proposal pengajuan lo lengkap
Post on 10-Jun-2015
1.578 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
A. PENDAHULUAN
Hipertensi atau yang lebih dikenal sebagai tekanan darah tinggi merupakan
salah satu penyakit kardiovaskuler dengan angka kejadian cukup tinggi di negara-
negara maju dan negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Hipertensi
dikenal juga sebagai pembunuh terselubung atau silent killer karena sifatnya yang
tidak menimbulkan gejala sehingga sebagian besar penderita tidak menyadari
bahwa dirinya menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia cukup
tinggi yaitu 10% (Sugianto, 2007). Komite Nasional Gabungan Amerika Seikat
untuk prevensi, deteksi, evaluasi dan pengobatan tekanan darah tinggi (Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure, yang selanjutnya disingkat JNC)1 mendefinisikan bahwa
hipertensi adalah bila tekanan darah sistolik mencapai 140 mm Hg atau lebih atau
tekanan darah diastolik melebihi 90 mm Hg atau lebih.
Hipertensi menurut penyebabnya digolongkan menjadi dua, yaitu hipertensi
esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Penyebab pasti dari
hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang lebih
95% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 5% nya
tergolong hipertensi sekunder2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
penyebabnya karena penyakit lain antara lain kelainan kardiovaskuler, gangguan
endokrin, gangguan renal (ginjal), dan gangguan neurogenik.
Hipertensi esensial atau primer adalah penyakit yang disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu faktor predisposisi (genetik) dan faktor lingkungan seperti
asupan garam, komsumsi alkohol, komsumsi kopi, obesitas, merokok, dan
sebagainya3. Timbulnya hipertensi tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja,
2
melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak berdiri sendiri tetapi
secara bersama-sama. Faktor keturunan atau faktor riwayat keluarga merupakan
faktor utama yang berperan dalam patofisiologi hipertensi. Williams et al3 juga
melaporkan bahwa seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi memiliki resiko
terkena penyakit hipertensi empat kali lebih besar daripada orang tanpa riwayat
keluarga hipertensi pada umur 50 tahun. Riwayat keluarga hipertensi yang
dimaksud terutama yang berasal dari keluarga terdekat atau first degree, seperti
orang tua atau saudara kandung. Jika seseoarang memiliki dua atau lebih keluarga
terdekat yang menderita hipertensi pada umur kurang dari 55 tahun, maka
seseorang tersebut memiliki resiko 3,8 kali terkena hipertensi pada umur 20-49
tahun.
Dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, masyarakat
Indonesia semakin menyadari betapa pentingnya menjaga kesehatan. Banyak cara
yang dapat dilakukan untuk selalu menjaga kesehatan, salah satunya adalah
dengan berolahraga secara teratur dan terukur. Ada dua olahraga yang
menimbulkan kontraksi otot, yaitu isotonik dan isometrik4. Pada kontraksi
isotonik, ketegangan otot tetap konstan ketika panjang otot berubah. Pada
kontraksi isometrik, otot dicegah untuk memendek sehingga terjadi pembentukan
ketegangan pada panjang otot yang konstan. Kontraksi isotonik diartikan sebagai
kontraksi otot tanpa perubahan berarti pada daya kontraksinya, jarak diantara
region dan insersio mengecil atau memendek5. Kerja merupakan hasil perkalian
gaya dan jarak, maka kontraksi isotonik meghasilkan kerja6. Kontraksi isometrik
terjadi apabila kita mencoba mengangkat benda yang terlalu berat, yaitu ketika
3
ketegangan yang dapat diciptakan di lengan-lengan otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk mengangkat benda tersebut. Dalam hal ini, otot tidak dapat
memendek dan mengangkat benda, tetapi tetap berada dalam panjang konstan
walaupun terjadi ketegangan.
Kerja fisik seperti olahraga dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah.
Pada orang dewasa normal, tekanan sistolik adalah sekitar 120 mm Hg. Dan pada
titik yang paling rendahnya, yaitu tekanan diastolik, adalah sekitar 90 mm Hg.
Selama olahraga sistem sirkulasi tubuh berusaha menyediakan aliran darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan otot dengan tiga efek utama yang sangat
penting7. Efek-efek tersebut adalah peningkatan perangsangan simpatis yang
besar, kenaikan tekanan arteri, dan peningkatan curah jantung.
Peningkatan tekanan darah ketika otot berkontraksi diduga terutama
dikarenakan pada saat yang bersamaan di mana area motorik sistem saraf
teraktivasi untuk mengakibatkan kontraksi, sebagian besar sistem pengaktivasi
retikuler pada batang otak juga teraktivasi, yang melibatkan peningkatan
perangsangan sangat besar pada daerah vasokonstriktor. Keadaan ini
mengakibatkan peningkatan tekanan darah arteri dengan segera untuk
menyetarakan besarnya peningkatan aktivitas otot7.
Ketika seseorang berolahraga akan terjadi perubahan pada sistem
kardiovaskuler, salah satunya peningkatan tekanan darah. Bila seseorang
melakukan olahraga isotonik misalnya berlari atau berenang, kenaikan tekanan
darah seringkali hanya sebesar 20 mm Hg sampai 40 mm Hg. Hal ini disebabkan
karena pada olahraga isotonik banyak otot yang dilibatkan sehingga terjadinya
4
vasodilatasi hebat pada otot7. Dalam beberapa detik kontraksi otot isometrik
tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat tajam. Isi sekuncup tidak banyak
berubah, dan aliran darah berkurang pada otot yang berkontraksi secara tetap
akibat kompresi pada pembuluh-pembuluh darahnya.7
Bond Jr et al9 pernah melaporkan bahwa orang dengan tekanan darah normal
tetapi punya riwayat keluarga hipertensi, ketika berolahraga isotonik dengan
menggunakan sepeda ergometer mengalami tekanan darah yang berlebihan serta
kapasitas vasodilatasi otot skelet yang terbatas. Selain itu, seseorang dengan
riwayat keluarga hipertensi juga mengalami peningkatan tekanan darah selama
berolahraga isotonik.. Hal ini dikarena peningkatan resistensi tahanan perifer
pada otot yang digunakan untuk berolahraga
Saat melakukan olahraga isometrik dengan menggunakan handgrip pada satu
penelitian didapatkan hasil peningkatan tekanan sistolik yang cukup tinggi pada
subjek normotensif dengan riwayat keluarga hipertensi jika dibandingkan dengan
subjek normotensif tanpa riwayat keluarga hipertensi. Tekanan darah diastolik dan
denyut nadi juga meningkat cukup besar. Walau begitu tidak terdapat perbedaan
yang dapat dikatakan signifikan pada pada subjek dengan dan tanpa riwayat
keluarga hipertensi.10
Pada hakekatnya Allah SWT menciptakan tubuh manusia dengan sangat
sempurna dan seimbang seperti Firman Allah SWT:
“ Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang”. (QS. Al-Infithar: 7)
5
Sesuai dengan Firman Allah SWT pada Surat Al-Infithar ayat 7, maka
sesungguhnya manusia diciptakan Allah SWT dengan sangat seimbang, jadi
sudah kewajiban manusia untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit.
Begitu pula dengan seseorang dengan riwayat hipertensi, apabila seseorang itu
tetap hidup sehat dan olahraga teratur maka kemungkinan untuk menderita
penyakit hipertensi akan semakin kecil.
Faktor genetik merupakan faktor resiko yang paling penting dalam terjadinya
hipertensi. Perlu adanya deteksi dini pada orang yang mempunyai riwayat
keluarga hipertensi agar dapat dilakukan terapi dan pencegahan secara aktif untuk
prognosis lebih baik.
