proposal tugas akhir pangjo
Post on 01-Jul-2015
411 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai kebutuhan manusia secara sadar atau tidak sadar pasti
menggunakan bahan bakar minyak, hal ini dikarenakan berkembangnya ilmu
pengetahuan yang sangat pesat di bidang energi. Namun pada kenyataannya bahan
bakar minyak yang terkandung dalam bumi persediaannya semakin menipis. Apalagi
seperti kita ketahui minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat
diperbaharui. Di Indonesia dilaporkan cadangan efektifnya hanya berkisar 1.6 milyar
barrel. Dengan tingkat penggunaan saat ini serta dengan peningkatan pemakaian 5%
per tahun, diperkirakan cadangan minyak bumi akan habis dalam kurun waktu 10
tahun (Hasyim,2004).
Disamping kelangkaan bahan bakar polusi udara yang disebabkan oleh
tingginya kadar CO2 dan SO2 akibat penggunaan bahan bakar fosil, menyebabkan
perubahan iklim global dan efek rumah kaca. Oleh karena itu pada saat ini usaha
mencari sumber energi alternatif semakin meningkat.
Bioetanol merupakan alternatif untuk menyelesaikan masalah ketersediaan
bahan bakar yang saat ini masih tergantung pada bahan bakar minyak (BBM).
Pengembangan bioetanol dari sampah organik sebagai pengganti BBM memiliki
beberapa keuntungan, yaitu penggunaan bioetanol sebagai campuran premium
menghasilkan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan karena kandungan
1
oksigennya dapat meningkatkan efisiensi pembakaran. Bioetanol juga mampu
meningkatkan angka oktan dan mengurangi penggunaan aditif bertimbel yang
berbahaya terhadap lingkungan hidup. Selain itu jumlah sampah tiap harinya yang
dihasilkan di Indonesia umumnya sangat banyak, dan di Kalimantan Timur
khususnya. Percobaan mengenai bioetanol banyak dilakukan dengan berbagai bahan
baku. Diantaranya tandan kosong kelapa sawit, selulosa bagas, limbah nanas, dan lain
sebagainya. Samsuri (2007) mengatakan bahwa bioetanol yang dapat dihasilkan dari
selulosa bagas dengan adanya penambahan konsentrasi HCl didapatkan bioetanol
dengan konsentrasi 0,54 g/L, dibandingkan dengan tidak adanya penambahan
konsentrasi HCl hanya didapat 0,28 g/L . Apalagi pemerintah saat ini sedang giat
mengembangkan bioetanol yang berasal dari biomassa, yang biasa disebut dengan
bioetanol generasi kedua. Hal ini dikarenakan bahan baku tersedia melimpah di
Indonesia. Jika kita membudidayakan tanaman apapun, termasuk tanaman pangan
(untuk menghasilkan gula, pati, minyak-lemak, dan sebagainya), bahan yang
diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa. Jika hasil-hasil pertanian dan
perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai limbah pertanian
atau sisa penggunaan tanaman dan biasanya kurang termanfaatkan. Hal ini
menyebabkan lignoselulosa berpotensi digunakan sebagai bahan mentah produksi
bahan bakar nabati (BBN). Teknologi bioetanol generasi kedua sedang intensif
dikembangkan, terutama oleh Amerika Serikat. Pabrik-pabrik demonstrasi juga sudah
dan sedang didirikan di berbagai lokasi di Amerika Utara antara lain oleh Celunol
Corp dengan kapasitas 200 ribu m3/tahun di Louisiana.(Shofinita, 2009)
2
Salah satu bahan sumber energi alternatif tersebut adalah pengolahan
bioetanol dari jerami padi. Seperti diketahui, padi akan terus diproduksi dan tidak
pernah berhenti selama manusia masih tetap hidup di bumi ini. Padi merupakan salah
satu bentuk tumbuhan yang menghasilkan makanan pokok bagi manusia yaitu beras
yang nantinya dapat diolah menjadi nasi dan dapat dikonsumsi oleh manusia.
Salah satu limbah pertanian di Indonesia yang belum dimanfaatkan adalah
Limbah tanaman padi (jerami). Jerami adalah tanaman padi yang telah diambil
buahnya (gabahnya), sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah
pertanianterbesar serta belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis
dan ekonomis.
