anak

23
Journal Reading I Jumat, 3 September 2015 PERANAN PERAWAT DALAM PENENTUAN TATALAKSANA PADA ANAK DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI (Dikutip dari: Journal of Neuroscience Nursing 2009 Vol 41(5) pp.270-276) Oleh: Airena Niza Nugroho 1110313012 Elfani Lisa Alvionita Ifada 1110313080 Pembimbing: Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S(K)

Upload: lukman-nurhakim

Post on 10-Dec-2015

1 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anak

TRANSCRIPT

Page 1: anak

Journal Reading I

Jumat, 3 September 2015

PERANAN PERAWAT DALAM PENENTUAN TATALAKSANA PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI

(Dikutip dari: Journal of Neuroscience Nursing 2009 Vol 41(5) pp.270-276)

Oleh:

Airena Niza Nugroho 1110313012

Elfani Lisa Alvionita Ifada 1110313080

Pembimbing:

Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S(K)

ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERITAS ANDALAS

RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

2015

Page 2: anak

PERANAN PERAWAT DALAM PENENTUAN TATALAKSANA PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI

Duffy, Lisa V.

Abstrak

Penyedia layanan kesehatan sering dihadapkan dengan dilema etik dalam menentukan

tatalaksana anak dengan gangguan neurologi. Masalah-masalah tersebut dapat berakar dari

kenyataan bahwa apa yang diharapkan keluarga mungkin berlawanan dengan apa yang

terbaik diberikan untuk anak menurut tim kesehatan. Ada banyak faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam menentukan pilihan tatalaksana untuk anak dengan gangguan

neurologi. Perawat memiliki posisi yang unik untuk menyokong keterlibatan keluarga pasien

anak dalam membuat keputusan-keputusan sulit tersebut.

Isi Artikel

Neurologi anak adalah area spesialis yang rumit dimana penyakit-penyakit yang sangat

langka ditemukan dengan frekuensi relatif. Sayangnya, penyebab penyakit tersebut dapat

menjadi sulit diketahui karena keadaan ilmu pengetahuan yang belum matang. Tanpa

informasi ini, akan sangat sulit mendiskusikan prognosis anak dengan derajat kepastian

berapapun. Dalam situasi ini, seringkali penting untuk bergantung pada pengalaman-

pengalaman masa lalu, mengingat banyak dari anak-anak ini yang akan berhasil selamat

namun mengalami sekuele neurologi mulai dari gangguan belajar ringan hingga dalam

beberapa kasus keadaan vegetatif persisten. Masalahnya kemudian berubah menjadi

bagaimana keputusan kesehatan seharusnya dibuat dalam kasus dengan gangguan serius yang

sering terjadi, walaupun kondisi ilmu pengetahuan sedemmikian rupa hingga kita tidak bisa

mengetahui perluasan kecacatan. Artikel ini membahas tentang latihan membuat keputusan

dan menawarkan jalan dimana para perawat dapat memfasilitasi dan berdebat demi

pentingnya keterlibatan orang tua dalam membuat keputusan tatalaksana untuk anak mereka

yang memiliki kecacatan neurologi.

Kondisi Pembuatan Keputusan

Page 3: anak

Saat ini tidak ada guidelines yang ditetapkan untuk pembuatan keputusan yang menyinggung

kasus-kasus tersebut dimana prognosis medis anak tersebut masih belum jelas. Berikut ini

adalah contoh masalah tersebut.

C.P. adalah bayi baru lahir, cukup bulan, dikirim ke rumah sakit dengan neurologi inpatient

ringan setelah ia mulai kejang-kejang segera setelah dilahirkan. C.P. tidak memiliki kesulitan

makan dan memiliki tonus otot normal dan menangis ketila ia harus ganti baju. Walaupun

demikian, tim neurologi memiliki kesulitan besar dalam mengontrol kejangnya. Ahli dalam

neurologi neonatus dikonsulkan dan menentukan bahwa diagnosis yang paling mendekati

adalah satu tipe epilepsi yang bernama Ohtahara syndrome. Ohtahara syndrome adalah

kelainan neurologi yang langka pada bayi, yang terdiri dari sering kejang-kejang seluruh

tubuh dan ditemukan abnormalitas terus menerus dalam encephalogram. Kelainan ini paling

sering diasosiasikan dengan retardasi mental dan prognosis psikomotor berat (Ohtahara &

Yamatogi, 2006). Anak-anak dengan kelainan ini dihadapkan dengan cacat neurologi berat,

bila mereka dapat bertahan hidup selama masa kanak-kanak. Setelah diagnosis dibuat, tim

neurologi, perawat, dan pekerja sosial bertemu dengan keluarga untuk mendiskusikan apa

artinya hidup dengan penyakit ini dan kapan pilihan terapi tersedia. Tidak ada petugas

kesehatan yang menawarkan pilihan untuk menolak terapi pada saat ini. Keluarga pasien

meminta status untuk tidak meresusitasi untuk C.P. (Sulit untuk menerka pikiran orang tua

pasien pada saat ini. Kedua orang tua menarik diri, tidak ada yang tampak dekat dengan anak

tersebut, dan merka tidak sering berkunjung. Interaksi dengan anggota tim kesehatan sangat

sedikit. Selama pertemuan, kedua orang tua juga bertanya pada tim apakah mugkin untuk

menghentikan asupan nutrisi dan membiarkan C.P. meninggal. Tim kesehatan menyarankan

keluarga untuk memikirkan kembali keputusannya nanti. Kedua orang tua pulang malam itu.

