representasi nilai pluralisme pada film uang panai …tauladan dan contoh yang baik bagi kita semua...
Post on 31-Oct-2020
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
REPRESENTASI NILAI PLURALISME PADA FILM UANG
PANAI KARYA ASRIL SANI DAN ALINA GANI (SEBUAH
KAJIAN SEMIOTIKA SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memeroleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
RUHANA
10533778814
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Jangan ingat lelahnya belajar,
tapi ingat buah manisnya yang bisa dipetik kelak ketika sukses.
Kupersembahkan karya ini buat :
Kedua orang tuaku, suami, saudaraku, dan sahabatku,
atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis
mewujudkan harapan menjadi kenyataan.
ABSTRAK
RUHANA 2018 Representasi Nilai Prulalisme pada Film Uang
Panai Karya Asril Sani dan Alina Gani (Sebuah Kajian Semiotika Sastra).
Skripsi. Dibimbing oleh M. Agus dan Sakaria. Program studi S1
Pendidikan Bahada dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui representasi nilai
pluralisme dalam Film “Uang Panai mahal. Subjek penelitian ini adalah teks
film uang panai. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan berbagai adegan dan dialog yang
ditampilkan dalam film Uang panai menunjukkan bahwa film
merepresentasikan pluralisme, bentuk pencampuran simbol-simbol agama serta
inklusivisme. Dalam film ini kode yang paling dominan adalah kode
karakter, dialog dan aksi pada level representasi. Representasi pluralisme yang
digambarkan di dalam Uang panai didominasi oleh pluralisme yang
menyatakan “the encounter of commitments” (perjumpaan dari komitmen).
Perjumpaan komitmen dalam film ini ditunjukkan dengan adanya keputusan-
keputusan yang diambil tanpa meninggalkan keyakinan agama. Karakter-
karakter tetap menghargai keputusan karakter lainnya dalam film. Pada
kategori tersebut kode-kode yang muncul adalah kode dialog, karakterdan
naratif. Film ini juga menggambarkan bahwa jika seseorang berusaha pantang
menyerah maka akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan usahanya. Namun,
di sisi lain ditemukan bentuk percampuran simbol-simbol agama. Kemunculan
unsur pencampuran simbol-simbol agama yang terdapat dalam film uang panai
berdampak pada kesalahapahaman antara syarat untuk menikah, dimana adat
istiada mengutamakan Uang panai, sedangkan dalam agama uang panai
bukanlah mahar, hal ini dapat membuat kesalahpahaman masyarakat dalam
memahami persyaratan menikah dalam agama.
Kata kunci: Representasi, Nilai Prulalisme, Film, Uang Panai
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Puji syukur atas ke hadirat Allah Subhanahu wata‟ala, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan kepada hamba-Nya,
terkhusus selama menyusun hingga selesaikanya proposal ini.
Tak lupa pula saya kirimkan salam dan salawat kepada Nabi besar kita
Muhammad Shallallahu‟alaihi wasallam,atas segala kearifan sikap yang menjadi
tauladan dan contoh yang baik bagi kita semua ,terutama kepada diri pribadi.
Penyusun proposal ini merupakan sala satu syarat untuk menyelesaikan
mata kuliah penelitian Kebahasaan pada program studi bahasa dan sastra
Indonesia Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas muhammadiya
Makassar.
Dalam proses penyususnan hingga selesaikanya proposal ini peneliti
telah menghadap begitu banyak sumbasi dari beberapa pihak, maka dari itu
tiada kata yang lebih pantas saya ucapkan melainkan ucapan terimah kasih
kepada. Kedua orang tua Ayahanda Arifin dan Ibu Saning yang telah brjuang,
berdoa, mengasuh, membesarkan, mendidik dan membiayai saya dalam proses
pencarian ilmu. Demikian pula saya mengucapkan kepada suamiku tercinta Budi
Wardiman yang telah berjuang, mendoakan dan membiayaiku serta tak hentin-
hentinya memberikan motivasi, semangat dan selaluh menemaniku dalam
menyelesaikan skrips ini. Demikian pula, saya mengucapkan terima kasi kepada
Dr. M. Agus, M.Pd.,selaku dosen pembimbing I dan Dr. Sakaria,S.Pd., M.Pd.,
selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan masukan, arahan dan
bimbingan serta motivasi sejak awal penyususnan proposal hingga selesainya
skripsi ini.
Tidak lupa pula juga saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. H.
Rahman Rahim, SE,MM. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
Erwin Akib, M.Pd.,Ph.D. Selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dr. Munirah, M.Pd. Selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indinesia FKIP
Unismuh Makassar.
Terima Kasih saya sampaikan kepada sahabat-sahabatku tercinta Sri
Rahayu, Masrifatul Jannah, Vony Yuhyita, Nurlinda, Nurlaela, atas segalah
bantuan dan kebersamaanya dalam melewati masa perkuliahan yang tidak singkat
dan seluruh teman-teman angkatan 2014 Jurusan Bahasa dan Sastra Indinesia
Khususnya kelas F yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati , saya senantiasa mengharapkan
kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut
sifatnya membangun karena saya yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti
sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi
para pembaca,terutama bagi diri pribadi saya. Amin.
Makassar, Agustus 2018
Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ vi
LEMBAR PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... x
SURAT PERNYATAAN ………………………………………………………..iv
SURAT PERJANJIAN …………………………………………………………...v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……………………………………………….vi
ABSTRAK ………………………………………………………………………vii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...x
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR ................................................ 6
A. Penelitian Relevan ................................................................................ 6
B. Sastra .................................................................................................... 7
C. Karya Sastra ....................................................................................... 13
D. Film .................................................................................................... 16
E. Pluralisme ........................................................................................... 20
F. Semiotika Sastra ................................................................................. 26
G.Seometika Ferdinan De Souddure....................................................... 28
H. Kerangka Pikir .................................................................................. 31
BAB III ................................................................................................................. 33
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 33
A. Jenis dan Desain Penelitian ................................................................ 33
B. Definisi Istilah .................................................................................... 33
C. Data dan Sumber Data ........................................................................ 34
D.Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 34
E. Teknik Analisis Data .......................................................................... 35
BAB IV ................................................................................................................. 37
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................... 37
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 37
B. Pembahasan ........................................................................................ 47
BAB V ................................................................................................................... 50
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 50
A. Kesimpulan......................................................................................... 50
B. Saran ................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Film adalah suatu media visual, yaitu media yang memaparkan“berita”
yang dapat ditangkap, baik melalui indera mata maupun telinga sehingga sangat
efektif dalam mempengaruhi penonton. Menurut Widjaja, film merupakan
kombinasi dari drama dengan panduan suara dan musik, serta drama dari panduan
tingkah laku dan emosi, dapat dinikmati besar oleh penontonnya sekaligus dengan
mata dan telinga. (1993)
Film merupakan salah satu media yang sangat berpengaruh di
masyarakat. Lewat film masyarakat dapat melihat realitas yang sedang
berkembang. Bagi pembuat film (sineas), film dapat dijadikan penyampaian
pesan moral maupun sosial. Film mengalami perkembangan seiring dengan
perkembangan teknologi yang mendukung dari film hitam putih sampai film
yang berwarna dan bersuara. Peralatan produksi film juga mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga sampai sekarang tetap mampu
menjadikan film sebagai tontonan menarik khalayak luas.
Ditinjau dari aspek komunikasi, film merupakan salahsatu penyampaian
pesan yang efektif. Film memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan
media lainnya. Salah satunya adalah film mampu memadukan audio dan visual.
Saat ini film dikelola menjadi suatu komoditi yang kompleks dalamnya, dari
produser, pemain hingga seperangkat kesenian lain yang sangat mendukung
seperti musik, seni rupa, teater, dan seni suara. Semua unsur tersebut
2
terkumpul menjadi komunikator dan bertindak sebagai agen transformasi
budaya. Adapun pesan-pesan komunikasi terwujud dalam cerita dan misi yang
dibawa film tersebut serta terangkum dalam bentuk drama, action, komedi dan
horror. Genre-genre filminilah yang dikemas oleh seorang sutradara sesuai
dengan gaya masing-masing. Ada yang tujuannya sekedar menghibur, memberi
penerangan, atau mungkin kedua-duanya
Film dapat dibagi menjadi 4 yaitu film dokumenter, film cerita pendek,
filmcerita panjang dan film-film jenis lain seperti profil perusahaan. Yang
sedang berkembang saat ini salah satunya film berjenis cerita pendek atau biasa
disebut Film indie. Ini dapat dilihat dari banyaknya festival-festival film
indie yang diselenggarakan oleh mahasiswa, stasiun TV swasta maupun non
swasta. Dalam film indie harus memperhatikan teknik sinematografinya, seperti
film-film panjang atau film-film nasional lainnya.
Secara umum, film bertujuan untuk menggugah perasaan penonton untuk
memaknai pesan yang disampaikannya sehingga secara langsung maupun tidak
film tersebut akan berdampak pada psikis penontonnya. Misalkan dalam film
horor yang akan memberikan pengaruh secara psikis bagi penontonnya sehingga
membuatnya mersa takut, atau film komedi yang akan memberikan
pengaruh psikis yang mampu membuatnya tertawa dalam kebahagian.
Film senantiasa terinspirasi dari kehidupan sosial masyarakat dari
sudut geografis mupun demografi dan kearifan lokalnya. Sistem budaya,
moral, etika ,kehidupan politik keanegaraan dan bahkan agama turut menjadi
inspirasi pesan yang diaktualisasikan dalam layar perfilman Indonesia. Meskipun
3
tidak semua film berasal dari kisah kehidupan nyata, akan tetapi jalan cerita
yang dituangkan tidak pernah jauh dari gambaran kehidupan sebenarnya yang
dibuat seakan-akan nyata.
“Uang Panai” adalah sebuah film karya Amril Nuryan dan Halim Gani
Safia, dimana film ini menceritakan tentang seorang pemuda Bugis Makasssar
yang baru kembali dari perantauannya, dan kembali bertemu dengan mantan
kekasih. Pemuda tersebut kembali ingin menjalin hubungan yang serius dengan
sang mantan ke jenjang yang lebih serius. Keseriusan inilah yang selanjutnya
membuat halangan-halangan yang lebih besar yang harus dihadapi sang pemuda.
Salah satunya adalah persyaratan yang diajukan oleh orang tua sang gadis yang
cukup menyulitkan sang pemuda.
Proses untuk memenuhi persyaratan orang tua gadis inilah yang
selanjutnya membuat pemuda menghadapi berbagai situasi yang beragam. Namun
dalam keberagaman itu ia mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran hidup
mengenai bagaimana meraih dan menjaga kepercayaan yang diberikan oleh orang
lain. Film ini sangat sesuai dengan corak kehidupan masyarakat di wilayah
Sulawesi Selatan karena, Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi dengan
tingkat kemajemukan yang cukup besar.Potret ini dapat kita lihat di beberapa
kabupaten yang salah satunya adalah Kota Makassar.
Kota Makassar merupakan ibukota provinsi Sulawesi Selatan, dengan
keragaman budaya penduduk asli dan pendatang dari berbagai kabupaten di
Sulawesi Selatan bahkan suku dari luar Sulawesi itu sendiri. Dengan banyaknya
keragaman tersebut maka pertemuan orang yang berbeda asal akan selalu terjadi
4
yang salah satunya adalah perkawinan antar suku.
Seperti yang ditunjukkan dalam film Uang panai adalah adanya
perbedaan suku yakni suku Bugis dan suku Makassar yang adat istiadatnya cukup
berbeda. Sehingga sang mempelai harus berjuang untuk melewati rintangan
perbedaan tersebut, untuk memperoleh doa restu dari keluarga pasangan. Dalam
hal ini pluralisme sangatlah diperlukan untuk menjaga kerukunan dalam
perbedaan tersebut. Namun kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya, potret miris
tentang pluralisme makin banyak terjadi di Indonesia, tak terkecuali di Kota
Makassar sendiri.
