sejarah falsafah barat moden dan islam - aliran
Post on 07-Feb-2016
578 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
http://berkas-kuliah.blogspot.com/2013/02/dasar-dasar-filsafat-dan-hubungan.html
DASAR-DASAR FILSAFAT DAN HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU
1. PENGERTIAN FILSAFAT SECARA ETIMOLOGIS DAN SEMANTIK
Oleh : Jeffy dan Silvi
Filsafat mempunyai pengertian/ definisi yang bermacam-macam dari para ahli
maupun filosof. Contoh-contohnya adalah seperti Soetopo (2004:1) menarik pengertian
filsafat dari dua pengertian dasar, yaitu pengertian etimologis dan pengertian semantik.
Pengertian etimologis filsafat berasal dari kata “filos” yang berarti cinta dan “sofia”
yang berarti kebijakan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Dengan demikian kata filsafat
berarti cinta terhadap kebijakan dan kebijaksanaan. Sedangkan, pengertian semantik
filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari hakikat segala sarwa yang ada dan yang
mungkin ada sedalam-dalamnya yang dilakukan secara radikal dan menyeluruh.
Berdasarkan pengertian itu, berarti orang yang belajar filsafat adalah orang yang
cinta akan kebajikan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Kajiannya dilakukan dengan
berusaha mengetahui suatu hal sedalam-dalamnya, sehingga sampai pada hakikat yang
sebenar-benarnya, sampai pada seinti-intinya. Orang yang ahli dalam filsafat disebut
filosof atau ada yang menyebutnya filsuf. Bidang kajian filsafat sangat luas, yaitu segala
sarwa atau segala hal yang ada, bahkan yang mungkin ada. Alat utama untuk mengkaji
sarwa itu adalah pikiran atau nalar. Pikiran atau nalar kita bisa menjelajah ke hal-hal
yang ada dan yang mungkin ada.
2. DASAR-DASAR FILSAFAT
Oleh : Ardie
Dasar-dasar filsafat terdapat tiga, yaitu penalaran (penaakulan atau hujah), logika,
dan sumber pengetahuan. Penalaran yang secara benar dan sungguh-sungguh hanya
dimiliki oleh manusia. Manusia mampu berpikir lebih dalam, lebih jelas. Manusia
mampu mengerti apa dan mengapa gejala-gejala yang terjadi di sekitarnya. Manusia
bernalar, merenung, dan berpikir di alam sadar mereka. Untuk itulah penalaran
termasuk dasar-dasar filsafat.
Dasar filsafat yang kedua adalah logika. Logika didasarkan pada cara berpikir
manusia yang sesuai dengan keadaan tertentu. Logika tidak pernah mengatakan salah.
Karena logika sesuai dengan keadaan yang ada di sekitar manusia.
Dasar filsafat yang ketiga adalah sumber pengetahuan. Hipotetis yang kita hasilkan
setelah penalaran harus kita kaji secara benar. Sumber pengetahuan didapat dari
pikiran rasional dan pengalaman empirik manusia. Kedua hal ini harus seimbang dan
harus saling memadai. Pikiran rasional yang idealisme dibutuhkan sebagai teori
pendukung. Sedangkan pengalaman yang empirik dibutuhkan untuk mendukung
pemikiran-pemikiran yang muncul.
3. KONSEP DASAR FILSAFAT
Oleh : Munic dan Nurul
3.1 Konsep Empirisme
Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme atau
ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan
diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan
ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Oleh karena itu
empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.
Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan cara
observasi atau pengindraan kata seorang penganut empirisme. Kata empiris berasal
dari kata yunani “empiris” yang berarti pengalaman indrawi. Aliran ini beranggapan
bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan cara observasi atau
pengindraan. Pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan,ia
merupakan sumber dari pengetahuan manusia.
Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai
pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat
selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai
bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk
menjelaskan fenomena alam.
John Lucke,bapak empirisme Britan mengatakan bahwa pada waktu manusia
dilahirkan akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa),dan di
dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indrawi. Menurut Locke
seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta
membandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan dan refleksi yang pertama
dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan yang secara pasif akan
menerima hasil-hasil pengindraan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua pengetahuan
kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat dilacak
kembali bukanlah termasuk ilmu pengetahuan.
Pengalaman adalah merupakan akibat suatu objek yang merangsang alat indrawi,
yang dengan demikian ini menimbulkan rangsangan syaraf yang kemudian dibawa ke
otak dan di dalam otak rangsangan tersebut dipahami dan dicerna oleh otak
sebagaimana adanya,atau berdasarkan atas rangsangan tersebut dibentuklah
tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat indrawi.
3.2 Konsep Falsiabilitas
Falsifiabilitas atau refutabilitas adalah kemungkinan bahwa sebuah pernyataan
dapat difalsifikasi atau dibuktikan salah melalui observasi atau uji coba fisik. Sesuatu
yang bisa difalsifikasi bukan berarti itu salah, namun berarti bahwa jika pernyataan
tersebut salah, maka kesalahannya dapat ditunjukkan.
Klaim bahwa "tidak ada manusia yang hidup selamanya" tidak dapat difalsifikasi
karena tidak mungkin untuk dibuktikan salah. Dalam teori, seseorang harus mengamati
seorang manusia hidup selamanya untuk memfalsifikasi klaim tersebut. Di sisi lain,
"semua manusia hidup selamanya" dapat difalsifikasi karena kematian satu orang
manusia dapat membuktikan pernyataan tersebut salah (tidak meliputi pernyataan
metafisis mengenai jiwa, yang tidak dapat difalsifikasi).
Falsifiabilitas, terutama testabilitas, merupakan konsep penting dalam ilmu
pengetahuan dan filsafat ilmu pengetahuan. Konsep ini dipopulerkan oleh Karl Popper.
Popper menyatakan bahwa hipotesis, dalil, atau teori, itu ilmiah apabila bisa
difalsifikasi. Falsifiabilitas merupakan kriteria penting (tetapi tidak cukup) untuk
gagasan-gagasan ilmiah. Ia juga menyatakan bahwa pernyataan yang tak bisa
difalsifikasi itu tidak ilmiah.
Menurut Popper teori yang melatar belakangi fakta-fakta pengamatan adalah titik
permulaan ilmu pengetahuan dan teori diciptakan manusia sebagai jawaban atas
masalah pengetahuan tertentu berdasarkan rasionya sehingga teori tidak lain hanyalah
pendugaan dan pengiraan dan tidak pernah benar secara mutlak sehingga perlu
dilakukan pengujian yang secermat-cermatnya agar diketahukan ketidakbenarannya.
Ilmu pengetahuan hanya dapat berkembang apabila teori yang diciptakannya itu
berhasil ditentukan ketidakbenarannya. Dan Popper mengganti istilah verifikasi dengan
falsifikasi.
Keterbukaan untuk diuji atau falsifiabilitas sebagai tolok ukur mempunyai
implikasi bahwa ilmu pengetahuan dapat berkembang dan selalu dapat diperbaiki, dan
pengetahuan yang tidak terbuka untuk diuji tidak ada harapan untuk berkembang, dan
sifatnya biasanya dogmatis serta tidak dapat digolongkan sebagai pengetahuan ilmiah.
4. CABANG-CABANG FILSAFAT
Oleh : Desy
Banyak ahli filsafat masih berselisih paham dalam memberikan pengertian tentang
cabang-cabang filsafat, bahkan hingga saat ini. Cabang-cabang filsafat, dipahami sebagai
pembagian filsafat berdasar obyek yang dikaji.
Pembagian dalam cabang-cabang filsafat ini dimaksudkan untuk mengelompokkan
pemikiran filsafat agar bisa tersistematisasi bagus dan mudah dipahami.
Secara garis besar, obyek kajian dalam cabang-cabang filsafat meliputi tentang yang
ada, alam semesta, metode dalam mendapatkan kebenaran dari suatu ilmu
pengetahuan, dan tentang tata nilai. Keempat bidang ini, dijadikan dasar klasifikasi bagi
pembagian cabang-cabang filsafat, yang paling populer.
4.1Ontologi
Ontologi adalah pemikiran filsafat yang mengkaji tentang realitas dunia.
Perdebatan filsafat paling sengit berada pada wilayah ini. Para ahli filsafat berdebat
mengenai tema apakah “yang ada” itu.
Apakah “yang ada” itu bersifat ide ataukah materi? Perdebatan akan semakin seru
manakala konsep tentang “yang ada” ini dibenturkan pada konsep keabadian.
Kaum idealisme berpendapat bahwa "yang ada" itu adalah ide, dan kenyataan atau
realitas adalah bayangan dari ide. Ide juga dipahami sebagai roh atau spirit yang identik
dengan keabadian, dan tidak akan pernah menjadi “tiada”.
“Yang ada” akan selalu ada, dan tidak akan pernah menjadi “tiada”. Kalau “yang
ada” itu suatu saat menjadi “tiada”, maka keberadaan dari “yang ada” seperti ini adalah
semu.
Sementara itu, penganut paham materialisme berpendapat bahwa “yang ada” itu
yang memiliki materi dan menempati dimensi ruang dan waktu. Di luar pengertian ini,
dianggap “tidak ada”.
Perubahan juga menjadi tema penting yang dikaji oleh penganut paham ini, yang
akhirnya mengilhami teori relativitas Einstein. Bahwa sesuatu “ada” berdasar batasan
“ruang” dan “waktu”, dengan demikian “yang ada” itu bersifat relatif, bukan absolut.
Dalam pengertiannya yang seperti ini, filsafat materialisme tidak ada hubungannya
dengan pengertian materialistis seperti yang banyak kita jumpai, yang berkonotasi pada
pengejaran kehidupan yang mewah atau mata duitan.
4.2 Kosmologi
Ilmu filsafat ini berbicara mengenai asal mula alam semesta dan sifat-sifat hakiki
yang menyertainya. Pendapat paling mengejutkan tentang asal mula alam semesta ini,
dikemukakan oleh Stephen Hawking yang mengeluarkan teori bahwa alam semesta
terjadi dari dentuman besar (big bang).
Hingga saat ini, pendapat Hawking dipercaya sebagai suatu teori yang mendekati
kebenaran.
Pemikiran Kosmologi ini telah memberi kontribusi besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan alam. Karena obyek kajian dari kosmologi adalah segala sesuatu yang ada
di alam semesta berikut gejala-gejalanya. Dari sini berkembang ilmu geologi, biologi,
fisika, dan lain sebagainya.
4.3 Epistemologi
Epistemologi adalah ilmu yang menyelidiki tentang bagaimana suatu ilmu
pengetahuan itu didapat dan bagaimana suatu ilmu pengetahuan itu bisa dikatakan
benar. Dari cabang filsafat ini kemudian berkembang aliran rasionalisme yang
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan didapat berdasar daya nalar manusia.
Selain rasionalisme, cabang filsafat ini juga melahirkan aliran empirisme yang
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan didapat dari pengalaman. Selanjutnya,
pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme ini coba didamaikan oleh
Immanuel Kant dengan menawarkan teori kritisisme.
Selain ketiga aliran di atas, cabang filsafat ini juga melahirkan pemikiran yang
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan didapat dari intuisi manusia. Aliran teori ini
sangat mewarnai corak pemikiran filsafat timur, dan jadi faktor yang secara tegas
membedakannya dengan filsafat barat.
4.4 Axiologi
Axiologi adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai tata nilai yang berlaku di
masyarakat. Dari cabang filsafat ini melahirkan ilmu logika yang membahas tentang
“yang benar dan yang salah”.
Selain itu, filsafat ini juga membahas etika berbicara tentang yang baik dan “yang
buruk” serta estetika yang berkutat tentang keindahan dan mencoba merunut konsepsi
tentang “yang indah dan yang jelek”. Axiologi juga sering disebut dengan filsafat nilai
akhlak.
5. PENGERTIAN DAN DEFINISI ILMU MENURUT PARA AHLI
Oleh : Wahyu
Bila ada istilah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela, maka ilmu juga bisa
diartikan sebagai penerang dunia. Karena ibarat hidup tanpa ilmu maka kita akan hidup
dalam sebuah kegelapan yang tanpa berujung. Oleh karena itu penting bagi kita untuk
selalu mencari dan memperdalam ilmu supaya kita bias mengikuti perkembangan
jaman tanpa dihantui rasa ketakutan karena kedangkalan ilmu yang kita miliki.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi ilmu menurut beberapa ahli:
M. IZUDDIN TAUFIQ
Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan
eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal-usulnya.
THOMAS KUHN
Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, baik dalam
bentuk penolakan maupun pengembangannya.
Dr. MAURICE BUCAILLE
Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang
lama maupun sebentar.
NS. ASMADI
Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui
melalui penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah).
POESPOPRODJO
Ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi
perkembangan teori dan uji empiris.
MINTO RAHAYU
Ilmu adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan berlaku umum,
sedangkan pengetahuan adalah pengalaman yang bersifat pribadi/ kelompok dan
belum disusun secara sistematis karena belum dicoba dan diuji.
POPPER
Ilmu adalah tetap dalam keseluruhan dan hanya mungkin direorganisasi.
DR. H. M. GADE
Ilmu adalah falsafah, yaitu hasil pemikiran tentang batas-batas kemungkinan
kemampuan manusia.
FRANCIS BACON
Ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan hanya fakta-fakta yang dapat
menjadi objek pengetahuan.
CHARLES SINGER
Ilmu adalah suatu proses yang membuat pengetahuan (science is the process which
makes knowledge).
6. PENGERTIAN ILMU SECARA UMUM
Oleh : Elly
Pengertian ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala
tertentu. Itu jika ditinjau dari KBBI. Jika ditinjau dalam bahasa asing, ambil contoh
bahasa inggris.
Ilmu yang disebut sebagai science mempunyai arti the study of the structure and
behavior of the physical and natural world and society, especially through observation and
experiment. Itu menurut kamus oxford yang jika diterjemahkan menjadi studi tentang
struktur dan perilaku dari dunia fisik dan alam dan masyarakat, khususnya melalui
pengamatan dan percobaan.
Tampaknya kedua pengertian di atas yakni pengertian ilmu dalam bahasa
Indonesia maupun dalam bahasa inggris memiliki persamaan.
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau
mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti
memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-
masalah sosial, dan sebagainya.
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari
sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
7. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU
Oleh : Ruly
Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan? Oleh Louis Kattsoff
dikatakan: Bahasa yang pakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal
saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk
berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di dalam ilmu pengetahuan.
Namun, apa yang harus dikatakan oleh seorang ilmuwan mungkin penting pula bagi
seorang filsuf.
Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan rahasia alam kodrat
haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut. Filsafat
mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang
berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan.
Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi
filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu
dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga filsuf. Para filsuf terlatih di
dalam metode ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu
sebagai berikut:
1) Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana
juga filsuf identik dengan ilmuwan.
2) Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material
filsafat adalah alam, manusia dan ketuhanan.
8. DAFTAR RUJUKAN
http://carapedia.com/pengertian_definisi_ilmu_menurut_para_ahli_info515.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu
http://www.anneahira.com/cabang-filsafat.htm
http://www.masbied.com/2009/12/23/pengertian-filsafat-cabang-cabang-filsafat-filsafat-
dan-agama
Sumantri, Jujun S. FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR POPULER. Jakarta: Sinar Harapan.
1995.
Sumantri, Jujun S. ILMU DALAM PERSPEKTIF. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2001.
http://aktivisgaptek.blogspot.com/2012/10/filsafat-filsafat-adalah-studi-tentang.html
FILSAFAT DASAR
Filsafat
studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Etimologi
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini ,فلسفةmerupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Klasifikasi filsafat
Plato dan Aristotle, menurut lukisan Raffaelo Sanzio pada tahun 1509Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.
Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno.Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.Metafisika mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi. Adapun hakikat manusia dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi.Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia: etika dan estetika.Etika, atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.Estetika membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.
Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Filsafat Timur Tengah
Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan Averroes.
Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dbahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.
Filsafat Kristen
Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura
Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada [agama] lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.Buku karangan plato yg terkenal adalah berjudul "etika, republik, apologi, phaedo, dan krito".
Sejarah Filsafat Barat
Sejarah Filsafat Barat bisa dibagi tiga:1.Filsafat Klasik2.Abad Pertengahan
3.Modern dan Kontemporer.
Klasik
"Pra Sokrates": Thales - Anaximander - Anaximenes - Pythagoras - Xenophanes - Parmenides - Zeno - Herakleitos - Empedocles - Democritus - Anaxagoras"Zaman Keemasan": Sokrates - Plato - Aristoteles
Abad Pertengahan
"Skolastik": Thomas Aquino
Modern
Machiavelli - Giordano Bruno - Francis Bacon - Rene Descartes - Baruch de Spinoza- Blaise Pascal - Leibniz - Thomas Hobbes - John Locke - George Berkeley - David Hume - William Wollaston - Anthony Collins - John Toland - Pierre Bayle - Denis Diderot - Jean le Rond d'Alembert - De la Mettrie - Condillac - Helvetius - Holbach - Voltaire - Montesquieu - De Nemours - Quesnay - Turgot - Rousseau - Thomasius - Ch Wolff - Reimarus - Mendelssohn - Lessing - Georg Hegel - Immanuel Kant - Fichte - Schelling - Schopenhauer - De Maistre - De Bonald - Chateaubriand - De Lamennais - Destutt de Tracy - De Volney - Cabanis - De Biran - Fourier - Saint Simon - Proudhon - A. Comte - JS Mill - Spencer - Feuerbach - Karl Marx - Soren Kierkegaard - Friedrich Nietzsche - Edmund Husserl
Kontemporer
Jean Baudrillard - Michel Foucault - Martin Heidegger - Karl Popper - Bertrand Russell - Jean-Paul Sartre - Albert Camus - Jurgen Habermas - Richard Rotry - Feyerabend- Jacques Derrida - Mahzab Frankfurt
http://susi-r-fib11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42816-Umum-Perkembangan%20Sejarah%20Filsafat%20Barat.html
Perkembangan Sejarah Filsafat Barat
10 March 2012 - dalam Umum Oleh susi-r-fib11
Filsafat adalah satu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Namun makna atau arti dari filsafat itu sendiri masih sangat manjadi pertanyaan besar untuk saya. Dalam suatu buku yang pernah saya baca menyebutkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya kata “filsafat” atau “falsafah” secara tidak sadar telah kita ucapkan. Sebagai contoh adalah, “Falsafah saya adalah...”, atau “Filsafat orang yang berhasil itu...” Dari contoh tersebut, apa yang bisa kita simpulkan sebagai arti atau makna dari filsafat itu sendiri? Istilah “falsafah” atau “filsafat” yang digunakan dengan cara itu sesungguhnya mengacu kepada sikap, pandangan, dan gagasan yang dipegang oleh seseorang untuk menghadapi segala persoalan dan tantangan yang harus diatasinya. (Jan Hendrik Rapar 1995:12)
Tidak bisa kita pungkiri bahwa berbagai macam bidang ilmu berasal dari Barat, khususnya Yunani. Filsafat sendiripun lahir di Yunani pada awal abad ke-6 SM. Orang yang dianggap sebagai filsuf pertama adalah Thales. Thales berasal dari Miletos. Thales beranggapan bahwa bumi terletak di atas air. Hal itu dikarenakan tempat tinggal Thales dikelilingi oleh air, sehingga airlah yang dianggap sebagai sumber dari semuanya. Pada saat menyatakan hal tersebut, hampir semua orang mencaci Thales. Namun selanjutnya, hal tersebut justru menjadi awal dari perkembangan ilmu pengetahuan.
Filsafat dibagi menjadi 3 fase, yaitu Filsafat Klasik, Abad Pertengahan, Filsafat Modern, dan Filsafat Postmodern. Pembagian ini tentu saja bukan tanpa sebab. Dari masing-masing fase memperlihatkan ciri yang sangat berbeda.
Fase Filsafat Klasik adalah fase yang paling awal dari filsafat. Pada fase ini, masih terlalu banyak orang yang belum mengetahui tentang ilmu pengetahuan. Masa ini adalah masa dimana orang-orang Yunani masih sangat percaya dengan mitos-mitos. Latar belakang lahirnya filsafat pada fase ini yang pertama adalah adanya suatu mitologi yang kaya serta luas pada bangsa Yunani. Mitologi dianggap sebagai perintis yang mendahului filsafat, karena mitos-mitos sudah merupakan percobaan untuk mengerti. Sifat rasional bangsa Yunani sudah terlihat dari awal, terbukti bahwa mereka mengadakan beberapa usaha untuk menyusun mitos-mitos yang diceritakan oleh rakyat menjadi suatu keseluruhan yang sistematis. Kedua, kesusastraan Yunani yang sudah mulai muncul. Ketiga, yaitu pengaruh ilmu pengetahuan yang pada waktu itu sudah terdapat di Timur Kuno, yang oleh bangsa Yunani, ilmu pengetahuan tersebut dikembangkan dengan sangat hebat. Pada Zaman Pra Sokrates, tokoh yang terkenal adalah Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, Xenophanes, Herakleitos, Parmenides, Zeno, Empedocles, Democritus, dan Anaxagoras. Sedangkan pada Zaman Keemasan yang berpengaruh adalah Sokrates, Plato, dan Aristoteles.
Fase yang kedua adalah Filsafat pada Abad Pertengahan. Tokoh yang paling berpengaruh dalam fase ini adalah Thomas Aquino. Thomas mengajarkan Allah dalam pandangannya yang mencerminkan pengaruh filsafat Aristoteles. Thomas menyebutkan bahwa Allah adalah
Zat tertinggi yang mempunyai keadaan paling tinggi, Allah adalah penggerak yang tidak bergerak. Fase ini merupakan fase yang di dalamnya terdapat unsur religi yang diperdebatkan dengan ilmu pengetahuan. Latar belakang lahirnya fase ini adalah keinginan untuk menghubungkan antara iman dan rasio. Namun ternyata, hal tersebut sangat sulit dicari titik temunya, sehingga upaya untuk menghubungkan iman dan rasio dianggap gagal, dan dianggap perlu adanya upaya lain untuk menghubungkan iman secara rasional. Fase ini juga mencangkup awal lahirnya renaissance, atau yang lebih kita kenal dengan masa pencerahan. Umat gereja beranggapan bahwa ilmu pengetahuan memiliki dasar yang berbeda dengan gereja, sehingga gereja sangat menentang ilmu pengetahuan.
Fase ketiga, yaitu Filsafat pada Fase Modern. Fase modern ini diperkirakan muncul pada awal abad ke 17 sampai abad 20. Filsuf yang paling terkenal pada masa ini adalah Rene Descartes. Rene Descartes diberi gelar sebagai bapa filsafat modern. Descartes menulis sebuah buku terkenal yang menguraikan metode perkembangan intelektualnya. Dia mengatakan bahwa dalam dunia ilmiah, tidak ada yang pasti. Semuanya dapat dipermasalahkan. Latar belakang lahirnya fase modern ini yaitu timbulnya ilmu pengetahuan yang modern, berdasarkan eksperimental dan matematis. Segala sesuatu dalam ilmu pengetahuan mengutamakan logika dan empirisme. Pada masa ini terjadi persaingan keras oleh filsuf-filsuf dari Barat, sehingga perubahan masyarakat dalam bidang Ekonomi berkembang sangat pesat.
Terakhir adalah Filsafat Fase Postmodern. Latar belakang dari fase ini adalah adanya keinginan untuk menyatukan teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal. Tokoh-tokoh dalam fase ini diantaranya adalah Jurgen Habermas, Michael Foucault, Jean Paul Sartre, dan Bertrand Russell. Pada fase ini, para filsuf beranggapan bahwa pada fase modern, banyak sekali teori-teori yang bermunculan, namun tidak dapat disatukan, sehingga fase modern dianggap sebuah tahap yang belum selesai, dan harus ada fase penyelesaian. Fase postmodern dianggap sebagai fase modern yang mengalami penyempurnaan, sehingga lebih bijak. Hal yang paling menonjol dari fase postmodern ini adalah adanya penghargaan yang tertinggi terhadap pluralitas. Setiap orang berhak berbicara sesuai keingiannya. Perkembangan fase demi fase tujuannya adalah menyempurnakan kekurangan pada fase sebelumnya.
http://ronaldardyanku.blogspot.com/2013/03/bab-i-pendahuluan-corak-utama-filsafat.html
Filsafat Modern
BAB IPENDAHULUAN
Corak utama filsafat Modern yang di anutnya kembali fasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno. Gagasan ini disertai oleh Argumen yang kuat, di ajukan oleh DescartesGerakan pemikiran Descartes di sebut Renaissnce, dialah orang pertama di akhir abad pertengahan itu yang menyusun Argumentasi kuat, yang di stinat, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan lainya.Descartes ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen dan di kembalikan kepada semangat filsafat Yunani yaitu filsafat yang berbasis akal.
BAB II PEMBAHASAN
A. AVEORISME
Dampak langsung dari gagasan lebih Rushd bisa di telusuri pada mazhab pemikiran yang terkenal dengan sebutan Aveorisme. Istilah ini terkenal setelah Ibn Rushd meninggal dunia.Aveorisme tidak hanya terikat dengan” intelektual Liberal” dalam sejarah filsafat barat aveorisme juga di kaitkan dengan pemikiran filsafat keagamaan yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Aveorisme Yahudi Aveorisme Kristen Aveorisme yahudi berkembang pesat di Andalusia para pengikutmya umumnya memandang Ibn Rushd sejajar dengan filsuf besar mereka: Musa ben Maymun atau Maimonides (wafat 1204) dan Abdurahman ben Ezra (wafat 1167) yang kebetulan keduanya hidup di Andalusia. Tokoh-tokoh penting Aveorisme Yahudi adalah Isaac Al-balag (akhir abad ke-13) yang menerjemahkan Maqasid al-falsafih, karya Imam Al-Ghazali, kedalam bahasa ibrani: Joseph Ibn Casp (lahir 1279) Moses Narboni (wafat 1362), dan Elijah Delmedi (wafat 1493) pengikut Aveorisme yahudi terakhir.Aveorisme Kristen sebutannya merupakan istilah yang agak paradox karena dunia gereja, khususnya pada abad ke-13 dan ke-14.Aveorisme yahudi dan Kristen menganggap Ibn Rushd telah berjasa menyelesaikan persoalan pelik yang sama berabad-abad enjadi momok bagi agamawan, yakni bagaimana mendamaikan wahyu dengan akal, filsafat dengan agama, para Nabi dengan Aristetoles. Dalam karyanya yang sudah di terjemahkan ke berbagai bahasa penting Erop. Ibn Rushd menjawab semua persoalan dengan lugas.
B. RENAISSANCERenaissance berasal dari bahasa Francis yang berarti kebangkitan kembali. Oleh sejarawan, istilah tersebut digunakan untuk menunjukan berbagai priode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropah.
Orang pertama yang menggunakan istilah ini adalah Jules Michelet, sejarawan Prancis terkenal. Menurutnya, Renaissance adalah priode penemuan manusia dari dunia yang bukan sekedar sebagai kebangkitan kembali yang merupakan penemian kebangkitan modern.Ciri utama Renaissance ialah humanism, individualism, lepas dari Agama, Empirisme, dan Renaissance. Hasil yang diperoleh dari watak ini adalah pengetahuan Rasional berkembang. Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance, melainkan pada zaman modern.Zaman modern filsafat di dahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya, secara esensial zaman Renaissance, dalam filsafat tidak berbeda dengan zaman modern. Tokoh pertama filsafat modern adalah Rena Descartes. Ciri-cirinya yaitu menghidupkan kembali Rasionalisme Yunani (Renaissance).Descartes diangggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Karena dialah orang pertama di akhir abad pertengahan itu yang menyusun Argumentasi yang kuat, yang menyimpulkan bahwa filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, dan bukan lainnya, ia ingin filsafat di lepaskan dari dominasi agama Kristen dan di kembalikan kepada semangat filsafat Yunani kuno, yaitu filsafat yang berbasis pada Akal.
C. HUMANISMEPada Renaissance muncul aliran kebenaran yang berpusat pada manusia yang kemudian dikenal dengan Humanisme. Aliran ini lahir disebabkan gereja yang telah menafikan berbagai penemuan manusia, bahkan dengan doktrin dan kekuasannya. Mungkin terjadi dalam aliran ini bahwa manusia selalu menjadi hal yang tinggi, lain hal tak ada. Maka humanisme ini menjadi humanisme ateistis. Tetapi tidak setiap humanisme merupakan humanisme ateistis.Adapun manausia, pusat pandangan dan pengetahuan ini, bukanlah manusia pada umumnya, seperti zaman yanag mendahulukannya, melainkan sesuai dengan sifat modern.
D. RENE DESCARTESDescartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal tahun 1650. ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh gereja bahwa dasar filsafat haruslah akal (rasio). Tokoh-tokoh gereja waktu itu tetap yakin bahwa dasar haruslah iman sebagaimana tersirat didalam Jargon Credo ut Intelligam dari Anselmus itu, untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang amat terkenal. Argumentasi itu tertuang di dalam metode Cogito (keragu-raguan).Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat Descartes meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan, mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat di indera, objek yang sebenamya tidak mungkin diragukan inilah langkah pertama metode Cogito tesebut. Dia meragukan badannya sendiri, keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, maka dalam keragu-raguan itu jelaslah ia sedang berfikir, sebab yang sedang berfikir itu tentu ada dan jelas ada "Cogito 1'rLu Sum" (saya berfikir, maka jelaslah saya ada). Tujuan metode ini mempertahankan keraguan akan tetapi metode ini bergerak dari keraguan menuju kepastian.Konsep, “berfikir" yang digunakan Descartes daalm pengertian yang sangat luas, menurutnya suatu yang meragukan, memahami, mengerti, menolak, berkehendak, membayangkan, ketika muncul dalam mimpi, semuanya adalah bentuk berfikir, karena fikiran selalu berfikir, bahkan ketika saat tidur pun hal-hal yang dapat dirasakan haruslah dengan fikiran bukan dengan indera.Descartes mengakui ada 3 subtansi yang keberadaanya tidak bisa di ragukan dan sebagai kebenaran yang Clear dan distinct:1. Pemikiran sebagai makhluk yang berfikir, maka pemikiran, adalah haikat manusia.2. Tuhan : sebagai wujud yang sempuma, yakni yang menciptakan ide-ide yang sempuma.
3. Keluasan : saya mengerti materi sebgai keluasan/eksistensi.Ketiga subtansi ini bersumber dalam jiwa manusia sejak lahir, dan tidak dijabarkan dari pengalaman, bahkan pengalaman empiric yang bergantung pada subtansi ini.Embrio dasar rasionalisme Descartes banyak menuai cabang-cabang rasionalisme setidak-tidaknya ada 3 sub mazhab yang berkembang dibelahan dunia barat1. Rasionalisme dalam kosmo filsafat, adalah system berfikir yang menekankan penalaran dalam menyerap ilmu, berbeda dengan empiris yang menekankan pengalaman khususnya indera dan persepsi.2. Rasionalisme dalam ranah teologi, lebih mengedepankan akal daripada iman, tidak selalu bersandar pada iman.3. Rasionalisme pada masa Aufklarung (pencerahan), istilah yang digunakan umuk penyifatan terhadap pandangan-pandangan dunia filsuf-filsuf pada mass itu. Pandan.,,an mereka adalah Opposite meaning dengan iman, otoritas tradisional, puritanisme. Para cendikiawan musyak fikir ini beranggapan bahwa akal adalah piranti reliable dalam perkara yang bertalian dengan kehidupan manusia seperti, iln,u, agama, politik dan lain-lain.
E. SPINOZA (1632-1677)Spinoza menggunakan deduksi matematis ala Descartes yakni ia mulai dengan meletakkan definisi-definisi kemudian barulah membuat pembuktian berdasar definisi tersebut, sebagai pengikut rasionalisme. Spinoza mengakui hanya ada sate subtansi yaitu Tuhan (sosok yang immaterial).Dalam arti yang mendalam ajaran Spinoza dapat dipandang sebagai suatu mistik filsafati yang mengajarkan tentang nisbah antara manusia dengan tuhan. Sistem rasionalnya hanya untuk mewujudka suatu usaha guns merumuskan apa yang telah dialami sendiri dalam pengalaman mistis dengan pengertian-pengertian rasional. Yang dimaksud Spinoza dan subtansi adalah apa yang ada dalam dirinya sendiri atau tidak menieflukan pengertian dari sesuatu yang lain, jadi ringkasnya subtansi adalah suatu yang berdiri sendiri dan tidak bergantung kepada apapun. Jadi jelaslah subtansi itu hams ada saw, sebah jika ada dua subtansi semacam itu tentu akan ada nisbah antara keduanya atau adanya saling ketergantungan.Berdasarkan keyakinan ini, segala sesuatu di dunia dengan segala isinya, tidak dapat berdiri sendiri. Menurut Spinoza satu substansi mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya, karena tuhan disamakan dengan segala sesuatu yang ada, namun kita hanya mengenal dua ciri saja: pemikiran (jiwa) dan keluasan (tubuh).
BAB IIIPENUTUP
KesimpulanPaham filsafat yang mengatakan bahwa akal (rasio). Adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes penetahuan yang disebut rasionaiisme. Rasionalisme terbagi menjadi dua macam yaitu dalam bidang agama dan dalam filsafat, dalam bidang agama rasinalisme lawan autoritas dan dalam bidang filsafat rasionalisme lawan emperisisme.Tokoh pertama rasionalisme adalah Descartes is menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, dan bukan yang lainnya, dia juga berkeinginan filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen dan dikembalikan kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Ajaran Spinoza dapat dipandang sebagai suatu filsafati yang mengajarkan tentang nisbah antam manusai dengan
tuhan, Spinoza beranggapan bahwa situ subtansi mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya. Sedangkan Leihniz berpendapal bahwa subtansi itu banyak.Menurut analisis kami. Kami setuju dengan pemikiran Descartes bahwa dasar. Filsafat adalah rasio atau akal karena dengan akal lah seseorang dapat berfikir dan dapat mengetahui kebenaran. Akan tetapi tidak akal saia yang dapat dipergunakan, melainkan perasaan juga dapat digunakan untuk mengetahui sesuatu yang terjadi.
http://arfiasta.wordpress.com/2010/05/24/konsep-dasar-filsafat-ilmu/
KONSEP DASAR FILSAFAT ILMUby arasty
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbincang mengenai filsafat baru mulai merebak di abad awal 20, namun france bacon dengan metode induksi yang ditampilkannya pada abad 19 dapat dikatakan sebagai peletak dasar filsafat ilmu khasanah bidang filsafat secara umum. Sebagian ahli filsafat berpandangan bahwa perhatian yang besar terhadap peran dan fungsi filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam hal ini, ada semacam ke khawatiran yang muncul pada kalangan ilmuan dan filsuf, termasuk juga kalanagan agamawan, bahwa kemajuan iptek dapat mengancam eksistensi umat manusia, bahkan alam dan beserta isinya.
Para filsuf terutama melihat ancaman tersebut muncul lantaran pengembangan iptek berjalan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosofisnya seperti landasan ontology, epistemologis dan aksiologis yang cenderung berjalan sendiri-sendiri. Untuk memahami gerak perkembangan iptek yang sedemikian itulah, maka kehadiran filsafat ilmu sebagai upaya meletakkan kembali peran dan fungsi iptek sesuai dengan tujuan semula, yakni mendasarkan diri dan concern terhadap kebahagian umat manusia, sangat di perlukan, inilah beberapa pokok bahasan utama dalam pengenalan terhadap filsafat ilmu, disamping objek dan pengertian filsafat ilmu yang kan dijelaskan terlebih dahulu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian filsafat ilmu itu?2. Mencakup apa sajakah ruang lingkup filsafat ilmu?
3. Apa saja objek, kedudukan, dan implikasi filsafat ilmu?
4. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat ilmu serta aliran-alirannya?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu filsafat ilmu2. Mengetahui ruang lingkup filsafat ilmu
3. Mengetahui objek, kedudukan, dan implikasi filsafat ilmu
4. Mengetahui sejarah perkembangan filsafat Ilmu serta aliran-alirannya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat ilmu [1].
1. Robert Ackermann: Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
2. Lewis White Beck: Filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3. Cornelius Benjamin: filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat ilmui yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
4. May Brodbeck: filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafat ilmui, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafat ilmuan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat ilmu pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis)[2].
2.2 Ruang Lingkup Filsafat ilmu
Bidang garapan Filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat ilmu tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
Akslologi llmu meliputi nilal-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi ke-budayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan
2.3 Objek Filsafat ilmu
Objek Material filsafat ilmu Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Dardiri (2000) bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
1. Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
2. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
Objek Formal filsafat ilmu yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot. Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya.
2.4 Kedudukan dan Implikasi Filsafat Ilmu dalam Pengetahuan
Di mana posisi filsafat ilmu ketika dihadapkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara substantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing.
Sedangkan kajiaan yang dibahas dalam filsafat ilmu adalah meliputi hakekat (esensi) pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti; ontologi ilmu, epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu. Dari ketiga landasan tersebut bila dikaitkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.
Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria. Sedangkan epistimologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran.
2.5 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Pemikiran filsafat ilmu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Namun pada dasarnya filsafat ilmu baik dibarat, india dan Cina muncul dari yang sifatnya religius. Pembagian secara periodesasi filsafat ilmu barat adalah zaman kuno, zaman abad pertengahan, zaman modern dan masa kini. Periodesasi filsafat ilmu cina adalah zaman kuno, zaman pembauran, zaman neokonfusionisme dan zaman modern. Untuk cina adalah periode weda, biracarita, sutra-sutra dan sekolastik. Dalam filsafat ilmu india yang penting adalah bagaimana manusia bisa berteman dengan dunia bukan untuk menguasai dunia. Adapun filsafat ilmu islam hanya ada dua periode yaitu: periode mutakalimin dan filsafat ilmu islam.
Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak melainkan berlangsung secara bertahap. Karena untuk memahami sejarah perkembangan ilmu mau tidak mau harus melakukan pembagian secara periode yang menampilkan ciri khas tertentu.
2.5.1 Zaman Pra Yunani Kuno (Zaman Batu)
Pada abad VI SM yunani muncul lahirnya filsafat ilmu dan mulai berkembang suatu pendekatan yang sama sekali berlainan. Mulai saat itu orang mencari jawaban rasional tentang problem alam semesta.dengan demikian filsafat ilmu dilahirkan.
2.5.2 Zaman yunani kuno
1. Zaman keemasan yunani
Zaman yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat ilmu, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk menguingkapkan ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu, karena yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi.
1. Masa Helinistis Romawi
Pada masa ini muncul beberapa aliran yaitu sebagai aliran sebagai berikut:
a. stoisisme, menurut paham ini jagad raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut logos. Oleh karena itu segala kejadian menurut ketetpan yang tidak dapat dihindari.
b. epikurisme, segala-galanya terdiri dari atom-atom.
c. skepisisme, mereka berfikir bahwa bidang teoritis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran
d. eklektisisme, suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur filsafat ilmu dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-sungguh.
e. neoplatoisme, yakni paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat ilmu plato.
2.5.3 Zaman Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan mengalami 2 periode, yaitu:
1. periode patriktis; mengalami 2 tahap: 1. permulaan agama kristen
2. filsafat ilmu agustinus; yang terkenal pada masa patristik
3. periode skolastik; menjadi 3 tahap yakni:
1. periode awal, ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat ilmu
2. periode puncak, ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat ilmu arab dan yahudi
3. periode akhir, ditandai dengan pemikiran kefilsafat ilmuan yang berkembang kearah nominalisme.
2.5.4 Zaman Renaissance
Ialah zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan Illahi.
2.5.5 Zaman Modern
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman renaissance.
2.5.6 Zaman Kontemporer (Abad XX Dan Seterus)
Fisi kawan termashur adalah Albert Einstein yang percaya akan kekekalan materi. Dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan alam. Zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan teknologi-teknologi canggih yang terus berkembang hingga sekarang.
2.6 Beberapa Aliran Filsafat Ilmu
Sejarah perjalanan perkembangan keyakinan dan pemikiran umat manusia tentang pendidikan telah melahirkan sejumlah filsafat ilmu yang melandasinya. Dari berbagai filsafat ilmu yang ada, terdapat tiga aliran paham yang dirasakan masih dominan pengaruhnya hingga saat ini, yang secara kebetulan ketiganya lahir pada jaman abad pencerahan menejelang zaman modern.
1. Nativisme atau Naturalisme, dengan tokohnya antara lain. J.J. Rousseau (1712-1778) dan Schopenhauer (1788-1860 M). Paham ini berpendirian bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan suci dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang dapat berkembang secara alamiah. Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung pesimistik.
2. Empirisme atau Environtalisme, dengan tokohnya antara lain John Locke (1632-1704 M) dan J. Herbart (1776-1841 M). Aliran ini berpandangan bahwa manusia lahir hanya membawa bahan dasar yang masih suci namun belum berbentuk apapun, bagaikan papan tulis yang masih bersih belum tertulisi (Tabula Rasa, Locke ) atau sebuah bejana yang masih kosong (Herbart). Atas dasar itu, pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses pembentukan dan pengisian pribadi peserta didik ke arah pola yang diinginkan dan diharapkan lingkungan masyarakatnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung optimistik.
3. Konvergensionisme atau Interaksionisme, dengan tokohnya antara lain William Stern (1871-1939). Pandangan ini pada dasarnya merupakan perpaduan dari kedua pandangan terdahulu. Menurut pandangan ini, baik pembawaan anak maupun lingkungan merupakan faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi peserta didik. Oleh karenanya, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian peristiwa interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai resultante atau hasil interaksi dari kedua faktor determinan tersebut. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung rasional.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Filsafat ilmu adalah tinjauan kritis tentang pendapat ilmiah dengan menilai metode-metode pemikirannya secara netral dalam kerangka umum cabang pengetahuan intelektual
2. Ruang lingkup filsafat ilmu melingkupi ontologi ilmu yang mengupas hakikat dari ilmu itu sendiri, epistemologi ilmu yang membahas tatacara dan landasan untuk mencapai pengetahuan ilmiah tersebut dan terakhir aksiologi ilmu yang meliputi nilai-nilai normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan.
3. Objek dari filsafat ilmu dapat bersifat umum dan bersifat khusus yang terbagi menjadi dua yaitu secara mutlak dan tidak mutlak
4. sejarah perkembangan filsafat sudah dimulai sejak zaman yunani kuno dengan tokoh-tokoh terkenal seperti aristoteles, plato, thales dan sebagainya, kemudian dilanjutkan pada zaman abad pertengahan yang digawangi oleh para pemuka agama dengan terpengaruh pada pemikiran tokoh yunani kuno. perkembangan filsafat selanjutnya adalah zaman renaissance atau kebangkitan kembali yang berpendapat pada kebebasan manusia dan tidak didasarkan pada campur tangan tuhan. perkembangan terakhir yaitu pada zaman modern yang ditandai dengan beruntunnya penemuan-penemuan ilmiah dan mutakhir yang dirintis pada zaman renaissaince
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Hamami M. 1976. Filsafat (Suatu Pengantar Logika Formal-Filsafat Pengatahuan). Yogyakarta : Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM.
___________. 1982. Epistemologi Bagian I Teori Pengetahuan. Diktat. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.
__________. 1980. Disekitar Masalah Ilmu; Suatu Problema Filsafat. Surabay: Bina Ilmu.
___________. Epistimologi Masa Depan dalam jurnal filsafat. Seri 1, februari 1990.
Ismaun. 2001. Filsafat ilmu (Diktat Kuliah). Bandung : UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri. 1982. Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
http://www.emakalah.com/2013/05/filsafat-zaman-modern.html
FILSAFAT ZAMAN MODERN
FILSAFAT ZAMAN MODERN(Beberapa Tokoh Dan Pemikirannya)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur di persembahkan kehadirat Allah s.w.t atas nikmat taufik dan hidayahnya yang di berikan penulis dapat menyelesaikan makalah ini.Makalah ini penulis buat atas dasar kurangnya pengetahuan dan ingin memperdalam ilmu pengetahuan tentang filsafat.Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan dan jaga dosen pembimbing yang berperan sebagai pembantu dalam pembuatan makalah FILSAFAT ZAMAN MODERN ini.Dengan menyadari kemungkinan kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini penulis dengan senang hati mengharapkan kritik dan saran dari barbagai pihak terutama para pembaca guna penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis
FILSAFAT ZAMAN MODERNDAFTAR ISIFILSAFAT ZAMAN MODERN
KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiBAB I PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang 1B. Tujuan 1BAB II PEMBAHASAN 2A. Filsafat Zaman Modern 2B. Beberapa Filosof dan Pemikirannya. 2C. Ciri Khas Emikiran Filsafat Zaman Modern 6
BAB III PENUTUP 8A. Kesimpulan 8B. Saran 8DAFTAR PUSTAKA 9
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangTerjadinya era globalisasi yang kita alami sekarang merupakan suatu tantangan untuk terus hidup dengan mengimbangi zaman. Dengan begitu perlunya kita mempelajari ilmu filsafat sebagai dasar dan juga acuan terhadap kehidupan selanjutnya .
B. TujuanPembuatan makalah ini bertujuan memperdalam ilmu filsafat dan menambah pengetahuan tentang filsafat khususnya filsafat zaman modren.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Filsafat Zaman ModernSecara historis, zaman modern di mulai sejak adanya krisis zaman sejak adanya kris zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15) yang di tandai dengan munculnya renaisance yang berarti kelahiran kembali. Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini di dasarkan pada suatu kesadaran atas yang induvidual dan yang konkrit.Dalam era filsafat modern yang kemudian di lanjutkan dengan era filsafat abad ke- 20.
B. Beberapa Filosof dan pemikirannya.Abad ke-20 muncul berbagai aliran pemikiran antara lain:1. RasionalismeRasionalisme di pelopori oleh Rene Descartes (1956-1650) yang di sebut sebagai pelopor bapak filisof modern. Ia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya harus di susun oleh satu orang sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum yang harus di pandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilih-pilih. Ilmu pengetahuan harus satu metode yang umum yag harus di pandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah. Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat di jadikan model cara mengenal secara dinamis rene Descarte berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat di percaya adalah akal yang memenuhi syarat yang di tentukan atau di tuntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah dengan akal yang dapat di peroleh kebenaran kebenaran dengan metode deduktif seperti yang di contohkan dalam ilmu pasti.
2. Emperisme
Tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke dan David Hume. Ilmu pengetahuan besar sekali manfaat nya bagi kehidupan, kemudian beranggapan bahwa ilmu yang bermanfaat pasti dan benar adanya hanya di peroleh pengalaman pancaindra (empiri) dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama Empirisme.- Thomas hobbes (1588-1679)Pendapatnya bahwa ilmu filsafat adalah satu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum, dan juga ilmu pengetahuan tentang akibat atau gejala yang di peroleh dari sebabnya,sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari sebabnya. Segala yang di tentukan oleh sebab sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti atau ilmu alam.- Jhon LockeDalam penelitiannya ia memakai istilah sensation dan refestion, sensation adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar, tetapi manusia tidak dapat mengerti dan meraihnya, sedangkan reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia yang sifatnya lebih baik dari pada sensation.
3. Kritisme Sebagai latar belakangnya manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan telah mencapai hasil yang mengembirakan. Disisi lain jalannya filsafat tersendat-sendat,untuk itu di perlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Seorang ahli fikir jerman Imanuel kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan di atas. Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian di cobanya mengadakan sintesis walaupun sama pengetahuan bersumber pada akal ( Rasionalisme ) tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme) ibarat burung terbang harus mempunyai sayap ( Rasio) dan udara ( empiri). Jadi metode pemikirannya di sebut metode Kritis.
4. Idealisme Pelopor idealisme: J.G Fichte (1762-1814), F.J.W. Schjeling (1775-1854), G.J.W Hegel (1770-1831) Schopen Haver (1788-1860) rintisan ini mencapai puncak pada masa Hegel menurut pendapatnya segala peristiwa di dunia ini hanya bisa di mengerti jika satu syarat di penuhi, yaitu jika peristiwa itu secara otomatis mengandung penjelasan. Ide yang berfikir itu adalah sebenarnya gerak yang menimbulkan gerak lain, artinya gerak yang menimbulkan tesis, kemudian menimbulkan anti tesis kemudian timbul sintetis yang merupakan tesis baru, yang nanti nya menimbulkan sintesis dan seterusnya, inilah yang di sebut Dialektik.
5. PositivismeYang di maksud dengan fositif adalah segala gejala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman objektif. Beberapa tokoh: August Comte (1798-1857) Jhon S. Mill (1806-1873) Herbert Spencer ( 1820-1903) - August Comte (1798-1857) menurut pendapatnya, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: Tahap teologis Tahap imetafisis Tahap ilmiah atau fositif
6. Evolusionisme Charles robert Darwin (1809-1882)Dalam pemikirannya ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan segala sesuatu termasuk manusia diatur oleh hukum-hukum mekanik.
7. Matearilisme
Julien de Lamettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya di anggap sebagai mesin. Karl Heinrich Marx (1818-1883) iaitu pemikiran materialisme historis atau diakletis. Menurut pendapatnya tugas seorang filosof adalah bukan unuk menerangkan dunia tetapi untuk mengubahnya.
8. Neo-Kantianisme Tokohnya: Wilhem Windelband (1848-1915) Herman Cohen ( 1842-1918) Paul Natrop (1854-1928) Heinrich Reckhart ( 1863-1939). Herman mengemukakan bahwa keyakinannya kepada otoriti akal manusia untuk mencipta.
9. Pragmatisme Tokohnya: William James (1842-1910) Ia beranggapan bahwa masalah kebenaran tentang asal atau tujuan dan hakikat bagi orang amerika terlalu teoritis, yang ia inginkan adalah hasil-hasil yang konkrit, dengan demikian untuk mengetahui kebenaran dari idea atau konsep haruslah di selidiki konsekuensi-konsekuensinya.
10. Filsafat HidupTokohnya adalah Henry Bergson (1859-1941).Pemikirannya : Alam semesta ini merupakan suatu organisme yang kreatif, tetapi perkembangannya tidak sesuai dengan implikasi logik.
11. FenomenologiTokoh Edmind Husserl (1839-1939) dan pengikut-pengikutnya Max Scheler (1874-1928) pemikirannya bahwa objek/benda harus diberi kesempatan untuk berbicara yaitu dengan cara deskriptif fenomenologis yang didukung oleh metode deduktif. Tujuannya adalah untuk melihat hakekat gejala secara intuitif.
12. EksistensialismeTokohnya: Soren Kierkegaard 91813-1855) Martin Heidegger, J.P. Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel pemikiran Soren mengemukakan bahawa suatu kebenaran itu tidak berada pada suatu sistem yang umum tetapi berada pada eksistensi yang individu dan konkrit.
13. Ne-ThomismePaham Thomisme yaitu aliran yang mengikuti paham Thomas Aquinas. Pada mulanya di kalangan gereja terdapat keharusan untuk mempelajari ajaran tersebut, kemudian pada akhirnya menjadi paham Thomisme.
C. Ciri Khas Pemikiran Filsafat Zaman Modern
Ada dua hal yang menandai sejarah modern, yakni runtuhnya otoritas gereja dan menguat otoritas Sains. Dua hal itu yang pada dasarnya menjelaskan lain-lainnya.Kebudayaan modern kurang bernuansa gerejawi negara-negara semakin menggantikan gereja sebagai otoritas politik yang mengontrol kebudayaan. Mula-mula kekuasaan bangsa-bangsa utamanya berada ditangan raja, kemudian sebagaimana di Yunani Kuno. Raja-raja secara perlahan digantikan oleh Demokrasi atau Tran.Penolakan terhadap ororitas gereja yang merupakan ciri negatif dari abad modern. Muncul lebih awal dari pada ciri positifnya yakni penerimaan terhadap otoritas Sains.Dalam penasonse Italia, sains memainkan peran yang sangat kecil, perlawanan terhadap gereja oleh orang-orang di hubungkan dengan zaman kuno jauh sebelum tumbuhnya otoritas
gereja dan abad pertengahan serbuan sains pertama kali datang secara serius melalui publikasi teori copernican pada tahun 1543. Tetapi teori ini tidak kunjung menebar pengaruh sampai kemudian dipelajari dan di kembangkan oleh kepler dan Gahleo pada abad ke-17. Sejak saat itu di mulailah pertikaian panjang antara Sains dan dogma. Dan akhirnya kaum tradisionalis terpaksa mengakui kemenangan ilmu pengetahuan baru.Namun demikian filsafat modern kebanyakan mempertahankan kecenderungan individualistik dan subjektif-subjektif ciri ini sangat kentara dalam diri descarles yang membangun seluruh ilmu pengetahuan ari kepastian eksistensinya sendiri.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanFilsafat pada zaman modern di mulai sejak adanya krisis zaman pertengahan. Maka dari itu muncullah beberapa aliran dengan para filosof dan pemikirannya: antara lain:1. Easionalisme2. Empirisme3. Kritisisme4. Positivisme5. Evolusionisme6. Materialisme7. Neo-Kantianisme8. Pragmatisme9. Filsafat Hidup10. Fenomenologi11. Eksistensialisme12. Neo-Thomisme
B. SaranDemikianlah makalah ini telah selesai ditulis namun penulis menyadari masih ada kekurangan yang harus dilengkapi. Makalah itu penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, harun. 2005. Sari sejarah filsafat barat 2. Yogyakarta: kanisiusRussel, bertrand, 2002. Sejarah filsafat barat dan kaitannya dengan kondisi sosio politik dari zaman kuno hingga sekarang. Yogyakarta: pustaka pelajar
Read more: http://www.emakalah.com/2013/05/filsafat-zaman-modern.html#ixzz2YNu0zmPx
http://kandangmu.blogspot.com/2012/12/tokoh-filsafat-modern-rene-descartes.html
Tokoh Filsafat Modern Rene Descartes ( Cogito Ergo Sum)
BAB IPENDAHULUAN
Rene Descartes dinggap sebagai Bapak aliran filsafat pada zaman modern. Disamping seorang tokoh rasionalime, Descartes pun merupakan seorang filsuf yang ajaran filsafatnya sangat populer, kerna pndangannya yang tidak pernah goyah, tentang kebenaran tertinggi berada pada akal atau rasio manusia. Rene Descartes seorang filsuf yang tidak puas dengan filsafat Skolastik yang pandangan-pandangannya saling bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh miskinya metode berfikir yang tepat. Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu, jelas ia sedang berfikir. Sebab, yang sedang berfikir itu tentu ada dan jelas terang-benderang.Cogito ergo sum (saya berfikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang paa kebenaran. Yang benar hanyalah tindakan akal yang terang benderangyang disebutnya Ideas Claires el Distinces (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang ini pemberian tuhan sebelum orang dilahirkan (ida inate : ide bawaan). Sebagai pemberian Tuhan, maka tak mungkin tak benar.
Kerasionalan dalam berfikir Descartes membuat saya tertarik untuk mengkaji tokoh ini (Descartes). Begitu juga tentang metode cara menemukan kepastian yag ia kemukakan dalam ungkapan Cogito rgo sum ( saya berfikir, maka saya ada). Selain itu juga tentang pendapat Descares yang mengatakan bahwa roh pada jiwa pada hakikatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang asasi benda adalah keluasan.
Makalah ini akan membahas beberapa pokok masalah yang terkandung di dalamnya. Diantaranya adalah biografi dari Rene Descrtes itu sendiri. Dari kelahiranya, riwayat pendidikannya, dan kondisi keluarganya, serta karya-karya monumental dari Rene Descartes itu sendiri. Kemudian pokok-pokok pemikiran beliau serta metode dan pendekatan apa yang ia pakai dalam pemikirannya tersebut. Makalah ini juga membahas tentang analisa tokoh mulai dari dukungan atas tokoh, kritik atas pemikiran tokoh, serta analisa penulis sendiri mengenai Decartes sendiri. Pembahasan berikutnya adalah mengenai epistemologi atau cara memperoleh pengetahuan yang ditawarkan Descartes dan begitu juga ontologi Descartes.
Menenai makalah tujuan dari makalah ini dibuat adalah yang petama kali merupakan sebagai tugas akhir semester dari mata kuliah Filsafat Ilmu dan Logika. Untuk seterusnya penulis mengharapkan dengan terselesaikannya makalah ini, pembaca dapat mengetahui lebih dalam siapa itu Rene Descartes, apa saja pemikirannya, epistemologi Decartes dalam mencari kepastian , juga ontologi Descartes.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Biografi
Rene Descartes lahir di kota La Haye Totiraine, Perancis pada tanggal 31 Maret tahun
1596 M. Dalam literatur berbahasa latin dia dikenal dengan Renatus Cartesius. Rene
Descartes selain merupakan seorang filosof, dia juga seorang matematikawan Perancis.
Beliau meninggal pada tanggal 11 februari 1650 M di Swedia di usia 54 tahun1[1]. Kemudian
jenazahnya dipindah ke Perancis pada tahun 1667 M dan tengkoraknya disimpan di Museum
D’historie Naturelle di Paris.
Rene Descartes dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertnand Russel,
memang benar. Gelar itu diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada
zaman modern yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang
dihasilkan oleh pengetahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan
yang menyusun argumentasi yang kuat yang dictinct, yang menyimpulkan bahwa dasar
filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat, serta bukan yang lainnya2[2].
Corak pemikiran yang rasional merupakan sebuah kontribusi pemikiran yang ia
berikan kepada dunia. Selain itu, ada beberapa kontribusi berupa karya-karya buku. Karya-
karyanya yang terpenting dalam bidang filsafat murni dintaranya Dicours de la Methode
(1637) yang menguraikan tentang metode. Selain itu juga ada Meditations de Prima
Philosophia (1642), sebuah buku yang menguraikan tentang meditasi-meditasi tentang
filsafat pertama. Di dalam kedua buku inilah Descartes menuangan metodenya yang terknal
itu, metode Cogito ero sum, metode keraguan Descartes.3[3]
Rene Descates merupakan anak ketiga dari seorang anggota Parlemen Inggris yang
memiliki tanah yang cukup luas. Ketika beliau mewarisinya setelah ayahnya meninggal,
1[1] Zubaedi, Filsafat Barat; dari logika baru Descartes hingga revolusi sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz Media, 2010) hlm.18, dikutip dari Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986) hlm.68.
2[2] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.248 diambil dari (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 107).
3[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), hlm.129.
beliau menjual tanah warian tersebut dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan
enam atau tujuh ribu franc per tahun4[4]. Pada tahun 1612 M, beliau pidah ke Perancis.
Beliau merupakan orang yang taat mengerjakan ibadah menurut ajaran Katholik, tetapi beliau
juga menganut bid’ah-bid’ah Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh
gereja. Terbukti dalam bukunya La Monde yang mana beliau memaparkan di dalamnya dua
pemikiran bid’ah : Rotasi bumi dan keterhinggaan alam semesta5[5]. Dari tahun 1629 M
sampai 1649 M, beliau menetap di Belanda.
Pendidikan pertama Descartes diperoleh dari College Des Jesuites La Fleche dari
tahun 1604 – 1612 M. Beliau memperoleh pengetahuan dasar tentang karya ilmiah Latin dan
Yunani, bahasa Perancis, musik dan akting. Disamping beliau juga belajar tentang filsafat,
matematika, fisika, dan logika6[6]. Bahkan, beliau mendapat pengetahuan tentang logika
Aristoteles, etika Nichomacus, astronomi, dan ajaran metafisika dari filsafat Thomas
Aquinas. Dalam pendidikannya Descartes merasakan beberapa kebingungan dalam
memahami berbagai aliran dalam filafat yang saling berlawanan.
Pada tahun 1612 M, Descartes pergi ke Paris dan di sana beliau mendapatkan
kehidupan sosial yang menjemukan yang akhirnya beliau mengasingkan diri ke Faobourg
Sain German untuk mengerjakan ilmu ukur. Kemudian pada tahun 1617 M, Descartes masuk
ke dalam tentara Belanda. Selama dua tahun, beliau mengalami suasana damai dan tentram
di negeri kincir angin ini, sehingga beliau dapat menjalani renungan fisafatnya. Pada tahun
1619 M, Descartes bergabung dengan tentata Bavaria. Selama musim dingin antara tahun
1619 – 1620 M, di kota ini, beliau mendapatkan pengalaman, yang kemudian dituangkan
dalam buku pertamanya Discours de la Methode. Salah satu pengalaman yang unik adalah
tentang mimpi yang dialami sebanyak tiga kali dalam satu malam, yang dilukiskan oleh
sebagian penulis bagaikan ilham dari Tuhan.7[7]
Pada tahun 1621 M, Descartes berhenti dari medan perang dan setelah berkelana ke
Italia, lalu beliau menetap di Paris (1625 M.). Tiga tahun kemudian, beliu kembali masuk
tentara, tetapi tidak lama beliau keluar lagi. Dan akhirnya beliau memutuskan untuk menetap
4[4] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.733.
5[5] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, hlm.734.
6[6] Zubaedi, Filsafat Barat; dari logika baru Descartes hingga revolusi sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz Media, 2010) hlm.18, dikutip dari Bertnand Russell, History of Western Philosophy, vol.1 (London : George Allen and UnminLtd, 1961), hlm.542.
7[7] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.249 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 62-63)
di Belanda. Di sinilah Descartes menetap selama 20 tahun (1629 – 1649 M.) dalam iklim
kebebasan berfikir. Di negeri sinilah beliau dengan leluasa menyusun karya-karyanya di
bidang ilmu dan filsafat8[8].
Descartes menghabiskan masa hidupnya di Swedia tatkala beliau memenuhi
undangan Ratu Christine yang menginginkan pelajaan-pelajaran dari Descartes. Salah
satunya Ratu Christine ingin mempelajari filsafat Decartes. Pelajaran-pelajaran yang
diharusakn diajarkan setiap jam lima pagi menyebabkan Descartes jatuh sakit radang paru-
paru yang menjemput ajalnya pada tahun 1650 M, sebelum sempat beliau menikah. Tetapi
Descartes mempunyai seorang anak perempuan kandung yang meninggal pada umur lima
tahun; ini, katanya, merupakan kesedihan yang paling mendalam selama hidupnya9[9].
B. Metode dan Pendekatan Pemikiran Descartes
Dalam pemikiran Descartes Cogito Ergo Sum yang berarti aku berfikir maka aku ada,
beliau menggunakan metode analistis kristis melalui keraguan (skeptis) dengan penyangsian.
Yaitu dengan menyangsikan atau meragukan segala apa yang bisa diragukan. Descartes
sendiri menyebutnya metode analitis. Descartes juga menegaskan metode lain: empirisme
rasionil10[10]. Metode itu mengintregasikan segala keuntungan dari logika, analisa geometris,
dan aljabar. Yang di maksud analisa geometris adalah ilmu yang menyatukan semua disiplin
ilmu yang dikumpulkan dalam nama “ilmu pasti”11[11].
Mengenai pendekatan yang digunakan Descartes dalam menganalisa pemikirannya,
sudah kelihatan jelas bahwa beliau menggunakan pendekatan filsafat yang mana menganut
paham rasionalisme yang sangat mengedepankan akal.
Dapat dipahami bahwasanya Rene Descartes dalam “Cogito Ergo Sum”nya
menggunakan metode analitis tentang penyangsian dan dengan menggunakan pendekatan
filsafat yang rasional.
C. Pokok-Pokok Pemikiran
1. Cogito ergo sum
8[8] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ...hlm.249.
9[9] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.735.
10[10] Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hlm.71.
11[11] Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, hlm.71.
Cogito Ergo Sum atau yang lebih dikenal dengan “aku berfikir maka aku ada”
merupakan sebuah pemikiran yang ia hasilkan melalui sebuah meditasi keraguan yang mana
pada awalnya Descartes digelisahkan oleh ketidakpastian pemikiran Skolastik dalam
menghadapi hasil-hasil ilmu positif renaissance. Oleh karena itu untuk memperoleh
kebenaran pasti Descartes memepunyai metode sendiri. Itu terjadi karena Descartes
berpendapat bahwa dalam mempelajari filsafat diperlukan metode tersendiri agar hasil-
hasilnya benar-benar logis.12[12]
Cogito dimulai dari metode penyangsian. Metode penyangsian ini dijalankan
seradikal mungkin. Oleh karenanya kesangsian ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang
dimiliki, termasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai kini dianggap pasti (misalnya
bahwa ada suatu dunia material, bahwa saya mempunyai tubuh, bahwa tuhan ada).13[13]
Kalau terdapat suatu kebenaran yang tahan dalam kasangsian yang radikal itu, maka itulah
kebenaran yang sama sekali pasti dan harus dijadikan fundamen bagi seluruh ilmu
pengetahuan. Dan Descartes tidak dapat meragukan bahwa ia sedang berfikir. Maka, Cogito
ergo sum: saya yang sedang menyangsikan,ada14[14]. Itulah kebenaran yang tidak dapat
disangkal, betapa pun besar usahaku.
Apa sebab kebenaran ini bersifat sama sekali pasti? Karena saya mengerti itu dengan
jelas dan terpilah-pilah (Inggris: clearly and distinctly). Jadi, hanya yang saya mengerti
dengan jelas dan terpilah-pilah harus diterima sebagai benar. Itulah norma untuk menentukan
kebenaran.15[15]
12[12] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.250.
13[13]K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm.48.
14[14] Diterjemahkan secara harfiah, perkataan Latin “cogito ergo sum” berarti “saya berfikir,jadi saya ada”. Tetapi yang dimaksudkan Descartes dengan “berfikir” ialah “menyadari”. Jika saya sangsikan, saya menyadari bahwa saya sangsikan. Kesangsian secara langsung menyatakan adanya saya. Dalam filsafat modern kata cogito sering kali digunakan dalam arti “kesadaran”.( K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, hlm.49).
15[15] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, ( Yogyakarta: Kanisius, 2011),hlm.49.
Cogito Ergo sum,
aku berfikir, jadi aku ada. Tahapan metode Descartes itu dapat diringkas sebagai
berikut16[16]:
2. Ide-ide bawaan
Karena kesaksian apa pun dari luar tidak dapar dipercayai, maka menurut Descartes
saya mesti mencari kebenaran-kebenaran dalam diri saya dangan menggunakan norma tadi.
Kalau metode dilangsungkan demikian,apakah hasilnya? Descartes berpendapat bahwa dalam
diri saya terutama dapat ditemukan tiga “ide bawaan” (Inggris: innate ideas).17[17] Ketiga ini
yang sudah ada dalam diri saya sejak saya lahir msing-masing ialah pemikiran, Tuhan, dan
keluasan.
a. Pemikiran
Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima juga
bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
b. Tuhan sebagai wujud yang sama sekali sempurna
Karena saya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempuna untuk ide
itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain
daripada Tuhan.
c. Keluasan
16[16] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), hlm.132.
17[17] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
Materi sebagai keluasan atau ekstensi ( extension ), sebagaimana hal itu dilukiskan dan
dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.18[18]
3. Substansi
Descartes menyimpulkan bahwa selain Tuhan, ada dua subtansi: Pertama, jiwa yang
hakikatnya adalah pemikiran. Kedua, materi yang hakikatny adalah keluasan. Akan tetapi,
karena Descartes telah menyangsikan adanya dunia di luar aku, ia mengalami banyak
kesulitan untuk memebuktikan keberadaannya. Bagi Descartes, satu-satunya alasan untuk
menerima adanya dunia materiil ialah bahwa Tuhan akan menipu saya kalau sekiranya ia
memberi saya ide keluasan, sedangkan di luar tidak ada sesuatu pun yang sesuai dengannya.
Dengan dmikian, keberadaan yang sempurna yang ada di luar saya tidak akan menemui saya,
artinya ada dunia materiil lain yang keberadaannya tidak diragukan, bahkan sempurna.19[19]
4. Manusia
Descartes memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri dari dua
substansi: jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Sebenarnya,
tubuh tidak lain dari suatu mesin yang dijalankan oleh jiwa. Karena setiap substansi yang satu
sama sekali terpisah dari substansi yang lain, sudah nyata bahwa Descartes menganut suatu
dualisme tentang manusia. Itulah sebabnya, Descartes mempunyai banyak kesulitan untuk
mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas tubuh. Satu kali ia
mengatakan bahwa kontak antara tubuh dan jiwa berlangsung dalam grandula pinealis
( sebuah kelenjar kecil yang letaknya di bawah otak kecil). Akan tetapi, akhirnya pemecahn
ini tidak memadai bagi Descartes sendiri.20[20]
D. Analisa terhadap Rene Descartes
1. Pujian atau dukungan terhadap Rene Descartes
Bertrand Russell dalam bukunya Sejarah Filsafat Barat mengatakan bahwasanay
Descartes pantas menyandang gelar The Founder of Modern Philosophy atau Bapak Filsafat
Modern. Gelar itu diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman
18[18] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, ( Yogyakarta: Kanisius, 2011),hlm.49.
19[19] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
20[20] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
modern yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan
oleh pengetahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan yang
menyusun argumentasi yang kuat yang dictinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat
adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat, serta bukan yang lainnya.21[21]
Bertnand Russell juga mengatakan bahwa Descartes adalah orang pertama yang memiliki
kapasitas filosofis tinggi dan sangat dipengaruhi oleh fisika dan astronomi baru. Ada sebuah
kesegaran dalam pemikirannya yang tidak ditemukan dalam pemikiran filsuf ternama
sebelumnya semenjak Plato. Wataknya baik dan tidak suka menonjolkan keilmuannya,
layaknya orang-orang pintar di dunia, bukannya seperti seorang murid. Wataknya ini luar
biasa sempurna. Sangat beruntunglah filsafat modern karena pionirnya mempunyai cita rasa
sastra yang mengagumkan.22[22](Bertand Russell)
Pengaruh keimanan yang begitu kuat pada abad pertengahan, yang tergambar dalam
ungkapan credo ut intelligam23[23] dari Anselmus itu, telah membuat para pemikir takut
mengemukakan pemikiran yang berbeda dari pendapat tokoh gereja. Apakah ada filsuf yang
mampu dan berani menyelamatkan filsafat yang dicengkram oleh iman abad pertengahan itu?
Tokoh itu adalah Rene Descartes.24[24]
2. Kritik terhadap Rene Descartes
Penganut empirisme begitu kecewa dengan rasionalisme, karena telah menghinakan
empirisme, sementara rasionalisme meyakini bahwa kebenaran itu berpusat pada kepastian
tentang pikiran diri sendiri, sementara salah satu diri sendiri adalah fungsi-fungdi
indrawi,yang berhubungan juga dengan empirisme. Dalam kasus ini, Immanuel Kant
mengkritik habis-habisan, karena semuanya menunjukkan bahwa rasionalisme murni berpijak
atas dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang goyah sehingga Cogito ergo sum tidak lagi
dianggap titik tolak yang memadai.25[25]
21[21] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.732
22[22] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, hlm. 733
23[23] Keyakinan tokoh Gereja bahwa dasar filsafat haruslah iman.( Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT Remaja rosdakarya, 1990 ) hlm.129.
24[24] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.258 diambil dari ( Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 107).
25[25] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum...hlm.257 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 68 ).
3. Analisa penulis terhadap Rene Descartes
Rene Descartes menurut penulis, merupakan seorang filsuf zaman modern yang
memberikan trobosan, alternatif, dan logika baru dalam bidang filsafat. Descartes telah
berhasil memberikan fondasi kepastian bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sebuah dasar
yang belum pernah ditemukan oleh para pendahulunya. Salah satunya yaitu bahwa filsafat
pada masa lampau teerlalu mudah memasukkan penalaran yang bisa-jadi-benar (belum tentu
benar) ke dalam khazanah penalaran yang sebenarnya dikhususkan bagi penalaran yang pasti.
Oleh karena itu Descartes menyatakan aturan umum dalam logika dalam bukunya Discourse
bahwasanya tidak boleh menerima hal apa saja sebagai hal yang benar jika tidak mempunyai
pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya.
Oleh karena itu semua, penulis mengatakan bahwa Descartes pantas menyandang gelar
The Founder of the Modern Philosophy karena dialah pencetus rasionalisme yang lebih
mengunakan akal yang mana sebelumnya mereka masih takut akan dogma-dogma gereja.
E. Epistemologi Pemikiran Rene Descartes
Epistemologi merupakan pembicaraan mengenai bagaimana sebuah ilmu pengetahuan
diperoleh. Dalam perjalanannya mencari kepastian, Descartes telah menemukan metode
tersendiri. Yaitu dengan cara meragukan semua yang dapat diragukan. Kesangsian ini
dijalankan seradikal mungkin. Ia meragukan segala ilmu dan hasil-hasilnya seperti adanya
kosmos fisik, termasuk badannya, dan bahkan adanya Tuhan. Beberapa alasan yang
dikemukakan untuk mendukung keragu-raguannya ini adalah kemungkinan kekeliruan panca
indra, kemungkinan ia sedang mimpi, dan adanya demon jahat penipu. Ia seolah-olah
bersikap sebagai seoarang skeptikus. Dan, memang pada saat itu, ajaran skeptisisme,
sebagaimana dikenal dalam karya Sextus Empirious, agak menjadi populer.26[26] Menurut
Descartes, untuk dapat memulai sesuatu yang baru, ia harus memiliki suatu pangkal
pemikiran yang pasti. Pangkal yang pasti itu dapat ditemukan lewat keragu-raguan.27[27]
Ciri utama dari filsafatnya adalah penekanan yang ia sangat menggarisbawahi pada
kenyataan bahwa satu hal kita sebagai manusia seluruhnya dapat merasa seyakin-yakinnya, --
bahkan oleh orang yang mengalami keraguan yang amat sekalipun—adalah “keberadaan
26[26] Zubaedi, Filsafat Barat; Dari logika baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz Media, 2010 ) hlm.20.
27[27] Zubaedi, Filsafat Barat...hlm.21 dikutip dari Harun hadiwiyono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, ( Yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm.20.
dirinya sendiri”. Cogito, Ergo sum ( I think, therfore I am ). Seluruh sistem filsafatnya
disusun untuk menghindarkan atau menjauhkan diri dari sifat ragu-ragu yang ditimbulkan
dari dirinya sendiri. Sistem filsafatnya dipersembahkan untuk menguji bagaimana
sesungguhnya seseorang dapat memahami segala apa yang ada di luar dirinya (outside);
bagaimana membangun kembali fondasi yang kokoh untuk sebuah keyakinann yang dapat
dipertanggungjawabkan tentang hal-hal yang ada pada dunia di luar fondasi yang kokoh
untuk kepercayaan terhadap adanya Tuhan.28[28] Dia juga menunut bahwa kepercayaan kita
sesungguhnya dimulai dari –seperti yang biasa berjaln dalam sistem berfikir deduktif dalam
wilayah matematika—dari premis-premis aksiomatik tertentu, yang secara intuitif bersifat
“pasti”, dan dari sana secara perlahan-lahan –lewat pengambilan kesimpulan deduktif-- ke
arah kesimpulan-kesimpuln yang dapat dibuktikan secara meyakinkan dan kokoh.29[29]
F. Ontologi Rene Descartes ( substansi-atribut-modus)
Descartes telah mencari hakikat sesuatu, akan tetapi agar hakikat segala sesuatu dapat
ditentukan dipergunakan pengertian-pengertian tertentu, yaitu substansi, atribu atau sifat
dasar, dan modus.30[30]
Yang disebut substansi adalah apa yang berada sedemikian rupa, sehingga tidak
memerlukan sesuatu yang lain untuk berada. Substansi yang dipkirkan seperti itusebenarnya
hanya ada satu yaitu Tuhan. Segala sesuatu yang lain hanay dapat dipikirkan sebagai berada
dengan pertolongan tuhan. Jadi sebutan substansi sebenarnya tidak dapat dngan cara yang
sama diberikan Tuhan dan kepada hal-hal lain. Hal-hal bendawi dan rohani yang diciptakan
memang dapat juga dimasukkan ke dalam pengertian substansi itu, dan dalam prakteknya
Descartes memasukkan jiwa dan materi dalam pengertian substansi juga.
Yang disebut atribut adalah sifat asasi. Tiap substansi memiliki sifat asasinya sendiri,
yang menentukan hakikat substansi itu. Sifat asasi ini mutlak perludan tidak dapat ditiadakan.
Sifat asasi ini adanya diadakan oleh segala sifat yang lain.
Yang diebut modus (jamak dari modi) adalah segala sifat substansi yang tidak mutlak
perlu dan yang dapat berubah.
28[28] Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.120 diambil dari Frederick Copleston, S. J. A History of Philosophy, Vol.IV (London: Search Press, 1985).
29[29] Amin Abdullah, Islamic Studies...hlm.121 ( Kritik dan komentar terhadap konsepsi pemikiran Descartes, lebih lanjut lihat Richard J. Bernstein, Beyond Objectivism and Relativism: Science Hermeneutik and Praxis (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 1983 ), khususnya bab I.
30[30] Sudarsono, Ilmu Filsafat; suatu pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.315.
Jelas dan teranglah sekarang bahwa segala substansi bendawi memiliki sebagai atribut
atau sifat asasi; keluasan, dan memiliki sebagai modi; bentuk dan besarnya yang lahiriyah
serta gerak dan perhentiannya. Dengan demikian segala benda tidk memiliki ketentuanyng
kualitatif, yang menunjukkan kualitas atau mutunya. Seluruh realitas bendawi dihisabkan
kedalam kuantitas atau bilangan. Oleh karena itu segala hal yang bersifat bendawi pada
hakikatnya adalah sama. Perbedaan-perbedaannya bukan mewujudkan hal yang asai,
melainkan hanya tambahan saja.
Jelas juga bahwa roh dan jiwa memiliki sebagai sifat asasi; pemikiran, dam memiliki
sebagai modinya; pikiran-pikiran individual,gagasan-gagasan dan gejala-gejala kesadaran
yang lain. Roh pada jiwa pada hakikatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah
pemikiran, sedang asasi benda adalah keluasan. Roh dapat dipikirkan dengan jelasdan
terpilah-pilah,tanpa memerlukan sifat asasi benda. Oleh karena itu secara apriori tiada
kemungkinan yang satu mepengaruhi yang lain, sekalipun dalam praktek tamak ada
pengaruhnya.31[31]
BAB III
KESIMPULAN
Rene Decartes merupakan tokoh filsafat yang menganut paham rasinalisme yang
menganggap bahwa akal adalah alat terpenting untuk memeperoleh pengetahuan. Dan
menganggap bahwa pengetahuan indra dianggap sering menyesatkan. Lahir tahun 1596 M
dan meninggal tahun 1650 M. Ia adalah anak ketiga dari seorang anggota parlemen inggris.
Merupakan orang yang taat mengerjakan ibadah menurut ajaran Katholik, tetapi beliau juga
menganut bid’ah-bid’ah Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh
31[31] Sudarsono, Ilmu Filsafat; suatu pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.316 dikutip dari DR. Harun Hadiwijono; Sari Sejarah Filsafat Barat, 2h :23.
gereja. Belajar di College Des Jesuites La Fleche dari tahun 1604 – 1612 M. Beliau
memperoleh pengetahuan dasar tentang karya ilmiah Latin dan Yunani, bahasa Perancis,
musik dan akting. Disamping beliau juga belajar tentang filsafat, matematika, fisika, dan
logika. Bahkan, beliau mendapat pengetahuan tentang logika Aristoteles, etika Nichomacus,
astronomi, dan ajaran metafisika dari filsafat Thomas Aquinas. Dalam pendidikannya
Descartes merasakan beberapa kebingungan dalam memahami berbagai aliran dalam filafat
yang saling berlawanan. Dan pernah masuk tantara Belanda dan Bavaria. Dan akhirnya ia
meninggal di Swedia tahun 1650 M setelah menerima panggilan Ratu Christine yang ingin
belajar kepada dirinya.
Dalam pernyataanyang ia katakan Cogito ergo sum, ia menyatakan bahwa sumber
keyakinan itu berasal dari keragu-raguan. Maka dari itu dalam epistemologinya Descartes
dengan menggunakan metode analitis dan dengan pendekatan filsafat rasional yang
mendahulukan akal ia mengatakan bahwa “ aku berfikir maka aku ada”. Dimulai dengan
meragukan apa yang ada, segalanya, akan tetapi ia tidak dapat memungkiri bahwa dirinya
yag sedang berfikitr tidak dapat diragukan. Maka dia mengatakan aku berfikir, maka aku ada.
Dalam ontologinya Descartes juga mengatakan bahwa agar hakikat segala sesuatu
dapat ditentukan dipergunakan pengertian-pengertian tertentu, yaitu substansi, atribut atau
sifat dasar, dan modus. Subtansi merupakan apa yang berada sedemikian rupa sehingga tidak
memerlukan sesuatu yang lain untuk berada ,yaitu Tuhan. Atribut adalah sifat asasi mutlak
perlu dan tidak dapat ditiadakan,yaitu pemikiran. Pemikiran adalah perbuatan jiwa
berdasarkan hakekatnya sendiri, bebas dari pada tubuh. Sedangkan modus adalah sifat-sifat
substansi yang tidak mutlak perlu dan yang dapat diubah-ubah,yaitu pikiran- pikiran
individual. Dengan itu ia mengatak jelas bahwa roh dan jiwa memiliki sebagai sifat asasi;
pemikiran, dam memiliki sebagai modinya; pikiran-pikiran individual,gagasan-gagasan dan
gejala-gejala kesadaran yang lain. Roh pada jiwa pada hakikatnya berbeda dengan benda.
Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang asasi benda adalah keluasan.
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum; dari Metodologi sampai
Teofilosofi. . 2008. Bandung: Pustaka Setia.
Bertebs , K. ,. Ringkasan Sejarah Filsafat, 1975. Yogyakarta: Kanisius.
Bakker, Anton., Metode-Metode Filsafat. 1986. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudarsono. Ilmu Filsafat; suatu pengantar. 2008. Jakarta: Rineka Cipta.
Zubaedi. Filsafat Barat; Dari logika baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas
Khun. 2010. Yogyakarta: Arruzz Media.
Russell, Bertnand. Sejarah Filsafat Barat. 2002. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdullah, Amin. 2006. Islamic Studies di Perguruan Tinggi,Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum.1990. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://badakimuka.blogspot.com/2012/02/sejarah-singkat-filsafat-barat-modern.html
SEJARAH SINGKAT FILSAFAT BARAT MODERN
Sejarah filsafat modern barat, sebagaimana diungkapkan Hamersma (1983:3) adalah
buah dari bersemainya benih pemikiran di zaman abad pertengahan dan memuncak pada
renaissance. Ciri utama pemikiran modern dilambangkan dengan “subjek” sebagai pusat
pemikiran. Subjek yang dimaksud disini adalah manusia. Manusia dianggap sebagai pusat
dari segala sesuatu. Manusia, dalam filsafat modern, memaknai dirinya tidak lagi sebagai
orang yang bersiarah di dunia (viator mundi), tetapi sebagai pribadi yang menciptakan dunia
(faber mundi).
Penemuan mesiu, seni cetak dan kompas telah membawa dunia barat saat itu pada
keyakinan yang teguh akan peran mereka sebagai pencipta dunia. Alam pemikiran abad
pertengahan yang didominasi otoritas gereja dan negera perlahan semakin ditinggalkan.
Substansi pemikiran yang berpusat pada manusia menjadikan manusia sebagai dia yang
memikul seluruh kenyataan hidup.
Dalam suasana semacam itulah, lahir filsuf rasionalis Rene Descartes. Descartes
mengajukan metode baru dalam pendekatan filsafat yaitu “kesangsian metodis”. Dalam
kesangsian metodis, Descartes meragukan segala sesuatu. Ia ragu pada kenyataan
disekitarnya. Ragu pada pengetahuannya. Juga ragu pada pengalamannya. Ketika ia ragu
pada segala sesuatu, ada satu hal yang tidak dapat diragukan. Hal itu adalah dirinya yang
sedang ragu. Dengan demikian jelas bagi Descartes bahwa satu-satunya hal yang tidak dapat
diragukan adalah dia yang meragu. Descartes yang ragu adalah kenyataan yang tidak
terbantahkan. Ia ragu, ia berpikir. Ia berpikir, maka ia ada. Adanya dia karena ia berpikir dan
sangsi. Descartes menegaskannya dalam kalimat “Cogito, ergo sum”. Je pense, done je suis.
Saya berpikir, maka saya ada.
Dalam konstruksi rasionalisme Descartes, akal budi atau rasio dapat mencapai
kepastian akan kebenaran tanpa membutuhkan bantuan apapun. Untuk ini, ada tiga hal yang
jelas dan tegas (clare et distincte) yaitu Allah, pemikiran (cogito) dan keluasan (extensio).
Pemikiran merupakan bagian dari bidang psikologi. Keluasan adalah bidang dari ilmu alam.
Dalam diri manusia, kedua hal itu menyatu. Konsep ini menyebabkan Descartes dipandang
sebagai pemikir dualisme. Jiwa dan tubuh adalah dua hal yang terpisah dan hanya menyatu
sebagai akibat kerja kelenjar kecil dibawah otak.
Serumpun dengan pemikiran Descartes adalah Baruch Spinoza, Gottfried Wilhelm
Leibniz, dan Blaise Pascal. Zaman dimana keempat filsuf ini hidup disebut zaman Barok.
Baruch Spinoza memandang substansi alam dan Allah sebagai satu-kesatuan yang tak
terpisahkan. Pengetahuan manusia adalah kontemplasi yang memberi persesuaian dengan
keseluruhan, dan sebagai hasilnya, kebebasan dan kebahagiaan. Sementara bagi Leibniz,
tidak ada substansi tunggal. Substansi bersifat banyak. Semua itu dinamai monade-monade.
Monade-monade itu seperti jiwa. Ia dapat berpikir dan memiliki kesadaran. Monade-monade
itu diatur dalam suatu harmonia praestabilita yang ditetapkan oleh Allah sebelumnya.
Mengambil keberjarakan dengan para pemikir sebelumnya, Blaise Pascal berada pada
posisi anti rasionalisme. Bagi Pascal, hati memiliki alasan-alasan yang sama sekali tidak
dapat diketahui akal. Bagi Pascal, keputusan-keputusan yang dibuat manusia lebih banyak
adalah penyangkalan atas akal sehat, daripada sebaliknya.
Zaman fajar budi lahir diujung zaman Barok. Para pemikir era fajar budi memandang
bahwa alam pemikiran manusia kini telah dewasa. Manusia kini bertumpu pada rasio. Kata
kunci zaman Barok antara lain rasio, empiri, toleransi, dan kebebasan. Dalam sejarah filsafat
prancis, pada masa ini lahir filsuf besar seperti Voltaire, d’Alembert, Diderot, dan Rousseau.
Jerman melahirkan nama-nama Wolff, Lessing dan Immanuel Kant. Sementara emiprisme
Inggris memunculkan tokohnya seperti Locke, Berkeley dan Hume.
Pemikiran empirisme menjadi penanda paling menonjol di zaman fajar budi. Jika
rasionalisme menekankan pentingnya rasio dalam memperoleh ilmu pengetahuan, maka
empirisme meyakini bahwa pengetahuan hanya dicapai oleh hasil kerja panca indera. Dan
karena terbatasnya panca indera manusia, maka pengetahuan juga tidak dapat mencapai
kepenuhannya.
Francis Bacon (1561-1626) dan Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Lock
menjadikan paham empirisme begitu mendominasi periode ini. Isi otak saya, kata Lock
terdiri dari ide-ide. Ada ide-ide tunggal (simple idea) dan ada ide-ide jamak (complex idea).
Ide yang peertama berhubungan langsung dengan pengalaman inderawi. Ide yang kedua
merupakan hubungan dari ide-ide yang pertama. Misalnya sebab, akibat, relasi, syarat dan
sebagainya hanya dapat diamati melalui kombinasi ide-ide tunggal.
Empirisme memuncak pada David Hume (1711-1776)/ Hume mengikuti pemikiran
Locke dan Berkeley sampai batas dimana empirisme menjadi agak mustahil. Bagi Hume,
pendapat Berkeley tentang subjek yang sedang mengamati dicoret oleh Hume. Bagi Hume,
aku sebagai pusat pengalaman, kesadaran dan pikiran hanyalah kesan (impression) semata-
mata. Kesan merupakan bahan darimana pengetahuan tersusun. Karena itu, kesadaran
manusia bukanlah suatu jiwa. Kesadaran hanyalah deretan kontinyu dari kesan-kesan.
Pemikiran Hume ini menggelisahkan Immanuel Kant (1724- 1804). Bagi Kant
empirisme benar. Namun rasionalisme tidak dapat serta merta dibuang. Karenanya, Kant
berupa membuat sintesa atas perang dua aliran filsafat ini. Kant menunjukkan bahwa
pegetahuan adalah hasil perpaduan antara pengalaman inderawi dan kemampuan pikiran. Ia
membagi tiga tingkatan pengetahuan manusia. Pertama, pengetahuan yang berasal dari
pengalaman yang disebutnya Sinneswahrnehmung. Kedua, pengetahuan yang berasal dari
akal budi yang disebutnya verstand. Ketiga, pengetahuan yang berasal dari intelektual atau
rasio yang disebutnya vernunft.
Pengalaman inderawi adalah unsur a-posteriori yaitu segala sesuatu yang ada
kemudian. Sementara akal budi merupakan unsur a-priori yang datang sebelum adanya
pengalaman inderawi. Pada akhirnya, pengetahuan adalah sintesa antara kedua unsur ini.
Bagi Immanuel Kant, pengetahuan tidaklah berasal dari metafisika. Pengetahuan harus digali
dari bawah, untuk menciptakan ruang bagi iman. Dalam cara berpikir Kant, manusia
bukanlah pengamat atas objek-objek yang diam, melainkan objek-objek yang harus dibawa
ke hadapan manusia untuk diamati. Gaya berpikir semacam ini disebut « revolusi Copernican
ke arah subjek ».
Dalam hubungannya dengan pemaknaan pengetahuan, Kant bertanya : ‘apa yang
harus saya lakukan ?’ Bagi Kant, ada bermacam kaidah tindakan manusia. Kaidahitu antara
lain : (1) maksim-maksim yaitu kaidah yang bersifat subjektif, (2) undang-undang yaitu
kaidah yang berlaku secara umum objektif, (3) imperatif hipotetis yaitu syarat untuk
mencapai sesuatu yang bersifat umum, untuk mendapatkan x orang harus melakukan y
terlebih dahulu, (4) imperatif kategoris, berlaku umum, selalu, ada dimana-mana. Tujuan
etika bagi Kant adalah kebaikan, dan kebaikan menghasilkan kebahagiaan sempurna.
Periode Kant menutup zaman filsafat fajar budi. Selanjutnya, filsafat memasuki
zaman romantik dimana para filsuf Jerman seperti Johann Gottlieb Fitche (1762-1814) dan
Friedrich Wilhem Joseph von Schelling mengembangkan filsafatnya dari pemikiran Kant.
Bagi Fitche, idealisme Kant tidak cukup konsekuen. Menurut Fitche bidang an sich filsafat
Kant, bidang dimana benda ada pada dirinya sendiri, sama sekali tidak ada. Pada tahap
pertama, ada pikiran yang disebut Fitche sebagai tesis. Pikiran tidak dapat memikirkan
dirinya sendiri. Maka dengan demikian dibutuhkan objek di luar aku. Objek yang bukan aku
ini disebut anti tesis. Jadi subjek yang berpikir dan objek dari pikiran adalah tesis dan anti
tesis. Bertautnya subjek dan objek merupakan proses sintesis.
Pemikiran idealisme Jerman memuncak pada George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-
1831). Pendapat Kant bahwa manusia hanya bias mengenal gejala-gejala diatasi Hegel
dengan konsep pemberian struktur oleh kategori-kategori dari akal. Jadi dalam filsafat Hegel,
tidak ada yang tidak bisa dikenal. Seluruh system filsafat Hegel terdiri dari “triade-triade”
yaitu rangkaian dialektis tiga tahap yaitu tesis, anti tesis dan sistesis. Disini Hegel
menggunakan terminologi Fitche. Hegel yang kemudian menyusun suatu sistem filsafat yang
terdiri atas ilmu logika, filsafat alam dan filsafat roh. Di dalam ketiga cabang filsafat ini,
hamper semua penyelidikan filasat dirangkum. Bagian paling menggetarkan dari filsafat
Hegel terletak pada tesisnya bahwa seluruh kenyataan adalah suatu kejadian besar. Kejadian
itu adalah kejadian roh. Roh ini adalah Allah. Bukan Allah sebagai persona, Allah yang sama
sekali lain (transendensi), melainkan Allah yang imanen. Sistem Allah hegel hamper mirip
dengan Allah Spinoza yang panteistis.
Setelah filsafat Hegel, dunia memasuki zaman modern. Ada bermacam pemikiran
filsafat pasca Hegel. Namun yang paling mudah diidentifikasi adalah terpisahnya filsafat
menurut teritori negara. Paling tidak ada tiga wilayah. Filsafat Jerman. Filsafat Perancis.
Filsafat Anglo-Saxon. Filsafat Jerman melanjutkan sistem filsafat Kant dan Hegel. Sementara
filsafat di negeri yang berbahasa Inggris (Anglo –Saxon) mengikuti pemikiran empirisme
Hume. Filsafat Perancis hampir selalu menampakkan ciri positivisme Auguste Comte.
Namun beberapa filsuf Prancis di era modern seperti Sartre (1905-1980) tampil sebagai
filsuf eksistensialisme yang melanjutkan pekerjaan para filsuf di negeri berbahasa Jerman
seperti SǾren Kierkegaard (1838-1855) dan Friedrich Nietszche (1844-1900).
http://onego1993.blogspot.com/2013/05/dari-filsafat-barat-kuno-sampai-ke.html
Dari Filsafat Barat Kuno sampai ke Filsafat Modern
Secara ringkas kita bisa membuat suatu pembagian Sejarah Filsafat Barat. Filsafat barat
berangkat dari kehidupan bangsa Yunani kuno. Adapun, sejarah filsafat Barat hingga jaman
Filsafat Modern bisa dibagi menjadi empat jaman;
1. Filsafat Kuno
2. Filsafat Abad Pertengahan
3. Filsafat Modern
4. Filsafat Abad ke 19 dan 20
Pembicaraan tentang filsafat Kuno mengacu pada kisaran waktu kurang lebih 10 abad.
Mulai dari abad 6 SM, hingga awal abad pertengahan. Zaman yang panjang ini meliputi suatu
perkembangan pemikiran yang dapat dibagi lagi menjadi empat periode:
1. Periode filsafat Pra Socrates
2. Periode Sokrates, Plato dan Aristoteles
3. Periode Helenis-Romawi
4. Periode filsafat Patristik
Periode Filsafat Kuno
Dalam arti yang luas seluruh zaman ini mewujudkan asal muasal dari filsafat yang ada
sekarang, sekalipun dalam arti yang lebih sempit awal zaman ini, yaitu zaman pra Socrateslah
yang menjadi awal mula filsafat modern sekarang ini.
Pemikiran pada zaman ini hampir seluruhnya adalah hasil roh Yunani, sebab pengaruh
pemikiran Timur pada zaman Helenis-Romawi tidak dapat dipastikan, sedang sumbangan
pemikiran Romawi hanya sedikit sekali. Memang, pada zaman ini telah timbul suatu unsur
baru yang dimasukkan oleh agama Kristen, namun pada asasnya filsafat zaman ini adalah
filsafat Yunani.
Periode Yunani Kuno ini ditandai oleh pergeseran dari mitos ke logos. Penjelasan-penjelasan
mitologis tidak lagi memuaskan pemikiran manusia. Ada pergeseran dari penjelasan-
penjelasan mitologis berdasarkan kepercayaan irrasional tentang gejala-gejala alam bergeser
pada penjelasan logis berdasarkan rasio. Filsuf-filsuf alam mulai mencari penjelasan rasional
atas prinsip dasar yang melandasi gejala-gejala alam. Mereka mulai menyibukkan diri dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang asal pertama (arkhe) dan prinsip yang mengatur alam semesta.
Setelah para filsuf alam memusatkan perhatian dan pikiran mereka pada alam semesta,
kemudian muncullah para filsuf yang mengkonsentrasikan minat mereka pada permasalahan
manusia. Mereka itu adalah Socrates, Plato, dan Aristoteles. Mereka banyak menghasilkan
pemikiran-pemikiran berkaitan dengan bagaimana hidup bermasyarakat yang baik. Obyek
pemikiran mereka beralih dari alam semesta kepada manusia itu sendiri.
Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat abad pertengahan, yang disebut juga zaman skolastik. Filsafat di jaman Skolastik ini
mewujudkan suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan filsafat kuno yang
mendahuluinya. Hal ini disebabkan karena rumpun bangsa yang berfilsafat sudah berbeda
sekali dengan rumpun bangsa pada zaman filsafat kuno.
Perpindahan bangsa-bangsa yang terjadi secara besar-besaran pada zaman ini telah
menimbulkan huru-hura di Eropa, yang mengakibatkan runtuhnya kekaisaran Romawi bagian
barat serta runtuhnya peradaban Kristen, yang pada waktu berkembang di Eropa selatan dan
di Afrika utara. Mulai sekarang suatu rumpun bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa barat,
mengembangkan pikirannya, sekalipun pemikirannya tidak dapat dilepaskan dari pemikiran
filsafat kuna. Sifat filsafat pada zaman ini adalah demikian, bahwa orang mencoba
mempersatukan secara harmonis apa yang diketahui dari akal budi dengan apa yang diketahui
dari wahyu. Dengan demikian timbullah suatu sistem pandangan dunia kristiani yang
rangkap, di mana iman dan ilmu pengetahuan mendapatkan tempatnya masing-masing.
Filsafat modern, yang adalah filsafat barat dalam arti yang sebenarnya. Hal ini
disebabkan karena baru pada jaman setelah abad pertengahanlah muncul di segala
bidang hidup syarat-syarat yang diperlukan bagi perkembangan suatu pemikiran yang
bebas.
Filsafat abad pertengahan masih bergerak dalam belenggu kekuasaan teologia dan
iman Kristen. Pemikiran filosofis pada abad ini (300 – 1300 M) kehilangan otonominya.
Pemikiran abad pertengahan bercorak teosentris (berpusat pada kebenaran wahyu Tuhan).
Para filsuf-rohaniawan seperti Thomas Aquinas dan St. Bonaventura adalah rohaniwan-
rohaniwan yang hendak merekonsiliasi akal dan wahyu. Kebenaran wahyu mereka buktikan
tidak berbeda dengan kebenaran yang dihasilkan dengan akal. Meskipun Thomas Aquinas
bersifat netral terhadap dikotomi/akal, atmosfer yang meliputi hampir seluruh pemikiran di
abad pertengahan memperlakukan akal sekadar hamba perempuan dari teologi (ancilla
teologia). Dalam mencapai kebenaran, St. Agustinus (1354-1430), bahkan tidak percaya pada
kekuatan akal semata. Kebenaran utama adalah kebenaran teologis yang termaktub dalam
wahyu Tuhan. Manusia tidak mampu mencapai pengetahuan sejati tanpa iluminasi kebenaran
Ilahi. Singkatnya, rasionalitas mengalami deotonomisasi dari posisinya yang independen
pada masa filsuf-filsuf Yunani. Filsafat menjadi hamba dari teologi di mana ia digunakan
untuk mendukung kebenaran wahyu. Upaya para filsuf-rohaniwan untuk merekonsiliasi iman
dan akal juga tidak banyak membawa hasil. Di masa ini pertentangan antara wahyu dan akal
bahkan semakin menajam dan cenderung mengeras. Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang
dieksekusi karena mewartakan kebenaran ilmiah yang tidak sesuai dengan kebenaran wahyu.
Ilmu pengetahuan pun menjadi sedikit terhambat perkembangannya.
