyebabkan nilai
pertumbuhan rata-rata yang meningkat hingga 25.22%, sedangkan penurunan nilai
pertumbuhan rata-rata yang terbesar dialami oleh Inggris dengan nilai
pertumbuhan rata-rata sebesar negatif 16.9% (lampiran 2).
Volume ekspor CPO ke dunia memiliki nilai pertumbuhan rata-rata yang
tertinggi setelah Amerika dengan kenaikan pertumbuhan rata-rata sebesar 11.49%.
Namun dapat dilihat volume ekspor negara-negara tersebut mengalami fluktuasi,
volume ekspor mengalami kenaikan mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2009
namun kemudian mengalami penurunan mulai tahun 2010 hingga tahun 2011.
Pada Gambar 4 menunjukan bahwa volume eskpor CPO ke negara tujuan turun
mulai tahun 2010. Volume ekspor CPO Indonesia yang befluktuasi tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu iklim perekonomian global yang lesu
akibat adanya krisis gobal, black campaign terhadap CPO dan naiknya harga
minyak dunia.
0
2,000,000,000
4,000,000,000
6,000,000,000
8,000,000,000
10,000,000,000
12,000,000,000
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
Volume Ekspor CPO (kg)
Nilai Ekspor Riil CPO (USD)
19
Tabel 4 Volume Ekspor CPO Indonesia ke Dunia dan Negara-Negara Tujuan
Tahun 2006-2011 (dalam 000 KG)
Negara
Tahun Pertum-
buhan
Rata-
rata
(%)* 2006 2007 2008 2009 2010 2011
AS 1 935 6 210 6 605 7 000 3 000 1 500 25.22
Inggris 38 182 34 202 8 700 11 025 10 000 0** -16,9
Belanda 834 256 569 871 968 205 1 057 227 948 461 602 824 0.13
Jerman 174 155 290 100 303 353 394 889 328 192 206 626 9.48
Dunia 5 199 287 5 701 286 7 904 179 9 566 746 9 444 170 8 424 037 11.49
*Pertumbuhan rata-rata dari pertumbuhan tahunan 2006-2011
**data tidak tersedia
Sumber: UN Comtrade, diolah (2013)
Gambar 4 Volume Eskpor CPO Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2006-
2011 (dalam 000 KG)
Industri CPO mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di Indonesia.
Daya saing CPO Indonesia yang cukup baik dari sisi produksi yang melimpah
serta harga yang relatif kompetitif menjadi alasan perkembangan tersebut.
Prospek pengembangan kelapa sawit ke depan sangat baik, manfaat dan kegunaan
kelapa sawit yang multifungsi menjadikan industri kelapa sawit sebagai salah satu
komoditas industri yang memberikan konstribusi cukup besar terhadap ekspor
non-migas nasional.
Di dunia, terjadinya krisis ekonomi global terbukti menyebabkan
penurunan ekspor CPO Indonesia dilihat dari jumlah volume ekspor CPO yang
menurun mulai tahun 2009. Pada Amerika Serikat, memiliki nilai pertumbuhan
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Amerika
Belanda
Jerman
Inggris
20
rata-rata yang terbesar tidak menggambarkan peningkatan volume ekspor yang
terus meningkat dari tahun ke tahun namun juga terjadi penurunan volume ekspor
dimulai dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Kebijakan Amerika Serikat
memperpanjang larangan impor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO)
karena alasan lingkungan akan mengurangi ekspor CPO Indonesia ke Amerika
pada masa mendatang. Tetapi penurunan volume tersebut dapat pula disebabkan
karena para eksportir mengalihkan tujuan ke negara lain, yang perlu diperhatikan
adalah apabila terjadi penurunan ekspor CPO Indonesia ke India dan Malaysia.
Alasannya, jika penurunan ini terjadi maka dikhawatirkan akan berdampak besar
bagi pertumbuhan ekspor CPO Indonesia karena negara-negara tersebut adalah
negara-negara ekspor tujuan utama CPO Indonesia selain Eropa dan Amerika
Serikat.
Pandangan dunia internasional khususnya Eropa dan Amerika Serikat
mengenai perkembangan kelapa sawit perlu didalami, mengenai isu negatif (black
campaign) terhadap kelapa sawit dimana pembangunan kelapa sawit
dikhawatirkan tidak berkelanjutan. Dengan mengurai isu pembangunan kelapa
sawit berkelanjutan, maka dapat diketahui bahwa mungkin akar masalahnya
adalah pangsa pasar minyak sawit menguat dibandingkan minyak nabati lain yang
di produksi negara-negara sub-tropis yang umumnya adalah negara maju (Dradjat
2012).
Sementara itu, pengembangan komoditas minyak sawit dan produk
turunannya perlu dilakukan dalam rangka memanfaatkan pasar global untuk
mempersiapkan industri dan pelaku industri sawit dalam memenuhi ketentuan-
ketentuan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dimasa yang akan datang.
Faktor-faktor Yang Memengaruhi Volume Ekspor
CPO Indonesia
1. Pemilihan Model
a. Uji Chow
Hipotesis dari uji ini yaitu :
: Model Pooled Least Square
: Model Fixed Effect
Jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow < taraf nyata
10%), maka ditolak. Artinya, Fixed Effect digunakan. Hasil uji Chow pada
model volume ekspor CPO Indonesia diperoleh bahwa nilai probability dari
Chow (0.00) < taraf nyata 10%, maka tolak . Artinya, Fixed Effect yang
digunakan (lampiran 4).
