tugas fieldtrip pbpam tc bekasii
Post on 27-Oct-2015
166 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN KUNJUNGAN LAPANG PERENCANAAN BANGUNAN
PENGOLAHAN AIR MINUM
PENGAMATAN UNIT OPERASI DAN PROSES PADA
BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM DI BALAI
PELATIHAN AIR BERSIH DAN PENYEHATAN
LINGKUNGAN PERMUKIMAN DEPARTEMEN PEKERJAAN
UMUM
Kelompok 4 :
1. Riza Adelia (082.09.016)
2. Febrina Putri Arum (082.08.005)
3. Luthfi Romadhon (082.08.009)
4. Fadhli Febriawan (082.08.004)
Dosen Pembimbing :
Ir. Ratnaningsih, MT
Rositayanti Hadisoebroto, ST. MT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS ARSITEKTUR LANSEKAP & TEKNOLOGI LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adapun masalah lingkungan yang paling banyak dibicarakan yaitu
adanya pencemaran air hasil kegiatan manusia. Manusia pada dasarnya
membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari, seperti untuk minum,
memasak, cuci, mandi dan kakus. Sehingga diperlukan adanya kegiatan proses
penyediaan air bersih/minum untuk disalurkan kepada masyrakat. Air yang
digunakan harus bebas dari kuman penyakit dan tidak mengandung bahan
beracun. Sumber air minum yang memenuhi syarat sebagai air baku air
minum jumlahnya makin lama makin berkurang sebagai akibat ulah manusia
sendiri baik sengaja maupun tidak disengaja.
Upaya pemenuhan kebutuhan air oleh manusia dapat mengambil
air dari dalam tanah, air permukaan, atau langsung dari air hujan. Dari ke tiga
sumber air tersebut, air tanah yang paling banyak digunakan karena air tanah
memiliki beberapa kelebihan di banding sumber-sumber lainnya antara lain
karena kualitas airnya yang lebih baik serta pengaruh akibat pencemaran yang
relatif kecil. Akan tetapi air yang dipergunakan tidak selalu sesuai dengan
syarat kesehatan, karena sering ditemui air tersebut mengandung bibit ataupun
zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan penyakit yang justru membahayakan
kelangsungan hidup manusia.
Berdasarkan masalah di atas, maka perlu diketahui kualitas air
yang bisa digunakan untuk kebutuhan manusia tanpa menyebabkan akibat
buruk dari penggunaan air tersebut. Kebutuhan air bagi manusia harus
terpenuhi baik secara kualitas maupun kuantitasnya agar manusia mampu
hidup dan menjalankan segala kegiatan dalam kehidupannya.
Penyediaan air bersih di Indonesia masih menghadapi berbagai
kendala yang kompleks, mulai dari kelembagaan, teknologi, anggaran,
pencemaran maupun sikap dari masyarakat. Pengelolaan air bersih ini berpacu
dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat serta perkembangan
wilayah dan industri yang cepat.
1.2 Tujuan
Untuk memberikan pengetahuan mengenai unit-unit pengolahan air yang
umunya digunakan dilapang.
BAB II
GAMBARAN UMUM
Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Bekasi, sebagai bagian dari Pusdiklat Departemen Pekerjaan Umum beserta
fasilitas yang dimilkinya merupakan hibah Pemerintah Jepang yang dibangun
tahun 1990 melalui grant-aid program (JTA 150). Bantuan ini bertujuan untuk
mendukung Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia bidang air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman di pusat dan
daerah.
Keberadaan Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan
Permukiman Bekasi sangat strategis dalam menunjang program peningkatan
kapasitas sumber daya manusia, khususnya dalam ikut meningkatkan
pembangunanbidang air bersih danpenyehatan lingkungan permukiman di era
otonomi daerah sekarang ini. Balai Pelatihan ini memiliki tugas pokok yaitu
mengembangkan kurikulum dan melaksanakan ujicoba pelatihan teknis
operasional bidang air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman serta
pelatihan lainnya dan diseminasi bahan pelatihan.
