analisa kuat tekan batuan terhadap stand up time …
TRANSCRIPT
ANALISA KUAT TEKAN BATUAN TERHADAP STAND-UP
TIME LUBANG TAMBANG BAWAH TANAH C1-G
PT. NUSA ALAM LESTARI
SUMATERA BARAT
Oleh :
INDAH SULISTIA NINGSIH
TEKNIK PERTAMBANGAN
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG
2017
ANALISA KUAT TEKAN BATUAN TERHADAP STAND-UP
TIME LUBANG TAMBANG BAWAH TANAH C1-G
PT. NUSA ALAM LESTARI
SUMATERA BARAT
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Teknik
Oleh:
INDAH SULISTIA NINGSIH
1310024427056
TEKNIK PERTAMBANGAN
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG
2017
HALAMAN PERSETUJUAN TUGAS AKHIR
Judul : Analisa Kuat Tekan Batuan Terhadap Stand-up Time
Lubang Tambang Bawah Tanah C1-G PT. NAL
Sawahlunto Sumatera Barat
Nama : INDAH SULISTIA NINGSIH
NPM : 1310024427056
Program Studi : S1 Teknik Pertambangan
Jurusan : Teknik Pertambangan
Padang, Desember 2017
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Murad M.S, M.T Eka Rahmatul Aidha, M.Pd
NIDN. 007116308 NIDN. 1024078801
Ketua Prodi, Ketua STTIND Padang,
Dr. Murad M.S, M.T Riko Ervil, M.T
NIDN. 007116308 NIDN.1014057501
i
Analisa Kuat Tekan Batuan Terhadap Stand-up Time Lubang Tambang
Bawah Tanah C1-G PT. NAL Sawahlunto
Sumatera Barat
Nama : Indah Sulistia Ningsih
NPM : 1310024427056
Pembimbing I : Dr. Murad, M.S, M.T
Pembimbing II : Eka Rahmatul Aidha, M. Pd
RINGKASAN
Daerah penelitian (PT. NAL) berada di Desa Salak, Kecamatan Talawi
Kota Sawahlunto. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa kuat tekan batuan
dan stand-up time yang diperlukan dalam perencanaan penggalian dan
pemasangan penyangga pada lubang tambang bawah tanah PT. NAL.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi lapangan dan
pengujian di laboratorium. Metode penyelesaian masalah dalam penelitian ini
berdasarkan klasifikasi massa batuan dari Bieniawski (1973) yaitu Rock Mass
Rating System atau RMR yang terdiri dari kuat tekan batuan utuh (UCS), jarak
diskontinuitas, Rock Quality Designation (RQD), kondisi kekar, kondisi air tanah
serta orientasi diskontinuitas. Hasil analisa sifat uji kuat tekan batuan utuh, terlihat
bahwa batuan penyusun lubang penambangan mempunyai nilai UCS sebesar
8.835 Mpa (weak) untuk batupasir, 13.367 Mpa (weak) untuk batulanau dan
sebesar 4.620 Mpa (very weak) untuk batubara. Berdasarkan uji sifat fisik,
diketahui bahwa masing-masing batuan memiliki nilai porositas rendah. Analisa
geomekanik memberikan nilai pembobotan Rock Mass Rating (RMR) dengan
kualitas massa batuan kelas II (good rock) untuk ketiga jenis massa batuan.
Analisa menggunakan grafik stand-up time, didapatkan lamanya batuan dapat
menahan tekanan dirinya sendiri tanpa adanya penyangga (stand-up time) untuk
batupasir sebesar ±2500 jam (3 bulan 12 hari) dengan span 8 m, batulanau ±2000
jam (2 bulan 21 hari) dengan span 8 m dan batubara ±5000 jam (6 bulan 27 hari)
dengan span 6.8 m. Berdasarkan table GSR dari Bieniawski, penggalian yang
direkomendasikan yaitu penggalian full face 1-1.5 m dengan complete support 20
m from face untuk kelas massa batuan II (good rock).
Kata Kunci: Kuat tekan batuan, Stand-up time, RMR
ii
Compressive Strength Analysis Against Stand-up Time C1-G
Underground Mining Mine PT. NAL Sawahlunto
West Sumatra
Name : Indah Sulistia Ningsih
NPM : 1310024427056
Advisor I : Dr. Murad, M.S, M.T
Advisor II : Eka Rahmatul Aidha, M. Pd
ABSTRACT
The research area (PT NAL) is located in Salak Village, Talawi Sub-district,
Sawahlunto City. The purpose of this research is to analyze the rock compressive
strength and stand-up time required in the planning of excavation and installation
of support in underground mining pit PT. NAL. Data collection in this study used
field observation and laboratory testing. The method of problem solving in this
research is based on rock mass classification from Bieniawski (1973) Rock Mass
Rating System or RMR consisting of compressive strength of UCS, discontinuity
distance, Rock Quality Designation (RQD), solid condition, ground water
condition and orientation discontinuity. The result of the analysis of the strength
of the compressive strength test of the intact rock, it is seen that the rocks of
mining holes have UCS value of 8,835 Mpa (weak) for sandstone, 13,367 Mpa
(weak) for siltstone and 4,620 Mpa (very weak) for coal. Based on physical
properties, it is known that each rock has a low porosity value. Geomechanical
analysis gives weighted value of Rock Mass Rating (RMR) with rock mass quality
of class II (good rock) for the three types of rock mass. Analyzes using stand-up
time graphs, the duration of rocks can withstand self-stress without stand-up time
for sandstones of ± 2500 hours (3 months 12 days) with an 8 m span, batulanau ±
2000 hours (2 months 21 days) with an 8 m span and coal ± 5000 hours (6 months
27 days) with a span of 6.8 m. Based on the GSR table from Bieniawski, the
recommended excavation is a full face excavation of 1-1.5 m with a complete
support of 20 m from face for rock mass class II (good rock).
Keywords: Compressive Strength, Stand-up time, RMR
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan
kewajiban bagi seluruh mahasiswa jurusan teknik pertambangan Sekolah Tinggi
Teknologi Industri (STTIND) Padang yang akan menyelesaikan perkuliahan.
Skripsi ini dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan di PT. Nusa Alam Lestari
(PT. NAL).
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh
sebab itu terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada:
1. Bapak Riko Ervil, M.T. sebagai Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri
(STTIND) Padang.
2. Bapak Dr. Murad, M.S, M.T, selaku Ketua Prodi Teknik Pertambangan
STTIND Padang sekaligus sebagai pembimbing I yang telah mengarahkan
penyusunan tugas akhir hingga selesai.
3. Ibu Eka Rahmatul Aidha, M. Pd selaku pembimbing II yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran dalam penyusunan tugas akhir hingga
selesai.
4. Bapak Dian Firdaus sebagai pembimbing lapangan PT NAL yang telah
mengijinkan dan membantu dalam pengambilan data.
5. Seluruh karyawan PT. NAL yang telah banyak membantu dalam
pengumpulan data lapangan.
iv
6. Seluruh dosen dan karyawan/karyawati Sekolah Tinggi Teknologi Industri
(STTIND) Padang yang telah banyak membantu dalam penulisan tugas akhir
ini.
7. Teman-teman Mahasiswa/mahasiswi Sekolah Tinggi Teknologi Industri
(STTIND) Padang, khususnya Mahasiswa/Mahasiswi prodi Teknik
Pertambangan yang telah memberikan dukungan dalam penulisan tugas akhir
ini.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta‟ala memberikan balasan dengan yang lebih
baik atas semua bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak. Kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan demi terwujudnya skripsi yang lebih baik
dari sebelumnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
bagi penulis.
Padang, Desember 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN
Ringkasan ......................................................................................................... i
Abstract ............................................................................................................ ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................... v
Daftar Lampiran ............................................................................................... viii
Daftar Tabel ..................................................................................................... vii
Daftar Gambar .................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ......................................................................... 3
1.4 Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
1.6 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ........................................................................... 6
2.1.1 Definisi Batuan ............................................................. 6
2.1.2 Klasifikasi batuan ......................................................... 6
2.1.3 Struktur Geologi ........................................................... 8
2.1.3.1 Tegasan (stress) dan Regangan (strain) ............ 9
2.1.3.2 Kekar (Joint) ..................................................... 11
2.1.3.3 Patahan/sesar (fault) ......................................... 12
2.1.4 Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Untuh ........................ 13
2.1.4.1 Penentuan Sifat Fisik Batuan Untuh ............... 13
2.1.4.2 Penentuan Sifat Mekanik di
vi
Laboratorium ................................................ 15
2.1.4.3 Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan .. 18
2.1.5 Klasifikasi Massa Batuan ............................................. 23
2.1.5.1 Rock Mass Rating System (RMR) .................. 23
2.1.5.2 Iventarisasi struktur massa batuan .................. 30
2.1.6 Stand-up Time ............................................................... 30
2.1.7 Penelitian Lainnya ........................................................ 35
2.2 Kerangka Konseptual .................................................................. 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 40
3.2 Lokasi Penelitian ......................................................................... 40
3.3 Variabel Penelitian ...................................................................... 42
3.4. Data dan Sumber Data ................................................................ 43
3.4.1. Data ............................................................................... 43
3.4.2. Sumber Data ................................................................. 44
3.5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................... 44
3.5.1 Prosedur pengukuran kekar .......................................... 44
3.5.2 Kondisi Kekar/Discontinue .......................................... 47
3.5.3 Uji UCS Point Load Indeks .......................................... 52
3.5.4 Rock Quality Designation – RQD ................................ 54
3.5.5 Rock Mass Rating (RMR) (Bieniawski 1973) .............. 54
3.5.6 Stand Up-Time .............................................................. 57
3.5.7 Sifat Fisik Batuan ......................................................... 58
3.6. Kerangka Metodologi ................................................................. 61
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data Primer .......................................................... 63
4.1.1 Data Laboratorium ......................................................... 63
4.1.2 Data Lapangan ................................................................ 66
4.2 Data Sekunder ............................................................................. 67
vii
4.3 Pengolahan Data ......................................................................... 67
4.3.1 Rock Mass Rating System (RMR) ................................... 68
4.3.1.1 Uji Kuat Tekan Batuan Point Load Index (PLI) . 68
4.3.1.2 Rock Quality Designation (RQD) ....................... 72
4.3.1.3 Jarak (spasi) Discontinue/Kekar.......................... 74
4.3.1.4 Kondisi Discontinue/Kekar ................................. 78
4.3.1.5 Kondisi Air Tanah ............................................... 83
4.3.1.6 Orientasi Diskontinuitas ...................................... 85
4.3.2 Stand-up Time ................................................................. 92
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rock Mass Rating System (RMR) ............................................... 95
5.1.1 Nilai Kuat Tekan Batuan................................................. 95
5.1.2 Nilai RQD ....................................................................... 96
5.1.3 Jarak Kekar ..................................................................... 97
5.1.4 Kondisi discontinue/kekar ............................................... 98
5.1.5 Kondisi Air Tanah ........................................................... 102
5.1.6 Orientasi diskontinuitas................................................... 104
5.2 Stand-up time .............................................................................. 110
5.3 Sifat Fisik Batuan ........................................................................ 114
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 115
6.2 Saran ........................................................................................... 116
DAFTAR KEPUSTAKAAN
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Wiup PT. NAL ....................................................................
Lampiran 2. Peta Lokasi Kegiatan Penambangan PT. NAL ............................
Lampiran 3 Info Kemajuan Lubang Tambang. ................................................
Lampiran 4 Peta Geologi PT. NAL Sumatera Barat. .......................................
Lampiran 5. Keadaan Batuan Di Dalam Dan Sekitar Lubang Tambang C1-G
Lampiran 6 Form Pengukuran Kekar di Lapangan ..........................................
Lampiran 7. Sketsa Kekar di Lapangan ...........................................................
Lampiran 8. Hasil Uji Kuat Batuan..................................................................
Lampiran 9. Hasil Uji Sifat Fisik Batuan ............................................................
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Hubungan Antara Stress dan Strain Yang Terbentuk ...................... 11
Tabel 2.2 Persamaan Hubungan Kuat Tekan Denan PLI untuk Berbagai Batuan
dari Berbagai Peneliti ...................................................................... 17
Tabel 2.3 Penggolongan dan Pembobotan Kekasaran ..................................... 27
Tabel 2.4 Tingkat Pelapukan Batuan ............................................................... 27
Tabel 2.5 Hubungan Antara RQD, Kualitas Batuan dan Indeks Kecepatan .... 28
Tabel 2.6 Klasifikasi Persistensi (ISRM, 1961) ............................................... 29
Tabel 2.7 Guidelines Foe Excavation and Support Of Rock Tunnels In
Accordance With The Rock Mass Rating System ............................ 33
Tabel 3.1 Waktu Penelitian .............................................................................. 42
Tabel 3.2 Klasifikasi Pembobotan Panjang kekar........................................... 48
Tabel 3.3 Klasifikasi Pembobotan Kekasaran Kekar ....................................... 49
Tabel 3.4 Klasifikasi Pembobotan Bukaan Kekar ........................................... 50
Tabel 3.5 Klasifikasi Pembobotan Isian Kekar ................................................ 51
Tabel 3.6 Klasifikasi Pembobotan Kelapukan Kekar ...................................... 52
Tabel 3.7 Klasifikasi Parameter dan Pembobotan ........................................... 56
Tabel 3.8 Pengaruh Orientasi Kekar dalam Pembuatan Terowongan
dan Penggalian (Fowell & Johnson, 1991) ...................................... 57
Tabel 3.9 RMR-B Peubah Bobot Orientasi Kekar ........................................... 57
Tabel 3.10 RMR-C Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total ...................... 57
Tabel 4.1 Hasil Uji Sifat Fisik Batuan ............................................................ 66
x
Tabel 4.2 Sampel Beserta Ukurannya .............................................................. 69
Tabel 4.3 Nilai UCS sampel............................................................................. 70
Tabel 4.4 Kekuatan Material Batuan Utuh ...................................................... 71
Tabel 4.5 Kualitas dan Bobot Batuan Berdasarkan Nilai RQD ....................... 73
Tabel 4.6 Kualitas dan Bobot Batupasir Berdasarkan Nilai RQD ................... 73
Tabel 4.7 Kualitas dan Bobot Batulanau Berdasarkan Nilai RQD .................. 73
Tabel 4.8 Kualitas dan Bobot Batubara Berdasarkan Nilai RQD .................... 74
Tabel 4.9 Jarak Kekar scanline Batupasir ........................................................ 75
Tabel 4.10 Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)....................... 75
Tabel 4.11 Jarak Kekar scanline Batulanau ..................................................... 76
Tabel 4.12 Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)....................... 76
Tabel 4.13 Jarak kekar scanline Batubara........................................................ 77
Tabel 4.14 Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)....................... 77
Tabel 4.15 Kondisi Kekar Lapangan Batupasir ............................................... 78
Tabel 4.16 Kondisi Kekar Lapangan Batulanau .............................................. 79
Tabel 4.17 Kondisi Kekar Lapangan Batubara ................................................ 80
Tabel 4.18 Bobot Kekar Lapangan Batupasir .................................................. 81
Tabel 4.19 Bobot Kekar Lapangan Batulanau ................................................. 82
Tabel 4.20 Bobot Kekar Lapangan Batulanau ................................................. 83
Tabel 4.21 Kondisi Umum Air Tanah di Lapangan ........................................ 84
Tabel 4.22 Bobot Kondisi Umum Air Tanah (Bieniawski, 1989). .................. 84
Tabel 4.23 Nilai Strike dan Dip Kekar Batupasir ............................................ 85
xi
Tabel 4.24 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan
Penggalian (Fowell & Johnson, 1991) .......................................... 86
Tabel 4.25 Peubah Bobot Orientasi Kekar ....................................................... 86
Tabel 4.26 Bobot keseluruhan dari 6 parameter RMR .................................... 86
Tabel 4.27 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total .................................... 87
Tabel 4.28 Nilai Strike dan Dip Kekar Batulanau............................................ 87
Tabel 4.29 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan
Penggalian (Fowell & Johnson, 1991) .......................................... 88
Tabel 4.30 Peubah Bobot Orientasi Kekar ....................................................... 88
Tabel 4.31 Bobot keseluruhan dari 6 parameter RMR .................................... 89
Tabel 4.32 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total .................................... 89
Tabel 4.33 Nilai Strike dan Dip Kekar Batubara ............................................. 89
Tabel 4.34 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan
Penggalian (Fowell & Johnson, 1991) .......................................... 90
Tabel 4.35 Peubah Bobot Orientasi Kekar ....................................................... 91
Tabel 4.36 Bobot keseluruhan dari 6 parameter RMR .................................... 91
Tabel 4.37 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total .................................... 91
Tabel 4.38 Hasil Pengolahan Sifat Fisik Batuan .............................................. 94
Tabel 5.1 Hasil Pengolahan Data UCS sampel ................................................ 95
Tabel 5.2 Nilai RQD ........................................................................................ 97
Tabel 5.3 Jarak Kekar ...................................................................................... 98
Tabel 5.4 Kondisi Kekar Lapangan Batupasir ................................................. 99
Tabel 5.5 Kondisi Kekar Lapangan Batulanau ................................................ 100
xii
Tabel 5.6 Kondisi Kekar Lapangan Batubara .................................................. 100
Tabel 5.7 Kondisi Umum Air Tanah di Lapangan ........................................... 103
Tabel 5.8 Nilai Strike dan Dip Kekar ............................................................... 105
Tabel 5.9 Bobot Keseluruhan Batupasir dari 6 Parameter RMR ..................... 106
Tabel 5.10 Bobot Keseluruhan Batulanau dari 6 Parameter RMR .................. 108
Tabel 5.11 Bobot Keseluruhan Batubara dari 6 Parameter RMR .................... 109
Tabel 5.12 Rekapitulasi Pengolahan Data ....................................................... 112
Tabel 5.13 Hasil Sifat Fisik Batuan ................................................................. 114
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Blok Yang Memperlihatkan Patahan/Sesar.................................. 13
Gambar 2.2 Tipe Dan Syarat Contoh Batuan Uji PLI ..................................... 16
Gambar 2.3 Orientasi Bidang Kekar ................................................................ 25
Gambar 2.4 Grafik Stand-up Time ................................................................... 32
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual ................................................................... 38
Gambar 3.1 Peta Kesampaian Daerah PT. NAL .............................................. 41
Gambar 3.2 Penentuan Spasi Kekar ................................................................. 45
Gambar 3.3 Plot Data Orientasi Kekar Pada Dips 5.0 ..................................... 47
Gambar 3.4 kondisi kekasaran kekar-Joint roughness Coeffecient JRC ......... 49
Gambar 3.5 Hubungan Stand-up Time Terhadap Roof Span dan RMR .......... 58
Gambar 3.6 Kerangka Metodologi ................................................................... 62
Gambar 4.1 Alat uji point load index (PLI) ..................................................... 64
Gambar 4.2 Proses Pemotongan Batu .............................................................. 64
Gambar 4.3 Pengujian Kuat Tekan Batuan ...................................................... 65
Gambar 4.4 Kondisi batubara di dalam lubang C1-G ...................................... 67
Gambar 4.5 Sampel Batupasir.......................................................................... 68
Gambar 4.6 Proses Pengukuran Kekar ............................................................ 72
Gambar 4.7 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batupasir ....................... 85
Gambar 4.8 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batulanau ...................... 88
Gambar 4.9 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batubara ........................ 90
Gambar 4.10 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batupasir ............................... 92
Gambar 4.11 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batulanau .............................. 92
xiv
Gambar 4.12 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batubara ................................ 93
Gambar 5.1 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batupasir ....................... 105
Gambar 5.2 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batulanau ...................... 107
Gambar 5.3 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batubara ........................ 108
Gambar 5.4 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batupasir ................................. 110
Gambar 5.4 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batulanau ................................ 111
Gambar 5.4 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batubara .................................. 112
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara merupakan sumberdaya yang penting dalam kebijaksanaan
diversifikasi energi. Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif dapat
menguntungkan karena harganya yang relatif murah. Secara umum, sistem
penambangan dibedakan menjadi tambang terbuka dan tambang bawah tanah.
Penambangan batubara tambang bawah tanah yang digunakan di Indonesia dibagi
menjadi dua, yaitu room and pillar dan long wall mining. Batubara Indonesia,
Irwandy Arif, (2014 hal. 112).
PT. Nusa Alam Lestari (PT. NAL) Sawahlunto merupakan salah satu
perusahaan tambang batubara yang menggunakan sistem tambang bawah tanah
dalam kegiatan produksinya, adapun metode penggalian yang digunakan yaitu
metode room and pillar. Penambangan bawah tanah sangat identik dengan resiko
subsidence yang disebabkan oleh berkurangnya daya dukung tanah akibat adanya
excavation atau penggalian di dalam massa batuan. Oleh sebab itu diperlukan
perencanaan yang sangat matang untuk dapat melakukan kegiatan penambangan
dengan aman, mulai dari rancangan lubang bukaannya hingga metode penggalian
yang dilakukan. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penambangan
bawah tanah adalah faktor keamanan lubang tambang. Faktor keamanan lubang
tambang tidak hanya dipengaruhi oleh kekuatan batuan namun juga keadaan
batuan penyusunnya seperti adanya struktur geologi.
2
PT. NAL Sawahlunto yang terletak di daerah dengan litology satuan
batupasir anggota formasi sawahlunto dalam cekungan ombilin mempunyai
sisipan batulempung, konglomerat, batulempung karbonan, batulanau, coaly clay
dan batubara menyebabkan lubang tambang bawah tanah di PT. NAL Sawahlunto
rentan terhadap ambrukan (subsidence).
