rancangan - dpr.go.id filelaporan kunjungan spesifik/2 keterlibatan petugas lapas dalam perdagangan...
Post on 28-Apr-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
RANCANGAN
LAPORAN KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI III DPR-RI
PROVINSI JAWA BARAT
30 MARET 2015
A. Latar Belakang
Berbagai kejahatan kini telah menjadi semakin kompleks, terorganisir, dan terstruktur yang
berdampak luas dan sistemik sehingga memerlukan penanganan yang tidak biasa. Tipe kejahatan
yang terkategori sebagai tindak pidana luar biasa (extraordinary crime) juga membutuhkan strategi
luar biasa dalam menghadapinya. Indonesia telah membentuk dan mengadopsi berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan upaya implementasi strategi pemberantasannya terutama
terhadap tiga kejahatan utama, yakni Kejahatan Korupsi, Narkotika, dan Terorisme. Tiga tipe
kejahatan ini dianggap paling merugikan bangsa dan negara Indonesia baik dari sisi ekonomi,
sosial, dan berbagai bidang.
Khusus berkaitan dengan kejahatan Narkotika, baik Pemerintah maupun DPR RI berkomitmen
tinggi terhadap pemberantasan dan penegakan hukumnya. Melihat pada faktor akibat yang muncul
dari penyalahgunaan Narkotika ini, baik fisik dan mental suatu generasi akan terganggu, maka
segala upaya untuk membentengi masyarakat terhadap peredaran gelap narkotika menjadi prioritas
bersama. Narkotika sudah dikenal oleh manusia sejak abad prasejarah. Kata narkotika pada
dasarnya berasal dari bahasa Yunani "Nar-koun" yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa1.
Kurang lebih tahun 2000 SM di Samaria ditemukan sari bunga Opoion atau kemudian lebih dikenal
dengan nama opium (candu = papavor somniferitum). Bunga ini tumbuh subur di daerah dataran
tinggi di atas ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.
Penyalahgunaan narkotika mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan peredaran gelap
narkotika menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan yang semakin meluas dan berdimensi
internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya pemberantasan, pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan narkotika.
Salah satu upaya tersebut adalah menggagalkan jaringan-jaringan peredaran Narkotika yang
berasal dari Luar Negeri untuk distribusi seluruh wilayah Indonesia. Pada Bulan Februari 2015
ini, Tim BNN (Badan Narkotika Nasional) Provinsi Jabar berhasil menangkap seorang buronan
jaringan pengedar narkotika internasional berinisial M. Ia ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia dan
dibawa ke Bandung, pada hari selasa tanggal 24 Februari. Modus operadi jaringan internasional
Narkoba ini dengan menggunakan seorang TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang akan pulang ke
Indonesia untuk membawa koper yang di pegangannya telah dimasuki sabu-sabu.
Tersangka M yang merupakan DPO sindikat narkotika internasional ini terkait dengan kasus
yang sebelumnya telah diungkap BNNP Jabar dan Bea Cukai pada 14 Januari lalu, yaitu telah
digagalkannya upaya penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu seberat 768,8 gram senilai Rp 1,3
miliar dari Kuala Lumpur Malaysia yang saat itu dibawa oleh 3 TKI ilegal2. Keberhasilan BNN
Provinsi Jabar ini tidak lepas dengan upaya koordinasi dengan jajaran penegak hukum terkait,
khususnya dengan Kepolisian Daerah Jawa Barat. Koordinasi antara penegak hukum menjadi suatu
keharusan untuk tercapainya tujuan bersama, yaitu memberantas peredaran dan penyalahgunaan
Narkotika dan Psikotropika.
Ironisnya, peredaran Narkoba tersebut dikenalikan dari dalam Lapas. Sindikat Narkoba
tersebut, selain melibatkan oknum penegak hukum, juga aparat lembaga pemasyarakatan.
Sebagaimana yang terjadi di Nusakambangan, Jawa Tengah, pengedar narkoba yang melibatkan
kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Nusakambangan, yakni Marwan Adli dan dua anak
buahnya, yakni Iwan Syaefuddin yang menjabat Kepala Pengamanan LP dan Kepala Seksi Bina
Pendidikan, FOB Budhiyono.
1 AR. Sujono dan Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 2 2 http://news.detik.com/read/2015/02/24/181539/2841915/486/bnn-jabar-tangkap-pengedar-yang-suruh-
3-tki-selundupkan-narkotika-ke-bandung
Laporan Kunjungan Spesifik/2
Keterlibatan petugas lapas dalam perdagangan narkoba, juga ditemukan di Bandung, Jawa
Barat. Seorang sipir penjaga lapas Banceuy berinisial CE, ini ditangkap petugas dari Direktorat
Narkoba Polda Jawa Barat, karena terbukti menjadi kurir sabu-sabu, untuk penghuni lapas. Dari
tangan tersangka petugas lapas ini, polisi menemukan sabu seberat dua koma tiga gram, yang
disembunyikan di dalam kotak rokok. Namun temuan ini dibantah tersangka, yang mengaku tidak
tahu isi dalam bungkus rokok, karena barang tersebut adalah titipan pembesuk yang datang ke
rumah dinasnya3.
