revisi setelah ujian.docx
Post on 02-Dec-2015
455 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENGARUH EKSTRAK DAUN KEMANGI (OCIMUM SANCTUM)
TERHADAP AKUMULASI PLAK
(Penelitian Eksperimen)
PROPOSAL SKRIPSI
OLEH
EKA PERMANASARI
10608035
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2012
1
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.1 LATAR BELAKANG
Kemangi merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman obat
berkhasiat yang memiliki efek antimikroba. Tanaman kemangi dapat tumbuh di
sembarang tempat dan toleran terhadap cuaca panas maupun dingin. Kemangi
yang ditanam di daerah dingin daunnya lebih lebar dan lebih hijau, sedangkan
kemangi di daerah panas daunnya kecil, tipis dan berwarna hijau pucat (Ngueyen
et al., 1999).
Daun kemangi (Ocimum sanctum ) memiliki kandungan kimia yang sudah
diuji sebelumnya, seperti minyak atsiri, alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid,
triterpenoid, steroid dan tanin (Darmiati, 2007). Beberapa golongan kandungan
kimia tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah minyak atsiri.
Senyawa ini bisa bersifat bakteriostatik dan bakteriosida (Ayress et al., 1988).
Kemangi banyak digunakan sebagai obat tradisional yang praktis untuk
menyembuhkan berbagai penyakit dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kedokteran tradisional bagian yang berbeda (daun, batang, bunga, akar, benih
dan bahkan seluruh tanaman) dari Ocimum sanctum telah direkomendasikan
untuk pengobatan bronkitis, malaria, diare, disentri, penyakit kulit, arthritis,
penyakit mata, gigitan serangga dan sebagainya. Ocimum sanctum juga dapat
digunakan untuk anti kesuburan, antikanker, antidiabetes, antijamur, antimikroba,
analgesik. Eugenol (1-hidroksi-2-metoksi-4-allylbenzene), yang merupakan
3
senyawa aktif dalam Ocimum sanctum sebagai berpotensi sebagai obat terapeutik
(Prakash and Gupta, 2005).
Dalam kedokteran gigi, kemangi merupakan ramuan yang berguna untuk
kesehatan gigi. Daun kemangi, dikeringkan dapat digunakan untuk menyikat gigi,
dapat juga dicampur dengan pengolahan essential oil yang digunakan sebagai
pasta gigi. Daun kemangi sangat baik untuk menjaga kesehatan gigi dalam
mengatasi bau mulut, gingivitis dan karies. Daun kemangi efektif untuk
mengatasi ulcer dan infeksi di mulut dengan cara dikunyah (Sumedha et al.,
2009).
Penyakit gigi dan mulut yang sering dijumpai adalah karies dan penyakit
periodontal (Silverstone, 1981). Penyebab utama kedua penyakit tersebut adalah
plak yang menempel pada gigi yang tidak dibersihkan. Salah satu cara untuk
mencegah terbentuknya plak adalah dengan menghambat pertumbuhan plak
sehingga kolonisasinya bisa dicegah (Newman et al., 2006).
Daun kemangi merupakan tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai
antibakteri. Bahan aktif pada daun kemangi yang berperan sebagai antibakteri
adalah kandungan senyawa dari minyak astiri yaitu 1,8-cineole, ß-Bisabolene,
methyl eugenol. Ketiga bahan tersebut memiliki sifat larut terhadap etanol dan
dapat menyebabkan kerusakan membran sel bakteri. Membran sel berfungsi untuk
permeibilitas selektif dan proses transpor aktif sehingga mampu menjaga
komposisi internal dalam bakteri. Apabila membran sel rusak maka protein dan
lipid dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk menghasilkan energi
tidak dapat masuk sehingga mengakibat kematian bakteri (Dzen et al., 2003)
4
Oleh karena itu penulis tertarik dengan daun kemangi sebagai bahan herbal
yang banyak dan mudah tumbuh di Indonesia untuk diteliti kemungkinannya
digunakan sebagai penurun akumulasi plak.
1.1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap
penurunan akumulasi plak ?
1.1.3 Tujuan Penelitian
1.1.4 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap
akumulasi plak.
1.1.5 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kemangi terhadap penurunan
akumulasi plak
2. Mengetahui skor plak mahasiswa FKG Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata
Kediri.
1.1.6 Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan pada masyarakat tentang manfaat tanaman obat keluarga
(TOGA).
2. Sebagai informasi penyuluhan dalam rangka untuk meningkatkan kesehatan
gigi dan mulut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemangi (Ocimum sanctum)
2.1.1 Klasifikasi Kemangi (Ocimum sanctum)
Kemangi (Ocimum sanctum), biasanya disebut sebagai “Sacred basil” atau
“Holy basil”, tumbuh sebagai tanaman khas dari India. Ocimum sanctum disebut
“Tulsi” di India dan “holy basil” di Inggris (Baskaran, 2008).
Adapun klasifikasi dari Kemangi (Ocimum sanctum), yaitu :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Asteridae
Ordo : Lamiales
Family : Lamiaceae
Genus : Ocimum
Species : Ocimum sanctum
Gambar 2.1 Kemangi (Ocimum sanctum) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
6
2.1.2 Mikroskopis Tanaman Kemangi
Penampang melintang melalui tulang daun tampak epidermis atas, terdiri
dari satu lapis sel kecil, bentuk empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis,
kutikula tipis dan licin. Pada pengamatan tangensial bentuk poligonal, berdinding
lurus atau agak berkelok-kelok. Epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel kecil
bentuk empat persegi panjang warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin.
