koagulasi dan flokulasi pada pengolahan air baku (pbpam)

27
KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Air bersih merupakan suatu kebutuhan yang sangat vital dalam menunjang sebagian besar aktivitas manusia. Tanpa air bersih, tidak akan ada kehidupan dimuka bumi ini karena dalam tubuh manusia itu sendiri terdiri atas 65% air. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, air bersih juga diperlukan untuk irigasi, tempat wisata, industri dan lain sebagainya. Di daerah pegunungan dan pedesaan, air minum dapat diperoleh dari sumber air atau air tanah yang dapat langsung digunakan sebagai air minum tanpa perlu pengolahan terlebih dahulu. Akan tetapi didaerah perkotaan, dimana air tanah telah tercemar dan ketersediaannya terbatas maka diperlukan tambahan sumber air sebagai air baku. Dan sebagai alternatif lain, digunakan air permukaan berupa air sungai sebagai sumber air yang baru. Namun disadari bahwa kondisi air dari sungai mengalami penurunan kualitas yang cukup besar, apalagi di daerah hilir. Air sungai yang mengalir di hilir menerima beban buangan domestik dari penduduk di sepanjang sungai serta beban dari effluen industri yang tersebar dipinggir sungai. Beban buangan tersebut dapat melebihi kapasitas alami sungai untuk melakukan self purification, akibatnya sungai tercemar 1 | Azwari Fikri (H1E108064)

Upload: fikri-azwari-hyt

Post on 01-Jul-2015

4.834 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Tugas makalah tentang proses koagulasi - flokulasi pada bangunan pengolahan air minum

TRANSCRIPT

Page 1: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Air bersih merupakan suatu kebutuhan yang sangat vital dalam menunjang

sebagian besar aktivitas manusia. Tanpa air bersih, tidak akan ada kehidupan

dimuka bumi ini karena dalam tubuh manusia itu sendiri terdiri atas 65% air.

Selain untuk kebutuhan sehari-hari, air bersih juga diperlukan untuk irigasi,

tempat wisata, industri dan lain sebagainya.

Di daerah pegunungan dan pedesaan, air minum dapat diperoleh dari

sumber air atau air tanah yang dapat langsung digunakan sebagai air minum tanpa

perlu pengolahan terlebih dahulu. Akan tetapi didaerah perkotaan, dimana air

tanah telah tercemar dan ketersediaannya terbatas maka diperlukan tambahan

sumber air sebagai air baku. Dan sebagai alternatif lain, digunakan air permukaan

berupa air sungai sebagai sumber air yang baru. Namun disadari bahwa kondisi

air dari sungai mengalami penurunan kualitas yang cukup besar, apalagi di daerah

hilir. Air sungai yang mengalir di hilir menerima beban buangan domestik dari

penduduk di sepanjang sungai serta beban dari effluen industri yang tersebar

dipinggir sungai. Beban buangan tersebut dapat melebihi kapasitas alami sungai

untuk melakukan self purification, akibatnya sungai tercemar dan kualitasnya

turun. Oleh sebab itu air baku tersebut memerlukan suatu pengolahan yang

memadai agar dapat memenuhi standar kualitas air minum.

Dewasa ini, kebutuhan air bersih meningkat tajam seiring dengan

pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup pesat. Semakin tinggi jumlah

penduduk, maka semakin tinggi pula kebutuhan air bersih.

Besarnya kebutuhan air bersih mendasari perencanaan instalasi

pengolahan air minum. Selain itu, faktor yang mendasari adalah sumber air baku

untuk air bersih. Pada dasarnya, di alam tidak terdapat sumber air yang benar–

benar murni dalam artian sesuai dengan syarat kesehatan. Sehingga diperlukan

pengolahan agar air tersebut layak untuk dikonsumsi.

Pengolahan air minum memerlukan tempat untuk berlangsungnya proses

pengolahan yaitu bangunan pengolahan air minum. Bangunan ini harus

1 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 2: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

direncanakan dengan baik agar didapatkan hasil pengolahan yang diinginkan.

