sjaristatekbis.files.wordpress.com · web viewihk, sesuai dengan namanya, mengukur tingkah laku...
Post on 22-Oct-2020
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Angka Indeks
A. Pendahuluan
Angka indeks merupakan besaran statistika yang sangat sering kita jumpai pada berbagai bidang kehidupan. Berbagai lembaga pemerintah, lembaga swasta, maupun lembaga swadaya masyarakat memublikasikan berbagai besaran tersebut secara berkala. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks Persepsi Korupsi, merupakan sebagian saja dari berbagai contoh angka indeks yang mudah dijumpai. Berbagai argumentasi, kesimpulan, atau pengambilan keputusan dibuat berdasarkan informasi angka-angka itu.
Pada bagian awal ini perlu disampaikan bahwa nama-nama besaran tersebut menunjukkan variabel apa yang sedang diukur. IHK, sesuai dengan namanya, mengukur tingkah laku harga komoditas yang biasa dikonsumsi masyarakat. Demikian pula, IPK merupakan ukuran tentang prestasi akademik. Besaran yang dibicarakan itu pada umumnya merupakan variabel komposit, yaitu variabel yang terdiri atas sekumpulan subvariabel. Pada IHK, variabelnya adalah harga-harga sekumpulan komoditas yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, bukan harga dari sebuah komoditas. Sama halnya, pada IPK, prestasi akademik berisi prestasi-prestasi dari sekumpulan mata-kuliah, bukan prestasi dari sebuah mata-kuliah tertentu. Akan tetapi materi ini akan memberikan angka-angka indeks mulai dari yang paling sederhana, yaitu yang hanya digunakan pada variabel tunggal.
B. Pengertian
Angka indeks merupakan besaran yang dinyatakan dalam bentuk relatif terhadap patokan tertentu dan biasanya dalam skala ratusan. Pada data serial waktu, patokan itu disebut sebagai waktu (tahun, atau bulan, atau unit waktu lainnya) dasar. Perhatikan perkembangan produksi padi pada Tabel 1 di bawah. Pertama, lihatlah dua kolom pertama. Sebagaimana yang dinyatakan pada judul tabel tersebut, isinya adalah produksi padi tahunan di Indonesia selama periode 1995 – 2011. Bila kita ingin memahami tingkah laku perkembangan produksi tersebut, pastilah akan menemui kesulitan memperkirakan perubahan-perubahan tahunan yang telah terjadi. Berapa banyak produksi tahun 2000 yang sebesar 51.898.852 ton telah berubah dibandingkan produksi tahun-tahun sebelumnya? Pengertian itu akan lebih mudah bila kita mengamati sajian pada kolom ketiga. Pada kolom ini semua produksi dinyatakan secara relatif terhadap keadaan tahun 1995 dan dalam skala ratusan. Dengan sajian pada kolom tiga ini kita mudah melihat bahwa produksi tahun 1997 dan 1998 sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 1995. Kita juga dapat dengan cepat mengetahui bahwa pada tahun-tahun 2007, 2008, dan 2009 telah terjadi kenaikan tahunan produksi yang relatif lebih tinggi dibandingkan kenaikan-kenaikan produksi pada tahun-tahun yang lain.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Padi di Indonesia 1995 – 2011 (dalam ton)
Tahun
Produksi(Ton)
Produksi Relatif (1995 = 100)
Produksi Relatif (2000 = 100)
1995
49.697.444
100,00
95,76
1996
51.048.899
102,72
98,36
1997
49.339.086
99,28
95,07
1998
49.236.692
99,07
94,87
1999
50.866.387
102,35
98,01
2000
51.898.852
104,43
100,00
2001
50.460.782
101,54
97,23
2002
51.489.694
103,61
99,21
2003
52.137.604
104,91
100,46
2004
54.088.468
108,84
104,22
2005
54.151.097
108,96
104,34
2006
54.454.937
109,57
104,93
2007
57.157.435
115,01
110,13
2008
60.325.925
121,39
116,24
2009
64.398.890
129,58
124,09
2010
66.469.394
133,75
128,07
2011
65.756.904
132,31
126,70
B.1.Indeks Sederhana
Data pada kolom ketiga Tabel 1 di atas disusun sebagai nilai relatif terhadap keadaan tahun 1995, atau yang disebut sebagai indeks sederhana dengan waktu dasar tahun 1995. Perhatikan judul dari kolom tersebut; informasi tahun dasar dinyatakan dengan “1995 = 100”. Perhatikan pula kolom keempat tabel tersebut; dari judulnya kita segera mengetahui bahwa kolom tersebut merupakan angka indeks dengan waktu dasar tahun 2000. Penyajian ini untuk menunjukkan bahwa waktu dasar tidak harus pada awal periode. Waktu dasar ditentukan oleh penyusun tabel setelah mempertimbangkan hal-hal tertentu yang akan dibahas pada bagian akhir dari bahan ini.
Formula untuk indeks sederhana adalah:
(1)
Keterangan: adalah Nilai indeks pada waktu t
adalah Nilai variabel pada waktu t
adalah Nilai variabel pada waktu dasar
Bila menggunakan waktu dasar tahun 2000 maka nilai indeks produksi tahun 2005 menjadi I2005 = 54.151.097/51.898.852 × 100 = 104,34. Ini berarti bahwa produksi pada tahun 2005 adalah 4,34% lebih tinggi dibandingkan produksi tahun 2000. Demikian pula, produksi pada tahun 2011 adalah 26,70% lebih tinggi dibandingkan produksi tahun 2000.
Guna menyesuaikan dengan kebanyakan penggunaan angka indeks, maka bahan ini akan dikonsentrasikan pada angka indeks harga. Penggunaan formula (1) untuk angka indeks harga adalah semata dengan memasukkkan nilai harga pada Pt dan P0. Sehingga formula Indeks Harga Sederhana dinyatakan sebagai:
(1a)
Keterangan: adalah Nilai indeks harga pada waktu t
adalah Harga pada waktu t
adalah Harga pada waktu dasar
Cobalah formula tersebut untuk data harga ekspor komoditas kopi Indonesia tahun 2010 dengan kode HS 901111 dan HS 90119 pada Tabel 2 di bawah. Gunakan waktu dasar Januari.
