analisa perbandingan tingkat efesiensi alat campa sebagai alat tanam padi terhadap cara konvensional...
DESCRIPTION
Analisa Perbandingan Tingkat Efesiensi Alat Campa Sebagai Alat Tanam Padi Terhadap Cara Konvensional Pertanian Dalam Penanaman Padi Di Kabupaten WajoTRANSCRIPT
KARYA TULIS ILMIAH
ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT EFESIENSI
ALAT CAMPA SEBAGAI ALAT TANAM PADI
TERHADAP CARA KONVENSIONAL PERTANIAN
DALAM PENANAMAN PADI DI KABUPATEN WAJO
Disusun Oleh:
Fernanda
Findi Pahlawan
Mukmin
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
NURMILAD BOARDING SCHOOL
2012
ii
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL
ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT EFESIENSI ALAT CAMPA
SEBAGAI ALAT TANAM PADI TERHADAP CARA KONVENSIONAL
PERTANIAN DALAM PENANAMAN PADI DI KABUPATEN WAJO
Disusun Oleh:
Fernanda
Findi Pahlawan
Mukmin
Telah disetujui untuk mengikuti Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) Tingkat
Nasional di Banjarmasin Tahun 2012
Lempong, 1 Juli 2012
Mengetahui,
Kepala sekolah Pembimbing
Dra. Rugaiyah A. Arfah M.Si Ahmad Hani Ridho, SE
NIP. 19611231 198702 02 002
iii
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu Negara Agraria yang mempunyai potensi tanah yang subur dan luas. Oleh karena itu sebagian besar penduduknya bersumber penghasilan sebagai petani, antaralain dalam bentuk pertanian hasil
padi, Kabupaten Wajo dengan ibukotanya Sengkang Peovinsi Sulawesi Selatan dengan sebagian besar penduduknya berpenghasilan sebagai petani, dalam bentuk
padi, Terletak di bagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak kurang lebih 250 km dari Makassar, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan selat, dengan posisi geografis antara 3º 39º - 4º 16º LS dan 119º 53º-
120º 27 BT. Kabupaten Wajo tergolong beriklim Type B dengan suhu antara 29oC sampai 31oC curah hujan rata-rata 150 mm/tahun1. Dengan tingkat curah hujan
seperti itu, maka banyak petani di Kabupaten Wajo mengairi sawah mereka dengan sistem tadah hujan. Namun dengan suhu udara mencapai 31oC tersebut menjadi kendala bagi para petani untuk bekerja hingga siang hari. Dengan kendala
ini maka berkembanglah di komunitas petani sebuah alat yang dapat membantu mereka dalam menanam padi di sawah yang menurut mereka lebih efisien,
mudah, dan cepat. Oleh karena itu, kami sebagai siswa SMP Nurmilad Boarding School di
Lempong Kabupaten Wajo. tertarik untuk melakukan penelitian, dengan judul“
Analisa Perbandingan Tingkat Efesiensi Alat Campa sebagai Alat Tanam
Padi terhadap Cara Konvensional Pertanian dalam Penanaman Padi di
Kabupaten Wajo”, dengan permasalahannya adalah: 1). Bagaimanakah tingkat perbandingan penggunaan alat Campa dibanding cara konvensional dalam penanaman padi, dari segi: a. Efisiensi Waktu tanam; b. Biaya dan tenaga; c.
Produktivitas dan hasil; d. Usia panen; 2). Apa yang menjadi permasalahan dalam menggunakan alat campa, dari segi, a. Air; b. Penggunaan alat campa; c. Harga
Motode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara kepada pengguna dan bukan pengguna alat Campa serta observasi lapangan di empat Kecamatan di Kabupaten Wajo. Dengan Teknik analisisnya adalah
Deskriptif Kualitatif dengan pendekatan induktif. Hasilnya adalah 1. Alat Campa lebih efesiensi dibanding cara
konvensional, baik dari segi biaya, waktu, tenaga, dan hasil panen serta usia panen lebih cepat. 2. Permasalahnnya : Memerlukan tambahan alat pompa air dari tadah hujan, dari sisi penggunaannya tidak sulit, berkaitan dengan masalah harga alat
campa, hal ini menjadi masalah bagi yang tidak mampu untuk membeli. Adapun Saran yang kami berikan adalah Agar para petani menggunakan
alat campa, sekaligus diperlukan dukungan pemerintah, baik menyangkut pengadaan alat campa maupun sosialisasinya ke seluruh daerah khususnya Sulawesi dan umumnya di Indonesia agar produksi beras Indonesia meningkat
dan kembali menjadi Negara Swasembada beras serta menyaingi Negara-negara tetangga.
Kata Kunci : Campa, Padi, Efisien
iv
KATA PENGANTAR
Segala rasa syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah karena dengan
kesempatan dan kesehatan yang telah diberikan kepada kami dan juga telah
memberikan ilmu kepada kami, sehingga dengan ilmu ini kami dapat
mempergunakannya dengan baik dalam menyusun karya ilmiah yang berjudul
“ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT EFESIENSI ALAT CAMPA
SEBAGAI ALAT TANAM PADI TERHADAP CARA KONVENSIONAL
PERTANIAN DALAM PENANAMAN PADI DI KABUPATEN WAJO”.
Kami pun sangat senang atas kesempatan yang diberikan kepada kami
dalam mengikuti suatu program yaitu Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR)
2012 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang mana pada kesempatan ini kami
berusaha dengan penuh ketekunan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
Remaja ini dengan baik dan tepat waktu, kami semaksimal mungkin kami lakukan
untuk mewujudkannya.
Tidak lupa pula kami mengucapkan rasa terima kasih kami yang tak
terhingga kepada:
1. Ibu Kepala Sekolah SMP Nurmilad Boarding School, Dra. Rugayah A.
Arfah, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk meneliti.
2. Guru pembimbing kami dalam penelitian ini bapak Ahmad H. Ridho, S.E
yang telah menyediakan waktunya untuk kami untuk membantu kami
menyelesaikan makalah ini.
3. Orangtua kami yang mendukung kami berupa doa restu, dorongan, dan
semangat, sehingga kami dapat menyelesakan tugas makalah ini dengan tepat
waktu.
4. Teman-teman di Kampus Nurmilad Boarding School yang tidak kami
sebutkan namanya satu persatu yang memotivasi kami serta memberikan
saran dan informasi yang berguna bagi kami.
5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam keberhasilan penelitian ini.
Semoga apa telah dilakukan mendapat pahala dan balasan yang sepadan dari
Allah SWT.
v
Di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan baik dalam penulisan
maupun penyusunan kata-katanya. Oleh karena itu jika ada kritikan dan saran
yang membangun dalam isi makalah ini kami terima dengan lapang dada.
Lempong, 31 Juli 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah............................................................................................ 3 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3 D. Manfaat penelitian ........................................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................................. 5
A. Pengertian Pertanian ........................................................................................ 5 B. Sejarah Pertanian ............................................................................................. 5 C. Sistem Pertanian Sawah ................................................................................... 8 D. Padi ................................................................................................................ 9 E. Pengertian Efesiensi ....................................................................................... 10 F. Campa .......................................................................................................... 10
BAB III METODE PENULISAN ........................................................................................... 12
A. Jenis Penelitian .............................................................................................. 12 B. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 12 C. Sumber Data Penelitian .................................................................................. 12 D. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 13 E. Instrumen Penelitian ...................................................................................... 13 F. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................................... 14 G. Analisis Data ................................................................................................. 15
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................................... 16
A. Hasil Penelitian.............................................................................................. 16
1. Efesiensi Campa dalam Waktu Penanaman .................................................. 16 2. Efesiensi Campa dalam Biaya dan Tenaga Kerja .......................................... 17 3. Hasil Padi Menggunakan sistem Campa dibanding Sistem Tanam Pindah...... 17 4. Kekurangan dan Masalah Menggunakan Campa .......................................... 18 5. Usia Panen Menggunakan Campa ............................................................... 19
6. Kemudahan Cara Menggunakan Campa ...................................................... 19 7. Harga Campa di Masing-masing Tempat ..................................................... 19 8. Kemungkinan Seluruh Petani Menggunakan Campa... 19Error! Bookmark not
defined.
