urgensi keberlanjutan ekonomi berlandaskan tauhid … · 2016-02-10 · iii pengesahan panitia...
Post on 20-Feb-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
URGENSI KEBERLANJUTAN EKONOMI BERLANDASKAN TAUHID
MENURUT TINJAUAN PEMIKIRAN MASUDUL ALAM CHOUDHURY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
WILDAN ABDILLAH
NIM : 1110046100207
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015M/1436H
ii
URGENSI KEBERLANJUTAN EKONOMI BERLANDASKAN TAUHID
MENURUT TINJAUAN PEMIKIRAN MASUDUL ALAM CHOUDHURY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
WILDAN ABDILLAH
NIM 1110046100207
Pembimbing
Dr. Dede Abdul Fatah, SHI., M.Si
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436H/2015
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “URGENSI KEBERLANJUTAN EKONOMI
BERLANDASKAN TAUHID MENURUT TINJAUAN PEMIKIRAN
MASUDUL ALAM CHOUDHURY” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada 24 Februari 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi
Muamalat (Ekonomi Islam).
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ini bukan merupakan hasil karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Februari 2015
Wildan Abdillah
v
ABSTRAK
Wildan Abdillah. NIM 1110046100207. Urgensi Keberlanjutan Ekonomi
Berlandaskan Tauhid Menurut Tinjauan Pemikiran Masudul Alam Choudhury.
Konsentrasi Perbankan Syari‟ah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syari‟ah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015, ix +
82 hlm.
Skripsi ini bertujuan untuk memberikan sebuah khazanah keilmuan
berdasarkan perspektif pemikiran ilmuan Islam bernama Masudul Alam
Choudhury yang solutif dan mendasar dalam perilaku ekonomi manusia terkait
pengembangan ekonomi Islam dan pembangunan secara berkelanjutan secara
umum, dengan dilandasi tauhid sebagai prinsip utama yang ditawarkan ekonomi
Islam, yang lahir bukan hanya sebagai konsep nilai saja tetapi juga dapat di
implementasikan dalam kehidupan manusia, khususnya dalam lingkup kegiatan
ekonomi yang terkait lingkup operasional dan fungsi perbankan syari‟ah dalam
masyarakat. Karena pada saat ini penulis melihat kurangnya penerapan konsep
tauhid dalam upaya menciptakan keberlanjutan ekonomi dan juga belum adanya
kesadaran bagi para pelaku ekonomi dan pemangku kebijakan bahwa begitu
pentingnya landasan tauhid bagi terwujudnya keberlanjutan ekonomi yang
optimal.
Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (library research)
dengan data dan cara analisa kualitatif, mendeskripsikan dan menganalisa objek
penelitian dengan membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan
dengan pemikiran Masudul Alam Choudhury dalam konsep tauhid dan
hubungannya dengan keberlanjutan ekonomi.
Dari penelitian ini penulis memperoleh kesimpulan bahwa urgensi
keberlanjutan ekonomi berlandaskan tauhid sangat mendesak dibutuhkan
pelaksanaannya demi menciptakan keberlanjutan kesejahteraan dunia-akhirat
(falah) yang menjadi hakikat tujuan ekonomi Islam yang sebenarnya.
Kata kunci:, tauhid, Masudul Alam Choudhury, keberlanjutan, ekonomi, urgensi,
landasan, ekonomi Islam, moral, etika.
Pembimbing : Dr. Dede Abdul Fatah, SHI., M.Si
Daftar Pustaka : Tahun 1970 s.d. tahun 2012.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata‟ala, atas
segala rahmat, hidayat juga „inayat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi
Syari‟ah.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan mulia
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan seluruh sahabatnya dan juga kita
selaku umatnya yang senantiasa berusaha terus mengikuti dan mengamalkan
sunnahnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak sekali
bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan rasa hormat yang
setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala bentuk
kepedulian mereka yang telah memberi bantuan baik berupa moril, materiil, kritik,
motivasi, semangat, juga dukungan finansial maupun sumbangan tenaga dan
pemikiran dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis menghaturkan ucapan rasa terima kasih ini kepada :
1. Bapak H. JM. Muslimin, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum periode 2014-2015.
2. Bapak H. AzharuddinLathif, M.Ag, M.H., selaku Ketua Program Studi
Muamalat beserta sekretaris, staff dan seluruh jajarannya.
vii
3. Bapak Dr.Dede Abdul Fatah, SHI., M.Si., selaku Pembimbing Skripsi atas
segala bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis, serta
persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
4. Ibu Dr.EuisAmalia, M.Ag.,selaku Dosen Pembimbing Akademis.
5. Mama dan Almarhum Bapak tercinta atas motivasi, pengorbanan, kasih sayang
dan perhatian, sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan sarjana.
6. Bapak dan Ibu, serta keluarga besar Joko T. Sunaryo di Cibubur yang
senantiasa memberikan dukungan pengembangan diri bagi penulis di awal
hingga pertengahan masa kuliah.
7. Kakak tercinta Rahmawati beserta suami atas dukungan moral dan juga
materiil yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini.
8. Adik-adik tersayang yang selalu menguatkan dan memberi semangat perbaikan
kepada penulis untuk menjadi lebih baik.
9. Teman seperjuangan penulis, Rahadian, Eko, Fadel, Alfian, Iqbal, Farid, Qori
dan seluruh keluarga besar PS E Angkatan 2010 juga rekan KKN TRUST 2013
yang telah mewarnai perjalanan semasa kuliah dengan penuh semangat dan
kenangan yang tak terlupakan.
10. Serta kepada seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Jakarta, 24 Februari 2015
WildanAbdillah
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ii
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum tentang Teori Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Ekonomi
1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
dan Keberlanjutan Ekonomi
2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
B. Pandangan Umum tentang Sistem Ekonomi Islam
dan Perbedaannya dengan Konvensional
1. Pengertian Sistem Ekonomi Islam
2. Landasan dan Prinsip-Prinsip Sistem Ekonomi Islam
3. Perbedaan Paradigma Sistem Ekonomi Islam Secara
Filosofis
C. Pengertian Umum tentang Konsep Tauhid sebagai
Landasan Sistem Ekonomi Islam
1. Pengertian Konsep Tauhid Secara Umum
2. Pengertian Konsep Tauhid dalam Ekonomi
3. Dasar dan Tujuan Konsep Tauhid dalam Islam
D. Review Studi Terdahulu
1
8
8
9
10
11
14
16
16
20
25
25
28
38
42
42
44
48
54
ix
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sekilas Tentang Masudul Alam Choudhury
1. Biografi Masudul Alam Choudhury
2. Karya-karya dan Pemikiran Choudhury tentang
Ekonomi Islam
3. Konsep Tauhid dan Pendekatannya Dalam Ekonomi
Menurut Choudhury
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Urgensi Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid
Menurut Tinjauan Pemikiran Masudul Alam Choudhury
B. Implementasi Konsep Tauhid dalam Upaya
Mengoptimalkan Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan
Tauhid
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
56
56
59
60
62
68
76
77
79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini dunia mengalami multi krisis dan selalu dihantui oleh ancaman
krisis ekonomi global. Tidak hanya itu, peradaban dunia juga menghadapi dilema
yang serius terkait dengan pola perilaku ekonomi umat manusia tak ramah
lingkungan dalam mengeksploitasi sumber daya alam tak terbarukan yang terus
memperburuk degradasi sumber alam, sumber daya energi, lingkungan dan
sumber daya pangan. Ancaman perubahan iklim dan pemanasan global kian
mengurangi sustainabilitas bumi dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
umat manusia.1
Perubahan perilaku manusia sangat penting untuk mencapai sustainabilitas
tersebut. Ekonomi merupakan alat penting dalam pembuatan kebijakan sosial
serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Ekonomi juga merupakan alat untuk memberikan informasi tentang pilihan biaya
dan manfaat dari berbagai tindakan yang diputuskan beserta pengukuran hasilnya.
Untuk itu diperlukan suatu paradigma ilmu ekonomi baru yang lebih peduli
dengan keberlanjutan berlangsungnya hidup manusia mulai dari sekarang dan
yang akan datang untuk anak cucu kita, demi peningkatan kualitas kehidupan
manusia.
1 Hayu S. Prabowo, “Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan
Lingkungan Hidup: Adopsi Pemikiran Green Economy”: 28 Paper Confrence The 1st
Islamic Economics and Finance Research Forum: New Era of Indonesian Islamic Economics and Finance, 21-22 November 2012 (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2012), h.51.
2
Allah SWT berfirman:
Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu
berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (QS. Al-Baqarah
[2]:60)
Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah
kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS al-
Syuara’ [26]:183)
Ayat di atas menyatakan bahwa dalam mencari dan menjalankan
kehidupan kita dilarang merusak lingkungan yang merugikan orang lain.
Sayangnya, dalam perkembangannya kajian ekonomi yang didasarkan pada
persaingan telah menyebabkan percepatan kerusakan lingkungan serta
mengakibatkan melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin yang
menimbulkan ketegangan dan konflik sosial. Ekonomi neoklasik ―merasa‖ telah
mampu mengatasi kelangkaan sumberdaya alam dengan kemajuan teknologi yang
terus menerus. Tetapi suka atau tidak, sistem ekonomi tidak akan pernah mampu
keluar dari ekosistem. Aturan yang mengatur dinamika ekosistem, dimana
berlangsungnya aktivitas manusia, pada akhirnya merupakan fungsi dari hukum
biologi, bukan fungsi dari sistem ekonomi yang diciptakan manusia.2
Lingkungan hidup mempunyai keterbatasan daya dukung dan daya
tampung yang harus terus menerus dijaga agar dapat menjaga keberlangsungan
kehidupan. Sistem ekonomi yang diinginkan adalah dapat menjaga keseimbangan
aspek "pelestarian lingkungan‖ dan ―pertumbuhan ekonomi‖, yaitu (i) model
pendekatan pembangunan ekonomi yang tidak lagi berbasis eksploitasi sumber
2 Ibid., h.52.
3
daya alam dan lingkungan hidup yang berlebihan, (ii) meninggalkan praktik-
praktik ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek dengan
menggerakkan perekonomian yang rendah karbon dan (iii) menjawab
ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat
aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan global.3
Umat muslim Indonesia sebagai potensi terbesar bangsa yang seharusnya
menjadi subyek sekaligus obyek gerakan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dan sumber daya alam demi keberlanjutan ekonomi itu sendiri,
justru masih kurang sadar akan hak serta kewajibannya. Oleh karena itu, ekonomi
Islam harus dikembangkan agar dapat berperan dalam menghadapi dan menangani
permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan sekaligus.
Seiring dengan perkembangan masyarakat maka kebutuhan akan sumber
daya alam untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi manusia semakin meningkat.
Keberadaan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi manusia ini
bukan saja menjadi terbatas karena memang kurangnya inovasi manusia dalam
mengolah sumber daya yang bersifat alternatif tetapi juga adanya perilaku
ekslploitasi manusia yang berlebihan dan tidak menghiraukan aturan moral etika,
sehingga penggunaan sumberdaya yang ada tidak terkontrol dengan baik dan
cenderung mengakibatkan kerugian bagi manusia itu sendiri.
Pembangunan ekonomi ―tidak harus bermakna‖ mengejar pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan dapat saja merupakan keharusan tetapi tidak cukup.
Informasi GNP atau GDP hanya menangkap barang dan jasa yang ada pasarnya,
3 Ibid., h.53.
4
sedangkan banyak barang dan jasa yang sangat menentukan kesejahteraan
manusia tidak terdaftar di pasar. Pembangunan berkepentingan dengan
pemerataan dan perubahan struktur yang tidak mungkin teratasi hanya dengan
memanipulasi pertumbuhan. Sisi lain, indikator pertumbuhan ekonomi seperti
GNP atau GDP, dan tingkat inflasi tidak diiringi dengan informasi tentang nilai
susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusaknya serta tercemarnya lingkungan
(degradasi)4.
Ismawan mengutip ―Willem Hogendijk telah menunjukkan kesalahan fatal
mengenai terminologi ―pertumbuhan ekonomi‖ (economic growth).‖ Menurut
pemikiran Hogendijk, istilah ―pertumuhan ekonomi‖ seperti yang dinomorsatukan
oleh kebanyakan rezim di dunia, sebetulnya dalah ―pertumbuhan produksi‖.
Dengan aktivitas produksi, perekonomian sesungguhnya tidak sedang
berkembang, sebab sumber daya alam yang bersifat langka di bumi ini kian
menyusut. Padahal besarnya penyusutan atau depresiasi terhadap persediaan
barang-barang langka tersebut tidak dicatat dalam neraca pertumbuhan ekonomi. 5
Pertumbuhan ekonomi hanya terjadi apabila kita berhasil memenuhi lebih
banyak kebutuhan (needs) kebutuhan masyarakat – bukan keinginan (wants) dari
pemilik modal – melalui penyediaan barang langka sesuai dengan periode
sebelumnya. Dengan logika pemikiran ini, mungkin saja ―pertumbuhan produksi‖
meningkat, akan tetapi pertumbuhan ekonomi justru menurun. Di titik inilah
4 LPPM UGM, "Pentingnya Green Economy di Tengah Ancaman Krisis Ekonomi Global",
artikel di akses pada 18 agustus 2014 dari http://lppm.ugm.ac.id/lppm-highlights/212. 5 Ismawan I, "Resiko Ekologis di Balik Pertumbuhan Ekonomi", dalam Hayu S. Prabowo,
Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan Lingkungan Hidup (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2012), h.58.
5
konsep pertumbuhan yang berkelanjutan – atau yang populer dengan istilah
sustainable growth – terjebak dalam jaring kenihilan.
Soedomo menjelaskan definisi umum tentang pembangunan berkelanjutan
yaitu sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Pembangunan berkelanjutan dapat dibagi dua sebagai
berikut:
1. Keberkelanjutan lemah: Jika pembangunan tidak mengalami penurunan dari
generasi ke generasi. Substitusibilitas antara kapital alam dan kapital buatan
dianggap dapat berlangsung sempurna. Saat ini, penafsiran keberlanjutan
lemah ini merupakan penafsiran keberlanjutan yang dominan.
