an hukum di indonesia sepanjang masa pemerintahan orde baru

41
PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA SEPANJANG MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU Dalam ringkasan penuilis pada mata kuliah Sejarah Hukum, yang bertujuan untuk mempermudah terhadap pendalaman materi secara sistematis agar dapat dibaca secara mudah terhadap tahapan perkembangan sejarah hukum di Indonesia. Ringkasan Sejarah Hukum ini juga sangat bermanfaat karena merupakan juga sebagai landasan hukum yang fundamental terhadap masa sebelumnya (Orde Lama) dan masa sesudah Orde Baru yaitu Masa atau jaman Reformasi. Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis semata, untuk kepentingan Pemerintah pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru itu pulalah, telah terjadinya pembelengguan disegala sector, dimulai dari sector Hukum/undang-undang, perekonomian/Bisnis, Kebebasan Informasi/Pers dan lain-lain sebagainya. Dan untuk mengembalikan Citra Bangsa Indonesia yaitu sebagai Negara Hukum terutama dalam dibidang hukum dan Politik, untuk meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dan UUD 1945 dijadikan landasan idiil/Konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara menyeluruh. Dengan Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yaitu Pancasila.

Upload: gita-sembiring

Post on 24-Jun-2015

1.743 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA SEPANJANG MASA PEMERINTAHAN

ORDE BARU

Dalam ringkasan penuilis pada mata kuliah Sejarah Hukum, yang bertujuan untuk

mempermudah terhadap pendalaman materi secara sistematis agar dapat dibaca secara

mudah terhadap tahapan perkembangan sejarah hukum di Indonesia. Ringkasan Sejarah

Hukum ini juga sangat bermanfaat karena merupakan juga sebagai landasan hukum yang

fundamental terhadap masa sebelumnya (Orde Lama) dan masa sesudah Orde Baru yaitu

Masa atau jaman Reformasi. Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah

merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis

semata, untuk kepentingan Pemerintah pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru itu

pulalah, telah terjadinya pembelengguan disegala sector, dimulai dari sector

Hukum/undang-undang, perekonomian/Bisnis, Kebebasan Informasi/Pers dan lain-lain

sebagainya.

Dan untuk mengembalikan Citra Bangsa Indonesia yaitu sebagai Negara Hukum terutama

dalam dibidang hukum dan Politik, untuk meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dan

UUD 1945 dijadikan landasan idiil/Konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat Perintah

Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet

Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara

menyeluruh. Dengan Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum Republik

Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia, harus

melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yaitu Pancasila.

Pada pembangunan lima tahun yang merupakan sebagai Rule of Law pada tahun 1969

merujuk kepada paragraf Pendahuluan Bab XIII UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara

yang berazas atas hukum dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka,

dimana Hukum di fungsikan sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat proses

pembangunan melakukan pendekatan baru yang dapat dipakai untuk merelevansi

permasalahan hukum dan fungsi hukum dengan permasalahan makro yang tidak hanya

terbatas pada persoalan normative dan ligitigatif (dengan kombinasi melakukan kodifikasi

dan unifikasi hukum nasional). Yang secara Eksplisit dan resmi dalam naskah Rancangan

Pembangunan Lima Tahun Kedua Tahun 1974, Bab 27 Paragraf IV butir I Menguraikan :

Page 2: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

“Hukum dan Rancangan Perundang-undangan”, dengan prioritas untuk meninjau kembali

dan merancang peraturan-peraturan perundang-undangan sesuai dengan pembangunan

social-ekonomi (perundangan-undangan disektor social-ekonomi.

Kontinuitas Perkembangan Hukum Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Kolonial yng

dinasionalisasi, adalah pendayagunaan hukum untuk kepentingan pembangunan Indonesia,

adalah dengan hukum yang telah diakui dan berkembang dikalangan bisnis Internasional

(berasal dari hukum dan praktek bisnis Amirika), Para ahli hukum praktek yang mempelajari

hukum eropa (belanda), dalam hal ini, mochtar berpengalaman luas dalam unsur-unsur

hukum dan bisnis Internasional, telah melakukan pengembangan hukum nasional Indonesia

dengan dasar hukum kolonial yang dikaji ulang berdasarkan Grundnom Pancasila adalah

yang dipandang paling logis. Dimana Hukum Kolonial secara formil masih berlaku dan

sebagian kaidah-kaidahnya masih merupakan hukum positif Indonesia berdasarkan

ketentuan peralihan, terlihat terjadi pergerakan kearah pola-pola hukum eropa (belanda),

yang mengadopsi dari hukum adat, hukum Amirika atau hukum Inggris, akan tetapi

konfigurasinya/pola sistematik dari eropa tidak dapat dibongkar, hukum tata niaga atau

hukum dagang (Handels recht Vav koophandel membedakan hukum sebagai perekayasa

social atau hukum ekonomi.

Dalam Wetboek Van Koohandel terdapat pula pengaturan mengenai leasing, kondominium,

pada Universitas Padjadjaran melihat masalah hukum perburuhan, agraria, perpajakan dan

pertambangan masuk kedalam hukum ekonomi, sedangkan hukum dagang (belanda)

dikualifikasikan sebagai hukum privat (perdata), khususnya hukum ekonomi berunsurkan

kepada tindakan publik-administratif pemerintah, oleh karenanya hukum dagang untuk

mengatur mekanisme ekonomi pasar bebas dan hukum ekonomi untuk mengatur

mekanisme ekonomi berencana.

Pada era Orde Baru pencarian model hukum nasional untuk memenuhi panggilan zaman

dan untuk dijadikan dasar-dasar utama pembangunan hukum nasional., dimana

mengukuhkan hukum adat akan berarti mengukuhan pluralisme hukum yang tidak berpihak

kepada hukum nasional untuk diunifikasikan (dalam wujud kodifikasi), terlihat bahwa

hukum adat plastis dan dinamis serta selalu berubah secara kekal. Ide kodifikasi dan

unifikasi diprakasai kolonial yang berwawasan universalistis, dimana hukum adat adalah

hukum yang memiliki perasaan keadilan masyarakat lokal yang pluralistis. Sebagaimana kita

ketahui bahwa hukum kolonial yang bertentangan dengan hukum adat adalah merupakan

Page 3: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

tugas dan komitmen Pemerintah Orde Baru untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi

kedalam hukum nasional.

Pada masa era tahun 1970, telah dilakukan konsolidasi dengan dukungan politik militer dan

bertopang pada struktur secara monolistik serta mudah dikontrol secara sentral, mengingat

peran hukum adat dalam pembangunan hukum nasional sangat mendesak yang secara riil

tidak tercatat terlalu besar, terkecuali klaim akan kebenaran moral, pada saat masalah

operasionalisasi dan pengefektifan terhadap faham hukum sebagai perekayasa ditangan

Pemerintah yang lebih efektif.

Timbul permasalahan pokok yaitu : 1. Mengapa didalam Sejarah Hukum harus kembali

kepada Ketetapan MPRS Tahun 1966 yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru ?, 2.

Bagaimanakah realisasi dari Pemerintahan Orde Baru dengan prodak Hukum Super Semar,

serta bagaimana perubahan Sejarah Hukum dipandang baiak dari Kebijakan Dasar maupun

Kebijakan Pemberlakuan terhadap roda Pemerintahan dimasa Orde Baru (baik secara factor

Internal maupun secara factor eksternal) ?