Masih diwilayah Jawa Barat, jajaran Satnarkoba Polres Kuningan kembali berhasil
mengungkap kasus peredaran narkoba yang dikendalikan dari balik penjara kemarin. Seorang
berinisial ES, 29, warga Desa Sampora,Kecamatan Cilimus, kedapatan memiliki paket besar ganja
seberat 1 Kg atas pesanan napi yang sedang mendekam di Lapas Kuningan. Kapolres Kuningan
AKBP Wahyu Bintono mengungkapkan, ES ditangkap di depan kawasan Objek Wisata Linggarjati
berdasarkan hasil pengembangan informasi dari masyarakat. Dari hasil pemeriksaan terhadap ES,
ternyata keberadaan barang haram tersebut atas perintah AS, seorang warga binaan di Lapas
Kuningan yang ditahan atas kasus serupa. Melalui handphone yang berhasil diselundupkan, AS
menyuruh ES untuk membawakan satu paket ganja untuk diserahkan kepada seseorang di sekitar
objek wisata Linggarjati tanpa menyebutkan nama ataupun ciri-ciri fisiknya4.
Tindak pidana peredaran Narkoba ini, sebagaimana yang kami jelaskan diatas,
diklasifikasikan sebagai tindak pidana khusus, oleh karenanya terhadap pengedar juga
mendapatkan perlakukan khusus. Pemerintah pun, telah mengeluarkan kebijakan yang tegas
melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP No 32 Tahun
1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yakni tindak
pidana korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, pelanggaran HAM Berat, dan kejahatan
terorganisasi lainnya. Penanganan dalam pembinaannya di Kementerian Hukum dan HAM pun,
dengan berlakunya PP tersebut, telah dibuat berbeda dalam hal pengetatan terhadap proses
pemberian remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat. Dalam hal ini ditambahkan syarat-syarat
khusus yakni:
1. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar tindak pidana yang
dilakukannya. (dilakukan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum). Dalam hal
ini berarti pelaku harus mau menjadi Justice Collaborator.
2. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti (korupsi)
3. Telah mengikuti program deradikalisasi.
Khusus mengenai tindak pidana atau kejahatan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan
terlarang tak dipungkiri lagi merupakan masalah khusus yang menjadi perhatian bersama. Strategi
khusus untuk menangani permasalahan Narkoba dari sisi demand dan supply terus dikembangkan.
Salah satu permasalahan yang justru terjadi adalah dominasi angka narapidana atau tahanan
Narkotika di berbagai Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan di Indonesia, menyumbang
besar permasalahan overkapasitas.
Pemberantasan korupsi, narkoba, dan terorisme harus menjadi agenda utama, yaitu dengan
melakukan penindakan atau penghukuman sekaligus pencegahan. Sistem pencegahan yang
dibangun oleh berbagai lembaga dan institusi nampaknya perlu direevaluasi dan terus
dikembangkan. Oleh sebab itu, prioritas ini dapat dilihat dari berbagai sisi termasuk dari sisi
pembinaan dan pengawasan serta investigasi yang dilakukan terhadap Narapidana di lapas.
Permasalahan lainnya, adanya keterbatasan sarana dan prasara aparat lapas itu sehingga supplay
dan demand tersebut mempengaruhi petugas lapas untuk turut terlibat dalam jaringan peredaran
narkoba di lapas.
Sebagaimana kita ketahui, pejara Sukamiskin yang sekarang di kenal dengan nama Lapas
Klas I Sukamiskin dibangun pada masa kolonial Belanda tahun 1918 dan mulai difungsikan pada
tahun 1924 sebagai tempat hukuman bagi kaum intelektual yang dianggap melakukan kejahatan
politik karena bertentangan dengan Penguasa Belanda dengan nama “Straft Gevangenis Voor
Intelectuelen”, berlokasi di Jalan A.H. Nasution Nomor 114 Bandung.
3 http://www.indosiar.com/fokus/libatkan-para-petugas-lapas_89820.html
4 http://www.lodaya.web.id/?p=12557
Laporan Kunjungan Spesifik/3
Sejalan dengan perkembangan konsep perlakuan terhadap pelanggar hukum dari sistem
penjara ke Sistem Pemasyarakatan, Penjara Sukamiskin berubah menjadi Lembaga
Pemasyarakatan Khusus Dewasa Muda Sukamiskin Bandung, kemudian berdasarkan keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: 01-PR.07.03 Tahun 1985 ditetapkan menjadi
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin dan pada tanggal 22 Juni 2010 telah dilakukan
penandatanganan Prasasti Lapas klas I Sukamiskin menjadi Lapas Pariwisata oleh Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sarana dan prasarana yang ada pada lapas klas I
Sukamiskin ini sebagai berikut: Senjata Api 46 buah; Camera CCTV 16 buah; tidak mempunyai
Penangkal Sinyal HP; Handy Talky 12 buah; Metal Detector 20 buah; Tongkat kejut / listrik 10 buah;
Gas air mata 26 buah; Borgol standar 51 buah; Borgol Renteng 30 buah; dan Tameng: 17 buah.
