skripsi bb ii
Post on 26-Jun-2015
292 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
PERSPEKTIF TENTANG PENGANGGURAN.
A. Pengangguran dan jenisnya
Soeroto menyatakan bahwa pengangguran adalah sebagian dari angkatan
kerja yang sedang tidak mempunyai pekerjaan, sedangkan angkatan kerja adalah
bagian dari penduduk yang mampu untuk bekerja. 21
Jika dilihat berdasarkan kemauan, maka pengagguran itu sendiri, terdiri dari
pengangguran terpaksa dan pengangguran sukarela.22 Pengangguran terpaksa
merupakan pengangguran yang tidak dapat memperoleh pekerjaan, walaupun orang
tersebut bersedia untuk bekerja dalam bidang pekerjaan yang upah kerjanya rendah
sekalipun. Sedangkan pengangguran sukarela adalah pengangguran yang lebih
memilih untuk menganggur dari pada bekerja dengan upah yang rendah dari upah
yang diharapkan.
Pada pihak lain, terdapat juga orang-orang yang sedang tidak mempunyai pekerjaan,
tetapi tidak mencari pekerjaan karena mengangap bahwa tidak ada kesempatan kerja
yang tersedia baginya. Orang-orang ini biasanya disebut dengan “discourage
worker” pengangguran putus asa. 23
21 Seoroto, Strategi Pembangunan Dan Perencanaan Tenaga Kerja, 1222 Ibid, 17223 Ibid, 15
Irawan dan M. Suparmoko dalam buku mereka “ Ekonomi Pembangunan”
mengolongkan pengangguran dalam tiga jenis, yaitu : 24
1. Pengangguran yang kelihatan( visible under empeloyment).
Pengagguran ini merupakan dengan jumlah waktu kerja yang sungguh-
sungguh digunakan lebih sedikit dari pada yang tersedia. Pengangguran yang
kelihatan ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu pengangguran kronis, yang
jumlah waktu kerja potensialnya jauh lebih besar daripada yang dipakainya,
bahkan mungakin tidak terpakai sama sekali. Dan pengangguran musiman.
2. Pengangguran tak kentara ( invisible under empeloyment )
Pengangguran tak kentara merupakan pengangguran yang menggunakan
waktu kerjanya penuh dalam dalam suatu bidang pekerjaan. Padahal
sebenarnya waktu kerja yang mereka miliki tidak seluruhnya untuk bekerja
3. Pengangguran potensial ( Potential under empeloyment)
Pengangguran potensial merupakan angkatan kerja yang dapat ditarik kedalam
bidang pekerjaan lain, tanpa mengurangi hasil dari pekerjaan pertama. Tetapi
harus disertai dengan metode-metode pruduksi bagi mereka yang mendukung
dalam kegiatan-kegiatan produktif.
Berdasarkan factor-faktor penyebabnya, maka pengangguran itu sendiri terbagi
atas beberapa jenis, antara lain.25
24 Irawan dan M Suparmoko, Ekonomi pembangunan (yogyakarta : BPFE-yogyakarta, edisi ke-3 1979) 92-94
25 Soeroto, Strategi pembangunan dan perencanaan kerja, 172-18.1 Pengangguran peralihan (frictional unemempeloyment)
Umumnya pengangguran ini bersifat sementara dan akan bekerja kembali.
Pengangguran ini disebabkan oleh terjadinya perpindahan kerja kepekerjaan
lain.26 waktu dalam proses perpindahan tersebutlah yang membuat orang yang
bersangkutan tergolong dalam pengangguran.
2. Pengangguran Musiman.
Pengangguran ini disebabkan oleh kegiatan kerja yang dipengaruhi oleh
musim.27 baik itu iklim maupun kebiasaan masyarakat.
3. Pengangguran konjungtoral
Pengangguran konjungtoral timbul karena terjadi penurunan kegiatan
ekonomi, sehingga dilakukan pengurangan dalam penggunaan tenaga kerja.
Pengangguran ini ada selama masih terjadi pengurangan kegiatan pruduksi
sampai kegiatan ekonomi hidup kembali. Umumnya para pegawai
dirumahkan untuk sementara waktu dan kurun waktu ini biasanya terjadi
selama 1-2 tahun
4. Pengangguran teknologis
Jenis ini disebabkan adanya perubahan teknologi produksi.28 Perubahan ini
menyangkut proses peekerjaan jenis bahan yang digunakan ataupun tingkat
produktivitas kerjanya. Sehingga terjadi penggantian tenaga manusia dengan
tenaga mesin.
26 Simon dan Chiristofer danes, moral social actual, 11727 Ibid 11728 Kenneth J. Neubeck, Sosial Problem: A Critical Approach 161
5. Pengangguran Struktural.
Pengangguran ini dikenal dalam dua macam, yang pertama pengangguran
struktural yang diakibatkan perubahan struktural pasar barang. Ini dapat terjadi
apabila barang atau jasa yang pada awalnya memiliki pasaran yang baik
menjadi tidak laku atau usaha tersebut cocok dilakukan ditempat lain. Sehingga
usaha atau kegiatan produksi yang sudah ada terpaksa ditutup, yang
menyebabkan PHK.29 Yang kedua pengangguran stuktural yang ditimbulkan
oleh struktur perekonomian yang kurang yang belum maju dan belum mampu
menciptakan lapangan kerja yang produktif bagi semua angkatan kerjanya.
6. Pengangguran Wanita.
Jumlah angkatan kerja wanita pada umumnya diseluruh dunia lebih kecil
dibandingkan jumlah angkatan kerja laki-laki, sehingga tingkat pengangguran
wanita lebih tinggi dari pada laki-laki. Karena kaum wanita yang sebenarnya
sudah masuk dalam angkatan kerja, umumnya tidak mengambil bagian dalam
suatu bidang pekerjaan, dapat juga terjadi karena adanya diskriminasi. 30
7 Pengangguran karena isolasi geografis
Wilayah yang jauh terpencil dari pusat kegiatan ekonomi atau pasar kerja akan
mempengaruhi pengalaman maupun kemampuan seseorang yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam memperoleh pekerjaan.
29 Simon dan Christoper Danes, Moral Sosial Aktual, 11730 Kenneth J. Neubeck, Sosial Problem : A Critical Approach , 167
8. Pengangguran Muda.
Pengangguran muda ini dapat terjadi karena kurangnya ketrampilan ataupun
pengalaman kerja,lingkungan ataupun factor-faktor lain. Bisa juga terjadi
karena adanya diskriminasi.31
Terkait dengan penjelasan diatas, Rufinus Lahur dan J. Babari mengemukan bahwa
pangangguran muda yang berusia 15-30 tahun merupakan kelompok yang terbesar
dibandingankan pengangguran lain di Indonesia. 32 Pengangguran muda ini juga
biasanya termasuk dalam jenis-jenis pengangguran seperti yang tersebut diatas.
Adapun kriteria dari pengangguran itu sendiri dilihat pada hasil, bahan dan sarana
serta jam kerja. Berbagai keadaan dari pengangguran tersebut akhirnya akan
semakin mempertinggi tingkat pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka
merupakan pengangguran yang tidak sekedar diakibatkan oleh rendahnya kualitas
pendidikan, namun lebih disebabkan oleh lapangan kerja yang tidak sesuai
kemampuan.33 Akibat dari situasi ini maka tidak hanya mereka yang tidak
berpandidikan tinggi yang akan berpeluang menjadi pengangguran terbuka, tetapi
juga sumber daya manusia berpendidikan tinggi memiliki peluang menjadi
pengangguran terbuka. Karena kecendrungan yang terjadi adalah mereka yang
berpendidikan tinggi lebih memilih pekerjan yang sesuai tingkat pendidikanya.
Sementara itu, soeroto mengemukan bahwa rintangan pokok yang menghalangi
alokasi persediaan tenaga kerja yang sehat adalah kesempatan kurang dibadingkan
dengan tenaga kerja dan arus informasi yang kurang lancar.34
31 Ibid 16732 Rufinus Lahur dan J Babari, Pemuda dan Masa Depan(Jakarta:CSIS,198
33 Saiful Arif,Menolak Pembangunanisme, (Yogyakarta: 2000) 30434 Soeroto, Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja, 101
Kurangnya kesempatan kerja dibandingkan tenaga kerja, sama artinya kurang
penawaran kerja. Akibat kurangnya penawaran kerja ini, maka yang sering terjadi
adalah berlakunya praktek nepotisme dan praktek uang.
Sedangkan mengenai arus informasi yang kurang lancar, hal ini
disebabkan oleh media informasi tentang kerja tidak luas dan factor tempat
geografis si pencari kerja. Semua keadaan ini menjadi factor pendukung yang
menghalangi pengurangan tingkat pengangguran. Selain itu tingkat pengangguran
secara statistik akan terlihat semakin tinggi apabila jumlah dan tingkat orang-
orang yang masuk menjadi angkatan kerja lebih banyak di banding dengan orang-
orang yang bekarja. Karena semakin kecil daya serap kesempatan kerja semakin
besar peluang kerja maka semakin sedikit pengangguran.35
B. Pengangguran Sebagai Masalah Sosial
Jika melihat gambaran manusia menurut Pancasila, maka manusia
merupakan makhluk yang monopluralis, makhluk serba dimensi tetapi merupakan
satu kesatuan yang utuh.36 Dalam hal ini yang dimaksud dengan mahluk serba
dimensi adalah sebagai makhluk Tuhan, manusia juga sebagai satu pribadi dan
sebagai mahluk sosial yang terlibat dalam kehidupan sosial.
Kehidupan sosial itu sendiri merupakan kehidupan dalam masyarakat,
yang adalah kehidupan manusia secara bersama disatu wilayah dan waktu
tertentu,
35 Rufinus Lahur dan J Babari, Pemuda dan Masa Depan, 74.36 Dick Hartoko, Memanusiakan Manusia Muda, (Yogyakarta : Kanisius, 1985), 21.37 Mohammad Nur Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
(Surabaya : Usaha Nasional, 1986), 184.
dengan pola kehidupan yang terbentuk karena hubungan dan interaksi antar
warganya.37 Akibat dalam kehidupan bersama ini terbentuklah hubungan yang
saling mempengaruhi antara satu sama lain. Karena itu, Cooley mengatakan
bahwa masyarakat dan individu bukanlah dua realitas yang berdiri sendiri secara
terpisah, melainkan dua sisi atau segi dari realitas yang satu atau sama.38
Didalam masyarakat ini juga tidak dapat dipungkiri akan adanya sejumlah
orang yang tidak bekerja/pengangguran. Pengangguran merupakan satu dari
sekian banyak masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Masalah ini dapat
menimbulkan ancaman bagi masyarakat, baik yang berhubungan dengan
kemiskinan, kesejangan maupun tingkat tindak kejahatan yang dapat menganggu
kesejahteraaan, keamanan dan kestabilan masyarakat.
Pada saat mereka menganggur, maka mereka akan mengalami kesulitan
dalam memenuhi segala keperluan hidup mereka. Sehingga akan muncul berbagai
masalah dari keadaan ini, yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Secara khusus, hal pengangguran ini juga berhubungan dengan kelangsungan
hidup manusia itu sendiri.