B. Pembahasan................................................................................................... 20
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 23
A. Simpulan ....................................................................................................... 23 B. Saran............................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 24
vii
LAMPIRAN............................................................................................................. 26
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara Agraria yang mempunyai potensi
tanah yang subur dan luas. Oleh karena itu sebagian besar penduduknya
bersumber penghasilan sebagai petani. Sebagai salah satu mata pencaharian utama
di Indonesia yaitu petani, maka hasil pertanian harus diupayakan agar lebih
banyak baik dalam kuantitas maupun kualitas. Akan tetapi Tenaga yang kurang
mampu dan waktu terbatas dalam setiap musimnya yang sering kali menjadi
faktor yang membuat banyak petani tidak optimal dalam melakukan penanaman
dan perawatan sawah selama musin tanam, sehingga tidak jarang hasil yang
didapat kurang atau jauh dari apa yang diharapkan oleh para petani di Indonesia.
Oleh karena itu maka dipandang perlu adanya peningkatan atau kemajuan dalam
efesiensi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan bertani agar dapat lebih
meningkat penghasilannya.
Hasil pertanian yang kurang optimal menjadi permasalahan tersendiri bagi
para petani Indonesia di mana pada saat ini Indonesia tidak lagi sebagai Negara
Swasembada beras, akan tetapi Indonesia sudah menjadi Negara pengimpor beras.
Hal ini terjadi karena kurang optimalnya hasil pertanian yang didapat dibanding
Negara-negara tetangga seperti Vietnam dan India yang memiliki berbagai alat
dan cara yang lebih maju dibandingkan alat yang dipakai petani Indonesia dan
mampu menghasilkan beras yang lebih banyak serta mampu mengimportnya ke
berbagai Negara.
Kabupaten Wajo dengan ibukotanya Sengkang adalah salah satu
Kabupaten di Sulawesi Selatan dengan sebagian besar penduduknya
berpenghasilan sebagai petani. Terletak di bagian tengah Provinsi Sulawesi
Selatan dengan jarak kurang lebih 250 km dari Makassar Ibukota Provinsi
Sulawesi Selatan, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan
selat, dengan posisi geografis antara 3º 39º - 4º 16º LS dan 119º 53º-120º 27 BT.
Kabupaten Wajo tergolong beriklim Type B dengan suhu antara 29oC sampai
2
31oC curah hujan rata-rata 150 mm/tahun2. Dengan tingkat curah hujan seperti itu,
maka banyak petani di Kabupaten Wajo mengairi sawah mereka dengan sistem
tadah hujan. Namun dengan suhu udara mencapai 31oC tersebut menjadi kendala
bagi para petani untuk bekerja hingga siang hari. Dengan kendala ini maka
berkembanglah di komunitas petani sebuah alat yang dapat membantu mereka
dalam menanam padi di sawah yang menurut mereka lebih efisien, mudah, dan
cepat.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
berkenaan alat ini. Penelitian yang penulis fokuskan adalah pada seberapa besar
tingkat efisien dari alat ini terhadap kinerja para petani sehingga memudahkan
petani dalam menanam padinya agar tidak memakan tenaga dan waktu yang
banyak.
Produk ini dibuat menggunakan alat yang cukup sederhana yang
dinamakan oleh penduduk lokal dengan “Campa”. Fungsi produk ini sebagai alat
semi otomatis sederhana yang memudahkan petani menyebarkan bibitnya di
sawah. Di Kabupaten Wajo cara penanaman padi ada beberapa, antara lain:
1. Melalui penyemaian atau Tanam Pindah
Cara penanaman padi yang lazim dilakukan petani di Indonesia adalah
cara ini di mana petani pada awalnya melakukan pemilihan biji dan
menyemai, kemudian menanam kembali setelah disemai selama 25-40
hari.
2. Dengan cara penanam langsung yaitu menabur langsung di sawah.
Cara seperti ini sangat jarang dilakukan petani. Namun cara ini banyak
dilakukan oleh petani di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan yang mana biji
padi atau bibit disebar begitu saja di areal sawah sehingga tumbuhnya
tidak teratur dan dibiarkan hingga panen.
Dengan dua cara di atas, bagi petani yang merepotkan adalah cara nomor
satu, karena untuk penanaman kembali harus dilakukan oleh beberapa orang dan
membutuhkan biaya lebih. Cara yang lebih mudah adalah nomor dua karena bisa
dilakukan oleh satu orang, namun hasilnya juga tidak sebagus cara penanaman
nomor satu dengan resiko lebih banyak. Namun dengan alat yang akan penulis
2. http://www.wajokab.go.id/
3
teliti ini maka petani mendapatkan kemudahan sebagaimana cara pada dua namun
dengan kualitas atau hasil panen seperti pada nomor satu. Oleh karena itu penulis
akan mencoba teliti sejauh mana tingkat efisiensinya dan juga hasilnya dibanding
dengan dua cara diatas sehingga menjadi solusi bagi para petani di Kabupaten
Wajo khususnya, dengan judul penelitian “Analisa Perbandingan Tingkat
Efesiensi Alat Campa Sebagai Alat Tanam Padi Terhadap Cara Konvensional
Pertanian dalam Penanaman Padi di Kabupaten Wajo ”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian Latar Belakang di atas maka rumusan masalah yang diangkat
oleh penulis adalah:
1. Bagaimanakah tingkat perbandingan penggunaan alat Campa dibanding cara
konvensional dalam penanaman padi”, dari segi:
a. Efisiensi Waktu tanam.
b. Biaya dan tenaga
c. Produktivitas dan hasil
d. Usia panen
2. Apa yang menjadi permasalahan dalam menggunakan alat campa, dari segi
a. Air
b. Penggunaan alat campa
c. Harga
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar perbandingan tingkat efisiensi
penggunaan alat Campa dengan cara konvensional pada penanaman padi
dari segi: Waktu, biaya dan tenaga, produktivitas dan hasil, usia panen,
2. Untuk mengetahui permasalahan dalam menggunakan alat campa yaitu
dari segi air, penggunaannya dan harga alat campa
4
D. Manfaat penelitian
1. Menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi
motifasi bagi penulis atau siswa dalam melakukan eksperimen\penelitian
dan mencari informasi.
2. Dapat memberikan solusi atau cara yang dapat memudahan dalam bertani
tanpa memerlukan biaya yang cukup banyak dan tanpa menguras tanaga
serta tidak memerlukan waktu yang cukup lama.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pertanian
Pertanian adalah suatu aktivitas yang dilakukan manusia pada
pemanfaatan sumber daya hayati untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku
industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa
di kenal orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation)
serta pembesaran hewan ternak (raising), juga termasuk mencakup berupa
pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan,
seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti
penangkapan ikan atau eksploitasi hutan3.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-
bidang di lingkup pertanian. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai
sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena
sektor-sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi
dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.
Petani adalah orang yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh
"petani tembakau, atau petani beras". pertanian juga diartikan sebagai kegiatan
budidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
B. Sejarah Pertanian
Zaman Mesopotamia yang merupakan awal perkembangan kebudayaan,
merupakan zaman yang turut menentukan sistem pertanian kuno. Perekonomian
kota yang pertama berkembang di sana dilandaskan pada teknologi pertanian yang
berkiblat pada kuil-kuil, imam, lumbung, dan juru tulis-juru tulis.4
Tulang punggung pertanian terdiri dari tanaman-tanaman yang sekarang
masih penting untuk persediaan pangan dunia: gandum dan barlai, kurma dan ara,
zaitum dan anggur. Kebudayaan kuni dari Mesopotamia - Sumeria, Babilonia,
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian
4. http://www.lab link.or.id/Agro/pertanian.htm
6
Asiria, Cahldea - mengembangkan pertanian yang bertambah kompleks dan
terintegrasi. Reruntuhan menunjukkan sisa teras-teras, taman-taman dan kebun-
kebun yang beririgasi. Emapt ribu tahun yang lalu saluran irigasi dari bata dengan
sambungan beraspal membantu areal seluas 10.000 mil persegi tetap ditanami
untuk memberi pangan 15 juta jiwa. Pada tahun 700 SM sudah dikenal 900
tanaman.
