analisa framing pemilihan kepala daerah...

15
Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat Megandaru W. Kawuryan 16 Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah Volume VIII, Edisi 2 ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG PADA TAHUN 2012-2013 DI HARIAN KOMPAS, JURNAL NASIONAL DAN KEDAULATAN RAKYAT Megandaru W Kawuryan 1 Abstract During 32 years Indonesia under Soeharto’s regime (Orde Baru), where the power for politics and government, especially local government is still regulated centrally. At that time, all local government should be obey to central government. What the central government want has to be realized without discussion, including in local head election. In Orde Baru’s regime, there’s no local head is elected by the people. According to Ryaas Rasyid (2007) in local election, local people is no authority and role to determine and choose their local head because military powerfull to do it. If military has interest for placing their personnel, so that local head from civil candidates does not have any chances automatically. After Orde Baru falling, there is idea to local strengthening through local autonomy. One of issues is local head is elected democratically through direct or indirect process. There are many papers and researches about local election from political perspective, law, government and public administration. Different with research above, this research is used communication approach in order to analyze local election issues, especially from political communication. This research will focus on framing local election issues analysis from three mass media, namely Kompas, Jurnal Nasional, and Kedaulatan Rakyat. Framing model that used is from Robert N. Etnamn. Keywords: Democracy, Local Government, Local Election, Framing, Political Communication PENDAHULUAN Enam belas tahun sudah kebijakan Otonomi Daerah yang luas di implementasikan di Indonesia, ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai pemerintahan daerah, namun jika dibedah dengan perspektif sejarah, kebijakan otonomi daerah bukanlah barang baru, otonomi daerah telah menjadi agenda utama yang penting semenjak Republik ini lahir, dari pelacakan BN Marbun (2010:15-16) dalam 70 tahun republik ini berdiri, telah mengalami sembilan (9) kali perubahan perundang-undangan mengatur tentang eksistensi 1 Penulis adalah dosen pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dapat dihubungi melalui email: [email protected]; [email protected]

Upload: phamnhi

Post on 07-Aug-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

16

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG

PADA TAHUN 2012-2013 DI HARIAN KOMPAS, JURNAL NASIONAL

DAN KEDAULATAN RAKYAT

Megandaru W Kawuryan1

Abstract During 32 years Indonesia under Soeharto’s regime (Orde Baru), where the power

for politics and government, especially local government is still regulated centrally.

At that time, all local government should be obey to central government. What the

central government want has to be realized without discussion, including in local

head election.

In Orde Baru’s regime, there’s no local head is elected by the people. According to

Ryaas Rasyid (2007) in local election, local people is no authority and role to

determine and choose their local head because military powerfull to do it. If military

has interest for placing their personnel, so that local head from civil candidates does

not have any chances automatically. After Orde Baru falling, there is idea to local

strengthening through local autonomy. One of issues is local head is elected

democratically through direct or indirect process.

There are many papers and researches about local election from political

perspective, law, government and public administration. Different with research

above, this research is used communication approach in order to analyze local

election issues, especially from political communication. This research will focus on

framing local election issues analysis from three mass media, namely Kompas, Jurnal

Nasional, and Kedaulatan Rakyat. Framing model that used is from Robert N.

Etnamn.

Keywords: Democracy, Local Government, Local Election, Framing, Political

Communication

PENDAHULUAN

Enam belas tahun sudah kebijakan Otonomi Daerah yang luas di

implementasikan di Indonesia, ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 mengenai pemerintahan daerah, namun jika dibedah dengan

perspektif sejarah, kebijakan otonomi daerah bukanlah barang baru, otonomi daerah

telah menjadi agenda utama yang penting semenjak Republik ini lahir, dari pelacakan

BN Marbun (2010:15-16) dalam 70 tahun republik ini berdiri, telah mengalami

sembilan (9) kali perubahan perundang-undangan mengatur tentang eksistensi

1 Penulis adalah dosen pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dapat dihubungi melalui

email: [email protected]; [email protected]

Page 2: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

17

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

otonomi daerah yang termasuk dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah,

kedelapan Undang-Undang Pemerintahan Daerah itu sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957

4. Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2015

Dari ke sembian Undang-Undang Pemerintah Daerah di atas, apabila dilihat

dari rentang waktu sejarah, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 merupakan

Undang-Undang Pemerintah Daerah yang paling lama diterapkan yaitu 25 tahun, hal

ini tentunya tidak lepas dari pemerintahan Orde Baru yang berciri otoriter,

berkepentingan untuk membuat sistem pemerintahan yang sentralistik, dimana pusat

mempunyai kuasa yang sangat besar terhadap daerah, sedangkan daerah cukup

sebagai pelaksana semua kebijakan pemerintah pusat.