Menurut Faisal Akbar, Tri Erto Putra dkk (2015, hal. 38). Susunan batuan
pada endapan batubara di daerah penelitian yang terdiri dari perlapisan batupasir,
batulempung, batulanau, dan batulempung karbonan, termasuk dalam klasifikasi
batuan lunak dengan kondisi sangat jelek (very weak rock) dengan kuat tekan < 5
MPa (Bieniawski, 1989).
Selain itu, berdasarkan data di lapangan, terlihat adanya rekahan-rekahan
di sekitar lubang tambang ditambah dengan banyaknya batuan yang runtuh
(subsidence) di dalam lubang tambang bawah tanah (lampiran v). Hal ini menjadi
perhatian khusus, terutama terhadap keselamatan pekerja tambang, keselamatan
peralatan dan kemenerusan produksi tambang batubara itu sendiri. Terjadinya
ambrukan (subsidence) pada lubang tambang PT. NAL Sawahlunto diakibatkan
oleh batuan pada lubang tambang yang tidak dapat lagi menahan tekanan yang
diberikan oleh batuan penyusunnya sendiri.
Analisa mengenai kekuatan batuan penyusun lubang tambang bawah
tanah di PT. NAL Sawahlunto sangat diperlukan untuk mengetahui berapa lama
lubang tambang di PT. NAL Sawahlunto dapat bertahan menyangga tekanan
batuan penyusunnya sendiri, sehingga terjadinya subsidence sebelum waktunya
dapat diantisipasi. Belum adanya analisa mengenai kuat tekan batuan penyusun
3
lubang tambang beserta perhitungan kemampuan batuan menyangga dirinya
sendiri (stand-up time) di PT. NAL Sawahlunto merupakan keterbatasan bagi
perusahaan dalam menentukan kestabilan lubang bukaan dan pemasangan
penyangga, hal tersebutlah yang kemudian menjadi latar belakang dalam
penulisan tugas akhir ini.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat rekahan-rekahan di sekitar lubang tambang bawah tanah C1-G
PT. NAL Sawahlunto.
2. Terdapat ambrukan-ambrukan batuan di dalam lubang tambang bawah
tanah C1-G PT. NAL Sawahlunto.
3. Belum adanya analisa mengenai kuat tekan batuan di PT. NAL
Sawahlunto sehingga belum diketahui berapa kuat tekan batuan penyusun
lubang tambang bawah tanah PT. NAL Sawahlunto.
4. Belum adanya analisa stand-up time pada lubang tambang bawah tanah
PT. NAL Sawahlunto, khusunya lubang tambang C1-G.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisa hanya dilakukan pada lubang tambang bawah tanah C1-G PT.
NAL Sawahlunto
2. Analisa hanya terhadap kuat tekan batuan dan perhitungan stand-up time
lubang tambang bawah tanah PT. NAL Sawahlunto
4
1.4 Rumusan Masalah
Rumuskan masalah yang dapat disusun berdasarkan identifikasi dan
batasan masalah yang telah diuraikan adalah sebagai berikut:
1. Berapa kuat tekan batuan penyusun lubang tambang bawah tanah C1-G
PT. NAL Sawahlunto?
2. Berapa stand-up time yang diperlukan oleh lubang tambang bawah tanah
C1-G PT. NAL Sawahlunto?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menghitung berapa kuat tekan batuan penyusun lubang tambang bawah
tanah C1-G PT. NAL Sawahlunto.
2. Menganalisa stand-up time lubang tambang bawah tanah C1-G PT. NAL
Sawahlunto.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Bagi penulis
Penelitian ini memberikan manfaat berupa kemampuan untuk
menganalisa suatu masalah yang berkaitan dengan pertambangan berupa
analisa kekuatan batuan dan penentuan umur lubang tambang.
5
2. Bagi perusahaan
Dari penelitian yang dilakukan, dapat menjadi masukan positif bagi
perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan keamanan lubang penambangan
jika dilihat dari lamanya waktu yang diperlukan oleh lubang
penambangan untuk dapat menahan tekanan dari batuan penyusunnya.
3. Bagi Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang
Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain, khususnya
mahasiswa teknik pertambangan dalam menyelesaikan tugas kuliah
ataupun sebagai referensi dalam mengangkat judul tugas akhir maupun
kerja praktek industri.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Definisi Batuan
Definisi batuan menurut Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 6) dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menurut Para Geologiawan
Batuan adalah susunan mineral dan batuan organis yang bersatu
membentuk kulit bumi.
2. Definisi Secara Umum
Batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda, tidak
mempunyai komposisi kimia tetap. Tetapi, bebatuan tidak sama dengan
tanah. Tanah dikenal sebagai material yang mobile, rapuh dan letaknya
dekat dengan permukaan bumi.
3. Menurut Para Ahli Geoteknik
Batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat dari kulit bumi yang
merupakan suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah
terkonsolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan
cangkul dan belincong.
2.2.2 Klasifikasi Batuan
Siklus pembentukan batuan dimulai dari magma keluar dan membeku
dan terbentuk batuan beku. Setelah batuan beku terpapar di permukaan atau dekat
7
permukaan, maka akan terjadi proses pelapukan dan hasilnya yang berupa
material lapuk akan ter-transport dan diendapkan atau mengalami sedimentasi
sehingga hasil akhirnya disebut sedimen. Jika material sedimen tersebut
mengalami konsolidasi dan tegangan, maka material tersebut akan menjadi batuan
sedimen. Dalam fungsi waktu dan jika batuan sedimen mengalami pembebanan
dan temperatur di dalam bumi maka batuan tersebut akan mengalami
metamorfose sehingga terbentuk batuan metamorf.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa batuan beku atau batuan sedimen
atau batuan metamorf yang mengalami pelapukan dapat menjadi batuan sedimen
baru. Demikian juga halnya dengan kejadian batuan metamorf baru, bahwa
apakah batuan beku atau batuan sedimen atau batuan metamorf jika mengalami
metamorfose akan dapat menjadi batuan metamorf baru. Menurut Made Astawa
Rai dkk (2011: 7) batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf memiliki
ciri-cici yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Batuan Beku
Batuan beku (igneous rocks) adalah batuan yang berasal langsung dari
pembekuan magma. Jika batuan beku tersebut diklasifikasikan sebagai batuan
beku asam maka kenampakannya berwarna terang dan kandungan SiO2 akan lebih
besar dari 55%. Sedangkan untuk batuan beku sedang akan berwarna agak terang,
dan kandungan SiO2 sekitar 50-50% dan batuan beku basa bewarna gelap dengan
kandungan SiO2 lebih kecil daripada 50%.
8
2. Batuan Sedimen
Batuan sedimen (sedimentary rocks) adalah batuan dengan ciri berlapis-
lapis, yang merupakan hasil pelapukan dari batuan lain yang diendapkan bisa
secara fisik atau kimia dan yang telah mengalami transportasi melalui air, atau
angin dan gravitasi. Sedangkan urutan perlapisannya selalu mengikuti hukum
superposisi (tua ke muda). Ciri lainnya adalah bahwa batuan sedimen bisa
terkonsolidasi. Akibat dari aktivitas tektonik maka batuan sedimen dapat
mengalami perlipatan seperti sinklin atau antiklin dan juga dapat tersesarkan yang
berupa sesar, kekar, tergeser.
3. Batuan Metamorf
Batuan metamorf (metamorphic rocks) dapat berasal dari batuan lainnya
yang mengalami tekanan dan panas tinggi. Pada proses pembentukannya tidak ada
penambahan unsur baru, dan yang ada adalah proses rekristalisasi. Batuan
metamorf ini mempunyai tekstur khas seperti: filit (halus dengan pola laminasi),
sekis (berlapis), gneiss (selang-seling lapisan dan butiran) dan massif.
2.2.3 Struktur Geologi
Struktur geologi menurut Muhammad Dahlan B (2015, hal. 97) dapat
dikelompokkan berdasarkan kejadiannya, sebagai berikut:
1. Struktur primer
Struktur primer adalah struktur geologi yang terbentuk bersamaan
dengan proses pembentukkan batuan. Misalnya, struktur batuan beku (struktur
massif, scoria, amygdaloidal), struktur batuan sedimen (struktur berlapis, tidak
9
berlapis), struktur batuan metamorf (struktur foliasi, non foliasi), dan struktur
kekar akibat pendinginan magma (columnar joint dan sheeting joint).
2. Struktur Sekunder
Struktur sekunder adalah struktur geologi yang dihasilkan oleh deformasi
setelah batuan terbentuk yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan
(fold).
2.2.3.1 Tegasan (stress) dan Regangan (strain)
Proses tektonik dan non-tektonik menghasilkan tegasan (stress) dan
regangan (strain) pada batuan. Menurut Muhammad Dahlan B (2015, hal 98)
Tegasan adalah gaya yang bekerja pada batuan, sedangkan regangan adalah
deformasi batuan yang disebabkan oleh adanya tegasan. Pengaruh tegasan
terhadap batuan tergantung pada cara bekerja atau sifat tegasannya dan sifat fisik
batuan yang terkena tegasan. Berikut adalah klasifikasi tegasan dan regangan
menurut Muhammad Dahlan B (2015, hal. 98):
1. Tegasan (stress)
Tegasan (stress) berdasarkan pada distribusi besaran gaya yang bekerja
terdiri atas:
a. Uniform stress: Uniform stress adalah tegasan yang bekerja dengan
besaran yang sama dari segala arah. Dalam batuan dinamakan confining
stress karena setiap tubuh batuan dalam litosfir dibatasi oleh batuan
disekitarnya dan ditekan secara merata (uniform) oleh berat batuan di
atasnya.
10
b. Differential stress: Differential stress adalah tegasan yang bekerja
dengan besaran yang tidak sama dari segala arah. Dalam sistem
orthogonal dapat diuraikan menjadi tegasan utama ( ), tegasan
menengah ( ) dan ( ) yang paling kecil besarannya.
2. Regangan (strain)
Regangan (strain) pada batuan yang terjadi karena adanya tegasan
(stress) melalui tiga tahapan deformasi, yaitu:
a. Elastic deformation: deformasi elastis adalah deformasi yang bersifat
sementara (tidak permanen) dan dapat kembali kebentuk awal
(reversible) setelah tegasan yang bekerja hilang. Seperti karet yang
ditarik akan melar, tetapi jika dilepas akan kembali kepanjang semula.
Setiap batuan memiliki elastik limit yang tergantung pada sifat
batuannya. Jika batas elastisnya dilampaui, batuan tidak akan kembali
pada kondisi awal. Di alam tidak pernah dijumpai batuan yang pernah
mengalami deformasi elastis ini, karena tidak meninggalkan jejak atau
bekas, karena kembali ke keadaan semula, baik bentuk maupun
volumenya.
b. Ductile deformation: deformasi duktil merupakan deformasi dimana
elastic limit batuan dilampaui dan perubahan bentuk dan volume pada
batuan tidak kembali ke keadaan awal. Deformasi duktil menghasilkan
struktur lipatan (fold) pada batuan.
c. Fracture: fracture terjadi apabila batas atau limit deformasi elastik dan
duktil dilampaui, dimana batuan akan patah atau hancur. Material yang
11
memiliki sifat duktil sangat kecil sehingga cenderung mengalami
deformasi fracture disebut material regas (brittle). Fracture pada batuan
berupa kekar-kekar (joints) dan patahan (fault).
Tabel 2.1
Hubungan Antara Stress dan Strain yang Terbentuk
Strain Stress
Compression Tension Shear
Ductil
(plastic strain)
Lipatan Penamaan untuk struktur geologi
pada kategori ini sangat bervariasi
Antiklin
Sinklin
Brittle strain
(rupture)
Kekar (joint)
Patahan (fault)
Patahan naik
(reverse/thrust)
Patahan turun
(normal)
Patahan geser
(strike-slip) Sumber: geologi untuk pertambangan umum, Muhammad dahlan B (2014, hal. 100)
2.2.3.2 Kekar (Joint)
Kekar adalah deformasi brittle berupa bidang pecahan atau rekahan pada
batuan yang terbentuk secara alami akibat adanya gaya tarik (tension) tanpa
adanya pergeseran (displacement) pada bidang pecahan (fracture plane).
Muhammad Dahlan B (2015, hal. 112).
1. Metode Pengumpulan Data Kekar
Menurur Muhammad Dahlan B (2015, hal. 115), metode pengumpulan
data kekar di lapangan bisa dilakukan melalui dua cara seperti berikut:
a. Metode inventarisasi, adalah metode pengumpulan data kekar dengan
mengukur semua kekar yang masuk pada suatu luasan tertentu, atau
semua kekar yang memotong garis yang telah ditentukan (scanline).
Metode ini relatif memakan waktu dan kekar non-sistematik juga ikut
diukur sehingga bisa mengurangi akurasi data. Namun demikian, metode
12
inventarisasi dapat mengumpulkan berbagai data seperti kerapatan kekar
(joint density), orientasi kekar (joint orientation) dan spasi kekar (joint
spacing).
b. Metode survei seleksi, adalah metode pengumpulan data kekar dimana
pengukuran hanya dilakukan pada kekar sistematik (major joints atau
joint sets). Metode seleksi efektif jika daerah pengamatan cukup luas,
sehingga penyebaran kekar-kekar sistematik dan non-sistematik dapat
dikenali dengan baik, namun karena sifatnya selektif, maka prosesnya
juga bersifat subjektif.
2.2.3.3 Patahan/sesar (fault)
Patahan/sesar (fault) adalah deformasi brittle berupa rekahan (ruptures)
atau zona rekahan pada batuan yang memperlihatkan adanya pergeseran
(displacement) sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang
berhadapan, dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan. Pergeseran pada
sesar bisa terjadi sepanjang garis lurus yang disebut sesar translasi atau terputar
yang dinamakan sesar rotasi. Pergeseran-pergeseran ini mempunyai dimensi
berkisar antara beberapa cm sampai ratusan km. Sebagaimana struktur lipatan atau
kekar, patahan juga memiliki strike dan dip. Strike nya adalah trend garis
horizontal bidang patah, dip nya adalah sudut antara horizontal dengan bidang
patahan. Bidang sesar/fault plane adalah bidang rekahan dimana terjadi
pergeseran antara blok-blok yang saling berhadapan. (Muhammad Dahlan B,
(2015, hal. 117).
13
Berikut adalah gambar yang menunjukkan adanya patahan dalam sebuah
bidang:
Sumber: geologi untuk pertambangan umum, Muhammad dahlan B (2014, hal. 118)
Gambar 2.1 Blok Yang Memperlihatkan Patahan/Sesar
2.2.4 Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Untuh
Proses perancangan sebuah tambang terbuka dan tambang bawah tanah
biasanya mengikuti tahapan pemboran inti dilapangan untuk memperoleh kondisi
batuan dan contoh batuan bagi kepentingan geologi dan cadangan serta
kepentingan geoteknik. Lalu dilakukan observasi detil, kemudian dipotong-potong
dan dipilah sesuai kebutuhan. Selanjutnya, jika diperlukan untuk kepentingan
geoteknik atau mekanika batuan, maka contoh batuan mengalami pengujian
penentuan sifat fisik dan mekanik. Pengujian sifat fisik pada batuan adalah
pengujian yang dilakukan tanpa merusak fisik batuan, sedangkan pengujian sifat
mekanik merupakan pengujian yang bersifat merusak sampel batuan. Data yang
diperoleh dari pengujian tersebut digunakan untuk proses perancangan sehingga
hasil akhirnya berupa model perancangan, misalnya untuk tambang bawah tanah.
14
2.2.4.1 Penentuan Sifat Fisik Batuan Untuh
Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam
mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu sifat
fisik dan sifat mekanik. Menurut Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 68), parameter
umum pada sifat fisik adalah bobot isi, berat jenis, porositas, absorbs dan void
ratio. Sedangkan untuk sifat mekanik standar dikenal sifat mekanik statik dan
sifat mekanik dinamik.
Sifat fisik batuan yang ditentukan untuk kepentingan penelitian
geoteknik adalah:
1. Bobot isi asli (natural density), merupakan perbandingan berat batuan
asli dengan volume total batuan.
2. Bobot isi kering (dry density), merupakan perbandingan berat batuan
kering dengan volume totalnya
3. Bobot isi jenuh (saturated density, merupakan perbandingan berat batuan
jenuh dengan volume total batuan
4. Berat jenis semu (apparent specific gravity), perbandingan bobot isi
kering batuan dengan bobot isi air
5. Berat jenis sejati (true specific gravity), perbandingan bobot isi jenuh
batuan dengan bobot isi air
6. Kadar air asli (natural water content), merupakan perbandingan antara
berat air dalam batuan asli dengan berat butiran batuan dan dinyatakan
dalam %.
15
7. Kadar air jenuh (absorption), merupakan perbandingan antara berat air
dalam batuan jenuh dengan berat butiran batuan dan dinyatakan dalam
%.
8. Derajat kejenuhan, perbandingan kadar air asli dan kadar air jenuh
dinyatakan dalam %.
9. Porositas, n, perbandingan volume rongga dalam batuan dengan volume
total batuan.
10. Void ratio, e, perbandingan volume rongga dalam batuan dengan volume
butiran batuan.
2.2.4.2 Penentuan Sifat Mekanik Batuan di Laboratorium
1. Preparasi Contoh Batuan Utuh
Contoh batuan utuh dari lapangan bisa berupa contoh bongkah atau
contoh berbentuk inti silinder. Contoh batuan bongkah biasanya diambil dari
permukaan sedangkan contoh batuan inti diperoleh dari pemboran inti.
Tergantung pengujiannya, jika pengujian mensyaratkan batuan berbentuk
bongkah maka tindakan selanjutnya biasanya adalah dengan melakukan
pemotongan dengan alat potong sehingga diperoleh geometri dan dimensi yang
sesuai dengan persyaratan pengujian. Sedangkan jika pengujian mensyaratkan
contoh batuan harus berbentuk silinder, maka contoh batuan dari lapangan yang
berbentuk bongkah harus di preparasi dengan pemboran inti.
2. Point Load Index (PLI)
Uji point load index merupakan uji indeks yang telah secara luas
digunakan untuk memprediksi nilai UCS suatu batuan secara tidak langsung di
16
lapangan. Hal ini disebabkan prosedur pengujian yang sederhana, preparasi
contoh yang mudah dan dapat dilakukan di lapangan. Peralatan yang digunakan
mudah dibawa–bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan sehingga dengan cepat
diketahui kekuatan batuan dilapangan sebelum dilakukan pengujian di
laboratorium.
Contoh yang digunakan dalam pengujian ini dapat berbentuk silinder
ataupun suatu bongkah batuan dan disarankan untuk pengujian ini berbentuk
silinder dengan diameter 50 mm (NX = 54, ISRM 1985). Apabila diameter contoh
batuan yang digunakan bukan 50 mm, maka diperlukan faktor koreksi terhadap
persamaan yang diturunkan oleh Broch dan Franklin. Menurut Greminger (1982),
selang faktor koreksi tergantung besarnya diameter. Karena diameter ideal yang
digunakan adalah 50 mm. Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 161).
Hawkins (1989), Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 161) melakukan
penelitian hubungan efek skala PLI terhadap kuat tekan pada dua bentuk contoh
uji, yaitu kubus dan silinder. Tampak bahwa semakin kecil ukuran contoh uji baik
untuk kubus dan silinder maka nilai kuat tekannya juga menurun. Selain itu juga
tampak bahwa variasi nilai kuat tekan pada contoh uji bentuk kubus lebih besar
daripada contoh bentuk silinder.
Berikut adalah persyaratan dan tipe batuan uji PLI:
Sumber: Mekanika Batuan, Made Astawa Rai (2011, hal. 162)
Gambar 2.2 Tipe dan Syarat Contoh Batuan Uji PLI (ISRM, 1985)
17
Beberapa peneliti yang melakukan studi hubungan PLI dan kuat tekan
pada berbagai jenis batuan diberikan pada tabel 2.4, hampir semua peneliti
menggunakan ukuran contoh uji 50 mm dan hubungannya memeberikan
persamaan linier langsung yang koefesiennya bervariasi dari sekitar 11 hingga 24,
tergantung dari jenis batuan yang diteliti.
Berikut adalah persamaan hubungan kuat tekan dengan PLI untuk
berbagai batuan dari berbagai peneliti:
Tabel 2.2
Persamaan Hubungan Kuat Tekan Dengan PLI untuk Berbagai Batuan dari
Berbagai Peneliti
Referensi Persamaan Tipe batuan
Broch & Franklin (1972) Batupasir
Bieniawski (1975) Batuan beku, batuan
sedimen
Brook (1985) -
Singh (1981) Batupasir dan shale
Vallejo dkk (1989)-shale shale
Vallejo dkk (1989)-batupasir batupasir
Kramadibrata (1992) Batupasir dan
batulempung
Gunsallus & Kulhawy (1984) Batupasir,
batugamping
Cargil & Shakoor (1990) Batuan sedimen,
batuan metamorf
Kahraman (2001)
Batuan beku, batuan
sedimen, batuan
metamorf
Tsidzi (1990)
Batuan metamorf
Sumber: Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 164)
18
2.2.4.3 Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
1. Macam Tegangan Insitu
Tegangan alamiah merupakan tegangan dalam masa batuan sebelum
penggalian dilakukan. Tegangan alamiah dapat terdiri dari beberapa macam
seperti tegangan gravitasi, tegangan tektonik, tegangan sisa dan tegangan termal.