B. Tujuan
1. Melaksanakan kunjungan kerja spesifik untuk melihat secara langsung kondisi
permasalahan aktual peredaran Narkoba di Jawa Barat, khususnya peredaran Narkoba
dengan jaringan internasional dan jaringan sistemik yang dikendalikan di dalam lapas-
lapas di Jawa barat;
2. Berdialog langsung dengan Kapolda Jawa Barat, Kakanwil Kemenkumham Prov. Jawa
Barat, Kajati Prov. Jawa Barat, Kepala Badan Narkotika Nasional Prov. Jawa Barat, Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Terorime RI terkait dengan jaringan pengedar Narkoba
Internasional di Jawa Barat, serta bagaimana solusi pencegahan dan penanggulangannya;
3. Melihat kondisi Lapas Klas I Sukamiskin yang dijadikan sebagai Lapas Pariwisata, dapat
juga dikatakan sebagai Lapas Model, sebagai antisipasi pencegahan peredaran Narkoba di
dalam lapas atau yang melibatkan petugas lapas;
4. Melihat kendala, sarana dan prasarana, pengamanan di dalam lapas sebagai wujud
pengamanan peredaran narkoba di dalam Lapas.
C. Tempat
1. Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Barat
2. Kunjungan ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
D. Anggota Kunjungan Kerja Spesifik
Tim Kunjungan Spesifik Komisi III DPR RI ke Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :
1 H. DESMOND JUNAIDI MAHESA, SH.,MH.
KETUA TIM,/F-P. GERINDRA
2 H.DR. AZIS SYAMSUDDIN KETUA KOMISI III/ F-P. GOLKAR
3 RISA MARISKA, SH. F-PDI PERJUANGAN
4 AHMAD ZACKY SIRADJ F-P. GOLKAR
5 H. ANDIKA HAZRUMY, S.Sos. F-P. GOLKAR
6 WIHADI WIYANTO, SH. F-P. GERINDRA
7 I PUTU SUDIARTANA F-P. DEMOKRAT
8 DAENG MUHAMMAD, SE.,M.Si F-PAN
9 H. ABDUL KADIR KARDING, SPi., MSi F-PKB
10 H. ABOEBAKAR AL-HABSY, SE. F-PKS
11 H. ASRUL SANI, SH.M.Si. F-PPP
12 AKBAR FAIZAL F-NASDEM
13 H. SARIFUDDIN SUDDING, SH.,MH. F-P. HANURA
E. Hasil Kunjungan kerja spesifik
Rangkaian Kunjungan Kerja Komisi III DPR-RI ke Wilayah Jawa Barat diawali dengan
mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin. Acara diisi dengar pendapat
antara Tim Komisi III DPR-RI dengan Warga Binaan Pemasyarakatan untuk kasus Korupsi.
Membahas mengenai PP No. 28 tahun 2006 dan PP No. 99 tahun 2012 tentang Remisi dan
Pembebasan Bersyarat.
Adapun Hal yang menjadi keluh kesah dari Warga Binaan Pemasyarakatan untuk Kasus
Korupsi disampaikan diantaranya oleh Rudi Rubiandini dan Akil Mochtar. Hal-hal yang
disampaikan adalah sebagai berikut :
Laporan Kunjungan Spesifik/4
1. Terlihat ada diskriminasi perlakuan antara WBP yang berasal dari pidana umum / Tipikor
non PP 99 dengan Tipikor yang terkena PP-99. Bahwa ketika WBP membayar seluruh UP
dan Denda , maka untuk WBP Pidum / Tipikor non-PP 99 sangat memungkinkan
mendapatkan PB pada antara lebih sedikit dari ½ masa pidana dan kurang dari 2/3 masa
pidana, sedangkan untuk WBP Tipikor P-99 mendapatkan PB pada antara lebih sedikit dari
2/3 masa pidana dan kurang dari 5/6 masa pidana.
2. Bahwa WBP yang tidak mendapat predikat JC akan menambah waktu PB sedikit lebih
lama dibanding yang ,mendapatkan predikat JC, tetapi masih dalam rentang antara lebih
sedikit dari 2/3 masa pidana dan kurang dari 5/6 masa pidana. Hal ini disebabkan WBP
yang memiliki predikat JC mendapatkan remisi lebih banyak dibanding WBP tanpa predikat
JC. Pemberian predikat JC yang diberikan oleh instansi di luar institusi lapas memberikan
peluang ketidakpastian dan adanya intervensi instansi lain pada proses pembinaan WBP.
3. Terjadi penistaan pada WBP yang terkena PP-99 saat tidak bisa membayar UP atau
denda, sementara WBP pidum/tipikor non-99 menjalani pidana pokok sampai pada antara
lebih sedikit dari ½ masa pidana dan kurang dari 2/3 masa pidana, sedangkan Tipikor PP-
99 menjalani full sampai tahun vonis yang dijatuhkan 100%. Hal ini disebabkan WBP yang
tidak membayar UP atau denda dari kelompok tipikor PP-99 tidak mendapat seluruh hak
remisi, asimilasi dan PB.
4. Dalam pelaksanaannya telah banyak terjadi kesewenang-wenangan jabatan pada saat
pemberian hak remisi, oleh pejabat kantor Dirjen lapas , sebagai contoh dengan tidak
dikabulkannya remisi pada tahun 2014 untuk seluruh WBP Tipikor PP-99.
