skripsi fahriah sr
Post on 27-Nov-2015
387 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
GEOLOGI DAN HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKAN GUA PINDUL
DESA BEJIHARJO DAN SEKITARNYA KECAMATAN KARANGMOJO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Nomor lembar peta 4/9 Lembar 1408-312 (Karangmojo)
TUGAS AKHIR TIPE-I
Untuk memenuhi persyaratan kurikulum akademik tingkat Sarjana Strata-1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Oleh :
112.10.2001 Fahriah Sanusi Rahaningmas
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2013
ii
iii
iv
v
PRAKATA
Assalamualaikum, Wr.Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan hidayah – Nya, sehingga penulisan Laporan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan.
Penulisan Tugas Akhir dengan judul “Geologi dan Hubungan Antara Fasies
Karbonat dan Jenis Porositas Terhadap Pembentukan Gua Pindul Desa Bejiharjo
Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta”.
Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut
Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
Penulisan proposal Tugas Akhir dapat terselesaikan bukan semata – mata dari
kemampuan dan usaha penulis, melainkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah M.Sanusi Rahaningmas dan Ibu Hj. Quraisiah A. Fadel, yang telah
mendidik dan melimpahkan kasih sayang yang tak terhingga serta motivasi
kepada penulis hingga penulis menyelesaikan semua tugas di bangku
pendidikan dan sampai pada tahap penulisan Laporan Tugas Akhir.
2. Ibu Dr. Sri Mulyaningsih, S.T, M.T selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan arahan dan bimbingan hingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir.
vi
3. Bapak Ir. Inti Widi Prasetyanto selaku dosen pembimbing II yang juga telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis baik di kampus maupun di
lapangan.
4. Saudara - saudaraku tersayang yang selalu memberikan doa, support dan
segala sesuatunya.
5. Bayu Febiyanto yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta
membantu dalam proses pengambilan data dan penyusunan draft.
6. Teman- teman seperjuangan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam berbagai hal.
Untuk meningkatkan kwalitas penulis dalam penulisan, maka penulis
mengharapkan kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun dari pembaca
demi penyempurnaan tulisan ini. Besar harapan semoga Laporan Tugas Akhir ini
dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Yogyakarta, 11 Oktober 2013
Penulis
vii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian, baik geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, geologi sejarah, dan geologi lingkungan. Sedangkan secara khusus membahas tentang hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul.
Metode penelitian yang digunakan yaitu pengambilan data lapangan dengan melakukan pemetaan geologi permukaan dan analisis laboratorium meliputi petrografi, paleontologi, dan porositas.
Geomorfologi daerah penelitian terdiri atas 4 satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi (D1) dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1).
Stratigrafi daerah penelitian diawali dengan lingkungan Neritik Luar di mana diendapkan satuan Tuf pada Kala Miosen Awal (N5 - N6), kemudian di atasnya secara tidak selaras diendapkan satuan Boundstone pada Kala Miosen Awal Akhir – Miosen Tengah (N7 - N9), lalu diendapkan satuan Grainstone pada kala Miosen Tengah (N11 - N12), kemudian diendapkan lagi satuan Packstone pada Kala Miosen Awal (N11-N15), yang memiliki hubungan saling memasuki (menjari). Setelah pengendapan satuan Tuf, Boundstone, Grainstone dan Packstone terjadi pendangkalan dan pengangkatan yang cukup kuat sehingga mengangkat semua jenis batuan pada kondisi darat. Bersamaan dengan itu mulai terjadi proses erosi sehingga pada kala holosen hasil erosi diendapkan sebagai endapan aluvial yang hingga sekarang (Resen) masih berlangsung.
Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yaitu struktur lipatan berupa antiklin Grogol, struktur kekar berupa kekar gerus dan kekar tarik, struktur sesar berupa sesar geser Oyo dan sesar naik Pindul.
Sejarah geologi daerah penelitian diawali pada Kala Miosen Awal pada lingkungan darat, ditandai dengan adanya aktivitas vulkanisme yang menghasilkan material – material berukuran pasir sampai bongkah, yang mengalami pelongsoran. Aktifitas ini mengakibatkan terbentuknya satuan tuf dengan sisipan batupasir (Formasi Semilir).
Pada Kala Miosen Tengah ,paras air laut kembali naik (transgresif) ke level neritik. Laut semakin mendalam lalu berlangsung pengendapan satuan boundstone (Formasi Wonosari) pada fase yang sama juga terendapkan satuan grainstone (Formasi Wonosari) yang memiliki hubungan saling menjari dengan satuan boundstone (Formasi Wonosari) dan memiliki hubungan tidak selaras dengan satuan tuf (Formasi Semilir).
Paras air laut kemudian turun pada lingkungan neritik tepi dimana berlangsung pengendapan satuan packstone pada Kala Miosen Akhir (Formasi Oyo). Setelah satuan tuf, boundstone, grainstone dan packstone terbentuk, terjadi pengangkatan hebat sehingga semua satuan di daerah penelitian terangkat dan
viii
berubah lingkungan menjadi lingkungan darat. Saat ini (Resen), di daerah penelitian sedang berlangsung pengendapan endapan aluvial yang merupakan rombakan dari batuan yang lebih tua sebagai salah satu karakteristik endapan berumur kuarter (Holosen) yang tersingkap pada tubuh sungai pada daerah penlitian.
Aspek geologi lingkungan pada daerah penelitian berupa potensi air, tanah dan potensi bahan galian berupa batugamping. Sedangkan potensi bencana yang timbul berupa banjir.
Litologi penyusun pembentukkan Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone dan Grainstone. Berdasarkan Fasies Karbonat yang berdasarkan pada analisis petrografi yang mengacu pada Fasies Model Wilson, menyatakan bahwa Gua Pindul terbentuk pada lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies, karena pada daerah ini ekologinya tergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertum-buhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme bagian yang ada di atas permukaan dan terjadinya sedimentasi dan memiliki jenis porositas antara high – very high.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN KEASLIAN ..................................................... iv
PRAKATA ......................................................................................................... v
INTISARI .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah......................................................................................... 3
1.4 Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian ........................................ 3
1.5 Metodologi Penelitian……………………………………………………. 5
1.5.1 Pendekatan Penelitian………………………………………………. 5
1.6 Tahapan Penelitian ....................................................................................... 5
1.6.1. Penelitian pendahuluan .................................................................... 5
1.6.2. Penelitian lapangan .......................................................................... 6
1.6.3. Penelitian laboratorium .................................................................... 8
1.6.4. Penyusunan draft laporan ................................................................. 8
1.7 Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 8
1.8 Peneliti Terdahulu ........................................................................................ 10
1.9 Peralatan yang Digunakan............................................................................ 11
BAB II. GEOMORFOLOGI
II.1 Geomorfologi Regional ............................................................................. 12
x
II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian ................................................................. 21
II.2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1) ................. 21
II.2.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst Terdenudasi (D1) ................ 22
II.2.3 Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Struktural (S1) ........... 24
II.2.4 Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (FI) ............................. 25
II.3 Pola Pengaliran Daerah Penelitian ............................................................... 27
II.3.1 Pola Pengaliran Dendritik.................................................................. 31
II.3.2 Pola Pengaliran Multibasinal ............................................................. 31
II.4 Stadia Daerah............................................................................................... 32
BAB III. STRATIGRAFI
III.1 Stratigrafi Regional ..................................................................................... 36
III.2 Stratigrafi Daerah Penelitian ...................................................................... 42
III.2.1 Satuan Tuf ................................................................................................ 42
III.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 43
III.2.1.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 43
III.2.1.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 44
III.2.1.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 45
III.2.2 Satuan Boundstone .................................................................................. 45
III.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 46
III.2.2.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 46
III.2.2.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 47
III.2.2.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 47
III.2.3 Satuan Grainsone ..................................................................................... 48
III.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 48
III.2.3.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 48
III.2.3.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 49
III.2.3.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 50
III.2.4 Satuan Packstone ...................................................................................... 50
III.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 51
xi
III.2.4.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 51
III.2.4.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 52
III.2.4.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 53
III.2.5 Endapan Aluvial ....................................................................................... 54
III.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 54
III.2.5.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 54
III.2.5.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 55
III.2.5.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 55
BAB IV. STRUKTUR GEOLOGI
IV.1 Struktur Geologi Regional .......................................................................... 56
IV.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian ............................................................ 60
IV.2.1 Struktur Lipatan .............................................................................. 60
IV.2.2 Struktur Kekar ................................................................................. 63
IV.2.3 Struktur Sesar ................................................................................. 65
IV.2.3.1 Sesar Geser Oyo ........................................................................... 65
IV.2.3.2 Sesar Naik Pindul ........................................................................ 68
IV.3 Mekanisme dan Genesa Struktur Geologi di Daerah Penelitian ........ 70
BAB V. SEJARAH GEOLOGI ....................................................................... 72
BAB VI. GEOLOGI LINGKUNGAN
VI.1 Sumber Daya Geologi ................................................................................. 75
VI.1.1 Sumber Daya Air ............................................................................ 75
VI.1.2 Sumber Daya Tanah ....................................................................... 77
VI.1.3 Potensi Bahan Galian ..................................................................... 78
VI.2 Bencana Geologi ........................................................................................ 80
BAB VII. HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS
POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL
VII.1 Latar Belakang ........................................................................................... 81
VII.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................... 82
VII.3 Batasan Masalah ........................................................................................ 83
xii
VII.4 Dasar Teori ................................................................................................ 83
VII.4.1 Batugamping .................................................................................. 83
VII.4.2 Fasies Model Wilson (1975).......................................................... 91
VII.4.3 Porositas ........................................................................................ 94
VII.4.4 Klasifikasi Porositas Pada Batuan Karbonat ................................. 96
VII.4.5 Faktor-faktor Penentu Porositas .................................................... 98
VII.5 Pembahasan .............................................................................................. 100
VII.5.1 Litologi Penyusun .......................................................................... 100
VII.5.2 Struktur .......................................................................................... 101
VII.5.3 Fasies Karbonat ............................................................................. 103
VII.5.4 Jenis Porositas .............................................................................. 103
VII.5.5 Hubungan Antara Fasies Karbonat dan Jenis Porositas ............... 105
BAB VIII. KESIMPULAN ............................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 109
LAMPIRAN
Lampiran Terikat
1. Peta Lintasan & Lokasi Pengamatan
2. Peta Geologi
3. Peta Geomorfologi
4. Kolom Stratigrafi
5. Peta Gua Pindul
Lampiran Tidak Lepas
Lampiran 1. Data Lapangan ......................................................................... 110
Lampiran 2. Analisis Petrografi ................................................................... 117
Lampiran 3. Analisis Paleontologi ............................................................... 147
Lampiran 5. Perhitungan Uji Porositas ........................................................ 155
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta lokasi daerah penelitian ............................................................. 4
Gambar 1.2. Bagan alir penelitian. ........................................................................... 9
Gambar II.1. Peta Fisiografi Pulau Jawa (Modifikasi Van Bemmelen, 1949) ...... 14
Gambar II.2. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Curam vulkanik di Desa
Watusigar .............................................................................................. 22
Gambar II.3. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Karst terdenudasi di Desa
Bejiharjo ................................................................................................ 23
Gambar II.4 Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Homoklin struktural di
Desa Ngilipar. ....................................................................................... 25
Gambar II.5 Kenampakan satuan geomorfologi tubuh sungai fluvial pada tubuh sungai
Oyo. ....................................................................................................... 26
Gambar II.6. Klasifikasi pola aliran yang belum mengalami perubahan menurut
Howard (1967) ...................................................................................... 28
Gambar II.7. Klasifikasi pola aliran yang telah mengalami perubahan menurut Howard
(1967) .................................................................................................... 29
Gambar II.8. Pola pengaliran daerah penelitian ................................................... 32
Gambar II.9. Singkapan batugamping karbonat yang sebagian telah mengalami
pelapukan di LP 23 Desa Kedungkeris ................................................. 34
Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia muda dengan kenampakan lembah
berbentuk menyerupai huruf “V” pada anak sungai Oyo LP 38 Desa Nglipar 35
Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia dewas dengan kenampakan lembah
berbentuk menyerupai huruf “U” LP 14 Desa Bejiharjo ...................... 35
Gambar III.1. Kenampakan satuan tuf dengan sisipan batupasir pada LP 61 ....... 44
Gambar III.2. Kenampakan satuan boundstone pada LP 1 ................................... 46
Gambar III.3. Kenampakan satuan grainstone pada LP 1 ..................................... 49
Gambar III.4. Kenampakan satuan packstone pada LP 42 .................................... 52
xiv
Gambar III.5. Kenampakan endapan aluvial pada tubuh sungai ........................... 54
Gambar IV.1. Plate Tectonik (Asikin, 1987) ........................................................ 57
Gambar IV.2. Gambaran umum struktur geologi Pulau Jawa dan Madura (Situmorang,
dkk, 1976) ............................................................................................. 59
Gambar IV.3. Aspek geometri pada lipatan (Fossen,2010) .................................. 61
Gambar IV.4. Klasifikasi lipatan berdasarkan orientasi hinge line dan axial surface
(Fleuty, 1964 Vide Fossen, 2010) ......................................................... 62
Gambar IV.5. Kenampakan kekar gerus pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo 64
Gambar IV.6. Kenampakan kekar tarik pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo 64
Gambar IV.7. Sesar mendatar model Moody dan Hill (1959) .............................. 66
Gambar IV.8. Kenampakan sesar minor yang mencirikan struktur sesar geser Oyo LP
22 Kali Oyo ........................................................................................... 67
Gambar IV.9. Kenampakan kelurusan sesar geser Oyo LP 22 Kali Oyo .............. 67
Gambar IV.10. Hasil analisa sesar geser ............................................................... 68
Gambar IV.11. Kenampakan satuan grainstone tersesarkan, LP 114 Desa Bejiharjo 69
Gambar IV.12. Kenampakan singkapan batas kontak antara boundstone dan grainstone
LP 1 Gua Pindul .................................................................................... 69
Gambar IV.13. Hasil analisa sesar naik Pindul ..................................................... 70
Gambar VI.1. Pemanfaatan air dari Kali Oyo untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari 76
Gambar VI.2. Danau di Desa Klayar yang digunakan masyarakat sebagai sumber air
bersih, irigasi maupun tempat wisata .................................................... 77
Gambar VI.3. Pemanfaatan sumber daya tanah di daerah penelitian .................... 78
Gambar VI.4. Penambangan batugamping di Desa Kedungkeris Kecamatan Bulu (Kiri)
Penambangan batugamping di Desa Bejiharjo (Kanan) ....................... 79
Gambar VII.1. Kenampakan Gua Pindul .............................................................. 82
Gambar VII.2. Kenampakan struktur perlapisan horizontal pada litologi grainstone
Di Gua Pindul .............................................................................. 102
Gambar VII.3. Kenampakan bidang patahan pada atap Gua Pindul ..................... 102
xv
Gambar VII.4. Kenampakan kontak antara boundstone dan grainstone pada pintu
keluar Gua Pindul ....................................................................... 106
Gambar VII.5. Kenampakan pertumbuhan stalaktit yang masih berproses sampai saat
ini ................................................................................................. 106
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Klasifikasi kelas kemiringan lereng berdasarkan karakteristik proses
(sumber: Zuidam, 1983) ……………………………………………17
Tabel II.2. Klasifikasi subsatuan geomorfik asal fluvial
(sumber: Zuidam, 1983) …………………………………………….18
Tabel II.3. Klasifikasi unit geomorfologi asal denudasional
(sumber: Zuidam, 1983) …………………………………………….19
Tabel II.4. Klasifikasi bentang alam berdasarkan genesa dan sistem pewarnaannya
(sumber: Zuidam, 1983) ……………………………………………20
Tabel II.5. Klasifikasi satuan topografi berdasarkan aspek morfometri (Van Zuidam
dan Cancelado, 1979) ……………………………............20
Tabel III.1 Stratigrafi regional Pegunungan Selatan (Bothe, Van Bemmelen,Sumarso-
Ismoyowati, Surono,dkk) ……………………41
Tabel III.2. Kolom litologi satuan tuf sisipan batupasir …………………....45
Tabel III.3. Kolom litologi satuan boundstone ……………………48
Tabel III.4. Kolom litologi satuan grainstone ……………………50
Tabel III.5. Kolom litologi satuan packsone ……………………53
Tabel IV.1. Tabel klasifikasi lipatan (Fluety, 1964 vide Ragan, 2009) ……61
Tabel VII.1. Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham yang dimodifikasi oleh Embry
dan Klovan (dalam Gary Nichols , 2009) ……………86
Tabel VII.2. Tabel porositas berdasarkan klasifikasi
CEGM dan Lemmens (1979) ......................................................95
Tabel VII.3. Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM & Lemmens
(1979) .........................................................................................104
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Geologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang batuan serta proses - proses pembentukan batuan yang ada
di bumi. Sebagai seorang geologist, pemetaan geologi merupakan hal yang
lumrah yakni untuk mengetahui kondisi geologi berupa arah penyebaran batuan,
urutan satuan batuan serta lingkungan pengendapan, geomorfologi, struktur
geologi dan pengaruh lingkungan disekitar yang pada akhirnya dapat digunakan
untuk menentukan sejarah geologi dan aspek-aspek geologi lingkungan.
Berdasarkan ketentuan kurikulum tingkat sarjana pada Jurusan Teknik
Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND
Yogyakarta, setiap mahasiswa Jurusan Teknik Geologi diwajibkan untuk
melakukan pemetaan geologi seluas 9 x 9 km (81 km2) sebagai syarat untuk
mencapai jenjang sarjana strata satu (S1).
Dalam kesempatan kali ini penulis memilih Desa Bejiharjo yang terletak
di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagai daerah penelitian karena memiliki banyak Gua dengan
sungai bawah tanahnya, salah satunya adalah Gua Pindul yang dijadikan sebagai
tempat wisata, selain itu juga karena jaraknya yang mudah dijangkau.
2
Adapun judul dari penelitian ini “ Geologi dan Hubungan Antara Fasies
Karbonat dan Jenis Porositas Terhadap Pembentukan Gua Pindul Desa Bejiharjo
Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa
Yogyakarta”.
I.2. Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dilakukan sebagai syarat pendahuluan dalam melaksanakan
pemetaan geologi lapangan dalam rangka mencapai gelar Tingkat Sarjana Strata-
1 pada Program Studi Teknik Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
Tujuan penelitian terbagi menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui kondisi geologi
permukaan yang mencakup aspek geomorfologi, litologi, stratigrafi dan struktur
geologi yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan sejarah geologi
dan aspek - aspek geologi lingkungan serta mengevaluasi data geologi peneliti
pendahulu pada daerah penelitian. Tujuan khusus penelitian adalah tentang
hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukan Gua
Pindul.
