repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · v abstrak muhammad...
Post on 28-Jul-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
v
ABSTRAK
Muhammad Yasser Kahfie, NIM 16150480000011.
KETERLAMBATAN LAPORAN AKUISISI SAHAM PT. CITRA ASRI
PROPERTY OLEH PT. PLAZA INDONESIA REALTY TBK MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999. Program Studi Ilmu Hukum,
Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1440 H/2019M.
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pertimbangan hukum dalam
putusan KPPU Nomor 02/KPPU-M/2017 dan apa putusan KPPU Nomor
02/KPPU-M/2017 telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka (library
research) dengan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan normatif-doktrinal, yaitu melalui pendekatan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual
approach) dan pendekatan kasus (case approach).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang pertama pertimbangan
hukum dalam Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-M/2017 hanya mencantumkan
Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat yang di dalamnya menjelaskan
sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda serendah-rendahnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan belum menjelaskan
secara utuh pasal-pasal yang terkandung di dalam peraturan pelaksananya
mengenai penjatuhan sanksi denda Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk
setiap hari keterlambatannya dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah) dan yang kedua Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-
M/2017 tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Penggabungan atau
Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat
Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kata Kunci : Pelaku Usaha, Laporan Akuisisi Saham, KPPU, Persaingan Usaha.
Pembimbing Skripsi : Dr. Euis Amalia, M.Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1995 sampai Tahun 2017
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيم
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur senantiasa saya panjatkan
kehadirat Allah SWT karena berkat nikmat, taufik serta hidayahnya yang tiada
terhingga, sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam saya curahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, karena berkat cahayanya yang berupa ilmu agama dan
pengetahuan sehingga terbukalah jendela-jendela peradaban yang sampai saat ini
kita rasakan.
Peneliti sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari
dukungan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati ini, peneliti
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat :
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi.
3. Dr. Euis Amalia, M.Ag. pembimbing skripsi yang telah bersedia menyediakan
waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing, memberikan saran, arahan
serta masukan yang inspiratif dan inovatif kepada peneliti dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Kepala Pusat
Perpustakaan Universitas Islam Negeri Jakarta, dan Perpustakaan Nasional
yang telah mendukung sumber referensi saya dalam penelitian ini.
5. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik
secara langsung maupun tidak langsung terutama orang tua saya Bapak
vii
Zainudin dan Ibu Ida Adhiah serta kakak-kakak saya Mas Fajri dan Mas Agil
sehingga penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Jakarta, 10 Juli 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ............................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................ 9
D. Metode Penelitian ............................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 12
BAB II : AKUSISI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA .................. 13
A. Kerangka Teori ............................................................................... 13
B. Kerangka Konseptual ...................................................................... 16
C. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Persaingan Usaha ................... 17
1. Sejarah Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia ........................ 17
2. Sanksi dalam Hukum Persaingan Usaha .................................... 18
ix
D. Tinjauan Umum Mengenai Pengambilalihan Saham ..................... 21
1. Tata Cara Akuisisi ...................................................................... 21
2. Aspek Yuridis Akuisisi .............................................................. 23
3. Dasar Hukum Pengambilalihan Saham yang Dilarang .............. 23
4. Unsur Penilaian KPPU dalam Penggabungan dan Peleburan
Badan Usaha serta Pengambilalihan Saham Perusahaan ........... 25
5. Dampak Akuisisi Saham Perusahaan Terhadap Persaingan
Usaha........................................................................................... 26
6. Pengenaan Sanksi Denda Administratif Oleh KPPU ................. 28
E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ........................................... 34
BAB III : PERAN KPPU DALAM PENYELESAIAN KASUS
KETERLAMBATAN LAPORAN AKUISISI SAHAM
PERUSAHAAN ................................................................................. 37
A. Komisi Pengawas Persaingan Usaha .............................................. 37
B. Profil PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk ........................................... 51
C. Profil PT. Citra Asri Property ......................................................... 52
D. Posisi Kasus .................................................................................... 53
E. Pertimbangan Majelis Komisi ........................................................ 57
F. Amar Putusan ................................................................................. 58
BAB IV : DAMPAK KETERLAMBATAN LAPORAN AKUISISI SAHAM
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 ...... 60
A. Laporan Akuisisi Saham kepada Komisi Pengawas Persaingan
Usaha ............................................................................................... 60
x
B. Dampak Keterlambatan Laporan Akuisisi Saham PT. Plaza
Indonesia Realty, Tbk Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 ................................................................................................. 66
C. Pertimbangan Hukum dalam Putusan Nomor 02/KPPU-
M/2017..............................................................................................70
BAB V : PENUTUP ........................................................................................... 78
A. Kesimpulan ..................................................................................... 78
B. Rekomendasi ................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 80
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekonomi Indonesia berkembang dengan sangat pesat seiring dengan
kemajuan teknologi dan maraknya pasar bebas. Banyak sekali pelaku usaha
baru yang bermunculan dengan spesifikasi usaha yang bervariasi. Hal
tersebut ditandai dengan meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) di
Indonesia pada triwulan I tahun 2019 sebesar 5,07% dibanding dengan
triwulan I tahun 20181. Dari banyaknya usaha baru yang bermunculan, para
pelaku usaha dituntut agar bisa berkompetisi dengan pelaku usaha lain
sehingga tidak kalah atau tertinggal dengan kompetitornya. Maraknya
kompetisi tersebut dapat memunculkan suatu persoalan mengenai persaingan
usaha yang tidak sehat di antara para pelaku usaha.
Dalam rangka menjamin kelangsungan persaingan usaha yang sehat di
antara para pelaku usaha, pemerintah harus ikut andil dalam rangka
pengawasan dan pencegahan mengenai adanya praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan
karena hal tersebut. Persaingan usaha yang sehat sejatinya merupakan salah
satu kunci kesuksesan bagi sistem ekonomi pasar yang wajar. Dalam
implementasinya, hal tersebut diwujudkan dalam dua hal, yaitu melalui
penegakan hukum persaingan usaha yang berkeadilan dan melalui kebijakan
persaingan yang kondusif terhadap perkembangan sektor ekonomi2.
Dalam rangka menjalankan pengawasan terhadap praktik persaingan
usaha, negara telah membentuk suatu lembaga khusus yang dinamakan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau yang selanjutnya disebut KPPU
Dalam perannya menjalankan pengawasan, KPPU mengacu kepada Undang-.
1 Badan Pusat Statistik, Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Ed. 109, Juni 2019, h. 23.
2 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), h. 15.
2
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat atau yang selanjutnya disebut Undang-Undang
Antimonopoli. Segala bentuk ketentuan mengenai praktik persaingan usaha
telah diatur secara rinci dalam undang-undang tersebut dan telah termuat pula
sanksi-sanksi hukumnya3.
Dalam hal pengembangan usaha, para pelaku usaha diperbolehkan
melakukan ekspansi atau aksi korporasi guna perluasan dan restrukturisasi
usaha, di antaranya dengan melibatkan partisipasi perusahaan lain untuk
menggapai suatu tujuan yang sama-sama diinginkannya. Upaya tersebut yaitu
melalui penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan
pengambilalihan saham (akuisisi)4.
Pengambilalihan saham atau yang selanjutnya disebut akuisisi
merupakan suatu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan
kegiatan usahanya. Salah satu alasan perusahaan melakukan akuisisi adalah
untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitasnya. Dengan melakukan
akuisisi, suatu perusahaan dapat meningkatkan penjualannya, sehingga
terbuka kemungkinan untuk memperbaiki kondisi keuangan suatu perusahaan
yang sebelumnya menurun menjadi meningkat karena adanya upaya
tersebut5.
Setiap pelaku usaha di Indonesia dapat mengakuisisi perusahaan lain
dengan cara-cara yang dibenarkan menurut hukum. Hal-hal mengenai akuisisi
diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT. Undang-undang tersebut mengatur
syarat-syarat dan tata cara dalam melakukan akuisisi terhadap perusahaan
lain. Selain itu, undang-undang tersebut juga menjadi landasan utama
3 Lihat website KPPU http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/visi-dan-misi/, diakses
pada tanggal 17 Juni 2019. 4 Kamaludin, dkk., Restrukturisasi Merger & Akuisisi, (Bandung: PT. Mandar Maju,
2015), h. 36 5 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori Dan Praktiknya di Indonesia,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 78.
3
diperbolehkannya akuisisi sebelum diatur lain dalam peraturan perundang-
undangan selanjutnya seperti halnya Peraturan OJK, Peraturan BEI dan
Peraturan dalam hal persaingan usaha.
Dalam menangani prosedur pengambilalihan saham, negara telah
mengaturnya di dalam beberapa undang-undang beserta peraturan
pelaksananya. Mengingat pentingnya sektor ekonomi dalam pembangunan
negara dan banyak juga kepentingan-kepentingan yang dibutuhkan oleh
beberapa pihak, maka prosedur pengambilalihan saham menjadi sangat rumit
dan panjang prosesnya. Banyak instansi pemerintah yang ikut serta mengatur
dan mengawasi proses akuisisi tersebut, diantaranya adalah Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU).
Berdasarkan keterangan di atas, peneliti hanya akan membahas
mengenai proses akuisisi dalam konteks hukum persaingan usaha.
Pembahasan ini nantinya akan merujuk pada Putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 02/KPPU-M/2017 yang di dalamnya terdapat
dugaan pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 20106. Karena itu, peneliti
ingin menjelaskan beberapa hal mengenai proses akuisisi saham perusahaan
dengan menggunakan pendekatan hukum persaingan usaha di Indonesia.
Putusan KPPU sebagaimana tersebut di atas menjelaskan tentang
akuisisi PT. Citra Asri Property oleh PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk yang di
dalamnya terdapat dugaan pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 20107.
Pelanggaran yang berupa keterlambatan laporan akuisisi saham dengan tidak
disadari oleh perusahaan pengakuisisi, ternyata menyebabkan perusahaan
pengakuisisi tersebut harus menerima hukuman dari KPPU.
6 Lihat website KPPU: http://www.kppu.go.id/docs/Putusan/2017/Putusan_02-KPPU-M-
2017_Up12032018.pdf, diakses tanggal 17 Juni 2019. 7 Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 02/KPPU-M/2017.
4
Dalam melakukan akuisisi saham perusahaan, ternyata banyak pihak
yang tidak menyadari adanya laporan pasca akuisisi kepada KPPU. Hal itu
menjadi masalah yang perlu dipertanyakan, karena banyak perusahaan yang
mengaku tidak mengetahui kewajiban tersebut, sedangkan mekanisme
akuisisi yang sebenarnya telah diatur didalam peraturan perundang-undangan.
Kejadian tersebut menimbulkan pertanyaan yang mendasar, yaitu mengenai
hubungan yang dibangun antara perusahaan dengan KPPU sebelum
melakukan akuisisi.
Proses akuisisi saham perusahaan memang tidak semata-mata
membeli saham suatu perusahaan yang diakuisisi dengan jumlah yang besar
sehingga melebihi kepemilikan pelaku usaha lain atas saham tersebut, akan
tetapi prosesnya harus melewati beberapa tahapan administratif sehingga
prosesnya dinyatakan sah secara hukum. Untuk menghindari terjadinya
monopoli dalam akuisisi, maka KPPU mempunyai aturan baku untuk
melakukan praktik tersebut. Mengingat praktik monopoli merupakan
perbuatan yang ilegal di Indonesia, maka pengawasannya pun akan menjadi
sangat ketat8.
Mengenai adanya kejanggalan dalam putusan KPPU Nomor
02/KPPU-M/2017, peneliti akan mencoba memberikan hasil putusan-putusan
lain mengenai pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Perkara PT. Muarabungo Plantation yang mengakuisisi PT. Tandan Abadi
Mandiri dengan lama keterlambatan 76 (tujuh puluh enam) hari kerja,
Sanksi yang dijatuhkan sebesar Rp1.249.000.000.00 (satu miliar dua ratus
empat puluh sembilan juta rupiah)9
2. Perkara PT. Balaraja Bisco Paloma yang mengakuisisi PT. Subafood
Pangan Jaya dengan lama keterlambatan 13 (tiga belas) hari kerja, Sanksi
8 Lihat website KPPU: http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/tugas-dan-wewenang/,
diakses pada tanggal 17 Juni 2019. 9 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 01/KPPU-M/2014.
5
yang dijatuhkan sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)10
3. Perkara PT. Dunia Pangan yang mengakuisisi PT. Sukses Abadi Karya Inti
dengan lama keterlambatan 13 (tiga belas) hari kerja, Sanksi yang
dijatuhkan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)11
.
4. Perkara Koperasi Simpan Pinjam JASA yang mengakuisisi PT. Asuransi
Takaful Umum dengan lama keterlambatan 17 (tujuh belas) hari kerja,
Sanksi yang dijatuhkan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).12
5. Perkara PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia yang mengakuisisi PT
Iforte Solusi Infotek dengan lama keterlambatan 79 (tujuh puluh sembilan)
hari kerja, Sanksi yang dijatuhkan sebesar Rp1.100.000.000,00 (satu miliar
seratus juta rupiah)13
6. Perkara PT. Japfa Comfeed yang mengakuisisi PT. Multi Makanan Permai
dengan lama keterlambatan 310 (tiga ratus sepuluh) hari kerja, Sanksi
yang dijatuhkan sebesar Rp3.750.000.000,00 (tiga miliar tujuh ratus lima
puluh juta rupiah)14
.
7. Perkara PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk yang mengakuisisi PT Prima
Top Boga dengan lama keterlambatan 4 (empat) hari kerja, Sanksi yang
dijatuhkan sebesar Rp2.800.000.000,00 (dua miliar delapan ratus juta
rupiah)15
.
8. Perkara PT. Nirvana Property yang mengakuisisi PT. Mutiara Mitra16
dengan lama keterlambatan 310 (tiga ratus sepuluh) hari kerja, Sanksi
yang dijatuhkan sebesar Rp3.750.000.000,00 (tiga miliar tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).
10
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2014. 11
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 03/KPPU-M/2014. 12
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor: 02/KPPU-M/2018. 13
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor: 05/KPPU-M/2017. 14
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor: 06/KPPU-M/2017. 15
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor: 07/KPPU-M/2018. 16
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 08/KPPU-M/2017.
6
9. Perkara PT. Darma Henwa, Tbk. yang mengakuisisi PT Cipta Multi Prima,
dengan lama keterlambatan 50 (lima puluh) hari kerja, Sanksi yang
dijatuhkan sebesar Rp3.750.000.000,00 (tiga miliar tujuh ratus lima puluh
juta rupiah)17
.
10. Perkara Toray Advance Materials Korea Inc. (TAK) yang mengakuisisi
Woongjin Chemical Co , dengan lama keterlambatan 4 (empat) hari
Sanksi yang dijatuhkan sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)18
.
Dari daftar di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Putusan Nomor
02/KPPU-M/2017 yang akan dibahas dalam penelitian ini memiliki
kejanggalan di dalamnya. Hal itu ditandai oleh keterlambatannya selama 345
(tiga ratus empat puluh lima) hari kerja akan tetapi perusahaan tersebut hanya
dihukum untuk membayar denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Adapun yang menjadi dasar lainnya adalah mengenai sanksi denda
dalam keterlambatan laporan akuisisi saham yang diindikasi tidak sesuai
dengan Undang-Undang Antimonopoli. Setelah mengamati putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Nomor 02/KPPU-M/2017, peneliti menilai ada
perbedaan mendasar mengenai penerapan sanksi denda yang dilakukan oleh
KPPU terhadap putusan tersebut. Pasalnya PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk
mempunyai keterlambatan laporan akuisisi selama 345 (tiga ratus empat
puluh lima hari) hari, sedangkan menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010 terdapat ketentuan mengenai sanksi administratif yang
berupa denda untuk setiap hari keterlambatannya sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah), tentu hal ini sangat menarik untuk dibahas mengingat
adanya penerapan putusan yang berbenturan dengan peraturan perundang-
undangan. Karena itu, pembahas-an mengenai masalah ini harus dilakukan
demi menjamin keadilan dan kepastian hukum, Sehingga di kemudian hari
17
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 09/KPPU-M/2017. 18
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 17/KPPU-M/2015.
7
tidak terjadi praktik monopoli yang dapat mengganggu stabilitas usaha di
Indonesia.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik
untuk mengangkat tema penelitian skripsi yang berjudul: Keterlambatan
Laporan Akuisisi Saham PT. Citra Asri Property oleh PT. Plaza Indonesia
Realty Tbk Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Untuk memulai penelitian ini, terlebih dahulu peneliti
mengidentifikasi masalah yang ada untuk mengukur urgensi yang terdapat
dalam tema bahasan yang akan diteliti. Masalah-masalah tersebut
diantaranya mengenai:
a. Ketidaktahuan perusahaan mengenai laporan pengambilalihan saham
perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
b. Kompleksitas Lembaga-lembaga negara yang mengatur tentang laporan
pengambilalihan saham perusahaan di Indonesia;
c. Keterbatasan kewenangan KPPU dalam upaya penegakan hukum
persaingan usaha;
d. Dampak yang timbul dari keterlambatan laporan pengambilalihan
saham perusahaan berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Nomor 02/KPPU-M/2017 Tentang dugaan pelanggaran Pasal 29
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010;
e. Kesesuaian antara putusan mengenai penjatuhan sanksi denda dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010.
8
2. Pembatasan Masalah
Sebelum menetapkan perumusan masalah, terlebih dahulu peneliti
menjelaskan tentang pembatasan masalah agar pembahasan penelitian ini
menjadi semakin terarah dan tersusun secara sistematis. Peneliti perlu
menentukan duduk permasalahan yang berkaitan dengan tema serta
menguraikan pokok-pokok bahasannya sehingga dapat menjadi sebuah
perumusan masalah yang baik.
Berdasarkan uraian yang telah ditulis sebelumnya di dalam
identifikasi masalah, peneliti perlu menjelaskan tentang fokus yang akan
dibahas dalam penelitian ini. Dengan skripsi yang berjudul Dampak
Keterlambatan Laporan Akuisisi Saham PT. Plaza Indonesia Realty Tbk.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka peneliti akan fokus
pada aspek formil dan materil dalam prosedur pengajuan akuisisi saham
perusahaan dan akibat hukum yang akan terjadi karena keterlambatan
laporan tersebut menurut Undang-Undang Antimonopoli.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah,
maka perumusan masalah yang menjadi fokus peneliti adalah mengenai
“Dampak Keterlambatan Laporan Akuisisi Saham Kepada Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Menurut Undang-Undang Persaingan
Usaha”.
Dari perumusan masalah di atas, peneliti menjabarkannya melalui
pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:
a. Bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan KPPU Nomor
02/KPPU-M/2017?
b. Apa putusan KPPU Nomor 02/KPPU-M/2017 telah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis pertimbangan hukum dalam putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Nomor 02/KPPU-M/2017;
b. Untuk menemukan solusi mengenai kesesuaian antara putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Nomor 02/KPPU-M/2017 dan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 57
Tahun 2010;
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
a. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
khususnya dalam hal laporan akuisisi saham ke Komisi Pengawas
Persaingan Usaha serta mengetahui akibat hukum yang timbul dari
keterlambatan laporan tersebut.
b. Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk para pelaku usaha
dan pegawai bagian hukum dalam mewaspadai terjadinya
keterlambatan laporan akuisisi saham ke Komisi Pengawas Persaingan
Usaha.
D. Metode Penelitian
Dalam sub bab ini, peneliti akan menjelaskan beberapa hal yang
10
berkaitan dengan metode penelitian yang nantinya akan menentukan arah
penelitian ini, antara lain:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan studi pustaka dengan menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Yaitu penelitian yang lebih bersifat deskriptif dalam
menganalisis data penelitian. Pendekatan konsep dalam jenis penelitian ini
akan memandu peneliti dalam menemukan fakta di lapangan.
2. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif-doktrinal. Yaitu melalui pendekatan perundang-undangan
(statute approach)19
, pendekatan konseptual (conceptual approach)20
dan
pendekatan kasus (case approach)21
,
3. Sumber data penelitian
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai
otoritas (autoritatif). Bahan hukum tersebut terdiri atas peraturan
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan suatu peraturan perundang-undangan dan putusan hakim.22
Sehubungan dengan topik yang akan ditulis mengenai Dampak
Keterlambatan Laporan Akuisisi Saham PT. Plaza Indonesia Realty
Tbk menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum
19
Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu
Publishing, 2007, Cet. Ketiga), h. 302. 20
Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ... h. 306. 21
Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ... h. 321. 22
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Cet.
Kesembilan), h. 47.
11
yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri
atas skripsi, tesis, disertasi hukum, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal
hukum23
, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan24
. Penulisan
penelitian ini menggunakan artikel-artikel dari media massa cetak dan
online tentang Dampak Keterlambatan Laporan Akuisisi Saham serta
menggunakan buku teks tentang hukum persaingan usaha dan jurnal
hukum lainnya.
4. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Penelitian
Kepustakaan; Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari bahan
bacaan berupa buku-buku yang dijadikan referensi dan dokumen yang
berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian guna memperoleh teori-
teori dan informasi yang dibutuhkan.
5. Pengolahan dan Analisis data
Dalam penelitian ini peneliti mencoba melakukan analisis bahan
hukum menggunakan metode content analysis atau analisis data yakni
menurut Neuman “content analysis is a technique for gathering and
analyzing the content of text”25
. Teknik mengumpulkan dan menganalisa
isi dari tulisan atau dokumen dengan cara mengidentifikasi secara
sistematik ciri atau karakter dan pesan atau maksud yang terkandung pada
tulisan atau dokumen.
Begitu pula data dari penelitian kepustakaan akan dianalisis secara
sistematis yaitu membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Data yang diperoleh dari penelitian lapangan dianalisis secara kualitatif,
Selanjutnya data yang telah dianalisis secara kualitatif tersebut akan
23
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, ... h. 54. 24
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011, Cet. Ketujuh ), h.
155. 25
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif; Teori dan
Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 167.
12
dituangkan dalam bentuk deskriptif melalui prosedur penalaran deduktif.
Metode Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, mengacu pada
buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang di
terbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2017.
E. Sistematika Penelitian
Dalam membahas penelitian ini, peneliti telah membuat sistematika
penelitian sebagai berikut:
BAB I : Bab ini merupakan Pendahuluan yang berisi latar belakang,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : Bab ini membahas mengenai kajian pustaka yang berisi a.
Kerangka teori yang meliputi teori demokrasi ekonomi, teori keadilan sosial,
teori kepastian hukum dan teori fiksi hukum; b. Kerangka konseptual; c.
Tinjauan umum mengenai hukum persaingan usaha; d. Tinjauan umum
mengenai akuisisi; dan e. tinjauan (review) studi terdahulu.
BAB III : Bab ini membahas mengenai data penelitian yang berisi Profil
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Profil PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk,
Profil PT. Citra Asri Property, posisi kasus, Pertimbangan Majelis Komisi,
dan Amar Putusan.
BAB IV : Bab ini membahas mengenai analisis dan interpretasi temuan
yang berisi Laporan Akuisisi Saham Kepada Komisi Pengawas Persaingan
Usaha, Dampak Keterlambatan Laporan Akuisisi Saham PT. Plaza Indonesia
Realty, Tbk Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dan
Pertimbangan Hukum dalam Putusan KPPU No. 02/KPPU-M/2017.
BAB V : Bab ini merupakan Penutup yang berisi kesimpulan hasil
Penelitian dan rekomendasi.
13
BAB II
AKUISISI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
A. Kerangka Teori
Dalam sebuah tulisan ilmiah, kerangka teori adalah hal yang sangat
penting guna memuat teori-teori yang relevan dalam menjelaskan masalah
yang sedang diteliti. Kemudian kerangka teori juga digunakan sebagai
landasan teori atau dasar pemikiran dalam penelitian yang dilakukan. Karena
itu, seorang peneliti harus menyusun kerangka teori yang memuat pokok-
pokok pemikiran yang akan menggambarkan isi dari penelitian tersebut.1
Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Teori asas keseimbangan
Teori ini memberikan hak dan kedudukan yang sama bagi para
pihak di hadapan hukum. Dalam asas hukum yang berlaku umum, adanya
persamaan hak dan kedudukan orang-perorangan di hadapan hukum.
Unsur dalam asas ini dapat dilihat dari Pasal 1320 Ayat (1) jo. Pasal 1321
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menjamin unsur
kesepakatan yang bebas dari kekhilafan, paksaan dan penipuan dengan
ancaman kebatalan. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1323 s.d Pasal
1326 KUHPer, mengingat adanya tanggung jawab yang seimbang secara
renteng serta tanggung jawab yang terbagi sesuai dengan tenaga, dan uang
yang dilepaskan dalam persekutuan. Dalam persekutuan perdata, tanggung
jawab dan hak-hak para sekutu diatur secara seimbang berdasarkan
kesepakatan pada saat pembentukan persekutuan.
Dalam Pancasila, pada Sila ke-2 Kemanusiaan yang adil dan
beradab, perlindungan hak-hak perorangan diatur secara tegas bersama
1 Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1995), h. 39-40.