Para pendiri republik ini sebenarnya telah menyadari bahwa republik yang

mereka proklamasikan yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

sangat besar, memilki luas sekitar 1.904.569 Km membentang antara Sabang sampai

Merauke, mempunyai 17.504 pulau, dengan berbagai suku bangsa dan bahasa, para

pendiri republik ini sadar bahwa dengan luasnya Indonesia maka tidak mungkin

semuanya diselesaikan oleh pemerintah pusat (Jakarta), perdebatan para pendiri

republik ini kemudian mengerucut dan dituangkan dalam UUD 1945 pasal 18 yang

berbunyi2 “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk

susunan, pemerintahannya, ditetapkan, dengan undang-undang, dengan memandang

dan mengingati dasar permusywaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-

hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”, bila dilihat dalam

penjelasannya menunjukkan bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah

propinsi, dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil, di

daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh

karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

Dari uraian diatas terlihat bagaimana para pendiri bangsanya ini

menempatkan pemerintahan daerah sebagai suatu hal yang sangat penting, sehingga

dimasukkan dalam UUD 1945. Walau sudah ada payung hukum yang jelas mengenai

pengaturan pemerintahan daerah yaitu Pasal 18 UUD 1945, namun dalam

implementasi pelaksanaanya tidak mempunyai kepastian yang jelas, tergantung

situasi dan kondisi politik nasional.

2 UUD 1945 Pasal 18 Asli sebelum di amandemen.

Page 3: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

18

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

Menurut Made Suwandi (2007) jika dibedah secara mendalam delapan (8)

Undang-Undang yang mengatur Pemerintahan Daerah yang telah diterbitkan

semenjak Republik ini berdiri terlihat tarik menarik yang sangat kuat antara

kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, UU No. 1 Tahun 1945

kewenangan pusat lebih dominan, kemudian UU No. 22 Tahun 1948 kewenangan

daerah kembali dominan, untuk UU No 1. Tahun 1957 terlihat kewenangan daerah

tetap dominan, sedangkan Penpres No. 6 Tahun 1959 kembali menarik kewenangan

daerah sehingga pusat dominan, untuk UU No. 18 Tahun 1965 kembali daerah

mempunyai kewenangan yang dominan, UU No. 5 Tahun 1974 terlihat kewenangan

pusat sangat dominan, UU No. 22 Tahun 1999 kewenangan daerah sangat dominan,

dan UU 32 Tahun 2004 kewenangan daerah cukup dominan.

Lebih lanjut menurut Ryaas Rasyid (2002), Afan Gafar (2002), dan Made

Suwandi (2007) inti dari munculnya kebijakan otonomi daerah ini ada dua yaitu:

Pertama. Tujuan politis mendukung proses demokrasi ditingkat lokal, menjadikan

Pemda sebagai instrument pendidikan politik ditingkat lokal untuk mendukung proses

demokratisasi menuju masyarakat madani. Kedua. Tujan adminsitratif yaitu

bagaimana menjadikan Pemda sebagai instrument untuk menciptakan kesejahteraan.

dan menyediakan pelayaanan masyarakat secara efektif efisien dan ekonomis.

Tujuan politis dan tujuan administratif ini harus berjalan beriringan, dua

tujuan ini bagai satu mata uang dengan dua sisi, tujuan politis dapat diibaratkan

sebagai hardware atau rumah yang kokoh bagi kebijakan otonomi daerah yang luas,

sedangkan kebijakan administratif bagaikan software yang harus di-instal (diisi) oleh

program-program yang berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat di daerah,

seperti program pengentasan kemiskinan, pembangunan yang bersifat partisipatoris,

pertumbuhan ekonomi yang pro poor dan sebagainya.

Untuk menciptakan dua tujuan di atas saling sinergis beriringan dengan baik,

maka diperlukan pemimpin daerah yang mampu melakukan implementasi program-

program berpihak kepada rakyat banyak. Maju dan mundurnya suatu daerah salah

satu faktor terpenting adalah pemimpin daerah tersebut.

Secara teoritis menurut Mandica (2008) salah satu bentuk metode yang

diadopsi oleh negara-negara berkembang untuk meningkatkan otonomi politik dan

mendemokratisasikan pemerintahan lokal adalah melalui pemilihan eksekutif seperti

Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota.

Untuk kasus di Indonesia pemilihan kepala daerah dimulai pada tahun 1999

ketika undang-undang pemerintahan daerah nomor 22 tahun 1999 disahkan, pada

awalnya pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD propinsi atau kabupaten dan

kota, namun menurut Mandica (2008) pemilihan kepala daerah tidak langsung ini

menimbulkan empat hal negatif yaitu: 1. Fenomena pengelompokan politik yang

berpusat pada elit-elit local, 2. Munculnya istilah “membeli kucing dalam karung”

untuk menggambarkan eksekutif terpilih tidak dikenal rekam kerjanya, 3. Maraknya

demonstrasi yang berakhir dengan kekerasan, 4. Kuatnya arus tuntutan dari

masyarakat untuk mewujudkan pemilihan langsung dalam pemilihan kepala daerah.