Akibat dari keadaan menganggur ini pertama-tama adalah secara
psikologis, seperti terbentuknya kemandekan.39 Sehingga orang yang
bersangkutan tidak mampu menuangkan kreativasnya dengan baik dalam bentuk
kerja yang nyata.
38 Dr. H. R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik, (Malang : Averroes Press, 2002), 112
39 Simon dan Cristoper Danes, Moral Sosial Aktual, 118
Karena sudah terbiasa tidak banyak berpikir dan bekerja. Keadaan menganggur
ini juga dapat menimbulkan dehumanisasi.40 Dehumanisasi ini merupakan
keadaan merosotnya harkat dan martabat manusia, yang akan menimbulkan
penderita bagi manusia itu sendiri. Menurut William Temple, kondisi penderita
itu terjelma dalam tiga hal, salah satunya adalah pengangguran, yang merupakan
orang-orang yang tidak bisa terlibat dalam proses produksi.41
Sedangkan bagi mereka yag terbiasa dengan rutinitas kerja, ketika tiba-
tiba mereka menganggur maka mereka akan cepat merasakan kebosanan.42
Akibatnya orang yang bersangkutan akan berusaha mencari kesibukan, walaupun
hal tersebut belum tentu berguna baginya. Situasi ini juga dapat melibatkan
mereka pada pemakaian obat-obatan terlarang dan alcohol/minuman keras.43
Selain itu, orang-orang yang menganggur/pengangguran umumnya mudah
terganggu emosinya. Ini diakibatkan karena mereka cenderung merasa bahwa
dirinya bukan bagian dari apapun, mereka sering kali merasa tidak berguna dan
tidak diperhatikan, bahkan sering kali merasa bahwa harga dirinya mereka
direndahkan. Sehingga cenderung emosional, ketegangan dan konflik dalam
kehidupan keluarga, depresi dan pesimisme.44 Keinginan dan semangat mereka
untuk berjuang serta harapan mereka akan masa depan menjadi menurun.
Akhirnya ketik mereka semakin terdesak dengan segala keperluan maupun
tuntutan hidup, mereka tidak mampu memikirkan dan melakukan apa yang
sekitarnya baik bagi kehidupan mereka.
40 John Stott, Isu-isu Global, (Jakarta : YKBK / OMF, 1984, 230.41 Yusak B. Setiawan, Majalah Gema : Misiologi, (Yogyakarta, no. 43, th 1992), 45-46.
42 Simon dan Cristoper Danes, Moral Sosial Aktual, 118.43 Kenneth J. Neubeck, Social Problems : A Critical Approach, 169.44 John Stott, Isu-isu Global, 230.Ditambah lagi dengan keadaan yang mungkin tidak mendukung, baik itu dari segi
materil, minimnya keterampilan/keahlian maupun keadaan-keadan lain yang tidak
memungkinkan bagi mereka. Semua keadaan tersebut, disertai dengan tuntutan
yang ada selanjutnya akan semakin menekan dan membebani mereka.
Sehingga yang cenderung terjadi adalah pengambilan jalan pintas, yang
seringkali membuka peluang untuk timbulnya masalah-masalah yang bersifat
sosial dan kompleks, seperti masalah kriminalitas maupun masalah moralitas.45
Disamping itu, akan muncul juga masalah-masalah lain, seperti yang
berhubungan dengan kesejahteraaan rakyat dan berkaitan dengan masalah
C. Kaum Muda Pengangguran dan Pembangunan Nasional
Dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 25 Tahun 1997
tentang ketenagakerjaan, dinyatakan Bahwa :
“ Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruh untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil
maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 “.46
Sedangkan tema pembangunan itu sendiri adalah untuk membangun
kuakitas manusia Indonesia. Kualitas yang diharapkan dapat dibentuk dalam
pembangunan itu adalah kualitas masyarakat yang sesuai dengan apa yang telah
termuat dalam GBHN, yang juga merupakan pencerminan dari manusia
Pancasila.
45 Lihat Bab I, A. Latar Belakang, hal 1.46 Undang-undang Ketenagakerjaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2001, 1.47 Sofyan Effendi, dkk, Membangun Martabat Manusia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, 1993), 40.Adapun tujuan pembangunan yang termuat dalam GBHN itu sendiri adalah “
Terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat yang maju.47 Dengan
demikian pembangunan manusia Indonesai mempunyai posisi strategis sebagai
tujuan akhir dari proses pembangunan itu sendiri.
Maka dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang sedang berlangsung
ini, pihak yang selanjutnya memiliki peranan yang besar, sebagai pelaku dan
tujuan pembangunan adalah tenaga kerja. Karena itu diperlukan sumberdaya
manusia yang kreatif dan pruduktf, yang akan mengembangkan potensinya
melalui berbagai talenta yang ia miliki baik secara fisik maupun
intelektualitasnya.
Namun kreativitas dan pruduktivitas dinegara-negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia ternyata masih rendah, akibatnya tingkat
pengangguran yang ada tidak kunjung menurun juga. Masalah pengangguran ini
jugalah yang menjadi salah satu realita yang merupakan penghambat besar
pembangunan dinegara-negara Asia yang sedang berkembang ini khususnya di
Indonesia.48 Sehinnga diberbagai media massa pun masalah pengangguran ini
merupakan salah satu bahasan yang menjadi pokok perhatian.
Padahal pemerintah dalam undang-undang ketenagakerjaan bab IV pasal 8
ayat 2 telah menetapkan untuk mengadakan perencanaan tenaga kerja yang salah
satunya meliputi kesempatan kerja.49 Namun dengan berbagai krisis yang terjadi,
permasalahan ini masih sulit untuk di tindak lanjuti.
48 Irawan dan M. Suparmoko, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, Edisi ke-5, 1995) 72.
49 Dr. A. M Tambunan, SH, Pembangunan Sosial Dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Jakarta : BPK, 1970), 153.
Ditambah lagi masalah pengangguran ini nampaknya memang masih kurang
mendapat perhatian dari pihak pemerintah walaupun sudah ada peraturan yang
dibuat untuk itu.
Selain itu dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 telah tercantum bahwa: “
Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusian”.50 Hal ini berarti juga bahwa kerja maupun hak asasi setiap orang
yang merupakan tanda dari harkat dan martabatnya. Sehingga ketika seseorang
tidak bekerja atau menjadi pengangguran, maka pada saat itu haknya telah
dirampas dan merusak harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Terlebih lagi jika melihat pada kelompok mayoritas dalam pengangguran
yang ada di Indonesia yang adalah kaum muda.51 Bagaimanapun juga mereka
adalah pihak-pihak yang mempunyai hak yang sangt besar untuk terlibat dalam
pembangunan, ditambah lagi mereka mereka merupakan tenaga-tenaga yang
potensial dalam pembangunan itu sendiri. Karena pengangguran muda ini sama
seperti kaum muda yang lain, secara fisik dan mental pada dasarnya mereka
merupakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Sehingga dalam keadaan
idealnya kaum muda ini seharusnya memilikipekerjaan.
Dengan demikian, kaum muda pengangguran ini pada dasarnya memiliki
kewajiban dalaam memperhatikan kesejahteraan umum dan memberikan
sumbangsih bagi negara.52
50 Undang-undang Ketenagakerjaan, 10.51 Depdikbud, UUD 1945 – GBHN 1983, 7.52 Lihat hal. 5Tentunya semua itu harus didukung dengan kemampuan dari kaum muda itu
sendiri dan sesuai juga dengan kebutuhan dalam konteks pambangunan. Hal ini
bersesuai dengan apa yang ditandaskan dalam deklarasi universal mengenai hak
asasi manusia oleh PBB, bahwa setiap orang memiliki kewajiban terhadap
masyarakat dan disitulah ia dapat mengembangkan dirinya secara merdeka dan
penuh.53
53 Dick Hartoko, Memanusiakan Manusia Muda, 24.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Gambaran Umum Kecamatan Maliku Baru
A. 1. Letak, Kondisi Geografis dan Topologis 54
Secara adminitratif Maliku merupakan sebuah kecamatan dengan luas
wilayah 17, 12 KM, yang meliputi 12 desa, yaitu : Gandang, Garantung,
Badirih,Tahai Jaya, Tahai Baru, Kanamit, Purwodadi, Wonoagung, Sei Tewu
Baru, Sidodadi, dan Kanamit Jaya.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Maliku adalah :
- Di sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Kahayan
- Di sebelah Selatan berbatasan dengan Pandih Batu
- Di sebelah Timur berbatasan dengan Bontui
- Di sebelah Barat berbatasan dengan Pangkoh V
Maliku termasuk daerah beriklim tropis, yang ditandai dengan adanya
musim penghujan dan musim kemarau. Secara garis besar jenis tanahnya
adalah jenis tanah gambut, keadaan hutan dan alamnya masih hijau, dan
ditumbuhi pohon-pohon besar dan mempunyai banyak sungai, diantaranya
sungai Mambulu dan sungai Batarap.
Di Kecamatan ini juga ada lahan-lahan untuk bercocok tanam, tetapi
umumnya berada diluar kecamatan.
54 Bagian ini merupakan data yang diolah dari buku Profil Kecamatan Maliku Tahun 2010.Lahan-lahan yang ada antara lain lahan untuk sawah tadah hujan
dengan luas sebesar 202, 25 Ha, lahan pasang surut seluas 705, 25 Ha dan
ladang yang luasnya sekitar 3, 25 Ha. Disamping itu ada lahan-lahan lain
yang tidak dimanfaatkan yaitu lahan terlantar yang memiliki luas sekitar 5, 25
Ha, rawa seluas 205, 25 Ha dan padang ilalang 40 Ha.
A. 2. Keadaan Penduduk 55
Berdasarkan statistik Kecamatan Maliku bahwa penduduk yang ada di
Maliku berjumlah 2.932 jiwa dengan 781 kepala keluarga, yang terdiri dari
1.538 jiwa laki-laki dan 1.394 jiwa perempuan. Mayoritas penduduk yang ada
di Kecamatan Maliku adalah suku dayak ngaju, disamping ada suku-suku lain
seperti Banjar, Jawa, Batak, Bali, Madura, dan Cina keturunan.
Agama-agama yang tersebar di kecamatan ini adalah Islam dengan
1.702 penganut, Kristen Protestan 1.160 Penganut, Kristen Katholik 45
penganut, Hindu 25 penganut.
Hubungan sosial antar agama terjalin dengan sangat baik. Hal ini
terlihat dalam kehidupan sehari masyarakatnya yang saling tolong menolong
dan saling bekerjasama dalam berbagai kegiatan seperti : pelaksanaan
upacara perkawinan, kematian, perayaan hari besar keagamaan dan
pembangunan rumah. Disini terlihat bahwa dalam segala hal mereka selalu
bergotong royong, saling menolong, menghormati dan bersilatuhrahmi.
Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Maliku secara
umum memiliki tingkat pendidikan umum SD 20 %, SLTP 23 %, SLTA 17
%, SR 13 %, lulusan diploma Stratum S1 17 %, lainnya adalah mereka yang
memiliki pendidikan tidak tamat SD, SLTP (23,29 %), belum sekolah 9,67 %.
