irenneagustina.files.wordpress.com · web viewidentifikasi kandungan kimia atau skrining fitokimia...
Post on 05-May-2018
259 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI
PERCOBAAN IV
IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA SIMPLISIA
Disusun oleh :
Nama : 1. Kintyas Asokawati (G1F014069)
2. Irenne Agustina Tanto (G1F014071)
3. Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073)
4. Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075)
Golongan / Kelompok : IVA / Radix 2
Nama Asisten : Nisadiyah, Curie, Retno
Tanggal Praktikum : 7 Desember 2015
Dosen Pembimbing : Harwoko, M.Sc.,Apt.
LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
1
IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA SIMPLISIA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mampu melakukan reaksi warna terhadap simplisia nabati agar
diketahui beberapa kandungan kimia.
II. PENDAHULUAN
Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa kimia yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan obat. Terkadang, banyak penyakit yang tidak
dapat disembuhkan dengan obat kimia melainkan dapat disembuhkan dengan
obat alami dari tumbuhan (Depkes RI, 1995).
Untuk mengetahui mutu dari simplisia yang akan kita gunakan,
dapat dilakukan pemeriksaan yaitu secara organoleptik, makroskopik,
mikroskopik, serta secara kimia. Mengetahui kandungan senyawa apa saja
yang terkandung dalam simplisia yang akan kita gunakan juga penting dalam
pemanfaatan simplisia tersebut untuk pengobatan (Depkes RI, 2007).
Dari uraian tersebut maka praktikan melakukan identifikasi simplisia,
uji kemurnian, dan skrining fitokimia sehingga dapat diketahui kemurnian
dan senyawa apa saja yang terkandung dalam simplisia tersebut. Identifikasi
kandungan kimia atau skrining fitokimia adalah suatu metode untuk
mengetahui golongan kimia pada suatu sampel dengan menguji secara
kualitatif adanya senyawa kandungan dalam sampel yang digunakan seperti
misalnya tanin, saponin, flavonoid, steroid terpenoid, alkaloid, serta
kandungan kimia lainnya (Depkes RI, 2007).
Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang
terdapat pada suatu tanaman. Hal ini berfungsi sebagai data awal untuk
menentukan metode ekstraksi yang akan digunakan agar komponen aktif
yang terdapat pada sampel dapat diekstrasi secara optimal (Gembog, 2001).
Polifenol
Ditimbang sebanyak 1 gram simplisia kedalam tabung reaksi.
Ditambahkan 5 ml air suling, diekstrak dengan ultrasonik selama 20 menit,
2
didinginkan dalam campuran air dan es batu. Disentrifuse selama 20 menit
dengan kecepatan 2000 rpm. Sebanyak 25 pl dari larutan pipet kedalam
tabung reaksi . Ditambahkan air suling hingga volume 1 ml. Ditambahkan
berturut- turut 0.5ml larutan Folin Ciocalteau dan 2,5 ml larutan sodium
karbonat 20%. Dikocok hingga homogen. Dibiarkan selama 40 menit dan
warna biru yang terbentuk dibaca dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 725 rpm. Untuk larutan standar ditimbang 10 mg katekin.
Dilarutkan dengan 50 ml air, dipipet masing-masing dari larutan standar 10,
20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 pl. Penambahan pereaksi selanjutnya
sama seperti pada contoh (Gembog, 2001).
Tanin
Tanin merupakan senyawa yang memiliki sejumlah gugus hidroksi
fenolik yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Terdapat pada bagian
tertentu dari tumbuhan, seperti daun, buah dan batang. Tanin merupakan
senyawa yang tidak dapat dikristalkan, dan membentuk senyawa tidak larut
yang berwarna biru gelap atau hitam kehijauan dengan logam besi. Tanin
terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dalam angiospermae terdapat
khusus pada jaringan kayu. Menurut batasannya tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Di
dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma,
tetapi bila jaringan rusak misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi
penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar
dicapai oleh cairan pencerna hewan. Salah satu fungsi utama tanin dalam
tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Gunawan,
2004).
Alkaloida
Alkaloida merupakan senyawa organik yang bersifat basa, memiliki
atom nitrogen dan pada umumnya memiliki aktivitas fisiologi. Pada dunia
tumbuh-tumbuhan, alkaloida terdapat pada berbagai famili dan bangsa.
Alkaloida ditemukan pada berbagai bagian dari tumbuhan seperti pada biji,
buah, daun, batang dan akar. Pereaksi yang umum untuk uji alkaloida adalah
3
pereaksi Bouchardat (Iodium dalam kalium iodida), pereaksi Mayer (Kalium
Merkuri Iodida), dan Dragendorff (Kalium Bismuth Iodida). Kebanyakan
alkaloida berupa zat padat yang berbentuk kristal. Alkaloida biasanya tidak
berwarna dan mempunyai rasa pahit, sangat sukar larut dalam air, tetapi
garamnya yang terbentuk dengan asam selalu mudah larut dalam air,
Alkaloida bebas mudah larut dalam eter, kloroform dan pelarut lainnya yang
bersifat non polar (Mutiatikum et al., 2010).
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat ditetumbuhan (tetapi ini tidak
mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida,
protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak
digolongkan sebagai alkaloid. Dengan prinsip yang sama, senyawa netral
yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini
(Mutiatikum et al., 2010).
Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut kesamaan sumber asal
molekulnya (precursors), didasari dengan metabolisme pathway (metabolic
pathway) yang dipakai untuk membentuk molekul itu. Kalau biosintesis dari
sebuah alkaloid tidak diketahui, alkaloid digolongkan menurut nama
senyawanya, termasuk nama senyawa yang tidak mengandung nitrogen
(karena struktur molekulnya terdapat dalam produk akhir, sebagai contoh:
alkaloid opium kadang disebut "phenanthrenes"), atau menurut nama
tumbuhan atau binatang dimana senyawa itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu
dikaji, penggolongan sebuah alkaloid diubah menurut hasil pengkajian itu,
biasanya mengambil nama amine penting-secara-biologi yang mencolok
dalam proses sintesisnya (Mutiatikum et al., 2010).
Saponin
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar
luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal
dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang
dengan penambahan asam (Leswara, 2005).
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak
macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi
4
tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman
dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui,
mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste
product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah
sebagai pelindung terhadap serangan serangga (Leswara, 2005).
Sifat-sifat Saponin adalah:
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidrok-sisteroid lainnya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula
empiris yang mendekati.
Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan
permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan
sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid).
Flavonoida
Flavonoida merupakan senyawa polifenol yang mempunyai struktur
dasar C6-C3-C6. Golongan terbesar flavonoida mempunyai cincin piral yang
menghubungkan rantai karbonnya. Senyawa flavonoida selalu terdapat pada
tumbuhan dalam bentuk glikosida dimana satu atau lebih gugus hidroksi fenol
berikatan dengan gula. Gugus hidroksil selalu terdapat pada atom C 5 dan 7
pada cincin A dan juga pada atom C 3’, 4’ dan 5’ pada cincin B. Flavonoida
berupa senyawa yang larut dalam air dan tetap ada dalam lapisan air setelah
ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoida berupa senyawa
fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambahkan basa atau amonia.
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu
menunjukkan pada pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar UV dan
spektrum sinar tampak. Flavonoida umumnya terdapat dalam tumbuhan,
terikat pada gula sebagai glikosida. Flavonoida merupakan senyawa golongan
fenol alam bersifat antibakteri (Mutiatikum et al., 2010).
