analisa bencana longsor berdasarkan nilai …

98
TESIS – RG 092999 ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI KERAPATAN VEGETASI MENGGUNAKAN CITRA ASTER DAN LANDSAT 8 (STUDI KASUS : SEKITAR SUNGAI BEDADUNG, KABUPATEN JEMBER) ADNINDYA RIZKA FALAHNSIA 3512 201 905 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Muhammad Taufik PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN GEOINFORMASI JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

TESIS – RG 092999

ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI KERAPATAN VEGETASI MENGGUNAKAN CITRA ASTER DAN LANDSAT 8 (STUDI KASUS : SEKITAR SUNGAI BEDADUNG, KABUPATEN JEMBER) ADNINDYA RIZKA FALAHNSIA 3512 201 905 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Muhammad Taufik PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN GEOINFORMASI JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

Page 2: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

THESIS – RG 092999 LANDSLIDE ANALYSIS BASED ON VEGETATION DENSITY USING IMAGES ASTER AND LANDSAT 8 (CASE STUDY: BEDADUNG RIVER AREA, DISTRICT OF JEMBER) ADNINDYA RIZKA FALAHNSIA 3512 201 905 SUPERVISOR Dr. Ir. Muhammad Taufik MAGISTER PROGRAM GEOINFORMATION EXPERTISE DEPARTMENT OF GEOMATICS FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND PLANNING SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2015

Page 3: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …
Page 4: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

iii

ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI KERAPATAN VEGETASI MENGGUNAKAN CITRA ASTER

DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sekitar Sungai Bedadung, Kabupaten Jember)

Nama Mahasiswa : Adnindya Rizka Falahnsia, ST NRP : 3512201905 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Muhammad Taufik

ABSTRAK

Tanah longsor adalah sebuah bencana yang sering terjadi di beberapa

wilayah di Indonesia. Dampak tanah longsor sangat besar hingga dapat

menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, diperlukan sebuah upaya untuk

mengurangi dampak yang akan ditimbulkan dengan melakukan pemetaan pada

daerah rawan longsor.

Menurut Badan Penanggulan Bencana Daerah kabupaten Jember terdapat 8

dari 31 kecamatan di kabupaten Jember yang rawan bencana longsor, yaitu

kecamatan Panti, Arjasa, Pakusari, Sukorambi, Patrang, Mayang, Bangsalsari dan

Jelbuk.

Dalam penelitian ini digunakan metode skoring dan overlay untuk mengkaji

persebaran bencana longsor di 9 kecamatan, yaitu kecamatan Panti, Arjasa, Pakusari,

Sukorambi, Patrang, Mayang, Bangsalsari, Jelbuk, dan Kalisat, berdasarkan nilai

kerapatan vegetasi menggunakan Indeks Vegetasi Normalized Difference Vegetation

Index (NDVI) dan beberapa parameter longsor lainnya seperti tutupan lahan,

geologi, kemiringan, jenis tanah dan curah hujan.

Berdasarkan hasil klasifikasi menggunakan Indeks Vegetasi NDVI, pada

tahun 2008 terdapat 32.123,79 Ha daerah bervegetasi rapat sedangkan pada tahun

2013 terdapat 55.816,74 Ha daerah dengan vegetasi rapat. Daerah dengan potensi

longsor terdapat di kecamatan Panti, dan daerah dengan kurang berpotensi longsor

terdapat di kecamatan Bangsalsari.

Kata Kunci :Tanah Longsor, Parameter Longsor, ASTER, Landsat 8, Kerapatan

Vegetasi

Page 5: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

iv

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 6: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

v

LANDSLIDE ANALYSIS BASED ON VEGETATION DENSITY USING IMAGES ASTER AND LANDSAT 8

(Case Study: Bedadung River Area, District of Jember)

Name : Adnindya Rizka Falahnsia, ST Register Number : 3512201905 Supervisor : Dr. Ir. Muhammad Taufik

ABSTRACT

Landslides are a frequent disasters in several regions in Indonesia. The impact

was so great that landslides can cause casualties. Therefore, it is necessary an effort

to reduce the impact that would be caused by mapping in areas prone to landslides

According to the Regional Disaster Management Agency district of Jember,

there are 8 of the 31 districts in Jember are prone to landslides, that are subdistricts

Panti, Arjasa, Pakusari, Sukorambi, Patrang, Mayang, Bangsalsari and Jelbuk.

This study used the method of scoring and overlay to assess the distribution of

landslides in 9 subdistricts, Panti, Arjasa, Pakusari, Sukorambi, Patrang, Mayang,

Bangsalsari, Jelbuk, and Kalisat, based on the value of the vegetation density using

Vegetation Index of the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and some

other parameters such as landslides land cover, geology, slope, soil type and

rainfall.

Based on the classification result using Vegetation Index of the NDVI, in 2008

there were 32123.79 Ha dense vegetated areas, while in 2013 there were 55.816,74

Ha area with dense vegetation. There are areas with potential landslides in the

district Panti, and areas with less potential landslides in the district are Bangsalsari.

Keywords: Landslide, landslide parameters, ASTER, Landsat 8, Density Vegetation

Page 7: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

vi

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 8: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tesis yang berjudul “Analisa Bencana Longsor Berdasarkan Nilai Kerapatan Vegetasi Menggunakan Citra Aster dan Landsat 8 (Studi Kasus : Sekitar Sungai Bedadung, Kabupaten Jember)” guna memenuhi persyaratan kelulusan strata II pada Program Magister Jurusan Teknik Geomatika di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Dalam pelaksanaan dan penyusunan Tesis ini telah banyak pihak yang membantu baik moral, material, dan spiritual. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT atas diberi-Nya segala kemudahan, rahmat dan hidayat. 2. Bapak Dr. Ir. M. Taufik selaku dosen pembimbing atas bimbingan, kritik,

saran dan motivasinya. 3. Bapak Dr. Ing. Teguh Hariyanto, MSc selaku Ketua Program Pasca

Sarjana Teknik Geomatika ITS. 4. Seluruh staf pengajar yang telah membimbing dan memberikan materi

perkuliahan kepada penulis. 5. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Jember, Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Karangploso dan Dinas Pertanian Kabupaten Jember atas bantuan data dalam pengerjaan Tesis ini.

6. Bapak dr. Wahju Hartono dan Ibu Wachdieni selaku orang tua yang selalu memotivasi, mendoakan, serta menasihati penulis selama pengerjaan Tesis ini.

7. Adik – adik saya Aulia, Salsa, dan Fiki yang selalu memotivasi dan mendoakan.

8. Teman-teman G11 atas semangat dan perhatiannya. 9. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan Tesis ini. Harapan penulis agar Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan terimakasih.

Surabaya, Nopember 2014

Penulis

Page 9: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

viii

“ Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 10: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………….… i

ABSTRAK ……………………………………………………………………... iii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. vii

DAFTAR ISI ……………………………………………………….....………... ix

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………... xi

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………... xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………..

1.2 Perumusan Masalah …………………………………………………..

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………..

1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………

1.5 Batasan Masalah ……………………………………………………...

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Bencana Tanah Longsor ……………………………………………...

2.2 Jenis - Jenis Tanah Longsor ………………………………………….

2.3 Penyebab Tanah Longsor …………………………………………….

2.4 Indeks Vegetasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) .….

2.5 Metode Skoring …………………………….…………………………

2.6 Penentuan Ancaman Bencana Longsor ………………………………

2.7 Perhitungan Kekuatan Jaring Titik Kontrol .......................................... 2.8 Citra ASTER ………………………………………………………….

2.9 Citra Landsat 8 ………………………….…………………………….

2.10 Penelitian Terdahulu ………………………...........…………….

BAB 3 METODA PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian ……………………………………………………..

3.2 Data dan Peralatan ……………………………………………………

1

2

3

3

3

5

6

9

14

16

16

17

18

19

22

25

25

Page 11: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

x

3.2.1 Data ……………….…………………………………………..

3.2.2 Peralatan ……………………………………….……………...

3.3 Metodologi Penelitian ………………………………………………...

3.3.1 Tahap Penelitian ……………………………………………...

3.3.2 Tahap Pengolahan Data ………………………………………

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil …………………………………………...………………………..

4.1.1 Data Citra ……………………………………………...……...

4.1.2 Koreksi Geometrik …………………………………………...

4.1.2.1 Perhitungan Kekuatan Jaring Titik Kontrol ………………

4.1.2.2 Penentuan Titik Kontrol (GCP) dan Nilai RMS Error ...…

4.1.3 Perhitungan Kerapatan Vegetasi Dengan Algoritma NDVI …....

4.1.4 Curah Hujan …………………………………………………….

4.1.5 Kemiringan Lereng ……………………………………………..

4.1.6 Jenis Batuan (Geologi) …………………………………………

4.1.7 Jenis Tanah ……………………………………………………..

4.1.8 Penggunaan Lahan ……………………………………………...

4.1.9 Overlay .........................................................................................

4.2 Analisa ……………………………………………..…………………...

4.2.1 Skoring ………….......………………………………….….…...

4.2.2 Analisa Kerapatan Vegetasi dengan Tutupan Lahan ................... 4.2.3 Hubungan Kerapatan Vegetasi Terhadap Longsor ……………..

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan …………………………………………………….………

5.2 Saran …………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..

LAMPIRAN

25

26

26

26

27

37

37

38

38

39

40

42

44

45

46

49

52

53

53

60

61

63

63

65

Page 12: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Longsoran Translasi ....………………………………………….… 7

Gambar 2.2 Longsoran Rotasi ………………......……………………………... 7

Gambar 2.3 Pergerakan Blok ……………………......…………………………. 8

Gambar 2.4 Runtuhan Batu ………………………......…………….....………... 8

Gambar 2.5 Rayapan Tanah ………………………......………………………... 9

Gambar 2.6 Aliran Bahan Rombakan ………………………………….......…... 9

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian ………….......…………………………………... 25

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahapan Penelitian Latar Belakang ………….....…..

Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Citra Peta Tutupan Lahan ….....………..

Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Citra Peta Kerapatan Vegetasi …….......

Gambar 3.5 Diagram Alir Pengolahan Citra untuk Peta Rawan Longsor .......…

Gambar 4.1 Citra Aster Daerah Jember RGB 3,2,1 ………….........…………...

Gambar 4.2 Citra Landsat 8 Daerah Jember RGB 4,3,2 Setelah Mozaik …........

Gambar 4.3 Desain Jaring Titik Kontrol Citra Aster Dengan Tanggal

Perekaman 13 Mei 2008 …………...............................……………….

Gambar 4.4 Peta Kerapatan Vegetasi Tahun 2008 ....................................….

Gambar 4.5 Peta Kerapatan Vegetasi Tahun 2013 ……………….…………

Gambar 4.6 Peta Curah Hujan Tahun 2008 …….........…………………………

Gambar 4.7 Peta Curah Hujan Tahun 2013 ………………………....………….

Gambar 4.8 Peta Kelerengan Lereng ………………….……….....…………….

Gambar 4.9 Peta Geologi ……......…………………………………………….

Gambar 4.10 Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian ……………......……………..

Gambar 4.11 Peta Tutupan Lahan Tahun 2008 ……….……...…………………

Gambar 4.12 Peta Tutupan Lahan Tahun 2013 ……………….………………..

Gambar 4.14 Peta Rawan Bencana Longsor Tahun 2008 ………….....………...

Gambar 4.15 Peta Rawan Bencana Longsor Tahun 2013 ....................................

26

28

31

34

37

37

38

41

42

43

44

45

46

49

51

51

52

53

Page 13: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

xii

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 14: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor Curah Hujan ...........………………………………………….… 10

Tabel 2.2 Kemiringan Lereng dan Skor ………………......………..............…... 11

Tabel 2.3 Skor Jenis Tanah …………...…………......…………………………. 11

Tabel 2.4 Jenis Batuan dan Skor …………………......…………….....………... 13

Tabel 2.5 Penggunaan Lahan dan Skor …………….....………………………... 13

Tabel 2.6 Rentang Nilai Tingkat Kerapatan NDVI …………………..........…... 15

Tabel 2.7 Karakteristik Citra ASTER ………….......………................………... 19

Tabel 2.8 Parameter-parameter Orbit Satelit LDCM (Landsat-8) …….........…..

Tabel 2.9 Spesifikasi Kanal-kanal spektral sensor pencitra LDCM (Landsat-8).. Tabel 4.1 Nilai RMS Citra Aster Tahun 2008 …….............................................

Tabel 4.2 Kisaran Tingkat Kerapatan NDVI ……….......................…………...

Tabel 4.3 Jumlah Luasan Berdasarkan Klasifikasi NDVI …………..…....…….

Tabel 4.4 Skor Curah Hujan ….........................................…………..………….

Tabel 4.5 Jumlah Luasan Curah Hujan Tahun 2008 dan 2013 .......................….

Tabel 4.6 Kemiringan Lereng dan Skor ……......................………….…………

Tabel 4.7 Luasan Kemiringan Lereng …….........………........…………………

Tabel 4.8 Jenis Batuan dan Skor ………...............………………....………….

Tabel 4.9 Skor Jenis Tanah ………….............……….……….....…………….

Tabel 4.10 Luasan Jenis Tanah ……......……………….....…………………….

Tabel 4.11 Penggunaan Lahan dan Skor ………..............……......……………..

Tabel 4.12 Luasan Tutupan Lahan ………....................……...…………………

Tabel 4.13 Nilai Total Skor Kumulatif ................................................................ Tabel 4.14 Luas Tingkat Kerawanan ...................................................................

Tabel 4.15 Luas Tingkat Kerawanan Per Kecamatan Tahun 2008 ………..…...

Tabel 4.16 Luas Tingkat Kerawanan Per Kecamatan Tahun 2013 ..................... Tabel 4.17 Data Statistik Kejadian Tanah Longsor Tahun 2008 – 2013 .............

Tabel 4.18 Rician Data Kejadian Tanah Longsor Tahun 2008 – 2013 ................

20

21

40

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

54

54

55

56

57

57

Page 15: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

xiv

Tabel 4.18 Lanjutan .............................................................................................

Tabel 4.18 Lanjutan .............................................................................................

Tabel 4.18 Lanjutan .............................................................................................

58

59

60

Page 16: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Hasil Confusion Matrix

LAMPIRAN 2 Hasil Ground Truth

LAMPIRAN 3 Peta

Page 17: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

xvi

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 18: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap

saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian

material dan imaterial bagi kehidupan masyarakat. Bencana tanah longsor

merupakan salah satu jenis bencana alam yang banyak menimbulkan korban

jiwa dan kerugian material yang sangat besar. Bencana alam tanah longsor

sering terjadi di daerah yang memiliki derajat kemiringan tinggi, yang

diperburuk oleh penataan penggunaan lahan yang tidak sesuai. Tanah longsor

umumnya terjadi pada musim basah dimana terjadi peningkatan curah hujan.

Tanah longsor dapat terjadi secara alamiah jika disebabkan oleh faktor-faktor

alam dan dapat menimbulkan bencana jika merugikan manusia dari aspek

sosial, ekonomi, dan lingkungan. Terjadinya bencana tanah longsor dapat

dipercepat karena dipicu oleh manusia, yaitu adanya perubahan tata guna

lahan yang tidak terkontrol. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk

permukiman, kegiatan ekonomi, atau infrastruktur akibat bertambahnya

jumlah penduduk dapat pula meningkatkan resiko terjadinya tanah longsor

(Kuswaji, dkk. 2006).