2. Uji Kriteria Ekonometrika
a. Heteroskedastisitas
Model persamaan dikatakan bebas masalah heteroskedastisitas jika Sum
Square Residual Weighted Statistics lebih besar dibandingkan dengan Sum
Square Residual Unweighted Statistics. Tabel 6 menunjukkan bahwa Sum
Square Residual Weighted Statistics (48.74) lebih kecil dibandingkan dengan
Sum Square Residual Unweighted (133.86). Maka, Model persamaan volume
permintaan ekspor CPO Indonesia ini terindikasi terdapat masalah
heteroskedastisitas namun kemudian diboboti dengan cross section SUR yang
21
bertujuan mengatasi model dari masalah heteroskedastisitas. Dengan demikian
model persamaan volume permintaan ekspor CPO Indonesia sudah terbebas
dari masalah heteroskedastisitas.
b. Autokorelasi
Untuk mengidentifikasi gejala autokorelasi dalam model persamaan
volume permintaan ekspor CPO Indonesia, digunakan uji statistik Durbin
Watson (DW). Statistik DW pada model persamaan sebesar 1.84 pada
unweighted statistic. Kedua nilai tersebut terletak diantara du dan 4-du yaitu
pada daerah tidak ada autokorelasi sehingga persamaan regresi dikatakan tidak
mengandung masalah autokorelasi negatif ataupun positif (lampiran 6).
c. Multikolineritas
Untuk menguji adanya gejala multikolinearitas, berdasarkan model yang
diestimasi terlihat bahwa nilai dari Prob (F-statistik) signifikan pada taraf
nyata 10%. Sehingga dapat disimpulkan pada model yang digunakan tidak
terjadi masalah multikolinearitas.
d. Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mendeteksi apakah error term mendekati
distribusi normal atau tidak yang dilihat dari nilai probabilitas Jarque Bera
yang lebih besar dari taraf nyata 10%. Dari hasil estimasi diketahui nilai
probabilitas Jarque Bera sebesar 0.34 sehingga dapat disimpulkan bahwa
error telah terdistribusi secara normal dalam model (lampiran 5).
Tabel 5 Hasil Analisis Regresi Model Permintaan Volume Ekspor CPO Indonesia
dengan Data Panel Model Efek Tetap (Fixed Effect)
Variabel Koefisien Prob.
LNINTSB 2.192949 0.0449*
LNINTCPO -1.202847 0.1958
LNEXPCPO -1.191330 0.0000*
LNGDPI 9.422561 0.0001*
LNEXRATERIIL -1.454018 0.0000*
DUMMY_BC -0.483231 0.0821*
C -93.45357 0.0000
Weighted Statistics
R-squared 0.968967 Mean dependent var 20.80376
Adjusted R-squared 0.963795 S.D. dependent var 9.861804
S.E. of regression 0.950092 Sum squared resid 48.74448
F-statistic 187.3429 Durbin-Watson stat 1.999409
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.944696 Mean dependent var 15.39945
Sum squared resid 133.8624 Durbin-Watson stat 1.842108
Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10%
3. Pengujian Kriteria Statistik
a. Uji F
Nilai probabilitas F statistik harus lebih kecil dari taraf nyatanya sehingga
dapat diindikasikan bahwa setidaknya ada satu variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan Tabel 6, nilai
22
probabilitas F statistik pada persamaan regresi untuk variabel dependen
volume permintaan ekspor CPO Indonesia memiliki nilai 0.0000 yang lebih
kecil dari taraf nyatanya (10%) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
setidaknya satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap
volume permintaan ekspor CPO Indonesia.
b. Uji-t
Pada persamaan regresi volume permintaan ekspor CPO Indonesia,
ditunjukkan bahwa variabel independen yakni black campaign, nilai tukar riil
rupiah terhadap mata uang negara importir, harga ekspor CPO Indonesia ke
negara tujuan, harga minyak kedelai internasional dan GDP riil perkapita
negara importir memiliki nilai probabilitas lebih kecil daripada taraf nyata
10%. Hal ini berarti bahwa variabel independen tersebut secara individu
berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor CPO Indonesia.
c. Uji
Pada persamaan regresi untuk variabel volume permintaan ekspor CPO
Indonesia, didapatkan nilai R-squared sebesar 96.89%. Nilai ini menunjukkan
bahwa 96.89% perubahan variabel dependen (volume ekspor CPO Indonesia)
dapat dijelaskan oleh variabel independen (nilai tukar riil rupiah terhadap mata
uang negara importir, GDP riil perkapita negara importir, harga ekspor CPO
Indonesia ke negara tujuan, harga internasional CPO, harga internasional
minyak kedelai dan black campaign), sedangkan sisanya yaitu 3.11%
dijelaskan oleh faktor lain di luar model.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Volume Ekspor
CPO Indonesia Menurut Hasil Analisis Panel Data
a. Harga Internasional CPO di Pasar Dunia Berdasarkan hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia
menggunakan regresi data panel diperoleh nilai P value harga internasional
CPO sebesar 0.19 yang berarti tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan
volume ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen.
b. Black Campaign Berdasarkan hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia
menggunakan regresi data panel diperoleh nilai P value black campaign
sebesar 0.08 yang berarti berpengaruh nyata terhadap volume permintaan
ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Memiliki koefisien
variabel yang bernilai 0.27 dan bernilai negatif sesuai hipotesis. Artinya jika
black campaign meningkat sebesar satu persen maka akan menurunkan
volume permintaan ekspor CPO sebesar 0.27%, ceteris paribus. Hal ini sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roberto Akyuwen dan
Arifin Indra pada 2011 yang mendapatkan hasil bahwa black campaign
berpengaruh negatif terhadap volume ekspor CPO. Oleh karena itu,
pentingnya penerapan industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan
melakukan klaim bahwa CPO Indonesia sesuai dengan standar mutu
internasional agar Indonesia dapat terbebas dari dampak black campaign.
23
c. Harga Internasional Minyak Kedelai (Soybean Oil) di Pasar Dunia Berdasarkan hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia
menggunakan regresi data panel diperoleh nilai P value harga internasional
minyak kedelai sebesar 0.04 berarti berpengaruh nyata terhadap permintaan
ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Memiliki koefisiem
variabel yang bernilai 1.06 dan bernilai positif sesuai hipotesis. Artinya, jika
harga internasional minyak kedelai (soybean oil) meningkat sebesar satu
persen akan meningkatkan volume permintaan ekspor CPO sebesar 1.06%,
ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Roberto Akyuwen dan Arifin Indra pada 2011 yang mendapatkan hasil
bahwa harga internasional minyak kedelai berpengaruh secara positif terhadap
volume ekspor CPO. Minyak kedelai adalah komoditas minyak nabati
substitusi dari CPO dimana banyak dihasilkan oleh negara-negara barat.
d. Harga Ekspor CPO Indonesia ke Negara Tujuan
Variabel harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan berpengaruh secara
signifikan dan negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata
sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Hasil uji tersebut sesuai dengan
hipotesis. Dari hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia diketahui
bahwa variabel harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan koefisien
variabelnya bernilai negatif sebesar 0.06. Artinya, jika harga ekspor CPO
Indonesia ke negara tujuan meningkat sebesar satu persen akan menurunkan
volume permintaan ekspor CPO sebesar 0.06%, ceteris paribus. Hal ini sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roberto Akyuwen dan Arifin
Indra pada 2011 yang mendapatkan hasil bahwa harga ekspor CPO Indonesia
berpengaruh secara positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia.