Page 4: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

19

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

Menguatnya tuntutan dari masyarakat untuk melakukan revisi pemilihan

kepala daerah, akhirnya pada tahun 2004 Pemerintah Pusat dan DPR membuat

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang secara yuridis mewadahi pemilihan

kepala daerah secara langsung oleh masyarakat.

Pemilihan kepala daerah langsung atau sering disingat pilkada merupakan

salah satu moment penting yang sering disiarkan oleh media massa baik lokal

maupun nasional. Isu pemilihan kepala daerah langsung ini sering menghiasi berbagai

media massa, namun sayangnya belum banyak penelitian yang mengulas dan meneliti

mengenai pilkada langsung dalam bingkai media massa, kebanyakan penelitian

mengenai pilkada lebih fokus pada aspek politik, pemerintahan, adminsitrasi negara

dan hukum, padahal di media massalah sebenarnya berbagai isu dan informasi

dipertarungkan dan dipertontotan kepada publik. Untuk menambah mozaik ilmiah

mengenai pilkada, maka untuk itu penelitian ini akan mengangkat isu mengenai

framing pilkada di media massa.

Penelitian ini akan mengkaji teks pada tiga surat kabar harian, yaitu dua

harian nasional, dan satu harian daerah. Ketiganya yaitu.

1. Harian Kompas,

2. Harian Kedaulatan Rakyat,

3. Harian Jurnal Nasional.

Alasan pemilihan surat kabar harian sebagai media yang menjadi bahan

penelitian, yaitu pertama surat kabar Kompas sebagai surat kabar harian terkemuka

nasional dengan tiras yang besar, kedua surat kabar Jurnal Nasional sebagai surat

kabar yang mempunyai kedekatan sejarah dengan Partai Demokrat, ketiga surat

kabar Kedaulatan Rakyat sebagai surat kabar daerah tertua yang masih survive dan

leading di daerahnya sampai saat ini.

Penelitian akan dilakukan dalam rentang waktu tahun 2012 sampai tahun

2013. Rentang waktu ini dipilih karena pada tahun ini muncul berbagai isu mengenai

otonomi daerah, seperti isu revisi UU 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah

dan salah satu isu yang menarik dalam revisi UU 32 Tahun 2004 adalah masalah

pemilihan kepala daerah langsung atau tidak langsung.

Dalam penelitian ini Framing model Entman dipilih karena dalam konsep

Entman framing dapat dipakai untuk menggambarkan proses seleksi suatu isu, serta

menonjolkan beberapa aspek tertentu dari suatu realitas oleh media. Lebih lanjut

Entman3 memperkenalkan 4 (empat) elemen penting dalam framing. Empat elemen

itu adalah sebagai berikut.

3 Empat elemen penting dalam framing menurut Entman dalam Journal of Communication (1993:52)

yaitu, pertama Define Problems—determine what a casual agents is doing with what benefit, kedua

Diagnose cause—identify the force creating the problem, ketiga Make moral judgment—evaluate

causal agents and their effects, keempat Treatment Recommendation (suggest remedies)—offer and

justify treatments for the problems and predict their likely effects.

Page 5: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

20

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

Tabel I

Framing Model Entman

1. Define Problems

(Pendefinisian Masalah)

Bagaimana suatu isu dilihat ?, dan sebagai apa

atau sebagai masalah apa suatu isu itu dilihat ?

2. Diagnose Causes

(Perkiraan Sumber

Masalah)

Suatu isu atau peristiwa terjadi disebabkan oleh

apa ?, dan siapa aktor yang dianggap sebagai

penyebab masalah ?

3. Make Moral Judgement

(Membuat Keputusan

Moral)

Nilai-nilai moral apakah yang dipakai untuk

melakukan legitimasi atau malah mendeligitmasi

suatu tindakan ?

4. Treatment

Recommendation

(Menekankan

Penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk

mengatasi suatu masalah ?, cara apa yang harus

dipakai dalam mengatasi suatu masalah/isu.

Permasalahan dan Tujuan Penelitian

Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas, diajukan rumusan masalah sebagai

berikut“Bagaimana frame pemberitaan Harian Kompas, Harian Jurnal Nasional dan

Harian Kedaulatan Rakyat mengenai isu pemilihan kepala daerah”

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengkaji lebih dalam mengenai pemberitaaan pemilihan kepala daerah di harian

Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat.

b. Mendapatkan gambaran framing ketiga media media massa dalam menyiarkan

berita pemilihan kepala daerah langsung.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dibagi dua yakni secara metodologis keilmuan dan

dari sisi praktis studi komunikasi pemerintahan. Secara teoretis dan metodologis

penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan studi

komunikasi, khususnya komunikasi pemerintahan di Indonesia.

Dari sudut pandang praktis studi komunikasi pemerintahan, penelitian ini

menggunaan framing model Robert Etnman, menurut peneliti framing model

Etnman bisa digunakan untuk menggambarkan proses seleksi suatu isu, serta

menonjolkan beberapa aspek tertentu dari suatu realitas di media massa. Dengan

demikian diharapkan penelitian ini akan memberikan gambaran yang nyata terhadap

liputan surat kabar di Indonesia, terutama masalah pemiihan kepala daerah.

