tugas 1 nadia fetrisia
Post on 01-Feb-2016
808 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TEORI PERUBAHAN PERILAKU
PREECEDE-PROCEED, BEHAVIOUR CHANGE AND
HEALTH BELIEF MODEL
Disusun Oleh :
Nadia Fetrisia
G1A112023
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015
Satu masalah yang berkaitan dengan aplikasi promosi kesehatan adalah
mengoperasionalisasikan tujuan dan metode ke dalam kampanye yang sesuai dan efektif.
Terdapat banyak upaya untuk mengubah promosi kesehatan menjadi konsep yang lebih
operasional. Secara umum model untuk operasionalisasi promosi kesehatan (Schmidt dkk.,
1990; Simnett, 1994) adalah model kesehatan terapan dan model PRECEDE-PROCEED.
Perencanaan merupakan bagian dari siklus administrasi yang terdiri dari tiga fase
yaitu:.
a) Perencanaan promosi kesehatan Suatu fase di mana secara rinci direncanakan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul
b) Implementasi Suatu waktu di mana perencanaan dilaksakan. Kesalahan-kesalahan sewaktu
membuat perencanaan akan terlihat semasa proses implementasi, demikian pula halnya
dengan kekuatan dan kelemahan yang muncul selama periode implementasi merupakan
refleksi dari proses perencanaan.
c) Fase evaluasi Suatu masa di mana dilakukan pengukuran hasil (outcome) dari promosi
kesehatan. Pada fase ini juga dilihat apakah perencanaan dan implementasi yang telah
dilaksanakan dapat dilanjutkan. Selain itu evaluasi diperlukan untuk pemantauan efisiensi
dari promosi kesehatan dan sebagai alat bantu untuk membuat perencanaan selanjutnya.
A. Model Precede-Proceed
1. Pengertian Model PRECEDE-PROCEED
Green (1980) telah mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk
membuat perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal PRECEDE. PRECEDE adalah
singkatan Predisposing (predisposisi), Reinforcing (Memperkuat), Enabling (Mengaktifkan),
Causes (Penyebab), Educational Diagnosis (Pendidikan Diagnosa) dan Evaluation (Evaluasi).
PRECEDE memberikan serial langkah yang menolong perencana untuk mengenal masalah
mulai dari kebutuhan pendidikan sampai pengembangan program untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Namun demikian pada tahun 1991 Green menyempurnakan kerangka
tersebut menjadi PRECEDE-PROCEED. PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational
Construct in Educational and Environmental Development). PRECEDE-PROCEED harus
dilakukan secara bersama.
2. Tujuan Model Model PRECEDE-PROCEED
Model PRECEDE adalah kerangka untuk proses perkembangan sistematis dan program-
program edukasi kesehatan, dikembangkan antara tahun 1968 - 1974. Tujuan PRECEDE
pada fase diagnosis masalah, menetapkan prioritas masalah dan diagnosis program. PRECED
untuk diagnosa dan perencanaan memimpin edukator kesehatan untuk berpikir secara
deduktif, untuk memulai dengan konsekuensi final dan bekerja kembali ke penyebab asli.
PROCEED ditambahkan pada model ini pada akhir 1980-an berdasarkan pada percobaan
Lawrence W. Green bersama dengan Marshall Krueter. Tujuan PROCEED digunakan untuk
menetapkan untuk menetapkan sasaran dan criteria kebijakan, serta implementasi dan
evaluasi.
Kerangka PRECEDE didirikan pada persyaratan dari empat disiplin: a) Epidemiologi b)
Ilmu pengetahuan sosial dan tindakan (behaviour), c) Administrasi d) Edukasi
Dalam penerapan PRECEDE, dua proporsi dasar ditekan: Pertama, kesehatan dan
tindakan kesehatan disebabkan oleh faktorfaktor ganda, dan kedua, karena kesehatan dan
tindakan kesehatan ditentukan oleh faktor-faktor ganda, upaya-upaya edukasi kesehatan
untuk mempengaruhi tindakan harus multidimensional.
3. Langkah-Langkah Model PRECEDE-PROCEED
Menentukan Kebutuhan Promosi Kesehatan Dilakukan dengan menggunakan kerangka
PRECEDEPROCEED. Green dan rekan-rekannya menganalisis kebutuhan kesehatan
komunitas dengan cara menetapkan lima diagnosis berbeda, yaitu diagnosis sosial, diagnosis
epidemiologi, diagnosis perilaku, diagnosis pendidikan, dan diagnosis administrasi/
kebijakan. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah,
penetapan prioritas masalah, dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk
menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta implementasi dan evaluasi.
PROCEED
a) Fase 1 (Diagnosis sosial)
Diagnosis sosial adalah proses menetukan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya
dan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya,melalui partisipasi dan
penerapan berbagai informasi yang didesain sebelumnya.