B. PERUMUSAN MASALAH
Disadari oleh latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
diambil perumusan masalah adalah sebagai berikut :
Adakah hubungan antara riwayat keluarga hipertensi dengan respon tekanan darah
terhadap olahraga isotonik dan isometrik?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum :
1. Mengetahui respon tekanan darah pada subjek dewasa muda normotensif
yang memiliki riwayat keluaga hipertensi terhadap olahraga isotonik dan
isometrik.
6
Tujuan khusus :
1. Membandingkan respon tekanan darah sistolik terhadap olahraga isotonik
dan isometrik antara subjek dewasa muda normotensif dengan atau tanpa
riwayat keluarga hipertensi.
2. Membandingkan respon tekanan darah diastolik terhadap olahraga isotonik
dan isometrik antara subjek dewasa muda normotensif dengan atau tanpa
riwayat keluarga hipertensi.
3. Membandingkan respon tekanan darah rata-rata terhadap olahraga isotonik
dan isometrik antara subjek dewasa muda normotensif dengan atau tanpa
riwayat keluarga hipertensi.
4. Membandingkan respon tekanan nadi terhadap olahraga isotonik dan
isometrik antara subjek dewasa muda normotensif dengan atau tanpa
riwayat keluarga hipertensi
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dasar peneletian ini adalah dapat memberikan informasi tentang
pengaruh riwayat hipertensi terhadap peningkatan tekanan darah setelah
berolahraga isotonik dan isometrik.
Manfaat klinis dari penelitian ini adalah dapat mendeteksi secara dini
resiko terjadinya hipertensi pada dewasa muda normotensif dengan riwayat
hipertensi.
7
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Landasan Teori
a. Hipertensi
1) Definisi
Definisi hipertensi adalah bila tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih atau tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih1. Dalam
keadaan istirahat bila tekanan arteri rata-rata lebih tinggi dari 110 mmHg
(normalnya sekitar 90 mmHg) maka keadaan ini disebut hipertensi7.
Sedangkan menurut Kaplan10 hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
arteri yang dihubungkan dengan perbedaan usia dan jenis kelamin. Tekanan
darah sistolik adalah tekanan maksimum yang timbul di arteri sewaktu darah
masuk kedalam arteri. Tekanan diastolik adalah tekanan minimum di dalam
arteri sewaktu darah mengalir keluar ke pembuluh perifer.
2) Epidemiologi
Prevalensi hipertensi dalam masyarakat Indonesia cukup tinggi sekitar
10% 11. Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang-orang usia di atas 40
tahun, namun saat ini tidak menutup kemungkinan penderita hipertensi adalah
orang yang berusia 25-45 tahun dan hanya 20% yang terjadi pada seseorang
berusia dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun12. Dari Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 199513, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3%. Survei
faktor risiko penyakit kardiovaskular (PKV) oleh proyek World Health
8
Organization (yang selanjutnya akan disingkat WHO) di Jakarta,
menunjukkan bahwa angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90
pada pria adalah 13,6% (1988), 16,5% (1993), dan 12,1% (2000) sedangkan
pada wanita adalah 16% (1988), 17% (1993), dan 12,2% (2000). Secara
umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara
15%-20%. Survei di pedesaan Bali (2004) menemukan prevalensi pria sebesar
46,2% dan wanita sebesar 53,9%. Boedhi Darmojo14 dalam tulisannya
melaporkan bahwa 1,8-28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah
pasien hipertensi. Prevalensi yang terendah yang dikemukakan berasal dari
desa Kalirejo, Jawa Tengah, yaitu sebesar 1,8%. Sedangkan prevalensi
tertinggi tercatat di daerah Sukabumi dan diikuti daerah Silungkang Sumbar,
yaitu 19,4%.
3) Klasifikasi
(a). Menurut etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Hipertensi Esensial atau Primer
Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya. Kira-kia 95% penderita hipertensi merupakan hipertensi esensial.
Walaupun berbagai faktor telah dihubungkan dengan hipertensi esensial namun
sampai saat ini belum ada keterangan pasti yang dapat menjelaskan penyebabnya.
Faktor yang menyebabkan timbulnya hiperetensi esensial adalah genetik,
lingkungan, sensitivitas garam, dan resistensi insulin15.
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer, sehingga
semua faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer juga akan
9
mempengaruhi tekanan darah. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa
gejala. Apabila terdapat gejala, peningkatan tekanan darah merupakan gejala satu-
satunya16.
(b). Hipertensi Sekunder
Hipertensi yang penyebabnya karena penyakit lain atau yang disebut
hipertensi sekunder, diderita kira-kira 5% dari penderita hipertensi. Penyebab
hipertensi sekunder dapat digolongkan menjadi empat4. Pertama, karena kelainan
kardiovaskuler. Hipertensi akibat kelainan kardiovaskuler biasanya disebabkan
oleh peningkatan tahanan perifer pada penyakit aterosklerosis. Kedua, hipertensi
yang diakibatkan oleh gangguan pada ginjal. Hipertensi ginjal ini dapat
diakibatkan oleh dua hal, yaitu oklusi parsial arteri renalis dan penyakit jaringan
ginjal. Pada oklusi parsial arteri renalis, aliran darah ke ginjal berkurang sehingga
ginjal berespon dengan mengaktifkan angiostensin II yang akan merangsang
kortek adrenal untuk mensekresikan aldosteron. Dengan adanya hormon
aldosteron, reabsorpsi natrium akan meningkat. Selain itu, angiostensin II
merupakan vasokonstriktor yang kuat. Kedua efek ini memang dapat
memperbaiki aliran darah pada arteri renali, tetapi keduanya juga mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Hipertensi renal juga dapat terjadi akibat kerusakan
pada ginjal itu sendiri. Apabila terjadi gangguan pada ginjal, ginjal tidak mampu
mengeliminasi beban garam normal. Terjadi retensi garam sehingga timbul
hipertensi. Ketiga, hipertensi akibat gangguan endrokrin. Hipertensi endokrin
timbul akibat dari feokromositoma (tumor pada medulla adrenal) dan sindrom
Conn. Hanya 0,1% dari penderita hipertensi yang menderita hipertensi akibat
10
feokromositoma16. Gejala pada penyakit ini ditandai oleh peningkatan
norepinefrin dan epinefrin. Peningkatan epinefrin menyebabkan peningkatan
curah jantung. Produksi aldosteron korteks adrenal yang berlebihan ditemukan
pada sindrom Conn. Efek dari aldosteron adalah menyerap natrium dan
mengeluarkan kalium. Hal inilah yang menyebabkan hipertensi16. Keempat,
hipertensi akibat gangguan neurogenik karena adanya lesi pada sistem saraf
otonom.
(b). Klasifikasi menurut WHO-ISH (International Society of Hypertension)
tahun 1996 sebagai berikut17
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah (WHO)
Klasifikasi Sistolik (mm Hg) Diastolik (mm Hg)
Tekanan Darah Optimal < 120 < 80
Tekanan Darah Normal 120-129 80-84
Tekanan Darah Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Ringan 140-159 90-99
Hipertensi Sedang 160-179 100-109
Hipertensi Berat > 180 > 110
(c). JNC VI membuat klasifikasi hiperensi sebagai berikut
JNC VII mengklasifikasikan hipertensi pada orang berusia 18 tahun keatas
sebagai berikut18
Table 2. Klasifikasi tekanan darah tinggi pada orang dewasa 18 tahun ke atas
(JNC VIII).