2. Keberkelanjutan kuat: Substitusibilitas antara kapital alam dan kapital buatan
adalah terbatas. Kedua kapital dipandang sebagai komplemen – keduanya
harus digunakan bersama agar produktif. Pendekatan keberkelanjutan kuat
berimplikasi pada batas skala ekonomi makro. Sistem ekonomi tidak dapat
tumbuh di luar batas yang ditetapkan oleh kapasitas regenerasi dan
penyerapan limbah oleh ekosistem.6
Perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas ekonominya di dunia ini
cenderung bersifat rakus dan merusak sumber daya yang tersedia di alam dengan
hanya menuruti nafsu pemenuhan kebutuhan ekonomi berdasarkan keuntungan-
keuntungan yang bersifat individual ataupun kelompok saja tanpa menghiraukan
6 Soedomo, S, "Ekonomi Hijau: Pendekatan Sosial, Kultural, dan Teknologi." dalam Hayu
S. Prabowo, Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan Lingkungan Hidup (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2012), h.58-59.
6
dampaknya terhadap kondisi alam itu sendiri dan juga tentunya keberlangsungan
hidup generasi manusia selanjutnya di masa sekarang dan yang akan datang.
Hal tersebut berlangsung secara terus-menerus sampai saat sekarang ini,
tanpa disertai adanya kesadaran individual maupun institusional untuk
meminimalisir perilaku buruk tersebut dalam menjalankan aktivitas ekonominya
baik dalam lingkup ekonomi rumah tangga atau perusahaan, mikro ataupun
makro, dalam segi kegiatan produksi, distribusi maupun konsumsi. Sehingga
dapat terwujudkan suatu optimalisasi ekonomi yang seimbang dan merata serta
memiliki tingkat keberlanjutan (sustainabilitas) yang tinggi tanpa dikhawatirkan
lagi adanya krisis-krisis lain yang disebabkan oleh kurangnya sumber daya yang
tersedia, karena perilaku manusia itu sendiri yang cenderung mengeksploitasi dan
kurang memaksimalkan inovasi terhadap penggunaan sumberdaya lain yang
bersifat alternatif sebagai upaya untuk penghematan bagi keberlangsungan
ekonomi manusia secara jangka panjang selama hidup di dunia ini.
Keberlanjutan ekonomi (sustainabilitas) sangat urgen bagi proses
keberlangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Kebutuhan manusia akan
pangan, sandang maupun papan terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga
dibutuhkan adanya kontrol yang sifatnya menyeluruh terhadap segala proses
pengelolaan, penyaluran dan penggunaan sumber daya ekonomi manusia tersebut
agar tidak terjadi ketimpangan dan kerusakan yang merugikan manusia sendiri.
Kesadaran akan setiap individu merupakan dasar paling penting bagi
terbentuknya sistem ekonomi yang berkelanjutan, dan tentu saja kesadaran untuk
membangun sistem yang berkelanjutan itu hanya dapat diciptakan oleh adanya
7
suatu keyakinan dan pola pikir yang meresap dalam setiap individu manusia serta
teraplikasikan dengan baik dalam kehidupan.
Islam dalam ajarannya telah menawarkan suatu sistem yang sangat
paripurna bagi keberlangsungan hidup manusia di dunia juga bahkan kehidupan
setelahnya di akhirat. Adanya doktrin akan keyakinan manusia terhadap adanya
Allah SWT sebagai tuhan manusia yang satu harus senantiasa tertanam dalam hati
sanubari untuk kemudian dapat meresap dalam jiwa masing-masing individu
untuk dapat terus taat dan patuh terhadap aturan-aturan baik perintah maupun
larangan-Nya sehingga tumbuh rasa takut dalam diri manusia terhadap keesaan
tuhannya yang kemudian istilah ini dalam islam dikenal dengan istilah tauhid.
Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tauhid merupakan kata
benda yang berarti keesaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu.
Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada-yuwahhidu.
Secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan bahwa Allah
SWT adalah esa, tunggal, satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid
yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu ―keesaan Allah‖ mentauhidkan
berarti ―mengakui akan keesaan Allah, mengesakan Allah‖.7
Tauhid merupakan unsur utama yang mengikat manusia dengan tuhannya
agar menjadi pribadi yang sesuai dengan kodrat penciptaannya. Implikasinya
adalah timbulnya perilaku (moral dan etika) manusia yang hanya patuh dan takut
kepada keesaan Allah SWT yang merupakan satu-satunya pencipta alam semesta
dimana di dalamnya terdapat sumber-sumber ekonomi dan kekayaan bagi
7 Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h.1.
8
manusia, yang mana dapat diketahui bahwa Sang Penciptalah yang mengetahui
kebaikan dan kesesuaian bagi apa saja yang diciptakan-Nya termasuk manusia
dan segala sumber daya untuk pemenuhan kebutuhannya di dunia termasuk
kebutuhan akan ekonomi dalam kehidupan.
Merujuk pada uraian di atas, maka dalam penelitin ini penulis akan
meneliti tentang ―Urgensi Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid Menurut
Pemikiran Choudhury.‖
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai
berikut:
1. Kurangnya penerapan konsep keberlanjutan ekonomi berlandaskan tauhid
(moral dan etika) yang telah ada sejak zaman dahulu dan menjadi dasar
pijakan sistem ekonomi islam.
2. Belum adanya kesadaran bagi para pelaku dan pemangku kepentingan di
bidang ekonomi bahwa pentingnya landasan tauhid bagi terwujudnya
keberlanjutan ekonomi yang optimal.
C. Pembatasan Masalah
Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun
kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multi-
interpretasi. Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli
sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh
9
Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa ―pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka‖ (Fauzi,
2004). Namun dari uraian tersebut penulis membatasi konsep keberlanjutan lebih
kepada konsep keberlanjutan ekonomi.
Keberlanjutan ekonomi yang dalam hal ini diartikan sebagai pembangunan
yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara
keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan
sektoral, memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi
sumberdaya alam dan fungsi sistem yang mampu mencapai kesetaraan dan
pemerataan di bidang ekonomi (Haris:2000 dalam Fauzi:2004 ).
Dari beberapa permasalahan yang ada terkait keberlanjutan ekonomi ini
penulis melihat ada beberapa solusi yang ditawarkan Islam dan telah dijelaskan
oleh ulama dan cendekiawan muslim berupa konsep tauhid yang mencakup moral
dan etika yang dapat mengendalikan dan mengawasi pola perilaku manusia yang
merupakan pelaku utama dalam kegiatan ekonomi dalam kehidupan.
Agar penelitian ini lebih terarah dan fokus, maka masalah-masalah dalam
penelitian ini dibatasi hanya pada masalah keberlanjutan ekonomi dan landasan
tauhid (moral dan etika) berdasarkan tinjauan pemikiran Choudhury.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka permasalahan penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
10
1. Bagaimana tingkat Urgensi Keberlanjutan ekonomi berlandaskan tauhid (moral
dan Etika) berdasarkan tinjauan pemikiran Choudhury?
2. Bagaimana penerapan konsep tauhid dalam menciptakan optimalisasi
keberlanjutan ekonomi berdasarkan tinjauan pemikiran Choudhury?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menawarkan konsep tauhid (moral dan etika)
menurut tinjauan pemikiran Choudhury sebagai strategi bagi keberlanjutan
ekonomi, yaitu dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
di masa yang akan datang. Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat
menambah khazanah keilmuan terkait pengembangan ekonomi islam dan dapat
diimplementasikan dalam kehidupan manusia, khususnya dalam lingkup kegiatan
ekonomi terkait penghimpunan dan penyaluran dana pada dunia perbankan
syariah. Sehingga terlaksananya tujuan dasar ekonomi islam yaitu yang bersumber
pada tauhid dan terciptanya keseimbangan, kesejahteraan juga pemerataan
ekonomi dari generasi ke generasi secara berkelanjutan.
Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain :
1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khazanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai tinjauan Ekonomi
Islam terhadap konsep keberlanjutan ekonomi (sustainable economy) serta
dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang berminat untuk
menindaklanjuti hasil penelitian ini.
11
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
serta menjadi bahan masukan bagi para pelaku ekonomi khususnya para
pengambil kebijakan untuk selalu mempertimbangkan aspek moral dan etika
yang tercakup di dalam konsep tauhid setiap kali mengambil keputusan.
3. Bagi penulis pribadi, hasil penelitian ini selain dapat memenuhi persyaratan
untuk meraih gelar sarjana ekonomi syariah juga sebagai sarana menambah
wawasan dalam konsep pendidikan ekonomi islam juga tauhid yang berguna
dalam kehidupan nantinya.
F. Metode Penelitian
Metode Penelitian skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:8
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis library research yaitu mengumpulkan
bahan dengan membaca buku-buku, jurnal dan bentuk-bentuk bahan lain atau
yang lazim disebut dengan penyelidikan kepustakaan (library research) adalah
salah satu jenis penelitian melalui perpustakaan.9 Dengan data dan cara analisa
kualitatif, dengan mendeskripsikan dan menganalisa objek penelitian yaitu
membaca dan menelaah berbagai sumber yang relevan dan berkaitan dengan
topik. Untuk kemudian dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan
yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.
8 Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian atau metodologi research adalah ilmu
yang memperbincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, cet. 5, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991), h. 24.
9 Sutrisno Hadi, Metode Penelitian Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), h.42.
12
2. Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif yang
diperoleh dari sumber-sumber otentik yang terdiri atas sumber primer dan sumber
sekunder. Dalam penulisan ini sumber data primer yang digunakan adalah
beberapa karya Masudul Alam Choudhury seperti buku-buku, jurnal, artikel
ilmiah dan pendapat-pendapatnya terkait tema yang penulis bahas.
Sedangkan sumber data sekundernya adalah berbagai tulisan yang
berkaitan dengan penulisan ini, baik langsung maupun tidak langsung yaitu dari
beberapa kitab atau buku yang relevan dengan judul tulisan ini.
3. Teknik Pengambilan Data
Di dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan
dengan menggunakan teknik studi pustaka, yang dalam hal ini adalah buku, jurnal
dan artikel. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupa teknik
dokumentasi atau studi dokumenter,10
yaitu dengan meneliti sejumlah
kepustakaan (library research), kemudian memilah-milahnya dengan
memprioritaskan karya-karya yang telah teruji kebenarannya.
10
Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 12, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 206.
13
4. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, 11
peneliti menggunakan analisis data kualitatif,
yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.12
Sebagai pendekatannya, digunakan metode deskriptif analisis, yaitu
menggambarkan dan menganalisis pandangan pemikiran MA. Choudhury tentang
landasan ekonomi yang ditawarkan Islam berdasarkan konsep tauhid, dan
aktualisasi pendapat Choudhury terhadap keberlanjutan ekonomi berdasarkan
konsep tauhid yang mengandung nilai moral, etika dan spiritual. Oleh karena studi
tokoh, maka digunakan pula metode content analysis yaitu teknik mengumpulkan
dan menganalisis isi suatu teks. Content menjelaskan arti, lambang, gambar, ide,
tema atau apapun pesan yang dapat dikomunikasikan.13
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan ini merujuk pada buku pedoman penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan
oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012.14
11
Menurut Moh. Nazir, Analisa adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cet. 4, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), h. 419.
12 Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3, (Jakarta: PT. Raja Grrafindo
Persada, 1995), h.134. Lihat juga Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. 14, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), h.2. Lihat juga Koencaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet.14, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1970), h. 269.
13 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1991), h. 69. 14
Tim Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, Cet. Ke-1, (Jakarta: UIN Press, 2012).
14
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penyusunan, penulis membagi skripsi ini menjadi
beberapa bab dan setiap bab terdiri dari sub bab yang masing-masing
menampakkan karakteristik yang berbeda namun tetap dalam satu kesatuan tak
terpisah.
Bab pertama berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum dari
keseluruhan penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
review studi terdahulu, kajian pustaka dan kerangka teori, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab kedua berisi tinjauan umum tentang teori pembangunan berkelanjutan
dan keberlanjutan di bidang ekonomi, pengertian, prinsip-prinsip, sistem ekonomi
islam dan konsep tauhid, perbedaan antara pandangan konvensional dan Islam
dalam sistem ekonomi.
Bab ketiga berisi pendapat-pendapat Choudhury terkait sisem ekonomi
dan keberlanjutan ekonomi yang meliputi biografi MA. Choudhury, pendidikan
dan karya-karyanya, pendapatnya tentang sistem ekonomi dan juga mencapai
keberlanjutan ekonomi berdasarkan konsep tauhid (prinsip dasar ajaran ekonomi
islam berdasarkan konsep tauhid, landasan ekonomi tauhid, pembentukan karakter
pelaku ekonomi berdasarkan tauhid.
Bab keempat berisi analisis pendapat Choudhury tentang tingkat urgensi
hubungan ekonomi yang berlandaskan tauhid dalam mencapai optimalisasi
15
keberlanjutan bidang ekonomi dan aktualisasinya dengan keadaan ekonomi
Indonesia dan dunia saat ini
Bab kelima berisi penutup, kesimpulan dan saran yang relevan dengan
penelitian ini.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum tentang Teori Pembangunan Berkelanjutan bidang
Ekonomi
1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan dan Keberlanjutan Ekonomi
Pembangunan berkelanjutan (Emil Salim, 1990) bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi
manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk
mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa
mendatang. Menurut KLH (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih
berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria
yaitu: (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of
natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3)
Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable
resource.
Senada dengan konsep diatas, Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran
pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:
a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi
(intergeneration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya
alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas
17
yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta
diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan
serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.
b. Safe guarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam
dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan
ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi
generasi yang akan datang.
c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk
kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan
pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan antar
generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan
baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal)
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang
ataupun lestari antar generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai
dengan habitatnya.15
Dari sisi ekonomi Fauzi (2004) setidaknya ada tiga alasan utama mengapa
pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan moral,
15
Sutamihardja, “Perubahan Lingkungan Global”, dalam Askar Jaya, ed., Konsep Pembangunan Berkelanjutan: Pengantar Falsafah Sains Program S3 (Bogor: IPB, 2004), h.3.
18
generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam
dan lingkungan sehingga secara moral perlu untuk memperhatikan ketersediaan
sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut
mencakup tidak mengekstraksi sumberdaya alam yang dapat merusak lingkungan,
yang dapat menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati
layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi, keanekaragaman hayati
misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas
ekonomi semestinya tidak diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan semata yang pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi.
Faktor ketiga, yang menjadi alasan perlunya memperhatikan aspek keberlanjutan
adalah alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih terjadi
perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau
belum memenuhi kriteria keberlanjutan, seperti kita ketahui, bahwa dimensi
ekonomi berkelanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek
keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan
antargenerasi (intergeneration welfare maximization).16
Sutamihardja (2004), dalam konsep pembangunan berkelanjutan, tabrakan
kebijakan yang mungkin dapat terjadi antara kebutuhan menggali sumberdaya
alam untuk memerangi kemiskinan dan kebutuhan mencegah terjadinya degradasi
lingkungan perlu dihindari serta sejauh mungkin dapat berjalan secara berimbang.