Berangkat dari paparan di atas, hal itu menjadi alasan bagi peneliti untuk
meneliti dan mengkaji film “Uang Panai (Mahal)” dalam rangka memperoleh
informasi serta menggali nilai pluralisme yang terkandung didalamnya, sehingga
dapat mengetahui bagaimanakah representasi nilai pluralisme dalam film tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah representasi nilai
pluralisme dalam film “Uang Panai (Mahal)?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah, tujuan
penelitian ini untuk mengetahui representasi nilai pluralisme dalam film “Uang
Panai Mahal”.
5
D. Manfaat Penelitian
Mengingat pentingnya penelitian ini dalam berbagai faktor, maka
manfaat penelitian ini ditinjau dari dua segi, seperti diuraikan di bawah ini.
1. Secara Teoretis
a. Hasil penelitian diharapkan berguna bagi pengembangan kajian penelitian
sastra pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
b. Hasil penelitian diharapkan mampu memperkaya pustaka referensi didunia
Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya dalam film.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman mahasiswa dalam memahami pesan-pesan yang terkandung
dalam sebuah film, melalui tanda dan simbol yang terdapat dalam film.
b. Hasil penelitian ini diharap dapat memberi kritik dan masukan bagi sineas
indie dalam merepresentasikan pesan dalam film, khususnya pesan
pluralisme.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR
A. Penelitian Relevan
Sebelum penelitian ini terdapat penelitian yang relevan yang membahas
tentang reprentasi nilai pluralisme. Penelitian tersebut berjudul:
a. Pertama, penelitian oleh Rosyid Rohman dengan judul “Representasi
Ikhlas dalam film Emak Ingin Naik Haji (Analisis Semiotik terhadap Tokoh
Emak)”. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah tentang simbol-simbol yang
terdapat dalam film Emak Ingin Naik Haji yang merepresentasikan ikhlas melalui
tokoh Emak. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika
dua tahap oleh Roland Barthes dengan menekankan pada tanda-tanda yang
disertai maksud (signal) serta berpijak dari pandangan berbasis pada tanda-tanda
tanpa maksud (symptom). Artinya film sebagai salah satu karya desain
komunikasi visual mempunyai tanda ber-signal dan ber-symptom, dan dalam
memaknai makna gambar harus mengamati ikon, indeks, simbol dan kode sosial
sebagai cara mengangkat kembali fragmen-fragmen kutipan.
Kesimpulan dari penelitian ini menemukan bahwa tanda-tanda ikhlas
melalui tokoh Emak, yaitu: 1) Pantang menyerah, 2) Orang yang ikhlas hatinya
baik dan lembut, 3) Istiqomah, 4) Berusaha membantu orang lain yang
lebih membutuhkan, 5) Selalu memaafkan kesalahan orang lain, 6) Tidak
membeda-bedakan dalam pergaulan, 7) Tawakal, 8) Bersyukur. Kesamaan
penelitian Rosyid Rohman dengan penelitian penulis saat ini ialah terletak
pada analisis yangdipakai menggunakan analisis semiotik, sedangkan
7
perbedaannya terletak pada objek, tujuan dan fokus penelitian.
b. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Tri Utami,“Gambaran Perempuan
dalam Film Berbagi Suami”.Penelitian ini ingin memahami secara mendalam
tentang kehidupan poligamidi Indonesia, khususnya mengenai keadaan
perempuan yang digambarkan dalam Film Berbagi Suami. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis teori John Fiske dengan pendekatan
deskriptif-kualitatif. Menggunakan analisis sintagmatik pada level realitas dan
analisis paradigmatik pada level ideologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Film Berbagi Suami menggambarkan istri dalam keluargayang identik dengan
ideologi patriarki yang ditunjukkan dalam kehidupan keluarga poligami. Selain
itu juga film yang diteliti menunjukkan adanya nilai penyimpangan istri yang
merujuk pada feminisme radikal. Kesaman penelitian Tri Utami dengan
penelitian yang dilakukan penulis saat ini ialah terletak pada analisis yang dipakai
menggunakan semiotik. Perbedaanya terdapat pada objek penelitian, subjek
penelitian dan fokus penelitiannya.
Kesamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan
penulis saat ini adalah sama-sama penelitian dengan reprentasi.Perbedaan dari
kedua penelitian adalah penelitian terdahulu menggunakan teori semiotika Sander
Pierce maka penulis menggunakan teori reprentasi pluralisme.
B. Sastra
Sastra merupakan bentuk karya tulis yang berupa puisi, novel, essay, dan
sebagainya, terutama sastra adalah karya imajinatif yang dikarakterisasikan oleh
8
keunggulan dalam segi gaya dan ekspresi dan juga tema yang umum atau
mempertahankan ketertarikan. Mempelajari kajian sastra membutuhkan teori yang
berhubungan dengan kesusastraan.Teori tersebut dikenal sebagai teori sastra.
Penjelasan sederhana mengenai arti sastra diungkapkan oleh Bressler (1994)
yang menyatakan “Literature as work of imaginative or creative witings.”
Sastra sebagai karya imajinatif atau penulisan kreatif.
Pendapat lain yang juga menjelaskan bahwa sastra merupakan
karangan yang mengisahkan cerita, mendramatisasi situasi, mengekspresikan
emosi atau perasaan, menganalisis dan mengeluarkan pendapat. Roberts dan
Jacobs (2006:2) menyatakan, “Literature is composition that tells a story,
dramatizes a situation, expresses emotions, analyzes and advocates ideas.”
Ade dan Okunoye (2008) menjelaskan beberapa definisi mengenai sastra
menurut Moody (1987), Boulton (1980), dan Rees (1973). Moody (1987)
menyatakan bahwa sastra berasal dari kecintaan kita mengisahkan sebuah cerita,
menyusun kata-kata dengan sangat rapi, mengungkapkan kata-kata dari beberapa
aspek dari pengalaman manusia itu sendiri. Boulton (1980) menyatakan definisi
mengenai sastra dari fungsi perspektivnya sebagai karya imajinatif yang
memberikan kita recreation atau hiburan, recognition atau pengenalan, revelation
and redemption atau pengungkapan dan pembebasan. Rees (1973) menyatakan,
setelah menjelaskan apa itu sastra, Rees menyimpulkan bahwa sastra adalah
sebuah ungkapan permanen dari kata-kata yang ada dalam pikiran atau perasaan
mengenai kehidupan dan dunia.
Dari ketiga pendapat tersebut disimpulkan bahwa sastra itu berupa
9
ungkapan dari pemikiran dan perasaan, saatra juga berhubungan dengan
pengalaman hidup, kata-kata yang digunakan dalam sastra sangat kuat, efektif dan
bahkan memikat, dan juga sastra memberikan hiburan dan mengilhami fakta-fakta
yang tersembunyi. Ade dan Okunoye (2008:3) kembali menyatakan, “Literature
is thus summed up as permanent expressions in words (written or spoken),
specially arranged in pleasing accepted patterns or forms. Literature expresses
thoughts, feelings, ideas or other special aspects of human experiences.”
Sastradisimpulkan sebagai ekspresi permanen berupa kata-kata (tulisan atau
ucapan), terutama disusun dalam bentuk yang rapi.Sastra mengekspresikan
pikiran, perasaan, pendapat atau aspek-aspek yang spesial mengenai pengalaman
manusia.
1. Bentuk-Bentuk Sastra
Roberts (1983:3) menyatakan ada empat jenis bentuk sastra diantaranya
adalah narrative atau karangan, drama, puisi, dan nonfiksi. “All these formshave
many common characteristics. While the major purpose of nonfiction prose, for
example, is to inform, the other genres also provide information (although
informing is incidental to the others).” Semua jenis tersebut memiliki
karakteristik yang umum. Sementara tujuan utama dari prosa nonfikis, misalnya,
untuk memberitahukan, jenis-jenis yang lainnya juga memberikan informasi
(walaupun secara kebetulan).
a. Narrative
Narrative adalah rangkaian cerita sebuah peristiwa, selalu bersifat
fiksional, walaupun terkadang peristiwa fiksi tersebut mungkin dihubungkan ke
10
dalam peristiwa-peristiwa yang sangat bersejarah.Dua jenis cerita fiksi yang
sering dibaca adalah short story atau cerita pendek dan novel. Myths,
parables, romances, dan epics juga merupakan bagian dari jenis cerita fiksi.
Cerita fiksi merupakan jenis karya sastra yang menceritakan tentang hal-
hal yang bersifat imajinatif atau khayalan.Hal tersebut menjadi ciri utama yang
membedakan antara cerita fiksi dan nonfiksi. Cerita fiksi lebih cenderung masuk
ke alam imajinasi penulisnya agar cerita yang ditulisnya dapat membuat
pembacanya bisa memasuki dimensi lain dengan menggunakan imajinasi.
Pembaca diseret jauh dan diperkenalkan ke dunia yang bisa saja tidak ada sama
sekali di dunia nyata.
Fiksi diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu literature of escape
dan literature of interpretation.Dua kategori ini memiliki perbedaan yang
mendasar. Untuk literature of escape, ditulis semata-mata hanya untuk
hiburan dan membantu kita melewati waktu secara cepat. Sedangkan \
]literature of interpretation ditulis untuk mengajak kita berpikir luas,
mendalam, dan menyadari arti kehidupan.
1) Drama
Drama sangat identik dengan pertunjukan panggung.Drama adalah
bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan
menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Lakuan dan
dialog dalam drama tidak jauh beda dengan lakuan serta dialog yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Drama merupakan penciptaan kembali kehidupan nyata
atau jika menurut istilah Aristoteles, adalah peniruan gerak yang
11
memanfaatkan unsur-unsur aktifitas nyata. (Kosasih, 2012:132).
2) Puisi
Dalam NTC‟s Dictionary, puisi atau poetry adalah “Literature in its most
intense, most imaginative, and most rhythmic forms.”Puisi adalah sastra yang
paling intens, paling imajinatif, dan paling beritme dalam bentuknya. “In general,
poetry’s richness in imagery, particularly in metaphor, results in a far greater
concentration of meaning than is ordinarily found in prose”. Secara umum,
kekayaan puisi berasal dari imajinasi, biasanya berbentuk metaphora, hasil dari
pemikiran arti yang mendalam dan lebih tinggi dibandingkan dengan karya prosa
yang biasa. (NTC‟s Dictionary, 169).
3) Nonfiksi
Nonfiksi merupakan bagian sastra yang dibedakan dari prosa naratif yang
berhubungan dengan atau memberikan pendapat atau yang berdasar pada
fakta dan kenyataan, termasuk didalamnya adalah biographi, sejarah, dan essay.
b. Bentuk Narative
Salah satu bentuk sastra yaitu naratif memiliki dua jenis yaitu short story
atau cerita pendek dan novel. Unsur-unsur dalam sebuah karya sastra baik
itu cerita pendek atau pun novel memiliki kesamaan dalam pembagian unsur-
unsurnya. Kosasih (2012:60) memberikan penjelasan yang membedakan
pembagiaan unsur-unsur novel dan cerpen. Unsur-unsur tersebut diantaranya
adalah unsur tema, alur, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat.
Namun ada perbedaan yang jelas antara cerita pendek dan novel. Cerpen
memiliki alur cerita yang lebih pendek dibandingkan dengan novel yang
12
cenderung lebih panjang dan lebih rumit. Tokoh yang dimunculkan dalam cerpen
tidak sebanyak novel.Latarnya pun sangat terbatas namun novel memiliki latar
yang lebih luas dan dalam waktu yang lama.Tema yang digunakan oleh cerpen
terkadang lebih sederhana sedangkan novel memiliki tema yang lebih kompleks
karena adanya tema-tema bawahan.
c. Novel
Unsur-unsur yang terdapat dalam novel di antaranya adalah
1) Tema, yang merupakan gagasan yang menjalin struktur isi cerita.