11
Klasifikasi Sistolik (mm Hg) Diastolik (mm Hg)
Normal ≤ 120 mm Hg dan < 80 mm Hg
Prehipertensi 120-139 mm Hg atau 80-90 mm Hg
Hipertensi Derajat 1 140-159 mm Hg atau 90-99 mm Hg
Hipertensi Derajat 2 ≥160 m Hg atau ≥ 100 mm Hg
4) Tanda dan Gejala
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Sebagian besar penderita
hipertensi tidak menydari bahwa dirinya menderita hipertensi karena penyakit
ini tidak menimbulkan gejala selama bertahun-tahun. Bila terdapat gejala,
biasanya tidak spesifik, seperti sakit kepala atau pusing2. Sedangkan jika
simtomatik biasanya timbul setelah terjadi komplikasi pada organ target
seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung16. Gejala lain yang dapat
ditimbulkan oleh hipertensi adalah jantung berdebar-debar, mudah lelah, sesak
napas, sakit dada (pada iskemia miokard), sakit pada daerah tengkuk16.
5) Faktor Resiko
Banyak faktor yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi
diantaranya yaitu :
(a). Genetik
Telah lama disimpulkan bahwa faktor genetik mempunyai peranan
penting dalam terjadinya hipertensi. Hal ini dapat dibuktikan dengan berbagai
fakta yang dijumpai, seperti adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih
banyak dijumpai pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot, jika
12
salah satu diantaranya menderita hipertensi16. Peranan faktor genetik juga
pernah dilaporkan pada penelitian yang dilakukan Williams et al3. Pada
penelitian tersebut dijelaskan bahwa interaksi antara faktor predisposisi berupa
genetik dan faktor lingkungan adalah penyebab timbulnya hipertensi.
Seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi memiliki kemungkinan 3,8 kali
lebih besar terkena hipertensi daripada seseorang tanpa riwayat keluarga
hipertensi pada umur di bawah 55 tahun. Selain itu pada penelitian yang
dilakukan oleh Wilson et al19 didapatkan bahwa seseorang dengan riwayat
hipertensi ketika berolahraga mengalami peningkatan tekanan darah.
(b). Asupan garam
Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan
garam. Asupan garam yang tinggi adalah asupan garam yang melebihi asupan
maksimal yang dianjurkan. Asupan garam yang dianjurkan adalah kurang dari
100 mmol atau 2,4 gram Na atau NaCl sebanyak 6 gram per hari. Asupan
garam yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah arterial karena kadar
natrium dalam darah yang tinggi dapat meningkatkan volume darah. Hal ini
disebabkan oleh sifat Na yang menyerap air sehingga tekanan darah dan
denyut jantung meningkat12.
(c). Obesitas
Penyelidikan epidemiologi membuktikan bahwa ada hubungan antara
obesitas dan hipertensi. Obesitas merupakan ciri khas dari pasien hipertensi16.
Belum diketahui mekanisme yang pasti untuk menjelaskan hubungan obesitas
dan hipertensi. Terdapat bukti bahwa curah jantung dan volume darah
13
sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada dengan
penderita yang memiliki berat badan normal dengan tekanan darah yang
setara16.
(d). Merokok
Telah diketahui bahwa rokok mengandung zat karsinogenik yang
berbahaya bagi tubuh manusia. Resiko merokok berkaitan dengan jumlah
rokok yang dihisap tiap hari bukan pada lama merokok. Penyebabnya diduga
nikotin yang terkandung dalam rokok. Nikotin berpengaruh pada pelepasan
katekolamin oleh system saraf otonom2. Katekolamin inilah yang dapat
mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut jantung serta gangguan irama
jantung.
(e). Alkohol
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara alkohol
dan timbulnya hipertensi. Peminum alkohol berat akan cenderung hipertensi
meskipun mekanismenya belum diketahui secara pasti16.
(f). Stres
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis
yang meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres
berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan darah16.
(g). Usia
Hipertensi meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hipertensi pada
usia lanjut adalah apabila tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg. Terdapat hubungan
14
antara hipertensi dan bertambahnya usia penah dilaporkan oleh Dhianingtyas
dan Hendrati12 dalam penelitiannya yang meyatakan bahwa hipertensi diderita
oleh subjek yang sebagian besar berumur 41-60 tahun (78,1%). Subjek yang
tidak menderita hipertensi sebagian besar berumur 18-40 tahun (53,1%).
Dengan bertambahnya usia juga terjadi penurunan elastisitas arteri sehingga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan perifer.
(h). Jenis Kelamin
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhianingtyas dan Hendrati12
menunjukkan bahwa subjek yang menderita hipertensi sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki. Subjek yang tidak menderita hipertensi sebagian besar
berjenis kelamin perempuan. Pada usia dini terdapat bukti adanya perbedaan
tekanan darah antara laki-laki dan perempuan. Pada masa remaja, batas rata-
rata tekanan darah laki-laki lebih tinggi. Perbedan ini lebih jelas pada orang
dewasa muda dan setengah baya. Pada usia tua perbedaan itu menyempit dan
polanya bahkan dapat berbalik. Banyak kajian yang sedang dilakukan untuk
membuktikan bahwa estrogen dapat melindungi kenaikan relatif tekanan darah
pada masa tua wanita.
b. Olahraga
1) Olahraga Isotonik
Salah satu cara untuk menjaga kesehatan tubuh adalah dengan berolahraga
secara teratur dan terukur. Ada dua olahraga yang menghasilkan kontraksi
otot, isotonik dan isometrik4. Ketegangan otot tetap konstan ketika panjang
otot berubah terjadi pada kontraksi isotonik. Kontraksi isotonik sering kita
15
lakukan di dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika berlari, berenang,
bersepeda, ataupun ketika kita mengangkat atau menggerakkan suatu benda.
Selama melakukan suatu gerakan, otot dapat berpindah-pindah antara
kontraksi isotonik dan isometrik.
Terdapat dua jenis kontraksi isotonik, yaitu konsentrik dan eksentrik. Pada
kedua kontraksi isotonik ini, otot mengalami perubahan panjang pada
ketegangan tetap. Tetapi terdapat perbedaan pada kedua kontraksi isotonik ini.
Pada kontraksi konsentrik otot mengalami pemendekan, sedangkan pada
kontraksi eksentrik otot tidak mengalami pemendekan. Sebabai contoh dari
kontraksi konsentrik adalah ketika kita mengangkat suatu benda. Ketika kita
menurunkan suatu benda, terjadi kontraksi eksentrik. Kontraksi isotonik juga
terjadi pada otot rangka yang tidak melekat ke tulang pada kedua ujungnya,
contohnya otot-otot lidah. Kontraksi isotonik pada otot-otot lidah bertujuan
untuk menggerakkan bagian lidah yang bebas dan tidak melekat untuk
memudahkan kita berbicara dan makan4.
Salah satu penentu penting pada kecepatan kontraksi isotonik adalah
beban. Semakin besar beban, semakin rendah kecepatan otot untuk melakukan
kontraksi isotonik, dan sebaliknya, semakin kecil beban maka semakin tinggi
kecepatan otot untuk melakukan kontraksi isotonik. Otot dikatakan melakukan
kerja apabila benda dipindahkan. Kerja adalah gaya dikali dengan jarak4. Gaya
dapat dipersamakan dengan ketegangan otot yang diperlukan untuk mengatasi
berat benda atau beban. Dengan demikian, jumlah kerja yang dilakukan oleh
suatu otot yang berkontraksi tergantung pada berat benda dan seberapa jauh
16
jarak benda yang akan dipindahkan. Efisiensi otot yang mengalami kontraksi
isotonik adalah 25%. Dari energi yang digunakan oleh otot selama
berkontraksi, 25% direalisasikan sebagai kerja, sedangkan 75% diubah
menjadi panas. Panas yang dihasilkan tidak dibuang percuma tetapi digunakan
untuk mempertahankan suhu tubuh4.
Di dalam dunia kedokteran, olahraga isotonik banyak digunakan untuk
ilmu pengetahuan dan kesehatan. Olahraga isotonik, contohnya dengan
treadmill dan sepeda ergometer, digunakan untuk membuktikan adanya
hubungan antara timbulnya hipertensi dan riwayat hipertensi dalam keluarga.