3
I.3 Batasan Masalah
Pembahasan pemetaan geologi ini hanya mencakup daerah – daerah yang
berada di sekitar daerah penelitian dengan melihat aspek - aspek geologi yang
terdapat di dalamnya, yaitu geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah
geologi, dan geologi lingkungan. Sedangkan dalam pembahasan studi khusus hanya
dibatasi pada daerah Gua Pindul yang dijadikan sebagai tempat wisata di Desa
Bejiharjo Kecamatan Karangmojo terletak pada koordinat 07°55’30”- 07°56’30” dan
110°38’30” - 110°39’30” dengan skala 1 : 5000 yang membahas tentang hubungan
antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukan Gua Pindul.
1.4 Letak, Luas dan Kesampaian Daerah
Secara administratif daerah penelitian terletak di Desa Bejiharjo
Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Secara geografis daerah penelitian terletak pada lembar peta 4/9 Lembar 1408-
312 (Karangmojo) dengan koordinat 07° 52' 30" LS – 07°57’30” LS dan 110°
37' 30" BT – 110° 42' 30" BT.
4
Gambar I.1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis 2013)
Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda
empat dan roda dua yang dapat ditempuh dalam waktu ±1 jam dari kota Yogyakarta,
sedangkan untuk menuju beberapa lokasi pengamatan dapat ditempuh dengan
berjalan kaki melalui jalan setapak atau melalui sungai.
5
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah pemetaan geologi permukaan, dengan
cara mengamati singkapan dan unsur-unsur geologi seperti geomorfologi,
litologi, dan struktur geologi secara langsung yang kemudian dilanjutkan dengan
menganalisa hasil pengamatan lapangan di dalam laboratorium.
1.5.1 Pendekatan penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pemetaan geologi permukaan
secara konvensional dengan bantuan peta topografi dengan skala 1 : 25.000,
dan pengujian laboratorium untuk mengetahui jenis batuan, jenis fosil yang
terdapat dalam batuan tersebut. Dengan metode ini diharapkan akan mencapai
tujuan dalam usaha untuk mengetahui lingkungan pengendapan satuan batuan
yang terdapat didaerah penelitian.
I.6 Tahap Penelitian
Tahap penelitian dibagi atas 4 (empat) bagian besar, yaitu penelitian
pendahuluan, penelitian lapangan, penelitian laboratorium, dan penyusunan draft
laporan.
I.6.1 Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mempelajari segala sesuatu yang
berhubungan dengan daerah penelitian yang akan dilakukan. Pencarian data
sekunder dapat diperoleh dari interpretasi peta topografi, pembuatan peta
geologi tentatif, dan pembuatan peta geomorfologi tentatif. Penelitian ini tetap
memperhatikan hasil dari peneliti - peneliti terdahulu yang telah melaksanakan
6
penelitian di daerah penelitian agar dapat mempermudah dalam melaksanakan
pemetaan geologi secara cepat dan tepat.
I.6.2 Penelitian lapangan
Penelitian lapangan dibagi menjadi 5 ( lima ) urutan pelaksanaan, yaitu
perencanaan lintasan, jalur jalan atau sungai, pemetaan detil, interpolasi batas
satuan batuan dan pembuatan sayatan geologi.
1. Perencanaan lintasan
Perencanaan ini dilakukan dengan mengadakan pengenalan medan
(reconnaissance) sekaligus menentukan lokasi - lokasi yang akan dijadikan
sebagai titik lokasi pengamatan dengan segala singkapan yang terdapat pada
lokasi tersebut agar dapat digunakan dalam penelitian lebih lanjut. Tujuan lain
dari reconnaissance yaitu untuk memilih jalur stratigrafi terukur (measured
section) dengan singkapan yang baik dan jalur yang aman.
2. Jalur jalan atau jalur sungai
Pada tahap ini, rencana jalur lintasan biasanya dilakukan
menggunakan peta dasar berupa peta topografi yang dikombinasikan dengan
peta rupa bumi. Umumnya jalur yang dipilih adalah lokasi-lokasi yang
diperkirakan dapat dijumpai singkapan, misalnya tubuh sungai. Lintasan
tersebut dapat melalui jalur jalan yang telah tersedia maupun jalur sungai
apabila memungkinkan.
7
3. Pemetaan detil
Pada tahap ini dilakukan pencarian data geologi seperti : geomorfologi
yang meliputi pengamatan bentuk lahan (relief), topografi, ciri-ciri morfologi
dan proses-proses geomorfologi yang bekerja menyangkut kontrol litologi dan
struktur geologi dan nantinya akan digunakan dalam pembuatan peta
geomorfologi, struktur geologi yang meliputi pengataman, pengukuran
stratigrafi, pemerian, pengambilan sampel batuan yang akan dianalisis di
laboratorium, serta data struktur geologi yang meliputi sesar dan kekar.
Pencarian data tersebut disertai dengan pengambilan foto penampakan
struktur geologi, struktur sedimen, litologi, bentang alam, sesumber, bencana
alam, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian.
4. Interpolasi batas satuan batuan
Dari hasil pemetaan detil, dengan pengeplotan data pada setiap lokasi
pengamatan, selanjutnya dibuat interpolasi batas satuan batuan dengan
menghubungkan setiap titik. Selain pembuatan peta geologi, dibuat juga peta
geomorfologi berdasarkan data bentang alam yang digabungkan dengan data
yang terdapat pada peta geologi.
5. Pembuatan sayatan geologi
Pembuatan sayatan geologi bertujuan untuk membuat interpretasi
lapisan batuan serta struktur geologi yang terdapat pada permukaan dan
8
bawah permukaan. Selain itu, sayatan juga bertujuan untuk mengetahui urutan
satuan batuan dari tua ke muda dan ketebalan lapisan batuan.
I.6.3 Penelitian laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan untuk menganalisis data yang diambil di
daerah penelitian yang meliputi:
1) Analisis petrografi, untuk mengetahui jenis dan nama batuan yang
berguna untuk interpretasi genesa batuan.
2) Analisis paleontologi, untuk mengetahui umur batuan serta lingkungan
pengendapan satuan batuan.
3) Analisis struktur geologi berupa data kekar dan sesar untuk mengetahui
arah gaya utama, menengah dan terkecil, serta jenis sesarnya dan juga
jenis lipatannya.
4) Analisis uji porositas, untuk mengeahui jenis porositas batuan.
I.6.4 Penyusunan draft laporan
Penyusunan draft laporan ini berdasarkan atas data lapangan dan data
laboratorium. Draft laporan tersebut disajikan dalam bentuk peta lokasi lintasan
dan lokasi pengamatan, peta geomorfologi, peta geologi, kolom stratigrafi
terukur, peta lokasi studi khusus yang hasilnya dituangkan dalam bentuk uraian
atau draft.
I.7 Bagan Alir Penelitian
Proses penelitian geologi ini secara garis besar dari penentuan daerah
hingga pembuatan laporan, analisis laboraturium sampai pada tahap pembuatan
9
peta geologi, peta geomorfologi dan peta lintasan, peta daerah studi khusus dan
juga ditambah dengan pembuatan kolom stratigrafi, dimana semua itu dapat
dibuat bagan alir sebagai berikut:
Gambar I.2. Bagan alir penelitian (Penulis, 2013)
10
I.8 Peneliti Terdahulu
Geologi daerah penelitian dan daerah sekitarnya secara regional telah banyak
diteliti oleh peneliti - peneliti terdahulu, antara lain:
• Bemmelen, 1949, dalam bukunya The Geologi of Indonesia, yang membagi
pulau Jawa kedalam beberapa satuan geomorfik. Bemmelen juga mengatakn
bahwa Geantiklin Jawa mengalami pengangkatan yang disusul patahnya
bagian puncak yang terletak di Zona Solo meluncur ke utara.
• Mark, 1961, dalam bukunya Stratigrafi Lexion of Indonesia, yang
menguraikan tentang stratigrafi pegunungan selatan.
• Asikin, 1974, membahas tentang struktur geologi secara regional daerah Jawa
Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi tektonik dunia baru.
• Surono, Toha, dan Sudarno, 1992, yang telah membuat peta geologi
Lembar Surakarta – Giritontro dengan skala 1:100.000 termasuk juga
didalamnya daerah penelitian (Gambar 1).
• Husein dan Srijono, 2007, dalam seminar workshop potensi geologi
Pegunungan Selatan yang diduga mulai pada kala Pleistosen Tengah berupa
proses pengankatan, yang menghasilkan jalu-jalur pegunungnan dengan
penyusun utama batuan vulkanik berumur Oligosen-Miosen.
11
1.9 Peralatan yang Digunakan
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1:25.000, Lembar : 4/9 Lembar 1408-312
(Karangmojo).
2. Peta geologi regional Lembar Surakarta – Giritontro dengan skala 1:100.000.
3. Kompas geologi tipe brunton system azimuth 0º-360º merk Tamaya, digunakan
untuk menentukan lokasi pengamatan, pengukuran arah jurus dan kemiringan
lapisan batuan, bidang kekar, bidang sesar, dan pengukuran kemiringan lereng.
4. Palu geologi untuk batuan sedimen merk Estwing, digunakan sebagai alat untuk
pengambilan contoh batuan di daerah penelitian.
5. GPS merk Garmin versi 76 CSx, digunakan untuk menentukan posisi geografis
6. Pita ukur (Roll meter) 50 m serta mistar 50 cm, digunakan untuk mengukur
ketebalan suatu lapisan batuan.
7. Larutan HCl dengan konsentrasi 0,1 N, digunakan untuk mengetahui kandungan
senyawa karbonat dalam batuan di lapangan dan kantong plastik sampel yang
digunakan sebagai wadah untuk menyimpan sampel batuan.
8. Loupe (kaca pembesar) dengan perbesaran 10x dan 20x, digunakan untuk
membantu dalam pengamatan kandungan mineral atau fosil dari contoh batuan di
daerah penelitian.
9. Kamera digital untuk mengambil gambar, seperti foto batuan dan bentang alam.
10. Peralatan tulis menulis yang terdiri dari buku lapangan, spidol snowman
permanent, ballpoint, pensil, pensil warna, penggaris dan busur derajat.
11. Tas lapangan dan jas hujan.
BAB II GEOMORFOLOGI
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi
(morfologi) beserta proses pembentukannya. Pembahasan geomorfologi dalam
laporan ini terdiri atas geomorfologi secara regional dan geomorfologi daerah
penelitian.
II.1 Geomorfologi Regional
Menurut Bemmelen (1949), secara fisiografi dan berdasarkan kesamaan
morfologi serta tektoniknya, Pulau Jawa dibagi menjadi tujuh zona, yaitu:
1. Endapan Vulkanik Kuarter
2. Dataran Aluvial Jawa Utara
3. Antiklinorium Rembang-Madura
4. Antiklinorium Bogor, Serayu dan Kendeng
5. Zona Depresi dan Dome Jawa Tengah
6. Zona Randublatung
7. Pegunungan Selatan
Daerah Lembar Surakarta – Giritontro termasuk dalam rangkaian Pegunungan
Selatan yang membujur dari barat ke timur sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Zona
Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta - Surakarta di sebelah barat
dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di
sebelah selatan oleh Samudera Hindia. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan
dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara
13
berupa gawir Baturagung. Dari kenampakan morfologi, Zona Pegunungan Selatan
dapat dipisahkan menjadi 3 (tiga) sub zona, yaitu:
1. Sub Zona Baturagung, ditandai oleh perbukitan terjal di bagian utara, yang disusun
oleh batuan vulkanik, baik intrusi, breksi, sedimen vulkanik klastik dan karbonat.
Kemiringan lapisan pada umumnya ke arah selatan
2. Sub Zona Wonosari, merupakan dataran tinggi (plateau) di daerah Wonosari dan
sekitarnya,dan ke arah timur bersambung dengan daerah sekitar Baturetno.
Dataran Tinggi ini merupakan cekungan sedimen kuarter yang terdiri dari lempung
hitam endapan danau purba.
3. Sub Zona Gunung Sewu, merupakan perbukitan karst, dicirikan oleh adanya
morfologi karst dengan bukit - bukit gamping berbentuk kerucut yang
membentang dari Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di bagian Timur,
dengan jumlah bukit ribuan (Pegunungan Seribu). Kenampakan bukit – bukit
kapur berbentuk kerucut di bagian timur tidak sebaik seperti di bagian barat.
Dibagian timur, bukit–bukit tersebut sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik di
sekitar Ponorogo – Pacitan.
Daerah penelitian termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan yaitu pada
Subzona Baturagung. Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun
membentang dari barat (G. Sudimoro, ±507m, antara Imogiri - Patuk), utara
(G. Baturagung, ±828m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ±737m).
Di bagian timur ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu
G. Panggung (±706m) dan G. Gajahmungkur (±737m).
14
Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng
antara 100 – 300 derajat dan beda tinggi 200-700m serta hampir seluruhnya tersusun
oleh batuan asal gunungapi.
Gambar II.1. Fisiografi Pulau Jawa (Van Bemmelen,1949)
Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah, di
selatan Yogyakarta dengan lebar kurang lebih 55 km hingga Jawa Timur, dengan
lebar kurang lebih 25 km di selatan Blitar. Zona ini dibentuk oleh dua kelompok
besar batuan yaitu batuan vulkanik dan batugamping. Geomorfologi Zona
Pegunungan Selatan merupakan satuan perbukitan yang terdapat di selatan Klaten,
yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan
beda tinggi 125 – 264 m.
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta - Surakarta di
sebelah barat dan utara,sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajah mungkur,
15
Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Samudera Hindia. Di sebelah barat, antara
Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak,
sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung.
Bentang alam karst, tersebar luas dibagian selatan Lembar, mulai batas timur
sampai batas barat Lembar. Satuan ini merupakan bagian dari Pegunungan Seribu
(G. Sewu) yang berupa bukit - bukit kecil batugamping berbentuk kerucut.
Dalam menganalisis kenampakan secara umum kondisi geomorfologi, Van
Zuidam (1983), mengajukan 4 aspek utama, yaitu:
1. Morfologi atau relief umum (morphology)
Morfologi adalah konfigurasi roman muka bumi dan kenampakan-
kenampakan ini ditunjukkan oleh pola kontur tertentu. Morfologi dibagi menjadi
2 (dua), yaitu:
a. Morfografi, yaitu aspek deskriptif geomorfologi dari suatu daerah, seperti
dataran, perbukitan, pegunungan dan plato.
b. Morfometri, yaitu aspek kuantitatif dari suatu daerah yang merupakan
kenampakan beda tinggi satu tempat dengan tempat yang lainnya pada suatu
daerah dan juga curam atau landainya lereng yang disebabkan oleh perbedaan
proses geologi baik endogen maupun eksogen di daerah tersebut serta
perbedaan litologi dan tingkat resistensi batuan penyusun daerah tersebut.
16
2. Morfogenesis (morphogenesis)
Morfogenesis adalah asal dan perkembangan bentuk lahan, proses yang
membentuknya dan yang bekerja padanya. Morfogenesis dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Morfostruktur pasif, yaitu litologi, baik tipe batuan maupun struktur batuan
yang berhubungan dengan denudasi, seperti mesa, kuesta, hogbacks dan
kubah.
b. Morfostruktur aktif, yaitu proses dinamika endogen yang meliputi
volkanisme, tektonik lipatan dan sesar, seperti gunungapi, punggungan
antiklin dan gawir sesar.
c. Morfodinamik, yaitu dinamika eksogen yang berhubungan dengan angin, air
dan gerak es dan gerakan massa. Seperti gumuk, punggungan pantai.
3. Morfokronologi (morpho-chronology)
Yaitu untuk mengetahui tingkat kedewasaan suatu bentang alam yang saling
berhubungan. Contoh: teras sungai muda dan teras sungai tua, pematang pantai
muda dan pematang pantai tua.
4. Morpho-arrangement
Yaitu susunan keruangan dan jaringan hubungan berbagai bentuk lahan dan
proses yang berhubungan. Contoh: point bar, kipas aluvial.
Pengelompokan satuan geomorfologi di daerah penelitian menggunakan dua
aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek morfometri, aspek morfostruktur dengan
memperhatikan harga-harga sudut lereng dan karakteristik prosesnya (Tabel II.1),
17
klasifikasi satuan unit geomorfologi berdasarkan bentukan asalnya (Tabel II.2,
Tabel II.3), aspek morfogenesis, serta dengan pengamatan langsung di lapangan.
Tabel II.1. Klasifikasi kelas kemiringan lereng berdasarkan karakteristik proses (sumber: Zuidam, 1983)
Kelas lereng
Beda Tinggi Topografi Keterangan
0°-2° (0-2%)
< 5m Rata atau hampir rata
Denudasi tidak terjadi, proses transportasi sulit pada daerah yang kering
2°-4° (2-7%)
5 – 50 m Landai
Gerakan massa bergerak lambat dari jenis yang berbeda khususnya kondisi periglacial, solifluction dan fluvial
4°-8° (7-15%)
25 – 75 m Miring Kondisi hampir mirip dengan landai tetapi sedikit lebih baik untuk bercocok tanam dan bahaya terhadap erosi tanah
8°-16° (15-30%)
50 – 200 m Curam menengah Dapat terjadi semua gerakan massa, khususnya periglacial-solifluction, rayapan dan lain-lain. Bahaya terhadap erosi tanah dan longsoran
16°-35° (30-70%)
200 – 500 m Curam
Proses denudasional intensif dari jenis yang berbeda (rayapan dan longsoran), erosi tanah sangat berbahaya
35°-55° (70-140%)
500 – 1000 m Sangat curam Batuan tersingkap, proses denudasional kuat, ketebalan dari endapan tidak beraturan
> 55° (>140%)
>1000 m Amat sangat curam
Batuan tersingkap, proses denudasional sangat kuat, bahaya dari runtuhan batu, tidak bisa untuk bercocok tanam, terbatas sebagai hutan
18
Tabel II.2. Klasifikasi subsatuan geomorfik asal fluvial (sumber: Zuidam, 1983) Kode Unit Karakteristik
F1 Tubuh sungai Hampir datar, tidak teratur, dengan batas permukaan air yang bervariasi mengalami erosi
F2 Danau Merupakan tubuh air
F3 Dataran limpah banjir Hampir datar, topografi tak teratur lemah, banjir musiman, erat dengan akumulasi fluvial
F4 Gosong sungai dan dataran fluvial
Lereng landai dan berhubungan erat dengan peninggian dasar oleh akumulasi fluvial
F5 Backswamp Topografi landai-hampir datar, jarang banjir, erat dengan peninggian akumulasi fluvial lakustrin
F6 Teras sungai Topografi dengan lereng hampir datar-landai, terajam lemah-menengah
F7 Kipas aluvial aktif Lereng landai-curam menengah, biasanya banjir dan berhubungan erat dengan peninggian oleh akumulasi fluvial
F8 Kipas aluvial pasif Lereng landai-curam menengah, jarang banjir, terajam lemah-menengah
F9 Fluvial deltaic levees and ridges
Topografi hampir datar tak teratur lemah, oleh pengaruh peninggian oleh akumulasi fluvial lakustrin, dan pengaruh marine
F10 Fluvio deltaic backswamp and basin
Topografi datar-hampir datar, jarang banjir dan peninggian oleh akumulasi fluvial lakustrin, dan pengaruh marine
F11 Delta shore Topografi hampir datar, kadang menyerupai punggungan, sering atau jarang banjir
19
Tabel II.3. Klasifikasi unit geomorfologi asal denudasional (sumber: Zuidam, 1983)
Kode Unit Karakteristik
D1 Denudational Slope and Hills
Lereng landai-curam menengah (topografi bergelombang kuat), tersayat lemah-menengah.