16
Fauzi. A., “Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi”, dalam Askar Jaya, ed., Konsep Pembangunan Berkelanjutan: Pengantar Falsafah Sains Program S3 (Bogor: IPB, 2004), h.3.
19
Pembangunan berkelanjutan juga mengharuskan pemenuhan kebutuhan
dasar bagi masyarakat dan adanya kesempatan yang luas kepada warga
masyarakat untuk mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik dengan tanpa
mengorbankan generasi yang akan datang.
Pengembangan konsep pembangunan yang berkelanjutan perlu
mempertimbangkan kebutuhan yang wajar secara sosial dan kultural,
menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang berbeda
dalam batas kemampuan lingkungan, serta secara wajar semua orang mampu
mencita-citakannya. Namun demikian ada kecenderungan bahwa pemenuhan
kebutuhan tersebut akan tergantung pada kebutuhan dalam mewujudkan
pertumbuhan ekonomi ataupun kebutuhan produksi pada skala maksimum.
Pembangunan berkelanjutan jelas mensyaratkan pertumbuhan ekonomi di
tempat yang kebutuhan utamanya belum bisa konsisten dengan pertumbuhan
ekonomi, asalkan isi pertumbuhan mencerminkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Akan tetapi kenyataannya aktivitas produksi yang tinggi dapat saja terjadi
bersamaan dengan kemelaratan yang tersebar luas. Kondisi ini dapat
membahayakan lingkungan, jadi pembangunan berkelanjutan masyarakat akan
terpenuhi kebutuhannya dengan cara meningkatkan potensi produksi mereka dan
sekaligus menjamin kesempatan yang sama semua orang.17
Bagaimana cara hal ini dapat dilakukan? Pemerintah tentunya memerlukan
suatu strategi kebijakan yang realistis dan dapat dilaksanakan disertai dengan
17
Askar Jaya, Konsep Pembangunan Berkelanjutan, Makalah Program S3 Pengantar Falsafah Sains (Bogor: IPB, 2004), h.4.
20
sistem pengendalian yang tepat. Eksploitasi sumber daya alam disarankan
sebaiknya pada sumber daya alam yang replaceable atau tergantikan sehingga
ekosistem atau sistem lingkungan dapat dipertahankan.
2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang
sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutanpun sangat
multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal (Fauzi, 2004) konsep
keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi: Pertama adalah dimensi
waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa
yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan
sistem sumberdaya alam dan lingkungan.18
Pezzey (1992) melihat aspek keberlanjutan dari sisi yang berbeda. Dia
melihat bahwa keberlanjutan memiliki pengertian statik dan dinamik.
Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam
terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari sisi
dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan
dengan tingkat teknologi yang terus berubah.
Karena adanya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para ahli
sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi
Brundtland yang menyatakan bahwa ―Pembangunan berkelanjutan adalah
18
Ibid., h.4.
21
pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.‖
Ada dua hal yang secara implisit menjadi perhatian dalam konsep
Brundtland tersebut. Pertama, menyangkut pentingnya memperhatikan kendala
sumberdaya alam dan lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi.
Kedua, menyangkut perhatian pada kesejahteraan (well being) generasi
mendatang. Hall (1998) menyatakan bahwa asumsi keberlanjutan paling tidak
terletak pada tiga aksioma dasar; (1) Perlakuan masa kini dan masa mendatang
yang menempatkan nilai positif dalam jangka panjang; (2) Menyadari bahwa aset
lingkungan memberikan kontribusi terhadap economic well-being, (3)
Mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada asset lingkungan.
Konsep ini dirasakan masih sangat normatif sehingga aspek operasional
dari konsep keberlanjutan ini pun banyak mengalami kendala. Perman et.al,
(1997) mencoba mengelaborasikan lebih lanjut konsep keberlanjutan ini dengan
mengajukaan lima alternatif pengertian : (1) Suatu kondisi dikatakan
keberlanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak
berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-
declining consumption), (2) Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya
alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi di masa
mendatang, (3) Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumberdaya alam (natural
capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (non-declining) (4) Keberlanjutan
adalah kondisi di mana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan
22
produksi jasa sumber daya alam, dan (5) Keberlanjutan adalah adanya kondisi
keseimbangan dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi.
Senada dengan pemahaman di atas, Daly (1990) menambahkan beberapa
aspek mengenai definisi operasional pembangunan berkelanjutan, antara lain:
- Untuk sumber daya alam yang terbarukan : laju pemanenan harus sama
dengan laju generasi (produksi lestari)
- Untuk masalah lingkungan: laju pembuangan limbah harus setara dengan
kapasitas asimilasi lingkungan.
- Sumber energi yang tidak terbarukan harus di eksploitasi secara
quasisustainable, yakni mengurangi laju deplesi dengan cara menciptakan
energi substitusi.
Selain definisi operasional di atas, Haris (2000) melihat bahwa konsep
keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, (1) keberlanjutan
ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang
dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan
menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi
pertanian dan industri. (2) keberlanjutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara
lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari
eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga
menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan
fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
(3) Keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang
23
mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan,
pendidikan, gender dan akuntabilitas politik.
a. Strategi Pembangunan Berkelanjutan
Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari
setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen
yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi
dan perspektif jangka panjang.19
1) Pembangunan Yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial
Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus
dilandasi hal-hal seperti: meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi,
meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai
dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan. Namun pemerataan bukanlah hal
yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan
tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan
adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin
semakin melebar, walaupun pemerataan di banyak negara sudah meningkat.
Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian pembangunan
berkelanjutan adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat
dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan
generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa datang dalam
memenuhi kebutuhannya.
19
Ibid., h.5.
24
2) Pembangunan Yang Menghargai Keanekaragaman
Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan
bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan
masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan
ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan
yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi
berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti.
3) Pembangunan Yang Menggunakan Pendekatan Integratif
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia
dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau
merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang kompleksnya
keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan
pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan
konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan
tantangan utama dalam kelembagaan.
4) Pembangunan Yang Meminta Perspektif Jangka Panjang
Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi
pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini.
Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda
dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang
adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka
25
jangka pendek mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh
karena itu perlu dipertimbangkan.20
B. Pandangan Umum tentang Sistem Ekonomi Islam dan Perbedaannya
dengan Konvensional
1. Pengertian Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam
praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga,
kelompok masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka
mengorganisasi faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang
dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang-undangan Islam (Sunnatullah).21
Apabila dalam ekonomi konvensional motif aktivitas ekonominya lebih
kepada pemenuhan keinginan (wants) individu manusia yang tak terbatas dengan
menggunakan faktor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah utama
ekonomi konvensional adalah kelangkaan (scarcity) dan pilihan (choices). Maka
dalam sistem ekonomi Islam, motif aktivitas ekonomi lebih diarahkan pada
pemenuhan kebutuhan dasar (needs) yang tentu ada batasnya, meskipun bersifat
dinamis sesuai tingkat ekonomi masyarakat pada saat itu.22
Sementara itu, dari berbagai ayat Al-Qur‘an (seperti pada surat
Lukman:20, An-Nahl:5 dan 11, dan An Najm:48), ditegaskan bahwa segala yang
20
Ibid., h.6 21
Sahrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h.14 22
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Prakteknya di Beberapa Negara (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.4.
26
ada di langit dan di bumi akan dapat mencukupi kebutuhan manusia. Selain itu,
kepuasan dalam Islam tidak hanya terbatas pada benda-benda konkrit (materi),
tetapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti amal saleh yang
dilakukan manusia. Oleh karena itu, perilaku ekonomi dalam Islam tidak
didominasi oleh nilai alami yang dimiliki oleh setiap individu manusia, tetapi ada
nilai di luar diri manusia yang kemudian membentuk perilaku ekonomi mereka,
yaitu Islam itu sendiri yang diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan
kehidupan manusia. Jadi, perilaku ekonomi dalam Islam cenderung mendorong
keinginan pelaku ekonomi sama dengan kebutuhannya, yang dapat direalisasi
dengan adanya nilai dan norma dalam akidah dan akhlak Islam.
Dengan demikian, ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari
segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan
memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat). Perilaku manusia
di sini berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku
dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut
berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah
mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai ilahiah. Akibatnya,
masalah ekonomi dalam Islam adalah masalah menjamin berputarnya harta di
antara manusia agar dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah
untuk mencapai falah di dunia dan akhirat (hereafter). Hal ini berarti bahwa
aktivitas ekonomi dalam Islam adalah aktifitas kolektif, bukan individual.23
23
Ibid., h.5.
27
Selanjutnya, prinsip-prinsip ekonomi Islam yang sering disebut dalam
berbagai literatur ekonomi Islam dapat dirangkum menjadi lima hal.
Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful and luxurious
living);
Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct);
Implementasi Zakat (Implementation of zakat);
Penghapusan/pelarangan Riba (prohibition of riba); dan
Pelarangan Maysir (judi/spekulasi).
Berdasarkan penjelasan di atas sistem ekonomi Islam berbeda dengan
sistem ekonomi konvensional. Sesuai dengan paradigma ini, ekonomi dalam
Islam tak lebih dari sebuah aktivitas Ibadah dari rangkaian ibadah pada setiap
jenis aktivitas hidup manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketika ada istilah
ekonomi Islam, yang berarti beraktivitas ekonomi menggunakan aturan dan
prinsip Islam, dalam aktivitas ekonomi manusia, maka ia merupakan ibadah
manusia dalam berekonomi. Dalam Islam tidak ada sisi kehidupan manusia yang
tidak ada nilai ibadahnya, sehingga tidak ada sisi hidup dan kehidupan manusia
yang tidak diatur dalam Islam.24
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku..”(Adz Dzariyat: 56)
24
Ibid., h.6.
28
2. Landasan dan Prinsip-Prinsip Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada
ajaran dan nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu
Al-Qur‘an, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi Islam ini
merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang komprehensif dan
telah dinyatakan Allah SWT sebagai ajaran yang sempurna sebagaimana firman
Allah dalam Al-qur‘an surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-
cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-maidah:
3).”
Walaupun pemikiran para pakar tentang ekonomi islami terbagi-bagi ke
dalam tiga mazhab tersebut, namun pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-
prinsip umum yang mendasarinya. Prinsip-prinsip ini membentuk keseluruhan
kerangka ekonomi islami, bangunan ekonomi islami tersebut didasarkan atas lima
nilai universal, yakni: Tauhid (keimanan), ‗Adl (keadilan), Nubuwwah
(kenabian), khilafah (pemerintahan), dan Ma‘ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi
dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi
islami.25
Namun, teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan
menjadikan ekonomi islami hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi
dampak pada kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai
25
Ibid., h.6-7.
29
universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan
cikal, akan menjadikan ekonomi islami hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa
memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, dari kelima nilai-
nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri
dan cikal bakal sistem ekonomi islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah
multitype ownership, freedom to act, dan social justice.
Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah
bakal sistem ekonomi islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype
ownership, freedom to act, dan social justice.
Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah
konsep konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep yang memayungi
kesemuanya, yakni konsep akhlak. Akhlak menempati posisi puncak, karena
inilah yang menjadi tujuan islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para
pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.
a. Tauhid (Keesaan Tuhan)
Tauhid merupakan fondasi ajaran islam. Dengan tauhid, manusia
menyaksikan bahwa ―tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah‖, dan
―tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah‖26
karena Allah
adalah pencipta alam semesta dan isinya27
dan sekaligus pemiliknya, termasuk
26
QS 2:107, 5:17,120, 24:33 27
QS 6:1-3
30
pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Oleh karena itu, Allah adalah
pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk ―memiliki‖ untuk sementara
waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam islam, segala sesuatu yang ada tidak
diciptakan dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan.28
Tujuan diciptakannya manusia
adalah untuk beribadah kepada-Nya.29
Karena itu segala aktivitas manusia dalam
hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia (mu‘amalah) dibingkai
dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya kita akan
mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan
bisnis.
b. ‘Adl (Keadilan)
Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil.
Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara zalim.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi30
harus memelihara hukum Allah di
bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk
kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adil
dan baik.
Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil.31
Dalam Islam adil didefinisikan sebagai ―tidak menzalimi dan tidak dizalimi.‖
Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan
untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau
28
QS 23:115 29
QS 51:56 30
QS 2:30 31
QS 49:9, 60:8, 5:42, 31:17, 3:104, 8:73, 8:25
31
merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkelompok-kelompok dalam
berbagai golongan. Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain,
sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia.32
Masing-masing berusaha
mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya karena
kerakusannya.33
c. Nubuwwah (Kenabian)
Karena rahman, rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan
begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para nabi
dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang
bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk
kembali (taubah) ke asal-muasal segala, Allah. Fungsi rasul adalah untuk menjadi
model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia
dan akhirat.34
Untuk umat muslim, Allah telah mengirimkan ―manusia model‖
yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi
Muhammad Saw. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh
manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, adalah
sebagai berikut:
Siddiq (benar, jujur)
Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas)
Fathanah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualita)
32
QS 25:20 33
QS 89:20 34
QS 33:21, 59:7, 60:4.
32
Tabligh (Komunikasi, keterbukaan, pemasaran)
d. Khilafah (Pemerintahan)
Dalam Alquran, Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi
khalifah di bumi,35
artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Oleh
karena itu, pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda:
―Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban
terhadap yang dipimpinnya.‖ Ini berlaku bagi semua manusia, baik dia sebagai
individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau kepala negara. Nilai ini
mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam islam (siapa memimpin
siapa). Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi (mu‘amalah)
antarkelompok—termasuk dalam bidang ekonomi—agar kekacauan dan keributan
dapat dihilangkan, atau dikurangi. Dalam Alquran: (yaitu) orang-orang yang jika
Kami kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menyuruh berbuat baik
dan mencegah dari perbuatan jahat.36
Dalam hadits lainnya Nabi bersabda: ―Berakhlaklah kalian seperti akhlak
Allah!‖ akhlak Allah diajarkan kepada manusia lewat al-asma al-husna-Nya
(nama-nam-Nya yang terbaik). Jadi misalnya jika Allah bersifat al-Waliy, maka
implikasi ekonomi dari berakhlak seperti waliy adalah mengelola dan memelihara
sumber daya dengan baik supaya bermanfaat bagi manusia generasi kini sampai
generasi-generasi selanjutnya. Implikasi ekonomi dari berakhlak seperti al-Razzaq
adalah menjamin kecukupan hidup (kebutuhan dasar) bagi semua manusia.