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa tekanan darah subjek
normotensif dengan riwayat keluarga hipertensi akan meningkat lebih tinggi
setelah melakukan olahraga isotonik daripada subjek normotensif tanpa
riwayat keluarga hipertensi3,9,19,. Selain itu, kontraksi isotonik juga digunakan
untuk membuktikan bahwa seseorang yang mengalami peningkatan tekanan
darah yang berlebihan (exaggerated) setelah berolahraga dengan treadmill
mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita hipertensi pada masa
yang akan datang. Hal ini dijelaskan pada penelitian yang dilakukan oleh
Stewart et al20.
Selain itu, olahraga isotonik banyak digunakan untuk menjaga kesehatan.
Seseorang yang melakukan olahraga teratur maka akan meningkatkan
elastisitas jantung. Selain itu, olahraga isotonik yang teratur dan terukur juga
dianjurkan pada penderita hipertensi karena berguna untuk menurunkan
tekanan darah8.
17
2) Olahraga Isometrik
Sistem kontraksi isometrik merekam secara tepat perubahan pada kekuatan
kontraksi otot itu sendiri. Karena itu, sistem isometrik adalah sistem yang
paling sering digunakan bila hendak membandingkan gambaran khas
fungsional dari berbagai jenis otot.3
Kontraksi isometrik terjadi apabila kita mencoba mengangkat benda yang
terlalu berat, yaitu ketika ketegangan yang dapat diciptakan di lengan-lengan
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk mengangkat benda tersebut. Dalam
hal ini, otot tidak dapat memendek dan mengangkat benda, tetapi tetap berada
dalam panjang konstan walaupun terjadi ketegangan. Kontraksi isometrik juga
terjadi apabila ketegangan di otot secara sengaja diperkecil dari yang
diperlukan untuk mengangkat beban. Hal ini bertujuan untuk menahan otot
pada panjang tertentu walaupun otot mampu menciptakan ketegangan yang
lebih besar. Kontraksi isometrik seperti ini penting untuk mempertehankan
postur dan untuk menahan benda pada posisi-posisi tetap.6
Kontraksi isometrik meningkatkan kekuatan hanya pada sendi yang
spesifik saja berbeda dengan kontrasi dinamik yang membuat seluruh sendi
bergerak dalam waktu normalnya. Kontraksi dinamik 5% lebih baik dalam
usaha membesarkan otot dari pada kontraksi isometrik. Kontraksi isometrik
32% lebih baik dari pada kontraksi dinamik dalam meningkatkan kekuatan
otot.21
18
Pada kontraksi otot isometrik, kecepatan denyut jantung meningkat.
Dalam beberapa detik kontraksi otot isometrik, tekanan darah sistolik
meningkat tajam. Isi sekuncup tidak banyak berubah dan aliran darah
berkurang pada otot yang berkontraksi secara tetap akibat kompresi pembuluh
darah.7
c. Tekanan darah
1) Fisiologi
Jantung secara bergantian berkontraksi untuk memompa darah ke dalam arteri
dan bereaksi untuk menerima pemasukan dari darah dari vena. Peristiwa pada
jantung disebut dengan siklus jantung yang berawal dari sebuah denyut jantung
sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya7. Siklus jantung terdiri dari sistol
yaitu periode ketika jantung berkontraksi dan diastol yaitu periode ketika jantung
relaksasi dan darah mengisi jantung.
Tekanan darah berarti kekuatan yang dihasilkan oleh oleh darah setiap satuan
luas dinding pembuluh. Tekanan maksimum yang timbul di arteri sewaktu darah
masuk ke dalam arteri selama sistol atau yang disebut tekanan sistolik, adalah 120
mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah mngalir ke luar ke
pembuluh perifer selama diastol atau yang disebut tekanan diastolik, rata-rata 80
mmHg. Perbedaan antara kedua tekanan ini sekitar 40 mmHg disebut tekanan
nadi. Tekanan arteri secara konvensional ditulis sebagai tekanan sistolik di atas
tekanan diastolik6. Tekanan rata-rata adalah tekanan rata-rata selama siklus
jantung. Apabila volume darah yang masuk arteri sama dengan volume darah
19
yang meninggalkan arteri selama periode yang sama maka tekanan darah arteri
akan konstan6.
Tekanan darah arteri rata-rata dijaga secara konstan oleh reflek baroreseptor7.
Pada dasarnya, reflek ini dimulai oleh reseptor regang yang disebut baroreseptor
atau presoreseptor. Baroreseptor merupakan ujung saraf yang terletak di dinding
arteri dan akan terangsang bila baroreseptor ini teregang. Pada dinding hampir
semua arteri besar yang terletak di daerah toraks dan leher dapat dijumpai
beberapa baroreseptor. Jumlah baroreseptor sangat banyak ditemukan dalam
dinding setiap arteri karotis interna yang terletak agak di atas bifurkasio karotis,
suatu daerah yang dikenal sebagai sinus karotis serta pada dinding arkus aorta7.
Sinyal yang dijalarkan dari sinus karotis akan melewati saraf Hering yang sangat
kecil kemudian ke saraf glossofaringeal dan menuju ke traktus solitarius yang
terletak di daerah medulla batang otak. Sinyal dari arkus aorta dijalarkan melalui
nervus vagus dan menuju daerah yang sama di medulla batang otak.
Sinus karotikus dan arkus aorta merupakan reseptor terpenting dalam
mengatur tekanan darah secara terus-menerus4. Reseptor ini memiliki letak yang
sangat statergis untuk menyediakan informasi penting mengenai tekanan darah
arteri di pembuluh-pembuluh yang mengalir ke otak (baroreseptor sinus
karotikus) dan di arteri utama sebelum bercabang untuk memberikan suplai darah
pada bagian tubuh yang lain (baroreseptor lengkung aorta). Potensial reseptor
pada kedua baroreseptor ini akan meningkat jika tekanan darah meningkat
sehingga peningkatan potensial aksi di neuron aferen juga meningkat. Begitu juga
sebaliknya, jika tekanan darah turun maka potensial reseptor di kedua
20
baroreseptor akan menurun dan mengakibatkan pembentukan potensial aksi di
neuron aferen menurun
Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai perubahan tekanan
darah adalah pusat kontrol kardiovakuler. Pusat kontrol kardiovaskuler ini terletak
di dalam batang otak4. Tugasnya untuk mengubah aktivitas simpatis dan
parasimpatis pada jantung dan pembuluh darah. Jadi ketika terjadi peningkatan
tekanan darah akan terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi pada neuron
aferen. Kemudian impuls ini akan diteruskan ke pusat kontrol kardiovaskuler. Di
pusat kontrol kardiovaskuler, impuls tadi direspon dengan cara mengurangi
aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis. Hal ini
mengakibatkan penurunan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup, dam
menimbulkan vasodilatasi pada arteriola dan vena sehingga pada akhirnya akan
mengakibatkan penurunan curah jantung dan tahanan perifer.
Baroreseptor dapat bekerja dengan dua cara, yaitu dengan penyesuaian jangka
pendek dan jangka panjang. Penyesesuaian jangka pendek yang terjadi dalam
beberapa detik dilakukan dengan mengubah curah jantung dan tahanan perifer.
Penyesesuaian jangka panjang yang terjadi dalam beberapa menit sampai hari
mengubah volume darah dengan memulihkan keseimbangan garam dan air
melalui mekanisme pengeluaran urin dan rasa haus.
stimulasi parasimpatis
Jantung ↓ kecepatan denyut jantung
21
Gambar 1. Efek Sistem Parasimpatis Pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tekanan Darah Arteri Rata-Rata4.
Gambar 2. Efek Sistem Saraf Simpatis pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tekanan Darah Arteri Rata-Rata4.