D2 Denudational Slope and Hills
Lereng curam menengah-curam (topografi bergelombang kuat-berbukit), tersayat menengah tajam.
D3 Denudational Hills and Mountains
Lereng berbukit curam-sangat curam sampai tofografi pegunungan,tersayat menengah tajam.
D4 Paneplains Hampir datar,topografi bergelombang kuat,tersayat lemah-menengah.
D5 Upwarped Paneplains/Plateau
Hampir datar,topografi bergelombang kuat,tersayat lemah-menengah.
D6 Footslopes
Lereng relatif pendek, mendekati horizontal sampai landai. Hampir datar,topografi bergelombang normal-tersayat lemah.
D7 Piedmonts
Lereng landai menengah,topografi bergelombang kuat pada kaki atau pebukitan dan zona pegunungan yang terangkat,tersayat menengah.
D8 Scarps Lereng curam-sangat curam,tersayat lemah-menengah
D9 Scree Slopes and Fans Landai-curam,tersayat lemah-menengah
D10 Area With Several Mass Movement
Tidak teratur lereng menengah curam,topografi bergelombang-berbukit,tersayat menengah.
D11 Badlands Topografi dengan lereng curam-sangat curam,tersayat menengah.
20
Tabel II.4. Klasifikasi bentang alam berdasarkan genesa dan sistem pewarnaannya (sumber:
Zuidam, 1983).
Tabel II.5. Klasifikasi satuan topografi berdasarkan aspek morfometri (Van Zuidam dan Cancelado, 1979).
No. Satuan Topografi Kelerengan (%)
Beda Tinggi (m)
1 Topografi datar 0-2 <5 2 Topografi datar bergelombang lemah 3-7 5-50
3 Topografi datar bergelombang lemah-kuat 8-13 25-75
4 Topografi bergelombang kuat-perbukitan 14-20 50-200
5 Topografi perbukitan-tersayat kuat 21-55 200-500
6 Topografi tersayat kuat-pegunungan 56-140 500-1000
7 Topografi pegunungan >140 >1000
No
Genesa
Pewarnaan
1 Denudasional Coklat
2 Struktural Ungu
3 Vulkanik Merah
4 Fluvial Biru muda
5 Marine Biru tua
6 Karst Orange
7 Glasial Biru muda
8 Aeolian Kuning
21
II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian
Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian menggunakan modifikasi
pembagian kelas lereng oleh Zuidam, 1983 untuk pemetaan geomorfologi pada skala
1:25.000 daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu:
Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan Geomorfologi
Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi
(D1), dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1).
II.2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1)
Satuan geomorfologi ini menempati 10% dari luas keseluruhan daerah
penelitian, berkembang di timur daerah penelitian. Satuan tersebar di sebelah selatan
Desa Watusigar sampai timurlaut Desa Gendangrejo. Morfologi pada satuan ini
berupa perbukitan curam dengan kemiringan lereng rata-rata 30% - 70% (16° - 35°).
Pola pengaliran yang berkembang adalah dendritik. dan berdasarkan
ketersediaan airnya dikategorikan sebagai sungai intermittent. Litologi penyusun dari
satuan geomorfologi ini berupa tuf dengan sisipan batupasir.
Satuan geomorfologi ini dikontrol oleh aktivitas vulkanisme atau gunung api
dan intrusi magma, baik yang berupa akumulasi material lepas atau piroklastik yang
terendapkan.
22
Gambar II.2. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan curam vulkanik di Desa Watusigar
( kamera menghadap selatan)
II.2.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst (K1)
Satuan geomorfologi ini menempati 60% dari luas keseluruhan daerah
penelitian, berkembang di bagian utara dan selatan daerah penelitian. Di utara
tersebar di Desa Katongan hingga Desa Watusigar, disebelah selatan tersebar di Desa
Bejiharjo hingga Desa Ngawis. Morfologi pada satuan ini berupa perbukitan dengan
kemiringan lereng rata - rata 15% - 30% (8° - 16°), dan pada satuan ini dijumpai
banyak gua-gua yang menunjukkan bentangan alam karst.
Pola pengaliran yang berkembang adalah dendritik dan multibasinal. Pada
satuan ini dijumpai sungai bawah tanah pada Gua Pindul dengan debit air tetap atau
23
permanent dan juga alur - alur sungai yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada
alur yang kering dan berdasarkan ketersediaan airnya dikategorikan sebagai sungai
intermittent.
Litologi penyusun dari satuan geomorfologi ini berupa packstone, napal,
batulempung, grainstone dan boundstone. Proses endogenik pada daerah ini
menyebabkan pengkekaran, struktur geologi antiklin, sesar, sehingga membentuk
berbagai macam goa, sedangkan proses eksogeniknya yang telah atau sedang
berkembang saat ini adalah proses pelarutan yang tinggi seperti pada Gua Pindul
sehingga membentuk stalaktik dan stalakmit berukuran besar yang merupakan
bahasan dari studi khusus.
Gambar II.3. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan karst di desa Bejiharjo (Kamera mengahadap utara)
24
II.2.3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi (D1)
Satuan geomorfologi ini menempati 30% dari luas keseluruhan daerah
penelitian, berkembang di sebelah barat - baratlaut daerah penelitian. Di barat
tersebar di Desa Kedungkeris, di baratlaut tersebar di Desa Nglipar. Morfologi pada
satuan ini berupa dataran bergelombang lemah dengan kemiringan lereng rata-rata
7% - 15% (4° - 8°).
Pola pengaliran yang berkembang adalah multibasinal. Pada satuan dijumpai
alur-alur sungai yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada alur yang kering. Hanya
akan terisi air pada musim hujan atau dapat disebut berdasarkan ketersediaan airnya
dikategorikan sebagai sungai intermittent. Litologi penyusun dari subsatuan
geomorfologi ini berupa packstone, napal, batulempung.
Satuan ini dikontrol oleh adanya proses denudasional, seperti proses
pelapukan yang masih berlangsung hingga sekarang.
25
Gambar II.4. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Homoklin Terdenudasi di desa Nglipar (Kamera mengahadap utara)
II.2.4 Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1)
Morfogenesa fluvial adalah satuan jenis morfologi yang erat hubungannya
dengan aliran sungai. Morfogenesa fluvial dihasilkan oleh proses aktivitas air, proses
ini mengambil porsi minimal 70% dari seluruh proses eksogenik yang berlangsung di
permukaan bumi. Morfogenesa fluvial adalah satuan jenis morfologi yang erat
hubungannya dengan aliran sungai. Pengertian sungai disini tidak termasuk di
dalamnya alur-alur yang mengalir di lereng bukit dan gunung (ephemeral stream).
Morfologi fluvial hanya mungkin dijumpai pada suatu daerah berstadia erosi dewasa-
tua atau telah mengalami peremajaan.
26
Satuan geomorfologi ini menempati sepanjang tubuh sungai Oyo pada daerah
penelitian. Morfologi pada satuan ini berupa dataran berelief rendah dengan
kemiringan lereng rata-rata 0% - 2%. Yang merupakan hasil rombakan dari material
lepas berukuran lempung hingga kerakal.
Pola pengaliran yang berkembang pada Sungai Oyo adalah dendritik. Pada
anakan sungai Oyo yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada alur yang kering.
Hanya akan terisi air pada musim hujan atau dapat disebut berdasarkan ketersediaan
airnya dikategorikan sebagai sungai intermittent. Sedangkan pada induk sungai Oyo
berdasarkan ketersediaan airnya dapat digolongkan sebagai sungai permanent yaitu
sungai yang debit airnya tetap.
Gambar II.5. Kenampakan satuan geomorfologi tubuh sungai fluvial pada tubuh sungai Oyo
(Kamera menghadap ke utara)
27
II.3 Pola Pengaliran Daerah Penelitian
Pola pengaliran adalah suatu kumpulan dari alur-alur sungai di suatu daerah
tanpa mempedulikan apakah alur tersebut alur permanen ataupun tidak (Howard,
1987 vide Van Zuidam, 1983). Aktivitas tektonik dan erosi yang menghasilkan
bentuk-bentuk lembah sebagai tempat pengaliran air, selanjutnya akan membentuk
pola - pola tertentu yang disebut pola aliran. Pola aliran ini berhubungan erat dengan
jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi, dan sejarah bentuk bumi.
Menurut Lobeck (1939), pola pengaliran adalah pola yang dibentuk oleh
banyak alur sungai sehingga terbentuk suatu sistem tertentu. Pola pengaliran suatu
daerah biasanya memberikan informasi mengenai kondisi litologi dan struktur
geologi serta terjadinya hubungan antara pola pengaliran dengan macam bentangalam
dengan profil yang bersangkutan.
Pola pengaliran merupakan suatu gambaran daerah yang lunak, tempat erosi
mengambil bagian dengan aktif dan daerah yang rendah sehingga air permukaan
dapat terkumpul dan mengalir. Dalam proses geologi maupun geomorfologi, air
memegang peranan penting karena mempunyai kemampuan sebagai pengantar proses
pelapukan, erosi, media transportasi dan sedimentasi. Pola pengaliran dikendalikan
oleh tingkat resistensi batuan, struktur geologi, dan proses yang langsung di daerah
tersebut. Howard (1966), membuat klasifikasi pola pengaliran menjadi 2 macam,
yaitu:
1. Pola dasar (basic pattern): merupakan sebuah pola aliran yang mempunyai
karakteristik yang khas yang dapat secara jelas dapat dibedakan dengan pola
28
aliran lainnya. Pola dasar ini umumnya berasal dari perkembangan pola dasar
yang lain dan kebanyakan dikontrol oleh struktur regional (Gambar 9).
2. Pola ubahan (modified basic pattern): merupakan sebuah pola pengaliran yang
berbeda dari bentuk pola dasar dalam beberapa aspek regional. Pola ubahan ini
biasanya merupakan ubahan dari salah satu pola dasar (Gambar II.6).
Gambar II.6. Klasifikasi pola aliran sungai yang belum mengalami perubahan menurut (Howard,1967)
29
Gambar II.7. Klasifikasi pola aliran sungai yang telah mengalami perubahan menurut
(Howard, 1967)
Beberapa pola aliran dasar yang mengacu pada pola pengaliran dasar dan ubahan
dari Howard (1967), sebagai berikut:
(1). Dendritik, berbentuk serupa cabang-cabang pohon dan cabang-cabang sungai
(anak sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-sudut yang
runcing. Biasanya terbentuk pada batuan yang homogen dengan sedikit atau
tanpa pengendalian struktur. Contoh: pada batuan beku atau lapisan horisontal.
(2). Paralel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada daerah
dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada daerah dengan
morfologi yang paralel dan memanjang. Pola ini mempunyai kecenderungan
30
berkembang ke arah dendritik atau trellis. Contoh: Pada lereng-lereng gunungapi
atau sayap antiklin.
(3). Trellis, menyerupai bentuk tangga dan sungai-sungai sekunder (cabang sungai)
membentuk sudut siku-siku dengan sungai utama, mencirikan daerah
pegunungan lipatan (antiklin, sinklin) dan kekar.
(4). Rectangular, pola aliran yang dibentuk oleh pencabangan sungai-sungai yang
membentuk sudut siku-siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor kekar-kekar yang
saling berpotongan dan juga sesar.
(5). Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari satu
titik pusat, biasanya mencirikan daerah gunungapi atau kubah.
(6). Annular, bentuknya melingkar mengikuti batuan lunak suatu kubah yang tererosi
puncaknya atau struktur basin dan mungkin intrusi stock, bertipe subsekuen,
cabangnya dapat obsekuen atau resekuen.
(7). Multibasinal, pola yang terbentuk oleh banyaknya cekungan-cekungan atau
danau-danau kecil, biasanya terbentuk pada daerah rawa atau karst topografi.
(8). Contorted, merupakan pola yang berbentuk tidak beraturan, kadang terlihat ada
pola trellis. Biasanya berkembang di daerah metamorf yang bertekstur kasar,
batuan beku atau pada batuan berlapis yang memiliki resistensi yang sama.
31
Pada daerah penelitian, pola pengaliran yang berkembang di bagi menjadi 2
(dua) yaitu dendritik pada satuan geomorfologi dataran fluvial, satuan perbukitan
denudasional yaitu subsatuan perbukitan karst, dan satuan geomorfologi perbukitan
curam vulkanik, sedangkan pola pengaliran multibasinal pada satuan geomorfologi
perbukitan denudasional yaitu pada subsatuan perbukitan homoklin dan juga pada
subsatuan perbukitan karst.
II.3.1 Pola pengaliran dendritik
Jenis pola aliran dendritik dijumpai di bagian tengah lokasi penelitian. Pola
pengaliran ini menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami proses struktur
geologi yang masih tergolong sederhana. Lembah-lembah sungai yang berkembang
umumnya berbentuk V di hulu dan U pada bagian hilir.
II.3.2 Pola pengaliran multibasinal
Pola aliran ini paling umum dijumpai di daerah penelitian karena jenis batuan
yang hampir seluruhnya karbonatan. Sungai-sungai permukaan jika ditelusuri tiba-
tiba menghilang dan mengalir sebagai sungai bawah permukaan.
32
Gambar II.8. Pola pengaliran daerah penelitian
II.4 Stadia Daerah
Kenampakan morfologi saat ini merupakan hasil proses-proses endogen dan
eksogen yang bekerja, terutama proses eksogen yang berhubungan langsung dengan
proses erosi. Proses erosi yang bekerja setelah terjadinya pengangkatan suatu daerah
dan secara terus-menerus akan sampai pada proses pendataran. Proses erosi juga
dapat digunakan untuk mengetahui bentuk sungai dan tingkat erosi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat erosi sungai adalah tingkat resistensi batuan terhadap
pelapukan dan erosi, kemiringan lereng, iklim (curah hujan), tingkat ketebalan
33
vegetasi, aktivitas organisme (terutama manusia), waktu (lamanya proses erosi yang
bekerja) dan permebilitas batuan. Menurut Lobeck (1939) stadia daerah dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu:
a. Stadia muda, dicirikan dengan keadaan permukaan yang masih rata, pada
umumnya sedikit sekali perajangan sungai serta susunan stratigrafinya relatif
teratur serta lembahnya sempit dan dangkal, gradien sungai besar, arus sungai
deras, lembah berbentuk “V”, erosi vertikal lebih besar dari pada erosi lateral,
dijumpai air terjun dan kadang-kadang danau.
b. Stadia dewasa, dicirikan oleh dengan lembah yang besar dan dalam, reliefnya
relatif curam, stratigrafinya sudah kacau serta proses erosi yang dominan, gradien
sungai sedang, aliran sungai berkelok-kelok atau meander, tidak dijumpai air
terjun maupun danau, erosi vertikal berimbang dengan erosi lateral, lembahnya
berbentuk “U”.
c. Stadia tua, dicirikan oleh erosi lateral lebih kuat daripada vertikal, lembah sungai
lebar dan dangkal, tak dijumpai meander lagi, terbentuk pulau-pulau tapal kuda,
arus sungai tidak kuat.
d. Stadia rejuvenation (muda kembali), dicirikan dengan perkembangan permukaan
yang relatif datar kembali dan terlihat adanya perajangan – perajangan sungai
kembali.
34
Berdasarkan klasifikasi Lobeck, (1939) daerah penelitian termasuk dalam
stadia muda - dewasa dengan morfologi yang masih berupa perbukitan dengan relief
mulai dari datar, sedang hingga curam. Berdasarkan pengamatan dilapangan,
dijumpai adanya proses pelapukan, pelarutan yang tinggi dan transport sedimen yang
berlangsung (Gambar II.9). Stadia muda daerah penelitian ditunjukkan oleh gradien
sungai besar dan memperlihatkan kenampakan lembah berbentuk huruf ”V”
(Gambar II.10). Hal itu mengindikasikan bahwa dominansi tingkat erosi vertikal
lebih besar dibandingkan dengan tingkat erosi horisontal. Stadia dewasa daerah
penelitian diperkuat oleh stadia sungai yang memperlihatkan adanya dataran banjir,
meandering dan kenampakan lembah sungai berbentuk ”U”(Gambar II.11).
Gambar II.9. Singkapan batugamping karbonat yang sebagian telah mengalami pelapukan di LP 23,
Desa Kedungkeris. (kamera menghadap utara)
35
Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia muda dengan kenampakan lembah berbentuk menyerupai
huruf ”V” pada anak sungai Oyo, LP 38 Desa Ngilipar (kamera menghadap ke timur Laut)
Gambar II.11. Kenampakan sungai stadia dewasa dengan kenampakan lembah berbentuk
menyerupai “U” di LP 14 Desa Bejiharjo (kamera menghadap utara)
BAB III STRATIGRAFI
III.1 Stratigrafi Regional
Berdasarkan ciri litologi pada daerah penelitian, penulis mencoba untuk
membandingkan kesamaan antara stratigrafi lokal dengan stratigrafi regional menurut
ahli yang telah meneliti daerah penelitian. Secara regional, Van Bemmelen (1949)
membagi stratigrafi daerah penelitian yang merupakan bagian dari Pegunungan
Selatan dengan urutan dari yang tertua hingga termuda yaitu:
a. Formasi Gamping dan Formasi Wungkal
Formasi Wungkal dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan
batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan
batupasirtufaan. Formasi Gamping ini dicirikan oleh batugamping yang
berasosiasi dengan gamping terumbu. Ketebalan formasi ini lebih kurang 120 m.
Menurut Bothe (1929), bagian bawah formasi ini disebut Wungkal Bed yang
berlokasi di Gunung Wungkal sedangkan bagian atasnya Gamping Bed yang
berlokasi di Gunung Gamping,keduanya di Perbukitan Jiwo selatan Klaten.
Hubungan antara formasi formasi ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan (Sumosusastro, 1956 dan
Marks,1957) dan peneliti lainnya menafsirkan hubungan kedua formasi tersebut
selaras (Bothe, 1929, Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Surono et al. (1989)
menyebutnya sebagai Formasi Gamping Wungkal yang merupakan satu formasi
37
yang tidak terpisahkan. Namun demikian semua para peneliti tersebut sepakat
bahwa kedua formasi tersebut berumur Eosen Tengah - Eosen Atas.
b. Formasi Kebo – Butak
Terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir tufaan, serpih dan lanau.
Dibeberapa tempat dijumpai adanya lava bantal dan intrusi diorit. Ketebalan
formasi ini sekitar 800 meter dan diendapkan di lingkungan laut, dan pada
umumnya memperlihatkan endapan aliran gravitasi (gravity-flow deposits).