Filsafat Modern
Lebih kurang selama sepuluh abad lamanya, pemikiran filosofis dan ilmu pengetahuan
ditekan dan dikuasai oleh kebenaran teologis yang berdasarkan iman. Kecenderungan
semacam ini sering disebut dengan Fideisme – ketaatan buta pada iman. Baru pada zaman
setelah abad pertengahan itulah filsafat barat menjadi suatu kekuatan rohani yang berdiri
sendiri dengan wataknya sendiri. Hal ini disebabkan karena timbulnya Renaissance[1], di
mana orang lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia sendiri, bukan kepada Allah,
kepada hidup sekarang ini, bukan kepada hidup di akhirat. Renaissance kemudian disusul
oleh Pencerahan (aufklarung), yang menjadikan manusia merasa menjadi dewasa, makin
percaya kepada diri sendiri dan berusaha membebaskan diri dari segala kuasa yang
mengikatnya, yaitu tradisi gerejani. Demikianlah sejak timbulnya Renaissance manusia
berusaha menegakkan suatu pandangan dunia secara sistematis serta mengembangkannya
secara metodis, sehingga menjadi suatu bangunan pandangan dunia yang lengkap.
Renaissance yang kemudian diikuti oleh masa pencerahan menjadi titik tolak modernisme di
mana ilmu pengetahuan, filsafat, dan ideologi berkembang sedemikian pesat. Otonomi
manusia (antroposentris) menjadi roh zaman modern. Kebangkitan kembali rasio yang
mewarnai zaman modern tidak bisa dilepaskan dari pemikiran filsuf Perancis Rene Descartes
yang berjasa mengembalikan peranan sentral akal budi yang sekian lama dijadikan hamba
sahaya dari keimanan. Pikirannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (Saya berpikir, maka
saya ada). Akal budi adalah satu-satunya sumber bagi pengetahuan, kesan-kesan inderawi
dianggap sebagai ilusi yang hanya bisa diatasi oleh kemampuan yang dimiliki rasio.
Pemikiran Descartes mendapat tanggapan keras dari para filsuf yang lain. Misalnya para
filsuf Inggris seperti David Hume, John Locke, dan George Berkeley, yang menganut aliran
empirisme. Mereka berpikiran bahwa pengetahuan hanya diperoleh dari pengalaman lewat
pengamatan empiris. Pertentangan pemikiran di antara para filsuf berlangsung terus hingga
filsuf Jerman Immanuel Kant yang berhasil mensintesakan antara rasionalisme dan
empirisme. Dia berpendapat bahwa kedua aliran tersebut terlalu ekstrim dalam memahami
sumber pengetahuan. Menurut Kant, baik rasio maupun pengalaman empiris merupakan
sumber-sumber pengetahuan di mana kesan-kesan dan empiri dibangun oleh rasio manusia
melalui kategori-kategori menjadi pengetahuan.
Sekalipun para pemikir pada zaman ini berbeda-beda keadaannya, dan penyelidikan fisalfati
mereka mengarah kepada jurusan yang berbeda-beda juga, namun semua itu mewujudkan
suatu kesatuan juga. Kesatuan itu ada karena semuanya itu telah membantu dibentuknya
kebudayaan Barat. Zaman ini menjadikan orang tahu dengan jelas segala apa yang hidup di
dalam kesadaran manusia, segala apa yang dicari manusia pada suatu zaman tertentu dan
segala apa yang telah menggerakkan hati nurani manusia yang terdalam itu. Jawaban mereka
memang bermacam-macam, akan tetapi sekarang orang tahu bahwa filsafat diperlukan sekali.
Filsafat Abad-19 dan abad 20
Memasuki abad ke-19 filsafat menjadi terpecah-pecah: ada filsafat Jerman, filsafat Perancis,
filsafat Inggris, Amerika, dan Rusia. Para bangsa mengikuti jalannya sendiri-sendiri dan
masing-masing membentuk kepribadiannya sendiri, dengan cara dan pengertian dasar sendiri-
sendiri. Demikianlah para bangsa di Eropa tidak lagi mencerminkan satu roh, roh Eropa.
Sekalipun masih ada kesamaan juga. Pemikiran yang bermacam-macam itu sebenarnya
menampakkan aspek yang bermacam-macam dari suatu kebudayaan.
Sudah barang tentu tidak mungkin dibicarakan semua filsafat yang telah pernah ada atau
yang masih ada secara terperinci. Harus dibatasi dan dipilih, terlebih berkaitan dengan filsafat
abad 19 dan 20.
a. Positivisme
Aliran ini dimulai oleh filsuf A. Comte (1798-1857). Dialah sosiolog pertama yang
mengatakan bahwa pemikiran manusia, pemikiran setiap ilmu, dan pemikiran suku bangsa
manusia pada umumnya melewati tiga tahap, yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap
positif-ilmiah. Manusia yang masih muda, atau suku-suku primitif, membutuhkan dewa-dewa
untuk menerangkan gejala-gejala. Para remaja atau suku-suku yang sudah mulai dewasa,
memakai prinsip-prinsip abstrak-metafisis untuk menerangkan kenyataan. Orang dewasa,
manusia masa kini, hanya memakai metode-metode positif ilmiah.
Positivisme (lawan dari khayalan metafisis) menjadi sangat populer di Inggris pada filsuf-
filsuf seperti J. Stuart Mill (1806-1873) dan H. Spencer (1820-1903). Dalam abad ke-20
positivisme diperbaharui dalam neo-positivisme, suatu aliran yang mempunyai asalnya di
Wina. Oleh karena itu, filsuf-filsuf dari aliran ini disebut anggota-anggota dari lingkaran
Wina.
b. Marxisme
Aliran ini mengajarkan, sebagai materialisme dialektis, bahwa kenyataan kita akhirnya hanya
terdiri dari materi, yang berkembang melalui suatu proses dialektis (yaitu ritme tesis-
antitesis-sintesis). Tokoh-tokoh materialisme dialektis terutama K. Marx (1818-1883) dan F.
Engels (1820-1895).
c. Eksitensialisme
d. Fenomenologi
e. Pragmatisme
f. Neo-Kantianisme dan Neo-tomisme
g. Aliran-aliran paling baru
[1][1][1] Istilah Rennaisance berarti kelahiran kembali pemikiran filsafat yang otonom dengan mempelajari kembali karya-karya klasik filsuf-filsuf Yunani Kuno, yang selama ini “disembunyikan” dan dimonopoli kalangan elit Gereja.
http://as-sirny.blogspot.com/2012/10/filsafat-modern-dalam-pembentukannya.html
FILSAFAT MODERN DALAM PEMBENTUKANNYA
BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPerkembangan Filsafat dimulai dengan sejarah filsafat barat, yang merupakan filsafat kuna dan terbagi dalam beberapa zaman seperti zaman Filsafat Pra – Sokrates, tokoh pertamanya adalah Thales (+ 625 -545 SM) dikuti dengan tokoh kedua yaitu Anaximandros ( + 610-540 SM) dan ada juga tokoh lain yang bernama Pythagoras (+ 580 – 500SM), Xenophanesa (+ 570-430SM), Herakleitosa (+ 540-475SM), Parmenidesa (+540-475SM), Zeno (490 SM), Empedoklis (492-432 SM), Empedokles (492-432 SM), Anaxagoras (499-420 SM) dan yang terakhir adalah Leukippos dan Demokritos, keduanya yang mengajarkan tentang atom. Akan tetapi yang paling dikenal adalah Demokritos (+ 460-370 SM) sebagai Filsuf Atomik.Sampai kepada Perkembangan sejarah filsafat yang terkenal dengan para ahli filsafat, seperti kaum sofis dan Sokrates, Protagoras dan ahli sofis yaitu Gorglas yang terkenal diathena. Masih banyak lagi para ahli filsafat dari beberapa periode seperti pada masa Filsafat pada abad Petengahan, filsafat masa peralihan ke zaman modern dan Filsafat Modern. Perkembangan filsafat tersebut adalah merupakan sebagai akar dari fisafat hukum yaitu pada era abad ke 19, dimana filsafat hukum menjadi landasan ilmu-ilmu dibidang hukum, seperti Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, dll. Yang dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang “Filsafat Modern dalam Pembentukannya”.
B. Rumusan MasalahSetelah membaca makalah ini diharapkan kita akan mengerti sejarah filsafat dan pekembangannya sampai didunia modern ini. Sehingga kita mampu untuk menggali ilmu-ilmu pengetahuan di dunia ini.
C. TujuanMakalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kita terhadap ilmu pengetahuan dan sejarahnya sehingga kita bisa menggali ilmu pengetahuan dengan jalur yang benar. BAB IIPEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Sejarah FilsafatDilihat dari pendekatan historis, ilmu filsafat dipahami melalui sejarah perkembangan pemikiran filsafat. Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya. Di samping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didom inasi oleh dogm atism egereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun
selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna.Secara garis besar, perkembangan sejarah filsafat dibagi dalam lima tahap:1. Filsafat Yunani Kuno2. Filsafat Yunani3. Filsafat Abad Pertengahan4. Filsafat Modern5. Filsafat Posmodern6. Filsafat Timur (Arab)
I. Filsafat Yunani KunoBangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dim iliki bangsa Yunani Kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan. terhadap agama. Peran agama dimasa modern digantikan ilmu-ilmu positif. Pada masa Yunani kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa Thales (640-545 SM ).Demikian juga Phitagoras (572-500 SM ) belum murni rasional. Pada masa Yunani Klasik, pertanyaan-pertanyaan yang berkembang adalah pertanyaan yang berhubungan alam semesta. Ini berangkat dari kekaguman manusia terhadap hal-hal yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh, ketika manusia melihat segala sesuatu yang ada di sekeliling mereka, muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai segala sesuatu itu. Begitupun para filsuf zaman Yunani klasik ini. Mereka mempertanyakan hakikat kehidupan ini. Sebagai contoh, Thales, salah seorang filsuf yang hidup pada masa itu, mendapatkan kesimpulan bahwa penyebab pertama kehidupan adalah air karena ia melihat adanya kehidupan ini karena ada air.
II. Filsafat YunaniFilsafat zaman Yunani ini diwakili oleh Plato dan Aristoteles. Pada zaman ini, pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan mulai berkembang. Mereka tidak lagi hanya melihat keluar (oustside), akan tetapi juga mulai melihat ke dalam (inside). Persoalan tentang manusia mulai dipertanyakan. Misalnya, apa hakikat manusia? Dari mana manusia berasal? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut lahirlah suatu jaw aban. Salah satunya adalah jawaban yang muncuk dari Plato bahwa hakikat manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa. Secara struktur, jiwa lebih tinggi dari tubuh. Menurut Plato, tubuh menjadi penjara jiwa. Jiwa akan bebas ketika ia lepas dari tubuhnya. Sementara itu, Aristoteles mengatakan hakikat manusia tidak terpisah antara tubuh dan jiwa. Tidak ada yang lebih tinggi secara struktur. Manusia terdiri dari forma dan materi.
III. Filsafat Abad Pertengahan / Barat (Eropa)Filsafat abad pertengahan lahirnya agama sebagai kekuatan baru. Banyak filsuf yang lahir dari latar belakang rohaniwan. Dengan lahirnya agama-agama sebagai kekuatan baru, wahyu menjadi otoritas dalam. menentukan kebenaran. Sejak gereja (agama) mendominasi, peranan akal (filsafat) menjadi sangat kecil. Karena, gereja telah membelokkan kreatifitas akal dan mengurangi kemampuannya. Pada saat itu, pendidikan diserahkan pada tokoh-tokoh gereja yang dikenal dengan "The Scholastics", sehingga periode ini disebut dengan masa skolastik. Para filosof aliran skolastik menerima doktrin gereja sebagai dasar pandangan filosofisnya. Mereka berupaya memberikan pembenaran apa yang telah diterima dari gereja secara
rasional.Di antara filosof skolastik yang terkenal adalah Augustinus ( 354-430). Menurutnya, dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini pasti ada yang mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran agama. Kebenaran berpangkal pada aksioma bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan dari yang tidak ada (creatioex nihilo). Kehidupan yang terbaik adalah kehidupan bertapa, dan yang terpenting adalah cinta pada Tuhan.Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan Santo Anselmus (1033--1109), yaitu credo utintelligam (saya percaya agar saya paham). Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih mendahulukan pengertian dari pada iman.
IV. Filsafat ModernMasa filsafat modern diawali dengan munculnya Renaissance sekitar abad XV dan XVI M, yang bermaksud lepas dari dogma-dogma, akhirnya muncul semangat perubahan dalam kerangka berfikir. Problem utama masa Renaissance, sebagaimana periode skolastik, adalah sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era Renaissance ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai individu maupun sosial.Diantara filosof masa Renaissance adalah Francis Bacon (1561-1626). Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi. Meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa Bacon termasuk orang yang membenarkan konsep kebenaran ganda (double truth), yaitu kebenaran akal dan wahyu. Puncak masa Renaissance muncul pada era Rene Descartes (1596-1650) yang dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern dan pelopor aliran Rasionalisme. Argumentasi yang dimajukan bertujuan untuk melepaskan dari kungkungan gereja. Salah satu semboyannya "cogito ergo sum" (saya berpikir maka saya ada). Pernyataan ini sangat terkenal dalam perkembangan pemikiran modern, karena dianggap mengangkat kembali derajat rasio dan pemikiran sebagai indikasi eksistensi setiap individu. Dalam hal ini, filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama, karena dengan rasio manusia dapat memperoleh kebenaran. Kemudian muncul aliran Empirisme, dengan pelopor utamanya, Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Aliran Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan dan pengenalan berasal dari pengalaman, baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Aliran ini juga menekankan pengenalan inderawi sebagai bentuk pengenalan yang sempurna.Di tengah bergemanya pemikiran rasionalisme dan empirisme, muncul gagasan baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis dan akhirnya ke Jerman. Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau Enlightenment atau masa pencerahan sekitar abad XVIII M. Pada masa Aufklarung ini muncul keinginan manusia modern menyingkap misteri dunia dengan kekuatan akal dan kebebasan berpikir. Tokoh filsuf yang sangat mengagungkan kekuatan akal dan dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern adalah Rene Descartes. Pada abad ini dirumuskan adanya keterpisahan rasio dari agama, akal terlepas dari kungkungan gereja, sehingga Voltaire (1694-1778) menyebutnya sebagai the age of reason (zaman penalaran). Sebagai salah satu konsekuensinya adalah supremasi rasio berkembang pesat yang pada gilirannya mendorong berkem bangnya filsafat dan sains. Periode filsafat modern di Barat menunjukkan adanya pergeseran, segala bentuk dominasi gereja, kependetaan dan anggapan bahwa kitab suci sebagai satu-satunya sumber pengetahuan diporak-porandakan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa abad modern merupakan era pembalasan terhadap zaman skolastik yang didominasi gereja.
V. Posmodernisme
Filsafat postmodern ditandai dengan keinginan untuk mendobrak sifat-sifat filsafat modern yang mengagungkan keuniversalitasan, kebenaran tunggal, dan kebebasnilaian. Karena itu, filsafat postmodern sangat mengagungkan nilai-nilai relativitas dan mininarasi, berbeda dengan filsafat modern yang mengagungkan narasi-narasi besar. Filsafat postmodern cenderung lebih beragam dalam hal pemikirian.Pada awal abad XX, di Inggris dan Amerika muncul aliran Pragmatisme yang dipelopori oleh William Jam es (1842-1910). Sebenarnya, Pragmatisme awalnya diperkenalkan oleh C.S. Pierce (1839-1914). Menurutnya, kepercayaan menghasilkan kebiasaan, dan berbagai kepercayaan dapat dibedakan dengan membandingkan kebiasaan yang dihasilkan. Oleh karena itu, kepercayaan adalah aturan bertindak. William James berpendapat bahwa teori adalah alat untuk memecahkan masalah dalam pengalaman hidup m anusia. Karena itu, teori dianggap benar, jika teori berfungsi bagi kehidupan manusia. Sedangkan agama, menurutnya, mempunyai arti sebagai perasaan (feelings), tindakan (acts) dan pengalaman individu manusia ketika mencoba memahami hubungan dan posisinya di hadapan apa yang m ereka anggap suci. Dengan demikian, keagam aan bersifat unik dan membuat individu menyadari bahwa dunia merupakan bagian dari system spiritual yang dengan sendirinya memberi nilai bagi atau kepadanya. Agak berbeda dengan William James, tokoh Pragmatisme lainnya, John Dewey (1859-1952) menyatakan bahwa tugas filsafat yang terpenting adalah memberikan pengarahan pada perbuatan manusia dalam praktek hidup yang harus berpijak pada pengalaman.Pada saat yang bersamaan, juga berkembang aliran Fenomenologi di Jerman yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938). Menurutnya, untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ialah dengan menggunakan intuisi langsung, karena dapat dijadikan kriteria terakhir dalam filsafat. Baginya, Fenomenologi sebenarnya merupakan teori tentang fenomena; ia mempelajari apa yang tampak atau yang menampakkan diri. Pada abad tersebut juga lahir aliran Eksistensialisme yang dirintis oleh Soren Kierkegaard (1813-1855) .
VI. Filsafat Timur (Arab)Tokoh-tokoh yang termasuk para ahli fikir Islam yaitu Al-Farabi, Ibu Sina, Al-Kindi, Ibnu Rusyd. Peranan para ahli pikir tersebut besar sekali, yaitu sebagai berikut :a. Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang barat belum pernah mengenal filsafat Aristoteles.b. Orang-orang barat mengenal Aristoteles berkat tulisan dari para ahli fikir islam.c. Skolastik Islamlah yang membawakan perkembagan Skolastik Latin.Dengan demikian, dalam pembahasan skolastik isalam terbagi menjadi dua periode, yaitu :a) Periode Mutakallimin (700 – 900)b) Periode Filsafat Islam (850 – 1200) B. Filsafat Modern dalam Pembentukannya
I. Sejarah Filsafat ModernPada masa abad modern ini berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak pemikirannya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal fikir dan pengalaman. Rene Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil memadukan antara metode ilmu alam dengan ilmu pasti ke dalam pemikiran filsafat. Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh-tokohnya antara lain Geoge Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776), Rousseau (1722-1778). Di Jerman muncul Chirstian Wolft (1679 – 1754) dan Immanuel Kant (1754 – 1804), yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna. Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Ada filsafat Amerika, filsafat
Prancis, filsafat Inggris, filsafat Jerman. Tokoh- tokohnya adalah : Hegel (1770-1831), Karl Marx (1818-1883), August Comte (1798-1857), JS. Mill (1806-1873), John Dewey (1858-1952).
II. Filsafat Abad Dewasa Ini (Filsafat Abad ke-20)Filsafat Dewasa Ini atau Filsafat Abad Ke-20 juga disebut Filsafat Kontemporer. Ciri khas pemikiran filsafat ini adalah desentralisasi manusia. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah, yaitu arti kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Maka, timbullah filsafat analitika, yang di dalamnya membahas tentang cara mengatur pemakaian kata-kata / istilah-istilah karena baha sebagai objek terpenting dalam pemikiran filsafat, para ahli pikir menyebutnya sebagai logosentris. Para paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan, seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme.Pada Awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran-aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan corak pemikiran dewasa ini, seperti filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi, Strukturalisme, Kritika Sosial.
III. Masa PeralihanPada masa peralihan diisi dengan gerakan kerohanian yang bersiat pembaharuan. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16 .
Renaissance Atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia. Di antara tokoh-tokohnya adalah Leonardo da Vinci, Michelangelo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.Krisis zaman pertengahan dimulai pada abad ke-14 hingga abad 15. Pada abad 15 dan 16 dikuasai oleh suatu gerakan yang dikenal dengan Renaisance. Renaisance berarti kelahiran kembali. Secara histories Renaisance adalah suatu gerakan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dirinya sebagai orang yang dilahirkan kembali dalam keadaban yaitu kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan keindahan. Pada pertengahan abad ke-14 munculah gerakan pembaharuan dibidang kerohanian, kemasyarakatan, dan kegerejaan yang dilakukan oleh para humanis di Italia.Tujuan geraka ini ialah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup kristiani, yang dilaksanakan dengan mengaitkan hikmat kuno (klasik) dengan wahyu, dan dengan memberi kepastian pada gereja, bahwa sifat pikiran-pikiran klasik itu tidak dapat binasa. Mereka bermaksu mempersatukan kembali gareja yang telah terpecah oleh banyak mashab dan mempertinggi keadaan yang telah diberikan oleh agama Kristen. Unsur-unsur Renaisance yang menggarami filsafat adalah: Humanisme, kebangkitan untuk mempelajari sastra klasik dan penyambutan yang dengan semangat atas realitas hidup ini. Perbedaan pemikiran filsafati abad pertengahan dan pemikiran filsafati Renaisance adalh sebagai berikut : Dalam abad pertengahan filsafat mencurahkan perhatiannya hanya kepada hal-hal yang abstrak dan kepada pengertian-pengertian. Hal-hal yang konkrit dan tampak, terlalu diabaikan.Johanes Duns Scotus menunjukan, bahwa hal-hal yang khusus juga memiliki nilai sendiri. William Ockham menekankan kepada sifat individual realitas ini, itulah sebabnya ia juga telah meneampakan perhatian atas penelitian yang positif. Perhatian yang sungguh-sungguh atas hal-hal yang kokritsendiri baru diberikan oleh Renaisance.
Dapat dikatakan, bahwa pada waktu itu orang menemukan dua hal : dunia dan dirinya sendiri. Pengenalan akan dirinya sendiri yaitu bahwa orang sadar aka nilai pribadinya dan akan kekutan pribadinya itu. Segi negatifnya yaitu, bahwa oleh karena itu manusia merasa bebas terhadap segala kuasa dan tradisi.Para pemikir Renaisance berpendapat, bahwa whyu memiliki wibawa dibidangnya sendiri. Kebanyakan orang cenderung mengenggap, bahwa akal tidak berwibawa ats kebeneran-kebenaran keagamaan. Kebenaran itu haa dapat diercaya. Dibidang filsafat para pemikir berpendapat, bahwa disini tiada sedikitpun ikatan kepada wibawa apapun atau kepada keyakinan bersama. Kebenaran harus dicapai dengan kekuatan sendiri. Lambat laun filsafat terasing dari pada agama yang positif.Sekalipun demikian perlu dikemukakan bahwa pada mulanya pengaruh abad pertengahan masih tampak juga. Pada zaman Renaisance ada banyak sekali penemuan-penemuan, diataranya : NIKOLAUS KOPERNIKUS (1473-1543), seorang tokoh gerejani yag ortodoks, menemukan bahwa matahari berada dipusat jagad raya, dan bahwa bumi mempunyai dua macam gerak, yaitu; perputaran sehari-hari pada porosnya dan paerputaran tahunan mengitari matahari. JOHANES KEPLER (1571-1630), orang penting sesudah Kopernikus Ia menerima teori bahwa jagad raya berpusat kepada matahari. GALILEO GALILEI (1564-1642), adalah penemu terbesar dibidang pengetahuan.Penemuan tentang pentingnya akselerasi dalm dinamika.Membuat teleskop yangdipakainya untuk menjelajahi jagat raya, dan dengan alatnya itu ia menemukan, bahwa bintang bima sakti terdiri dari bintang-bintang yang banyak sekali bilangannya, yang masing-masing berdiri sendir. Juga ia telah berhasil mengamati Venus sera menemukan beberapa sastelit Yupiter. Penemuan Galilei ini menggoncangkan gereja, yang menuntut supaya Galilei menarik kembali ajaran-ajaran itu. Hal ini terjadi pada tahun 1616 secara tersembunyi, dan pada tahun 1632 secara terbuka. Pada awal abad ke-17 HUGO DE GROOT (1583-1645), dengan gagasanya tentang hokum internasional. NICCOLO MACHIAVELLI (1467-1525),mengemukakan tentang suatu bentuk negara yang otokratis. THOMAS MORE (1480-1535), mencita-citakan suatu Negara Utopia, suatu masyarakat agraris, yang berdasarkan keluarga sebagai kesatuan dasariah, yang tidak mengenal hak milik pribadi atau ekonomi uang. Pada abad ke-17 FRANCIS BACON (1561-1626), bermaksud meninggalkan ilmu pengetahuan yang lama dan mengusahakan pengetahuan yang baru.Bacon dapat dipandang sebagai orang yang meletakkan dasar-dasar bagi metode induksi yang modern, dan menjadi pelopor dalam usaha mensistimatisir secara logis prosedur ilmiah. Menurut Bacon filsafat harus dipisahkan dari pada teologi.Agam yang lama masih diterimanya. Ia berpendapat akal dapat membuktikan adanya Allah.Akan tetapi mengenai hal-hal lain didalam teologi,hal-hal itu hanya dapat dikenal melalui wahyu. Bacon menolak sllogisme, sebab dipandang sebagai hal yang tanpa arti didalam ilmu pengetahuan. Sebab syllogismr tidak mengajarkan kebenaran-kebenaran yang baru. Syllogisme hanya bernilai jikalau dilihat dari segi pengajaran.Metode empiris ini olehBacon dipandang sebagai menunjukkan bagaimana menyusun data-data yang telah diamati, yang memeang diperlukan sekali bagi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus dialaskan pada kepada penyusunan data-data. Kita tidak boleh bersifat seperti lba-laba, yang menyulam segala sesuatu dari benang yang dikeluarkannya sendiri. Kita juga tidak boleh seperti semut, yang hanya mengumpulkannya saja. Kita harus bersifat seperti tawon, yang selain mengumpulkan juga mengatur dan menyusun.
Demikian Bacon menekankan sekali, bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat diusahakan dengan pengamatan, percobaan-percobaan dan penyusunan fakta-fakta. Sekalipun demikian ia tidak dapat memajukan ilmu pengetahuan, sebab ia hanya tahu apa yan g tlah dicapai orang pada zamanna saja. Juga sitimnya yang masih menampakkan hal-hal yang saling bertentangan, umpamanya, bahwa ia menolak prasangka-prasangka. Namun besar juga arti Bacon bagi perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu kritik-kritiknya dan pengarahannya, dengannya filsafat di inggris kemudian dipengaruhi sekali. Ia berhasil menunjuk pada pangkal pemikiran bagi pemikiran sintesis pada abad ke-17, yaitu bahwa pikiran orang harus diarahkan kepada dunia ini .
HumanismeHumanisme menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha menemukan kembali sastara Yunani atau Romawi. Di antara para tokohnya adalah Boccaccio, Petrarcus, Lorenco Valllia, Erasmus, dan Thomas Morre.
ReformasiReformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa Barat pada abad ke=16. Para tokohnya antara lain Jean Calvin dan Martin Luther .
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanDari pembahasan ini maka kita ketahui bahwa sejarah filsafat sangatlah panjang yang pada dasarnya menjelaskan pengertian filsafat yang berasal dari yunani, dimana filsafat timbul karena terdapatnya fenomena-fenomena mengenai alam disebabkan keingin tahuannya para ahli filsafat tentang alam semesta.Sampai akhirnya diaplikasikan oleh ulama-ulama islam kita sehingga menjadi ilmu yang mudah difaham dan tentunya berguna bagi kemajuan peradaban dunia, yang mana untuk saat ini umat islam sendiri masih kalah dalam penerapannya dengan eropa padahal ilmu tersebut dari pemikiran dan penjabaran ulama kita.
B. SaranSetelah membaca makalah ini marilah kita berusaha untuk mengaplikasikan ilmu kita dan mengajarkannya. Semoga kita dan anak cucu kita dijadikan Allah SWT sebagai umat yang selalu dapat menjaga agama islam dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, aaamiiin.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hendria.com/2010/03/sejarah-filsafat-eropa.htmlhttp://www.scribd.com/doc/21516397/9/Renaissance.Anonim, (Reinaissance) hlm 11-17.http://www.ojimori.com/2011/09/02/sejarah-filsafat-hukum-dan-perkembangan/
http://novira08.wordpress.com/2010/05/29/filsafat-barat-abad-pertengahan-dan-zaman-modern/
FILSAFAT BARAT ABAD PERTENGAHAN DAN ZAMAN MODERN
May 29, 2010 putri novira
FILSAFAT BARAT ABAD PERTENGAHAN DAN ZAMAN MODERN
I. FILSAFAT BARAT ABAD PERTENGAHAN
1.1. MASA PATRISTIK Patristik adalah para pujangga gereja dan tokoh tokoh gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekristenan. Mereka mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi, tapi tidak menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan. Mereka berpendapat bahwa setelah Allah memberikan wahyu kepada manusia, maka mempelajari filsafat Yunani yang non-Kristen dan non-Yahudi adalah sia-sia bahkan berbahaya yang mengancam kemurniaan iman krisriani. Bapak gereja yang terpenting pada masa itu adalah antara lain Tertullianus(160-222), Clemens dari Alexandria(150-251) dan Origenes(185-254) adalah pemikir pada masa awal pratistik. Gregorius dari Nazianza(330-390), Basilius(330-379), Gregorius dari Nyssa(335-394) adalah tokoh dari pratistik yunani. Sedangkan Agustinus adalah pemikir yang menandai masa keemasan masa pratistik latin. Agustinus adalah seorang pujangga gereja dan filsuf besar. Agustinus menerima penafsiran metaforis atau figuratif atas kitab Kejadian, yang menyatakan bahwa alam semesta dicipta creatio ex nihilo dalam 6 hari, dan pada hari ketujuh Allah beristirahat, sesudah melihat semua itu baik adanya. “Allah tidak ingin mengajarkan kepada manusia hal-hal yang tidak relevan bagi keselamatan mereka”. Penciptaan bukanlah suatu peristiwa dalam waktu, namun waktu diciptakan bersama dengan dunia. Penciptaan adalah tindakan tanpa-dimensi-waktu yang melaluinya waktu menjadi ada, dan tindakan kontinu yang melaluinya Allah memelihara dunia. Istilah ex nihilo tidak berarti bahwa tiada itu merupakan semacam materi, seperti patung dibuat dari perunggu, namun hanya berarti “tidak terjadi dari sesuatu yang sudah ada”. Hakikat alam ciptaan ialah menerima seluruh Adanya dari yang lain, yaitu Sang Khalik. Alam ciptaan adalah ketergantungan dunia kepada Tuhan.
MASA SKOLATIK
Sebutan skolastik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan yang di usahakan oleh sekolah-sekolah, dan ilmu tersebut terikat pada tuntutan pengajaran di sekolah-sekolah itu. Sifat filsafat skolastik adalah pengetahuan yang digali dari buku-buku diberi tekanan berat. Jagad raya memang di pelajari, akan tetapi bukan dengan penelitian-nya, melainkan dengan menanyakan kepada pendapat para filsuf yunani tentang jagad raya itu. Ada yang mengatakan juga bahwa skolastik itu filsafat yang berdasarkan atas agama atau kepercayaan. Masa skolastik terbagi 2 tahapan (1) masa skolastik timur, yang diwarnai situasi dalam komunitas Islam di Timur Tengah, abad 8 s/d 12 M, dan (2) masa skolastik barat, abad 12 s/d 15 M, yang diwarnai oleh perkembangan di Eropa (termasuk jazirah Spanyol). Secara sederhana, dalam masa Patristik, “filsafat teologi”, dengan tanda dapat dibaca sebagai “identik dengan”, “sama sebangun dengan”, “praktis tidak berbeda dengan”. Sementara dalam periode skolastik timur, terdapat berbagai interpretasi atas simbul dalam rumusan “filsafat teologi”, dalam periode skolastik barat tidak ada keraguan tentang makna simbul dalam rumusan “filsafat teologi”. Pada akhir abad ke-9 muncul nama-nama yang mempengaruhi teologi dan filsafat seperti Johanes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Ibn Sina (980-1037) orang Arab
dengan nama latin Avicenna, Ibn Rushd (1126-1198) juga orang Arab dengan nama latin Averroes,Moses Maimodes (1135-1204) orang Yahudi, Bonaventura (1221-1274), Albertus Agung (1205-1280) dan yang paling terkenal ialah Thomas Aquinas (1225-1274). Thomas Aquinas sangat terpengaruh oleh filsafat Aristoteles. Orang Katolik terima Thomas Aquinas sebagai Bapak gereja. Orang protestan banyak menolak argumen-argumen Thomas yang terlalu terpengaruh oleh Aristoteles sehingga kadang-kadang menyimpang dari exegese yang sehat dari Alkitab.
II. FILSAFAT BARAT ZAMAN MODERN
2.1. RENAISSANCE
Filsafat modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan yang ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance yang berarti kelahiran kembali. Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Keristen. Nicolaus Copernicus, Johannes Kepler, dab Galileo Galilei adalah contoh ilmuwan yang membawa wawasan baru dengan penemuan-penemuan penting. Dibindang filsafat, peletak dasar filsafat zaman renaissance adalah Francis Bacon(1561-1623), seorang filsuf dari inggris.
2.2. FILSAFAT ABAD XVII
2.2.1. Rasionalisme
Rasionalisme adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan yang satu-satunya benar adalah rasio. Rene Decrates, ucapannya yang terkenal adalah Cogito Ergo Sum (Aku berpikir maka aku ada). Ungkapan ini memiliki makna dalam dari sekedar pengertian hafiah. Itulah sebabnya Cogito Ergo Sum harus diartikan sebagai “saya yang sedang sangsi, ada”. Berpikir adalah menyadari. Menurut Decrates, dalam diri manusia terdapat tiga ide sejak lahir, pikiran, Allah, keluasan, dan itulah yang merupakan kebenaran. Satu-satunya alasan untuk menerima dunia materi adalah Allah akan menipuku jika Ia idea keluasan padahal tidak ada satupun yang mempunyai luas. Tapi menurut pengamatan, di luarku ada dunia materi. Jadi, Allah itu ada. Konsep Rene Descartes menyatakan kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan
2.2.2. Empirisme Empirisme adalah aliran yang mengajarkan pengalaman adalah sumber pengetahuan yang benar. Tokoh terpenting adalah Thomas Hobbes dan John Locke.
2.3. FILSAFAT ABAD XVIII
Aufklaerung zaman perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Agama Kristen, sebelum periode ini memainkan peranan sangat menentukan, akal budi tidak diingkari, tetapi diletakan pada fungsinya sebagai pendukung iman dan wahyu. Oleh sebab itu, pada masa pencerahan orang tidak mau tunduk lagi pada otoritas agama. Tokoh terpenting pada masa ini adalah George Berkeley dan David Hume (inggris). Voltaire dan Jean Jacques Rousseau (prancis), dan Immanuel Kant (Jerman).
2.4. FILSAFAT ABAD XIX
Idealisme Jerman adalah aliran yang berpendapat bahwa tidak ada realitas obyektif dari dirinya sendiri. Menurut idealisme rasio atau roh mengendalikan realitas seluruhnya. Tokoh yang terpenting adalah J.G. Fichte(1762-1814), F.W.J.Schelling(1775-1854) dan G.W.F. Hegel(1770-1831). Positivisme berpandangan bahwa manusia tidak pernah mengetahui lebih dari fakta atau apa yang nampak. Menurutnya tugas ilmu pengetahuan dan filsafat adalah penyelidikan fakta, bukan menyelidiki sebab terdalm realitas.
2.5. EKSISTENSIALISME
Aliran filsafat yang memandang segala gejala yang berpangkat pada eksistensi. Eksistensi adalah cara berada di dunia. Eksistensialisme berpandangan bahwa pada manusia eksistensi mendahului esensi, sebaliknya pada benda lain esensi mendahului eksistensi. Menurut Jean_paul Saster, manusia tidak mempunyai kewajiban tehdap yang lain, kecuali dirinya sendiri. Seandainya Allah ada, manusian kehilangan martabat manusianya. Maka mustahil bahwa Allah dan manusia hidup berdampingan. Manusia merupakan alat ditangan Allah, bukan manusia bebas. Eksistensialisme sama sekali bukan ateisme yang menolak adanya Allah. Seandainya Allah ada, itu sama sekali tidak akan mengubah apa-apa.
2.6. POSTMODERNISME
Modernisme mempunyai gambaran dunia sendiri yang ternyata melahirkan berbagai dampak buruk, yakni 1. obyektifikasi alam secara berlebihan dan pengrusakan alam yang semena-mena yang mengakibatkan krisis ekologi. 2. manusia cenderungmenjadi obyek karena pandangan modern yang obyektivitas dan positivitas. 3. ilmu-ilmu positif empiris menjadi standar kebenaran tertinggi. 4. materialisme. 5. militerisme. 6. kebangkitan kembali tribalisme. Ciri-ciri terpenting postmodernisme adalah relativisme dan mengakui pluralitas. Pada modernisme, pengetahuan merupakan suatu kesatuan yang didasarkan pada cerita-cerita besar yang menjadi ide penuntun sampai kepenelitian yang mendetail.
http://yolmartohidayat-asmarnita.blogspot.com/2013/05/filsafat-islam-modern.html
FILSAFAT ISLAM MODERN
Pendahuluan
Kelahiran filsafat islam sebagai satu disiplin ilmu dalam kazanah intelek tual islam
berawal dari gerakan penterjemahan karya-karya filsafat Yunani kedalam bahasa Arab, yang
secara resmi dipelopori oleh khalifah al-Makmun (813-833M) kaum intelektual islam yang
mempelajari dan mengembangkan kebesaran berfikir dari Yunani tersebut dinamakan filosof
Islam.
Filsafat islam termasuk salah satu rangkain dari mata rantai pemikiran filsafat
manusia. Pengkajian tentang filsafat Islam sama penting dengan pengkajian terhadap filsafat-
filsafat lainnya. Barat kenal dengan filsafat Yunani berkat jasa dari filsafat islam yang tidak
hanya menjembataninya kedunia Barat tetapi ia menghidupsuburkan dan mengembangkanya
Era modern ditandai dengan kepesatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
didalam berbagai bidang. Perobahan demi perobahan berjalan sangat cepat sepertinya hamper
tidak dapat diikuti bahkan oleh imajinasi sekalipun. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi memang menjanjikan kepuasan lahiriah akan tetapi membawa kehampaan spiritual
bahkan ada yang menilai sebagainpembawa bencana dari pada nikmat.
Dari padai itulah penulis memaparkan disini latar belakang lahirnya filsafat islam dan
corak pemikiranya untuk menjawap, tantangan daripada ilmu-ilmu sain dari dunia barat yang
menyerang ilmu- ilmu keislaman. Dan memperjelas bagaimana peranan filsarat dalm
memahami agama, sera menanamkan nilai-nilai berfikir rasional dan sunatulah yang akan
mendorong umat islam hidup dinamis dan masju dalam kehidupan ini.
A. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam Modern
Era modern ditandai dengan kepesatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
bernagai bidng. Perobahan demi perobahan berjalan sangat cepat sepertinya hamper tidak
dapat bahkan oleh imajinasi sekalipun. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memang
menjajikan kepuasan lahiriah, akan tetapi membawa kehampaan spritual, bahkan dada yang
menilai sebagai pembawa bencana daripada nikmat.
Sebagai contoh dengan teknologi komunikasi yang canggih, harus informasi akan
mengalir denan derasnya melintasi batas Negara tampa dapat dihambat kekuasan fisik,
perubahan demi perubahan berjalan sangat cepat, bahkan sulit terikuti.
Memang kemajuan IPTEK dalam era modern ini telah sampai kepada apa yang disebut
masarakat secara materil telah sampai taraf makmur peralatan-peralatan hidup sudah
terkendali secara mekanik. Sepertinya hidup bertambah mudah, enak dan yaman. Akan tetapi
ternyata kenyamanan materi tidak selamanya membawa kebahagiaan rohani. Sebenarnya
aspek kerohanian inilah sebagai harkat kemanusiaan. Bila hal ini terabaikan akan membawa
kekurangan yang serius yang menyangkut sisi manusia yang terpenting dan yang paling
dalam.
Walaupun tantangan modern secara lang sung dan terutama ditujukan kepada lembaga-
lembaga sosial islam hokum-hukum perkawinan dan perceraian, posiwanita dan hokum-
hukum ekonomi tertentu dan lain-lain, tetati ia juga mengasumsikan proposisi intelektual
yang murni, karena suatu perobahan dalam adat istadat sosial melibatkan pemikiran tentang
etika sosial, yang menyentuh ide-ide dasar keadilan sosial tetapi terlepas dari hal tersebut
juga terdapat masalah-masalah yang ditimbulkan oleh teori-teori filsafat dan ilmu
pengetahuan Barat modern mengenai kepercayaan-kepercayaan khusus yang berhubungan
dengan Tuhan, hubungannya dengan alam dan manusia serta kehidupan akhirat, maslah-
masalah yang telah dibahas selama berabat-abat dalam islam oleh filosof-filosof dan ulama-
ulama Islam namun yang mengasumsikan proporsi-proporsi baru dalam perkembangan
perkembangan rasionalisme dan ilmu pengetahuan barusaja yaitu pada abad ke-13/19
walaupun masalah-masalah khusus tersebut terpisah tetapi keseluruhan masalah itu
dimunculkan pada suatu tingkat yang paling umum,seperti apakah agama dan “akal” dapat
disesuaikan. Kritikan terhadap islam datang dengan kekuatan ganda dari kritisi Barat tertentu
seperti E, Renan dan Sir William Muir yang berpendapat bahwa keterbelakangan sosial dan
ekonomi masyarakat muslimpada akirzaman pertengahan, disebabkan kurangnya peradapan
islam.
Suatu seruan umum kepada kepada masyarakat muslim agar mereka menegakan standar-
istandar intelektual dan moral mereka untuk menghadapi bahaya-bahaya espansionisme
Barat, telah diketahui oleh jamaludin Al Afgani (1255-1315/1839-1897) modernis muslim
pertama yang sunguh-sunguh. Walaupun dia tidak mengajukan modernism intelektual itu
sendiri, namun ia mengemukakan pendapat yang kukuh untuk mengelolo disiplin-disiplin
filsafat dan keilmuan dengan mengembangkan kurikulum lembaga lembaga pendidikan,agar
dilakukan pembaharuan-pembaharuan pendidikan secara umum.
Islam adalah agama rasional dan agama ilmu pengetahuan ia sangat serasi dengan sifat-
sifat dasar manusia. Telah dimaklumi bahwa manusia di ciptakan Allah dinamis dan berilmu
pengetahuan. Manusia (Adam dan keturunanya) di ciptakan Allah dari tanah bumi ini.
Kendatipun keturunan adam tidak di sebut secara eksplisit dari tanah, namun sesuai dengan
hasil penelitian sain, unsure kimiawinya sama dengan kimiawi tanah. Manusia adalah
makhluk bumi yang dibekali dengan akal dan ilmu pengetahuan karena ia akan mengmban
tugas kekalifahan dimuka bumi berarti bertapapun cangihnya perkembangan ilmu
pengetahuan akan dapat dijangkau oleh nalar manusia. Karena pencipta manusia dan alam
semesta telah di beri keharmonisan indah yang merupakan suatu kesatuan yang organik.
Pada pihak lain agama dalam hidup ini mutlak diperlukan, jika manusia bersipat rasional
dan dinamis, maka agama yang berfunsi mengatur hidup manusia tetapi haruspula seuai
kerasionalan dan kedinamisan manusia. Kika tidak demikian tentu tidak ada kecocokan antar
manusia dan agama seperti ini akan ditinggalkan manusia. Sedangkan islam agama yang
serasi dengan kontek zama dan kemajuan masa(al-shalih li kulli zaman wa makan). Hal ini di
ungkapkan karena ajaran islam tentang hidup keduniaan datang dalam bentuk atau prinsip
prinsip pokok saja dan mengoperasionalkanya diserahkan sepenuhnya kepada akal manusia.
Pada era modern ini bila umat islam ingi majun kembali dan ilmu-ilmu agama dan sain
dapat berkembang harus berpegang kembali kepada metode berfikir rasional dan paham
sunatulah seperti zaman klasik, karena dengan wujud filsafat islam diera modern yaitu
berfikir rasional dan percaya pada sunatullah, yang mendorong umat islam hidup di namis
dan maju dalam berbagai dimensi kehidupan.
Filsafat islam sebagai salah satu disiplin ilmu keislaman yang menganut metode befikir
rasional dengan sunatullah, perlu dikembangkan, karena ilmu ini dibutukan dalam memahami
hakekat-hakekat keislaman. Agama tampa dipahami hakekatnya, maka ia akan gersang
simbol atau lambang-lambang agama tampa hakekat ia akan hambar.
Pada era klasik, filsafat dan agama dapat damai dan filsafat dengan sains begitu akur,
bagailan saudara kembar saling mencintai. Hal ini dapat terjadi berkat kerjasama pilosof
islam.
Perlu di tegaskan bahwa filsafat islam yang akan dikembangkan di era mdern ini adalah
filsafat islam dalam bentuk baru yang sesuai dengan kondisi dan situasi penekanan filsafat
islam tidaklagi di gunakan untuk menetapkan Allah dan alam kadim serta akal sepuluh dalam
filsafat emanasi, akan tetapi lebih menekankan bepikir rasional dan sunatullh yang akan
mendorong umat hidup dan maju dalam kehidupan ini.
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran-pemikirankondang islam,seperti Muhammad
Abduh di Mesir Ahmad Khan M Iqbql di India, Jamaludin al-Afgani dan lain lainya,
menghidupkan kembali pemikiran rasional klasik dengan paham sunatullahnya yang tidak
berobah di alam. Mereka memaklumi pemikiran seperti inilah yang merangsang umat islam
untuk befikir dan bepandangan luas.
Dapat dipahami bahwa filsafat islam dan ilmu keislaman lainya mutlak diperlukan umat
islam agar umat islam dapat maju dan menandingi kemajuan umat-umat lain dengan kata
lain, filsafat islam dan pemikiran rasional dan paham sunatullahnya merupakan faktor
penuntun untuk kemajuan umat islam. Pernyataan bahwa Islam tidak bertentangan dengan
akal dan ilmu pengetahuan dikeluarkan oleh Al Afgani, maka padagiliran Muhammad Abduh
dari mesir dan said ahmatkan dari india membuktikan pernyataan itu.
Filsafat tidak lagi merupakan ilmu yang etonom baik dalam subjek-subjek yang
dipertanyakan maupun dalam sumber sumbernya, karena subjek sebuah ilmu yang otonom
adalah masalah wujud qua wujud dan sumbernya paling tidak sumber utamanya adalah
aksioma pertama. Filsafat telah menjadi ilmu yang funsinya untuk mempelajari produk ilmu
lain, untuk saling menghubungkannya, dan untuk menurunkan pernyataan umum dari
pernyatan yang lebih sempit. Filsafat positifisme Auguste Comte dan filsafat sintesis Herbert
Spencer merupakan filsafat jenis ini. Menurut pandangan mereka, filsafat bukan merupakan
ilmu yang terpisah dari ilmu lain, tetapi (fungsinya untuk) membukakan wawasan yang lebih
luas dan mendalam dari hal-hal yang diketahui dan dipelajari oleh ilmu-ilmu lain
Berapa tokoh lain, seperti, Kant, berpendapat bahwa pertama tama perlu dipelajari
tentang pengetahuan itu sendiri, sekaligus dengan fakultas yang merupakan sumber-
sumdernya, yaitu rasio. Mereka mengajukan kritik terhadap rasio manusia dan mengatakan
filsafat demikian atau filsafat kritik.
B. Corak Filsafat Islam Modern
Pada filsafat islam modern ini lebih menekankan berfikir rasional dan sunatulah, filsafat
islam juga amat bertumpu pada akal dalam menafsirkan problematika ketuhanan, manusia
dan alam, karena wajib alwujud adalah akal murni. Ia adalah subyek yang berpiki rsekaligus
obyek pemikiran. Daripadanya (beremansipasi) akal aktif, karena ia merupakan yang petama
yang diciptakan oleh Allah.
Konsiliasi filsafat dengan tasawuf mengindikasikan bahwa sejarah perkembangan filsafat
islam tidak penah mati di dunia Islam. Karena filsafat merupakan kebutuhan untuk
membinadiri dalam memahami pandangan hidup dan pandangan dunia agama. Oleh karena
itu filsafat berfunsi menganalisis data pengalman-pengalaman indra pengalaman-pengalaman
estetika atau pengalaman-pengalaman agama. Tegasnya urgensu wujut filsafat, dikatakan
Fazlur Rahman, adalah suatu kebutuhan intelektual abadi dan mesti ditumbuhkan daik untuk
dirinya sendiri maupun disiplin ilmu lainya, karena filsafat menanamkan semangt kritis-
analis yang sangat di perlukan untuk melahirkan gagasa-gagasan baru bagi sain-sain sosial
modern, khususnya agama dan teologi. Oleh sebab itu suatu bangsa yang membagun kekayan
kazanah filsafatnya berarti mencampakan dirinya kedalam bahaya kelaparan dalam hal-hal
gagasan segar atau melakukan bunuh diri intelektual.
Dari elaborasi diatas dapat dipahami bahwafilsafat islam tetap eksistensi dalam aktifitas
konsiliasi antara filsafat dan tasawuf. Sedangkan dizaman modern, filsafat islam melebarkan
sayapnya kepada segala disiplin ilmu seperti hokum etika dan sain-sain sosial.maka untuk
sekarang ini filosof mesti menguasai segala disiplin ilmu dalam islam dan sain-sain sosila
modern.
Kedatangan buah pikiran sejarah dan kebudayan islam ini memiliki tiga motifasi sebagian
untuk masut-maksut menghadapi barat dan sebagian sebagai sesuatu ukuran pembelaan untuk
membentengi keyakinan diri muslim dalam menghadapi kebudayaan Barat yang kukuh yang
mejarah itu. Ia dimaksutkan untuk mendotong orang muslim menerima intelektualisme
uhumanism modern Barat suatu pekembanga asli puncak peradapan islam sendiri dan bahkan
sebagai pesan yang benar. Argument pemikiran Barat modern merupakan akibat langsung
kejayaan kebudayaan intelektual islam pada masa pertengahan yang menyebar ke-Barat
melalui spanyol dan sisilia, telah dinyatakan pada tingkat filsafat tinggi oleh Sir Muhammad
Iqbal(1876-1938) terutama dalam karanganya Reconstruction of Religions Thought inIslam.
Kemudian, pada tingkat ini argument tersebut mempersegar kembali tuntutan yang lebih dulu
dengan segera terhadap rasionalisme atas dasar Al-Quran dan ajaran Islam dengan meminta
kepada orang muslim untuk menerima dan mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil
rasionalisme modern.
Tapi masih ada suatu dimensi yang benar-benar berbeda dalam tuntutan modernis,
tentang fungsi rasional dan pembudayan Islam menurut sejarah dan perananya dalam
perkembangan kemanusiaan. Hal itu melambangkan dan memperkuat tuntutan muslim untuk
ke Rsaulan Muhammad sebagai Nabi penuntup. Argument itu yang telah dikemukakam
dalam bentuk pertanyaan oleh Muhammad Abduh, di ulangi oleh Sir Muhammad Iqbal dalam
kerangka filsafat. Bukti bahwa Al-Quran merupakan wahyu terkir, demikian dinyatakan
argument itu, dan Muhammad Nabi terakhir merupakan makna tertinggi bagi perkembangan
kemanusian dengan pemikian bahwa manusia telah mencapai suatu kedudukan yang
sempurna, sehingga tidaklagi membutuhkan wahyu yang sudah jadi, melainkan dapat
mengusahakan keselamatan dan keberuntungan moral dan intelektual sendiri. Lebih lanjut
dalam perkembangan itu memainkan suatu peran yang menentukan dengan membina
kesadaran dan kemampun-kemampuan rasional dan ilmiah manusia. Lepas dari wahyu Al-
Quran proses yang sama Nampak sebagai telaah berlangsung dalam sejarah aktual.
Menurut Iqbal, pandangan dunia Al-Quran memperlihatkan pola rasional yang khas atas
penyatuan realitas yang aktual dan yang ideal. Menurut Iqbal reasi pemikiran pemikiran
muslim terhadap pilsafat Yunani di picu oleh keinginan meninjau kesejatian realitas, baik
dalam aspenya yang empiris maupun realitasnya.
Bangunan ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari wilayah penalaran silogistik dan
memasuki wilayah metode eksprimen. Sementara matematika mengambil karakter semi-
silogistik , semi-eksperimental. setelah berlangsung beberapa lama, beberapa orang mulai
mengatakan bahwa metode silogistik tidak dapat diandalkan. jadi jika sebuah sains berada
diluar jangkauan eksprimem kongkret, jika ia hanya tergantung pada penalaran silogistik
semata, maka sains itu dikatakan tidak punya landasan.
Karena demikianlah halnya dengan meta fisika, yaitu tak ada tempat untuk eksprimen
kongkret dalamnya, maka metafisika pun dikatakan tidak memiliki landasan. Menurut
mereka, ilmu metafisika atau filsafat pertama idak ada dan tidak bisa ada. Mereka
meniadakan pernyata-pernyatan yang oleh rasio manusiadirasakan sebagai masalah-masalah
yang paling dibutuhkan jawapanya sepanjang masa.
Kelompok lainnya mempertahankan pendapat bahwa metode silogistik bukanya sama
sekali tidak dapat diandalkan dan harus digunakan dalam metafisika etika. Mereka
menciptakan terminologi baru, Apa-apa yang dapat berbentuk riset melalui metode
eksprimen disebut sains, dan apa-apa yang harus didekati melalui metode silogistik, termasuk
metafisika, etika dan logika disebut filsafat. Filsafat terdiri atas ilmu-ilmu yang berpijak
pada riset yang dilakukan melalui metode silogistik saja dan tidak memerlukan eksprimen
kongkret
Menurut pandangan ini, sebagaimana pandangan para sarjana zaman kuno, filsafat
bersifat genetik, tidak spesifik , dalam artian bahwa pilsafat bukanlah sebuah ilmu,tetapi
meliputi berbagai ilmu. Filsafat dalam pengertian ini memiliki cakupan yang lebih sempit
disbanding pengertian dimasa kuno. Filsafat dalam pengertian modern meliputi metafisika,
etika, logika, hukun dan berapa bidang lain, tetapi matematika dan ilmu-ilmu alam berada
diluar cakupannya.
Daftar pustaka
Amril , Filsafat Manusia Fazlur Rahman. 2012. Padang :Hayfa Press
Madkour Ibrahinm Aliran Dan Teori Filsafat Islam. 1995. Jakarta :Bumi Aksara
Fakhri Majid. Sejarah Filsafat Islam Sebuah Peta Kronologis Sari filsafat Islam. 2001.
Bandung: Mizan
Hasan Rifa’I .A. Tema-Tema Penting Filsafat Islam.1993. Bandung :Ya
http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/22/filsafat-modern-dan-pembentukannya-renaisans-rasionalisme-dan-empirisme/
FILSAFAT MODERN DAN PEMBENTUKANNYA (Renaisans, Rasionalisme dan Empirisme)By syekhu
FILSAFAT MODERN DAN PEMBENTUKANNYA
(Renaisans, Rasionalisme dan Empirisme)
Oleh: Syekhuddin
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latarbelakang
Tradisi pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma bagi pengembangan budaya Barat dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam di semua segi dari seluruh lini kehidupan. Memahami tradisi pemikiran Barat sebagaimana tercermin dalam pandangan filsafatnya merupakan kearifan tersendiri, karena kita akan dapat melacak segi-segi positifnya yang layak kita tiru dan menemukan sisi-sisi negatifnya untuk tidak kita ulangi.
Ditinjau dari sudut sejarah, filsafat Barat memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini didasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu itu. Pertama, adalah zaman Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani kuno adalah ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut kosmosentris. Kedua, adalah zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini di sebut teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani, akibatnya perkembangan alam pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama, sehingga pemikiran filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran filsafat sebenarnya. Ketiga, adalah zaman Abad Modern, para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat Barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut. Keempat, adalah Abad Kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris, artinya teks menjadi tema sentral diskursus filsafat.[1]
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka pembahasan dalam makalah ini akan dibatasi pada filsafat modern dan pembentukannya yang difokuskan pada tiga masalah inti yaitu Renaisans, Rasionalisme dan Empirisme dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana filsafat Barat pada era renaisans?2. Bagaimana filsafat modern aliran rasionalisme?
3. Bagaimana filsafat modern aliran empirisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Renaisans
Tidak mudah menentukan batas yang jelas mengenai akhir zaman pertengahan dan awal yang pasti dari zaman modern. Hal ini disebabkan perbedaan pandangan para ahli sejarah tentang peralihan zaman pertengahan ke zaman modern. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa zaman pertengahan berakhir ketika Konstantinopel ditaklukkan oleh Turki Usmani pada tahun 1453 M. Peristiwa tersebut dianggap sebagai akhir zaman pertengahan dan titik awal zaman modern. Ada juga yang berpendapat bahwa penemuan benua Amerika oleh Columbus pada tahun 1492 M., menandai awal zaman modern. Para ahli yang lain cenderung menganggap era gerakan reformasi keagamaan yang dimotori oleh Martin Luther pada tahun 1517 M., sebagai akhir zaman pertengahan. Namun mayoritas ahli sejarah mengatakan bahwa akhir abad ke 14 sekaligus menjadi akhir zaman pertengahan yang ditandai oleh suatu gerakan yang disebut renaissance pada abad ke 15 dan 16. Dengan demikian abad ke 17 menjadi bagian awal dari zaman filsafat modern.[2]
Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Michelet, kemudian dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan.
Abad Pertengahan adalah abad ketika alam pikiran dikungkung oleh Gereja. Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat dibatasi, sehingga perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan dapat dikatakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif. Dalam perenungan mencari alternatif itulah orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju, pemikiran tidak dikungkung, sehingga sains berkembang, yaitu zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi. Kondisi seperti itulah yang hendak dihidupkan kembali.[3]
Pada pertengahan abad ke-14, di Italia muncul gerakan pembaruan di bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang dipelopori oleh kaum humanis Italia. Tujuan utama gerakan ini adalah
merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Gerakan ini berusaha meyakinkan Gereja bahwa sifat pikiran-pikiran klasik itu tidak dapat binasa. Dengan memanfaatkan kebudayaan dan bahasa klasik itu mereka berupaya menyatukan kembali Gereja yang terpecah-pecah dalam banyak sekte.[4]
Tidak dapat dinafikan bahwa pada abad pertengahan orang telah mempelajari karya-karya para filosof Yunani dan Latin, namun apa yang telah dilakukan oleh orang pada masa itu berbeda dengan apa yang diinginkan dan dilakukan oleh kaum humanis. Para humanis bermaksud meningkatkan perkembangan yang harmonis dari kecakapan serta berbagai keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan adanya kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik Yunani. Para humanis pada umumnya berpendapat bahwa hal-hal yang alamiah pada diri manusia adalah modal yang cukup untuk meraih pengetahuan dan menciptakan peradaban manusia. Tanpa wahyu, manusia dapat menghasilkan karya budaya yang sebenarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa humanisme telah memberi sumbangannya kepada renaisans untuk menjadikan kebudayaan bersifat alamiah.[5]
Zaman renaisans banyak memberikan perhatian pada aspek realitas. Perhatian yang sebenarnya difokuskan pada hal-hal yang bersifat kongkret dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberi tempat kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan dan porsi yang lebih besar, karena ada suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan pemecahannya. Hal ini dibuktikan dengan perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan adalah, semakin besar kekuasaan akal, maka akan lahir dunia baru yang dihuni oleh manusia-manusia yang dapat merasakan kepuasan atas dasar kepemimpinan akal yang sehat.[6]
Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat. Zaman renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berpikir seperti pada zaman Yunani kuno. Manusia dikenal sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan Ilahi. Saat itu manusia Barat mulia berpikir secara baru dan berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini telah mengungkung kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan.[7]
Zaman ini juga sering disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan tersebut adalah manusia diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia kurang dihargai kemanusiaannya. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran gereja, bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki ukurannya haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir. Bertolak dari sini, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan mengatur dunia. Karena semangat humanisme tersebut , akhirnya agama Kristen semakin ditinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang pesat terpisah dari agama dan nilai-nilai spiritual.[8]
Renaisans tidak lahir secara kebetulan, tetapi ada pra kondisi yang mengawali terjadinya kelahiran tersebut. Menurut Mahmud Hamdi Zaqzuq, ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi kelahiran Renaisans, yaitu:
1. Implikasi yang sangat signifikan yang ditimbulkan oleh gerakan keilmuan dan filsafat. Gerakan tersebut lahir sebagai hasil dari penerjemahan ilmu-ilmu Islam ke dalam bahasa latin selama dua abad, yaitu abad ke-13 dan 14. Bahkan sebelumnya telah terjadi penerjemahan kitab-kitab Arab di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal itu dilakukan setelah Barat sadar bahwa Arab memiliki kunci-kunci khazanah turas klasik Yunani.[9]
Hasil dari penerjemahan karya-karya Muslim berpengaruh terhadap kurikulum Eropa Barat secara revolusioner. Terutama di bidang matematika, kedokteran, astronomi, filologi, fisika, ilmu kimia, geografi, sejarah, musik, teologi, dan filsafat. Transformasi tersebut menumbuhkan universitas-universitas Eropa abad keduabelas dan ketigabelas.
Hal itu telah menstimulasi perkembangan lebih lanjut teori dan praktik kedokteran, memodifikasi doktrin-doktrin teologi, memprakarsai dunia baru dalam matematika, menghasilkan kontroversi baru dalam teologi dan filsafat. [10]
2. Pasca penaklukan Konstantinopel oleh Turki Usmani, terjadi migrasi para pendeta dan sarjana ke Italia dan negara-negara Eropa lainnya. Para sarjana tersebut menjadi pionir-pionir bagi pengembangan ilmu di Eropa. Mereka secara bahu-membahu menghidupkan turas klasik Yunani di Florensia, dengan membawa teks-teks dan manuskrip-manuskrip yang belum dikenal sebelumnya.
3. Pendirian berbagai lembaga ilmiah yang mengajarkan beragam ilmu, seperti berdirinya Akademi Florensia dan College de France di Paris.[11] Dalam universitas-universitas abad keduabelas dan abad ketigabelas, ilmu pengetahuan telah didasarkan hampir sepenuhnya pad tulisan-tulisan dari para penulis Muslim atau Yunani, sebagaimana diterjemahkan dari sumber-sumber bahasa Arab dan Yunani. Ilmu pengetahuan Muslim Aristotelian tetap merupakan inti dari kurikulum Universitas Paris hingga abad keenambelas. Tidak sampai pertengahan abad keenambelas dan datangnya Copernicus dalam astronomi, Paracelsus dalam ilmu kedokteran dan Vesalius dalam anatomi, ilmu pengetahuan Muslim-Helenistik telah membuka jalan kepada konsep-konsep baru tentang manusia dan dunianya, sehingga menimbulkan keruntuhan periode abad pertengahan.[12]
Selain itu, ada beberapa faktor yang dikemukakan Slamet Santoso seperti yang dikutip Rizal Mustansyir, yaitu:
1. Hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Iberia dengan Prancis membuat para pendeta mendapat kesempatan belajar di Spanyol kemudian mereka kembali ke Prancis untuk menyebarkan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh di lembaga-lembaga pendidikan di Prancis.[13]
2. Perang Salib (1100-1300 M) yang terulang enam kali, tidak hanya menjadi ajang peperangan fisik, namun juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang berasal dari berbagai negara itu menyadari kemajuan negara-negara Islam, sehingga mereka menyebarkan pengalaman mereka itu sekembalinya di negara-negara masing-masing.
Pada zaman renaisans ada banyak penemuan di bidang ilmu pengetahuan. Di antara tokoh-tokohnya adalah:
1. Nicolaus Copernicus (1473-1543)
Ia dilahirkan di Torun, Polandia dan belajar di Universitas Cracow. Walaupun ia tidak mengambil studi astronomi, namun ia mempunyai koleksi buku-buku astronomi dan matematika. Ia sering disebut sebagai Founder of Astronomy. Ia mengembangkan teori bahwa matahari adalah pusat jagad raya dan bumi mempunyai dua macam gerak, yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengitari matahari. Teori itu disebut heliocentric menggeser teori Ptolemaic. Ini adalah perkembangan besar, tetapi yang lebih penting adalah metode yang dipakai Copernicus, yaitu metode mencakup penelitian terhadap benda-benda langit dan kalkulasi matematik dari pergerakan benda-benda tersebut.[14]
2. Galileo Galilei (1564-1642)
Galileo Galilei adalah salah seorang penemu terbesar di bidang ilmu pengetahuan. Ia menemukan bahwa sebuah peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola, bukan gerak horizontal yang kemudian berubah menjadi gerak vertikal. Ia menerima pandangan bahwa matahari adalah pusat jagad raya. Dengan teleskopnya, ia mengamati jagad raya dan menemukan bahwa bintang Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang banyak sekali jumlahnya dan masing-masing berdiri sendiri. Selain itu, ia juga berhasil mengamati bentuk Venus dan menemukan beberapa satelit Jupiter.[15]
3. Francis Bacon (1561-1626)
Francis Bacon adalah seorang filosof dan politikus Inggris. Ia belajar di Cambridge University dan kemudian menduduki jabatan penting di pemerintahan serta pernah terpilih menjadi anggota parlemen. Ia adalah pendukung penggunaan scientific methods, ia berpendapat bahwa pengakuan tentang pengetahuan pada zaman dahulu kebanyakan salah, tetapi ia percaya bahwa orang dapat mengungkapkan kebenaran dengan inductive method, tetapi lebih dahulu harus membersihkan fikiran dari prasangka yang ia namakan idols (arca).[16] Bacon telah memberi kita pernyataan yang klasik tentang kesalahan-kesalahan berpikir dalam Idols of the Mind.
Pertama, Arca-arca Suku (Idols of the Tribes). Kita condong menerima bukti-bukti dan kejadian-kejadian yang menguntungkan pihak atau kelompok kita (suku atau bangsa). Kedua, Arca-arca Gua (Idols of Cave). Kita cenderung memandang diri kita sebagai pusat dunia dan menekankan pendapat kita yang terbatas. Ketiga, Arca-arca Pasar (Idols of the Market) yang menjadikan kita terpengaruh oleh kata-kata atau nama-nama yang kita kenal dalam percakapan kita sehari-hari. Kita disesatkan oleh kata-kata yang diucapkan secara emosional. Sebagai contoh, dalam Masyarakat (Amerika) kata-kata komunis, radikal dan teroris. Keempat, Arca-arca Panggung (Idols of Theatre) yang timbul karena sikap kita berpegang pada partai, kepercayaan atau keyakinan. Tingkah laku, cara-cara dan aliran-aliran pikiran adalah seperti panggung, dalam arti bahwa mereka membawa kita ke dunia khayal. Akhirnya arca panggung membawa kita kepada kesimpulan yang salah dasar.[17]
Bacon menolak silogisme, sebab dipandang tanpa arti dalam ilmu pengetahuan karena tidak mengajarkan kebenaran-kebenaran yang baru. Ia juga menekankan bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat dihasilkan melalui pengamatan, eksperimen dan harus berdasarkan data-data yang tersusun. Dengan demikian Bacon dapat dipandang sebagai peletak dasar-dasar metode induksi modern dan pelopor dalam usaha sitematisasi secara logis prosedur ilmiah.[18]
Dalam bidang filsafat, zaman renaisans tidak menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Filsafat berkembang bukan pada zaman itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya yaitu zaman modern. Meskipun terdapat berbagai perubahan mendasar, namun abad-abad renaisans tidaklah secara langsung menjadi lahan subur bagi pertumbuhan filsafat. Baru pada abad ke-17 dengan dorongan daya hidup yang kuat sejak era renaisans, filsafat mendapatkan pengungkapannya yang lebih jelas. Jadi, zaman modern filsafat didahului oleh zaman renaisans. Ciri-ciri filsafat renaisans dapat ditemukan pada filsafat modern. Ciri tersebut antara lain, menghidupkan kembali rasionalisme Yunani, individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain. [19]
Pada abad ke-17 pemikiran renaisans mencapai kesempurnaannya pada diri beberapa tokoh besar. Pada abad ini tercapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada kesatuan yang memberi semangat yang diperlukan pada abad-abad berikutnya. Pada masa ini, yang dipandang sebagai sumber pengetahuan hanyalah apa yang secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Sebagai akibat dari kecenderungan berbeda dalam memberi penekanan kepada salah satu dari keduanya, maka pada abad ini lahir dua aliran yang saling bertentangan, yaitu rasionalisme yang memberi penekanan pada rasio dan empirisme yang memberi penekanan pada empiri.
B. Rasionalisme
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi kepada perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad pertengahan, terhadap norma-norma yang bersifat tradisi dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan dan serta semua anggapan yang tidak rasional.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru yang lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan terhadap akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama aliran rasionalisme.[20]
Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes (1595-1650). Tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand Russel, kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan
banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Descartes sangat menyadari bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh Gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio. Tokoh-tokoh Gereja waktu itu masih berpegang teguh pada keyakinan bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana tersirat dalam jargon credo ut intelligam yang dipopulerkan oleh Anselmus. Untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasinya dalam sebuah metode yang sering disebut cogito Descartes, atau metode cogito saja. Metode tersebut dikenal juga dengan metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt).[21]
Lebih jelas uraian Descartes tentang bagaimana memperoleh hasil yang sahih dari metode yang ia canangkan dapat dijumpai dalam bagian kedua dari karyanya Anaximenes Discourse on Methode yang menjelaskan perlunya memperhatikan empat hal berikut ini:
1. Tidak menerima sesuatu apa pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
2. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan penelaahan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita menjadi yakin bahwa tidak ada satu pun yang terabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu.[22]
Atas dasar aturan-aturan itulah Descartes mengembangkan pikiran filsafatnya. Ia meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Pertama-tama ia mulai meragukan hal-hal yang berkaitan dengan panca indera. Ia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu dimungkinkan karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan pengalaman tentang roh halus, ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Pada keempat keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Di dalam mimpi, seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi. Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi dan hal gaib. Tidak ada batas yang tegas antara mimpi dan jaga. Oleh karena itu, Descartes berkata, ”Aku dapat meragukan bahwa aku di sini sedang siap untuk pergi ke luar; ya, aku dapat meragukan itu karena kadang-kadang aku bermimpi persis sepeti itu, padahal aku ada di tempat tidur sedang bermimpi”. Jadi, siapa yang dapat menjamin bahwa yang sedang kita alami sekarang adalah kejadian yang sebenarnya dan bukan mimpi?
Pada langkah pertama ini Descartes berhasil meragukan semua benda yang dapat diindera. Sekarang , apa yang dapat dipercaya dan yang sungguh-sungguh ada? Menurut Descartes, dalam keempat keadaan itu (mimpi, halusinasi, ilusi dan hal gaib), juga dalam jaga, ada sesuatu yang selalu muncul. Ada yang selalu muncul baik dalam jaga maupun dalam mimpi, yaitu gerak, jumlah dan besaran (volume). Ketiga hal tersebut adalah matematika. Untuk membuktikan ketiga hal ini benar-benar ada, maka Descartes pun meragukannya. Ia
mengatakan bahwa matematika bisa salah. Saya sering salah menjumlah angka, salah mengukur besaran, demikian pula pada gerak. Jadi, ilmu pasti pun masih dapat saya ragukan, meskipun matematika lebih pasti dari benda. Kalau begitu, apa yang pasti itu dan dapat kujadikan dasar bagi filsafatku? Aku ingin yang pasti, yang distinct. [23]
Sampailah ia sekarang kepada langkah ketiga dalam metode cogito. Satu-satunya hal yang tak dapat ia ragukan adalah eksistensi dirinya sendiri yang sedang ragu-ragu. Mengenai satu hal ini tidak ada satu manusia pun yang dapat menipunya termasuk setan licik dan botak sekali pun. Bahkan jika kemudian ia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada, maka penyesatan itu pun bagi Descartes merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang disesatkan. Ini bukan khayalan, melainkan kenyataan. Batu karang kepastian Descartes ini diekspresikan dalam bahasa latin cogito ergo sum (saya berpikir, karena itu saya ada).
Dalam usaha untuk menjelaskan mengapa kebenaran yang satu (saya berpikir, maka saya ada) adalah benar, Descartes berkesimpulan bahwa dia merasa diyakinkan oleh kejelasan dan ketegasan dari ide tersebut. Di atas dasar ini dia menalar bahwa semua kebenaran dapat kita kenal karena kejelasan dan ketegasan yang timbul dalam pikiran kita:” Apa pun yang dapat digambarkan secara jelas dan tegas adalah benar.
Dengan demikian, falsafah rasional mempercayai bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukanlah turunan dari dunia pengalaman melainkan dari dunia pikiran. Descartes mengakui bahwa pengetahuan dapat dihasilkan oleh indera, tetapi karena dia mengakui bahwa indera itu bisa menyesatkan seperti dalam mimpi atau khayalan, maka dia terpaksa mengambil kesimpulan bahwa data keinderaan tidak dapat diandalkan. [24]
Cogito ergo sum dianggap sebagai fase yang paling penting dalam filsafat Descartes yang disebut sebagai kebenaran filsafat yang pertama (primum philosophium). Aku sebagai sesuatu yang berpikir adalah suatu substansi yang seluruh tabiat dan hakikatnya terdiri dari pikiran dan keberadaannya tidak butuh kepada suatu tempat atau sesuatu yang bersifat bendawi.
Untuk menguatkan gagasannya, ia mengemukakan ide-ide bawaan (innate ideas). Descartes berpendapat bahwa dalam dirinya terdapat tiga ide bawaan yang telah ada pada dirinya sejak lahir, yaitu pemikiran, Tuhan dan keluasan. Argumen tentang ide bawaan tersebut adalah ketika saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berpikir, maka harus diterima bahwa pemikiran merupakan hakikat saya. Ketika saya mempunyai ide sempurna, maka pasti ada penyebab sempurna bagi ide tersebut, karena akibat tidak mungkin melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain adalah Tuhan. Adapun alasan tentang keluasan karena saya mengerti ada materi sebagai keluasan, sebagaimana diketahui dan dipelajari dalam ilmu geometri.
Mengenai substansi, Descartes menyimpulkan bahwa selain dari Tuhan ada dua substansi, yaitu jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran dan materi yang hakikatnya adalah keluasan. Tetapi, karena Descartes telah menyangsikan adanya dunia di luar dirinya, maka ia kesulitan membuktikan adanya dunia luar tersebut. Bagi Descartes, satu-satunya alasan untuk menerima adanya dunia luar adalah bahwa Tuhan akan menipu saya sekiranya Ia memberi ide keluasan. Namun tidak mungkin Tuhan sebagai wujud yang sempurna akan menipu saya. Jadi, di luar saya benar-benar ada dunia material.[25]
Adapun Spinoza beranggapan bahwa hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Jika Descartes membagi substansi menjadi tiga, yaitu tubuh (bodies), jiwa (mind) dan Tuhan, maka Spinoza
menyimpulkan hanya ada satu substansi. Adapun bodies dan mind bukan substansi yang berdiri sendiri, melainkan sifat dari satu substansi yang tak terbatas. Ketika ia ditanya,”Bagaimana membedakan atribut bodies dan mind?” Spinoza memberi jawaban mengejutkan: ”Anda hanyalah satu bagian dari substansi kosmik (universe)”. Jika demikian, alam semesta juga adalah Tuhan. Bagi Spinoza, Tuhan dan alam semesta adalah satu dan sama. Ya, Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak mempedulikan manusia dan tak terbatas (ultimate). Inilah penjelasan logis dan dapat diketahui tentang Tuhan menurut Spinoza.[26]
Sebagai penganut rasionalisme, Spinoza dianggap sebagai orang yang tepat dalam memberikan gambaran tentang apa yang dipikirkan oleh penganut rasionalisme. Ia berusaha menyusun sebuah sistem filsafat yang menyerupai sistem ilmu ukur (geometri). Seperti halnya orang Yunani, Spinoza mengatakan bahwa dalil-dalil ilmu ukur merupakan kebenaran-kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Spinoza meyakini bahwa jika seseorang memahami makna yang dikandung oleh kata-kata yang dipergunakan dalam ilmu ukur, maka ia pasti akan memahami makna yang terkandung dalam pernyataan “sebuah garis lurus merupakan jarak terdekat di antara dua buah titik”, maka kita harus mengakui kebenaran pernyataan tersebut. Kebenaran yang menjadi aksioma.[27]
Contoh ilmu ukur (geometri) yang dikemukakan oleh Spinoza di atas adalah salah satu contoh favorit kaum rasionalis. Mereka berdalih bahwa aksioma dasar geometri seperti, “sebuah garis lurus merupakan jarak yang terdekat antara dua titik”, adalah idea yang jelas dan tegas yang baru kemudian dapat diketahui oleh manusia. Dari aksioma dasar itu dapat dideduksikan sebuah sistem yang terdiri dari subaksioma-subaksioma. Hasilnya adalah sebuah jaringan pernyataan yang formal dan konsisten yang secara logis tersusun dalam batas-batas yang telah digariskan oleh suatu aksioma dasar yang sudah pasti.[28]
C. Empirisme
Para pemikir di Inggris bergerak ke arah yang berbeda dengan tema yang telah dirintis oleh Descartes. Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon, yaitu aliran empirisme.[29] Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam bingkai empirisme[30]
Orang pertama pada abad ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris adalah Thomas Hobbes (1588-1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode penelitian, maka Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran. Hobbes telah menyusun suatu sistem yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun ia bertolak pada dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat matematis. Ia telah mempersatukan empirisme dengan rasionalisme matematis. Ia mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern.
Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau tentang
penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak. Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab akibat termasuk situasi kesadaran kita.[31]
Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian.
Berbeda dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian ke jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Untuk mempertegas pandangannya, Hobbes menyatakan bahwa tidak ada yang universal kecuali nama belaka. Konsekuensinya ide dapat digambarkan melalui kata-kata. Dengan kata lain, tanpa kata-kata ide tidak dapat digambarkan. Tanpa bahasa tidak ada kebenaran atau kebohongan. Sebab, apa yang dikatakan benar atau tidak benar itu hanya sekedar sifat saja dari kata-kata. Setiap benda diberi nama dan membuat ciri atau identitas-identitas di dalam pikiran orang.[32]
Selanjutnya tradisi empiris diteruskan oleh John Locke (1632-1704) yang untuk pertama kali menerapkan metode empiris kepada persoalan-persoalan tentang pengenalan atau pengetahuan. Bagi Locke, yang terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal. Locke berusaha menggabungkan teori-teori empirisme seperti yang diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat ajaran empirismenya. Ia menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri.[33] Pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa). Di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pangalaman inderawi. Seluruh pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana. Tapi pikiran, menurut Locke, bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktifitas berlangsung dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indera tadi diolah
dengan cara berpikir, bernalar, mempercayai, meragukan dan dengan demikian memunculkan apa yang dinamakannya dengan perenungan.
Locke menekankan bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah penginderaan sederhana. Ketika kita makan apel misalnya, kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu penginderaan saja. Sebenarnya, kita menerima serangkaian penginderaan sederhana, yaitu apel itu berwarna hijau, rasanya segar, baunya segar dan sebagainya. Setelah kita makan apel berkali-kali, kita akan berpikir bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran kita tentang apel inilah yang kemudian disebut Locke sebagai gagasan yang rumit atau ia sebut dengan persepsi. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa semua bahan dari pengetahuan kita tentang dunia didapatkan melalui penginderaan.[34] Ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun rumitnya, dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama yang dapat diibaratkan seperti atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali seperti demikian itu bukanlah pengetahuan atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.[35]
Di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. Jika rasionalisme Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala pengetahuan. Namun demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat. Persoalannya adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri.[36]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan terdahulu dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Renaisans berasal dari bahasa Prancis renaisance yang berarti kelahiran kembali. Istilah ini sering digunakan untuk menamai berbagai gelombang kebudayaan dan pemikiran di Eropa yang terjadi mulai dari Italia, kemudian meluas ke beberapa negara Eropa lainnya. Kemunculan renaisans telah membawa hidupnya kembali ilmu pengetahuan, filsafat dan perubahan di berbagai lini kehidupan, sehingga para sejarawan menganggapnya sebagai awal zaman modern. Berbagai perubahan yang terjadi selama era renaisans menjadi persiapan bagi pembentukan filsafat pad abad ke-17, atau yang dikenal dengan filsafat modern.
2. Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya adalah ragu metafisik.
3. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan,
akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Anees, Bambang Q- dan Radea Juli A. Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Ravertz, Jerome R. The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judul Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Nakosteen, Mehdi. History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim Education. Diterjemahkan oleh Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah dengan judul Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam. Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif. Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998.
Titus, Harold H., et al. Living Issues in philosophy. Diterjemahkan oleh H.M. Rasjidi dengan judul Persoalan-Persoalan Filsafat. Cet. I; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984.
Zaqzu>q, Mah}mu>d H{amdiy. Dira>sa>t fi> al-Falsafat al-H{adi>s\ah. Cet. II; Kairo: Da>r al-T{iba>‘at al-Muh}ammadiyyah, 1988.
[1] Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, selanjutnya disebut Rizal, Filsafat Ilmu (Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 58-59.
[2] Mah}mu>d H{amdiy Zaqzu>q, selanjutnya disebut Zaqzuq, Dira>sa>t fi> al-Falsafat al-H{adi>s\ah (Cet. II; Kairo: Da>r al-T{iba>‘at al-Muh}ammadiyyah, 1988), h. 16.
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), h. 109.
[4] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 109.
[5] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 11., lihat Jerome R. Ravertz, The Philosophy of Science, diterjemahkan Saut Pasaribu, Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 29.
[6] Asmoro Achmadi, op. cit., h. 110.
[7] Rizal, op. cit., h. 70.
[8] Ahmad Tafsir, op. cit., h. 110.
[9] Zaqzuq, loc. cit.
[10] Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim Education, diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam (Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 271.
[11] Zaqzuq, op.cit., h. 17-18.
[12] Mehdi Nakosteen, op. cit., h. 276.
[13] Rizal, op. cit., h. 134.
[14] Harold H. Titus et al., Living Issues in philosophy, diterjemahkan H.M. Rasjidi, Persoalan-Persoalan Filsafat (Cet. I; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984), h. 258.
[15] Harun Hadiwijono, op.cit., h. 14.
[16] Harold H. Titus et al., op. cit., h. 192.
[17] Ibid., h. 191.
[18] Harun Hadiwijono, op. cit., h. 15.
[19] Ahmad Tafsir, op. cit., h. 111.
[20] Rizal, op. cit., h. 73-74.
[21] Ahmad Tafsir, op. cit., h. 112-113.
[22] Juhaya S. Praja, op. cit., h. 96.
[23] Ahmad Tafsir, op. cit., h. 129-131.
[24] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif (Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 100-101.
[25] Juhaya S. Praja, op. cit., h. 98-99.
[26] Ahmad Tafsir, op. cit., h. 137-138.
[27] Juhaya S. Praja, op. cit., h. 27.
[28] Jujun S. Suriasumantri, loc. cit.
[29] Harun Hadiwijono, op.cit., h. 31.
[30] Ahmad Tafsir, op. cit., h. 173.
[31] Harun Hadiwijono, op. cit., h. 32.
[32] Juhaya S. Praja, op. cit., h. 109-110.
[33] Harun Hadiwijono, op. cit., h. 36.
[34] Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 334.
[35] Juhaya S. Praja, op. cit., h. 26.
[36] Bambang, op. cit., h. 335.
http://iydhapoex.blogspot.com/2012/03/filsafat-barat-dan-renaissance.html
FILSAFAT BARAT DAN RENAISSANCE By aiy Nur Postado Kamis, 02 Februari 2012 at 03.47
PENDAHULUANRenaissance berarti kelahiran kembali, yaitu lahirnya kebudayaan Yunani dan kebudayaan Romawi. Pada saat itu gejala masyarakat untuk melepaskan diri dari kungkungan dogmatisme Gereja sudah mulai tampak di Eropa. Abad pertengahan manusia tidak bisa berekspresi secara bebas, manusia dininakbobokkan lebih kurang 1000 tahun lamanya.
Pada abad ke 14 dan 15 terutama di Italia muncul keinginan yang kuat, sehingga memunculkan penemuan-penemuan baru dalam bidang seni dan sastra, dari penemuan tersebut sudah memperlihatkan suatu perkembangan baru. Manusia berani berpikir secara baru, antara lain mengenai dirinya sendiri, manusia menganggap dirinya sendiri tidak lagi sebagai viator mundi, yaitu orang yang berziarah di dunia ini, melainkan sebagai faber mundi, yaitu orang yang menciptakan dunianya.
Pada saat itu manusia mulai dianggap sebagai pusat kenyataan, hal itu terlihat secara nyata dalam karya-karya seniman zaman renaissance seperti Donatello, Botticelli, Michelangelo (1475-1564), Raphael (1483-1520, Perugino (1446-1526, dan Leonardo da Vinci (1452-1592). Dalam bidang penjelajahan terlihat beberapa nama besar seperti Cristopher Colombus (1451-1506) dan Ferdinand Magellan (1480-1521). Sedangkan dalam bidang ilmu pengetahuan terdapat beberapa tokoh hebat antara lain Nicolaus Copernicus (1478-1543), Andreas Vasalius (1514-1564), Galileo Galilei (1546-1642), Johannes Kepler (1571-1642), dan Francis Bacon (1561-1632) bangsawan Inggris yang meletakkan dasar filosofis untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dengan mengarang suatu maha karya yang bermaksud menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan suatu teori baru dalam bukunya Novum Organon.
Zaman renaissance sering disebut sebagai sebagai zaman humanisme, sebab pada abad pertengahan manusia kurang dihargai sebagai manusia, kebenaran diukur berdasarkan kebenaran gereja, bukan menurut yang dibuat oleh manusia. humanisme menghendaki ukuran haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir, berkreasi, memilih dan menentukan, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur dunianya. Ciri utama renaissance dengan demikian adalah humanisme, individualisme, lepas dari agama. Manusia sudah mengandalkan akal (rasio) dan pengalaman (empiris) dalam merumuskan pengetahuan, meskipun harus diakui bahwa filsafat belum menemukan bentuk pada zaman renaissance, melainkan pada zaman sesudahnya, yang berkembang pada waktu itu sains, dan penemuan-penemuan dari hasil pengembangan sains yang kemudian berimplikasi pada semakin ditinggalkan agama kristen karena semangat humanisme. Fenomena tersebut cukup tampak pada abad modern.
Zaman modern merupakan zaman tegaknya corak pemikiran filsafat yang berorientasi antroposentrisme, sebab manusia menjadi pusat perhatian. Pada masa Yunani dan abad
pertengahan filsafat selalu mencari substansi prinsip induk seluruh kenyataan. Para filsuf Yunani menemukan unsur-unsur kosmologi sebagai prinsip induk segala sesuatu yang ada. Sementara para tokoh abad pertengahan, Tuhan menjadi prinsip bagi segala yang ada, namun pada zaman modern, peranan substansi diambil alih oleh manusia sebagai ‘subjek’ yang terletak di bawah seluruh kenyataan, dan memikul seluruh kenyataan yang melingkupinya. Oleh karena itu zaman modern sering disebut sebagai zaman pembentukan ‘subjektivitas’, karena seluruh sejarah filsafat zaman modern dapat dilihat sebagai satu mata rantai perkembangan pemikiran mengenai subjektivitas. Semua filsuf zaman modern menyelidiki segi-segi subjek manusiawi. Aku sebagai pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat kebebasan, pusat tindakan pusat kehendak, dan pusat perasaan.Filsuf paling awal meletakkan dasar filsafat secara modern dengan cara menyelidiki subjektivitas manusia dengan pendekatan rasio adalah Rene Descartes, melalui Descarteslah warna kemoderenan benar-benar hidup yang kemudian diikuti oleh filsuf-filsuf sesudahnya dengan mengembangkan aliran-aliran lain seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, pragmatisme, eksistensialisme, sampai pada munculnya filsafat analitik yang mempersoalkan kaidah bahasa dan penafsiran terhadap teks-teks dan bahasa.
Perkembagan Filsafat Barat Modern
Akhir abad ke 16 Eropa memasuki abad sangat menentukan dalam dunia perkembangan filsafat, sejak Descartes, Spinoza dan Leibniz mencoba untuk menyusun suatu sistem filsafat dengan dunia yang berpikir dalam pusatnya, yaitu suatu sistem berpikir rasional. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme pada dasarnya ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan filsafat, dalam agama rasionalisme adalah lawan autoritas. Sementara dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.
Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada sejak Thales ketika merumuskan filsafatnya, kemudian pada kaum sofis dalam melawan filsafat Socrates, Plato dan Aristoteles, dan beberapa filsuf sesudahnya. Dalam abad modern tokoh utama rasionalisme adalah Rene Descartes,[6] sebab Descarteslah orang yang membangun fondasi filsafat jauh berbeda bahkan berlawanan dengan fondasi filsafat abad pertengahan.[7] Dasar filosofis utama Descartes adalah bahwa perkembangan filsafat sangat lambat bila dibandingkan dengan laju perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambatnya perkembangan filsafat. Descartes ingin melepaskan dari dominasi gereja dan mengembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Dengan demikian corak utama filsafat modern yang dimaksud di sini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani kuno. Rasionalisme yang dikembangkan oleh Descartes, kemudian dikembangkan lagi oleh Spinoza, Leibniz dan Pascal.
Paham yang berlawanan dengan rasionalisme adalah empirisme. aliran ini lebih menekankan peranan pengalaman dan mengecilkan peran akal dalam memperoleh pengetahuan. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Dalam menguatkkan doktrinya, empisme mengembangkan dua teori, yaitu teori tentang makna yang begitu tampak pada pemikiran J. Locke dalam buku An Essay concerning human understanding ketika ia menentang innate idea (ide
bawaan) rasionalisme Descartes. Teori tentang makna kemudian dipertegas oleh D. Hume dalam bukunya Treatise of human nature dengan cara membedakan antara idea dan kesan (impression). Pada abad 20 kaum empirisis cendrung menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan dengan benar atau tidak. Filsafat empirisme tentang teori makna berdekatan dengan positivisme logis. Oleh karena itu, bagi penganut empirisis jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama. Teori kedua yaitu teori pengetahuan, menurut pengikut rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian mempunyai sebab, seperti dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat institusi rasional. Empirisme menolak pendapat seperti itu, mereka menganggap bahwa kebenaran hanya aposteriori yaitu pengetahuan melalui observasi. Tokoh empirisme yang eksis mengembangkan teori ini J. Locke, D. Hume dan H. Spencer.
Rasionalisme dan empirisme dalam pandangan kritisisme sudah terjebak pada paham eklusivisme, ke dua aliran ini sama-sama mempertahankan kebenaran, seperti rasionalisme mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio, sementara empirisme mengatakan sumber pengetahuan adalah pengalaman, padahal masing-masing aliran ini memiliki kelemahan-kelemahan. Dalam kondisi seperti itu Immanual Kant tampil untuk mendamaikan kedua aliran tersebut, menurut Kant bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua unsur yaitu ‘pengalaman inderawi’ dan ‘keaktifan akal budi’. Pengalaman inderawi merupakan unsur aposteriori (yang datang kemudian), akal budi merupakan unsur apriori (yang datang lebih dulu). Empirisme dan rasionalisme hanya mementingkan satu dari dua unsur ini. Kant telah memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu merupakan sebuah sintesis.[8]
Revolusi kopernikan yang telah diadakan Kant dalam bidang filsafat dengan kritisismenya, diteruskan dengan lebih radikal lagi oleh pengikutnya.[9] Para murid Kant tidak puas terhadap batas kemampuan akal, alasannya karena akal murni tidak akan dapat mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu dicari suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan. Para idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan Kant dan mereka menyangkal adanya ‘das ding an sich’ (realitas pada dirinya). Menurut mereka, Kant jatuh dalam kontradiksi dengan mempertahankan ‘das ding an sich’.
Menurut Kant sendiri penyebab merupakan salah satu katagori akal budi dan akibatnya tidak boleh disifatkan pada das ding an sich. Karena alasan-alasan serupa itu para idealis mengesampingkan ‘das ding an sich’. Menurut pendapat mereka tidak ada suatu realitas pada dirinya atau suatu realitas yang objektif. Realitas seluruhnya merupakan hasil aktivitas suatu subjek, yang dimaksud subjek di sini bukan subjek perorangan melainkan subjek absolut. Pemikiran idealisme dikembangkan oleh Fichte dengan idealisme subjektif, Schelling dengan idealisme objektif dan Hegel dengan idealisme mutlak.
Perkembangan filsafat idealisme yang menyetarafkan realitas seluruhnya dengan roh atau rasio menuai pesimisme dengan lahirnya positivisme. Aliran ini mulanya dikembangkan oleh A. Comte, menurut positivisme pengetahuan tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta, untuk itu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa bagi aliran ini, sehingga mereka menolak metafisika dan mengutamakan pengalaman, meskipun positivisme mengandalkan pengalaman dalam mendapatkan pengetahuan, namun mereka membatasi diri pada pengalaman objektif saja.[10]
Pada pertengahan abad ke 20 ilmu pengetahuan positif berkembang pesat di Eropa dan Amerika. Salah satu metode kritis yang berkembang pada waktu itu yaitu munculnya filsafat fenomenologi sebagai sumber berpikir kritis. Fenomenologi adalah metode yang diperkembangkan oleh Edmund Husserl berdasarkan ide-ide gurunya Franz Brentano. Menurut Husserl bahwa objek harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskripsi fenomenologi yang didukung oleh metode deduktif, tujuannya adalah untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif mengkhayalkan fenomena berbeda, sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda.
Sementara di Amerika salah satu aliran filsafat berkembang adalah aliran pragmatisme. Aliran ini mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dan bermanfaat secara praktis. Ide aliran pragmatisme berasal dari William James, pemikiran James pada awalnya sederhana karena James melihat bahwa telah terjadi pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan agama sehingga tujuan kebenaran orang Amerikan terlalu teoritis, ia menginginkan hasil yang kongkret, untuk menemukan esensi tersebut maka harus diselidiki konsekwensi praktisnya.[11] Pragmatisme kemudian dikembangkan oleh John Dewey, menurut Dewey filsafat tidak boleh berada dalam pemikiran metafisika yang tidak ada manfaatnya. Dengan demikian filsafat harus berdasarkan pada pengalaman, kemudian mengadakan penyelidikan dan mengolahnya secara kritis sehingga filsafat dapat memberikan sistem norma dan nilai-nilai.
Filsafat kadang kala lahir tidak selamanya dalam keadaan normal, salah satunya adalah eksistensialisme. Lahirnya eksistensialisme berangkat dari suatu krisis kemanusiaan akibat perang dunia I terutama di Eropa barat, dalam bidang filsafat eksistensialisme mengkritik paham materialisme yang menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi subjek. Manusia berpikir, berkesadaran inilah yang tidak disadari oleh materialisme. Dengan demikian manusia dalam pandangan materialisme melulu menjadi objek. Sementara idealisme sebaliknya, berpikir dan berkesadaran dilebih-lebihkan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran. Idealisme dalam hal ini hanya memandang manusia sebagai subjek. Aliran ini dikembangkan oleh Soren Kierkegaard kemudian diteruskan oleh Jean Paul Sartre.[12]
Filsafat untuk abad sekarang bukan lagi barang baru dan momok yang harus ditakutkan oleh banyak orang, tetapi yang menjadi kendala dalam menyampaikan maksud-maksud filsafat kepada masyarakat secara luas yaitu bahasa. Filsuf dalam kondisi seperti itu harus menaruh perhatian besar guna menjelaskan kaidah-kaidah bahasa dalam filsafat agar mudah dipahami oleh masyarakat. Perhatian terhadap bahasa tersebut awalnya dilakukan oleh G.E. More, kemudian diteruskan oleh B. Russel dan Wittgenstein. Melalui Wittgenstein inilah muncul metode analisis bahasa. Metode analisis bahasa yang ditampilkan oleh Wittgenstein berhasil membentuk pola pemikiran baru dalam dunia filsafat. Tugas filsafat bukan saja membentuk pernyataan tentang sesuatu yang khusus, melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap logika bahasa. [13]
Filsafat dengan demikian sejak kemunculanya sampai sekarang telah memberikan warna menarik, terutama dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan sambil memberikan jawaban-jawaban kepada kita sebagai manusia yang hidup pada abad modern ini.
Penutup
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis, krisis berarati penentuan, bila terjadi krisis orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Filsafat dengan demikian perjalanan dari satu krisis ke krisis lain. Ini berarti bahwa manusia yang berfilsafat senantiasa meninjau kembali eksistensi dirinya dan alam di sekitarnya. Filsafat sejak Thales sudah mempersoalkan alam sekitarnya. Pada Socrates, Plato dan Aristoteles persoalan yang dipetanyakan jauh meningkat yaitu mempertanyakan eksistensi manusia, meskipun eksistensi manusia yang tinggi pada Yunani kuno kurang mendapat perhatian abad pertengahan.
Kehadiran filsafat abad modern yang diawali oleh gerakan renaissance berusaha mengembalikan eksistensi kemanusia yang hilang oleh tidur pajang 1000 tahun lebih. Abad modern ditandai oleh penemuan-penemuan besar dalam bidang ilmu pengetahun sehingga abad modern menjadi abad kembalinya subjektivitas dengan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya pada peranan akal. Munculnya aliran-aliran berbeda menunjukkan bahwa abad modern telah memperbaharui sudut pandang dogmatis manusia kepada pemahaman pluralis yang didukung oleh data dan fakta rasional dan empiris.
http://rizalsuhardieksakta.blogspot.com/2012/12/filsafat-modern.html
FILSAFAT MODERN
Kamis, 27 Desember 2012 | 1komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern. Pada masa ini rasionalisme
semakin kuat.Tidak gampang untuk menentukan mulai dari kapan Abad Pertengahan berhenti.
Namun, dapat dikatakan bahwa Abad Pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau pada akhir
masa Renaissance.Masa setelah Abad Pertengahan adalah masa Modern. Sekalipun, memang tidak
jelas kapan berakhirnya Abad Pertengahan itu. Akan tetapi, ada hal-hal yang jelas menandai masa
Modern ini, yaitu berkembang pesat berbagai kehidupan manusia Barat, khususnya dalam bidang
kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. Usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan
klasik Yunani-Romawi. Kebudayaan ini pulalah yang diresapi oleh suasana kristiani. Di bidang Filsafat,
terdapat aliran yang terus mempertahankan masa Klasik. Aliran-aliran dari Plato dan mazhab Stoa
menjadi aliran-aliran yang terus dipertahankan. Pada masa Renaissance ini tidak menghasilkan
karya-karya yang penting.
Satu hal yang yang menjadi perhatian pada masa Renaissance ini adalah perkembangannya.
Perkembangan pada masa ini menimbulkan sebuah masa yang amat berperan di dalam dunia
filsafat. Inilah yang menjadi awal dari masa modern. Timbulnya ilmu pengetahuan yang modern,
berdasarkan metode eksperimental dan matematis. Segala sesuatunya, khususnya di dalam bidang
ilmu pengetahuan mengutamakan logika dan empirisme. Aristotelian menguasai seluruh Abad
Pertengahan ini melalui hal-hal tersebut.
Pada masa Modern terjadi perkembangan yang pesat pada bidang ekonomi. Hal ini terlihat
dari kota-kota yang berkembang menjadi pusat perdagangan, pertukaran barang, kegiatan ekonomi
monoter, dan perbankan. Kaum kelas menengah melakukan upaya untuk bangkit dari keterpurukan
dengan mengembangkan suatu kebebasan tertentu. Kebebasan ini berkaitan dengan syarat-syarat
dasar kehidupan. Segala macam barang kebutuhan bisa dibeli dengan uang. Makanisme pasar pun
sudah mulai mengambil peranan penting untuk memnuntut manusia untuk rajin, cerdik, dan cerdas.