5. WBP Tipikor PP-99 mendapat diskriminasi , ketidakpastian , intervensi dan penistaan yang
harus diperjuangkan melalui pencabutan PP 28 dan PP 99 untuk dikembalikan pada UU
12/1995 tentang Lapas, karena bertetangan dengan UU 39/1999 tentang HAM dan UUD
1945 pasal 27 ayat (1) serta UUD 1945 pasal 28 huruf D Ayat (1) dalam aksi Judicial
Review.
6. Bahwa selain bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang
secarar hirierarki memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi, seperti ditunjukan hal 7A, 7B
dan 7C yang berlaku :
- UU 12/2012 pasal 5 huruf a, c, e dan f , asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik, asas kejelasan tujuan, asas kesesuaian antara jenis , hierarki dan
materi muatan kedayagunaan dan keberhasilan serta kejelasan rumusan.
- UU 12/2012 pasal 6 ayat 1 huruf, a, b , g, h, i dan j peraturan harus mencerminkan
pengayoman, kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintah, keetertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian dan
keselarasan.
- Materi PP-99/2012 tidak melaksanakan perintah atau menjalankan, justru menyimpang
dari materi UU 12/1995.
7. Rejim Pemasyarakatan adalah pelaksanaan pemindanaan dan pemasyarakatan, serta
pembinaan dan hal ini tanggungjawab Lapas (pasal 10 UU 12/1995) sebagai kelanjutan
dari fase penyelidikan, penyidikan, persidangan dalam Criminal Justice System. Apabila
kewenangan institusi pemasyarakatan diharuskan meminta rekomendasi pada instansi
lain, jelas bertentangan dengan UU tsb (UU Lapas), maka akan timbul seorang Pejabat
TUN menyalahgunakan kekuasaannya, kesewenang-wenangan jabatan (Pasal 421
KUHP).
8. Dengan adanya kesewenang-wenangan jabatan oleh pihak Dirjen Lapas dan KPK dapat
diselesaikan dengan cara sengketa (berpekara) di PTUN, sehingga para pejabat kembali
melaksanakan amanah UU 12/1995 tentang lapas UU 39/1999 tentang HAM dan UUD
1945. UU 5/2009 perubahan UU 5/1986 pasal 1 angka 9 obyek TUN dirumuskan secara
limitatif, adanya tindakan pejabat TUN berdasarkan peraturan yang berlaku, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (bersifat konkrit,
individual dan final).
Laporan Kunjungan Spesifik/5
9. PP-28 dan PP-99 bertentangan dengan Hukum yang meratifikasi HAM internasional,
sebagai berikut :
- UU 39/1999 tentang HAM “Pasal 1 tentang pencabutan hak-hak”
- UU 12/ 2005 ratifikasi terhadap “International Convenant on Civil and Political Rights”’
pasal 26 tentang discrimination (on any ground).
- UU 7/2006 ratifikasi terhadap “UN Convention Against Corruption”’ Bab I Pasal 30 ayat
5 : “dalam memberikan parole atau early release, negara harus mempertimbangkan
berat ringannya pelanggaran , bukan mengenai status pelanggaran sebagai Justice
Collaborator atau bukan Justice Collaborator.
- UN General Assembly Resolution on Standard minimum rules for the treatment for
prisoner, 30 Agustus 1995 dan Basic Principles for treatment of Prisoners, 14 Desember
1990, disebutkan bahwa “Semua Narapidana harus diperlakukan dengan rasa
penghormatan yang tinggi karena martabat yang melekat dan nilainya sebagai
manusia”, selanjutnya disebutkan bahwa “tidak akan ada diskriminasi atas dasar ras,
warna , jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat opini atau pendapat lainnya, asal-usul
nasional atau sosial, kekayaan atau status”.
Walaupun bukan ketentuan hukum Internasional karena resolusi SMU PBB bersifat
recomendatory tidak mandatory resolusi PBB SMU PBB dapat menjadi source of law.
Masukan yang diterima oleh Pimpinan dan anggota tim Komisi III ditampung sebagai aspirasi
untuk di bawa menjadi bahan masukan dalam penyempurnaan Peraturan Perundang-
undangan Pemasyarakatan.
Pertemuan di Kepolisian Daerah Jawa Barat
Pemaparan pertama sesuai pertanyaan yang disampaikan oleh Komisi III DPR RI disampaikan oleh Kapolda Jawa Barat, dalam paparannya disampaikan hal-hal sebagai berikut : Terkait perkembangan terorisme dan ISIS di Indonesia (khususnya di provinsi Jawa Barat) serta upaya-upaya penanggulangannya : Secara faktual pergerakan ISIS di Jawa Barat tidak bisa dibuktikan, tapi tak bisa dinafikan bahwa paham organisasi itu ada dan menyebar. Menurut Kapolda bahwa ISIS semakin berkembang. dimana kelompok radikal ini sudah memilki pola pelatihan yang baik serta mempunyai dana yang besar. Menurut Kapolda seperti yang diberitakan di media masa bahwa terdapat enam warga Jawa Barat yang diduga bergabung dengan ISIS. Mereka berada di antara 16 warga negara Indonesia yang ditangkap kepolisian Turki di Provinsi Gaziantep saat hendak menyeberang ke Suriah beberapa pekan lalu. Justru yang menjadi kekhawatiran apabila mereka kembali ke Jawa Barat dimana Jawa Barat rentan dimasuki paham-paham kelompok garis keras. Pasalnya, Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki wilayah yang cukup luas dan padat penduduk. Berikut disampaikan pemetaan perkembangan terorisme dan ISIS di wiayah hukum jawa Barat sebagai berikut :
Laporan Kunjungan Spesifik/6
UPAYA YANG DILAKSANAKAN POLDA JABAR DAN JAJARANNYA
TERHADAP TERORIS DAN ISIS
1. Melakukan deteksi dini, pengumpulan bahan keterangan, melakukan pencegahan dini,
melakukan pendataan dan pemetaan terhadap indikasi masalah terorisme dan ISIS di
wilayah hukum Polda Jabar.