Menurut Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 319) asal mulanya tegangan
dalam batuan dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Tegangan alamiah (natural stress) dan
b. Tegangan terinduksi (induced stresses).
Pemahaman mengenai besar dan arah tegangan in situ dan tegangan
terinduksi ini merupakan bagian penting dalam perancangan lubang bukaan
bawah tanah. Dalam banyak kasus, tegangan terinduksi ini akan melampaui
kekuatan masa batuan dan menyebabkan ketidakmantapan lubang bukaan bawah
tanah.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tegangan Insitu
Tegangan insitu suatu titik ditentukan oleh kondisi pembebanan material
yang ada diatasnya dan perubahan akibat proses geologi sebelumnya. Perubahan
kondisi regangan insitu dapat diakibatkan oleh beberapa hal yang antara lain
berhubungan dengan perubahan suhu, serta proses kimia seperti leaching,
penguapan dan rekristalisasi mineral.
Proses mekanik seperti terbentuknya rekahan, geseran antara bidang
rekahan dan aliran viskoplastik dalam material akan menghasilkan kondisi
tegangan yang kompleks dan heterogen. Beberapa faktor yang mempengaruhi
19
kondisi tegangan insitu menurut Brady dan Brown (1985). Made Astawa Rai
(2011, hal. 319) adalah:
1) Topografi Permukaan
Untuk kondisi permukaan yang datar, tegangan vertikal rata-rata
mendekati nilai tegangan akibat beban material diatasnya. Semakin jauh
dari permukaan, semakin besar pengaruh beban material diatasnya.
Untuk topografi permukaan yang tidak rata, penentuan kondisi tegangan
pada suatu titik menjadi lebih kompleks.
Beberapa kondisi topografi dapat menyebabkan tegangan horizontal yang
lebih besar dibandingkan tegangan vertikalnya. Hal ini dapat menjadi
salah satu sebab beberapa pengukuran tegangan insitu oleh Hoek dan
Brown (1978) menunjukkan tegangan horizontal yang pada umumnya
lebih besar daripada tegangan vertikalnya. Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa pengaruh topografi permukaan akan semakin kecil jika
jarak dari permukaan semakin besar.
2) Erosi
Erosi pada permukaan tanah baik disebabkan oleh air, angin, maupun es
akan mengurangi kedalaman batuan pada suatu titik dibawah tanah,
sehingga tegangan vertikalnya menjadi lebih kecil. Proses ini akan
membawa pada suatu kondisi tegangan dengan nisbah tegangan
horizontal dan vertikal yang tinggi, khususnya ditempat-tempat yang
dangkal.
20
Analisis dari permasalahan ini juga menunjukkan bahwa rasio tegangan
horizontal dan vertikal akan semakin kecil jika kedalaman meningkat,
mendekati nilai sebelum proses erosi terjadi, dimana kedalamannya lebih
besar daripada kedalaman lapisan tanah penutup yang tererosi.
Pengukuran tegangan insitu di beberapa daerah oleh Hoek dan Brown
(1978) juga membuktikan hal ini. Pada ilustrasi terlihat bahwa pada
tempat-tempat yang relatif dangkal, nisbah tegangan horizontal dan
vertikal cenderung besar.
3) Tegangan Sisa
Tegangan sisa adalah tegangan yang masih tersisa, walaupun penyebab
tegangan tersebut sudah hilang yang berupa panas atau pembengkakan
dikulit bumi. Tegangan yang masih ada didalam batuan meskipun
penyebab tegangan tersebut sudah tidak ada.
4) Inklusi
Inklusi dalam massa batuan adalah bagian yang secara litologi membuat
umur batuan lebih muda dari formasi batuan induknya. Biasanya inklusi
merupakan intrusi seperti dykes dan sill, serta veins seperti mineral
kuarsa dan fluor. Keberadaan inklusi secara vertikal mempengaruhi
kondisi tegangan dengan dua cara.
Pertama jika inklusi berada dibawah kondisi tekanan yang berlawanan
dengan kondisi horizontal batuan disekitarnya, maka komponen tegangan
yang tinggi akan terjadi tegak lurus bidang inklusi nya.
21
Kedua, kemungkinan dihubungkan dengan perbedaan nilai modulus
deformasi inklusi dan batuan disekitarnya yang dapat diakibatkan oleh
adanya aktivitas pembebanan. Sebagai contoh adanya perubahan
tegangan efektif dalam batuan induk atau adanya perpindahan karena
aktivitas tektonik dapat menyebabkan perubahan tegangan dalam inklusi
menjadi relatif lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan batuan
induknya. Inklusi yang relatif kaku (stiff) akan menyebabkan tegangan
dalam inklusi menjadi lebih tinggi, begitu pula sebaliknya.
Perbedaan modulus deformasi antara inklusi dan batuan induk akan
membuat gradient tegangan dalam batuan induk disekitar inklusi menjadi
tinggi. Sebaliknya, jika modulus deformasi inklusif relatif rendah, maka
gradient tegangan dalam batuan induk disekitar inklusi menjadi lebih
kecil sehingga kondisi tegangannya relatif homogen (Savin,1961).
5) Aktivitas Tektonik
Tegangan insitu mungkin juga berasal dari aktivitas tektonik yang
bekerja pada skala regional dan bias dihubungkan dengan kondisi
struktur geologi daerah tersebut seperti sesar dan lipatan. Elemen batuan
bereaksi secara viskoplastik terhadap tegangan yang bekerja. Semakin
kuat aktivitas tektonik, cenderung menyebabkan komponen tegangan
subhorizontal lebih besar daripada tegangan vertikal dan tegangan
horizontal lainnya. Hal ini mungkin karena aktivitasnya terjadi jauh
dibawah permukaan.
22
6) Bidang Diskontinuitas
Keberadaan bidang diskontinuitas didalam massa batuan akan
mengganggu kesetimbangan tegangan dan dapat menyebabkan tegangan
tersebut terdistribusi kembali untuk mencari kesetimbangan barunya.
Adanya bidang diskontinuitas vertikal seperti ridge dapat diasosiasikan
dengan rendahnya tegangan horizontal yang bekerja pada daerah
tersebut.
Price (1966) menyatakan bahwa satu kelompok bidang diskontinuitas
dalam massa batuan yang mempunyai orientasi, formasi dan perilaku
yang sesuai dengan compressive failure erat kaitannya dengan sifat-sifat
tegangan yang dapat menyebabkan perkembangan bidang
diskontinuitas).
Kondisi tegangan yang heterogen merupakan akibat alami dari adanya
proses perlipatan, pergeseran atau luncuran yang terjadi pada bidang-
bidang perlapisan batuan.
7) Tegangan Alamiah
Tegangan tektonik terjadi akibat geseran-geseran pada kulit bumi yang
terjadi pada waktu yang lampau maupun saat ini, seperti pada saat terjadi
sesar dan lain-lain. Pergerakan dalam kerak bumi terjadi secara continue,
seperti peristiwa seismic, pergerakan lempeng dan pergerakan karena
perbedaan panas antara inti bumi dan kerak. Tegangan tektonik sangat
sulit diperkirakan baik besar maupun arahnya, hanya pada umumnya
lebih besar daripada tegangan vertikalnya.
23
2.2.5 Klasifikasi Massa Batuan
Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk awal kegiatan dibidang
geomekanika adalah klasifikasi RQD dari Deere (1964). Pengamatan awal inti bor
hasil pemboran eksplorasi dan geoteknik adalah RQD dan fraktur frekuensi.
Sedangkan penilaian kualitas massa batuan yang paling banyak digunakan pada
tahap awal adalah RMR dari Bieniawski (1989) dan Q-system yang diusulkan
oleh Barton, Lien dan Lunde (1974). Klasifikasi massa batuan untuk aplikasi
khusus lubang bawah tanah adalah klasifikasi Stand Up Time Dari Lauffer (1958)
yang memodifikasi RMR, Q-system, SMR dan GSI. Made Astawa Rai dkk (2011,
hal. 387).
2.2.5.1 Rock Mass Rating System (RMR)
Rock Mass Rating System (RMR), atau sering juga dikenal sebagai
Geomechanics Classification telah dimodifikasi berulang kali begitu informasi
baru dari studi–studi kasus diperoleh dan menjadikannya sesuai dengan
International Standard and Procedure. RMR terdiri dari 5 (lima) parameter utama
(butir 1 s/d 5) dan 1 (satu) parameter pengontrol (butir 6) sebagai berikut:
1. Kuat tekan batuan utuh (UCS).
2. Rock Quality Designation (RQD).
3. Jarak discontinue/kekar.
4. Kondisi discontinue/kekar.
5. Kondisi air tanah.
24
6. Koreksi dapat dilakukan apabila diperlukan untuk orientasi
diskontiniutas/kekar.
Untuk menentukan bobot parameter pengontrol pengaruh arah
kemiringan atau jurus dan kemiringan kekar untuk penerowongan dan penggalian
diperlukan beberapa ilustrasi seperti ditunjukkan pada tabel 3.2. Aplikasi RMR
untuk stand-up time merupakan waktu yang diperlukan untuk menyangga dirinya
(massa batuan) sebelum terjadi keruntuhan. Hubungan antara roof span dengan
stand-up time dan RMR dapat dilihat pada gambar 3.3.
a. Kuat tekan batuan utuh (UCS)
Nilai kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh melalui beberapa pengujian,
salah satunya menggunakan alat pengujian kuat tekan point load index
(PLI).
b. Iventarisasi struktur massa batuan
Massa batuan yang terdiri dari kenampakan struktur geologi atau bidang
diskontinuitas, atau bidang perlapisan atau kekar dapat diklasifikasikan
menurut tiga karekteristik utama. Made Astawa Rai dkk (2011, hal 388)
yaitu:
1) Orientasi bidang diskontinuitas dan keluarga bidang diskontinuitas.
2) Jarak antar bidang diskontinuitas, frekuensi bidang diskontinuitas,
Rock Quality Designation-RQD dan ukuran blok bidang
diskontiniutas.
3) Kondisi bidang diskontinuitas terdiri dari beberapa karakteristik,
seperti:
25
a) Persisten atau kemenerusan bidang diskontinuitas.
b) Kekasaran (roughness).
c) Aperture atau bukaan bidang diskontinuitas.
d) Luahan (seepage).
e) Kekuatan (strength).
Pemetaan orientasi bidang kekar dilakukan disuatu singkapan massa
batuan dengan cara mengukur orientasi dalam bentuk kemiringan (dip) dan arah
kemiringan (dip direction) di sepanjang suatu garis bentang tertentu (scanline)
dimuka massa batuan.
Berikut adalah gambar yang menunjukkan orientasi bidang kekar:
Sumber : Mekanika Batuan Made Astawa Raidkk, halaman 392.
Gambar 2.3 Orientasi Bidang Kekar
Spasi bidang diskontinuitas atau kekar adalah jarak tegak lurus antar
kekar. Beberapa massa batuan memiliki spasi kekar dari yang sangat rapat hingga
sangat jarang. Pengukuran spasi kekar harus dilakukan disepanjang garis
bentangan pada singkapan massa batuan.
26
Hasil sebuah pengukuran spasi kekar perlu dilakukan analisa statistik dan
salah satu produknya adalah dalam bentuk histogram distribusi normal spasi yang
merepresentasikan statistik spasi kekar di formasi kali keluarga kekar. Secara
statistik hubungan antara spasi kekar dengan frekuensinya adalah dalam bentuk
eksponensial negatif.
Seperti dikutip dari jurnal eksplorium volume 36 no 1 tahun 2015
(Analisis karakteristik massa batuan di sektor lemajung, kalan, kalimantan barat),
Kondisi rekahan Beberapa parameter digunakan untuk memperkirakan kondisi
permukaan rekahan, yaitu:
1) Kekasaran (roughness) merupakan permukaan bidang yang kasar
sehingga dapat mencegah terjadinya pergeseran antara dua bidang
diskontinuitas (Tabel 2.3).
2) Separasi merupakan jarak antara dua permukaan bidang diskontinuitas,
umumnya diisi oleh material lainnya atau air. Semakin besar jarak
separasi akan semakin lemah bidang diskontinuitas tersebut.
3) Kontinuitas merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinuitas
atau merupakan panjang dari suatu bidang diskontinuitas.
4) Pelapukan menunjukkan derajat pelapukan permukaan bidang
diskontinuitas (Tabel 2.4).
27
Tabel 2.3
Penggolongan dan Pembobotan Kekasaran
Kekasaran Deskripsi Pembobotan
Sangat kasar
Apabila diraba permukaan sangat tidak rata,
membentuk punggungan dengan sudut terhadap bidang
datar mendekati vertikal
6
Kasar
Bergelombang, permukaan tidak rata, butiran pada
permukaan terlihat jelas, permukaan kekar terasa kasar 5
Sedikit kasar
Butiran permukaan terlihat jelas, dapat dibedakan, dan
dapat dirasakan apabila diraba 3
Halus Permukaan rata dan terasa halus bila diraba 1
Licin Permukaan terlihat mengkilap 0
Sumber : jurnal eksplorium, Heri Syaeful dan Dhatu Kamajati (2015)
Sedangkan menurut Patton (1966), Made Astawa Rai dkk (2011, hal.
402) contoh pengukuran kekasaran permukaan kekar adalah dalam bentuk sudut
rupa muka kekasaran I (roughness angle, i) yang dilakukan oleh Patton (1966)
pada permukaan batuan ditunjukkan oleh gambar 3.3.
Berikut adalah tabel 2.6 seperti yang disebutkan pada poin 4:
Tabel 2.4
Tingkat Pelapukan Batuan
Klasifikasi Keterangan
Tidak terlapukkan Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar, butiran
kristal terlihat jelas dan terang
Sedikit terlapukkan
Kekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya terisi dengan
lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman biasanya akan
nampak mulai dari permukaan sampai kedalam batuan sejauh
20% dari spasi
Terlapukkan
Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan sebagian
material batuan terdekomposisi. Tekstur asli batuan masih utuh
namun mulai menunjukkan butiran batuan mulai
terdekomposisi menjadi tanah
Sangat terlapukkan
Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai tanah
namun tekstur batuan masih utuh dan butiran batuan telah
terdekomposisi menjadi tanah.
Sumber : jurnal eksplorium, Heri Syaeful dan Dhatu Kamajati (2015)
28
1. Rock Quality Designation-RQD
Kehadiran bidang diskontinuitas didalam massa batuan sering memberi
pengaruh buruk pada sifat mekaniknya sehingga parameter kuantitatif bidang
diskontinuitas perlu diketahui. Parameter yang dapat menunjukkan kualitas massa
batuan sebelum penggalian dilakukan adalah RQD yang dikembangkan oleh
Deere (1964) yang mana datanya diperoleh dari pengeboran eksplorasi dalam
bentuk inti bor.
RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh dengan panjang
minimum 10 cm dan jumlah potongan inti bor tersebut biasanya diukur pada inti
bor sepanjang 2 m, potongan akibat penanganan pemboran harus diabaikan dari
perhitungan dan inti bor yang lembek dan tidak baik berbobot RQD = 0
(Bieniaewski,1989). Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 398).
Apabila bor inti tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsung
dengan melakukan pengukuran orientasi dan jarak diskontinuitas pada singkapan
batuan. Priest & Hudson (1976) mengajukan sebuah persamaan untuk
menentukan RQD dari data garis bentangan.
Tabel 2.5
Hubungan antara RQD, Kualitas Batuan dan Indeks Kecepatan
Kualitas
massa batuan
RQD (%) FF (m-1
) Indeks
kecepatan
Sangat buruk 0– 25 >15 < 0.2
Buruk 25 – 50 15 – 8 0.2 – 0.4
Sedang 50 – 75 8 – 5 0.4 – 0.6
Baik 75 – 90 5 – 1 0.6 – 0.8
Sangat baik 90 - 100 < 1 0.8 – 1.0 Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 339)
29
2. Kondisi Bidang Diskontinuitas
a. Persistensi
Menurut Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 400), didefinisikan sifat
kemenerusan dari bidang–bidang kekar yang didefinisikan sebagai
panjang dari diskontinuitas pada massa batuan dan dapat diukur
panjangnya. Persistensi ditentukan dengan mengamati dan mengukur
panjang dari bidang kekar dimassa batuan.
Klasifikasinya sebagai berikut:
Tabel 2.6
Klasifikasi Persistensi (ISRM, 1961)
Deskripsi Panjang Kekar (m)
Persistensi sangat rendah < 1
Persistensi rendah 1–3
Persistensi menengah 3–10
Persistensi tinggi 10–20
Persistensi sangat tinggi >20
Sumber : Mekanika Batuan Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 400)
b. Kondisi kekasaran kekar (Joint roughness)
Parameter ini terdiri dari kekasaran permukaan ketidakmenerusan,
pemisahan (jarak antar permukaan), panjang/kesinambungan
(persistensi). Pelapukan batuan dinding dari bidang lemah dan material
pengisi. Kekasaran didefinisikan sebagai tingkat kekasaran dipermukaan
bidang kekar yang berfungsi sebagai pengunci antar blok atau mencegah
pergeseran sepanjang permukaan kekar.
Deskripsi kekasaran kekar menggunakan rujukan yang diberikan oleh
ISRM (1981) dalam Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 401), Panjang
profil pada rujukan tersebut adalah 1–10 m dengan kondisi skala vertikal
30
sama dengan skala horizontal. Kondisi relatif kekasaran permukaan
bidang kekar dinyatakan sebagai berikut:
1) Sangat kasar jika jenjang–jenjang yang terjadi dipermukaan bidang
kekar hampir vertikal.
2) Kasar, jika kekerasan dapat dilihat dengan jelas dan apabila diraba
masih terasa agak abrasif.
3) Kekasaran rendah, apabila kekasaran dipermukaan dibidang kekar
baru dapat diketahui dengan jelas jika diraba dengan tangan.
4) Halus, jika permukaan rekahan menjadi halus dan terasa halus ketika
disentuh.
5) Licin, jika permukaa rekahan terlihat seperti poles atau bergelombang
halus.
2.2.6 Stand-up Time
Menurut Bieniawski dkk (2011, hal.445), aplikasi RMR untuk stand-up
time merupakan waktu yang diperlukan untuk menyangga dirinya (massa batuan)
sebelum terjadinya keruntuhan. Lebar terowongan tanpa penyangga (roof span)
didefinisikan sebagai lebar bukaan atau jarak antar muka dan posisi terdekat
dengan penyangga, jika jarak tersebut lebih panjang dari lebar terowongan.
Stand-up time dapat ditentukan dengan cara memasukkan nilai total
RMR (Rock Mass Rating System) yang didapatkan dari hasil pembobotan 6
(enam) parameter kedalam grafik stand-up time. Keenam parameter dari RMR
adalah sebagai berikut:
31
1. Data kuat tekan batuan utuh (ucs),
2. Data RQD (rock quality designation),
3. Data jarak kekar,
4. Data kondisi kekar,
5. Kondisi air tanah dan
6. Data orientasi kekar.
Grafik berikut merupakan grafik stand-up time. Cara memasukkan data
RMR ke dalam grafik stand-up time adalah sebagai berikut:
a. Tentukan posisi nilai RMR pada grafik (bagian yang melengkung) baik
dari atas maupun bawah.
b. Tarik garis lurus terhadap bidang melengkung (jika plot dari bawah maka
tarik ke atas dan sebaliknya).
c. Tandai (buat titik) pada tengah-tengah garis yang telah ditarik
sebelumnya.
d. Tarik garis lurus dari titik yang telah ditandai ke arah bawah, maka
didapatkanlah nilai stand-up time nya.
e. Tarik dari titik ke sebelah kiri, maka didapatkanlah span nya.
Berikut adalah grafik RMR terhadap roof span dan stand-up time:
32
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 445)
Gambar 2.4 Grafik Stand-Up Time
Data yang diperoleh dari grafik stand-up time terdiri dari 2 (dua) data,
yaitu data stand-up time dan data roof span. Menurut Made Astawa Rai dkk
(2011, hal. 445) lebar terowongan tanpa penyangga (roof span) didefinisikan
sebagai lebar bukaan atau jarak antar muka dan posisi terdekat dengan penyangga,
jika jarak tersebut lebih panjang dari lebar terowongan. Sedangkan stand-up time
merupakan rentang waktu lamanya massa batuan diatap tidak runtuh (terowongan
tetap stabil), baik tanpa pemasangan penyangga, setelah penyanggaan maupun
waktu pemasangan.
33
Menurut Bieniawski (1989, hal. 62), dengan nilai RMR juga dapat
direkomendasikan system penyanggaan/penguatan massa batuan (ground support
recommendation/GSR) yang dapat menentukan seberapa panjang terowongan
yang aman tanpa disangga dengan waktu swasangganya. Selain itu, Bieniawski
juga menentukan jenis, diameter, dan panjang dari baut batuan (rockbolt), jejaring
besi (steel set), beton tembak (shotcreate), dan beton cor (concrete).
Keakuratan dari stand-up time menjadi diragukan karena nilai stand-up
sangat dipengaruhi oleh metode penggalian, ketahanan terhadap pelapukan,
kondisi tegangan insitu yang merupakan parameter-parameter pentinga yang tidak
tercakup dalam metoda RMR.