Dari sudut pandang sosio-ekonomi menjelaskan bahwa individu berhadapan dengan tuntutan-
tuntutan baru dan praktis yang harus dijawab berdasarkan kemampuan akal budi yang mereka
miliki. Kemampuan ini tanpa harus mengacu kepada otoritas lain, entah itu dari kekuasaan gereja,
tuntutan tuan tanah feodal, maupun ajaran muluk-muluk dari para filsuf.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah filsafat modern?
2. siapakah tokoh-tokoh filsafat modern dalam setiap aliran?
3. Bagaimana prinsip-prinsip dari filsafat modern?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah filsafat modern
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh filsafat modern dalam setiap aliran
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari filsafat modern
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Filsafat Modern
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau
ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek
mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber
pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya,
meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu
muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la
Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua
pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan
terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan
bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat
diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”.
Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan lain kata
kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (=
menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran
itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara
et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu
menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu (1)
realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”) atau materi, dan (3)
Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).
Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi
bagian yang lebih kecil. Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak
memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa
tergantung pada apapun juga.
Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas pikiran dan
realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan:
manusia memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat.
Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang
sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah
komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan).
Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua
pengetahuan ada dalam pikiran. Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776),
yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat
lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh
karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi,
sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama.
Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah
ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar
pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas,
yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari
kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, “aku” tidak lain
hanyalah “a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)”.
Kausalitas.
Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang disinari matahari menjadi panas,
kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala,
tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat. Yang disebut kepastian hanya
mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari “probable” (berpeluang).
Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat
pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika
kita bicara tentang “hukum alam” atau “sebab-akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita
saja.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang
dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana
kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Dengan Kritisisme Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua
pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar
separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera
kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia
sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia
tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa
dunia “itu sendiri” (“das Ding an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi
semua orang”.
Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia
tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita
ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan
bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah
dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak
terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat,
membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
B. Tokoh-Tokoh Filsafat Modern
1) Rasionalisme
Hampir semua ahli pikir yang muncul pada zaman ini merupakan ahli matematika seperti
Descartes, Spinoza dan Leibniz Mereka mencoba menyusun suatu sistem filsafat dengan
menggunakan matematika (logika kepastian)
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse
de la Methodetahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi
semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran
tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi
landasan bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak
dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-
ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan
lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (=
menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran
itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara
et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu
menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu
(1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”) atau materi, dan (3)
Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).
Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi
bagian yang lebih kecil. Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak
memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa
tergantung pada apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas
antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya
memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran
sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah
mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman
sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan).
Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua
pengetahuan ada dalam pikiran.
http://www.filsafatislam.com/tokoh-filsafat/ikhtisar-sejarah-filsafat-modern-kajian-tokoh-dan-pemikiran
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Rene Descartes (1596-1650)
b. Baruch Spinoza (1632-1677)
c. G.W. Leibnitz (1646-1710)
d. Blaise Pascal
e. Christian Wolff
2) Empirisme
Berasal dari kata empiria, empeiros (yunani), yang berati berpengalaman dalam, berkenalan
dengan, terampil untuk. Dalam bahasa latin “experiential” (pengalaman). Epistemologis-empiris
hobbes mengajarkan bahwa pengenalan atau pengetahuan didapat karena pengalaman dan
pengalaman merupakan awal segala pengetahuan. Segala jenis pengetahuan diturunkan dari
pengalaman dan hanya pengalaman yang dapat memberi jaminan akan sebuah kepastian.
Sementara itu menurut john locke semua jenis pengetahuan lahir dari pengalaman. Ia menerima
keraguan sebagaimana diajarkan Descartes tetapi ia menolak metode intuisi dan metode deduktif
ala Descartes. Hal ini menghapus kesan filsafat Plato tentang ide. Tokoh lain David hume seorang
empiris yang konsisten. Sepertinya halnya Locke ia berpendapat. “Bahwa keseluruhan isi dari pikiran
berasal dari pengalaman”. Ia berbeda terminolog dengan pendahulunya, ia membedakan dalam dua
persepsi. Yakni kesan dan ide
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Thomas Hobbes (1588-1679)
b. John Locke (1632-1704)
c. David Hume (1711-1776)
http://www.filsafatislam.com/tokoh-filsafat/ikhtisar-sejarah-filsafat-modern-kajian-tokoh-dan-pemikiran
3) Kantianisme
Immanuel Kant dengan gigih berupaya mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan
empirisme, ia berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil kerjasama dua unsur, yakni
“pengalaman” dan “kearifan budi”. Pengalaman indrawi datang kemudian sedangkan akal budi
merupakan unsur priori (yang datang terlebih dahulu)
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Immanuel Kant (1724-1804)
4) Idealisme
Filsafat Fichte adalah filsafat pengetahuan (wissenchaftslehre) yang sekarang dikenal dengan
sebuatan epistemologi. Ia membedakan pengetahuan menjadi dua, yakni teoritis (metafisika) dan
praktis (etika)
Tokoh-Tokoh Penting:
a. George Berkeley (1684-1753)
b. J.G. Fichte (1762 - 1814)
c. F.W.J. Schelling (1775 - 1854)
d. G.W.F. Hegel (1770 - 1831)
e. Voltaire
f. Jean Jacques Rousseau (1712-1788)
5) Positivisme
Pelopor utama positivisme adalah Auguste Comte. Seorang filsuf prancis yang besar
pengaruhnya terhadap teknologi modern dan perkembangan sains. Comte mengajukan tesis tentang
manusia, yang mengatakan bahwa manusia berkembang dalam tiga tahap, yakni tahap teologi,tahap
metafisika
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Auguste Comte (1798 - 1857)
b. John Stuart Mill (1806 - 1873)
c. Herbert Spencer (1820 - 1903)
6) Materialisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Ludwig Feuerbach (1804 - 1872)
b. Karl Marx (1818 - 1883)
c. Friedrich Engels (1820 – 1895)
7) Pragmatisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. William James (1842 -1910)
b. John Dewey (1859 - 1952)
8) Vitalisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Henri Bergson (1859 - 1941)
9) Fenomenologi
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Edmund Husserl (1859 - 1938)
b. Max Scheler (1874 - 1928)
10) Eksistensialisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Martin Heidegger (1883 - 1976)
b. Jean Paul Satre (19051980)
c. Karl Jaspers (1883 - 1969)
d. Gabriel Marcel (1889 - 1973)
e. Soren Kierkegaard (1813 - 1855)
f. Friedrich Nietzsche (1844 - 1900)
g. Nicolas Alexandrovitch Berdyaev (1874 - 1948)
11) Analitis
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Bertrand Russel
b. Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951)
c. Gilbert Ryle
d. John Langshaw Austin
12) Strukturalisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Levi Strauss
b. Jacques Lacan
c. Michel Foucoult
13) Postmodernisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Francois Lyotard
b. Jacques Derrida
c. Richard Rorty
d. Michel Foucoult
14) Renaissance
Munculnya Galilieo memberi arah yang tepat bagi perkembangan ilmu alam. Leonardo
Davincie memperkenalkan dasar pengalaman bagi dasar ilmu alam dan matematika, serta mencoba
menghindari diri sedapat mungkin dari filsafat spekulatif. Demikian juga Copernicus yang dengan
pendapatnya mengenai bumi menge
C. Prinsip- Prinsip Dasar Filsafat Modern
Istilah modern berasal dari kata latin “moderna”yang artinya “sekarang”, “baru” atau “saat
kini”. Dari pengertian dasar tersebut kita dapat mengasumsikan bahwa didalam kehidupan modern
muncul kesadaran waktu akan kekinian. Asumsi ini tidaklah berarti sebelumnya orang tidak hidup di
masa kini, akan tetapi lebih tepat mengatakan bahwa sebelumnya orang kurang menyadari bahwa
manusia bisa mengadakan perubahan - perubahan secara kualitatif. Oleh sebab itu “modernitas”
tidaklah hanya berarti sebagai zaman periode saja. Akan tetapi dapat juga diartikan sebagai bentuk
kesadaran intelektual yang terkait dengan masa kini.
Dan arti ini lebih mendasar dibandingkan pemahaman- pemahaman yang bersifat sosiologis
atau ekonomis, meskipun pemahaman akhir- akhir ini tentang masyarakat modern lebih merujuk
tumbuhnya sainstek dan ekonomi kapitalisme. Karena pemahaman ini lebih bersifat epistemologi;
perubahan bentuk- bentuk kesadaran berfikirlah yang kita inginkan bukan perubahan secara
institusional sebuah masyarakat.
Pada masa sebelum modern, perkembangan alam pikiran barat sangat terkekang oleh keharusan
untuk disesuaikan dengan ajaran agama. Perkembangan penalaran tidak dilarang tetapi harus
disesuaikan dan diabadikan pada keyakinan agama. Filsafat pada masa itu mencurahkan perhatian
terhadap masalah metafisik. Saat itu sulit membedakan mana filsafat dan mana teologi gereja. Hal
ini sangat berbeda dengan pemikiran modern yang sudah dijelaskan dalam pembahasan pertama.
Masa filsafat modern diawali dengan munculnya Renaissance sekitar abad 15 dan 16 M, kata
“renaissance” berarti kelahiran kembali. Yang dimaksud dengannya adalah usaha untuk
menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani Romawi). Pokok permasalahan pada masa ini,
sebagaimana periode skolastik adalah sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era
renaissance ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan baik sebagai
individu maupun sosial.
Filosof pada masa renaissance antara lain Fancis Bacon. Dia berpendapat bahwa filsafat harus
dipisahkan dari teologi meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan. Tetapi ia
menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan
wahyu sedangkan wahyu sepenuhnya bergantuing pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa
bacon termasuk orang- orang yang membenarkan konsep ganda, yaitu kebenaran wahyu dan akal.
Sejarah filsafat modern lalu bisa dilukiskan sebagai pemberontakan intelektual terus menerus
terhadap metafisika tradisional. Karena pemikiran yang berdasrkan pada iman (teologi) lebih
dikalahkan oleh pemikiran yang berdasarkan pada akal (rasio). Disisi lain filsafat modern juga
menjadi sebuah emansipasi, sebuah kemajuan berfikir yang sebelumnya didominasi oleh pemikiran
metafisika tradisional yang didukung oleh kekuasaan gereja. Pada posisi ini mendukung radikalisasi
lebih lanjut yaitu pemisahan ilmu pengetahuan dari filsafat. Kalau filsafat tradisional lebih
mempermasalahkan kepada hal- hal yang bersifat teosentris yaitu persoalan kenyataan Adi Kodrati,
entah yang disebut Allah, ruh dsb.
Filsafat modern lebih mempermasalahkan kepada hal- hal yang bersifat antroposentris yaitu
bagaimana menemukan dasar pengetahuan yang shohih tentang semua itu hal ini menjadi sebuah
usaha untuk melepaskan diri dari tradisi. Oleh karena itu, diluncurkan tema- tema sebagai refleksi
baru seperti: rasio, persepsi, afeksi sehingga pada masa filsafat modern ini pengetahuan baru sudah
banyak muncul seperti yang sekarang ini kita kenal dengan “ilmu pengetahuan modern” yakni ilmu-
ilmu alam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat Modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda berakhirnya
era skolastisisme. Waktu munculnya filsafat modern adalah abad ke-17 hingga awal abad ke-20 di
Eropa Barat dan Amerika Utara. Filsafat Modern ini pun dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat
pemikiran Descartes, seorang filsuf terkemuka di zaman Modern.
Tokoh-Tokoh Filsafat Modern yang terpenting pada saat itu antara lain :
a. Nicolaus Copernicus
b. Johannes Kepler
c. Galileo Galilei
d. Francis Bacon (1561-1626)
Pada dasarnya juga bahwa filsafat modern tersebut dapat mengasumsikan bahwa didalam
kehidupan modern muncul kesadaran waktu akan kekinian. Asumsi ini tidaklah berarti sebelumnya
orang tidak hidup di masa kini, akan tetapi lebih tepat mengatakan bahwa sebelumnya orang kurang
menyadari bahwa manusia bisa mengadakan perubahan - perubahan secara kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta; 1998.
_________,Panorama filsafat modern,DARAS, Jakarta; 2005
Hardiman F.Budi, filsafat modern, gramedia, jakarta; 2004.
Syadali Ahmad,dkk filsafat umum, pustaka setia, bandung; 2004
http://www.filsafatislam.com/tokoh-filsafat/ikhtisar-sejarah-filsafat-modern-kajian-tokoh-dan-pemikiran
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_Modern
http://sewank09.blogspot.com/2012/11/filsafat-barat.html
Filsafat Barat
Filsafat BaratFILSAFAT KAUM SOFIS DAN JAMAN SOKRATES
1. Pendahuluan
Pada pembahasan dalam kegiatan belajar ini akan dipelajari filsafat Yunani, terutama
pemikiran yang berkembang di jaman filsafat Sokrates. Jika dilihat dari inti pemikiran jaman
ini, tampak bahwa pemikiran Sokrates ini kurang bersahabat dengan pemikiran yang
berkembang pada kaum Sofis. Hal ini dapat dipahami dari filsafat Sokrates yang sangat
nampak sekali, yaitu sebagai reaksi serta kritik atas kaum Sofis. Meskipun demikian, tidak
ada buruknya juga jika dibicarakan keduanya, yaitu baik pemikiran kaum Sofis maupun
filsafat Sokrates yang merupakan sentrum bahasan ini. Hal ini bukan saja karena keduanya
berkembang dalam jaman yang sama, melainkan karena keduanya membaharui filsafat denga
metode yang sama. Hal ini ada seorang filsuf dan juga sebabagai sastrawan dari Roma, yaitu
Cicero mengatakan bahwa Sokrates telah memindahkan filsafat dari langit ke bumi. Artinya
bahwa filsafat pra-Sokrates telah memandang alam semesta dengan berbagai cara yang
tampak masih nun jauh di sana, sedangkan Sokrates mencari objek penyelidikan dan
pemikirannya di bumi ini, yaitu manusia itu sendiri. Hal yang sama juga bagi kaum Sofis,
mereka pun memusatkan seluruh perhatiannya pada manusia.
Ketika filsafat pra-Sokrates dipelajari, sudah kesekian kalinya ditemuai berbagai
permasalahan yang terkait dengan manusia, namun hanya sepintas lalu. Oleh sebab itu, dalam
pembicaraan dan pemikiran pada bahasan ini, manusia menjadi objek pertama dan utama
untuk penyelidikan secara filosofis. Jadi, dengan pendek kata bahwa pemikiran secara
filsafati pada kesempatan ini manusia menjadi objeknya.
2. Filsafat Kaum Sofis
Filsafat kaum Sofis lebih akrab dengan sebutan aliran Sofistik, meskipun ini bukan
merupakan suatu mazhab, seperti bila dibandingkan dengan mazhab Elea. Dan akan lebih
tepat jika istilah Sofistik itu dipandang sebagai suatu gerakan dalam bidang intelektual yang
diakibatkan dari beberapa factor, seperti perkembangan di bidang politik dan ekonomi
Athena, serta kebutuhan akan pendidikan yang dirasakan di seluruh Hellas pada waktu itu,
dan juga dalam pergaulan mereka di Yunani merasa berbeda dengan kebudayaan lain selain
kaum Sofis.
Nama “Sofis” nampaknya belum digunakan sebelum abad ke- 5 s. M, dan artinya
semula adalah “seorang bijaksana” atau “seorang yang mempunyai keahlian dalam bidang
tertentu”, namun juga kadang kadang ada yang mengartikan sebagai “sarjana” atau
“cendekiawan”. Seorang pengarang Yunani bernama Androtion pada abad ke-4 s. M
mempergunakan istilah “Sofis” untuk menunjukkan “ketujuh orang bijaksana” dari abad ke-6
s. M (telah dijelaskan modul sebelumnya) dan Sokrates. Sedangkan Lysias seorang ahli
pidato Yunani yang hidup sekitar permulaan abad ke-4 s. M. mengenakan istilah “Sofis” pada
diri Plato, namun dalam abad ke-4 s. M dan selanjutnya istilah “philosophos” menjadi istilah
yang sudah lazim dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendekiawan”, sedangkan istilah “Sofis”
khusus dipakai untuk sebutan guru guru yang berkeliling dari kota ke kota yang berperan
penting dalam masyarakat Yunani.
Nama istilah “Sofis” dikemudian hari lama kelamaan menjadi tidak harum, seperti
terlihat dalam bahasa bahasa modern, misalnya dalam bahasa Inggris yang berbunyi “sophist”
adalah untuk menunjukkan seseorang yang menipu orang lain dengan mempergunakan
argumentasi argumentasi yang tidak sah. Cara berargumentasi yang dibuat dengan maksud
seperti itu dalam bahasa Inggris disebut “sophism” atau “sophistery”. Hal ini terutama
dipakai oleh Sokrates, Plato, dan Aristoteles untuk mengkritik atas kaum Sofis, sehinga
mengakibatkan nama “Sofis” menjadi berbau kurang baik. Salah satu tuduhan dari mereka,
yaitu bahwa para Sofis meminta uang sebagai imbalan yang diajarkan oleh para Sofis. Hal ini
seperti diceriterakan oleh Plato dalam dialog yang berjudul “Protagoras”, ia mengatakan
bahwa para Sofis merupakan “pemilik warung yang menjual barang rohani”, dan Aristoteles
juga mengarang buku yang berjudul “Sophistikoi elenchoi” artinya cara cara berargumentasi
kaum Sofis yang maksudnya cara berargumentasi yang tidak sah. Demikianlah sehingga
kaum Sofis menjadi kurang baik di mata masyarakat Yunani pada waktu itu.
Ajaran kaum Sofis antara lain disampaikan oleh Protagoras yang lahir kira kira tahun
485 s. M. di kota Abdera, dalam bukunya berjudul “kebenaran” (Yunani: Aletheia). Dalam
buku ini Protagoras mengatakan bahwa manusia adalah ukuran untuk segala galanya, yaitu
untuk hal hal yang ada sehingga mereka ada, dan untuk hal hal yang tidak ada sehingga
mereka tidak ada. Oleh sebab itu pendirian ini boleh disebut relativisme, artinya bahwa
kebenaran itu dianggap hanya tergantung pada manusia. Jadi, manusialah yang menentukan
benar tidaknya, bahkan ada tidaknya. Namun yang jadi persoalan, yaitu istilah “manusia” itu.
Yang dimaksudkan oleh Protagoras apakah manusia perorangan ataukah manusia sebagai
umat manusia ?. Maka dari itu, apakah kebenaran tergantung pada anda dan pada saya,
sehingga manusia mempunyai kebenaran sendiri sendiri ?, ataukah kebenaran tergantung
siapa saja dalam arti semua mengakui, sehingga kebenaran itu semua mengakui ?. Akan
tetapi seperti ditemukan dalam kesaksian Plato bahwa Protagoras mengartikan manusia
adalah sebagai manusia perorangan. Hal ini bisa dipahami dengan melihat contoh yang
diberikan oleh Protagoras, yaitu angin yang sama dirasakan panas oleh satu orang (tapi orang
sehat) dan dirasa dingin oleh orang lain (oarng dalam keadaan sakit demam). Dengan
demikian mereka keduanya adalah benar, maka alasan bahwa bagi Protagoras yang dimaksud
manusia adalah manusia perorangan. Jadi, kebenaran seluruhnya harus dianggap relative
terhadap manusia bersangkutan. Semua pendapat sama benar, biarpun sama sekali
bertentangan satu sama lain. Inilah salah satu ajaran dari kaum Sofis yang beranggapan
tentang relativitas di alam semesta ini.
Ajaran kaum Sofis yang lain yaitu diajarkan oleh Gorgias yang lahir kira kira tahun
483 s. M. di kota Liontinoi di Sisilia yang awalnya murid Empedokles namun kemudian
dipengaruhi oleh dialektikanya Zeno. Gorgias berpendirian, yaitu
a. Tidak ada sesuatu apapun.
b. Seandainya sesuatu ada, maka itu tidak dapat dikenal.
c. Seandainya sesuatu dapat dikenal, maka pengetahuan itu tidak bisa
disampaikan kepada orang lain.
Ketiga pendirian ini didukung oleh banyak argument, sehingga Gorgias bukan seorang
penganut skeptisisme (anggapan bahwa kebenaran tidak dapat diketahui), melainkan
memihak kepada nihilisme (anggapan bahwa tidak ada sesuatu pun atau bahwa tidak ada
sesuatu pun yang bernilai).
Gorgias setelah mengarang karya tentang nihilisme di atas, kemudian berbalik dari
filsafat, dan selanjutnya mulai mencurahkan perhatiannya kepada ilmu retorika (Indoneis:
seni berpidato). Gorgias menganggap bahwa retorika sebagai seni untuk meyakinkan
(Inggris: the art of persuasion). Oleh sebab itu menurutnya, bahwa orang tidak cukup
mengemukakan alasan alasan yang diarahkan kepada akal budi, melainkan perasaan juga
harus disentuh. Jadi, Gorgias menciptakan gaya bahasa yang mempraktekan prinsip ini dalam
retorikanya.
Pengikut kaum Sofis berikutnya, yaitu Hippias yang hidupnya sebaya dengan
Sokrates, berasal dari kota Elis. Ia mencurahkan perhatiannya pada pertanyaan, yaitu apakah
tingkah laku manusia dan susunan masyarakat harus berdasarkan nomos (Indonesia: adat
kebiasaan, undang undang) atau harus berdasarkan physis (Indonesia: kodrat). Akan tetapi
Hippias justru memberi jawaban yang berbeda dari kebanyakan rekan kaum Sofis. Ia
beranggapan bahwa kodrat manusia merupakan dasar bagi tingkah laku manusia dan susunan
masyarakat. Ia punya argument begitu, karena menurutnya bahwa undang undang yang
merupakan norma terakhir untuk menentukan yang baik dan yang jahat. Apalagi menurut
Hippias bahwa undang undang sering memperkosa kodrat manusia. Misalnya, undang
undang menggolongkan manusia sebagai penguasa atau bawahan, dan sebagai orang bebas
atau budak. Padahal manusia secara kodratnya adalah sama derajatnya dan bebas. Dengan
demikian pada diri Hippias tampaklah suatu kosmopolitisme dan universalisme yang
menandai banyak Sofis. Di samping itu masih banyak pandangan pandangan hidup kaum
Sofis yang aneh aneh, seperti pandangan hidup yang pesimistis dari pemikir dari pulau Keos
yang hidupnya juga sebaya dengan Sokrates, yaitu Prodikos. Kemudian Kritias yang lebih
muda dari Sokrates berasal dari Athena yang pandangannya bersifat agamis, ia beranggapan
bahwa agama ditemukan oleh penguasa penguasa Negara yang licik. Menurutnya bila
kebanyakan pelanggaran diadili menurut hokum, namun ada pelanggaran yang dilakukan
sembunyi sembunyi sehingga tidak diketahui oleh umum, maka penguasa penguasa
menemukan dewa dewa supaya orang percaya bahwa mereka akan membalas juga
pelaggaran yang sembunyi sembunyi itu.
Melihat ajaran kaum Sofis yang beraneka ragam di atas, ternyata banyak juga
pengaruhnya terhadap pemikiran pemikiran berikutnya. Pengaruhnya itu dapat dikategorikan
menjadi pengaruh negative dan pengaruh positif.
Pengaruh negative, yaitu tampak bahwa gerakan Sofis melihat bila orang telah jemu
dengan sekian banyak pendirian yang dikemukakan oleh pemikir pra-sokratik, maka para
Sofis mulai bereaksi sebagai skeptisisme. Artinya, kebenaran mulai diragukan dan dasar
ilmu pengetahuan sendiri digoncangkan (Oleh: Protagoras dan Gorgias). Jadi, di sisni
nampak sekali bahwa Sofistik mepunyai pengaruh negative atas budaya Yunani. Pengaruh
negative lainnya, yaitu banyak nilai tradisional dalam bidang keagamaan dan moralitas mulai
dirobohkan, sehingga peranan Polis sebagai kesatuan social politik mulai merosot, sebagai
akibat dari pendainya memainkan peran berpidato (retorika) dan kemahiran berbahasa.
Pengaruh positif dari aliran Sofistik, yaitu berupa suatu revolusi intelektual di Yunani
yang luar biasa. Hal ini bisa dilihat, yaitu berupa ciptaan gaya bahasa yang baru untuk prosa
Yunani khususnya. Pengaruh positif lainnya, yaitu dengan mulainya manusia sebagai objek
pemikiran filosofisnya. Dan jasa yang sangat besar bagi Sofistik adalah karena mereka justru
mempersiapkan kelahiran fiilsafat baru. Dan Sokrates, Plato, serta Aristoteleslah akan
merealisasikan filsafat baru yang dipersiapkan oleh para Sofistik.
3. Filsafat Jaman Sokrates
Disebut filsafat jaman Sokrates, sebab hasil pemikiran di sini diawali cara
berfilsafatnya seorang filsuf yang tidak asing lagi bagi telinga setiap orang yang sedang dan
akan belajar filsafat. Seorang filsuf dimaksud adalah Sokrates, meskipun tak seorang pun
tahu persis bilamana ia dilahirkan. Untuk dapat dipercaya kesaksiannya adalah bahwa
Sokrates pada tahun 399 s. M. dijatuhi hukuman mati dengan harus minum racun di depan
para muridnya. Pada waktu itu diceriterakan bahwa Sokrates berumur 70 tahun, oleh sebab
itu ia diperkirakan lahir kira kira tahun 470 s. M. (Harun Hadiwijono, 1988: 35.
Jika melihat lahir dan perkembangannya filsafat khususnya filsafat Barat, maka tidak
ada filsuf yang sangat ramai dibicarakan kecuali Sokrates. Tentang diri Sokrates memang
tampak ada dua pandangan yang sangat ekstrim tentang dirinya, yaitu disatu pihak bahwa
Sokrates dianggap sebagai filsuf terbesar yang pernah hidup dibumi ini, sedangkan di lain
pihak ada yang menganggap bahwa Sokrates bukan seorang filsuf. Dari kedua pandangan
yang ekstrim itu memang menimbulkan problem juga pada para pemikir berikutnya. Problem
dimaksud antara lain karena Sokrates sendiri tidak pernah menuliskan hasil pemikirannya,
sehingga tidak bisa dipelajari pemikiran yang berupa buah pena Sokrates sendiri, dan hanya
diperoleh dari murid atau sumber lain yang menceriterakan tentang diri Sokrates. Ditambah
lagi bahwa banyak sumber lain yang tidak menggambarkan Sokrates dan keaktifannya dalam
bidang filsafat. Dengan demikian Sokrates yang histories tidak dapat dikenal, namun ada
sejarawan sejarawan lain yang bersikap lebih optimistis tentang eksistensi Sokrates sebagai
seorang filsuf yang besar.
Sumber untuk mempercayai bahwa Sokrates memang pernah ada di bumi ini, dirasa
cukup dengan kesaksian dari empat orang sebagai sumber, karena empat orang ini memang
memainkan peran besar dan penting dalam menginterpretasi kehidupan maupun ajaran
Sokrates. Adapun keempat sumber dimaksud adalah :
1. Aristopanes yang seorang comedian ternama di Athena, yang hidupnya sejaman
dengan Sokrates. Komedi dari Aristopanes sangat lucu membicarakan peristiwa
peristiwa actual, tokoh tokoh dan pikirannya yang lazim pada para penonton yang di
sini Sokrates disebut sebutnya. Ada satu komedi yang berjudul Awan awan,
dipentaskan pertama kalinya pata tahun 423 s. M. dimana Sokrates sebagai pelaku
utamanya.
2. Xenophon yang lahir tahun 430 s. M. di Athena dari keluarga bangsawan pada waktu
itu. Ia adalah pengikut Sokrates, meskipun tidak ingat berapa lama menjadi
pengikutnya. Xenophon meninggalkan beberapa karya tulis, yang diantaranya adalah
berjudul Memorabilia yaitu berupa kenang kenangan akan Sokrates terutama tulisan
kecil tentang Sokrates.
3. Plato yang lahir pada tahun 427 di Athena, ia sangat mengenal akan Sokrates sejak
masih kecil sampai kematian Sokrates pada tahun399 s. M. Plato banyak menulis
tentang dialog dialog, dan ada satu dialog, yaitu berjudul Nomoi, di sini ditulis bahwa
Sokrates bercakap cakap dengan sahabat sahabatnya. Disamping itu, karya Plato
sebagian besar berisi tentang Sokrates sebagai pelaku utama dalam dialognya.
4. Aristoteles, yang lahir 15 tahun setelah kematian Sokrates, namun meskipun lahirnya
setelah Sokrates, ia adalah murid Plato sehingga ia tahu banyak tentang kehidupan
dan ajaran Sokrates.
Jika dilihat dari empat sumber seperti disebutkan di atas untuk meyakini bahwa Sokrates
memang pernah hidup di muka bumi ini, maka sudah semestinya bila orang satu dengan
lainnya berbeda dalam melihat sumber mana yang dianggap sangat penting untuk
menentukan riwayat hidup dan ajaran Sokrates. Ada ahli yang mementingkan Xenophon, ada
yang mementingkan Plato, dan ada pula yang mementingkan Aristoteles, tapi yang jelas
untuk Aristophanes tidak begitu dipentingkan khususnya tentang komedi komedinya, karena
tidak dapat untuk menentukan ajaran Sokrates. Walaupun demikian karya karya Aristophanes
ada juga gunanya dalam menentukan Sokrates pernah ada, karena dalam komedi komedinya
disimpulkan bahwa Sokrates adalah tokoh terkenal di Athena sekitar tahun 420 s. M.
Sokrates tidak beda dengan kaum Sofis, karena ia juga memberi pelajaran kepada
rakyat. Di samping itu Sokrates juga mengarahkan perhatiannya kepada manusia seperti
ajaran kaum Sofis. Perbedaan Sokrates dengan kaum Sofis adalah bila kaum Sofis mengajar
rakyat karena agar mengikutinya dan untuk mencari uang, serta memberikan keyakinan
tentang relatifisme, sedangkan Sokrates tidaklah demikian. Sokrates mengajar rakyat tidak
memungut uang kepada mereka, namun mengajar untuk mendorong orang supaya supaya
mengetahui dan menyadari sendiri, sebab Sokrates yakin bahwa ada kebenaran yang objektif.
Kaum Sofis juga mengajar kepada rakyat tentang pendidikan seni berpidato, yaitu
yang disebut dengan istilah retorika, sehingga menjadi banyak orang sombong. Oleh sebab
itu, Sokrates dengan cara menggelikan mengajukan pertenyaan pertanyaan kepada rakyat
murid kaum Sofis yang merasa pandai. Akhirnya jawaban jawaban mereka saling
bertentangan, sehingga banyak ditertawakan pendengarnya. Metode Sokrates yang membuat
jawaban orang menjadi bingung dan bertentangan itu disebutnya metode ironi (Yunani:
eironeia). Segi positif dari metode ironi ini adalah terletak pada usahanya untuk mengupas
kebenaran dari kulit “pengetahuan semu” orang orang itu.
Sokrates dalam mengajar menggunakan cara dialektika (Yunani: dialegesthai artinya
bercakap cakap), yaitu cara mengajar dengan mementingkan peran dialog. Namun dialog cara
mengajar Sokrates adalah bukan sembarang dialog, melainkan dialog yang dibandingkan
dengan ibunya sebagai seorang bidan yang menolong kelahiran bayi, yaitu Sokrates ingin
melahirkan “pengertian yang benar”, sehingga lalu olehnya disebut dengan metode seni
kebidanan yang dalam bahasa Yunani adalah maieutike tekhne. Jadi Sokrates bukan bertindak
sebagai bidan yang menolong melahirkan bayi, melainkan ia membidani jiwa jiwa. Artinya
bahwa Sokrates tidak menyampaikan pengetahuan, namun dengan pertanyaan pertanyaan ia
membidani pengetahuan yang terdapat dalam jiwa orang lain, dan juga ia menguji nilai nilai
pikiran yang sudah dilahirkan.
Cara bekerja Sokrates seperti disebutkan di atas, artinya ia telah menemukan cara
berpikir induksi, yaitu menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkal
dari banyak pengetahuan tentang hal khusus. Misalnya, banyak orang yang menganggap
dirinya ahli (ahli tukang sepatu, ahli tukang kayu, ahli tukang batu, dll) sebagai
keutamaannya. Lain lain orang yang ahli seperti tukang tukang tadi menganggap
keutamaannya berbeda beda sesuai ahli mereka. Untuk mengetahui apakah “keutamaan” pada
umumnya, maka semua keutamaan yang bermacam macam itu harus disingkatkan, tinggallah
keutamaan yang sifatnya umum. Jadi dengan induksi sekaligus juga ditemukan yang disebut
definisi umum. Tentang definisi umum pada waktu itu belum dikenal, maka Sokrates adalah
sebagai penemunya.
Sokrates meskipun tidak meninggalkan tulisan tulisan dalam ajaran filsafatnya,
namun berdasarkan kesaksian dari para murid dan orang terpercaya di atas, akhirnya juga
dapat disimpulkan ajarannya sebagai berikut:
Bahwa jiwa manusia bukanlah nafasnya semata mata, namun asas hidup manusia dalam arti
yang lebih mendalam. Jiwa menurutnya adalah inti sari manusia, dan hakekat manusia
sebagai pribadi yang bertanggung jawab.
Oleh karena jiwa adalah inti sari manusia, maka manusia wajib mengutamakan
kebahagiaan jiwanya (Yunani: eudaimonia = memiliki daimon atau jiwa yang baik), lebih
dari kebahagiaan tubuhnya atau kebahagiaan yang lahiriah, misalnya: kesehatan, kekayaan
dll. Jadi, manusia harus membuat jiwanya menjadi jiwa yang sebaik mungkin. Oleh sebab itu,
bila manusia hanya hidup saja, sudah tentu hal itu belum ada artinya, maka orang harus hidup
yang baik supaya mencapai kebahagiaan. Kemudian, bagaimana orang dapat mencapai
kebahagiaan ?.
Sokrates mengatakan bahwa alat untuk mencapai kebahagiaan (Yunani: eudemonia)
adalah kebajikan atau keutamaan (Yunani: arête). Akan tetapi kebajikan atau keutamaan
yang dimaksudkan oleh Sokrates adalah bukan diartikan secara moral, namun olehnya
diartikan lebih luas dari itu. Misalnya, kebajikan seorang tukang kayu adalah kebajikan atau
keutamaan yang menjadikan tukang kayu itu menjadi tukang kayu yang baik, karena tahu
pekerjaannya dengan baik, dan mempunyai keahlian di bidang itu. Demikian halnya dengan
kebajikan atau keutamaan bagi seorang ahli yang lain. Jika dilihat dari hal itu, maka nampak
bahwa pendirian yang terkenal dari Sokrates yaitu “keutamaan adalah pengetahuan”. Oleh
karena itu keutamaan di bidang hidup baik tentu menjadikan orang dapat hidup baik, dan
hidup baik berarti mempraktekkan pengetahuannya tentang hidup baik itu. Jadi, menurut
Sokrates bahwa baik dan jahat dikaitkan dengan soal pengetahuan, bukan dengan kemauan
manusia.
Bertolak dari pandangannya di atas, maka menurut Sokrates adalah tidak mungkin
orang dengan sengaja melakukan hal yang salah. Bilamana orang berbuat salah, hal itu
disebabkan karena ia tidak berpengetahuan, sehingga ia keliru.
Oleh karena kebajikan atau keutamaan adalah pengetauan tentang yang baik, padahal
yang baik adalah hanya satu, maka kebajikan atau keutamaan hanya ada satu saja, dan
sifatnya menyeluruh. Jadi, bila memiliki kebajikan yang satu itu berarti memiliki segala
kebajikan. Misalnya, orang yang berani, sudah barang tentu juga adil dan menaruh belas
kasihan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, bila tidak demikian, maka itu berarti bukan
kebajikan yang sejati. Dengan demikian, jika memiliki arête, memiliki kebajikan atau
keutamaan, berarti memiliki kesempurnaan manusia sebagai manusia (Harun Hadiwijono,
1988: 37).
4. Filsafat Hasil Pemikiran Murid Sokrates dan Sesudahnya
Pemuda bernama Plato yang lahir sekitar tahun 427 s. M. mempunyai maksud
berbalik dari kesusasteraan, yaitu dengan mencurahkan tenaganya kepada filsafat. Hal ini
dikisahkan bahwa setelah Plato berkenalan dengan Sokrates, ia lalu membakar karya karya
yang telah ditulisnya. Oleh sebab itu pertemuan Plato dengan Sokrates merupakan peristiwa
penentu dalam kehidupan Plato. Bagi Plato, bahwa Sokrates adalah “orang yang paling baik,
bijaksana, dan paling jujur”. Juga bagi Plato, Sokrates adalah “manusia yang paling adil dari
seluruh jamannya” Dalam karya-karyanya, Sokrates diberi tempat yang paling sentral. Dan
yang paling mengesankan Plato, yaitu ketika peristiwa Sokrates didalam hukuman dan
eksekusi hukuman matinya.
Semua karya yang ditulis Plato merupakan dialog dialog, kecuali surat-surat dan
Apologia. Palto adalah filsuf pertama dalam sejarah filsafat yang memilih dialog untuk
mengekspresikan pikiran-pikirannya. Sehingga Plato tidak memberi kuliah kuliah sistematis,
tetapi menyelenggarakan diskusi diskusi yang sebagian dipimpin sendiri oleh Plato.
Ajaran tentang Idea-idea merupakan inti dan dasar seluruh filsafat Plato. Dalam
bahasa Modern kata “idea/ ide” berarti suatu gagasan atau tanggapan yang hanya terdapat
dalam pemikiran saja. Oleh sebab itu, bagi orang modern bahwa idea merupakan sesuatu
yang bersifat subjektif belaka. Lain halnya dengan Plato, karena baginya bahwa Idea
merupakan sesuatu yang objektif. Artinya, ada Idea-idea yang telepas dari subjek yang
berpikir. Bagi Plato, idea idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea idea tidak
tergantung pada pemikiran; sebaliknya, justru pemikiran yang tergantung pada Idea-idea.
Jadi, justru karena ada Idea-idea yang berdiri sendiri sendiri, pemikiran manusia
dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain daripada menaruh perhatian kepada Idea-idea itu.
Cara lain untuk mengerti lebih baik asal usul ajaran Plato mengenai Idea-idea ialah
ilmu pasti. Ilmu pasti berbicara mengenai garis, segitiga dan lingkaran pada umumnya. Tidak
mungkin bahwa ilmu pasti berbicara tentang sesuatu yang tidak ada. Jadi, mesti terdapat
suatu Idea “segitiga”. Segitiga atau garis yang tergambar pada papan tulis hanya merupakan
tiruan tak sempurna saja dari Idea “segitiga atau garis”.
Yang berlaku bagi segitiga tadi dapat dikatakan pula mengenai banyak hal lain lagi.
Seperti, ada yang disebut “bagus”, kain bagus, patung bagus, rumah bagus, dan
lainsebagainya. Selain itu masih banyak sebutan lagi, misalnya merah, mahal, dan lain lian.
Nah Idea yang bagus merupakan “yang bagus” sendiri, secara sempurna, tidak tercampur
dengan sesuatu yang lain. Plato menyebutnya dengan kata kata Yunani idea serta eidos dan
juga dengan kata morphe yang berarti “bentuk”.
Bertolak dari ajaran di atas, menurut Plato bahwa realitas seluruhnya seakan akan
terdiri dari dua “dunia”. Satu “dunia” mencakup benda benda jasmani yang disajikan kepada
pancaindera. Pada taraf ini harus diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan.
Misalnya, bunga yang ini bagus, tapi esok harinya sudah jelek, dan lain lain. Di samping
“dunia” inderawi itu terdapat suatu “dunia” lain, suatu dunia ideal atau dunia yang terdiri dari
“Idea-idea”. Dalam dunia ideal ini sama sekali tidak ada perubahan. Jadi semua Idea bersifat
abadi dan tak terubahkan. Dalam dunia ideal tidak ada banyak hal yang bagus, hanya ada satu
Idea “yang Bagus”. Demikian halnya juga dengan idea-idea lain. Dan tiap tiap Idea bersifat
sama sekali sempurna. Jadi, Idea merupakan model atau contoh (Yunani: paradeigma) bagi
benda benda kongkrit. Benda benda kongkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yang
menyerupai model tersebut.
Teori tentang Idea-idea dari Plato, ternyata dapat mendamaikan ajaran Herakleitos
dengan ajaran Parmenides. Manurut Herakleitos bahwa semuanya senantiasa berada dalam
perubahan; tidak ada sesuatu pun yang tetap dan mantap. Kata Plato, bahwa pendapat
Herakleitos itu memang benar, tetapi hanya berlaku bagi dunia inderawi saja. Namun
demikian, pendapat Parmenides benar juga kata Plato, tetapi hanya berlaku bagi Idea-idea
saja. Dalam dunia ideal ini tidak ada perubahan, karena Idea-idea bersifat abadi. Dan Idea-
idea ini merupakan pondamen bagi pengenalan yang sejati.
Plato menciptakan suatu ajaran tentang jiwa yang berhubungan erat dengan
pendiriannya mengenai Idea-idea. Bagi Plato, antara tubuh dan jiwa tidak merupakan
kesatuan. Tubuh adalah kubur bagi jiwa, dan jiwa berada dalam tubuh bagaikan dalam
penjara, kata Plato. Dalam karyanya yang disebut “Phaidon”, Plato mengatakan bahwa
“filsafat adalah latihan untuk mati”, dan ini adalah dapat dimengerti tentang pendapatnya
dalam rangka dualisme. Jadi, semestinya para filsuf sudah menjadi siap untuk melepaskan
diri dari kebutuhan kebutuhan badani sama sekali pada saat kematian.
Murid Plato yang tidak kalah terkenalnya adalah Aristotelas yang lahir pada tahun
384 s. M. Aristoteles belajar dalam academia Plato di Athena dan tinggal di sana sampai
Plato meninggal dunia. Aristoteles mengkritik sangat tajam atas pendapat Plato tentang ajaran
Idea-idea. Aristoteles berpendapat bahwa yang ada ialah manusia ini dan manusia itu. Jadi
manusia konkrit saja. Sebab Idea “manusia” tidak terdapat dalam kenyataan. Hal yang sama
juga berlaku untuk Idea “segitiga” dan semua Idea lain.
Aristoteles memang setuju anggapan Plato bahwa ilmu pengetahuan berbicara tentang
yang umum dan tetap. Ilmu pasti tidak berbicara tentang segitiga ini atau itu, namun tentang
segitiga pada umumnya. Salah satu alasan Plato menerima Idea-idea ialah untuk menjamin
kemungkinan adanya ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu muncullah pertanyaan: jika tidak ada
Idea-idea, bagaimana mungkin adanya ilmu pengetahuan ?. Maka Aristoteles menjawab,
yaitu memang ada sesuatu yang umum dan tetap, tetapi bukan dalam suatu dunia ideal
melainkan dalam benda benda jasmani sendiri. Untuk memahami hal itu maka harus
disinggung pendapat Aristotels yang lazim disebut “teori bentuk-materi”. Aristoteles
menegaskan bahwa setiap benda jasmani terdiri dari dua hal, yaitu bentuk dan materi.
Misalnya, sebuah patung yang terdiri dari bahan tertentu dan bentuk tertentu.
Materi menurut Aristoteles adalah prinsip yang sama sekali tidak ditentukan, yang
sama sekali “terbuka”. Materi adalah kemungkinan belaka untuk menerima suatu bentuk.
Itulah sebabnya Aristoteles menyebutnya: materi pertama (Yunani: hyle prote). Dengan kata
“pertama” dimaksudkan bahwa materi sama sekali tidak ditentukan. Namun pada
kenyataannya materi pertama selalu mempunyai salah satu bentuk. Bentuk (Yunani: morphe)
ialah prinsip yang menentukan. Jadi, kiranya jelas bahwa bagi Aristoteles ilmu pengetahuan
dimungkinkan atas dasar bentuk yang terdapat dalam setiap benda konkrit (Bertens, 1988: 15,
Yogyakarta, Penerbit Kanisius).
Teori Aristoteles yang disebutkan di atas, di kemudian hari biasa dinamakan teori
“hilemorfisme” (Asal bahasa Yunani: hyle dan morphe). Teori hilemorfisme menjadi dasar
juga untuk pandangan Aristoteles tentang manusia. Bertentangan dengan Plato, karena
Aristoteles sangat menekankan kesatuan manusia. Manusia merupakan satu substansi yang
terdiri dari bentuk dan materi Bentuk itu ialah jiwa. Karena bentuk tidak pernah lepas dari
materi, secara konsekuensi Aristoteles harus mengatakan bahwa pada saat manusia mati,
maka jiwanya akan hancur juga (Harun Hadiwijono, 1988: 50, Yogyakarta, Penerbit
Kanisius).
Inti sari ajaran Aristoteles tentang fisika dan metafisika terdapat dalam ajarannya
mengenai dinamis (potensi) dan energia (aksi). Ajarannya ini dimaksudkan guna
memecahkan masalah perubahan atau gerak dan yang tetap tidak berubah. Para filsuf Elea,
seperti Parmenides dan Zeno berpendapat bahwa gerak dan perubahan adalah khayalan.
Namun Aristoteles menentang pendapat itu. Menurut Aristoteles, bahwa “yang ada” dalam
arti yang mutlak adalah yang teleh terwujud, sedangkan “yang tidak ada” hanya dapat
menjadi “yang ada” secara mutlak, atau menjadi “yang ada” secara terwujud, jikalau melalui
sesuatu. Di antara “yang tidak ada” dan “yang ada” secara mutlak itu terdapat “ada yang
nyata nyata mungkin”, atau “yang ada” sebagai kemungkinan, sebagai bakat, sebagai potensi,
sebagai dinamis. “Yang ada” sebagai potensi ini pada dirinya bukanlah sesuatu, sekalipun
dapat menjadi sesuatu. “Yang ada” sebagai potensi ini senantiasa cenderung menjadi “yang
ada secara terwujud”, sehingga “yang ada” sebagai potensi dapat dipandang sebagai
perealisasian dari “yang ada” secara terwujud. Jadi, secara hakiki keduanya harus dibedakan,
akan tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan.
Perubahan dan gerak dalam arti yang lebih luas mencakup hal “menjadi” dan “binasa”
serta segala perubahan lainnya, baik di bidang bilangan maupun di bidang mutu dan di
bidang ruang. Tiap gerak sebenarnya mewujudkan suatu perubahan dari apa yang ada sebagai
potensi ke apa yang secara terwujud. Jadi setiap gerak mewujudkan suatu perpindahan dari
apa yang ada sebagai potensi ke apa yang secara terwujud. Dan semua gerak itu tentu ada
gerak yang sempurna. Gerak yang sempurna itulah yang disebut penggerak pertama.
Penggerak pertama ini adalah Tuhan. Ialah yang menyebabkan gerak abadi, yang sendiri
tidak digerakkan, karena bebas dari materi. Tuhan adalah Actus Purus, Aktus murni (Harum
Hadiwijono, 1988: 49, Yogyakarta, Penerbit Kanisius).
Ajaran Aristoteles tentang manusia melalui dua tahap. Dalam tahap pertama, ia masih
dipengaruhi oleh Plato, sehingga masih mengajarkan dualisme antara tubuh dan jiwa, serta
mengajarkan praeksistensi jiwa. Akan tetapi kemudian ia meninggalkan dualisme dengan
menjembatani jurang yang ada di antara tubuh dan jiwa. Keduanya dipandang sebagai dua
aspek dari satu substansi, yang saling berhubungan dan yang nisbahnya sama seperti nisbah
antara materi dan bentuk, atau antara potensi dan aktus. Jikalau tubuh adalah materi, maka
jiwa adalah bentuknya, jikalau tubuh adalah potensi, maka jiwa adalah aktusnya Jadi, jiwa
adalah aktus pertama yang paling asasi, yang menyebabkan tubuh menjadi tubuh yang hidup.
Jiwa adalah asas hidup dalam arti yang seluas luasnya, yang menjadi asas segala arah hidup
yang menggerakkan tubuh, yang memimpin segala perbuatan menuju kepada tujuannya.
Puncak pemikiran Yunani Kuno ajaran yang disebut “Neoplatonisme”. Sebagaimana
namanya bahwa aliran ini sudah bermaksud menghidupkan kembali filsafat Plato. Namun hal
itu bukan berarti bahwa para pengikutnya tidak dipengaruhi oleh filsuf-filsuf lain, seperti
Aristoteles. Sebenarnya ajaran neoplatonisme merupakan semacam sintesa dari semua aliran
filsafat sampai saat itu, namun Plato diberi tempat istimewa.
Filsuf yang menciptakan sintesa itu adalah Plotinos yang lahir di Mesir tahun 203 dan
meninggal dunia kira kira tahun 270 ssd. M. Filsafat Plotinos berkisar pada Tuhan, sebab
Tuhan disebutnya dengan nama “yang Satu”. Plotinos mengatakan bahwa semuanya berasal
dari “yang Satu” dan akan kembali ke “yang Satu”. Oleh sebab itu dalam relitas seluruhnya
terdapat gerakan dua arah, yaitu dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas. Gerakan
dimaksud, yaitu:
a. Dari atas ke bawah.
Plotinos sangat mementingkan kesatuan semua makhluk yang ada, bersama sama
merupakan keseluruhan yang tersusun sebagai suatu hirarki. Pada puncak hirarki terdapat
“yang Satu” (Yunani: to Hen), yaitu: Allah/ Tuhan. Setiap taraf dalam hirarki berasal dari
taraf lebih tinggi yang paling berdekatan dengannya. Taraf satu berasal dari taraf lain melalui
jalan pengeluaran atau “emanasi” (Inggris: emanation). Istilah “emanasi” mau ditunjukkan
bahwa pengeluaran itu berlangsung secara mutlak perlu, seperti air sungai mutlak perlu
memancar dari sumbernya. Taraf lebih tinggi tidak bebas dalam mengeluarkan taraf
berikutnya. Namun dalam proses pengeluaran ini taraf lebih tinggi tidak berubah dan
kesempurnaannya tidak hilang sedikitpun. Adapun proses pengeluaran dilukiskan oleh
Plotinus, sbb.:
Dar ‘yang Satu” dikeluarkan Akal Budi (nus). Akal Budi sama dengan Idea ideanya Plato
yang dianggap Plotinos sebagai suatu intelek yang memikirkan dirinya sendiri. Jadi Akal
Budi sudak tidak satu lagi, karena di sini terdapat dualitas: pemikiran dan apa yang
dipikirkan. Dari Akal Budi itu berasallah Jiwa Dunia (psyche). Akhirnya dari Jiwa Dunia
dikeluarkan materi (hyle) yang bersama dengan Jiwa Dunia merupakan jagat raya. Selaku
taraf yang paling rendah dalam seluruh hirarki, materi adalah makhluk yang paling kurang
kesempurnaannya dan sumber segala kejahatan.
b. Dari bawah ke atas.
Setiap taraf hirarki mempunyai tujuan untuk kembali kepada taraf lebih tinggi yang
paling dekat dank arena itu secara tak langsung menuju ke Allah/ Tuhan. Sebab hanya
manusia mempunyai hubungan dengan semua taraf hirarki, dialah yang dapat melaksanakan
pengemnalian kepada Allah/ Tuhan. Hal itu dapat dicapai melalui tiga langkah, yaitu:
- Langkah pertama adalah penyucian, ialah manusia melepaskan diri dari materi dengan laku
tapa.
- Langkah kedua adalah penerangan, dimana ia diterangi dengan pengetahuan tentang Idea-
idea Akal Budi.
- Akhirnya langkah ketiga adalah penyatuan dengan Tuhan yang melebihi segala
pengetahuan.
- Langkah terakhir ini ditunjukkan oleh Plotinos dengan nama “ekstasis” (Inggris: ecstasy).
Hal ini murid Plotinos yang bernama Porphyrios menceriterakan bahwa selama 6 tahun
mengikuti gurunya, ia pernah melihat Plotinos mengalami ekstasis sebanyak 4 kali.
ZAMAN PERTENGAHAN
1. Pendahuluan
Abad Pertengahan di Eropa adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Abad
Pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang spesifik, karena dalam abad-abad itu
perkembangan alam pikiran Eropa sangat terkendali oleh keharusan untuk disesuaikan
dengan ajaran agama. Filsafat zaman Pertengahan biasanya dipandang terlampau seragam,
dan lebih dari itu dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran sebenarnya.
Perkembangan pemikiran kefilsafatan terutama filsafat Barat, bila hendak dipahami,
maka pendapat semacam di sebutkan di atas tadi hendaknya ditinjau kembali. Apa yang
terungkap pada masa Renaissana dan pada filsafat Barat abad ke-17, tidak mungkin
dipahami, manakala diabaikan permainan pendahuluan tentang hal-hal yang tersebut yang
terjadi pada abad Pertengahan (Delfgaauw, 1992: 63).
Para filsuf Yunani yang sangat berpengaruh pada abad Pertengahan adalah Plato dan
Aristoteles. Hal ini bisa dipahami, bahwa pengaruh Plato yaitu pada pemikiran Agustinus,
sedangkan pengaruh Aristoteles adalah pada pemikiran Thomas Aquinas.
2. Hasil Pemikiran Zaman Pertengahan
Filsafat Agustinus yang diperkirakan antara tahun 354 s/d. Tahun 430 adalah filsafat
di mana keadaan dan situasi ikut berpartisipasi, sehinga merupakan bentuk Platonisme yang
sangat spesifik. Dengan pengetahuannya mengenai kebenaran-kebanaran abadi yang
disertakan sejak lahir dalam ingatan dan yang menjadi sadar karena manusia mengetahui
sesuatu, manusia ikut berpartisipasi dalam idea-idea tentang Tuhan, yang mendahului ciptaan
dunia. Ciptaan merupakan keadaan yang ikut ambil bagian dalam idea-idea Tuhan, tetapi
manusia adalah ciptaan yang unik, dan manusia bukan yang ambil bagian yang pasif saja,
melainkan diwujudkan secara aktif dalam suatu pengetahuan yang penuh kasih (Delfgaauw,
1992: 58).
Oleh sebab itu, manusia melalui penciptaan dapat mendaki sampai pada pengakuan
yang penuh kasih akan Tuhan. Dalam arti tertentu keadaan ikut berpartisipasi ini terjadi
dengan mengetahui sesuatu, namun semua perbuatan mengetahui dibimbing oleh kasih.
Demikianlah menurut Agustinus bahwa berpikir dan mengasihi berhubungan secara selaras
dan tak terceraikan. Tuhan adalah ada sebagai ada, yang bersifat pribagi dan sebagai pribadi
menciptakan seluruh jagad raya secara bebas, dan tidak dengan jelas emanasio yang niscaya
terjadi, seperti dikatakan oleh Plotinos.
Pemikiran filsafat Aristoteles direnungkan secara mendalam oleh Thomas Aquinas
(tahun 1125-1274), tanpa ragu-ragu ia mengambil pemikiran filsafat Aristoteles sebagai dasar
dalam berfikir secara kefilsafatannya. Namun demikian pemikiran filsafat Thomas Aquinas
tidak semata-mata merupakan pengulangan dari filsafat Aristoteles. Ia membuang hal-hal
yang tidak pas dengan ajaran Kristiani dan menambahkan hal-hal baru, sehingga filsafatnya
melahirkan suatu aliran yang bercorak Thomasisme.
Thomas Aquinas tentang pandangan terjadinya alam semesta menganut teori
penciptaan, artinya bahwa Tuhan menciptakan alam semesta. Dengan tindakan mencipta,
Tuhan menghasilkan ciptaan dari ketiadaan. Tuhan mencipta dari ketiadaan pada awal
mulanya tidak terdapat dualisme antara Tuhan (kebaikan) dengan materia (keburukan).
Karena segala sesuatu timbul oleh penciptaan dari Tuhan, maka segala sesuatu juga ambil
bagian dalam kebaikan Tuhan; artinya bahwa alam material mempunyai bentuk kebaikan
sendiri. Selanjutnya bahwa penciptaan itu bukan merupakan tindakan pada suatu saat
tertentu, yang sesudah itu ciptaan tersebut untuk seterusnya dibiarkan mengadu nasibnya.
Mencipta berarti secara terus menerus menghasilkan serta memelihara ciptaan (Delfgaauw,
1992: 86-87).
Tuhan mencipta alam semesta serta wktu adalah dari keabadian, dan gagasan
penciptaan tidak bertentangan dengan alam abadi. Kitab suci mengajarkan bahwa alam
semesta berawal mula atau ada awal dan ada akhir, namun bagi filsafat tidak membuktikan
hal itu, seperti halnya filsafat juga tidak dapat membuktikan bahwa alam semesta tanpa awal
dan tanpa akhir.
FILSAFAT BARAT JAMAN MODERN
1. Pendahuluan
Filsafat dan ilmu pengetahuan merupakan suatu pasangan yang tampaknya kurang
seimbang. Hal ini dapat dilihat antara lain karena filsafat merumuskan pertanyaan, sedangkan
ilmu pengetahuan memberi jawaban. Ilmu pengetahuan berkembang pesat, filsafat
kelihatannya tidak pernah maju. Namun di lain pihak, sejarah suatu ilmu tertentu kurang
dipentingkan bagi umat manusia sekarang, karena jawaban-jawaban dari dahulu sering kali
sudah dikoreksi, sedangkan pertanyaan-pertanyaan dari sejarah filsafat masih tetap actual
bagi manusia masa kini.
Pendapat-pendapat masa lampau tentang “pertanyaan-pertanyaan terakhir”,
pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengethauan, tidak lebih jelek atau
lebih baik daripada pendapat-pendapat yang dikemukakan sekarang. Sejarah filsafat seakan-
akan merupakan suatu diskusi kontinyu mengenai pertanyaan-pertanyaan manusia, dan dalam
hal ini rentetan pendapat dari semua jaman dan sudut dunia sama berharga.
Sejarah filsafat mirip suatu museum yang memuat koleksi raksasa dari pendapat
pendapat pemikir-pemikir besar mengenai misteri hidup. Koleksi ini bertambah terus
menerus. Dalam koleksi ini dibedakan tiga tradisi besar, yaitu filsafat India, filsafat Cina, dan
filsafat Barat. Khusus dalam rencana pembicaraan ini adalah filsafat Barat yang mempunyai
tiga jaman yang menonjol dan tiga periode keemasan, yaitu filsafat kosmosentris dari jaman
Yunani, filsafat teosentris dari abad pertengahan, dan filsafat antroposentris dari jaman
modern dan kontemporer. Pada bahasan ini hanya akan berbicara tentang jaman ketiga, yaitu
pereode yang dimulai dari filsafat hasil pemikiran Rene Descartes (1596-1650) yang
mendapat julukan Bapak filsafat modern, yang berlangsung sampai masa kini dan tetap jadi
pembicaraan.
Berbicara tentang filsafat modern, amat luas menghadapi pertanyaan, oleh sebab itu,
maka “mana yang harus dimuat, mana tidak”: what to leave out and what to put in, that’s the
problem. Pembicaraan pada masalah ini banyak hal yang tidak dimuat, sehingga nanti akan
nampak sebagai ihtisar yang sederhana. Ihtisar dimaksud adalah ihtisar tentang filsafat
modern dari filsafat abad ketujuh belas, filsafat abad kedelapan belas, dan filsafat abad
kesembilan belas. Filsafat pada abad-abad itu sudah dianggap “klasik”. Di sinilah nanti
beberapa pokok pemikirannya tentang filsafat modern yang dapat dilihat dalam uraian berikut
ini.
2. Filsafat Abad Modern.
Peralihan dari abad pertengahan ke abad Modern ditandai oleh suatu era yang disebut
dengan ”Renaissans”. Era Renaissans adalah suatu zaman yang sangat menaruh perhatian
dalam bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan
teknologi (Lucas, 1960: 3). Pada jaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola
pemikiran abad Pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan
revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam
filsafat (Patterson, 1971: 2).
Zaman Renaissans terkenal dengan jaman kelahiran kembali kebasan manusia dalam
berpikir. Renaissans adalah zaman atau gerakan yang didukung oleh cita-cita lahirnya
kembali manusia yang bebas. Manusia bebas yang dimaksudkan dan didambakan adalah
manusia bebas seperti yang ada dalam zaman Yunani Kuno. Pada zaman Renaissans ini
manusia Barat mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari
otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini telah ”mengungkung” kebebasan dalam
mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan.
Filsafat Barat Modern yang kelahirannya didahului oleh suatu periode yang disebut
dengan ”Renaissans” itu di dalamnya mengandung dua hal yang sangat penting, yaitu:
Pertama, semakin berkurangnya kekuasaan Gereja.
Kedua, semakin bertambahnya kekuasaan ilmu pengetahuan (Russell, 1957: 511). Pengaruh
dari gerakan Renaissans iu telah menyebabkan peradaban dan kebudayaan Barat modern
berkembang dengan pesat, dan semakin bebas dari pengaruh otoritas dogma-dogma Gereja.
Terbebasnya manusia Barat dari otoritas Gereja merupakan dampak semakin dipercepatnya
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Sebab pada zaman Renaissans, perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada otoritas dogma-dogma Gereja,
melainkan didasarkan atas kesesuaiannya dengan akal. Sejak jaman Renaissans, kebenaran
filsafat dan ilmu pengetahuan didasarkan atas kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap
ilmiah) yang kebenarannya dapat dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan, dan pemikiran
yang dapat diuji. Kebenaran yang dihasilkan tidak bersifat tetap, namun dapat berubah dan
diferivikasi sepanjang waktu.
Dengan demikian filsafat Barat Modern memiliki corak yang berbeda dengan periode
filsafat Abad Pertengahan. Perbedaan itu terletak terutama pada otoritas kekuasaan politik
dan ilmu pengetahuan. Jika Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh
Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada Zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak
pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman Modern tidak mau diikat
oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri. Kekuatan
yang mengikat itu ialah agama dengan Gerejanya, serta Raja dengan kekuasaan politiknya
yang bersifat absolut.
Para filsuf Modern pertama-tama menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari
kitab suci atau dogma-dogma Gereja, juga tidak berasal dari kekuasaan feodal, melainkan
dari diri manusia sendiri (Nico Syukur Diester, 1992: 55). Sebagai ahli waris zaman
Renaissans, filsafat Modern itu bercorak ”antroposentris”, artinya manusia menjadi pusat
perhatian penyelidikan filsafati. Semua filsuf pada zaman Modern menyelidiki segi-segi
subjek manusiawi; ”aku” sebagai pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat kebebasan, pusat
tindakan, pusat kehendak, dan pusat perasaan (Hammersma, 1983: 3-4).
Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada zaman Modern, khususnya dalam
abad ke-17, adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi
adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana yang paling
memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud kebenaran itu
sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologi ini, maka dalam
filsafat abad ke-17 muncullah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban berbeda, bahkan
saling bertentangan. Aliran filsafat dimaksud adalah aliran rasionalisme dan aliran
empirisme.
Mengawali filsafat Modern dengan kemunculannya aliran rasionalisme yang tokoh
utamanya adalah Rene Descartes, maka setidak-tidaknya harus dipahami bagaimana filsafat
Rene Descartes. Dari sinilah tonggak awal pemikiran filsafat Modern dimulai. Dengan
ketidak puasannya Rene Descartes (1596-1650) terhadap filsafat pada zaman Renaissans,
yang dianggapnya kurang sistematis dan kurang metode, maka diperbaharuilah filsafat, yaitu
dengan “kesangsian metodis”. Menurut Rene Descartes, segala sesuatu hal disangsikannya,
supaya tinggal diterima hal yang betul-betul pasti, sehingga dapat terjadi suatu system filsafat
seperti suatu system ilmu pasti: yaitu suatu system berdasarkan aksioma-aksioma, dan
tersusun menurut langkah-langkah logis, yaitu:
Pertama, ia mengawalinya dengan ucapan “kalau saya sangsi akan segala sesuatu,
tinggal satu hal yang tidak dapat disangkal, yaitu kesangsian itu sendiri”. Sebenarnya pikiran
ini tidak baru, namun yang baru pada Descartes, yaitu bahwa subjek yang sedang berpikir
menjadi titik pangkal untuk filsafatnya. Kata Descartes, kalau saya ragu-ragu akan segala
sesuatu, saya masih berpikir, dan kalau saya berpikir, saya ada. Jadi kalau saya berpikir maka
saya ada, istilah Yunani: “Cogito ergo sum” (Harry Hamersma, 1992: 8).
Kedua, Descartes dalam berpikir berpangkal pada dirinya sendiri. Artinya, bahwa ia
mengambil manusia yang sebagai subjek berpikir sekaligus dijadikan sebagai titik tolak
berpikirnya. Hal inilah yang sama sekali baru, karena sebeleum Descartes, kebenaran selalu
berdasarkan kekuasaan di luar manusia, misalnya kekuasaan kitab suci, tradisi, Negara, dan
lain sebagainya. Tetapi bagi Descartes, bahwa manusia sendiri menjadi kekuasaan yang
“membawa”, dan “memikul” kenyataan. Manusia yang berpikir merupakan pusat dunianya,
dan berkat idea inilah sehingga ia dijuluki sebagai ”Bapak filsafat modern”.
Ketiga, bahwa Desacartes mengatakan bila dirinya telah mempunyai kepastian
tentang idea. Hal ini tampak dengan ucapannya “saya berpikir, maka saya ada”, karena
menurutnya idea “jelasdan tegas”, dan semua hal yang dimilikinya merupakan idea-idea yang
jelas dan tegas atau yang dilihatnya (Prancis: clare et distincte) itu pasti. Akal budi, ratio,
mencapai kepastian ini tanpa pertolongan apa pun. Oleh karena itu, Descartes nampaklah
bahwa dirinya sebagai seorang “rasionalis” sejati.
Keempat, Descartes menyatakan bahwa ideanya tentang yang “jelas dan tegas”, di
dalamnya memuat tiga substansi yaitu, substansi Allah, pemikiran (cogitatio), dan keluasan
(extensio). Substansi pemikiran merupakan bidang psikologi atau bidang jiwa, sedangkan
keluasan adalah bidang ilmu alam atau bidang materi. Dalam manusia kedua bidang yaitu
pemikiran dan keluasan merupakan kesatuan, namun menurut Descartes tentang kesatuan ini
agak aneh. Maksudnya yaitu, bawa pemikiran yang berupa kejiwaan dan keluasan yang
berupa badani atau materi adalah merupakan dua kenyataan terpisah, yang saling
mempengaruhi melaui kelenjar kecil di bawah otak. Oleh sebab itu, seorang filsuf Inggris,
Ryle, mengatakan bahwa dalam pikiran Descartes, manusia itu bagaikan “suatu hantu dalam
sebuah mesin” (Harry Hamersma, 1992: 8).
Berdasar dari pemikiran Descartes seperti itu, ternyata pengaruhnya tidak hanya
bidang filsafat, melainkan juga ilmu pasti, ilmu alam, dan kedokteran, sehingga tampak jelas,
bahwa dia telah memberi epistemology yang sama sekali baru, dan filsafat telah dibuatnya
sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Sikap rasionalis ini pun juga ditemukan pada Spinoza
dan Leibniz.
Filsafat modern tidak saja ditemukan pada Descartes, meskipun dia telah mencari
dasar untuk semua kepastian, dan dia mendapat dasar ini dalam penglihatan “saya berpikir,
maka saya ada”. Ternyata penglihatan Descartes tentang “saya berpikir, maka saya ada”
menjadi titik pangkal aliran rasionalisme, meskipun di Inggris dalam waktu yang sama juga
timbul aliran lain, yaitu aliran empirisme.
Aliran empirisme dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626) dan Thomas Hobbes
(1588-1679) dan aliran ini sangat penting bagi John Loke (1632-1704) sebagai seorang tokoh
aliran empirisme Hal ini dapat dimengerti karena rasionalisme menekankan peranan “rasio”,
akal budi, maka empirisme menekankan peranan “pengalaman inderawi” (Yunani: emperia).
John Loke mengatakan bahwa segala sesuatu dalam pikiran saya, berasal dari
pengalaman inderawi. Tidak dari akal budi. Otak itu sepeti sehelai kertas yang masih putih.
Baru melalui pengalaman inderawi, helai kertas itu diisi (Harry Hamersma, 1992: 19). Dan
menurut John Loke tidak ada perbedaan antara pengetahuan dari akal budi dan pengetahuan
dari panca indra. Semua pengetahuan berasal atau dari pengalaman lahiriah (dari sense atau
external sensation), atau dari pengalaman batin (internal sense atau reflexion). Yang
lahiriah member informasi tentang dunia di luar kita, yang batin tentang dunia dalam kita,
yakni: jiwa. Pengalaman lahiriah, sensation, itu tersusun dari sifat-sifat seperti: “keluasan”,
“bentuk”, “jumlah”, dan “gerak”. Pengalaman batin, reflexion, terjadi kalau kesadaran
melihat keaktifannya sendiri. Dengan cara ini terjadi “ingat”, membandingkan”,
“menghendaki”, dan lain sebagainya. Isi otak saya terdiri dari idea-idea, kata John Loke. Ada
dua jenis idea kata John Loke,yakni: idea tunggal dan idea majemuk (simple ideas dan
complex ideas). Idea tunggal berasal secara langsung dari pengalaman inderawi, sedangkan
idea majemuk memang hanya “hubungan-hubungan dari idea-idea tunggal”. Missal: “sebab”,
“relasi”, “syarat”, dan lain sebagainya, tidak diamati secara langsung, tetapi “dilihat” melalui
kombinasi idea-idea tunggal. Jadi bagi penganut empirisme, bahwa sumber pengetahuan yang
memadai itu ialah pengalaman. Pengalaman yang dimaksudkan di sini ialah pengalaman lahir
yang menyangkut dunia dan pengalaman batin yang menyangkut pribadi manusia. Sedangkan
akal manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan atau
data yang diperoleh melalui pengalaman. Oleh sebab itu para penganut aliran empirisme
berkeyakinan bahwa manusia tidak mempunyai idea-idea bawaan yang dalam bahasa Yunani
disebut ”Innate ideas”. Bagi mereka manusia itu ibarat kertas putih yang belum ditulisi, dan
baru terisi melalui pengalaman-pengalaman, baik pengalaman lahiriah maupun pengalaman
batiniah.
Aliran empirisme pertama kali berkembang di Inggris pada abad ke-15 dengan
Francis Bacon sebagai pelopornya. Bacon memperkenalkan metode eksperimen dalam
penyelidikan atau penelitian. Menurut Francis Bacon, bahwa manusia melalui
pengalamannya dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi antara benda-benda.
Kemudian ajaran ini dilanjutkan oleh Thomas Hobbes, ia juga meyakini bahwa pengenalan
atau pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman. Berbeda dari pendahulunya, John Locke
lebih terdorong untuk mengemukakan tentang asal mula gagasan manusia, kemudian
menentukan fakta, menguji kepastian pengetahuan dan memeriksa batas-batas pengetahuan
manusia. Paham empirisme ini kemudian dikembangkan oleh David Hume (tahun 1611-
1776), ia menegaskan bahwa sumber satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan adalah
pengalaman, dan ia sangat menentang kaum rasionalisme yang berlandaskan pada prinsip
apriori, yang bertitik tolak dari idea-idea bawaan. David Hume mengajarkan bahwa manusia
tidak membawa pengetahuan bawaan ke dalam hidupnya. Sumber pengetahuan ialah
pengamatan, melalui pengamatan ini manusia memperoleh dua hal, yaitu kesan-kesan
(impresion) dan pengertian-pengertian (ideas) (Harun Hadiwijono, 1985: 52). Kesan-kesan
adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, baik lahiriah maupun batiniah.
Sedangkan pengertian-pengertian merupakan gambaran tentang pengamatan yang redup,
kabur atau samar-samar yang diperoleh dengan merenungkan kembali atau merefleksikan
dalam kesadaran kesan-kesan yang telah diterima melalui pengamatan langsung.
Di abad filsafat Modern, kemunculan aliran-aliran bukan saja hanya aliran
rasionalisme dan aliran empirisme, melainkan banyak aliran lain, seperti aliran Kritisisme,
aliran Idealisme, aliran Positivisme, dan lain sebagainya.
FILSAFAT POSTMODERN
(Kontemporer)
1. Pendahuluan
Tema yang menguasai refleksi filosofis dalam abad ke-20 ini adalah pemikiran
tentang bahasa. Sebagian besar pemikir abad ke-20 pernah menulis tentang bahasa (Bertens,
1987: 17). Ungkapan filsafat yang membingungkan. Tugas filsafat bukanlah membuat
pernyataan-pernyataan tentang sesuatu yang khusus, sebagaimana yang diperbuat oleh para
filsuf sebelumnya, melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidak pahaman
terhadap bahasa logika (Charlesworth, 1959: 2).
Russell dan Wittgenstein melangkah lebih jauh ke dalam metode analisa bahasa ini
sebagai sikap atau keyakinan ontologis memilih alternatif terbaik bagi aktivitas berfilsafat.
Menurut Wittgenstein, bahwa apa yang dihasilkan oleh sebuah karya filsafat bukan hanya
sederetan ungkapan filsafati, melainkan upaya membuat ungkapan-ungkapan itu menjadi
jelas. Tujuan filsafat adalah penjelasan logis terhadap pemikiran-pemikiran . Filsafat
bukanlah doktrin, melainkan aktivitas. Sebuah karya filsafat pada hakekatnya terdiri atas
penjelasan (elucidations) (Wittgenstein, 1963: 49).
Dengan demikian jelaslah apa yang diperbuat oleh para filsuf analitik ini tidak lain
sebagai reaksi atau respons terhadap aktivitas filsafat yang dilakukan oleh para penganut
aliran filsafat idealisme. Sebab aliran filsafat idealisme lebih menekankan pada upaya
mengintrodusir ungkapan-ungkapan filsafati. Padahal ungkapan-ungkapan filsafati yang
diintrodusir oleh penganut idealisme itu menurut filsuf analitik, kebanyakan bermakna ganda,
kabur dan tidak terpahami oleh akal sehat. Hal-hal semacam itulah yang perlu diatasi dengan
analisa bahasa.
2. Filsafat Postmodern
Perkembangan filsafat abad ke-20 juga ditandai oleh munculnya berbagai aliran
filsafat, dan kebanyakan dari aliran filsafat itu merupakan kelanjutan dari aliran aliran filsafat
yang telah berkembang pada abad Modern, seperti neo-kantianisme, neo-hegelianisme, neo-
marxisme, neo-positivisme, dan lain sebagainya. Namun demikian ada juga aliran filsafat
yang baru dengan ciri dan corak yang lain sama sekali, seperti fenomenologi,
eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme, dan yang paling mutakhir adalah aliran
Postmodernisme.
Munculnya gerakan Postmodernisme sebenarnya bukan hanya masuk di akal, tetapi
tak terelakkan. Di samping mendatangkan berbagai keuntungan dan kemajuan, proyek
modernisme juga mendatangkan konsekuensi yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan.
Bila Amerika merupakan pemimpin Dunia Bebas pada tahun 1960an, dan bila ortodoksinya
adalah suatu bentuk modernisme yang terkait dengan kapitalisme liberal, maka tepatlah
waktunya bagi seniman dan intelektual untuk menyatakan pemikiran dan budaya tandingan
(counter-culture). Mereka sudah kenyang, bahkan muak dengan cara hidup yang mekanistis,
deterministis, dan materialistis. Tidak mengherankan bahwa tidak terjadi pergeseran dari
perspektif yang antroposentris ke kosmologis. Yang sesungguhnya berarti adalah akal dan
budi (spirit).Konon gerakan budaya, estetika dan spiritualitas postmodernisme adalah upaya
mengembalikan nilai-nilai, keindahan dan moralitas kedalam kehidupan kontemporer
(Suryakusuma, 1993: 1).
Dengan atau tanpa nama, gerakan posmodernisme itu sudah ada. Adalah pekerjaan
yang sangat khas dari teori sosial menunjuk kepada suatu gejala sosial,
mengidentifikasikannya, mengemas dan memberikan label. Postmodernisme adalah ibarat
jari yang menunjuk kepada bulan. Sampai kapanpun, jari tidak akan menjadi bulan. Tetapi
yang lebih penting diingat, bulan itu ada, apakah ditunjuk dengan jari ataupun tidak. Yang
pasti, postmodernisme menunjuk pada suatu perkembangan masyarakat yang memang perlu
diperhatikan. Sifat kritis posmodernisme menimbulkan banyak pertanyaan yang perlu
dijawab, paling tidak ditanggapi. Kadang pertanyaan yang baik, pertanyaan yang tajam dan
jitu, lebih berguna daripada pertanyaan yang buruk atau tidak tepat. Yang menjadi petanyaan,
apakah postmodernisme akan atau bisa menjadi acuan suatu kehidupan dan dunia yang lebih
baik, mengingat bahwa postmodernisme menghindari menjadi suatu world-view yang kohern
? Apakah postmodernisme mampu menjadi sang bulan, ataukah ia memang tak punya ambisi
untuk itu ? Apakah tidak ada bahaya, postmodernisme dalam bentuknya yang ekstrim akan
merosot menjadi relativisme, anarki dan chaos ? Hal inilah yang sekedar menjadi ilustrasi
untuk memahami apakah itu posmodernisme.
Oleh karena banyaknya keterbatasan, maka dalam hal ini hanya dibicarakan beberapa
aliran dan tokoh yang banyak pengaruhnya pada abad ke-20 ini.
Tokoh utama fenomenologi, yaitu Edmund Husserl (Tahun 1859-1938) yang sekaligus juga
pendirinya, ia banyak mempengaruhi pemikiran filsafat abad ke-20 ini secara amat
spektakuler. Fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak
(Yunani: phainomenon). Dengan demikian fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari apa
yang menampakkan diri atau fenomenon (Bertens, 1987: 100). Fenomenon bagi Husserl
adalah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek
dengan realitas, sehingga realitas itu sendiri yang tampak bagi subjek. Husserl dengan
pandangannya tentang fenomenon ini, mengadakan semacam revolusi dalam filsafat Barat.
Karena sejak Descartes, bahwa kesadaran selalu dimengerti sebagai kesadaran tertutup atau
cogito tertutup, artinya bahwa kesadaran mengenal diri sendiri dan hanya melalui jalan jalan
itu mengenal realitas. Sebaliknya Husserl berpendapat bahwa kesadaran terarah pada realitas.
Jadi, ”kesadaran bersifat intensional” sebetulnya sama artinya dengan mengatakan realitas
menampakkan diri.
Eksistensialisme dan fenomenologi merupakan dua gerakan yang sangat erat dan
menunjukkan pemberontakan tambahan terhadap metode-metode dan pandangan pandangan
filsafat Barat. Istilah eksistensialisme tidak menunjukkan suatu sistem filsafat secara khusus.
Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara para pengikut aliran ini, namun
terdapat tema-tema yang sama sebagai ciri khas aliran ini yang tampak pada para
penganutnya. Titus dkk. (1984: 382) tentang aliran Eksistensialisme mengidentifikasi ciri-
cirinya adalah sebagai berikut:
1. Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan
masyarakat Modern, khususnya terhadap idealisme Hegel.
2. Eksistensialisme adalah suatu protes atas nama individualis terhadap konsep-konsep
filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkrit.
3. Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal
(tanpa kepribadian) dari zaman industri Modern dan teknologi, serta gerakan masa.
Oleh sebab itu masyarakat industri cenderung untuk seseorang kepada mesin.
4. Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan
fisis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan
dalam kolektif atau massa.
5. Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di
dunia.
6. Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi,
pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung.
Salah seorang tokoh eksistensialisme yang populer adaah Jean Paul Sartre (Tahun
1905-1980), ia membedakan rasio dialektis dengan rasio analitis. Rasio analitis dijalankan
dalam ilmu pengetahuan. Rasio dialektis harus digunakan, jika berpikir tentang manusia,
sejarah dan kehidupan sosial. Rasio terakhir ini bersifat dialektis, karena terdapat identitas
dialektis antara Ada dan pengetahuan. Rasio ini dialektis, karena objek yang diselidikinya
bersifat dialektis, dan juga karena ditentukan oleh tempatnya dalam sejarah (Bertens, 1987:
111).
Aliran filsafat eksistensialisme yang menjadi mode berfilsafat pada pertengahan abad
ke-20 mendapat reaksi dari aliran strukturalisme. Jika aliran eksistensialisme menekankan
pada peranan individu, maka aliran strukturalisme justru melihat manusia ”terkungkung”
dalam berbagai struktur dalam kehidupannya. Secara garis besar ada dua pengertian pokok
yang sangat erat kaitannya dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat.
Pertama, strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari
ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip lingustik yang dirintis oleh
Ferdinand de Saussure. Ilmu-ilmu kemanusiaan di sini dimaksudkan sebagai ilmu-ilmu yang
dalam terminologi Dilthey disebut ”Geisteswissenschaften” yang dibedakan dengan ilmu-
ilmu pengetahuan alam atau ”Naturwissenschaften”.
Kedua, struturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahamimasalah yang muncul
dalam sejarah filsafat. Metodologi struktural di sini dipakai untuk membahas tentang
manusia, sejarah, kebudayaan, serta hubungan antara kebudayaan dan alam, yaitu dengan
membuka secara sistematik struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusastraan dan dalam
pola-pola psikologik tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia (Kurzwell, 1980: vi-x).
Para strukturalis filosofis yang menerapkan prinsip-prinsip strukturalisme linguistik
dalam berfilsafat bereaksi terhadap aliran filsafat fenomenologi dan eksistensialisme yang
melihat manusia dari sudut pandangan yang subjektif. Para penganut aliran strukturalisme ini
memilki corak yang beragam, namun demikian mereka memiliki kesamaan, yaitu: penolakan
terhadap prioritas kesadaran. Bagi mereka manusia tidak lagi merupakan titik pusat yang
otonom, manusia tidak lagi menciptakan sistem, melinkan takluk pada sistem.
Tokoh berpengaruh dalam aliran filsafat strukturalisme, yaitu Michel Foucault
(Tahun 1926-1984). Kesudahan ”manusia” sudah dekat, itulah pendirian Foucault yang sudah
terkenal tentang ”kematian” manusia. Maksud Foucault bukannya bahwa nanti tidak ada
manusia lagi, melainkan bahwa akan hilang konsep “manusia” sebagai suatu kategori
istimewa dalam pikiran manusia (Bertens, 1987: 217). Manusia akan kehilangan tempatnya
yang sentral dalam bidang pengetahuan dan dalam kultur seluruhnya.
Di abad ke-20 ada aliran filsafat yang pengaruhnya dalam dunia praksis cukup besar,
yaitu aliran filsafat Pragmatisme. Pragmatisme merupakan gerakan filsafat Amerika yang
menjadi terkenal selama satu abad terakhir. Aliran filsafat ini merupakan suatu sikap, metode
dan filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran
untuk menetapkan nilai kebenaran (Titus, dkk, 1984: 340). Kelompok pragmatis bersikap
kritis terhadap sistem-sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk-bentuk aliran materialisme,
idealisme, dan realisme. Mereka mengatakan bahwa pada masa lalu filsafat telah keliru
karena mencari hal-hal mutlak, yang ultimate, esensi-esensi abadi, substansi, prinsip yang
tetap dan sistem kelompok empiris, dunia yang berubah serta problema-problemanya, dan
alam sebagai sesuatu dan manusia tidak dapat melangkah keluar daripadanya.
Salah satu tokoh Pragmatisme adalah William James (Tahun 1842-1910),
berpandangan bahwa pikirannya sendiri sebagai kelanjutan empirisme Inggris, namun
empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun kenyataan berdasar atas fakta lepas
sebagai hasil pengamatan. James membedakan dua macam bentuk pengetahuan, yaitu:
Pertama, pengetahuan yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan.
Kedua, merupakan pengetahuan tidak langsung yang diperoleh dengan melalui pengertian
(Delfgaauw, 1988: 62).
Kebenaran itu suatu proses, suatu idea dapat menjadi benar apabila didukung oleh peristiwa-
peristiwa sebagai akibat atau buah dari idea itu. Oleh karena kebenaran itu hanya satu yang
potensial, baru setelah verifikasi praktis (berdasarkan hasil/ buah pikiran), maka kebenaran
potensial menjadi real.
Postmodernisme sebagai trend dari suatu pemikiran yang sangat populer pada
penghujung abad ke-20 ini merambah ke berbagai bidang dan disiplin filsafat serta ilmu
pengetahuan. Istilah ”Postmodern” telah digunakan dalam demikian banyak bidang dengan
meriah dan hiruk-pikkuk. Kemeriahan ini menyebabkan setiap referensi kepadanya
mengandung resiko dicap sebagai ikut mengabadikan mode intelektual yang dangkal dan
kosong.
Pada awalnya Postmodernisme lahir sebagai reaksi terhadap kegagalan Modernisme.
Filsafat dalam Modernisme memang berpusat pada Epistemologi yang bersabda pada
gagasan tentang subjektivitas dan objektivitas murni yang satu sama lain terpisah dan tak
saling berkaitan. Tugas pokok filsafat adalah mencari fondasi segala pengetahuan
(Fondasionalisme), dan tugas pokok subjek adalah merepresentasikan kenyataan objektif
(Representasionalisme). Dengan demikian klaim-klaim dari kaum Posmodernis tentang
”berakhirnya Modernisme” biasanya dimaksudkan untuk menunjukkan berakhirnya
anggapan Modern tentang ”subjek” dan ”dunia objektif” tadi (Bambang Sugiharto, 1996: 33).
Wacana Postmodern menjadi populer setelah Francois Lyotard (Tahun 1924- )
menerbitkan bukunya ”The Postmodern Condition: A Report on Knowldge” (Tahun 1979).
Modernitas menurut Lyotard ditandai oleh kisah-kisah besar yang mempunyai fungsi
mengarahkan serta menjiwai masyarakat Modern, mirip dengan mitos-mitos yang mendasari
masyarakat primitive dulu. Seperti halnya dengan mitos dalam masyarakat primitive, kisah-
kisah besar pun melegitimasi institusi-institusi serta praktek-praktek social politik, system
hokum serta moral, dan seluruh cara berpikir. Namun berbeda dengan mitos-mitos, kisah-
kisah besar itu tidak mencari legitimasi dalam suatu peristiwa yang terjadi pada awal mula
(seperti penciptaan oleh dewa-dewa) melainkan dalam suatu masa depan, dalam suatu idea
yang harus diwujudkan (Bertens, 1987: 348). Salah satu contoh kisah besar yang berusaha
mewujudkan idea seperti itu adalah emansipasi progresif dan rasio serta kebebasan dalam
liberalisme politik.
Mengakhiri pembicaraan tentang pemikiran filsafat Barat terutama di akhir abad ke
20 dan menginjak abad 21 ini, penulis kutipkan tulisan Julia I Suryakusuma (th. 1993)
tentang: Modern dicangkok ke Postmodern sebagai berikut:
Modern Postmodern
1. Dalam politik Negara (nation-state) region/ badan supranational
Totalitarian demokratis
Konsensus konsensus yang dipertanyakan
Friksi kelas isyu agenda baru
2. Dalam Ekonomi Fordism Posca fordism (networking)
Kapitalisme monopoli kapitalisme sosialis yg diregulasi
Sentralisasi ekonomi dunia yg didesentralisasi
3. Dalam Masyarakat Pertumbuhan pesat kestabilan berkesinambungan
Industrial pasca industrial
Berstruktur kelas berkelompok kelompok kecil
4. Dalam Kebudayaan Kemurnian (purism) double-coding
Elitisme dialog elit/ masa
Objektivisme nilai-nilai dalam alam
5. Dalam Estetika Harmoni sederhana harmoni yg tidak harmonis
Top-down terintegrasi semiosis yg dikonflikkan
Ahistoris terkait waktu
6. Dalam Filsafat
Monisme pluralisme
Materialisme pandangan semiotik
Utopian interutopian
7. Dalam Media Dunia Cetak elektronik/ reproduktif
Berubah cepat instan/ mengubah dunia
8. Dalam Ilmu Pengetahuan Mekanistis mengorganisasi diri sendiri
Linier non linier
Deterministik kreatif/ terbuka
9. Dalam Agama Tuhan telah mati spiritualitas pusatnya pada kreasi
Kekecewaan kembali terpesona
10. Dalam Pandangan Hidup Mekanistis ekologis
Reduktif holoistik/ saling berkaitan
Terpisah berkaitan semi-otonom
Hirarkis heterarkis
Antroposentris orientasi kosmologis
Absurditas manusia optimisme tragis
PENUTUP
Berdasarkan paparan singkat perkembangan filsafat Barat sejak kelahirannya pada
zaman Yunani Kuno sampai dengan abad ke-20 atau abad Kontemporer yang biasa juga
disebut zaman Postmodern, maka secara singkat dapat ditegaskan bahwa pemikiran filsafat
Barat berkembang sebagai reaksi terhadap mitos-mitos dan sikap dogmatis. Reaksi terhadap
mitos dan sikap dogmatis ini melahirkan pemikiran rasional, artinya bahwa suatu pendapat
yang dimitoskan dan telah menjadi dogma yang beku dilawan, ditentang, dan dikoreksi
berdasarkan asumsi-asumsi ilmiah yang baru. Di sini ciri utama filsafat spekulatif menjadi
lebih dominan, artinya ada keberanian untuk menemukan hal-hal baru, walaupun manusia
pada zamannya mungkin belum dapat menerima idea-idea tersebut pada massa itu,
sebagaimana halnya Copernicus, Galileo Galilei yang pandangan Heliosentrismenya belum
dapat diterima oleh umat manusia pada zamannya, namun akhirnya pandangan mereka tetap
diakui kebenarannya pada era-era sesudahnya.
Demikian juga dengan kelahiran filsafat Modern yang dirintis sejak Renaissans dan
Aufklarung, merupakan reaksi terhadap pemikiran filsafat abad Pertengahan yang bersifat
dogmatis. Gereja sebagai institusi pada waktu menjadi satu-satunya otoritas yang mengakui
kebenaran dan keabsahan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Padahal perkembangan
ilmu pengetahuan di luar kontrol Gereja sudah berjalan sangat pesat, terutama bidang
Astronomi. Sehingga upaya mengontrol perkembangan ilmu pengetahuan kedalam sekat-
sekat agama mengalami kegagalan. Bahkan terjadi sekularisasi ilmu, yaitu pemisahan antara
aktivitas ilmiah dengan aktivitas keagamaan.
Pada abad ke-20 kelahiran Postmodernisme juga sebagai reaksi terhadap pemikiran
Modern yang juga telah berubah menjadi mitos baru. Filsafat Modern yang lahir sebagai
reaksi terhadap sikap dogmatis Abad Pertengahan, menurut kaum Postmodernis telah
terjebak dalam membangun mitos-mitos baru. Mitos-mitos baru itu ialah suatu keyakinan
bahwa dengan pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan, dan aplikasinya dalam teknologi, segala
persoalan kemanusiaan dapat diselesaikan. Padahal kenyataannya banyak agenda
kemanusiaan yang masih membutuhkan pemikiran-pemikiran baru. Di sinilah
Postmodernisme ”menggugat” Modernisme yang telah mandeg (berhenti) dan berubah
menjadi mitos baru.
Akhirnya dari uraian-uraian di atas yang berupa perkembangan pemikiran filsafat
Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Filsafat dapat dipandang sebagai sikap kritis yang mempersoalkan segala sesuatu
yang menurut kacamata awam tidak perlu dipersoalkan.
2. Filsafat memiliki daya dobrak/ gebrakkan yang tinggi terhadap kemapanan yang
diciptakan oleh manusia dalam peradaban dan kebudayaannya.
3. Filsafat bukan merupakan dogma, melainkan suatu aktivitas yang menuntut
kreativitas pikir secara berkesinambungan.
DaftarPustaka
Bertens, K, 1987, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Bebbington, David, 1979, Patterns in history, , England, Inter-Varsity Press
Caputo, John D. 1987, Radical Hermeneutics, Bloomington and Indianapolis, Indiana
University Press
Harun Hadiwijono, 1988, Sari Sejarah Fil safat Yunani,Yogyakarta, Penerbit Kanisius
Harry Hamersma, 1992, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta, PT. Gramedia
Robert N. Beck, 1967, Perspectives in Social Philosophy, New York, Holt, Rinehart and
Winston, Inc.
Sullivan, John Edward, 1970, Prophets of the West, New York, Holt, Rinehart and Winston,
Inc
Suparlan Suhartono, 2007, Dasar-dasar Filsafat, Ruzz Media.Yogyakarta, ArFil
http://bakti-nusantara.blogspot.com/2012/10/sejarah-filsafat-barat.html
Sejarah Filsafat Barat
A. MASA PURBA YUNANI (600 SM-400 M)
Dalam sejarah filsafat, khususnya filsafat barat, Yunani selalu
dikaitkan. Ini memang ada alasannya, karena dunia barat (Eropa Barat)
dalam pikirnnya berpangkal pada pikiran Yunani. Di daerah sekitar
Yunani, bermuncullah ahli-ahli pikir yang berusaha menerka teka-teki
alam yang sebelumnya dijawab dengan mitologi dan dongeng.
1. Filsuf-filsuf Pertama
Miletos adalah sebuah kota kecil di daerah Asia Kecil. Di kota ini
munculla tiga filsuf pertama. Orang yang mendapat kehormatan sebagai
filsuf pertama ialah THALES (624-548). Pendapatnya, dasar pertama atau
arche (Yun.: mula, asal) alam ialah air. Namun, Thales tidak pernah
membukukan pemikirannya.
Dua filsuf selanjutnya sempat menuliskan karangan-karangan, yang
kemudian hilang. ANAXIMANDER (610-540 SM) mengatakan bahwa dasar
pertama itu ialah zat yang tak tertentu sifat-sifatnya, yang tak terbatas.
Dia menyebutnya dengan to apeiron.
Filsuf Miletos ketiga ialah ANAXIMENES (585-525 SM). Menurut
pemikirannya, udara adalah arche dari alam. Sebab, udaralah yang
meliputi seluruh alam serta udara pula yang menjadi dasar hidup bagi
manusia yang amat diperlukan oleh nafasnya.
Lain lagi dengan PYTHAGORAS (±500 SM). Dia adalah orang
pertama yang menamai diri filsuf. Ajaran filosofisnya mengatakan antara
lain bahwa segala sesuatu terdiri dari ‘bilangan-bilangan’: struktur dasar
kenyataan itu ‘ritme’. Segala sesuatu adalah bilangan, sehingga orang
yang tahu dan mengerti betul akan bilangan, tahu akan segala sesuatu.
Sedangkan HERAKLEITOS berpendapat bahwa api merupakan azas
pertama. Api adalah lambang perubahan karena dapat merubah apa saja
menjadi abu. Maka, menurutnya segala sesuatu tidak ada yang
sempurna. Segalanya dalam proses ‘sedang menjadi’. Terkenallah
ucapannya panta rhei : segalanya mengalir.
Bertentangan dengan pendapat Herakleitos adalah PARMENIDES
(540-475 SM). Ia dilahirkan di Elea. Pada masa selanjutnya, orang-orang
yang sependapat dengannya disebut kaum Elea. Menurutnya, segala
sesuatau yang betul-betul ada merupakan kesatuan yang mutlak, yang
abadi, yang baka, yang tak terbagikan. Ia amat mengutamakan
pengetahuan budi sehingga ia mengabaikan pengetahuan indra sama
sekali. Pengetahuan indra dianggap keliru.
2. Jamaan keemasan filsafat Yunani – Puncak Zaman
Klasik
Masa ini disebut keemasan karena pada masa ini hiduplah filsuf-
filsuf besar yang memberi pengaruh besar pada ilmu pengetahuan
mutkhir. Filsuf-filsuf itu ialah SOCRATES (470-399 SM), PLATO (427-347
SM) dan ARISTOTELES (384-322 SM).
Socrates merupakan filsuf besar yang tidak pernah meninggalkan
gagasannya dalam bentuk tulisan. Pemikirannya banyak diketahui
melalui murid-murinya. Salah satu murid terdekat Socrates ialah Plato.
Ia mengajarkan bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk
tindakan kita. Menurut Plato, Socrates adalah orang jujur yang mengajar
bagaimana manusia dapat menjadi berbahagia berkat pengetahuan
tentang apa yang baik. Karena keberaniannya membela kebenaran, ia
dijatuhi hukuman mati dengan cara meminum cawan berisi racun.
Menurut Plato, dunia indra yang kelihatan merupakan bayangan
dari dunia yang sungguh-sungguh, yaitu dunia ide. Dunia ide adalah
dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada
perubahan, semua ide bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada
satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di dunia ide semuanya sangat
sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang
bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil
buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan
"kebenaran". Jiwa manusia berasal dari dunia ide yang terkurung dalam
tubuh.
Aristoteles, salah satu murid Plato, merupakan guru dari
Alexander Agung. Dia memelopori penyelidikan ihwal logika,
memperkaya hampir tiap cabang falsafah dan memberi sumbangsih tak
terperikan besarnya terhadap ilmu pengetahuan. Dia filosof orisinal, dia
penyumbang utama dalam tiap bidang penting falsafah spekulatif, dia
menulis tentang etika dan metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, politik,
retorika, keindahan, pendidikan, puisi, adat-istiadat orang terbelakang
dan konstitusi Athena.
3. Masa Hellenisme dan Romawi
a. Helenisme
Iskandar Agung mendirikan kerajaan raksasa, dari India Barat
sampai Yunani dan Mesir. Kebudayaan Yunani yang membanjiri kerajaan
ini disebut Hellenisme (dari kata "Hellas", "Yunani"). Helenisme yang
masih berlangsung juga selama kerajaan Romawi, mempunyai pusat
intelektualnya di tiga kota besar: Athena, Alexandria (di Mesir) dan
Antiochia (di Syria). Tiga aliran filsafat yang menonjol dalam jaman
Helenisme, yaitu Stoisisme, Epikurisme dan Neo-platonisme.
Stoisisme (diajar oleh a.l. Zeno dari Kition, 333-262 S.M.)
terutama terkenal karena etikanya. Etika Stoisisme mengajarkan bahwa
manusia menjadi berbahagia kalau ia bertindak sesuai dengan akal
budinya. Kebahagiaan itu sama dengan keutamaan. Kalau manusia
bertindak secara rasional, kalau ia tidak dikuasai lagi oleh perasaan-
perasaannya, maka ia bebas berkat ketenangan batin yang oleh
Stoisisme disebut "apatheia".
Epikurisme (dari Epikuros, 341-270 S.M) juga terkenal karena
etikanya. Epikurisme mengajar bahwa manusia harus mencari
kesenangan sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selalu
sekadarnya. Karena "kita harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan
tidak boleh memiliki kita". Manusia harus bijaksana. Dengan cara ini ia
akan memperoleh kebebasan batin.
Neo-platonisme. Seorang filsuf Mesir, Plotinos (205-270 M.),
mengajarkan suatu filsafat yang sebagian besar berdasarkan Plato dan
yang kelihatan sebagai suatu agama. Neo-platonisme ini mengatakan
bahwa seluruh kenyataan merupakan suatu proses "emanasi"
("pendleweran") yang berasal dari Yang Esa dan yang kembali ke Yang
Esa, berkat "eros": kerinduan untuk kembali ke asal ilahi dari segala
sesuatu.