2) Alur atau plot, yang merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk
oleh hubungan sebab akibat.
3) Latar atau setting, yang merupakan tempat dan waktu berlangsungnya
kejadian dalam cerita.
4) Penokohan, cara pengarang menggambarkan karakter tokoh-tokoh dalam
ceritanya.
5) Point of View atau Sudut Pandang, yang merupakan posisi pengarang
dalam membawakan cerita.
6) Amanat, bentuk amanat yang disampaikan oleh pengarang dalam setiap
ceritanya dapat disampaikan dengan rapi dan tersimpan diseluruh bagian
cerita.
7) Gaya bahasa dapat digunakan sebagai bahasa untuk karakter yang
digambarkan oleh penulis. Bahasanya dapat menandakan karakter itu jahat
atau baik dengan kata-kata yang digunakannya.
13
C. Karya Sastra
Sastra secara etimologi diambil dari bahasa-bahasa Barat (Eropa) seperti
literature (bahasa Inggris), littérature (bahasa Prancis), literatur (bahasa Jerman),
dan literatuur (bahasa Belanda).Semuanya berasal dari katalitteratura (bahasa
Latin) yang sebenarnya tercipta dari terjemahan kata grammatika (bahasa
Yunani). Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata littera”
dan “gramma” yang berarti huruf (tulisan atau letter). Dalam bahasa prancis,
dikenal adanya istilah belles-lettres untuk menyebut sastra yang bernilai estetik.
Istilah belles-lettres tersebut juga digunakan dalam bahasa Inggris sebagai kata
serapan, sedangkan dalam bahasa Belanda terdapat istilah bellettrie untuk merujuk
makna belles-lettres.
Dijelaskan juga, sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Sansekerta yang merupakan gabungan dari kata sas, berarti mengarahkan,
mengajarkan dan memberi petunjuk. Kata sastra tersebut mendapat akhiran tra
yangbiasanya digunakan untuk menunjukkan alat atau sarana. Sehingga, sastra
berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk atau pengajaran. Sebuah kata lain
yang juga diambil dari bahasa Sansekerta adalah kata pustaka yang secara luas
berarti buku (Teeuw, 1984: 22-23).
Sumardjo & Saini (1997: 3-4) menyatakan bahwa sastra adalah ungkapan
pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat,
keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona
dengan alat bahasa.Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa
pikiran,pengalaman, ide, perasaan, semangat, kepercayaan (keyakinan), ekspresi
14
atau ungkapan, bentuk dan bahasa. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Saryono
(2009: 18) bahwa sastra juga mempunyai kemampuan untuk merekam semua
pengalaman yang empiris-natural maupun pengalaman yang nonempiris-
supernatural, dengan kata lain sastra mampu menjadi saksi dan pengomentar
kehidupan manusia.
Menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekedar artefak (barang
mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup.Sebagai sosok yang hidup, sastra
berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik,
ekonomi, kesenian, dan kebudayaan.Sastra dianggap mampu menjadi pemandu
menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan
penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani
manusia.
Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan
mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam
usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya(Saryono, 2009: 20).Sastra dapat
dipandang sebagai suatu gejala sosial (Luxemburg, 1984: 23). Hal itu dikarenakan
sastra ditulis dalam kurun waktu tertentu yang langsung berkaitan dengan norma-
norma dan adat itiadat zaman itu dan pengarang sastra merupakan bagian
dari suatu masyarakat atau menempatkan dirinya sebagai anggota dari
masyarakat tersebut.
Secara rinci jenis-jenis sastra menurut Sumardjo & Saini (1997: 18-19)
digambarkan dalam diagram berikut:
15
Dunia kesastraan juga mengenal karya sastra yang berdasarkan cerita
atau realita.Karya yang demikian menurut Abrams (via Nurgyantoro, 2009: 4)
disebut sebagai fiksi historis (historcal fiction) jika penulisannya berdasarkan
fakta sejarah, fiksi biografis (biografical fiction) jika berdasarkan fakta biografis,
dan fiksi sains sains (science fiction) jika penulisannya berdasarkan pada ilmu
pengetahuan.Ketiga jenis ini disebut fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).
Menurut pandangan Sugihastuti (2007 :81-82) karya sastra merupakan
media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan
pengalamannya.Sebagai media, peran karya sastra sebagai media
untukmenghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada
16
pembaca.Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang
terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya.
Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan
gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat
dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda.
Selain itu, karya sastra dapat menghibur, menambah pengetahuan
danmemperkaya wawasan pembacanya dengan carayang unik, yaitu
menuliskannya dalam bentuk naratif. Sehingga pesan disampaikan kepada
pembaca tanpa berkesan mengguruinya.
D. Film
1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Film adalah suatu media visual, yaitu media yang memaparkan “berita”
yang dapat ditangkap, baik melalui indera mata maupun telinga sehingga sangat
efektif dalam mempengaruhi penonton. Menurut A. Widjaja, film merupakan
kombinasi dari drama dengan panduan suara dan musik, serta drama dari panduan
tingkah laku dan emosi, dapat dinikmati besar oleh penontonnya sekaligus dengan
mata dan telinga. Film juga merupakan fenomena sosial, psikologi, dan
estetika yang kompleks. Karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan
gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis.Dalam pengertian umum
film merupakan media hiburan bagi penikmatnya, tapi dalam kenyataannya
film juga memiliki fungsi sosial, yaitu fungsi penyampaian warisan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
17
Seperti yangdiungkapkan Karl Manheim bahwa siaran televisi, film,
dan media lain yang melibatkan khalayak dapat menimbulkan apa yang
dirumuskan Manheim sebagai publik abstrak, meskipun publik abstrak tidak
terorganisir, tapi reaksi terhadap stimulus yang sama yang diberikan melalui
media diatas, akan sesuai dengan konsep integrasi sosial.
Film dan televisi bukan semata-mata barang dagangan, tetapi
merupakan alat pendidikan dan penerangan yang mempunyai daya pengaruh
yang besar sekali atas masyarakat, sebagai alat revolusi dapat menyumbangkan
dharma baktinya dalam menggalang kesatuan dan persatuan nasional, membina
nation dan character building mencapai masyarakat sosialis Indonesia
berdasarkan pancasila, dengan adanya fungsi ini identitas kultural bangsa
Indonesia akan hadir dalam setiap film yang dibuat orang Indonesia.Menurut
HimawanPratista dalam bukunya “Memahami Film”, secara umum jenis film
terbagi menjadi tiga jenis, yakni film dokumenter, film fiksi dan film
eksperimental. Dalam hal ini, film “A Plur” termasuk jenis film fiksi, yaitu suatu
film yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya dapat
dibuktikan dengan data empiris. Untuk struktur ceritanya, film fiksi erat
hubungannya dengan hukum kasualitas atau sebab-akibat. Ceritanya juga
memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan,
serta pola pengembangancerita yang jelas. Untuk proses produksinya, film
fiksi cenderung memakan lebih banyak tenaga, waktu pembuatan yang lebih
lama, serta jumlah peralatan produksi yang lebih banyak dan bervariasi serta
mahal.
18
Beberapa jenis komposisi yang umum digunakan dalam film dilihat
dari segi ukuran (field of view) yang akan diambil adalah sebagai berikut:
a) Extreme Close Up: Pengambilan gambar yang sangat dekat sekali dengan
objek, sehingga detil objek seperti pori-pori kulit akan jelas terlihat.
b) Head Shot: Pengambilan gambar sebatas kepala hingga dagu.
c) Close Up: Pengambilan gambar dari atas kepala hingga bahu.
d) Medium Close Up: Pengambilan gambar dari atas kepala hingga dada.
e) Mid Shot (setengah badan): Pengambilan gambar dari atas kepala hingga
pinggang.
f) Medium Shot (tiga perempat badan): Pengambilan gambar dari atas kepala
hingga lutut.
g) Full Shot (seluruh badan): Pengambilan gambar dari atas kepala hingga kaki.
h) Long Shot: Pengambilan gambar dengan memberikan porsi background atau
foreground lebih banyak sehingga objek terlihat kecil atau jauh.
2. Tanda dan Simbol dalam Film
Media film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu
termasuk sebagai system tanda yang bekerja sama dengan baik dalamupaya
mencapai efek yang diharapkan. Tanda sendiri terdiri atas studi tentang
berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam
menyampaikan makna, dan cara-cara tanda itu terkait dengan manusia yang
menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami
dalam artian manusia yang menggunakannya.
19
Tanda dalam film bermakna untuk mengungkap pesan-pesan yang ada
dalam film tersebut. Tanda dan simbol menjadisasaran komunikasi antara
pembuat film (sutradara) dan penikmat film. Dalam produksi film, pembuatan
makna pada tanda an simbol sangat erat kaitannya dengan pemberi pesan,
apa dan bagaimana pesan itu disampaikan dan si penerima pesan. Sedangkan,
makna dianggap sebagai suatu yang muncul sebelum transmisinya tersalurkan
melalui film. Pesan suatu film dapat ditransmisikan tanpa masalah kepada
penonton yang pasif.
Berdasarkan konvensi dan penggunaan, simbol dimaknai untuk
menunjukkan sesuatu yang lain. Simboldapat berupa ungkapan tertulis,
gambar, benda, latar, peristiwa dan perwatakan yang biasanya digunakan untuk
memberi kesan dan memperkuat makna dengan mengatur dan mempersatukan arti
secara keseluruhan. Simboldapat bersifat pribadi, aslitradisional. Misalnya,
symbol bunga mawar, bunga mawar adalah bunga yang indah berwarna cerah
menjadi lambang perempuan cantik.
Suatu objek yang terdapat dalam sebuah film, tidak akan dapat
dilakukan dan tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali melakukan simulasi
(tanda), sedemikian rupa sehingga dapat dijelaskan mengapa suatu objek
dikatakan sebagai suatu objek. Kegiatan simulasi ini tercakup dalam ungkapan
“to reconstitute the functioning of the systems of signification.” Yaitu, melihat
proses pemaknaan (tanda) dalam objek yang sedang diteliti.Dengan demikian,
pembuat film mengajak penontonnya menerima data, fakta, gagasan, pandangan,
pikiran, cita-citanya dan saling berbicara tentangnya.
20
E. Pluralisme
Secara sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang
mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama dan budaya.
Pluralisme juga sering diartikan sebagai paham keberagaman yang ditujukan pada
pandangan bahwa agama-agama lain yang ada di dunia mengandung
kebenaran dan dapat memberikan manfaat serta keselamatan bagi penganutnya.
Pluraliseme bukan hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman,
tetapi pengakuan bahwa semua agama adalah jalan keselamatan yang baik
yang berbeda-beda yang dianugrahkan oleh Tuhan sehingga harus di hargai
secara sama tidak boleh ada yang dianggap nomor satu dan yang lainya
sekunder. Jadi pluralism adalah paham yang memposisikan kedudukan dan
derajat setiap golongan secara sejajar dansama rata.
Dalam konteks pluralisme agama dibutuhkan adanya diaog antar
pemeluk agama. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman
bersama tentang persamaan dalam persaudaraan. Diolog antara gama yang
dilengkapi dengan toleransi tetapi tanpa sikap pluralistik tidak akan menjamin
tercapainya kerukunan antar umat beragama yang langgeng. Dialog ini
haruslah berlandaskan dengan pemahaman bahwa perbedaan pendapat
merupakan fenomena lazim atau fenomena alamiah, termasuk perbedaan
pendapat baik yang bersifat substansif maupun skriptual. Tatkala substansi
yang menjadi landasan yang menjadi perbedaan cara pandang terhadap suatu
pendirian, keyakinan atau komitment terhadap kebenaran yang dipilih akan
menjadi syarat agar perbedaan itu bisa bersanding dalam kedamaian.