5
Katekol
Katekol adalah benzena diol memiliki rumus C6H 4(OH)2. Ini
adalah isomer dari resorsinol dan hidroquinon . Katekol pertama kali pada
tahun 1839 oleh kimiawan Jerman Hugo Reinsch dengan mencoba
untuk menyaring katekin dari getah pohon akasia . Ia menemukan bahwa
catechin terdekomposisi selama pemanasan untuk katekol. Produksi industri
katekol berlangsung melalui oksidasi fenol dengan hidrogen
peroksida (Mutiatikum et al., 2010).
Sekitar 50% dari katekol sintetis yang dihasilkan digunakan untuk
pembuatan insektisida . Aplikasi lain meliputi pembuatan parfum dan obat-
obatan . Ada juga sebuah blok bangunan umum dalam sintesis organik
(Mutiatikum et al., 2010).
Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk
dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas
dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau
bahkan hitam, yang disebut beras (Leswara, 2005).
Pati
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam
air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan
utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan
kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang.
Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang
penting (Gembog, 2001).
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin,
dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera)
sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan
warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak
bereaksi (Poedjiadi, 2009).
6
Lendir
Lendir atau getah adalah istilah umum untuk menyebut cairan kental
yang keluar dari tubuh, baik tumbuhan maupun hewan. Namun demikian,
penggunaan getah pada hewan terbatas, yaitu untuk menyebut
cairan limfa (getah bening) (Syamsuni, 2007).
Pada tumbuhan, getah adalah segala sesuatu yang bersifat cair dan
kental yang keluar dari batang atau daun yang terluka. Dengan demikian tidak
dibedakan apakah cairan itu merupakan cairan nutrisi dari pembuluh
tapis, lateks, atau resin. Lateks dan resin merupakan cairan yang dihasilkan
dari pembuluh khusus. Bagi tumbuhan fungsinya adalah sebagai alat
pertahanan diri (Gunawan, 2004).
Lateks dihasilkan oleh banyak tumbuhan anggota bangsa Malpighiales
(misalnya suku Apocynaceae dan Euphorbiaceae). Resin, hars, atau cairan
damar merupakan cairan kental dan agak transparan yang mengeras bila
terkena udara. Resin dihasilkan oleh banyak anggota bangsa Pinales serta
sejumlah anggota Dipterocarpaceae dan Burseraceae. (Syamsuni, 2007).
Lignin
Lignin atau zat kayu adalah salah satu zat komponen
penyusun tumbuhan. Komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda
bergantung jenisnya. Lignin terutama terakumulasi pada batang tumbuhan
berbentuk pohon dan semak. Pada batang, lignin berfungsi sebagai bahan
pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri
tegak (seperti semen pada sebuah batang beton) (Gembog, 2001).
Berbeda dengan selulosa yang terbentuk dari gugus karbohidrat,
struktur kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama.
Gugus aromatik ditemukan pada lignin, yang saling dihubungkan dengan
rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Proses pirolisis lignin
menghasilkan senyawa kimia aromatis berupa fenol, terutama kresol (Depkes
RI, 1995).
Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna
yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5O H dan strukturnya
7
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil (Harbone,
2005).
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml.
Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion
H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion
fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air (Harbone, 2005).
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih
asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, dimana
fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya
tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital
antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang
mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan
anionnya (Leswara, 2005).
Antraquinon
Antrakuinon, anthracenedione juga disebut atau dioxoanthracene
adalah aromatik senyawa organik dengan rumus C14H8O2. Beberapa isomer
yang mungkin, masing-masing dapat dilihat sebagai kuinon derivatif. Para
antrakuinon panjang, bagaimanapun, hampir selalu mengacu pada salah satu
isomer tertentu, 9,10-antrakuinon ( IUPAC: 9,10-dioxoanthracene)
dimana keto kelompok terletak pada cincin pusat. Ini adalah sebuah blok
bangunan dari banyak pewarna dan digunakan dalam pemutihan pulp untuk
pembuatan kertas. Ini adalah sangat padat kristalin kuning,
kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik panas. Misalnya,
hampir sepenuhnya larut dalam etanol dekat suhu kamar tetapi 2,25 g akan
larut dalam 100 g etanol mendidih (Depkes RI, 2007).
9,10-antrakuinon diperoleh industri oleh oksidasi antrasena , reaksi
yang dilokalisasi pada cincin pusat. Kromium (VI) adalah oksidan yang khas.
Hal ini juga disiapkan oleh reaksi Friedel-Crafts dari benzena dan anhidrida
ftalat di hadapan AlCl3. Asam o-benzoylbenzoic yang dihasilkan kemudian
mengalami siklisasi, membentuk antrakuinon. Reaksi ini berguna untuk
memproduksi antrakuinon tersubstitusi. Para reaksi Diels-Alder
dari naphthoquinone dan butadiena dehidrogenasi oksidatif diikuti oleh juga
8
akan menghasilkan 9,10-antrakuinon. Terakhir, BASF telah mengembangkan
suatu proses yang berlangsung melalui dimerisasi asam dikatalisis dari
stirena untuk memberikan 1,3-diphenylbutene, yang kemudian dapat diubah
menjadi anthaquinone tersebut. Hal ini juga muncul melalui reaksi Ricky-
Alder , retro Reaksi-Diels-Alder (Depkes RI, 2007).
Dalam (1905) klasik reaksi organik yang disebut sintesis Bally-Scholl,
bernama setelah Oscar Bally dan Roland Scholl , antrakuinon mengembun
dengan gliserol membentuk benzanthrone. Dalam reaksi ini, kuinon pertama
kali dikurangi dengan tembaga logam dalam asam sulfat (mengkonversi satu
keton kelompok menjadi metilen kelompok) setelah gliserol ditambahkan.
Cara uji atrakinon yaitu dipipet 5 ml filtrat fraksi kloroform,
dikeringkan dengan evaporator,ditambahkan 10 ml air. Dikocok dan disaring.
Pada 5 ml filtrat ditambahkan 5 ml boraks 5%, dikocok dan dilihat dibawah
sinar UV. Panjang gelombang 366 nm sebelum 30 menit untuk uji semi
kualitatif ditimbang 20 mg antrakinon dilarutkan dengan 10 ml kloroform.
Dipipet masing-masing dari larutan ini 10, 20, 40, 60, 80dan 100 pl
kedalam tabung reaksi, dikeringkan dengan evaporator, ditambahkan 5 ml
boraks 5% dikocok dan dilihat pancaran floresensinya dibawah sinar UV.
Larutan contoh dibandingkan dengan standar (Mutiatikum et al., 2010)
Aleuron
Aleuron merupakan polisakarida yang melimpah setelah selulosa,
berfungsi sebagai penyimpan energi. Sekitar 20% dari alueron adalah
amilosa (larut) dan 80 % amilopektin. Aleuron banyak terdapat pada padi-
padian, kentang dan jagung (Depkes RI, 2007).
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu spatula, beaker glas,
dropple plate, gelas objek, gelas penutup, mikroskop, batang
peangaduk/jarum bertangkai, set tabung reaksi, kompor listrik/hot plate,
penangas air, kawat kassa, dan pipet tetes
Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu serbuk simplisia (daun,
bunga, buah, kulit buah, batang, akar, rimpang, dan herba), larutan iodium 0,1
9
N ,larutan iodium 0,02 N, larutan floroglusin 1 %, etanol 90%, larutan HCl
25%, gliserin, akuades, larutan NaCl 2 %, larutan gelatin, KOH 0,5 N, larutan
hidrogen peroksida, asam asetat, PH indikator universal, toluena, besi(III)
klorida, etanol 80%, kapas, kertas saring, tisu, dan lap.
