geologi dan bencana tanah longsor banjarnegara

28
TUGAS GEOLOGI KUARTER KONDISI GEOLOGI DAN BAHAYA GERAKAN TANAH DI DUSUN JEMBLUNG, DESA SAMPANG, KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA Disusun oleh: MUHAMMAD HIDAYAT 410012219 KELAS 4 JURUSAN TEKNIK GEOLOGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA

Upload: muhammad-hidayat

Post on 28-Sep-2015

120 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Belajar Gerakan Tanah

TRANSCRIPT

TUGAS GEOLOGI KUARTERKONDISI GEOLOGI DAN BAHAYA GERAKAN TANAH DI DUSUN JEMBLUNG, DESA SAMPANG, KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA

Disusun oleh:MUHAMMAD HIDAYAT410012219KELAS 4

JURUSAN TEKNIK GEOLOGISEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONALYOGYAKARTA2015

PENDAHULUANSecara fisiografi, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter, Antiklinorium Bogor Pegunungan Serayu Utara Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Selatan Jawa (van Bemmelen, 1949).Berdasarkan pembagian zona menurut van Bemmelen (1949), daerah kajian termasuk Zona Pegunungan Serayu Utara. Ke arah utara, daerah ini berbatasan dengan Dataran Aluvial Jawa Utara, di bagian selatan dibatasi oleh Depresi Jawa Tengah, dibagian barat dan timur dibatasi oleh Zona Gunungapi Kuarter dan daerah kajian merupakan bagian dari cekungan Serayu Utara (Mukti dkk., 2008).Kabupaten Banjarnegara terletak antara 712 731 Lintang Selatan dan 10929 1094550 Bujur Timur. Berada pada jalur pegunungan di bagian tengah Provinsi Jawa Tengah sebelah barat yang membujur dari arah barat ke timur. Batas wilayah administrasi Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kebumen, Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas. Wilayah Kabupaten Banjarnegara memiliki luas 1.070 Km2. Kabupaten Banjarnegara terbagi dalam 20 kecamatan yang terdiri dari 266 desa dan 12 kelurahan, serta terbagi dalam 953 dusun, 5.150 Rukun Tetangga (RT) dan 1.312 Rukun Warga (RW).Gerakan tanah (longsoran) merupakan salah satu peristiwa alam yang sering menimbulkan bencana dan kerugian material. Kondisi alam dan aktivitas manusia adalah merupakan salah satu faktor penyebab terjadi gerakan tanah tersebut. Faktor alam yang menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain tingginya curah hujan, kondisi tanah, batuan, vegetasi, dan faktor kegempaan sebagai pemicunya. Disisi lain faktor aktivitas manusia juga dapat menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah. Aktivitas tersebut sebagai contohnya adalah penggunaan lahan yang tidak teratur, seperti pembuatan areal persawahan pada lereng yang terjal, pemotongan lereng yang terlalu curam, penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan sebagainya.