B. PATRISTIK DAN ABAD PERTENGAHAN (400-1500)
1. Masa Patristik
Patristik (dari kata Latin "Patres", "Bapa-bapa") dibagi atas
Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik
Barat). Tokoh-tokoh dari Patristik Yunani antara lain Clemens dari
Aleksandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianze
(330-390), Basillus (330-379), Gregorius dari Nizza (335-394) dan
Dionysios Areopagita (± 500). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin terutama
Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan
Augustinus (354-430).
Ajaran falsafi-teologis dari Bapa-bapa Gereja menunjukkan
pengaruh Plotinos. Mereka berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman
sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Mereka
berhasil membela ajaran Kristiani terhadap tuduhan dari pemikir-pemikir
kafir. Tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja merupakan suatu sumber yang
kaya dan luas ynng sekarang masih tetap memberi inspirasi baru.
2. Zaman Skolastik
Sekitar tahun 1000 peranan Plotinos diambil alih oleh Aristoteles.
Aristoteles menjadi terkenal kembali melalui beberapa filsuf Islam dan
Yahudi, terutama melalui Avicena (Ibn sina, 980-1037), Averroes (Ibn
Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles
lama-kelamaan begitu besar sehingga ia disebut "Sang Filsuf",
sedangkan Averroes disebut "Sang komentator". Pertemuan pemikiran
Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan banyak filsuf penting.
Mereka sebagian besar berasal dari kedua ordo baru yang lahir dalam
Abad Pertengahan, yaitu para Dominikan dan Fransiskan.
Filsafat mereka disebut Skolastik (dari kata Latin, "scholasticus",
"guru"). Karena, dalam periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-
sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang
tetap dan yang bersifat internasional. Tokoh-tokoh dari Skolastik itu
lebih-lebih Albertus Magnus O.P. (1220-1280), Thomas Aquinas O.P.
(1225-1274), Bonaventura O.F.M. (1217-1274) dan Yohanes Duns
Scotus O.F.M. (1266-1308). Tema-tema pokok dari ajaran mereka itu:
hubungan iman-akal budi, adanya dan hakikat Tuhan, antropologi, etika
dan politik. Ajaran skolastik dengan sangat bagus diungkapkan dalam
pusisi Dante Alighieri (1265-1321).
2.1 Periode skolastik timur
Abad ke-5 s/d abad ke-9 Eropa penuh kericuhan oleh perpindahan
suku-suku bangsa dari utara. Pemikiran filsafati praktis tidak ada.
Sebaliknya di Timur Tengah. Sejak hadirnya agama Islam dan
munculnya peradaban baru yang bercorak Islam, ada perhatian besar
kepada karya-karya filsuf Yunani. Itu bukan tanpa alasan. Pada awal abad
8 krisis kepemimpinan melanda Timur Tengah; amanat Nabi seperti
terancam untuk menjadi pudar dan dalam situasi tak menentu itu
dikalangan pada mukmin muncullah deretan panjang ahli pikir yang
ingin berbuat sesuatu, berpangkal pada penggunaan akal dan azas-azas
rasional, dan menyelamatkan Islam.
(1) Mashab Mu'tazila (725 - 850 - 1025 M) meminjam konsep-
konsep pemikiran Yunani dan melihat akal sebagai pendukung iman.
Pengakuan akal sebagai sumber pengetahuan (selain sumber wahyu)
mendorong penelitian tentang manusia (kodrat, martabat dan tabiatnya).
Mengikuti etika Aristoteles, karena akal membuat manusia mampu
membedakan baik dan buruk, maka berbuat baik adalah wajib. Pemimpin
harus mewajibkan umatnya berbuat baik, masing-masing warga
menjauhkan diri dari perbuatan tercela. Daripadanya dijabarkan
hubungan antar-manusia dan antar-bangsa, dan hak azasi (kemauan
bebas) manusia. Pandangan ini cocok dengan Al Qur'an (Surah 3 ayat
110): "amr bil-a'ruf wa'l nahy an'al-munkar".
Mashab Mu'tazila ada pada pendapat bahwa Al Qur'an tercipta,
artinya "dirumuskan oleh manusia, dengan latar belakang tempat dan
zaman yang khusus". Maka para Mu'tazila membaca Al Qur'an dengan
kacamata rasionalis.
(2) Mashab falsafah pertama (830 - 1037 M), berhaluan
neoplatonis dan aristoteles. Kata "falsafah" dipakai untuk mengartikan
filsafat hellenis dalam kosakata bahasa Arab, ahli fikirnya disebut
"faylasuf" ("falasifa - jamak). Empat tokol besar : al-Kindi (800-870 M),
al-Razi (865 - 925 M), al-Farabi (872 - 950 M) dan Ibn-Sina (980 - 1037
M). Menggumuli masalah klasik "perbedaan antara dhat dan wujud"
("distinctio realis inter essentiam et existentiam"). Mereka ada pada
pendapat, bahwa akal adalah pendamping iman. Al-Razi menolak ijazu'l
Qur'an. Tulis al-Razi: "Tuhan memberi kepada manusia akal sebagai
anugerah terbesar. Dengan akal kita mengetahui segala apa yang
bermanfaat bagi kita dan yang dapat memperbaiki hidup kita. Berkat
akal itu kita mengetahui hal yang tersembunyi dan apa yang akan terjadi.
Dengan akal kita mengenal Tuhan, ilmu tertinggi bagi manusia. Akal itu
menghakimi segala-galanya, dan tidak boleh dihakimi oleh sesuatu yang
lain. Kelakuan kita harus ditentukan oleh akal semata-mata".
(3) Mashab pemikiran ketiga disebut pula Kalam Ashari, berpusat
di Bagdad, dan bercorak atomisme (yang dicetuskan pertama kali oleh
Democritus, 370 sM), dan bergumul dengan soal sebab-musabab,
kebebasan manusia, dan keesaan Tuhan. Para tokohnya: al-Ash'ari (873-
935 M), al-Baqillani (?-1035), dan al-Ghazali (1065-1111 M).
Pandangan yang bercorak atomistis berpangkal pada pendapat
bahwa peristiwa alam dan perbuatan manusia tidak lain daripada
kesempatan atau tanda penciptaan langsung dari Tuhan. Daya alami
serta hubungan wajib sebab-akibat dalam penciptaan itu tidak ada.
Segala sesuatu terjadi oleh campur tangan al-Khaliq, "tiada yang
tersembunyi daripadaNya seberat dharahpun" (Al-Qur'an Surat 34 ayat
3). Tiap kejadian terdiri atas deretan terputus-putus atom-atom, tanpa
ada hubungan kausal. "Kami menyangkal bahwa makan dan minum
menyebabkan kenyang". Yang ada hanya monokausalitas mutlak illahi.
Apabila tampak sesuatu akibat dari suatu tindakan, maka itu hanya
semu, karena Allah menghendaki hal itu. Tuhan mahakuasa dan
mendalangi setiap kegiatan insani. Manusia tidak memiliki kehendak
bebas, yang bebas itu hanya semua saja. Manusia hanya boneka atau
wayang dalam pergelaran semalam suntuk. "Bila manusia bertindak baik,
itulah ditentukan Allah sesuai rahmatNya; bila dia berbuat jahat itu
dikehendaki Allah sesuai keadilanNya".
Dalam "Al-Tahafut al-filasifah" al-Ghazali membuat sistematisasi
atas filsafat dalam 20 dalil dan membuat kajian dan bantahan yang keras
atas tiap-tiap dalil itu. Empat dari 20 dalil diberi nilai kufurat. Ilmu
sebagai pengetahuan sesuatu melalui sebab-sebabnya dimungkiri;
seluruh pengetahuan ilmiah adalah sia-sia. Secara singkat "al-aql laysa
lahu fi'l-shar' majal" -- untuk akal tiada tempat dalam agama.
(4) Jauh dari pusat khilafat Abbasiyah di Timur Tengah, di kawasan
yang dikenal sebagi Maghrib al-Aqsa (Barat jauh: Afrika barat laut,
jazirah Andalusia, yaitu Spanyol sekarang) berkembanglah pusat Islam
dalam kesenian, ilmu pengetahuan dan filsafat. Ibn Bajjah (1100-1138
M), Ibn Tufail (? - 1185), dan Ibn Rushd ("Averroes") (1126-1198 M)
merupakan 3 filsuf utama dalam periode Filsafat Kedua (1100 - 1195 M)
ini.
Ciri para filsuf ini pada umumnya menolak haluan anti-rasional Al
Ghazali. Ibn Bajjah menegaskan adalah tugas seorang filsuf untuk
meningkatkan martabat hidupnya dengan merenungkan kenyataan
rohani sampai akhir hayat. Akal adalah hal yang paling berharga yang
dikaruniakan Tuhan kepada abdiNya yang setia.
Ibn Tufayl terkenal oleh buku roman filsafi yang berjudul Risalat
HAYY IBN YAQZAN fi asrar al -himah al-mashiriyyah. Ibn Rushd dikenal
oleh 3 kelompok karyanya: tafsir atas Aristoteles, karangan polemis
(tentang karya-karya filsafat di kawasan timur) dan karangan apologetis
(yang membela Islam dari ancaman dari dalam). Tahafut al-tahafut
merupakan serangan frontal atas al-Tahafut al-filasifah al-Ghazali.
Menolak pandangan al-Ghazali, ditegaskannya bahwa ilmu secara
esensial adalah pengetahuan sesuatu berdasarkan sebabnya. Kita
menanggapi hubungan sebab-akibat dengan pancaindera, dan
memahaminya sebagai nyata dengan akal. Dengan akibat atau setiap
perubahan diciptakan secara langsung oleh iradat ilahi tanpa
pengantaraan sebab tercipta (wasa'ith), seluruh dunia dimerosotkan
menjadi kaos dan irasional, tanpa tata-tertib, tanpa nizam atau inayah.
Itu bertentangan dengan akal sehat dan menentang wahyu Qur'an, yang
melukiskan dunia sebagai karya teratur Allah yang maha bijaksana.
Karya apologetisnya (2 buku yang ditulis pada tahun 1179 M) juga
membela hak hidup filsafat dalam Islam, baik sebagai ilmu otonom,
maupun sebagai ilmu bantu dalam teologi. Rushd melihat filsafat
sebagai "sahabat al-shari'at w'ahat al-ruzdat", teman teologi ibarat
saudari sesusuan. Filsafat diwajibkan oleh al-Qur'an, agar manusia dapat
memuji karya Tuhan di dunia ini (antara lain Surah 3 ayat 188, Surah 6
ayat 78, Surah 7 ayat 184, Surah 59 ayat 2, dan Surah 88 ayat 17) . Bila
studi hukum (fiqh) tidak disertai studi filsafat, fiqh membuat budi sempit
dan memalsukan agama.
Pengaruh Ibn Rushd sang filsuf dari Cordova itu terhadap alam
pikiran Islam selanjutnya mungkin tidak seberapa, dia bahkan dikatakan
hanya mewariskan "sekeranjang buku seberat sosok mayatnya". Tetapi
naskahnya populer di Eropa, khususnya di lingkungan kampus
Universitas Paris, dan menyebar dari sana. Dengan karyanya,
Aristoteles yang dijuluki "Sang Filsuf" diperkenalkan mutiara
pemikirannya oleh Ibn Rushd yang oleh karena itu mendapat julukan
"Sang Komentator". Sebagai akibatnya, obor perenungan filsafati
Yunani, seperti diarak melalui Timur Tengah ke Barat Jauh oleh para
filsuf muslim (yang sering hidup menderita), dan dengan itu diestafetkan
kepada para filsuf Eropa (Barat) dan ke seluruh dunia. Itulah sumbangan
berharga para filsuf muslim dalam khazanah perenungan tak kunjung
henti manusia dalam menemukan jati diri dan realitas di sekelilingnya.
2.1 Periode skolastik Barat
Awal abad 13 ditandai dengan 3 hal penting: (1) berdirinya
universitas-universitas, (2) munculnya ordo-ordo kebiaraan baru
(Fransiskan dan Dominikan), dan (3) diketemukannya filsafat Yunani,
melalui komentar Ibn Rushd, yang dipelajari dan dikritik dan diteliti
dengan cermat oleh Thomas Aquinas (1225 - 1274 M). Tema filsafat
periode ini adalah hubungan akal budi dan iman, adanya dan hakekat
Tuhan, antropologi, etika dan politik.
Otonomi filsafat yang bertumpu pada akal, yang merupakan salah
satu kodrat manusia, dipertahankan. Menurut Thomas Aquinas, akal
memampukan manusia mengenali kebenaran dalam kawasannya yang
alamiah. Sebaliknya teologi memerlukan wahyu adikodrati. Berkat
wahyu adikodrati itu teologi dapat mencapai kebenaran yang bersifat
misteri dalam arti ketat (misalnya misteri tentang trinitas, inkarnasi,
sakramen). Karena itu teologi memerlukan iman, karena hanya dapat
dijelaskan dan diterima dalam iman. Dengan iman yang merupakan
sikap penerimaan total manusia atas wibawa Allah, manusia mampu
mencapai pengetahuan yang mengatasi akal. Meski misteri ini
mengatasi akal, ia tidak bertentangan dengan akal. Meski akal tidak
dapat menemukan (menguak) misteri, akal dapat meratakan jalan
menuju misteri ("prae-ambulum fidei").
Dengan ini Thomas Aquinas menegaskan adanya dua pengetahuan
yang tidak perlu bertentangan, atau dipertentangkan, tetapi berdiri
sendiri berdampingan: pengetahuan alamiah (yang berpangkal pada akal
budi) dan pengetahuan iman (yang bersumber pada kitab suci dan tradisi
keagamaan). Adalah Wihelm Dilthey (1839-1911) yang akhirnya
membedakan dengan tegas "Geisteswissenschaften" = "human sciences"
dari "Naturwisensshaften" = "natural sciences", sementara Max Weber
membedakan "erklaeren" sebagai ciri-ciri ilmu alam dari "verstehen"
yang merupakan ciri khas ilmu-ilmu kemanusiaan.
C. ZAMAN MODERN (1500 - 1800)
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak
berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa,
tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang
berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa
sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio
(akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber
pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul
aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda
itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650
M). Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan
perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua
pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis.
Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini,
maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh
pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya
ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu "saya ragu-ragu". Ini
bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa "aku ragu-ragu". Jika aku
menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan
adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya
aku. Itulah "cogito ergo sum", aku berpikir (= menyadari) maka aku ada.
Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. -- Mengapa kebenaran
itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan "jelas, dan terpilah-pilah" --
"clearly and distinctly", "clara et distincta". Artinya, yang jelas dan
terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu menjadi
norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah
ada sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas
perluasan (res extensa, "extention") atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai
Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua
realitas itu). Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil
ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil. Materi
adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak
memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya
Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga. Descartes
adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas
pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang
binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan
sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat.
Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia
adalah mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki
kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah komputer yang
tampak seperti memiliki kecerdasan buatan).
Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang
percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-
1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.
Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia),
maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena
itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas
dan sempurna.
Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume
tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja
tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul
gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan
adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih,
licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan,
bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki
ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume.
Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang
lainnya? Bagi Hume, "aku" tidak lain hanyalah "a bundle or collection of
perceptions (= kesadaran tertentu)".
Kausalitas. Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal
batu yang disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak
berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita urutan
gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat.
Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan
tidak boleh dimengerti lebih dari "probable" (berpeluang). Maka Hume
menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain
tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita.
Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita bicara tentang "hukum alam"
atau "sebab-akibat", sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh
kebiasaan atau perasaan kita saja.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa
seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume
ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat
diambil melalui persepsi indera kita.
Dengan kritisisme Imanuel Kant (1724-1804) mencoba
mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan
ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh,
dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia
berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang
menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-
kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia
tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui
secara pasti seperti apa dunia "itu sendiri" ("das Ding an sich"), namun
hanya dunia itu seperti tampak "bagiku", atau "bagi semua orang".
Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-
kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum
kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara
pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan.
Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai
proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak
terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat,
membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat
masa kini.
Catatan. Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan
kosmos (seperti pada zaman kuno), atau Tuhan (pada abad
pertengahan). Dalam zaman modern ada periode yang disebut
Renaissance ("kelahiran kembali"). Kebudayaan klasik warisan Yunani-
Romawi dicermati dan dihidupkan kembali; seni dan filsafat mencari
inspirasi dari sana. Filsuf penting adalah N Macchiavelli (1469-1527),
Thoman Hobbes (1588-1679), Thomas More (1478-1535) dan Francis
Bacon (1561-1626).
Periode kedua adalah zaman Barok, yang menekankan akal budi.
Sistem filsafatnya juga menggunakan menggunakan matematika. Para
filsuf periode ini adalah Rene Descrates, Barukh de Spinoza (1632-1677)
dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1710). Periode ketiga ditandai
dengan fajar budi ("enlightenment" atau "Aufklarung"). Para filsuf
katagori ini adalah John Locke (1632-1704), G Berkeley (1684-1753),
David Hume (1711-1776). Dalam katagori ini juga dimasukkan Jean-
Jacques Rousseau (1712-1778) dan Immanuel Kant.
D. MASA KINI (1800-SEKARANG).
Filsafat masa kini merupakan aneka bentuk reaksi langsung atau
taklangsung atas pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831).
Hegel ingin menerangkan alam semesta dan gerak-geriknya berdasarkan
suatu prinsip. Menurut Hegel semua yang ada dan semua kejadian
merupakan pelaksanaan-yang-sedang-berjalan dari Yang Mutlak dan
bersifat rohani. Namun celakanya, Yang Mutlak itu tidak mutlak jika
masih harus dilaksanakan, sebab jika betul-betul mutlak, tentunya maha
sempurna, dan jika maha sempurna tidak menjadi. Oleh sebab itu
pemikiran Hegel langsung ditentang oleh aliran pemikiran materialisme
yang mengajarkan bahwa yang sedang-menjadi itu, yang sering sedang-
menjadi-lebih-sempurna bukanlah ide ("Yang Mutlak"), namun adalah
materi belaka. Maksudnya, yang sesungguhnya ada adalah materi (alam
benda); materi adalah titik pangkal segala sesuatu dan segala sesuatu
yang mengatasi alam benda harus dikesampingkan. Maka seluruh
realitas hanya dapat dibuat jelas dalam alur pemikiran ini. Itulah faham
yang dicetuskan oleh Ludwig Andreas Feuerbach (1804-1872).
Sayangnya, materi itu sendiri tidak bisa menjadi mutlak, karena pastilah
ada yang-ada-di-luar-materi yang "mengendalikan" proses dalam materi
itu untuk materi bisa menjadi-lebih-sempurna-dari-sebelumnya.
Kesalahan Hegel adalah tidak menerima bahwa Yang Mutlak itu
berdiri sendiri dan ada-diatas-segalanya, dalam arti tidak dalam satu
realitas dengan segala yang sedang-menjadi tersebut. Dengan
mengatakan Yang Mutak itu menjadi, Hegel pada dasarnya meniadakan
kemutlakan. Dalam cara sama, dengan mengatakan bahwa yang mutlak
itu materi, maka materialisme pun jatuh dalam kubangan yang sama.
Dari sini dapat difahami munculnya sejumlah aliran-aliran penting
dewasa ini:
Positivisme menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu
dan suku bangsa melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif
ilmiah. Manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis"
dibutuhkan figur dewa-dewa untuk "menerangkan" kenyataan.
Meningkat remaja dan mulai dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak dan
metafisis. Pada tahap dewasa dan matang digunakan metode-metode
positif dan ilmiah. Aliran positivisme dianut oleh August Comte (1798-
1857), John Stuart Mill (1806-1873) dan H Spencer (1820-1903), dan
dikembangkan menjadi neo-positivisme oleh kelompok filsuf lingkaran
Wina.
Marxisme (diberi nama mengikuti tokoh utama Karl Marx, 1818-
1883) mengajarkan bahwa kenyataan hanya terdiri atas materi belaka,
yang berkembang dalam proses dialektis (dalam ritme tesis-antitesis-
sintesis). Marx adalah pengikut setia Feuerbach (sekurangnya pada
tahap awal). Feuerbach berpendapat Tuhan hanyalah proyeksi mausia
tentang dirinya sendiri dan agama hanyalah sarana manusia
memproyeksikan cita-cita (belum terwujud!) manusia tentang dirinya
sendiri. Menurut Feuerbach, yang ada bukan Tuhan yang mahaadil,
namun yang ada hanyalah manusia yang ingin menjadi adil. Dari sini
dapat difahami mengapa Marx berkata, bahwa "agama adalah candu bagi
rakyat", karena agama hanya membawa manusia masuk dalam "surga
fantasi", suatu pelarian dari kenyataan hidup yang umumnya pahit.
Selanjutnya Marx menegaskan bahwa filsafat hanya memberi interpretasi
atas perkembangan masyarakat dan sejarah. Yang justru dibutuhkan
adalah aksi untuk mengarahkan perubahan dan untuk itu harus
dikembangkan hukum-hukum obyektif mengenai perkembangan
masyarakat.[1]
Ditangan Friedrich Engels (1820-1895), dan lebih-lebih oleh Lenin,
Stalin dan Mao Tse Tung, aliran filsafat Marxisme ini menjadi gerakan
komunisme, yaitu suatu ideologi politik praktis Partai Komunis di negara
mana saja untuk merubah dunia. Sangat nyata bahwa dimana saja Partai
Komunis itu menjalankan praktek-praktek yang nyatanya mengingkari
hak-hak azasi manusia, dan karena itu tidak berperikemanusiaan (dan
tak ber keTuhanan pula!).
Eksistensialime merupakan himpunan aneka pemikiran yang
memiliki inti sama, yaitu keyakinan, bahwa filsafat harus berpangkal
pada adanya (eksistensi) manusia konkrit, dan bukan pada hakekat
(esensi) manusia-pada-umumnya. Manusia-pada-umumnya tidak ada,
yang ada hanya manusia ini, manusia itu. Esensi manusia ditentukan oleh
eksistensinya. Tokoh aliran ini J P Sartre (1905-1980), Kierkegaard
(1813-1855), Friederich Nietzche (1844-1900), Karl Jaspers (1883-
1969), Martin Heidegger (1889-1976), Gabriel Marcel (1889-1973).
Fenomenologi merupakan aliran (tokoh penting: Edmund Husserl,
1859-1938) yang ingin mendekati realitas tidak melalui argumen-
argumen, konsep-konsep, atau teori umum. "Zuruck zu den sachen
selbst" -- kembali kepada benda-benda itu sendiri, merupakan inti dari
pendekatan yang dipakai untuk mendeskripsikan realitas menurut apa
adanya. Setiap obyek memiliki hakekat, dan hakekat itu berbicara
kepada kita jika kita membuka diri kepada gejala-gejala yang kita
terima. Kalau kita "mengambil jarak" dari obyek itu, melepaskan obyek
itu dari pengaruh pandangan-pandangan lain, dan gejala-gejala itu kita
cermati, maka obyek itu "berbicara" sendiri mengenai hakekatnya, dan
kita memahaminya berkat intuisi dalam diri kita.
Fenomenologi banyak diterapkan dalam epistemologi, psikologi,
antropologi, dan studi-studi keagamaan (misalnya kajian atas kitab suci).
Pragmatisme tidak menanyakan "apakah itu?", melainkan "apakah
gunanya itu?" atau "untuk apakah itu?". Yang dipersoalkan bukan "benar
atau salah", karena ide menjadi benar oleh tindakan tertentu. Tokoh
aliran ini: John Dewey (1859-1914).
Neo-kantisme dan neo-thomisme merupakan aliran-aliran yang
merupakan kelahiran kembali dari aliran yang lama, oleh dialog dengan
aliran lain.
Disamping itu masih ada aliran filsafat analitik yang menyibukkan
diri dengan analisis bahasa dan analisis atas konsep-konsep. Dalam
berfilsafat, jangan katakan jika hal itu tidak dapat dikatakan. "Batas-
batas bahasaku adalah batas-batas duniaku". Soal-soal falsafi
seyogyanya dipecahkan melalui analisis atas bahasa, untuk
mendapatkan atau tidak mendapatkan makna dibalik bahasa yang
digunakan. Hanya dalam ilmu pengetahuan alam pernyataan memiliki
makna, karena pernyataan itu bersifat faktual. Tokoh pencetus: Ludwig
Wittgenstein (1889-1952).
Akhirnya sejak 1960 berkembang strukturalisme yang menyelidiki
pola-pola dasar yang tetap yang terdapat dalam bahasa-bahasa, agama-
agama, sistem-sistem dan karya-karya kesusasteraan.
[1] [Catatan. Soekarno mengklim telah mencetuskan marhaenisme sebagai marxisme diterapkan dalam situasi dan kondisi Indonesia. Kualifikasi "penerapan dalam situasi dan kondisi Indonesia" (apapun itu) pastilah tidak membuat faham marhaenisme sebagai suatu aliran filsafat dan pastilah tidak harus sama dengan faham marxisme sebagai diterapkan di dalam lingkungan masyarakat lain.]
http://elmuschanrifqi.blogspot.com/2012/03/sejarah-filsafat-barat.html
Sejarah Filsafat Barat
PERIODISASI FILSAFAT BARAT
Oleh : Moh. Rifqi Mushan
Secara garis besarnya, sejarah filsafat Barat terbagi dalam empat periode, yaitu Periode Yunani Kuno, Periode Abad Pertengahan, Periode Zaman Modern dan Periode Zaman Neomodernism atau biasa dikenal dengan filsafat postmodernisme. Keempat periode tersebut akan diurai dalam beberapa bagian.
1. Periode Filsafat Yunani Kuno ( Abad 6 SM – Abad 4 M)Untuk lebih mempermudah pembahasannya, maka saya akan menguraikan periode ini
ke dalam 3 (tiga) bagian:
A. Periode Pra Socrates (Abad 6 SM – 4 SM)Pada periode ini, filsafat diawali oleh Thales yang untungnya mampu dilacak masa
hidupnya berdasarkan fakta bahwa ia pernah meramalkan terjadinya gerhana matahari, yang menurut para astronom terjadi pada tahun 585 SM. Dengan demikian filsafat lahir di awal abad ke-6 SM. Pada zaman ini filsafat memiliki corak khas, yaitu kosmosentris (segala sesuatu berpusat pada asal usul jagad raya).
Beberapa filsuf besar yang lahir pada masa ini antara lain:
- Thales. Ia berpendapat bahwa “Air adalah substansi dasar yang membentuk segala hal lainnya”.
- Anaximander.Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu substansi asali, namun substansi itu bukan air atau substansi lain manapun yang kita ketahui. Substasi itu tak terbatas, abadi dan tak mengenal usia, dan ia melingkupi seluruh dunia-dunia”.
- Anaximenes. Menurutnya, substansi yang paling dasar adalah udara. Jiwa adalah udara; api adalah udara yang encer; jika dipadatkan, pertama-tama udara akan menjadi air, dan jika dipadatkan lagi, menjadi tanah, dan akhirnya menjadi batu.
- Pythagoras. Corak pemikirannya “Adiduniawi”, yaitu menempatkan semua nilai ke dalam persatuan gaib dengan Tuhan dan mengutuk dunia yang kasat mata ini sebagai kepalsuan dan hayalan. Ia berpendapat bahwa “jiwa tak dapat mati, dan jiwa itu berubah menjadi jenis-jenis makhluk hidup lain; kemudin, bahwa apapun yang bereksistensi dilahirkan kembali menurut perputaran siklus tertentu, sehingga tidak ada sesuatu pun yang benar-benar baru; dan bahwa segala sesuatu yang dilahirkan dengan disertai kehidupan di dalamnya harus dianggap berasal dari satu sumber”.
- Xenophon. Ia meyakini bahwa segala sesuatu tercipta dari tanah dan air. - Heraklitus. Ia api sebagai substansi dasar dari segala sesuatu, seperti pijar yang muncul dari
api, terlahir berkat kematian sesuatu yang lain. Ia juga berpendapat bahwa “yang fana itu baka, dan yang baka itu fana, yang satu hidup berkat kematian yang lain”.
- Parmenides. Ia menganggap bahwa indera bersifat menipu, dan bahwa pelbagai benda inderawi hanyalah ilusi. Satu-satunya pengada yang sejati adalah “Yang Tunggal” yang tak terbatas dan tak terbagi-bagi. Yang Tunggal itu bukanlah kesatuan dari unsure-unsur yang
berlawanan sebagaimana pandangan Heraklitus, karena memang tak ada unsure-unsur yang berlawanan itu.
- Empedokles. Dialah yang menyatakan bahwa tanah, udara, api dan air adalah empat unsur (kendati istilah “unsur” belum dia gunakan). Masing-asing unsure itu abadi, tetapi unsure-unsur itu bisa saling berbaur dengan takaran yang berbeda-beda dan dengan demikian menghasilkan pelbagai ragam zat yang terus berubah sebagaimana kita temukan di dunia ini. Unsur-unsur itu dipadukan oleh Cinta dan Perselisihan.
- Anaxagoras. Dialah orang pertama yang mengenalkan filsafat pada warga Athena, yang di kemudian hari melahirkan Sokrates dan Plato. Dalam bidang kosmologi ia berpendapat bahwa segala sesuatu bisa dibagi-bagi secara tak terbatas, dan bahwa materi yang paling kecil pun tetap mengandung semua unsure yang ada. Pelbagai benda tampil sebagaimana adanya sesuai dengan unsure apa yang paling banyak dikandungnya.
- Leukippus dan Demokritus. Mereka dikenal dengan pelopor atomisme. Ini dikarenakan pendapatnya yang menyatakan bahwa segala sesuatu tersusun dari atom-atom yang yang tak dapat dibagi-bagi secara fisik, namun bukan secara geometris; bahwa di antara atom-atom itu terdapat ruang kosong; bahwa atom-atom tak bisa dimusnahkan; bahwa atom-atom itu senantiasa telah, dan senantiasa akan bergerak; bahwa jumlah atom-atom tak terbatas, dan demikian pula jenisnya, yang berbeda-beda bentuk dan ukurannya.
- Protagoras. Ia merupakan pemimin kaum sofis, yaitu mereka yang mata pencahariannya mengajari anak-anak muda dengan sejumlah hal yang diharapkan akan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
B. Periode Socrates (Abad 4 SM )Pada masa ini, filsafat yang pada mulanya lahir dan berkembang di miletus, berhijrah
ke Athena. Proses perpindahannya diawali oleh kemungkinan diundangnya Anaxagoras oleh Pericles, ke Athena. Ia kemudian menetap dan melewatkan sebagian hidupnya selama kurang-lebih tiga puluh tahun di Athena, kira-kira dari tahun 462 hingga 432 SM. Masuknya Anaxagoras ke Athena ternyata mempunyai pengaruh besar terhadap kelanjutan dunia filsafat. Karena dari Athena inilah kemudian lahir tiga filsuf besar yang namanya sampai sekarang lebih dikenal daripada filsuf sebelumnya dan atau bahkan filsuf sesudahnya. Tiga filsuf besar tersebut adalah:
- Socrates. Socrates sama sekali tidak menuliskan seuatu. Banyak pengetahuan kita tentang filsuf itu terutama merujuk pada seorang tokoh historis semu yang muncul dalam dialog-dialog Plato. Ia beserta muridnya (Plato), melakukan “kesalahan” dengan memperlakukan filsafat sebagai upaya pencarian rasional (penalaran). Diperkenalkannya analisis beserta argument-argumen yang meyakinkan sehingga membuat tradisi filsafat pada saat itu menjadi berantakan. Oleh karena itu, Ia beserta mudirnya dituding telah “mengacaukan” filsafat.Pandangan Socrates lebih bercorak etis daripada ilmiah. Ini dapat kita simak dari perkataannya “Aku tak punya urusan dengan pemikiran-pemikiran tentang alam”. Oleh karena itu, pandangan Socrates yang ditulis oleh Plato berisi tentang upaya menetapkan definisi-definisi peristilahan etis. Charmides berisi upaya mendefinisikan kesederhanaan atau sikap tahu batas; Lysis membahas persahabatan; dan Laches mengulas keberanian.
- Plato. Ciri utama tentang flsafat Plato adalah Teori Idea (bentuk) yang terus dikembangkannya selama hidupnya. Ia mempercayai bahwa segala sesuatu yang kita indera di seputar kita hanyalah kenampakan semata. Realitas yang sebenarnya adalah idea-idea atau bentuk-bentuk yang merupakan asal dari segala kenampakan itu. Gagasan tentang dunia idea membawa kita pada etika Plato. Dengan bantuan panca indera, kita hanya merasakan kebaikan semu dari dunia sekitar kita. Hanya dengan bantuan penalaran, barulah kita benar-benar menyadari idea universal kebaikan yang lebih luas.
Melihat kerangka itu, Plato tampak lebih mementingkan moralitas pencerahan spiritual ketimbang aturan-aturan perilaku yang bersifat khusus.
- Aristoteles. Dialah filsuf pertama yang menulis seperti seorang profeso. Risalah-risalahnya sistematis, telaahnya dipilah-pilah menjadi sejumlah bagian. Argumennya yang paling kokoh untuk menyanggah teori idea-nya Plato adalah tentang “orang ketiga”; jika seorang manusia adalah manusia karena ia menyerupai manusia ideal, maka masih hrus ada manusia ideal lainnya lagi yang terhadapnya manusia biasa dan manusia ideal tadi mempersamakan diri. Ada istilah lain yang penting dalam filsafat Aristoteles dan dalam pemikiran parapengikut skolastiknya, yakni “esensi”. “Esensi” anda adalah “siapakah anda berdasarkan diri Anda yang paling hakiki”. Orang mungkin mengatakan bahwa ini adalah sifat-sifat yang, jika dihapuskan, Anda akan berubah menjadi bukan Anda lagi.
C. Periode Pasca Socrates ( Abad 3 SM – Abad 4 M)
Sesudah Abad ke-3 SM, tidak muncul pemikiran yang benar-benar baru dalam filsafat Yunani hingga saatnya tampil kaum Neoplatonis di abad ke-3 M. namun sementara itu dunia Romawi sedang dipersiapkan bagi kejayaan Kristianitas. Pada masa ini, terdapat empat madzhab filsafat yang didirikan; Mazhab Sinis dan Mazhab Skeptis, Mazhab Stoa, Mazhab Epikurean.
- Mazhab Sinis. Mazhab ini berawal dari sebutan bagi Diogenes, seorang pemuda dari Sinope, di Euxine yang merupakan murid dari Antisthenes ia disebut “sinis” (Cynic) yang berarti “anjing”, karena ia menolak semua konvensi – baik itu agama, adat istiadat, sandang, pangan, papan, atau sopan santun. Akan tetapi ia memiliki semangat yang menyala-nyala untuk mencapai “keutamaan”, yang dalam perbandingannya dengan keutamaan itu sebaliknya ia menyatakan bahwa barang-barang duniawi tak ada nilainya.ia berusaha mencapai keutamaan dan kebebasan moral dengan jalan melepaskan diri dari hasrat.
- Mazhab Skeptis. Skeptisisme sebagai ajaran dari pelbagai mazhab dikemukakan pertama kali oleh Pyrrho. Tak ada banyak hal yang baru dalam doktrinnya, kecuali dilakukannya sistematisasi dan formalisasi tertentu atas pelbagai keragu-raguan sebelumnya. Skeptisisme sebagai aliran filsafat bukanlah sekeder keragu-raguan, melainkan sesuatu yang biasa disebut keraguan dogmatis. Ia memaksudkan dirinya sendiri sebagai penawar kecemasan. “Buat apa memusingkan diri tentang masa depan?. Masa depan sama sekali tak pasti. Engkau toh bisa menikmati masa kini; “Apa yang bakal terjadi masih belum pasti”.
- Mazhab Epikuren. Mazhab ini didirikan oleh Epikurus. Filsafat Epikuren dibangun untuk menjaga ketentraman batin. Ia berpendapat bahwa kenikmatan adalah awal dan akhir hidup yang penuh berkah. Ia pun beranggapan bahwa “Kenikmatan social paling aman adalah persahabatan”. Ini diperjales dengan pernyataannya bahwa “persahabatan tak dapat dipisahkan dari kenikmatan, dan oleh sebab itu harus dikembangkan, karena tanpa hal tersebut kita tak dapat hidup dalam keamanan dan terjauhkan dari kecemasan, tak pula bisa merasakan kenikmatan”.
- Mazhab Stoisme. Pendirinya adalah Zeno pada awal abad ke-3 SM. Doktrin utama yang dipegang teguh selamanya oleh mazhab ini berkaitan dengn determinisme kosmis dan kebebasan manusia. Zeno percaya bahwa tak ada sesuatu yang disebut kebetulan, dan bahwa jalannya alam sudah ditetapkan secara ketat oleh hukum-hukum alam. Pada mulanya yang ada hanyalah api; kemudian unsure-unsur lain – udara, air, tanah, secara berurutan – berangsur-angsur muncul.
Penerus-penerus Zeno selanjutnya adalah Cleanthes,Chrysippus (280-207 SM), Panaetius, Posidenius (ca 135 – ca 51 SM), Seneca (ca 3 SM – 65 M), Epictetus (± 60 M - ± 100 M), dan Marcus Aurelius (121-180 M). Petatah kemudian mulai menunjukkan
kebuktiannya bahwa kehidupan ini bagaikan roda yang berputar. Pun dengan masa kejayaan filsafat. Ia perlahan-lahan mengalami masa kemerosotan, sehingga berujung pada masa kejatuhan yang ditandai dengan berakhirnya masa hidup dan pengaruh dari pemikiran Plotinus.
2. Periode Abad Pertengahan (Abad ke- 6 – 15 M)Periode ini dikatakan sebagai “Abad Kegelapan” bagi filsafat. Namun ini hanya
berlaku khusus bagi Eropa Barat. Karena pada masa ini, Cina di bawah naungan Dinasti Tang sedang mengalami masa keemasannya dalam banyak bidang, terutama pada bidang sastra. Pun dengan Jepang dan Kekhalifahan.
Pada periode ini, sejarah filsafat ditandai dengan munculnya filsafat skolastik (abad ke-6) sampai dengan kebesaran nama Thomas Aquinas (1225 – 1274 M) yang terkenal dengan aliran Thomisme. Pada masa ini, filsafat mengalami masa kegelapan dikarenakan ia dianggap sebagai pelayan teologi, yaitu sebagai sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia. Thomas Aquinas berpendapat bahwa “kebenaran teologis yang diterima oleh kepercayaan melalui wahyu tidak dapat ditentang oleh suatu kebenaran filsafat yang dicapai dengan akal manusia, karena kedua kebenaran tersebut mempunyai sumber yang sama pada Tuhan. Filsafat bebas menyelidiki dengan metod-metode yang rasional, asalkan kesimpulannya tidak bertentangan dengan kebenaran-kebenaran yang tetap dari teologi”.
Corak pemikiran pada masa ini adalah teosentris (segala sesuatu berpusat pada asal usul Tuhan). Pada periode ini terdiri dari para filsuf Kristen, filsuf Islam dan filsuf Yahudi. Salah satu filsuf pada periode Filsafat Abad Pertengahan yang terkenal yaitu Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna) dengan pokok ajarannya yaitu tentang dunia yang didasarkan pada emanasi dari neo-Platonisme yaitu Tuhan adalah realitas sentral yang melahirkan segala yang lain.
3. Periode ModernPada periode ini, saya mengklasifikasikannya menjadi 2 bagian, yaitu masa transisi
dan masa modern itu sendiri.
a. Transisi (Abad ke- 15 – 16 M)Sebelum memasuki zaman modern, filsafat mengalami masa transisi, di mana masa
ini dikenal dengan masa Renaisans (kelahiran kembali) dan Aufklarung (masa Pencerahan). Meskipun renaisans bukanlah sebuah periode prestasi besar dalam filsafat, tetapi ia telah melakukan sesuatu yang pasti sebagai permulaan penting bagi kebesaran abad ke-17. Periode ini ditandai dengan runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains.
Renaisans merupakan sebuah gerakan perlawanan atas cara pandang Abad Pertengahan. Ia bermula dari Italia dan hanya dilakukan oleh segelintir orang, di antaranya yang terkenal adalah Petrarch. Renaisans merupakan istilah yang berasal dari bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Michelet, kemudian dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan.
Menurut Mahmud Hamdi Zaqzuq, ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi kelahiran Renaisans, yaitu:
- Implikasi yang sangat signifikan yang ditimbulkan oleh gerakan keilmuan dan filsafat. Gerakan tersebut lahir sebagai hasil dari penerjemahan ilmu-ilmu Islam ke dalam bahasa latin selama
dua abad, yaitu abad ke-13 dan 14. Hal itu dilakukan setelah Barat sadar bahwa Arab memiliki kunci-kunci khazanah turas klasik Yunani.
- Pasca penaklukan Konstantinopel oleh Turki Usmani, terjadi migrasi para pendeta dan sarjana ke Italia dan negara-negara Eropa lainnya. Para sarjana tersebut bahu-membahu menghidupkan turas klasik Yunani di Florensia, dengan membawa teks-teks dan manuskrip-manuskrip yang belum dikenal sebelumnya.
- Pendirian berbagai lembaga ilmiah yang mengajarkan beragam ilmu, seperti berdirinya Akademi Florensia dan College de France di Paris.
Beberapa filsuf besar yang lahir di masa ini antara lain: Nicolaus Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1642), dan Francis Bacon (1561-1626).
b. Periode Modern (Abad ke-17 – 18 M)Zaman modern ditandai dengan munculnya rasionalisme Rene Descartes (1596-
1650), Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes merupakan orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Descartes juga memberikan uraian tentang bagaimana memperoleh hasil yang sahih dari metode yang ia canangkan. Hal ini dapat kita dijumpai dalam bagian kedua dari karyanya Anaximenes Discourse on Methode yang menjelaskan perlunya memperhatikan empat hal berikut ini:
1. Tidak menerima sesuatu apa pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
2. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan penelaahan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita menjadi yakin bahwa tidak ada satu pun yang terabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu.
Corak khas pemikiran pada masa ini adalah antroposentris (segala sesuatu dipusatkan pada manusia). Pada periode ini terdiri dari aliran Rasionalisme dan Empirisme. Salah satu filsuf pada periode Filsafat Modern yang terkenal yaitu Rene Descrates dengan metodenya dinamakan keraguan metodologis yaitu keraguan bertujuan memperoleh kebenaran yang tercermin pada kata-kata “cogito ergo sum” yaitu saya berfikir maka saya ada. (BK)
4. Periode Masa Kini (Abad ke- 19 M - Sekarang)Pada masa ini, filsafat mulai mengalami perkembangan yang amat pesat. Ini ditandai
dengan lahirnya beragam aliran yang berpengaruh besar dalam filsafat. Antara lain:
Positivisme, Marxisme, Eksistensialisme, Pragmatisme, Neo-Kantianisme, Neo-Tomisme, dan Fenomenologi.
Beragam aliran pemikiran di atas kemudian terkumpul dalam sebuah aliran filsafat besar, Posmodernisme. Meskipun sedemikian beragamnya, namun kiranya kita masih dapat mengidentifikasikannya dalam dua kelompok.
a. Kelompok “Dekonstruktif”. Kelompok ini bekerja dengan cara membongkar segala bentuk pemikiran yang
dianggap oleh banyak orang, telah mapan. Dalam kelompok ini, dapat kita masukkan pemikiran-pemikiran Derrida, Lyotard, Foucault, dan mungkin Rorty. Kelompok inilah yang ditidung sebagai sekedar mode intelektual yang dangkal dan kosong atau sekedar refleksi yang bersifat reaksioner belaka atas perubahan-perubhan social yang kini sedang berlangsung.
b. Kelompok “Konstruktif”Dalam kelompok ini, kita dapat memasukkan pemikiran Haidegger, Gadamer,
Ricoeur, Mary Hesse, dari tradisi Hermeneutika; lalu David R. Griffin, Frederic Ferre, D. Bohm, dari tradisi Studi Proses Whiteheadian; juga F. Capra, J. Lovelock, Gary Zukav, I. Prigogine, dari tradisi fisika yang berwawasan holistic.
Kelompok ini diketakan "Kelompok Konstruktif” atau “Revisioner”, karena mereka bukan hanya membongkar beberapa aspek dari gambaran-dunia modern, tetapi juga mencoba membangun kembali reruntuhan itu, serta mengolahnya secara baru dalam upaya mengkonstruksikan sebuah gambaran-dunia yang baru pula.
Akan tetapi kelompok ini nyaris tak pernah dibicarakan sama sekali karena kecenderungan umum yang yang mengidentikkan postmodernisme itu hanya dengan kelompok post-strukturalis yang umumnya kaum neo-Nietzschean saja. Akibatnya postmodernisme jadi identik dengan kaum Dekonstruksionis belaka, yang kerjanya hanya membongkar-bongkar segala tatanan dan lantas menihilkan segala hal.
Akhirnya, di dunia ini tak ada yang tak selesai. Pun dengan tulisan ini. Kiranya tak disudahi oleh penulisnya, maka tak akan pernah selesai.
Selamat membaca….Selamat melanjutkan….
Indramayu, Selasa, 1 Nopember 2011
Moh. Rifqi Mushan
Referensi :
1. Russel, Bertran; Sejarah Filsafat Barat (dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet. Ke-II, 2004.
2. Sugiharto, I. Bambang; Postmodernisme, Tantangan Bagi Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, cet. Ke-VIII, 1996.
3. Suhartono, Suparlan; Dasar-Dasar Filsafat, Yogyakarta, Ar-Ruzz, cet. Ke-II, 2005.4. Syekhuddin, Filsafat Modern dan Pembentukannya (Makalah), 2009
5. Strathern, Paul; 90 Menit Bersama Plato, terj. Frans Kowa, Jakarta, Erlangga, 2001.
http://abduhlubis.blogspot.com/2013/01/filsafat-barat-dan-timurmodern-dan_22.html
FILSAFAT BARAT DAN TIMUR,MODERN DAN KONTEMPORER
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara substansial maupun
secara historis karna kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya
paerkembangan ilmu memperkuat keberadapan filsafat, kelahiran filsafat di yunani
menunjukkan pola pemikiran bangsa yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap dan
pada gilirannya rasiolah yang lebih domain, dengan filsafat pola yang berfikir yang selalu
tergantung rasio.
Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka berkembang pula tentang pemikiran
dan pembahasan di dalam filsafat. Filsafat dibagi menjadi empat periode. Namun pada
pertemuan ini kami membahas hanya dua periode yakni, periode modern dan periode
kontemporer yakni Filsafat klasik, filsafat abad pertengahan, filsafat modern dan filsafat
kontemporer. Untuk pembahasan lebih lanjut, kami akan membahas dalam pembahasan
selanjutnya.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat di Barat pada periode modern dan kontemporer
?
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat di Islam Timur pada periode modern dan
kontemporer ?
3. Apa perbedaan yang mencolok tentang sejarah perkembangan filsafat yang ada di Barat dan
di Islam timur ?
C. Pendekatan
Dalam penulisan makalah kami sengaja memakai pendekatan kepustakaan, yaitu
dengan cara mengambil informasi tentang filsafat dan ilmu diberbagai buku untuk
mendukung kualitas makalah yang kami tulis
D. Metodologi
1. Metode pengumpulan data
2. Metode pebahasan
E. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan makalah kami ini kami bagi menjadi dua bab. Bab pertama adalah
pendahuluan yang berisi latar belakang adalah merupakan alasan mengapa kami mengangkat
judul ini, perumusan makalah adalah sebagai pembatas atau lebih jelasnya untuk
mengkhususkan pembahasan makalah ini, pendekatan yaitu metode kami dalam menemukan
informasi atau bahan untuk makalah ini, dan sistematika pembahsan ini, metodologi yaitu
cara bagaimana kami menulis makalah ini, dan sistematika pembahasan adalah urutan-urutan
dalam makalah ini.
Bab kedua berisikan pembahasan mengenai tentang sejarah filsafat (Barat,
Islam/Timur) pada Periode Modern dan Kontemporer, bab selanjutnya yaitu bab ketiga
adalah penutup yang berisikan kesimpulan dari pembahsan dan saran-saran dari penulis.
BAB II
Sejarah Perkembangan Filsafat di Barat pada Periode Modern dan
Kontemporer
A. Periode Modern
Filsafat Islam/Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia,
khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya.
Sebuah ciri khas Filsafat Islam/Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama.
Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad
Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama.
Nama-nama beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu
Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Dalam bidang filsafat, zaman renaisans tidak menghasilkan karya penting bila
dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Filsafat berkembang bukan pada zaman itu,
melainkan kelak pada zaman sesudahnya yaitu zaman modern. Meskipun terdapat berbagai
perubahan mendasar, namun abad-abad renaisans tidaklah secara langsung menjadi lahan
subur bagi pertumbuhan filsafat. Baru pada abad ke-17 dengan dorongan daya hidup yang
kuat sejak era renaisans, filsafat mendapatkan pengungkapannya yang lebih jelas. Jadi, zaman
modern filsafat didahului oleh zaman renaisans. Ciri-ciri filsafat renaisans dapat ditemukan
pada filsafat modern. Ciri tersebut antara lain, menghidupkan kembali rasionalisme Yunani,
individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain. [1]
Pada abad ke-17 pemikiran renaisans mencapai kesempurnaannya pada diri beberapa
tokoh besar. Pada abad ini tercapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada kesatuan yang
memberi semangat yang diperlukan pada abad-abad berikutnya. Pada masa ini, yang
dipandang sebagai sumber pengetahuan hanyalah apa yang secara alamiah dapat dipakai
manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Sebagai akibat dari kecenderungan
berbeda dalam memberi penekanan kepada salah satu dari keduanya, maka pada abad ini
lahir dua aliran yang saling bertentangan, yaitu rasionalisme yang memberi penekanan pada
rasio dan empirisme yang memberi penekanan pada empiri.
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah
dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17
adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya.
Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal,
bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan,
semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi kepada
perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang
bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad pertengahan, terhadap norma-norma yang
bersifat tradisi dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan
dan serta semua anggapan yang tidak rasional.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru yang
lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan terhadap
akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk
menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak
berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama
aliran rasionalisme.[2]
Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes
(1595-1650). Tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried
Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut
Bertrand Russel, kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes karena dialah orang
pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri
sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad
pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa
dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang
lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat
lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan
agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari
dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat
yang berbasis pada akal.
B. Periode Kontemporer
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-
universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi
falsafi orang Yunani kuno. Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel
Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan
Jean-Paul Sartre.
Filsafat Barat kontemporer ini muncul pada abad XX sebagai kritik dari filsafat
modern, hal ini dapat terungkap dalam istilah dekonstruksi, yang didekonstruksi oleh filsafat
kontemporer ini adalah rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi
kebudayaan dunia barat. Tokoh-tokoh besar banyak bermunculan pada abad XX ini seperti
Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya
Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Nietzsche adalah tokoh pertama
yang sudah menyatakan ketidak puasannya terhadap dominasi atau pendewaan rasio pada
tahun 1880an.[3]
Jadi menurut tokoh pertama filsafat dekontruksi adalah Nietzsche. Dengan alasan
pada tahun 1880an Nietzsche menyatakan bahwa budaya Barat telah berada di ambang
kehancuran karena terlalu mendewakan rasio, kemudian baru tahun 1990 Capra juga
mengatakan demikian.[4]
Rasionalisme Filsafat modern perlu di dekonstruksi menurut Ahmad Tafsir karena ia
Filsafat yang keliru dan juga keliru cara penggunaannya, akibatnya budaya Barat menjadi
hancur. Renaisans yang secara berlebihan mendewakan rasio manusia. Mencerminkan
kelemahan manusia modern. Akibatnya timbullah kecenderungan untuk menyisihkan seluruh
nilai dan norma yang berdasarkan agama dalam memandang kenyataan hidup, sehingga
manusia modern yang mewarisi sikap positivistic cenderung menolak keterkaitan antara
substansi jasmani dan rohani manusia, mereka juga menolak adanya hari akhirat, akibatnya
manusia terasing tanpa batas, kehilangan orientasi dan sebagai konsekuensinya lahirlah
trauma kejiwaan dan ketidak stabilan hidup.
Perlu diingat Filsafat Barat Kontemporer sangat Heterogen, karena profesionalisme
yang semakin besar akibatnya muncul banyak filsuf yang ahli di bidang Matematika, Fisika,
Psikologi, Sosiologi ataupun Ekonomi. Sehingga banyak pemikiran lama dihidupkan kembali
seperti neothomisme, neokantianisme.
Filsafat berasal dari Griek berasal dari kata Pilos (cinta), Sophos (kebijaksanaan),
tahu dengan mendalam, hikmah. Filsafat menurut term : ingin tahu dengan mendalam (cinta
pada kebijaksanaan) Menurut Ciceros (106-43 SM), penulis Romawi orang yang pertama
memakai kata-kata filsafat adalah Phytagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap
cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya ”Ahli pengetahuan”, Phytagoras
mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia.
Tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun
menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan
adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup
keseluruhannya. Oleh karena itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan
pencinta pengetahuan.
Menurut Prof, I.R. PUDJAWIJATNA menerangkan juga ”Filo” artinya cinta dalam
arti seluas-luasnya yaitu ingin dan karena ingin itu selalu berusaha mencapai yang
diinginkannya. ”Sofia” artinya kebijaksanaan artinya pandai, mengerti dengan mendalam.
Orang yang berfilsafat dinamakan filosof dapat diumpamakan sebagai seseorang
yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang, ia ingin mengetahui hakikat
dirinya dalam kemestaan alam, karakteristiknya berfikir filsafat yang pertama adalah
menyeluruh, yang kedua mendasar. [5]Filsafat pada abad Yunani Klasik atau biasa disebut
filsafat kuno senantiasa membahas tentang kosmologi yaitu terbentuknya alam semesta dari
mana mereka berasal. selanjutnya filsafat abad pertengahan atau biasa disebut dengan
skolastik sangat berbeda dengan pemikiran sebelumnya hal ini disebabkan karena rumpun
bangsa yang berfilsafat sangat berbeda, dalam filsafat abad pertengahan ini manusia mencoba
mempersatukan secara harmonis apa yang diketahui dari akal dengan apa yang diketahuinya
dari wahyu dengan demikianlah timbul sistem pandangan dunia kristen yang rangkap, dimana
iman dan ilmu pengetahuan mendapatkan tempatnya masing-masing, semakin lama doktrin
kristen makin membelenggu kehidupan manusia di jaman itu sehingga semakin membatas.
Selanjutnya dalam perjalanan sejarah filsafat barat menunjukkan bahwa makin lama
filsafat itu makin terpecah-pecah menjadi filsafat jerman, filsafat Prancis, filsafat Inggris,
Filsafat Amerika dan filsafat Rusia. mereka mengikuti jalannya sendiri-sendiri masing-
masing membentuk kepribadian dengan caranya sendiri sekalipun demikian mereka tetap
menampakkan suatu kesatuan. Sebab bermacam-macam pemikiran yang dikemukakan pada
bangsa itu sebenarnya hanya mewujudkan aspek yang bermacam-macam dari satu keadaban.
[6]
Filsafat Kontemporer muncul diawali sikap ingin mendobrak teori Filsafat Modern
yang menggunakan keuniversalitasan kebenaran tunggal dan bebas nilai. Oleh sebab itu salah
satu ciri yang terdapat dalam Filsafat Kontempoter ini mengagungkan nilai-nilai relatifitas
dan mini narasi, dan lebih cenderung beragam dalam pemikiran.
Ciri filsafat Kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern
yang semakin melenceng, pemikiran Kontemporer ini berusaha mengkritik Logosentrisme
filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen utama, perkembangan
Filsafat kontemporer berada dalam dua jalur yakni filsafat Holistic dan filsafat dekonstruksi.
1. Aliran-Aliran dalam Filsafat Barat Kontemporer
a. Pragmatisme
Di Amerika Serikat aliran Pragmatisme mendapat tempatnya yang tersendiri didalam
pemikiran filsafat, William James adalah orang yang memperkenalkan gagasan-gagasan
pragmatisme kepada dunia. Aliran Pragmatisme mengajarkan bahwa yang benar ialah apa
yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis.[7] Aliran ini menganggap benar apa yang akibat-akibatnya
bermanfaat secara praktis. Jadi patokan dari pragmatisme adalah bagaimana dapat bermanfaat
dalam kehidupan praktis. Dan pegangan pragmatisme adalah logika pengamatan. Kebenaran
mistis pun dapat diterima asalkan bisa bermanfaat secara praktis.
b. Vitalisme
Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknik di awal abad XX
mengakibatkan perkembangan industrialisasi yang cepat pula, sehingga menjadikan segala
pemikiran diarahkan pada hal-hal yang bersifat bendawi saja, baik jagad raya, maupun
manusia dipandang sebagai mesin yang terdiri dari banyak bagian yang masing-masing
menempati tempatnya sendiri-sendiri. Serta bekerja menurut hukum yang telah ditentukan
bagi masing-masing bagian itu.[8]
Aliran Vitalisme memandang bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya
atau prinsip vital dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul dari reaksi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi serta industrialisasi. Dimana segala sesuatu dapat dianalisa
secara matematis.
c. Fenomenologi
Kata Fenomenologi berasal dari Yunani fenomenon yang artinya sesuatu yang
tampak, terlihat karena bercahaya, dalam bahasa Indonesia disebut”gejala”.[12] Jadi
fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan segala sesuatu selama hal itu tampak.
Pelopor aliran ini adalah Edmund Husserl.
d. Eksistensialisme
Kata Eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi yang diturunkan dari kata
kerja sisto (berdiri, menempatkan) jadi eksistensialisme dapat diartikan manusia berdiri
sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada. Ia dapat
meragukan segala sesuatu hal yang pasti yaitu bahwa dirinya ada. Eksistensialisme adalah
aliran Filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, Eksistensi
sendiri merupakan cara berada manusia di dunia, dan cara ini berbeda dengan cara berada
makhluk-makhluk lainnya. Benda mati atau hewan tidak sadar akan keberadaannya tetapi
manusia menyadari keberadaannya, manusia sadar bahwa dirinya sedang bereksistensi oleh
sebab itu segala sesuatu berarti selama menyangkut dengan manusia, dengan kata lain
manusia memberikan arti pada segalanya, manusia menentukan perbuatannya sendiri, ia
memahami diri sebagai pribadi yang bereksistensi.
Dalam teori ini berpandangan bahwa manusia adalah eksistensinya mendahului
esensinya (hakikat), dan sebaliknya benda-benda lain esensinya mendahului eksistensinya,
sehingga manusia dapat menentukan diri sendiri menurut proyeksinya sendiri, hidupnya tidak
ditentukan lebih dulu, sebaliknya benda-benda lain bertindak menurut esensi atau kodrat yang
memang tak dapat dielakkan.
e. Filsafat Analitis
Aliran Filsafat Analitis ini pertama muncul di Inggris dan Amerika serikat sejak tahun
1950, Filsafat analitis sering juga disebut filsafat bahasa, filsafat ini merupakan reaksi dari
idealisme, khususnya neohegelianisme di inggris. Para penganutnya menyibukkan diri
dengan analisis bahasa dan konsep-konsep.
f. Strukturalisme
Strukturalisme muncul di Prancis pada tahun 1960an, dan dikenal juga dalam
linguistic, psiatri dan sosiologi, strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat
dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap, maka kaum strukturalis
menyibukkan diri dengan menyelidiki struktur-struktur tersebut.
g. Postmodernisme
Aliran Post Modernisme ini muncul sebagai reaksi terhadap modernisme dengan
segala dampaknya, pengertian postmodern bukan sesuatu yang baru dalam filsafat Lyotard
menjadi orang pertama yang menngintroduksikan istilah ini ke dalam filsafat.
BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT ISLAM /TIMUR PADA PERIODE
MODERN DAN KONTEMPORER
A. Periode Modern
Sejarah Perkembangan Filsafat di Islam/Timur pada Periode Modern Filsafat modern
Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern. Pada masa ini rasionalisme
semakin kuat. Tidak gampang untuk menentukan mulai dari kapan Abad Pertengahan
berhenti. Namun, dapat dikatakan bahwa Abad Pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16
atau pada akhir masa Renaissance. Masa setelah Abad Pertengahan adalah masa Modern.
Sekalipun, memang tidak jelas kapan berakhirnya Abad Pertengahan itu. Akan tetapi, ada
hal-hal yang jelas menandai masa Modern ini, yaitu berkembang pesat berbagai kehidupan
manusia Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. Usaha
untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi.Kebudayaan ini pulalah
yang diresapi oleh suasana kristiani. Di bidang Filsafat, terdapat aliran yang terus
mempertahankan masa Klasik. Aliran-aliran dari Plato dan mazhab Stoa menjadi aliran-aliran
yang terus dipertahankan. Pada masa Renaissance ini tidak menghasilkan karya-karya yang
penting.
a. Dari sudut pandang sejarah Filsafat Barat melihat bahwa masa modern merupakan periode
dimana berbagai aliran pemikiran baru mulai bermunculan dan beradu dalam kancah
pemikiran filosofis Barat.Filsafat Barat menjadi panggung perdebatan antar filsuf terkemuka.
Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang khas. Argumentasi mereka pun
tidak jarang yang bersifat kasar dan sini, kadang tajam dan pragmatis, ada juga yang
sentimental. Sejarah filsafat pada masa modern ini dibagi ke dalam tiga zaman atau periode,
yaitu: zaman Renaissans (Renaissance), zaman Pencerahan Budi (Aufklarung), dan zaman
Romantik, khususnya periode Idealisme Jerman.
b. Ada beberapa tokoh yang menjadi perintis yang membuka jalan baru menuju perkembangan
ilmiah yang modern. Mereka adalah Leonardo da Vinci (1452-1519), Nicolaus Copernicus
(1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564 Materialisme
merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau
nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.
c. Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama dimana-
mana.Hal ini disebabkan bahwa faham Materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui
adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat.Pada masa ini,
kritikpun muncul di kalangan ulama-ulama barat yang menentang Materialisme.
d. Dualisme
Dualisme adalah ajaran atau aliran/faham yang memandang alam ini terdiri atas dua macam
hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua macam hakekat itu masing-masing
bebas berdiri sendiri, sama azazi dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan
kehidupan dalam alam Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakekat ini
adalah terdapat dalam diri manusia
e. Rasionalisme
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide
yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
f. Fenomenalisme
Secara harfiah Fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa
Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme
suka melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data,
mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme
bergerak di bidang yang pasti. Hal yangmenampakkan dirinya dilukiskan tanpa
meninggalkan bidang evidensi yang langsung. Fenomenalisme adalah suatu metode
pemikiran, "a way of looking atthings".
g. Intusionalisme
Intusionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi
(naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu
kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi Intuisi adalah non-analitik dan
tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan
perasaan.1643.[1] Sedangkan Francis Bacon (1561-1623) merupakan filsuf yang meletakkan
dasar filosofisnya untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dia merupakan
bangsawan Inggris yang terkenal dengan karyanya yang bermaksud untuk menggantikan teori
Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan teori baru.
B. Periode Kontemporer
Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut
kehidupan pada masa saat ini. Misalnya orang dihadapkan pada tahun 2009, ya inilah zaman
kontemporer kita. Tetapi istilah filsafat kontemporer baru saja populer semenjak abad ke-20,
ini merupakan tanggapan atas kebingungan penyebutan filsafat masa kini.
Filsafat kontemporer ini sering dikaitkan dengan posmodernisme, Dikarenakan
posmodernisme yang berarti “setelah modern” merupakan akibat logis dari zaman
kontemporer.Posmodernisme menyaratkan kebebasan, dan tidak selalu harus simetris.
Contohnya seni bangunan posmodern tidak terlalu mementingkan aspek keseimbangan dalam
bentuk bangunan, melainkan sesuka hati yang membangun atau yang sesuai request. Kembali
lagi kepada pemikiran kontemporer yang beranjak dari seni bangunan tadi, sama halnya
dengan itu, pemikiran filsafat kontemporer ini bebas. Kebebasan dalam memakai teori,
menanggapi, dan mengkritik selama kebebasan tersebut merupakan suatu hal original.
Bebas, berbicara tentang filsafat kematian, filsafat waktu, filsafat orang gila, filsafat
komputer, dan lain-lain. Semuanya terbuka lebar untuk dipikirkan dan
diperbincangkan.Tidak ada batasan pasti dalam filsafat kontemporer, selama semua masih
dinamis dan tidak kaku seperti zaman pra-modern, bisa disebut sebagai kontemporer.
Masalah aktual dan faktual diperbincangkan dan ditanggapi, lalu diberi solusi.Dengan
filsafat akan bisa ditemukan solusi terbaik terhadap masalah tersebut karena filsafat juga
menguji solusi yang akan diambil dan yang dianggap baik. Hal ini dilakukan karena pada saat
tertentu solusi bisa menjadi sangat baik, dan pada saat tertentu pula suatu solusi bisa
dianggap kuno dan terbilang idiot.
Berbicara tentang saat demi saat, inilah letak kontemporernya. Penyesuaian terhadap
sesuatu yang kita ketahui sebagai zaman. Berpikir sesuai zaman tanpa kehilangan identitas
dan originalitas pemikiran personal. Memiliki kepribadian dan cara berpikir yang unik
merupakan hal yang dibanggakan dalam filsafat kontemporer. Oleh karenanya filsafat
kontemporer merupakan ekstensifikasi dari pemikiran manusia dari hal-hal yang umum
menjadi yang sangat khusus dan terkait dengan hal khusus lainnya.
BAB IV
Perbedaan yang Mencolok tentang Sejarah Perkembangan Filsafat yang Ada di Barat
dan di Islam Timur
Perbedaan antara filsafat Barat dengan Islam/Timur tampak amat berbeda sebab
berkembang di dalam budaya yang amat berbeda, dan sepanjang sejarah tidak terlalu banyak
pertemuan di antara keduanya, kecuali di dalam filsafat Islam.[9] Berikut ini perbedaan
filsafat Barat dan Islam/Timur dilihat dari beberapa segi yaitu[10].
1. Pengetahuan
Filsafat Barat sejak masa Yunani telah menekankan akal budi dan pemikiran yang rasional
sebagai pusat kodrat manusia. Filsafat Islam/ Timur lebih menekankan hati daripada akal
budi, sebab hati dipahami sebagai instrumen yang mempersatukan akal budi dan intuisi, serta
intelegensi dan perasaan. Tujuan utama berfilsafat adalah menjadi bijaksana dan menghayati
kehidupan, dan untuk itu pengetahuan harus disertai dengan moralitas.
2. Sikap terhadap alam
Filsafat Barat menjadikan manusia sebagai subyek dan alam sebagai obyek sehingga
menghasilkan eksploitasi berlebihan atas alam. Sementara itu, filsafat Islam/ Timur
menjadikan harmoni antara manusia dengan alam sebagai kunci. Manusia berasal alam
namun sekaligus menyadari keunikannya di tengah alam.
3. Cita-cita Hidup
Jikalau filsafat Barat menganggap mengisi hidup dengan bekerja dan bersikap aktif sebagai
kebaikan tertinggi, cita-cita filsafat Timur adalah harmoni, ketenangan, dan kedamaian hati.
Kehidupan hendaknya dijalani dengan sederhana, tenang, dan menyelaraskan diri dengan
lingkungan.
4. Status Manusia
Filsafat Barat amat menekankan status manusia sebagai individu dengan segala kebebasan
yang ia miliki, dan masyarakat tidak bisa menghilangkan status seorang manusia dengan
kebebasannya. Filsafat Islam/ Timur menekankan martabat manusia tetapi dengan penekanan
yang berbeda, sehingga manusia ada bukan untuk dirinya melainkan ada di dalam solidaritas
dengan sesamanya.
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka berkembang pula tentang pemikiran
dan pembahasan di dalam filsafat. Filsafat dibagi menjadi 4 bab akan yakni Filsafat klasik,
filsafat abad pertengahan, filsafat modern dan filsafat kontemporer. Modern didominasi oleh
rasionalisme sedangkan filsafat Kontemporer didominasi oleh kritik terhadap filsafat modern.
Begitu juga dengan Perbedaan antara filsafat Barat dengan Islam/Timur tampak amat
berbeda sebab berkembang di dalam budaya yang amat berbeda dan sepanjang sejarah tidak
terlalu banyak pertemuan di antara keduanya.
B. Penutup
Demikianlah makalah ini dibuat, dan kami anggap telah memenuhi syarat-syarat
ilmiah sehingga layak disebut sebagai karangan ilmiah. Maka akhirnya makalah ini akan
memberi manfaat bagi penulis khususnya berupa penambahan wawasan tentang Filsafat
umum (sejarah filsafat dibarat dan islam/timur periode modern dan kontemporer) begitupun
pada pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Leamen, Oliver. 2000. Eastern Philosophy: Key Readings. London: Routledge.
Misbah, Yadzi. 1993. Jelajah Hakikat Pemikiran Islam/Timur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
http://.wordpress.com/2009/09/22/ filsafat-modern-dan-pembentukannya-renaisans
Ahmad. 2007. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hadiwidjono, Harun. 1998. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.
SEJARAH FILSAFAT (BARAT DAN ISLAM TIMUR)
PERIODE MODERN DAN KONTEMPORER
Dosen Pengampu: M. Rifai Abduh
Makalah Ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata KuliahFilsafat Umum
Disusun Oleh:Efrida Yanti Rambe (11520043)Muhammad Abduh Lubis (11520044)Alif Alamin (11520041)Dirham Mahmudah (11520045)Abdullah (11520042)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDINSTUDI AGAMA DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA2012
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, yang telah
memberikan beberapa nikmat kepada kita sehingga dengan nikmat yang telah Allah
anugerahkan kepada seluruh hamba satu orang pun tidak bisa menghitungnya maka
seharusnya lah kita bersykur atas ni’mat yang telah dianugerahkan. Shalawat ber’iringan
salam mari sama-sama kita kirimkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat dan para pengikut setianya.
Selanjutnya, pada kesempatan yang berbahagia ini kami sampaikan terimakasih
kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan pertolongan- Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini yang berjudul Sejarah Filsafat (Barat dan
Islam/Timur) pada Periode Modern dan Kontemporer dengan baik, tak lupa kepada orang tua
yang senantiasa memberikan motivasinya sehingga kami terus termotivasi untuk
menyelesaikan makalah walau dalam pembuatannya penulis menemukan banyak kesulitan.
Semoga makalah ini menjadi amal baik dalam penulis khususnya, bermanfaat bagi
para pembaca dan peminat di bidang kefilsafatan pada umumnya.
Yogyakarta, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................... i
Kata Pengantar.......................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Pendekatan............................................................................................. 1
D. Metodologi............................................................................................. 2
E. Sistematika Pembahasan......................................................................... 2
BAB II Sejarah Perkembangan Filsafat di Barat pada Periode............................... 3
Modern dan Kontemporer
A. Periode Modern...................................................................................... 3
B. Periode Kontemporer.............................................................................. 5
BAB III Sejarah Perkembangan Filsafat Islam /Timur pada Periode...................... 11
Modern Dan Kontemporer
A. Periode Modern...................................................................................... 11
B. Periode Kontemporer.............................................................................. 13
BAB IV Perbedaan yang Mencolok tentang Sejarah Perkembangan...................... 15
Filsafat yang Ada di Barat dan di Islam Timur
BAB V Kesimpulan dan Penutup........................................................................... 17
Daftar Pustaka
[1] http:/wordpress.com/2009/09/22/filsafat-modern-dan-pembentukannya rasionalisme
[2] Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2007.
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 257. [4] Ibid, 258.
[5] Harun Hadiwidjono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1. (Yogyakarta : Kanisius, 1998), 10[6] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 7.[7] Ibid, 130.[8] Ibid, 131.
[9] Oliver Leamen. 2000. Eastern Philosophy: Key Readings. London: Routledge [10] Tim Redaksi Driyarkara. 1993. Jelajah Hakikat Pemikiran Islam/Timur. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
http://satuhati-satukisah.blogspot.com/2013/05/filsafat-rasionalisme-empirisme-dan.html
FILSAFAT RASIONALISME, EMPIRISME DAN KRITISISME
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tradisi pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma bagipengembangan budaya
Barat dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam di semua segi dari seluruh lini
kehidupan. Memahami tradisi pemikiran Barat sebagaimana tercermin dalam pandangan
filsafatnya merupakan kearifan tersendiri, karena kita akan dapat melacak segi-segi positifnya
yang layak kita tiru dan menemukan sisi-sisi negatifnya untuk tidak kita ulangi.
Ditinjau dari sudut sejarah, filsafat Barat memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini
didasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu itu. Pertama, adalah zaman
Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani kuno adalah ditujukannya perhatian
terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asal
mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Para filosof pada masa ini
mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada
zaman ini disebut kosmosentris. Kedua, adalah zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran
filsafat pada zaman ini di sebut teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran
filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani, akibatnya perkembangan alam
pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan
dengan ajaran agama, sehingga pemikiran filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-
akan tidak penting bagi sejarah pemikiran filsafat sebenarnya. Ketiga, adalah zaman Abad
Modern, para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka
corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat Barat modern dengan demikian
memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad Pertengahan. Letak perbedaan itu
terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan
otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman
Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia
pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang
ada pada dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan
gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut. Keempat, adalah
Abad Kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris, artinya teks menjadi tema
sentral diskursus filsafat.
2. Tujuan
a. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat
b. Untuk memahami lebih dalam lagi akan arti filsafat dan sejarah perkembangannya
c. Sebagai bahan diskusi
.
3. Metode Penulisan
Kali ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada penelitian ini
adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan
penulisan makalah ini.
4. Rumusan Masalah
a. Menjelaskan pengertian Rasionalisme dan tokohnya
b. Menjelaskan pengertian Empirisme dan tokohnya
c. Menjelaskan pengerteian Kritisisme dan tokohnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. RASIONALISME
Aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang
dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal lah yang
ememnuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak.
Teladan yang dikemukakan adalah ilmu pasti Tokoh-tokoh filsafat rasionalisme
diantaranya :
1. RENE DESCARTES (1596-1650)
Yang memberi alas kepada aliran ini ada RENE DESCARTES atau CARTESIUS (1596-
1650) yang juga disebut ”Bapa Filsafat Modern”. Semula ia belajar pada sekolah Yesuit dan
kemudian ia belajar ilmu hukum, ilmu kedokteran dan ilmu alam.[32[1]] Baru pada tahun 1619
ia memperoleh jurusan yang pasti dalam studinya. Menurut pendapatnya pada waktu itu ia
mendapat wahyu Ilahi, yang isinya memberitakan kepadanya bahwa ilmu pengetahuan
haruslah satu, tanpa bandingnya, serta harus disusun oleh satu orang sebagai satu bangunan
yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Adapun yang harus dipandang sebagai
yang benar adalah apa yang jels dan terpilah (clear and distinctly), artinya, bahwa gagasan-
gagasan/ide-ide seharusnya dapat dibedakan dengen presis dari gagasan-gagasan atau ide-ide
yang lain. Bukanlah maksud Descartes untuk mendirikan filsafatnya diatas asas yang logis
abstrak, sebab ia memperhatikan sekali kepada realitas yang ada. Sedang asa yang pertama
adalah suatu dalil yang eksistensial.
Ilmu pasti menjadi suatu contoh bagi cara mengenal atau mengetahui yang maju.
Sekalipun demikian ilmu pasti bukanlah metode yang sebenarnya bagi ilmu pengetahuan.
Ilmu pasti hanya boleh dipandang sebagai penerapan yang paling jelas dari metode ilmiah.
Metode ilmiah itu sndiri adalah lebih umum. Segala gagasan yang kita kenal dari kebiasaan
dan perwarisan atau dari kecenderungan, baru bernilai. Jikalau secara metodis
diperkembangkan dari instuisi yang murni.
Kebenaran memang ada, dan kebenaran dapat dikenal, asal jiwa kita berusaha untuk
membebaskan diri dari isinya yang semula. Meniadakan jalan dari luar ke dalam dan mulai
32[1] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta : Kanisius, 1980. hal.18
lagi dengan jalan dari dalam ke luar. Seperti yang dikemukakan diatas yang harus dipandang
sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah.[33[2]]
Sebagai contoh : kalau kita melihat orang berjalan-jalan, yang kita lihat pakaiannya, dall.
Apa yang kita duga, kita lihat dengan mata kita itu hanya dapat kita ketahui semata-mata
dengan kuasa penilaian kita yang terdapati di dalam rasio atau akal. Descartes diharukan oleh
ketidak pastian yang terdapat pada zaman itu. Pemikiran skolastik, seperti yang telah ia
terima, ternyata tidak tahu bagaimana harus menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan Positif
yang dihadapinya. Ternyata bahwa wibawa Aristoteles yang terdapat di dalam skolastik itu
menghambat ilmu pengetahuan. Juga bentuk yang bermacam-macam dari filsafat
Renaissance, yang sering saling bertentangan, tidak berhasil memberi tempat kepada hasil-
hasil ilmu pengetahuan tadi. Pada waktu itu pemikiran orang masih terlalui dipengaruhi oleh
khayalan-khayalan. Seolah-olah Descartes merasa terdorong untuk membebaskan diri dari
segala pemikiran tradisional dan segala gagasan filsafati yang ada pada zamannya. Untuk
dapat mulai hal-hal yang baru itu ia harus memiliki suatu pangkal pemikiran yang pasti.
Pangkal pemikiran yang pasti itu menurut dia adalah melalui keragu-raguan.[34[3]].
Hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu bahwa aku ragu-ragu (aku
meragukan segala sesuatu). Ini bukan khayalan melainkan kenyataan. Aku ragu-ragu, atau
aku berpikir dan oleh karena aku berpikir, maka aku ada (cogito ergo sum).
Inilah suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran filsafat yang pertama (primum
philosophicum). Aku berada karena aku berpikir. Jadi aku adalah suatu yang berpikir cogito
(aku berpikir) adalah pasti, sebab cogito “jelas dan terpilah-pilah”.[35[4]]
Bagi manusia pertama-tama yang jelas dan terpilah-pilah adalah pengertian “Allah”
sebagai tokoh yang secara sempurna tidak terbatas atau berada dimana-mana/ di dalam roh
kita ada suatu pengertian tentang sesuatu yang tiada batasnya. Oleh karena kita sendiri adalah
makhluk yang terbatas. Maka tidak mungkin bahwa pengertian tentang sesuatu yang tiada
batasnya itu adalah hasil pemikiran kita sendiri.[36[5]]
Jiwa adalah substansi yang tunggal, yang tidak bersifat bendawi dan yang tidak dapat
mati. Jika memiliki pemikiran sebagai sifat asasinya. Tubuh memiliki sifat asasiya : keluasan.
33[2] Ibid hal.19
34[3] Ibid hal.20
35[4] Ibid hal 21
36[5] Ibid hal 22
Yang disebut substansi adalah apa yang berada sedemikian rupan, sehingga tidak
memerlukan sesuatu yang lain untuk berada. Substansi yang dipikirkan seperti itu sebenarnya
hanya ada satu saja, yaitu Allah.
Yang disebut Modus (Jamak Modi) adalah segala sifat substansi yang tidak mutlak perlu
dan yang dapat berubah
Yang disebut atribut adalah sifat asasi. Jelas juga bahwa roh atau jiwa memiliki sebagai
sifat asasinya : pemikiran (cogitation), dan memiliki sebagai modinya : pikiran-pikiran
individual, gagasan-gagasan dan gejala-gejala kesadaran yang lain. Roh atau jiwa pada
hakekatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang sifat asasi benda
adalah keluasan.[37[6]] Manusia bukanlah tujuan penciptaan dan juga bukan menjadi pusatnya.
Umat manusia mewujudkan suatu organisme yang besar, sedang perorangan adalah bagian
dari keseluruhan. Oleh karena itu jika perlu, perorangan harus mau berkorban demi kebaikan
keseluruhan umat manusia.
Arti Descartes terletak di sini, bahwa ia telah memberi suatu arah yang pasti kepada
pemikiran modern, yang menjadikan orang dapat mengerti aliran-aliran filsafat yang timbul
kemudian daripada dia, yaitu idealisme dan positivisme.
2. Gootfried Eihelm von Leibniz
Gootfried Eihelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716
M. Ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan , dan sejarawan. Metafisikanya adalah idea
tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad.
Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam sesta
ini mekanistis dan keseluruhannya bergantung kepada sebab, sementara substansi pada
Leibniz ialah prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederahana dapat dirumuskan
”sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan juga harus mempunyai alasan untuk setiap
yang dicintai-Nya. Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebut substansi-
substansi itu monad.[38[7]] Setiap monad berbeda dengan yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang
supermonad dan satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah Pencipta monad-monad itu.
3. Blaise Pascal (1623-1662 M)
Orang ketiga yang kita bicarakan adalah Blaise Pascal (1623-1662). Yang adalah seorang
ahli ilmu pasti, ahli ilmu alam dan seorang filsuf. Ia berusaha untuk membela agama kristen,
yang mendapat serangan-serangan hebat karena pemikiran modern ini. Di satu pihak ia sama
37[6] Ibid hal 23
38[7] Ahmad Syadali, Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia, 1997, hal 109
halnya dengan Descartes, mencintai ilmu pasti dan ilmu alam, akan tetapi di lain pihak ia
menampakan perbedaan dengan Descartes. Perbedaannya terletak pada pengertian tentang
sifat ilmu alam jauh melebihi Descartes. Ia menerima serta menerapkan metode induktif
seperti yang dipakai di dalam ilmu alah. Ilmu pasti bukan suatu ilmu yang metodenya harus
ditiru oleh seorang filsuf. Sebab seorang filsuf pertama-tama harus menyelami keadaan
manusia yang konkrit dihadapi, orang demi orang, bahwa realitas itu pada hakekatnya adalah
suatu rahasia.[39[8]]
Filsafat pascal mewujudkan suatu dialog diantara manusia yang konkrit dengan Allah. Di
dalam relitas hidup manusia terdapat tiga macam tertib, yaitu : tertib bendawi, tertib rohani,
dan tertib kasih. Pengetahuan didapatkan dari pengamatan di dalam pengamatan inderawi
tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif. Segala pengetahuan dimulai
dengan gambaran-gamabaran inderawi. Kemudian ditingkatkan hingga sampai kepada
tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif.
4. Spinoza (1632-1677 M)
Didalam etikanya Spinoza mulai dengan menguraikn hal afek-afek atau perasaan-
perasaan. Segala perasaan atau afek lainnya diturunkan dari ketiga perasaan. Pertama-tama
yang diturunkan dari rasa gilang adalah kasih (amor), sedang yang dirutunkan dari rasa sedih
adalah kebencian (odium). Lebih kemudian diturunkan lagi rasa kagum (admiratio) dari pada
kasih dan penghinaan (conteniptus) dari pada kebencian.
Latar belakang pemikran Spinoza ini adalah pengertian aktivitas. Aktivitaslah yang dapat
membawanya kepada kesempurnaan. Tujuan pengenalan segala perasaan tadi adalah untuk
menguasainya. Barang siapa mengenal akan segala perasannya, ia akan melihat gejala-gejala,
perasaan-perasaan itu dalam hubungannya sehingga ia juga akan menguasainya. Di dalam
perealisasian diri dalam kasih yang akali inilah manusia berusaha menuju kepada Allah
(amor Dei intellectualis).
Ajaran Spinoza di bidang metafisika menunjukkan kepada suatu ajaran Monistis yang
logis, yang mengajarkan bahwa dunia sebagai keseluruhan, mewujudkan suatu substansi
tunggal. Ajaran ini didasarkan atas keyakinan, bahwa tiap hal memiliki suatu subyek tunggal
dan suatu predikat tunggal, sehingga harus disimpulkan, bahwa segala hubungan dan
kejamakan adalah semu.
B. EMPIRISME
39[8] Opcit hal 25
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filasuf yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkah peranan
akal. Istilah Empirisme diambil dari bahasa Yunani, Empeiria yang berarti coba-coba atau
pengalaman. Sebagai doktrin, Empirisme adalah lawan Rasionalisme.[40[9]]
Filsafat Empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivisme logis
(logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittgenstein. Akan tetapi teori makna dari
empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang
empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran. Materi sebagai
gelombang pengalaman kesadaran. Materi sebagai pola (pattern) jumlah yang dapat diindera,
dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.
Teori yang kedua yaitu teori pengetahuan. Menurut orang rasionalis ada bebreapa
kebenaran umum. Seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika
dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang
dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Empirisme
menolah pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional, semua kebenaran yang disebut
tdai adalah kebenaran yang diperoleh lewat obeservasi jadi ia kebenaran a poseriori.
Diantara tokoh dan pengikut aliran Empirisme adalah Francis Bacon, Thomas Hobbes,
John Lock dan lainnya.
1. Francis Bacon (1210-1292 M)
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang
diterima orang melalui persentuah inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan
sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata Bacon
selanjutnya : Kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma
diambil kesimpulan. Itu tidak benar, haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit
mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.
2. Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan
segala pengenalan. Hanya sesuatu yang[41[10]] yang dapat disentuh dengan inderalah yang
merupakan kebenaran. Pengetahuan interlektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan
penggabungan data-data inderawi belaka.
40[9] Opcit hal.116
41[10] Opcit hal.117
Pengikut aliran Empirisme yang lain diantaranya : John Locke (1632-1704 M), David
Hume (1711-1776 M), Georger Berkeley (1665 – 1753 M).
3. John Locke (1632-1704 M)
Ia adalah filosuf Inggris yang banyak mempelajarai agama Kristen. Filsafat Locke dapat
dikatakan anti metafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes,
tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Descaretes. Ia juga menolak metoda deduktif
Descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman; jadi, induksi.
Bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran matematis yang
pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
Buku Locke, Essay Concerming Human Understanding (1689 M), ditulis berdasarkan
satu premis, yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang
dapat dijadikan idea untuk konsep tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman,
tidak ada idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke
menolak adanya innate ide; termasuk apa yang diajarkan oleh Descartes, Clear and Distinict
Idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reason dari Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang
innate (bawaan) itu tidak ada. Inilah argumennya.
a. Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak ada. Memang agak
umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti ditempelkan pada jiwa
manusia,[42[11]] dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup
menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu datang, yakni melalui daya-daya yang
alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan tanpa suatu
pengertian asli
b. Persetujuan uum adalah argumen yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat disetujui oleh
umum tentang adanya innate idea justru saya jaidkan alasan untuk mengatakan ia tidak ada
c. Persetujuan umum membuktinkan adanya innate idea
d. Apa innate idea itu sebenarnya tidaklah meungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui
adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate idea justru saya jadikan alasan untuk
mengatakan ia tidak ada
e. Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot, ide yang innate itu
tidak ada padahal anak normal dan anak idiot sama-sama berpikir.
Ia mengatakan bahwa apa yang dianggapnya substansi ialah pengertian tentang obyek
sebagai idea tentang obyek itu yang dibentuk oleh jiwa berdasarkan masukan dari indera.
42[11] Opcit hal 118
Akan tetapi, Locke tidak berani menegaskan bahwa idea itu adalah substansi obyek, substansi
kita tidak tahu.
Persoalan substansi agaknya adalah persoalan metafisika sepanjang masa; Berkeley dan
Hume masih juga membicarakannya.
4. David Hume (1711-1776 M)
Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic, skeptic tingkat tertinggi. Ia
dibicarakan di sini sebagai seorang skeptis, dan terutama sebagai seorang empiris. Menurut
Bertrans Russel, yang tidak dapat diragukan lagi pada Hume ialah seorang skeptis.
Buku Hume, Treatise of Human Nature (1739 M), ditulisnya tatkala ia masih muda,
yaitu tatakala ia berumur dua puluh tahunan bagian awal. Buku itu tidak banyak menarik
perhatian orang, karenanya[43[12]] Hume pindah ke subyek lain, lalu ia menjadi seorang yang
terkenal sebagai sejarawan. Kemudian pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang
terkenal. An Enquiry Concerning Human Understanding. Baik buku Treatise maupun buku
Enquiry kedua-duanya menggunakan metoda Empirisme, sama dengan John Locke.
Sementara Locke hanya sampai pada idea yang kabur yang tidak jelas berbasi pada sensasi
(khususnya tentang substansi dan Tuhan), Hume lebih kejam.
5. Herbert Spencer (1820-1903 M)
Filsafat Herbet Spencer berpusat pada teori evolusi.sembilan tahun sebelum terbitnya
karya Darwin yang terkenal, The Origen of Species (1859 M), Spencer sudah menerbitkan
bukunya tentang teori evolusi. Empirismenya terlihat jelas dalam filsafatnya tentang the great
unknowable. Menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena atau gejala-
gejala. Secara prinsip pengenalan kita hanya menyangkit relasi-relasi antara gejala-gejala. Di
belakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh Spencer disebut yang tidak diketahui (the great
unknowable).
Akhirnya Spencer mengatakan : idea-idea keilmuan pada akhirnya adalah penyajian
realistis yang tidak dapat dipahami”. Inilah yang dimaksud dengan the great unknowable,
teka-teki besar.[44[13]]
C. KRITISISME
43[12] Opcit hal 120
44[13] Opcit hal. 121
Pendirian aliran rasionalisme dan Emperisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme
berpendirian bahwa rasiolah sumber pengalan/pengetahuan, sedang Empirisme sebaliknya
berpendirian bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber tersebut.
Imanuel Kant (1724-1804 M) berusaha mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu
dengan filsafatnya yang dinamakan Kritisisme (aliran yang krisis). Untuk itulah ia menulis 3
buku yang berjudul :
Kritik der Rainen Vernuft ( kritik atas rasio murni)
Kritik der Urteilskraft ( kritik atas dasar pertimbangan)
Kritik rasio praktis
Menurut Kant dalam pengenalan inderawi selalu sudah ada 2 bentuk apriori, yaitu ruang
dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subyek sendiri. Memang ada suatu realitas
terlepas dari subyek yang mengindera, tetapi realitas (das ding an sich = benda dalam dirinya)
tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejala-gejala yang merupakan sintesa antara
hal-hal yang datang dari luas (aposteriori) dengan bentuk ruang dan waktu (apriori).
BAB 1II
PENUTUP
KESIMPULAN
Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber
pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak
mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal
atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat
menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme
menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya
adalah ragu metafisik.
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau
pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan
tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang
digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik,
maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.
Ciri-ciri kritisisme diantarnya adalah sebagai berikut:
• Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
• Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau
hakikat sesuatu; rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenya saja.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Baru 2. Yogyakarta : Kanisius
Syadali, Ahmad dan Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung : Pustaka Setia
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/filsafat-barat_19.html
FILSAFAT BARAT
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia / philien yang berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Seorang filusuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
Plato ( 428-348 SM ): Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles (384–322 SM): Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala
benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero (106–43 SM): filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “(the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan)
Johann Gotlich Fickte (1762-1814): filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924): filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ): Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan:
1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi ) Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat. Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada
dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
B. CIRI-CIRI FILSAFAT
Sidi Gazalba (1976) menyatakan bahwa ciri ber-Filsafat atau berfikir Filsafat adalah : radikal, sistematik, dan universal. Radikal bermakna berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya akar), tidak tanggung-tanggung sampai dengan berbagai konsekuensinya dengan tidak terbelenggu oleh berbagai pemikiran yang sudah diterima umum, Sistematik artinya berfikir secara teratur dan logis dengan urutan-urutan yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan, Universal artinya berfikir secara menyeluruh tidak pada bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas.Ciri-ciri filsafat menurut Drs. Asmoro Asmadi:
1. Sangat umum2. Tidak faktual artinya membuat dugaan-dugaan yang masuk akal dengan tidak
berdasarkan pada bukti tetapi bukan berarti tidak ilmiah
3. Bersangkutan dengan nilai dimana penilaian yang dimaksud adalah yang baik dan buruk yang susila dan asusila
4. Berkaitan dengan arti
5. Implikatif
6. Menyeluruh
Ciri-ciri filsafat menurut Drs. Suyadi MP dan Drs. Sri suprapto widodonongrat: Artinya pemikiran yang luas
1. Mendasar Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial obyek
2. Spekulatif Artinya, hasil pemikiran yang didapat dan dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya.
Ciri-ciri persoalan filasafat menurut Made Pramono, S.S., M.Hum1. Bersifat sangat umum (tak bersangkutan dengan objek-objek khusus).2. Spekulatif, tak langsung menyangkut fakta (nonfaktawi).
3. Bersangkutan dg nilai-nilai (kualitas abstrak yang ada pada suatu hal).
4. Bersifat kritis terhadap konsep dan arti-arti yg biasanya diterima begitu saja oleh ilmu.
5. Besifat sinoptik: mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan.
6. Bersifat implikatif: jawaban suatu persoalan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan.
7. Bersifat teoritik: lebih pada tindak reflektif, non-praktis.
Ciri-ciri pemikiran filsafat menurut Made Pramono, S.S., M.Hum1. Bersifat radikal (sampai ke akar-akarnya, sampai pada hakikat/esensi).2. Sistematis (adanya hub. fungsional antara unsur-unsur untuk mencapai tujuan
tertentu).
3. Berpikir tentang hal/proses umum, universal, ide-ide besar, bukan tentang peristiwa tunggal.
4. Konsisten/runtut (tak terdapat pertentangan di dalamnya) dan koheren (sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir, logis).
5. Secara bebas, tak cenderung prasangka, emosi.
6. Kebebasan ini berdisiplin (berpegang pada prinsip-prinsip pemikiran logis serta tanggung jawab pada hati nurani sendiri).
7. Berusaha memperolah pandangan komprehensif/menyeluruh.
8. Secara konseptual hasil generalisir (perumuman) dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari.
Sementara itu Sudarto (1996) menyatakan bahwa ciri-ciri berfikir Filsafat adalah:1. Sistematis : berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu keseluruhan
sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.2. Koheren : diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang bertentangan dan
tersusun secara logis.3. Rasional : mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai dengan kaidah
logika) Komprehensif : berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi).4. Radikal : berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada tingkatan
esensi yang sedalam-dalamnya.5. Universal : muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan
manusia secara keseluruhan.
Dengan demikian berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang berfikir tapi berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Pada dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini tidak serta merta semua manusia menjadi Filsuf, sebab berfikir filsafat memerlukan latihan dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan berfikir sehingga setiap masalah/substansi mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban dengan cara yang benar sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran.
C. METODE-METODE FILSAFATMetode-metode Filsafat. Dalam sejarah filsafat, banyak metode yang telah
dikembangkan. Beberapa metode filsafat yang sempat tercatat dalam sejarah filsafat adalah sebagai berikut.
1. Metode Reductio Ad AbsurdumMetode ini dikembangkan oleh Zeno, salah seorang murid Parmenides. Zeno sering
disebut sebagai Bapak Metafisika Barat yang pertama. Metode ini adalah metode yang ingin meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, yang caranya dengan mereduksi premis lawan menjadi kontradiksi sehingga kesimpulannya menjadi mustahil. Inilah reductio ad absurdum.
2. Metode Maieutik Dialektis Kritis InduktifMetode Maieutik dikembangkan oleh Sokrates. Dalam sejarah filsafat Yunani,
Sokrates adalah salah satu filsuf yang terkemuka. Hanya sayang, dia tidak pernah meninggalkan bukti otentik yang bisa dianggap sebagai karya asli Sokrates. Karya Sokrates didapatkan dari beberapa karya Plato dan Aristoteles. Tapi pemikiran Sokrates yang berhasil direkam hanya bisa dilihat dari karya Plato, terutama dalam dialog-dialog yang pertama, yang sering disebut dengan dialog Sokratik.
3. Metode Deduktif Spekulatif TransendentalMetode ini dikembangkan oleh Plato, murid dari Sokrates. Plato meletakkan titik
refleksi pemikiran filosofisnya pada bidang yang luas, yaitu ilmu pengetahuan. Dari sekian banyak cabang ilmu pengetahuan, Plato menitikberatkan perhatiannya pada ilmu eksakta. Dari titik refleksi filosofis ini lahirlah penalaran deduktif yang terlihat jelas melalui argumentasi-argumentasi deduktif yang sistematis.
Dasar seluruh filsafat Plato adalah ajaran ide. Ajaran ide Plato ini melihat bahwa idea adalah realitas yang sejati dibandingkan dengan dunia inderawi yang ditangkap oleh indera. Dunia idea adalah realitas yang tidak bisa dirasa, dilihat dan didengar. Idea adalah dunia objektif dan berada di luar pengalaman manusia. Pengetahuan adalah ingatan terhadap apa yang telah diketahui di dunia idea. Sistem pengetahuan Plato semacam ini bersifat transendental spekulatif.
4. Metode Silogisme DeduktifMetode ini dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles menyatakan bahwa ada dua
metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang benar, yaitu metode induktif dan deduktif. Induksi adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari hal yang khusus. Deduksi adalah cara menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tak diragukan lagi. Induksi berawal dari pengamatan dan pengetahuan inderawi. Sementara, deduksi terlepas dari pengamatan dan pengetahuan inderawi. Aristoteles dalam filsafat Barat dikenal sebagai Bapak Logika Barat. Logika adalah salah satu karya filsafat besar yang dihasilkan oleh Aristoteles.
Inti logika adalah silogisme. Silogisme adalah alat dan mekanisme penalaran untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan premis-premis yang benar adalah bentuk formal
penalaran deduktif. Deduksi, menurut Aristoteles, adalah metode terbaik untuk memperoleh kesimpulan untuk meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Itulah metode silogisme deduktif.
Silogisme adalah bentuk formal deduksi. Silogisme mempunyai tiga proposisi. Proposisi pertama dan kedua disebut premis. Proposisi ketiga disebut kesimpulan yang ditarik dari proposisi pertama dan kedua. Tiap proposisi mempunyai dua term. Maka, setiap silogisme mempunyai enam term. Karena setiap term dalam satu silogisme biasa disebut dua kali, maka dalam setiap silogisme hanya mempunyai tiga term. Apabila proposisi yang ketiga disebut kesimpulan, maka dalam proposisi yangketiga terdapat dua term dari ketiga term yang disebut tadi. Yang menjadi subjek konklusi disebut term minor. Predikat kesimpulan disebut term mayor. Term yang terdapat pada dua proposisi disebut term tengah. Pola dan sistematika penalaran silogisme-deduktif adalah penetapan kebenaran universal kemudian menjabarkannya pada hal yang lebih khusus.
5. Metode Intuitif-Kontemplatif MistisMetode ini berkembang dengan ide Plotinos dengan ajaran Neo-Platonisme. Filsafat
Plotinos adalah kulminasi dan sintesa definitif aneka ragam filsafat Yunani. Filsafat Plotinos mengambil ide dasar pemikiran Plato. Pemikiran Plato mengenai ide kebaikan sebagai ide yang tertinggi dalam dunia ide. Tetapi, tidak berarti pemikiran Plotinos tidak murni.
Ide kebaikan dalam ajaran Plotinos disebut sebagai to hen (yang esa/the one). Yang Esa meruapakan yang awal atau yang pertama, yang paling baik, yang paling tinggi dan yang kekal. Yang esa tidak dapat dikenali oleh manusia karena hal itu tidak dapat dibandingkan atau disamakan dengan apa pun juga. Yang Esa merupakan pusat daya dan pusat kekuatan. Seluruh realitas memancar keluar dari pusat itu. Proses pancaran dari To Hen disebut Emanasi. Meskipun melalui proses emanasi, eksistensi Yang Esa tidak berkurang atau berubah.