Perencanaan unit pengolahan air minum ini meliputi intake, koagulasi – flokulasi,

sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, reservoir.

1.2 BATASAN MASALAH

Adapun batasan masalah dari penulisan makalah ini yakni, proses

koagulasi-fokulasi, penentuan dimensi unit instalasi pengolahan air.

1.3 TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memahami lebih dalam

mengenai proses kimia pada unit produksi dalam sistem penyediaan air minum,

yaitu koagulasi dan flokulasi. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa efektif

koagulasi dan flokulasi pada unit produksi dan mengetahui faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi.

1.4 METODE PENULISAN

Dalam pembuatan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode

kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari literatur-literatur dan

jurnal penelitian yang bersangkutan dengan proses Koagulasi Flokulasi. Selain itu

pengumpulan data juga di dapat dari pencarian informasi-informasi dari internet.

2 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 3: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk penghilangan zat-zat berbahaya dari air salah satu cara yang dapat

dilakukan adalah proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan flokulasi

merupakan proses yang terjadi secara berurutan untuk mentidakstabilkan partikel

tersuspensi, menyebabkan tumbukan partikel dan tumbuh menjadi flok.

Tahap awal dimulai dengan proses koagulasi, koagulasi melibatkan

netralisasi dari muatan partikel dengan penambahan elektrolit. Dalam hal ini

bahan yang ditambahkan biasanya disebut sebagai koagulan atau dengan jalan

mengubah pH yang dapat menghasilkan agregat/kumpulan partikel yang dapat

dipisahkan. Hal ini dapat terjadi karena elektrolit atau konsentrasi ion yang

ditambahkan cukup untuk mengurangi tekanan elektrostatis di antara kedua

partikel. Agregat yang terbentuk akan saling menempel dan menyebabkan

terbentuknya partikel yang lebih besar yang dinamakan mikroflok, dimana

mikroflok ini tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Pengadukan cepat untuk

mendispersikan koagulan dalam larutan dan mendorong terjadinya tumbukan

partikel sangat diperlukan untuk memperoleh proses koagulasi yang bagus.

Biasanya proses koagulasi ini membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit.

Tahap selanjutnya dari proses koagulasi adalah proses flokulasi. Flokulasi

disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut

sebagai flokulan (Rath & Singh, 1997). Mikroflok yang terbentuk pada saat

proses koagulasi sebagai akibat penetralan muatan, akan saling bertumbukan

dengan adanya pengadukan lambat. Tumbukan tersebut akan menyebabkan

mikroflok berikatan dan menghasilkan flok yang lebih besar. Pertumbuhan ukuran

flok akan terus berlanjut dengan penambahan flokulan atau polimer dengan bobot

molekul tinggi. Polimer tersebut menyebabkan terbentuknya jembatan, mengikat

flok, memperkuat ikatannya serta menambah berat flok sehingga meningkatkan

rate pengendapan flok. Waktu yang dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar

antara 15-20 menit hingga 1 jam.

Flokulan dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu flokulan organik

dan anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik, garam-garam dari berbagai

3 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 4: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

logam seperti aluminium telah banyak digunakan . Flokulan organik dapat dibagi

lagi ke dalam dua jenis, yaitu sintetik dan alami. Flokulan organik sintetik pada

umumnya merupakan polimer linear yang larut air seperti polyacrylamide,

poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride) (DADMAC),

poly(styrenic sulfonic acid), dan sebagainya. Sejak pengenalan flokulan polimer

sintetik pada tahun 1950, sekarang ini telah banyak dikembangkan flokulan-

flokulan sintetik lainnya secara komersil. Pencarian flokulan yang lebih baik terus

berlanjut dan digunakan untuk aplikasi yang lebih spesifik dalam industri.