Dalam menentukan kawasan tanah longsor membutuhkan paramater

salah satunya adalah peta tutupan lahan. Dalam penelitian ini, peta tutupan

lahan diperoleh dari klasifikasi citra ASTER tahun 2008 dan citra Landsat 8

tahun 2013 karena pada citra Landsat dan ASTER menggambarkan

permukaan bumi yang objektif dan dapat diandalkan. Dengan resolusi spasial

yang relatif tinggi citra Landsat dan ASTER mampu merepresentasikan

permukaan bumi beserta obyek yang menutupi permukaan tersebut.

Salah satu fitur penting lainnya yang dapat diamati di tanah setelah

terjadinya tanah longsor adalah hilangnya vegetasi , dan paparan batuan segar

dan tanah. Perubahan tutupan lahan menyebabkan peningkatan kecerahan

lokal gambar, dan dapat sangat baik direpresentasikan oleh Normalized

Difference Vegetation Index ( NDVI ), yang sensitif terhadap rendahnya

Page 19: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

2

tingkat perubahan vegetasi (Martha, dkk. 2010). Untuk memperoleh peta

kerapatan vegetasi, pada penelitian ini menggunakan citra ASTER 2008 dan

citra Landsat 8 tahun 2013.

Pada awal tahun 2006, Kabupaten Jember mengalami bencana tanah

longsor yang tepatnya terjadi di kecamatan Panti, Kecamatan Sukorambi dan

Kecamatan Jelbuk (Suyoto, 2006). Kabupaten Jember mempunyai karakter

topografi berbukit hingga pegunungan di sisi utara dan timur serta merupakan

dataran subur yang luas ke arah selatan. Berdasarkan data dari Departemen

Kehutanan, Kabupaten Jember termasuk dalam kategori daerah rawan

bencana di Propinsi Jawa Timur. Secara garis besar wilayah Kabupaten

Jember dibagi menjadi dua kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan

budidaya. Termasuk ke dalam kedua kawasan tersebut adalah kawasan rawan

bencana yang berupa tanah longsor yang terdapat di berbagai kecamatan.

Tanah longsor tersebut berada di daerah-daerah yang memiliki tingkat erosi

tinggi, kawasan pantai, dan tanah-tanah gundul di kawasan hutang lindung

(Widodo, 2011). Keadaan vegetasi penutup lahan merupakan faktor penting

dan dominan dalam rangka menekan laju erosi, banjir dan longsor selain

faktor-faktor yang lainnya seperti curah hujan, penggunaan lahan,

karakteristik wilayah (morfologi, baik kelerengan dan bentuk lanskap) dan

keadaan drainase. Semakin tinggi kerapatan suatu vegetasi pada suatu lahan

maka lahan tersebut semakin terjaga dari erosi, banjir dan longsor.

Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai analisa bencana longsor

berdasarkan nilai kerapatan vegetasi menggunakan citra ASTER tahun 2008

dan Landsat 8 tahun 2013 di 9 kecamatan Kabupaten Jember tepatnya di

Kecamatan Panti, Kecamatan Arjasa, Kecamatan Pakusari, Kecamatan

Kalisat, Kecamatan Sukorambi, Kecamatan Patrang, Kecamatan Mayang,

Kecamatan Bangsalsari dan Kecamatan Jelbuk.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang akan

dilaksanakan dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil analisa kawasan

rawan longsor berdasarkan peta curah hujan, peta tutupan lahan, peta

Page 20: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

3

kemiringan, peta jenis tanah, peta geologi, dan peta kerapatan vegetasi

menggunakan citra ASTER tahun 2008 dan citra Landsat tahun 2013 di

Kabupaten Jember tepatnya di Kecamatan Panti, Kecamatan Arjasa,

Kecamatan Pakusari, Kecamatan Kalisat, Kecamatan Sukorambi, Kecamatan

Patrang, Kecamatan Mayang, Kecamatan Bangsalsari dan Kecamatan Jelbuk.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk membuat peta dan menganalisa sebaran kawasan rawan longsor

di Kabupaten Jember pada tahun 2008 dan tahun 2013

2. Mengetahui hubungan kerapatan vegetasi dengan bencana longsor di

Kabupaten Jember

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi suatu informasi mengenai

kawasan rawan longsor berdasarkan nilai kerapatan vegetasi menggunakan

citra ASTER dan citra Landsat 8. Hasil analisa selanjutnya dapat dijadikan

sebagai bahan referensi penelitian yang terkait dengan bidang rawan bencana

tanah longsor dan hasil peta dapat dijadikan sebagai bahan untuk referensi

pemerintah dalam bidang penataan ruang.

1.5. Batasan Permasalahan

Batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jember tepatnya di Kecamatan

Panti, Kecamatan Arjasa, Kecamatan Pakusari, Kecamatan Kalisat,

Kecamatan Sukorambi, Kecamatan Patrang, Kecamatan Mayang,

Kecamatan Bangsalsari dan Kecamatan Jelbuk

2. Data Primer yang digunakan adalah data citra ASTER tahun 2008 dan

citra Landsat 8 tahun 2013

3. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode skoring

untuk menghasilkan peta kerawanan bencana longsor serta metode

algioritma NDVI untuk menghasilkan peta kerapatan vegetasi

Page 21: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

4

4. Parameter yang digunakan untuk overlay adalah peta tutupan lahan,

peta jenis tanah, peta geologi, peta curah hujan, peta kemiringan, dan

peta kerapatan vegetasi

5. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah peta kawasan rawan

longsor di Kabupaten Jember tepatnya di Kecamatan Panti, Kecamatan

Arjasa, Kecamatan Pakusari, Kecamatan Kalisat, Kecamatan

Sukorambi, Kecamatan Patrang, Kecamatan Mayang, Kecamatan

Bangsalsari dan Kecamatan Jelbuk

Page 22: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

5

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Bencana Tanah Longsor

Longsoran merupakan suatu gerakan tanah pada lereng. Dimana

gerakan tanah merupakan suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah

atau batuan penusun lereng, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau

batuan penyusun lereng tersebut. Jika massa yang bergerak ini didominasi

oleh massa tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik

berupa bidang miring atau lengkung, maka proses pergerakannya disebut

sebagai longsoran tanah.

Potensi terjadinya gerakan tanah pada lereng tergantung pada kondisi

batuan dan tanah penyusunnya, struktur geologi, curah hujan dan penggunaan

lahan. Tanah longsor umumnya terjadi pada musim hujan, dengan curah

hujan rata – rata bulanan > 400 mm/bulan. Tanah yang bertekstur kasar akan

lebih rawan longsor bila dibandingkan dengan tanah yang bertekstur halus

(liat), karena tanah yang bertekstur kasar mempunyai kohesi agregat tanha

yang rendah. Jangkauan akar tanaman dapat mempengaruhi tingkat

kerawanan longsor, sehubungan dengan hal tersebut wilayah tanaman pangan

semusiam akan lebih rawan longsor apabila dibandingkan dengan tanaman

tahunan (keras) (Wahyunto, 2010).

Menurut Peraturan Menteri PU No 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman

Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor bahwa setiap tipe zona

berpotensi longsor, ditetapkan klasifikasinya, yakni pengelompokan tipe-tipe

zona berpotensi longsor ke dalam tingkat kerawanannya. Tingkat kerawanan

sendiri adalah ukuran yang menyatakan besar-kecilnya kemungkinan suatu

zona berpotensi longsor mengalami bencana longsor, serta kemungkinan

besarnya korban dan kerugian apabila terjadi bencana longsor yang diukur

berdasarkan indikator-indikator tingkat kerawanan fisik alami dan tingkat

kerawanan karena aktifitas manusia atau tingkat risiko.

Untuk mengukur tingkat kerawanan tersebut dilakukan kajian-

kajian terhadap faktor-faktor fisik alami seperti kemiringan lereng,

Page 23: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

6

karakteristik tanah (soil) dan lapisan batuan (litosfir), struktur geologi,

curah hujan, dan hidrologi lereng; serta faktor-faktor aktifitas

manusianya sendiri seperti kepadatan penduduk, jenis kegiatan dan

intensitas penggunaan lahan/lereng, dan kesiapan pemerintah daerah

dan masyarakat dalam mengantisipasi bencana longsor.

Suatu daerah berpotensi longsor, dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga)

tingkatan kerawanan berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas sebagai berikut:

1. Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi

Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami

gerakan tanah dan cukup padat permukimannya, atau terdapat

konstruksi bangunan sangat mahal atau penting. Pada lokasi seperti

ini sering mengalami gerakan tanah (longsoran), terutama pada

musim hujan atau saat gempa bumi terjadi.

2. Kawasan dengan tingkat kerawanan sedang

Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami

gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi

bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.

3. Kawasan dengan tingkat kerawanan rendah

Merupakan kawasan dengan potensi gerakan tanah yang tinggi,

namun tidak ada risiko terjadinya korban jiwa terhadap manusia

dan bangunan. Kawasan yang kurang berpotensi untuk mengalami

longsoran, namun di dalamnya terdapat permukiman atau

konstruksi penting/mahal, juga dikategorikan sebagai kawasan

dengan tingkat kerawanan rendah.

2.2. Jenis - Jenis Tanah Longsor

Berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang

tertuang di dalam Permen PU No.22/PRT/M/2007 terdapat beberapa ciri

gerakan tanah. Menurut jenisnya gerakan tanah dibagi menjadi 6 tipe gerakan

tanah, yaitu :

Page 24: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

7

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada

bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Gambar 2.1 Longsoran Translasi

Sumber : (Permen PU No.22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor)

2. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada

bidang gelincir berbentuk cekung.

Gambar 2.2 Longsoran Rotasi

Sumber : (Permen PU No.22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan

Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor)

3. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada

bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga

longsoran translasi blok batu.

Page 25: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

8

Gambar 2.3 Pergerakan Blok

Sumber : (Permen PU No.22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan

Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor)

4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material

lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi

pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah

pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan

yang parah.

Gambar 2.4 Runtuhan Batu

Sumber : (Permen PU No.22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan

Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor)

5. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat.

Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor

ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama

longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon,

pohon, atau rumah miring ke bawah.

Page 26: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

9

Gambar 2.5 Rayapan Tanah

Sumber : (Permen PU No.22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan

Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor)

6. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak

didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan

lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya

terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter

jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di

daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat

menelan korban cukup banyak.

Gambar 2.6 Aliran Bahan Rombakan

Sumber : (Permen PU No.22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan

Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor)

2.3. Penyebab Tanah Longsor

Penyebab curah hujan dikarenakan beberapa faktor sebagai berikut

(Mutia dan Firdaus, 2011) :

Page 27: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

10

1. Curah Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan Nopember

karena meningkatnya intensitas curah hujan. Hujan lebat pada awal

musim dapat menimbulkan longsor, karena tanah yang merekah air akan

masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan

gerakan lateral. Kriteria dan skor curah hujan yang digunakan untuk

parameter longsor sebagai berikut :

Tabel 2.1 Skor Curah Hujan

Curah Hujan (mm/tahun)

Keterangan Skor

< 1.000 Rendah 1 1.000 – 2.000 Agak Sedang 2 2.000 – 2.500 Sedang 3 2.500 – 3.000 Agak Tinggi 4

> 3.000 Tinggi 5 (Sumber : PUSLITANAK, 2004)

2. Kemiringan Lereng

Kemiringan adalah faktor utama yang mempengaruhi dalam

meningkatkan tegangan geser dan juga mengurangi kekuatan geser.

Semakin tinggi lereng dikaitkan dengan yang lebih tinggi dari tegangan

geser. Ini berarti bahwa probabilitas kegagalan semakin besar (Wati,

2010). Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang

paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Kemiringan

lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100

persen sama dengan kecuraman 45 derajat. Selain memperbesar jumlah

aliran permukaan, makin curam lereng juga memperbesar kecepatan

aliran permukaaan, dengan demikian memperbesar kecepatan aliran

permukaan, dengan demikian memperbesar energi angkut air.

Klasifikasi kemiringan lereng untuk pemetaan ancaman tanah

longsor dibagi dalam lima kriteria diantaranya : lereng datar dengan

kemiringan 0-8%, landai berombak sampai bergelombang dengan

kemiringan 8-15%, agak curam berbukit dengan kemiringan >40%.

Wilayah dengan kemiringan lereng antara 0% - 15% akan stabil terhadap

kemungkinan longsor, sedangkan di atas 15% potensi untuk terjadi

Page 28: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

11

longsor pada kawasan ramwan gempa bumi akan semakin besar

(Suryani, 2007). Menurut SK Menteri Pertanian No.

837/Kpts/Um/11/1980 mengklasifikasikan kemiringan tanah adalah :

Tabel 2.2 Kemiringan Lereng dan Skor

Kelerengan Keterangan Skor 0% - 8% Datar 1 8% - 15% Landai 2 15% - 25% Agak Curam 3 25% - 45% Curam 4

> 45% Sangat Curam 5

3. Jenis Tanah

Jenis tanah dengan tekstur halus (tanah liat) memiliki pori-pori kecil

dan membebaskan air secara bertahap. Ini berarti bahwa tanah liat lebih

mudah menjadi jenuh daripada tanah berpasir. Oleh karena itu, tanah liat

lebih rentan terhadap longsor karena tanah ini dapat mempertahankan

lebih banyak air (Wati, 2010).

Menurut SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

mengklasifikasikan jenis tanah berdasarkan kepekaan tanah terhadap

erosi. Berikut adalah jenis tanah beserta skor :

Tabel 2.3 Skor Jenis Tanah

Jenis Tanah Keterangan Skor Aluvial, Tanah Glei Planosol Hidromorf Kelabu, LiteritaAir Tanah Tidak Peka 1

Latosol Agak Peka 2 Brown Forest Soil, Non Calcis Brown, Mediteran

Kurang Peka 3

Andosol, Laterit, Grumosol, Podsol, Podsolik Peka 4

Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka 5

4. Faktor Geologi

Mengingat massa batuan dan tanahlah yang melakukan pergerakan

pada suatu kejadian tanah longsor, maka sangat penting untuk

mengetahui pengaruh faktor geologi terhadap terjadinya longsoran.

Struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses

alami (pelarutan), dan gempa merupakan faktor geologi yang

Page 29: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

12

mempengaruhi terjadinya longsor. Struktur geologi yang mempengaruhi

terjadinya tanah longsor adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan

batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Proses

pelapukan batuan yang sangat intensif banyak dijumpai di negara-negara

yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Batuan yang banyak

mengalami pelapukan akan menyebabkan berkurangnya kekuatan batuan

yang pada akhirnya membentuk lapisan batuan lemah dan tanah residu

yang tebal. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan

kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang

memudahkan air meresap (Surono, 2003 dalam Effendi, 2008).

Batuan dalam ilmu geologi tidak selalu merupakan massa yang

padat, tetapi pasir yang lepas, batubara yang ringan ataupun liat yang

gembur masuk di dalam istilah batuan. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa segala sesuatu yang menjadi bahan pembentuk kerak bumi adalah

batuan. Batuan-batuan dapat patah dan pecah menjadi lempengan-

lempengan karena sifat batuan yang rapuh dan mengalami patahan

selama deformasi. Jenis batuan sendiri dapat dikelompokan mejadi 3,

yaitu batuan beku (Igneous Rocks), batuan sedimen (Sedimentary Rocks)

dan batuan metamorf (Metamorphic Rocks). Menurut Munir (2003),

batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembeku materi kental yang

berasal dari dalam bumi (magma). Magma panas yang bergerak dari

dalam bumi ke permukaan bumi makin lama makin dingin dan akhirnya

membeku. Batuan sedimen merupakan batuan yang terjadi karena

pengendapan materi hasil erosi. Dimana proses terjadinya, diawali dari

batuan yang telah ada, baik berupa batuan beku, metamorf atau batuan

sedimen lainnnya yang mengalami pelapukan, tererosi, dan terbawa pergi

serta kemudian diendapkan di tempat lain. Batuan metamorf adalah

batuan yang telah mengalami perubahan dari bentuk asalnya, yakni

batuan yang sudah ada baik batuan beku, sedimen maupun batuan

metamorf yang lain sehingga terjadi perubahan dari bentuk asalnya.