TATANAN GEOLOGIFisiografi RegionalMenurut Van bemmelen (1949), berdasarkan sifat fisiografinya, secara garis besar daerah Jawa Tengah dibagi menjadi enam bagian, yaitu :1. Zona Gunungapi Kuarter2. Zona Dataran Aluvium Jawa Utara3. Zona Antiklinorium Bogor, Rangkaian Pegunungan Serayu Utara dan Kendeng4. Zona Depresi Sentral Jawa, Solo dan Randublatung5. Zona Kubah dan Perbukitan dalam Depresi Sentral serta Rangkaian Pegunungan Serayu Selatan6. Zona Pegunungan SelatanMenurutnya, pegunungan di Jawa Tengah terbentuk oleh 2 puncak geantiklin yaitu Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan. Pegunungan Serayu Utara merupakan garis penghubung antara Zona Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di Jawa Timur. Sedangkan Pegunungan Serayu Selatan merupakan elemen yang muncul dari Zona Depresi Bandung yang membujur secara longitudinal di Jawa Barat dan terdiri atas bagian barat dan timur, yang keduanya dipisahkan oleh Lembah Jatilawang yang termasuk kedalam Zona Pusat Depresi Jawa Tengah dan bagian baratnya merupakan tinggian di dalam Zona Bandung di Jawa Tengah. Pegunungan ini merupakan antiklin yang sederhana dan sempit di bagian barat, yaitu di sekitar Ajibarang. Sedangkan di bagian timur Banyumas berkembang antiklinorium dengan lebar mencapai 30 kilometer yaitu di sekitar Lok Ulo. Bagian timur Pegunungan Serayu Selatan ini merupakan struktur dome sedangkan dekat Jatilawang terdapat suatu antiklin yang terpotong oleh Sungai Serayu.Antara Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Serayu Utara terdapat Zona Depresi Serayu, atau lebih dikenal dengan sebutan Zona Depresi Jawa Tengah. Depresi Jawa Tengah ini memanjang dari Majenang Ajibarang Purwokerto Jatilawang dan Wonosbo. Di antara Purwokerto dan Banjarnegara, lebar dari zona ini sekitar 15 kilometer, tetapi di sebelah timur Wonosobo semakin meluas dan secara setempat-setempat ditutupi oleh gunungapi muda, di antaranya G. Sundoro (3155 m) dan G. Sumbing (3317 m) dan ke arah timur Zona Depresi Jawa Tengah ini muncul kembali, yaitu di sekitar Datar Temanggung, Magelang.Sedangkan Pulau Nusakambangan merupakan kelanjutan Pegunungan Serayu Selatan yang terbentang luas di Jawa Barat. Pegunungan Karangbolong merupakan bagian dari lajur yang sama, tetapi terpisah baik dari yang terdapat di Jawa Barat maupun yang terbentang dari selatan Yogyakarta ke timur.Berdasarkan pembagian tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Serayu Utara dan secara struktur termasuk ke dalam Besuki Majenang High. Secara regional, Zona Pegunungan Serayu Utara mempunyai relief yang agak menonjol membentuk jalur Pegunungan Slamet, dan menuju ke arah selatan semakin melandai membentuk Cekungan Serayu.

Gambar 1. Peta fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelan, 1949), kotak merah merupakan daerah kajian. Kotak warna merah adalah cakupan daerah kajian.

Stratigrafi RegionalBerdasarkan Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan yang di keluarkan oleh Badan Geologi tahun 1996, di kecamatan Pejawaran terdapat tujuh satuan geologi, yaitu Anggota Breksi Formasi Ligung, Anggota Breksi Formasi Talangan, Satuan Batuan Gunung Api Dieng, Satuan Batuan Gunung Jembangan, Formasi Damar, Formasi Kalibiuk, dan Formasi Rambatan. Di bawah ini adalah luas persebaran masing-masing satuan.1. Anggota Breksi Formasi LigungAnggota Breksi Formasi Ligung, berumur Plistosen, diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Kalibiuk, terdiri dari satuan batuan breksi gunung api (aglomerat) yang bersusunan andesit, lava andesit hornblenda dan tufa. Di atas Formasi Ligung diendapkan endapan undak sungai berupa pasir, lanau, tufa, konglomerat dan breksi tufaan yang tersebar di sepanjang lembah Sungai Serayu.2. Anggota Breksi Formasi TapakFormasi Tapak, berumur Pliosen, diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Kumbang dan menjemari dengan Formasi Kalibiuk, terdiri dari satuan batupasir gampingan dan napal berwarna hijau mengandung pecahan molusca. Pada formasi ini terdapat Anggota Batugamping dari batugamping terumbu yang mengandung koral dan foraminifera besar, napal dan batupasir yang mengandung molusca. Selain itu terdapat juga Anggota Breksi yang terdiri dari breksi gunung api yang bersusunan andesit dan batupasir tufaan yang sebagian mengandung sisa tumbuhan. Ketebalan formasi ini sekitar 500 meter, yang diendapkan dalam lingkungan peralihan sampai laut.3. Batuan Gunung Api DiengBatuan Gunung Api Dieng, berumur Plistosen, diendapkan di atas Batuan Gunung Api Jembangan, terdiri dari satuan batuan lava andesit dan andesit-kuarsa serta batuan klastika gunung api, yang kemudian diatasnya diendapkan endapan aluvial.4. Batuan Gunung Api JembanganBatuan Gunung Api Jembangan, berumur Plistosen, diendapkan bersamaan dengan endapan undak sungai, terdiri dari satuan batuan lava andesit hiperstein-augit, klastika gunung api, lahar dan aluvium.5. Formasi DamarBatuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut membundar tanggung, agak keras.6. Formasi KalibiukFormasi Kalibiuk, berumur Pliosen, diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Kumbang dan menjemari dengan Anggota Breksi Formasi Tapak, terdiri dari satuan batuan napal dan batulempung, bersisipan tipis tufa pasiran. Napal dan batulempung berwarna abu-abu kebiruan, kaya fosil molusca. Tebal Formasi Kalibiuk diperkirakan sampai 3000 meter yang diendapkan dalam lingkungan pasang surut. Di atas formasi ini diendapkan satuan batuan dari Formasi Ligung.7. Formasi RambatanFormasi Rambatan berumur Miosen Awal sampai Tengah, diendapkan secara tidak selaras di atasFormasi Totogan, terdiri dari satuan batuan serpih, napal dan batupasir gampingan mengandungforaminifera kecil, tebal formasi ini diperkirakan lebih dari 370 meter dan diendapkan dalamlingkungan laut terbuka. Pada Formasii Rambatan terdapat Anggota Sigugur yang berupa endapanbatugamping terumbu, mengandung foraminifera besar dan mempunyai ketebalan beberapa ratusmeter. Di atas formasi ini diendapkan secara selaras satuan batuan dari Formasi Halang dan Formasi Kumbang.