Kebudayaan Mesir jaya, yang berpengaruh pada kebudayaan-kebudayaan
Barat sekarang, adalah makmur dalam keberlimpahan pertanian yang dimungkin-
kan oleh kebanjiran Sungai Nil yang menyuburkan tanah kembali. Orang Mesir
adalah ahli dalam mengembangkan teknik drainase dan irigasi. Drainase yaitu
pembuangan kelebihan air, merupakan tuntutan di daerah seperti lembah Nil; hal
ini meminta pengembangan lereng- lereng lahan dan pembuatan sistem
pengangkutan serta saluran air yang efisien. Irigasi yaitu pemberian air pada
tanaman secara buatan, menyangkut penadahan, pengantaran dan pemberian air.
Masalah drainase dan irigasi saling menjalin; pemecahannya oleh orang Mesir
dengan membangun serentetan parit untuk menyimpan air dan saluran yang
melayani kedua tujuan tersebut. Orang Mesir mengembangkan teknik menaikkan
air, yang masih dipakai sekarang. Penemuan yang utama adalah shaduf, yang
memungkinkan menaikkan 2.250 liter air setinggi 1.8 m tiap hari kerja pria.
Teknologi pengolahan tanah dapat dilacak lewat perbaikan cangkul.
Cangkul asalnya dari suatu tongkat bercabang yang lancip dan digunakan dengan
gerakan memotong. Bajak kuno juga hanya merupakan cangkul yang ditarik
manusia (belakangan oleh hewan) untuk menggaruk permukaan tanah, dan kini
masih banyak digunakan di bagian dunia. Kemudian bajak diperbaiki dengan
penemplean besi di bagian yang besinggungan dengan tanah dan dengan
konstruksi yang lebih kuat dan efisien. Orang-orang Mesir menggunakan berbagai
alat potong pada waktu panen, salah satunya adalah arit yang merupakan alat yang
paling baik ketika itu.
Abad pertengahan, dengan runtuhnya Romawi dan Negara Barat,
kemajuan teknologi beralih ke Timur Tengah. Setelah tahun 700 M, kebudayaan
Islam yang menyumbang hasil-hasil kebudayaannya kepada dunia. Kebudayaan
Islam muncul dengan menyumbangkan hasil-hasil teknologi dan ilmu
7
pengetahuannya yang jauh lebih rasional dan ilmiah dibandingkan dengan
kebudayaan-kebudayaan sebelumnya.
Dalam pertanian ada empat sistem pertanian yang dikenal dan dilakukan di
Indonesia yaitu:
1. Sistem ladang
Sistem ini pada umumnya terdapat di daerah yang berpenduduk sedikit
dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang diusahakan
umumnya berupa tanaman pangan, seperti padi darat, jagung, atau umbi-
umbian.
2. Sistem tegal pekarangan
Sistem ini berkembang di lahan-lahan kering, yang jauh dari sumber-
sumber air yang cukup. Sistem ini diusahakan orang setelah mereka
menetap lama di wilayah itu, walupun demikian tingkatan pengusahaannya
rendah. Pengelolaan tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga
yang intensif, jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-
tanaman yang diusahakan terutama tanaman - tanaman yang tahan
kekeringan dan pohon-pohonan.
3. Sistem sawah
Merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah
dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi,
sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem
pengairan yang sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah
merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi maupun
palawija. Di beberapa daerah, pertanian tebu dan tembakau menggunakan
sistem sawah.
4. Sistem perkebunan
Baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar (estate) yang dulu
milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negara,
berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor. Dimulai dengan bahan-
bahan ekspor seperti karet, kopi, teh, dan coklat yang merupakan hasil
8
utama, sampai sekarang sistem perkebunan berkembang dengan
manajemen yang industri pertanian.
5. Sistem pertanian organik
Sistem ini pada dasarnya adalah menghindari segala pemakaian bahan
kimia terhadap tanah dan tumbuhan. Jadi dalam pengolahannya
menggunakan bahan-bahan alami tentunya pupuk yang digunakan seperti
pupuk kompos organik. Sistem pertanian ini semakin populer saja,
semakin banyak masyarakat yang tersadar akan pentingnya pola hidup
sehat. Karena dalam sistem ini mengandung berbagai manfaat, yaitu
tanaman yang dihasilkan bebas dari residu atau sisa-sisa pestisida dan
bahan kimia lainnya yang disebabkan oleh kegiatan pemupukan. Produk
yang dihasilkan dari sistem organik ini jelas lebih sehat dan segar.
Tanaman yang dibudidayakan secara organik ini mampu menjaga
kelestarian dan keseimbangan alam.
6. Sistem pekarangan
Pekarangan adalah sebidang tanah yang berada di sekitar rumah tinggal
dan umumnya berpagar keliling. Biasanya di lahan pekarangan tumbuh
berbagai ragam tanaman. Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu
kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman
dimanfaatkan untuk makanan manusia dan sebagian lagi untuk pakan
ternak, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk
menyuburkan tanah pekarangan. Dengan demikian, adanya keterkaitan
antara tanah, tanaman, hewan piaraan, dan manusia dalam satu tempat
sebagai satu kesatuan yang terpadu (simbiosis mutualisme).
C. Sistem Pertanian Sawah
Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata,
dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman
budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi.
Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi
memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk
mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan.
9
Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya
adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan
basah (lowland rice). Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak
berteras untuk menghindari erosi dan menahan air. 5
Beberapa sistem sawah diketahui di Indonesia
1. Sistem Irigasi Teknis.
2. Sawah irigasi setengah teknis.
3. Sawah irigasi sederhana.
4. Sawah irigasi pompa.
5. Sawah irigasi tadah hujan.
6. Sawah irigasi pasang surut.
D. Padi
Padi (oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi rakyat
Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi sebagian besar
petani di Indonesia.
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman
pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan
subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang
(Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Selain Cina dan India, beberapa
wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam.
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza Spesies : Oryza spp.
Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies,
tersebar di daerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan
Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua
Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Sawah
10
yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika
Barat. Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis
dan Oryza sativa f spontania.
E. Pengertian Efesiensi
Efisien menurut kamus besar bahasa Indonesia, sebagai usaha untuk
mencapai hasil yang maksimal dengan menggunakan sumber daya yang tersedia,
yang meliputi sumber daya alam, modal, dan manusia dalam suatu waktu..
Sedangkan Efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna
pencapaian hasil yang optimum.
Pada dasarnya Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar
telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan
penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang
diterima. Misalnya suatu pekerjaan dapat dikerjakan dengan cara A dan cara B.
Untuk cara A dapat dikerjakan selama 1 jam sedangkan cara B dikerjakan dengan
waktu 3 jam. dengan begitu dengan cara A baru bisa dikatakan lebih efisien bila
dibandingkan dengan cara B.
Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Efisiensi
merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber daya
biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.
F. Campa
Campa berasal dari bahasa bugis yang secara bahasa berarti “menepuk”.
Menepuk dalam artian ini adalah sebuah pukulan pelan dan lembut yang biasanya
dilakukan untuk menidurkan bayi atau menyentuh bahu (menepuk bahu)
seseorang. Sehingga Campa berarti kegiatan menepuk-nepuk dengan lembut
sesuatu untuk mendapatkan hasil atau memberi efek atas tepukannya.
Campa merupakan sebuah alat pertanian yang sudah mulai berkembang di
masyarakat petani di kawasan Kabupaten BOSOWA (Bone, Soppeng, Wajo).
Walau begitu, alat ini belum digunakan oleh semua petani dikarenakan mahalnya
harga alat tersebut dan jarang ada yang mampu membuatnya.
11
Keberadaan alat ini belum begitu lama dan belum ada yang mengetahui
siapa yang pertama menciptakan alat ini. Alat ini tersebar begitu saja sesama
petani sehingga sudah diketahui sebagaian besar petani di BOSOWA.
Alat ini belum diproduksi secara masal dan tidak dijual secara bebas,
sehingga petani tidak mudah mendapatkanya begitu saja. Sebagian petani yang
memiliki alat ini, mereka memesan terlebih dahulu produk ini oleh pembuatnya
kemudian mulai dibuat, sehingga untuk mendapatkan alat ini harus terlebih dahulu
melalui pemesanan atau dengan cara lain alat ini bisa dibuat sendiri oleh petani
yang memiliki keahlian merakit.