Rambut penutup, bengkok, terdiri dari 2-6 sel. Rambut kelenjar, pendek, terdiri
dari 1 sel tangkai dan 2-4 sel kepala, bentuk bundar, tipe Lamiaceae. Jaringan
palisade terdiri dari selapis sel bentuk silindrik panjang dan berisi banyak butir
klorofil. Jaringan bunga karang, dinding poligonal, dinding samping lurus atau
agak berkelok tipis, mengandung butir klorofil. Berkas pembuluh tipe kolateral
terdapat jaringan penguat yaitu kolenkim. Stomata tipe diasitik pada epidermis
atas dan bawah (Pitojo, 1996).
2.1.3 Kandungan Bahan Aktif Daun Kemangi
Kandungan bahan aktif dan rendemen minyak dalam genus Ocimum
berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. Rendemen minyak dalam
spesies Ocimum sanctum berkisar antara 0,08 – 0,38% dengan bahan aktif utama
eugenol (1-hidroksi-2-metoksi-4-allilbenzena) sekitar 64%. Selain itu, kemangi
mengandung berbagai jenis senyawa kimia lain, misalnya sineol sebanyak 21,44%
dan timol (9,67%). Dalam kemangi juga bisa diperoleh metil eugenol sebagai
akibat biosintesis eugenol dengan bantuan enzim tertentu. Senyawa-senyawa lain
yang banyak ditemukan dalam minyak atsiri ini antara lain 1,8-sineol, trans-beta-
osimen, kamfor, linalool, metil kavikol, geraniol, sitral eugenol, metil sinamat,
7
esdragiol, beta-bisabolen, beta-kariopilen. Persentase senyawa-senyawa ini dalam
kemangi tidak terlalu banyak (Meyer et al., 1982).
2.1.4. Minyak Atsiri
Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak
terbang (essensial oil, volatile oil). Minyak tersebut mudah menguap pada suhu
kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungen taste),
berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam
pelarut organik dan tidak larut air (Ketaren, 1985). Minyak atsiri berperan ganda
pada tanaman, yaitu memiliki daya tarik terhadap serangga yang membantu
penyerbukan bunga dan mengusir serangga perusak. Minyak atsiri banyak
terdapat pada daun yang masih muda. Minyak atsiri kemangi menimbulkan bau
wangi disekitar tanaman. Minyak tersebut juga menimbulkan rasa pedas di lidah,
bila dikunyah atau digunakan untuk ulam (lalap) (Pitojo, 1996).
Minyak atsiri atau minyak eteris adalah istilah yang digunakan untuk
minyak mudah menguap. Umumnya tidak berwarna akan tetapi bila dibiarkan
lebih lama warnanya berubah menjadi kecoklatan karena terjadi oksidasi. Untuk
mencegahnya disimpan di tempat yang sejuk dan kering di dalam wadah tertutup
rapat dan berwarna gelap. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut
dalam air. Sebagian besar minyak atsiri terdiri dari persenyawaan hidrokarbon
asiklik dan hidrokarbon isosiklik serta hidrokarbon yang telah mengikat oksigen
seperti alkohol, fenol dan eter (Claus et al., 1970).
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam
tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia
dengan air. Minyak tersebut disintesa oleh sel kelenjar (glandular cell) pada
8
jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin (resin duct)
(Guenther, 1987). Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran
persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan
Oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur
Nitrogen (N) dan Belerang (S) (Ketaren, 1985).
Komponen minyak atsiri secara garis besar digolongkan menjadi empat
yaitu:
a. Terpenoid, yang ada hubungannya dengan isopren
b. Persenyawaan lurus tidak mengandung rantai cabang
c. Turunan benzena
d. Bermacam-macam persenyawaan lain, misalnya: turunan alkohol (linalool,
borneol, sineol, eugenol, feniletilalkohol), aldehid (keton benzaldehida,
anisaldehida, sinamaldehida, sitral), keton (kamfor, methon, asetofenon,
piperiton) (Guenther, 1987).
2.1.4.1 Methyl eugenol
Methyl eugenol adalah senyawa aromatik alam. Methyl eugenol
merupakan turunan fenilpropana karena senyawa ini mempunyai senyawa bezena
yang terikat pada C-1 dari rantai tiga karbon. Mekanisme kerja senyawa ini sama
dengan fenol. Metil eugenol berikatan dengan membran sel sehingga akan terjadi
kerusakan membran. Selain itu, senyawa ini merupakan senyawa toksik yang
mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu. Hal ini menyebabkan
protein terdenaturasi, sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya
(Robinson, 1995).
9
2.1.4.2 1,8-ciniole
1,8 ciniole merupakan senyawa monoterpenoid monosiklik. Monoterponid
terbentuk dari dua satuan isoprene dan mempunyai sepuluh atom karbon.
Monoterponoid khas berupa cairan, dapat disuling uap dan berbau harum.
Sebagian besar dari senyawa ini tersebar luas dan tidak khas untuk tumbuhan
tertentu (Robinson, 1995).
2.1.4.3 ß- Bisabolene
ß–Bisabolene merupakan senyawa sesqueterpenoid monosiklik yang
mempunyai kerangka fernesol. Sesqueterpenoid adalah senyawa C15 biasanya
berasal dari tiga satuan isoprena. Sesqueterpenoid ini juga terdapat sebagai
komponen minyak astiri yang dan berperan penting dalam memberi aroma pada
buah dan bunga (Robinson, 1995).