14
dengan itu pula Sila ke-5 diatur tentang asas-asas keadilan, untuk
memberikan kedudukan yang seimbang bagi masyarakat tanpa
membedakan suku, agama, ras dan antar golongan2.
b. Teori keadilan sosial
Teori ini bermakna bahwa setiap rakyat atau warga negara
mendapatkan haknya untuk dapat hidup sejahtera sesuai dengan standar
hidup layak dan terjamin hak-hak asasi manusianya sebagaimana tertuang
dalam konstitusi3. Keadilan sosial bermakna keadilan yang nyata bukan
sekedar keadilan dalam rumusan normatif dan formal yang ada dalam
konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tetapi lebih kepada keadilan
yang faktual dan empiris yang benar-benar dirasakan oleh warga negara
(rakyat). Dalam konteks hukum ekonomi setiap warga negara yang
terlindungi dari kegiatan-kegiatan, perbuatan-perbuatan yang merugikan
kepentingan ekonominya, dapat hidup dengan layak baik untuk dirinya
maupun keluarganya dan terhindar dari kebijakan pemerintah yang
inkonstitusional4.
c. Teori kepastian hukum
Teori ini menjelaskan bahwa setiap tindakan atau perbuatan
penyelenggara negara harus sebelumnya sudah ada aturan hukum positif
yang melandasinya.5 Hukum positif yang menjadi landasan tindakan atau
perbuatan tersebut harus bersifat baik dan adil karena menyangkut
kepentingan warga negara. Menurut Utrecht kepastian hukum
mengandung dua pengertian yaitu, pertama, adanya aturan yang bersifat
umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan, kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari
2Lihat: https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_badan_usaha.pdf, diakses pada 20
Juni 2019. 3 Candra Irawan, Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi, (Jakarta: PT. Mandar Maju,
2012), h. 128. 4 Candra Irawan, Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi, ... h. 129.
5 Candra Irawan, Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi, ... h. 130.
15
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat
umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau
dilakukan oleh negara terhadap individu6.
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik
yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang
cenderung melihat hukum sebagai suatu yang otonom, mandiri. Karena
bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin
terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu sendiri diwujudkan
oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum
yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan
bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau
kemanfaatan melainkan semata-mata untuk kepastian hukum7.
d. Teori fiksi hukum
Teori ini menjelaskan mengenai kewajiban setiap warga negara
untuk mematuhi seluruh undang-undang yang telah diundangkan dalam
lembaran negara. Menurut Riki Perdana Raya Waruwu, Asas Fiksi Hukum
berangga-pan bahwa ketika suatu peraturan perundang-undangan telah
diundangkan maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu (presumption
iures de iure) dan ketentuan tersebut berlaku mengikat sehingga
ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat membebaskan/
memaafkannya dari tuntutan hukum (ignorantia jurist non excusat).
Keberadaan asas fiksi hukum, telah disahkan melalui penjelasan Pasal 81
ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan8.
6 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999),
h. 23. 7 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta,
Penerbit Gunung Agung , 2002), h. 82-83. 8 Lihat Website Mahkamah Agung:
https://jdih.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=139:penerap
an-asas-fiksi-hukum-dalam-perma&catid=9:kegiatan&Itemid=24, diakses pada tanggal 5 Juli
2019.
16
B. Kerangka Konseptual
Untuk membuat penelitian menjadi lebih terarah dan sistematis,
akan diuraikan terlebih dahulu kerangka konsep terkait hal-hal yang
menjadi landasan dasar dalam melakukan penelitian ini dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
1. Merger
Merger adalah setiap bentuk pengambilan sautu perusahaan oleh
perusahaan lainnya, yang pada saat kegiatan usaha perusahaan tersebut
disatukan. Merger dalam perspektif peraturan perundang-undangan
Indonesia Pasal 1 angka 9, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang
mengakibatkan activa dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan
dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri
berakhir karena hukum.
2. Konsolidasi
Berbeda dengan Merger dan Akusisi, Konsolidasi adalah
penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan cara melikuidasi
semua perusahaan tersebut dan dengan cara yang sama didirikan satu
perusahaan baru yang mengambil alih semua kekayaan dan kewajiban dari
perusahaan-perusahaan yang bubar itu. Menurut Peraturan Pemerintah RI
Nomor 27 Tahun 1998 Konsolidasi adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara
membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang
meleburkan diri jadi bubar.
3. Akuisisi
17
Akuisisi berasal dari kata acquisition (Latin), makna harfiahnya
adalah membeli atau mendapatkan sesuatu objek untuk ditambahkan pada
sesuatu atau objek yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan maksud
akuisisi adalah bentuk pengambilan kepemilikan perusahaan oleh pihak
pengakuisisi sehingga dapat mengakibatkan berpindahnya kendali atas
perusahaan yang diambil alih tersebut. Akuisisi berbeda dengan merger,
akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum.
Perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri
dan beroperasi secara independen, tetapi telah terjadi pengalihan
pengendalian oleh pihak pengakuisisi9.
C. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Persaingan Usaha
1. Sejarah Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia
Sebelum membahas jauh mengenai Hukum Persaingan Usaha,
perlu diketahui terlebih dahulu mengenai sejarah yang menjadi landasan
dasar dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagian
besar pokok-pokok penting dibentuknya undang-undang tersebut telah
dirangkum dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yang berisi sebagai berikut:
“... memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk mencermati dan menata
kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat
dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat serta terhindarnya pemusatan
kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan denga
cita-cita keadilan sosial.
Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 atau yang biasa disebut Undang-Undang
Antimonopoli merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga10
.
9 Mustofa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, ..., h. 220-222
10 Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender; Perspektif Hukum Persaingan
Usaha, (Bandung: Srikandi, 2008), h. 17.
18
Bahkan karena pentingnya undang-undang tersebut bagi suatu negara,
sehingga peraturan mengenai antitrust law di Amerika Serikat sangat
menjaga kebebasan ekonomi dan hak asasi manusia dalam rangka
melindungi kebebasan-kebebasan pribadi yang sangat fundamental11
.
Dibandingkan dengan sejarah hukum yang lainnya, sejarah hukum
antimonopoli ini relatif lebih baru baik sejarahnya di dunia internasional,
maupun sejarahnya di Indonesia. Dengan demikian kelahiran Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dimaksudkan untuk memberikan
jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha dengan cara mencegah
timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Hal tersebut diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif,
dimana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berfungsi sebagai
a tool of social control (alat kontrol sosial) dan a tool of social engineering
(alat rekayasa sosial). Undang-undang antimonopoli berusaha menjaga
kepentingan umum dan mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat, selain itu juga berguna untuk meningkatkan efisiensi
ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, dan berusaha menciptakan
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha12
.
2. Sanksi Dalam Hukum Persaingan Usaha
a. Secara garis besar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menetapkan
dua macam sanksi, yaitu: Sanksi Administratif dan Sanksi Pidana
1) Sanksi Administratif
11
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti , 2005),
h. 5. 12
Ayudha D. Prayoga, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia,
(Jakarta: Proyek ELIPS, 2002), h. 52-53.
19
Sanksi administratif merupakan sanksi yang dapat diambil
oleh komisi terhadap pelaku usaha yang melanggar Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 199913
. Sanksi administratif diatur dalam
Pasal 47 Ayat (2) yang menyatakan sebagai berikut:
(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap
pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
(2) Tindakan adminstratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 13, Pasal 15 dan Pasal 16 ; dan atau
b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ; dan atau
c. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktik monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi
dominan; dan atau
e. Penetapan pembatalan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
f. Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
g. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah).
Jika merujuk kepada Pasal 47 Ayat (2) Huruf e sampai
dengan g, maka sanksi yang berhubungan dengan keterlambatan
laporan akuisisi saham perusahaan ke KPPU dapat dikenakan sanksi
pembatalan dan/atau pembayaran ganti rugi serendah-rendahnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
2) Sanksi Pidana
Selain sanksi administratif khusus untuk perbuatan-perbuatan
13
Mustofa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, ... h. 277.
20
hukum tertentu yang melanggar ketentuan undang-undang juga
dikenakan sanksi berupa pidana pokok14
. Penjatuhan sanksi pidana
pokok dalam hukum persaingan usaha dapat berupa dua hal, pidana
denda dan pidana kurungan. Apabila pelaku usaha tidak mampu
membayar denda yang telah ditetapkan oleh KPPU maka dapat
diganti dengan menjalani pidana kurungan dalam kurun waktu yang
ditentukan. Setiap pelanggaran persaingan usaha mempunyai
konsekuensi pidana denda dan kurungan yang berbeda-beda.
Ketentuan mengenai sanksi tersebut diatur dalam Pasal 48 dan 49
Undang-Undang Antimonopoli, diantaranya sebagai berikut:
Pidana Pokok
Pasal 48
(1) Pelanggaran Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan
Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-
rendahnya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal
20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 diancam dengan pidana denda serendah-
rendahnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 undang-undang ini diancam dengan
pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 3 (lima) bulan.
Pidana Tambahan
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha;
b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang iniuntuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
14
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, ... h. 67
21
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.
Dalam hal ini KPPU tidak berwenang memberikan sanksi
pidana berupa denda sebagaimana yang akan dijelaskan selanjutnya
di dalam Bab III penelitian ini sehingga belum ada pelaku usaha
yang dijatuhi hukuman sebagaimana bunyi pasal tersebut. Begitu
pula hal-hal lain yang menyangkut tentang tugas, wewenang dan
status kedudukan lembaga KPPU juga akan dijelaskan didalamnya.
D. Tinjauan Umum Mengenai Pengambilalihan Saham (Akuisisi)
1. Tata Cara Akuisisi
Cara yang dapat ditempuh untuk mengambilalih suatu perusahaan
adalah dengan cara membeli hak suara dan perusahaan (the firm voting
stock). Secara yuridis, cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh tujuan
adalah dengan membeli saham-saham perusahaan tersebut. Akuisisi atau
pengambilalihan yang dimaksud Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
adalah akuisisi saham (acquisition of stock), bukan akuisisi aktiva
(acquisition of assets). Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan undang-
undang tersebut15
.
Pembelian saham itu dapat dilakukan baik dengan cara tunai, dengan
menyerahkan saham dan perusahaan yang membeli, atau dengan
menyerahkan jenis-jenis efek lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan
yang membeli. Secara yuridis, pembelian saham-saham tersebut harus
dilakukan transaksinya langsung antara pembeli dengan para pemegang
saham perusahaan tersebut, bukan dengan direksi perusahaan tersebut.
Pasal 125 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menetapkan tata cara
melakukan akuisisi sebagai berikut:
(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan
15
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. Ketiga), h. 223.
22
dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan;
(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
(4) Dalam hal pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan, direksi sebelum
melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi
kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89.
(5) Dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui direksi, pihak yang mengambilalih menyampaikan
maksudnya untuk melakukan pengambilalihan kepada direksi perseroan yang akan diambilalih.
(6) Direksi perseroan yang akan diambilalih dan perseroan yang akan mengambilalih dengan persetujuan
dewan komisaris masing-masing menyusun rancangan pengambilalihan yang memuat sekurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan dari perseroan yang akan mengambilalih dan perseroan yang akan
diambilalih;
b. Alasan serta penjelasan direksi perseroan yang akan mengambilalih dan direksi perseroan yang
akan diambilalih;
c. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (2) huruf auntuk tahun buku
terakhir dari perseroan yang akan mengambilalih dan perseroan yang akan diambilalih;
d. Tata cara penilaian dan konversi saham dari perseroan yang akan diambilalih terhadap saham
penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. Jumlah saham yang akan diambilalih;
f. Kesiapan pendanaan;
g. Neraca konsolidasi performa perseroan yang akan mengambilalih setelah pengambilalihan yang
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan;
i. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi dewan komisaris dan karyawan dari
perseroan yang akan diambilalih;
j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa
pengalihan saham dari pemegang saham kepada direksi perseroan;
k. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.
(7) Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan sebagaimana
dimaksud ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (5) dan Ayat (6) tidak berlaku.
(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada Ayat (7) wajib memperhatikan ketentuan
23
anggaran dasar perseroan yang diambilalih tentang pemidahan hak atas saham dan perjanjian yang
telah dibuat oleh perseroan dengan pihak lain.
2. Aspek Yuridis Akuisisi
Dasar hukum akuisisi adalah jual beli, dimana direksi perusahaan
yang akan mengakuisisi mengadakan jual beli dengan direksi perusahaan
terakuisisi mengenai hak milik atau saham perusahaan
terakuisisi/diambilalih. Perusahaan pengakuisisi akan menerima hak milik
atas saham perusahaan terakuisisi, sedangkan perusahaan terakuisisi
menerima penyerahan hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Dalam
Pasal 613 KUH Perdata tertulis apabila saham tersebut atas nama, maka
penyerahannya dilakukan dengan cessie (hak tagih)16
.
Dalam strategi pengembangan usaha, dikenal beberapa macam cara
yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu: penggabungan (merger),
Peleburan (konsolidasi), dan Pengambilalihan (akuisisi). Ketiga cara
tersebut memiliki pengertian masing-masing. para pelaku usaha yang ingin
mengembangkan usahanya dapat memilih salah satu cara tersebut sesuai
dengan kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan.
3. Dasar Hukum Pengambilalihan Saham yang Dilarang
Tindakan pengambilalihan (akuisisi) disadari atau tidak akan
mempengaruhi persaingan antar para pelaku usaha di dalam pasar
bersangkutan dan membawa dampak kepada konsumen dan masyarakat.
Karena itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang tindakan
tersebut yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat. Dengan kata lain tindakan akuisisi hendaknya
tetap memperhatikan kepentingan konsumen dan masyarakat.
Sesuai dengan amanat dalam Pasal 28 Ayat (3) dan Pasal 29 Ayat
(2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, ketentuan lebih lanjut mengenai
16
Farida Hasyim, Hukum Dagang, ... h. 225.
24
tata cara akuisisi saham perusahaan yang mengakibatkan praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat dan ketentuan nilai aset dan/atau nilai
penjualan serta tata cara pemberitahuan tindakan tersebut telah diatur lebih
lanjut oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010
tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan
Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Adapun mengenai materi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010 tersebut meliputi Penggabungan atau Peleburan dan
Pengambilalihan Saham yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tata cara penyampaian
pemberitahuan, penilaian komisi pengawas persaingan usaha dan konsultasi.
kemudian pengaturan ketentuan mengenai tindakan pengambilalihan saham
perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Dan Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2010 juga dijabarkan lebih lanjut dalam beberapa peraturan komisi
pengawas persaingan usaha yang menjadi rujukan hukum sebagai pedoman
bagi komisi pengawas persaingan usaha melakukan pengawasan dan
pelaksanaan tentang tindakan pengambilalihan saham perusahaan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat, yaitu17
:
a. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Pra Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan;
b. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10 Tahun
2010 Tentang Formulir Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan
Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan;
c. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun
17
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, ... h. 621.
25
2010 Tentang Konsultasi Penggabungan atau Peleburan Badan
Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan.
d. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 02 Tahun
2013 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha
dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat
Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
e. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun
2012 Tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan
Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan
4. Unsur Penilaian KPPU dalam Penggabungan dan Peleburan Badan Usaha
serta Pengambilalihan Saham Perusahaan
Untuk menilai apakah suatu merger atau akuisisi akan
membahayakan persaingan usaha didasarkan kepada beberapa hal
(substantive test). Bila dari substantive test diketahui merger atau akuisisi
yang diusulkan tidak membahayakan persaingan usaha, maka merger atau
akuisisi tersebut diperbolehkan. Namun sebaliknya, jika merger atau
akuisisi tersebut akan membahayakan usaha, maka akan dilarang atau
memberikan persyaratan-persyaratan. Di Amerika Serikat, substantive test
yang digunakan dalam menilai suatu rencana merger akuisisi, yaitu18
:
1) Dasar pasar, pengukuran, dan konsentrasi, meliputi:
a. Product market definition;
b. Geographic market definition;
18
Tim Pematangan Bahan Masukan Rancangan Peraturan Pemerintah Mengenai Merger
Tahun 2008, ... h. 6.
26
c. Identifikasi pelaku usaha dalam pasar bersangkutan;
d. Penguasaan pasar;
e. Tingkat konsentrasi dan penguasaan pasar.
2) Potensi kerugian yang ditimbulkan oleh merger, meliputi
berkurangnya persaingan melalui interaksi yang terkoordinasi dan
berkurangnya persaingan melalui efek unilateral.
3) Analisis entry, meliputi Entry alternatives dan Timeliness of entry.
4) Efisiensi
5) Kegagalan dan exiting assets, meliputi Failing firm dan Failing
division
Dengan merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (2) dan (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, maka untuk menilai apakah
suatu penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dapat menimbulkan
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, komisi pengawas
persaingan usaha berdasarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Nomor 10 Tahun 2011 akan melakukan penilaian terhadap
pemberitahuan maupun konsultasi penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan berdasarkan analisis mengenai Konsentrasi pasar,
Hambatan masuk pasar, Potensi perilaku anti persaingan, Efisiensi;
dan/atau Kepailitan.
5. Dampak Akuisisi Saham Perusahaan Terhadap Persaingan Usaha
Pada umumnya masyarakat memberikan perhatian besar terhadap
upaya perusahaan untuk melakukan tindakan merger maupun akuisisi, hal
ini disebabkan:
a. Tindakan merger dapat mengakibatkan sistem manajerial menjadi
lebih baik serta secara teknis ada kemampuan mengolah aset yang
27
tidak berguna menjadi lebih bermanfaat;
b. Tindakan merger maupun akuisisi dapat mengakibatkan skala
ekonomi serta jangkauan ekonomi yang lebih besar untuk
mengurangi biaya, meningkatkan kualitas produk serta menambah
biaya output;
c. Tindakan akuisisi perusahaan memberikan peluang pada para
manajer untuk mendapatkan keuntungan profit yang lebih besar;
d. Tindakan merger memberikan peluang bagi pemilik untuk menjual
perusahaan kepada seseorang/calon pembeli yang beritikad baik
dengan harga tinggi/wajar19
.
e. Dampak negatif dari akuisisi terhadap suatu persaingan pasar
adalah:
1) Terciptanya atau bertambahnya konsentrasi pasar yang dapat
menyebabkan harga produk semakin tinggi;
2) Kekuatan pasar (market power) menjadi semakin besar yang
dapat mengancam pebisnis kecil20
.
Karena itu dalam menelaah dampak anti monopoli dari suatu
akuisisi perusahaan perlu melihat faktor-faktor sebagai berikut21
:
a. Harga yang berkolusi;
b. Skala ekonomi yang tereksploitasi;
c. Kekuasaan untuk monopoli (monopoly power);
d. Interdependensi dan oligopolistik
19
Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender; Perspektif Hukum Persaingan
Usaha, ... h.219-220. 20
Munir Fuady, Hukum Bisnis: Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Citra Aditya,
1996), h. 90. 21
Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender; Perspektif Hukum Persaingan
Usaha, ... h.221-222.
28
e. Arah kecenderungan perubahan kondisi pasar;
f. Kondisi finansial dari pelaku pasar;
g. Kemudahan untuk dapat masuk ke pasar (teori jalan masuk) atau
entrenchment theory;
h. Ketersediaan produk substitusi;
i. Sifat dari produk;
j. Syarat-syarat penjualan produk;
k. Market performance
l. Dampak dari efisiensi merger.
6. Pengenaan Sanksi Denda Administratif oleh KPPU
Dalam pedoman keputusan KPPU No. 252/KPPU/Kep/VII/2008
denda didefinisikan sebagai: “usaha untuk mengambil keuntungan yang
didapatkan oleh pelaku usaha yang dihasilkan dari tindakan anti
persaingan”. Selain itu, ada juga denda yang dikhususkan bagi pelaku
usaha yang terlambat melakukan pemberitahuan akuisisi ke KPPU
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Komisi Nomor 4
Tahun 2012, bahwa yang dimaksud dengan Denda Administrasi
Keterlambatan adalah “denda yang dijatuhkan kepada badan usaha yang
terlambat menyampaikan Pemberitahuan tertulis atas perbuatan hukum
Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha atau Pengambilalihan Saham
Perusahaan hingga jangka waktu sebagaimana telah ditentukan dalam
Peraturan Pemerintah”. Definisi tersebut mengisyaratkan sanksi yang
dijatuhkan bagi setiap keterlambatan pelaku usaha dalam memberitahukan
akuisisinya ke KPPU dalam jangka waktu tertentu.
Denda dalam hukum persaingan usaha bertujuan untuk menjerakan
pelaku usaha agar tidak melakukan tindakan serupa atau ditiru oleh calon
29
pelanggar lainnya. agar efek jera dapat diterapkan efektif, secara ekonomi
denda yang ditetapkan harus dapat menjadi sinyal atau setidaknya
dipersepsikan oleh pelanggar sebagai biaya (expected cost) yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan manfaat (expected benefit) yang didapat dari
tindakannya melanggar hukum persaingan usaha. Secara administrasi,
pembayaran denda disetorkan oleh pelanggar kepada negara. KPPU dalam
menentukan besaran denda akan menempuh dua langkah, yaitu22
:
a. Menentukan besaran nilai dasar;
b. Melakukan penyesuaian dengan menambahkan atau mengurangi
besaran nilai dasar tersebut.
1) Penentuan besarnya nilai dasar
Nilai dasar dihitung berdasarkan nilai penjualan menggunakan
metodologi sebagai berikut:
a) Perhitungan nilai penjualan23
Dalam menentukan nilai dasar denda yang akan
ditetapkan, KPPU akan menggunakan nilai penjualan atau
pembelian barang KPPU akan menggunakan nilai penjualan
atau pembelian barang atau jasa terlapor pada pasar
bersangkutan. Pada umumnya, nilai penjualan akan dihitung
berdasarkan nilai keseluruhan penjualan pada tahun sebelum
pelanggaran dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
estimasi nilai penjualan pelaku usaha yang terlibat pelanggaran
pada saat data penjualan tahunannya belum tersedia. Dalam
kasus tender, penentuan nilai penjualan tidak didasarkan pada
perhitungan nilai penjualan tahun sebelum pelanggaran, namun
berdasarkan harga pemegang tender. Pada pelanggaran yang
22
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana prenada
Media Group, 2014, Cet. kedua), h. 582. 23
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, ... h. 582.
30
dilakukan oleh sekelompok terlapor, maka nilai penjualan akan
dihitung sebagai penjumlahan dari seluruh nilai penjualan
anggotanya.
Dalam menentukan nilai penjualan terlapor, KPPU akan
menggunakan nilai perkiraan penjualan yang paling
menggambarkan nilai penjualan sebenarnya. Nilai penjualan
akan ditentukan sebelum PPN dan pajak lainnya yang terkait
langsung dengan nilai penjualan tersebut. Apabila data yang
diserahkan oleh terlapor tidak lengkap atau tidak dapat
diandalkan, maka KPPU dapat menentukan nilai penjualannya
dengan berdasarkan data tidak lengkap tersebut dan/atau
informasi lain terkait yang relevan dan tepat.
b) Penentuan nilai dasar denda24
Nilai dasar denda akan terkait dengan proporsi dari nilai
penjualan yang diperhitungkan adalah sampai dengan 10% dari
nilai penjualan tersebut. Untuk menentukan apakah proporsi
nilai penjualan yang dipertimbangkan dalam kasus tersebut
seharusnya berada dalam titik tertinggi atau terendah dalam
skala tersebut, KPPU akan mempertimbangkan berbagai
macam faktor yang berupa skala perusahaan, jenis pelanggaran,
gabungan pangsa pasar dari para terlapor, cakupan wilayah
geografis pelanggaran dan telah atau belum dilaksanakannya
pelanggaran tersebut.
c) Penyesuaian terhadap besarnya nilai denda
Dalam menentukan denda, KPPU dapat
mempertimbangkan keadaan yang menghasilkan penambahan
atau pengurangan nilai dasar denda tersebut, berdasarkan
24
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, ... h. 583.
31
penilaian secara keseluruhan dengan tetap memperhatikan
seluruh aspek yang terkait.
(1) Hal-hal yang memberatkan.
Nilai dasar dapat ditambahkan ketika KPPU
menemukan hal-hal yang memberatkan, sebagai berikut25
:
(a) Apabila terlapor melanjutkan atau mengulangi
pelanggaran yang sama ketika KPPU menemukan
bahwa terlapor melanggar Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999, maka nilai dasar akan ditambah
sampai dengan 100% untuk setiap pelanggaran yang
dilakukan.
(b) Menolak diperiksa, menolak memberikan informasi
yang diperlukan dalam penyelidikan dan/atau
pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan
dan/atau pemeriksaan.
(c) Bagi pemimpin atau penggagas dari pelanggaran,
KPPU akan memberikan perhatian khusus terhadap
langkah-langkah yang dilakukan oleh penggagas
dalam peranannya menekan atau mengancam pihak
lain.
(2) Hal-hal yang meringankan.
Nilai dasar dapat dikurangi apabila KPPU
menemukan hal-hal yang meringankan sebagai berikut26
:
(a) Terlapor memberikan bukti bahwa dia telah
25
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, ... h. 548. 26
Muchamad Arifin, “Pertanggungjawaban Hukum atas Keterlambatan Pemberitahuan
Akuisisi Asing kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha”, Jurnal Lex Renaissance II, 2, Juli
2017, h. 272-273
32
menghentikan tindakan pelanggaran segera setelah
KPPU melakukan penyelidikan;
(b) Terlapor menunjukkan bukti bahwa pelanggaran
tersebut dilakukan secara tidak sengaja;
(c) Terlapor menunjukkan bukti bahwa keterlibatannya
adalah minimal;
(d) Terlapor bersikap baik dan kooperatif dalam proses
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
(e) Apabila tindakan tersebut merupakan perintah
perundang-undangan atau persetujuan instansi yang
berwenang;
(f) Adanya pernyataan kesediaan untuk melakukan
perubahan perilaku dari pelaku usaha.
d) Tambahan denda sebagai penjera
KPPU akan memberikan perhatian khusus kepada
kebutuhan untuk menjamin bahwa denda mengandung efek
penjera yang cukup. Pada akhirnya, hal tersebut akan
meningkatkan denda yang dikenakan pada pihak terlapor yang
memiliki turnover yang lebih besar dari penjualan barang dan
jasa yang terkait dengan pelanggaran. KPPU akan juga
mempertimbangkan kebutuhan untuk menambah denda dengan
tujuan untuk melebihi jumlah dari keuntungan yang diperoleh
dari tindakan pelanggaran yang dimungkinkan untuk
diperhitungkan nilainya27
.