Sebagaimana namanya Campa yang berarti menepuk, maka penggunaan
alat ini adalah dengan cara menepuk-nepuk sebuah panel sehingga bibit padi yang
ingin ditanam bisa keluar dan tersebar di sawah dengan pengaturan sesuai
pengaturan yang sudah ditentukan pada Campa.
12
BAB III
METODE PENULISAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan pada karya ilmiah ini adalah
Deskriptif dengan analisa Kualitatif bermaksud membuktikan sebuah persepsi
atau teori berkenaan sebuah alat dengan menganalisa tingkat efektifitasnya.
Menurut Cavaye (1996) dalam suatu penelitian studi kasus dapat menggabungkan
dua metode melalui wawancara mendalam, sebuah stud i kasus dapat melakukan
analisis kualitatif terhadap isu-isu spesifik yang kemudian dapat dijadikan variabel
terukur dan selanjutnya dianalisis secara kuantitatif. (Pendit, 2003: 256).
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian yang dilakukan selama satu bulan yaitu sejak bulan Juli
2012 sampai Agustus 2012. Lokasi penelitian dilaksanakan dibeberapa kecamatan
di Kabupaten Wajo yaitu; Kecamatan Bola, Kecamatan Majauleng, Kecamatan
Sabang Paru, dan Kecamatan Pamanna
C. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang penulis dapat sebagai bahan penelitian adalah:
1. Hasil wawancara dengan para petani yang menggunakan alat Campa
berjumlah dua orang yaitu:
a. Bapak Amri
b. Bapak Wello
2. Hasil wawancara dengan para petani yang tidak menggunakan alat
Campa tersebut berjumlah tiga orang yaitu :
a. Bapak Daeng Marade (Bapak Zainuddin)
b. Bapak M. Saing
c. Bapak Anto, Pak Anca, dan Pak Wiro
3. Hasil Observasi dan pengamatan selama satu bulan.
13
Adapun data lainnya diambil dari beberapa kesaksian dan pengalaman
para petani yang tidak secara langsung diwawancarai berkenaan informasi alat ini.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Warsito (1992: 49), populasi yaitu sekumpulan unsur atau elemen
yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu merupakan satuan
analisis. Dengan demikian populasi adalah keseluruhan objek yang akan
diteliti baik berupa benda, manusia, peristiwa ataupun gejala yang akan
terjadi. Sedangkan pengertian populasi menurut Kountur (2007: 145)
adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan
perhatian peneliti, objek penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda,
sistem dan prosedur, fenomena, dan lain- lain.
Populasi yang penulis jadikan sumber dalam penelitian ini adalah para
petani yang berada di wilayah Kabupaten Wajo.
2. Sampel
Sampel menurut Hadi (1983: 63) adalah sebagian individu atau populasi
yang diselidiki. Sedangkan sampel menurut Sugiono (2004: 56) yaitu
sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dapat
disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian populasi yang diambil untuk
diselidiki oleh peneliti.
Sampel yang penulis jadikan data pada penelitian ini adalah beberapa
petani yang menggunakan alat Campa dan petani yang tidak menggunakan alat
tersebut akan tetapi mengetahui alat itu secara detil di empat Kecamatan yaitu
Kecamatan Bola, Kecamatan Majauleng, Sabang Paru, dan Pamanna yang semua
terletak pada Kabupaten Wajo
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara dan
observasi terhadap petani yang menggunakan alat Campa sebagai variable X dan
petani yang tidak menggunakan alat Campa akan tetapi mengenal alat tersebut
dengan baik sebagai variable Y.
14
F. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara
dengan kuesioner sebagaimana berikut:
1. Apakah bapak mengetahui alat Campa?
2. Apakah bapak menggunakan alat ini dalam mengerjakan sawah
bapak? (Kalau jawaban tidak menggunakan)
3. apakah bapak mengenal alat ini ?
(Kalau menggunakan atau mengenal pertanyaan lanjut)
4. Apakah kelebihan dan kekurangan dengan adanya alat ini?
5. Apakah sudah banyak di gunakan oleh para petani khususnya di
Kabupaten Wajo?
6. Yang manakah menghasilkan lebih banyak ditabur langsung,
disemai, atau dengan mengunakan alat ini (Campa)?
7. Yang manakah mengalami pertumbuhan lebih baik mengunakan alat
ini atau dangan cara lain yaitu disemai dan ditabur langsung?
8. Apakah pada saat melakukan penyemprotan atau pemupukan para
petani tidak susah?
9. Apakah alat ini sudah dipasarkan atau belum?
10. Bagaimana cara mengunakan alat ini?
11. Bagaimana cara membuat alat ini?
12. Apa saja alat dan bahan-bahan dalam pembuatan alat ini?
13. Berapakah biaya pembuatan alat tersebut dan berapa lama
pembuatannya?
14. Barapakah biaya penanaman hasil Semai?
15. Berapakah biaya penanaman hasil Tabur langsung?
16. Berapakah biaya penanaman hasil dengan menggunakan alat ini
(Campa)?
17. Apakah Bapak setuju apabila alat ini benar-benar bagus dan
disebar/dimiliki kepada semua petani untuk meningkatkan hasil
pertanian mereka?
Prosedur pengambilan data selanjutnya ialah dengan melakukan observasi
lapangan dengan mengamati beberapa sawah yang menggunakan teknik
15
penanaman menggunakan Campa, dengan penyemaian, dan dengan tabur
langsung.
G. Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis berusaha mengumpulkan, menyiapkan dan
meneliti data sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Teknik analisis yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian
ini adalah deskriptif menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis yang
memberikan gambaran suatu kasus berdasarkan data, fakta dan informasi yang
relevan dengan tujuan penelitian dengan metode induktif.
16
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam penelitian yang kami lakukan, kami berhasil mengumpulkan data
dari para petani dari empat (4) Kecamatan di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan
berkenaan dengan tingkat efesiensi alat Campa dalam perkembangan pertanian
padi sekarang ini yang kami rangkum sebagai berikut.
1. Efesiensi Campa dalam Waktu Penanaman
Menurut seorang petani yang berdomisili di Kecamatan Bola Desa
Lempong yaitu bapak Daeng Marade (Bapak Zainuddin) mengenai
kelehihan alat Campa, bahwa:
“Kelebihannya lebih cepat dari pada sistem tanam pindah, tapi
keteraturan dan jaraknya sama dengan tanam pindah”
Yaitu bahwa dengan sistem ini tidak lagi petani bekerja dua kali
sebagaimana pada sistem penanaman Tanam Pindah yang harus melalui
semai dulu baru ditanam kembali. Kemudian waktu penanaman padi
menggunakan Campa pun memakan waktu lebih cepat sebagaimana
komentar bapak M. Saing sebagai Ketua Kelompok Tani Maccoppe di
desa Simpursia Kecamatan Pamanna, walau bukan sebagai pemakai
Campa berkomentar sebagai berikut:
“Paling cepat penanaman setengah hari, paling lama satu
hari”.
Begitu pula dengan pendapat bapak Wello di Kecamatan Sabang Paru
dan bapak Amri di Majauleng yang menggunakan Campa masing-masing
berpendapat sebagai berikut:
“Sebentar saja, setengah hari tidak sampai. Di sini satu hari itu dua orang tiga hektar. Kalau Tanam Pindah setengah hari
dua puluh orang untuk satu hektar, cabut bibit dan tanam kembali”.
“Kalau Tanam Pindah selesai sampai satu hari. Kalau Campa
setengah hari saja”.
17
2. Efesiensi Campa dalam Biaya dan Tenaga Kerja
Sebagaimana efesiensi waktu menggunakan Campa yang dipaparkan
di atas, maka penulis juga meneliti tingkat efesiensi Campa dalam Biaya.
Berikut komentar beberapa petani yang menggunakan Campa:
“Lebih besar biaya menanam, karena harus disemai dulu dan kemudian ditanam lagi. Upah menanam sebesar Rp 70,000/
hari sebanyak 20 orang untuk satu hektar sawah. Jadi totalnya Rp 1,400,000. Kalau menggunakan Campa cukup Rp. 300,000 saja dikerjakan 3 orang. Jadi masing
Rp 100,000”. (Bapak Amri)
“Kalau biayanya beda. Kalau menggunakan Campa biayanya
Rp 150,000/hektar. Kalau ditanam menggunakan 20 orang dengan biaya perorang Rp 40,000, totalnya 800,000 perhektar”. (Bapak Wello).
