struma
Post on 13-Jul-2015
627 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan
sumber daya manusia. Tujuan dalam pengembangan kesehatan yang
tercantum dalam fungsi kesehatan nasional (SKN) adalah tercapainya
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan nasional (Sumarmo,1998).
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan
gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4
% laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah
dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di
Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik,
tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin
membesar secara difus dan atau bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab
utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya
bertambahnya kebutuhan yodiujm pada masa pertumbuhan, kehamilan dan
laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ?
1.2.2 Apa penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan penanganan
pada pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Makalah ini dibuat sebagai pedoman atau acuan dalam membandingkan
antara teori dan praktek dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid, serta untuk
mengetahui informasi-informasi mengenai hipertrofi kelenjar tiroid
lebih dalam.
2
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ?
2. Mengetahui penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ?
3. Mengetahui patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan penanganan
pada pasien hipertrofi kelenjar tiroid ?
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai
mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan
penyebabserta upaya pencegahan hipertrofi kelenjar tiroid agar
terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
1.4.2 Bagi Pembaca
Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang hipertrofi
kelenjar tiroid sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari
penyakit tersebut.
3
BAB 2
ISI
2.1 Anatomi dan fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia.
Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Hormon yang terpenting ialah
Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3).
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu lagi
disebelah kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang dinamakan
isthmus atau ismus). Setiap lobus berbentuk seperti buah pir. Kelenjar tiroid
mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia. Pada
keadaan tertentu kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur
perkembangan embriologi tiroid.
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat
menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan.
Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan
diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (tiroksin). Dalam keadaan normal
pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah
hormon-hormon lain seperti T2.
T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga
(ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak
aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati
dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus
yang berada di otak tengah.
Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH
(thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-
hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)-
kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian
merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan
4
merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang
mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4.
Adapun struktur tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel yang
dibatasi oleh epitelium silinder disatukan oleh jaringan ikat sel-selnya
mengeluarkan sera. Adapun fungsi kelenjar tiroid adalah:
1. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
2. Mengatur pengguanaan oksidasi
3. Mengatur pengeluaran karbondioksida
4. Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan
5. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.
2.2 Definisi Hipertrofi kelenjar Tiroid
Hipertrofi Kelenjar Tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan
ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi
hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontoksik atau
simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran
kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-
hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu
5
sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti
pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.
Penyakit Gondok adalah istilah umum untuk pembesaran kelenjar
tiroid pada tenggorokan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa berupa benjolan
biasa yang bersifat setempat hingga terjadi pembengkakan pada kedua sisi
kelenjar tiroid. Berat kelenjar tiroid adalah sekitar 30 gram, berbentuk dasi
kupu-kupu. Kelenjar ini berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh,
mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan anak kelenjarnya (paratiroid)
berfungsi dalam mengontrol kadar kalsium dalam darah.
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid
dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar -
debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, diare, berat badan menurun,
mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat
berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
2.3 Etiologi
Etiologi goiter non toksik antara lain adalah defisiensi yodium atau
gangguan kimia intratiroid oleh berbagai faktor. Akibat gangguan ini
kapasitas kelenjar tiroid untuk mensekresi tiroksin terganggu , mengakibatkan
peningkatan kadar TSH dan hyperplasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid pada pasien goiter non toksik sering bersifat
eksaserbasi dan remisi disertai hiperrevolusi dan ivolusi pada bagian-bagian
kelenjar tiroid . Hiperplasia mungkin bergantian dengan fibrosis, dan dapat
timbul nodula-nodula yang mengandung folikel-folikel tiroid.
2.4 Klasifikasi Goiter
1. Goiter Kongenital
Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar
dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
6
2. Goiter endemik atau goiter non toksik dan kretinisme
Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat,
dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik
ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut.
3. Goiter sporadis
Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang
terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan
kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk
penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
a. Goiter yodium
Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara
difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
b. Goiter sederhana (Goiter kollot)
Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak
normal atau menunjukan berbagai ukuran folikel, koloid dan epitel
pipih.
c. Goiter multinodular
Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak
nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan
kistik dan fibrosis.
4. Goiter intratrakea
Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut
dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO :
1. Stadium O – A : tidak ada goiter
2. Stadium O – B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun
leher terekstensi penuh.
3. Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh.
4. Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi.