Disamping pendidikan umum yang dimiliki sebagian penduduk memiliki
pendudukan khusus seperti pasantren dan madrasah.
Mengenai pemahaman ketatanegaraan, umumnya masyarakat bisa
dikatakan masih awam dalam pemahaman tentang politik. Hal ini terlihat
jelas melalui keikutsertaan mereka dalam partai-partai politik dan dikuatkan
kembali dengan informasi yang dikemukakan oleh Kepala Desa Maliku “
Kebanyakan masyarakat masih kurang informasi tentang peraturan-peraturan
dalam partai-partai politik yang ada. Akibatnya, kebanyakan dari masyarakat
memiliki keanggotaan dalam lebih dari satu partai politik. Ditambah lagi
dalam hal ini disebabkan oleh ketertarikan mereka pada partai-partai yang
menjanjikan keuntungan bagi mereka, sehingga keanggotaan dalam suatu
partai politik tidak dipermasalahkan. “56
A. 3. Fasilitas Desa
Kecamatan Maliku yang dibagi atas 9 RT ini memiliki beberapa
fasilitas 2 buah bangunan TK,5 buah bangunan SD dan 1 buah bangunan
SLTP,1 buah bangunan SLTA,5 buah fasilitas tempat ibadah yaitu 3 Gereja
dan 2 Mesjid, 1 buah bangunan kantor pos, 1 buah bangunan kantor polisi, 1
buah bangunan puskesmas. Fasilitas yang lain berupa 1 kantor kecamatan,1
balai pertemuan, 1 buah bangunan bank BRI Unit, 9 buah pos kamling
disetiap RT,2 lapangan volly,2 lapangan sepak bola.57
55 Merupakan data dari buku Profil Kecamatan Maliku Tahun 201056 Hasil wawancara dengan Ihak (Kepala Desa Maliku, Tanggal, 3 September 2010,pukul
16.11 wib).
Di Kecamatan Maliku ini juga ada 3 bengkel motor,2 dermaga, 3
penggilingan padi, serta sebuah pasar desa yang diadakan pada setiap hari
minggu. Fasilitas lain yaitu jalan lintas yang sudah merupakan jalan aspal
sehingga dapat dilalui oleh berbagai kendaraan.57
A. 4. Perekonomian
A. 4. 1. Mata Pencaharian 58
Pekerjaan penduduk di Kecamatan Maliku ini antara lain
petani, guru, pegawai sipil, ABRI, POLRI, perawat, bidan, tukang
kayu, tukang jahit, tukang cukur, tukang getek, penganyam rotan,
pengrajin getah, penjual sayur keliling, tukang bangunan, penjual
babi potong, penjual kue, montir serta pedagang. Juga kreditor yang
memberi pinjaman uang bagi penduduk dengan bunga 10 %/bulan
serta berbagai bidang pekerjaan swasta lainnya.59
Mayoritas mata pencahrian masyarakat adalah sebagai
petani, baik sebagai penggarap tanah milik pribadi maupun sebagai
buruh tani.60
A. 4. 2. Sistem Upah
Pada bagian ini akan dipaparkan tentang sistem upah dalam
bidang pekerjaan tertentu. Pada lahan pertanian, upah yang diberikan
tergantung pada pekerjaan yang dilakukan.61
58 Merupakan data dari buku Profil Kecamatan Maliku Tahun 201059 Hasil observasi tanggal, 5 september 201060 Wawancara dengan Ihak (Kepala Desa Maliku, Tanggal 7 september 2010.pukul 17.12
wib61 Merupakan data dari buku Profil Kecamatan Maliku tahun 2010
Bila melakukan pekerjaan memotong rumput, upah yang diberikan adalah Rp.
20.000,- s/d Rp. 25.000,-/borongan. Untuk membersihkan dan mengangkat
rumput yang sudah dipotong ini upahnya adalah Rp. 15.000,-/borongan.
Kemudian untuk menanam padi sebesar Rp. 30.000,-/borongan dan pada waktu
panen upah berkisar antara Rp. 40.000,-/hari.62
Pekerjaan menganyam rotan63 adalah seperti diungkapkan oleh
seorang pekerja anyaman rotan. Untuk tikar cina (2m) upahnya adalah Rp.
2.000,-/jalan dan dalam 2 m ini ada 24 jalan. Tikar yang panjangnya 3 m, per
jalannya adalah Rp. 2.500,- dan panjangnya 4 m upahnya adalah Rp.
3.000,-/jallan. Kemudian untuk anyaman seperti jenis tas, upah yang diberikan
Rp. 3.500,- untuk model polos dan Rp. 3.000,- untuk model bermotif. Biasanya
pengrajin anyaman rotan ini menjual hasil pekerjaan mereka ke tangan ke dua
dengan harga Rp. 8.500,- s/d Rp. 15.000,-
Untuk kerajinan getah nyatu,64 dituturkan oleh seorang pengrajin
bahwa cara kerja yang berlangsung adalah pengrajin mengambil dahulu getah
dari agen minimal 5 kg, yang harga 1 kg nya adalah Rp. 50.000,-. Harga untuk
untuk setiap kerajinan getah nyatu berkisar antara Rp. 10.000,- s/d Rp.
100.000,- tergantung bentuk yang dibuat.
621 borongan = panjang 17 m x lebar 17 m = 289 m kuadrat.63Kerajinan anyaman rotan biasanya di jual kepelanggan atau ketangan
kedua.Tetapi untuk lansung menjual sendiri di pasaran, tidak pernah/jarang64Kerajinan getah nyatu juga tidak langsung dijual sendiri.Karena mereka
umumnya mereka tidak memiliki modal cukup.Getah nyatu bahan dasar diperoleh dari agen.Selanjutnya pengrajin menjual kembali hasil kerajinannya tersebut kepada
agen dengan harga di atas dan dipotong utang getah.65
Dalam pekerjaan di penggilingan padi, sistem upah yang dipakai
adalah bagi hasil. Menurut seorang pekerja penggilingan, sistem bagi hasil
yang digunakan adalah sistem bagi tiga, untuk beras dan bagi dua untuk
dedak.Upah yang diberikan tergantung pada pendapatan yang diperoleh dan
sistem pembayarannya menggunakan perhari untuk beras dan untuk dedak
tergantung pada penjualan, sehingga upah bisa diberikan perhari atau
ditabung dahulu sampai hasilnya cukup banyak.66
Dalam bidang pertukangan, upah yang biasanya berlaku adalah
tergantung pada sistem kerjanya. Apabila pekerjaan tersebut dilakukan
perhari, maka standar upah yang berlaku adalah Rp. 30.000,- s/d Rp.
50.000,-/orang. Kepala tukang biasanya mendapatkan bagian yang lebih besar
dan kepala tukang inilah yang berhak untuk membagikan dan menentukan
besar atau kecilnya upah. Bila pekerjaan yang dilakukan tukang hanyalah
merangkai, maka per M2 (meter kuadrat) adalah Rp. 50.000,-. Sedangkan bila
suatu bangunan dikerjakan sampai selesai, upah yang diberikan tergantung
pada ukuran bangunan yaitu Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000/M2.
Kontan. Dalam 1 kg getah nyatu bisa dihasilkan 3 – 8 buah perahu dan untuk sandungdalam 1 kg nya bisa dihasilkan7 buah sandung
65 Wawancara dengan undat( ketua Rt 8, Tanggal, 11 September 2010. Pukul 08.13 wib).67 Menurut penjelasan bapaSiga (pekerja penggilingan padi dalam wawancara tanggal,13 september 2010.pukul 09.00 wib )
Kalaupun sistem yang dipakai adalah perborongan maka
perhitungannya pun tetap menggunakann meter kuadrat.67
A. 4. 3 Pendapatan Rata-rata Per Kepala Keluarga68
Karena bidang pekerjaan yang digeluti penduduk di
Kecamatan Maliku ini ada bermacam-macam dan tidak mengerjakan
satu bidang pekerjaan saja, maka pendapatan pun berbeda-beda.
Tetapi berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa Maliku,
pendapatan rata-rata per KK dapat diperkirakan dengan melihat pada
pekerjaan mayoritas penduduk yaitu petani dan pekerjaan yang
pendapatan per bulannya tetap yaitu pegawai negeri.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak kecamatan,
pendapatan rata-rata petani per KK dalam tahun 2010 ini adalah
350.000/ bulannya. Jumlah perhitungan ini didapat dari berdasarkan
pada hasil panen padi petani yang mengalami penurunan dalam
tahun ini. Adapun untuk pegawai negeri, pendapatan yang mereka
peroleh tergantung dengan golongan yang mereka miliki dan masa
kerja yang sudah mereka jalani. Umumnya pendapatan pegawai
negeri di kecamatan Maliku berkisar antara 1.200.000-1.500.000/
bulannya.
68 Dikemukan oleh Ihak( Kepala Desa Maliku dalam wawancara, Tanggal, 8 September 2010.pukul 08.00 wib )
A.5. Kondisi Budaya
Budaya yang masih kuat di kecamatan Maliku ini adalah budaya “
handep” atau gotong royong.69 Gotong royong yang biasa dilakukan adalah
gotong royong dalam rangka kerja bakti dan secara khusus gotong royong
dalam upacara kematian, perkawinan dan lain-lain.
Selain itu berdasarkan pengamatan penulis ada juga beberapa budaya
lain yang sifatnya negatif yaitu budaya berjudi dan mengutang. Memang
semua orang tidak dapat disamaratakan dalam hal ini. Tetapi secara
persentase lebih banyak orang yang terlibat dalam kegiatan judi dan
mengutang dari pada yang tidak. Dalam permainan judi ada berbagai jenis
permainan yang dipakai yaitu dengan menggunakan kartu, kupon putih dan
trombol,bliar. Permaiana itupun tersedia di tempat tertentu.
Dalam perbincangan dengan beberapa orang pedagang, diketahui
dalam hal mengutang biasanya seseorang mengambil dahulu barang-barang
yang ia inginkan/perlukan diwarung dalam jumlah sedikit atau banyak..
Utang ini akan dibayar setelah gajihan atau pada saat orang tersebut memiliki
uang. Bila yang ingin dipinjam adalah uang (dalam jumlah yang cukup
besar), maka mereka biasanya akan meminjam pada kreditor.
69 Wawancara dengan Ihak (Kepala Desa Maliku, Tanggal 10 September 2010 jam 16.15
wib)
Dalam hal pandangan hidup, dari apa yang peneliti amati Nampak
bahwa ada berbagai pandangan yang dipegang. Sebagian penduduk yang
berpandangan bahwa pekerjaan apa saja bisa dilakukan, walaupun hasilnya
kecil asalkan bisa menghasilkan uang. Sebagian lagi berpandangan bahwa
tidak perlu susah-susah bekerja karena segala sesuatu bisa didapat dari alam.
Ada juga yang berpandangan bahwa lebih baik tidak bekerja darp pada
bekerja tapi upah yang diperoleh kecil. Sedangkan sebagain lain lagi
nampaknya berpandangan bahwa bekerja sebagai pegawai negeri lebih
terjamin karena menerima gaji setiap bulanya.