Kemudian pendapat petani yang tidak menggunakan Campa mengenai
biaya penggunaan Campa sebagai berikut:
“Penanaman satu hektar padi, biaya menggunakan Campa sebesar Rp 120,000. Kalau ditanam biaya Rp 900,000”.
(Bapak Anto, Anca, dan Wiro)
“Kalau satu hektar cukup 3 orang yang menanam
menggunakan Campa selama setengah hari saja. Kalau sistem tanam pindah satu hektar butuh 10 orang penanamannya”. (Bapak Daeng Marade).
3. Hasil Padi Menggunakan sistem Campa dibanding Sistem Tanam
Pindah
Perbandingan hasil panen yang di dapat dengan sistem penanaman
Campa menurut para petani sebagai berikut:
“Kelebihannya hasilnya banyak, lebih banyak dari sistem
Tanam Pindah. Biasanya kalau sistem Tanam Pindah satu petak hasilnya sekitar tujuh karung, kalau pakai Campa hasilnya bisa lebih sepuluh karung sampai empat belas
karung. Jadi bisa sampai dua kali lipat”. (Bapak Amri)
“Hasilnya Sama saja, tergantung air dan perawatannya”.
(Bapak Wello)
“Lebih banyak Campa. Perbandinganya kalau Tanam Pindah hasilnya dua belas karung setengah hektar, kalau Campa bisa
sampai tujuh belas karung”. (Bapak M. Saing)
18
“Hasil sedikit, lebih banyak yang Tanam Pindah.
Perbandingannya sepuluh. Misalnya satu hektar dapat lima puluh karung kalau mengunakan campa. Kalau Tanam Pindah
dapat enam puluh karung lebih”. (Bapak Anto, Anca, dan Wiro)
4. Usia Panen Menggunakan alat Campa
Menurut data yang dikumpulkan penulis melalui penelitian, beberapa
responden memberikan informasi menarik mengenai usia panen yang
berbeda bila menggunakan teknik Campa, sebagaimana jawaban
responden sebagai berikut:
“Kalau menggunakan Campa cukup tiga bulan saja. Lebih
cepat Campa. Kalau Tanam Pindah bisa sampai empat bulan”. (Bapak Amri)
“Sama juga dengan Tanam Pindah tidak ada beda.” (Bapak Wello)
“Sama”. (Bapak Anto, Anca, dan Wiro)
5. Masalah Menggunakan Alat Campa (Air)
Setiap alat atau cara memiliki permasalahan dan kekurangannya. Di
sini penulis mencoba mendata apa saja yang menjadi kendala dan
kekurangan dari alat ini bagi setiap petani yang menjadi responden,
sebagai berikut:
“Petani di sini tidak menggunakan Campa, Karena disni pengairannya tadah hujan bukan pompa, kalau menggunakan
Campa cepat kering tanah dan tidak tumbuh dan hasilnya tidak banyak”. (Bapak Anto, Anca, dan Wiro).
“Di sini banyak petani pengairannya menggunakan sistem
tadah hujan jadi tanah cepat kering kalau tidak turun hujan. Kalau menggunakan Campa pengairannya harus teratur”.
(Bapak M. Saing)
“Kekurangan alat ini pada masalah air. Kalau kurang airnya maka tidak bisa baik hasilnya. Kalau ditanam biar sedikit
airnya bisa juga bagus hasilnya. Kelebihannya, sama saja yang penting airnya stabil. Pengairan di sini menggunakan
pompa, jadi kalau rusak pompa jadi sulit airnya. Kalau banyak air sama saja hanya saja dengan Campa air tidak bisa terlambat”. (Bapak Wello)
“Sepengatahuan saya kalau dengan Campa airnya harus sedikit dan harus lebih diatur tidak sama dengan ditanam. Jadi
19
sawah harus dikeringkan kalau tidak padi tidak sampai tanah
dan mengapung di air. Kemudian setelah tumbuh harus diairi kalau tidak ada hujan padi mati. Proses penananam sampai
tumbuh tunas memakan waktu sekitar tiga hari, setelah itu sawah harus digenangi dengan air”. (Bapak Daeng Marade)
Kalau menurut bapak Amri sedikit berbeda. Menurutnya tidak ada
masalah pada sistem tanam Campa. Yang menjadi masalah adalah pada
bibit tertentu yang hasilnya kurang baik bila ditanam dengan sistem
Campa sebagaimana berikut:
“Iya padi bisa rubuh apabila bibit padinya yaitu bibit kuda”. (Bapak Amri)
6. Penggunaan/ Cara Menggunakan Alat Campa
Menilai efesiensi alat selain dari hasil, waktu, dan biaya maka perlu
juga dilihat kemudahan alat tersebut dalam penggunaannya. Berikut
beberapa informasi dari responden berkenaan cara penggunaan Campa:
“Tidak. Saya belum pernah menggunakan. Tapi yang saya lihat mudah tinggal ditarik dan dicampa (ditepuk)”. (Bapak
Daeng Marade)
“Alat ini ditarik sedikit kemudian dicampa (ditepuk), ditarik
kemudian dicampa lagi” (Bapak Amri)
“Ditarik saja alat tersebut dengan tali sebagai bahan ukuran agar lurus”. (Bapak M. Saing).
Selanjutnya peneliti juga menemukan dari hasil wawancara tentang kemungkinan para petani di Kabipaten Wajo bahkan
di Indonesia menggunakan alat campa, yaitu
“Iya menggunakan Campa”. (Bapak M. Saing)
“Setuju tapi tergantung pengairannya sawahnya. Kalau mudah
airnya bisa menggunakan Campa”. (Bapak Wello)
“Iya setuju”. (Bapak Amri)
7. Harga Alat Campa
Harga sebuah produk biasanya menjadi pertimbangan seseorang untuk
membeli dan menggunakan atau tidak sebagai tolak ukur pertimbangan
20
efesiensi. Berikut informasi mengenai harga alat Campa yang berbeda-
beda di masing-masing Kecamatan walau masih dalam satu Kabupaten.
“Harganya Rp 800,000”. (Bapak Daeng Marade)
“Sekitar 500 ribu”. (Bapak Amri)
“Harganya aslinya Rp 900,000 tapi ada juga yang Rp 700,000
tergantung bahan-bahannya. Ada yg terbuat dari besi, ada yg dari kayu”. (Bapak Wello)
“Beda-beda, yang kayu Rp 450,000. Kalau yang besi Rp 800,000.”(Bapak Anto, Anca, dan Wiro)
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang penulis paparkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat efesiensi penggunaan alat Campa bagi pertanian
sawah adalah tinggi bagi para petani baik dari segi biaya, hasil panen, usia panen,
kemudahan alat, dan penggunaan tenaga. Akan tetapi yang menjadi pertimbangan
para petani dalam memilih untuk menggunakan alat Campa tersebut adalah pada
sistem pengairan yang tersedia di kawasan petani tersebut. Ketika Bapak Anto,
Anca, dan Wiro berasal dari Pammana ditanya mengapa tidak menggunakan alat
Campa mereka menjawab:
“Karena di sini pengairannya tadah hujan bukan pompa, kalau menggunakan Campa cepat kering tanah dan tidak tumbuh
dan hasilnya tidak banyak”
Kemudian ketika ditanya apakah suatu saat ada rencana menggunakan
Campa, mereka menjawab:
“Tidak karena pengairannya susah, kecuali menggunakan
pompa dan dipompa sendiri pengairannya karena pengairannya harus diatur keseimbangannya. Kalau lagi musim hujan mungkin bagus tapi kalau tiba-tiba tidak ada
hujan jadi rusak”.
Begitu juga dengan jawaban bapak M. Saing yang juga berasal dari
Kecamatan yang sama yaitu Pammana ketika ditanya sistem tanam di lokasinya
bagaimana, beliau menjawab:
“Di sini banyak padi ditanam saja”.