IV. CARA KERJA
1. Aleuron
- Ditambahkan larutan iodium 0,1 N- Aleuron dan Butir globoid menjadi berwarna kuning
2. Pati
- Ditempatkan dalam media air- Diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N- Pada batas antara air dan larutan iodium akan terlihat
butir pati berwarna biru dan bila pati telah berlamela, lamelanya akan terlihat jelas.
3. Lignin
- Ditempatkan pada dropple plate- Ditambah lartutan floroglusinol 1% (dalam etanol
90%)- Didiamkan sampai semua etanol menguap- Ditambah 1 tetes asam klorida 25% dan diaduk
dengan batang pengaduk/jarum bertangkai- Dipindahkan keatas gelas objek dan diambil gliserin, - Diamati dibawah mikroskop
Cuplikan (Sampel)
Hasil
Cuplikan Simplisia
Hasil
Cuplikan Simplisia
Hasil
10
4. Saponin
- Dimasukkan dalam tabung reaksi- Ditambah akuadest 10 ml- Ditutup dan dikocok kuat-kuat selama 30 detik- Dibiarkan tabung pada posisi tegak selama 30 menit- Apabila terjadi buih (mirip sarang lebah) setinggi
minimal 1 cm dan stabil selama 10-15 menit, menunjukan adanya saponin
5. Tanin (zat samak)
- Dipanaskan dengan air sebanyak 10 ml selama 30 menit di atas penangas air
- Disaring, filtrate selama 5 ml ditambah Natrium Klorida 2% sebanyak 1 ml
- Bila terjadi suspense atau endapan, disaring melalui kertas saring
- Ditambah larutan gelatin 1% sebanyak 5 ml- Terbentuknya endapan menunjukan adanya tannin
atau zat samak
6. Antrakinon
- Dididihkan selama 2 menitdengan 10 ml KOH 1,5 N dan 1 ml larutan hydrogen peroksida
- Setelah dingin, suspense disaring melalui kapas- Filtrate sebanyak 5 ml ditambah dengan asam
asetatsebanyak 10 tetes- Lapisan atas sebanyak 5 ml dipindahkandengan pipet
dan dimasukkan kedalam tabung reaksi- Ditambah KOH 0,5 N- Warna merah yang terjadi pada lapisan air (basa)
menunjukan adanya senyawa antrakinon
Serbuk tumbuhan
Hasil
Serbuk Simplisia
Hasil
Serbuk Simplisia
Hasil
11
7. Polifenol
- Dipanaskan dengan air sebanyak 10 ml selama 10 menit diatas penengas air mendidih
- Disaring panas-panas, setelah dingin ditambah pereaks ibesi (II) klorida sebanyak 3 tetes
- Terjadi warna biru menunjukan adanya polifenolat- Uji diulang dengan filtrate hasil pendidihan simplisia
dengan etanol 80% selama 10 menit di atas penangas air
8. Lemak
- Dilarutkan dalam kloroform- Diteteskan dengan kertas saring
9. Terpen
- Ditambahkan sitoborat
10. Alkaloid
- Ditambah reagen Dragendorff- Ditimbulkan warna
Serbuk Simplisia
Hasil
Serbuk Simplisia
Hasil
Serbuk Simplisia
Hasil
Serbuk Simplisia
Hasil
12
V. DATA PENGAMATAN
1. Turnera ulmifolia L
No Pengujian Sebelum Sesudah Hasil Gambar
1. Aleuron CoklatKuning
kemerahanNegatif
2. Pati Coklat Kuning Negatif
3. Polifenol CoklatCoklat
kemerahan-
4. Saponin Coklat Coklat pudar Negatif -
5. Lemak Coklat Coklat Negatif
13
6. Alkaloid Coklat Orange Positif
2. Apium gravieolens
No Pengujian Sebelum Sesudah Hasil Gambar
1. Aleuron HijauKuning
kemerahanNegatif
2. Pati HijauMerah
kekuninganNegatif
3. Polifenol Hijau Coklat bening -
14
4. Saponin Hijau Hijau pudar Positif
5. Lemak Hijau Hijau Negatif
6. Alkaloid Hijau Orange Positif
3. Zingiber officinale
No Pengujian Sebelum Sesudah Hasil Gambar
1. AleuronCoklat muda
Hitam Negatif
2. PatiCoklat muda
Orange Negatif
3. LemakCoklat muda
Coklat Negatif
15
4. Alkaloid
Coklat muda
Orange Positif
5. Saponin
Coklat muda
Kuning Negatif
6. Polifenol
Coklat muda
Kuning Negatif
4. Curcuma domestica
No Pengujian Sebelum Sesudah Hasil Gambar
1. AleuronKuning Hijau
kehitamanNegatif
2. Pati
Kuning Kuning Negatif
16
3. Saponin
Kuning Kuning muda Negatif
4. Polifenol
Kuning Setelah ditambah etanol:
kuning mudaSetelah
ditambah FeCl3:
orange tua
Negatif
5. Lemak
Kuning Kuning Negatif
6. Alkaloid
Kuning Kuning kecoklatan
Negatif
5. .Citrus L.
No Pengujian Sebelum Sesudah Hasil Gambar
1. Aleuronkuning Kuning
kecoklatanNegatif
17
2. Pati
Kuning Kuning Negatif
3. Saponin
Kuning Kuning Negatif
4. Polifenol
Kuning Coklat Positif
5. LemakKuning Kuning Negatif
6. Alkaloid
Kuning Birukehijauan Positif
6. Orthosiphon aristatus
No Pengujian Sebelum Sesudah Hasil Gambar
18
1. AleuronHijau Kuning
kecoklatanNegatif
2. Pati
Hijau Hijautua Negatif
3. Saponin
Hijau Hijau Positif
4. Polifenol
Hijau Coklat Positif
5. LemakHijau Hijau Negatif
6. Alkaloid
Hijau Birukehijauan Positif
7. Amaranthus tricolor
No Pengujian Sebelum Sesudah Hasil Gambar
19
1. Aleuron Hijau Coklat Negatif
2. Pati HijauKuning
keputihanNegatif
3. Polifenol Hijau Coklat Tua -
4. Saponin Hijau Hijau Positif
5. Lemak Hijau Putih Negatif
6. Alkaloid Hijau Orange Positif
20
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil vs Literatur
1. Apium gravieolens
Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon),
isoquersetin, dan umbelliferon. Juga mengandung mannite, inosite,
asparagine, glutamine, choline, linamarose, pro vitamin A, vitamin C, dan B.
Kandungan asam-asam dalam minyak atsiri pada biji antara lain : asam-asam
resin, asam-asam lemak terutama palmitat, oleat, linoleat, dan petroselinat.
Senyawa kumarin lain ditemukan dalam biji, yaitu bergapten, seselin,
isomperatorin, osthenol, dan isopimpinelin (Gembog, 2001).
Herba seledri dilakukan 6 buah pengujian meliputi aleuron, pati,
saponin, polifenol, lemak, dan alkaloid untuk mengetahui ada atau tidaknya
kandungan kimia senyawa tersebut.
Uji aleuron dilakukan dengan menaruh sedikit cuplikan sampel yang
berupa irisan atau serbuk herba seledri kemudian ditambahkan iodium 0,1 N.