Balai pelatihan ini memiliki visi yaitu Menjadikan Balai Pelatihan
bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman yang handal,
bertumbuh kembang dan diakui Nasional. Sedangkan misinya yaitu :
1. Melaksanakan dan mengembangkan pelatihan unggulan;
2. Memberikan pelayanan prima;
3. Menyediakan fasilitas Pelatihan yang bersih dan nyaman;
4. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral;
5. Menjadi lembaga yang terakreditasi secara nasional;
6. Mengikuti perkembangan teknologi terkini dan beradaptasi dengan perubahan.
Adapun tugas pokok balia pelatihan ini yaitu
Mengembangkan kurikulum dan melaksanakan ujicoba pelatihan teknis
operasional bidang air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman serta
pelatihan lainnya dan diseminasi bahan pelatihan. Beberapa fasilitas yang dimiliki
Balai Pelatihan air bersih dan lingkungan pemukiman yaitu :
Ruang Kuliah
- Kapasitas 25 Orang (1 Ruangan)
- Kapasitas 15 Orang (2 Ruangan)
- Kapasitas 10 Orang (2 Ruangan)
Dua dari 5 ruang kuliah telah dilengkapi dengan peralatan audiovisual.
Ruang Seminar
Ruang Seminar mempunyai kapasitas 70 peserta dan dilengkapi dengan
peralatan audio-visual.
Ruang Perpustakaan Ruang Perpustakaan mempunyai kapasitas 12 peserta
dan dilengkapi dengan buku-buku tentang teknik.
Asrama Balai Pelatihan ini memiliki Asrama dengan 26 kamar peserta dan 4
kamar instruktur.Kapasitas asrama adalah 80 peserta. Seluruh asrama telah
memiliki pendingin udara (AC).
Kantin Pusat Pelatihan ini mempunyai kantin yang berkapasitas 50 peserta.
Olah Raga Pusat Latihan ini memiliki beberapa macam fasilitas olah raga
antara lain : bulutangkis, bola Sodok, Tenis Meja, Bola Voli, dll.
Jasa Laboratorium - Pemeriksaan Air Bersih : Kimia, Fisika dan Bakteriologi
- Pemeriksaan Air Buangan
- Pemeriksaan Karakteristik Sampah
Gambar 1. Peta Lokasi Balai Pelatihan Dinas Pekerjaan Umum
Gambar 2. Kantor Balai Pelatihan Dinas PU
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Unit-Unit Pengolahan Air
a. Intake
Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih
disebut dengan bangunan penangkap air atau intake. Kapasitas intake ini
dibuat sesuai dengan debit yang diperlukan untuk pengolahan. Menurut Al-
Layla, Water Supply Engineering Design, Michigan, (1978), beberapa hal
yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi intake yaitu :
Intake harus berlokasi pada tempat dimana tidak akan terjadi aliran deras
yang memungkinkan intake rusak sehingga berakibat pada penyediaan air
baku yang tersendat.
Tanah di daerah intake harus stabil.
Area sekitar intake harus bebas dari halangan atau rintangan.
Untuk menghindari kemungkinan kontaminasi, intake harus berlokasi
beberapa jauh dari bak.
Intake harus berada di bagian upstream (hulu) suatu kota.
b. Koagulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,
suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan
pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam
suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam
keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya
dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar
Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan
adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya
relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain (Tjokrokusumo,
Pengantar Enjiniring Lingkungan Jilid 2, 1999).
c. Flokulasi
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat
proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.
Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta
melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin
lama makin besar serta mudah mengendap. Pengadukan lambat (agitasi) pada
proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan
pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai
gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil
dibanding gradien kecepatan koagulasi.
d. Sedimentasi
Unit sedimentasi merupakan peralatan yang berfungsi untuk
memisahkan padatan dan air dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih
jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara
gravitasi. Secara keseluruhan, fungsi unit sedimentasi dalam instalasi
pengolahan adalah :
Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian
unit penyaring selanjutnya.
Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan.
Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang
relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas
dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi
beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada
bagian atas bak pengendapan untuk menahan flok–flok yang terbentuk.
e. Filtrasi
Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Unit
filtrasi adalah untuk menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini
biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica, dan kerikil silica dengan ketebalan
berbeda. teknik penyaringan zat tersuspensi dan partikel koloid terdiri dari dua
macam cara, yaitu :
a) Saringan Pasir Lambat
Prinsip kerjanya adalah air dialirkan melalui suatu bed tanpa penambahan
bahan kimia.
b) Saringan Pasir Cepat
Teknik ini dapat menghasilkan air bening dalam jumlah besar dan dalam
waktu yang relatif lebih singkat.