1,8 ciniole dan ß Bisabolene merupakan senyawa terpenoid monosiklik
yang terdapat pada minyak essensial tanaman. Tepenoid bermanfaat untuk
mengontrol kuman pada makanan. Suatu kandungan terpenoid bersifat bakterisida
terhadap beberapa jenis bakteri. Mekanisme kerja terpenoid belum diketahui
dengan pasti dan diduga terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa
lipofilik (Robinson, 1995).
2.1.5 Khasiat Tanaman Kemangi
Bagian tanaman kemangi adalah daun, bunga, batang dan akar. Biji
diketahui memiliki potensi terapeutik dan telah digunakan sebagai ekspektoran,
analgesik, anti kanker, anti asmatik, anti diabetes, anti fertilitas, dan anti
stress. Jus daun Ocimum sanctum bersama dengan triphala digunakan dalam tetes
mata ayurvedic direkomendasikan untuk glucoma, katarak, kronis konjungtivitis
10
dan penyakit mata. Jus daun segar juga diberikan kepada pasien untuk mengobati
demam kronis, disentri, perdarahan dan dyspepsia. Daun kemangi juga dapat
mengurangi muntah sebagai profilaksis terhadap malaria (Prakash and Gupta,
2005).
Menurut tim peneliti dari Center for New Crops and Plant Products,
Purdue University, AS, daun kemangi terbukti ampuh untuk menyembuhkan sakit
kepala, pilek, diare, sembelit, cacingan, dan gangguan ginjal. Mereka pun
mengemukakan keampuhan pengobatan menggunakan daun kemangi, yaitu dapat
mengatasi sakit maag, perut kembung, masuk angin, kejang-kejang, dan badan
lesu. Selain itu, aroma kemangi dapat menolak gigitan nyamuk (Telci et al, 2006).
Pada penelitian Anjana Goel et al, 2011 pemberian secara topikal ekstrak
kemangi 10 % dalam bentuk gel pada luka eksisi memberikan efek peningkatan
kontriksi luka dan kecepatan epitelialisasi pada luka. Terjadi penyembuhan luka
lebih awal pada pemberian ekstrak Ocimum sanctum (Apriyanti et al, 2011)
Dari hasil penelitian Olivia, 2010 daya hambat ekstrak daun kemangi
terhadap pertumbuhan bakteri plak Zona hambat terbesar adalah 14 % karena
memiliki diameter terbesar yaitu sebesar 14, 67. Peningkatan konsentrasi yang
diberikan menghasilkan daya hambat yang semakin besar. Hal tersebut dapat
dibuktikan bahwa semakin banyak kadar zat berkhasiat sebagai antibakteri seiring
dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan (Olivia, 2010).
2.2 Plak Gigi
Plak gigi adalah deposit lunak yang terbentuk pada permukaan jaringan
keras pada rongga mulut, terdiri dari bakteri yang hidup maupun mati beserta
produk-produknya, bersama dengan komponen-komponen inang yang berasal dari
11
saliva. Plak gigi merupakan biofilm yang menyebabkan karies dan penyakit
peridontal (Samaranayake, 2002). Sedangkan biofilm adalah istilah yang
digunakan untuk mendiskripsikan komunitas mikroorganisme yang tersusun baik
serta melekat pada setiap permukaan dan terselubungi matriks ekstraseluler
(Neald and Willman, 2003).
Secara umum, plak gigi dapat diklasifikasikan menjadi dua
1. Plak supragingiva
Plak supragingiva terletak pada atau diatas tepi gingiva. Plak supragingiva
yang berkontak langsung dengan tepi gingiva disebut plak marginal.
2. Plak subgingiva
Plak subgingiva terletak ditepi gingiva, antara gigi dan jaringan gingiva.
Plak banyak ditemukan pada permukaan gigi yang kurang terjaga
kebersihannya dan pada umumnya mudah ditemukan di daerah anatomis yang
sulit dijangkau pada saat pembersihan seperti di daerah fisura oklusal, daerah
interproksimal, atau di sekeliling sulkus gingiva (Samaranayake, 2002).
2.2.1 Komposisi Plak
Komposisi yang membentuk plak gigi yaitu mikroorganisme dan matriks
interseluler yang terdiri dari komponen organik dan anorganik. Komposisi plak
yang terbesar adalah mikroorganisme, diperkirakan lebih dari 500 spesies bakteri
dijumpai dalam plak gigi. Mikroorganisme non-bakteri yang dijumpai dalam plak
adalah spesies mycoplasma, ragi, protozoa dan virus. Mikroorganisme tersebut
berada diantara matriks interseluler yang juga mengandung sedikit jaringan seperti
sel-sel epitel, makrofag dan leukosit (Newman et al., 2006).
12
Matriks interseluler merupakan 20-30% massa plak yang mengandung
bahan organik dan bahan anorganik. Komponen organik terdiri dari bahan organik
yang mencakup polisakarida, protein, glikoprotein dan lemak. Komponen
anorganik yang ditemukan terutama kalsium dan fosfor yang berasal dari saliva.
Kandungan organik semakin meningkat seiring dengan pembentukan kalkulus
(Newman et al., 2006).