Page 6: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

21

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

HASIL PENELITIAN

Menurut Mandica (2008) serta Ricard C. Crook dan James Manor (1998),

salah satu bentuk metode yang diadopsi oleh negara-negara berkembang untuk

meningkatkan otonomi politik, partisipasi politik, transparansi politik, dan

mendemokratisasikan pemerintahan lokal adalah pemilihan eksekutif (gubernur,

bupati dan walikota).

Untuk kasus Indonesia, hal ini telah dimulai sejak diterbitkannya Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut,

kewenangan pemilihan kepala daerah (eksekutif) diberikan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kewenangan untuk memilih kepala daerah oleh

DPRD ini dikenal sebagai pemilihan kepala daerah tidak langsung. Menurut

penelitian dari Mandica (2006) pilkada tidak langsung menimbulkan beberapa

kondisi baru di daerah4. Dengan menguatnya peran DPRD dalam pemilihan kepala

daerah disertai kewenangan DPRD untuk dapat memberhentikan Kepala Daerah (ayat

3 pasal 46, UU No 22 Tahun 1999) banyak menciptakan hubungan yang tidak

harmonis antara DPRD dan Kepala Daerah. Ketegangan sering terjadi antara DPRD

dan Kepala Daerah yang berujung pada pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD5.

Pada tahun 2004 diterbitkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang

baru yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004, dalam UU tersebut, pemilihan kepala daerah

tidak lagi menjadi domain DPRD, namun dilaksanakan secara langsung oleh

masyarakat daerah tersebut. Menurut penelitian Siti Zuhro (2008) dampak dari

pilkada langsung ini menurunkan fungsi dan peran DPRD6.

Isu ini mengemuka sepanjang tahun 2012 dan 2013, bersamaan dengan

usulan perubahan RUU Pilkada. Usulan terhadap perubahan mekanisme pemilihan

Gubernur tersebut mencuat ketika Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri

mengusulkan Rancangan Undang-Undang Pemillihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).

RUU Pilkada merupakan bagian dari revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang di dalamnya mengatur pemilihan

gubernur secara langsung.7 Isu ini berkaitan dengan apakah sebaiknya gubernur

4 Dalam penelitian Mandica (2008) yaitu, pertama fenomena pengelompokan politik yang terpusat

pada elite-elite lokal, kedua eksekutif yang terpilih tidak dikenal rekor kerjanya, ketiga maraknya

demonstrasi oleh masing-masing kandidat yang biasanya berakhir dengan kekerasan, dan keempat

kuatnya arus dari masyarakat untuk mewujudkan pemilihan langsung. 5 Seperti dalam Kasus Kabupaten Sampang, Kota Surabaya, Kabupaten Temanggung 6 Dalam penelitiannya Siti Zuhro (2008:63-65) ditemukan dampak dari pilkada langsung terhadap

eksistensi DPRD yaitu menurunnya peran dan fungsi DPRD, lebih khusus lagi melemahnya chek and

balances DPRD, reposisi peran DPRD menurut UU No 32/2004 telah menimbulkan fenomena

mobocracy, di mana keterlibatan warga dalam proses pembuatan kebijakan politik dijalankan dengan

cara tidak terlembaga sehingga konstestasi politik ditentukan oleh kemampuan untuk memobilisasi

massa dan dukungan politik. 7 Dalam RUU Pilkada tersebut, Pemerintah mengajukan usulan perubahan sistem pemilihan gubernur

yaitu mengubah sistem pemilihan gubernur secara langsung oleh rakyat menjadi sistem pemilihan

gubernur secara perwakilan oleh DPRD Provinsi. Sementara untuk mekanisme pemilihan bupati/wali

kota tetap secara langsung oleh rakyat. Di samping itu, untuk mekanisme pemilihan wakil kepala

Page 7: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

22

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

dipilih oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) seperti sebelum tahun 2005,

ataukah gubernur tetap dipilih lewat pemilihan (Pilkada). Di kalangan ahli dan politisi

memang terdapat perbedaan pandangan mengenai apakah sebaiknya gubernur dipilih

lewat Pilkada ataukah cukup dipilih oleh DPRD.

Pihak yang setuju dengan pemilihan gubernur secara langsung (lewat

Pilkada) berargumentasi bahwa pilkada langsung untuk kepala daerah adalah amanat

konstitusi. Bentuk negara Indonesia adalah republik sehingga kepala negaranya

disebut presiden.