Tektonik Regional1. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen)Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen) dimulai dengan pengangkatan dan perlipatan sampai tersesarkannya batuan sedimen Paleogen dan Neogen. Perlipatan yang terjadi berarah relatif barat-timur, sedangkan yang berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara hanya sebagian. Sedangkan sesar yang terjadi adalah sesar naik, sesar sesar geser-jurus, dan sesar normal. Sesar naik di temukan di daerah barat dan timur daerah ini, dan berarah hampir barat-timur, dengan bagian selatan relatif naik. Kedua-duanya terpotong oleh sesar geser. Sesar geser-jurus yang terdapat di daerah ini berarah hampir baratlaut-tenggara, timurlaut-baratdaya, dan utara-selatan. Jenis sesar ini ada yang menganan dan ada pula yang mengiri. Sesar geser-jurus ini memotong struktur lipatan dan diduga terjadi sesudah perlipatan. Sesar normal yang terjadi di daerah ini berarah barat-timur dan hampir utara-selatan, dan terjadi setelah perlipatan. Di daerah selatan Pegunungan Serayu terjadi suatu periode transgresi yang diikuti oleh revolusi tektogenetik sekunder. Periode tektonik ini berkembang hingga Pliosen, dan menyebabkan penurunan di beberapa tempat yang disertai aktivitas vulkanik.2. Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen)Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen) merupakan kelanjutan dari periode tektonik sebelumnya, yang juga disertai dengan aktivitas vulkanik, yang penyebaran endapan-endapannya cukup luas, dan umumnya disebut Endapan Vulkanik Kuarter.3. Periode Tektonik HolosenPeriode Tektonik Holosen disebut juga dengan Tektonik Gravitasi, yang menghasilkan adanya gaya kompresi ke bawah akibat beban yang sangat besar, yang dihasilkan oleh endapan vulkanik selama Kala Plio-Plistosen. Hal tersebut menyebabkan berlangsungnya keseimbangan isostasi secara lebih aktif terhadap blok sesar yang telah terbentuk sebelumnya, bahkan sesar-sesar normal tipe horst dan graben ataupun sesar bongkah atau sesar menangga dapat saja terjadi. Sesar-sesar menangga yang terjadi pada periode inidapat dikenal sebagai gawir-gawir sesar yang mempunyai ketinggian ratusan meter dan menoreh kawah atau kaldera gunung api muda, seperti gawir sesar di Gunung Beser, dan gawir sesar pada kaldera Gunung Watubela.Situmorang, dkk (1976), menafsirkan bahwa struktur geologi di Pulau Jawa umumnya mempunyai arah baratlaut-tenggara, sesuai dengan konsep Wrench Fault Tectonics Moody and Hill (1956) yang didasarkan pada model shear murni.