(1) Rentang besarnya denda
27
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, ... h. 585.
33
(a) Jumlah akhir dari besaran denda dalam keadaan apapun,
tidak boleh melebihi Rp25.000.000.000,00;
(b) Jumlah akhir dari besaran denda dalam keadaan apapun,
tidak boleh melebihi 10% dari total turn over dari tahun
berjalan dari pihak terlapor atau para terlapor yang
terkait dengan pelanggaran;
(c) Jika jumlah perhitungan denda lebih dari
Rp25.000.000.000,00 dan 10% turn over lebih besar
dari Rp25.000.000.000,00 maka akan dikenakan denda
akhir sebesar Rp25.000.000.000,00 dan 10% turn over
lebih kecil atau sama dengan Rp25.000.000.000,00
maka akan dikenakan denda akhir sebesar 10% turn
over;
(d) Jika jumlah perhitungan denda kurang dari
Rp1.000.000.000,00 mempertimbangkan aspek
keadilan maka denda dapat dikenakan atau diganti
dengan bentuk sanksi lainnya;
(e) Apabila pelanggaran oleh para terlapor terkait dengan
aktifitas dari anggotanya, denda tidak boleh melebihi
dari 10% dari total turnover dari tiap anggota pada pasar
yang terkena dampak dari pelanggaran.
(2) Kemampuan untuk membayar28
Berdasarkan permintaan pihak Terlapor, KPPU
dapat mempertimbangkan kemampuan membayar dari
terlapor pada konteks sosial dan ekonomi tertentu.
Pengurangan akan diberikan secara individu berdasar pada
28
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, ... h. 586.
34
bukti objektif, yaitu apabila denda tersebut dapat berakibat
pada bangkrutnya suatu perusahaan.
Selanjutnya Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 menentukan:
(1) Pelanggaran Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai
dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15,
Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 diancam dengan pidana
denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 undang-undang ini diancam
dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (lima) bulan.
Jika mempertimbangkan kesanggupan untuk
membayar, tentu banyak perusahaan yang ingin
mengajukan keringanan terhadap sanksi denda yang
dijatuhkan kepadanya, padahal undang-undang telah
mengatur alternatif sanksi denda yaitu pidana kurungan
sebagai penggantinya. Karena itu, KPPU seharusnya tidak
perlu mempertimbangkan permintaan pihak Terlapor terkait
kesanggupan dalam pembayaran denda, mengingat hal
tersebut diberlakukan sebagai penjera terhadap
pelanggarnya sehingga menciptakan kepastian dan keadilan
hukum.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Penelitian ini mengambil rujukan dari beberapa sumber-sumber yang
sudah ada sebelumnya. Sumber-sumber yang dimaksud diantaranya adalah
35
skripsi, jurnal dan buku yang terkait dengan penelitian ini. Di antara sumber-
sumber tersebut antara lain:
1. Skripsi ditulis oleh Hamalatul Qur’ani29
yang fokus membahas mengenai
perbandingan sistem pengaturan notifikasi merger di 3 (tiga) negara. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukan adanya perbedaan pengaturan sistem
notifikasi merger yang diterapkan di Indonesia, Amerika Serikat, dan
Australia. Persamaan skripsi ini dengan skripsi peneliti adalah mengenai
merger dan akuisisi, sedangkan perbedaannya lebih spesifik membahas
mengenai keterlambatan laporan akuisisi saham yang berbeda dengan
topik pembahasan skripsi di atas.
2. Buku ditulis oleh Andi Fahmi Lubis, Anna Maria Tri Anggraini, Kurnia
Toha, dkk.30
, buku tersebut membahas mengenai sistem akuisisi secara
umum. Persamaan buku tersebut dengan penelitian ini yaitu mengenai
teori-teori dan praktiknya dalam hukum persaingan usaha khususnya yang
menjelaskan mengenai akuisisi, sedangkan perbedaannya terletak pada
pembahasan mengenai laporan akuisisi saham ke KPPU dan penerapan
putusan KPPU.
3. Jurnal ditulis oleh Verry Iskandar31
yang fokus membahas mengenai
akuisisi saham oleh perusahaan yang terafiliasi. Jurnal ini menggunakan
motode normatif yuridis dengan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan kasus (case approach). Persamaan jurnal
tersebut dengan penelitian ini adalah bahwa keduanya membahas
mengenai akuisisi dalam hukum persaingan usaha, sedangkan perbedaanya
adalah bahwa peneliti lebih fokus dalam meneliti putusan KPPU mengenai
29
Skripsi Hamalatul Qurani, “Studi Komparatif Pengaturan Sistem Notifikasi Merger Di
Indonesia, Amerika Serikat Dan Australia” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018). 30
Andi Fahmi Lubis, dkk., Hukum Persaingan Usaha; Antara Teks dan Konteks,
(Jakarta: Komisi Persaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit
(GTZ) GMBH, 2009). 31
Verry Iskandar, “Akuisisi Saham oleh Perusahaan Terafiliasi Dalam Perspektif Hukum
Persaingan Usaha”, Jurnal Persaingan Usaha, V, Juni 2011.
36
keterlambatan laporan akuisisi saham.
4. Jurnal ditulis oleh Sudjana32
yang fokus membahas mengenai merger
serara umum dalam menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Jurnal ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan
spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Persamaan jurnal tersebut dengan
penelitian penelitian ini adalah bahwa keduanya memiliki hubungan yang
sama dengan dasar perundang-undangan yang berkaitan yaitu mengenai
pengaturan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi, sedangkan perbedaannya
peneliti lebih fokus membahas mengenai dampak keterlambatan laporan
akuisisi saham kepada KPPU.
5. Jurnal ditulis oleh Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, dan Anita Afriana33
yang fokus membahas penegakan hukum KPPU dalam menjamin
kepastian hukum. Jurnal ini menggunakan metode penelitian normatif
dengan pendekatan perundang-undangan (statuta approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Persamaan jurnal tersebut
dengan penelitian ini adalah bahwa keduanya memiliki objek penelitian
yang sama yaitu pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha, sedangkan
perbedaannya dengan peneliti adalah adanya putusan yang dibahas sebagai
objek penelitian ini.
32
Sudjana, “Merger dalam Perspektif Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999”, Jurnal Hukum Positum, I, 1,
Desember 2016. 33
Rai Mantili, dkk, “Problematika Penegakan Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia
Dalam Rangka Menciptakan Kepastian Hukum”, Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum, III, 1, 2016.
37
BAB III
PERAN KPPU DALAM PENYELESAIAN KASUS KETERLAMBATAN
LAPORAN AKUISISI SAHAM PERUSAHAAN
A. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
1. Gambaran Umum KPPU
Terwujudnya persaingan usaha yang sehat merupakan idaman
setiap masyarakat. Pada kenyataannya, persaingan yang diidamkan
masyarakat itu masih membutuhkan pengawasan di dalamnya. Karena itu,
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan langkah yang
paling tepat dilakukan di masa reformasi. Dalam peraturan itu termuat
pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai
lembaga yang bertugas mengawasi jalannya undang-undang tersebut.
Menurut Susanti Adi Nugroho KPPU adalah lembaga quasi
judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus
persaingan usaha.1 Menurut Syamsul Ma’arif KPPU adalah lembaga yang
tepat untuk menyelesaikan persoalan persaingan usaha yang mempunyai
peran multifunction dan keahlian sehingga dianggap mampu
menyelesaikan dan mempercepat proses penanganan perkara2. Menurut
ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
yang dimaksud dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah
Komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
1 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia; dalam Teori dan Praktik
serta Penerapan Hukumnya, Cet. 2, (Jakarta: Kencana Prenada Media , 2014), h. 544. 2 Syamsul Ma’arif, “Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia”,
Jurnal Hukum Bisnis, 19, (Mei –Juni 2002), h. 48.
38
Komisi ini dikatakan sebagai suatu lembaga independen yang
terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain3. Untuk
menjamin independensi kerja komisi dari pengaruh pemerintah dan pihak
lain ditentukan bahwa anggota komisi diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut Suyud Margono
bahwa untuk menjaga independensi komisi dari intervensi pemerintah,
anggota komisi sebaiknya diangkat oleh DPR dari calon-calon yang
diusulkan masyarakat termasuk organisasi-organisasi profesi, Sedangkan
Presiden hanya bertugas melantik anggota-anggota yang sudah ditentukan
oleh DPR4.
Dalam menjalankan fungsinya KPPU mempunyai visi, yaitu:
Terwujudnya iklim persaingan usaha yang sehat dalam mendorong
ekonomi nasional yang efisien dan berkeadilan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Adapun misi KPPU diantaranya: mewujudkan
mental persaingan usaha yang sehat, mewujudkan penegakan hukum
persaingan usaha, mewujudkan perjanjian kemitraan yang sehat
dikalangan pelaku usaha besar, mikro, kecil dan menengah serta koperasi
dan mewujudkan kelembagaan yang kredibel dan akuntabel5. Adanya visi
dan misi tersebut diharapkan menjadi standar mutu KPPU dalam
menjalankan tugasnya.
Pembentukan KPPU bertujuan untuk menjamin iklim usaha yang
kondusif, dengan adanya persaingan yang sehat sehingga ada kesempatan
usaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, maupun kecil6.
Selain itu KPPU juga betujuan untuk mendorong terciptanya efisiensi dan
efektivitas dalam kegiatan usaha.
3 Lihat website KPPU: http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/visi-dan-misi/, diakses
pada 26 Juni 2019. 4 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 136.
5 Lihat website KPPU, http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/visi-dan-misi/, diakses
pada 26 Juni 2019. 6 Andi Fahmi Lubis, dkk., Hukum Persaingan Usaha; Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:
Komisi Persaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ)
GMBH, 2009), h. 312-313.
39
2. Status Kedudukan KPPU
Keberadaan KPPU dalam konteks lembaga negara bersifat
komplementer (State Auxiliary) yang mempunyai tugas multikompleks
dalam mengawasi setiap gerak, langkah, dan praktik persaingan usaha
tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Dalam melakukan
aktivitas bisnis usahanya para pelaku usaha smeakin massive dalam
berbagai bidang dengan tampilan serta modifikasi strategis untuk
memenangkan setiap persaingan.
Setiap lembaga mempunyai kewenangan dan kedudukannya di
depan hukum yang dikuatkan dengan aturan perundang-undangan.
Undang-Undang Antimonopoli telah membentuk Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga independen yang khusus
menangani persoalan di bidang persaingan usaha. Komisi ini
bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia, oleh
karenanya komisi ini memperoleh sumber dana dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) ataupun sumber-sumber keuangan lainnya.7
Dalam Pasal 30 bagian pertama Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 telah menyatakan bahwa status Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk komisi
pengawas persaingan usaha yang selanjutnya disebut komisi.
b. Komisi adalah lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
dan kekuasaan pihak lain;
c. Komisi bertanggungjawab kepada presiden.
Pelaksanaan undang-undang ini diserahkan kepada Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sesuai yang ditetapkan dalam Pasal
7 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, ( Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1999), h. 101.
40
34 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan
bahwa pembentukan komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Kemudian Presiden Republik
Indonesia melalui Pasal 1 Ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun
1999 membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Menurut undang-
undang ini komisi adalah lembaga independen, hal ini berarti bahwa
komisi bebas dari pengaruh pemerintah, lembaga kemasyarakatan dan
pihak-pihak lainnya. Kemandirian komisi yang termuat dalam undang-
undang tersebut adalah hak istimewa yang diperlukan untuk dapat
melaksanakan undang-undang secara efektif dan efisien8.
Komisi bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden, hal
tersebut disampaikan dalam Pasal 30 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, meski demikian komisi tetap bebas dari pengaruh dan
kekuasaan pemerintah, sehingga kewajiban untuk memberikan laporan
adalah semata-mata merupakan pelaksanaan prinsip administrasi yang
baik. Kewajiban tersebut termuat dalam Pasal 35 Huruf g Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa komisi memberikan
laporan secara berlaka atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat. Persyaratan untuk menyampaikan laporan secara
berkala memungkinkan komisi untuk menentukan jangka waktu
penyampaian laporan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan9. Di
samping laporan tahunan, komisi juga dapat memutuskan untuk
menyampaikan laporan dalam waktu yang lebih singkat apabila terdapat
perkembangan yang sangat penting dalam bidang yang ditanganinya, dan
dianjurkan untuk dilakukan periode permulaan untuk melaksanakan
kegiatan komisi10
. Pelaporan langsung oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha kepada Presiden dan DPR juga sesuai dengan kebiasaan yang
berlaku internasional.
8 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 139-140.
9 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta; Sinar
Grafika, 2013), h. 54. 10
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 140.
41
Dalam hal persaingan usaha, KPPU mempunyai fungsi penegakan
hukum, akan tetapi komisi tersebut bukan merupakan lembaga peradilan
khusus, karenanya KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi pidana
maupun perdata melainkan hanya sanksi administratif saja11
. Sebagai
lembaga yang berwenang menyelesaikan persoalan persaingan usaha di
wilayah eksekutif, legislatif, yudikatif dan konsultatif, KPPU bertindak
sebagai investigator (investigate function), penyelidikan atau pengumpulan
alat bukti sebagai bahan pemeriksaan12
(presecuting fuction), pemutus
(adjudication function) dan fungsi konsultatif (consultative function).
Namun, dalam melakukan penegakan hukum persaingan usaha, KPPU
dapat dibantu dapat meminta bantuan lembaga kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan sebagai sarana untuk menciptakan keadilan dan kepastian
hukum antara para pelaku usaha.
3. Syarat dan keanggotaan KPPU
Dalam menjalankan fungsi dan kewenangan, KPPU harus merekrut
anggota yang kompeten dibidangnya. Karena itu, ketentuan mengenai
persyaratan serta keanggotaan komisi dijelaskan dalam Pasal 31, 32, dan
33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam Pasal 31 undang-undang
tersebut menentukan bentuk keanggotaan dari komisi pengawas yang
keseluruhannya akan kami uraikan sebagai berikut;
a. Komisi terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, wakil ketua
merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang
anggota;
b. Anggota komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
c. Masa jabatan anggota komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat
11
Andi Fahmi Lubis, dkk., Hukum Persaingan Usaha; Antara Teks dan Konteks, ... h.
312-313 12
Mahkamah Konstitusi, Putusan Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016.
42
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya;
d. Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan
dalam keanggotaan komisi, maka masa jabatan anggota dapat
diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru. 13
Komisi terdiri atas sekurang-kurangnya 7 (tujuh) anggota. Ketua
komisi dan wakilnya merangkap anggota komisi. Menurut Pasal 14 Ayat
(3) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999
tertanggal 8 Juli 1999, ketua dan wakil ketua komisi dipilih dari dan oleh
anggota. Anggota komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Pasal 14 Ayat (1)
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tertanggal 8 Juli 1999,
pemerintah memegang hak untuk mengemukakan usul kepada DPR.
Berdasarkan Pasal 14 Ayat (2) Keppres Nomor 75 Tahun 1999 tertanggal
8 Juli 1999, pemerintah harus mengusulkan kepada DPR sekurang-
kurangnya dua kali dari jumlah anggota komisi yang akan diangkat. Masa
jabatan anggota komisi adalah 5 (lima tahun) dan dapat diangkat kembali
untuk satu kali masa jabatan berikutnya, sehingga masa jabatan anggota
komisi seluruhnya 10 (sepuluh) tahun14
. Dengan demikian Presiden
berkesempatan untuk terus menggunakan keahlian anggota komisi tersebut
selama lima tahun berikutnya, hal mana dapat sangat menguntungkan
reputasi dan kompetensi komisi pengawas. Di samping itu, DPR juga ikut
serta dalam pengangkatan kembali anggota komisi, dengan ketentuan
apabila anggota komisi tidak diangkat kembali, maka masa jabatannya
berakhir setelah lima tahun dan anggota baru harus diangkat oleh Presiden
atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pembuat undang-undang menginginkan agar anggota komisi selalu
terdiri sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota dan saat ini untuk
masa jabatan tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 anggota komisi
13
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 141-142. 14
Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, ... h. 59
43
berjumlah 9 (sembilan) orang sehingga bertambah 2 (dua) orang15
. Oleh
karena itu, tidak dikehendaki terjadinya kekosongan dalam keanggotaan
komisi karena berakhirnya masa jabatan, hal mana akan terjadi apabila
tidak ditentukan pengganti pada waktu yang tepat. Dalam hal ini masa
jabatan anggota komisi bersangkutan dapat diperpanjang sampai
pengangkatan anggota baru. Hal yang sama harus berlaku untuk masa
jabatan kedua apabila anggota komisi diangkat kembali atau jangka waktu
jabatan tersebut diperpanjang oleh presiden. dalam hal ini cukup dilakukan
pemberitahuan kepada parlemen sesudahnya, dimana DPR sebenarnya
telah mengetahui pengangkatan pengganti sebelum pengusulan pemerintah
diterima.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga menentukan persyaratan
sebagai anggota komisi, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 32,
yaitu16
:
a. Warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30
(tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun
pada saat pengangkatan;
b. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa;
d. Jujur, adil, dan berkelakuan baik;
e. Bertempat tinggal di wilayah negara republik indonsia;
f. Berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuna
dan keahlian di bidang hukum dan/atau ekonomi;
g. Tidak pernah dipidana;
15
Lihat Website KPPU http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/anggota-kppu/, diakses
pada tanggal 3 Juli 2019. 16
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 143.
44
h. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan
i. Tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.
Menyangkut keahlian (butir 1) dari anggota komisi, maka yang
bersangkutan disyaratkan berpengalaman dalam bidang usaha atau
mempunyai pengetahuan dan keahlian dibidang hukum dan/atau ekonomi.
Susunan anggota komisi yang berorientasi pada keahlian akan menjamin
bahwa komisi terdiri dari anggota-anggota yang berkualitas berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman praktik
dalam bidang usaha atau pengetahuan yang mendalam mengenai bidang
ini yang diperoleh melalui tugas mengajar ataupun penelitian dalam
bidang hukum dan ekonomi.
Dalam Pasal 33 mengenai keanggotaan komisi, anggota komisi
dapat berhenti karena hal-hal berikut17
:
a. Meninggal dunia;
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. Sakit jasmani atau rohani terus menerus;
e. Berakhirnya masa jabatan anggota komisi;
f. Diberhentikan.
Yang dimaksud dengan ketentuan pada huruf (e) telah dijelaskan
sebelumnya yaitu mengenai masa jabatan anggota komisi adalah 5 (lima)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya, sehingga masa jabatan anggota komisi dapat menjadi 10
(sepuluh) tahun18
. Selesainya masa jabatan anggota komisi untuk satu kali
17
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 143. 18
Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, ... h. 59
45
masa jabatan yaitu sampai sampai diangkat kembali anggota komisi yang
baru. Selanjutnya mengenai ketentuan pada huruf (f) yaitu apabila anggota
komisi tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan di atas19
.
4. Tugas dan Wewenang KPPU
Setiap lembaga independen dibentuk untuk mengurus dan
mengatur segala hal tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal-hal
tersebut kemudian diejawantahkan dalam tugas dan kewenangan setiap
lembaga secara spesifik. Pembentukan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha diuraikan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yang berisi sebagai berikut20
:
a. Pembentukan komisi serta susunan-susunan organisasi, tugas dan
fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden;
b. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, komisi dibantu oleh
sekretariat;
c. Komisi dapat membentuk kelompok kerja;
d. Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi
sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Komisi.
Kemudian tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha dikukuhkan
dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu21
:
a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibat-
kan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
19
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis; Anti Monopoli, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. 3), h. 54. 20
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 144. 21
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 145-146.
46
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebagaiman diatur
dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c. Melakukan penelitian terhadap ada atau tidak adanya
penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 26;
d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana
diatur dalam Pasal 36;
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat;
f. Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan
undang-undang ini;
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan Pasal tersebut yaitu dalam huruf a, b, dan c yang
disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan
saham, dan dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tugas tersebut diatas
terkait dengan tata cara penanganan perkara yang harus diikuti oleh KPPU.
Selain rumusan ketentuan Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 yang mewajibkan diberikannya laporan oleh pelaku usaha
kepada KPPU dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
dilakukannya penggabungan atau peleburan badan usaha, atau
pengambilan saham perusahaan, maka boleh dikatakan bahwa tugas
penilaian oleh KPPU baru dapat dilaksanakan setelah adanya pelaporan,
47
menurut ketentuan mengenai tata cara penanganan perkara.22
Dari seluruh tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999, penegakan hukum adalah tugas utama dari seluruh tugas
yang diberikan kepada KPPU. Tugas tersebut dilaksanakan KPPU melalui
tindakan penanganan perkara, penerbitan penetapan dan putusan atas
perkara yang ditangani, dan pelaksanaan upaya-upaya lanjutan yang terkait
dengan eksistensi dan pelaksanaan penetapan dan putusan atas suatu
perkara yaitu tindakan monitoring putusan dan upaya litigasi. Sebagai
prinsip penegakan hukum, maka anggota KPPU wajib melaksanakan tigas
dengan berdasar pada asas keadilan dan perlakuan yang sama serta wajib
mematuhi tata tertib KPPU.23
Pengawasan yang menjadi dasar tugas KPPU diatur dalam
ketentuan umum yang terdapat dalam Pasal 1 angka 18 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa Komisi Pengawas
Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Penguraian tugas yang
bersifat agak umum tersebut kemudian digolongkan menjadi bidang
tugas24
yaitu sebagai berikut25
:
a. Tugas meliputi penilaian terhadap perjanjian dan/atau secara nyata
menghambat persaingan yang dilarang oleh Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 (Pasal 4 sampai dengan Pasal 27 ) apabila itu
22
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta; PT. Raja Grafindo,
2002), h. 56. 23
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta; Kencana
Prenadamedia Group, 2012), h. 552. 24
Pasal 5 Keputusan Presiden, tugas yang termuat menurut Pasal 35 dan Pasal 4
Keputusan Presiden yang sesuai dengan sasaran masing-masing dibagi menjadi tiga fungsi. Tugas
yang termuat dalam huruf a sampai c meliputi penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha serta
terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan. Tugas-tugas menurut huruf d
adalah berhubungan dengan tindakan-tindakan komisi sesuai dengan wewenangnya. Sedangkan
tugas yang diliputi huruf e, f, dan g adalah dalam rangka “pelaksanaan fungsi administrasi”. 25
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 146-147.
48
dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat;
b. Tugas komisi termasuk mengambil tidakan sesuai dengan
wewenang komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999;
c. Tugas bersifat mengatur wewenang dari segi materi dan tidak
memberikan penjelasan mengenai latar belakang tugas tertentu
yang dijalankan oleh komisi tersebut;
d. Tugas dijalankan oleh komisi berdasarkan pengetahuan dan
keahlian dalam bidang tertentu, misalnya:
1) penyusunan pedoman dan penyebaran brosur tentang masalah-
masalah yang diatur oleh undang-undang tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
2) komisi dibentuk untuk melaksanakan undang-undang tersebut
dan dibawah pengawasan pengadilan, yang berwenang untuk
menafsirkan dan melaksanakan ketentuan undang-undang
tersebut dengan cara yang mengikatkan menurut hukum;
3) tugas komisi adalah memberikan saran dan pertimbangan
sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat. Karena merupakan kewajiban dari komisi, maka tidak
diperlukan adanya permintaan dari pemerintah. Sebaliknya
komisi berkewajiban untuk memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah untuk mendorong ekonomi
pasar agar berfungsi secara lancar karena pelaku usaha
dilindungi dari praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.
Dalam Pasal 36 ditentukan wewenang komisi pengawas persaingan
49
usaha yang meliputi26
:
a. menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha
tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat;
b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha
dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
c. melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus
dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehatyang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau
yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang
ada atau tidak adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat;
e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang
yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan f,
yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi;
h. meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya
dengan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
26
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 147-148.
50
i. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen atau bukti
lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di
pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
k. memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
Pernyataaan Suyud juga dikuatkan dalam Pasal 38 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, undang-undang ini menyatakan
setiap orang dimungkinkan untuk memberikan laporan kepada komisi jika
mengetahui ada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang tersebut. Namun, pasal ini juga menimbulkan pertanyaan
apakah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga dapat memberikan
laporan kepada komisi. Jika ini dimungkinkan maka harus diantisipasi
munculnya LSM yang bergerak di bidang pemantauan dan advokasi
terhadap pelanggaran undang-undang ini (antimonopoli watch)27
.
Selain itu, selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 38 Ayat (2) bahwa
pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggaran terhadap undang-undang
ini juga berhak untuk melaporkan secara tertulis kepada komisi mengenai
telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan. Komisi ini
juga dapat secara proaktif melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha
apabila ada dugaan terjadi pelanggaran undang-undang ini. Hal tersebut
dijelaskan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 199928
,
artinya komisi tidak harus menunggu laporan dari masyarakat untuk
memulai pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang telah melakukan
pelanggaran terhadap pasal tersebut.
27
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 136-137. 28
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, ... h. 137.