B.2.Indeks Harga Agregatif Taktertimbang
Berikutnya kita akan membicarakan angka indeks harga untuk variabel komposit. Misalkan kita ingin mengetahui Indeks Harga Agregatif ekspor komoditas kopi secara keseluruhan. Seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2, komoditas ekspor tersebut dimasukkan ke dalam empat kelompok dengan kode HS 901111, 901119, 901211, dan 901212.
Sesuai dengan namanya, Indeks Harga Agregatif Taktertimbang ini dinyatakan dengan formula (2) berikut ini.
(2)
Keterangan: adalah Nilai indeks harga pada waktu t
adalah Harga komoditas i pada waktu t
adalah Harga komoditas i pada waktu dasar
Penerapan formula tersebut dengan data pada Tabel 2 di bawah adalah sebagai berikut. Tabel tersebut berisi harga bulanan masing-masing kategori HS komoditas ekspor kopi. Kolom keenam merupakan besaran pembilang pada formula (2), dan kolom terakhir berisi nilai angka indeks harga tersebut dengan waktu dasar Januari 2010. Karena waktu dasarnya adalah Januari maka pembilang dan penyebut pada bulan Januari adalah sama. Nilai indeks harga pada Juni 2010 sebesar 65,46 menunjukkan bahwa pada bulan itu harga-harga berbagai komoditas kopi yang diekspor adalah 34,54% lebih rendah dibandingkan keadaan Januari.
Tabel 2. Perkembangan Bulanan Harga Ekspor beberapa Komoditas Kopi
di Indonesia Tahun 2010 (dalam AS$ per Kg)
Bulan
Harga menurut Klasifikasi HS
901111
901119
901211
901212
Januari
1,94
1,46
1,70
10,39
15,49
100,00
Februari
1,95
0,87
1,82
4,11
8,75
56,49
Maret
1,95
1,42
1,44
4,27
9,08
58,62
April
1,81
1,37
1,92
9,20
14,3
92,32
Mei
1,71
1,25
1,84
11,41
16,21
104,65
Juni
1,68
1,41
1,80
5,25
10,14
65,46
Juli
1,89
1,48
1,85
5,11
10,33
66,69
Agustus
1,82
1,55
2,16
16,05
21,58
139,32
September
1,83
1,58
2,00
0,35
5,76
37,19
Oktober
1,99
1,60
2,49
5,05
11,13
71,85
November
2,04
1,60
2,38
11,49
17,51
113,04
Desember
2,18
1,87
2,44
28,28
34,77
224,47
Sumber: http://www.bps.go.id/exim-frame.php?kat=2, diunduh 11 Agustus 2013
Catatan:
HS (Harmonised System) merupakan sistem pengkodean dari tatanama bea cukai, yang terstandardisasi secara internasional, baik deskripsi nama maupun nomor kodenya, yang digunakan untuk mengklasifikasi perdagangan produk atau barang yang dikembangkan dan diatur oleh World Customs Organization, sebuah organisasi lembaga independen antarpemerintahan dengan lebih dari 170 negara anggota yang berpusat di Belgium.
Kode HS mempunyai 6 digit nomor. Empat digit pertama disebut heading, dua digit berikutnya disebut subheading. Negara-negara yang telah memakai kode HS tidak diperbolehkan untuk mengubah kode pada empat atau enam digit kode HS maupun deskripsi atau keterangan nama yang berhubungan dengan heading dan subheading. Hal inilah yang akan tetap membuat kode HS seimbang dan harmonis.
901111: Arabica wib or robusta oib, not roasted not decaffeinated
901119: Oth coffee,not roasted,not decaffeinated
901211: Coffee, roasted, not decaffeinated, unground
901212: Coffee, roasted, not decaffeinated, ground
Perhatikan hasil perhitungan Angka Indeks Harga Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2010 tersebut. Ada fluktuasi yang sangat besar, yang terjadi seiring dengan fluktuasi dari satu saja kategori kopi, yaitu kategori HS 901212. Padahal, ekspor komoditas ini tidak terlalu besar. Demikianlah kelemahan dari indeks harga agregatif taktertimbang, seperti pada rata-rata hitung, nilainya dipengaruhi oleh keberadaan nilai ekstrem. Lihatlah deretan angka setiap bulan; nilai-nilai HS 901212 merupakan nilai ekstrem di antara empat nilai yang dijumlahkan pembentuk unsur formula (2). Karena kelemahan ini maka angka indeks ini jarang digunakan.
B.3.Indeks Harga Agregatif Tertimbang
Angka indeks ini yang paling banyak digunakan. Sesuai dengan namanya, ini adalah angka indeks harga untuk variabel komposit, yang memasukkan unsur penimbang. Peran penimbang ini seperti pada penghitungan rata-rata tertimbang, yaitu sebagai unsur “peranan pentingnya” tiap-tiap subvariabel dalam keseluruhan nilai variabelnya. Untuk indeks harga, penimbang yang relevan adalah kuantitas. Dengan adanya penimbang maka formula (2) berubah menjadi:
(3)
Keterangan: adalah penimbang bagi komoditas i
B.3a.Indeks Harga Laspeyres
Dalam prakteknya unsur penimbang pada angka indeks ini ada dua macam. Jenis penimbang pertama menggunakan penimbang kuantitas pada waktu dasar. Formula ini disebut Indeks Harga Laspeyres. Untuk Indeks Harga Laspeyres formulanya menjadi:
(4)
Keterangan: adalah Nilai Indeks Harga Laspeyres pada waktu t
adalah Harga komoditas i pada waktu t
adalah Harga komoditas i pada waktu dasar
adalah Kuantitas penimbang komoditas i pada waktu dasar
Data pada Tabel 3 berikut ini digunakan sebagai contoh penerapan formula Indeks Harga Laspeyres. Di sini kita ingin mengetahui perkembangan harga untuk biaya operasional sebuah usaha kedai kopi di suatu pusat perbelanjaan, dengan tahun dasar 2001. Kedai ini beroperasi dengan 2 atau 3 pegawai tergantung perkiraan ramainya pembeli. Kebutuhan listrik harian adalah sekitar 10 KWH (Kilo Watt Hour); sedangkan kebutuhan air bersih harian adalah sekitar 2 m3. Selain itu ada biaya kebersihan setiap kali kedai itu beroperasi. Dalam setahun kedai beroperasi antara 250 sampai dengan 280 hari. Untuk kesederhanaan perhitungan, dari periode panjang 2001 sampai dengan 2012 hanya akan menampilkan beberapa tahun saja.