Untuk pengkelasan dan skor untuk jenis batuan sebagai berikut :

Page 30: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

13

Tabel 2.4 Jenis Batuan dan Skor

Jenis Batuan Keterangan Skor Bahan Aluvial Rendah 1 Bahan Vulkanik-1 Sedang 2 Bahan Sedimen-1 Agak Tinggi 3 Bahan Sedimen-2 dan Vulkanik-2 Tinggi 4

(Sumber : PUSLITANAK, 2004)

5. Perubahan Penutup Lahan

Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi

manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya

baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan merupakan hasil

interaksi antara aktivitas manusia dengan lingkungan alami. Tanaman

yang menutupi lereng bisa mempunyai efek penstabilan yang negatif

maupun positif. Akar bisa mengurangi larinya air atas dan meningkatkan

kohesi tanah, atau sebaliknya bisa memperlebar keretakan dalam

permukaan batuan dan meningkatkan peresapan (Sheila, 1992). Sering

dijumpai pada lereng yang longsor adanya sawah basah pada tebing

lereng, tegalan/kebun pada lereng terjal atau kolam-kolam air. Hal ini

disebabkan karena sawah dan kolam-kolam berpotensi untuk meresapkan

air ke dalam lereng. Aktivitas semacam inilah yang mempunyai pengaruh

besar terhadap gerakan tanah (Dinas ESDM Prop. Jatim, 2007 dalam

Sulistiarto, 2010). Skor yang diberikan untuk penggunaan lahan sebagai

berikut :

Tabel 2.5 Penggunaan Lahan dan Skor

Penggunaan Lahan Keterangan Skor Hutan/vegetasi lebat dan badan-badan air Rendah 1

Kebun campuran/semak belukar Agak Sedang 2 Perkebunan dan sawah irigasi Sedang 3 Kawasan industri dan permukiman/perkampungan Agak Tinggi 4

Lahan-lahan kosong Tinggi 5 (Sumber : PUSLITANAK, 2004)

Page 31: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

14

6. Kerapatan Vegetasi

Kerapatan vegetasi adalah tingkat kerapatan tanaman dilihat dari

jarak tanamanmaupun tajuk daun. Lahan yang tertutup rapat oleh

vegetasi kurang memberikan kesempatan kepada sinar matahari untuk

mencapai permukaan tanah, sehingga pelapukan fisik terhambat.

Kaitanya dengan terhalangnya air hujan untuk langsung mencapai

permukaan adalah terbentuknya siklus hidrologi yang baik sehingga

pengaturan air yang mengalir sebagai air tanah, air permukaan dan

kelembaban tanahnya, terjadi keseimbangan secara alami. Kondisi ini

sangat berpengaruh pula terhadap stabilitas lahan. Sebaliknya pada lahan

yang vegetasinya jarang kesempatan sinar matahari dan air hujan

mencapai permukaan tanah sangat besar sehingga semakin intensifnya

proses pelapukan dan mendukung terjadinya longsor lahan

(Sugiharyanto, dkk, 2009). Untuk mengetahui kerapatan vegetasi

menggunakan indeks vegetasi Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI). Menurut Erener dkk (2008) bahwa hasil peta NDVI

dikelompokkan menjadi tiga kelas, daerah bervegetasi rapat diberikan

berisiko rendah tanah longsor, daerah bervegetasi jarang berisiko tinggi

terjadi tanah longsor.

2.4. Indeks Vegetasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh

dari pengolahan sinyal dijital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal

data sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses

pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal

cahaya inframerah dekat (near infrared). Fenomena penyerapan cahaya

merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan

mesofil yang terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima

sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Pada daratan non-

vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan, pemukiman penduduk,

tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak

akan menunjukkan nilai rasio yang tinggi (minimum). Sebaliknya pada

Page 32: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

15

wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan kondisi sehat, perbandingan kedua

kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum). Nilai perbandingan kecerahan

kanal cahaya merah dengan cahaya inframerah dekat atau NIR/RED, adalah

nilai suatu indeks vegetasi (yang sering disebut ”simple ratio”) yang sudah

tidak dipakai lagi. Hal ini disebabkan karena nilai dari rasio NIR/RED akan

memberikan nilai yang sangat besar untuk tumbuhan yang sehat . Oleh karena

itu, dikembangkanlah suatu algoritma indeks vegetasi yang baru dengan

normalisasi, yaitu Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) (Dodi.S

dan Elfa.D, 2008)

NDVI diperoleh berdasarkan perbandingan antara pantulan sinar merah

dan infra merah dekat dari spektrum elektromagnetik. Kedua spektrum ini

dipilih karena mempunyai kemampuan lebih dalam menyerap klorofil dan

kepadatan vegetasi. Selain itu, pada kanal sinar merah dan infra merah dekat,

vegetasi dan non-vegetasi dapat dibedakan secara jelas. Formula untuk

menghitung nilai NDVI adalah (Lillesand, dkk dalam Maryantika, N. 2012) :

𝑁𝐷𝑉𝐼 = 𝜌𝑁𝐼𝑅−𝜌𝑅𝑒𝑑

𝜌𝑁𝐼𝑅+𝜌𝑅𝑒𝑑 ............................... (2.1)

Keterangan:

ρ NIR : Reflektan kanal infra merah dekat

ρ RED : Reflektan kanal merah

Tabel 2.6 Rentang Nilai Tingkat Kerapatan NDVI

Tingkat Kerapatan Keterangan Kelas

Vegetasi Rapat Rendah 1 Vegetasi Sedang Sedang 2 Vegetasi Jarang Tinggi 3

(Sumber : Utomo, 2008)

Pada pengolahan indeks vegetasi NDVI citra Aster menggunakan

fungsi band math dengan algoritma NDVI

NDVI = (float(B3)-float(B2)) / (float(B3)+float(B2)) ............(2.2)

Dimana B3 adalah kanal 3 (Near Infrared) yang memiliki panjang

gelombang 0,780 – 0,860 µm dan B2 adalah kanal 2 (Red) yang memeliki

panjang gelombang 0,630 – 0,690 µm.

Page 33: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

16

Untuk proses perhitungan indeks vegetasi pada citra Landsat 8

menggunakan algoritma NDVI :

NDVI = (float(B5)-(B4)/(B5+B4)) .......................................... (2.3)

Dimana B5 merupakan kanal 5 d(Near Infrared) dengan panjang

gelombang 0,85 – 0,88 µm dan B4 merupakan kanal 4 (Red) dengan panjang

gelombang 0,64 – 0,67 µm.

2.5. Metode Skoring

Merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk menangani

suatu keputusan spasial. (Malczewski, 1999 dalam Kurniawan, 2005).

Metode ini digunakan pada SIG untuk menerjemahkan berbagai kriteria

analisis yang akan digunakan untuk memperleh informasi yang diinginkan.

Metode ini akan memberikan beberapa alternatif hasil analisis yang sesuai

dengan kriteria yang telah dijadikan bahan pertimbangan oleh pengambil

keputusan. Pemberian tingkat kepentingan ini dapat dipilih salah satu urutan,

yaitu :

1. Berupa tingkat lurus, seperti 1 untuk sangat penting, 2 untuk cukup

penting dsb.

2. Berupa tingkat kebalikan, seperti 1 untuk tidak penting, 2 untuk cukup

penting dsb.

2.6. Penentuan Ancaman Bencana Longsor

Penentuan tingkat daerah rawan longsor diperoleh dari pengolahan dan

penjumlahan bobot nilai dari masing-masing parameter. Sehingga akan

menghasilkan bobot nilai baru yang merupakan nilai potensi rawan longsor

setelah parameter-parameter tersebut ditumpang susunkan (overlay).

Nilai skor kumulatif untuk menentukan tingkat daerah rawan longsor

diperoleh melalui model pendugaan sedangkan pemberian bobot untuk

menentukan tingkat daerah rawan longsor disesuaikan dengan faktor

dominan atau faktor terbesar penyebab terjadinya tanah longsor.

Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (2004) Curah

hujan merupakan faktor dominan penyebab terjadinya bencana longsor

sehingga nilainya lebih tinggi dari parameter lainnya. Curah hujan memiliki

Page 34: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

17

bobot sebesar 30% dari total pembobotan, sedangkan tanah dan geologi

memiliki bobot yang sama yaitu 20% dan 15% merupakan bobot yang

diberikan untuk faktor penggunaan lahan dan kemiringan lereng. Model

pendugaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Skor Kumulatif = (30% x Faktor Curah Hujan) + (20% x Faktor Tanah) +

(20% x Faktor Geologi) + (15% x Faktor Penggunaan

Lahan) + (15% x Faktor Kemiringan Lereng)

Sumber: Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2004)

Berdasarkan hasil skor kumulatif maka daerah rawan (potensial) tanah

longsor dikelompokkan ke dalam tiga kelas, yaitu (i) sangat rawan; (ii)

rawan; dan (iii) kurang rawan. Dengan skor kelas kerawanan:

1. Kurang rawan (≤ 2,5)

2. Rawan (≥ 2,6 – ≤ 3,6)

3. Sangat rawan (≥ 3,7)

2.7. Perhitungan Kekuatan Jaring Titik Kontrol

Sebelum melakukan koreksi geometrik pada citra Landsat 8, perlu

adanya desain jaring kontrol yang bertujuan untuk menghitung kekuatan

jaring dari citra tersebut. Kekuatan jaring kontrol (Strength of Figure)

dihitung dengan menggunakan perataan parameter (Abidin, 2002)

Geometri dari suatu jaringan dapat dikarakterisik dengan beberapa

parameter, seperti jumlah dan lokasi titik dalam jaringan, jumlah baseline

dalam jaringan, konfigurasi baseline dan loop, serta konektivitas titik dalam

jaringan (Abidin, 2002). Kekuatan geometri jaringan akan sangat tergantung

pada karakteristik yang diadopsi dari parameter-parameter tersebut. Untuk

jumlah titik dalam jaringan yang sama, beberapa bentuk konfigurasi jaringan

dapat dibuat tergantung pada karakteristik parameter geometri jaringan yang

digunakan.

Nilai Strength of Figure (SoF) yang memenuhi syarat adalah kurang

dari satu, artinya semakin kecil faktor bilangan SoF maka semakin baik pula

konfigurasi jaringan dari jaring tersebut dan sebaliknya (Abidin, 2002).

Page 35: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

18

𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝐹𝑖𝑔𝑢𝑟𝑒 = [𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒 (𝐴𝑇𝐴)

−1]

𝑈 .................... (2.2)

Dimana :

U : Jumlah parameter yang dipengaruhi oleh jumlah titik kontrol yang

digunakan

Trace : Jumlah elemen diagonal dari suatu matrik

2.8. Citra ASTER

Sensor Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection

Radiometer (ASTER) merupakan peningkatan dari sensor yang dipasang

pada sa-telit generasi sebelumnya, JERS-1. Sensor ini terdiri dari Visible and

Near-In-frared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer

(SWIR), Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing

Unit dan Master Power Unit.

VNIR merupakan high performance dan high resolution optical

instrument yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari

permukaan bumi dengan range dari level visible hingga infrared (520 - 860

mikrometer) dengan 3 kanal. Dimana kanal nomor 3 dari VNIR ini

merupakan nadir dan backward looking data, sehingga kombinasi data ini

dapat digunakan untuk mendapatkan citra stereoscopic. Digital Elevation

Model (DEM) dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini, sehingga

data ini tidak hanya untuk peta topografik saja, tetapi bisa juga digunakan

sebagai citra stereo.

SWIR merupakan high resolution optical instrument dengan 6 kanal

yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi

dengan short wavelength infrared range (1.6 - 2.43 mikrometer). Penggunaan

radiometer ini memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis

batu dan mineral, serta untuk monitoring bencana alam seperti monitoring

gunung berapi yang masih aktif.

TIR adalah high accuracy instrument untuk observasi thermal infrared

radiation (800 - 1200 mikrometer) dari permukaan bumi dengan

menggunakan 5 kanal. Kanal ini dapat digunakan untuk monitoring jenis

Page 36: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

19

tanah dan batuan di permukaan bumi. Multi-band thermal infrared sensor

dalam satelit ini adalah pertama kali di dunia. Ukuran citra adalah 60 km

dengan ground resolution 90m.

Tabel 2.7 Karakteristik Citra ASTER

Sub Sistem Kanal

Panjang Gelombang

(µm)

Resolusi Spasial

(m) Potensi Aplikasi

VNIR

1 0,520 – 0,600

15 Deskripsi tipe tanah, Identifikasi vegetasi

2 0,630 – 0,690 3N 0,780 – 0,860 3B 0,780 – 0,860

SWIR

4 1,600 – 1,700

30

Identifikasi sumberdaya air, Delineasi garis

pantai, Deskripsi jenis – jenis batuan dan mineral

5 2,145 – 2,185 6 2,185 – 2,225 7 2,235 – 2,285 8 2,295 – 2,365 9 2,360 – 2,430

TIR

10 8,125 – 8,475

90 Semua aplikasi yang berbasis suhu permukaan

11 8,475 – 8,825 12 8,925 – 9,275 13 10,250 – 10,950 14 10,950 – 11,650

(Sumber: www.aster-indonesia.com)

2.9. Citra Landsat 8

Seperti diketahui satelit Landsat-7 tidak dapat lagi berfungsi dengan

baik secara ekstrim semenjak bulan Mei 2003, karena terjadi kerusakan pada

Scan Line Corrector-nya, sehingga kehilangan data sebesar 24 persen

sepanjang sisi-sisi luar dari masing-masing citra. Dengan kondisi Scan Line

Corrector Landsat-7 yang mengalami kerusakan tersebut, makin disadari

pentingnya pengembangan LDCM (Landsat Data Continuity Mission). Pada

bulan April 2008, NASA memilih General Dynamics Advanced Information

Systems, Inc. untuk membangun satelit LDCM. Setelah meluncur di orbitnya,

satelit tersebut akan dinamakan sebagai Landsat-8. Satelit LDCM (Landsat-8)

adalah misi kerjasama antara NASA dan USGS (U.S. Geological Survey)

dengan pembagian tanggung jawab masing-masing. NASA bertanggung

jawab akan penyediaan satelit LDCM (Landsat-8), instrumen-instrumen,

Page 37: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

20

pesawat peluncur, dan elemen-elemen pendukung operasi misi. NASA juga

akan mengelola fase awal peluncuran sampai dengan kondisi satelit

beroperasi di orbitnya pada ruas antariksa (dari peluncuran sampai

penerimaan). USGS bertanggung jawab akan penyediaan pusat operasi-

operasi misi dan sistem-sistem pengolahan pada Stasiun Bumi (termasuk

pengarsipan dan jaringan-jaringan data), demikian juga tim operasi-operasi

penerbangan. USGS juga akan membiayai tim ilmuwan Landsat. (General

Dinamics, 2008 dalam Sitanggang, 2010)

Tabel 2.8 Parameter-parameter Orbit Satelit LDCM (Landsat-8)

Sistem Landat 8 Jenis Orbit Mendekati lingkaran sinkron-

matahari Ketinggian 705 km Inklinasi 98,2 º Periode 99 menit Waktu liput ulang (resolusi temporal) 16 hari Waktu melintasi khatulistiwa (Local Time on Descending Node – LTDN) nominal

Jam 10:00 s.d 10:15 pagi

(Sumber: Sitanggang, 2010)

Satelit Landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager

(OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11

buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (kanal 1-9) berada pada OLI dan

2 lainnya (kanal 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki

spesifikasi hampir sama dengan Landsat 7.