2. Melakukan tindakan preemtif, preventif terhadap indikasi adanya masalah terorisme dan
ISIS di wilayah Hukum Polda Jabar.
3. Memberikan petunjuk dan arahan ke seluruh jajaran dan kemudian ditindaklanjuti dengan
melakukan kegiatan seperti deklarasi penolakan ISIS yang dilakukan bersama dengan
Pemda, Kementerian Agama, MUI, FKUB, TNI, Tokoh-tokoh agama di seluruh kabupaten /
kota.
4. Melaksanakan program Nawacita dengan mendirikan Posko Quick Wins Rencana Strategi
Polri 2015-2019 seluruh jajaran Polda Jawa Barat.
5. Melaksanakan program kontra radikal dan deradikalisasi terhadap teroris dan ISIS
bersama dengan instansi terkait, tokoh masyarakat serta berkoordinasi dengan Densus 88
atau dengan Mabes Polri.
6. Melakukan tindakan represif yang merupakan langkah terakhir yang dilakukan terhadap
teroris dan ISIS apabila langkah-langkah Preemtif dan Preventif tidak berhasil.
7. Pemberian reward dan punishment bagi aparatur pemerintah dan masyarakat yang
berhasil atau berjasa ikut serta dalam mencegah serta menangkal gerakan terorisme dan
ISIS.
Terkait Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Hukum Polda Jabar
Dalam paparannya kapolda menyampaikan bahwa masalah korupsi sangat multikompleks
yang disebabkan berbagai faktor multidimensional terkait dengan aspek yuridis, ekonomi,
sosiologis, bahkan politis. Dengan demikian penanganan masalah korupsi termasuk
penindakan seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi bila mungkin harus
dapat ditargetkan, tidak hanya demi tegaknya keadilan dari segi hukum, tetapi juga dari segi
sosial ekonomi. Kapolda berkomitmen dan hal itu dikemukakan pula pada saat rapat kerja
dengan Komisi III DPR , siapa pun yang salah akan diproses secara hukum termasuk
oknum kenalan, keluarga, atau kerabat dirinya. Dimana sejumlah kasus yang masih dan
akan segera ditangani oleh Polda Jabar, selain kasus-kasus baru, Polda Jabar juga akan
kembali membuka kasus lama yang saat ini terhambat penanganannya.Bahwa
penanganan kasus korupsi di wilayah Jabar dilakukan secara transparan, akuntabel dan
profesional.
Laporan Kunjungan Spesifik/7
Adapun data-data penanganan tindak pidana korupsi disampaikan melalui tabel berikut ini :
Kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya penanggulangan tindak pidana korupsi di wilayah
Hukum Polda Jabar adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan audit ainvestigasi/audit perhitungan keruhian negara dalam rangka
memenuhi alat bukti tindak pidana korupsi relatif lama.
2. Tersangka melarikan diri/DPO.
3. Kendala birokrasi dalam rangka mencari dokumen bukti, terutama yang berhubungan
dengan perbankan.
4. Masih adanya perbedaan pandangan antara penyidik dengan JPU terkait kerugian
keuangan negara yang nilainya relatif kecil (dibawah Rp. 100.000.000,-) tidak seimbang
dengan biaya Yustisi/peradilan yang dikeluarkan.
5. Dalam penyidikan tindak pidana korupsi, polri masih bergantung kepada instansi lain ,
misalnya :
- BPKP (dalam penghitungan kerugian negara)
- Ahli (dalam menghitung kegiatan yang berkaitan dengan konstruksi bangunan, jalan
dan kegiatan pembangunan lainnya) misal : Ahli Puslitbang, ITB, PU dll.
6. Pemeriksaan terhadap Pejabat Negara yang perlu mendapatkan ijin dari Presiden, Menteri
Dalam Negeri atau Kepala Daerah dalam proses pelaksanaannya memerlukan waktu yang
cukup lama.
Terkait penanganan kasus Narkoba di wilayah hukum Polda Jawa Barat
Dari data yang ada pada tahun 2014, cukup banyak kasus yang terungkap. keberhasilan ini
berkat kerja sama dengan mitra kerja, masyarakat, tokoh-tokoh agama . Namun bagi daerah
seperti Subang tetap harus waspada karena kondisi alamnya tidak jauh berbeda dengan
Garut, Sukabumi, dan Cianjur, yang berpotensi ditanami tanaman ganja.