Tabel 3. Perkembangan Biaya Operasional Kedai Kopi (Rp)
Tahun
Hari Operasi
Listrik (KWH)
Pegawai (Orang-Hari)
Kebersihan (hari)
Air Bersih (M3)
Kons.
Harga
Jml
Upah
Hari
Tarif
Kons.
Tarif
2001
250
2.500
1.250
570
75.000
250
10.000
500
5.000
2004
265
2.700
1.400
550
80.000
265
12.000
530
6.000
2007
265
2.750
1.600
560
95.000
265
15.000
540
6.400
2010
275
2.900
1.900
600
120.000
275
17.500
550
6.700
2012
280
3.200
2.200
570
125.000
280
18.000
560
7.200
Keterangan:
Kons. adalah konsumsi (untuk listrik dan air) selama setahun.
Jml. adalah jumlah (untuk tenaga yang digunakan) selama setahun.
Perhatikan unsur penimbang pada formula (3a) adalah kuantitas pada waktu dasar. Jadi kita hanya akan menggunakan kuantitas yang digunakan pada tahun 2001. Untuk kemudahan memahami mekanisme perhitungannya maka dibuat penyajian secara tabulair di bawah. Untuk menyesuaikan dengan formula (4) maka identitas pada biaya operasional tersebut diganti dengan Q (kuantitas penggunaan) dan P (harga per satuan).
Hasil penghitungan Angka Indeks Harga Laspeyres disajikan pada kolom terakhir tabel yang di bawah. Dengan waktu dasar tahun 2001 maka nilai angka indeksnya tahun itu adalah 100. Nilai angka indeks tahun 2004 sebesar 110,18 menunjukkan bahwa harga-haarga untuk biaya operasional kedai kopi tahun 2004 telah mengalami kenaikan sebesar sekitar 10 persen dari harga-harga tahun 2001. Demikian pula, nilai angka indeks tahun 2012 menunjukkan bahwa harga-harga untuk biaya operasional kedai kopi tahun itu telah mengalami kenaikan sebesar hampir 40 persen dibandingkan keadaan tahun 2001.
Tahun
Listrik (KWH)
Pegawai
Kebersihan
Air Bersih (M3)
Sewa (Hari)
(000)
Q0i
Pti
Pti × Q0i
(000)
Q0i
Pti
Pti × Q0i
(000)
Q0i
Pti
Pti × Q0i
(000)
Q0i
Pti
Pti × Q0i
(000)
Q0i
Pti
Pti × Q0i
(000)
2001
2.500
1.250
3.125
570
75.000
42.750
250
10.000
2.500
500
5.000
2.500
250
110.000
27.500
78.375
2004
2.500
1.400
3.500
570
80.000
45.600
250
12.000
3.000
500
6.000
3.000
250
125.000
31.250
86.350
2007
2.500
1.450
3.625
570
89.000
50.730
250
15.000
3.750
500
6.400
3.200
250
132.000
33.000
94.305
2010
2.500
1.500
3.750
570
96.000
54.720
250
17.500
4.375
500
6.700
3.350
250
138.000
34.500
100.695
2012
2.500
1.540
3.850
570
110.000
62.700
250
18.000
4.500
500
6.850
3.425
250
140.000
35.000
109.475
Keterangan:
Pti untuk tahun 2001 menjadi P0i
Indeks Harga Laspeyres untuk masing-masing tahun menjadi:
Tahun
2001
100,00
2004
110,18
2007
120,33
2010
128,48
2012
139,68
Tabel 3a. Perkembangan Biaya Operasional Kedai Kopi (Rp)
Tahun
Hari Operasi
Listrik (KWH)
Pegawai (Orang-Hari)
Kebersihan (hari)
Air Bersih (M3)
Sewa (hari)
Kons.
Harga
Jml
Upah
Hari
Tarif
Kons.
Tarif
Hari
Tarif
2001
250
2.500
1.250
570
75.000
250
10.000
500
5.000
250
110.000
2002
265
2.650
1.300
550
75.000
265
10.000
530
5.000
265
110.000
2003
260
2.800
1.360
530
80.000
260
12.000
520
5.500
260
120.000
2004
265
2.700
1.400
550
80.000
265
12.000
530
6.000
265
125.000
2005
255
2.800
1.420
560
88.000
255
15.000
510
6.000
255
125.000
2006
250
3.000
1.430
540
92.000
250
15.000
500
6.300
250
130.000
2007
265
2.750
1.600
560
95.000
265
15.000
540
6.400
265
132.000
2008
270
2.800
1.650
590
100.000
270
17.000
550
6.500
270
135.000
2009
270
2.850
1.800
580
115.000
270
17.000
540
6.600
270
135.000
2010
275
2.900
1.900
600
120.000
275
17.500
550
6.700
275
138.000
2011
270
2.850
2.100
570
125.000
270
18.000
540
6.900
270
140.000
2012
280
3.200
2.200
570
125.000
280
18.000
560
7.200
280
140.000
Keterangan:
Kons. adalah konsumsi (untuk listrik dan air) selama setahun.
Jml. adalah jumlah (untuk tenaga yang digunakan) selama setahun.
Dengan cara yang sama Anda diminta untuk menghitung Indeks Harga untuk Biaya Operasional Kedai Kopi dengan metode Laspeyres untuk serial data yang lengkap selama periode 2001 – 2012 (Tabel 3a) dengan waktu dasar 2005.
B.3b.Indeks Harga Paasche
Jenis penimbang yang lain adalah yang menggunakan kuantitas pada waktu t. Formula ini disebut indeks Paasche. Untuk Indeks Harga Paasche formulanya menjadi:
(5)
Keterangan: adalah Nilai Indeks Harga Paasche pada waktu t
adalah Harga komoditas i pada waktu t
adalah Harga komoditas i pada waktu dasar
adalah Kuantitas penimbang komoditas i pada waktu t
Penerapan formula Indeks Harga Paasche untuk data kedai kopi disajikan pada tabel-tabel di bawah. Karena penimbang yang berbeda-beda setiap tahun maka proses penghitungan menjadi lebih panjang. Tabel pertama berisi perhitungan komponen pembilang formula (5), nilai-nilai . Tabel kedua berisi perhitungan komponen penyebut, yaitu . Sedangkan nilai-nilai angka indeks harganya disajikan pada tabel terakhir. Interpretasi atas nilai-nilainya sama seperti hasil dengan formula (4) untuk Indeks Harga Laspeyres.
