vaksin koktail sel utuh untuk pencegahan penyakit ... · pada permukaan tubuh, ... patologi anatomi...
Post on 03-Mar-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
VAKSIN KOKTAIL SEL UTUH UNTUK PENCEGAHAN
PENYAKIT MYCOBACTERIOSIS DAN MOTILE AEROMONAS
SEPTICEMIA PADA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy)
UNI PURWANINGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Vaksin koktail sel utuh untuk
pencegahan penyakit Mycobacteriosis dan Motile Aeromonas Septicemia (MAS)
pada ikan gurame (Osphronemus gouramy) adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2013
Uni Purwaningsih
NIM B253110051
ABSTRACT
UNI PURWANINGSIH. Whole cell cocktail vaccine for Mycobacteriosis and
Motile Aeromonas Septicemia in Gouramy (Osphronemus gouramy). Under
direction of AGUSTIN INDRAWATI and ANGELA MARIANA LUSIASTUTI
Infections of Mycobacterium sp. and Aeromonas sp. both are considered
severe fish pathogens on account of their ability to cause damaging disease
outbreaks in gouramy (Osphronemus gouramy). The efficacy of cocktail vaccine
was influenced by the concentrations of antigens, cross-reactions and competition
among the different antigens. The aims of this reseach was to analyze the synergy
and competence both antigens to inducing immunity and assess the effectiveness
and efficacy of cocktail vaccine A. hydrophila and M. fortuitum to producing
immune responses and improve survival rate in gouramy from Mycobacteriosis
and Motile Aeromonas Septicemia (MAS) infection. The Lethal dose of co-
infection used LD50 of A. hydrophila 108
cfu and M. fortuitum 107 cfu. Co-
infection test of gouramy showed clinical sign was anorexia, nodules on the
surface of the body and swelling in the abdominal cavity. The mortality of co-
infection 25Mf: 75Ah was reached until 50% (LD50) within 28 days. The
mortality patterns of Mycobacteriosis was chronic and MAS was acute infection.
Hematocrit and hemoglobine values of co-infection was decreased because
gouramy become sick that was caused invasion both of bacteria into the body.
Pathology anatomy of co-infection showed bleeding in the kidneys and spleen,
multifocal granulomas in liver and spleen, and ascites in the abdominal cavity.
Histopathology showed congestion, multifocal granuloma in the liver and spleen,
melano macrofag center (MMC) in the spleen and kidneys, inflammation and
necrosis were also found in the kidney. The protein profile analysis of whole cell
vaccine preparation M. fortuitum, A. hydrophila and cocktail vaccine showed
fourteen, fifteen and five to ten bands. The efficacy of monovalent and cocktail
vaccine showed phagocytic index, percentage of phagocytosis, total lymphocytes,
respiratory burst activity, complement and antibody titers were significantly
different (P <0.05), compared to controls. The evaluation of parameters from
efficacy monovalent and cocktail vaccine M. fortuitum and A. hydrophila before
and after challenge test were able to increased specific and non-specific immune
response in gouramy. The value of relative percent survival from monovalent
vaccine A. hydrophila was 92.32% and monovalent vaccine M. fortuitum was
78.57% when challenged by single infection but showed very low RPS when
challenged by co-infection compared to cocktail vaccine. Monovalent vaccine M.
fortuitum and A. hydrophila were only provide protection against homolog
bacteria and no cross protection against other bacteria. Cocktail vaccine was not
enough provides protection from mycobacteriosis and MAS when infected at the
same time. Therefore, it need use the adjuvant to optimalize cocktail vaccine to
inducting immune respon in gouramy.
Keywords: Gouramy (Ospronemus gouramy), Motile Aeromonas Septicemia
(MAS), Mycobacteriosis, cocktail vaccine
RINGKASAN
UNI PURWANINGSIH. Vaksin koktail sel utuh untuk pencegahan penyakit
Mycobacteriosis dan Motile Aeromonas Septicemia pada ikan gurame
(Osphronemus gouramy). Dibimbing oleh AGUSTIN INDRAWATI dan
ANGELA MARIANA LUSIASTUTI
Infeksi bakteri Mycobacterium sp. dan Aeromonas spp. menjadi salah satu
kendala keberhasilan budidaya gurame di Indonesia. Timbulnya penyakit
Mycobacteriosis (Fish Tubercullosis) dan Motile Aeromonas Septicaemia (MAS)
mengakibatkan kerugian ekonomi karena menyebabkan kematian yang tinggi dan
menurunkan kualitas produk perikanan. Saat ini, penggunaan antibiotik sebagai
salah satu upaya pengendalian kedua jenis penyakit tersebut telah dilarang karena
dampak bahaya residu, resistensi dan penurunan nilai keamanan pangan. Oleh
karena itu diperlukan solusi alternatif yang efektif, efisien dan aplikatif melalui
pemberian vaksin koktail M. fortuitum dan A. hydrophila. Keberhasilan vaksin
koktail dipengaruhi oleh konsentrasi antigen , reaksi silang dan kompetisi di
antara antigen yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
sinergitas dan kompetensi kedua antigen dalam menginduksi imunitas pada ikan
gurame serta mengkaji efektifitas dan efikasi vaksin koktail dari bakterin M.
fortuitum dan A. hydrophila dalam menghasilkan respons imun dan meningkatkan
kelangsungan hidup pada ikan gurame untuk mencegah infeksi penyakit
Mycobacteriosis dan Motile Aeromonas Septicemia.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan kesehatan Masyarakat Veteriner - Fakultas Kedokteran
Hewan IPB dan Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor. Ikan uji yang digunakan berukuran 25
– 30 g per ekor dengan syarat memenuhi asumsi “Spesific Free Pathogen”
terhadap Mycobacterium sp. dan Aeromonas sp. Isolat yang digunakan adalah M.
fortuitum kode 31 dan A. hydrophila AHL 0905-2. Preparasi vaksin dilakukan
berdasarkan modifikasi metode yang telah dikembangkan oleh Purwaningsih et al.
(2012) dan Sugiani (2012).
Tahap pertama, menganalisis karakteristik hasil artifisial ko-infeksi
bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila dengan melihat perubahan pada parameter
patologi klinik darah, gambaran darah, histopatologi dan kematian ikan gurame.
Ikan gurame ko-infeksi menunjukkan gejala klinis nafsu makan menurun, nodul
pada permukaan tubuh, kemerahan pada bekas suntikan, asites dan eksopthalmia.
Perlakuan ko-infeksi 75Mf:25Ah dan 50Mf:50Ah menunjukkan kematian yang
rendah yaitu 10 – 20% sedangkan pada ko-infeksi 25Mf:75Ah jumlah kematian
ikan gurame mencapai 50% (LD50) dalam waktu 28 hari. Pola kematian penyakit
Mycobacteriosis bersifat kronis sedangkan infeksi MAS bersifat akut. Nilai
hematokrit dan hemoglobin perlakuan ko-infeksi menurun, hal ini dikarenakan
ikan menjadi sakit akibat invasi kedua jenis bakteri tersebut kedalam tubuh.
Proporsi limfosit pada perlakuan ko-infeksi mengalami penurunan dan sebaliknya neutrofil dan monosit mengalami peningkatan setelah infeksi. Patologi anatomi
ko-infeksi menunjukkan pendarahan pada ginjal dan limpa, multifokal granuloma
pada hati dan limfa serta asites pada rongga perut. Histopatologi menunjukkan
kongesti, granuloma multifokal pada hati dan limpa, melano macrofag centre
(MMC) pada limpa dan ginjal dan peradangan dan nekrosis juga ditemukan pada
organ ginjal.
Tahap kedua, preparasi sediaan vaksin inaktif dari isolat M. fortuitum dan
A. hydrophila dengan inaktifasi menggunakan neutral buffer formalin 3%.
Evaluasi terhadap vaksin dilakukan melalui uji keamanan, sterilitas dan karakter
profil protein sediaan vaksin. Efikasi vaksin monovalen dan koktail tidak
menyebabkan kematian setelah 24 jam pascainjeksi. Analisa profil protein
terhadap vaksin sediaan sel utuh M. fortuitum, A. hydrophila dan koktail masing -
masing menunjukkan jumlah pita protein yang bervariasi. Residu formalin vaksin
25 Mf : 75 Ah sebesar 0.205 mg/L, vaksin 50 Mf : 50 Ah sebesar 0.191 mg/L dan
vaksin 75 Mf : 25 Ah sebesar 0.136 mg/L dan tidak terdeteksi pada semua sampel
otot ikan perlakuan vaksin monovalen maupun koktail. Analisa histologi
menunjukkan tidak ditemukan adanya perubahan pada organ hati, ginjal dan limpa
pada perlakuan vaksin. Inaktifasi vaksin dengan menggunakan neutral buffer
formalin 3 % terbukti aman karena kelangsungan hidup pada berbagai kelompok
perlakuan 98 – 100 %.
Tahap ketiga, menganalisis respon imun terhadap pemberian vaksin
monovalen dan koktail M. fortuitum dan A. hydrophila sebagai penilaian terhadap
parameter keberhasilan vaksinasi pada ikan gurame. Keberhasilan vaksinasi dapat
diukur dari beberapa parameter imunologi untuk mengetahui keamanan dan level
proteksi aplikasi vaksin pada ikan. Analisis bakterisidal serum dapat dijadikan
komponen untuk melihat viabilitas patogen dalam inang yang ditunjukkan melalui
aktifitas respiratory burst, titer antibodi dan komplemen. Pemeriksaan komponen
darah dapat digunakan untuk mengetahui kondisi status kesehatan ikan,
mengevaluasi pertahanan non spesifik pada spesies ikan dan mengetahui pengaruh
stress terhadap kesehatan ikan. Ikan gurame pada perlakuan vaksin monovalen
maupun koktail menunjukkan nilai indek fagositik, persentase fagositosis, total
limfosit, aktivitas respiratory burst, komplemen dan titer antibodi yang berbeda
nyata (P<0.05) dibanding kontrol. Titer antibodi mengalami peningkatan setelah
14 hari pascavaksinasi. Hasil evaluasi terhadap parameter – parameter diatas
menunjukkan bahwa vaksin monovalen dan koktail M. fortuitum dan A.
hydrophila mampu meningkatkan respon imun spesifik dan non spesifik pada ikan
gurame.
Tahap keempat, menganalisis peningkatan respon imun pasca uji tantang
dengan infeksi tunggal maupun ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila
terhadap penyakit Mycobacteriosis dan MAS. Uji tantang dilakukan
menggunakan dosis LD50 infeksi tunggal maupun ko-infeksi dari bakteri M.
fortuitum dan A. hydrophila. Potensi vaksin dihitung berdasarkan nilai nilai RPS
(Relative Percent Survival) dan hasil analisa respon hematologi dan serologi..
Ikan gurame pada perlakuan vaksin monovalen maupun koktail pasca uji tantang
dengan infeksi tunggal maupun ko-infeksi menunjukkan nilai hematokrit,
hemoglobin, indek fagositik, persentase fagositosis, total limfosit, aktivitas
respiratory burst, komplemen dan titer antibodi yang berbeda nyata (P<0.05)
dibanding kontrol. Nilai RPS vaksin monovalen A. hydrophila sebesar 92.32%
setelah diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila dan vaksin monovalen M.
fortuitum sebesar 78.57% berbeda halnya ketika diuji tantang dengan bakteri ko-
infeksi menunjukkan nilai RPS yang sangat rendah dibanding vaksin koktail.
Vaksin monovalen M. fortuitum dan A. hydrophila hanya memberikan proteksi
terhadap bakteri homolog dan tidak proteksi silang terhadap bakteri lain. Vaksin
koktail belum cukup protektif memberikan perlindungan pada ikan gurame jika
terinfeksi penyakit Mycobacteriosis dan MAS dalam waktu yang bersamaan. Oleh
karena itu perlu dicoba penggunaaan adjuvan untuk mengoptimalkan kerja vaksin
koktail dalam menginduksi respon imun pada gurame.
Kata kunci : Gurame (Osphronemus gouramy), Motile Aeromonas Septicemia
(MAS), Mycobacteriosis, vaksin koktail
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
VAKSIN KOKTAIL SEL UTUH UNTUK PENCEGAHAN
PENYAKIT MYCOBACTERIOSIS DAN MOTILE AEROMONAS
SEPTICEMIA DAN PADA IKAN GURAME
(Osphronemus gouramy)
UNI PURWANINGSIH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mikrobiologi Medik
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Tesis : Vaksin koktail sel utuh untuk pencegahan penyakit
Mycobacteriosis dan Motile Aeromonas Septicemia
pada ikan gurame (Osphronemus gouramy)
Nama : Uni Purwaningsih
NIM : B 253110051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.drh. Agustin Indrawati, M. BioMed Dr. drh. Angela M. Lusiastuti, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Mikrobiologi Medik
Prof. Dr.drh. Fachriyan H Pasaribu Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : ...................... Tanggal Lulus : ....................
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 – Juni 2013 ini adalah
Vaksin koktail sel utuh untuk pencegahan penyakit Mycobacteriosis dan Motile
Aeromonas Septicemia pada ikan gurame (Osphronemus gouramy).
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Agustin Indrawati,
M.BioMed dan Dr. drh. Angela Mariana Lusiastuti, M.Si selaku pembimbing
yang memberi saran dan masukan. Terimakasih penulis ucapkan kepada
Kementrian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan beasiswa periode
September 2011 – Agustus 2013. Terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Air Tawar atas bimbingan dan arahan selama
penulis menyelesaikan pendidikan. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Ir. Taukhid, MSc; Dr. Desy Sugiani, M.Si ; Tuti Sumiati, SPi;
Ahmad Wahyudi; Edy Farid Wadjdy; Bambang Priadi; Mikdarullah; serta seluruh
staf peneliti dan karyawan-karyawati lingkup Balai. Terimakasih untuk teman -
teman MKM 2011 silaturahmi kita tetap terjalin dan terima kasih untuk staf lab.
Terpadu Mikrobiologi FKH IPB atas bantuannya selama penelitian. Ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada Ayahanda Sri Purwanto dan Ibunda
Suwarni serta ayahanda Saini dan Ibunda Siti Sulaminah yang selalu memberikan
doa dan dukungannya. Suamiku tercinta drh. Agus Karyono, dua bidadari kecilku
“Fathia Qutrotunnada Alifa dan Fahira Amalia Khairunnisa” terima kasih atas
semangat dan pengertiannya serta seluruh keluarga atas doa dan motivasi selama
penulis menyelesaikan pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Uni Purwaningsih
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Januari 1981 sebagai anak
pertama dari pasangan Sri Purwanto dan Suwarni. Pendidikan sarjana ditempuh di
Jurusan Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah
Mada pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan
ke Program Magister pada Program Studi Mikrobiologi Medik IPB diperoleh dari
program beasiswa KKP pada tahun 2011.
Penulis bekerja sebagai Peneliti Muda di Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan
sejak tahun 2005, ditempatkan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Air Tawar sebagai peneliti bidang kesehatan ikan.
xii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...............................................................................
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................. 1
Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
Hipotesis ...................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Mycobacteriosis ............................................................
Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) .........................
5
6
Bakteri Mycobacterium fortuitum ................................................ 7
Bakteri Aeromonas hydrophila .................................................... 8
Imunologi Ikan ............................................................................. 9
Vaksinasi pada ikan .....................................................................
11
III. BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 14
Ikan Uji ........................................................................................ 14
Isolat Bakteri ................................................................................ 14
Vaksin .......................................................................................... 14
Alur Pelaksanaan Penelitian......................................................... 15
Parameter yang Diukur................................................................. 21
Analisis Data................................................................................. 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap 1 : Patogenitas ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila
pada ikan gurame (O. gouramy) ………………………………..
26
Tahap 2 : Kajian Preparasi vaksin M. fortuitum dan A
hydrophila....................................................................................
34
Tahap 3 : Efikasi vaksin koktail bakterin A. hydrophila dan M.
fortuitum pada ikan gurame (O. gouramy)…………...................
41
Tahap 4 : Proteksi silang vaksin koktail bakterin M. fortuitum
dan A. hydrophila pada ikan gurame (O. gouramy) ……….......
54
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………... 64
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………...
65
LAMPIRAN …………………………………………………………. 73
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perlakuan ko-infeksi LD50 ……………………………………... 15
2. Komponen perlakuan vaksin …………………………………... 19
3. Perlakuan proteksi vaksin monovalen dan koktail M. fortuitum
dan A. hydrophila ………………………………………………
20
4. Hasil uji kadar formalin sediaan vaksin koktail yang diinaktifasi
dengan neutral buffer formalin 3% ………………………….....
35
5. Deteksi kadar residu formalin pada daging ikan gurame yang
divaksinasi dengan vaksin koktail dan monovalen inaktifasi
dengan neutral buffer formalin 3% ………………….................
36
6. Berat protein sediaan vaksin monovalen sel utuh yang diin-
aktifasi dengan neutral buffer formalin 3% …………………….
38
7. Karakter berat molekul protein hasil SDS page vaksin
monovalen A. hydrophila dan M. fortuitum serta gabungan
keduanya yang diinaktifasi dengan neutral buffer formalin 3% .
40
8. Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin monova-
len dan koktail setelah diuji tantang dengan A. hydrophila…….
57
9. Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin
monovalen dan koktail setelah diuji tantang dengan M.
fortuitum ……………………………………………………….
58
10. Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin
monovalen dan koktail setelah diuji tantang ko-infeksi dengan
M. fortuitum dan A. hydrophila ………………………………...
58
11. Tingkat RPS ikan gurame yang divaksinasi dengan vaksin
monovalen dan koktail M. fortuitum dan A. hydrophila ………..
61
12. Kisaran hasil pengukuran kualitas air selama penelitian ……..... 63
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Alur pelaksanaan penelitian Vaksin koktail untuk pencegahan
penyakit Mycobacteriosis dan Motile Aeromonas Septicemia
pada ikan Gurame (O. gouramy) ………………………..............
15
2. Kadar hematokrit ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum
(Mf) dan A. hydrophila (Ah). ……………………………………
26
3. Kadar hemoglobin ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum
(Mf) dan A. hydrophila (Ah) …………………………………….
27
4. Total limfosit ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum (Mf)
dan A. hydrophila (Ah) ………………………………………….
28
5. Total neutrofil ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum (Mf)
dan A. hydrophila (Ah) ……………………………………….....
29
6. Total monosit ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum (Mf)
dan A. hydrophila (Ah) ………………………………………..
30
7. Kematian ikan gurame perlakuan ko-infeksi M. fortuitum (Mf)
dan A. hydrophila (Ah) ……………………………………….....
31
8. Gejala klinis ikan gurame perlakuan ko-infeksi M. fortuitum
(Mf) dan A. hydrophila (Ah)..........................................................
31
9. Patologi anatomi ikan gurame perlakuan ko-infeksi M.
fortuitum (Mf) dan A. hydrophila (Ah)..........................................
32
10. Fotomikrograf organ hati (A), ginjal (B) dan limpa (C) ikan
gurame ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila ……………...
33
11. Fotomikrograf organ hati (A), ginjal (B) dan limpa (C) gurame
uji yang divaksinasi dengan vaksin monovalen dan koktail
inaktifasi dengan neutral buffer formalin 3% …………………...
37
12. SDS-PAGE sediaan vaksin monovalen dan koktail inaktifasi
neutral buffer formalin 3% ………………………………............
38
13. Titer antibodi serum ikan gurame pascavaksinasi yang diuji
tantang dengan bakterin A. hydrophila…………………………..
42
14. Titer antibodi serum ikan gurame pascavaksinasi yang diuji
tantang dengan bakterin M. fortuitum…………………................
42
15. Titer antibodi serum ikan gurame pascavaksinasi yang diuji
tantang dengan gabungan bakterin M. fortuitum dan A.
hydrophila………………………………………………………..
42
16. NBT Assay ikan gurame pasca vaksinasi dengan berbagai
sediaan vaksin monovalen dan koktail M. fortuitum dan A.
hydrophila yang diinaktifasi dengan neutral buffer formalin 3%..
44
17. Aktifitas komplemen serum ikan gurame pascavaksinasi dengan
vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi menggunakan
neutral buffer formalin 3% terhadap bakteri A. hydrophila, M. fortuitum dan ko-infeksi……………………….............................
46
18. Kadar hemoglobin ikan gurame pasca vaksinasi dengan
berbagai sediaan vaksin …………………………………………
48
19. Kadar hematokrit ikan gurame pasca vaksinasi dengan berbagai
sediaan vaksin …………………………………………………...
49
xv
20. Persentase fagositosis ikan gurame pasca vaksinasi dengan
berbagai sediaan vaksin …………………………………………
50
21. Indek fagositik ikan gurame pasca vaksinasi dengan berbagai
sediaan vaksin……………………………………………………
51
22. Persentase total limfosit sel darah putih ikan gurame pasca
vaksinasi dengan vaksin monovalen dan koktail yang
diinaktifasi dengan neutral buffer formalin 3%............................
52
23. Persentase total monosit sel darah putih ikan gurame pasca
vaksinasi dengan vaksin monovalen dan koktail yang
diinaktifasi dengan neutral buffer formalin 3% ……………........
53
24. Persentase total neutrofil sel darah putih ikan gurame pasca
vaksinasi dengan vaksin monovalen dan koktail yang
diinaktifasi dengan neutral buffer formalin 3% ………………....
53
25. Kematian kumulatif harian ikan gurame yang divaksinasi
dengan vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi dengan
neutral buffer formalin 3% setelah diuji tantang dengan bakteri
A. hydrophila………………..........................................................
54
26. Kematian kumulatif harian ikan gurame yang divaksinasi
dengan vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi dengan
neutral buffer formalin 3% setelah diuji tantang dengan bakteri
M. fortuitum……………………………………..........................
55
27. Kematian kumulatif harian ikan gurame yang divaksinasi
dengan vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi dengan
neutral buffer formalin 3% setelah diuji tantang dengan
koinfeksi bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila……………......
56
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Fenotipik M. fortuitum…………………………………………... 73
2. Pengujian Kadar Formalin dengan Metode AOAC (1990) .......... 74
3. Tahapan Pewarnaan Silver Hasil SDS-PAGE ............................... 75
4. Berat Protein Vaksin ..................................................................... 76
5. Hasil SDS-PAGE Protein Vaksin .................................................. 77
6. Persentase dan Indek Fagositosis .................................................. 78
7. Nilai NBT-Assay .......................................................................... 79
8. Aktifitas Komplemen .................................................................... 80
9. Titer Antibodi ................................................................................ 81
10. Relative Percent Survival (RPS) ……………........……………... 82
12. Komposisi Kandungan Media ……………………….......……… 83
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ikan gurame merupakan salah satu komoditas unggulan pada budidaya air
tawar, sehingga banyak dibudidayakan oleh para pembudidaya saat ini. Menurut
data FAO tahun 2010 produksi gurame sebesar 7,68% dari total produksi ikan air
tawar. Data statistik perikanan budidaya tahun 2010 menunjukkan bahwa
perkembangan ikan gurame sudah mencapai kehampir seluruh Indonesia. Sentra
budidaya ikan gurame tidak lagi sebatas daerah pulau Jawa namun meluas hingga
luar pulau Jawa.