Berikut adalah tabel GSR menurut Bieniawski:
Tabel 2.7
Guidelines For Excavation and Support Of Rock Tunnels In Accordance With The
Rock Mass Rating System
Rock mass
class Excavation
Support
Rock bolts
(20 mm dia,
fully
grouted)
Shotcrete Steel sets
Very good rock
I
RMR: 81-100
Full face
3 m advance
Generally no support required except for
occasional spot bolting
Good Rock II
RMR: 61-80
Full face
1.0-1.5 advance
Complete support
20 m from face
Locally bolts
in crown 3 m
long, spaced
2.5 m, with
occasional
wire mesh
50 mm in
crown where
required
None
Fair Rock III
RMR: 41-60
Top heading and
bench
1.5-3 m advance in
top heading
Commence support
after each blast
Complete support
10 m from face
Systematic
bolts 4 m
long, spaced
1.5-2 m in
crown and
walls with
wire mess in
crown
50-100 mm in
crown and 30
mm in sides
None
Poor rock Top heading and Systematic 100-150 mm in Light to
34
RMR: 21-40 bench
1.0-1.5 advance in
top heading. Install
support
concurrently with
excavation 10 m
from face
bolts 4-5 m
long, spaced
1-1.5 m in
crown and
wall with
wire mesh
crown and 100
mm in sides
medium ribs
spaced 1.5 m
where
required
Very poor rock
RMR: <20
Multiple drift
0.5-1.5 m advance
in top heading
Install support
concurrently with
excavation.
Shotcreate as soon
as possible after
blasting
Systematic
bolt 5-6 m
long, spaced
1-1.5 m in
crown and
walls with
wire mesh.
Bolt invert
150-200 mm in
crown, 150
mm in sides
and 50 mm on
face
Medium to
heavy ribs
spaced 0.75 m
with steel
lagging and
forepoling if
required.
Close invert
Sumber: Engineering Rock Mass Classification,Z.T Bieniawski (1989, hal 62)
2.2.7 Penelitian Lainnya
1. Jurnal Eksplorium Volume 36 No 1 Heri Syaeful dan Dhatu Kamajati
2015 yang berjudul “Analisis Karakteristik Massa Batuan Di Sektor
Lemenanjung, Kalan, Kalimantan Barat”. Metode penelitian adalah
dengan pengambilan contoh batuan untuk analisis laboratorium mekanika
batuan, pengamatan rekahan, dan pengamatan kondisi air tanah dengan
parameter batuan yang dianalisis meliputi uniaxial compressive strength
(UCS), Rock quality designation (RQD), jarak rekahan, kondisi rekahan
dan air tanah. Hasil analisis menyimpulkan bahwa metalanau sebagai
lithology yang mengandung uranium di sector lemajung mempunyai nilai
rock mass rating (RMR) sebesar 56 atau kelas massa batuan III: fair rock
pada kedalaman 60 m, dan pada kedalaman 280 m nilai RMR mencapai
82 atau kelas massa batuan I: very good rock. Data nilai RMR kemudian
akan digunakan dalam analisis pembuatan terowongan pada model
35
tambang bawah tanah atau analisisis kestabilan lereng pada model
tambang terbuka.
2. Jurnal JTM Vol. XVI No. I/2009 Singgh Saptono dkk dengan judul
“Pengaruh Ukuran Contoh Terhadap Kekuatan Batuan”. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode pengujian, dengan hasil bahwa
penurunan kekuatan batuan terjadi akibat meningkatkan ukuran contoh.
Potensi adanya pengaruh skala selain pada kuat tekan juga terjadi pada
kuat geser, yaitu pada kohesi. Kohesi akan berkurang dengan
bertambahnya ukuran contoh. FacKtor yang berpengaruh pada kekuatan
geser selain pengaruh skala adalah jenis batuan, keberadaan bidang
kekar, pelapukan, kondisi permukaan kekar, air, metode pengujian dan
material pengisi.
3. Jurnal MINDAGI Vol.8 No. 2 Juli 2014 Ellisa Tirayoh dan Arista
Muhartanto dengan judul “Analisisi Struktur Geologi dan Penambangan
Bawah Tanah Terhadap Propagasi Subsidence di Daerah Eastberg PT.
Freeport Indonesia, Papua”. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode pengamatan dan analisis dengan pengamatan di 4 (empat) level
penambangan, data yang diamati adalah struktur geologi berupa
pengukuran kekar dan sesar yang terdapat pada batuan yang tersingkap
dan pengambilan contoh batuan. Setiap bidang jenis batuan yang
meliputi jurus, kemiringan, dari batuan diorite, calcareous sandstone,
disrite altered dan marble diamati dengan menggunakan pengukuran
kekar dan sesar sebanyak 302 buah. Hasil analisa dengan schidmnet
36
memperlihatkan arah jurus kemiringan yang berbeda berarah timurlaut-
baratdaya, utara-selatan, tenggara-baratlaut. Penyebaran cave pada
subsidence lebih cenderung kea rah timurlaut-baratdaya.
4. Jurnal Acta Astronautica 139 (2017) Haudi D. Bemeer dan D. Scott
Worrells dengan judul “Conducting Rock Mass Rating for Tunnel
Construction on Mars”. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan
simulasi oleh beberapa tim pengukur, dengan parameter yang diukur
adalah testing uniaxial compressive strength, rock quality designation,
spacing of discontinuities, condition of discontinuities, ground water
discontinuities and orientation discontinuities. Pengukuran dilakukan
dengan bentangan 3 m.
5. Jurnal Bulletin Scientific Contribution, Vol 4 No 1 Januari 2006 Zufialdi
Zakaria dengan judul “Analisis Geomekanika Formasi Halang di Daerah
Struktur Geologi Sekitar Sungai Citaal, Kuningan, Jawa Barat. Metode
penelitian yang digunakan meliputi persiapan, survei lapangan, analisis
geologi struktur, analisis geomekanik, arahan monitoring dan
menejemen, penulisan laporan. Data yang diambil sebanyak 4 (empat)
lokasi singkapan batupasir dengan bentangan scanline sepanjang 13 m.
hasil pengolahan data menunjukkan nilai RMR antara 55-66 dengan
kelas pembobotan kelas III (pemerian sedang), berdasarkan diagram
mawar diketahui arah jurus perlapisan dominan baratdaya-timurlaut,
hampir searah dengan S.
37
6. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan, Vol. 6 No. 1 Maret 2013
Yoszi Mingsi Anaperta dengan judul “Studi Terowongan Jalan Raya
Padang-Solok”. Metode penelitian yang digunakan meliputi system
klasifikasi tanah dengan konsep batu, klasifikasi Laufer dengan konsep
waktu stand-up, klasifikasi Deree dengan konsep RQD, konsep RSR oleh
Wickham, Geomechanics klasifikasi Bieniawski dan system Q oleh
Barton. Hasil dari penelitian berupa stand-up time dengan nilai RMR 43,
span 6 m selama 20 jam atau 1 hari, penyangga yang direkomendasikan
berupa ribs at 1.5, 6H25 ribs on 2 m centres plus concentrate lining dan
spot bolting.
38
2.3 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian, diperlukan kerangka yang menggambarkan sebuah
konsep penyelesaian masalah. Berikut adalah kerangka konseptual yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah penelitian:
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual
Proces
Output
Input
Data primer:
a. Kuat tekan batuan
b. Kondisi discontinue/kekar
c. Jarak discontinue/kekar
d. Kondisi air tanah
e. Sifat fisik batuan
Data sekunder:
a. Sketsa kemajuan lubang tambang seam C1
b. Peta lokasi kegiatan penambangan PT. NAL.
c. Peta geologi PT. NAL
𝑅𝑄𝐷 𝑒− 𝜆 𝜆
a. pengukuran kuat tekan batuan menggunakan alat
point load index.
b. Menghitung jarak kekar.
c. Menghitung RQD
d. Menentukan dan menghitung nilai RMR
menggunakan tabel pembobotan
e. Menganalisa stand-up time menggunakan tabel
stand-up time terhadap roof span dan RMR.
Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam
melakukan penggalian dan penyanggaan lubang
penambangan.
39
Dari kerangka konseptual di atas, dapat dijelaskan proses penyelesaian
masalah dalam penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:
1. Input, yaitu proses pengumpulan data, baik data dari lapangan maupun
data dari perusahaan.
2. Proces, yaitu proses pengolahan data menggunakan rumus-rumus dan
metode yang sesuai dengan masalah penelitian.
3. Output, merupakan hasil yang diharapkan dari pengolahan data yang
dilakukan berupa referensi bagi perusahaan dalam melakukan
penambangan dan pemasangan penyangga.
Variable pengamatan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel,
yaitu kekuatan batuan dan stand-up time, yang mana dua variabel tersebut saling
berhubungan. Data yang diperlukan dalam proses penelitian meliputi data primer
dan data sekunder. Data yang digunakan dalam proses penentuan kuat tekan
batuan didapatkan melalui pengamatan di laboratorium, sedangkan data yang
digunakan untuk perhitungan stand-up time didapatkan melalui pengukuran di
lapangan ditambah dengan hasil uji kuat tekan batuan di laboratorium. Adapun
data yang diukur di lapangan berupa data kekar/diskontinuitas dalam lubang C1-G
yang meliputi data jarak kekar, kondisi kekar beserta keadaan air tanah di dalam
lubang tambang C1-G. Data-data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung
stand-up time lubang tambang C1-G.
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian terapan (applied
research). Menurut Moh. Nazir (2017, hal. 17). Penelitian terapan adalah
penyelidikan yang hati-hati, sistematik dan terus-menerus terhadap suatu masalah
dengan tujuan untuk digunakan dengan segera untuk keperluan tertentu. Hasil
penelitian tidak perlu sebagai penemuan baru, tetapi merupakan aplikasi baru dari
penelitian yang telah ada.
3.4 Lokasi Penelitian
Penelitian ini secara administratif dilakukan di perusahaan tambang
batubara bawah tanah PT. NAL Desa Salak, Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto,
Provinsi Sumatera Barat, wilayah tersebut terletak di sebelah timur laut Kota
Padang dan secara geografis terletak pada 00o 36‟ 45,84‟‟–00
o 37‟ 12,10‟‟ LS dan
100o 45‟ 48,19‟‟ BT–100
o 46‟ 48,20‟‟ BT. Lokasi penelitian dapat ditempuh dari
Kota Padang menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua dengan rute
perjalanan Kota Padang – Solok – Kota Sawahlunto – Kecamatan Talawi – Desa
Salak, dengan waktu tempuh ± 3.5 (tiga setengah jam).
41
Berikut adalah peta kesampaian daerah penambangan PT. NAL:
Gambar 3.1 Peta Kesampaian Daerah PT. NAL
Penelitian ini diawali dengan pengajuan surat permohonan tugas akhir
pada minggu ke dua bulan Mei 2017, kemudian dilanjutkan dengan pra-penelitian
pada minggu ke tiga bulan Mei dan minggu ke tiga bulan Juli 2017. Setelah
selesai melakukan pra-penelitian, selanjutnya dilakukanlah penyusunan proposal
berdasarkan permasalah yang ditemui di lapangan (PT. NAL). Setelah proposal
penelitian disusun dan melalui beberapa kali bimbingan, dilanjutkan dengan
seminar proposal pada bulan September akhir dan pengambilan data pada bulan
November awal.
42
Untuk waktu penelitian yang dilakukan, mulai dari pengajuan tugas
akhir, pengajuan surat bimbingan dan pengajuan surat izin penelitian lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Waktu Penelitian
No Keterangan
Bulan
Mei
(2017)
Juli
(2017)
Agustus
(2017)
September
(2017)
Oktober
(2017)
November
(2017)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan tugas
akhir
2. Pengajukan surat
Pembimbing proposal
3. Mengajukan surat izin
penelitian
4. Pengamatan di
Lapangan
5. Penyusunan Proposal
Penelitian
6. Bimbingan dan
Perbaikan Proposal
7. Seminar Proposal
8. Perbaikan
9. Pengambilan Data di
Lapangan
10 Pengolahan Data
11 Seminar Hasil
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang
diteliti yang mempunyai keterikatan antara satu dengan yang lain. Sesuai dengan
permasalahan yang diteliti maka variabel penelitian meliputi variabel bebas yang
merupakan sebab dan variabel terikat yang merupakan akibat. Variabel bebas
berupa analisa terhadap kuat tekan batuan sedangkan variabel terikat berupa
stand-up time lubang tambang bawah tanah C1-G PT. NAL di Desa Salak,
Kecamatan Talawi, kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.
43
3.5 Data Dan Sumber Data
3.4.1. Data
Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian yaitu melalui pengamatan lubang penambangan C1-G di lokasi
penambangan, meliputi:
a. Data kondisi kekar di sepanjang lubang penambangan.
b. Jarak kekar.
c. Kondisi air tanah di dalam lubang.
d. Data uji kuat tekan batuan yang diperoleh melalui uji PLI.
e. Data lain yang digunakan yaitu data uji sifat fisik batuan di
Laboratorium.
2. Data sekunder
Jenis data ini diperoleh dari profil perusahaan mengenai gambaran umum
perusahaan, Teknik yang digunakan yaitu dengan membaca atau studi
pustaka di perusahaan meliputi:
a. Data profil perusahaan.
b. Data geologi.
c. Data metode penambangan PT. NAL beserta data lain yang
mendukung penelitian.
44
3.4.2. Sumber Data
Sumber data yang penulis dapatkan berupa kuantitatif yang berasal dari
pengukuran langsung dilapangan dan analisa di Laboratorium. Data kuantitatif
merupakan data informasi berupa simbol angka atau bilangan. Data ini didapatkan
melalui pengukuran langsung di lapangan dan pengujian di laboratorium.
3.6 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan dan Pengolahan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.6.1 Prosedur Pengukuran Kekar
1. Pengukuran spasi/jarak kekar
Berikut adalah prosedur pengukuran kekar berdasarkan buku mekanika
batuan Made Astawa Rai dkk 2011 halaman 417:
Sebelum melakukan pemetaan bidang diskontinuitas atau kekar secara
detail, lakukan dahulu pengamatan massa batuan yang hendak dipetakan dari jarak
dekat dan jauh beberapa kali sehingga diperoleh gambaran untuk menentukan
cakupan daerah pemetaan dan pengukuran secara detail.
Pemetaan kekar yang meliputi orientasi dan jarak antar bidang kekar
menggunakan beberapa peralatan, seperti: tali (50 m), palu geologi, kompas
geologi (+ inclometer), meteran (minimum 5 m), scrather, clipboard, pensil (H),
penggaris, tabel RMR, gambar standar skala kekasaran muka bidang kekar, botol
ukur dsb.
45
Pengukuran spasi harus dilakukan sepanjang garis bentangan (scanline)
pada singkapan massa batuan. Karena kekar diukur pada permukaan singkapan
massa batuan maka diperlukan suatu koreksi spasi sebesar cos , dimana adalah
sudut yang dibentuk antara bidang kekar dan bidang permukaan singkapan. Hasil
yang di dapat setelah koreksi adalah jarak kekar yang sesungguhnya.
Berikut adalah sketsa penentuan spasi kekar:
Sumber: Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk., (2011, hal. 421)
Gambar 3.2 Penentuan Spasi Kekar
Adapun prosedur pengukuran kekar adalah sebagai berikut:
a. Pengukuran setinggi mata dari lantai jenjang.
b. Pengukuran jarak kekar dimulai dengan membentangkan tali sepanjang
muka bidang massa batuan (scanline) yang akan diukur.
c. Selanjutnya dengan pita ukur ditentukan posisi kekar–kekar yang
berpotongan dengan garis bentangan tanpa memperhatikan orientasi
setiap kekar.
d. Amati cuaca dan kondisi air permukaan.
46
2. Pengukuran jurus dan arah kemiringan bidang kekar
Prosedur pengukuran arah kemiringan bidang kekar diukur menggunakan
kompas geologi yang dilengkapi klinometer dengan satuan dalam derajat yang
dihitung dari arah utara searah jarum jam, dan dituliskan sebagai angka tiga
desimal, contoh 010° atau 105° (000°–360°). Sedangkan prosedur pengukuran
kemiringan bidang kekar diukur dengan klinometer yang merupakan bagian
kompas geologi dan dituliskan sebagai angka dua desimal, contoh 05° atau 55°
(00°–90°).
Berikut adalah cara penentuan jurus dan arah kemiringan menggunakan
kompas geologi berdasarkan buku Geologi untuk Pertambangan Muhammad
Dahlan B (2015, hal. 154):
a. Mengukur Strike: tempelkan sisi E (east) kompas, rapat sepenuhnya pada
bidang miring (lapisan) dengan posisi kompas mendatar. Geser hingga
gelembung udara dalam nivo kotak masuk ke dalam lingkaran (ingat: sisi
E harus tetap rapat sepenuhnya pada bidang miring). Baca arah azimuth
yang ditunjuk jarum kompas.
b. Mengukur Dip: tempelkan sisi W (west) kompas, tegak lurus terhadap
posisi pengukuran strike pada bidang miring (lapisan) dengan posisi
kompas miring, putar klinometer hingga gelembung udara dalam nivo
tabung berada di tengah. Baca sudut kemiringan pada skala klinometer.
Kemiringan dan arah kemiringan harus ditulis dalam tiga desimal dan
dua desimal yang dipisahkan dengan satu garis miring, contoh N130°E/50°.
Pasangan angka tersebut mewakili satu vektor kemiringan. Setelah orientasi kekar
47
diperoleh dari pengukuran sepanjang tertentu dimuka massa batuan maka
selanjutnya adalah memplot datanya pada software Dips 5.0 untuk mendapatkan
data orientasi dominan kekarnya.
Berikut adalah contoh plot data strike dan dip N130°E/50° menggunakan
software Dips 5.0:
Sumber: Jurnal engineering geology 181, Malaya K Panda dkk, 2014
Gambar 3.3 Plot Data Orientasi Kekar pada Dips 5.0
3.6.2 Kondisi Kekar/Discontinue
1. Kondisi Persistensi/ Panjang Kekar
Persistensi didefinisikan sifat kemenerusan dari bidang-bidang kekar
yang didefinisikan sebagai panjang dari diskontinuitas pada massa batuan
dan dapat diukur panjangnya. Persistensi ditentukan dengan mengamati
dan mengukur panjang dari bidang kekar di massa batuan.
48
Klasifikasi persistensi kekar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. 2
Klasifikasi pembobotan panjang kekar
Parameter Rating
Panjang
Discontinuitas
(Persistense)
< 1 m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m
6 4 2 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
2. Kondisi Kekasaran (Joint Roughness Coefficient-Jrc)
Parameter ini terdiri dari kekasaran permukaan ketidakmenerusan,
pemisahan (jarak antar permukaan), panjang atau kesinambungan
(persistensi), pelapukan batuan dinding dari pada bidang lemah, dan
material pengisi. Kekasaran didefinisikan sebagai tingkat kekasaran
dipermukaan bidang kekar yang berfungsi sebagai pengunci antar blok
atau mencegah pergeseran sepanjang permukaan kekar.
Joint roughness coefficient-JRC menurut Barton & Choubey (1977)
dapat ditentukan dengan memperkirakan secara visual.
49
Sumber : Barton & Choubey, 1977, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk,
(2011, hal 406)
Gambar 3.4 Kondisi Kekasaran Kekar-Joint Roughness Coeffecient Jrc
Kekasaran permukaan bidang kekar juga dapat ditentukan melalui tabel
klasifikasi pembobotan kekasaran diskontinuitas sebagai berikut:
Tabel 3. 3
Klasifikasi pembobotan kekasaran kekar
Parameter Rating
Kekasaran
Diskontinuitas
(roughnes)
Sangat
Kasar
Kasar Sedikit
Kasar
Halus Sliken-
side
6 5 4 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
3. Kondisi Bukaan Aperture Kekar
Pelapukan dinding batuan atau pada permukaan diskontinuitas yang
terbentuk pada batuan oleh ISRM (1981) diklasifikasikan sebagai
berikut:
50
a. Tidak lapuk atau segar. Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan
segar, Kristal terang.
b. Pelapukan ringan. Ketidakmenerusan ternoda atau luntur dan dapat
terisi oleh isian tipis hasil dari alterasi material. Lunturan tadi dapat
meluas dari permukaan ketidakmenerusan sampai ke dalam batuan
dengan jarak sampai 20% dari pada spasi ketidakmenerusan.
c. Pelapukan sedang. Lunturan meluas dari bidang ketidakmenerusan
lebih besar dari 20% dari pada spasi ketidakmenerusan.
Ketidakmenerusan dapat terisi oleh hasil alterasi material. Mungkin
dapat ditemukan batas butiran yang terbuka.
d. Pelapukan kuat. Lunturan meluas melalui batuan dan terdapat bagian
material batuan yang gembur. Tekstur asli batuan tetap terjaga, tetapi
didapatkan pemisahan butiran.
e. Sangat lapuk. Batuan terdekomposisi seluruhnya, dan dalam kondisi
gembur. Kenampakan luar adalah tanah.
Tabel 3.4
Klasifikasi pembobotan Bukaan kekar
Parameter Rating
Bukaan
Diskoniutas - <0.1mm 0.1-1.0
mm
1-5 mm > 5 mm
6 5 4 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
4. Kondisi Isian Kekar
Material pengisi didefinisikan sebagai isian celah antar permukaan
bidang kekar yang umumnya terdiri dari pasir, kalsit, lempung, lanau,
51
breksi, kuarsa dan pyrite. Material pengisi ini akan mempengaruhi kuat
geser bidang kekar. Isian mempunyai dua hal yang berpengaruh yaitu:
a. Tergantung ketebalannya, isian menghambat penguncian yang
diakibatkan kekerasan rekahan.
b. Sifat isian itu sendiri yaitu kuat geser, permeabilitas dan prilaku
deformasi. Sehingga perlu diketahui jenis, ketebalan, kesinambungan
dan hubungan isian satu sama lain.