Lokasi tipe formasi ini terdapat di Gunung Butak yang terletak di Subzona
Baturagung. Formasi ini tersusun oleh litologi breksi, batupasir tufaan,
konglomerat batuapung, batulempung dan serpih yang memperlihatkan
perselingan, dan menunjukkan ciri endapan aliran gravitasi di lingkungan laut.
Formasi ini berumur Oligosen.
Ciri Formasi Kebo dan Formasi Butak di beberapa tempat tidak begitu nyata
sehingga, pada umumnya beberapa peneliti menyebutnya sebagai Formasi Kebo-
Butak yang berumur Oligosen Atas (N1-N3). Menurut Bothe (1929) bagian bawah
formasi Kebo-butak ini disebut Kebo Bed yang berlokasi di Gunung Kebo
sedangkan bagian atasnya Butak Bed yang berlokasi di Gunung Butak, keduanya
di Pegunungan Baturagung selatan Klaten. Kemudian Sumarso dan Ismoyowati
(1975) menyatukan keduanya menjadi Formasi Kebo-Butak.
c. Formasi Semilir
Formasi ini tersingkap baik di Gunung Semilir di sekitar Baturagung, terdiri
dari perselingan tufa, tufa lapili, batupasir tufaan, batulempung, serpih dan
38
batulanau dengan sisipan breksi, sebagai endapan aliran gravitasi di lingkungan
laut dalam. Ketebalan formasi ini lebih dari 460 m. Bagian bawah formasi ini
berlapis baik, berstruktur sedimen perairan, silang - siur skala menengah dan
berpermukaan erosi.
Dibagian tengahnya dijumpai lignit yang berasosiasi dengan batupasir
tuffangampingan dan kepingan gampingan pada breksi gunungapi. Di bagian
atasnya ditemukan batulempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15cm dan
berstruktur longsoran bawah laut (turbidit).
d. Formasi Nglanggran
Lokasi tipenya adalah di Gunung Nglanggran lebih kurang 17 km utara
Klaten. Formasi ini terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufaan, yang
memperlihatkan sebagai endapan aliran gravitasi pada lingkungan laut. Ketebalan
formasi ini di dekat Nglipar lebih kurang 530 m. Formasi Nglanggran, pada
umumnya selaras di atas Formasi Semilir, akan tetapi di tempat-tempat
lainnya,kedua formasi tersebut saling bersilangjari (Surono, 1992).
e. Formasi Sambipitu
Lokasi tipenya terdapat di Desa Sambipitu, 15 km di sebelah barat laut
Wonosari (Bothe, 1929). Formasi ini tersusun oleh perselingan antara
batupasirtufaan, serpih dan batulanau. Struktur sedimen yang berkembang berupa
perlapisan, silang-siur, gelembur gelombang, Di bagian atas sering dijumpai
adanya struktur slump skala besar. Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran.
Formasi Sambipitu melampar di kaki selatan Pegunungan Baturagung. Tebal
39
formasi ini di utara Nglipar lebih kurang 230 m dan menipis kearah timur. Formasi
ini merupakan endapan lingkungan laut pada akhir Miosen Awal – Miosen akhir
(N7 – N9).
f. Formasi Oyo
Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai lokasi tipenya, terdiri dari
perselingan batugamping bioklastik, kalkarenit, batugamping pasiran dan napal
dengan sisipan batugamping konglomeratan. Ketebalan Formasi Oyo lebih dari
140m. Formasi ini menindih tak selaras Formasi Semilir dan Formasi Nglangran
dan menjemari dengan bagian bawah Formasi Wonosari. Satuan ini diendapkan
pada lingkungan paparan dangkal pada Miosen Tengah (N10 -N12).
g. Formasi Wonosari
Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk
morfologi karts, terdiri dari batugamping terumbu, batugamping bioklastik
berlapis dan napal. Satuan batuan ini terendapkan di lingkungan laut dangkal
(neritik) padaMiosen Tengah hingga Miosen Akhir (N9 - N18). Ketebalan formasi
ini lebih dari 800m. Bagian bawah formasi ini dengan bagian atas Formasi oyo,
sedangkan bagian atasnya menjemari dengan bagian bawah Formasi Kepek.
h. Formasi Kepek
Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek, tersusun oleh batugamping berlapis
dan napal dengan ketebalan lebih kurang 200 meter. Litologi satuan ini
nenunjukkan ciri endapan paparan laut dangkal dan merupakan bagian dari sistem
endapan karbonat paparan pada umur Miosen Akhir – Pliosen (N15-N18). Formasi
40
ini mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping terumbu Formasi
Wonosari.
Di atas batuan karbonat tersebut, secara tidak selaras terdapat satuan
batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter. Satuan ini menunjukkan ciri
sebagai endapan danau di daerah Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu,
daerah setempat terdapat laterit berwarna merah sampai coklat kemerahan sebagai
endapan terrarosa,yang pada umumnya menempati uvala pada morfologi karst.
i. Endapan Aluvial
Endapan aluvial pada pegunungan Serayu Utara umumnya merupakan
endapan sungai, yang terdiri dari kerikil dengan bongkah- bongkah yang
terkumpul pada dasarnya yang tertutupi oleh pasir dan lanau.
41
Tabel III.1. Stratigrafi regional Pegunungan Selatan (Bothe, Van Bemmelen,Sumarso-Ismoyowati, Surono,dkk).
42
III.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Penamaan dan pengelompokan satuan batuan di daerah penelitian mengikuti
kaedah penamaan satuan litostratigrafi tidak resmi yang bersendikan ciri litologi,
yang meliputi kombinasi jenis batuan, sifat fisik batuan, kandungan fosil,
keseragaman gejala atau genesa, dan kenampakan khas pada tubuh batuan di
lapangan yang dipetakan pada skala 1:25.000.
Satuan litostratigrafi daerah penelitian didasarkan pada pengamatan fisik
litologi di lapangan, analisis petrografi untuk penentuan nama batuan dan analisis
paleontologi untuk menentukan umur serta lingkungan pengendapannya.
Berdasarkan hal tersebut, satuan batuan di daerah penelitian dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan litostratigrafi tidak resmi dan 1 (satu)
endapan. Berurutan dari tua sampai muda adalah sebagai berikut:
a. Satuan Tuf
b. Satuan Boundstone
c. Satuan Grainstone
d. Satuan Packstone
e. Endapan Aluvial
III.2.1 Satuan Tuf
Satuan ini merupakan satuan tertua di daerah penelitian yang terbentuk pada
Kala Miosen Awal.
43
III.2.1.1 Penyebaran dan ketebalan
Satuan ini menempati sekitar 10 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di
sebelah tenggara daerah Desa Katongan Kecamatan Sawahan dengan ketebalan
minimal 250 meter berdasarkan penampang geologi A - B.
III.2.1.2 Litologi penyusun
Litologi penyusun satuan ini adalah tuf dan terdapat batupasir karbonat
sebagai sisipan.
Satuan Tuf
Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik
dengan komposisi didominasi butiran feldspar, fragmen batuan,kwarsa dan
mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,4mm, bentuk butir menyudut
tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar gelas
vulkanik. Nama petrografi Tuffaceous Lithic Wack (Gilbert, 1982).
(Lampiran 2 analisis petrografi, LP 81A, LP 84, LP 86).
Batupasir karbonat
Berdasarkan analisis petrografi, Sayatan batuan sedimen warna abu-abu
kehitaman , tekstur klastik, struktur laminasi, berukuran lanau pasir sangat
halus (0,06 -0,2)mm, pemilihan sedang, komposisi kalsit, fragmen batuan,
feldspar, fosil foram kecil, dan lumpur karbonat. Nama Petrografi
Calcareous Sandy Mudstone (Gilbert,1982). (Lampiran 2 analisis petrografi,
LP 81B).
44
Gambar III.1. Kenampakan satuan Tuf dengan sisipan batupasir pada LP 81(Kamera menghadap selatan)
III.2.1.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan
Satuan tuf ini mengandung tidak fosil mikro maupun makro, namun
umumnya fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan
pengendapan hanya ditemukan pada batupasir. Berdasarkan analisis paleontologi
pada batupasir ditemukan fosil foraminifera planktonik seperti Globoquadrina
dehiscens Globoquadrina primordius. Terdapat juga fosil foraminifera benthonik,
seperti Amphistegina lessonii (d’Orbigny), Epistominella vitrae (Parker). Hadirnya
fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut menunjukkan satuan ini
45
diperkirakan berumur Miosen Bawah N5 - N6 (Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP
81). Secara regional satuan ini sebanding dengan Formasi Semilir.
III.2.1.4 Hubungan stratigrafi
Dilihat dari posisi stratigrafinya, satuan ini merupakan satuan paling tua di
daerah penelitian. Batas antara satuan ini dengan satuan di atasnya ditandai dengan
perubahan endapan lingkungan laut dalam (N5 - N6) secara berangsur-angsur dengan
tidak selaras. Sementara batas dengan satuan di bawahnya sulit teramati di lapangan.
Tabel III.2. Kolom litologi satuan tuf sisipan batupasir
III.2.2 Satuan Boundstone
Satuan ini merupakan batugamping terumbu, yang diendapkan pada Kala
Miosen Akhir – Miosen Tengah.
46
III.2.1.1 Penyebaran dan ketebalan
Satuan ini menempati sekitar 5 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di
daerah Gelaran Kecamatan Karangmojo. Dengan ketebalan minimal 325 meter
berdasarkan penampang geologi A - B.
III.2.2.2 Litologi penyusun
Litologi penyusun satuan ini adalah boundstone . Warna abu-abu keruh,
tekstur non klastik, struktur silangsiur, didukung oleh kerangka organik yang saling
mengikat (organic framework) berukuran pasir sedang (0,08-1,3)mm, pemilihan
sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar (Lepidocyclina), coral,
algae, kalsit, dan lumpur karbonat. Nama Petrografi Boundstone (Dunham, 1962).
(Lampiran 2 analisis petrografi, LP 1, LP 110, LP 113).
Gambar III.2. Kenampakan satuan Boundstone pada LP 1(Kamera menghadap utara)
47
III.2.2.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan
Satuan boundstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun umumnya
fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan.
Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan boundstone ditemukan fosil
foraminifera planktonik seperti Globigerinoides trilobus (Reuss),Globigerinoides
diminitus, Globoquadrina dehiscens dan juga terdapat fosil foram besar jenis
Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang,
sebagian telah mengalami rekristalisasi. Terdapat juga fosil foraminifera benthonik,
seperti Nodosaria sp, Dentalina sp.
Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut
menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Bawah N7 - N9 (Lampiran 3
Analisis Paleontologi, LP 110, LP 113). Secara regional satuan ini sebanding dengan
Formasi Wonosari.
III.2.2.4 Hubungan stratigrafi
Satuan boundstone ditandai dengan perubahan endapan lingkungan laut
dalam (N5 - N6) secara berangsur-angsur dengan tidak selaras dengan satuan tuf di
bawahnya, dan memiliki hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan di
atasnya. Satuan ini terbentuk pada kala Miosen Awal Akhir. (Lampiran lepas kolom
stratigrafi daerah penelitian).
48
Tabel III.3. Kolom litologi satuan boundstone
III.2.3 Satuan Grainstone
Satuan ini diendapkan pada Kala Miosen Tengah, termasuk dalam golongan
batugamping karbonat dan mempunyai ukuran butir pasir kasar – pasir halus.
III.2.3.1 Penyebaran dan ketebalan
Satuan ini menempati sekitar 15 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di
sebelah utara dan timur daerah Grogol Kecamatan Karangmojo. Dengan ketebalan
minimal 100 meter berdasarkan penampang geologi A - B.
III.2.3.2 Litologi penyusun
Litologi penyusun satuan ini adalah grainstone. Warna abu-abu kecoklatan,
tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir sedang,
pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit,
plagioklas, dan lumpur karbonat. Nama petrografi Grainstone (Dunham, 1962).
(Lampiran 2 analisis petrografi, LP 3, LP 6 dan LP 114).
49
Gambar III.3. Kenampakan satuan Grainstone pada LP 114 (Kamera menghadap selatan)
III.2.3.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan
Satuan garinstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun
umumnya fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan
pengendapan. Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan
fosil foraminifera planktonik seperti Orbulina universa, Globigerina bulbosa
(LeRov),Globoquadrina dehiscens,Globigerinoides altiaperturus.
Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, Nonionella sp dan Rotalia sp.
Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut
menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah N11 - N12
50
(Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP 3). Secara regional satuan ini sebanding
dengan Formasi Wonosari.
III.2.3.4 Hubungan stratigrafi
Satuan ini diendapankan lingkungan laut neritik tengah (N11 - N12) dan
memiliki hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan boundstone dan
packstone. Satuan ini terbentuk pada kala Miosen Tengah. (Lampiran lepas kolom
stratigrafi daerah penelitian).
Tabel III.4. Kolom litologi satuan grainstone
III.2.4 Satuan Packstone
Satuan ini merupakan satuan termuda pada daerah penelitian, pada satuan ini
terdapat napal sebagai sisipan dan terendapkan pada kala Miosen Akhir.
51
III.2.4.1 Penyebaran dan ketebalan
Satuan ini tersingkap di sebelah utara sampai tenggara daerah penelitian dengan
luas sekitar 70 %. Satuan ini memiliki ketebalan minimal 300 meter berdasarkan
penampang A - B.
III.2.4.2 Litologi penyusun
Litologi penyusun satuan ini adalah packstone dan juga terdapat sisipan napal.
• Satuan Packstone
Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik,
didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (<0.01 -0,08)mm,
pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram besar dan
kecil, feldspar, dan lumpur karbonat. Nama petrografi Packstone (Dunham,
1962). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 21, LP 42a, LP 66 dan LP 101).
• Napal
Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu keputihan - kecoklatan, tekstur
klastik dengan komposisi didominasi mineral berukuran lempung (<0,01-0,06mm)
dengan butiran feldspar, fosil dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,5mm,
bentuk butir menyudut tanggung - membulat tanggung, butiran mengambang
dalam masa dasar lumpur karbonat dan mineral lempung. Nama petrografi Marl
(Gilbert, 1982). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 42b).
52
Gambar III.4. Kenampakan satuan Packstone pada LP 42 (Kamera menghadap timur laut).
III.2.4.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan
Satuan packstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun umumnya
fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan.
Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan fosil
foraminifera planktonik seperti Globigerina bulbosa (LeRov), Globigerinoides
trilobus, Globigerinoides altiaperturus dan Orbulina universa. Terdapat juga fosil
foraminifera benthonik, Amphistegina lessonii (d’Orbigny) dan Elphidium sp.
53
Hadirnya fosil - fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut
menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah - Miosen Akhir (N11
- N16). (Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP 28, LP 42, LP 66 dan LP 101). Secara
regional satuan ini sebanding dengan Formasi Oyo.
III.2.4.4 Hubungan stratigrafi
Satuan ini diendapankan lingkungan laut neritik tepi (N13 - N15) dan memiliki
hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan grainstone dan boundstone.
Satuan packstone merupakan satuan termuda di daerah penelitian (Lampiran lepas
kolom stratigrafi daerah penelitian).
Tabel III.5. Kolom litologi satuan packsone
54
III.2.5 Endapan Aluvial
III.2.5.1 Penyebaran dan ketebalan
Endapan aluvial menempati sepanjang tubuh sungai di daerah penelitian.
III.2.5.2 Litologi penyusun
Endapan ini terdiri dari material-material lepas dengan ukuran lempung
sampai bongkah yang belum terkonsolidasi, yang berasal dari batuan yang terdapat
di sekitar aliran sungai.
Gambar III.5.Kenampakan Endapan Aluvial pada tubuh sungai (Kamera menghadap utara).
55
III.2.5.3 Umur dan lingkungan pengendapan
Endapan aluvial di daerah penelitian diperkirakan berumur Holosen atau
Resen karena pengendapan satuan ini masih berjalan sampai sekarang. Satuan ini
terdapat di lingkungan darat.
III.2.5.4 Hubungan stratigrafi
Satuan ini mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan batuan yang lebih
tua, yang dicirikan dengan adanya bidang erosi sebagai bukti adanya ketidak
selarasan.
Kolom stratigrafi daerah penelitian yang merupakan gabungan dari kolom
litologi masing-masing satuan dapat dilihat pada lampiran lepas kolom stratigrafi
daerah penelitian.
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI
IV.1. Struktur Geologi Regional
Struktur geologi regional tidak terlepas dari sifat dan pergerakan lempeng
Samudra Hindia – Australia ke utara yang menumbuk lempeng Eurasia dan kerak
benua dari lempeng sunda membentuk sistem busur kepulauan yang disebut sunda
arc system, Asikin (1987). Dalam perjalananya tumbukan lempeng – lempeng
tektonik tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan pola tatanan serta bentuk
cekungan sedimentasi di Indonesia pada umumnya dan di pulau Jawa pada
khususnya, Situmorang, dkk (1976). Penyusunan pola sesar di pulau Jawa didasarkan
pada konsep tektonik Moddy dan Hill (1956). Hasil analisisnya menyatakan bahwa
semua sesar yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dikelompokan menjadi orde I,
kedua dan ketiga dari sistem struktur sesar Pulau Jawa yang berarah Timurlaut –
Baratdaya, sedangkan struktur lipatan yang terbentuk di Pulau Jawa yang berarah
relatif Barat – timur.
Menurut Purnomo dan Purwoko (1994), dalam sistem Active Margin, tatanan
tektonik Tersier P. Jawa disusun oleh unsur tektonik utama yang terdiri dari
penunjaman lempeng Hindia, zona subduksi dan akresi selatan Jawa, busur magmatik
Cekungan Jawa Selatan menurut sistem tersebut ( Active Margin ), termasuk dalam
cekungan busur muka ( fore arc basin ). Cekungan Pegunungan Selatan merupakan
bagian dalam cekungan busur muka tersebut. Selain tatanan tektonik Tersier tersebut,
57
terdapat petunjuk adanya kontrol tatanan tektonik Pra-tersier terhadap pembentukan
dan konfigurasi cekungan Tersier.
Daerah penelitian termasuk dalam sistem Active Margin tatanan tektonik
Tersier P. Jawa bagian cekungan Jawa Selatan (Asikin, 1987) termasuk dalam
cekungan busur muka (fore arc basin), di mana pembentukan serta perkembangan
struktur selanjutnya dipengaruhi oleh sifat - sifat gerak dan pertemuan antara lempeng
Hindia - Australia yang bergerak ke utara dengan lempeng Eurasia (Gambar IV.1).
= Area lokasi penelitian Gambar IV.1. Plate Tectonic ( Asikin, 1987 )
Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan berupa perlapisan homoklin,
sesar, kekar dan lipatan, perlapisan homoklin yang terdapat pada bentang alam Sub
Zona Pegunungan Baturagung mulai dari Formasi Kebo – Butak di sebelah utara
hingga Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo di sebelah selatan. Perlapisan tersebut
58
mempunyai jurus lebih kurang berarah barat – timur dan miring ke selatan.