Perhatikan bahwa pada kasus ini nilai indeks harga dengan metode Paasche cenderung lebih tinggi daripada metode Laspeyres. Pada situasi dengan harga dan kuantitas penimbang yang meningkat maka nilai angka indeks harga dengan metode Paasche akan lebih tinggi daripada dengan metode Laspeyres. Bahkan dengan harga yang relatif tetap, namun pada situasi kuantitas yang meningkat akan menyebabkan indeks harga dengan metode Paasche akan juga meningkat. Sebaliknya, pada situasi harga yang menurun dan kuantitas penimbang yang menurun, formula ini menyebabkan indeks harga yang lebih rendah daripada formula Laspeyres. Ya, formula Paasche menimbulkan efek amplifikasi pada suku pembilangnya.
Apabila kita ingin memasukkan unsur pola konsumsi maka metode Paasche dianggap akurat. Akan tetapi sering data kuantitas penimbang tidak tersedia setiap periode pengamatan. Berbeda dengan metode Laspeyres yang hanya menggunakan penimbang pada waktu dasar.
Nilai-nilai Pembilang dari Formula Indeks Harga Paasche Biaya Operasional Kedai Kopi
Tahun
Pti × Qti
Listrik
Pti × Qti
Pegawai
Pti × Qti
Kebersihan
Pti × Qti
Air Bersih
Pti × Qti
Sewa
2001
3.125.000
42.750.000
2.500.000
2.500.000
27.500.000
78.375.000
2004
3.780.000
44.000.000
3.180.000
3.180.000
33.125.000
87.265.000
2007
4.400.000
53.200.000
3.975.000
3.456.000
34.980.000
100.011.000
2010
5.510.000
72.000.000
4.812.500
3.685.000
37.950.000
123.957.500
2012
7.040.000
71.250.000
5.040.000
4.032.000
39.200.000
126.562.000
Nilai-nilai Penyebut dari Formula Indeks Harga Paasche Biaya Operasional Kedai Kopi
Tahun
P0i × Qti
Listrik
P0i × Qti
Pegawai
P0i × Qti
Kebersihan
P0i × Qti
Air Bersih
P0i × Qti
Sewa
2001
3.125.000
42.750.000
2.500.000
2.500.000
27.500.000
78.375.000
2004
3.375.000
41.250.000
2.650.000
2.650.000
29.150.000
79.075.000
2007
3.437.500
42.000.000
2.650.000
2.700.000
29.150.000
79.937.500
2010
3.625.000
45.000.000
2.750.000
2.750.000
30.250.000
84.375.000
2012
4.000.000
42.750.000
2.800.000
2.800.000
30.800.000
83.150.000
Indeks Harga Paasche untuk masing-masing tahun:
Tahun
2001
100,00
2004
110,36
2007
125,11
2010
146,91
2012
152,21
Perhatikan bahwa pada kasus ini nilai mula ini menyebabkan indeks harga yang lebih rendah daripada formula Laspeyres. Ya, formula Paasche menimbulkan efek amplifikasi pada suku pembilangnya.
B.3c.Indeks Ideal Fisher
Guna menghilangkan kekurangan-kekurangan kedua angka indeks di atas maka Irving Fisher mengusulkan Indeks Ideal Fisher yang merupakan rata-rata geometris dari keduanya, yaitu:
(6)
Keterangan: adalah Nilai Indeks (Ideal) Fisher pada waktu t
adalah Nilai Indeks Laspeyres pada waktu t
adalah Nilai Indeks Paasche pada waktu t
Penerapan formula Indeks Fisher ini pada data terdahulu menghasilkan angka baru seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini.
Tahun
ILt
IPt
IFt
2001
100,00
100,00
100,00
2004
110,18
110,36
110,27
2007
120,33
125,11
122,70
2010
128,48
146,91
137,39
2012
139,68
152,21
145,81
C. Penggunaan
C.1.Indeks Harga Konsumen
Indeks harga paling banyak digunakan di seluruh dunia adalah Indeks Harga Konsumen. BPS mendeskripsikan IHK sebagai:
“Suatu indeks, yang menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu periode, dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/rumah tangga dalam kurun waktu tertentu”.
Indeks ini merupakan salah satu indikator ekonomi yang secara umum dapat menggambarkan tingkat inflasi/deflasi harga barang dan jasa. Mulai Juni 2008, IHK disajikan dengan menggunakan tahun dasar 2007=100 dan mencakup 66 kota yang terdiri dari 33 ibukota propinsi dan 33 kota-kota besar di seluruh Indonesia. IHK sebelumnya menggunakan tahun dasar 2002=100 dan hanya mencakup 45 kota.
Dalam menyusun IHK, data harga konsumen atau retail diperoleh dari 66 kota dan mencakup antara 284 – 441 barang dan jasa yang dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran yaitu: bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; sandang; kesehatan; pendidikan, rekreasi dan olah raga; dan transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Setiap kelompok terdiri dari beberapa subkelompok, dan dalam setiap subkelompok terdapat beberapa item. Lebih jauh, item-item tersebut memiliki beberapa mutu atau spesifikasi.
Dari setiap kota, beberapa pasar tradisional dan pasar modern dipilih untuk mewakili harga-harga dalam kota tersebut. Data harga masing-masing komoditas diperoleh dari 3 atau 4 tempat penjualan, yang didatangi oleh petugas pengumpul data dengan wawancara langsung.
Indeks Harga Konsumen Indonesia dihitung dengan mengembangkan rumus Laspeyres. Dalam penghitungan rata-rata harga barang dan jasa, ukuran yang digunakan adalah mean (rata-rata), tetapi untuk beberapa barang/jasa yang musiman, digunakan geometri.
Frekuensi pengumpulan data harga berbeda dari satu item dengan item lainnya tergantung pada karakteristik item-item tersebut, sebagai berikut:
· Pengumpulan data harga beras di Jakarta adalah harian
· Beberapa item yang termasuk ke dalam kebutuhan pokok, data harga dikumpulkan setiap minggu pada hari Senin dan Selasa.
