an-nisaa 7-8
TRANSCRIPT
7/22/2019 An-Nisaa 7-8
http://slidepdf.com/reader/full/an-nisaa-7-8 1/4
Dipublikasikan oleh: www.tafaqquhstreaming.comTwitter: @tafaqquhonline | Facebook: www.facebook.com/redaksitafaqquh
TAFSIR AL-MA’RIFAH
Dr. Musthafa Umar, Lc. MA
Para Penerima Warisan
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.(7) Dan
apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah
mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik”.(8) [Q. S. An-Nisaa’ : 7-8]
Pada ayat-ayat yang terdahulu telah diterangkan tentang bagaimana mengelola dan
menguruskan harta, baik itu harta kita yang sudah menjadi hak orang lain seperti mas kawin,atau harta orang lain yang masih berada di tangan kita seperti harta anak-anak yatim yang belum
mampu mengelolanya sendiri. Selanjutnya diterangkan pula tentang perpindahan hak dalam
pemilikan harta yang disebabkan oleh kematian; yaitu berpindah dari orang yang wafat kepada
ahli warisnya, baik ahli waris tersebut laki-laki ataupun wanita, Allah berfirman:“Bagi orang
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita
ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan”.(Q.S. Ali Imran :7)
Ayat ini menjelaskan bahwa apabila ayah atau ibu meninggal dunia ataupun siapa saja
dari para kerabat meninggal dunia maka ahli warisnya memiliki hak untuk mendapatkan
bahagian masing-masing dari harta yang ditinggalkan, baik itu ahli waris dari kalangan laki-laki
ataupun wanita, baik itu harta yang diwariskan berjumlah sedikit ataupun banyak, pembahagian
tersebut merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah dan mesti dilaksanakan. Pembahagian
7/22/2019 An-Nisaa 7-8
http://slidepdf.com/reader/full/an-nisaa-7-8 2/4
Dipublikasikan oleh: www.tafaqquhstreaming.comTwitter: @tafaqquhonline | Facebook: www.facebook.com/redaksitafaqquh
tersebut merupakan kewajiban dalam pangurusan harta yang sebelumnya dimiliki dan dikuasai
oleh si mayat yang kini telah meninggalkan dunia.
Memang harta tersebut dimiliki oleh yang meninggal dunia ketika ia masih hidup, namunapabila ia wafat maka pembahagiannya ditentukan oleh yang memberi harta tersebut; yaitu Allah
Subhanahu wata'ala. Allah-lah yang menentukan siapa yang berhak untuk memilikinya dan siapa
yang tidak berhak; selain Allah tidak dibenarkan untuk menentukan pembahagian harta warisan.
Allah menggunakan perkataan “mafruudhaa” (yang difardhukan) di penghujung ayat sebagai
menjelaskan bahwa ketentuan pembahagian warisan tersebut diwajibkan oleh Allah, berbeda
dengan perkataan “yang diwajibkan” yang boleh jadi kewajiban terse but datang dari diri manusia
itu sendiri.
Apabila kita perhatikan susunan kata dalam ayat ini maka kita mendapati pengulangan
pada perkataan “bagian dari apa-apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan kaum kerabat”;
pengulangan tersebut merupakan penekanan bahwa wanita juga mendapatkan bagian dari
warisan sebagaimana yang didapatkan oleh laki-laki. Bagian wanita tersebut merupakan bagian
yang ditetapkan oleh Allah dengan penyebutannya secara terpisah dengan laki-laki supaya hak
wanita tidak diabaikan ataupun dinomor-duakan. Imam Al-Qurthuby dalam tafsir beliau
menyebutkan bahwa sebab turun ayat ini adalah seorang wanita bernama Ummu Kujjah
mengadu kepada Rasulullah bahwa ia dan 3 orang anak perempuan tidak mendapatkan bagian
dari harta suaminya yang telah meninggal dunia; harta tersebut telah diambil seluruhnya oleh 2
orang laki-laki dari keluarga suaminya, lalu Rasulullah memanggil ke 2 orang tersebut dan keduamereka itu berkata: ”Ya Rasulullah, anaknya itu tidak menunggang kuda, tidak menanggung
beban dan tidak berperang melawan musuh-musuh”, lalu Rasulullah memerintahkan keduanya
supaya pulang dan menunggu jawaban dari Allah, kemudian turunlah ayat ini sebagai
jawabannya.
Dengan turunnya ayat ini maka jelaslah bahwa perempuan memiliki hak dalam harta
warisan yang mana sebelumnya pada zaman Jahiliyyah mereka tidak mendapatkannya sama
sekali. As-Sayyid Qutub dalam tafsir beliau memberikan penjelasan yang sangat cerdas sekali
dengan mempertanyakan bahwa apabila anak-anak perempuan adalah juga yang mewarisi dari
ayah, ibu dan kakek-nenek mereka perkara yang berkaitan dengan tabi'at yang baik ataupun
buruk, penyakit, kasih-sayang ataupun bentuk dan sifat tubuh mereka maka mengapa pula tidak
boleh mewarisi harta mereka? Dengan ayat ini berarti terbantahkan pendapat musuh Islam yang
mengatakan bahwa syari'at Islam telah berlaku tidak adil terhadap wanita. Malangnya, pendapat
musuh Islam tersebut telah disebar-luaskan pula oleh sebahagian umat Islam yang telah dicuci-
otak mereka oleh musuh yang senantiasa mendengki umat Islam dan membenci kebenaran.
7/22/2019 An-Nisaa 7-8
http://slidepdf.com/reader/full/an-nisaa-7-8 3/4
Dipublikasikan oleh: www.tafaqquhstreaming.comTwitter: @tafaqquhonline | Facebook: www.facebook.com/redaksitafaqquh
Didalam ayat ini tidak disebutkan berapa bahagian masing-masing karena ayat ini
merupakan pendahuluan dari ayat-ayat yang berkaitan dengan warisan (faraidh). Penjelasan yang
lebih terperinci akan didapatkan didalam ayat-ayat berikutnya. Imam Ar-Raazy dalam tafsir
beliau menyebutkan bahwa pendahuluan adalah perlu karena bertujuan sebagai merubah adatyang telah mendarah-daging bagi mereka dan mereka sangat berat untuk menggantinya dengan
sesuatu yang sangat berbeda dan berlainan dengan yang mereka ikuti selama ini. Melalui ayat ini
Allah memberi isyarat kepada kita tentang kaedah berangsur-angsur (istidraj) dalam merubah
keadaan yang bertentangan dengan syari'at ditengah-tengah masyarakat, dengan pendekatan
berangsur-angsur maka mudah untuk berubah, tetapi apabila sekaligus dan tergesa-gesa maka
berat untuk berubah.
Ayat selanjutnya pula menerangkan tentang pemberian sebahagian dari harta warisankepada orang-orang yang tidak termasuk kedalam ahli waris; yaitu kaum kerabat yang tidak
berhak dalam mendapatkan harta warisan, anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Mereka ini
meskipun bukan dari kalangan ahli waris tetapi Allah memerintahkan orang-orang beriman
supaya mereka diberi juga bahagian secukupnya dari harta warisan tersebut, Allah
berfirman:“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin,
maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik”.(8)
Didalam ayat ini terdapat perintah supaya mereka diberi rezeki dan supaya diucapkan
kepada mereka perkataan yang baik sebagai perkara mulia yang mesti diperhatikan. Diantara
para ulama ada yang memahami bahwa perintah tersebut sebagai kewajiban yang mesti
dilaksanakan dan ada pula yang memahaminya sebagai perkara yang sunat (mustahab). Pendapat
yang kuat adalah yang memahaminya sebagai perkara yang sunat karena tujuannya adalah
sebagai menyenangkan hati mereka sehingga hilang kedengkian dan kebencian kepada ahli waris
ataupun kepada mayat yang telah meninggal dunia; ia merupakan akhlak mulia, didalam ayat ini
tidak cukup dengan pemberian harta tetapi juga dengan perkataan yang baik kepada mereka.
Ayat ini menyebutkan bahwa apabila mereka itu hadir (datang) pada pembahagian harta
warisan itu, padahal sebenarnya pemberian kepada mereka itu tidak bergantung kepada
kehadiran mereka karena boleh jadi pembahagian tersebut berlaku tanpa sepengetahuan mereka.
Sebenarnya maksud penyampaian ayat ini adalah sebagai menekankan tentang pentingnya
memperhatikan kejiwaan dan perasaan mereka yang sangat berharap kepada harta yang bisa
7/22/2019 An-Nisaa 7-8
http://slidepdf.com/reader/full/an-nisaa-7-8 4/4
Dipublikasikan oleh: www.tafaqquhstreaming.comTwitter: @tafaqquhonline | Facebook: www.facebook.com/redaksitafaqquh
membantu meringankan beban mereka. Demikianlah Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dalam perkara harta, khususnya harta warisan. Wallahua’lam
Al-Faqiir Ilaa Rabbih, Musthafa Umar.