Para anggota tim kesehatan kemudian menunjukkan rasa syok dan tidak percaya bahwa

keluarga pasien mau menghentikan asupan makanan pada anak ini-pilihan ini tidak pernah

dipertimbangkan oleh tim. Beberapa berpikir walaupun C.P. mungkin dapat hidup dengan

kecacatan signifikan, mengakhiri hidupnya adalah suatu kesalahan. Di malam yang sama

dengan pertemuan tersebut, C.P. meninggal, dan kedua orang tuanya tidak perlu membuat

keputusan untuk mengakhiri pemberian makanannya.

Para anggota tim kesehatan mengalami kesulitan dengan kasus ini beberapa lama setelah

C.P. meninggal. Salah satu alasan kesulitan ini mungkin adalah adanya perbedaan antara

tujuan yang diharapkan oleh beberapa anggota tim kesehatan dengan tujuan yang diharapkan

orang tua pasien. Bagi beberapa orang, tujuannya hanyalah untuk mengurangi frekuensi

Page 4: anak

kejang yang dialami anak tersebut, yang dapat dicapai dengan pengobatan. Sebagian orang

lagi percaya bahwa tujuan seharusnya adalah untuk mempertahankan kehidupan pasien

namun itu hanya bila keluarganya yakin bahwa tindakan itu berguna. Pada kasus ini,

keberhasilan penanganan kejang tidak akan terlalu berdampak pada gangguan neurologi yang

diderita anak ini. Walaupun luas lesi neurobiologinya tidak dapat diprediksi secara pasti,

pengalaman yang ada menunjukkan bahwa anak ini mungkin harus hidup dengan gangguan

kognitif dan fisik yang berat. Tatalaksana kejang secara agresif dapat memperpanjang

hidupnya. Bolehkah orang tua pasien mendapat dukungan terhadap harapan mereka untuk

menghentikan pengobatan pada anak mereka yang baru lahir padahal kita memliki

pengobatan yang dapat berguna untuk memperpanjang hidupnya? Apakah hidup dengan

kecacatan berarti kehidupan yang tidak berguna? Bolehkah keputusan untuk menghentikan

perawatan didukung karena seroang anak harus hidup dengan retardasi mental dan kecacaan

fisik? Mari kita periksa guidelines yang ada untuk membahas isu ini.

Peraturan Baby Doe pertama kali disusun awal tahun 1980-an sebagai respons terhadap

keputusan yang dibuat orang tua seorang bayi dengan Down syndrome dan fistula trakeal

esofageal. Para orang tua ini memutuskan untuk membatalkan operasi life-saving untuk bayi

mereka yang tidak memiliki kecacatan fisik mayor, yang langsung mendorong Departemen

Kesehatan dan Pelayanan Manusia untuk melebarkan Hukum Rehabilitasi 1973 untuk

melindungi bayi-bayi cacat. Peraturan-peraturan baru ini menyatakan bahwa tatalaksana tidak

bisa dihentikan bila bayi cacat atau bila intervensi tidak menjadi kontaindikasi karena

kecacatan (Devetlare, 2000). Walaupun peraturan-peraturan ini awalnya dimaksudkan untuk

melidungi hak bayi-bayi cacat, penggunaannya secara terus-menerus sekarang ini menuai

kontroversi. Kopelamn (2005) berpendapat bahwa peraturan ini tidak mempertimbangkan

harapan keluarga bayi dan berlawanan dnegan penggunaan rencana tatalaksana secara

induvidu sesuai yang ada dalam konteks. Peraturan Baby Doe tidak dapat diaplikasikan ke

dalam semua situasi terutama bila seorang bayi dapat selamat hanya untuk mengalami

kecacatan yang berat. Apa yang terjadi dalam situasi dimana tatalaksana yang sedang

berlangsung dianggap sia-sia atau menjadi beban pada anak tersebut?