· Untuk beberapa item makanan, data harga dikumpulkan setiap dua minggu sekali, hari Rabu dan Kamis pada minggu pertama dan ketiga.
· Untuk item makanan lainnya, makanan yang diproses, minuman, rokok dan tembakau, data harga dikumpulkan bulanan pada hari Selasa menjelang pertengahan bulan selama tiga hari (Selasa, Rabu, dan Kamis).
· Untuk barang-barang tahan lama data harganya dikumpulkan bulanan pada hari ke-5 sampai hari ke-15.
· Data harga jasa-jasa dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
· Data harga sewa rumah dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
· Upah baby sitter dan pembantu rumah tangga diamati bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
· Data yang berhubungan dengan biaya pendidikan dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
Catatan:
1. Sebelum April 1979, yang digunakan sebagai dasar yaitu September 1966 (September 1966 = 100)
2. Mulai April 1979, digunakan istilah Indeks Harga Konsumen (sebelumnya menggunakan istilah Indeks Biaya Hidup). Dasarnya April 1977 - Maret 1978. Menggunakan pola konsumsi hasil SBH (Survei Biaya Hidup) tahun 1977/1978 di 17 ibukota propinsi (April 1977 - Maret 1978 = 100 ).
3. Mulai April 1990-1997, IHK menggunakan tahun dasar 1988/1989. Menggunakan pola konsumsi biaya hidup hasil SBH di 27 ibukota propinsi. (1988/1989 = 100)
4. Mulai Desember 1997, IHK menggunakan pola konsumsi hasil SBH di 44 Kota tahun 1996. (1996 = 100)
5. Mulai Januari 2004, digunakan tahun dasar 2002. IHK dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 45 kota tahun 2002 (2002 = 100)
6. Mulai Juni 2008, digunakan tahun dasar 2007, IHK dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 66 kota tahun 2007 (2007 = 100)
Kegunaan:
1. Mengetahui perubahan harga dari sekelompok tetap barang dan jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
2. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan inflasi atau deflasi
3. Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai
4. Penyesuaian Nilai Kontrak
5. Eskalasi Nilai Proyek
6. Penentuan Target Inflasi
7. Indeksasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara
8. Sebagai proksi perubahan biaya hidup
9. Indikator dini tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham.
http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=2&id_subyek=03
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=52
Rumusan yang digunakan adalah formula Laspeyres yang telah dimodifikasi untuk menanggulangi permasalahan bila suatu saat komoditas tertentu yang digunakan sedang tidak tersedia di pasar, yang dinyatakan sebagai berikut.
(7)
Keterangan: adalah Indeks periode (bulan/tahun) n
adalah harga komoditas i pada periode n
adalah harga komoditas i pada periode (n – 1)
adalah harga komoditas i pada waktu dasar
adalah kuantitas penimbang komoditas i pada waktu dasar
k adalah jumlah komoditas.
Penjelasan tentang Harga.
Pada situasi normal, yaitu ketika semua komoditas yang digunakan dalam penghitungan memang tersedia di pasar-pasar tempat dilakukannya pengambilan data maka unsur tidak diperlukan, sehingga kita mempunyai formula Laspeyres yang standar. Formula modifikasi diterapkan ketika pada suatu saat dilakukannya pengambilan ada, ternyata ada komoditas tertentu yang tidak tersedia di pasar. Misalkan untuk daerah Depok harga beras dikumpulkan dari tiga pasar, yaitu Pasar Depok Baru, Pasar Depok Lama, dan Pasar Kemiri. Misalkan jenis beras yang dipakai dalam penghitungan adalah jenis Ciherang, dan jenis penggantinya adalah IR 64.
Karena saat dilakukannya survei, beras jenis Ciherang sedang tidak tersedia di pasar-pasar tersebut maka diganti dengan beras jenis IR 64. Kedua jenis beras memang relatif sama kualitasnya, namun mempunyai harga yang sedikit berbeda. Rasio Pni / P(n–1)i adalah untuk beras jenis IR 64. Sedangkan P(n–1)i yang lain adalah untuk beras jenis Ciherang. Dengan cara ini maka saat sekarang kita mempunyai perkiraan yang dipandang akurat untuk harga beras jenis Ciherang yang sedang tidak tersedia di pasar. Untuk kejelasannya, di bawah ini disajikan ilustrasi unsur pembilang pada persamaan di atas, khusus untuk komoditas beras di Depok.
Jelas terlihat bahwa dua buah P(n–1)i adalah harga untuk dua jenis komoditas yang berbeda sehingga tidak bisa saling meniadakan. Dan, perlu dicatat bahwa unsur ini hanya muncul ketika adanya komoditas yang digunakan pada penghitungan namun sedang tidak tersedia di pasar.
Penjelasan tentang Kuantitas Penimbang.
Bagaimanakah memasukkan unsur kuantitas penimbang berbagai barang dan jasa? Bagaimana data kuantitas jasa diperoleh? Atau, bagaimana kuantitas mereka direpresentasikan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, renungkan dengan teliti bahwa IHK mengukur perubahan harga dari sekumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Datanya diperoleh dari Survei Biaya Hidup, karena IHK merepresentasikan biaya hidup masyarakat.
Dari survei itu dihasilkan komposisi pengeluaran rumah tangga. Dari data individual di tingkat rumah tangga yang disurvei diperoleh nilai rata-rata pengeluaran per rumah tangga. Misalnya, rata-rata pengeluaran rumah tangga di Depok (atau di Jakarta, atau nasional) untuk beras adalah 9, untuk telur 3%, untuk biaya pendidikan 11%, untuk rekreasi 5%, dan untuk komunikasi 2%. Berbagai persentase itu mencerminkan seberapa “pentingnya” peranan dari komoditas yang bersangkutan dalam anggaran total rumah tangga. Dengan logika itu maka persentase-persentase itu dapat dijadikan kuantitas penimbang yang tepat bagi harga-harga komoditasnya.
Contoh Penghitungan (Seluruh Komoditas Tersedia pada Waktu Survei Harga)
Tabel berikut digunakan untuk memberi contoh sederhana penghitungan IHK. Jumlah komoditas, harga, dan porsi pengeluaran rumah tangga untuk masing-masing komoditas bukan merupakan data sesungguhnya, karena informasi itu tidak dipublikasikan. Kalaupun datanya tersedia, itu bukan contoh yang baik karena cakupan komoditasnya yang sangat banyak.