Selain Jawa Barat yang dikenal sebagai provinsi utama penghasil gurame
di Indonesia, diketahui juga ada beberapa provinsi lain penghasil ikan tersebut
yaitu Sumatera Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung dan
Sumatera Selatan bahkan juga mulai berkembang ke wilayah Indonesia Timur
yaitu Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara dan Papua. Jawa Barat sebagai
sentra budidaya ternyata setiap tahun rata-rata masih kekurangan sebelas ribu ton
ikan gurame untuk kebutuhan konsumsi.
Demikian meluasnya penyebaran budidaya ikan gurame di Indonesia,
sehingga diperlukan prosedur budidaya yang efektif, efisien dan aplikatif terutama
jika dikaitkan dengan kendala penyakit yang seringkali menghambat budidaya.
Vaksinasi sebagai salah satu solusi aplikatif menjadi sangat diperlukan dalam
budidaya untuk mencegah terjadinya wabah dan penyebaran penyakit potensial
pada perikanan budidaya.
Kematian ikan gurame akibat infeksi bakteri Mycobacterium fortuitum dan
Aeromonas hydrophila menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya.
Kedua penyakit tersebut terjadi karena rendahnya ketahanan tubuh ikan,
lingkungan perairan yang buruk serta manajemen pemberian pakan yang tidak
baik. Kedua penyakit tersebut mengakibatkan kerugian ekonomi dan menurunnya
kualitas produk ikan gurame yang dihasilkan. Infeksi Mycobacteriosis dan MAS
telah dilaporkan terjadi pada budidaya ikan gurame di sekitar daerah Parung
2
Bogor (Purwaningsih et al. 2012 unpublished). Berdasarkan hasil uji identifikasi
dan karakterisasi diperoleh dua jenis bakteri tersebut sebagai agen etiologinya.
Pada dasarnya A. hydrophila merupakan patogen oportunis sehingga
sangat umum dijumpai di air dan memiliki beragam serotipe yang berbeda
tingkatan virulensinya. Umumnya penyebaran terjadi secara horizontal lewat
kontak langsung dengan air atau ikan yang sakit (Irianto, 2005). Penyakit
biasanya timbul dalam tipe infeksi akut dengan kondisi klinis ditandai dengan
munculnya peradangan yang sistemik dan mengakibatkan kematian dalam waktu
24 sampai 48 jam. Tipe infeksi kronis ditandai adanya kerusakan pada bagian
sirip, lesi pada kulit, gerakan renang lemah dan menyebabkan kematian 10%
sampai 70% dari total populasi di kolam budidaya (Ibrahem et al. 2008). Penyakit
yang diakibatkan oleh infeksi A. hydrophila mulai yang bersifat akut hingga
bersifat laten membentuk infeksi septisemia yang lebih dikenal dengan nama
penyakit Hemorrhagic Septicaemia atau Aeromonas Septicemia (Ismail et al.
2010).
Bakteri M. fortuitum merupakan patogen yang dapat menyerang jenis ikan
air tawar maupun laut. Tingkat infeksi dalam suatu populasi dapat bervariasi dari
10 hingga 100% (Irianto, 2005). Penyakit akibat bakteri Mycobacterium spp
dikenal sebagai Mycobacteriosis atau fish tuberculosis. Menurut Rukmono (2010)
penyakit Mycobacteriosis dapat menyebabkan kematian 30 – 60% dari total
populasi pada budidaya ikan gurame. Mycobacteriosis merupakan jenis penyakit
kronis yang progresif, butuh waktu berminggu – minggu bahkan berbulan - bulan
untuk menunjukkan gejala klinis antara lain ikan lemah, pembengkakan pada
permukaan tubuh, mata menonjol (exopthalmia), lesi dan borok pada tubuh
(Purwaningsih et al. 2009). Ciri lain untuk mengetahui ikan terserang penyakit ini
antara lain kelesuan, anoreksia, berkurangnya jumlah sirip, kekurusan, peradangan
dan ulserasi kulit, edema, peritonitis dan terdapat benjolan pada otot.
Histopatologi penyakit ini menunjukkan granuloma yang bersifat fokal dan
multifokal pada berbagai organ internal yaitu hati, ginjal, limpa, jantung, otot
serta mata. Diagnosis biasanya berdasarkan gejala klinis dan adanya bakteri tahan
asam pada jaringan tubuh ikan (Tappin. 2007).
3
Penanggulangan penyakit MAS dan Mycobacteriosis akibat infeksi M.
fortuitum dan A. hydrophila dengan metode vaksinasi monovalen telah banyak
dilakukan. Bangkit (2011) menyatakan vaksin sediaan broth M. fortuitum yang
diinaktifasi dengan formalin 1% (v/v) pada dosis 107 cfu mampu menginduksi
respon kekebalan spesifik ikan gurame dengan nilai kelangsungan hidup relatif
80%. Gesti (2011) meneliti vaksin M. fortuitum sediaan Ekstracellular Produk
(ECP) dengan dosis rendam 109 cfu mampu merangsang sistem imun ikan gurame
dengan nilai kelangsungan hidup relatif sebesar 80.02% pasca uji tantang
menggunakan bakteri M. fortuitum 106 cfu. Chen et al. (1998) juga menyatakan
bahwa ikan nila yang divaksinasi dengan produk ECP M. fortuitum menunjukkan
peningkatan jumlah nitroblue tetrazolium (NBT) dan aktivitas lisosim pada
minggu ke 2 dan 6 pascavaksinasi. Ismail et al. (2010) telah meneliti vaksin A.
hydrophila yang dibuat dalam bentuk sediaan sel utuh yang diinaktifasi
menggunakan formalin untuk menghasilkan bakterin A. hydrophila. Vaksinasi
ikan Lele (Clarias gariepinus) menggunakan sediaan vaksin sel utuh A.
hydrophila isolat AHL0905-2 yang diinaktifasi menggunakan formalin (0,5% v/v)
dan diaplikasikan melalui perendaman, menghasilkan relative percent survival
(RPS) sebesar 98,75% dengan level titer antibodi log 2 pada nilai 4 setelah
divaksinasi selama 21 hari (Sugiani et al. 2010).
Vaksinasi pada ikan merupakan upaya melindungi ikan terhadap infeksi
berbagai patogen, dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin monovalen atau
koktail. Strategi vaksinasi harus mempertimbangkan penyakit spesifik apa yang
menginfeksi, jenis vaksin, metoda vaksinasi, pemilihan waktu vaksinasi dan
perlakuan vaksinasi ulang (booster). Vaksin koktail harus mampu melindungi dari
semua serotipe dari tiap patogen penyebab penyakit tertentu, dengan
memperhatikan kompetisi antigen spesifik yang mungkin terjadi terutama ketika
vaksin diaplikasikan melalui injeksi (Toranzo et al. 2009).
Penelitian mengenai vaksin koktail Mycobacterium fortuitum dan
Aeromonas hydrophila adalah sesuatu yang baru dan sampai saat ini belum
ditemukan publikasinya pada jurnal nasional maupun internasional. Penelitian ini
merupakan upaya awal untuk mengeksplorasi seberapa potensialnya antigen dari
M. fortuitum dan A. hydrophila sebagai bahan vaksin dalam menginduksi respon
4
kekebalan spesifik pada ikan gurame untuk mencegah penyakit Mycobacteriosis
dan Motile Aeromonas Septicemia yang hingga saat ini masih sulit dikendalikan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk :
1. Menganalisis patogenitas ko-infeksi bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila
pada ikan gurame.
2. Menganalisis sinergitas dan kompetensi kedua antigen dalam menginduksi
imunitas pada ikan gurame.
3. Mengkaji efektifitas dan efikasi vaksin koktail dari bakterin M. fortuitum dan
A. hydrophila dalam menghasilkan respons imun dan meningkatkan
kelangsungan hidup pada ikan gurame.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk vaksin koktail M.
fortuitum dan A. hydrophila untuk pencegahan wabah penyakit Mycobacteriosis
dan MAS pada ikan gurame (Osphronemus gouramy).
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila memiliki perbedaan karakteristik
patogenisitas pada ikan gurame.
2. Bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila memiliki sinergitas dan kompetensi
dalam menginduksi imunitas pada ikan gurame.
3. Vaksin koktail bakterin M. fortuitum dan A. hydrophila dapat memberikan
proteksi lebih baik dibandingkan dengan vaksin monovalen M. fortuitum
maupun vaksin monovalen A. hydrophila pada ikan gurame yang terinfeksi
M. fortuitum dan A. hydrophila (penyakit Mycobacteriosis dan MAS).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Mycobacteriosis
Mycobacteriosis atau fish tuberculosis merupakan penyakit bakterial yang
bersifat kronis progresif yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium sp.
Mycobacterium sp. adalah bakteri yang berbentuk batang, dengan ukuran 0.2-
0.6x1.0-10 µm, bersifat tahan asam, tidak bergerak, tidak membentuk spora atau
kapsul dan bersifat aerob. Bakteri ini banyak dijumpai di perairan tawar dan laut
maupun tanah dengan suhu optimal pertumbuhannya 25-30oC. Tidak dapat
tumbuh pada suhu 37oC kecuali M. marinum, M. fortuitum dan M. chelonei.
Ikan yang terinfeksi Mycobacterium sp. menunjukkan gejala bervariasi,
namun sering pula tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali (Kurnia 2010).
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit Mycobacteriosis antara lain ikan
lemah, pembengkakan pada permukaan tubuh, mata menonjol (exopthalmia), lesi
dan borok pada tubuh (Purwaningsih et al. 2009). Gejala klinis dapat dilihat
ketika penyakit mulai akut setelah beberapa bulan sampai satu tahun, menginfeksi
semua umur ikan dan semua jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan laut
(Tappin 2007). M. fortuitum bersifat patogen karena memiliki faktor virulensi.
Faktor virulensi dapat berupa material organik maupun bagian sel. Banyak bakteri
patogen mampu menyerang seluruh bagian tubuh inang meskipun bakteri patogen
tersebut hanya berkoloni di satu tempat saja. Hal itu karena bakteri mengeluarkan
toksin (Purwoko 2007).
Irianto (2005) menyatakan bahwa Mycobacteriosis merupakan penyakit
yang perlu mendapat perhatian karena : 1) menyebabkan kematian kronik pada
ikan dengan tingkat mortalitas rendah hingga sedang tetapi berlangsung terus
menerus, 2) Mycobacterium tidak dapat diobati dan 3) ikan yang terinfeksi
memungkinkan menularkannya kepada manusia. Penanggulangan penyakit ini
sementara dilakukan dengan menggunakan antibiotik atau zat kimia lainnya
namun hasilnya tidak signifikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut apabila
6
digunakan dalam jangka waktu lama akan berdampak negatif terhadap lingkungan
dan saat ini penggunaan bahan-bahan tersebut sudah tidak direkomendasikan lagi.
Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS)
Menurut Kamiso et al. (1993) A. hydrophila merupakan salah satu bakteri
patogen penyebab kematian pada ikan gurame. Gejala klinis dari ikan Gurame
yang terinfeksi Motile Aeromonas Septicemia (MAS) ditandai dengan adanya
septicemia, luka, cacat tulang, eksoptalmia dan nekrosis otot. Penelitian yang
dilakukkan oleh Ibrahem et al. (2008) diperoleh hasil isolasi dan identifikasi jenis
bakteri A. hydrophila dari bagian organ intestinal ikan yang sakit maupun ikan
yang sudah sehat, hal ini dapat terjadi pada kondisi invasi penyakit ataupun
kondisi MAS yang akut dengan adanya lokalisasi koloni bakteri A. hydrophila
yang teridentifikasi dari jaringan hematopoetik. Pada kondisi posmortem
ditemukan adanya luka fokal pada organ hati, limpa, dan ginjal serta terdapat
cairan yang mengisi rongga abdominal.
Uji biokimia identifikasi terhadap Aeromonas hydrophila antara lain
dengan reaksi voges-proskauer (VP), citrate utilization, lysine decarboxylase
(LDC), arabinosa dan tes fermentasi amygadalin untuk melihat tingkat virulensi
dari bakteri. Reaksi biokimia berkorelasi dengan tingkat virulensi. Variasi tingkat
virulensi dari spesies penyebab Motile Aeromonas dapat dilihat dengan uji
karakteristik biokimia dari bakteri A. hydrophila (Toranzo et al. 1986). Burke et
al. (1983) mengemukakan hubungan yang signifikan antara tingkat virulensi A.
hydrophila pada ikan dengan produksi asam dari arabinosa dan sukrosa, tes VP
dan LDC, penambahan elastase dan aktifitas hemolitik.
Tingkat virulensi dari mikroorganisme berasosiasi dengan produksi enzim
tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa tes yang bersifat enzimatik dapat
digunakan untuk mengidentifikasi bakteri A. hydrophila. A. hydrophila secara
khas menghasilkan hemolisin. Beberapa strain menghasilkan enterotoksin. Sakai
et al. (1993) menyatakan uji aktifitas hemolitik isolat A. hydrophila pada media
TSA yang diberi 5% Red Blood Cells (RBCs) domba menunjukkan hasil bahwa
72% bakteri A. hydrophila dengan 2 tipe aktifitas hemolitik, isolat A. hydrophila ß
7
hemolitik dan strain A. hydrophila non hemolitik. Ada suatu korelasi antara
hemolisin dan virulensi isolat A. hydrophila. A. hydrophila mampu memproduksi
hemolisin ekstraselular dengan membentuk zona hemolisis pada media agar
darah. Terdapat korelasi yang kuat antara hasil dari uji biokimia, aktifitas
enzimatik, aktifitas hemolitik dan tes patogenisitas dari isolat A. hydrophila
dengan tingkat virulensinya. Sangat direkomendasikan untuk melakukan
serangkaian uji tersebut untuk melihat tingkat virulensi dari isolat A. hydrophila
(Ibrahem et al. 2008).
Bakteri Mycobacterium fortuitum
Najiah et al. (2011) menyatakan fenotipik bakteri M. fortuitum diketahui
memiliki karakteristik yaitu tahan asam, memiliki panjang 3-6 µ, non
photochromogenik, mampu tumbuh pada suhu 28 - 37°C, dapat tumbuh pada
media Ogawa, Lowenstain Jenssen, Mac Conkey dengan kristal violet, Blood
Agar, Tryptic Soy Agar, Briliant Heart Infusion Agar, Sauton Agar, Nutrient
Agar, Middlebrook 7H10, Baird Parker Agar, TCBs, EMB, NaCl 3 dan 5%
,mampu menghidrolisa tween, memiliki enzym arylsulfatase dan katalase, dapat
mereduksi nitrat dan tellurite, mengurai amilum pada media acetat, suksinat,
piruvat, glukosa, fruktosa, sukrosa, arabinose, trehalose, mannitol dan galaktosa,
hal tersebut selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 1.
Faktor virulensi bakteri Mycobacterium terletak pada dinding sel antara
lain : 1) Antigen 85 kDa, fungsinya dalam aktivitas mycolyltransferase untuk
mentransfer asam mycolic rantai panjang kederivat trehalosa, penting untuk
biosintesis dinding sel mikobakteri dan untuk kelangsungan hidup ; 2) LAM
(lipoarabinommannan), merupakan inducer kuat sitokin kemoatraktan. PILAM
(phospho-myo-inositol-capped LAM) juga dapat menginduksi respon proinflamasi
ampuh dalam makrofag dan sel dendritik ; 3) MmaA4 (methyltransferase forms
methoxy and keto derivatives of the meromycolic acid chain) ; 4) PcaA adalah
siklopropana sintase yang menggabungkan cycloproprane cincin proksimal
tunggal pada asam α-mycolic dan produksi cord factor dalam dinding sel,
diperlukan untuk faktor virulensi dan ketahanan ; 5) PDIM (phthiocerol
8
dimycocerosate), berperan memberikan dasar yang stabil untuk penyisipan lipid
lain dan juga berperan sebagai pengubah fluiditas, yang fungsinya untuk
memodulasi viskositas dinding sel (Takayama et al. 2005 ; Ronning et al. 2000;
Briken et al. 2004).
Menurut Chen et al. (1997), bahwa Mycobacterium tuberculose memiliki
aktivitas enzim mucinase, lipase, RNase, DNase tetapi tidak memiliki aktivitas
protease. Aktivitas mucinase juga terdeteksi pada M. marinum sedangkan lipase
dan RNase pada M. chelonei dan M. fortuitum. Aktivitas enzimatik tersebut dapat
berperan sebagai faktor virulensi pada Mycobacterium.
Bakteri Aeromonas hydrophila
Noga (1997) mengemukakan bahwa isolat A. hydrophila merupakan
bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek berukuran 1-4 µm, oxidase-positif,
mampu menfermentasi glukosa, mampu tumbuh dalam media agar Mac Conkey,
bersifat motil dan koloni berbentuk bulat halus dengan diameter 2-3 mm, ukuran
lebar sel 0.3-1 μm dan panjang sel 2-4.5 μm. Identifikasi juga dapat dilakukan
menggunakan sistem tes kit API 20 NE. Media identifikasi selektif Rhimler-
Shotts (media R-S) dibuat oleh Shotts dan Rhimler (1973) untuk mempermudah
identifikasi jenis bakteri aeromonad yang akan membentuk koloni berwarna
kuning pada media.
Uji biokimia A. hydrophila menunjukkan hasil reaksi positif pada sitokrom
oksidase, hidrolisis gelatin, produksi indol, glukosa, sukrosa, fermentasi manitol,
arginin dehidrolase dan tes ß- galaktosidase. Sebagian isolat positif pada media
Voges Proskauer, lisin dekarboksilase, tripsin, fermentasi tes arabinosa, ß-
glukosidase, ß-glaktosidase, ß-glukuronidase, ∞-glukosidase, dan valin
arilamidase. Identifikasi enzimatik menggunakan sistem tes kit API ZYM
menunjukkan bahwa isolat bereaksi positif pada alkalin fosfatase, butirat esterase
(C4), caprilat esterase (C8), miristate lipase (C14), leusin arilamidase dan N-
asetil- ß-glukosaminidase, asam fosfatase dan fosfomidase. Beberapa isolat
menunjukkan hasil negatif pada sistein arilamidase, chimotripsin, α-mannosidase
9
dan α-fukosidase. Aktifitas hemolitik ada yang bersifat ß –hemolitik, α- hemolitik,
dan non-hemolitik (Ibrahem et al. 2008).
Menurut Rajeswari et al. (1999), Aeromonas merupakan mikroflora
normal perairan, namun bakteri tersebut adalah patogen oportunistik pada
berbagai golongan poikilotermal immunocompromised dan homeotermal. Infeksi
A. hydrophila menyebabkan infeksi saluran pencernaan, luka dan infeksi sistemik.
Faktor potensi virulensi bakteri tersebut termasuk endotoksin, hemolisin,
sitotoksin dan protease. Sirirat et al. (1999) melaporkan bahwa protein yang
berukuran 52 kDa adalah aerolisin yang merupakan protein permukaan S-layer
dianggap sebagai salah satu faktor virulensi.
Imunologi Ikan
Pada mulanya ikan teleostei dianggap tidak memiliki suatu reaksi
kekebalan, namun setelah ditemukan suatu reaksi kekebalan pada ikan salmon
mengugurkan pendapat tersebut. Ikan seperti hewan pada umumnya, memiliki
mekanisme pertahanan diri (sistem imun) terhadap patogen. Meskipun sistem
imun belum selengkap pada vertebrata tingkat tinggi tetapi sistem imun ikan jauh
lebih berkembang dibandingkan dengan sistem imun pada invertebrata. Respon
imun dibentuk oleh organ limfoid, organ limfoid ikan letaknya menyatu dengan
jaringan myeloid sehingga dikenal dengan jaringan limfomyeloid.
Sistem pertahanan spesifik tubuh ikan terbagi menjadi dua, yaitu
pertahanan seluler (antibody production) dan pertahanan humoral (cell mediated
immunity). Paparan antigen menghasilkan stimulasi sejumlah sel limfosit muda
yang dapat mengenali antigen melalui reseptor spesifik. Pada awal kehidupannya,
sistem pertahanan ikan yang mula-mula berfungsi adalah sistem pertahanan non-
spesifik, sedangkan pertahanan spesifik pada ikan baru berkembang dan dapat
berfungsi dengan baik sekitar umur beberapa minggu setelah telur menetas (Ellis.
1988).
Menurut Anderson (1974) respon seluler pada ikan merupakan respon
imun yang bersifat non spesifik. Respon ini meliputi pertahanan mekanik dan
10
kimiawi (mukus, kulit, sisik dan insang) dan pertahanan seluler (sel makrofag,
leukosit seperti limfosit, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil). Mekanisme
pertahanan tubuh yang sinergis antara pertahanan humoral dan seluler
dimungkinkan oleh adanya interleukin, interferon dan sitokin, yang berperan
sebagai komunikator dan amplikasi dalam mekanisme pertahanan humoral dan
seluler ikan. Ellis (2001) mengemukakan bahwa respon dan faktor humoral terdiri
dari serum amiloid protein, antibodi, lisosim, transferin, interferon, antiprotease,
lektin, lisin, protease, protein C-reaktif, dan komplemen. Sedangkan respon dan
faktor seluler antara lain adalah makrofag, killer cell, neutrofil, reaksi penolakan
allograft dan hipersensitifitas.
Sistem kekebalan tubuh ikan terhadap antigen melalui mekanisme fagosit
dengan perantara makrofag dan granular leukosit, sebagai contoh neutrofil
menyerang mikroorganisme yang masuk melalui jaringan kulit ikan atau mukus.
Selain itu ada lisosim dan komplemen lain yang merusak patogen. Komponen
spesifik dalam sistem imun, terdiri dari humoral dan respon sel memori, walaupun
memori imun pada ikan secara umum sangat kurang berkembang dibandingkan
hewan tingkat tinggi lainnya. Tingkat induksi dan respons imun ikan sangat
dipengaruhi oleh suhu perairan (Anderson, 1999).
Produksi antibodi adalah suatu proses yang terjadi dalam limfosit sebagai
reaksi terhadap adanya bahan protein asing (antigen), termasuk sel – sel bakteri.
Antibodi dapat bekerja melalui 3 cara : 1) langsung menyerang benda asing, 2)
melalui pengaktifan sistem komplemen untuk menghancurkan benda asing dan 3)
pengaktifan sistem yang mengubah lingkungan antigen benda asing. Kemampuan
mengadakan reaksi terhadap rangsangan imunologik terletak pada sel – sel
limfoid yaitu sel B dan sel T. Pemaparan pertama dengan suatu antigen
merangsang sel T memunculkan sel – sel efektor respon imun yang diperantarai
sel. Sel efektor ini berperan dalam menyingkirkan dan membunuh benda asing.
Disamping itu sel T dibantu makrofag dalam menghancurkan benda asing atau
merangsang sel B untuk meningkatkan produksi antibodi. Limfosit B
berdiferensiasi menjadi sel plasma menghasilkan antibodi spesifik untuk
menstimulasi antigen juga membentuk sel memori. Walaupun sulit diukur,
imunitas seluler juga akan meningkat pada pemaparan ke 2 kalinya.