Berikut adalah klasifikasi parameter isian dalam kekar menurut
Bieniawski dkk:
Tabel 3.5
Klasifikasi pembobotan Isian kekar
Parameter Rating
Material
Pengisi
(Infiling)
Tidak
Ada Keras Lunak
6 5 3 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
5. Kondisi Luahan Kekar
Suatu keadaan struktur yang stabil dalam keadaan kering akan menjadi
tidak stabil bila kandungan airnya meningkat. Pada terowongan atau
lubang bukaan, kondisi kecepatan air tanah dalam liter per menit untuk
setiap 10 meter penggalian perlu diketahui. Cara lain adalah dengan
mengetahui kondisi umum yang dapat dinyatakan sebagai kering,
lembab, basah, menetes dan mengalir (lihat tabel RMR).
52
Untuk klasifikasi kelapukan kekar menurut Bieniawski dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi pembobotan Kelapukan kekar
Parameter Rating
Kelapukan
(weathering)
Tidak
Lapuk
Sedikit
Lapuk
Lapuk Sangat
lapuk
Hancur
6 5 3 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
3.6.3 Uji UCS Point Load Indeks
Uji UCS Point Load Indeks merupakan uji kuat tekan menggunakan alat
Point Load Indeks, Contoh yang digunakan dalam pengujian ini berbentuk
silinder maupun bongkahan batuan. Disarankan berbentuk silinder dengan
diameter 50 mm. Menurut Broch & Franklin (1972) mekanika batuan, Made
Astawa Rai dkk, (2011, hal. 162), indeks point load (Is) suatu contoh batuan dapat
dihitung dengan persamaan:
Untuk diameter contoh batuan yang bukan 50 mm, maka diperlukan
faktor koreksi terhadap persamaannya. Menurut Greminger (1982) mekanika
batuan Made Astawa Rai dkk (2011, hal 162), selang faktor koreksi tergantung
besarnya diameter. Karena diameter ideal adalah 50 mm maka Greminger
menurunkan persamaan sebagai berikut:
3.1
3.2
53
Dengan, (
)
Sehingga telah diperoleh suatu persamaan Point Load Indeks yang telah
dikoreksi sebagai berikut:
(
)
Jika Is = 1 MPa, indeks tersebut tidak memiliki arti. Maka penentuan
kekuatan harus berdasarkan uji UCS, dan menurut Bienawski dengan diameter
contoh 50 mm maka UCS dapat ditentukan melalui:
Uji aksial dan uji bongkah beraturan (irregular lump) menggunakan
diameter ekivalen (De) dalam perhitungan Point Load Indeks yang diturunkan dari
luas penampang minimum.
dan
Sehingga persamaan yang digunakan menjadi:
Dengan, (
)
Keterangan: Is(50) = Point Load Indeks 50 mm (MPa)
P = Beban maksimum contoh pecah (N)
D = Jarak antar konus penekan (mm)
d = Diameter contoh (mm)
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
54
3.6.4 Rock Quality Designation–RQD
RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh dengan panjang
minimum 10 cm dan jumlah potongan inti bor tersebut dengan panjang minimum
2 m, potongan akibat penanganan pemboran harus diabaikan dari inti bor yang
lembek dan tidak baik berbobot RQD = 0 (Bieniawski, 1989) dan perhitungannya
adalah sebagai berikut:
Namun bila bor inti tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak
langsung dengan melakukan pengukuran orientasi dan jarak antar diskontinuitas
pada singkapan batuan. Priest & Hudson (1976) (Mekanika batuan, Made Astawa
Rai dkk, 2011 hal 398) mengajukan sebuah persamaan untuk menentukan RQD
dari data garis bentangan sebagai berikut:
−
Keterangan: = frekuensi diskontinuitas per meter
3.6.5 Rock Mass Rating (RMR) (Bieniawski, 1973)
Rock Mass Rating dapat ditentukan melalui tabel berikut dengan lima
parameter utama dan satu parameter pengontrol yaitu:
1. Kuat tekan batuan utuh (UCS).
2. Rock Quality Designation (RQD).
3. Jarak discontinue/kekar.
4. Kondisi kekar.
3.9
3.10
55
5. Kondisi air tanah.
6. Koreksi dilakukan bila diperlukan untuk orientasi diskontinuitas/
kekar.
Kelima parameter di atas akan dicocokkan dengan tabel RMR, Untuk
klasifikasi dan pembobotan perhitungan RMR di tunjukkan oleh tabel 3.7
sedangkan untuk parameter ke enam (6) dianalisa menggunakan tabel 3.8 sampai
3.10 yang menunjukkan pengaruh orientasi kekar dalam pembuatan terowongan
dan penggalian (Bieniawski, 1989: Fowell & Johnson, 1991). Jumlah bobot yang
didapatkan sebelum di jumlahkan dengan bobot orientasi kekar merupakan nilai
RMRbasic. Sedangkan table 3.11 digunakan untuk menentukan penggalian dan
pemasangan penyangga serta pemilihan jenis penyangga yang direkomendasikan
oleh Bieniawski (1973).
56
Tabel 3.7
Klasifikasi parameter dan pembobotan
Parameter Selang Nilai
1 Kuat
tekan
PLI
(Mpa) >10 10-4 4-2 2-1 Kuat tekan rendah perlu UCS
Batuan
Utuh
UCS
(Mpa) >250 100-250 50-100 25-50 25-5 5-1 <1
Bobot 15 12 7 4 2 1 0
2 RQD (%) 90-100 75-90 50-75 25-50 <25
Bobot 20 17 13 8 3
3 Jarak kekar >2 m 0.6-2 m 0.2-0.6
m
0.06-0.2
m <60 m
Bobot 20 15 10 8 5
Parameter Selang nilai
4 Kondisi kekar
Sangat
kasar,
tidak
menerus,
tidak ada
pemisaha
n, dinding
batu tidak
lapuk
Agak
kasar,
pemisaha
n <1 mm,
dinding
agak
lapuk
Agak
kasar,
pemisaha
n <1 mm,
dinding
sangat
lapuk.
Slickkensided
/tebal gongue
<5 mm, atau
pemisahan 1-
5 mm,
menerus.
Gangue
lunak tebal
>5 mm,
atau
pemisahan
>5 mm,
menerus
Bobot 30 25 20 10 0
5
Air
Tan
ah
Aliran/ 10 m
panjang
terowongan
(lt/min)
None <10 25-10 25-125 >125
Tekanan air
kekar maks
σ1
0 <0.1 0.1-0.2 0.2-0.5 >0.5
Kondisi
umum Kering Lembab Basah Menetes Mengalir
Bobot 15 10 7 4 10
Sumber : Bieniawski, 1973, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal 433)
Untuk menentukan nilai RMRbasic digunakan rumus sebagai berikut:
3.11
57
Tabel 3.8
Pengaruh Orientasi Kekar dalam Pembuatan Terowongan dan Penggalian
(Fowell & Johnson, 1991)
Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan
Jurus tegak lurus sumbu terowongan Jurus paralel sumbu
terowongan
Tidak
tergantung
jurus Galian//kemiringan Galian\\kemiringan
Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip
45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 0º-20º
Sangat
menguntu
ngkan
menguntun
gkan sedang
Tidak
menguntun
gkan
Sangat tidak
menguntung
kan
sedang
Tidak
menguntun
gkan Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk, 2011 hal 436
Tabel 3.9
RMR-B Peubah Bobot Orientasi Kekar
Jurus &
Kemiringan
Orientasi Kekar
Sangat
Menguntung
kan
Menguntun
gkan Sedang
Tidak
Menguntung
kan
Sangat Tidak
Menguntung
kan
Bobot
Terowo
ngan 0 -2 -5 -10 -12
Fondasi 0 -2 -7 -15 -25
Lereng 0 -2 -25 -50 -60 Sumber : Bieniawski, 1989: Fowell & Johnson, 1991, Mekanika Batuan Made Astawa Rai dkk
(2011, hal 436)
Tabel 3.10
RMR-C Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total
Bobot 100-81 80-61 60-41 40-21 <20
No Kelas I II III IV V
Description Batuan
Sangat Baik
Batuan Baik Batuan
Sedang
Batuan
Buruk
Sangat
Buruk Sumber : Bieniawski, 1989: Fowell & Johnson, 1991, Mekanika Batuan Made Astawa Rai dkk
2011, hal 436.
Untuk rekomendasi penggalian dan pemasangan penyangga menurut
Bieniawski (1989) dapat dilihat pada tabel 2.7
58
3.6.6 Stand Up-Time
Stand up-time dapat dicari dengan memasukkan nilai rock mass rating
(RMR) melalui gambar tabel stand-up time berikut:
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 445)
Gambar 3.5 Hubungan Stand-up Time terhadap roof span dan RMR
Cara memasukkan data RMR ke dalam grafik adalah sebagai berikut:
f. tentukan posisi nilai RMR pada grafik (bagian yang melengkung) baik
dari atas maupun bawah.
g. Tarik garis lurus terhadap bidang melengkung (jika plot dari bawah maka
tarik ke atas dan sebaliknya).
h. Tandai (buat titik) pada tengah-tengah garis yang telah ditarik
sebelumnya.
i. Tarik garis lurus dari titik yang telah ditandai ke arah bawah, maka
didapatkanlah nilai stand-up time nya.
j. Tarik dari titik ke sebelah kiri, maka didapatkanlah span nya.
59
3.6.7 Sifat Fisik Batuan
Data sifat fisik batuan dapat ditentukan melalui uji laboratorium dengan
prosedur sebagai berikut:
Penentuan sifat fisik batuan memerlukan peralatan sebagai berikut:
a. Oven yang mampu mempertahankan temperatur pada 105°C untuk selama
24 jam.
b. Wadah contoh yang terbuat dari material tidak korosif dan mempunyai
tutup yang kedap udara.
c. Desikator dengan ukuran secukupnya.
d. Pompa vakum sehingga contoh batuan utuh dapat direndam dengan
tekanan vacum sebesar 800 Pa untuk selama-lamanya satu jam.
e. Wadah secukupnya untuk merendam contoh batuan utuh yang dimasukkan
kedalam wadah berongga dan dapat digantung bebas sehingga berat
contoh batuan utuhnya dapat ditimbang untuk menentukan berat jenuh
terendam air.
f. Timbangan dengan ketepatan sebesar 0.001 % dari berat contoh.
Adapun data yang didapatkan dari uji sifat fisik adalah data berat contoh
asli, berat contoh kering, berat contoh jenuh dan berat contoh jenuh didalam air.
Data tersebut dapat digunakan untuk menghitung data seperti:
11. Bobot isi asli (natural density).
12. Bobot isi kering (dry density).
3.12
3.13
60
13. Bobot isi jenuh (saturated density).
14. Berat jenis semu (apparent specific gravity).
15. Berat jenis sejati (true specific gravity).
16. Kadar air asli (natural water content).
17. Kadar air jenuh (absorption).
18. Derajat kejenuhan.
19. Porositas, n.
20. Void ratio, e.
3.14
3.15
3.16
3.17
3.18
3.19
3.20
3.21
61
3.7 Kerangka Metodologi
Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan penulis dapat dilihat
pada kerangka metodologi berikut;
.
Identifikasi Masalah
1. Terdapat rekahan-rekahan di sekitar lubang tambang C1-G PT. NAL.
2. Terdapat ambrukan-ambrukan batuan di dalam lubang tambang C1-G PT. NAL.
3. Belum adanya analisa mengenai kuat batuan di PT. NAL.
4. Belum adanya perhitungan stand-up time lubang tambang C1-G PT. NAL.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisa berapa kuat tekan batuan penyusun lubang tambang C1-G
PT. NAL.
2. Menanalisa stand-up time lubang tambang C1-G PT. NAL.
ANALISA KEKUATAN BATUAN TERHADAP
STAND-UP TIME LUBANG TAMBANG C1-G
PT. NUSA ALAM LESTARI
SUMATERA BARAT
A
Pengumpulan Data
Data primer
Data primer yang digunakan yaitu
data jarak kekar, kondisi kekar,
kondisi air tanah dan kekuatan batuan
di lubang tambang C1-G PT. NAL
serta data fisat fisik batuan.
Data sekunder
Data sekunder yang digunakan berupa
literatur perusahaan, buku serta jurnal
yang berkaitan dengan penelitian.
62
Gambar 3.3 Kerangka Metodologi
Gambar 3.6 Kerangka Metodologi
Analisa Data
Menggunakan metode Rock Mass Rating system
(RMR) dari Bieniawski 1973
Pengolahan Data
1. Mengukur secara langsung jarak kekar, serta mengamati kondisi kekar dan
kondisi air tanah yang terdapat di dalam lubang tambang C1-G PT. NAL.
2. Pengambilan sampel berupa batulanau dan batubara yang selanjutnya akan di
analisa kuat tekannya menggunakan alat uji kuat tekan Point Load Index.
3. Menghitung klasifikasi batuan menggunakan klasifikasi Rock Mass Rating
System (RMR).
4. Menganalisa Stand Up-Time.
A
Hasil
1. Kekuatan batuan (Strength Intact Rock)
2. Stand-up Time (Curve)
(sebagai pertimbangan bagi perusahaan dalam
melakukan penggalian dan pemasangan
penyanggga)
63
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.4 Pengumpulan Data Primer
4.4.1 Data Laboratorium
Data yang didapatkan dari pengujian laboratorium adalah data uji sifat
fisik batuan (terlampir) dan data uji kuat tekan batuan menggunakan alat
pengujian Point Load Index (PLI). Sampel yang digunakan berupa sampel batuan
yang diambil dari 3 (tiga) titik, setiap titik terdiri dari 3 (tiga) sampel batu. Sampel
batubara diambil di dalam lubang tambang bawah tanah C1-G sedangkan
batupasir dan batulanau diambil di sekitar lubang tambang bawah tanah C1-G
sehingga sampel yang digunakan terdiri dari batubara, batupasir dan batulanau
masing-masing 9 (Sembilan) sampel.
Masing-masing sampel dipotong dan dirapikan secara manual
menggunakan gergaji besi, kecuali sampel batulanau yang dipotong menggunakan
gerinda listrik. Sehingga dihasilkanlah sampel batuan dengan ukuran yang tidak
teratur (irregular).
64
Berikut adalah gambar alat uji kuat tekan batuan:
Gambar 4.1
Alat uji point load index (PLI)
Gambar 4.2
Proses Pemotongan Batu
65
Gambar 4.3
Pengujian Kuat Tekan Batuan
Pengujian dengan alat point load index dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Menyiapkan alat pengujian.
2. Membuka pengunci konus dengan memutar pengunci menggunakan tuas
ke arah kiri.
3. Menurunkan konus dengan menekan bagian bawah konus menggunakan
tuas.
4. Meletakkan batuan yang akan diuji diantara dua konus penekan.
5. Masukkan tuas kedalam lubang pemompaan dan pompa hingga
menyentuh batuan lalu catat jarak antar konus penekan.
6. Mengunci konus dengan memutar pengunci dengan tuas ke arah kanan.
7. Tekan tahan „ZERO’ pada monitor alat hingga menunjukkan angka 0.00
kemudian tekan „PEAK‟ pada monitor alat.
8. Lakukan pemompaan hingga batuan pecah.
9. Baca kuat tekan yang terdapat pada monitor alat.
66
Dari pengujian yang telah dilakuakan, didapatkanlah hasil pengujian
berupa kuat tekan dalam satuan kg/cm2.
Untuk data sifat fisik batuan, data yang diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Uji Sifat Fisik Batuan
No Sampel
Berat Contoh Asli
(Natural density)
(Wn) (g)
Berat Contoh
Dalam Air
(solid) (Ws)
(g)
Berat Contoh
Jenuh Dalam
air (24 jam)
(Ww)
(g)
Berat
Contoh
Kering
(Wo) (g)
1 Batulanau 205.19 135.8 212.7 203.7
2 Batupasir 126.5 87.2 133.5 123.6
3 Batubara 54.5 11.1 55.1 52.4
4.4.2 Data Lapangan
Data yang dikumpukan melalui pengukuran di lapangan berupa data
kekar yang diukur pada scanline sepanjang 20 m, terdiri dari data jarak duga/semu
kekar, isian kekar, kekasaran kekar, bukaan kekar (aperture), dan panjang kekar
(persistensi) serta data strike dan dip. Scanline ini dibentangkan di sekitar lubang
C1-G dan di dalam lubang C1-G. Scanline yang dibentangkan sebanyak 3 kali 20
m, yaitu 20 m pertama untuk batulanau dan 20 m selanjutnya untuk batupasir dan
batubara. Pengukuran kekar di dalam lubang C1-G sangat terbatas karena
dipengaruhi oleh kondisi di dalam lubang C1-G yang gelap dan telah dipasangi
penyangga.
67
Gambar 4.4
Kondisi batubara di dalam lubang C1-G
4.5 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literature
berdasarkan dokumen perusahaan, buku dan jurnal seperti berikut:
1. Peta lokasi penambangan PT. NAL (lamp.2).
2. Sketsa kemajuan lubang tambang C1-G PT. NAL (lamp.3)
3. Peta Geologi PT. NAL (lamp.4)
4.6 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi massa
batuan dari Bieniawski (1973) yang dikenal dengan Rock Mass Rating System
(RMR) ataupun Geomechanics Classification.
68
4.6.1 Rock Mass Rating System (RMR)
4.6.1.1 Uji Kuat Tekan Batuan Point Load Index (PLI)
Uji kuat tekan batuan dilakukan menggunakan alat point load index,
pengujian kuat tekan batuan dibutuhkan untuk menentukan kualitas dari massa
batuan. Dalam pengujian ini disediakan 3 (tiga) jenis sampel berupa batupasir,
batulanau dan batubara masing-masing sebanyak 3 (tiga) buah untuk tiap
sampelnya. Sampel batubara diambil langsung di dalam lubang penambangan C1-
G sedangkan untuk batupasir dan batulanau diambil di sekitar lubang tambang
C1-G PT. NAL.
Dikarenakan katerbatasan ketrampilan dan peralatan yang digunakan saat
pemotongan, hasil pemotongan sampel tidak dapat memenuhi ukuran yang
disarankan yaitu 50 mm. oleh sebab itu, menurut Greminger (1982) (Mekanika
Batuan, Made Astawa Rai dkk, 2011 hal 162) diperlukan faktor koreksi (F).
Berikut adalah gambar dari salah satu sampel yang telah dipotong:
Gambar 4.5
Sampel Batupasir
69
Untuk daftar sampel beserta ukurannya dapat dilihat pada tabel 4.1,
sedangkan untuk gambar dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 8.
Tabel 4.2
Sampel Beserta Ukurannya
No
SAMPEL
L
(cm)
d
(cm)
W1
(cm)
W2
(cm)
W
(cm)
D/W
(cm)
D
(cm)
1 B1 6.500 5.600 5.000 5.000 5.000 1.120 5.600
2 B2 5.600 5.700 5.000 5.200 5.100 1.118 5.700
3 B3 6.600 5.300 5.000 5.400 5.200 1.019 5.300
4 B4 5.700 5.500 5.000 5.000 5.000 1.100 5.500
5 B5 7.000 5.900 7.000 6.500 6.750 0.874 5.900
6 B6 7.700 3.900 5.000 4.700 4.850 0.804 3.900
7 B7 4.800 4.500 5.000 5.200 5.100 0.882 4.500
8 B8 5.200 5.500 8.000 5.000 6.500 0.846 5.500
9 B9 6.200 5.000 5.000 6.000 5.500 0.909 5.000
10 P1 5.900 5.700 5.000 5.000 5.000 1.140 5.700
11 P2 5.700 5.900 5.000 5.200 5.100 1.157 5.900
12 P3 5.900 6.000 5.000 5.100 5.050 1.188 6.000
13 P4 7.000 3.300 6.000 6.000 6.000 0.550 3.300
14 P5 6.300 3.400 5.500 5.200 5.350 0.636 3.400
15 P6 6.000 5.500 5.500 5.700 5.600 0.982 5.500
16 P7 6.000 5.500 6.000 6.000 6.000 0.917 5.500
17 P8 6.600 5.000 5.800 5.700 5.750 0.870 5.000
18 P9 6.500 5.000 6.000 6.000 6.000 0.833 5.000
19 L1 8.000 6.500 6.000 6.300 6.150 1.057 6.500
20 L2 8.200 6.400 6.200 6.600 6.400 1.000 6.400
21 L3 7.700 6.000 6.000 5.900 5.950 1.008 6.000
22 L4 7.000 5.900 5.000 5.500 5.250 1.124 5.900
23 L5 6.500 4.400 4.700 3.600 4.150 1.060 4.400
24 L6 5.500 5.500 6.000 6.300 6.150 0.894 5.500
70
25 L7 6.500 5.000 6.500 6.000 6.250 0.800 5.000
26 L8 8.500 5.400 3.500 5.000 4.250 1.271 5.400
27 L9 8.600 5.000 4.000 5.500 4.750 1.053 5.000
Dari data di atas dapat diketahui bahwa L adalah panjang sampel, d
adalah diameter sampel, W1 adalah lebah sampel bagian bawah, W2 adalah lebar
sampel bagian atas, W adalah rata-rata lebar sampel, D/W adalah luas sampel
sedangkan D adalah jarak antar konus pada alat PLI.