Flokulan organik alami seperti pati, selulosa, alginic acid, guar gum adalah

polimer alami yang sangat sering digunakan sebagai flokulan. Polimer alam

terutama polisakarida bersifat biodegradable, murah, shear stable, dan mudah

diperoleh karena diperoleh dari bahan alam yang dapat diperbaharui. Sifat

biodegradable pada polimer alami menjadi kelebihan sekaligus kekurangannya,

yaitu dapat mengurangi umur penyimpanan sehingga menurunkan efisiensi karena

menurunnya berat molekul (Singh, dkk, 2000). Starch merupakan salah satu

polisakarida yang banyak dihasilkan di Indonesia. Terapan di luar industri pangan

dari material ini adalah untuk penjernih air yang dapat diterapkan untuk

pengolahan air dan air limbah.

2.1 KOAGULASI

Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,

suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan

cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi,

koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan

terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi

bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid

terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble)

dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila

koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain:

* Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di

mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel

yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;

4 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 5: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

* Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup

reaktif pada koloid;

* Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang

mengendap.

Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid

yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis

koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk

mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat

terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle sejumlah settled sludge

sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini sudah umum

dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektifitas pengolahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain:

1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan

kesadahan;

2. Jumlah dan karakteristik koloid;

3. Derajat keasaman air (pH);

4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;

5. Temperatur air;

6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur;

7. Karakteristik ion-ion dalam air.

Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah

alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih

murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk

pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO3). Agar

proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan derajat pengadukan

> 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan (G).

Untuk mencapai derajat pengadukan yang memadai, berbagai cara

pengadukan dapat dilakukan, diantaranya:

1. Pengadukan Mekanis

Dapat dilakukan menggunakan turbine impeller, propeller, atau

paddle impeller.

5 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 6: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

2. Pengadukan Pneumatis

Sistem ini menggunakan penginjeksian udara dengan kompresor

pada bagian bawah bak koagulasi. Gradien kecepatan diperoleh dengan

pengaturan flow rate udara yang diinjeksikan.

3. Pengadukan hidrolis

Pengadukan cepat menggunakan sistem hidrolis dilakukan dengan

berbagai cara, diantaranya melalui terjunan air, aliran air dalam pipa, dan

aliran dalam saluran. Nilai gradien kecepatan dihitung berdasarkan

persamaan sebelumnya. Sementara besar headloss masing-masing tipe

pengadukan hidrolis berbeda-beda tergantung pada sistem hidrolis yang

dipakai. Untuk pengadukan secara hidrolis, besar nilai headloss yang

digunakan sangat mempengaruhi efektifitas pengadukan. Nilai headloss

ditentukan menurut tipe pengadukan yang digunakan, yaitu terjunan air,

aliran dalam pipa, atau aliran dalam saluran (baffle).

a. Terjunan hidrolis

Metode pengadukan terjunan air merupakan metode

pengadukan hidrolis yang simple dalam operasional. Besar headloss

selama pengadukan dipengaruhi oleh tinggi jarak terjunan yang

dirancang. Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang bergerak

dan semua peralatan yang digunakan berupa peralatan diam/statis.

b. Aliran dalam pipa

Salah satu metoda pengadukan cepat yang paling ekonomis

dan simple adalah pengadukan melalui aliran dalam pipa. Metoda ini

sangat banyak digunakan pada instalasi-instalasi berukuran kecil

dengan tujuan menghemat biaya operasional dan pemeliharaan alat.

Efektivitas pengadukan dipengaruhi oleh debit, jenis dan diameter

pipa, dan panjang pipa pengaduk yang digunakan.

c. Aliran dalam saluran (baffle)

Bentuk aliran dalam saluran baffle ada dua macam, yang

paling umum digunakan yaitu pola aliran mendatar (round end baffle

channel) dan pola aliran vertikal (over and under baffle).

6 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 7: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

Gambar 2.1 Koagulasi (Rapid Mixing)

Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid

padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga

akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Pengadukan cepat (flash

mixing) merupakan bagian integral dari proses Koagulasi. Tujuan pengadukan

cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia

melalui air yang diolah.

Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan

koagulan logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi

dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang

dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat

kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak optimal karena tidak

mengalami reaksi hidrolisis.