35
QS 2:30. 36
QS 22:41.
33
Implikasi dari al-Fattah: membuka kesempatan berkarya, menciptakan iklim
bisnis yang sehat, membuka akses manusia terhadap ilmu untuk meningkatkan
kualitas manusia. Implikasi dari al-Wahhab; membangun sistem jaminan sosial
yang tangguh, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi
masyarakat, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakat.
Implikasi sifat al-Malik al-Mulk: menginvestasikan sumber daya secara bijak
supaya membawa manfaat sebesar-besarnya bagi semua. Ini semua merupakan
tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh negara//pemerintah.
Dalam islam, pemerintah memainkan peranan yang kecil, tetapi sangat
penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin
perekonomian agar berjalan sesuai syariah, dan untuk memastikan supaya tidak
terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam kerangka
mencapai maqashid al-shari‘ah (tujuan-tujuan syariah), yang menurut Imam Al-
Ghazali adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan
melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.
e. Ma’ad (Hasil)
Walaupun sering kali diterjemahkan sebagai ―kebangkitan‖, tetapi secara
harfiah ma‘ad berarti ―kembali.‖ Karena kita semua akan kembali kepada Allah.37
Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi terus berlanjut hingga alam setelah
dunia (akhirat). Pandangan dunia yang khas dari seorang muslim tentang dunia
dan akhirat dapat dirumuskan sebagai: ―Dunia adalah ladang akhirat.‖ Artinya,
37
QS 96:8, 86:4, 2:156, 21:93, 23:60.
34
dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal saleh).
Namun demikian, akhirat lebih baik daripada dunia,38
karena itu Allah melarang
kita untuk terikat pada dunia,39
sebab jika dibandingkan dengan kesenangan
akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa.40
Allah menandaskan bahwa manusia diciptakan di dunia untuk berjuang.41
Perjuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik di dunia maupun di akhirat.
Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan yang berlipat-lipat, perbuatan jahat
dibalas dengan hukuman yang setimpal. Karena itu, ma‘ad dartikan juga sebagai
imbalan/ganjaran. Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis
misalnya, diformulasikan oleh Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa
motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba dunia dan laba
akhirat. Karena itu konsep profit mendapatkan legitimasi dalam islam.
Prinsip-prinsip Derivatif: Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam
Kelima nilai yang telah diuraikan di atas menjadi dasar inspirasi untuk
menyusun teori-teori dan proposisi ekonomi islami. Seperti sudah dibicarakan di
muka, dari kelima nilai ini kita dapat menurunkan tiga prinsip derivatif yang
menjadi ciri-ciri sistem ekonomi islami. Prinsip derivatif tersebut uraiannya
adalah sebagai berikut.
38
QS 87:17, 13:26, 4:77, 17:21. 39
QS 31:33, 3:185, 6:32, 13:26. 40
QS 9:38, 13:26. 41
QS 90:4.
35
f. Multitype Ownership (Kepemilikan Multijenis)
Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multitype ownership. Dalam
sistem kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan
swasta. Dalam sistem sosialis, kepemilikan negara. Sedangkan dalam islam,
berlaku prinsip kepemilikan multi jenis, yakni mengakui bermacam-macam
bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, negara atau campuran.
Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi
dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia diberi amanah untuk
mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan
demikian, konsep kepemilikan swasta diakui. Namun, untuk menjamin keadilan,
yakni supaya tidak ada proses penzaliman segolongan orang terhadap segolongan
yang lain, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan demikian, kepemilikan negara dan
nasionalisasi juga diakui. Sistem kepemilikan campuran juga mendapat tempat
dalam islam, baik campuran swasta-negara, swasta domestik-asing, atau negara-
asing. Semua konsep ini berasal dari filosofi, norma dan nilai-nilai islam.
g. Freedom to act (Kebebasan Bertindak/Berusaha)
Ketika menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada kesimpulan
bahwa penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang profesional dan
prestatif dalam segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Pelaku-pelaku
ekonomi dan bisnis menjadikan nabi sebagai teladan dan model dalam melakukan
aktivitasnya. Sifat-sifat nabi yang dijadikan model tersebut terrangkum ke dalam
36
empat sifat utama, yakni siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh. Sedapat mungkin
setiap muslim harus dapat menyerap sifat-sifat ini agar menjadi bagian
perilakunya sehari-hari dalam segala aspek kehidupan.
Keempat nilai-nilai nubuwwah ini bila digabungkan dengan nilai keadilan
dan nilai khilafah (good governance) akan melahirkan prinsip freedom to act pada
setiap muslim, khususnya pelaku bisnis dan ekonomi. Freedom to act bagi setiap
individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian. Karena itu,
mekanisme pasar adalah keharusan dalam islam, dengan syarat tidak ada distorsi
(proses penzaliman). Potensi distorsi dikurangi dengan penghayatan nilai
keadilan. Penegakan nilai keadilan dalam ekonomi dilakukan dengan melarang
semua mafsadah (segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara
zalim), gharar (uncertainty, ketdakpastian), tadlis (penipuan), dan maysir
(perjudian, zero sum game: orang mendapat keuntungan dengan merugikan orang
lain). Negara bertugas menyingkirkan atau paling tidak mengurangi market
distortion ini. Dengan demikian, negara /pemerintah bertindak sebagai wasit yang
mengawasi interaksi (mu‘amalah) pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis dalam
wilayah kekuasaannya untuk menjamin tidak dilanggarnya syariah, supaya tidak
ada pihak-pihak yang zalim atau terzalimi, sehingga tercipta iklim ekonomi dan
bisnis yang sehat.
h. Social Justice (keadilan sosial)
Gabungan nilai khilafah dan nilai ma‘ad melahirkan prinsip keadilan
sosial. Dalam islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan
37
kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang
kaya dan yang miskin.
Semua sistem ekonomi mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan
sistem perekonomian yang adil. Namun tidak semuanya sistem tersebut mampu
dan secara konsisten menciptakan sistem yang adil. Sistem yang baik adalah
sistem yang dengan tegas dan secara konsisten menjalankan prinsip-prinsip
keadilan. Dalam sistem sosialis, keadilan akan terwujud apabila masyarakatnya
dapat menikmati barang dan jasa dengan sama rasa dan sama rata. Sedangkan
dalam sistem kapitalis, adil apabila setiap individu mendapatkan apa yang menjadi
haknya. Dalam kenyataannya, kita sering menemui bahwa dalam sistem sosialis
pun, negara menjadi faktor yang dominan dan dengan dominasinya tersebut para
birokrat dan penguasa menjadi kaum kapitalis di tengah kaum sosialis yang
miskin. Tidak berbeda dengan sistem kapitalis, sistem yang mendasarkan pada
mekanisme pasar ini bercita-cita keadilan dapat ditegakkan, namun kenyataan
mengatakan tidak. Sistem kapitalis justru mendorong terbentuknya industri
korporasi (perekonomian didominasi oleh sebagian kecil orang saja), melegalkan
monopoli (setidaknya sistem kapitalis tidak mempunyai perangkat kebijakan yang
tegas untuk menghilangkan monopoli tersebut) dan sangat mendewakan modal
dengan penghargaan yang berlebihan (cost of fund yang direfleksikan dengan
sistem bunga telah mendorong inefisiensi penggunaan modal; dalam sebuah
38
survei diketahui bahwa hanya 5% saja sistem keuangan yang disalurkan di sektor
riil).42
Dalam Islam, keadilan diartikan dengan suka sama suka (‗an taraadhiin
minkum) dan satu pihak tidak menzalimi pihak lain (latazlimuna wala tuzlamun).
Islam menganut sistem mekanisme pasar, namun tidak semuanya diserahkan pada
mekanisme harga. Karena segala distorsi yang muncul dalam perekonomian tidak
sepenuhnya dapat diselesaikan, maka islam membolehkan adanya beberapa
intervensi, baik intervensi harga maupun pasar. Selain itu, Islam juga melengkapi
perangkat berupa instrumen kebijakan yang difungsikan untuk mengatasi segala
distorsi yang muncul.43
3. Perbedaan Paradigma Ekonomi Islam Secara Filosofis
Sejauh ini kita telah mengetahui perbedaan-perbedaan yang diametral
antara paradigma yang mendasari ekonomi konvensional dengan paradigma yang
mendasari ekonomi islami. Keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah
mungkin untuk dikompromikan, karena masing-masingnya didasarkan atas
pandangan dunia (weltanschauung) yang berbeda. Ekonomi konvensional melihat
ilmu sebagai sesuatu yang sekuler (berorientasi hanya pada kehidupan duniawi—
kini dan di sini), dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta tanggung jawab
42
Sebagaimana dikutip dari Justice Muhammad Taqi Usmani, Judgement on Riba Perspectives, (Boston: Kluwe Academic Publishers, 2001), h. 304. Oleh Prof. John Gray (Oxford University) dikatakan bahwa “Most significantly, perhaps transactions on foreign exchange market have now reached the astonishing sum of around $1,2 trillion a day, over fifty time the level of the world trade. Around 95% of this transactions are speculative in nature, many using complex new derivative’s financial instruments based on futures and options”.
43 Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Prakteknya di Beberapa Negara
(Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.8-11.
39
manusia kepada Tuhan di akhirat dalam bangun pemikirannya. Oleh karena itu,
ilmu ekonomi konvensional menjadi bebas nilai (positivistik). Sementara itu,
ekonomi islami justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh prinsip-
prinsip relijius (berorientasi pada kehidupan dunia—kini dan di sini—dan
sekaligus kehidupan akhirat—nanti dan di sana).
Dalam tataran paradigma seperti ini, ekonom-ekonom muslim tidak
menghadapi masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun, ketika mereka
diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimanakah konsep ekonomi islam itu,
mulai muncullah perbedaan pendapat.44
Sampai saat ini, ekonom-ekonom muslim
kontemporer dapat kita klasifikasikan setidaknya menjadi tiga mazhab, yakni:
Mazhab Baqir as Sadr, Mazhab Mainstream dan Mazhab Alternatif-Kritis.
Di dalam filosofinya Ekonomi Islam terkandung tiga hal yaitu Ontologi
Ekonomi Islam, Epistemologi Ekonomi Islam, dan Aksologi Ekonomi Islam
(Mochamad Aziz, 2009).45
Latar belakang keilmuan Ekonomi Islam disebut sebagai Ontologi
Ekonomi Islam yaitu berupa alasan mendasar adanya Ekonomi Islam. Sesuai
dengan sistem kehidupan yang ada pada diri manusia, keluarga, lingkungan, dan
alam semesta maka elemen dasar penciptaan terdiri dari 3 unsur yaitu manusia,
Allah, dan ibadah. Kemudian perpaduan 3 hal ini membentuk alasan besar
penciptaan yaitu Islam, sehingga ontology dari Ekonomi Islam adalah Islam.
44
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.29-30. 45
Adiyatna, "Filosofi Ekonomi Islam”, artikel diakses pada 10 Desember 2014 dari https://adiyatnapages.wordpress.com/2011/05/01/filosofi-ekonomi-islam-by-dr-ir-h-roikhan-m-aziz-mm.
40
QS. Ali-Imran [3]: 19.
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” [Q.S 3:19]
Sesuai dengan firman Allah tersebut bahwa sistem atau Din yang
diciptakan Allah itu hanya Islam. Sehingga sistem ekonomi yang ada seharusnya
juga mengikuti aturan dalam sistem Islam. (Mochamad Aziz, 2009).
Islam dalam Ekonomi Islam merupakan konsep besar sebagai suatu sistem
yang menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang menjadi
epistemology dari keilmuan Ekonomi Islam yang sedang berkembang yaitu kafah.
Ekonomi Islam yang kafah muncul sebagai konsep dasar ekonomi dengan batasan
Islam sebagai suatu sistem. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]:
208.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” [Q.S 2:208]
41
Konsep Ekonomi Islam yang kafah didukung oleh Quran Surat Al-
Baqarah [2] ayat 208 bahwa tujuan dari Ekonomi Islam dapat dijalankan oleh
orang-orang yang beriman dan dilakukan secara sistematis dan menyeluruh atau
kafah yang berarti dimulai dari Islam sebagai kerangka dasar kehidupan yang di
dalamnya mengandung makna bahwa manusia diciptakan Allah untuk ibadah.
Kemudian dikembangkan ke berbahai aspek termasuk ekonomi (Mochamad Aziz,
2010).
Kerangka dasar Islam dari konsep yang menyeluruh berupa kaafah ini
perlu diterjemahkan ke dalam penerapan berekonomi secara makro dan mikro
ekonomi. Implementasi dari kedua hal tersebut dijabarkan dalam bentuk aksiologi
yaitu keseimbangan sistem ekonomi yang terdiri dari 2 hal misalnya antara
penawaran dan permintaan. Secara analogis, gambaran tentang keseimbangan
antara 2 hal dalam Al-Quran disebutkan sebagai hubungan antara hal yang baik
dan hal yang buruk (Mochamada Aziz, 2010).
QS. Saba [34]: 28.
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” [Q.S 34:28]
42
C. Pengertian Umum tentang Konsep Tauhid sebagai Landasan Sistem
Ekonomi Islam
1. Pengertian Konsep Tauhid Secara Umum
Islam dalam ajarannya telah menawarkan suatu sistem yang sangat
paripurna bagi keberlangsungan hidup manusia di dunia juga bahkan kehidupan
setelahnya di akhirat. Adanya doktrin akan keyakinan manusia terhadap adanya
Allah SWT sebagai tuhan manusia yang satu harus senantiasa tertanam dalam hati
sanubari untuk kemudian dapat meresap dalam jiwa masing-masing individu
untuk dapat terus taat dan patuh terhadap aturan-aturan baik perintah maupun
larangan-Nya sehingga tumbuh rasa takut dalam diri manusia terhadap keesaan
tuhannya yang kemudian istilah ini dalam islam dikenal dengan istilah tauhid.
Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tauhid merupakan kata
benda yang berarti keesaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu.
Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada-yuwahhidu.
Secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan bahwa Allah
SWT adalah esa, tunggal, satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid
yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu ―keesaan Allah‖ mentauhidkan
berarti ―mengakui akan keesaan Allah, mengesakan Allah‖.46
Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah suatu ilmu yang
membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat
yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib
46
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h.1.