2) Respon Tekanan Darah pada Olahraga Isotonik dan Isometrik
Selama kerja fisik, contohnya olahraga isotonik, sistem sirkulasi tubuh
berusaha menyediakan aliran darah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan otot
dengan tiga efek utama yang sangat penting7. Efek-efek utama inilah yang
stimulasi simpatis
jantung
↑ kecepatan denyut jantung↑ kekuatan
kontraksi jantung
↑ volume sekuncup
↑ curah jantung
arteriola vasokontriksi Resistensi perifer total
vena ↑venokontriksi ↑aliran balik vena
↑ volume sekuncup
↑ curah jantung
↓curah jantung
↓tekanan darah
↑ tekanan darah
22
berpengaruh dalam peningkatan tekanan darah selama berolahraga. Efek-efek
tersebut adalah :
(a). Pengeluaran Rangsangan Simpatis yang Besar
Pada awal kerja fisik selain terjadi penjalaran impuls dari otak ke otot untuk
menimbulkan kontraksi otot, juga terjadi penjalaran impuls dari otak ke pusat
vasomotor untuk pengeluaran rangsangan simpatis serta penghambatan
rangsangan parasimpatis pada jantung sehingga terjadi tiga pengaruh pada
sirkulasi. Pertama, akibat pengaruh rangsangan simpatis dan tidak adanya
hambatan rangsangan parasimpatis, denyut jantung dan kekuatan kontraksi
jantung meningkat sangat tinggi. Kedua, sebagian besar arteriola pada sirkulasi
perifer mengalami kontraksi kecuali arteriola pada otot yang mengalami
vasodilatasi karena akibat pegaruh vasodilator local pada otot tersebut. Hal ini
menyebabkan jantung menyediakan banyak aliran darah pada otot yang memang
dibutuhkan selama kerja fisik. Tetapi terdapat dua sistem yang terhindar dari
pengaruh vasokonstriktor yaitu sistem koroner dan sistem serebral karena
persyarafan vasokontriksi pada kedua daerah ini memeng sedikit. Ketiga, dinding
otot pada vena dan daerah kapasitatif lainnya mengalami kontraksi kuat yang
mengakibatkan tekanan pengisisan sistemik rata-rata meningkat sehingga curah
jantung meningkat7.
(b). Kenaikan Curah Jantung
Peningkatan curah jantung yang terjadi selama kerja fisik bertujuan untuk
menyediakan oksigen dan nutrisi yang cukup pada otot-otot yang bekerja.
(c). Kenaikan Tekanan Darah Arteri
23
Kenaikan tekanan arteri dipengaruhi oleh beberapa perangsangan, yaitu karena
vasokontriksi arteriola dan arteri kecil pada organ tubuh selain otot, peningkatan
kontraksi jantung, dan peningkatan tekanan pengisian sistemik rata-rata akibat
dari kontraksi vena. Kenaikan tekanan arteri dapat terjadi sebesar 20 mm Hg
sampai 80 mm Hg tergantung keadaan sewaktu melakukan kerja fisik. Bila
seseorang melakukan kerja fisik menggunakan seluruh tubuhnya, misalnya
berlari, kenaikan tekanan arteri seringkali hanya sebesar 20 mm Hg sampai 40
mm Hg. Hal ini disebabkan oleh vasodilatasi hebat pada otot.
Selama berolahraga isotonik, terjadi peningkatan tekanan darah seperti yang
sudah dijelaskan. Yang harus diperhatikan adalah peningkatan tekanan sistolik
berbeda dengan tekaan diastolik21. Tekanan sistolik dapat meningkat sebesar 80
mmHg pada saat olahraga, peningkatan tekanan darah ini diperlukan agar
kebutuhan darah yang besar pada otot dapat terpenuhi. Peningkatan tekanan
sistolik disebabkan oleh peningkatan dari cardiac output. Peningkatan tekanan
diastolik pada saat olahraga normalnya lebih rendah daripada tekanan sistolik.
Jika mencapai 15 mmHg atau lebih, hal ini menunjukkan keabnormalan dan
merupakan keadaan yang berbahaya sehingga olahraga harus segera dihentikan.
Pada saat olahraga bersepeda tangan dan kaki (arm and leg cycling), terdapat
perbedaan peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada tangan dan
kaki21. Perbedaan ini disebabkan karena massa otot pada kaki lebih besar daripada
massa otot pada tangan. Peningkatan tekanan darah sistolik serta diastolik pada
tangan dan kaki dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
24
Gambar 3. Respon Tekanan Darah Pada Olahraga Sepeda Tangan Dan Kaki
Terhadap Komsumsi Oksigen22.
Ketika olahraga isotonik dilakukan secara stabil dan dalam waktu yang lama
tekanan darah diastolik akan tetap konstan, sedangkan tekanan darah sistolik akan
menurun. Penurunan tekanan sistolik ini merupakan respon yang normal dan
disebabkan oleh reflek peningkatan dilatasi arteri dan diikuti oleh penurunan
tahanan perifer22.
Respon kardiovaskuler sistemik terhadap olahraga bergantung apakah
kontraksi otot terutama bersifat isometrik atau isotonik. Respon tekanan darah
pada olahraga yang dijelaskan di atas merupakan respon terhadap kontraksi
isotonik. Pada kontraksi isometrik, kecepatan denyut jantung meningkat. Hal ini
juga terjadi dengan hanya berpikir tentang melakukan kontraksi otot, sehingga
25
peningkatan tersebut mungkin terjadi akibat rangsang psikis pada medulla
oblongata.7
Dalam beberapa detik kontraksi otot isometrik tekanan darah sistolik dan
diastolik meningkat tajam. Isi sekuncup tidak banyak berubah, dan aliran darah
berkurang pada otot yang berkontraksi secara tetap akibat kompresi pada
pembuluh-pembuluh darahnya.7
Ketegangan otot dan tekanan pada pembuluh darah intra muscular semakin
besar selaras dengan semakin besarnya beban. Aktifitas isometrik seperti latihan
beban dapat meningkatkan tekanan darah sistolik antara sebelum dan sesudah
latihan dilakukan.23,24 Meskipun tekanan darah sistolik dapat meningkat dengan
cepat pada aktivitas isometrik, sebuah studi meta analisis menyatakan bahwa
aktivitas isometrik menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik sebanyak
3 mmHg.
Gambar 4. Respon Tekanan Darah Pada Olahraga Isometrik 21.
26
3) Respon Tekanan Darah pada Pasien Hipetensi Terhadap Olahraga Isotonik
dan Isometrik
Ishikawa-Takata8 melaporkan bahwa olahraga isotonik seperti jogging,
berjalan, dan berenang yang dilakukan secara teratur direkomendasikan untuk
pasien hipertensi esensial karena dengan berolahraga isotonik secara teratur dapat
membantu menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi selain dengan obat-
obatan. Didapatkan bahwa tekanan darah sistolik menurun secara signifikan
setelah berolahraga isotonik. Sedangkan tekanan darah diastolik tidak
menunjukkan penurunan yang besar. Tetapi penurunan tekanan darah sistolik
tidak bertambah besar jika menambah durasi olahraga. Ishikawa-Takata dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa berolahraga secara teratur sebanyak 61-90
menit per minggu merupakan waktu yang paling baik untuk menurunkan tekanan
darah pada pasien hipertensi. Ridjab22 melaporkan bahwa penderita hipertensi
sebaiknya berolahraga yang lebih mementingkan dinamisme dan daya tahan tubuh
yaitu olahraga isotonik seperti lari, renang, atau bersepeda secara teratur.
Penurunan tekanan darah melalui olahraga isotonik yang teratur dapat dijelaskan
dengan adanya efek langsung terhadap hemodinamik dengan melambatnya
frekuensi jantung, penurunan resistensi pembuluh darah perifer, peningkatan
parasimpatikotonus, berkurangnya respon pembuluh darah terhadap rangsangan
serta pengaruh positif terhadap aktivitas baroreseptor.