Jenis koagulan yang sering dipakai adalah :

a. Alumunium Sulfat (Alum)

Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang

umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang

ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan

alumunium hidroksida sesuai dengan persamaan:

Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14 H2O

7 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 8: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka

alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida

(Ca(OH)2) dengan reaksi:

Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O

Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan

natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.

b. Ferrous Sulfate (FeSO4)

Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida

agar menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya

ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+

diendapkan sebagai Fe(OH)3.

Reaksinya adalah:

2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 → 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O

Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain itu,

ferrous sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi:

3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 → Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O

Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.

c. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride

Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam

membentuk ferric hydroxide dengan reaksi:

Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2

Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu:

2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2

Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk

membentuk hidroksida. Reaksinya adalah:

2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaCl2

8 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 9: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

Operasional dan Pemeliharaan bak koagulasi seperti:

* Pemeriksaan kualitas air baku di laboratorium instalasi sangat diperlukan

untuk menentukan dosis koagulan yang tepat, pemeriksaan yang perlu

dilakukan diantaranya mengukur kekeruhan air (turbidity) dan derajat

keasaman (pH) air baku. Dosis koagulan ditentukan berdasarkan

percobaan jar-test, sedangkan pH air baku ditentukan dengan komparator

pH;

* Pengontrolan debit koagulan yang masuk ke splitter box dilakukan setiap

jam oleh operator instalasi;

* Pemeriksaan clogging pada saluran/pipa feeding dan pompa pembubuh

larutan koagulan dilakukan setiap harinya oleh operator instalasi, dan

pemeriksaan clogging pada orifice diffuser.

2.2 FLOKULASI

Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat

proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.

Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta

melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama

makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor

penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya

geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien

terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak

akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk

itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik

hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap

maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen

pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses

penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok.

Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan

metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi,

perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi

nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi.

9 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 10: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses

koagulasi yaitu:

Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan

fisik.

Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.

Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.

Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam

filtrasi.

Gambar 2.2 Flokulasi (Slow Mixing)

Operasional dan Pemeliharaan bak flokulasi seperti:

* Penyisihan schum yang mengapung pada bak flokulasi dilakukan setiap

hari secara manual menggunakan alat sederhana (jala), biasanya dilakukan

pada pagi hari;

* Pengontrolan ukuran flok yang terbentuk melalui pengamatan visual;

* Pemeriksaan kemungkinan tumbuhnya algae pada dinding tangki dan

baffle;

* Pengontrolan kecepatan mixer jika pengadukan dilakukan menggunakan

mechanical mixer. Pengoperasian mixer membutuhkan perawatan yang

lebih besar dari penggunaan flokulator baffle.

10 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 11: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

Gambar 2.3 Flokulasi Partikel Koloid

2.3 PENENTUAN DIMENSI UNIT PAKET INSTALASI PENGOLAHAN

AIR

2.3.1 Unit koagulasi (pengaduk cepat)

Dimensi unit koagulasi (pengaduk cepat) dapat ditentukan dengan rumus:

a. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

dengan pengertian:

Q adalah Kapasitas pengolahan (m3/detik)

D adalah diameter pinstalasi pengolahan air (m)

11 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 12: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

v adalah kecepatan aliran (m/det)

hf adalah kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan

perlengkapannya (m kolom air)

g adalah gravitasi (9,81 m/detik)

f adalah koefisien kehilangan melalui pinstalasi pengolahan air (0,02 - 0,26)

k adalah koefisien kehilangan melalui perlengkapan pinstalasi pengolahan

air (0,7 -1)

μ adalah viskositas kinematik air (m2/detik)

C adalah kapasitas bak (m3)

Cn adalah koefisien kekasaran pinstalasi pengolahan air

S adalah kemiringan hidrolis (m/m)

R adalah jari-jari hidrolis (m)

ρ adalah masa jenis air (g/cm3)

b. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

dengan pengertian:

P adalah tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)

n adalah putaran (rpm)

gc adalah faktor konversi Newton

D adalah diamater impeller (cm)

K adalah konstanta experimen (1.0 – 5.0)