Peningkatan harga ekspor CPO dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya adalah harga internasional CPO dan kondisi perekonomian global.
e. GDP Riil Perkapita Negara Importir
Dari hasil analisis permintaan volume ekspor CPO dapat diketahui bahwa
variabel GDP riil per kapita negara importir berpengaruh nyata pada taraf
nyata sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Koefisien variabel GDP riil
perkapita negara importir sebesar 2.29 menunjukkan bahwa jika GDP riil per
kapita negara importir meningkat sebesar satu persen akan meningkatkan
volume permintaan ekspor CPO Indonesia sebesar 2.29%, ceteris paribus. Hal
tersebut sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan bahwa GDP riil per
kapita negara importir berpengaruh positif terhadap volume permintaan ekspor
CPO Indonesia. Terjadinya krisis global pada 2008 menyebabkan menurunnya
daya beli pada sejumlah importir CPO, tidak hanya negara-negara barat
namun juga negara-negara di Asia yang terkena dampak dari krisis global
tersebut.
f. Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Mata Uang Negara Importir
Hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia diperoleh variabel nilai
tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir berpengaruh signifikan
pada taraf nyata sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Dalam
hipotesis, telah dikemukakan bahwa nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang
negara importir memiliki hubungan negatif, artinya jika nilai tukar riil rupiah
terapresiasi maka akan menyebabkan volume permintaan ekspor CPO
Indonesia menurun. Koefisien variabel sebesar 0.32 yang artinya bila terjadi
24
apresiasi pada nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir
sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan volume ekspor CPO
Indonesia di negara tujuan sebesar 0.32%, ceteris paribus. Ketika terjadi
depresiasi pada rupiah terhadap mata uang negara importir maka harga CPO
Indonesia di negara pengimpor lebih murah dan Indonesia cenderung untuk
melakukan eskpor dikarenakan harga jual CPO lebih tinggi di pasar
internasional dibandingkan pasar domestik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis dampak
black campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia di Amerika Serikat,
Jerman, Belanda dan Inggris dengan periode analisis dari tahun 1996 hingga 2011
diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :
1. Melihat kebutuhan akan CPO di pasar dunia yang terus meningkat, maka
permintaan ekspor CPO Indonesia perlu ditingkatkan. Volume permintaan
ekspor CPO Indonesia ke dunia meningkat hingga mengalami penurunan
dimulai pada tahun 2009 yang disebabkan oleh krisis ekonomi global. Pada
tahun 2009 harga internasional CPO mulai meningkat disebabkan naiknya
harga minyak dunia, stok sawit Malaysia yang menipis dan terganggunya
produksi kedelai sebagai komoditi substitusi CPO. Meningkatnya harga
internasional CPO mengurangi volume permintaan ekspor CPO. Fluktuasi
harga internasional CPO di pasar dunia ini adalah akibat dari situasi
perekonomian global yang sedang bergejolak dan pergerakan harga minyak
dunia yang terus meningkat. Volume ekspor CPO Indonesia ke negara-negara
tujuan eskpor Amerika Serikat, Jerman, Belanda dan Inggris masih cenderung
berfluktuasi juga akibat dari pengaruh kriris ekonomi global yang menurunkan
daya beli negara-negara tersebut. Black campaign juga dapat diindikasikan
sebagai pengaruh dari penurunan volume ekspor CPO Indonesia. Inggris
mempunyai nilai pertumbuhan rata-rata ekspor CPO Indonesia yang terkecil,
kemudian disusul oleh Belanda. Amerika mempunyai nilai pertumbuhan rata-
rata yang terbesar namun tidak diikuti dengan peningkatan volume ekspor dari
tahun ke tahun. Nilai pertumbuhan rata-rata Amerika yang tinggi disebabkan
oleh peningkatan volume ekspor CPO Indonesia pada tahun 2006 ke 2007
yang sangat signifikan.
2. Hasil analisis model volume permintaan ekspor CPO Indonesia menunjukkan
bahwa black campaign, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara
importir, GDP riil per kapita negara importir, harga internasional minyak
kedelai (soybean oil) di pasar dunia dan harga ekspor CPO Indonesia ke
negara tujuan berpengaruh nyata terhadap volume permintaan ekspor CPO
Indonesia. Sedangkan, harga internasional CPO di pasar dunia tidak
berpengaruh nyata. GDP riil perkapita negara importir, harga internasional
minyak kedelai (soybean oil) di pasar dunia berhubungan positif dengan
25
volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Sedangkan black campaign, harga
ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan dan nilai tukar riil rupiah terhadap
negara importir berhubungan negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka disarankan kebijakan
sebagai berikut:
1. Pentingnya penerapan konsep dayasaing berkelanjutan sudah tidak lagi hanya
diperhatikan oleh negara-negara maju. Menurut Butler (2008) praktik tidak
ramah lingkungan telah menimbulkan citra buruk bagi industri kelapa sawit
Indonesia. Kebijakan untuk meningkatkan permintaan ekspor CPO Indonesia
di negara-negara importir CPO adalah dengan memperluas pasar dan menjaga
keberlangsungan ekspor CPO dengan cara memperbaiki standar kualitas
kelapa sawit sesuai dengan standar dunia memperhatikan prinsip sustainable
competitiveness.
2. Variabel black campaign berpengaruh nyata pada taraf nyata sepuluh persen
terhadap volume ekspor CPO Indonesia maka pemerintah perlu melakukan
sosialisasi dan pelatihan penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan kepada
para pelaku industri kelapa sawit khususnya para petani untuk menghadapi
persaingan dagang global dikarenakan pada masa mendatang bukan hanya
negara-negara maju saja yang memerhatikan akan konsep dayasaing
berkelanjutan namun juga negara-negara berkembang yang dituntut untuk
memenuhi proses produksi berstandar lingkungan yang bertujuan untuk
pelestarian bumi.