51
Berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
komisi diberi wewenang untuk menjatuhkan tindakan administrasi
terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap undang-
undang ini. Tidakan administratif tersebut dapat berupa, antara lain:
a. Penetapan pembatalan perjanjian-perjanjian yang dilarang undang
undang ini
b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi
vertikal;
c. Perintah untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
d. Perintah untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
e. Penetapan pembatalan atas penggabunag atau peleburan badan
usaha dan pengambilalihan saham;
f. Penetapan ganti rugi;
g. Pengenaan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah dan
setinggi-tingginya dua puluh miliar rupiah.
B. Profil PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk.
PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk pada awalnya didirikan dengan nama
PT. Bimantara Eka Santosa berdasarkan Akta No. 40 tanggal 5 November
1983 dibuat dihadapan Winanto Wiryomartani, S.H., Notaris di Jakarta yang
telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Keputusan
No. C2-6944-HT.01.01.th.84 tanggal 8 Desember 1984 serta telah
diumumkan di berita negara No. 95, Tambahan No. 1466 tanggal 28
November 1986.29
Kemudian PT. Bimantara Eka Sentosa berubah nama menjadi PT.
29
Komisi Pengawas Persaingan Usaha , Putusan Perkara Nomor 2/KPPU-M/2017, h. 26.
52
Plaza Indonesia Realty, Tbk berdasarkan Akta No. 129 tanggal 20 Desember
1990, dibuat dihadapan Winanto Wiryomartani, S.H., Notaris di Jakarta yang
telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Keputusan
No. C2-1852-HT.01.04-Th’91 tanggal 31 Mei 1991 serta telah diumumkan di
berita negara No. 65, Tambahan No. 2505 tanggal 13 Agustus 1991.30
PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk merupakan perusahaan terbuka yang
telah memperoleh pernyataan pendaftaran efektif dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) pada tanggal 2 Mei 1992 (OJK) yang dahulu bernama Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang
selanjutnya secara resmi dicatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui kode
saham PLIN pada 15 Juni 1992. Saham perdana yang ditawarkan sebanyak
35.000.000 lembar saham dengan nilai nominal Rp 1.000,00 per saham dan
harga penawaran Rp 4.950 per saham.31
PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk bergerak dibidang pembangunan
yang meliputi bidang perhotelan, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan
apartemen. Dan perseroan tersebut merupakan pemilik Plaza Indonesia
Shoppong Center, Grand Hyatt Jakarta, The Plaza Office Tower dan Keraton
at The Plaza.
Anggaran dasar terakhir PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk adalah yang
telah disesuaikan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
berdasarkan Akta No. 34 tanggal 30 April 2015 yang dibuat dihadapan
Nanette Cahyanie Handari Adi Warsito, S.H., Notaris di Jakarta yang telah
diterima dan dicatat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Surat No. AHU-AH.01.03-0930881
tertanggal 11 Mei 2015 serta telah diumumkan di Berita Negara No. 95,
Tambahan No. 1601/L tanggal 27 November 2015.
C. Profil PT. Citra Asri Property
30
Komisi Pengawas Persaingan Usaha , Putusan Perkara Nomor 2/KPPU-M/2017, h. 26. 31
PT. Plaza Indonesia Reality, Tbk., Laporan Tahunan Tahun 2017, h.39.
53
PT. Citra Asri Property, yang selanjutnya disebut CAP merupakan
suatu perseroan yang didirikan dan menjalankan kegiatan usaha menurut dan
berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan republik Indonesia.
PT. Citra Asri Property didirikan berdasarkan Akta Pendirian No. 001
tertanggal 1 Pebruari 2011, dibuat dihadapan Eria Heryanti Poerwandini,
S.H., Notaris di Jakarta, akta mana mendapat persetujuan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Keputusan
No. AHU-09669.AH.01.01. Tahun 2011 tertanggal 24 Pebruari 2011.32
Anggaran Dasar PT Citra Asri Property adalah sesuai dengan Akta
Pendirian dan perubahan terakhir dalam Akta Pernyataan Keputusan Para
Pemegang Saham PT Citra Asri Property Nomor 001 tertanggal 3 November
2014, dibuat dihadapan Eria Heryanti Poerwandini, S.H., Notaris di Jakarta
sebagaimana telah diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia dengan Nomor Surat Penerimaan Pemberitahuan
AHU-39286.40.22.2014 tertanggal 4 November 2014 dimana didalamnya
termasuk perubahan nama PT Citra Asri Property menjadi PT Plaza Indonesia
Urban.33
PT Citra Asri Property memiliki lahan yang berlokasi di Jl. Raya R.E.
Martadinata No. 27, Ciputat Tangerang Selatan seluas 1,8ha. Akan tetapi PT
Citra Asri Property belum melakukan kegiatan usaha apapun dan lahan yang
ditinggalkan masih berupa lahan kosong.34
D. Posisi Kasus
Kasus ini merupakan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dimana dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Yang
menjadi Terlapor dalam kasus ini adalah PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk.
32
Komisi Pengawas Persaingan Usaha , Putusan Perkara Nomor 2/KPPU-M/2017, h. 15. 33
Komisi Pengawas Persaingan Usaha , Putusan Perkara Nomor 2/KPPU-M/2017, h. 15. 34
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, Pendapat KPPU Nomor 4/KPPU-
PAT/IV/2017, h. 5.
54
Nilai aset dan penjualan PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk dan anak
perusahaannya di Indonesia dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir
(audited) dinyatakan dalam rupiah adalah35
;
Nama Perusahaan
PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk (100.00%)
Aset Sales
31 Desember (dalam Rp)
2011 4,232,841,288,000 909,589,677,000
2012 3,950,266,763,000 1,709,975,626,000
2013 4,126,804,890,000 1,393,191,548,000
Bahwa susunan kepemilikan saham PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk
adalah sebagai berikut36
;
No Pemegang Saham Komposisi
Kepemilikan
1 PT. Bumi Serpong Damai Tbk 34.22%
2 PT. MNC Land Tbk 25.71%
3 UBS AG Singapore S/A Nexus Solution PTE LTD-
2091144418 19.97%
4 UBS AG Singapore S/A Nexus Solution PTE LTD-
2091144484 9,56%
5 Masyarakat 10,54%
Total
Badan usaha yang diambilalih adalah PT. Citra Asri Property atau saat
ini adalah PT. Plaza Indonesia Urban.
Nilai penjualan dan aset PT. Citra Asri Property (kini PT. Plaza
Indonesia Urban) dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir dinyatakan dalam
rupiah adalah37
;
35
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 3. 36
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 3.
55
Nama Perusahaan
Citra Asri Property (100.00%)
Aset Sales
31 Desember (dalam Rp)
2011 10,862,664,330 0
2012 9,691,242,827 0
2013 9,671,440,320 0
Berikut adalah struktur permodalan PT. Citra Asri Property sebelum
pengambilalihan saham38
;
Sebelum Transaksi
Jumlah
Saham
Jumlah Nilai
Nominal Rp
1.000 Persaham
%
Modal Dasar 10.000.000 10.000.000.000 100,00
Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh
1. PT. Duta Karya Cipta 9.990.000 9.990.000.000 99,00
2. PT. Island Resort Development 10.000 10.000.000 0,01
Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh 10.000.000 10.000.000.000 100,00
Batasan nilai untuk melakukan pemberitahuan penggabungan,
peleburan, pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 adalah:
1. Nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau peleburan atau pengambil-
37
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 3. 38
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 4.
PT. DUTA KARYA CIPTA PT. ISLAND RESORT DEVELOPMENT
PT. CITRA ASRI PROPERTY
56
alihan melebihi Rp2.500.000.000,00 (dua triliun lima ratus juta rupiah);
dan/atau
2. Nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil penggabungan atau peleburan
atau pengambilalihan melebihi Rp5.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
Bahwa nilai penjualan dan/atau aset hasil penggabungan atau
peleburan atau pengambilalihan adalah jumlah nilai penjualan dan/atau aset
yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai penjualan dan/atau aset tahun
terakhir yang telah diaudit dari masing-masing pihak yang melakukan
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan ditambah dengan nilai
penjualan dan/atau aset dari seluruh badan usaha yang secara langsung
maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh badan usaha
yang melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan (Perkom
Nomor 2 Tahun 2013);
Nilai aset gabungan dari badan usaha pengambilalih dengan badan
usaha yang diambilalih per 31 Desember 2013 adalah sebesar
Rp4.136.476.330.320,00 (empat triliun seratus tiga puluh enam miliar empat
ratus tujuh puluh enam juta tiga ratus tiga puluh ribu tiga ratus dua puluh
rupiah) telah melebihi batasan nilai aset Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun
lima ratus miliar rupiah);
Dari pengambilalihan PT. Citra Asri Property oleh PT. Plaza Indonesia
Realty, Tbk peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa yang menjadi dasar
kewajiban pelaporan akuisisi saham ke KPPU dalam kasus ini adalah jumlah
nilai aset gabungan antara perusahaan pengambilalih dan perusahaan yang
diambilalih telah melebihi batasan yang ditentukan oleh Pasal 5 ayat (2) huruf
b Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 yaitu sebesar
Rp4.136.476.330.320,00 (empat triliun seratus tiga puluh enam miliar empat
ratus tujuh puluh enam juta tiga ratus tiga puluh ribu tiga ratus dua puluh
rupiah) dari nilai aset yang ditetapkan sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua
triliun lima ratus miliar rupiah). karena itu PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk
57
telah memenuhi unsur pasal dan dinyatakan harus melakukan laporan akuisisi
saham ke KPPU paling lambat 30 hari setelah perusahaan diambilalih.
E. Pertimbangan Majelis Komisi
Posisi kasus dalam dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tepatnya dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 dimana
yang menjadi Terlapor dalam hal ini adalah PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk,
bahwa berdasarkan pertimbangan dan uraian di atas, Majelis Komisi sampai
pada kesimpulan sebagai berikut39
:
1. Bahwa terbukti telah terjadi pengambilalihan saham PT. Citra Asri
Property oleh Terlapor;
2. Bahwa terbukti nilai aset dan/atau nilai penjualan Terlapor dan PT. Citra
Asri Property setelah pengambilalihan saham memenuhi jumlah tertentu
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2010;
3. Bahwa terbukti adanya keterlambatan melakukan pemberitahuan kepada
Komisi setelah tanggal efektif yuridis, yaitu terlambat selama 345 (tiga
ratus empat puluh lima hari kerja);
Kesimpulan yang dapat diambil tersebut memperlihatkan bahwa
majelis komisi mempertimbangkan hal-hal penting sebelum memutus,
diantaranya sebagai berikut40
:
1. Bahwa berdasarkan Pasal 36 huruf l juncto Pasal 47 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi
berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
39
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 34. 40
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 34-35.
58
2. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 47 Ayat (2) Huruf g, Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi
tindakan administratif berupa pengenaan denda serendah-rendahnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
3. Bahwa Terlapor setelah menerima pemberitahuan pengambilalihan saham,
segera merespon dengan baik dan melengkapi syarat-syarat administratif
kepada KPPU.
4. Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan
bagi Terlapor yaitu telah bersikap baik dan kooperatif selama proses
Sidang Majelis Komisi berlangsung.
Menurut hemat peneliti, kesimpulan yang diambilalih oleh Majelis
Komisi belum mencantumkan ketentuan Pasal 6 Peratuan Pemerintah Nomor
57 Tahun 2010 mengenai denda administratif yang dibebankan kepada
Terlapor setiap hari keterlambatan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah). karena tidak adanya ketentuan pasal tersebut sehingga tidak ada
kepastian hukum bagi pelanggar yang terlambat melakukan laporan akuisisi
saham ke KPPU setelah 30 hari dari batas waktu yang ditentukan.
F. Amar Putusan
Setiap persidangan Majelis Komisi akan memutuskan perkara yang
ditanganinya dengan seadil-adilnya, berdasarkan fakta-fakta persidangan,
penilaian, analisa dan kesimpulan di atas serta dengan mengingat Pasal 43
Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Majelis Komisi Menyatakan
bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 dan menghukum Terlapor
membayar denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang harus
disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
bidang persaingan usaha. Bahwa setelah Terlapor melakukan pembayaran
59
denda, maka salinan bukti pembayaran denda tersebut harus dilaporkan dan
diserahkan ke KPPU41
.
Dari adanya putusan tersebut, peneliti menilai bahwa ada hal-hal yang
dikesampingkan oleh Majelis Komisi dalam memutus perkara ini.
Keterlambatan selama 345 hari kerja dirasa bukanlah waktu yang singkat
untuk suatu keterlambatan, tentunya hal tersebut tidak pernah terjadi sejak
munculnya tahun 2013 hingga sekarang. Akan tetapi yang penting untuk
diperhatikan adalah sanksi denda yang dijatuhkan terhadapnya merupakan
serendah-rendahnya sanksi yang ditetapkan oleh undang-undang. Maka dari
itu, akan diuraikan lebih lanjut di dalam Bab IV penelitian ini.
41
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 35.
60
BAB IV
DAMPAK KETERLAMBATAN LAPORAN AKUISISI SAHAM
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010
Pada pembahasan Bab ini, peneliti akan menguraikannya ke dalam 3 (tiga)
subbab, yang pertama mengenai laporan yang berkaitan dengan akuisisi saham
kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang kedua mengenai dampak
keterlambatan laporan akuisisi saham PT. Plaza Indonesia Realty Tbk., dan yang
ketiga mengenai pertimbangan hukum menurut putusan KPPU. Analisis dan
temuan peneliti adalah sebagai berikut:
A. Laporan Akuisisi Saham Kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Setiap perusahan yang ingin melakukan akuisisi saham harus
melaporkan badan usahanya kepada KPPU selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal akuisisinya. Adapun hal yang menjadi dasar hukum atas
laporan tersebut termuat dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, yang di dalamnya mewajibkan kepada setiap pelaku usaha untuk
membuat laporan ketika melakukan akuisisi saham. Dalam subbab ini peneliti
akan menjelaskan proses laporan akuisisi saham ke KPPU secara rinci sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai laporan, perlu diketahui
bahwa dalam laporan akuisisi dikenal 2 (dua) bentuk evaluasi, yaitu post
evaluasi atau yang lebih dikenal pemberitahuan dan pra evaluasi atau yang
disebut juga konsultasi1. Secara istilah, pemberitahuan adalah
penyampaianinformasi resmi secara tertulis yang wajib dilakukan oleh pelaku
usaha kepada komisi atas penggabungan atau peleburan badan usaha, dan
pengambilalihan saham perusahan setelah penggabungan atau peleburan badan
usaha atau pengambilalihan saham perusahaan berlaku efektif secara yuridis.
1 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Lampiran Peraturan Komisi Nomor 2
Tahun 2013”, (Jakarta: KPPU, 2012), h. 10.
61
Sedangkan konsultasi adalah permohonan saran, bimbingan dan atau pendapat
tertulis yang diajukan oleh pelaku usaha kepada Komisi atas rencana
penggabungan,peleburan atau pengambialihan sebelum penggabungan,
peleburan, atau pengambialihan berlaku efektif secara yuridis.2
Setelah memahami pengertian tersebut peneliti akan menjelaskan
mengenai syarat-syarat pemberitahuan dan konsultasi. Syarat pemberitahuan
dalam akuisisi ada 2 (dua), yaitu nilai aset badan usaha hasil penggabungan
atau peleburan atau pengambilalihan melebihi Rp2.500.000.000.000,00 (dua
triliun lima ratus miliar rupiah); atau nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil
penggabungan atau peleburan atau pengambilalihan melebihi
Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah); dan Penggabungan, Peleburan
dan Pengambilalihan antarperusahaan tidak Terafiliasi, Sedangkan syarat
konsultasi dalam akuisisi ada 3 (tiga), yaitu dokumen Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan tertulis Pelaku usaha dapat melakukan
Konsultasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan kepada Komisi
selama telah terdapat kesepakatan tertulis antar pelaku usaha yang akan
melakukan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, misalnya berupa
Memorandum of Understanding (MoU), Letter of Intent (LoI), atau perjanjian
dalam bentuk lainnya; nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau
peleburan atau pengambilalihan melebihi Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun
lima ratus miliar rupiah); atau nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil
penggabungan atau peleburan atau pengambilalihan melebihi
Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah); dan Penggabungan, Peleburan
dan Pengambilalihan antarperusahaan tidak Terafiliasi.
Pelaku usaha harus melakukan pemberitahuan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan telah
berlaku efektif secara yuridis. Adapun pembeda dari beberapa jenis usaha yang
yang dikategorikan dalam 4 hal, diantaranya:
2 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Lampiran Peraturan Komisi Nomor 2 Tahun 2013,
h. 5.
62
1. Jika antara perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang diakuisisi
keduanya berbentuk perseroan terbatas, maka sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 133 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 bahwa
kewajiban pengumuman akuisisi terhitung sejak:
a. Persetujuan menteri atas perubahan anggaran dasar dalam terjadi
Penggabungan;
b. Pemberitahuan diterima menteri baik dalam hal terjadi perubahan
anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (3)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 maupun yang tidak disertai
perubahan anggaran dasar; dan
c. Pengesahan menteri atas akta pendirian perseroan dalam hal terjadi
akuisisi;
2. Jika perusahaan pengakuisisi merupakan perseroan terbatas sedangkan
perusahaan yang diakuisisi bukan merupakan perseroan terbatas maka
kewajiban pemberitahuan dilakukan sejak ditandatanganinya pengesahan
akuisisi oleh para pihak (closing date);
3. Jika akuisisi perusahaan terjadi di Bursa Efek maka kewajiban
pemberitahuan dilakukan sejak tanggal surat keterbukaan informasi
pengambilalihan saham perseroan terbuka;
4. Jika kedua badan usaha tidak berbentuk perseroan terbatas maka
kewajiban pemberitahuan dilakukan sejak ditandatanganinya pengesahan
akuisisi oleh para pihak (closing date) 3
.
Dalam hal melakukan konsultasi, pelaku usaha tidak dibatasi waktu
atau konsultasi bisa dilakukan pada tahapan apapun sebelum akuisisi selesai
dilaksanakan. Akan tetapi KPPU mendorong pelaku usaha untuk melakukan
konsultasi sedini mungkin supaya dapat dipertimbangkan kepastian transaksi
3 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Lampiran Peraturan Komisi Nomor 2 Tahun 2013,
h. 13.
63
dari pihak-pihak yang akan melakukan akuisisi serta memperhitungkan jangka
waktu penilaian Konsultasi.
Berikutnya mengenai hal yang paling inti dalam pembahasan subbab
ini yaitu prosedur pemberitahuan akuisisi. Pelaku usaha yang memenuhi
syarat Pemberitahuan wajib memberitahukan secara tertulis kepada Komisi
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Pelaku usaha dengan cara mengisi
formulir A1 (formulir pengambilalihan saham perusahaan). Formulir
pemberitahuan tersebut wajib disertai dengan dokumen-dokumen yang telah
dipersyaratkan serta dokumen lain yang dianggap perlu oleh Komisi, setelah
pelaku usaha mengisi formulir Komisi akan menerbitkan tanda terima
pemberitahuan dan mempelajari kelengkapan formulir serta dokumen yang
dipersyaratkan, dan Komisi berhak untuk meminta dokumen tambahan dari
pelaku usaha apabila diperlukan untuk melakukan penilaian.4
Seperti yang disyaratkan di formulir Pemberitahuan, pelaku usaha juga
wajib menyerahkan dokumen terkait Business plan, yang dimana Business
plan berisi dokumen terkait arah kebijakan para pihak dalam kurung waktu 3
tahun ke depan beserta kondisi industri para pihak. Pelaku usaha juga wajib
menyerahkan data semua struktur pasar industri dimana para pihak melakukan
kegiatan usahanya. Data tersebut meliputi data pangsa pasar para pihak dan
data pangsa pasar perusahaan pesaing, selanjutnya Komisi akan menilai
kelengkapan data tersebut untuk dilanjutkan ke tahap Penilaian atau tidak.
Komisi tidak akan melakukan Penilaian terkait akuisisi saham jika para pihak
tidak memenuhi data pasar tersebut;
Komisi akan melakukan konfirmasi terkait data pasar yang diserahkan
oleh pelaku usaha sebelum masuk ke tahap Penilaian. Dalam tahap
pemeriksaan kelengkapan dokumen tersebut, Komisi juga dapat melakukan
konfirmasi kebenaran data kepada pihak-pihak terkait, seperti pesaing,
4 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Lampiran Peraturan Komisi Nomor 2 Tahun 2013,
h. 14.
64
pemerintah sebagai regulator industri, praktisi/pengamat di pasar, serta pihak
lainnya yang terkait dengan pasar tersebut.
Dalam hal melakukan Konsultasi pelaku usaha dapat melakukan
Konsultasi, baik secara tertulis maupun lisan kepada Komisi, Konsultasi
tertulis akuisisi saham dilakukan dengan cara mengisi formulir A2. Formulir
Konsultasi wajib disertai dengan dokumen-dokumen yang telah
dipersyaratkan serta dokumen lain yang dianggap perlu oleh Komisi, setelah
mengisi formulir Komisi menerbitkan tanda terima konsultasi dan
mempelajari kelengkapan formulir serta dokumen yang dipersyaratkan.
Formulir dan dokumen yang telah dinyatakan lengkap oleh Komisi
akan ditindaklanjuti dengan proses Penilaian Awal. Dimulainya proses
Penilaian Awal diberitahukan secara tertulis oleh Komisi kepada Pelaku
usaha. Dan Komisi berhak untuk meminta dokumen tambahan dari pelaku
usaha apabila diperlukan untuk melakukan penilaian.
Seperti halnya dengan Pemberitahuan dalam Konsultasi, Pelaku usaha
juga wajib menyerahkan dokumen terkait Business plan terkait arah kebijakan
para pihak 3 tahun ke depan serta kondisi industri para pihak beserta peta
persaingan di industri tersebut. Pelaku usaha wajib menyerahkan data semua
struktur pasar industri dimana para pihak melakukan kegiatan usahanya. Data
tersebut meliputi data pangsa pasar para pihak dan data pangsa pasar
perusahaan pesaing. Komisi akan menilai kelengkapan data tersebut untuk
dilanjutkan ke tahap Penilaian atau tidak, Komisi juga dapat melakukan
konfirmasi kebenaran data kepada para pihak. Selanjutnya setelah data
dinyatakan lengkap Komisi akan melakukan tahap Penilaian terhadap data
tersebut.
Menurut hemat peneliti, PT Plaza Indonesia Realty, Tbk belum
melakukan upaya-upaya apapun mengenai post notifikasi (pemberitahuan) dan
pra notifikasi (konsultasi) sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, karena
dalam pernyataannya perusahaan tersebut tidak mengetahui adanya laporan ke
65
KPPU pasca akuisisi saham PT. Citra Asri Property. Berikut pernyataan PT.
Plaza Indonesia Realty, Tbk yang disampaikan kepada KPPU saat
menyampaikan kesimpulan5:
“Bahwa PT Plaza Indonesia Realty, Tbk pada saat itu sama sekali belum mengetahui adanya
kewajiban penyampaian pemberitahuan sehubungan dengan akuisisi kepada KPPU yang berakibat
tertundanya penyampaian pemberitahuan dimana selanjutnya hal ini telah diperbaiki dengan segera
oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk setelah mendapatkan pemberitahuan secara tertulis dari
KPPU...”.
Adapun alasan lain yang menyatakan bahwa “PT. Plaza Indonesia
Realty tidak melakukan pemberitahuan ke KPPU karena ada perbedaan
penafsiran dalam memahami ketentuan batas minimum nilai aset untuk
kewajiban pelaporan kepada KPPU”6. Hal tersebut tentu tidak dapat dijadikan
suatu alasan yang melegalkan keterlambatan tersebut, karena pada prinsipnya
KPPU sudah menyediakan fasilitas kepada setiap pelaku usaha untuk
melakukan konsultasi ke KPPU.
Pernyataan tersebut menandakan bahwa PT Plaza Indonesia
Realty,Tbk belum pernah melakukan pemberitahuan kepada KPPU dalam
bentuk apapun. Selain itu, perusahaan tersebut juga tidak menyebutkan
sesuatu apapun mengenai keikutsertaannya dalam pra evaluasi (konsultasi)
kepada KPPU. Hal tersebut juga menandakan bahwa perusahaan tersebut tidak
mengetahui adanya konsultasi kepada KPPU mengenai laporan akuisisi
saham. Alasan tersebut tidak berdasar hukum apabila perusahaan tidak
mengetahui adanya kewajiban laporan akuisisi saham kepada KPPU
mengingat undang-undang tersebut terbit pada tahun 1999 dan peraturan
pelaksananya terbit pada tahun 2010 sedangkan, akuisisi baru dilakukan pada
tahun 2013 jauh setelah peraturan perundang-undangan tersebut muncul.
Menurut Riki Perdana Raya Waruwu, Asas Fiksi Hukum beranggapan
5 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 21.
6 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 9.
66
bahwa ketika suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan maka
pada saat itu setiap orang dianggap tahu (presumption iures de iure) dan
ketentuan tersebut berlaku mengikat sehingga ketidaktahuan seseorang akan
hukum tidak dapat membebaskan/memaafkannya dari tuntutan hukum
(ignorantia jurist non excusat). Keberadaan asas fiksi hukum, telah disahkan
melalui penjelasan Pasal 81 ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Peraturan Perundang-undangan7. Karena itu, Ketidaktahuan PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk tidak dapat dijadikan sebagai alasan keterlambatan
laporan akuisisi saham.