Ada beberapa spesifikasi baru yang terpasang pada kanal Landsat 8 ini

khususnya pada kanal 1, 9, 10, dan 11. Kanal 1 (ultra blue) dapat menangkap

panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah dari pada kanal yang sama

pada Landsat 7, sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut

atau aerosol. Kanal ini unggul dalam membedakan konsentrasi aerosol di

atmosfer dan mengidentifikasi karakteristik tampilan air laut pada kedalaman

berbeda.Deteksi terhadap awan cirrus juga lebih baik dengan dipasangnya

kanal 9 pada sensor OLI, sedangkan kanal thermal (kanal 10 dan 11) sangat

Page 38: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

21

bermanfaat untuk mendeteksi perbedaan suhu permukaan bumi dengan

resolusi spasial 100 m (www.landsat.usgs.gov, 2013).

Dibandingkan versi-versi sebelumnya, Landsat 8 memiliki beberapa

keunggulan khususnya terkait spesifikasi kanal-kanal yang dimiliki maupun

panjang rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang ditangkap.

Sebagaimana telah diketahui, warna objek pada citra tersusun atas 3 warna

dasar, yaitu Red, Green dan Blue (RGB). Dengan makin banyaknya kanal

sebagai penyusun RGB komposit, maka warna-warna obyek menjadi lebih

bervariasi (www.landsat.usgs.gov, 2013).

Tabel 2.9 Spesifikasi Kanal-kanal spektral sensor pencitra LDCM (Landsat-8)

Landsat 8 Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS)

Kanal Panjang

Gelombang (mikrometer)

Resolusi (meter)

Kanal 1 - Coastal aerosol 0,43 – 0,45 30 Kanal 2 – Blue 0,45 – 0,51 30 Kanal 3 – Green 0,53 – 0,59 30 Kanal 4 – Red 0,64 – 0,67 30 Kanal 5 - Near Infrared (NIR) 0,85 – 0,88 30 Kanal 6 - SWIR 1 1,57 – 1,65 30 Kanal 7 - SWIR 2 2,11 – 2,29 30 Kanal 8 – Panchromatic 0,50 – 0,68 15 Kanal 9 – Cirrus 1,36 – 1,38 30 Kanal 10 - Thermal Infrared (TIRS) 1 10,60 – 11,19 100

Kanal 11 - Thermal Infrared (TIRS) 2 11,50 – 12,51 100

(sumber: www.landsat.usgs.gov, 2013)

Sebelumnya tingkat keabuan (Digital Number-DN) pada citra Landsat

berkisar antara 0-256. Dengan hadirnya Landsat 8, nilai DN memiliki interval

yang lebih panjang, yaitu 0-4096. Kelebihan ini merupakan akibat dari

peningkatan sensitifitas Landsat dari yang semula tiap piksel memiliki

kuantifikasi 8 bit, sekarang telah ditingkatkan menjadi 12 bit. Tentu saja

peningkatan ini akan lebih membedakan tampilan obyek-obyek di permukaan

bumi sehingga mengurangi terjadinya kesalahan interpretasi. Tampilan citra

pun menjadi lebih halus, baik pada kanal multispektral maupun pankromatik.

(www.landsat.usgs.gov, 2013).

Page 39: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

22

Terkait resolusi spasial, Landsat 8 memiliki kanal-kanal dengan resolusi

tingkat menengah, setara dengan kanal-kanal pada Landsat 5 dan 7.

Umumnya kanal pada OLI memiliki resolusi 30 m, kecuali untuk

pankromatik 15 m. Dengan demikian produk-produk citra yang dihasilkan

oleh Landsat 5 dan 7 pada beberapa dekade masih relevan bagi studi data time

series terhadap Landsat 8 (www.landsat.usgs.gov, 2013).

2.10. Penelitian Terdahulu

Menurut Pradhan dkk (2008) bahwa daerah terjadinya longsor

terdeteksi di daerah Cameron, Malaysia dengan interpretasi foto udara dan

lapangan survei. Sebuah peta longsor dibuat dari foto udara, dalam

kombinasi dengan SIG, digunakan untuk mengevaluasi frekuensi dan

distribusi tanah longsor dangkal di daerah. Database topografi dan litologi

dibangun dan nilai kelurusan, tutupan lahan dan vegetasi indeks diekstraksi

dari Landsat TM citra satelit untuk analisis. Data tutupan lahan

diklasifikasikan menggunakan citra Landsat TM menggunakan metode

klasifikasi tak terselia dan diverifikasi dengan survei lapangan. Sembilan

kelas diidentifikasi, seperti perkotaan, air, hutan, lahan pertanian, tambang

timah, karet dan perkebunan kelapa sawit diekstraksi untuk pemetaan tutupan

lahan. Bedasarkan Bagus Sulistiarto bahwa dari penelitian yang dilakukan

diperoleh hasil bahwa tingkat kerawanan longsor di daerah Jember pada

tahun 2007 didominasi oleh tingkat kerawanan rendah. Prosentase yang

diperoleh untuk tingkat kerawanan adalah 9% untuk tingkat kerawanan

sangat rendah, 66% untuk tingkat kerawanan rendah, 24% untuk tingkat

kerawanan menengah, dan 0,4% untuk tingkat kerawanan tinggi. Tingkat

kerawanan sangat rendah dan rendah berada di bagian selatan dan tingkat

kerawanan menengah dan tinggi berada di bagian utara dan sebagian di

selatan dari area penelitian.

Menurut Zeihan El Aqsar (2009) bahwa hasil analisis korelasi

menunjukkan bahwa angka koefisien korelasi adalah 0,612 artinya hubungan

ketinggian tempat dengan kerapatan vegetasi yaitu jika koefisien korelasi

Page 40: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

23

bertanda positif (+), artinya hubungan ketinggian tempat dengan kerapatan

vegetasi satu arah sehingga jika ketinggian tempat semakin tinggi maka

tingkat kerapatan vegetasi semakin besar. Hubungan kelerengan dengan

NDVI bahwa analisis korelasi menunjukkan bahwa koefisien korelasi adalah

0,403, artinya hubungan antara kelerengan dengan kerapatan vegetasi agak

rendah. Koefisien korelasi bertanda positif (+), artinya hubungan kelerengan

dengan kerapatan vegetasi satu arah sehingga jika kelerengan semakin besar

maka tingkat kerapatan vegetasi semakin tinggi.

Menurut Zeihan El Aqsar (2009) bahwa vegetasi dapat memperkecil

kekuatan pengikisan tanah karena vegetasi berperan dalam penyerapan air ke

dalam tanah melalui sistem perakarannya sehingga semakin besar tutupan

lahan suatu kawasan oleh vegetasi maka semakin besar pula tingkat

pengurangan pengikisan tanah oleh air.

Page 41: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

24

“ Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 42: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

25

BAB 3

METODA PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Jember adalah sebuah wilayah kabupaten yang merupakan bagian dari

wilayah Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Jember berada di lereng

Pegunungan Yang dan Gunung Argopuro membentang ke arah selatan

sampai dengan Samudera Indonesia. Secara geografis Kabupaten Jember

berada pada posisi 7059’6” sampai 8033’56” Lintang Selatan dan 113016’28”

sampai 114003’42” Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Jember mencakup area

seluas 3.293,34 Km2, dengan karakter topografi dataran ngarai yang subur

pada bagian tengah dan selatan dan dikelilingi pegunungan yang memanjang

batas barat dan timur (www.jemberkab.go.id).

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di 9 kecamatan di Kabupaten Jember

yaitu : Kecamatan Panti, Kecamatan Arjasa, Kecamatan Pakusari, Kecamatan

Kalisat, Kecamatan Sukorambi, Kecamatan Patrang, Kecamatan Mayang,

Kecamatan Bangsalsari dan Kecamatan Jelbuk.

3.2. Data dan Peralatan

3.2.1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Citra Aster tahun 2008 daerah Kabupaten Jember dan citra Landsat 8

tahun 2013 daerah Kabupaten Jember

Page 43: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

26

2. Peta RBI Kabupaten Jember skala 1:25000

3. Peta Geologi Kabupaten Jember

4. Peta Jenis Tanah Kabupaten Jember

5. Data Curah Hujan

6. Data kejadian longsor

3.2.2. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Perangkat Keras (Hardware)

a. Kamera digital

b. GPS Navigasi Garmin Cregon 550

2. Perangkat Lunak (Software)

a. Software Image Processing

b. ArcGIS 10.2.2

c. AutoCAD Land Desktop 2004

d. Microsoft Office 2010

3.3. Metodologi Penelitian

3.3.1. Tahap Penelitian

Tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah :

Identifikasi Masalah :

Menganalisis citra

Landsat 8 dan citra

ASTER untuk

kawasan rawan rawan

longsor berdasarkan

kerapatan vegetasi

Studi Literartur

Pengumpulan Data

1. Citra satelit Landsat 8

2. Citra satelit Landsat ASTER

3. Peta RBI Kabupaten Jember skala 1:25000

4. Peta Geologi

5. Peta Jenis Tanah

6. Data Curah Hujan

7. Data kejadian longsor

Pengolahan Data

Citra satelit Landsat 8 dan citra ASTER

1. Koreksi Geometrik

2. Klasifikasi Tutupan Lahan

3. Klasifikasi indeks vegetasi (NDVI)

Peta RBI skala 1:25000

1. Peta Kemiringan

Analisa

Penyusunan Laporan

OverlayPeta rawan

bencana longsor 1. Peta Jenis Tanah

2. Peta Geologi

Data Curah Hujan

1. Peta Curah Hujan

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahapan Penelitian

Page 44: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

27

Berikut adalah penjelasan diagram alir metode penelitian:

1. Identifikasi Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisa Landsat 8 dan

citra ASTER untuk kawasan rawan longsor berdasarkan peta

kerapatan vegetasi

2. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah :

a. Studi Literatur

Bertujuan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan

dengan bencana longsor maupun spesifikasi citra yang

digunakan dan literatur lain yang mendukung baik dari buku,

jurnal, majalah, koran, internet dan lain-lain.

b. Pengumpulan Data

Pengumpulan data berupa citra ASTER tahun 2008, citra satelit

Landsat 8 tahun 2013, peta RBI Kabupaten Jember skala

1:25000, peta Geologi, peta jenis tanah, peta kemiringan, data

curah hujan, serta data kejadian longsor tahun 2008 - 2013.

3. Tahap Pengolahan data

Pada tahapan ini dilakukan pengolahan data citra yang telah diambil

dari lapangan dan data penunjang lainnya untuk selanjutnya dilakukan

analisa.

4. Tahap Analisa

Data yang telah diolah kemudian dianalisa sedemikian rupa sehingga

didapatkan suatu hasil dan kesimpulan yang nantinya digunakan untuk

menyusun laporan Tesis.

5. Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dari peneltian Tesis ini.

3.3.2. Tahap Pengolahan Data

1. Pengolahan Citra Satelit

a. Peta Tutupan Lahan

Page 45: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

28

Untuk menghasilkan peta tutupan lahan dari citra ASTER dan

Landsat 8 dilakukan pengolahan citra di Software Image Processing.

Diagram alirnya sebagai berikut :

Citra Aster

2008

Citra

Landsat 8

Koreksi Geometrik

RMSE ≤1 pixel

Peta Vektor

Kabupaten

Jember

Citra Terkoreksi

Training Area Training Area

Klasifikasi Terselia Klasifikasi Terselia

Uji ketelitian

klasifikasi ≥ 80%Uji ketelitian

klasifikasi ≥ 80%

Citra Terklasifikasi Citra Terklasifikasi

Peta Tutupan

Lahan tahun 2008

Peta Tutupan

Lahan tahun 2013

Tidak

Ya

YaYa

TidakTidak

Pemotongan Citra Pemotongan Citra

Groundtruth

Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Citra Peta Tutupan Lahan

Berikut penjelasan diagram alir tahap pengolahan citra untuk peta

tutupan lahan:

i. Citra yang digunakan untuk penelitian ini adalah citra

ASTER tahun 2008 dan citra Landsat 8 tahun 2013.

Page 46: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

29

ii. Koreksi Geometrik dan SoF

Koreksi geometrik perlu dilakukan untuk mendapatkan

sistem koordinat yang sama antara citra dengan peta acuan.

Pada koreksi ini digunakan peta vektor Kabupaten Jember

untuk mendapatkan koordinat pada citra ASTER. Ketelitian

dari penempatan titik kontrol dan akurasi koreksi geometrik

dapat diketahui dari nilai RMS. Apabila nilai RMS mendekati

nol maka titik tersebut dianggap benar (Purwadhi, 2001),

tetapi apabila nilainya ≥1 piksel maka titik tersebut harus

dikoreksi kembali. Setelah masing-masing titik mempunyai

nilai RMS ≤1 piksel maka citra tersebut telah menjadi citra

yang terkoreksi secara geometrik. Sebelum koreksi

dilakukan, perlu dibuat jaring titik kontrol sehingga nilai SoF

mendekati nol yang berarti jaring yang terbentuk dari lokasi

titik-titk kontrol tersebut bersifat kuat.

iii. Pemotongan Citra

Proses ini dilakukan menggunakan software Image

Processing dan dipotong berdasarkan batas-batas koordinat

daerah kajian.

iv. Klasifikasi citra, Metode yang digunakan untuk klasifikasi

citra adalah klasifikasi terselia (supervised classification).

Klasifikasi terselia merupakan klasifikasi secara digital

berdasarkan pola dan jenis suatu objek yang telah diketahui

dari data acuan yang kemudian digunakan untuk

mengklasifikasikan seluruh objek yang diinginkan pada

daerah penelitian. Pada prinsipnya merupakan pola

pengenalan spektral suatu objek dan mengelompokkannya

dalam suatu kelas spektral tertentu. Klasifikasi ini

membutuhkan Training Area dari data acuan, selanjutnya

dapat diproses klasifikasi terselia dengan menggunakan tipe

klasifikasi Maximum Likelihood.