3. Variabel harga ekspor di negara tujuan bepengaruh nyata terhadap volume
ekspor CPO Indonesia. Sebagai alternatif, pemerintah dapat memberikan
kebijakan subsidi ekspor. Subsidi ekspor untuk CPO Indonesia dapat melalui
penurunan pajak ekspor CPO Indonesia. Namun juga tetap menjaga harga
ekspor tidak terlalu jatuh agar tidak merugikan kaum petani kecil.
4. Menggunakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai alat promosi,
advokasi dan kampanye publik untuk memperkuat posisi tawar kelapa sawit
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badrun, M. 2010. Lintasan 30 Tahun Pengembangan Kelapa Sawit. Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementrian Pertanian dan GAPKI. Jakarta (ID).
Brown, E dan M. F. Jacobson. 2005. Cruel Oil. Washington (US) : Center for
Science in the Public Interest
Daryanto, A., I. Fahmi, dan A. Oktariani. 2010. Daya Saing Bisnis yang
Berkelanjutan Volume 15. [Agrimedia Online].
http://agrimedia.mb.ipb.ac.id/uploads/pdf/2011-0714_rubrik_utama.pdf
[30 April 2013].
26
Dewi, R. K. 2011. Volume Ekspor CPO dan Kakao Kuartal I Turun. [Online].
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/9034/Volume-Ekspor-
CPO-dan-Kakao-Kuartal-I-Turun [6 Maret 2013].
Dradjat, B. 2012. Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah
Strategis ke Depan. Lembaga Riset Perkebunan Nusantara. Bogor (ID).
Efendi, R. dan Sawitriyadi. 2009. Faktor-Faktor Penentu Ekspor Minyak Kelapa
Sawit di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 8, No. 3, Desember
2009 : 247 – 257 Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.
[GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2013. Menjaga Sawit
Tetap Di Garis Terdepan. [Online].
http://www.gapki.or.id/news/detail/481/Menjaga-Sawit-Tetap-di-Garis-
Terdepan [4 Juni 2013]
[Greenpeace]. 2007. “How the Palm Oil Industry is Cooking the Climate”.
Netherlands (NL) : Greenpeace International.
Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics, Fourth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
[ICN] Indonesian Commercial Newsletter. 2009a. Laporan Market Intelligence
Industri Palm Oil Di Indonesia. Jakarta (ID) : Indonesian Commercial
Newsletter.
Lipsey, R. G., P. N. Courant, dan C. T. S. 1995. Pengantar Makroekonomi Edisi
Kesepuluh Jilid Dua. Jakarta (ID) : Binarupa Aksara.
Mankiw, N.G. 2000.Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Penerjemah: Imam
Nurmawan. Jakarta (ID) : Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics
Oil World. 2012. Global Supply Demand and Price Outlook of Poils and Fats.
New Orleans (US) : Paper given at the Global Oils & Forum of the
APOC.
Oil World. 2010. Fakta Kelapa Sawit Indonesia dalam Tim Advokasi Minyak
Sawit Indonesia-Dewan Minyak Sawit Indonesia (TAMSI-DMSI).
Indonesia (ID).
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Penebar Sawadaya.
Rifin, A. 2009. Price Linkage between International Price of Crude Palm Oil
(CPO) and Cooking Oil Price in Indonesia. Beijing (CN) : International
Association of Agricultural Economists Conference.
[RSPO] Roundtable of Sustainable Palm Oil. 2013. Jumlah perusahaan anggota
RSPO di India meningkat tajam sejak tahun lalu. [Online].
http://www.rspo.org/news_details.php?nid=142&lang=5 [24 Mei 2013]
Sulistyanto, I. S dan R. Akyuwen. 2011. Factors Affecting the performance of
Indonesia’s Crude Palm Oil Export. IPEDR vol.4 IACSIT Press.
Singapore (SG) : International Conference on Economics and Finance
Research.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional.Edisi Kelima. Penerjemah Haris
Munandar. Jakarta (ID) : Erlangga.
Syaukat, Y. 2010. Menciptakan Dayasaing Ekonomi dan Lingkungan Industri
Kelapa Sawit Indonesia. Agrimedia 15 (1) Juni 2010: 16 – 19.
27
Ulum, M dan Hariyanto. 2011. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2011. ISSN1978-
9947. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
[UNCOMTRADE] United Nation Commodity Trade. 2013. UNCOMTRADE
Database. [UNCOMTRADE Online]. http://comtrade.un.org [ 6
Februari 2013].
Wahyu, F. I. 2010. Analisis Rantai Nilai Produksi Minyak Kelapa Sawit
Berkelanjutan (Studi Kasus PT. Hindoli di kabupaten Musi Banyuasin
Propinsi Sumatera Selatan). [Thesis]. Bogor (ID) : Program Pasca
Sajarna Ekonomi dan Bisnis Institut Pertanian Bogor.
Widodo, K.H., A. Abdullah, dan K.P.D. Arbita. 2010. Sistem Supply Chain
Crude-Palm-Oil Indonesia dengan Mempertimbangkan Aspek
Economical Revenue, Social Welfare dan Environment. Jurnal Teknik
Industri, Vol. 12 (1) Juni 2010: 47−54.
Winarno, W. W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.