Contoh kasus sebelumnya membantu menggarisbawahi beberapa isu yangmengelilingi

kondisi medis dan apa yang dapat diklasifikasikan sebagai sia-sia secara medis. Istilah sia-sia

secara medis telah digunakan secara luas dalam literatur kesehatan. Suatu ‘tatalaksana yang

sia-sia’ dapat diartikan sebagai “aksi, intervensi, atau prosedur yang efektif secara fisiologi

Page 5: anak

pada kasus yang diberikan, namun tidak dapat menguntungkan pasien, tidak peduli berapa

kali tatalaksana tersebut diulangi. Tindakan sia-sia tidak selamanya tidak efektif, namun

tindakan tersebut tidak berguna, baik karena aksi medis tersebut percuma, atau kondisi pasien

membuatnya menjadi sia-sia” (Clark, 2001, p.181). Nelson (1992) mengatakan suatu

tindakan ‘sia-sia’ bila “tidak memiliki kegunaan apapun untuk pasien, dapat memberi

penderitaan dan nyeri yang tidak diinginkan pasien, dan tidak mencapai tujuan kesembuhan

dan mengembalikan pasien kepada kualitas hidup yang masih dapat diterima” (p. 429).

Masalah dari kasus ini adalah siapa yang menetukan berapa tingkat beban yang bisa diteima

oleh anak untuk tetap hidup? Tujuan tatalaksana membantu menentukan apakah suatu aksi

dikatakan sia-sia atau tidak. Bila seorang anak bisa melanjutkan hidup bertahun-tahun

lamanya dengan tatalaksana yang sesederhana pemberian obat, apakah kita sebagai petugas

kesehatan memiliki kewajiban untuk melindungi hak anak tersebut untuk hidup? Apa yang

dapat disebut kehidupan berkualitas? Bila kita tidak bisa menentukan apakah suatu kasus itu

sia-sia, lalu bagaimana kita membuat keputusan tentang seberapa agresif tindakan seharusnya

dilakukan? Dalam situasi seperti ini, beberapa akan berdebat bahwa keputusan harus dibuat

berdasarkan apa yang paling dibutuhkan pasien.

Banyak penyedia layanan kesehatan akan mendukung pendapat bahwa standar tatalaksana

harus diaplikasikan ketika membuat keputusan terhadap seorang anak, namun bagaimana

gagasan ini bisa diimplementasikan dalam praktek? Seperti yang dikatakan Kopelman

(2005), beberapa telah mengajukan dengan membuat standar sesuai kebutuhan terbaik untuk

pasien dalam memutuskan ketika masa depan seorang anak tidak pasti:

Standar kebutuhan yang terbaik adalah standar moral dan legal untuk menentukan apakah

seseorang kekurangan kapasitas membuat keputusan dan siapa yang tidak meninggalkan

petunjuk selanjutnya; standar ini seharusnya digunakan pengawal, hakim, klinisi, atau orang-

orang yang bertanggung jawab dalam memutuskan untuk orang-orang yang tidak kompeten

dengan mengumpulkan keuntungan bersih dan beban dan memilih pilihan yang paling

menguntngkan.

Walaupun demikian, menentukan apa yang menjadi kebutuhan utama dari seorang anak

adalah pekerjaan yang sulit. Beberapa orang mungkin mengatasi masalah ini dengan

memikirkan prinsip etik beneficence. Prinsip beneficence, atau melakukan kebaikan, telah

mewakili seluruh praktik kesehatan dan jelas tercantum dalam sumpah Hippokratess, yang

menyatakan bahwa dokter akan mengintervensi “demi keuntungan bagi orang sakit seusai

Page 6: anak

dengan kemampuan dan penilaiannya” (Devettere, 2000, p.67). Sumpah terssebut memiliki

paternalisme kesehatan dimana dokter adalah pemberi keputusan mengenai tindakan apa

yang terbaik dilakukan. Pemikiran paternalisme ini dapat dilihat ketika intervensi sering

didasarkan kepada apa yang menurut dokter adalah terbaik bagi pasiennya. Seperti yang

dianjurkan untuk memikirkan situasi dari sudut pandang pasien (Devettere, 2000). Ketika

menentukan apa yang dapat dilakukan pada anak, tim kesehatan harus memikirkan seluruh

modalitas tatalaksana yang ada dan akan menggunakan intervensi tertentu bahkan bila tidak

ada bukti yang mendukung potensi efektivitas tindakan tersbut. Penentuan tatalaksana

seorang dokter terkadang terlihat didasari kepada memperpanjang kehidupan dibandingkan

dengan kualitas hidup itu sendiri. Tujuannya adalah kehidupan apapun berharga untuk

dipertahankan. “Menimpakan beban yang tidak proporsional dengan keuntungan yang

dicapai atau menunjukkan rasa tidak hormat kepada harga diri seorang anaak dan nilainya

sebagai seseorang tidak cocok dengan kebutuhan utama seoranga anak” (Nelson, 1992,

p.428). Bagaimana bisa seseorang mengevaluasi nilai kehidupan seoranga anak dengan

gangguan neurologi? Karena kita tidak dapat memprediksi masa depan secara tepat, apakah