Selama berolahraga tubuh berusaha menyediakan darah yang cukup sebagai
kebutuhan otot. Untuk menyediakan darah yang cukup, terjadi perubahan
kardiovaskuler salah satunya peningkatan tekanan darah. Kenaikan tekanan darah
27
dapat terjadi tergantung keadaan sewaktu melakukan olahraga. Pada saat
berolahraga isometrik terjadi peningkatan tekanan denyut jantung. Peningkatan ini
menyebabkan vasokonstriksi pada arteri pada otot skelet yang tidak berkontraksi
dan meningkatkan cardiac output dengan sedikit peningkatan isi sekuncup.16
Tekanan darah meningkat tajam saat awal kontraksi.7 Tekanan darah sistolik yang
dikatakan meningkat sangat tajam pada saat kontraksi isometrik. Oleh karena itu
penderita hipertensi tidak disarankan untuk melakukan olahraga isometrik.15
Pada penderita hipertensi awalnya peningkatan tekanan darah merujuk pada
peningkatan curah jantung sedangkan tahanan perifer normal. Pada tahap
selanjutnya curah jantung kembali normal dan tahanan perifer pada penderita
hipertensi meningkat yang disebabkan refleks autoregulasi.18
Penelitian yang dilakukan Parfrey PS et al8 yang membandingkan tekanan
darah setelah berolahraga isometrik antara subjek hipertensi dengan normotensif
didapatkan hasil peningkatan yang tidak berbeda secara signifikan antara
keduanya. Penelitian tersebut juga menyatakan tidak terdapat adaptasi sirkulasi
yang signifikan pada olahraga isometrik jika dibandingkan olahraga yang dinamis.
4) Respon Tekanan Darah pada Orang Normotensif yang Memiliki Riwayat
Keluarga Hipertensi Terhadap Olahraga Isotonik dan Isometrik
Telah banyak penelitian yang melaporkan bahwa ada hubungan antara riwayat
keluarga hipertensi dan timbulnya hipertensi. Ada bukti kuat bahwa pada individu
normotensif dengan riwayat hipertensi terdapat perubahan morfologi jantung dini
berupa penebalan dan perbesaran dinding ventrikel kiri serta perubahan kapasitas
pembuluh darah perifer.21 Dilaporkan bahwa remaja yang memiliki ibu
28
normotensif didapatkan hasil bahwa tekanan darah sistol dan tekanan darah
diastol remaja tersebut lebih rendah ketika diberi beban dengan menggunakan
sepeda ergometer daripada remaja yang memiliki ibu yang hipertensi.
Pada penelitian yang dilakukan guna mengetahui morfologi dan fisiologi
system jantung pada subjek normotensif dengan riwayat hipertensi, didapatkan
adanya bukti kuat bahwa pada individu normotensif dengan riwayat hipertensi
terdapat perubahan morfologi jantung dini berupa penebalan dan perbesaran
dinding ventrikel kiri serta perubahan kapasitas pembuluh darah perifer. Cardiac
ouput dan aktifitas system saraf simpatis tidak terdapat peningkatan yang berarti
dibandingkan subjek normotensif tanpa riwayat hipertensi.19
Williams et al3 melaporkan juga bahwa timbulnya hipertensi sangat
dipengaruhi oleh faktor predisposisi berupa riwayat keluarga hipertensi yang
positif. Hubungan riwayat keluarga dengan hipertensi merupakan faktor yang
utama dibandingkan faktor lingkungan dalam timbulnya penyakit hipertensi.
Riwayat keluarga dengan hipertensi yang kuat atau first degree, dapat
meramalkan dewasa muda yang memiliki resiko hipertensi akan menderita
hipertensi empat kali lebih besar pada umur 50 tahun. Dalam penelitiannya,
setengah dari jumlah pasien yang memiliki satu atau lebih keluarga terdekat
seperti kakak, adek atau orangtua yang menderita hipertensi. Tujuh puluh persen
dari seseorang dengan tekanan darah tinggi pada umur kurang dari 55 tahun
memiliki keluarga terdekat yang mnderita hipertensi.
Peningkatan tekanan darah pada yang lebih tinggi pada seseorang riwayat
keluarga hipertensi pernah diteliti oleh Wilson et al19. Dalam penelitiannya
29
didapatkan seseorang dengan riwayat hipertensi merupakan faktor resiko tinggi
menderita hipertensi. Resiko ini dilihat dari riwayat hipertensi dari orang tua dan
dari tekanan darah ketika seseorang itu istirahat. Pada penelitiannya, 35% dari
subjek yang normotensif tetapi memiliki riwayat hipertensi setelah melakukan
olahraga isotonik dengan menggunakan sepeda mengalami tekanan darah yang
dipaksakan atau exaggerated (≥230/100 mm Hg). Selain itu, pada waktu
pemulihan setelah berolahraga isotonik, subjek normotensif dengan riwayat
hipertensi menunjukkan tekanan diastol yang lebih tingi dari pada subjek yang
normotensif tanpa riwayat keluarga hipertensi.
Penelitian lainnya juga pernah dilakukan oleh Vernon Bond Jr et al9.
Dilaporkan bahwa orang dengan tekanan darah normal tetapi punya riwayat
keluarga hipertensi, ketika berolahraga isotonik dengan menggunakan sepeda
ergometer mengalami tekanan darah yang dipaksakan serta kapasitas vasodilatasi
otot skelet yang terbatas. Dalam penelitian ini juga menyatakan bahwa seseorang
dengan riwayat keluarga hipertensi juga mengalami peningkatan tekanan darah
selama berolahraga isotonik. peningkatan tekanan darah ini dikarena peningkatan
resistensi tahanan perifer pada otot yang digunakan untuk berolahraga seta
meningkatnya frekuensi denyut jantung yang bertujuan untuk meningkatkan
curah jantung agar aliran darah ke otot dapat terpenuhi. sehingga peningkatan
tekanan darah setelah melakukan olahraga isotonik. respon tekanan darah yang
tinggi karena meningkatnya heart rate. Kedua hal inilah yang mengakibatkan
orang normotensif dengan riwayat keluarga hipertensi mengalami peningkatan
tekanan darah yang lebih tinggi
30
Saat melakukan olahraga isometrik dengan menggunakan handgrip pada satu
penelitian didapatkan hasil peningkatan tekanan sistolik yang cukup tinggi pada
subjek normotensif dengan riwayat keluarga hipertensi jika dibandingkan dengan
subjek normotensif tanpa riwayat keluarga hipertensi. Tekanan darah diastolik dan
denyut nadi juga meningkat cukup besar. Walau begitu tidak terdapat perbedaan
yang dapat dikatakan signifikan pada pada subjek dengan dan tanpa riwayat
keluarga hipertensi.19
Perbedaan respon tekanan darah pada seseorang riwayat keluarga
hipertensi juga diteliti oleh Manuck SB and Proietti JM.15 Dalam penelitianya dia
membandingkan respon cardiovaskuler setelah berolahraga isometrik yang terjadi
pada subjek yang memiliki riwayat keluarga hipertensi dengan yang tidak
memiliki riwayat hipertensi. Hasil penelitian tersebut menunjukan adanya
perbedaan peningkatan tekanan darah sistolik antara kedua subjek. Subjek dengan
riwayat keluarga hipertensi menunjukan peningkatan yang lebih tinggi. Tekanan
darah diastolik dan denyut nadi juga meningkat cukup besar tetapi tidak ada
perbedan antara kedua kelompok subjek.