Pada sebagian petani, jerami sering digunakan sebagai mulsa pada saat
menanam palawija. Hanya sebagian kecil petani menggunakan jerami sebagai pakan
ternak alternatif di kala musim kering karena sulitnya mendapatkan hijauan. Di lain
pihak jerami sebagai limbah pertanian, sering menjadi permasalahan bagi petani,
sehingga sering di bakar untuk mengatasi masalah tersebut. Produksi jerami padi
dapat mencapai 12 - 15 ton per hektar per panen, bervariasi tergantung pada lokasi
dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan. 3 Produksi padi nasional mencapai
54,75 juta ton pertahun pada tahun 2006, meningkat sebesar 1,11% dibandingkan
produksi padi tahun 2005.
Peningkatan produksi padi juga diiringi peningkatan limbah jerami padi
(Berita Resmi Statistik, 2006). Biomassa berselulosa terbentuk dari tiga komponen
utama yakni selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa merupakan komponen utama
yang terkandung dalam dinding sel tumbuhan dan mendominasi hingga 50% berat
3
kering tumbuhan. Jerami padi diketahui memiliki kandungan selulosa yang tinggi,
mencapai 34.2% berat kering, 24.5% hemiselulosa dan kandungan lignin hingga
23.4%..
1.2 Perumusan Dan Batasan Masalah
Limbah pertanian padi yang berupa jerami padi ini biasanya hanya dibakar
atau dibuang begitu saja, tanpa adanya penanganan khusus atau alternatif lain untuk
mengurangi jumlah limbah ini. Padahal jerami padi ini bisa dijadikan bahan bakar
alternatif pengganti bahan bakar minyak, yaitu berupa bioetanol. Pengembangan
bioetanol merupakan langkah yang tepat dalam rangka menghadapi menipisnya
cadangan minyak dunia. Adapun proses pembuatan dari bioetanol sendiri terbagi
menjadi 4 tahap, yaitu preparasi, pretreatment, hidrolisis dan fermentasi.
Pada penulisan tugas akhir ini, perlu dibatasi bagian-bagian apa saja yang
direncanakan untuk diteliti agar ruang lingkup permasalahan tidak berkembang lebih
jauh. Maka dibuat batasan permasalahan yaitu mendapatkan produk bioetanol dan
melakukan uji analisa pada produk bioetanol yang telah dihasilkan.
1.3 Tujuan Penelitian
Pada penelitian kali ini bertujuan yaitu:
1. Untuk mendapatkan produk bioetanol dari jerami padi.
2. Untuk menentukan hasil analisa kandungan bioetanol yang telah
dihasilkan dari jerami padi.
4
1.4 Manfaat penelitian
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan nilai tambah
pada jerami padi yang merupakan limbah hasil pertanian sehingga dapat berkembang
menjadi sumber energi alternatif ramah lingkungan yang berbasis selulosa.
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Padi
2.1.1 Pengertian Padi
.
Tabel 2.1 Kandungan Lignoselulosa pada residu dan Limbah Pertanian secara umum
Materi Lignoselulosa Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
Kertas 85-99 0 0-15
Daun 15-20 80-85 0
Koran 40-55 25-40 18-30
Limbah kertas dari pabrik pulp 60-70 10-20 5-10
Bagas 33,4 30 18,9
Kulit kacang 25-30 25-30 30-40
Kulit jagung 45 35 15
Lemak babi 6 28 -
Jerami padi 32,1 24 18
Jerami gandum 30 50 15
Kulit biji kapas 80-95 5-20 0
Kayu keras 40-55 24-40 18-25
Kayu lunak 45-50 25-35 25-35
Padatan air limbah primer 8-15 - 24-29
6
Materi Lignoselulosa Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
Padatan pupuk peternakan 1,6-4,7 1,4-3,3 2,7-5,7
Rumput bermuda pesisir 25 35,7 6,4
Rumput gajah 25-40 25-50 10-30
Rumput pada kebun buah 32 40 4,7
Rumput pada tanaman berdaun
lebat
21,3 15,8 2,7
Rumput pada tanaman berbiji 26,7 25,7 7,3
Limbah pilihan 60 20 20
Rumput 45 31,4 12,0
Sumber: Betts et al. (1991); Sun and Cheng, (2002)
Varietas yang banyak dari sumber biomassa ditunjukkan dari tabel 2.2 di
bawah ini yang akan diubah menjadi bioproduk. Menurut Smith et al., 1987, sumber-
sumber lignoselulosa dapat digunakan untuk menciptakan biomaterial yang baru.
Dimana dapat berguna bagi kehidupan manusia.
