soal kelompok sungai deli edit
Post on 03-Aug-2015
164 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGANGKATAN PERTAMA JAFUNG TEKNIK PENYEHATAN LINGKUNGAN TINGKAT AHLI
KERTAS KERJA KELOMPOK
“BURUKNYA PELAYANAN SANITASI MENGAKIBATKAN TURUNNYA KUALITAS AIR SUNGAI DELI”
DISUSUN OLEH :
Muh. FadillahSandi A.WattimenaHotma Ulitua Y. S.
Tegar PrayogiHaryo Pamungkas
BALAI DIKLAT FUNGSIONAL BANDUNG TGL. 15 s/d 25 OKTOBER 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang begitu cepat terutama di wilayah perkotaan
memberikan dampak yang sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan.
Dampak tersebut harus disikapi dengan tepat, khususnya dalam pengelolaan sanitasi, oleh
karena kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan konsumsi pemakaian air minum/
bersih yang berdampak pada peningkatan pelayanan sanitasi.
Masalah Sanitasi, khususnya sanitasi di perkotaan merupakan isu yang krusial dan selalu
menarik perhatian banyak pihak saat ini. Selain permasalahannya yang kompleks, sanitasi
lingkungan berperan besar dalam upaya meningkatkan derajat kehidupan dan kesehatan
masyarakat, terutama pada masyarakat lapisan bawah. Sanitasi lingkungan terkait dengan
peningkatan kebersihan/higienis dan pencegahan berjangkitnya penyakit yang berhubungan
dengan faktor-faktor lingkungan.
Saat ini banyak terjadi penurunan (degradasi) kualitas lingkungan secara luar biasa dengan
berbagai kenyataan terjadinya kerusakan dan tercemarnya lingkungan yang pada akhirnya
akan berdampak pada kesehatan masyarakat, ekonomi, sosial dan lain sebagainya.
Permasalahan lingkungan yang secara kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu
kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup
lainnya.
Rendahnya kesadaran dan pengetahuan serta perilaku hidup bersih dan sehat, pentingnya
sanitasi serta belum memadainya pemahaman masyarakat akan bersihnya lingkungan
berdampak pada terjangkitnya vektor penyakit, pencemaran air, dan akhirnya menurunkan
derajat kesehatan masyarakat serta kualitas lingkungan.
Berdasarkan laporan dari Global Compatitiveness Report Tahun 2003 dari skala regional,
pelayanan sanitasi di Indonesia termasuk ke-7 dari 11 negara dengan prosentase pelayanan
sebesar 55%. (Infrastruktur Indonesia Outlook 2006, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Pebruari, Jakarta, Tahun 2006)
Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang melintasi tiga kabupaten/kota
yakni Karo, Deli Serdang dan Medan Pada saat ini, pencemaran sungai Deli, 70% di
antaranya diakibatkan sanitasi padat dan cair. Sanitasi domestik padat atau sampah yang
dihasilkan di Kota 1.235 ton hari. Mulai dari hulu sungai di Desa Semangat Gunung, Karo
hingga Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang airnya tercemar ringan, kemudian dari Deli Tua
hingga menuju muara sungai di Belawan, airnya telah tercemar sedang dan tidak lagi layak
konsumsi. Sementara penduduk yang tinggal di sepanjang bantaran sungai masih
menjadikan air sungai yang tercemar itu sebagai sumber air utama untuk kebutuhan sehari-
hari.
Untuk mewujudkan Medan sebagai Kota Metropolitan yang bersih, perlu mengkaji berbagai
potensi dan masalah yang dapat menunjang pengembangan tersebut. Kebiasaan
masyarakat memanfaatkan saluran ataupun sungai sebagai media pembuangan sanitasi
permukiman, minimnya ketersediaan MCK karena keterbatasan lahan atau ketidaktahuan
warga serta penyediaan air bersih yang belum menjangkau semua lapisan masyarakat
merupakan permasalahan sanitasi yang ada di Kota Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Mengapa kualitas air Sungai Deli turun ?