43
dilenyapkan pada-Nya. Juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan
kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka dan
apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.47
Sedangkan tauhid menurut Zainuddin, tauhid berasal dari kata ―wahid‖
yang artinya ―satu‖. Dalam istilah agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang
satu atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut argumentasinya
yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut dengan ilmu
Tauhid.48
Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh tim IAIN Syarif
Hidayatullah terbagi menjadi dua yakni: tauhid Rububiyah dan tauhid Ubudiyah.49
Sedangkan menurut Ismail Raji Al-Faruqi tauhid terdiri dari tiga macam, yakni
tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah, dan tahid Ubudiyah. Semua aktivitas alam
semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dari kebesaran dan kekuasaan Allah
sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk mengurus alam
ini. Dia inilah yang disebut sebagai tauhid rububiyah.50
Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa Allah satu-
satunya pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut harus sejalan dengan semua
aktivitas seorang hamba. Keyakinan tersebut harus diwujudkan melalui ibadah,
amal shaleh yang langsung ditujukan kepada Allah SWT tanpa perantara serta
47
Syeikh Muhammad Abduh dalam Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h.2.
48 Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.1.
49 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan,
1992), h.934 50
Ismail Raji al-faruqi, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti, (Bandung: Pustaka, 1988), h.18.
44
hanya untuk Dialah segala bentuk penyembahan dan pengabdian, inilah tauhid
ubudiyah.
Tauhid uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid ialah bahwa
yang berhak dijadikan tempat khudhu‘ atau ketundukan dalam beribadah serta
ketaatan hanyalah Allah SWT yang berhak dipatuhi secara mutlak oleh hambanya
bukan hamba yang berlagak sebagai ―raja‖.51
Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim. Oleh sebab itu, ia harus
ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya akan
hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Ketauhidan merupakan unsur
utama yang mengikat manusia dengan tuhannya agar menjadi pribadi yang sesuai
dengan kodrat penciptaannya.
Implikasinya adalah timbulnya perilaku (moral dan etika) manusia yang
hanya patuh dan takut kepada keesaan Allah SWT yang merupakan satu-satunya
pencipta alam semesta dimana di dalamnya terdapat sumber-sumber ekonomi dan
kekayaan bagi manusia, yang mana dapat diketahui bahwa Sang Penciptalah yang
mengetahui kebaikan dan kesesuaian bagi apa saja yang diciptakan-Nya termasuk
manusia dan segala sumber daya untuk pemenuhan kebutuhannya di dunia
termasuk kebutuhan akan ekonomi dalam kehidupan.
2. Pengertian Konsep Tauhid dalam Ekonomi
Chapra menjelaskan, bahwa pembangunan ekonomi islam dibangun
berdasarkan prinsip tauhid serta etika mengacu pada tujuan syariah atau maqashid
51
Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h.7.
45
al-syariah. Yaitu memelihara: (1) Iman atau faith. (2) hidup atau life; (3) nalar
atau intellect; (4) keturunan atau posterity; dan (4) kekayaan atau wealth.52
Konsep ini adalah bukti yang menjelaskan bahwa konsep dan sistem
ekonomi islam, hendaknya berawal dari bangunan sebuah keyakinan atau iman
atau faith, dan berakhir dengan kekayaan atau property. Diharapkan pada
gilirannya tidak akan muncul kesenjangan ekonomi atau perilaku ekonomi yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah.
Basis utama sistem ekonomi syariah, adalah terletak pada aspek kerangka
dasarnya yang berlandaskan hukum islam atau syariah. Terutama pada aspek
tujuannya, yaitu mewujudkan suatu tatanan ekonomi masyarakat yang sejahtera
berdasarkan: (1) keadilan; (2) pemerataan; dan (3) keseimbangan.
Atas dasar itulah, pemberdayaan Ekonomi Syariah dilakukan dengan
strategi yang ditujukan bagi perbaikan kehidupan dan ekonomi masyarakat.
Sistem ekonomi Islam memiliki pijakan yag sangat tegas bila dibandingkan
dengan sistem ekonomi liberal. Bahkan bagi yang berpaham sosialis sekalipun.
Dalam sistem ekonomi liberal, menghendaki lebih pada elemen kebebasan
absolute individu. Termasuk di dalam memperoleh keuntungan keadilan non-
distributif. Semisal dalam sistem sosialis-komunis, menekankan kepada aspek
pemerataan ekonomi (keadilan yang merata). Yaitu dengan teknik membenturkan
dua pertentangan kelas sosial, yang terdiri dari: (1) Kelas borjuis; dan (2) kelas
proletar.
52
M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, terjemah Ikhwan Abidin Basri, Islam dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Institute, 2000).
46
Sementara dalam paham Islam, asas kolektivitas yang sama rata serta sama
rasa, adalah melanggar sunnatullah. Karena pada dasarnya manusia memang
berbeda satu dengan lainnya, agar dapat saling belajar satu dengan lainnya. Sistem
ekonomi Islam menganut asas Equilibrium, yaitu dengan ―menjembatani‖ antara
si kaya dan si miskin. Atau kelompok masyarakat borjuis dengan masyarakat
proletar melalui konsep ZIS (Zakat, Infaq, Sadaqah) serta Wakaf. Sistem ekonomi
Islam mengutamakan aspek hukum serta etika, yaitu berupa adanya keharusan
mengimplementasikan beberapa prinsip hukum serta etika bisnis islami.
a. Prinsip keadilan (al-‘adl)
Prinsip berlaku adil ditujukan kepada setiap orang, tanpa pandang bulu.
Perkataan yang benar mesti disampaikan apa adanya walaupun perkataan itu akan
merugikan kerabat sendiri. Maka dari itu kemestian berlaku adil dalam muamalat
mesti ditegakkan di dalam keluarga dan masyarakat muslim itu sendiri. Bahkan
kepada orang kafir pun umat Islam diperintahkan berlaku adil.
b. Prinsip amar makruf nahi munkar
Prinsip Amar Makruf berarti hukum Islam digerakkan untuk, dan
merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang
dikehendaki dan diridloi Allah. Sedangkan nahi munkar berarti fungsi sosial
kontrolnya.
47
c. Prinsip Kemerdekaan atau Kebebasan (al-hurriyah)
Dalam prinsip kebebasan ini menghendaki adanya agar dalam
melaksanakan muamalat tidak berdasarkan paksaan. Seperti dalam pernikahan
tidak adanya paksaan akan tetapi setiap orang berhak dan bebas memilih calon
untuk pasangan hidupnya.
d. Prinsip persamaan (al-musawah)
Dalam al-qur‘an surat ke-49, al-hujurat ayat 13, ditujukan kepada seluruh
umat manusia, tidak terbatas bagi kaum muslim saja. Ayat ini menghendaki tidak
ada perbedaan antar sesama manusia dengan alasan apapun. Begitupun manusia
dalam muamalat.
e. Prinsip tolong-menolong (al-ta’awun)
Prinsip ta‘awun dalam mu‘amalat berarti bantu membantu antar sesama
anggota masyarakat. Seperti adanya jual beli, pinjam-meminjam ataupun yang
lainnya.
f. Prinsip Toleransi (tasamuh)
Toleransi yang dikehendaki oleh islam ialah toleransi yang menjamin tidak
terlanggarnya hak-hak islam dan umatnya. Hukum islam mengharuskan umatnya
hidup rukun dan damai di muka bumi ini tanpa memandang ras, dan warna kulit.
3. Dasar dan Tujuan Konsep Tauhid dalam Islam
48
Pada dasarnya inti pokok ajaran al-Qur‘an adalah tauhid. Nabi Muhammad
SAW adalah tauhid. Nabi Muhammad SAW diutus Allah kepada umat manusia
adalah juga untuk mengajarkan ketauhidan tersebut . karena itu, ajaran tauhid
yang terdapat dalam al-Qur‘an dipertegas dan diperjelas oleh Rasulullah SAW
sebagaimana tercermin dalam hadits-haditsnya.
Sebagaimana dikatakan terdahulu, inti dari tauhid adalah keyakinan bahwa
Allah SWT Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Penegasan Allah SWT dalam
al-Qur‘an yang menyatakan bahwa Allah SWT itu Maha Esa antara lain:
a) Surat Al-Ikhlas ayat 1 sampai dengan 4:
―Katakanlah, ―Dialah Allah, Yang Maha Esa‖. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Ia tidak beranak dan
tidak diperanakkan. Tak ada seorang pun yang setara dengan-Nya‖.
Ayat di atas tegas sekali menyatakan bahwa Allah itu Esa; Satu Tunggal.
Allah bahkan memberi penegasan khusus bahwa Allah tidak beranak, tidak pula
diperanakkan. Pernyataan ini secara tegas menolak anggapan bahwa Tuhan punya
anak, apalagi kalau Tuhan dilahirkan oleh yang lain.
b) Surat al-Zumar ayat 4:
―Mahasuci Tuhan. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa‖.
c) Surat al-Baqarah ayat 163:
―Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain
Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang‖.
d) Surat an-nisaa ayat 171:
49
―..Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Janganlah
kamu mengatakan, ―Tuhan itu tiga‖. Berhentilah (dari ucapan itu). Itu
lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa. Maha
Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi
adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi Pemelihara‖
e) Surat al-Maidah ayat 73:
―Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ―Allah adalah
salah satu dari yang tiga‖. Padahal, sekali-kali tidak ada Tuhan selain
dari Tuhan (Allah) Yang Maha Esa...‖
f) Surat al-Anbiya ayat 22:
―Seandainya pada langit dan bumi itu ada Tuhan selain Allahh, pasti
keduanya akan rusak binasa...‖
Di samping ayat-ayat di atas masih ada beberapa ayat lagi baik secara
eksplisit maupun implisit yang menyebutkan bahwa Allah SWT adalah Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak ada Tuhan selain Dia.
Keesaan Allah SWT tidak hanya keesaan pada zat-Nya, tapi juga esa pada
sifat dan af‘al (perbuatan)-Nya. Yang dimaksud dengan esa pada zat ialah zat
Allah itu tidak tersusun dari beberapa juzu‘ (bagian). Tidak ada sekutu bagi-Nya
dalam memerintah dan menguasai kerajaan-Nya. Esa pada sifat berarti sifat Allah
tidak sama dengan sifat-sifat yang lain dan tak seorangpun yang mempunyai sifat
sebagaimana sifat Allah SWT. Esa pada af‘al (perbuatan) berarti tidak ada
seorang pun yang memiliki perbuatan sebagaimana perbuatan Allah. Ia Maha Esa
50
dan menyendiri dalam hal menciptakan, membuat, mewujudkan, dan membentuk
sesuatu.53
Ajaran ketauhidan yang tercantum di dalam al-Qur‘an ditanamkan dalam-
dalam oleh Rasulullah SAW kepada para sahabat dan pengikutnya, baik melalui
ucapan maupun sikap dan kepribadian beliau. Hal-hal yang membawa kepada
syirik atau kekafiran sangat ditentang beliau. Demikian pula hal-hal yang dapat
merusak akidah.
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan:
صلي اهلل عليه وسلن قال: اجتنب السبع الووبقات, قيل يارسول عي ابى هريرة رضى اهلل عنه: اى رسول اهلل
,وهاهي؟ قال الشرك باهلل, والسحر, وقتل النفس التي حرم اهلل اال بالحق, واكل هال اليتين, واكل الربا, اهلل
ـ ٣٢׃الوصايا کتابـ ٥٥׃ فى البخارى اخرجه( .والوتولي يوم الزحف وقدف الوحصنات الغافالت الوؤهنات
.)ظلما اموال اليتامى يأكلون الذين ان׃ تعالى قولاهللا باب
Arti Hadits:
Hadits Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. dimana beliau bersabda: “
Jauhilah tujuh macam dosa yang membinasakan.”Para sahabat bertanya:
”Wahai Rasulullah, apakah ketujuh macam dosa itu?” Beliau menjawab:
“Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa (manusia) yang diharamkan oleh
Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari pada saat
pertempuran (dalam jihad) dan menuduh (berbuat zina) kepada wanita-wanita
yang selalu menjaga diri, mukminat dan tidak pernah berfikir (untuk
berzina).‖(HR. Bukhari-Muslim).54
Ada dua hal yang menarik dari hadits di atas dalam hubungannya dengan
tauhid. Pertama, syirik dinyatakan sebagai salah satu dari tujuh hal yang
membinasakan manusia. Ini wajar karena syirik menghancurkan iman seseorang
dan menjerumuskannya ke dalam jurang api neraka. Kedua, syirik ditempatkan
pada urutan pertama. Penempatan ini dapat diartikan bahwa masalah syirik
53
Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terjemahan Moh. Abdai Rathomy (Bandung: CV.Diponegoro, 1978), h.98
54 Bukhori, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), pasal 55 “Kitab Wasiat” bab.
32 tentang firman Allah SWT (yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan aniaya .“
51
idealnya mendapat perhatian serius dari setiap muslim, melebihi dari tindakan-
tindakan membinasakan lainnya. Hal ini juga wajar karena syirik adalah dosa
yang tidak bisa diampuni Tuhan, sementara dosa-dosa yang lain masih mungkin
diampuni.
Sejarah mencatat, selama Rasulullah SAW berada di Mekkah, di awal
masa kenabiannya, masalah pokok yang diajarkan beliau adalah tauhid atau
keimanan kepada Allah. Beliau sangat giat dan gigih menyeru umat meninggalkan
berhala-berhala dan penyembahan terhadap selain Allah. Beliau mengajak umat
agar hanya menyembah kepada Allah yang Maha Esa. Kegiatan ini beliau lakukan
dengan berbagai cara. Mula-mula dilaksanakan secara diam-diam, kemudian
secara terang-terangan. Dan selama masa itu banyak halangan dan rintangan yang
beliau hadapi. Tekanan, intimidasi, ancaman, bahkan siksaan fisik yang berat
banyak diderita oleh kaum muslimin. Namun karena tauhid yang ditanamkan nabi
ke dalam hati mereka demikian kuat, sekalipun siksaan bertubi-tubi datang,
mereka tak goyah. Mereka tetap beriman kepada Allah SWT. Buah dari keteguhan
iman mereka akhirnya memang dirasakan. Islam berhasil menang dan Mekkah
dapat ditaklukkan. Bahkan, sebelum Nabi wafat, boleh dikata, seluruh jazirah
Arabia sudah berada di bawah kekuasaan Islam.55
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi
lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah
dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang
akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan
55
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, cet.1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h.15-19.