Penilaian dapat dilakukan atas dasar data sensus ataupun vital statistic yang ada, maupun
dengan melakukan pengumpulan data secara langsung dari masyarakat. Bila data langsung
dikumpulkan dari masyarakat, maka pengumpulan datanya dapat dilakukan dengan cara:
wawancara dengan informan kunci, forum yang ada di masyarakat, focus group discussion
(FGD), nominal group process, dan survei.
b) Fase 2 (Diagnosis epidemiologi)
Pada tahap ini, masalah-masalah kesehatan yang didapatkan dari tahap pertama tadi
digambarkan secara rinci berdasarkan data yang ada, baik yang berasal dari data lokal,
regional, maupun nasional. Dalam tahap ini dilihat bagaimana pengaruh atau akibat dari
masalah-masalah kesehatan tersebut dengan mengacu pada mortalitas, morbiditas, tanda dan
gejala yang ditimbulkan. Dari tahap inilah perencana menetapkan suatu prioritas masalah
yang nantinya akan dibuat suatu perencanaan yang sistematis.
Fokus pada fase ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang spesifik
dan faktor non-medis yang berhubungan dengan kualitas kehidupan yang buruk. Menjelaskan
permasalahan kesehatan tersebut dapat: 1. membentuk hubungan antara permasalahan
kesehatan, kondisi kesehatan lain, dan kualitas kehidupan; 2. Mendorong penyusunan
prioritas masalah yang akan memandu fokus dari program dan pemanfaatan sumber daya
secara efektif; dan 3. Menyusun kewajiban yang jelas pada masing-masing pihak. Prioritas-
prioritas ini dijelaskan sebagai sebagai sebuah program objektif yang menjelaskan target
populasi (WHO), outcome yang diinginkan (WHAT), dan seberapa banyak (HOW MUCH)
keuntungan yang harus didapatkan target populasi, dan kapan (WHEN) keuntungan tersebut
terjadi. Contoh data-data epidemiologi:
• Statistik vital
• Usia rentan meninggal
• Kecacatan
• Angka kejadian
• Morbiditas
• Mortalitas
Dari fase 1 dan 2 objektif program disusun, objektif program adalah tujuan-tujuan yang
ingin dicapai sebagai hasil dari implementasi intervensi-intervensi. Contoh diagnosis
epidemiologi dalam promosi kesehatan diare adalah banyaknya penduduk terutama balita dan
anakanak yang menderita mencret-mencret/diare dan angka kematian anak akibat diare cukup
tinggi.
c) Fase 3 (Diagnosis perilaku dan lingkungan)
Diagnosis perilaku adalah analisis hubungan perilaku dengan tujuan atau masalah yang
diidentifikasi dalam diagnosis epidemiologi atau sosial. Sedangkan diagnosis lingkungan
adalah analisis paralel dari faktor lingkungan sosial dan fisik daripada tindakan khusus yang
dapat dikaitkan dengan perilaku.
Fase ini mengidentifikasi faktor-faktor, baik faktor internal maupun eksternal dari
individu yang dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan. Fokus fase ini ditujukan pada
identifikasi sistematis praktek kesehatan dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
permasalahan kesehatan yang telah dijelaskan pada fase 2. Faktorfaktor ini mencakup
penyebab non-perilaku (faktor individu dan lingkungan) yang dapat berkontribusi pada
permasalahan kesehatan, tetapi tidak dikontrol oleh perilaku. Hal ini dapat mencakup
predisposisi genetik, umur, jenis kelamin, penyait yang diderita, iklim, tempat kerja,
ketersediaan fasilitas kesehatan yang adekuat, dan lainlain. Perilaku yang menyebabkan
permasalahan kesehatan juga dinilai. Bagian penting lain pada fase ini adalah kecenderungan
terjadinya perubahan pada tiap permasalahan kesehatan pada fase 2. Mengulang kembali
untuk membaca literatur-literatur yang telah ada maupun menerapkan teori-teori yang ada,
merupakan elemen penting pada fase ini.
Matrix Perilaku, untuk membantu mengenali target-target dimana intervensi yang paling
efektif dapat diterapkan. Matriks ini membantu 19 dalam mengidentifikasi sasaran dimana
tindakan intervensi yang paling efektif dapat diterapkan. Langkah yang harus dilakukan
dalam diagnosis perilaku dan lingkungan antara lain:
a. Memisahkan faktor perilaku dan non-perilaku penyebab timbulnya masalah kesehatan.
b. Mengidentifikasi perilaku yang dapat mencegah timbulnya masalah kesehatan dan
perilaku yang berhubungan dengan tindakan perawatan/pengobatan, sedangkan untuk
faktor lingkungan dengan mengeliminasi faktor-faktor lingkungan yang tidak dapat
diubah seperti faktor genetis dan demografis.
c. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh terhadap
masalah kesehatan. d. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan kemungkinan
untuk diubah.
e. Tetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program.
Setelah itu tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai
program. Indikator masalah perilaku yang memengaruhi status kesehatan seseorang adalah
pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilization), upaya pencegahan (prevention action), pola
konsumsi akanan (consumption pattern), kepatuhan (compliance), dan upaya pemeliharaan
kesehatan sendiri (self care). Dimensi perilaku yang digunakan adalah earliness, quality,
persistence, frequency, dan range. Indikator lingkungan yang digunakan adalah keadaan
sosial, ekonomi, fisik dan pelayanan kesehatan, sedangkan dimensi yang digunakan terdiri
atas keterjangkauan, kemampuan, dan pemerataan.
d) Fase 4 (Diagnosis pendidikan dan organisasi)
Sesuai dengan perspektif perilaku, tahap diagnosis pendidikan dan organisasional model
Precede memberi penekanan pada faktorfaktor predisposisi, pendukung, dan penguat. Dua
faktor pertama berkaitan dengan anteseden dari suatu perilaku tersebut, sedangkan 20 faktor
penguat merupakan sinonim dari istilah konsekuen yang dipakai dalam analisis perilaku.
• Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor yang mempermudah atau mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Merupakan
anteseden dari perilaku yang menggambarkan rasional atau motivasi melakukan suatu
tindakan, nilai dan kebutuhan yang dirasakan, berhubungan dengan motivasi individu atau
kelompok untuk bertindak.
• Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu atau memungkinkan suatu
motivasi direalisasikan. Yang termasuk dalam kelompok faktor pemungkin adalah
ketersediaan pelayanan kesehatan, aksesibilitas dan kemudahan pencapaian pelayanan
kesehatan baik dari segi jarak maupun segi biaya dan sosial serta adanya peraturan-peraturan
dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tersebut.
• Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor yang memperkuat (atau kadang-kadang justru dapat memperlunak) untuk
terjadinya perilaku tersebut. Merupakan factor yang memperkuat suatu perilaku dengan
memberikan penghargaan secara terus menerus pada perilaku dan berperan pada terjadinya
pengulangan. Merupakan faktor yang berperan setelah suatu perilaku telah dimulai. Faktor ini
mendukung pengulangan atau tetapnya suatu perilaku dengan memberikan suatu
penghargaan (reward) atau insentif secara berkelanjutan serta hukuman (punishmen) sebagai
konsekuensi dari suatu perilaku. Hal tersebut digunakan untuk memotivasi dan menguatkan
perilaku sehat dan outcome. Reinforcement bisa datang dari individu atau kelompok,
seseorang atau institusi dalam lingkungan fisik atau sosial seperti keluarga, guru, akademis,
dan lain-lain.
Hal penting untuk memahami reinforcing factor adalah sejauh mana ketidakadannya akan
berarti kehilangan dukungan untuk tindakan dari individu atau kelompok. Elemen penting
pada fase ini adalah pemilihan faktor yang dapat dimodifikasi, yang paling dapat
menghasilkan perubahan perilaku Proses pemilihan mencakup mengidentifikasi, memilah
faktor-faktor ini ke dalam kategorikategori (positif dan negatif), menempatkan prioritas pada
tiap kategori, dan memprioritaskan salah satu kategori. Prioritas faktor bergantung kepada
tingkat kepentingan (importance) dan kemampuan untuk diubah (changeability). Learning
objectives dari faktor-faktor terpilih ini kemudian dikembangkan.
Pemilihan faktor-faktor mana yang harus diubah untuk memulai dan menjaga (maintain)
perubahan perilaku dilakukan pada fase ini karena intervensi spesifik juga disusun pada fase
ini.
Diagnosis edukasi dan organisasi ini lah yang digunakan untuk melihat hal-hal spesifik
yang dapat meningkatkan atau menurunkan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan.
Contoh diagnosis pendidikan dan organinasional:
Predisposing factors
- Kurangnya pengetahuan tentang cara hidup bersih dan sehat
- Kebiasaan MCK di sungai
- Penggunaan air sungai sebagai sumber air minum dan masak
- Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dan setelah BAB
- Kurangnya pengetahuan tentang diare
Enabling factors
- Terbatasnya sumber/fasilitas air bersih
- Terbatasnya fasilitas jamban
- Terbatasnya daya jangkau ke pusat kesehatan
- Kegiatan PKK dan karang taruna yang tidak terlaksana dengan baik
Reinforcing factors
- Perilaku tokoh masyarakat yang juga tidak memberikan contoh yang baik
Langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
berdasarkan faktor predisposisi yang telah diidentifikasi, dan menetapkan tujuan
organisasional berdasarkan faktor penguat dan faktor pendorong yang telah diidentifikasi
elalui upaya pengembangan organisasi dan sumber daya.
e) Fase 5 (Diagnosis administrasi dan kebijakan)
Pada fase ini, dilakukan analisis kebijakan, sumber daya, dan peraturan yang berlaku
yang dapat memfasilitasi atau menghambat pengembangan program promosi kesehatan.
Untuk diagnosis administratif, dilakukan tiga penilaian, yaitu sumber daya yang dibutuhkan
untuk melaksanakan program, sumber daya yang terdapat di organisasi dan masyarakat, serta
hambatan pelaksanaan program. Untuk diagnosis kebijakan, dilakukan identifikasi dukungan
dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program serta
pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi
kesehatan.
Pada fase ini kita melangkah dari perencanaan dengan PRECEDE ke implementasi dan
evaluasi dengan PROCEED. PRECEDE digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan
sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu atau masyarakat sasaran. Sebaliknya,
PROCEED untuk meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima
dan dapat dipertanggungjawabkan kepada penentu kebijakan, administrator, konsumen atau
klien, dan stakeholder terkait. Hal ini dilakukan untuk menilai kesesuaian program dengan
standar yang telah ditetapkan.