21
Secara garis besar pengertian konsep pluralisme dapat diketengahkan
dengan uraian sebagai berikut:
a. Pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya
kemajemukan,tetapi yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap
kenyataan kemajemukan tersebut. Seseorang baru dapat dikatakan
menyandang sifat pluralisme apabila ia dapat berinteraksi positif dalam
lingkungan kemejemukan tersebut.
b. Pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme. Kosmopolitanisme
menunjuk pada suatu realita dimana aneka ragam agama, ras dan bangsa
hidup berdampingan disuatu lokasi.
c. Pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme. Seseorang relativis
akan berasumsi bahwa hal-hal yang menyangkut “kebenaran” atau “nilai”
ditentukan oleh pandangan hidup serta kerangka berfikir seseorang atau
masyarakatnya.
d. Pluralisme bukanlah sinkretisme, yakni menciptakan suatu agama atau
kepercayaan baru dengan memadukan unsur tertentu atau sebagian
komponen ajaran dan beberapa agama untuk dijadikan bagian integral dari
agama baru tersebut.
Dari uraian tentang pluralisme ini dapatlah digaris bawahi, bahwa
apabila konsep pluralisme agama hendak diterapkan, maka harus bersyaratkan
satu hal, yaitu komitment terhadap agama masing-masing. Seorang pluralis
dalam berinteraksi dengan aneka ragam agama, tidak hanya dituntut untuk
membuka diri, belajar menghormati mitra dialognya. Tapi yang terpenting
22
harus committed terhadap agama yang dianutnya.
Pluralisme agama merupakan isu sentral dari sebuah teologi ataupun
pemahaman keagamaan Inklusif Pluralis yang dalam tulisannya Alwi Shihablebih
lanjut dijelaskan bahwa sebenarnya Inklusif Pluralis ini dipicu akibat adanya
gesekan-gesekan antar etnik dan agama. Dengan adanya upaya menciptakan
suasana dialog antar umat bergama, dialog ini sengaja disiapkan bagi orang-orang
yang mampu melakukan diskusi dengan umat beragama lain yang berbeda
pandangan tentang kenyataan hidup. Dialog tersebut dengan sendirinya akan
memperkaya wawasan kedua belah pihak demi mencari persamaan-persamaan
yang dapat dijadikan landasan hidup rukun dalam suatu masyarakat. Dari sini
diharapkan bahwa adanya dialog antar umat beragama ini akan tercipta semangat
toleransi antar umat beragama.
Kemajemukan menuntut untuk diakui dan diberi tempat dalam
kehidupan bermasyarakat. Dikatakan demikian karena walau bagaimanapun
pluralisme merupakan bagian dari sunnatullah sebagai satu kenyataan yang
telah menjadi kehendak Tuhan. Bahkan pluralisme adalah satu keharusan bagi
keselamatan umat manusia, melalui mekanisme pengawasan dan
pengembangan antara sesama manusia guna memelihara keutuhan bumi dan
pengembangan salah satu wujud kemurahan yang melimpah kepada umat
manusia.
Amin Abdullah mengatakan bahwa dinegeri ini sebenarnya isu
pluralisme agama sudah berumur seusia manusia dan selamnya akan
ada“toput new mine in the old bottle” akan tetapi cara dan metode manusia dalam
23
memahami dan menyikapi pluralisme itu yang harus berbeda dan senantiasa
berubah seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman karena yang
diperlukan itu bukanlah : “ideal language” yang bersifat reduktif pasivistik, tetapi
yang diperlukan adalah kepekaan baru yang lebih bersahaja dan menghargai
keanekaragaman dan pluralime kehidupan.
Pendidikan sebagai proses kehidupan sosial merupakan wahana bagi
satu agama untuk mentransmisikan ajaran-ajarannya dengan konsep dasar
sebagai alih nilai (transfer of values) dan alih pengetahuan (transfer of
knowledge).
Menurut Budhy Munawar Rachman pluralitas merupakan suatu
kenyataan, dan untuk mengatur pluralitas diperlukan adanya pluralisme. Sebab
dalam pluralitas terkandung bibit perpecahan, karena ancaman perpecahan inilah
diperlukan adanya sikap toleran, keterbukaan dan kesetaraan, menghilangkan
segala prasangka, serta bijaksana dalam memaknai pluralitas yang ada.
Kerangka Sikap pluralisme yang muncul menurut Budhy munawar
Rachman di bawah ini :
a. Inklusif
Secara istilah inklusif berarti menempatkan diri dalam cara pandang
orang lain atau kelompok lain dalam melihat dunia, dengan kata lain berusaha
menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami
masalah. Masyarakat inklusif adalah masyarakat yang terbuka bagi semua tanpa
terkecuali, yang universal tanpa mengenal perbedaan suku, ideologi, ras dan
agama.
24
Inklusif merupakan sikap yang memandang bahwa kebenaran adalah
milik semua orang, termasuk agama lain dimana kebenaran itu sesuai dengan
pandangan serta pemahaman masing-masing. Sikap tersebut dapat diartikan
bahwa masing-masing agama memiliki kebenaran yang sesuai dengan ajaran-
ajaran mereka sendiri. Dalam pemikiran ini terdapat dalam aspek-aspek tertentu
dari ajarannya, terutama ajaran mengenai prinsip atau esoterik (substansi).
Berikut ciri-ciri sifat orang yang terbuka adalah sebagai berikut :
1) Sesorang yang bersifat terbuka biasanya menilai sesuatu secara objektif.
2) Orang yang bersifat terbuka lebih mampu membedakan sesuatu dengan
mudah, mampu melihat dengan nuansa-nuansa.
3) Orang yang bersifat terbuka lebih banyakberorientasi pada isi (content)
ketimbang orangnya, label atau polesan-polesannya.
4) Orang yang bersifat terbuka mampu mencari informasi dari sumber, tidak
hanya puas dengan narasumber.
5) Orang yang bersifat terbuka mampu bersikap profesional dan bersedia tanpa
malu-malu dan khawatir untuk mengubah kepercayaannya, keyakinan dan
pendapatnya jika memang itu terbukti salah.
b. Toleransi
Toleransi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “toleransi adalah
sifat atau sikap toleran, yakni bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan lain sebagainya) yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan
25
bahwa tujuan intitoleransi adalah menciptakan persaudaraan, rukun, harmonis
dan melestarikan persatuan.
Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama yang
didasarkan kepada setiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agama itu
sendiri dan mempunyai bentuk ibadat (ritual) dengan sistem dan tata cara sendiri
yang dibebankan serta menjadi tanggung jawab orang yang memeluknya,
maka toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama bukanlah toleransi
dalam masalah-masalah keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagaman
pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak seagama,
baik dalam masalah kemasyarakatan ataupun kemslahatan umum
Perwujudan toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama
direalisasikan dengan beberapa cara, diantaranya:
1) Setiap penganut agama mengakui eksistensi agama-agama lain dan
menghormati segala hak asasi penganutnya.
2) Dalam pergaulan bermasyarakat, setiap golongan umat beragama
menampakkan sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai.
Toleransi positif adalah toleransi yang ditumbuhkan oleh kesadaran
yang bebas dari segala bentuk tekanan atau pengaruh serta terhindar
hipokrisi. Oleh karena itu pengertian toleransi agama adalah pengakuan adanya
kebebasan setiap warga untuk menjalankan ibadahnya. Toleransi meminta
kejujuran dan kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan tanggung jawab sehingga
menumbuhkan perasaan solidaritas dan mengikis sikap egoistik golongan.
26
c. Kesetaraan dan persaudaraan
Nilai-nilai persamaan yang yang menyatakan kesamaan umat muslim
dengan selain muslim adalah persaudaraan sebangsa dan setanah air. Hal ini
tertuang melalui Bhineka Tunggal Ika: Berbeda tapi bersatu, bersatu dalam
perbedaan. Konsep Bhineka Tunggal Ika merupakan kristalisasidari pemahaman
tentang pluralitas di Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, dan
budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
d. Bijaksana
Secara etimologi sikap bijaksana adalah sikap tepat dalam menyikapi
setiap keadaan dan peristiwa sehingga memancarlah keadilan, ketawadluan dan
kebeningan hati. Jadi secara garis besar sikap bijaksana lebih cenderung pada
kearifan dalam berfikir dan bertindak. Bijaksana adalah sikap yang lebih
memilih untuk mengerti daripada dimengerti, selalu bersikap demokrastis dan
menerima semua kritikan dengan pikiran terbuka dan lapang dada.
e. Berbaik sangka
Jika benar manusia baik karena fitrahnya, dan jika benar fitrah itu watak
alaminya untuk mencari dan memihak pada yang benar maka pandangan kepaa
sesama manusia pada prinsipnya tidak dapat lain kecuali haus dengan sikap serba
optimis dan positif.
F. Semiotika Sastra
Semiotika secara garis besar adalah salah satu teori yang didalamnya
mengkaji tentang tanda dan seputarnya, dan istilah ini berasal dari kata yunani
semion yang berarti tanda. Analisis semiotika lahir sebagai disiplin ilmu yang
27
awalanya digunakan untuk mengkaji gejala-gejala penyakit dalam ilmu
kedokteran, gejala-gejala tersebut digunanakan sebagai (symtum), gejala ini yang
disebut sebagai tanda. Pada perkembangan semiotika modern terdapat dua
aliran utama yaitu: Charles Sanders Pierce dan Ferdinand de Saussure Charles
Sanders Pierce menuturkan bahwa hubungan antara tanda dengan objek
melalui tiga cara utama.
Pertama melalui keserupaan yang disebut dengan ikonis. Ikon adalah
tanda yang mengandung kemiripan „rupa‟ (resemblence) sebagaimana dapat
diketahui oleh pemakainya. Hubungan atara representament dan objeknya dalam
ikon terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Sebagai contoh, sebuah
foto diri memiliki hubungan dengan objeknya sejauh memiliki kesamaan dengan
dari yang dipotretnya.
Kedua, sebuah tanda mengacu pada donatumnya melaluicara
penunjuknya atau dengan memanfaatkan wahana tanda yang bersifat menunjuk
pada sesuatu yang bersifat indexical. Kehadiran wahana tanda seperti ini sangat
bergantung pada eksistensi objek eksternal yang diacu (denotatum). Didalam
indeks hubungan antara tanda dan objeknya bersifat konkret, aktual, dan
biasanya melalui sesuatu cara yang sekuensial atau kausal, contohnya sebuah
mobil rusak yang diletakkan dipinggir jurang menunjuk pada seringnya terjadi
kecelakaan di daerah itu.
Ketiga, sebuah wahana tanda mengacu pada objeknya melalui
kesepakatan.Hubungan seperti ini disebut hubungan simbolis dan tandanyapun
28
disebut tanda simbolis, suatu tanda yang merupakan suatu keterhubungan
yang dilandasi oleh kebiasaan.
G.Seometika Ferdinan De Souddure
Ferdinand de Soussure menyadari bahwa sistem tanda yang disebut
bahasa itu hanyalah satu dari sekian banyak sistem yang terdapat dalam satu
kalimat, ia melancarkan gagasan bahwa suatu ketika harus ada teori tentang tanda
yang mencakup semua sistem itu, dan ia menyebut teori itu adalah
semiology,namun diantara semiotika dengan semiologi tidak ada perbedaan yang
terlalu tajam. Saussure lebih membatasi diri pada bahasa (natural language)
dalam kajianya. Dalam teori Saussure mengenal tiga konsep semiotik, yaitu
tanda, penanda, dan petanda. Menurut Saussure tanda (sign) adalah satuan dasar
bahasa yang niscaya tersusun dari dua hal yang tidak terpisahkan citra bunyi
(scoustic image) sebagai unsur penanda (signifier) dan konsep sebagai petanda
(signified). 1Petanda merupakan aspek material tanda yang bersifat sensoris
atau dapat diindrai, atau dalam bahasa lisan mengambil wujud sebagai citra bunyi
atau akustik yang berkaitan dengan sebuah konsep (petanda). Substansi penanda
senantiasa bersifat material entah berupa bunyi-bunyi, objek-objek, atau imaji.