Page 47: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

30

v. Uji Ketelitian

Uji ketelitian pada penelitian ini menggunakan uji confussion

matrix yang ada di software pengolahan citra tersebut.

vi. Citra Terklasifikasi

Setelah dilakukan uji ketelitian klasifikasi dan hasilnya ≥

80%, maka citra tersebut telah terklasifikasi.

vii. Hasil

Hasil akan disajikan dalam bentuk Peta Tutupan Lahan

b. Peta Kerapatan Vegetasi

Untuk menghasilkan peta kerapatan vegetasi dari citra ASTER dan

citra Landsat 8 dapat dilakukan dengan diagram sebagai berikut :

Page 48: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

31

Citra Aster

2008

Citra

Landsat 8

Koreksi Geometrik

RMSE ≤1 pixel

Peta Terkoreksi

Algoritma NDVI Algoritma NDVI

Citra Bernilai

NDVI

Citra Bernilai

NDVI

Klasifikasi

Kerapatan

Vegetasi

Klasifikasi

Kerapatan

Vegetasi

Peta Kerapatan

Vegetasi

Peta Kerapatan

Vegetasi

Peta Vektor

Kabupaten

Jember

Tidak

Ya

Groundtruth

Pemotongan Citra

Pemotongan Citra

Konversi DN ke

Reflektan

Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Citra Peta Kerapatan Vegetasi

Berikut penjelasan pengolahan citra untuk peta kerapatan vegetasi

sebagai berikut:

i. Citra yang digunakan untuk penelitian ini adalah citra

ASTER tahun 2008 dan citra Landsat 8 tahun 2013.

ii. Koreksi Geometrik dan SoF

Koreksi geometrik perlu dilakukan untuk mendapatkan

sistem koordinat dan sistem proyeksi yang sama antara citra

dengan peta acuan. Pada koreksi ini digunakan peta vektor

Page 49: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

32

Kabupaten Jember untuk mendapatkan koordinat pada citra

ASTER. Ketelitian dari penempatan titik kontrol dan akurasi

koreksi geometrik dapat diketahui dari nilai RMS. Apabila

nilai RMS mendekati nol maka titik tersebut dianggap benar

(Purwadhi, 2001), tetapi apabila nilainya ≥1 piksel maka titik

tersebut harus dikoreksi kembali. Setelah masing-masing titik

mempunyai nilai RMS ≤1 piksel maka citra tersebut telah

menjadi citra yang terkoreksi secara geometrik. Sebelum

koreksi dilakukan, perlu dibuat jaring titik kontrol sehingga

nilai SoF mendekati nol yang berarti jaring yang terbentuk

dari lokasi titik-titk kontrol tersebut bersifat kuat.

iii. Pemotongan Citra

Proses ini dilakukan menggunakan software Image

Processing dan dipotong berdasarkan batas-batas koordinat

daerah kajian.

iv. Konversi nilai digital number ke reflektan, konversi ini

bertujuan untuk mengolah algoritma indeks vegetasi yang

menggunakan data nilai reflektan dari citra yang digunakan.

Konversi nilai digital number ke reflektan diperoleh dengan

persamaan :

Dimana :

Ρλ : Reflektan ToA, tanpa koreksi sudut matahari (mWatt

cm-2 sr-1 µm-1)

Mp : Spesifik kanal faktor rescaling multiplicative yang

terdapat di metadata

Ap : Spesifik kanal faktor rescaling additive yang terdapat di

metadata

Qcal : Nilai kuantisasi dan kalibrasi nilai standar piksel standar

(DN)

3.1

Page 50: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

33

Koreksi radiometrik dengan metode DOS (Dark Object

Substraction) yaitu mengasumsikan bahwa nilai digital objek

tergelap di permukaan bumi haruslah nol.

ρBoA = ρλ’ – ρmin ....................... (3.2)

Dimana :

ρBoA : Reflektan BoA (mWatt cm-2 sr-1 µm-1)

ρλ’ : Reflektan ToA, tanpa koreksi sudut matahari (mWatt

cm-2 sr-1 µm-1)

ρmin : nilai minimum histogram di dalam Region of Interest

(ROI)

v. Algoritma Indeks Vegetasi

Algortima indeks vegetasi ini menggunakan algoritma

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk

mengetahui kerapatan vegetasi di daerah kajian.

vi. Klasifikasi kerapatan vegetasi berdasarkan nilai indeks

vegetasi NDVI sehingga menghasilkan peta kerapatan

vegetasi.

vii. Hasil

Hasil yang didapat yaitu peta kerapatan vegetasi dengan

menggunakan citra ASTER dan citra Landsat 8.

c. Pengolahan Data Spasial

Pengolahan data spasial yang dimaksud adalah pengolahan data

parameter bencana longsor yaitu : peta tutupan lahan, peta geologi,

peta curah hujan, peta kerapatan vegetasi, peta jenis tanah, dan peta

kemiringan.

Page 51: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

34

Georeferencing

Peta Geologi

Dijitasi

Export ke *.shp

Peta RBI Digital

skala 1:25000

Titik Tinggi

(Kontur)

Export ke *.shp

Overlay

Analisa

Peta Kawasan Rawan

Longsor Tahun 2008

Data Curah

Hujan Tahun

2008 dan

2013

Interpolasi

Peta Kerapatan Vegetas

Tahun2008 dan 2013

Peta Tutupan

Lahan Tahun

2008 dan

2013

Peta Jenis

Tanah

Data Kejadian

Longsor

Peta Kawasan Rawan

Longsor Tahun 2013

Georeferencing

Dijitasi

Export ke *.shp

Peta Jenis

Tanah .shp

Peta Curah

Hujan Tahun

2008 dan 2013

Peta Geologi

.shp

Peta

Kemiringan

Lereng .shp

Gambar 3.5 Diagram Alir Pengolahan Citra untuk Peta Rawan Longsor

Penjelasan diagram alir pengolahan citra untuk peta rawan longsor

yaitu :

i. Data curah hujan dilakukan interpolasi menggunakan IDW

(Interpolation Distance Wighting) untuk mendapatkan peta

curah hujan.

ii. Peta jenis tanah, dan peta Geologi dilakukan georeferencing

yaitu proses memberikan referensi koordinat pada peta yang

masih berupa citra raster biasa. Kemudian dilakukan dijitasi

agar dapat di-export ke format .shp untuk dilakukan overlay.

iii. Peta RBI Kabupaten Jember skala 1:25.000 dilakukan

pendijitan titik tinggi (kontur) untuk mendapatkan peta

kemiringan.

iv. Overlay

Overlay dilakukan pada parameter longsor, yaitu tutupan

lahan, jenis tanah, curah hujan, dan kemiringan lahan, peta

kerapatan vegetasi. Hasil dari proses overlay adalah

Page 52: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

35

berupa data baru yang merupakan hasil dari penjumlahan

skor dari proses tersebut.

v. Analisa

Proses analisa ini dapat dilakukan dari hasil overlay

parameter longsor dengan metode skoring dan dengan

menggunakan data kejadian longsor tahun 2008 dan tahun

2013.

vi. Hasil

Hasil yang diperoleh yaitu peta kawasan rawan longsor.

Page 53: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

36

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 54: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

37

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Data Citra

Citra yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini adalah :

1. Citra Aster level 1B daerah Jember dengan tanggal perekaman 13 Mei

2008

2. Citra Landsat 8 daerah Jember dengan tanggal perekaman tanggal 13

Agustus 2013 dan 23 September 2013

Gambar 4.1 Citra Aster Daerah Jember RGB 3,2,1

Gambar 4.2 Citra Landsat 8 Daerah Jember RGB 4,3,2 Setelah Mozaik

Page 55: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

38

4.1.2. Koreksi Geometrik

4.1.2.1. Perhitungan Kekuatan Jaring Titik Kontrol

Desain jaring titik control pada citra Aster yang digunakan dalam

koreksi geometrik citra sebagai berikut :

Gambar 4.3 Desain Jaring Titik Kontrol Aster Dengan Tanggal Perekaman 13

Mei 2008

Perhitungan SOF (Strength of Figure) jaring tersebut adalah :

Jumlah Baseline : 10

Jumlah Titik : 6

N ukuran : Jumlah Baseline × 3

: 10 x 3 = 30

N Parameter : Jumlah titik × 3

: 6x 3 = 18

u : N ukuran - N Parameter

: 30- 18= 30

Besar SOF : u

xAATrace T 1][

: 0,2640

5

4

9

2

3

1

10

6

7 8

Page 56: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

39

Perhitungan Kekuatan Jaring Titik Kontrol (SOF) dilakukan

menggunakan peta RBI Kabupaten Jember untuk mengetahui koordinat yang

akan di gunakan sebagai titik GCP. Perhitungan Kekuatan Jaring Titik

Kontrol (SOF) diladengan menggunakan bantuan software Matlab R20089a

Dari hasil perhitungan nilai kekuatan jaring pada citra Aster adalah 0,2640.

Dimana semakin kecil bilangan faktor kekuatan jaringan tersebut di atas,

maka akan semakin baik konfigurasi jaringan dan sebaliknya (Abidin, 2002).

4.1.2.2. Penentuan Titik Kontrol (GCP) dan Nilai RMS Error

Parameter tingkat keakurasian dari proses ini adalah nilai yang

dipresentasikan oleh selisih antara koordinat titik kontrol hasil

transformasi dengan koordinat titik kontrol, yang dikenal dengan nama

RMSerror. Nilai RMSerror yang rendah akan menghasilkan hasil yang

akurat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi RMSerror ini, yaitu

tingkat ketelitian titik kontrol citra, jumlah dan distribusi letak titik

kontrol, model transformasi yang digunakan (Modul Pelatihan ArcGIS

tingkat dasar, 2007).

Koreksi Geometrik citra Aster tahun 2008 dilakukuan

menggunakan peta vektor Kabupaten Jember. Sistem Proyeksi yang

digunakan adalah Universal Transverse Mercator Zona 49 S dan datum

yang dipakai yaitu WGS 1984. Titik-titik GCP yang dipilih adalah

objek yang sama pada citra dan pada referensi dimana kemungkinan

perubahannya relatif lambat (tetap). Hasil koreksi Geometrik pada citra

Aster yang dilakukan dengan 6 titik GCP mendapatkan nilai RMS

Error rata-rata sebesar 0,2145 piksel yang artinya nilai RMS Error

tersebut kurang dari sama dengan satu (RMSerror ≤ 1) piksel, maka

citra tersebut telah terkoreksi secara geometrik. (Purwadhi, 2001)

Page 57: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

40

Tabel 4.1 Nilai RMS Citra Aster Tahun 2008

4.1.3. Perhitungan Kerapatan Vegetasi Dengan Algoritma NDVI

Dalam penelitian ini berdasarkan pada kanal kedua cutra yang berbeda

tidak berdasarkan panjang gelombangnya. Dalam proses perhitungan indeks

vegetasi pada citra Aster tahun 2008 menggunakan kanal 3 (Near Infrared)

dengan panjang gelombang 0,780 – 0,860 µm dan kanal 2 (Red) dengan

panjang gelombang 0,630 – 0,690 µm yang keduanya dimiliki oleh citra

Aster sedangkan untuk proses perhitungan indeks vegetasi pada citra

Landsat 8 tahun 2013 menggunakan kanal 4 (Red) dengan panjang

gelombang 0.64 - 0.67 µm dan kanal 5 (Near Infrared) dengan panjang

gelombang 0.85 - 0.88 µm yang keduanya dimiliki oleh citra Landsat 8.

Tingkat kerapatan vegetasi untuk parameter becana longsor dibagi

menjadi tiga, yaitu kerapatan vegetasi jarang, kerapatan vegetasi sedang,

dan kerapatan vegetasi rapat dengan skor dan rentang nilai NDVI masing –

masing kerapatan (Utomo, 2008). Hasil ground truth dari 21 titik sampel

yang diambil terlampir di lampiran 2b.

Tabel 4.2 Kisaran Tingkat Kerapatan NDVI

Tingkat Kerapatan

Kisaran NDVI Kelas Aster Landsat 8 Vegetasi

Rapat 0.420735 s.d 0.874493 0,422734 s.d 0,874452 1

Vegetasi Sedang 0.324191 s.d 0.415908 0,320876 s.d 0,418305 2

Vegetasi Jarang -0,230938 s.d 0,319364 -0,254843 s.d 0,316447 3

TITIK KOORDINAT

AKTUAL KOORDINAT

PREDIKSI KOORDINAT UTM RMS

X Y X Y X (m) Y (m)

1 2005,31 3157,15 2005,2797 3157,1546 773862,71 9086478,68 0,0306

2 3736,31 2693,15 3736,2999 2693,0922 800573,83 9089501,72 0,0586

3 4534,54 1885,00 4534,2900 1885,0443 814212,26 9099707,76 0,2539

4 3378,15 1128,23 3378,0650 1128,1751 798752,99 9113514,16 0,1012

5 2303,08 1896,23 2303,0181 1896,2641 781094,72 9104519,72 0,0707

6 3799,77 1846,08 3800,2073 1846,1096 803411,73 9101922,87 0,4383

Page 58: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

41

Rincian jumlah luasan keadaan vegetasi pada tahun 2008 dan tahun

2013 berdasarkan klasifikasi NDVI di area studi penelitian ini dapat

dijelaskan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah Luasan Berdasarkan Klasifikasi NDVI

Klasifikasi Tahun 2008 Tahun 2013

Luas (Ha)

Luas (%)

Luas (Ha)

Luas (%)

Vegetasi Jarang 21.253,05 31,6 6.962,85 10,3 Vegetasi Sedang 13.843,08 20,6 4.491,09 6,7 Vegetasi Rapat 32.123,79 47,8 55.816,74 83.0

(Sumber : Pengolahan citra satelit)

Dapat diketahui bahwa pada tahun 2008 di area studi penelitian ini

32.123,79 Ha atau 47,8% bervegetasi rapat dan pada tahun 2013 sebesar

55.816,74 Ha atau 83% bervegetasi rapat pula.

Gambar 4.4 Peta Kerapatan Vegetasi Tahun 2008 Menggunakan Citra Aster

Page 59: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

42

Gambar 4.5 Peta Kerapatan Vegetasi Tahun 2013 Menggunakan Citra Landsat 8

4.1.4. Curah Hujan

Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi

kadar air dan kejenuhan air. Air hujan seringkali menjadi pemicu terjadinya

longsor. Hujan dapat meningkatkan kadar air dalam tanah, yang kemudian

menyebabkan kondisi fisik lereng berubah-ubah. Kondisi besaran curah

hujan tersebut tentunya sangat mempengaruhi kondisi tanah atau batuan,

karena sifat fisik tanah/batuan menjadi kurang tahan apabila kandungan air

di dalamnya berlebihan, dan dapat memicu terjadinya gerakan tanah (Dinas

ESDM Prop. Jatim, 2007dalam Sulistiarto, 2010). Kriteria dan skor yang

digunakan untuk curah hujan adalah (PUSLITANAK, 2004 dalam Lestari,

2008) :

Tabel 4.4 Skor Curah Hujan

Curah Hujan (mm/thn)

Keterangan Skor

< 1.000 Rendah 1 1.000 – 2.000 Agak Sedang 2 2.000 – 2.500 Sedang 3 2.500 – 3.000 Agak Tinggi 4

> 3.000 Tinggi 5

Page 60: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

43

Pembuatan peta curah hujan pada penelitian ini didasarkan pada data

curah hujan bulanan yang berbentuk data tabular. Peta yang dihasilkan dari

proses ini adalah peta curah hujan yang disesuaikan dengan tahun akuisisi

citra, yaitu tahun 2008 dan 2013. Berdasarkan pengolahan yang dilakukan

maka diperoleh curah hujan pada daerah penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Jumlah Luasan Curah Hujan Tahun 2008 dan 2013

Klasifikasi Curah Hujan

(mm/thn)

Luasan (Ha) Tahun 2008

Tahun 2013

< 1.000 - - 1.000 – 2.000 - - 2.000 – 2.500 29.616,03 11.597,10 2.500 – 3.000 35.501,54 53.593,88

> 3.000 2.349,43 2.263,67 (Sumber hasil pengolahan)

Berdasarkan pengolahan data curah hujan tahun 2008 dan 2013

diperoleh bahwa curah hujan di area studi ini tergolong tinggi dengan

curah hujan berkisar antara 2000-2500 mm/tahun.

Gambar 4.6 Peta Curah Hujan Tahun 2008

Page 61: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

44

Gambar 4.7 Peta Curah Hujan Tahun 2013

4.1.5. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng adalah faktor utama yang mempengaruhi dalam

meningkatkan tegangan geser dan juga mengurangi kekuatan geser.

Semakin tinggi lereng dikaitkan dengan yang lebih tinggi dari tegangan

geser. Ini berarti bahwa probabilitas kegagalan semakin besar. Menurut SK

Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 mengklasifikasikan

kemiringan tanah adalah :

Tabel 4.6 Kemiringan Lereng dan Skor

Kelerengan Keterangan Skor 0% - 8% Datar 1

8% - 15% Landai 2 15% - 25% Agak Curam 3 25% - 45% Curam 4

> 45% Sangat Curam 5

Kemiringan lahan di wilayah penelitian dibuat berdasarkan garis

kontur yang diturunkan dari titik tinggi. Kontur tersebut dibuat dengan

interval kontur sebesar 12,5 meter. Luas kemiringan lahan tersebut adalah

sebagai berikut :

Page 62: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

45

Tabel 4.7 Luasan Kemiringan Lereng

Kelerengan Luas (Ha) Luas (%) 0% - 8% 33.796,96 54,0 8% - 15% 9.411,79 15,0 15% - 25% 6.249,66 10,0 25% - 45% 7.739,32 12,3

> 45% 5.436,44 8,7 (Sumber : hasil pengolahan)

Gambar 4.8 Peta Kelerengan Lereng

4.1.6. Jenis Batuan (Geologi)

Faktor geologi yang memicu terjadinya suatu longsor ditentukan oleh

struktur batuan dan komposisi mineralogi yang berpengaruh terhadap

kepekaan erosi dan longsor yang dicirikan dengan jenis batuan. Jenis batuan

yang menyusun suatu daerah mempunyai tingkat bahaya yang berbeda satu

sama lain. Berdasarkan besar butirnya, batuan yang berbutir halus pada

umumnya mempunyai bahaya terhadap gerakan tanah yang lebih tinggi,

sedangkan bila dilihat dari kekompakannya maka batuan yang kompak dan

masif lebih kecil kemungkinan terkena gerakan tanah. Pengkelasan dan skor

untuk jenis batuan sebagai berikut (PUSLITANAK, 2004 dalam Lestari,

2008) :

Page 63: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

46

Tabel 4.8 Jenis Batuan dan Skor

Jenis Batuan Keterangan Skor Bahan Aluvial (Qaf) Rendah 1 Bahan Vulkanik-1 (Qhvr, Qvab, Qvs, Qvat, Sedang 2

Bahan Sedimen-1 (Tomb, Qsb) Agak Tinggi 3 Bahan Sedimen-2 dan Vulkanik-2 Tinggi 4

Jenis batuan ini dibuat berdasarkan peta Geologi Kabupaten Jember.

Jenis batuan yang terdapat pada daerah studi penelitian adalah jenis batuan

bahan sedimen, bahan vulkanik-1, dan bahan aluvial.

Gambar 4.9 Peta Geologi

4.1.7. Jenis Tanah

Menurut SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

mengklasifikasikan jenis tanah berdasarkan kepekaan tanah terhadap erosi.

Berikut adalah jenis tanah beserta skor :

Page 64: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

47

Tabel 4.9 Skor Jenis Tanah

Jenis Tanah Keterangan Skor Aluvial, Tanah Glei Planosol Hidromorf Kelabu, LiteritaAir Tanah Tidak Peka 1

Latosol Agak Peka 2 Brown Forest Soil, Non Calcis Brown, Mediteran Kurang Peka 3

Andosol, Laterit, Grumosol, Podsol, Podsolik Peka 4

Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka 5

Berdasarkan Peta Jenis Tanah, area studi penelitian ini memiliki 5

kelas jenis tanah, yaitu :

1. Alluvial

Jenis tanah alluvial merupakan jenis tanah yang masih muda,

belum mengalami perkembangan, berasal dari batuan induk

aluvium. Penyebarannya berada di tepi sungai dan dataran pantai.

2. Glei

Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor

lokal, yaitu topografi. Topografi berupa dataran rendah atau

cekungan, hampir selalu tergenang air warna kelabu hingga

kekuningan, Ciri khas tanah ini adanya lapisan kontinu yang

berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0,5 meter

akibat dari profil tanah yang selalu jenuh air.

3. Andosol

Andosol merupakan jenis tanah mineral yang telah mengalami

perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat

kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi dan bersifat

licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak

asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang,

kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi.

Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik.

Page 65: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

48

4. Mediteran

Mediteran merupakan jenis tanah yang mempunyai perkembangan

profil, solum sedang hingga dangkal. Berwarna coklat hingga

merah dengan daya absorpsi sedang. Jenis tanah ini merupakan

jenis tanah yang peka terhadap erosi.

5. Grumosol

Tanah grumusol adalah tanah yang terbentuk dari material halus

berlempung. Jenis tanah ini berwarna kelabu hitam dan bersifat

subur. Tanah ini tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura,

Nusa Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Tanah grumusol pada

umumnya mempunyai tekstur liat, berwarna kelabu hingga hitam,

pH netral hingga alkalis, dan mudah pecah saat musim kemarau.

Di Indonesia, jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang

tingginya tidak lebih dari 300 m di atas permukaan laut dengan

topografi agak bergelombang hingga berbukit, temperatur rata-rata

25oC, curah hujan < 2.500 mm, dengan pergantian musim hujan

dan kemarau yang nyata.

Luas masing-masing jenis tanah tersebut pada daerah penelitian

adalah sebagai berikut :

Tabel 4.10 Luasan Jenis Tanah

Jenis Tanah Luas (Ha) Luas (%) Alluvial 3.128,69 4,7 Glei 637,69 1,0 Mediteran 11.929,43 17,7 Andosol 33.436,88 49,7 Grumosol 18.094,38 26,9

(Sumber : hasil pengolahan)

Berdasarkan peta jenis tanah, area penelitian didominasi oleh jenis

tanah andosol yang penyebarannya berada diwilayah kecamatan

Bangsalsari, Panti, Sukorambi, Patrang, Jelbuk, pakusari, dan Mayang.

Page 66: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

49

Gambar 4.10 Peta Jenis Tanah

4.1.8. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan seperti persawahan maupun tegalan dan semak

belukar, terutama pada daerah – daerah yang mempunyai kemiringan lahan

terjal umumnya sering terjadi tanah longsor. Minimnya penutupan

permukaan tanah dan vegetasi, sehingga perakaran sebagai pengikat tanah

menjadi berkurang dan mempermudah tanah menjadi retak – retak pada

musim kemarau. Pada musim penghujan air akan mudah meresap ke dalam

lapisan tanah melalui retakan tersebut dan dapat menyebabkan lapisan tanah

menjadi jenuh air. Hal demikian cepat atau lambat akan mengakibatkan

terjadinya longsor atau gerakan tanah (Wahyunto, 2010). Berikut adalah

penggunaan lahan beserta skor untuk bencana longsor:

Tabel 4.11 Penggunaan Lahan dan Skor

Penggunaan Lahan Keterangan Skor Hutan/vegetasi lebat dan badan-badan air Rendah 1

Kebun campuran/semak belukar Agak Sedang 2 Perkebunan dan sawah irigasi Sedang 3 Kawasan industri dan permukiman/perkampungan Agak Tinggi 4

Lahan-lahan kosong Tinggi 5 (Sumber : PUSLITANAK, 2004)

Page 67: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

50

Peta tutupan lahan tahun 2008 dan tahun 2013 diperoleh dari hasil

klasifikasi Supervised Maximum Likelihood citra Aster tahun 2008 dan citra

Landsat 8 tahun 2013. Ketelitian dari pengolahan tutupan lahan dihitung

dengan menggunakan confusion matrix, dimana batas toleransi yang

diberikan yaitu ≥ 80 %. Perhitungan confusion matrix dari hasil tutupan

lahan pada tahun 2008 dan tahun 2013 dapat dilihat di lampiran 1, dengan

nilai yang didapat masing – masing sebesar 89,89% dan 98,45%.

Perhitungan ini didasarkan dari hasil pengambilan sampel sebanyak 27 titik

ground truth. Hasil ground truth dari 27 titik sampel yang diambil terlampir

di lampiran 2a. Luas tutupan lahan daerah penelitian ini diperoleh dari hasil

pengolahan citra yang dijelaskan pada tabel 4.12 sebagai berikut :

Tabel 4.12 Luasan Tutupan Lahan

Penggunaan Lahan

Tahun 2008 Tahun 2013

Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas

(%) Hutan 15.775,65 25,1 23.847,93 40,38 Ladang 4.690,89 7,4 5.859,9 9,92 Sawah 19.484,37 31,0 19.585,98 33,17 Semak Belukar 16.962,21 26,9 897,03 1,52 Pemukiman 5.507,55 8,8 8.070,75 13,67 Tanah Kosong 474,12 0,8 790,56 1,34 Total 62.894,79 100 59.052,15 100

(Sumber: hasil pengolahan)

Total luas tutupan lahan yang diperoleh dari citra Aster tahun 2008

yaitu 62.894,79 Ha sedangkan total luas tutupan lahan dari citra Landsat 8

tahun 2013 yaitu 59.052,15 Ha. Total yang dihasilkan dari kedua citra

tersebut berbeda karena hal ini disebabkan adanya piksel pada citra yang

tidak dapat diklasifikasikan secara digital oleh komputer.

Page 68: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

51

Gambar 4.11 Peta Tutupan Lahan Tahun 2008

Gambar 4.12 Peta Tutupan Lahan Tahun 2013

Tutupan lahan yang terdapat di area penelitian ini yaitu hutan yang

dominan ditanami pohon pinus, pohon jati, dan pohon mahoni dan tersebar

hampir di seluruh area penelitian. Selain itu terdapat sawah yang ditanami

tanaman padi dan jagung sedangkan ladang yang tedapat di area studi ini

Page 69: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

52

ditanami tanaman sangon, pohon pisang serta tanamana cabai. Untuk semak

belukar banyak terdapat tanaman liar seperti rumput liar.

4.1.9. Overlay

Overlay ini dilakukan pada parameter bencana longsor, yaitu : curah

hujan, jenis batuan (geologi), jenis tanah, kerapatan vegetasi, kemiringan

lereng, dan tutupan lahan. Setiap kelas dari parameter longsor yang telah

diberi skor kemudian dioverlaykan satu sama lain. Hasil dari proses overlay

adalah berupa data baru yang merupakan hasil dari penjumlahan skor dari

proses skoring tersebut.

Proses overlay ini dilakukan dua kali sesuai dengan tahun akuisisi

citra yang digunakan. Untuk tahun 2008, data yang digunakan yaitu tutupan

lahan tahun 2008 dari hasil klasifikasi citra Aster, curah hujan tahun 2008,

kerapatan vegetasi dari hasil klasifikasi citra Aster, kemiringan lereng, jenis

tanah, dan jenis batuan. Sedangkan untuk tahun 2013, data yang digunakan

yaitu tutupan lahan tahun 2013 dari hasil klasifikasi citra Aster, curah hujan

tahun 2013, kerapatan vegetasi dari hasil klasifikasi citra Aster, kemiringan

lereng, jenis tanah, dan jenis batuan.

Maka dari hasil overlay tersebut akan diperoleh peta kerawanan

bencana longsor seperti berikut :

Gambar 4.13 Peta Rawan Bencana Longsor Tahun 2008

Page 70: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

53

Gambar 4.14 Peta Rawan Bencana Longsor Tahun 2013

4.2. Analisa

4.2.1. Skoring

Pada skor kumulatif faktor penggunaan lahan ini dapat dibagi menjadi

3 bagian yaitu :

a. Lahan Terbangun yaitu berupa pemukiman

b. Lahan Terbuka yaitu ladang dan sawah

c. Hutan

Untuk kawasan lahan terbangun mempunyai potensi yang tinggi untuk

terjadinya bencana longsor karena merubah lahan konservasi dan jarang

memiliki vergetasi penahan erosi. Demikian pula pada lahan terbuka seperti

sawah dan ladang merupakan kawasan yang memiliki vegetasi sedang

sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kawasan lahan terbuka memiliki

kerentanan rawan longsor. Untuk kawasan hutan dan perkebunan

mempunyai potensi kurang rawan terhadap longsor karena di kawasan ini

terdapat vegetasi penahan erosi seperti pohon jati dan pohon mahoni.

Untuk kawasan lahan terbangun dengan kerapatan vegetasi jarang

memiliki skor 7,5% faktor tanah longsor sedangkan untuk lahan terbuka

dengan adanya beberapa vegetasi penahan erosi diasumsikan menjadi 4,5%

Page 71: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

54

faktor tanah longsor. Adapun tanaman hutan dan perkebunan menjadi faktor

sangat kecil untuk terjadinya tanah longsor karena memilik skor 3% faktor

tanah longsor.

Demikian rumus kerentanan tanah longsor yang dipengaruhi

kerapatan vegetasi menjadi :

Skor Kumulatif = (30% x Faktor Curah Hujan) + (20% x Faktor Tanah) +

(20% x Faktor Geologi) + (15% x Faktor Penggunaan

Lahan) + (15% x Faktor Kemiringan Lereng)

Berdasarkan hasil skor kumulatif, maka didapatkan nilai total skor

kumulatif seperti berikut :

Tabel 4.13 Nilai Total Skor Kumulatif

Tingkat Kerawanan

Nilai Skoring Tahun 2008 Tahun 2013

Kurang Rawan 0,75 – 2,50 0,75 – 2,50 Rawan 2,525 – 3,60 2,52 – 3,60

Sangat Rawan 3,675 – 3,75 3,65 – 3,75

Luas daerah tingkat kerawanan pada area penelitian ini dijelaskan

pada tabel 4.14 sebagai berikut :

Tabel 4.14 Luas Tingkat Kerawanan

Tingkat Kerawanan

Tahun 2008 Tahun 2013

Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas

(%) Kurang Rawan 18.631,84 27,49 9.899,51 14,60 Rawan 48.712,80 71,89 57.870,72 85,36 Sangat Rawan 418,95 0,62 28,90 0,04 Total 67.763,59 100 67.799,13 100

Dari tabel 4.14 dapat dijelaskan bahwa tahun 2013 tingkat kerawanan

longsor kelas rawan mengalami kenaikan sebesar 35,54 Ha dibandingkan

tahun 2008. Hal ini dikarenakan tingginya curah hujan tahun 2013 mencapai

2.500 – 3.000 mm/tahun. Sedangkan untuk tingkat kerapatan vegetasi pada

tahun 2013, yaitu bervegetasi rapat dengan luas area sebesar 32.320,62 Ha

atau 48,2% dan di tahun 2008 memiliki vegetasi rapat dengan luas area

sebesar 55.816,74 Ha atau 83%. Untuk jenis tanah di area studi ini

didominasi oleh jenis tanah andosol yang peka terhadap terjadinya longsor.

Page 72: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

55

Jenis batuan di area studi ini lebih didominasi oleh jenis batuan vulkanik

yang memiliki kepekaan longsor sedang, sehingga rentan menimbulkan

rawan longsor.

