referat1 erin bedah bph
Post on 28-Apr-2015
28 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran,
baik jinak maupun ganas. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang
disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH).
Hiperplasi prostat benigna merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
pada usia yang kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60
tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas. Pada waktu itu ada peningkatan
cepat dalam ukuran yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa kelima,
prostat dapat mengalami perubahan hipertropi. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan
terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi.
Etiologi pasti hipertropi prostat benigna belum jelas. Kelainan ini bisa disertai dengan
peningkatan dalam kandungan hormon dihidrotestoteron jaringan atau dengan perubahan
rasio androgen terhadap estrogen, yang diketahui berubah saat penuaan. Sekitar 1 dalam 100
pria akan memerlukan pembedahan untuk keadaan ini.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan
untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan
yaitu secara konservatif hingga tindakan operasi.
2
I. DEFINISI
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel (hiperplasia) kelenjar periuretral prostat yang
tidak ganas, yang akan mendesak jaringan prostat ke perifer.
II. ANATOMI
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus (kerucut) terbalik yang dilapisi
oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria,
mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah
anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar
kurang lebih 4 cm dengan tebal 2,5 cm. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika
dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.
Gambar 1. Anatomi prostat
Pada bagian anterior digantung oleh ligamentum pubo-prostatika yang
melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat
vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers
berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan
biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium
lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang
berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar uretra
prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna.
Pada permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter
interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang
3
dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani
yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya
lebih sedikit dan fasia lebih tipis.
Gambar 2. Kelenjar prostat dan uretra
Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari lima lobus yaitu anterior,
posterior, medial, lateral kanan, dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal,
prostat dibagi atas 4 bagian utama :
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
4. Zona Transisional
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat
4
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperplasia (BPH).
Gambar 3. Pembagian zona kelenjar prostat
Prostat divaskularisasi oleh arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna
arteri hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian infero-
lateral persis dibawah bladder neck, ini harus diligasi atau didiatermi pada waktu
operasi prostatektomi. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena
periprostatika yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan
ke vena iliaka interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral.
Oleh karena struktur inilah sering dijumpai metastase karsinoma prostat secara
hematogen ke tulang pelvis dan vertebra lumbalis.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari
pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan
serabut parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus
hipogastrikus ( T10-L2 ). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar
pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran
cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem
simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher
buli – buli. Di tempat – tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik – α.
Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut.
5
III. FISIOLOGI
Kelenjar prostat dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi selama ejakulasi,
mengeluarkan lebih kurang 0,5 ml cairan prostat tetapi fungsi pasti cairan ini
belum diketahui, paling tidak sebagai medium pembawa sperma.
Prostat adalah organ yang bergantung pada pengaruh endokrin. Pengetahuan
mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti, tetapi pada proses pengebirian
kelenjar prostat jelas akan mengecil. Prostat dipengaruhi oleh hormon androgen,
bagian yang sensitif terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang
sensitif terhadap estrogen adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua bagian
tengah atau zona transisional sering mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi
androgen yang berkurang sedangkan estrogen bertambah secara relatif ataupun
absolut.
Sekret kelenjar prostat berupa cairan seperti susu yang bergabung bersama
sekret dari vesikula seminalis. Cairan tersebut merupakan komponen utama dari
cairan semen dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Semen berisi sejumlah asam sitrat
sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja
sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret
prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel – sel kelenjar prostat hormon ini akan diubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestoteron ( DHT ) dengan bantuan enzim 5α – reduktase.
Dihidrotestoteron inilah yang secara langsung memacu m – RNA di dalam sel –
sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau
berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan
mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
6
IV. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan
proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat yaitu :
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
dalam pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel
prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Berbagai penelitian mengatakan bahwa
kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal,
hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah reseptor
androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH
lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.
Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar
estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.
7
Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel sekitarnya kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostast baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan pertambahan masa prostat.
Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada
BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatannya aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
8
V. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar
ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar
prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomi buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada
buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus.
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Hiperplasia Prostat↓
Penyempitan lumen uretra posterior↓
Tekanan intravesika meningkat↓ ↓
Buli-buli: Ginjal dan ureter:
- Hipertrofi otot detrusor Refluks VU- Trabekulasi Hidroureter- Selula Hidronefrosis- Divertikel buli-buli Gagal ginjal
Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih
9
Gambar 4. Penyulit hiperplasi prostat pada traktus urinarius
VI. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS), terdiri atas gejala
obstruksi dan iritasi
Obstruksi Iritasi
Hesitansi
Pancaran miksi lemah
Intermitensi
Miksi tidak puas
Menetes setelah miksi
Frekuensi
Nokturi
Urgensi
Disuria
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh
faktor pencetus antara lain :
Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan
yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak).
Masa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/
infeksi prostat).
Hidronefrosis
Hidroureter
Hipertofi otot detrusor
Benigna prostat hiperplasi
10
Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic α).
Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas
hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), dan berat (≥ 20).