Sementara itu petanda merupakan aspek mental dari tanda-tanda, yang disebut
sebagai “konsep”, yakni konsep ideasional yang bercokol di dalam bentuk
penutur.
Roland Barthes mengakaji tanda merujuk pada teori Saussure, namun
menurutnya signifikasi tidak hanya terdapat pada bahasa, akan tetapi justru
karena semiotika bisa menjelaskan yang diluar bahasa “other than language”.
29
Dalam mengkaji tanda Barthes mulai dengan pernyataan Saussure:”
Signified dan Signifier adalah komponen-komponen dari tanda”. Menurut
Saussure, tanda selalu memiliki tiga wajah : tanda itu sendiri sign), aspek material
dari tanda yang berfungsi menandakan natau yang dihasilkan dari aspek material
(signifier), dan aspek mental atau konseptual yang ditunjuk oleh aspek material
(signified). Ketiga aspek ini adalah aspek konstitutif dari suatu tanda. Tanpa salah
unsur, tidak ada tanda dan tidak bisa dibirakan, bahkan tidakbisa dibayangkan.
1. Signifian dan signife.
Sebagai contoh, Supermarket (signifier) dan tempat nyata dimana bisa
berbelanja berbagai macam kebutuhan dengan manajemen mutakhir dan
pelayanan prima (signified). Kesatuan antara kata dan kenyataan itu maka
supermarket menjadi tanda, dan dapat dihubungkan dengan tanda-tanda alain
atau memiliki hubungan eksternal. Jika pergi ke supermarket, objek yang
disaksikan dapat juga menjadi tanda yang terdiri dari signifier (tempat itu
sendiri) dan signified (gaya hidup orang kota), hubungan antara signified dan
signifier ini disebut hubungan simbolik dalam arti signifier menyimbolkan
signified.Dalam kajianya Barthes membagi sistem semiotika menjadi dua sistem
ganda, yaitu konotasi dan denotasi.
Secara semiotik konatasi adalah sistem semiotik tingkat kedua yang
dibangun di atas tingkat pertama (denotasi) dengan menggunakan makna
(meaning atau signification) dengan sistem pertama sebagai signifie.
Significatin yang dicari dalamsemiotika adalah signification tingkat kedua
ini.Jika sistem semiotik tingkat pertama dijadikan content bagi sistem semiotic
30
tingkat kedua, maka yang didapat adalah sebuah sistem metabahasa. Sistem ini
dipakai untuk berbicaratentang sistem denotasi.
Sedangkan sistem konotasi menggunakan sistem konotasi untuk
membicarakan tentang denotasi, sedangkan sistem konotasi menggunakan
denotasi untuk membicarakan hal yang lain. Contoh denotasi adlah sebuah teks
yang terdapat dibawah foto yang berbicara tentang foto yang dalam sistem ganda
tersebut merupakan denotasi.
2. Di dalam tataran bahasa (language), yaitu sistem semiotika tahap pertama,
petanda-petanda berhubungan dengan petanda-petanda lain sehingga
menghasilkan tanda. Selanjutnya, dalam tataran mitos, yakni sistem semiotik
lapis kedua, tanda-tanda pada tataran pertama hanya kan menjadi
penanda-penanda yang berhubungan dengan petanda-petanda.
3. Synchronic and diachronic. Signifikation dalam kajian semiotika selalu
berarti tatanan signifikation (other of signifikations) tingkat kedua, karena
pada tingkat ini tanda akan mencapai subjek. Pada tingkat ini penanda dan
petanda akan dihubungkan dengan pengalaman subjek. Jadi melibatka
subjektifitas sebagai audiens atau pemakai. Keterlibatan subjek pada proses
signifikation ini bisa dilihat sebagai sebuah kesempatan untuk melakukan
tawar-menawar dengan tanda sebagai sebuah sistem.
4. Sinyagmatic dan Associative/Paradigmatic. Pada signifikasi lapis dua inilah
mitos bercokol. Aspek material mitos yakni penanda-penanda pada the second
order semiological system itu, dapat disebut sebagai konotator-konotator, yang
31
tersusun dari tanda-tanda padasistem pertama: sementara petanda-petandanya
sendiri dapat dinamakansebagai fragmen ideologis.
Dalam tataran konotasi ini, menurut Barthes signifikation dapat
dibedakan menjadi metafor dan metomini.Metafor berarti “menembus”,
maksudnya menembus makna linguistilk.Metafor ini menggunakan tanda tingkat
pertama yang sudah mapan atau dianggap menghadirkan nialai.Metafor mengajak
pembaca untuk mencari sendiri (menghubungkan antara petanda dan penanda)
lewat sistem tanda.Jika metafor bekerja atas hubungan paradigmatik. Kalau
metomini dari kesadaran menghubungan (mengkombinasikan), singkatnya
metomini menghasilkan makna dari hasil hubungan logis, sementara metafor
menghasilkan makna lewat kekuatan imajinatif.Contoh puisi rendra “Engkau
Bagai Belut” belut menjadi metafor untuk sukma kasih yang sulit “untuk
dipahami”. Makna belut disini menembus makna belut yang biasanya
dimakan.Sifat belut yang licin diasosiasikan dengan makna tanda pada tingkat
yang lebih tinggi. Dalam iklan biasanya banyak mengguanakan makna
metafor. Perempuan berambut lurus dan indah menunjukan bahwa sampo yang
dipakai benar-benar menghasilkan rambut yang bagus, tanda tersebut
merupakan tanda yang menghadirkan nilai.
H. Kerangka Pikir
Film adalah gambaran atau cerminan realitas di masyarakat di daerah
tersebut. Dalam hal ini adalah realitas pluralisme di indonesia. Sebuah film
berjudul “Uang Panai Mahal” mencoba menggambarkan konsep pluralisme, hal
inilah yang menarik peneliti untuk mengetahui bagaimanakah representasi nilai
32
pluralisme dalam Film “Uang Panai Mahal”. Sesuai skema diatas, berangkat dari
film sebagai cerminan realitas di masyarakat, peneliti menggunakan analisis
Semiotika dan meneliti tanda, penanda, dan petandanya untuk menemukan
pesan dalam Film “Uang Panai Mahal”. Sehingga dengan menemukan pesan
dalam film tersebut peneliti berharap dapat memahami bagaimanakah
representasi nilai pluralisme dalam Film “Uang Panai Mahal” dan ideologi apa
yang dipakai sutradara film tersebut.
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
Realitas di Masyrakat Uang Panai
(Mahak)
Semiotika Ferdinand de
Soussere
Signifian dan
Signife
Language dan
parole
Synchronic dan
Diachronic
Syntagmatic dan
Associative/Paradi
gmatic
Analisis
Representasi Pluralisme
dalam Film Uang Panai
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif (penelititan
sastra), yaitu suatu cara untuk mencoba memahami atau mengkaji kenyataan,
kejadian (peristiwa), situasi, benda, orang, dan pernyataan yang ada dibalik
makna yang jelas atau makna langsung
Suatu penelitian yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang ingin
dicapai, untuk mencapai tujuan penelitian dan memperoleh manfaat penelitian
sebagaimana yang telah dirumuskan perlu dipilih metode penelitian yang tepat.
Sugiyono (2012:3) mengungkapkan “metode penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Metode deskriptif
kualitatif digunakan untuk menggambarkan peristiwa dalam pelaksanaan proses
pembelajaran sehingga dapat dijadikan keterangan mengenai peristiwa yang
terjadi.
B. Definisi Istilah
1. Representasi adalah perbuatan mewakili, keadaan diwakili atau apa yang
mewakil, sehingga secara sederhana representasi berarti suatu hal yang
dapat mewakili suatu keadaan dalam waktu dan peristiwa tertentu.
Representasi initidak selalu bersifat nyata namun juga dapat bersifat gambaran
atau karangan fiktif yang dimuat dalam film.
2. Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti jamak atau banyak, dan isme
yang berarti paham, kepercayaan atau aliran. Pluralisme sering diartikan
34
sebagai paham keberagaman yang ditujukan pada pandangan bahwa agama-
agama lain yang ada di dunia mengandung kebenaran dan dapat memberikan
manfaat serta keselamatan bagi penganutnya.
3. Film berarti media komunikasi yang bersifat audio dan visual untuk
menyampaikan sekelompok orang yang berkumpul disuatu tempat tertentu.
C. Data dan Sumber Data
a. Data Primer. Data primer adalah kata, kalimat teks dalam dialog film Uang
panai yang termasuk pluralisme.
b. Sekunder. Sumber data sekunder adalah berbagai teori dan informasi yang
diperoleh tidak langsung dari sumbernya, yaitu berbagai buku serta berbagai
dokumen dan tulisan yang berkaitan dengan teks film Uang panai.
D.Teknik Pengumpulan Data
Metode pengambilan data padapenelitian ini adalah studi dokumentasi.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni (gambar,
patung, film). Teknik dokumentasi ini merupakan teknik pengumpulan data
primer mengenai objek penelitian. Studi dokumen ini juga digunakan untuk
mendapatkan data sekunder yang didapatkan dari sumber tertulis seperti arsip,
dokumen resmi, tulisan-tulisan yang ada pada situs internet, yang dapat
mendukung analisa penelitian tentang simbol-simbol dan pesan yang terdapat
dalam film.
35
E. Teknik Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaahseluruh data yang tersedia
dari sumber data yang dikumpulkan. Data yang dianalisis akan dimanfaatkan
dan dikerjakan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-
kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang
diajukan dalam penelitian.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
isi kritis dengan analisis semiotika. Tekhnik analisis semiotika. Studi semiotik
mengambil fokus penelitian pada seputar tanda. Tanda atau lambang yang diteliti
dalam penelitian ini adalah dialog dan adegan yang mencerminkan keberagaman
atau pluralitas dalam hubungan antar pemeran. Data yang diperoleh disajikan
dalam bentuk dideskripsikan secara obyektif. Sedangkan dalam penulisan
laporan, peneliti melakukan penafsiran-penafsiran dari hasilyang telah dianalisa
yang nantinya akan dipergunakan dalam merumuskan kesimpulan dari data hasil
penelitian yang telah diperoleh.
Dalam Penelitian ini data yang dianalisis fokus pada adegan dan
dialog tokoh scene per scene dalam film “Uang Panai”. Metode untuk analisis
data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif, bahwa analisis terdiri
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:
1. Reduksi data diartikan sebagai proses penelitian, perumusan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data-data kasar yang muncul
dari catatan tertulis di lapangan.
2. Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi
36
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikkan kesimpulan dari pengumpulan data, penganalisis kualitatif mulai
mencari benda-benda yang mencatat keteraturan pola-pola penjelasan,
konfigurasi yang mungkin alur sebab akibat dan proposisi.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Bentuk Pluralisme dalam Film Uang Panaik (Mahar)
Film “Uang Panai” merupakan sebuah film komedi romantis karya
sineas Makassar, yang disutradarai oleh Halim Gani Safia dan Amirl Nuryan
sebagai penulis scenario. Dalam tradisi Bugis Makassar, Uang Panai adalah
sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai
wanita di luar uang mahar. Uang itu digunakan untuk keperluan mengadakan
pesta dan belanja pernikahan. Jumlahnya disepakati oleh kedua belah pihak atau
keluarga.