Atas dasar permasalahan tersebut, maka harus mempunyai tujuan serta maksudnya yaitu

memperdalam pengetahuan Sejarah Hukum, agar dapat terlihat secara jelas dan sistematis

perkembangan dari masa-masa pemerintah Orde Lama kepada masa Orde Baru, dimana

pada masa Pemerintahan Orde Baru yang telah melakukan perubahan secara besar-besaran

dibidang Hukum, Politik dan Sosial Budaya.

Tidak terlepas dari kerangka teori dan konsep yang berlandaskan kepada Undang Undang

Dasar 1945 dan Pancasila yang merupakan sebagai Landasan Idiil, yang dijelaskan dalam

“paragraph Pendahuluan Bab XIII UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara yang berazas

atas hukum dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka dan Konstitusional

serta dikuatkan dengan Ketetapan MPRS Tahun 1966 tanggal 5 Juli dengan Ketetapan MPRS

No. XX menetapkan : “sumber teretib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan

Perundang-undangn Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan

konsekue dan yang maksud ketetapan MPRS tersebut adalah Pancasila, Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit 5 Juli 1959, UUD Proklamasi dan Super Semar 1966”.

Sangat jelas terlihat bahwa pada tahun 1966 telah terjadi perubahan besar-besaran

dibidang hukum dan Politik, yang meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dimana UUD

1945 dijadikan landasan idiil/Konstitusional terhadap segala kegiatan ekonomi, politik, social

dan budaya, dan anti kolonialisme dan anti imperialisme tidak lagi dikumandangkan telah

Page 4: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

berganti strategi nasional yaitu kepada masalah soal kemiskinan dan kesulitan hidup

ekonomi untuk dipecahkan.yang berkaitan dengan pendapatan rakyat, buta aksara/huruf,

kesehatan dan pertambahan penduduk. Dengan sikap Low Profile dalam politik

Internasional, dengan dibawah kontrol Pemerintah Orde Baru terdapat suatu indicator

keberhasilan perjuangan bangsa yang kemudian dialihkan keberhasilannya dalam

pembangunan ekonomi.

Hal tersebut berkaitan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada Tahun

1967 dan pada Tahun 1968, dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet

Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara

menyeluruh (dari kebijakan politik revolusioner sebagai panglima menjadi kebijakan

pembangunan ekonomi sebagai perjuangan Orde Baru). Sedangkan pada berikutnya adalah

sebagai tahap mengembalikan citra Indonesia sebagai Negara Hukum, dimana

perkembangan hukum nasional pada era Orde Baru adalah upaya memulihkan kewibawaan

hukum dan tata hirarki perundang-undangan. Yang kemudia pada Tahun 1966 tanggal 5 Juli

dengan Ketetapan MPRS No. XX : telah menetapkan sumber tertib Hukum Republik

Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia, harus

melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan maksud ketetapan MPRS

tersebut adalah Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit 5 Juli 1959,

UUD Proklamasi dan Super Semar 1966.

Dengan Tata urutan serta tingkatan-tingkatan tersebut yaitu : Undang-Undang Dasar,

Ketetapam MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan

Peraturan Pelaksanaan lainnya (Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri). Pembangunan

lima tahun merupakan (Rule of Law) pada tahun 1969 merujuk kepada paragraf

Pendahuluan Bab XIII UUD 1945 yang menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang

berazas atas hukum dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka. Dengan

melihat kepada Rule of Law, terdapat tiga kebijakan yaitu Hak Azasi manusia, peradilan

harus bebas dan tidak memihak (UU Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970

tentang kekuasaan kehakiman) dan azas legalitas terhadap hukum formil maupun hukum

materiil.

Dan pada masa awal Pemerintahan Orde Baru, telah dilakukan pembatasan-pembatasan

kekuasaan eksekutif, karena pada Pemerintahan Presiden Soekarno, kekuasaan eksekutif

mendudukkan diri kepada Pimpinan Besar Revolusi, yaitu dengan mengesahkan jabatannya

Page 5: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

sebagai Presiden seumur hidup (Sangat eksesif dengan dekrit-dekrit Presiden sebagai

kekuatan hukum yang melebih kekuatan undang-undang dan UU Pokok Kehakiman No. 19

Tahun 1964 yang telah memberi wewenang kepada Presiden untuk melakukan intervensi

pada perkara-perkara di Pengadilan). Atas dasar tersebutlah Pemerintah Orde Baru

melakukan pemulihan kewibaan hukum dan menegakkan The Rule of Law untuk terciptanya

serta terlaksananya kegiatan perekonomian, dengan bantuan luar negeri dan investasi asing

oleh karenannya harus tetap terjaminnya kepastian berdasarkan hukum.

Pada masa era Orde Baru, telah menjadikan hukum pembangunan, bukan hukum revolusi

dengan tidak memberlakukan hukum kolonial (Barat seperti desakan Sahardjo dan Wirjono).

Sebagaimana telah terjadi pertentangan antara Ketua Mahkamah Agung pada waktu itu

dijabat oleh Soebekti (pada Tahun 1963), yang menentang logika hukum Saharjo dan

Wirjono, dimana dalam pelaksanaan dan operasionalisasi kegiatannya banyak yang

memaksakan penyimpangan-penyimpangan yang menimbulkan peristiwa yang disebut

Legal Gaps (Para yuris menghadapi berbagai permasalahan ekonomi, politik, social, budaya

dan agama). Dimana pada Masa Orde Baru atau Orde Pembangunan, hukum diperlakukan

sebagai sarana dan baru yang bertujuan pembangunan, dan bukan bertujuan untuk

merasionalisasai kebijakan-kebijakan Pemerintah ( Kebijakan eksekutif).

Proses pembangunan melakukan pendekatan baru, yang dapat dipakai untuk merelevansi

permasalahan hukum dan fungsi hukum dengan permasalahan makro yang tidak hanya

terbatas pada persoalan normative dan ligitigatif. Menurut Mochtar Kusumaatmadja : “

yang mengajak para sosiologik dalam ilmu hukum untuk merelevansikan hukum dengan

permasalahan pembangunan social-ekonomi. Dimana Faham aliran sociological

Jurisprudence (Legal Realisme), yaitu konsep Roscoe Pound adalah “perlunya memfungsikan

Law as a Tool of Social Engineering”, dan dengan dasar argumen Mochtar yaitu “mengenai

pendayagunaan hukum sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat menurut kepada

skenario kebijakan Pemerintah/eksekutif, yang sangat diperlukan oleh negara-negara

sedang berkembang. Para ahli Politik, ekonomi dan Hukum harus memikirkan dan

membantu tindakan untuk mengefektikan hukum dengan menjaga Status Quo, akan tetapi

juka ikut mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang dilakukan secara tertib dan

teratu”r.

Menurut Raymond Kennedy adalah “Merupakan kebijakan anti-Acculturation yang tidak

mendatangkan kemajuan apa-apa”, maka pembangunan hukum nasional di Indonesia

Page 6: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

hendaklah tidak tergesa-gesa dalam membuat keputusan (apakah meneruskan hukum

kolonial ataukah secara apriori mengembangkan hukum adat sebagai hukum nasional).

Dimana Mochtar mengajurkan agar dilakukan penelitian terlebih dahulu untuk melakukan

Charting out in what areas of Law ………….(sedangkan mengenai soal kontrak, badan-badan

usaha dan tata niaga dapat diatur oleh hukum perundang-undangan nasional dan untuk

masalah lain yang netral seperti komunikasi, pelayaran, pos dan telekomunikasi dapat

dikembangkan dalam system hukum asing/meniru). Dimana pemikiran mochtar tidak terlalu

istimewa akan tetapi berfikir tentang fungsi aktif hokum sebagai perekayasa social (sangat

penting dalam perkembangan hukum nasional pada era Orde Baru).