Untuk menentukan faktor koreksi (F) digunakan persamaan menurut
Greminger (1982) seperti pada rumus 3.3, Setelah nilai dari faktor koreksi
didapatkan, selanjutnya masukkan nilai faktor koreksi kedalam persamaan Point
Load Index (PLI) menggunakan rumus 3.7. Dari nilai Point Load Index (PLI)
yang telah didapat, maka dapat dicari nilai kuat tekan batuannya berdasarkan
Unconfined Compressive Strength (UCS), dengan persamaan pada rumus 3.5.
Dari pengolahan data yang telah dilakukan, dapat di lihat nilai UCS rata-
rata dari ke 3 (tiga) jenis sampel pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Nilai UCS Sampel
No Sampel Faktor
Koreksi
(F)
Point
Load
Index
(Is)
UCS
(kg/m2)
Rata-rata
(kg/m2)
Rata-
rata
(Mpa)
1 B1 0.373 2.692 61.927
46.195 4.620
2 B2 0.376 1.160 26.678
3 B3 0.364 0.945 21.744
4 B4 0.370 0.958 22.024
5 B5 0.382 0.663 15.247
6 B6 0.317 3.727 85.713
7 B7 0.338 3.031 69.719
8 B8 0.370 3.126 71.900
9 B9 0.355 1.774 40.807
10 P1 0.376 0.607 13.964 88.353 8.835
71
11 P2 0.382 0.554 12.748
12 P3 0.385 0.419 9.635
13 P4 0.294 6.495 149.390
14 P5 0.298 3.785 87.056
15 P6 0.370 5.111 117.559
16 P7 0.370 5.910 135.936
17 P8 0.355 6.081 139.871
18 P9 0.355 5.609 129.018
19 L1 0.399 4.342 99.872
133.675 13.367
20 L2 0.397 2.734 62.888
21 L3 0.385 7.118 163.724
22 L4 0.382 3.393 78.035
23 L5 0.335 10.861 249.812
24 L6 0.370 6.964 160.170
25 L7 0.355 3.414 78.522
26 L8 0.367 8.126 186.891
27 L9 0.355 5.355 123.158
Dari nilai rata-rata yang didapatkan, dapat diketahui nilai UCS dari
batupasir sebesar 88.353 kg/cm2 atau 8.835 Mpa, batulanau 133.675 kg/cm
2 atau
13.367 Mpa dan batubara sebesar 46.195 kg/cm2 atau 4.620 Mpa. Berdasarkan tabel
pembobotan RMR, nilai UCS untuk ketiga sampel batuan tersebut mempunyai
bobot 1 (satu) dengan deskripsi sangat lemah (very weak) untuk batubara dan
bobot 2 (dua) dengan deskripsi batuan lemah (weak) untuk batupasir dan
batulanau seperti ditunjukkan pada tabel 4.3.
Tabel 4.4
Kekuatan Material Batuan Utuh
Deskripsi Kualitatif UCS (MPa) PLI (MPa) Rating
Sangat kuat sekali
(exceptionallystrong) >250 >10 15
Sangat kuat (very strong) 100-250 4-10 12
Kuat (strong) 50-100 2-4 7
Sedang (average) 25-50 1-2 4
Lemah (weak) 5-25 Penggunaan
UCS lebih
dilanjutkan
2
Sangat lemah (very weak) 1-5 1
Sangat lemah sekali (extremelyweak) <1 0 Sumber:Bieniawski,Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
72
4.6.1.2 Rock Quality Designation (RQD)
RQD adalah parameter yang dapat menunjukkan kualitas massa batuan
sebelum dilakukan penggalian. Parameter ini dikembangkan oleh Deree (1964),
yang mana datanya diperoleh dari pengeboran eksplorasi dalam bentuk inti bor
yang merupakan wakil massa batuan berbentuk silinder.
Bila inti bor tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsung
dengan melakukan pengukuran orientasi dan jarak antar diskontinuitas pada
singkapan batuan dengan membuat suatu garis bentangan (scanline). Untuk
menentukan nilai RQD dari suatu garis bentangan dapat digunakan persamaan
Priest & Hudson (1976) seperti pada rumus 3.10, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada lampiran 6.
Garis bentangan (scanline) pada penelitian ini berukuran 20 m yang
dibentangkan di sekitar lubang penggalian tambang C1-G (sketsa dapat dilihat
pada lamp. 7). Data RQD untuk tiap scanline dapat dilihat pada tabel 4.4. Berikut
adalah dokumentasi pengambilan data kekar di lapangan:
Gambar 4.6
Proses Pengukuran Kekar
73
Tabel 4.5
Kualitas dan Bobot Batuan Berdasarkan Nilai RQD
No Batuan RQD
1 Batupasir (scanline I) 99.6202%
2 Batulanau (scanline II) 99.6844%
3 Batulpasir (scanline III) 88.851%
1. Scanline I (Pasir)
Untuk bobot RQD batupasir dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Kualitas dan Bobot Batupasir Berdasarkan Nilai RQD
RQD % Kualitas Batuan Bobot
< 25 Sangat Jelek (Very Poor) 3
25 - 50 Jelek (Poor) 8
50 - 75 Sedang (fair) 13
75 - 90 Baik (Good) 17
90 - 100 Sangat Baik (Excellent) 20
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
2. Scanline II (Batulanau)
Untuk bobot RQD batulanau dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Kualitas dan Bobot Batulanau Berdasarkan Nilai RQD
RQD % Kualitas Batuan Bobot
< 25 Sangat Jelek (Very Poor) 3
25 - 50 Jelek (Poor) 8
50 - 75 Sedang (fair) 13
75 - 90 Baik (Good) 17
90 - 100 Sangat Baik (Excellent) 20
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
74
3. Scanline III (Batubara)
Untuk bobot RQD batubara dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Kualitas dan Bobot Batubara Berdasarkan Nilai RQD
RQD % Kualitas Batuan Bobot
< 25 Sangat Jelek (Very Poor) 3
25 - 50 Jelek (Poor) 8
50 - 75 Sedang (fair) 13
75 - 90 Baik (Good) 17
90 - 100 Sangat Baik (Excellent) 20
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
Nilai RQD menentukan kualitas dari massa batuan yang dilihat dari
banyaknya diskontinuitas pada tiap satu meter scanline. Semakin tinggi niali
RQD maka semakin baik kualitas massa batuannya.
4.6.1.3 Jarak (spasi) Discontinue/Kekar
Spasi bidang diskontinuitas atau kekar adalah jarak tegak lurus antar
kekar yang dapat dihitung secara langsung di lapangan. Berdasarkan pengukuran
di lapangan menggunakan alat ukur berupa meteran, didapatkan data spasi kekar
seperti pada tabel 4.9.
75
1. Jarak Kekar Scanline Batupasir
Tabel 4.9
Jarak Kekar Scanline Batupasir
No Kekar Jarak
(cm)
1 1 ke 2 110
2 2 ke 3 10
3 3 ke 4 341
4 4 ke 5 62
5 5 ke 6 75
6 6 ke 7 270
7 7 ke 8 53
8 8 ke 9 10
9 9 ke 10 140
RATA-RATA 119
Tabel 4.10
Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)
Deskripsi Spasi kekar
(m) Bobot
Rata-Rata Jarak Antar
Spasi
Sangat lebar
(very wide) >2 20
Lebar (wide) 0,6 – 2 15
Sedang
(moderate) 0,2 - 0,6 10
Rapat (close) 0,006 - 0,2 8
Sangat rapat
(very close) <0,006 5
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011, hal. 433)
76
2. Jarak Kekar Scanline Batulanau
Tabel 4.11
Jarak Kekar Scanline Batulanau
No Kekar Jarak
(cm)
1 1 ke 2 70
2 2 ke 3 55
3 3 ke 4 46
4 4 ke 5 55
5 5 ke 6 67
6 6 ke 7 50
7 7 ke 8 313
8 8 ke 9 283
9 9 ke 10 150
10 10 ke 11 900
Rata-rata 198.9
Tabel 4.12
Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)
Deskripsi Spasi kekar
(m) Bobot
Rata-Rata Jarak Antar
Spasi
Sangat lebar
(very wide) >2 20
1.989 m
Lebar (wide) 0,6 – 2 15
Sedang
(moderate) 0,2 - 0,6 10
Rapat (close) 0,006 - 0,2 8
Sangat rapat
(very close) <0,006 5
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011, hal. 433)
77
3. Jarak Kekar Scanline Batubara
Tabel 4.13
Jarak Kekar Scanline Batubara
No Kekar Jarak
(cm) No Kekar
Jarak
(cm)
1 1 ke 2 20 14 14 ke 15 130
2 2 ke 3 82 15 15 ke 16 70
3 3 ke 4 25 16 16 ke 17 15
4 4 ke 5 10 17 17 ke 18 95
5 5 ke 6 5 18 18 ke 19 88
6 6 ke 7 80 19 19 ke 20 50
7 7 ke 8 85 20 20 ke 21 100
8 8 ke 9 100 21 21 ke 22 35
9 9 ke 10 30 22 22 ke 23 47
10 10 ke 11 88 23 23 ke 24 370
11 11 ke 12 90 24 24 ke 25 50
12 12 ke 13 82 25 25 ke 26 30
13 13 ke 14 25 26 26 ke 27 28
Rata-rata 70.38
Tabel 4.14
Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)
Deskripsi Spasi kekar
(m) Bobot
Rata-Rata Jarak Antar
Spasi
Sangat lebar
(very wide) >2 20
0.7038 m
Lebar (wide) 0,6 – 2 15
Sedang
(moderate) 0,2 - 0,6 10
Rapat (close) 0,006 - 0,2 8
Sangat rapat
(very close) <0,006 5
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011, hal. 433)
78
4.6.1.4 Kondisi Discontinue/Kekar
Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam kondisi kekar, meliputi
kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah
(separation/aperture), kekasaran kekar (roughness), material pengisi
(infilling/gouge), dan tingkat kelapukan (weathering).
Berdasarkan penelitian di lapangan, didapatkan data kondisi kekar
sebagai berikut:
1. Kekar Batupasir
Tabel 4.15
Kondisi Kekar Lapangan Batupasir
No
persistensi/
kemenerus
an (cm)
aperture/
bukaan
(cm)
isian kekasaran kelapukan seepage
1 80 0.2 tidak ada kasar terurai kering
2 70 0.2 tidak ada kasar terurai kering
3 29 0.1 tidak ada kasar terurai kering
4 70 0.1 tidak ada kasar terurai kering
5 100 0.3 tidak ada kasar terurai kering
6 194 0.3 tidak ada kasar terurai kering
7 47 0.4 tidak ada kasar terurai kering
8 30 0.5 tidak ada kasar terurai kering
9 29 0.5 tidak ada kasar terurai kering
10 44 0.3 tidak ada kasar terurai kering
693 2.9 JUMLAH
69.3 0.29 RATA-RATA
79
2. Kekar Batulanau
Tabel 4.16
Kondisi Lapangan Kekar Batulanau
No
persistensi/
kemenerusan
(cm)
aperture/
bukaan
(cm)
isian kekasaran kelapukan seepage
1 119 0.1 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
2 70 0.2 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
3 76 0.2 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
4 118 0.5 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
5 114 0.1 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
6 47 1.0 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
7 79 0.3 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
8 70 0.2 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk lembab
9 95 0.3 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk basah
10 144 0.5 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
11 200 0.6 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk basah
1132 4 JUMLAH
102.909 0.363 RATA-RATA
80
3. Kekar Batubara
Tabel 4.17
Kondisi Kekar Lapangan Batubara
No
persistensi/
kemenerusan
(cm)
aperture/
bukaan
(cm)
isian kekasaran kelapukan seepage
1 50 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
2 70 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
3 30 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
4 50 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
5 55 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
6 45 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
7 46 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
8 40 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
9 60 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
10 80 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
11 55 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
12 60 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
13 57 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
14 70 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
15 100 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
16 38 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
17 47 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
18 72 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
19 40 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
20 50 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
21 80 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
22 67 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
23 100 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
24 26 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
25 48 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
26 60 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
27 95 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
1591 2.7 JUMLAH
58.925 0.1 RATA-RATA
81
Berikut adalah tabel pembobotan untuk kondisi kekar batupasir
dilapangan:
Tabel 4.18
Total Bobot Kekar Lapangan Batupasir
Parameter Rating Hasil
Rating
Panjang
Discontinuitas
(Persistense)
< 1 m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m
6 6 4 2 1 0
Bukaan
Diskoniutas - <0.1mm 0.1-1.0
mm 1-5 mm > 5 mm
1
6 5 4 1 0
Kekasaran
Diskontinuitas
(roughnes)
Sangat
Kasar Kasar Sedikit
Kasar
Halus Sliken-
side 5
6 5 4 1 0
Material
Pengisi
(Infiling)
Tidak
Ada Keras Lunak
6
6 5 3 1 0
Kelapukan
(weathering)
Tidak
Lapuk
Sedikit
Lapuk
Lapuk Sangat
lapuk Hancur
0
6 5 3 1 0
Jumlah 18
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
82
Untuk bobot untuk kondisi diskontinuitas pada scanline batulanau dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.19
Total Bobot Kondisi Kekar Lapangan Batulanau
Parameter Rating Hasil
Rating
Panjang
Discontinuitas
(Persistense)
< 1 m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m
4 6 4 2 1 0
Bukaan
Diskoniutas - <0.1mm 0.1-1.0
mm 1-5 mm > 5 mm
1
6 5 4 1 0
Kekasaran
Diskontinuitas
(roughnes)
Sangat
Kasar Kasar Sedikit
Kasar
Halus Sliken-
side 5
6 5 4 1 0
Material
Pengisi
(Infiling)
Tidak
Ada Keras Lunak
6
6 5 3 1 0
Kelapukan
(weathering) Tidak
Lapuk
Sedikit
Lapuk
Lapuk Sangat
lapuk
Hancur
6
6 5 3 1 0
Jumlah 22
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
83
Sedangkan bobot untuk kondisi diskontinuitas pada scanline batubara
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.20
Total Bobot Kondisi Kekar Lapangan Batubara
Parameter Rating Hasil
Rating
Panjang
Discontinuitas
(Persistense)
< 1 m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m
6 6 4 2 1 0
Bukaan
Diskoniutas - <0.1mm 0.1-1.0
mm
1-5 mm > 5 mm
4
6 5 4 1 0
Kekasaran
Diskontinuitas
(roughnes)
Sangat
Kasar
Kasar Sedikit
Kasar
Halus Sliken-
side 4
6 5 4 1 0
Material
Pengisi
(Infiling)
Tidak
Ada Keras Lunak
6
6 5 3 1 0
Kelapukan
(weathering)
Tidak
Lapuk
Sedikit
Lapuk Lapuk Sangat
lapuk
Hancur
3
6 5 3 1 0
Jumlah 23
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
4.6.1.5 Kondisi Air Tanah
Berdasarkan penelitian di lapangan, tidak ditemukannya air tanah kecuali
pada tiga buah kekar yang ada pada scanline batulanau. Pada tiga buah kekar
tersebut ditemukan air tanah dengan kondisi lembab dan basah. Sehingga jika
dirata-ratakan, dari seluruh kekar yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa
kondisi rata-rata kekar termasuk kering. Maka dari itu didapatkanlah rating/bobot
untuk kondisi air tanah sebesar 15 untuk batupasir, batulanau dan batubara.
84
Untuk pembobotannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.21
Kondisi Umum Air Tanah di Lapangan
Batupasir Batulanau Batubara
No
kekar
Kondisi
air tanah
No
kekar seepage
No
kekar seepage
No
kekar seepage
1 kering 1 kering 1 kering 15 kering
2 kering 2 kering 2 kering 16 kering
3 kering 3 kering 3 kering 17 kering
4 kering 4 kering 4 kering 18 kering
5 kering 5 kering 5 kering 19 kering
6 kering 6 kering 6 kering 20 kering
7 kering 7 kering 7 kering 21 kering
8 kering 8 lembab 8 kering 22 kering
9 kering 9 lembab 9 kering 23 kering
10 kering 10 kering 10 kering 24 kering
11 lembab 11 kering 25 kering
12 kering 26 kering
13 kering 27 kering
14 kering
Tabel 4.22
Total Bobot Kondisi Umum Air Tanah (Bieniawski, 1989).
Kondisi
Umum
Kering
Lembab Basah
Terdapat
Tetesan Air
Terdapat
Aliran Air
(Flowing)
Aliran/10 m
panjang
terowongan
(liter/menit)
Tidak
ada < 10 10 – 25 25 – 125 > 125
Tekanan air
pada kekar
maks
0 < 0,1 0,1-0,2 0,1-0,2 > 0,5
Rating 15 10 7 4 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
85
4.6.1.6 Orientasi Diskontinuitas
Orientasi (arah dan kemiringan) kekar berdasarkan hasil pengukuran di
lapangan dapat dilihat pada tabel berikut:
1. Scanline batupasir
Tabel 4.23
Nilai Strike dan Dip Kekar Batupasir
Batupasir
No strike dip
1 344 90
2 270 42
3 332 42
4 311 72
5 345 66
6 310 38
7 333 90
8 348 21
9 350 11
10 349 16
Hasil pengukuran orientasi kekar kemudian dianalisa menggunakan
diagram Rosette pada software Dips 5.0, dengan hasil seperti pada gambar
berikut:
Gambar 4.7
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batupasir
86
Tabel 4.24
Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan dan Penggalian
(Fowell & Johnson, 1991)
Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan
Jurus tegak lurus sumbu terowongan Jurus paralel sumbu
terowongan
Tidak
tergantung
jurus Galian//kemiringan Galian\\kemiringan
Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip
45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 0º-20º
Sangat
menguntu
ngkan
menguntun
gkan sedang
Tidak
menguntun
gkan
Sangat tidak
menguntung
kan
sedang
Tidak
menguntun
gkan
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 436)
Tabel 4.25
Peubah Bobot Orientasi Kekar
Orientasi jurus dan
kemiringan kekar
Sangat
mengun
tungkan
Mengun
tungkan
Sedang
Tidak
menguntun
gkan
Sangat
tindak
mengunt
ungkan
pembobotan
terowongan 0 -2 -5 -10 -12
pondasi 0 -2 -2 -15 -25
lereng 0 -5 -25 -50 -60
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011 hal. 436)
Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada
persamaan dibawah ini.
Tabel 4.26
Total Bobot Batupasir Dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot
1 UCS 1
64
2 RQD 20
3 Jarak Antar Kekar 15
4 Kondisi Kekar 18
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -5
87
Tabel 4.27
Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total Rating 100 ← 81 80 ← 61 60 ← 41 40 ← 21 <20
No class I II III IV V
Description Very good
rock Good rock Fair rock Poor rock
Very poor
rock
Sumber : Engineering Rock Mass Classification, Z.T Bieniaswki, 1989 hal 55
2. Scanline batulanau
Tabel 4.28
Nilai Strike dan Dip Kekar Batulanau
Batulanau
No strike dip
1 115 72
2 132 66
3 120 78
4 115 68
5 116 76
6 135 66
7 125 70
8 125 70
9 124 76
10 131 90
11 123 90
Untuk hasil pengolahan data dari orientasi kekar pada scanline batulanau,
dapat dilihat pada gambar berikut:
88
Gambar 4.8
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batulanau
Tabel 4.29
Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan dan Penggalian
(Fowell & Johnson, 1991)
Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan
Jurus tegak lurus sumbu terowongan Jurus paralel sumbu
terowongan
Tidak
tergantung
jurus Galian//kemiringan Galian\\kemiringan
Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip
45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 0º-20º
Sangat
menguntu
ngkan
menguntun
gkan sedang
Tidak
menguntu
ngkan
Sangat tidak
menguntung
kan
sedang
Tidak
menguntun
gkan
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 436)
Tabel 4.30
Peubah Bobot Orientasi Kekar
Orientasi jurus dan
kemiringan kekar
Sangat
mengun
tungkan
Mengun
tungkan
Sedang
Tidak
menguntun
gkan
Sangat
tindak
mengunt
ungkan
pembobotan
terowongan 0 -2 -5 -10 -12
pondasi 0 -2 -2 -15 -25
lereng 0 -5 -25 -50 -60
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011 hal. 436)
Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada
persamaan dibawah ini.
89
Tabel 4.31
Total Bobot Batulanau dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot
1 UCS 2
62
2 RQD 20
3 Jarak Antar Kekar 15
4 Kondisi Kekar 22
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -10
Tabel 4.32
Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total Rating 100 ← 81 80 ← 61 60 ← 41 40 ← 21 <20
No class I II III IV V
Description Very good
rock Good rock Fair rock Poor rock
Very poor
rock
Sumber : Engineering Rock Mass Classification, Z.T Bieniaswki, 1989 hal 55
3. Scanline batubara
Tabel 4.33
Nilai Strike dan Dip Kekar Batubara
Batubara
No strike dip No strike dip
1 130 60 15 300 65
2 135 70 16 260 75
3 130 55 17 260 68
4 130 50 18 260 38
5 120 52 19 260 44
6 110 70 20 285 50
7 105 47 21 330 40
8 110 60 22 265 60
9 88 50 23 285 75
10 87 60 24 290 60
11 77 63 25 280 65
12 82 80 26 286 65
13 64 80 27 299 70
14 308 43
90
Gambar 4.9
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batubara
Dapat dilihat pada gambar bahwa jurus utama pada diagram rosette di
atas berada antara sedangkan arah dip utama terletak antara
.
Tabel 4.34
Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan Penggalian
(Fowell & Johnson, 1991)
Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan
Jurus tegak lurus sumbu terowongan Jurus paralel sumbu
terowongan
Tidak
tergantung
jurus Galian//kemiringan Galian\\kemiringan
Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip
45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 0º-20º
Sangat
menguntu
ngkan
menguntun
gkan sedang
Tidak
menguntu
ngkan
Sangat tidak
menguntung
kan
sedang
Tidak
menguntun
gkan
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 436)
91
Tabel 4.35
Peubah Bobot Orientasi Kekar
Orientasi jurus dan
kemiringan kekar
Sangat
mengun
tungkan
Mengun
tungkan
Sedang
Tidak
menguntun
gkan
Sangat
tindak
mengunt
ungkan
pembobotan
terowongan 0 -2 -5 -10 -12
pondasi 0 -2 -2 -15 -25
lereng 0 -5 -25 -50 -60
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011 hal. 436)
Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada
persamaan dibawah ini.
Tabel 4.36
Total Bobot Dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot
1 UCS 2
57
2 RQD 17
3 Jarak Antar Kekar 15
4 Kondisi Kekar 23
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -10
Dengan nilai bobot RMR 67, dapat diklasifikasikan kelas massa batuan
berada pada kelas II dengan predikat „Good rock’.
Tabel 4.37
Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total Rating 100 ← 81 80 ← 61 60 ← 41 40 ← 21 <20
No class I II III IV V
Description Very good
rock Good rock Fair rock Poor rock
Very poor
rock
Sumber : Engineering Rock Mass Classification, Z.T Bieniaswki, 1989 hal 55
92
4.6.2 Stand-up Time
Stand-up Time dan span didapatkan dengan memasukkan nilai RMR ke
dalam grafik stand-up time berikut:
Gambar 4.10
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batupasir
Gambar 4.11
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batulanau
93
Gambar 4.12
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batubara
Berikut adalah cara memasukkan nilai RMR yang telah didapat kedalam grafik
stand-up time:
k. Tentukan posisi nilai RMR pada grafik (bagian yang melengkung) baik
dari atas maupun bawah.
l. Tarik garis lurus terhadap bidang melengkung (jika plot dari bawah maka
tarik ke atas dan sebaliknya).
m. Tandai (buat titik) pada tengah-tengah garis yang telah ditarik
sebelumnya.
n. Tarik garis lurus dari titik yang telah ditandai ke arah bawah, maka
didapatkanlah nilai stand-up time nya.
o. Tarik dari titik ke sebelah kiri, maka didapatkanlah span nya.
94
4.6.3 Sifat Fisik Batuan
Berdasarkan persamaan 3.12 hingga 3.21 didapatkanlah nilai berat jenis,
kadar air asli, kandungan air saat jenuh, derajat kejenuhan hingga porositas dari
masing-masing batuan sebagai berikut:
Tabel 4.38
Hasil Pengolahan Sifat Fisik Batuan
Sampel
Berat Jenis
Sejati (true
specific
gravity)
Kadar Air Asli
(natural water
content) %
Kandungan Air
Jenuh
(absorption) %
Derajat
Kejenuhan
%
Porositas, n
%
Batulanau 2.649 0.007 0.044 0.166 0.117
Batupasir 2.670 0.023 0.080 0.293 0.214
Batubara 1.191 0.040 0.052 0.778 0.061
95
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data berdasarkan 6 (enam)
parameter Rock Mass Rating System (RMR) sebagai berikut:
5.1 Rock Mass Rating System (RMR)
5.1.1 Nilai Kuat Tekan Batuan
Berikut adalah hasil uji kuat tekan batuan menggunakan PLI:
Tabel 5.1
Hasil Pengolahan Data UCS Sampel
No Sampel UCS
(kg/m2)
Rata-rata
(kg/m2)
Rata-rata
(Mpa)
Bobot Deskripsi
1 B1 61.927
46.195 4.620 1
Sangat
Lemah
(Very Weak)
2 B2 26.678
3 B3 21.744
4 B4 22.024
5 B5 15.247
6 B6 85.713
7 B7 69.719
8 B8 71.900
9 B9 40.807
10 P1 13.964
88.353 8.835 2 Lemah
(Weak)
11 P2 12.748
12 P3 9.635
13 P4 149.390
14 P5 87.056
15 P6 117.559
16 P7 135.936
17 P8 139.871
18 P9 129.018
96
19 L1 99.872
133.675 13.367 2 Lemah
(Weak)
20 L2 62.888
21 L3 163.724
22 L4 78.035
23 L5 249.812
4 L6 160.170
25 L7 78.522
26 L8 186.891
27 L9 123.158
Dari hasil uji kuat tekan yang telah dilakukan, didapatkan nilai rata-rata
kuat tekan 4.620 Mpa untuk batubara yang dikategorikan sebagai batuan sangat
lemah (very weak), untuk batupasir dan batulanau dikategorikan lemah (weak)
dengan nilai kuat tekan 8.835 Mpa dan 13.367 Mpa. Menurut jurnal teknologi
pertambangan volume 1 Nomor 1 Faisal Akbar dkk 2015 batuan yang termasuk
dalam kondisi sangat jelek (very weak) dengan kuat tekan < 5 Mpa dapat
mengakibatkan terjadinya potensi resiko keruntuhan atap pada area penambangan
yang lebih besar.
Dari hasil pengujian dan analisa data yang dilakukan, dapat dikatakan
bahwa batulanau merupakan batuan yang memiliki nilai kuat tekan paling tinggi
dibandingkan batupasir dan batubara, serta dapat dikatakan bahwa batulanau
memiliki kualitas lebih baik dibandingkan batupasir dan batubara dari segi kuat
tekannya.
97
5.3.1 Nilai RQD
Nilai yang diperlukan selanjutnya adalah nilai RQD yang telah diolah
sebelumnya, sehingga didapatkanlah hasil seperti ditunjukkan pada tabel 5.2 di
bawah ini:
Tabel 5.2
Nilai RQD
No Batuan RQD Bobot Deskripsi
1 Batupasir (scanline I) 99.6202% 20 Sangat Baik
(Excellent) 2 Batulanau (scanline II) 99.6844%
3 Batubara (scanline III) 88.851% 17 Baik (Good)
Nilai RQD dihitung karena kehadiran bidang diskontinuitas/kekar di
dalam massa batuan sering memberi pengaruh buruk pada sifat mekanik batuan.
Berdasarkan nilai rata-rata RQD yang didapat, dapat ditentukan bobot dari nilai
RQD menggunakan tabel 4.5. Nilai RQD yang diperoleh menunjukkan bahwa
massa batupasir dan batulanau memiliki kualitas yang sangat baik (Excellent)
dikarenakan tidak banyaknya diskontinuitas/kekar yang terdapat pada massa
batuan tersebut. Sedangkan untuk nilai RQD massa batubara memiliki kualitas
dibawah batupasir dan batulanau yaitu baik (good) dikarenakan banyaknya
diskontinuitas/kekar yang terdapat pada massa batuannya. Seperti yang terdapat
pada jurnal teknologi pertambangan volume 1 nomor 1 Pandu Wibawa dkk 2016,
dikatakan bahwa nilai RQD untuk masing-masing batuan adalah konglomerat
56.26%, andesit 83.60%, dan basaltic andesit 86.45%. Secara berurutan
berdasarkan RQD kualitas batuan yang baik adalah basaltic andesit, andesit dan
konglomerat. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi nilai RQD maka semakin
baik kauliatas massa batuan.
98
5.3.2 Jarak Kekar
Jarak kekar yang digunkan adalah jarak kekar yang telah dirata-ratakan
dan didapatkan rata-ratanya seperti pada tabel 5.3, jarak rata-rata tersebut apabila
dilihat pada tabel 4.9 berada pada rentang antara 0.6-2.0 m, maka bobot untuk
jarak kekar sebesar 15. Nilai tersebut dikategorikan lebar oleh Bieniawski dan
dikatakan bahwa semakin lebar spasi kekar, maka semakin baik kualitas massa
batuan dikarenakan semakin sedikit jumlah kekar yang ada dalam massa batuan.
Berikut adalah data jarak kekar berdasarkan pengukuran dan perhitungan
yang telah dilakukan:
Tabel 5.3
Jarak Kekar
No Batuan Jarak Kekar Bobot Deskripsi
1 Batupasir (scanline I)
15 Lebar
(Wide) 2 Batulanau (scanline II)
3 Batupasir (scanline III)
Seperti dikutip dari jurnal eksplorium volume 37 no 2 Dhatu Kamajati
dkk 2016 dikatakan bahwa kekar pada massa batuan cenderung akan
memperburuk karakteristik mekanik massa batuan, bergantung pada frekuensi,
jarak, dan orientasi (jurus dan kemiringan) kekar.
5.3.3 Kondisi Discontinue/kekar
Kondisi discontinue/kekar di lapangan ditentukan dengan menggunakan
alat pengukur berupa meteran untuk panjang dan bukaan diskontinuitas/kekar,
sedangkan untuk kekasaran, material pengisi dan kelapukan ditentukan
menggunakan indera penglihatan (mata) dan perasa (kulit).
99
Bobot nilai dari kondisi diskontiniu/kekar yang didapatkan di lapangan
ditentukan bobotnya menggunakan tabel pembobotan dari Bieniawski seperti pada
tabel 4.17 sehingga didapatkanlah hasil sebagai berikut:
Tabel 5.4
Kondisi Kekar Lapangan Batupasir
Parameter Hasil Rating
Panjang
Discontinuitas
(Persistense)
< 1 m 6
Bukaan
Diskoniutas 1-5 mm 1
Kekasaran
Diskontinuitas
(roughnes)
Kasar 5
Material
Pengisi
(Infiling)
Tidak
Ada 6
Kelapukan
(weathering) Hancur 0
Jumlah 18
100
Tabel 5.5
Kondisi Kekar Lapangan Batulanau
Parameter Hasil Rating
Panjang
Discontinuitas
(Persistense)
1-3 m
4 4
Bukaan
Diskoniutas
1-5 mm 1
1
Kekasaran
Diskontinuitas
(roughnes)
Kasar 5
5
Material
Pengisi
(Infiling)
Tidak
Ada 6
6
Kelapukan
(weathering)
Tidak
Lapuk 6
6
Jumlah 22
Tabel 5.6
Kondisi Kekar Lapangan Batubara
Parameter Rating Hasil
Rating
Panjang
Discontinuitas
(Persistense)
< 1 m
6 6
Bukaan
Diskoniutas
0.1-1.0
mm 4
4
Kekasaran
Diskontinuitas
(roughnes)
Sedikit
Kasar 4
4
Material
Pengisi
(Infiling)
Tidak
Ada 6
6
Kelapukan
(weathering)
Lapuk
3
3
Jumlah 23
101
Kemenerusan (persistence) yang merupakan panjang dari kekar,
berdasarkan hasil dari perhitungan yang dilakukan didapatkan nilai panjang rata-
rata kekar kurang dari 1 (satu) meter dengan bobot 6 yang merupakan bobot
tertinggi dari tabel pembobotan panjang kekar. Semakin pendek kemenerusan dari
kekar, maka semakin baik kualitas dari massa batuan yang diukur.
Bukaan kekar diartikan sebagai lebar kekar yang ada. Dari pengukuran
dan perhitungan data yang ada, didapatkan nilai bukaan kekar berada pada rentang
1-5 mm untuk batupasir dan batulanau serta 0.1-1.0 mm untuk batubara, Semakin
besar bukaan kekar, maka semakin buruk kualitas massa batuan yang ada.
Untuk kekasaran pada kekar di lapangan mempunyai predikat kasar,
kekasaran bidang diskontinuitas sangat menentukan kekuatan geser massa batuan,
Dikarenakan kekasaran berfungsi sebagai pengunci permukaan bidang kekar,
yang mana semakin kasar bidang batuan maka semakin kecil kekuatan geser
bidang pada massa batuan, sehingga pergerakan bidang batuan akan berkurang
Selanjutnya yaitu isian (infilling) yang merupakan isian celah antar
permukaan bidang kekar, material pengisi akan mempengaruhi kuat geser bidang
kekar, yang mana tergantung ketebalannya, isian menghambat penguncian yang
diakibatkan kekerasan rekahan. Dari penelitian yang dilakukan, tidak ada isian
diseluruh kekar yang telah diukur dan setelah dicocokkan dengan tabel
pembobotan memiliki bobot 6 yang merupakan bobot tertinggi dari bobot isian
kekar. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa massa batuan dengan kekar tanpa
isian memiliki nilai yang baik.
102
Selain isian, hal lain yang mempengaruhi kuat geser bidang batuan
adalah kelapukan, yang mana semakin lapuk suatu bidang kekar, maka semakin
besar kuat geser pada bidang batuan. Berdasarkan data dilapangan, kondisi bidang
pada kekar terlihat sangat lapuk, lapuk dan tidak lapuk. Saat dicocokkan dengan
tabel pembobotan, didapatkanlah bobot untuk pelapukan sebesar 1, yang mana
merupakan nilai terendah ke dua dari pembobotan pelapukan kekar.
5.3.4 Kondisi Air Tanah
Parameter lain yang berpengaruh selanjutnya adalah kondisi air tanah.
Kondisi air tanah pada terowongan perhitungan besaran masuknya air tanah
dihitung dalam satuan liter per 10 m dari penggalian. Sebagai alternatif, kondisi
umum dapat dinyatakan dalam kering, lembab, basah, menetes dan mengalir
(Made Astawa Rai dkk 2011, hal. 409 dan Z. T Bieniawski 1989, hal. 23 serta
Jurnal eksplorium vol 37 no 2 Dhatu kamajati dkk 2016). Berdasarkan penelitian
di lapangan, kondisi air tanah relatif kering, yang mana untuk predikat air tanah
kering mempunyai bobot 15 yang merupakan bobot tertinggi dari pembobotan
kondisi air tanah. Dari pembobotan tersebut, dapat diketahui bahwa semakin
rendah kandungan air tanah, maka semakin baik kualitas massa batuan.
103
Kondisi air tanah yang ada pada masing-masing kekar sepanjang scanline
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.7
Kondisi Umum Air Tanah di Lapangan
Batupasir Batulanau Batubara
No
kekar seepage
No
kekar seepage
No
kekar seepage
No
kekar seepage
1 kering 1 kering 1 kering 15 kering
2 kering 2 kering 2 kering 16 kering
3 kering 3 kering 3 kering 17 kering
4 kering 4 kering 4 kering 18 kering
5 kering 5 kering 5 kering 19 kering
6 kering 6 kering 6 kering 20 kering
7 kering 7 kering 7 kering 21 kering
8 kering 8 lembab 8 kering 22 kering
9 kering 9 lembab 9 kering 23 kering
10 kering 10 kering 10 kering 24 kering
11 lembab 11 kering 25 kering
12 kering 26 kering
13 kering 27 kering
14 kering
Kondisi umum Kering
Bobot 15
Dari kondisi air tanah masing-masing kekar yang ditunjukkan pada tabel
5.8 dapat disimpulkan bahwa rata-rata kekar memiliki kondisi air tanah yang
kering, sehingga apabila ditentukan bobotnya pada tabel pembobotan, akan
didapatkan bobot sebesar 15 (tabel 5.9). Berdasarkan pengamatan di lapangan,
hanya beberapa kekar yang menunjukkan adanya kandungan air, selebihnya
kering.
104
5.3.5 Orientasi Diskontinuitas
Data kekar yang diperlukan bukan hanya sekedar keadaan fisik saja, akan
tetapi juga diperlukan pengukuran terhadap jurus dan arah kemiringan dari kekar
(strike dan dip), yang mana posisi strike dan dip akan menentukan apakah
penggalian akan menguntungkan, tidak menguntungkan atau sedang. Dari hasil
pengolahan data dan analisa terhadap strike dan dip didapatkan strike bidang
kekar sejajar/paralel dengan sumbu terowongan dengan arah dip searah
penggalian sebesar (berdasarkan kaidah tangan kiri). Maka diperoleh pengaruh
orientasi kekar terhadap penerowongan dengan bobot tertentu.
Orientasi diskontinuitas yang didapatkan dari pengukuran di lapangan
dapat dilihat pada tabel 5.8. Dari data orientasi kekar yang telah didapatkan
berupa data strike dan dip, kemudian dianalisa menggunakan diagram Rosette
pada software Dips 5.0 dan didapatkanlah hasil orientasi kekar seperti pada
gambar 5.1, 5.2 dan 5.3. Terdapat beberapa aturan yang dikemukakan dalam buku
Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal 434), yang mana ada 2 (dua)
kondisi orientasi kekar yaitu tegak lurus sumbu terowongan dan sejajar sumbu
terowongan. Semakin kekar sejajar dengan sumbu terowongan, maka semakin
tidak menguntungkan untuk keamanan terowongan tersebut.
105
Berikut adalah data orientasi kekar berdasarkan pengukuran di lapangan:
Tabel 5.8
Nilai Strike dan Dip Kekar
Kekar Batupasir Kekar Batulanau Kekar Batubara
No strike dip No strike dip No strike dip No strike dip
1 115 72 1 344 90 1 130 60 15 300 65
2 132 66 2 270 42 2 135 70 16 260 75
3 120 78 3 332 42 3 130 55 17 260 68
4 115 68 4 311 72 4 130 50 18 260 38
5 116 76 5 345 66 5 120 52 19 260 44
6 135 66 6 310 38 6 110 70 20 285 50
7 125 70 7 333 90 7 105 47 21 330 40
8 125 70 8 348 21 8 110 60 22 265 60
9 124 76 9 350 11 9 88 50 23 285 75
10 131 90 10 349 16 10 87 60 24 290 60
11 123 90 11 11 77 63 25 280 65
12 82 80 26 286 65
13 64 80 27 299 70
14 308 43
1. Batupasir
Berikut adalah hasil plot orientasi kekar pada batupasir menggunakan
diagram rossete:
Gambar 5.1
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batupasir
106
Dari diagram rosette di atas, dapat dikatakan bahwa orientasi kekar tegak
lurus terhadap terowongan, yang mana strike dominan berada pada rentang 340-
350 dan dip dominan berada pada rentang 70-80. Berdasarkan table 3.8 dan table
3.9, untuk orientasi kekar yang tegak lurus sumbu terowongan berada pada
rentang 45°-90° dan memiliki nilai peubah „sedang‟ dengan bobot penilaian -5
(min lima).
Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 5.9
Bobot Keseluruhan Batupasir dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot Rating No
Class Description
1 UCS 1
64 80-60 II Good rock
2 RQD 20
3 Jarak Antar Kekar 15
4 Kondisi Kekar 18
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -5
Berdasarkan tabel 3.10, dengan nilai RMR 64 maka massa batupasir
berada pada rating 61-80 dengan deskripsi Good Rock dan berada pada kelas
batuan no II.
107
2. Batulanau
Untuk hasil pengolahan data dari orientasi kekar pada scanline batulanau,
dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.2
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batulanau
Pada diagram rosette di atas, dapat dikatakan bahwa orientasi kekar
batulanau „tidak menguntungkan‟ dengan strike dominan berada pada 300°-310°
dan dip dominan berada antara 30°-40°, apabila dilihat pada tabel 3.8 orientasi
kekar tegak lurus sumbu terowongan dan berada pada rentang 20°-35° dengan
nilai peubah „tidak menguntungkan‟ berdasarkan tabel 3.9 maka orientasi kekar
tersebut berbobot -10 (min sepuluh).
108
Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 5.10
Bobot Keseluruhan Batulanau dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot Rating No
Class Description
1 UCS 2
62 80-60 II Good rock
2 RQD 20
3 Jarak Antar Kekar 15
4 Kondisi Kekar 22
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -10
3. Batubara
Untuk hasil pengolahan data dari orientasi kekar pada scanline batulanau,
dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber:Pengolahan Data
Gambar 5.3
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batubara
Dapat dilihat pada gambar bahwa jurus utama pada diagram rosette di
atas berada antara 280°-290° sedangkan arah dip utama terletak antara 10°-20°.
Berdasarkan tabel 3.8 posisi stike parallel sumbu terowongan, sehingga
109
didapatkanlah nilai „sedang‟ dengan bobot berdasarkan tabel 3.9 sebesar -5 (min
lima).
Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 5.11
Bobot Keseluruhan Batubara dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot Rating No
Class Description
1 UCS 2
67 80-60 II Good rock
2 RQD 17
3 Jarak Antar Kekar 15
4 Kondisi Kekar 23
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -5
Berdasarkan tabel 3.10 dengan nilai bobot RMR 67, dapat
diklasifikasikan kelas massa batuan berada pada kelas II dengan deskripsi „Good
rock’.
5.4 Stand-up Time
Dari keseluruhan parameter yang berkaitan dengan RMR, didapatkanlah
bobot total dari penjumlahan RMRbasic dan bobot peubah orientasi kekar. Hasil
tersebut kemudian diplot pada grafik stand-up time, jika ditarik ke bawah maka
didapatkanlah perkiraan batuan lubang tambang C1-G dapat menyangga tekanan
yang diberikan oleh batuan penyusunnya, jika ditarik kesamping, maka
didapatkanlah jarak posisi pemasangan penyangga dari face.
110
Stand-up Time didapatkan dengan memasukkan nilai RMR ke dalam
grafik stand-up time berikut:
Gambar 5.4
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batupasir
Batupasir memiliki nilai RMR 64, setelah dilakukan plot pada grafik
stand-up time, didapatkan nilai sebesar ±2500 jam atau sekitar 3 bulan 12 hari
dengan span 8 m.
111
Gambar 4.20
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batulanau
Batulanau memiliki nilai RMR 62, setelah dilakukan plot pada grafik
stand-up time, didapatkan nilai sebesar ±2000 jam atau sekitar 2 bulan 21 hari
dengan span 7.5 m.