Pada akhirnya PT Plaza Indonesia Realty, Tbk telah menyampaikan
pemberitahuan akuisisi saham PT. Citra Asri Properti kepada KPPU pada
tanggal 13 Mei 2016, dari waktu yang seharusnya tanggal 15 Desember 2014
yang pada saat itu telah dinyatakan terlambat selama 345 (tiga ratus empat
puluh lima) hari. Jumlah hari kerterlambatan tersebut merupakan yang paling
lama dibandingkan dengan Putusan-Putusan sebelumnya mengenai
pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
B. Dampak Keterlambatan Laporan Akuisisi Saham PT. Plaza Indonesia
Realty, Tbk Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Membahas mengenai dampak keterlambatan laporan akuisisi saham
tentunya membutuhkan penjelasan dari beberapa pasal dalam Undang-Undang
Antimonopoli. Peneliti akan memberikan tanggapan dari setiap ketentuan
undang-undang dengan memberikan analisis terhadap putusan Nomor
02/KPPU-M/2017 terkait dugaan pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010.
Berikut akan dijelaskan secara rinci dalam bagian subbab ini.
Keterlambatan laporan akuisisi saham memiliki dampak yang cukup
7 Lihat Website Mahkamah Agung:
https://jdih.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=139:penerap
an-asas-fiksi-hukum-dalam-perma&catid=9:kegiatan&Itemid=24, diakses pada tanggal 5 Juli
2019.
67
segnifikan dalam proses persaingan usaha. Pasalnya terjadinya keterlambatan
laporan akuisisi mengakibatkan presepsi yang buruk di mata KPPU mengenai
dugaan monopoli. Karena itu, mekanisme akuisisi diatur secara khusus dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan atau
Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat
Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Mengenai keterlambatan laporan akuisisi saham, KPPU dapat
menjatuhkan sanksi berupa denda administrasi keterlambatan apabila dugaan
pelanggaran Pasal 29 tersebut telah terbukti secara hukum. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 47 Ayat (2) Huruf f yang berbunyi: “penetapan pembayaran
ganti rugi” dan Huruf g yang berbunyi: “pengenaan denda serendah-rendahnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)” Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999.
Melalui pasal tersebut lahirlah dasar ditentukannya sanksi berupa
Denda Administrasi Keterlambatan yang dijatuhkan terhadap pelaku
pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Adapun aturan
lain di dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 mengatur
demikian:
Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 Ayat (1) dan Ayat (3), Pelaku Usaha dikenakan sanksi berupa denda administratif sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda
administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah).
Pasal 6 mensyaratkan untuk menjatuhkan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari
keterlambatannya. Untuk itu, sudah semestinya untuk pelaku usaha yang tidak
melaporkan akuisisi saham perusahaannya melebihi waktu 25 (dua puluh lima)
hari kerja, harus dituntut membayar denda maksimal yaitu sebesar
68
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) menurut ketentuan pasal
ini.
Selain itu, dalam pengenaan denda keterlambatan laporan akuisisi
saham, KPPU menerbitkan Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan atau
Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan. Hal-hal yang
menyangkut mengenai teknis dalam pembahasan ini telah terangkum dalam
Peraturan komisi tersebut.
Dalam Pengenaan denda keterlambatan pemberitahuan akuisisi saham
perusahaan terdapat beberapa tahapan yang harus ditempuh oleh KPPU
sebelum menjatuhkan sanksi tersebut. Pertama, KPPU mengidentifikasi
keterlambatan dari monitoring dan/atau penyelidikan; kedua, unit kerja yang
menangani monitoring dan/atau penyelidikan menyampaikan laporan
keterlambatan pemberitahuan dalam rapat komisi yang didalamnya memuat
identitas badan usaha yang melakukan akuisisi saham perusahaan; skema
perusahaan sampai badan usaha induk tertinggi; laporan keuangan 3 (tiga)
tahun terakhir dari badan usaha yang melakukan akuisisi saham perusahaan;
bukti akuisisi saham perusahaan berlaku efektif secara yuridis; jumlah hari
keterlambatan, ketiga jawaban dari laporan komisi yang menyetujui atau
menolak laporan keterlambatan pemberitahuan, keempat jika laporan tersebut
disetujui maka ketua komisi menetapkan pemeriksaan pendahuluan dan
disampaikan langsung kepada Terlapor.
Monitoring dalam hal akuisisi saham perusahaan dapat dilakukan tanpa
adanya pemberitahuan dari badan usaha berdasarkan data atau informasi yang
bersumber dari berita di media masa, laporan dari masyarakat, dan sumber lain
yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut termuat dalam Pasal 3 Ayat
(1) Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012. Selanjutnya mengenai komponen
dalam laporan monitoring termuat dalam Ayat (2) Peraturan Komisi tersebut
yang pada intinya memuat identitas badan usaha yang melakukan akuisisi
69
saham perusahaan, skema perusahaan sampai Badan Usaha Induk Tertinggi
(BUIT), laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir dari Badan Usaha yang
melakukan akuisisi saham perusahaan, bukti akuisisi saham perusahaan
berlaku efektif secara yuridis.
Jika ditinjau dari putusan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di
Bab III, PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk telah dijatuhi hukuman dengan bunyi
amar putusan sebagai berikut8:
MEMUTUSKAN
1. Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010;
2. Menghukum Terlapor membayar denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang
harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
3. Bahwa setelah Terlapor melakukan pembayaran denda, maka salinan bukti pembayaran denda
tersebut harus dilaporkan dan diserahkan ke KPPU.
Setelah mencermati putusan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
hukuman yang dijatuhkan terhadap PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk berjumlah
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Menurut peneliti, besaran denda administrasi keterlambatan yang
diterima oleh PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk tidak sesuai dengan besaran
yang ditetapkan oleh Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Pasal
6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa denda
terhadap keterlambatan laporan akuisisi saham dihitung berdasarkan setiap hari
keterlambatannya. Denda administrasi keterlambatan sudah diatur secara jelas
di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 dan Peraturan Komisi
Nomor 4 Tahun 2012, dan penentuan nilai dasar denda tersebut berbeda
dengan denda-denda yang ada di dalam pelanggaran antimonopoli lainnya
sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Bab II mengenai penentuan
8 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 35.
70
besaran denda dalam hukum persaingan usaha. Alasan lainnya adalah denda
dalam pelanggaran antimonopoli hanya mengatur nilai maksimal dan nilai
minimalnya saja, sedangkan dalam denda administrasi keterlambatan mengatur
juga mengenai besaran setiap hari keterlambatannya. Karena itu peneliti
menilai denda yang dijatuhkan tersebut tidak sesuai dengan asas keseimbangan
yang berarti negara harus menjamin adanya persamaan hak dan kedudukan
orang-perorangan di hadapan hukum dan tidak menjatuhkan sanksi dengan
semena-mena.
C. Pertimbangan Hukum dalam Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-M/2017
Pertimbangan hukum dalam suatu putusan menciptakan suatu preseden
bagi majelis selanjutnya dalam memutus perkara yang serupa. Dalam subbab
ini peneliti akan mengupas kejanggalan yang telah tertera dalam latar belakang
tema penelitian ini.
Dalam subbab ini, mula-mula peneliti akan menyampaikan kesimpulan
yang diberikan oleh majelis komisi saat persidangan komisi. Mengenai
kesimpulan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut9:
1. Terlapor secara hukum telah terbukti mengambilalih saham PT. Citra Asri
Property;
2. Nilai aset dan/atau nilai penjualan Terlapor dan PT. Citra Asri Property,
setelah pengambilalihan saham telah terbukti memenuhi jumlah tertentu
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010;
3. Terlapor secara hukum telah terbukti terlambat dalam melakukan
pemberitahuan kepada Komisi setelah tanggal efektif yuridis, yaitu
terlambat selama 345 (tiga ratus empat puluh lima hari kerja);
Dari kesimpulan tersebut diatas, PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk telah
9 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Putusan Nomor 02/KPPU-M/2017, h. 34-35.
71
terbukti secara hukum mengalami keterlambatan dalam melakukan
pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010. Dasar
hukum bagi hakim komisi dalam memutus perkara Nomor 02/KPPU-M/2017
telah memenuhi legal standing di dalamnya. Keterlambatan selama 345 (tiga
ratus empat puluh lima hari kerja) akan dibahas menenai pengenaan dendanya
di dalam pertimbangan hukum majelis komisi.
Pertimbangan hukum yang tertera di dalam putusan KPPU Nomor
02/KPPU-M/2017 merupakan inti dalam pembahasan majelis komisi sebelum
diputus. Adapun Pertimbangan atas pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Plaza
Indonesia Realty, Tbk adalah sebagai berikut:
1. Majelis Komisi menimbang Bahwa berdasarkan Pasal 36 huruf l juncto
Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi
berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap
pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999;
2. Majelis Komisi menimbang Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 47 Ayat
(2) Huruf g, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi berwenang
menjatuhkan sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp25.000.000.0000,00 (dua puluh lima miliar rupiah);
3. Majelis Komisi Menimbang Bahwa Terlapor setelah menerima
pemberitahuan pengambialihan saham, segera merespon dengan baik dan
melengkapi syarat-syarat administratif kepada KPPU ;
4. Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi
Terlapor yaitu telah bersikap baik dan kooperatif selama proses Sidang
Majelis Komisi berlangsung.
Dari keempat pertimbangan hukum dari Majelis Komisi tersebut, pene-
72
liti akan mencoba meninjau ulang mengenai beberapa hal yang sudah
dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, yaitu penjelasan dari masing-masing
Pasal yang digunakan Majelis Komisi dalam pertimbangannya.
Mengenai Pasal 36 Huruf l yang berbunyi: “menjatuhkan sanksi
berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang-undang ini”, hal tersebut merupakan legal standing (kedudukan
hukum) bagi KPPU dalam menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif.
Selanjutnya kewenangan KPPU dalam menjatuhkan sanksi tersebut juga
termuat di dalam Pasal 47 Ayat (1). Selain itu, mengenai bentuk tindakan
administratif sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) secara umum dapat
berupa penetapan pembatalan perjanjian, perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan suatu usaha, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
suatu kegiatan, penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan
usaha dan pengambilalihan saham, penetapan ganti rugi dan pengenaan denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Mengenai
sanksi berupa pidana pokok atau pidana tambahan, KPPU tidak berwenang
mengadili tersebut sehingga tidak termuat dalam Pasal 36 yang menjelaskan
mengenai kewenangannya.
Jika membahas mengenai pengenaan denda serendah-rendahnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang termuat di dalam
Pasal 47 Ayat (2) Huruf g, diketahui bahwa pelaksanaan undang-undang
tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010. Di dalam
Pasal 6 peraturan pemerintah tersebut, dijelaskan bahwa pengenaan denda yang
dimaksud dalam Pasal 47 Ayat (2) Huruf g tersebut berisi sanksi kepada Pelaku
Usaha yang berupa denda administratif sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda
administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25.000.000.000,00
(dua puluh lima miliar rupiah). kata “setiap hari keterlambatan” pada pasal
73
tersebut menjelaskan mengenai besaran denda yang akan ditanggung bagi
pelaku usaha yang terlambat melaporkan akuisisinya ke KPPU untuk setiap
harinya. Berikutnya dalam prosedur pengenaan denda sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, KPPU juga
mempunyai pedoman dalam internal lembaganya yang digunakan untuk
melakukan penanganan mengenai hal tersebut. Pedoman tersebut dituangkan
dalam Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengenaan
Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan
Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan. Di dalam Pasal 12 merangkum
ketentuan yang membahas mengenai wewenang KPPU dalam menjatuhkan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 peraturan
pemerintah dan membahas mengenai pengenaan denda untuk setiap hari
keterlambatannya.
Setiap anggota komisi harus tunduk dan patuh terhadap peraturan
komisi yang telah dibuat di antara internal lembaga persaingan usaha.
Peraturan komisi yang telah dibuat tentunya telah mengakomidir pelaksanaan
peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya sesuai dengan hierarki
peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Ketentuan mengenai pengenaan
denda di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 faktanya berbeda
dengan ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 dan
Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012. Perbedaan sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan tersebut, tercantum pada klausul yang
berbunyi “...setiap hari keterlambatannya...”. klausul tersebut tentu
menyebabkan kerancuan dalam penerapan pengenaan denda keterlambatan
laporan akuisisi saham.
Dalam melakukan analisis subbab ini peneliti akan melakukan studi
perbandingan terhadap beberapa putusan perusahaan lain yang sudah
disebutkan dalam Bab I yang memiliki kasus keterlambatan akuisisi dan telah
mempunyai kekuatan hukum mengikat yaitu putusan PT. Balaraja Bisco yang
74
mengakuisisi PT. Subafood Pangan Jaya dan PT. Japfa Comfeed yang
mengakuisisi PT. Multi Makanan Permai. Pertama, keterlambatan laporan
akuisisi yang dilakukan oleh PT. Balaraja Bisco Paloma yang mengakuisisi PT.
Subafood Pangan Jaya dijatuhkan sanksi oleh KPPU sebesar
Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) dengan keterlambatan 13 hari kerja
dengan pertimbangan hukum sebagai berikut10
;
a. Majelis Komisi menimbang Bahwa Terlapor setelah mengetahui
bahwa telah terlambat dalam melakukan pemberitahuan
pengambialihan saham, segera merespon dengan baik dan melengkapi
syarat-syarat administratif kepada KPPU.
b. Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi
Terlapor yaitu, Terlapor telah bersikap baik dan kooperatif selama
proses Sidang Majelis Komisi berlangsung;
c. Majelis Komisi mempertimbangkan agar keterlambatan ini menjadi
pembelajaran bagi pelaku usaha lainnya agar mematuhi peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
Kedua, keterlambatan laporan akuisisi yang dilakukan oleh PT. Japfa
Comfeed Indonesia, Tbk yang mengakuisisi PT. Multi Makanan Permai yang
dijatuhkan sanksi oleh KPPU sebesar Rp3.750.000.000.00 ( tiga miliar tujuh
ratus lima puluh juta rupiah) dengan keterlambatan 310 (tiga ratus sepuluh)
hari kerja dan dengan pertimbangan hukum sebagai berikut11
:
a. Majelis Komisi menimbang Bahwa Terlapor setelah menerima
pemberitahuan pengambilalihan saham, segera merespon dengan baik
dan melengkapi syarat-syarat administratif kepada KPPU ;
b. Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi
Terlapor yaitu (1) telah merespon dengan cepat surat pemberitahuan
dari KPPU, (2) telah mengakui keterlambatan pemberitahuan kepada
KPPU, (3) bersikap baik dan kooperatif selama proses Sidang Majelis
Komisi berlangsung, (4) menunjukkan bukti bahwa nilai nominal
akuisisi adalah relatif kecil;
c. Majelis Komisi memberikan pertimbangkan hal-hal yang memberat-
10
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Putusan Nomor 02/KPPU-M/2014, (Jakarta: KPPU, 2017), h. 43.
11 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Putusan Nomor 06/KPPU-M/2017,
(Jakarta: KPPU, 2017), h. 70-71.
75
kan antara lain: (1) bahwa Terlapor sebagai perusahaan yang sudah
menjalankan bisnis di Indonesia lebih dari 40 (empat puluh) tahun
lamanya, dan (2) bahwa Terlapor merupakan perusahaan publik yang
sudah seharusnya mengetahui peraturan-peraturan terkait kegiatan
Merger dan Akuisisi yang berlaku di Indonesia, seperti: (a) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat; (b) Peraturan Pemerintah Nomor 57
Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan
terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat; dan (c)
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan
Penggabungan atau Peleburan Badan Us aha dan Pengambilalihan
Saham Perusahaan
Proses akuisisi yang dilakukan oleh PT. Plaza Indonesia Reality, Tbk
terhadap PT. Citra Asri Property mendapatkan teguran dari KPPU yang
putusannya dikeluarkan dengan nomor perkara : No. 02/ KPPU-M / 2017.
Putusan tersebut sangat berbeda dengan Putusan Nomor : 06 / KPPU –M/ 2017
putusan atas pelanggaran keterlambatan pemberitahuan yang dilakukan oleh
PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk atas pengambilaihan saham terhadap PT.
Multi makanan Permai. PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk diputus dengan harus
membayar denda Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) setelah dijerat
dengan pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Pasal
5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2010. Namun, PT. Japfa Comfeed
Indonesia, Tbk meski dijerat dengan pasal yang sama tapi hanya di denda
dengan harus membayar Rp3.750.000.000,00 (tiga miliar tujuh ratus lima
puluh juta rupiah). Hal ini, menjadi pertanyaan yang harus dijawab melalui
analisis yang baik.
Putusan yang berbeda ini menjadi bahasan yang harus dipaparkan
secara detail. Perbedaan ini perlu ditinjau dari jangka waktu keterlambatan bagi
Perseroan Terbatas (PT) yang melanggar. PT. Plaza Indonesia Realty telah
mengalami keterlambatan sebanyak 345 (tiga ratus empat puluh lima) hari,
sedangkan PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk hanya 310 (tiga ratus sepuluh)
hari. Namun, denda lebih banyak dibebankan justru pada PT. Japfa Comfeed
Indonesia, Tbk. Padahal dalam pertimbangan Majelis kedua Perseroan Terbatas
76
(PT) tersebut melakukan hal sama yakni kooperatif dan tidak mengelak dari
pemanggilan yang dilakukan oleh KPPU.
Pertimbangan Hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Japfa
Comfeed Indonesia, Tbk yakni sebagai berikut:
7.1 “Bahwa berdasarkan Pasal 36 huruf l juncto Pasal 47Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
7.2 Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 47 Ayat (2) Huruf g, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda
serendahrendahnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggitingginya
Rp25.000.000.0000,00 (dua puluh lima miliar rupiah);
7.3 Bahwa Terlapor setelah menerima pemberitahuan pengambilalihan saham, segera merespon
dengan baik dan melengkapi syarat-syarat administratif kepada KPPU ;
7.4 Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi Terlapor yaitu (1)
telah merespon dengan cepat surat pemberitahuan dari KPPU, (2) telah mengakui keterlambatan
pemberitahuan kepada KPPU, (3) bersikap baik dan kooperatif selama proses Sidang Majelis
Komisi berlangsung, (4) menunjukkan bukti bahwa nilai nominal akuisisi adalah relatif kecil”
Pertimbangan hakim di atas mempunyai kemiripan, lebih tepatnya pada
kedua Perseroan Terbatas tersebut yang berlaku kooperatif setelah
mendapatkan teguran atas keterlambatan laporan akuisisi oleh KPPU. Namun,
apa yang menjadi penyebab PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk mendapatkan
hukuman yang lebih besar daripada PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk. Hal ini
terdapat pada pertimbangan hakim poin 7.5 Putusan PT. Japfa Comfeed
Indonesia, Tbk yang mengatakan bahwa:
“Majelis Komisi memberikan pertimbangkan hal-hal yang memberatkan antara lain:
(1) bahwa Terlapor sebagai perusahaan yang sudah menjalankan bisnis di Indonesia lebih dari 40
(empat puluh) tahun lamanya, dan
(2) bahwa Terlapor merupakan perusahaan publik yang sudah seharusnya mengetahui
peraturanperaturan terkait kegiatan Merger dan Akuisisi yang berlaku di Indonesia, seperti: (a)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat; (b) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan
atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat
mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat; (c) Peraturan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengenaan
Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan.”
Kedua Perseroan Terbatas antara PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk
77
dengan PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk keduanya sama-sama mempunyai
alasan bahwa keterlambatan laporan akuisisi saham dikarenakan tidak tahunya
aturan hukum tentang kewajiban melaporkan akuisisi. Namun, alasan tersebut
tidak berlaku pada PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk yang telah berdiri
selama 40 (empat puluh) tahun dan mempunyai 23 (dua puluh tiga) anak
perusahaan. Oleh karena itu, melalui perbandingan kedua putusan ini, PT.
Japfa Comfeed Indonesia, Tbk didenda lebih banyak walaupun hanya 310 (tiga
ratus sepuluh) hari kerja. Hal ini, hanya berpedoman pada persangkaan majelis
yang mengira bahwa PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk tidak mengetahui
aturan-aturan yang telah berlaku padahal sudah berdiri selama ±40 tahun.
Persangkaan Majelis tanpa ada aturan yang baku terkait usia suatu perusahaan
yang dijadikan hal pemberat dalam mendapatkan sanksi tentu memberikan
ketidakpastian dan ketidakadilan hukum bagi badan usaha dalam konteks
persaingan usaha.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pertimbangan hukum dalam Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-M/2017
hanya mencantumkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat
yang di dalamnya menjelaskan sanksi tindakan administratif berupa
pengenaan denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah) dan belum menjelaskan secara utuh pasal-pasal yang
terkandung di dalam peraturan pelaksananya mengenai penjatuhan sanksi
denda Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari
keterlambatannya dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah) sebagaimana disebut di dalam Pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan atau Peleburan
Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat
Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat dan Pasal 12 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan
Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan. Pertimbangan tersebut telah
mengabaikan isi dalam peraturan pelaksana, dan putusan tersebut tentunya
tidak memberikan kepastian hukum.
2. Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-M/2017 tidak sesuai dengan ketentuan
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Penggabungan atau Peleburan
Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat
Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
79
Sehat.
B. Rekomendasi
Adapun yang menjadi rekomendasi peneliti dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan undang-undang
yang baru, karena keberadaannya sudah banyak dipertentangkan oleh
beberapa ahli dan praktisi hukum lainnya.
2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus bekerja sama dengan
beberapa lembaga terkait seperti halnya Kepolisian Republik Indonesia,
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM, dan Instansi-Instansi lain yang
kemudian dapat mempermudah jalannya fungsi pengawasan dan
penindakan hukum di bidang persaingan usaha.
3. Melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
agar dapat disingkronisasikan dengan peraturan-peraturan pelaksananya.
Hal ini, agar dapat memberikan kepastian hukum bagi setiap pelaku usaha
dalam mengakses keadilan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ali. Achmad, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,
Jakarta, Penerbit Gunung Agung , 2002;
Ali. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Cet. 9, Jakarta: Sinar Grafika,
2010;
Fuady. Munir, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999;
__________, Hukum Bisnis: Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Citra
Aditya, 1996;
Hasyim. Farida, Hukum Dagang, Cet. 3, Jakarta: Sinar Grafika, 2011;
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:
Kencana PrenadaMedia Group, 2009;
Ibrahim. Jhonny, Hukum Persaingan Usaha; Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2006;
__________, Teori &Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. 2,
Malang: Bayumedia Publishing, 2007;
Irawan. Candra, Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Ekonomi, Jakarta: PT.
Mandar Maju, 2012;
Kagramanto. Budi, Larangan Persekongkolan Tender; Perspektif Hukum
Persaingan Usaha, Bandung: Srikandi, 2008;
Kamaludin, dkk., Restrukturisasi Merger & Akuisisi, Bandung: PT. Mandar
Maju, 2015;
81
Kristianto. Fennieka, Potensi Konflik dalam Akuisisi Perusahaan, Jogjakarta:
Penerbit Ombak, 2003;
Lubis. Andi Fahmi, dkk., Hukum Persaingan Usaha; Antara Teks dan
Konteks, Jakarta, Deutsche Gesellschaft für Technische
Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009;
Maarif. Syamsul, Merger dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha,
Jakarta: PT. Penebar Swadaya, 2010;
Margono. Suyud, Hukum Anti Monopoli, Jakarta: Sinar Grafika, 2013;
Marzuki. Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Group,
2013;
Meyliana. Devi, Hukum Persaingan Usaha; Studi Konsep Pembuktian
terhadap Perjanjian Penetapan Harga dalam Persaingan Usaha,
Malang: Setara Press, 2013;
Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1995.
Nugroho. Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia; Dalam Teori
dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Kencana
PrenadaMedia Group, 2012;
Prasetyo. Bambang dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif;
Teori dan Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005;
Prayoga. Ayudha, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Indonesia, Jakarta: Proyek ELIPS, 2002;
Rokan. Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha Teori Dan Praktiknya di
Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010;
Saptono. Catur Agus, Hukum Persaingan Usaha; Economic Analysis of Law
dalam Pelaksanaan Merger, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
82
2017;
Sjahdeini. Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang
Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di
Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti , 2005;
Soekanto. Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2011;
Syahrani. Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya
Bakti, 1999;
Usman. Rachmadi, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika, 2013;
__________, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2013;
Widjaja. Gunawan, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta; PT. Raja
Grafindo, 2002;
Yani. Ahmad dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis; Anti Monopoli, Cet.
3, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Jurnal :
Arifin. Muchamad, “Pertanggungjawaban Hukum atas Keterlambatan
Pemberitahuan Akuisisi Asing kepada Komisi Pengawas Persaingan
Usaha”, Jurnal Lex Renaissance, Vol. II, 2, (2017);
Iskandar. Verry, “Akuisisi Saham Oleh Perusahaan Terafiliasi Dalam
Perspektif Hukum Persaingan Usaha”, Jurnal Persaingan Usaha, Ed.
5, (2011);
Ma’arif. Syamsul, “Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di
Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 19, (2002);
83
Mantili. Rai, dkk, “Problematika Penegakan Hukum Persaingan Usaha Di
Indonesia Dalam Rangka Menciptakan Kepastian Hukum”,
Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. III, 1, (2016);
Sudjana, “Merger dalam Perspektif Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
Jurnal Hukum Positum. Vol. 1, 1, (2016).
Institusi :
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), “Peraturan Pemerintah Nomor
57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha
dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan
Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”,
Jakarta: BPHN, 2010;
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), “Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat”, Jakarta: BPHN, 1999;
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998
Tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi,
Jakarta: BPHN, 1998;
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Jakarta: BPHN, 1995;
Badan Pusat Statistik (BPS), Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Ed.