Setelah masa kekuasaan Presiden Soekarno, Mochtar mengalirkan pemikirannya melalui

konsorsium Hukum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang mengontrol kurikulum

pada Fakultas Hukum di Indonesia maupun sebagai Menteri Kehakiman Tahun 1974-1978,

dengan kombinasi dari keduannya dengan kodifikasi dan unifikasi hukum nasional yang

terbatas secara selektif pada hukum yang tidak menjamah tanah kehidupan budaya dan

spiritual rakyat, yang menjadi program Badan Pembinaan Hukum Nasional. Dengan Ide Law

as a Tool of Social Engineering adalah untuk memfungsikan hukum guna merekayasa

kehidupan ekonomi nasional saja dengan tidak melupakan hukum tata negara (terlihatlah

mendahulukan infrastruktut politik dan ekonomi) dan ide ini sesuai dengan kepentingan

Pemerintah. Atas dasar tersebut dimana kelembagaan hukum adalah untuk kepentingan

pembangunan ekonomi, permodalan, perpajakan, keuangan, perbankan, investasi, pasar

modal, perburuhan dan lain-lain.

Hukum nasional dikualifikasikan sebagai hukum nasional modern dengan mengikuti

perkembangan sejarah hukum dengan menempatkan diri secara khusus kearah

perkembangan. Dalam Pidato Presiden Soeharto yaitu dalam pembukaan Law Asia di Jakarta

Tahun 1973 yang mengatakan bahwa “ Setiap pembangunan mengharuskan terjadinya

serangkaian perubahan, bahkan juga perubahan-perubahan yang sangat fudamental”,

tetapi tidak dapat dikatakan sebagai keadaan status quo dimana sesungguhnya hukum akan

berfungsi sebagai pembuka jalan dan kesempatan menuju kepembaharuan yang dikendaki.

Secara Eksplisit dan resmi dalam naskah Rancangan Pembangunan Lima Tahun Kedua Tahun

1974, Bab 27 Paragraf IV butir I Menguraikan : “ Hukum dan Rancangan Perundang-

undangan”, dengan prioritas untuk meninjau kembali dan merancang peraturan-peraturan

perundang-undangan sesuai dengan pembangunan social-ekonomi (perundangan badan

Page 7: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

usaha, paten, merk dagang, hak cipta, tera dan timbangan, perundangan lalulintas,

pelayaran, transportasi dan keamanan udara, telekomunikasi dan pariwisata, Perundangan

Prosedur penggunaan, pemilikan dan penggunaan lahan pertanahan, keuangan negara dan

daerah dan perundangan perikanan darat, perkebunan, alat pertanian, perternakan,

pelestarian sumberdaya alam dan perlingunan hutan), khususnya bidang pertanian, industri,

pertambangan, komunikasi dan perdagangan.

Dengan memfungsikan hukum untuk kepentingan pembangunan ekonomi (kehendak

kepentingan industrialisasi masyarakat modern) oleh faham “ hukum sebagai sarana

perekayasa social” begitu pula ide pendayagunaan hukum masuk sebagai kebijakan

pemerintah dengan upaya melakukan survai untuk menginvestasikan dan meletakkan

keadan hukum yang telah atau belum ada untuk kepentingan aktivitas ekonomi, yang

kemudian bermanfaat untuk menentukan kebijakan perundang-undangan yang telah

direncanakan dalam rancangan pembangunan lima tahun kedua. Pembangunan hukum

nasional dengan cara mengembangan hukum baru atas dasar prinsip yang diterima dalam

kehidupan Internasional, dimana ada dua pihak ahli hukum yang tidak setuju, yaitu harus

ada kontinuitas perkembangan hukum (kolonial) menuju hukum nasional dimana Hukum

nasional harus berakar yaitu hukum adat.

Jelasnya bahwa pendayagunaan hukum untuk kepentingan pembangunan Indonesia adalah

dengan hukum yang telah diakui dan berkembang dikalangan bisnis Internasional (berasal

dari hukum dan praktek bisnis Amirika), Para ahli hukum praktek, mempelajari hokum eropa

(belanda) dimana mochtar berpengalaman luas dalam unsur-unsur hukum dan bisnis

Internasional, melakukan pengembangan hokum nasional Indonesia dengan dasar hukum

kolonial yang dikaji ulang berdasarkan Grundnom Pancasila adalah yang dipandang paling

logis. Hukum Kolonial secara formil masih berlaku dan sebagian kaidah-kaidahnya masih

merupakan hukum positif Indonesia berdasarkan ketentuan peralihan, terlihat terjadi

pergerakan kearah pola-pola hukum eropa(belanda). Telihat adanya adopsi dari hukum

adat, hukum Amirika atau hukum Inggris, akan tetapi konfigurasinya/pola sistemiknya yang

eropa tidak dapat dibongkar, hukum tata niaga atau hukum dagang (Handels recht Vav

koophandel membedakan hukum sebagai perekayasa social atau hukum ekonomi. Dalam

Weyboek Van Koohandel terdapat pula mengatur leasing, kondominium dan Universitas

Padjadjaran melihat masalah hukum perburuhan, agraria, perpajakan dan pertambangan

masuk kedalam hukum ekonomi. Terutama pada hukum dagang (belanda) yang

Page 8: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

dikualifikasikan sebagai hukum privat (perdata), sedangkan hukum ekonomi berunsurkan

kepada tindakan publik-administratif pemerintah, oleh karenanya hukum dagang untuk

mengatur mekanisme ekonomi pasar bebas dan hukum ekonomi untuk mengatur

mekanisme ekonomi berencana.

Keberadaan hukum adat tidak pernah akanmundur atau tergeser dari percaturan politik

dalam membangun hukum nasional, hal terlihat dari terwujudnya kedalam hukum nasional

yaitu dengan mengangkat hukum rakyat/hukum adat menjadi hukum nasional terlihat pada

naskah sumpah pemuda pada tahun 1928 bahwa hukum adat layak diangkat menjadi

hukum nasional yang modern (soepomo). Di masa Orde Baru pencarian model hukum

nasional adalah untuk memenuhi panggilan zaman dan untuk dijadikan dasar-dasar utama

pembangunan hukum nasional., dimana mengukuhkan hukum adat akan berarti

mengukuhan pluralisme hukum dan tidak berpihak kepada hukum nasional yang

diunifikasikan (dalam wujud kodifikasi). Dan ide kodifikasi dan unifikasi diprakasai kolonial

yang berwawasan universalistis, dimana hukum adat adalah hukum yang memiliki perasaan

keadilan masyarakat lokal yang pluralistis, dengan mengingat bahwa hukum kolonial

dianggap sangat bertentangan dengan hukum adat adalah merupakan tugas dan komitmen

Pemerintah Orde Baru untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi kedalam hukum nasional

tersebut.