112
Gambar 4.20
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batubara
Batubara memiliki nilai RMR 67, setelah dilakukan plot pada grafik
stand-up time, didapatkan nilai sebesar ±5000 jam atau sekitar 6 bulan 27 hari
dengan span 8 m.
Berikut adalah tabel rekapitulasi data RMR dan Stand-up Time:
Tabel 5.12
Rekapitulasi Pengolahan Data
No Batuan RMR Stand-up Time
1 Batupasir 64 ±2500 jam (3 bulan 12 hari) 8 m span
2 Batulanau 62 ±2000 jam (2 bulan 21 hari) 8 m span
3 Batubara 57 ±5000 jam (6 bulan 27 hari) 8 m span
113
Berdasarkan analisa data yang dilakukan dan dibandingkan dengan
keadaan di lapangan, dapat dipastikan bahwa kekuatan batuan penyusun lubang
tambang C1-G memang lemah, dikarenakan telah banyak terjadi ambrukan
sebelum waktu yang direncanakan, dan dikarenakan belum adanya analisa
mengenai RMR dan stand-up time, analisa pemasangan penyangga dan
penggalian di dalam lubang penambangan PT. NAL hanya memakai asumsi saja.
Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembukaan lubang
penambangan maupun kemajuan penggalian PT. NAL, dapat disarankan
pemakaian nilai RMR terendah sebagai antisipasi keadaan terburuk yang mungkin
terjadi. Akan tetapi, nilai RMR yang didapat sangat dipengaruhi oleh orientasi
kekar yang terbentuk. Seperti halnya batulanau yang memiliki nilai kuat tekan
tertinggi diantara batupasir dan batubara akan tetapi memiliki nilai RMR lebih
rendah dari batupasir karena dipengaruhi oleh orientasi kekar yang yang ada.
Untuk petunjuk penggalian dan penyanggaan berdasarkan nilai RMR dapat diliat
pada tabel 3.11, yaitu dengan kemajuan full face 1-1.5 m dan support 20 m from
face.
Dalam jurnal teknologi informasi dan pendidikan volume 6 nomor 1
Yoszi Mingsi Anaperta 2013 didapatkan nilai RMR dari perhitungan yang
dilakukan sebesar 43 dengan span 20 jam, penyangga yang direkomendasikan
adalah systematic bolts 4 m long spaces 1.5 m, concentrate lining. Sedangkan
dalam jurnal eksplorium volume 37 nomor 2 Dhatu kamajati dkk 2016 didapatkan
analisis dari masing-masing parameter menghasilkan nilai RMR LP1 termasuk ke
dalam kelas IV atau batuan buruk sedangkan LP2 dan LP3 termasuk dalam
114
kategori batuan baik. Korelasi hasil perhitungan RMR dengan kondisi roof span
terowongan Eko-remaja disimpulkan bahwa kondisi batuan pada LP1 berada pada
zona yang membutuhkan penyangga sedangkan LP2 dan LP3 tidak membutuhkan
penyangga, posisi penyangga pada terowongan yang diwakili oleh lokasi
pengamatan pada kedalaman 38 m, 73 m dan 165 m.
5.5 Sifat Fisik Batuan
Sifat fisik batuan perlu diketahui karena sifat fisik batuan sangat
mempengaruhi kualitas dari massa batuan. Berikut adalah hasil perhitungan nilai
sifat fisik batuan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 9.
Tabel 5.13
Hasil Sifat Fisik Batuan
Sampel
Berat Jenis
Sejati (true
specific
gravity)
Kadar Air Asli
(natural water
content) %
Kandungan Air
Jenuh
(absorption) %
Derajat
Kejenuhan
%
Porositas, n
%
Batulanau 2.649 0.007 0.044 0.166 0.117
Batupasir 2.670 0.023 0.080 0.293 0.214
Batubara 1.191 0.040 0.052 0.778 0.061
Semakin tinggi kadar air, menunjukkan bahwa nilai angka pori pada
batuan semakin tinggi, semakin tinggi pula kadar air menunjukkan bahwa tingkat
kejenuhan air pada massa batuan semakin tinggi. Jika nilai derajat kejenuhan
semakin tinggi, maka kuat geser batuan semakin rendah begitu juga sebaliknya.
115
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari pengolahan data yang didapatkan
dari lokasi penambangan PT. NAL tepatnya di sekitar lubang tambang C1-G
dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai kuat tekan batuan penyusun lubang tambang C1-G 4.620 Mpa
untuk batubara (sangat lemah), 8.835 Mpa untuk batupasir (lemah) dan
13.367 Mpa untuk batulanau (lemah). Nilai kuat tekan batuan yang
tergolong lemah akan menyebabkan terjadinya potensi resiko keruntuhan
atap lokasi penambangan yang lebih besar.
2. Berdasarkan analisa menggunakan grafik stand-up time, batupasir
memiliki nilai RMR 64 dengan stand-up time sebesar ±2500 jam atau
sekitar 3 bulan 12 hari, span 8 m. Batulanau memiliki nilai RMR 62,
stand-up time sebesar ±2000 jam atau sekitar 2 bulan 21 hari dengan
span 7.5 m. Batubara memiliki nilai RMR 67, stand-up time sebesar
±5000 jam atau sekitar 6 bulan 27 hari dengan span 8 m. Dengan asumsi
penggunaan nilai RMR terendah yaitu 62 untuk mengantisipasi keadaan
terburuk dari batuan penyususn lubang tambang bawah tanah C1-G PT.
NAL. Untuk petunjuk penggalian dan penyanggaan berdasarkan nilai
RMR menurut Bieniawski (1973) yaitu dengan kemajuan full face 1-1.5
m dan support 20 m from face.
116
1.8 Saran
1. Sebaiknya tidak melakukan penggalian terlalu dalam pada setiap
kemajuan lubang penambangan dengan kondisi batuan yang lemah,
karena akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan yang dapat
menyebabkan meningkatnya resiko keruntuhan atap lokasi penambangan.
2. Penelitian lanjutan pada lubang tambang PT. NAL sangat dianjurkan
karena masih banyak kekurangan-kekurangan dalam pengambilan dan
pengolahan data yang disebabkan oleh kurangnya kemampuan peneliti
dan kondisi lapangan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Beemer, H. D, Worrells D. S. 2017 .Conducting Rock Mass Rating for
tunnel construction on Mars. Astronautica, Juli 2017 : 176-180.
Bieniawski, Z.T, Engineering Rockmass Classification: A Complete Manual
For Engineers And Geologist In Mining, Civil And Petroleum
Engineering, A Wiley-Interscience Publication, Canada, 1989.
Ellisa Tirayoh Dan Arista Muhartanto, 2014. Analisis Struktur Geologi Dan
Penambangan Bawah Tanah Terhadap Propagasi Subsidence Di
Daerah Ertsberg Pt Freeport Indonesia, Papua. Mindagi, Juli 2014: 13-22
Faisal Akbar Tri Erto Putra, Singgih Saptono, Peter Eka Rosadi. 2015. Kajian
Geoteknik Terhadap Rancangan Penambangan Batubara Bawah
Tanah Metode Shortwall Di Cv. Artha Pratama Jaya, Kecamatan
Muara Jawa,Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan
Timur. Teknologi Pertambangan, Maret-Agustus 2015: 37-45.
Galvan, G, Preciado, J, Seron, J. 2014. Correlation Between The Point Load
Index, Is(50), And The Resistance To Unconfined Compression In
Limestone From The Comunidad Valenciana, Spain. Geotechnica,
Februari 2014: 25-35.
Heri Syaeful, Dhatu Kamajati. 2015. Analisis Karakteristik Massa Batuan di
Sektor Lemajung, Kalan, Kalimantan Barat. Eksplorium, Mei 2015:
17-30.
Irwandy Arif, Batubara Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014.
Laubscher, D.H, 1990. A Geomechanics Classification System For The Rating
Of Rock Mass In Mine Design. Mining And Metallurgy, Oktober 1990:
257-273.
Made Astawa Rai, Suseno Kramadibrata.Ridho Kresna Wattimena, Mekanika
Batuan, Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, Institute
Teknologi Bandung, Bandung, 2011.
Moh. Nazir, Metode Penenlitian. Ghalia Indonesia, Bogor, 2017
Muhammad Dahlan B, Geologi Untuk Pertambangan Umum, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2015
Ocsen Gregorius Talinusa, Ruddy Tenda, Winny J. Tamboto. 2014. Pengaruh
Dimensi Benda Uji Terhadap Kuat Tekan Beton. Sipil, November
2014: 334-351.
Sukandarrumidi., Batubara dan Pemanfaatannya, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 2005.
Yoszi Mingsi Anaperta, 2013. Studi Terowongan Jalan Raya Padang-Solok.
Teknologi Informasi dan Pendidikan, Maret 2013: 65-86
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
PETA WIUP PT. NAL
LAMPIRAN II
PETA LOKASI KEGIATAN PENAMBANGAN PT. NAL
LAMPIRAN III
INFO KEMAJUAN LUBANG SEAM C1
LAMPIRAN IV
PETA GEOLOGI PT. NAL SUMATERA BARAT
LAMPIRAN V
KEADAAN BATUAN DI DALAM DAN SEKITAR LUBANG
TAMBANG C1-G
a). rekahan batu disekitar lubang b). batuan di sekitar lubang
CI-G
h). penyangga ambruk dikedalaman 60 m e). keadaan roof di pintu
masuk
LAMPIRAN VI
HASIL PENGUKURAN KEKAR DI LAPANGAN
PERHITUNGAN ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)
1. Scanline I (Pasir)
a. Meter ke 1
−
−
99.532%
b. Meter ke 2
−
−
c. Meter ke 3
−
−
100%
d. Meter ke 4
−
−
100%
e. Meter ke 5
−
−
f. Meter ke 6
−
−
98.248%
g. Meter ke 7
−
−
100%
h. Meter ke 8
−
−
100%
i. Meter ke 9
−
−
99.532%
j. Meter ke 10
−
−
k. Meter ke 11
−
−
99.532%
l. Meter ke 12
−
−
100%
m. Meter ke 13
−
−
100%
n. Meter ke 14
−
−
100%
o. Meter ke 15
−
−
100%
p. Meter ke 16
−
−
100%
q. Meter ke 17
−
−
100%
r. Meter ke 18
−
−
100%
s. Meter ke 19
−
−
100%
t. Meter ke 20
−
−
100%
2. Scanline II (Batulanau)
a. Meter ke 1
−
−
b. Meter ke 2
−
−
c. Meter ke 3
−
−
d. Meter ke 4
−
−
99.532%
e. Meter ke 5
−
−
100%
f. Meter ke 6
−
−
100%
g. Meter ke 7
−
−
99.532%
h. Meter ke 8
−
−
100%
i. Meter ke 9
−
−
100%
j. Meter ke 10
−
−
99.532%
k. Meter ke 11
−
−
99.532%
l. Meter ke 12
−
−
100%
m. Meter ke 13
−
−
100%
n. Meter ke 14
−
−
100%
o. Meter ke 15
−
−
100%
p. Meter ke 16
−
−
100%
q. Meter ke 17
−
−
100%
r. Meter ke 18
−
−
100%
s. Meter ke 19
−
−
100%
t. Meter ke 20
−
−
99.532%
3. Scanline III (Batubara)
a. Meter ke 1
−
−
b. Meter ke 2
−
−
c. Meter ke 3
−
−
d. Meter ke 4
−
−
e. Meter ke 5
−
−
f. Meter ke 6
−
−
99.532%
g. Meter ke 7
−
−
h. Meter ke 8
−
−
99.532%
i. Meter ke 9
−
−
j. Meter ke 10
−
−
k. Meter ke 11
−
−
l. Meter ke 12
−
−
m. Meter ke 13
−
−
n. Meter ke 14
−
−
o. Meter ke 15
−
−
100%
p. Meter ke 16
−
−
100%
q. Meter ke 17
−
−
100%
r. Meter ke 18
−
−
s. Meter ke 19
−
−
t. Meter ke 20
−
−
100%
LAMPIRAN VII
SKETSA KEKAR DI LAPANGAN
LAMPIRAN VIII
HASIL PENGUJIAN KUAT BATUAN
Senin/ 4 Des 2017
PERHITUNGAN KUAT TEKAN BATUAN UTUH (UCS)
1. Sampel 1 (B1)
Diameter sampel (d) = 5.6 cm
Jarak antar konus (D) = 5.6 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 226.14 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
2. Sampel 2 (B2)
Diameter sampel (d) = 5.7 cm
Jarak antar konus (D) = 5.7 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 100.13 kg/m2
a. Faktor koreksi
Penyelesaian:
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
3. Sampel 3 (B3)
Sumber:Dokumentasi
Gambar 3
Hasil Uji Kuat Tekan Sampel 3
Diameter sampel (d) = 5.3 cm
Jarak antar konus (D) = 5.3 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 72.909 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
4. Sampel 10 (B4)
Diameter sampel (d) = 5.5 cm
Jarak antar konus (D) = 5.5 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 78.210 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
5. Sampel 11 (B5)
Diameter sampel (d) = 5.9 cm
Jarak antar konus (D) = 5.9 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 60.367 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
6. Sampel 12 (B6)
Diameter sampel (d) = 3.9 cm
Jarak antar konus (D) = 3.9 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 178.650 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
7. Sampel 13 (B7)
Diameter sampel (d) = 4.5 cm
Jarak antar konus (D) = 4.5 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 181.40 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
8. Sampel 14 (B8)
Diameter sampel (d) = 5.5 cm
Jarak antar konus (D) = 5.5 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 255.30 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
9. Sampel 15 (B9)
Diameter sampel (d) = 5.0 cm
Jarak antar konus (D) = 5.0 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 125.01 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
10. Sampel 4 (P1)
Diameter sampel (d) = 5.7 cm
Jarak antar konus (D) = 5.7 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 52.413 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
11. Sampel 5 (P2)
Diameter sampel (d) = 5.9 cm
Jarak antar konus (D) = 5.9 cm
Beban maksimum contoh pecah(P) = 50.476 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
12. Sampel 6 (P3)
Diameter sampel (d) = 6.0 cm
Jarak antar konus (D) = 6.0 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 39.157 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
13. Sampel 16 (P4)
Diameter sampel (d) = 3.3 cm
Jarak antar konus (D) = 3.3 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 240.34 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
14. Sampel 17 (P5)
Diameter sampel (d) = 3.4 cm
Jarak antar konus (D) = 3.4 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 146.690 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
15. Sampel 18 (P6)
Diameter sampel (d) = 5.5 cm
Jarak antar konus (D) = 5.5 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 417.47 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
16. Sampel 19 (P7)
Diameter sampel (d) = 5.5 cm
Jarak antar konus (D) = 5.5 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 482.73 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
17. Sampel 20 (P8)
Diameter sampel (d) = 5.0 cm
Jarak antar konus (D) = 5.0 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 428.49 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
18. Sampel 21 (P9)
Diameter sampel (d) = 5.0 cm
Jarak antar konus (D) = 5.0 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 395.24 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
19. Sampel 7 (L1)
Diameter sampel (d) = 5.1 cm
Jarak antar konus (D) = 5.1 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 459.48 kg/m2
Penyelesaian:
(
)
(
)
d. Point Load Index (PLI)
e. Unconfined Compressive Strength (UCS)
20. Sampel 8 (L2)
Diameter sampel (d) = 6.4 cm
Jarak antar konus (D) = 6.4 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 282.46 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
cm
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
21. Sampel 9 (L3)
Diameter sampel (d) = 6.0 cm
Jarak antar konus (D) = 6.0 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 665.36 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
22. Sampel 22 (L4)
Diameter sampel (d) = 5.9 cm
Jarak antar konus (D) = 5.9 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 308.97 kg/m2
Penyelesaian:
d. Faktor koreksi
(
)
(
)
e. Point Load Index (PLI)
f. Unconfined Compressive Strength (UCS)
23. Sampel 23 (L5)
Diameter sampel (d) = 4.4 cm
Jarak antar konus (D) = 4.4 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 627.73 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
24. Sampel 24 (L6)
Diameter sampel (d) = 5.5 cm
Jarak antar konus (D) = 5.5 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 568.79 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
25. Sampel 25 (L7)
Diameter sampel (d) = 5.0 cm
Jarak antar konus (D) = 5.0 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 240.55 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
26. Sampel 26 (L8)
Diameter sampel (d) = 5.4 cm
Jarak antar konus (D) = 5.4 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 645.07 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
27. Sampel 27 (L9)
Diameter sampel (d) = 5.0 cm
Jarak antar konus (D) = 5.0 cm
Beban maksimum contoh pecah (P) = 377.29 kg/m2
Penyelesaian:
a. Faktor koreksi
(
)
(
)
b. Point Load Index (PLI)
c. Unconfined Compressive Strength (UCS)
LAMPIRAN IX
HASIL PENGUJIAN SIFAT FISIK BATUAN
TABEL PERHITUNGAN SIFAT FISIK BATUAN
No
Berat contoh
kering (Wo)
(g)
Bobot isi asli
(natural density)
Bobot isi kering
(dry density)
bobot isi jenuh
(saturated
density)
Berat jenis
semu
(apparent
specific
gravity)
berat jenis
sejati (true
specific
gravity)
1 Batulanau 203.7 2.668 2.649 2.766 2.649 2.649
2 Batupasir 123.6 2.732 2.670 2.883 2.670 2.670
3 Batubara 52.4 1.239 1.191 1.252 1.191 1.191
No Kadar air asli
(natural water content)
Kandungan air jenuh
(absorption) Derajat kejenuhan Porositas, n void ratio, e
1 Batulanau 0.007 0.044 0.166 0.117 0.133
2 Batupasir 0.023 0.080 0.293 0.214 0.272
3 Batubara 0.040 0.052 0.778 0.061 0.065
LAMPIRAN 10
DOKUMENTASI
LEMBAR KONSULTASI
Nama : Indah Sulistia Ningsih
NPM : 1310024427056
Program Studi : S1 Teknik Pertambangan
Judul Skripsi : Analisa Kekuatan Batuan Terhadap Stand-Up Time
Lubang Tambang C1-G Pt. Nusa Alam Lestari (PT.NAL)
Sumatera Barat.
No Tanggal Catatan/ Saran/ Perbaikan Paraf
1
2
30 September
2017
4 November
2017
1. Perbaiki tata tulis, cara
pengutipan dan penulisan
sumber.
2. Cek lagi jenis penelitian.
3. Perbaiki daftar pustaka.
4. Perlukah asumsi?
5. Hilangkan analisis sensitivitas
dalam sistematika penulisan.
6. Perbaiki sumber data
menggunakan data kualitatif dan
kuantitatif.
7. Sempurnakan latar belakang
masalah sesuai identifikasi
masalah.
8. Sempurnakan rumusan dan
tujuan penelitian.
9. Cek lagi rumus.
10. Sempurnakan kerangka
konseptual dan diagram alir
penelitian.
11. Lampirkan format pengambilan
data.
1. Sempurnakan secara
keseluruhan.
2. Cek lagi hasil analisa data.
3. Data kondisi kekar pada lapisan
batubara ambil penelitian pada
karakteristik yang sama.
4. Sempurnakan kesimpulan dan
saran.
5. Tambahkan tabel rekapitulasi
hasil analisa data.
3
4
17 November
2017
5 Desember
2017
1. Keseragaman jenis font yang
digunakan.
2. Penjelasan stand-up time minim,
perlu ditambah dengan beberapa
kutipan.
3. Setiap pernyataan yang dikutip,
sumbernya dimasukkan ke dalam
daftar pustaka.
4. Buat ringkasan penelitian
terlebih dahulu dan apa
kaitannya dengan permasalahan
yang akan diteliti.
5. Disarankan menambah sampel
pada beberapa titik pengukuran.
6. Jelaskan hasil plot pada grafik
stand-up time beberapa sampel.
7. Sempurnakan kesimpulan dan
saran.
1. Perbaiki abstrak dengan
memasukkan tujuan penelitian,
proses dan hasil.
2. Perbaiki variabel penelitian
dengan memasukkan variable
bebas dan terikat.
3. Masukkan data sifat fisik batuan
dalam data primer.
4. Sumber data hanya kuantitatif.
5. Tambahkan teknik pengumpulan
data.
6. Hapus perhitungan rata-rata dan
masukkan kedalam tabel
pengolahan data.
7. Tidak ada rumus baru di bab 4.
8. Tidak ada teori di bab 5.
Padang, Desember 2017
Pembimbing I
(Drs. Murad, M.S, M.T)
BIODATA WISUDAWAN/TI
No. Urut : 12
Nama : Indah Sulistia Ningsih
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tgl Lahir : Lubuksanai / 28 Desember
1994
NPM : 1310024427056
Program Studi : S1 Teknik Pertambangan
Tanggal Lulus : 27 Desember 2017
IPK : 3.72
Predikat Lulus : Sangat Memuaskan
Judul Tugas Akhir : Analisa Kuat Tekan Batuan
Terhadap Stand-up Time
Lubang Tambang Bawah
Tanah C1-G PT. NAL
Sawahlunto Sumatera Barat
Dosen
Pembimbing
: 1. Dr. Murad M.S, M.T
2. Eka Rahmatul Aidha,
M.Pd
Asal SMTA : SMAN 1 Mukomuko
Nama Orang Tua : Kasdi
Dami
Alamat / Tlp / Hp : Jl. Lintas Bengkulu, Desa
Lubuksanai2, Kec. XIV Koto,
Kab. Mukomuko, Prov.
Bengkulu / 085766148747
Email : [email protected]