Jakarta (ID) : UPPSTIM YKPN
Worldbank. 2013. Worldbank Database. [Worldbank Online].
http://data.worldbank
29
Lampiran 1 Tabel Volume dan Nilai Ekspor Riil CPO Indonesia Ke Dunia Tahun
1996-2011
Keterangan: Nilai riil diperoleh dari value ekspor CPO Indonesia dikalikan
dengan perbandingan CPI (Consumer Price Index) Amerika Serikat (harga riil
2005 USD) dengan CPI Indonesia (harga riil 2005 USD)
Tahun Volume (KG) Nilai Ekspor Riil (USD)
1996 986 362 624 1 283 337.351
1997 1 448 361 856 1 774 532.55
1998 403 843 360 359 099.9308
1999 865 426 619 372 681.2397
2000 1 817 664 367 655 483.2344
2001 1 849 142 144 515 630.9321
2002 2 804 792 251 1 027 604.927
2003 2 892 130 288 1 174 151.15
2004 3 819 926 626 1 543 040.706
2005 4 565 624 657 1 593 295.437
2006 5 199 286 871 1 819 460.589
2007 5 701 286 129 3 297 984.785
2008 7 904 178 630 5 474 907.304
2009 9 566 746 050 4 523 321.82
2010 9 444 170 400 5 866 876.709
2011 8 424 037 446 6 590 629.717
30
Lampiran 2 Hasil Perhitungan Pertumbuhan Volume Ekspor CPO Indonesia (%)
ke Negara Tujuan Tahun 2006-2011
Tahun Negara
Volume Ekspor
CPO (KG)
Pertumbuhan
(%)
Pertumbuhan
rata-rata (%)
2006 Amerika 1 935 000 0 25.22526
2007 Amerika 6 210 000 220.9302326
2008 Amerika 6 605 000 6.360708535
2009 Amerika 7 000 000 5.980317941
2010 Amerika 3 000 000 -57.14285714
2011 Amerika 1 499 937 -50.0021
2006 Belanda 834 256 004 0 0.134561
2007 Belanda 569 870 682 -31.69115005
2008 Belanda 968 205 339 69.89913143
2009 Belanda 1 057 227 277 9.19453079
2010 Belanda 948 460 742 -10.28790473
2011 Belanda 602 824 545 -36.4418032
2006 Jerman 174 154 710 0 9.477635
2007 Jerman 290 100 122 66.57609892
2008 Jerman 303 352 849 4.568328654
2009 Jerman 394 889 000 30.17481171
2010 Jerman 328 191 963 -16.89007215
2011 Jerman 206 626 402 -37.04099268
2006 Inggris 38 181 944 0 -16.8901
2007 Inggris 34 201 877 -10.42395065
2008 Inggris 8 699 999 -74.5628025
2009 Inggris 11 024 747 26.72124445
2010 Inggris 10 000 000 -9.294970669
2011 Inggris 0 0
Keterangan: Cara penghitungan pertumbuhan dengan cara volume ekspor CPO
tahun sekarang dikurangi dengan volume ekspor CPO tahun sebelumnya dibagi
dengan volume ekspor CPO tahun sebelumnya dikali dengan 100.
31
Lampiran 3 Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Fixed Effect
Cross-Section SUR, dan Cross-section SUR (PCSE) Covarience
Dependent Variable: VOLUM
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 06/19/13 Time: 16:01
Sample: 1996 2011
Periods included: 16
Cross-sections included: 4
Total panel (balanced) observations: 64
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
P_INTSB 2.192949 1.068078 2.053173 0.0449
P_INTCPO -1.202847 0.918399 -1.309722 0.1958
P_EXPCPO -1.191330 0.056342 -21.14463 0.0000
GDPI 9.422561 2.298081 4.100186 0.0001
EXRATE_RILL -1.454018 0.323704 -4.491817 0.0000
DUMMY_BC -0.483231 0.272717 -1.771913 0.0821
C -93.45357 20.65874 -4.523681 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.968967 Mean dependent var 20.80376
Adjusted R-squared 0.963795 S.D. dependent var 9.861804
S.E. of regression 0.950092 Sum squared resid 48.74448
F-statistic 187.3429 Durbin-Watson stat 1.999409
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.944696 Mean dependent var 15.39945
Sum squared resid 133.8624 Durbin-Watson stat 1.842108
32
Lampiran 4 Hasil Pengujian Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 81.516647 (3,54) 0.0000
* Hasil Uji Hausmann tidak dapat diestimasi
33
Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas dalam Model Volume Ekspor CPO Indonesia
(Fixed Effect)
0
2
4
6
8
10
-2 -1 0 1 2
Series: Standardized Residuals
Sample 1996 2011
Observations 64
Mean -3.47e-18
Median 0.106570
Maximum 2.422820
Minimum -2.410850
Std. Dev. 0.879615
Skewness -0.273059
Kurtosis 3.705764
Jarque-Bera 2.123592
Probability 0.345834
34
Lampiran 6 Matriks Korelasi Antar Variabel
VOLUM P_INTSB P_INTCPO P_EXPCPO GDPI EXRATE_RILL DUMMY_BC
VOLUM 1.000000 0.020058 0.016493 -0.873658 -0.403472 -0.260680 -0.185779
P_INTSB 0.020058 1.000000 0.939670 0.132093 0.241281 -0.341701 0.551014
P_INTCPO 0.016493 0.939670 1.000000 0.090302 0.149074 -0.347846 0.527381
P_EXPCPO -0.873658 0.132093 0.090302 1.000000 0.313846 0.093343 0.235015
GDPI -0.403472 0.241281 0.149074 0.313846 1.000000 -0.101062 0.481809
EXRATE_RILL -0.260680 -0.341701 -0.347846 0.093343 -0.101062 1.000000 -0.449651
DUMMY_BC -0.185779 0.551014 0.527381 0.235015 0.481809 -0.449651 1.000000
35
Lampiran 7 Variabel-Variabel dalam Model Volume Ekspor CPO Indonesia 1996-2011
Keterangan:
USA: Amerika Serikat
NDL: Belanda
DEU: Jerman
GBR: Inggris
Volume: Volume Ekspor CPO (KG)