Tabel 2.2 Tipe dari Lignoselulosa dan Penggunaannya
Jenis lignoselulosa Residu Penggunaan
Hasil panen tanaman biji-
bijian
Gandum, padi, jagung,
gandum pilihan
Jerami, kulit gandum, kulit
jagung
Makanan hewan, dibakar
sebagai bahan baker,
penyubur tanah
7
Jenis lignoselulosa Residu Penggunaan
Proses tanaman biji-bijian
Jagung, gandum, padi,
kedelai
Air buangan, bonggol
jagung, lapisan putih
jagung
Makanan hewan
Hasil panen buah dan
sayur
Biji-bijian, kulit buah,
sayur rusak
Makanan ikan dan hewan,
biji-bijian untuk minyak
ekstraksi
Proses pengolahan buah
dan sayur
Biji-bijian, kulit buah, air
buangan, sayur dan buah
yang tidak layak
Makanan ikan dan hewan,
biji-bijian untuk minyak
ekstraksi
Tebu sebagai bahan dasar
pabrik gula
Bagas Digunakan sebagai bahan
bakar
Pabrik minyak biji-bijian
Kacang, biji kapas, olive,
kedelai
Pembungkus kacang, serat,
sludge, air buangan, cake
hasil pengepresan
Makanan hewan, penyubur
tanah, sebagai bahan baker
Limbah hewan Limbah lain, rabuk Penyubur tanah
Pulp dan kertas hasil
hutan
Log dari pengambilan
hasil hutan
Residu kayu, bark,
dedaunan
Dibakar, penyubur tanah
Limbah potongan dan
plywood
Chip kayu, lembaran kayu,
potongan kayu, dan lain-
Industri pulp dan kertas,
chip dan serat kayu.
8
Jenis lignoselulosa Residu Penggunaan
lain
Gilingan kertas dan bubur
(pulp)
Limbah serat, liquor sulfit Digunakan kembali dalam
pabrik pulp dan papan
tulis, yang digunakan
sebagai bahan bakar
Limbah lignoselulosa dari
pemukiman penduduk
Koran, kertas, limbah
pembuatan papan tulis,
papan lapuk, lembaran
papan
Sedikit digunakan
kembali, biasanya
digunakan sebagai bahan
bakar.
Rumput Rumput yang tidak
digunakan
Dibakar
Sumber: Smith et al., 1987
Potensi biomassa sebagai bahan baku etanol bervariasi sesuai dengan
kandungan bahan penyusun yang dapat dikonversi menjadi gula sederhana, yaitu
selulosa dan hemiselulosa. Kandungan berbagai jenis biomassa disajikan pada Tabel
2.3. Berdasarkan rata-rata kandungan selulosa (42%) dan hemiselulosa pada kayu,
dengan hasil secara teoritis maksimum dari etanol, diperkirakan akan dihasilkan 0,32
g etanol per g kayu. Perhitungan ini berdasarkan pada asumsi jika semua kandungan
selulosa dan hemiselulosa dapat diubah menjadi gula, dan konversi gula ke etanol
0,51 g/g (Taherzadeh 1999).
9
2.2 Hidrolisis
Hidrolisis adalah suatu proses kimia yang menggunakan H2O sebagai
pemecah suatu persenyawaan termasuk inverse gula. Saponifikasi lemak dan ester,
pemecahan protein. H2O sebagai zat pereaksi dalam pengertian luas termasuk larutan
asam dan basa (Risvank, 2008).
Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi
monosakarida yang selanjutnya akan difermentasi menjadi etanol.
Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi dua, yaitu: hidrolisis asam
encer (dilute acid hydrolisis), hidrolisis asam pekat (concentrated acid hydrolisis) dan
hidrolisis enzimatik (enzymatic hydrolysis).
1. Hidrolisis dalam larutan asam.
Asam encer atau pekat misalnya asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4)
yang digunakan biasanya berfungsi sebagai katalisator. Asam encer, pada
umumnya memiliki kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi H+ menjadi
[H+] dimana sifat ini tidak berlaku pada asam pekat. Hidrolisis menggunakan atau
memakai H2SO4 lebih disukai karena HCl korosif, contoh reaksi hidrolisis yang
terjadi menggunakan larutan asam.
Secara umum hidrolisis asam encer terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
dilakukan dalam kondisi yang rendah daripada tahap kedua. Tahap ini sebagian
besar hemiselulosa akan terhidrolisis. Tahap kedua dioptimasi untuk
menghidrolisis selulosa. Sedangkan hidrolisis asam pekat meliputi proses
dekristalisasi selulosa dengan asam pekat dan dilanjutkan dengan hidrolisis
selulosa dengan asam encer.
10
2. Hidrolisis enzimatik
Proses hidrolisis enzimatik mirip dengan proses-proses diatas yaitu
dengan mengganti asam dengan enzim. Teknik ini dikenal dengan teknik
hidrolisis dan fermentasi terpisah ( separated hydrolysis and fermentation).