Selain bentuk negara yang republik, Republik Indonesia juga mengadopsi

bentuk pemerintahan presidensial sehingga presiden sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan dipilih oleh rakyat melalui pemilu. Menurut UUD 1945, tidak hanya

presiden dan wakil presiden yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil, tetapi juga anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan

DPRD kabupaten/kota. Susunan negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan,

tetapi menjamin otonomi seluas-luasnya kepada daerah otonom provinsi dan daerah

otonom kabupaten/kota. Karena presiden selaku kepala negara dan kepala

pemerintahan dipilih melalui pemilu dan karena anggota DPRD provinsi dan anggota

DPRD kabupaten/kota juga dipilih melalui pemilu, kepala daerah otonom provinsi

dan kepala daerah otonom kabupaten/kota juga harus dipilih melalui pemilu (lihat

Surbakti, 2013).

Pemilihan kepala daerah oleh DPRD lebih tepat diterapkan dalam bentuk

pemerintahan parlementer, karena kepala pemerintahan nasional dalam negara seperti

ini juga tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi oleh parlemen. Jika UUD telah

menggariskan keanggotaan DPRD dipilih oleh rakyat melalui pemilu, kepala daerah

sebagai mitra DPRD dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah otonom haruslah juga dipilih rakyat secara langsung

melalui pemilu. Pemilihan gubernur secara langsung juga merupakan pengakuan akan

kedaulatan rakyat, yang mempunyai kedaulatan dalam memilih calon yang

diinginkan. Jikalau ada masalah (seperti gubernur terpilih tidak sesuai harapan), yang

salah bukan pemilihan gubernurnya.

daerah tidak lagi dipilih secara berpasangan dengan kepala daerah, tetapi wakil kepala daerah

diusulkan oleh kepala daerah terpilih dari pegawai negeri sipil. Hal itu untuk menghindari fenomena

“pecah kongsi” yang mengakibatkan tidak efektifnya penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Beberapa usulan perubahan mendasar lainnya yang tercantum dalam RUU Pilkada adalah mencegah

politik dinasti dan politik transaksi, mendukung netralitas birokrasi, efisiensi kampanye, pengaturan

terhadap calon inkumben, dan penyelesaian sengketa pilkada. Secara konstitusional Pasal 18 ayat (4)

UUD 1945 menegaskan, bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Konstitusi secara tegas

tidak mengharuskan Gubernur dipilih secara langsung oleh rakyat, melainkan hanya dipilih secara

demokratis. Rumusan “dipilih secara demokratis” lahir dari perdebatan panjang di Panitia Ad Hoc 1

Badan Pekerja MPR tahun 2000, antara pendapat yang menghendaki kepala daerah dipilih oleh

DPRD dan pendapat lain yang menghendaki dipilih secara langsung oleh rakyat. Namun memang

makna “demokratis” bisa berkonotasi dua, yaitu pertama, bisa dipilih secara langsung oleh rakyat

dan kedua, bisa dipilih oleh DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat (lihat Chakim, 2013).

Page 8: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

23

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

Pihak yang tidak setuju dengan pemilihan gubernur secara langsung juga

mempunyai argumentasi yang kuat. Setidaknya ada dua alasan yang dikemukakan

oleh pihak yang setuju dengan pemilihan gubernur lewat DPRD (lihat Made

Suwandi, 2013). Pertama, yaitu untuk meningkatkan efisiensi anggaran pemilu yang

memiliki biaya sangat tinggi untuk prosedur pemilihan gubernur. Anggaran yang

dibutuhkan untuk setiap pemilihan gubernur langsung oleh rakyat adalah sekitar Rp

70 miliar menjadi Rp 90 miliar atau sekitar US $ 7,5 juta menjadi US $ 10 juta.

Bahkan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi juga menyatakan, bahwa setiap

calon yang ingin menjalankan dalam pemilihan gubernur langsung membutuhkan

setidaknya lebih dari Rp 20 miliar atau sekitar US $ 2 juta. Sementara itu, gaji pokok

gubernur sebesar Rp 8,7 juta per bulan. Kalau mau menjadi seorang gubernur

membutuhkan uang Rp 20 miliar, sementara gaji gubernur sebesar Rp 8,7 juta per

bulan, maka butuh waktu berapa lama untuk mengembalikan uang Rp 20 miliar itu ?

(Kompas, 23 Juli 2010). Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa calon terpilih

akan memanfaatkan kesempatan apa pun untuk mendapatkan kembali uang mereka

yang di keluarkan selama proses kampanye mereka. Kedua, bahwa gubernur hanya

memiliki tingkat otoritas yang rendah. Rendahnya intensitas hubungan antara

gubernur dan masyarakat tidaklah menuntut akuntabilitas yang tinggi dari gubernur

kepada masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah mencatat, bahwa proses pemilihan

langsung akan terlalu mahal untuk pemilihan gubernur karena otoritas mereka hanya

sebagai wakil pemerintah pusat di tingkat daerah.