21
Kemudian ditanya mengapa tidak menggunakan Campa yang mulai
terkenal di kawasan Wajo, jawabnya:
“Disini banyak petani pengairannya menggunakan sistem tadah hujan jadi tanah cepat kering. Kalau menggunakan Campa pengairannya harus teratur. Kalau ada hujan campa
lebih banyak, tapi karena di sini tadah hujan jadi tidak ada”.
Akan tetapi ketika ditanya apakah ada yang menggunakan Campa,
jawabnya:
“Ada itu lihat padi yang masih muda itu, itu menggunakan
Campa”.
Lalu penulis menanyakan sistem pengairannya kalau di lokasi ini
menggunakan tadah hujan, mengapa ada yang bisa menggunakan Campa.
“Pengairan melalui bor”.
Lalu jawaban petani di Kecamatan Sabang Paru mengenai kendala alat
Campa sebagai berikut:
“Kekurangan alat ini pada masalah air. Kalau kurang airnya maka tidak bisa baik hasilnya. Kalau ditanam biar sedikit
airnya bisa juga bagus hasilnya. Pengairannya menggunakan pompa, jadi kalau rusak pompa jadi sulit airnya”.
Sedangkan bagi petani di Kecamatan Majauleng, mereka tidak ada
masalah dengan penggunaan alat ini karena sistem pengairan mereka
menggunakan pompa yang langsung dari air sungai Wallennae yang tidak pernah
kering walau musim kemarau, sehingga mereka dapat mengatur dengan leluasa
penggunaan air pada sawah mereka. Ketika ditanya berapa banyak yang
menggunakan Campa, bapak Amri menjawab:
“Iya rata-rata petani di sini sudah menggunakan Campa”.
Dengan demikian tingkat efesiensi alat Campa dalam hasil, waktu, biaya,
dan penggunaan cukup tinggi kalau tidak terkendala pada masalah pengairan.
Berikut data tingkat efesiensi alat Campa yang penulis jelaskan dalam bentuk
tabel.
22
Tabel. 1
No Keterangan Efektifitas Responden Alat
Campa
Tanam
Pindah
1 Efesiensi Waktu Penanaman
Responden 1
Responden 2 Responden 3 Responden 4
Responden 5
v
v v -
v
-
- - -
-
2 Efesiensi Biaya dan Tenaga Kerja
Responden 1 Responden 2
Responden 3 Responden 4 Responden 5
v v
v v v
- -
- - -
3 Efesiensi dari Hasil Panen Padi
Responden 1
Responden 2 Responden 3
Responden 4 Responden 5
-
v v
- v
-
- v
v -
4 Efesiensi dalam Pengairan Sawah di masing-masing lokasi petani/responden
Responden 1
Responden 2 Responden 3 Responden 4
Responden 5
-
v v -
-
-
- - v
v
5 Efesiensi pada Usia Panen Padi
Responden 1 Responden 2
Responden 3 Responden 4 Responden 5
- v
v v -
- -
v v -
6 Efesiensi pada Kemudahan dalam masing-masing SistemTanam
Responden 1
Responden 2 Responden 3
Responden 4 Responden 5
v
v -
- v
-
- -
- -
7 Efesiensi Harga Alat Campa dibanding biaya upah tanam bibit padi
Responden 1 Responden 2
Responden 3 Responden 4
Responden 5
- v
v v
-
- -
- -
-
8 Petani / Responden yang Setuju Alat
Campa dipakai seluruh petani
Responden 1 Responden 2
Responden 3 Responden 4 Responden 5
- v
v - v
- -
v v -
Total (v) 26 8
23
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian dan analisa yang telah penulis lakukan, maka hasil
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa dengan alat Campa ini para petani merasakan efesiensi yang tinggi
dalam hal pengeluaran biaya, waktu, tenaga, dan hasil panen serta usia panen
lebih cepat. Bahkan efesiensi ini juga diakui oleh petani yang tidak
menggunakan Campa seperti Bapak Anto, Anca, dan Wiro
2. Penggunaan alat Campa ini, yang mmmenjadi permasalahan adalah dari sisi
air harus teratur karena penggunaan air dengan sistem tadah hujan, sehingga
memerlukan atau harus memiliki pompa untuk pengairannya, kalau dari sisi
penggunaannya tidak terlalu sulit dan bisa dikatakan para petani akan mampu
menggunakan alat campa tersebut dan yang menjadi permasalahan lainnya
adalah harga menjadi masalah terutama bagi petani yang kurang mampu.
B. Saran
1. Saran yang dapat penulis berikan kepada petani agar mencoba menggunakan
alat ini dan belajar kepada yang pernah menggunakan alat ini untuk
meningkatkan produktivitas panennya. Bila terkendala pada pengairan, maka
bisa diselesaikan dengan menggunakan pompa dari sumber air yang
mencukupi
2. Agar para petani menggunakan alat campa, sekaligus diperlukan dukungan
pemerintah, baik menyangkut pengadaan alat campa maupun sosialisasinya ke
seluruh daerah khususnya Sulawesi dan umumnya di Indonesia agar produksi
beras Indonesia meningkat dan kembali menjadi Negara Swasembada beras
serta menyaingi Negara-negara tetangga.
24
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
MM. Sri Setiyati Harjadi, Pengantar Agronomi, 1984.
B.S. Vegara, dkk, Bertanam Padi Sawah, Penerbit Swadaya. 1990
Soemarjono, dkk, Bertanam Padi Sawah, Penerbit Swadaya. 1990
Brew , james, L.. Genetika Pertanian, 1983
Sumber Internet
http://www.wajokab.go.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian
http://www.lablink.or.id/Agro/pertanian.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Sawah
Keterangan Responden:
1. Bapak Daeng Marade : Responden 1
2. Bapak Amri : Responden 2
3. Bapak Wello : Responden 3
4. Bapak Anto, Anca & Wiro : Responden 4
5. Bapak M. Saing : Responden 5
Sumber Responden
1. Nama : Daeng Marade (Zainuddin)
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tempat/tahun lahir : 1964
Umur : 48 tahun
Alamat : Talaga’E Desa Lempong, Kec. Bola
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
25
2. Nama : Amri
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tempat/tahun lahir : 1963
Umur : 49 tahun
Alamat : Desa Tua, Kec. Majauleng
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
3. Nama : Wello
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tempat/tahun lahir : 1962
Umur : 50 Tahun
Alamat : Desa Wage, Kec. Sabang Paru
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
4. Nama : Anto
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tempat/tahun lahir : -
Umur : -
Alamat : Desa Simpursia, Kec. Pammanna
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
5. Nama : Muhammad Saing
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tempat/tahun lahir : -
Umur : -
Alamat : Desa Simpursia, Kec. Pammanna
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani (Ketua Kelompok Tani Maccope)
26
LAMPIRAN
Lampiran Biodata Peneliti
Peneliti 1
Nama : Fernanda
Alamat : Parigi, Kec. Bola
Tempat, Tanggal Lahir : Wata Bola, 5 Maret 1999
Agama : Islam
No. HP : 0853 5514 0624
Riwayat Pendidikan : SD. 129 Parigi
SMP Nurmilad Boarding School
Hobby : Membaca
Cita-cita : Dokter
Peneliti 2
Nama : Findi Pahlawan
Alamat : Bakke, Kec. Pinrang
Tempat, Tanggal Lahir : Bakke, 31 Desember 1998
Agama : Islam
No. HP : 0853 9674 6102
Riwayat Pendidikan : SD. 388 Lempong
SMP Nurmilad Boarding School
Hobby : Membaca
Cita-cita : Dokter
Peneliti 3
Nama : Mukmin
Alamat : Todang Kalung
Tempat, Tanggal Lahir : Todang Kalung, 18 Maret 1999
Agama : Islam
No. HP : 0853 9802 7129
Riwayat Pendidikan : SD. 388 Lempong
SMP Nurmilad Boarding School
Hobby : Badminton
Cita-cita : Polisi
27
Lampiran Photo
Gb 001. Wawancara dengan Bapak Daeng Marade dan model Campa buatan sendiri
Gb 002. Gambar botol bekas sebagai wadah bibit padi yang akan ditanam
Gb 003-4. Gambar contoh persawahan dengan sistem tanam tabur yang ada di Kecamatan Bola terkesan tidak teratur
28
Gb 005. Wawancara dengan bapak Amri di Kecamatan Majauleng
Gb 006. Bapak Amri bersama alat Campa-nya
Gb 007.