Kemudian dilihat perubahan warna yang terbentuk. Hasil uji positif apabila
terdapat aleuron dan butir globoid yang berubah warna menjadi berwarna
kuning. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan yang tadinya hijau
menjadi kuning kemerahan. Hal ini menunjukkan hasil negatif, tidak terdapat
butir globoid. Hasil ini sesuai dengan literatur yang mengatakan tidak adanya
kandungan alueron pada herba seledri (Waluyo, 2006).
Uji Pati dilakukan dengan menaruh cuplikan simplisia dalam
media air di plat tetes, kemudian diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N.
Dilihat perubahan warna yang terjadi. Hasil uji positif apabila terlihat butir
pati berwarna biru dan bila pati telat berlamela, lamelanya akan nampak lebih
21
jelas. Dari hasil praktikum dilihat perubahan warna yang terjadi yaitu hijau
menjadi merah kekuningan menunjukkan hasil negatif (Waluyo, 2006).
Uji saponin dilakukan dengan mencampurkan 100 mg serbuk herba
seledri ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades. Kemudian tabung
reaksi ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 detik. Kemudian dibiarkan
tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Hasil uji positif apabila terbentuk
buih (mirip sarang lebah) setinggi minimal 1 cm dan stabil selama 10-15
menit. Dari hasil praktikum didapatkan perpendaran warna larutan sampel
namun terdapat buih pada larutan sampel tersebut. Dapat disimpulkan hasil
ini positif terhadap adanya saponin dalam herba seledri (Gunawan, 2004).
Uji Polifenol dilakukan dengan menaruh 2 gram serbuk sampel pada
tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dengan akuades sebanyak 10 ml selama
10 menit diatas penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah dingin
ditambah pereaksi besi (III) klorida sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna hijau-
biru menunjukkan adanya polifenolat. Uji diulang dengan fibrat hasil
pendidihan serbuk simplisia sampel dengan etanol 80 % selama 10 menit di
atas penangas air. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan sampel yang
awalnya hijau berubah menjadi coklat bening . Lalu ketika ditambahkan besi
(III) klorida berubah menjadi hijau pekat dan terbentuk gelembung gas
(Poedjiadi, 2009).
Uji lemak dilakukan dengan menaruh sedikit sampel dalam plat
tetes, kemudian ditetesi sedikit kloroform. Lalu dicelukan kertas saring ke
dalamnya. Dilihat apakah terdapat bekas berwarna mengkilap pada kertas
saring atau tidak. Jika ada, maka sampel tersebut mengandung lemak. Dari
hasil praktikum didapatkan kertas saring tetap kering meski telah dicelupkan
kedalam sampel. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
tidak ada kandungan lemak dalam sampel (Poedjiadi, 2009).
Uji alkaloid dilakukan dengan menaruh sedikit sampel pada plat
tetes. Kemudian ditetesi sedikit reagen dragendorff. Hasil pengujian positif
apabila timbul warna oranye pada sampel. Dari hasil praktikum didapatkan
perubahan warna dari hijau menjadi orange. Dapat disimpulkan hasil ini
22
positif terhadap adanya alkaloid dalam sampel herba seledri (Poedjiadi,
2009).
2. Turnera ulmifolia L
Kandungan kimia dari bunga pukul 8 yaitu daun dan batang
mengandung saponin dan polifenol. Daunnya juga mengandung flavonoid.
Bunga pukul 8 dilakukan 6 buah pengujian meliputi aleuron, pati, saponin,
polifenol, lemak, dan alkaloid untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan
kimia senyawa tersebut (Gembog, 2001).
Uji aleuron dilakukan dengan menaruh sedikit cuplikan sampel yang
berupa irisan atau serbuk rimpang temulawak kemudian ditambahkan iodium
0,1 N. Kemudian dilihat perubahan warna yang terbentuk. Hasil uji positif
apabila terdapat aleuron dan butir globoid yang berubah warna menjadi
berwarna kuning. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan yang tadinya
coklat berubah menjadi kuning kemerahan setelah pentesan larutan Iodium
0,1 N. Dapat disimpulkan hasil dari pengujian negatif terhadap adanya
kandungan aleuron pada bunga pukul 8. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur
yang mengatakan tidak adanya kandungan alueron pada bunga pukul 8
(Waluyo, 2006).
Uji Pati dilakukan dengan menaruh cuplikan simplisia dalam media
air di plat tetes, kemudian diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N. Dilihat
perubahan warna yang terjadi. Hasil uji positif apabila terlihat butir pati
berwarna biru dan bila pati telat berlamela, lamelanya akan nampak lebih
jelas. Dari hasil praktikum terdapat perubahan warna coklat menjadi kuning..
Dapat disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya pati dalam bunga pukul 8
ini. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan tidak adanya
kandungan pati pada bunga pukul 8 (Poedjiadi, 2009).
Uji saponin dilakukan dengan mencampurkan 100 mg serbuk rimapng
temulawak ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades. Kemudian
tabung reaksi ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 detik. Kemudian
dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Hasil uji positif apabila
terbentuk buih (mirip sarang lebah) setinggi minimal 1 cm dan stabil selama
23
10-15 menit. Dari hasil praktikum didapatkan perpendaran warna larutan
sampel namun tidak terdapat buih pada larutan sampel tersebut. Dapat
disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya saponin dalam bunga pukul 8.
Hasil ini tidak sesuai dengan literatu, karena bunga pukul 8 mengandung
saponin (Gunawan, 2004).
Uji Polifenol dilakukan dengan menaruh 2 gram serbuk sampel
pada tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dengan akuades sebanyak 10 ml
selama 10 menit diatas penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah
dingin ditambah pereaksi besi (III) klorida sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna
hijau-biru menunjukkan adanya polifenolat. Uji diulang dengan fibrat hasil
pendidihan serbuk simplisia sampel dengan etnaol 80 % selama 10 menit di
atas penangas air. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan sampel yang
awalnya kuning berubah menjadi kuning muda. Lalu ketika ditambahkan besi
(III) klorida berubah menjadi kuning tua dan terbentuk gelembung gas. Dapat
disimpulkan bunga pukul 8 negatif terhadap adanya senyawa polifenol. Hasil
ini tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan tidak adanya kandungan
senyawa polifenol dalam bunga pukul 8, karena bunga pukul 8 mengandung
polifenol (Mutiatikum, dkk. 2010).
Uji lemak dilakukan dengan menaruh sedikit sampel bunga pukul 8
dalam plat tetes, kemudian ditetesi sedikit kloroform. Lalu dicelupkan kertas
saring ke dalamnya. Dilihat apakah terdapat bekas berwarna mengkilap pada
kertas saring atau tidak. Jika ada, maka sampel tersebut mengandung lemak.
Dari hasil praktikum didapatkan kertas saring tetap kering meski telah
dicelupkan kedalam sampel. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa tidak ada kandungan lemak dalam sampel (Depkes RI,
2007).
Uji alkaloid dilakukan dengan menaruh sedikit sampel pada plat tetes.
Kemudia ditetesi sedikit reagen dragendorff. Hasil pengujian positif apabila
timbul warna oranye pada sampel. Dari hasil praktikum didapatkan
perubahan warna dari hijau menjadi orange. Dapat disimpulkan hasil ini
positif terhadap adanya alkaloid dalam sampel bunga pukul 8 (Poedjiadi,
2009).