Bagaimanakah isu pemilihan gubernur secara langsung ini diberitakan oleh

Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat. Grafik menampilkan berita

mengenai isu ini di ketiga surat kabar. Isu ini mendapat alokasi pemberitaan yang

cukup banyak di Kompas dan Jurnal Nasional. Total terdapat 24 berita di Kompas

dan 32 berita di Jurnal Nasional. Sebaliknya, di Kedaulatan Rakyat isu ini tidak

banyak diangkat. Total hanya 8 berita mengenai isu pemilihan gubernur langsung ini

yang diberitakan oleh Kedaulatan Rakyat.

Page 9: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

24

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

Gambar I

Frame Isu Pilkada di Tiga Surat Kabar

Sumber: Hasil olahan penulis

Bagaimana dengan bingkai (frame) berita ketiga suratkabar atas isu

pemilihan gubernur secara langsung ?. Grafik berikut ini memperlihatkan bagaimana

isu pemilihan gubernur secara langsung ini di definisikan oleh ketiga surat kabar

(define problems). Dari grafik ini terlihat ada perbedaan ketiga suratkabar dalam

mendefinisikan isu tersebut. Kompas dan Kedaulatan Rakyat melihat isu pemilihan

gubernur ini dalam konteks hak-hak warga negara. Meskipun biaya pemilihan

langsung mahal, pemilihan langsung harus tetap diselenggarakan untuk menjamin

hak-hak dan kedaulatan rakyat. Dengan pemilihan secara langsung, rakyat bisa

menentukan secara langsung siapa orang yang dipandang tepat dalam memimpin

provinsi. Frame berbeda ditunjukkan oleh suratkabar Jurnal Nasional. Jurnal

Nasional melihat pemilihan gubernnur secara langsung tidak sesuai dengan sistem

pemerintahan presidensiil. Karena gubernur adalah wakil dari pemerintah pusat di

daerah. Sebaiknya gubernur dipilih oleh DPRD atau dipilih oleh presiden.

2432

8

Kompas Jurnal Nasional Kedaulatan Rakyat

Berita mengenai pemilihan gubernur

Total berita mengenai otonomi daerah yang dianalisis

187

123 102

Page 10: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

25

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

Gambar II

Pendefinisian Masalah Pilkada di Tiga Surat kabar

Sumber: hasil olahan penulis

Pasca pilkada langsung, kerap kali diwarnai masalah hubungan antara

bupati/walikota dengan gubernur dan gubernur dengan presiden. Koordinasi antara

presiden-gubernur-walikota/bupati menjadi tidak baik. Gubernur sering kali tidak bisa

mengkoordinasi bupati/wakilota di bawahnya karena kepala daerah tersebut merasa

punya wewenang besar dalam mengurus daerahnya sendiri. Hal yang sama juga

terjadi dengan hubungan antara gubernur dengan presiden. Gubernur kerap

menelurkan kebijakan yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat.

Gubernur juga merasa dipilih secara langsung oleh rakyat sehingga tanggung

jawabnya adalah secara langsung ke rakyat bukan ke pemerintah pusat.

Bagaimana ketiga suratkabar melihat sumber masalah (diagnose causes) dari

persoalan ini ? Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat mempunyai

frame yang berbeda. Jurnal Nasional melihat berbagai masalah tersebut bersumber

dari pemilihan langsung gubernur. Masalah ini bisa diatasi jikalau gubernur tidak

dipilih secara langsung, dan ada ketegasan bahwa gubernur merupakan wakil dari

pemerintah pusat di daerah. Frame yang berbeda ditunjukkan oleh Kompas. Bingkai

Kompas, berbagai masalah mengenai hubungan pusat dan daerah tidak bisa

ditimpakan kesalahan kepada pemilihan langsung. Jika ada kesalahan dan kelemahan,

yang harus dibenahi adalah sistemnya bukan menghilangkah pemilihan langsung itu

62.0%

8.0%

14.0%

0.0%

8.0%

0.0%

8.0%

12.0%

44.0%

6.0%

22.0%

6.0%

2.0%

8.0%

0.0%

0.0%

50.0%

25.0%

25.0%

0.0%

0.0%

Pemilihan langsung sebagai penghormatan hak-hakrakyat

Pemilihan langsung tidak sesuai dengan fungsigubernur sebagau wakil pemerintah pusat

Pemilihan langsung amanat konstitusi

Pemilihan langsung menghambur-hamburkan uang

Pemilihan langsung sebagai akibat dominasi partaidalam politik

Lainnya

Tidak jelas / tidak ada

Kedaulatan Rakyat (N=8) Jurnal Nasional (N=32) Kompas (N=24)

Page 11: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

26

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

sendiri. Relasi yang tidak baik bisa diatasi dengan membangun sistem dan

mekanisme hubungan presiden dan gubernur. Hal yang sama juga ditunjukkan dalam

berita Kedaulatan Rakyat.

Gambar III

Sumber Masalah Pilkada di Tiga Surat kabar

Sumber: hasil olahan penulis

Suratkabar Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat mempunyai

frame (bingkai) yang berbeda dalam melihat isu gubernur dilipilih secara langsung.

Tabel berikut memperlihatkan frame dominan dari ketiga suratkabar, tersebut.