11
Tanggap kebal adaptif dapat terbentuk pada kelompok teleostei seperti
ikan dan dapat dideteksi dalam hitungan hari bahkan minggu (4-6 minggu) dari
infeksi atau peradangan awal tergantung dari suhu lingkungan. Press & Evensen
(1999) menyatakan bahwa tanggap kebal adaptif terdiri dari jaringan sel protein
komplek, pengantar pesan biokimia (sitokin) dan gen yang bekerja sama untuk
menghasilkan suatu induksi tanggap kebal spesifik yang memerlukan Abs
(antibodi spesifik) dan Ags (antigen spesifik). Menurut Fujaya (2004) bahwa
perolehan kekebalan aktif pada ikan tergantung pada peran serta jaringan dan sel –
sel hospes setelah bertemu dengan imunogen.
Vaksinasi pada Ikan
Vaksinasi merupakan upaya untuk meningkatkan respon imun terhadap
patogen tertentu yang berdasar pada dua elemen imunitas adaptif yaitu spesifitas
dan memori. Antigen yang digunakan sebagai vaksin dapat berupa organisme
hidup yang masih ganas atau sudah dilemahkan, organisme utuh yang dimatikan,
fragmen subseluler dan antigen permukaaan sel, toksin yang diinaktifkan,
rekombinan DNA dan anti – idiotipe.
Vaksin bakteri adalah antigen buatan yang berasal dari suatu jasad patogen
yang tidak bersifat patogen lagi karena sudah dilemahkan atau dimatikan, yang
akan merangsang sistem imun dengan cara meningkatkan kekebalan ikan dari
infeksi patogen selanjutnya (Ellis. 1988). Umumnya ada dua tipe vaksin, yaitu
vaksin mati (dead vaccine) dan vaksin hidup (live vaccine). Vaksin mati yang
berupa organisme patogen yang dinonaktifkan (dimatikan) dengan cara
pemanasan yaitu pada suhu 100oC (heat killed), formalin (formaline killed) dan
penghancuran dengan menggunakan sonikator (sonic killed), sedangkan vaksin
hidup yang berupa organisme patogen yang dilemahkan tanpa atau dengan
mengurangi virulensinya (Ellis. 1988).
Ikan dapat diimunisasi dengan tiga cara yaitu melalui injeksi
(intraperitoneal), perendaman dalam larutan vaksin dan melalui oral (dicampur
dengan pakan). Ketiga cara ini memiliki keuntungan dan kerugian yang akan
12
mempengaruhi level proteksi, efek samping dan biaya yang harus dikeluarkan
untuk kegiatan vaksinasi. Pemberian vaksinasi melalui injeksi telah banyak
digunakan pada skala industri dan kegiatan riset di laboratorium dengan hasil
yang baik dan alur mekanisme pembentukan respons imunnya juga telah
diketahui, akan tetapi pemberian vaksin melalui oral dan perendaman masih
belum banyak diketahui alur penyerapan antigen dan presentasi antigen setelah
diserap (Gudding et al. 1999).
Vaksin yang efektif harus memenuhi 3 syarat utama yaitu 1) mampu
menginduksi imunitas yang tepat, 2) stabil dalam penyimpanan dan 3) bersifat
imunogenik. Adanya perbedaan sifat antigenik yang beragam antara kelompok
organisme yang komplek, maka diperlukan strategi penggunaan vaksinasi, baik
dengan menggunakan monovalen dan vaksin koktail. Menurut Baba et al, (1988)
bahwa vaksinasi dengan larutan antigen ekstraselular lebih efektif dalam
memberikan perlindungan melawan serotipe yang heterolog dibandingkan dengan
vaksin yang hanya terdiri dari satu jenis sel utuh dari antigen.
Formula vaksin ideal adalah sediaan vaksin koktail yang dapat
memproteksi secara simultan terhadap beberapa patogen penting penyebab suatu
penyakit dan efektif digunakan untuk spesies ikan yang luas. Vaksin koktail
adalah sediaan vaksin yang terdiri dari dua atau lebih antigen yang berasal dari
jenis atau strain yang berbeda. Formula vaksin koktail harus dibuat dengan teliti
karena masalah kompetisi antigen dapat muncul terutama ketika vaksin tersebut
diaplikasikan melalui injeksi (Toranzo et al. 2009).
Penelitian mengenai vaksin koktail telah banyak dilakukan walaupun
memberikan hasil yang bervariasi. Hoel et al. (1997) membuat vaksin koktail
yang berisi bakteri A. salmonicida, Vibrio salmonicida dan V. anguillarum.
Respons imun humoral Atlantic salmon yang divaksin dengan vaksin koktail lebih
baik dalam memberikan proteksi terhadap antigen A. salmonicida dibandingkan
dengan vaksin monovalen. Gassent et al. (2004) melakukan vaksinasi pada
Anguilla anguilla L. menggunakan vaksin bivalen yang terdiri dari bakteri V.
vulnificus strain CECT 4604 dan CECT 5198 untuk menanggulangi penyakit pada
A. Anguilla (eel disease). Aplikasi melalui oral dan injeksi memberikan proteksi
13
tinggi sebesar 80-100%. Penelitian yang dilakukan oleh Bastardo et al. (2012)
memperoleh hasil vaksin koktail Lactococcus garvieae dan A. hydrophila
memberikan level proteksi sebesar 70% setelah diuji tantang ko-infeksi dan level
antibodi tertinggi terdeteksi pada 15 hari post vaksinasi.
14
BAB III
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor, Laboratorium
Mikrobiologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan kesehatan Masyarakat
Veteriner – Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Laboratorium Terpadu – Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya dan Laboratorium Uji Balai Besar Pengolahan
Produk Perikanan dan Bioteknologi (BBP3B) Jakarta. Penelitian dilakukan pada
bulan Desember 2012 - Juni 2013.
Ikan Uji
Ikan uji menggunakan ikan Gurame (Osphronemus gouramy ) berukuran
25 - 30 g. Ikan yang digunakan harus memenuhi asumsi Spesifik Pathogen Free
(SPF) bebas dari karakteristik yang akan muncul ketika terinfeksi penyakit
Mycobacteriosis dan Motile Aeromonas Septicemia, melewati masa aklimatisasi
selama 14 hari. Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 1.080 ekor,
dengan rincian 150 ekor untuk uji tahap 1, 210 ekor untuk uji tahap 2 serta 720
ekor untuk uji tahap 3 dan 4.
Isolat Bakteri
Bakteri Mycobacterium fortuitum dan Aeromonas hydrophila
menggunakan isolat koleksi BPPBAT Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Bogor. A. hydrophila diinokulasi dalam media Tryptic Soy Agar (TSA)
menggunakan A. hydrophila isolat AHL0905-2 dan M. fortuitum diinokulasi
dalam media Sauton Agar (SA) menggunakan M. fortuitum isolat 31.
Vaksin
Ada 2 sediaan vaksin monovalen yang di uji pada penelitian ini, yaitu
vaksin monovalen sel utuh A. hydrophila (Sugiani. 2012) dan vaksin monovalen
15
sel utuh M. fortuitum (Purwaningsih et al. 2012) dan 3 sediaan vaksin koktail
bakterin M. fortuitum dan A. hydrophila.
Alur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam 4 tahapan penelitian yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian vaksin koktail untuk pencegahan
penyakit Mycobacteriosis dan Motile Aeromonas Septicemia
pada ikan Gurame (O. gouramy).
Tahap 2
Kajian preparasi vaksin M. fortuitum dan A. hydrophila
Sediaan vaksin
Komponen vaksin terdiri dari vaksin sel
utuh dan koktail
Fraksinasi protein melalui SDS-PAGE
Uji kualitas vaksin
Uji keamanan vaksin (innocuity
test), uji sterilitas vaksin (sterility
test) dan uji kadar formalin
Tahap 3
Efikasi vaksin koktail bakterin M. fortuitum dan A. hydrophila pada ikan
gurame (Osphronemus gouramy)
Melakukan analisis spesifik respon vaksin monovalen dan koktail M. fortuitum dan A.
hydrophila secara in vivo pada ikan gurame
gambaran darah, patologi klinik darah, aktifitas Respiratory Burst, aktifitas
komplemen dan titer antibodi
Tahap 1 Uji patogenitas ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila
Gejala klinis, gambaran darah, patologi klinik darah, histopatologi dan
kematian ikan
Tahap 4
Proteksi silang vaksin koktail bakterin M. fortuitum dan A. hydrophila
pada ikan gurame (Osphronemus gouramy)
Melakukan analisis respon proteksi silang vaksin monovalen dan koktail M. fortuitum
dan A. hydrophila terhadap mono infeksi dan ko-infeksi secara in vivo pada ikan
gurame
RPS, gambaran darah, patologi klinik darah, aktifitas Respiratory Burst, aktifitas
komplemen dan titer antibodi
16
Tahap 1
Uji patogenitas ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila pada ikan gurame
(O. gouramy)
Ko-infeksi adalah infeksi bersama dua atau lebih agen patogen yang dapat
menyebabkan inang menjadi sakit. Uji patogenitas ko-infeksi M. fortuitum dan
A. hydrophila pada ikan gurame dilakukan dengan menginjeksikan secara
intraperitoneal yaitu M. fortuitum 107
cfu dan A. hydrophila 108 cfu. Infeksi A.
hydrophila dilakukan pada hari ke – 21 pascainfeksi dengan M. fortuitum.
Pengamatan dilakukan selama 28 hari untuk melihat dampak infeksi pada
ikan gurame. Parameter yang diamati antara lain patologi klinik darah,
gambaran darah, histopatologi dan kematian ikan uji.
Tabel 1 Perlakuan ko-infeksi LD50
Perlakuan Tipe bakteri Perbandingan volume bakteri Kode
1
2
3
4
Mf : Ah
Mf : Ah
Mf : Ah
PBS
75 : 25
50 : 50
25 : 75
-
A
B
C
D
Mf (M. fortuitum) ; Ah (A. hydrophila) ; PBS (Phosphat Buffer Saline pH 7.2)
Tahap 2
Kajian Preparasi vaksin M. fortuitum dan A. hydrophila
1. Preparasi sediaan vaksin
Pembuatan vaksin koktail menggunakan cara kultur dengan modifikasi
metode kultur terpisah menurut Silva et al. (2009). Proses inaktifasi vaksin
dilakukan dengan menambahkan neutral buffer formalin dalam sediaan kultur
bakteri. Untuk membentuk vaksin koktail maka setiap sediaan vaksin
dicampurkan sesuai perbandingan komposisi yang telah ditentukan (v/v).
17
Vaksin yang akan dibuat pada penelitian ini adalah vaksin koktail yang
berisi campuran dari sel utuh bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila. Prosedur
pembuatan vaksin yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1.1 Sediaan vaksin sel utuh
Vaksin sel utuh bakteri M. fortuitum, dibuat dengan modifikasi metode
Purwaningsih et al. (2012), bakteri M. fortuitum diinokulasi kedalam media
Sauton broth diinkubasi di inkubator dengan shaker selama 72 jam pada suhu
37oC. Hasil kultur ditambahkan neutral buffer formalin 3%, kemudian
dihomogenkan selama 24 jam. Hasil inaktifasi disentrifus pada 3000 g selama 30
menit, pelet sel bakteri dan supernatan dipisahkan, kemudian pelet diresuspensi
dalam PBS pH 7,2 dengan rasio 1:10 (v/v).
Vaksin sel utuh A. hydrophila, dibuat dengan modifikasi metode Sugiani
(2012). Bakteri A. hydrophila diinokulasi dalam media BHI, diinkubasi dalam
inkubator dengan shaker selama 24 jam pada suhu 32oC. Kultur bakteri
diinaktivasi dengan menambahkan neutral buffer formalin hingga konsentrasi
akhir formalin menjadi 3% (v/v) selama 24 jam. Sel utuh bakteri Inaktif diperoleh
dengan mensentrifus pada 3000 g selama 30 menit dan pelet (endapan) sel
diresuspensi dengan PBS (pH 7,2) dengan rasio 1:10 (v/v).
Masing-masing suspensi M. fortuitum dan A. hydrophila dicuci sebanyak
3 kali dengan mensentrifus suspensi bakteri pada 10.000 g selama 10 menit pada
suhu 4 oC, kemudian diresuspensi dengan PBS pH 7,2. Suspensi bakteri yang
telah dicuci dikombinasikan dengan perbandingan tertentu (v/v) M. fortuitum : A.
hydrophila untuk membentuk vaksin koktail.
2. Uji kualitas vaksin koktail
2.1 Uji keamanan vaksin (Innocuity test)
Uji keamanan vaksin menggunakan metode Anderson et al. (1970) dengan
menginokulasi bakterin dari sediaan vaksin pada ikan gurame ( O. gouramy )
secara intra peritoneal (IP) dan sebagai kontrol ikan diinjeksi dengan PBS.
Setelah 28 hari dilakukan reisolasi bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila dari
ikan perlakuan untuk melihat koloni bakteri yang sama. Vaksin yang dikatakan
18
aman jika hasil dari reisolasi tidak diperoleh bakteri aktif yang sama dengan isolat
vaksin.
2.2 Uji sterilitas vaksin (Sterility test)
Uji sterilisasi seperti yang dilakukan Aly (1981) dengan melakukan
kultivasi sediaan vaksin dalam BHIA dan Sauton agar yang diinkubasi pada suhu
28°C selama 24 jam dan 37°C selama 72 jam untuk memastikan tidak ada bakteri
yang tumbuh dari jenis A. hydrophila dan M. fortuitum yang sama seperti bakterin
sediaan vaksin.
2.3 Uji kadar formalin vaksin
Uji kuantitatif untuk melihat residu kadar formalin yang terkandung dalam
sediaan vaksin setelah inaktifasi dilakukan dengan menggunakan metode AOAC
(1990). Tahapan analisis dapat dilihat pada Lampiran 2. Penyerapan warna dilihat
dengan alat spektrofotometer pada absorban 415 nm.
Hasil analisis dimasukkan ke dalam rumus:
Kadar formalin (ppm)
Keterangan :
Ca : Mikrogram formalin dari kurva
W : berat contoh (gram)
F : faktor pengenceran
2.4 Analisa protein sel utuh menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate–
Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS–PAGE) Preparasi sediaan lysate sel utuh dari M. fortuitum dan A. hydrophila
diisolasi menggunakan metode pemurnian Encheva et al. (2006). Sebanyak 200
mg (berat basah) sel diresuspensi dalam 1 mL lysis buffer (0.2% SDS, 133 mm
DTT, 17 mm MgCl2, 50 mm Tris) yang berisi 375 U benzonase (Sigma) dan 350
U mutanolysin (Sigma). Sel diinkubasi 24 jam pada 37oC kemudian dipindahkan
ke dalam Lysing Matrix B tubes (MP Biomedicals) dan dihomogenkan selama 30
menit dalam FastPrep-24 (MP Biomedicals) dengan pendinginan setiap 2 menit
diatas es.
19
Sel utuh disentrifus pada 16.000 g selama 30 menit pada suhu 4oC, dan
supernatan dikumpulkan kemudian disimpan pada -80oC. Setiap isolat, berisi
protein dalam 100 µL aliquot dipresipitasi menggunakan trichloroacetic acid /
acetone dan diresuspensi pada volume yang sama dengan PBS, untuk menguji
sterilitas dari protein dilakukan protein assays, di mana konsentrasi protein diuji
menggunakan Micro BCA-Protein Assay (Pierce).
Whole-cell lysates dari setiap isolat dianalisa dengan SDS–PAGE
(LaFrentz et al., 2004). Protein (25 μg) dipisahkan dalam 12% polyacrylamide
gel menggunakan Mini-Protean Tetra Cell (Bio-Rad) dan kemudian diwarnai
dengan Bio-Safe Coomassie (Bio-Rad). Precision Plus protein standards (Bio-
Rad) digunakan untuk menghitung masa molekul dari pita protein. Gel kemudian
di foto menggunakan Densitometer (Bio-Rad).
Tahap 3
Efikasi vaksin koktail bakterin M. fortuitum dan A. hydrophila pada
ikan gurame (O. gouramy)
Pengujian vaksin koktail bakterin M. fortuitum dan A. hydrophila pada
ikan gurame uji dilakukan mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
komponen perlakuan sebagai berikut :
Tabel 2. Komponen perlakuan vaksin
Perlakuan Komponen vaksin
1
2
3
4
5
6
25 (su Mf) : 75(su Ah)
50 (su Mf) : 50(su Ah)
75 (su Mf) : 25(su Ah)
su Ah
su Mf
K
Mf (Mycobacterium fortuitum), Ah (Aeromonas hydrophila), su (sel utuh), K (kontrol)
Kajian terhadap respon imun spesifik dan non spesifik dilakukan
pengambilan sampel darah ikan gurame pada minggu ke -1, minggu ke -2 dan
minggu ke -3 pasca vaksinasi untuk pemeriksaan titer antibodi, aktifitas
respiratory burst, komplemen, aktifitas fagositosis, patologi klinik darah dan
gambaran darah.
20
Tahap 4
Proteksi vaksin koktail bakterin M. fortuitum dan A. hydrophila pada ikan
gurame (O. gouramy)
Kajian efektivitas vaksin koktail terhadap pengaruh mono infeksi dan ko-
infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila dilakukan pada hari ke – 21 pasca
vaksinasi dengan menginjeksikan pada masing – masing perlakuan dengan mono
infeksi M. fortuitum 107 cfu, A. hydrophila 10
8 cfu dan infeksi gabungan
keduanya (Tabel 3).
Pengamatan terhadap uji tantang dengan monovalen A. hydrophila
dilakukan selama 14 hari sedangkan uji tantang dengan monovalen M. fortuitum
dan ko-infeksi diamati selama 28 hari. Parameter uji yang diukur dalam tahap ini
antara lain titer antibodi, aktifitas respiratory burst, komplemen, aktifitas
fagositosis, patologi klinik darah dan gambaran darah.
Tabel 3 Perlakuan proteksi vaksin monovalen dan koktail M. fortuitum dan A.
hydrophila
Perlakuan Ulangan Komponen vaksin Komponen uji tantang
1
2
3
4
5
6
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
25 (su Mf) : 75(su Ah)
25 (su Mf) : 75(su Ah)
25 (su Mf) : 75(su Ah)
50 (su Mf) : 50(su Ah)
50 (su Mf) : 50(su Ah)
50 (su Mf) : 50(su Ah)
75 (su Mf) : 25(su Ah)
75 (su Mf) : 25(su Ah)
75 (su Mf) : 25(su Ah)
su AH
su AH
su AH
su MF
su MF
su MF
K
K
K
M. fortuitum
A.hydrophila
Ko-infeksi
M. fortuitum
A.hydrophila
Ko-infeksi
M. fortuitum
A.hydrophila
Ko-infeksi
M. fortuitum
A.hydrophila
Ko-infeksi
M. fortuitum
A.hydrophila
Ko-infeksi
M. fortuitum
A.hydrophila
Ko-infeksi
Mf (Mycobacterium fortuitum),Ah (Aeromonas hydrophila), su (sel utuh), K (kontrol)
21
Parameter yang Diamati
Beberapa parameter uji yang diamati pada penelitian ini diantaranya
adalah kematian ikan, gejala klinis dan gambaran sistem imun ikan.
Gejala klinis
Gejala klinis ikan diamati dengan melihat tingkah laku makan, berenang,
respon terhadap kejutan dan perubahan anatomi bagian luar tubuh ikan maupun
organ dalam ikan.
Hematologi dan gambaran sistem imun
Pengamatan hematologi dan gambaran sistem imun dilakukan dengan
mengamati sampel darah yang diambil dari ikan perlakuan kemudian diukur kadar
hemoglobin menurut metode Sahli (Wedenmeyer & Yasutake 1977). Kadar
hematokrit menurut metode Anderson dan Siwicki (1995). Aktifitas fagositosis
meliputi indek fagositik dan persen fagositosis dievaluasi menggunakan metode
Zhang et al. (2008).
Produksi oksigen radikal dari fagositosis dalam darah dapat dilihat dengan
pewarnaan nitroblue tetrazolium (NBT-Assay) seperti yang dilakukan Anderson
dan Siwicki (1995). Aktifitas komplemen (Complement consumption assay)
dilakukan menggunakan metode Vivas et al. (2005). Titer antibodi diukur dengan
menggunakan aglutinasi langsung (direct aglutination) terhadap antigen-antibodi
perlakuan.
1 Gambaran hematologi
Darah diambil secara intra muscular dari caudal vein ikan menggunakan
spuit yang telah diberi heparin sebagai antikoagulan, darah disimpan pada suhu
15oC. kemudian diukur kadar hemoglobin menurut metode Sahli dengan
salinometer (Wedenmeyer dan Yasutake 1977), kadar hematokrit menurut metode
Anderson dan Siwicki (1993).
2 Indek fagositosis
Aktifitas fagositosis dievaluasi menggunakan metode Zhang et al. (2008)
dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 100 µL suspensi Staphylococcus aureus
kepadatan 107 cfu/mL dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf, ditambahkan 200
µL darah dengan heparin dan dihomogenkan menggunakan vortex, kemudian
22
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 30 oC. Sebanyak 1 mL salin ditambahkan
ke dalam tabung dan dihomogenkan. Solusi homogenat disentrifus dengan 3.000 g
selama 5 menitl lalu 1 mL supernatan diambil kemudian dibuang dan sisa solusi
dihomogenkan kembali. Diambil satu tetes homogenat, dibuat preparat ulas di atas
slide glass. Preparat difiksasi dengan metanol selama 2-3 menit, kemudian dicuci
dengan akuades, preparat dikeringanginkan, tahap akhir preparasi diwarnai
dengan pewarna giemsa. Preparat diamati di bawah mikroskop. Persen Fagositosis
(PF) dan Indek Fagositosis (IF) dihitung menggunakan rumus:
PF =(N1/100)x100
IF = N2/100
Keterangan :
N1 : total jumlah fagosit yang memakan (engulfing) bakteri secara acak dari 100
fagosit yang terhitung.
N2 : total jumlah bakteri yang dimakan oleh fagosit dari 100 fagosit yang
terhitung.
3 Uji Respiratory burst (NBT-assay)
Produksi oksigen radikal dari fagositosis dalam darah dapat dilihat dengan
pewarnaan nitroblue tetrazolium (NBT). Sebanyak 50µl sampel darah dengan
heparin diletakkan pada sumur microplate well “U” diinkubasi selama 1 jam pada
suhu 37ºC kemudian dicuci dengan PBS dan ditambahkan 50µl 0.2% NBT,
suspensi NBT - sel darah diinkubasi selama 1 jam pada suhu 25°C. Setelah itu
lakukan fiksasi dengan metanol 100% selama 2 – 3 menit dilanjutkan dengan
metanol 30% sebanyak 3 kali. Kemudian dikeringanginkan, selanjutnya
tambahkan 60 µl kalium hydroxide dan 70 µl larutan dimethylsulfoxide. Analisa
produksi radikal oksigen dengan menggunakan NBT (nitroblue tetrazolium)
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540
nm (Anderson and Siwicki, 1995).
4 Aktifitas komplemen
Aktifitas komplemen (Complement consumption assay) dilakukan
menggunakan metode Vivas et al. (2005) yang dimodifikasi. Sebanyak 200 µL
serum ikan dan 200 µL suspensi bakteri A. hydrophila (108 cfu/mL) dicampurkan
23
dengan PBS steril dalam 1,5 mL tabung Eppendorf. Sebanyak 200 µL serum ikan
dan 200 µL suspensi bakteri M. fortuitum (108 cfu/mL) dicampurkan dengan PBS
steril dalam 1,5 mL tabung Eppendorf. Sebanyak 200 µL serum ikan dan 100 µL
suspensi bakteri A. hydrophila dan 100 µL suspensi bakteri M. fortuitum
dicampurkan dengan PBS steril dalam 1,5 mL tabung eppendorf, untuk kontrol
tabung eppendorf hanya diisi dengan PBS. Tabung diinkubasi selama 1,5 jam
pada suhu 16 oC. Ditambahkan 400 µL PBS ke dalam setiap tabung dan suspensi
difilter menggunakan filter 0,22 µm.