Di area studi ini banyak terdapat sawah sehingga pengolahan citra

untuk menentukan tutupan lahan pada tahun 2008 sawah memiliki luas

sebesar 19.484,37 Ha atau 31% sedangkan pada tahun 2013, sawah

memiliki luas sebesar 17.121,24 Ha atau 30,4% sehingga skor penggunaan

lahan untuk area sawah bernilai 3 yang berarti tingkat kerawanan bencana

longsor sedang. Dari parameter bencana longsor tersebut, maka diperoleh

tingkat kerawanan bencana pada tahun 2008 dan tahun 2013 berpotensi

rawan terhadap bencana. Pada tabel 4.15 dan 4.16 dijelaskan kecamatan

yang berpotensi kurang rawan, rawan, dan sangat rawan

Tabel 4.15 Luas Tingkat Kerawanan Per Kecamatan Tahun 2008

Kecamatan

Tingkat Kerawanan Kurang Rawan Rawan Sangat Rawan Luas (Ha)

Luas (%)

Luas (Ha)

Luas (%)

Luas (Ha)

Luas (%)

Pakusari 1.934,83 10,63 1.158,56 2,38 - - Bangsalsari 7.991,91 43,93 7.941,39 16,30 41,48 9,90 Panti 263,26 1,45 17.511,02 35,95 336,32 80,28 Arjasa 387,37 2,13 3.020,52 6,21 - - Mayang 3.223,48 17,72 2.514,36 5,16 - - Kalisat 4.062,94 22,33 1.180,47 2,42 - - Sukorambi 4,60 0,02 4.267,52 8,76 3,80 0,91 Patrang 83,64 0,46 4.084,13 8,38 - - Jelbuk 241,51 1,33 7.032,29 14,44 37,31 8,91 Total 18.193,54 100 48.710,26 100 418,91 100

Page 73: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

56

Tabel 4.16Luas Tingkat Kerawanan Per Kecamatan Tahun 2013

Kecamatan

Tingkat Kerawanan Kurang Rawan Rawan Sangat Rawan Luas (Ha)

Luas (%) Luas (Ha) Luas

(%) Luas (Ha)

Luas (%)

Pakusari 485,35 3,09 10.614,48 4,61 - - Bangsalsari 8.279,25 52,66 43.168,96 18,73 27,94 49,15 Panti 710,68 4,52 39.375,50 17,09 27,98 49,23 Arjasa 1.436,81 9,14 23.271,32 10,10 - - Mayang 739,47 4,70 8.616,10 3,74 0,92 1,62 Kalisat 1.175,19 7,48 10.492,22 4,55 - - Sukorambi 40,71 0,26 31.940,44 13,86 - - Patrang 1.511,76 9,62 23.628,25 10,25 - - Jelbuk 1.341,91 8,53 39.350,10 17,07 - - Total 15.721,13 100 230.457,37 100 56,84 100

Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa daerah sebesar

7.991,91Ha atau 43,93% di kecamatan Bangsalsari memiliki potensi kurang

rawan bencana longsor, sedangkan di kecamatan Panti memiliki potensi

rawan dan sangat rawan terhadap longsor yaitu sebesar 17.511,02 Ha atau

35,95% untuk daerah potensi rawan longsor dan sebesar 336,32 Ha atau

80,28% untuk daerah yang berpotensi sangat rawan.

Pada tahun 2013 berdasarkan tabel 4.16 daerah yang memiliki potensi

kurang rawan terdapat di kecamatan Bangsalsari sebesar 8.279,25 Ha atau

52,66%, sedangkan daerah yang memiliki potensi sangat rawan terdapat di

kecamatan Panti yaitu sebesar 27,98 Ha atau 49,23%. Berikut merupakan

data statistik kejadian tanah longsor di area studi penelitian disajikan pada

tabel 4.17 dengan rincian kerugian yang disajikan pada tabel 4.18.

Page 74: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

57

Tabel 4.17 Data Statistik Kejadian Tanah Longsor Tahun 2008 - 2013

Lokasi Total

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Kecamatan Arjasa 3 - - 1 - Kecamatan Sukorambi 1 - - - - Kecamatan Pakusari 1 - - - -

Kecamatan Panti 2 - 1 2 - Kecamatan Patrang 1 1 1 4 - Kecamatan Mayang - - - - 1 Kecamatan Jelbuk - - - 1 -

Kecamatan Bangsalsari - - - 1 - Total 8 1 2 9 1

(Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Jember)

Tabel 4.18 Rician Data Kejadian Tanah Longsor Tahun 2008 - 2013

No Hari/Tgl/ Pukul dan Tempat Kejadian

Jenis dan Sebab-Sebab Timbulnya

Bencana

Akibat yang Ditimbulkan

1 4 Januari 2008, Dsn. Rayap, Kemuninglor, Kec. Arjasa

Tanah longsor 5 kandang kambing rusak dan 12 rumah terancam longsor

2 26 Februari 2008, Dsn. Rayap, Kemuninglor, Kec. Arjasa

Tanah longsor susulan (penambahan luas longsoran).

12 rumah terancam longsor

3

23 Februari 2008, Dsn. Gempal, Desa Pakusari, Kec. Pakusari.

Tanah Longsor di lokasi penambangan pasir/batu

2 orang meninggal dunia

4

26 Februari 2008, Dsn. Gendir, Desa Klungkung, Kec. Sukorambi.

Tanah longsor

2 rumah tertimpa limpahan tanah longsor sehingga menyebabkan 1 rumah rusak ringan.

5 12 Maret 2008, Desa Suci, Kec. Panti

Longsor akibat hujan deras serta volume air sungai tinggi

- 1 rumah roboh dibongkar untuk mengantisipasi kejadian

- 1 Jembatan putus

Page 75: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

58

Tabel 4.18 Lanjutan

No Hari/Tgl/ Pukul dan Tempat Kejadian

Jenis dan Sebab-Sebab Timbulnya

Bencana

Akibat yang Ditimbulkan

6 7 Nopember 2008, Dsn. Sodong, Ds. Kemiri, Kec. Panti.

Longsor

6 rumah kemasukan tanah longsoran 1 kandang sapi rusak total

7

7 Desember 2008, Dsn. Rayap, Ds. Kemuninglor, Kec. Arjasa

Longsor 1 buah jembatan cor uk. 1 x 3 meter ambrol.

8 27 Desember 2008, Link. Mojan, Kel Bintoro, Kec. Patrang.

Longsor Kerusakan 1 rumah dan serta 7 rumah rawan longsor

9 30 Januari 2009, Lingk. Mojan, Kel Bintoro, Kec. Patrang.

Longsor Akibat curah hujan tinggi

- 1 Rumah rusak total.

- 4 rumah rusak ringan.

- 1 Jembatan sepanjang 10 x 3 meter ambruk (Rambaan Kidul)

10 13 Mei 2010, Desa Suci Kec, Panti

Tanah Longsor akibat hujan deras

- Tanah retak - Mushola roboh.

11

Tgl. 20 Desember 2010 Pkl.01.00 WIB Kec. Patrang

Tanah Longsor

Tanah longsor menimpa dapur milik warga Kel. Bintoro.

12 Sabtu, 22 Januari 2011 Pkl. 05.30 WIB. Kec. Arjasa

Tanah Longsor 2 rumah rusak

13

Tgl. 3 Pebruari 2011, Desa Suci dan Desa Pakis Kec.Panti

Banjir dan Tanah longsor

- Di Afdelling Kaliklepuh Desa Suci 25 KK 74 Jiwa

- Di Afdelling Besaran Kahindran Desa Pakis 45 KK 200 Jiwa terisolir dan tergenang air.

Page 76: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

59

Tabel 4.18 Lanjutan

No Hari/Tgl/ Pukul dan Tempat Kejadian

Jenis dan Sebab-Sebab Timbulnya

Bencana

Akibat yang Ditimbulkan

14 Tgl. 3 Pebruari 2011, Kec. Patrang Tanah Longsor

Disebabkan oleh kemiringan tanah dan derasnya air sungai jompo

15 Tgl. 12 Pebruari 2011, Desa Suci Kec. Panti Tanah Longsor

Terjadi tanah longsor di Padukuhan Kepiring Dusun Glundengan sepanjang 40 m lebar 30 m

16 Tgl.26 Pebruari2011, Desa Sucopangepok Kec. Jelbuk

Tanah longsor dan banjir

- Di dusun Pakel terjadi tanah longsor di lereng pegunungan yg berakibat banjir.

- Di Dusun Krajan Barat beberapa areal sawah tanahnya longsor yg terancam gagal panen.

- Di Dusun Tenap lokasi air bersih bantuan dari Jepang jebol terkena tanah longsor

17 Tgl. 6 Maret 2011, Desa Tugusari Kec. Bangsalsari.

Tanah longsor

- 1 korban jiwa - Janset seharga

1,5 juta ikut tertimbun tanah longsor

19 04 Desember 2011, Kel. Bintoro Kec. Patrang

Tanah Longsor

Terjadi tanah longsor yg menimpa rumah warga di Lingk. Mojan dan Perbal

20 04 Desember 2011 Kel. Bintoro Kec. Patrang

Longsor Longsor menimpa dua rumah di Dusun Moja Kel. Bintoro

Page 77: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

60

Tabel 4.18 Lanjutan

No Hari/Tgl/ Pukul dan Tempat Kejadian

Jenis dan Sebab-Sebab Timbulnya

Bencana

Akibat yang Ditimbulkan

21 25 Oktober 2012, Ds. Mrawan Kec. Mayang Tanah Longsor

(Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Jember)

Dari tabel 4.18 dapat diketahui bahwa tanah longsor dapat

menyebabkan kerugian secara sosial, ekonomi, dan lingkungan, banyak

rumah warga yang terkena longsoran hingga menimbulkan kematian. Dari

data tersebut diketahui pula kecamatan yang pernah terjadi tanah longsor

berada di Kecamatan Arjasa, Kecamatan Panti, Kecamatan Bangsalsari,

Kecamatan Patrang, Kecamatan Jelbuk, Kecamatan Sukorambi, Kecamatan

Pakusari, dan Kecamatan Mayang sedangkan kecamatan yang sering terjadi

tanah longsor yaitu Kecamatan Arjasa, Kecamatan Patrang, dan Kecamatan

Panti. Hal ini disebabkan karena di daerah tersebut curah hujannya tinggi

dan vegetasi di daerah tersebut tidak mampu menahan banyaknya air

sehingga terjadi tanah longsor.

4.2.2. Analisa Kerapatan Vegetasi dengan Tutupan Lahan

Dari hasil wawancara petugas Perum Perhutani Kabupaten Jember, di

daerah penelitian ini terdapat kawasan Hutan Lindung dan Hutan

Penyangga yang ditanami Sengon Laut, Mahoni, Manting Salam serta

Karet. Untuk kawasan Budidaya Tanaman Tahunan, terdapat perkebunan

kopi dan kakao yang diselingi dengan tanaman hutan lindung maupun hutan

penyangga. Untuk kawasan Budidaya Tanaman Semusim digunakan untuk

persawahan dan perkebunan seperti padi, jagung, dan ketela. Pada gambar

4.4 dan gambar 4.12 terlihat bahwa vegetasi rapat terdapat di daerah hutan

yang berdominan jenis tanaman berupa pohon jati, pohon pinus, dan pohon

mahoni. Selain itu sawah dengan tanaman padi dan jagung juga terdapat di

daerah bervegetasi rapat, sedang,da n jarang karena di daerah tersebut tidak

hanya terdapat tanaman padi, ketela, dan jagung saja melainkan terdapat

pula pohon kelapa yang tumbuh hanya beberapa saja di setiap sawah

Page 78: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

61

sehingga pada saat pengolahan citra terklasifikasi bervegetasi jarang

maupun sedang. Pada ladang juga terdapat jenis tanaman sengon, pohon

pisang yang terklasifikasi bervegetasi jarang.

4.2.3. Hubungan Kerapatan Vegetasi Terhadap Longsor

Vegetasi merupakan faktor penting dalam menjaga kemantapan

lereng, karena dengan tidak adanya tumbuhan atau pepohonan di daerah

pegunungan akan sangat mempengaruhi proses longsor. Menurut Asdak

(2003), pengaruh vegetasi penutup tanah adalah untuk melindungi

permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan dan

volume air larian, menahan partikel – pertikel tanah pada tempatnya melalui

sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan dan mempertahankan

kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air. Dengan adanya vegetasi

penutup tanaman yang baik seperti rumput yang tebal atau hutan yang lebat

dapat menghilangkan pengaruh topografi terhadap erosi. Semakin rapat

vegetasi di suatu daerah maka semakin kecil potensi terjadinya bencana

longsor begitupula sebaliknya, semakin jarang vegetasinya maka potensi

terjadinya longsor semakin besar.

Di daerah penelitian ini banyak terdapat sawah, perkebunan, dan

hutan. Hampir seluruh area penelitian ini terdapat sawah yang jenis

tanamannya berupa tanaman padi dan jagung. Jenis tanaman hutan yang

dominan ditanam di seluruh daerah penelitian ini adalah pohon pinus, pohon

mahoni, dan pohon jati Hal itu dikarenakan jenis tanah dan jenis batuan

yang terdapat di area penelitian ini cocok untuk pohon jati, pohon mahoni,

dan pohon pinus. Selain hutan dan sawah, di area penelitian ini juga terdapat

pekebunan kopi, karet dan coklat. Di kecamatan Panti selain terdapat hutan

mahoni juga terdapat perkebunan kopi dan karet sedangkan di kecamatan

Jelbuk terdapat perkebunan coklat. Oleh karena itu, kerapatan vegetasi

diperoleh dari pengolahan citra Aster tahun 2008 dan citra Landsat 8 tahun

2013 dengan menggunakan algoritma Normalized Difference Vegetation

Index (NDVI). Maka tahun 2008 diperoleh luas daerah terbesar yaitu daerah

bervegetasi rapat sebesar 32.123,79 Ha atau 47,8%, sedangkan tahun 2013

Page 79: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

62

diperoleh luas daerah terbesar yaitu dengan daerah bervegetasi rapat sebesar

55.816,74 Ha atau 83%.

Page 80: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

63

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari citra satelit Aster dan Landsat 8 menghasilkan peta kerapatan vegetasi tahun

2008 dan tahun 2013 dengan perhitungan indeks vegetasi NDVI.

2. Dengan menggunakan peta kerapatan vegetasi, peta curah hujan, peta jenis tanah,

peta geologi, peta tutupan lahan, dan peta kemiringan lereng yang dilakukan skoring

menghasilkan peta kerawanan longsor tahun 2008 dan tahun 2013.

3. Dari peta kerawanan bencana longsor didapatkan analisa bahwa pada tahun 2008

dan tahun 2013 kecamatan Bangsalsari kurang berpotensi terjadinya bencana

longsor sedangkan daerah yang berpotensi sangat rawan terhadap longsor terdapat di

kecamatan Panti. Hal ini sama dengan data kejadian longsor bahwa di kecamatan

Panti pernah terjadi longsor pada tahun 2006.

4. Total luas tingkat kerawanan longsor pada tahun 2008 yaitu 67.763,59 Ha dengan

rincian tingkat kerawanan kelas kurang rawan sejumlah 18631,84 Ha, kelas rawan sejumlah

48712,80 Ha, dan kelas sangat rawan sejumlah 418,95 Ha. Sedangkan total luas tingkat

kerawanan longsor pada tahun 2013 yaitu 67.799,13 Ha dengan rincian tingkat kerawanan

longsor kelas kurang rawan sejumlah 9.899,51 Ha, kelas rawan 57.870,72 Ha, dan kelas

sangat rawan sejumlah 28,90 Ha. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa bencana longsor

tahun 2008 terjadi peningkatan 35,54 Ha dari tahun 2013.