24
3. Curcuma domestica
Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang
temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang temulawak mengandung
minyak atsiri,saponin, flavonoid, alkaloid dan tanin. Kandungan kimia
temulawak terdiri dari:
Pati (48,18 – 59,64%)
Serat (2,58 – 4,83%)
Minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumero, sineol,borneol, dan
Xanthorrhizol (1,48 – 1,63%)
Kurkuminoid (kurkumin dan desmetoksikurkumin(1,6 – 2,2%)
(Siagian, 2006)
Rimpang temulawak ini dilakukan 6 buah pengujian meliputi aleuron,
pati, saponin, polifenol, lemak, dan alkaloid untuk mengetahui ada atau
tidaknya kandungan kimia senyawa tersebut.
Uji aleuron dilakukan dengan menaruh sedikit cuplikan sampel yang
berupa irisan atau serbuk rimpang temulawak kemudian ditambahkan iodium
0,1 N. Kemudian dilihat perubahan warna yang terbentuk. Hasil uji positif
apabila terdapat aleuron dan butir globoid yang berubah warna menjadi
berwarna kuning. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan yang tadinya
kuning berubah menjad biru kehitaman setelah pentesan larutan Iodium 0,1
N. Dapat disimpulkan hasil dari pengujian negatif terhadap adanya
kandungan aleuron pada rimpang temulawak. Hasil ini sesuai dengan literatur
yang mengatakan tidak adanya kandungan alueron pada rimpang temulawak
(Gunawan, 2004).
Uji Pati dilakukan dengan menaruh cuplikan simplisia dalam media
air di plat tetes, kemudian diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N. Dilihat
perubahan warna yang terjadi. Hasil uji positif apabila terlihat butir pati
berwarna biru dan bila pati telat berlamela, lamelanya akan nampak lebih
jelas. Dari hasil praktikum, tidak didapatkan perubahan warna pada sampel.
Warna sampel tetap kuning meski diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N.
Dapat disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya pati dalam kunyit ini.
25
Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan danya kandungan
pati dalam rimpang temulawak ini sekitar 48,18 – 59,64%.
Uji saponin dilakukan dengan mencampurkan 100 mg serbuk rimapng
temulawak ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades. Kemudian
tabung reaksi ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 detik. Kemudian
dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Hasil uji positif apabila
terbentuk buih (mirip sarang lebah) setinggi minimal 1 cm dan stabil selama
10-15 menit. Dari hasil praktikum didapatkan perpendaran warna larutan
sampel namun tidak terdapat buih pada larutan sampel tersebut. Dapat
disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya saponin dalam rimpang
temulawak. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan dalam
rimpang temulawak tidak terkandung saponin (Leswara, 2005).
Uji Polifenol dilakukan dengan menaruh 2 gram serbuk sampel pada
tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dengan akuades sebanyak 10 ml selama
10 menit diatas penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah dingin
ditambah pereaksi besi (III) klorida sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna hijau-
biru menunjukkan adanya polifenolat. Uji diulang dengan fibrat hasil
pendidihan serbuk simplisia sampel dengan etnaol 80 % selama 10 menit d
atas penangas air. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan sampel yang
awalnya kuning berubah menjadi kuning muda. Lalu ketika ditambahkan besi
(III) klorida berubah menjadi kuning tua dan terbentuk gelembung gas. Dapat
disimpulkan rimpang temulawak negatif terhadap adanya senyawa polifenol.
Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan tidak adanya kandungan
senyawa polifenol dalam rimpang temulawak (Leswara, 2005).
Uji lemak dilakukan dengan menaruh sedikit sampel rimpang
temulawak dalam plat tetes, kemudian ditetesi sedikit kloroform. Lalu
dicelukan kertas saring ke dalamnya. Dilihat apakah terdapat bekas berwarna
mengkilap pada kertas saring atau tidak. Jika ada, maka sampel tersebut
mengandung lemak. Dari hasil praktikum didapatkan kertas saring tetap
kering meski telah dicelupkan kedalam sampel. Hasil ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa tidak ada kandungan lemak dalam sampel
(Gunawan, 2004).
26
Uji alkaloid dilakukan dengan menaruh sedikit sampel pada plat tetes.
Kemudia ditetesi sedikit reagen dragendorf. Hasil pengujian positif apabila
timbul warna oranye pada sampel. Dari hasil praktikum didapatkan
perubahan warna dari kuning menjadi kuning kecoklatan. Dapat disimpulkan
hasil ini negatif terhadap adanya alkaloid dalam sampel rimpang temulawak
(Gembog, 2001).
4. Zingiber officinale
Jahe memiliki beberapa kandungan kimia yang berbeda. Rimpang
jahe mengandung minyak atsiri, damar, mineral sineol, fellandren, kamfer,
borneol, zingiberin, zingiberol, gigerol ( misalnya di bagian-bagian merah),
zingeron, lipidas, asam aminos, niacin, vitamin A, B1, C dan protein. Minyak
jahe berwarna kuning dan kental. Minyak ini kebanyakan mengandung
terpen, fellandren, dextrokamfen, bahan sesquiterpen yang dinamakan
zingiberen, zingeron damar, pati (Gembog, 2001).
Beberapa kandungan kimia pada tiga jenis jahe dapat dilihat pada
Tabel berikut:
Tabel Karakteristik Jenis Jahe
Karakteristik (bb) Jenis Jahe
Jahe Besar Jahe Kecil Jahe Merah
Minyak atsiri (%) 1,62-2,29 3,05-3,48 3,90
Pati (%) 55,10 54,70 44,99
Serat (%) 6,89 6,59 8,99
Sumber : Setyaningrum dan Saparinto (2013)
Selain kandungan-kandungan tersebut, rimpang jahe jugamengandung
senyawa fenolik. Beberapa komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain
27
(6)-gingerol, (6)-shogaol, diarilheptanoid dan curcumin. Rimpang jahe juga
mempunyai aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol (Kikuzaki dan
Nakatani, 1993).
Kandungan lain yang terdapat pada jahe antara lain minyak atsiri yang
terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpen, zingiberen, zingeron, oleoresin,
kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, danfelandren. Minyak
atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa
yang memberikan aroma yang khas pada jahe (Soepardie, 2001).Komponen
kimia jahe lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Uji aleuron dilakukan dengan menaruh sedikit cuplikan sampel yang
berupa irisan atau serbuk rimpang temulawak kemudian ditambahkan iodium
0,1 N. Kemudian dilihat perubahan warna yang terbentuk. Hasil uji positif
apabila terdapat aleuron dan butir globoid yang berubah warna menjadi
berwarna kuning. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan yang tadinya
coklat muda berubah menjad hitam setelah penetesan larutan Iodium 0,1 N.
Dapat disimpulkan hasil dari pengujian negatif terhadap adanya kandungan
aleuron pada jahe. Hasil ini sesuai dengan literatur yang mengatakan tidak
adanya kandungan alueron pada jahe (Hidayat, 2007).
Uji Pati dilakukan dengan menaruh cuplikan simplisia dalam media
air di plat tetes, kemudian diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N. Dilihat
perubahan warna yang terjadi. Hasil uji positif apabila terlihat butir pati
berwarna biru dan bila pati telat berlamela, lamelanya akan nampak lebih
jelas. Dari hasil praktikum, tidak didapatkan perubahan warna pada sampel.
Warna sampel tetap kuning meski diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N.
Dapat disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya pati dalam jahe ini. Hasil
ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan danya kandungan pati
dalam jahe ini (Gembog, 2001).
Uji saponin dilakukan dengan mencampurkan 100 mg serbuk rimpang
temulawak ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades. Kemudian
tabung reaksi ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 detik. Kemudian
dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Hasil uji positif apabila
terbentuk buih (mirip sarang lebah) setinggi minimal 1 cm dan stabil selama
28
10-15 menit. Dari hasil praktikum didapatkan perubahan warna dari coklat
muda menjadi kuning. Dapat disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya
saponin dalam rimpang temulawak. Hasil ini sesuai dengan literatur yang
menyebutkan dalam jahe tidak terkandung saponin (Gembog, 2001).