Larutan hasil filtrasi dimasukkan ke dalam mikrotiter 25 µL, ditambahkan
secara serial (serial two-fold dilutions) 2% suspensi rabbit red blood cells
(RaRBC) dalam PBS yang kemudian diinkubasi selama 1,5 jam pada 16 oC.
Tahap selanjutnya ditambahkan 100 µL 0,9% salin dingin (ice-cold), dan sel
diendapkan dengan cara disentrifus (1.400 g, 5 menit, 4 oC). Absorban supernatan
dilihat dengan 405 nm. 100% hemolisis diperoleh dengan menambahkan 25 µL
RaRBC dan 175 µL akuades sedangkan aktifitas lisis (spontaneous lysis)
diperoleh dengan menambahkan 25 µL RaRBC dan 50 µL PBS, setelah 1 jam
diinkubasi ditambahkan 100 µL 0,9% salin. Aktifitas komplemen dihitung dengan
melihat hemolisis pada RaRBC, hasil dimasukkan dalam rumus berikut :
Percent haemolysis = {(A405(sampel) –A405(spontaneous lysis))/(A405 (100%
haemolysis)- A405(spontaneous lysis)} x 100%
5 Titer Antibodi
Pengamatan titer antibodi dilakukan untuk mengamati antibodi yang
dihasilkan oleh ikan setelah diberi perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap
beberapa ekor sampel ikan uji. Pengukuran titer antibodi dilakukan sebelum
dilakukan vaksinasi, minggu ke tiga pada masa induksi vaksin dan minggu ke 4
setelah uji tantang. Serum darah ikan uji diperoleh dengan cara darah diambil
menggunakan jarum suntik, kemudian dimasukkan ke dalam microtube 1.5 ml.
Agar serum yang didapat benar-benar bersih dan terpisah dari sel darah, maka
darah disentrifus, serum yang diambil bisa diambil dari supernatan. Kemudian
dilakukan uji aglutinasi dalam microplate. Keberadaan antibodi dapat dideteksi
24
dengan metode aglutinasi langsung melalui pengenceran serum darah sesuai
dengan perlakuan. Jika dalam serum mengandung antibodi, maka ketika serum
diberi antigen akan terjadi aglutinasi kompleks antigen-antibodi.
Uji titer antibodi menggunakan microplate well 96 berbentuk huruf „U‟.
Serum ikan perlakuan vaksin sebagai antibodi dimasukkan ke dalam sumur no 1
(kontrol positif) dan sumur no 2 masing-masing 30 µL, kemudian dilakukan
pengenceran seri (serially two-fold diluted) dalam PBS 30 µL (pH 7,2) sampai
sumur ke – 11, pada sumur ke-12 hanya diisi PBS (kontrol negatif). Pengujian
kelompok pertama dengan menambahkan antigen ke dalam sumur ke-1 sampai
sumur ke – 12 sebanyak 30 µL bakteri homolog A. hydrophila. Kelompok kedua,
menambahkan ke dalam sumur ke-1 sampai sumur ke – 12 sebanyak 30 µL
bakteri homolog M. fortuitum. Kelompok terakhir, menambahkan ke dalam sumur
ke – 1 sampai sumur ke – 12 sebanyak 15 µL bakteri A. hydrophila +15 µL
bakteri M. fortuitum. Microplate well “U” yang berisi antibodi dan antigen
kemudian diinkubasi 24 pada suhu ruang dan titer aglutinasinya dihitung. Nilai
titer dimasukkan dalam hitungan log 2.
Histopatologi
Pengamatan gambaran histopatologi dilakukan untuk mengetahui efek
patologis dari penyakit Mycobacteriosis (infeksi M. fortuitum) MAS dan (infeksi
A. hydrophila) terhadap ikan gurame.
Relative Percent Survival (RPS)
Tingkat kelangsungan hidup (SR) setelah uji tantang kemudian dihitung
menjadi nilai Relative Percent Survival (RPS) untuk melihat efektifitas vaksinasi
dengan menggunakan rumus Ellis (1988) :
25
Analisis Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Analisis untuk data pengamatan diferensial leukosit, kadar hemoglobin,
kadar hematokrit, indeks fagositosis, persen fagositosis, aktifitas Respiratory
Burst, aktifitas komplemen, titer antibodi dan RPS (Relative Percent Survival)
dianalisis dengan program ANOVA (SPSS). Perubahan gejala klinis dan
histopatologi organ dianalisis secara deskriptif.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap 1
Patogenitas ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila pada
ikan gurame (O. gouramy)
Penelitian tahap 1 menunjukkan hasil nilai hematorit perlakuan ko-infeksi
A, B dan C mengalami penurunan setiap minggunya pascainfeksi, hal tersebut
ditunjukkan pada Gambar 2. Nilai hematorit perlakuan ko-infeksi pada hari ke – 7
berbeda nyata (P<0.05) dengan nilai ko-infeksi hari ke – 28 pascainfeksi.
Gambar 2 Kadar hematokrit ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum (Mf)
dan A. hydrophila (Ah). (A) Tipe bakteri 75Mf:25Ah, (B) Tipe
bakteri 50Mf:50Ah, (C) Tipe bakteri 25Mf:75Ah, (D) Kontrol
Kadar hematokrit pada perlakuan ikan gurame yang diinfeksi dengan ko-
infeksi bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila mengalami penurunan berkisar 21
– 23%, hal ini didukung oleh Randal (1970) dalam Dopongtanung (2008) yang
menjelaskan bahwa bila nilai hematokrit ikan di bawah 22% menunjukkan bahwa
ikan mengalami anemia dan kemungkinan mengalami infeksi penyakit bakteri.
Hematokrit berpengaruh terhadap pengukuran eritrosit (Hesser et al. 1960) dan
merupakan persentase volume eritrosit dalam darah (Sastradipradja et al. 1989).
Ko-infeksi bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila secara fisiologis menyebabkan
penurunan nafsu makan sehingga berpengaruh terhadap penurunan nilai
hematokrit darah.
27
Rata – rata kadar hemoglobin pada perlakuan ikan gurame yang diinfeksi
dengan ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila mengalami penurunan dengan
nilai berkisar 3 – 4 g 100 mL-1
dibanding kelompok kontrol (Gambar 3). Kadar
hemoglobin pada perlakuan A, B dan C mengalami penurunan 1 minggu
pascainfeksi dan mulai meningkat kembali pada minggu ke – 2 dan ke – 3
pascainfeksi hal ini diduga disebabkan tubuh mulai berespon adaptif terhadap
invasi patogen yang masuk ke dalam tubuh, namun kadar hemoglobin kembali
menurun pada minggu ke – 4 pascainfeksi setelah diinfeksi dengan A. hydrophila.
Gambar 3 Kadar hemoglobin ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum (Mf)
dan A. hydrophila (Ah). (A) Tipe bakteri 75Mf:25Ah, (B) Tipe
bakteri 50Mf:50Ah, (C) Tipe bakteri 25Mf:75Ah, (D) Kontrol
Menurunnya nilai hemoglobin dalam darah berkaitan dengan rendahnya
nilai eritrosit yang diduga karena darah ikan mengalami lisis. Lisis disebabkan
oleh pecahnya eritrosit karena adanya toksin bakteri di dalam darah yang disebut
haemolisin. Toksin ini akan melisis hemoglobin dan melepaskan hemoglobin.
Kadar hemoglobin yang rendah dapat menjadi salah satu indikasi pada ikan atas
terjadinya infeksi dalam hal ini yang disebabkan bakteri (Lucky. 1977).
Darah merupakan cairan tubuh yang berfungsi sebagai alat transportasi
oksigen nutrien dan menjaga keseimbangan tubuh. Infeksi suatu penyakit akan
mengakibatkan darah mengalami perubahan, terutama kandungan hematokrit,
hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit (Lagler et al. 1977). Menurut
Jawad et al. (2004) parameter hematologis dapat digunakan untuk memonitor
status kesehatan dan respon fisiologis ikan terhadap stres lingkungan.
28
Hasil perlakuan ko-infeksi pada ikan gurame dengan komposisi bakteri M.
fortuitum dan A. hydrophila yang berbeda menunjukkan penurunan persentase
jumlah limfosit dan sebaliknya terjadi peningkatan persentase jumlah monosit
dan neutrofil. Persentase limfosit perlakuan A, B dan C pada minggu ke – 3 dan
ke – 4 pascainfeksi berbeda nyata (P<0.05) dengan D (kontrol). Proporsi limfosit
mengalami penurunan setiap minggunya setelah infeksi, di mana penurunan yang
tajam terjadi pada minggu ke – 3 pascainfeksi M. fortuitum dan minggu ke – 4
pascainfeksi A. hydrophila, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Total limfosit ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum (Mf) dan
A. hydrophila (Ah). (A) Tipe bakteri 75Mf:25Ah, (B) Tipe bakteri
50Mf:50Ah, (C) Tipe bakteri 25Mf:75Ah, (D) Kontrol
Respon imun alamiah ikan terhadap serangan infeksi bakteri akan
terbentuk dengan melibatkan peran sel darah putih (leukosit) sebagai barier
pertahanan tubuh. Komponen sel darah putih terdiri dari limfosit, monosit,
neutrofil, eosinofil dan basofil. Respon imun alami akan bertahan dan berfungsi
dengan baik dalam waktu beberapa hari sampai minggu setelah invasi bakteri ke
dalam tubuh.
Proporsi neutrofil pada perlakuan A, B dan C berbeda nyata (P<0.05)
dibanding D (kontrol), hal ini dapat dilihat pada Gambar 5. Peningkatan
signifikan neutrofil mulai terjadi pada minggu ke – 3 dan ke – 4 pascainfeksi, hal
ini dikaitkan dengan aktifitas multiplikasi dan faktor virulensi bakteri M.
fortuitum dan A. hydrophila yang meningkat. Ikan gurame mengalami infeksi A.
hydrophila setelah 21 hari diinfeksi dengan M. fortuitum.
29
Gambar 5 Total neutrofil ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum (Mf) dan
A.hydrophila (Ah). (A) Tipe bakteri 75Mf:25Ah, (B) Tipe bakteri
50Mf:50Ah, (C) Tipe bakteri 25Mf:75Ah, (D) Kontrol
Neutrofil dan monosit merupakan fagosit kuat yang akan mengeliminasi
patogen yang masuk ke dalam jaringan tubuh. Fulton et al. (2002) menyatakan
bahwa komponen lipoarabinomannan yang merupakan komponen dinding sel
bakteri akan mengaktifasi sel granulosit darah sebagai respon imun awal terhadap
infeksi Mycobacterium. Infeksi A. hydrophila menyebabkan septisemia yang
ditandai dengan terjadinya pendarahan pada organ ginjal dan limfa sehingga sel
granulosit keluar dari pembuluh darah bergerak aktif ke daerah yang mengalami
radang untuk memfagosit patogen yang masuk sehingga hal ini menyebabkan
proporsi jumlah sel granulosit yaitu neutrofil di dalam darah cenderung menurun.
Persentase jumlah monosit pada perlakuan ko-infeksi dengan
perbandingan bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila yang berbeda mengalami
peningkatan yang signifikan pada minggu ke – 3 dan ke – 4 pascainfeksi. Proporsi
monosit pada perlakuan A, B dan C berbeda nyata (P<0.05) terhadap D (kontrol)
(Gambar 6).
Jumlah monosit minggu ke – 4 pascainfeksi pada perlakuan A,B dan C
mengalami peningkatan. Perlakuan A mengalami peningkatan tertinggi, hal ini
disebabkan persentase bakteri M. fortuitum yang diinfeksikan lebih besar dari
perlakuan lain. Adanya infeksi akan menstimulasi tubuh mengaktifasi respon
pertahanan dengan meningkatkan jumlah monosit untuk menfagosit bakteri M.
fortuitum yang masuk ke dalam tubuh, belum selesai tubuh mengeliminasi M.
30
fortuitum, tubuh kembali diinfeksi dengan A. hydrophila yang akhirnya
menyebabkan monosit meningkat kembali karena tubuh harus mengeliminasi dua
agen patogen pada saat yang bersamaan. Monosit adalah perkusor dari makrofag
yang berasal dari jaringan limfoid ikan, meninggalkan sirkulasi dan memulai
tugas fagosit di jaringan untuk menghadang invasi patogen.
Gambar 6 Total monosit ikan gurame hasil ko-infeksi M. fortuitum (Mf) dan
A. hydrophila (Ah). (A) Tipe bakteri 75Mf:25Ah, (B) Tipe bakteri
50Mf:50Ah, (C) Tipe bakteri 25Mf:75Ah, (D) Kontrol
Kematian akibat infeksi M. fortuitum terjadi mulai hari ke – 18
pascainfeksi, sedangkan kematian akibat infeksi akut A. hydrophila dan M.
fortuitum terjadi pada hari ke 23 – 25 pascainfeksi, hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 7. Pola kematian akibat ko-infeksi bakteri M. fortuitum dan A. hydrophila
merupakan hasil gabungan karakter dari kedua jenis bakteri tersebut. Infeksi
kronis terjadi selama 28 hari masa pengamatan dan infeksi akut terjadi setelah 48
jam pascainjeksi dengan A. hydrophila. Jumlah ikan yang mengalami kematian
setiap perlakuan berbeda – beda, hal ini terkait dengan perbedaan tingkat virulensi
dari komposisi bakteri ko-infeksi yang berbeda. Pengujian ko-infeksi pada ikan
gurame menggunakan M. fortuitum 107
cfu dan A. hydrophila 108 cfu.
Perlakuan ko-infeksi 75Mf:25Ah dan 50Mf:50Ah menunjukkan kematian
yang rendah yaitu 10 – 20% sedangkan pada ko-infeksi 25Mf:75Ah jumlah
kematian ikan gurame mencapai 50%. Talaat et al. (1999) menginokulasikan M.
fortuitum ATCC 109
cfu secara intraperitoneal menyebabkan kematian 100%
dalam jangka waktu kurang dari 8 hari dan pada dosis 108 cfu menyebabkan
31
kematian 21% pada ikan Goldfish (Carassius auratus). Penelitian yang dilakukan
oleh Vivas et al. (2003) menggunakan A. hydrophila pada dosis LD50 108
cfu
selama 14 hari pada ikan rainbow trout.
Gambar 7 Kematian kumulatif harian ikan gurame perlakuan ko-infeksi M.
fortuitum (Mf) dan A. hydrophila (Ah). (A) Tipe bakteri
75Mf:25Ah, (B) Tipe bakteri 50Mf:50Ah, (C) Tipe bakteri
25Mf:75Ah, (D) Kontrol
Gejala klinis akibat infeksi M. fortuitum mulai terlihat pada hari ke – 14
ditandai dengan penurunan nafsu makan dan hari ke – 18 mulai terlihat nodul
dalam ukuran 0.1 – 0.2 cm pada permukaan tubuh. Sedangkan infeksi A.
hydrophila menunjukkan gejala klinis luka pada bekas injeksi dan terlihat
pembengkakan pada rongga perut mulai 24 – 48 jam pascainfeksi. Ko-infeksi 28
hari menyebabkan mata menonjol atau eksopthalmia pada gurame uji. Perubahan
gejala klinis tersebut ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Gejala klinis ikan gurame perlakuan ko-infeksi M. fortuitum (Mf)
dan A. hydrophila (Ah) menunjukkan nodul, kemerahan pada
bekas suntikan dan eksopthalmia (tanda panah berwarna merah)
32
Patologi anatomi menunjukkan granuloma pada hati dan limpa mulai
terbentuk pada hari ke – 21 pascainfeksi bakteri M. fortuitum (Gambar 9). Asites
dalam rongga perut dan pendarahan pada organ ginjal dan limpa pada ko-infeksi
terjadi mulai 24 – 48 jam post infeksi A. hydrophila. Perubahan histopatologi hari
ke – 28 pascainfeksi menunjukkan tingkat kerusakan yang signifikan dibanding
21 hari pascainfeksi, hal ini disebabkan dua agen patogen yaitu M. fortuitum dan
A. hydrophila telah bersinergis bersama – sama menimbulkan kerusakan jaringan
Menurut Talaat et al. (1999) infeksi M. fortuitum 108 cfu pada ikan Goldfish
menyebabkan lesi granulomatous pada berbagai organ internal yaitu peritoneum,
pankreas, hati, limpa dan ginjal.
Gambar 9 Patologi anatomi ikan gurame perlakuan ko-infeksi M. fortuitum
(Mf) dan A. hydrophila (Ah) menunjukkan granuloma pada
berbagai organ internal. A. 21 hari ko-infeksi ; B. 28 hari ko-
infeksi
Perubahan histopatologi hasil ko-infeksi 21 hari dan 28 hari pascainfeksi
menunjukkan kongesti, granuloma multifokal pada hati dan limpa, nekrosis pada
sel hati dan sel ginjal, melano macrofag center (MMC) pada limpa dan ginjal
serta peradangan dan hemorhagik juga ditemukan pada organ ginjal, hal tersebut
dapat dilihat pada Gambar 10.
Mikobakteria kaya akan lipid, mencakup asam mikolat (asam lemak rantai
panjang C78 – C90), lilin dan fosfatida. Dalam sel, lipid sebagian besar terikat
pada protein dan polisakarida (Jewetz et al. 1996). Granuloma merupakan
kerusakan jaringan yang terjadi akibat dipeptida muramil yang merupakan salah
satu jenis protein yang dimiliki oleh jaringan terikat kompleks dengan asam
mikolat yang dihasilkan oleh bakteri Mycobacterium spp. Granuloma terlihat
sebagai kumpulan sel – sel epiteloid yang berasal dari histiosit. Nekrosis
A B
33
ditemukan di daerah sentral granuloma. Di dalam granuloma juga ditemukan
jaringan ikat fibrosit dan sejumlah limfosit.
(A) (B) (C)
Gambar 10 Fotomikrograf organ hati (A), ginjal (B) dan limpa (C) ikan gurame
ko-infeksi M.fortuitum dan A. hydrophila menunjukkan kongesti (k),
granuloma (g), vakuolisasi (v), melano macrofag center (mmc),
hemorrhagic (h), inflamasi (m), necrosis (n), (Perbesaran 100 –
200x, Pewarnaan Hematoxylin-Eosin). Atas (hasil ko-infeksi 21 hari
pascainfeksi, Bawah (hasil ko-infeksi 28 hari pascainfeksi)
Melano macrofag center (MMC) adalah agregat makrofag merupakan
kumpulan sel yang mengandung pigmen pada jaringan. MMC ditemukan pada
organ ginjal dan limpa ikan gurame perlakuan ko-infeksi. Melanomakrofag atau
endapan coklat akibat ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila pada ikan gurame terjadi
karena adanya eksudasi kuman di jaringan. Infiltrasi sel radang yang ditemukan pada
jaringan organ ikan gurame ko-infeksi mengindikasikan terjadinya peradangan
pada jaringan tersebut. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri M. fortuitum dan A.
hydrophila menstimulasi bekerjanya respon imun non spesifik ikan gurame, hal
ini ditandai dengan aktifitas sel granulosit yang keluar dari pembuluh darah
bergerak aktif ke daerah yang mengalami kerusakan serta makrofag untuk
mengeliminasi invasi patogen. Proses keradangan secara normal akan diikuti oleh
peningkatan jumlah sel limfosit, makrofag maupun neutrofil. Menurut Darwis et
al. (2000) infeksi menyebabkan peradangan pada tubulus maupun glomerulus
K
G
G
v
m
MMC
h
MMC
G
G
G
MMC n
n
34
ginjal yang dapat melanjut menjadi nekrosis multifokal dan mempengaruhi proses
metabolisme tubuh.
Alagappan et al. (2009) menyatakan bahwa infeksi A. hydrophila
menyebabkan melano macrofag center (MMC) pada ginjal dan limfa serta
kerusakan sel dan nekrosis pada hati dan ginjal, hal yang sama juga terjadi pada
perlakuan ko-infeksi 28 hari pascainfeksi. Kerusakan yang terjadi akibat ko-
infeksi pada ikan gurame perlakuan disebabkan adanya toksin mematikan dari
produk ekstraseluler yang bersifat virulen yang dihasilkan kedua bakteri tersebut.
Infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila pada ikan gurame secara
mikroskopik menyebabkan kongesti pada hati dan ginjal. Kongesti merupakan
keadaan yang menunjukkan peningkatan volume darah karena pelebaran
pembuluh darah kecil (Robbins dan Kumar. 1995). Menurut Smith and Jones
(1961) kongesti terjadi akibat reaksi keradangan dan kerusakan bagian organ.
Kongesti merupakan proses pasif yang disebabkan oleh menurunnya aliran darah
vena. Kongesti akan menunjukkan perubahan warna merah, tergantung derajat
oksigenasi darah. Kongesti juga merupakan gejala patologis pertama dari
kerusakan jaringan dan terjadi peningkatan jumlah darah di dalam pembuluh
darah sehingga akan tampak kapiler darah melebar dan sinusoid-sinusoid di hati
terisi banyak eritrosit (Thomson. 1978). Kongesti dapat dikaitkan dengan aktifitas
multiplikasi bakteri dan endotoksin atau eksotoksin dihasilkan oleh bakteri gram
negatif (Brook et al. 1989).
Tahap 2
Kajian Preparasi vaksin M. fortuitum dan A. hydrophila
Uji innocuity sediaan vaksin monovalen dan koktail M. fortuitum dan A.
hydrophila menunjukkan tidak terjadi kematian setelah 24 jam pascavaksinasi.
Perubahan secara fisiologis dan anatomis juga tidak ditemukan. Re-isolasi
terhadap gurame uji dari masing – masing kelompok perlakuan menunjukkan
tidak diperoleh adanya pertumbuhan bakteri pada media kultur. Tidak terjadinya
35
kematian setelah 24 jam pascavaksinasi, tidak ditemukannya perubahan fisiologis
dan anatomis pada gurame uji menandakan bahwa sediaan vaksin monovalen dan
koktail yang diberikan terbukti aman dan tidak menimbulkan efek samping.
Penggunaan neutral buffer formalin sebagai bahan inaktifasi bakteri memberikan
tingkat keamanan lebih baik dibanding menggunakan formalin yang seringkali
menimbulkan perubahan pada tingkah laku dan peradangan pada area bekas
suntikan, hal tersebut disebabkan oleh efek toksik dari formalin yang dapat
berpengaruh secara fisiologis dan anatomis pada ikan.
Uji sterility terhadap masing – masing sediaan vaksin monovalen maupun
koktail diperoleh hasil tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri pada media
kultur, hal tersebut menunjukkan bahwa proses inaktifasi efektif dan tidak ada
kontaminasi mikroba selama proses pembuatan vaksin.
Uji kadar formalin dilakukan berdasarkan metode AOAC (1990)
menggunakan spektrofotometer dengan tingkat limit deteksi sebesar 0.0049 ppm.