A.6. Hubungan Sosial Masyarakat
Dalam hubungan sosial masyarakat, seperti hubungan antar suku
terlihat adanya suatu keharmonisan. Adapun hubungan antar agama berupaya
memelihara suasana dan sikap fanatisme agama tidak terlalu menonjol.
Karena pemeluk agama pada umumnya tidak enggan untuk mengikuti acara
yang diadakan oleh agama lain, terlebih lagi masih ada hubungan
kekerabatan. Berdasarkan informasi yang diperolah peneliti dari
beberapa orang penduduk, masyarakat yang adaa di kecamatan ini tidak
mempermasalahkan tentang status sosial. Karena disini tidak adaa standar
yang menjadi tolak ukur penilaian atas status sosial seseorang. Demikian juga
halnya tidak ada orang yang dihormati oleh masyarakat karena orang tersebut
keturunan bangsawan. Dengan kata lain bahwa setiap orang adalah sama.
B. Aspek-aspek Pemicu Pengangguran
Dalam bagian ini akan dipaparkan tentang keadaan kaum muda
pengangguran di Kecamatan Maliku yang menjadi karakteristiknya berdasarkan hasil
penelitian. Paparan ini digabung juga dengan beberapa teori dan analisis.
B. 1. Pendidikan
Sumitro Djojohadikusuma mengungkapkan bahwa pendidikan
merupakan prasyarat untuk mempertahankan martabat manusia.70 Karena
melalui pendidikan inilah manusia bisa memiliki kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan yang ada padanya, agar orang tersebut mampu
membina kehidupan dalam masyarakat.
Namun pendidikan yang berlangsung selama ini lebih cenderung
pada peningkatan jumlah dari pada mutu.71 Pendidikan yang ada ternyata
belum memberikan pelajaran yang benar-benar efektif bagi para murid, yang
mampu mengarahkannya menuju pasar kerja.
Sedangkan untuk terlibat dalam ruang lingkup kerja, menurut
Mitchell seseorang harus memiliki kemampuan (Ability) dan motivasi.72 Ini
berarti juga bahwa untuk memperoleh pekerjaan seseorang harus memiliki
mutu secara personal yang tentunya harus dipupuk dan dibentuk sejak awal
dalam proses pendidikan. Namun pendidikan, khususnya pendidikan formal
cenderung kurang memperhatikan keperluan pasar kerja.
70 S.Djojohadikusuma, Indonesia Dalam Perkembangan Dunia, (Jakarta : LP3ES, 1989), 35.71 C. E. Beeby, Pendidikan di Indonesia, (Jakarta : LP3ES, 1981), 124.72 Sofyan effendi, dkk, Membangun Martabat Manusia, 522.
Akhirnya terjadilah kelangkaan tenaga kerja terampil dan
profesional di dalam pasar kerja.73 Sehingga ketika ada penawaran kerja,
lowongan tersebut tidak dapat diisi karena bidang ilmu yang dikuasai tenaga
kerja tidak sesuai dengan permintaan pasar kerja.
Seperti halnya yang terjadi dengan kaum muda pengangguran di
Kecamatan Maliku. Berdasarkan hasil wawancara, didapat bahwa kaum muda
pengangguran di Kecamatan Maliku ini memiliki beberapa latar belakang
pendidikan seperti : SLTA 41 orang dan setingkat SLTA, yaitu SMK
berjumlah 5 orang, SMEA 4 orang dan STM 2 orang, Pendidikan SLTP
berjumlah 9 orang, SD ada 3 orang dan TK 1 orang serta diploma yang
meliputi D1 dalam bidang kursus komputer berjumlah 3 orang, D2 PGSD 1
orang dan D3 teknik sipil berjumlah 1 orang.
Dari hasil tersebut ternyata mayoritas dari mereka memiliki jenis
pendidikan yang umum (SLTA) dan hanya 16 orang yang memiliki jenis
pendidikan kursus (SMK, SMEA, STM, kursus komputer, PGSD dan teknik
sipil), sedangkan selebihnya lagi berada pada tingkat pendidikan yang masih
rendah. Sehingga spesifikasi bidang pendidikan mereka, berarti juga
spesifikasi bidang keahlian mereka yang mampu mendukung untuk masuk ke
pasar kerja sangat minim. Dengan demikian, pendidikan mereka pada
umumnya tidak mengarah kepada kebutuhan yang sesuai dengan konteks
zaman mau pun bidang interest dalam pasar kerja pada saat ini.
73 H. Soeharsono Sagir, Mambangun Manusia Karya, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1989), 177.
B. 2 Ekonomi
Dalam analisis ekonomi ini akan diperhatikan tentang sistem upah,
pekerjaan dan pendapatan rata-rata per KK. Kecuali pegawai negeri yang
berpenghasilan Rp. 1.200.000,- s/d Rp. 1.800.000,-/bulannya, bidang
pekerjaan penduduk yang mayoritas sebagai petani, pendapatannya berkisar
antara Rp. 350.000,- s/d Rp. 450.000,- (jika panen baik). Juga anyaman rotan
yang dalam 2 meternya hanya menghasilkan Rp. 48.000,- dan 3 meternya Rp.
75.000,- serta 4 meternya yang menghasilkan Rp. 120.000,- yang umumnya
mereka hanya mengambil upah dan pekerjaan ini tidak dapat diselesaikan
dalam waktu yang singkat.
Sama halnya dengan kerajinan getah nyatu, yang proses awal
pembersihan sampai terbentuk berbagai kerajinan memakan waktu selama
berbulan-bulan ditambah lagi dengan pemotongan harga dari utang getah
mentah serta keperluan untuk minyak tanah serta bahan-bahan pewarna.
Sementara itu, apabila anyaman rotan dan getah nyatu ini berada pada tangan
kedua, maka harga yang dipakai untuk penjualan di pasaran dapat mencapai
lebih dari dua kali lipat harga dari pengrajin.
Demikian juga dipenggilingan padi, bagain buruh hanya 20 % ,
sedangkan pemilik penggilingan 80 % walaupun ada berbagai pembagian
tetapi tetap saja masuk ke kantong pemilik usaha. Bidang pertukangan,
tukang biasa hanya mendapatkan setengah dari bagian kepala tukang,
misalnya tukang biasa mendapat Rp. 30.000,- /hari maka kepala tukang
mendapatkan Rp. 50.000,- /harinya.
Melihat pada bidang pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat dan
sistem upah yang dipakai, Nampak sekali bahwa keadaan tersebut cukup
merugikan tenaga kerja dan sangat menguntungkan pihak pemilik
modal/usaha maupun pimpinan kerja. Akibatnya pendapatan yang diperoleh
masyarakat tidak mengalami perkembangan malahan cenderung minus,
padahal kebutuhan hidup semakin bertambah dan mahal.
Disamping itu, penduduk yang hidupnya sebagian besar berasal dari
sektor pertanian, biasanya mengkonsumsi hampir semua penghasilan yang
didapatnya, sehingga tidak ada sisa untuk disimpan. Dengan kata lain,
pendapatan yang mereka peroleh sebenarnya tidak dapat mencukupi semua
keperluan hidup mereka. Memang dalam hal fasilitas hidup, pada umumnya
penduduk menepati rumah mereka sendiri, dalam bentuk yang sangat
sederhana atau pun yang sudah baik. Sedangkan barang mewah hanya berupa
kendaraan bermotor roda dua saja.
Smith mengatakan bahwa jika tingkat upah tinggi maka jumlah
tenaga kerja akan besar dan tingkat upah rendah maka jumlah pencari kerja
menciut.74 Karena menurut Keynes, para pekerja bagaimana pun keadaannya
tidak mau menolak terjadinya penurunan upah, walau pun harus
mempertaruhkan pekerjaan mereka. Yang berarti bahwa mereka lebih rela
menganggur dari pada harus mengalami penurunan upah, walaupun di lain
pihak pada upah yang sangat rendah sekali pun terdapat juga pencari kerja
yang tidak mendapatkan pekerjaan.
74 Robert L. Heilbroner, Tokoh-Tokoh Besar Pemikir Ekonomi, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1972), 79.
Pada kasus pengangguran muda di Kecamatan Maliku ini, masalah
upah yang rendah nampaknya turut mempengaruhi, sehingga apa pun
pekerjaan penduduk yang dilihat maupun yang dilakukan juga oleh kaum
muda pengangguran ini ketika tidak memberikan hasil yang baik, yang sesuai
dengan jerih payah dan keinginan mereka, wajar sekali jika hal ini kemudian
akan mempengaruhi mereka.75 Mempengaruhi dalam artian membuat mereka
berpikir bahwa pekerjaan tersebut tidak layak untuk dilakukan karena banyak
membuang banyak tenaga tetapi tidak sesuai dengan upah. Seperti “Terai ah,
tatap te baka te ih, jatun kalabih ah kea, kauyuh ah maka” (Lebih baik tidak
usah, toh tidak ada perubahannya juga, tidak ada lebihnya juga, tidak
seimbang dengan lelahnya), atau “dia belai kuh ah, amun ji pandinu baya-
baya ih” (tidak mau, kalau upahnya pas-pasan).76 Akibatnya mereka lebih
memilih untuk menganggur dari pada harus melakukan pekerjaan yang
hasilnya tidak memadai bagi mereka.
B. 3. Sosial Budaya
Dalam interaksi sosial, penulis mengamati bahwa kaum muda
pengangguran ini cenderung berbaur dengan masyarakat, mereka ini mudah
diajak bicara. Sehingga pergaulan di masyarakatpun luas. Mereka seringkali
ada di tempat dimana ada keramaian. Suka ikut-ikutan bila diajak teman-
temannya untuk melakukan sesuatu hal dan cenderung “hatatiring” (saling
mengajak).
75 George Soule, Pemikiran Para Pakar Ekonomi Terkemuka, (Yogyakarta : Kanisius, 1994), 162.
76 Hasil wawancara dengan kaum muda pengangguran di Kecamatan Maliku ( tanggal 16 september 2010,pukul 17.00 wib).
Sehingga kegiatan mereka cenderung juga kearah yang negatif,seperti judi
maupun minuman keras. Solidaritas antar sesama pengangguran ini pun
tinggi, walaupun kadang terjadi bentrok antar kelompok hulu dan hilir, karena
masalah minuman keras/mabuk.77
Dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat mereka ini merupakan pihak
yang paling aktif, tetapi masyarakat mereka ini nampaknya dianggap tidak
terlalu cakap untuk dipercayakan dalam suatu bidang tugas, paling banter
mereka ini masuk dalam bidang perlengkapan dan keamanan.
Dari hasil angket dan wawancara, didapat kegiatan tentang kegiatan
mereka sehari-hari, membantu orang tua mereka disawah, tidak punya
kegiatan sama sekali atau hanya berkumpul dengan teman-teman saja, jalan-
jalan/bermain. Kemudian ada yang hanya memancing, memelihara ternak dan
menganyam rotan tetapi tidak rutin dikerjakan.78 Ada juga yang membantu
orang tuanya bertukang, tetapi ia bukan tukang hanya sekedar membantu,79
dan ada juga yang membuat kerajinan getah nyatu tetapi sifatnya kadang
dikerjakan kadang tidak.80 Dengan lain perkataan, kegiatan mereka lebih
banyak santai dan bergaul. Disamping itu banyak dari kaum muda
pengangguran ini yang tidak menguasai kerajinan tangan diatas.