Uji Polifenol dilakukan dengan menaruh 2 gram serbuk sampel pada
tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dengan akuades sebanyak 10 ml selama
10 menit diatas penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah dingin
ditambah pereaksi besi (III) klorida sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna hijau-
biru menunjukkan adanya polifenolat. Uji diulang dengan fibrat hasil
pendidihan serbuk simplisia sampel dengan etnaol 80 % selama 10 menit d
atas penangas air. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan sampel yang
awalnya kuning berubah menjadi kuning muda. Lalu ketika ditambahkan
besi(III) klorida berubah menjadi kuning tua. Dapat disimpulkan jahe negatif
terhadap adanya senyawa polifenol. Hasil ini sesuai dengan literatur yang
menyebutkan tidak adanya kandungan senyawa polifenol dalam jahe
(Poedjiadi, 2009).
Uji lemak dilakukan dengan menaruh sedikit sampel rimpang
temulawak dalam plat tetes, kemudian ditetesi sedikit kloroform. Lalu
dicelukan kertas saring ke dalamnya. Dilihat apakah terdapat bekas berwarna
mengkilap pada kertas saring atau tidak. Jika ada, maka sampel tersebut
mengandung lemak. Dari hasil praktikum didapatkan kertas saring tetap
kering meski telah dicelupkan kedalam sampel. Hasil ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa tidak ada kandungan lemak dalam sampel
(Gunawan, 2004).
Uji alkaloid dilakukan dengan menaruh sedikit sampel pada plat tetes.
Kemudia ditetesi sedikit reagen dragendorf. Hasil pengujian positif apabila
timbul warna oranye pada sampel. Dari hasil praktikum didapatkan
perubahan warna dari coklat muda menjadi oranye. Dapat disimpulkan hasil
ini positif terhadap adanya alkaloid dalam sampel jahe. Hasil ini tidak sesuai
dengan literatur (Leswara, 2005).
5. Citrus L.
29
Jeruk mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat,
misalnya: asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak atsiri (sitral,
limonen, felandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-lasetat, linali-lasetat,
aktilaldehid, nonildehid), damar, glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium,
fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C. Selain itu, jeruk juga mengandung
senyawa saponin dan flavonoid yaitu hesperidin (hesperetin 7-rutinosida),
tangeretin, naringin, eriocitrin, eriocitrocide. Hesperidin bermanfaat untuk
antiinflamasi, antioksidan, dan menghambat sintesis prostaglandin.
Hesperidin juga menghambat azoxymethane (AOM) yang menginduksi
karsinogenesis pada colon kelinci, dan juga menghambat N-butil-N-(4-
hidroksi-butil) nitrosamin yang menginduksi karsinogenesis pada kandung
kemih tikus (Chang, 2001). Jeruk juga mengandung 7% minyak essensial
yang mengandung citral, limonen, fenchon, terpineol, bisabolene, dan
terpenoid lainnya. Guo, et al. (2006) telah meneliti bahwa D-Limonene dapat
menghambat proliferasi dan menginduksi apoptosis pada sel HL-60 dan sel
K562 (Syamsuni, 2007).
Buah jeruk berkhasiat sebagai obat batuk, obat penurun panas, dan
obat pegal linu. Selain itu, buah jeruk nipis juga bermanfaat sebagai obat
disentri, sembelit, ambeien, haid tidak teratur, difteri, jerawat, kepala
pusing/vertigo, suara serak batuk, menambah nafsu makan, mencegah rambut
rontok, ketombe, flu/demam, menghentikan kebiasaan merokok, amandel,
penyakit anyang-anyangan, mimisan, radang hidung (getahnya), dan lain
sebagainya (Leswara, 2005).
Uji aleuron dilakukan dengan menaruh sedikit splikan sampel yang
berupa irisan atau serbuk rimpang temulawak kemudian ditambahkan iodium
0,1 N. Kemudian dilihat perubahan warna yang terbentuk. Hasil uji positif
apabila terdapat aleuron dan butir globoid yang berubah warna menjadi
berwarna kuning. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan yang tadinya
kuning menjadi kuning kecoklatan setelah penetesan larutan Iodium 0,1 N.
Dapat disimpulkan hasil dari pengujian negatif terhadap adanya kandungan
aleuron pada jeruk. Hasil ini sesuai dengan literatur yang mengatakan tidak
adanya kandungan alueron pada jeruk (Agoes, 2007).
30
Uji Pati dilakukan dengan menaruh cuplikan simplisia dalam media
air di plat tetes, kemudian diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N. Dilihat
perubahan warna yang terjadi. Hasil uji positif apabila terlihat butir pati
berwarna biru dan bila pati telat berlamela, lamelanya akan nampak lebih
jelas. Dari hasil praktikum, tidak didapatkan perubahan warna pada sampel.
Warna sampel tetap kuning meski diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N.
Dapat disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya pati dalam jeruk ini.
Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyatakan tidak adanya kandungan
pati dalam jeruk ini (Agoes, 2007).
Uji saponin dilakukan dengan mencampurkan 100 mg serbuk rimpang
temulawak ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades. Kemudian
tabung reaksi ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 detik. Kemudian
dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Hasil uji positif apabila
terbentuk buih (mirip sarang lebah) setinggi minimal 1 cm dan stabil selama
10-15 menit. Dari hasil praktikum didapatkan perubahan warna dari coklat
muda menjadi kuning. Dapat disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya
saponin dalam rimpang temulawak. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur
yang menyebutkan dalam jeruk terkandung saponin (Purnomo, 2005).
Uji Polifenol dilakukan dengan menaruh 2 gram serbuk sampel pada
tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dengan akuades sebanyak 10 ml selama
10 menit diatas penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah dingin
ditambah pereaksi besi (III) klorida sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna hijau-
biru menunjukkan adanya polifenolat. Uji diulang dengan fibrat hasil
pendidihan serbuk simplisia sampel dengan etanol 80 % selama 10 menit d
atas penangas air. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan sampel yang
awalnya kuning berubah menjadi kuning muda. Lalu ketika ditambahkan
besi(III) klorida berubah menjadi coklat . Dapat disimpulkan jeruk positif
terhadap adanya senyawa polifenol. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur
yang menyebutkan tidak adanya kandungan senyawa polifenol dalam jeruk.
Uji lemak dilakukan dengan menaruh sedikit sampel rimpang
temulawak dalam plat tetes, kemudian ditetesi sedikit kloroform. Lalu
dicelukan kertas saring ke dalamnya. Dilihat apakah terdapat bekas berwarna
31
mengkilap pada kertas saring atau tidak. Jika ada, maka sampel tersebut
mengandung lemak. Dari hasil praktikum didapatkan kertas saring tetap
kering meski telah dicelupkan kedalam sampel. Hasil ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa tidak ada kandungan lemak dalam sampel
(Gunawan, 2004).
Uji alkaloid dilakukan dengan menaruh sedikir sampel pada plat tetes.
Kemudia ditetesi sedikit reagen dragendorff. Hasil pengujian positif apabila
timbul warna oranye pada sampel. Dari hasil praktikum didapatkan
perubahan warna dari kuning menjadi biru kehijauan. Dapat disimpulkan
hasil ini positif terhadap adanya alkaloid dalam sampel jeruk. Hasil ini tidak
sesuai dengan literatur (Fahn, 2005).