Konsentrasi formalin dari sediaan masing – masing vaksin koktail sel utuh yang
digunakan adalah sebagai berikut : vaksin 25 Mf : 75 Ah sebesar 0.205 mg/L,
vaksin 50 Mf : 50 Ah sebesar 0.191 mg/L dan vaksin 75 Mf : 25 Ah sebesar 0.136
mg/L. Hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan vaksin relatif aman untuk
digunakan melalui injeksi secara intraperitoneal karena kelangsungan hidup pada
berbagai kelompok perlakuan 98 – 100 % (Tabel 4 ).
Tabel 4 Hasil uji kadar formalin sediaan vaksin koktail yang diinaktifasi dengan
neutral buffer formalin 3%.
No Sampel Kadar Formalin (mg/L)
1 Vaksin koktail 25 Mf:75Ah 0.205
2 Vaksin koktail 50 Mf:50 Ah 0.191
3 Vaksin koktail 75 Mf:25Ah 0.136
Pemakaian formalin sebagai salah satu bahan inaktifasi dalam proses
pembuatan vaksin telah banyak dilakukan pada berbagai penelitian
pengembangan vaksin baik pada bidang veteriner maupun akuakultur. Global isu
mengenai dampak formalin kaitannya dengan food hygiene dan food safety masih
menjadi perdebatan para ahli dari berbagai disiplin pada bidang terkait. Menurut
36
Sugiani (2012), penggunaan formalin dalam sediaan vaksin masih dapat diterima
jika konsentrasi rendah dan tidak menyebabkan efek toksik ketika diaplikasikan
baik secara injeksi, rendam ataupun melalui pakan.
Formalin merupakan senyawa aldehid yang dihasilkan dari reaksi oksidasi
metanol dengan katalis perak pada suhu 600-700oC. Konsentrasi yang tinggi dapat
menimbulkan reaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga
menekan fungsi sel dan menyebabkan kerusakan organ tubuh. Kerusakan di
dalam sel terjadi karena formalin mengkoagulasi protein yang terdapat pada
protoplasma dan nukleus (Cahyadi 2006 dalam Saraswati, dkk. 2009). Menurut
Austin & Austin (1987) penggunaan formalin dalam pembuatan vaksin lebih
menguntungkan secara komersial dibandingkan zat kimia lain seperti kloroform,
fenol dan sodium hidroksida. Formalin telah digunakan sebagai bahan inaktifasi
untuk bakteri A. hydrophila, Edwardsiella ictaluri, Pseudomonas piscicida, P.
anguiliseptica, Vibrio anguilarum, dan V. ordalii. Formalin membunuh dengan
cara mendehidrasi sel bakteri dan mengganti cairan dalam sel dengan komponen
yang menyerupai gel. Penambahan formalin menyebabkan protoplasma menjadi
kehilangan kelembaban sehingga sel pecah.
Kadar residu formalin dari masing – masing perlakuan ikan gurame yang
divaksinasi dengan vaksin koktail dan monovalen tidak terdeteksi dari otot ikan,
kadar residu formalin pada daging ikan gurame hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Deteksi kadar residu formalin pada otot ikan gurame yang divaksinasi
dengan vaksin koktail dan monovalen inaktifasi dengan neutral buffer
formalin 3%.
No Jenis vaksin yang diinjeksikan ke
ikan gurame
Kadar Formalin (mg/L)
1 Vaksin koktail 25 Mf:75Ah Tidak terdeteksi
2 Vaksin koktail 50 Mf:50 Ah Tidak terdeteksi
3 Vaksin koktail 75 Mf:25Ah Tidak terdeteksi
4 Vaksin monovalen A. hydrophila Tidak terdeteksi
5 Vaksin monovalen M. fortuitum Tidak terdeteksi
6 kontrol Tidak terdeteksi
Menurut Yang et al. (2005) meneliti kadar formalin pada otot ikan mas
(Cyprinus carpio). Perlakuan ikan yang direndam dengan formaldehid 37% pada
37
suhu 20ºC dan 30ºC pada dosis 250 ppm 1 jam, 100 ppm 2 jam dan 25 ppm
jangka waktu sampai 48 jam menunjukkan bahwa residu formalin terdeteksi pada
level yang sangat rendah dari ke 3 perlakuan tersebut setelah 144 jam. Hal
tersebut menunjukkan bahwa senyawa formalin akan terdegradasi secara perlahan
di lingkungan perairan.
Berdasarkan pemeriksaan secara histologis juga tidak ditemukan adanya
kerusakan akibat residu formalin pada ikan uji dari masing – masing perlakuan
pada organ hati, ginjal dan limpa. Residu formalin dalam level rendah mampu
direspon positif secara fisiologis oleh ikan sebagai material toksik yang tidak
menyebabkan kerusakan pada jaringan hati, ginjal dan limfa (Gambar 11).
Gambar 11 Fotomikrograf organ hati (A), ginjal (B) dan limpa (C) gurame uji
yang divaksinasi dengan vaksin monovalen dan koktail inaktifasi
dengan neutral buffer formalin 3% menunjukkan tidak ada
perubahan (perbesaran 200x, perwarnaan Hematoxylin-Eosin,). Atas
: organ dari ikan normal, Bawah : organ dari ikan perlakuan vaksin
Menurut Kwon dan Choon (1996) efek toksik residu formalin pada ikan
rockfish dapat menyebabkan edema pada sel epithel, proliferasi dan nekrosis
lamela sekunder insang, kongesti, piknotik dan vakuolisasi pada jaringan hati.
Selain itu sel mukus bertambah, nekrosis pada sel epitel dan tubulus proximal
ginjal, serta nekrosis pada bagian dermis dan epidermis dari jaringan kulit.
Formalin lebih toksik dibanding dengan neutral buffer formalin pada kondisi yang
sama. Oleh karena itu penggunaan neutral buffer formalin 3% sebagai bahan
inaktifasi vaksin monovalen dan koktail lebih aman dan tidak menyebabkan efek
samping pada ikan gurame.
A C B
38
Bakteri tersusun atas senyawa protein yang memiliki kadar dan ukuran
yang berbeda – beda pada setiap struktur penyusunnya. Berat protein sediaan
vaksin sel utuh A. hydrophila inaktifasi neutral buffer formalin 3% sebesar 0.81
mg/L dan sediaan vaksin sel utuh M. fortuitum sebesar 8.71 mg/L (Tabel 6). Berat
protein vaksin sel utuh A. hydrophila yang diperoleh tidak berbeda jauh dari
penelitian yang dilakukan oleh Sugiani (2012) yaitu sebesar 0.53 mg/L.
Tabel 6 Berat protein sediaan vaksin monovalen sel utuh yang diinaktifasi
dengan neutral buffer formalin 3%
No Nama vaksin Berat protein (mg/L)
1 A. hydrophila 0.81
2 M. fortuitum 8.71
Vaksin monovalen sel utuh M. fortuitum memiliki berat protein yang lebih
besar dari sel utuh A. hydrophila, hal ini dapat dikaitkan dengan stuktur bakteri M.
fortuitum yang jauh lebih kompleks dibanding dengan A. hydrophila. M. fortuitum
tersusun atas lapisan peptidoglikan lebih tebal 60 – 100% dari pada bakteri A.
hydrophila yang hanya memiliki ketebalan 10 – 20%, di mana pada lapisan
tersebut berikatan dengan protein.
Profil protein sediaan vaksin monovalen A. hydrophila terdiri dari 15 pita
protein, vaksin monovalen M. fortuitum terdiri dari 14 pita protein sedangkan
vaksin koktail A. hydrophila – M. fortuitum terdiri dari jumlah pita protein yang
bervariasi (Gambar 12).
Gambar 12 SDS PAGE sediaan vaksin monovalen dan koktail inaktifasi neutral
buffer formalin 3% (M) Marker (1) koktail 25Mf:75Ah (2) koktail
50Mf:50Ah (3) koktail 75Mf:25Ah (4) monovalen A. hydrophila
(5) monovalen M. fortuitum
200 116 89 61 47 37 28 21
5 4 3 2 1 M
39
Berdasarkan hasil analisa SDS PAGE sediaan vaksin monovalen A.
hydrophila menunjukkan pita protein yang berukuran 103.48, 83.76, 72.76, 64.70,
53.62, 51.16, 45.50, 35.98, 27.79, 24.14, 22.50, 16.58, 14.74, 12.50 dan 7.29 kDa
(Tabel 7). Aerolisin dengan ukuran 53 kDa juga teridentifikasi pada vaksin
monovalen A. hydrophila. Hemolisin yang berukuran 88 kDa teridentifikasi
dengan ukuran yang mendekati yaitu 83.76 kDa. Pita protein 83.76, 53.62 dan
45.50 kDa yang merupakan ukuran mendekati karakteristik isolat virulen
ditemukan pada vaksin monovalen A. hyrophila. Hal tersebut menunjukkan
bahwa bakteri A. hydrophila yang digunakan merupakan isolat virulen. Menurut
Sirirat et al. (1999) yang melakukan karakterisasi protein sediaan ECP bakteri A.
hydrophila dengan pewarna silver menunjukkan bahwa isolat yang virulen terlihat
pita utama pada 88, 52 dan 45 kDa sedangkan isolat avirulen 95023 pada 88, 45,
31 dan 24 kDa dan isolat III/39 pada 70, 50, 33 dan 20 kDa. Pita protein yang
berukuran 88 kDa teridentifikasi sebagai haemolisin dan 52 kDa teridentifikasi
sebagai aerolisin, keduanya merupakan toksin yang dihasilkan oleh A. hydrophila
yang berperan sebagai faktor virulensi.
Hasil analisa SDS PAGE sediaan vaksin monovalen M. fortuitum
menunjukkan pita protein yang berukuran 124.84, 108.44, 94.19, 83.76, 72.76,
64.70, 51.16, 44.44, 35.98, 27.79, 16.58, 14.74, 12.50 dan 6.96 kDa (Tabel 7).
Protein yang mendekati 65 kDa juga ditemukan pada vaksin monovalen M.
fortuitum yaitu 64.70 kDa dan merupakan protein yang bersifat imunogenik.
Menurut Chen et al. (1997) profil protein ECP Mycobacterium spp pada ikan
menunjukkan pita utama pada 65 kDa dan < 14 kDa dan pita lain yang
teridentifikasi juga berukuran 70, 45, 40, 38 dan 25 kDa. Sel utuh sonikasi
menunjukkan pita utama pada ukuran 68, 65, 55, 50, 31, 27 dan 16 kDa serta pita
yg berukuran > 97 kDA. Protein yang berukuran 65 kDa bersifat imunogenik pada
ikan dan kelinci. Antigen vaksin monovalen M. fortuitum dan A. hydrophila
mengandung material protein yang bersifat imunogenik dengan ukuran 60 – 120
kDa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Stuart (1999) bahwa molekul antigen
yang bersifat imunogenik memiliki ukuran lebih besar dari 60 kDa.
40
Tabel 7 Karakter berat molekul protein hasil SDS PAGE vaksin monovalen A
hydrophila dan M. fortuitum serta gabungan keduanya yang diinaktifasi
dengan neutral buffer formalin 3%
Sediaan vaksin BM kDa
Monovalen A hydrophila 103.48; 83.76; 72.76; 64.70; 53.62; 51.16; 45.50;
35.98; 27.79; 24.14; 22.50; 16.58; 14.74; 12.50;
7.29
Monovalen M. fortuitum 124.84; 108.44; 94.19; 83.76; 72.76; 64.70; 51.16;
44.44; 35.98; 27.79; 16.58; 14.74; 12.50; 6.96
Koktail 25Mf:75Ah 103.48; 83.76; 64.70; 45.50; 27.79
Koktail 50Mf:50Ah 124.84; 103.47; 83.76; 64.70; 53.62;51.16; 35.98;
27.79; 22.50; 16.58
Koktail 75Mf:25Ah 124.84; 103.48; 83.76; 72.76; 53.82; 44.44;
35.98;27.79; 16.58
Berat molekul protein hasil masing – masing sediaan vaksin koktail dapat
dilihat selengkapnya pada Tabel 7, profil protein vaksin koktail menunjukkan
variasi jumlah dan ukuran pita protein. Vaksin koktail 25Mf : 75Ah memiliki 5
pita protein yang terdiri dari 5 pita protein A. hydrophila dan 2 pita protein M.
fortuitum, dimana terdapat 2 ukuran pita protein yang sama untuk kedua jenis
bakteri tersebut yaitu 64.70 dan 27.29 kDa. Vaksin koktail 50Mf : 50Ah memiliki
10 pita protein yang terdiri dari 9 pita protein A. hydrophila dan 7 pita protein M.
fortuitum, di mana terdapat 6 ukuran pita protein yang sama untuk kedua jenis
bakteri tersebut yaitu 83.76, 64.70,51.16, 35.98, 27.79 dan 16.58 kDa. Vaksin
koktail 75Mf : 25Ah memiliki 9 pita protein yang terdiri dari 7 pita protein A.
hydrophila dan 7 pita protein M. fortuitum, di mana terdapat 5 ukuran pita protein
yang sama untuk kedua jenis bakteri tersebut yaitu 83.76, 72.76, 35.98,27.79 dan
16.58 kDa. Profil protein vaksin koktail merupakan gabungan dari vaksin
monovalen M. fortuitum dan A. hydrophila.
41
Tahap 3
Efikasi vaksin koktail bakterin A. hydrophila dan M. fortuitum pada
ikan gurame (O. gouramy)
Keberhasilan vaksinasi dapat diukur dari beberapa parameter
imunologi untuk mengetahui keamanan dan level proteksi aplikasi vaksin pada
ikan. Analisis bakterisidal serum dapat dijadikan komponen untuk melihat
viabilitas patogen dalam inang yang ditunjukkan melalui aktifitas titer antibodi,
respiratory burst dan komplemen (Ellis, 2001). Sedangkan pemeriksaaan
komponen darah dilakukan untuk mengetahui kondisi status kesehatan ikan,
mengevaluasi pertahanan non spesifik pada spesies ikan dan mengetahui pengaruh
stres terhadap kesehatan ikan (Svobodova dan Vykusova, 1991). Parameter
imunologi dan hematologi darah pada penelitian tahap 3 diperoleh hasil sebagai
berikut :
1. Titer Antibodi
Titer antibodi ikan gurame (Gambar 13,14 dan 15) dengan perlakuan
vaksin monovalen maupun koktail menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding
dengan kontrol (P<0,05). Hasil pengamatan antar perlakuan vaksin menunjukkan
perlakuan vaksin koktail memiliki titer antibodi yang lebih tinggi, pada uji tantang
dengan bakteri gabungan (ko-infeksi) pada nilai 6, dan 5 (log 2) dibanding dengan
monovalen.
Pemberian vaksin monovalen dan koktail terbukti mampu menginduksi
respon imun spesifik pada ikan gurame. Peningkatan titer antibodi terjadi setelah
2 minggu atau 14 hari pascavaksinasi dan secara signifikan meningkat pada
minggu ke – 3 pascavaksinasi. Penurunan titer antibodi terjadi 1 minggu setelah
uji tantang dan meningkat kembali 2 minggu setelah uji tantang.
Hasil titer antibodi pada perlakuan vaksinasi monovalen A. hydrophila
ternyata lebih tinggi dalam membentuk respon imun yaitu mencapai nilai 8 (log 2)
demikian juga untuk monovalen M. fortuitum yaitu nilai 6 (log 2) untuk jika
dibandingkan dengan vaksin koktail ketika uji tantang dengan bakteri tunggal.
Hasil titer antibodi terhadap uji tantang gabungan (ko-infeksi) menunjukkan nilai
titer yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan proteksi vaksin koktail.
42
Gambar 13 Titer antibodi serum ikan gurame (O. gouramy) pascavaksinasi yang
di tantang dengan bakterin A. hydrophila
Gambar 14 Titer antibodi serum ikan gurame (O. gouramy) pascavaksinasi yang
di tantang dengan bakterin M. fortuitum
Gambar 15 Titer antibodi serum ikan gurame (O. gouramy) pascavaksinasi yang
di tantang dengan gabungan bakterin M. fortuitum dan A.
hydrophila
43
Penurunan kembali titer antibodi yang terjadi minggu ke – 4 setelah uji
tantang dengan koinfeksi M. fortuitum dan A. hydrophila, hal ini disebabkan
karena uji tantang dengan bakteri A. hydrophila dilakukan setelah 3 minggu
terlebih dahulu ditantang dengan bakteri M. fortuitum. Ketika titer antibodi
mengalami peningkatan setelah pemulihan uji tantang dengan M. fortuitum ikan
gurame kembali diuji tantang dengan A. hydrophila sehingga menyebabkan nilai
titer antibodinya menjadi menurun. Hal tersebut merupakan fisiologis normal di
mana tubuh ikan akan memberikan respon terhadap adanya patogen atau benda
asing yang masuk.
Antibodi bereaksi spesifik dengan antigen membentuk senyawa komplek
berupa endapan (presipitat) dan gumpalan (aglutinat) yang ditujukan melalui uji
imunopresipitasi atau uji aglutinasi. Titer antibodi mencerminkan kemampuan
tubuh ikan terhadap infeksi bakteri melalui respons imun spesifik. Semakin tinggi
nilai titer maka diharapkan kemampuan perlindungan terhadap infeksi juga
menjadi tinggi. Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul
antifagositik dan eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri.
2. Respiratory Burst (NBT – Assay)
Hasil penelitian menunjukkan nilai NBT pada awal perlakuan berkisar
antara 0.115 – 0.234, peningkatan nilai NBT terjadi pada minggu ke – 2 maupun
ke – 3 pasca vaksinasi (Gambar 16). Gurame uji dari masing – masing perlakuan
vaksin menunjukkan nilai Optical density (OD) yang berbeda nyata (P<0.05)
dibanding pada perlakuan kontrol. Gurame uji yang divaksinasi dengan vaksin
monovalen A. hydrophila menunjukkan nilai NBT yang lebih tinggi dibanding
perlakuan lain dan kontrol. Perlakuan pemberian vaksin pada gurame uji mampu
meningkatkan kemampuan sel fagosit dalam melawan antigen.
44
Gambar 16 NBT Assay ikan gurame pasca vaksinasi dengan berbagai sediaan
vaksin monovalen dan koktail M. fortuitum dan A. hydrophila yang
diinaktifasi dengan neutral buffer formalin 3%
Respiratory burst disebut juga oksidatif burst memainkan peranan penting
dalam sistem imun. Aktifitas produksi oksigen radikal superoksida (O2) pada
aktifitas fagositosis dapat dilihat dengan menggunakan pewarna NBT. NBT atau
nitroblue tetrazolium adalah senyawa kimia yang digunakan dalam biokimia dan
imunologi untuk mendeteksi alkali fosfatase enzim. Nilai NBT semakin tinggi
menunjukkan bahwa produksi radikal oksigen bebas pada aktifitas respiratory
burst semakin besar. Produksi radikal bebas ini digunakan untuk melawan
patogen. Ikan mempunyai mekanisme membunuh sel-sel fagosit melalui oksigen
bebas dalam vakuola lisosom. Mekanisme ini mampu meningkatkan permeabilitas
sel bakteri sehingga bisa menyebabkan masuknya substansi dan cairan dalam sel
bakteri yang kemungkinan bisa menyebabkan plasmolisis.
Radikal oksigen toksik ini dengan cepat dikonversi menjadi hidrogen
peroksida (H2O2) yang memiliki sifat bakterisidal yang kuat. Karakter radikal
oksigen yang bersifat toksik terhadap patogen ini diduga pula dikonversi menjadi
radikal hidroksi (OH-) yang memiliki kemampuan mendegradasi membran lipid
antigen.
Penurunan aktifitas NBT mengindikasikan adanya kontaminan dan infeksi
yang kronis atau ikan sedang dalam kondisi stres. Peningkatan NBT dapat
mengindikasikan bahwa perlakuan penyuntikan vaksin telah efektif merangsang
45
sistem kekebalan tubuh ikan (Anderson, 2004). Neutrofil dan sel fagositik yang
teraktivasi dapat menghasilkan absorban 20 – 30% lebih tinggi, yang
menunjukkan produksi oksigen radikal yang lebih tinggi untuk pertahanan
terhadap penyakit.
Vaksin koktail yang merupakan gabungan dari bakterin monovalen A.
hydrophila dan M. fortuitum yang memiliki karakteristik yang berbeda dari sel
dan hasil metabolitnya ternyata tidak menyebabkan imunosupresi yang biasanya
ditandai dengan penurunan nilai NBT (penurunan aktifitas respiratory burst).
3. Aktifitas komplemen
Aktifitas komplemen dalam melisiskan RaBC terhadap bakteri A.
hydrophila 109 cfu menunjukkan terjadinya peningkatan pada minggu ke – 2 dan
ke – 3 pascavaksinasi dengan nilai hemolisis berkisar antara 60 – 80% pada
pengenceran pertama. Hal tersebut menandakan bahwa Aktifitas komplemen akan
mengalami peningkatan setelah 14 hari pascavaksinasi. Pada perlakuan vaksin
monovalen A. hydrophila dan koktail 50Mf:50Ah menunjukkan kemampuan
aktifitas komplemen yang lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0.05) dibanding
perlakuan vaksin lain dan kontrol, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.
Peningkatan aktifitas komplemen dalam melisiskan RaBC terhadap
bakteri M. fortuitum 108 cfu juga terjadi pada pengenceran ke – 2 dan ke – 3
dalam jangka waktu 2 dan 3 minggu pascavaksinasi, hal tersebut dapat diamati
pada Gambar 17. Perlakuan vaksin monovalen M. fortuitum dan koktail
50Mf:50Ah menunjukkan kemampuan hemolisis yang lebih besar dan berbeda
nyata (P<0.05) dibanding perlakuan vaksin lain maupun kontrol.
Aktifitas komplemen pascavaksinasi dalam melisiskan RaBC terhadap
gabungan bakteri A. hydrophila dan M. fortuitum mengalami peningkatan pada
minggu ke – 2 dan ke – 3 dengan rata – rata hemolisis sebesar 50 – 80%.
Kemampuan komplemen pada perlakuan vaksin koktail 50Mf : 50Ah terhadap
bakteri A. hydrophila, M. fortuitum dan gabungan keduanya menunjukkan
kemampuan aktifitas komplemen yang lebih tinggi dari perlakuan vaksin lain
maupun kontrol, hal tersebut dapat dilihat pada gambar 17.
46
(a) (b) (c)
(1)
(2)
(3)
Gambar 17 Aktifitas komplemen serum ikan gurame pascavaksinasi dengan
vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi menggunakan
neutral bufer formalin 3% terhadap bakteri A. hydrophila. (1),
bakteri M. fortuitum (2) dan ko-infeksi (3), (a) minggu ke-1, (b)
minggu ke-2, (c) minggu ke-3
( ) vaksin koktail 25Mf:75Ah, ( ) vaksin koktail 50Mf:50Ah ,( )
vaksin koktail 75Mf:25Ah ,( ) vaksin monovalen Ah, ( ) vaksin
monovalen Mf ( ) kontrol
47
Komplemen merupakan sekumpulan molekul protein dan interaksinya
yang terjadi secara berantai, mengakibatkan efek biologis pada membran, pada
sifat sel dan interaksi protein lain. Sedikitnya ada 11 jenis protein komplemen
yang ada dalam plasma normal, masing-masing ada dalam keadaan inaktif tetapi
bila komplemen diaktivasi, setiap jenis komplemen mempunyai fungsi spesifik.
