anak.pdf
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak merupakan generasi
penerus bangsa. Anak usia Sekolah Dasar merupakan kelompok usia yang
mempunyai aktivitas cukup tinggi baik dalam keadaan belajar maupun di saat
istirahat. Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian
nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Tanpa gizi yang memadai
dan berkualitas, maka anak akan menderita malnutrisi (kekurangan gizi) yang
biasanya mengalami berbagai masalah, antara lain gangguan tumbuh kembang,
produktivitas kerja berkurang, berkurangnya konsentrasi dan perhatian pada
lingkungan sekelilingnya sehingga dapat menurunkan prestasi belajar, serta daya
tahan tubuh terhadap berbagai penyakit berkurang terutama pada rongga mulut.1
Masalah nutrisi merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan
dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya,
disamping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap.2 Masalah nutrisi
merupakan masalah kesehatan yang penting terutama di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Masalah nutrisi di Indonesia dan di negara berkembang lain pada
Universitas Sumatera Utara
umumnya didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Defisiensi
Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA),
dan obesitas terutama di kota-kota besar. Secara umum masalah nutrisi di Indonesia
terutama KEP masih lebih tinggi daripada negara ASEAN lainnya.3 Hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional 2010 menunjukkan tingginya masalah gizi pada anak usia
sekolah di Indonesia baik itu masalah kurang gizi maupun kelebihan gizi.
Berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) status gizi anak umur 6-12
tahun dibagi menjadi sangat pendek, pendek, dan normal. Prevalensi kependekan
pada anak adalah 35,6% yang terdiri dari 15,1% sangat pendek dan 20,5% pendek.
Berdasarkan indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) status gizi anak
dibagi menjadi sangat kurus, kurus, normal, dan gemuk. Prevalensi kekurusan pada
anak adalah 12,2% terdiri dari 4,6% sangat kurus dan 7,6% kurus.4
Defisiensi nutrisi seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B2 (riboflavin),
vitamin B3 (niacin), vitamin B6 (pyridoxine), atau vitamin B12 (cyanocobalamin), dan
anemia dapat menyebabkan terjadinya keilitis angularis.5 Keilitis angularis
merupakan keadaan inflamasi yang dapat terjadi pada satu atau kedua sisi sudut
mulut. Kondisi ini biasanya disertai dengan eritema, retak-retak, perdarahan, dan fisur
di sudut mulut.6,7 Penelitian Pertiwisari A mengenai hubungan status gizi dengan
keilitis angularis pada anak usia 6-11 tahun di Puskesmas Cendrawasih, menunjukkan
bahwa dari 28 anak dengan status gizi buruk dijumpai 57,14% menderita keilitis
angularis.8 Penelitian yang dilakukan oleh Parlak dkk mengenai prevalensi lesi oral
pada anak usia 13-16 tahun di Turki, menunjukkan bahwa 26,2% anak menderita lesi
oral dimana 9% diantaranya menderita keilitis angularis.9
Universitas Sumatera Utara
Keilitis angularis dapat disebabkan oleh agen infeksi, faktor mekanikal,
defisiensi nutrisi dan defisiensi imun yang dapat terjadi sendiri maupun kombinasi
dari beberapa faktor.10 Defisiensi nutrisi pada anak akan mempengaruhi kemampuan
daya tahan tubuhnya. Daya tahan tubuh akan menurun sehingga memudahkan bakteri
tumbuh dan berkembang secara patogen.11
Pada rongga mulut terdapat banyak mikroorganisme yang sangat kompleks
dan beragam. Mikroorganisme itu meliputi: protozoa, jamur, virus, mycoplasma dan
lebih dari 300 jenis bakteri. Mikroorganisme tersebut terdistribusi sesuai habitatnya
seperti permukaan mukosa (bibir, pipi, palatum dan lidah) dan gigi.12 Streptococcus
fakultatif anaerob merupakan flora normal dominan pada bibir. Selain itu ditemukan
juga Veilonella dan Neisseria dalam jumlah yang sangat sedikit (<1,0% dari
pengulturan).13
Hasil penelitian Nurjani S mengenai telaahan mikrobiologik keilitis angularis
pada anak SD, menunjukkan bahwa dari 51 lesi ditemukan 10 lesi yang ditumbuhi
Staphylococcus, 6 lesi yang ditumbuhi Streptococcus, 1 lesi yang ditumbuhi Candida,
12 lesi yang ditumbuhi Staphylococcus dan Streptococcus, 2 lesi yang ditumbuhi
Staphylococcus dan Candida, dan 20 lesi yang ditumbuhi kombinasi dari ketiganya.14
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Marlina dkk dari 30 lesi keilitis angularis pada
anak usia 6-12 tahun, ditemukan 10 lesi yang ditumbuhi Staphylococcus aureus, 8
lesi yang ditumbuhi Staphylococcus epidermis, 5 lesi yang ditumbuhi Staphylococcus
saproficus, 3 lesi yang ditumbuhi Steptococcus spp, 3 lesi yang ditumbuhi negative
basil, dan 1 lesi yang ditumbuhi Candida albicans.15 Menurut Ohman dkk
mekanisme munculnya bakteri Staphylococcus aureus pada lesi keilitis angularis
Universitas Sumatera Utara
karena kulit pasien dalam kategori cenderung retak. Ketika ini terjadi di sudut mulut,
mikroorganisme dengan afinitas menimbulkan luka seperti Staphylococcus aureus
dapat menyerang daerah tersebut dan kemudian menghasilkan lesi persisten.16
Penelitian Bamji dkk pada 407 anak yang menderita keilitis angularis akibat
defisiensi nutrisi, melaporkan bahwa keilitis angularis memiliki etiologi lain yang
berhubungan dengan infeksi yang terbukti dari penyembuhan yang lebih signifikan
dengan pemberian gentian violet secara topikal daripada pemberian vitamin B
complex, dimana gentian violet merupakan obat antibakteri dan antijamur.17,18
Berdasarkan penelitian diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
bakteri dengan terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi
nutrisi. Penelitian ini mengambil populasi di Kelurahan Mandala II dengan alasan
kelurahan tersebut merupakan kelurahan dengan penduduk yang berekonomi rendah
dan daerah yang padat penduduk.
1.2 Permasalahan
Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka timbul permasalahan:
1. Apakah ada pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya
keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi?
2. Apakah ada pengaruh bakteri Streptococcus terhadap terjadinya keilitis
angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi?
1.3 Hipotesis
1. Ada pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya keilitis
angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.
Universitas Sumatera Utara
2. Ada pengaruh bakteri Streptococcus terhadap terjadinya keilitis angularis
pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap
terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.
2. Untuk mengetahui pengaruh bakteri Streptococcus terhadap terjadinya
keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.
1.5 Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi kedokteran gigi terutama
bidang Ilmu Penyakit Mulut bahwa bakteri dapat menjadi faktor
penyebab terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi
nutrisi.
2. Bila telah diketahui bakteri yang berperan pada keilitis angularis, dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan antibiotik untuk
penanggulangannya.
3. Hasil dari penelitian dapat digunakan Instansi Dinas Kesehatan Medan
dalam melaksanakan program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.
Universitas Sumatera Utara