Geologi SejarahSejarah pengendapan semua batuan yang ada di daerah penelitian tidak terlepas dari perkembangan tektonik Pulau Jawa dan pertumbukan antara Lempeng Benua Asia Tenggara dan Lempeng Hindia-Australia sejak Kapur akhir atau Tersier Awal. Dua hal yang pokok pada pembentukan batuan sedimen adalah pembentukan cekungan sebagai wadah dari endapan tersebut yang erat kaitannya dengan lingkungan pengendapan dan sumber dari batuan yang diendapkan. Selama Paleosen Tengah dan Akhir terjadi pendesakan (thrusting) dari selatan yang dihasilkan karena pergerakan mengarah ke utara oleh lempeng Indo- Australia. Pendesakan ini menghasilkan bancuh di selatan Serayu Utara, pergerakan ke utara ini juga menghasilkan kompresi, blok penyesaran, dan pengangkatan. Kompresi ini memulai terbentuknya pasangan kekar-kekar gerus utama (conjugate set of primary shear fractures) yang nantinya mengontrol posisi aktivitas volkanik. Pada akhir Paleosen kompresi agak berkurang, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan (subsidence), dan pada kala Eosen endapan laut dangkal menempati bagian sedimen Paleosen Awal yang telah tererosi. Selama Oligosen terjadi penurunan muka air laut secara tajam di seluruh dunia yang menyebabkan erosi pada blok yang paling tinggi dan bersamaan dengan itu, terendapnya material erosi ini di blok yang lebih rendah (Ratman dan Robinson, 1996). Sedangkan menurut Martono (1992) Gejala tektonik tertua yang ditemukan di daerah ini ditunjukkan oleh proses pembentukan batuan Paleogen, yang diduga berlangsung sampai Oligosen. Terjadinya pencampuradukan tektonik yang melibatkan barbagai jenis batuan, termasuk sedimen yang sedang dalam proses pengendapan, memberikan kesan bahwa batuan Paleogen tersebut terbentuk di dalam zona tunjaman (subduksi). Menurut Van Bemmelen (1949), pada Oligosen Miosen, geantiklin bagian utara mengalami penurunan yang terjadi akibat naiknya geantiklin bagian selatan. Penurunan ini terjadi sampai intra Miosen Tengah, saat itu terjadi reaksi gravitasional yang menyebabkan geantiklin bagian selatan patah, sayap utara geantiklin tersebut tergelincir ke arah depresi geosinklin.Miosen Awal merupakan kala yang tenang dengan penaikan muka air laut dan pembentukan terumbu di sekitar dan pada bagian blok sesar yang tererosi. Orogenesis merupakan ciri-ciri Miosen Tengah, dengan adanya pendesakan kembali dari selatan, kompresi blok sesar dan sedimen-sedimen yang menindihnya, aktivitas volkanik di sepanjang kekar-kekar gerus gunting yang terbentuk sebelumnya, dan akhirnya pengangkatan. Intensitas orogenesis dan aktivitas volkanik secara bertahap menurun selama Miosen Tengah dan Akhir dan berhenti pada awal Pliosen (Ratman dan Robinson, 1996). Menurut Martono (1992), setelah Oligosen daerah penelitian merupakan cekungan belakang busur yang menampung sedimen pelitik dari arah benua dan sesekali bahan volkanik berbutir halus dari arah busur volkanik. Masa ketenangan tektonik Miosen Awal ini diikuti oleh periode pengangkatan disertai perlipatan dan penyesaran. Dalam proses perlipatan ini, Formasi Merawu membentuk pola lipatan yang dikendalikan oleh sesar naik batuan Paleogen yang teraktifkan kembali. Pada akhir Miosen awal Pliosen kegiatan tektonik mengakibatkan pembentukan busur pulau gunungapi, kegiatan magmatik ini dikenali dengan terobosan intensif pada Formasi Merawu, sebagian diantaranya melalui zona sesar dan sumbu lipatan yang terbentuk sebelumnya. Menurut Condon, Pardyanto, Ketner, Amin, Gafoer, dan Samodra (1996), pada Miosen Tengah terjadi genang laut dan terendapkannya Formasi Rambatan serta terjadi penerobosan batuan bersusunan diorit pada akhir Miosen Tengah. Pada Miosen Atas cekungan termobilisasi, dimulai dengan perlipatan dan adanya gejala magmatik sampai akhir Miosen.Menurut van Bemmelen (1949), pada awal Pliosen, Pegunungan Serayu Utara kembali mengalami pengangkatan akibat bergesernya sistem ke arah utara (ke arah dataran Sunda). Pada Akhir Pliosen pengangkatan terus terjadi yang diiringi dengan beberapa gejala volkanisme. Pada Plistosen, aktivitas volkanisme semakin meningkat disertai unsur tektonik hingga membentuk pola struktur geologi seperti sekarang ini.Pada zaman Kuarter dicirikan lagi dengan aktivitas volkanik di sepanjang kekar-kekar gerus gunting utama. Pada zaman ini kompresi sudah sangat berkurang, tapi belum sepenuhnya berhenti. Sebelum dan selama aktivitas volkanik, pengubahan volkanik di bawah Gunung Slamet dan Kompleks Gunungapi Dieng menyebabkan terbentuknya zona kompresi di antara dua kubah yang menghasilkan pendesakan (thrusting) dan perlipatan sedimen laut Miosen. Di atas kubah volkanik sendiri, pengangkatan dan pengekaran tensional yang menyertainya menyebabkan penyesaran normal beberapa sedimen Miosen.Dari Kuarter Akhir hingga sekarang terdapat pengangkatan di beberapa daerah dan penurunan di tempat-tempat lainnya. Daerah utama penurunan adalah di utara bagian tengah Jawa, yang terjadi disepanjang kekar-kekar gerus utama vertikal.