Law as a Tool Social Engineering, baru siap dengan rambu-rambu pembatas dan beluam siap

dengan alternatif positif yang harus diwujudkan, dimana hukum nasional harus berdasarkan

hukum adat, dan juga sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian hukum adat

adalah merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan untuk

pembangunan hukum nasional dalam unifikasi hukum (karena terdapat nilai universal),

untuk menguji kelayakan hukum nasional. Dengan melihat kepada pendapat para ahli

hukum (Van Vollenhoven dan Soepomo), dimana terdapat empat asas hukum adat yang

mempunyai nilai universal dan lima pranata hukum adat dapat dijumpai dalam hukum

Internasional, yang merupakan dasar kekuasaan umum dan asas perwakilan serta

permusyawaratan dalam sistim pemerintahan.Didalam hukum Internasional pranata maro

(production sharing contract), pranata panjer (commitment fee atau down payment)

dimana pranata kebiasaan untuk mengijinkan tetangga tidak perlu meminta izin untuk

melintas pekarangan seseorang (innocent passage), pranata dol oyodan atas tanah (voyage

charter atau time charter) dan pranata jonggolan (lien atau mortgage).13Konsep tanah

Page 9: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

wewengkon atau tanah ulayat dalam hukum internasional dikenal sebagai konsep

teritorialitas yaitu perlindungan kebawah kekuasaan seseorang penguasa agar terhindar

dari sanksi adat (dalam hukum internasional disebut asylum atau hak meminta suaka).

Sebagai upaya dimasa Orde Baru, bahwa badan kehakiman diidealkan menjadi hakim yang

bebas serta pembagian kekuasaan dalam pemerintahan adalah harapan sebagai badan yang

mandiri dan kreatif untuk merintis pembaharuan hukum lewat mengartikulasian hukum dan

moral rakyat. Dimana ketidak mampuan hakim bertindak mandiri dan bebas dalam proses

dan fungsi pembaharuan hukum nasional, tidak disebabkan oleh para hakim saja, yang tidak

menjamin kemandiriannya yang seharusnya ditetapkan dahulu secara diktrinal.(karena

pendidikan hukum dan kehakiman terlanjur menekankan pola berfikir deduktif lewat

silogisme logika formal tanpa melalui berfikir induktif untuk menganalisa kasus/case law).

Barulah pada tahun 1970, telah dilakukan konsolidasi dengan dukungan politik militer dan

topangan birokrasi yang distrukturkan secara monolitik serta mudah dikontrol secara

sentral, mengingat peran hukum adat dalam pembangunan hukum nasional sangat

mendesak yang secara riil tidak tercatat terlalu besar, terkecuali klaim akan kebenaran

moral, pada saat masalah operasionalisasi dan pengefektifan terhadap faham hukum

sebagai perekayasa ditangan Pemerintah yang lebih efektif.Resultante pada era Orde Baru

telah terlanjur terjadi karena kekuatan dan kekuasaan riil eksekutif dihadapan badan-badan

perwakilan telah menjadi tradisi di Indonesia sejak jaman kolonial dan pada masa

sebelumnya dan juga adanya alasan-alasan yang lain yaitu alasan pertama : adalah

pendayagunaan wewenang konstitusional badan deksekutif yang melibatkan diri dalam

pernacangan dan pembuatan undang-undang, karena dikusainya sumber daya yang ralif

berlebihan alan menyebabkan eksekuitf mampu lebih banyak berprakasa, yang seharusnya

alih ide dan kebijakan diperakasai oleh lembaga perwakilan akan tetapi pada kenyataannya

justru ide dan prakasa eksekutif yang lebih banyak merintis dan mengontrol perkembangan.

Kontrol eksekutif tampak lebih menonjol manakala memperhatikan keleluasaan eksekutif

dalam hal membuat regulatory laws sekalipun hanya bertaraf peraturan pelaksanaan, alasan

kedua : adalah dimana perkembangan politik pada era Orde Baru, kekuatan politik yang

berkuasa di jajaran eksekutif ternyata mampu bermanouver dan mendominasi DPR dan

MPR, dengan kompromi politik sebagai hasil trade-offs antara berbagai kekuatan polotik.

Terlihat dari Pemilihan Umum tahun 1973, dimana 100 dari 360 anggota Dewan adalah

anggota yang diangkat dan ditunjuk oleh eksekutif yaitu fraksi ABRI ditunjuk dan diangkat

Page 10: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

sebagai konsesi tidak ikutnya anggota ABRI dalam menggunakan hak pilihnya dalam

Pemilihan Umum. Konstelasi dan kontruksi tersebut dalam abad ke 20 secara sempurna

menjadi “Government Social Control dan fungsi sebagai “Tool Of Social Engineering”.

Dengan demikian Orde Baru telah menjadi kekuatan kontrol Pemerintah yang terlegitimasi

(secara formal-yuridis) dan tidak merefleksikan konsep keadilan, asas-asas moral dan

wawasan kearifan yang tidak hidup dalam masyarakat awam, hal ini terlihat gerakan-

gerakan dari bawah untuk menuntut hak-hak asasi, yang justru lebih kuat dan terjadi dimasa

kejayaannya ide hukum revolusi diawal tahun 1960-an.

Analisa pertama adalah karena disebabkan dianggap sudah tidak murni dan konsekuen

untuk melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasan idiil dan konstitusional,

dimana Presiden Orde lama dengan melalui dekrit-dekritnya sebagai Pimpinan yang

tertinggi dan sebagai Presiden seumur hidup. Dimana kebijakan dasar dan kebijakan

pemberlakuan secara internal, mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak-hak asasi

manusia dimana terjadi kelaparan serta kemiskinan yang berkelanjutan karena telah

menyimpang dari landasan Negara yaitu UUD 1945 dan Pancasila. Jika dilihat berdasarkan

factor eksternal, dimana pada masa Pemerintahan Orde Lama adalah yang merupakan

sebagai Presiden seumur hidup sebagai pahlawan revolusi telah bertindak melakukan

menguasaan terhadap perusahaan asing, dengan mengakibatkan secara factor eksternal

terdapat ketidak percayaan investor asing terhadap Pemerintah Orde Lama, karena dengan

kekuasaannya telah mengakibatkan terjadinya ketidak pastian hukum di Indonesia pada

masa Pemerintahan Orde Lama tersebut.

Analisa permasalahan kedua, adalah dimana pada Pemerintahan Orde Baru adalah

merupakan sebagai Pemerintahan yang dengan memberlakukan Ketetapan MPRS No. XX :

yang telah menetapkan sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan

Perundang-undangn Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan

konsekuen dan yang dimaksud oleh ketetapan MPRS tersebut adalah Pancasila, Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit 5 Juli 1959, UUD Proklamasi dan Super Semar 1966.

Dimana secara factor internal, Pemerintahan Orde Baru ingin melakukan pembaharuan

hukum disegala sector dengan melakukan kodofikasi dan unifikasi hukum nasional, upaya ini

adalah untuk mengembalikan citra hukum Indonesia akibat kekuasaan Orde lama yaitu

dengan mengembalikan perusahaan asing yang telah dikuasai semasa Pemerintahan Orde

Lama dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum Indonesia. Analisa secara factor

Page 11: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

Eksternal adalah bertujuan agar kembali kepada kebijakan dasar yaitu UUD 1945 dan

Pancasila dan kebijakan Pemberlakukan yaitu Peraturan Perundang-undangan yang

bersandar kepada hukum Nasional yang telah di kodifikasi dan di Unifikasi, dengan tujuan

sebagai terciptanya kepastian hukum dam menunjukan kepada dunia Internasional agar

mau menanamkan modal atau menginvestasikan kembali modalnya di Indonesia dalam

rangka mewujudkan pembangunan nasional..