Aktifasi dapat dimulai dengan reaksi antigen dengan IgG atau IgM atau bila ada
kontak dengan IgA yang menggumpal, selain itu aktivasi dapat pula dimulai oleh
kontak dengan polisakarida atau lipopolisakarida, oleh produk yang terjadi akibat
aktivasi sistem pembekuan atau kalikrein.
Menurut Holand dan Lambris (2002), akhir dari aktivitas komplemen
adalah terbentuknya suatu pori fungsional pada membrane sel di mana
komplemen tersebut melekat, kemudian terjadi perubahan konformasi fosfolipid
sel yang menyebabkan lisis dan berakhir dengan kematian sel. Hal tersebut
disebut MAC (membrane attack complex). Komplemen dapat diinisiasi melalui
tiga jalur yaitu jalur klasik (classical complement pathway atau CCP), jalur
alternatif (alternate complement pathway atau ACP), dan jalur lektin (lectin
complement pathway / LCP). Jalur klasik berasosiasi dengan imunitas dapatan
yang dirangsang oleh aktifitas perlekatan permukaan antigen, membentuk ikatan
antigen-antibodi komplek.
Persamaan ketiga jalur tersebut adalah sama- sama mengaktivasi pusat
katalitik sistem komplemen yaitu C3, menginduksi C9 dan akhirnya membentuk
membrane attack complex. Perbedaan ketiga jalur tersebut terletak pada stimulus
yang menginduksi, jalur lecithin distimulasi oleh kompleks antigen – antibodi,
jalur MB-lecitin distimulasi oleh kompleks manosa-binding lecithin dan jalur
alternatif distimulasi oleh LPS (lipopolisakarida) dari permukaan patogen.
4. Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin pada ikan gurame uji pascavaksinasi mengalami
peningkatan pada minggu ke – 2, dengan rata – rata kadar hemoglobin sebesar 5 –
6.8 g 100 mL-1
. Kadar hemoglobin selama masa induksi kekebalan 21 hari
mengalami fluktuasi dan pada minggu ke – 1 dan ke – 3 pascavaksinasi
mengalami penurunan. Kadar hemoglobin perlakuan vaksin A, B, C, D dan E
48
setelah minggu ke – 2 vaksinasi lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0.05) dengan
F (kontrol), dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Kadar hemoglobin ikan gurame pasca vaksinasi dengan berbagai
sediaan vaksin. (A) koktail 25Mf:75Ah, (B) koktail 50 Mf:50Ah,
(C) koktail 75Mf:25Ah, (D) monovalen A. hydrophila, (E)
monovalen M. fortuitum, (F) kontrol
Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di
dalam eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung
karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh.
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Penurunan kadar hemoglobin terjadi
karena adanya pengurangan jumlah eritrosit dan penambahan jumlah plasma
darah yang menyebabkan warna merah darah berkurang. Proses tersebut
merupakan respon fisiologis normal dari ikan pasca vaksinasi. Kadar hemoglobin
ikan gurame sehat dengan ukuran 24 – 29 cm yang pernah dilaporkan oleh
Minaka et al. (2012) adalah sebesar 12.9 g 100 ml-1
.
Kadar hemoglobin ditentukan berdasarkan warna dan kepekatan inti sel
darah merah. Semakin tua eritrosit maka kadar hemoglobin semakin tinggi.
Tingginya kadar hemoglobin dikarenakan eritrosit yang ada dalam tubuh yaitu
eritrosit tua dan eritrosit muda yang baru dibentuk oleh jaringan hematopoetik.
Eritrosit yang masih baru memiliki inti yang besar dan warna yang lebih terang.
49
Jumlah hemoglobin pada sel darah merah ikan berbeda pada setiap stadia
perkembangannya (Ellis et al. 1978).
5. Hematokrit Darah
Kadar hematokrit untuk sel darah dari masing – masing perlakuan berkisar
30.5 – 39.01% dan nilai plasma darah 60.99 – 69.92% (Gambar 19). Berdasarkan
analisa statistik kadar hematokrit antar perlakuan pada ikan gurame 3 minggu
pascavaksinasi tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) antar perlakuan,
namun kenaikan signifikan kadar hematokrit ditemukan perlakuan B yaitu minggu
ke-2 pascavaksinasi berbeda nyata (P<0.05) dengan kontrol dan perlakuan lain.
Gambar 19 Kadar hematokrit ikan gurame pasca vaksinasi dengan berbagai
sediaan vaksin. (A) koktail 25Mf:75Ah, (B) koktail 50 Mf:50Ah,
(C) koktail 75Mf:25Ah, (D) monovalen A. hydrophila, (E)
monovalen M. fortuitum, (F) kontrol
Kadar hematokrit merupakan perbandingan antara komposisi plasma darah
dan sel darah. Plasma darah terdiri atas protein yang memiliki variasi berat
molekul dan fungsi. Menurut Satchell (1991) plasma darah ikan trout
mengandung fibrinogen, globulin, cerutoplasma, protein spesifik yang berikatan
dengan copper, besi dan iodin, transferin, glikoprotein, lipoprotein, fosfolipid,
albumin dan immunoglobulin. Clark et al. (1976) dalam Kori-Siakpere et al
(2005) menyatakan bahwa nilai hematokrit ikan biasanya berkisar antara 20 –
35% dan jarang sekali mencapai 50%. Hal ini dikarenakan jaringan hematopoetik
memproduksi eritrosit muda untuk mengganti eritrosit yang tua. Eritrosit muda
memiliki inti yang lebih besar dibandingkan dengan sitoplasmanya sehingga
50
menyebabkan volume eritrosit muda lebih besar daripada eritrosit yang sudah tua
(Nabib dan Pasaribu , 1989).
6. Indeks fagositosis
Aktivitas fagositosis diukur dari nilai persentase fagositosis dan indeks
fagositik. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan persentase fagositosis
setelah 1 minggu pascavaksinasi selanjutnya menurun setelah 2 minggu
pascavaksinasi dan kembali meningkat setelah 3 minggu pascavaksinasi (Gambar
20). Nilai persentase fagositosis pada perlakuan vaksin koktail 50Mf:50Ah
menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibanding kelompok perlakuan lain dan
kontrol (P<0.05).
Gambar 20 Persentase fagositosis ikan gurame pasca vaksinasi dengan
berbagai sediaan vaksin. (A) koktail 25Mf:75Ah, (B) koktail 50
Mf:50Ah, (C) koktail 75Mf:25Ah, (D) monovalen A. hydrophila,
(E) monovalen M. fortuitum, (F) kontrol
Indek fagositik ikan gurame pascavaksinasi dengan vaksin monovalen dan
koktail M. fortuitum dan A. hydrophila menunjukkan penurunan pada minggu ke
– 2 dan meningkat kembali pada minggu ke – 3 (Gambar 21). Hasil analisis indek
fagosit dari perlakuan vaksin monovalen dan koktail berbeda nyata (P<0.05)
dibanding dengan kontrol.
Aktifitas fagositosis dari perlakuan vaksin menunjukkan perbedaan nyata
(P<0.05), hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian vaksin mampu
meningkatkan kemampuan bakterisidal serum ikan terhadap invasi antigen vaksin.
51
Fagositosis adalah proses penelanan partikel solid oleh fagosit membentuk
fagosom internal. Fagositosis adalah bentuk spesifik dari endositosis yang
melibatkan internalisasi vesikular terhadap partikel padat, seperti bakteri dan
bentuk lain yang cukup berbeda dengan fagositosis adalah pinositosis yaitu
internalisasi vesikular terhadap berbagai cairan. Fagositosis bertanggung jawab
terhadap akuisisi nutrisi pada beberapa sel dan di dalam sistem imunitas.
fagositosis adalah mekanisme utama untuk menghilangkan patogen dan serpihan
sel.
Gambar 21 Indek fagositik ikan gurame pasca vaksinasi dengan berbagai
sediaan vaksin. (A) koktail 25Mf:75Ah, (B) koktail 50 Mf:50Ah,
(C) koktail 75Mf:25Ah, (D) monovalen A. hydrophila, (E)
monovalen M. fortuitum, (F) kontrol
Vaksin yang diberikan merupakan komponen bakteri yang telah
diinaktifasi akan masuk ke dalam aliran darah akan dikenali sebagai antigen yang
akan merangsang respon imun spesifik dan apabila terpapar dalam jangka lama
akan membentuk suatu memori. Menurut Skinner et al. (2010) bahwa respon
imun non spesifik akan mengalami fluktuasi sesaat setelah invasi antigen dalam
hitungan hari, sedangkan respon imun spesifik terbentuk dalam hitungan minggu.
Kedua respon imun tersebut berperan penting dalam mekanisme tanggap kebal
ikan terhadap serangan patogen. Sugiani (2012) menyatakan bahwa aktifitas
fagositosis dapat terjadi apabila ada reaktif oksigen yang bekerja sendiri maupun
bersama-sama dengan enzim lisosim dalam membunuh bakteri sebagai sel asing.
52
7. Diferensial leukosit
Jenis leukosit pada ikan gurame terdiri dari limfosit, monosit, neutrofil
namun jarang ditemukan basofil dan eosinofil sebagaimana yang diungkapkan
oleh Mulyani (2006). Rataan persentase limfosit minggu ke – 1, ke – 2 dan ke – 3
dari masing – masing perlakuan berkisar antara 84 – 98 % (Gambar 22).
Gambar 22 Persentase total limfosit sel darah putih ikan gurame pasca
vaksinasi dengan vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi
dengan neutral buffer formalin 3%
Rataan persentase limfosit pada perlakuan vaksin monovalen dan koktail
pada darah ikan gurame tidak berbeda nyata (P>0.05) pada minggu ke – 1, ke – 2
maupun ke – 3 pasca vaksinasi. Jumlah limfosit pada ikan lebih banyak daripada
neutrofil maupun monosit karena limfosit merupakan penghasil antibodi untuk
kekebalan tubuh. Produksi antibodi adalah suatu proses yang terjadi dalam
limfosit sebagai reaksi terhadap kehadiran bahan protein asing (antigen), termasuk
sel – sel bakteri.
Persentase jumlah monosit pada perlakuan vaksin pascavaksinasi minggu
ke – 1 hingga ke – 3 terlihat fluktuatif (Gambar 23), di mana meningkat pada
minggu ke – 1 pascavaksinasi, menurun pada minggu ke – 2 dan kembali
meningkat pada minggu ke – 3. Peningkatan jumlah monosit pada perlakuan
vaksin merupakan kondisi respon imun yang alamiah terhadap antigen yang akan
dikenali tubuh sebagai benda asing. Monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap
benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Monosit akan bergerak ke arah luka
53
untuk melakukan fagositosis. Masa hidup monosit sangat cepat hanya berkisar 10
– 20 jam setelah diproduksi (Guyton dan Hal, 1997).
Gambar 23 Persentase total monosit sel darah putih ikan gurame pasca
vaksinasi dengan vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi
dengan neutral buffer formalin 3%
Persentase jumlah neutrofil mengalami fluktuasi, di mana terjadi
peningkatan pada minggu ke – 3 pascavaksinasi (Gambar 24). Peningkatan
jumlah neutrofil yang terlihat pada perlakuan vaksin pada minggu ke – 3
pascavaksinasi mengindikasikan bahwa vaksin bekerja menginduksi sistem imun
tubuh ikan.
Gambar 24 Persentase total neutrofil sel darah putih ikan gurame pasca
vaksinasi dengan vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi
dengan neutral buffer formalin 3%
Neutrofil merupakan komponen darah putih yang pertama kali akan
meninggalkan pembuluh darah dan berkomplemen dengan lisosom (vakuola berisi
enzim) yang akan digunakan sel untuk menghancurkan benda asing. Menurut
54
Ellis et al. (1978) neutrofil pada ikan sama seperti pada mamalia tetapi memiliki
proporsi yang cenderung lebih sedikit yaitu 6 – 8%. Rendahnya persentase
neutrofil pada minggu ke – 2 dibanding jenis sel darah putih yang lain
dikarenakan umumnya neutrofil ditemukan dan terakumulasi di daerah infeksi,
mengingat neutrofil bergerak aktif menuju daerah infeksi pada saat terjadinya
luka.
Tahap 4
Proteksi silang vaksin koktail bakterin M. fortuitum dan A. hydrophila pada
ikan gurame (O. gouramy)
Kematian ikan akibat infeksi A. hydrophila mulai terjadi pada hari ke – 2
sampai hari ke – 14, dimana rata – rata kematian tertinggi terjadi pada hari ke – 4
sampai hari ke – 7 (Gambar 25). Kematian ikan akibat infeksi M. fortuitum
terjadi pada hari ke 11 – 28, jumlah kematian tertinggi mulai terjadi pada hari ke
21 – 25 (Gambar 26).
Gambar 25 Kematian kumulatif harian ikan gurame yang divaksinasi dengan
vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi dengan neutral
buffer formalin 3% setelah diuji tantang dengan bakteri A.
hydrophila
55
Gambar 26 Kematian kumulatif harian ikan gurame yang divaksinasi dengan
vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi dengan neutral
buffer formalin 3% setelah diuji tantang dengan bakteri M.
fortuitum
Pola infeksi kedua jenis bakteri tersebut berbeda, A. hydrophila
menyebabkan infeksi akut sedangkan M. fortuitum menyebabkan infeksi yang
bersifat kronis. A. hydrophila pada kondisi optimum hanya membutuhkan waktu
dalam hitungan jam untuk menyebabkan infeksi pada inang berbeda halnya
dengan M. fortuitum yang membutuhkan waktu lebih lama. Berdasarkan analisa
sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan vaksin monovalen A. hydrophila
maupun M. fortuitum berbeda nyata (P<0.05) dengan kontrol ketika diuji tantang
dengan bakteri yang homolog .
Kematian ikan gurame setelah diuji tantang dengan ko-infeksi M.
fortuitum dan A. hydrophila terjadi pada hari ke – 15 sampai hari ke – 28,
dengan jumlah kematian tertinggi terjadi pada hari ke – 22 sampai hari ke – 25
(Gambar 27). Perlakuan vaksin monovalen A. hydrophila dan M. fortuitum
menunjukkan kematian yang lebih tinggi daripada perlakuan vaksin koktail M.
fortuitum dan A.hydrophila. Kondisi demikian menunjukkan bahwa vaksin koktail
mampu memberikan proteksi silang lebih baik dibanding vaksin monovalen
terhadap ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila. Vaksin koktail dengan
komposisi 50% M. fortuitum dan 50% A. hydrophila mampu memberikan proteksi
terbaik terhadap uji tantang bakteri A. hydrophila, M. fortuitum dan ko-infeksi
keduanya.
56
Gambar 27 Kematian kumulatif harian ikan gurame yang divaksinasi dengan
vaksin monovalen dan koktail yang diinaktifasi dengan neutral
buffer formalin 3% setelah diuji tantang dengan ko-infeksi bakteri
M. fortuitum dan A. hydrophila
Rata – rata kematian harian ikan gurame yang divaksin dengan vaksin
monovalen A. hydrophila yang diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila
menunjukkan kematian yang lebih rendah sebesar 3.33% dibanding perlakuan
vaksin lain dan kontrol (P<0.05). Namun sebaliknya jika diuji tantang dengan M.
fortuitum dan ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila menunjukkan tingkat
kematian yang tinggi. Hal yang sama juga pada perlakuan vaksin monovalen M.
fortuitum menunjukkan kematian yang rendah jika ditantang dengan bakteri M.
fortuitum dan komulatif kematian yang tinggi jika ditantang dengan bakteri A.
hydrophila. Hal tersebut membuktikan bahwa vaksin monovalen hanya
memberikan proteksi terhadap infeksi bakteri yang homolog dan tidak
memberikan proteksi silang terhadap infeksi bakteri yang lain. Shieh (1987)
mengungkapkan bahwa Atlantic salmon yang divaksinasi melalui injeksi intra
muskular dengan vaksin sediaan ekstraselular protease dari A. hydrophila dapat
melindungi dari uji tantang dengan bakteri yang homolog dan beberapa isolat
bakteri yang heterolog dari A. hydrophila.
57
Hematologi dan respon imun ikan gurame setelah diuji tantang
Vaksinasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi tubuh ikan
terhadap infeksi patogen tertentu. Pemberian vaksin diharapkan dapat merangsang
respon imun spesifik dan non spesifik pada ikan. Keberhasilan vaksinasi pada
ikan dapat dilihat dari beberapa parameter pendukung antara lain nilai hematokrit,
hemoglobin, indek fagositik, persentase fagositik, titer antibodi, uji respiratory
burst (NBT), aktivitas komplemen dan diferensial leukosit. Perubahan parameter
pendukung efikasi vaksin monovalen dan koktail setelah diuji tantang dengan
bakteri A. hydrophila, M. fortuitum dan gabungan keduanya dapat dilihat
selengkapnya pada Tabel 8, 9 dan 10.
Tabel 8 Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin monovalen dan
koktail setelah diuji tantang dengan A. hydrophila
Perlakuan He
(%)
Hb
(g %)
IP PP
Ab
(log
2)
NBT C (%)
Diferensial leukosit
(%)
L M N
Kok. 25 Mf:75 Ah 27.2±
0.95
4.7±0.3 1.5±
0.05
79.0
±2
5 0.3±
0.04
61.36 87±
0.0
2.0±
0.0
11.5
±0.5
Kok.50 Mf :50 Ah 26.2±
2.15
6.25±0.25 1.8±
0.4
74.5
±6.5
5 0.38
±0.0
49.66 94±
0.0
4.5±
0.5
1.5±
0.5
Kok.75Mf : 25 Ah 41.3±
4.97
6.5±0.5 2.4±
0.45
70.0
±3
6 0.35
±0.0
3
63.81 91±
8.0
5.5±
4.5
3.5±
3.5
Mono A.
hydrophila
29.7±
1.17
5.4±0.4 1.55±
0.45
68.0
±1
8 0.78
±0.0
1
43.40 91±
0.0
4.5±
1.5
4.5±
1.5
Mono M.
fortuitum
28.4±
0.98
6.0±0.1 1.3±
0.1
74.0
±14
4 0.36
±0.1
68.84 86±
1.0
3.5±
0.5
10.5
±0.5
Kontrol 21.1±
1.66
4.3±0.7 1.05±
0.05
43.4
±3.5
1 0.2±
0.01
80.41 78±
2.0
7.0±
3.0
13±
3.0
Kok (koktail), Mono (Monovalen), He (hematokrit), Hb (hemoglobin), IP (indek
fagositik), PP (persentase fagositosis), Ab (Antibodi), NBT (Uji respiratory burst), C
(komplemen), L (Limfosit), M (Monosit), N (Neutrofil)
Ada korelasi yang kuat antara hematokrit dan jumlah hemoglobin,
semakin rendah jumlah sel – sel darah merah maka semakin rendah pula
kandungan hemoglobin dalam darah (Fujaya, 2004). Kadar hematokrit dan
hemoglobin pada ikan gurame perlakuan vaksin monovalen dan koktail setelah
diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila , M. fortuitum dan gabungan keduanya
menunjukkan nilai lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0.05) dibanding dengan
kontrol (Tabel 8, 9 dan 10). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa vaksin yang
diberikan mampu membantu tubuh ikan untuk mempertahankan diri dan
58
mencegah berkembangnya patogen dalam tubuh sehingga tidak menyebabkan
sakit. Infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar hematokrit dan hemoglobin pada perlakuan vaksin.
Tabel 9 Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin monovalen dan
koktail setelah diuji tantang dengan M. fortuitum
Perlakuan He (%)
Hb
(g %)
IP PP
Ab
(log
2)
NBT C (%)
Diferensial leukosit
(%)
L M N
Kok. 25 Mf:75Ah 39.28±
2.91
4.6±0.4 3.1±
0.3
64.5
±3.5
5 0.12±
0.01 58.23 85±4 5.5±
4.5
9.5±
0.5
Kok. 50 Mf :50Ah 31.38±
1.38
4.1±0.3 2.65
±0.0
5
67±
3.0
6 0.16±
0.04
49.52
87±1 9±1 4±0
Kok. 75Mf :25Ah 38.16±
1.12
4.8±0.2 1.95
±0.0
5
64.5
±2.5
6 0.10±
0.01
56.33
89.5
±0.5
3.5±
2.5
7±3
Mono A. hydrophila 29.72±
0.63
4.1±0.1 2.1±
0.1
57±
3.0
2 0.13±
0.02
65.03
87.5
±1.5
2.5±
0.5
10±2
Mono M. fortuitum 42.23±
2.60
4.7±0.15 2.85
±0.1
5
68±
2.0
7 0.12±
0.01
45.99
86.5
±3.5
7.5±
2.5
6±1
Kontrol 21.1±1.
66
3.6±0.2 1.3±
0.1
48.5
±7.5
1 0.09±
0.01 102.31 82±2 3.5±
0.5
14.5
±2.5
Kok (koktail), Mono (Monovalen), He (hematokrit), Hb (hemoglobin), IP (indek
fagositik), PP (persentase fagosit), Ab (Antibodi), NBT (Uji respiratory burst), C
(komplemen), L (Limfosit), M (Monosit), N (Neutrofil)
Tabel 10 Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin monovalen dan
koktail setelah diuji tantang ko-infeksi dengan M. fortuitum dan A
hydrophila
Perlakuan He
(%)
Hb
(g %)
IP PP
Ab
(log
2)
NBT C (%)
Diferensial leukosit
(%)
L M N
Kok. 25 Mf: 75 Ah 29.57±
0.26
4.5±0.5 1.45±
0.35
75.5
± 2.5 6 0.144±
0.02
72.11 84±1 3.5±
3.5
12.5
±2.5
Kok. 50 Mf: 50 Ah 33.02±
0.94
4.5±0.5 1.75±
0.05
70.5
± 3.5 6 0.244±
0.01
64.49 86.5
±2.5
14±1 4.5±
1.5
Kok. 75Mf :25 Mf 37.03±
1.44
4.6±0.2 1.1±0.1 67±3 6 0.136±
0.01
73.61 81±1 6.5±
1.5
12.5
±2.5
Mono A. hydrophila 33.34±
0.62
4.5±0.5 1.1±0.1 61±3 5 0.129±
0.00
76.46 82±2 11±1 7±3
Mono M. fortuitum 34.83±
0.35
4.8±0.1 0.45±
0.05
62±3 4 0.38±0.
06
86.80 80.5
±0.5
14±1 5.5±
0.5
Kontrol 28.31±
1.52
3.9±0.1 0.4±
0.1
44±4 1 0.107+
0.01
104.22 72.5
±2.5
8.5±
3.5
19±1
Kok (koktail), Mono (Monovalen), He (hematokrit), Hb (hemoglobin), IP (indek
fagositik), PP (persentase fagosit), Ab (Antibodi), NBT (Uji respiratory burst), C
(komplemen), L (Limfosit), M (Monosit), N (Neutrofil)
Kemampuan fagositosis pada ikan gurame yang divaksin dengan vaksin
monovalen dan koktail setelah diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila , M.
59
fortuitum dan gabungan keduanya menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
dibandingkan kontrol (Tabel 8, 9 dan 10). Aktivitas fagositosis yang tinggi
mengindikasikan vaksin mampu meningkatkan komponen respon imun non
spesifik pada ikan sehingga mampu menghancurkan bakteri yang masuk sebagai
benda asing ke dalam tubuh ikan.