77 Wawancara dengan kaum muda pengangguran di Kecamatan Maliku tanggal 19 septembar 2010. Pukul 17.20 wib )
78 Wawancara dengan Angga(23)( salah satu pemuda dikec. Maliku.tanggal 15 september 2010.pukul 16.15 wib )
79 Wawancara dengan Edwin(26) ( Salah satu pemuda dikec. Maliku tanggal 19 Septembar 16.21 wib)
80 Wawancara dengan Nunui(29)( salah satu pemuda di kec. Maliku tanggal 20 september 2010.Pukul 8.00 wib)
Dalam percakapan dengan kaum muda pengangguran ini, diperoleh
informasi mengenai pendapat mereka tentang pengangguran.81 Pengangguran
adalah orang yang tidak bekerja dan orang yang tidak memiliki pekerjaan
tetap. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa pekerjaan itu tidak selalu
harus pekerjaan tetap. Namun mereka juga menyatakan bahwa mereka sendiri
berada dalam keadaan menganggur itu.
Lamanya waktu kaum muda pengangguran ini tidak bekerja,
berdasarkan hasil angket berkisar antara 1-6 tahun. Sebagian dari mereka ini
sudah pernah bekerja, yang waktu kerja mereka antara setengah bulan sampai
delapan tahun. Kemudian berhenti karena sulit menyesuaikan diri dengan
ritme kerja atau karena upah tidak sesuai pekerjaan, karena kesehatan, karena
penciutan usaha, bangkrut atau PHK. Sebagian lagi ingin berhenti karena
perasaan bosan atau masalah khusus. Sedangkan yang lainnya lagi memang
tidak pernah bekerja sebelumnya.82
Berdasarkan data yang dikumpulkan, diketahui bahwa kaum muda
pengangguran ini ada yang tidak pernah bekerja atau pun mencari pekerjaan
karena tidak ada dorongan dari keluarga/orang tua. Ada juga yang tidak
pernah mencari pekerjaaan walaupun dituntut untuk bekerja dan ada juga
yang memang tidak pernah bekerja karena tidak ada tuntutan untuk itu, tetapi
pernah mencari pekerjaan.83
81 Menurut Rinto ( 28) (salah satu pemuda yang ada di kec. Maliku dalam wawancara tanggal 18 september 2010.pukul 19.00 wib )
82 Wawancara dengan kaum muda pangangguran di Kecamatan Maliku( Tanggal 20 september 2010,pukul 17.15 wib)
83 Dituturkan oleh kaum muda pengangguran dikecamatan Maliku (Tanggal 21 Sep 2010)Di samping itu pada pihak yang pernah bekerja, ada yang berusaha
mencari pekerjaan lagi karena diharuskan untuk itu tetapi ada juga yang
diharuskan untuk mencari pekerjaan namun tidak mau mencari pekerjaan
serta ada yang tidak mencari pekerjaan lagi karena memang tidak dituntut
untuk itu. Namun pada umumnya mereka ini pernah bekerja dan dituntut
untuk bekerja agar dapat meringankan beban orang tua mereka, tetapi tidak
bekerja juga.
Dari sini ada kesan bahwa dalam ruang lingkup keluarga, kaum
muda pengangguran ini cenderung keras hati dan egoismenya tinggi. Karena
walaupun mereka berusaha mencari pekerjaan, hal itu nampaknya tidak
dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ini dapat dilihat dari tidak adanya
pekerjaan yang maju mereka geluti selama mereka menganggur, padahal jika
mereka memang mau bekerja, ada banyak pekerjaan yang bisa mereka
lakukan. Akibatnya, walaupun orang tua mereka menuntut mereka untuk
bekerja, semua itu kemudian diserahkan kepada sang anak untuk memilih dan
menentukan apa yang ia inginkan. Dalam hal ini orang tua mereka tidak dapat
memaksakan kehendak mereka kepada anaknya, sebab jika dipaksakan maka
mereka akan berontak.84
Menurut kaum muda pengangguran ini, hal-hal yang menjadi
halangan bagi mereka dalam mendapatkan pekerjaan adalah mereka merasa
tidak ada/terbatasnya lowongan pekerjaan bagi mereka.85
84 Wawancara dengan beberapa orang tua kaum muda pengangguran di Kecamatan Maliku
85 Wawancara dengan kaum muda pengangguran di Kecamatan MalikuJuga karena faktor gaji yang tidak sesuai dengan pekerjaan, tidak ada uang
pelicin dan modal. Selain itu karena terbatasnya kemampuan/keahlian,
banyaknya saingan dan tidak adanya pengalaman kerja serta minimnya
penawaran pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka.
Adapun dalam hal pekerjaan, sebagian mereka mengatakan bahwa
pekerjaan yang mereka inginkan adalah pekerjaan yang sederhana dan tidak
merugikan orang lain (halal),86 juga pekerjaan yang ringan serta gajinya
besar. Selain itu juga pekerjaan yang sesuai bidang keahlian/kemampuan
mereka, juga jenis pekerjaan seperti pegawai negeri, pemborong bangunan,
usaha sendiri/wiraswasta/pengusaha yang dapat memberikan penghasilan
besar bagi mereka.87
Alfred Schutz dalam teori sosialnya mengatakan bahwa : “Manusia
merupakan mahluk sosial. Akibatnya kesadaran akan kehidupan sehari-hari adalah
sebuah kesadaran sosial. Yang berlangsung dalam dua cara yaitu kesadaran dalam
mengendalikan begitu saja adanya dan kegiatan orang lain sebagai penghuni dunia
yang dialami bersama dan kesadaran memakai tipe-tipe yang diciptakan dan
dikomunikasikan oleh kelompok individu-individu dalam dunia” 88
Dalam interaksi sosial maupun kegiatan kaum muda pengangguran
ini, mereka mengikuti tipe-tipe yang sudah tanpa adanya paksaan dan
didukung oleh keadaan-keadaan yang memungkinkan bagi kegiatan mereka,
seperti pergaulan. Melalui pergaulan, mereka mempelajari dan terlibat dengan
berbagai hal dalam masyarakat termasuk keadaan menganggur
(pengangguran itu sendiri).
86 Wawancara dengan pendi87 Wawancara dengan kaum muda pengangguran di Kecamatan Maliku88 H. R. Riyadi Soeprapto, Interaksionalisme Simbolis, 54
Ketika mereka mengambil tindakan yang sama, itu mereka lihat bukan
sebagai masalah tetapi sesuatu yang wajar. Karena pengangguran sudah ada
dalam masyarakat.
Padahal jika melihat pada keaadaan di Kecamatan Maliku, yang
merupakan desa transisi dan letak geografisnya yang strategis, serta luasnya
lahan-lahan yang tidak terpakai, apabila penduduk memiliki lahan sendiri.
Seharusnya semua itu dapat membuat mereka terlibat aktif dalam kegiatan
usaha khususnya bagi kaum muda pengangguran itu.
C.Kluckhohn dan Kroeber mengatakan bahwa hal yang paling hakiki
dari kebudayaan adalah ide-ide tradisional dan khususnya nilai-nilai yang
mengikatkan mereka.89 Sehingga ini berhubungan juga dengan pikiran yang
oleh Geertz merupakan sebuah sistem yang tersusun dari disposisi-disposisi
yang menemukan pengejawantahannya di dalam beberapa tindakan.90
Ini terlihat jelas dari pandangan hidup yang nampaknya dipegang
juga oleh kaum pengangguran ini, yaitu tentang segala sesuatu yang bisa
didapat di alam.91 Ketika mereka melihat bahwa kekayaan yang ada di alam
itu cukup, mereka lalu melihat bahwa pekerjaan itu bukan sebagai sesuatu
yang mutlak untuk dilakukan. Sehingga hal ini terpola dalam alam pikiran
mereka dan membudaya, bagaimanapun juga akan menjadi pembimbing yang
potensial untuk tingkah laku manusia.
89 JWM. Bakker, Filsafat Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius, 1984), 18.90 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan, (Yogyakaarta : Kanisius, 1992), 7291 Wawancara dengan kaum muda pengangguran di Kecamatan MalikuDisamping itu, ketergantungan pada orang tua juga menjadi
pendukung bagi mereka. Seperti “narai kare uyuh-uyuh bagawi, jatun
tanggungan kea, sika tatap kuman kea melai huma” (untuk apa susah-susah
bekerja,tidak ada tanggungan juga, toh tetap makan juga dirumah). Ini
mengakibatkan mereka manja, karena keperluan jasmani mereka tetap
tersedia dari orang tua. Tanpa mereka harus bekerja keras untuk
memperolehnya. Kalaupun mereka harus mencarinya, mereka dapat
memperolehnya dengan memancing.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya timbul nilai yang
dianggap penting oleh masyarkat yaitu keuntungan diri sendiri (uang).
Akibatnya nilai-nilai kebersamaan seperti gotong royong mulai
dikebelakangkan.92 Sehingga kebersamaan dengan itu, tumbuhlah mentalitas
menerabas, yang ingin cepat mencapai tujuan/hasil tanpa mau banyak
berusaha keras. Ini dapat terlihat dari maraknya kegiatan judi dan pandangan
kaum muda pengangguran tentang pekerjaan.93 Adapun mentalitas itu sendiri
menurut Koentjraningrat merupakan keseluruhan dari isi serta kemampuan
alam pikiran dan alam jiwa manusia dalam menangapi lingkungannya.94
Tetapi ketika imbalan yang ada tidak menarik minat mereka, maka
mereka lebih memilih untuk menganggur. Di samping itu sudah tidak
berlakunya lagi tentang pandangan status sosial dalam masyarakat,
menyebabkan kaum muda pengangguran ini enggan untuk bersaing.
92 Wawancara dengan kaum muda pengangguran di Kecamatan Maliku dan Kepala Desa.
93 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta : PT. Gramedia, 1981), 46.
Sehingga mereka tidak berani mengambil tindakan ataupun resiko
karena takut gagal, malahan mereka merasa aman dalam keadaan mereka
tersebut. Akibatnya pemikiran mereka kurang berorientasi ke depan yang
menyebabkan kurang mampu juga melihat dan merencanakan masa depannya
dengan baik.
Motivasi untuk bekerja pun sanggat kurang, yang lebih mereka
inginkan adalah sebuah pekerjaan dengan gaji besar, tidak terlalu berat dan
sesuai dengan kemampuan mereka. Padahal pihak Dinas Tenaga Kerja dan
Sosial menurut keterangan Kepala Desa Maliku selalu memberikan bantuan
untuk pelatihan kaum muda pengangguran ini melalui Karang Taruna. Tetapi
karena tidak adanya pengkoordinator kegiatan maka dalam waktu dekat lebih
kurang satu bulan kegiatan tersebut terhenti dan barang-barang bantuan pun
raib entah kemana.