KESIMPULAN :

1.Mengembalikan Citra Indonesia Sebagai Negara Hukum, dalam dibidang hukum dan

Politik, yang meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dimana UUD 1945 dijadikan

landasan idiil/Konstitusional terhadap segala kegiatan ekonomi, politik, social dan budaya,

dan anti kolonialisme dan anti imperialisme, sebagai berganti strategi nasional. Sikap Low

Profile dalam politik Internasional, pada saat dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas maret

pada Tahun 1967 dan pada Tahun 1968 dengan dibentuknya kabinet baru dengan sebutan

Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah

secara menyeluruh. Dengan Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum

Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia,

harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

2.Pembangunan lima tahun merupakan (Rule of Law) pada tahun 1969 merujuk kepada

paragraph Pendahuluan Bab XIII UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara yang berazas

atas hukum dan bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan belaka, dimana Hukum Di

Fungsikan Sebagai Sarana Untuk Merekayasa Masyarakat Proses pembangunan melakukan

pendekatanbaru yang dapat dipakai untuk merelevansi permasalahan hukum dan fungsi

hukum dengan permasalahan makro yang tidak hanya terbatas pada persoalan normative

dan ligitigatif. Dengan kombinasi dari keduannya dengan kodifikasi dan unifikasi hukum

nasional yang terbatas secara selektif pada hukum yang tidak menjamah tanah kehidupan

budaya dan spiritual rakyat, yang menjadi program Badan Pembinaan Hukum Nasional.

3.Ide Law as a Tool of Social Engineering adalah untuk memfungsikan hukum guna

merekayasa kehidupan ekonomi nasional saja dengan tidak melupakan hukum tata negara

(terlihatlah mendahulukan infrastruktut politik dan ekonomi. Hukum nasional

dikualifikasikan sebagai hukum nasional modern dengan mengikuti perkembangan sejarah

Page 12: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

hukum dengan menempatkan diri secara khusus kearah perkembangan dan Secara Eksplisit

dan resmi dalam naskah Rancangan Pembangunan Lima Tahun Kedua Tahun 1974, Bab 27

Paragraf IV butir I Menguraikan : “Hukum dan Rancangan Perundang-undangan”, dengan

prioritas untuk meninjau kembali dan merancang peraturan-peraturan perundang-

undangan sesuai dengan pembangunan social-ekonomi (seperti perundangan badan usaha,

paten, merk dagang, hak cipta,tera dan timbangan, perundangan lalulintas,

pelayaran,transportasi dan keamanan udara, telekomunikasi dan pariwisata,Perundangan

Prosedur penggunaan, pemilikan dan penggunaan lahan pertanahan, keuangan negara dan

daerah dan perundangan perikanan darat, perkebunan, alat pertanian, perternakan,

pelestarian sumberdaya alam dan perlingunan hutan).

4.Kontinuitas Perkembangan Hukum Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Kolonial Yang

Dinasionalisasi, Pendayagunaan hukum untuk kepentingan pembangunan Indonesia adalah

dengan hukum yang telah diakui dan berkembang dikalangan bisnis Internasional (berasal

dari hukum dan praktek bisnis Amirika), Para ahli hukum praktek, mempelajari hukum eropa

(belanda) dimana mochtar berpengalaman luas dalam unsur-unsur hukum dan bisnis

Internasional, melakukan pengembangan hukum nasional Indonesia dengan dasar hukum

kolonial yang dikaji ulang berdasarkan Grundnom Pancasila adalah yang dipandang paling

logis.

5.Hukum Kolonial secara formil masih berlaku dan sebagian kaidah-kaidahnya masih

merupakan hukum positif Indonesia berdasarkan ketentuan peralihan, terlihat terjadi

pergerakan kearah pola-pola hukum eropa (belanda). Mengenai adopsi dari hukum adat,

hukum Amirika atau hukum Inggris, akan tetapi konfigurasinya/ pola sistemiknya yang eropa

tidak dapat dibongkar, hukum tata niaga atau hukum dagang (Handels recht Vav

koophandel membedakan hokum sebagai perekayasa social atau hukum ekonomi. Dalam

Weyboek Van Koophandel terdapat pula mengatur leasing, kondominium dan Universitas

Padjadjaran melihat masalah hukum perburuhan, agraria, perpajakan dan pertambangan

masuk kedalam hukum ekonomi. Sedangkan hukum dagang (belanda) dikualifikasikan

sebagai hukum privat (perdat) sedangkan hukum ekonomi berunsurkan kepada tindakan

publik-administratif pemerintah, oleh karenanya hukum dagang untuk mengatur

mekanisme ekonomi pasar bebas dan hukum ekonomi untuk mengatur mekanisme

ekonomi berencana.

6.Hukum Nasional Sebagai Hasil Pengembangan Hukum Adat, dimana Hukum adat tidak

Page 13: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

pernah mundur atau tergeser dari percaturan politik dalam membangun hukum nasional,

adalah untuk terwujudnya hukum nasional dengan mengangkat hukum eakyat yaitu hukum

adat menjadi hukum nasional terlihat pada naskah sumpah pemuda pada tahun 1928

bahwa hukum adat layak diangkat menjadi hukum nasional yang modern (soepomo).Pada

era Orde Baru pencarian model hukum nasional memenuhi panggilan zaman untuk menjadi

dasar-dasar utama pembangunan hukum nasional., dimana mengukuhkan hukum adat akan

berarti mengukuhi pluralisme hukum dan tidak berpihak kepada hukum nasional yang

diunifikasikan (dalam wujud kodifikasi), terlihat bahwa hukum adat plastis dan dinamis serta

selalu berubah secara kekal. Ide kodifikasi dan unifikasi diprakasai kolonial yang

berwawasan universalistis, dimana hukum adat adalah hukum yang neniliki perasaan

keadilan masyarakat local yang pluralistis.

7.Dimana hukum kolonial yang bertentangan dengan hukum adat adalah merupakan tugas

dan komitmen Pemerintah Orde Baru untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi kedalam

hukum nasional, dimana badan kehakiman diidealkan menjadi hakim yang bebas serta

pembagian kekuasaan dalam pemerintahan adalah harapan sebagai badan yang mandiri

dan kreatif untuk merintis pembaharuan hukum lewat mengartikulasian hukum dan moral

rakyat, telah melakukan konsolidasi dengan dukungan politik militer dan topangan birokrasi

yang distrukturkan secara monolitik serta mudah dikontrol secara sentral, mengingat peran

hukum adat dalam pembangunan hukum nasional sangat mendesak yang secara riil tidak

tercatat terlalu besar, terkecuali klaim akan kebenaran moral, pada saat masalah

operasionalisasi dan pengefektifan terhadap faham hokum sebagai perekayasa ditangan

Pemerintah yang lebih efektif. Resultante pada era Orde Baru telah terlanjur terjadi karena

kekuatan dan kekuasaan riil eksekutif dihadapan badan-badan perwakilan telah menjadi

tradisi di Indonesia sejak jaman kolonial dan pada masa sebelumnya dan juga adanya

alasan-alasan lainnya

Page 14: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

DEVELOPMENT LAW IN INDONESIA DURING THE NEW ORDER GOVERNMENT

In summary penuilis on Legal History course, which aims to facilitate to the deepening of

the materials systematically for can be read easily on the stages of historical

development of law in Indonesia.Summary of Legal History is also very useful because it

is also a fundamental legal basis of the previous period (Old Order) and the post-New

Order period or era of the Reformation. We need to know that the New Order period is

a period that is imposing the will and the charged political element alone, for the benefit

of the Government at that time. And in the New Order was exactly, has the

pembelengguan in all sectors, starting from the sectors of Justice / laws, economy /

business, Freedom of Information / Press and many others.

And to restore the image of the Indonesian nation as a State of Law, especially in the

field of law and politics, to meyakinakan that the revolution has not been completed,

and the 1945 Constitution be based idiil / Constitutional, by the issuance of the Warrant

Eleven March of 1967 and the establishment of a new cabinet with the title

Development Cabinet which is as a starting point for the overall government policy

changes. With MPRS Decree No. XX: Legal rules establish the source of the Republic of

Indonesia and Sequence undangn Laws and the Republic of Indonesia must implement

the 1945 Constitution in a pure and consequently the Pancasila.