ρ adalah masa jenis air (g/cm3)

12 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 13: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

2.3.2 Unit flokulasi (pengaduk lambat)

Dimensi unit flokulasi (pengaduk lambat) dapat ditentukan dengan rumus sebagai

berikut:

a. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

dengan pengertian:

Q adalah kapasitas pengolahan (m3/detik)

p adalah panjang bak(m)

l adalah lebar bak (m)

d adalah tinggi (m)

td adalah waktu tinggal (detik)

G adalah gradien, G (detik-1)

hf adalah kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan

perlengkapannya (m kolom air)

μ adalah viskositas kinematik air (m/detik)

g adalah gravitasi (9,81 m/detik2)

b. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

dengan pengertian:

P adalah tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)

n adalah putaran (rpm)

gc adalah faktor konversi Newton

D adalah diamater impeller (cm)

K adalah konstanta experimen (1.0 – 5.0)

ρ adalah masa jenis air (g/cm3)

13 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 14: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

2.4 PROSES KOAGULASI-FLOKULASI

Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan

mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari

koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan

kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini

dapat dilakukan dengan cara pengadukan, dan disebut sebagai flokulasi.

Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan

seperti PAC. Di dalam air PAC akan terdisosisi melepaskan kation Al3+ yang

akan menurunkan zeta potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar

partikel menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti

pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan

dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang

berukuran lebih besar.

Menurut Von Smoluchowski (Fair, et al, 1968), kecepatan penggabungan

dua partikel dengan diameter berbeda akan sebanding dengan konsentrasi partikel,

gradien kecepatan dan jumlah jari-jari dari partikel yang bergabung.

Dalam persamaan diatas, Jkl adalah banyaknya tumbukan (volume per

waktu), nk dan nl adalah banyaknya partikel k dan l, dk dan dl adalah diameter

partikel k dan l, serta dv/dz adalah gradien geseran yang dapat diganti dengan G

(gradien kecepatan).

Koagulasi dan flokulasi adalah proses fisika-kimia dimana diperlukan

energi dan waktu agar proses dapat berlangsung, Camp dan Stein

mengembangkan persamaan untuk menghitung besar energi dan waktu dengan

konsep gradien kecepatan (G) sebagai berikut (Reynold,1982):

dimana:

G = Gradien kecepatan, detik–1

P = daya yang diberikan, kg m2/dtk3 , (J/detik)

14 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 15: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

μ = viskositas absolut zat cair, kg/m/detik

C = kapasitas reaktor, m3

ε = total daya yang ditimbulkan per satuan massa cairan

ρ = massa jenis air, kg/m3

g = kecepatan gravitasi, m/detik2

hf = kehilangan tekanan yang terjadi, m

td = waktu detensi, detik

Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok

hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi flok-flok yang besar

(makroflok) dan dapat diendapkan. Proses penggumpalan ini tergantung dari

waktu dan pengadukan lambat dalam air.

Flokulator yang sering digunakan dalam pengolahan air berdasarkan

sumber energi yang digunakan adalah: hidrolis, pnuematis dan mekanis. Secara

umum flokulator pneumatis dan mekanis lebih fleksibel dalam power input.

Sedangkan flokulator hidrolis tidak fleksibel dalam power input, dimana

diperlukan lahan yang luas walaupun mempunyai keunggulan pada sisi yang lain.

Kriteria desain untuk masing –masing jenis flokulator disajikan dalam tabel 1.

Energi input dari masing-masing jenis flokulator dihitung dengan rumus yang

berbeda. Harga gradien kecepatan mempunyai jangkauan yang hampir sama,

antara 20 – 70 / detik. Kecepatan aliran bervariasi antara 0,5 – 2,5 fps. Tekanan

udara yang dibutuhkan untuk flokulator pneumatis antara 50 – 75 psi.