menghentikan terapi dapat diterima? Pada kasus seorang anak dengan gangguan neurologi

berat, banyak dokter yang membuat keputusan sendiri tanpa menawarkan pilihan kepada

keluarga untuk menghentikan terapi selama masih ada sesuatu halangan, yang mungkin

meberi pasien beberapa keuntungan dimana apa yang dikatakan keuntungan bisa diartikan

sebagai sesuatu yang buruk. Mims dan Crisham (1996) mengatakan, “Bila kekurangan bukti

yang cukup untuk menghentikan tatalaksana, seorang dokter harus meneruskan tatalaksana,

agar tidak melanggar kewajiban moralnya” (p.238). Penyedia layanan kesehatan ditantang

dengan kebutuhan untuk melindungi kebutuhan utama bayi yang mereka rawat. Walaupun

pernyataan ini dibuat dengan maksud baik, pernyataan ini bisa berarti buruk bila tanpa

keterlibatan keluarga. Hal ini disebabkan keputusan seharusnya tidak dibuat tanpa pengertian

keluarga. Kebutuhan dan masalah keluarga seharusnya menjadi bagian dari proses

pengambilan keputusan yang berfokus pada kebutuhan orang lain. Dalam menentukan

tatalaksana terbaik bagi seorang anak, bagaimana caranya membuat sudut pandang keluarga

menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan? “Sistem sosial kami secara umum

memberi pasiendan keluarga kebebasan dalam membuat keputusan mereka sendiri mengenai

pelayanan kesehatan dan dalam meneruskan, membatasi, menolak, atau menghantikan

tatalaksana, apakah mempertahankan kehidupan atau sebaliknya” (American Academy of

Pediatrics [AAP], 1994, p. 553). Daripada membuat keputusan sendiri terhadap pasien anak-

anak, haruskah kita memikirkan keinginan dan kebutuhan keluarga? (Tabel 1).

Page 7: anak

Tabel 1. Faktor yang Berhubungan dengan Pembuatan Keputusan Akhir Kehidupan

Keuntungan Beban

Kemampuan merasakan kepuasan fisik dan

emosional

Nyeri

Peningkatan kualitas hidup Kecacatan fisik

Kepuasan intelektual Penurunan kualitas hidup

Tindakan yang Diperbolehkan

Seringkali, walaupun seorang anak bisa bertahan dengan kecacatan neurologi berat, kita

mungkin tidak dapat memberi keluarganya dengan pilihan untuk menghentikan terapi dan

fokus kepada menjaga anak tersebut tetap hidup, meningkatkan potensi anak mungkin dapat

meningkatkan kualitas hidup. Satu pertanyaan muncul di situasi sulit yang berhubungan

dengan kualitas hidup. Kita sering menilai penghentian terapi ketika prognosis orang

menyangkut dengan apa yang kita anggap sebagai kualitas hidup yang buruk, namun setiap

orang mungkin memiliki pandangan yang sangat berbeda terhadap apa yang membuat

kualitas hidup. Satu orang mungkin menolak tatalaksana dalam situasi dimana dia akan

kehilangan kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri. Orang lain mungkin akan merasa

bahwa selama ia dapat merasakan kebahagiaan dari bertemu dengan keluarganya berarti

hidupnya berkualitas dan masih berarti untuk dijalani. Sangat sulit untuk mengesampingkan

perasaan sendiri terhadap bagaimana kita mengukur kualitas hidup dan tidak membiarkan

pikiran kita mempengaruhi jenis pilihan tatalaksana yang kita tawarkan kepada keluarga

pasien. Hal ini sulit bahkan ketika kita merawat seorang pasien dewasa yang bisa

mengutarakan keinginannya dengan jelas. Hal ini semakin menjadi sulit ketika orang tua

menentukan tatalaksana untuk anaknya. Bagaimana kita sebagai profesional di bidang

kesehatan yakin bahwa orang tua tersebut membuat keputusan yang mewakili kebutuhan

terbaik untuk anaknya? Apakah kita punya kewajiban untuk mengintervensi atas nama

Page 8: anak

anaknya bila kita berpikir bahwa orang tuanya memilih pilihan yang salah? Bagaimana kita

bisa menganggap diri kita tahu lebih banyak tentang seorang anak dari pada orang tuanya?