Misalkan komoditas yang menjadi konsumsi masyarakat hanya ada lima sebagaimana yang terlihat pada Kolom pertama tabel di bawah. Pengeluaran merupakan rata-rata rumah tangga sepanjang tahun 2012. Sedangkan harga-harga adalah harga per unit komoditas dan merupakan rata-rata untuk periode pengamatannya. Khusus tahun 2012, rata-rata harganya adalah untuk selama setahun sehingga IHK Januari 2013 tidak dapat digunakan untuk menghitung inflasi bulan tersebut (Lihat C.2. di bawah).
Komoditas
Pengeluaran
Rumah Tangga (Rp)
Harga Per Unit (Rata-rata Per Satuan Waktu)
2012
Jan 2013
Feb 2013
Mar 2013
Beras
1.800.000
8.000
8.500
8.600
8.700
Telur
2.400.000
24.000
26.000
26.500
27.000
Sewa Rumah
3.600.000
240.000
255.000
260.000
260.000
Pakaian
1.200.000
100.000
122.000
123.000
125.000
Pendidikan
2.400.000
200.000
210.000
215.000
220.000
Pengobatan
600.000
10.000
10.000
10.500
11.000
Jumlah
12.000.000
Untuk penghitungan IHK maka data komposisi pengeluaran rumah tangga di atas perlu diubah dalam bentuk proporsi pengeluaran terhadap pengeluaran total. Nilai itu disajikan pada kolom kedua tabel di bawah. Selanjutnya dilakukan penghitungan P × Q untuk masing-masing komoditas menurut waktu-waktunya. Dari hasil perkalian tersebut maka diperoleh nilai-nilai angka IHK dengan waktu dasar 2012 di bawah ini.
Komoditas
Porsi
Pengeluaran
2012
Januari 2013
Februari 2013
Maret 2013
P
P × Q
P
P × Q
P
P × Q
P
P × Q
Beras
0,15
8.000
1.200
8.500
1.275
8.600
1.290
8.700
1.305
Telur
0,20
24.000
4.800
26.000
5.200
26.500
5.300
27.000
5.400
Sewa Rumah
0,30
240.000
72.000
255.000
76.500
260.000
78.000
260.000
78.000
Pakaian
0,10
100.000
10.000
122.000
12.200
123.000
12.300
125.000
12.500
Pendidikan
0,20
200.000
40.000
210.000
42.000
215.000
43.000
220.000
44.000
Pengobatan
0,05
10.000
500
10.000
500
10.500
525
11.000
550
Jumlah
1,00
128.500
137.675
140.415
141.755
Dengan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa harga-harga pada Januari 2013 telah mengalami kenaikan sebesar 7,14% dibandingkan rata-rata harga pada tahun 2012. Demikian pula, harga-harga komoditas pada Maret 2013 adalah 10,32% lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga pada 2012.
Contoh Penghitungan (Ada Komoditas Tak Tersedia pada Waktu Survei Harga)
Misalkan pada Maret 2013 beras Ciherang yang biasa dipakai tidak ada di pasar sehingga tidak ada harganya. Untuk itu maka harga beras Ciherang akan diperkirakan berdasarkan jenis yang mirip, yaitu beras jenis IR 64. Misalkan harga beras IR 64 pada Maret adalah Rp8.500,00 dan pada Februari adalah Rp8.340,00. Berdasarkan formula di atas maka perkiraan harga beras Ciherang adalah Rp 8.765 seperti yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan di bawah. Sekarang perkiraan harga beras Ciherang tersebut dapat dimasukkan ke dalam formula standar untuk menghitung IHK Maret 2013.
C.2.Perhitungan Inflasi
Tingkat inflasi merupakan ukuran peningkatan harga-harga secara umum dan terus menerus. Penghitungan inflasi dilakukan berdasarkan IHK, dengan formula sebagai berikut.
(8)
Keterangan: adalah tingkat inflasi periode (bulan atau tahun) t
Dari formula tersebut jelas bahwa satuan inflasi adalah dalam persen (relatif) atas perubahan IHK. Bila menggunakan data perhitungan IHK terdahulu maka bisa diperoleh tingkat inflasi sebagai berikut.
Inflasi selama Februari sebesar 1,99% meunjukkan bahwa selama bulan itu harga-harga komoditas telah meningkat sebesar 1,99% dibandingkan Januari. Demikian pula, selama bulan Maret harga-harga komoditas telah meningkat sebesar 0,99% dibandingkan Februari.
Perhatikan perbedaan pemaknaan nilai-nilai IHK dan inflasi. Pada IHK, nilai-nilainya dibandingkan dengan waktu dasar; IHK sebesar 110,32 berarti harga-harga komoditas pada waktu itu adalah 10,32% lebih tinggi dibandingkan harga-harga pada waktu dasar. Sedangkan inflasi nilai-nilainya menunjukkan perubahan relatif terhadap periode sebelumnya.
C.3.Penetapan Nilai Nominal dan Nilai Riil
Perubahan harga menimbulkan perubahan nilai riil atau daya beli upah atau pendapatan. Upah yang diterima sekarang sebesar Rp100.000 (nilai nominal) mempunyai nilai riil (daya beli) berbeda dengan upah sebesar yang sama pada tahun lalu karena adanya perubahan harga. Bila harga-harga komoditas naik maka nilai uang yang sama akan mempunyai daya beli yang lebih rendah; sebaliknya, bila harga-harga turun maka daya belinya akan lebih tinggi.
Agar nilai riil pendapatan/upah tidak berubah ketika terjadi perubahan harga-harga, maka nilai nominalnya harus dikoreksi sesuai dengan perubahan harga-harganya. Untuk itu IHK dapat dipakai sebagai faktor koreksinya. Untuk kemudahan pemahaman, pertama kita akan melihat penggunaan faktor koreksi untuk menghasilkan nilai riil yang sama seperti keadaan waktu (bulan/tahun) dasar. Bila upah pada waktu dasar tahun 2007 adalah Rp2 juta maka agar pada tahun 2013 dengan IHK 155 mempunyai nilai riil yang sama, upah itu harus menjadi Rp2 juta × 155/100 = Rp 3.100.000.