Diagnosis administratif dilakukan dengan tiga penilaian, yaitu: sumber daya yang
dibutuhkan untuk melaksanakn program, sumber 23 daya yang ada di organisasi dan
masyarakat, serta hambatan pelaksana program. Sedangkan pada diagnosis kebijakan
dilakukan identifikasi dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang
memfasilitasi program dan pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan
masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Misalnya, adanya kebijakan pemerintah dalam pemberantasan penyakit diare antara lain
bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan penanggulangan kejadian
luar biasa (KLB).
• Sumber Data Data masyarakat yang dibutuhkan oleh seorang perencana promosi kesehatan
dapat berasal dari berbagai sumber seperti :
− Dokumen yang ada
− Langsung dari masyarakat, di mana kita bisa mendapatkan data mengenai status
kesehatan masyarakat, perilaku kesehatan dan determinan dari perilaku tersebut,
− Petugas kesehatan di lapangan
− Tokoh masyarakat
• Cara pengumpulan data yang dapat dilakukan adalah:
a. Key informant approach
Informasi yang diperoleh dari informan kunci melalui wawancara mendalam atau
Focus Group Discussion(FGD) sangat menolong untuk memahami masalah yang ada. Cara
ini cukup sederhana dan relatif murah, karena informasi yang diperoleh dapat mewakili
berbagai perspektif dan informan kunci sendiri selain memberikan data yang dapat digunakan
dalam membuat perencanaan, juga akan membantu dalam mengimplementasikan promosi
kesehatan.
b. Community forum approach
Cara lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah melalui forum
diskusi. Di sini health promotor bersamasama masyarakat mendiskusikan masyarakat yang
ada.melalui cara ini dapat dicari jalan keluar dari masalah yang ada. Bila dilihat dari sudut
program, cara ini sangat ekonomis, di samping itu promotor kesehatan juga dapat memahami
masalah dari berbagai sudt pandang masyarakat.
c. Sample survey appproach
Merupakan cara pengumpulan data kebutuhan masyarakat yang paling valid dan
akurat, karena estimasi kesalahan bisa diseleksi. Namun demikian cara ini merupakan cara
yang paling mahal. Metode yang dapat digunakan adalah wawancara dan observasi (terutama
bila ingin melihat keterampilan atau skill).
f) Fase 6 (Implementasi)
Pada tahap ini, merencanakan suatu intervensi (secara besar pada fase-fase sebelumnya),
berdasarkan analisis. Sekarang, yang harus kita lakukan adalah menjalankannya. Fase ini
hanya berupa pengaturan dan pengimplementasian intervensi yang telah direncanakan
sebelumnya. Pada fase ini, intervensi yang telah disusun pada fase kelima diterapkan secara
langsung pada masyarakat.
g) Fase 7 (Evaluasi proses)
Fase ini bukanlah mengenai hasil, tetapi mengenai prosedur. Evaluasi disini berarti
apakah kita sedang melakukan apa yang telah kita rencanakan sebelumnya. Jika, sebagai
contoh, kita menawarkan melakukan pelayanan kesehatan diare tiga hari dalam sepekan pada
daerah pedesaan, apakah dalam kenyataannya kita benar-benar melakukan pelayanan
kesehatan tersebut. Kita juga menetapkan untuk memberikan penyuluhan setiap hari senin
dan khamis untuk melakukan penyuluhan tentang diare dan penanganannya di puskesmas
berdekatan, setiap selasa dan rabu melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah apakah kita
benar- benar melaksanakan sesuai yang direncanakan.
h) Fase 8 (Evaluasi dampak)
Pada fase ini, kita mulai melakukan evaluasi terhadap sukses awal dari upaya kita.
Apakah intervensi tersebut menghasilkan efek yang kita inginkan pada faktor perilaku atau
lingkungan yang kita harapkan untuk berubah. Mengukur efektifitas program dari sudut
dampak menengah dan perubahan-perubahan pada faktor predisposing, enabling, dan
reinforcing. Mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor pendukung perilaku dan
pada perilaku itu sendiri.
• Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor)
Faktor-faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya:
pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut
tentang manfaat pemeriksaan hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping
itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong
atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik
(pemeriksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa
menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif akan mempermudah
terwujudnya perilaku baru maka sering disebut faktor yang memudahkan.
• Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan
tinja, tersedianya makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa,
dokter atau bidan praktek suasta (BPS), dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya: perilaku pemeriksaan kehamilan.
Ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa
hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau
tempat periksa hamil, misalnya: puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit.
Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung untuk atau memungkinkan terwujudnya perilaku
kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.
• Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama,
sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-
undang, peraturanperaturan baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan
kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadangkadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku
contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para
petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat
perilaku masyarakat tersebut. Oleh sebab itu intervensi pendidikan hendaknya dimulai
mendiagnosis 3 faktor penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya juga
diarahkan terhadap tiga faktor tersebut.
i) Fase 9 (Evaluasi hasil)
“Apakah intervensi kita sungguh bekerja dalam menghasilkan outcome yang
teridentifikasi pada komunitas pada fase 1 sebelumnya?”. Intervensi ini mungkin dapat secara
sukses dilakukan, prosesnya sesuai dengan yang direncanakan, dan terjadi perubahan yang
memang diharapkan. Namun, hasilnya secara keseluruhan tidak memiliki dampak pada
masalah yang lebih luas. Dalam hal ini, kita harus memulai kembali prosesnya sekali lagi,
untuk melihat mengapa faktor yang kita fokuskan bukanlah faktor yang tepat, dan untuk
mengidentifikasi faktor lain yang mungkin berhasil. Mengukur perubahan dari keseluruhan
objek dan perubahan dalam kesehatan dan keuntungan sosial atau kualitas kehidupan
(outcome) yang menentukan efek terbesar pada intervensi terhadap kesehatan dan kualitas
kehidupan suatu populasi. Dibutuhkan waktu yang panjang untuk mendapatkan hasil, dan
mungkin beberapa tahun untuk benar-benar melihat perubahan kualitas hidup pada populasi
atau masyarakat.
Beberapa outcome mungkin tidak terlihat nyata dalam beberapa tahun atau dekade. Bila
outcome tidak terlihat dalam jangka waktu yang lama, maka kita harus bersabar dan tetap
mengawasi proses dan dampak dari intervensi kita, dengan keyakinan bahwa outcome
tersebut akan terlihat dengan nyata nantinya.
Langkah-langkah untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan meliputi hal-hal berikut.
a) Menentukan status kesehatan masyarakat.
b) Menentukan pola pelayanan kesehatan msyarakat yang ada.
c) Menentukan hubungan antara status kesehatan dan pelayanan kesehatan di masyarakat
d) Menentukan determinan masalah kesehatan masyarakat (meliputi tingkat pendidikan,
umur, jenis kelamin, ras, letak geografis, kebiasaan atau perilaku dan kepercayaan yang
dianut)
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan prioritas masalah antara
lain beratnya masalah dan akibat yang ditimbulkan, pertimbangan politis, dan sumber daya
yang ada di masyarakat.
B. Teori Perubahan Perilaku Kesehatan oleh Kelman
Perubahan perilaku berdasar Kepatuhan, Identifikasi dan Internalisasi ( Herbert C.Kelman
1958) Perubahan dimulai setelah ada anjuran/instruksi
1.Individu yang menerima anjuran mulai dengan patuh, identifikasi, kemudian melakukan
internalisasi.
2.Kepatuhan adalah melaksanakan anjuran yang diberikan.Kepatuhan ini bersifat
sementara, tergantung proses selanjutnya.
3.Dalam tahap identitikasi, kepatuhan akan bergantung pada berbagai pertimbangan,
misalnya karena adanya peraturan yang memberikan sangsi, demi menjaga hubungan
baik dengan penganjur, atau karena kagum pada tokoh yangmenganjurkan.
4.Selanjutnya dalam tahap internalisasi, tindakan kepatuhan tersebut dinilai sesuai dengan
nilai yang dianut, maka terus diadopsi. (Herbert C.Kelman 1958)
Telah menjadi pemahaman umum, perilaku merupakan diterminan kesehatan yang menjadi
sasaran dari promosi untuk mengubah perilaku ( behaviour change ). Perubahan perilaku
kesehatan sebagai tujuan dari promosi atau pendidkan kesehatan, sekurang- kurangnya
mempunyai 3 dimensi, yakni :
• Mengubah perilaku negative (tidak sehat) menjadi perilaku positif (sesuai dengan nilai–nilai
kesehatan)
• Mengembangkan perilaku positif ( pembentukan atau pengambangan perilau sehat ).
• Memelihara perilaku yang sudah positif atau perilaku yang sudah sesuai dengan norma/nilai
kesehatan ( perilaku sehat ). Dengan perkatan mempertahankan perilaku sehat yang sudah
ada.
Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di
dalam diri seseorang.
Beberapa rangsangan dapat menyebabkan orang merubah perilaku mereka :
FAKTOR SOSIAL : Factor sosial sebagai factor eksternal yang mempengaruhi perilaku
antara lain sktruktur sosial, pranata –pranata sosial dan permasalahan – permasalahan sosial
yang lain. Pada factor sosial ini bila seseorang berada pada lingkungan yang baik yang maka
orang tersebut akan memiliki perilaku sehat yang baik sedangkan sebaliknya bila seseorang
berada pada lingkungan yang kurang baik maka orang tersebut akan memiliki perilaku sehat
yang kurang baik juga. Dukungan sosial ( keluarga, teman ) mendorong perubaha perubahan
sehat. Contohnya konsumsi alcohol, kebiasaan merokok, dan perilaku seksual.
FAKTOR KEPRIBADIAN : Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku salah satunya
adalah perilaku itu sendiri (kepribadian) yang dimana dipengaruhi oleh karakteristik individu,
penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan
yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku
yang serupa. Contohnya yang berhubungan adalah rasa kehatian – hatian, membatasi porsi
pemakaian internet pada waktu – waktu tertentu agar tidak menjadi addicted, ini akan
membantu individu agar dengan tidak menjadikan hal tersebut suatu kebiasaan ( habit) yang
dapat merubah perilaku.
FAKTOR EMOSI : Rangsangan yang bersumber dari rasa takut, cinta, atau harapan –
harapan yang dimiliki yang bersangkutan. Contohnya berhubungan dengan stress yang
mendorong melakukan perilaku tidak sehat seperti merokok.