Untuk film Uang panai ini, Halim Gani Safia dan Amirl Nuryan lebih
berani mengusung tema adat istiadat terkait maslaah syarat untuk pernikahan
dalam suku bugos Makassar. Alasan membuat film ini adalah melihat keadaan
kehidupan saat ini, yang marak dengan fenomena Uang panai yang diterapkan
oleh suku bugis Makassar.
Temuan data yang peneliti peroleh setelah menonton film uang panai
adalah berdasarkan pengamatan dari awal cerita hingga akhir cerita pesan yang
disampaikan melalui teks dalam film menjadi sesuatu yang penting untuk
diteliti. Oleh karena itu, peneliti berupaya meneliti tanda-tanda berupa teks
dalam adegan agar makna lebih rinci mengenai temuan yang digambarkan.
38
a. Sumber adengan pada menit ke 38:38, Teras lantai 2 rumah
Kutipan “Apa kamu sudah mammanu-manu? “ yang berada berada di rumah
ancha. Dimana ancha dan tettanya tengah berbincang mengenai hasil dari
mammanu‟manu yang dilakukan sang anak. Ketika sang anak meminta orang
tuanya untuk melamarkan sang kekasih (risna), orang tua (tetta) meminta terlebih
dahulu agar anaknya (ancha) melakukan mammanu-manu kepada sang orang tua
perempuan (risna). Dalam adat isitiada Bugis Makassar, mammanu-manu
bermakna seperti burung yang terbang ke sana kemari, untuk menyelidiki apakah
ada gadis yang berkenan di hati. Langkah awal ini biasanya ditugaskan kepada
seseorang perempuan paruh, yang akan melakukan kunjungan biasa kepada
keluarga perempuan untuk mencari tahu seluk beluknya, namun biasanya proses
ini sangat tersamar. Sehingga pihak perempuan terkadang tidak menyadari
adanya maksud tertentu dari kedatangan perempuan yang ditugaskan tersebut.
Selanjutnya setelah anak (ancha) melakukan mammanu-manu, orang tua
(tetta) menanyakan apakah hasil dari mammanu-manu yang dilakukan sang anak
(ancha). Adapun hasil dari mammanu-manu tetsebut membuat sang anak (ancha)
merasakan kebimbangan, karena khawatir akan uang panaik yang akan diminta
orang tua perempuan (risna). Dalam kejadian ini terjadi menunjukkan adanya
bentuk kerukunan antara sang orang tua (ancha) dan anak (ancha) dalam memulai
proses akan melamar sang perempuan (risna). Tanpa ada pertentangan yang
terjadi antara orang tua dan anak ketika sang anak (ancha) meminta sang orang tua
melamar sang kekasih (risna). Demikian pula dengan ketika anak (ancha)
mammanu-manu ke rumah orang tua sang perempuan (risna) tanpa ada penolakan,
39
orang tua perempuan (risna) langsung memberikan kesempatan kepada lelaki
(ancha) untuk datang membawa keluarganya membicarakan tahapan selanjutnya.
Reka kejadian antara penerimanaa lelaki (ancha) yang diberikan kesempatan
untuk melamar menunjukkan adanya toleransi dan kerukunan.
b. Sumber adengan 38:59, Teras lantai 2 rumah
Kutipan dialog “Kira-kira, berapa uang panai yang diminta sama orang tun
risna?: menunjukkan bahwa telah muncul kegelisahan dalam dialog diatas.
Dimana lelaki (ancha) mulai merasa cemas dan pusing ketika memikirkan besaran
uang panai harus disediakan nanti, apakah lelaki (ancha) dapat menyanggupinya
atau tidak. Dalam dialog ini terdapat konflik karena permasalahan uang panai.
Uang panai dalam adat istiadat suku Bugis Makassar merupakan penghargaan
bagi pihak perempuan yang akan dilamar. Uang panai akan disediakan sebelum
akad atau pengukuhan suami istri, dilakukan tawar menawar tentang jumlah uang
panaik yang diberikan. Ukurannya sesuai dengan yang diminta. Uang panai ini
berbeda dengan mahar. Kalau mahar ada sendiri. Khusus untuk panai memang
hanya ada di adat pernikahan suku Bugis-Makassar.
Dialog diatas pada film “uang panai” menimbulkan pertentangan antara
adat dan agama. Dimana dalam agama jika seseorang yang ingin menikahi
seseorang harus memenuhi persyaratan yang salah satunya adalah mahar dan
tidak ada syarat Uang panai, sedangkan pada adat istiadat Uang panai merupakan
unsur terpenting untuk mengambil keputudan, diterima tidaknya lamaran pihak
laki-laki. Dengan demikian pada reka kejadian ini terdapat perbedaan antara
syarat menurut agama dan syarat menurut adat.
40
c. Sumber adengan 39:20, bertempat di teras lantai 2 rumah
Kutipan “Penjuangan yang sungguh-sungguh dan pantang menyerah
akan mendapatkan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa” (39:20, Teras lantai 2
rumah). Kode dialog selanjutnya masih pada latar dan tempat yang sama, namun
tema dialog yang berbeda. Pada dialog diatas pada gambar 3 terlihat orang tua
(tetta) memberikan semangat kepada anaknya dalam menghadapi permasalahan
uang panai yang dikhawatirkan oleh anaknya (ancha).
Pesan disampaikan melalui sebuah pepatah (Reso ta’mangingi na lomo
naletei pammasena puang Allah ta ala) yang menunjukkan bahwa “seseorang
yang bersungguh-sungguh dan pantang menyerah akan mendapat rahmat dari
Allah swt”. Dialog diatas menunjukkan kekuatan iman yang dimiliki seorang ayah
(tetta) dalam menyemangati anaknya (ancha) dan toleransi ang ayah yang
diberikan kepada anaknya dalam menghadapi pilihan anaknya.
d. Sumber adengan pada menit ke( 43:01) bertempat di runag tamu rumah risna
Kutipan “Selanjutnya, tabe, saya mohon maaf. Barangkali kita sudah bisa
membahas mengenai persiapannya!” adegan menit (43:01), bertempat di ruang
tamu rumah risna. Setelah mammanu-manu, tahapan selanjutnya yang dilakukan
adalah mengadakan pertemuan perwakilan kedua pihak. Dimana pihak laki-laki
(ancha) mendatangi pihak perempuan (risna) untuk membicarakan terkait lamaran
pihak laki-laki (ancha) dalam mammanu-manu. Kedatangan keluarga pihak laki-
laki akan diwakilkan pada orang yang dipercayakan mampu membicarakan
persoalan lamaran dan keluarga yang menerima pihak laki-laki juga diwakilkan
pada perwakilan yang ditunjukkan oleh pihak perempuan (risna). Dalam prosesi
ini, yang dilakukan adalah saling balas pantun yang menceritakan niat pihak laki-
41
laki kepada pihak perempuan dan akan ditutup dengan keputusan besaran uang
panai yang diminta oleh pihak perempuan.
“Mungkin yang pertama. Uang panai’nya (43:09, Ruang tamu rumah risna),
Kira-kira, berapa jumlahpermintaan menurut kenyaman hati bapak? (43:17,
Ruang tamu rumah risna), Ini belum mengikat dan sah!. Karena siapa tahu masih
ada yang berminat meminang adinda kita di atas nominal tersebut! (43:09-44:38,
Ruang tamu rumah risna)”
Kutipan dialog diatas, proses lamaran secara adat yang sebenarnya tidak ada
dalam persyaratan agama dalam hal pernikahan. Apa yang dilakukan bukanlah
prasyarat dari hukum menikah dalam aturan agama, namun menjadi syarat utama
dalam adat istiadat. Dan hal ini tak jarang jika permintaan uang panai tak dapat
disanggupi oleh pihak laki-laki, maka kemungkinan tidak akan terjadi, padahal
dari sudut pandang agama, syarat pernikahan uang panai bukan persyaratan. Hal
ini tentunya menimbulkan pertentangan.
e. Sumber: dialog pada menit( 45:33-45:59), bertempat di ruang tamu, rumah
ancha
Kutipan “Sebenarnya dalam agama Islam itu wajib adalahmahar (45:59,
ruang tamu, rumah ancha), Dulu, yang namanya Uang panai adalah bentuk
penghargaan kepada calon mempelai wanita, Dan mahar itu, bkan uang panai‟!
(45:33-46:00), ruang tamu, rumah ancha” yang merupakan perundingan yang
dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki (ancha) mengenai Uang panai yang
diminta oleh pihak perempuan, bagaimana memenuhi permintaan tersebut. Dalam
dialog tersebut dijelaskan bahwa Uang panaik pada awalnya merupakan bentuk
42
penghargaan kepada calon mempelai wanita dan yang wajib dalam agama adalah
mahar, jadi secara jelas uang panai itu bukanlah mahar. Perbincangan diatas
menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara syarat secara agama dan secara
adat yang tetap harus dipenuhi oleh pihak laki-laki sebagai syarat diterimanya
lamaran.
f. Sumber dialog pada adegan ke (1:18:56-1:21:15), bertempat jalan kecil
(lorong) kutipan dialog
Ancha : “Saya masih punya harga diri!,
Risnah : Kamu pilih harga dirmu, atau saya, Kalau kamu tidak bawa uang
panau‟ secepatnya. Mending kamu cari yang lain, bawamaka
pergi
Ancha : Maksudmu, silariang (kawin lari)
Dialog tersebut terjadi disebuah jalan kecil yang biasa disebut lorong,
dimana terjadi perdebatan antara ancha dan risnah mengenai janji ancha yang
belum juga dipenuhi. Adapun sejak awal karakter laki-laki (ancha) dibuat
sangat jauh berbeda dengan karakter wanita (risna) dalam dialog. Pertentangan
karakter dimana si laki-laki (ancha) memiliki karakter kuat mengandalkan dirinya
dalam memenuhi Uang panai yang disetujui tanpa meminta bantuan orang lain
termasuk kepada si perepuan (risna). Sedangkan karakter perempuan (risna)
yang keibuan dan cenderung melankolis.
Dialog tersebut menunjukkan adanya keinginan silariang (kawin lari) karena
desakan orang tua yang menjodhkan perempuan (risna) dengan orang lain, karena
tidak adanya kepastian dari pihak laki-laki (ancha). Perihal silarian gatau kawin
lari merupakah hal yang ditentang dalam agama dan demikian juga oleh adat.
43
Silariang atau kawin lari merupakah hal kawin tanpa restu orang tua dan ini
sangat ditentang, selain menyebabkan dosa kepada kedua orang tua juga
membuat malu keluarga yang terkait.
g. Sumber di sebuah café pada adegan 1:26:32.
Kutipan Kopi boleh pahit, hidupmu jangan! (1,26:32, cafe). Dialog terjadi
disebuah cafe, tempat ancha biasanya pergi bersama teman-temannya
menghabiskan waktu bersama-sama. Dialog tersebut berisikan percakapan laki-
laki (ancha) dan penjaga pemilik cafe, yang mana pemilik cafe memberikan
nasehat kepada laki-laki (ancha) bahwa kehidupan itu jangan engkau buat
layaknya seperti kopi. Nasehat ini menunjukkan toleransi dan kepedulian sesama.
h. Sumber dialog pada adegan (1:41:39-1:42:10), bertempat di teras rumah risnah,
perbincangan antara ayah risnah dan teman ayah risnah.
Teman ayah risnah : Masalah nikah itu masalah agama. Didalam sebuah hadis
dikatakan bahwa,“Annikahu sinnati man ragiba‟an sunnati
falaisa minni” (nikah adalah sunnahku. Maka barang diapa
yang membenci sunnahku, maka ia bukan golonganku.
Ibadah dan kewajiban orang tua menikahkan anaknya
Dialog diatas menunjukkan percakapan anatara orang tua perempuan (risna)
dengan salah seorang karakter dalam film yang menjelaskan mengenai tugas dan
kewajiban orang tua terhadap anaknya. Dimana uang panai atau dikataka mahar
tidak boleh menjadi hal menyulitkan orang lain untuk beribadah (menikah).