5.2. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengidentifikasi bencana longsor akan lebih baik jika disertai pengukuran

deformasi dan landsubsidence dalam memonitoring perubahan pergerakan tanah

setiap tahun dengan metode pengamatan geodinamik.

2. Dalam menentukan kerapatan vegetasi berdasarkan panjang gelombang 0,64 – 0,67

µm dari penggunaan citra Aster dan Landsat 8.

Page 81: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

64

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 82: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

65

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z., Jones, A., dan Kahar, J. 2002. Survei dengan GPS. Jakarta : Pradnya

Paramita

Asdak, C. 2003. Faktor Hutan, Geomorfologi, dan Anomali Iklim pada Bencana

Longsor di Hulu DAS Cimanuk. Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana

Longsor Di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.

Aster Indonesia. 2014. Tentang Citra Aster. www.aster-

indonesia.com/?Produk_Citra_Aster:Tentang_Citra_Aster, diakses pada

tanggal 21 Januari 2014

Dodi,S. dan Elfa,D. 2008. Analisis Indeks Vegetasi menggunakan Data Satelit

NOAA/AVHRR dan TERRA/AQUA-MODIS. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Effendi, R. S, 2002. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian

Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.

Erener, A, dkk. 2008. “Analysis of Landslide Hazard Mapping Methods:

Regression Models Versus Weight Rating”. The International Archives

of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information

Sciences. Vol. XXXVII. Part B8. Beijing

GIS Konsorsium Aceh Nias, 2007. Modul Pelatihan Arc GIS tingkat dasar.

Pemerintah Kota Banda Aceh

Ishak, Marenda. 2011. Memetakan Gerakan Tanah Di Jawa Barat. Jurnal

Penanggulangan Bencana Volume 2 Nomor 2 hal 24-33.

Kabupaten Jember. 2014. Selayang Pandang. http://jemberkab.go.id/selayang-

pandang/, diakses pada tanggal 20 Januari 2014

Kurniawan, A.F. 2005. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem

Informasi Geografis Untuk Pembuatan Peta Rawan Bencana Tanah

Longsor (Studi Kasus : Kabupaten Situbondo). Surabaya : Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

Page 83: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

66

Kuswaji, D.P., Priyana, Y., dan Priyono. 2006. Analisis Tingkat Bahaya

Longsor Tanah Di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara,

Forum Geografi, 20(2), 175-189.

Lestari, F.F. 2008. Penerapan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan

Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Bogor. Bogor : Departemen

Manajemen Hutan, Fakultas Kehutan. Institut Pertanian Bogor.

Malczewski, J. 1999. GIS And Multicriteria Decision Analysis. John Willey

and Sons, inc.

Martha, T.R., Kerle, N., 2010. Segment Optimisation For Object-Based Landslide

Detection. Netherlands : University of Twente

Maryantika, N. 2012. Analisa Perubahan Vegetasi Ditinjau Dari Tingkat

Ketinggian dan Kemiringan Lahan Menggunakan Citra Satelit Landsat

Dan Spot 4 (Studi Kasus Kabupaten Pasuruan). Surabaya: Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Munir, Moch. (2003), Geologi Lingkungan, Edisi Pertama, Bayumedia

Publishing, Malang.

Mutia, N dan Firdaus. 2011. “Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di

Kota Kendari”. Jurnal Aplikasi Fisika Volume 7 Nomor 1 : Kendari

Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indosnesia.

Nugroho, J,A. 2009. Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan

Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Hutan Lindung

Kabupaten Mojokerto). Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya.

Peraturan Menteri PU No 22/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang

Kawasan Rawan Bencana Longsor.

Pradhan, B dkk. 2008. Application of a Data Mining Model for Landslide Hazard

Mapping. The International Archives of the Photogrammetry, Remote

Sensing and Spatial Information Sciences. Vol. XXXVII. Part B8. Beijing

Purwadhi. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakart : Grasindo

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (PUSLITANAK). 2004. Petunjuk Teknis

Evaluasi Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian.

Page 84: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

67

Rahim, E.S. 1995. Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pengendalian Erosi

Tanah. Palembang : Universitas Sriwijaya.

Rahman, A. 2010. “Penggunaan Sistim Informasi Geografis Untuk Pemetaan

Kerawanan Longsor di Kabupaten Purworejo”. Jurnal Bumi Lestari, vol

10 No. 2 hal 191 – 199.

Sheila, B., InterWorks. 1992. Penghantar Tentang Bahaya Edisi Ke-3. UNDP :

Jakarta.

Sitanggang, Gokmaria. 2010. Kajian Pemanfaatan Satelit Masa Depan : Sistem

Penginderaan Jauh Satelit LDCM (Landsat-8). Berita Dirgantara Vol. 11

No.2. LAPAN: Peneliti Bidang Bangfatja

Sugiharyanto,dkk. 2009. Studi Kerentanan Longsor Lahan di Kecamatan

Samiguluh dalam Upaya Mitigasi Bencana Alam. Yogyakarta : UNY

Sulistiarto, B. 2010. Studi Tentang Identifikasi Longsor dengan Menggunakan

Citra Landsat dan ASTER (Studi Kasus : Kabupaten Jember). Surabaya:

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Surono. (2003). Potensi Bencana Geologi di Kabupaten Garut, Prosiding

Semiloka Mitigasi Bencana Longsor di Kabupaten Garut, Pemerintah

Kabupaten Garut.

Suryani, T.A. 2007. Analisis Komparatif Nilai Parameter Sismotektonik Dari

Hubungan Magnitudo-Kumulatif dan Nonkumulatif untuk Jawa Timur

Menggunakan Metode Kuadrat Terkecil dan Metode Maksimum

Likelihood dari Data BMG dan USGS Tahun 1973-2003. Skripsi S1

Jurusan Matematika Universitas Negeri Semarang : Semarang

Suyoto, R. 2006. Duka Jember di Awal Tahun 2006. Yayasan Buddha Tzu Chi

Indonesia. http://www.tzuchi.or.id/view_berita.php?id=569, diakses pada

tanggal 22 Februari 2014 pukul 16.32

USGS. 2014. Landsat 8 (LDCM) History. http://landsat.usgs.gov/about_ldcm.php,

diakses pada tanggal 20 Januari 2014

Utomo, Bayu S.S. 2008. Identifikasi Daerah Rawan Longsor Di Kabupaten Bogor

Jawa Barat. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Wahyunto, H. 2010. Kerawanan Longsor Lahan Pertanian. Balai Penelitian

Tanah : Bogor

Page 85: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

68

Wati, S.E., dkk. 2010. Landslide Susceptibility Mapping With Heuristic Approach

in Mountainous Area a Case Study in Tawangmangu Sub District, Central

Java, Indonesia. International Archives of the Photogrammetry, Remote

Sensing and Spatial Information Science, Volume XXXVIII, part 8.

Jepang

Widodo, A. 2011. Peran Geokimia Terhadap Stabilitas Lereng Tanah Residu

Vulkanik Di Daerah Panti Jember Jawa Timur. Yogyakarta : Universitas

Gajah Mada.

Page 86: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

LAMPIRAN 1

Hasil Confusion Matrix

1. Hasil Confusion Matrix Tutupan Lahan Tahun 2008

Overall Accuracy = (4532/5042) = 89.8850%

Kelas Hutan Pemukiman Sawah Awan Ladang

Tanah Semak Total Omisi

Kosong Belukar

Hutan 2610 0 95 0 0 0 0 2705 142 Pemukiman 0 225 8 19 0 2 12 296 27 Sawah 90 8 323 4 1 0 10 436 273 Awan 0 2 0 1112 0 0 0 1114 23 Ladang 1 3 17 0 74 0 16 111 5 Tanah Kosong 2 3 5 0 0 17 0 27 2

Semak Belukar 49 11 148 0 4 0 141 353 38

Total 2752 282 596 1135 79 19 179 5042 510 Komisi 95 41 113 2 37 10 212 510

2. Hasil Confusion Matrix Tutupan Lahan Tahun 2013

Overall Accuracy = (29086/29608) = 98.4507%

Kelas

Hutan Pemukiman Sawah Awan Ladang Tanah Semak

Total Omisi Kosong Belukar

Hutan 1305 0 1 0 0 0 0 1306 0 Pemukiman 0 294 8 0 1 0 0 303 19 Sawah 0 6 369 0 1 0 0 376 17 Awan 0 1 0 834 0 0 0 835 0 Ladang 0 2 1 0 78 1 2 84 6 Tanah Kosong 0 0 2 0 1 16 1 460 1

Semak Belukar 0 10 5 0 3 6 27 45 3

Total 1305 313 386 834 84 17 30 2969 46 Komisi 1 9 7 1 6 4 18 46

Page 87: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

LAMPIRAN 2

Hasil Ground Truth

a. Hasil Ground Truth Tutupan Lahan

No

Posisi Berdasarkan

Koordinat UTM Zona 49S

Jenis Tutupan Lahan

Foto

Absis (m)

Ordinat (m)

1 800196 9099813 Sawah di

Kec. Patrang

2 799420 9101769 Ladang di Kec. Arjasa

3 799213 9102011

Ladang pohon

pisang di Kec.

Patrang

4 796634 9105188 Pemukiman

di Kec. Arjasa

5 796295 9105817 Ladang

sangon di Kec. Arjasa

Page 88: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

No

Posisi Berdasarkan

Koordinat UTM Zona 49S

Jenis Tutupan Lahan

Foto

Absis (m)

Ordinat (m)

6 796661 9105934 Hutan

Pinus di Kec. Arjasa

7 800911 9101021 Sawah padi

di Kec. Arjasa

8 802722 9101291 Pemukiman

di Kec. Arjasa

9 800602 9099982 Pemukiman

di Kec. Patrang

10 797673 9098819 Sawah padi

di Kec. Patrang

11 793855 9097440 Pemukiman

di Kec. Sukorambi

Page 89: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

No

Posisi Berdasarkan

Koordinat UTM Zona 49S

Jenis Tutupan Lahan

Foto

Absis (m)

Ordinat (m)

12 790670 9103323 Ladang di Kec. Panti

13 790461 9103549 Hutan

pinus di Kec. Panti

14 790217 9103069 Hutan

pinus di Kec. Panti

15 789508 9096321 Pemukiman

di Kec. Panti

16 804718 9097707 Ladang di

Kec. Pakusari

17 806070 9097854

Sawah jagung di

Kec. Pakusari

Page 90: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

No

Posisi Berdasarkan

Koordinat UTM Zona 49S

Jenis Tutupan Lahan

Foto

Absis (m)

Ordinat (m)

18 804905 9097400 Pemukiman

di Kec. Pakusari

19 803986 9094716 Sawah padi

di Kec. Pakusari

20 810983 9095083

Semak Belukar di

Kec. Mayang

21 808942 9099334

Kebun Kakao di

Kec. Kalisat

22 807383 9100275

Sawah padi dan jagung

di Kec. Kalisat

23 782850 9092419

Sawah Jagung di

Kec. Bangsalsari

Page 91: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

No

Posisi Berdasarkan

Koordinat UTM Zona 49S

Jenis Tutupan Lahan

Foto

Absis (m)

Ordinat (m)

24 776370 9093209

Semak Belukar di

Kec. Bangsalsari

25 804123 9105556 Pemukiman

di Kec. Jelbuk

26 804492 9106641 Semak

Belukar di Kec. Jelbuk

27 804602 9107605 Hutan

pinus di Kec. Jelbuk

Page 92: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

b. Hasil Ground Truth Kerapatan Vegetasi

No

Posisi Berdasarkan Koordinat UTM Zona

49S Tingkat Kerapatan

Tutupan Lahan Foto

Absis (m) Ordinat (m)

1 800196 9099813

Vegetasi Jarang

Sawah

2 799420 9101769 Ladang

3 800911 9101021 Sawah

4 797673 9098819 Sawah

5 793283 9099327 Ladang

7 806070 9097854 Sawah

Page 93: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

No

Posisi Berdasarkan Koordinat UTM Zona

49S Tingkat Kerapatan

Tutupan Lahan Foto

Absis (m) Ordinat (m)

8 782850 9092419 Vegetasi Jarang Sawah

9 796295 9105817

Vegetasi Sedang

Ladang

11 790670 9103323 Ladang

12 804718 9097707 Ladang

13 810145 9095521 Sawah

14 808942 9099334 Ladang

Page 94: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

No

Posisi Berdasarkan Koordinat UTM Zona

49S Tingkat Kerapatan

Tutupan Lahan Foto

Absis (m) Ordinat (m)

15 776370 9093209

Vegetasi Sedang

Semak Belukar

16 805182 9105597 Sawah

17 796661 9105934

Vegetasi Rapat

Hutan

18 793380 9096507 Sawah

19 790461 9103549 Hutan

20 783977 9092223 Ladang

Page 95: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

No

Posisi Berdasarkan Koordinat UTM Zona

49S Tingkat Kerapatan

Tutupan Lahan Foto

Absis (m) Ordinat (m)

21 804602 9107605 Vegetasi Rapat Hutan

Page 96: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

LAMPIRAN 3

Peta a. Peta Rawan Bencana Tanah Longsor Tahun 2008

Page 97: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

b. Peta Rawan Bencana Tanah Longsor Tahun 2013

Page 98: ANALISA BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI …

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Adnindya Rizka

Falahnsia yang biasa dipanggil Nindya, dilahirkan di

Banyuwangi, pada tanggal 16 Januari 1991, merupakan

anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak

dr. Wahju Hartono dan Ibu Wachdieni. Penulis telah

menempuh pendidikan formal di TK Aba 2 Muncar

(1996-1997), SDN II Blambangan (1997-2003), SMP

Negeri 1 Srono (2003-2006), kemudian melanjutkan di

SMA Negeri 1 Genteng (2003-2009). Setelah lulus dari

SMA, penulis melanjutkan kuliah S-1 dengan mengikuti program Kemitraan

Mandiri dan diterima di Jurusan Teknik Geomatika - FTSP ITS Surabaya pada

tahun 2009. Penulis terdaftar dengan NRP 3509 100 015. Selama menjadi

mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan HIMAGE-ITS dan pernah

menjabat sebagai Staff Departemen Sosial HIMAGE 2010/2011 dan 2011/2012.

Selain itu penulis juga aktif mengikuti pelatihan keterampilan manajemen

mahasiswa sampai tingkat LKMM-TD serta kepanitiaan pada kegiatan

kemahasiswaan hingga tingkat nasional. Penulis juga telah melaksanakan kerja

praktik di PT. Pertamina EP Region Jawa. Untuk menyelesaikan studi sarjananya,

penulis memilih tugas akhir di bidang keahlian Geospasial dengan judul “Analisa

Kelembaban Hutan Berdasarkan Nilai TVDI Menggunakan Citra Landsat 7

ETM+ (Studi Kasus : Hutan KPH Banyuwangi Utara)”.

Penulis melanjutkan studi S2 di jurusan Teknik Geomatika ITS pada tahun

2013 dengan beasiswa Fast Track dan terdaftar dengan NRP 3512 201 905.

Penulis memilih Tesis di bidang keahlian Geoinformasi dengan judul “Analisa

Bencana Longsor Berdasarkan Nilai Kerapatan Vegetasi Menggunakan Citra

Aster dan Landsat 8 (Studi Kasus : Sekitar Sungai Bedadung, Kabupaten

Jember)”