Kemiringan perlapisan menurun secara berangsur dari sebelah utara 20° – 35°
menjadi 5° – 15° di sebelah selatan. Bahkan pada Sub Zona Cekungan Wonosari,
perlapisan batuan yang termasuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari mempunyai
kemiringan sangat kecil atau bahkan datar sama sekali. Tidak kalah menariknya, pada
Formasi Semilir di sebelah barat, antara Prambanan – Patuk, perlapisan batuan secara
umum miring ke arah baratdaya. Di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan
Dusun Jentir, perlapisan batuan miring ketimur. Perbedaan jurus dan kemiringan ini
mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks, Van Bemmelen,1949),
atau sebab lain, misalnya updoming yang berpusat di Perbukitan Jiwo, atau
merupakan kemiringan asli
(original dip) dari bentang alam kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi pada
zaman Tersier.
Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola “anthithetic
fault blocks“ (Van Bemmelen, 1949). Sesar utama berarah baratlaut – tenggara dan
setempat - setempat berarah timurlaut – baratdaya. Di kaki selatan (Sambipitu ) dan
kaki timur ( Sambeng ). Pegunungan Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri.
Sesar ini berarah hampir utara – selatan dan memotong lipatan yang berarah timulaut
– baratdaya. Tanda – tanda sesar di sebelah selatan (K.Nagalang dan K. Putat) serta di
sebelah timur (Dusun Jentir, tanjakan Sambeng) sebagai bagian dari longsoran besar
(mega slumping) batuan gunungapi. Di sebelah barat, K. Opak diduga dikontrol oleh
59
sesar bawah permukaan yang berarah timurlaut – baratdaya dimana blok barat relatif
turun terhadap blok timur.
Struktur lipatan banyak terdapat di sebelah utara G. Panggung, berupa sinklin
dan antiklin. Ketiinggian batuan gunungapi ini dengan ketinggian G.Gajahmungkur
disebelah timurlaut diantaranya oleh sinklin yang berarah tenggara – baratlaut.
Struktur sinklin juga dijumpai di sebelah selatan yaitu pada Formasi Kepek dengan
arah timurlaut – baratdaya.
Situmorang (1976), menyusun pola sesar di Pulau Jawa berdasarkan konsep
tektonik Moody dan Hill ( 1956 ). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa semua
sesar yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dikelompokkan menjadi orde pertama,
kedua dan ketiga dari sistem Wrench Fault ( Gambar IV.2 ).
Gambar IV.2. Gambaran umum struktur geologi Pulau Jawa dan Madura,
( Situmorang, dkk, 1976 )
60
Dari Gambar IV.2 pada area penelitian terdapat suatu pelurusan dengan arah relatif
tenggara – barat laut.
IV.2 Struktur Geologi Daerah penelitian
Berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan yang telah dilakukan, maka
diperoleh data tentang struktur geologi berupa struktur lipatan, kekar dan struktur
sesar. Struktur kekar yang ada terbentuk karena adanya gaya tekan (kompresi), serta
adanya gaya tarik (tension) dan struktur sesar terbentuk akibat pengaruh dari struktur
geologi regional.
IV.2.1 Struktur Lipatan
Hansen (1971) vide Ragan (2009) mendefinisikan lipatan sebagai hasil
perubahan bentuk suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan
lengkungan pada unsur garis atau bidang di dalam bahan tersebut, yang disebabkan
oleh dua macam mekanisme gaya yaitu buckling (melipat) dan bending
(pelengkungan).
1. Buckling (melipat), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan
permukaan lempeng.
2. Bending (perlengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak
lurus permukaan lempeng.
61
Gambar IV.3. Aspek geometri pada lipatan (Fossen, 2010)
Tabel IV.1. Tabel klasifikasi lipatan (Fluety, 1964 vide Ragan, 2009)
62
Gambar IV.4. Klasifikasi lipatan berdasarkan orientasi hinge line dan axial surface (Fleuty, 1964 vide Fossen, 2010)
Struktur lipatan yang terjadi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses
tektonik regional. Struktur lipatan yang terjadi adalah antiklin Grogol.
• Antiklin Grogol
Antiklin Grogol memiliki arah sumbu relatif barat laut-tenggara dengan
kemiringan berlawanan yakni N 285°E/ 4º dan N 115°E/ 5º.
63
IV.2.2 Struktur Kekar
Kekar adalah rekahan pada batuan yang belum mengalami pergeseran atau
perubahan. Struktur kekar pada daerah penelitian berupa kekar gerus dan kekar tarik.
Kekar gerus atau shear fracture terjadi akibat gaya kompresi atau gaya tekan, bersifat
tertutup, ukurannya dari beberapa cm-m, bahkan mencapai puluhan meter, terbentuk
menyudut terhadap datangnya arah gaya utama dan biasanya terdiri dari sepasang
arah ( N 164ºE/ 46º dan N 302º/ 48º ) (Gambar IV.5) dan kekar tarik atau gash
fracture terjadi akibat tarikan, bersifat terbuka dan tidak berpasangan ( N 306ºE/ 59º,
N 300ºE/ 55º, N 302ºE/ 49º, N 285ºE/ 59º, N 301ºE/ 46º, N 293ºE/ 50º ) (Gambar
IV.6). Kedua kekar tersebut dijumpai pada litologi grainstone.
64
Gambar IV.5. Kenampakan kekar gerus pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo.
(Kamera menghadap ke timurlaut)
Gambar IV.6. Kenampakan kekar tarik pada grainstone, LP 1 Desa Bejiharjo ( kamera menghadap ke timurlaut )
65
IV.2.3 Struktur Sesar
Struktur sesar merupakan suatu rekahan yang terjadi pada massa batuan yang
telah mengalami deformasi/pergeseran, terhadap bidang rekahan yang terbentuk
sepanjang garis lurus (translasi) atau berputar (rotasi) (Ragan, 1985).
Unsur-unsur geologi yang mengindikasikan adanya sesar pada suatu daerah
antara lain: bidang sesar, gawir, kelurusan topografi, kelurusan sungai, perbedaan
offset litologi dan topografi, penjajaran mataair, air terjun dan breksiasi.
Sesar yang berkembang di daerah penelitian antara lain sesar geser dan
sesar naik. Penamaan sesar berdasarkan nama geografis tempat atau daerah yang
dilalui sesar.
IV.2.3.1 Sesar Geser Oyo
Moody dan Hill (1956), membuat model pembentukan sesar mendatar yang
dikaitkan dengan sistem tegasan. Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa sesar
orde I membentuk terhadap tegasan utama. Sesar orde I baik sudut kurang lebih 30o
dekstral maupun sinistral merupakan sesar utama yang pembentukannya dapat terjadi
bersamaan atau salah satu saja. Selanjutnya sesar orde II mempunyai ukuran yang
lebih kecil dan membentuk sudut tertentu terhadap sesar orde I.
66
Gambar IV.7. Sesar mendatar model Moody dan Hill (1956)
Sesar geser Oyo merupakan sesar geser utama pada daerah penelitian dengan
arah relatif utara-selatan dengan kedudukan N 350°/ 50° . Penarikan garis sesar geser
Oyo didasarkan pada data – data sekunder di lapangan dan interpretasi peta topografi
untuk mengamati pola kelurusan dan juga dengan mengamati adanya data-data
primer di lapangan. (Lampiran lepas peta geologi).
67
Gambar. IV.8. Kenampakan sesar minor yang mencirikan struktur sesar geser Oyo, LP 22 Kali Oyo (Kamera menghadap utara)
Gambar. IV.9. Kenampakan kelurusan sesar geser Oyo, LP 22 Kali Oyo (Kamera menghadap timurlaut)
68
Bidang sesar : 350/50 kekar :164/46
δ 1 :72º/ 165N
Gambar IV.10. Hasil analisa sesar geser Oyo (Penulis, 2013)
IV.2.3.2 Sesar Naik Pindul
Sesar naik Pindul merupakan sesar naik yang bekerja dalam skala lokal di
daerah penelitian dengan arah umum kelurusan relatif barat-timur. Lintasan sesar naik
Pindul ditentukan berdasarkan interpretasi peta topografi untuk mengamati pola
kelurusan dan data primer berupa bidang sesar pada satuan grainstone dengan
kedudukan N 125°E/30°, dan perbedaan litologi. (Lampiran lepas peta geologi).
69
Gambar IV.11. Kenampakan bidang sesar yang mencirikan sesar naik pada satuan grainstone , LP
114 Desa Bejiharjo. (Kamera mengahadap selatan)
Gambar IV.12. Kenampakan singkapan batas kontak antara boundstone dan grainstone. LP 1 Gua Pindul. (Kamera menghadap timur)
70
Bidang sesar : 125/30 Kekar : 263/49 δ 1 : 5 / 74 δ 2 : 273 / 85
Gambar IV.13. Analisa Struktur sesar naik Pindul
IV.3. Mekanisme dan Genesa Struktur Geologi di Daerah Penelitian
Struktur geologi yang terjadi pada daerah penelitian merupakan produk
tektonik terakhir atau setelah fase pengangkatan sehingga sekarang ini menjadi darat.
Fase pertama diawali dengan adanya perlipatan, yaitu antiklin Grogol dengan arah
sumbu relatif baratlaut-tenggara dengan kemiringan berlawanan yakni N 285°E/ 4º
dan N 115°E/ 5º. Karena adanya perlipatan yang dikontrol oleh adanya gaya
kompresi membentuk terjadinya kekar - kekar yang terjadi di daerah penelitian yaitu
berupa kekar gerus dan kekar tarik.
71
Setelah terbentuk kekar, dengan adanya tektonik menyebabkan terbentuknya
sesar geser Oyo yang merupakan sesar geser utama pada daerah penelitian dengan
pola kelurusan relatif baratlaut - tenggara. Akibat adanya kompresi yang berlangsung
secara terus smenerus menimbulkan terbentuknya sesar naik Pindul dengan arah
relatif barat – timur.
BAB V SEJARAH GEOLOGI
Sejarah geologi merupakan salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari
sejarah terbentuknya bumi dan peristiwa – peristiwa yang pernah terjadi, dengan
bertitik tolak pada teori – teori atau hipotesa – hipotesa terhadap segala sesuatu yang
merupakan rekaman kejadian pada masa lampau ataupun kejadian masa kini dalam
pengertian ruang dan waktu, yang bertujuan mengetahui sejarah geologinya (
Sukandarrumidi, 1992 ).
Sejarah geologi daerah penelitian diawali pada Kala Miosen Awal pada
lingkungan darat, ditandai dengan adanya aktivitas vulkanisme yang menghasilkan
material – material berukuran pasir sampai bongkah, yang mengalami pelongsoran.
Aktifitas ini mengakibatkan terbentuknya satuan tuf dengan sisipan batupasir
(Formasi Semilir).
Pada Kala Miosen Tengah, paras air laut kembali naik (transgresif) ke level
neritik. Laut semakin mendalam lalu berlangsung pengendapan satuan boundstone
(Formasi Wonosari) pada fase yang sama juga terendapkan satuan grainstone
(Formasi Wonosari) yang memiliki hubungan saling menjari dengan satuan
boundstone (Formasi Wonosari) dan memiliki hubungan tidak selaras dengan satuan
tuf (Formasi Semilir).
Paras air laut kemudian turun pada lingkungan neritik tepi dimana
berlangsung pengendapan satuan packstone pada Kala Miosen Akhir (Formasi Oyo).
73
Setelah satuan tuf, boundstone, grainstone dan packstone terbentuk, terjadi
pengangkatan hebat sehingga semua satuan di daerah penelitian terangkat dan
berubah lingkungan menjadi lingkungan darat. Saat ini (Resen), di daerah penelitian
sedang berlangsung pengendapan endapan aluvial yang merupakan rombakan dari
batuan yang lebih tua sebagai salah satu karakteristik endapan berumur kuarter
(Holosen) yang tersingkap pada tubuh sungai di daerah penelitian.
Mekanisme pembentukan struktur geologi di daerah penelitian merupakan
hasil dari tektonik yang terjadi pada fase pengangkatan setelah satuan
Boundstone,Grainstone dan Packstone terendapkan, yang diawali dengan
pembentukan lipatan dengan arah sumbu relatif barat-timur. Kemudian terbentuk
sesar naik Pindul dengan arah kelurusan relatif barat-timur dan diikuti oleh sesar
geser dengan arah relatif utara-selatan. Sesar Naik Pindul merupakan hasil dari
pergerakan Sesar Geser Oyo
Proses – proses eksogenik berupa pelapukan, erosi, transportasi dan
sedimentasi berupa endapan aluvial yang mengisi lembah-lembah sungai. Proses –
proses inilah yang mengontrol pembentukan morfologi yang ada di daerah penelitian
dan masih berlangsung hingga sekarang.
BAB VI GEOLOGI LINGKUNGAN
Geologi Lingkungan adalah interaksi antara manusia dengan lingkungan
geologis. Lingkungan geologis terdiri dari unsur-unsur fisik bumi (batuan, sedimen,
tanah dan fluida) dan unsur permukaan bumi, bentang alam dan proses-proses yang
mempengaruhinya. Bagi kehidupan manusia, lingkungan geologis tidak hanya
memberikan unsur-unsur yang menguntungkan atau bermanfaat seperti ketersediaan
air bersih, kesuburan tanah, mineral ekonomis, bahan bangunan, bahan bakar dan
lain-lain, tetapi juga memiliki potensi bagi terjadinya bencana seperti gempa bumi,
longsoran letusan gunung api dan banjir.
Geologi Lingkungan bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu lingkungan,
karena ilmu lingkungan adalah dasar pemahaman kita mengenai bumi dan membahas
interaksi manusia dengan seluruh aspek yang ada disekelilingnya, termasuk aspek
geologis serta dampaknya bagi kehidupan manusia. Karena itu filosofi utama dari
geologi lingkungan adalah konsep manajemen lingkungan yang didasarkan pada
sistem geologi untuk pembangunan berkelanjutan dan bukan pada beban lingkungan
yang tidak bisa diterima.
Studi Geologi Lingkungan meliputi 3 (tiga) aspek penting yaitu:
1. Bencana alam seperti banjir, longsoran, gunungapi dan gempabumi
2. Sumber daya geologi seperti logam, batuan, minyak bumi dan air
3. Permasalahan-permasalahan lingkungan seperti penanganan sampah dan
kontaminasi air tanah.
75
Geologi lingkungan di daerah penelitian meliputi sumberdaya geologi,
bencana geologi dan permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia.
VI.1 Sumberdaya Geologi
Sumberdaya geologi merupakan potensi alamiah yang terkandung di dalam
bumi yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan sehingga bisa
meningkatkan taraf hidup. Sumberdaya geologi di daerah penelitian meliputi
sumberdaya air, sumberdaya tanah dan potensi bahan galian.
VI.1.1 Sumberdaya air
Kebutuhan air bersih di daerah penelitian masih tergolong kurang. Sejumlah
tempat sulit mendapatkan air bersih, meskipun daerah penelitian sebagian besar
dilewati aliran Kali Oyo. Hal ini disebabkan karena litologi pada daerah penelitian
yang umumnya sedimen karbonatan tidak produktif sebagai akuifer. Kebanyakan
masyarakat di daerah penelitian memanfaatkan aliran Kali Oyo sebagai sumber air
yang digunakan untuk mandi, mencuci maupun untuk mengairi persawahan (Gambar
VI.1). Meskipun kandungan air Kali Oyo berlimpah dan tidak pernah kering, namun
air dari Kali Oyo bukanlah sumber air yang jernih karena berwarna kecoklatan dan
kadang – kadang mengandung lumpur jika musim hujan tiba.
76
Gambar VI.1. Pemanfataan air dari Kali Oyo untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari. (Kamera menghadap utara)
Namun di beberapa tempat tertentu,terutama di Desa Klayar potensi air bersih
cukup melimpah sehingga warga dan pemerintah setempat membangun waduk untuk
keperluan air bersih, irigasi bahkan dijadikan tempat wisata Desa Klayar meskipun
belum banyak masyarakat luar yang mengetahui keberadaan danau tersebut (Gambar
VI.2).
77
Gambar VI.2 . Danau di Desa Klayar yang di gunakan masyarakat sebagai sumber air bersih, irigasi
maupun tempat wisata. (Kamera menghadap barat)
VI.1.2 Sumberdaya tanah
Tanah adalah campuran bagian – bagian batuan dengan material serta bahan
organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat
erosi dan pelapukan karena proses waktu.
Pada daerah penelitian kondisi tanah sangat baik sehingga dimanfaatkan
masyarakat untuk lahan persawahan dan perkebunan, seperti perkebunan jagung,
minyak kayu putih, kacang tanah dan singkong.
78
Gambar VI.3.Pemanfaatan sumberdaya tanah di daerah penelitian (Kamera menghadap selatan)
VI.1.3 Potensi bahan galian
Selain air dan tanah, bahan galian juga sangat erat kaitannya dengan
kehidupan manusia sehari-hari yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat setempat. Karena daerah penelitian didominasi oleh litologi batugamping,
maka potensi bahan galian yang ada pada daerah penelitian yaitu penambangan
batugamping.
79
Batugamping
Potensi batugamping pada daerah penelitian cukup besar karena litologi
penyusun daerah penelitian didominasi oleh batuan karbonat. Penambangan
batugamping di daerah penelitian masih bersifat sederhana dan dilakukan oleh
masyarakat sekitar. Penambangan batugamping ini umumnya digunakan sebagai
bahan bangunan untuk rumah masyarakat, bahan untuk penstabilan jalan dan juga
sebagian besar diekspor ke Bali yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
ukiran patung dan lain sebagainya.
Gambar VI.4. Penambangan batugamping di Desa Kedungkeris Kecamatan Bulu (Kiri) Penambangan
batugamping di Desa Bejiharjo (Kanan). (Kamera menghadap selatan)
80
VI.2 Bencana Geologi
Bencana merupakan suatu kejadian yang datang secara tiba-tiba dan
menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Bencana bisa berlansung dalam
jangka waktu yang cepat maupun lambat. Bencana terjadi karena adanya pengaruh
kondisi geografis dan geologi dari suatu daerah. Pada daerah penelitian, bencana
geologi yang sering terjadi adalah bencana banjir.
Banjir
Kondisi litologi daerah penelitian yang potensial sebagai tempat mengalirnya
mata air, baik mata air dipermukaan tanah maupun sungai bawah tanah, menjadikan
daerah penelitian beresiko bencana yaitu bencana banjir. Faktor yang mempengaruhi
salah satunya adalah karena terdapat sungai Oyo dan juga sungai bawah tanah.
