tugas manajemen akuakultur payau - student blog · kenapa vanamei? ... doc-60 vibrio pada air...
Post on 21-Oct-2018
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS
MANAJEMEN AKUAKULTUR PAYAU
(GOOD AQUACULTURE PRACTISE OF SHRIMP LITOPANNEUS VANAMEI)
Nama : DEWI SUSYLOWATI
NIM : 115080509111004
Prodi : BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
What
“Good Aquaculture Practise of Shrimp (Litopanneus vanamei)”
Why
Kenapa Vanamei?
Udang vanamei (Litopanneus vanamei) atau dikenal dengan Pasific White Shrimp
merupakan udnag introduksi yang secara ekonomis bernilai tinggi karena diminati
oleh pasar Amerika dan dunia (Sugama, 2002 dalam Utojo dan Tangko, 2008). Selain
itu, menurut Pradikta (2010) Udang vannamei (Litopenaues vannamei) merupakan
solusi alternatif dalam memperkaya dan menambah produksi udang budidaya.
Kelebihan jenis udang ini adalah lebih resisten terhaap penyakit dan kualitas
lingkungan yang rendah, dengan padat tebar cukup tinggi, pakan yang diberikan
kandungan proteinnya lebih rendah dibanding dengan pakan udang windu sehingga
harganya lebih murah, produktivitasnya tinggi karena SR tinggi, Lebih mudah
dibudidayakan tidak serumit budidaya udang windu, waktu pemeliharaannya lebih
pendek, pertumbuhannya cepat hingga mencapai size 20, tahan hidup pada salinitas
yang luas dan tumbuh dengan baik pada salinitas rendah.
Kenapa harus “good aquaculture practise”?
Dalam Dialog Akuakultur Kelayakan Udang (2010) dikatakan bahwa
perkembangan produksi akuakultur telah mendatangkan kekhawatiran akan dampak-
dampak lingkungan dan sosial yang negatif yang terkait dengan pertambakan, seperti
polusi air, peningkatan dan penyebaran penyakit, pelarian, dampak habitat, dan
dampak sosial pada masyarakat sekitar. Satu solusi untuk tantangan ini adalah
menciptakan standar produk akuakultur yang bertanggung jawab yang mendukung
praktik terbaik dan membiayai kemajuan. Standar sertifikasi untuk tanggung jawab
sosial dan lingkungan, saat dijalankan dan teruji kelayakannya, dapat membantu
meyakinkan penjual ritel dan konsumen bahwa dampak terkait akuakultur sudah
diperkecil dan diredakan sesuai tingkat yang dapat diterima
Menurut Widigdo (2007) pembeli atau konsumen minta udang yang dijual telah
diproses secara bersih dan sehat. Konsumen takut udang yang dikonsumsi
mengandung salmonella,hormon tambahan, GMO, antibiotic residue, dan pesticide
residue. Dan semua itu dapat diperoleh dari jaminan keamanan dan kualitas yang
dimulai saat proses produksi primer.
Where
Tambak ditempatkan di lokasi yang ramah lingkungan serta nantinya dapat
melestarikan keberagaman hayati dan habitat alam penting. Peletakkan tambak udang
yang tidak sesuai dan tidak direncanakan sering berakibat pada gagal produksi,
kerusakan lingkungan, konflik penggunaan tanah, dan ketidakadilan sosial.
Maka,wajib jika membangun tambak udang, harus mempertimbangkan lingkungan,
habitat peka ekologis,penggunaan lahan lain di daerah itu, dan keberlangsungan
operasi tambak udang. Prinsip-prinsip mencakup dampak sehubungan penempatan
awal dan pembangunan dan perluasan tambak udang (Dialog Akuakultur Kelayakan
Udang, 2010). Misalnya di desa Pemuteran, kecamatan Gerokgak, kabupaten
Buleleng, Singaraja-Bali.
Menurut Widigdo (2007) lahan atau lokasi tambak sebaiknya tidak pada wilayah
konservasi mangrove. Bila terpaksa menebang mangrove, maka harus menjalankan
program penghijauan kembali, memiliki program berkelanjutan untuk konservasi
mangrove, termasuk kerja sama dengan pemerintah dan limbah budidaya tidak boleh
merusak mangrove.