Beberapa orang mungkin berargumen bahwa dasar dari mempertahankan kualitas kehidupan

akan mendukung pemberian obat antiepileptik multipel secara agresif pada penderita

gangguan kejang. Argumen yang mendukung pernyataan ini akan menunjukkan bahwa

penurunan jumlah kejang yang dialami pada hari apapun memberikan lebih banyak periode

sadar, yang akan memberi pasien kesempatan untuk belajar kemampuan baru dan berinteraksi

yang lebih berarti dengan keluarganya. Mungkin tidak akan ada yang percaya bahwa ada

yang akan berargumen bahwa tujuan-tujuan tersebut bukanlah kebutuhan terbaik bagi

seorang anak. Walaupun demikian, dengan tatalaksana agresif dengan obat antiepileptik

multipel, kita memaparkan anak-anak kepada berbagai efek samping yang dapat memberi

gejala mulai dari penambahan berat badan dan letargi ke disfungsi liver dan ruam-ruam yang

mengancam jiwa (Sindrom Steven Johnson). Tidak hanya itu, beberapa orang mungkin

berpendapat bahwa kita menolong untuk memperpanjang kehidupan untuk anak yang

mungkin memiliki keterbatasan atau tidak memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan

lingkungan di sekitar mereka. Kita mungkin percaya bahwa anak-anak ini mungkin tidak

mengalami penderitaan ini, tapi apakah kita benar dengan berpendapat demikian? Apakah

kita juga perlu mempertimbangkan jumah penderitaan yang dialami keluarganya? Haruskah

kita mempertimbangkan dampak kepada keluarga ketika seorang anak akan bertahan hidup

namun dengan kecacatan neurologi yang berat namun tidak mengancam jiwa? Bila kita

seharusnya merawat keluarganya, hal ini harus menjadi pertimbangan kita dan keluarga harus

dilibatkan dalam segala aspek pembuatan keputusan pengobatan anaknya. Keluarganya

adalah orang yang akan menjaga dan merawat anak tersebut sepanjang hari selama hidupnya.

Tatalaksana agresif terhadap gangguan kejang memiliki pro dan kontra, dan keluarganya

harus dapat mempertimbangkan risiko dan keungungan untuk anaknya. Bagaimana kita bisa

menentukan bahwa seseorang harus dipaksa untuk mengambil tanggung jawab begitu besar?

Ketika orang tua harus membuat keputusan menyangkut perawatan anaknya, merka

dipengaruhi oleh “ketidakpastiak masa depan anaknya, keprihatinan mendalam terhadap

penderitaan anaknya serakang dan kesehatannya di masa depan, dan ketakutan akan

bagaimana masa depan akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kehidupan mereka di luar

rumah sakit” (Hardart, 2000, p.165). Walaupun tim kesehatan memiliki kewenangan untuk

menentukan pilihan terapi apa saja yang tersedia untuk pasien ini, keluarga juga perlu untuk

memahami bagaimana kehidupan mereka akan berubah selamanya oleh pilihan tersebut.

Page 9: anak

Siapa yang memiliki tanggung jawab terbesar untuk menentukan apa yang terbaik untuk sang

anak?

Kewenangan mengambil keputusan

Dengan mengikuti peraturan Baby Doe, kepentingan yang terbaik anak menjadi tidak

dipertimbangkan, dan pengobatan dapat dianggap memberatkan (Devettere, 2000). Bukankah

ada suatu situasi di mana pengobatan dilakukan untuk mempertahankan hidup? Perawatan

medis untuk mempertahankan hidup termasuk dalam tindakan dramatis praktek kontemporer

seperti transplantasi Organ, penggunaan respirator, penggunaan mesin ginjal (dialisis), dan

obat-obatan vasoaktif, juga termasuk teknis yang salah dalam mengambil obat seperti

antibiotik, insulin, kemoterapi, dan nutrisi dan hidrasi intravena atau disediakan oleh tabung

[(AAP, 1994, hal. 532).

Menerapkan ide ini pada kasus yang disajikan sebelumnya, nutrisi dan obat antiepilepsi akan

dianggap mempertahankan perawatan hidup. Pertanyaannya selanjutnya adalah, apakah

keputusan orang tua untuk menghentikan pemberian nutrisi merupakan keputusan terbaik

untuk untuk anak mereka? Sebuah kombinasi tindakan subjektif dan objektif yang

mengetahui efektivitas, manfaat, dan beban yang terkait dengan pengobatan telah diusulkan

oleh seseorang sebagai sarana untuk memfasilitasi pengambilan keputusan (Clark, 2001).

AAP (1994) telah menuliskan manfaat dan beban untuk pasien anak. AAP menganggap

manfaatnya mencakup kemampuan untuk merasakan kebahagiaan, kepuasan intelektual, dan

peningkatan kualitas hidup.

Beban dapat berupa nyeri, cacat fisik, dan penderitaan emosional (AAP, 1994). Penyedia

layanan kesehatan harus mempertimbangkan hal tersebut ketika melakukan pemeriksaan,

memilih pengobatan yang sesuai dan hasil keputusan tersebut mungkin meningkatkan

kualitas hidup anak. Untuk memudahkan pengambilan keputusan dalam situasi medis

tertentu, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan termasuk menentukan tujuan pengobatan pasien, apakah pengobatan akan

memberatkan, dan harapan orang tua (Nelson, 1992).