In the five-year development is as Rule of Law in 1969 refer to paragraphs Introduction

Chapter XIII of the 1945 Constitution that Indonesia is a country that berazas above the

law and not a state based on sheer power, which the Law functioned as a means to

manipulate people to do the construction process new approaches that could be used to

merelevansi legal issues and legal functions with the macro issues that are not only

limited to normative issues and ligitigatif (with a combination of doing codification and

unification of national law). Which are explicit and formal in the manuscript draft

Second Five-Year Development of 1974, Chapter 27 Paragraph IV point I Elaborating:

"Law and the Draft Legislation," with priority to reviewing and designing rules and

regulations in accordance with the development of social- economy (legislation socio-

economic sector.

Continuity Development Law From Colonial to Colonial Law Law yng nationalized, is the

utilization of law for the benefit of Indonesia's development, is by law that has been

Page 15: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

recognized and developed among the international business (derived from law and

business practices Amirika), legal experts who study the practice of European law

( Dutch), in this case, Mochtar vast experience in law elements and international

business, has made the development of Indonesian national laws on the basis of colonial

law which is reviewed based on Pancasila Grundnom is considered the most

logical. Where a formal Colonial Law is still valid and some of its maxims is still an

Indonesian positive law based on the transitional provisions, see there is movement

towards the patterns of European law (Dutch), which adopted the customary law,

Amirika law or English law, but the configuration / systematic pattern of europe can not

be dismantled, the law or commercial law trade system (VAV recht Handels koophandel

distinguish law as social engineering or economic law.

In Wetboek Van Koohandel there are also arrangements regarding leasing,

condominium, at the University of Padjadjaran see labor law issues, agrarian, taxation

and mining law into the economy, while trade law (dutch) qualify as private law (civil),

especially economic laws berunsurkan to action public-administrative government, and

therefore trade law to regulate the free market economic mechanisms and economic

laws to regulate the mechanism of the planned economy.

In search of the New Order era, the national legal models to meet the call of the times

and to serve as the main basis of development of national law., Which confirmed the

customary law would mean mengukuhan legal pluralism that does not favor a national

law to diunifikasikan (in the form of codification), shows that law custom plastic and

dynamic and always changing eternally. The idea of codification and unification initiated

colonial universalistic vision, where customary law is the law that has the feeling of local

community justice is pluralistic. As we all know that the colonial laws that conflict with

customary law is a duty and commitment of the Government of New Order to perform

unification and codification into national law.

During the 1970s, consolidation has been carried out with military and political support

in monolistik relied on the structure and easily controlled centrally, given the role of

customary law in the development of national law is very urgent that in real terms is not

recorded too big, with the exception of the truth of moral claims, in current operational

problems and improve the effectiveness of the schools of law as an engineer in the

hands of a more effective government.

Page 16: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

Main problems arise: 1. Why in the History of Law must be returned to the MPRS Decree

of 1966 conducted by the Government of New Order?, 2. How is the realization of the

New Order Government prodak SuperLaw Semar, and how the changes seen baiak Legal

History of the Basic Policy and Enforcement Policy on the days of the New Order

Government wheels (both internal factors as well as external factors)?

On the basis problem, we must have a purpose and intention is to deepen knowledge of

Legal History, in order to see clearly and systematically the development of periods of

the Old Order government to the New Order era, where in the New Order

administration that has made a major change magnitude in the field of Legal, Political

and Social Culture.

Not independent of the theoretical framework and concepts that are based on the 1945

Constitution and Pancasila, which is the foundation Idiil, described in "Introduction

paragraph in Chapter XIII of the 1945 Constitution that Indonesia is a country that

berazas above the law and not a state based on sheer power and Constitutional and

strengthened to the Legislative Assembly on 5 July 1966 to the Legislative Assembly

No. XX set: "source teretib Law of the Republic of Indonesia and Sequence undangn

Laws and the Republic of Indonesia must implement the 1945 Constitution is pure and

the intent and provisions konsekue MPRS is Pancasila, the Proclamation of

Independence August 17, 1945, Decree of July 5, 1959, Proclamation and the

Constitution Super Semar 1966 ".

Very clearly seen that in 1966 there have been massive changes in the field of law and

politics, which meyakinakan that unfinished revolution, where the 1945 Constitution be

based idiil / Constitutional against all economic activity, political, social and cultural

rights, and anti-colonialism and anti-imperialism no longer echoed changed its national

strategy that is the problem of poverty and economic hardship for dipecahkan.yang

related to people's income, illiteracy / letters, health and population growth. With Low

Profile attitude in international politics, with the New Order government under control

there is an indicator of the success of the national struggle which later transferred its

success in economic development.

This is related to the issuance of Warrant Eleven March in the Year 1967 and the Year

1968, the establishment of a new cabinet with the title Development Cabinet, which is

as a starting point for the overall government policy changes (from the policy of

Page 17: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

revolutionary politics as commander of a policy of economic development as the

struggle of the New Order) . While on a stage next is to restore the image of Indonesia

as a State of Law, where the development of national law in the era of New Order is an

effort to restore the authority of law and hierarchy of legislation. Which later on July 5,

1966 to the Legislative Assembly No. XX: The law has set the source order of the

Republic of Indonesia and Sequence undangn Laws and the Republic of Indonesia must

implement the 1945 Constitution in a genuine and consistent and the purpose of

assessment MPRS is Pancasila, the Proclamation of Independence August 17, 1945,

Decree 5 July 1959, the Constitution Proclamation and Super Semar 1966.

With Tata sequence and the tiers are: the Constitution, the MPR Ketetapam, Law,

Government Regulation, Decree of the President and other Implementing Regulation

(Regulation of the Minister and the Minister of Instruction.) Development is a five-year

(Rule of Law) in 1969 refers to paragraphs Introduction Chapter XIII of the 1945

Constitution which explain that Indonesia is a country that berazas above the law and

not a state based on sheer power. With a view to the rule of law, there are three

policies, namely human rights, the judiciary must be free and impartial (Principal Judicial

Authority Law No. 14 of 1970 on judicial power) and the principle of legality of formal

law and substantive law.

And in the early days of the New Order Government, had conducted the limitations of

executive power, because the government of President Sukarno, the executive power

lowered himself to the Great Leader of the Revolution, namely by passing his position as

President for life (it is excessive to the decrees of the President as the force of law that

exceeds the power of law and Justice Basic Law No. 19 of 1964 which had authorized the

President to intervene in the case-a case in court). On the basis of the New Order

Government tersebutlah kewibaan recovery law and uphold the rule of law for the

creation and implementation of economic activities, with foreign aid and foreign

investment by ensuring certainty karenannya must remain under the law.

During the New Order era, has made the hukum of development, not the law of

revolution by not imposing colonial rule (such as the West's insistence Sahardjo and

Wirjono). As there has been disagreement between the Chairman of the Supreme Court

at that time occupied by Soebekti (of 1963), which opposes the logic of law and Wirjono

Saharjo, where in the implementation and operation activities that impose a lot of

Page 18: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

deviations that lead to events that called Legal GAPS (The jurist facing various economic

problems, political, social, cultural and religious). Where in The New Order or the Order

of Development, the law is treated as a new means and aims of development, and is not

intended to merasionalisasai government policies (Policy Executive).