Dengan demikian maka hal ini menunjukkan bagaimana agama meringankan
orang dalam beribadah.
44
i. Sumber dialog pada adegan ke 1:45:04, bertempat di teras rumah risnah.
Ancha : Saya tidak akan kembali ke rumah ini, kecuali bawa uang panai
yang kita minta
Bapak Risna : ka bukanji itu nak, saya cuma mau lihat seberapa besar usahamu
menunjukkan keseriusan. Apa yang terjadi sekarang sudah
menunjukkan kamu bertanggung jawab, itu baru dibilang laki-laki
bugis Makassar.
Dialog pada adengan di atas terjadi di teras rumah ancha, menunjukkan
percakapan antara ancha dan bapak risnah mengenai usaha ancha dalam
bertanggung jawab atas janji (pinangan) ancha ke risnah, dimana ancha telah
berjanji jika tidak akan kembali ke rumah dan bertemu risnah jika tidak mampu
membawa uang sejumlah uang panai yang telah dijanjikan. Sedangkan kutipan
dialog bapak risna dan ancha terjadi di jalan, ketika sang bapak mengejar anaknya
risna yang juga sedang mengejar ancha, guna memberikan penjelasan mengenai
kejadian ketika sang adik menikah mengakibatkan muncul kesalahpahaman ancha
bahwa risnalah yang menikah dengan Farhan.
j. Sumber dialog pada menit ke 1:24:34 bertempat di teras rumah risnah.
Tante risnah : Mungkin materi bisa menolong orang mengerjakan kebahagiaan
dalam pernikahan, tetapi itu bukan satu-satunya, apalagi gengsi.
Risnah : Saya takut durhaka kepada orang tuaku
Kutipan adegan di atas bertempat ditera srumah risnah, tepatnya di depan
tangga rumah pintu masuk, dimana risnah sedang terlibat percakapan dengan sang
tante, meredam kegelisahan dan kesedihan risnah. Sang tante mencooba
menasihati risnah mengenai pernikahan. Adegan diatas menunjukkan kepedulian
45
seorang kerabat terhadap masalah yang dihadapi kerabat lain dengan memberikan
sejumlah nasehat.
2. Analisis dan Interpretasi
Secara garis besar dalam film Uang panai ini representasi pluralisme
tergambarkan dalam empat kategori yang masing-masing dapat diasosiasikan
dengan paparan tentang pluralisme Diana L. Eck yaitu pluralism is not diversity
alone, but the energetic engagement with diversity (pluralisme bukan sekedar
keragaman, melainkan adanya keterlibatan dengan keragaman tersebut), pluralism
is not just tolerance, but the active seeking of understanding across lines of
difference (pluralisme tidak hanya toleransi, tetapi secara aktif memahami lintas
perbedaan), pluralism is not relativism, but the encounter of commitments
(pluralisme bukanlah relativisme melainkan bertemunya komitmen dari masing-
masing pihak), dan kategori pluralism based on dialogue (pluralisme berdasarkan
pada dialog.) yang menunjukkan adanya dialog antar keyakinan. Namun, dialog
yang terjadi adalah di dalam proses mewujudkan pernikahan (antara pihak laki-
laki dengan pihak perempuan) untuk mengajarkan penerimaan agar tidak
menyulitkan seseorang dalam menunaikan Sunnah dan untuk orang tua agar
senantiasa tidak menyamakan antara adat dan agama.
Selain keempat kategori pluralisme di atas, peneliti mendapati temuan
baru yaitu adanya pencampuran simbol-simbol agama serta inklusivisme yang
terkonstruksi dalam adegan film. Berdasarkan film ini peneliti melihat adanya
tokoh seperti ancha, tetta, tuming, dan abu yang menunjukkan penghargaan
terhadap orang lain dan belajar untuk bersabar dan mengalah. Bentuk
46
penghargaan tersebut telah muncul di awal cerita lewat kode naratif. Misalnya
seperti orang tua perempuan (risna) memberikankesempatan kepada laki-laki
(ancha) untuk melamar anaknya, orang tua laki-laki (tetta) senantiasa memberikan
jalan dan memberikan nasehat kepada anaknya agar tidak pantang menyerah.
Lewat narasi film ini karakter protagonis menjadi sosok yang senantiasa mengalah
dan patuh pada orang tua, serta tetap menjaga budaya sirinya. Selain itu, film ini
juga menunjukkan adanya sikap menghargai pendapat seseorang baik dari sudut
pandang budaya maupun agama seperti yang diperlihatkan oleh karakter ancha
dan rika. Melalui gambaran tersebut, film ini menunjukkan bahwa siapapun harus
saling menghargai satu sama lain. (Rousseau, 2008).
Hak menentukan pilihan dan memutuskan jalan yang akan dipilih adalah
hak paling dasar yang tidak boleh dirampas oleh siapapun. Dalam konteks
pluralisme, kebebasan menjalani kehidupan bukanlah suatu ancaman bagi
orang lain, sebaliknya hal tersebut merupakan hak setiap individu.
Kebebasan menentukan pilihan adalah hak asasi yang bersifat universal. Ketika
seseorang telah menentukan pilihan tentunya ada konsekuensi yang dihadapi dan
konsekuensi tersebut harus dipertanggungjawabkan baik kepada Tuhan maupun
kepada dirinya sendiri kelak.
Peneliti juga melihat film ini memperlihatkan bahwa kehadiran sosok
yang pro terhadap pluralisme diartikan sebagai harapan di tengah konflik
antara budaya dan agama, sehingga dengan adanya karakter-karakter demikian
masih ada harapan untuk membangun kembali hubungan antara sesama. Film
ini juga memperlihatkan telah adanya sikap toleransi yang dimunculkannya
47
mereka ke dalam adegan-adegan yang menggambarkan keterlibatan antar
karakter film dalam menghadapi problematika Uang panai budaya dan agama.
Film ini juga menunjukkan bahwa masyarakat harus belajar menerima
keberagaman pendapat yang dipercaya dalam adat isitiadat dan agama.
B. Pembahasan
Uang Panai‟, sebuah istilah populer di tanah Bugis Makassar, adalah
sejumlah uang yang diserahkan pihak calon mempelai pria yang hendak
meminang kepada pihak keluarga calon mempelai wanita. Uang Panai‟ bisa
disederhanakan sebagai suatu mahar, tetapi ia tetap menjadi satu hal yang berbeda
dengan mahar. Pernikahan yang sejatinya cukup dengan syarat mahar, tetap harus
menyertakan Uang Panai‟ sebagai syaratnya, bahkan menjadi yang utama.
Uang Panai‟ tersebut akan membiayai seluruh detail pernikahan.
Sedangkan pernikahan adat Bugis-Makassar tidak sederhana, bahkan untuk
sekedar mengantar undangan pernikahan harus disampaikan langsung dari rumah
ke rumah para undangan oleh sepasang pengantar undangan yang berseragam adat
lengkap dengan wadah khusus undangannya. Maka tidaklah heran kalau biaya
melangsungkan pernikahannya menjadi sangat tinggi. Sementara, pihak calon
mempelai pria harus menyanggupi untuk menanggung biaya ini, Uang Panai‟,
sebagai bentuk keseriusannya menyampaikan niat baik.
Saat sekarang ini uang panai menjadi sesuatu yang menyulitkan bagi
pihak laki-laki untuk meminang calon mempelai wanita. Namun jika dikaji dalam
islam, uang panai bukanlah bagian dari syarat sah menikah dan bukan pula salah
satu kewajiban yang harus ditunaikan dalam pernikahan. Islam adalah rahmatan
48
lilalamin rahmat bagi seluruh alam, islam hadir dengan seperangkat aturan yang
ada. Islam itu mudah dan tidak memberatkan, selagi apa yang kita kerjakan tidak
menentang aturan islam maka islam tidak pernah mempersulit aktifitas manusia
bahkan melarang hal tersebut terjadi.
Demikian pula dalam film uang panai, terjadi pertentangan antara
pemenuhan permintaan uang panai kepada ancha oleh keluarga risna,
menyebabkan terjadinya konflik. Dalam pandanga Pluralisme adalah suatu paham
atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya keanekaragaman
dalam suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari
segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dll.
Pluralisme yang terdapat dalam film uang panai adalah keragaman dari
segi suku, adat istiadat, dan agama. Adanya perbedaan sudut pandang antara adat
istiadat yang mengharuskan ada saat pernikahan akan dilaksanakan, dengan
asumsi bahwa uang panai merupakan wujud penghargaan kepada si wanita, yang
saat ini justru menjadi persyaratan utama. Sedangkan dalam pandangan agama
Islam, persyaratan utama dalam sebuah pernikahan adalah wali, kedua mempelai,
saksi, dan mahar. Dimana mahar tersebut tidak di sebutkan untuk meyusahkan
pihak laki-laki atau menjadipenghalang terjadinya sebuah pernikahan.
Selain adanya perbedaan sudut pandang, dalam film ini juga terdapat
keragaman karakter dan pemikiran yang disajikan. Seperti karakter antara ancha
dan risnah yang bertolak belakang, dan pemikiran orang tua risnah dana cha yang
satu menitikberatkan pada berpegang pada adat istiadat sedangkan orang tua
ancha berpegang pada ajaran agama. Namun meskipun terdapat perbedaan
49
keduanya tetap saling menghormati dan berusaha tetap saling berbaikan di tengah
konflik yang terjadi pada masing-masing keluarga.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berbagai adegan dan dialog yang ditampilkan dalam film Uang
panai menunjukkan bahwa film merepresentasikan pluralisme, bentuk
pencampuran simbol-simbol agama serta inklusivisme. Dalam film ini kode
yang paling dominan adalah kode karakter, dialog dan aksi pada level
representasi.
Representasi pluralisme yang digambarkan di dalam Uang panai
didominasi oleh pluralisme yang menyatakan “the encounter of commitments”
(perjumpaan dari komitmen). Perjumpaan komitmen dalam film ini ditunjukkan
dengan adanya keputusan-keputusan yang diambil tanpa meninggalkan keyakinan
agama. karakter-karakter tetap menghargai keputusan karakter lainnya dalam film.
Pada kategori tersebut kode-kode yang muncul adalah kode dialog, karakterdan
naratif. Film ini juga menggambarkan bahwa jika seseorang berusaha pantang
menyerah maka akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan usahanya. Namun,
di sisi lain ditemukan bentuk percampuran simbol-simbol agama. Kemunculan
unsur pencampuran simbol-simbol agama yang terdapat dalam film Uang panai
berdampak pada kesalahapahaman antara syarat untuk menikah, dimana adat
istiada mengutamakan uang panai, sedangkan dalam agama uang panai bukanlah
mahar, hal ini dapat membuat kesalahpahaman masyarakat dalam memahami
persyaratan menikah dalam agama.
50
51
B. Saran
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti melihat bahwa alangkah
baiknya jika representasi pluralisme dilakukan dengan sebaik-baiknya sebelum
proses pembuatan film untuk diproduksi. Kemudian, representasi itu dijaga
dengan sedemikian rupa sehingga selama proses produksi berlangsung, faktor
eksternal yang tidak diinginkan oleh pembuat film dapat diminimalisir.
Diharap untuk peneliti selanjutnya agar membahas pluralisme lebih
mendalam mengaitkan masalah keberadaan hukum adat, agama, dan negara
dalam masyarakat Indonesia. Agara masyarakat dapat memahami secara
mendalam mengenai perbedaan hukum adat dan agama.
52
DAFTAR PUSTAKA
Albertine Minderop. 2011. Metode Karakteristik Telaah Fiksi, Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor
Anis Malik Toha. 2014. Trend Pluralisme Beragama. Tinjauan Kritis dalam
Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta: Aura Pustaka.