52
sendirinya. Hal ini nampak dalam pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap,
perbuatan, dan perkataannya sehari-hari. Dengan demikian, kepercayaan atau
akidah merupakan pokok dan landasan berpikir bagi umat Islam. Alam pikiran
yang dilandasi akidah akan menimbulkan cita-cita dan kemauan yang pada
gilirannya melahirkan aktivitas-aktivitas positif dalam kehidupan manusia yang
bersangkutan.56
Keyakinan seorang muslim akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa (Allah)
melahirkan keyakinan bahwa semua yang ada di alam ini adalah ciptaan Tuhan;
semuanya akan kembali kepada-Nya, dan segala sesuatu berada dalam urusan
Yang Maha Esa itu. Dengan demikian, segala perbuatan sikap, tingkah laku, atau
perkataan seseorang selalu berpokok pada modus ini. Allah SWT berfirman pada
surat al-Dzariyat ayat 56, Al-fatihah ayat 5 dan 6, dan surat al-ikhlas ayat 1-2.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-
hal batin, tetapi juga meliputi sikap, tingkah laku, perbuatan dan perkataan.
Kalau tauhid cuma diketahui, tapi tidak dimiliki dan dihayati, ia hanya
menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan; namun tidak berpengaruh
apa-apa terhadap seseorang. Dirinya akan berada diluar ketauhidan yang
sebenarnya; bahkan mungkin ia berada diluar Islam seperti Prof. Snouck
Hourgronje dan Carlyle. Keduanya ahli dalam soal tauhid, tetapi tidak beriman
kepada Allah SWT. Sebaliknya, jika seseorang hanya memiliki jiwa tauhid, ia
akan menjadi sangat fanatik; bahkan mungkin terlempar ke luar dari ketauhidan
yang sebenarnya. Dengan demikian, maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar
56
Ibid., h. 5.
53
mengaku bertauhid saja, tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-
sifat:
a. Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
b. Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka
untuk mengerjakan ibadat dengan penuh keikhlasan.
c. Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan
hidup yang dapat menyesatkan.
d. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Dengan demikian, tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia. Ia tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan
menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh
besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku keseharian seseorang. Ia tidak
hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi berfungsi pula sebagai falsafah hidup.
Apabila tauhid tertanam kuat dalam jiwa seseorang, ia akan menjadi suatu
kekuatan batin yang tangguh. Kekuatan itu akan melahirkan sikap positif dalam
realitas kehidupannya sehari-hari. Ia akan selalu optimis menghadapi masa depan,
tidak takut terhadap apapun dan siapapun kecuali kepada Tuhan, selalu senang
dan gembira sebab merasa dekat dengan Tuhan dan yakin Tuhan selalu
bersamanya dalam setiap hal, rajin melakukan ibadah dan perbuatan baik, dan
sikap-sikap positif lainnya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri, tetapi
bermanfaat pula untuk masyarakat dan lingkungannya.
54
D. Review Kajian Terdahulu
Jurnal Ekonomi Islam ―Tauhid Its Philosophy And Application In Islamic
Banking‖ karya Muhammad M. Said dan Jurnal Ilmiah ―Pendekatan Tauhid
Dalam Ekonomi‖ Oleh Zamri bin Rajab. Kedua jurnal tersebut diterbitkan di
Malaysia dan menggunakan metode kualitatif yang melakukan kajian pendekatan
ekonomi dan kegiatan perbankan berdasarkan dalil-dalil Al-qur‘an dan Hadits dan
prinsip-prinsip nilai yang dikandungnya. Di dalam membahas dasar-dasar prinsip
nilai ekonomi Islam penelitian tersebut mengandung beberapa persamaan dengan
penelitian ini.
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada fokus objek penelitiannya
yang mana penulis lebih menekankan kepada konsep keberlanjutan ekonomi
ditinjau dari pemikiran Choudhury.
Skripsi berjudul ―Konsep Pembangunan Ekonomi: Studi Komparatif
Pemikiran Mubyarto Dan Umer Chapra‖ karya Arif Soleh, Skripsi Ekonomi Islam
yang berjudul ―Pandangan M. Abdul Mannan tentang Sistem Ekonomi Islam
Berdasarkan Konsep Persaudaraan‖ karya M. Sabiq Nairozi. Persamaan kedua
skripsi tersebut dengan penelitian ini adalah dalam hal tema pembahasan yang
mengangkat konsep pembangunan ekonomi menurut tinjauan sistem ekonomi
Islam.
Dari penelitian yang ada tersebut belum ada yang mengambil konsep
pemikiran Choudhury terkait landasan prinsip tauhid, khususnya keterkaitan dan
implikasinya terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Maka hal ini
55
menjadi kesempatan bagi penulis untuk mengeksplorasi konsep tauhid yang
ditawarkan oleh ekonomi islam sebagai solusi bagi keberlanjutan ekonomi dalam
rangka mensejahterakan generasi saat ini dan yang akan datang.
56
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sekilas Tentang Masudul Alam Choudhury
1. Biografi Masudul Alam Choudhury
Masudul alam choudhry adalah professor universitas cape Breton nova
scotia, Canada. beliau telah memberikan kuliah secara luas pada sejumlah
universitas dan institute professional di negara-negara berbeda salah satunya di
universitas-universitas yang ada di Indonesia. Banyak buku yang telah ditulis
olehnya salah satunya kontribusi untuk teori ekonomi islam (Contributions to
Islamic Economic Theory) yang sudah umum di temui di banyak perpustakaan
perguruan tinggi di Indonesia.
Masudul alam choudhury menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi Islam
itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan
demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah
konsensus para ahli dan pelaku pasardalam menciptakan keseimbangan ekonomi
dan perilaku pasar.57
57
Refky Fielnanda, “Resume Prinsip Dasar Menurut Masudul Alam Choudhury’, diakses pada 24November 2014 dari http://refkyfielnanda.blogspot.com/2011/03/ekonomi-syariah.html.
57
a. Kualifikasi dan Spesialisasi Bidang Pendidikan:
Menempuh pendidikan tinggi S1 setingkat Sarjana dengan predikat gelar
B.Sc. Hons. Pure Mathematics, University of Dhaka, 1967.58
Kemudian
melanjutkan bidang studi Master di bidang yang sama dengan mendapatkan gelar
M.Sc. Pure & Applied Mathematics, University of Islamabad, 1968.
Setelah menguasai ilmu Matematika secara mendalam baru setelah itu
beliau mulai tertarik menerapkannya pada bidang studi Statistik dan Ekonomi
dengan mendapat gelar M.Phil. Mathematical Statistics dengan spesialisasi di
bidang Econometrics, University of Islamabad, 1969. Thesis: "Multicollinearity
Problem in Economic Models", Prof. A.H. Baloch. Dan juga meraih gelarnya di
bidang Politik Ekonomi dengan sudut pandang keislamannya dengan gelar
M.A.Political Economy, University of Toronto, 1973.
Major Paper: "Foundations of Islamic Economics", Prof. Samuel Hollander.
Sehingga kemudian beliau mendapatkan gelar Doktornya di Universitas
Toronto pada bidang yang sama dengan gelar Ph.D. Political Economy, University
of Toronto, 1977. Thesis: "Some Aspects of Optimal Human Capital Investment
and Economic Growth: Theoretical and Empirical Study", Prof. M. Handa.
b. Pengalaman Mengajar dan Penelitian :
58
Permeii, “Profil Para Pakar Ekonomi Syariah”, diakses pada 23 Desember 2014 dari http://permeii-indonesia.blogspot.com/2009/11/profil-para-pakar-ekonomi-syariah.html.
58
Professor of Finance and Economics, College of Industrial Management,
King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran 31261, Saudi Arabia
(on leave from Cape Breton University (CBU)) 1999-2001.
(Full & tenured) Professor of Economics (1992-present), Cape Breton
University (CBU), Sydney, Nova Scotia, B1P 6L2, Canada. Associate Professor
1985-92.
Visiting Professor in Social Economics, Department of Sociology of
Education, Ontario Institute for Studies in Education, 1984-85.
Senior Economist, Economics and Policy Planning Department, the
Islamic Development Bank, 1983-84.
Assistant Professor of Economics, College of Engineering, King Abdulaziz
University, 1979-83.
Adjunct Lecturer in Statistics, University of Regina, 1978-79.
Manpower Planning Officer, Saskatchewan Department of Labour,
Regina, Saskatchewan, 1978-79.
Research Economist, Ontario Ministry of Labour, and Manpower
Economist, Saskatchewan Department of Labour, 1977-79.
Assistant Professor of Statistics, University of Chittagong, 1969-72.
A total of over 30 years of teaching & research experience.59
c. Posisi Yang Diduduki Di Bidang Akademis Hingga Saat Ini :
59
CIEFS, “Prof. DR Masudul Alam Choudhury, PhD”, diakses pada 12 September 2014 dari http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/06/prof-dr-masudul-alam-choudhury-phd.html.
59
Full-Professor, Department of Economics and Finance,Sultan Qaboos
University, Muscat, Sultanate of Oman;
International Chair, Post-Graduate Program in Islamic Economics and
Finance, Trisakti University, Jakarta, Indonesia
Ph.D. field of Political Economy of Education from the Ontario Institute of
Studies in Education, University of Toronto, 1977.60
2. Karya-karya dan Pemikiran MA. Choudhury tentang Ekonomi Islam
Paradigm of Unity of Knowledge (Oneness of God, Tawhid in the Qur’an)
in Socio-scientific Reasoning; Neurocybernetic and System Theory of Socio-
scientific Reasoning in the light of Qur’anic Unity of Knowledge; Islamic
Political Economy and World-System; Money and Real Economy etc.
Science and Epistemology in the Qur’an (5 Volumes, Edwin Mellen,
2006); Explaining the Qur’an (2003); Development Planning in the Sultanate of
Oman (2007); The Islamic World-System, a Study in Polity-Market Interaction
(RoutledgeCurzon, 2004); Computing Reality (in press); The Universal Paradigm
and Islamic World-System (Economy, Society, Ethics and Science) (in press).
Humanomics, an International Journal of Systems and Ethics (Cat. in
Journal of Economic Literature), published and distributed by Emerald
Publishers in the UK.
60
Nabaul Choudhury, “BioChoudhury”, diakses pada 27 Agustus 2014 dari www3edu.nd.edu/.../Choudhury/BioChoudhury.doc.
60
3. Konsep Tauhid dan Pendekatannya dalam Ekonomi Menurut Choudhury
Sebagai makhluk Allah, manusia mempunyai tugas untuk mengabdi,
menghamba (beribadah) kepada Penciptanya (al-khaliq). Dalam pengabdian ini
terkandung konsep tauhid (pengEsaan) terhadap Tuhan. Dengan demikian, tauhid
merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama dan utama dalam hubungan
antara manusia, alam dan Allah.
Berdasarkan landasan tauhid tersebut, Choudhury memperkenalkan
gagasan pembangunan sosio-ekonomi berkelanjutan melalui pemahaman
hubungan antara ekonomi dan masyarakat secara terintegrasi antara pemerintahan
dan sistem pasar.61
Pembangunan merupakan teori, proses dan realisasi tujuan
sosial dan ekonomi secara bersamaan. Dalam hal ini, tujuan pemerataan
pendapatan sosial dan efisiensi ekonomi harus dicapai (prinsip pemerataan-
efisiensi) dalam perspektif etika.
Semua etika dalam Islam, berlandaskan padahukum dariwahyu
AllahdansabdaRasulullah. Dengan demikian, dalam Islam, penerimaan dari apa
yang sah dan etis tidak sama dengan pemikiran yang mendasarkan hukum yang
berlandaskanpada filosofi rasionalisme. Choudhury mengkontraskan duafilosofi
ilmu pengetahuan yang saat ini berkembang, yaitu pertama, filosofi rasionalisme
sebagai sumber pengetahuan dan pengembangan sistem pengetahuan dunia.
Kedua, filosofi Ilahi dimana konsep pengetahuan dan struktur sistem dunia
61
Choudhury, M. A. Comparative Development Studies In Search of the World View (London: The Macmillan Press Ltd, 1993).
61
bertujuan untuk kemaslahatan umat melalui konseptualisasi, perumusan dan
pengamalan kepentingan dunia dan akhirat.62
Choudhury menggagas pemikiran Tawhidi String Relation (TSR) yaitu
menghubungkan seluruh sumber keilmuan (epistemologi) berdasarkan (i) sumber
dari seluruh ilmu yaitu Al-Quran, (ii) penjabaran dan penerapan Al-Quran pada
kehidupan nyata di dunia oleh Rasulullah (Al-Hadits) dan (iii) Ijtihad yang
merupakan hasil penelitian dan pemikiran para ulama untuk mendapatkan sesuatu
jawaban atas permasalahan yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits
terhadap sesuatu hukum syara‘ (hukum Islam).
62
Choudhury, M. A, The Unicity Precept and the Socio-Scientific Order (Lenham: University Press of America, 1993).
62
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Urgensi Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid Menurut Tinjauan
Pemikiran Masudul Alam Choudhury
Tingkah laku manusia banyak ditentukan oleh satu deret nilai dan
kepercayaan yang diakui secara sosial. Tidak ada studi terhadap tingkah laku
manusia yang dapat benar, bila dipisahkan dari perspektif yang diberikan oleh
nilai-nilai masyarakat. Doktrin yang diterima dalam ilmu ekonomi mengkaji
tingkah laku manusia, tetapi kumpulan nilai yang dipahaminya jarang dibuat
eksplisit.63
Masyarakat Islam mengatur tingkah laku manusia dengan satu tata nilai
tertentu. Sebagian dari nilai-nilai ini mempengaruhi tingkah laku ekonomi
masyarakat secara vital. Dengan ekonomi, kita memasukkan aktivitas-aktivitas
masyarakat yang berhubungan dengan produksi, pertukaran serta konsumsi
barang-barang dan pelayanan. Nilai-nilai ini membentangkan sebuah pola tingkah
laku dambaan yang diakui dan aku manusia dengan satu tata nilai tertentu.
Sebagian dari nilai-nilai ini mempengaruhi tingkah laku ekonomi masyarakat
secara vital. Dengan ekonomi, kita memasukkan aktivitas-aktivitas masyarakat
yang berhubungan dengan produksi, pertukaran serta konsumsi barang-barang dan
63
Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan tentang Ekonomi) (T.tp: Bank Muamalat, t.th.), h.291.