The process of building a new approach, which can be used to merelevansi legal issues

and legal functions with the macro issues that are not only limited to normative issues

and ligitigatif. According Mochtar Kusumaatmadja: "who invites the sosiologik in legal

science to law merelevansikan with socio-economic development issues. Where schools

of flow Sociological Jurisprudence (Legal Realism), namely the concept of Roscoe Pound

was "the need for proper functioning of the Law as a Tool of Social Engineering", and

with Mochtar basic argument is "about the efficient use of law as a means to manipulate

people according to government policy scenarios / executive, which is needed by the

developing countries. Experts Politics, economics and law should think about and help

mengefektikan legal action to maintain the Status Quo, but Juka helped push the

changes made in an orderly and teratu "r.

By Raymond Kennedy is "anti-Acculturation is the policy that does not bring any

progress", then the development of national law in Indonesia should not rush in making

a decision (whether to continue or whether colonial rule a priori to develop customary

law as national law). Where Mochtar suggesting me to do some research first to make

Charting out in what areas of Law ... ... ... .... (While on a matter of contract, enterprises

and trade system can be regulated by the law of national legislation and to other

problems such neutral communications, shipping, postal and telecommunications can

be developed in a foreign legal system / replicate). Where thinking is not too special

Mochtar but think about the function of law as an active social engineer (very important

in the development of national law in the era of New Order).

After the rule of President Sukarno, Mochtar thoughts flow through a consortium

Hukum Department of Education and Culture who control the curriculum at the Faculty

of Law in Indonesia as well as Minister of Justice of the Year 1974-1978, with a

combination of keduannya with the codification and unification of national law that

limited the law selectively do not touch the ground of cultural and spiritual life of the

people, who became the program of the National Law Development Agency. With the

idea of Law as a Tool of Social Engineering is to enable the law to reverse the national

Page 19: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

economic life by not forgetting constitutional law (putting infrastruktut saw politics and

economics) and this idea is in accordance with the interests of the Government. On the

basis of these where legal institutions are for the benefit of economic development,

capital, taxation, finance, banking, investment, capital markets, labor and others.

National law qualified as a modern national law by following the historical development

of law by placing himself in particular towards the development. In the speech of

President Suharto is in the opening of Asian Law in Jakarta in 1973 which says that

"Every development requires a series of changes, even changes that are very

fudamental", but can not be said to be the status quo in which the law will indeed serve

as pacer and opportunities to the dikendaki kepembaharuan.

The Explicit and the official in the manuscript draft Second Five-Year Development of

1974, Chapter 27 Paragraph IV item I Elaborating: "Law and the Draft Legislation," with

priority to reviewing and designing rules and regulations in accordance with socio-

economic development (law of business entities, patents, trademarks, copyrights, tera

and scales, traffic laws, shipping, transportation and air safety, telecommunications and

tourism, Legislation Procedure use, land ownership and land use, state and local finance

and land fishery regulations, plantation, agricultural equipment, livestock, natural

resource conservation and forest perlingunan), especially agriculture, industry, mining,

communications and trade.

By enabling law for economic development purposes (the will of the interests of the

industrialization of modern society) by the ideology of "law as a means of social

engineering" as well as ideas go hukum utilization as government policy with efforts to

conduct surveys to invest and put objec law that has or has not been there for the sake

of activity economy, which is then useful to determine the policy and laws that have

been planned in the second five-year development plan. Development of national law

by way of developing a new law on the basis of principles accepted in international life,

where there are two parties who are not legal experts agree, that there must be

continuity of legal development (colonial) into national law where the National laws

must be rooted in the customary law.

He explained that the utilization of law to the interests of Indonesia's development is

the law that has been recognized and developed among the international business

(derived from the law and business practices Amirika), practical jurists, studied law

Page 20: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

european (dutch) where Mochtar's vast experience in the elements of law and

International businesses, to develop the Indonesian national law on the basis of colonial

law which is reviewed based on Pancasila Grundnom is considered the most

logical.Colonial Law is formally still in force and some of its maxims is still an Indonesian

positive law based on the transitional provisions, see there is movement towards the

patterns of European law (dutch).Seemingly the adoption of customary law, Amirika or

English law, but its configuration / pattern sistemiknya that europe can not be

dismantled, the law or commercial law trade system (VAV recht Handels koophandel

distinguish law as social engineering or economic law. In Weyboek Van Koohandel there

also arrange leasing, condominium and the University of Padjadjaran see labor law

issues, agrarian, taxation and mining into the economic law. Especially in commercial

law (dutch) which qualify as private law (civil), while economic law berunsurkan to the

public acts of government-administrative, therefore commercial law to regulate the free

market economic mechanisms and economic laws to regulate the mechanism of the

planned economy.

The existence of customary law was never akanmundur or displaced from the political

arena in building national law, it can be seen from the realization into national law by

lifting hukum folk / traditional law into national law looks at the manuscript youth oath

in 1928 that customary law into national law worthy appointed modern (Soepomo). In

the New Order period search model national law is to fulfill the call of the times and to

serve as the main basis of development of national law., Which confirmed the

customary law would mean mengukuhan legal pluralism and not siding with the national

law diunifikasikan (in the form of codification). And the idea of codification and

unification initiated colonial universalistic vision, where customary law is the law that

has a sense of local community justice pluralistic, bearing in mind that the law is

contrary to the colonial considered customary law is a duty and commitment of the

Government of New Order to perform unification and codification into national law.

Law as a Tool Social Engineering, the new ready with signs limiting and beluam ready

with a positive alternative that should be realized, where the national law must be

based on customary law, and also in accordance with Pancasila and 1945

Constitution. Thus customary law is one important source for obtaining materials for the

development of national law in unification of law (because there are universal values),

Page 21: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

to test the feasibility of national law. With a view to the opinion of legal experts (Van

Vollenhoven and Soepomo), where there are four principles of customary law which

have universal value and the five institutions of customary law can be found in

international law, on which the general rule and the principle of representation and

deliberation in the system pemerintahan.Didalam International legal institutions maro

(production sharing contract), institution Panjer (commitment fee or down payment)

where the institution is not customary to allow the neighbors need to ask permission to

cross the courtyard someone (innocent passage), regulation of land oyodan dol (voyage

charter or time charter) and institutions jonggolan (lien or mortgage) .13 The concept of

soil or soil wewengkon customary international law known as the concept of

territoriality is the protection of one's power down the ruling to avoid the customary

sanctions (in international law called the asylum or the right to ask for asylum).

As the days of New Order's effort, that the idealized body of the judiciary as judges are

free as well as the division of powers in government is the expectation as an

independent and creative agency to pioneer mengartikulasian legal reform through legal

and moral people. Where is the inability of judges to act independently and freely in the

processes and functions of national legal reform, not caused by the judge alone, which

does not guarantee the independence that should be determined before the diktrinal.