Tuas kayu yang dicampa (ditepuk)
untuk menjatuhkan / membuka
penutup yang menjatuhkan bibit padi
29
Gb 008. Media untuk menyerok bibit padi yang kemudian dituang dibotol/media tanam padi
Gb 009. Media/botol tanam padi dimana ketika melakukan kegiatan tanam padi dimasukkan ke dalam botol,
kemudian ketika tuas campa ditepuk, maka lubang penutup padi terbuka dan bibit jatuh ke tanah
Gb 010. Per/pegas yang dipasang pada alat yang berfungsi mengembalikan tuas pada posisi semula
Lubang penutup
30
Gb 011. Kayu dan karet bekas ban yang berfunsi sebagai penggaris untuk patokan penanaman padi di sebelahnya
Gb 012. Kayu yang dibengkokkan sebagai landasan / roda alat Campa.
Gb 013. Lahan yang baru saja ditanami padi dengan menggunakan Campa
Gb 014. Lahan yang ditanam menggunakan Campa setelah satu minggu penanaman. Terlihat tunas padi baru
tumbuh. Pada awal penanaman hingga minggu pertama sawah tidak digenangi air tapi tidak juga kering. Tanah
harus dalam keadaan lembab / basah
31
Gb 015. Usia padi setelah 2 minggu penanaman. Sawah sudah harus digenangi air
Gb 016. Contoh penanaman padi menggunakan Campa terlihat rapi dan teratur, lebih teratur dari penanaman
dengan cara Tanam Pindah
Gb 017. Pengairan sawah dengan metode Campa harus diatur agar tetap lembab dan basah, tidak harus tergenang
32
Gb 018. Wawancara dengan Bapak Wello di Kecamatan Sabang Paru
Gb 019. Campa yang disewa di Kec. Sabang Paru yang berasal dari Kabupaten Soppeng
Gb 020. Campa dari Soppeng secara teknis sama walau secara struktur sedikit berbeda dari yang dimiliki di
Kec.Majauleng
33
Gb 021. Wawancara dengan bapak Anto, Anca, dan Wiro di Kec. Pammana. Mereka menggunakan cara Tanam
Pindah
Gb 022. Wawancara dengan bapak M. Saing sebagai Ketua Kelompok Tani Maccoppe di Kec. Pammanna
Gb 023. Kondisi padi di Kec. Pamanna yang pengairannya dengan Tadah Hujan yang mengalami kekeringan
karena tidak dapat air. Sehingga sulit jika menggunakan sistem tanam Campa
34
Lampiran Wawancara
Wawancara I dengan Petani Bapak Daeng Marade
Di Kecamatan Bola
Tanya : Apakah bapak mengenal alat Campa?
Jawab : Iya saya tahu
Tanya : Apakah bapak menggunakan alat ini?
Jawab : Tidak, saya belum menggunakan tapi baru mau menggunakan
Tanya : Apa menurut bapak kelebihan dan kekurangannya?
Jawab : Kelebihannya lebih cepat dari pada sistem Tanam Pindah, tapi keteraturan dan jaraknya sama dengan Tanam Pindah
Tanya : Berapa waktu penanaman dengan menggunakan Campa
Jawab : Kalau satu hektar cukup 3 orang yang menanam menggunakan Campa selama setengah hari saja.
Tanya : Kalau dengan sistem Tanam Pindah berapa lama?
Jawab : Kalau sistem Tanam Pindah satu hektar butuh sepuluh orang penanamannya
Tanya : Kekurangannya apa menurut bapak?
Jawab : Sepengatahuan saya kalau dengan Campa airnya harus sedikit dan harus lebih diatur tidak sama dengan ditanam. Jadi sawah harus dikeringkan kalau tidak padi tidak sampai tanah dan mengapung di air. Kemudian setelah tumbuh harus diairi kalau tidak ada hujan padi mati. Proses penananam sampai tumbuh tunas memakan waktu sekitar tiga hari, setelah itu sawah harus digenangi dengan air.
Tanya : Sistem perairan di sini pakai apa?
Jawab : Tadah hujan
Tanya : Menggunakaan alat ini sulit tidak?
Jawab : Tidak. Saya belum pernah menggunakan. Tapi yang saya lihat mudah tinggal ditarik dan di campa (ditepuk)
Tanya : Apakah sudah banyak digunakan petani di desa Lempong Kecamatan Bola?
Jawab : Belum banyak, beberapa saja
Tanya : Sistem penanaman apa yang banyak digunakan di sini desa Lempong Kec, Bola
Jawab : Banyaknya sistem Tabur Langsung, bukan Tanam Pindah
Tanya : Alat tersebut beli atau buat sendiri?
35
Jawab : Ada yang khusus membuat alat tersebut, tapi saya buat sendiri dan insya Allah baru mau digunakan tanam padi besok
Tanya : Berapa harga alat ini kalau beli?
Jawab : Harganya Rp 800,000
Tanya : Kalau bapak buat sendiri dari bahan kayu, kalau beli apa terbuat dari besi?
Jawab : Kalau beli ada juga kayunya. Bahannya ada dari pipa. Kalau bahannya besi berat kalau dibawa-bawa. Jadi bahannya dari kayu
Tanya : Bapak menggunakan cara apa tanam padinya?
Jawab : Tabur langsung
Tanya : Apakah lebih bagus hasilnya
Jawab : Ya kalau jadi semua lebih banyak tapi kalau diserang tikus banyak yang gagal padinya karena dekat-dekat. Juga kalau mau di beri pupuk dan penyemprerotan harus diinjak padi yang ada karena tidak ada jarak.
Tanya : Selama pembuatan Campa ini, berapa lama waktunya?
Jawab : Cukup lama, itu kalau bahan sudah tersedia. Kalau sudah tersedia cukup satu minggu selesai.
Tanya : Apa bahan-bahannya?
Jawab : Kayu, paku, pipa, botol plastic, per, tempat racun bekas. Yang paling susah adalah kayu untuk kakinya, karena bengkoknya harus sama antara kanan dan kiri
Wawancara II dengan Petani Bapak Amri
Desa Tua Di Kecamatan Majauleng
Tanya : Apakah bapak mengetahui alat Campa?
Jawab : Iya, terbuat dari kayu, botol-botol, dan paralon
Tanya : Bapak buat sendiri atau beli?
Jawab : Punya orang saya pakai, dan karyawan yang menggunakan
Tanya : Berapa harga alat Campa ini?
Jawab : Sekitar Rp 500,000
Tanya : Sebelum menggunakan Campa, bagaimana sistem penanaman padi bapak?
Jawab : Sistem Tanam Pindah
Tanya : Apa kelebihan Campa dibanding sistem Tanam Pindah
Jawab : Hasilnya banyak lebih banyak dari sistem Tanam Pindah
36
Tanya : Berapa perbandingannya dengan sistem Tanam Pindah?
Jawab : Biasanya kalau sistem tanam pindah satu petak hasilnya sekitar 7 karung, kalau pakai Campa hasilnya bisa lebih 10 karung sampai 14 karung. Jadi bisa sampai dua kali lipat
Tanya : Sudah berapa lama bapak menggunakan Campa?
Jawab : Sudah hampir empat tahun
Tanya : Apakah petani di sini rata-rata sudah menggunakan Campa?
Jawab : Iya rata-rata petani di sini sudah menggunakan Campa
Tanya : Dengan sistem Campa, apakah padinya mudah rubuh/ jatuh?
Jawab : Iya bisa apabila bibit padinya yaitu bibit kuda
Tanya : Jenis bibit apa yang bagus dipakai dengan metode Campa?
Jawab : Apa saja asal bukan kuda
Tanya : Berapa perbandingan biaya menggunakan sistem Tanam Pindah dan campa?
Jawab : Lebih besar biaya menanam, karena harus disemai dulu dan kemudian ditanam lagi
Tanya : Berapa upah menanam kembali per orang dan berapa orang?
Jawab : Sebesar Rp 70,000/ hari sebanyak 20 orang
Tanya : Berapa luas sawah bapak?