Selain meningkatkan kewaspadaan jalur peredaran narkotika tersebut, PP No. 25 Tahun 2011
harus terus disosialisasikan bersama aparat lainnya sehingga ada kesamaan persepsi.
Apalagi dengan munculnya SE Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2010 yang menyebutkan
klasifikasi tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Dimana dalam proses wajib lapor bagi
pecandu narkotika ini pecandu tidak hanya datang lalu mengatakan dirinya pemakai narkotika.
Tetapi ada proses assesment komprehensif, yang terdiri atas 7 domain yang meliputi medis,
sosial, penggunaan NAPZA, riwayat perawatan, psikiatris, keluarga, pendidikan, dan
sebagainya.
Laporan Kunjungan Spesifik/8
Adapun data kasus narkoba tahun 2013-2014 disampaikan melalui tabel dibawah ini :
NO LAPORAN
POLISI TKP IDENTITAS TERSANGKA
JUMLAH DAN
JENIS BB DPO Keterangan
1
LP/A/508/IX/
2010/DN
25-9 -2010
Bandara
Husen
1. DIWA TERESITADELA
ROSA(WN.PHILIPINA),
2. HENI SEPTIANI
3. LUSI APRILIA als SANDRA
4. ULI FRANCIS PAUL
415 Gram Narkotika
jenis Shabu
EMKA (WN
KENYA) di
Malaysia
(pengendali)
Diperkirakan
jaringan West
Afrika
Ditangani oleh Dit
Res Narkoba Polda
Jabar
2
LP/A/600/X/2
010/DN
28-10 -2010
Bandara
Husen Kota.
Bandung
ZHIBEK SAKEEVA Binti
MAKSAT
Perempuan, Kyrgyz Republic,
01 Oktober 1989, Islam, Kyrgyz
Republic
987,67 Gram
Narkotika Jenis
Heroin
BEN (ORANG
KULIT HITAM) di
Malaysia
(pengendali)
Diperkirakan
jaringan West
Afrika
Ditangani oleh Dit
Res Narkoba Polda
Jabar
3
LP/A/483/VII/
2011/DN
26-07 -2011
Bandara
Husen
1. VICENT GEOFFREY CLARKE
Britis Citizen, 16 Oktober 1974,
Kristen, Properti, Dream Hill
471Okcante Spanyol Inggris.
2. RONALD HGOEZI
IGBOTIKE
Nigeria, 02 Juni 1965, Khatolik,
Bisnis, Festac Lagos Nigeria
1,40 Kg Narkotika
Jenis Shabu
FRIEND (orang
berkulit hitam) di
Malaysia
(pengendali)
Diperkirakan
jaringan West
Afrika
Ditangani oleh Dit
Res Narkoba Polda
Jabar
4
LP/A/26/I/201
/DN
11-01 -2014
Bandara
Husen
SEM SOKICK
Pnom Penh , 14 Februari 1988
Kristen, Wiraswasta, WN
Kamboja
200 Gram Narkotika
Jenis Shabu
ANDY (orang kulit
hitam) di
Tiongkok/Cina
(pengendali)
Diperkirakan
jaringan West
Afrika
Ditangani oleh Dit
Res Narkoba Polda
Jabar
5
Pemberkasan
Oleh
Direktorat IV
Bareskrim
Mabes
POLRI
20 Januari
2012
Pantai
Kalapa
Condong
Rt.03/01
Desa Ujung
Genteng
Kec.Ciracap
Kab.
Sukabumi
AKBAR CHAHAR KARZEI Alis
MOHAMMAD BALUCH
Bandar Abbas Chahar
Bahar(Iran), 26
th,Islam,nelayan, Javar-Nikshar
Rostaye RamadhanKallae(Iran)
61,478 Gram/+ 61 Kg Ditangani oleh Direktorat IV Bareskrim
Mabes Polri (JARINGAN TIMUR
TENGAH/IRAN)
Laporan Kunjungan Spesifik/9
6
Pemberkasan
Oleh BNN
26 Februari
2014
Cagar Alam
Tikungan I
Kampung
Batu Sapi
Desa. Jayanti
Kec.
Plabuanratu
Kab.
Sukabumi
1. MUSTAFA MORADALI VAND
Bin MORADALI
Teheran (Iran) 13 November
1982, Islam, Penjual HP, Iran,
Jl. Mehran Gang 16 No. 8
Khaniabad Taheran Iran.
2. SAYED HASHEM
MOOSAVIPOUR Bin SAYED
ABDOLLAH
Qhazvin (Iran), 04 Juli 1987,
Islam, Penjual Baju, Gang
Samoyeh No. 57 Syahran
Bunderan 2 Taheran
40.104,3 Gram
Narkotika Jenis
Shabu
Ditangani oleh Direktorat IV Bareskrim
Mabes Polri (JARINGAN TIMUR
TENGAH/IRAN)
Kendala-kendala yang dihadapi dalam menangani tindak pidana narkoba adalah sebagai
berikut :
1. Wilayah geografis Jawa Barat yang luas dengan pesisir pantai yang cukup panjang dan masih
banyaknya wilayah yang terisolir sehingga menyebabkan kurangnya pengawasan dari pihak
pemerintah dalam segala bidang.