P_intcpo: Harga Internasional CPO (harga riil 2005 USD)
P_intsoybean: Harga Internasional Minyak Kedelai (harga riil 2005 USD)
Exrate_riil: Nilai Tukar Rupiah Terhadap Negara Importir (RP/LCU)
GDP_importir: Pendapatan Riil Per Kapita Negara Importir (harga konstan, USD)
Dummy_bc: Dummy Pemberlakuan Black Campaign
P_expcpo: Harga Ekspor CPO (USD/KG) dibagi dengan Whole Price Index
Tanpa LN
Tahun Negara Volume P_intcpo P_intsoybean Exrate_riil GDP_importir Dummy_bc P_expcpo
1996 USA 19299910 21.14 528.17 76.84654 30827.99 0 1580.428
1997 USA 1500000 20.76 576.89 89.85375 31831.46 0 2105.263
1998 USA 2512687 15.41 672.38 195.2573 32847.35 0 4329.002
1999 USA 4249125 21.13 469.26 127.1226 34053.36 0 3410.618
2000 USA 2500000 33.95 378.45 131.4042 35081.92 0 3246.753
2001 USA 0 30.55 417.30 143.5839 35116.22 0 0
2002 USA 200000 30.95 538.80 116.4609 35427.91 0 4166.667
2003 USA 0 34.49 614.17 100.651 36021.31 0 0
2004 USA 12689000 42.67 634.23 98.73135 36931.39 0 2253.333
2005 USA 0 56.44 544.92 97.04742 37718.01 0 0
2006 USA 1935000 64.64 585.85 80.97749 38349.4 0 1706.178
36
2007 USA 6210000 66.58 811.84 75.94915 38710.89 1 1869.153
2008 USA 0 85.03 1074.66 73.40823 38208.76 1 0
2009 USA 7000000 56.39 776.29 75.02657 36539.23 1 1612.903
2010 USA 3000000 70.33 889.60 62.43796 37329.62 1 1090.909
2011 USA 1499937 77.28 1056.31 57.17678 37691.03 1 938.9671
1996 NDL 4.32E+08 21.14 528.17 45.582 21027.25 0 2037.589
1997 NDL 6.81E+08 20.76 576.89 46.04886 21814.3 0 2084.873
1998 NDL 2.19E+08 15.41 672.38 98.4292 22530.82 0 1828.438
1999 NDL 3.76E+08 21.13 469.26 135.4345 23429.8 0 2993.984
2000 NDL 4.14E+08 33.95 378.45 121.0651 24179.73 0 3831.966
2001 NDL 4.66E+08 30.55 417.30 128.4856 24460.07 0 4545.904
2002 NDL 7.09E+08 30.95 538.80 109.6049 24322.98 0 3242.164
2003 NDL 3.77E+08 34.49 614.17 113.5972 24289.74 0 2915.191
2004 NDL 4.78E+08 42.67 634.23 122.5921 24746.84 0 2663.642
2005 NDL 6.81E+08 56.44 544.92 120.6877 25194.34 0 2847.773
2006 NDL 8.34E+08 64.64 585.85 101.5849 26007.68 0 2587.882
2007 NDL 5.7E+08 66.58 811.84 103.9492 26968.62 1 1539.93
2008 NDL 9.68E+08 85.03 1074.66 107.5303 27348.47 1 1230.697
2009 NDL 1.06E+09 56.39 776.29 104.2262 26210.31 1 1657.421
2010 NDL 9.48E+08 70.33 889.60 82.69436 26501.05 1 1184.319
2011 NDL 6.03E+08 77.28 1056.31 79.48338 26639.53 1 1001.645
1996 DEU 1.2E+08 21.14 528.17 51.06849 21166.48 0 2055.678
1997 DEU 1.49E+08 20.76 576.89 51.8171 21502.72 0 2068.155
1998 DEU 18835000 15.41 672.38 110.9626 21899.75 0 1742.297
1999 DEU 64262000 21.13 469.26 135.4345 22295.1 0 3422.326
2000 DEU 72507000 33.95 378.45 121.0651 22945.71 0 3625.158
2001 DEU 1.03E+08 30.55 417.30 128.4856 23254.04 0 4364.253
2002 DEU 1.18E+08 30.95 538.80 109.6049 23217.33 0 3267.01
37
2003 DEU 1.29E+08 34.49 614.17 113.5972 23117.36 0 2673.088
2004 DEU 1.54E+08 42.67 634.23 122.5921 23390.86 0 2591.018
2005 DEU 1.83E+08 56.44 544.92 120.6877 23564.39 0 2882.735
2006 DEU 1.74E+08 64.64 585.85 101.5849 24463.85 0 2525.813
2007 DEU 2.9E+08 66.58 811.84 103.9492 25297.39 1 1611.829
2008 DEU 3.03E+08 85.03 1074.66 107.5303 25620.08 1 1225.349
2009 DEU 3.95E+08 56.39 776.29 104.2262 24368.2 1 1734.368
2010 DEU 3.28E+08 70.33 889.60 82.69436 25420.28 1 1365.813
2011 DEU 2.07E+08 77.28 1056.31 79.48338 26183.59 1 957.0097
1996 GBR 7050.587 21.14 528.17 119.8932 22061.55 0 2045.048
1997 GBR 3966.67 20.76 576.89 147.0996 22732.54 0 2014.893
1998 GBR 0 15.41 672.38 323.368 23463.04 0 0
1999 GBR 1705.455 21.13 469.26 205.681 24125.48 0 4367.163
2000 GBR 2000000 33.95 378.45 198.8168 25057.61 0 3726.754
2001 GBR 127500 30.55 417.30 206.6982 25686.65 0 394.578
2002 GBR 3651000 30.95 538.80 174.5456 26214.97 0 3219.838
2003 GBR 0 34.49 614.17 164.3355 27105.18 0 0
2004 GBR 15500000 42.67 634.23 180.767 27752.91 0 3174.675
2005 GBR 50770000 56.44 544.92 176.4504 28354.04 0 3269.312
2006 GBR 38181944 64.64 585.85 148.9963 28913.1 0 2642.5
2007 GBR 34201877 66.58 811.84 151.9677 29771.3 1 1584.276
2008 GBR 8699999 85.03 1074.66 134.95 29287.76 1 1964.548
2009 GBR 11024747 56.39 776.29 116.8785 27933.78 1 1828.967
2010 GBR 10000000 70.33 889.60 96.47706 28230.07 1 1083.424
2011 GBR 0 77.28 1056.31 91.60879 28225.96 1 0
38
Dengan LN
Tahun Negara LNVolume LNP_intcpo LNP_intsoybean LNExrate_riil LNGDP_importir Dummy_bc LNP_expcpo
1996 USA 16.77561 6.23 6.27 4.34181 10.33618 0 -11.76138414
1997 USA 14.22098 6.32 6.36 4.498183 10.36821 0 -12.04747597
1998 USA 14.73686 6.58 6.51 5.274318 10.39963 0 -12.74324227
1999 USA 15.26222 6.17 6.15 4.845152 10.43568 0 -12.51313511
2000 USA 14.7318 5.85 5.94 4.878278 10.46544 0 -12.52006994
2001 USA 0 5.82 6.03 4.96692 10.46642 0 0