2.2.2 Pembentukan Plak
Plak terbentuk melalui 3 tahap yaitu:
1. Pembentukan Pelikel
Perlekatan bakteri ke permukaan gigi diawali oleh pembentukan pelikel
pada permukaan gigi. Pelikel merupakan suatu lapisan organik bebas bakteri dan
terbentuk dalam beberapa menit setelah permukaan gigi yang bersih berkontak
dengan saliva. Pembentukan pelikel pada dasarnya merupakan proses perlekatan
protein dan glikoprotein saliva pada permukaan gigi. Pelikel tersebut berasal dari
saliva, cairan sulkular dan produk bakteri. Pada fase awal permukaan gigi atau
restorasi akan dilapisi oleh pelikel glikoprotein. Pelikel berfungsi sebagai
penghalang protektif yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan
mencegah desikasi (pengeringan) jaringan. Selain itu, pelikel bekerja seperti
perekat bersisi dua, satu sisi melekat ke permukaan gigi, sedangkan permukaan
lainnya merupakan sisi yang melekatkan bakteri pada permukaan gigi (Neald and
Willman, 2003).
2. Kolonisasi Awal Pada Permukaan Gigi
Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam 3-4
jam didominasi oleh mikroorganisme fakultatif Gram positif, seperti Streptokokus
13
sanguins, Streptokokus mutans, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius,
Actinomyces viscosus dan Actinomyces naeslundii. Pengkoloni awal tersebut
melekat ke pelikel dengan bantuan adhesion, yaitu : molekul spesifik yang
berada pada permukaan bakteri. Dalam perkembangannya terjadi perubahan
ekologis pada biofilm, yaitu peralihan dari lingkungan awal yang bersifat aerob
dengan spesies bakteri fakultatif Gram-positif menjadi bakteri anaerob Gram-
negatif setelah 24 jam (Neald and Willman , 2003).
3. Kolonisasi Sekunder dan Pematangan Plak
Plak akan meningkat jumlahnya setelah kolonisasi awal permukaan gigi
melalui dua mekanisme terpisah, yaitu
a. Multiplikasi dari bakteri yang telah melekat pada permukaan gigi.
b. Multiplikasi serta perlekatan lanjut bakteri yang ada dengan bakteri baru
Dalam tiga hari, pengkoloni sekunder yang tidak turut sebagai pengkoloni
awal ke permukaan gigi yang bersih meningkat, seperti Prevotella intermedia,
Prevotella loesheii, Capnocytophaga, Fusobakterium nucleatum dan
Prophyromonas gingivalis. Bakteri pengkoloni sekunder akan melekat ke bakteri
yang sudah melekat ke pelikel. Interaksi yang menimbulkan perlekatan bakteri
pengkoloni sekunder ke bakteri pengkoloni awal dinamakan koagregasi. Fase
akhir, pematangan plak pada hari ke-7 ditandai dengan menurunnya jumlah
bakteri Gram positif dan meningkatnya bakteri Gram negatif (Neald and Willman,
2003).
Pembentukan plak supragingiva dipelopori oleh bakteri yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk polisakarida ektraseluler yang kemungkinan
bakteri melekat pada gigi dan saling berikatan (Manson, 1993).
14
Koloni bakteri yang pertama adalah steptococcus mitior sanguis,
actinomyces viscocus dan A naeslundii, bila bakteri ini dibiarkan bertumbuh
selama beberapa hari, akan timbul inflamasi gingiva. Selama proses ini kondisi
lingkungan perlahan-lahan akan berubah menyebabkan terjadinya pertumbuhan
selektif. Keaadaan ini akan menyebabkan perubahan komposisi bakteri dan
setelah 2-3 minggu akan terjadi pertumbuhan flora kompleks (Manson, 1993).
2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Plak
Menurut Carlsson (dalam Klaus, 1989) faktor – faktor yang mempengaruhi
proses pembentukan plak adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan fisik yang meliputi anatomi dan posisi gigi, anatomi jaringan
sekitarnya, struktur permukaan gigi, dimana plak akan jelas terlihat setelah
dilakukan pewarnaan dengan menggunakan disclosing solution. Pada daerah
yang terlindung karena kecembungan permukaan gigi, gigi yang letaknya
salah, permukaan gigi dengan kontur tepi gingiva yang buruk, permukaan
email yang cacat dan daerah cemento enamel junction yang kasar, terlihat
jumlah plak yang terbentuk lebih banyak.
2. Friksi atau gesekan oleh makanan yang dikunyah pada permukaan gigi yang
tidak terlindung dan pemeliharaan kebersihan mulut dapat mencegah atau
mengurangi penumpukan plak di permukaan gigi.
3. Pengaruh diet terhadap pembentukan plak ada dua aspek yaitu : pengaruh
secara fisik dan pengaruh sebagai sumber makanan bagi bakteri di dalam plak.
Keras lunaknya makanan mempengaruhi pembentukan plak, plak akan
terbentuk apabila kita lebih banyak mengkonsumsi makanan lunak.
15
2.2.4 Pengaruh Plak Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut
Plak gigi memegang peranan penting dalam proses kerusakan jaringan
keras gigi dan proses inflamasi jaringan lunak sekitar gigi. Efek merusak ini
terutama disebabkan oleh metabolisme mikroorganisme di dalam plak gigi
tersebut. Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab
utama penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila
tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan
jaringan periodontal berupa kerusakan fiber, ligamen periodontal dan tulang
alveolar (Wahyukundari, 2008).
2.2.5 Cara Mendeteksi Adanya Plak Gigi
Plak gigi hampir tidak terlihat, memiliki warna yang transparan yang
menyerupai warna gigi. Salah satu cara untuk mendeteksi plak gigi adalah
menggunakan disclocing agent (Vernino et al, 2008).