2. Jalur udara melalui Bandara Husein Sastranegara dgn pesawat Air Asia khususnya dari
Malaysia, penyidik Dit Res Narkoba Polda Jabar tidak dapat masuk kearea bandara.
3. Anggaran lidik khususnya under cover buy belum didukung
4. Pengendali jaringan internasional tidak dapat disentuh karena keberadaannya di Malaysia dan
diduga menggunakan nama samaran
5. Belum terdukungnya peralatan IT pada Direktorat Reserse Narkoba Polda Jabar seperti : cek
posisi & direction finder (DF).
6. Kendaraan operasional unit belum ada.
7. Test kit narkoba untuk pengecekan barang bukti narkoba belum ada.
Paparan Kakanwil Kemenkumham Provinsi Jawa Barat
Kakanwil Kumham prov. Jawa Barat dalam kunjungan spesifik Komisi III ini menyampaikan
paparannya untuk menjawab pertanyaan yang telah disampaikan oleh sekretariat Komisi III
beberapa waktu yang lalu. Adapun laporan singkat terkait paparan yang disampaikan Kakanwil
Kumham Prov. Jawa Barat sebagai berikut :
Kondisi aktual Lapas dan Rutan serta BAPAS dan RUPBASAN di Jawa Barat sebagai berikut:
Lapas dan Rutan Jumlah Penghuni sebanyak 18.807 orang yang terdiri dari: (Tahanan sebanyak
4.230 orang dan Narapidana sebanyak 13.857 orang) . Jumlah penghuni rutan dan lapas ini masih
melebihi kemampuan / daya tampung lapas dan rutas sebesar 15.489 orang.
Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat telah melakukan antisipasi pengamanan terkait
perdaran narkoba didalam Lapas Rutan bekerja sama dengan pihak POLRI dan telah direncanakan
strategi pengamanan sesuai dengan standar pengamanan Lapas dan Rutan.
Mengenai Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) adalah Sistem Teknologi Informasi
dan Komunikasi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan informasi guna
mendukung operasional, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam melaksanakan fungsi
keimigrasian (undang- undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pasal 1 ayat 10).
Paparan Kajati Provinsi Jawa Barat
Kepala Kejaksaan Tinggi Prov. Jawa Barat dalam kunjungan spesifik Komisi III ini menyampaikan
jawabannya atas pertanyaan yang telah disampaikan oleh Komisi III terkait dengan jaringan
Narkoba Internasional di Jawa Barat, serta upaya pencegahan dan penanggulangannya. Secara
singkat Kajati menyampaikan bahwa saat ini kondisi peredaran Nakotika di Provinsi Jawa Barat
sudah pada level membahayakan dengan semakin meningkatnya perkara Tindak Pidana Norkotika
yang di tangani oleh Kejaksaan. Melihat situasi dan kondisi tersebut tentunya pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba tidak hanya mengandalkan upaya penegakan
hukum (represif) semata, akan tetapi harus di imbangi dengan upaya pencegahan (preventif) dan
pemberian hukuman pidana penjara bagi pecandu dan korban penyalahgunaan Narkoba bukanlah
merupakan solusi satu-satunya, oleh karena itu kegiatan pencegahan seperti yang dilakukan hari ini
sebagaimana Pasal 104 UU Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika berbunyi “Masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelapa Narkotika dan prosekutor Narkotika.
Laporan Kunjungan Spesifik/10
Kejaksaan Tinggi Prov. Jawa Barat saat ini terus berupaya mengoptimalkan kegiatan melalui
program pembinaan masyarakat taat hukum yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan akan bahaya Narkoba kepada masyarakat, serta mengajak seluruh elemen
masyarakat untuk bersama-sama ikut berperan aktif dalam mencegah peredaran Narkotika
terutama dikalangan Pelajar dan Mahasiswa dan anggota masyarakat lainnya.
Paparan Kepala BNN Provinsi Jawa Barat
Kepala BNN Provinsi Jawa Barat dalam pertemuan dengan Komisi III DPR RI, juga menyampaikan
jawabannya atas pertanyaan terkait ada tidaknya jaringan narkoba di Jawa Barat serta upaya upaya
yang dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi peredaran narkoba tersebut. Pemetaan daerah
rawan penyalahgunaan dan peredaran serta pemetaan daerah rawan peredaran disampaikan
melalui gambar dibawah ini :
GANJA
SABU
HEROIN EKSTASI
OKT
BAYASELURUH KAB/KOTA DI JABAR
Peredaran narkotika di Indonesia semakin masif. Bahkan, 80 persen di antaranya masuk melalui
jalur laut karena Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Setelah masuk melalui pelabuhan-
pelabuhan kecil, kemudian narkotika didistribusikan melalui jalur darat. Indonesia saat ini sudah
berstatus darurat narkoba di mana sudah menjadi negara pasar. Penjualan narkoba di Indonesia
Laporan Kunjungan Spesifik/11
memang sangat menguntungkan. Peredaran gelap narkotika paling banyak masih berada di Jakarta
dan diikuti dengan Jawa Barat, Jawa Timur, dan seterusnya. tidak mudah memberantas narkoba di
Indonesia. Apalagi saat ini jumlah permintaan atas barang haram tersebut semakin meningkat.
Peningkatan permintaan tersebut menjadi tantangan bagi para penegak hukum.