2002 USA 12.20607 6.14 6.29 4.757556 10.47526 0 -12.757339
2003 USA 0 6.20 6.42 4.611659 10.49187 0 0
2004 USA 16.35625 6.18 6.45 4.592402 10.51682 0 -12.25470782
2005 USA 0 6.05 6.30 4.5752 10.53789 0 0
2006 USA 14.47562 6.15 6.37 4.394171 10.55449 0 -12.0928199
2007 USA 15.64167 6.58 6.70 4.330064 10.56388 1 -12.23093534
2008 USA 0 6.70 6.98 4.296036 10.55082 1 0
2009 USA 15.76142 6.44 6.65 4.317842 10.50614 1 -12.08493252
2010 USA 14.91412 6.68 6.79 4.134173 10.52754 1 -11.76005985
2011 USA 14.22093 6.82 6.96 4.046148 10.53718 1 -11.6947139
1996 NDL 19.88494 6.23 6.27 3.819513 9.953574 0 -12.03704092
1997 NDL 20.33976 6.32 6.36 3.829703 9.990321 0 -12.0775579
1998 NDL 19.20508 6.58 6.51 4.589338 10.02264 0 -11.94478546
1999 NDL 19.74606 6.17 6.15 4.908488 10.06176 0 -12.44832747
2000 NDL 19.84199 5.85 5.94 4.796329 10.09327 0 -12.74219215
2001 NDL 19.96033 5.82 6.03 4.855817 10.1048 0 -12.94259952
2002 NDL 20.37964 6.14 6.29 4.696882 10.09918 0 -12.61292166
2003 NDL 19.74888 6.20 6.42 4.732659 10.09781 0 -12.52355825
2004 NDL 19.9842 6.18 6.45 4.808862 10.11645 0 -12.46052963
39
2005 NDL 20.33888 6.05 6.30 4.793206 10.13437 0 -12.55946264
2006 NDL 20.54205 6.15 6.37 4.620895 10.16615 0 -12.48004741
2007 NDL 20.16092 6.58 6.70 4.643902 10.20243 1 -12.00645776
2008 NDL 20.69095 6.70 6.98 4.677773 10.21642 1 -11.8285298
2009 NDL 20.77892 6.44 6.65 4.646564 10.17391 1 -12.11129186
2010 NDL 20.67035 6.68 6.79 4.415151 10.18494 1 -11.80164344
2011 NDL 20.21714 6.82 6.96 4.375548 10.19015 1 -11.68225773
1996 DEU 18.60535 6.23 6.27 3.933168 9.960174 0 -12.10460036
1997 DEU 18.82051 6.32 6.36 3.94772 9.975935 0 -12.12231053
1998 DEU 16.75123 6.58 6.51 4.709193 9.994231 0 -11.94684695
1999 DEU 17.97848 6.17 6.15 4.908488 10.01212 0 -12.61178101
2000 DEU 18.09919 5.85 5.94 4.796329 10.04089 0 -12.70173081
2001 DEU 18.45435 5.82 6.03 4.855817 10.05423 0 -12.91665899
2002 DEU 18.59 6.14 6.29 4.696882 10.05265 0 -12.62108224
2003 DEU 18.67378 6.20 6.42 4.732659 10.04834 0 -12.43764245
2004 DEU 18.85244 6.18 6.45 4.808862 10.0601 0 -12.42258707
2005 DEU 19.02422 6.05 6.30 4.793206 10.06749 0 -12.57166501
2006 DEU 18.97545 6.15 6.37 4.620895 10.10495 0 -12.49232225
2007 DEU 19.48574 6.58 6.70 4.643902 10.13846 1 -12.05624392
2008 DEU 19.53041 6.70 6.98 4.677773 10.15113 1 -11.83535021
2009 DEU 19.79412 6.44 6.65 4.646564 10.10103 1 -12.14014964
2010 DEU 19.60911 6.68 6.79 4.415151 10.1433 1 -11.91748965
2011 DEU 19.14642 6.82 6.96 4.375548 10.17289 1 -11.61669647
1996 GBR 8.860866 6.23 6.27 4.786601 10.00159 0 -12.16709171
1997 GBR 8.285682 6.32 6.36 4.99111 10.03155 0 -12.16184712
1998 GBR 0 6.58 6.51 5.778791 10.06318 0 0
1999 GBR 7.441587 6.17 6.15 5.326326 10.09102 0 -12.94151855
2000 GBR 14.50866 5.85 5.94 5.292384 10.12893 0 -12.79723048
40
2001 GBR 11.75587 5.82 6.03 5.33126 10.15373 0 -10.54848193
2002 GBR 15.11051 6.14 6.29 5.162186 10.17409 0 -12.64662932
2003 GBR 0 6.20 6.42 5.10191 10.20748 0 0
2004 GBR 16.55635 6.18 6.45 5.197209 10.2311 0 -12.64877791
2005 GBR 17.74282 6.05 6.30 5.17304 10.25252 0 -12.69750498
2006 GBR 17.45787 6.15 6.37 5.003921 10.27205 0 -12.50469864
2007 GBR 17.34779 6.58 6.70 5.023668 10.3013 1 -12.01579325
2008 GBR 15.97883 6.70 6.98 4.904904 10.28492 1 -12.29629419
2009 GBR 16.21565 6.44 6.65 4.761135 10.23759 1 -12.24029438
2010 GBR 16.1181 6.68 6.79 4.569305 10.24814 1 -11.75793015
2011 GBR 0 6.82 6.96 4.517527 10.248 1 0
41
Lampiran 8 Perbandingan Volume Ekspor CPO Menurut Negara Importir
Sumber: BPS, Statistik Kelapa Sawit 2011
42
Lampiran 9 Negara-Negara Produsen Minyak Sawit di Dunia dan Produksinya Tahun 2005-2010 (000 Ton)
Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Indonesia 14 070 16 050 16 800 19 200 21 000 21 800
Malaysia 14 962 15 881 15 823 17 735 17 566 17 320
Thailand 680 860 1 020 1 300 1 310 1 500
Nigeria 800 815 835 830 870 885
Kolombia 661 713 780 778 802 770
Ekuador 319 345 385 418 448 435
Negara Lainnya 2 559 2 478 2 905 3 045 3 107 3 204
Total 33 732 37 142 38 163 43 306 45 102 45 914
Sumber: BPS, Statistik Kelapa Sawit 2011
43
Lampiran 10 Negara-Negara Pengimpor Utama Minyak Sawit di Dunia Tahun
2005-2011 (000 Ton)
Sumber: BPS, Statistik Kelapa Sawit 2011
Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
China 4 320 5 462 5 730 5 593 6 557 5 804 6 165
Uni Eropa 4 470 4 674 4 803 5 849 5 846 5 868 5 513
Pakistan 1 646 1 736 1 711 1 756 1 847 2 010 1 985
Yunani 774 770 849 630 710 800 680
India 3 315 3 198 3 690 5 753 6 280 6 649 6 640
Jepang 479 499 519 346 651 569 575
Malaysia 555 606 253 561 924 1 112 1 200
Turki 457 527 373 440 387 410 410