PENGENALAN GERAKAN TANAH

Gambaran UmumIndonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik,dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itumaka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelahSelatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara KepulauanMaluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palungsamudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunungapi, dan sebaransumber gempabumi. Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan demikian Indonesia rawan terhadap bencanaletusan gunungapi dan gempabumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hinggacuram, jika terjadi gempabumi dengan sumber berada di dasar laut atau samudera dapatmenimbulkan gelombang Tsunami.

Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanahpelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengankemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman kerasberakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.Pengertian Tanah LongsorTanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinyatanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akanmenambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperansebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerakmengikuti lereng dan keluar lereng.

Jenis Tanah Longsor Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasipaling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.1. Longsoran translasi, merupakan longsoran yang bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbenttuk rata atau menggelembung landai.

Gambar 2. Gerakan Tanah Jenis Longsoran Translasi2. Longsoran rotasi, merupakan bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

Gambar 3. Gerakan Tanah Jenis Longsoran Rotasi3. Longsoran blok, merupakan perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

Gambar 4. Gerakan Tanah Jenis Longsoran Blok4. Runtuhan batu, merupakan gerakan tanah yang terjadi jika sejumlah batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerukan yang parah.

Gambar 5. Gerakan Tanah Jenis Runtuhan Batu5. Rayapan tanah, merupakan jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor yang hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon atau rumah miring kebawah.

Gambar 6. Gerakan Tanah Jenis Rayapan Tanah6. Aliran bahan rombakan, merupakan jenis tanah longsor yang terjadi ketika massa tanah bergerakdidorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung padakemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah danmampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempatbisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai disekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

Gambar 7. Gerakan Tanah Jenis Bahan Rombakan

Faktor Penyebab Terjadinya Tanah LongsorPada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gayapenahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah.Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Berikut adalah beberapa faktor umum penyebab gerakan tanah longsor:1. Hujan2. Lereng terjal3. Tanah yang kurang padat dan tebal4. Batuan yang kurang kuat5. Jenis tata lahan6. Getaran7. Susut muka air danau atau bendungan8. Adanya beban tambahan9. Bekas longsoran lama10. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

Pencegahan Terjadinya Bencana Tanah Longsor1. Jangan mencetak sawah dan membuat kolom pada lereng bagian atas di dekat pemukiman.2. Buatlah terasering (sengkedan)3. Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan4. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal5. Jangan menebang pohon di lereng6. Jangan membangun rumah di bawah tebing7. Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal

Tahapan Mitigasi Bencana Tanah Longsor1. Pemetaan, menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatuwilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota danprovinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar daribencana.2. Penyelidikan, mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalamperencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.3. Pemeriksaan, melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahuipenyebab dan cara penaggulangannya.4. Pemantauan, dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomidan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.5. Sosialisasi, Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atauMasyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan: Poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat danaparat pemerintah. Pemeriksaan bencana longsor

Selama dan Sesudah Terjadi Bencana1. Tanggap Darurat Tahap awal yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongankorban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harusdiperhatikan, antara lain: kondisi medan, kondisi bencana, peralatan, informasi bencana.2. RehabilitasiUpaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan saranatransportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannyasupaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bilatanah longsor sulit dikendalikan. 3. RekonstruksiPenguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadipertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karenakerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir100%. Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain: Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap), modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-bangunan), vegetasi kembali lereng-lereng, beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.