2. Mengapa pelayanan sanitasi di Kota Medan masih rendah ?
3. Bagaimana strategi meningkatkan pelayanan sanitasi di Kota Medan ?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang
menyebabkan turunnya kualitas air Sungai Deli dan rendahnya pelayanan sanitasi di
Kota Medan.
Tujuan penelitian ini adalah menyusun strategi peningkatan pelayanan sanitasi
berdasarkan hasil identifikasi dan analisis aspek teknis, pembiayaan, kelembagaan
dan peran serta masyarakat.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat di bidang pengelolaan sanitasi.
2. Sebagai bahan masukan bagi pelaku pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan sanitasi lingkungan di Kota Medan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka perlu dilakukan
pembatasan ruang lingkup penelitian. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian adalah wilayah Kota Medan dengan fokus sepanjang Daerah
Aliran Sungai Deli.
2. Identifikasi dan analisis difokuskan pada pengelolaan sanitasi yang meliputi
pengelolaan sampah, air limbah dan drainase.
3. Strategi peningkatan pelayanan sanitasi disusun berdasarkan hasil identifikasi
dan analisis dalam rangka peningkatan penyehatan masyarakat dan peningkatan
kualitas lingkungan.
1.6. Metodologi Penelitian
Metode dan pendekatan dalam pelaksanaan adalah :
1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendapatkan informasi dari media
massa, internet, diskusi seperti pola kelembagaan, pembiayaan, pemberdayaan
dan peran serta masyarakat serta pemilihan teknis operasional penyelenggaraan
pengelolaan sarana sanitasi.
2. Studi kasus yang merupakan identifikasi pola-pola yang ada dalam pengelolaan
sanitasi didasarkan atas analisa.
3. Analisis deskriptif data pengelolaan sanitasi.
4. Data yang diperlukan, antara lain:
- Kebijakan-kebijakan Pengelolaan Sanitasi, UU, PP
- NSPM terkait;
- Program-program sanitasi;
- Data sosial ekonomi dan budaya masyarakat (kearifan lokal);
- Bentuk fasilitasi teknis, pembiayaan, dan pelaksanaan program
- Pola-pola pendekatan pada masyarakat.
5. Lokasi Kegiatan : Kota Medan khususnya Daerah Sepanjang Aliran sungai Deli
BAB IITINJAUAN KHUSUS KONDISI LINGKUNGAN SUNGAI DELI
DAN TINJAUAN KONDISI PELAYANAN SANITASI DAN
2.1. Umum
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Provinsi Sumatera Utara, Kedudukan,
fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan
sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer
dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota
Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di
bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota/negara yang lebih maju seperti Pulau
Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan
diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari
jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai
2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi
sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat
perdagangan dan keuangan regional/nasional.
Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota,
(1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor
tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya
guna dan hasil guna pembangunan kota.
Gambar 2.1 Peta Geografis Kota Medan
Secara administrasi Kota Medan dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan.
Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara
geografis, demografis dan sosial ekonomis.
Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan
Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang
wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan
salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu
daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan
kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang
kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara,
Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota
Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang
sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka
Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan
barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi
geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan
secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
Kota Medan dilewati beberapa sungai yaitu Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai,
Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Salah satu sungai besar
yang sangat besar pengaruhnya bagi Kota Medan adalah Sungai Deli (Sei Deli).
2.2. Tinjauan Khusus Kondisi Lingkungan Sungai Deli
2.2.1. Kawasan Daerah Aliran Sungai Deli
Sungai Deli merupakan salah satu induk sungai pada Satuan Wilayah Sungai (SWS)
Belawan/ Belumai Ular dengan 5 (lima) anak sungai. Panjang sungai sekitar 73 Km dengan
luas basin 402 Km2. Sungai Deli beserta anak dan ranting sungainya mengalir dari
Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan melintasi Kota Medan sebelum bermuara ke
Selat Malaka. Bagian hulu sungai pada umumnya berada di Kabupaten Karo dan Kabupaten
Deli Serdang, sedangkan bagian tengah dan hilir berada di Kota Medan.
Gambar 2.2. Peta Topografi Kota Medan
Tabel II.1. Anak dan Ranting Sungai Deli
a. Daerah Hulu
Pada daerah hulu, Sungai Deli mengalir melalui daerah perbukitan dengan topografi yang
beragam, antara landai, terjal dan curam sehingga terdapat beberapa terjunan. Kondisi
ini memberi efek yang baik pada proses self purification karena alirannya cenderung
turbulen sehingga proses aerasi dapat berlangsung dengan baik. Hal ini turut didukung
oleh banyaknya batuan yang terdapat pada badan air. Pemanfaatan lahan daerah
pengaliran sungai di hulu antara lain sebagai daerah pertanian, perikanan dan
pemukiman serta hutan.
Sedangkan air sungai dimanfaatkan untuk irigasi, rekreasi air serta air baku air minum.
Pertanian terutama terdapat di Desa Semangat Gunung, Desa Doulu dan Desa Lau
Mulgap, perikanan terutama terdapat di Desa Lau Mulgap. Irigasi terdapat diberbagai
lokasi, rekreasi air terdapat di Desa Sembahe dan Desa Logna Kecamatan Sibolangit.
Pemanfaatan air sungai sebagai air baku air minum terdapat di Desa Pamah Kecamatan
Delitua. Kegiatan yang berpotensi menurunkan kualitas air sungai dan lingkungan
sekitarnya antara lain, penambangan pasir dan batu dari badan air, pegunungan
pestisida dan pupuk di daerah pertanian, pengambilan humus serta konversi hutan
menjadi pemukiman dan lahan pertanian.
b. Daerah Pertengahan
Pada daerah pertengahan topografi daerah pengaliran Sungai Deli cenderung landai
dengan kemiringan 0.31%. Hal ini menyebabkan laju air air sungai lebih lambat
dibandingkan daerah hulu. Pada laju air yang lebih lambat, proses aerasi juga berkurang
dengan demikian self purification juga menurun Di daerah pertengahan pemanfaatan
lahan di sekitar daerah pengaliran sungai adalah untuk pemukiman, perkantoran dan
industri. Daerah pertengahan merupakan pusat kota, sentral jasa dan perdagangan.
Terdapat banyak kegiatan yang menimbulkan degradasi sungai pada daerah ini,
pemukiman kumuh pada bantaran sungai, pembuangan limbah domestik dan industri,
pembuangan sampah, pengubahan alur sungai, pengerasan benteng sungai dengan
beton dll. Pada lokasi –lokasi pemukiman kumuh, penduduk memanfaatkan sungai
sebagai tempat mandi, cuci dan juga kakus. Pada umumnya limbah domestik yang
masuk ke Sungai Deli tidak mengalami pengolahan terlebih dahulu. Menurut survey yang
dilakukan oleh Bapedalda (2003), terdapat lebih dari 89 (delapan puluh sembilan) saluran
air limbah domestik ke Sungai Deli beserta anak–anak sungainya dan lebih dari 48
(empat puluh delapan) lokasi pembuangan sampah pada bibir/ bantaran sungai.
c. Daerah Hilir
Topografi daerah hilir Sungai Deli semakin landai dengan kemiringan 0.2 % laju air pada
daerah ini semakin lambat, terutama ke arah muara. Daerah hilir merupakan sentral
industri, terdapat lebih dari 54 (lima puluh empat) kegiatan/industri disepanjang Sungai
Deli, termasuk hotel dan rumah sakit, banyak diantara industi ini yang membuang
limbahnya ke Sungai Deli tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2.2.2. Kondisi Lingkungan Kawasan Sungai Deli
a. Kondisi Fisik Lingkungan Sungai Deli
Luas DAS Deli mencapai 48.162 Ha dengan fungsi yang sangat vital bagi kehidupan
masyarakat kota medan. Di sepanjang sungai banyak terdapat bangunan liar yang
mengganggu keseimbangan lingkungan. Sampah menumpuk di sepanjang bantaran
Sungai Deli. Aliran air sungai yang melintasi Kota Medan, Sumatra Utara itu
menghanyutkan berbagai jenis sampah mulai kertas, plastik, hingga pembalut wanita.
Walau kondisi air Sungai Deli kotor dan penuh sampah, sebagian warga Kota Medan
menggunakannya untuk keperluan mencuci pakaian dan perkakas rumah tangga.
b. Kondisi Kualitas Air Sungai Deli
Sesuai tabel 2.2. Data Pemantauan Kualitas Air Sungai Deli dilakukan pemantauan di
tujuh titik lokasi yaitu Simeme, Adam Malik, Titi Kuning, R. Saleh, Helvetia, Titi Papan,
Sp. Kantor. Adapun hasil pemantauan dari ketujuh sampling di lokasi tersebut
mengindikasikan kenaikan tingkat pencemaran air.
Gambar 2.3. Pencemaran Air di Sungai Deli
Tabel 2.2. Data Pemantauan Kualitas Air Sungai Deli
BAB IIIANALISA PERMASALAHAN
Sebagaimana diuraikan di Bab sebelumnya, Sungai Deli mengalami pencemaran dimana
penyumbang terbesar pencemaran adalah disebabkan air limbah pabrik dan domestik. Hal
tersebut di atas disebabkan pelayanan sanitasi yang masih buruk. Pelayanan sanitasi yang
masih buruk terkait dengan pengelolaan bidang sanitasi yang belum menjadi prioritas utama
bagi Pemerintah Kota Medan.
Permasalahan pengelolaan sanitasi meliputi beberapa aspek, diantaranya aspek institusi,
teknis, pembiayaan, hukum, dan aspek peran serta masyarakat.
3.1. Aspek Institusi
Permasalahan pengelolaan sanitasi dari aspek institusi adalah sebagai berikut :
- Kelembagaan Pengelola Sanitasi (persampahan, sanitasi, drainase) tidak jelas, karena
aturan yang ada belum bisa memenuhi bentuk-bentuk kelembagaan yang sesuai dengan
daerah.
- Keterbatasan wewenang unit pengolah akibat otonomi daerah institusi pengelola yang
semula dikelola Dinas sekarang hanya setingkat seksi.
- Sistem pengawasan dan evaluasi yang belum memadai.
- Sumber Daya Manusia sangat terbatas.
3.2. Aspek Hukum
Dari aspek hukum permasalahan pengelolaan sanitasi adalah sebagai berikut :
- Peraturan Daerah yang mengatur tentang kebersihan belum sepenuhnya diterapkan.
- Peraturan Daerah yang ada sudah kadaluarsa, belum mengacu undang-undang sampah
yang baru.
- Belum adanya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) atau Petunjuk Teknis (Juknis) di tingkat
kota yang menjabarkan berbagai ketentuan yang belum dirinci di dalam UU tersebut.
3.3. Aspek Pembiayaan
Dari aspek pembiayaan permasalahan pengelolaan sanitasi adalah sebagai berikut :
- Pendapatan dari retribusi tidak sebanding dengan biaya investasi dan operasi
pemeliharaan
- Anggaran APBD untuk alokasi pembiayaan bidang sanitasi sangat kecil
- Pembiayaan untuk pengelolaan bidang sanitasi masih belum merupakan prioritas.
- Adanya paradigma sampah masih merupakan bahan buangan, padahal sampah bisa
menjadi investasi yang mendatangkan keuntungan.
3.4. Aspek Teknis Operasional
Dari aspek teknis operasional permasalahan pengelolaan sanitasi adalah sebagai berikut :
- Banyak penduduk Perkotaan di Kota Medan tidak memiliki akses ke sarana jamban
- Sistem pengolahan air limbah yang tidak melalui proses pengolahan sehingga
menyebabkan air tanah tercemar berat bakteri tinja.
- Pelayanan eksisting Instalasi Pengolahan Sanitasi (IPAL) domestik belum optimal.
- Banyak masyarakat membuang sampah langsung ke sungai.
- minimnya pengkajian teknologi dalam permasalahan sampah.
3.5. Aspek Peran Serta Masyarakat
Dari aspek teknis operasional permasalahan pengelolaan sanitasi adalah sebagai berikut :
- Masyarakat masih melakukan aktivitas harian di sungai.
- Peran serta masyarakat masih rendah.
- Program peningkatan peran serta masyarakat belum memadai.
- Pola pembinaan masyarakat yang cukup baik belum ada.
BAB IVRENCANA TINDAK PENINGKATAN KINERJA
4.1. Aspek Institusi
Dari aspek institusi tindak peningkatan kinerja antara lain :
- Bentuk institusi berupa Dinas tersendiri yang mengelola kebersihan.
- Struktur organisasi menggambarkan aktivitas utama dalam sistem pengelolaan yang
dikehendaki.
- Pola kerja yang jelas dan mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian.
- Kualitas personil tingkat pimpinan memiliki tingkat kemampuan manajemen dan teknis.
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil pelaksana.
4.2. Aspek Hukum
Dari aspek hukum tindak peningkatan kinerja antara lain :
- Menyusun dan menetapkan Perda tentang ketentuan pembuangan sampah,
pembentukan badan pengelola dan tarif retribusi.
- Kesiapan terhadap upaya penegakan peraturan.
- Penyebarluasan dan penerapan Perda secara tegas.
4.3. Aspek Pembiayaan
Dari aspek pembiayaan tindak peningkatan kinerja antara lain :
- Sumber dana APBD untuk pengelolaan sampah diprioritaskan (5 – 10%) dari APBD.
- Memperbaiki struktur biaya operasional.
- Penarikan retribusi dengan struktur tarif dalam Perda.
4.4. Aspek Teknis dan Operasional
Dari aspek Teknis dan Operasional tindak peningkatan kinerja antara lain :
- Melaksanakan pengolahan sampah terpadu 3R sejak dari sumber sampah.
- Air limbah domestik dan pabrik harus melalui proses pengolahan IPAL sebelum dibuang
ke badan penerima/sungai.
- Menerapkan sistem ecodrain pada sistem drainase untuk konservasi air.
4.5. Aspek Peran Serta Masyarakat
Dari aspek peran serta masyarakat tindak peningkatan kinerja antara lain :
- Meningkatkan peran serta masyarakat melalui program-program dengan pendekatan
pemberdayaan masyarakat (contoh program 3R, Sanimas)
- Memperluas informasi mengenai hidup bersih dan sehat.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut secara aktif dalam mewujudkan
lingkungan yang bersih dan sehat.
BAB VPENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
Pengelolaan sanitasi yang baik pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama,
sehingga implementasinya tidak dapat dilihat secara sepihak pada lapisan (layer) tertentu
saja. Secara umum kunci sukses pengelolaan sanitasi meliputi:
1). kredibilitas para pengambil kebijakan;
2). mekanisme implementasi yang efisien termasuk insentif terhadap pasar;
3). perhatian yang signifikan terhadap pasar daur ulang;
4). keterlibatan masyarakat;
5). komitmen yang berkelanjutan terhadap kualitas yang tinggi terhadap semua operasi
fasilitas pengelolaan sampah;
6). Evaluasi yang efektif terhadap strategi atau opsi yang dipilih. Yang tak kalah pentingnya,
pengelolaan sanitasi memerlukan payung hukum yang jelas.
Dalam menangani permasalahan sampah yang tidak pernah habis, keberadaan tiga rantai
dalam governance yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat luas sangat diperlukan
kolaborasinya. Peranan ke tiga rantai tersebut dapat dibagi menjadi berikut: Pemerintah,
memiliki tanggungjawab dalam penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah
misalnya saja dengan menyediakan tempat-tempat sampah yang memisahkan antara
sampah organik dan non organik. Selain menyediakan fasilitas pengelolaan sampah, di
lapangan pemerintah juga harus memberikan pembekalan kepada masyarakat mengenai
pengunaannya dan perawatannya. Sehingga, fasilitas yang dibiayai dari uang rakyat
tersebut tidak cepat rusak, terawat dan tidak beralih fungsi. Kemudian pemerintah juga
harus bisa memberi rangsangan terhadap masyarakat maupun dunia usaha berupa insentif
kepada pihak-pihak yang sanggup mengurangi produksi sampah. Yang terpenting
pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang terintegrasi terkait pengelolaan sampah.
Dunia Usaha, sebagai penghasil barang yang dikonsumsi oleh masyarakat diharapkan
dapat menggunakan bahan yang dapat didaur ulang serta ramah lingkungan. Hal ini dapat
dilakukan oleh dunia usaha dengan mengurangi pemakaian/ penggunaan bahan baku
seefisien mungkin didalam suatu produksi, kemudian berupaya menggunakan bahan yang
dapat digunakan kembali. Masyarakat, merupakan tingkat yang paling mungkin untuk
mengurangi penggunaan barang yang menghasilkan sampah, sehingga masyarakat perlu
diberi pembekalan-pembekalan/ sosialisasi mengenai pengelolaan sampah, karena sehebat
apapun sistem pengelolaan sampah yang dibuat oleh pemerintah, menjadi tidak ada artinya
sama sekali tanpa peranan masyarakat.
4.2. Saran
a. Segi ekonomi
Pemerintah dapat berperan dalam upaya mendorong industri kreatif yang berbahan baku
sampah melalui konsep daur ulang, serta memberikan pelatihan dan keterampilan kepada
masyarakat untuk mengembangkan usaha disektor kreatif ini. Hasil dari pengolahan sampah
yang begitu potensial seperti pupuk kompos dapat mengurangi biaya operasional
masyarakat sebagai pengganti pupuk anorganik (urea) yang harganya saat ini cukup mahal.
Selain itu hasil pengolahan sampah seperti bahan baku industri, gas serta energi jika
dikelola dengan optimal akan bernilai ekonomis tinggi dimana dapat menambah Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Dengan pengelolaan sampah yang
baik pemerintah juga akan diuntungkan dengan berkurangnya biaya operasional. Sektor
usaha juga diuntungkan melalui penghematan biaya produksi karena menggunakan bahan-
bahan yang dapat didaur ulang atau dapat digunakan kembali. Masyarakat disekitar TPA
juga dapat meningkat kesejahteraannya.
b. Segi sosial dan budaya
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dapat memulai kebiasaan membuang sampah
pada tempatnya, mengelola sampah yang tidak mencermari lingkungan, berperilaku hidup
sehat, atau membiasakan gotong royong membersihkan selokan dan sungai dari sampah
yang dapat menyebabkan terjadinya banjir. Pemerintah pun dapat memberikan insentif atau
perlombaan kepada masyarakat dan dunia usaha yang menerapkan good garbage
management diwilayahnya secara reguler dan berkelanjutan. Hal ini akan membangun
aware seluruh komponen masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan sampah
c. Segi Pendidikan
Menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan serta
pengelolaan sampah yang baik dan sehat sejak dini, dengan memberikan pendidikan
lingkungan yang dimasukkan sebagai materi kurikulum muatan lokal, mulai tingkat dasar
sampai dengan menengah yang dikemas dengan proses pembelajaran “praktek lapang”
mengunjungi TPA serta tempat pengelolaan sampah.
d. Segi Pariwisata
Untuk kawasan pariwisata, pengelolaan sampah yang baik sangat membawa dampak
positif, karena hal ini membuat para wisatawan baik lokal maupun mancanegara menjadi
betah. Selain itu dalam penerapan ISO 1400, untuk memperoleh rekomendasi daerah
wisata yang ramah lingkungan, kebersihan dan higienis menjadi syarat mutlak.
e. Segi lingkungan hidup
Good garbage management akan menciptakan lingkungan menjadi sehat, rapi, dan
nyaman. Selain itu pengolahan sampah menjadi kompos bisa dimanfaatkan untuk
memperbaiki struktur tanah karena kompos meningkatkan permeabilitas tanah serta dapat
mengurangi ketergantungan pada pemakaian pupuk anorganik yang dikhawatirkan
menambah tingkat polusi tanah. Kondisi ini juga akan mendorong setiap manusia untuk
menghemat penggunaan sumberdaya alam serta energi secara berlebihan. Hal lain,
pengelolaan yang baik akan menjadikan dampak yang ditimbulkan dapat ditekan dan tidak
sampai menimbulkan bencana.
DAFTAR PUSTAKA
http://waspadaposmks.blogspot.com/2011/07/kondisi-sungai-di-medan-memprihatinkan.html
http://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-das/bejo-slamet/
http://www.pemkomedan.go.id/selayang_informasi.php
top related