Respon imun spesifik ikan diekspresikan dengan adanya aglutinasi
terhadap antigen dan presipitasi terhadap antigen terlarut (Kamiso et al., 1993).
Pemberian vaksin pada ikan menstimulasi terbentuknya antibodi dalam jumlah
banyak yang teridentifikasi dengan terjadinya penggumpalan yang dikenal dengan
titer antibodi. Titer antibodi ikan gurame yang divaksin dengan vaksin monovalen
dan koktail menunjukkan nilai titer antibodi log 2 yang berbeda nyata (P<0.05)
dibandingkan dengan kontrol setelah ditantang dengan bakteri A. hydrophila, M.
fortuitum dan gabungan keduanya (Tabel 8, 9 dan 10). Pada perlakuan vaksin
monovalen menunjukkan nilai titer yang lebih tinggi daripada vaksin koktail dan
kontrol setelah ditantang dengan bakteri homolog, namun sebaliknya jika
ditantang dengan bakteri yang tidak homolog menunjukkan nilai titer yang lebih
rendah. Imunoglobulin pada ikan hanya menyerupai IgM (IgM like) sehingga
pembentukan antibodi pascavaksinasi pada ikan tidak seoptimal pada hewan
tingkat tinggi.
Perubahan dalam kadar komplemen menunjukkan adanya proses penyakit.
Pada saat antibodi tersangkut pada permukaan mikroorganisme yang menyerang,
serangkaian protein plasma yang disebut komplemen akan teraktifasi. Protein
komplemen ini mampu menghancurkan penyerang tersebut. Proses ini dimulai
oleh perubahan konformasional pada daerah Fc suatu antibodi pada saat berikatan
dengan antigen. Jika antigen tersebut melayang bebas dalam sirkulasi sebagai
molekul tunggal, kompleks imun yang terbentuk dapat berikatan pula dengan
komplemen. Komplemen dalam kompleks tersebut kemudian dapat membantu
menarik sel-sel fagosit, yang akan menelan dan membuang antigen yang
diinaktivasi dari sirkulasi. Menurut Sugiani (2012) bahwa pemberian vaksin
monovalen dan koktail dapat mempengaruhi respons imun, diduga dengan adanya
antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum
60
dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian
sel.
Persentase total limfosit pada perlakuan vaksin monovalen maupun koktail
pasca uji tantang dengan bakteri A. hydrophila, M. fortuitum dan ko-infeksi
keduanya menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) dengan kontrol. Hal
tersebut menandakan bahwa pemberian vaksin monovalen dan koktail dapat
meningkatkan jumlah limfosit untuk menghasilkan antibodi. Proporsi komponen
sel darah putih yaitu limfosit, monosit dan neutrofil merupakan indikator respon
imun non spesifik. Limfosit tidak bersifat fagositik namun memegang peranan
penting dalam pembentukan antibodi. Kekurangan jumlah limfosit dapat
menurunkan konsentrasi antibodi dan menyebabkan meningkatnya serangan
penyakit.
Neutrofil berperan pada aktifitas fagositik dan sitotoksik, bermigrasi ke
tempat inflamasi dan infeksi atas pengaruh faktor kemotaktik. Peran utama
neutrofil adalah sebagai pertahanan awal imun non spesifik terhadap infeksi
bakteri. M. fortuitum dan A. hydrophila adalah tipe bakteri yang menghasilkan
produk ekstraselular, di mana toksin yang dihasilkan akan dinetralkan dan bakteri
yang masuk akan dieliminasi oleh sel fagosit yaitu neutrofil, monosit dan
makrofag. Faktor virulensi A. hydrophila melibatkan adhesi, lapisan protein
permukaan (S layer) dan beberapa enzim ekstraseluler termasuk protease,
hemolysin, enterotoksin, serta acetycholinesterase (Liu & Bi, 2006).
Lipopolisakarida dalam dinding bakteri A. hydrophila dapat mengaktifasi
komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktifasi ini adalah
komplemen (C3b) yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan
komplek membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktifasi
leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel
vaskular untuk memproduksi sitokin seperti interleukin (IL-1, IL-6 dan IL-8).
Dinding bakteri M. fortuitum mengandung suatu komponen lipid yang
dapat menghambat pengabungan fagosom dengan lisosom sehingga menyebabkan
respon imun terhadap infeksi dan pembentukan respons imun spesifik yang
diperantarai sel – sel limfosit juga menjadi terhambat. Perbedaan dalam dinding
61
sel strain mikobakteri bisa menjadi alasan untuk memicu sitokin yang berbeda
terhadap respon inflamasi yang berbeda. Beberapa sitokin ,seperti interleukin-4
(IL-4) dan interferon-g (IFN-g) menginduksi pembentukan sel raksasa dari
makrofag . Dengan bantuan IL-3 atau granulocyte macrofag colony stimulating
factor (GM-CSF), IL-4 menginduksi sel raksasa yang sangat besar sampai dengan
285 inti, sedangkan IFN-g cenderung menginduksi sel yang relatif kecil raksasa
(misalnya 16 inti per sel) (Talaat et al, 1999).
Nilai RPS perlakuan vaksin monovalen dan koktail setelah diuji tantang
dengan infeksi tunggal maupun ko-infeksi terlihat pada Tabel 11. Vaksin
monovalen A. hydrophila menunjukkan nilai RPS sebesar 92.32% berbeda nyata
dengan perlakuan vaksin lain (P<0.05) setelah uji tantang dengan bakteri A.
hydrophila dan nilai RPS 42.86% setelah diuji tantang dengan M. fortuitum.
Vaksin monovalen M. fortuitum menunjukkan nilai RPS 78.57% berbeda nyata
(P<0.05) dari perlakuan vaksin lain setelah ditantang dengan M. fortuitum.
Tabel 11 Tingkat RPS ikan gurame yang divaksinasi dengan vaksin monovalen
dan koktail M. fortuitum dan A. hydrophila
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji P>0,05
Vaksin koktail 25 Mf : 75 Ah menunjukkan nilai RPS yang rendah dan
berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan vaksin lain setelah diuji tantang dengan
M. fortuitum, hal ini diduga disebabkan jumlah antibodi terhadap M. fortuitum
yang terbentuk tidak cukup untuk mengantisipasi infeksi M. fortuitum.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan vaksin monovalen efektif memberikan
proteksi terhadap mono infeksi bakteri homolog dan proteksi silang yang sangat
rendah terhadap bakteri lain dan ko-infeksi. Vaksin koktail dengan komposisi
50Mf : 50Ah menunjukkan nilai RPS terbaik terhadap mono infeksi dan ko-
infeksi dibanding kedua vaksin koktail lainnya. Walaupun menurut Ellis (1988)
Perlakuan Relative Percent Survival (RPS) setelah diuji tantang
A. hydrophila M. fortuitum Ko-infeksi
M. fortuitum dan A. hydrophila
Koktail 25 Mf :75 Ah 61.54b 28.57c 39.13a
Koktail 50 Mf : 50 Ah 61.53b 57.14b 39.13a
Koktail 75Mf : 25 Ah 53.843b 57.14b 30.44b
Monovalen Ah 92.32a 42.86b 26.09b
Monovalen MF 30.76c 78.57a 17.39c
62
suatu vaksin dikatakan efektif apabila nilai RPS ≥ 50%, tingkat kematian pada
kontrol paling sedikit 60%, sedangkan tingkat kematian pada ikan yang divaksin
kurang dari 24% namun jika komposisi koktail 50Mf : 50Ah diaplikasikan pada
budidaya ikan gurame akan mampu menekan kerugian yang jauh lebih besar jika
terserang penyakit Mycobacteriosis dan MAS dalam waktu bersamaan dibanding
jika tidak divaksin.
Perlakuan vaksin koktail dalam penelitian ini memberikan level proteksi
terhadap mono infeksi bakteri A. hydrophila dengan tingkat kelangsungan hidup
sebesar 80 – 83.33% atau M. fortuitum dengan tingkat kelangsungan hidup
sebesar 66.67 – 80 % namun tidak memberikan proteksi yang optimum terhadap
ko-infeksi M. fortuitum dan A. hydrophila, sehingga perlu dicari solusi aplikatif
untuk meningkatkan level proteksi salah satunya dengan penggunaan adjuvan.
Efikasi vaksin secara injeksi intraperitoneal memberikan hasil yang lebih
baik dalam membentuk respons humoral antibodi dibanding dengan pemberian
vaksin melalui rendam atau semprot (Thune dan Plumb, 1982). Keberhasilan
vaksin koktail dipengaruhi oleh konsentrasi antigen , reaksi silang dan kompetisi
di antara antigen yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Nikoskelainen et
al. (2007) menunjukkan bahwa vaksin koktail sel utuh memberikan proteksi yang
lebih baik daripada vaksin monovalen pada ikan rainbow trout dan salmon
Atlantik (Salmo salar). Bastardo et al. (2012) mengemukakan vaksin koktail L.
garvieae dan A. hydrophila memberikan level proteksi sebesar 76.5% setelah
ditantang dengan L. garvieae dan 85% setelah ditantang dengan A. hydrophila dan
terhadap gabungan infeksi keduanya sebesar 70%. Dalam penelitian ini diperoleh
hasil bahwa vaksin monovalen A. hydrophila dan M. fortuitum memberikan
proteksi terhadap infeksi bakteri homolog dan tidak memberikan proteksi silang
terhadap jenis yang berbeda sebaliknya vaksin koktail mampu memberikan
proteksi silang terhadap ko-infeksi lebih baik dari vaksin monovalen.
Faktor pendukung keberhasilan efikasi selama masa induksi dan setelah
uji tantang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan yang sesuai untuk
pertumbuhan ikan gurame. Nilai kualitas air selama penelitian disajikan pada
Tabel 12.
63
Tabel 12 Kisaran Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kualitas air media pemeliharaan
ikan uji menunjukkan bahwa kisaran kualitas air media pemeliharaan dari empat
parameter yaitu suhu, pH, DO dan TAN tersebut sesuai untuk pemeliharaan ikan
uji yaitu gurame. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian yang diperoleh
disebabkan adanya perbedaan perlakuan dan bukan merupakan pengaruh dari
kualitas air.
Parameter Kisaran Satuan
Temperatur 30 -32 °C
pH 6,5 - 7 -
TAN 0,014 - 0,106 ppm
Oksigen terlarut 5 - 8 mg/L
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Patogenitas ko-infeksi pada ikan gurame menunjukkan bakteri M.
fortuitum menyebabkan infeksi kronis di mana kematian mulai terjadi hari
ke – 18 pascainfeksi sedangkan infeksi A. hydrophila bersifat akut di
mana kematian terjadi 48 jam pascainfeksi.
2. Antigen M. fortuitum dan A. hydrophila pada sediaan vaksin koktail
memiliki sinergitas dan kompetensi sehingga dapat meningkatkan respon
imun spesifik dan non spesifik pada gurame yang ditunjukkan dari nilai –
nilai parameter respon imun spesifik dan non spesifik yang berbeda nyata
(P<0.05) dari kontrol.
3. Sediaan vaksin koktail dengan komposisi 50Mf:50Ah mampu
menginduksi respon imun spesifik dan non spesifik terbaik terhadap ko-
infeksi daripada vaksin monovalen pada ikan gurame.
SARAN
Penelitian lanjutan dengan menggunakan adjuvan perlu dilakukan untuk
mengoptimalkan respon imun spesifik dan non spesifik yang terbentuk dari
pemberian sediaan vaksin koktail M. fortuitum dan A. hydrophila dengan
komposisi terbaik yang telah diperoleh dalam penelitian ini pada ikan gurame
sehingga mampu meningkatkan level proteksi yang optimum terhadap ko-infeksi
penyakit Mycobacteriosis dan MAS dengan mempertimbangkan aspek
karakteristik antigen, reaksi silang dan immunokompetisi antigen pada ikan
gurame.
65
DAFTAR PUSTAKA
Alagappan KM, Deivasigamani B, Kumaran S, Sakthive M. 2009.
Histopathological alterations in Estuarine Catfish (Arius maculatus;
Thunberg, 1792) due to Aeromonas hydrophila infection. Journal of Fish
and Marine Sciences 1 (3): 185-189.
Aly TM. 1981. Studies on the effect of different adjuvant on the efficiency of
FMD vaccine in farm animal. Ph. D. faculty of Vet. Med. Zagazig
University - Egypt.
Anderson DP. 1974. Fish immunology. T.F.H. Publication, Inc. Ltd. Hongkong.
Hlm 239.
Anderson DP. 2004. Immunostimulants, vaccines, and environmental stressors in
aquaculture: NBT assays to show neutrophil activity by these
immunomodulators. Di dalam: Suarez C et al., editor. Avances en
nutricion acuicola VII. Memorias del Simposium Internacional de
Nutricion Acuicola. 16-19 Nov 2004, Sonora Mexico.
Anderson RS, 1999. Perkinsus marimus sectretory product modulated superoxide
anion production by oyster (Crassastrea Virginia) hemocytes. Fish
immunology 9: 51-60.
Anderson DP, Siwicki AK. 1995. Basic hematology and serology for fish health
programs. Di dalam: Shariff M, Arthur JR, Subasinghe RP, editor. Fish
Health Section. Asia Fisheries Society (eds), Disease in Asian Aquaculture
II. Manila, Philippines. hlm 185-202.
Anderson DP, Capstiek PB, Mowat GN. 1970. In vitro method for safety of
FMD. J. hyg. Gamd. 68: 159-172.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1990. Official methods of
analysis. 15th
Ed Association of Official Analytical Chemists Inc. Virgnia,
USA.
Austin B, Austin DA. 1987. Bacterial fish pathogens: disease in farmed and wild
fish, 1st edition, John Wiley and Son Publisher, Ontario, Canada.
Baba T, Imamura J, Izawa K, Ikeda K. 1988. Immune protection in carp, Cyprinus
carpio L., after immunization with Aeromonas hydrophila crude
lipopolysaccharide. Journal of Fish Diseases 11: 237-244.
Bangkit I. 2011. Efektivitas vaksin Mycobacterium fortuitum yang diinaktivasi
dengan formalin untuk pencegahan Mycobacteriosis pada ikan gurami
(Osphronemus gouramy). Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Hal. 58
66
Bastardo A, Ravelo C, Castro N, Calheiros J, Romalde JL. 2012. Effectiveness of
bivalent vaccines against A. hydrophila and Lactococcus garvieae
infections in Rainbow Trout, Oncorhynchus mykiss (walbaum). Journal
Fish & Shellfish Immunology 32: 756-761.
Briken V, Porcelli SA, Besra GS, Kremer L. 2004. Mycobacterial
lipoarabinomannan related lipoglycans from biogenesis to modulation of
the immune response. Mol. Microbial 53: 391-403.
Brook GF, Bufel JS, Ornston LN. 1989. Medical microbiology, 19th Edition, A
Large Medical Book, San Matters, California, USA.
Burke V et al. 1983. The microbiology of childhood gastroenteritis: Aeromonas
species and other infective agents. J.Infect.Dis.148:68-74.
Chen SC, Adams A, Richards RH. 1997. Extracellular products from
Mycobacterium spp. in fish. Journal of Fish Diseases 20 ; 19 – 25.
Chen SC, Adams A, Thomson KD, Richard RH. 1998. Electron microscope
studies of the in vitro phagocytosis of Mycobacterium spp. by rainbow
trout Oncorhynchus mykiss head kidney macrophages. Journal Diseases
of Aquatic Organism 32: 99-110.
Darwish A, Plumb JA, Newton JC. 2000. Histopathology and pathogenesis of
experimental infection with Edwardsiella tardain channel catfish. Journal
of Aquatic Animal Health 12:255-266.
Dopongtonung A. 2008. Gambaran Darah Ikan Lele (Clarias spp.) yang Berasal
Dari Daerah Laladon-Bogor. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hlm 20
Ellis AE, Roberts RJ, Tytler P. 1978. The anatomy and physiology of teleosts.
Didalam : Robeets RJ. Fish Pathology. Balliere Tindall, London. Hlm 32
– 46.
Ellis AE. 1988. General principles of fish vaccination. Di dalam: Ellis AE, editor.
Fish vaccination. Academic Press, London, hlm 1- 19.
Ellis AE. 2001. Innate host defense mechanisms of fish against viruses and
bacteria. Developmental and Comparative Immunology 25: 827-39.
Encheva V. SE Gharbia. R. wait. S. Begum and HN Shah. 2006. Comparison of
extraction procedures for proteome analysis of Streptococcus pneumoniae
and a basic reference map. John Wiley. Hlm. 112 - 115
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka
Cipta, Jakarta, hlm 95-99.
67
Fulton SA, Reka SM, Martin TD, Boom WH. 2002. Neutrophil-mediated
mycobacteriocidal immunity in the lung during Mycobacterium bovis
BCG infection in C57BL/6 mice. Infect. Immun. 70(9):5322-5327.
Gassent MDE, Fouz B, Amaro C. 2004. Efficacy of bivalent vaccine against eel
diseases caused by Vibrio vulnificus after its administration by four
different routes. Fish and Shellfish Immunology 16: 93 – 105.
Gesti A. 2011. Efektivitas vaksin Mycobacterium fortuitum sediaan ekstracelluler
pruduct (ECP) yang diinaktivasi dengan formaline killed untuk
pencegahan Mycobacteriosis pada ikan gurami (Osphronemus gouramy).
Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Gudding R, Lillehaug A, Evensen O. 1999. Recent development in fish
vaccinology. Veterinary Immunology and Immunopathology 72: 203-212.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Hasser EF. 1960. Methods for routine fish hematology. Progressive Fish Culturist
(22): 164-170.
Hoel K, Salonius K, Lillehaug A. 1997. Vibrio antigens of polyvalent vaccine
enhance the humoral immune responsse to Aeromonas salmonicida
antigens in Atlantic salmon (Salmo salar L.). Fish and Shellfish
Immunology 7: 71 – 80.
Holand MC, Lambris JD. 2002. The complement system in teleosts fish. Shellfish
immunology 12(5): 339-420.
Ibrahem M, Mostafa M, Arab RMH, Rezk MA. 2008. Prevalence of Aeromonas
hydrophila infection in wild cultured Tilapia Nilotica (O. niloticus) in
Egypt. 8th
International Symposium on Tilapia in Aquaculture 2008. hlm
1257-1271.
Irianto A. 2005. Patologi ikan teleostei. Gadjah Mada University Press.
Yogjakarta. Hal. 256.
Ismail NDA, Atta NS, Aziz AE. 2010. Oral Vaccination of Nile Tilapia
(Orechromis niloticus) against Motile Aeromonas Septicaemia. Nature
and Science 2010. 6 hlm.
Jawad LA, Al-Mukhtar MA, Ahmed HK. 2004. The Relationship between
haematocrit and some biological parameters of Indian Shad, Tenualosa
illisha (Family Clupeidae). Animal Biodiversity Conservation 27(2): 47-
52.
Jawetz E, Melnick LJ, Adelberg AE. 1996. Microbiologi Kedokteran, Edisi-20,
alih bahasa Edi Nugroho, R.F. Maulany, C.V EGC, Jakarta:236-237.
68
Kamiso HN et al. 1993. Deskripsi hama dan penyakit ikan karantina golongan
bakteri, Pusat Karantina Perikanan, Jakarta. hlm 20
Kurnia DR. 2010. Mycobacteriosis. http://drkurnia.wordpress.com/2010/
02/13/mycobacteriosis.html [6 Maret 2011].
Kori-Siakpere O, Ake JEG, Idoge E. 2005. Haematological characteristics of the
African Snakehead, Parachanna obscura. Departement of Zoology. Delta
State University, Abraka, Nigeria. Afican journal of biotechnology 4(6):
527-530.
Kwon CJ and Choon YH. 1996. Determination of formaldehyde residue &
histopathological observation in formalin and neutral formalin treated
Korean Rockfish (Sebastes schlegeli), Journal of fish Pathology 9(2): 157
– 168.
LaFrentz BR, Patra SL, Jones GR, Cain KD. 2004. Protective immunity in
rainbow trout Oncorhynchus mykiss following immunization with
distinct molecular mass fractions isolated from Flavobacterium
psychrophium. Disease of Aquatic Organism 59: 17-26.
Lagler KF, Bardach JE, RR miller, Passino DRM. 1977. Icthyology. John Willey
and Sons. Inc. London. hlm 56.
Liu Y and Bi Z. 2007. Potential use of a transposom Tn916-generated mutant of
Aeromonas hydrophila J-1 defective in some exoproducts as a live
attenuated vaccine. Journal of Veterinary medicine 78 : 79-84.
Lucky Z. 1977. Methods for the diagnosis of fish diseases. Hoffenana. G.L.
Amerind Publisih Co. Put. Ltd. New Delhi.
Minaka A, Sarjito, Hastuti S. 2012. Identifikasi agensia penyebab dan profil darah
ikan gurame (Osphronemus gouramy). Journal of Aquaculture
Management and Technology 1(1): 249-263.
Mulyani S. 2006. Gambaran darah ikan gurame (Osphronemus gouramy) yang
terinfeksi cendawan Achlya sp pada kepadatan 320 dan 720 spora pel ml
[Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi dan penyakit ikan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Najiah M, Lee KL, Noorasikin H, Nadirah M, Lee SW. 2011. Phenotypic and
genotypic characteristics of Mycobacterium isolates from fighting fish
Betta spp in Malaysia. Journal Reseach in Veterinary Science 91: 342-
345.
69
Nikoskelainen S et al. 2007. Multiple whole bacterial antigens in polyvalent
vaccine may result in inhibition of specific responses in rainbow trout
(Oncorhynchus mykiss). Fish and Shellfish Immunology 22: 206-217.
Nitimulyo KH, Isnansetyo A, Triyanto, Murdjani M, Sholichah L. 2005.
Effetiveness of polyvalen vaccine to control vibriosis in Humback
Grouper (Cromileptes altivelis). Journal Of Fisheries Sciences 2(7) : 16-
21.
Noga EJ. 1997. Fish Disease : Diagnosis and treatment. Mosby Electronic
Publishing Co.Missouri. hlm 367
Press CM, Evensen O. 1999. The morphology of the immune system in teleost
fishes. Fish and Shellfish Immunology 9: 309-18.
Purwaningsih U, A.M Lusiastuti dan Taukhid. 2009. Studi patologi – anatomi
penyakit Mycobacteriosis pada ikan gurami (Ospronemus gouramy).
Prosiding Forum inovasi Teknologi Akuakultur. Hal 1139 – 1142.
Purwaningsih U, AM Lusiastuti dan Taukhid. 2012. Pengembangan berbagai jenis
sediaan vaksin M. fortuitum untuk mencegah penyakit Mycobacteriosis
pada gurame (Osphronemus gouramy). Seminar Hasil Riset 2012. Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar.
Purwaningsih U dan AM Lusiastuti. 2012. Insidensi ko-infeksi penyakit
Mycobacteriosis dan Motile Aeromonas Septicemia (MAS) pada
budidaya ikan gurame. Unpublised paper.
Purwoko T. 2007. Fisiologi mikroba. PT Bumi Aksara. Edisi 1. hlm 285.