Hidrolisis dengan enzim tidak membuat atau menghasilkan kondisi lingkungan
yang mendukung proses biologi/fermentasi seperti pada hidrolisis dengan asam,
kondisi ini memungkinkan untuk dilakukan tahapan hidrolisis dan fermentasi
secara bersamaan yang dikenal dengan Simultaneous Saccharification and
Fermentation (SSF). Jenis-jenis hidrolisis ada lima macam, yaitu:
1. Hidrolisis murni, direaksikan dengan H2O saja, reaksi lambat sehingga jarang
digunakan dalam industri (tidak komersial). Hanya untuk senyawa-senyawa
yang reaktif. Reaksi dapat dipercepat dengan menggunakan H2O uap.
2. Hidrolisis dalam larutan asam, asam encer atau pekat missal HCl dan H2SO4.
Biasanya sebagai katalisator. Asam encer, umumnya mempunyai kecepatan
reaksi sebanding dengan konsentrasi H+ menjadi [H+]. Sifat ini tidak berlaku
pada asam pekat. Pemakaian H2SO4 lebih disukai karena HCl korosif.
3. Hidrolisis dalam larutan basa, basa encer atau pekat seperti NaOH dan KOH.
Penggunaan basa terbatas karena hasil akhir adalah garam bukan asam.
4. Alkali Fusion, dengan atau tanpa H2O pada suhu tinggi, misalnya pada NaOH
padat (H2O<<). Pemakaian industri untuk tujuan tertentu, misal peleburan
bahan-bahan selulosa seperti tongkol jagung, gergaji kayu yang dilakukan
pada suhu tinggi (±240oC) dengan NaOH padat menghasilkan asam oksalat
dan asam asetat.
11
5. Hidrolisis dengan enzim sebagai katalisator, menggunakan enzim yang
dihasilkan oleh mikroba. (Risvank,2008)
2.2.1 Pengaruh katalis pada proses Hidrolisis
Produksi etanol dari lignoselulosa dapat dilakukan dengan teknologi hidrolisis
menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl). Penambahan asam kuat
konsentrasi rendah dapat meningkatkan kunatitas etanol yang dihasilkan karena ion
H+ pada asam kuat dapat memutuskan ikatan glikosid yang terdapat pada selulosa.
(Samsuri, 2006).
Hidrolisis selulosa memerlukan asam kuat dan suhu tinggi karena bagian yang
mudah dihidrolisis dari selulosa sering tergantung pada bagian yang bersifat amorph
dari selulosa dan kekuatan kristal selulosa. Rata-rata selulosa mengandung 15%
bagian amorph dan 85% bagian kristalin. Selulosa yang terdiri dari rantai panjang
unit glukosa pecah pada bagian amorfus (tidak terbentuk) kemudian dilanjutkan pada
bagian kristal menjadi ranta-rantai pendek yang akhirnya menjadi unit-unit glukosa
oleh adanya asam.
2.2.2 Pengaruh waktu pemanasan pada proses hidrolisis
Pada umumnya kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan hidrolisis,
tergantung pada karakteristik-karakteristik khusus seperti jenis asam, konsentrasi
asam, harga pH, kekuatan asam, suhu dan tekanan.
Reaksi-reaksi hidrasi secara khusus terjadi selama perlakuan panas terhadap
polisakarida. Disamping itu juga merupakan reaksi-reaksi samping yang tidak dapat
dihindari pada keadaan hidrolisis yang bersifat asam, menyebabkan dekomposisi gula
yang terhidrolisis. Tergantung pada konsentrasi asam dan suhu yang digunakan,
12
banyak produksi reaksi yang mungkin dihasilkan, kebanyakan agak kurang stabil atau
hanya terdapat dalam konsentrasi rendah. (Popoff dkk, 1972).
Dehidrasi yang dikatalisis asam pada kondisi lunak menghasilkan
pembentukan gula anhidro dengan ikatan glikosida antarmolekul, yang dihasilkan
dari eliminasi molekul air dari dua gugus hidroksi (misal 1,6-anhidroglukosa atau
levoglukosan), serangkaian hasil degradasi lebih lanjut mungkin dapat dibentuk, yang
sebagian adalah senyawa aromatik dan senyawa kondensasi. Produk degradasi yang
paling penting dari segi hasil dan kemungkinan penggunaannya adalah senyawa siklis
furfural (2-furaldehida) yang dibentuk dari pentosa dan asam uronat, dan
hidroksimetilfurfural (5-hidroksimetil-2-furaldehida) (HMF) dari gula heksosa
terutama glukosa. Hasil yang tinggi dari senyawa-senyawa ini hanya diperoleh dalam
asam pekat pada suhu tinggi. Jika suhu dinaikkan molekul HMF siklis diubah
menjadi asam levulinat dan asam format.