109, Jakarta: BPS, 2019;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Perubahan Ketiga
atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun
2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tentang Penggabungan atau
84
Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan
yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat”, Jakarta: KPPU, 2013;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Formulir
Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan Badan Usaha, dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan”, Jakarta: KPPU, 2010;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Konsultasi
Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan
Saham Perusahaan”, Jakarta: KPPU, 2010;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan
atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan”, Jakarta: KPPU, 2012;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan KPPU Nomor
02/KPPU-M/2017”, Jakarta: KPPU, 2017;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor 01/KPPU-
M/2014”, Jakarta: KPPU, 2014;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor 02/KPPU-
M/2014”, Jakarta: KPPU, 2014;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor 03/KPPU-
M/2014”, Jakarta: KPPU, 2014;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor 08/KPPU-
M/2017”, Jakarta: KPPU, 2017;
85
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor 09/KPPU-
M/2017”, Jakarta: KPPU, 2017;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor 17/KPPU-
M/2015”, Jakarta: KPPU, 2015;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor: 02/KPPU-
M/2018”, Jakarta: KPPU, 2018;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor: 05/KPPU-
M/2017, Jakarta: KPPU, 2017;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor: 06/KPPU-
M/2017”, Jakarta: KPPU, 2017;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Putusan Nomor: 07/KPPU-
M/2018”, Jakarta: KPPU, 2018;
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Pendapat KPPU Nomor
4/KPPU-PAT/IV/2017, Jakarta: KPPU, 2017;
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “Putusan Nomor 85/PUU-
XIV/2016”, Jakarta: MK, 2016;
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 74
/POJK.04/2016 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha
Perusahaan Terbuka, Jakarta: OJK, 2016;
PT. Plaza Indonesia Reality, Tbk., Laporan Tahunan Tahun 2017, Jakarta:
PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk, 2017.
Internet :
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), “Naskah Akademik Rancangan
Undang-Undang Badan Usaha”, diakses pada 20 Juni 2019 dari
https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_badan_usaha.pdf;
86
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Anggota KPPU” diakses pada
3 Juli 2019 dari http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/anggota-
kppu/;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Tugas dan Wewenang KPPU”. Artikel
diakses pada 17 Juni 2019 dari http://www.kppu.go.id/id/tentang-
kppu/tugas-dan-wewenang/;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Visi dan Misi KPPU”. Artikel diakses
pada 17 Juni 2019 dari http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/visi-
dan-misi/;
Tafsir Web, “Terjemahan Surat An-Nisa Ayat 29”. Artikel diakses pada 25
Juli 2019 dari https://tafsirweb.com/1561-surat-an-nisa-ayat-29.html;
Waruwu. Riki Perdana Raya, Penerapan Asas Fiksi Hukum dalam Perma,
Artikel diakses pada 5 Juli 2019 dari
https://jdih.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_content&vi
ew=article&id=139:penerapan-asas-fiksi-hukum-dalam-
perma&catid=9:kegiatan&Itemid=24.
LAMPIRAN
SALINAN
P U T U S A NPerkara Nomor: 02/KPPU-M/2017
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya
disebut Komisi yang memeriksa Perkara Nomor: 02/KPPU-M/2017 Tentang
Dugaan Pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo.
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 dalam
Pengambilalihan Saham (akuisisi) PT. Citra Asri Property oleh PT. Plaza
Indonesia Realty, Tbk., yang dilakukan oleh: ---------------------------------------
Terlapor : PT Plaza Indonesia Realty, Tbk, yang beralamat kantor di
The Plaza Office Tower Lantai 10 Jalan M. H. Thamrin
Kav 28-30, Gondangdia – Menteng, Jakarta Pusat 10350.
telah mengambil Putusan sebagai berikut: ------------------------------------------
Majelis Komisi: --------------------------------------------------------------------------Setelah membaca Laporan Keterlambatan Pemberitahuan; ----------------------
Setelah membaca Tanggapan Terlapor terhadap Laporan Keterlambatan
Pemberitahuan; --------------------------------------------------------------------------
Setelah mendengar keterangan Terlapor; --------------------------------------------
Setelah membaca surat-surat dan dokumen-dokumen dalam perkara ini;----
Setelah membaca Kesimpulan Hasil Persidangan dari Investigator dan
Terlapor; -----------------------------------------------------------------------------------
TENTANG DUDUK PERKARA
1. Menimbang bahwa Sekretariat Komisi telah melakukan penyelidikan
terhadap pemberitahuan yang dilaporkan oleh PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk atas pengambilalihan saham PT. Citra Asri Property ; -------
halaman 2 dari 36
SALINAN
2. Menimbang bahwa Sekretariat Komisi telah melakukan penyelidikan
dan memperoleh bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan
dugaan pelanggaran yang dituangkan dalam Laporan Hasil
Penyelidikan; -----------------------------------------------------------------------
3. Menimbang bahwa setelah dilakukan pemberkasan, Laporan Hasil
Penyelidikan tersebut dinilai layak untuk dilakukan Gelar Laporan dan
disusun dalam bentuk Rancangan Laporan Keterlambatan
Pemberitahuan; --------------------------------------------------------------------
4. Menimbang bahwa dalam Gelar Laporan, Rapat Komisi menyetujui
Rancangan Laporan Keterlambatan Pemberitahuan tersebut menjadi
Laporan Keterlambatan Pemberitahuan;---------------------------------------
5. Menimbang bahwa selanjutnya Ketua Komisi menerbitkan Penetapan
Komisi Nomor 34/KPPU/Pen/X/2017 tanggal 03 Oktober 2017 tentang
Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 02/KPPU-M/2017 (vide
bukti A1); ----------------------------------------------------------------------------
6. Menimbang bahwa berdasarkan Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan
tersebut, Ketua Komisi menetapkan pembentukan Majelis Komisi
melalui Keputusan Komisi Nomor 01/KPPU/Kep.3/I/2018 tanggal 09
Januari 2018 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Majelis
Komisi pada Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 02/KPPU-
M/2017 (vide bukti A4); ----------------------------------------------------------
7. Menimbang bahwa Ketua Majelis Komisi Perkara Nomor 02/KPPU-
M/2017 menerbitkan Surat Keputusan Majelis Komisi Nomor
01/KMK/Kep/I/2018 tentang Jangka Waktu Pemeriksaan
Pendahuluan Perkara Nomor 02/KPPU-M/2017, yaitu dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal 15
Januari 2018 sampai dengan tanggal 23 Januari 2018 (vide bukti A3); -
8. Menimbang bahwa Majelis Komisi telah menyampaikan Pemberitahuan
Pemeriksaan Pendahuluan, Petikan Penetapan Pemeriksaan
Pendahuluan, Petikan Surat Keputusan Majelis Komisi tentang Jangka
Waktu Pemeriksaan Pendahuluan, dan Surat Panggilan Sidang Majelis
Komisi I kepada Terlapor (vide bukti A2,A3.1,A6,A7); -----------------------
9. Menimbang bahwa pada tanggal 15 Januari 2018, Majelis Komisi
melaksanakan Sidang Majelis Komisi I dengan agenda Pembacaan dan
Penyerahan Salinan Laporan Keterlambatan Pemberitahuan oleh
Investigator kepada Terlapor (vide bukti B1); ---------------------------------
halaman 3 dari 36
SALINAN
10. Menimbang bahwa pada Sidang Majelis Komisi I, Investigator
membacakan Laporan Keterlambatan Pemberitahuan yang pada
pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut (vide bukti I.1); --------------------
10.1 Bahwa dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 dimana
dalam ketentuan Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 Jo. Pasal 5
PP Nomor 57 Tahun 2010.;----------------------------------------------
10.2 Bahwa terlapor Plaza Indonesia Realty, Tbk.: ------------------------
10.3 Nilai asset dan penjualan PT Plaza Indonesia Realty, Tbk dan
anak perusahaannya di Indonesia dalam kurun waktu 3 (tiga)
tahun terakhir (audited) dinyatakan dalam rupiah adalah ; ----
NamaPerusahaan
PLAZA INDONESIA REALTY (100.00 %)
Aset Sales
31 Desember (dalam Rp)
2011 4,232,841,288,000 909,589,677,0002012 3,950,266,763,000 1,709,975,626,0002013 4,126,804,890,000 1,393,191,548,000
10.4 Bahwa susunan Kepemilikan Saham PT Plaza Indonesia Realty,
Tbk adalah sebagai berikut; ---------------------------------------------
No Pemegang saham KomposisiKepemilikan
1. PT. Bumi Serpong Damai Tbk 34.22%2. PT. MNC Land Tbk 25.71%
3.UBS AG Singapore S/A Nexus Solution PTELTD-2091144418 19.97%
4.UBS AG Singapore S/A Nexus Solution PTELTD-2091144484 9.56%
5. Masyarakat 10.54%Total 100
10.5 Bahwa badan usaha yang Diambilalih adalah PT Citra Asri
Property atau saat ini adalah PT Plaza Indonesia Urban; ----------
10.6 Bahwa nilai penjualan dan aset PT Citra Asri Property (kini
PT Plaza Indonesia Urban) dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun
terakhir dinyatakan dalam rupiah adalah; ---------------------------
Nama Perusahaan
CITRA ASRI PROPERTY (100.00%)
Aset Sales
Dalam Rp (31 Desember)
2011 10,862,664,330 0
2012 9,691,242,827 0
2013 9,671,440,320 0
halaman 4 dari 36
SALINAN
10.7 Bahwa Berikut adalah struktur permodalan PT Citra Asri
Property sebelum pengambilalihan saham;---------------------------
Sebelum Transaksi
JumlahSaham
JumlahNilai Nominal
Rp 1.000 persaham%
Modal Dasar 10.000.000 10.000.000.000 100,00Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh
1. PT Duta Karya Cipta 9.990.000 9.990.000.000 99,992. PT Island Resort Development 10.000 10.000.000 0,01Modal ditempatkan dan disetor penuh 10.000.000 10.000.000.000 100,00
10.8 Bahwa batasan Nilai untuk melakukan pemberitahuan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan Komisi
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 57 Tahun
2010 adalah: ---------------------------------------------------------------
10.8.1 Bahwa nilai aset badan usaha hasil penggabungan
atau peleburan atau pengambilalihan melebihi Rp.
2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar
rupiah); dan/atau; -----------------------------------------------------
10.8.2 Bahwa nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil
penggabungan atau peleburan atau pengambilalihan
melebihi Rp. 5.000.000.000.000,00 (lima triliun
rupiah); ---------------------------------------------------------
10.9 Bahwa nilai penjualan dan/atau aset hasil penggabungan atau
peleburan atau pengambilalihan adalah jumlah nilai penjualan
dan/atau aset yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai
penjualan dan/atau aset tahun terakhir yang telah diaudit dari
masing masing pihak yang melakukan penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan ditambah dengan nilai
penjualan dan/atau aset dari seluruh badan usaha yang secara
langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau
dikendalikan oleh badan usaha yang melakukan penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan; (Perkom Nomor 2 Tahun
2013); -----------------------------------------------------------------------
halaman 5 dari 36
SALINAN
10.10 Bahwa nilai aset gabungan dari badan usaha pengambilalih
dengan badan usaha yang diambilalih per 31 Desember 2013
adalah sebesar Rp. 4,136,476,330,320,- (empat trilyun seratus
tiga puluh enam milyar empat ratus tujuh puluh enam juta tiga
ratus tiga puluh ribu tiga ratus dua puluh rupiah); telah
melebihi batasan nilai aset Rp. 2.500.000.000.000,00 (dua
triliun lima ratus miliar rupiah); ---------------------------------------
10.11 Bahwa dengan adanya frasa kata hubung “dan atau” pada
batasan nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) PP
Nomor 57 Tahun 2010 memiliki arti bersifat kumulatif maupun
sifat fakultatif yang berarti bisa keduanya atau salah satunya; --
10.12 Bahwa dengan melebihinya nilai aset gabungan dari badan
usaha pengambilalih dengan badan usaha yang diambilalih dari
batasan nilai, maka PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk memiliki
kewajiban untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan
saham kepada KPPU.-----------------------------------------------------
10.13 Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 PP No. 57/2010 diatur
bahwa kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
tidak berlaku bagi Pelaku Usaha yang melakukan
Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau
Pengambilalihan saham antar perusahaan yang terafiliasi. -------
10.14 Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 7 PP Nomor 57 Tahun
2010, yang dimaksud dengan “terafiliasi” adalah:-------------------
10.14.1 Bahwa hubungan antara perusahaan, baik langsung
maupun tidak langsung, mengendalikan atau
dikendalikan oleh perusahaan tersebut; ------------------
10.14.2 Bahwa hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang
dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung,
oleh pihak yang sama; atau hubungan antara
perusahaan dan pemegang saham utama;----------------
10.15 Bahwa dengan demikian perlu terlebih dahulu untuk diuraikan
apakah ketentuan kewajiban menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis ini berlaku atau tidak bagi PT. Plaza Indonesia
Realty, Tbk; ----------------------------------------------------------------
10.16 Bahwa komposisi pemegang saham dari badan usaha
pengambilalih PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk adalah:-------------
halaman 6 dari 36
SALINAN
10.16.1 PT Bumi Serpong Damai, Tbk sebesar 34.22 %; ---------
10.16.2 PT MNC Land, Tbk sebesar 25.71 %; ----------------------
10.16.3 USB AG Singapore S/A Nexus Solution PTE LTD
2091144418 sebesar 19.97 %; ------------------------------
10.16.4 USB AG Singapore S/A Nexus Solution PTE LTD-
2091144484 sebesar 19.97 %; ------------------------------
10.16.5 Dan Masyarakat sebesar 10.54 %; -------------------------
10.17 Bahwa komposisi pemegang saham dari badan usaha yang
diambilalih yaitu PT. Citra Asri Property sebelum
pengambilalihan adalah:-------------------------------------------------
10.17.1 PT. Duta Karya Cipta sebesar 99,99 %; -------------------
10.17.2 Dan PT. Island Resort Development sebesar Rp. 0,01%;
10.18 Bahwa berdasarkan komposisi kepemilikan saham dari kedua
perusahaan tersebut tidak ditemukan hubungan afiliasi
sebelum pengambilalihan saham;--------------------------------------
10.19 Bahwa dengan demikian maka kewajiban menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada KPPU berlaku bagi badan
usaha pengambilalih;-----------------------------------------------------
10.20 Bahwa pelaku usaha harus melakukan pemberitahuan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan telah berlaku efektif secara
yuridis;----------------------------------------------------------------------
10.21 Bahwa tanggal penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
telah berlaku efektif secara yuridis untuk badan usaha yang
berbentuk Perseroan Terbatas, sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 133 UU Nomor 40 Tahun 2007 pada bagian Penjelasan
adalah tanggal: ------------------------------------------------------------
(1) Bahwa persetujuan Menteri atas perubahan anggaran
dasar dalam terjadi penggabungan;------------------------------
(2) Bahwa pemberitahunan diterima Menteri baik dalam hal
terjadi perubahaan Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU Nomor 40
Tahun2007 maupun yang tidak disertai perubahaan
anggaran dasar; dan------------------------------------------------
(3) Bahwa pengesahaan Menteri atas Akta Pendirian Perseroan
Terbatas dalam hal terjadi Peleburan; ---------------------------
halaman 7 dari 36
SALINAN
10.22. Bahwa berdasarkan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor: AHU-39286.40.22.2014 tanggal 4 November
2014 perihal Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran
Dasar PT. Citra Asri Property, diketahui bahwa pengambilalihan
saham perusahaan PT. Citra Asri Property oleh PT. Plaza
Indonesia Realty, Tbk berlaku efektif secara yuridis pada tanggal
4 November 2014;---------------------------------------------------------
10.23. Bahwa berdasarkan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor: AHU-39286.40.22.2014 tanggal 4 November
2014 perihal Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran
Dasar PT. Citra Asri Property, diketahui bahwa pengambilalihan
saham perusahaan PT. Citra Asri Property oleh PT. Plaza
Indonesia Realty, Tbk berlaku efektif secara yuridis pada tanggal
4 November 2014;---------------------------------------------------------
10.24. Bahwa dalam Pasal 8 PP Nomor 57 Tahun 2010 Ayat (1)
mengatur mengenai pemberitahuan secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan
cara mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh Komisi; ---------
10.25. Bahwa Formulir Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan
Badan Usaha, dan Pengambilalan Saham Perusahaan diatur
dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10
Tahun 2010 sebagai berikut:--------------------------------------------
“Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyampaikan pemberitahuansecara tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1)dan ayat (3), Pelaku Usaha dkenakan sanksi berupa dendaadministratif sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan dendaadministratif secara keseluruhan paling tinggi sebesarRp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah)”;
10.26. Bahwa Pasal 6 PP No. 57/2010 mengatur mengenai sanksi
terhadap pelaku usaha yang melakukan keterlambatan
pemberitahuan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan
kepada Komisi. ------------------------------------------------------------
10.27. Bahwa berdasarkan analisa sebagaimana dijabarkan diatas,
PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk telah melakukan pelanggaran
terhadap Pasal 29 UU No. 5/1999 Jo Pasal 5 PP Nomor 57
Tahun 2010, oleh karena itu Pasal 6 PP Nomor 57 Tahun 2010
dapat dikenakan kepada PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk.---------
halaman 8 dari 36
SALINAN
11. Menimbang bahwa pada sidang Majelis Komisi I tersebut, Ketua Majelis
Komisi memerintahkan Investigator Untuk menyerahkan Laporan
Keterlambatan Pemberitahuan kepada Terlapor yang hadir dalam
Sidang Majelis Komisi, dan selanjutnya Majelis Komisi Menetapkan
Sidang Majelis Komisi II pada tanggal 2 Mei 2017 dengan agenda
penyerahan tanggapan atas Laporan Keterlambatan Pemberitahuan
disertai Alat Bukti dan daftar saksi : (vide bukti B2);------------------------
12. Menimbang bahwa pada tanggal 22 Januari 2018, Majelis Komisi
melaksanakan Sidang Majelis Komisi II dengan agenda Penyerahan
tanggapan atas LKP disertai alat bukti dokumen, daftar saksi maupun
ahli (vide bukti B2);----------------------------------------------------------------
13. Menimbang bahwa pada tanggal 22 Januari 2018 dalam Sidang Majelis
Komisi II tersebut, Terlapor menyerahkan tanggapan (vide bukti B2);----
14. Menimbang bahwa pada Sidang Majelis Komisi II, Terlapor
menyerahkan Tanggapan terhadap Laporan Keterlambatan
Pemberitahuan yang pada pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut (vide
bukti T.3): ---------------------------------------------------------------------------
14.1 Bahwa PT Plaza Indonesia Realty, Tbk sepenuhnya tunduk dan
mematuhi ketentuan Perundang-undangan yang berlaku,
termasuk UU No. 5/1999 dan PP 57/2010 ----------------------------
14.2 Bahwa sebagaimana disampaikan dalam resital 15 c.2. LKP,
KPPU menyatakan bahwa PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
seharusnya menyampaikan pemberitahuan pengambilalihan
selambatnya pada tanggal 15 Desember 2014, sedangkan
berdasarkan perhitungan KPPU pihak PT Plaza Indonesia Realty,
Tbk menyampaikan pemberitahuan kepada KPPU pada tanggal
13 Mei 2016. ----------------------------------------------------------------
14.3 Bahwa PT Plaza Indonesia Realty, Tbk dalam menjalankan
kegiatan usahanya sangat menjunjung tinggi azas “Good
Corporate Governance” serta kepatuhan dan tunduk pada segala
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk diantaranya ketentuan UU No. 5/1999 dan PP
57/2010. ---------------------------------------------------------------------
14.4 Bahwa sebagai perusahaan terbuka dan terdaftar pada Bursa
Efek Indonesia, PT Plaza Indonesia Realty, Tbk sepenuhnya
tunduk dan menjalankan prinsip keterbukaan informasi
halaman 9 dari 36
SALINAN
terhadap setiap aksi korporasi (corporate action) yang dilakukan,
termasuk adanya akuisisi saham terhadap perusahaan lain,
dimana pengambilalihan saham CAP telah diberitahukan kepada
pihak Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) selaku otoritas pasar
modal pada tanggal 3 Oktober 2014 serta dimuat di media massa
nasional yaitu Koran Sindo edisi tanggal 1 Oktober 2016. ---------
14.5 Bahwa sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya kepada
investigator KPPU dalam proses pemeriksaan, PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk pada awalnya tidak melakukan pemberitahuan ke
KPPU karena ada perbedaan penafsiran dalam memahami
ketentuan batas minimum nilai aset untuk kewajiban pelaporan
kepada KPPU, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PP 57/2010,
khususnya ketentuan ayat 1 dan 2 yang menyebutkan sebagai
berikut: ----------------------------------------------------------------------
Pasal 5(1) Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau
Pengambilalihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai asetdan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajibdiberitahukan secara tertulis kepada Komisi paling lama 30 (tigapuluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridisPenggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atauPengambilalihan saham perusahaan; ----------------------------------Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiriatas: -------------------------------------------------------------------------a. nilai aset sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima
ratus miliar Rupiah); dan/atau;-------------------------------------b. nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun
Rupiah); ----------------------------------------------------------------
14.6 Bahwa PT Plaza Indonesia Realty, Tbk pada awalnya memandang
bahwa dengan nilai aset sebelum pengambilalihan yang sudah
melebihi batas minimum Rp. 2,5 Trilyun (nilai aset gabungan
rata-rata PT Plaza Indonesia Realty, Tbk sebelum
pengambilalihan sebagaimana disampaikan dalam LKP adalah
sebesar Rp. 4,1 Trilyun) maka notifikasi pengambilalihan kepada
KPPU tidak perlu dilakukan; ---------------------------------------------
14.7 Bahwa selanjutnya, PT Plaza Indonesia Realty, Tbk langsung
memenuhi kewajibannya untuk melakukan pelaporan kepada
KPPU dengan segera setelah mendapatkan pemberitahuan dari
KPPU melalui suratn tertanggal 5 Mei 2016; -------------------------- --
14.8 Bahwa tercatat pada tanggal 13 Mei 2016 PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk telah melakukan tindakan korektif dengan
halaman 10 dari 36
SALINAN
menyampaikan pemberitahuan pengambilalihan CAP kepada
KPPU, dimana kemudian berkas notifikasi dinyatakan lengkap
oleh KPPU pada Agustus 2016; ------------------------------------------
14.9 Bahwa lebih jauh, tercatat bahwa PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
selalu memenuhi undangan permintaan klarifikasi dari KPPU,
dimana GM Legal/Corporate Secretary dan Deputy to Chief
Financial Officer dari PT Plaza Indonesia Realty, Tbk selalu hadir
dalam kapasitasnya mewakili Direksi perusahaan untuk
memberikan respon dan kerjasama yang baik dengan KPPU
dengan memberikan keterangan yang selengkap-lengkapnya dan
informasi yang diperlukan KPPU, tanpa ada sedikitpun yang
disembunyikan, antara lain ; ---------------------------------------------
14.9.1 Bahwa memberikan data-data yang dibutuhkan oleh
KPPU dari PT Plaza Indonesia Realty, Tbk berikut dengan
seluruh anak-anak perusahaan PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk;--------------------------------------------------------
14.9.2 Bahwa memberikan informasi mengenai produk-produk
yang dimiliki oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk dan
anak-anak perusahaannya; dan ; -----------------------------
14.9.3 Bahwa memberikan informasi yang selengkap-
lengkapnya mengenai penguasaan pasar dari PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk berikut dengan seluruh anak-anak
perusahaan PT Plaza Indonesia Realty, Tbk, dan ; ---------
14.9.4 Bahwa informasi-informasi lain yang relevan yang
dibutuhkan oleh KPPU; -----------------------------------------
14.9.5 Bahwa sebagaimana diketahui bahwa sehubungan
dengan penyampaian pemberitahuan pengambilalihan
tersebut, KPPU telah mengeluarkan hasil analisanya atas
pengambilalihan CAP oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
dalam Pendapat KPPU tertanggal 11 April 2017
(“Pendapat KPPU”), yang pada intinya menerangkan
bahwa tidak ada kekhawatiran dampak praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagai
akibat dari transaksi pengambilalihan tersebut. -----------
14.9.6 Bahwa selanjutnya, PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
mencoba untuk lebih proaktif dalam memahami
halaman 11 dari 36
SALINAN
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
terkait dengan notifikasi merger dengan mengikuti
sosialisasi-sosialisasi yang diadakan oleh KPPU, salah
satunya sosialisasi yang diadakan KPPU bekerjasama
dengan pihak otoritas Bursa Efek Indonesia (“BEI”) pada
tanggal 19 Juni 2017 yang lalu. -------------------------------
14.9.7 Bahwa uraian fakta dan kronologis diatas secara sangat
jelas telah menunjukkan tingkat kepatuhan dan
kerjasama yang sangat tinggi dari PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk terhadap mekanisme notifikasi
pengambilalihan perusahaan kepada KPPU. ----------------
14.9.8 Bahwa sama sekali tidak terlihat upaya untuk menunda-
nunda atau bahkan menyembunyikan fakta-fakta yang
ada terkait dengan pengambilalihan CAP oleh PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk. ------------------------------------------
14.9.9 Bahwa dengan demikian jelas bahwa tertundanya
pemberitahuan kepada KPPU terjadi bukan karena
kesengajaan ataupun karena adanya itikad tidak baik
dari PT Plaza Indonesia Realty, Tbk untuk menutup-
nutupi pengambilalihan CAP tersebut, melainkan lebih
karena adanya perbedaan penafsiran dalam memahami
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
hal mana sama sekali bukan merupakan suatu
kesengajaan yang dilakukan oleh pihak PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk.-------------------------------------------
14.9.10 Bahwa tidak terdapat indikasi persaingan usaha tidak
sehat yang diakibatkan oleh pengambilalihan CAP yang
dilakukan oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk, hal mana
turut ditegaskan oleh Pendapat yang dikeluarkan oleh
KPPU sendiri ------------------------------------------------------
15. Menimbang bahwa berdasarkan Keputusan Rapat Komisi, selanjutnya
Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor 03/KPPU/Pen/I/2018
tanggal 16 Januari 2018 tentang Pemeriksaan Lanjutan Perkara
Nomor 02/KPPU-M/2017 (vide bukti A11);------------------------------------
16. Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Lanjutan,
Komisi menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 04/KPPU/Kep.3/I/2018
halaman 12 dari 36
SALINAN
tanggal 16 Januari 2018 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai
Majelis Komisi pada Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 02/KPPU-
M/2017 (vide bukti A12); ---------------------------------------------------------
17. Menimbang bahwa Ketua Majelis Komisi Perkara Nomor 02/KPPU-
M/2017 menerbitkan Surat Keputusan Majelis Komisi Nomor
03/KMK/Kep/I/2018 tentang Jangka Waktu Pemeriksaan Lanjutan
Perkara Nomor 02/KPPU-M/2017, yaitu dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal 24 Januari
2018 sampai dengan tanggal 12 Februari 2018 (vide bukti A16); ---------
18. Menimbang bahwa Majelis Komisi telah menyampaikan Pemberitahuan
Pemeriksaan Lanjutan, Petikan Penetapan Pemeriksaan Lanjutan,
Petikan Surat Keputusan Majelis Komisi tentang Jangka Waktu
Pemeriksaan Lanjutan, dan Surat Pemberitahuan Jadwal Sidang
Majelis Komisi kepada Terlapor (vide bukti A14-A17);-----------------------
19. Menimbang bahwa pada tahap Pemeriksaan Lanjutan, Majelis Komisi
melaksanakan sidang Majelis Komisi untuk melakukan pemeriksaan
Terhadap Terlapor (vide bukti B4);----------------------------------------------
20. Menimbang bahwa pada tanggal 5 Februari 2018, Majelis Komisi
melaksanakan Sidang Majelis Komisi dengan agenda Pemeriksaan Alat
Bukti berupa surat dan atau dokumen (vide bukti B5);---------------------
21. Menimbang bahwa pada tanggal 12 Februari 2018, Majelis Komisi
melaksanakan Sidang Majelis Komisi dengan agenda Penyerahan
Kesimpulan Hasil Persidangan yang diajukan baik dari pihak
Investigator maupun pihak Terlapor (vide bukti B6); ------------------------
22. Menimbang bahwa Investigator menyerahkan Kesimpulan Hasil
Persidangan yang pada pokoknya memuat hal-hal sebagai berikut (vide
bukti I.3); ----------------------------------------------------------------------------
22.1 Analisa Unsur Pasal--------------------------------------------------------
22.1.1 Bahwa sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
bahwa dugaan pelanggaran Keterlambatan
Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Citra Asri
Property oleh PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk adalah
dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 dimana
dalam ketentuan Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 Jo.