2.2.6 Disclosing Agent
Disclosing agent atau disclosing solution merupakan alat bantu yang
digunakan untuk memperlihatkan adanya plak pada gigi. Plak ini dianggap
sebagai etiologi penyakit gingivitis, periodontitis dan karies gigi. Setiap 0,001
gram plak diperkirakan terdapat 300.000.000 bakteri. Selain bertujuan untuk
memperlihatkan adanya plak pada gigi pasien, disclosing agent juga digunakan
sebagai alat penyuluhan dan pemberi motivasi dalam meningkatkan oral hygiene
dengan cara menujukkan keefektifan dalam menyikat gigi. Disclosing agent juga
seringkali digunakan sebagi alat bantu dalam berbagai penelitian khususnya
tentang epidemiologi di kedokteran gigi dan melakukan uji suatu metode atau
bahan yang bertujuan untuk menjaga oral hygiene (Wolf et al., 2006).
16
2.2.7 Pengukuran Skor Plak
Skor plak diukur dari 6 gigi, yaitu gigi 16, 11, 26, 31, 36, dan 46. Gigi-gigi
ini dipilih dengan alasan gigi 16 dan 26 sebelah bukal dekat dengan ductus
glandula parotidius, gigi 36 dan 46 sebelah lingual dekat dengan ductus glandula
submandibularis, gigi 11 bagian labial merupakan faktor estetik, dan gigi 31
bagian lingual dekat dengan glandula sublingualis (Carranza dan Newman, 1996).
Gigi molar pertama dipilih untuk mewakili pemeriksaan gigi yang lain,
karena gigi tersebut merupakan gigi yang erupsi lebih awal dari gigi-gigi lainnya,
dan gigi tersebut merupakan gigi yang pertama kali, dan paling lama menerima
paparan debris maupun kalkulus (Manson, 1993).
Indeks plak adalah alat bantu untuk mencatat distribusi plak gigi pada
semua permukaan gigi. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan disclosing
agent (Klaus et al, 1989)
Cara menentukan skor plak gigi menurut Green Vermillion (1964), yaitu:
0 = apabila tidak terlihat warna di permukaan gigi yang diperiksa
1 = apabila hanya terlihat warna dipermukaan sepertiga servikal
2 = apabila warna terlihat sampai sepertiga tengah
3 = apabila terlihat warna sampai permukaan sepertiga oklusal
Skor tiap gigi dapat diperoleh dari perhitungan (Hashyim dan Kawari
2009):
Indeks Plak = Total skor plak seluruh permukaan gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa
17
2.3 Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan bahkan dapat
mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri patogen
(Pelczar, 1998). Efektivitas antibakteri untuk setiap bakteri tidak sama, karena
masing-masing bakteri memiliki struktur dinding sel yang berbeda. Struktur
dinding sel bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Pada
bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam
teikoat dan teikuronat. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan di luar dinding sel
yang mengandung 5 -10% peptidoglikan, selain itu juga terdiri dari protein,
lipopolisakarida dan lipoprotein. Bakteri Gram negatif mempunyai dua lapisan
lipid (bilayer lipid) yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS). Lapisan ini
tersusun atas fosfolipid, polisakarida dan protein (Madlgan et al. 2003).
Antibakteri dapat merusak membran plasma/ membran sel dan
mempengaruhi integritasnya. Kerusakan pada membran dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan permeabilitas dan terjadi kebocoran sel, yang diikuti
dengan keluarnya materi intraselular. Minyak atsiri dapat bereaksi dengan
fosfolipid membran sel yang menyebabkan permeabilitas meningkat dan unsur
pokok penyusun sel hilang (Kim et al. 1995).
2.4 Membran Sel
Membran sel adalah membran semi permeabel yang melingkup sitoplasma.
Membran ini berfungsi untuk melindungi struktur dalam sel dari lingkungan luar
sel, selain itu juga berfungsi sebagai jalur transpor bagi materi yang keluar masuk
sel. Semua membran sel secara umum tersusun oleh lipid dan protein, disamping
juga karbohidrat dan memiliki struktur umum yang sama. Lipid, protein dan
18
karbohidrat tersebut secara bersama menyusun membran plasma. Lipid membran
sel terdiri dari :
1. Phospholipid adalah komponen utama dari membran sel. Terbentuk dari dua
lapisan lipid (bilayer phospholipid) bagian kepala bersifat hidropilik namun
bagian ekornya bersifat hidrophobik. Lapisan ini bersifat semi-permiabel,
memungkinkan molekul-molekul tertentu untuk dapat masuk ke membran sel
melalui mekanisme difusi.
2. Kolesterol adalah komponen lain dari membran sel yang berfungsi memberi
bentuk pada membran sel, namun kolesterol tidak ditemukan pada sel
tumbuhan.
3. Glikolipid terletak di permukaan membran sel, pada glikolipid terdapat rantai
gula karbohidrat yang berfungsi untuk mengenali sel-sel lain di tubuh kita.
Struktur protein pada membran sel berfungsi memberi bentuk pada sel.
Reseptor protein yang terdapat pada membran sel berfungsi untuk alat komunikasi
sel dengan lingkungan eksternal sel (Oman, 2006).
19
Gambar 2.2 Membran sel pada bakteri Gram positif dan Gram negatif
(Ming et al., 2006 ).
2.5 Hubungan Antibakteri Ocimum sanctum terhadap Pertumbuhan
Bakteri Plak
Penyakit gigi dan mulut yang sering dijumpai adalah karies gigi dan
penyakit periodontal (Silverstone, 1981). Penyebab utama kedua penyakit tersebut
adalah plak yang menempel pada gigi yang tidak dibersihkan Salah satu cara
untuk mencegah terbentuknya plak adalah dengan menghambat pertumbuhan plak
sehingga kolonisasinya bisa dicegah (Newman et al., 2006).