Program merehabilitasi para pengguna yang dilakukan oleh BNN bisa menjadi salah satu cara
mengurangi jumlah permintaan tersebut.
BNN sejak tahun 2014 mengedepankan unsur penyelamatan pengguna narkoba di mana para
pengguna lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara. Namun, bagi pengguna yang merangkap
sebagai pengedar tetap harus dihukum pidana atas perbuatannya tersebut.
Terkait peredaran narkoba dengan aksi terorisme, secara singkat Kepala BNN Provinsi Jawa Barat
menyampaikan pendapatnya sebagai berikut :
1. Karena bisnis narkoba melibatkan unsur sindikat yang beroperasi sebagaitrans-national crime,
yang membuka kemungkinan dijalankan dengan bisnis penjualan dan peredaran senjata dan
amunisi ilegal. Karena itu, kasusnya bukan lagi sekedar persoalan pelanggaran hukum, tapi juga
dimensi keamanan nasional.
2. Keterkaitan narkoba dengan keamanan nasional dari segi ekonomi, dapat dilihat dari beberapa
kasus pencucian uang hasil narkoba, antara lain melalui perusahaan money changer yang
sengaja didirikan dan dimodali oleh jaringan bandar narkoba.
3. Dalam tinjauan keamanan nasional secara lebih luas, penyalahgunaan narkoba juga menjadi
ancaman serius bagi proses pembangunan sumber daya manusia, khususnya karena peredaran
narkoba sudah menyasar anak-anak usia sekolah dan mahasiswa, dan bukan hanya di
perkotaan tapi juga merambah ke tingkat kecamatan dan pedasaan.
Selanjutnya, dalam upaya memaksimalkan mengenai keterkaitan antara narkoba dan keamanan
nasional, terdapat dua persoalan besar yang perlu pendalaman khusus: pertama, pemetaan secara
lebih rinci tentang jaringan pelaku manca negara dalam penyalahgunaan narkoba di
Indonesia;kedua, kajian khusus untuk mendalami dan memetakan keterkaitan antara narkoba dan
tindak pidana terorisme di Indonesia.
Paparan Kepala BNPT
Masih adanya ancaman terorisme di Indonesia juga disebabkan oleh belum adanya payung hukum
yang kuat bagi kegiatan intelijen untuk mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan
terorisme. Kendala lain dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme adalah belum adanya
pembinaan yang menjamin dapat mengubah pemikiran radikal menjadi moderat. Sementara itu
masih lemahnya sistem pengawasan terhadap peredaran berbagai bahan pembuat bom,
menyebabkan para teroris masih leluasa melakukan perakitan bom yang jika tidak terdeteksi dapat
menimbulkan kekacauan di berbagai tempat.
Dalam rangka mencegah dan menanggulangi ancaman terorisme di Provinsi Jawa Barat, BNPT
telah menempuh berbagai cara, terutama dengan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan
prosedur hukum yang berlaku. BNPT telah melakukan pendekatan melalui tokoh masyarakat, tokoh
agama moderat dan yang cenderung radikal guna mengubah pemikiran radikal menjadi moderat,
yakni dengan memberikan pengertian sesungguhnya tentang istilah jihad yang selama ini
“disalahartikan”.
Permasalahan terorisme hanya dapat diselesaikan melalui kerja sama dan koordinasi antara
berbagai pemangku kepentingan (stake holder), baik instansi pemerintah maupun masyarakat.
Dalam mencegah dan menanggulangi terorisme, BNPT tetap berpedoman pada prinsip yang telah
diambil sebelumnya, yakni melakukan secara preventif dan represif yang didukung oleh upaya
pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif dalam menangani aktivitas, terutama
dalam mengungkap jaringan terorisme. Peningkatan kerja sama intelijen, baik dalam negeri maupun
dengan intelijen asing, melalui tukar-menukar informasi dan bantuan-bantuan lainnya, terus
ditingkatkan. Untuk mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, BNPT akan terus
melakukan kerjasama dengan instansi berwenang untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan
terhadap lalu lintas orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, dan wilayah perbatasan, termasuk
lalu lintas aliran dana, baik domestik maupun antarnegara.
Selain itu, BNPT juga terus melakukan pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi,
tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Selanjutnya, kerja sama internasional sangat perlu untuk
ditingkatkan karena terorisme merupakan permasalahan lintas batas yang memiliki jaringan dan
jalur yang tidak hanya ada di Indonesia.
Laporan Kunjungan Spesifik/12
Penutup
Berdasarkan fakta, data dan informasi yag diperoleh Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR
RI di Provinsi Jawa Barat, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa masukan terhadap PP No. 28 tahun 2006 dan PP No. 99 tahun 2012 akan menjadi
masukan bagi Komisi III DPR RI dalam pembahasan terkait penyempurnaan undang undang
pemasyarakatan.
2. Bahwa perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap strategi pemberantasan terorisme dan
penyalahgunaan narkoba dengan mengedepankan pendekatan yang lebih komprehensif hingga
ke akar permasalahannya dengan hasil yang terukur.
Demikianlah laporan hasil kunjungan kerja spesifik Komisi III DPR RI ke Provinsi Jawa Barat.
Komisi III DPR RI
top related