D. ARTI PENTING FILSAFAT BARAT BAGI PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM
Tidak mengherankan lagi jika dalam waktu yang tidak lama, pemikiran filsafat barat segera menduduki posisi puncak dalam percaturan pemikiran Arab-Islam, yakni pada masa Ibn Sina (980-1037 M). Dalam filsafat, seperti halnya al-Farabi, Ibn Sina menegakkan bangunan Neoplatonisme diatas dasar kosmologi Aristoteles-Plotinus, dimana dalam bangunan tersebut digabungkan konsep pembangunan alam wujud menurut faham emanasi. Dalam kaitannya dengan kenabian, Ibn Sina juga berusaha membuktikan adanya kenabian, dengan menyatakan bahwa kenabian merupakan bagian tertinggi dari sukma yang disebut ‘akal’, berbeda dengan al-Farabi yang menyatakan bahwa kenabian adalah suatu bentuk imajinasi tertinggi. Dengan prestasi-prestasi yang hebat dalam filsafat, Ibn Sina kemudian diberi gelar ‘Guru Utama’ (al-Syaikh al-Rais).
Akan tetapi, segera setelah Ibn Sina, filsafat barat kembali mengalami kemunduran karena serangan al-Ghazali, meski al-Ghazali sendiri sebenarnya tidak menyerang inti filsafat. Lewat tulisannya dalam Tahâfut al-Falâsifah yang diulangi lagi dalam al-Munqid min al-Dlalâl, al-Ghazali, sebenarnya hanya menyerang persoalan metafisika, khususnya pemikiran filsafat al-Farabi (870-950) dan Ibn Sina (980-1037), meski serangan pada kedua tokoh ini sebenarnya tidak tepat, juga pada pemikiran para filosof Yunani purba, seperti Thales (545 SM), Anaximandros (547 SM), Anaximenes (528 SM) dan Heraklitos (480 SM) yang dengan mudah bisa dinilai posisinya dalam aqidah oleh orang awam, bukan ilmu logika atau epistimologinya, karena al-Ghazali sendiri mengakui pentingnya logika dalam pemahaman dan penjabaran ajaran-ajaran agama. Bahkan, dalam al-Mustashfâ fi `ulûm al-fiqh, sebuah kitab tentang kajian hukum, al-Ghazali menggunakan epistemologi filsafat,
yakni burhani. Akan tetapi, kebesaran al-Ghazali sebagai ‘Hujjat al-Islâm’ telah begitu mengungkung kesadaran masyarakat muslim, sehingga tanpa mengkaji kembali persoalan tersebut dengan teliti mereka telah ikut menyatakan perang dan antipati terhadap filsafat. Bahkan, sampai sekarang di perguruan tinggi sekalipun, jika ada kajian filsafat umumnya masih lebih banyak dilihat pada sisi sejarahnya, bukan metodologi, sistematika atau substansi pemikirannya.
Aristotelian, kemudian muncul lagi dalam arena pemikiran Islam pada masa Ibn Rusyd (1126-1198). Lewat tulisannya dalam Tahâfut al-Tahâfut, Ibn Rusyd berusaha mengangkat kembali filsafat Aristoteles dari serangan al-Ghazali. Namun, usaha ini rupanya kurang berhasil, karena menurut Nurcholish, balasan yang diberikan Ibn Rusyd lebih bersifat Aristotelian sementara serangan al-Ghazali bersifat Neoplatonis. Meski demikian, jelas bahwa dalam bandingannya dengan epistemologi Arab-Islam, Ibn Rusyd lebih mengunggulkan epistemologi filsafat dibanding epistemologi Arab-Islam. Menurutnya, metode burhani (demonstratif) yang dipakai dalam filsafat adalah metode yang sangat bagus dan berguna untuk kalangan elite terpelajar, sementara metode dialektika (jadal) yang dipakai dalam teologi dan yurisprodensi adalah metode biasa yang sesuai untuk kalangan menengah dan kalangan awam.
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/post-moderenisme.html
POST MODERENISME
A . Pengertian Post Moderenisme
Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata
post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan dengan ‘later or
after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi
terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak
dapat terjawab di jaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.
Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau
(1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara
lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya
memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang
diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah
industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat.
Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab
personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian
objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua,
teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia
(world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.
Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah
relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal tersebut
jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk identitas
diri. Hal ini senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900)
dikenal sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang menentang
rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas, dan pemikiran-pemikiran Kristen pada
umumnya. Nietzsche Sche berkata, “Ada banyak macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki
mata; dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada
kebenaran.”
Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti: (1) dapat
menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau
kembali kepada situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2)
suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru
dan tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.
Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan
modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuah teori, namun justru
menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal. Banyak
tokoh-tokoh yang memberikan arti postmodernisme sebagai kelanjutan dari modernisme.
Namun kelanjutan itu menjadi sangat beragam.
Bagi Lyotard dan Geldner, modernisme adalah pemutusan secara total dari
modernisme. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard, bentuk radikal dari kemodernan yang
akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan teori-teori. Bagi David Graffin,
Postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek dari moderinisme. Lalu bagi Giddens, itu
adalah bentuk modernisme yang sudah sadar diri dan menjadi bijak. Yang terakhir, bagi
Habermas, merupakan satu tahap dari modernisme yang belum selesai.
Postmodernisme, berasal dari bahasa Inggris yang artinya faham (isme), yang
berkembang setelah (post) modern. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1930 pada
bidang seni oleh Federico de Onis untuk menunjukkan reaksi dari moderninsme. Kemudian
pada bidang Sejarah oleh Toyn Bee dalam bukunya Study of History pada tahun 1947.
Setelah itu berkembanga dalam bidang-bidang lain dan mengusung kritik atas modernisme
pada bidang-bidangnya sendiri-sendiri.
Postmodernisme dibedakan dengan postmodernitas, jika postmodernisme lebih
menunjuk pada konsep berpikir. Sedangkan postmodernitas lebih menunjuk pada situasi dan
tata sosial sosial produk teknologi informasi, globalisasi, fragmentasi gaya hidup,
konsumerisme yang berlebihan, deregulasi pasar uang dan sarana publik, usangnya negara
dan bangsa serta penggalian kembali inspirasi-inspirasi tradisi. Hal ini secara singkat
sebenarnya ingin menghargai faktor lain (tradisi, spiritualitas) yang dihilangkan oleh
rasionalisme, strukturalisme dan sekularisme.
Setidaknya kita melihat dalam bidang kebudayaan yang diajukan Frederic Jameson,
bahwa postmodernisme bukan kritik satu bidang saja, namun semua bidang yang termasuk
dalam budaya. Ciri pemikiran di era postmodern ini adalah pluralitas berpikir dihargai, setiap
orang boleh berbicara dengan bebas sesuai pemikirannya. Postmodernisme menolak arogansi
dari setiap teori, sebab setiap teori punya tolak pikir masing-masing dan hal itu berguna.
Kvale (2006) berpendapat bahwa istilah postmodernisme, yang berasal dari istilah
posmodern, dapat sangat luas, kontroversial, dan ambigu. Hal ini terlihat dari pembagian
pengertian yang Kvale lakukan untuk membedakan istilah postmodern, yaitu: Postmodernitas
yang berkaitan dengan era posmodern, posmodernism yang berkaitan dengan ekspresi
kultural era posmodern, dan pemikiran posmodern, atau wacana, yang berkaitan dengan
refleksi filosofis dari era dan budaya posmodern.
Postmodernisme adalah sebuah term atau istilah yang rumit. Suatu hal yang sulit, bila
tidak bisa dikatakan mustahil, untuk menjelaskan postmodernisme. Tidak hanya
postmodernisme bisa ditemukan dalam berbagai hal (seperti dalam seni, arsitekur, studi
literatur, dan ilmu sosial), namun juga dalam berbagai hal tersebut postmodernisme
dimengerti dan dijelaskan dengan berbagai cara yang berbeda. Walaupun demikian, dengan
mengumpulkan berbagai definisi tersebut kita dapat menemukan inti dari pengertian
postmodsernisme.
Dalam bukunya Mengenal Posmodernisme : for begginers, Appignanesi, Garrat,
Sardar, dan Curry (1998) mengatakan bahwa pemakaian pertama istilah ”postmodernisme”
adalah sebelum tahun 1926. Pada 1870-an istilah tersebut pertama kali digunakan oleh
seniman Inggris, John Watkins, dan pada 1917 oleh Rudolf Panwitz. Di dalam buku tersebut
dijelaskan bahwa postmodernisme menyiratkan pengingkaran, bahwa ia bukan modern lagi.
Postmodernisme, pada hakikatnya, merupakan campuran dari beberapa atau seluruh
pemaknaan hasil, akibat, perkembangan, penyangkalan, dan penolakan dari modernisme
Postmodernisme adalah kebingungan yang berasal dari dua teka-teki besar, yaitu: Ia melawan
dan mengaburkan pengertian postmodernisme Ia menyiratkan pengetahuan yang lengkap
tentang modernisme yang telah dilampaui oleh zaman baru. Sebuah zaman, zaman apapun,
dicirikan lewat bukti perubahan sejarah dalam cara kita melihat, berpikir, dan berbuat. Kita
dapat mengenali perubahan ini pada lingkup seni, teori, dan sejarah ekonomi. Definisi praktis
postmodernisme dapat diperoleh dengan menyelidikinya.
Perbedaan mendasar mengenai modernisme dan postmodernisme. Modernisme adalah
kata lain dari penerangan humanis. Pemikir evalengical, Thomas Oden, berkata bahwa
periode ini dimulai dari runtuhnya Bastille pada tahun 1789 (Revolusi Perancis) dan berakhir
dengan kolapsnya komunisme dan runtuhnya tembok berlin pada tahun 1989. Modernisme
adalah suatu periode yang mengafirmasi keeksistensian dan kemungkinan mengetahui
kebenaran dengan hanya menggunakan penalaran manusia. Oleh karena itu, dalam arti
simbolik penalaran menggantikan posisi Tuhan, naturalisme menggantikan posisi
supernatural. Modernisme sebagai pengganti dinyatakan sebagai penemuan ilmiah, otonomim
manusia, kemajuan linier, kebenaran mutlak (atau kemungkinan untuk mengetahui), dan
rencana rasional dari social order Modernisme dimulai dengan rasa optimis yang tinggi.
Sedangkan postmodernisme adalah sebuah reaksi melawan modernisme yang muncul sejak
akhir abad 19. Dalam postmodernisme, pikiran digantikan oleh keinginan, penalaran
digantikan oleh emosi, dan moralitas digantikan oleh relativisme. Kenyataan tidak lebih dari
sebuah konstruk sosial; kebenaran sama dengan kekuatan atau kekuasaan. Identitas diri
muncul dari kelompok. Postmodernisme mempunyai karakteritik fragmentasi (terpecah-
pecah menjadi lebih kecil), tidak menentukan (indeterminacy), dan sebuah ketidakpercayaan
terhadap semua hal universal (pandangan dunia) dan struktur kekuatan. Postmodernisme
adalah pandangan dunia yang menyangkal semua pandangan dunia. Singkatnya,
postmodernisme mengatakan bahwa tidak ada kebenaran universal yang valid untuk setiap
orang. Individu terkunci dalam persepktif terbatas oleh ras, gender, dan grup etnis masing-
masing.
Salah satu dari elemen utama dari postmodernisme adalah constructedness of reality
and hence the inaccessibility of the Real. Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah
relatif, kenyataan (realitas) adalah relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak
bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kita
melihat diri dan mengkonstruk identitas diri.
Teori postmodernisme atau dikenal dengan singkatan “posmo” merupakan reaksi
keras terhadap dunia modern. Teori postmodernisme, contohnya, menyatakan bahwa dalam
masyarakat modern, secara gradual seseorang akan kehilangan individualitas-nya,
kemandiriannya, konsep diri, atau jati diri (Denzin, 1986; Murphy, 1989; Dowd, 1991;
Gergen, 1991. Dalam pandangan teori ini upaya kita untuk memenuhi peran yang
dirancangkan untuk kita oleh masyarakat, menyebabkan individualitas kita digantikan oleh
kumpulan citra diri yang kita pakai sementara dan kemudian kita campakkan.. Pada situs
tersebut juga disebutkan bahwa berdasarkan pandangan postmodernisme, erosi gradual
individualitas muncul bersamaan dengan terbitnya kapitalisme dan rasionalitas. Faktor-faktor
ini mereduksi pentingnya hubungan pribadi dan menekankan aspek nonpersonal. Kapitalisme
atau modernisme, menurut teori ini, menyebabkan manusia dipandang sebagai barang yang
bisa diperdagangkan nilainya (harganya) ditentukan oleh seberapa besar yang bisa
dihasilkannya.
Postmodernisme adalah sebuah istilah yang abstrak dan teoritis yang dibedakan
dengan istilah postmodernity, yang mendeskripsikan mengenai iklim sosiologi atau budaya.
Istilah postmodernisme dibuat pada akhir tahun 1940 oleh sejarawan Inggris, Arnold
Toynbee. Akan tetapi istilah tersebut baru digunakan pada pertengahan 1970 oleh kritikus
seni dan teori asal Amerika, Charles Jencks, untuk menjelaskan gerakan antimodernisme
seperti Pop Art, Concept Art, dan Postminimalisme. Jean-Francois Lyotard, dalam bukunya
The Postmodern Condition: A Report on Knowledge (1979), adalah salah satu pemikir
pertama yang menulis secara lengkap mengenai postmodernisme sebagai fenomena budaya
yang lebih luas. Ia memandang postmodernisme muncul sebelum dan setelah modernisme,
dan merupakan sisi yang berlawanan dari modernisme.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Flaskas (2002) yang mengatakan bahwa
postmodernisme adalah oposisi dari premis modernisme. Beberapa di antaranya adalah
gerakan perpindahan dari fondasionalisme menuju anti-fondasionalisme, dari teori besar
(grand theory) menuju teori yang spesifik, dari sesuatu yang universal menuju ke sesuatu
yang sebagian dan lokal, dari kebenaran yang tunggal menuju ke kebenaran yang beragam.
Semua gerakan tersebut mencerminkan tantangan postmodernist kepada modernist.
Sedangkan Adian (2006) menangkap adanya gejala “nihilisme” kebudayaan barat modern.
Sikap kritis yang bercikal bakal pada filsuf semacam Nietzsche, Rousseau, Schopenhauer
yang menanggapi modernisme dengan penuh kecurigaan. Sikap-sikap kritis terhadap
modernisme tersebut nantinya akan berkembang menjadi satu mainstream yang dinamakan
postmodernisme. Postmodernisme sendiri memecah dirinya dalam tiga jalur wacana: wacana
kritis terhadap estetika modern wacana kritis terhadap arsitektur modern, dan wacana kritis
terhadap filsafat modern.
Postmodernisme sebagai wacana pemikiran harus dibedakan dengan postmodernitas
sebagai sebuah kenyataan sosial. Postmodernitas adalah kondisi dimana masyarakat tidak lagi
diatur oleh prinsip produksi barang, melainkan produksi dan reproduksi informasi dimana
sektor jasa menjadi faktor yang paling menentukan. Masyarakat adalah masyarakat
konsumen yang tidak lagi bekerja demi memenuhi kebutuhan, melainkan demi memenuhi
gaya hidup. Sedangkan postmodernisme adalah wacana pemikiran baru sebagai alternatif
terhadap modernisme.
Modernisme sendiri digambarkan sebagai wacana pemikiran yang meyakini adanya
kebenaran mutlak sebagai objek representasi bagi subjek yang sadar, rasional, dan otonom.
Sebagai realitas pemikiran baru, postmodernisme meluluhlantakkan konsep-konsep
modernisme, seperti adanya subjek yang sadar-diri dan otonom, adanya representasi istimewa
tentang dunia, dan sejarah linier. Istilah “pos”, menurut kubu postmodernisme, adalah
kematian modernisme yang mengusung klaim kesatuan representasi, humanisme-
antroposentrisme, dan linieritas sejarah guna memberi jalan bagi pluralisme representasi,
antihumanisme, dan diskontuinitas.
B. Perkembangan Sejarah Postmodern
Pada awalnya, kata postmodern tidak muncul dalam filsafat ataupun sosiologi.
Wacana postmodern ini pada awalnya muncul dalam arsitektur dan kemudian juga dalam
sastra. Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan kritik terhadap arsitektur dan
sastra ‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur totaliter, mekanis dan kurang human.
Akhirnya, kritik terhadap seni arsitektur dan sastra modern ini menjadi kritik terhadap
kebudayaan modern pada umumnya yang dikenal sebagai era postmodern.
Benih posmo pada awalnya tumbuh di lingkungan arsitektur. Charles Jencks dengan
bukunya The Language of Postmodern Architecture (1975) menyebut post modern sebagai
upaya mencari pluralisme gaya arsitektur setelah ratusan terkukung satu gaya.
Postmodernisme lahir di St. Louis, Missouri, 15 Juli 1972, pukul 3:32 sore. Ketika pertama
kali didirikan, proyek rumah Pruitt-Igoe di St. Louis di anggap sebagai lambang arsitektur
modern. Yang lebih penting, ia berdiri sebagai gambaran modernisme, yang menggunakan
teknologi untuk menciptakan masyarakat utopia demi kesejahteraan manusia. Tetapi para
penghuninya menghancurkan bangunan itu dengan sengaja. Pemerintah mencurahkan banyak
dana untuk merenovasi bangunan tsb. Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar,
pemerintah menyerah. Pada sore hari di bulan Juli 1972, bangunan itu diledakkan dengan
dinamit. Menurut Charles Jencks, yang dianggap sebagai arsitek postmodern yang paling
berpengaruh, peristiwa peledakan ini menandai kematian modernisme dan menandakan
kelahiran postmodernisme.
Akhirnya, pemikiran postmodern ini mulai mempengaruhi berbagai bidang
kehidupan, termasuk dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern
akhirnya menjadi kritik kebudayaan atas modernitas. Apa yang dibanggakan oleh pikiran
modern, sekarang dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru dihargai.
C. Postmodern Sebagai Filsafat
Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an,
terlebih ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era
postmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modern (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan
komunisme) tidak dapat dipertahankan lagi.
Seperti yang telah diterangkan, postmodernisme pada awalnya lahir dari kritik
terhadap arsitektur modern, dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri muncul sebagai
bagian dari modernitas. Ketika postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post dalam
postmodern tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu, tetapi lebih merupakan
sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern. Konsep postmodernitas yang
sering disingkat sebagai postmodern ini merupakan sebuah kritik atas realitas modernitas
yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahannya.
Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul
pada dunia modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi
tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam untuk bersuara dan
menampakkan dirinya.
C.S. Lewis ketika ia berkata, ketika memperjelas pandangan Nietzsche sche “My good
is my good, and your good is your good” (kebaikanku adalah kebaikanku, dan kebaikanmu
adalah kebaikanmu), atau kalau orang Jakarta bilang, “gue ya gue, lo ya lo”. Jadi di sini tidak
ada standar absolut tentang benar atau salah dalam postmodern. Mungkin Anda juga pernah
mendengar orang berkata “Mungkin itu benar bagimu, tetapi tidak bagiku” atau “Itu adalah
apa yang kamu rasa benar.” Kebenaran, bagi generasi postmodern adalah relatif, tidak
absolut.
D. Tokoh-Tokoh Postmodern dan Ajarannya
Tokoh-tokoh pemikir postmodern ini terbagi ke dalam dua model cara berpikir yakni
dekonstruktif dan rekonstruktif. Para filsuf sosial berkebangsaan Prancis lebih banyak
mendukung cara berpikir postmodern dekonstruktif ini. Para pemikir Perancis itu antara lain:
Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, ean Francois Lyotard, Jacques Derrida, Michel Foucault,
Pauline Rosenau, Jean Baudrillard, dan Richard Rorty. sementara pemikiran postmodern
rekonstruktif dipelopori oleh Teori Kritis Mazhab Frankfurt seperti: Max Horkheimer,
Theodor W Adorno, yang akhirnya dilengkapi oleh pemikiran Jurgen Habermas.
1) Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900)
Lahir di Rochen, Prusia 15 Oktober 1884. Pada masa sekolah dan mahasiswa, ia
banyak berkenalan dengan orang-orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap
pemikirannya, seperti John Goethe, Richard Wagner, dan Fredrich Ritschl. Karier bergengsi
yang pernah didudukinya adalah sebagai Profesor di Universitas Basel.
Menurutnya manusia harus menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan
akal. Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal. Terlalu naif jika akal dipercaya mampu
memperoleh kebenaran. Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal
diperoleh pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.
2) Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004)
Seorang filsuf Prancis keturunan Yahudi dan dianggap sebagai pendiri ilmu
dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh
manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain
dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa. Derrida dianggap salah satu filsuf
terpenting abad ke 20 dan ke 21. Istilah-ilstilah falsafinya yang terpenting adalah
dekonstruksi, dan différance.
Istilah dekontruksi untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-tulisan Derrrida pada
saat ia mengadakan pembacaan atas narasi-narasi metafisika Barat. Jacques Derrida
menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term
tertentu kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang
Derrida sebut sebagai logosentrisme . Metode dekonstruksi merupakan proyek filsafat yang
berskala raksasa karena Derrida sendiri menunjukkan bahwa filsafat barat seluruhnya bersifat
logosentris. Dengan demikian, dekonstruksi mengkritik seluruh proyek filsafat barat.
Sedangkan Istilah Difference, dalam karyanya Of Grammatology, Derrida berusaha
menunjukkan bahwa struktur penulisan dan gramatologi lebih penting dan bahkan “lebih tua”
ketimbang yang dianggap sebagai struktur murni kehadiran diri (presence-to- self), yang
dicirikan sebagai kekhasan atau keunggulan lisan atau ujaran.
Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-tanda lain dan kita
tidak akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya sendiri. Maka,
tulisan bukanlah tanda dari sebuah tanda, namun lebih benar jika dikatakan bahwa tulisan
adalah tanda dari semua tanda-tanda. Dan proses perujukan yang tidak terhingga (infinite)
dan tidak habis-habisnya ini tidak akan pernah sampai ke makna itu sendiri. Inilah pengertian
“tulisan” yang ingin ditekankan Derrida. Derrida menggunakan istilah arche-writing, yakni
tulisan yang merombak total keseluruhan logika tentang tanda. Jadi, tulisan yang dimaksud
Derrida bukanlah tulisan (atau tanda) sederhana, yang dengan mudah dianggap mewakili
makna tertentu.
Dilihat dengan cara lain, tulisan merupakan prakondisi dari bahasa, dan bahkan telah ada
sebelum ucapan oral. Maka tulisan malah lebih “istimewa” daripada ujaran. Tulisan adalah
bentuk permainan bebas dari unsur-unsur bahasa dan komunikasi. Tulisan merupakan proses
perubahan makna terus-menerus dan perubahan ini menempatkan dirinya di luar jangkauan
kebenaran mutlak (logos).
Jadi, tulisan bisa dilihat sebagai jejak, bekas-bekas tapak kaki, yang harus kita telusuri
terus-menerus, jika ingin tahu siapa si empunya kaki (yang kita anggap sebagai makna yang
mau dicari). Proses berpikir, menulis dan berkarya berdasarkan prinsip jejak inilah yang
disebut Derrida sebagai differance.
Differance adalah kata Perancis yang jika diucapkan pelafalannya persis sama dengan
kata difference. Kata-kata ini berasal dari kata differer-differance-difference, tidak hanya
dengan mendengar ujaran (karena pelafalannya sama), tetapi harus melihat tulisannya. Di
sinilah letak keistimewaan kata ini, hal inilah yang diyakini Derrida membuktikan bahwa
tulisan lebih unggul ketimbang ujaran.
Proses differance ini menolak adanya petanda absolut atau “makna absolute,” makna
transendental, dan makna universal, yang diklaim ada oleh De Saussure dan oleh pemikiran
modern pada umumnya.
Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya penjarakan (spacing),
di mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut sebenarnya hanyalah selalu berupa jejak
di belakang jejak. Selalu ada celah atau kesenjangan antara penanda dan petanda, antara teks
dan maknanya. Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil dilakukan. Setelah
“kebenaran” ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran” lain di depannya, dan
begitu seterusnya.
Jadi, apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian tunggal yang “ada di
depan,” tidaklah ada dan tidak ada satu pun yang bisa dijadikan pegangan. Karena, satu-
satunya yang bisa dikatakan pasti, ternyata adalah ketidakpastian, atau permainan. Semuanya
harus ditunda atau ditangguhkan (deferred) sembari kita terus bermain bebas dengan
perbedaan (to differ). Inilah yang ditawarkan Derrida, dan posmodernitas adalah permainan
dengan ketidakpastian.
E. Kritik Postmodern Terhadap Narasi-Narasi Modern
1. Postmodern dan Kapitalisme
Kapitalisme atau modernisme, menurut teori ini, menyebabkan manusia dipandang
sebagai barang yang bisa diperdagangkan – nilainya (harganya) ditentukan oleh seberapa
besar yang bisa dihasilkannya.
Menurut para pemikir postmodern, modernitas itu ditandai dengan sifat totaliternya
akal budi manusia yang menciptakan sistem-sistem seperti sistem ekonomi, sosial, politik,
dsb. Sistem-sistem itu akhirnya memenjarakan manusia sendiri sebagai budak dari sistem
yang tidak menghargai sama sekali ‘dunia kehidupan’.
2. Postmodern dan Positivisme
Nietzsche adalah tokoh postmodern yang temasuk pengkritik pandangan positivisme
August Comte. Menurut Comte, subyek (manusia-red) mampu menangkap fakta kebenaran,
sejauh hal itu faktual, dapat didindara, positif dan eksak. Akan tetapi menurut Nietzsche ,
manusia tidak tidak dapat menangkap fakta. Apa yang dilakukan manusia untuk menangkap
objek itu hanyalah sekedar interpretasi.
Banyak pernyataan bahwa Nietzsche tidak percaya bahwa kita bisa mengetahui
kebenaran. Fakta kebenaran itu tidak ada, yang ada hanyalah interpretasi dan dan perspektif.
Maka dengan dengan sendirinya tidak ada kebenaran universal yang tunggal. Penafsiran itu
tidak itu tidak menghasilkan makna final, yang ada hanyalah pluralitas. Sehingga bagi
Nietzsche, kebenaran adalah suatu kekeliruan yang berguna untuk mempertahankan arus
hidup.
F. Pengaruh Postmodern Terhadap Agama
Konsepsi epistemologis post-modern yang belum jelas merupakan persoalan yang
cukup mendasar. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam interpretasi, setiap orang
mempunyai sudut pandang dan perspektif sendiri-sendiri (berbeda-beda). Dalam perpektif,
subjek-subjek tertentu bisa dianggap benar, namun bisa jadi keliru bagi perspektif subjek
yang lain. Jika pada masa Modern, manusia mengingkari agama oleh karena pengaruh
rasionalitas, namun pada masa Postmodern ini manusia mengingkari agama dengan
irrasionalitas.
Pada postmodern ini bermunculan agama-agama baru buatan manusia (isme) yang
merupakan hasil sinkritisme dan pluralisme. Tidak ada kebenaran absolut dalam agama
apapun atau mungkin bahkan dalam kitab suci apapun, yang ada adalah kebenaran relatif,
kebenaran menurut masing-masing yang memandangnya, sehingga manusia di sini sebagai
hakim penentu kebenaran, dan bukan Tuhan yang menjadi penentu kebenaran melalui Kitab
Suci yang diwahyukannya.
Derrida, melalui teori Dekonstruksi-nya, telah mengantarkan kita pada sebuah model
semiotika ketidakberaturan atau semiotics of chaos. Dekonstruksi menolak kemapanan,
menolak obyektivitas tunggal dan kestabilan makna. Karena itu, Dekonstruksi membuka
ruang ‘kreatif’ seluas-luasnya dalam proses pemaknaan dan penafsiran. Itulah Dekonstruksi,
yang membuat setiap orang bebas memberi makna dan mentafsirkan suatu obyek tanpa batas.
Ruang makna terbuka luas. Penghancuran terhadap suatu makna oleh makna baru melahirkan
makna-makna lain. Demikian seterusnya. Sehingga, demikian bebas dan banyaknya makna
dan tafsiran, membuat era dekontruktivisme dianggap era matinya makna. Makna menjadi
tidak berarti lagi.
Fenomena postmodernisme ini memunculkan berbagai macam persoalan tentang
peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan rasionalitas yang dianggap
telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran
tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk kebenaran tunggal ditolak dan direlativkan,
demikian juga agama, teologi dan ajaran iman. Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-
kotak individualisme yang berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim
fundamentalisme dan yang lain ke arah sekularisme. Untuk itu, persoalan dasar dalam dunia
postmodern ini pertama-tama adalah soal hermeneutika dan komunikasi. Bahasa menjadi
medan hidup yang terus menerus dikembangkan sebagai bagian dari proses hermeneutik dan
komunikasi. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup ajaran iman agama, teologi, ataupun
narasi-narasi besar lainnya, namun juga terjadi di setiap bidang kehidupan. Rasionalisme
universal manusia modern dengan cita-cita penyempurnaan manusia oleh manusia sendiri
menemui keterbatasannya secara sangat spektakuler dalam abad ini. Rasionalitas universal itu
seolah-olah ambruk.
G. Pengaruh Postmodernisme Terhadap Pemikiran Islam
Sangat sulit mengetahui definisi istilah ‘posmodernisme’, karena jika definisi
diartikan sebagai sesuatu yang bisa disepakati, tunggal, dan bulat; maka kesepakatan,
ketunggalan, dan kebulatan itulah yang tidak diinginkan oleh posmodernisme. Yang bisa
dilakukan hanyalah mengira-ngira apa yang menjadi ciri-ciri posmodernisme. Hanya dengan
membuat pengelompokan, barulah kita dapat menangkap arti atau definisi posmodernisme.
Posmodernisme memiliki keragaman gerakan, sebagai akibat akibat-akibat negatif
yang ditimbulkannya. Kategori pertama, adalah gerakan posmodernisnme yang digagas oleh
Nietzsche, Derrida, Foucault, Vattimo, Lyotard, dan lain-lain. Gerakan ini menggagas
pemikiran-pemikiran yang banyak berurusan dengan persoalan linguistik. Kata kunci yang
populer untuk kelompok ini adalah “dekonstruksi”. Mereka cenderung hendak mengatasi
gambaran dunia (worl-view) modern melalui gagasan yang anti world-view sama sekali.
Mereka mendekonstruksi atau membongkar segala unsur yang penting dalam sebuah world-
view seperti : diri, Tuhan, tujuan, makna, dunia nyata, dan seterusnya. Awalnya strategi
dekonstruksi ini dimaksudkan untuk mencegah kecenderungan totalitarisme pada segala
sistem; namun akhirnya cenderung jatuh ke dalam relativisme dan nihilisme.
Kategori kedua, posmodernisme adalah segala pemikiran yang hendak merevisi
modernisme, tidak dengan menolak modernisme itu secara total, melainkan dengan
memperbarui premis-premis modern di sana-sini saja. Di sini, tetap diakui sumbangan besar
modernisme seperti: terangkatnya rasionalitas, kebebasan, pentingnya pengalaman, dan
sebagainya. Heidegger hanyalah salah satu posmodernis yang masuk kategori kedua ini.
Philoshopy of difference yang dinisbatkan kepada Heidegger mengatakan bahwa segala
perbedaan antara kepalsuan dan kebenaran, rasional dan irrasional harus diletakkan di luar
jangkauan bahasa dan konsep-konsep yang melekat dengannya. Ini berarti bahwa segala
sesuatu yang kita hadapi dalam pengalaman kita di dunia tidak kurang dan tidak lebih dari
suatu penafsiran; dan segala sesuatu di dunia ini selalu ditafsiri sesuai dengan nilai-nilai
subjektif dalam diri kita. Di sini yang bermain adalah dunia interpretasi yang berbeda-beda.
Philosophy of difference kemudian menjadi asas bagi penolakan terhadap kebenaran
transenden.
Karakter yang sering disuarakan postmodernisme antara lain adalah pluralisme,
heterodoks, eklektisisme, keacakan, pemberontakan, deformasi, dekreasi, disintegrasi,
dekonstruksi, pemencaran, perbedaan, diskontinuitas, dekomposisi, de-definisi,demistifikasi,
delegitimasi serta demistifikasi.
Merujuk Akbar S. Ahmed, dalam bukunya Postmodernism and Islam (1992), terdapat
delapan ciri karakter sosiologis postmodernisme. Pertama, timbulnya pemberontakan secara
kritis terhadap proyek modernitas, memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat
transenden dan semakin diterimanya pandangan pluralisme-relativisme kebenaran.
Kedua, meledaknya industri media massa, sehingga ia seolah merupakan
perpanjangan dari system indera, organ dan syaraf manusia. Kondisi ini pada gilirannya
menjadikan dunia dan ruang realitas kehidupan terasa menyempit. Lebih dari itu, kekuatan
media massa telah menjelma menjadi Agama dan Tuhan baru yang menentukan kebenaran
dan kesalahan perilaku manusia.
Ketiga, munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul sebagai
reaksi manakala orang semakin meragukan kebenaran ilmu, teknologi dan filsafat modern
yang dinilai gagal memenuhi janji emansipatoris untuk membebaskan manusia dan
menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Keempat, munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi
serta keterikatan romantisme dengan masa lampau. Kelima, semakin menguatnya wilayah
perkotaan (urban area) sebagai pusat kebudayaan dan sebaliknya, wilayah pedesaan (rural
area) sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju
(Negara Dunia Pertama) atas negara berkembang (Negara Dunia Ketiga).
Keenam, semakin terbukanya peluang bagi pelbagai kelas sosial atau kelompok
minoritas untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas dan terbuka. Dengan kata lain,
era postmodernisme telah turut mendorong proses demokratisasi.
Ketujuh, munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya ekletisisme dan
pencampuradukan berbagai diskursus, nilai, keyakinan dan potret serpihan realitas, sehingga
sekarang sulit untuk menempatkan suatu objek budaya secara ketat pada kelompok budaya
tertentu secara eksklusif. Kedelapan, bahasa yang digunakan dalam diskursus
postmodernisme seringkali mengesankan tidak lagi memiliki kejelasan makna dan
konsistensi, sehingga bersifat paradoks.
Jika posmodernisme mengatakan keberanan objektif tidak lagi dipercayai sebagai
kebenaran absolut, maka mekanisme kebenaran yang bekerja adalah kebenaran subjektif atau
relatif. Tidak ada lagi nilai yang diakui sebagai nilai tertinggi. Suatu konsep tidak lagi
didasarkan pada sesuatu hal yang bersifat divine dan metafisis. Lalu, dimana posisi agama
dalam dunia posmodernisme?
Posisi agama dalam dunia posmodernisme dijelaskan dengan baik oleh Hamid Fahmy
Zarkasyi. Menurutnya, agama tidak lagi berhak mengklaim punya kuasa lebih terhadap
sumber-sumber nilai yang dimiliki manusia seperti yang telah diformulasikan oleh para
filosof. Jadi, agama dipahami sebagai sama dengan persepsi manusia sendiri yang tidak
memiliki kebenaran absolut. Oleh sebab itu agama mempunyai status yang kurang lebih sama
dengan filsafat dalam pengertian tradisional. Dari kesalahan epistemologi, posmodernisme
kemudian menjadi tantangan berat bagi umat Islam saat ini.
Tantangan posmodernisme bagi umat Islam semakin berat ketika paham ikutan yang
dibawa posmodernisme, kemudian dijadikan sebagai landasan berpikir para sarjana Islam
semacam Muhammad Abid al-Jabiri, Mohammad Arkoun, Hassan Hanafi, Nashr Hamid Abu
Zayd, Muhammad Syahrur, dan lain-lain. Di tangan para sarjana Islam kontemporer ini,
posmodernisme berhasil menancapkan pengaruhnya dalam kajian Islam.
Mengapa banyak sarjana Muslim yang tertarik pada rayuan posmodernisme? Dalam
sebuah perkualiahan, Nirwan Syafrin Manurung menjelaskan bahwa beberapa faktor yang
mendorong para sarjana Islam menggunakan framework posmodernisme dalam kajian Islam;
yakni : frustasi atas kemunduran umat Islam dan bangsa Arab pada khususnya, kekalahan
bangsa Arab atas Israel pada Perang Enam Hari tahun 1967, frustasi terhadap pemerintah
Arab yang semakin otoriter, dan frustasi atas maraknya gerakan kebangkitan Islam. Doktrin-
doktrin posmodernisme yang menjadi tantangan berat bagi Islam antara lain :
1. Nihilisme
Doktrin yang digunakan para posmodernis adalah konsep mereka tentang nilai.
Program posmodernisme adalah penghapusan nilai dan penggusuran tendensi yang
mengagungkan otoritas. Hal ini dengan mereduksi makna nilai yang dijunjung tinggi dan
dinilai sebagai absolute oleh agama dan masyarakat. Nihilisme atau penghapusan nilai
(dissolution of value) pertama kali diperkenalkan oleh Nietzsche (1844-1900). Dalam
karyanya, Will To Power, Nietzsche menggambarkan nihilisme sebagai situasi dimana
“manusia berputar dari pusat ke arah titik X”; artinya, nilai tertinggi mengalami devaluasi
dengan sendirinya.
Nietzsche melakukan penghancuran tatanan nilai lama yang diartikannya sebagai
kepalsuan dan kebohongan. Tetapi karena nilai-nilai tradisional itu berkaitan langsung dan
tak terpisah dengan agama, Nietzsche memproklamirkan “kematian Tuhan” sebagai peristiwa
paling penting zaman ini. Tuhan hanyalah gagasan manusia yang tidak berani mengikuti
dorongan daya hidupnya sendiri. Nietzsche secara radikal menyangkal adanya Tuhan bukan
berdasarkan pertimbangan filosofis-rasional, melainkan karena dengan adanya Tuhan, ia
tidak melihat adanya ruang bagi pengembangan diri manusia; ia menyebutnya dengan sang
Manusia Super. Manusia Super hidup bernapaskan semangat kekuasaan, yang telah terbebas
dari belenggu sistem nilai dan moralitas lama serta secara bebas mewujudkan “kehendak
untuk berkuasa” (Will to power).
Heidegger (1889-1976) dengan nada yang sama mendefinisikan nihilisme sebagai
“suatu proses dimana pada akhirnya tidak ada lagi yang tersisa”. Bagi Heidegger, tetap ada
perbedaan ontologis antara Being (sang Ada) yang sesungguhnya dengan being (para
pengada). Artinya, semua hal adalah tentang penafsiran. Itulah sebabnya kebenaran pun harus
dilihat sebagai sesuatu yang ambigu. Premis ini dinamakan philoshopy of difference, yang
kemudian akan menjadi penghubung antara nihilisme dan hermeneutika (filsafat interpretasi).
Nietzsche dan Heidegger, keduanya menuju satu titik dimana manusia tidak lagi
berpegang pada struktur nilai; nilai tidak lagi mempunyai makna. Suatu konsep tentang
apapun tidak lagi berdasarkan pada sesuatu yang metafisik, religius, ataupun mengandung
unsur ketuhanan. Hal ini memposisikan posmodernisme vis a vis agama.
2. Relativisme
Ernest Gellner menyatakan bahwa posmodernisme Nampak jelas mendukung paham
relativisme. Kebenaran bagi posmodernisme adalah elusive (kabur), subjektif dan internal.
Oleh sebab itu mereka tidak bias menerima ide tentang kebenaran tunggal, eksklusif,
eksternal, dan transenden.
Relativisme terutama diusung dan diolah oleh Derrida. Sambil menarik kesimpulan-
kesimpulan radikal dari Nietzsche, Husserl, dan Heidegger, lewat post-strukturalisme, ia
sampai pada gagasan, bahwa pada akhirnya bahasa dan kata-kata adalah kosong belaka,
dalam arti mereka sebetulnya tidak menunjuk pada sesuatu apa pun selain pembedaan
(differance) : pembedaan arti yang dimungkinkan oleh system lawan kata. ‘Makna’, tiada lain
adalah permainan semiologik, permainan tanda-tanda. Dengan cara ini, maka yang biasa
disebut ‘kenyataan’, ‘ada’, atau ‘kebenaran’, misalnya, lenyap. Dari sini, maka diskursus
dibawa ke arah pentingnya hermeneutika yang membawa segala persoalan pada wilayah
dialog. Akibatnya,kebenaran itu relative, tergantung kepada pendirian subjek yang
menentukan. Doktrin ini mempengaruhi pemikiran cendekiawan Muslim dari tingkat
mahasiswa hingga dosen, sehingga kini banyak yang hanyut dengan menyatakan bahwa
“kebenaran itu relative”, “kita tidak dapat mengetahui kebenaran absolute, yang absolute
hanya Tuhan”, dan sejenisnya.
Atmosfir pemikiran posmodernisme dengan doktrin subjektifitas dan relativisme
kebenaran ini adalah salah satu faktor penting bagi lahirnya paham pluralisme dan pluralisme
agama. Paham ini diusung oleh liberalisme.
3. Pluralisme
Pluralisme merupakan ‘dampak bawaan’ atau konsekuensi logis dari doktrin
subjektivitas dan relativisme. Lagi-lagi Derrida menyumbangkan kerangka berpikir
pluralisme. Konsepnya tentang ‘Differance’ berbicara mengenai penolakan terhadap adanya
petanda absolute atau ‘makna absolut’, ‘makna transendental’, dan ‘makna universal’.
Penolakan ini mesti dilakukan, dan menurut Derrida sudah pasti terjadi, karena dengan
adanya proses ‘Differance’ tadi, apa yang dianggap sebagai petanda absolute akan selalu
berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada saja celah antara penanda dan petanda, antara teks
dan maknanya. Celah inilah yang menyebabkan pencarian makna absolute mustahil
dilakukan. Setelah kebenaran ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak kebenaran lain yang
ada di belakangnya.
Hal ini dibenarkan oleh Oxford Dictionary of Philosophy. ‘Pluralisme’ adalah teori
yang seirama dengan relativisme dan sikap curiga terhadap kebenaran. Ia terkadang juga
dipahami sebagai doktrin yang berpandangan bahwa di sana tidak ada pendapat yang benar
atau semua pendapat adalah sama benarnya. Definisi ini kemudian diaplikasikan pada agama,
sehingga muncullah pluralisme agama.
John Hick memberikan definisi yang fenomenal, yang menjadi rujukan oleh kalangan
para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Menurutnya, pluralisme agama adalah :
“…the view that the great world faiths embody different perceptions and conceptions of, and
correspondingly different responses to, the Real or the Ultimate from within the major
variant cultural ways of being human; and that within each of them the transformation of
human existence from self-centredness to Reality centredness is manifestly taking place—and
taking place, so far as human observation can tell, to much the same extent.”
Hick ingin menegaskan bahwa sejatinya semua agama adalah “manifestasi-
manifestasi dari realitas yang satu”. Dengan demikian, semua agama sama dan tak ada yang
lebih baik dari yang lain. Dengan gagasan ini, maka masing-masing agama mempunyai
metode, jalan, atau bentuk untuk mencapai “Tuhan”.
Paham semacam itu jelas menolak kebenaran eksklusif akidah Islam dan
menyamakan Islam dengan semua agama. Maka, sudah tepat rumusan yang dibuat MUI
mengenai ‘pluralisme agama’ dan status hukumnya, sebagai paham yang bertentangan
dengan ajaran Islam dan haram bagi kaum Muslim untuk memeluk paham semacam itu.
4. Liberalisme
Paham liberalisme berawal dari kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir, berarti
berpusat pada kebebasan individu, yang memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk
persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama
dan ideologi.
Liberalisme dianggap bersikap positif terhadap manusia, kemampuan dan
kesempurnaannya. Manusia dianggap makhluk yang terus berkembang sifatnya, pemahaman
dan moralitasnya. Manusia, karena itu, dianggap mampu menentukan kehidupan mereka
sendiri dan karena itu segala perbuatan manusia adalah milik individu yang tidak boleh
dicampuri oleh lembaga atau orang lain. Liberalisme menekankan pada hak-hak individu,
menentang kekuasaan dan otoritas resmi. Di sini pengaruh Barat modern dan postmodern
yang individualistis begitu nyata dan radikal. Karena radikalnya itu mereka percaya bahwa
manusia mampu menjadikan segala sesuatu menjadi lebih baik. Semua ini mengawali upaya
pemarjinalan agama atau memisahkan agama dari urusan sosial dan politik secara perlahan-
lahan. Agama tidak diberi tempat di atas kepentingan sosial dan politik. Sama seperti yang
terjadi ketika liberalisme didesakkan ke dalam pemikiran keagamaan Katholik dan Protestan,
ia telah mensubordinasikan Islam di bawah kepentingan politik dan humanisme, terjadilah
sekularisme di tubuh Islam, yang dibawa oleh agen-agennya.
Liberalisme yang didesakkan ke dalam pemikiran keagamaan Islam telah
mendestruksi dan mendistorsi konsep-konsep yang diyakini oleh umat Islam sebagai konsep
yang sudah pakem, selain dengan mendistorsi sejarah Islam dan umat Islam.
Islam kemudian banyak dimaknai hanya dengan makna generic atau makna bahasa
sebagai “tindakan pasrah kepada Tuhan” (submission to God) tanpa melihat, bagaimana cara
pasrah kepada Tuhan itu – apakah kepasrahan kepada Tuhan itu menggunakan ajaran Nabi
Muhammad SAW atau bukan. Upaya dekonstruksi makna Islam sebenarnya merupakan
bagian dari upaya dekonstruksi istilah-istilah atau konsep-konsep kunci dalam Islam. Jika
makna Islam didekonstruksi, maka akan terdekonstruksi juga makna “kafir”, “murtad,
“munafik”, “al-haq”, “dakwah”, “jihad”, dan lain-lain.
Banyak cendekiawan Muslim yang akhirnya termakan paham relativisme, yang
mengakibatkan kerusakan struktur ilmu pengetahuan dalam Islam. Bahkan agama Islam itu
sendiri sudah tidak ada artinya apa-apa lagi karena hanya merupakan agama yang benar
secara relatif.
Selain menanamkan doktrin relativisme, langkah liberalisasi yang paling strategis
adalah melakukan kritik terhadap Al-Qur’an yang merupakan sumber kekuatan Islam.
Dengan menerapkan biblical criticism dalam studi Al-Qur’an, para orientalis melontarkan
berbagai pendapat yang controversial mengenai Al-Qur’an seperti : Al-Qur’an telah
mengalami berbagai penyimpangan, standardisasi Al-Qur’an disebabkan rekayasa politik dan
manipulasi kekuasaan, Utsman bin Affan salah karena telah mengkodikasi Al-Qur’an, Al-
Qur’an ditulis bukan dengan bahasa Arab tetapi bahasa Aramaik, Al-Qur’an adalah karangan
Muhammad, terdapat sejumlah kesalahan dalam penulisan AL-Qur’an, tidak ada dalam Al-
Qur’an yang orisinal dan berasal dari langit karena wujudnya pengaruh Yahudi-Kristen yang
sangat dominan dalam Al-Qur’an, menyamaratakan qira’ah mutawatirah dengan qira’ah
shadhdhah, merubah kata dan kalimat dalam Al-Qur’an dan lain sebagainya. Dari hasil kajian
kritis tersebut kesimpulannya adalah perlunya diwujudkan Al-Qur’an edisi kritis.
Dan masih banyak lagi upaya liberalisasi terhadap pemikiran Islam. Ambil contoh
penyebaran feminisme dan gender dan mendekonstruksi syariah. Kalangan liberal bahkan
sudah berani menghalalkan perilaku homoseksual dan leSbian, dengan landasan berpikir
feminisme radikal yang menuntut kesamaan laki-laki dan perempuan dalam memperoleh
kepuasan seksualnya masing-masing. Kemudian tafsir diseret-seret dalam upaya penghalalan
ini dengan melakukan kritik dan reaktualisasi terhadap tafsir mengenai kisah Nabi Luth dan
konsep pernikahan.
Dekonstruksi syariah juga gencar dilakukan oleh kalangan liberal. Maslahah
dijadikan kuda hitam. Biasanya mereka melontarkan argument bahwa karena tujuan
ditetapkannya hukum Islam adalah untuk menciptakan maslahah kepada umat manusia maka
maqasid syariah lebih utama daripada syariah. Selain itu, kaidah usuliyah al-ibratu bi
umumillafz, la bi khususi al-sabab dibalik menjadi al-ibratu bi khususi al-sabab la
umumillafz. Jadi mereka ingin mengatakan bahwa perintah dan larangan dalam AL-Qur’an
itu harus dipahami dalam konteks budaya ketika ia diturunkan.
Liberalisasi pemikiran keagamaan Islam yang akhir-akhir ini mendapatkan momen
euforianya, bukanlah sebuah tajdid atau pembaruan, tapi melainkan tak lebih dari upaya
membebek atau mengadopsi secara membabi-buta terhadap tradisi intelektual Barat yang
dekonstruksionis dan dekstruktif. Oleh karena itu, umat Islam harus mempertahankan dan
mengembangkan tradisi keilmuan yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, dan warisan
tradisi intelektual Islam.
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/filsafat-pra-socrates.html
FILSAFAT PRA SOCRATES
A. Masa Pemikiran Filsafat Pra-Socrates Filsafat Pra Socrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal atas
dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal
segala sesuatu. Baik dunia maupun manusia para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang
bijak yang mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta beserta isinya
tersebut. Sedangkan arti filsafat itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia
artinya bijaksana/pemikir yang menyelidiki tentang kebenaran-kebenaran yang sebenarnya
untuk menyangkal dongeng-dongeng atau. mite-mite yang diterima dari agama.
Pemikiran filusuf inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu baik dunia
maupun manusia yang menyebablan akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng
atau mite-mite tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan akalnya
dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Mite-mite tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari surge,
mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa “pelangi adalah awan” dan pendapat Anaxagoras
bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan (pendapat ini adalah pendapat pemikir
yang menggunakan akal). Dimana pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu
pendapat yangdikontrol, dapat diteliti oleh akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya. Para
pemikir filsafat yang pertama hidup dimiletos kira-kira pada abadke 6 SM, dimana pada abad
tersebut pemikiran mereka disimpulkan daripotongan-potongan yang diberitakan oleh
manusia dikemudian hari atau zaman. Dan dapat dikatakan bahwa mereka adalah filsafat
alam artinya para ahli fikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang
menja disasaran para ahli filsafat teresbut (obyek pemikirannya adalah alam semesta).
Tujuan filosofi mereka adalah memikirkan soal alam besar dari mana terjadinya alam
itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka, pemikiran yang demikian itu merupakan
pemikiran yang sangat majuu, rasioanl dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang
menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan indranya, tanpa
mempersoalkannya lebih jauh. Sedang dilain pihak orang cukup puas menerima keterangan
tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.
B. Para Filosof Yang Tergolong Dalam Filosof Alam
1. Thales (625-545 SM)
Thales adalah seorang saudagar yang banyak berlayar ke negeri Mesir. Ia juga
seorang ahli politik yang terkenal di Milatos. Dalam pada itu masih ada kesempatan baginya
untuk mempelajari ilmu matematik (ilmu pasti) dan astronomi (ilmu bintang).
Ada cerita yang mengatakan bahwa Thales sangat menyisihkan diri dari pergaulan
bebas. Ia berpikir senantiasa, dan pikirannya terikat pada alam semesta. Pada suatu hati
Thales berjalan-jalan, matanya asyik memandang ke atas, memandang keindahan alam langit.
Dengan tanpa sepengetahuannya ia terjatuh masuk lubang, seorang perempuan tua yang lalu
dekat itu menertawakannya sambil berkata, “Hai Thales, jalan di langit engkau ketahui, tetapi
jalanmu di bumi tidak kau ketahui.
Sungguh demikian Thales terbilang bapak filosufi Yunani, sebab dialah filosuf yang
pertama. Filosofinya diajarkan dengan mulut saja, dan dikembangkan oleh murid-muridnya
dari mulut ke mulut pula. Baru Aristoteles, menuliskannya kemudian.
Menurut keterangan Aristoteles, kesimpulan ajaran Thales ialah semuanya adalah air.
Air yang cair itu adalah pangkal, pokok, dan dasar segala-galanya. Bagi Thales, air adalah
sebab yang pertama dari segala yang ada. Di awal air di ujung air. Asal air pulang air. Air
yang satu itu adalah bingkai dan pula isi. Atau dengan kata lain filosofi air adalah substrat
dan subtansi kedua-duanya.
2. Anaximandros (610-547 SM)
Anaximandros adalah salah satu dari murid Thales. Ia lebih muda lima belas tahun
dari Thales, tapi meninggal lebih dulu dari Thales. Anaximandros adalah seorang ahli
astronomi dan ilmu bumi.
Sebagai filosuf ia lebih besar dari gurunya. Oleh karena itu meskipun ia murid Thales,
namun mempunyai prinsip dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut
bukanlah dari jenis benda alam seperti air sebagaimana yang dikatakan gurunya. Prinsip
dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut
apeiron.
Apeiron adalah zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan, tak
ada persamaannya dengan apapun. Segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan rupanya
dengan panca indra kita, adalah barang yang mempunyai akhir, yang berhingga, sebab itu
barang asal, yang tiada berhingga, dan tiada berkeputusan, mustahil salah satu dari barang
yang berakhir itu. Segala yang tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya. Yang panas
dibatasi oleh yang dingin. Dimana bermula yang dingin disana berakhir yang panas. Yang
cair dibatasi yang beku, yang terang oleh yang gelap. Dan bagaimana yang berbatas itu akan
dapat memberikan sifat kepada yang tidak berkeputusan.
Segala yang tampak dan terasa, segala yang dapat ditentukan rupanya dengan
pancaindera kita, semuanya itu mempunyai akhir. Ia timbul, hidup, mati dan lenyap. Segala
yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa, yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu
kepada yang lain. Yang cair menjadi beku dan sebaliknya. Semuanya itu terjadi dari ada
apeiron dan kembali pula kepada apeiron.
Disitu tampak kelebihannya dari pada gurunya. Selagi Thales berpendapat bahwa
barang yang asal itu salah satu dari yang lahir, yang tampak, yang berhingga juga,
Anaximandros meletakkannya di luar alam yang memberikan sifat yang tiada berhingga
padanya dengan tiada dapat diserupai.
3. Anaximenes (585-494 SM)
Anaximenes adalah salah satu murid Anaximandros. Ia adalah filosuf alam terakhir
dari kota Miletos. Sesudah ia meninggal dunia kemajuan filosuf alam berakhir di kota
tersebut. Banyak ahli fikir dari kota tersebut sebab kota Miletos pada tahun 494 SM diserang
dan ditaklukan oleh bangsa Persia. Dengan kepergian para ahli fikir itu, maka kebesaran kota
Miletos sebagai pusat pengajaran filosufi alam lenyap.
Pandangan filsafatnya tentang kejadian alam ini sama dasarnya dengan pandangan
gurunya. Ia mengajarkan bahwa barang yang asal itu satu dan tidak berhingga. Hanya saja ia
tidak dapat menerima ajaran Anaximandros, bahwa barang yang asal itu tak ada
persamaannya dengan barang yang lain dan tak dapat dirupakan. Baginya yang asal itu
mestilah satu dari yang ada dan yang tampak. Barang yang asal itu ialah udara. Udara itulah
yang satu dan tidak berhingga.
Thales mengatakan air asal dan kesudahan dari segala-galanya. Anaximenes
mengatakan udara. Udara yang memalut dunia ini, menjadi sebab segala yang hidup. Jika tak
ada udara itu, tak ada yang hidup. Pikirannya ke sana barangkali terpengaruh oleh ajaran
Anaximandros, bahwa “ Jiwa itu serupa dengan udara.” Sebagai kesimpulan ajarannya
dikatakan: “Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari udara, menyatukan tubuh kita,
demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu”.
4. Pythagoras (572 – 497 SM )
Menurut kepercayaan Pythagoras manusia itu asalnya tuhan. Jiwa itu adalah
penjelmaan dari tuhan yang jatuh kedunia karena berdosa, dan ia akan kembali ke langit ke
dalam lingkungan tuhan bermula, apabila sudah habis dicuci dosanya itu. Menurut
kepercayaannya itu, Pythagoras menjadi penganjur Vegetarismre, memakan sayur-mayur dan
buah-buahan saja. Tetapi tak cukup orang hidup membersihkan hidup jasmani saja, akan
tetapi rohani juga. Manusia harus berzikir senantiasa untuk mencapai kesempurnaan
hidupnya. Menurut keyakinan kaum Pythagoras setiap waktu orang harus menanggung jawab
hatinya tentang perbuatannya sehari-hari.
Hidup di dunia ini menurut paham Pythagoras adalah persediaan buat akhirat. Berlagu
dengan musik adalah juga sebuah jalan untuk membersihkan. Dalam penghimpunan kaum
Pythagoras musik itu dimuliakan.
Filsafah pemikirannya banyak diilhami oleh rahasia angka-angka. Ia beranggapan
bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah angka. Batas, bentuk, dan angka dalam pengertian
Pythagoras adalah sesuatu yang sama. Dunia angka adalah dunia kepastian dan dunia ini erat
hubungannya dengan dunia bentuk.
Kata-kata Pythagoras, bahwa : “all things are numbers”, tampak seolah-olah omong
kosong belaka, akan tetapi justru ajaran itulah yang menjadi segala pokok pangkal ilmu
hakikat, ilmu pasti, theology, mistika dan tasawuf.
Dari sini dapat dilihat kecakapan dia dalam matematik mempengaruhi terhadap
pemikiran filsafatnya, sehingga pada segala keadaan ia melihat dari angka-angka dan segala
keadaan merupakan paduan dari unsur angka. Angka adalah asal dari segalanya dan segala
macam perhubungan dapat dilihat dari angka-angka.
5. Heraklitos (535-475 SM)
Filsafat Heraklitos merupakan filsafat menjadi. Tak ada sesuatu yang ada secara tetap,
segala sesuatu dalam keadaan menjadi. Segala sesuatu bergerak secara abadi: “Segala sesuatu
berlalu dan tak ada sesuatu pun yang tinggal diam”. Kita tak akan dapat dua kali turun ke
dalam arus yang sama, airnya senantiasa berganti. Begitulah segala sesuatu. Tak ada sesuatu
pun yang kekal, tak ada sesuatu pun yang kekal, tak ada sesuatu pun yang tetap, hakekat
segala sesuatu adalah perubahan, keadaan (sedang) menjadi. Keadaan menjadi ini selalu
terjadi dalam suatu pertentangan, dari kehidupan timbul kematian, dari kematian timbul
kehidupan, dari bagian-bagian timbul keseluruhan, dari keseluruhan timbul bagian-bagian.
Heraklitos mengemukakan pendapatnya, ia mempercayai bahwa arche (asas yang
pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan
kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan mengubahnya sesuatu itu
menjadi abu atau asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar menjadi abu atau asap, adanya
api tetap ada. Segala sesuatunya berasal dari api, dan akan kembali ke api.
Menurut pendapatnya, di dalam arche terkandung sesuatu yang hidup (seperti roh) yang
disebutnya sebagai logos (akal atau semacam wahyu). Logos inilah yang menguasai dan
sekaligus mengendalikaan keberadaan segala sesuatu. Hidup manusia akan selamat apabila
sesuai dengan logos.
6. Parmenides (540-475 SM)
Ia lahir di kota Elea, kota perantauan Yunani di Italia Selatan. Dialah yang pertama
kali memikirkan tentang hakikat tentang ada (being). Ia kagum adanya misteri segala realitas
yang ada. Di situ ia menemukan berbagai (keanekaragaman) kenyataan, dan ditemukan pula
adanya hal yang tetap dan berlaku secara umum. Sesuatu yang tetap dan berlaku umum itu
tidak dapat ditangkap melalui indera, akan tetapi akan ditangkap lewat pikiran atau akal.
Untuk memunculkan realitas tersebut hanya dengan berpikir.
Yang ada (being) itu ada, yang ada tidak dapat hilang menjadi tidak ada, dan yang
tidak ada adalah tidak ada, sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah
yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan.
Jadi, yang ada (being) itu satu, umum, tetap dan tidak dapat dibagi-bagi. Karena
membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak
mungkin. Yang ada tidak dijadikan dan tidak dapat musnah. Tidak ada kekuatan apapun yang
dapat menandingi yang ada. Tidak adaaaaaa sesuatu pun yang sapat ditambahkan atau
mengurangi terhadap yang ada. Kesempurnaan yang ada digambarkan, sebuah bola yang
jaraknya dari pusat kepermukaan semuannya sama. Yang ada di segala tempat, oleh
karananya tidak ada ruangan yang kosong, maka di luara yang ada masih ada sesuatu yang
lain.
7. Leukippos ( 540 SM)
Leukippos adalah ahli pikir yang pertama mengajarkan tentang atom. Menurut
pendapatnya tiap benda terdiri dari atom. Yang dipakai sebagai dasar teorinya tentang atom
ialah yang penuh dan kosong. Atom dinamainya yang penuh sebagai benda betapapun
kecilnya dan bertubuh. Dan setiap yang bertubuh mengisi lapangan yang kosong. Jadi di
sebelah yang penuh dan yang kosong itulah kejadian alam ini. Keduandan yang penuh dan
yang kosong mesti ada sebab kalau tak ada yang kosong atom itu tidak dapat bergerak.
Seperto Parmenides, ia menyatakan tidak mungkin ada penciptaan dan pemusnahan
mutlak, akan tetapi ia tidak ingin menolak kenyataan banyak, bergerak, lahir ke dunia dan
menghilang yang tampak pada segala sesuatu. Banyak, gerak, lahir dan hilang tidak mungkin
kita paham tanpa adanya tidak ada (non-being), dalam hal ini ia selendapat dengan
Parmenides, namun ia menambahka bahwa tidak ada (non-being) mempunyai arti pula
sebagaimana ada (being). Being berarti pemenuhan ruang, berarti pula penuh, non-being
berarti kekosongan.
8. Demokritos ( 460-360 SM)
Menurut Demokritos, segala sesuatu mengandung penuh dan kosong. Jikalau kau
menggunakan pisau itu harus menemukan ruang kosong, supaya dapat menembus. Jika apel
itu tidak mengandung kekosongan, ia tentu keras dan secara pisik tidak dapat dibelah.
Sedangkan bagian yang penuhdari segala sesuatu dapat dibagi-bagi menjadi titik-titik yang
tak terbatas jumlahnya., dank arena kecilnya ia tidak dapat ditangkap dengan pancaindera.
Bagian kecil-kecil itu tak dapat dibagi dan tidak mengandung kekosongan. Ia bernama
atomos yang artinya tak dapat dibagi.
Demokritos adalah murid Leukippos, dan sama dengan pendapat gurunya bahwa alam
ini terdiri dari atom-atom yang bergerak-gerak tanpa akhir, dan jumlahnya sangat banyak.
Dan ia sependapat dengan Heraklitos, bahwa anasir pertama adalah api. Api terdiri dari atom
yang sangat halus, licin dan bulat. Atom apilah yang menjadi dasar dalam segala yang hidup.
Atom api adalah jiwa.
Jiwa itu tersebar keseluruh badan kita, yang menyebabkan badan kita bergerak.
Waktu bernafas kita tolak ia keluar. Kita hidup hanya selama kita bernafas. Demikianlah
Demokratis menjadikan atom sebagai asas hidup penglihatan, perasaan dan pendengaran,
semuanya timbul dari gerak atom.
C. Kesimpulan
Para filosof pada masa pra Socrates di antaranya adalah Thales, Anaximandros,
Anaximenes, Pythagoras, Heraklitos, Parmenides, Leukippos dan Demokratis merupakan
filosof yang tidak mempercayai cerita-cerita tentang keadaan alam begitu saja tanpa
mempersoalkannya lebih jauh. Mereka tidak sama dengan kebanyakan orang pada saat itu
yang hanya menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang ditangkap oleh inderanya
dan cukup puas walau hanya menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenk
moyang tau legenda pada saat itu.
Thales merupakan salah satu dari filosuf alam yang memiliki pemikiran bahwa
“Semuanya itu air”, dari pemikiran yang diungkapannya itu tersimpul dengan sengaja atau
tidak. Suatu pandangan yang dalam, yaitu bahwa “Semuanya itu satu”. Selain itu,
Anaximandros salah satu dari murid Thales juga mengungkapkan pemikirannya yang ia dapat
bahwa prinsip dasar alam memang satu, akan tetapi bukanlh dari jenis benda alam seperti air
sebagaimana yang dikatakan oleh gurunya. Prinsip dasar haruslah dari jenis yang tak
terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut apeiron.
Meskipun mereka berdua seorang filosuf dan memiliki hubungan yaitu guru dengan
murid namun dalam segi pemikiran mereka berbeda. Para filosuf tidak begitu saja
mempercayai pemikiran atau cerita, meskipun orang terdekat mereka yang mengemukakan,
apalagi itu tentang keadaan alam. Mereka lebih berusaha untuk mendapatkan keterangan
tentang inti dasar alam itu sendiri dari daya pikirnya sendiri. Seperti Thales dan
Anaximandros begitu juga dengan filosuf lainnya. Maka mereka pantas mendapat sebutan
sebagai pemikir yang radikal, karena pemikiran mereka begitu mendalam hingga ke akar-
akarnya.
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/filsafat-socrates.html
FILSAFAT SOCRATES
A. Biografi Socrates Socrates (470 SM - 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah
satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena, dan
merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan
Aristoteles. Socrates adalah yang mengajar Plato, dan Plato pada gilirannya juga mengajar
Aristoteles.
Socrates diperkirakan lahir dari ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat patung
dari batu (stone mason) bernama Sophroniskos. Ibunya bernama Phainarete berprofesi
sebagai seorang bidan, dari sinilah Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan
metode kebidanan nantinya. Socrates beristri seorang perempuan bernama Xantippe dan
dikaruniai tiga orang anak.
Secara historis, filsafat Socrates mengandung pertanyaan karena Socrates sendiri tidak
pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai pemikiran Socrates
pada dasarnya adalah berasal dari catatan oleh Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-
siswa lainnya. Yang paling terkenal diantaranya adalah Socrates dalam dialog Plato dimana
Plato selalu menggunakan nama gurunya itu sebagai tokoh utama karyanya sehingga sangat
sulit memisahkan mana gagasan Socrates yang sesungguhnya dan mana gagasan Plato yang
disampaikan melalui mulut Sorates. Nama Plato sendiri hanya muncul tiga kali dalam karya-
karyanya sendiri yaitu dua kali dalam Apologi dan sekali dalam Phaedrus.
Socrates dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa alas
kaki dan berkelilingi mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan
ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar
seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih
bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara
tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada
saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya
inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang
membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya
pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut
tentang satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap
kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates
membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling
bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak
pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati terhadap Socrates karena
setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh
masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka duga mereka ketahui.
Rasa sakit hati inilah yang nantinya akan berujung pada kematian Sokrates melalui peradilan
dengan tuduhan resmi merusak generasi muda, sebuah tuduhan yang sebenarnya dengan
gampang dipatahkan melalui pembelaannya sebagaimana tertulis dalam Apologi karya Plato.
Socrates pada akhirnya wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun
sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280
mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya.
Socrates sebenarnya dapat lari dari penjara, sebagaimana ditulis dalam Krito, dengan
bantuan para sahabatnya namun dia menolak atas dasar kepatuhannya pada satu "kontrak"
yang telah dia jalani dengan hukum di kota Athena. Keberaniannya dalam menghadapi maut
digambarkan dengan indah dalam Phaedo karya Plato. Kematian Socrates dalam
ketidakadilan peradilan menjadi salah satu peristiwa peradilan paling bersejarah dalam
masyarakat Barat di samping peradilan Yesus Kristus.
B. Filosofi Socrates
Peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat
dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika.
Pengejaran pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para
filsuf selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga
dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah
sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia
ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari.
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya, jika diperhatikan malahin ia tidak
pernah mengajarkan filosofi melainkan hidup berfilosofinya. Bagi dia filosofi bukan isi,
bukan hasil bukan ajaran yang berdasarkan dogma melainkan fungsi yang hidup. Disini
berlainan pendapatnya dengan guru-guru sophis yang mengajarkan bahwa semuanya relatife
dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian ang skeptic, Socrates berpendapat bahwa
kebenaran itu tetap dan harus dicari.
Dalam mencari kebenaran ia tidak memikir sendiri melainkan setiap kali ia berdua
dengan orang lain dengan jalan tanya jawab dan metodenya disebut maieutik. Menguraikan
seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya sebagai dukun beranak.
Socrates mencari pengertian yaitu bentuk yang tetap daripada sesuatunya sebab itu ia
selalu bertanya: apa itu? Apa yang dikatakan berani apa yang disebut indah, apa yang
bernama adil? Pertanyaan tentang “apa itu” harus lebih dahulu daripada “apa sebab”. Hal ini
sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Anak kecilpun mulai bertanya dengan “apa
itu”. Oleh Karena jawab tentang itu “apa itu” hrus dicari dengan Tanya jawab yang makin
meningkat dan mendalam, maka Socrates diakui pula sejak keterangan Aristoteles sebagai
pembangun dialektik pengetahuan.
C. Etik Socrates
Budi ialah tahu. Inilah intisari daripada etiknya. Orang yang berpengetahuan dengan
sendirinya berbudi baik. Paham etiknya itu kelanjutan daripada metodenya. Induksi dan
definisi menuju kepada pengetahuan yang berdasarkan pengertian dari mengerti beserta
keinsyafan moril tidak boleh tidak mesti timbul budi. Oleh karena itu badi adalah tahu, maka
siapa yang tahu akan kebaikan dengan sendirinya terpaksa berbuat baik.
Dari pandangan etik yang rasionil itu Socrates sampai kepada sikap hidup yang penuh
dengan rasa keagamaan. Sering pula dikemukakannya bahwa Tuhan itudirasai sebagai suara
dari dalam yang menjadi bimbingan bginy dalam segala perbuatannya. Itulah yan disebut
daimonion dansemua orang yang mendengarkan suara daimonion itu dari dalam jiwanya
apabila ia mau.
D. Pemikiran Filsfat Socrates (K. Bertens)
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyahkan teori-teori sains yang
telah mapan mengguncangkan keyakinan agama. Inilah yang menyebabkan kebingungan dan
kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates harus bangkit ia harus meyakinkan
orang Athena bahwa tidak semua kebenaran yang umum yang dapat dipegang oleh semua
orang. Sebagian kebenaran memang relatif tetapi tidak semuanya. Sayangnya Socrates tidak
meninggalkan tulisan. Ajaran kita proleh dari tulisan-tulisan muridnya terutama plato,
kehidupan Socrates (470-399 SM)berada ditengah-tengah keruntuhan imperium Athena.
Tahun terakhir hidupnya sempat menyaksikan keruntuhan Athena oleh kehancuran orang-
orang Oligarki dan orang-orang Demokratis.
Pemuda-pemuda Athena pada masa ini dipimpin oleh doktrin relatifisme dari kaum
sophis sednkan Socrates adakah seorang penganut moral yang absolute dan meyakini bahwa
menegakkan moral merupakan tugas filosof, yng berdasarkan idea-idea rasional dan keahlian
dalam pengetahuan.
Bertens menjelaskan ajaran Socrates sebagai beikut ini. Ajaran ini ditujukan untuk
menentang ajaran relatifisme sophis. Ia ingin menegakkan sains dengan agama. Socrates
memulai filsafatnya dengan bertolak dari penglaman sehari-hari akan tetapi ada perbedaan
yang sangat penting antara sophis dan Socrates; Socrates tidak menyetujui relafisme kaum
sophis.
Menurut pendapat Socrates ada kebenaran obyektif yang tidak bergantung pada diri
kita sendiri untuk membuktikan adanya kebenaran yang obyektif, Socrates menggunakan
metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan
dan menganalisis pendapat-pendapat. Metode yang digunakan Socrates biasanya disebut
dialektika dari kata kerja Yunani dialegesthai yang berarti bercakap-cakap atau berdialog
yang mempunyai peran penting didalamnya.
Didalam traktatnya tentang metafisika, Aristoteles memberikan catatan metode
tentang Socrates ini. Ada dua penemuan keduanya berkenaan dengan dasar pengetahuan.
Yang pertama ialah Socrates menemukan induksi dan yang kedua ia menemukan definisi.
Dalm logikanya Aristoteles menggunakan istilah induksi tatkala pemikiran bertolak dari
pengetahuan yang khusus lalu menyimpulkan yang umum itu dilakukan Socrates ia bertolak
dari contoh-contoh konkrit dan dari situ ia menyimpulkan pengertian yang umum. Misalnya
keutmaan (arête) dari usaha ini Socrates menemukan defines, penemuaanya yang erat dengan
pertemuan pertama tadi, karena definisi ini diproleh dengan jalan mengadakan induksi itu.
Orang sophis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya,
tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan
kepada orang sophis bahwa pengetahuan umum itu ada yaitu definisi itu. Jadi orang sophis
tidak seluruhnya benar yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian
bersifat khusus itulah pengetahuan yang kebenaran relatif.Dengan mengajukan definisi itu
Socrates telah dapat menghentikan laju dominasi relatifisme kaum sophis. Jadi kita bukan
hidup tanpa pegangan, kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagianya dan
diperselisihkan sebagiannya dan orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan
kaidah agama mereka.Plato memperkokohkan tesis Socrates itu, ia mengatakan kebenaran
umum itu memang ada. Ia bukan dicari dengan induksi seperti pada Socrates melainkan telah
ada disana dialam idea. Kubu Socrates semakin kuat. Orang sophis semakin kehabisan
pengikut. Ajaran bahwa kebenaran itu relatif semakin ditinggalkan Socrates dituduh merusak
mental pemuda dan menolak tuhan-tuhan. Socrates diadili oleh hakim Athena. Disana ia
mengatakan pembelaan panjang lebar yang ditulis oleh muridnya, Plato dibawah judul
Aphologia (pembelaan). Dalam pembelaan itu ia menjelaskan ajaran-ajarannya, seolah-olah
ia mengajari semua orang yang hadir dipengadilan it. Socrates dinyatakan bersalah ia dijatuhi
hukukma mati.Didalm dialog yang berjudul Phaidon, Plato menceritakan percakapan
Socrates dengan para muridnya pada hari terakhir hidupnya. Sekalipun Socrates telah tiada
ajarannya tersebar justru dengan cepat karena kematiannya itu. Orang mulai mempercayai
adanya kebenaran umum.
Kesimpulan
Socrates seorang yang sederhana dan tabiatnya berjalan disekeliling kota,
mempelajari tingkah laku manusia dari berbagai segi hidupnya. Socrates tidak pernah
menuliskan filosofinya. Jika diperhatikan malahan ia tidak mengajarkan filosofi melainkan
hidup berfilosofi. Socrates mencari pengertian yaitu bentuk yang tetap daripada sesuatunya.
Bertens menjelaskan ajaran Socrates sebagai beikut ini. Ajaran ini ditujukan untuk
menentang ajaran relatifisme sophis. Ia ingin menegakkan sains dengan agama. Ada
perbedaan yang sangat penting antara sophis dan Socrates; Socrates tidak menyetujui
relatifisme kaum sophis. Orang sophis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif
kebenarannya tidak ada pengetahuan yang bersifat umum.
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/filsafat-plato.html
FILSAFAT PLATO
A. Biografi Plato Plato adalah murid Socrates yang paling terkemuka yang sepenuhnya menyerap
ajaran-ajaran pendidikan Socrates, kemudian mengembangkannya sistem filsafatnya sendiri secara lengkap. Plato mendirikan sebuah akademi untuk study tentang gagasan-gagasan yang akhirnya telah tumbuh menjadi suatu universitas pertama di dunia.
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 472 SM dan meninggal pada tahun 347 SM dalam usia 80 tahun. Plato berasal dari keluarga Aristokrasi yang turun temurun memegang peranan penting dalam politik Athena.
Pelajaran filosofi pertama Plato diperolehnya dari Kratylos. Kratylos dahulunya adalah murid Herakleitos yang mengajarkan semuanya berlalu seperti air. Akan tetapi ajaran seperti itu tidak hinggap di dalam kalbu anak Aristocrat yang terpengaruh oleh tradisi keluarganya.
Sejak berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Socrates. Pelajaran itulah yang memberinya kepuasan baginya. Pengaruh Socrates semakin hari semakin mendalam padanya. Ia menjadi murid Socrates ayang setia sampai pada akhir hidupnya Socrates tetap menjadi pujaannya. Dalam segala karangan Plato yang berbentuk dialog, bersoal-jawab, Socrates didudukannya sebagai pujangga yang menuntun. Dengan cara begitu ajaran Plato tergambar keluar melalui mulut Socrates. Juga setelah pandangan filosofinya sudah jauh menyimpang dan sudah lebih lanjut dari pendapat gurunya, ia terus berbuat begitu. Socrates digambarkannya sebagai juru bahasa isi hati rakyat di Athena yang tertindas karena kekuasaan yang saling berganti.
Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosuf. Ia pandai menyatukan puisi adan ilmu, seni, dan filosofi. Tak lama sesudah Socrates meninggal. Plato pergi dari Athena. Itulah permulaan ia mengembara 12 tahun lamanya, dari tahun 387 SM sampai 399 SM. Mula-mula ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filosofinya. Berapa lama ia disna tidak diketahui betul. Ada cerita yang mengatakan bahwa ia di Megara mengarang beberapa dialog yang mengenai berbagai macam pengertian dalam masalah hidup, berdasarkan ajaran Socrates.
Dari Megara ia pergi ke Kyrena dimana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematik pada seorang guru ilmu itu yang bernama Theodoros. Disana ia juga mengajarkan filosofi dan mengarang buku-buku. Kemudian Plato pergi ke Italia Selatan dan terus ke Sirakusa di pulau Sisilia yang pasda waktu itu diperintah oleh seorang Tiran, sang-perkosa, yang bernama Dionysios. Dionysios mengajak Plato tinggal diistananya. Dionysios merasa bangga kalau diantara orang-orang yang mengelilinginya terdapat pujangga dari dunia Grik yang tersohor namanya. Disitu Plato belajar kenal dengan ipar raja Dionysios yang masih muda bernama dion yang akhirmya menjadi sahabat karibnya. Di antara mereka berdua terdapat kata sepakat, supaya Plato mempengaruhi Dionysios dengan ajaran filosofinyasupaya tercapai suatu perbaikan sosial. Seolah-olah terasa oleh Plato bahwa suatu kesempatan yang baik sudah datang baginya untuk melaksanakan teorinya tentang pemerintahan yang baik dalam praktik. Sudah lama tertanam di dalam kalbunya bahwa kesengsaraan di dunia tidak akan berakhir, sebelum filosof menjadi raja atau raja-raja
menjadi filosof. Akan tetapi ajaran Plato dititik beratkan kepada pengertian moral dalam segala perbuatan.
Cara Plato mengajar ialah berjalan-jalan di kebun, juga dalam mengajar seperti itu ia teruskan sistem dialog, bersoal-jawab, seperti yang dikemukakan oleh Socrates. Kadang-kadang pada sekelompok murid dikemukakannya suatu soal yang akan dipecah bersama-sama dengan bersoal-jawab oleh mereka. Lantas ia berjalan ke kelompok lain dengan mengemukakan pula sebuah soal yang harus mereka perbincangkan bersama-sama. Akhirnya Plato kembali kepasda kelompok yang pertama untuk mendengar jawaban mereka atas soal yang diajukan. Demikianlah seterusnya ia berkeliling.
Memberi uraian dan mengajar filosofi berdasarkan dialog, bersoal-jawab, adalah kerja Plato yang terutama di Akademia. Hanya dalam waktu luang ia mencurahkan pikirannya pada karang mengarang tentang berbagai masalah yang ditinggalkan berupa tulisan. Plato tidak pernah kawin dan tidak punya anak. Keponakannya Speusippos menggantikannya mengurus akademik.
B. Tentang Idea PlatoPengertian yang dimaksud oleh Socrates diperdalam oleh Plato menjadi idea. Idea itu
lain sekali hubungannya dengan pendapat orang-orang. Berlakunya idea itu tidak bergantung pada pandangan dan pendapat orang banyak. Idea timbul semata-mata dari kecerdasan berpikir. Pengertian yang dicari dengan pikiran adalah idea.
Berpikir dan mengalami adalah dua macam jalan yang berbeda untuk memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang di capai dengan berpikir lebih tinggi nilainya dari pengetahuan yang diproleh dengan pengalaman.
Idea menurut paham Plato tidak saja pengertian jenis, tetapi juga bentuk daripada keadaan sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan suatu realita. Untuk menggambarkannya Plato melahirkan dua macam dunia yaitu dunia yang kelihatan dan bertubuh dan dunia ayang tidak kelihatan dan tidak bertubuh. Dunia yang bertubuh adalah dunia yang terlahir terdiri daripada barang-barang yang dapat kita lihat dan alami yang berubah senantiasa menurut benda dan waktu. Dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh adalah dunia daripada idea. Dunia yang tetap dan tidak berubah-ubah.
Menurut Plato idea tempatnya dalam dunia lain. Segala pengetahuan adalah tiruan daripada yang sebenarnya yang timbul dalam jiwa sebagai ingatan kepada dunia asal. Di sini jiwa muncul sebagai penghubung antara dunia idea dan dunia yang bertubuh. Karena melihat sesuatu, teringat oleh jiwa gambaran yang asal, yang diketahuinya sebelum ia turun kedunia. Pandangan hanya alasan untuk ingat kepada idea.
Plato menganggap sebanyak pengertian sebanyak itu pula jenis idea. Tetapi dari seluruh idea itu merupakan satu kesatuan yang didalamnya terdapat pertingkatan derajat. Idea yang tertinggi adalah idea kebaikan yaitu sebagai tuhan yang membentuk dunia. Idea kebaikan tidak saja sebab timbulnya tujuan pengetahuan dalam dunia yang lahir tetapi juga sebab tumbuh dan kembang dalam dunia.
Idea tertinggi setelah kebaikan adalah idea keindahan. Idea ini adalah satu bentuk yang terutama daripada bayangan yang baik dalam dunia yang nyata. Yang indah menjadi penghubung yang bekerja kuat antara dunia yang tidak kelihatan dan dunia yang lahir. Jiwa yang indah yang menjelma dalam perbuatan menyelenggarakan adab, seni dan ilmu, pendidikan dan usaha politik akhirnya naik keatas dalam bentuk indah yang murni ke tempat asalnya dalam dunia yang tidak bertubuh.
C. Etik PlatoSama seperti pandangan Socrates, etik Plato bersifat intelektual dan rasional. Dasar
ajarannya adalah mencapai budi baik. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Tujuan hidup ialah mencapai kesenangan hidup. Yang dimaksud dengan kesenangan hidup itu bukanlah memuaskan hawa nafsu di dunia. Kesenangan hidup diproleh dengan pengetahuan.
Menurut Plato ada dua macam budi:Pertama budi filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian. Kedua budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari keyakinan diri sendiri melainkan disesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari.
Ada dua jalan yang dapat ditempuh untuk melaksanakan dasar etik:1. Melarikan diri dalam pikiran dari dunia yang lahir dan hidup semata-mata dalam dunia ideaa.
Dengan pelaksanaan etiknya didasari dengan menjauhi dunia nyata. Hidup diatur sedemikian rupa,sehingga timbul cinta dan rindu kepada idea.
2. Mengusahakan berlakunya idea itu dalam dunia yang lahir ini. Dengan kata lain melaksanakan hadirnya idea dalam dunia ini. Dengan cara ini plato membentangkannya di dalam bukunya Republik dengan menciptakan suatu negara yang ideal.
D. Negara Ideal Menurut PlatoDalam buku Republik yang menjadi tujuan hidup Plato tergambar pendapatnya
tentang pembinaan Negara, masyarakat dan pendidikan. Pandangan Plato tentang negara dan luasnya masih terpaut pada masanya. Ia lebih memandang keblakang daripada kemuka. Negara Grik di masa itu adalah sebuah kota. Jumlah penduduknya tidak lebih dua atau tiga ribu jiwa. Penduduk kota adalah aorang-orang merdeka yang memiliki tanah terletak di luar kota yang dikerjakan oleh budak-budaknya. Diantara mereka terdapat saudagar, tukang, pandai seni, dan pejabat negara. Menurut kebiasaan diwaktu itu pekerjaan yang kasar dikerjakan oleh budak belian. Mereka tidak dianggap sebagai penduduk karena tidak merdeka.
Peraturan yang menjadi dasar untuk mengurus kepentingan umum, menurut Plato tidak boleh diputus oleh kemauan atau pendapat beberapa orang atau rakyat seluruhnya, melainkan ditentukan oleh suatu ajaran yang berdasarkan pengetahuan dan pengertian. Dari ajaran itu datanglah keyakinan, bahwa pemerintah harus dipimpin oleh idea yang tertinggi yaitu idea kebaikan. Kemauan untuk melaksanakan tergantung pada budi. Tujuan pemerintah yang benar ialah mendidik arga negaranya mempunyai budi dan memperoleh budi yang benar adalah berdasarkan pengetahuan.
Menurut Plato negara yang ideal harus berdasarkan pada keadilan. Keadilan menurut kamus bahasa Indonesia adalah sikap dan sifat serta perlakuan yang tidak berat sebelah. Sedangkan menurut Plato keadilan adalah hubungan antara orang-orang yang bergantung kepada organisasi sosial. Sebab itu keadilan dapat dipelajari dari sturuktur masyarakat.. Negara menurut Plato adalah manusia dalam ukuran besar. Jadi seorang tidak dapat mengharapkan negar menjadi baik apabila ada beberapa orang kelakuannya tidak bertambah baik
Plato membagi penduduk dalam tiga golongan:1. Golongan Bawah, yaitu golongan rakyat jelata, yang merupakan petani, tukang dan saudagar.
Kerja mereka adalah menghasilkan keperluan sehari-hari bagi ketiga golongan. Mereka merupakan dasar ekonomi bagi masyarakat. Karena mereka menghasilkan mereka tidak boleh ikut serta dalam pemerintahan. Seabagai golongan ayang berusaha mereka boleh mempunyai hak milih dan harta boleh berumah tangga sendiri.
2. Golongan tengah, yaitu penjaga atau pembantu dalam urusan negara. Tugas mereka adalah mempertahankan negara dari serangan musuh. Dan menjamin supaya undang-undang dipatuhi oleh rakyat. Dasr kerjanya mengabdi kepada negara. Oleh karena itu mereka tinggal bersama dalam asrama dan tidak boleh berkeluarga. Hidup mereka didasarkan atas perbaikan jenis manusia dan hubungan mereka dengan perempuan diatur oleh negara dengan pengawasan yang rapih. Anak yang lahir dari hubungan mereka dipugut dan dididik oelh negara. Anak itu tidak tahu saiap bapaknya dan siapa ibunya. Semua anak yang lahir mengaku satu sama lain bersaudara berkakak adik. Taip orang alaki-laki dipandang bapak dan tiap wanita dipandang ibu. Dengan begitu diharapkan akan timbul rasa persaudaraan antara segala manusia.
3. Golongan Atas, yaitu kelas pemerintah atau filosof. Mereka terpilih dari yang cakap dan terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan latihan yang spesial. Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaanya. Mereka memangku jabatan yang tertinggi. Selain itu mereka mempergnakan waktu luang untuk memperdalam filosofi dan ilmu pengetahuan tentang idea kebaikan. Mereka harus menyempurnakan budi yang tepat bagi golongan mereka yaitu budi kebijaksanaan.
Dalam negara yang ideal golongan pengusaha menghasilkan tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga melindungi tapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai di beri makan dan dilindungi dan mereka memerintah. Ketiga macam budi yang dimiliki masing-masing golongan yaitu bijaksana berani dan menguasai diri dapat menyelenggarakan dengan kerja sama budi keempat bagi masyarakat yaitu keadilan.
Menurut Plato pendidikan direncanakan dan diprogram menjadi empat tahap dengan tingkat usia:
Tahap yang pertama yaitu pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan negara supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang utama bagi pendidikan anak-anak ialah gymnastic (senam) dan musik. Tetapi gymnastic didahulukan. Gymnastic menyehatkan badan dan pikiran. Pendidikan harus menghasilkan manusia yang berani yang diperlukan bagi calon penjaga. Disamping itu mereka diberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung.
Tahap yang kedua yaitu pendidikan anak-anak berumur 14-16 tahun, yaitu diajarkan musik dan puisi serta megarang bersajak. Musik menanamkan jiwa manusia perasaan yang halus, budi yang halus. Karena dengan musik jiwa kenal aakan harmoni dahn irama. Kedua-duanya adalah landasan yang baik untuk menghidupkan rasa keadilan. Tetapi dalam pendidikan musik harus dijauhkan dengan lagu-lagu yang melemahkan jiwa serta yang mudah menimbulkan nafsu buruk, begitu juga tentang puisi. Puisi yang merusak moral disingkirkan. Pendidikan musik dan gymnastic harus sama dan seimbang.
Tahap yang ketiga yaitu pendidikan anak-anak dari umur 16-18 tahun, anak-anak yang menjelang dewasa diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan pikirannya. Disamping itu diajarkan pula kepada mereka dasar-dasar agama dan adab sopan supaya dikalangan mereka tertanam rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat kalau ia tidak percaya tuhan. Seni ayang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada yang baik dan yang indah.
Tahap yang keempat yaitu masa pendidikan dari umur 18-20 tahun, pemuda mendapat pendidikan militer. Pada umur 20 tahun diadakan seleksi yang pertama. Murid-murid yang maju dalam ujian itu mendapat didikan ilmiyah yang mendalam bentuk yang lebih teratur. Pendidikan otak jiwa dan badan sama beratnya. Setelah menerima pendidikan ini 10 tahun lamanya datanglah seleksi yang kedua yang syaratnya lebih berat dan caranya lebih teliti dari seleksi yang pertama. Yang gagal dapat diterima sebagai pegawai negeri. Yang diterima dan sedkit jumlahnya dapat meneruskan pelajarannya lima tahun lagi dan dididik dalam ilmu pengetahuan tentang adanya. Setelah tamat pelajaran itu, mereka dapat menyandang jabatan
yang lebih tinggi. Kalau mereka setelah 15 tahun bekeraja dan mencapai umur 50 tahun, mereka diterima masuk dalam lingkungan pemerintah atau filosof. Pengetahuan dan pengalaman mereka dalam teori dan praktek sudah dianggap cukup untuk melaksanakan tugas yang tertinggi dalam negara yaitu menegakkan keadilan berdasarkan idea kebaikan.
E. Buah Tangan PlatoTulisan Plato hampir rata-rata berbentuk dialog. Jumlahnya tidak kurang dari 34 buah.
Belum dihitung lagi tulisan-tulisannya yang berupa surat dan puisi. Yang sulit ialah menentukan waktu dikarangnya. Semuanya ditulis dalam masa lebih dari setengah abad.
Ada dua pendapat yang terkemuka tentang cara memahamkan buah tangan Palto. Pertama cara metodik yang dikemukakan oleh Fr. Schleier Macher yaitu cara yang mula-mulanya disiapkan pembacanya dengan pengetahuan yang elementer, kemudian diajaknya pembaca memikirkan hal-hal itu seterusnya denganjalan dialektik, sampai akhirnya pikirannya matang tentang masalah itu. Kedua, cara genetik, mengikuti perkembangan yang dikemukakan oleh Carl Friedrich Hermann.
Segala yang ditulis Plato dapat ditempatkan dalam 4 masa dan tiap masa mempunyai karakteristik sendiri:
Pertama, karangan-karangan aayang ditulisnya dalam amasa muda yaitu pada waktu Socrates masih hidup sampai tak lama sesudah dia meninggal. Buku-buku yang diduga ditulis dalam masa itu adalah Apologie, Kriton, Ion, Protagoras, Laches, Politeia buku I, Lysis, Charmides, dan Euthyphron.
Kedua, buah tangan yang ditulisnya dalam masa yangb terkenal sebagai masa peralihan. Masa itu disebut juga masa Megara yaitu waktu Plato tinggal sementara di Megara. Dialog-dialog yang diduga ditulisnya dalam masa itu adalah Gorgias, Kratylos, Menon, Hippias, dan beberapa lainnya. Persoalan yang diperbincangkan disittu kebanyakan mengenai pertentangan politik dan pandangan hidup.
Ketiga, buah tangannya disiapkan dimasa matangnya. Tulisannya yang terkenal dari waktu itu dan kesohor sepanjang masa ialah Phaidros, Symposion, Phaidon dan Politeia buku II-X. Ajaran tentang idea menjadi pokok pikiran Plato dan menjadi dasar teori pengetahuan, metafisika, fisika, psikologi, etik, politik, dan estetik. Terutama dalam Phaidros tentang perkembangan pikiran ini. Berdasarkan pandangan agama yang terpengaruh oleh ajaran Orfisme dan Phythagoras, Plato menggambarkan sifat dan nasib jiwa manusia. Jiwa itu senantiasa melayang antara tempat tianggalnya yang baka dilangit dan tubuh-tubuh yang ada di dunia ini. Penyudahan buku Politeia (republik), yang mulai dikarangnya dalam masa mudanya dan yang menjadi tujuan kerjanya yang terutama terjadi dalam masa ini. Dalam buku sambungannya itu plato menyudahkan gambaran pendapatnya tentang negara yang ideal.
Keempat, buah tangan yang ditulisnya pada hari tuanya. Dialog=dialog yang dikarangnya di masa itu sering disebut Theaitetos, Parmenides, Sophistos, Politicos, Philibos, Timaios, Kritias dan Nomoi. Ada sesuatu perubahan dalam uraian pada masa itu. Idea yang biasanya meliputi seluruhnya, terletak sedikit belakang. Kedudukan logika lebih terkemuka. Perhatian kepada kepada keadaan yang lahir dan kejadian dalam sejarah bertambah besar. Untuk memahamkan isi Taimaios seluruhnya orang harus mempunyai pengetahuan lebih dahulu tentang ilmu-ilmu special, terutama ilmu alam dan ilmmu kesehatan. Timaios boleh dikatakan suatu ajaran teologi tentang lahirnya dunia dan pemerintah dunia.
Paham Plato tentang pembentukan dunia ini berdasarkan pada pendapat Empedokles, bahwa aalam ini tersusun dari empat unsur yaitu api, udara, air, dan tanah, tetapi tentang proses pembangunan seterusnys berlainan pendapatnya. Menurut Plato, tuhan sebagai pembangun alam menyusun unsur yang empat itu dalam berbagai bentuk menjadi satu kesatuan kedalam bentuk yang satu itu tuhan memasukkan jiwa dunia yang akan menguasai
dunia ini. Karena itu, pembangunan dunia ini sekaligus menentukan sikap hidup manusia dalam dunia ini.
Hampir semua dialog yang dikarang Plato adalah campuran antara Filosofi, Puisi, Ilmu dan Seni. Dan uraian ayang berupa percakapan dengan bersoal-jawab itu dibuanya dengan kata-kata sindiran dan kiasan serta dongeng yang berisikan teladan. Fakta dan mitos kadang-kadang bercampur-campur dalam lukisan criteria bertukar pikiran. Sebab itu orang tak mudah mengerti apa yang dimaksudnya, sekalipun gaya katanya indah sekali.
KesimpulanPlato dilahirkan di Athena pada tahun 472 SM dan meninggal pada tahun 347 SM
dalam usia 80 tahun. Plato adalah murid Socrates yang paling terkemuka yang sepenuhnya menyerap ajaran-ajaran pendidikan Socrates, kemudian mengembangkannya sistem filsafatnya sendiri secara lengkap. Plato mendirikan sebuah akademi untuk study tentang gagasan-gagasan yang akhirnya telah tumbuh menjadi suatu universitas pertama di dunia. Sejak berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Socrates. Pelajaran itulah yang memberinya kepuasan baginya. Pengaruh Socrates semakin hari semakin mendalam padanya. Ia menjadi murid Socrates ayang setia sampai pada akhir hidupnya Socrates tetap menjadi pujaannya. Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosuf. Ia pandai menyatukan puisi adan ilmu, seni, dan filosofi.
Menurut Plato ada dua macam budi:Pertama budi filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian. Kedua budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari keyakinan diri sendiri melainkan disesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari.
Negara menurut Plato adalah manusia dalam ukuran besar. Jadi seorang tidak dapat mengharapkan agar menjadi baik apabila ada beberapa orang kelakuannya tidak bertambah baik. Plato membagi penduduk dalam tiga golongan; golongan bawah, golongan tengah, dan golongan atas.
Buah tangan Plato atau tulisan Plato hampir rata-rata berbentuk dialog. Jumlahnya tidak kurang dari 34 buah. Belum dihitung lagi tulisan-tulisannya yang berupa surat dan puisi. Yang sulit ialah menentukan waktu dikarangnya. Semuanya ditulis dalam masa lebih dari setengah abad.
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/filsafat-aristoteles.html
FILSAFAT ARISTOTELES
A. Biografi Aristoteles Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, Macedonia, 384 SM. Ayahnya seorang ahli
fisika kenamaan. Pada umur tujuh belas tahun Aristoteles pergi ke Athena belajar di Akademi Plato. Dia menetap di sana selama dua puluh tahun hingga tak lama Plato meninggal dunia. Dari ayahnya, Aristoteles mungkin memperoleh dorongan minat di bidang biologi dan “pengetahuan praktis”. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan minat dalam hal spekulasi filosofis.
Pada tahun 342 SM Aristoteles pulang kembali ke Macedonia, menjadi guru seorang anak raja umur tiga belas tahun yang kemudian dalam sejarah terkenal dengan Alexander Yang Agung. Aristoteles mendidik si Alexander muda dalam beberapa tahun. Di tahun 335 SM, sesudah Alexander naik tahta kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan di situ dibukanya sekolahnya sendiri, Lyceum. Dia berada di Athena dua belas tahun, satu masa yang berbarengan dengan karier penaklukan militer Alexander. Alexander tidak minta nasehat kepada bekas gurunya, tetapi dia berbaik hati menyediakan dana buat Aristoteles untuk melakukan penyelidikan-penyelidikan. Mungkin ini merupakan contoh pertama dalam sejarah seorang ilmuwan menerima jumlah dana besar dari pemerintah untuk maksud-maksud penyelidikan dan sekaligus merupakan yang terakhir dalam abad-abad berikutnya.
Walau begitu, pertaliannya dengan Alexander mengandung pelbagai bahaya. Aristoteles menolak secara prinsipil cara kediktatoran Alexander dan tatkala si penakluk Alexander menghukum mati sepupu Aristoteles dengan tuduhan menghianat, Alexander punya pikiran pula membunuh Aristoteles. Di satu pihak Aristoteles kelewat demokratis di mata Alexander, dia juga punya hubungan erat dengan Alexander dan dipercaya oleh orang-orang Athena. Tatkala Alexander mati tahun 323 SM golongan anti-Macedonia memegang tampuk kekuasaan di Athena dan Aristoteles pun didakwa kurang ajar kepada dewa. Aristoteles, teringat nasib yang menimpa Socrates 76 tahun sebelumnya, lari meninggalkan kota sambil berkata dia tidak akan diberi kesempatan kedua kali kepada orang-orang Athena berbuat dosa terhadap para filosof. Aristoteles meninggal di pembuangan beberapa bulan kemudian di tahun 322 SM pada umur enam puluh dua tahun.