Daun kemangi merupakan tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai
antimikroba. Bahan aktif pada daun kemangi yang berperan sebagai antimikroba
adalah kandungan senyawa dari minyak astiri yaitu 1,8-cineole, ß-Bisabolene,
methyl eugenol. Ketiga bahan tersebut memiliki sifat larut terhadap etanol dan
dapat menyebabkan kerusakan membran sel bakteri. Membran sel berfungsi
sebagai permeibilitas selektif dan proses transport aktif sehingga mampu menjaga
komposisi internal dalam bakteri. Apabila membran sel rusak maka protein dalam
bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk menghasilkan energi tidak dapat
masuk sehingga mengakibatkan kematian bakteri (Dzen et al., 2003).
Minyak atsiri daun kemangi mengandung eugenol yang tergolong turunan
senyawa fenol yang mempunyai efek antibakteri dan bekerja dengan merusak
membran sel. Mekanisme kerja senyawa methyl eugenol sama dengan fenol.
Mekanisme antibakteri kemungkinan karena pengikatan senyawa fenol dengan sel
bakteri, kemudian akan mengganggu permeabilitas membran dan proses transpor.
Hal ini mengakibatkan hilangnya kation dan makromolekul dari sel sehingga
20
pertumbuhan sel akan terganggu atau mati. Pada konsentrasi rendah senyawa
fenol akan menyebabkan denaturasi protein dan pada konsentrasi tinggi akan
menyebabkan koagulasi protein sehingga sel akan mati (Siswandono and
Soekarjo, 1995) Minyak atsiri daun kemangi lebih poten terhadap bakteri Gram
negatif dibanding pada bakteri Gram positif. Hal ini berkaitan dengan
permeabilitas dinding sel bakteri yang dipengaruhi oleh tebal tipisnya lapisan
peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri Gram negatif mempunyai lapisan
peptidoglikan yang tipis, terdiri dari 1-2 lapisan dan susunan dinding selnya tidak
kompak sehingga memiliki permeabilitas yang cukup tinggi. Bakteri Gram positif
mempunyai susunan dinding sel yang kompak dengan lapisan peptidoglikan
sebanyak 30 lapis sehingga permeabilitasnya rendah. Dengan permeabilitas yang
rendah, maka zat aktif dari minyak atsiri akan mengalami kesulitan untuk
menembus membran sel bakteri Gram positif sehingga efek antibakterinya kurang
optimal (Maryati et al., 2006).
21
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka konseptual penelitian
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Ekstrak daun kemangi
Antibakteri
1,8-cineole methyl eugenolß-Bisabolene
Membran sel bakteri rusak
Kematian bakteri
Akumulasi plak menurun
22
Keterangan Gambar 3.1 :
:Variabel yang tidak diteliti
:Variabel yang diteliti
Ekstrak kemangi (Ocimum sanctum) dapat menghambat pertumbuhan
bakteri plak dari beberapa kandungan kimia senyawa seperti minyak atsiri.
Minyak astiri merupakan salah satu senyawa kimia yang mempunyai bahan aktif
seperti ß bisabolene, methyl eugenol, 1-8-ciniole. Senyawa tersebut dapat merusak
membran sel bakteri sehingga terjadi kematian bakteri dan akumulasi plak dapat
berkurang.
3.2 Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap
akumulasi plak
23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitiannya adalah true Experiment, dengan
rancangan pre test post test dengan kelompok kontrol.
Gambar 4.1 Rancangan PenelitianKeterangan:
R : Randomisasi
P : Penelitian
K : Kontrol
01 : Pre test pada kelompok eksperimen
02 : Pre test pada kelompok kontrol
01' : Post test pada kelompok eksperimen
02' : Post test pada kelompok control
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di FKG Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
R
01
02
P
K
01'
02'
24
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012
4.3 Populasi, Besar Sampel, Kriteria Sampel dan Tehnik Pengambilan
Sampel
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah 230 mahasiswa FKG Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri.
4.3.2 Besar Sampel Penelitian
Besar sampel ditentukan secara estimasi berdasar perubahan rata-rata
sebelum dan sesudah berkumur ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum).
Penentuan besar sampel dihitung berdasarkan rumus (Lemeshow and David,
1997).
2 σ ² (Z1/2α +Zβ) ²N = -------------------------------- (μ1 – μ2) ²
N = 2 . 0,712 (1,96 + 1,282)2
(0.98- 0,27)2
= 2 . 0,504 .10,5
0,5
= 21
25
N = besar sampel setiap kelompok
σ = standar deviasi selisih berkumur ekstrak daun kemangi dengan
aquadest
Z1/2α = Nilai standar deviasi normal, ɑ 5% = 0,05 (1,96)
Zβ = Nilai standart deviasi normal , ß 10% = 0,10 (1,28)
μ1 = Rata-rata selisih sebelum dan seudah berkumur ekstrak daun
kemangi
μ2 = Rata-rata selisih sebelum dan seudah berkumur aquadest
Hasil perhitungan besar sampel diperoleh sebanyak 21, dengan 2
perlakukan
4.3.3 Kriteria Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa FKG Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri, yang memenuhi kriteria sampel. Adapun kriteria sampel
yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah
1. Gigi tidak berdesakan
2. Menandatangani informed consent
3. Tidak ada karies dan sisi yang hilang dalam bidang pengukuran
4. Mahasiswa yang tidak memakai peranti ortodonti, GTSL (Gigi Tiruan
Sebagian Lepasan) maupun GTT (Gigi Tiruan Tetap)
5. Tidak sedang menggunakan obat kumur
4.3.4 Tehnik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel di lakukan dengan metode simple random
sampling, yaitu pengambilan sampel yang di lakukan secara acak sederhana
26
(Notoatmodjo, 2010), dimana setiap mahasiswa mempunyai kesempatan yang
sama untuk dipilih sebagai sampel. Pada penelitian ini dilakukan secara acak pada
seluruh mahasiswa FKG Institut Ilmu Kesehatan yang memenuhi kriteria sampel.