Rajeswari S, Shome BR, Ram N. 1999. Study of virulence factors of Aeromonas
hydrophila isolates causing acute abdominal dropsy and ulcerative
diseases in Indian major carps. Indian J. Fish., 46(2) : 133-140
Robbins LS, Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi, Edisi-4, alih bahasa: Staff Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
Airlangga, C.V EGC, Jakarta: 69.
Ronning DR et al., 2000. Crystal structure of the secreted form of antigen 85 kDa
reveals potential targets for mycobacterial drugs and vaccines. Nat.
Struct. Biol. 7(2):141-146.
Rukmono D. 2010. Deteksi cepat dan akurat penyakit Mycobacteriosis pada ikan
gurame (Osphronemus gouramy) melalui metode PCR (polymerase chain
reaction) [disertasi]. Yogyakarta. Sekolah Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada.
70
Sakai M, Soliman MK, Yoshida T, Kobayashi M. 1993. Identification of
pathogenic fish bacteria using APIZYM system. Cand. J. Fish Sci. 50:
1137-1141.
Saraswati TR, Indraswati, Nurani. 2009. Pengaruh formalin, diazepam dan
minuman beralkohol terhadap konsumsi pakan, minum dan bobot tubuh
Mus musculus. Jurnal Sains dan Matematika 17(3): 141-144.
Sastradipraja D, et al. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Depdikbud.
Dirjen pendidikan Tinggi. PAU. Ilmu Hayati. IPb. Hlm 329.
Satchell GH. 1991. Physiology and Form of Fish Circulation. Cambridge
University Press. Hlm 235.
Shieh HS. 1987. Protection of Atlantic salmon against motile aeromonad
septicaemia with Aeromonas hydrophila protease. Microbios Letters 36:
133 – 138.
Shotts EB, Rimler R. 1973. Medium for the isolation of Aeromonas hydrophila.
Journal of Applied Microbiology 26: 550-553.
Silva BC et al. 2009. Hematological and immunological responsses of Nile
Tilapia after polyvalent vaccine by different routes1. Pesq. Vet. Bras.
29(11): 874-880.
Sirirat T, Intuseth J, Chanphong J, Thompson K. 1999. Characterization of
Aeromonas hydrophila extracellular products with reference to toxicity,
virulence, profil protein and antigenicity. Asian Fisheries Science 12: 371
– 379.
Skinner LA, Schulte PM, Balfry SK, McKinley RS, LaPatra SE. 2010. The
association between metabolic rate, immune parameters, and growth
performance of rainbow trout, Oncorhynchus mykiss (Walbaum),
following the injection of DNA vaccine alone and concurrently with a
polyvalent, oil-adjuvanted vaccine. Fish & Shellfish Immunology 28: 387
– 393.
Smith HA, Jones TC. 1961. Veterinary Pathology, Lea and Febingeer,
Philadelpia. pp. 884.
Stuart M. 1999. Immunology Spring 1999. Department of Mycrobiology/
Immunology. Kirkville College of Osteopathic Medicine.
http://www.kcom.cdu/faculty/chamberlain/msimn [2 Juni 2013]
Sugiani D, Komarudin O, Wadjdi EF, Mikadarullah, Wibawa BM. 2010.
Efektifitas aplikasi rendaman ulang sediaan produk vaksin Hydrovac.
Cibinong: Seminar Nasional Ikan VI & Kongres Masyarakat Ikhtiologi
Indonesia III. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, 08-
09 Jun 2010.
71
Sugiani D. 2012. Vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit Motile Aeromonas
Septicemia dan Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus)
[disertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Svobodova Z, Vykusova B. 1991. Diagnostic, Prevention and Therapy of Fish
Diseases and Intoxication. Reseach Institut of Fish Culture and
Hydrobiology Vodnany. Czechoslovakia. http://www.fao.org/docrep
/field/003/AC160E/AC160E00.htm. [12 Juni 2013].
Takayama K, et al., 2005. Pathway to synthesis and processing of mycolic acids
in Mycobacterium tuberculosis. Clin. Microbiol. Rev. 18(1):81-101.
Talaat AM, Trucksis M, Kane AS, Reimshuessel R. 1999. Pathogenicity of
Mycobacterium fortuitum and Mycobacterium smegmatis to goldfish,
Carrasius auratus. Journal of Veterinary microbiologi 66 : 151-164.
Tappin RA. 2007. Mycobacteriosis in rainbowfish, (online), (http://PetClub UK-
Mycobacteriosis in rainbowfish.htm, diakses 9 Maret 2010.
Thomson RG. 1978. General Veterinary Pathology, W.B Sounders Company,
Philadelphia, London, Toronto. pp. 102.
Thune RL, Plumb JA. 1982. Effect of delivery method and antigen preparation on
the production of antibodies against Aeromonas hydrophila in channel
catfish. Progressive Fish-Culturist 44: 53 - 54.
Toranzo AE, Santos TB, Nieto, Barja JL. 1986. Evaluation of different assay
systems of environmental Aeromonas strains. Appl. Environ.
Microbiology 51: 652-656.
Toranzo AE, Romalde JL, Magarinos B, Barja JL. 2009. Present and future of
aquaculture vaccines against fish bacterial diseases. The use of veterinary
drugs and vaccines in Mediterranean aquaculture. Options
Mediterraneennes A 86: 155 – 176.
Vivas J, Riano J, Carracedo B, Razquin BE, Fierro PL, Naharri G, Villena AJ.
2004. The auxotrophic aroA mutant of Aeromonas hydrophila as a live
attenuated vaccine against A. salmonicida infections in rainbow trout
(Oncorhrynchus mykiss). Journal of Fish and Shellfish Immunology 16:
193-206.
Vivas J, Razquin B, Lopez-Fierro P, Villena AJ. 2005. Modulation of the
immune responsse to an Aeromonas hydrophila aroA live vaccine in
rainbow trout: effect of culture media on the humoral immune responsse
and complement consumption. Fish and Shellfish Immunology 18: 223-
233.
72
Wedenmeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical methods for the assessment of the
effect on environmental stress on fish health. Technical Papers of the U.S.
Fish and Wildlife Service. US depert. of the Interior. Fish and Wildlife
Service 89:1-17.
Yang D, Lin TS, Liu FG. 2005. Studies on the formalin toxicity and formaldehyde
residues in common carp (Cyprinus carpio). Korean Journal of toxicology
13(1): 25-30.
Zhang J, Zou W, Yan Q. 2008. Non-Specific immune responsse of Bullfrog Rana
catesbeiana to intraperitoneal injection of bacterium Aeromonas
hydrophila. Chinesse Journal of Oceanology and Limnology 26(3): 248-
255.
.
73
LAMPIRAN 1 Karakteristik Morfologi, Fisik dan Biokimia Bakteri M.
fortuitum
Tabel 1. Karakteristik bakteri M. fortuitum pada ikan menurut Najiah et al.
(2011) Karakteristik Hasil karakteristik Hasil
Morfologi Uji Biokimia
Batang sedang (3-6µ) + Aktivitas enzim
Batang pendek (kurang dari 2µ) + Arylsulfatase (3 hari) +
Koloni penuh + Arylsulfatase (14 hari) +
Photochromogenik - Tween hydrolisis (7 hari) -
Scotochromogenik - Tween hydrolisis (14 hari) +
Nonphotochromogenik + Reduksi nitrat (6 jam) +
Fisiologi Reduksi nitrat (24 jam) +
Tingkat pertumbuhan Cepat tumbuh Reduksi tellurit (3 hari) +
Tumbuh pada 28°C + Reduksi tellurit (9 hari) +
Tumbuh pada 37°C + Katalase setelah 68°C +
Tumbuh pada 42°C - Katalase +
Tumbuh pada 45°C - Urease -
Tumbuh pada 52°C - Iron uptake +
Tumbuh pada media Ogawa + Pemanfaatan karbohidrat sebagai
satu-satunya sumber karbon
(nitrogen amoniak)
Tumbuh pada media Lowenstain Jenssen + Acetat +
Tumbuh pada media Sauton Agar + Suksinat +
Tumbuh pada TSA + Piruvat +
Tumbuh pada BHI + Glukosa +
Tumbuh pada NA + Fruktosa +
Tumbuh pada Middlebrook 7H10 + Sukrosa +
Tumbuh pada media Baird Parker Agar + Ethanol -
Tumbuh pada Agar darah + 2-propanol -
Tumbuh pada media MacConkey tanpa
kristal violet
+ Pemanfaatan karbohidrat sebagai
satu-satunya sumber karbon
(nitrogen glutamat)
Tumbuh pada media TCBS + Glukosa +
Tumbuh pada media EMB + Asetat +
Tumbuh pada NaCl 3% + Suksinat +
Tumbuh pada NaCl 5% + Piruvat +
Tumbuh pada Tween 80 1% + Pemanfaatan senyawa nitrogen
sebagai satu-satunya sumber
nitrogen
Tumbuh pada p-nitrobenzoic acid + L-serin +
Tumbuh pada NH2OH.HCl (125 µg/ml) + Urea +
Tumbuh pada NH2OH.HCl (250 µg/ml) + Nitrat +
Tumbuh pada NH2OH.HCl (500 µg/ml) + Nitrit +
Tumbuh pada pH 6 + Pembentukan asam
Tumbuh pada pH 8 + Glukosa +
Toleran pada 0,1% picrid acid - D-mannosa +
Toleran pada 0,2% picrid acid + D-galaktosa -
Toleran pada 0,1% NaNO2 + L-arabinosa +
Toleran pada 0,2% NaNO2 + D-xylosa -
Toleran pada 0,01% malachite green + L-rhamnosa -
Toleran pada 0,01% kristal violet + Trehalosa +
Toleran pada 0,1% phenol red + Inositol -
Toleran pada 0,1% iodin + Mannitol +
Sorbitol -
74
LAMPIRAN 2 Pengujian Kadar Formalin dengan Metode AOAC (1990)
Pengujian ini menggunakan beberapa tahapan proses penetapan seperti pembuatan
larutan baku formalin, penetapan formalin dan penghitungan kadar formalin.
a. Pembuatan larutan baku formalin 100 g/mL
1. Larutan formaldehyde 37% bj 1,08 kg/L dipipet 5 ml dan dilarutkan
dengan akuades dalam labu takar 100 ml (larutan a)
2. Larutan a dipipet 5 mL dan diencerkan kembali dengan akuades dalam
labu takar 100 mL (larutan b)
3. Larutan b sebanyak 25 mL diencerkan kembali dengan akuades dalam
labu takar 100 mL (larutan c). Larutan ini mengandung 100 g/mL
(ppm)
4. Pereaksi Nash : dilarutkan 150 g amonium asetat, 3 mL asam asetat
dan 2 mL asetilaseton dalam akuades, ditepatkan sampai volume 1 liter
b. Penetapan formalin
1. Contoh ditimbang dengan teliti 10 g, dimasukkan kedalam erlenmeyer
dan ditambah akuades, kemudian disuling
2. Hasil sulingan ditampung dalam labu takar 100 mL dan diencerkan
dengan akuades sampai garis penanda
3. Hasil sulingan dipipet 1 mL, dimasukkan kedalam tabung reaksi dan
ditambahkan 1 mL akuades dan 2 ml pereaksi nash dan dipanaskan
pada penangas air suhu 37 oC untuk membentuk warna
4. OD ditentukan dengan spektrofotometer pada 415 nm. Dilakukan
pengerjaan pada no 3 dan pembacaan yang sama untuk larutan standar
4, 8, 12, 16, dan 20 ppm dan akuades sebagai blanko.
c. Penghitungan kadar formalin
Kadar formalin (ppm)
Keterangan :
Ca : Mikrogram formalin dari kurva
W : berat contoh (gram)
F : faktor pengenceran
75
LAMPIRAN 3 Tahapan Pewarnaan Silver Hasil SDS-PAGE
Larutan fiksasi 250 mL : metanol 125 mL+asam asetik 25
mL+formalin 0,125 mL+99,85 mL
H2O
Larutan pencuci 250 mL : etanol 87,5 mL+162,5 mL H2O
Enhancer/sensitisasi 250 mL : Na2S2O3 0,05 g+H2O 250 mL
Staining 50 mL (fresh) : AgNO3 0,1 g+formalin 38 L+
H2O 49-50 mL
Developer 50 mL (fresh) : Na2CO3 3 g+formalin 25 L+H2O
50 mL
Stopper 250 mL : metanol 125 mL+asam asetat 25
mL+H2O 100 mL
Silver staining (Metoda Vorum)
Larutan fiksasi, 2 jam agitasi perlahan-lahan
Etanol 35%, 20 menit (3x)
Enhancer/sensitisasi, 2 menit
ddH2O, 5 menit (3x)
larutan staining 20 menit. Dingin (dalam refrigerator)
ddH2O, 20 menit (2x)
developer sampai pita muncul
stop dengan larutan fiksasi
cuci dengan ddH2O (2x)
packing dan scanning
simpan dalam 1% asam asetet 4oC
76
LAMPIRAN 4 Berat Protein Vaksin
Tabel Berat protein sediaan vaksin monovalen M. fortuitum dan A. hydrophila
yang diinaktifasi dengan neutral buffer formalin 3%
Gambar Kurva standar protein
y = 0.001x + 0.0359
R² = 0.9859
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 200 400 600 800
Ab
sorb
an
si 5
95 n
m
Konsentrasi BSA ugram/ml
Kode
Sampel
Absorbansi 595 nm pada
Sampel
Absorbansi 595 nm pada
Blanko S - B a b
Konsentrasi
Protein
Ulangan
1
Ulangan
2
Rataan Ulangan
1
Ulangan
2
Rataan
ppm g/mL
A.
hydrophila 0,435 0,425 0,43 0,35 0,359 0,3545 0,0755 0,001 0,035 40,5 0,00081
M.
fortuitum 0,823 0,827 0,825 0,35 0,359 0,3545 0,4705 0,001 0,035 435,5 0,00871
77
LAMPIRAN 5 Hasil SDS-PAGE Protein Vaksin
Tabel Karakter protein hasil SDS-PAGE vaksin koktail M. fortuitum dan A.
hydrophila yang diinaktifasi dengan neutral buffer formalin 3%
Sampel No Jarak Rf Log BM BM(kDa)
koktail 25Mf:75Ah a 4,5 0,284810127 2,014803275 103,4673379
b 5,4 0,341772152 1,923047436 83,76207661
c 6,5 0,411392405 1,810901409 64,69957224
d 8 0,506329114 1,65797501 45,49618799
e 10,1 0,639240506 1,44387805 27,78932836
koktail 50Mf:50Ah a 3,7 0,234177215 2,096364022 124,8429499
b 4,5 0,284810127 2,014803275 103,4673379
c 5,4 0,341772152 1,923047436 83,76207661
d 6,5 0,411392405 1,810901409 64,69957224
e 7,3 0,462025316 1,729340663 53,62171042
f 7,5 0,474683544 1,708950476 51,16234905
g 9 0,569620253 1,556024077 35,97692798
h 10,1 0,639240506 1,44387805 27,78932836
i 11 0,696202532 1,352122211 22,4968758
j 12,3 0,778481013 1,219585998 16,58005617
koktail 75Mf:25Ah a 3,7 0,234177215 2,096364022 124,8429499
b 4,5 0,284810127 2,014803275 103,4673379
c 5,4 0,341772152 1,923047436 83,76207661
d 6 0,379746835 1,861876876 72,75735055
e 7,3 0,462025316 1,729340663 53,62171042
f 8,1 0,512658228 1,647779916 44,44060028
g 9 0,569620253 1,556024077 35,97692798
h 10,1 0,639240506 1,44387805 27,78932836
i 12,3 0,778481013 1,219585998 16,58005617
78
LAMPIRAN 6 Persentase dan Indek Fagositosis
Tabel Persentase fagositosis (%)
Tabel Indek fagositik (%)
Perlakuan vaksin Pengamatan mgg ke -
1 2 3
koktail 25Mf:75Ah 1,75 1,7 1,8
koktail 50Mf:50Ah 2,1 1,85 2
koktail 75Mf:25Ah 1,95 1,25 1,9
mono A. hydrophila 1,75 1,45 1,6
mono M. fortuitum 1,8 1,4 1,6
kontrol 1,25 1,45 1,4
Perlakuan vaksin Pengamatan mgg ke -
1 2 3
koktail 25Mf:75Ah 32 38,5 35,5
koktail 50Mf:50Ah 37,5 34 45
koktail 75Mf:25Ah 34,5 32 35,5
mono A. hydrophila 37 28,5 36
mono M. fortuitum 35,5 29 32
kontrol 36 38,5 40,5
79
LAMPIRAN 7 Nilai NBT-Assay
Tabel Uji aktifitas Respiratory burst (NBT-Assay)
Perlakuan vaksin Pengamatan mgg ke -
1 2 3
koktail 25Mf:75Ah 0,2165 0,262 0,3495
koktail 50Mf:50Ah 0,38 0,3995 0,433
koktail 75Mf:25Ah 0,248 0,319 0,4135
mono A. hydrophila 0,4785 0,4265 0,5265
mono M. fortuitum 0,3235 0,346 0,3885
kontrol 0,2515 0,234 0,2905
80
LAMPIRAN 8 Aktifitas Komplemen
Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-1
Perlakuan vaksin Pengenceran
1x 2x 4x 8x 16x 32x
koktail 25 Mf :75 Ah 81,4966 49,2517 19,0476 8,70748 2,85714 0
koktail 50 Mf : 50 Ah 80 35,9184 12,9252 5,71429 3,53741 0
koktail 75Mf : 25 Mf 82,7211 48,5714 19,5918 8,70748 2,85714 0
Monovalen Ah 76,8707 31,9728 9,93197 2,85714 0 0
Monovalen Mf 75,9184 44,7619 14,5578 2,85714 2,44898 0
Kontrol 102,449 51,0204 24,7619 8,43537 2,85714 0
Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-2
Perlakuan vaksin Pengenceran
1x 2x 4x 8x 16x 32x
koktail 25 Mf :75 Ah 78,2313 37,415 13,1973 2,85714 0 0
koktail 50 Mf : 50 Ah 68,4354 25,5782 4,62585 2,85714 0 0
koktail 75Mf : 25 Mf 77,2789 34,5578 23,5374 3,12925 1,08844 0
Monovalen Ah 62,8571 22,7211 6,2585 2,72109 0 0
Monovalen Mf 75,3741 35,9184 20,6803 7,21088 1,4966 0
Kontrol 102,857 40,4082 22,8571 6,2585 2,85714 0
Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-3
Perlakuan vaksin Pengenceran
1x 2x 4x 8x 16x 32x
koktail 25 Mf :75 Ah 63,8095 32,1088 4,35374 0 0 0
koktail 50 Mf : 50 Ah 57,6871 28,0272 2,85714 0 0 0
koktail 75Mf : 25 Mf 61,9048 31,1565 10,3401 2,85714 0 0
Monovalen Ah 56,7347 27,0748 9,2517 3,53741 0 0
Monovalen Mf 72,7891 43,2653 12,6531 4,4898 1,4966 0
Kontrol 99,7279 45,8503 15,3741 7,21088 2,85714 1,4966
81
LAMPIRAN 9 Titer Antibodi
Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap A. hydrophila (log 2)
Perlakuan vaksin
masa induksi vaksin mgg ke
-
Masa uji tantang hari
ke -
1 2 3 3 7 14
koktail 25 Mf:75 Ah 1 2 5 5 4 5
koktail 50 Mf: 50 Ah 1 2 5 4 5 5
koktail 75Mf:25 Ah 1 5 5 4 5 6
Monovalen Ah 2 2 7 7 5 8
Monovalen Mf 1 2 3 2 3 4
Kontrol 1 1 1 1 1 1
Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap M. fortuitum (log 2)
Perlakuan vaksin masa induksi vaksin mgg ke - Masa uji tantang mgg ke -
1 2 3 4 5 6 7
koktail 25 Mf:75 Ah 2 5 5 4 5 5 5
koktail 50 Mf: 50 Ah 2 3 4 2 5 6 6
koktail 75Mf:25 Ah 2 5 4 3 5 6 6
Monovalen Ah 1 1 1 1 2 3 2
Monovalen Mf 4 5 5 3 5 6 6
Kontrol 1 1 1 1 2 2 1
Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap A. hydrophila dan M. fortuitum
(log 2)
Perlakuan vaksin masa induksi vaksin mgg ke - Masa uji tantang mgg ke -
1 2 3 4 5 6 7
koktail 25 Mf:75 Ah 7 8 8 7 8 8 6
koktail 50 Mf: 50 Ah 7 8 8 4 9 8 6
koktail 75Mf:25 Ah 7 6 7 6 7 7 6
Monovalen Ah 2 6 8 5 6 6 5
Monovalen Mf 6 6 5 2 6 7 4
Kontrol 1 1 2 1 2 3 1
82
LAMPIRAN 10 Relative Percent Survival (RPS)
Tabel nilai RPS perlakuan vaksin monovalen dan koktail
No Perlakuan
Komponen
uji tantang
% kematian
ikan yang
divaksin
% kematian
ikan kontrol
a/b (1-c) x 100 RPS
(a) (b) (c)
1
koktail
25Mf:75Ah A. hydrophila 16,667 43,33 0,3846527 61,5347 61,5347
2
koktail
50Mf:50Ah A. hydrophila 16,67 43,33 0,3847219 61,5278 61,5278
3
koktail
75Mf:25Ah A. hydrophila 20 43,33 0,461574 53,8426 53,8426
4
mono A.
hydrophila A. hydrophila 3,33 43,33 0,0768521 92,3148 92,3148
5
mono M.
fortuitum A. hydrophila 30 43,33 0,692361 30,7600 30,7600
6
koktail
25Mf:75Ah M. fortuitum 33,33333333 46,66666667 0,7142857 28,571429 28,571429
7
koktail
50Mf:50Ah M. fortuitum 20 46,66666667 0,4285714 57,142857 57,142857
8
koktail
75Mf:25Ah M. fortuitum 20 46,66666667 0,4285714 57,142857 57,142857
9
mono A.
hydrophila M. fortuitum 26,66666667 46,66666667 0,5714286 42,857143 42,857143
10
mono M.
fortuitum M. fortuitum 10 46,66666667 0,2142857 78,571429 78,571429
11
koktail
25Mf:75Ah ko-infeksi 46,6667 76,6670 0,608693 39,130699 39,130699
12
koktail
50Mf:50Ah ko-infeksi 46,6670 76,6670 0,6086974 39,130265 39,130265
13
koktail
75Mf:25Ah ko-infeksi 53,3333 76,6670 0,6956491 30,435085 30,435085
14
mono A.
hydrophila ko-infeksi 56,6667 76,6670 0,7391272 26,087278 26,087278
15
mono M.
fortuitum ko-infeksi 63,3333 76,6670 0,8260829 17,391707 17,391707
83
LAMPIRAN 11 Komposisi Kandungan Media
Brain Heart Infussion (BHI) Oxoid : 37 g/L
- Brain infussion solid : 12,5 g
- Beef heart infussion solid : 5,0 g
- Protease peptone : 10,0 g
- Glucose : 2,0 g
- Sodium chloride : 5,0 g
- Di-sodium phosphate : 2,5 g
Sauton Broth
- Glycerol : 50 ml
- Sodium glutamat : 4 g
- Kalium dihidrogen posphat : 0,5 g
- Magnesium sulfat : 0,5 g
- Sodium citrat : 2 g
- Ferric Amonium citrat : 0,05 g
- Akuades : 950 ml
top related