Pasal 5 PP Nomor 57 Tahun 2010. Pasal 29 UU Nomor 5
Tahun 1999 pada pokoknya berbunyi: -----------------------
halaman 13 dari 36
SALINAN
Pasal 29(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau
pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalampasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilaipenjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukankepada Komisi, Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) harisejak tanggal penggabungan, peleburan ataupengambilalihan tersebut;
(2) Ketentuan tentang penetapan nilai asset dan atau nilaipenjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1), diatur dalam PeraturanPemerintah;
22.1.2 Bahwa sedangkan Pasal 5 PP Nomor 57 Tahun 2010
tersebut dinyatakan:---------------------------------------------
Pasal 5(1) Penggabungan Badan usaha, Peleburan Badan usaha,
atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yangberakibat nilai asset dan/nilai penjualannya melebihijumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertuliskepada komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejaktanggal telah berlaku efektif secara yuridis PenggabunganBadan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atauPengambilalihan Saham Perusahaan.
(2) Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)terdiri atas:(a) Nilai asset sebesar Rp. 2.500.000.000.000,00 (dua
triliun lima ratus miliar(b) Nilai penjualan sebesar Rp. 5.000.000.000.000,00
(lima triliun rupiah).(3) Bagi Pelaku Usaha di bidang perbankan kewajiban
menyampaikan pemberitahuan secara tertulissebagimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika nilaiasset melebihi Rp. 20.000.000.000.000,00 (dua puluhtriliun rupiah).
(4) Nilai aset dan/atau nilai penjualan sebagimana dimaksudpada ayat (2) dan ayat (3) dihitung berdasarkanpenjumlahan nilai aset dan nilai penjualan dari:(a) Badan Usaha hasil penggabungan, atau Badan
Usaha hasil peleburan, atau Badan Usaha Yangmengambilalih Saham perusahaan lain dan Badanusaha yang diambilalih; dan
(b) Badan Usaha yang secara langsung maupun tidaklangsung mengendalikan atau dikendalikan olehBadan Usaha hasil Penggabungan atau Badanusaha hasil peleburan, atau Badan Usaha yangmengambilalih saham perusahaan lain dan BadanUsaha yang diambilalih.
22.2 Bahwa selanjutnya apabila dirinci unsur – unsur ketentuan Pasal
29 UU Nomor 5 Tahun 1999 Jo Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010 tersebut maka dapat diuraikan sebagai
berikut: ----------------------------------------------------------------------
halaman 14 dari 36
SALINAN
22.2.1 Badan Usaha Pengambilalih;-----------------------------------
22.2.1.1 Bahwa dalam objek perkara a quo badan usaha
yang dimaksud dalam dugaan pelanggaran
dalam Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 Jo
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2010 adalah PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk
selaku pengambil alih;-------------------------------
22.2.1.2 PT Plaza Indonesia Realty, Tbk., yang
selanjutnya disebut PT Plaza Indonesia Realty,
Tbk pada awalnya didirikan dengan nama
PT Bimantara Eka Santosa berdasarkan Akta
No. 40 tanggal 5 November 1983 dibuat di
hadapan Winanto Wiryomartani, S.H., Notaris
di Jakarta yang telah disahkan oleh Menteri
Kehakiman Republik Indonesia dalam
Keputusan No. C2-6944-HT.01.01.th.84 tanggal
8 Desember 1984 serta telah diumumkan di
Berita Negara No. 95, Tambahan No. 1466
tanggal 28 November 1986. PT Bimantara Eka
Santosa kemudian berubah nama menjadi PT
Plaza Indonesia Realty, Tbk berdasarkan Akta
No. 129 tanggal 20 Desember 1990, dibuat di
hadapan Winanto Wiryomartani, S.H., Notaris
di Jakarta yang telah disahkan oleh Menteri
Kehakiman Republik Indonesia dalam
Keputusan No. C2-1852-HT.01.04-Th’91
tanggal 31 Mei 1991 serta telah diumumkan di
Berita Negara No. 65, Tambahan No. 2505
tanggal 13 Agustus 1991. Anggaran dasar
terakhir PT Plaza Indonesia Realty, Tbk. adalah
yang telah disesuaikan dengan peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan
Akta No. 34 tanggal 30 April 2015 yang dibuat
dihadapan Nanette Cahyanie Handari Adi
Warsito, S.H., Notaris di Jakarta yang telah
diterima dan dicatat Kementerian Hukum dan
halaman 15 dari 36
SALINAN
Hak Asasi Manusia RI sebagaimana dinyatakan
dalam Surat No. AHU-AH.01.03-0930881
tertanggal 11 Mei 2015 serta telah diumumkan
di Berita Negara No. 95, Tambahan No. 1601/L
tanggal 27 November 2015;-------------------------
22.2.2 Badan Usaha yang Diambilalih --------------------------------
22.2.2.1 Bahwa badan usaha yang diambil alih adalah
PT Citra Asri Property, yang selanjutnya
disebut CAP. PT Citra Asri Property merupakan
suatu perseroan yang didirikan dan
menjalankan kegiatan usaha menurut dan
berdasarkan hukum dan peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia. PT Citra Asri
Property didirikan berdasarkan Akta Pendirian
No. 001 tertanggal 1 Pebruari 2011, dibuat
dihadapan Eria Heryanti Poerwandini, S.H.,
Notaris di Jakarta, akta mana mendapat
persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan
Keputusan No. AHU-09669.AH.01.01.Tahun
2011 tertanggal 24 Pebruari 2011. Anggaran
Dasar PT Citra Asri Property adalah sesuai
dengan Akta Pendirian dan perubahan terakhir
dalam Akta Pernyataan Keputusan Para
Pemegang Saham PT Citra Asri Property Nomor
001 tertanggal 3 November 2014, dibuat
dihadapan Eria Heryanti Poerwandini, S.H.,
Notaris di Jakarta sebagaimana telah
diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan
Nomor Surat Penerimaan Pemberitahuan AHU-
39286.40.22.2014 tertanggal 4 November 2014,
dimana didalamnya termasuk perubahan nama
PT Citra Asri Property menjadi PT Plaza
Indonesia Urban. -------------------------------------
22.2.3 Nilai Aset;----------------------------------------------------------
halaman 16 dari 36
SALINAN
22.2.3.1 Bahwa nilai asset dan penjualan PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk dan anak perusahaannya
di Indonesia dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun
terakhir (audited) dinyatakan dalam rupiah
adalah: -------------------------------------------------
NamaPerusahaan
PLAZA INDONESIA REALTY (100.00 %)
Aset Sales
31 Desember (dalam Rp)
2011 4,232,841,288,000 909,589,677,0002012 3,950,266,763,000 1,709,975,626,0002013 4,126,804,890,000 1,393,191,548,00022.2.3.2 Bahwa nilai penjualan dan aset CAP dalam
kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir dinyatakan
dalam rupiah adalah: --------------------------------
Nama Perusahaan
CITRA ASRI PROPERTY (100.00%)
Aset Sales
Dalam Rp (31 Desember)
2011 10,862,664,330 0
2012 9,691,242,827 0
2013 9,671,440,320 0
22.2.4 Analisa Batasan Nilai; -------------------------------------------
22.2.4.1 Bahwa batasan nilai untuk melakukan
pemberitahuan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan Komisi sebagaimana diatur
dalam Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 57 Tahun
2010 adalah: ------------------------------------------
22.2.4.2 Bahwa nilai aset badan usaha hasil
penggabungan atau peleburan atau
pengambilalihan melebihi
Rp. 2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima
ratus miliar rupiah); dan/atau; --------------------
22.2.4.3 Bahwa nilai penjualan (omzet) badan usaha
hasil penggabungan atau peleburan atau
pengambilalihan melebihi
Rp. 5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
halaman 17 dari 36
SALINAN
22.3 Bahwa nilai penjualan dan/atau aset hasil penggabungan atau
peleburan atau pengambilalihan adalah jumlah nilai penjualan
dan/atau aset yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai
penjualan dan/atau aset tahun terakhir yang telah diaudit dari
masing masing pihak yang melakukan penggabungan, peleburan,
dan pengambilalihan ditambah dengan nilai penjualan dan/atau
aset dari seluruh badan usaha yang secara langsung maupun
tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh badan
usaha yang melakukan penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan; (Perkom Nomor 2 Tahun 2013). --------------------
22.4 Bahwa nilai aset gabungan dari badan usaha pengambilalih
dengan badan usaha yang diambilalih per 31 Desember 2013
adalah sebesar Rp. 4,136,476,330,320,- (empat trilyun seratus
tiga puluh enam milyar empat ratus tujuh puluh enam juta tiga
ratus tiga puluh ribu tiga ratus dua puluh rupiah); telah melebihi
batasan nilai aset Rp. 2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima
ratus miliar rupiah). -------------------------------------------------------
22.5 Bahwa dengan adanya frasa kata hubung “dan atau” pada
batasan nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) PP
Nomor 57 Tahun 2010 memiliki arti bersifat kumulatif maupun
sifat fakultatif yang berarti bisa keduanya atau salah satunya; ----
22.6 Bahwa dengan melebihinya nilai aset gabungan dari badan usaha
pengambilalih dengan badan usaha yang diambilalih dari
batasan nilai, maka PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk memiliki
kewajiban untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan
saham kepada KPPU. ------------------------------------------------------
22.7 Bahwa berdasarkan fakta yang telah diuraikan sebelumnya maka
dapat diuraikan analisa terkait dugaan pelanggaran
Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Citra
Asri Property oleh PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk sebagi berikut:--------
22.8 Bahwa pelaku usaha harus melakukan pemberitahuan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan telah berlaku efektif secara
yuridis;
22.9 Bahwa tanggal penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
telah berlaku efektif secara yuridis untuk badan usaha yang
halaman 18 dari 36
SALINAN
berbentuk Perseroan Terbatas, sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 133 UU Nomor 40 Tahun 2007 pada bagian Penjelasan
adalah tanggal:--------------------------------------------------------------
22.9.1 Bahwa persetujuan menteri atas perubahan anggaran
dasar dalam terjadi penggabungan;---------------------------
22.9.2 Bahwa pemberitahunan diterima Menteri baik dalam hal
terjadi perubahaan Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU Nomor 40
Tahun2007 maupun yang tidak disertai perubahaan
anggaran dasar; dan; --------------------------------------------
22.9.3 Bahwa pengesahaan Menteri atas Akta Pendirian
Perseroan Terbatas dalam hal terjadi Peleburan; -----------
22.10 Bahwa berdasarkan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor: AHU-39286.40.22.2014 tanggal 4 November
2014 perihal Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran
Dasar PT. Citra Asri Property, diketahui bahwa pengambilalihan
saham perusahaan PT. Citra Asri Property oleh PT. Plaza
Indonesia Realty, Tbk berlaku efektif secara yuridis pada tanggal
4 November 2014. ----------------------------------------------------------
22.11 Bahwa dalam Pasal 8 PP Nomor 57 Tahun 2010 Ayat (1)
mengatur mengenai pemberitahuan secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan
cara mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh Komisi. -----------
22.12 Bahwa Formulir Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan Badan
Usaha, dan Pengambilalan Saham Perusahaan diatur dalam
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10 Tahun
2010 sebagai berikut: ------------------------------------------------------
Pasal 1Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan (1) Formulir Pemberitahuanadalah pemberitahuan resmi yang wajib disampaikan oleh PelakuUsaha kepada Komisi, apabila Penggabungan atau Peleburan BadanUsaha atau Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dilakukanmengakibatkan nilai aset atau nilai penjualannya melebihi jumlah nilaiyang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha danPengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat MengakibatkanTerjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasal 2(1) Formulir Pemberitahuan terdiri atas:
a. Formulir Pemberitahuan Penggabungan Badan Usaha (Form
halaman 19 dari 36
SALINAN
M1);b Formulir Pemberitahuan Peleburan Badan Usaha (Form K1);c. Formulir Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan
(Form A1).(2) Formulir Pemberitahuan adalah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.
22.13 Bahwa berdasarkan pasal 8 PP Nomor 57 Tahun 2010 dan
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10 Tahun
2010, surat PT Plaza Indonesia Realty, Tbk perihal Laporan
Pengambilalihan saham PT. Citra Asri Property tidak memenuhi
ketentuan pemberitahuan kepada Komisi. -----------------------------
22.14 Bahwa PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk baru melakukan
pelaporan kepada KPPU berdasarkan formulir pelaporan akuisisi
saham ke KPPU dengan Nomor Register A12416 pada tanggal 13
Mei 2016; --------------------------------------------------------------------
22.15 Bahwa formulir yang disampaikan oleh PT. Plaza Indonesia
Realty, Tbk tertanggal 13 Mei 2016 sudah memenuhi ketentuan
pemberitahuan. -------------------------------------------------------------
22.16 Bahwa berdasarkan penghitungan hari kalender, pemberitahuan
pengambilalihan saham perusahaan PT. Citra Asri Property
seharusnya diberitahukan kepada Komisi paling lambat pada
tanggal 15 Desember 2014.----------------------------------------------
22.17 Bahwa PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk Total terlambat
melakukan pemberitahuan kepada Komisi selama 345 (tigaratus empat puluh lima) hari kerja; -----------------------------------
22.18 Bahwa dengan demikian pengambilalihan saham oleh PT. Plaza
Indonesia Realty, Tbk telah melebihi jumlah tertentu
halaman 20 dari 36
SALINAN
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 jo.
Pasal 5 PP Nomor 57 Tahun 2010. --------------------------------------
22.19 Bahwa berdasarkan analisa sebagaimana dijabarkan diatas,
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk telah melakukan pelanggaran
terhadap Pasal 29 UU No. 5/1999, oleh karena itu Pasal 6 PP
Nomor 57 Tahun 2010 dapat dikenakan kepada PT. Plaza
Indonesia Realty, Tbk. -----------------------------------------------------
22.20 Berdasarkan alat bukti, proses pemeriksaan pendahuluan dan
lanjutan serta analisis unsur pasal diatas, Tim Investigator
menyimpulkan terdapat dugaan pelanggaran Keterlambatan
ketentuan Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 Jo Pasal 5 PP
Nomor 57 Tahun 2010 yang dilakukan oleh PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk. ------------------------------------------------------------------
23. Menimbang bahwa Terlapor menyerahkan Kesimpulan Hasil
Persidangan yang pada pokoknya memuat hal-hal sebagai berikut (vide
bukti T.5); ---------------------------------------------------------------------------
23.1 Bahwa dalam kaitannya dengan pengambilalihan, PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk telah melakukan penyampaian notifikasi
akuisisi saham CAP kepada KPPU pada tanggal 13 Mei 2016
segera setelah menerima surat pemberitahuan dari KPPU
tertanggal 9 Mei 2016 yang diterima melalui kurir pada tanggal
10 Mei 2016. ----------------------------------------------------------------
23.2 Bahwa terkait dugaan keterlambatan pemberitahuan, PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk telah mengikuti jalannya proses
pemeriksaan Perkara Aquo dan bekerja sama secara penuh
dengan KPPU sejak proses penyelidikan hingga dimulainya proses
pemeriksaan pendahuluan pada tanggal 15 Januari 2018 hingga
berakhirnya pada tanggal 23 Januari 2018, serta proses
pemeriksaan lanjutan yang berlangsung sejak tanggal 24 Januari
2018 hingga saat ini;-------------------------------------------------------
23.3 Bahwa dengan ini PT Plaza Indonesia Realty, Tbk tetap mengacu
pada tanggapan yang disampaikan atas Laporan Dugaan
Pelanggaran Pasal 29 UU No. 5/1999 (“Tanggapan LKP”) yang
telah disampaikan kepada Majelis Komisi di muka persidangan
Perkara Aquo pada tanggal 22 Januari 2018 yang lalu, yang
sekali lagi kami lampirkan sebagai bagian tak terpisahkan dari
halaman 21 dari 36
SALINAN
kesimpulan ini, yang pada intinya memuat fakta-fakta dan
penjelasan sebagai berikut: -----------------------------------------------
a. Bahwa tertundanya penyampaian pemberitahuan
Pengambilalihan terjadi sama sekali bukan karena adanya
faktor kesengajaan dengan maksud untuk menutupi tindakan
korporasi akusisi yang dilakukan oleh PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk karena PT Plaza Indonesia Realty, Tbk merupakan
perusahaan publik yang wajib melakukan keterbukaan
informasi untuk setiap tindakan korporasi yang dilakukan
dan PT Plaza Indonesia Realty, Tbk selalu menyampaikan
keterbukaan informasi kepada publik terhadap segala
tindakan korporasi yang dilakukannya; ---------------------------
b. Bahwa PT Plaza Indonesia Realty, Tbk pada saat itu sama
sekali belum mengetahui adanya kewajiban penyampaian
pemberitahuan sehubungan dengan akuisisi kepada KPPU
yang berakibat tertundanya penyampaian pemberitahuan,
dimana selanjutnya hal ini telah diperbaiki dengan segera
oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk setelah mendapatkan
pemberitahuan secara tertulis dari KPPU; ------------------------
c. Bahwa sebagaimana disebutkan dalam resital 9.a dari LKP,
nilai transaksi pengambilalihan CAP oleh PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk adalah sebesar Rp 9.990.000.000,- (sembilan
miliar sembilan ratus sembilan puluh juta Rupiah)
merupakan nilai yang sangat minim, serta ditambah porsi
pangsa pasar PT Plaza Indonesia Realty, Tbk yang hanya
sebesar 0,01% sebagaimana disampaikan dalam Pendapat
KPPU yang sangat kecil apabila dibandingkan pelaku usaha
lainnya, semakin membuktikan bahwa Pengambilalihan ini
tidak memberikan dampak hukum ataupun komersial
apapun yang merugikan kepada pihak-pihak manapun. -------
d. Bahwa atas Pengambilalihan, KPPU telah mengeluarkan hasil
penilaian yang positif, yang pada intinya menyimpulkan
sebagai berikut: --------------------------------------------------------
Komisi menyimpulkan tidak terdapat dugaan adanya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang
diakibatkan oleh pengambilalihan saham tersebut dengan
pertimbangan sebagai berikut:---------------------------------------
halaman 22 dari 36
SALINAN
(1) Bahwa tidak adanya tumpang tindih (horizontal overlap)
antara para pihak, maka tidak ada perubahan pada
struktur persaingan dalam bidang usaha kedua
perusahaan yang melakukan transaksi akuisisi di
Indonesia. Transaksi yang terjadi bersifat konglomerasi
usaha dimana pasar bersangkutannya cukup luas
meliputi wilayah Jabodetabek dan merupakan kegiatan
usaha yang baru akan dilaksanakan (new entrant)
dimasa mendatang; ---------------------------------------------
(2) Bahwa dengan tidak adanya perubahan pangsa pasar
dan konsentrasi pasar maka transaksi saham
perusahaan CAP oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
tidak menimbulkan kekhawatiran adanya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; ---------------
(3) Bahwa dengan mempertimbangkan hasil analisa dampak
transaksi maka transaksi pengambilalihan saham
perusahaan CAP oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
tidak menimbulkan kekhawatiran adanya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.”;--------------
e. Bahwa lebih lanjut kondisi operasional perusahaan yang
diambilalih saat ini telah berhenti dan proyek tidak lagi
berjalan, sehingga proyek tersebut tidak dapat menghasilkan
keuntungan sesuai yang diharapkan sebelumnya, bahkan
biaya pemesanan yang sudah diterima harus dikembalikan.
PT Plaza Indonesia Realty, Tbk sendiri saat ini
mempertimbangkan untuk menjual proyek tersebut kepada
investor yang berminat untuk mengurangi beban finansial PT
Plaza Indonesia Realty, Tbk akibat adanya biaya yang
dikeluarkan untuk aset yang tidak produktif, seperti beban
pajak, upah tenaga kerja, dsb ---------------------------------------
23.4 Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di atas secara
substansial PT Plaza Indonesia Realty, Tbk telah memenuhi
kewajiban pelaporannya kepada KPPU, dan hasil penilaian dari
KPPU sendiri telah menegaskan dan membuktikan bahwa
pengambilalihan CAP oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan UU No. 5/1999,
halaman 23 dari 36
SALINAN
dan tertundanya pelaporan transaksi Pengambilalihan adalah
sama sekali tidak disengaja dan murni bahwa PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk pada saat itu belum mengetahui adanya kewajiban
penyampaian pemberitahuan pengambilalihan, yang dengan
sendirinya sudah diperbaiki dengan penyampaian pemberitahuan
kepada KPPU. ---------------------------------------------------------------
23.5 Bahwa selanjutnya berdasarkan fakta-fakta serta tanggapan-
tanggapan yang disampaikan oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
atas pertanyaan–pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Komisi
dan Investigator KPPU dalam persidangan pemeriksaan lanjutan,
terdapat beberapa fakta yang hendak disampaikan oleh PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk sebagai berikut : --------------------------------
a. Bahwa dalam melakukan proses pengambilalihan CAP,
PT Plaza Indonesia Realty, Tbk selaku perusahaan terbuka
telah memenuhi kewajiban berdasarkan peraturan UUPT,
OJK, dan BEI, namun pada saat itu PT Plaza Indonesia
Realty, Tbk sama sekali belum mengetahui adanya kewajiban
pelaporan kepada KPPU. Sama sekali tidak ada kesengajaan
dari pihak PT Plaza Indonesia Realty, Tbk untuk tidak
melakukan pemberitahuan Pengambilalihan kepada KPPU.