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.4.1 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) 14%
2. Variabel terikat : Skor plak gigi
3. Variabel terkendali : Waktu dan cara berkumur
: Cara menyikat gigi
: Kekentalan sama
: Plak dianggap nol
4.4.2 Definisi Operasional
1. Ektrak Daun Kemangi
Ekstrak daun kemangi ini hasil dari proses ekstraksi, kemudian ekstraksi
diencerkan dengan aquadest hingga didapat konsentrasi 14% (Olivia, 2010).
setelah didapat konsentrasi 14% selanjutnya diukur kira-kira 20 ml dan dikumur-
kumur.
27
2. Skor Plak Gigi
a. Skor yang diperoleh dari pengukuran indeks plak gigi dengan
pengukuran skor plak dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36,
31, dan 46 (Hashyim dan Kawari, 2009).
b. Indeks plak adalah alat bantu untuk mencatat distribusi plak gigi pada
semua permukaan gigi. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
disclosing agent (Klaus et al, 1989)
Cara menentukan skor plak gigi menurut Green Vermillion (1964),
yaitu:
0 = apabila tidak terlihat warna di permukaan gigi yang diperiksa
2 = apabila hanya terlihat warna dipermukaan sepertiga servikal
2 = apabila warna terlihat sampai sepertiga tengah
3 = apabila terlihat warna sampai permukaan sepertiga oklusal
Skor tiap individu dapat diperoleh dari perhitungan (Hashyim dan Kawari 2009
4.4.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan
1. Timbangan analitik
2. Kaca mulut
Indeks Plak = Total skor plak seluruh permukaan gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa
28
3. Gelas plastik
4. Gelas kumur
5. Tissue
6. Timer
7. Sikat gigi
8. Pasta gigi
9. Dental floss
10. Cotton pelet
Bahan yang digunakan
1. Daun Kemangi (Ocimum santum)
2. Aquadest
3. Disclosing agent
4.5 Cara Kerja
4.5.1 Cara Pembuatan Ekstrak Daun Kemangi
Pembuatan ekstrak ini di buat di Medika Metera di Batu-Malang, dengan
bantuan petugas Medika Metera di Batu-Malang.
Bahan yang diteliti adalah herbal daun kemangi segar, kemudian diangin-
anginkan selama 5-6 hari, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender
hingga benar-benar halus. Kemudian direndam dengan pelarut etanol 90% selama
kurang lebih 24 jam. Kemudian disaring dan dipisahkan dari ampas, ampas
direndam lagi dengan etanol 90% yang baru 24 jam. Hal demikian diulangi
hingga ampas sudah terdapat zat yang terkandung didalamnya (tidak dapat
diekstraksi lagi), untuk mengetahuinya dengan penampak noda menjadi tidak
berwarna. Ekstrak yang didapatkan diuapkan dengan rotary evaporator sampai
29
didapat ekstrak yang kental. Dibuat konsentrasi 14% dibuat dengan melarutkan
larutan ekstrak kental daun kemangi dengan aquadest dengan perbandingan 14
g/ml ekstrak daun kemangi dalam 100 ml aquadest (Sampurno, 2004)
4.5.2 Waktu dan Cara berkumur
Waktu yang digunakan untuk berkumur aquadest dan ekstrak daun
kemangi adalah 30 detik, dengan cara menahannya di dalam mulut tertutup (gigi
oklusi), kemudian menggerakkannya di mulut dan mengeluarkannya.
4.6 Alur penelitian
Sampel yang sesuai kriteria mendatangani informed concent
Setelah kira-kira 3 jam
Sampel berkumur dengan aquadest
Pemeriksaan skor plak II
Menyikat gigi jam 07.00 pagi
Setelah kira-kira 1 jam
Pemeriksaan skor plak I
Menyikat gigi jam 07.00 pagi
Setelah kira-kira 3 jam
Pemeriksaan skor plak I
Sampel berkumur dengan ekstrak daun kemangi
konsentrasi 14%
Setelah kira-kira 1 jam
Pemeriksaan skor plak II
Hari pertama Hari kedua
30
4.7 Rencana Pengolahan dan Analisis
Dilakukan uji distribusi data terlebih dahulu dengan uji normalitas test
Shapiro wilk, untuk melihat apakah data yang didapat berdistribusi normal atau
tidak. Kemudian jika distribusi normal dilakukan uji parametrik t-test, jika
distribusi tidak normal bisa menggunakan uji non parametrik uji test Wilcoxon
karena membandingkan 2 sampel berpasangan (Sugiono, 2003)
31
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti K., Diana .N, Ester A. 2011. Pengaruh Pemberian Gel Ekstrak Daun
Kemangi (Ocimum sanctum L.) Terhadap Percepatan Penyembuhan Luka
Paska Pencabutan gigi Cavia cobaya Surabaya;
Ayreess, J.C, J. Munt and W.E. Sandine. 1988. Microbiology of Food. San
Fransisco: W.H. Free Man and Company. Pages 35-36.