94 Ibid, 26.BAB IV
MISI GEREJA DALAM MEMBERDAYAKAN KAUM MUDA
PENGANGGURAN DI KECAMATAN MALIKU
A. Tanggung Jawab Misi Terhadap Pengangguran sebagai Masalah Sosial
Gereja ada dan hadir di tengah-tengah dunia dalam segala konteks
zamannya. Sehingga gereja juga ada bukan untuk dirinya sendiri, tetapi ia diutus
untuk gelar karya ditengah dunia.95 Ini berarti bahwa gereja harus mampu
menyesuaikan perannya dengan tuntutan zaman dan dapat hadir sebagai pihak yang
mampu mengupayakan suatu solusi atas apa yang terjadi. Sebab gereja akan benar-
benar menjadi gereja apabila gereja menyadari bahwa ia merupakan bagian dari
dunia yang Allah kasihi dan yang kepadanya juga Allah menyatakan Kasih-Nya.
Persoalan tentang keadaan-keadaan dunia sekarang ini adalah misi gereja.
Dengan adanya misi, gereja dapat berdiri pada posisi yang seharusnya dan dengan
misi ini jugalah gereja benar-benar ada di dalam dunia. Seperti yang diungkapkan
juga oleh Choan Seng Song Bahwa : “Gereja itu bukan hanya berada dalam misi,
melainkan gereja itu adalah misi”.
Dengan demikian,misi dan gereja bukan merupakan dua hal yang
terpisahakan melainkan merupakan dua hal yang bertalian satu sama lain. Karena itu
dalam misinya gereja harus sungguh-sungguh memahami bahwa karya Allah tidak
hanya sampai pada ruang lingkup gereja saja, tetapi seluruh manusia.
95 Weinata Sairih, MTh, Iman Kristen dan Pergumulan Kekinian, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996), 3.
Ini juga berarti bahwa gereja ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk
melaksanakan tugas panggilannya dalam konteks sosial , politik, ekonomi, dan
budaya tertentu. Sebab dalam kegiatan misinya gereja juga diajak untuk tidak
mengabaikan kesejahteraan manusia, dengan menjalankan karya-karya sosialnya. 96
Akibatnya gereja juga terlibat dalam menanggulangi masalah sosial dan
turut bertanggung jawab dalam upaya perubahanya. Tanggung jawab sosial ini dapat
dilihat dalam rangka tidakan Allah dalam sejarah. Menurut Vinay Samuel, tindakan
Allah mengambil tempat dalam sejarah ada dalam bentuk kehidupan sosial manusia.
sTindakan Allah berlangsung dalam hidup seluruh manusia dari dahulu sampai
sekarang, yang nyata juga dalam kehidupan manusia.
Dalam pelaksanaanya sendiri, misi gereja harus relevan dan berhadapan
dengan situasi dunia, agar misi gereja menjadi misi yang mampu memberikan
keadilan dan pembebasan. Salah satu bentuk misi yang dilaksanakan gereja adalah
member prioritas pada penyiapan akan sumber daya manusia untuk meningkatkan
kualitasnya, khususnya yang berhubungan dengan masalah pengangguran
Dengan peberdayaan sumber manusia ini, setiap orang dapat menyalurkan
hal-hal positif yang mereka miliki dan menekan munculnya sikap negatif mereka.
Sehingga manusia dapat hadir sebagai manusia yang seutuhnya dengan pikiran yang
sehat, rasional dan positif, yang memberikan masukan-masukan yang berarti dalam
kehidupan masyarakat dan dengan demikian mengangkat harkat dan martabat
manusia itu sendiri. Yang dalam hal ini, gereja juga terpanggil secara aktif dan
kreatif untuk mengambil bagian dalam usaha yang mencegah segala yang
merongrong dan merendahkan harkat dan martabat manusia
Karena pengangguran merupakan masalah sosial, dan karya misi juga
meliputi kehadiran gereja dalam keadaan-keadaan sosial, maka gereja juga memiliki
andil dalam menghadapi masalah pengangguran ini.Hal ini bersesuaian dengan titik
pijak dalam peran serta gereja terhadap pembangunan nasional, yaitu keterlibatan
gereja dalam partisipasi dan pelayananya dibidang ketenagakerja.
B. Misi Yang Holistik
Istilah “misi” berasal dari bahasa latin “ mission” yang berarti “perutusan”21
jadi kata perutusan ini mengarah juga pada maksud adanya tugas dan tanggung
jawab. Yang oleh W.D. Conterius dituliskan bahwa misi merupakan suatu perutusan
dengan pesan atau message khusus untuk disampaikan atau dengan tugas khusus
untuk dilaksanakan.22
Didalam lingkungan gereja, istilah misi dapat digunakan baik untuk
menunjuk kegiatan yang lebih luas dan umum untuk yaitu semua kegiatan
gerejawi,maupun untuk menunjuk pada karya pewartaan.23 Menurut Arie De Kuiper
dalam bukunya” missiologi”, misi merupakan pengutusan yang adalah karya Allah
atau juga tugas yang diberikan oleh Allah. Yang meliputi seluruh aktivitas gereja
dimanapun ia berada.24
Dengan demikian misi gereja lebih dilihat sebagai karya misi yang holistik.
Misi yang dimengerti secara kontekstual, sebagai hidup dan karya gereja ditempat
dimana gereja ada, yang dengan cara ini misi mendapatkan arti yang sebenarnya
sebagai aspek keterbukaan gereja terhadap dunia.25 Sehingga misi bukan hanya
ditujukan kepada orang yang menjadikan mereka Kristen, melainkan menjadikan
mereka juga ada dalam keadaan seperti yang ingin Allah wujudkan didunia ini.
Misi dipandang sebagai suatu gerakan dari Allah kepada dunia.26 Jadi dunia
merupakan ruang gerak dari seluruh aktivitas Allah dan dunia adalah ladang misi itu
sendiri. Ini berarti juga bahwa misi itu ditujukan pada setiap manusia dalam segala
keadaannya. Sehingga misi merupakan Missio Dei.Missio Dei adalah kegiatan Allah
yang merangkul baik gereja maupun dunia.27 Missio Dei merupakan murni aktivitas
Allah yang datang kedunia untuk menyampaikan Diri-Nya agar kehadiran-Nya
ditengah dunia mempunyai dampak bagi manusia.28 Dengan demikian misi gereja
dapat dimengerti sebagai partisipasi aktif gereja pada Missio Dei yang disertai
tindakan gereja.
Choan-Seng Song menyatakan bahwa misi adalah tindakan Allah dalam
menjawab teriakan manusia.29Sehingga Missio Dei ini ada dalam rangka kasih yang
Allah nyatakan kepada manusia. Tindak nyata dari kasih Allah itu adalah Yesus
Kristus, Yang didalam-Nya Allah rela datang kedunia bukan sebagai Allah, tetapi
manusia biasa, bahkan sebagai seorang hamba yang menderita sampai mati dikayu
salib. Ia hadir bagi manusia dan sebagai manusia. Mengambil bagian dalam dunia
sekaligus menentang nilai yang bersifat menindas dan merendahkan martabat
manusia. 30Sehingga melalui ini, ia membuat kehadiran Allah menjadi nyata.
Missio Dei ini juga merupakan pernyataan cara Allah untuk melaksanakan
rencana penyelamatan-Nya yang universal bagi manusia. Keselamatan yang Allah
rencanakan bagi manusia bukan hanya keselamatan jiwa yang diperoleh pada akhir
zaman, tetapi keselamatan seluruh manusia baik rohani maupun jasmani. Hal ini
melibatkan juga nilai-nilai yang menjamin dan mempertahankan kehidupan manusia
dan membuat manusia menjadi lebih manusiawi dalam segala hal segi dan dimensi
hidupnya.31
Dalam hal ini, gereja terlibat untuk mewartakan kabar gembira kehadiran
dan tindakan Allah didunia dan dalam sejarah manusia, untuk mendukung
pemerintahan Allah yang penuh syallom. Pemerintahan Allah ini memeluk semua
orang yang berkehendak baik, yang berkomitmen untuk membangun umat manusia
yang baru.32
Dimana Allah menyertai, hadir dan aktif, memelihara dan menyelamatkan
namun dituntut juga usaha dari manusia itu sendiri. Karena itu gereja harus
menyatakan keprihatinan dan solidaritasnya terhadap penderitaan manusia dan
berpartisipasi dalam pembangunan.33 Gereja harus turut berupaya dalam
memperjuangkan pembebasan untuk mencapai keadilan dan kebenaran yang
menghapuskan segala belenggu. Dengan lain perkataan, pembebasan seluruh umat
manusia adalah untuk mendapatkan suatu masa depan dan pengharapan.34
C. Pandangan Alkitab Tentang Misi Holistik
Dalam PL maupun PB, karya misi dilihat sebagai karya Allah, Allah yang
telah mengutus Diri-Nya sendiri kedalam dunia untuk menyelamatkan dunia dan
manusia.
a. Menurut PL
Dalam PL, misi dilihat secara menyeluruh dari perutusan Diri Allah
kepada dunia. Perutusan ini nyata dalam kehadiran Allah bersama umat-Nya.
Allah diperlihatkan memiliki peran yang universal, yaitu sebagai pencipta dunia
(Kej 1; Maz 8,19) dan Tuan atas sejarah (Kej 12; Kel 1; Ul 2; Am 9:7) serta
penyelamat segala bangsa. Ia menyingkapkan Diri-Nya sebagai Allah yang aktif
didalam sejarah yang lampau dan ia juga akan menjadi Allah dimasa depan.
Allah menjangkau semua bangsa (Yun 4), salah satunya nyata dalam
pemeliharaan Israel. Tetapi perhatian yang dialami oleh bangsa Israel bukanlah
satu-satunya perhatian Allah kepada umat manusia. Israel hanyalah sebagai tanda
bagi dunia, agar dunia melihat dan menyadari perutusan Diri Allah yang benar
untuk menyelamatkan manusia. Sehingga “misionaris” didalam PL, adalah Allah
sendiri.
Allah memulai tindakan penyelamatan-Nya dengan memperbaharui
dunia pada suatu tempat tertentu dan bangsa yang tertentu pula (Kej 12:1-3),
yaitu Israel. Dengan demikian Israel mengemban tugas missioner juga untuk
menghadirkan cinta Allah yang universal kepada bangsa-bangsa lain yang ada
disekitarnya. Yang dimengerti sebagai tugas perwujudnyataan universalitas
keselamatan yang dari Allah, yaitu dengan menjadi terang bagi bangsa-bangsa
lain (Yes 49:6;8-9).
b. Menurut PB
Pada dasarnya pelayan holistic dalam masa perjanjian baru tetap
mengacu pada perjanjian lama yaitu hadirnya shalom ditengah-tengah
masyarakat. Hadirnya shalom adalah suatu kerinduan bangsa Israel pada saat itu,
karena mereka sedang dijajah oleh bangsa Romawi, mereka tertindas dengan
peraturan-peraturan yang memberatkan mereka dan kewajiban untuk membayar
pajak kepada kaisar, dalam shalom dalam arti keamanan dan kemerdekaan sangat
mereka nantikan dalam keadaan seperti itu. Mereka sangat menanti-nantikan
Mesias yang diharapkan oleh mereka dapat memimpin dan melepaskan mereka
dari tangan penjajahan bangsa Romawi, sama seperti ketika Musa melepaskan
bangsaIsrael dari tangan Mesir. Pada situasi demikianlah maka Yesus muncul
sebagai tokoh yang memberi harapan bagi bangsa Israel. Hal yang harus
dipahami dari misi Yesus adalah kesadaran-Nya sebagai orang yang diutus, yang
menghayati suatu keyakinan yang mendasar bahwa ia diutus Allah. Sehingga
kehadiran-Nya sama sekali tidak sekedar bersifat lahiriah belaka, tetapi Ia ada
dan hadir bagi manusia sebagai manusia dan mewujudkan kehadiran yang Ilahi
itu.