PEMBAHASAN

Sebelumnya, pada tahun 2006 di awal bulan Januari, bencana tanah longsor menimpa kawasan Dusun Gunung Raja, Desa Sijeruk Kecamatan Banjarmangu yang menyebabkan 90 korban meninggal tertimbun longsoran. Setelah itu, pertengahan Desember 2014, gerakan massa (mass movement) bergerak meratakan kawasan pedusunan Sijemblung Desa Sampang, yang hingga saat ini masih terus dilakukan evakuasi korban yang tertimbun longsoran tanah.Gerakan tanah (landslide) didefinisikan secara sederhana sebagai pergerakan masa batuan, debris atau tanah menuju bagian bawah lereng. Di dalam SNI 13-6982.2 tentang pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah, gerakan tanah didefinisikan sebagai perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, bahan timbunan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke arah bawah dan keluar lereng (BSN, 2004). Gerakan tanah (longsoran) merupakan salah satu peristiwa alam yang sering menimbulkan bencana dan kerugian material yang tidak sedikit.

Gambar 8. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah dengan Prakiraan Curah Hujan Bulan April 2014 di Povinsi Jawa Tengah. Kotak warna hitam merupakan cakupan daerah kajian berwarna merah yang menunjukkan tingkat kerentanan gerakan tanah yang tinggi.

Gambar 9. Peta zona kerentanan gerakan tanah untuk kecamatan Karangkobar dan sekitarnya dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Lingkaran merah menunjukkan lokasi bencana tanah longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014. Nampak lokasi bencana dan sekitarnya didominasi oleh zona rentan gerakan tanah menengah (zona kuning) dan zona rentan gerakan tanah tinggi (zona merah). Sumber: PVMBG, t.t.Kondisi alam (geografis) dan aktivitas manusia merupakan salah satu faktor penyebab akan terjadinya gerakan tanah tersebut. Faktor alam yang menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain yang paling mendasar adalah tingginya curah hujan, kondisi tanah, intensitas pelapukan batuan (tinggi hingga sangat tinggi), vegetasi penutup, dan faktor kestabilan lereng, selain faktor kegempaan sebagai pemicunya. Disisi lain faktor aktivitas manusia juga dapat menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah, sebagai contoh misalnya penggunaan lahan yang tidak teratur dan tidak tepat peruntukannya, seperti pembuatan areal persawahan pada lereng yang terjal, pemotongan lereng yang terlalu curam, penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan sebagainya. Gerakan tanah dapat juga terjadi karena adanya penurunan nilai faktor keamanan lereng. Perubahan nilai faktor keamanan disebabkan oleh perubahan pada kekuatan gaya penahan (resisting force) dan gaya pendorong (driving force). Kejadian longsoran tanah (landslide) di Kabupaten Banjarnegara terletak pada daerah yang mempunyai topografi bergelombang kuat hingga pegunungan, yaitu Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan, yang membujur barat-timur dan dipisahkan oleh Sungai Serayu yang membentuk lembah serta kondisi geologi yang kompleks. Kestabilan wilayah Kabupaten Banjarnegara sangat dipengaruhi dan dikontrol oleh kondisi geologi yang ada, yaitu batuan dan struktur geologi yang kompleks serta topografi yang berelief kuat serta bervariasi.

Gambar 10. Arah gerakan tanah longsor. Panah hitam menuntukkan arah longoran ke Dusun Jemblung Barat. Panah kuning menunjukkan arah longsoran ke Dusun Jemblung Timur.

Gambar 11. Atas menunjukkan kondisi Dusun Jemblung Barat setelah terkena longsoran. Bawah menunjukkan kondisi Dusun Jemblung Timur.