PROSES TERJADINYA
Untuk proses perubahan perilaku biasanya diperlukan waktu lama, jarang ada orang yang
langsung merubah perilakunya. Kadang- kadang orang merubah perilakunya karena tekanan
dari masyarakat lingkunganya, atau karena yang bersangkutan ingin menyesuaikan diri
dengan norma yang ada. Proses terjadinya perubahan ini tidak semena – mena dapat tercapai
dan harus benar- benar teruji, ada 5 tingkatan perubahan perilaku :
1. Prekontemplasi : – Belum ada niat perubahan perilaku
2. Kontemplasi : – Individu sadar adanya masalahnya dan secara serius ingin
mengubah perilakunya menjadi lebih sehat.
- Belum siap berkomitmen untuk berubah.
3. Persiapan : - Individu siap berubah dan ingin mengejar tujuan.
- Sudah pernah melakukan tapi masih gagal.
4. Tindakan : – Individu sudah melakukan perilaku sehat, sekurangnya 6 bulan dari sejak
mulai usaha memberlakukan perilaku hidup sehat.
5. Pemeliharaan : – Individu berusaha mempertahankan perilaku sehat yang telah dilakukan
( 6 bulan dilhat kembali).
- Mungkin berlangsung lama.
- 6 bulan dilihat kembali.
Upaya Perubahan Perilaku Kesehatan
Hal yang penting di dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan
perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan kesehatan atau
penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya. Perubahan yang
dimaksud bukan hanya sekedar covert behaviour tapi juga overt behaviour. Di dalam
program – program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma
– norma kesehatan diperlukan usaha – usaha yang konkrit dan positip. Beberapa strategi
untuk memperoleh perubahan perilaku bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian :
1) Menggunakan kekuatan / kekuasaan atau dorongan
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau melakukan
perilaku yang diharapkan. Misalnya dengan peraturan – peraturan / undang – undang yang
harus dipatuhi oleh masyarakat. Cara ini menyebabkan perubahan yang cepat akan tetapi
biasanya tidak berlangsung lama karena perubahan terjadi bukan berdasarkan kesadaran
sendiri. Sebagai contoh adanya perubahan di masyarakat untuk menata rumahnya dengan
membuat pagar rumah pada saat akan ada lomba desa tetapi begitu lomba / penilaian selesai
banyak pagar yang kurang terawat.
2) Pemberian informasi
Adanya informasi tentang cara mencapai hidup sehat, pemeliharaan kesehatan , cara
menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat.
Selanjutnya diharapkan pengetahuan tadi menimbulkan kesadaran masyarakat yang pada
akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya.
Perubahan semacam ini akan memakan waktu lama tapi perubahan yang dicapai akan bersifat
lebih langgeng.
3) Diskusi partisipatif
Cara ini merupakan pengembangan dari cara kedua dimana penyampaian informasi kesehatan
bukan hanya searah tetapi dilakukan secara partisipatif. Hal ini berarti bahwa masyarakat
bukan hanya penerima yang pasif tapi juga ikut aktif berpartisipasi di dalam diskusi tentang
informasi yang diterimanya. Cara ini memakan waktu yang lebih lama dibanding cara kedua
ataupun pertama akan tetapi pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku akan lebih mantap
dan mendalam sehingga perilaku mereka juga akan lebih mantap.
Apapun cara yang dilakukan harus jelas bahwa perubahan perilaku akan terjadi ketika ada
partisipasi sukarela dari masyarakat, pemaksaan, propaganda politis yang mengancam akan
tidak banyak berguna untuk mewujutkan perubahan
yang langgeng.
C. Health Model Belief
Health belief model atau model kepercayaan kesehatan (HBM) adalah salah satu yang
pertama, dan tetap menjadi salah satu yang paling terkenal model kognisi sosial. Ini adalah
perubahan perilaku kesehatan dan model psikologis yang dikembangkan oleh Irwin M.
Rosenstock pada tahun 1966 untuk mempelajari dan mempromosikan serapan pelayanan
kesehatan. Model tersebut ditindaklanjuti oleh Becker dan rekan pada 1970-an dan 1980-an.
Amandemen berikutnya model dibuat hingga akhir tahun 1988, untuk mengakomodasi
berkembang bukti yang dihasilkan dalam komunitas kesehatan tentang peran bahwa
pengetahuan dan persepsi bermain di tanggung jawab pribadi.
Awalnya, model ini dirancang untuk memprediksi respons perilaku dengan perlakuan
yang diterima dengan akut atau kronis pasien sakit, tapi dalam beberapa tahun terakhir model
telah digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan yang lebih umum.
HBM menunjukkan bahwa keyakinan Anda dalam ancaman pribadi bersama dengan
keyakinan Anda dalam efektivitas perilaku yang diusulkan akan memprediksi kemungkinan
bahwa perilaku.
Model kepercayaan kesehatan dikembangkan pada tahun 1950 oleh peneliti Hochbaum,
Rosenstock, dan Kegels yang bekerja untuk US Public Health Service. Model ini
dikembangkan dalam menanggapi sebuah studi yang berkaitan dengan program pemeriksaan
kesehatan untuk TB [6] Awalnya, model ini dirancang untuk memprediksi respons perilaku
dengan perlakuan yang diterima oleh akut atau kronis pasien sakit.. HBM telah
dikembangkan lebih lanjut oleh Rosenstock dan Becker pada 1970-an dan 80-an.
Amandemen berikutnya model dibuat hingga akhir tahun 1988, untuk mengakomodasi
berkembang bukti yang dihasilkan dalam komunitas kesehatan tentang peran bahwa
pengetahuan dan persepsi bermain di tanggung jawab pribadi. Perkembangan lebih lanjut
memungkinkan HBM untuk memprediksi perilaku kesehatan yang lebih umum.
Konstruksi [sunting]
Model kepercayaan kesehatan, yang dikembangkan oleh para peneliti di US Public
Health Service di tahun 1950, terinspirasi oleh sebuah penelitian tentang mengapa orang
mencari pemeriksaan X-ray untuk TBC. Model asli termasuk empat konstruksi:
a. Kerentanan yang dirasakan (penilaian individu terhadap risiko terkena kondisi).
Semakin besar risiko adalah untuk mendapatkan kondisi medis tertentu, semakin
seseorang akan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Itu sebabnya orang
mendapatkan vaksinasi untuk mencegah penyakit, menyikat gigi untuk mencegah
penyakit gusi, dan latihan untuk tetap sehat.
b. Dirasakan keparahan (penilaian individu terhadap keseriusan kondisi, dan potensi
konsekuensi nya). Misalnya, mendapatkan flu tampaknya seperti hal yang cukup kecil
bagi kebanyakan orang, hanya bed rest selama beberapa hari dan Anda sudah lebih
baik. Namun, bagi orang yang tidak mampu untuk mengambil beberapa hari libur
kerja, atau orang-orang yang sudah memiliki kondisi medis yang mendasari,
mendapatkan flu bisa menjadi hal yang sangat serius. Perbedaan individu
mempengaruhi keparahan dirasakan dan sangat bervariasi antara orang-orang.
c. Hambatan yang dirasakan (penilaian individu dari pengaruh yang memfasilitasi atau
menghambat adopsi perilaku dipromosikan). Hambatan yang dirasakan adalah pikiran
seseorang sendiri tentang hambatan dalam cara mengadopsi perilaku baru, dan juga
konsekuensi dari melanjutkan perilaku lama. Hambatan yang dirasakan adalah
konstruk yang paling berpengaruh karena mereka menentukan apakah seseorang akan
mengadopsi perilaku baru atau tidak, tergantung pada apakah manfaat perilaku lebih
besar daripada konsekuensi.
d. Manfaat yang dirasakan (penilaian individu terhadap konsekuensi positif mengadopsi
perilaku). Itu mengapa orang makan buah dan sayuran, menggunakan tabir surya, atau
mendapatkan pemeriksaan kesehatan. Manfaat yang dirasakan adalah pendapat
didasarkan, tidak semua orang mengadopsi perilaku yang sama. Anda hanya
mengadopsi perilaku yang menurut Anda akan mengurangi kesempatan untuk
mendapatkan penyakit yang Anda pikir Anda lebih rentan terhadap.
Sebuah varian dari model termasuk biaya yang dirasakan mengikuti intervensi yang
ditentukan sebagai salah satu keyakinan inti.
Konstruksi faktor mediasi kemudian ditambahkan untuk menghubungkan berbagai jenis
persepsi dengan perilaku kesehatan diprediksi:
a. Variabel demografi (seperti usia, jenis kelamin, etnis, pekerjaan)
b. Variabel sosio-psikologis (seperti status sosial ekonomi, kepribadian, strategi coping)
c. Dirasakan efikasi (individu-self assessment kemampuan untuk berhasil mengadopsi
perilaku yang diinginkan)
d. Isyarat tindakan (pengaruh eksternal mempromosikan perilaku yang diinginkan,
mungkin termasuk informasi yang diberikan atau dicari, pengingat oleh orang lain
yang kuat, komunikasi persuasif, dan pengalaman pribadi)
e. Motivasi Kesehatan (apakah seseorang didorong untuk tetap pada tujuan kesehatan
tertentu)
f. Persepsi pengendalian (ukuran tingkat self-efficacy)
g. Persepsi ancaman (apakah bahaya dikenakan dengan tidak melakukan tindakan
kesehatan tertentu direkomendasikan besar)
Prediksi dari model ini adalah kemungkinan individu yang bersangkutan untuk melakukan
tindakan kesehatan yang direkomendasikan (seperti tindakan kesehatan preventif dan kuratif).
HBM ini dapat diterapkan di berbagai bidang psikologi dan medis untuk membantu
menentukan dan datang ke pemahaman keseluruhan pikiran seseorang kesehatan, perilaku,
dan / nya kesehatan sebagai kesimpulan ini. Menerapkan HBM dapat memberikan konteks
untuk banyak menyebar penyakit sosial seperti Influenza, PMS, dan contagions lainnya.
menjelaskan perilaku kesehatan
Sejarah dan Orientasi
Health Belief Model (HBM) adalah model psikologis yang mencoba untuk
menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan. Hal ini dilakukan dengan berfokus pada
sikap dan keyakinan individu. HBM ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh
psikolog sosial Hochbaum, Rosenstock dan Kegels bekerja di Pelayanan Kesehatan
Masyarakat AS. Model ini dikembangkan dalam menanggapi kegagalan tuberkulosis gratis
(TB) program skrining kesehatan. Sejak itu, HBM telah diadaptasi untuk mengeksplorasi
berbagai perilaku kesehatan jangka panjang dan jangka pendek, termasuk perilaku seksual
berisiko dan penularan HIV / AIDS.
HBM ini didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan mengambil tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan (yaitu, menggunakan kondom) jika orang tersebut:
1. Merasa bahwa kondisi kesehatan negatif (yaitu, HIV) dapat dihindari,
2. Memiliki ekspektasi positif bahwa dengan mengambil tindakan yang dianjurkan, ia /
dia akan menghindari kondisi kesehatan negatif (yaitu, menggunakan kondom akan
efektif untuk mencegah HIV)
3. Percaya bahwa ia / dia berhasil dapat mengambil tindakan kesehatan yang
direkomendasikan (yaitu, ia / dia dapat menggunakan kondom dengan nyaman dan
dengan keyakinan).
a. Ruang Lingkup dan Aplikasi
The Health Belief Model telah diterapkan untuk berbagai perilaku kesehatan dan
populasi subjek. Tiga bidang dapat:
1. perilaku kesehatan preventif, yang meliputi kesehatan mempromosikan (misalnya
diet, olahraga) dan kesehatan-risiko (misalnya merokok) perilaku serta vaksinasi
dan praktek kontrasepsi.
2. Pperilaku peran sakit, yang mengacu pada kepatuhan terhadap rejimen medis
direkomendasikan, biasanya mengikuti diagnosis profesional penyakit.
3. Penggunaan Klinik, yang meliputi kunjungan dokter untuk berbagai alasan.
Contoh
Ini adalah contoh dari dua tindakan kesehatan seksual.
Konsep Kondom Gunakan Contoh
Pendidikan
STI Skrining atau Tes HIV
1. Persepsi
Kerentanan
Pemuda percaya bahwa
mereka bisa mendapatkan IMS
atau HIV atau melalui
kehamilan.
Pemuda percaya bahwa mereka
mungkin telah terkena IMS atau
HIV
2. Dirasakan
Severity
Pemuda percaya bahwa
konsekuensi dari mendapatkan
Pemuda percaya
Konsekuensi memiliki IMS atau
IMS atau HIV atau membuat
kehamilan cukup signifikan
untuk mencoba untuk
menghindari
HIV tanpa sepengetahuan atau
pengobatan yang cukup
signifikan untuk mencoba untuk
menghindari.
Manfaat yang
dirasakan
.
Pemuda percaya bahwa tindakan
yang dianjurkan menggunakan
kondom akan melindungi
mereka dari mendapatkan IMS
atau HIV atau menciptakan
kehamilan
Pemuda percaya bahwa
tindakan yang dianjurkan untuk
mendapatkan diuji untuk PMS
dan HIV akan menguntungkan
mereka - mungkin dengan
memungkinkan mereka untuk
mendapatkan pengobatan dini
atau mencegah mereka dari
menginfeksi orang lain.
Hambatan
yang dirasakan
Pemuda mengidentifikasi
hambatan pribadi mereka untuk
menggunakan kondom
(misalnya, kondom membatasi
perasaan atau mereka terlalu
malu untuk berbicara dengan
pasangan mereka tentang hal itu)
dan mengeksplorasi cara untuk
menghilangkan atau mengurangi
hambatan ini (yaitu, mengajar
mereka untuk menempatkan
pelumas kondom untuk
meningkatkan sensasi tersendiri
bagi pria dan mereka melatih
kemampuan komunikasi kondom
untuk mengurangi tingkat malu
mereka).
Pemuda mengidentifikasi
hambatan pribadi mereka untuk
mendapatkan diuji (yaitu, sampai
ke klinik atau terlihat di klinik
oleh seseorang yang mereka
kenal) dan mengeksplorasi cara
untuk menghilangkan atau
mengurangi hambatan ini (yaitu,
bertukar pikiran dan pilihan
transportasi menyamar).
Isyarat untuk
Aksi
Pemuda menerima isyarat
pengingat untuk tindakan dalam
bentuk insentif (seperti pensil
dengan pesan tercetak "tidak ada
sarung tangan, ada cinta") atau
pesan pengingat (seperti pesan
dalam buletin sekolah).
Pemuda menerima
isyarat pengingat untuk tindakan
dalam bentuk insentif (seperti
gantungan kunci yang
mengatakan, "Punya seks?
Dites!") Atau pesan pengingat
(seperti poster yang mengatakan,
"25% dari remaja yang aktif
secara seksual kontrak IMS.
Apakah Anda salah satu dari
mereka? Cari tahu sekarang ").
Self-Efficacy Pemuda percaya diri
dalam menggunakan kondom
dengan benar dalam segala
situasi.
Pemuda menerima
bimbingan (seperti informasi di
mana untuk mendapatkan diuji)
atau pelatihan (seperti praktek
dalam membuat janji).
top related