2.3 Karakteristik Lignoselulosa
Lignoselulosa terutama tersusun atas lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Kandungannya bervariasi tergantung pada jenis dan umur tanaman.
2.3.1 Lignin
Lignin adalah polimer tri-dimensional phenylphropanoid yang dihubungkan
dengan beberapa ikatan berbeda antara karbon-ke-karbon dan beberapa ikatan lain
antara unit phenylprophane yang tidak mudah dihirolisis.(Miklos Bodanzky,1993) Di
alam lignin ditemukan sebagai bagian integral dari dinding sel tanaman, terbenam di
dalam polimer matrik dari selulosa dan hemiselulosa. Lignin adalah polimer dari unit
13
phenylpropene: unit guaiacyl (G) dari prekusor trans-coniferyl-alcohol, syringyl (S)
unit dari trans-sihapyl-alcohol, dan p-hydroxyphenyl (H) unit dari prekursor trans-p-
coumaryl alkohol.(John Jones,1991)
Beberapa studi lignin terbaru menemukan bahwa terdapat struktur lignin yang
bermacam-macam. Lignin seperti terdiri dari daerah amorphous dan bentuk-bentuk
tersturktur seperti partikel tabung dan globul. Ada indikasi pula bahwa struktur kimia
dan tri-dimensional lignin sangat dipengaruhi oleh matrik polisakarida. Simulasi
dinamik menunjukkan bahwa gugus hydroxyl dan methoxyl di dalam prekusor lignin
dan oligomer mungkin berinteraksi dengan mikrofibril selulosa sejalan dengan fakta
bahwa lignin memiliki karakteristik hidrofobik.(Bodanszky,1993)
Struktur kimia asal lignin mengalami perubahan di bawah kondisi suhu yang
tinggi dan asam, seperti pada pretreatment dengan uap panas. Reaksi pada
temperature tinggi di atas 200oC, lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil
dan terlepas dari selulosa (38). Penelitian -O-4 aryl etherawal pada lignin kayu keras
menunjukkan bahwa ikatan terpecah pada saat perlakuan steam-explotion yang
menyebabkan penurunan bobot molekul dan meningkatkan kandungan phenolik.
(Barret,1983)
2.3.2 Selulosa
Selulosa adalah komponen utama yang mencapai 62.9% dari bobot kering
TKKS. Selulosa sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin. Isolasi
selulosa membutuhkan perlakuan kimia yang intensif. Selulosa terdiri dari unit
monomer D-glukosa yang terikat melalui -1-4-glikosidik.(Miklos Bodansky,1993)
Residu glukosa tersusun dengan posisi 180o -ikatan antara satu dengan yang lain,
14
dan selanjutnya pengulangan unit dari rantai selulosa membantuk unit selobiosa
(Gambar 3). Derajat polimerasi(DP) selulosa bervariasi antara 7000 – 15000 unit
glukosa, tergantung pada bahan asalnya.
Gambar 2.1 Struktur Selulosa
Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hydroxyl. Gugus – OH ini
dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, -N, dan –S, membentuk ikatan
hydrogen. Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH selulosa dengan air. Gugus-OH
selulosa menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa
memiliki gugus-H di kedua ujungnya. Ujung –C1 memiliki sifat pereduksi. Struktur
rantai selulosa distabilkan oleh ikatan hydrogen yang kuat disepanjang rantai. Di
dalam selulosa alami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama membentuk
mikrofibril yang sangat terkristal (highly crystalline) dimana setiap rantai selulosa
diikat bersama-sama dengan ikatan hydrogen. Sebuah kristal selulosa mengandung
sepuluh rantai glukan dengan orientasi pararel. Tujuh kristal polymorphs telah
diidentifikasi , II, IIII,IIIII, IVI danuntuk selulosa, yang dikodekan dengan Iα, I
ditemukan melimpah IVII. Di alam, kristal selulosa jenis Iα dan I. Sebagai
15
tambahan di dalam area yang sangat terkristal, selulosa alami mengandung area
amorphous yang lebih sedikit.(Barret,1983)
2.3.3 Hemiselulosa
Hemiselulosa umumnya dikelompokkan berdasarkan residu gula utama yang
menyususun rangkanya, seperti: xylan, mannan, galactan, dan glucan, dengan xylan
dan mannan adalah gugus utama dari hemiselulosa. Hemiselulosa umumnya
dilaporkan berasosiasi secara kimia atau terikat-silang dengan polisakarida, protein,
atau lignin. Xylan kemungkinan sebagai wilayah ikatan utama antara lignin dan
karbohirat lain. Hemiselulosa lebih mudah larut daripada selulosa, dan dapat diisolasi
dari kayu dengan ekstraksi. Rata-rata derajat polimerisasi (DP) dari hemiselulosa
bervariasi antara 70 dan 200 tergantung pada jenis kayu. (Higuchi,1980).