Mengacu pada pembagian fisiografi Jawa Tengah (van Bemmelen, 1949), maka wilayah Banjarnegara yang meliputi Kecamatan Karangkobar termasuk dalam Zona Pegunungan Serayu Utara bagian tengah. Secara bentukan bentang alam atau unit geomorfologi daerah sekitar wilayah Banjarnegara. Menurut klasifikasi van Zuidam (1983) secara umum dapat dibagi menjadi beberapa satuan geomorfologi, antara lain berupa: Satuan Geomorfik Fluvial dengan Subsatuan Dataran Banjir, Satuan Geomorfik Bentukan Struktur, serta Satuan Geomorfik Volkanik dengan Subsatuan Geomorfik Endapan Lahar.Menyimak faktor kondisi geologi yang menyusun wilayah Banjarnegara berdasarkan Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa skala 1:100.000 (terbitan PSG Bandung Tahun 1996), maka wilayah zonasi bencana gerakan tanah (longsoran) yang terjadi di sekitar wilayah Dusun Sijemblung Desa Sampang tersusun oleh litologi yang berupa:1. Titik awal (Mahkota atau source area) longsoran, kemungkinan berupa litologi dari Anggota Lempung Formasi Ligung (QTlc) yang didominasi oleh batu lempung tufan dan batu pasir tufan (tuffaceous claystone and tuffaceous sandstone), dan batuan volkanik Kuarter yang telah lapuk lanjut (strong weathered), dapat berupa berupa batuan piroklastika dan breksi aliran, sesuai dengan posisi penyebaran Peta Geologi Regional, di mana lokasi longsoran tersusun oleh litologi QTlc (warna hijau) dan litologi Qjm (warna coklat pada Peta Geologi).2. Tempat material longsoran terendapkan (depositional toe), kemungkinan pada daerah dengan peruntukan lahan sebagai daerah sawah irigasi berbentuk teras/undak yang didominasi oleh litologi batuan volkanik Kuarter (endapan lahar) dan alluvium berupa Qjo (warna coklat pada Peta Geologi).Secara umum kondisi Geologi penyusun daerah longsoran di Dusun Sijemblung Desa Sampang meliputi beberapa satuan/formasi (dari tua ke muda) yaitu : Formasi Rambatan (Tmr, warna kuning pada Peta Geologi) yang tersusun oleh litologi batuan sedimen detritus halus berupa serpih, napal dan batupasir gampingan; Batuan Terobosan berupa gabro (Tmpi) dan diorite (Tmd) dengan warna merah pada Peta Geologi; kemudian batuan berumur Kuarter berupa Anggota Lempung Formasi Ligung (QTlc) yang tersusun oleh litologi batulempung tufan dan batupasir tufan; dan yang menutupi bagian atas paling muda tersusun oleh Batuan-batuan Gunungapi Jembangan yang didominasi oleh lava andesit dan batuan klastika gunungapi (Qjm, Qjo, dan Qjya).

Gambar 12. Bagaimana bencana tanah longsor dahsyat Legetang (Kepakisan) 1955 terjadi, dalam ilustrasi berbasis citra Google Earth. Saat lereng tenggara Gunung Pengamun-amun hingga hampir ke puncaknya merosot dengan tipe rotasional (panah kuning tak terputus), materialnya segera membentur bukit dihadapannya. Sehingga berbelok arah menjadi mengubur dusun Legetang (panah kuning putus-putus). 351 orang tewas dan hanya 1 jasad yang berhasil dievakuasi. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan basis Google Earth dan Abdrurrahman, 2013.

Gambar 13. Panorama dusun Jemblung, desa Sampang (Banjarnegara) dan Gunung Telagalele dalam ilustrasi berbasis citra Google Earth dengan arah pandang ke selatan. Garis putus-putus menunjukkan perkiraan posisi asal material longsor. Tanda panah kuning menunjukkan arah gerakan tanah dalam bencana longsor dahsyat tersebut. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan basis Google Earth dan keterangan Azizah, 2014.

Kondisi topografi secara umum memperlihatkan keadaan yang bergelombang cukup kuat dan curam, di mana keadaan yang demikian ini diakibatkan oleh kontrol struktur geologi dan kondisi litologi/batuan penyusunnya. Sedangkan kontrol struktur geologi yang terekam dalam Peta Geologi Regional didominasi sesar-sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Tanah longsor dapat juga terjadi karena adanya peningkatan kandungan air pada lapisan tanah pelapukan yang bersifat porous seiring dengan curah hujan yang tinggi (sangat tinggi), sehingga terjadi penjenuhan pada tanah pelapukan dan batuan permukaan. Penjenuhan ini mengakibatkan bertambahnya bobot masa tanah dan meningkatnya tekanan pori, sehingga tahanan geser menjadi berkurang.Kemiringan lereng yang terjal (biasanya > 45) semakin memperkuat untuk terjadinya keruntuhan. Kontak antara tanah pelapukan yang cukup tebal dengan litologi batulempung tufan bertindak sebagai bidang gelincir. Material longsoran bergerak mengikuti lembah dan menggerus tebing lembah yang dilaluinya, sehingga semakin meningkatkan volume material rombakan yang dibawa. Banyaknya volume material rombakan yang kemudian tercampur dengan air sungai yang dilaluinya mengakibatkan viskositas semakin meningkat, sehingga aliran bahan rombakan ini menjangkau areal yang cukup jauh dan merusak serta menimbun sarana dan prasarana yang dilaluinya. Faktor lain, kemungkinan dari faktor hidrogeologi yang berpengaruh dalam gerakan tanah adalah sifat resapan air/permeabilitas tanah di lokasi longsoran yang relatif kecil.

Gambar 14. Panorama dusun Jemblung, desa Sampang (Banjarnegara) dalam citra Google Earth pra bencana ke arah timur-timur laut. Tanda panah kuning menunjukkan arah gerakan tanah saat bencana longsor dahsyat 12 Desember 2014. Sementara garis putus-putus menandakan perkiraan batas daerah yang tertimbun tanah dalam bencana tersebut. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan basis Google Earth.

Penyebab gerakan tanah yang terkait dengan faktor keairan ini antara lain sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh air tanah, pengaturan air permukaan yang kurang baik, penambahan kadar air yang berlebihan, kadar air yang terlalu besar pada daerah lereng, serta luapan air yang berlebihan pada waktu hujan yang tidak segera dapat dibuang. Disisi lain, longsor (landslide) yang terjadi pada senja hari (awal ufuk Magrib) di Dusun Sijemblung Desa Sampang yang berada pada wilayah pegunungan (elevasi sekitar 900 meter) telah mengagetkan semua pihak akan terulangnya kembali bencana akibat tanah longsor yang kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan kadar air dalam tanah akibat curah hujan yang sangat tinggi. Sebagai salah satu daerah di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah cukup tinggi (umumnya berada pada lahan kritis dan labil) yang berada pada wilayah yang rawan bencana geologi, seperti gerakan tanah tipe landslide, maka sudah seyogyanya harus selalu memahami kondisi alam tempat kita berpijak dan selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman gerakan tanah yang dapat menimbulkan bencana harta dan jiwa. Pemahaman mengenai petunjuk awal (precursor) terjadinya gerakan tanah merupakan hal yang penting dalam mendukung keberhasilan mitigasi gerakan tanah dan akan sangat menguntungkan, sehingga dapat menghindarkan diri sebelum bencana datang dan selalu siap siaga.

KESIMPULAN

Batuan atau tanah penyusun daerah telitian pada umumnya adalah berupa batulempung, batulempung pasiran dan batupasir lempungan. Tanah yang kondisinya demikian sangat mudah berubah secara fisik dan mekanik jika terkena air. Sehingga perubahan fisik mekanik tersebut secara langsung akan berpengaruh pada nilai kestabilan lerengnya lebih-lebih jika kemiringan lerengnya juga besar. Morfologi daerah penelitian umumnya memiliki kondisi bergelombang cukup kuat dan curam, sehingga hal ini juga mendukung potensi terjadinya gerakan tanah.Faktor hidrogeologi yang berpengaruh dalam gerakan tanah adalah sifat resapan air atau permeabilitas tanah di daerah penelitian yang relatif kecil. Penyebab gerakan tanah yang terkait dengan faktor keairan ini antara lain sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh airtanah, pengaturan air permukaan yang kurang baik, penambahan kadar air yang berlebihan, kadar air yang terlalu besar pada daerah lereng, serta luapan air yang berlebihan pada waktu hujan yang tidak segera dapat dibuang.

DAFTAR PUSTAKA

Kinasti, M. K., 2014. Pengaruh Struktur Geologi Terhadap Gerakan Tanah: Studi Kasus di Jawa Tengah, Publikasi Khusus, Jurnal Ilmiah MTG, UPN Veteran Yogyakarta, v.7, No. 1, h. 1-14.

http://regional.kompasiana.com/2014/12/16/longsor-dahsyat-jemblung-dan-takdir-kebumian-banjarnegara-710641.html

http://www.tribunnews.com/regional/2014/12/16/tinjauan-geologi-bencana-tanah-longsor-di-banjarnegara

http://www.esdm.go.id/