Skor Internasional gejala prostat WHO
(International Prostate Symptom Score/ IPSS)
Pertanyaan Jawaban dan skor
Keluhan pada bulan terakhirTidak
sekali<20% <50%
50
%>50%
Hampir
selalu
a. Adakah anda merasa
kantung kemih tidak kosong
setelah berkemih
0 1 2 3 4 5
b. Berapa kali anda berkemih
lagi dalam waktu 2 menit0 1 2 3 4 5
c. Berapa kali terjadi arus urin
berhenti sewaktu berkemih0 1 2 3 4 5
d. Berapa kali anda tidak
dapat menahan untuk
berkemih
0 1 2 3 4 5
e. Berapa kali terjadi arus
lemah sewaktu memulai
kemih
0 1 2 3 4 5
f. Berapa keli terjadi bangun
tidur anda kesulitan memulai
0 1 2 3 4 5
11
untuk berkemih
g. Berapa kali anda bangun
untuk berkemih di malam hari0 1 2 3 4 5
Tabel 2. IPSS
Jumlah nilai :
0 = baik sekali, 1 = baik, 2 = kurang baik, 3 = kurang, 4 = buruk, 5 = buruk sekali
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain
nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/
urosepsis).
VII. PEMERIKSAAN FISIK
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba masa cystous di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes
yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat
penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang
keadaan tonus sfingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya
kelainan seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat.
Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
- Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
- Simetris/ asimetris
- Adakah nodul pada prostat
- Apakah batas atas dapat diraba
- Sulcus medianus prostat
- Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat
kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras
12
dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan
pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi
(TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan
(prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin diantara
lobus prostat tidak simetris.
Gambar 5. Pemeriksaan rektal digital (DRE)
Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gejala klinis :
Deraja
t
Colok Dubur Sisa Volume Urin
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50 – 100 ml
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urin total
Tabel 3. Derajat berat hipertrofi prostat
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah
miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.
13
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu
miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik
dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun
antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding BPH
Kondisi Gejala
Diabetes mellitus Frekuensi, aliran dan volume urin
normal
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
Prostatitits
Divertikulum buli
Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Gejala iritasi dan obstruksi
Kanker prostat
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Gejala obstruksi
Tabel 4. Diagnosis banding BPH
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein
atau glukosa.
Kultur urin
14
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi
ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang
tinggi.
Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli
neurogenik).
Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila
nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 –
10 ng/ml, hitunglah Prostate Spesifik Antigen Density ( PSAD ) yaitu
PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD ≥ 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10
mg/ml.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan
stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot
hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola
fibroadenomyomatous hyperplasia.
Gambar 6. Gambaran maksroskopik dan mikroskopik BPH
15
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan
buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi
urine.
Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe
dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di
prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar
prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah
yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar
USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan
dengan mikroskop. Biopsi terutama dilakukan untuk pasien yang
dicurigai memiliki keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan
untuk pengukur volume prostat, caranya antara lain :
- Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area
horizontal diukur dari dasar sampai puncak.
- Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi
(H/height) ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan
rumus : ½ (H x W x L).
Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah
solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang.
Tabung, disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa dan sistem cahaya
yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran
kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
16
Gambar 7. Sistoskopi BPH
Ultrasonografi trans abdominal
Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan
pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding
zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central
dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer
adalah “surgical capsule”.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang
lama.
Gambar 8. Gambar sonografi prostat normal
Gambar 9. BPH dengan hiperekoik nodul
17
Sistografi buli
Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia
Pemeriksaan lain :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur:
- Residual urin
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan
kateterisasi/USG setelah miksi.
- Pancaran urin/flow rate
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang
sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya
kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void
residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam
kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL
umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai
dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan
sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes
dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.
18
Gambar 8. Gambaran pancaran urine normal dan BPH
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran
urin lebih dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna
hyperplasia prostat, terlihat waktu berkemih memanjang dengan
aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin residunya 100 mL.
X. KOMPLIKASI
1. Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik.
2. Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak
nyeri.
3. Infeksi traktus urinaria
4. Batu buli
5. Hematuri
6. Inkontinensia-urgensi
7. Hidroureter
8. Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
XI. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
19
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progresivitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
Penderita datang ke dokter bila hipertrofi prostat telah memberikan keluhan
klinis. Derajat berat gejala klinis dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan
penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin.
WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut WHO PSS ( WHO Prostate Symptom Score ). Skor ini dihitung
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi.
Terapi nonbedah dilakukan jika WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk itu
dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah
dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I – IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.
DERAJAT I
Belum memerlukan tindak bedah, diberikan tindakan konservatif, misalnya
dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin dan terazosin.
Keuntungan obat penghambat adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit
pun. Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
DERAJAT II
Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan
reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection = TUR ). Mortalitas
TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba
dengan pengobatan konservatif.
DERAJAT III
20
Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang cukup
berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi
tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan.
DERAJAT IV
Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif
dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan untuk dilakukan
pembedahan, dapat diusahakan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Efek samping obat ini adalah gejala hipotensi,
seperti pusing, lemas, palpitasi dan rasa lemah.
Pengobatan konservatif ialah dengan pemberian obat antiandrogen yang
menekan produksi LH. Kesulitan pengobatan konservatif adalah menetukan
berapa lama obat harus diberikan dan efek samping obat.