Pelayana Kristen yang merupakan kelanjutan pelayanan Yesus mau tidak
mau harus merupakan pelayanan yang holoistik, karena Yesus telah memberikan
teladan itu kepada kita. Bukan hanya pelayanan-Nya saja tetapi Yesuspun adalah
teladan manusia yang holoistik. Kepekaan Yesus adalah terhadap apa yang
dibutuhkan oleh manusia dan bukan apa yang diinginkan manusia. Yesus amat
peka terhadap kebutuhan holistik manusia. Contoh yang paling gamblang adalah
yang terdapat dalam Yohanes 6:1-15, setelah Yesus member makan secara
rohani kepada orang-orang yang haus akan Firman Tuhan maka Yesus member
makan jasmani berupa roti dan ikan kepada lebih dari lima ribu orang.
D. Misi Gereja Sebagai Pemberdaya
Menganggur merupakan suatu keadaan terbelenggu, dimana kaum muda
pengangguran ini tidak dapat menyalurkan bakat maupun potensi yang mereka
miliki. Sebab mereka terkurung dalam keadaan menganggur tersebut. Yang berarti
juga pada saat mereka menjadi pengangguran, mereka tidak memiliki kebebasan
untuk berkarya, sehingga mereka harus dibebaskan dari keadaan tersebut.
Karena misi gereja itu sendiri harus relavan dan berhadapan dengan situasi
yang ada, maka ketika misi gereja diperhadapkan dengan pemuda pengangguran ini,
gereja harus mengupayakan adanya solusi atas keadaan tersebut, walaupun tidak
dapat menghapuskan pengangguran, tetapi setidaknya dapat mengurangi tingkat
pengangguran itu. Pemberdaya adalah kata kunci yang ditawarkan penulis bagi misi
gereja.
Kata “Pemberdayaan” ini berasal dari kata “Daya” yang artinya adalah
kemampuan untuk melakukan sesuatu/kemampuan untuk bertindak. Daya ini juga
dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam dan diperkuat oleh unsur-unsur
penguatan yang diserap dari luar. Jadi pemberdaya dapat dimengerti juga sebagai
upaya untuk kemampuan/menguatkan orang yang terkena penggunaan daya tersebut.
Sehingga pemberdayaan ini mengaju pada terjadinya peningkatan kesejahteraan,
membuka peluang untuk masuk dalam berbagai sumber daya dan kritis, mampu dan
bersikap dan berpikir. Pemberdayaan itu dapat dilakukan dengan menyatakan
keberadaan mereka (kaum muda pengangguran), sehingga mereka memiliki apa yang
dinamakan dengan daya seperti tersebut di atas. Yang memberi kemungkinan bagi
mereka untuk dapat memperbaiki kehidupan mereka sendiri, di atas kekuatan mereka
sendiri. Yang juga membuat mereka menjadi mampu untuk menentukan dan
mengelola kehidupan mereka sendiri. Inilah yang menjadi konsep dari
“Pemberdayaan” ini.
Dengan demikian, pemberdayaan harus melihat pada tiga sisi. Pertama,
diciptakan suasana/keadaan yang memungkinkan untuk berkembangnya potensi
kaum muda pengangguran muda yang titik tolaknya adalah pemahaman bahwa setiap
manusia memiliki potensi untuk dikembangkan. Sehingga pemberdayaan ini,
merupakan upaya untuk membangun dan mengembangkan daya yang dimilki kaum
muda pengangguran ini.
Kedua, memberdayakan untuk memperkuat potensi/daya yang dimiliki oleh
kaum muda penganguran ini. Melalui tindak nyata yang dapat membuat mereka
semakin berdaya. Ketiga, memberdayakan ini mencakup juga pengertian melindungi.
Melindungi dalam artian mencegah agar mereka yang lemah tidak menjadi semakin
lemah. Seperti kaum muda pengangguran ini, kegiatan pemberdayaan akan
melindungi mereka dari segala penyudutan atas keadaan mereka. Sehingga dalam
pemberdayaan, kaum muda pengangguran ini menjadi subjek dalam upaya
penggunaan daya tersebut.
Dengan ini kaum muda pengangguran akan mampu turut serta dalam
partisipasi terhadap pembangunan bangsa, yang dihargai dan dijunjung harkat dan
martabatnya sebagai manusia karya. Melalui pemberdayaan ini juga mereka
diharapkan mampu mengenal dan mengembangkan potensi-potensi diri mereka, agar
menjadi manusia yang sendiri dan dewasa.
1. Pusat Pemberdayaan Adalah Kerja
Karena kaum muda pengangguran ini adalah angkatan kerja yang sedang
tidak mempunyai pekerjaan. Maka ketika berbicara tentang pengangguran, ini
akan selalu berhubungan dengan kerja. Sehingga pemberdayaan kaum muda
pengangguran ini adalah diarahkan dalam hal bekerja.
Pengangguran adalah pelanggaran atas hakikat manusia. Karena manusia
adalah pekerja, dimanapun manusia itu ada, maka disana juga ada kerja. Dalam
kerja yang manusia lakukan, maka manusia secara sadar menggunakan berbagai
kemampuan yang ada padanya untuk mencapai tujuannya. Oleh sebab itu, setiap
orang perlu untuk bekerja, bukan saja supaya orang tersebut memperoleh nafkah
untuk hidupnya tetapi juga untuk keutuhan jiwanya. Dalam bekerja, manusia
memenuhi mandat atau tugas luhur dari Allah sendiri. Sehingga bekerja juga
bukan sekedar kewajiban bagi manusia, tetapi adalah hak manusia yang
merupakan bagian dari hakekat manusia.
Dengan demikian, gereja dalam keterlibatannya harus solider dengan
mereka, dekat dengan mereka, membuka hati dan tangan bagi mereka. Yang
menunjukan bahwa gereja berusaha meneruskan keselamatan Allah bagi mereka
dengan membantu mereka bebas dari kedaan mereka, dengan melakukan
pemberdayaan. Ini berarti bahwa gereja harus mampu menempatkan diri sebagai
teman bagi mereka dan menggali daya yang tidak ternilai harganya untuk di
kembangkan dalam kerja.
Dalam PL, kerja Allah nyata dalam rangka penciptaan dunia dan didunia.
Allah juga menciptakan manusia yang segambar dengan diri-Nya. Kejadian 1
menampilkan Allah sebagai seorang pekerja, sehingga manusia juga adalah
pekerja, sama seperti Dia. Ini berarti juga bahwa manusia wajib untuk bekerja.
Karena kerja merupakan bagian yang utuh dari kehidupan manusia.
Dalam kej 2:15, hal pertama yang diberikan Allah bagi manusia adalah
tugas/kerja, sehingga kerja merupakan bagian dari rencana Allah. Setiap orang
harus bekerja ( kel 34: 21) dan kerja ini merupakan perintah, bukan pilihan,
manusia tidak boleh menjauhi kerja melainkan dipuaskan oleh hasil kerja tangan
atau pikirannya ( Ams 18:9 ;14:23 ; 19:15 ; Pkh 3:22 )
Dalam PB kerja merupakan tanggung jawab yang besar dan Yesus sendiri juga
bekerja.
Dalam 1 Tim 5:8, setiap orang harus bertanggung jawab untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya yaitu dengan bekerja. Jika seseorang tidak bekerja,
janganlah ia makan ( II Tes 3:10). Dengan bekerja manusia memuliakan Allah,
mencukupi kebutuhan keluarga dan menampilkan reputasi yang baik bagi
lingkungan ( I Tes 4:11-12)
Alkitab menyaksikan bahwa kerja merupakan karunia Tuhan, dalam kerja
juga manusia bisa terlibat dalam hubungan kerjasama dengan Allah dan dengan
manusia, juga dalam hubungan tolong-menolong dengan sesama. Kerja juga
perlu untuk pemenuhan diri manusia yang hakekatnya adalah seorang pekerja
dengan bakat khas pada setiap orang untuk berdaya cipta.
2. Pemberdayaan dan Tahapanya
Penulis menawarkan beberapa tahapan pemberdayaan, tetapi ini juga tidak
dimaksudkan untuk menunjukan adanya atau satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, karena setiap tahapan ini merupakan bagian-bagian yang selalu
berhubungan satu sama lain.
1. Penyadaran.
Dalam proses ini,kaum muda pengangguran diajak untuk menyadari
bahwa keadaan menganggur merupakan suatu keadaan keterbelengguan,
tanpa harus mengklaim mereka sebagai masalah. Penyadaran ini
dimaksudkan juga untuk menyadarkan mereka bahwa mereka sendiri cukup
sanggup untuk mengatasi keadaan mereka asalkan ada kemauan dari diri
mereka sendiri dan tentu juga diperlukan adanya bantuan dari pihak lain.
Dalam pelaksanakan penyadaran harus pula diberi kesempatan bagi
mereka untuk mengungkapkan perasaan mereka sehubungan dengan hal ini,
baik itu alasan maupun keluhan-keluhan mereka. Sehingga diperlukan
dialog/komunikasi dan pelayanan pastoral/penggembalaan bagi kaum muda
pengangguran ini.
Tetapi kegiatan-kegiatan itu tidak perlu dilakukan terang-terangan,
karena akan hanya menimbulkan perasaan rendah diri mereka. Metode dalam
penyadaran ini sebaiknya dilakukan seperti melalui, percakapan santai,
sharing, konseling, perkunjungan rumah tangga maupun menggunakan
metode “ warung kopi “, yaitu berada ditempat kaum muda pengangguran ini
seringkali berkumpul, untuk berbincang-bincang dengan mereka.
Sehingga dengan metode-metode tersebut, maka dalam pelaksanaanya
dapat diangkat topik pembicaraan yang berhubungan dengan masalah
pemahaman mereka yang sudah membudaya. Memang tidak dapat
dipungkiri, bahwa segala sesuatu yang sudah membudaya akan sulit untuk
dihilangkan, tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk setidaknya
dikurangi. Karena itu dalam dialog maupun pastoral yang dilakukan, harus
benar-benar mengajak mereka berpikir bahwa mereka tidak seharusnya tetap
berada dalam keadaan mereka tersebut dan mereka juga harus berpikir
tentang masa depan mereka.
