tp abortus inkomplit
Post on 02-Aug-2015
138 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil
yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram
waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat
badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari
20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.
Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat
tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi
medik1.
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan
maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun
medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun
yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami
abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang
terjadi2,3,4.
Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi
tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari
kehamilan yang ditemukan.3,4 Namun angka kejadian abortus sangat tergantung
kepada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita
yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan
berakhir dengan kelahiran hidup.4
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana
pada wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah
50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.3
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam
keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan
1
kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus
inkomplit dapat mengalami guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga
pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak.4
Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit, menjadi penting bagi
para pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian
memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah terjadinya
komplikasi. 4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan
sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi Sampai saat ini
janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai berat badan
297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan
berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat ditentukan
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram
atau kurang dari 20 minggu.1
Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian kehamilan
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500
gram.1
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus.
Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan
maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun
medisinalis1.
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian
disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. abortus adalah komplikasi
tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari
kehamilan yang ditemukan.3,4 Angka-angka tersebut berasal dari data-data dengan
sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk
menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang
ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai abortus spontan5.
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
3
Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada
trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan
5-10 % pada trimester ketiga5.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada
wanita diatas 45 tahun adalah 50%.4. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya
adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang
belum melebihi umur 3 bulan5,6.
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspuisi hasil
konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio
atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin
sebelum ekspuisi masih hidup dalam uterus.5
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot
atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya5.
2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan.
Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom
sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang
paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan
monosomi X (13%)7'8 .
4
Gambar 1. Kromosom trisomi2
2.3.2 Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa
abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena
saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan
etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan
dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simpiek,
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan
abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticun dari
traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah
menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang
menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua
organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab
utama5.
b.Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberculosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus5.
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum
5
20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan
persalinan prematur5'7. Diabetes maternal pemah ditemukan oleh sebagian
peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini
tidak ditemukan oleh peneliti lainnya5.
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme,
diabtetes mellitus, dan defesiensi progesteron5'7. Diabetes tidak
menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik.
Defesiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan
insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada
hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa
kematiannya5.
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan
dan setiap deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus
spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur
yang penting untuk mengurangi abortus spontan.5
e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.5
f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan
abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan
antibodi anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler,
trombosis, abortus serta destruksi plasenta.5
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden
6
abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang
berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah
peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa garnet
yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi
dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan
binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut5,7.
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan
terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan
tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya
abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai
dapat diangkat pada waktu kehamilan apa mengganggu gestasi. Peritonitis
dapat menambah besar kemungkinan abortus.5,7
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian
embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh
trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru
terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu
sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat
spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi
oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas5,7,8.
j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan
yang timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang
dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian
dietilstilbestrol (DES)5,7. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan
abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus
yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus,
bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.8
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih
besar kemungkinannya imtuk menyebabkan abortus. Namun demikian,
leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil
7
pemeriksaan klinis lainnya temyata negatif dan histerogram menunjukkan
adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering
mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada
kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan.8
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering
terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada
missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan
tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas.
Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis
yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk
mendukung implatansi hasil pembuahan.7,8
k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten
biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspuisi jaringan konsepsi terjadi
setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai
dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.7
2.3.3 Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam
proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom dalam
sperma dalam menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu
sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus5,7.
2.4 Patogenesis
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam
desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah
yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian
atau seluruhnya dari tempat implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari
perlekatannya merupakan benda asing di dalam uterus dan merangsang rahum
untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin lama semakin bertambah
kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar.1,5
Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu
8
pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh
karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua.6
Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh
karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal
sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah
abortus inkomplit. yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan
lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban
pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk.
Sisa abortus yang tertahan didalam mengganggu kontraksi rahim yang
menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap1,5,6.
2.5 Gambaran klinis
Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan
pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian
bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-
sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah
usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila
plasenta, seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan
cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus.
Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering
pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovolemik berat5'7.
2.6 Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
fisik serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.