Apabila PT Plaza Indonesia Realty, Tbk menyadari adanya
kewajiban tersebut, maka dapat dipastikan bahwa PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk akan langsung melakukan
menyampaikan pemberitahuan kepada KPPU. Hal ini
dibuktikan ketika PT Plaza Indonesia Realty, Tbk langsung
secara responsif menyampaikan notifikasi segera setelah
mendapatkan pemberitahuan tertulis dari KPPU; ---------------
b. Bahwa tindakan Pengambilalihan CAP yang dilakukan oleh
PT Plaza Indonesia Realty, Tbk tersebut merupakan
Pengambilalihan yang pertama kali dilakukan oleh PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk, dimana seluruh proses
Pengambilalihan dillakukan secara internal oleh PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk sendiri tanpa melibatkan pihak kuasa
hukum eksternal; -----------------------------------------------------
c. Bahwa PT Plaza Indonesia Realty, Tbk sama sekali belum
mengetahui mengenai kewajiban penyampaian
halaman 24 dari 36
SALINAN
pemberitahuan kepada KPPU sebagaimana diatur dalam PP
57/2010 dan Perkom No. 3/2012 karena transaksi
Pengambilalihan ini adalah transaksi yang baru pertama
kami dilakukan oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk, dan
pemahaman yang benar atas kewajiban tersebut justru
diperoleh oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk setelah
menerima pemberitahuan tertulis dari KPPU pada tanggal 10
Mei 2016. ----------------------------------------------------------------
23.6 Bahwa dengan ini sekali lagi PT Plaza Indonesia Realty, Tbk
hendak mengucapkan terima kasih dan menyampaikan apresiasi
yang sebesar-besarnya atas pemberitahuan serta arahan KPPU
kepada PT Plaza Indonesia Realty, Tbk terkait dengan ketentuan
pelaporan dalam transaksi Pengambilalihan, sehingga PT Plaza
Indonesia Realty, Tbk dapat segera melakukan tindakan korektif
dengan menyampaikan pemberitahuan atas transaksi
Pengambilalihan sebagai wujud tindakan pemenuhan ketentuan
UU No. 5/1999. -------------------------------------------------------------
23.7 Bahwa selanjutnya PT Plaza Indonesia Realty, Tbk sebagai
perusahaan publik yang menjunjung tinggai azas “Good
Corporate Governance” sekali lagi menegaskan bahwa didalam
menjalankan usahanya, PT Plaza Indonesia Realty, Tbk selalu
menjunjung tinggi azas kepatuhan dan tunduk pada segala
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk diantaranya ketentuan UU No. 5/1999 dan PP
57/2010. ---------------------------------------------------------------------
23.8 Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang kami
sampaikan di atas, kami memohon dengan segala hormat agar
Majelis Komisi dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya. --
23.9 Bahwa demikian PT Plaza Indonesia Realty, Tbk menyampaikan
Kesimpulan ini kepada Majelis Komisi. Atas pertimbangan positif
dari Majelis Komisi, kami mengucapkan terima kasih. --------------
24. Menimbang bahwa setelah berakhirnya jangka waktu Pemeriksaan
Lanjutan, Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor
05/KPPU/Pen/II/2018 tanggal 12 Februari 2018 tentang Musyawarah
Majelis Komisi Perkara Nomor 02/KPPU-M/2017 (vide bukti A21);-------
halaman 25 dari 36
SALINAN
25. Menimbang bahwa untuk melaksanakan Musyawarah Majelis Komisi,
Komisi menerbitkan Keputusan Komisi Nomor
07/KPPU/Kep.3/II/2018 tanggal 12 Februari 2018 tentang Penugasan
Anggota Komisi sebagai Majelis Komisi pada Musyawarah Majelis
Komisi Perkara Nomor 02/KPPU-M/2017 (vide bukti A22); ----------------
26. Menimbang bahwa Majelis Komisi telah menyampaikan Petikan
Penetapan Musyawarah Majelis Komisi kepada Terlapor (vide bukti
A24);----------------------------------------------------------------------------------
27. Menimbang bahwa setelah melaksanakan Musyawarah Majelis Komisi,
Majelis Komisi menilai telah memiliki bukti dan penilaian yang cukup
untuk mengambil putusan; ------------------------------------------------------
TENTANG HUKUM
Setelah mempertimbangkan Laporan Keterlambatan Pemberitahuan,
Tanggapan Terlapor terhadap Laporan Keterlambatan Pemberitahuan,
keterangan Terlapor, surat-surat dan atau dokumen, Kesimpulan Hasil
Persidangan yang disampaikan baik oleh Investigator maupun Terlapor
(selanjutnya disebut sebagai fakta persidangan), Majelis Komisi menilai,
menganalisis, menyimpulkan dan memutuskan perkara berdasarkan alat
bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran
terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang diduga dilakukan oleh
Terlapor dalam Perkara Nomor 02/KPPU-M/2017. Dalam melakukan
penilaian dan analisis, Majelis Komisi menguraikan dalam beberapa bagian,
yaitu: --------------------------------------------------------------------------------------
1. Tentang Objek Perkara dan Dugaan Pelanggaran;----------------------------
2. Tentang Identitas Terlapor; -------------------------------------------------------
3. Tentang Pengambilalihan Saham PT Citra Asri Property oleh Terlapor;---
4. Tentang Nilai Aset dan atau Nilai Penjualan setelah Pengambilalihan
Saham; -------------------------------------------------------------------------------
5. Tentang Keterlambatan Melakukan Pemberitahuan kepada Komisi; -----
6. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010; -------
Berikut uraian masing-masing bagian sebagaimana tersebut di atas;----------
halaman 26 dari 36
SALINAN
1. Tentang Objek Perkara dan Dugaan Pelanggaran;---------------------------1.1. Bahwa Objek Perkara a quo adalah keterlambatan pemberitahuan
pengambilalihan saham (Akuisisi) PT. Citra Asri Property (Plaza
Indonesia Urban) Oleh Terlapor;-------------------------------------------
1.2. Bahwa Terlapor diduga melanggar Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun
1999 jo. Pasal 5 PP Nomor 57 Tahun 2010; -----------------------------
2. Tentang Identitas Terlapor; ------------------------------------------------------------Bahwa Majelis Komisi menilai Identitas Terlapor adalah sebagai berikut:
2.1 Terlapor: PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk, didirikan dengan nama
PT Bimantara Eka Santosa berdasarkan Akta No. 40 tanggal 5
November 1983 dibuat di hadapan Winanto Wiryomartani, S.H.,
Notaris di Jakarta yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dalam Keputusan No. C2-6944-HT.01.01.th.84
tanggal 8 Desember 1984 serta telah diumumkan di Berita Negara
No. 95, Tambahan No. 1466 tanggal 28 November 1986. PT
Bimantara Eka Santosa kemudian berubah nama menjadi PT
Plaza Indonesia Realty, Tbk berdasarkan Akta No. 129 tanggal 20
Desember 1990, dibuat di hadapan Winanto Wiryomartani, S.H.,
Notaris di Jakarta yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dalam Keputusan No. C2-1852-HT.01.04-Th’91
tanggal 31 Mei 1991 serta telah diumumkan di Berita Negara No.
65, Tambahan No. 2505 tanggal 13 Agustus 1991. Anggaran dasar
terakhir Terlapor telah disesuaikan dengan peraturan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Akta No. 34 tanggal 30 April
2015 yang dibuat dihadapan Nanette Cahyanie Handari Adi
Warsito, S.H., Notaris di Jakarta yang telah diterima dan dicatat
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI sebagaimana
dinyatakan dalam Surat No. AHU-AH.01.03-0930881 tertanggal 11
Mei 2015 serta telah diumumkan di Berita Negara No. 95,
Tambahan No. 1601/L tanggal 27 November 2015;--------------------
2.2 Dalam prakteknua, Terlapor melakukan kegiatan usaha antara
lain terkait dengan penyewaan ruang pusat perbelanjaan dan
perkantoran, perhotelan dan penjualan apartemen; -------------------
3. Tentang Pengambilalihan Saham PT Citra Asri Property olehTerlapor; ------------------------------------------------------------------------------
halaman 27 dari 36
SALINAN
3.1 Bahwa berdasarkan fakta persidangan, Terlapor selaku badan
usaha pengambilalih awalnya berdiri dengan nama PT Bimantara
Eka Sentosa pada tahun 1983, kemudian pada tahun 1990
berubah nama menjadi PT Plaza Indonesia Realty, Tbk (Vide B4); --
3.2 Bahwa komposisi pemegang saham dari badan usaha
pengambilalih (Terlapor) adalah: ------------------------------------------
3.2.1 PT Bumi Serpong Damai, Tbk sebesar 34.22 %; -------------
3.2.2 PT MNC Land, Tbk sebesar 25.71 %; ---------------------------
3.2.3 USB AG Singapore S/A Nexus Solution PTE LTD-
2091144418 sebesar 19.97 %; ----------------------------------
3.2.4 Dan Masyarakat sebesar 10.54 %;------------------------------
3.3 Bahwa terlapor melakukan akuisisi/ transaksi pengambilalihan
saham terhadap PT Citra Asri Property pada tanggal 3 Oktober2014 (Vide C1);---------------------------------------------------------------
3.4 Berdasarkan fakta persidangan, terlapor mengambilalih 99,99%saham senilai Rp 9.990.000.000,- (Sembilan miliar sembilan
ratus sembilan puluh juta rupiah) dari total saham milik PT Citra
Asri Property (Vide L15); ----------------------------------------------------
3.5 Bahwa komposisi pemegang saham PT Citra Asri Property sebelum
dan sesudah Pengambilalihan Saham oleh Terlapor sebagai
berikut; ------------------------------------------------------------------------
3.5.1 Bahwa komposisi pemegang saham PT Citra Asri Property
sebelum terjadinya pengambilalihan saham oleh Terlapor
adalah sebagai berikut: -------------------------------------------
3.5.1.1 PT Duta Karya Cipta dengan modal disetor
sebesar 99,99 % dengan nilai nominal sebesar
Rp. 9.990.000.000,-; ----------------------------------
3.5.1.2 PT Island Resort Development dengan modal
disetor sebesar 0.01 % dengan nilai nominal
sebesar Rp. 10.000.000,-; ----------------------------
3.5.2 Bahwa komposisi pemegang saham PT Citra Asri Property
setelah terjadinya Pengambilalihan saham oleh Terlapor
adalah sebagai berikut: -------------------------------------------
3.5.2.1 PT. Plaza Indonesia Realty, Tbk dengan modal
disetor sebesar 99,99 % dengan nilai nominal
sebesar Rp. 9.990.000.000,-; ------------------------
halaman 28 dari 36
SALINAN
3.5.2.2 PT Island Resort Develompment dengan modal
disetor sebesar 0.01 % dengan nilai nominal
sebesar Rp. 10.000.000,-; ----------------------------
3.6 Bahwa atas pengambilalihan saham tersebut, KPPU melalui
Direktorat Merger menyampaikan surat kepada Terlapor terkait
dengan kewajiban menyampaikan pemberitahuan kepada KPPU
dan diterima oleh terlapor pada tanggal 10 Mei 2016 (Vide
L11,L29);-----------------------------------------------------------------------
3.7 Bahwa dalam Pasal 8 PP Nomor 57 Tahun 2010 Ayat (1) mengatur
mengenai pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan cara mengisi
formulir yang telah ditetapkan oleh Komisi;-----------------------------
3.8 Bahwa Formulir Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan Badan
Usaha, dan Pengambilalan Saham Perusahaan diatur dalam
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10 Tahun
2010 sebagai berikut; -------------------------------------------------------
Pasal 1Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan (1) Formulir Pemberitahuanadalah pemberitahuan resmi yang wajib disampaikan oleh Pelaku Usahakepada Komisi, apabila Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha atauPengambilalihan Saham Perusahaan yang dilakukan mengakibatkan nilaiaset atau nilai penjualannya melebihi jumlah nilai yang ditentukan dalamPeraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atauPeleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan YangDapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan UsahaTidak Sehat.
Pasal 2(1) Formulir Pemberitahuan terdiri atas:
a. Formulir Pemberitahuan Penggabungan Badan Usaha (Form M1);
b Formulir Pemberitahuan Peleburan Badan Usaha (Form K1);
c. Formulir Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan(Form A1).
(2) Formulir Pemberitahuan adalah sebagaimana tercantum dalamLampiran Peraturan ini.
3.9 Bahwa atas surat dari Direktorat Merger KPPU tersebut, terlapor
menyampaikan pemberitahuan pengambilalihan saham secara
resmi kepada KPPU pada tanggal 13 Mei 2016 (Vide L11, L26,
L29); ----------------------------------------------------------------------------------
3.10 Bahwa berdasarkan penghitungan hari kalender, pemberitahuan
pengambilalihan saham perusahaan PT. Citra Asri Property
halaman 29 dari 36
SALINAN
seharusnya diberitahukan kepada Komisi paling lambat pada
tanggal 15 Desember 2014 (Vide C1,L15); ------------------------------
3.11 Bahwa diperoleh bukti formulir Tanda Terima Pemberitahuan
Pengambilalihan Saham Oleh Terlapor Kepada Komisi Pengawas
Persaingan Usaha secara resmi Tertanggal 13 Mei 2016 dengan
nomer register A12416 (Vide L15);----------------------------------------
3.12 Bahwa Majelis Komisi menilai telah terjadi pengambilalihan saham
PT Citra Asri Property yang telah berlaku efektif secara yuridis
pada tanggal 4 November 2014 sesuai dengan Surat Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-39286.40.22.2014
perihal Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan
PT Citra Asri Property (Vide C1);-------------------------------------------
4. Tentang Nilai Aset dan atau Nilai Penjualan setelah pengambilalihansaham; -----------------------------------------------------------------------------------------4.1 Bahwa berdasarkan fakta persidangan, Terlapor mengambilalih
99,99% saham senilai Rp 9.990.000.000,- (Sembilan miliar
sembilan ratus sembilan puluhjuta rupiah) dari total saham milik
PT Citra Asri Property ;------------------------------------------------------
4.2 Bahwa menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang Undang
Nomor 5 Tahun 1999, Pelaku Usaha wajib untuk melakukan
pemberitahuan pengambilalihan saham kepada Komisi jika
berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah
tertentu; -----------------------------------------------------------------------
4.3 Bahwa menurut ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang Undang
Nomor 5 Tahun 1999, ketentuan tentang penetapan nilai aset dan
atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010; -----------------------------------------------------
4.4 Bahwa menurut ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010, batasan nilai untuk melakukan
pemberitahuan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
kepada Komisi adalah; ------------------------------------------------------
4.4.1 Nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau
peleburan atau pengambilalihan melebihi Rp
2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar
rupiah); dan/atau;-------------------------------------------------
halaman 30 dari 36
SALINAN
4.4.2 Nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil penggabungan
atau peleburan atau pengambilalihan melebihi
Rp 5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);--------------
4.5 Bahwa nilai aset hasil penggabungan dari badan usaha Terlapor
dengan PT Citra Asri Property per 31 Desember 2013 adalah
sebesar Rp. 4,136,476,330,320,- (empat triliun seratus tiga
puluh enam milyar empat ratus tujuh puluh enam juta tiga ratus
tiga puluh ribu tiga ratus dua puluh rupiah), telah melebihi
batasan nilai aset Rp. 2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima
ratus miliar rupiah); ---------------------------------------------------------
4.6 Bahwa Majelis Komisi menilai dengan adanya frasa kata hubung
“dan atau” pada batasan nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 5
ayat (2) PP Nomor 57 Tahun 2010 memiliki arti bersifat kumulatif
maupun sifat fakultatif yang berarti bisa keduanya atau salah
satunya; -----------------------------------------------------------------------
4.7 Bahwa Majelis Komisi menilai dengan melebihinya nilai aset
gabungan dari badan usaha pengambilalih dengan badan usaha
yang diambilalih dari batasan nilai, maka Terlapor memiliki
kewajiban untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan
saham kepada KPPU sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1)
UU No. 5 Tahun 1999; ------------------------------------------------------
5. Tentang Keterlambatan Melakukan Pemberitahuan Kepada Komisi;5.1 Bahwa berdasarkan fakta persidangan, terlapor telah
menyampaikan pemberitahuan pengambilalihan saham secara
resmi kepada KPPU pada tanggal 13 Mei 2016 (Vide L15); ----------
5.2 Bahwa terlapor menyampaikan dalam persidangan, terkait dengan
keterlambatan ini disebabkan oleh adanya ketidakpahaman terkait
ketentuan mengenai kewajiban pelaporan terkait dengan proses
akuisisi kepada KPPU (Vide B4);-------------------------------------------
5.3 Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Komisi
Nomor 4 Tahun 2012, Badan usaha yang melakukan
Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan
Saham Perusahaan wajib menyampaikan Pemberitahuan kepada
Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal
Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan
Saham Perusahaan telah berlaku efektif secara yuridis; --------------
halaman 31 dari 36
SALINAN
5.4 Majelis Komisi menilai Terlapor telah melakukan pengambilalihan
saham PT. Citra Asri Property (Plaza Indonesia Urban) yang
berlaku efektif secara yuridis sejak tanggal 4 November 2014
berdasarkan Surat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum
Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor: AHU-39286.40.22.2014 maka wajib melaporkan
selambat-lambatnya terhitung 30 hari kerja sejak tanggal efektif
yuridis pengambilalihan saham kepada KPPU yaitu pada tanggal
15 Desember 2014.; ---------------------------------------------------------
5.5 Bahwa Majelis Komisi menilai Terlapor baru melakukan
pemberitahuan kepada KPPU pada tanggal 13 Mei 2016
berdasarkan pada formulir pelaporan akuisisi saham dengan
nomor register A12416, sehingga Terlapor telah melakukan
keterlambatan dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan
selama 345 (tiga ratus empat puluh lima hari kerja); ------------------
6. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun1999; ---------------------------------------------------------------------------------------6.1 Menimbang bahwa Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 mengatur hal-hal sebagai berikut: ---------------------------------
6.1.1 “Penggabungan atau Peleburan badan Usaha, ataupengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalamPasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilaipenjualannya melebihi jumlah tertentu, wajibmemberitahukan kepada Komisi selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan,atau pengambilalihan tersebut”----------------------------------
6.1.2 “Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilaipenjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) diatur dalam PeraturanPemerintah; ---------------------------------------------------------
6.2 Menimbang bahwa untuk membuktikan terjadi atau tidak
terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 29 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi mempertimbangkan unsur-
unsur sebagai berikut; ------------------------------------------------------
6.3 Unsur pengambilalihan saham (sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999); ----------------------
6.3.1 Bahwa Pasal 28 ayat (2) mengatur ”Pelaku usaha dilarang
melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
halaman 32 dari 36
SALINAN
apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”;
6.3.2 Bahwa Pasal 28 ayat (3) mengatur “Ketentuan lebih lanjut
mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan
ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam
Peraturan Pemerintah”;--------------------------------------------
6.3.3 Bahwa Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lanjut
hal-hal yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(3) dan Pasal 29 ayat (2) adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010; -------------------------------------------
6.3.4 Bahwa yang dimaksud dengan pengambilalihan
berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010 adalah “Perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambilalih saham
badan usaha yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas badan usaha tersebut”; -------------------------
6.3.5 Bahwa berdasarkan uraian pada Butir 3 Tentang
Pengambilalihan Saham PT Citra Asri Property oleh
Terlapor, telah terjadi pengambilalihan saham
berdasarkan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor AHU-39286.40.22.2014 perihal
Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan PT
Citra Asri Property; ------------------------------------------------
6.3.6 Bahwa dengan demikian unsur pengambilalihan saham
terpenuhi; ----------------------------------------------------------
6.4 Unsur nilai aset dan atau nilai penjualan yang melebihi jumlah
tertentu; -----------------------------------------------------------------------
6.4.1 Bahwa berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Undang Undang
Nomor 5 Tahun 1999, ketentuan tentang penetapan nilai
aset dan atau nilai penjualan serta tatacara
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah; ---------------------------
6.4.2 Bahwa Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang
penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata
halaman 33 dari 36
SALINAN
cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010; --------------
6.4.3 Bahwa menurut ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, batasan nilai untuk
melakukan pemberitahuan Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan kepada Komisi adalah;-----------------------
6.4.4 Bahwa nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau
peleburan atau pengambilalihan melebihi Rp
2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar
rupiah); atau--------------------------------------------------------
6.4.5 Bahwa nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil
penggabungan atau peleburan atau pengambilalihan
melebihi Rp 5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah); --
6.4.6 Bahwa nilai aset gabungan dari badan usaha Terlapor
dengan PT Citra Asri Property per 31 Desember 2013
adalah sebesar Rp. 4,136,476,330,320,- (empat trilyun
seratus tiga puluh enam milyar empat ratus tujuh puluh
enam juta tiga ratus tiga puluh ribu tiga ratus dua puluh
rupiah); telah melebihi batasan nilai aset Rp.
2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar
rupiah); --------------------------------------------------------------
6.4.7 Bahwa berdasarkan nilai aset dan atau nilai penjualan
sebagaimana disebutkan pada butir 4.4. dan butir 4.5.
serta uraian Tentang Nilai Aset dan atau Nilai Penjualan
setelah Pengambilalihan Saham, pengambilalihan saham
PT Citra Asri Property oleh Terlapor telah mengakibatkan
nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah
tertentu; -------------------------------------------------------------
6.4.8 Bahwa dengan demikian unsur nilai aset dan/atau nilai
penjualan yang melebihi jumlah tertentu terpenuhi.--------
6.5 Unsur keterlambatan melakukan pemberitahuan kepada Komisi; --
6.5.1 Bahwa berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1999, Pengambilalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 yang berakibat
nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah
tertentu, wajib memberitahukan kepada Komisi selambat-
halaman 34 dari 36
SALINAN
lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal efektif yuridis
pengambilalihan saham tersebut; ------------------------------
6.5.2 Bahwa sebagaimana telah diuraikan pada butir 5 Tentang
Keterlambatan Melakukan Pemberitahuan kepada Komisi,
Pemberitahuan yang disampaikan Terlapor kepada Komisi
terkait Pengambilalihan Saham PT Citra Asri Property.
oleh Terlapor pada tanggal 13 Mei 2016 adalah terlambat
selama 345 (tiga ratus empat puluh lima hari kerja)terhitung 30 hari sejak tanggal efektif yuridis
Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan;--------------------------
6.5.3 Bahwa dengan demikian, unsur keterlambatan
melakukan pemberitahuan kepada Komisi terpenuhi; -----
7. Tentang Kesimpulan Majelis Komisi;-----------------------------------------------Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan dan uraian di atas,
Majelis Komisi sampai pada kesimpulan sebagai berikut: --------------------
7.1 Bahwa terbukti telah terjadi pengambilalihan saham PT. Citra Asri
Property oleh Terlapor; ------------------------------------------------------
7.2 Bahwa terbukti nilai aset dan atau nilai penjualan Terlapor dan
PT. Citra Asri Property, setelah pengambilalihan saham memenuhi
jumlah tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010; -----------------------------------------------------
7.3 Bahwa terbukti adanya keterlambatan melakukan pemberitahuan
kepada Komisi setelah tanggal efektif yuridis, yaitu terlambat
selama 345 (tiga ratus empat puluh lima hari kerja); --------------
8. Tentang Pertimbangan Majelis Komisi sebelum Memutus; --------------
Menimbang bahwa sebelum memutuskan, Majelis Komisi
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut; -----------------------------------
8.1 Bahwa berdasarkan Pasal 36 huruf l juncto Pasal 47 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi berwenang
menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap
pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999; ------------------------------------------------------------------
8.2 Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) huruf g, Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi berwenang menjatuhkan
halaman 35 dari 36
SALINAN
sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda serendah-
rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 25.000.000.0000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); --
8.3 Bahwa Terlapor setelah menerima pemberitahuan pengambialihan
saham, segera merespon dengan baik dan melengkapi syarat-
syarat administratif kepada KPPU ; --------------------------------------
8.4 Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang
meringankan bagi Terlapor yaitu telah bersikap baik dan
kooperatif selama proses Sidang Majelis Komisi berlangsung; -------
9. Tentang Diktum Putusan dan Penutup; ---------------------------------------
Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, penilaian,
analisa dan kesimpulan di atas serta dengan mengingat Pasal 43 ayat (3)
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, Majelis Komisi: ----------------------
MEMUTUSKAN
1. Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkanmelanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 junctoPasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010; --------------------
2. Menghukum Terlapor membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,-(Satu Miliar Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagaisetoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usahaSatuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bankPemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan DendaPelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); ------------------------------------
3. Bahwa setelah Terlapor melakukan pembayaran denda, maka salinanbukti pembayaran denda tersebut harus dilaporkan dan diserahkanke KPPU;---------------- --------------------------------------------------------------
Demikian putusan ini ditetapkan melalui Musyawarah Majelis Komisi pada
hari Rabu tanggal 14 Februari 2018 oleh Majelis Komisi yang terdiri dari
Drs. Munrokhim Misanam, M.A., Ec., Ph.D. sebagai Ketua Majelis Komisi,
Prof. Dr. Ir. Tresna P. Soemardi, S.E., M.S. dan R. Kurnia Sya’ranie, S.H.,
M.H masing masing sebagai Anggota Majelis Komisi dan dibacakan di muka
halaman 36 dari 36
SALINAN
persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Selasatanggal 20 Februari 2018 oleh Majelis Komisi yang terdiri dari Drs.
Munrokhim Misanam, M.A., Ec., Ph.D. sebagai Ketua Majelis Komisi, R.
Kurnia Sya’ranie, S.H., M.H. sebagai Anggota Majelis Komisi dan Dr. Drs
Chandra Setiawan, M.M, Ph.D. sebagai Anggota Majelis Komisi Pengganti,
dengan dibantu oleh Jafar Ali Barsyan, S.H., R. Arif Yulianto, S.H., Detica
Pakasih, SH, MH., dan Rizka Maulida, S.H. masing-masing sebagai Panitera.
Ketua Majelis Komisi,
(ttd.)
Drs. Munrokhim Misanam, M.A., Ec., Ph.D
Anggota Majelis Komisi,
(ttd.)
R. Kurnia Sya’ranie, S.H., M.H.
Anggota Majelis Komisi,
(ttd.)
Prof. Dr. Ir. Tresna P. Soemardi, S.E., M.S.
Panitera,
(ttd.)
R. Arif Yulianto, S.H.
(ttd.)
Jafar Ali Barsyan, S.H
(ttd.)
Detica Pakasih, S.H. MH.
(ttd.)
Rizka Maulida, S.H
top related