Sebab jika mereka hanya berharap untuk mengambil dari alam atau
menunggu nasib, semua itu juga nantinya tidak akan mampu memberi seperti
yang mereka inginkan. Dan bila mereka hanya menunggu pekerjaan yang
sesuai dengan keinginan mereka, sedangakan pekerjaan mereka seperti itu
sangat tidak pasti, bisa-bisa mereka akan menjadi pengangguran seumur
hidup.
Dalam tahapan ini gereja harus benar-benar bertukar pikiran dengan
mereka agar memahami arah pikiran mereka dan agar mampu member ide-
ide baru untuk membuka pemahaman baru mereka. Tetapi semua ini harus
dilakukan dalam suasana yang harus benar-benar akrab, tanpa harus
menggurui mereka. Sebab sikap menggurui hanya akan membuat mereka
tersinggung.
Berdasarkan analisa pada gambaran umum, maka dalam hal ini
gereja harus melakukan pendekatan secara pribadi atau orang per orang.
Karena bila satu orang dapat dirangkul oleh gereja, maka lainnya pun akan
dengan mudah diajak oleh geraja. Untuk yang baru menjadi pengangguran
mungkin lebih mudah pendekatannya, karena pikirannya masih berupaya
mencari-cari apa yang harus ia lakukan. Sedangkan mereka yang sudah lama
menganggur, pikirannya sudah mulai dipenuhi oleh pesimisme maupun tidak
percaya diri. Sehingga untuk mereka ini pendekatannya harus lebih intensif.
Dalam hal ini mereka harus dibebaskan dari rasa tidak percaya diri atau pun
pesimisme dan rasa nyaman dalam keadaan menganggur tersebut. Dengan
mengarahkan mereka pada pemikiran tentang bagaimana jika mereka
menopang hidup keluarga mereka tidak ada, bagaimana kehidupan mereka
selanjutnya dan apa yang akan terjadi pada diri mereka serta mengenai
adanya potensi yang dimiliki setiap orang sejak dilahirkan, termasuk juga
mereka sendiri.
2. Pembinaan
Pembinaan adalah mendidik, mendewasakan, menuntun,
memotivasi, membaharui, membangun, membimbing, memelihara dan
memimpin. Dalam hal ini, gereja bisa menjadi apa saja bagi mereka, baik
sebagai teman atau pun sebagai pihak yang membantu mereka mencari jalan
keluar atas keadaan mereka.
Dalam hal ini mereka diberi dorongan dan diajak berpikir serta
berdiskusi untuk melihat bahwa ada banyak potensi yang mereka miliki, yang
dapat membuat keadaan mereka menjadi lebih baik dari yang sekarang.
Khususnya kaum muda pengangguran ini memiliki kebebasan untuk
bergerak/pergi kemanapun mereka mau tanpa adanya larangan, keadaan ini
bisa dimanfaatkan dalam kegiatan pembinaan untuk menghimpun mereka dan
mengajak mereka berbicara tentang apa yang harus mereka lakukan agar
mereka dapat bekerja.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan mudah apabila dalam
penyadaran suasana yang akrab telah terwujud. Karena pada umumnya
pemuda Maliku ini mudah untuk diajak berbicara dan suka ikut-ikutan.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui saresahan, seminat dan saling berdiskusi
baik dalam kerangka formal dan informal. Topik yang dapat diangkat dalam
kegiatan ini dapat berhubungan dengan minat mereka terhadap pekerjaan
yang ada di Kecamatan Maliku ini, apa yang bisa membuat mereka tertarik,
keterampilan apa yang cocok dikembangkan dan apa yang membuat mereka
tidak tertarik.
3. Pelatihan
Seiring dengan pembinaan sebaiknya dilakukan pelatihan agar kaum
muda pengangguran ini dapat memberikan respons mereka secara langsung
dalam bentuk tindakan yang tidak nyata. Pelatihan ini dapat diprakarsai oleh
gereja sendiri maupun mengadakan kerjasama dengan pihak lain, misalnya
Dinas Tenaga Kerja dan Sosial yang selalu memberikan bantuan berupa
barang-barang untuk pelatihan kerja dan juga kerjasama dengan kelompok
karang taruna.
Pelatihan ini dapat dilakukan dengan metode workshop yang
merupakan pelatihan keterampilan dalam bidang tertentu, ataupun kursus
pendek, dapat juga dilakukan kegiatan lokakarya, yang tidak hanya
mendengar ataupun mendiskusikan saja tetapi juga mempraktekkannya.
Di Kecamatan Maliku ini tidak terdapat usaha-usaha yang menonjol
dari pada usaha lain, dalam artian usaha-usaha tersebut berjalan apa adanya
saja. Karena itu pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan di
Kecamatan Maliku seperti perbengkelan, kerajinan getah, anyaman rotan dan
menjahit. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk diupayakannya
pelatihan dibidang wiraswasta lain, yang sekiranya mampu untuk membuat
kaum muda pengangguran ini lebih berdaya agar dapat mengelola hidupnya
sendiri kelak.
4. Penyediaan Fasilitas
Tidak dapat dipungkiri bahwa gereja tidak mempunyai cukup dana
untuk ini, karena itu diperlukan juga bantuan dan kerjasama dari dari koperasi
dalam hal pinjaman uang dan dari dinas tenaga kerja dan sosial berupa
peralatan mekanika dan peralatan pertanian. Juga upaya untuk menyediakan
bahan produksi seperti getah nyatu, dengan harga yang tidak terlalu tinggi
untuk mereka dan melalui koperasi, membantu mengupayakan penjualan
dengan harga yang sesuai dengan harga dipasaranya, atau hasil pekerjaan
mereka. Ini didukung juga oleh keadaan fasilitas desa yang memungkinkan
untuk lancarnya arus keluar masuk barang.
Disamping itu dalam kerjasama dengan dinas Tenaga Kerja dan Sosial,
tidak ada salahnya juga bagi gereja untuk mengupayakan bantuan bagi
mereka dalaam memperoleh “kartu kuning”. Untuk menyediakan kesempatan
bagi mereka yang mungkin berpikiran untuk masuk ke bidang pekerjaan lain.
Karena jika mereka mengikuti tes-tes penerimaan tenaga kerja, mereka selalu
dimintai kartu kuning tersebut yang diberikan oleh Dinas Tenaga Kerja dan
Sosial sebagai bukti mempunyai pengalaman kerja. Karena itu gereja perlu
mengupayakan agar mereka yang terlibat dalam pemberdayaan ini, dapat
memperoleh tanda bukti tersebut dari Dinas Tenaga Kerja dan sosial, agar
mereka dapat memiliki akses ke pasar kerja.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada paparan dalam bab-bab terdahulu maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengangguran merupakan angkatan kerja yang sedang tidak mempuyai
pekerjaan. Ukuran untuk menentukan pengangguran atau tidak adalah dari
hasil kerja ( barang atau jasa dan upah), adanya bahan yang di olah dengan
sarana masing-masing dan jam kerja ( 14 jam dalam seminggu) .
Pengangguran terjadi oleh berbagai hal seperti budaya, rendahnya kualitas
pendidikan, kurangnya keterampilan, tidak sesuainya lapangan kerja dengan
keinginan pencari kerja, perkembangan teknologi, geografis, diskriminasi,
perpindahan kerja, PHK , kerja tidak tetap dan tidak ingin bekerja, yang dapaat
menimbulkan masalah sosial dan menghambat pembangunan.
2. Misi adalah pengutusan, yang adalah karya Allah, sebagai tugas bagi gereja
dimanapun ia berada. Misi adalah aktivitas Allah sendiri karena itu misi
adalah Missio Dei. Misi ditujukan kepada seluruh manusia dalam segala
keadaaannya, sehingga misi gereja meliputi seluruh bidang kehidupan
manusia, termasuk masalah pengangguran muda di Kecamatan Maliku ini.
3. Kaum muda pengangguran di Kecamatan Maliku ini tergolong dalam
pengangguran terpaksa, sukarela, putus asa, pengangguran yang kelihatan dan
pengangguran yang terbuka. Terjadinya pengangguran muda di Kecamatan
Maliku ini dipangaruhi oleh beberapa hal seperti masalah kualitas pendidikan,
sistem upah, budaya/pemahaman dan keadaan sosial.
4. Memberdayakan berasal dari kata daya/kemampuan sehingga memberdayakan
dimengerti sebagai upaya memampukan orang yang terkena gangguan daya
tersebut. Tujuannya adalah utuk terjadinya peningkatan kesejahteraan, akses
keberbagai peluang kerja, mampu bersikap dan berpikir kritis untuk
menentukan dan mengelola kehidupan sendiri. Pemberdayaan ini dapat
dilakukan melalui penyadaran, pembinaan, pelatihan dan penyediaan fasilitas,
yang pendekatanya dilakukan dengan memperhatikan keadaan mereka.
B. Usulan
Tulisan ini, penulis sadari penuh dengan kekurangan dan terbuka pada
berbagai kemungkinan kekeliruan. Karena tulisan ini masih hanya berupa upaya
dari seorang maahasiswi dalam memberikan sumbangsih pikiranya, karena itu
penulis mengharapkan agar :
1. Agar penentu kebijakan gereja, khususnya GKE memperhatikan tugas
panggilan gereja yang relevan dan kontesktual terhadap masalah sosial,
khususnya pengangguran muda.
2. Agar gereja terlibat secara aktif dan kreatif dalam upaya memberdayakan kaum
muda pengangguran ini untuk terlibat dalam pembangunan masyarakat dan
khususnya gereja sendiri.
3. Agar kaum muda pengangguran ini menyadari bahwa mereka memiliki
kemampuan yang dapat membuat mereka lebih berdaya, untuk memperoleh
masa depan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku-buku
Arif, Saiful, Menolak Pembangunanisme, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000).
Artanto, Widi, Menjadi Gereja Misioner, (Yogyakarta : Kanisius, 19970).
Bakker, JWM, Filsafat Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius, 1984).
Beeby, C. E, Pendidikan di Indonesia, (Jakarta : LP3ES, 1981).
Bosch, David J, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1997).
Brownlee, Malcolm, hai, pemuda Pilihlah !, (Jakarta : BPK Gunung Mulia 2002).
Conterius, Wilhelm Djulei, Misiologi Dan Misi Gereja Milenium Baru, (Ende : Nusa
Indah, 2001).
Djojohadikusuma, Sumitro, Indonesia Dalam Perkembangan Dunia, (Jakarta : LP3ES,
1989).
Effendi, Sofyan, Membangun Martabat Manusia, (Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 1993).
Faisal, Sanafiah, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2001).
Geertz, Clifford, Tafsir Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius, 1992).
Georg kircchberger, SVD, dan john Mansford Prior, SVD, Mendengarkan Dan
Mewartakan, (Ende : Nusa Indah, 2003).
Hartoko, Dick, memanusiakan Manusia Muda, (Yogyakarta : kanisius, 1985).
Heilbroner, Robert L, Tokoh-tokoh Besar Pemikir Ekonomi, (Jakarta : Universitas
Indonesia, 1972).
Irawan dan M. Suparmoko, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta : BPFE, Edisi ke-3,
1979).
top related