Bagaimana dengan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membuat keputusan

bagi diri mereka sendiri? Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melindungi hak-

haknya? Ini adalah masalah yang sering kita hadapi ketika merawat anak-anak dengan

Page 10: anak

gangguan neurologis. Mungkin kita perlu mengetahui apa kunci dari masalah yang dihadapi

orang tersebut. Filsuf telah mengidentifikasi karakteristik yang diperlukan untuk

menghormati orang, karena setiap orang diyakini memiliki hak-hak tertentu. Karakteristik ini

termasuk memiliki kepentingan, memiliki kesadaran kognitif, yang mampu memiliki

hubungan, dan memiliki rasa keberanian menghadapi masa yang akan datang (Ujung &

Groves, 2006). Ide setiap orang penting untuk dipertimbangkan dalam situasi di mana

seorang anak mendapat gangguan neurologis.

Dalam studi kasus yang disajikan sebelumnya, beberapa mungkin berpendapat bahwa sulit

untuk menentukan kepribadian pada bayi ketika kita tidak memiliki kemampuan untuk

mengukur sampai sejauh mana bayi akan dapat mengembangkan denga baik fungsi kognitif

dan fisiknya. Namun, kita sering dapat menilai sejauh mana bayi atau anak dapat menjaga

hubungan, dan kita dapat mengamati sejauh mana bayi merespon orang tua atau

lingkungannya. Pada anak yang lebih tua, kriteria ini menjadi lebih mudah diamati. Jika kita

menganggap bayi untuk memiliki kepribadian, maka mereka juga memiliki hak untuk

menentukan nasibnya sendiri. Karena bayi tidak dapat berbicara sendiri, maka orang tua

berhak memutuskan untuk anak mereka. Orang tua memiliki cara untuk mengetahui apa yang

diinginkan anak mereka dan yang terbaik untuk anak mereka. Namun, orang tua sering

mengambil keputusan atas kepentingan pribadi dan keluarga untuk menentukan yang terbaik

untuk anak mereka. Penyedia layanan kesehatan harus tersedia untuk membantu keluarga

dalam proses yang sulit ini.

Tanggung Jawab Profesional

Tim medis sering membuat keputusan atas nama anak dengan tidak menawarkan semua

pilihan pengobatan yang tersedia untuk keluarga. Dokter dapat memutuskan kapan anak

harus dan tidak harus terus menerima pengobatan agresif atau hanya hadir untuk keluarga

untuk membantu memilih tindakan yang terbaik. Misalnya, dalam kasus yang disajikan

sebelumnya, ketika anggota tim kesehatan memikirkan menawarkan keluarga kemungkinan

pengurangan masa pengobatan. Namun, setelah seorang anak habis rumah dengan keluarga

mereka, kita mungkin tidak pernah melihat mereka lagi. Tim kesehatan mengajarkan kepada

keluarga bagaimana cara memberi obat, bagaimana melakukan latihan menggerakkan badan,

dan cara menyusui dengan tabung. Kewajiban kita harus memastikan bahwa orang tua ini

memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang penting untuk perawatan bayi?

Page 11: anak

Apakah kewajiban kami untuk anak dan keluarga mereka berakhir setelah mereka pulang?

Tanpa memberikan pilihan untuk orang tua dengan pilihan untuk tidak memberikan

pengobatan, kami memutuskan bahwa keluarga pada dasarnya akan perlu untuk menentukan

hidup mereka karena mereka tahu itu. Kami memutuskan bahwa keluarga ini akan harus

bertanggung jawab untuk segala sesuatu untuk anak mereka akan membutuhkan keluarganya

untuk menghabiskan sisa hidup mereka. Apakah perlu untuk mempertimbangkan dampak

pada keluarga, atau cukup untuk percaya bahwa tanggung jawab utama kami adalah untuk

pasien kami sendiri? Bagaimana beban yang ditempatkan pada sistem kesehatan kita?

Penyedia layanan kesehatan sering tidak berpikir tentang biaya sebagai salah satu faktor

pendukung ketika mempertimbangkan kebutuhan anak dengan epilepsi. Namun, penting

untuk mempertimbangkan efek sosial yang mungkin timbul akibat ketidaksiapan sumber

daya terhadap usia seorang anak yang mungkin memiliki masa depan. Biaya tahunan, baik

langsung maupun tidak langsung, untuk mengobati satu orang dengan epilepsi telah

diperkirakan sekitar $ 60.000 (Begley et al., 2000). Anak-anak dengan epilepsi dapat

menggunakan lebih banyak sumber daya kesehatan dari anak-anak dengan penyakit kronis

lain karena epilepsi dikaitkan dengan beberapa komorbiditas (Bazil, 2004). Anak-anak

dengan epilepsi sering membutuhkan layanan tambahan, selain terapi fisik, intervensi dini,

konseling dan pengobatan psikososial, dan suplemen gizi. Hal ini juga menunjukkan bahwa

orang dewasa dengan epilepsi cenderung untuk mendapatkan gelar sarjana dan lebih mungkin

untuk menjadi pengangguran (Bazil, 2004). Jika seorang anak dengan epilepsi bertahan

menjadi dewasa, apakah kita harus mempertimbangkan kontribusi mereka ketika membahas

pilihan pengobatan?