6. Orthosiphon aristatus
Mengandung minyak atsiri 0,02-0,06% terdiri dari 60 macam
sesquiterpens dan senyawa fenolik. 0,2% flavonoid lipofil dengan
kandungan utama sinensetin, eupatorin, skutellarein, tetrametil eter,
salvigenin, rhamnazin; glikosida flavonol, turunan asam kafeat (terutama
asam rosmarinat dan asam 2,3-dikaffeoil tartarat ), metilripariokromen A 6-
(7,8-dimetoksi-2,2-dimetil [2H,1-benzopiran]-il), saponin serta garam
kalsium (3%) dan myoinositol.4,9,13). Hasil ekstraksi daun dan bunga
Orthosiphon aristatus ditemukan metilripariokromen A atau 6-(7,8-
dimetoksietanon) (Wiryowidagdo, 2007).
Juga ditemukan senyawa golongan flavonoid.
- Sinensetin ( 5,6,7,3',4'- pentametoksi flavon )
- Tetrametilskutellarein (5,6,7,4'-tetra metoksi flavon)
- 5-hidroks i 6,7,3',4' tetrametoksi flavone.
- Salvigenin (5-hidroksi-6,7,4'-trimetoksi flavon)
- Kirsimaritin (5,6-dihidroksi-7,4'-dimetoksi flavon)
- Pilloin (5,3’-dihidroksi-7,4’-dimetoksi flavon)
- Rhamnazin (3,5,4'-trihidroksi-7,3'-dimetoksi flavon).
Juga ditemukan 9 macam golongan senyawa flavon dalam bentuk
aglikon, 2 macam glikosida flavonol, 1 macam senyawa kumarin, asam
32
kafeat dan 7 macam senyawa depsida turunan asam kafeat, skutellarein
(Wiryowidagdo, 2007).
Uji aleuron dilakukan dengan menaruh sedikit splikan sampel yang
berupa irisan atau serbuk rimpang temulawak kemudian ditambahkan iodium
0,1 N. Kemudian dilihat perubahan warna yang terbentuk. Hasil uji positif
apabila terdapat aleuron dan butir globoid yang berubah warna menjadi
berwarna kuning. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan yang tadinya
kuning menjadi hijau kecoklatan setelah penetesan larutan Iodium 0,1 N.
Dapat disimpulkan hasil dari pengujian negatif terhadap adanya kandungan
aleuron pada daun kumis kucing. Hasil ini sesuai dengan literatur yang
mengatakan tidak adanya kandungan alueron pada daun kumis kucing (Fahn,
2005).
Uji Pati dilakukan dengan menaruh cuplikan simplisia dalam media
air di plat tetes, kemudian diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N. Dilihat
perubahan warna yang terjadi. Hasil uji positif apabila terlihat butir pati
berwarna biru dan bila pati telat berlamela, lamelanya akan nampak lebih
jelas. Dari hasil praktikum, tidak didapatkan perubahan warna pada sampel.
Warna sampel tetap kuning meski diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N.
Dapat disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya pati dalam daun kumis
kucing ini. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyatakan tidak adanya
kandungan pati dalam daun kumis kucing ini (Fahn, 2005).
Uji saponin dilakukan dengan mencampurkan 100 mg serbuk rimpang
temulawak ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades. Kemudian
tabung reaksi ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 detik. Kemudian
dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Hasil uji positif apabila
terbentuk buih (mirip sarang lebah) setinggi minimal 1 cm dan stabil selama
10-15 menit. Dari hasil praktikum tidak didapatkan perubahan warna. Dapat
disimpulkan hasil ini positif terhadap adanya saponin dalam daun kumis
kucing. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan dalam daun kumis
kucing terkandung saponin (Gunawan, 2004)
Uji Polifenol dilakukan dengan menaruh 2 gram serbuk sampel pada
tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dengan akuades sebanyak 10 ml selama
33
10 menit diatas penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah dingin
ditambah pereaksi besi (III) klorida sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna hijau-
biru menunjukkan adanya polifenolat. Uji diulang dengan fibrat hasil
pendidihan serbuk simplisia sampel dengan etanol 80 % selama 10 menit d
atas penangas air. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan sampel yang
awalnya kuning berubah menjadi kuning muda. Lalu ketika ditambahkan
besi(III) klorida berubah menjadi coklat . Dapat disimpulkan daun kumis
kucing positif terhadap adanya senyawa polifenol. Hasil ini sesuai dengan
literatur yang menyebutkan adanya kandungan senyawa polifenol dalam daun
kumis kucing (Poedjiadi, 2009).
Uji lemak dilakukan dengan menaruh sedikit sampel rimpang
temulawak dalam plat tetes, kemudian ditetesi sedikit kloroform. Lalu
dicelukan kertas saring ke dalamnya. Dilihat apakah terdapat bekas berwarna
mengkilap pada kertas saring atau tidak. Jika ada, maka sampel tersebut
mengandung lemak. Dari hasil praktikum didapatkan kertas saring tetap
kering meski telah dicelupkan kedalam sampel. Hasil ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa tidak ada kandungan lemak dalam sampel
(Gunawan, 2004)
Uji alkaloid dilakukan dengan menaruh sedikir sampel pada plat tetes.
Kemudia ditetesi sedikit reagen dragendorf. Hasil pengujian positif apabila
timbul warna oranye pada sampel. Dari hasil praktikum didapatkan
perubahan warna dari hijau menjadi biru kehijauan . Dapat disimpulkan hasil
ini positif terhadap adanya alkaloid dalam sampel daun kumis kucing. Hasil
ini sesuai dengan literatur (Waluyo, 2006).
7. Amaranthus tricolor
Bayam mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalium, zat besi,
amarantin, rutin, purin, dan vitamin (A, B, dan C). Daun Bayam dilakukan 6
buah pengujian meliputi aleuron, pati, saponin, polifenol, lemak, dan alkaloid
untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan kimia senyawa tersebut
(Gembog, 2001)
34
Uji aleuron dilakukan dengan menaruh sedikit cuplikan sampel yang
berupa irisan atau serbuk daun bayamkemudian ditambahkan iodium 0,1 N.
Kemudian dilihat perubahan warna yang terbentuk. Hasil uji positif apabila
terdapat aleuron dan butir globoid yang berubah warna menjadi berwarna
kuning. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan yang tadinya hijau
menjadi coklat setelah penetesan larutan Iodium 0,1 N. Dapat disimpulkan
hasil dari pengujian negatif terhadap adanya kandungan aleuron pada daun
bayam. Hasil ini sesuai dengan literatur yang mengatakan tidak adanya
kandungan alueron pada daun bayam (Poedjiadi, 2009).
Uji Pati dilakukan dengan menaruh pelikan simplisia dalam media air
di plat tetes, kemudian diirigasi dengan larutan iodium 0,02 N. Dilihat
perubahan warna yang terjadi. Hasil uji positif apabila terlihat butir pati
berwarna biru dan bila pati telat berlamela, lamelanya akan nampak lebih
jelas. Dari hasil praktikum terjadi perubahan warna hijau menjadi kuning
keputiha.. Dapat disimpulkan hasil ini negatif terhadap adanya pati dalam
daun bayam ini. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyatakan tidak
adanya kandungan pati dalam daun bayam ini (Fahn, A. 2005)
Uji saponin dilakukan dengan mencampurkan 100 mg serbuk rimpang
temulawak ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades. Kemudian
tabung reaksi ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 detik. Kemudian
dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Hasil uji positif apabila
terbentuk buih (mirip sarang lebah) setinggi minimal 1 cm dan stabil selama
10-15 menit. Dari hasil praktikum tidak didapatkan perubahan warna. Dapat
disimpulkan hasil ini positif terhadap adanya saponin dalam daun bayam.
Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan dalam daun bayam
terkandung saponin (Gunawan, 2004)
Uji Polifenol dilakukan dengan menaruh 2 gram serbuk sampel pada
tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dengan akuades sebanyak 10 ml selama
10 menit diatas penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah dingin
ditambah pereaksi besi (III) klorida sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna hijau-
biru menunjukkan adanya polifenolat. Uji diulang dengan fibrat hasil
pendidihan serbuk simplisia sampel dengan etanol 80 % selama 10 menit d
35
atas penangas air. Dari hasil praktikum didapatkan warna larutan sampel yang
awalnya coklat tua. Lalu ketika ditambahkan besi (III) klorida berubah
menjadi hijau kehitaman. Dapat disimpulkan daun bayam positif terhadap
adanya senyawa polifenol. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyebutkan adanya kandungan senyawa polifenol dalam daun bayam
(Poedjiadi, 2009)
Uji lemak dilakukan dengan menaruh sedikit sampel rimpang
temulawak dalam plat tetes, kemudian ditetesi sedikit kloroform. Lalu
dicelukan kertas saring ke dalamnya. Dilihat apakah terdapat bekas berwarna
mengkilap pada kertas saring atau tidak. Jika ada, maka sampel tersebut
mengandung lemak. Dari hasil praktikum didapatkan kertas saring tetap
kering meski telah dicelupkan kedalam sampel. Hasil ini tidak sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa tidak ada kandungan lemak dalam sampel
(Gunawan, 2004)
Uji alkaloid dilakukan dengan menaruh sedikir sampel pada plat tetes.
Kemudia ditetesi sedikit reagen dragendorff. Hasil pengujian positif apabila
timbul warna oranye pada sampel. Dari hasil praktikum didapatkan
perubahan warna dari hijau menjadi orange . Dapat disimpulkan hasil ini
positif terhadap adanya alkaloid dalam sampel daun bayam (Gunawan, 2004)
36
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam, Penerbit ITB, Bandung.
Anwar, E. et al.2004. Pemanfaatan Maltodekstrin Pati Terigu Sebagai Eksipien
dalam Formula Sediaan Tablet dan Niosom, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Depkes RI, 1995, Materia Medika Indonesia jilid VI, Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Jilid VI, Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI, 2007, Kebijakan Obat Tradisional Nasional Tahun 2007, Depkes RI,
Jakarta.
Fahn, A., 2005, Anatomi Tumbuhan edisi ketiga, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Gembog, 2001, Morfologi Tumbuhan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Gunawan, Didik dan Sri Mulyani, 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid I,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Hidayat, Estiti B., 2007, Anatomi Tumbuhan Berbiji, ITB, Bandung.
Leswara, 2005, Buku Ajar Kimia Organik, Ari Cipta, Jakarta.
Mutiatikum et al., 2010, Standardisasi Simplisia Dari Buah Miana lectranthus
seutellaroides) yang berasal dari Tiga Tempat Tumbuh Menado,
Kupang dan Papua, Jurnal Penelitian Kesehatan, Vol. 38, No. 1 hal 1-
16.
Purnomo, Sudjino, 2005, Biologi, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.
Poedjiadi, 2009, Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Soesilo,dkk., 2005, Materi Pokok Biologi, Karunika Jakarta UniversitasTerbuka,
Jakarta
Syamsuni, H. A, 2007, Ilmu Resep, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Waluyo, Joko., 2006, Biologi Dasar, JemberPress, Jember.
37
Wiryowidagdo, Sumali, 2007, Kimia dan Farmakologi Bahan Alam, EGC,
Jakarta.
LAMPIRAN
TUGAS
1. Sebutkan manfat yang diperoleh jika tersedia simplisia baku
(pembanding)!
Jawab : Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan agar diperoleh simplisia
dengan mutu yang bagus, oleh karena itu disediakan contoh pada
tiap-tiap simplisia dengan mutu yang pasti dan memenuhi syarat
yang mana dapat digunakan sebgai pembanding simplisia. Pada
tiap-tiap penerimaan dan pembelian simplisia tertentu diperlukan
pengujian mutu yang dicocokan dengan simplisia pembanding.
Contoh simplisia pembanding tersebut disimpan pada tempat
secara khusus untuk menjaga mutunya, dan setiap jangka waktu
tertentu dipriksa kembali mutunya, apabila kedapatan penurunan
mutu maka perlu dilakukan pergantian simplisia pembanding
yang baru. Tersedia contoh simplisia baku (pembanding) yang
akan selelu diperbaharui secara periodik. Selain itu manfaatnya
tersedia simplisia baku pebanding adalah untuk belajar mengenal
simplisia dan baku pembanding berguna sekali dalam percobaan
makroskopik, kimia (perhatikan umur simplisia).
2. Apakah yang Saudara ketahui tentang zat identitas dalam simplisia?
Jawab :Zat identitas atau senyawa penanda merupakan senyawa yang
dapat dalam bahan alam dan dideteksi untuk keperluan khusus.
Zat identitas dipakai untuk menandai simplisia tanaman tertentu
dengan syarat zat tersebut tidak dimiliki oleh simplisia tanaman
lain. Syarat-syarat senyawa penanda adalah khas, mempunyai
38
struktur kimia yang jelas, bersifat stabil, dapat diisolasi, dapat
diukur kadarnya.
3. Bagaimana hasil identifikasi kandungan kimia dengan reaksi warna
dibandingkan dengna cara kromatografi ?
Jawab :Hasil identifikasi kandungan kimia pada reaksi warna hampir sama
dengan hasil identifikasi pada cara kromatografi. Perbedaannya
adalah pada identifikasi kandungan kimia secara kromatografi
hasilnya masih berupa noda atau bercak-bercak pada lempeng,
sehingga harus ditambahkan reagen/pereaksi kimia dahulu untuk
bisa menghasilkan warna yang tampak. Sementara itu pada reaksi
warna hasilnya dapat langsung diamati warnanya secara langsung.
Uji kromatografi ini selain untuk mengidentifikasi kandungan
kimia simplisia juga untuk mengetahui nilai Rf kandungan
simplisia.
Uji dengan reaksi warna dilakukan terhadap hasil penyaringan zat
berkhasiat baik sebagai hasil mikrosublimasi atau langsung
terhadap irisan serbuk simplisia (uji histokimia) dan ekstrak,
meliputi uji lignin, seberin, kutin, minyak lemak, minyak atsiri,
getah dan resin, pati dan aleuron, lender dan pectin, selulosa, zat
zamak atau tannin dan katekol, dioksiantrakinon bebas, fenol,
saponin, flvanoid, karbohidrat, glikosida, glikosida antrakinon
dan steroid contohnya : asam sinamat dipasahkan dalam bentuk
Kristal dari tolu balsam setelah didihkan dengan air
kapur+HCl+kalium permanganat terbentuk benzaldehid.
Kromatografi Lapis Tipis adalah salah satu teknik pemisahan
komponen kimia dengan prinsip adsorbsi dan partisi
menggunakan lempeng berukuran 3x7 cm, yang dilapisi oleh
silica gel sebagai fase adsorban (penyerap) atau disebut fase diam
dan eluen berupa campuran beberapa atau fase gerak yang dapat
memisahkan senyawa kimia dengan baik .
top related