Aristoteles dengan muridnya, AlexanderHasil murni karya Aristoteles jumlahnya mencengangkan. Empat puluh tujuh karyanya masih tetap bertahan. Daftar kuno mencatat tidak kurang dari seratus tujuh puluh buku hasil ciptaannya. Bahkan bukan sekedar banyaknya jumlah judul buku saja yang mengagumkan, melainkan luas daya jangkauan peradaban yang menjadi bahan renungannya juga tak kurang-kurang hebatnya. Kerja ilmiahnya betul-betul merupakan ensiklopedi ilmu untuk jamannya. Aristoteles menulis tentang astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika, anatomi, physiologi, dan hampir tiap karyanya dikenal di masa Yunani purba. Hasil karya ilmiahnya, merupakan, sebagiannya, kumpulan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari para asisten yang spesial
digaji untuk menghimpun data-data untuknya, sedangkan sebagian lagi merupakan hasil dari serentetan pengamatannya sendiri.
Untuk menjadi seorang ahli paling jempolan dalam tiap cabang ilmu tentu kemustahilan yang ajaib dan tak ada duplikat seseorang di masa sesudahnya. Tetapi apa yang sudah dicapai oleh Aristoteles malah lebih dari itu. Dia filosof orisinal, dia penyumbang utama dalam tiap bidang penting falsafah spekulatif, dia menulis tentang etika dan metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, politik, retorika, keindahan, pendidikan, puisi, adat-istiadat orang terbelakang dan konstitusi Athena. Salah satu proyek penyelidikannya adalah koleksi pelbagai negeri yang digunakannya untuk studi bandingan.
Mungkin sekali, yang paling penting dari sekian banyak hasil karyanya adalah penyelidikannya tentang teori logika, dan Aristoteles dipandang selaku pendiri cabang filosofi yang penting ini. Hal ini sebetulnya berkat sifat logis dari cara berfikir Aristoteles yang memungkinkannya mampu mempersembahkan begitu banyak bidang ilmu. Dia punya bakat mengatur cara berfikir, merumuskan kaidah dan jenis-jenisnya yang kemudian jadi dasar berpikir di banyak bidang ilmu pengetahuan. Aristoteles tak pernah kejeblos ke dalam rawa-rawa mistik ataupun ekstrim. Aristoteles senantiasa bersiteguh mengutarakan pendapat-pendapat praktis. Sudah barang tentu, manusia namanya, dia juga berbuat kesalahan. Tetapi, sungguh menakjubkan sekali betapa sedikitnya kesalahan yang dia bikin dalam ensiklopedi yang begitu luas.
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di belakang hari sungguh mendalam. Di jaman dulu dan jaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. Penulis-penulis Yunani yang muncul kemudian, begitu pula filosof-filosof Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam dan berabad-abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat. Ibnu Rusyd (Averroes), mungkin filosof Arab yang paling terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan antara teologi Islam dengan rasionaliSMenya Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan YudaiSMe. Tetapi, hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu melonjak di akhir abad tengah tatkala keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala. Dalam keadaan itu tulisan-tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam bungkus intelek yang jitu tempat mempertanyakan problem lebih lanjut daripada semacam lampu penerang jalan. Aristoteles yang gemar meneliti dan memikirkan ihwal dirinya tak salah lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta dari generasi berikutnya terhadap tulisan-tulisannya.
Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur dengan kacamata sekarang. Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan dengan garis hukum alam. Dan dia percaya kerendahan martabat wanita ketimbang laki-laki. Kedua ide ini-tentu saja –mencerminkan pandangan yang berlaku pada jaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya, “Kemiskinan adalah bapaknya revolusi dan kejahatan,” dan kalimat “Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu belum ada sekolah seperti yang kita kenal sekarang).
Di abad-abad belakangan, pengaruh dan reputasi Aristoteles telah merosot bukan alang kepalang. Namun, saya pikir pengaruhnya sudah begitu menyerap dan berlangsung
begitu lama sehingga saya menyesal tidak bisa menempatkannya lebih tinggi dari tingkat urutan seperti sekarang ini. Tingkat urutannya sekarang ini terutama akibat amat pentingnya ketiga belas orang yang mendahuluinya dalam urutan..
Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman, bapak peradaban barat, bapak eksiklopedi, bapak ilmu pengetahuan, atau guru(nya) para ilmuwan adalah berbagai julukan yang diberikan pada ilmuan ini. Berbagai termuannya seperti logika yang diebut juga ilmu mantic yaitu pengethaun tentang cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat, membaut namanya begitu dikenal oleh setiap orang di seluruh dunia yang pernah mengecap penididkan.
Pria yang lahir di Stagmirus, Macedonia. Pada tahun 384 SM. Inilah orang pertama di dunia yang dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukaknya dengan jalan meliaht gerhana. Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini seperti. Kata kerja, kata benda, kata sifat dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil pemikirannya. Dia jugalah yang mengatakan bahwa manusia adalah mahluk social.
Ayahnya yang bernama Nicomachus, seorang dokter di sitana Amyntas III, raja Mecodinia, kakek Alexander Agung. Meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun. Karennanya, ia kemudia dipelihara oleh proxenus, pamanya- saudara dari ayahnya, pada usia 17 tahun ia masuk akademi milik plato di Athena. Dari situlahia kemudian menjadi murid plato selama 20 tahun
Dengan meninggalnya plato pada tahun 347 SM. Aristoteles meninggalkan Athena dan mengembara selama 12 tahun. Dalam jenjang waktu itu ia mendirikan akademi di Assus dan menikah dengan Pythias yang tak lama kemudian meninggal. Ia lalu menikah lagi dengan Herpyllis yang kemudian melahirkan baginya seorang anak laki-laki yang ia beri nama Nicomachus seperti ayahnya. Pada tahu-tahun berikutnya ia juga mendirikan akademi di Mytilele. Saat itulah ia sempat jadi guru Alexander Agung selama 3 thun.
Di Lyceum, Athena pada tahuan 355 SM. Ia juga mendirikan semacam akademi. Di sinilah ia selama 12 tahun memberikan kuliah, berpikir, mengadakan riset dan eksperimen serta membuat catatan-catatn dengan tekun dan cermat.
Pada tahun 323 SM Alexander Agung meninggal. Karena takut di bunuh orang yunani yang membenci pengikut Alexander, Aristoteles akhirnya melarikan diri ke Chalcis. Tapi ajal emmang tak menganal tempat. Mau bersembunyi kemanapun, kalau ajal sudah tiba tidak ada yang bisa menolak. Demikian juga dengan tokoh ini, satu tahun setelah pelariannya ke kota itu, yaitu tepatnya pada tahun 322 SM, pada usia 62 tahun ia meninggal juga di kota tersebut, Chalcis Yunani..
B. Pandangan AristotelesAristoteles sependapat dengan gurunya Plato, yaitu tujuan terakhir daripada filosofi
adalah pengetahuan tentang wujud/adanya dan yang umum. Dia juga mempunyai keyakinan tentang kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jelas pengertian, bagaimana memikirkan adanya itu? Menurut Aristoteles adanya itu tidak dapat diketahui dari materi benda belaka, tidak pula dari pemikiran yang bersifat umum semata. Seperti pendapat Plato tentang adanya itu terletak dalam barang satu-satunya, selama barang tersebut ditentukan oleh yang umum. Pandangannya juga yang realis dari pandanganan Plato yang selalu didasarkan pada yang abstrak. Ini semua disebabkan dari pendidikannya diwaktu kecil yang senantiasa mengharapkan adanya bukti dan kenyataan. Ia terlebih dahulu memandang yang konkrit, bermula dari mengumpulkan fakta-fakta yang ada kemudian disusun menurut ragam dan
jenis atau sifatnya dalam suatu sistem setelah itu ia meninjaunya kembali dan disangkutpautkan satu sama lain.
Bila orang-orang shopis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam metaphysics menyatakan abahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan (idak memperdulikan) alam ini. Ia bukan pesona, ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai tuhan kita tidak usah mengharapkan ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi dan kita mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita.
Pandangan filsafatnya tentang etika adalah bahwa etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap ayang pantas dalam segala perbuatan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak ditengah-tengah antara dua ujung yag paliang jauh. Contohnya pemberani adalah sifat baik yang terletak di antara pengecut dan nekad, dermawan terletak di antara kikir adan pemboros, renadah hati terletak diantara berjiwa budi dan sombong, dan lain sebagainya. Orang harus pandai mengusai diri agar tidak terombang-ambing oleh haw nafsu.
Namun, dalam pemahamannya selain dalam permasalahan etik ia juga menyinggung masalah tentang nilai-nilai matematika, fisika, astronomi dan filsafat. Ia menyatakan bahwa putra-putri semu warga negara sebaiknya diajar sesuai dengan kemampuan mereka, sesuatu pandangan mereka yang sama dengan doktrin Plato tentang keberadaan individual, disiplin merupakan hal yang essensial untuk mengajarkan para apemuda daan kaum laki-laki muda untuk mematuhi perintah-perintah dan mengendalikan gerakan ahati mereka.
Aristoteles seorang filusuf yang terbesar, memberikan definisi bahwa manusia itu adalah hewan yang berakal sehat yang mengeluarkan pendapatnya yang bebicara berdasarkan akal pikirannya. (the animal that reasons)
Dia pun mengajukan rumusan lain yaitu manusia itu adalah hewan yang berpolitik (zoon politicion, political animal) hewan yang membangun masyarakat diatas family-family menjadi pengelompokkan yang impersonal dari opada kamapung dan negara. Ditambahnya pula bahwa manusia itu political karena dia memiliki bahasa. Hal ini membawa kepada kesimpulan bahwa semua hewan sosial (social animal) seperti lebah dan semut, mempunyai beberapa pengucapan atau komunikasi. Akan tetapi Aristoteles selanjutnya menerangkan pula bahwa keadilan umpamanya tanpa idea-idea termaksud maka jenis masyarakat hewan sering mempunyai organisasi yang menarik perhatian dan prilaku para anggotanya tertib dalam pengertian garis-garis insting yang terbatas, akan tetapi kita tidak berpendapat bahwa hewan-hewan tersebut tidak menginsafi aturan-aturan dan mengubahnya dari waktauke waktu mereka tetap tidak pernah beruasaha memikirkan suatu cita keadilan.
C. Pemikiran AristotelesFilsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih
belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis):
Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor). Sokrates adalah manusa (premis minor)
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan. Aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
D. Pemikiran Aristoteles Tentang Negara dan Filsafat PolitikDemokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan negara yang paling baik menurut
Aristoteles. Sebaliknya, negara tirani adalah negara yang buruk karena dikedepankan oleh perintah satu orang dan semua orang harus mematuhinya.
Menurut Aristoteles, seorang warga negara boleh ikut terlibat dalam musyawarah dan judicial administration dalam negaranya. Secara umum negara dibangun atas banyak warga negara yang masing-masing bertujuan menyelenggarakan hidup, tetapi dalam prakteknya warga negara adalah orang yang memiliki kedua orang tua dari warga negara yang bersangkutan (en.wikipedia.org).
Atas dasar warga negara yang memiliki hak untuk terlibat, maka Aristoteles menganggap bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang baik. Namun, demokrasi yang dimaksudkan oleh Aristoteles bukan demokrasi secara utuh, tetapi demokratis-moderat atau demokrasi dengan undang-undang dasar. Hak warga negara untuk terlibat dalam pemerintahan juga bukan sembarangan, melainkan hak warga negara golongan tengah, yaitu yang memiliki senjata dan yang telah biasa berperang (Hadiwijono, 2005:53).
E. Karya-karya AristotelesBuku-buku logika yang ditrjemahkan oleh Aristoteles ialah:
a. Categoriae (al-Maqulat) berisi 10 macam predikat (keterangan). Buku ini diterjemahkan oleh Ibnu al-Muqaffa, kemudian diterjemahkan lagi oleh Isbah bin Hunein, kemudian diterjemahkan lagi oleh Yahya bin Adij dengan ulasan dari Iskandar Aprodisios. Al-Farabi menulis ulasan tentang Maqulat dan Ibnu Sina menulis tujuan Maqulat.
b. Interpretatione (tafsiran-tafsiran) yang dalam dunia islam terkenal dengan nama Pro-Armenias, berisi keterangan tentang bahasa yaitu tentang proposisi dan bagian-bagiannya. Buku tersebut diterjemahkan oleh Ishaq bin Hunein dan juga al-Farabi.
c. Analytica Priora (uraian pertama) yang membicarakan tentang qiyas (syllogis) diterjemahkan oleh al-Kindi, Abu Bisyr, Mattius, al-Farabi dan al-Jurjani.
Dikalangan Yunani buku-buku tersebut terkenal dengan nama Organoon, yang berarti akal, karena buku ini merupakan alat yang diperlukan dalam pembahasan dan dipakai untuk setiap ilmu, berisi aaturan-aturan berfikir yang menjamin kebenaran-kebenaran persoalan yang dibicarakan.
Buku-buku Aristoteles tentang fisika ada tiga:a. De Caelo (langit) yang diterjemahkan oleh Ibnu Petrik, kenmudian diberi ulasan oleh al-
Farabi, Abu Hasim al-Jubbai juga mengulasnya dengan judul al-Mutassaffih. Disana ia banyak menentang pikiran-pikiran Aristoteles.
b. Animalium (hewan) yang diterjemahkan oleh Nicolas Damascus, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Zar’ah.
c. Anima (jiwa) yang diterjemahkan oleh Ishak bin Hunein, Ibnu Sina, Qusta bin Luzas dan Imam Ar-Razi didasarkan atas pikiran-pikiran Aristoteles.
Buku etika Aristoteles yang diterjemahkan ke dalam bahas arab menurut pengarang buku Kaasyfud-Dhaunun ialah buku Ethica Nocomachaea dan dua uraian tentang etika. Pada galibnya buku berikut didasarkan atas ilmu etika.
a. Al-Akhlak karangan al-Farabi sebagai ulasan terhadap buku Aristoteles.b. Al-Akhlak karangan Ibnu Maskawih.c. Akhlakus-Syech ar-rais dari Ibnu Sina.
Buku metafhysics yang pokoK-pokoK pembahasannya disusun menurut urutan abjad Yunani dimulai dari huruf A. Diantaranya isinya yang sampai kepada kaum Muslimin ada sebelas karangan sedangkan teks aslinya dalam bahasa Yunani berisi 14 karangan.Sebagai gema dari buku tersebut. Timbullah buku-buku berikut:
a. Al-Ibanah ‘An Gharadhi Aristoteles fi Kitabi ma ba’da at-Thabi’ah (penjelasan tentang maksud Aristoteles dalam buku metafisika) karangan al-Farabi.
b. Buku tentang ilmu ketuhanan dan catatan atas buku huruf (buku metafisika dari aristoteles) keduanya juga karangan al-Farabi.
c. Buku-buku sekitar matefisika karangan ar-Razi, seorang tabib
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/filsafat-helenisme-dan-romawi.html
Filsafat Helenisme Dan Romawi
Legenda Romawi (Seri Legenda Dunia)Kita telah mengkaji beberapa bab seputar sejarah filsafat Yunani, dari mulai Thales, Socrates sampai Aristoteles. Menarik apa yang dikatakan Mohammad Hatta, beliau mengilustrasikan sejarah filsafat Yunani sebagaimana pertumbuhan hidup manusia. Masa kecilnya, menurut beliau, bermula dengan tampilnya Thales ke muka, Thales melahirkan pandangan baru dalam alam pikiran Yunani. Masa ini berlanjut sampai kepada Sokrates. Selanjutnya menuju ke masa gagah dan bijaksana (muda) ialah masa filsafat klasik, yang puncaknya terdapat pada masa Aristoteles. Sesudah masa Aristoteles berlalu, kata Hatta, maka selanjutnya adalah masa tua. Masa tua itu meliputi masa yang sangat lama sekali, dari tahun 322 sebelum Masehi sampai tahun 529 setelah Masehi. Delapan setengah abad lamanya, dari meninggalnya Aristoteles sampai ditutupnya sekolah filsafat yang penghabisan oleh Kaisar Bizantin, Justinianus. Sesudah itu filsafat Yunani kembali ke dalam sejarah.
Pasca Aristoteles, Filsafat Yunani mengalami penurunan yang signifikan. Pengkajian tentang filsafat tidak lagi semarak sebagaimana terjadi pada masa-masa sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya ilmu-ilmu spesial yang berkembang dan berdiri sendiri. Seperti ilmu alam, gramatika, filologi, sejarah kesusasteraan dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini menyebabkan ilmu filsafat tidak lagi menjadi prioritas utama. Di samping itu, dalam fase ini filsafat juga telah menyimpang dari asas pokoknya, yaitu dari akal ke arah mistik.
Peralihan filsafat Yunani menjadi filsafat Helen-Romawi disebabkan terutama oleh seorang yang bernama Alexandros, murid Aristoteles. Tindakannya yang imperialis menyatukan seluruh dunia Grik ke dalam satu kerajaan Macedonia. Sesudah itu ia menaklukkan bangsa-bangsa di Asia Minor dan mengembangkan kekuasaannya sampai ke India. Semuanya itu dijadikan beberapa propinsi kerajaan Macedonia. Bahkan Imperium Persia, kekaisaran terbesar yang pernah disaksikan dunia, diremukkan lewat tiga pertempuran.
Keadaan demikian menyebabkan filsafat Yunani bukan lagi murni produk asli Yunani, tetapi telah terpengaruh oleh budaya bangsa lain. Adat istiadat kuno bangsa Babilonia, beserta takhayul kuno mereka menjadi tak asing lagi bagi pemikiran orang Yunani; demikian pula dualisme Zoroastrian dan agama-agama India, pun membaur dengan pemikiran Yunani. Dan pada akhirnya malihat kawasan yang ditaklukkan semakin luas, akhirnya Alexandros memberlakukan kebijakan yang menganjurkan pembauran secara damai antara bangsa Yunani dengan bangsa lainnya.
Pada era ini, orang berpaling lagi kepada sistem metafisika yang bercorak keagamaan. Dengan bersatunya beberapa bangsa yang dipimpin oleh kerajaan Roma, telah merampas hak-hak bangsa lain yang ingin merdeka. Hal itu menimbulkan lagi pandangan keagamaan, memupuk lagi hati manusia untuk hidup beragama. Tindakan bala tentara Roma yang keras dan ganas dapat memperkuat rasa kemanusiaan, dan dipupuk pula oleh berbagai macam agama lama, yaitu agama Kristen dan Budha. Maka pada saat itu, ajaran filsafat dan ajaran agama kembali berkontaminasi.
Menurut Bertrand Russell, pengaruh agama dan non Yunani terhadap dunia Hellenistis pada dasarnya buruk, meski tak sepenuhnya demikian. Hal ini semestinya tak perlu terjadi. Kaum Yahudi, Persia, dan Buddhis semuanya memiliki agama yang jauh lebih unggul daripada politeisme rakyat Yunani, dan bahkan bisa dipelajari oleh para filosof terbaik dengan hasil yang bermanfaat. Sayangnya, adalah bangsa Babilonia, atau Chaldea, yang menananamkan pengaruh paling mendalam terhadap imajinasi bangsa Yunani.
Maka dari itu, masa Hellen-Romawi adalah suatu fase filsafat yang tidak hanya didominasi oleh filsafat asli Yunani. Akan tetapi filsafat pada fase ini bisa dikatakan sebagai filsafat Trans Nasional. Menurut Hatta, masa filsafat Yunani pada masa ini dalam garis besarnya dapat dibagi dua; masa etik dan masa religi. Berikut penjelasannya.
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/filsafat-patristik.html
FILSAFAT PATRISTIK
A. Istilah Patristik
Zaman ini disebut zaman patristic (dari kata latin pater: bapa, yang di maksud ialah
para bapa gereja). Zaman ini meliputi zaman di antara para rasul abad pertama hingga kira-
kira awal abad ke-8. para pemikir Kristen pada zaman patristic mengambil sikap bermacam-
macam. Ada yang menolak sama sekali filsafat yunani, karena dipandang sebagai hasil
pemikiran manusia semata-mata, bahkan berbahaya bagi iman kristen. Akan tetapi ada juga
yang menerima filsafat yunani. Karena perkembangan pemikiran yunani itu dipandang sbagai
persiapan bagi injil. Kedua macam sikap ini sebenarnya masih menggema di zaman
pertengahan. Filsafat ptristik muncul dan berkembang di dua wilayah, yakni: wilayah timur
(yunani) dan wilayah barat (latin).
Istilah Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti Bapak dalam lingkungan
gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi Kristiani,
melalui peletakan dasar intelektual untuk agama kristen. Didunia Barat agama Khatolik mulai
tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, dan etikanya. Untuk
mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggukanakan falsafat Yunani dan
memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal yang berhubungan dengan
manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), Origenes
(185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei).
Berdasarkan ajaran Neo-Plaonisi da Stoa, ajarannya meliputi pengetahuan, tata dalam alam.
Bukti adanya Tuhan, tentang manusia, jiwa, etika, masyarakat dan sejarah.
Periode ini ditandai dengan oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan
tampilnya apologet dan para pengarang Gereja. Para Apologet memiliki tugas utama
menjawabi berbagai persoalan dan keberatan mengenai ajaran-ajaran iman Gereja terhadap
berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar.
Para pengarang Gereja adalah orang-orang yang menulis buku dan karangan-karangan
tentang berbagai ajaran Gereja secara menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan
tulisan-tulisan sebelumnya. Mereka-mereka itu adalah Clemens dari Alexandria (150-219 M)
dan Origenes (185-254 M). Kemudian tampil juga para pujangga Gereja (325-500 M) yang
membaktikan jasa mereka bagi Gereja dan ajaran Kristen. Satu Athanasius, Gregorius dan
Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa, dan Sirilus dari Alexandria adalah para pujangga
Gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan
Agustinus termasuk dalam tradisi Latin yang menggunakan bahasa Latin. Ajaran-ajaran
mereka, terutama ajaran Agustinus, berkembang sangat luas dan sangat berpengaruh dalam
diri para filosuf abad pertengahan. Masa Agustinus (354-430 M) sampai ca. 1000 M dikeal
dalam sejarah filsafat sebagai periode transisi, da para filsuf yang terkelompok dalam periode
ini adalah Agustinus sendiri, Boethius (480-525 M) dan John Scotus Eriugena (lahir ca. 800
M).
B. Filsafat Pada Zaman Patristik
Filsafat pada zaman ini berlangsung pada abad pertengahan tepatnya pada tahun 100-
700. Namun, pada sumber lain ada juga yang menyebutkan bahwa Filsafat Abad Pertengahan
dimulai sejak Plotinus. Pada Plotinus (lahir 204 M). Karena filsafat ini berlangsung pada
Abad pertengahan maka sangat erat kaitannya dengan filsafat pada abad pertengahan
terutama terhadap tokoh-tokoh filsafat pada abad pertengahan yakni Tertalius (160-222),
Origenes (185-254), Agustinus (354-430).
Dunia Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia
dan dunia, beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka
menggunakan Filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya mengenai
soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tentang Tuhan.
Akal pada Abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal itu kelihatan jelas pada
Filsafat Plotinus., Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul
kembali, dan kerena itu filsafatnya mendapat kritikan. Sebagaimana telah dikatakan, Abad
Pertengahan merupakan dominasi akal yang hamper seratus persen pada Zaman Yunani
sebelumnya, terutama pada Zaman Sofis.
Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa
Tuhan bukan untuk dipahami melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu tujuan dari filsafat
adalah bersatu dengan Tuhan. Jadi dalam hidup ini rasa itulah satu-satunya yang dituntun
oleh Kitab Suci, pedoman hidup manusia. Filsafat rasional dan sains tidak penting;
mempelajarinya merupakan usaha mubadzir, menghabiskan waktu secara sia-sia. Karena
Simplicius salah seorang pemikir zaman Plotinus, telah menutup sama sekaliruang gerak
filsafat rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman harus menang mutlak orang-orang
yang masiih menghidupkan filsafat (akal) harus dimusuhi. Maka pada Tahun 415 Hypatia,
seorang yang terpelajar ahli filsafat pada zaman Aristoteles, dibunuh. Tahun 529 Kaisar
Justianus mengeluarkan Undang-Undang yang melarang Filsafat.
Agustinus mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang diakui pada zaman
Yunani diganti dengan kauasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh
pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama. Moral
berpuncak pada dosa Adam, kehidupan pertapa adalah kehidupan terbaik. Hati memerlukan
kehidupan demikian. Ia juga mengatakan bahwa mempelajari hukum alam adalah mubadzir,
memboroskan waktu. Ia berkutat bahwa bumi adalah pusat jagat raya. Intelektualisme tidak
penting, yang penting adalah cintakepada Tuhan. Tidak perlu dipikir, tanya dati Anda, siap
pencipta alam ini. Untuk itu hati bersih, harus hidup. Mka kehidupan berbujang adalah
kehidupan terpuji. Manusia dilarang mempelajari Astronomi. Mempelajari Anatomi
memnjadikan manusia materialistis. Filsafat dan Sains jangan disentuh. Akal mati, hati
menang.
Ciri khas Filsafat Abad pertengahan terletak pada rumusan terkenal yang
dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu Credo Ut Intelligam, yang berarti iman terlebih
dfahulu setelah itu mengerti. Imanilah terlebih dahulu, misalnya, bahwa dosa warisan itu ada,
setelah itu susunlah argumen utnuk memahaminya. Mungkin juga utnuk meneguhkan
keimanan itu. Didalam pengertian itu tersimpalah pengertian bahwa seseoang tidak boleh
mengerti atau paham terlebih dahulu, dan karena memahaminya lantas ia mengimaninya. Ini
iman secara rasional. Dalam undkapan ini orang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu
hahrus diimaninya, malainkan orang mengerti kalau ia mengimaninya.
Sifat ini berlawanan dengan sifat Filsafat Rasional. Dalam Filsafat Rasioanl
pengertian itulah yang didahulukan; setelah dia mengerti barulah mungkin ia diterima dan
kalau mau diimani. Mengikuti inilah maka Filsafat Abad Pertengahan terletak pada ungkapan
itu. Apakah kaidah ini (iman agar mengerti) dapat dianggap sebagai rumus filsafat yang
dianggap umum? Jawaban yang jelas atas pertanyaan ini sulit dikemukakan. Yang dapat
dikemukakan adalah bahwa kaidah ini kurang dianut, juga dalam Filsafat Islam. Contoh yang
menonjol dalam Filsafat Islam adalah Al-Ghazali. Didalam perbandingan ini kita seakan
menemukan keganjilan. Mengapa penerapak kaidah itu dalam Kristen menimbulkan akibat
Sains dan Filsafat terhadap perkembangannya, tetapi penerapak rumus ini dalam
perkembangan pemikiran Islam tidak menyebabkan tersendatnya perkembangan filsafat dan
sains dalam Islam.
Kelihatannya Filsafat Credo Ut Intelligem itu tidak merugikan perkembangan Filsafat
dan Sains seandanya wahtu yang dijadikan andalan adalah wahyu yang tidak berlawanan
dengan akal logis. Hal iini kita temukan misalnya dalam Islam. Filsafat didalam Islam
berkembang amatpesat karena keyakinan Islam tidak ada yang berlawanan dengan akal logis;
yang ada adalah bagian-bagaian yang berada didaerah Supralogis dan Suprarasional.
Sains, Filsafat dan iman (rasa) sebenarnya merupakan keseluruhan pengetahuan
manusia. Akan tetapi pembatasan daerah kerja (kapling)nya masih harus jelas. Sains bekerja
pada objek-objek sensasi, Filsafat pada objek-objek abstrak logis, sedangkan hati (rasa)
bekerja pada daerah-daerah Supralogis. Yang ini sesugguhnya telah disebut oleh
Bonaventura. Menurut pendapatnya manusia memiliki tiga potensi (kmampuan): indera, akal
dan kontemplasi. Hasil kerja masing-masing potensi itu tidak boleh berlawanan, tetapi boleh
tidak sama. Tidak sama itu bukan berlawanan. Kekurang jelasan perbatasan daerah inilah
yang sering terjadinya bentrokan antara sains, filsafat, dan iman.
Kelemahan lain dalam Filsafat Kristen pada Abad Pertengahan itu adalah sifatnya
yang terlaluyakin terhadap penafsiran teks kitab suci. Penafsiran sebanarnya tidak
lebihberarti daripada sekedar filsafat juga. Jadi penafsiran pada dasarnya bersifat relatif
kebenarannya, tidak absolut. Karena filosof pada zaman itu rata-rata menjabat sebagai orang
suci (Saint), makafilsafat mereka menempati pengertian agama yang absolut dalam dirinya.
Iinilah barangkali yang menjadikan tekanan-tekanan psikoloogis maupun fisis terhadap tokoh
lain yang pemikirannya berbeda dengan pemikiran Filosof Gereja. Pada Abad Pertengahan
itu Agama Kristen boleh dikatakan bukan lagi kitab suci, malainkan penafsiran kitab suci
oleh para Saint tersebut. Berbedanya pemikiran Copernicus dengan Galileo dengan pemikira
tokoh-tokoh Gerejatelah menyebabkan kedua tokoh tersebut dihukum. Sebenarnya pendapat
kedua ilmuwan tersebut tidak berlawanan dengan kitab Suci, melainkan berbeda dengan
pendapat Tokoh Gereja yang mengatasnamakan Kitab Suci, berarti Kitab Suci itu salah
karena bukti-bukti menunjukkan bahwa kedua Ilmuwan itulah yang benar.
Uraian tadi manunjukkan bahwa pada Abad Pertengahan ini, iman (hati) benar-benar
telah menang melawan akal dan berhasil mendominasi jalan hidup Abad Pertengahan
(diBarat). Akibat-akibatnya amat mudah dipahami; filsafat dan sains berhenti; jangankan
menemukan yang baru, menjaga warisan Yunani ini saja tidak mampu.
Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang lumayan, yaitu Thomas Aquinas. Ia
lahir pada masa-masa menjelang habisnya kekuatan agama Kristen mempengaruhi jalan
pemikiran. Tekanan terhadap pemikiran rasional pada waktu ia hidup telah berkurang. Oleh
karena itu, ia berhasil mengumumkan Filsafat Rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa
pembuktian adanya Tuhan yang masih dipelajari orang hinga saat ini. Tetapi filsafatnya ini
tetap saja tidak disenangi oleh banyak tokoh ketika itu.
C. Tokoh-Tokoh Filsafat Pada Zaman Patristik
1. Augustinus (354-430)
Augustinus mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah filsafat. Mungkin penamaan
Abad Agustinus (The Age of Agustine) seperti yang telah ditulis oleh Mayer dalam bukunya
disebabkan oleh Augustinus telah meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran Abad Pertengahan
mengadaptasikan Platonisme dengan idea-idea Kristen. Ia memberikan formulasi yang
sistematis tentang Filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan terhadap Khatolik dan
Protestan. Stuart Hampshire dalam introduksi bukunya, The Age of Reason, menyatakan
bahwa filsafat adalah suatu kegiata pikir manusia yang bersinambung. Pikiran seorang tokoh
pada masa tertentu baru jelas dipahami setelah melihat hubungannya dengan pemikiran-
pemikiran sebelumnya. Kalau demikian, maka beberapa pemikir sebelum Augustinus perlu
dibicarakan terlebih dulu. Mungkin saja pemikir iru merupakan latar belakang pemikiran
Augustinus.
Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria). Pada 13 Nopember 354.
Tatkala berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah Madaurus. Lingkungan itu telah
mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya. Tahun 369-370 dihabiskannya dirumah
sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah
membimbingnya kefilsafat.
Pada Tahun 388 ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani
pengikut-pengikutnya, kemudian ia menjual seluruh warisan dan uang hasil penjualannya
tersebut dikasihkan kepada fakir-miskin. Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan menjadi seorang
Uskup di Hippo. Tahun terakhir hidup-hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi
imperium Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430 ia meninggal dunia dalam kesucian dan
kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya.
Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang dilakukan oleh Protestan,
khususnya kepada Luther, Zwingli, dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada
kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya ini merupakan faktor yang
memberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan Abad Pertengahan.
Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada
pemikiran sekular. Dalam pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan
dalam keabsolutan, dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada
Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang
meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya
kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah
orang Barat lebih memiliki sifat introspektif.
Karta Augustinus yang paling berpengaruh adalah The City of God. Karya itu muncul
disebabkan oleh adanya perampasan Roma oelh pasukan Alarik. Kejadian ini memiliki
konsekuensi yang besar. Banyak orang Roma menganggap bahwa perampasan itu terjadi
karena ketidak patuhan orang-orang Roma kepada Dewa-dewa lama dan penerimaan mereka
terhadap agama Kristen. Mereka juga ragu apakah tidak salah pilih dengan agama Kristen.
Karena banyak yang meilih agama Kristen kemudian melakukan praktek kafir, sebagian lain
menjadi orang yang ragu karena merasa Tuhan yang mereka semabah tidak mempunyai
kekuatan atas alam semsta ini. Untuk menjawab masalah itu Augustinus menulis The City of
God. Buku itu berisi tidak hanya penolakan atas keraguan yang tersebar ketika itu, tetapi juga
mengetengahkan suatu sejarah filsafat yang sistematis yang menarik perhatian orang-orang
pada Abad Keduapuluh sekarang.
Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus sejarah lebih dari
itu; ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi sebenarnya sejarah juga mempunyai
suatu permulaan dan suatu akhir. Permualaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan
akhirnya adalah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah
Dilsafat Sejarah dibimbing oleh Toelogi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan
memperhitungkan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, sejarah dapat dipahami
melaluihukum-hukum Tuhan.
Buku The City of God dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama
yaitujilid 1-10 membicarakan tanggungjawab Kristen terhadap perpecahan Romawi, sifat-
sifat imperialistis, tidak pernahnya Romawi memperhatikan masyarakat taklukannya. Bagian
kedua yaitu jilid 11-12 membicarakan asal-usul manusia, dunia Tyhan dan dunia Setan.
Mengenai siksa neraka Augustinus mengatakan bahwa ia bersifat kekal. Origen berpendapat
bahwa orang, bagaimanapun jeleknya, tidak akan kekal dineraka, Augustinus menolak
pendapat ini. Kalau pendapat Origen benar, mengapa tidak berlaku bagi Setan? Demikian
kata Augustinus.
2. Anselmus (1033-1109)
Dalam membicarakan Filsafat Abad Pertengahan St. Anselmus tidak dapat dilewatkan
begitu saja. Tokoh inilah yang mengeluarkan Credo Ut Intelligam yang dapat dianggap
merupakan cirri utama Filsafat pada Abad Pertengahan. Ia berasal dari Bangsawan di Aosta,
Italia. Seluruh kehidupannya penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia
menjadi Uskup Agung Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisime, dan iman
merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang
membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan
Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk mengenai penyelamatan
melalui Kristus.
Credo Ut Intelligam menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal.
Arti ungkapan itu adalah Percaya baru mengerti; secara lebih sederhana percayalah telebih
dahulu supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu diterima terlebih dahulu sebelum kita
mulai berfikir. Jadi akal hanyalah sebagai pembantu wahyu. Pengaruh Plato besar terhadap
pemikirannya.
Anselmus berpendapat semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan itu menunjukkan
adanya kebaikan Mahatinggi yang disana semua makhluk berpartisipasi. Tuhan itu
kebesarannya tidak terpikirkan (kebesarannya Mahabesar). Itu tidak mungkin hanya ada
dalam pikiran. Ia juga ada dalam kenyataan (jadi benar-benar diluar pikiran). Tuhan
Mahabesar ada dalam pikiran dan ada juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini
mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak mungkin ada
sesuatu yang hanya ada didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objek itu tidak ada.
Tentang penyelamatan, ajarannya sama dengan Filusuf Abad Pertengahan
lainnya:manusia celaka karena jatuhnya Adam, jatuhnya Adam memang karena dikehendaki
oleh Tuhan, penyelamatan hanya diperoleh melalui Kristus.
3. Thomas Aquinas (1225-1274 M)
Thomas Aquinas lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga
Bangsawan baik Bapakanya maupun Ibunya. Melalui Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas
belajar tentang alam, ia berfilsafat lebih empiris daripada orang-orang yang diikutinya.
Dikatakan demikian karena ia lebih banyak menggunakan observasi terhadap alam dalam
menopang argument-argumennya. Sekalipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa
Aquinas menganggap bahwa penjelasan Naturalis lebih tinggi dari pada atau setingkat
dengan penjelasan Metafisika. Dalam hal Kosmologi ia masih menganut Hipotesis
Geosentris.
Dalam seluruh teorinya mengenai pengetahuan, Aquinas dibimbing oleh
pandangannya bahwa pikir (reson)dan iman adalah tidak bertentangan. Akan tetapi, dimana
batas kedua-duanya? Menurut pendapatnya, semua objek yang tidak dapat diindera tidak
akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak
mungkin dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran Tuhan diterima dengan
iman. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal adalah objek iman. Pengetahuan yang
diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang diperoleh dengan
akal. Paling tidak, kebenaran yang diterima oleh akal tidak akan bertentangan dengan ajaran
wahyu.
Selanjutnya Aquinas mengajarkan seharusnya kita menyeimbangkan akal dan iman,
akal membantu membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari
bahwa hal itu tidak selalu dapat dilakukan karena kanl terbatas. Akal tidak dapat memberikan
penjelasan tentang kehidupan kembali (resurrection) dan penebusan dosa. Akal juga tidak
mampu membuktikan kenyataan esensisal tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia
berpendapat bahwa dogma-dogma Kristen itu tepat sebagaimana telah disebutkan dalam
firman-firman Tuhan.
Berdasarkan uraian itu kita dapat mengetahui adanya dua jalur pengetahuan dalam
filsafat Aquinas. Jalur itu ialah jalur akal yang dimulai dari manusia dan berakhir pada
Tuhan. Dan yang kedua adalah jalur Tuhan ialah jalur iman yang dimulai dari Tuhan
(wahyu), didukung oleh akal.
Aquinas membagi pengetahuan menjadi tiga bagian pengetahua Fisika, Matematika,
dan Metafisika. Dari yang tiga Metafisika inilah yang mendapat banyak perhatian darinya.
Menurut pendapatnya dapat menyajikan abstraksi tingkat tertinggi. Sehunbungan dengan
teorinya diatas maka didalam filsafat Aquinas filsafat dapat dibedakan dari agama dengan
melihat penggunaan akal. Filsafat ditentukan oelh penjelasan sistematis akliah, sedangkan
agama ditentukan oleh keimanan. Sekalipun demikian, perbedaan itu tidak terlihat begitu
jelas karena pengetahuan adalah gabungan dari kedua-duanya. Agama dapat pula dibagi
menjadi dua. Yang pertama adalah agama natural yang dibentangkan diatas akal, dan yang
kedua adalah agama wahyu yang dibentangkan diatas iman.
Dalam doktrinnya tentang pengetahuan Aquinas adalah realis Moderat. Ia tidak
sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta ini menpunyai eksistensi
yang objektif. Ia mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam tiga cara:pertama
sebagai sebab-sebab didalam pemikiran Tuhan; kedua sebagai idea dalam pemikiran
manusia; dan ketiga sebagai esensi sesuatu. Dapat dicatat disini bahwa Aquinas mencoba
mennjebatani dua ekstrimitas. Ekstrimitas Nominalisme dan Ekstriminitas Realisme.
Nominalisme adalah suatu ajaran dalam Filsafat Skolastik yang menyatakan bahwa tidak ada
eksistensi bastrka yang sungguh-sungguh objektif; yang ada hanyalah kata-kata dan nama-
nama; yang benar-benart real adalah fisik yang particular ini saja. Realisme adalah suatu
ajaran dalam filsafa tyang mengatakan bahwa realitas Universal abstrak sama dengan atau
lebih tinggi dari realitas.
Aquinas melakukan harmonisasi antara kedua ekstrem itu cara memperhatikan bahwa
alam semesta mempunyai berbagai pengertian bila diterapkan pada Tuhan, manusia, dan
alam. Sains menurutnya, berkenaan dengan alam jenis ketiga; yaitu alam sebagai esensi.
Konsep-konsep sains tidak a priori sebab manusia dilahirkan tidak membawa idea-idea
immaterial. Menurut pendapat Aquinas pikiran tidak akan berisi apa-apa apabila tidak
menggunakan indera. Proses pengetahuan dimalai dari adanya penginderaan yang
memberikan kepada kita presepsi tentang objek didalam alam. Persoalan yang dihadapkan
kepada Aquinas adalah bagaiamana presepsi ini diterjemahkan kedalam idea-idea yang dapat
dipikirkan. Untuk menyelesaikan masalah ini Aquinas menggunakan istilah intelek aktif yang
bertugas mengabstraksikakn unsure-unsur dalam alam semesta lalau menciptakan jenis-jenis
yang dapat dipikirkan. Intelek aktif itulah yang memberikan kepada kita keadaan susunan
alam semesta. Melalui intelek aktif itu kita dapat memahami prinsip-prinsip pertama yang
mengatur semua kenyataan.
Pengalaman menurut Aquinas bukanlah suatu proses yang kacau pengalaman
menyatakan prinsip-prinsip universal tentang eksistensi, kualitas-kualitas particular tidaklah
terpisah-pisah; mereka mempunyai kualitas esensial dalam keseluruhan. Tugas sainslah untuk
mengklasifikasikan dan menguraikan kualitas-kualaitas itu. Kalau dibandingkan dengan
pandangan modern tentang sains, teori Aquinas sangat berbeda. Menurut pendapat sains
Modern pencapaian terbaik dalam sains adalah bila ia lebih menjurus kepada objek-objek
yang particular. Sains modern tidak memberikan penghargaan yang tinggi kepada masalah-
masalah immaterial.Bagian immaterial itu merupakan bagian pembahasan metafisika.
Sedangkan pada Aquinas tadi, sains akan semakin tinggi nilainya bila ia semakin universal.
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/09/eksistensialisme-dan-pragmatisme.html
EKSISTENSIALISME DAN PRAGMATISME
I. EKSISTENSIALISME
A. Pengertian Eksistensialisme
Bila dilihat dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata eks yang berarti diluar,
dan sistensi yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan
sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada
manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi,
mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat
renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu, selalu melihat cara manusia berada,
eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia
dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan
pengalaman yang konkret.
Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu
yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah
yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan
dirinya.
Dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan eksistensialisme ini yakni ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan manusia seperti sosiologi (berkaitan dengan manusia dan keberadaannya
didalam lingkungan sosial), antropologi (berkaitan anatar manusia dengan lingkungan
budayanya).
Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena
ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa yunani hingga
modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang
spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran,
penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem,
rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari
kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia
terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya
sebagai manusia yang bereksistensi.
B. Filsafat Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu
yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana
yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran
bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang
menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi
filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu
dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme
adalah soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan
sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah
bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul
Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk
untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan
yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana
kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal
"kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-
satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah
kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain-
daripada yang lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar
kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi
esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar
akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau
tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan
sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi
dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.
C. Pandangan Filsafat Eksistensialisme
Eksistensialisme menjadi filsafat yang populer di Prancis, bahkan akhirnya di seluruh
dunia. Soren Kierkegaard diakui sebagai Bapak Eksistensialisme. Namun, sebenarnya Sartre
lah yang memopulerkan istilah “eksistensialisme”. Eksistensialisme memiliki banyak tokoh
antara lain: Soren Kierkegaard tentunya, Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Albert Camus, Martin
Heidegger, ada yang mengatakan Friedrich Nietzsche juga, Franz Kafka, Miguel de
Unamuno, Fydor Dostoievsky, dan tentu Jean-Paul Sartre. Masing-masing tokoh di atas
sebenarnya memiliki ide mereka sendiri-sendiri tentang eksistensialisme, maka mustahil
merumuskan suatu gambaran umum tentang eksistensialisme yang mencakup seluruh tokoh
tersebut.
Memang dalam beberapa kasus tokoh yang satu memiliki pangaruh pada tokoh yang
lain, tetapi akan menjadi lebih jelas jika menelaah eksistensialisme menurut pandangan
masing-masing tokoh. Namun, secara umum empat masalah filosofis eksistensialisme adalah
eksistensi manusia, bagaimana bereksistensi secara aktif, eksistensi manusia adalah eksistensi
yang terbuka dan belum selesai, serta pengalaman eksistensial. Eksistensialisme menurut
Sartre memiliki dua cabang yaitu Eksistensialisme Kristiani dan Eksistensialisme Atheis.
Sartre menyatakan diri sebagai seorang eksistensialis atheis. Dalam bab ini kita akan
membahas Eksistensialisme Sartrean.
L’etre-en-soi dan L’etre-pour-soi
Eksistensialisme adalah filsafat yang menelaah tentang cara ada pengada-pengada,
khususnya manusia. Menurut Sartre cara ada itu ada dua yaitu l’etre-en-soi (ada-dalam-diri)
dan l’etre-pour-soi (berada-untuk-diri). L’etre-en-soi adalah ada yang bulat, padat, beku, dan
tertutup. Entre-en-soi menaati prinsip it is what it is. Perubahan yang ada pada benda yang
ada-dalam-diri itu disebabkan oleh sebab-sebab yang telah ditentukan oleh adanya, maka
benda etre-en-soi terdeterminasi, tidak bebas, dan perubahannya memuakkan (nauseant).
Benda yang berada-dalam-diri ada di sana tanpa alasan apa pun, tanpa alasan yang kita
berikan padanya.
Sedangkan l’etre-pour-soi (mengada-untuk-diri) adalah cara ada yang sadar. Satu-
satunya makhluk yang mengada secara sadar adalah manusia. Etre-pour-soi tidak memiliki
prinsip identitas karena adanya terbuka, dinamis, dan aktif oleh karena kesadarannya. Maka,
manusia bertanggung jawab atas keberadaanya; bahwa aku adalah frater dan bukan bruder,
bahwa aku imam tarekat dan bukan imam diosesan, bahwa aku awam dan bukan klerus,
bahwa aku dosen dan bukan mahasiswa, bahwa aku mahasiswa dan bukan pengamen.
Manusia sadar bahwa dia bereksistensi.
Kesadaran Prareflektif dan Kesadaran Reflektif
Kesadaran manusia menurut Sartre dibagi menjadi kesadaran prareflektif dan
kesadaran reflektif. Kesadaran prafeflektif adalah kesadaran aktivitas harian. Aku bangun
pagi, mandi pagi, misa harian, laudes, sarapan, kuliah, on-line facebook, hora media, makan
siang, olah raga, mandi sore, vesperae, makan malam, belajar, completorium, dan lain-lain.
Aku mengalami itu semua tanpa kesadaran akan aku mengalami itu. Yang ada dalam obyek
kesadaran misalnya adalah jam weker ketika aku bangun, dinginnya air ketika mandi pagi,
hosti dan anggur ketika dikonsekrasi, mazmur ketika mendaraskan brevir, nasi dan lauk
ketika sarapan, dosen yang menjelaskan di depan kelas ketika kuliah, friends on facebook
ketika on-line, bola ketika berolah raga, buku diktat ketika belajar, dll. Menurut Sartre tidak
ada “aku” dalam kesadaran prareflektif.
Namun, ketika di malam hari aku mengambil waktu tenang sejenak untuk menulis
diary, kemudian mengambil jarak, dan memandang segenap kegiatanku selama sehari itu,
memikirkan saat aku hampir terlambat bangun pagi, memikirkan aku kedinginan saat mandi
pagi, memikirkan bahwa aku sempat mengantuk waktu misa harian, memikirkan saat aku fals
mendaraskan mazmur brevir, memikirkan betapa aku menikmati makananku dan segelas kopi
hangat, memikirkan saat aku dan teman-teman tertawa mendengar lelucon dari dosen,
memikirkan betapa aku mengagumi kecantikan friends on facebook-ku, memikirkan betapa
sakit kakiku saat tertendang kaki lawan, memikirkan saat aku tengah asyik menyelami
pemikiran-pemikiran filsafat, pada saat itulah aku mengalami kesadaran reflektif. Pemikiran
akan diri sendiri inilah yang Sartre sebut kesadaran reflektif. Selama aku berkonsentrasi
dalam kesadaran reflektif, aku menemukan ‘diri’ di dalam kesadaran dan hanya di sini.
Ketika konsentrasiku pecah, aku kembali kepada kesadaran prareflektif dan aku tak lagi sadar
akan ‘diri’-ku.
Le Neant (Ketiadaan) dan Kebebasan
Kesadaran ini membuat aku mampu membayangkan apa yang mungkin terjadi dan
apa yang bisa aku lakukan. Misalnya, ketika aku sadar bahwa aku adalah seorang frater, aku
dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi dan apa yang bisa aku lakukan, aku bisa saja
berkelakuan baik, menaati jadwal harian, belajar dengan baik sehingga dapat lulus ujian BA
serta ujian ad audiendas dan kemudian layak ditahbiskan, lalu ditempatkan pada Paroki
Sumber, sebagai pastor mendampingi para petani, misa setiap pagi, dan sebagainya. Atau,
bisa saja aku membayangkan bahwa aku jatuh cinta dengan salah satu friend on facebook,
kopi darat, PDKT, merasa menemukan panggilan yang lain, lalu melepas jubah dan keluar
seminari, lulus S1, susah payah mencari pekerjaan, menikah, dan sebagainya. Aku kemudian
ketakutan dengan apa yang bisa kulakukan itu, aku ketakutan dengan apa yang mungkin
terjadi padaku, aku ketakutan kalau-kalau aku melakukan apa yang salah. Menurut Sartre
kesadaran adalah “pusaran kemungkinan”. Hal ini hanya menjelaskan bahwa kita benar-benar
bebas, kita dikutuk untuk bebas. “Pusaran kemungkinan ini” adalah “kebebasan yang sangat
besar” dan sungguh menakutkanku.
Namun, dalam kesadaran dan kebebasan itu aku memilih suatu keputusan. Bahkan,
dengan tidak memilih aku telah memilih. Hidupku terdiri dari rentetan-rentetan pilihan yang
telah kuputuskan. Pilihan ini mengantarkanku dari masa lalu ke masa kini. Antara masa lalu
dan masa kini terdapat jarak. Jarak ini oleh Sartre disebut le neant (ketiadaan). Dengan le
neant, Sartre menolak determinisme universal karena tiada lagi kontinuitas antara masa lalu
dengan masa kini. Dalam determinisme kebebasan itu mustahil, sedangkan Sartre
menekankan kebebasan. Memang ada “faktisitas” pada masa lalu, ada fakta-fakta pada masa
lalu yang tak dapat diubah. Bahwa aku dilahirkan sebagai orang Indonesia dan bukan orang
Amerika adalah sebuah fakta pada masa laluku. Aku tak dapat berbuat apa-apa untuk
mengubah fakta historis itu. Suatu beban sejarah. Namun, tidak ada masa laluku yang dapat
membuatku terpaksa memutuskan ini atau itu. Tiada tindakan manusia yang merupakan
akibat tak terelakkan dari masa lalu.
Kesadaran selalu membuatku menarik jarak. Dalam kesadaran refleksif aku menarik
jarak dengan masa laluku. Aku (di masa lalu) adalah obyek bagi aku (di masa kini yang
tengah merefleksikan aku di masa lalu). Karena subyek yang menyadari berbeda dengan
obyek yang disadari, aku yang sekarang berbeda dengan aku di masa lalu. Kesadaran
memisahkan apa yang semula utuh, membuat apa yang semula padat menjadi tidak padat.
Maka, kesadaran meniadakan (neantiser).
Tanggung Jawab
Eksistensi mendahului esensi. Tidak ada hakikat pada manusia yang menjadikan dia
serta-merta adalah manusia. Manusia bukanlah pengada yang etre-en-soi, melainkan pengada
yang etre-pour-soi. Sebagai pengada etre-pour-soi, manusia tidak pernah jadi (be/sein)
sebagaimana meja yang adalah meja (etre-en-soi), melainkan menjadi (being/werden).
Manusia menjadi manusia sejauh dia menciptakan dirinya. Manusia selalu menciptakan
dirinya. Manusia menciptakan diri lewat setiap keputusan yang dia pilih, lewat setiap
tindakan-tindakan bebasnya. Maka, manusia bebas menjadi apa yang dia kehendaki. Manusia
bukan “apa-apa” sampai dia menjadikan dirinya “apa-apa”.
Pengada yang etre-en-soi ada begitu saja, tidak memiliki makna dan nilai. Manusia
dengan kesadaran dan kebebasannya dapat memberikan makna dan nilai pada dirinya. Nilai
itu diberikan manusia pada saat dia memutuskan untuk melakukan suatu tindakan atau pada
saat dia memilih. Pilihan ini mengandaikan tanggung jawab. Tanggung jawab ini tidak hanya
tanggung jawab atas diri kita sendiri atau hanya tanggung jawab atas pilihan kita sendiri,
tetapi adalah tanggung jawab atas seluruh umat manusia di dunia karena setiap pilihan yang
kita buat memiliki implikasi terhadap orang lain juga, setidaknya orang-orang di sekitar kita.
“Apabila kita mengatakan manusia memilih dirinya sendiri, ini tidak berarti bahwa
setiap orang dari antara kita harus memilih dirinya sendiri, tetapi juga bahwa dalam memilih
untuk diri sendiri, manusia memilih untuk semua. Karena, efek dari tindakan-tindakan yang
ia pilih untuk menciptakan dirinya,” kata Sartre, “Memilih keputusan ini atau itu pada saat
yang sama adalah penegasan nilai yang kita pilih, karena kita tidak pernah memilih pilihan
yang paling buruk. Apa yang kita pilih selalu pilihan yang paling baik; dan tidak ada satu
pilihan pun yang lebih baik bagi kita kecuali pilihan-pilihan yang lebih baik bagi sesama
manusia. Labih jauh lagi, jika eksistensi mendahului esensi dan kita ingin mengada dan pada
saat yang sama mewujudkan citra kita, citra tersebut valid untuk semua manusia dan semua
zaman di mana kita hidup”.
Tanggung jawabku menyangkut semua umat manusia. Apa yang kunyatakan baik
bagiku secara logis harus kukatakan baik bagi semua orang. Hal ini mirip dengan “imperatif
kategoris” Immanuel Kant. Kant berkata, “Bertindaklah sehingga maksim dari tindakanmu
diterima sebagai hukum universal.” Namun, ketika pernyataan ini ditarik sampai ke pada
batas oleh Sartre, bahwa ketika aku menghendaki kebebasanku maka aku pun menghendaki
kebebasan orang lain, dia mendapati situasi konflik yang tak terpecahkan. Kebebasanmu
membatasi kebebasanku.
Hell is Others
Kebebasan orang lain tidak meneguhkan kebebasanku. Contoh: aku tengah duduk-
duduk di taman menikmati suasana senja dengan bebas. Pohon-pohon, rerumputan, bebatuan,
kursi-kursi, lampu-lampu, suasana senja di taman adalah obyek bagiku. Aku mengada bebas
pada duniaku itu. Tiba-tiba datang orang lain mengamatiku. Aku menjadi obyek baginya.
Serta-merta duniaku tersedot dunianya. Dia merenggut kebebasanku. Namun, dia tak
sepenuhnya mengobyekkanku. Ketika aku menatap balik dia, dia dan segenap dunianya
menjadi obyek bagiku. Aku (dan mungkin juga orang lain itu) mungkin merasa malu. Dalam
rasa malu aku mengetahui sebuah aspek dari keberadaanku. Aku mendapati diriku sebagai
obyek yang diciptakan oleh tatapan orang lain. Sartre menyebut ini “berada-bagi-orang-lain”.
Aku dipaksa untuk memberikan penilaian atas diriku sendiri sebagai suatu obyek. Ketika aku
menjadi obyek tatapan orang, aku bukan lagi etre-pour-soi, melainkan etre-en-soi. Aku
dipaksa bertanggung jawab atas diriku yang sudah dinyatakan padaku oleh tatapan orang lain.
Nasihat Sartre
Dalam hidup kita menemui banyak sekali pilihan. Terkadang pilihan itu sebegitu
dilematis sehingga kita mengalami kesulitan untuk membuat keputusan. Seperti kisah nyata
seorang pemuda, murid Sartre, yang dicontohkannya dalam Eksistensialisme dan
Humansime. Lalu, apa yang dinasihatkan Sartre kepada pemuda tadi? “Kamu bebas,
memiliki kebebasan, maka tentukanlah pilihanmu, temukanlah pilihanmu sendiri,” kata
Sartre, “Pilihlah, yaitu, ciptakan!” Dalam setiap pilihan akan ada penderitaan, tetapi juga ada
penciptaan dunia!
C. Tokoh-tokoh Eksistensialisme
Soren Aabye Kiekeegaard
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi
senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari
cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia
untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.
Friedrich Nietzsche
Menurutnya manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan
untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super
(uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini
hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih
aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.
Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan
obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya
sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
Martin Heidegger
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala
sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-
benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia
karena itu benda benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan
dan tujuan mereka.
Jean Paul Sartre
Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai
kebebasan untuk menentukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi
adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
II. PRAGMATISME
A. Definisi Pragmatisme
Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang
mempunyai akibat–akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah
hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.
Istilah Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “Pragma” yang berarti perbuatan
(action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan demikian
Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.
B. Latar Belakang Lahirnya Pragmatisme
Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari
lewat abad ke 19 hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori
evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada
falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran
pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap nilai atau martabat dan tindakan manusia)
dan sedikit perhatian terhadap metafisik.
Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk
menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan berguna bagi
kehidupan praktis manusia.
Sehubungan dengan masalah tersebut, Pragmatisme akhirnya berkembang menjadi
suatu metode yang memecahkan berbagai perdebatan filosofis-metafisik yang hampir
mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman yunani kuno.
Dalam usahanya (filsuf) untuk memecahkan masalah–masalah metafisik yang selalu
menjadi bahasan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metode yang
spesifik (metode khusus) yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari setiap konsep atau
gagasan dan pendirian yang di anut masing-masing pihak. Metode tersebut di terapkan dalam
setiap bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat tentang tindakan
manusia maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi bidang penerapan dari filsafat
pragmatisme. Pada akhirnya filsafat ini lebih terkenal sebagai suatu metode dalam
mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu atau yang menyangkut kebijaksanaan
tertentu.
C. Tokoh–tokoh Pragmatisme
Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang
kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).
Charles Sanders Peirce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara / pegangan
dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan
Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought
(1974) menjelaskan bahwa Peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain
yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :
a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini
manusia.
b. Bahwa apa yang kita namakan “universal” adalah yang pada akhirnya setuju dan menerima
keyakinan dari “community of knowers”.
c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa
problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika
merupakan hal yang nyata bagi masyarakat (komunitas).
William James
William selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya
“empirisme radikal”. Menurut James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa
yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang
akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu
asal saja membawa akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran
mistik, semuanya bisa diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa
akibat yang praktis yang bermanfaat.
Sedangkan empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu
unsur alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung. Dalam bukunya The Meaning
of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan
yang ada hanya kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural
adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah
oleh pengalaman berikutnya.
Menurut James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded
dan Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan
empirirs dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera. Sementara, Tender
Minded hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang bersifat
rasional.
Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai
kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang
memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan
keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan.
Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap
pragmatisme, sebagai berikut:
a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi
dunia benar adanya.
b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-ide
daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.
c. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada
dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisnya maupun
penguasaan ilmu pengetahuannya.
d. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi
semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenaran-kebenaran
yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya.
John Dewey
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan
istilah Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan
aktivitas manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya, tugas fiilsafat
yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup.
Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang
tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience), dan menyelidiki serta
mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun
suatu sistem norma-norma dan nilai.
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat
dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-
pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman
yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Sehubungan hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang
terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang
tertentu. Oleh karena itu, penyelidakan dengan penilannya adalah alat (instrumental). Jadi
yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori
yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-
penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam.
Menurut Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaanya. Sikap
Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meniliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme.
Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.
Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita.
Pandangan ini juga dianut oleh wiliam James.
1). Konsep Dewey tentang Pengalaman dan Pikiran
Pengalaman (experience) adalah salah satu kata kunci dalam filsafat
instrumentalisme. Filsafat Dewey adalah “mengenai” (about) dan “untuk” (for) pengalaman
sehari-hari. Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses
“saling mempengaruhi” (take and give) antara organisme yang hidup dalam lingkugan sosial
dan fisik. Dewey menolak orang yang mencoba menganggap rendah pengalaman manusia
atau menolak untuk percaya bahwa seseorang telah berbuat demikian. Dewey mengatakan
bahwa pengalaman bukannya suatu tabir yang menutupi manusia sehingga tidak melihat
alam; pengalaman adalah satu-satunya jalan bagan bagi manusia untuk memasuki rahasia-
rahasia alam.
Dunia yang ada sekarang ini, yakni dunia pria dan wanita, dunia sawah dan pabrik,
dunia tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, dunia kita yang hiruk pikuk dan bangsa-
bangsa yang berjuang adalah dunia pengalaman kita. Kita harus berusaha memakinya dan
kemudian berusaha membentuk suatu masyarakat dimana setiap orang dapat hidup dalam
kemerdekaan dan kecedasan.
Dalam perjalanan pengalaman seseorang, pikiran selalu muncul untuk memberikan
arti dari sejumlah situasi-situasi yang terganggu oleh pekerjaan diluar hipotesis atau
membimbing kepada perbuatan yang akan dilakukan. Kegunaan kerja pikiran, kata Dewey,
tidak lain hanya merupakan cara untuk jalan untuk melayani kehidupan. Makanya, ia
denggan kerasnya menuntut untuk menggunakan metode ilmu alam (scientific method) bagi
semua lapangan pikiran, terutama dalam menilai persolan akhlak (etika), estetika, politik dan
lain-lain. Dengan demikian, cara penilaian bisa berubah bisa disesuaikan dengan lingkungan
dan kebutuhan hidup.
Menurut Dewey, yang dimaksud dengan scientific method ialah cara yang dipakai
oleh seseorang sehingga bisa melampaui segi pemikiran semata-mata pada segi amalan.
Dengan demikian, suatu pikiran bisa di ajukan sebagai pemecahan suatu kesulitan (to solve
problematic situation), dan kalau berhasil maka pikiran itu benar.
2) Dewey dan Pendidikan progresif
Dewey memandang bahwa tipe Pragmatismenya di asumsikan sebagai sesuatu yang
mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Contoh hal tersebut adalah bahwa Dewey
menawarkan dua metode pendekatan dalm pengajaran yaitu:
• Problem solving method
Dengan metode ini, anak di hadapkan pada berbagai situasi dan masalah-masalah
yang menantang, dan anak didik di beri kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah-
masalah tersebut sesuai dengan perkembanganya. Dengan metode semacam ini, tidak hanya
mengandalkan guru sebagai pusat informasi (metode pedagogy) di ambil alihlah oleh
methode andragogy (studi tentang aturan) yang lebih menghargai perbedaan individu anak
didik.
• Learning by Doing
Konsep yang sangat di perlukan bagi anak didik, supaya anak didik tetap bisa eksis
dalam masyarakat bila telah menyelesaikan pendidikannya maka mereka dibekali
keterampilan-keterampilan praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosial.
D. Analisis Kritis Tentang Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme
1) Kekuatan Pragmatisme
Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer,
khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak
sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis,
dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas
kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nanti di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme
mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang
sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam
kehidupan sehari-hari.
Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yang liberal, bebas dan selalu
menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah
mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba
membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan
eksperimen-eksperimen sehingga muncullah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu
pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan
ekonomi.
Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada
“kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang diterima apabila terbukti kebenarannya
lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang
sakral dan mitos. Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompok pragmatisme
merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan
progresif dalam masyarakat modern.
2) Kelemahan Pragmatisme
Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan
kebenaran absolute (kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara
alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak
langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental (bahwa Tuhan jauh di
luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan
kemampuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini
menjurus kepada atheisme.
Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu
yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme
menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat
pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
Untuk mencapai matrealisme-nya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa
memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa
mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur
masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat pragmatisme
menderita penyakit humanisme.
http://catatanislamic.blogspot.com/2011/01/filsafat-positivisme.html
FILSAFAT POSITIVISME
A. Pengertian Positivisme
Istilah positivisme digunakan pertama kali oleh Saint Simon ( Sekitar 1825).
Positivisme berakar pada Empirisme, prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan
pertama kali oleh Empirist Inggris Francis Bacon (sekitar 1600). Tesis postivisme adalah:
bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang
mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak segala
penggunaan metoda diluar yang digunakan untuk menelaah fakta.45[1]
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang tertuang dalam
karya utama Auguste Comte adalah Cours de Philosophic Positive, yaitu kursus tentang
Filsafat Positif (1831-1842) yang diterbitkan dalam enam jilid. Selain itu, karyanya yang
pantas disebutkan disini ialah Discour Lesprit Positive (1844) yang artinya Pembicaraan
tentang Jiwa Positif. Dalam karya inilah, Comte menguraikan secara singkat pendapat-
pendapat positivis, hukum tiga stadia, klasifikasi ilmu-ilmu pengetahuan dan bagan mengenai
tatanan dan kemajuan.46[2]
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya dengan faktual,
yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak boleh
lebih dari fakta-fakta. Dengan demikian, ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa
dalam bidang pengetahuan. Kemudian filsafat pun harus meneladani itu. Oleh karena itu
pulalah, positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-
benda atau “penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme, tidaklah mempunyai arti apa-apa.
45[1] Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu, Rake Sarrasin, Yogyakarta, 2001, hlm. 69
46[2] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2010, hlm. 296
Ilmu pengetahuan, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang
terdapat antara fakta-fakta. Tugas khusus filsafat adalah mengoordinasikan ilmu-ilmu
pengetahuan yang seragam coraknya. Tentu saja maksud positivisme berkaitan erat dengan
apa yang dicita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Hanya
saja, berbeda dengan empirisme Inggris yang menerima pengalaman batiniah atau subjektif
sebagai sumber pengetahuan. Positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui
pengalaman batiniah tersebut. Ia hanyalah mengandalkan fakta-fakta belaka.47[3]
B. Positivisme dan Perkembangannya
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk
memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme
Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada
kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris
dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat
tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya
juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika
yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill
dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun
1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan
pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri
positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut
pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut
berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin.
Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme
47[3] Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 133-134
logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang
bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
C. Sejarah Positivisme
Positivisme dibidani oleh dua pemikir perancis, Henry Saint Simon dan Muridnya
Auguste Comte. Henry merupakan penggagas utama, sedang comte adalah penerus dan
pengembang gagasan ini. Augeste Comte membangun suatu studi ilmiah terhadap
masyarakat atau sosiologi yang berdasarkan prinsip studi ilmu-ilmu alam.
Pemikiran Comte merupakan reaksi terhadap situasi Perancis. Revolusi Perancis dan
semangat pencerahan dalam banyak hal menghasilkan perubahan sosial, bersamaan dengan
itu menghasilkan sejumlah anarkisme. Positivisme dikembangkan Comte guna melawan
filsafat negatif dan destruktif dari filusuf pencerahan, yaitu para filusuf yang masih bergelut
dengan khayalan metafisika. August Comte membuat barisan kontra-revolusioner yang
bersikap kritis terhadap proyek pencerahan.
Gagasan dasar Comte dapat dikenali dari pemikiranya mengenai tiga tahap
perkembangan sejarah manusia, yaitu teologis, metafisis, dan positivis. Pertama, tahap
teologis. Manusia mengalami gejala-gejala alam sebagai hasil campur tangan langsung
kekuatan ilahi. Tahap ini dimulai dari animisme yang menganggap benda-benda berjiwa dan
diperlakukan suci, kemudian berkembang menjadi politeisme dan monoteisme. Politeisme
adalah tahap ketika manusia mempercayai dewa-dewa (banyak dewa) di balik segala kejadian
alam dan manusia, sedangkan monoteisme merupakan keyakinan bahwa hanya ada satu
kekuatan tunggal absolut yang mempengaruhi kehidupan dan semesta. Tahap teologis
dianggap Comte sebagai tahap kanak-kanak.
Kedua, tahap metafisik. Pada tahap ini gejala alam diyakini berjalan berdasar prinsip-
prinsip metafisika. Prinsip-prinsip ini dihasilkan melalui pemikiran spekulatif. Tahap ini
disebut Comte sebagai tahap remaja. Ketiga, tahap positivis ilmiah yaitu cara memahami
kehidupan dan semesta dengan ilmu pegetahuan dan teknologi. Alam dan kehidupan bukan
lagi dipahami sebagai hasil campur tangan yang ilahiah atau berdasar prinsip-prinsip
spekulasi, melainkan sebagai sesuatu yang pasti, nyata dan berguna. Inilah yang disebut
Comte disebut juga sebagai tahap kedewasaan.
Positivisme yang dikembangkan Auguste Comte disebut juga sebagai positivisme
sosial. Paham ini meyakini bahwa kehidupan sosial hanya dapat dicapai melalui penerapan
ilmu-ilmu positif. Pemikir-pemikir yang mendukung positivisme sosial diantaranya adalah
Jeremy Bantham, Jmes Mill, dan John Stuart Mill di Inggris. Carlo Cattaneo dan Gioseppe
Ferrari di Italia. Ernst Laas, Friederich Jodl, dan Eugene Duhring di Jerman.
Selain Positivisme Sosial muncul juga positivisme Evolusioner. Paham ini dipelopori
oleh Charles Lyell, Charles Darwin, Herbert Spencer, Ernst Hackel dan Wilhem Wundt.
Secara umum pemikiran positivisme evolusioner mirip dengan positivisme sosial, sama-sama
percaya akan adanya kemajuan. Perbedaannya hanya pada pendasaran kemajuan itu.
Positivisme sosial percaya bahwa kemajuan itu dapat berlangsung berdasarkan pengetahuan,
sedang positivisme Evolusioner meyakini interaksi manusia-semesta sebagai penentu
kemajuan.
Pada tahun 1920-an kemudian berkembang satu lagi paham positivisme di Austria,
yaitu positivisme logis atau lingkaran Wina (der Wiener Kries). Tokoh-tokoh positivisme
logis adalah Rudolph Carnapp, Alfred Ayer, CL Stevenson, Gilbert Ryle, Susan Stebbing,
John Wisdom, Bertand Russel, dan Wittgenstein. Kelahiran positivisme logis berawal dari
niatan untuk menata kembali situasi masyatakat paska Perang Dunia I. sementara sejumlah
pemikir hendak memperbaiki situasi masyarakat dengan asas-asas teologi dan filsafat
tertentu, pemikir dari lingkaran Wina mengajukan pemikiran bahwa perbaikan sosial harus
menggunakan ilmu-illmu positif. Positivisme logis beranggapan bahwa misi administrasi atau
pengaturan masyarakat secara rasional harus dilandasi kesatuan pengetahuan, dan kesatuan
pengetahuan hanya dapat dicapai bila dikembangkan satu bahasa ilmiah yag berlaku pada
semua bidang ilmu pengetahuan.
Positivisme logis adalah aliran positivisme yang lebih memfokuskan diri pada logika
dan bahasa ilmiah. Salah satu prinsip yang diyakini kaum positivisme logis adalah prinsip
isomorfi yaitu adanya hubungan mutlak antara bahasa dan dunia nyata. Bahasa adalah
gambar dari kenyataan secara benar dikembangkanlah bahasa logis dengan kecermatan
matematis yang akurat.
D. Aliran Positivis dan Filsafat
Aliran positivis dalam filsafat tumbuh subur pada abad ke-19 ketika empirisme
mendominsi. Positivisme lahir dan berkembang dibawah naungan empirisme. Materialisme
positivis, karena itu menyerang mati-matian filsafat dan subjek-subjek metafisiknya.
Materialisme positivis tidak hanya menyerang filsafat metafisika dengan tuduhan-tuduhan
seperti biasanya dilontarkan oleh pendukung-pendukung doktrin empirikal. Ia tidak hanya
mengatakan bahwa proposisi-proposisi filsafat itu tidak bermanfaat bagi kehidupan praktis
dan tidak dapat dibuktikan dengan metode ilmiah. Kaum positivis bahkan menyatakan bahwa
proposisi-psoposisi itu bukanlah proposisi dalam arti logis, meskipun susunan katanya
berbentuk proposisi. Hal ini karena ia tidak mengandung makna sama sekali. Tetapi ia adalah
omong kosong dan tak berarti apa-apa. Dan selama demikian, ia tidak mungkin menjadi
objek pembahasan dan penelitian. Perkataan yang dapat dipahami, bukan perkataan yang sia-
sia, yang tidak ada artinya perlu ditelaah.48[4]
Proposisi filsafat adalah perkataan tak bermakna, hal ini disebabkan oleh patokan
tentang kata-kata yang dapat dipahami yang diciptakan oleh aliran positivis. Aliran positivis
menyatakan bahwa suatu proposisi tidak akan menjadi kata-kata yang dapat dipahami, dan
pada gilirannya tidak menjadi proposisi yang sempurna dalam arti logika, kecuali konsepnya
tentang alam berbeda, ketika proposisi itu benar, dengan konsepnya tentang alam ketika
proposisi itu salah. Misalnya, kalau dikatakan, “Dingin semakin dingin pada musim dingin”
akan didapati bila perkataan ini benar, bahwa ada konsep tertentu dan paparan yang masuk
akal tentang alam, sedangkan bila salah, ada konsep dan paparan lain. Karena itu, kita dapat
melukiskan kondisi-kondisi aktual dimana kita mengetahui benar dan salahnya ucapan itu,
selama di dalam alam aktual ada perbedaan antara fakta bahwa proposisi itu benar dan fakta
bahwa proposisi itu salah.
E. Gagasan Positivisme
Positif berarti “apa yang berdasarkan fakta objektif”. Secara tegas, yang “positif”
berarti yang nyata, yang pasti, yang tepat, yang berguna, serta yang mengklaim memiliki
kesahihan mutlak. Kebalikan dari yang positif adalah yang hayal, yang meragukan, yang
kabur, yang sia-sia, dan yang mengklaim memiliki kesahihan yang relatif.
Pengetahuan tentang sesuatu benda dapat digunakan untuk meramalkan peristiwa
benda itu di masa depan. Misalnya, bila kita panaskan air dengan 100° C maka pasti ia akan
mendidih, karena memang demikianlah hukum alamnya. Prinsip ini oleh positivisme
dijadikan prinsip dalam pengetahuan manusia. Jadi pengetahuan tantang suatu masyarakat
dapat digunakan untuk meramalkan dan mengendalikan masa depannya. Melalui cara ini
ilmu sosial dapat membantu penciptaan susunan masyarakat sesuai teori.
Savoir pour prevoir (mengetahui untuk meramalkan) merupakan salah satu prinsip
dasar positivisme sebagai hasil dari penggunaan pengandaian penelitian ilmu-ilmu alam.
Pengandaian penelitian ilmu alam (keberjarakan, netralitas, manipulasi, hukum-hukum
deduktif-nomologis, bebas kepentingan, universal, instrumental) oleh positivisme diterapkan,
48[4] Muhammad Baqir Ash-Sahdr, Falsafatuna, Kahazanah Ilmu-ilmu Islam, Bandung, 1995, hlm. 56
hanya saja objeknya bukan air atau tikus putih di labaratorium biologi, melainkan tindak
tanduk masyarakat. Dengan merujuk pada hukum deduktif-nomologis, siapa pun penelitinya,
asal memenuhi tata aturan prosedur penelitian, akan mengahasilkan kesimpulan yang sama.
Sehingga hasil penelitiannya dapat dipakai secara instrumental oleh siapa pun dan di mana
pun. Melalui cara ini, ilmu sosial dapat menemukan potret tentang fakta sosial yang bebas
nilai (apa adanya, tidak mengandung penafsiran subjektif dari penelitinya).
Positivisme adalah aliran filsafat ilmu yang didasarkan atas keyakinan atau asumsi-
asumsi dasar: 1.Ontologi: Realisme. Semesta luaran digerakkan oleh hukum-hukum alam
secara mekanis dalam hukum jika….maka…. ilmu pengetahuan bertujuan untuk menemukan
hukum-hukum kausalitas. 2. Epistimologi: dualisme. Teori menggambarkan semesta apa
adanya tanpa keterlibatan nilai-nilai subjektif peneliti. 3. Metodologi: eksperimental.
Hipotesis dirumuskan lebih awal dalam bentuk proposisi yang lalu dihadapkan pada
verifikasi atau falsifikasi di bawah situasi yang benar-benar terkontrol.
Ontologi atau pandangan mengenai apa itu kenyataan yang dianut positivisme adalah
realisme naif atau objektivistik pandangan dunia ini meyakini bahwa objek-objek fisik hadir
secara mandiri dari subjek pengamat dan hadir secara langsung melalui data indrawi. Apa
yang dipersepsi adalah kenyataan yang sebenarnya.
Doktrin pertama positivisme adalah kesatuan ilmu. Doktrin ini menyatakan bahwa
keabsahan ilmu harus disandarkan pada kesatuan metode dan bahasa. Doktrin ini mengajukan
kriteria batas-batas ilmu pengetahuan. Suatu pengetahuan dapat disebut ilmu pengetahuan
bila: bebas nilai, dihasilkan dari metode verifikasi-empiris, menggunakan bahasa logis-
empiris, dan eksplanatoris. Atau dapat disederhanakan dalam menganut tiga prinsip
positivisme: bersifat empiris-objektif, deduktif-nomologis, instrumental-babas nilai. Ketiga
asumsi ini oleh Antoni Gidden dijelaskan sebagai berikut:
1. Prosedur-prosedur metodologis ilmu-ilmu alam dapat langsung diterapkan pada ilmu-ilmu
sosial. Gejala-gejala subjektifitas manusia, kepentingan maupun kehendak, tidak
mengganggu objek observasi, yaitu tindakan sosial. Dengan cara ini objek ilmu-ilmu sosial
disejajarkan dengan dunia ilmiah.
2. Hasil-hasil riset dapat dirumuskan dalam bentuk “hukum-hukum” seperti ilmu-ilmu alam.
3. Ilmu-ilmu sosial itu harus bersifat teknis, yaitu menyediakan pengetahuan yang bersifat
instrumental murni. Pengetahuan itu harus dapat dipakai untuk keperluan apa saja sehingga
tidak bersifat etis dan juga tidak terkait pada dimensi politis. Ilmu-ilmu sosial, seperti ilmu-
ilmu alam bersifat bebas nilai.
Setelah pengenalan prinsip positivisme, berikut ini akan dikemukakan beberapa ciri
positivisme, yaitu bebas nilai, fenomenalisme, nomialisme, reduksionisme, naturalisme, dan
mekanisme. Bebas nilai berarti bahwa ketika si pengmat mengamati sesuatu maka nilai-nilai
(keyakinan, gagasan, emosi, dll) yang dimiliki si pengamat tidak dilibatkan sehingga
menghasilkan kesimpulan apa adanya (objektif). Fenomenalisme berarti apa yang kita amati
merupakan fenomena (sebagaimana diyakini metafisika) tidak dilibatkan. Nominalisme
adalah kebenaran berdasarkan nama atau ukuran, dalam hal ini kebenaran kenyataan terletak
pada penamaan (teori-teori) bukan kenyataan itu sendiri. Nominalisme merupakan
konsekuensi dari cara penelitian yang menyederhanakan atau mereduksi kenyataan menjadi
fakta-fakta yang dapat dipersepsi (reduksionisme). Semua itu (dari bebas nilai sampai
reduksionisme) dijalankan berdasarkan keyakinan naturalisme (semua gejala berjalan secara
alamiah tanpa campur tangan hal-hal metafisis) dan mekanisme (semua gejala dapat
dijelaskan secara mekanis-determinis layaknya sebuah mesin).
Semua ciri-ciri positivisme ini dapat dipahami karena Auguste Comte
mengembangkan penerapan metode alam pada ilmu-ilmu sosial dengan tujuan praksis.
Praksis berarti demi pengaturan. Tujuan praksis ilmu sosial berarti yaitu mengadakan susunan
masyarakat yang lebih sempurna berdasar pengetahuan tentang hukum-hukum pengaturan
masyarakat. Positivisme mempunyai semboyan Savoir pour prevoir, prevoir pur pouoir (dari
ilmu muncul prediksi, dan dari prediksi muncul aksi), jadi melalui kepastian ilmu
pengetahuan kita dapat menciptakan rekayasa masyarakat.
Norma-norma metodologi positivisme adalah sebagai berikut:
1. Semua pengetahuan harus terbukti lewat rasa-kepastian (Sense of certanly) pengamatan
sistematis yang terjamin secara intersubjektif.
2. Kepastian metodis sama pentingnya dengan rasa kepastian. Kesahihan pengatahuan ilmiah
dijamin oleh kesatuan metode.
3. Ketepatan pengetahuan kita dijamin hanya oleh bangunan teori-teori yang secara formal
kokoh yang mengikuti deduksi hipotesis-hipotesis yang menyerupai hukum
4. Pengetahuan ilmiah harus dapat dipergunakan secara teknis. Ilmu pengetahuan
memungkinkan control teknis atas proses-proses alam maupu sosial, kekuatan kontrol atas
alam dan masyarakat dapat dilipatgandakan hanya dengan mengakui asas-asas rasional,
bukan melalui perluasan buta dari riset empiris, melainkan melalui perkembangan dan
penyatuan teori-teori.
5. Pegetahuan kita pada prinsipnya tak pernah selesai dan relative, sesuai dengan sifat dan
semangat positif.
Secara epistimologis, positivisme dapat dikatagorikan sebagai realisme dan
fondasionalisme epistimologis. Realisme epistimologis adalah pandangan yang meyakini
bahwa ilmu pengetahuan dapat menggambarkan kenyataan secara apa adanya.
Fondasionalisme epistimologis adalah pandangan yang meyakini adanya suatu metode yang
menjamin pencapaian kebenaran ilmiah yang objektif. Kedua pandangan ini akan menjadi
titik kritik post-positivisme.
F. Perspektif Positivistik tantang Masyarakat
Meskipun Comte yang memberikan istilah “Positivisme”, gagasan yang terkandung
dalam kata itu bukan berasal dari dia. Kaum pisitivis percaya bahwa masyarakat merupakan
bagian dari alam dan bahwa metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk
menemukan hukum-hukumnya sudah tersebar luas lingkungan intelektual pada masa Comte.
Akan tetapi, sementara kebanyakan kelompok positivis berasal dari kalangan orang-orang
yang progresif, yang bertekad mencampakkan tradisi-tradisi irasional dan memperbaharui
masyarakat menurut hukum alam sehingga menjadi lebih rasional, Comte percaya bahwa
penemuan hukum-hukum alam itu akan membukakan batas-batas yang pasti yang inherent
dalam kenyataan sosial, dan jika melampaui batas-batas itu, usaha pembaharuan akan
merusakkan dan menghasilkan yang sebaliknya. Skeptisisme Comte berhubungan dengan
usaha-usaha pembaharuan besar-besaran serta penghargaan terhadap tonggak-tonggak
keteraturan sosial tradisonal menyebabkan dia dimasukkan ke dalam kategori orang yang
konservatif.49[6]
Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang kenyataannya
lebih daripada sekadar jumlah bagian-bagian yang saling bergantung, tetapi untuk mengerti
kenyataan ini, metode penilitian empiris harus digunakan dengan keyakinan bahwa
masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik. Andreski
berpendapat, pendirian Comte bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dan bahwa
memperoleh pengetahuan tentang masyarakat menuntut pengetahuan metode-metode
penilitian empiris dari ilmu-ilmu alam lainnya, merupakan sumbangannya yang tidak
terhingga nilainya terhadap perkembangan sosiologi. Tentu saja, keyakinan inilah, dan bukan
teori substantifnya tentang masyarakat, yang bernilai bagi usaha sosiologi sekarang ini.
49[6] Atang, Beni, Filsafat Umum, hlm. 297
Comte melihat perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah sebagai
puncak suatu proses kemajuan intelektual yang logis yang telah dilewati oleh ilmu-ilmu
lainnya. Kemajuan ini mencakup perkembangan dari bentuk-bentuk pemikiran teologis
purba, penjelasam metafisik, dan akhirnya sampai terbentuknya hukum-hukum ilmiah yang
positif. Bidang sosiologi (atau fisika sosial) adalah paling akhir melewati tahap-tahap ini,
karena pokok permasalahannya lebih kompleks daripada yang terdapat dalam ilmu fisika dan
bilogi.
G. Hukum Tiga Tahap
Hukum tiga tahap merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner
umat manusia dan masa primitif sampai peradaban Perancis abad ke Sembilan Belas yang
sangat maju. Hukum ini, yang mungkin paling terkenal dan gagasan-gagasan teoritis pokok
Comte, tidak lagi diterima sebagai suatu penjelasan mengenai perubahan sejarah secara
memadai. Juga terlalu luas dan umum sehingga tidak dapat bnar-benar tunduk pada pengujian
empiris secara teliti, yang menuntut Comte harus ada untuk membentuk hukum-hukum
sosiologi.50[7]
Singkatnya, hukum itu menyatakan bahwa masyarakat (atau umat manusia)
berkembang melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berfikir yang
dominan, yaitu teologis, metefisik, dan positif. Lebih lagi, pengaruh cara berfikir yang
berbeda-beda ini meluas ke pola-pola kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat. Jadi,
watak struktur sosial masarakat bergantunng pada gaya epistimologisnya atau pandangan
dunia, atau cara mengenal dan menjelaskan gejala yang dominan.
Comte menjelaskan hukum tiga tahap sebagai berikut: dari studi mengenai
perkembangan inteligensi manusia, dan melalui segala zaman, penemuan muncul dari suatu
hukum dasar yang besar. Inilah hukumnya: bahwa setiap konsepsi kita yang paling maju,
setiap cabang pengetahuan kita, berturut-turut melewati tiga kondisi teoritis yang berbeda:
teologis atau fiktif, metafisik atau abstrak, ilmiah atau positif. Dengan kata lain, pikiran
manusia pada dasarnya dalam pembangunannya menggunakan tiga metode berfilsafat yang
karakternya sangat berbeda dan malah sangat bertentangan: yang pertama merupakan titik
tolak yang harus ada dalam pemahaman manusia, yang kedua hanya suatu keadaan peralihan,
dan yang ketiga adalah pemahaman dalam keadaannya yang pasti dan tak tergoyahkan.51[8]
50[7] Ibid., hlm. 300
51[8] Ibid., hlm. 301
Gagasan tentang evolusi perkembangan melalui tiga tahap ini bukan hanya milik
Comte. Awal-awal rumusan Comte mengenai hukum tiga tahap ini dikembangkan selama dia
bekerjasama dengan Saint Simon, dan model dasar itu merupakan hasil kerja sama tersebut.
Jacques Turgot mengemukakan suatu pandangan serupa mengenai perkembangan sejarah dan
bentuk-bentuk pemikiran primitif sampai bentuk-bentuk pemikiran ilmiah modern pada abad
ke delapan belas. Secara luas, Comte menyistematisasikan dan mengembangkan model itu
serta mengaitkannya dengan memberi tekanan pada paham positif.
http://hermawan-asgar.blogspot.com/2012/11/materi-ajar-dasar-dasar-filsafat.html
MATERI AJAR DASAR-DASAR FILSAFAT
MATERI AJAR
Nama Mata Kuliah : Dasar-dasar Filsafat
Program Studi/Semester : PAI/ PMI/ Ekonomi Syari’ah/ I
Dosen : Dr. Hermawan, M.Ag.
BAB IPENGANTAR FILSAFAT
A. Pengertian Filsafat1. Arti Etimologi
Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai keibijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai "cinta kearifan". Arti kata tersebut di atas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat, sebab pengertian "mencintai" belum memperlihatkan keaktifan seorang filosof untuk memperoleh kearifan atau kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timur (Tiongkok atau di India), seseorang disebut filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata "mencintai" tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filosof atau "orang bijaksana" mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di Timur.
a. Konsep PlatoPlato memberikan istilah dengan dialektika yang berarti seni berdiskusi. Dikatakan
demikian karena, filsafat harus berlangsung sebagai upaya memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku. Kearifan atau pengertian intelektual yang diperoleh lewat proses pemeriksaan secara kritis ataupun dengan berdiskusi. Juga diartikan sebagai suatu penyelidikan terhadap sifat dasar yang penghabisan dari kenyataan. Karena seorang filosof akan selalu mencari sebabsebab dan asas-asas yang penghabisan (terakhir) dari benda-benda.
b. Konsep CiceroI iCicero menyebutnya sebagai "ibu dari semua seni" (the mother of all the arts). Juga
sebagai arts vitae.yaitu filsafat sebagai seni kehidupan.c. Konsep al-Farabi
Menurut al-farabi, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada (al-ilmu bit-maujudat bi ma hiya al-maujudat).
d. Konsep Rene Descartes'Menurut Rene Descartes, filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, di mana
Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
e. Konsep Francis BaconMenurut Francis Bacon, filsafat merupakan induk agung dari ilmu ilmu, dan filsafat
menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya.f. Konsep John Dewey
Sebagai tokoh pragmatisme, John Dewey berpendapat bahwa filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungkapan mengenai perjuangan manusia secara terus-menerus dalam upaya melakukan penyesuaian berbagai tradisi yang membentuk budi manusia terhadap kecenderungan-kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik yang baru dan yang tidak sejalan dengan wewenang yang diakui. Tegasnya, filsafatsebagai suatu alat untuk membuat penyesuaian-penyesuaian di antara yang lama dan yang baru dalam suatu kebudayaan. Dari berbagai contoh di atas masih dapat ditambah lagi hingga berpuluh-puluh definisi (batasan pengertian filsafat). Kenyataannya, dari keragaman batasan pengertian filsafat tersebut melahirkan per-soalan tersendiri yang membingungkan. Atas dasar uraian di atas, maka kami memberikan suatu konsep bahwa filsafat mempunyai pengertian yang multidimensi. Filsafat Sebagai Ilmu
Dikatakan filsafat sebagai ilmu karena di dalam pengertian fil- safat mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu bagaimanakah, mengapakah, ke manakah, dan apakah.
Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat-sifat yang dapat ditangkap atau yang tampak oleh indra. jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran). Pertanyaan mengapa menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat). Pertanyaan ke mana menanyakan apa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan, yaitu: pertama, pengetahuan yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan), yang nantinya pengetahuan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman. Ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam, adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal initidak dipermasalahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai atau tidak. Pedoman yang selalu dipakai disebut hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari jawaban ke manakah adalah pengetahuan yang bersifat normatif. Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga hanya dapat dimengerti oleh akal. jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita akan dapat mengetahui hal-hal yang sifatnya sangat umum, universal, abstrak.
Dengan demikian, kalau ilmu-ilmu yang lain (selain filsafat) bergerak dari tidak tahu ke tahu, sedang ilmu filsafat bergerak dari tidak tahu ke tahu selanjutnya ke hakikat. Untuk mencari/memperoleh pengetahuan hakikat, haruslah dilakukan dengan abstraksi, yaitu suatu perbuatan akal untuk menghilangkan keadaan, sifat-sifat yang secara kebetulan (sifat-sifat yang tidak harus ada/aksidensia), sehingga akhirnya tinggal keadaan/sifat yang harus ada (mutlak) yaitu substansia, maka pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.
B. Filsafat Sebagai Cara BerfiikirBerfikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai, maka
pengetahuan hakikat, atau berpikir secara global/menyeluruh, atau berfikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan." Berpikir yangdernikian, ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.1. Harus sistematis
Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. sistematis adalah masing-masing unsur saling berkaitan satu dengan yang lain
secara teratur dalam suatu keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filosof banyak dipengaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan, zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.
2. Harus konsepsionalsecara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gam bar) atau gambaran
yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyaii bentuk tangkapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud darii 'konsepsional' tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas). Karena berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya.
3. Harus koherenKoheren atau runtut adalah unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian-uraian yang
bertentangan satu sama lain. Koheren atau runtut di dalamnya memuat suatu kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu uraian yang di dalamnya tidak memuat kebenaran logis, uraian tersebut dikatakan sebagai uraian yang tidak koheren/runtut.4. Harus rasional
Maksud rasional adalah unsur-unsurnya berhubungan secaralogis. Artinya, pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah-kaidah berpikir (logika).
5. Harus sinoptikSinoptik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal-hal secara menyeluruh atau dalam
kebersamaan secara integral.6. Harus mengarah kepada pandangan dunia
Maksudnya adalah pemikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya (dunia).
C. Filsafat Sebagai Pandangan HidupDiartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada
hakikat kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan). Hal ini berarti bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga). Manusia secara total (menyeluruh) dan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam-macam filsafat sebagai berikut.
a. Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi. yang semakin lugs. Hal itu dapat membantu penyelesaian masalah yang selalu kita hadapi dengan cara yang lebih bijaksana.
b. Dasar semua tindakan adalah ide. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide yang fundamental. Ide-ide itulah yang akan membawa manusia ke arah suatu kemampuan untuk merentang kesadarannya dalam segala tindakannya, sehingga manusia akan dapat lebih hidup, lebih tanggap (peka) terhadap diri dan lingkungannya, lebih sadar terhadap hak dan kewajibannya.
c. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kita semakin ditantang dengan memberikan alternatifnya. Di satu sisi kita berhadapan dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral. Di sisi lainnya, apabila kita tidak berani menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, akhirnya kita akan menjadi manusia "terbelakang". Untuk itu kita berusaha untuk mengejar kemajuan tersebut dengan segala upaya. Dengan semakin jauhnya kita dengan tata nilai dan moral, akibatnya banyak ilmuwan kehilangan bobot kebijaksanaannya. Dengan demikian, apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi bersamaan itu pula manusia kehilangan pendirian dan dih ui
kebingungan dan keraguan (skeptis). Tinggal menunggu mal etaka datang menghancurkan kehidupan manusia.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, kita sangat memerlukan suatu Emu yang sifatnya memberikan pengarahan (ilmu pengarahan) atau Bence of direction. Dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia. Hanya ilmu filsafatlah yang dapat diharapkan mampu memberi manusia suatu integrasi dalam membantu mendekatkan manusia pada nilai-nilai kehidupan untuk mengetahui mana yang pantas kita tolak, mana yang pantas kita se tujui, mana yang pantas kita ambit sehingga dapat memberikan makna kehidupan.
Kegunaan filsafat ini sering muncul bagi para pemula belajar filsafat. Masalah tersebut harus dituntaskan. Selagi masalah tersebut masih berada dalam diri seorang yang sedang belajar filsafat, maka orang tersebut akan selalu mendapatkan keraguan terhadap filsafat. Apakah filsafat bermanfaat bagi saya?
Filsafat berguna bagi manusia apabila filsafat tersebut memperlihatkan kemajuan yang positif bagi kehidupan manusia.
D. Metode-metode Filsafat Bagaimana Seorang Filosof Bekerja?Para ahli pikir (filosof dalam melaksanakan pekerjaannya tidak berbeda dengan cara
bekerjanya sebuah pabrik. Bekerjanya seorang ahli pikir (filosof) adalah berpikir, yaitu mengadakan kegiatan kefilsafatan, sedangkan bekerjanya sebuah pabrik menghasilkan proses produksi.
Kegiatan berpikir atau kegiatan kefilsafatan sesungguhnya berupa "perenungan". Perenungan tersebut untuk menyusun suatu bagan yang konsepsional, tidak boleh memuat pernyataan-pernyataan yang sifatnya kontradiktif, hubungan bagian yang satu dengan yang lainnya harus logis, dan harus mampu memberi penjelasan tentang pandangan dunia. Dengan kata lain, kegiatan kefilsafatan berarti bagaimana seorang ahli pikir memulai bekerja — proses bekerjanya — sampai pada suatu kesimpulan. Sebagai perangkat berpikir adalah analisis dan sintesis. Dalam menganalisis dan mensintesis para ahli pikir menggunakan alas pemikiran berupa logika, deduksi, analogi, dan komparasi.
1. AnalisisPengertian analisis dalam kegiatan filsafat adalah rincian istilahimM atau pernyataan-
pernyataan dalam bagian-bagiannya sehingga bona dapat melakukan pemeriksaan atas makna yang terkandung. Sdogai contoh adalah perkataan "nyad'di bawah ini.
– Apakah sebuah meja itu sesuatu yang nyata? – Apakah impian itu sesuatu yang nyata?
Akksud analisis adalah melakukan pemeriksaan secara konsepsional midWap makna dan istilah yang kita pergunakan dalam pernyataan !mg kita buat. Dengan analisis, kita akan memperoleh makna yang boru, dan menguji istilah-istilah dengan berbagai contoh.
2. Sintes i sSintesis sebagai upaya mencari kesatuan di dalam keragaman. maksudnya,
mengumpulkan suatu pengetahuan yang dapat diperoleh. Karena dalam menyusun sistem pemikiran seorang ahli pikir (filosof) mendasarkan pikirannya pada sejumlah besar bahan yang dicari. Lebih banyak keterangan yang diperoleh, hasilnya akan lebih baik dan lebih akurat.
Logika adalah ilmu pengetahuan tentang penyimpulan yang lurus serta menguraikan tentang aturan-aturan membicarakan penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan yang umum, melainkan dari pernyataan yang khusus. Kesimpulannya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan yang telah diajukan.
(Logika) deduksi membicarakan cara untuk mencapai suatu kesimpulan dengan terlebih dahulu mengajukan pernyataan mengenai semua/sejumlah di antara suatu kelompok barang tertentu.
Analogi dan komparasi merupakan upaya, untuk mencapai suatu kesimpulan dengan menggantikan dengan apa yang kita cobs untuk membuktikannya dengan sesuatu yang serupa, dengan hal. tersebut. Menyimpulkan kembali apa yang mengawali penal~lran kita.
Dalam bidang filsafat terdapat beberapa metode. Metode berasal dari kata meta-hodos, artinya menuju, melalui cara, jalan. Metode Bering diartikan sebagai jalan berpikir dalam bidang keilmuan. Metode dalam bidang filsafat adalah sebagai berikut.
a. Metode Kritis, yaitu dengan menganalisis istilah dan pendapat, dengan mengajukan pertanyaan secara terus-menerus sampai hakikat yang ditanyakan.
b. Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif, dengan memakai simbol-simbol.
c. Metode analisis abstraksi, yaitu dengan jalan memisah-misah-, kan atau menganalisis di dalam angan-angan (di dalam pikiran) hingga sampai pada hakikat (ditemukan jawaban).
E. Sejarah Kelahiran FilsafatBerbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak
dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban Kuno (masa Yunani).
Pada tahun 2000 SM bangsa Babylon yang hidup di lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat, telah mengenal alas pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian dengan menggunakan sepuluh jari.
Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, yang ternyeta pembuatannya menerapkan geometri dan matematika, menunjukkan cara berpikirnya sudah tinggi. Selain itu, mereka pun sudah dapat mengadakan kegiatan pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan, matahari sehingga dapat meramalkan gerhana baik gerhana bulan maupun gerhana matahari. Ternyata ilmu yang mereka pakai dewasa ini disebut astronomi.
Di India dan Cina waktu itu telah ditemukan cara pembuatan terms dan kompas (sebagai penunjuk arch).
1. Masa YunaniYunani terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan pedagang,
sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai, sehingga mereka dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Kebiasaan mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai kepercayaan yang dianutnya,- yaitu berdasarkan kekuatan alam sehingga` beranggapan bahwa hubungan manusia dengan Sang Mafia Pencipta bersifat formalitas. Artinya, kedudukan Tuhan terpisah dengan kehidupan manusia. -'
Kepercayaan, yang bersifat formalitas (natural religion) tidak memberikan kebebasan kepada manusia, ini ditentang oleh Homerus" dengan dua buah karyanya yang terkenal, yaitu Iliac dan Odyseus. Kedua karya Homerus itu memuat nilai-nilai yang tinggi dan bersifat edukatif. Sedemikian besar peranan karya Homerus, sama kedudukannya seperti wayang purwa di Jawa. Akibatnya masyarakat lebih kritis dan rasional.