Baskaran X. 2008. Preliminary studies an antibacterial activity of Ocimum
sanctum L. Ethnobotanical Leaflets Dept. of plant biology & plan
biotechnology, St. Joseph’s college, India.
Claus, E.P., Tyler V.E, Bradley, L.R., 1970. Pharmacognosy 6th ed. Philadelphia :
Lea andFebiger
Darmiati, I., 2007. Pemeriksaan Kandungan Kimia dan Uji Efek Antiinflamasi
dari Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.), Skripsi. Fakultas
Farmasi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dzen, SM, Roektiningsih ,Santoso,S and Winarsih ,S. 2003. Bakteriologi Medik
Tim Mikrologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang:
Guenther,E., 1987. Minyak astiri, jilid 1. Terjemahan S.Kateren, Penerbit
Universitas Indonesia , Jakarta; 13-15,131-141, 286-296.
Hashyim, H.A. dan Kawari, H. 2009. Overjet and periodontal health : a
comparative studybetween senior and junior dental students King Saud
University.
32
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka. Hal. 28-29.
Kim JM. Marshal MR. Cornrll JA. Boston. WeiCI. 1995. Antibacterial Activity of
Carvicol. Citral and geroniol againt .J Food Sci. 69(6): 1365-1366
Klaus H, Rateitschak E M, Wolf H F, Hassel T M. 1989. Color Atlas of Dental
Medicine Periodontology. New York : Thieme Medical Publisher, Inc. p.11 –
32.
Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan), Gadjahmada University Press: Yogyakarta
Madlgan, M T.,J.M, Martinko,J. Parker. 2003. Biologi of Microorganisme, Brock.
New Jersey: Prentice- Hall inc
Manson, J. D. 1993. Buku ajar periodonsia. Ed 2 Alih bahasa Anastasia Jakarta :
Hipokretes .Hml.23-7
Maryati, Ratna S F, Triastuti R. 2007. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri
Daun kemangi Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli.
Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 8, No. 1, 2007: 30 - 38
Ming F, Ji-Hua C, Xiu-Li Xu, Pei-Hong Yang , Hartmut F. Hildebrand ., 2006,
Antibacterial activities of inorganic agents on six bacteria associated with oral
infections by two susceptibility tests .
Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, and McLaughlin
JL. [serial online] 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for
active plant constituents. Planta Med May [cited 2012 April 22]; 45(5): 31-4.
Newman, Takei, Klokkevold, Carranza. 2006. Clinical Perodontology. 11th Ed.
Saunders Co St Louis, Missouri
33
Nguyen, Xuan dung, Oyen. 1999. Essential Oils. Backhuys Publiser. Laiden
Nield Gehrig JS.,Willman DE. 2003. Fondation periodontics for the dental
hygienist hal; 74
Notoatmodjo S. 2010. Metode penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Oman K. 2006. Cerdas Belajar biologi. Jakarta; Rineka Cipta
Pelczar, MJ. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi 2 Terjemahan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Pitojo, S. 1996. Kemangi dan Selasih. Ungaran: Trubus Agriwidya. Halaman 5, 13
Prakash, P., and Gupta. 2005. Therapeutic uses of Ocimum sanctum L. (tulsi)
with a note on eugenol and its pharmacological actions: a short review. Indian
Journal of Physiology and Pharmacology 49: 125 – 131.
Robinson ,T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB, Bandung : Hal
139-154
Samaranayake L. 2002. Essensial Microbiology for Dentistry. China ; 11 (3) : 118 – 2
Sampurno. 2004. Monograph of Indonesia Medical Plant Extracts. National
Agency of Drug and Contol the Of Indonesia. Jakarta.Volume 1 Hal. 105-106
Silverstone, L. M. 1981. “The Nature and Problem of Dental Caries in Man”.
Dental Caries Aethiology, Pathology and Prevention. London, Macmillan.
h. 134-5
Siswandono and Soekarjo B., 1995. Kimia Nedisinal. Airlangga University. Press.
Surabaya:
Sugiono. 2003. Statistika Untuk Penelitian . Bandung:
34
Sumedha C.,Tilotma T., Sunaina Yadav1, Sumitra N,.2009. Review on Tulsi
(Ocimum sanctum) -A Medicinal Herb Journal of Drug Discovery and
Developmental, Vol, 1, Issue, 1.
Syamsuhidayat SS dan Hutapea JR. 1991. Inventaris tanaman obat Indonesia I.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 420-421.
Olivia. 2010. Daya hambat Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap
pertumbuhan bakteri plak. Skipsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga Surabaya.
Telci, I., E. Bayram., G. Yilmaz., dan B. Avci. 2006. Variabilityy in essential oil
composition of Turkish basils. Biochemical Systematics and Ecology Journal.
34 (2006):489-497.
Vernino AR., Fedi P.F., Gray J.L. 2000. Silabus Periodonti, 4th ed, EGC Jakarta:
Wahyukundari, M.A., (2008). Perbedaan Kadar Matrix Metalloproteinase-8
Setelah Scaling dan Pemberian Tetrasiklin pada Penderita Periodontitis
Kronis, Jurnal PDGI. 58(1) :1-6.
Wolf .F, M. Thomas., Hassell. 2006. Color Atlas Hygiene: Periodontology
hal:225
top related