5. Stadium III : goiter yang besar terlihat dari Darun.
7
2.5 Pathofisiologi
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari
darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat
hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu,
dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya,
tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini
disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini
merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroksin dan tumbuh dalam
ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa
yang disebut sebuah gondok
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam
tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan
sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor
pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone
tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme
umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan
terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di
bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita
suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu
dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher
dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.
8
2.6 WOC
Defisiensi Yodium , Hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik
Sekresi hormon tiroksin ↓
Mekanisme umpan balik negatif
Aktifitas kelenjar Tiroid ↑
Hipertrofi kelenjar tiroid (goiter non
toksik)
Goiter tumbuh ke dalam Goiter tumbuh ke luar
Menekan pita
suara
menekan
trakea
Menekan
esofagus
Pembesaran pada
leher
Gangguan citra
tubuh
Ansietas b.d proses penyakit
Suara serak/
parau
Kesulitan
bernafas
Sesak nafas
Pola nafas
inefektif
Gangguan
komunikasi
verbal
Disfagia
Nutrisi tdk
adekuat
Pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Hypothalamus
TRH
Hipofise anterior
TSH
Kelenjar tiroid
9
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala utama :
1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah
benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang
tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Distensi vena leher.
7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
8. Kelainan fisik (asimetris leher)
Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :
1. Tingkat peningkatan denyut nadi
2. Detak jantung cepat
3. Diare, mual, muntah
4. Berkeringat tanpa latihan
5. Goncangan
2.8 Pemeriksaan diagnostic
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak
toksik, melalui :
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
2. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3
(triyodotironin) dalam batas normal.
3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau
tidaknya nodul.
4. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
10
2.9 Komplikasi
1. Obstruksi jalan nafas
2. Infeksi luka
3. Hipokalsemia :
4. Ketidakseimbangan hormone tiroid
2.10 Penatalaksanaan
Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat antara lain yaitu :
a. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
b. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun
diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
c. Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan
operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya :
penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan
yang pasti akan dicurigai.
2.11 Prognosis
Goiter non toksik merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai
dan menyerang sampai 16 % wanita dan 4 % pria yang berusia antara 20-60
tahun (patofisiologi, EGC hal. 1077).
2.12 Pencegahan primer, sekunder dan tertier.
1. Pencegahan Primer
11
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk
menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola
perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti
ikan laut.
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium
setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum
memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan.
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara
ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam
karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan
dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang
diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam
sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di
daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya
adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun,
termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis
berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai
umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%)
diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak
di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu
penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara
yaitu :
12
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita
yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau
leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu
diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul,
bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta
untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk
duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan
pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara
tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya
kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan
radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma
dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi
tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar
akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun
(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien
yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif
(RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan
atau menyumbat trakea (jalan nafas).
13
e. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan
tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan
kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi
waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis
dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan
karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh
darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera
canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama
adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental,
fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk
memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya
diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat
14
menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan
rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan,
sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis
yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.
Discharge Planning :
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengkonsumsi garam
beryodium
b. Kontrol ulang ke dokter apabila terjadi kekambuhan penyakit.
c. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi sayuran, mengkonsumsi
air kemasan, dan banyak mengkonsumsi makanan dari laut
d. Melakukan pemeriksaan gondok secara rutin
e. Menjaga kebersihan air minum agar tidak terkontaminasi oleh
zat-zat yang dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar
tyroid
15
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTROFI KELENJAR
TIROID
1. Pengkajian
1) Kaji Riwayat Penyakit.
a. Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien.
b. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
2) Tempat tinggal sekarang dan masa balita
3) Usia dan Jenis kelamin.
4) Kebiasaan makan.
5) Penggunaan obat – obatan :
a. Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir.
b. Sudah berapa lama digunakan.
c. Tujuan pemberian obat.
6) Keluhan klien :
a. Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas.
b. Sulit menelan.
c. Leher bertambah besar.
d. Suara serak/parau.
e. Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris.
7) Pemeriksaan fisik :
a. Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan
simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di palpasi.
b. Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya.
c. Auskultasi bruit pada arteri tyroidea.
d. Nilai kualitas suara.
e. Palpasi apakah terjadi deviasi trachea.
f. Pemeriksaan diagnostic.
g. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum.
h. Pemeriksaan RAI.
i. Test TSH serum.