Pada abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang kepercayaannya bersifat rasional (cultural religion) menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi terpisah dengan manusia, melainkan justru menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem kepercayaan yang natural religious berubah menjadi sistem cultural religious.
Dalam sistem kepercayaan natural religious ini manusia terikat oleh tradisionalisme. Sedangkan dalam sistem kepercayaan kultural religius ini memungkinkan manusia mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan pemikirannya untuk menghadapi dan memecahkan berbagai misteri kehidupan/ alam dengan akal pikiran.
Ahli pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (± 625 - 545 SM) yang berhasil
mengembangkan geometri dan matematika; Liokippos dan Democritos mengembangkan teori materi; Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Eudid mengembangkan geometri deduktif; Socrates mengembangkan teori tentang moral; Plato mengembangkan teori tentang ide; Aristoteles mengembangkan teori yang menyangkut dunia dan bends dan berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi). 6uatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang masih dikenal.
Para ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep ten-tang asal mula alam walaupun sebelumnya sudah ads tentang konsep tersebut. Akan tetapi, konsepnya bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta) dan mite kosmologis (tentang asal usul Berta sifat kejadian-kejadian dalam alam semesta) sehingga konsep mereka sebagai mencari arche (asal mula) slam semesta. Hal itu disebutnya sebagai filosof alam.
Karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta, corak pemikirannya disebut kosmosentris. Sementara itu, Para ahli pikir, seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang hidup, pada mass Yunani Klasik arah pemikirannya pada manusia, maka corak pemikiran filsafatnya disebut antroposentris. Hal ini disebabkan arah pemikiran para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subjek yang harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.
2. Masa Abad PertengahanMasa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka t atau pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh rcayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan Adominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan ms dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat amsentris.
Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung," maka didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi p*aran gramatika, dialektika, geometri, aritmatika, astronomi, dan musik. Keadaan yang demikian akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya universitasuniversitas dan ordo-ordo. Dalam ordo-ordo inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033-1109), Abaelardus (1079-1143), Thomas Aquinas (1225-1274).
Di kalangan Para ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik Islam) muncul: Al-Kindi, Al-RrAbi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd. Periode Skolastik Islam ini berlangsung tahun 850-1200. Pada masa itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Akan tetapi, setelah jatuhnya kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492 mulailah kekuasaan politik Barat menjarah ke Timur.11 Suatu prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Di gini mereka merupakan masa rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Islam di Timer terhadap Eropa dengan menambah pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filosof Islam sendiri sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles benar, Plato dan Alquran benar. Mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Kemudian pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam yang paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam.11 Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut sebagai masa peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme, yang berlangsung pada abad 15-16. Munculnya Renaissance dan Humanisme inilah yang mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern inilah peranan ilmu alam kodrat •sangat menonjol sehingga akibatnya pemikiran filsafat semakin dianggap sebagai pelayan teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.
3 . M a s a A b a d M o d e r n
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak pemikirannya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Di atas telah dikemukakan bahwa munculnya Renaissance dan Humanisme sebagai awal masa abad modern di mana para ahli (filosoO menjadi pelopor perkembangan filsafat (kalau pada masa abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Pemikiran filsafat masa abad modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode induksi secara modern, Berta membuka sistematika yang sifatnya logis-ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia agar dapat menguasai lingkungan alam, dengan menggunakan berbagai penemuan ilmiah.
Karena semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/ eksperimental dalam berbagai penelitian ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai tertinggal oleh perkembangan ilmuilmu alam kodrat (natural sciences). Rene Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dengan ilmu pasti ke dalam pemikiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan, agar kebenaran dan kenyataan filsafat jugs sebagai kebenaran dan kenyataan yang jelas dan terang.
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara/sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Tokoh-tokohnya antara lain George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776), Rousseau (1722-1778).
Di jerman muncul Christian Wolft (1679-1754) dan Immanuel Kant (1724-1804), yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti yang kuat.
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belch. Pemikiran filsafat pada scat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Prancis, filsafat Inggris, filsafat Jerman. Tokoh-tokohnya. adalah: Hegel (1770-1831), Karl Marx (1818-1883), August Comte (1798-1857), JS. Mill (1806-1873), John Dewey (18581952).
Akhirnya, dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacammacam ini, berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya, lahirlah filsafat Kontemporer atau filsafat dewasa ini.
4. Masa Abad Dewasa Ini (Filsafat Abad ke-20)Filsafat Dewasa Ini atau Filsafat Abad ke-20 juga. disebut Filsafat Kontemporer. Ciri
khas pemikiran filsafat ini adalah desentralisasi manusia karena pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.
Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah, yaitu arti kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas sekarang ini banyak bermunculan berbagai istilah yang cara pemakaiannya Bering tidak dipikirkan secara mendalam sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beds (bermakna ganda). Maka, timbullah filsafat analitika, yang di dalamnya membahas tentang cars berpikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/istilah-istilah yang menimbulkan kerancuan, sekaligus dapat menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di dalamnya. Karena bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran filsafat, pars ahli pikir menyebutnya sebagai logosentris.
Bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apakahyang bmdak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini.
Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliranaliran kefilsafatan, seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, NeoHegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di atas sampai sekarang
tinggal sedikit yang masih bertahan. Sementara itu, pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran-aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan corak pemikiran dewasa ini, seperti Filsafat Analitik, Fisafat Eksistensi, Strukturalisme, Kritika Sosial.
Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sissem kepercayaan, bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu kebenaran lewat akal pikir (logos) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber pada mitos (dongengdongeng).
Setelah pada abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka menginginkan pertanyaan tentang misteri alam semesta ini jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal-pikir dan meningOkan hal-hal yang sifatnya mitologi. Upaya pars ahli pikir untuk mengarahkan pada suatu kebebasan berpikir ini menyebabkan banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara mumi. Maka, timbullah peristiwa ajaib The Greek Mira-de, yang nantinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia.
Berikut ini terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani lahir.a. Bangsa Yunani yang kaya akan mitos (dongeng), di mana mitos dianggap sebagai awal dari
upaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang untuk sementara kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional, seperti syair karya Homerus, Orpheus dan lain-lain.
b. Karya Sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran filsuf Yunani, karya Homerus mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang Yunani yang didalamnya mengandung nilai-niai edukatif.
c. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di Lembah Sungai Nil. Kemudian, berkat kemampuan dan kecakapannya, ilmu-ilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak didasarkan pada aspek praktisnya raja, tetapi juga aspek teoretis kreatif
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.
Pengertian filsafat pada saat itu masih berwujud ilmu pengetahuan yang masih global, sehingga nantinya satu demi satu berkembang dan memisahkan diri menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Zaman Yunani terbagi menjadi dug periode, yaitu periode Yunani Kuno dan periode Yunani Klasik. Periode Yunani Kuno diisi oleh ahli pikir alam (Thales, Anaximandros, Pythagoras, Xenophanes, dan Democritos). Sedangkan pada periode Yunani Klasik diisi oleh ahli pikir seperti Socrates, Plato, Aristoteles.
A. Yunani KunoPeriode Yunani Kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian,
karena pada periode ini ditandai dengan munculnya pare ahli pikir alam, di mana arch dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di se-kitarnya. Mereka membuat pernyataan-pernyataan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan aka' pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.
Para pemikir filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum terhadap alam yang penuh nuansa dan ritue dan berusaha mencari jawaban atas apa yang ada di belakang semua misteri itu.'
1. Thales (625-545 SM)Nama Thales muncul atas penuturan sejarawan Herodotus pada abad ke-5 SM. Thales
sebagai salah satu dari tujuh orang bijaksana (Seven Wise Men of Greece). Aristoteles
memberikan gelar The Father of Philosophy,2 juga menjadi penasihat teknis ke-12 kota Ionia. Salah satu jasanya yang besar adalah meramal gerhana matahari pada tahun 585 SM.
Thales mengembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula, sifat dasar, dan struktur komposisi alam semesta. Menurut pendapatnya, semua yang berasal dari air sebagai materi dasar kosmis. Sebagai ilmuwan pada masa itu is mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok soal fisika. Ia juga mengembangkan astronomi dan matematika dengan mengemukakan pendapat bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari, dan bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki sama besarnya. Dengan demikian, Thales merupakan ahli matematika yang pertama dan juga sebagai the father of deductive reasoning (bapak penalaran deduktif).
Dari pendapat itu dapat kita artikan bahwa apa yang disebur sebagai arche (asas pertama dari alam semesta) adalah air. Katanya, semua berasal dari air, dan semuanya kembali menjadi air. Bahwa bumi terletak di atas air, dan bumi merupakan bahan yang muncu: dari air dan terapung di atasnya.
Dalam sejarah matematika, Thales dianggap sebagai pelopor geometri abstrak yang didasarkan kepada petunjuk pengukur banjir, yang implementasinya dengan membuktikan dalil-dalil geometri yang salah satunya bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki adalah sama besarnya.
Walaupun pandangan-pandangan Thales banyak yang kurang jelas, akan tetapi pendapatnya merupakan percobaan pertama yang masih sangat sederhana dengan menggunakan rasio (akal pikir).
2. Anaximandros (40-546 SM)Ia adalah orang pertama yang mengarang suatu traktat dalam kesusasteraan Yunani,
dan berjasa dalam bidang astronomi, geografi. Jadi, ia merupakan orang pertama yang membuat pets bumi' Ia berhasil memimpin sekelompok orang yang membuat kota barn di Apollonia, Yunani.
Pemikirannya, dalam memberikan pendapat tentang arche (asas pertama alam semesta), ia tidak menunjuk pada'salah satu unsur yang dapat diamati oleh indra, tetapi ia menunjuk dan memilih pada sesuatu yang tidak dapat diamati indra, yaitu to apeiron,5 sebagai sesuatu yang ak terbatas, abad sifatnya, tidak--berubah-ubah, ada pada segala dan sesuatu yang paling dalam. Alasannya, apabila tentang tersebut ia menunjuk pada salah satu unsur, maka unsur terseakan mempunyai sifat yang dapat bergerak sesuai dengan sifatnya a tidak ada tempat bagi unsur yang berlawanan 6
Pendapatnya yang lain, bumi seperti silinder, lebarnya tiga kali besar dari tingginya. Bumi tidak terletak atau bersandar pada to pun. Mengapa bumi tidak jatuh? Karena bumi berada pada jagad raya. Pemikirannya ini harus kita pandang sebagai titik yang mengherankan bagi orang-orang modern.
3. Pythagoras ( ± 572 - 497 SM)Mengenai riwayat hidupnya, ia dilahirkan di Pulau Samos, Ionia. Tanggal dan tahunnya
tidak diketahui secara pasti. Ia juga tidak meninggalkan tulisan-tulisan sehingga apa yang diketahui tentang Pythagoras diperlukan kesaksian-kesaksian. Mqurut Aristoxenos seorang murid Aristoteles Pythagoras pindah ke kota Kroton, Italia Selatan karena tidak setuju dengan pemerintahan Polykrates yang bersifat tirani. Di kota ini ia mendirikan sekolah agama, selama 20 tahun ia di Kroton, kemudian pindah ke Metapontion dan meninggal di kota ini.'
Pemikirannya, substansi dari semua benda adalah bilangan, dan segala gejala alam merupakan pengungkapan indrawi dari perbandingan-perbandingan matematis. Bilangan merupakan inti sari dan dasar pokok dari sifat-sifat benda (number rules the universe = bilangan memerintah jagat raya). Ia juga mengembangkan pokok coal matematik yang termasuk teori bilangan. Umpamanya, dikembangkannya susunan bilangan-bilangan yang mempunyai bentuk geometric.
Pemikirannya tentang bilangan, ia mengemukakan bahwa setiap bilangan dasar dari 1 sampai 10 mempunyai kekuatan dan arti sendirisendiri. Satu adalah asal mula segala sesuatu sepuluh, dan sepuluh adalah bilangan sempurna. Bilangan gasal (ganjil) lebih sempurna daripada bilangan genap dan identik dengan finite (terbatas). Salah seorang penganut Pythagoras mengatakan bahwa Tuhan adalah bilangan tujuh, jiwa itu bilangan enam, badan itu bilangan empat.
Pythagoraslah yang mengatakan pertama kali bahwa dam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang teratur, sesuatu yang harmonis seperti dalam musik. Keharmonisan dapat tercapai dengan menggabungkan hal-hal yang berlawanan, seperti:a. terbatas - tak terbatas;b. ganjil - genap;c. satu — banyak;d. laki-laki - perempuan;e. bujur sangkar - empat persegi panjang;f. diam - gerak;g. lurus - bengkok;h. baik - buruk;i. terang - gelap;j. kanan - kiri.1
Menurut Pythagoras, kearifan yang sesungguhnya hanya dimiliki oleli Tuhan saja, oleh karenanya ia tidak mau disebut sebagai prang arif seperti Thales, akan tetapi menyebut dirinya sebagai philosophos yaitu pencipta kearifan. Istilah philosophos ini kemudian menjadi philosophic yang terjemahannya secara harfiah adalah cinta kearifan atau kebijaksanaan. Sampai sekarang secara etimologis dan singkat sederhana filsafat dapat diartikan sebagai cinta kearifan atau kebijakcoman (love of wisdom).'
Sebagai seorang yang ahli matematika abadi ia dengan dalilnyx jurrilah dari luas dua sisi sebuah segi tiga siku-siku adalah sama dengan luas sisi miringnya (i + bI = d).
4. Xenophanes (570 - ? SM)Ia lahir di Xolophon, Asia Kecil. Waktu berumur 25 tahun ia mmgembara ke Yunani.
Ia lebih tepat dikatakan sebagai penyair daripada ahli pikir (filosoo, hanya karena ia mempunyai daya nalar yang bitis dan mempelajari pemikiran-pemikiran filsafat pada saat itu. N2manya menjadi terkenal karena untuk pertama kah melontarkan anggapan bahwa adanya konflik antara pemikiran filsafat (rasio) dengan pemikiran mitos.
Pendapatnya yang termuat dalam kritik terhadap Homerus dan Herodotus, ia membantah adanya antropomorfisme Tuhan-Tuhan, *tu Tuhan digambarkan sebagai (seakan-akan) manusia. Karena manusia selalu mempunyai kecenderungan berpikir, Tuhan pun se-perti manusia yang bersuara, berpakaian, dan lain-lainnya. Ia juga membantah bahwa Tuhan bersifat kekal dan tidak mempunyai permulaan. la juga menolak anggapan bahwa Tuhan mempunyai jumlah yang banyak dan menekan atas keesaan Tuhan. Kritik ini ditujukan kepada anggapan-anggapan lama yang berdasar pada mitologi.
5. Heraditos (535 - 475 SM)Ia lahir di Ephesus, sebuah kota perantauan di Asia Kecil, dan merupakan kawan dari
Pythagoras. dan Xenophanes, akan tetapi lebih tug. Ia mendapat julukan si gelap, karena untuk menelusuri gerak pikirannya sangat sulit. Hanya dengan melihat fragmen-fragmennya, ia mempunyai kesan berhati tinggi dan sombong sehingga ia mudah mencela kebanyakan manusia untuk mengatakan jahat dan bodoh, juga mencela orang-orang terkemuka di negeri Yunani.
Pemikiran filsafatnya terkenal dengan filsafat menjadi. Ia mengemukakan bahwa segala sesuatunya (yang ada itu) sedang menjadi dan selalu berubah. Ucapannya yang terkenal: Panto rhei kai uden menci, artinya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai
dan tidak satu orang pun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali. Alasannya, karena air sungai yang pertama telah mengalir, berganti dengan air yang berada di belakangnya. Demikian juga dengan segala yang ada, tidak ada yang tetap, semuanya berubah. Akhirnya, dikatakan bahwa hakikat segala sesuatu adalah menjadi, maka filsafatnya dikatakan filsafat menjadi.
Tentang pengetahuan pun demikian, yaitu bahwa pengetahuan yang sejati adalah pengetahuan yang berubah-ubah sehingga apa yang disebutnya sebagai realitas merupakan sesuatu yang khusus, jumlahnya banyak, dan sifatnya dinamis. Realitas merupakan dunia materi, di mana pada setiap realitas berbeda satu dengan yang lainnya, dan tidak ada hal yang tetap berlaku umum.11
Pemikiran tentang benda, ia mengemukakan bahwa tiap benda terdiri dari hal-hal yang sifatnya berlawanan atau bertentangan, dua ekstrem yang soling bertolak belakang, walaupun demikian, tetap membentuk kesatuan. Yang satu adalah banyak, dan yang banyak adalah satu. Hal ini berarti segala hal yang ada mengandung dalam dirinya pertentangan dari dirinya sendiri. Akan tetapi, justru pertentangan itulah yang mencipta suatu kesatuan, keharmonisan. Setiap pertentangan akan mencipta keadilan, seperti: musim dingin dan
im panas, siang dan malam, bangun dan tidur, cinta dan benci, tua dan muda, dan sebagainya.11 Dengan kata lain, musim panas ada ada musim dingin. Kesehatan sebagai sesuatu yang penting karena ada penyakit. Kalau dirumuskan secara (dengan) terminologi modern bahwa segala sesuatu merupakan sintesis dari hal-hal yang bersifat kontradiktif.
Heraditos yang mengemukakan pendapatnya bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan mengubahnya sesuatu itu menjadi abu atau asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar menjadi abu mau asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya berasal dari api, dan akan kembali ke api.
Menurut pendapatnya, di dalam arche terkandung sesuatu yang hidup (seperti roh) yang disebutnya sebagai logos (akal atau semacam wahyu). Logos inilah yang menguasai dan sekaligus mengendalikan brberadaan segala sesuatu. Hidup manusia akan selamat apabila se-suai dengan logos.
6. Parmenides (540-475 SM)Ia lahir di kota Elea, kota perantauan Yunani di Italia Selatan. kebesarannya sama
dengan kebesaran Heradeitos. Dialah yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada (being).
Menurut penuturan Plato, pads usia 65 tahun bersama Zeno berkunjung ke Athena untuk berdialog dengan Socrates yang mass itu Socrates masih muda. Karya-karyanya berbentuk puisi.
Menurut pendapatnya, apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Hal ini berbeda dengan pendapat Heradeitos, yaitu bahwa realitas adalah gerak dan perubahan.
a. Mengenai Hakikat yang Ada (Being)la kagum adanya misteri segala realitas yang ada. Di situ ia menemukan berbagai
(keanekaragaman) kenyataan, dan ditemukan pula adanya hal yang tetap dan berlaku secara umum. sesuatu yang tetap dan berlaku umum itu tidak dapat ditangkap melalui indra, tetapi dapat ditangkap lewat pikiran atau aka]. Untuk memunculkan realitas tersebut hanya dengan berpikir.11
Yang ada (being) itu ada, yang ada tidak dapat hilang menjadi tidak ada, dan yang tidak ada tidak mungkin muncul menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada, sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat
dipikirkan.Jadi, yang ada (being) itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat dibagi-bagi karena
membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin. Yang ada tidak dijadikan dan tidak dapat musnah. Tidak ada kekuatan apa pun yang dapat menandingi yang ada. Tidak ada sesuatu pun yang dapat ditambahkan atau mengurangi terhadap yang ada. Kesempurnaan yang ada digambarkan, sebuah bola yang jaraknya dari pusat ke permukaan semuanya sama. Yang ada di segala tempat, oleh karenanya tidak ada ruangan yang kosong, maka di luar yang ada masih ada sesuatu yang lain.
7. Zeno (± 490 - 430 SM)Zeno lahir di Elea, dan murid dari Parmenides. Sebagai murid dari Parmenides ia dengan
gigihnya mempertahankan ajaran gurunya dengan cara memberikan argumentasi secara baik. Maka, di kemudian bah ia dianggap sebagai peletak dasar dialektika.
Menurut Aristoteles, Zenolah yang menemukan dialektika, yaitu suatu argumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengandaian atau hipotesis, dan dari hipotesis tersebut ditarik suatu kesimpulan. Dalam melawan penentang-penentangnya kesimpulan yang diajukan oleh Zeno dari hipotesis yang diberikan adalah suatu kesimpulan yang mustahil sehingga terbukti bahwa hipotesis itu salah.
Sebagai contoh dalam mengemukakan hipotesis terhadap mekwan gerak adalah sebagai berikut.
a. Anak panah yang dilepaskan dari busurnya sebagai hal yang tidak bergerak karena pada setiap saat anak panah tersebut berhenti di suatu tempat tertentu. Kemudian dari tempat tersebut bergerak ke suatu tempat pemberhentian yang lain, dan seterusnya ... Memang dikatakan anak panah tersebut melesat hingga sampai yang dituju, artinya perjalanan anak panah tersebut sebenarnya merupakan kumpulan pemberhentian-pemberhentian anak panah.
b. Achiles si jago lari yang termasyhur dalam mitologi Yunani tidak dapat menang melawan kura-kura, karena kura-kura berangkat sebelum Achiles, sehingga Achiles lebih dahulu harus melewati atau mencapai titik di mana kura-kura berada saat ia berangkat. Setelah Achiles berada di suatu titik, kura-kura tersebut sudah lebih jauh lagi, dan seterusnya sehingga jarak antara Achiles dan kura-kura selalu berkurang, tetapi tidak pernah habis.11
Argumentasi Zeno ini selama 20 abad lebih tidak dapat terpecahkan orang secara logis. Baru dapat dipecahkan setelah para ahli matematika membuat pengertian limit dari serf tak terhingga.
8. Empedodes (490 - 435 SM)Lahir di Akragos, pulau Sicilia. Ia sangat dipengaruhi oleh ajaran kaum Pythagorean,
Parmenides, dan aliran keagamaan refisme. Ia pandai dalam bidang kedokteran, penyair retorika, politik, dan pemikir. Ia menulis karyanya dalam bentuk puisi, seperti Parmenides.
Empedodes sependapat dengan Parmenides, bahwa alam semesta di dalamnya tidak ada hal yang dilahirkan secara barn, dan tidak ada hal yang hilang. Ia tidak setuju dengan konsep ruang kosong, akan tetapi ia mempertahankan adanya pluralitas dan perubahan dari hasil pengamatan indra. Realitas tersusun oleh empat unsur, yaitu api, udara, tanah, dan air. Kemudian, empat unsur tersebut digabungkan dengan unsur yang berlawanan. Sehingga penggabungan dari unsurunsur yang berlawanan tersebut akan menghasilkan suatu bendy de-ngan kekuatan yang sama, tidak berubah, walaupun dengan komposisi yang berbeda.
Terdapat dua unsur yang mengatur perubahan-perubahan di alam semesta ini, yaitu: cinta dan benci. Cinta mengatur ke arah penggabungan, benci mengatur ke arah perceraian atau perubahan. Kedua unsur tersebut dapat meresap ke mana saja. Proses penggabungan dan perceraian ini terjadi secara terus-menerus,. tiada henti-hentinya.
Dengan demikian, dalam kejadian di alam semesta unsur cinta dan benci selalu menyertainya. Juga, proses penggabungan dan perceraian tersebut berlaku untuk melahirkan makhluk-makhluk hidup. Sementara itu, manusia pun di samping terdiri dari empat unsur (api,
udara, tanah dan air) juga mengenal. keempat unsur tersebut. Hal ini disebabkan oleh teori pengenalan yang dikemukakan Empedodes bahwa yang sama mengenal yang sarna.11
9. Anaxagoras ( ± 499 - 420 SM)Ia dilahirkan di kola Klazomenai, Ionia, kemudian menetap di Athena selama 30 tahun.
Anaxogoras adalah ahli pikir yang pertama pang berdomisili di Athena, di mana di kemudian hari Athena inilah awnjadi pusat utama perkembangan filsafat Yunani sampai abad bL-2 SM. Ia pernah diajukan ke pengadilan dengan mengajarkan bahwa matahari adalah batu yang berpijar dan bulan adalah tanah, bukan sebagai dewa seperti apa yang menjadi kepercayaan masyarakat pads saat itu. Atas jasa Perides, is dapat dilepaskan dan kemudian sugarikan diri ke Lampsakos.
Ia mengarang buah karyanya dalam sebuah prosa. Beberapa fragnwn dari bagian pertama buku tersebut masih tersimpan. Menurut besaksian Aristoteles, Anaxagoras lebih tua daripada Empedodas, wWi buku karyanya muncul setelah karya Empedodes.11
Pemikirannya, realitas bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur dan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu atom." Atom ini sebagai bagian yang terkecil dari materi sehingga tidak dapat terlihat dan jumlahnya tidak terhingga.
Ia tidak sependapat dengan konsep ruang kosong. Alasannya bagaimana dengan gerak atom-atom itu apabila tidak ada ruang kosong. Dan ruang yang kosong inilah yang menjadi syarat untuk bergeraknya atom-atom.
Tentang terbentuknya dunia (kosmos), atom-atom yang berbeda bentuknya itu Baling terkait, kemudian digerakkan oleh puting beliung. Semakin banyak atom-atom yang bergerak akan menimbulkan pusat gerak (atom yang padat).
Realitas seluruhnya merupakan suatu campuran yang mengandung semua benih. Di dalam tiap benda mengandung semua benih. Indra kita tidak dapat melihat semua benih yang ada di dalamnyaHanya bisa dilihat benih yang paling dominan. Misalnya, kita meh a: emas (yang terlihat emas, karena warna kuning yang paling dominan), walaupun benih-benih yang lain seperti perak, besi, tembaga terdapat di dalamnya.
Ia mengemukakan pemikirannya tentang nus, bahwa apa yang dikemukakan oleh Empedodes tentang cinta dan benci yang menyebabkan adanya penggabungan dan perceraian, maka Anaxagoras mengemukakan yang menyebabkan benih-benih menjadi kosmos adalah nus. Nus, yang berarti roh atau rasio, tidak tercampur dengan benih-benih dan terpisah dari semua benda. Nus mengenal dan menguasai segala sesuatu.
Karena ajaran Anaxagoras tentang nus inilah, untuk pertama kalinya dalam filsafat dikenal adanya pembedaan antara yang jasmani dan yang rohani.11
10. Democritos (460 - 370 SM)Ia lahir di kota Abdera di pesisir Thrake di Yunani Utara. Karena ia berasal dari keluarga
yang kaya raya, maka dengan kekayaannya itu ia bepergian ke Mesir dan negeri-negeri Timor lainnya. Dari karyakaryanya ia telah mewariskan sebanyak 70 karangan tentang bermacam-macam masalah, seperti kosmologi, matematika, astronomi, fogika, etika, teknik, musik, puisi, dan lain-lainnya. Oleh karena itu, is dipandang sebagai seorang sarjana yang menguasai banyak bidang.
Pemikirannya adalah bahwa realitas bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur dan jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur terse-but merupakan bagian materi yang sangat kecil sehingga indra kita tidak mampu mengamatinya dan tidak dapat dibagi lagi. Unsur-unsur tersebut dikatakan sebagai atom yang berasal dari satu dari yang lain karena tiga hal yaitu bentuk, urutan, dan posisinya. Atom-atom ini tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan, tidak berubah, dan tidak berkualitas.
Menurut pendapatnya, atom-atom itu selalu. bergerak, berarti harus ada ruang kosong. Satu atom hanya dapat bergerak dan menduduki satu tempat. Maka, Democritos berpendapat bahwa realitas itu ada dua, yaitu atom itu sendiri (yang penuh) dan ruang tempat atom bergerak
(yang kosong).
B. Yunani KlasikPada periode Yunani Klasik ini perkembangan filsafat menunjukkan kepesatan, yaitu
ditandainya semakin besar minas orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode Yunani Klasik ini adalah Sofisme. Penamaan aliran Sofisme ini berasal dari kata sophos yang artinya cerdik pandai. Keberadaan Sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik, retorika, dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di masyarakat sehingga keberadaan Sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan peradaban Athena.
Antara kaum Sofis dengan Socrates mempunyai hubungan yang erat sekali. Di samping mereka itu hidup sezaman, pokok permasalahan pernikiran mereka juga sama, yaitu permasalahan Socrates bukan ko jagat raya, tetapi manusia (Socrates telah memindahkan filsafat dari langit ke bumi), sedangkan kaum Sofis juga memusatkan perhatian pemikirannya kepada manusia. Bahkan Aristophanes menyebutkan bahwa sesungguhnya Socrates termasuk kaum Sofis. Perbedaan antara kaum Sofis dengan Socrates adalah bahwa pemikiran filsafat Socrates sebagai suatu reaksi dan kritik terhadap pemikiran kaum Sofis.11
1. Kaum SofisSofisme bukan merupakan suatu aliran atau ajaran, tetapi lebih merupakan suatu gerakan
dalam bidang intelektual yang disebabkan oleh pengaruh kepesatan minat orang terhadap filsafat.
Istilah Sofis yang berasal dari kata sophistes mempunyai pengertian seorang sarjana atau cendekiawan. Di kemudian hari sebutan sofis mempunyai pengertian yang kurang baik karena sofis diartikan sebagai orang-orang yang pekerjaannya menipu dengan omongan besar, dengan memakai alasan-alasan yang dibuatnya sehingga orang yang menjadi korbannya yakin dengan apa yang dikatakan si sofis. Para sofis tersebut pekerjaannya berkeliling kota untuk memberikan ajarannya dengan imbalan jasa atau uang.
Di atas telah disebutkan bahwa timbulnya kaum Sofis karena akibat dari minat orang terhadap filsafat. Akan tetapi, terdapat tiga faktor yang mendorong timbulnya kaum Sofis, yaitu sebagai berikut.
a. Perkembangan secara pesat kota Athena dalam bidang politik dan ekonomi. Hal ini mengakibatkan kota Athena menjadi ramai, demikian juga Para ahli pikir atau kaum intelektual mengunjungi kota Athena. Dengan demikian, Athena menjadi kota yang berkembang sangat pesat dalam bidang intelektual maupun bidang kultural.
b. Setelah kota Athena mengalami keramaian penduduknya yang bertempat tinggal, maka kebutuhan dalam bidang pendidikan tidak terelakkan lagi karena desakan kaum intelektual. Lebih-lebih Athena sebagai pusat politik sehingga, peranan pendidikan sangat penting untuk mendidik kaum mudanya. Kaum Sofis men-&& kaum mudanya sebagai upaya untuk melanjutkan pendiAkan dasar yang telah ada. Pendidikan yang diupayakan adalah matematika, astronomi, bahasa yang penting untuk mendidik kaum muda dalam keterampilan berdebat dan percaturan politik. Dengan demikian, kaum Sofis mempunyai jasa yang besar dalam bidang retorika (tata bahasa) atau ilmu keahlian berpidato.
c. Karena pemukiman perkotaan bangsa Yunani biasanya terletak di pantai, kontak dan pergaulan dengan bangsa lain tidak dapat dihindari lagi. Akibatnya, orang-orang Yunani banyak mengenal berbagai kebudayaan, dan sekaligus terjadi akulturasi kebudayaan. Sehingga, dengan terbukanya masyarakat Yunani terhadap budaya luar akan membuat orang-orang Yunani menjadi dinamis dan berkembang.
d. Salah satu tokoh Sofisme adalah Gorgias (480 - 380 SM). Gorgias tokoh Sofisme yang paling banyak muridnya, walaupun masih banyak lagi tokoh yang kecil, misalnya Hippias, Prodikos, dan Kritias.
2. Gwgias (480 - 380 SM)la lahir di Leontinoi, Sicilia. Namanya menjadi terkenal karena ajarannya dalam bidang
retorika atau seni berpidato, dan memang is sangat pandai berdebat.Menurut pendapatnya, yang penting adalah bagaimana dapat meyakinkan orang lain
agar menerima pendapat kita. Dengan demikian, dalam berdebat bukan mencari kebenaran, tetapi bagaimana memenangkan perdebatan.Pemikirannya yang penting adalah:
a. mencari keterangan tentang asal usul yang ada;b. bagaimana peran manusia sebagai makhluk yang mempunyai ke hendak berpikir karena dengan
kehendak berpikir itulah manusia mempunyai pengetahuan yang nantinya akan menentukan sikap hidupnya;
c. norma yang sifatnya umum tidak ada, yang ada norma yang individualistic (subjektivisme);d. bahwa kebenaran tidak dapat diketahui sehingga ia termasuk penganut Skeptisisme.
Dari pendapat beberapa orang terhadap aliran Sofisme terdapat perbedaan, yaitu ada yang menganggap bahwa aliran Sofisme sebagai aliran yang merusak dunia filsafat. Jugs sebaliknya, yaitu mengajarkan kepada orang agar kita dapat berpikir secara kritis, (ini tidak dapat kita tiru) mencari kelemahan-kelemahan yang sifatnya destruktif agar kita memenangkan perdebatan.
Aspek positif dari adanya aliran Sofisme ini akan mempengaruhi terhadap, kebudayaan Yunani, yaitu suatu revolusi intelektual, dan mengangkat manusia sebagai objek pemikiran filsafat. Hal ini akan mempengaruhi pemikiran Socrates Berta pelopor bagi pendidikan bagi para pemuda secara sistematis. Aspek negatifnya, aliran Sofisme membawa pengaruh yang tidak baik terhadap kebudayaan Yunani, terutama nilai-nilai tradisional (agama dan moral) dihancurkan. Kecakapan berpidato dipergunakan untuk memutarbalikkan kebenaran karena Sofisme meragukan kebenaran dan ilmu pengetahuan digoncangkan.20
Hal terpenting dengan munculnya Sofisme ini adalah mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka menyiapkan kelahiran pemikiran filsafat Yunani Klasik yang dipelopori Socrates, Plato, dan Aristoteles.
3. Socrates (469 - 399)Mengenai riwayat Socrates tidak banyak diketahui, tetapi sebagai utama keterangan tentang
dirinya dapat diperoleh dari tulisan hanes, Xenophon, Plato, dan Aristoteles. Ia sendiri tidak mekan tulisan, sedangkan keterangan tentang dirinya didapat para muridnya. Orang yang paling banyak menulis tentang tes adalah Plato yang berupa dialog-dialog.
Ia anak seorang pemahat Sophroniscos, dan ibunya bernama rnarete, yang pekerjaannya seorang bidan. Istrinya bernama yang dikenal sebagai seorang yang judes (galak dan keras). berasal dari keluarga yang kaya dengan mendapatkan pendidikan baik, kemudian menjadi prajurit Athena. Ia terkenal sebagai prayang gagah berani. Karena ia tidak suka terhadap urusan politik, ia lebih senang memusatkan perhatiannya kepada filsafat, yang ia dalam keadaan miskin.
Seperti halnya kaum Sofis, Socrates mengarahkan perhatiannya manusia sebagai objek pemikiran filsafatnya. Berbeda dengan Sofis, yang setiap mengajarkan pengetahuannya selalu met bayaran, tetapi Socrates tidak memungut bayaran kepada muridnya. Maka, ia kemudian oleh kaum Sofis sendiri dituduh rikan ajaran barunya, merusak moral para pemuda, dan me-g kepercayaan negara. Kemudian ia ditangkap dan akhirnya coati dengan minum racun pada umur 70 tahun yaitu pada 399 SM. Pembelaan Socrates atas tuduhan tersebut telah ditulis Plato dalam karangannya: Apologia.
Sejak muda Socrates telah terlihat sifat kebijaksanaannya, karena min ia cerdas juga pada setiap perilakunya dituntun oleh suara batin (daimon) yang selalu membisikkan dan menuntun ke arah keutamaan moral. Cara memberikan pelajaran kepada para muridnya dengan &alog (tanya jawab), yang bertu)uaD untuk mengupas kebenaran semu yang selalu menyelimuti Para muridnya. Kebenaran semu tersebut muncul karena ketidaktahuan para muridnya
tentang hal-hal tertentu. Dengan-cara dialog pengetahuan semu akan terdobrak sehingga mampu keluar dan melahirkan pengetahuan yang sejati.
Peran Socrates dalam mendobrak pengetahuan semu itu meniru pekerjaan ibunya sebagai seorang bidan dalam upaya menolong kelahiran bayi, akan tetapi ia berperan sebagai bidan pengetahuan. Teknik dalam upaya menolong kelahiran (bayi) pengetahuan itu disebut majeutike (kebidanan) yaitu dengan cara mengamat-amati hal-hal yang konkret dan yang beragam coraknya tetapi pada jenis yang sama. Kemudian unsur-unsur yang berbeda dihilangkan sehingga tinggallah unsur yang sama dan bersifat umum, itulah pengetahuan sejati.
Pengetahuan sejati atau pengertian sejati sangat penting dalam mencapai keutamaan moral. Barangsiapa yang mempunyai pengertian sejati berarti memiliki kebajikan (arete) atau keutamaan moral berarti pula memiliki kesempurnaan manusia sebagai manusia.*)
Socrates dengan pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan, yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
4. Plato (427 - 347 SM)Plato adalah pengikut Socrates yang tact di antara para pengikutnya yang mempunyai
pengaruh besar. Selain dikenal sebagai ahli pikir jugs dikenal sebagai sastrawan yang terkenal. Tulisannya sangat banyak, sehingga keterangan tentang dirinya dapat diperolehnya secara cukup Ia lahir di Athena, dengan nama asli Aristodes. Ia belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heradeitos, dan Elia, akan tetapi ajarannya yang paling besar pengaruhnya adalah dari nama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Sebagai orang yang dilahirkan dalam lingkungan keluarga bangsawan ia mendapatkan pendidikan yang baik dari seorang bangsawan, bernama Pyrilampes. Sejak anak-anak ia telah mengenal Socrates dan kemudian menjadi gurunya selama 8 tahun.
Pada usia 40 tahun ia mengunjungi Italia dan Sicilia, untuk belajar ajaran Pythagoras, kemudian sekembalinya ia mendirikan sekolah: Akademia. sekolah tersebut dinamakan Akademis, karena berdekatan dengan kuil Akademos seorang pahlawan Athena. Ia memimpin sekolah tersebut selama 40 tahun. Ia memberikan pengajaran secara baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat, terutama bagi orangorang yang akan menjadi politikus.
Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan lama: mana yang benar yang berubah-ubah (Heradeitos) atau yang tetap (Parmenides). Mana yang benar antara pengetahuan yang lewat indra dengan pengetahuan yang lewat akal. Pengetahuan yang diperoleh lewat indra dise-butnya pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman. Sementara itu, pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut pengetahuan akal. Pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap atau berubah-ubah, sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap atau tidak berubah-ubah.
Sebagai contoh, terdapat banyak segitiga yang bentuknya berlainlainan menurut pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman, tetapi dalam ide atau pikiran bentuk segitiga tersebut hanya satu dan tetap, dan ini menurut pengetahuan akal.
Dunia Ide dan Dunia PengalamanSebagai penyelesaian persoalan yang dihadapi Plato tersebut di atas, is menerangkan
bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap, bermacam-macam dan berubah Berta dunia ide yang bersifat tetap, hanya sat' macam, dan tidak berubah. Dunia pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia ide sedangkan dunia ide merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu dunia realitas. Dunia inilah yang menjadi "model" dunia pengalaman. Dengan demikian, dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas itu adalah dunia ide.
jadi, Plato, dengan ajarannya tentang ide, berhasil menjembatani pertentangan pendapat
antara Herakleitos dan Parmenides. Plato mengemukakan bahwa ajaran dan pemikiran Herakleitos itu benar, tetapi hanya berlaku pada dunia pengalaman. Sebaliknya, pendapat Parmenides jugs benar, tetapi hanya berlaku pada dunia ide yang hanya dapat dipikirkan oleh akal.
Dibandingkan dengan gurunya, Socrates, Plato telah maju selangkah dalam pemikirannya. Socrates barn sampai pada pemikiran tentang sesuatu yang umum dan merupakan hakikat suatu realitas, tetapi Plato telah mengembangkannya dengan pemikiran bahwa hakikat suatu realitas itu bukan "yang umum", tetapi yang mempunyai kenyataan yang terpisah dari sesuatu yang berada secara konkret, yaitu ide. Dunia ide inilah yang hanya dapat dipikirkan dan diketahui oleh akal.11
Pemikirannya tentang Tuhan, Plato mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas apabila tidak mengetahuinya. Masalah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.b. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia.c. Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-
lain.d. Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai
peraturan.Sebagai puncak pemikiran filsafat Plato adalah pemikirannya tentang negara, yang tertera
dalam Polites dan Nomoi. Pemikirannya tentang negara ini sebagai upaya Plato untuk memperbaiki keadaan negara yang dirasakan buruk.
Konsepnya tentang negara di dalamnya terkait etika dan teorinya tentang negara. Konsepnya tentang etika sama seperti Socrates, yaitu bahwa tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well-being). Akan tetapi, untuk hidup yang baik tidak mungkin dflakukan tanpa di dalam polis (negara). Alasannya, karena manusia menurut kodratnya merupakan makhluk social dan kodratnya di dalam polis (negara). Maka, untuk hidup yang baik, dituntut adanya negara yang baik. Sebaliknya, polis (negara) yang jelek atau buruk tidak mungkin menjadikan Para warganya hidup dengan baik.
Menurut Plato, di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan berikut.a. Golongan yang tertinggi, terdiri dari orang-orang yang memerintah (para penjaga, para
filsuD.b. Golongan pembantu, terdiri dari para prajurit, yang bertugas untuk menjaga keamanan negara dan
menjaga ketaatan para warganya.c. Golongan rakyat biasa, terdiri dari petani, pedagang, tukang, yang bertugas untuk memikul
ekonomi negara (polis)23Tugas negarawan adalah mencipta keselarasan antara semua keahlian dalam negara (polis)
sehingga mewujudkan keseluruhan yang harmonis. Bentuk pemerintahan harus disesuaikan dengan keadaan yang nyata.
Apabila suatu negara telah mempunyai Undang-Undang Dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah monarki. Bentuk pemerintahan yang aristokrasi dianggap kurang tepat dan sedangkan bentuk pemerintahan yang terburuk adalah demokrasi. Sementara itu, apabila suatu negara belum mempunyai Undang-Undang Dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi, dan yang paling buruk adalah monarki. Konsep tentang negara ini ter'tera dalam Politeia (Tara negara)."
5. Aristoteles (384 - 322 SM)la dilahirkan di Stageira, Yunani Utara pads tahun 384 SM. Ayahnya seorang dokter
pribadi di raja Macedonia Amyntas. Karena hidupnya di lingkungan istana, ia mewarisi keahliannya dalam pengetahuan empiris dari ayahnya. Pads usia 17 tahun ia dikirim ke Athena untuk belajar di Akademia Plato selama kira-kira 20 tahun hingga Plato meninggal. Beberapa
lama ia menjadi pengajar di Akademia Plato untuk mengajar logika dan retorika.Setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates
meninggalkan Athena karena ia tidak setuju dengan pendapat pengganti Plato di Akademia tentang filsafat. Tiba di Assos, Aristoteles dan rekannya mengajar di sekolah Assos. Di sini Aristoteles menikah dengan Pythias. Pads tahun 345 SM kota Assos diserang oleh tentara Parsi, rajanya (rekan Aristoteles) dibunuh, kemudian Aristoteles dengan kawan-kawannya melarikan diri ke Mytilene di pulau Lesbos tidak jauh dari Assos.
Tahun 342 SM Aristoteles diundang raja Philippos dari Macedonia untuk mendidik anaknya Alexander. Dengan bantuan raja Aristoteles mendirikan sekolah Lykeion.Karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan sebagai berikut.
a. Logika, terdiri dari:1) Categoriac (kategori-kategori),2) De interpretations (perihal penafsiran),3) Analytics Priors (analitika logika yang lebih dahulu),4) Analytics Posteriors (analitika logika yang kemudian),5) Topics,6) De Sophistics Elenchis (tentang cars berargumentasi kaum Sofis).
b. Filsafat Alam, terdiri dari:1) Phisica,2) De caelo (perihal langit),3) De generatione et corruptions (tentang timbul-hilangnya makhluk-makhluk jasmani),4) Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad rays).
c. Psikologi, terdiri dari:1) De anima (perihal jiwa),2) Parva naturalia (karangan-karangan kecil tentang pokokpokok alamiah).
d. Biologi, terdiri dari:1) De partibus animalium (perihal bagian-bagian binatang)2) De mutu animalium (perihal gerak binatang)3) De incessu animalium (tentang binatang yang berjalan)4) De generatione animalium (perihal kejadian binatang-binatang)
e. Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologia.f. Etika, terdiri dari:
1) Ethica Nicomachea,2) Magna moralia (karangan besar tentang moral),3) Ethica Eudemia.
g. Politik dan ekonomi, terdiri dari:1) Politics,2) Economics.h. Retorika dan poetika, terdiri dari:1) Rhetorica,2) Poetica.
Berikut ini akan kami uraikan tentang beberapa pemikiran Aristoteles yang terdiri dari:a. ajarannya tentang logika;b. ajarannya tentang sillogisme;c. ajarannya tentang pengelompokan ilmu pengetahuan;d. ajarannya tentang potensia dan dinamika;e. ajarannya tentang pengenalan;f. ajarannya tentang etika;g. ajarannya tentang negara.
ad. a. Ajarannya tentang LogikaLogika tidak dipakai oleh Aristoteles, ia memakai istilah analitika. Istilah logika pertama
kali muncul pada abad pertama Masehi oleh Cicero, artinya seni berdebat. Kemudian, Alexander Aphrodisiac (Abad III Masehi) orang pertama yang memakai kata logika yang artinya ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Menurut Aristoteles, berpikir harus dilakukan dengan bertitiktolak pada pengertian-pengertian sesuatu benda. Suatu pengertian mernuat dua golongan, yaitu substansi (sebagai sifat yang umum), dan aksidensia (sebagai sifat yang secara tidak kebetulan). Dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu:
1. Subtansi (mis. manusia, binatang);2. kuantitas (dua, tiga);3. kualitas (merah, baik);4. relasi (rangkap, separuh);5. tempat (di rumah, di pasar);6. waktu (sekarang, besok);7. keadaan (duduk, berjalan);8. mempunyai (berpakaian, suami);9. berbuat (membaca, menulis);
menderita (terpotong, tergilas. Sampai sekarang, aristoteles dianggap sebagai bapak logika tradisional.ad. b. Ajarannya tentang Silogisme
Menurut Aristoteles, pengetahuan manusia hanya dapat dimunculkan dengan dua cara, yaitu induksi dan deduksi. Induksi adalah proses berpikir yang bertolak pada hal-hal yang khusus untuk kesimpulan yang sifatnya umum. Sementara itu, deduksi proses berpikir yang bertolak pada dua kebenaran yang tidak lagi untuk mencapai kesimpulan sebagai kebenaran yang ketiga. Menurut pendapatnya, deduksi ini merupakan jalan yang baik melahirkan pengetahuan baru. Berpikir deduksi yaitu silogisme,yang terdiri dari premis mayor dan premis minor, dan kesimpulan.
Perhatikan contoh berikut. Manusia makhluk hidup (premis mayor) Si Fulan adalah manusia (premis minor) Si Fulan adalah makhluk hidup (kesimpulan)
ad. c. Ajarannya tentang Pengelompokan Ilmu PengetahuanAristoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik);b. ilmu pengetahuan produktif (teknik dan kesenian);c. ilmu pengetahuan teoretis (fisika, matematika, metafisika).ad. d. Ajarannya tentang Aktus dan Potensia
Mengenai realitas atau yang ada, Aristoteles tidak sependapat dengan gurunya Plato yang mengatakan bahwa realitas itu ada pada dunia ide. Menurut Aristoteles, yang ada itu berada pada hal-hal yang khusus dan konkret. Dengan kata lain, titik tolak ajaran atau pemikiran filsafatnya adalah ajaran Plato tentang ide. Realitas yang sungguh-sungguh ada bukanlah yang umum dan yang tetap seperti yang dikemukakan Plato, tetapi realitas terdapat pada yang khusus dan yang individual. Keberadaan manusia bukan di dunia ide, tetapi manusia berada yang satu per satu. Dengan demikian, realitas itu terdapat pada yang konkret, yang bermacam-macam, yang berubah-ubah. Itulah realitas yang sesungguhnya.
Mengenai hule dan morfe, bahwa yang disebut sebagai hule adalah suatu unsur yang menjadi dasar permacaman. Sementara itu, morfe adalah unsur yang menjadi dasar kesatuan. Setiap benda yang konkret terdiri dari hule dan morfe. Misalnya, es batu dapat dijadikan es teh,
es sirop, es jeruk, dan es teh tentu akan lain dengan es jeruk karena morfenya. Jadi, hule dan morfe tidak terpisahkan.ad e. Ajarannya tentang Pengenalan
Menurut Aristoteles, terdapat dua macam pengenalan, yaitu pengenalan indrawi dan pengenalan rasional. Dengan pengenalan indrawi kita hanya dapat memperoleh pengetahuan tentang bentuk benda (bukan materinya) dan hanya mengenal hal-hal yang konkret. Sementara itu, pengenalan rasional kita akan dapat memperoleh pengetahuan tentang hakikat dari sesuatu benda. Dengan pengenalan rasional ini kita dapat menuju satu-satunya untuk ke ilmu pengetahuan. Cara untuk menuju ke ilmu pengetahuan adalah dengan teknik abstraksi. Abstraksi artinya melepaskan sifat-sifat atau keadaan yang secara kebetulan, sehingga tinggal sifat atau keadaan yang secara kebetulan yaitu intisari atau hakikat suatu benda.ad. f. Ajarannya tentang Etika
Aristoteles mempunyai perhatian yang khusus terhadap masalah etika. Karena etika bukan diperuntukkan sebagai cita-cita, akan tetapi dipakai sebagai hukum kesusilaan. Menurut pendapatnya, tujuan tertinggi hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan adalahh suatu keadaan di mana segala sesuatu yang termasuk dalam keadaan bahagia telah berada dalam diri manusia. Jadi, bukan sebagai sebahagian subjektif. Kebahagiaan harus sebagai suatu aktivitas yang nyata , dan dengan perbuatannya itu dirinya semakin disempurnakan..Kebahagiaan manusia yang tertinggi adalah berpikir murni.
ad. g. Ajarannya tentang NegaraMenurut Aristoteles, negara akan damai apabila rakyatnya juga damai. Negara yang paling
baik adalah negara dengan sistem demokrasi yang berdasarkan moderat, artinya sistem demokrasi yang berdasarkan Undang-Undang Dasar.
6. Filsafat HellenismeFilsafat Yunani Klasik mencapai puncaknya dengan munculnya Aristoteles. Setelah
Aristoteles meninggal dunia, pemikiran filsafat Yunani merosot. Lima abad sepeninggal Aristoteles terjadi kekosongan sehingga tidak ada ahli pikir yang menghasilkan buah pemikiran filsafatnya seperti Plato atau Aristoteles, sampai munculnya filosof Plotinus (204 - 270).
Lima abad dari adanya kekosongan di atas diisi oleh aliran-aliran besar (seperti: Epikurisme, Stoaisme, Skeptisisme, dan Neoplatonisme). Pokok permasalahan filsafat dipusatkan pada cara hidup manusia sehingga orang yang dikatakan bijaksana adalah orang yang mengatur hidupnya menurut budinya. Cara untuk mengatur hidup inilah yang menjadi dasar dari Epikurisme, Stoaisme, dan Skeptisisme. Menurut sejarah filsafat, masa ini (sesudah Aristoteles) disebut zaman Hellenisme .17
Filsafat Hellenisme ini dimulai pada pemerintahan Alexander Agung (356 - 23 SM) atau Iskandar Zulkarnain Raja Macedonia. Pada zaman ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari filsafat teoretis menjadi filsafat praktis.
a. EpicurismeSebagai tokohnya Epicurus (341 - 271 SM), lahir di Samos dan mendapatkan
pendidikan di Athena. la mendapat pengaruh dari ajaran Democritos dan Aristophos.Pokok ajarannya adalah bagaimana agar manusia itu dalam hidupnya bahagia.
Epicurus mengemukakan bahwa agar manusia dalam hidupnya bahagia terlebih dahulu harus memperoleh ketenangan jiwa (ataraxia). Menurut kenyataan, banyak manusia yang hidupnya tidak bahagia karena mengalami ketakutan. Jadi, apabila manusia telah dapat menghilangkan ketakutannya itu, niscaya manusia akan memperoleh ketenangan jiwa, yang selanjutnya akan memperoleh kebahagiaan.
Terdapat tiga ketakutan dalam diri manusia seperti berikut ini.
Pertama, agar manusia tidak takut terhadap kemarahan dewa. Sesungguhnya tidak beralasan manusia takut terhadap kemarahan dewa karena dewa mempunyai dunianya sendiri dan ma-nusia mempunyai dunianya sendiri. jadi dunia dewa dengan manusia lain.Kedua, agar manusia tidak takut terhadap kematian. Tidak beralasan apabila manusia takut terhadap kematian karena kematian itu merupakan akhir suatu kehidupan dan setelah manusia hidup, tidak ada kehidupan lagi. Jadi, manusia tidak perlu takut akan kematian.Ketiga, agar manusia tidak takut terhadap nasib. Karena nasib manusia bukan ditentukan oleh dewa, akan tetapi ditentukan oleh atom-atom. Dengan demikian, adanya nasib manusia itu tergantung dari gerak atom-atom yang terdapat dalam diri manusia. Maka tidak ada alasan untuk takut terhadap nasib.Untuk mencapai kebahagiaan manusia harus menghilangkan rasa ketakutan terhadap kemarahan dewa, kematian, dan akan nasib.
b. StoaismeSebagai tokohnya. adalah Zeno (366 - 264 SM) yang berasal dari Citium, Cyprus.
Ajarannya mempunyai persamaan dengan Epicurus.Pokok ajarannya adalah bagaimana manusia dalam hidupnya dapat bahagia. Untuk
mencapai kebahagiaan tersebut manusia harus harmoni terhadap dunia (alam) dan harmoni dengan dirinya sendiri. Mengapa manusia harus harmoni dengan dunia (alam), karena manusia merupakan bagian daripada dunia (alam). Untuk mencapai harmoni dengan dunia (alam), manusia harus terlebih dahulu harus harmoni dengan dirinya sendiri. Apabila manusia telah dapat mencapai harmoni dengan dirinya sendiri, maka kebahagiaan bukan lagi sebagai tujuan hidup, tetapi dalam keadaan harmoni dengan dirinya sendiri, itulah sesungguhnya manusia dalam keadaan apatheia, yaitu keadaan tanpa rasa (pathe) atau keadaan manusia di mana dirinya dapat menguasai segala perasaannya.11
c. SkeptisismeTokoh skeptisisme adalah Pyrrhe (360 - 270 SM). Pokok ajarannya adalah bagaimana
cara manusia agar dapat hidup berbahagia. Hal ini is menengarai bahwa sebagian besar manusia itu hidupnya tidak bahagia, sehingga manusia sukar sekali mencapai kebijak-sanaan. Syaratnya, manusia perlu untuk tidak mengambil keputusan karena orang yang tidak pernah mengambil keputusan itu disebut orang yang tidak pernah keliru. Untuk tidak pernah keliru itu manusia harus selalu ragu-ragu terhadap segala bentuk kebenaran dan pengetahuan. Dengan demikian, orang yang bijaksana adalah orang yang selalu ragu-ragu, dengan ragu-ragu itu orang akan tidak pernah keliru. Akhirnya orang tersebut dikatakan sebagai orang yang tidak pernah mengambil keputusan, dan orang yang tidak pernah mengambil keputusan itulah orang yang berbahagia.
Aliran yang lain tingkatannya lebih kecil dari ketiga aliran di atas adalah: Neopythagoras (merupakan campuran dari ajaran Plato, Aristoteles, dan Kaum Stoa), tokohnya Appolonius dari Tyana yang hidup abad pertama SM. Kemudian, Platonis Tengah di mana ajarannya banyak diwarnai ajaran agama. Tokohnya Plutarkhos dan Noumenios, yang hidup pada abad kedua Masehi.
Aliran ketiga adalah filsafat Yahudi. Tokohnya adalah Philo yang hidup tahun 30 SM. la mengupayakan perpaduan antara filsafat Yahudi dengan filsafat Hellenisme.
d. NeoplatonismeTokohnya adalah Plotinus clan Ammonius Saccas. Kurang lebih 5 abad sesudah
Aristoteles meninggal dunia, muncul kembali filsafat Yunani yang untuk terakhir kalinya. Munculnya kembali pemikiran filsafat Yunani ini bersamaan dengan munculnya agama Kristen (awal abad Masehi).
Plotinus (204 - 270) lahir di Lykopolis, Mesir. Pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh Plato, sedikit Aristoteles. Titik tolak pemikiran filsafat Plotinus adalah bahwa asas yang
menguasai segala sesuatu adalah satu. Filsafat Neoplatonisme merupakan perpaduan antara filsafat Plato (Ide kebaikan tertinggi) dengan diberi penekanan kepada upaya pencarian pengalaman batiniah untuk menuju ke kesatuan dengan Tuhan (Yang Esa).
Pemikirannya, karena Tuhan merupakan isi dan titik tolak pemikirannya, Tuhan dianggap sebagai Kebaikan Tertinggi dan sekaligus menjadi tujuan semua kehendak. Ada segala sesuatu timbul dari Ada Yang Esa. Yang Esa keluar dari dalam dirinya, tanpa gerak, tanpa kehendak. Yang Esa mengeluarkan pancaran sinar yang tidak bergerak (yaitu matahari yang juga selalu memancarkan sinarnya).
Demikian juga, manusia sebagai makhluk bukanlah sebagai ciptaan Tuhan, tetapi pancaran Tuhan. Proses timbulnya makhluk, pertama yang muncul dari Yang Esa disebut jiwa. jiwa inilah yang menggerakkan alam semesta. Kemudian, dari jiwa timbul roh-roh, dari roh-roh menimbulkan materi-materi.
Karena segala sesuatu (termasuk manusia) itu timbul dengan sendirinya (tidak dicipta Tuhan), tugas manusia adalah kembali ke asalnya yaitu Tuhan. Dalam kehidupan manusia di dunia, apabila manusia terlalu mencurahkan hidupnya ke arah dunia, manusia akan melupakan kodrat sejatinya. Dan apabila manusia memandang dunia secara wajar, manusia akan dapat mencapai dunia ide (Ide Yang Satu yaitu Tuhan).
Plotinus mengharapkan agar manusia tidak menekankan keduniawian sehingga cepat dapat mencapai keindahan dunia. Untuk mencapai keindahan dunia sehingga cepat sampai ke dunia Ide, manusia harus memurnikan diri dari keduniawian yang serbaneka. Akhirnya, apabila manusia dapat memurnikan dirinya dengan menjauhi keduniawian, manusia niscaya akan dapat bersatu dengan Tuhan.11
Walaupun Plotinus mendasarkan diri pada pemikiran Plato, tetapi Plotinus memajukan hal baru yang belum terdapat dalam filsafat Yunani, yaitu arah pemikirannya kepada Tuhan clan Tuhan dijadikan dasar segala sesuatunya.
Karena zaman Neoplatonisme ini diwarnai oleh agama, zaman ini disebutnya sebagai zaman mistik.
BAB IIFILSAFAT BARAT ABAD PERTENGAHAN
Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan sejarah filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan peradaban Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi.' Kekuasaan Romawi memperlihatkan kebesaran clan kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini berkat peran Caesar Augustus yang mencipta masa keemasan kesusastraan Latin, kesenian, dan arsitektur Romawi.1
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena bersamaan dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen, sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka, muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli pikir (filosof, akan tetapi -setelah abad ke-6 Masehi, barulah muncul para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama Kristen dikatakan seimbang. Apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula baru. Walaupun agama Kristen relatif masih baru keberadaannya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap filsafat Yunani ataupun agama Kristen. Anggapan pertama, bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang sempurna dan sejati. Anggapan kedua, bahwa walaupun orangorang telah mengenal agama baru, tetapi juga mengenal filsafat Yunani yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Dengan demikian, di benua Eropa filsafat Yunani akan tumbuh dan berkembang dalam suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan sesuatu yang baru, suatu formulasi baru, pohon filsafat masih yang lama (dari Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen) memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan yang rindang.3
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476 - 1492) juga dapat dikatakan sebagai "abad gelap". Pendapat ini didasarkan pada penclekatan sejarahSereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalamdirinya. Para Ali pikir pada saat itu pun ticlak memiliki kebebasan berpikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyeliclikanpenyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan yang ketat. Yang berhak mengadakan penye-lidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diaclakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir abad XII, dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.Ciri-ciri pemikiran filsafat barat abad Pertengahan adalah: cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja; berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles;
berfilsafat dengan pertolongan Augustinus clan lain-lain.
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan/sistern kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara_membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Masa Abad Pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu: masa Patristik dan masa Skolastik. Masa Skolastik t--erb--a-gi menjadi: Skolastik Awal, Skolastik Puncak, clan Skolastik Akhir.
A. Masa PatristikIstilah Patristik berasal dari kata Latin pater atau bapak, yang artinya para pemimpin
gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inflate menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai alasannya ber-anggapan bahwa walaupun telah ada sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tats cara berpikir). juga, walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. jadi, memakai/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam teal-teal tertentu tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orangorang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal, bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah. Dan pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya, muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu pars apologis (pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela iman Kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman Kristen tersebut adalah Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Odgenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-relius Augustinus.
1. Justinus MartirNama aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah "orang-orang yang
rela coati hanya untuk kepercayaannya".Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan agama baru karena Kristen lebih tua dari
filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap seba gai awal kedatangan Kristen. Padahal, Musa hidup sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato sendiri sebenarnya telah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa. Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek logosnya ini orang-orang Yunani (Socrates, Plato dan lain-lain) kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan sehingga orang-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni. Mengapa mereka menyimpang? Karena orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian dipalsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding dengan filsafat Yunani. Demikian pembelaan Justinus
Martir.
2. Klemens (150 - 215)Ia juga termasuk pembela Kristen, tetapi ia tidak membenci filsafat Yunani. Pokok-
pokok pikirannya adalah sebagai berikut:a. memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari
otoritas filsafat Yunani;b. memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani;c. bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen, dan memikirkan secara
mendalam.3. Tertullianus (160 - 222)
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia menjadi gigih membela Kristen secara l&ailk. fa menolak kehadiran filsafat Yunani karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat,-bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup. Tidak ada-hubungan antara teol6gi dengan filsafat; tid-ak-ada hubungan antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara gereja dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa clibanding dengan cahaya Kristen, segala yang dikatakan oleh para filosof Yunani dianggap tidak penting. Apa yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari kitab Suci. Akan tetapi karena kebodohan para. filosof, kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan.
Akan tetapi lama kelamaan, Tertullianus akhirnya menerima juga filsafat Yunani sebagai cars berpikir yang rasional. Alasannya, bagaimanapun juga berpikir yang rasional diperlukan sekali. Pada saat itu, karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan, saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli pikir Yunani saja, sehingga akhirnya Tertullianus mellihat filsafat hanya dimensi praktisnya saja, dan ia menerima filsafat sebagai cara atau metode berfikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta filsafatnya.4. Augustinus (354-430)
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, antara lain Platonisme dan Skeptisme. Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat.
Setelah mempelajari aliran skpetisme, ia kemudian tidak menyetujui atau menyukainya, karena di dalamnya terdapat pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berpikir dan seseorang yang berpikir sesungguhnya ia berada (eksis).
Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal fikir manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.
Akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad, dan mempengaruhi pemikiran Eropa. Perlu diperhatikan bahwa para pemikir Patristik itu sebagai pelopor pemikiran skolastik. Mengapa ajaran Augustinus sebagai akal dari skolastik dapat mendominasi hampir sepuluh abad? Karena ajarannya lebih bersifat sebagai metode daripada sebuah sistem sehingga ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik.
B. Masa SkolastikIstilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah.
jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Terdapat, beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai berikut.
1. Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
2. Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional mernecahkan persoalan-persoalan megenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan lain-lainnya.
3. Filsafat Skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akand-i-m-asukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
4. Filsafat Skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja .
Filsafat Skolastik ini dapat berkembang clan tumbuh karena beberapa faktor berikut.1. Faktor Religius
Faktor religius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mats saja (tempat kesedihan). sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai ke tanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang dilakukan (diwariskan) oleh Adamomereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia dapat tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya .1
2. Faktor Ilmu PengetahuanPada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-
biara, gereja, ataupun dari uarga istana. Kepustakaannya diambilkan dari para penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:a. Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800-1200;b. Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300;c. Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450.
a. Skolastik AwalSejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot,
terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad.
Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742 - 814) dapat memberikan suasana ketenanigar-TaFam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, terffiasuvEfii- dbpan manusia Berta p-emikiran filsafat yang semuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan kecemerlangan abad pertengahan, di mana arch pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Saat ini merupakan zaman barn bagi bangsa Eropa. Hal ini ditandai dengan skolastik yang di dalamnya banyak diupayakan pengembangan ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya di biara Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda.
Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau arses liberales, meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (Beni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan musik.
Di antara tokoh-tokohnya adalah Aquinas (735-805), Johannes Scotes Eriugena (815 - 870), Peter Lombard (1100 - 1160), John Saabs=-- bury (1115 - 1180), Peter Abaelardus (1079 - 1180).
1) Peter Abaelardus (1079 - 1180)Ia dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan
pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan pars ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat menundukkan kekuatan iman. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman (di luar kepercayaan). Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua buktibukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.'
2) Skolastik PuncakMasa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200 - 1300 dan
masa ini juga disebut masa berbunga. Masa itu Ran-dai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama . -sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Berikut ini beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya.a) Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga sampai
abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan-yang luas.b) Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabungan
dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-lainnya.
c) Berdirinva ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang karat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian di mana kebanyakan tokoh-tokohnya memegang peran di bidang filsafat dan teologi seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.
Upaya Kristenisasi Ajaran AristotelesPada mulanya hanya sebagian ahli pikir yang membawa dan meneruskan ajaran
Aristoteles, akan tetapi upaya ini mendapatkan perlawanan dari Augustinus. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh ahli pikir Arab (Islam). Hal ini dianggap sangat membahayakan ajaran Kristen. Keadaan yang demikian ini bertolak belakang bahwa ajaran Aristoteles masih diajarkan di fakultas-fakultas, bahkan dianggapnya sebagai pelajaran yang penting dan harus dipelajari.
Untuk menghindari adanya pencemaran tersebut di atas (dari ahli pikir Arab atau Islam), Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja menghilangkan unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung dari bahasa Latinnya. Juga, bagian-bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen diganti dengan teori-teori
barn yang bersumber pada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles telah diselaraskan dengan ajaran ilmiah (suatu sintesis antara kepercayaan dan akal).
Upaya Thomas Aquinas ini sangat berhasil dengan terbitnya sebuah buku Summa Theologise dan sekaligus merupakan bukti bahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan dan sangat mempengaruhi seluruh perkembangan skolastik.
1. Albertus Magnus (1203- 1280)Di samping sebagai biarawan, Albertus Magnus juga dikenal sebagai cendekiawan
abad pertengahan. Ia lahir dengan nama Albert von Bollstadt yang juga dikenal sebagai "doktor universalis" dan "doktor magnus", kemudian bernama Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia belajar artes liberates, ilmu-ilmu pengetahuan slam, kedokteran, filsafat Aristoteles, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Dominican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir ia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam mentilis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.11
2. Thomas Aquinas (1225-1274)Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari
Aquinas. Di samping sebagai ahli pikir, ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca Secca, Napoli, 78
Filsafat UmumItalia. Ia merupakan tokoh terbesar Skolastisisme, salah seorang suci gereja Katolik
Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan menjadi filsafat resmi gereja Katolik. Tahun 1245 belajar pada Albertus Magnus. Pads tahun 1250 ia menjadi guru besar dalam ilmu 'agama di Prancis clan tahun 1259 menjadiguru besar dan penasihat istana NUS.12
Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran Skolastisisme pada abad pertengahan.
Ia berusaha untuk membuktikan bahwa iman Kristen secara penuh dapat dibenarkan dengan pemikiran logis. Ia telah menerima pemikiran Aristoteles sebagai otoritas tertinggi tentang pemikirannya yang logis.
Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Ia mengimbau agar orangorang untuk mengetahui hukum alamiah (pengetahuan) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ads kontradiksi antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan pikir.
Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebagai Tukang Boyong yang tidak berubah dan yang tidak berhubungan dengan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan di dunia. Tuhan tidak pernah mencipta dunia, tetapi zat clan pemikirannya tetap abadi.
Selanjutnya ia katakan bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan slam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang aktual clan praktis dari gagasannya adalah "pemikirannya dan kepercayaannya telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain". Pandangannya inilah yang menjaclikan perlawanan kaum Protestan karena sikapnya yang otoriter.
Thomas sendiri menyadari bahwa tidak dapat menghilangkan unsur-unsur Aristoteles. Bahkan ia menggunakan ajaran Aristoteles, tetapi sistem pemikirannya berbeda. Masuknya unsur Aristoteles ini didorong oleh kebijakan pimpinan gereja Paus Urbanus V (1366) yang
memberikan angin segar untuk kemajuan filsafat. Kemudian Thomas mengadakan Langkah-Langkah sebagai berikut.
Langkah pertama, Thomas menyuruh teman sealiran Willem van Moerbeke untuk membuat terjemahan baru yang langsung dari Yunani. Hal ini untuk melawan Aristotelianisme yang berorientasi pada Ibnu Rusyd, clan upaya ini mendapat dukungan dari Siger van Brabant.
Langkah kedua, pengkristenan ajaran Aristoteles dari dalam. Bagian-bagian yang bertentangan dengan spa yang dianggap Kristen bertentangan sebagai firman Aristoteles, tetapi diupayakan selaras dengan ajaran Kristen.
Langkah ketiga, ajaran Aristoteles yang telah dikristenkan dipakai untuk membuat sintesis yang lebih bercorak ilmiah (sintesis deduktif antara iman clan akal). Sistem barunya itu untuk menyusun Summa Theologise.
b. Skolastik AkhirMasa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat
yang menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan). Di antara tokoh-tokohnya adalah William Ockham (1285 - 1349), Nicolas Cusasus (1401-1464).1) William Ockham. (1285 - 1349)
Ia merupakan ahli pikir Inggris yang beraliran skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus John XXII, ia dipenjara di Avignon, tetapi ia dapat melarikan diri dan mencari perlindungan pada Kaisar Louis IV. Ia menolak ajaran Thomas dan mendalilkan bahwa kenyataan itu hanya terdapat pada benda-benda satu demi satu, dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-tanda abstrak.
Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika. Di ramping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai penguasanya Paus John XXII.2) Nicolas Cusasus (1401 - 1464)
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat tiga cars untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal, dan intuisi. Dengan indra kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui.
Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat di mans segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesis yang lebih lugs. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari pemikirannya ini tersirat suatu pernikiran para humanis.
c. Skolastik Arab (Islam)Dalam bukunya, Hasbullah Bakry menerangkan bahwa istilah skolastik Islam jarqpg,
dipakai di kalangan umat Islam. Istilah yang biasa dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat islitn7balarn pembahasan antara ilmu kalam dan filsafat Islam biasanyadipisahkan.
Tokoh-tokoh yang termasuk para ahli pikir Islam (pemikir Arab atau,Islam-,Rrabi, Ibnu Sina, Al-Kindi,pada masa skolastik). yaitu Al Ibnu Rusyd. Peranan para ahli pikir tersebut besar sekali, yaitu sebagai berikut,
1) Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum pernah mengenal filsafat Aristoteles sehingga' yang dikenal hanya bukuLogtka Aristoteles.
2) Orang-orang Barat itu mengenal Aristoteles berkat tulisan dari para ahli pikir Islam, terutamaJari Ibnu Rusyd' sehingga. Ibnu Rusyd dikatakan sebagai guru terbesar para ahli pikir Skolastik Latin.
3) Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan Skolastik Latin.Tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja, tetapi para ahli piker Islam tersebut
memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles benar, Plato dan Alquran benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam paling besar.11
Dengan demikian, dalam pernbahasan skolastik Islam terbagi menjadi dua periode, yaitu:
1. Periode Mutakallimin (700 - 900);2. Periode Filsafat Islam (850 - 1200).
Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli pikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat sengaja disembunyikan karena mereka (Barat) tidak mengakui secara terns terang jasa para ahli pikir Islam itu dalam mengantarkan kemoderenan Barat.
C. Masa PeralihanSetelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa peralihan yang diisi dengan
gerakan kerohanian yang, bersifat pembaharuan. Zaman-peralihan ini merupakan embrio masa modern. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16.
1. RenaissanceRenaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang
kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia, kemudian di Prancis, Spanyol, dan selanjutnya hingga menyebar ke seluruh Eropa. Di antara tokoh-tokohnya adalah Leonardo da Vinci, Michelangelo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.
2. HumanismeHumanisme pada mulanya dipakai sebagai suatu pendirian di kalangan ahli pikir
Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi, Berta perikemanusiaan. Kemudian, Humanisme berubah fungsinya menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha menemukan kembali sastra Yunani atau Romawi. Di antara para tokohnya adalah Boccaccio, Petrarcus, Lorenco Vallia, Erasmus, dan Thomas Morre.
3. ReformasiReformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa Barat pada abad ke-16. Revolusi
tersebut dimulai dari gerakan terhadap perbaikan Fe~d`aan gereja Katolik. Kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestantisme. Para tokohnya antara lain jean Calvin dan Martin Luther.
Akhirnya dalam filsafat Renaissance salah satu unsur pokoknya adalah manusia. Suatu pemikiran yang sejajar dengan Renaissance. Pemikiran yang ingin menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan.
BAB IIIPEMIKIRAN FILSAFAT DI TIMUR
A. Filsafat IndiaIndia adalah suatu wilayah yang dibatasi pegunungan yang terjal. Tidak ada jalan
lain kecuali melalui lintasan Kaibar. Pada zaman kuno, daerah India sulit dimasuki oleh musuh sehingga penduduknya dapat menikmati kehidupan yang tenang dan banyak peluang untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kerohanian.
Filsafat India berkembang dan menjadi satu dengan agama sehingga pemikiran filsafatnya bersifat religius dan tujuan akhirnya adalah mencari keselamatan akhirat.
Filsafat India terbagi menjadi lima zaman berikut ini.1. ZamanWeda (1500-600 SM). Zaman ini diisi oleh peradaban bangsa Arya. Pada saat itu barn
muncul benih pemikiran filsafat yang berupa mantera-mantera, pujian keagamaan yang terdapat dalam sastra Brahmans dan Upanishad.
2. Zaman Wiracarita (600-200 SM). Zaman ,ini diisi oleh perkembangan sistem pemikiran filsafat yang berupa Upanishad. Ide pemikiran filsafat tersebut muncul berupa tulisan-tulisan tentang kepahlawanan clan tentang hubungan antara manusia dengan dewa.
3. Zaman Sastra Sutra (200 SM - 1400 M). Zaman ini diisi oleh semakin banyaknya bahan-bahan pemikiran filsafat (sutra), ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh seperti Sankara, Ramanuja, Madhwa, dan lainnya.
4. Zaman kemunduran (1400 - 1800 M). Zaman ini diisi oleh pemikiran filsafat yang mandul karena para ahli pikir hanya menirukan pemikiran filsafat yang lampau. Timbulnya keadaan ini disebabkan oleh pertemuan antara kebudayaan Barat dengan pemikiran India sehingga menimbulkan reaksi hebat dari para pemikir India.
5. Zaman Pembaharuan (1800 - 1950 M). Zaman ini diisi oleh kebangkitan pemikiran filsafat India. Pelopornya adalah Ram Mohan Ray, seorang pembaru yang menclapatkan pencliclikan di Barat.
1. Zaman Weda (1500 - 600 SM)Dikatakan zaman Weda karena cumber benih pemikiran filsafat berasal dari kitab-kitab
Weda (Rig Weda, Sama Weda, Yajur Weda, dan Atharwa Weda). Benih pemikiran filsafat tersebut dalam mantera "di atas air samudera mengapung telor clunia, kemudian pecah menjadi wismakarman sebagai anak pertama alam semesta." "Dunia tersusun menjadi tiga bagian, yaitu surga, bumf, dan langit, di mans ketiga bagian tersebut mempunyai dewa sendiri-sendiri." "Jiwa manusia tidak dapat coati." "Mereka yang masuk surga adalah orang-orang yang soleh dan hidup baik."
Orang-orang Arya menyembah pads dewa-dewa seperti matahari, bulan, bintang dan lainnya. Dewa secara harfiah berarti terang, karena itu pengertian dewa adalah bends yang terang yang dianggap sebagai kekuatan slam yang mempunyai person. Dewa Indra dianggap sebagai dewa nasional, karena Dewa Indra berarti bangsa Dasyu. Dewa lain yang dianggap penting adalah Dewa Waruna, yaitu dewa Yang menguasai slam semesta, yang sekaligus sebagai dewa moral dan dewa segala dewa.
Dalam sastra Brahman disebutkan bahwa ketika bangsa Arya telah menetap di lembah Gangga, benih pemikiran filsafat berupa "korban". Korban ini dianggap penting dalam kehidupan manusia, Yang dipersembahkan kepada imam. Misalnya, korban diaclakan agar matahari tetap bersinar sehingga dengan adanya korban ini kehidupan masyarakat bersifat ritualistic.
Pada tahun 700 SM benih pemikiran filsafat pembahasannya lebih mendalam lagi, bersumber pads sastra Upanishad. Keaclaan yang demikian ini muncul tatkala kaum Ksatria
memberontak kepada kaum Brahman. Pemberontakan ini karena ajaran Upanishad banyak Yang diselewengkan. Kedalaman pemikiran filsafat terbukti dari anggapan dahulu (zaman Brahman), Dewa Brahman hanya dianggap sebagai asas pertama slam semesta. Namun, sekarang (zaman Upanishad) Dewa Brahman dianggap sebagai dewa yang transenden clan immanen. Jugs, Dewa Brahman dianggap berada dalam slam semesta dan diri manusia, yang terjelma berupa unsur api.
2. Zaman Wiracarita (600 SM- 200 M)Sebagai latar belakang zaman ini adanya krisis politik, kemerosotan moral atau
kepercayaan terhadap para dewa, akibat dari kaum penjajah (pendatang). Kemudian banyak orang mencari ketenangan, dan muncullah para ahli pikir untuk menuangkan pemikirannya, sehingga terjadilah pertentangan antarpemikiran. Timbullah aliran yang bertuhan (Baghawadgita), aliran yang tidak bertuhan Uainisme dan Buddhisme), juga aliran yang spekulatif (Saddarcana).
Jainisme timbul sebagai reaksi zaman Brahman. Pelopornya adalah Wardhamana (abad lee-6 SM). Sementara. itu, Buddhisme (yang dicerahi) merupakan sebutan untuk tokoh rohani yang menjelma pads seseorang. Jelmaan terakhir Buddhisme adalah Sidharta, yang lahir tahun 567 SM di Kapilawastu.
Baghawadgita adalah sebuah kitab yang ditulis pads abad lee-3 SM, pusat penyebarannya di Gangga Barat. Isi kitabnya adalah uraian ajaran Kresna pads Arjuna tentang bhakti (penyerahan diri).
3. Zaman Sastra Sutra (200 - sekarang)Zaman ini juga disebut zaman Skolastik. Kitab yang muncul pertama kali adalah kitab
Wedangga yang uraiannya berbentuk prosa, disusun secara singkat agar mudah dihafal atau diamalkan. juga timbul sutra-sutra yang bertentangan dengan Weda, dan sutra tersebut dijadikan sumber pemikiran filsafat.
Sistem Filsafat India, terbagi menjadi enam sistem berikut.a. Nyala, yaitu membicarakan bagian umum dan metode yang di- pakai dalam penyelidikan,
yaitu metode kritis. Sistem ini juga digunakan untuk mencari hal yang benar dari ayat-ayat Weda, penulisnya Gautama (abad ke-4 SM).
b. Waisesika, yaitu kitab yang bersumber pads Waisesika Sutra. Sistem pemikirannya bersifat metafisik. Ajaran pokoknya membicarakan tentang dharma yaitu uraian tentang kesejahteraan dunia dan memberikan pelepasan. Ajaran yang pokok lainnya adalah tentang padharta, yaitu membicarakan kategori yang ads: substansi, kualitas, aktivitas, sifat umum, sifat perseorangan, pelekatan, dan ketidakadaan. Penulisnya adalah Khanada.
c. Sakha, artinya pemantulan. Aliran ini mengemukakan bahwa untuk merealisasikan kenyataan akhir filsafat diperlukan pengetahuan. Pokok ajarannya, terdapat dua zat'asasi yang bersamasama membentuk realitas dunia, yaitu roh dan bends (purusa dan prakerti). Pendirinya adalah Sakha Kapila (abad ke-5 SM).
d. Yoga, yaitu suatu cars untuk mengawasi pikiran, agar kesadaran yang biasa menjadi luar biasa. Pendirinya Patanjali.
e. Purwa Wimansa, yaitu sistem inilah yang benar-benar mendasarkan pads kitab Weda. Sistem ini dimaksudkan untuk penyelidikan sistematis pads bagian pertama Weda. Pokok ajarannya, menegakkan wibawa kitab Weda dan menunjukkan bahwa kitab Weda berisi upacara ritual.
f. Wedanta yaitu suatu sistem yang membicarakan bagian kitab Weda (yang terakhir). Kitab ini merupakan suatu kesimpulan kitab Weda. Sistem Wedanta ini bersarnaan dengan zaman Sutra (= zaman Skolastik) yang ditandai dengan munculnya tokohtokoh Sankara, Ramanuja, Madhwa. Mereka ini telah berhasil menyusun kembali ajaran kuno yang dapat memberikan peluang dalam perkembangan pemikiran filsafat India.
Tokoh-tokoh tersebut di atas mengemukakan ajaran sebagai berikut.
1) Sankara (788 - 820) merupakan pengajar aliran Adwaita. Pokok ajarannya adalah bahwa "Brahman adalah nyata. jiwa perorangan adalah Brahman. Brahman tidak rangkap. Dunia itu tidak nyata. jiwa tidak berbeda dengan Brahman."
2) Ramanuja (1017 - 1137), is berupaya mempersatukan agama Wisnu dengan Wedanta. Sumber ajarannya Wisista Waits (kitab Upanishad). Menurutnya, terdapat tiga kenyataan yang tertinggi: Tuhan (Iswara), jiwa (cit), dan benda (acit). Hanya Tuhanlah kenyataan yang bebas.
3) Madwa (1199 - 1278), ia sangat berpengaruh di India Barat. Pokok ajarannya, "ada", merupakan kenyataan yang jamak (dualisme). Segala sesuatu di dunia ini beraneka ragam. Terdapat lima perbedaan, yaitu antara Tuhan dan jiwa; antara jiwa (yang satu) dan jiwa (yang lain); antara Tuhan dan benda; antara jiwa dan benda; antara benda (yang satu) dan benda (yang lain).
4. Filsafat India pada Akhir Abad ke-20Mulai abad ke-7 sampai abad ke-14, karena jasa Sankara, ajaran Wedanta mendominasi
pemikiran filsafat India. Akan tetapi, setelah abad ke-14 pemikiran filsafat mengalami kemunduran hingga abad ke-18. Kemunduran ini sebenarnya telah muncul mulai abad ke-12 saat kedatangan agama Islam di India. Tokohnya Kabir (1440 - 1518) ;2 yang berupaya untuk menyingkirkan unsur-unsur yang melemahkan perjuangan Islam dan mencoba membuat suatu sintesis antara Islam dengan Hindu. Kemudian, diteruskan oleh anaknya Nanak (1469 - ...)3 yang mempunyai sifat lebih ekstrem.
Setelah abad ke-19, pemikiran filsafat India bangkit berkat sentuhan kebudayaan Barat. Pelopornya adalah Ram Mohan Ray (1777 -1833). Ia seorang Hindu yang memperoleh pendidikan Barat. Gerakannya disebut Brahma Samaj, yang mempunyai sikap keras terhadap Kristen. Penggantinya Rabindranath Tagore (1861 — 1941), seorang pujangga, ahli filsafat, dan pendidik India, kemudian disusul Kesab Chandra Sen (1838 — 1884), akhirnya Brahman Samaj pecan karena terpengaruh Kristen.
Tahun 1875 muncul gerakan pembaru pemikiran filsafat India, yaitu Arya Samaj sebagai pendirinya Awami D. Saraswati (1824 —1884). Gerakan ini bertujuan untuk mengadakan pembaruan terhadap agama Hindu dan mencari sintesis yang kuno dengan yang barn, antara Barat dan Timur. Seorang pembaharu yang lain adalah Sri Ramakresna (1834 - 1886), ia seorang imam kuil di Calcutta. Ajarannya berpangkal pada bermacam-macam kepercayaan yang ada, yang sebenarnya menuju pada satu tujuan perealisasian Tuhan.
Seorang pembaru lain adalah Mahatma Gandhi (1869 - 1948). Ajarannya, untuk _mencari kempangan harus dengan Satyagraha (kekuatan kebenaran). Artinya, orang harus memegang teguh kebenaran walaupun pada saat-saat membahayakan. Kejahatan harus dilawan dengan kebaikan. Ajarannya itu diberikan karena ia terjun di dunia politik.
Terdapat dua orang pembaru, yaitu Sri Aurobindo (1872-1950), dan Sri Rama Maharsi (1870-1950)'
B. Filsafat TiongkokFilsafat Tiongkok dapat dikatakan hidup di dalam kebudayaan Tiongkok. Hal ini
disebabkan, karena pemikiran filsafat selalu diberikan dalam setiap jenjang pendidikan dari sejak pendidikan dasar (anak) sampai pendidikan tinggi.
Terdapat empat bush buku yang dianggap sebagai kitab suci rakyat Tiongkok, yaitu:1. Analecta Confucius;2. Karangan-karangan Mencius;3. Ilmu Tinggi (The Great Learning);4. Ajaran Tentang Jalan Tengah (Doctrine of the Mean).
Menurut Fung Yu Lan, seorang ahli sejarah Tiongkok, di Tiongkok terdapat tiga agama,
yaitu Confucianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Dikemukakan lagi bahwa dalam kehidupan rakyat Tiongkok kegiatan keagamaan tidaklah dianggap, penting, yang penting adalah etika ter-utama dari Confucius.
Menurut rakyat Tiongkok, fungsi filsafat dalam kehidupan manusia adalah untuk mempertinggi tingkat rohani. Artinya, rohani manusia diharapkan dapat menjulang tinggi untuk meraih nilai-nilai yang lebih tinggi daripada nilai-nilai moral. Menurut Mencius, "orang bijaksana adalah sebagai puncak hubungan antarmanusia.
Dari sudut moral, orang yang arif bijaksana adalah manusia yang paling sempurna di dalam suata masyarakat. Menurut kebiasaan masyarakat Tiongkok kewajiban (bukan hak) memungkinkan manusia untuk memperoleh watak yang digambarkan sebagai orang arif bijaksana. Mempelajari filsafat agar orang dapat berkembang menjadi "manusia" dan supaya tidak menjadi "orang macam tertentu". Artinya, apabila orang mempelajari "bukan filsafat", memungkinkan orang untuk berkembang menjadi orang macam tertentu (some special kind of man).1. Latar Belakang Filsafat Tiongkok
Banyak aspek yang melatarbelakangi pemikiran filsafat Tiongkok, seperti aspek-aspek geografis, ekonomi, sikap terhadap alam, system kekerabatan dan lainnya. Tiongkok' adalah suatu negeri daratan (continental) yang lugs sekali, tidak pernah melihat lautan. Berbeda dengan Yunani yang merupakan negeri maritim, rakyatnya mengandalkan pertanian. Sebagai negeri agraris yang selalu mengandalkan potensi atau hasil tanahnya. Hal ini dibuktikan bahwa keunggulan kerajaan Tiongkok kuno ditentukan oleh keahlian bertani dan berperang, seperti kerajaan Chin pada abad ke-4 SM, yang untuk pertama kalinya dapat mempersatukan daratan Tiongkok.
Dalam tradisi Tiongkok, jenis pekerjaan yang mendapat tempat terhormat adalah menuntut ilmu (belajar) dan mengolah tanah (bertani). jenis pekerjaan ini akan memengaruhi sikap mereka terhadap alam dan pandangan hidupnya. Para petani mempunyai sifat khusus "kesederhanaan", dan mereka selalu menerima dan mematuhi perintah. Mereka pun tidak pernah mementingkan dirinya sendiri. Sifatsifat yang demikian inilah yang menjelma dalam sikap hidupnya.
Akar atau 'umber alam pikiran rakyat Tiongkok adalah Taoisme dan Confucianisme. Taoisme adalah pandangan hidup yang menitikberatkan pada hal-hal yang sifatnya naturalistik yang berada dalam diri manusia. Sementara itu, Confucianisme adalah suatu pandangan hidup yang menitikberatkan pada organisasi sosial dan menekankan kepada tanggung jawab manusia terhadap masyarakat. Sebagai contoh:a. fajar telah menyingsing;b. jangan sekali-kali berlebih-lebihan;c. bilamana matahari telah mencapai puncaknya;d. maka turunlah ia;e. dan bilamana bulan sudah purnama;f. maka mengecillah ia.
Dalam bidang kesenian, rakyat Tiongkok menganggap bahwa kesenian merupakan alas untuk pendidikan .moral. Terbukti adanya lukisan-lukisan Tiongkok yang tergolong kelas utama, selalu menggambarkan pemandangan-pemandangan dan bunga-bungaan, pohonpohonan, atau orang yang sedang duduk di pinggir sungai atau gunung.
Keadaan rakyat Tiongkok yang agraris ini berpengaruh pads metode filsafatnya. Terdapat dua macam konsep, yaitu metode yang dicapai lewat intuisi dan lewat hipotesis. Bahasa yang digunakan dalam pemikiran filsafat adalah sugestif, artinya isi pernikirannya tidak tegas, hanya mengandung saran-saran.
2. Sentuhan dengan Filsafat BaratOrang Barat menamakan Tiongkok sebagai negeri Timur Jauh. Sebaliknya orang
Tiongkok menganggap kebudayaan lain adalah salah atau tidak setinggi dengan kebudayaan yang dimilikinya. Semua orang asing disebutnya orang Barbar sehingga menimbulkan rasa nasionalismenya sangat tinggi.
Pada akhir Dinasti Ming (abad ke-14), banyak pelajar Tiongkok yang mengagumi matematika dan astronomi, yang dibawa dari Barat oleh kaum misionaris Kristen sehingga banyak pelajar yang masuk menjadi misionaris.
Pada abad ke-19, karena keunggulan militer, industri, dan perdagangan barat, kebetulan bersamaan dengan krisis politik dalam negeri, timbullah sengketa antara Tiongkok dengan orang misionaris. Akibatnya, muncul gerakan untuk kembali kepada ajaran Confusius. Pelopornya adalah Kang Yu Mei (1858 - 1927). Setelah terjadi pergolakan, ia melarikan diri ke luar negeri.
Pada abad ke-20 perkembangan kaum Kristen semakin pesat karena didorong oleh masuknya ilmu pengetahuan modem. Mempengaruhi jatuhnya Dinasti Ming, clan diganti dengan sistem pemerintah republik (tahun 1912).
a. Yen Fu (1853 -1920)Yen Fu (1853 - 1920) oleh penguasa Tiongkok dikirim untuk belajar ilmu perkapalan
ke Inggris. Banyak ilmu yang didapatkannya, termasuk literatur-literatur tentang humaniora, kemudian banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Tiongkok (Cina).
Pada tahun 1919 John Dewey dan Bertrand Russell diundang ke Tiongkok untuk memberikan ceramahnya di Universitas Peking (Beijing), sekaligus memberikan pandangan intelektualnya. Hal ini diharapkan dapat disumbangkan (sebagai sumbangan barat) terhadap pemikiran filsafat Tiongkok. Sumbangan tersebut berupa metode analisis yang berclasarkan logika (metode positiO. Metode positif tersebut akan dapat memberikan cars berpikir yang barn terhadap pemikiran filsafat.
Sampai sekarang, sentuhan Barat yang telah membekas adalah adanya studi filsafat Tiongkok.
3. Aliran-aliran Pemikiran Filsafat di TiongkokDi Tiongkok terdapat dua aliran yang mendominasi pemikiran rakyatnya, yaitu
Confusianisme clan Taoisme.a. Confusianisme
Confusianisme dipelopori oleh Kung Fu Tzu (551-479 SM), lahir di Shantung. Riwayat hidupnya dapat cliketahui lewat penuturan sebuah buku Lun-Yu (pembicaraan). Ia keturunan bangsawan miskin. Umur 22 tahun mendirikan sekolah. Umur 51 tahun menjadi gubernur di Tsyung, kemudian diangkat menjadi menteri kehakiman. Umur 73 tahun mendirikan mazhab sampai ia meninggal dunia. Ia dianggap sebagai guru kesusilaan bangsa Cina.
Pemikirannya, suatu hal yang dipentingkan oleh Kung Fu Tze adalah ritual dan harus menguasai aspek keagamaan dan sosial. la mengatakan, bahwa hendaknya raja tetap raja, hamba tetap hamba, ayah tetap ayah, anak tetap anak. Apabila sikap setiap orang sesuai dengan, statusnya, maka akan labir kesadaran akan "hak dan kewajiban". Sistem kekerabatan harus didasarkan pada syian, yaitu suatu perasaan keterikatan terhadap orang-orang yang menurunkannya. Aspek inilah yang menjadikan budaya Tiongkok tetap terwariskan.
b. TaoismePendiri Taoisme adalah Lao Tze lahir tahun 604 SM. Riwayat hidupnya hanya sedikit
saja diketahui, tetapi ajarannya berpengaruh besar dalam masyarakat Tiongkok. Dalam arti yang lugs, Tao berarti jalan yang dilalui kejadian-kejadian alam dengan daya. cita yang timbul dengan sendirinya ditambah selingan-selingan yang teratur. Misalnya, siang dan malam.
Semua orang yang mengikuti Tao harus melepaskan semua usaha. Tujuan tertinggi adalah meloloskan diri dari khayalan keinginan dengan renungan secara gaib.
Pemikirannya, orang hendaknya memberikan kasih sayangnya tidak hanya terbatas
pada para anggota keluarganya saja, tetapi harus kepada seluruh anggota keluarga yang lain. Peperangan dan upacara ritual dengan pengeluaran biaya tinggi yang akan merugikan rakyat merupakan suatu yang bertentangan dengan dasar kecintaan manusia sehingga harus dicela. Kalau kita sayang kepada orang lain, orang lain juga akan sayang kepada kita, dan kita tidak perlu takut akan kejahatan orang lain.'
C. Filsafat IslamIslam dengan kebudayaannya telah berjalan selama 15 abad. Dalam perjalanan yang
demikian panjang terdapat 5 abad perjalanan yang menakjubkan dalam kegiatan pemikiran filsafat, yaitu antara abad ke-7 hingga abad ke-12. Dalam kurun waktu lima abad itu para ahli pikir Islam merenungkan keduclukan manusia di dalam hubungannya dengan sesama, dengan alam, clan dengan Tuhan, dengan menggunakan akal pikirnya. Mereka berpikir secara sistematis clan analitis serta kritis sehingga lahirlah para filsuf Islam yang mempunyai kemampuan tinggi karena kebijaksanaannya.
Dalam kegiatan pemikiran filsafat tersebut, terdapat dua macam (kekuatan) pemikiran berikut.
1. Para ahli pikir Islam berusaha menyusun sebuah sistem yang disesuaikan dengan ajaran Islam.
2. Para ulama menggunakan metode rasional dalam menyelesaikan soal-soal ketauhidan.Para ahli pikir Islam dan para ulama tersebut menggunakan instrumen atau alas
filsafat untuk membela clan membentengi tauhidnya. Para ahli pikir mencoba memberikan suatu kesimpulan yang tidak bertentangan dengan dasar ketauhidan.
Dari sekian banyak ulama Islam ada, yang berkeberatan terhadap pemikiran filsafat Islam (pemikiran filsafat yang berclasarkan ajaran Islam), tetapi ada juga yang menyetujuinya.
Ulama yang berkeberatan terhadap pemikiran filsafat (golongan salaf) berpendapat bahwa "adanya pemikiran filsafat dianggapnya sebagai bid'ah dan menyesatkan. Alquran tidak untuk diperdebatkan, dipikirkan, clan ditakwilkan menurut akal pikir manusia, tetapi Alquran untuk diamalkan sehingga dapat dijadikan tuntunan hidup di dunia dan di akhirat.
Ulama yang tidak berkeberatan terhadap pemikiran filsafat (yang mempunyai pendapat bahwa filsafat itu penting) berpendapat bahwa "pemikiran filsafat sangat membantu dalam menjelaskan isi dan kandungan Alquran dengan penjelasan yang dapat diterima oleh akal pikir manusia. Di dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang menekankan pentingnya manusia untuk berpikir tentang dirinya sendiri, tentang alam semesta untuk mengimani Tuhan Sang Pencipta.
1. Beberapa Perbedaan yang Mendorong Aliran Pemikiran Filsafat TimbulTimbulnya aliran pemikiran filsafat didorong oleh beberapa perbedaan:
a. persoalan tentang Zat Tuhan yang tidak dapat diraba, dirasa, dan dipikirkan;b. perbedaan cars berpikir,c. perbedaan orientasi dan tujuan hidup;d. perasaan "asabiyah", keyakinan yang buts atas dasar suatu pendirian walaupun diyakini tidak
benar lagi.
2. Lahimya Filsafat IslamSetelah Kaisar Yustianus menutup akademi Neoplatonisme di Athena, beberapa guru
besar hijrah ke Kresipon tahun 527, yang kemudian disambut oleh Kaisar Khusraw tahun 529. Setelah itu di tempat yang baru mengadakan kegiatan mengajar filsafat, mereka dalam waktu 20 tahun di camping mengajarkan filsafat, jugs mempengaruhi lahirnya lembaga-lembaga yang mengajarkan filsafat seperti di Alexandria, Anthipia, Beirut.
Sifat khas orang-orang Arab saat itu yang hidup mengembara (kafilah) bergeser pada
proses urbanisasi, kemudian diikuti pudarnya dasar kehidupan asli yang terpendam dalam jiwa Arab. Dahulu orang Arab mengutamakan kejantanan dalam menghadapi hidup yang serba keras, karena terpengaruh keadaan geografis (luasnya padang pasir). Setelah proses urbanisasi, mereka terikat oleh birokrasi clan mengalami krisis identitas dalam bidang sosial dan agama (dari pola mengembara ke pola ketertiban).
Setelah mendapatkan kemapanan, mereka mengalami proses akulturasi penguasaan ilmu. Maka mulailah mengadakan kontak intelektual yang pads saat itu tersedia warisan pemikiran Yunani.
Proses akulturasi tersebut terjadi lewat dua jalur, yaitu Via Diffusa (kontak pergaulan sehari-hari) dan Via Bruditorum (kehendak mencari karya-karya Yunani). Proses akulturasi ini mencapai puncaknya dengan didirikannya lembaga-lembaga pengajaran, penterjemahan, clan perpustakaan. Misalnya, tahun 833 Khalifah Al-Ma'mun (Bagdad) mendirikan Bait Al-Hikmah, tahun 972 Khalifah Hakam (Qahirah) mendirikan jami'at al-Azhar. Pusat-pusat ilmu pengetahuan tersebut didirikan di Kfifah, Fustdt, Basrah, Samarrah, dan Nishapur. Kenyataan inilah yang membuktikan bahwa filsafat Yunani berperan sebagai alas integrasi sosial barn.