Saat ini, cakupan kesehatan merupakan masalah bagi kebanyakan orang Amerika. Menurut

Federal Antar Forum Anak dan Keluarga Statistik (2005), pada tahun 2005, ada 8,1 juta

anak-anak yang tinggal di Amerika Serikat tanpa asuransi kesehatan. Anak-anak ini tidak

memiliki kebutuhan dasar untuk menjaga kesehatan termasuk kunjungan perawatan baik-

anak dan imunisasi. Apakah etis jika kita bertanggung jawab untuk menghabiskan begitu

banyak dolar untuk mengobati anak karena orang tuanya telah meminta kita untuk melakukan

segala pengobatan yang mungkin? Apakah kita tidak juga memiliki tanggung jawab untuk

anak yang tidak memiliki sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan nya? Sebagai

masyarakat, kita perlu mengevaluasi kembali bagaimana dana kesehatan dihabiskan dan

untuk memastikan bahwa semua warga negara kita mungkin memiliki akses ke perawatan

kualitas terbaik.

Page 12: anak

Peran keperawatan

Kode Keperawatan Etik menyatakan bahwa, perawat berusaha untuk menyediakan

kesempatan pasien untuk berpartisipasi dalam tahap perencanaan, menjamin bahwa pasien

menemukan rencana yang dapat diterima dan mendukung pelaksanaan rencana (ANA, 2001,

hal. 9). Menurut pernyataan ini, perawat tidak boleh hanya semata-mata memikirkan obat

pasien saja. Sebaliknya, fokusnya adalah pada pengembangan rencana perawatan yang dapat

diterima keluarga. Bagaimana kita bisa melakukan ini jika kita tidak memberikan pasien dan

keluarga mereka dengan semua informasi dan pilihan pengobatan yang tersedia? Sebagian

besar akan setuju bahwa keputusan untuk mengobati anak dengan prognosis yang tidak pasti

adalah tidak mudah untuk membuat. Dilema dalam dan dari dirinya sendiri memiliki

beberapa implikasi untuk praktek keperawatan. Jika kita percaya bahwa salah satu tugas

profesional kami adalah untuk mengadvokasi pasien kami, maka kita memiliki tanggung

jawab untuk memastikan bahwa keinginan mereka terpenuhi. Kita berada dalam posisi untuk

dapat menghabiskan waktu dengan pasien dan membantu mereka memutuskan apa yang

mereka rasakan akan menjadi yang terbaik untuk anak mereka.

Membantu orang tua untuk dapat membuat keputusan, harus disediakan dengan semua

informasi yang tersedia. AAP (1994) menyatakan bahwa orang tua memiliki hak hukum

untuk informasi yang memadai dan cukup tersedia pilihan diagnostik dan terapeutik

(termasuk risiko, manfaat, sifat, dan tujuan pilihan). Perawat harus memikul tanggung jawab

untuk mendidik pasien dan keluarga mereka tentang pilihan pengobatan yang berbeda,

termasuk pilihan untuk tidak mengobati. Pengalaman kami memberikan kita kemampuan

untuk berdiskusi dengan orang tua baik suka dan duka yang terkait dengan merawat anak

dengan gangguan neurologis. Perawat dapat memfasilitasi diskusi antar orang tua mengalami

masalah yang sama sehingga mereka dapat belajar dan menerima dukungan dari satu dan

lainnya. Selanjutnya ketika orang tua menginginkan penjelasan informasi dari medis, kita

dapat membantu memastikan bahwa keinginan orang tua dilayani dengan baik oleh tim

medis.

Usulan Keperawatan

Page 13: anak

Pedoman Perawat berada dalam posisi yang unik untuk menjadi bagian integral dalam

pengembangan pedoman untuk membantu orang tua membuat keputusan untuk anak-anak

mereka. Pedoman ini harus menggabungkan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk

mengatasi beberapa masalah yang disajikan dalam artikel ini. Pertama harus selalu menjaga

keluarga diberitahu tentang informasi yang ada. Perawat perlu memastikan bahwa informasi

yang disampaikan pada keluarga ini jelas diartikulasikan dan dipahami dan bahwa keluarga

yang terlibat memiliki kemampuan untuk membuat keputusan. Perawat perlu membiasakan

diri dengan penelitian terbaru untuk memastikan bahwa informasi yang mereka sediakan

untuk keluarga adalah up-to-date dan akurat. Hal ini juga penting untuk menawarkan

keluarga kesempatan untuk berbicara dengan keluarga lain membesarkan anak-anak dengan

penyakit kronis yang sama.