Apabila musim hujan melanda daerah penelitian sering diterpa banjir karena
meluapnya air pada sungai Oyo maupun sungai bawah tanah. Meskipun tidak pernah
menimbulkan korban jiwa, akan tetapi bencana banjir sering merugikan masyarakat
setempat karena mengganggu aktivitas para wisatawan sehingga keuntungan yang
diraih masyarakat setempatpun berkurang.
BAB VII HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS
POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL
VII.1 Latar Belakang
Studi khusus dengan judul “HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT
DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL“ ini
dilatar belakangi oleh keingintahuan penyusun tentang faktor – faktor apa saja yang
turut berperan serta dalam pembentuukan Gua Pindul, yang dilakukan berdasarkan
analisa petrografi litologi penyusun dan analisa porositas.
Gua Pindul merupakan salah satu objek wisata yang terletak di daerah
Bejiharjo Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul. Gua Pindul sudah
terkenal sejak tahun 2010, meskipun di daerah Gunungkidul terdapat banyak gua,
akan tetapi Gua Pindul masih menduduki peringkat pertama sebagai tempat wisata
favorit karena memiliki banyak keunikan. Salah satu keunikan dari gua ini adalah
karena terdapat stalaktit dan stalakmit dalam jumlah yang banyak dan berukuran
besar dan masih terus berproses. Gua Pindul berada pada koordinat 7°55’42” dan
110°38’53” dengan panjang ± 300 m yang terbagi dalam 3 (tiga) zona, yakni zona
terang, gelap dan kemudian terang lagi.
Bagaimana dengan pembentukkan Gua Pindul ?
Jawaban ini mengacu pada sebuah kalimat “The Present Is The Key To The Past”
sebagaimana yang kita ketahui, segala sesuatu yang terjadi saat ini pasti melalui
proses yang begitu panjang pada masa lampau begitu pula dengan pembentukkan Gua
82
Pindul. Selain karena litologi, masih banyak hal-hal lain yang turut serta dalam
pembentukkan goa ini, salah satunya adalah jenis porositas dari litologi batuan
penyusun yang bersifat karbonatan. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul, maka
diperlukan studi khusus.
Gambar VII.1. Kenampakan Gua Pindul (Kamera menghadap timur)
VII.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis fasies dan porositas
batuan karbonat. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan antara
fasies dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul.
83
VII.3. Batasan Masalah
Study khusus ini dilakukan dengan cara memetakan daerah study khusus yaitu
Gua Pindul yang terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo dengan skala
1 : 5000. Banyak para ahli yang membahas tentang fasies batugamping dengan
menggunakan cara yang berbeda dan di daerah tertentu. Namun dalam studi fasies
satuan batuan karbonat ini, menggunakan analisis petrografi yang mengacu pada
klasifikasi Dunham (1962) kemudian untuk mengetahui fasiesnya penyusun
mengarah ke pendekatan fasies model Wilson (1975). Sedangkan untuk jenis
porositas, penyusun menggunakan metode petrofisik untuk menguji sifat fisik batuan
menggunakan metode analisis uji sifat batuan yang dilakukan di laboratorium
AKPRIND Yogyakarta, dan hasil perhitungan porositas akan dimasukkan dalam
klasifikasi CEGM dan Lemmans (1979).
VII.4 Dasar Teori
VII.4.1 Batugamping
Batugamping merupakan batuan karbonat yang terdiri dari hampir seluruhnya
kalsium karbonat (CaCO3), atau secara spesifik adalah merupakan suatu batuan
sedimen karbonat yang mengandung lebih dari 95% kalsit dan kurang dari 5%
dolomit ( Reijes dan Hsu, 1986 dalam Widada, 1999 ). Sistem pengendapan batuan
karbonat berbeda dengan sistem pengendapan batuan sedimen klastik lainnya. Pada
proses pengendapan batuan karbonat, diperlukan suatu kondisi lingkungan tertentu
yang memenuhi persyaratan, seperti: pengaruh sedimen klastik asal darat, pengaruh
iklim dan suhu, pengaruh kedalaman, serta pengaruh mekanik, untuk proses
84
pertumbuhan dan perkembangan kehidupan organisme dengan baik. Organisme juga
sangat berperan dalam pembentukan batuan karbonat, yaitu sebagai penghasil unsur
CaCO3.
Klasifikasi batugamping menurut beberapa ahli dalam Widada (1999), yaitu:
1. Pettijohn (1957 dan 1962)
Mengklasifikasi batuan karbonat menjadi 3 komponen utama, yang berdasarkan
genesanya, yaitu: batugamping autocthonous, batugamping allocthonous dan
batugamping metasomatik.
2. Folk (1962)
Membuat klasifikasi batugamping berdasarkan 3 komponen utama batuan
karbonat, yaitu: butiran, sparit dan mikrit.
3. Dunham (1962)
Membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur pengendapan, yaitu: butiran
didukung oleh lumpur, butiran saling menyangga, komponen yang saling terikat
pada waktu pengendapan dengan dicirikan adanya struktur tumbuh dan tekstur
pengendapan yang tidak teramati dengan jelas.
4. Embry dan Klovan (1971)
Merupakan modifikasi dari klasifikasi yang diusulkan oleh Dunham, 1962, dengan
pembagian: batugamping allocthonous dan batugamping autocthonous.
85
5. Plumley et. al (1962)
Mengklasifikasi batuan karbonat berdasarkan indeks energinya, yaitu pada kondisi
air laut yang tenang, pada kondisi air laut yang sedikit bergelombang, pada kondisi
air laut yang bergelombang lemah, pada kondisi air laut yang bergelombang
sedang, pada kondisi air laut yang bergelombang kuat.
6. Koesoemadinata (1981).
Klasifikasi berdasarkan pada beberapa modifikasi dari beberapa klasifikasi batuan
karbonat, dan dari klasifikasi ini diperoleh type gamping utama, yang
pemakaiannya ditekankan pada pengenalan dilapangan, pengenalan tekstur dan
pengenalan jenis butirannya, yaitu type gamping kerangka, type gamping klastik,
type gamping afanitik, type gamping kristalin.
Dari beberapa klasifikasi diatas, dalam pembahasan ini menggunakan
klasifikasi dari Dunham (1962) yang berdasarkan tekstur pengendapannya, karena
pada daerah penelitian sangat mudah dikenali dengan menggunakan klasifikasi ini.
86
Tabel VII.1. Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham yang dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (dalam Gary Nichols , 2009)
87
Pembagian fasies didasarkan atas beberapa aspek, (Said, 1992) yaitu :
- Produk batuan
- Genesa atau proses terbentuknya batuan
- Lingkungan dimana batuan terbentuk
- Aspek tektonik
Menurut Hukum Walter (Walter Law’s of Facies, 1984) variasi sedimen
untuk fasies yang sama adalah sama, sedimen pada fasies yang berbeda terletak
sebelah menyebelah. Kontak antar fasies bisa meliputi :
- Kontak non erosional, apabila fasies berkembang dan diikuti dengan fasies yang
lain sesuai dengan waktu
- Kontak tegas, apabila erosi tidak ada / tidak berarti, dimana fasies terbentuk
dalam lingkungan pengendapan yang luas dengan dimensi yang besar.
Assosiasi fasies yaitu kumpulan fasies yang terbentuk bersama – sama dan
mempunyai hubungan, baik genesa maupun lingkungannya. Analisa fasies secara
vertikal dan teratur disebut sekwen, (Said, 1992)
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan perubahan fasies, (Said, 1992):
- Proses Sedimentasi
Proses sedimentasi sangat berpengaruh dalam distribusi dan perubahan fasies,
yang disebabkan oleh terjadinya progradasi.
88
- Suplai Material
Berpengaruh dalam pembentukan ketebalan fasies dan macam material
sedimennya.
- Iklim
Iklim secara luas memberikan perbedaan “ source area ” dan lingkungan
pengendapan.
- Tektonik
Tektonik merupakan penyebab perubahan fasies secara lokal yang disebabkan
oleh gerak-gerak vertikal dan kemiringan sesar blok.
- Perubahan Permukaan Air Laut
Perubahan permukaan air laut (trangresi atau regresi) akan menyebabkan
terjadinya perubahan kedalaman air laut, sehingga sedimen yang dihasilkan
menjadi berbeda.
- Aktifitas Biologis
Sedimen organik dapat berupa pertumbuhan koral dan organisma lainnya yang
membentuk lapisan cukup tebal. Dengan adanya arus dan erosi, maka akan
terendapkan organisma yang telah mati.
- Komposisi Kimia Air
Salinitas dan komposisi kimia air laut dan danau bervariasi dari tempat yang
satu dengan tempat yang lain sepanjang waktu geologi.
89
- Vulkanisme
Aktifitas volkanisme pengaruhnya lokal, terutama pada sedimen intra basinal.
Adanya gunung – gunung api dan munculnya pulau – pulau adalah penyebab
perubahan lingkungan secara cepat.
Penyususn batugamping menurut Tucker (1991), komponen penyusun
batugamping dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain, matriks dan semen.
1. Non Skeletal grain, terdiri dari :
a. Ooid dan Pisoid
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya
satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti
penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid
memiliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka
disebut pisoid.
b. Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing
yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1
– 0,5 mm. Kebanyakan peloid ini berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga
disebut pellet (Tucker 1991).
c. Agregat dan Intraklas
Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang
tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat
material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah
90
terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur
pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).
2. Skeletal Grain
Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri
dari seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro.
Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam
batugamping (Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga
merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang
waktu geologi (Tucker, 1991).
3. Lumpur Karbonat atau Mikrit
Mikrit merupakan matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada batugamping
hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4
mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak
homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara
kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit
dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang kasar
(Tucker, 1991).
4. Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan
mengisi rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat
berupa kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat.
91
VII.4.2 Fasies Model Wilson ( 1975 )
Wilson (1975) mengemukakan suatu penampang fasies karbonat yang ideal
dengan memperlihatkan jalur fasies secara standar dan interpretasi lingkungan
pengendapan pada tepi paparan berdasarkan kemiringan, umur geologi, energi air,
dan iklim adalah sebagai berikut:
1.Basin Fasies
Lingkungan basin fasies merupakan lingkungan yang terlalu dalam dan
gelap bagi kehidupan organisme benthonik dalam menghasilkan karbonat,
sehingga adanya karbonat hanya tergantung kepada pengisian oleh material yang
berukuran butir sangat halus dan merupakan hasil runtuhan plangthonik.
2. Open Shelf Fasies
Open shelf fasies merupakan lingkungan air yang mempunyai kedalaman
dari beberapa puluh meter sampai beberapa ratus meter, umumnya mengandung
oksigen, berkadar garam yang normal dan mempunyai sirkulasi air yang baik.
3. Toe of Slope Karbonat Fasies
Toe of Slope Karbonat Fasies merupakan lingkungan yang berupa lereng
cekungan bagian bawah, dengan material – material endapannya yang berasal dari
daerah – daerah yang dangkal. Kedalaman, kondisi gelombang, dan kandungan
oksigen masih serupa dengan fasies 2.
92
4. Fore Slope Fasies
Fore Slope Fasies merupakan lingkungan yang umumnya terletak diatas
bagian bawah dari "oxygenation level" sampai diatas batas dasar yang
bergelombang, dengan material endapannya yang berupa hasil rombakan.
5. Organic ( ecologic ) Reef Fasies
Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari
ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan
organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas
permukaan dan terjadinya sedimentasi.
6. Sand on Edge of Platform Fasies
Sand on Edge of Platform Fasies merupakan daerah pantai yang dangkal,
daerah gosong - gosong pada daerah pantai ataupun bukit – bukit pasir.
Kedalamannya antara 5 – 10 meter sampai diatas permukaan laut, pada lingkungan
ini cukup memperoleh oksigen, akan tetapi jarang dijumpai kehidupan organisme
laut.
7. Open Platform Facies
Open Platform Facies terletak pada selat, danau dan teluk dibagian belakang
daerah tepi paparan. Kedalamannya pada umumnya hanya beberapa puluh meter
saja, dengan kadar garam yang bervariasi dan sirkulasi airnya sedang.
93
8. Restricted Platform Facies
Restricted Platform Facies merupakan endapan sedimen yang halus yang
terjadi pada daerah yang dangkal, pada telaga ataupun danau. Sedimen yang lebih
kasar hanya terjadi secara terbatas yaitu pada daerah kanal ataupun pada daerah
pasang surut. Lingkungan ini terbatas untuk kehidupan organisme, mempunyai
salinitas yang beragam, kondisi reduksi dengan kandungan oksigen, sering
mengalami diagenesa yang kuat.
9. Platform Evaporite Facies
Platform Evaporite Facies merupakan lingkungan supratidal dengan telaga
pedalaman dari daerah ambang terbatas atau " restricted marine " yang berkembang
kedalam lingkungan evaporite ( sabkha, salinitas dan bergaram ). Mempunyai iklim
panas dan kering, kadang – kadang terjadi air pasang. Proses penguapan air laut
yang terjadi akan menghasilkan gypsum dan anhidrit.
94
VII.4.3 Porositas
Porositas suatu medium adalah perbandingan volume rongga - rongga pori
terhadap volume total seluruh batuan. Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam
persentase dan disebut porositas.
Menurut Koesoemadinata, R.P, (1980), porositas dapat berkisar nol sampai
besar sekali, namun biasanya berkisar antara 5 % sampai 40 %. Secara teoritis
porositas tidak lebih besar dari 47,6 %. Hal ini disebabkan karena pengaruh susunan
butir terhadap porositas. Untuk menentukan porositas dapat ditentukan dengan
berbagai cara (Koesoemadinata, R.P., 1980), yaitu :
• Dilaboratorium, dengan porosimeter yang berdasarkan hukum Darcy (1956),
dalam Hardiatmo H.C., 1992, (hubungan antara kecepatan dan gradient hidrolik).
• Dari log listrik, sonik, radioaktif.
• Log kecepatan pemboran
• Pemeriksaan dan perkiraan secara mikroskopis
• Dari hilangnya inti pemboran
Porositas merupakan ukuran ruang-ruang kosong dalam suatu batuan. Secara
definitif porositas merupakan perbandingan antara volume ruang yang terdapat dalam
batuan yang berupa pori-pori terhadap volume batuan secara keseluruhan, biasanya
dinyatakan dalam fraksi. Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan
kapasitas penyimpanan fluida reservoir.
95
Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai : ∅ = -
dimana :
Vb = volume batuan total (volume bulk)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan
Dari hasil perhitungan porositas batuan yang didapatkan hasil nilai
porositas dimasukan dalam tabel porositas berdasarkan klasifikasi CEGM dan
Lemmens (1979).
Tabel VII.2. Tabel porositas berdasarkan klasifikasi CEGM dan Lemmens (1979).
Void Ratio Porosity
Term
> 0,43 0,43 – 0,18 0,18 – 0,05 0,05 – 0,01
< 0,01
>30 30 - 15 15 - 5 5 - 1
< 1
Very High High
Medium Low
Very Low
96
VII.4.4 Klasifikasi porositas pada batuan karbonat
Klasifuikasi porositas menurut waktu dan cara terjadinya,terdiri atas:
1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen
diendapkan.
2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan
sedimen terendapkan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer adalah
batuan konglomerat, batupasir, dan batugamping. Porositas sekunder dapat
diklasifikasikan menjadi 3 golongan , yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatif karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia :
2CaCO3 + MgCl → CaMg(CO3)2 + CaCl2.
Batuan karbonat merupakan batuan reservoir penting untuk minyak dan gasbumi.
Dari 75 % daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen, kira-kira 1/5 dari massa
sedimen ini terdiri dari batuan karbonat (gamping dan dolomit).
97
Menurut Choquette dan Pray (1970), porositas pada terumbu dapat diklasifikasikan
menjadi 3 (tiga), yakni:
1. Mengikuti pola kemas (Fabric selective), antara lain:
- Inter particle : pori yang terdapat di antara partikel penyusun batuan karbonat
- Intra particle : pori yang terdapat di dalam partikel penyusun batuan karbonat
- Inter crystal : pori yang terdapat di antara kristal-kristal, misalnya pada dolomit
- Mouldic : rongga cetakan akibat larutnya cangkang fosil
- Fenestral : pori yang memanjang searah perlapisan sering terjadi pada alga yang
mengalami retakan-retakan.
- Shelter : pelindung, pori yang berbentuk lensa-lensa kecil akibat hilangnya gas
asal organik yang semula terkubur sedimen.
- Growth framework : pertumbuhan kerangka menghasilkan pori yang terdapat
pada bekas tubuh lunak biota terumbu yang membentuk kerangka.
2. Tidak mengikuti pola kemas (Not fabric selective), antara lain:
- Fractures : retakan atau pori mengikuti arah retakan berupa cela akibat tektonik
yang berupa sesar atau lipatan.
- Channel : saluran, merupakan pelebaran retakan akibat proses pelarutan.
- Vug : gerowong, berupa rongga yang terbentuk karena pelarutan cukup kuat,
lubang mencapai beberapa puluh sentimeter.
- Cavern : gua, rongga besar yang dapat dimasuki manusia, akibat pelarutan yang
sangat kuat.
98
3. Mengikuti pola kemas atau tidak (Fabric selective or not)
- Breccia : breksi sedimenter atau tektonik, membentuk rongga diantara fragmen
breksi.
- Boring : pemboran batuan keras oleh organisme
- Burrow : penggalian oleh aktivitas organisme penggali lumpur
- Shrinkage : penciutan, adalah cela yang terbentuk akibat mengerutnya lumpur
karbonat waktu kering.
VII.4.5 Faktor-faktor penentu porositas
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan
butir berbentuk kubus mempunyai porositas lebih baik dibandingkan bentuk
rhombohedral), kompaksi, dan sementasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi porositas antara lain:
- Ukuran butir atau grain size
Semakin kecil ukuran butir maka rongga yang terbentuk akan semakin kecil pula
dan sebaliknya jika ukuran butir besar maka rongga yang terbentuk juga semakin
besar.
- Bentuk butir atau sphericity
Batuan dengan bentuk butir jelek akan memiliki porositas yang besar, sedangkan
kalau bentuk butir baik maka akan memiliki porositas yang kecil.
99
- Susunan butir
Apabila ukuran butirnya sama maka susunan butir sama dengan bentuk kubus dan
mempunyai porositas yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk rhombohedral.
- Pemilahan
Apabila pemilahan butiran baik maka ada keseragaman sehingga porositasnya akan
baik pula. Pemilahan yang jelek menyebabkan butiran yang berukuran kecil akan
menempati rongga diantara butiran yang lebih besar akibatnya porositasnya rendah.
- Komposisi mineral
Apabila penyusun batuan terdiri dari mineral-mineral yang mudah larut seperti
golongan karbonat maka porositasnya akan baik karena rongga-rongga akibat proses
pelarutan dari batuan tersebut.
- Sementasi
Material semen pada dasarnya akan mengurangi harga porositas. Material yang
dapat berwujud semen adalah silika, oksida besi, karbonat, dan mineral lempung.