f. Desinfeksi
Pada proses ini bertujuan untuk membunuh bakteri atau
mikroorganisme pathogen yang masih dapat lolos dari proses sebelumnya
yakni proses sedimentasi dan filtrasi. Desinfeksi ini biasanya dilakukan pada
akhir proses pengolahan air sebelumnya didistribusikan ke konsumen. Adapun
bahan desinfektan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme
pathogen antara lain kaporit, gas klor, ozon, kalium permanganate dan lain-
lain.
g. Reservoir
Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air
bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara grafitasi. Karena
kebanyakan distribusi di kita menggunakan gravitasi, maka reservoir ini
biasanya diletakkan di tempat dengan eleveasi lebih tinggi daripada tempat-
tempat yang menjadi sasaran distribusi.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Proses Pengolahan Air
Air dan air limbah seringkali memiliki komposisi yang sangat
komplek, oleh karena itu modifikasi dari komposisi tersebut biasanya
dilakukan untuk menyesuaikan penggunaannya. Terdapat tiga tahapan proses
pengolahan air, yaitu :
1. Proses fisis yang bergantung terutama pada sifat-sifat fisis dari impurities
air, misalnya ukuran partikel, berat jenis, viskositas, dsb. Contoh-contoh
tipikal dari proses jenis ini adalah penyaringan (screening), pengendapan
(sedimentasi), filtrasi, transfer gas.
2. Proses kimiawi yang bergantung pada sifat-sifat kimia atau yang
memanfaatkan sifat-sifat kimia dari reagen yang ditambahkan ke dalam
air. Contoh proses kimia adalah koagulasi, presipitasi, penukar ion.
3. Proses biologi yang memanfaatkan reaksi-reaksi biokimia untuk
memisahkan impurities-impurities terlarut atau koloidal biasanya zat-zat
organik. Proses-proses biologi secara aerobik mencakup filtrasi biologi
(biological filtration) dan Lumpur aktif (activated sludge).
Pengolahan air ini dilakukan dengan menggunakan beberapa unit
pengolahan air. Adapun komposisi dari unit-unit pengolahan yang diperlukan
berbeda-beda tergantung dari jenis air bakunya, dan parameter utama yang
dihilangkan. Unit-unit pengolahan ini disebut juga sebagai Instalasi
Pengolahan Air Bersih (IPA). Berikut adalah tahapan pengolahan IPA :
Gambar 3. unit-unit pengolahan air minum
Intake Bak prasedimentasi
Filtrasi
Bak koagulasi & Flokulasi
ReservoarBak
SedimentasiBak
Desinfeksi
Pada proses pengolahan air tersebut lokasi intake dan sumber air
yang digunakan perlu diperhatikan. Pada balai pelatihan ini, dimana pelatihan
pengolahan air bersih mengambil sampel air dari sungai kalimalang.
Berikut adalah alat-alat instalasi pengolahan air yang ada di balai
pelatihan.
Gambar 4. Akselerator Gambar 5. Bak Desinfeksi
Gambar 6. Bak penampungan hasil backwah Gambar 7. Ca(OCl2)- Tank
Gambar 8. mixing tank Gambar 9. reservoir
Gambar 10. Pompa Alum Gambar 11.thickener untuk membuang
lumpur backwash keluar
4.2 Penentuan Dosis Koagulan menggunakan metode Jar Tes.
Pada unit koagulasi terdapat berbagai jenis koagulasi seperti
mekanis, hidrolis, dan pneumatik. Di balai pelatihan ini, koagulasi yang
digunakan yaitu secara mekanis. Pada proses ini juga dilakukan penambahan
koagulan, dimana koagu;an yang sering digunakan yaitu alum sulfat
(Al2(SO4)3). Koagulan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk
mengikat partikel-partikel yang terdapat di air sehingga mudah diendapkan.
Penentuan dosis koagulan yang digunakan yaitu menggunakan
metode jartes yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari koagulan
(biasanya tawas/alum) yang digunakn pada proses pengolahan air bersih.
Alat yang dipergunakan untuk percobaan Yar Test adalah floc tester yang
dilengkapi dengan alat-alat gelas dan pengadukan yang sempurna. Pada
penentuan ini, digunakan alum sulfat (Al2(SO4)3) 1% ( 1 ml = 10 mg) sebagai
koagulan yang akan ditentukan dosisnya. Langkah kerja dalam penentuan
dosis koagulan adalah sebagai berikut :
a. Disiapkan air baku yang akan diolah. Pada percobaan ini menggunakan air
baku dari sungai kalimalang.