Keluarga adalah satu-satunya orang yang benar-benar dapat memahami masalah anak dan

seluruh anggota keluarga yang lain. Ketika bekerja dengan keluarga, penggunaan konseling

tidak langsung harus dianggap sebagai strategi yang tepat. Carl Rogers awalnya

menggambarkan jenis konseling lebih dari 50 tahun yang lalu. Dengan menggunakan

pendekatan konseling tidak langsung untuk mengenali perasaan orang lain dan

memungkinkan mereka untuk memimpin arah pembicaraan. Hal ini berhasil dilakukan

dengan mendengarkan apa yang orang tua katakan, memerlukan pernyataan klarifikasi, dan

meringkas apa yang menjadi kekhawatiran utama orang tua. Pertanyaan harus mengarahkan

orang tua untuk terfokus pada topik (Rogers, 1951). Menggunakan konseling tidak langsung,

perawat tidak memberikan saran atau pendapat atas topik yang alin. Teknik ini

memungkinkan perawat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan

dan keprihatinan keluarga 'tanpa memasukkan kepentingan pribadi mereka sendiri ke dalam

situasi. Seorang pekerja sosial, spesialis anak atau psikolog harus diperkenalkan kepada

keluarga sesegera mungkin. Hal ini tidak hanya akan memberikan dukungan emosional

kepada keluarga, tetapi juga dapat membantu dalam membimbing keluarga dalam proses

pengambilan keputusan. Wolfe dkk. (2000) menyatakan bahwa, ketika seorang dokter

(psikolog atau pekerja sosial) terlibat dalam perawatan anak ada koordinasi yang lebih besar

antara dokter dan orang tua bahwa anak memiliki kesempatan lebih untuk disembuhkan [(p.

2474 ). Penggunaan komite etik atau tim perawatan paliatif dapat berguna untuk membantu

anggota dalam isu kesehatan seputar pengobatan anak dengan gangguan neurologis. Banyak

rumah sakit sekarang memiliki komite etika yang tersedia untuk menerima konsultasi. Dalam

kasus yang disajikan sebelumnya, ada lembaga yang tidak memiliki kedua komite etik dan

Page 14: anak

tim perawatan paliatif, sehingga anggota tim kesehatan tidak dapat melakukan konsultasi di

setiap waktu. Sayangnya, konsultasi ini tidak dimanfaatkan pada suatu waktu dikarenakan

anak meninggal sebelum diskusi bisa terjadi.

Sebuah komite etik dapat berguna untuk membimbing dokter dalam memutuskan apa yang

terbaik bagi pasien dan siapa yang harus membuat keputusan itu. Tim perawatan paliatif

dapat memberikan saran tentang cara untuk menjaga kenyamanan anak terlepas dari

keputusan pengobatan apa yang dilakukan. Tim-tim ini sering menjadi elemen penting untuk

memastikan bahwa kepentingan terbaik anak selalu dipertahankan. Meskipun kita sering

berpikir tentang penderitaan yang dialami oleh keluarga-keluarga ini selama situasi sulit,

penderitaan emosional dari penyedia layanan kesehatan juga perlu diperhatikan. Hal ini

diperlukan untuk memberikan dukungan yang memadai untuk semua penyedia layanan

kesehatan merawat pasien dan keluarga mereka. Merawat anak dengan gangguan neurologis

tidak mudah, tetapi merupakan tanggung jawab perawat untuk memastikan bahwa dalam

setiap kasus orang tua memiliki pengetahuan dan dukungan yang mereka butuhkan untuk

membuat keputusan yang tepat untuk anak dan keluarga mereka sendiri .

Ringkasan

Ketika prognosis anak tidak jelas, sering ada perbedaan pendapat di antara anggota tim

kesehatan tentang tujuan pengobatan. Dalam situasi ini perawat harus bekerja dengan

keluarga dan dokter sehingga tujuan dapat dikenali dan dimasukkan ke dalam rencana

perawatan. Dalam kebanyakan situasi, keluarga dan penyedia layanan kesehatan bekerja

untuk kepentingan terbaik anak. Masalahnya adalah tidak ada panduan yang jelas untuk

menentukan bagaimana kepentingan terbaik untuk anak. Diri kita sering dipengaruhi pikiran

kita masing-masing terutama yang sesuai dengan hidup kita. Oleh karena itu, setiap orang

mungkin memiliki perspektif yang berbeda, dan kita perlu untuk mengeksplorasi mereka

sebelum memutuskan pengobatan dapat dilakukan. Perawat dapat berperan dalam

memperbaiki komunikasi yang sulit antara tim keluarga dan kesehatan sehingga semua

perspektif dapat diterima dan keputusan terbaik bagi anak dapat dilaksanakan.