- Kompaksi dan pemampatan
Adanya kompaksi dan pemampatan akan mengurangi harga porositas. Apabila
batuan terkubur semakin dalam maka porositasnya akan semakin kecil yang
diakibatkan karena adanya penambahan beban.
100
VII.5 Pembahasan
VII.5.1 Litologi penyusun
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis petrografi yang
penamaannya mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) dan berdasarkan hasil
pemetaan geologi dengan skala 1 : 5000 Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone
dan Grainstone yang terletak di Formasi Wonosari. Struktur yang berkembang
berupa silangsiur dan perlapisan.
• Boundstone
Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, struktur silangsiur, didukung oleh
kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir
sedang (0,08-1,3)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil
foram besar (Lepidocyclina), coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat.
Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan boundstone ditemukan fosil
foraminifera plankton seperti Globigerinoides trilobus (Reuss),Globigerinoides
diminitus, Globoquadrina dehiscens dan juga terdapat fosil foram besar jenis
Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang,
sebagian telah mengalami rekristalisasi. Terdapat juga fosil foraminifera
benthonik, seperti Nodosaria sp, Dentalina sp.
Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut
menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Bawah N7 - N9 (Lampiran
lepas analisis paleontologi).
101
• Grainstone
Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain
supported) berukuran pasir sedang, pemilihan sedang, komposisi
karbonat,dengan struktur perlapisan, terdiri dari fosil, kalsit, plagioklas ,dan
lumpur karbonat.
Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan fosil
foraminifera plankton seperti Orbulina universa, Globigerina bulbosa (LeRov),
Globoquadrinadehiscens,Globigerinoidesaltiaperturus.
Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, Nonionella sp dan Rotalia sp.
Hadirnya fosil-fosil foraminimera plankton dan benthonik tersebut menunjukkan
satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah N11 - N12 (Lampiran lepas
analisis paleontologi).
VII.5.2 Struktur
Berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan Gua Pindul dengan skala 1 :
5000 yang telah dilakukan, maka diperoleh data tentang struktur geologi yang
mengontrol terbentuknya Gua Pindul adalah struktur sesar geser dengan arah N
85°/8° (timurlaut – baratdaya). Sesar geser yang terjadi pada Gua Pindul merupakan
akibat dari pergerakan sesar geser Oyo yang merupakan sesar utama pada daerah
penelitian. Adapun penciri sesar geser tang terdapat di Gua Pindul adalah dengan
adanya singkapan Grainstone dengan struktur perlapisan yang masih bersifat
102
horizontal (Gambar VII.2) dan bidang patahan yang terdapat pada atap Gua Pindul
dengan kedudukan N 83º E (Gambar VII.3).
Gambar VII.2. Kenampakan struktur perlapisan horizontal pada litologi grainstone
di Gua Pindul (Kamera mengahap baratlaut)
Gambar VII.3. Kenampakan bidang patahan pada atap Gua Pindul
103
VII.5.3 Fasies karbonat
Batuan karbonat pada daerah penelitian secara stratigrafi menumpang diatas
satuan tuf Semilir secara tidak selaras yang lebih tua kemudian di atasnya terdapat
satuan packstone dari Formasi Oyo yang merupakan satuan termuda di daerah
penelitian.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis petrografi yang
penamaannya mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) dan berdasarkan hasil
pemetaan geologi dengan skala 1 : 5000 Gua Pindul tersusun atas batugamping
terumbu yaitu satuan Boundstone dan Grainstone yang terletak di Formasi Wonosari.
Struktur yang berkembang berupa silangsiur dan perlapisan.
Pendekatan dengan fasies model Wilson ( 1975 ) pada litologi penyusun Gua
Pindul, dengan ciri litologinya dapat diketahui bahwa Gua Pindul terbentuk pada
lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari
ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan
organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas
permukaan dan terjadinya proses sedimentasi berupa pelapukan.
VII.5.4 Jenis Porositas
Untuk pengujian porositas, diambil 3 (tiga) sampel, yakni 1 (satu) sampel
grainstone pada pintu masuk gua pindul (A), 1 (satu) sampel boundstone (B) dan 1
(satu) sampel grainstone berlapis (C) pada pintu keluar Gua Pindul. Pengujian
porositas dilakukan dengan menggunakan metode Petrofisik.
104
Adapun urutan atau cara perhitungan pengujian porositas, sebagai berikut:
• Volume Bulk (VB), menggunakan rumus: Panjang x Lebar x Tinggi
• Volume Solid (VS), menggunakan rumus:
Sedangkan untuk mencari porositasnya menggunakan rumus: :
Berdasarkan dari hasil analisis porositas (Lampiran Lepas) maka selanjutnya
hasil analisis dimasukkan dalam klasifikasi porositas dan berdasarkan klasifikasi
CEGM dan Lemmens (1979). Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM
& Lemmens (1979) dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel VII.1).
Tabel VII.3. Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM & Lemmens (1979).
No Hasil analisis batuan Klasifikasi CEGM, 1979, & Lemmens
Porositas Porositas
A 46.07 % Very High
B 20.83 % High
C 25.42 % High
Keterangan : A = grainstone pada pintu masuk B = boundstone pada pintu keluar C = grainstone berlapis pada pintu keluar
105
VII.5.5 Hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas
Berdasarkan dari hasil analisis lapangan dan petrografi dengan menggunakan
metode Wilson (1975) dan jenis porositas dengan menggunakan metode petrofisik
yang mengacu pada klasifikasi CEGM & Lemmens (1979), dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
• Berdasarkan jenis fasies karbonat, Gua Pindul terbentuk pada lingkungan
Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari
ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan
organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada
diatas permukaan dan terjadinya sedimentasi. Karena pada daerah ini masih
dipengaruhi oleh kemiringan yang relatif landai dan energi air yang
mempengaruhi perubahan litologi.
• Litologi penyusun Gua Pindul Satuan grainstone terletak pada bagian bawah
Gua Pindul dengan struktur perlapisan memiliki kemas yang baik, memiliki
ukuran butir yang seragam dan lebih kecil dibandingkan dengan satuan
boundstone. Hal ini mengakibatkan jenis porositas pada satuan grainstone
lebih tinggi (very high) dibandingkan dengan satuan boundstone. Sedangkan
satuan boundstone sebagai atap Gua Pindul memiliki ukuran butir yang tidak
seragam dan lebih banyak mengandung kalsit dan berpotensi untuk terjadi
proses pelarutan berupa terbentuknya stalaktit dan stalakmit (Gambar VII.5),
106
hal ini mengakibatkan jenis porositas pada boundstone dikategorikan dalam
jenis high.
Gambar VII.4. Kenampakan kontak antara boundstone dan grainstone pada pintu keluar Gua Pindul. (Kamera menghadap timur)
Gambar VII.5. Kenampakan pertumbuhan stalaktit yang masih berproses sampai saat ini.
BAB VIII KESIMPULAN
1. Geomorfologi daerah penelitian terbagi dalam 4 (empat) satuan geomorfologi,
yaitu Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan
Geomorfologi Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin
Terdenudasi (D1), dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1).
2. Stratigrafi daerah penelitian diawali dengan lingkungan Neritik Luar di mana
diendapkan satuan Tuf pada Kala Miosen Awal (N5 - N6), kemudian di atasnya
secara tidak selaras diendapkan satuan Boundstone pada Kala Miosen Awal Akhir
– Miosen Tengah (N7 - N9), lalu diendapkan satuan Grainstone pada kala Miosen
Tengah (N11-N12), kemudian diendapkan lagi satuan Packstone pada Kala
Miosen Awal (N11-N15), yang memiliki hubungan saling memasuki (menjari).
Setelah pengendapan satuan Tuf, Boundstone, Grainstone dan Packstone, terjadi
pendangkalan dan pengangkatan yang cukup kuat sehingga mengangkat semua
jenis batuan pada kondisi darat. Bersamaan dengan itu mulai terjadi proses erosi
sehingga pada kala holosen hasil erosi diendapkan sebagai endapan aluvial yang
hingga sekarang (Resen) masih berlangsung.
3. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yaitu struktur lipatan
berupa antiklin Grogol, struktur kekar berupa kekar gerus dan kekar tarik, struktur
sesar berupa sesar geser Oyo dan sesar naik Pindul
4. Aspek geologi lingkungan pada daerah penelitian berupa potensi air, tanah dan
108
potensi bahan galian berupa batugamping. Sedangkan potensi bencana yang timbul
berupa bencana banjir.
5. Litologi penyusun pembentukkan Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone
dan Grainstone. Berdasarkan Fasies Karbonat yang berdasarkan pada analisis
petrografi yang mengacu pada Fasies Model Wilson, menyatakan bahwa Gua
Pindul terbentuk pada lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies, karena pada
daerah ini ekologinya tergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertum-
buhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme bagian yang ada
diatas permukaan dan terjadinya sedimentasi dan memiliki jenis porositas antara
high – very high.
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, S., 1974, Evolusi Geologi Jateng dan Sekitarnya Ditinjau dari Segi Tektonik Dunia yang Baru, Bandung. Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol IA, The Haque Martinus
Nijhoff. Howard, A.D., 1967, Drainage Analysis in Geologic Interpretation, AAPG Bulletin,
vol.51. Koesoemadinata, R.P., 1981, Prinsip-prinsip Sedimentasi, Departemen Teknik
Geologi, Institut Geologi Bandung. Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology, An Introduction to the Study of Landscape,
New York : MCgraw-Hill Book Company Inc. Marks, P., 1961 , Stratigrapy Lexicon of Indonesia, Kementerian Perekonomian Pusat
Djawatan Geologi Bandung, Publikasi Keilmuan, No. 31, seri Geologi. Anonim, 1999, Panduan Praktikum Geomorfologi IV, 1999, Laboratorium
Geodinamik Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada. Sarira, Jumiko, 2004, Petrologi Batuan Sedimen, Diktat Kuliah Universitas Negeri
Papua. Scoffin.T.P, 1987, An Introduction to Carbonate Sediments and Rocks, Blackie &
Son ltd, London, 274 P. Surono, Toha. B, Sudarno,1992, Peta Geologi Lembar Surakarta – Giritontro Skala
1:100.000, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung. Selley, R.C., 1976, An Introduction of Sedimentology, Academic Press. Soekardi, M., 1985, Geologi Dasar, Diktat Kuliah Institut Sains & Teknologi
Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan. Sukandarrumidi, 1994, Geologi Sejarah, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Widada, Sugeng, 1999, Metode Analisa Batuan Karbonat, Laboratorium
Sedimentologi Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral. UPN Veteran, Yogyakarta.
Williams, H. Turner, F.J., dan Gilbert, C.M., 1982, Petrography and Introduction to The Study of Rock in Thin Section, San Fransisco : Freeman and Company. Zuidam, R.A. Van, 1983, Guide to Geomorphology Aerial Photographic
Interpretation and Mapping, Netherlands : ITC. Stiawan L.B, dkk http://geoling7.blogspot.com/2011/10/pengertian-geologi-
lingkungan.html Kamis, 27 Oktober 2011 Hidayat Rahmat, http://forester-untad.blogspot.com/2013/04/ilmu-tanah-pengertian-
tanah-menurut.html. Senin 1 April 2013
110
No. Date Location Code
Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip
Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)
1. 01/Juni LP 1 Goa Pindul 0461190 9123706 165 Gamping Terumbu
Warna segar putih kekuningan, karbonat, non klastik N 216oE/3o Ada data
kekar LP 1
2. 01/Juni LP 2 Gelaran 0460402 9123366 183 Gamping Terumbu
Warna segar putih kekuningan, karbonat, non klastik -
3. 01/Juni LP 3 Grogol 0458867 9121917 226 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 285oE/4o
Analisis Pekro +
fosil LP 3
4. 01/Juni LP 4 Grogol 0459885 9121968 207 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 105oE/4o - -
5. 01/Juni LP 5 Bendungan 0460347 9121960 192 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis - - -
6. 01/Juni LP 6 Grogol 0460279 9120386 213 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat - Analisis
petro LP 6
7. 01/Juni LP 7 Nglampar 0461125 9120638 201 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat - - -
8. 01/Juni LP 8 Nglampar 0461905 9120577 195 Grainstone Warna segar putih kekuningan Warna lapuk hitam N 115oE/5o
9. 01/Juni LP 9 Gondang 0462837 9121924 198 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis - - -
10. 01/Juni LP 10 Gelaran 0463007 9122882 188 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat - - -
11. 01/Juni LP 11 Karanganom 0462230 9123128 189 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 115oE/15o
12. 01/Juni LP 12 Gelaran 0461782 9122843 192 Boundstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 115oE/15o - -
13. 01/Juni LP 13 Gunung Bang 0461983 9123242 192 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 146oE/12o
14. 01/Juni LP 14 Gunung Bang 0464379 9124079 173 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
15. 01/Juni LP 15 Sokoliman 0462347 9125173 208 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
16. 01/Juni LP 16 Sokoliman 0462759 9125752 214 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 64oE/4o
17. 01/Juni LP 17 Sokoliman 0462669 9126792 207 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 85oE/8o
111
No. Date Location Code
Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip
Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)
18. 01/Juni
LP 18 Anak Sungai Oyo
0462235 9127469 168 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 85oE/9o
19. 01/Juni
LP 19 Kali Oyo 0461908 9128000 174 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 75oE/7o
20. 01/Juni
LP 20 Katongan 0461510 9128555 182 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 79oE/10o
21. 01/Juni \
LP 21 Kepoh 0460958 9129989 182 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 73oE/12o Analisis
Petro LP 21
22. 02/Juni
LP 22 Anak Sungai Oyo
0461741 9124113 166m Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
23. 06/Juni
LP 23 Bulu 0459705 9124143 194 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
24. 06/Juni
LP 24 Bulu 0459896 9124519 166 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik - Bahan
Galian
25. 06/Juni
LP 25 Bulu 0460045 9124830 172 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 183oE/9o
26. 06/Juni
LP 26 Bulu 0459500 9124897 194 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik - Bahan
Galian
27. 06/Juni
LP 27 Bulu 0459380 9124953 187 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, N 95oE/11o
28. 06/Juni
LP 28 Bulu 0459162 9125298 161 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 65oE/5o Analisis
Fosil LP 28
29. 06/Juni
LP 29 Bulu 0459983 9125440 160 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 105oE/5o
30.
LP 30 Ngawis 0459532 9125498 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 100oE/5o
31.
LP 31 Gunungbang 0461114 9125097 186 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 105oE/11o
32.
LP 32 Cerbon 0460488 9125518 208 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 65oE/20o
33.
LP 33 Nglipar 0460213 9126604 225 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
34. LP 34 Nglipar 0459555 9126819 214 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 80oE/9o
112
No. Date Location Code
Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip
Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)
35. 06/Juni LP 35
Perkebunan 0458931 9126915 213 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, N 80oE/6o
36. 06/Juni
LP 36 Sumberejo 0458780 9128551 246 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 65oE/9o
37. 06/Juni
LP 37 Sumberejo 0459183 9128117 225 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 65oE/10o
38. 06/Juni
LP 38 Mengger 0459851 9128172 239 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 70oE/9o
39. 06/Juni LP 39 Mengger 0460620 9128304 246 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis ,klastik
N 95oE/11o
40. 06/Juni
LP 40 Mengger 0460840 9127737 230 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
41. 08/Juni
LP 41 Anak kali Oyo 0461979 9126457 177 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 94oE/4o
42. 08/Juni
LP 42 Kali Oyo 0461580 9125810 169 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 145oE/6o Analisis petro
+ fosil LP42
43. 08/Juni LP 43 Temugiring 0461511 9127043 192 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 104oE/6o
44. 08/Juni
LP 44 Temugiring 0460804 9127259 203 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 56oE/9o
45. 08/Juni LP 45 Temugiring 0460225 9127448 225 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 54oE/11o
46. 08/Juni
LP 46 Sumberejo 0458882 9128876 227 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
47.
LP 47 Sumberejo 0459512 9128926 243 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
48.
LP 48 Kepohsari 0460121 9129057 227 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik N 79oE/9o
49.
LP 49 Jeruklegi 0462449 9129367 227 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
50.