Jawab : 1 hektar setengah. Untuk menanam dalam satu hari harus gunain 20 orang
Tanya : Jadi totalnya sekitar 1,4 juta. Kalau menggunakan Campa berapa biayanya?
Jawab : Kalau menggunakan Campa cukup Rp 300,000 saja dikerjakan 3 orang. Jadi masing Rp 100,000
Tanya : Berapa lama waktu penanaman menggunakan sistem Tanam Pindah dan Campa?
Jawab : Kalau Tanam Pindah selesai sampai satu hari. Kalau Campa setengah hari saja
Tanya : Apakah bapak setuju kalau alat ini di sarankan untuk digunakan seluruh petani?
Jawab : Iya setuju.
Tanya : Apakah ada perbedaan umur panen antara Tanam Pindah dengan Campa?
Jawab : Kalau menggunakan Campa cukup tiga bulan saja. Lebih cepat Campa. Kalau Tanam Pindah bisa sampai empat bulan.
37
Wawancara II dengan Petani Bapak Wello
Di Kecamatan Sabang Paru
Tanya : Apa menurut bapak kelebihan dan kekurangan alat Campa?
Jawab : Kekurangan alat ini pada masalah air. Kalau kurang airnya maka tidak bisa baik hasilnya. Kalau ditanam biar sedikit airnya bisa juga bagus hasilnya. Kelebihannya, sama saja yang penting airnya stabil.
Tanya : Bagaimana sistem pengairan di sini?
Jawab : Pengairannya menggunakan pompa, jadi kalau rusak pompa jadi sulit airnya
Tanya : Lebih banyak sistem yang mana yang banyak menggunakan air?
Jawab : Kalau banyak sama saja hanya saja dengan Campa air tidak bisa terlambat.
Tanya : Bagaimana hasil menggunakan Campa dan Tanam Pindah?
Jawab : Sama saja, tergantung air dan perawatannya
Tanya : Bagaimana dengan lama tumbuhnya?
Jawab : Sama juga dengan yang Tanam Pindah tidak ada beda
Tanya : Berapa biaya menggunakan Campa dengan Tanam Pindah?
Jawab : Kalau biayanya beda. Kalau menggunakan Campa biayanya Rp 150,000 per hektar. Kalau ditanam menggunakan 20 orang dengan biaya per orang Rp 40,000. Totalnya Rp 800,000 per hektar. Cuma rawatnya saja yang beda lebih teratur airnya.
Tanya : Alatnya bikin atau beli?
Jawab : Alatnya disewa Rp 150,000 sehari
Tanya : Alatnya didapat dari mana?
Jawab : Dari Soppeng
Tanya : Berapa harga asli alat ini?
Jawab : Harganya aslinya Rp 900,000 tapi ada juga yang Rp 700,000 tergantung bahan-bahannya. Ada yg terbuat dari besi, ada yg dari kayu.
Tanya : Dari mana tau alat ini?
Jawab : Alat ini dari soppeng awalnya
Tanya : Luas sawah bapak berapa?
38
Jawab : Cuma 250 meter saja
Tanya : Berapa hasil panen yang biasa bapak dapat?
Jawab : Saya pernah dapat 25 karung
Tanya : Berapa kali panen dalam setahun?
Jawab : Dua kali saja
Tanya : Berapa waktu dipakai dalam menanam padi menggunakan alat ini?
Jawab : Sebentar saja, setengah hari tidak sampai. Di sini satu hari itu dua orang 3 hektar.
Tanya : Kalau menggunakan Tanam Pindah?
Jawab : Kalau tanam sendiri setengah hari 20 orang untuk 1 hektar cabut bibit dan tanam kembali
Tanya : Apakah bapak setuju kalau seluruh petani menggunakan Campa?
Jawab : Setuju tapi tergantung pengairannya sawahnya. Kalau mudah airnya bisa menggunakan campa
Wawancara dengan Petani Pak Anto, Pak Anca, Pak Wiro
Di Kecamatan Pamanna
Tanya : Hasil panen lebih banyak pengguna Campa ?
Jawab : Hasil sedikit lebih banyak yang Tanam Pindah
Tanya : Perbandingannya berapa?
Jawab : Perbandingannya 10. Misalnya 10 hektar dapat 50 karung bila mengunakan Campa, kalau ditanam dapat 60 karung lebih.
Tanya : Biaya operasionalnya lebih murah Campa?
Jawab : Iya
Tanya : Berapa perbandingan biaya 1 hektarnya?
Jawab : Penanaman 1 hektar padi biaya menggunakan Campa sebesar Rp 120,000. Kalau ditanam biaya Rp 900,000.
Tanya : Bapak menggunakan Campa ?
Jawab : Tidak lagi
Tanya : Pernah menggunakan?
Jawab : Pernah
Tanya : Berapa harga Campa?
Jawab : Beda-beda, yang kayu Rp 450,000. Kalau yang besi Rp 800,000
39
Tanya : Mana yang lebih cepat tumbuh menggunakan Campa atau Tanam Pindah?
Jawab : Campa
Tanya : Lama hingga di panen?
Jawab : Sama
Tanya : Berarti di Pamanna lebih efesien dengan Tanam Pindah?
Jawab : Iya
Tanya : Bagaimana sistem pengairannya?
Jawab : Tadah hujan,
Tanya : Apakah petani di sini ada yang menggunakan Campa?
Jawab : Tidak ada
Tanya : Kenapa tidak ada yang memakai?
Jawab : Karena di sini pengairannya tadah hujan bukan pompa, kalau menggunakan Campa cepat kering tanah dan tidak tumbuh dan hasilnya tidak banyak
Tanya : Apakah ada rencana ke depan untuk mengunakan Campa?
Jawab : Tidak karena pengairannya susah, kecuali menggunakan pompa dan dipompa sendiri pengairannya karena pengairannya harus diatur keseimbangannya. Kalau lagi musim hujan mungkin bagus tapi kalau tiba-tiba tidak ada hujan jadi rusak.
Tanya : Kalau di Kecamatan Sabang Paru banyak yang menggunakan Campa.
Jawab : Iya kalau di kecamatan Sabang Paru rata-rata orang pakai Campa. Di sini sedikit saja.
Wawancara II dengan Petani Bapak M. Saing
Sebagai Ketua Kelompok Tani Macoppe Di Kecamatan Pamanna
Tanya : Bagaimana sistem penanaman padi di sini (kec. Pamanna)?
Jawab : Di sini banyak padi ditanam saja.
Tanya : Kenapa ditanam bukankah di kawasan Wajo mulai terkenal menggunakan Campa?
Jawab : Di sini banyak petani pengairannya menggunakan sistem tadah hujan jadi tanah cepat kering. Kalau menggunakan Campa pengairannya harus teratur.
40
Tanya : Lebih banyak mana hasil padi yang menggunakan Campa dengan Tanam Pindah?
Jawab : Kalau ada hujan Campa lebih banyak, tapi karena di sini tadah hujan jadi tidak ada.
Tanya : Adakan petani di sini yang menggunakan Campa?
Jawab : Ada itu lihat padi yang masih muda itu, itu menggunakan Campa.
Tanya : Berapa biaya yang dikeluarkan dengan cara Tanan Pindah?
Jawab : Kalau Tanam Pindah biaya per orangnya Rp 50,000.
Tanya : Bagaimana pengairan menggunakan Campa di sini?
Jawab : Melalui bor (pompa).
Tanya : Hasil panen lebih banyak Campa atau Tanam Pindah?
Jawab : Lebih banyak campa. Perbandinganya kalau Tanam Pindah hasilnya 12 karung setengah hektar kalau Campa bisa sampai 17 karung. Kalau Tanam Pindah jaraknya beda-beda. Kalau Campa teratur, ringan, dan mudah.
Tanya : Apakah saran bapak untuk petani apabila pengairan bagus, tanah bagus, apakah lebih baik menggunakan Campa?
Jawab : Iya menggunakan Campa.
Tanya : Berapa lama penanaman dengan menggunakan Campa?
Jawab : Paling cepat penanaman setengah hari, paling lama satu hari.
Tanya : Bagaimana menggunakan Campa?
Jawab : Ditarik saja alat tersebut dengan tali sebagai bahan ukuran agar lurus.