Tabel II

Frame Dominan di Tiga Surat kabar

Isu Pilkada Gubernur

PERANGKAT

FRAMING

Kompas Jurnal Nasional Kedaulatan

Rakyat

Pendefinisian

Masalah

Pemilihan gubernur

secara langsung

Pemilihan gubernur

secara langsung

Pemilihan

gubernur secara

42.0%

8.0%

12.0%

12.0%

8.0%

10.0%

8.0%

12.0%

44.0%

12.0%

12.0%

8.0%

2.0%

10.0%

0.0%

0.0%

0.0%

25.0%

50.0%

25.0%

0.0%

Elit politik

Sistem pemilihan secara langsung

Gubernur tidak merasa bawahan dari presiden

Partai politik merasa sebagai atasan gubernur

Regulasi yang tidak tegas

Lainnya

Tidak jelas / tidak ada

Kedaulatan Rakyat (N=3) Jurnal Nasional (N=16) Kompas (N=17)

Page 12: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

27

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

(Define Problems) adalah wujud

penghormatan

terhadap Kedaulatan

Rakyat dalam memilih

pejabat publik.

tidak sesuai dengan

fungsi gubernur

sebagai wakil

pemerintah pusat

(presiden) di

daerah.

langsung sesuai

dengan sistem

demokrasi.

Sumber Masalah

(Diagnose Cause)

Elite politik.

Masalah yang terjadi

seputar gubernur

(seperti gubernur

tidak tunduk pada

presiden, gubernur

terlibat korupsi,

gubernur tidak

mempunyai kontrol

atas bupati / walikota

dsb) muncul dari elite.

Pilkada tidak bisa

dipersalahkan sebagai

sumber masalah

tersebut.

Pemilihan

langsung.

Pemilihan secara

langsung kerap

membuat gubernur

tidak tunduk

kepada presiden

karena tidak

menganggap

presiden sebagai

“atasan”. Gubernur

lebih tunduk

kepada partai yang

mengusungnya.

Regulasi dan

aturan yang tidak

ketat.

Setelah terpilih

sebagai gubernur,

bukan lagi wakil

partai tetapi wakil

pemerintah pusat.

Keputusan Moral

(Make Moral

Judgement)

Kedaulatan rakyat

adalah hal yang

penting. Demokrasi

memang mahal, tetapi

itu harus ditempuh

untuk menjamin

kedaulatan rakyat.

Perlu diciptakan

model pemilihan

khas Indonesia

yang efesien dan

murah tanpa

mengurangi hak-

hak rakyat.

Dukungan rakyat

harus dibarengi

dengan kesadaran

elite.

Elite harus

bertanggung

jawab.

Penekanan

Penyelesaian

(Treatment

Recommendation)

Pembenahan sistem.

Kelemahan pemilihan

langsung bukan

berarti harus

menghapus sistem

pemilihan langsung.

Pembenahan bisa

dilakukan dengan

perbaikan sistem

Pemilu (seperti

rekruitmen calon), dan

sistem pemiliihan

Gubernur dipilih

lewat DPRD.

Selain bisa

menghemat

anggaran,

pemilihan ini akan

mempertegas

fungsi gubernur

sebagai koordinator

bupati/walikota

sekaligus wakil dari

pemerintah pusat di

Kesadaran elite.

Masalah seputar

pemilihan

gubernur bisa

diatasi dengan

pembenahan

kesadaran dari elit

politik.

Page 13: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

28

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

yang lebih efesien

(seperti Pemilu

serentak) tanpa

menghilangkan esensi

pemilihan langsung.

daerah.

Sumber: hasil olahan penulis

PENUTUP

Pada isu pemilihan kepala daerah ini, dalam kurun waktu 2012 sampai

2013 harian Kompas memberitakan sebanyak 24 item berita, sedangkan harian Jurnal

Nasional menyiaran 32 item berita, dan harian Kedaulatan Rakyat 8 item berita. Dari

data di atas terlihat harian Jurnal Nasional yang paling banyak menyiarkan berita

pilkada kemudian harian Kompas dan yang paling sedikit menyiarkan berita pilkada

adalah harian Kedaulatan Rakyat.

Dari hasil analisis terhadap frame pemberitaan harian Kompas, harian Jurnal

Nasional dan harian Kedaulatan Rakyat mengenai Isu pemilihan kepala daerah

langsung dapat disimpulkan, sebagai berikut. Secara garis besar frame harian Kompas

terlihat kritis terhadap isu pemilihan kepala daerah, sedangkan frame harian Jurnal

Nasional terlihat sejalan dengan kebijakan pemerintahan Presiden SBY dalam isu

pemilihan kepala daerah, sementara frame harian Kedaulatan Rakyat sebagai koran

daerah melihat isu otonomi daerah lebih banyak dalam perspektif lokal (kedaerahan)

yaitu Sultan harus otomatis menjadi Gubernur DIY.