LP 50 Gabang 0467568 9128553 204 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
51. 09/Juni
LP 51 Watusigar 0465553 9129237 199 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
113
No. Date Location Code
Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip
Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)
52. 09/Juni LP 52
Watusigar 0465010 9128993 172 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
53. 09/Juni LP 53
Watusigar 0465351 9129645 166 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
54. 09/Juni LP 54
Dungmas 0464110 9129096 160 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik
55. 09/Juni LP 55
Dungmas 0464013 9129521 163 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
56. 09/Juni LP 56
Tegalsari 0465213 9128000 167 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
57. 09/Juni LP 57
Tegalsari 0464662 9129942 168 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
58. 09/Juni LP 58
Tegalsari 0464443 9128571 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 75oE/9o
59. 09/Juni LP 59
Tegalsari 0463973 9127770 171 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
60. 09/Juni LP 60 Tegalsari 0464991 9127770 163 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
61. 09/Juni LP 61
Gabang 0467633 9128214 204 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
62. 09/Juni LP 62 Kerdon 0464101 9127119 184 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
63. 09/Juni LP 63
Kerdon 0464802 9127096 191 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
64. 09/Juni LP 64
Kerdon 0465063 9126901 184 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -
65. 09/Juni LP 65
Kerdon 0463459 9125641 166 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 173oE/13o
66. 09/Juni LP 66 Kerdon 0463761 9126009 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 176oE/11o Analisis
petro + fosil LP66
67. 09/Juni LP 67
Kedungdowo 0464221 9125871 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik --
68. 09/Juni LP 68
Kedungdowo 0463119 9125000 158 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
114
No. Date Location Code
Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip
Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)
69. 09/Juni LP 69
Kedungdowo 0464631 9125549 163 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, -
70. 09/Juni LP 70
Kedungdowo 0465513 9125937 243 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
71. 09/Juni LP 71
Branjang 0463337 9123741 203 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
72. 09/Juni LP 72
Branjang 0463501 9123621 171 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 120oE/15o
73. 09/Juni LP 73
Branjang 0463996 9123754 165 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -
74. 09/Juni LP 74
Melikan 0463291 9123206 161 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik
N 110oE/11o
75. 09/Juni LP 75
Melikan 0463720 9123401 163 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 200oE/5o
76. 09/Juni LP 76
Melikan 0463553 9123020 158 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
77. 09/Juni LP 77 Ganang 0454110 9122993 161 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
78. 09/Juni LP 78
Ganang 0463793 9122846 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
79. 09/Juni LP 79 Gendangrejo 0463345 9122941 179 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
80. 09/Juni LP 80
Gendangrejo 0463513 9122601 178 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -
81. 09/Juni LP 81
Tuwuhan 0466131 9126453 202 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat - Analisis
petro LP81
82. 09/Juni LP 82
Ngringin 0466189 9126453 201 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
83. 09/Juni LP 83 Candi Tujuh 0466876 9126243 247 Tuff
Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
84. 09/Juni LP 84
Candi Tujuh 0466961 9126000 231 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat - Analisis
petro LP 84
85. 09/Juni LP 85
Sawahan Lima 0466214 9125167 204 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
115
No. Date Location Code
Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip
Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)
86. 11/Juni LP 86
Wonoroto 0467247 9123943 245 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat - Analisis
Petro LP 86
87. 11/Juni LP 87
Banjardowo 0465901 9123546 191 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
88. 11/Juni LP 88
Banjardowo 0466654 9123271 232 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
89. 11/Juni LP 89
Banjardowo 0467346 9123307 243 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
90. 11/Juni LP 90
Karangwetan Dua
0466119 9122741 197 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
91. 11/Juni LP 91
Karangwetan Dua
0467097 9122903 202 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
92. 11/Juni LP 92
Karangwetan Dua
0467897 9122351 201 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -
93. 11/Juni LP 93
Karangwetan Satu
0466909 9122557 211 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
94. 11/Juni LP 94 Karangwetan Satu
0466213 9122213 180 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -
95. 15/Juni LP 95
Gentungan 0466198 9122207 191 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
96. 15/Juni LP 96 Gentungan 0466731 9122106 183 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
97. 15/Juni LP 97
Gentungan 0467813 9122309 203 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 120oE/7o
98. 15/Juni LP 98
Sumberejo 0465631 9121993 187 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
99. 15/Juni LP 99
Gentungan 0465811 9121644 199 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -
100. 15/Juni LP 100 Gentungan 0467513 9121495 194 Packstone
Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -
101. 15/Juni LP 101
Karangmojo 0464988 9121099 173 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik - Analisis
fosil + petro LP101
102. 15/Juni LP 102
Karangmojo 0465431 9120993 171 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 210oE/4o
116
No. Date Location Code
Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip
Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)
103. 15/Juni LP 103
karangmojo 0466000 9120706 173 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik
-
104. 15/Juni LP 104
karangmojo 0466710 9120706 172 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik
-
105. 15/Juni LP 105
Genjahan 0467430 9120693 169 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik
-
106. 15/Juni LP 106
Gelaran 0461676 9123706 178 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat ,non klastik -
107. 15/Juni LP 107
Gelaran 0461803 9123643 161 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik
N 185oE/5o
108. 15/Juni LP 108
Gelaran 0462121 9123577 166 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik
N 120oE/5o
109. 15/Juni LP 109
Gelaran 0461198 9122846 170 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik, N 1145oE/6o
110. 15/Juni LP 110
Gelaran 0460901 9122971 186 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik N 220oE/6o Analisis
fosil + petro LP110
111. 15/Juni LP 111 Gelaran 0461096 9123114 191 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik, -
112. 15/Juni LP 112
Gelaran 0460903 9123547 190 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik -
113. 15/Juni LP 113 Gelaran 0461500 9123217 188 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik - Analisis
fosil + petro LP113
114. 15/Juni LP 114
Goa Pindul 0461124 9123822 189 Gamping Terumbu
Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik Analisis
Petro LP 114
117
No. Sayatan : 81 A Jenis Batuan : Tuf Nama lapangan : Tuf Perbesaran : 40 X Cross nikol
3
2 3
1
1
4
0 0,5 mm Keterangan : 1. Fragmen Batuan 2.Feldspar 3Kwarsa 4.Min opak 5. Gelas Volkanik Paralel nikol
118
DISKRIPSI MIKROKOPIS:
Sayatan tipis sedimen, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik dengan komposisi didominasi butiran feldspar, fragmen batuan,kwarsa dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,4mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar gelas volkanik.
Fragmen batuan (36%), abu-abu kecoklatan, berupa batuan beku dan batuan sedimen dengan ukuran butir 0,1-0,4 mm, bentuk menyudut tanggung – membulat tanggung
KOMPOSISI MINERAL:
Feldspar (12%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,08-0,3mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas.
Kwarsa (10%), tidak berwarna, relief rendah, berukuran 0,02–0,08mm, indeks bias n>nkb, hadir merata dalam sayatan
Mineral opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,03-0,06mm.
Gelas volkanik (22%), tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol
bewarna gelap, dengan Keping gips bewarna ungu muda
berkabut sebagian berubah menjadi mineral lempung.
Nama : Tuffaceous Lithic Wacke (Klasifikasi Gilbert, 1982)
119
No. Sayatan : 81 B Jenis Batuan : Btaupasir Nama lapangan : Pasir karbonat Perbesaran : 40 X Cross nikol
3
1
3
3
2
0 0,5 mm Keterangan : 1..Feldspar 2. Kwarsa .3 Fosil 4. Mineral Opak 5. Min Lempung 6.Lumpur Karbonat Paralel nikol
120
PEMERIAN MIKROSKOPIS:
Sayatan batuan sedimen, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, komposisi terdiri dari feldspar, fosil, kwarsa, dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,2mm (silt-very fine sand), bentuk butir menyudut-membulat tanggung. Butiran mengambang dalam mineral lempung dan lumpur karbonat.
KOMPOSISI MINERAL:
Feldspar (18%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,05-0,2mm (silt-very fine sand), bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas dan ortoklas
Fosil (12%), tidak berwarna–kecoklatan, bias rangkap ekstrim, relief sedang, bentuk sebagian besar dalam keadaan pecah (skeletal), berukuran 0,08–0,1 mm, berupa foraminifera kecil.
Kwarsa (7%), tidak bewarna-kuning orde I, relief rendah, indeks bias n>nkb, pemadaman bergelombang, ukuran butir 0,05-0,1mm (coarse silt-fine sand), bentuk butir membulat tanggung.
Min. opak (3%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,05-0,08 mm. Min Lempung (32%), kuning kecoklatan, relief bervariasi, berukuran sangat
halus, warna interferensi abu-abu gelap orde I
Lumpur Karbonat (28%), coklat kekuningan, bias rangkap kuat (ekstrim) Nama : Calcareous Sandy Mudstone (Gilbert, 1982)
121
No. Sayatan : LP 84 Jenis Batuan : sedimen Nama lapangan : Tuf Perbesaran : 40 X Cross nikol
5
3 2
4 1
0 0,5 mm Keterangan : 1. Plagioklas 2. Hornblende 3.Kwarsa 4.Min opak 5. Gelas Volkanik Paralel nikol
122
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan , tekstur klastik, ukuran butir lempung- pasir halus, komposisi terdiri dari gelas volkanik, plagioklas, hornblende, kwarsa dan mineral opak. Tampak sebagian besar gelas telah terubah menjadi mineral lempung . Deskripsi Mineral : Plagioklas (32%) : Tidak berwarna-putih- abu-abu, berukuran (0,08-0,2)mm,
bentuk anhedral – subhedral, relief rendah, jenis Andesin An 44.
Kwarsa (14%) : tidak berwarna, relief rendah, indeks bias n>nkb,
berukuran 0,05–0,09mm, pemadaman bergelombang, bentuk menyudut tanggung.
Hornblende (10%) :Warna kuning kecoklatan, berukuran (0,06 - 0,1)mm,
bentuk anhedral – subhedral, relief tinggi, pleokroime
kuat, sebagian besar.
Mineral opak (4%) : Warna hitam, kedap cahaya, berukuran (0,06-0,08) mm, penyebaran tidak merata.
Gelas Volkanik (58%) : Tidak berwarna, nikol silang berwarna gelap, dengan keping gip, berwarna violet, terdapat lubang-lubang gas, sebagian telah lapuk menjadi lempung.
Nama Batuan : Crystal tuff (Pettijohn, 1975)
123
No. Sayatan : LP 86 Jenis Batuan : Tuf Nama lapangan : Tuf Perbesaran : 40 X Cross nikol
1
3 5
2 4 6
0 0,5 mm Keterangan : 1 Feldspar 2 .Fragmen batuan 3. Hornblende 4. Kwarsa 5. Min opak 6. Gelas Volkanik Paralel nikol
124
Sayatan batuan sedimen, warna abu-abu kecoklatan- keputihan, tekstur klastik, komposisi terdiri dari feldspar, fragmen batuan, hornbelnde, kwarsa, dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,06-0,4 mm (very fine sand), bentuk butir menyudut-membulat tanggung,tertanam dalam masa gelas volkanik yang sebagian berubah jadi lempung dan lumpur karbonat.
PEMERIAN MIKROSKOPIS:
KOMPOSISI MINERAL:
Feldspar (28%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,06-0,3 mm (fine sand), bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas dan ortoklas
Fragmen batuan (10%), abu-abu kecoklatan, berupa batuan beku dan batuan sedimen dengan ukuran butir 0,2-0,4 mm, bentuk menyudut tanggung – membulat tanggung.
Hornblende (10%) :Warna kuning kecoklatan, berukuran (0,1-0,31)mm, bentuk anhedral – subhedral, relief tinggi, , pleokroime kuat.
Kwarsa (3%), tidak bewarna-kuning orde I, relief rendah, indeks bias n>nkb, pemadaman bergelombang, ukuran butir 0,03-0,05mm (coarse silt-fine sand), bentuk butir membulat tanggung.
Min. opak (5%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,05-0,1 mm. Gelas volkanik (32%) : Tidak berwarna, nikol silang berwarna gelap, dengan
keping gip berwarna ungu, telah lapuk menjadi lempung. Lumpur karbonat (12%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning
orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi
Nama Batuan : Tuffaceous feldspathic wacke (Gilbert, 1982)
125
No. Sayatan : LP 1 Jenis Batuan: Batugamping Terumbu Nama lapangan : Boundstone Perbesaran : 40 X Cross nikol
1
1
3
2
0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat Paralel nikol
126
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir sedang (0,08-1,3)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat di Deskripsi mineral : Fosil (84%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,3-
1,3) mm, berupa fosil foram besar jenis Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Kalsit (8%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV
Lumpur karbonat (8%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit.
Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)
127
No. Sayatan : LP 110 Jenis Batuan : Batugamping Karbonat Nama lapangan : Gamping Terumbu Perbesaran : 40 X Cross nikol
1
3
1
1
2 1
0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat Paralel nikol
128
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir halus (0,08-0,8)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (90%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,3-
0,8) mm, berupa fosil foram besar jenis Lepidocyclina, coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Kalsit (8%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV
Lumpur karbonat (2%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit.
Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)
129
No. Sayatan : LP 113 Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Nama lapangan : Gamping terumbu Perbesaran : 40 X Cross nikol
3
1
1
2
1
0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat Paralel nikol
130
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir halus (0,08-0,6)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar dan kecil, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (74%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,3-
0,6) mm, berupa fosil foram besar, foram kecil, dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Kalsit (18%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV
Lumpur karbonat (8%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit.
Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)
131
No. Sayatan : LP 3 Jenis Batuan: Gamping Karbonat Nama lapangan : Grainstone Perbesaran : 40 X Cross nikol
1
4
2
3
1
0 0,5 mm Keterangan : 1.. Fosil 2.Feldpasr 3.Kalsit 4. Lumpur karbonat Paralel nikol
132
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (42%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,09-
0,5) mm, berupa fosil foram besar bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Feldspar (42%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,08–0,2) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.
Kalsit (10%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm,
warna interferensi kuning orde IV
Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit
Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)
133
No. Sayatan : LP 6 Jenis Batuan : Gamping Nama lapangan : Grainstone Perbesaran : 40 X Cross nikol
2 1
3
1
0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar Paralel nikol
134
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar dan kecil, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (82%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,09-
0,5) mm, berupa fosil foram besar dan kecil bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,08–0,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.
Kalsit (10%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm,
warna interferensi kuning orde IV
Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit
Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)
135
No. Sayatan : LP 114 Jenis Batuan: Gamping Karbonat Nama lapangan : Grainstone Perbesaran : 40 X Cross nikol
1
4
2
3
1
0 0,5 mm Keterangan : 1.. Fosil 2.Feldpasr 3.Kalsit 4. Lumpur karbonat Paralel nikol
136
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (42%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,09-
0,5) mm, berupa fosil foram besar bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Feldspar (42%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,08–0,2) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.
Kalsit (10%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm,
warna interferensi kuning orde IV
Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit
Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)
137
No. Sayatan : LP 21 Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Nama lapangan : Packstone Perbesaran : 40 X Cross nikol
2 1 1
1
3
4
0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Feldspar 4.Lumpur Karbonat Paralel nikol
138
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram besar dan kecil, feldspar , dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (44%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, dijumpai sebagai butiran
berukuran (0,08-0.5) mm, berupa fosil foram besar dan kecil, coral,warna interferensi kuning orde IV.
Kalsit (18%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV
Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,07–0,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.
Lumpur karbonat (36%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi
Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)
139
No. Sayatan : LP 42 Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Nama lapangan : Packstone Perbesaran : 40 X Cross nikol
2
3 1
4
1
0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar 4..Lumpur Karbonat Paralel nikol
140
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram kecil, feldspar , dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (34%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, dijumpai sebagai butiran
berukuran (0,08-0.4) mm, berupa fosil foram kecil, coral dan algae bentuk menyerupai lensa dan memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Kalsit (18%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV
Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,07–0,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.
Lumpur karbonat (46%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi.
Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)
141
Nama lapangan : napal Perbesaran : 40 X Cross nikol
4
1
2
2 5
3
0 0,5 mm Keterangan : 1. Feldspar 2. Fosil 3. Min opak 4. Lumpur karbonat 5 Mineral lempung Paralel nikol
142
DISKRIPSI MIKROKOPIS:
Sayatan tipis sedimen, warna abu-abu keputihan - kecoklatan, tekstur klastik dengan komposisi didominasi mineral berukuran lempung (<0,01-0,06mm) dengan butiran feldspar, fosil dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,5mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar lumpur karbonat dan mineral lempung.
Feldspar (6%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,04-0,06mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas.
KOMPOSISI MINERAL:
Fosil (12%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,1-0,5) mm, berupa fosil foram kecil dan besar, bentuk menyerupai lensa, , warna interferensi kuning orde IV.
Mineral opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,03-0,06mm.
Lumpur Karbonat (42%), coklat kekuningan, bias rangkap kuat (ekstrim)
Min Lempung (38%), kuning kecoklatan, relief bervariasi, berukuran sangat halus, warna interferensi abu-abu gelap orde I
Nama : Marl (Klasifikasi Gilbert, 1982)
143
No. Sayatan : LP 66 Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Nama lapangan : Packstone Perbesaran : 40 X Cross nikol
2 1
3 4
0 0,5 mm Keterangan : 1..Kalsit 2.Feldspar 3. Fosil . 4.. Lumpur Karbonat Paralel nikol
144
Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh lumpur (mud supported) berukuran pasir sangat halus (< 0.01 -0,2)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil feldspar , mineral opak dan, lumpur karbonat Deskripsi mineral : Kalsit (34%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm,
warna interferensi kuning orde IV
Fosil (38%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,08-0,2) mm, berupa fosil kecil, coral dan algae bentuk menyerupai lensa dan memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,07–0,08) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.
Min. opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,08-0,1mm, Lumpur karbonat (24%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning
orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi
Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)
145
No. Sayatan : LP 101 Jenis Batuan : Gamping terumbu Nama lapangan : Packstone Perbesaran : 40 X Cross nikol
3
1
1
4
2 2
0 0,5 mm
Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar 4.Lumpur Karbonat Paralel nikol
146
Deskripsi Mikroskopis : Warna putih kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh lumpur (mud supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram kecil, feldspar , mineral opak dan, lumpur karbonat Deskripsi mineral :
Fosil (68%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,1-0,3) mm, berupa fosil foram kecil, bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.
Kalsit (10%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV
Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,07–0,08) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.
Lumpur karbonat (20%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi
Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)
147
No. conto : LP 81 Batuan : Batupasir Formasi : Semilir
KALA Foraminifera Plankton
Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir
Neogen (N)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Globoquadrina dehiscens Globoquadrina primordius
Blow (1969)
Umur : N 5 – N 6
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah
Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000
Nodosaria sp. Dentalina sp.
Bandy (1967)
Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 – 200 meter
148
No. conto : LP 110 Batuan : Boundstone Formasi : Wonosari
KALA Foraminifera Plankton
Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir
Neogen (N)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Globigerinoides trilobus (Reuss) Globigerinoides diminitus Globoquadrina dehiscens
Blow (1969)
Umur : N 7 – N 9
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah
Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000
Nodosaria sp. Dentalina sp.
Bandy (1967)
Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 – 200 meter
149
No. conto : LP 113 Batuan : Boundstone Formasi : Wonosari
KALA Foraminifera Plankton
Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir
Neogen (N)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Globigerinoides trilobus (Reuss) Globigerinoides diminitus Globoquadrina dehiscens
Blow (1969)
Umur : N 7 – N 9
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah
Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000
Nodosaria sp. Dentalina sp.
Bandy (1967)
Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 – 200 meter
150
No. conto : LP 3 Batuan : Grainstone Formasi : Wonosari
KALA Foraminifera Plankton
Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir
Neogen (N)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Orbulina universa Globigerina bulbosa (LeRov) Globoquadrina dehiscens Globigerinoides altiaperturus
Blow (1969)
Umur : N 11 - 12
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah
Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000
Nonionella sp. Rotalia sp.
Bandy (1967) Lingkungan bathymetri : Neritik Tengah Kedalaman : 30 – 100 meter
151
No. conto : LP 28 Batuan : Packstone Formasi : Oyo
KALA Foraminifera Plankton
Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir
Neogen (N)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Globigerina bulbosa (LeRov) Globigerinoides trilobus(Reuss) Globoquadrina dehiscens Globorotalia praemenardi (Blow)
Blow (1969)
Umur : N 11 - 13
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah
Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000
Amphistegina lessonii (d’Orbigny) Epistominella vitrae (Parker)
Bandy (1967)
Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 – 30 meter
152
No. conto : LP 42 Batuan : Packstone Formasi : Oyo
KALA Foraminifera Plankton
Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir
Neogen (N)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Orbulina universa Globoquadrina advena Globorotalia pseudomiocenica Globoquadrina dehiscens
Blow (1969)
Umur : N 14 – N 15
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah
Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000
Amphistegina lessonii (d’Orbigny) Elphidium sp.
Bandy (1967)
Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 – 30 meter
153
No. conto : LP 66 Batuan : Packstone Formasi : Oyo
KALA Foraminifera Plankton
Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir
Neogen (N)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Globoquadrina dehiscens Globorotalia siakensis Globorotalia menardii Globigerinoides trilobus(Reuss)
Blow (1969)
Umur : N 13 – N 14
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah
Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000
Amphistegina lessonii (d’Orbigny) Epistominella vitrae (Parker)
Bandy (1967)
Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 – 30 meter
154
No. conto : LP 101 Batuan : Packstone Formasi : Oyo
KALA Foraminifera Plankton
Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir
Neogen (N)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Globigerina bulbosa (LeRov) Globigerinoides trilobus Globigerinoides altiaperturus Orbulina universa
Blow (1969)
Umur : N 11 - 12
Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah
Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000
Amphistegina lessonii (d’Orbigny) Elphidium sp.
Bandy (1967)
Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 – 30 meter
top related