Amerika 420 629 720 997 979 948 1 020
Bangladesh 931 887 791 901 867 1 065 911
Afrika Selatan 274 292 312 315 331 349 365
Kenya 309 350 354 480 487 537 459
Negara-negara
Uni Soviet 706 794 854 1 043 790 915 788
Negara-negara
lainnya 7 500 8 749 9 029 8 513 7 470 10 145 11 331
Total 26 156 29 172 29 938 33 908 36 684 37 181 38 042
44
Lampiran 11 Prinsip-prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)
RSPO merupakan asosiasi nirlaba yang menyatukan para pemangku
kepentingan dari tujuh sektor industri minyak sawit - produsen kelapa sawit,
pemroses atau pedagang kelapa sawit, produsen barang-barang konsumen,
pengecer, bank dan investor, LSM pelestarian lingkungan atau konservasi alam,
dan LSM sosial. Kantor Pusat organisasi ini berlokasi di Zurich, Swiss, sedangkan
sekretariat berlokasi di Kuala Lumpur dengan kantor perwakilan di Jakarta.
Prinsip & Kriteria RSPO (RSPO P&C) merupakan standar global tata
kelola perkebunan yang disusun oleh berbagai pemangku kepentingan di
sepanjang rantai pasok minyak sawit untuk mendefinisikan Sustainable Palm Oil.
Adapun tujuan RSPO adalah “Mempromosikan produksi dan penggunaan minyak
sawit berkelanjutan melalui kerjasama di sepanjang rantai pasok (suppy chain)
dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan”.
Ada 8 prinsip dalam penerapan prinsip dan kriteria RSPO untuk produksi
minyak sawit berkelanjutan yaitu:
1) Komitmen terhadap transparansi;
2) Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku;
3) Pengelolaan perencanaan yang bertujuan untuk mencapai kelayakan finansial
dan ekonomis jangka panjang;
4) Penggunaan tata kelola terbaik oleh perusahaan dan pabrik;
5) Tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya alam dan
keanekaragaman hayati;
6) Pertimbangan tanggung jawab terhadap pekerja dan perorangan serta
masyarakat terkena dampak oleh perusahaan dan pabrik;
7) Tanggung jawab pembangunan penaman baru;
8) Komitmen terhadap perbaikan terusmenerus dalam semua bidang aktifitas.
45
Lampiran 12 Prinsip-prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)
ISPO merupakan pedoman pengembangan Kelapa Sawit berkelanjutan
Indonesia yang didasarkan kepada Peraturan Perundangan yang berlaku di
Indonesia. Penegakannya kuat karena didasari atas Peraturan Menteri Pertanian
No.19/Permentan/OT.140/3/2011–Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil / ISPO) yang
diterbitkan tanggal 29 Maret 2011. Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan
kelapa sawit untuk menerapkan ISPO sebelum tanggal 31 Desember 2004. Ada
prasyarat yakni penilaian usaha perkebunan kelas I, II dan III saja yang dapat
mengajukan permohononan sertifikasi ISPO. Dasar hukum utama ISPO adalah
amandemen ke-4 UUD 1945 pasal 3 ayat (4): “Perekonomian nasional
diselenggarakan atas demokrasi ekonomi, dengan prinsip kebersamaan, efisensi,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi nasional”. Terdapat 7 prinsip-prinsip
pada ISPO, yaitu:
1) Sistem perizinan dan manajemen perkebunan;
2) Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit;
3) Pengelolaan dan pemantauan lingkungan;
4) Tanggung jawab terhadap pekerja;
5) Tanggung jawab Sosial dan komunitas;
6) Pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat;
7) Peningkatan usaha secara berkelanjutan
46
Lampiran 13 Perbandingan Produktivitas Minyak Nabati Dunia (ton/ha/tahun)
Sumber: Oil World, 2010
47
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret tahun 1991 dari
pasangan bapak Edison Syamsudin dan Ibu Meuthia Fathina. Penulis adalah anak
pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Kucica pada
tahun 1994 dan melanjutkan pendidikan di SD Islam As-Syafi’iyah 02 Bekasi.
Kemudian pada tahun 2003 penulis duduk di bangku SMP, penulis bersekolah di
SMP Negeri 80 Halim Jakarta dan pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan SMA
di SMA Negeri 81 Jakarta. Setelah menyelesaikan studinya di SMA pada tahun
2009, penulis lolos seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Ujian Talenta Mandiri (UTM) IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam organisasi maupun
kegiatan kepanitiaan. Penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) dengan jabatan menjadi bendahara di HMI Komisariat FEM IPB masa
kepengurusan 2012-2013. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian
di dalam kampus maupun diluar kampus diantaranya, menjadi seksi LO dalam
acara HIPOTEX-R tahun 2010, seksi Humas pada kepanitiaan Masa Perkenalan
Departemen Ilmu Ekonomi (MPD IE) tahun 2011, serta ikut berpartisipasi dalam
acara Brightspot Market tahun 2013 di booth GreenSands divisi marketing dan
berbagai acara kepanitiaan lainnya.