Observasi
Medikamentosa Operasi Invasive minimal
Watchfull waiting
Penghambat adrenergik α
Prostatektomi terbuka TUMT TUBD Stent uretra TUNA
Penghambat reduktese α
Endourologi
Fisioterapi 1. TURP2. TUIP3. TULP
Elektovaporasi
Hormonal
Tabel 5. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
RiwayatPemeriksaan fisik & DREUrinalisaPSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala AUA
Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPHHematuria persistentBatu buliInfeksi saluran urinaria berulangInsufisiensi renal
21
Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia
Penatalaksanaan Nilai indeks gejala BPH Efek samping Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinariaPenatalaksanaan medisAlpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%Sakit kepala-12%Menggigil-15%
5 alpha-reductase inhibitors Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%Kehilangan hasrat sex-5%Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 KombinasiTerapi invasi minimalTransuretral microwave heat
Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%Infeksi-9%Prosedur kedua dibutuhkan-10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%Infeksi-17%Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Gejala ringan (AUA≤7)/tdk ada
Gejala sedang
Operasi
Tes diagnosticUroflowResidu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif Terapi invasif
Tes diagnosticPressure flowUretrosistoskopiUSG prostat
Watchful waiting Terapi medis
Terapi minimal invasif Operasi
22
Operasi TURP, laser & operasi sejenis
Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%Urgensi&frekuensi-6-99%Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%
Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia
Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien
tidak mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi
atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman
yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza
yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasa dan asin, dan (5)
jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika
keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi
yang lain.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker)
dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan
kadar hormon testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-
reduktase.
Penghambat reseptor adrenergik α
Penghambat 5 α reduktase
Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik α
23
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin
(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin
(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan
perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.
Gambar 9. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinaria
Gambar 10. Lokasi Reseptor a1-Adrenergik (a1-ARs)
2) Penghambat 5 α-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel
Pelvic FloorExtern
al Sphincter
Internal
Sphincter
Trigone
Detrusor
Prostate
Gland
24
prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel
prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari
6 sampai 12 bulan.
Gambar 11. Model Aksi Penghambat 5 α reduktase
Contoh obat penghambat 5 α reduktase berdasarkan tipenya :
Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar (finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
3) Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat
aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum
diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen,
antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi
basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF),
mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow
resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak
dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix
urtica dan masih banyak lainnya.
25
Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan :
1) Microwave transurethral
Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang
mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam
prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat
mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih
untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran
kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat
jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi
atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi
mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.
Gambar 12. Microwave Transurethral
2) Transurethral jarum ablasi
Pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal
(TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy
radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang
membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA
meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).
26
Gambar 13. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal
3) Thermotherapy dengan air
Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan kelebihan
dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra
sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol
suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem
ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra
dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin.
Gambar 14. Thermotherapy dengan Air
4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang
tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari
anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah
27
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,
perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.
Gambar 15. Intra-Prostatic Stent
Bedah
1) Operasi transurethral
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90
persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang
disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang
sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan
cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. Kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan
sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan
darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan
mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya
sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih
dari 1 jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan
dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-
potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang
keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk
operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek
28
samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam
kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks
bukannya keluar uretra.
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjutPerdarahan Perdarahan InkontinensiSindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksiPerforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretraTabel 5. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan
Gambar 16. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini melebar urethra
dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat.
Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus
medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.
(a)
(b)(c)
29
Gambar 17. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)
2) Open surgery
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open
surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada
komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.
Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer)
atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia
uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher
buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.
3) Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu
yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit
komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah
yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui
uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan
beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser
menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.
30
Gambar 18. Operasi Laser pada Prostat
a) Interstitial laser coagulation
Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung
probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.
Gambar 19. Interstitial laser coagulation
b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan
mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi.
Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50
gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.
31
Gambar 20. Potoselectif vaporisasi prostat
Kontrol berkala
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan pertama, kemudian setiap tahun untuk mengetahui
apakah terdapat perbaikan klinis.
Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6.
Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi.
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin.
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.
Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.
Pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal harus menjalani kontrol secara
teratur dalam jangka waktu yang lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan,
dan setiap tahun.
Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal, selain dilakukan
penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat
kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan tersebut
XII. KOMPLIKASI
32
Apabila buli – buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli – buli tidak mapu
menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika
terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli –
buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan
dapat menyebabkan hernia atau hemoroid.
. DAFTAR PUSTAKA
1. Emil A. Tanagho, Jack W. Mc Aninch. Smith’s General Urology. 17 th Edition. USA :
McGraw – Hill : 2008.
2. Purnomo B. Prostat. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya : 2011.
3. Sjamsuhidajat, de Jong. Hiperplasia prostat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC : 2010.
4. Snell RS. Prostat Anatomi Klinik. Ed.6. Jakarta : EGC : 2006.
5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Prostate Hyperplasia. Harrison’s Manual of
Medicine. Ed. 17. USA : The McGraw Company : 2009.
33
6. Sherwood L. Sistem Reproduksi. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : EGC : 2001.
7. Price SA, Wilson LM. Hiperplasia Prostat. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC :
2005.
top related