Gambar 2.2 Beberapa gula penyusun Hemiselulosa
16
Hemiselulosa di dalam kayu keras dan tanaman semusim terutama tersusun atas
xylan (15-30%), sedangkan hemiselulosa kayu lunak tersusun atas
galaktoglukomannan (15 – 20%) dan xylan (7 – 10%). Xylan -D-xylopyranosyl, yang
mengandung asamkayu keras terdiri atas unit 4-O-methyl-α-D-glucuronic dan
gugus samping acetil. Asam 4-O-methyl-α- 2) glycosidic D-glucuronic diikat ke
rangka xylan melalui ikatan O-(1 dan asam asetik diesterifikasi pada gugus karbon 2
dan/atau 3 hydroxyl. Rasio molar antara xylosa : asam glukoronat : residu acetil
adalah antara 10:1:7. Xylan kayu lunak adalah arabino-4-O-methylglucuronoxylan, di
mana tidak terasetilasi, tetapi rangka xylan disubstitusi pada karbon 2 dan 3 secara
berurutan dengan asam 4-O-methyl-α-D-glucuronic dan residu α-L-arabinofuranosyl.
(John Jones,1991).
2.4 Glukosa
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang
menyediakan 4 kalori (17 kilojoule) energi pangan per gram. Pemecahan karbohidrat
(misalnya pati) menghasilkan mono- dan disakarida, terutama glukosa. Melalui
glikolisis, glukosa segera terlibat dalam produksi ATP, pembawa energi sel. Di sisi
lain, glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam metabolisme lipid.
Karena pada sistem saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini sangat
tergantung pada glukosa.
Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting
yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa
17
merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami
(D-glukosa) disebut juga dekstrosa, terutama pada industri pangan.
Gambar 2.3 Proyeksi Haworth struktur glukosa (α-D-glukopiranosa)
Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa-monosakarida yang
mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -
CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin
piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap
karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom kelimanya,
yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus
CH2OH. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih
reaktif, yang proporsinya 0.0026% pada pH 7.(Barret,1983)
Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana-mana dalam
biologi. Kita dapat menduga alasan mengapa glukosa, dan bukan monosakarida lain
seperti fruktosa, begitu banyak digunakan. Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida
pada keadaan abiotik, sehingga akan mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif.
Hal yang lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa,
dibandingkan dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara
nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi) mereduksi
18
atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya laju glikosilasi ini
dikarenakan glukosa yang kebanyakan berada dalam isomer siklik yang kurang
reaktif. Meski begitu, komplikasi akut seperti diabetes, kebutaan, gagal ginjal, dan
kerusakan saraf periferal (‘’peripheral neuropathy’’), kemungkinan disebabkan oleh
glikosilasi protein. (www.hidrolisis-asam/glokosa-sintesis.com)
Gambar 2.4 Bentuk rantai D-Glukosa.
Dalam respirasi, melalui serangkaian reaksi terkatalisis enzim, glukosa
teroksidasi hingga akhirnya membentuk karbon dioksida dan air, menghasilkan
energi, terutama dalam bentuk ATP. Sebelum digunakan, glukosa dipecah dari
polisakarida. Glukosa dan fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa. Pati,
selulosa, dan glikogen merupakan polimer glukosa umum polisakarida). Dekstrosa
terbentuk akibat larutan D-glukosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kanan. Dalam
kasus yang sama D-fruktosa disebut "levulosa" karena larutan levulosa berotasi
terpolarisasi cahaya ke kiri.
Gula terdapat dalam dua enantiomer ( isomer cermin), D-glukosa dan L-
glukosa, tapi pada organisme, yang ditemukan hanya isomer D-isomer. Suatu
19
karbohidrat berbentuk D atau L berkaitan dengan konformasi isomerik pada karbon 5.