McCann BS and Matthews KA16 yang meneliti tentang pengaruh riwayat
orangtua hipertensi terhadap respon cardiovaskuler setelah berolahraga isometrik
menunjukan hasil peningkatan tekanan darah sistolik, tekanandarah diastolik dan
denyut nadi. Bila dibandingkan dengan subjek tanpa riwayat orangtua hipertensi
hanya peningkatan tekanan diastolik saja yang dianggap memiliki perbedaan
peningkatan. Subjek dengan riwayat keluarga hipertensi menunjukan peningkatan
yang lebih tinggi.
Merokok
Obesitas
Riwayat keluarga hipertensi
Stres
Jenis kelamin
Usia
↑ Tahanan perifer
Perubahan morfologi jantung dan
pembuluh darahdini
Olahraga
Isotonik
Isometrikk
↑Tekanan darah yang lebih tinggi daripada normotensif tanpa riwayat keluarga hipertensi
normotensif
Hipertensi
Asupan garam
Tekanan darah
>140/90 mm Hg
Curah jantung
Tahanan perifer
31
2. Kerangka Konsep
Tekanan darah
Curah jantung
32
3. Hipotesis
Dengan memperhatikan uraian tinjauan pustaka maka duraikan hipotesis
penelitiannya adalah:
1. Adanya perbedaan respon tekanan darah sistolik terhadap olahraga isometrik
antara subjek dewasa muda normotensif dengan dan tanpa riwayat keluarga
hipertensi.
2. Adanya perbedaan respon tekanan darah diastolik terhadap olahraga isometrik
antara subjek dewasa muda normotensif dengan dan tanpa riwayat keluarga
hipertensi.
3. Adanya perbedaan respon tekanan darah rata-rata terhadap olahraga isometrik
antara subjek dewasa muda normotensif dengan dan tanpa riwayat keluarga
hipertensi.
4. Adanya perbedaan respon tekanan nadi terhadap olahraga isometrik antara
subjek dewasa muda normotensif dengan dan tanpa riwayat keluarga
hipertensi.
F. METODE PENELITIAN
1. Disain Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh riwayat kelurga hipertensi terhadap peningkatan
tekanan darah setelah berolahraga isotonik dan isometrik, maka penelitian ini
menggunakan jenis penelitian semieksperimental.
33
2. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Nopember 2008 di laboratorium
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Populasi, Sampel, Besar Sampel
a. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah dewasa muda normotensif.
b. Sampel
Sampel yang diambil adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY yang
memenuhi semua kriteria inklusi. Kriteria sampel ada dua yaitu kriteria inkusi dan
eksklusi.
1) Kriteria Inklusi
(a). Dewasa muda usia antara 20 tahun lebih 6 bulan-30 tahun
(b). Tekanan darah 110/70-139/98 mmHg (JNC VII 2003)
(c). Frekuensi denyut jantung 60-100 kali/menit (Guyton dan Hall, 1997)
2) Kriteria Eksklusi
Body Mass Index (BMI) lebih dari 25. Hal ini dikarenakan semakin tinggi
BMI akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis (Guyton and Hall, 1997).
4. Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus:
n =
34
Zα : batas atas nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas
kemaknaan
Zβ : batas bawah nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk
batas kemaknaan
S : standar deviasi
X1-X2 : perbedaan rerata minimal yang dianggap bermakna
Nilai Zα yang digunakan dalam penelitian kedokteran adalah 1,96. Niai Zβ yang
digunakan adalah 1,64.23 Dari penelitian sebelumnya didapatkan perbedaan rerata
minimal yang dianggap bermakna adalah 4 dan dengan standar deviasi
4,3.10Berdasarkan rumus di atas didapatkan jumlah sampel penelitian ini sebanyak
30,12. Besar sampel setiap kelompok dibulatkan menjadi 30 orang, sehingga
jumlah seluruh sampel pada penelitian ini adalah 60 orang
5. Variabel
Jenis variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas (pengaruh): riwayat keluarga hipertensi.
b. Variabel terikat (terpengaruh): respon tekanan darah setelah berolahraga
isotonik.
c. Variabel perancu: merokok, suhu lingkungan, meminum kopi sebelum
penelitian.
6. Definisi Operasional
a. Riwayat kelarga hipertensi adalah seseorang yang memiliki salah satu
atau kedua orang tua yang menderita hipertensi atau yang
mengkomsumsi obat antihipertensi.
35
b. Olahraga isotonik adalah olahraga yang menimbulkan kontraksi otot
dengan pengurangan panjang otot.
c. Olahraga isometrik adalah olahraga dengan melakukan kontraksi otot
tanpa pengurangan panjang otot.
d. Respon tekanan darah setelah berolahraga isotonik adalah perubahan
tekanan darah akibat olahraga isotonik.
e. Tekanan darah sistolik adalah tekanan maksimum yang timbul di arteri
sewaktu darah masuk kedalam arteri.
f. Tekanan diastolik adalah tekanan minimum di dalam arteri sewaktu
darah mengalir keluar ke pembuluh perifer.
g. Tekanan darah arteri rata-rata adalah tekanan arteri rata-rata selama
siklus jantung.
h. Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik.
7. Instrumen Penelitian
a. Sepeda ergometer
b. Handgrip
c. Timbangan berat badan
d. Sphygmomanometer
e. Stopwatch
8. Cara Kerja
a. Penelitian dilakukan pada pagi hari sampai dengan tengah hari
36
b. Subyek ditanya kapan terakhir makan (seharusnya paling sedikit 2 – 3 jam
sebelum tes); Subyek juga ditanya kapan terakhir berolahraga (seharusnya
paling sedikit 12 jam sebelum tes)
c. Subyek diberi keterangan mengenai prosedur tes. Apabila subyek setuju
untuk mengikuti jalannya penelitian, subyek dipersilakan menandatangani
inform consent
d. Subyek diukur berat badan dan tinggi badan.
e. Subyek bersiap menjalani tes
f. Tes dilakukan di ruangan penyimpanan alat di Laboratorium Fisiologi; Tes
yang dilakukan meliputi tes olahraga isometrik (handgrip) kemudian
dilanjutkan dengan tes olahraga isotonik (ergometer)
g. Tes olahraga isometrik:
1) Subyek duduk dengan tenang selama 5 menit (stopwatch dihidupkan).
Tangan kanan subyek diletakkan di atas meja. Manset dipasang pada
lengan kanan atas subyek (1 – 2 cm dari fossa cubiti; lengan atas
dibebaskan dari kain lengan) sehingga letaknya sejajar dengan ketinggian
jantung (atrium). Pada akhir menit ke-5, tekanan darah dan frekuensi nadi
diukur dengan menggunakan Omron sebanyak 1 kali. Hasil digunakan
sebagai nilai sebelum olahraga isometrik
2) Masih dalam posisi duduk, subyek meremas handgrip secara maksimal
dan kontinu dengan menggunakan tangan kiri (lengan tidak boleh
bergerak) selama 1 menit (stopwatch dihidupkan). Pada detik ke-30,
tekanan darah dan frekuensi nadi diukur dengan menggunakan Omron.
37
Selama pengukuran, subyek tetap dalam keadaan meremas handgrip secara
maksimal dan kontinu. Pengukuran tekanan darah dan frekuensi nadi
dilakukan sebanyak 1 kali. Hasil digunakan sebagai nilai selama olahraga
isometrik
3) Subyek melepas handgrip kemudian duduk dengan tenang selama 3 menit
(stopwatch dihidupkan). Pada akhir menit ke-3, tekanan darah dan
frekuensi nadi diukur sebanyak 1 kali dengan menggunakan Omron. Hasil
digunakan sebagai nilai setelah olahraga isometrik
h. Subyek istirahat, sementara itu diganti subyek berikutnya akan menjalani
tes olahraga isometrik
i. Subyek yang pertama menjalani tes olahraga isotonik setelah subyek yang
kedua selesai menjalani tes olahraga isometrik
j. Tes olahraga isotonik:
1) Subyek duduk dengan tenang selama 5 menit (stopwatch
dihidupkan). Tangan kanan subyek diletakkan di atas meja.