Terlihat bahwa kedekatan kepemilikan dan modal masih cukup kuat dalam

mempengaruhi frame media yang diteliti pada Harian Jurnal Nasional, sedangkan

pada frame harian Kedaulatan Rakyat ketika menyangkut peristiwa yang

berhubungan dengan Kasultanan Yogyakarta terlihat frame Kedaulatan Rakyat tidak

tajam, untuk Frame Kompas terlihat tetap kritis dalam menyiarkan berbagai berita

mengenai pemilihan kepala daerah sepertinya faktor kepemilikan modal terlihat tidak

tampak melakukan intervensi terhadap pemberitaan di Koran Kompas

DAFTAR PUSTAKA

Bhakti, Ikrar Nusa. 2000. Berbagai Faktor Penyebab Jatuhnnya Presiden Soeharto,

dalam Hidayat, Dedy, dkk. 2000. Pers dalam Revolusi Mei Runtuhnya

Sebuah Hegemoni. Jakarta: Gramedia.

Denzin, Norman K and Yvona S. Lincoln (ed). 2011. Handbook of Qualitative

Research. SAGE Publications.

Eriyanto, 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS

_______, 2002. Analisis Framing, Konstruksi Ideologi, dan Politik Media.

Yogyakarta: LKiS.

Hidayat, Dedy, dkk. 2000. Pers dalam Revolusi Mei Runtuhnya Sebuah Hegemoni.

Jakarta: Gramedia.

Page 14: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

29

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

Hoessein, Bhenyamin. 1995. Sentralisasi dan Desentralisasi : Masalah dan Prospek,

Dalam Menelaah Format Politik Orde Baru. Jakarta: PPW-LIPi-Gramedia

Muttalib, M.A. dan Mohd. Akbar Ali Khan. (terj). 2013. Theory of Local Government

(Teori Pemerintahan Lokal). Jakarta: Masyarakat Ilmu Pemerintahan

Indonesia.

Marbun, B.N. 2010. Otonomi Daerah 1945-2010 Proses dan Realita. Jakarta: Sinar

Harapan.

Nordholt, Henk Schulte dan Gerry van Klinken.(ed). (terj). 2014. Politik Lokal di

Indonesia. Jakarta: Pustaka Yayasan Obor Indonesia dan KITLV

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.

Jakarta: Grasindo

Pinckey Triputra. 2000. Isi Media sebagai Produk Interaksi Antaragensi: Kasus

Media Cetak Pada Mei 1998, dalam Hidayat, Dedy, dkk. 2000. Pers dalam

Revolusi Mei Runtuhnya Sebuah Hegemoni. Jakarta: Gramedia.

Rasyid, Ryaas, dkk. 2007. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Rondinelli, A. Dennis and Shabbir Cheema. 2007. Decentralizing Governance

Emerging Concepts and Practices. Brookings Institution Press

Sendjaja, Sasa Djuarsa dan Hendra Harahap. 2000. Proses dan Dinamika

Pemberitaan Televisi pada Mei 1998: Antara Nilai Berita dan Perubahan,

dalam Hidayat, Dedy, dkk. 2000. Pers dalam Revolusi Mei Runtuhnya

Sebuah Hegemoni. Jakarta: Gramedia.

Smith, BC. 1985. The Territorial Dimension of The State. London: Gorge Allen and

Unwin.

Van Dijk, Teun A, 1997. Political Discourse and Political Cognition. Aston

University Press

Jurnal Makalah:

Entman, Robert M. 1993. Framing Toward Clarification of a Fractured Paradigm.

Political Communication. Vol. 43. No. 4

Mandica, Norca. 2008. Dampak Pemilihan Kepala Daerah Pada Proses

Demokratisasi. Jurnal Ilmu Pemerintahan, Masyarakat Ilmu Pemerintahan

Indonesia. Edisi 26, Tahun 2008

Surbakti, Ramlan. 2013. Defisiensi Berbagai Aspek Kebijakan Otonomi Daerah.

Jurnal Ilmu Pemerintahan, Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia. Edisi

43, Tahun 2013

Suwandi, Made. 2004. Pokok-Pokok Pikiran Konsepsi Otonomi Daerah Indonesia

Dalam Mewujudkan Pemerintah Daerah yang Demokratis dan Efisien.

Jakarta: tidak diterbitkan

Wigyosoebroto, Soetandyo. 2010. Satu Abad Desentralisasi di Indonesia. Jurnal

Prisma, Juli 2010.

Page 15: ANALISA FRAMING PEMILIHAN KEPALA DAERAH …upm.pps.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Analisa-Framing...Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Analisa Framing Pemilihan Kepala Daerah Langsung pada Tahun 2012-2013 di

Harian Kompas, Jurnal Nasional dan Kedaulatan Rakyat

Megandaru W. Kawuryan

30

Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah

Volume VIII, Edisi 2

Undang-Undang dan Peraturan

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Laman Internet

www.Kompas.com

www.m.jurnas.com

www.krjogja.com