3. Pembagian Aliran Pemikiran Filsafat IslamPembagian ini berdlasarkan pada hubungan dengan sistem pemikiran Yunani, sebagai
berikut.a. Periode Mu'tazilah. Periode ini berlangsung mulai abad ke-8 sampai abad ke-12, yang
merupakan sebuah teologi rasional yang berkembang di Bagdad dan Basrah. Golongan ini memisahkan diri dari jumhur `ulama' yang dikatakan menyeleweng dari ajaran Islam.
b. Periode Filsafat pertama. Periode ini berlangsung mulai dari abad ke-8 sampai dengan abad ke-11, memakai sistem pemikiran yang dipakai para ahli pikir Islam yang bersandar pads pemikiran Hellenisme, seperti Al-Kindi, Al-Rani, Al-Fdribl, dan Ibnu SMA.
c. Periode Kalam Asyarf. Periode ini berlangsung mulai abad ke-9 sampai abad ke-11, pusatnya di Bagdad. Aliran pemikiran ini mengacu pads sistem Elia (Atomistis). Sistem ini mempunyai dominasi besar, sejajar dengan Sunnisme dan Ahli Sunnah wal-jamaah.
d. Periode Filsafat kedua. Periode ini berlangsung mulai abad ke-11 sampai abad ke-12, yang berkembang di Spanyol dan Magrib. Aliran ini mengacu pads sistem peripatetic. Tokohnya Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.1Dalam periode Mutakallimfn (700-900), muncul mazhab-mazhab al-Khawaril, Murji'ah, Qadariyyah, Jabariyyah, Mu'tazilah, Ahli Sunnah wal-jamd'ah.
a. Al-KhawarijPada mulanya kaum al-Khawirij ini timbul karena soal politik, kemudian berubah
menjadi soal dogmatik-teologis. Mereka menuduh Khalifah Ali bin Ab! Talib lebih percaya,pada putusan manusia dan mengenyampingkan putusan Allah. Karena itu Khalifah Ali dianggap bukan Muslim lagi, maka kafirlah ia. Pendapat tersebut kemudian menjadi pendapat umum kaum khawdrij, yaitu "setiap umat Muhammad yang berdosa besar hingga matinya belum bertobat, maka orang tersebut hukumnya coati kafir dan kekal dalam neraka.
Sejak masa al-Khawarij itu mulailah pemikiran kritis di kalangan umat Islam tentang apakah Islam itu. Untuk menjadi seorang Muslim apakah harus berdasar keyakinan saja dan apakah keyakinan seseorang dapat dianggap hilang hanya dengan melihat lahirnya.
b. Murji'ahMunculnya mazhab Murji'ah ini juga sama seperti al-Khawdrij, yaitu tatkala ibukota
kerajaan Islam pindah ke Damsyik (Damaskus) sebagai pangkal sebab-sebab politik. Banyak tuduhan terhadap Khalifah Bani Umayyah dianggap oleh umat Islam mengesampingkan ajaran Islam karena perilaku pars Khalifah tersebut lain sekali dengan perilaku Khulafa ar-Rasyidin yang empat. Mereka dianggap tidak berhak untuk menjadi khalifah karena sangat kejamnya. Karena kekuasaannya sangat besar, umat Islam tidak dapat berbuat apa-apa. Muncul persoalan "bolehkah umat Islam diam saja dan wajib tact kepada Khalifah yang
bertindak kejam dan berdosa?" Kemudian, kaum Murji'ah menjawab bahwa seorang Muslim boleh saja bersalat di belakang imam yang baik ataupun imam yang tidak baik (jahat).
c. QadariyyahMazhab ini dipelopori oleh Ma'bad Al-juhani Al-Basri, di Irak dalam pemerintahan
Khalifah Abdul Malk bin Marwan (685 — 705).Munculnya mazhab ini dianggap juga sebagai sarana untuk menentang politik Bani
Umayyah yang kejam. Mazhab ini dengan cepat mendapatkan penganut yang banyak, sehingga Khalifah mengambil tindakan yang keras, dengan alasan apabila tidak ditindak maka akan sangat berbahaya bagi kepercayaan umat Islam waktu itu. Banyak yang dihukum mati, dan akhirnya mazhab tersebut tidak terlihat lagi.
d. JabariyyahMazhab ini muncul bersamaan dengan munculnya mazhab Qadariyyah. Jabariyyah ini
munculnya di Khuraswh, Persia. Pelopornya, Al-jahm bin Safwan.Pendapatnya yang terkenal adalah "hanya Allah-lah yang menentukan dan memutuskan
segala aural perbuatan manusia".e. Mu'tazilah
Mazhab ini muncul pada masa Bani Umayah (Khalifah Hisyam). Mu'tazilah berarti pemisahan diri, dari Hasan Al-Basri oleh %sil bin Ata yang dianggap sebagai pendirinya. Pemisahan diri dari gurunya itu bermula dari perbedaan pendapat. Wasil bin Ata berpendapat bahwa seorang Muslim yang berdosa besar tidak mukminAan tidak kafir, tetapi di antara keduanya. Karena berbeda pendapat dengan gurunya itu, is kemudian mengasingkan diri dan melanjutkan teoriteorinya secara filsafati. Menurutnya, agama itu berakar pada dua pokok, yaitu Alquran dan akal manusia. Bagi mereka, akal merupakan cumber pengetahuan.
Keberadaan Mu'tazilah penting artinya karena apabila Mu'tazilah tidak lahir, tidak akan lahir pula Ilmu Kalam dan Filsafat Islam. Orientasi ajaran Mu'tazilah adalah dalam menetapkan hukum pemakaian akal pikir didahulukan. Kemudian baru diselaraskan dengan
Alquran dan Alhadis. Menurut mereka, Alquran dan al-Hadis tidak mungkin bertentangan dengan akal pikir.
Terdapat sebuah penilaian bahwa Mu'tazilah merupakan suatu kegiatan besar untuk memasukkan Islam ke dalam orbit internasional. Sampai kini mazhab Mu'tazilah memungkinkan dapat memberikan inspirasi dan keberanian berpikir. Dr. Ahmad Amin mengatakan hal berikut ini.
Menurut hemat kami penghancuran Mu'tazilah merupakan malapetaka terbesar yang pernah dialami ummat Islam, itulah suatu maksiat yang dilakukan oleh Islam melawan Islam sendiri."
Dalam periode filsafat Islam, apabila dilihat dari sejarah peradaban manusia, periode filsafat Islam ini dianggap sebagai lanjutan dari periode filsafat Yunani Klasik (Plato, Aristoteles), dan Plotinus karena pendapat-pendapat Para filosof Islam, seperti Al-Farabi, Ibnu Sma, Ibnu Rusyd.
Berikut ini pembagian aliran pemikiran filsafat Islam yang berdasar pada hubungannya dengan sistem pemikiran Yunani (ada empat), yaitu periode Mu'tazilah, periode Filsafat Pertama, periode Kalam Asy'ari, periode Kedua.
1) Periode Mu'tazilahTelah diterangkan di muka, bahwa Mu'tazilah merupakan mazhab atau aliran di Bagdad
dan Basrah. Keberadaan Mu'tazilah ini sangat penting artinya dalam pemikiran filsafat Islam. Karena terlihat orientasi pemikirannya dalam menetapkan hukum, pemakaian akal pikir di-dahulukan, kemudian baru diselaraskan dengan Alquran dan Alhadis. Menurut mereka, Alquran dan Alhadis tidak mungkin bertentangan dengan akal pikir.
2) Periode Filsafat PertamaTerdapat dua bagian dalam periode filsafat pertama, yaitu pertama, bercorak
Neoplatonic yang berkembang di Irak, Iran, dan Turkestan; kedua bercorak peripatetic yang berkembang di Spanyol dan Magrib (Maroko).
Sebagai upaya pendahuluannya adalah diadakan pengumpulan naskah-naskah filsafat Yunani, kemudian diterjemahkan. Hampir seluruh karya Plato dan Aristoteles dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab (abad ke-9). Orang yang banyak menerjernahkan adalah Al-Kind! dan Ibnu Sina.
Al-Kindi (800-870), dialah satu-satunya orang Arab asli yang menjadi filsuf (ahli pikir). Ia berhasil menerjema6kan kurang lebih 260 buah buku Yunani, juga berhasil mengarang lebih dari 200 buah buku atau risalah. Orientasi pemikirannya adalah Mu'tazilah. Ketika aliran Mu'tazilah dilarang, sebagian bukunya hilang. Corak pemikirannya mengacu pada sistem Yunani yang bebas, diselingi dengan pemikirannya sendiri dan mengecam pemikiran yang tidak sesuai dengan ketauhidan.
Menurutnya, kegiatan manusia yang paling tinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan yang benar, tentang hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
Ibnu Sina (980-1037), dalam umur 18 tahun ia telah menjadi ahli dalam bidang filsafat, astronomi, fikih, matematika, biologi, ilmu bahasa dan lain-lainnya. Karya ilmiahnya berjumlah 267 buah buku dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia dianggap sebagai filosof yang hebat dalam sejarah Islam karena ia telah berhasil membuat sintesis filsafat yang lebih lugs. Tahun 1150 banyak karyanya yang dibakar di Bagdad. Ia mendapatkan kritik yang tajam dari Al-Gazali. Thomas Aquinas (filsuf Kristen) memujinya sebagai ahli pikir besar, dan Thomas sendiri banyak mengutip dari karyanya.
3) Periode Kalam Asy'ariTimbulnya aliran ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu:
a) perlunya mempertahankan kemurnian tauhid, dari keragaman sistem pemikiran dalam Islam;b) untuk menangkis hal-hal yang'melemahkan tauhid dari serangan luar:c) terdapat gerakan yang membahayakan ketauhidan, misalnya Al-Hallaj (858-922).
Alas pertimbangan di alas, maka perlu adanya upaya memperkokoh akidah Islam. Seperti Al-Asy'ari (873-935), ia membuat sintesis teologis sebagai alternatifnya. Ia memilih atomisme Democritos. Sebetulnya atomisme (materialisme) Democritos ini banyak yang tidak setuju, tetapi terdapat keistimewaan, yaitu kesimpulannya bercorak kausalitas-kontradiktif, yang kemudian oleh Al- Asy'ari diperkokoh dengan ayat-ayat Alquran.
4) Periode Filsafat KeduaPeriode filsafat kedua ini pusatnya di Spanyol yang mempunyai sejarah menarik.Dalam sejarah Islam, Spanyol disebut Andalusia. Berkat jasa seorang pahlawan Islam
Tariq bin Ziyad yang meluaskan Islam sampai ke Spanyol, tahun 710. Cordoba dan Toledo ditaklukkan. Kemudian Dinasti Abdul Rahman berkuasa hingga tiga abad. Puncak keemasannya pada pemerintahan Abdul Rahman III (912-916), Al-Hakam II (961-976), Al-Najib Al-Mansur (977-1002), berhasil menjadikan Cordoba, Konstantinopel, dan Bagdad sebagai kota-kota penting yang berpengaruh sampai ke Eropa.
Kota-kola penting tersebut menjadi pusat ilmu pengetahuan. Kegiatan ilmu pengetahuan (terutama filsafat) merupakan prestasi besar dan sebagai mata rantai hubungan Islam dari Timur ke Eropa. Inilah sumbangan Islam terhadap Eropa yang dapat membawa ke-bebasan berpikir untuk mendorong perkembangan intelektual.9
Selanjutnya, pada tahun 1031 Khalifah Umayah jatuh karena perang Salib, bersamaan juga berturut-turut Toledo, Cordoba, Soweto. Kaum Muslimin dikejar-kejar dan dibunuh, terdapat 3 juta. kaum Muslimin terbunuh dan buku-buku ilmu pengetahuan dibakar di Granada.
Dalam kurun waktu dua abad, telah lahir beberapa ahli pikir Islam, yaitu Ibnu Masarrah (883- 931), Ibnu Tufail (1110-1185), Ibnu Bajah (1100-1138), dan Ibnu Rusyd (1126-1198).
Suatu karya penting dari Ibnu Tufail adalah Hayy bin Yaqzan", buku ini telah berabad-
abad menarik perhatian peminat filsafat.Setelah Ibnu Rusyd meninggal dunia, sejarah dalam filsafat Islam terputus, filsafat
tidak diperhatikan lagi hingga tahun 1870. Baru kemudian oleh Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897)11, menyerukan kepada umat Islam untuk berfilsafat lagi. Disusul oleh Muhammad Abduh (1849-1905)12, kemudian Muhammad lqbal (1873-1938)." Tampaknya, sampai sekarang filsafat belum lagi menyingsing sebagai ilmu yang otonom dalam lingkup Islam.
D. Filsafat IndonesiaPandangan hidup dan sistem pemikiran bangsa Indonesia tidak soma dengan pandangan
hidup dan sistem pemikiran bangsa di negara lainnya. Seperti bangsa-bangsa di negara-negara Barat, di mana pandangan hidup dan sistem pemikirannya bersumber pada pemikiran filsafat Yunani, walaupun pemikiran filsafat Yunani ini telah dapat dibuktikan dengan keberhasilannya membangun peradaban manusia, tetapi pada akhirnya akan mengalami kepincangan hidup. Kepincangan tersebut dapat kita lihat bahwa manusia produk dari pemikiran Yunani hanya melahirkan manusia-manusia yang individualistis, yang di dalam dirinya terdapat sifat saling curiga, saling bermusuhan. Juga, dari pandangan bahwa di dalam pribadinya terdapat hal-hal yang selalu dipertentangkan dengan rasio (akal).
Mengapa demikian. Karena dari sifat individualistis dan materialistic yang akarnya dari pemikiran Yunani tidak terdapat warna Yang Transendental atau Yang Immanent, tetapi pemikiran Yunani hanya diwarnai oleh warna mitologi dan rasio.
Dengan demikian, pandangan hidup atau pemikiran yang diperuntukkan membangun peradaban manusia, akan melahirkan manusia-manusia yang egoistic, yaitu manusia yang mementingkan dirinya sendiri dan menganggap orang lain sebagai objek kepentingan diri sendiri.
Demikian jugs halnya dengan pandangan hidup yang mengacu pada materialisme, di mana di dalamnya mengandung bibit keserakahan, kemurkaan, dan menganggap orang lain sebagai objek keuntungan material, yang pada akhirnya akan melahirkan manusia-manusia yang tidak bermoral atau jauh dari nilai-nilai moral.
Jadi, sesuatu pandangan hidup atau pemikiran (paham kehidupan) yang berasaskan individualisms akan melahirkan manusia-manusia yang berpola "dangkal" dalam lingkup pergaulan sosial. Sementara itu, pandangan hidup yang berasaskan materialisme akan melahirkan manusia-manusia yang berpola pada penyimpangan nilai-nilai moral dalam lingkup sosial.
1. Pemikiran Filsafat IndonesiaMaksud pemikiran filsafat Indonesia adalah suatu pemikiran filsafat yang
diperuntukkan dalam atau sebagai landasan hidup bangsa Indonesia.Setiap manusia tentu menginginkan hidupnya dalam keadaan baik, sejahtera, dan
bahagia. Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu sistem pemikiran yang sesuai dengan hakikat manusia dan hakikat kehidupannya. Manusia akan kehilangan sebagian kehidupannya apabila hidupnya tidak atau tanpa suatu sistem pemikiran yang digunakan dalam tujuan kehidupan sehingga hidupnya akan mengalami kepincangan, selanjutnya akan mengalami kekecewaan hidup.
Untuk itu, perlu sekali adanya suatu sistem pandangan hidup yang di dalamnya terdapat keselarasan atau keharmonisan antara hakikat pribadi manusia Indonesia dengan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan, kebahagiaan, dan ketenteraman.
Maksud hakikat pribadi dalam kedudukannya sebagai manusia Indonesia adalah sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Untuk mencapai kesejahteraan, kebahagiaan, dan ketenteraman seseorang harus mengupayakan dengan tiga cara keselarasan atau keharmonisan, yaitu:
a. selaras atau harmonis dengan dirinya sendiri;b. selaras atau harmonis dengan (terhadap) pergaulan sesama manusia, dan di lingkungan
kehidupannya;c. selaras atau harmonis dengan (terhadap) Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ketiga keselarasan atau keharmonisan tersebut merupakan harmoni yang mutlak adanya, di mana di dalamnya tidak terdapat lagi pertentangan satu sama lainnya (harmoni sempurna).
Dengan demikian, sister pemikiran seperti di atas diharapkan akan membawa pada suatu bentuk manusia Indonesia yang diwarnai clan sekaligus mengarah "pergaulan hidup" (bukannya "perjuangan hidup"). Sister pemikiran tersebut juga diharapkan dapat dijadikan sebagai motor penggerak setiap tindakan dan perbuatan manusia Indonesia.
Suatu pemikiran filsafat yang implementasinya sebagai suatu pandangan hidup bagi setiap orang Indonesia mempunyai peranan yang penting, yaitu apabila seseorang tidak mempunyai pandangan hidup niscaya hidupnya tidak mengarah.
Bagi bangsa dan rakyat Indonesia tidaklah demikian, karena manusia-manusia Indonesia mempunyai kedudukan sebagai makhluk Tuhan. Karena hidup ini tidak hanya diperuntukkan di dunia, akan tetapi juga untuk akhirat (kehidupan setelah kehidupan dunia). Dimensi keakhiratan inilah yang mengharuskan manusia Indonesia untuk mendasarkan pada suatu sister pandangan hidup yang selaras atau harmoni, tidak bertentangan, dan sejalan dengan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan
Jadi, pandangan hidup model Indonesia mempunyai dimensi yang berakar keselarasan atau keharmonisan dengan hakikat kedudukan kodrat manusia, yang implementasinya berupa asas kekeluargaan clan asas kehidupan yang diridai Tuhan.
Materi Filsafat (Pandangan Hidup) IndonesiaSuatu pandangan hidup yang sesuai dengan manusia Indonesia adalah suatu
pandangan hidup yang berasal dari akar hikmat yang terkandung dalam khasanah budaya Indonesia, yang dapat dijumpai dalam berbagai adat istiadat, peribahasa, pepatah yang kesemuanya itu merupakan ungkapan-ungkapan perilaku kehidupan manusia Indonesia.
Melihat uraian di atas, budaya yang terungkap tersebut merupakan esensi filsafat bangsa Indonesia. Karena budaya tersebut sebagai hasil perkembangan rohaniah dan intelektual bangsa.
Setelah rakyat Indonesia terbebas dari penjajahan tahun 1945, rakyat Indonesia mulai timbul kesadarannya bahwa suatu negara apabila tidak mempunyai kebudayaan dikatakan sebagai bangsa yang miskin. Pengertian budaya di sini dalam artian yang luas, yaitu budaya yang memperlihatkan kepribadian bangsa Indonesia.
Negara Republik Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau lebih, beragam adat istiadat, dan beratus suku dan bahasa. Dari sekian banyak suku yang tersebar, yang paling besar adalah suku jawa, sedangkan yang kedua adalah suku Minangkabau. Dari keragaman tersebut menyebabkan pandangan hidupnya juga beragam. Keragaman terse-but menunjukkan adanya kekayaan budaya yang semuanya itu lebih ditentukan oleh aspek-aspek geografis, lingkungan, dan lainnya. Dengan keragaman suku, adat istiadat, bahasa, kepercayaan, dan budaya, semuanya mempunyai suatu kesamaan hakikat. Dari kesamaan hakikat inilah nantinya akan muncul suatu rumusan pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Filsafat Pancasila.
Untuk membentuk kesatuan budaya yang meliputi seluruh wilayah kesatuan Indonesia dibutuhkan waktu yang lama, penuh tantangan,'dan berliku-liku.
Menurut sejarahnya, 2000 tahun yang lalu telah ada sekelompok orang yang kelak akan melahirkan bangsa Indonesia. Keberadaannya baru terwujud sebagai embrio. Kemudian, tercetusnya Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 merupakan wujud embrio kesatuan bangsa Indonesia, di mana pada saat itu belum mencapai
taraf yang memuaskanPada tahun 1945, lahirnya negara kesatuan Republik Indonesia, diikuti "kepribadian
bangsa Indonesia". Bangsa Indonesia yang saat itu jumlahnya barn puluhan juta telah mempunyai kedudukan sebagai negara kesatuan seperti negara lainnya. Di mata negara lain, bangsa dan negara Indonesia dengan segala corak kebangsaannya sudah terlihat, tetapi apabila dilihat dari dalam masih banyak kekurangannya.
Setelah terbebas dari penjajahan, setapak demi setapak bangsa Indonesia mengupayakan untuk mengembangkan kepribadian, yaitu dengan jalan dirintis oleh beberapa tokoh: Moh. Yamin, Ir. Soekarno, dan lain-lainnya. Upaya tersebut didasarkan pada, "semakin tinggi tingkat kepribadian suatu bangsa, semakin tinggi tingkat filsafat bangsanya", karena pandangan hidup bangsalah yang menentukan corak kepribadiannya, sekaligus menentukan corak moralnya.
Upaya yang lainnya adalah memantapkan kebudayaan nasional yang terbentuk dari kebudayaan-kebudayaan daerah atau lokal, sehingga kepribadian dan kebudayaan nasional terbentuk lewat kepribadian atau kebudayaan daerah atau lokal. Maka kepribadian dan kebudayaan secara bersama-sama membentuk suatu titik kulminasi, yaitu terbentuknya pandangan hidup dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.
Bersyukurlah bahwa para pemimpin bangsa Indonesia dengan segala kemampuan dan kebijaksanaannya telah berbuat untuk menggali khasanah kepribadian dan kebudayaan untuk mencari titik kulminasi. Maka, lahirlah Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur yang mencerminkan kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia. Hanya Pancasilalah yang pantas dijadikan pandangan hidup sekaligus landasan pemikiran bangsa dan negara Indonesia.Bentuk Filsafat IndonesiaBentuk filsafat Indonesia terdiri dari lima sila berikut.
Sila I Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila II Kemanusiaan yang adil dan berada Sila III Persatuan Indonesia. Sila IV Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Sila V Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sila di atas juga disebut lima dasar sebagai suatu totalitas, merupakan suatu kebulatan tunggal, yang setiap sila-silanya selalu harus mengandung keempat sila yang lainnya. Setiap, sila tidak boleh dipertentangkan terhadap, sila yang lain karena di antara sila-sila itu memang tidak terdapat hal-hal yang bertentangan.
Dengan demikian, Pancasila mempunyai sifat yang abstrak, umum, universal, tetap tidak berubah, menyatu dalam suatu inti hakikat mutlak: Tuhan, manusia, salu, rakyat, dan adil, yang kedudukannya sebagai inti pedoman dasar yang tetap. Kejadian tersebut, melalui suatu proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa, akan tetap, berakar pada kepribadian kita berarti Pancasila merupakan pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia, yang telah disetujui oleh para wakil rakyat menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. jadi, Pancasila adalah satu-satunya pandangan hidup (filsafat) yang dapat mempersatukan rakyat dan bangsa Indonesia
BAB IVFILSAFAT MODERN
Tidak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai. Secara historic, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15), yang ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance.' Renaissance berarti kelahiran kembali, yang mengacu kepada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-14). Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Selain itu, juga dimaksudkan untuk mempersatukan kembali gereja yang terpecah-pecah.
Di samping itu, para humanis bermaksud meningkatkan suatu perkembangan yang harmonic dari keahlian-keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur-klasik.
Renaissance akan banyak memberikan segala aspek realitas. Perhatian sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat, dan sejarah. Pada masaitu pula terdapat upaya manusia untuk memberi tempat kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga pemecahannya. Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya.
Asumsi yang digunakan, semakin besar kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir "dunia barn" yang penghuninya (manusiamanusianya) dapat merasa puss atas dasar kepemimpinan akal yang sehat.
Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modem ini didasarkan pada suatu kesadaran atas yang individual dan yang konkret 1
Bermula dari William Ockham (1295-1349), yang mengetengahkan Via Moderns (jalan modern) dan Via Antiques (jalan keno). Akibatnya, manusia didewa-dewakan, manusia tidak lagi memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan surges. Akibatnya, terjadi perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dan membuahkan sesuatu yang mengagumkan.3 Di sisi lain, nilai filsafat merosot karena Oianggap ketinggalan zaman.
Dalam era filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era filsafat abad ke-20, muncullah berbagai aliran pemikiran: Rasio-nalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisms, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
A. RasionalismeSetelah pemikiran Renaissance sampai pada penyempurnaannya, yaitu telah
tercapainya kedewasaan pemikiran, maka terdapat keseragaman mengenai sumber pengetahuan yang secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri), Karena orang mempunyai kecenderungan untuk membentuk aliran berdasarkan salah satu di antara keduanya, maka kedua-duanya sama-sama membentuk aliran tersendiri yang Baling bertentangan.\
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cars mengenai secara dinamis.
Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional. (skolastik), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak'mampu menangani hash-hash ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Descartes menginginkan cara yang barn dalam berpikir, maka diperlukan titik tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada). Jelasnya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.1
B. EmpirismeSebagai tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume. Karena adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra (empiri), dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme.
1. Thomas Hobbes (1588-1679)Ia seorang ahli pikir Inggris lahir di Malmesbury. Pada usia 15 tahun ia pergi ke
Oxford untuk belajar logika Skolastik dan fisika, yang ternyata gagal, karena ia tidak berminat sebab gurunya beraliran Aristotelian. Sumbangan yang besar sebagai ahli pikir adalah suatu sistem materialistic yang besar, termasuk juga perikehidupan organic dan rohaniah. Dalam bidang kenegaraan ia mengemukakan teori Kontrak Social.
Dalam tulisannya, ia telah menyusun suatu sistem pemikiran yang berpangkal pada dasar-dasar empiris, di samping juga menerima metode dalam ilmu alam yang matematis.
Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat atau tentang gejala-gejala yang diperoleh dari sebabnya. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari sebab-sebabnya. Segala yang ada ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pastiAlmu alam.
Namanya sangat terkenal karena teorinya tentang Kontrak Sosial, yaitu manusia mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan diri. Apabila setiap orang mempunyai kecenderungan demikian, maka pertentangan, pertengkaran atau perang total tak dapat dihindari. Perang akan membuat kehidupan menjadi sengsara dan buruk. Bagaimana manusia dapat menghindarinya. Maka diperlukan akal sehat, agar setiap orang mau melepaskan haknya untuk berbuat sekehendaknya sendiri. Untuk itu, mereka harus bersatu membuat perjanjian untuk menaatiAunduk terhadap penguasa. Orang-orang yang dipersatukan disebut Commonwealth.
John Locke (1932-1704)la dilahirkan di Wrington, dekat Bristol, Inggris. Di samping sebagai seorang ahli
hukum, ia juga menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran dan penelitian kimia. Dalam mencapai kebenaran, sampai seberapa jauh (bagaimana) manusia memakai kemampuannya.
Dalam penelitiannya ia memakai istilah-sensation dan reflection. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar, tetapi manusia tidak dapat mengerti dan
meraihnya. Sementara itu, reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia, yang sifatnya lebih baik daripada sensation. Tiaptiap pengetahuan yang diperoleh manusia terdiri dari sensation dan reflection. Walaupun demikian, manusia harus mendahulukan sensation. Mengapa demikian? Karena jiwa manusia di saat dilahirkan putih bersih (tabula rasa) yaitu jiwa itu kosong bagaikan kertas putih yang belum tertulisi. Tidak ada sesuatu dalam jiwa yang dibawa sejak lahir, melainkan pengalamanlah yang membentuk jiwa seseorang.1
C. KritisismeAliran ini muncul abad ke-18. Suatu zaman baru di mana seorang ahli pikir yang cerdas
mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan (Aufklarung). Zaman pencerahan ini muncul di mana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, setelah Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap perm pengetahuan akal. Setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan/peradaban manusia.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Isaac Newton (1642-1727) memberikan dasar-dasar berpikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu dibutuRkan analisis.
Gerakan ini dimulai di Inggris, kemudian ke Prancis, Jan selanjutnya menyebar ke seluruh Eropa, terutama ke Jerman. Di Jerman pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme semakin berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat rasio atau empiri?
Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan di atas. Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh empirisme (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkandung skep-tisisme. Untuk itu, ia tetiFffi&ngakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat mencapai kebenaran.
Akhirnya, -Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat burung terbang harus mempu-nyai sayap (rasio) dan udara (empiri).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataannya.1
D. IdealismsSetelah Kant mengetengahkan tentang kemampuan akal manusia, maka para murid
Kant tidak pugs terhadap batas kemampuan akal, alasannya karena akal murni tidak akan dapat mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu, dicarinya suatu dasar, yaitu suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan: aku sebagai sumber yang sekonkret-konkretnya. Titik tolak terse-but dipakai sebagai dasar untuk membuat suatu kesimpulan tentang keseluruhan yang ada.
Pelopor Idealisms: J.G. Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854), G.W.F. Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860).
Apa yang dirintis oleh Kant mencapai puncak perkembangannya pada Hegel. Hegel lahir di Stuttgart, Jerman. Pengaruhnya begitu besar sampai luar Jerman. Menjadi profesor ilmu filsafat sampai meninggal. Setelah ia mempelajari pemikiran Kant, ia tidak merasa puas tentang ilmu pengetahuan yang dibatasi secara kritis. Menurut pendapatnya, segala peristiwa di dunia ini hanya dapat dimengerti jika suatu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa-peristiwa itu sudah secara otomatis mengandung penjelasan-penjelasannya. Ids yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Artinya, gerak yang menimbulkan tesis, kemudian menimbulkan anti tesis (gerak yang bertentangan), kemudian timbul sintesis yang merupakan tesis baru, yang nantinya menimbulkan antitesis dan seterusnya. Inilah yang disebutnya sebagai dialektika. Proses dialektika inilah yang menjelaskan segala peristiwa.
E. Posit ivisme Filsafat Positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang telah
diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, ~ebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi, setelah fakta diperolehnya, faktafakta tersebut kita atur dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
Beberapa tokoh: August Comte (1798-1857), John S. Mill (18061873). Herbert Spencer (1820-1903).
1. August Comte (1798-1857)Ia lahir di Montpellier, Prancis. Sebuah karyanya adalah Cours de philosophia positive
(Kursus tentang filsafat positio dan berjasa dalam mencipta ilmu sosiologi.Menurut pendapatnya, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga
tahap: tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah/positif.Pada tahap, teologis manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang
batiniah (sebab pertama). Di sini manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, di balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.
Pada tahap metafisis manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati, diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak, yang diintegrasikan dengan alam.
Pada tahap ilmiah/positif, manusia telah mulai mengetahui dan sadar bahwa upaya pengenalan teologis dan metafisis tidak ada gunanya. Sekarang manusia berusaha mencari hukum-hukum yang berasal dari fakta-fakta pengamatan dengan memakai akal.
Tahap-tahap tersebut berlaku pada setiap individu (dalam perkembangan rohani) jugs di bidang ilmu pengetahuan.
Pada akhir hidupnya, ia berupaya untuk membangun agama baru tanpa teologi atas dasar filsafat positifnya. Agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan kemanusiaan dengan semboyan "Cinta sebagai prinsip, teratur sebagai basis, kmajuan sebagai tujuan.
Sebagai istilah ciptaannya yang terkenal altruism yaitu menganggap bahwa soal utama bagi manusia ialah usaha untuk hidup bagi kepentingan orang lain.'
F . E v o l u s i o n i s m eAliran ini dipelopori oleh seorang Zoologi yang mempunyai pengaruh sampai saat ini
yaitu, Charles Robert Darwin (1809-1882). la mendominasi pemikiran filsafat abad ke-19.Pada tahun 1838 membaca bukunya Malthus An Essay on the Principle of
Population. Buku tersebut memberikan inspirasi kepada Darwin untuk membentuk kerangka berpikir dari teorinya. Menurut Malthus, manusia akan cenderung meningkat jumlahnya (deret ukur), di atas batas bahan-bahan makanan (deret ukur). Dengan demikian, Darwin memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi hal terse-but manusia harus bekerja sama, harus berjuang
di antara sesamanya untuk mempertahankan hidupnya. Karena itu hanya hewan yang ulet yang mampu untuk menyesuaikan diri dengan iklim sekitarnya.8
Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan tentang segala sesuatu termasuk manusia yang diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the fittest dan struggle for life.
Pada hakikatnya antara binatang dan manusia dan benda apa pun tidak ada bedanya. Dimungkinkan terdapat perkembangan manusia pada masa Wng akan datang lebih sempurna. Dalam pemikirannya, Darwin tidak melahirkan sistem filsafat, tetapi pada ahli pikir berikutnya (Herbert Spencer) berfilsafat berdasarkan pada evolusionisme.
G. MaterialismeMunculnya Positivisme dan Evolusionisme menambah terbukanya pintu pengingkaran
terhadap aspek kerohanian. Julien de Lamettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin. Buktinya, bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa tanpa bahan (badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.9
Seorang tokoh lagi (Materialisme Alam) adalah Ludwig Feueurbach (1804-1872) sebagai pengikut Hegel, mengemukakan pendapatnya, bahwa baik pengetahuan maupun tindakan berlaku adagium, artinya terimalah dunia yang ada, bila menolak agama/metafisika. Satu-satunya asas kesusilaan adalah keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Dan untuk mencari kebahagiaan manusia harus ingat. akan sesamanya.
Dari Materialisme Historis/dialektis, yaitu Karl Marx (18181883), nama lengkapnya Karl Heinrich Marx, dilahirkan di Trier, Prusia, Jerman. Sewaktu menjadi mahasiswa ia terpengaruh oleh ajaran Hegel dan dapat mencapai gelar doktor dalarn bidang filsafat. Di kala ia berkawan dengan Bruno Bauer ia mendapatkan kekecewaan, tetapi setelah berkawan dengan Friedrich Engels di Paris, maka dengan kawannya itulah ia (tahun 1848) menyusun Manifesto Komunist. setelah itu, ia menjadi buronan politik dan diusir dan dipenjara di London, sampai meninggal dunia. la meninggalkan warisan sebuah karya terbesarnya, Das Kapital, yang terbit tahun 1867.
Menurut pendapatnya, tugas seorang filosof bukan untuk menerangkan dunia, tetapi untuk mengubahnya. Hidup manusia itu ternyata ditentukan oleh keadaan ekonomi. Dari segala hasil tindakannya: ilmu, seni, agama, kesusilaan, hukum, politik — semuanya itu hanya endapan dari keadaan itu, sedangkan keadaan itu sendiri ditentukan benar-benar dalam sejarah.11
H. Neo-KantianismeSetelah Materialisme pengaruhnya merajalela, para murid Kant mengadakan gerakan
lagi. Banyak filosof Jerman yang tidak pugs terhadap Materialisme, Positivisme, dan Idealisme. Mereka ingin kembali ke filsafat kritis, yang bebas dari spekulasi Idealisme dan bebas dari dogmatis Positivisme dan Materialisme. Gerakan ini disebut Neo-kantianisme. Tokohnya antara lain Wilhelm Windelband (1848-1915), Herman Cohen (1842-1918), Paul Natrop (1854-1924), Heinrich Reickhart (1863-1939).
Herman Cohen memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannys pada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu baru dikatakan 'ada' apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya, 'ada' dan 'dipi-kirkan' adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan melahirkan isi pikiran. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person, tetapi sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia.
I. PragmatismePragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guns. Pragma berasal dari kata
Yunani. Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat se-cara praktis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan bermanfaat bagi kehidupan.
Tokohnya William James (1842-1910) lahir di New York, memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi, dan filsafat.
Pemikiran filsafatnya lahir karena dalam sepanjang hidupnya mengalami konflik antara pandangan ilmu pengetahuan dengan pandangan agama. Ia beranggapan, bahwa masalah kebenaran tentang asal/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoretis. Ia menginginkan hasil-hasil yang konkret. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensikonsekuensi praktisnya.
Kaitannya dengan agama, apabila ide-ide agama dapat memperkaya kehidupan, ide-ide tersebut benar.
J. Filsafat HidupAliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang menyebabkan industrialisasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola pemikiran manusia. Peranan akal pikir hanya digunakan untuk menganalisis sampai menyusun suatu sintesis baru. Bahkan alam semesta atau manusia dianggap sebagai mesin, yang tersusun dari beberapa komponen, dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya.
Tokohnya adalah Henry Bergson (1859-1941). Pada mulanya ia belajar matematika dan fisika. Karena ia mempunyai kepandaian menganalisis, muncul masalah baru dalam pikirannya. Ia dihadapkan pada masalah metafisika yang tidak tampak dan tempatnya di bela-kang ilmu pengetahuan. Itulah yang menyebabkan ia terjun ke dalam bidang filsafat.
Pemikirannya, alam semesta ini merupakan suatu organisme yang kreatif, tetapi perkembangannya tidak sesuai dengan implikasi logis. Perkembangannya seperti meletup-letup dalam keadaan tidak sama sehingga melahirkan akibat-akibat dengan spektrum yang barn. Hanya ada beberapa yang berhasil dapat membentuk suatu organisme kreatif yang sesuai dengan hokum alam. Salah satunya adalah manusia dengan intelektualnya dan mengapa manusia dapat lolos dari seleksi alam. Dalam eksistensinya, manusia mempunyai daya. hidup (elan vital). Dengan adanya elan vital tersebut diharapkan manusia akan niampu melahirkan segala tindakannya.
Pemikiran filsafat Henry Bergson ini sebagai reaksi dari Positivisme, Materialisme, Subjektivisme, dan Relativisme. Kemudian is mengupayakan, dengan melalui yang positif (ilmu) tersebut untuk menyalami yang mutlak dalam pengetahuan metafisis. Ia mem-pertahankan kebebasan dan kemerdekaan kehendak.11
K . J o h n D e w e y ( 1 8 5 9 - 1 9 5 2 )Ia lahir di Brulington, dan sekaligus menjadi guru filsafat. Pemikirannya, togas
filsafat adalah memberikan pengarahan dalam tindakan hidup manusia. Untuk itu, filsafat tidak boleh berada dalam pemikiran metafisika yang tidak ada manfaatnya. Dengan demikian, filsafat harus berasaskan pada pengalaman, kemudian mengadakan penyelidikan dan mengolahnya secara kritis sehingga filsafat akan mampu memberikan suatu siftem norma-norma dan nilai-nilai.
L. Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semua. Kebalikannya kenyataan juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indra. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk, pilek. Dalam filsafat fenomenologi, arti di atas berbeda dengan yang dimaksud, yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indra, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, clan tidak harus berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatan dalam dirinya sendiri seperti apa adanya.
Dan yang lebih penting dalam filsafat fenomenologi sebagai cumber berpikir yang kritis. Pemikiran yang demikian besar pengaruhnya di Eropa dan Amerika antara tahun 1920 hingga tahun 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif Tokohnya: Edmund Husserl (1839-1939), dan pengikutnya Max Scheler (1874-1928).
Edmund Husserl (1839-1939) lahir di Wina. Ia belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, kemudian filsafat. Akhirnya menjadi guru besar di Halle, Gottingen, Freiburg.
Pemikirannya, bahwa objek/benda harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskriptif fenomenologis yang didukung oleh metode deduktif. Tujuannya adalah untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif, Sedangkan metode deduktif artinya mengkhayalkan gejala-gejala dalam berbagai macam yang berbeda. Sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbedabeda. Sehingga akan muncul unsur yang tidak berubah-ubah yaitu hakikat. Inilah yang dicarinya dalam metode variasi eidetic.
M. EksistensialismeKata eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar, dan sistensi atau sisto = berdiri,
menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam ,keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan—merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
Pelopornya adalah Soren Kierkegaard (1813-1855), Martin Heidegger, J.P. Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel.
Pemikiran Soren Kierkegaard mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak berada pada suatu sistem yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang individu, yang konkret. Karma, eksistensi manusia penuh dengan dosa, hanya iman kepada Kristus sajalah yang dapat mengatasi perasaan bersalah karena dosa.
N . N e o - T h o m i s m ePada pertengahan abad ke-19, di tengah-tengah gereja Katolik banyak penganut paham
Thomisme, yaitu aliran yang mengikuti Paham Thomas Aquinas. Pada mulanya di kalangan gereja terdapat semacam keharusan untuk mempelajari ajaran tersebut. Kemudian, akhirnya menjadi suatu paham Thomisme, yaitu pertama, paham Yang menganggap bahwa ajaran Thomas sudah sempurna. Tugas kita adalah memberikan tafsir sesuai dengan keadaan zaman. Kedua, paham yang menganggap bahwa walaupun ajaran Thomas telah sempurna, tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum dibahas. Oleh karena itu, sekarang perlu diadakan penyesuaian sehubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, paham Yang menganggap bahwa ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.
BAB VFILSAFAT DEWASA INI
Sekarang ini terdapat dua aliran pemikiran filsafat yang mempunyai pengaruh besar, tetapi aliran-aliran ini belum dapat dikatakan sebagai aliran yang membuat sejarah. Hal ini terjadi karena aliranaliran ini masih dianggap barn. Kedua aliran tersebut adalah Filsafat Analitis dan Strukturalis.
A. Filsafat AnalitisTokoh aliran iniadalah Ludwi Josef Johan Wittgenstein (1889- 1951), yang lahir di
Wina, Aust ia. Ilmu yang ditekuninya adalah ilmu penerbangan yang mem ukan studi dasar matematika yang mendalam. Ia belajar kepada'Schopenhauer dan Gottlieb Frege. Setelah menjadi ahli matematika ia mendalami filsafat matematika dan logika. Karyanya ditulis di penjara, ketika ia menjadi tentara dalam Perang Dunia II dan ditahan. Setelah keluar dari penjara, ia menjadi guru sekolah dasar, kemudian menjadi tukang kebun di sebuah biara.
Sumbangannya yang terbesar dalam filsafat adalah pemikirannya tentang pentingnya bahasa. Ia mencita-citakan suatu bahasa yang ideal, yang lengkap, formal dan dapat memberikan kemungkinan bagi penyelesaian masalah-masalah kefilsafatan.1
Filsafat analitis ini berpengaruh di Inggris dan Amerika sejak tahun 1950. Filsafat ini membahas analisis bahasa dan analisis konsep-konsep.
B. Strukturalisme Tokoh strukturalisme adalah J. Lacan yang lahir di Paris pada tahun 1901. Menurut
pemikirannya, bahasa terdiri dari sejumlah terrain yang ditentukan oleh posisi-posisinya satu terhadap yang lain. Terrain tersebut digabungkan dengan aturan gramatika dan sintaksis. Bahasa membuka suatu lapangan posisi-posisi yang disistematisasikan dengan aturan-aturan. Menurut pendapatnya, kita barn menjadi pribadi apabila kita mengabdikan diri pada permainan bahasa.
Kalau orang tidak lagi mengabdikan diri pada aturan tersebut, is tidak lagi bersifat pribadi (misalnya seorang gila yang bicara dengan Neo-Logisme).
Filsafat Dewasa ini juga disebut Filsafat Barat Abad ke-20. Ciri perkembangan filsafat Barat abad kedua puluh ini adalah desentralisasi manusia. Subjek manusia tidak lagi dianggap sebagai pusat kenyataan. Desentralisasi manusia adalah perhatian khusus terhadap bahasa sebagai subjek kenyataan kita sehingga pemikiran filsafat sekarang ini disebut logosentris.
http://www.makalahmakalah.com/2013/05/makalah-filsafat-barat-abad-pertengahan.html
MAKALAH FILSAFAT BARAT ABAD PERTENGAHAN
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah filsafat ada saat-saat yang dianggap penting sebagai patokan suatu era (
zaman ), karena selain memiliki zaman atau khas, yaitu suatu aliran filsafat bisa
meninggalkan pengaruh yang sangat bersejarah pada peradaban manusia.
Pada awal abad ke-6 filsafat berhenti untuk waktu yang lama. Segala perkembangan
ilmu pada waktu itu terhambat. Hal ini disebabkan karena abad ke-6 dan ke-7 adalah abad-
abad yang kacau. Karena pada waktu itu adanya perpindahan bangsa-bangsa yang masih
belum beradab terhadap kerajaan romawi, sampai kerajaan tersebut runtuh.
Bersama kerajaan itu runtuh, runtuh pula lah peradaban romawi, baik itu yang bukan
umat kristiani maupun peradaban kristiani yang di bangun pada abad ke-5 terakhir. Pada
perkembangan peradaban yang kacau ini, ada yang berkembang pada peradaban yang baru di
bawah pemerintahan Karel Agung ( 742 — 814 ), yang memerintah pada awal abad
pertengahan, di eropa terdapat ketenangan di bidang politik.
Pada waktu itulah kebudayaan mulai bangkit, dan bangkitlah ilmu pengetahuan dan
kesenian. Juga filsafat mulai di perhatikan. Filsafat abad pertengahan adalah suatu arah
pemikiran yang berbeda sekali dengan pemikiran dunia kuno.
Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru di tengah-tengah
suatu perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut
skolastik.
Abad pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang khas akan pemikiran eropa
yang berkembang pada abad tersebut, dan menjadikan suatu kendala yang disesuaikan
dengan ajaran agama. Dalam agama kristen, pada abad pertengahan, tentu saja ada
kecerdasan logis yang mendukung iman religius. Namun iman sama sekali tidak disamakan
dengan mistisisme.
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat eropa ( sekitar lima abad ) belum
memunculkan ahli pikir ( filosuf ), akan tetapi setelah abad ke-6 masehi, baru muncul ahli
pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran
filsafat barat abad pertengahan.
Filsafat barat abad pertengahan ( 476-1492 M ) juga dapat dikatakan sebagai abad
gelap, karena pendapat ini didasarkan pada pendekatan gereja. Memang pada saat itu
tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga manusia tidak lagi
memiliki kebebasan untuk memiliki untuk mengembangkan potensi yang terdapat pada
dirinya dan tidak mempunyai kebebasan berpikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang
bertentangan dengan ajaran agama Kristen orang tersebut akan dikenakan hukuman berat.
Karena itu, kajian terhadap agama ( teologi ) yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan
mendapatkan larangan ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama adalah
pihak gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka
dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran ( inkuisisi ). Pengejaran terhadap
orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III diakhir abad XII,
dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Sedangkan ciri-ciri pemikiran abad pertengahan adalah :
1. Cara berfilsafat di pimpin oleh orang gereja.
2. Berfikir dalam lingkungan ajaran Aristoteles.
3. Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Secara garis besar, filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu
Periode scholastic islam atau zaman skolastik timur, yang diwarnai situasi dalam komunitas
Islam di Timur Tengah, abad 8 s/d 12 M dan periode scholastic kristen yang diwarnai oleh
perkembangan di Eropa (termasuk jazirah Spanyol).
B. Perumusan Masalah
Dalam makalah yanhg akan kami presentasikan ini, kami membagi beberapa sub yang
membahas tentang filsafat abad pertengahan yaitu :
a) Keadaan pada permulaan abad pertengahan
b) Beberapa filosof pada abad pertengahan
c) Pemikiran para filosof abad pertengahan
C. Tujuan
Ada beberapa tujuan dari makalah yang kami tulus ini, antara lain :
a) Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Umum.
b) Untuk memahami pemikiran pada abad pertengahan.
c) Sebagai bahan presentasi dalam diskusi tatap muka mata kuliah Filsafat Umum.
d) Sebagai bahan bacaan bagi yang berkenan membacanya.
Bab II
Filsafat Pada Masa Pertengahan
Permulaan abad pertengahan dapat dimulai sejak Platinus. Pada Plotinus pengaruh
agama Kristen kelihatannya sudah besar : Filsafatnya berwatak spritual. Plotinus (204-270
SM) Thales (624-546) digelari sebagai filosof pertama karena ia mengajukan pertanyaan
yang sangat mendasar apa bahan alam semesta ini ? Thales menjawab air. Jawaban yang
tidak memuaskan.
1. Platinus ( 204-270 )
Platinus dilahirkan pada tahun 204 di Mesir didaerah Ycopolis. Pada tahun 232 ia
pergi Alexandria untuk belajar filsafat pada seorang guru bernama Animonius Soccas,
selama 11 tahun.
A. Tentang Ilmu
Platinus dapat disebut musuh naturalisme ia membedakan dengan tegas tubuh dan
jiwa, jiwa tidak dapat diterjemahkan kedalam ukuran-ukuran badaniah, fakta alam harus
dipahami sesuai dengan tendensi spiritualnya.
B. Bersatu dengan Tuhan
Tujuan filsafat ialah tercapainya kebersatuan dengan Tuhan. Caranya ialah pertama-
tama dengan mengenal alam melalui alat indera, dengan ini kita melihat keagungan Tuhan
kemudian kita menuju jiwa dunia,setelah itu menuju jiwa Illahi.
2. Augustinus ( 354-430 )
Augustinus lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M sebagai putra
seorang ibu yang saleh yaitu Momika*. Ayahnya bernama Patricius, seorang tuan tanah kecil
dan anggota dewan kota yang kurang taat beragama hingga menjelang akhir hayatnya.
Augustinus dididik dan dibesarkan secara Kristen kendatipun karena adat istiadat yang
berlaku pada masa itu, ia tidak dibaptiskan ketika masih bayi**
* (Heukem, 1991: 61)
** (Purnomo, 2000: 169).
Augustinus menganggap filsafat sebagai suatu aktivitas, yang meliputi teknik-teknik
penalaran, dan juga suatu pendekatan menuju kebijaksanaan dan kebenaran-kebenaran
penalaran, dan juga suatu pendekatan menuju kebijaksanaan dan kebenaran-kebenaran
tertinggi tentang kehidupan. Dengan mengikuti Augustinus, yang mempertahankan bahwa
tidak mungkin ciptaan-ciptaan sama kekal (co-eternal) dengan pencipta. Aliran Augustinus
menolak kemungkinan penciptaan dari kekekalan (creatio ab qetermo). Augustinus
mempertahankan bahwa kesatuan jiwa dengan Allah adalah terutama melalui kehendak***.
Adapun sifat-sfat pokok dari ajaran filsafat****adalah sebagai berikut :
a) Mengakui manusia dengan kepercayaan dan agama tidak boleh dipisahkan. Tanpa
kepercayaan dari agama, manusia akan sesak, dan tanpa akal, orang tak akan memperoleh
pengertian yang jelas tentang kepercayaan dan agama itu.
b) Kehendak manusia berpangkal diatas akal dan cinta kasih sayang mempunyai arti kesucian
diatas ilmu pengetahuan. Juga berlaku terhadap Tuhan, sedang Tuhan terutama berarti cinta
kasih sayang.
c) Roh/jiwa agak bebas terhadap raga dan jiwa mengenal dirinya secara langsung dan intuistif,
yang terdiri atas kebendaan dan bentuk
d) Spiritualisme yang antropologis (jiwa itu tak lain dari manusia itu sendiri) berjalan
berdampingan dengan spiritualisme yang bersifat teori mengenal.
e) Kebendaan itu pada hakikatnya cahaya. Bahwa jiwa menghendaki tubuh dan tubuh
menghendaki jiwa merupakan pandangan yang dualistis.
Filsafat Kristen yang banyak mendominasi abad pertengahan banyak berhutang
pada pola-pola pemikiran Yunani dan Romawi.
Augustinus dianggap telah meletakan dasar-dasar pemikiran abad pertengahan,
mengadaptasikan platonisme kedalam ide-ide Kristen, memberikan formulasi sistematis
tentang filsafat Kristen. Filsafat Augustinus merupakan sumber atau asal-usul reformasi yang
dilakukan oleh Protestan.
***(Bagus, 1996: 24-26)
****( menurut Salam 2000:49)
3. Amselmus ( 1033-1109 )
Anselmus dilahirkan di Italia utara pada tahun 1033. Ketika usianya lima belas tahun,
Anselmus mencoba masuk biara di Italia. Tetapi, ayahnya menentangnya. Kemudian
Anselmus jatuh sakit. Tak lama sesudah ia sembuh, ibunya meninggal dunia. Anselmus
masih muda, ia juga kaya dan pandai. Ia berasal dari keluarga bangsawan di Aorta, Italia,
pada tahun 1033. seluruh kehidupannya dipenuhi oleh kepatuhan kepada gereja pada tahun
1093 ia menjadi uskup agung canter bury dan ikut ambil bagian dalam perselisihan antara
golongan pendeta dan orang-orang sekuler.
Umat Inggris mengasihi dan menghormati Anselmus. Tetapi, Raja William II
menganiayanya. Anselmus harus melarikan diri dalam pengasingan pada tahun 1097 dan juga
tahun 1103. Raja William bahkan melarang Anselmus pergi ke Roma untuk memohon
nasehat Paus. Walaupun demikian, Anselmus pergi juga. Ia tinggal bersama paus hingga raja
mangkat. Kemudian, ia kembali ke keuskupannya di Inggris.
Anselmus menyempatkan diri untuk menulis. Buah penanya adalah buku-buku filsafat
dan teologi yang amat berharga. Ia juga menuliskan banyak nasehat berguna mengenai Tuhan
bagi para biarawan. Para biarawan itu amat gembira menerimanya. St. Anselmus sering
mengatakan, “Apakah kamu ingin tahu rahasia hidup bahagia dalam biara? Lupakan dunia
dan bergembiralah melupakannya. Biara sungguh merupakan surga di bumi bagi mereka
yang hidup hanya bagi Yesus.” St. Anselmus wafat pada tanggal 21 April 1109. Ia
dinyatakan sebagai Pujangga atau Doktor Gereja oleh Paus Klemens XI pada tahun 1720.
4. Thomas Aquinas ( 1225-1274 )
Thomas Aquinas lahir di Aquino, Italia sehingga disebut Thomas dari Aquino adalah
seorang filsuf dan ahli teologi ternama dari Italia.
Thomas mengajarkan Allah sebagai ”ada yang tak terbatas” (ipsum esse subsistens).
Allah adalah ”Dzat Yang Tertinggi”, yang memunyai keadaan yang paling tinggi. Allah
adalah penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam
pandangannya. Dunia ini dan hidup manusia terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati
dan kodrati, tingkat atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan
mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna
kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati).
Metode untuk menghubungkan iman dan rasio yang pertama dibahas adalah filsafat
Thomistik Gereja Roma Katolik. Selain persetujuan (assent) pribadi orang percaya, dalam
system ini iman artinya informasi yang diwahyukan yang ada dalam Alkitab, tradisi, dan
suara hidup dari gereja Roma sedangkan Akal budi artinya informasi yang dapat diperoleh
melalui pengamatan inderawi terhadap alam dan diinterpretasi intelek. Rasionalis abad
ketujuhbelas membedakan akal budi (reason) dengan sensasi [inderawi], Thomas
membedakan akal budi (reason) dan wahyu. Kebenaran akal budi adalah kebenaran yang
dapat diperoleh melalui kemampuan indera dan intelek alamiah manusia tanpa bantuan
anugerah supranatural.
Thomisme memang menekankan ketiadaan kompatibilitas antara iman dan rasio, namun
ketiadaan kompatibilitas itu bersifat psikologis semata. Namun, menurut Thomisme adalah
memungkinkan untuk mendemonstrasikan keberadaan Allah melalui pengamatan terhadap
alam.
Ia terutama menjadi terkenal karena dapat membuat sintesis dari filsafat Aristoteles dan ajaran Gereja Kristen. Sintesisnya ini termuat dalam karya utamanya: Summa Theologiae (1273). Ia disebut sebagai ”Ahli teologi utama orang Kristen.” Bahkan ia dianggap sebagai orang suci oleh Gereja Katholik dan memiliki gelar santo.
Sekian apa yang kami sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat.Baca juga makalah kami yang lain tentang Pemikiran Politik Islam Masa Klasik ke Modern
http://farisdwiristian.blogspot.com/2012/11/aspek-dasar-filsafat-dari-pandangan.html
ASPEK DASAR FILSAFAT DARI PANDANGAN BARAT
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Filsafat sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran mendasar dan tertua
yang mengawali kebudayaan manusia. Suatu sistem filsafat berkembang berdasarkan ajaran
seseorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat ( baca filosof ). Filsafat lahir
dipengaruhi dua faktor. Faktor pertama intern : kecenderungan atau dorongan dari dalam diri
manusia, rasa ingin tahu. Faktor kedua ekstern : adanya hal atau sesuatu yang mengganjal di
hadapan manusia, sehingga menimbulkan rasa heran dan kagum. Dari dua faktor itu manusia
akan menemukan kebenaran, tetapi rasa ingin tahu mengenai sesuatu sampai ke akar-akarnya
itulah sebagai pertanda bahwa filsafat itu sudah lahir dikarenakan keinginan manusia sangat
dinamis.
Setiap orang itu berada di dalam filsafat hidupnya. Jadi setiap orang berfilsafat. Dapat
dijelaskan dengan melihat sendiri kenyataan bahwa tidak ada manusia atau seseorang pun
yang tidak memiliki tujuan hidup kecuali orang gila yang tidak punya tujuan hidup. Kalau
kita mempelajari filsafat diibaratkan dengan kita menonton suatu pertandingan sepak bola
maka terlebih dahulu kita harus memisahkan pemain, mana yang masuk klub ini dan mana
yang masuk klub itu. Jika tidak demikian, kita akan kebingungan. Kita tidak bisa mengetahui
siapa yang kalah, siapa yang menang. Mana yang baik pemainnya dan mana yang tidak.
Begitulah, apabila kita memasuki pustaka filsafat yang mempunyai ratusan bahkan
ribuan buku itu. Kita lebih dahulu mesti memisahkan arah pikiran para filsafat. Jika tidak,
niscaya bingunglah kita, tak bisa memisahkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Seperti
para pemain sepakbola tidak kacau balau dimata kita. Para ahli filsafat berkata semau-
maunya saja, tak ada ujung. Oleh ahli logika Yunani, Curcilo in Defendio. Filsafat dan
sejarah ibarat dua sisi sekeping mata uang. Filsafat adalah sejarah yang di abstraksikan dan
sebaliknya, sejarah adalah filsafat yang dikonkritkan.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah batasan-batasan filsafat ?
2. Bagaimanakah sistematika filsafat ?
3. Bagaimanakah aliran filsafat dan siapa sajakah tokoh-tokoh filsafat ?
Tujuan Masalah
1. Mengetahui batasan-batasan filsafat.
2. Mengetahui sistematika filsafat.
3. Mengetahui aliran dan tokoh-tokoh filsafat.
PEMBAHASAN
BATASAN FILSAFAT
Hendaknya didasari bahwa memahami sesuatu yang sulit melalui suatu batasan atau
definisi. Sebab batasan tidak memberi peninggalan yang memadai, apalagi pengalaman.
Pengertian dan pengetahuan tanpa pengetahuan tidak mantap. Seperti pengetahuan teoritis
tentang “berenang” tak mungkin bermakna tanpa pengalaman belajar berenang secara
langsung. Meskipun demikian, memahami suatu batasan dapat mendorong usaha lebih jauh
untuk lebih memantapkan pengetahuan teoritis ini menjadi pengetahuan praktis.
1. Batasan secara etimologis
a. Menurut Prof. Dr. John S.Brubacher
“Philosophy was, as its etymologi from the greek word filos and sofia, suggest, love, and
wisdom or learning. More ever it was love of learning in general, it sub-sumed under one
heading what today we all science as well as what we nom call philosophy is often referred
to as the mother as well as the queen of the science” (Brubacher 1962, hal 2).
“Filsafat berasal dari perkataan Yunani filos dan sofia yang berarti cinta, kebijaksanaan atau
ilmu pengetahuan. Lebih dari itu filsafat dapat diartikan sebagai cinta belajar pada umumnya,
filsafat mencakup apa yang saat ini kita sebut ilmu pengetahuan (science) maupun apa yang
sekarang kita sebut filsafat. Untuk inilah sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk dan
ratu ilmu pengetahuan.
b. Menurut Runes dalam “Dictionary of Philosophy”
“Philosophy” (Gr. Philein, to love, sophia, wisdom)
+the most general
+seeking of widom and wisdom of saught
+originally, the rational explanation of anything.
The general principles under which all facts could be explained : in this sense
indistinguishable from science,……now popularly, the science of science, the criticism and
systematization or organization of all knowledge, draw from empirical sciener, rational
learning common experience or where ever.
Filsafat berasal dari (kata Yunani philein, cinta, Sophia, kebijaksanaan)
+ilmu yang paling umum
+usaha mencari kebijaksanaan
+asalnya, penjelasan rasional dari sesuatu, prinsip-prinsip umu yang menerangkan segala
fakta ; dalam pengertian ini tidak dapat dibedakan dengan sciener,……..sekarang, secara
popular diartikan sebagai ilmu dari ilmu, kritik dan sistematika atau organisasi dari semua
ilmu empiris, pelajaran yang rasional, pengalaman biasa.
c. Filsafat berasal mula dari kata Yunani “philosophia” dari kata philein yang artinya
mencintai, atau philia yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kearifan, yang kemudian
menjadi kata “philosophy” ( dalam bahasa Inggris ). Filsafat biasanya diartikan : “cinta
kearifan atau kebijaksanaan” (The Lion Gie, 1977 : 5). Lalu orang yang mencintai
kebijaksanaan itu disebut filsuf (philosopher atau ahli berfikir) bahasa Arab shopia = sufi.
Apa itu cinta dan apa pula kebijaksanaan?
Misal : aku cinta kamu? Aku adalah subyek dan kamu adalah obyek. Dalam hal ini, aku
menyatu dengan dia. Nah didalamnya terkandung persatuan antara aku(subjek) dan
kamu(objek). Kebijaksanaan tingkah laku yang benar, maka suatu tingkah laku secara tepat
terarah kepada sasaran.
2. Batasan ditinjau dari isi (substansi)
Filsafat sebagai kegiatan pikir murni (reflective thinking). Menyelidiki objek yang tidak
terbatas, yakni kesemestaan ; obyek filsafat dapat dibedakan antara :
a. Objek material : segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, yang konkret-fisis, yang
non fisis, abstrak, psikis spiritual. Termasuk pengertian abstrak-logis, konsepsional, rohaniah,
nilai-nilai agama dan alam metafisis, bahkan Tuhan sendiri
b. Objek formal : menyelidiki segala sesuatu yang tak mengerti hakekatnya. Filsafat mencari
kebenaran dan kodrat hakiki sesuatu (the nature of nature) obyek formal ini memberi watak
dan sudut pandang yang berbeda dengan ilmu pengetahuan, karena filsafat mengerti segala
sesuatu yang tak terbatas (kesemestaan) dan mendasar sedalam-dalamnya (hakiki).
SISTEMATIKA FILSAFAT
a. Bidang Ontologi
Menurut Runes :
Ontologi adalah teori tentang keberadaan atau eksistensi. Menurut Aristoteles sebagai filsafat
pertama, ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika.
Pada awal pemikiran manusia, mereka berusaha mengerti hakikat sesuatu yang ada
disekitarnya, alam yang nampak ini suatu realitas sebagai wujudnya, yakni benda (materi)
ataukah ada sesuatu rahasia dibalik realitas itu. Sebagai contoh nampak pada makhluk hidup
seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Apakah sesungguhnya alam semesta,
binatang-binatang, matahari dan bulan yang beredar (berputar) terus-menerus. Bidang
ontologi ini meliputi penyelidikan tentang makna keberadaan (ada, eksistensi) manusia,
benda, ada-alam semesta (kosmologi). Juga ada mutlak yang tidak terbatas sebagai maha
sumber adanya semesta. Artinya ontologi menjangkau adanya Tuhan dan alam gaib seperti
rohani dan sesudah kematian (atau alam dibalik dunia, alam metafisika).
b. Bidang Epistimologi
Menurut Runes :
Epistimologi adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, metode dan
validitas.
Ilmu Pengetahuan:
Pengetahuan manusia, sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya.
Bagaimana proses terjadinya pengetahuan sampai membentuk kebudayaan, sebagai wujud
keutamaan (superioritas) manusia mengetahui bahwa ia tahu atau bagaimana manusia
mengetahui sesuatu itu ilmu pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Jadi,
epistimologis dapat disebut ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu. Atau science of
science atau wissechaftslehre. Termasuk epistimologis : matematika, logika, gramatika dan
semantika.
c. Bidang Axiologi
Batasan axiologi menurut Runes :
Axiologi berasal dari, manfaat, pikiran, atau ilmu/teori. Dalam pengertian yang modern
disamakan dengan teori nilai, yakni sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik: bidang
yang menyelidiki hakekat nilai, kriteria, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Menurut Prof. Dr. Brameld, axiologi dapat disimpulkan sebagai suatu cabang filsafat yang
menyelidiki :
1) Tingkah laku moral yang berwujud etika.
2) Ekspresi etika yang berwujud estetika atau seni dan keindahan.
3) Sosio-politik yang berwujud ideologi
Bidang axiologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai,
tingkatan nilai dan hakekat nilai. Sebagai dihayati manusia selalu berada dan dipengaruhi
oleh nilai alamiah dan jasmaniah, tanah subur, udara bersih, air bersih, cahaya dan panas
matahari : tumbuh-tumbuhan dan hewan demi kehidupan. Kemudian ada pula nilai psikologis
seperti berpikir, rasa, karsa, cinta, estetika, etika, logika, cita-cita, bahkan ada pula nilai Ke-
Tuhanan dan agama.
Kehidupan manusia sebagai makhluk subyek budaya, penciptaan dan penegak nilai, berarti
manusia secara sadar mencari, memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai; jadi nilai
merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Bahkan nilai didalam kepribadian, seperti
pandangan hidup, keyakinan (agama) merupakan kualitas kepribadian. Martabat manusia
ditentukan oleh keyakinannya dan amal kebijakan.
ALIRAN DAN TOKOH-TOKOH FILSAFAT
Aliran-aliran utama yang ada sejak dulu sampai sekarang meliputi :
1. Aliran Ideliasme / Spiritualisme
Mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia.
Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan semesta, karena akal budi dan kesadaran
rohani. Manusia yang tak sadar atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas
semata. Jadi hakekat diri dan kenyataan ialah akal budi (ide spirit)
Filsuf Idealisme
PLATO
Pandangan dari Plato, sampai kepada ajaran etika. Dalam ajaran etikanya, ia mengajarkan
bahwa siapa pun manusia itu harus mampu mencapai pemahaman tentang dunia idea. Disebut
idea kebaikan ini, maka kebahagiaan hidup dapat diharapkan. Orang dapat mencapai
pemahaman idea kebaikan bila mampu menyelami dunia pengalaman, inilah kemudian
dikenal sebagai ajaran mengenal diri sendiri (to know himself).
DAVID HUME
Hume memberikan gagasan “if I go into my self”, kalau saya memasuki diri saya sendiri, kata
Hume maka saya jumpai “bundles of conception, bergulung-gulung pengertian dan
bermacam-macam gambaran benda”
J.O FICHTE
Ficthe mengakui dan memberikan pioritas yang tinggi kepada aku sehingga dikatakan bahwa
adalah satu-satunya realitas. Hal ini dapat dimengerti karena “aku yang otonom dan merdeka,
menempatkan diri menjadi sadar akan objek yng dihadapi, yaitu bukan aku”. Bukan aku ini
adalah tergantung pada aku, sedangkan fungsinya dihadapi dan diatasi. Perkembangan
terletak sepenuhnya pada hasil pengatasan objek (bukan aku).
SCHELLING
Pandangan yang lebih jauh dan luas, ia mengaku bahwa objek (buka aku) itu sungguh-
sungguh ada. Bahwa aku (subjek) itu muncul dari alam (bukan aku) yang sungguh ada.
Schelling mengakui adanya objek sebagai realitas, maka idealismenya dinamakan idealisme
objektif.
GORG WILHELM FRIEDERICH HEGEL
Filsafat Hegel mencari yang mutlak dan yang tidak mutlak. Yang mutlak adalah roh (jiwa),
tetapi roh itu menjelma pada alam, dan demikian sadarlah akan dirinya. Roh adalah idea,
yang artinya berpikir. Dalam sejarah kemanusiaan sadarlah roh itu akan dirinya, dan
kemanusiaan merupakan bagian dari ide mutlak, yaitu Tuhan sendiri. Dikatakan selanjutnya
bahwa idea yang berpikir itu selamanya adalah gerak yang berlawanan, yaitu antitesis.
Akhirnya, adanya tersis gerak yang mutlak dan kemudian muncul antitesis yang pada
akhirnya menimbulkan pula antitesis dan sintesis baru dan menimbulkan pula antitesis dan
sintesis baru, begitulah seterusnya.
2. Aliran Materialisme
Mengajarkan bahwa hakekat realitas semesta, termasuk makhluk hidup, manusia, hakekatnya
ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda-ekonomi, makan) dan
terikat pada hukum alam : sebab akibat (hukum kausalitas) yang bersifat objektif.
Filsuf Materialisme
HERAKLEITAS
Menurut realitas ini berupa gerakan, perubahan dan keadaan yang serba menjadi. Semua
serba mengalir. Di dalam sejarah perkembangan filsafat, paham kefilsafatan dikenal dengan
“filsafat menjadi” (to become). Kemudian pandangannya itu menjadi pedoman bagi
pengetahuan yang benar (kebenaran), dimana panca indera menjadi ukuran. Jadi, apa yang
ditangkap indera yaitu yang konkret, yang satu-persatu, yang selalu berubah dari menjadi
adalah yang benar. Pada masa Yunani juga ada nama-nama lain seperti Demokritus dan
Epikurus.
LAMETTRIE
Mempunyai gagasan bahwa manusia adalah mesin belaka dan sama dengan binatang. Prinsip
hidup bahwa pada umumnya di ingkari dengan menunjukkan bukti bahwa “tanpa jiwa badan
dapat hidup” tetapi jiwa, badan dapat hidup” tetapi jiwa tanpa badan tidak dapat hidup.
Contohnya, jantung katak yang dikelurkan dari tubuhnya masih dapat berdenyut beberapa
detik. Namun, tidak mungkin ada katak tanpa badan. Materialisme ini meluas sampai ke
Jerman dengan tokoh-tokohnya yang terkenal yaitu Feverbach (1804-1872), Buchner dan
Molenschat.
KARL MARX
Terkenal sebagai bapak materialisme dialektis dan surplus value, yakni nilai lebih, yang
diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Dikatakan Karl marx bahwa hidup
manusia ditentukan oleh keadaan ekonomi. Segala hasil tindakan (ilmu, seni, agama,
kesusilaan, hukum, dan politik) merupakan endapan dari keadaan ekonomi itu sendiri
ditentukan sepenuhnya oleh sejarah. Masyarakat pada mulanya tidak mengenal pertentangan-
pertentangan dalam tingkatan, oleh karena adanya keahlian dalam pekerjaan dan karena
adanya milik, maka muncullah tingkatan atau kelas dalam masyarakat. Masyarakat ini harus
berkembang dan perkembangannya disebut sejarah. Perkembangan sejarah harus didorong
oleh kekuatan-kekuatan untuk menghasilkan. Jadi, ada identitas antara perkembangan
masyarakat dengan perkembangan masyarakat adalah dorongan untuk hidup, yaitu makan,
minum, pakaian, dan hal yang diusahakan oleh manusia itu sendiri. Untuk mengusahakannya
diperlukan alat-alat dan alat-alat itu semuanya adalah materi belaka, yang hendaknya
diusahakan punya materi. Karena itulah keseluruhan perkembangan ditentukan oleh materi.
F. ENGEL
Yang pemikirannya tidak jauh dari Karl Marx. Tetapi dengan memakai engels sebagai
petunjuk jalan, kita bisa terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels
sekarang terkenal sebagai kreator Marx.
3. Aliran Realisme
Mengajarkan bahwa kedua aliran diatas, materialisme dan idealisme yang bertentangan itu
tidak sesuai dengan kenyataan, tidak realistis. Sesungguhnya realitas kesemestaan, terutama
kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan, seperti nampak pada tumbuh-
tumbuhan, hewan dan manusia, mereka hidup berkembang biak, kemudian tua akhirnya mati.
Pastilah realitas itu paduan benda (materi, jasmaniah) dengan yang non materi (spiritual,
jiwa, rohaniah), khususnya pada manusia Nampak dalam gejala daya piker, cipta dan akal
budi. Jadi realisme merupaakn sintesis antara jasmaniah dan rohaniah, materi dan non materi.
Filsuf Realisme
ARISTOTELES
Gagasannya bahwa setiap hal atau benda itu tersusun dari “hule” dan “morfe” yang kemudian
dikenal dengan teori hulemorfistik. Hule adalah dasar bermacam-macam. Karena Hule-nya,
maka suatu benda adalah benda itu sendiri, benda tertentu. Misalnya si Anu bukan si Banu
karena Hule-nya. Sedangkan morfe adalah dasar kesatuan, yang menjadi inti dari segala
sesuatu. Karena Morfe-nya, maka segala sesuatu itu sama dengan yang lain (satu inti)
termasuk ke dalam suatu jenis yang sama. Morfe ini berbeda dengan hule dan hanya dapat
dikenal dengan akal budi saja. Misalnya, si Ali, si Ani, si Ahmad yang berbeda-beda itu
berada dalam morfe yang sama, yaitu sebagai manusia. Namun demikian, baik hule maupun
morfe, merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan hule segala sesuatu itu
maupun didalam realitas, dan karena Morfe-nya segala sesuatu itu mengandung arti hakikat
sebagai sesuatu.
GAUTAMA BUDHA
Filsuf mistik yang terbesar sejak dunia ini diketahui. Pengaruhnya lebih besar daripada filsuf
Barat seperti Plato sampai Hegel, bahkan lebih besar daripada pengakuan Barat sendiri.
Gautama Budha, dia menyatakan rohaninya dengan roh alam dan dari hasil perpaduan
pencapaian nirwana. Dan filsuf ahli mistika zaman sekarang salah satunya Mahatma Gandhi
yang terkenal dengan Ahimsanya.
KESIMPULAN
Filsafat sebagai kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tak terlihat langsung
dengan suatu objek); yang mendalam (hakiki). Filsafat adalah upaya atau aktivitas atau fungsi
pikir subyek manusia dalam memahami segala sesuatu, mencari kebenaran. Berpikir aktif
dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia. Filsafat sebagai
hasil pemikiran (filosof), sebagai suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan
hidup (filsafat hidup), maupun sebagai ideologi yang dianut suatu masyarakat atau bangsa
dan negara. Filsafat demikian telah berkembang dan terbentuk sebagai suatu nilai yang
melembaga (dengan negara) sebagai suatu paham (isme) : kapitalisme, komunisme,
sosialisme, nazisme, fasisme, teokratisme dan sebagainya yang cukup mempengaruhi
kehidupan bangsa/negara.
DAFTAR RUJUKAN
Malaka, Tan. 1999. Madilog. Jakarta: Pusat Data Indikan .
Malang, Laboratorium Pancasila IKIP. 1991. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: IKIP MalangRapar, Jan Hendrik. 2005. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Strathtern, Paul. 2001. 90 Menit Bersama Hegel. Jakarta: Erlangga.
Suhartono, Suparlan. 2007. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
http://filsafat.kompasiana.com/2011/06/04/seri-filsafat-rene-descartes-dupperon-peletak-dasar-pemikiran-filsafat-barat-modern-370250.html
(Seri Filsafat) Rene Descartes Dupperon: Peletak Dasar Pemikiran Filsafat Barat Modern
Latar Belakang Pada akhir abad pertengahan ada dominasi nominalisme dan skeptisisme (semua
konsep filosofis hanya label/nama yang beragam atas realitas dan seringkali tidak sama dengan realitas: William Occham). Skeptisme dari Montaigne. Skpetisisme ini melahirkan kritik Martin Luther bahwa “dogmatisme itu berbahaya, karena hanya akan melahirkan setan.” Karena itu, menurutnya satau-satunya kearifan adalah jangan bersikap yakin pada apa pun dan ragukan segala hal.
Pada saat itu, ilmu-ilmu fisika menghasilkan banyak hal baru yang konkret dan pasti (teleskop, termometer, mikroskop, dll). Galilleo Galilei juga memunculkan teori “heliosentrisme” (matahari adalah pusat segala planet) yang bertentangan dengan pandangan Gereja pada waktu itu bahwa “bumi” adalah pusat segala sesuatu. Semua kenyataan ini, mau menunjukkan bahwa seakan-akan dunia Fisika lebih mengandung kepastian (matematis dan geometris).
Descartes (1596-1650) berminat sangat kuat pada Matematika. Ia mengingat pesan Pastor pembimbingnya: “Matematika adalah Ratu segala ilmu.”
Descartes sempat menghayalkan sistem Filsafat yang kokoh: “mathesis iniversalis” (sebuah sistem pemikiran yang kuat dan berlandaskan Matematika).
Gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikirannya1. Sebagai titik tolak pemikirannya adalah keraguan: segala hal harus kita renungkan
dan akhirnya bisa memunculkan kepatian dari hal itu. Sebab yang tinggal adalah “saya yang ragu-ragu.” Inilah kepastian pertama. “Saya ragu-ragu, karena saya berpikir.” Saya yang berpikir ini adalah kepastian kedua. Akhirnya, Cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Semua ini disebutnya sebagai keraguan metodis (dubium methodicum). Pola berpikirnya deduktif atau mengambil kesimpulan mengenai realitas dari konsep-konsep.
2. Realitas terdiri dari: 1)res cogitans (realitas pemikiran), 2) res extensa (realitas material), dan 3) Tuhan (penjamin pengetahuan). Yang terpenting oleh Descartes adalah res cogintans. Karena ide-ide pengetahuan tidak didapat dari luar pemikiran kita, melainkan dari dalam diri kita sendiri. Mengapa demikian? Karena baginya, sensasi indrawi bisa mengecoh dan tidak dapat dipercaya. Ide-ide pengetahuan sudah ada sejak kita lahir (idea inata). Ide-ide ini muncul kembali secara intuitif dan secara deduktif. Idea-idea ini sebetulnya berasal dari Tuhan secara langsung/ lalu, bagaimana kita tahu ide-ide dan pengetahuan itu dari Tuhan? Caranya: 1) kita tahu, kita makhluk terbatas, tetapi mengapa kita bisa tahu mengenai hal-hal yang takterbatas? Karena itu, pengetahuan semacam ini pastilah berasal dari yang takterbatas itu sendiri yakni: Tuhan; 2) kita tahu kita adalah makhluk taksempurna, tetapi mengapa kita bisa tahu mengenai hal-hal yang sempurna. Karena itu, pengetahuan semacam ini pastilah berasal dari yang sempurna yakni: Tuhan. Akan tetapi, hal ini hanyalah cara kita memahami dengan mempertentangkan yang terbatas dengan yang takterbatas, yang
sempurna dengan yang tidak sempurna, dll. Sebenarnya, realitas diri kita yang sebenarnya kita tidak ketahui dengan baik.
3. Descartes melahirkan dulisme kartesian antara tubuh dan jiwa dimana jiwa manusia seperti hantu dalam sebuah mesin.
Dampak Pemikiran Descartes1. Sejak Descartes, ada tendensi bahwa Filsafat cendrung merupakan koherensi
(kelogisan) atau soal clara et distincta (terang dan jelas). Akan tetapi, persoalannya adalah hidup seringkali tidak begitu jelas atau ambigu namun real. dengan kata lain, filsafat bisa bagus tetapi tidak realistis.
2. Sejak saat itu, “mengerti” sama dengan menganalisis. Menganalisis pun berarti membuat konstruksi matematis dan mekanis. Akibatnya, dalam zaman modern, satu-satunya penjelasan yang sahih mengenai realitas adalah penjelasan mekanis-matematis (ilmiah). Lebih lanjut, dalam tendensi ini, ilmu-ilmu sosial atau human science haruslah matematis agar menjadi ilmiah. Sehingga IPTEK pun cendrung inhuman (tidak manusiawi).
3. Ide tentang Tuhan dalam Descartes hanyalah Penjamin Kebenaran. Hal ini membawa tendensi gagasan “Deisme” (Tuhan hanya menciptakan dunia dan isinya, kemudian Ia tidak berbuat apa-apa lagi alias “nganggur”). Akibatnya, terjadi pengurangan suasana tanggung jawab intelektual. Di sisi lain, justru menyuburkan spekulasi rasional individual (metafisika) dengan koherensi logis.
4. Gagasan Descates bahwa ide hanya muncul dari penalaran (reason), sedangkan sensasi inderawi tidak bisa dipercaya dan tidak bisa melahirkan gagasan, justru menimbulkan pertentangan abadi atau dualisme tubuh dan jiwa (body and mind).
5. Sejak Descartes, “saya” identik dengan “pikiran” (res cogitans). Seakan-akan yang patut dihargai sebagai the real subject adalah pikiran semata-mata. Akibatnya, alam benda atau material hanyalah objek semata. Tubuh dan bahkan alam semesta hanya menjadi sebuah mesin semata. Yang terjadi adalah desakralisasi atas tubuh dan alam semesta (tidak suci dan tidak penting). Tubuh dan alam adalah wilayah Fisika dan IPTEK. Pikiran masuk dalam wilayah Metafisika. Maka, sah saja, jika segala sistem nilai kurang begitu diperhatikan lagi di era modern. Sejak Descartes, perasaan adalah ide-ide yang kacau (confused ideas) yang masuk dalam res cogitans. Pola berpikir subjek-objek (dikotomis) inilah yang melahirkan krisis-krisis ekologis dan krisis humanisasi (dehumanisasi) melalui IPTEK.
6. Ketika “saya” hanya sama dengan pikiran, maka yang terjadi adalah desakralisasi tubuh dan alam. Maka pembantaian terhadap manusia (mutilasi, genocide,dll) bukan lagi menjadi hal yang luar biasa. Mengapa? Karena tubuh manusia hanya menjadi material belaka.
7. Lama kelamaan Rasionalisme Descartesian akhirnya (abad ke-20) berujung pada irasionalisme modern (Horkheimer). Artinya, hidup, pikiran, selera, perilaku dan gaya hidup sedemikian dikuasai dan dikendalikan oleh mekanisme pasar yang konsumeristis. Orang membeli sesuatu karena “merk-nya” bukan karena kualitasnya. Maka, kelak di akhir abad ke-20, dan awal abad ke-21, Filsafat didorong untuk mengubah haluan ke arah yang baru. Yang baru di sini, salah satunya dibahas dalam Filsafat Postmodernisme secara khusus yakni: tubuh, rasa dan intuisi. Imajinasi juga mendapat tempat yang penting dalam Filsafat Postmodernisme.
http://satuhati-satukisah.blogspot.com/2013/05/filsafat-abad-modern-idealisme.html
FILSAFAT ABAD MODERN IDEALISME, MATERIALISME, DAN POSITIVISME
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Secara umum aliran Materialisme, Eksistensialisme, dan Idealisme merupakan suatu
aliran filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa filusuf memandang filsafat pada
masa yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme yunani. Oleh karena itu,
mereka ingin menghidupkan kemabali rasionalisme keilmuan subyektifitas (individualisme),
humanisme, dan lepas dari pengaruh atau dominasi agama (gereja).
2. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi tugas dari dosen mata kuliah pengantar filsafat.
2. Untuk megetahui aliran-aliran ilsafat modern.
3. Untuk meningkatkan kreatifitas dalam pembuatan makalah.
3. Metode Penulisan
Kali ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada penelitian ini
adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan
penulisan makalah ini.
4. Rumusan Masalah
a. Pengertian Idealisme dan Pemikiran Tokohnya
b. Pengertian Materialisme dan Pemikiran Tokohnya
c. Pengertian Positivisme dan Pemikiran Tokohnya
BAB II
PEMBAHASAN
1. IDEALISME
a. Pengertian Idealisme
Para Penganut Paham Naturalisme dan Materialisme mengatakan bahwa istilah-istilah
yang mereka sarankan ( Materi, alam, dan sebagainya ). Sudah cukup untuk memberikan
keterangan mengenai segenap kenyataan.
Kiranya ada hal-hal seperti pengalaman, nilai, makna dan sebagainya yang tidak akan
mengandurng makna, kecuali jika ada usaha untuk memperkenalkan istilah-istilah yang lain
atau merupakan tambahan terhadap istilah-istilah yang bersifat naturalistis.
Dengan demikian tampak bahwa “jiwa” atau “roh”. Merekan Istilah yang harus ada
sebagai tambahan terhadap istilah-istilah yang lain. Mereka yang mengatakan bahwa
Pengertian “jiwa” atau “roh” diperlukan, dinamakan “kaum idealis” dan ajarannya
dinamakan Idealisme
b. Pemikiran Tokoh-tokoh Kaum Idealisme
G. Watts Cunningham, salah seorang diantara kaum Idealisme yang terkemuka di
Amerika Serikat, memberikan definisi paling sederhana kepada Idealisme sebagai berikut :
“ Idealisme merupakan suatu ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukkan agar kita
dapat memahami materi atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu
sampai pada hakekatnya yang terdalam, maka ditinjau dari segi logika kita harus
membayangkan adanya jiwa atau roh yang menyertainya dan yang dalam hubungan tertentu
bersifat mendasari hal-hal tersebut.[52[1]]
I. Alam Sebagai Sesuatu yang Bersifat Rohani
Secara umum dapat dikatakan ada dua macam Kaum Idealis yaitu kaum Spiritualis dan
kaum Idealis. Para penganut paham spiritualisme ( jangan dicampuradukan dengan Ilmu
Pengetahuan Semu yang disebut Spiritisme ) berpendirian bahwa segenap tatanan alam dapat
dikembalikan kepada atau berasal dari sekumpulan roh yang beraneka ragam dan berbeda-
beda derajatnya.
II. Tingkat-tingkat Alam
Pendirian bahwa dalam alam semesta dapa dipulangkan kepada atau berasal dari roh
ditolak oleh Kaum Idealis Macam Kedua, yaitu Menganut Paham Dualisme. Kaum Idealis
52[1] G. Watts Cunningham, The Idealistic Argument in Recent British dan American Philosphy, New York : Appelton-Century-Crofste, ine 1993, hal 339
yang dualistis menyatakan bahwa alam merupakan tatanan yang mempunyai tingkat-tingkat
yang berbeda-beda.
III. Penalaran yang didasarkan atas Makna
Menurut, Wilbur M. Urban, seorang Penganut Idealisme yang lain dewasa ini,
berpendirian, semua penganut paham idealisme tentu bersepakat bahwa dunia kita ini
mengandung makna. Sebab jika tidak demikian, makna tugas para Filsuf yang sebenarnya
menjadi tidak berarti.
Demikian kata Urban, dapatlah dipahami bahwa tatanan alam yang didasarkan atas
berlakunya humu sebab-akibat sudah mengandalkan adanya makna dan tidak sebaliknya,
karena tatanan alam sesungguhnya merupakan bagian dari suatu kebulatan yang lebih besar.
Kaum Idealis juga mengatakan bahwa yang terdalam ialah nilai-nilai merupakan
Pengandaran bagi adanya makna.
Langkah terakhir dari Penalaran diatas menyatakan sebagi berikut :
Suatu makna jika hendak dikatakan makna harus diketahui terlebih dahulu, suatu nilai jika
hendak dikatakan nilai harus mendapat penghargaan. Kiranya dapat disimpulkan bahwa
karena didunia terdapat makna dan nilai, maka yang sedalam-dalamnya ialah sejenis Jiswa
yang dapat mengetahui makna-makna tadi dan yang dapat memberikan penghargaan, kepada
nilai-nilai sesuatu yang sedalam-dalamnya dari Alam Semesta, meskipun mungkin bukan
merupakan substansi yang dalam.
IV. Jiwa dan Nilai
Istilah roh dalam khasanah kata-kata kita adalah pengakuan mengenai adanya nilai-nilai
dan adanya sesuatu dalam diri kita, yang berupa alat-alat inderawi kita, yang menangkap dan
memberi penghargaan kepada nilai-nilai tersebut. Dengan kata lain sesuatu dalam diri kita
yang memberikan pengakuan serta penghargaan kepada nilai-nilai itulah yang dinamakan
roh.
Menurut William E Hocking, seorang idealis yang terkemuka lebih jauh lagi langkahnya
dalam usaha memberikan penjelasan mengenai istilah “jiwa”. Jiwa bersifat mempersatukan
segala hal. Misalna, mempersatukan yang sungguh-sungguh ada dan yang mungkin ada.
Setiap hal yang bersifat fisik senantiasa termasuk dalam salah satu segi dari pasangan-
pasangan diatas dan tidak sekaligus dalam termasuk dalam kedua macam segi. Setiap hal
semacam ini senantiasa merupakan fakta yang sungguh-sungguh ada pada masa kini. Maka
yang membedakan jiwa dari setiap obyek alam ialah bahwa jiwa selain merupakan sandaran
bagi yang mungkin ada, masa depan dan yang bernilai atau secara singkat merupakan
sandaran bagi kemungkinan adanya nilai-nilai dimasa depan. Kegiatan hakikatnya ialah
mempertautkan nilai-nilai yang mungkin terdapat dimasa depan dengan fakta yang sungguh
ada di masa kini. Dan menurut hemat saya hanya jiwalah yang dapat melakukan itu. Jiwa
itulah yang merupakan satu-satunya alat yang dapat mewujudkan kemungkingan-
kemungkinan di masa depan.
Seorang Idealis mengatakan bahwa pada hakekatnya untuk dapat memberikan penjelasan
terhadap kenyataan kita memerlukan istilah-istilah seperti ”jiwa”, ”nilai-ilai”, dan ”makna”
sebagai tambahan terhadap dan yang mendahului istilah-istilah yang lain sperti ”alam”,
”kualitas”, ”ruang”, ”waktu”, ”materi” dan sebagainya.
Sejumlah kaum Idealis berpendirian bahwa semua kenyataan merupakan jiwa. Ajaran
semacam ini disebut ”Pan Psikisme”. Mendasarkan diri pada semacam eklektisisme yaitu
dengan menggunakan istilah-istilah yang berasal dari bahasa-bahasa yang dipakai oleh para
penganut ajaran naturalisme maupun idealisme.
Misalnya, istilah roh mutlak yang menunjuk kepada sesuatu yang mengatasi alam,
sedangkan kaum naturalis karena berpendirian bahwa segenap kenyataan bersifat kealaman,
pasti menolak roh mutlak dan memandangnya tidak mengandung makna. Begitu pula,
naturalisme pasti mengajarkan bahwa jiwa merupakan hasil proses alami kaum idealis pasti
menantang pendirian semacam ini.
2. MATERIALISME
a. Pengertian Materialisme
Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa alam terdiri dari unsur-unsur yang
disebut materi. Sebelum dikembangkannya fisika modern, ataom merupakan substansi renik
yang keras, tidak dapat ditembus. Setelah berkembangnya fisika modern ternyata ditemukan
unsur yang lebih kecil didalam atom. Hal demikianlah yang disebut mater.
Kamu materialis pada masa lampau memandang alam semesta tersusun dari zat zat renik
serta dapat diterngkan dengan hukum-hukum dinamika. Dari pendapat itulah para materialis
modern menemukan rumus fisika modern yaitu E=mc², yang menyatakan bahwa tenaga E
posisinya dapat saling dipertukarkan dengan massa m.
Menurut kaum materialis dewasa ini dengan salah satu cara yang sudah disesuaikan
berdasarkan penemuan-penemuan ilmu positif yang baru (Red.TW), mengatakan bahwa
substansi yang paling dalam adalah materi. Dengan demikian pernyataan yang
mengungkapkan bahwa “kenyataan dianggap material” dipandang bahwa segala sesuatu yang
hendak dikatakan nyata (I) dalam babak terakhir berasar dari materi atau (e) berasal dari
gejala-gejala yang bersangkutan dengan materi.[53[2]]
Dewasa ini yang dianut materialisme baru bahwasanya yang ada permulaannya adalah
materi. Materialisme modern menyatakan pola anorganis ada terlebih dahulu dari pada
organisme yang hidup. Sistem material organis tersusun secara tinggi serta berliku-liku.
Sedangkan sistem material anorganis tersusun lebih rendah dan sederhana dibandingkan
sistem organis. Materi yang tersusun secamam itu membua jlan bagi tingkatan susunan yang
secara keseluruhan merupakan kebulatan yang ciri pengenalnya ialah keadaannya yang diatur
oleh hukum-hukum yang berbeda.[54[3]]
b. Pemikiran Tokoh-tokoh Kaum Materialisme
I. Ilmu (Positif) Definisi Mengenai Kenyataan
Bagi kaum materalis memandang kenyataan merupakan apa yang ditetapkan oleh ilmu
sebagai kenyataan. Sedangkan hasil penelitian fisika maupun kimia sebagai pembatasa
mengani apa yang dimaksud dengan materi. Seluruh alam semesta dipandang berasal dari
materi terdalam. Selanjutnya pada setiap tahapan dapat memunculkan cara-cara baru
mengenai gerak gerik. Demikian itulah akibat dari pola-pola baru dalam penyusunan materi.
Dilihat dari perbedaan, pandangan mengenai materialisme modern dan materialisme yang
lebih tua terletak pada kemajuan ilmu. Materialisme mengambil hasil-hasil ilmu. Bahan
acuan bagi materialisme ialah hasil-hasil penemuan ilmu modern.
Menurut Roy Wood Sellars, pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang paling
memadai yang kita miliki
II. Ontologi kaum Materialis
Sellar mengungkapkan sejumlah pendirian kaum materialis di bidang Ontologi. Hal tersebut
akan dikutip dibawah ini :
1). Pengertian yang jelas mengenai ”materi” dapat diperoleh berdasarkan sejumlah kategori
yang ditetapkan secara empiris, seperti kesinambungan, eksistensi, kegiatan sebab-akibat,
yang dihubungkan dengan fakta-fakta empiris yang terperinci mengenai struktur, gerak-gerik
dan daya pengaruh dalam kerangka ruang-ruang tertentu, kategori-kategori semcam ini
diperoleh dengan cara memahami secara akal sembari kerja atas dasar tangkapan inderawi
dan kesadaran diri.
53[2] Kattsoff, louiso, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana Yogya, 1992), hlm.220
54[3] Roywood Sellars, dkk (eds), Philosphy For The Future, (New York : Macmillan Co, 1949) hal VI-VII
2). Naturalisme yang sudah dewasa tidak akan memulangkan segala sesuatu kepada satu jenis
substansi belaka dan juga tidak mengajarkan bahwa segala sesuatu tersusun dari atom-atom
yang serba ditentukan oleh hukum-hukum mekanika.
3). Alam semesta bersifat abadi dan sebagai keseluruhan tidak terarah secara lurus kepada suatu
tujuan tertentu.
4). Jiwa merupakan kategori rohani maupun jasmani dan bersangkut-paut dengan kegiatan-
kegiatan serta kemampuan-kemampuan yang melekat pada diri yang bersifat organis yang
berada dalam tingkatan penggunaan otak.
5). Substansi-substansi material atau zat-zat yang berkesinambungan terjadi serta rusak dalam
kerangka kelestarian segenap hal yang bersifat material sebagai keseluruhan.
6). Kesadaran merupakan suatu kualitas tersembunyi yang di dalamnya manusia mendapatkan
sumber bagi kegiatan-kegiatan yang dilakukanny.[55[4]]
III. Materalisme merupakan paham monistis
Paham monistis merupakan pendirian materialisme dijaman modern ini. Dalam babak
terakhir segala sesuatu berasal dari unsur dasar yang disebut materi. Kenyataan senantiasa
bereksistensi. Segala hal yang bersifat materi senantiasa menempati ruang tertentu yang
bersangkutan dengan waktu
IV. Perkembangan antara materialisme dan naturalisme
Kaum naturalis dapat dikatakan sebagai seorang materialis saat kaum naturalis menyatakan
pengertian materi hendaknya tidak dibicarakan dalam bidang Ontologis melainkan dengan
ilmu pengetahuan, yaitu fisika. Keduanya mendasari diri dari hasil-hasil ilmu pengetahuan
serta menilai tingi metode-metode ilmiah
Dalam membahas mengenai kenyataan, kaum materialis menggunakan kata “materi” sebagai
istilah pokok paham mereka. Namun bagi kaum naturalis, mereka menggunakan kata alam
sebagai istilah pokok paham mereka. Kaum materialisme berpendapat bahwa segala sesuatu
yang ada bersifat kealaman sekaligus bersifat kebendaan mati. Sedangkan bagi Naturalisme
apa saya yang ada bersifat kealaman.
3. POSITIVISME
a. Pengertian Positivisme
55[4] Roy Wood Sellar, “ Is Naturalism Enough”, dalam Jurnal of Philosophy, Vol X, No.20 (Sept, 1944), hal 541
Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang
diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu
pengetahuan.[56[5]]
b. Tokoh Aliran Positivisme
I. Positivisme mempunyai tokoh aliran yaitu Agus Comte (1978-1857M). Menurut Comte,
indera mempunyai peranan penting dalam memperoleh pengetahuan. Indera saja belum
cukup, maka dari itu perlu dipertajam dengan alat bantu serta didukung dengan eksperimen.
Eksperimen memerlukan pengukuran yang jelas, misalnya panas diukur menggunakan
termometer. Menurut paham positivisme kita memerlukan ukuran yang jelas serta teliti.
Kemajuan sains benar-benar dimulai
II. Pada dasarnya positivisme bukan aliran khas yang berdiri tersendiri. Paham positivisme
melengkapi Empirisme dan Rasionalisme yang bekerja sama. Dengan demikian paham
positivisme menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan
pengukuran. Jadi positivisme sama dengan gabungan dengan Empirisme dan Rasionalisme.
III. Menurut Agus Comte, perkembangan pemikiran manusia secara personal maupun bangsa
melewati tiga zaman yaitu :
o Zaman Teologis
Zaman Teologis yaitu zaman dimana manusia mempercayai bahwa dibelakang gejala-gejala
alam, terdapat kuasa adlkodrati yang mengatur fungsi tersebut. Zaman teologis dibagi lagi
menjadi tiga periode, yaitu :
1). Periode Pertama dimana benda-benda dianggap berjiwa (animisme)
2). Periode Kedua manusia mempercayai dewa-dewa (politeisme)
3). Periode Ketiga manusia percaya pada satu Tuhan
o Zaman Metafisis
Zaman Metafisi, kekuatan yang adlkodrati digantikan dengan ketentuan abstrak
o Zaman Positif
Zaman Positif yaitu zaman orang yang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang hal
yang mutlak, namun mencari hukum-hukum dari fakta-fakta yang diperoleh melalui
pengalaman serta akalnya. Tujuan utama zaman ini akan terpenuhi bila gejala-gejala dapat
disusun dan diatur dibawah satu fakta yang bersifat umum.
IV. Hukum tahap ini tidak berlaku untuk seluruh rohani umat manusia, tetapi berlaku perorangan.
56[5] Ahmad Syadah dan Mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung : Penerbit CV. Pustaka Setia, 1997), hlm 133
V. Perkembangan ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa, sehingga satu ilmu yang
mengandalkan ilmu-ilmu sebelmunya. Dengan demikian Comte menempatkan deretan ilmu
pengetahuan dengan urutan : ilmu pasti, astronomi, fisika, kimia, biologi dan sosiologi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa dunia fisik hanya dapat dipahami
dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Ada beberapa tokoh idealisme diantaranya yakni: G.
Watts Cunningham, Wilbur M. Urban, dan William E Hocking.
2. Materialisme adalah aliran yang memandang bahw segala sesuatu adalah realitas, dan realitas
seluruhnya adalah materi belaka. Aliran materialisme juga merupakan aliran yang
berpendapat bahwa segala sesuatu dari materi, oleh materi dan kembali pada materi.
3. Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar
fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
G. Watts Cunningham, The Idealistic Argument in Recent British dan American Philosphy,
New York : Appelton-Century-Crofste, ine 1993.
Kattsoff, louiso, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana Yogya, 1992)
Roywood Sellars, dkk (eds), Philosphy For The Future, (New York : Macmillan Co, 1949)
______________, “ Is Naturalism Enough”, dalam Jurnal of Philosophy, Vol X, No.20
(Sept, 1944)
Ahmad Syadah dan Mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung : Penerbit CV. Pustaka Setia, 1997)
top related