Jika berada di kanan proyeksi Fischer, maka bentuk cincinnya adalah enantiomer D,
kalau ke kiri, maka menjadi enantiomer L. Sangat mudah diingat, merujuk pada D
untuk "dextro”, yang merupakan akar bahasa Latin untuk "right" (kanan), sedangkan
L untuk "levo" yang merupakan akar kata "left" (kiri). Struktur cincinnya sendiri
dapat terbentuk melalui dua cara yang berbeda, yang menghasilkan glukosa-α (alfa)
dan β (beta). Secara struktur, glukosa-α dan -β berbeda pada gugus hidroksil yang
terikat pada karbon pertama pada cincinnya. Bentuk α memiliki gugus hidroksil "di
bawah" hidrogennya (sebagaimana molekul ini biasa digambarkan, seperti terlihat
pada gambar di atas), sedangkan bentuk β gugus hidroksilnya berada "di atas"
hidrogennya. Dua bentuk ini terbentuk bergantian sepanjang waktu dalam larutan air,
hingga mencapai nisbah stabil α:β 36:64, dalam proses yang disebut mutarotasi yang
dapat dipercepat. (Barret,1983)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
3.1.1 Metode Pengambilan Data
A. Lokasi Penelitian
20
Pada praktikum kali ini lokasi penelitian berada di Laboratorium Satuan
Operasi, Teknik Kimia, Politeknik Negeri Samarinda untuk tempat persiapan bahan
dan proses pembuatan bioetanol sedangkan pengambilan sampel menggunakan
metode sampling pada tempat di Samarinda.
B. Variabel Penelitian
B.1 Variabel Tetap
1. Berat bahan baku 300 gram
2. Waktu Hidrolisis 4 jam
B.2 Variabel Berubah
1. Temperatur Hidrolisis (120oC, 140oC, 160oC, 180oC, 200oC, 220oC)
2. Konsentrasi Asam Sulfat (0,25;0,50;0,75;1,0 %V)
3. Perbandingan Variasi, Pati : Air (1:5,1:6,1:7,1:8)
B.3 Variabel Respon
1. Kadar Glukosa
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat yang digunakan
1. Neraca Analitik
2. Hot plate
3. Motor dan Penagaduk Mixing
4. Hot Plate
5. Termometer
6. pH meter
7. Gelas kimia 3000 ml
21
8. Gelas kimia 1000 ml
9. Seperangkat alat destilasi
10. Pipet Volume 100 mL
11. Blender
3.2.2 Bahan yang digunakan
1. Sampah
2. Konsentrasi H2SO4 (0,25;0,50;0,75;1,0 % V)
3. Fehling A, Fehling B
4. Indikator Metylen Blue
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Preparasi bahan
1. Sampah organik yang telah dipilah, dibersihkan dari kotoran dengan cara
mencucinya dengan air hingga bersih.
2. Sampah organik tersebut ditimbang sebanyak 300 gr dan dipotong kecil-kecil
lalu dimasukan kedalam blender lalu masukan air secukupnya untuk
memudahkan penghancuran.
3.3.2 Prosedur hidrolisis
1. Melakukan perbandingan variasi pati dengan air, yaitu 1:5,1:6,1:7,1:8
2. Melakukan hidrolisa dengan asam sulfat (H2SO4) dengan konsentrasi 0,25
%V.
22
3. Mengaduk dan memanaskan campuran diatas secara bersamaan selama 2 jam
dengan variasai suhu hidrolisis 120oC, 140oC, 160oC, 180oC, 200oC, 2200C
hingga diperoleh bubur limbah yang menyerupai gelatin.
4. Melakukan hal yang sama seperti di atas dengan variasi konsentrasi H2SO4,
yaitu 0,50;0,75;1,0 %V.
5. Memeriksa banyaknya kadar gula total yang terbentuk dari proses hidrolisis
sehingga diperoleh % kadar gula total.
3.4 Prosedur Analisa
3.4.1 Analisa Kadar Glukosa
1. Pembuatan larutan glukosa standart ,Larutan glukosa standart dibuat dengan
jalan melarutkan 2 gram glukosa anhidrid dengan aquadest sampai 1000 ml.
2. Standarisasi Larutan Fehling ,Larutan Fehling A dan Fehling B sebanyak 5 ml
diambil dengan menggunakan pipet volume kemudian dicampur dan
ditambahkan 15 ml larutan glukosa standart dari buret.
3. Campuran di didihkan selama beberapa menit, dalam keadaan mendidih
penetesan larutan glukosa dilanjutkan sampai warna biru hilang. Catat volume
titran.
4. Setelah itu campuran ditambahkan 2 -3 tetes indikator Metylen Blue sampai
terbentuk warna merah bata. Volume glukosa standart yang dibutuhkan di
catat.
Jadwal Penelitian
23
No. Proses Penyelesaian Tugas Akhir Bulan
1. Pengambilan Sampel Maret:
Minggu ke-3
2. Pelaksanaan Penelitian April:
Minggu ke-1, Minggu ke-2
3. Penyelesaian Data Penelitian April:
Minggu ke-4
4. Penyelesaian Laporan Tugas
Akhir
Mei:
Minggu ke1, Minggu ke-2,
Minggu ke-3, Minggu ke-4
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1986. Materi training untuk tingkat staf teknis proyek PLP sektor
Persampahan. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Anonim.1995. Teknologi Persampahan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum
Anonim.2008. Penanganan dan Pengelolaan Sampah. Jakarta: Penebar Swadya
Apriadji,Wied Harry.2005.Memproses Sampah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Bahrian.2008. Pengkajian Produksi dan Pemanfaatan Pupuk Organik Dari Limbah
Organik (Sampah Pasar) Di Propinsi Kalimantan Timur.
http://litbangpertanian.com
Barret, G.C.1983.Chemistry and Biochemistry of Amino Acids. London: Chapman
and Hall
Betts WB, Dart RK, Ball AS, Pedlar SL (1991). Biosynthesis and Structure of
lignocellulose. In Betts (eds) Biodegradation: Natural and Synthetic
Materials. Springer-Verlag, Berlin, Germany, pp. 139- 155.
Bodanszky, Miklos.1993.Peptide Chemistry. Berlin: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg.
Damanhuri, E. & Tri, P. 2004.Diktat Kuliah Teknik Lingkungan Pengelolaan
Sampah. Bandung: Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi.
Demirbas, A. 2005. Bioethanol from cellulosic materials: A renewable motor fuel
from biomass. Energy Sources 21: 327−337.
Dinas Pertamanan dan Kebersihan. 2008. Banyaknya Produksi Sampah (2004-2008).
Samarinda
25
Hadiwiyoto, S.1983.Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta: Yayasan Idayu.
Higuchi, T. (1980). Lignin structre and morphological distribution in plant cell wall.
In: Lignin Biodegradation, Microbiology, Chemistry, and Potentian
Application, Vol. I. ed. Florida: K. Kirk, T. Higuchi & H. Chang. CRC Press.
Boca Raton.
Isroi.2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku Biomassa Lignoselulosa:
Pretreatment. http://isroi.wordpress.com.
Isroi. 2008. Sulap Sampah jadi bensin. http://www.teknologietanol.blogspot.com.
Jones, John.1991.Peptide Chemistry Sintetics. New York: McGraw Hill Inc.
Mayasari, Lilia.2009.Pemanfaatan Limbah Tandan Buah Kosong Kelapa Sawit
sebagai Bioetanol. Samarinda: Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Samarinda.
Pramiati.2007.Studi Evaluasi Pengelolaan Sampah dengan Konsep 3R. Jakarta:
Trisakti University Press.
Popoff, dkk.1972.Holtztechnologie 20, hal 161-164
Risvank. 2008. Proses Hidrolisis dan aplikasinya di Industri. http://www.risvank.com
Simamora. S.2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agromedia Pustaka
Samsuri, M, dkk.2007. Pemanfaatan sellulosa bagas Untuk Produksi Ethanol melalui
Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim Xylanase. Jakarta:
Makara Teknologi
Shofinita, Dian.2009.Bioetanol Generasi Kedua. Jakarta: Majari Magazine.
Smith JE, Anderson JG, Senior EK, et al (1987). Bioprocessing of lignocelluloses.
Phil. Trans. R. Soc. Lond. Ser. A. 321:507-521.
26
Smith, Joe Mauk.1981.Chemical Engineering Kinetics, Third Edition. Singapore:
McGraw-Hill Inc.
Sudradjat.2006. Mengelola Sampah Kota. Jakarta: Penebar Swadya.
Sujadmiko, Harry.2009.Pemanfaatan Limbah Nanas sebagai Bioetanol. Samarinda:
Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda
Sun Y, Cheng J (2002). Hydrolysis of lignocellulosic material from ethanol
production: A review. Biores. Technol. 83: 1-11.
Rachmaniah Orchidea dkk.2008.Acid Hydrolysis Pretreatment of Bagasse-
Lignocellulosic Material for Bioethanol Production. Department of Chemical
Engineering, FTI-ITS Surabaya.
Taherzadeh, M.J. 1999. Ethanol from Lignocellulose: Physiological Effects of
Inhibitors and Fermentation Strategies. PhD Thesis, Department of Chemical
Reaction Engineering, Chalmers University of Technology, Goteborg,
Sweden.
Tchobanoglous, G & R, Eliansen.1997. Solid Waste Engineering Principle and
Management Issue.Tokyo: McGraw-Hill Kogokuska LTD
www.wikipedia-glukosa.com
www.indoskripsi-hidrolisis polisakarida.com
www.hidrolisis-asam/glokosa-sintesis.com
27
top related