Selain itu, secara non teknis menurut Haliman dan Hadijaya (2005) dalam Utojo
dan Tangko (2008) persyaratan lokasi tambak untuk budidaya udang Vanamei harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) dekat dengan produsen benih; (2) dekat
sumber tenaga kerja; (3) dekat dengan snra perekonomian sehingga mudah
mendapatkan berbagai bahan pokok untuk produksi; (4) lokasi terjangkau oleh sarana
transportasi kendaraan roda empat, saluran penerangan, dan alat komunikasi; (5) ada
akses untuk mendapatkan pembinaan dari DKP; dan (6) aman dari pencurian.
How
Jenis Budidaya : Intensif
Budidaya udang intensif dilakukan dengan teknis yang canggih dan memerlukan
masukan (input) biaya yang besar. Sebagai imbangan dari masukan yang tinggi, maka
dapat dicapai volume produksi yang sangat tinggi pula. Ciri khas dari teknik budidaya
intensif ini adalah padat penebaran benur yang sangat tinggi yaitu 50.000 sampai
600.000 ekor/Ha dengan produksi per satuan luas petak dapat mencapai antara 1
kg/m2 (10 ton/Ha) sampai 2 kg/m2 (20 ton/Ha/tahun). Masa pemeliharaan biasanya 4
bulan atau 2x setahun untuk petakan tanah (Suyanto dan Mujiman, 2003 dalam
Pradikta, 2010).
Lay out dan Desain
Menurut Widigdo (2007) lay out dan desain memenuhi aspek-aspek: manajemen air
dan manajemen limbah. Jika manajemen limbah ini maksimal maka air budidaya
menjadi sehat dan udang pun akan menjadi sehat. Berikut ini adalah lay out yang
membuat kawasan tambak susah dijangkau.
Gambar 1. Lay out tambak susah dijangkau (Widigdo, 2007)
Gambar 2. Lay out tambak susah dijangkau (Widigdo, 2007)
Gambar 3. Lay out tambak susah dijangkau (Widigdo, 2007)
Gambar 4. Desain tambak: dasar tambak dilapisi dengan plastik (Boyd, 2007).
Gambar 5. Desain Jaring penghalau (Limsuwan, 2007).
Gambar 6. Desain disinfektan pada pintu masuk tambak (Limsuwan, 2007).
Gambar 7. Senar penghalau burung (Limsuwan, 2007).
Gambar 8. Desain kincir aerasi (Limsuwan, 2007).
Pakan
Menurut Widigdo (2007) manajemen pakan manyangkut aspek-aspek :
- Efisiensi penggunaan pakan (FCR < 2,0): (biomass, kualitas air, cuaca dll)
- Hindari antibiotik
- Hindari hormon/GMO
- Kualitas pakan: pabrik, cara penyimpanan1.
Menurut Haryanto (2009) beberapa hal harus diperhatikan dalam pemberian
pakan.
- Pemberian pakan untuk DOC 1-30 menggunakan blind feeding program,
program ini didasari oleh penelitian yang komprehensif dan teraktual dari
perusahaan pakan dan benur tempat kita beli. Bisa jadi blind feeding siklus ini di
evaluasi lagi disiklus depan dengan improvement-improvement tertentu.
- Blind feeding program ini diharapkan bobot udang pada DOC ke 30 telah
mencapai 3 gram atau lebih dengan pemberian pakan 2-3 kali sehari pada DOC 1-
10 dan 3-5 kali pada DOC 11-30.
1 Penyimpanan dilakukan di gudang.
- Adapun jenis pakan pada DOC 1-10 kita gunakan pakan nomor 1 (681) DOC 11-
20 kita gunakan pakan nomor 2 (682), sedangkan pada DOC 21-30 kita gunakan
pakan nomor 3 (683).
- DOC 31 ke atas program pakan yang kita jalankan adalah program pakan menurut
perkembangan udang dari hari ke hari dengan parameter sampling secara berkala
5 hari sekali dan pengecekan anco.
- Pada umumnya (pertumbuhan udang normal) jenis pakan yang kita gunakan pada
DOC 31-45 adalah nomor 3 (683), pada DOC 46 ke atas kita gunakan pakan
nomor 4 (683-SP), sedangkan 20-30 hari menjelang panen kita gunakan pakan
nomor 5 (684-S) jika budidaya dilakukan 110-115 hari.
- DOC 31 hingga masa panen pemberian pakan dilakukan 5-6 kali sehari
(tergantung kebutuhan)
Pengelolaan Kesehatan Udang
Menurut Widigdo (2007) pengelolaan kesehatan udang agar panen maksimal
dan memuaskan terdiri manajemen carrier, kualitas air, mikroba dalam air, kualitas
pakan, pencegahan hewan lain, monitoring penyakit, bio indikator, dan kebersihan
alat dan pekerja.
Beberapa penyakit pada udang menurut Limsuwan (2007) adalah White Spot
Syndrome Viruse (WSSV), Taura Syndrome Viruse (TSV), Infectious Hypodermal
and Hematopoietic Neucrosis Viruses (IHHNV), Necrotizing Hepatopancreatitis
(NHP), dan Infectious Myonecrotic Viruse (IMV). Dan untuk pencegahan terhadap
penyakit maka perlu dilakukan diantaranya adalah periksa induk dengan PCR, cuci
telur dengan air laut yang bersih, eliminasi WSSV carrier sebelum penebaran, hindari
penebaran selama musim hujan dan musim dingin, dan treatment air dengan
Hipochloric calcium.
Gambar 9. Udang terinfeksi WSSV (Limsuwan, 2007).
Gambar 10. Udang terinfeksi IHHNV (Limsuwan, 2007).
Gambar 11. Udang terinfeksi IMV (Limsuwan, 2007).
Gambar 12. Udang terinfeksi TSV (Limsuwan, 2007).
Gambar 13. Udang terinfeksi NHP (Limsuwan, 2007).
Bahan Kimia dan Obat-obatan
Menurut Widigdo (2007) dalam menggunakan bahan kimia dan obat-obatan harus
diperhatikan beberapa hal berikut ini.
- Kebijakan “mencegah penyakit daripada mengobati penyakit”
- Hanya menggunakan bahan kimia dan obat untuk tujuan tertentu dan jelas
- Mengikuti instruksi penggunaan bahan kimia/obat
- Sebelum dibuang, limbah harus ditreatment dengan baik sehinggga tidak
mengganggu/meracuni lingkungan.
• Limbah padat: Ada tempat penampungan dan tidak mengganggu
lingkungan
• Limbah cair: tidak mencemari udang dan lingkungan dan limbah cair yang
mengandng bahan kimia harus dibersihkan.
- Catatan pengobatan udang
- Pelakukan bahan kimia dengan hati-hati
Menurut Haryanto (2009) berikut ini adalah kegiatan pemberian obat-obatan
pada budidaya udang Vanamei.
- Sterilisasi
Sterilisasi air di masa budidaya berjalan dilakukan pada tandon
(penampung air) dengan bahan kaporit, adapun dosisnya tentative
tergantung pada kebutuhan. Di masa awal DOC 1 - 45 kita kaporit
sebanyak 2 Kg/ 100 m3 dengan masa pengendapan 2 x 24 jam, pada DOC
46 ke atas dosis kaporit dapat diturunkan menjadi 1 Kg/100 m3 dengan
masa pengendapan 1 x 24 jam. Pada masa-masa menjelang panen (20
hari sebelum panen) dosis kaporit dapat ditekan hingga 0,5 Kg/ 100 m3
dengan masa pengendapan 12 jam.
Sterilisasi biosecurity khususnya celupan kaki ketika memasuki area
tambak dapat menggukan PK ataupun kaporit. Sedangkan untuk celupan
tangan dapat menggunakan cairan anti bakteri detol. PK/kaporit juga
relevan kita gunakan untuk meminimalisir penyebaran viruses dan hal
lainnya yang menggangu budidaya udang, bahkan di masa sampling atau
panen parsial kita gunakan PK tersebut untuk mencuci jala pencar, karena 1
jala akan digunakan ke berbagai petakan.
- Feed Add
Pemberian suplemen pada udang dilakukan dengan cara mencampurkan
vitamin c/imuno/ omega protein pada 1 kali jam pakan per harinya. Segala
bentuk suplemen pakan tersebut harus dicampur juga dengan perekat. Pada
beberapa siklus terakhir ini kita hanya menggunakan 1 bentuk Fee Add
yakni Vitamin C dengan produk Premium C (Sanbe) atau Vit-C (SHS-CP)
dengan perekatnya Rekato (Jawindo).
Dosis vitamin C yang kita gunakan adalah 5 gram/ 1 Kg pakan sama halnya
dengan rekato, biasanya kita gunakan pada jam pakan udang yang
diperkirakan nafsu makan nya lebih baik (pada beberapa siklus terakhir kita
gunakan pada jam 11 siang atau jam 3 sore).
Penggunaan Vitamin C lebih baik digunakan sejak DOC-1 hingga panen
dilakukan secara berkala 5 hari menggunakan dan 3 hari diliburkan.
- Probiotik
Probiotik yang kita gunakan saat ini adalah Super NB dan Super PS, kedua-
duanya adalah produk Marlindo (SHS-CP), sebetulnya ada sekian banyak
bakteri pengurai yang dapat kita gunakan, akan tetapi beberapa siklus
terakhir 2 produk tersebut yang kerap jadi andalan kita dengan
mempertimbangkan fungsi hasil dan nilai ekonomis.
Super NB dapat digunakan sejak DOC 1, dengan berkala 1 minggu sekali
atau 2 kali dalam satu minggu (DOC 45 - panen), sedangkan untuk super
PS kita gunakan 1 kali pada 1 hari sebelum siphon pertama kalinya dan
terus diaplikasi hingga masa panen periodenya (1-2 kali dalam 1
minggu).
Secara garis besar penggunaan kedua dosis maupun waktu aplikasi
probiotik tersebut tergantung kebutuhan, akan berubah-ubah antar petakan,
yang paling mempengaruhi adalah kualitas air tambak. Adapun fungsi dari
Super PS adalah sebagai bakteri pengurai di dasar tambak terutama
menguraikan H2S, sisa pakan kotoran udang dan meminimalisir nitrit dan
ammonium pada air tambak, adapun super –NB selain berfungsi sebagai
bakteri pengurai juga berfungsi menstabilkan planton yang menguntungkan.
Jika hasil pengecekan bakteri dan vibrio di lab telah ada, biasanya di atas
DOC-60 vibrio pada air tambak menjadi tinggi, ini akan membahayakan
kualitas air tambak (yang berujung pada kematian udang dalam jumlah
besar) maka kita minimalisir pertumbuhan vibrio dengan menggunakan
bakteri pengurai yakni biosolution (biosol) produksi Marlindo (SHS-CP)
- Aplikasi Karbon
Dibutuhkan unsur C (Carbon) yang cukup untuk menjaga kualitas air
ditambak maupun didasar tambak (kotoran/sisa pakan dll) agar tidak
menimbulkan penumpukan dan pembusukan dan adanya H2S maka
dibutukan karbon untuk menstabilkannya terutama juga menjaga range pH
air antara pagi-siang. Karbon non-organik yang kerap kali kita gunakan
yakni dengan menebar kapur kaptan, waktu yang digunakan juga tentative
tergantung kualitas air tambak bisa pagi-sore atau malam hari. Jika karbon
organic yang kerap kita gunakan adalah dengan menebar tetes/molase yang
telah dilarutkan dengan air tambak. Periode penebaran dapat dilakukan
setiap harinya, dan dapat dimulai sejak DOC-1. Aplikasi
karbon/kaptan/tetes sangat ditentukan dengan hasil pengecekan alkalinitas
(karena ada standarnya jika harus menambahkan dosis karbon dan ada
standar dimana aplikasi karbon harus dihentikan sementara waktu).
Dosisnya tergatung kualitas air tambak (dapat dilihat pada data-data siklus
serentak yang telah berlalu)
- Aplikasi Silikat Jel
Penebaran silikat jel dilakukan untuk menambah unsur kalsium (Ca) di saat
udang mengalami moulting (ganti kulit), setidak-tidaknya aplikasi ini
dilakukan 6 kali dalam sebulan yakni tiga kali yang pertama saat
menjelang, terjadi dan sesudah bulan purnama (terang). 3 kali yang kedua
adalah menjelang, terjadi dan sesudah bulan gelap (tilem). Masing-masing
berjarak 1 hari, di waktu-waktu lain aplikasi silikat jel ini juga dapat
dilakukan, ketika diyakini kondisi udang banyak moulting (biasanya
moulting udang terjadi karena stress dan pertumbuhan bobot). Aplikasi
silikat jel juga dilakukan menjelang panen (dengan jarak waktu efektif 2
jam sebelum panen). Dosisnya 1Kg/ 1000 m area tambak.
Pengelolaan Operasional Tambak
Adapun yang harus diperhatikan dalam pengelolaan operasional tambak menurut
Widigdo (2007) adalah persiapan lahan, manajemen air, manajemen pakan,
pencatatan datan, perawatan alat, dan penyimpanan bahan-bahan kimia dan pakan.
Hubungan Perusahaan dengan Karyawan dan Masyarakat Sekitar
Menurut Widigdo (2007) yang harus diperhatikan Perusahaan dalam hubungannya
dengan karyawan dan masyarakat.
• Dirasakan dampak positif bagi masyarakat sekitar (industri)
• Tidak mengganggu masyarakat sekitar jika akan ke pantai/laut
• Memberdayakan masyarakat lokal (indstri)
• Memenuhi kebijakan UMR
• Jaminan keamanan kerja
• Kondisi kerja yang sehat dan aman
• Hak dan kewajiban karyawan jelas
When
Kegiatan dalam budidaya udang Vanamei ini diawali dengan persiapan tambak.
Adapun persiapan-persiapan yang dilakukan menurut Utojo dan Tangko (2008)
adalah (1) penjemuran tanah dasar tambak hingga kering, (2) pembersihan dan
perbaikan peralatan, (3) perbaikan bocoran dan perataan dasar tanah, (4) pemasangan
saringan pada pintu-pintu tambak, (5) diberikan saponin, (6) dimasukkan air setinggi
100-12 cm, (7) diberikan fermentasi minimal 1 kali pemberian dengan bahan
fermentasi probiotik, direndam dalam air tawar selama 24-36 jam, (8) setelah air
sesuai standar, benur ditebar.
Kegiatan budidaya ini berakhir saat panen. Menurut Hasan (2010) Pemanenan
udang Vanamei dilakukan dengan dua cara, yakni panen parsial dan panen total.
Penentuan waktu panen parsial biasanya dilakukan pada usia udang mendekati 80
hari. Panen parsial bertujuan untuk mengurangi populasi udang vannamei di petakan
tambak sehingga pertumbuhan udang maksimal. Panen total dilakukan pada sore hari
dengan cara membuang seluruh air petakan melalui pintu outlet yang telah dipasang
jaring agar udang tidak lepas ke saluran pembuangan.
Who
Yang berperan dalam budidaya udang Vanamei ini adalah manajer yang
mengatur operasional tambak, konsultan sebagai penasihat dalam setiap kegiatan
budidaya, dan teknisi yang terdiri dari teknisi lapang dan mesin serta petugas
keamanan.
Referensi:
Boyd, Claude E.2007. Water And Pond Bottom Management in Shrimp Farming.
Department of Fisheries and Allied Aquacultures Auburn University, Alabama 36849
USA
Dialog Akuakultur Udang.2010.Standar Kelayakan Akuakultur Udang.
Hasan, Ainun Zeinul.2010. Teknik Pembesaran Udang Vannamei (Liptopenaeus vanamei)
Teknologi Intensif Di Tambak PT. SAN Desa Arjasa Kecamatan Arjasa Kabupaten
Situbondo Jawa Timur.
Haryanto, Bambang.2009. Pedoman Budidaya Udang Vanamei. Bali: PT Nerbiti
Limsuwan, Chalor.2007. Viruses.
Utojo dan tangkko, A.M.2008. Status, Masalah, dan Alternatif Pemecahan Masalah pada
pengembangan Budidaya Udang Vanamei (Litipaneus vanamei) di Sulawesi Selatan.
Media Akuakultur Volume 3 No 2 Tahun 2008.
Widigdo, Bambang.2007. Good Aquaculture Practice, Gap Penerapan Kaedah Budidaya
Secara Baik Dan Benar. Integrated Quality Assurance Division,Pt Cp. Bahari.
top related