Manset dipasang pada lengan kanan atas subyek (1 – 2 cm dari
fossa cubiti; lengan atas dibebaskan dari kain lengan) sehingga
letaknya sejajar dengan ketinggian jantung (atrium). Pada akhir
menit ke-5, tekanan darah dan frekuensi nadi diukur dengan
menggunakan Omron sebanyak 1 kali. Hasil digunakan sebagai
nilai sebelum olahraga isotonik.
2) Subyek menempatkan dan menyesuaikan diri pada sepeda
Ergometer Monark. Manset masih terpasang pada lengan kanan
38
atas subyek. Subyek mengayuh pedal 50 rpm atau 50 siklus
(metronom dihidupkan pada angka 100; lutut turun pada saat
hitungan/ ketukan metronom) dengan beban ½ kp selama 6 menit
(stopwatch kembali dihidupkan). Pada akhir menit ke-6, tekanan
darah dan frekuensi nadi diukur dengan menggunakan Omron
(subyek berhenti mengayuh namun tetap duduk pada Ergometer
dan metronom belum dimatikan). Pengukuran tekanan darah dan
frekuensi nadi dilakukan sebanyak 1 kali. Hasil digunakan sebagai
nilai selama olahraga isotonik
3) Subyek berhenti mengayuh pedal kemudian subyek beranjak dari
sepeda menuju ke tempat semula (kursi yang telah disiapkan dan
dipakai sebelumnya). Subyek duduk dengan tenang selama 5
menit (stopwatch dihidupkan). Tangan kanan subyek diletakkan di
atas meja; manset dipasang pada lengan kanan atas subyek. Pada
akhir menit ke-5, tekanan darah dan frekuensi nadi diukur dengan
menggunakan Omron. Pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali.
Hasil digunakan sebagai nilai setelah olahraga isotonik
9. Analisis Data
Korelasi data pada penelitian ini adalah korelasi antara variabel bebas (riwayat
keluarga hipertensi) dan variabel terikat (respon tekanan darah setelah berolahraga
isotonik) sehingga penelitian ini menggunakan uji one-way Anova 2x3 table.
39
G. JADWAL PELAKSANAAN
Uraian Bulan ke-
1 2 3
Persiapan
Pelaksanaan
Pembuatan proposal
Analisis data
Laporan
H. PERSONALIA PENELITIAN
1. Ketua Tim Penelitian
Nama Lengkap : Sisti Meiryisha
Nomer Mahasiswa : 20050310009
Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Kedokteran Umum
Waktu untuk Penelitian ini : 5 jam/minggu
2. Anggota Tim Penelitian
Nama Lengkap : Fitria Rahmawati
Nomer Mahasiswa : 20050310009
Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Kedokteran Umum
Waktu untuk Penelitian ini : 5 jam/minggu
I. PERSONALITI PEMBIMBING
J. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
Rekapitulasi biaya penelitian adalah sebagai berikut:
40
No Uraian Biaya
1 Honorarium Rp. 100.000,00
2 Penelitian Rp. 300.000,00
3 Pembimbing Rp. 100.000,00
4 Transportasi Rp. 30.000,00
5 Laporan penelitana. Printb. Fotokopic. Jilidd. ATK
Rp. 25.000,00Rp. 20.000,00Rp. 35.000,00Rp. 30.000,00
6 Seminar Rp. 100.000,00
7 Lain-laina. Sewa labb. Fee teknisi
Rp. 50.000,00Rp. 50.000,00
Total Rp. 840.000,00
K. DAFTAR PUSTAKA
1. National Institutes of Health. The Sixth of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. NIH Publication. 1997
2. Price, S.A., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 9. Jakarta: EGC. 1997
3. Williams, R.R., Hunt, S.C., Hasstedt, S.J., Hopkin, P.N., Wu, L.L., Berry, D.T., et al. Are There Interaction and Relations Between Genetic and Environment Factor Predisposing to High Blood Pressure?, Hypertension 1991 Sep; 18(3): 1-29-1-37
4. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1997
41
5. Dorland. Kamus Kedokteran, Edisi 29. Jakarta: EGC. 2002
6. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC. 2003
7. Guyton, A.C., Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. 1997
8. Ishikawa-Takawa, K., Ohta, T., Tanaka, H. How Much Exercise Is Required to Reduce Blood Pressure in Essential Hypertension: A Dose-Response Study, The American Journal of Hypertension 2003; 16(8): 629-633
9. Bond, V.Jr., Frank, B.D., Tearney, R.J., Wood, B., Melendez, M.A., Johnson, L., et al. Exercise Blood Pressure and Skeletal Muscle Vasodilator Capacity in Normotensives with Positive and Negative Family History of Hypertension, Journal of Hypertension 1994; 12: 285-290
10. Muldon MF, Terrell DF, Bunker CH, Manuck SB. Family History Studies in Hypertension Resecah, Review of the Literature. AJH. 1993; 6:76-88
11. Kaplan, Robert M., James R., Sallio, Je., and Thomas L., Patterson, 1993, Helath and Human Behavior, Mc.Graw-Hill, Inc, New York
12. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskuler, Cermin Dunia Kedokteran 2007 Jul; 34(4): 173-175
13. Dhianingtyas, Y., Hendrati, L.Y. Resiko Obesitas, Kebiasaan Merokok, dan Komsumsi Garam Terhadap Kejadian Hipertensi pada Usia Produktif, The Indonesian Journal of Public Health 2006 Mar; 2(3): 105-109
14. Survey Kesehatan Rumah Tangga. InaSH Menyokong Penuh Penanggulangan Hipertensi 2007 Jan. available from: URL: http://www.dinkes-kotasemarang.go.id/dinkes%20semarang.htm
15. Darmojo, B. Mengamati Perjalanan Epidemiologi Hipertensi di Indonesia. available from: URL: http:// www.tempointeraktif.com/medika/arsip/072001/pus-3.htm - 33k
16. Isselbacher, K.J., Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., Kasper, D.L. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta: EGC. 2000
42
17. Suyono, S. (editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jakarta: FKUI. 2001
18. World Health Organization – International Society of Hypertension Guidelines for the Management of Hypertension. Guidelines Subcommittee. J Hypertens 1999, 17:151–183.
19. Joint National Committee and Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure., 2003, The JNC Report of The Joint National Committee, Arch Intern Med, 289: 2560-2570.
20. Wilson, M.F., Sung, B.H., Pincomb, G.A., Lovallo, W.R. Exaggerated Pressure Respone to Exercise in Men at Risk for Systemic Hypertension, The American Journal of Cardiology 1990 Sep; 66: 731-736
21. The Wikipedia Foundation, Inc. 2008, 30 April. Isometric Exercise, dari http://en.wikipedia.org/wiki/Isometric_exercise
22. Stewart, K.J., Sung, J., Silber, H.A., Fleg, J.L., Kelemen, M.D., Turner, K.L., et al. Exaggerated Exercise Blood Pressure Is Related to Improve Endothelial Vasodilator Function, The American Journal of Hypertension 2004; 17(4): 314-320
23. EB Stinson et al. Left ventricular response to isometric exercise in patients with denervated and innervated hearts. Circulation 1980;61;897-901.
24. Jianhuai L, Zhang Qi, Guo Hui. The influence of long duration of isometric contraksion on blood pressure. 2007. 19:111-115.
25. Wilmore, J.H., Costill, D.L. Physiology of Sport and Exercise. 3 rd ed. Hong Kong. 2004
26. Ridjab, D.A. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhada Tekanan Darah, Majalah Kedokteran Atma Jaya 2005 May; 4: 73-7
top related