63
pelayanan. Nilai-nilai ini membentangkan sebuah pola tingkah laku dambaan
yang diakui dan dibenarkan secara sosial.64
Untuk sebuah kehidupan yang terhormat dalam sebuah masyarakat Islam,
seorang Muslim yang normal akan menyukai terikat kepada pola tingkah laku ini.
Fungsi sesungguhnya dari nilai-nilai ini adalah untuk mempertahankan kerangka
kerja hukum. Hukum dapat dilaksanakan dalam semangatnya yang benar
hanyalah bila terdapat sebuah penyerahan kemauan kepada hukum tersebut.
Penyerahan diri secara sukarela ini didapatkan melalui pendidikan masyarakat
dalam sebuah pola tingkah laku yang diinginkan secara sosial.
Syari‘at telah melembagakan konsep tauhid dan amar ma‘ruf nahi
mungkar. Sebuah kesadaran sosial dibangun melalui lembaga ini untuk berperan
sebagai pengawas masyarakat. Tekanan dilakukan atas seseorang yang
menyimpang dari tingkah laku yang diinginkan. Pegangan restu sosial telah
diperkuat oleh lembaga ‗keluarga‘ yang memasukkan semua hubungan dekat dan
jauh. Setiap keluarga berperan sebagai pemerhati tingkah laku anggota-
anggotanya. Dengan demikian, seseorang dapat mengambil sebuah jalan yang
‗tidak direstui‘ dengan resiko ‗dikucilkan‘ oleh keluarga. Bukan hanya ini, ia
barangkali juga akan terkena tindakan hukum bila ia melanggar suatu hukum.
Namun kekuatan hukum berlaku hanya dalam kasus-kasus yang ekstrim.
Perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas ekonominya di dunia ini
cenderung bersifat rakus dan merusak sumber daya yang tersedia di alam dengan
64
Ibid., h.292.
64
hanya menuruti nafsu pemenuhan kebutuhan ekonomi berdasarkan keuntungan-
keuntungan yang bersifat individual ataupun kelompok saja tanpa menghiraukan
dampaknya terhadap kondisi alam itu sendiri dan juga tentunya keberlangsungan
hidup generasi manusia selanjutnya di masa sekarang dan yang akan datang.
Hal tersebut berlangsung secara terus-menerus sampai saat sekarang ini,
tanpa disertai adanya kesadaran individual maupun institusional untuk
meminimalisir perilaku buruk tersebut dalam menjalankan aktivitas ekonominya
baik dalam lingkup ekonomi rumah tangga atau perusahaan, mikro ataupun
makro, dalam segi kegiatan produksi, distribusi maupun konsumsi. Sehingga
dapat terwujudkan suatu optimalisasi ekonomi yang seimbang dan merata serta
memiliki tingkat keberlanjutan (sustainabilitas) yang tinggi tanpa dikhawatirkan
lagi adanya krisis-krisis lain yang disebabkan oleh kurangnya sumber daya yang
tersedia, karena perilaku manusia itu sendiri yang cenderung mengeksploitasi dan
kurang memaksimalkan inovasi terhadap penggunaan sumberdaya lain yang
bersifat alternatif sebagai upaya untuk penghematan bagi keberlangsungan
ekonomi manusia secara jangka panjang selama hidup di dunia ini.
Keberlanjutan ekonomi (sustainabilitas) sangat urgen bagi proses
keberlangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Kebutuhan manusia akan
pangan, sandang maupun papan terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga
dibutuhkan adanya kontrol yang sifatnya menyeluruh terhadap segala proses
pengelolaan, penyaluran dan penggunaan sumber daya ekonomi manusia tersebut
agar tidak terjadi ketimpangan dan kerusakan yang merugikan manusia sendiri.
65
Choudhury dan Hossain mendefinisikan keberlanjutan sebagai
kelangsungan keadilan, keseimbangan, moral, etika dan akuisisi materi yang
secara bersama membentuk tatanan sosial manusia, pasar, lembaga, dan ekonomi
politik global.65
Istilah keberlanjutan sosio-ekonomi menyampaikan fakta bahwa
masyarakat dan ekonomi, keuangan, pemerintahan, lembaga dll tidak bisa terpisah
dari nilai-nilai moral dan etika. Istilah sosio-ekonomi digunakan di sini untuk
menekankan bahwa fenomena sosial, memiliki pengertian analitis yang
mendalam, mulai dari dasar-dasar pengetahuan yang merumuskan perilaku serta
dinamika sistem sosial. Karakteristik sistem sosial ini menekankan perubahan
institusional, instrumen dan kebijakan. Kekuatan sosial dan ekonomi dengan
demikian menggabungkan sistem interdisipliner melalui pengalaman manusia dan
metodologi analisis sosial dan ekonomi.66
Bahkan secara khusus Choudhury menggagas pemikiran Tawhidi String
Relation (TSR) yaitu menghubungkan seluruh sumber keilmuan (epistemologi)
berdasarkan (i) sumber dari seluruh ilmu yaitu Al-Quran, (ii) penjabaran dn
penerapan Al-Quran pada kehidupan nyata di dunia oleh Rasulullah (Al-Hadits)
dan (iii) Ijtihad yang merupakan hasil penelitian dan pemikiran para ulama untuk
mendapatkan sesuatu jawaban atas permasalahan yang bersumber dari Al-Quran
dan Al-Hadits terhadap sesuatu hukum syara‘ (hukum Islam).
Kesadaran akan setiap individu merupakan dasar paling penting bagi
terbentuknya sistem ekonomi yang berkelanjutan, dan tentu saja kesadaran untuk
65
Choudhury, M. A., & Hossain, M. S, Computing Reality (Tokyo: Blue Ocean Press,2006). 66
Choudhury, M. A, Tawhidi String Relationship (Jakarta: IEF Trisakti, 2008).
66
membangun sistem yang berkelanjutan itu hanya dapat diciptakan oleh adanya
suatu keyakinan dan pola pikir yang meresap dalam setiap individu manusia serta
teraplikasikan dengan baik dalam kehidupan.
Sebagai makhluk Allah, manusia mempunyai tugas untuk mengabdi,
menghamba (beribadah) kepada Penciptanya (al-khaliq). Dalam pengabdian ini
terkandung konsep tauhid (peng Esaan) terhadap Tuhan. Dengan demikian, tauhid
merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama dan utama dalam hubungan
antara manusia, alam dan Allah. Berdasarkan landasan tauhid tersebut,
Choudhurymemperkenalkan gagasan pembangunan sosio-ekonomi berkelanjutan
melalui pemahaman hubungan antara ekonomi dan masyarakat secara terintegrasi
antara pemerintahan dan sistem pasar.67
Pembangunan merupakan teori, proses
dan realisasi tujuan sosial dan ekonomi secara bersamaan. Dalam hal ini, tujuan
pemerataan pendapatan sosial dan efisiensi ekonomi harus dicapai (prinsip
pemerataan-efisiensi) dalam perspektif etika.
Semua etika dalam Islam, berlandaskan pada hukum dari wahyu Allah
dan sabda Rasulullah. Dengan demikian, dalam Islam, penerimaan dari apa yang
sah dan etis tidak sama dengan pemikiran yang mendasarkan hukum yang
berlandaskan pada filosofi rasionalisme. Choudhury mengkontraskan dua filosofi
ilmu pengetahuan yang saat ini berkembang, yaitu pertama, filosofi rasionalisme
sebagai sumber pengetahuan dan pengembangan sistem pengetahuan dunia.
Kedua, filosofi Ilahi dimana konsep pengetahuan dan struktur sistem dunia
67
Choudhury, M. A, Comparative Development Studies In Search of the World View, (London: The Macmillan Press Ltd, 1993).
67
bertujuan untuk kemaslahatan umat melalui konseptualisasi, perumusan dan
pengamalan kepentingan dunia dan akhirat.68
Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tauhid merupakan kata
benda yang berarti keesaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu.
Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada-yuwahhidu.
Secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan bahwa Allah
SWT adalah esa, tunggal, satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid
yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu ―keesaan Allah‖ mentauhidkan
berarti ―mengakui akan keesaan Allah, mengesakan Allah‖.69
Tauhid merupakan unsur utama yang mengikat manusia dengan tuhannya
agar menjadi pribadi yang sesuai dengan kodrat penciptaannya. Implikasinya
adalah timbulnya perilaku (moral dan etika) manusia yang hanya patuh dan takut
kepada keesaan Allah SWT yang merupakan satu-satunya pencipta alam semesta
dimana di dalamnya terdapat sumber-sumber ekonomi dan kekayaan bagi
manusia, yang mana dapat diketahui bahwa Sang Penciptalah yang mengetahui
kebaikan dan kesesuaian bagi apa saja yang diciptakan-Nya termasuk manusia
dan segala sumber daya untuk pemenuhan kebutuhannya di dunia termasuk
kebutuhan akan ekonomi dalam kehidupan.
Nilai ekonomi Islam adalah persyaratan penerapan yang berhasil dari
ekonomi Islam. Melalui sebuah proses pendidikan, nilai-nilai ini akan harus
68
Choudhury, M. A, The Unicity Precept and the Socio-Scientific Order (Lenham: University Press of America, 1993).
69 Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h.1.
68
ditanamkan dalam masyarakat sebelum usaha-usaha yang sungguh-sungguh
dilakukan untuk melaksanakan ajaran ekonomi Islam.
B. Implementasi Konsep Tauhid dalam Upaya Mengoptimalkan
Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid
Ekonomi Islam tidak sependapat dengan sudut pandang analisis ekonomi
konvensional, hal ini dilandasi oleh pokok ajaran utama dalam ekonomi islam
yakni prinsip tauhid dan persaudaraan. Tauhid secara harfiah berarti 'unit', dalam
konteks ekonomi yang berarti bahwa tauhid merangkum inti dari seluruh esensi
ekonomi islam. Dalam hal ini mengajarkan manusia bagaimana berhubungan dan
berurusan dengan manusia lain dalam terang hubungannya dengan Tuhan.70
Choudhury mengatakan bahwa di balik cara kerja ekonomi yang
didasarkan pada pertukaran pasar, alokasi sumber daya, maksimalisasi utilitas dan
keuntungan seperti dalam ekonomi konvensional terdapat kebenaran yang lebih
dalam dan mendasar dari sekedar keadilan sosial.71
Di dalam islam kapasitas untuk memahami dan menggali nilai keadilan
sosial ini bersumber dari pengetahuan dan praktek prinsip-prinsip yang telah
diamanatkan Al-quran. Dengan cara ini prinsip tauhid dan persaudaraan mengatur
dan membatasi tugas atau tanggung jawab antar sesama manusia serta tugasnya
terhadap tuhan. Dalam istilah yang lebih praktis esensi tauhid dan persaudaraan
terletak pada kesetaraan dan kerjasama.
70
Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory : A Study in Social Economics (New York: St. Martin’s Press, 1986), h.8.
71Ibid., h.8
69
Kesetaraan yang lebih terang hubungannya dengan tauhid ini erat
hubungannya dengan keadilan secara merata dalam hal kepemilikan kekayaan
sumber daya baik dalam penguasaan modal produksi maupun perolehan
masyarakat dalam hal tingkat konsumsi. Sehingga dibutuhkan adanya langkah-
langkah strategis yang mesti diimplementasikan.
Choudhury mengungkapkan bahwa landasan pembentukan preferensi,
mekanisme pasar dan instrumen penciptaan kekayaan dalam Islam telah diatur
dan dibatasi secara alamiah oleh Allah SWT dalam ayat-ayat Al-qur‘an yang
merupakan sumber hukum moral utama. Tinggal bagaimana keyakinan tersebut,
yang dalam hal ini disebut dengan konsep tauhid berkembang secara keilmuan
lalu berproses secara interaktif, integratif dan evolutif untuk kemudian
membentuk suatu penjelasan secara ilmiah, skematis dan matematis terhadap
kondisi perekonomian serta kebijakan ekonomi seperti apa yang dapat diambil
demi tetap terjaganya maslahah mursalah yang menjadi tujuan (maqashid
syari’ah) di dalam kehidupan manusia.72
1. Penghapusan Riba dan Distribusi Kekayaan Sumber Daya
Dalam rangka membangun prinsip tauhid dan persaudaraan, Islam
membuat aturan mengenai penghapusan riba dan penerapan redistribusi kekayaan
individu dan nasional yang sangat penting. Islam telah menetapkan lembaga untuk
membawa kebijakan ini berlaku. 73
72
Masudul Alam Choudhury, Wealth Creation in Islam (Indianapolis: Indiana University, 2007), h.1-18.
73 Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, h.11.
70
Menurut teori ekonomi neo-klasik, komponen distributif dari total produk
bruto tahunan negara atau suatu usaha digunakan dalam tiga cara: pertama, orang
berusaha mendapatkan masukan modal lebih nyata untuk produksi lebih lanjut;
kedua untuk kepentingan upah; ketiga diambil oleh pengusaha dalam bentuk
keuntungan, bunga dan sewa, pembentukan dengan cara ini dinilai lebih kapitalis.
Kehadiran suku bunga dan pengeluaran awal dari modal yang kemudian
memunculkan akumulasi secara terus menerus dari modal. Dari sistem yang
demikian itu, demi untuk memfasilitasi akumulasi modal di tangan beberapa
kelompok pemilik modal tertentu timbullah pengurangan upah dan pengangguran,
sehingga eksploitasi pada setiap angkatan kerjapun kerap terjadi. Dengan demikan
prinsip kesetaraan dan kerjasama terganggu oleh kehadiran bunga di dalam hal
praktek akumulasi modal. 74
Riba dalam islam tidak berarti bunga atas modal pinjaman saja. Tetapi
juga termasuk ke dalamnya setiap adanya peningkatan klaim individu atau negara
terhadap kekayaan atau kepemilikan yang melampaui batasan keabsahan yang
dibolehkan menurut Islam, yang kemudian batasan tersebut menjadi bahan
pertimbangan pula bagi segala jenis penguasaan terhadap kepemilikan alat-alat
produksi tersebut.
Yang menarik, penghapusan bunga dalam Islam dianggap penting,
sehingga Islam memberikan perhatian pada pelaksanaan hak dari kepemilikan
pribadi. Dengan demikian penghapusan bunga tersebut mampu mengakhiri
terjadinya penindasan dan eksploitasi tenaga kerja, juga berbagai eksploitasi
74
Ibid., h.12.
71
sumber daya alam yang keluar batas, demi berlangsungnya keberlanjutan ekonomi
yang maksimal dari generasi masa kini kepada generasi yang akan datang
sehingga dapat memperoleh jaminan paling tidak ukuran tingkat konsumsi
minimum yang terjaga dan adanya kepastian suatu sistem harga yang
berlandaskan aturan yang adil secara aspek sosial ekonomi.
2. Pembentukan Tatanan Sosial dalam Ekonomi Kesejahteraan dan Alokasi
Optimal Sumber Daya Menurut Islam.
Kesejahteraan ekonomi adalah studi tentang alokasi sumber daya yang
optimal untuk mencapai kesejahteraan sosial. Pernyataan di mana metodologi
analisis kesejahteraan sosial itu berbasis struktur preferensi dan selera individu
yang terdiri dari masyarakat dan preferensi masyarakat alternatif rasional dibentuk
oleh rasa sakit dan kesenangan hedonistik kalkulus individu. Landasan filosofis
ekonomi kesejahteraan karena itu dilanda oleh selera dan preferensi dari dua kubu
berbeda daripada agen-agen ekonomi, di satu sisi dari individu-individu yang
memiliki selera dan preferensi pra-modal mereka, dan di sisi lain prioritas
masyarakat memesan preferensi, sering Selaras dalam arti tertentu dengan selera
dan preferensi kolektif anggotanya.75
Hubungan sosial tidak bisa dikenakan pada individu, untuk kemudian nilai
analisis kesejahteraan dalam pengaturan pasar akan hilang. akibatnya masalah
alokasi sumber daya yang optimal melalui mekanisme pasar untuk mencapai akhir
dari tujuan sosial tertentu akan berhenti menjadi menarik. Namun, meskipun
75
Masudul Alam Choudhury, An Islamic Social Welfare function (Indianapolis: American Trust Publications, Jan.1983), h. 108.
72
negara tidak bisa memaksakan preferensi untuk fungsi sosial pada individu adalah
mungkin untuk mengubah pandangan orang, dan melalui proses perubahan politik
dan sosial membawa preferensi individu dekat sesuai dengan tujuan sosial. ketika
keadaan seperti itu tercapai, etika individualistik, nilai-nilai dan preferensi
dikatakan benar terwakili dalam pemesanan preferensi sosial.
Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak
dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat,
sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.76
Menurutnya ada tiga prinsip dasar dalam ekonomi islam yaitu :
a. Prinsip persatuan dan persaudaraan, dalam konteks ekonomi islam perinsip
persatuan dan persaudaraan adalah hal terpenting dari semua hubungan dalam
perekonomian karena di dalamnya diajarkan bagaiman seseorang saling
berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lainnya dengan penuh
kebenaran dan tanggung jawab terhadap Allah
b. Prinsip kerja dan berproduktivitas, prinsip ini terbagi atas gaji individual harus
sebanding dengan jumlah dan kategory pekerjaan yang mereka kerjakan
maksudnya apa yang mereka kerjakan sebanding dengan gaji atau upah yang
mereka terima
c. Prinsip distribusi kekayaan, Distributive justice yaitu menghendaki adanya
keadilan distribusi kekayaan melalui pembayaran zakat, sedekah dan infak
agar tidak merugikan orang lain atau menabung dengan sistem bagi hasil yang
76
Refky Fielnanda, Prinsip Dasar Menurut Masudul Alam Choudhury, Tugas Resume Kuliah Ekonomi Islam (Jambi: IAIN Jambi, 2010), h.1.
73
mana tujuannya agar tidak terjadi jurang pemisah yang sangat dalam antara
yang kaya dan miskin.77
Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta
manakala pihak lain sudah mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan,
yang juga diikuti dengan kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya
memandang penting adanya distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk
dari distribusi itu sendiri.
Dari kerangka tersebut, insyaAllah keberlanjutan ekonomi menurut islam
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh
etika dari para pelakunya serta peningkatan kualitas sumber daya manusianya (Al
Harran, 1996).
Utilitas yang optimal akan lahir manakala distribusi dan adanya etika yang
menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu semangat untuk
memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus dikampanyekan kepada seluruh
sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam dapat benar-benar
diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial,
kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pada akhirnya, laju pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi dalam Islam
merupakan hal yang alamiyah sebagai hasil dari proses pemanfaatan sumberdaya
secara efisisien dan penuh.
77
Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory, h.8.
74
Hal ini disebabkan karena tuntutan untuk mencapai kemakmuran material
dalam islam menghendaki.
Tidak boleh dicapai lewat produksi barang dan jasa yang tidak
sesuai dengan standar moral Islami
Tidak boleh memperlebar kesenjangan sosial antara si kaya dan si
miskin dengan mendorong konsumsi yang mencolok
Tidak boleh menimbulkan bahaya kepada generasi sekarang dan
akan datang dengan merusak lingkungan fisik dan moral mereka.78
78
Refky Fielnanda, Prinsip Dasar Menurut Masudul Alam Choudhury, h.3-4.
75
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisa yang telah dilakukan pada bab-bab
terdahulu, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari
perumusan masalah yang telah ditentukan. Kesimpulan tersebut penulis uraikan
sebagai berikut:
1. Definisi keberlanjutan menurut Choudhury adalah suatu kelangsungan
keadilan, keseimbangan, moral, etika dan akuisisi materi yang secara bersama
membentuk tatanan sosial manusia, pasar, lembaga dan ekonomi politik global.
Hal ini menyampaikan fakta bahwa masyarakat dan ekonomi, keuangan,
pemerintahan, lembaga dan yang lainnya tidak bisa terpisah dari nilai-nilai
moral dan etika. Karakteristik yang terbentuk dari moral dan etika ini yang
kemudian menentukan perubahan institusional, instrumen dan kebijakan dalam
bidang ekonomi dan kehidupan manusia.
2. Keberlanjutan ekonomi yang berlandaskan tauhid mutlak dibutuhkan
keberadaannya karena sebagai makhluk Allah, manusia mempunyai tugas
untuk mengabdi, menghamba (beribadah) kepada penciptanya (al-khaliq).
Dalam pengabdian ini terkandung konsep tauhid (peng-esaan) terhadap tuhan.
Dengan demikian, tauhid merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama
dan utama dalam hubungan antara manusia, alam dan Allah. Berdasarkan
76
landasan tauhid tersebut, Choudhury memperkenalkan gagasan pembangunan
sosio-ekonomi berkelanjutan melalui pemahaman hubungan antara ekonomi
dan masyarakat secara terintegrasi antara pemerintahan dan sistem pasar.
Pembangunan merupakan teori, proses dan realisasi tujuan sosial dan ekonomi
secara bersamaan. Dalam hal ini, tujuan pemerataan pendapatan dan efisiensi
ekonomi harus dicapai (prinsip pemerataan-efisiensi) dalam perspektif etika.
3. Dalam implementasinya tauhid dalam ekonomi berfungsi sebagai pusat kendali
seluruh pola perilaku manusia dalam kegiatan ekonomi melalui adanya batasan
agama Islam yang diatur melalui Al-qur‘an, Al-hadits (Sunnah) dan juga
ijtihad yang merupakan hasil penelitian dan pemikiran para ulama untuk
mendapatkan sesuatu jawaban atas permasalahan yang terus berkembang dari
waktu ke waktu namun tetap sesuai dan bersumber dari Al-qur‘an juga hadits
terhadap suatu hukum syara‘. Unsur penghapusan riba yakni menghilangkan
sistem bunga yang ada dan juga pelaksanaan redistribusi kekayaan sumber
daya secara adil merata melalui instrumen zakat dan pengaturan kepemilikan
masih menjadi acuan utama dalam usaha menciptakan kesejahteraan generasi
sekarang dan akan datang sehingga tercipta suatu keberlanjutan ekonomi yang
diharapkan menurut Islam
B. Saran
Sebagai konsep sederhana namun mencakup dimensi yang cukup luas,
pencarian konsep keberlanjutan yang memenuhi harapan semua pihak akan terus
berjalan. Pengembangan konsep dan model-model yang telah ada diharapkan akan
77
selalu muncul. Oleh karena itu berdasarkan beberapa hal yang telah dibahas dalam
penelitian ini, konsep keberlanjutan yang berlandaskan tauhid sangat penting
untuk terus diteliti dan dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti di masa yang akan
datang sehingga menjadi acuan utama akademisi, pemerintah dan kalangan
praktisi dalam membangun kegiatan ekonomi masyarakat dengan berdasarkan
pokok-pokok ajaran utama Islam yang menghendaki kebahagiaan di dunia dan
akhirat (falah) yang merupakan hakikat konsep keberlanjutan yang sebenarnya.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Syeikh Muhammad. dalam Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1993: h.2.
Adiyatna. "Filosofi Ekonomi Islam‖, artikel diakses pada 10 Desember 2014 dari
https://adiyatnapages.wordpress.com/2011/05/01/filosofi-ekonomi-islam-
by-dr-ir-h-roikhan-m-aziz-mm.
Akram Khan, Muhammad, Ed. Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi
(Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan tentang Ekonomi). T.tp: Bank
Muamalat, t.th.
al-faruqi, Ismail Raji. Tauhid. Terjemahan Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka,
1988.
Amirin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3. Jakarta: PT. Raja
Grrafindo Persada, 1995.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 12.
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Ascarya. Akad Dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Prakteknya di Beberapa
Negara. Jakarta: Bank Indonesia, 2006.
Asmuni, Yusran Ilmu Tauhid. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Bukhori, Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987.
Chapra, M. Umer. Islam and Economic Development. terjemah Ikhwan Abidin
Basri. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani Press dan
Tazkia Institute, 2000.
Choudhury, M. A. Comparative Development Studies In Search of the World
View. London: The Macmillan Press Ltd, 1993.
_________. Comparative Development Studies In Search of the World View.
London: The Macmillan Press Ltd,1993.
_________. Tawhidi String Relationship. Jakarta: IEF Trisakti, 2008.
__________. The Unicity Precept and the Socio-Scientific Order. Lenham:
University Press of America, 1993.
__________. The Unicity Precept and the Socio-Scientific Order. Lenham:
University Press of America, 1993.
79
__________. An Islamic Social Welfare function. Indianapolis: American Trust
Publications, Jan.1983.
__________. Contributions to Islamic Economic Theory : A Study in Social
Economics. New York: St. Martin‘s Press, 1986.
__________. Wealth Creation in Islam. Indianapolis: Indiana University, 2007.
Choudhury, M. A., & Hossain, M. S. Computing Reality. Tokyo: Blue Ocean
Press, 2006.
Choudhury, Nabaul. ―BioChoudhury‖. diakses pada 27 Agustus 2014 dari
www3edu.nd.edu/.../Choudhury/BioChoudhury.doc.
CIEFS. ―Prof. DR Masudul Alam Choudhury, PhD‖, diakses pada 12 September
2014 dari http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/06/prof-dr-masudul-
alam-choudhury-phd.html.
Fauzi, A. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
__________.―Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi‖.
dalam Askar Jaya, ed. Konsep Pembangunan Berkelanjutan: Pengantar
Falsafah Sains Program S3. Bogor: IPB, 2004: h.3.
Fielnanda, Refky. ―Resume Prinsip Dasar Menurut Masudul Alam Choudhury‖.
diakses pada 24November 2014 dari
http://refkyfielnanda.blogspot.com/2011/03/ekonomi-syariah.html.
__________. Prinsip Dasar Menurut Masudul Alam Choudhury, Tugas Resume
Kuliah Ekonomi Islam. Jambi: IAIN Jambi, 2010.
FSH, Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi, Cet. Ke-1. Jakarta: UIN Press,
2012.
Hadi, Sutrisno. Metode Penelitian Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
I, Ismawan. "Resiko Ekologis di Balik Pertumbuhan Ekonomi", dalam Hayu S.
Prabowo, Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan
Lingkungan Hidup. Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim,
2012: h.58.
IAIN Syarif Hidayatullah, Tim Penulis. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:
Djambatan, 1992.
Jaya, Askar. Konsep Pembangunan Berkelanjutan, Makalah Program S3
Pengantar Falsafah Sains. Bogor: IPB, 2004.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
80
Koencaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet.14. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1970).
Lilik, Elang. Kumpulan Makalah Perubahan Lingkungan Global dan Kerjasama
Internasional. Bogor: IPB, 2003.
Lubis, Sahrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.
Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Cet. 14. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2001.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, cet. 5. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 1991.
Nazir, Moh. Metode Penelitian, Cet. 4. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999.
Permeii. ―Profil Para Pakar Ekonomi Syariah‖. diakses pada 23 Desember 2014
dari http://permeii-indonesia.blogspot.com/2009/11/profil-para-pakar-
ekonomi-syariah.html.
Prabowo, Hayu S. ―Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam
Perlindungan Lingkungan Hidup: Adopsi Pemikiran Green Economy‖: 28
Paper Confrence The 1st Islamic Economics and Finance Research
Forum: New Era of Indonesian Islamic Economics and Finance, 21-22
November 2012. Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim,
2012. h.51-59.
R, Tarumingkeng. Pengantar Falsafah Sains, Semester Ganjil. Bogor:
Pascasarjana IPB, 2004.
Rasyid, Daud. Islam dalam Berbagai Dimensi. Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
S, Soedomo. Ekonomi Hijau: Pendekatan Sosial, Kultural, dan Teknologi. Paper
presented at the Konsep Ekonomi Hijau/Pembangunan Ekonomi yang
Berkelanjutan Untuk Indonesia. Jakarta: Bappenas, 2010.
Sabiq, Sayyid. Aqidah Islam, terjemahan Moh. Abdai Rathomy. Bandung:
CV.Diponegoro, 1978.
Sutamihardja. ―Perubahan Lingkungan Global‖. dalam Askar Jaya, ed. Konsep
Pembangunan Berkelanjutan: Pengantar Falsafah Sains Program S3.
Bogor: IPB, 2004: h.3.
__________. Perubahan Lingkungan Global, Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana. Bogor: IPB, 2004.
Taqi Usmani, Muhammad, oleh Prof. John Gray, Oxford University. Judgement
on Riba Perspectives. Boston: Kluwe Academic Publishers, 2001.
81
UGM, LPPM. "Pentingnya Green Economy di Tengah Ancaman Krisis Ekonomi
Global". artikel di akses pada 18 agustus 2014 dari
http://lppm.ugm.ac.id/lppm-highlights/212.
UNO. Green Economy: A Transformation to Address Multiple Crises. An
Interagency Statement of the United Nations System. Copenhagen: United
Nation, 2009.
Zainuddin. Ilmu Tauhid Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
top related