Sebaliknya, bila pada 2013 IHK adalah 155 dan upah sebesar Rp2 juta, maka nilai riil dari upah tersebut untuk keadaan tahun 2007 adalah: Rp 2juta / 155 × 100 = Rp1.290.322,58. Penalaran tersebut dinyatakan dalam formula (9) berikut ini.
(9)
Keterangan: adalah nilai riil pendapatan pada waktu t
adalah nilai nominal pendapatan pada waktu t
adalah IHK pada waktu t
Contoh secara tabulair disajikan pada Tabel 4 di bawah ini. Perkembangan upah selama 2002 – 2012 menghadapi IHK seperti yang ditunjukkan oleh Kolom Ketiga. Dengan formula (9) dihasilkan nilai-nilai pada Upah Riil (1) pada Kolom Keempat. Dari tabel tersebut kita dapat mengatakan bahwa upah tahun 2010 yang sebesar Rp3.000.000 adalah sama daya belinya dengan upah sebesar Rp1.639.613,05 pada 2002.
Pembicaraan selanjutnya adalah tentang penentuan nilai riil atau nominal yang bukan dengan atau dari waktu dasar. Sekarang misalkan kita ingin mengetahui perkembangan upah riil menurut keadaan harga-harga tahun 2005 untuk periode 2005 – 2012. Untuk 2006, misalnya, berapakah nilai riil upah sebesar Rp2.100.00 bila dibandingkan dengan keadaan upah Rp2.000.000 pada 2005. Artinya, apakah daya beli dari upah Rp 2.100.000 itu lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan daya beli upah 2005 yang sebesar Rp 2.000.000?
Untuk kemudahan pengerjaan, misalkan tahun dasar diubah menjadi 2005 (ditunjukkan oleh kolom terakhir). Logikanya sederhana sekali. Bila IHK tahun 2005 yang semula 121,86 dikonversi menjadi 100, maka IHK 2006 yang semua 140,79 akan dikonversikan menjadi 140,79 / 121,86 × 100 = 115,53. Silahkan diperiksa, IHK 2006 dengan kedua waktu dasar bernilai 15,53% lebih tinggi dibandingkan IHK 2005.
Sekarang lakukanlah langkah yang sama seperti ketika kita menghasilkan Kolom Keempat namun untuk waktu dasar 2005. Dari Kolom Kelima diperoleh bahwa upah 2006 sebesar Rp2.100.000 adalah setara dengan upah sebesar Rp1.817.643,30 pada 2005. Lakukan pengamatan secara cermat. Pergerakan nilai-nilai pada Kolom Kelima adalah konsisten dengan pergerakan pada Kolom Keempat.
Tabel 4. Perkembangan Upah Nominal dan Upah Riil, 2002 – 2012
Tahun
Upah
IHK
Upah Riil (1)
Upah Riil (2)
IHK
(2005 = 100)
2002
1.800.000
100,00
1.800.000,00
2003
1.900.000
107,54
1.766.784,45
2004
1.900.000
115,36
1.647.018,03
2005
2.000.000
121,86
1.641.227,64
2.000.000,00
100,00
2006
2.100.000
140,79
1.491.583,21
1.817.643,30
115,53
2007
2.200.000
148,92
1.477.303,25
1.800.241,74
122,21
2008
2.400.000
168,04
1.428.231,37
1.740.442,75
137,90
2009
2.700.000
174,18
1.550.120,56
1.888.976,92
142,93
2010
3.000.000
182,97
1.639.613,05
1.998.032,46
150,15
2011
3.300.000
193,11
1.708.870,59
2.082.429,70
158,47
2012
3.600.000
201,86
1.783.414,25
2.173.268,60
165,65
Atas pembahasan di atas kita dapat memodifikasi formula (9) untuk menetapkan nilai riil bagi daya beli upah menurut waktu tertentu yang bukan waktu dasar dari IHK, sebagai berikut.
(9a)
Keterangan: adalah nilai riil pendapatan pada waktu t
adalah nilai nominal pendapatan pada waktu t
adalah IHK pada waktu t
adalah IHK pada waktu t*, waktu pembanding daya beli
Untuk situasi pada contoh, adalah IHK 2005. Penerapan formula (9a) memberi hasil sebagai berikut:Upah Riil 2005 =
Upah Riil 2010 =
Upah Riil 2010 =
C.4.Perubahan Waktu Dasar
Secara berkala waktu dasar perlu diubah untuk menyesuaikan dengan perubahan ketersediaan komoditas dan pola konsumsi. Setelah 1966 kita mengganti tahun dasar sebanyak lima kali. Bahkan untuk perubahan tahun dasar yang terakhir dilakukan (2007) hanya lima tahun setelah waktu dasar sebelumnya. Perubahan yang terakhir ini diperlukan tidak saja karena perubahan pola konsumsi yang sangat berarti, tetapi juga karena adanya keinginan untuk mempunyai cakupan wilayah sampel yang lebih besar guna meningkatkan representasinya.
Sementara itu analisis ekonomi sering memerlukan deretan data yang sangat panjang. Demikian panjangnya sehingga IHK yang tersedia adalah yang dengan dua atau lebih waktu dasar yang berbeda. Ketika mengalami perubahan waktu dasar tentunya IHK tersebut kembali ke angka 100. Padahal deretan itu harus berkesinambungan. Deretan itu akan disusun sebagai “perkiraan” yang cukup memuaskan.
BPS memfasilitas usaha penyusunan deretan IHK yang melibatkan dua atau lebih waktu dasar. Data pada Tabel 5 adalah contoh sederhana untuk melakukan penyeragaman waktu dasar tersebut. Sejak 2008 BPS menggunakan waktu dasar baru, yaitu 2007. Perhatikan bahwa deretan IHK dengan waktu dasar 2007 baru disajikan pada Jani 2008, sehingga mulai dengan nilai 110,08. Mengapa demikian? Hal ini terejadi karena ketersediaan data untuk bisa digunakan baru pada Juni 2008. Ingatlah bahwa Survei Biaya Hidup yang dilakukan untuk waktu dasar baru itu adalah untuk tingkah laku belanja selama setahun. Jadi, baru pada akhir Desember data terkumpulkan. Diperlukan waktu untuk melakukan proses “verifikasi” dan “pembersihan” data sampai siap untuk digunakan.