Ardianto, Elvinaro. 2008. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Arifin Syamsul dan Ahmad Bariza. 2011. Paradigma Pendidikan Berbasis
Pluralisme dan Demokrasi: Rekonstruksi dan Aktualisasi dalam Islam.
Alex Sobur. 2009. Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya
Art van Zoes. 2013. Serba Serbi Semiotika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Budhy Munawar Rahman. 2011. Argumen Islam untuk Pluralisme, Jakarta:
Gramedia.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Coward, Harold. 2012. Pluralisme tantangan bagi Agama-agama. Yogyakarta:
Kanisius.
Dawan Raharjo. 2013. Pluralisme Itu Lakum Dinukum Waliadin, Majalah Nuansa
Persada
De Saussure, Ferdinand.2012. Pengantar Linguistik Umum.Terj.Rahayu. S.
Hidayat, Yogyakarta: Gajah Mada University.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa.
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks. Yogyakarta : PT.
LKiS Pelangi Aksara.
Imanjaya, Ekky.2006. A to Z about Film. Bandung: Mizan Bunaya Kreativa
Jalaludin Rahmat. 2011. Islam dan Pluralisme Akhlak Qur’an Menyikapi
Perbedaan, Jakarta: Serambi
Kris Budiman. 2012. Semiotika Visual, Yogyakarta: Buku Baik dan Yayasan
Seni Cemeti.
53
Marcel Danesi,Belajar Memahami Semiotika Media, Yogyakarta: Jalasutra
Munawar Rahman, Budhy. 2010. Argumen Islam untuk Pluralisme. Jakarta:
Gramedia.
Nurfajriatul Fajriah. 2012. Analisis Semiotik Film Cin(T)a Karya Sammaria
Simanjuntak, skripsi yang diajukan kepada Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Pratista, Himawan.2009. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka
Rosyid Rohman, Skripsi Representasi Ikhlas dalam Film Emak Ingin naik
Haji (Analisis Semiotik Terhadap Tokoh Emak), skripsi yang diajukan
kepada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Shihab, Alwi. Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama.
Bandung: Mizan
Soejono Soekanto. 2013. Sosial Ruang Lingkup dan Aplikasinya, Bandung:
Remaja Karya.
Sumarno, et al. 2009. Isu Pluralisme dalam Perspektif Media. Jakarta: THC (The
Habibi Center) Mandiri
Sobur, Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Syamsul Ma‟rif. 2013. Pendidikan Pluralisme Di Indonesia ,logung
Yogyakarta; Pustaka
Syamsul Arifin dan Ahmad Bariza. 2012. Paradigma Pendidikan Berbasis
Pluralisme dan Demokrasi: rekonstruksi dan Aktualisasi dalam Islam,
Malang: UMM Press
T. Christomy dan Untung Yuwono (peny). 2004. (dalam pengantar)
Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Budaya dan Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas
Indonesia,
Tri Utami. 2013. Gambaran Perempuan dalam Film Berbagi Suami, Skripsi
yang diajukan kepada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
54
Van Zoes, Art. 2009. Serba Serbi Semiotika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Widjaja, A.W. 1993. Komunikasi-komunikasi dan Hubungan Masyarakat.
Jakarta: Bumi Aksara
55
Lampiran 1
Sinopsis Film Uang Panai
Film Uang Panai ini merupakan sebuah film komedi romantis yang akan
disutradarai oleh Halim Gani Safia dan naskahnya ditulis oleh Amirl
Nuryan bersama Halim Gania Safia dan akan digarap oleh rumah
produksi Makita Cinema Production.
Film "Uang Panai" akan menceritakan tentang uang mahar sebelum
menikah dari suku Bugis Makassar atau bisa disebut dengan Uang Panai.
Secara singkat sinopsis film Uang Panai adalah kisah pemuda bernama Anca
yang memperjuangkan cintanya dengan penuh keikhlasan, kepada wanita
pujaannya bernama Risna. Sayangnya aturan adat istiadat suku Bugis
Makassar, mengharuskan Anca membayar Uang panai sebesar Rp 100 juta
saat ingin melamar pacarnya tersebut. Dari sinilah muncul konflik, yang
disisipi unsur komedi.
Dalam film ini akan dikisahkan bagaimana perjuangan seorang laki-
laki saat ingin meminang gadis Bugis Makassar yang syaratnya harus
menyanggupi sejumlah Uang Panai. Dalam tradisi Bugis Makassar, Uang
Panai adalah sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria
kepada calon mempelai wanita di luar uang mahar. Uang itu digunakan
untuk keperluan mengadakan pesta dan belanja pernikahan. Jumlahnya
disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga. Uang panai sering menjadi
momok, karena jumlahnya seringkali fantastis. Hal tersebut yang membuat
fenomena Uang panai oleh Makkita Cinema Production diangkat ke layar
lebar.
Anca (Ikram Noer) seorang pemuda Bugis-Makassar, baru saja
56
kembali dari perantauan. Tanpa sengaja dipertemukan kembali dengan mantan
kekasihnya Risna ( Nur Fadillah), setelah sekian lama mereka tidak saling
berkabar. Tidak ingin kehilangan Risna untuk kedua kalinya, Anca berniat
mempersunting Risna.
Namun niat tulus Anca harus terbendung oleh syarat pernikahan secara
adat. Anca harus menyediakan Uang Panai dalam jumlah yang cukup fantastis
di mata keluarga Anca. Perjuangan Anca pun dimulai. Dia dibantu kedua
sahabatnya Tumming dan Abu, yang sering memberi ide kocak dan absurd.
Di tengah perjuangan Anca mengumpulkan Uang Panai, hadir Farhan
(Cahya Ary Nagara), sahabat kecil Risna yang baru pulang dari luar negeri. Ayah
Farhan yang sekaligus sahabat Ayah Risna berniat menjodohkan Farhan dan
Risna sebagai bentuk terima kasih atau hutang budi di masa lalu.
Anca memerlukan waktu cukup lama untuk mengumpulkan Uang
Panai. Harga dirinya sebagai putra Bugis-Makassar dipertaruhkan. Risna
dilema, khawatir Anca akan meninggalkannya seperti sebelumnya.
Sanggupkah Anca mengumpulkan Uang Panai sebagai syarat untuk
meminang Risna sekaligus membuktikan kehormatannya sebagai putra Bugis-
Makassar?
Film ini dibintangi oleh Katon Bagaskara, Jane Shalimar, Nur
Fadillah, Abu dan Tumming dan rencananya akan dirilis pada tanggal 25
Agustus 2016.
57
Lampiran II
Korpus Data
No Data
1. Kira-kira, berapa uang panai yang diminta sama orang tun risna?
(38:59, Teras lantai 2 rumah)
2.
Selanjutnya, tabe, saya mohon maaf. Barangkali kita sudah bisa
membahas mengenai persiapannya! (43:01, Ruang tamu rumah
risna)
3. Mungkin yang pertama. Uang panai‟nya (43:09, Ruang tamu
rumah risna)
4. Kira-kira, berapa jumlahpermintaan menurut kenyaman hati bapak?
(43:17, Ruang tamu rumah risna)
5.
Ini belum mengikat dan sah!. Karena siapa tahu masih ada yang
berminat meminang adinda kita di atas nominal tersebut! (44:38,
Ruang tamu rumah risna)
6. Dulu, yang namanya uang panai adalah bentuk penghargaan
kepada calon mempelai wanita. (45:33, ruang tamu, rumah ancha)
7. Sebenarnya dalam agama Islam itu wajib adalahmahar (45:59,
ruang tamu, rumah ancha)
8. Sehidup semati‟kan selalu bersama (1,07”23, tempat makan, pantai
losari)
9. Terima kasih ya, Hasna. Seandaninya kamu tidka datang kesinim
pasti saya salah paham terus! (1,09:50, sebuah runag publik)
10. Saya masih punya harga diri! (1,18:56) jalan lorong)
11. Kalau kamu tidak bawa uang panau‟ secepatnya. Mending kamu
cari yang lain (1,21:07. Jalan lorong)
12. Kamu pilih harga dirmu, atau saya (1,21:15, lorong)
13.
Mungkin materi bisa menolong orang mengerjakankebahagiaan
dalam pernikahan, tetapi itu bukan satu-satunya, apalagi gengsi.
(1,24:34, rumah risna, depan tangga)
14. Saya takut durhaka kepada orang tuaku (1,25:12, rumah risna,
depan tangga)
15. Kamu bikin saya malu. Kamu rendahkan harga diriku! (1,40:48,
dalam kamar risna)
16. Karena usang panai; selalu tinggi, akhirnya banyak orang kawin
lari (1,41:38, teras rumah risna)
17. Bahkan banyak orang menjadi perawan tua, gara-gara uang
panainya tidak mampu disanggupi! (1,41:41, teras rumah risna)
18. Masalah nikah itu masalah agama. Didalam sebuah hadis dikatakan
bahwa (1,41:49, teras rumah risna)
19. “Annikahu sinnati man ragiba‟an sunnati falaisa minni” (nikah
58
adalah sunnahku. Maka barang diapa yang membenci sunnahku,
maka ia bukan golonganku) (1,41:54, teras rumah risna)
20.
Ibadah dan kewajiban orang tua menikahkan anaknya (1,42:10,
teras rumah risna)
21.
Saya tidak akan kembali ke rumah ini, kecuali bawa uang panai
yang kita minta (1,45:04, teras rumah risna)
22.
Yang menunjukkan kamu bertanggungjawab, itu baru dibilang
laki-laki bugis Makassar (1,56:17, jalanan)
23.
Penjuangan yang sungguh-sungguh dan pantang menyerah akan
mendapatkan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa (39:20, Teras lantai
2 rumah)
24. Yang di maksud kenyamanan hati, tidak akan ditemui kenyamanan
hati tersebut tanpa hasil mufakat (43:21, Ruang tamu rumah risna)
25. Dua ratus juta (43:41, Ruang tamu rumah risna)
26. Semoga kita semua diberi keselamatan! (45:09, Ruang tamu rumah
risna)
27. Kopi boleh pahit, hidupmu jangan! (1,26:32, café)
28. Ibadah dan kewajiban orang tua menikahkan anaknya (1,42:10,
teras rumah risna)
29. Apa kamu sudah mammanu-manu? (38:38, Teras lantai 2 rumah)
30. Dan mahar itu, bkan uang panai‟! (46:00, ruang tamu, rumah
ancha)
31. Maksudmu, silariang (kawin lari)(1,21:28)
32. Ini uang panai‟, memang di tanah bugis dan makassar
sudahmenjadi masalah social (1,41:28, teras rumah risna)
33. Jadi menikah adalah ibadah ((1,41:07, teras rumah risna)
59
RIWAYAT HIDUP
RUHANA, Dilahirkan di Kabupaten Luwu
tepatnya di Dusun Topandang Desa Bukit Sutera
Kecematan Larompong pada hari minggu
tanggal 14 Oktober 1996. Anak ke delapan dari
sepuluh bersaudara, Di antara enam saudara
perempuan dan empat saudara laki-laki dari
pasangan Arifin dan
Saning. Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD 469
Kalewangan di kecematan Larompong Kabupaten Luwu 2009. Pada tahun
itu juga peneliti melanjutkan Pendidikan di SMP Pesantren Sinergi Mulia
Kecematan Larompong dan tamat pada tahun 2011 kemudian melanjutkan
Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Larompong pada tahun 2011, pada
kelas 1 SMA peneliti pindah ke sekolah SMK Latanro Enrekang
Kecematan Enrekang dan selesai pada tahun 2014. Pada tahun 2014 peneliti
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi swasta, tepatnya di
Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH) Fakultas Keguruan dan
ilmu Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia (BSI). Peneliti menyelesaikan kuliah strata satu (S1) pada tahun
2018.
top related