Anamnesa akan menunjukkan pasien mengeluarkan flek-flek atau
mengalami perdarahan pervaginam yang banyak, yang disertai dengan nyeri perut
bagian bawah yang hebat. Pasien juga dapat mengeluh mengeluarkan darah yang
bergumpal dan sesuatu yang menyerupai daging.4
9
Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan
abdomen, inspikulo dan vaginal toucher.4
1. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan
umur kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi
fundus uteri yang sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan
terasa lunak. Tidak ada nyeri tekan maupun tanda-tanda cairan bebas. 4
2. Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai
dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah.
Pemeriksa juga mungkin dapat melihat adanya jaringan yang tertinggal
dalam vagina. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan bentuk
uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil
konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus juga
penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai4.
3. Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan
teraba jaringan di dalamnya. 4
Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa
jaringan dalam uterus berupa gambaran ekogenik.
2.7 Diagnosis banding
Diagnosis banding dari abortus inkomplit adalah:
a. Kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan servikal dan
kehamilan kornual.4,8,9
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu :
o Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang
o Serviks tertutup
o Uterus sedikit membesar dari usia kehamilan normal
o Gejala / tanda : limbung atau pingsan, nyeri perut bawah, nyeri
goyang porsio, massa adneksa, dan cairan bebas intra abdomen. 4
b. Mola hidatidosa
10
Mola hidatidosa adalah perdarahan pervaginam, yang muncul pada 20
minggu kehamilan biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan
perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai
dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola.4
Dan pada pemeriksaan fisik dan USG tidak ditemukan ballotement dan
detak jantung janin. 4
Diagnosis mola hidatidosa:
Perdarahan sedang hingga masif (banyak)
Serviks terbuka
Uterus lunak dan lebih besar dari usia kehamilan
Gejala/tanda : mual/muntah, kram perut bawah, sindrom mirip pre
eklampsia, tidak ada janin, dan keluar jaringan seperti anggur. 4
2.8 Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis.8,9
Teknik pembedahan dapat terdiri dari dilatasi serviks yang diikuti dengan
pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan
evakuasi, maupun dilatasi dan ekstrasi, teknik induksi haid, dan laparotomi yang
dapat dilakukan dengan histerotomi maupun histerektomi.8
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.8
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang
berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan
perdarahan dilakukan dengan cara8,9:
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16
11
minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum
untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular atau
misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih.
Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi
vakum manual tidak tersedia.
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin
0,2 mg intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau
misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika
perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes
per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4
jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800
mcg).
Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.8
Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat
untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan
kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif.
Tekanan negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe
pump 60 ml. 10,11Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman
jika dibandingkan dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan
kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal
pada serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan
dapat dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada
ketrampilan dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum
berkisar antara 95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi
12
abortus inkomplit.3,4,12
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10
menit. Sebelum melakukan tindakan kuretase, siapkan terlebih dahulu pasien,
tempat dan alat kuretase. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar
dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada genitalia eksterna,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disonde dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-
lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri
sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula
dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan
timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30
menit tanpa anestesi dan selama 1-2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan
lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian 3, 9,10.
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.
Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada
kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit,
metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai
ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol)
diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron
digunakan secara luas, bekeria dengan cara mengikat reseptor progesteron,
sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang
digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36-48 jam) dengan pemberian
prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut
yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.3,10
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut
yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase
13
yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.
Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal
ginjal akut, kelainan fimgsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi.3,4
2.9. Prosedur Kuretase pada Abortus Inkomplit
Prosedur kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat
pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen
(sendok kuret) ke dalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan
tersebut dengan teknik pengerokan secara sistematik. 9
Indikasi teknik kuretase antara lain:
- Abortus inkomplit
- Abortus septik
- Abortus yang disertai cedera intra abdomen (perlu tindakan laporotomi).
- Abortus mola.
- Abortus terkomplikasi (syok hipovolemik) yang belum dapat di koreksi. 9
Langkah klinik dalam melakukan kuretasi meliputi persetujuan tindakan medis
dan persiapan sebelum tindakan.
1. Cairan dan selang infus sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah
dibersihkan dengan air dan sabun.
2. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner.
3. Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.
4. Larutan antiseptik (Povidon lodin 10%).
5. Oksigen dengan regulator.
6. Instrumen
a. Cunam tampon : 1
b. Canam peluru atau tenakulum : 1
c. Klem ovum (Foerster/Fenster clamp) lurus dan kengkung : 2
14
d. Sendok kuret : 1 set
e. Penera kavum uteri (sonde) : 1
f. Spekulum Sim’s atau L dan kateter karet : 2 dan 1
g. Tabung 5 ml dan jarum suntik No.23 sekali pakai : 2
h. Dilatator II.
7. Persiapa bagi Penolong (Operator dan Asisten)
1. Baju kamar tindakan, apron, masker dan kacamata pelindung : 3 set.
2. Sarung tangan DTT/sterill : 4 pasang
3. Alas kaki (sepatu/”boot” karet) : 3 pasang.
4. Instrumen
a.Lampu sorot : 1
b.Mangkok logam : 2
c.Penampung darah dan jaringan : 1
8. Pencegahan Infeksi Sebelum tindakan
9. Tindakan
a. Instruksi asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik. Pethidine-
hanya diberikan apabila tersedia antidotum dan alat resusitasi.
b. Lakukan kateterisasi kandung kemih (lihat prosedur kateterisasi).
c. Lakukan pemeriksaan bimanual ulangan untuk menentukan bukaan
serviks, besar, arah dan konsistensi uterus - Periksa juga kemungkinan
penyulit atau kondisi patologis lainnya.
d. Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan
klorin 0,5%.
e. Pakai sarung tangan DTT/steril yang baru.
f. Dengan satu tangan masukkan spekulum Sim’s/L secara vertikal ke
dalam vagina,setelah itu putar ke bawah sehingga posisi bilah menjadi
transversal.
15
g. Minta asisten untuk menahan spekulum bawah pada posisinya.
h. Dengan sedikit menarik spekulum bawah (hingga lumen vagina tampak
jelas) masukkan bilah spekulum atas secara vertikal kemudian putar
dan tarik ke atashingga jelas terlihat serviks.
i. Minta asisten untuk memegang spekulum atas pada posisinya.
j. Bersihkan jaringan dan darah dalam vagina (dengan kapas antiseptik
yang dijepit dengan cunam tampon), tentukan bagian serviks yang
akan dijepit (jam 11 dan13).
k. Jepit serviks dengan tenakulum pada tempat yang telah ditentukan.
l. Setelah penjepitan terpasang baik, keluarkan spekulum atas.
m. Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus derngan penera
kavum uteri/sonde. Pegang gagang tenakulum, masukkan klem ovum
yang sesuai dengan bukaan serviks hingga menyentuh fundus
(keluarkan dulu jaringan yang tertahan pada kanalis).
Bila dilatasi serviks cukup besar, lakukan pengambilan jaringan
dengan klem ovum (dorong klem dalam keadaan terbuka
hingga menyetuh fundus, kemudian tutup dan tarik).
Pilih klem yang mempuyai permukaan cincin yang halus dan
rata, agar tidak melukai dinding dalam uterus.
Keluarkan klem ovum jika dirasakan sudah tidak ada lagi
jaringan yang terjepit atau keluar.
n. Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung
sendok kuret (sesuai lengkung uterus) melalui kanalis serviks ke dalam
uteru sehingga menyetuh fundus uteri (untuk mengukur kedalaman).
o. Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematik dan searah jarum jam,
hingga bersih (seperti mengenai bagian bersabut). Untuk dinding kavum
uteri yang berlawanan dengan lengkung kavum uteri, masukkan sendok
16
kuret sesuai dengan lengkung uteri, setelah mencapai fundus putar gagang
sendok 180°, baru lakukan pengerokan.
p. Keluarkan semua jaringan dan bersihkan darah yang menggenagi lumen
vagina bagian belakang.
q. Selesainya kerokan ditandai dengan keluarnya buih/ busa pink, kerokan
terasa halus, adanya kontraksi uterus yg ditandai dgn terjepitnya sendok
kuret, dan perdarahan berhenti.
r. Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks.
s. Lepaskan spekulum bawah.
t. Kumpulkan jaringan untuk dikirim ke Laboratorium Patologi.
10. Cuci Tangan Pasca Tindakan
11. Perawatan Pasca Tindakan
a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan beri
instruksi apabila terjadi kelainan/komplikasi.
b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang
tersedia.
c. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien.
d. Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah
selesai dilakukan tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
e. Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih diperlukan, lama
perawatan dan kondisi yang harus dilaporkan.9
2.10 Prognosis
Abortus inkomplit yang dievakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi
memberikan prognosis yang baik terhadap ibu. Kecuali adanya inkompetensi
serviks, angka kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga kali abortus
spontan akan berkisar antara 70 dan 85% tanpa tergantung pada pengobatan yang
17
dilakukan 5,8.
2.11 Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok
akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi
yang lama didalam uterus. Sinekia intrauterine dan infertilitas juga merupakan
komplikasi dari abortus.5
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase adalah:
1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi
dan cardiac arrest.
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila
perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan
aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan semampunya. Pasien
diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti
segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat di RS.
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan
sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4. Pendarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi.
Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa
pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun
anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan
kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.5
18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : NNK
Umur : 37 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Alamat : Jl. Ahmad Yani
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Pedagang
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 1 September 2012 Pk 08.30
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Perdarahan pervaginam
Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 3 hari yang lalu
(29/8/12). Awalnya dikatakan perdarahan berupa flek-flek yang warnanya merah
kecoklatan namun sejak tadi pagi 3 jam SMRS (1/9/12) terdapat gumpalan-
gumpalan darah berwarna hitam, disertai nyeri pada perut bagian bawah, namun
saat ini keluhan nyeri perut sudah berkurang. Riwayat trauma, pingsan dan panas
badan disangkal.
Riwayat telat haid 2 bulan yang lalu. Tes kehamilan pada urin positif pada tanggal
8 Juli 2012 yang pasien periksa di bidan. Riwayat mengkonsumsi obat – obatan
sebelum terjadi perdarahan disangkal oleh pasien. Riwayat memelihara binatang
peliharaan seperti kucing disangkal oleh pasien.
Riwayat menstruasi
Menarche umur 12 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 3-4
19
hari tiap kali menstruasi.
Hari pertama haid terakhir 8/6/2012
Riwayat nyeri saat menstruasi dirasakan pada hari pertama hingga sekitar hari
ketiga menstruasi. Namun nyeri yang dirasakan tidak sampai mengganggu
aktivitas pasien sehari – hari.
Riwayat perkawinan
Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama ±18 tahun
Riwayat kehamilan
1. ♀, 17 Tahun, 4000 gram, spontan, bidan
2. ♀, 14 Tahun, 3800 gram, spontan, bidan
3. ♀, 8 Tahun, 3700 gram, spontan, bidan
4. Ini
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Sejak pertama kali mengetahui dirinya hamil, pasien secara rutin
memeriksakan kehamilannya di bidan, sampai saat ini pasien sudah tiga kali
memeriksakan diri ke bidan. Namun pasien belum pernah memeriksakan
kehamilannya ke dokter ataupun rumah sakit.
Riwayat Kontrasepsi
Sebelumnya pasien pernah menggunakan KB suntik 3 bulan dan IUD.
Setelah anak ketiga pasien menggunakan KB IUD dan baru dilepas sekitar 6 bulan
yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus disangkal. Riwayat
alergi terhadap makanan maupun obat – obatan disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit pada keluarganya terutama yang
berhubungan dengan genetik. Riwayat adanya keluhan yang serupa dengan pasien
di keluarga disangkal oleh pasien.
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan umum : Baik Kesadaran : E4V5M6(CM)
20
Tekanan Darah : 120/90 mmHg Nadi : 76 x/menit
Respirasi : 18 x/menit Suhu tubuh : 36,7 °C
Tinggi badan : 155 cm Berat badan : 54 kg
BMI : 22,47 kg/m2
2. Status General
Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, rp +/+ isokor 3/3 mm
Thorak
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : ekstremitas hangat, oedema tidak ada pada keempat
ekstremitas
3. Status Ginekologi
Abdomen : Fundus uteri teraba1 jari dibawah simpisis , nyeri tekan
(-), tanda cairan bebas tidak ada, massa (-), distensi (-),
BU (+) normal
Inspekulo : v/v flx (+), fl (-), pØ (+), livide (+), jaringan (+)
VT : flx (+), fl (-), pØ (+), nyeri goyang (-), jaringan (+),
perdarahan aktif (-), corpus uteri antefleksi +/+ > N, cavum
douglasi dalam batas normal.
3.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap :
WBC 11,08
RBC 4,58
HGB 12,8
HCT 38,5
PLT 245
3.5 Diagnosis
Abortus inkomplit
21
3.6 Penatalaksanaan
Terapi : Kuretase dengan GA
Amoxycillin 3x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Methyl ergometrin 3 x 0,125 mg
SF 1 x 1 tab
Monitoring
Observasi 2 jam pasca kuretase.
KIE
KIE pasien dan keluarga pasien
22
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Diagnosis
Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 3 hari yang
lalu (29/8/12). Awalnya dikatakan perdarahan berupa flek-flek yang warnanya
merah kecoklatan namun sejak tadi pagi 3 jam SMRS (1/9/12) terdapat gumpalan-
gumpalan darah berwarna hitam, disertai nyeri pada perut bagian bawah, namun
saat ini keluhan nyeri perut sudah berkurang. Riwayat trauma, pingsan dan panas
badan disangkal.
Riwayat telat haid 2 bulan yang lalu. Tes kehamilan pada urin positif pada tanggal
8 Juli 2012 yang pasien periksa di bidan. Riwayat mengkonsumsi obat – obatan
sebelum terjadi perdarahan disangkal oleh pasien
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general normal,
Pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda
cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Pada inspikulo didapatkan pembukaan
OUE dan tampak jaringan. Dari pemeriksaan dalam didapatkan, terdapat fluksus,
pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan tampak jaringan.
Pada pasien tersebut, pada anamnesis jelas didapatkan adanya keluhan
telat haid yang mendukung bahwa pasien sedang hamil, walaupun telat haid
bukan merupakan tanda pasti kehamilan. Disamping itu telah dilakukan tes
kencing di bidan swasta sebanyak 1 kali dan di dapatkan hasil tes positif. Selain
adanya keluhan perdarahan pervaginam yang banyak didapatkan juga keluhan
nyeri perut bagian bawah dan tidak ada riwayat trauma fisik. Berdasarkan data
anamnesis tersebut, maka dapat dipikirkan adanya kecurigaan terhadap gejala
abortus. Selain itu jika dilihat dari faktor resiko, pasien memiliki beberapa faktor
resiko untuk terjadinya abortus, antara lain usia pasien dan meningkatnya paritas.
Dimana seperti telah disebutkan pada tinjauan pustaka, bahwa insiden abortus
meningkat seiring bertambahnya usia ( 12 % pada usia 20 tahun dan 50% pada
usia > 45 tahun ) dan meningkatnya paritas dimana saat ini pasien sudah pernah
23
mengandung sebanyak tiga kali. Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan teraba massa/jaringan
besar dan konsistensi uterus sesuai dengan usia kehamilam 10- 12 minggu
dimana ini sesuai bahwa pada kasus abortus inkomplit, pada pemeriksaan fisik
akan didapatkan pembukaan ostium uteri eksternum, teraba jaringan dan teraba
fundus uteri yang sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan.
Berdasarkan gambaran klinis yang jelas inilah kemudian dapat ditegakkan
diagnosanya menjadi abortus inkomplit.
Walaupun demikian jika hanya dari anamnesa saja mungkin cukup sulit
untuk dapat yakin bahwa itu merupakan suatu abortus inkomplit oleh karena
adanya keluhan perdarahan pervaginam pada kehamilan muda, selain abortus
inkomplit perlu juga dipikirkan kemungkinan lain seperti: kehamilan ektopik,
mola hidatidosa, dan kehamilan dengan kelainan pada pelvis. Untuk abortus itu
sendiri, masih harus dipikirkan berdasarkan mekanismenya apakah abortus
spontan atau abortus provokatus oleh karena penatalaksanaannya yang berbeda.
Kemungkinan lainnya yang harus disingkirkan adalah kehamilan ektopik,
namun pada kehamilan ektopik, nyeri merupakan keluhan utamanya. Apalagi jika
sudah terjadi kehamilan ektopik terganggu. Perdarahan pervaginam merupakan
tanda penting kedua yang dapat menandakan kematian janin, dimana perdarahan
tidak banyak dan berwarna coklat tua. Meskipun gejala klinisnya dapat bervariasi
dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai gejala yang
tidak jelas, ada trias klasik yang sering didapatkan yaitu, amenore, perdarahan dan
nyeri abdomen. Selain itu pada kehamilan ektopik terganggu dari pemeriksaan
fisik akan teraba fundus uteri yang lebih besar dari umur kehamilan dan teraba
massa adneksa maupun teraba adanya cairan bebas intrabdomen serta tidak
didapatkan adanya pembukaan servik.
Sedangkan kemungkinan yang paling jauh yang dapat dipikirkan adalah
adanya suatu mola hidatidosa. Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah
kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan
hampir seluruh vili korealis mengalami perubahan hidrotik. Pada mola perdarahan
merupakan gejala utama, dimana sifat perdarahannya bisa intermitten, sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak yang dapat menyebabkan syok. Pada kasus dengan
24
perdarahan yang banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dari
jaringan mola. Pada pemeriksaan fisik, besar uterus tidak sesuai dengan usia
kehamilan (50% kasus menunjukkan besar uterus lebih dari usia kehamilan
sesungguhnya), tidak ditemukan balotement dan denyut jantung janin. Selain itu
pada permulaan kehamilan biasanya pasien mengalami hiperemesis gravidarum,
mual, muntah pusing dengan derajat keluhan yang lebih berat. Perkembangan
kehamilan adalah lebih pesat sehingga pada umumnya didapatkan uterus lebih
besar dari umur kehamilan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah
pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan tes kehamilan, dan
ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan darah lengkap dapat kita ketahui apakah
terjadi penurunan kadar hemoglobin di bawah normal yang diakibatkan oleh
adanya perdarahan yang benyak. Dapat juga kita dapatkan hitung sel darah putih
dan laju endap darah yang meningkat bahkan tanpa adanya infeksi.2 Pada kasus di
dapatkan hasil dari laboratorium dalam batas normal, sehingga dapat disimpulkan
bahwa perdarahan yang terjadi pada pasien bukanlah perdarahan yang aktif.
Pemeriksaan USG transvaginal berguna untuk mendokumentasikan
kehamilan intrauterin. Pada abortus inkomplit, sakus gestasional biasanya terlihat
gepeng dan ireguler, material ekogenik yang mewakili jaringan plasenta terlihat
dalam kavum uteri.2Dari USG dapat pula menyingkirkan adanya kehamilan
ektopik atau suatu mola hidatidosa. Dengan pemeriksaan USG pada trimester
awal kehamilan, dapat diketahui kehamilan tersebut intra atau ekstra uteri.
Sedangkan pada kasus mola, dengan pemeriksaan USG, menunjukkan gambaran
yang khas yaitu berupa badai salju (snow flake pattern). Pada kasus ini
pemeriksaan USG tidak dikerjakan, karena secara klinis diagnosa abortus
inkomplit dapat ditegakkan dan USG sudah dilakukan sebelumnya di poli klinik.
4.2 Faktor Predisposisi atau Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada
ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang
mungkin juga disebabkan oleh faktor paternal seperti translokasi kromosom.
Berdasarkan anamnesis kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama
25
kalinya. Penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat
dipastikan. Penyebab lain yang dapat dipertimbangkan adalah faktor nutrisi,
faktor paternal, serta paparan obat-obatan dan toksin lingkungan.
Pada kasus abortus inkomplit ini mungkin dapat lebih diperdalam lagi
sehingga dapat diketahui etiologinya (eksplorasi kausa). Disamping itu, faktor-
faktor lainnya juga harus ditelusuri seperti ada tidaknya kelainan pada plasenta
(end arteritis vili korealis yang dapat dipicu oleh karena hipertensi menahun)
serta adanya penyakit pada ibu antara lain pneumoni, tifus abdominalis, malaria
dan anemia berat, yang juga dapat menyebabkan abortus. Ini sangatlah perlu
untuk memahami faktor-faktor resiko tersebut sehingga dapat membantu
memberikan konseling kepada pasien. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
kepada pasien merupakan komponen penting untuk memberikan penjelasan yang
benar dan dapat dipahami oleh pasien tentang apa yang ia alami. Oleh karena itu
dapat dianjurkan kepada pasien untuk dilakukannya eksplorasi kausa. Secara garis
besar, terjadinya suatu abortus dapat disebabkan oleh keadaan dari hasil konsepsi
itu sendiri (zygote), adanya penyakit kronis dan infeksi yang diderita oleh ibu,
pengaruh lingkungan misalnya lingkungan fisik (paparan radiasi tertentu, infeksi
oleh TORCH) atau adanya riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang bersifat
teratogenik dan adanya trauma fisik. Selain itu adanya gangguan
hormonal/endokrin juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh.
Disamping itu juga perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan pada
uterus berupa kelainan hormonal yang mempengaruhi endometrium, kelainan oleh
karena factor mekanik (adanya mioma submukus) serta kelainan anatomis
(serviks inkompeten, uterus bikornu, uterus arkuatus, dan lain-lain).
Jika ada kecurigaan bahwa kausanya adalah kelainan pada zigot dimana
defeknya bersifat genetikal maka usaha eksplorasinya bisa berupa pemeriksaan
kromosom (kariotype) karena mungkin saja kelainan genetik pada zigot ternyata
berasal dari gen-gen mutasi baik dari ibu ataupun ayah. Tetapi tentunya
pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia dan biayanya cukup tinggi.
Selain itu pemeriksaan patologi anatomi jaringan yang diklaim akan mengetahui
apakah ada tidaknya suatu keganasan. Namun pada kasus abortus inkomplit ini
tidak dilakukan pemeriksaan PA.
26
Adanya penyakit infeksi akut (pneumonia, malaria) atau penyakit kronis
(diabetes mellitus, Hipertensi kronis, penyakit liver/ginjal kronis) dapat diketahui
lebih mendalam melalui anamnesa yang baik dan terperinci. Penting juga
diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita
infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Hal ini
penting sebagai data dasar untuk nantinya dapat membantu dalam
menghubungkan dengan kejadian ROB. Ketidakjelasan secara klinis adanya
diabetes melitus atau gangguan kronis pada hepar atau ginjal dapat dibantu
dengan pemeriksaan gula darah acak/2 jam pp, tes fungsi hati/ LFT (AST/ALT)
maupun tes fungsi ginjal/ RFT (BUN/SC). Untuk eksplorasi kausa, pemeriksaan-
pemeriksaan diatas dapat dikerjakan.
Jika ingin mengetahui pengaruh faktor lingkungan, maka perlu ditanyakan
tentang lingkungan tempat tinggal ibu, mungkin ada tidaknya riwayat
menjalankan radioterapi, maupun lingkungan kerjanya. Ada tidaknya binatang
seperti kucing yang dianggap sebagai vektor penularan TORCH, penting juga
diketahui. Oleh karena itu boleh disarankan pemeriksaan serologis TORCH untuk
mengetahui titer antibodi terhadap virus ini.
Demikian juga penggunaan obat–obatan tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa karena jika ada mungkin hal ini merupakan
salah satu faktor yang berperan.
Adanya kelainan anatomis pada uterus misalnya serviks inkompeten
(mudah berdilatasi) atau kelainan bentuk uterus (bikornus) dapat diketahui dari
pemeriksaan USG, HSG (histerosalfingografi), histeroskopi, dan laparoskopi
(prosedur diagnostik).