(Because of legal education and judicial already emphasized deductive thinking patterns

through the syllogism of formal logic without through inductive thinking to analyze the

case / case law).It was only in 1970, has been consolidated with the military and political

support strut by a monolithic bureaucracy that is structured and easily controlled

centrally, given the role of customary law in national legal development is very urgent

that in real terms is not recorded too big, with the exception of the truth of moral

claims, in current operational problems and improve the effectiveness of the schools of

law as an engineer in the hands of the Government that more efektif.Resultante the

New Order era has already occurred because of the strength and the real executive

power in front of representative bodies has become a tradition in Indonesia since the

colonial era and in the past and also the Other reasons are the first reason: the

utilization of constitutional authority deksekutif bodies involving themselves in

pernacangan and legislation, because dikusainya excessive resources ralif alan cause

more capable eksekuitf berprakasa, which should be over ideas and policies by

Page 22: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

institutions diperakasai representative but in fact precisely the idea and executive

prakasa more pioneering and control the development. Executive control appears more

pronounced when considering executive discretion in making regulatory laws even if

only class implementing regulations, the second reason: it is where the political

developments in the New Order era, the ruling political power in the executive ranks

bermanouver and was able to dominate parliament and the MPR, with a compromise

politics as a result of trade-offs between the various forces polotik. Seen from the

General Election in 1973, where 100 out of 360 members of the Board is an appointed

member is appointed by the executive and the fraction of the Armed Forces appointed

as the next member of the Armed Forces concession not in use their voting rights in the

General Election. Constellations and the construction is in the 20th century are perfectly

into "Government Social Control and function as a" Tool Of Social Engineering. "

Thus the New Order has become a legitimate power of government control (in a formal-

juridical) and do not reflect the concept of justice, moral principles and insights that do

not live in the wisdom of ordinary people, it is visible from the ground movements to

demand rights, rights rights, which are even more powerful place in our geologic and

legal ideas triumph of the revolution beginning in the 1960s.

The first analysis is because it is caused is considered impure and consequently to

implement the 1945 Constitution and Pancasila as the foundation idiil and

constitutional, where the President of the Order of the old with the decree-decree as

the supreme leader and as president for life. Where the basic policy and internal policy

enforcement, resulting in the violation of human rights where there is hunger and

poverty is sustainable because it has deviated from the foundation of the State of the

1945 Constitution and Pancasila. If seen by external factors, which in the Old Order

administration is that a President for life as a hero of the revolution has acted to

menguasaan against foreign companies, with external factors have resulted in a distrust

of foreign investors against the Old Order government, because with his power has

resulted in the legal uncertainty in Indonesia during the Old Order government.

Analysis of the second problem, is where the New Order Government is a Government

that by imposing MPRS Decree No. XX: who has set the source order of the Republic of

Indonesia Law and Order Code of Laws and undangn Republic of Indonesia must

implement the 1945 Constitution in a genuine and consistent and that meant by the

Page 23: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

provision of MPRS is Pancasila, the Proclamation of Independence August 17, 1945,

Decree 5 July 1959, the Constitution Proclamation and the Super Semar 1966. Where

are the internal factors, the New Order administration wants legal reform in all sectors

by doing kodofikasi and unification of national law, this effort is to restore the image of

Indonesian law due to the power of the old Order of the return of foreign companies

that have been mastered during the Old Order government in order to ensure

Indonesian legal certainty. External factor analysis is intended to return to the basic

policy of the 1945 Constitution and Pancasila and Enforcement of the policy is legislation

that rely on the National Law that has been in the codification and unification, with a

goal as the creation of legal certainty dams showed to the world for going international

invest or reinvest their capital in Indonesia in order to realize national development ..

CONCLUSION:

1.Mengembalikan Citra Indonesia As a State of Law, in the field of law and politics,

which meyakinakan that unfinished revolution, where the 1945 Constitution be based

idiil / Constitutional against all economic activity, political, social and cultural rights, and

anti-colonialism and anti-imperialism, as the switch national strategy. Low Profile

attitude in international politics, at the time of issuance of letter of instruction to march

at eleven of 1967 and the Year 1968 with the formation of a new cabinet with the title

Development Cabinet, which is as a starting point for the overall government policy

changes. With MPRS Decree No. XX: Legal rules establish the source of the Republic of

Indonesia and Sequence undangn Laws and the Republic of Indonesia must implement

the 1945 Constitution in a genuine and consistent.

2.Pembangunan five years is (Rule of Law) in 1969 refers to the paragraph Introduction

Chapter XIII of the 1945 Constitution that Indonesia is a country that berazas above the

law and not a state based on sheer power, which the law in the Enable As a Means to

manipulate Community development process do pendekatanbaru that can be used to

merelevansi legal issues and legal functions with the macro issues that are not only

limited to normative issues and ligitigatif. With the combination of keduannya with the

codification and unification of national law is selectively limited to the laws that do not

touch the ground of cultural and spiritual life of the people, who became the program of

Page 24: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

the National Law Development Agency.

3.Ide Law as a Tool of Social Engineering is to enable the hukum in order to reverse the

national economic life by not forgetting constitutional law (putting infrastruktut saw

politics and economics. National law qualified as a modern national law by following the

historical development of law by placing themselves In particular towards the

development and Explicit and officially in the draft Second Five-Year Development of

1974, Chapter 27 Paragraph IV point I Elaborating: "The law and the Framework

Legislation invitation", with priority to reviewing and designing rules and regulations in

accordance with socio-economic development (such as a business entity laws, patents,

trademarks, copyrights, tera and scales, traffic laws, shipping, transportation and air

safety, telecommunications and tourism, Legislation Procedure use, land ownership and

land use, state and local finance and legislation aquaculture, plantations, agricultural

equipment, livestock, natural resource conservation and forest perlingunan).

4.Kontinuitas Growth Into Law from Colonial Law nationalized Colonial Law,

Administrative law for the interests of Indonesia's development is the law that has been

recognized and developed among the international business (derived from the law and

business practices Amirika), The practice of lawyers, studying law europe ( Netherlands)

where Mochtar's vast experience in the elements of law and international business, to

develop national laws of Indonesia in colonial legal basis be reviewed based on Pancasila

Grundnom is considered the most logical.

Colonial 5.Hukum formally still in force and in part its maxims is still an Indonesian

positive law based on the transitional provisions, see there is movement towards the

patterns of European law (dutch).Regarding the adoption of customary law, Amirika or

English law, but its configuration / pattern sistemiknya that europe can not be

dismantled, the law or commercial law trade system (VAV recht Handels koophandel

distinguish law as social engineering or economic law. In Weyboek Van Koophandel

there are also arrange leasing, condominium and the University of Padjadjaran see labor

law issues, agrarian, taxation and mining into the economic law. While commercial law

(dutch) qualify as private law (perdat) while berunsurkan economic law to the public

acts of government-administrative, commercial law and therefore to regulate the free

market economic mechanisms and economic laws to regulate the mechanism of

economic planning.

Page 25: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

National 6.Hukum As a result of Development of Customary Law, where customary law

was never back down or withdrawing from the political arena in building national law, is

for the realization of national law by lifting the hukum eakyat namely customary law into

national law looks at the manuscript oath in 1928 that youth worthy of customary law

became a modern national law (Soepomo). In search of the New Order era, the national

legal models to meet the call times to be the main basis of development of national

law., which confirmed the customary law would mean make strong legal pluralism and

not siding with the national law which diunifikasikan (in the form of codification), shows

that the customary law of plastic and dynamic and always changing eternally. The idea

of codification and unification initiated colonial vision of universalistic, where customary

law is the law that neniliki feeling the pluralistic local community justice.

7.Dimana colonial rule contrary to customary law is a duty and commitment of the

Government of New Order to perform unification and codification into national law,

where judicial bodies idealized become independent judges and the division of powers

in government is the expectation as an independent and creative agency to pioneer

mengartikulasian legal reform through legal and moral people, have consolidated with

the military and political support strut by a monolithic bureaucracy that is structured

and easily controlled centrally, given the role of customary law in the development of

national law is very urgent in real terms is not recorded too big, with the exception of

claims will moral truth, at the time of operation problems and improve the effectiveness

of the schools of law as an engineer in the hands of a more effective

government. Resultante the New Order era has already occurred because of the

strength and the real executive power in front of representative bodies has become a

tradition in Indonesia since the colonial era and in the past and also the existence of

other reasons.

Page 26: an Hukum Di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru