skripsi matematika solusi sistem tak homogen
Post on 30-Jun-2015
433 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR
TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN
TAK TENTU
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika
OLEH
RUTH DIAN FITRIO
NIM. 0100540040
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2014
ABSTRAK
Fitrio, Ruth Dian. 2014. Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak
Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu. Skripsi Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
Skripsi ini membahas solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan dua persamaan yang terdiri dua fungsi tak diketahui dan tiga persamaan
yang terdiri dari tiga fungsi tak diketahui, khususnya yang berorde satu dan
memiliki koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu. Langkah-
langkah yang diperlukan untuk menentukan solusi sistem persamaan diferensial
dengan metode koefisien tak tentu dimulai dengan menuliskan sistem persamaan
diferensial dalam bentuk matriks ðâ² = ðŽð + ð(ð) dengan ðŽ merupakan matriks
koefisien berordo ð Ã ð dan ð(ð) merupakan matriks fungsi tak homogen dari
sistem tersebut. Langkah selanjutnya yaitu mencari determinan dari matriks
koefisien ðŽ, jika det(ðŽ) â 0, maka perhitungan dapat dilanjutkan yaitu mencari
solusi homogen (ðâ) dari sistem homogen ðâ² = ðŽð dengan cara mencari nilai eigen
dan vektor eigen dari matriks ðŽ sehingga diperoleh solusi homogen dari sistem
persamaan diferensial, yaitu ðâ = ð1ð¯1ðð1ð¥ + ð2ð¯2ð
ð2ð¥ + â¯+ ððð¯nðððð¥ dengan
ð1, ð2, ⊠, ðð merupakan nilai eigen dan ð¯1, ð¯2, ⊠, ð¯ð merupakan vektor eigen dari
matriks ðŽ. Langkah selanjutnya yaitu mencari solusi khusus (ðð) dari fungsi tak
homogen ð(ð). Langkah-langkahnya yaitu, melihat bentuk fungsi yang mirip
dengan fungsi tak homogen ð(ð) dari bentuk-bentuk fungsi yang tersedia.
Kemudian lihat kesamaan ð(ð) dengan solusi homogen (ðâ), setelah itu memilih
pemisalan ðð yaitu bentuk fungsi yang mirip dengan bentuk ð(ð) dengan
mengikuti aturan yang ada. Selanjutnya, substitusikan ðð ke sistem ðâ² = ðŽð +
ð(ð) untuk mencari nilai dari koefisien-koefisien pada ðð. Setelah ðâ dan ðð
diperoleh, maka dapat ditentukan solusi umum dari sistem persamaan diferensial
linear tak homogen yaitu ð = ðâ + ðð.
Kata kunci: Sistem Persamaan Diferensial, Metode Koefisien Tak Tentu
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR
TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth
Dian Fitrio telah diperiksa dan disetujui untuk di uji.
Jayapura, 3 Juli 2014
Pembimbing I Pembimbing II
Supiyanto, S.Si., M.Kom
NIP. 19760906 200212 1 003
Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc
NIP. 19681111 199703 2 001
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul: SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR
TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth
Dian Fitrio telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada hari Kamis tanggal 3
Juli 2014.
Dewan Penguji:
Nama Jabatan Tanda Tangan
1. Supiyanto, S.Si., M.Kom. (Ketua) (......................)
NIP. 19760906 200212 1 003
2. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc. (Sekretaris) (......................)
NIP. 19681111 199703 2 001
3. Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................)
NIP. 19810829 200501 1 001
4. Titik Suparwati, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................)
NIP. 19750226 200112 2 001
5. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc. (Anggota) (......................)
NIP. 19810415 200604 2 003
Mengetahui:
Mengesahkan
Dekan Fakultas MIPA
Drs. Daniel Napitupulu, M.Si.
NIP. 19610517 199203 1 001
Ketua Jurusan,
Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si.
NIP. 19810829 200501 1 001
Ketua Program Studi,
Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc.
NIP. 19810415 200604 2 003
ii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Cenderawasih yang tidak dipublikasikan, terdaftar dan tersedia di Perpustakaan
Universitas Cenderawasih dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak
cipta ada pada penulis.
Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau
peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis, dan harus disertai dengan
kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh skripsi haruslah seizin
Rektor Universitas Cenderawasih.
Perpustakaan yang meminjam skripsi ini untuk keperluan anggotanya harus
mengisi nama dan tandatangan peminjam dan tanggal pinjam.
iii
UCAPAN TERIMAKASIH
Assalamuâalaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir dalam
bentuk skripsi.
Skripsi ini berjudul âSolusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak
Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentuâ. Adapun maksud dan tujuan
pembuatan skrispi ini adalah untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi Strata Satu (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di
Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Cenderawasih.
Dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menempuh studi, penulis banyak
mengalami hambatan dan tantangan, namun Allah SWT selalu membuka jalan
dengan menghadirkan orang-orang yang baik dan selalu membantu penulis baik
berupa dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Karel Sesa, M.Si selaku Rektor Universitas Cenderwasih yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani studi di Universtas
Cenderawasih serta menyediakan sarana dan prasarana selama pendidikan.
2. Drs. Daniel Napitupulu, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih, atas kesempatan yang diberikan
untuk menjalani studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
3. Alvian M. Sroyer, S.Si, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
4. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
5. Supiyanto, S.Si., M.Kom, selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan
arahan, nasehat dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
iv
6. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc, selaku Pembimbing II yang selalu
membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta memberikan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak dan ibu-ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk
penyempurnaan skripsi ini.
8. Segenap Dosen dan Staf FMIPA Uncen, khususnya Dosen Jurusan Matematika.
9. Mas Anum, kakak-kakak angkatan 2008 dan 2009, adik-adik angkatan 2011
dan 2012, serta seluruh teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu yang telah membantu penulis selama studi serta penulisan skripsi ini
hingga pada ujian sidang.
10. Sahabat-sahabat senasib seperjuangan penulis terutama Eka, Wellem, Radian,
Ricky, Ilham, Kak Itha, Kak Gusti, Darwin, Asghar, Chaninda, Dewi,
Charoline, Indriyani, Octovina, Lisa, Theresia, Eko, Firdaus, Nuna, Yuyun,
Vengki, Yoke, Lin, Joe, Ria, Narty, Yenny, dan Tina yang saling mendukung
dan memberi motivasi kepada sesama.
11. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Almarhum Sueb dan Ibunda Nina Maria,
yang tak pernah lelah senantiasa membesarkan, mendidik dan memberikan
dukungan motivasi serta doa demi kebaikan dan keberhasilan anak-anaknya.
Hanya doa dan harapan yang dapat penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.
Semoga semua pihak yang telah membantu penulis selama studi hingga penulisan
skripsi ini diberikan rahmat dan karunia-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamuâalaikum Wr. Wb.
Jayapura, Juni 2014
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
ABSTRAK
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ................................................................ ii
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
1.6 Metode Penelitian ............................................................................. 3
1.7 Sistematika Penulisan ....................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Fungsi ............................................................................................... 4
2.2 Turunan............................................................................................. 5
2.3 Matriks .............................................................................................. 7
2.4 Sistem Persamaan Linear ............................................................... 14
2.5 Operasi Baris Elementer ................................................................. 15
2.6 Determinan ..................................................................................... 17
2.7 Invers Matriks ................................................................................. 18
2.8 Ruang Vektor.................................................................................. 21
2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen ......................................................... 22
2.10 Persamaan Diferensial .................................................................... 25
vi
2.11 Metode Koefisien Tak Tentu .......................................................... 27
BAB III SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK
HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU
3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu................. 30
3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak
Tentu ............................................................................................... 31
3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode
Koefisien Tak Tentu ....................................................................... 32
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 47
4.2 Saran ............................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan ðŠ = ð(ð¥) ............................... 7
Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu ............................................................... 28
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Simbol Nama Penggunaan pertama
kali pada halaman
ðŠ(ð) Turunan ke-ð dari ðŠ terhadap ð¥âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..1
lim LimitâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..âŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠ...5
ðŠâ², ð·ð¥ðŠ,ððŠ
ðð¥ Turunan pertama dari ðŠ terhadap ð¥..âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.âŠâŠâŠ..5
ððð Entri-entri dalam matriksâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ....9
â Untuk setiapâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ âŠ......................10
> Lebih dariâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.......................10
< Kurang dariâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ....................10
ðŽðÃð Matriks berordo ð à ðâŠâŠâŠâŠâŠ.âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..10
â Tidak sama denganâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ............11
ðŒð Matriks identitas berordo ð à ðâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ....11
ðŽð Transpos dari matriks ðŽâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ14
[ | ] Matriks yang diperbesarâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ....15
det(ðŽ) Determinan dari matriks ðŽâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ18
|ðŽ| Determinan dari matriks ðŽâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ18
ð¶ðð Kofaktor dari ðððâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.......20
ððð(ðŽ) Adjoin dari matriks ðŽâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ20
ðŽâ1 Invers dari matriks ðŽâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.21
âð Himpunan bilangan real dimensi ðâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...22
â Himpunan bagianâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ......23
ð Nilai eigenâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.................24
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persamaan diferensial merupakan salah satu cabang dari matematika
yang berperan penting dalam menganalisis dan menyelesaikan persoalan-
persoalan rumit. Banyak masalah-masalah dalam bidang sains, teknik,
ekonomi bahkan bisnis yang bila diformulasikan secara matematis dapat
membentuk suatu persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah
persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak
diketahui. Apabila persamaan tersebut hanya memuat satu peubah bebas,
maka dinamakan persamaan diferensial biasa, sedangkan apabila memuat
lebih dari satu peubah bebas maka dinamakan persamaan diferensial parsial.
Selain ditinjau dari peubah bebasnya, persamaan diferensial juga dapat
ditinjau dari tingkat ordenya, yaitu pangkat tertinggi dari turunan yang
muncul pada persamaan diferensial tersebut. Misalnya, jika suatu persamaan
hanya memiliki turunan pertama, maka persamaan tersebut dinamakan
persamaan diferensial orde satu. Jika turunan yang dimilikinya sampai pada
turunan kedua, maka persamaan itu dinamakan persamaan diferensial orde
dua, dan secara umum jika persamaan tersebut memiliki turunan hingga
turunan ke-ð, maka dinamakan persamaan diferensial orde ð.
Persamaan diferensial dengan bentuk
ðð(ð¥)ðŠ(ð) + ððâ1(ð¥)ðŠ(ðâ1) + â¯+ ð0(ð¥)ðŠ = ð(ð¥) (1)
dengan ð0, ð1, ⊠, ðð dan ð adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas x, ðð â 0
merupakan bentuk umum dari pesamaan diferensial linear. Persamaan (1)
dikatakan homogen jika ð(ð¥) = 0 dan dikatakan tak homogen jika ð(ð¥) â 0.
Untuk menentukan solusi suatu persamaan diferensial, perlu diketahui
terlebih dahulu jenis dari persamaan diferensial tersebut, setelah itu baru dapat
ditentukan langkah-langkah penyelesaiannya dan metode yang dapat
digunakan untuk mencari solusinya. Contohnya jika diberikan persamaan
diferensial linear homogen, maka solusi umumnya dapat diperoleh dengan
mencari akar-akar dari persamaan karakteristiknya. Lain halnya jika diberikan
2
persamaan diferensial tak homogen. Langkah-langkah untuk mencari
solusinya terbagi menjadi dua, yaitu mencari solusi umum untuk persamaan
homogennya (ðŠâ) dan solusi khusus untuk persamaan tak homogennya (ðŠð).
Metode-metode yang dapat digunakan untuk mencari solusi khusus dari
persamaan diferensial linear tak homogen adalah variasi parameter dan
koefisien tak tentu. Namun, dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu
metode koefisien tak tentu. Langkah pada metode ini adalah menduga dengan
tepat solusi khusus ðŠð yang serupa dengan ð(ð¥) pada Persamaan (1), dengan
koefisien-koefisien tak diketahui yang akan dicari dengan cara
mensubstitusikan ðŠð pada persamaan awal.
Selain untuk menentukan solusi persamaan diferensial linear tak
homogen, metode ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi dari sistem
persamaan diferensial linear tak homogen, yaitu sistem yang memuat
beberapa persamaan diferensial linear tak homogen. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk meneliti solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan metode koefisien tak tentu.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai uraian pada latar belakang, masalah yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah bagaimana cara menentukan solusi sistem persamaan
diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu.
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka sistem
persamaan diferensial yang dibahas yaitu sistem dengan dua persamaan
diferensial linear tak homogen orde satu yang terdiri dari dua fungsi tak
diketahui dan tiga persamaan diferensial linear tak homogen orde satu yang
terdiri dari tiga fungsi tak diketahui yang memiliki koefisien konstan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah
menentukan solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan
metode koefisien tak tentu.
3
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan penulis
dan pembaca tentang sistem persamaan diferensial, khususnya sistem
persamaan diferensial linear tak homogen dan mengetahui langkah-langkah
mencari solusinya menggunakan metode koefisien tak tentu.
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode
studi pustaka yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang memuat
materi yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori. Bab ini berisi kajian mengenai teori-teori
dasar yang terkait dengan masalah yang akan dibahas seperti
fungsi, turunan, matriks, sistem persamaan linear, operasi baris
elementer, determinan, invers matriks, ruang vektor, nilai eigen
dan vektor eigen, persamaan diferensial dan metode koefisien
tak tentu.
BAB III : Pembahasan. Bab ini berisi pembahasan tentang solusi sistem
persamaan diferensial linear tak homogen dengan metode
koefisien tak tentu.
BAB IV : Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari penulis atas hasil yang
telah didapatkan.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Fungsi
Definisi 2.1 (Purcell, 2004)
Sebuah fungsi ð adalah suatu aturan korespondensi (padanan) yang
menghubungkan setiap obyek ð¥ dalam satu himpunan, dengan tepat satu nilai
tunggal ð(ð¥) dari suatu himpunan kedua.
Untuk memberi nama fungsi, dipakai sebuah huruf tunggal seperti ð
(atau ð atau ð¹). Maka ð(ð¥), yang dibaca âð dari ð¥â atau âð pada ð¥â,
menunjukkan nilai yang diberikan oleh ð pada ð¥.
Contoh 2.1:
Jika ð(ð¥) = ð¥2 + ð¥, berikut ini ditentukan:
a) ð(2)
b) ð(2 + â)
c) ð(2 + â) â ð(2)
d) ð(2+â)âð(2)
â
Penyelesaian:
a) ð(2) = 22 + 2 = 6
b) ð(2 + â) = (2 + â)2 + (2 + â)
= 4 + 4â + â2 + (2 + â)
= 6 + 5â + â2
c) ð(2 + â) â ð(2) = 6 + 5â + â2 â 6
= 5â + â2
d) ð(2+â)âð(2)
â =
5â+â2
â
=â(5 + â)
â
= 5 + â
5
2.2 Turunan
Definisi 2.2 (Purcell, 2004)
Turunan sebuah fungsi ð adalah fungsi lain ðâ² (dibaca âð aksenâ) yang
nilainya pada sebarang bilangan ð¥0 adalah
ðâ²(ð¥0) = limââ0
ð(ð¥0 + â) â ð(ð¥0)
â
asalkan limit ini ada.
Jika sebuah fungsi mempunyai turunan di titik ð¥ = ð¥0 maka fungsi
tersebut dikatakan diferensiabel atau fungsi tersebut terdiferensialkan di titik
ð¥ = ð¥0. Turunan ðŠ = ð(ð¥) terhadap ð¥ dinotasikan dengan ðâ²(ð¥) atau ðŠâ² atau
ð·ð¥ðŠ atau ððŠ
ðð¥.
Contoh 2.2:
Jika ð(ð¥) = 2ð¥ + 3, maka ðâ²(ð¥0) dapat ditentukan sebagai berikut
ðâ²(ð¥0) = limââ0
ð(ð¥0 + â) â ð(ð¥0)
â
= limââ0
[2(ð¥0 + â) + 3] â [2ð¥0 + 3]
â
= limââ0
2ð¥0 + 2â + 3 â 2ð¥0 â 3
â
= limââ0
2â
â
= limââ0
2
= 2
2.2.1 Aturan Pencarian Turunan
a. Aturan Fungsi Konstanta
Teorema 2.1 (Purcell, 2004)
Jika ð(ð¥) = ð dengan ð suatu konstanta, maka untuk sebarang ð¥,
ðâ²(ð¥) = 0.
b. Aturan Fungsi Identitas
Teorema 2.2 (Purcell, 2004)
Jika ð(ð¥) = ð¥, maka ðâ²(ð¥) = 1.
6
c. Aturan Pangkat
Teorema 2.3 (Purcell, 2004)
Jika ð(ð¥) = ð¥ð, dengan ð bilangan bulat positif, maka ðâ²(ð¥) = ðð¥ðâ1.
d. Aturan Kelipatan Konstanta
Teorema 2.4 (Purcell, 2004)
Jika k suatu konstanta dan ð suatu fungsi yang terdiferensialkan, maka
(ðð)â²(ð¥) = ð â ðâ²(ð¥).
e. Aturan Jumlah dan Selisih
Teorema 2.5 (Purcell, 2004)
Jika ð dan ð adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka
(ð ± ð)â²(ð¥) = ðâ²(ð¥) ± ðâ²(ð¥).
f. Aturan Hasilkali
Teorema 2.6 (Purcell, 2004)
Jika ð dan ð adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka
(ð â ð)â²ð¥ = ðâ²(ð¥)ð(ð¥) + ð(ð¥)ðâ²(ð¥).
g. Aturan Hasilbagi
Teorema 2.7 (Purcell, 2004)
Jika ð dan ð adalah fungsi-fungsi terdiferensialkan, maka
(ð
ð)â²
(ð¥) =ðâ²(ð¥)ð(ð¥) â ð(ð¥)ðâ²(ð¥)
(ð(ð¥))2
2.2.2 Turunan Tingkat Tinggi
Jika ðŠ = ð(ð¥) maka ðâ²(ð¥) disebut turunan pertama dari ðŠ terhadap ð¥.
Jika ðâ²(ð¥) diturunkan lagi maka akan menghasilkan fungsi lain yang
dinyatakan oleh ðâ²â²(ð¥) (dibaca âð dua aksen ð¥â) dan disebut turunan kedua.
Selanjutnya jika ðâ²â²(ð¥) diturunkan lagi, menghasilkan ðâ²â²â²(ð¥), yang disebut
turunan ketiga, dan seterusnya. Turunan keempat dinyatakan sebagai ð(4)(ð¥),
turunan kelima dinyatakan sebagai ð(5)(ð¥) dan seterusnya sampai ð(ð)(ð¥)
yang disebut turunan ke-ð.
7
Contoh 2.3:
ð(ð¥) = 2ð¥3 + 2ð¥2 + 6ð¥ + 100
maka:
ðâ²(ð¥) = 6ð¥2 + 4ð¥ + 6
ðâ²â²(ð¥) = 12ð¥ + 4
ðâ²â²â²(ð¥) = 12
ð(4)(ð¥) = 0
Karena turunan fungsi nol adalah nol, maka untuk turunan kelima dan
turunan-turunan yang lebih tinggi dari ð juga sama dengan nol.
Telah diperkenalkan tiga notasi untuk turunan yaitu notasi ðâ²(ð¥), notasi
ðŠâ², notasi ð·ð¥ðŠ, dan notasi Leibniz (ððŠ
ðð¥). Semua notasi ini mempunyai
perluasan untuk turunan tingkat tinggi, seperti yang diperlihatkan pada tabel
berikut
Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan ð = ð(ð)
Turunan Notasi
ðâ² ðŠâ² ð· Leibniz
Pertama ðâ²(ð¥) ðŠâ² ð·ð¥ðŠ ððŠ
ðð¥
Kedua ðâ²â²(ð¥) ðŠâ²â² ð·ð¥2ðŠ
ð2ðŠ
ðð¥2
Ketiga ðâ²â²â²(ð¥) ðŠâ²â²â² ð·ð¥3ðŠ
ð3ðŠ
ðð¥3
â® â® â® â® â®
Ke-ð ð(ð)(ð¥) ðŠ(ð) ð·ð¥ððŠ
ðððŠ
ðð¥ð
Sumber: Purcell, 2004
2.3 Matriks
Definisi 2.3 (Anton, 2009)
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.
Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
8
Matriks yang mempunyai ð baris dan ð kolom dinyatakan dengan
ðŽðÃð = [
ð11 ð12 ⯠ð1ð
ð21 ð22 ⯠ð2ð
â®ðð1
â®ðð2
â±â¯
â®ððð
]
Matriks tidak mempunyai nilai tetapi ukuran. Ukuran matriks disebut
ordo yang ditentukan oleh banyaknya baris dan banyaknya kolom. Jika
matriks ðŽ mempunyai ð baris dan ð kolom, maka matriks ðŽ berordo
ð Ã ð.
Suatu matriks yang mempunyai ð baris dan ð kolom dapat dinyatakan
sebagai ðŽðÃð = [ððð]ðÃð dengan ð = 1, 2, 3, ⊠,ð menunjukkan banyaknya
baris dan ð = 1, 2, 3, ⊠, ð menunjukkan banyaknya kolom.
Berikut diberikan contoh untuk matriks berordo 3 Ã 2 dan 3 Ã 3.
ðŽ3Ã2 = [4 12 40 5
] , ðŽ3Ã3 = [1 3 56 4 22 0 1
]
2.3.1 Jenis-Jenis Matriks
Berikut adalah beberapa jenis matriks yang penting:
1. Matriks Baris
Matriks baris adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari satu baris, atau
matriks berordo 1 Ã ð. Matriks baris disebut juga vektor baris. Secara
umum matriks baris dapat ditulis [ððð] dengan ð = 1 dan
ð = 1, 2, 3, ⊠, ð.
Bentuk umum matriks baris adalah:
[ð11 ð12 ⯠ð1ð]
2. Matriks Kolom
Matriks kolom adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari 1 kolom,
atau matriks berordo ð Ã 1. Matriks kolom disebut juga vektor kolom.
Secara umum dapat ditulis dengan [ððð] dengan ð = 1, 2, 3, ⊠,ð dan
ð = 1.
9
Bentuk umum matriks kolom adalah:
[
ð11
ð21
â®ðð1
]
3. Matriks Nol
Matriks nol adalah matriks di mana semua unsurnya nol.
Contoh 2.4:
Matriks nol berordo 2 Ã 2 dan 2 Ã 3
ð2Ã2 = [0 00 0
] , ð2Ã3 = [0 0 00 0 0
]
4. Matriks Bujursangkar
Matriks bujursangkar yaitu suatu matriks yang banyak barisnya sama
dengan banyak kolomnya. Dalam matriks bujursangkar ini dikenal
diagonal utama, yaitu entri-entri yang mempunyai nomor baris yang
sama dengan nomor kolom. Sebagai contoh,
[ ð11 ð12
ð21 ð22
ð13 ⯠ð1ð
ð23 ⯠ð2ðð31 ð32
â® â®ðð1 ðð2
ð33 ⯠ð3ð
â® â± â®ðð3 ⯠ððð]
Matriks di atas mempunyai ordo ð à ð dan ditulis ðŽðÃð, entri-entri yang
merupakan diagonal utama yaitu ð11, ð22, ð33, ⊠, ððð.
5. Matriks Segitiga
Matriks segitiga atas adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri yang
terletak di bawah entri diagonal utama semua nol. Bentuk umumnya
adalah [ððð] dengan ððð = 0, untuk setiap ð > ð.
ðŽðÃð =
[ ð11 ð12
0 ð22
ð13 ⯠ð1ð
ð23 ⯠ð2ð
0 0â® â®0 0
ð33 ⯠ð3ð
â® â± â®0 ⯠ððð]
10
Matriks segitiga bawah adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri
yang terletak di atas entri diagonal utama semua nol.
Bentuk umumnya adalah [ððð] dengan ððð = 0, untuk setiap ð < ð.
ðŽðÃð =
[ ð11 0ð21 ð22
0 ⯠00 ⯠0
ð31 ð32
â® â®ðð1 ðð2
ð33 ⯠0â® â± â®
ðð3 ⯠ððð]
Contoh 2.5:
Matriks segitiga atas ðŽ3Ã3 = [1 3 40 2 60 0 1
]
Matriks segitiga bawah ðŽ3Ã3 = [3 0 04 1 01 2 5
]
6. Matriks Diagonal
Matriks diagonal merupakan matriks bujursangkar dengan semua entri
yang bukan diagonal utamanya bernilai nol. Dengan kata lain suatu
matriks ðŽ berordo ð à ð disebut matriks diagonal , jika ððð = 0 untuk
ð â ð. Seperti yang ditunjukkan pada contoh berikut ini.
ðŽðÃð =
[ ð11 00 ð22
0 ⯠00 ⯠0
0 0â® â®0 0
ð33 ⯠0â® â± â®0 ⯠ððð]
7. Matriks Identitas
Matriks identitas yaitu matriks diagonal yang entri-entri pada diagonal
utamanya sama dengan satu dan entri-entri lainnya sama dengan nol.
Matriks ini dilambangkan dengan ðŒ dan dapat juga dituliskan ðŒð untuk
matriks identitas berordo ð Ã ð.
11
Contoh 2.6:
Berikut diberikan contoh untuk matriks identitas berordo 2 Ã 2 dan
3 Ã 3.
ðŒ2 = [1 00 1
] , ðŒ3 = [1 0 00 1 00 0 1
]
2.3.2 Operasi pada Matriks dan Sifat-Sifatnya
Adapun operasi-operasi pada matriks antara lain:
1. Kesamaan Matriks
Dua matriks disebut sama jika ordonya sama dan entri yang seletak
bernilai sama, sehingga jika matriks ðŽ dan ðµ sama, maka dapat ditulis
ðŽ = ðµ. Sebagai contoh, jika matriks ðŽ = [ððð] dan ðµ = [ððð] dengan
ð = 1, 2, 3, ⊠,ð dan ð = 1, 2, 3, ⊠, ð, dan ðŽ = ðµ, maka berlaku
ððð = ððð.
2. Penjumlahan dan Selisih Matriks
Definisi 2.4 (Anton, 2009)
Jika ðŽ = [ððð] dan ðµ = [ððð] merupakan matriks berukuran sama
ð à ð, maka jumlah matriks ðŽ dan ðµ adalah matriks berukuran ð à ð
yang diperoleh dengan menjumlahkan entri-entri pada ðµ dengan entri-
entri yang bersesuaian pada ðŽ.
Definisi 2.5 (Anton, 2009)
Jika ðŽ = [ððð] dan ðµ = [ððð] merupakan matriks berukuran sama
ð à ð, maka selisih ðŽ dan ðµ adalah matriks berukuran ð à ð yang
diperoleh dengan mengurangkan entri-entri ðŽ dengan entri-entri yang
bersesuaian pada ðµ.
Dengan kata lain, jumlah dan selisih matriks dapat ditulis seperti
berikut
ðŽ + ðµ = [ððð + ððð] dan ðŽ â ðµ = [ððð â ððð]
12
Contoh 2.7:
Jika diketahui
ðŽ = [2 1 31 2 4
â3 4 7] , ðµ = [
1 2 42 â1 40 3 5
]
maka
ðŽ + ðµ = [2 1 31 2 4
â3 4 7] + [
1 2 42 â1 40 3 5
] = [3 3 73 1 8
â3 7 12]
dan
ðŽ â ðµ = [2 1 31 2 4
â3 4 7] â [
1 2 42 â1 40 3 5
] = [1 â1 â1
â1 3 0â3 1 2
]
3. Perkalian Matriks dengan Matriks
Definisi 2.6 (Anton, 2009)
Jika ðŽ adalah sebuah matriks ð à ð dan ðµ adalah sebuah matriks ð à ð,
maka hasil kali ðŽðµ adalah matriks ð à ð yang entri-entrinya
didefinisikan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris ð dan
kolom ð dari ðŽðµ, pilih baris ð dari matriks ðŽ dan kolom ð dari matriks ðµ.
Kalikan entri-entri yang berpadanan dari baris dan kolom bersama-sama
kemudian jumlahkan hasil kalinya sehingga hasil kali matriks ðŽðµ
berordo ð Ã ð.
Misalkan ðŽðÃð dan ðµðÃð maka ðŽðÃððµðÃð = ð¶ðÃð dengan entri-
entri dari ð¶ðð merupakan penjumlahan dari perkalian entri-entri ðŽ baris ð
dengan entri-entri ðµ kolom ð.
Misalkan ðŽ2Ã3 = [ð ð ðð ð ð
] , ðµ3Ã2 = [ð ðð ðð ð
]
maka ðŽ2Ã3ðµ3Ã2 = ð¶2Ã2 = [ðð + ðð + ðð ðð + ðð + ðððð + ðð + ðð ðð + ðð + ðð
]
4. Perkalian Matriks dengan Skalar
Suatu matriks dapat dikalikan suatu skalar k dengan aturan tiap-tiap entri
pada ðŽ dikalikan dengan k.
13
Bentuk umum
ð â ðŽ = ð â [
ð11 ð12 ⯠ð1ð
ð21 ð22 ⯠ð2ð
â®ðð1
â®ðð2
â¯â¯
â®ððð
]
= [
ðð11 ðð12 ⯠ðð1ð
ðð21 ðð22 ⯠ðð2ð
â®ððð1
â®ððð2
â¯â¯
â®ðððð
]
Contoh 2.8:
Misalkan ð skalar dengan ð = 3 dan matriks ðŽ = [ð ð ðð ð ð
] maka
diperoleh 3 â ðŽ = 3 â [ð ð ðð ð ð
] = [3ð 3ð 3ð3ð 3ð 3ð
]
Teorema berikut menunjukkan sifat-sifat utama dari operasi matriks.
Teorema 2.8 (Anton, 2009)
Misalkan ðŽ, ðµ, dan ð¶ adalah matriks-matriks yang berukuran sama,
sedangkan ð, ð, dan ð adalah suatu skalar, maka sifat-sifat berikut ini
adalah valid.
a) ðŽ + ðµ = ðµ + ðŽ (Hukum komutatif untuk penjumlahan)
b) ðŽ + (ðµ + ð¶) = (ðŽ + ðµ) + ð¶ (Hukum asosiatif untuk penjumlahan)
c) ðŽ(ðµð¶) = (ðŽðµ)ð¶ (Hukum asosiatif untuk perkalian)
d) ðŽ(ðµ + ð¶) = ðŽðµ + ðŽð¶ (Hukum distributif kiri)
e) (ðµ + ð¶)ðŽ = ðµðŽ + ð¶ðŽ (Hukum distributif kanan)
f) ðŽ(ðµ â ð¶) = ðŽðµ â ðŽð¶
g) (ðµ â ð¶)ðŽ = ðµðŽ â ð¶ðŽ
h) ð(ðµ + ð¶) = ððµ + ðð¶
i) ð(ðµ â ð¶) = ððµ â ðð¶
j) (ð + ð)ð¶ = ðð¶ + ðð¶
k) (ð â ð)ð¶ = ðð¶ â ðð¶
l) ð(ðð¶) = (ðð)ð¶
m) ð(ðµð¶) = (ððµ)ð¶ = ðµ(ðð¶)
14
5. Transpos Matriks
Definisi 2.7 (Anton & Rorres, 2004)
Jika ðŽ adalah suatu matriks ð à ð, maka transpos dari ðŽ, dinyatakan
dengan ðŽð, didefinisikan sebagai matriks ð à ð yang didapatkan dengan
menukarkan baris-baris dan kolom-kolom dari ðŽ; sehingga kolom
pertama dari ðŽð adalah baris pertama dari ðŽ, kolom kedua dari ðŽð adalah
baris kedua dari ðŽ, dan seterusnya.
2.4 Sistem Persamaan Linear
Secara umum, persamaan linear dengan ð variabel ð¥1, ð¥2,âŠ, ð¥ð adalah
persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk
ð1ð¥1 + ð2ð¥2+. . . +ððð¥ð = ð
dengan ð1, ð2,âŠ, ðð dan ð merupakan konstanta. Variabel-variabel dalam
persamaan linear seringkali disebut sebagai faktor-faktor yang tidak
diketahui. Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linear
dalam peubah ð¥1, ð¥2, ⊠, ð¥ð dinamakan sistem persamaan linear atau sistem
linear.
Secara umum sistem persamaan linear didefinisikan sebagai berikut
Definisi 2.8 (Anton dan Rorres, 2004)
Sistem persamaan linear adalah suatu sistem sebarang yang terdiri dari ð
persamaan linear dengan ð variabel yang tidak diketahui dengan bentuk:
ð11ð¥1 + ð12ð¥2+. . . +ð1ðð¥ð = ð1
ð21ð¥1 + ð22ð¥2+. . . +ð2ðð¥ð = ð2
â®
ðð1ð¥1 + ðð2ð¥2+. . . +ðððð¥ð = ðð
dengan ððð dan ðð merupakan konstanta dan ð = 1, 2, ⊠,ð, ð = 1, 2, ⊠, ð.
Sistem persamaan linear (2.1) dapat ditulis matriks sebagai berikut
[
ð11 ð12
ð21 ð22
⯠ð1ð
⯠ð2ð
â® â®ðð1 ðð2
â± â®â¯ ððð
] [
ð¥1
ð¥2
â®ð¥ð
] = [
ð1
ð2
â®ðð
]
(2.1)
(2.2)
15
Jika matriks tersebut berturut-turut dilambangkan ðŽ, ð, dan ðµ, maka Sistem
persamaan linear (2.2) dapat dituliskan sebagai
ðŽð = ðµ
Jika ð = ð, Sistem persamaan (2.1) disebut sistem bujursangkar atau persegi.
Penulisan Sistem persamaan linear (2.1) juga dapat disingkat dengan
menggabungkan entri-entri pada matriks ðŽ dan ðµ sebagai berikut
[ðŽ | ðµ] = [
ð11 ð12 ⊠ð1ð
ð21 ð22 ⊠ð2ð
â® â® â± â®ðð1 ðð2 ⊠ððð
|
ð1
ð2
â®ðð
]
bentuk ini disebut matriks yang diperbesar.
2.5 Operasi Baris Elementer
Operasi baris elementer merupakan operasi yang digunakan untuk
menyederhanakan bentuk sistem persamaan linear pada baris-baris matriks
yang diperbesar, sehingga sistem persamaan lebih mudah diselesaikan.
Operasi-operasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengalikan sebuah baris dengan sebuah konstanta tak nol.
(ðð ð, dengan ð = konstanta, ð â 0 dan ð ð = baris ke- ð).
b. Menukarkan antara dua baris.
(ð ð â ð ð, dengan ð ð = baris ke- ð dan ð ð = baris ke- ð).
c. Menambahkan perkalian dari satu baris ke baris lainnya.
(ðð ð + ð ð, dengan ð = konstanta, ð â 0, ð ð = baris ke- ð dan ð ð = baris ke-
ð).
Contoh 2.9:
Diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut
ð¥ + ðŠ + 2ð§ = 9
2ð¥ + 4ðŠ â 3ð§ = 1
3ð¥ + 6ðŠ â 5ð§ = 0
Solusi dari sistem persamaan di atas dapat ditentukan menggunakan operasi
baris elementer.
(2.3)
16
Penyelesaian:
Sistem persamaan linear di atas dapat ditulis dalam bentuk
[1 1 22 4 â33 6 â5
] [ð¥ðŠð§] = [
910]
atau dapat disingkat
ðŽð = ðµ
dengan ðŽ = [1 1 22 4 â33 6 â5
], ð = [ð¥ðŠð§], dan ðµ = [
910].
Sistem (2.3) ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut
untuk menentukan solusinya menggunakan operasi baris elementer
[1 1 22 4 â33 6 â5
|910]
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu baris pertama dikalikan
dengan (â2), kemudian ditambahkan ke baris kedua, maka diperoleh
[1 1 20 2 â73 6 â5
|9
â170
]
Baris pertama dikalikan dengan (â3), kemudian ditambahkan ke baris ketiga,
sehingga diperoleh
[1 1 20 2 â70 3 â11
|9
â17â27
]
Kemudian kalikan baris kedua dengan (1
2), sehingga diperoleh
[
1 1 2
0 1 â72
0 3 â11
|
9
â172
â27
]
Selanjutnya baris kedua dikalikan dengan (â3), kemudian ditambahkan ke
baris ketiga, sehingga diperoleh
[ 1 1 2
0 1 â72
0 0 â12
||
9
â172
â32 ]
17
Kalikan baris ketiga dengan (â2), sehingga diperoleh
[
1 1 2
0 1 â72
0 0 1
|
9
â172
3
]
Baris kedua dikalikan dengan (â1), kemudian ditambahkan ke baris pertama,
sehingga diperoleh
[ 1 0
112
0 1 â72
0 0 1
||
352
â172
3 ]
Baris ketiga dikalikan dengan (â11
2), kemudian ditambahkan ke baris
pertama dan baris ketiga dikalikan dengan (7
2), kemudian ditambahkan ke
baris kedua, sehingga diperoleh
[1 0 00 1 00 0 1
|123]
Dari matriks di atas, diperoleh
[1 0 00 1 00 0 1
] [ð¥ðŠð§] = [
123]
atau ð¥ = 1, ðŠ = 2 dan ð§ = 3.
2.6 Determinan
Definisi 2.9 (Anton, 2009)
Misalkan ðŽ adalah suatu matriks bujursangkar. Fungsi determinan dinyatakan
dengan det, dan didefinisikan det(ðŽ) sebagai jumlah semua hasil kali entri
bertanda dari ðŽ.
Notasi |ðŽ| adalah notasi alternatif untuk det(ðŽ).
Akan ditunjukkan rumus untuk menghitung determinan dengan ordo
2 Ã 2 dan 3 Ã 3.
a. Determinan matriks 2 Ã 2
Misalkan matriks ðŽ = [ð11 ð12
ð21 ð22]
maka, det(ðŽ) = |ð11 ð12
ð21 ð22| = ð11ð22 â ð12ð21
18
b. Determinan matriks 3 Ã 3
Misalkan ðŽ = [
ð11 ð12 ð13
ð21 ð22 ð23
ð31 ð32 ð33
]
maka,
det(ðŽ) = |
ð11 ð12 ð13
ð21 ð22 ð23
ð31 ð32 ð33
|
= ð11ð22ð33 + ð12ð23ð31 + ð13ð21ð32 â ð13ð22ð31
âð12ð21ð33 â ð11ð23ð32
Contoh 2.10:
Diberikan matriks ðŽ sebagai berikut
ðŽ = [3 2 41 â2 32 3 2
]
maka
det(ðŽ) = ð11ð22ð33 + ð12ð23ð31 + ð13ð21ð32 â ð13ð22ð31 â ð12ð21ð33
âð11ð23ð32
= (â12) + 12 + 12 â (â16) â 27 â 4
= â3
2.7 Invers Matriks
Definisi 2.10 (Anton, 2009)
Jika ðŽ adalah sebuah matriks persegi dan jika sebuah matriks ðµ yang
berukuran sama dapat ditentukan sedemikian sehingga ðŽðµ = ðµðŽ = ðŒ, maka
ðŽ disebut dapat dibalik dan ðµ disebut invers dari ðŽ.
Contoh 2.11:
Matriks ðµ = [3 51 2
] adalah invers dari ðŽ = [2 â5
â1 3]
Karena ðŽðµ = [2 â5
â1 3] [
3 51 2
] = [1 00 1
] = ðŒ
dan ðµðŽ = [3 51 2
] [2 â5
â1 3] = [
1 00 1
] = ðŒ
19
Sebelum memasuki teorema berikutnya tentang invers matriks, berikut
diberikan definisi tentang adjoin suatu matriks.
Definisi 2.11 (Anton, 2009)
Jika ðŽ adalah matriks bujursangkar, maka minor entri ððð dinyatakan oleh ððð
dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang masih tersisa setelah
baris ke- ð dan kolom ke- ð dihilangkan dari ðŽ. Bilangan (â1)ð+ð(ððð)
dinyatakan oleh ð¶ðð dan disebut kofaktor entri ððð.
Definisi 2.12 (Anton, 2009)
Jika ðŽ adalah sembarang matriks ð à ð dan ð¶ðð adalah kofaktor dari ððð, maka
matriks
[
ð¶11 ð¶12 ⊠ð¶1ð
ð¶21 ð¶22 ⊠ð¶2ð
â® â® â± â®ð¶ð1 ð¶ð2 ⯠ð¶ðð
]
disebut matriks kofaktor dari ðŽ. Transpos dari matriks ini disebut adjoin ðŽ
dan dinyatakan oleh ððð(ðŽ).
Contoh 2.12:
Diberikan matriks ðŽ sebagai berikut
ðŽ = [3 2 â11 6 32 â4 0
]
Kofaktor dari ðŽ adalah
ð¶11 = (â1)1+1 |6 3
â4 0| = 12
ð¶12 = (â1)1+2 |1 32 0
| = 6
ð¶13 = (â1)1+3 |1 62 â4
| = â16
ð¶21 = (â1)2+1 |2 â1
â4 0| = 4
ð¶22 = (â1)2+2 |3 â12 0
| = 2
ð¶23 = (â1)2+3 |3 22 â4
| = 16
ð¶31 = (â1)3+1 |2 â16 3
| = 12
20
ð¶32 = (â1)3+2 |3 â11 3
| = â10
ð¶33 = (â1)3+3 |3 21 6
| = 16
Sehingga matriks kofaktornya adalah
[12 6 â164 2 1612 â10 16
]
dan adjoin ðŽ adalah
ððð(ðŽ) = [12 4 126 2 â10
â16 16 16]
Teorema 2.9 (Anton, 2009)
Suatu matriks bujursangkar ðŽ dapat dibalik jika dan hanya jika det(ðŽ) â 0.
Teorema 2.10 (Anton, 2009)
Jika ðŽ adalah suatu matriks yang dapat dibalik, maka
ðŽâ1 =1
det(ðŽ)ððð(ðŽ)
Contoh 2.13:
Invers dari matriks ðŽ dalam Contoh 2.12 dapat dicari menggunakan rumus
pada Teorema 2.10.
Diketahui
ðŽ = [3 2 â11 6 32 â4 0
]
det(ðŽ) = ð11ð22ð33 + ð12ð23ð31 + ð13ð21ð32 â ð13ð22ð31 â ð12ð21ð33 â
ð11ð23ð32
= 0 + 12 + 4 â (â12) â (â36) â 0
= 64
ðŽâ1 =1
det(ðŽ)ððð(ðŽ) =
1
64[
12 4 126 2 â10
â16 16 16] =
[ 12
64
4
64
12
646
64
2
64
â10
64â16
64
16
64
16
64 ]
21
2.8 Ruang Vektor
Definisi 2.13 (Imrona, 2009)
Sebuah vektor di âð dinyatakan oleh ð bilangan terurut yaitu
ð¢ = (ð¢1, ð¢2, ⊠, ð¢ð).
Definisi 2.14 (Imrona, 2009)
vektor nol adalah vektor yang semua entrinya nol.
Definisi berikut ini terdiri dari sepuluh aksioma untuk ruang vektor.
Definisi 2.15 (Imrona, 2009)
Misalkan ð adalah suatu himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan
operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar (dalam hal ini, skalar adalah
bilangan real). ð disebut ruang vektor jika memenuhi sepuluh aksioma
berikut.
(1) Jika ð® dan ð¯ adalah objek-objek pada ð, maka ð® + ð¯ berada pada ð.
(2) ð® + ð¯ = ð¯ + ð®
(3) ð® + (ð¯ + ð°) = (ð® + ð¯) + ð°
(4) Di dalam ð terdapat suatu objek 0, yang disebut vektor nol (zero vector)
untuk ð, sedemikian rupa sehingga ð + ð® = ð® + ð = ð® untuk semua ð®
pada ð.
(5) Untuk setiap ð® pada ð, terdapat suatu objek â ð® pada ð, yang disebut
sebagai negatif dari ð®, sedemikian rupa sehingga
ð® + (âð®) = (âð®) + ð® = ð
(6) Jika ð adalah skalar sebarang dan ð® adalah objek sebarang pada ð, maka
ðð® terdapat pada ð.
(7) ð(ð® + ð¯) = ðð® + ðð¯
(8) (ð + ð)ð® = ðð® + ðð®
(9) ð(ðð®) = (ðð)(ð®)
(10) 1ð® = ð®
Anggota ruang vektor disebut vektor.
22
Definisi 2.16 (Anton, 2009)
Suatu himpunan bagian ð dari suatu ruang vektor ð disebut suatu subruang
dari ð jika ð adalah suatu ruang vektor di bawah penjumlahan dan perkalian
skalar yang didefinisikan pada ð.
Definisi 2.17 (Imrona, 2009)
Misalkan ð ruang vektor. ð = {ð1, ð2, ⊠, ðð} â ð. Misalkan pula ð â ð.
Vektor ð disebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari ð jika
terdapat skalar-skalar ð1, ð2, ⊠, ðð, sehingga memenuhi persamaan
ð1ð1 + ð2ð2 + â¯+ ðððð = ð
Definisi 2.18 (Imrona, 2009)
Misalkan ð ruang vektor. ð = {ð1, ð2, ⊠, ðð} â ð. ð disebut membangun ð
jika setiap vektor di ð tersebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari
ð.
Definisi 2.19 (Imrona, 2009)
Misalkan ð ruang vektor. ð = {ð1, ð2, ⊠, ðð} â ð. Himpunan ð disebut
bebas linear jika persamaan vektor
ð1ð1 + ð2ð2 + â¯+ ðððð = ð
hanya dipenuhi oleh ð1 = ð2 = ⯠= ðð = 0. Jika terdapat penyelesaian yang
lain, maka ð disebut tak bebas linear.
Definisi 2.20 (Imrona, 2009)
Misalkan ð ruang vektor. ð = {ð1, ð2, ⊠, ðð} â ð. ð disebut basis ruang
vektor ð jika ð memenuhi dua aksioma berikut:
1. ð bebas linear
2. ð membangun ð.
2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Definisi 2.21 (Anton & Rorres, 2004)
Misalkan ðŽ adalah matriks bujursangkar, maka sebuah vektor tak nol ð¯ dalam
ð ð dinamakan vektor eigen dari ðŽ jika ðŽð¯ adalah kelipatan skalar dari ð¯,
23
yaitu:
ðŽð¯ = ðð¯
dengan λ adalah skalar. Selanjutnya skalar λ dinamakan nilai eigen dari ðŽ dan
ð¯ dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan ðŽ yang terkait dengan λ.
Untuk mencari nilai eigen matriks ðŽ maka ðŽð¯ = λð¯ dituliskan kembali
sebagai
ðŽð¯ = ððŒð¯
atau
(ð ðŒ â ðŽ)ð¯ = ð
Supaya λ menjadi nilai eigen, maka harus ada solusi tak nol dari persamaan
di atas, yaitu jika dan hanya jika
ððð¡ (ððŒ â ðŽ) = 0
Persamaan (2.4) dinamakan persamaan karakteristik dari ðŽ. Skalar yang
memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari ðŽ. Jika λ adalah suatu
parameter, maka det (ððŒ â ðŽ) adalah suatu polinomial ðŽ yang dinamakan
polinomial karakteristik dari ðŽ.
Vektor eigen ðŽ yang bersesuaian dengan nilai eigen λ adalah vektor tak
nol ð¯ yang memenuhi ðŽð¯ = λð¯. Masalah nilai eigen dan vektor eigen dapat
diselesaikan melalui proses berikut:
1. Temukan semua skalar ð sedemikian sehingga det (ððŒ â ðŽ) = 0. Ini adalah
nilai eigen dari ðŽ.
2. Jika ð1, ð2, âŠ, ðð adalah nilai eigen yang diperoleh di (1), maka selesaikan
n sistem persamaan linear
(ðððŒ â ðŽ)ð¯ð = ð, i = 1, 2, 3, âŠ,n
untuk memperoleh semua vektor eigen ð¯ð yang bersesuaian dengan setiap
nilai eigen.
Contoh 2.14:
Diberikan matriks sebagai berikut ðŽ = [1 3 4 2
]
Akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari ðŽ.
(2.4)
24
Penyelesaian :
Sistem persamaan linear untuk menentukan nilai eigen dan vektor eigen
adalah
(ððŒ â ðŽ)ð¯ = ð
([ð 00 ð
] â [1 34 2
]) [ð¥1
ð¥2] = [
00]
[ð â 1 â 3 â 4 ð â 2
] [ð¥1
ð¥2] = [
00] (2.5)
Sistem ini mempunyai paling tidak ada satu solusi jika dan hanya jika:
det(ððŒ â ðŽ)= 0
sehingga diperoleh
|ð â 1 â 3 â 4 ð â 2
| = 0
(ð â 1)(ð â 2) â (â3(â4)) = 0
ð2 â 2ð â ð + 2 â 12 = 0
ð2 â 3ð â 10 = 0
(ð + 2)(ð â 5) = 0
Maka diperoleh nilai eigen dari ðŽ adalah ð1 = â2 atau ð2 = 5
Selanjutnya adalah mencari vektor eigen.
Untuk λ= â2
Substitusikan ð = â2 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga
menghasilkan sistem:
[â3 â3â4 â4
] [ð¥1
ð¥2] = [
0 0
]
dengan operasi baris elementer, diperoleh:
[1 10 0
] [ð¥1
ð¥2] = [
00]
ð¥1 + ð¥2 = 0
ð¥1 = âð¥2
Jika ð¥2 = ð maka ð¥1 = â ð , dengan s adalah variabel bebas.
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan λ = â2 adalah vektor tak nol yang
berbentuk
ð¯ = [âð ð
] = ð [â1 1
]
25
Untuk λ = 5
Substitusikan λ=5 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga menghasilkan
sistem:
[ 4 â 3â 4 3
] [ð¥1
ð¥2] = [
0 0
]
dengan operasi baris elementer, diperoleh:
[4 â30 0
] [ð¥1
ð¥2] = [
0 0
]
4ð¥1 â 3ð¥2 = 0
4
3ð¥1 = ð¥2
Jika ð¥1 = ð¡ maka ð¥2 =4
3ð¡, dengan t adalah variabel bebas.
Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan λ = 5 adalah vektor tak nol
yang berbentuk
ð¯ = [ ð¡4
3ð¡] = ð¡ [
14
3
]
2.10 Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk fungsi satu
variabel atau lebih yang menghubungkan fungsi itu sendiri dan turunannya
dalam berbagai orde. Selain itu, persamaan diferensial juga didefinisikan
sebagai persamaan yang memuat satu atau beberapa turunan fungsi yang tak
diketahui (Waluya, 2006).
Persamaan diferensial yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah
tak bebas) beserta turunannya terhadap satu peubah bebas disebut persamaan
diferensial biasa. Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial
yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah tak bebas) beserta
turunannya terhadap lebih dari satu peubah bebas.
Contoh 2.15:
1. ðŠâ² + ð¥ðŠ = 6
2. ðŠâ²â² + ðŠâ² â 6ðŠ = 0
3. ð2ð¢
ðð¡2 âð2ð¢
ðð¥2 = 0
26
Persamaan 1 dan 2 memuat turunan biasa dan disebut persamaan
diferensial biasa. Persamaan 3 memuat turunan-turunan parsial dan disebut
persamaan diferensial parsial.
Definisi 2.22 (Finizio dan Ladas, 1982)
Suatu persamaan diferensial biasa orde ð adalah suatu persamaan yang dapat
ditulis dalam bentuk
ðŠ(ð) = ð¹(ð¥, ðŠ, ðŠâ², ⊠, ðŠ(ðâ1))
dengan ðŠð menyatakan turunan ke-ð dari fungsi ðŠ terhadap ð¥.
Contoh 2.16:
1. ðŠâ² = 3ðŠ + ð¥ + ðâ2ð¥ merupakan persamaan diferensial orde satu, dan
2. ðŠâ²â² = ðŠâ² â 2ðŠ â 3 merupakan persamaan diferensial orde dua.
2.10.1 Persamaan Diferensial Linear
Persamaan diferensial linear yaitu persamaan diferensial yang
berpangkat satu dalam peubah tak bebas dan turunan-turunannya yaitu
persamaan diferensial yang berbentuk :
ðð(ð¥)ðŠ(ð) + ððâ1(ð¥)ðŠ(ðâ1) + â¯+ ð0(ð¥)ðŠ = ð(ð¥)
dengan ð0, ð1, ⊠, ðð dan ð adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas ð¥, serta
ðð â 0. Persamaan di atas dapat dikategorikan menjadi beberapa bentuk
persamaan berikut:
a. Jika ð(ð¥) = 0 maka persamaan tersebut homogen.
b. Jika ð(ð¥) â 0 maka persamaan tersebut tak homogen.
c. Jika seluruh koefisien ð0, ð1, ⊠, ðð adalah konstanta, maka persamaan
tersebut dikatakan memiliki koefisien konstan.
d. Jika satu atau lebih dari koefisien ð0, ð1, ⊠, ðð adalah variabel, maka
persamaan tersebut dikatakan memiliki koefisien variabel.
Contoh 2.17:
1. ð¥ðŠâ² â 2ðŠ = ð¥3 dengan ð¥ â 0 adalah suatu persamaan diferensial linear tak
homogen orde satu dengan koefisien variabel.
2. ðŠâ²â² â ðŠ = 0 adalah suatu persamaan diferensial linear homogen orde dua
dengan koefisien konstan.
27
2.10.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial
Penyelesaian dari persamaan diferensial dalam fungsi y yang tidak
diketahui dari variabel bebas ð¥ dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Langkah I : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear
homogen (ðŠâ)
Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak
homogen (ðŠð)
Langkah III : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear yaitu
ðŠ = ðŠâ + ðŠð
Contoh 2.18:
Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut
ðŠâ²â² â ðŠ = 1
Solusi umum dari persamaan diferensial di atas yaitu
Langkah 1 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear
homogen (ðŠâ)
ðŠâ²â² â ðŠ = 0
Solusi umum: ðŠâ = ð1ðâð¥ + ð1ð
ð¥
Langkah 2 : Menentukan solusi khusus dari persamaan diferensial linear
tak homogen (ðŠð)
ðŠâ²â² â ðŠ = 1
Solusi khusus: ðŠð = 1
Langkah 3 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial
ðŠ = ðŠâ + ðŠð = ð1ðâð¥ + ð1ð
ð¥ + 1
2.11 Metode Koefisien Tak Tentu
Metode ini digunakan untuk menghitung suatu penyelesaian khusus dari
persamaan diferensial tak homogen
ðð(ð¥)ðŠ(ð) + ððâ1(ð¥)ðŠ(ðâ1) + â¯+ ð0(ð¥)ðŠ = ð(ð¥) (2.5)
28
dengan koefisien-koefisien ð0, ð1, ⊠, ðð merupakan konstanta-konstanta,
ðð â 0 dan ð(ð¥) adalah kombinasi linear dari fungsi dengan tipe yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu
Suku-suku dalam ð(ð¥) Pilihan untuk ðŠð
ðððŸð¥ ð¶ððŸð¥
ðŸð¥ð(ð = 0, 1, ⊠) ðŸðð¥ð + ðŸðâ1ð¥ðâ1 + â¯+ ðŸ1ð¥ + ðŸ0
ðððð ðð¥ ðð¡ðð¢ ðð ðð ðð¥ ðŸððð ðð¥ + ðð ðð ðð¥
Sumber: Purcell, 2004
Langkah-langkah untuk menentukan solusi umum dari PD linear tak
homogen dengan metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:
Langkah I : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear
homogen (ðŠâ)
Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak
homogen (ðŠð)
i. Melihat bentuk ð(ð¥), cocokkan bentukya dengan bentuk
pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan bentuk dengan solusi
persamaan diferensial linear homogen
ii. Menentukan bentuk solusi khusus (ðŠð) yang sesuai
dengan bentuk ð(ð¥)
iii. Mensubstitusikan ðŠð pada Persamaan (2.5) untuk mencari
nilai dari koefisien-koefisien yang terdapat pada ðŠð
iv. Menentukan solusi khusus ðŠð
Langkah III : Menentukan solusi umum dari persamaan diferensial linear,
yaitu ðŠ = ðŠâ + ðŠð
29
Aturan untuk metode koefisien tak tentu:
a. Aturan Dasar
Jika ð(ð¥) adalah salah satu fungsi yang ada dalam Tabel 2.2, pilih fungsi
ðŠð yang bersesuaian dan tentukan koefisien tak tentunya dengan
mensubstitusikan ðŠð pada Persamaan (2.5).
b. Aturan Modifikasi
Jika ð(ð¥) sama dengan solusi persamaan diferensial homogen, kalikan ðŠð
yang bersesuaian dalam Tabel 2.2 dengan ð¥ (atau ð¥2 jika ð(ð¥) sama
dengan solusi akar kembar persamaan diferensial homogen)
c. Aturan Penjumlahan
Jika ð(ð¥) adalah jumlah fungsi-fungsi yang terdapat dalam Tabel 2.2 pada
kolom pertama, ðŠð adalah jumlah fungsi pada baris yang bersesuaian.
30
BAB III
SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK
HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU
Dalam penelitian ini, secara khusus dibahas solusi dari sistem persamaan
diferensial linear tak homogen berorde satu yaitu sistem yang memuat dua atau
lebih persamaan diferensial linear tak homogen yang memiliki koefisien konstan.
3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu
Definisi 3.1 (Goode, 1991)
Sistem Persamaan Diferensial (SPD) linear orde satu dengan ð persamaan
dan ð fungsi tak diketahui dapat dinyatakan dalam bentuk
ðŠ1â² = ð11ðŠ1 + ð12ðŠ2 + â¯+ ð1ððŠð + ð¹1(ð¥)
ðŠ2â² = ð21ðŠ1 + ð22ðŠ2 + â¯+ ð2ððŠð + ð¹2(ð¥)
â®
ðŠðâ² = ðð1ðŠ1 + ðð2ðŠ2 + â¯+ ððððŠð + ð¹ð(ð¥)
dengan ðŠðâ² =ððŠð
ðð¥, untuk ð = 1,2, ⊠, ð.
Sistem (3.1) dapat ditulis dalam bentuk matriks
ðâ² = ðŽð + ð(ð)
dengan
ð = [
ðŠ1
ðŠ2
â®ðŠð
], ðâ² = [
ðŠ1â²
ðŠ2â²â®
ðŠðâ²
], ðŽ = [
ð11 ð12
ð21 ð22
⯠ð1ð
⯠ð2ð
â® â®ðð1 ðð2
â®â¯ ððð
] dan ð(ð) = [
ð¹1(ð¥)ð¹2(ð¥)
â®ð¹ð(ð¥)
],
ðŽ merupakan matriks koefisien yang berordo ð à ð. Jika ð(ð) = ð, maka
Sistem (3.1) dikatakan SPD homogen, sehingga bentuk matriksnya adalah
ðâ² = ðŽð
selain itu dikatakan SPD tak homogen.
Untuk menentukan solusi dari SPD tak homogen dengan metode
koefisien tak tentu, maka matriks koefisien dari SPD tersebut harus memiliki
determinan yang tidak sama dengan nol.
(3.1)
31
Contoh 3.1:
Diberikan sistem persamaan diferensial seperti berikut
ðŠ1â² = ðŠ1 â ðð¥
ðŠ2â² = 2ðŠ1 â 3ðŠ2 + 2ðŠ3 + 6ðâð¥
ðŠ3â² = ðŠ1 â 2ðŠ2 + ðŠ3 + ðð¥
SPD di atas merupakan SPD linear tak homogen orde satu dengan tiga
fungsi tak diketahui dan memiliki koefisien konstan. SPD tersebut dapat
ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut
[
ðŠ1â²
ðŠ2â²
ðŠ3â²
] = [1 0 02 â3 21 â2 1
] [
ðŠ1
ðŠ2
ðŠ3
] + [âðð¥
6ðâð¥
ðð¥]
atau secara singkat
ðâ² = ðŽð + ð(ð)
dengan ðŽ = [1 0 02 â3 21 â2 1
] dan ð(ð) = [âðð¥
6ðâð¥
ðð¥].
3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu
Pada Subbab 2.11, telah dipaparkan tentang metode koefisien tak tentu
untuk mencari solusi persamaan diferensial linear tak homogen. Selain untuk
mencari solusi persamaan diferensial linear, metode koefisien tak tentu dapat
juga digunakan untuk mencari solusi SPD linear sebagaimana akan dibahas
pada subbab ini, yaitu bagaimana mencari solusi SPD linear tak homogen
dengan koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu.
Untuk mencari solusi SPD linear tak homogen, langkah-langkah
utamanya terbagi menjadi empat, yaitu:
1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks
ðâ² = ðŽð + ð(ð).
2. Menghitung determinan dari matriks koefisien ðŽ, jika det(ðŽ) = 0, maka
perhitungannya tidak dilanjutkan.
3. Mencari solusi homogen (ðâ) dari SPD homogen ðâ² = ðŽð dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Tentukan semua nilai eigen ð1, ð2, ⊠, ðð dari ðŽðÃð.
32
ii. Selanjutnya, tentukan vektor eigen ð¯1, ð¯2, ⊠, ð¯ð yang bersesuaian
dengan nilai-nilai eigen pada Langkah i.
Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh ð solusi sebagai berikut
ð1 = ð¯1ðð1ð¥, ð2 = ð¯2ð
ð2ð¥, âŠ, ðð = ð¯ððððð¥.
sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari ð
solusi di atas sebagai berikut
ðâ = ð1ð1 + ððð2 + â¯+ ðððð
4. Mencari solusi particular/khusus (ðð) dari fungsi tak homogen ð(ð).
Dalam hal ini, langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:
i. Melihat bentuk fungsi tak homogen ð(ð), cocokkan bentuknya
dengan bentuk pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan pada solusi
homogen (ðâ)
ii. Memilih permisalan ðð yang sesuai dengan bentuk ð(ð)
iii. Mensubstitusikan ðð ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang
terdapat pada ðð.
iv. Menentukan solusi khusus ðð.
5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu ð = ðâ + ðð.
3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien
Tak Tentu
Kasus 1:
Diberikan sebuah SPD linear dengan dua persamaan yang terdiri dari dua
fungsi tak diketahui sebagai berikut
ðŠ1â² = â3ðŠ1 + 2ðŠ2 â ð¥2
ðŠ2â² = ðŠ1 â 2ðŠ2 + ðð¥
Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut
1. Bentuk matriks dari SPD linear di atas adalah
ðâ² = ðŽð + ð(ð)
dengan ðŽ = [â3 21 â2
] dan ð(ð) = [âð¥2
ðð¥ ]
2. det(ðŽ) = |â3 21 â2
| = 4
karena det(ðŽ) â 0, maka solusi dapat dicari.
33
3. Mencari solusi homogen (ðâ) dari SPD homogen ðâ² = ðŽð
ðâ = ð1ð¯1ðð1ð¥ + ð2ð¯2ð
ð2ð¥
i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks ðŽ
ðŽ = [â3 21 â2
]
Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan
karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks ðŽ adalah
det(ððŒ â ðŽ) = 0
det([ð 00 ð
] â [â3 21 â2
]) = 0
|ð + 3 â2â1 ð + 2
| = 0
(ð + 3)(ð + 2) â (â2)(â1) = 0
ð2 + 5ð + 6 â 2 = 0
ð2 + 5ð + 4 = 0
(ð + 1)(ð + 4) = 0
Sehingga diperoleh nilai-nilai eigen dari ðŽ yaitu ð1 = â1 dan ð2 = â4.
ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen
pada Langkah i.
a. Untuk ð1 = â1
Sistem untuk mencari vektor eigen adalah
(ððŒ â ðŽ)ð¯ = ð
[ð + 3 â2â1 ð + 2
] [ð¥1
ð¥2] = [
00]
[2 â2
â1 1] [
ð¥1
ð¥2] = [
00]
Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk
ðŽð = ðµ
dengan ðŽ = [2 â2
â1 1], ð = [
ð¥1
ð¥2], dan ðµ = [
00].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[2 â2
â1 1|00]
34
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris pertama
dengan (1
2), maka diperoleh
[1 â1
â1 1|00]
Tambahkan baris kedua dengan baris pertama, sehingga diperoleh
[1 â10 0
|00]
Dari matriks di atas, diperoleh
[1 â10 0
] [ð¥1
ð¥2] = [
00]
atau
â ð¥1 + ð¥2 = 0
ð¥2 = ð¥1
misalkan ð¥1 = ð , maka ð¥2 = ð sehingga vektor
ð¯ = [ð¥1
ð¥2] = [
ð ð ] = ð [
11]
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen ð1 = â1
yaitu ð¯1 = [11].
b. Untuk ð2 = â4
Sistem untuk mencari vektor eigen adalah
(ððŒ â ðŽ)ð¯ = ð
[ð + 3 â2â1 ð + 2
] [ð¥1
ð¥2] = [
00]
[â1 â2â1 â2
] [ð¥1
ð¥2] = [
00]
Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk
ðŽð = ðµ
dengan ðŽ = [â1 â2â1 â2
], ð = [ð¥1
ð¥2], dan ðµ = [
00].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[â1 â2â1 â2
|00]
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (â1), maka
diperoleh
35
[1 2
â1 â2|00]
Selanjutnya, tambahkan baris pertama ke baris kedua, sehingga
diperoleh
[1 20 0
|00]
Dari matriks di atas, diperoleh
[1 20 0
] [ð¥1
ð¥2] = [
00]
atau
ð¥1 + 2ð¥2 = 0
ð¥1 = â2ð¥2
misalkan ð¥2 = ð¡, maka ð¥1 = â2ð¡ sehingga vektor
ð¯ = [ð¥1
ð¥2] = [
â2ð¡ð¡
] = ð¡ [â21
]
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen ð2 = â4
yaitu ð¯2 = [â21
].
Maka solusi homogen dari SPD adalah
ðâ = ð1 [11] ðâð¥ + ð2 [
â21
] ðâ4ð¥
4. Mencari solusi particular/khusus (ðð) dari fungsi tak homogen ð(ð).
i. Bentuk dari ð(ð) = [âð¥2
ðð¥ ] = [âð¥2
0] + [
0ðð¥] = ð¥2 [
â10
] + ðð¥ [01]
ii. Dapat dilihat bahwa bentuk ð(ð) di atas mengandung variabel ð¥2 dan
ðð¥ sehingga dipilih pemisalan ðð dari Tabel 2.2 yang sesuai dengan
bentuk ð(ð) yaitu ðð = ðð¥2 + ðð¥ + ð + ð ðð¥
iii. Substitusi ðð pada SPD
(ðð)â²= ðŽðð + ð(ð)
2ðð¥ + ð + ð ðð¥ = ðŽðð¥2 + ðŽðð¥ + ðŽð + ðŽð ðð¥ + [â10
] ð¥2 + [01] ðð¥
Dari persamaan di atas, diperoleh
36
a. koefisien dari ð¥2 yaitu
ð = ðŽð + [â10
]
ðŽð + [â10
] = ð
ðŽð = [10]
ð = ðŽâ1 [10]
ð = (1
6 â 2[â2 â2â1 â3
]) [10]
ð = [â
1
2â
1
2
â1
4â
3
4
] [10]
ð = [â
1
2
â1
4
]
âŠ(3.2)
b. koefisien dari ð¥ yaitu
2ð = ðŽð âŠ(3.3)
2ð = ðŽð
ð = ðŽâ12ð
ð = [â
1
2â
1
2
â1
4â
3
4
] [â1
â1
2
]
ð = [
3
45
8
]
c. koefisien dari ðð¥ yaitu
ð = ðŽð + [01] âŠ(3.4)
ð = ðŽð + [01]
misalkan ð = [ð¥ðŠ]
[ð¥ðŠ] = [
â3 21 â2
] [ð¥ðŠ] + [
01]
37
[ð¥ðŠ] = [
â3ð¥ + 2ðŠð¥ â 2ðŠ
] + [01]
[ð¥ðŠ] = [
â3ð¥ + 2ðŠð¥ â 2ðŠ + 1
]
Diperoleh
ð¥ = â3ð¥ + 2ðŠ atau 4ð¥ â 2ðŠ = 0 âŠ(3.5)
ðŠ = ð¥ â 2ðŠ + 1 atau ð¥ â 3ðŠ = â1 âŠ(3.6)
Persamaan (3.5) dan (3.6) dapat ditulis dalam bentuk matriks
ðŽð = ðµ
dengan ðŽ = [4 â21 â3
], ð = [ð¥ðŠ], dan ðµ = [
0â1
].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks tersebut dapat ditulis
dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut
[4 â21 â3
|0
â1]
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris
pertama dengan (1
4), maka diperoleh
[1 â24
1 â3|0
â1]
Baris pertama dikalikan dengan (â1), kemudian tambahkan ke
baris kedua, sehingga diperoleh
[1 â
24
0 â104
|0
â1]
Kalikan baris kedua dengan (â4
10), sehingga diperoleh
[1 â24
0 1|0410
]
Baris kedua dikalikan dengan (2
4), kemudian ditambahkan ke
baris pertama, sehingga diperoleh
[1 00 1
|
210410
]
38
atau
ð = [ð¥ðŠ] = [
2
104
10
]
d. Koefisien dari konstanta yaitu
ð = ðŽð âŠ(3.7)
ð = ðŽð
ð = ðŽâ1ð
ð = [â
1
2â
1
2
â1
4â
3
4
] [
3
45
8
]
ð = [â
11
16
â21
32
]
iv. Sehingga diperoleh solusi khusus ðð yaitu
ðð = [â
1
2
â1
4
] ð¥2 + [
3
45
8
] ð¥ + [â
11
16
â21
32
] + [
2
104
10
] ðð¥
5. Jadi solusi umum dari SPD tak homogen di atas yaitu
ð = ðâ + ðð = ð1 [11] ðâð¥ + ð2 [
â21
] ðâ4ð¥ â [
1
21
4
] ð¥2 + [
3
45
8
] ð¥ â [
11
1621
32
]
+ [
2
104
10
] ðð¥
39
Kasus 2:
Diberikan sebuah SPD linear dengan tiga persamaan yang terdiri dari tiga
fungsi tak diketahui sebagai berikut
ðŠ1â² = ðŠ1 â ðð¥
ðŠ2â² = 2ðŠ1 â 3ðŠ2 + 2ðŠ3 + 6ðâð¥
ðŠ3â² = ðŠ1 â 2ðŠ2 + 2ðŠ3 + ðð¥
Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut
1. Bentuk matriks dari SPD di atas adalah
ðâ² = ðŽð + ð(ð)
dengan ðŽ = [1 0 02 â3 21 â2 2
] dan ð(ð) = [âðð¥
6ðâð¥
ðð¥]
2. det(ðŽ) = |1 0 02 â3 21 â2 2
| = â2
karena det(ðŽ) â 0, maka solusi dapat dicari.
3. Mencari solusi homogen (ðâ) dari SPD homogen ðâ² = ðŽð.
ðâ = ð1ð¯1ðð1ð¥ + ð2ð¯2ð
ð2ð¥ + ð3ð¯3ðð3ð¥
i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks ðŽ
ðŽ = [1 0 02 â3 21 â2 2
]
Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan
karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks ðŽ adalah
det(ððŒ â ðŽ) = 0
det([ð 0 00 ð 00 0 ð
] â [1 0 02 â3 21 â2 2
]) = 0
|ð â 1 0 0â2 ð + 3 â2â1 2 ð â 2
| = 0
(ð â 1)(ð + 3)(ð â 2) + (0)(â2)(â1) + (0)(â2)(2)
â(0)(ð + 3)(â1) â (ð â 1)(â2)(2) â (0)(â2)(ð â 2) = 0
ð3 â 7ð + 6 + 4ð â 4 = 0
ð3 â 3ð + 2 = 0
(ð â 1)(ð â 1)(ð + 2) = 0
40
Sehingga diperoleh nilai eigen dari ðŽ yaitu ð1,2 = 1 dan ð3 = â2.
ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen
pada Langkah i.
a. Untuk ð = 1
Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu
(ððŒ â ðŽ)ð¯ = ð
[ð â 1 0 0â2 ð + 3 â2â1 2 ð â 2
] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
] = [000]
[0 0 0
â2 4 â2â1 2 â1
] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
] = [000]
Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk
ðŽð = ðµ
dengan ðŽ = [0 0 0
â2 4 â2â1 2 â1
], ð = [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
], dan ðµ = [000].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[0 0 0
â2 4 â2â1 2 â1
|000]
dengan menukarkan baris pertama dengan baris ketiga, maka
diperoleh
[â1 2 â1â2 4 â20 0 0
|000]
Baris pertama dikalikan dengan (â1), sehingga diperoleh
[1 â2 1
â2 4 â20 0 0
|000]
Baris pertama dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan ke baris
ketiga, sehingga diperoleh
[1 â2 10 0 00 0 0
|000]
41
Dari matriks di atas, diperoleh
[1 â2 10 0 00 0 0
] [ð¥1
ð¥2ð¥3
] = [000]
atau
ð¥1 â 2ð¥2 + ð¥3 = 0
ð¥1 = 2ð¥2 â ð¥3
misalkan ð¥2 = ð dan ð¥3 = ð¡, maka diperoleh
ð¥1 = 2ð â ð¡
ð¯ = [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
] = [2ð â ð¡
ð ð¡
] = [2ð ð 0
] + [âð¡0ð¡
] = ð [210] + ð¡ [
â101
]
sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen ð = 1
yaitu
ð¯ð = [210] dan ð¯ð = [
â101
]
b. Untuk ð = â2
Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu
(ððŒ â ðŽ)ð¯ = ð
[ð â 1 0 0â2 ð + 3 â2â1 2 ð â 2
] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
] = [000]
[â3 0 0â2 1 â2â1 2 â4
] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
] = [000]
Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk
ðŽð = ðµ
dengan ðŽ = [â3 0 0â2 1 â2â1 2 â4
], ð = [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
], dan ðµ = [000].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[â3 0 0â2 1 â2â1 2 â4
|000]
42
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (â1
3), dan baris
kedua dikalikan dengan (â2), kemudian ditambahkan ke baris
ketiga, maka diperoleh
[1 0 0
â2 1 â23 0 0
|000]
Baris pertama dikalikan dengan (â3), kemudian ditambahkan ke
baris ketiga, sehingga diperoleh
[1 0 0
â2 1 â20 0 0
|000]
Dari matriks di atas, diperoleh
[1 0 0
â2 1 â20 0 0
] [ð¥1
ð¥2ð¥3
] = [000]
atau
ð¥1 = 0 âŠ(3.8)
â2ð¥1 + ð¥2 â 2ð¥3 = 0 âŠ(3.9)
substitusikan nilai ð¥1 pada Persamaan (3.8) ke Persamaan (3.9),
maka diperoleh
â2(0) + ð¥2 â 2ð¥3 = 0
ð¥2 = 2ð¥3
misalkan ð¥3 = ð¡, maka ð¥2 = 2ð¡
sehingga
ð¯ = [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
] = [02ð¡ð¡] = ð¡ [
021]
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen ð = â2 yaitu
ð¯ð = [021].
Maka solusi homogen dari SPD yaitu
ðâ = ð1 [210] ðð¥ + ð2 [
â101
] ðð¥ + ð3 [021] ðâ2ð¥.
4. Mencari solusi particular/khusus (ðð) dari fungsi tak homogen ð(ð).
43
i. Bentuk dari ð(ð) = [âðð¥
6ðâð¥
ðð¥] = [
âðð¥
0ðð¥
] + [0
6ðâð¥
0]
= ðð¥ [â101
] + ðâð¥ [060]
ii. Dapat dilihat pada langkah i bahwa bentuk ð(ð) memiliki variabel ðð¥
dan ðâð¥ sehingga dipilih pemisalan ðð dari Tabel 2.2 yang sesuai
dengan bentuk ð(ð) yaitu ðð = ððð¥ + ððâð¥ namun, karena ðð¥
terdapat juga pada solusi homogen dari SPD, maka dipilih pemisalan
ðð yaitu ðð = ðð¥ðð¥ + ððð¥ + ððâð¥.
iii. Substitusikan ðð ke SPD
(ðð)â²= ðŽðð + ð(ð)
ðð¥ðð¥ + ððð¥ + ððð¥ â ððâð¥
= ðŽðð¥ðð¥ + ðŽððð¥ + ðŽððâð¥ + [â101
] ðð¥ + [060] ðâð¥
Dari persamaan di atas, diperoleh:
a. koefisien dari ð¥ðð¥ yaitu
ð = ðŽð
Dari Persamaan (1), diperoleh ð merupakan vektor
eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 1, maka
ð = [â101
].
âŠ(3.10)
b. koefisien dari ðð¥ yaitu
ð + ð = ðŽð + [
â101
] âŠ(3.11)
ð + ð = ðŽð + [
â101
]
ð â [â101
] = ðŽð â ð
ð â [â101
] = (ðŽ â ðŒ)ð
44
misalkan ð = [ð¥ðŠð§]
[â101
] â [â101
] = ([1 0 02 â3 21 â2 2
] â [1 0 00 1 00 0 1
]) [ð¥ðŠð§]
[000] = [
0 0 02 â4 21 â2 1
] [ð¥ðŠð§]
Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[0 0 02 â4 21 â2 1
|000]
dengan operasi baris pertama ditukar dengan baris ketiga, maka
diperoleh
[1 â2 12 â4 20 0 0
|000]
Baris pertama dikalikan dengan (â2), kemudian ditambahkan
ke baris kedua, sehingga diperoleh
[1 â2 10 0 00 0 0
|000]
Dari matriks di atas, diperoleh
[1 â2 10 0 00 0 0
] [ð¥1
ð¥2ð¥3
] = [000]
atau
ð¥ â 2ðŠ + ð§ = 0
ð¥ = 2ðŠ â ð§
misalkan ðŠ = ð dan ð§ = ð¡, maka ð¥ = 2ð â ð¡ sehingga
ð = [2ð â ð¡
ð ð¡
] = ð [210] + ð¡ [
â101
]
diambil ð = ð¡ = 0, maka diperoleh
ð = [000]
c. koefisien dari ðâð¥ yaitu
45
âð = ðŽð + [
060] âŠ(3.12)
âð = ðŽð + [
060]
[â060] = ðŽð + ð
[0
â60
] = (ðŽ + ðŒ)ð
misalkan ð = [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
]
[0
â60
] = ([1 0 02 â3 21 â2 2
] + [1 0 00 1 00 0 1
]) [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
]
[0
â60
] = [2 0 02 â2 21 â2 3
] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
]
Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[2 0 02 â2 21 â2 3
|0
â60
]
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (1
2), dan baris
ketiga dikalikan dengan (â1) kemudian ditambahkan ke baris
kedua, sehingga diperoleh
[1 0 01 0 â11 â2 3
|0
â60
]
Dari matriks di atas, diperoleh
[1 0 01 0 â11 â2 3
] [ð¥1
ð¥2ð¥3
] = [0
â60
]
atau
ð¥1 = 0 âŠ(3.13)
ð¥1 â ð¥3 = â6 âŠ(3.14)
ð¥1 â 2ð¥2 + 3ð¥3 = 0 âŠ(3.15)
46
Substitusikan nilai ð¥1 pada Persamaan (3.13) ke Persamaan (3.14),
maka diperoleh
0 â ð¥3 = â6 atau ð¥3 = 6
dan substitusikan nilai ð¥1 dan ð¥3 pada Persamaan (3.15), maka
diperoleh
0 â 2ð¥2 + 3(6) = 0
â2ð¥2 = â18
ð¥2 =â18
â2
ð¥2 = 9
sehingga
ð = [
ð¥1
ð¥2
ð¥3
] = [096]
iv. Sehingga diperoleh solusi khusus ðð yaitu
ðð = [â101
] ð¥ðð¥ + [096] ðâð¥
5. Jadi, solusi umum dari SPD yaitu
ð = ðâ + ðð
= ð1 [210] ðð¥ + ð2 [
â101
] ðð¥ + ð3 [021] ðâ2ð¥ + [
â101
] ð¥ðð¥ + [096] ðâð¥
47
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sesuai pembahasan pada Bab III, maka diperoleh kesimpulan bahwa
langkah-langkah untuk mencari solusi SPD linear tak homogen dengan
metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:
1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks
ðâ² = ðŽð + ð(ð).
2. Menghitung determinan dari matriks koefisien ðŽ, jika det(ðŽ) = 0, maka
perhitungannya tidak dilanjutkan.
3. Mencari solusi homogen (ðâ) dari SPD homogen ðâ² = ðŽð dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Menentukan semua nilai eigen ð1, ð2, ⊠, ðð dari ðŽðÃð.
ii. Selanjutnya menentukan vektor eigen ð¯1, ð¯2, ⊠, ð¯ð yang bersesuaian
dengan nilai-nilai eigen pada langkah i.
Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh ð solusi berikut
ð1 = ð¯1ðð1ð¥, ð2 = ð¯2ð
ð2ð¥, âŠ, ðð = ð¯ððððð¥.
sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari ð
solusi di atas sebagai berikut
ðâ = ð1ð1 + ððð2 + â¯+ ðððð
dalam penelitian ini hanya dibahas untuk ð = 2 dan ð = 3.
4. Mencari solusi particular/khusus (ðð) dari fungsi tak homogen ð(ð)
dengan langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:
i. Melihat bentuk fungsi tak homogen ð(ð), mencocokkan bentuknya
dengan bentuk-bentuk yang tersedia dan lihat kesamaan bentuknya
dengan bentuk pada solusi homogen (ðâ)
ii. Memilih permisalan ðð yang sesuai dengan bentuk ð(ð)
iii. Mensubstitusi ðð ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang
terdapat pada ðð.
iv. Menentukan solusi khusus ðð.
5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu ð = ðâ + ðð.
48
4.2 Saran
Pada penelitian ini penulis hanya membahas mengenai solusi dari sistem
persamaan diferensial linear tak homogen orde satu. Bagi pembaca yang
tertarik untuk membahas lebih mendalam mengenai metode ini, dapat
mengkaji tentang solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan orde yang lebih tinggi atau solusi persamaan diferensial linear tak
homogen dengan orde yang lebih tinggi.
49
DAFTAR PUSTAKA
Anton, H. 2009. Dasar-dasar Aljabar Linear (jilid 1). Tangerang: Binarupa Aksara
Anton, H. dan C. Rorres. 2004. Aljabar Linear Elementer versi Aplikasi, Edisi
Kedelapan. Terjemahan oleh R. Indriasari dan I. Harmen. Jakarta : Erlangga.
Finizio, N dan G. Ladas. 1988. Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan
Modern. Terjemahan oleh Dra. W. Santoso. Jakarta : Erlangga.
Gazali, W. 2005. Matriks dan Transformasi Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Goode, S. W. 1991. An Introduction to Differential Equations and Linear Algebra.
New York: Prentice-Hall International, Inc.
Granita. 2012. Persamaan Diferensial Biasa. Riau. Zanafa Publishing.
Imrona, M. 2009. Aljabar Linear Dasar. Jakarta: Erlangga.
Purcell, E. J, D. Varberg, dan S. E. Rigdon. 2004. Kalkulus Jilid 1(Edisi
Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
. 2004. Kalkulus Jilid 2(Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
Waluya, B. 2006. Buku Ajar Persamaan Diferensial. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
top related