4.3 Penatalaksanaan
Pada kasus ini pada saat pasien MRS keadaan umumnya stabil, dan tidak
didapatkan tanda-tanda syok. Oleh karena pada pemeriksaan fisik teraba massa
jaringan maka harus dilakukan evakuasi isi uterus dengan kuretase dan
selanjutnya diberikan medikamentosa berupa antibiotika, analgetika dan
uterotonika. Yang penting setelah tindakan adalah observasi dua jam setelah
kuretase untuk monitoring vital sign dan adanya keluhan. Maka dari itu adanya
27
komplikasi seperti perdarahan ringan sampai berat, infeksi, dan kelainan fungsi
pembekuan darah dapat dihindari.
Mengingat komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan
dengan prosedur yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut
seminimal mungkin. Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:
Kuretase dengan GA
Medikamentosa
Amoxycillin 3x500 mg
Asam Mefenamat 3x500 mg
Metil Ergometrin 3x1 tab (0,125 mg)
SF 1x1 tab
KIE pasien dan keluarga pasien
Keadaan pasien stabil dan diberikan pengobatan Amoxycillin untuk terapi karena
tindakan yang invasif pada kuretase dapat menyebabkan infeksi. Asam
Mefenamat untuk mengurangi nyeri dan Metil Ergometrin untuk mempertahankan
kontraksi uterus yang mana berperan dalam mengurangi perdarahan.
Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan
dipulangkan 2 jam setelah kuretase.
Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian
untuk mengetahui perkembangan penderita.
KIE merupakan hal yang sangat penting didalam kasus ini dimana yang
harus dititik beratkan adalah tentang diagnosis penyakitnya, tindakan apa yang
dilakukan terhadap penyakitnya tersebut, komplikasi apa yang terjadi bila
dilakukan kuretase atau tidak (komplikasi jangka pendek atau panjang), rencana
tentang kehamilan yang berikutnya (3 sampai dengan 6 bulan KB, persiapan
untuk faktor anatomi dan psikologis ibu), kontrol atau evaluasi terhadap tindakan
(febris, nyeri) dan yang tidak kalah pentingnya adalah mencari penyebab abortus
(untuk persiapan kehamilan beikutnya), disamping itu juga terhadap faktor sosial
dimana harapan masih bisa hamil lagi, prognosis abortus yang berulang atau
tidak.
4.4 Prognosis
28
Prognosis pada kasus ini adalah mengarah ke baik, dubius ad bonam
karena dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga
resiko perdarahan menjadi sangat minimal, setelah observasi dua jam pasca
kuretase tidak didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu
pada pasien ini tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang
berbahaya misalnya perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
29
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus wanita 37 tahun, hamil muda 12-13 minggu yang
mengalami perdarahan pervaginam. Penatalaksanaan awal pada kasus abortus
adalah melakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan
selanjutnya diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko
perdarahan dan komplikasi lain yang mungkin timbul, maka pada kasus abortus
inkomplit ini dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase, kemudian
diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik.
Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus inkomplit.
Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik. Penderita
diberikan obat per oral yaitu Amoxycillin 3x500 mg, Asam Mefenamat 3x500
mg, Metil Ergometrin 3x1 tablet, SF 1x1.
Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian
untuk mengetahui perkembangan penderita.
Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi
memberikan prognosis yang baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan.
Dalam: Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu
Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo ; 2002 : hal. 302 – 312.
2. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS
Sanglah Denpasar. 2003.
3. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap
LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The
McGraw-Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
4. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA:
McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 – 55.
5. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management.
In:American
FamilyPhysician.December1993.http://www/findarticles.com/p/articles/
mi_m3255/is_n8_v48/ai_14674724/pg_1
6. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS,
et all. Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
7. Lindsey.J.L.Missed Abortion. Available from htpp ://
www.emedicine.com/med/topic last update : agust, 2011
8. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of
Spontaneus Abortion. AAFP Home Page>New &
Publications>Joumals>American Family Physician. October 012005;72;1.
9. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S,
Monga A, editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.
10. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.
11. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.
31
12. Dan Valley. Abortion, Incomplete. 2007. Available at:
http://www.emedicine.com/emerg/obstetricsandgynecology.htm. Akses
Tanggal 27 Juli 2012.
32
top related