16
8) Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis diatas
terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi,
cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri
seperti :
a. Status pernapasan.
b. Warna kulit.
c. Suhu kulit (daerah akral).
d. Keadaan / kesadaran umum.
e. Berat badan dan tinggi badan.
f. Kadar hemoglobin.
g. Kelembaban kulit dan teksturnya.
h. Porsi makan yang dihabiskan.
i. Turgor.
j. Jumlah dan jenis cairan per oral yang dikonsumsi.
k. Kondisi mukosa mulut.
l. Kualitas suara.
m. Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya interaksi
klien dengan orang di sekitarnya.
n. Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien dengan goiter
nontoksik antara lain :
1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan
kelenjar tiroid terhadap trachea.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan asupan yang kurang akibat disfagia.
3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher.
4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit
dan pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang penyakit yang
diderita.
17
3. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 : Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan
kelenjar tiroid terhadap trachea.
Tujuan : Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil
menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai
berikut :
a. Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur
b. Akral hangat
c. Kulit tidak pucat atau cianosis
d. Keadaan klien tenang/tidak gelisah
Intervensi Keperawatan :
1) Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan
2) Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan
3) Kolaborasi pemberian obat-obatan
4) Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif
5) Bantu aktivitas klien di tempat tidur
6) Observasi keadaan klien secara teratur
7) Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen
lebih banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu
dingin
Dx. 2 : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
asupan nutrien kurang akibat disfagia.
Tujuan : Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berat badan bertambah
b. Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria)
c. Tekstur kulit baik
Intervensi Keperawatan :
1) Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien
18
2) Porsi makanan kecil tetapi sering
3) Beri makanan tambahan diantara jam makan
4) Timbang berat badan dua hari sekali
5) Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan
6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan
Dx. 3 : Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk
leher.
Tujuan : Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang
positif kembali dengan kritria :
a. Klien menyenangi kembali tubuhnya
b. Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif
pembesaran pada leher
c. Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari
Intervensi Keperawatan :
1) Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk
leher yang berubah
2) Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi
perasaan malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup
3) Beri pujian bila klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk
meningkatkan penampilan diri
4) Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar
yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi
5) Jelaskan pula setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan
yang dapat dilakukan
6) Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien
7) Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya
Dx. 4 : Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang
penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang
diderita.
19
Tujuan : Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, ansietas
klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :
a. Ekspresi wajah tampak rileks
b. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik
c. Klien mengetahui penyakit dan upaya pengobatan
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya
2) Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan
3) Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :
a. Jenis penyakit dan penyebabnya
b. Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan
operasi bila ada indikasi
c. Prognosa dan prevalensi penyakit
d. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk
dan kondisi yang mempercepat penyembuhan
4) Laksanakan pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan
kondisi klien dan lingkungannya.
4. Implementasi Keperawatan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi
keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria
hasil.
Komponen tahap Implementasi:
a. Tindakan keperawatan mandiri
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )
20
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi disesuaikan dengan
diagnosa dan intervensi yang telah ditentukan.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (Iodine Deficiency Disorder)
adalah gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan iodium sehingga
tubuh tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Definisi lain, GAKY
merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan Yodium,
akibat kekurangan Yodium ini dapat menimbulkan penyakit salah satu yang
sering kita kenal dan ditemui dimasyarakat adalah Gondok.
Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak
mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran
hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu
diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang,
bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.
Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang
mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi
hormone tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, dan kubis.
4.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan
kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-
harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ
yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa
berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta
aktifitas seseorang.
22
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, yuditha. 2011. Asuhan Keperawatan Goiter.
http://yudithaadiningsih.blogspot.com/2011/07/askep-goiter.html
http://malakastellorios.blogspot.com/2011/11/askep-hipertrofi-kelenjar-tiroid.html
diakses tanggal 5 maret 2012 . jam 10.23
Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 1994. Pathofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Edisi 4. Penerbit EGC
Susanne, Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddart. EGC. Jakarta.
Yuliana, yulan. 2011. Asuhan klien dengan gangguan kelenjar.
http://yulanyuliana2c09120.blogspot.com/2011/07/askep-klien-dengan-gangguan-
kelenjar.html
23
LEMBAR KONSULTASI
No. Tanggal Nama Mahasiswa Materi Dosen / TTD
top related