Gambar 12. Air Baku dari Sungai Kalimalang
b. Dilakukan pengujian terhadap parameter fisika kimia yaitu pengukuran
pH, dan kekeruhan sumber air baku yang digunakan.
Gambar 13. Turbidimeter Digital untuk mnegukur kekeruhan
Gambar 14. pH meter untuk mengukur parameter pH
c. Disiapkan 6 buah gelas piala berukuran 1000 ml. Dimana pada masing-
masing gelas ditambahkan air sampel sebanyak 1000 ml kemudian diberi
alum sulfat 1% masing-masing yaitu 1 ml, 1,5 ml, 2 ml, 2,5 ml, 3 ml dan
3,5 ml.
Gambar 15. Proses penambahan koagulan Gambar 16. Koagulan alum sulfat
d. Atur kecepatan pengadukan berdasarkan kriteria :
- Untuk koagulasi menggunakan pengadukan cepat dengan range 100-
110 rpm. Dimana lamanya pengadukan selama 30 menit.
- Untuk flokulasi dengan pengadukan lambat pada range 35-45 rpm
selama 15 menit.
- Untuk pengendapan dilakukan selama 20 menit.
e. Dilakukan pengukuran besarnya flok yang terbentuk sesuai lembaran kerja
yang diberikan.
Gambar 17. Dosis 1 ml pada 5 menit Gambar 18. Dosis 2 ml pada 5 menit
Gambar 19. Dosis 25 ml pada 5 menit Gambar 20. Dosis 25 ml pada 10 menit
Gambar 21. Dosis 30 ml pada 10 menit Gambar 22. Dosis 35 ml pada 10 menit
f. Untuk menentukan kecepatan pengendapan, dilakukan pengukuran tinggi
gelas dari permukaan ke dasar gelas. Sehingga dapat diketahui tinggi
pengendapan setelah 20 menit.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh hasil yaitu :
- Tanggal Percobaan : 27 Juli 2011
- Konsentrasi Alum Sulfat : 1 % (1 ml = 10 mg)
- Air Baku : Sungai Kalimalang
- pH : 7,57
- Turbidity : 52 NTU
Berikut adalah tabel hasil pengamatan proses terbentuknya flok-
flok :
Parameter Dosis Alum (mg/lt)
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
Saat mulai terbentuk flok
Ukuran Flok :
- 5 menit
- 10 menit
- 15 menit
D1
D2
D2
D1
D1
D1
D2
D3
D4
D3
D3
D4
D4
D5
D6
D4
D5
D6
Waktu pengendapan
(menit) 10 cm
pH 7,22 7,23 7,14 7,05 7,02 6,90
Kekeruhan Air (NTU) 13,08 16,27 5,93 8,16 3,07 4,50
Keterangan :
- D1 = 0.3 - 0.5mm
- D2 = 0.5 - 0.75 mm
- D3 = 0.75 -1.0 mm
- D4 = 1.00 -1.5 mm
- D5 = 1.5 – 2.25 mm
- D6 = 2.25 - 3.00 mm
- D7 = 3.00 - 4.5 mm
- D8 = 4.5 - 6.0 mm
- D9 = 6.00 - 10.0mm
Dari tabel pengamatan diatas, terlihat pada dosis koagulan 1,5 ml
tidak terjadi pembentukan flok. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian
kembali untuk hasil yang maksimal. Dari hasil pengamatan diatas, dibuat
grafik penentuan dosis koagulan antara dosis koagulan dengan nilai kekeruhan
yang diukur setelah pengadukan.
Dari grafik penentuan dosisi koagulan diperoleh bahwa
pembentukan flok yang maksimal terjadi pada dosis koagulan 20 ml. Sehingga
dapat ditentukan debit pembubuhan koagulan.
Untuk mencari debit pembubuhan koagulan digunakan rumus sebagai
berikut :
Ket : qp = debit pembubuhan
Q = debit instalasi (m3/detik) = 1 m3/jam = 0,27 l/detik
D = Dosis Koagulan
qp =
C = Konsentrasi Koagulan
Penyelesaian :
qp =
=
= 6,48 ml/menit
Dari perhitungan diatas diketahui bahwa, dilakukan pembubuhan
koagulan sebanyak 6,48 ml setiap 1 menit agar proses koagulasi, flokulasi dan
pengendapan dapat berjalan baik sehingga air yang dihasilkna memenuhi baku
mutu yang ditetapkan.
4.3 Penentuan pembubuhan desinfektan.
Desinfeksi merupaka suatu proses pembubuhan desinfektan yang
bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang dapat menimbulkan
penyakit pada makhluk hidup. Desinfektan yang digunakan yaitu kaporit, gas
chlor dan O3. Desinfeksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
- Chlorinasi
- Dengan penyinaran sinar UV (Ultra Violet)
- Pemanasan
- Dengan asam atau basa
- Senyawa-senyawa kimia
Desinfeksi dengan menggunakan chlorinasi yang paling sering
dilakukan. Ada 2 langkah proses chlorinasi yaitu pada tahap awal yaitu pre
chlorinasi denagn cara break poin dan pada tahap akhir yaitu past chlorinasi
dengan cara daya pengikat chlor. Proses chlorinasi dibutuhkan diawal proses
dikarenakan jika air baku mengandung zat organik yang tinggi sehingga
jumlah mikroorganisme juga akan tinggi. Oleh karena itu, diperlukan
pemberian desinfektan untuk membunuh mikroorganisme tersebut untuk
memudahkan proses pengolahan. Selain itu, pemberian desinfektan baik
berupa kaporit maunpun gas chlor jika dalam batas yang tinggi juga akan
memebahayakan kesehatan manusia dan juga akan berbau dan berasa. Oleh
karena itu, sebelum air yang telah diolah didistribusikan maka perlu dilakukan
pengecekan sisa chlor.
a. Pengecekan sisa chlor dengan metode daya pangkat chlor.
Diambil air 1 L dari air proses filtrasi kemudian ditambahkan 3 mg/l
kaporit dengan kadar clhlor aktif 60% lalu diaduk.
Setelah itu didiamkan di tempat yang terlindungi dari cahaya selama
30 menit. Kurang dari 30 menit maka bakteri tidak akan mati.
Setelah itu dilakukan pengujian sisa chlor. Dengan menggunakan chlor
card dengan menggunkan indikator bahan kimia.
Gambar 23. Chlor Card
Gambar 24. Indikator chlor
Selain itu, juga dilakukan pengeceka sisa chlor, turbidity dan pH pada
contoh air baku, air setelah flokulasi, setelah pengendapan dan air pada
reservoir.
Dari pengamatan diatas diperoleh hasil yaitu :
Contoh air pH Turbidity (NTU) Sisa chlor (mg/l)
Air baku 6,7 41,6 -
Setelah Flokulasi 6,62 48.6 -
Setelah pengendapan 6,60 6,28 -
Setelah filtrasi 6,85 1,00 0,1
Air reservoir 6,95 0,69 -
Setelah dilakukan pengamatan diperoleh nilai
sisa chlor setelah 30 menit = 0,1 mg/l Cl2-
Dosis pangkat chlor = 1,7 mg/l Cl2-
Misal dosi yang diharapkan 0,9 mg/l maka :
= DPC + sisa chlor yang diharapkan
= 1,7 mg/l + 0,8 mg/l
= 2,5 mg/l Cl2-
Sehingga pembubuhan kaporit menjadi
= 2,5 mg/l x
= 4,167 mg/l Ca(OCl2)-
Jadi, 4,2 mg/l merupakan dosis optimum pembubuhan kaporit. Jika
pembubuhan melebih dosis yang optimum maka air yang diolah tidak layak
digunakan karena akan menimbulkan gangguan seperti bau dan rasa.
BAB V
PENUTUP
Pelatihan yang diberikan pada balai pelatihan air bersih dan penyehatan
lingkungan pemukiman dinas pekerjaan umum bertujuan memberikan
pengalaman dan pengetahuan mengenai proses pengolahan air meliputi penjelasan
mengenai jenis-jenis unit yang digunakan, keuntungan menggunkana unit tersebut
sampai permasalah yang mungkin timbul dilapang akibat penggunaan unit
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al Layla, 1977, Water Supply Engineering Design, Michigan: Ann Arbor
Science Publishers, Inc
Noerbambang, S & Morimura, T 2005. Perancangan Dan Pemeliharaan Sistem
Plambing. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Tjokrokusomo, KRT.1999.Pengantar Enjiniring Lingkungan Jilid 2. Yogyakarta :
Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan YLH.
Winarni,2005.Perencanaan Sistem Jaringan Perpipaan Air Minum. Jakarta :
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Arsitektur lansekap dan Teknologi
Lingkungan Universitas Trisakti.
top related