Misalkan kita akan membuat deretan IHK dengan waktu dasar yang sama, yaitu 2007. Kita sudah mempunyai angka-angka itu untuk Juni – Desember 2008. Bagaimana cara kita mendapatkan angka-angka itu untuk Januari – Mei 2008? Kita akan menggunakan informasi angka inflasi untuk memperkirakannya. Pertama, angka inflasi Juni 2008 sebesar 2,46 telah menghasilkan IHK Juni menjadi 110,08. Dari formula (8) untuk inflasi kita bisa mendapatkan “perkiraan” IHK Mei 2008. Berdasarkan perkiraan IHK Mei dan angka inflasi Mei kita akan menghitung perkiraan IHK April. Proses mundur ini dijalankan terus sampai Januari sebagai berikut:
Tabel 5. IHK dan Inflasi Bulanan Tahun 2008
Bulan
IHK
Inflasi
IHK
(2007 = 100)
IHK
(2002 = 100)
Januari
158,26
1,77
103,68
158,26
Februari
159,29
0,65
104,35
159,29
Maret
160,81
0,95
105,34
160,81
April
161,73
0,57
105,94
161,73
Mei
164,01
1,41
107,44
164,01
Juni
110,08*)
2,46*)
110,08
168,05
Juli
111,59
1,37
111,59
170,35
Agustus
112,16
0,51
112,16
171,22
September
113,25
0,97
113,25
172,88
Oktober
113,76
0,45
113,76
173,65
November
113,90
0,12
113,90
173,86
Desember
113,86
–0,04
113,86
173,79
*) Sejak Juni 2008, IHK didasarkan pada pola konsumsi pada survei biaya hidup di 66 kota tahun 2007 (2007=100)
Demikian pula, bila kita ingin membuat deretan IHK menurut waktu dasar 2002, kita akan memanfaatkan formula (8) itu. Perhitungannya adalah sebagai berikut.
Berikut adalah manipulasi formula (8) untuk penghitungan-perhitungan di atas.
(1) Penghitungan IHK Januari – Mei:
(2) Penghitungan IHK Juni – Desember:
t
I
t
IP
(
)
(
)
0
1
1
1
00
1
100
k
ni
i
ni
i
ni
t
k
ii
i
P
PQ
P
IHK
PQ
-
=
-
=
=´
å
å
g
g
t
IHK
ni
P
(
)
1
ni
P
-
0
i
P
0
i
Q
(
)
(
)
1
1
Harga Sekarang Beras IR64
Harga Minggu Lalu Beras Ciherang
Harga Minggu Lalu Beras IR64
ni
ni
ni
P
P
P
-
-
º
137.675
100107,14
128.500
Jan
IHK
=´=
t
P
140.415
100109,27
128.500
Feb
IHK
=´=
141.755
100110,32
128.500
Mar
IHK
=´=
(
)
(
)
1
1
8.500
8.600=8.765
8.340
ni
ni
ni
P
P
P
-
-
=´
1
1
100
tt
t
t
IHKIHK
r
IHK
-
-
-
=´
t
r
109,27107,14
1001,99
107,14
Feb
r
-
=´=
110,32109,27
1000,96
109,27
Mar
r
-
=´=
100
t
t
t
P
R
I
=´
t
R
t
P
0
P
t
I
*
t
tt
t
P
RI
I
=´
*
t
I
2.100.000
121,861.817.643,30
140,79
´=
3.000.000
121,861.998.032,46
182,97
´=
3.600.000
121,862.173.268,60
201,86
´=
110,08
107,44
1,0246
Mei
IHK
==
.
105,34
104,35
1,0095
Feb
IHK
==
107,44
105,94
1,0141
April
IHK
==
104,35
103,68
1,0065
Jan
IHK
==
105,94
105,34
1,0057
Maret
IHK
==
164,051,0246168,05
Juni
IHK
=´=
172,881,0045173,65
Okt
IHK
=´=
168,051,0137170,35
Juli
IHK
=´=
173,651,0012173,86
Nov
IHK
=´=
170,351,0051171,22
Agus
IHK
=´=
173,860,9996173,79
Juni
IHK
=´=
171,221,0097172,88
Sept
IHK
=´=
(
)
(
)
1
1
11
11
1
100
100
100100
100100
tt
t
t
ttt
ttt
tt
IHKIHK
r
IHK
rIHKIHKIHK
rIHKIHKIHK
rIHKIHK
-
-
--
--
-
-
=´
=-´
+=
+=
1
100
100
tt
IHKIHK
r
-
=
+
(
)
(
)
1
1
11
11
1
100
100
100100
100
100
tt
t
t
ttt
ttt
tt
t
IHKIHK
r
IHK
rIHKIHKIHK
rIHKIHKIHK
rIHKIHK
IHK
-
-
--
--
-
-
=´
=-´
+=
+
=
1
1
100
tt
r
IHKIHK
-
æö
=+
ç÷
èø
0
100
it
t
i
P
I
P
=´
å
å
t
I
it
P
0
i
P
it
P
å
0
100
it
i
P
P
´
å
å
0
100
iti
t
ii
Pw
I
Pw
´
=´
´
å
å
i
w
0
00
100
iti
t
ii
PQ
IL
PQ
´
=´
´
å
å
t
IL
it
P
0
i
P
0
i
Q
0
iti
PQ
´
å
0
00
iti
ii
PQ
PQ
´
´
å
å
0
00
100
iti
t
ii
PQ
IL
PQ
´
=´
´
å
å
78.375.000
78.375.000
86.350.000
78.375.000
94.305.000
78.375.000
100.695.000
78.375.000
109.475.000
78.375.000
0
100
itit
t
iit
PQ
IP
PQ
´
=´
´
å
å
t
IP
it
P
0
i
P
it
Q
itit
PQ
´
å
0
iit
PQ
´
å
itit
PQ
´
å
0
iit
PQ
´
å
0
100
t
t
P
I
P
=´
0
itit
iit
PQ
PQ
´
´
å
å
0
100
itit
iit
PQ
PQ
´
´
´
å
å
78.375.000
78.375.000
87.265.000
79.075.000
100.011.000
79937.500
123.957.500
84.375.000
126.562.000
83.150.000
ttt
IFILIP
=´
t
IF
t
IL
top related