Tabel. Kriteria desain yang umum digunakan dalam rancangan flokulator.

dimana:

P = energi yang dibutuhkan, hp;kw

Q = debit, m3/dtk

ρ = massa jenis air, kg/m3

g = kecepatan grafitasi, m/dt2

15 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 16: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

h = kehilangan tekan, m

Qa = debit udara, m/dtk

CD = koefisien drag

A = luas pengaduk, m2

v = kecepatan aliran, m/dtk

Pada umumnya flokulasi hidrolis mempunyai kekurangan dalam hal

fleksibilitas pengaturan hf yang diperlukan sebagai energi untuk proses. Selain itu

pada flokulator hidrolis, perbedaan kecepatan aliran yang terjadi pada bagian tepi

dan tengah reaktor sangat besar, sehingga seringkali flok yang terjadi pecah

kembali. Notodarmodjo et al (1998) telah meneliti kemungkinan penggunaan

aliran melalui kerikil sebagai media untuk flokulator dengan hasil yang sangat

baik. Armundito (2000) meneliti lebih jauh kemungkinan penggunaan media

kerikil sebagai flokulator dan memperoleh hasil bahwa ukuran butir kerikil tidak

berpengaruh secara nyata bagi pembentukan flok.

16 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 17: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini

adalah sebagai berikut :

1. Proses koagulasi dan flokulasi adalah suatu proses pemisahan partikel-

partikel halus penyebab kekeruhan dari dalam air. Proses koagulasi dan

flokulasi berlangsung dalam dua tahap, yaitu proses pengadukan cepat dan

lambat. Pengadukan cepat dimaksudkan untuk meratakan campuran antara

koagulan dengan air baku, sehingga diperoleh suatu kondisi campuran

yang homogen. Pengadukan lambat bertujuan mendapatkan partikel-

partikel flokulen yang lebih besar dan lebih berat, sehingga dapat

mempercepat proses pengendapan.

2. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,

suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan

pengadukan cepat (rapid mixing) untuk mendispersikan bahan kimia

secara merata. Waktu operasinya antara 30 – 90 detik. Rapid mixing:

Hidrolis : terjunan atau hidrolik jump

Mekanis : menggunakan batang pengaduk

3. Pada proses koagulasi dilakukan pembubuhan bahan kimia yang disebut

koagulan, misalnya tawas. Koagulan adalah zat kimia yang dapat

menggumpalkan partikel-partikel koloid dalam proses koagulasi.

4. Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok

hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi flok-flok yang

besar (makroflok) dan dapat diendapkan. Terjadi pembentukan dan

pembesaran flok. Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat (slow

mixing). Waktu operasinya antara 15 – 30 menit. Slow mixing:

Pneumatis

Mekanis

Hidrolis

17 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 18: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi adalah:

pH, kecepatan pengadukan, gradient kecepatan, waktu pengadukan, suhu,

komposisi kimia air baku, dan konsentrasi koagulan.

3.2 SARAN

Penulis menyarankan dan mengharapkan agar semakin kedepan nanti

upaya pengolahan air di Indonesia semakin baik, khususnya PDAM di

Kalimantan Selatan agar menyediakan air minum yang benar-benar bermutu

bagus. Selain itu hendaknya pada tempat-tempat umum diupayakan pembuatan

keran air siap minum seperti di kota-kota besar di pulau Jawa.

18 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )

Page 19: KOAGULASI DAN FLOKULASI PADA PENGOLAHAN AIR BAKU (PBPAM)

K O A G U L A S I D A N F L O K U L A S I P A D A P E N G O L A H A N A I R B A K U

DAFTAR PUSTAKA

Dian, R. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi Untuk Pengolahan AirLimbah Industri Jamu. UNDIP. Semarang

Standar Nasional Indonesia, 2008. SNI 6774. BSN. Jakarta.

Sudarmo, U. 2004. Kimia SMA Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Hal 198http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/fitriani%20ratnasari%20dewi%20(044642)/KOAGULASIjadi.html . Diakses tanggal 22 Maret 2011.

Suprihanto, N. 2004. Kajian Unit Pengolahan Menggunakan Media Berbutirdengan Parameter Kekeruhan, TSS, Senyawa Organik dan pH. ITB. Bandung

19 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )