problematika penari tradisional jawa yang …/problem... · mandiri, tangguh dan bangkit dari...
Post on 08-Mar-2019
247 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PROBLEMATIKA PENARI TRADISIONAL JAWA
YANG TERCERMIN
DALAM CERITA BERSAMBUNG
”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra
Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh :
Ratri Noviarni
C0106042
JURUSAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PROBLEMATIKA PENARI TRADISIONAL JAWA
YANG TERCERMIN
DALAM CERITA BERSAMBUNG
”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)
Disusun oleh
Ratri Noviarni
C0106042
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I
Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum
NIP. 19630212 198803 1 002
Pembimbing II
Siti Muslifah, S. S, M. Hum
NIP. 19731103 200501 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Supardjo, M.Hum.
NIP. 19560921 198601 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PROBLEMATIKA PENARI TRADISIONAL JAWA
YANG TERCERMIN
DALAM CERITA BERSAMBUNG
”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)
Disusun oleh
Ratri Noviarni
C0106042
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal 15 Juni 2012
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Drs. Supardjo, M.Hum …………..
NIP. 19560921 198601 1 001
Sekertaris Drs. Christiana D.W, M. Hum ..................
NIP. 19541016 198103 1 003
Penguji I Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum. ……….......
NIP. 19630212 198803 1 002
Penguji II Siti Muslifah, S. S, M. Hum .………......
NIP. 19731103 200501 2 001
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D
NIP. 19600328 198601 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Ratri Noviarni
NIM : C0106042
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi berjudul Problematika Penari
Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung “Kembang Tayub”
Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra) adalah benar-benar
karya sendiri, dan bukan plagiat, dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-hal yang
bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda/ kutipan dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, Juni 2012
Yang membuat pernyataan,
Ratri Noviarni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Alam
Nasyrah : 5)
Sesungguhnya Allah SWT tidak membebani suatu kaum melainkan sesuai
dengan kemampuannya (QS. Al Baqarah : 286)
Jadikanlah kesakitanmu menjadi sebuah kekuatan (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Ibu dan Bapakku tercinta, terimakasih untuk setiap
do’a, kasih sayang serta dukungan moral dan
materiilnya.
Saudaraku Mbak Dhian, Novi dan Nova, terimakasih
untuk semangat dan do’anya.
Untuk Almamaterku tercinta
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Prblematika Penari
Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub
Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)”. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar Sarjana Sastra
Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Segala usaha dan kerja keras yang dilakukan penulis tidak akan berarti tanpa
adanya bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, beserta staf yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu dan
menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. Supardjo, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang telah
memberi dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi
3. Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum, selaku pembimbing pertama dengan
kesabarannya telah memberikan bimbingan, saran, dan nasehat demi
terwujudnya skripsi ini.
4. Siti Muslifah, S.S, M.Hum, selaku pembimbing kedua atas bimbingan, arahan,
dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik atas motivasi
dan bimbingannya pada masa perkuliahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Seluruh Dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah banyak memberikan bekal
dan pengetahuan selama perkuliahan.
7. Bapak Daniel Tito, selaku pengarang cerbung Kembang Tayub yang telah
membantu dengan memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan
skripsi ini.
8. Seluruh Staff Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa serta Perpustakaan
Pusat Universitas Sebelas Maret atas pelayanannya dalam menyediakan
buku-buku refrensi yang diperlukan dalam menyusun skripsi ini.
9. Bambang Dwi Utomo, terima kasih untuk kasih sayangnya walaupun dengan
cara yang berbeda.
10. Sahabatku Prita, Byarti, Tya, Ezti, Luvi, Anin, Novi, Yosi dan Eko’brut’,
terima kasih atas segenap suka duka dan kasih sayang yang kalian berikan di
setiap langkahku. Kalian adalah semangatku.
11. Teman – teman angkatan 2006 Sastra Daerah, khususnya untuk Machmud
’ucrut’, Ida, Dora, Wiji, Septi, Wini, Krisna dan Erna, terima kasih untuk
kebersamaan, pengertian dan kesabarannya selama ini. Tanpa kalian aku tidak
akan bisa seperti ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi.
Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa karya ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................. iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xiii.
ABSTRAK .................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 8
A. Pendekatan Struktural ............................................................... 8
B. Pendekatan Sosiologi Sastra ....................................................... 18
C. Sosok Wanita Jawa .................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 26
A. Bentuk Penelitian ....................................................................... 26
B. Sumber Data dan Data ............................................................... 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 27
1. Teknik Analisis Isi................................................................ 27
2. Teknik Wawancara .............................................................. 28
D. Teknik Analisis Data.................................................................. 29
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 30
A. Analisis Struktural Cerbung KT ............................................. 30
1. Fakta – Fakta Cerita ........................................................... 30
a. Alur.............................................................................. 31
1. Peristiwa Kausal..................................................... 31
2. Bagian – Bagian Alur............................................. 66
b. Karakter......................................................................... 73
1. Klasifikasi............................................................... 74
2. Motivasi.................................................................. 77
3. Karakterisasi............................................................ 80
c. Tema.............................................................................. 86
d. Latar.............................................................................. 87
1. Dekor...................................................................... 88
2. Waktu – Waktu Tertentu........................................ 95
3. Analisis Pengaruh Latar pada Tokoh..................... 99
4. Analisis Hubungan Latar dan Tema....................... 100
5. Analisis Atmosfer atau Suasana............................. 101
2. Sarana – Sarana Cerita......................................................... 103
a. Judul............................................................................... 103
b. Sudut Pandang............................................................... 104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
c. Ironi............................................................................... 105
d. Gaya dan Tone.............................................................. 109
e. Simbolisme................................................................... 111
B. Analisis Sosiologi Sastra............................................................ 113
1. Sosok Wanita Jawa Menghadapi Problematika Hidup........ 114
a. Sebagai Pekerja Seni / Seniwati....................................... 114
b. Sebagai Seorang Anak..................................................... 118.
c. Menyikapi Nasib.............................................................. 119
d. Menyikapi Persoalan Pendamping Hidup ....................... 121
2. Gambaran Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa................... 125
a. Kelas Sosial ..................................................................... 125
b. Kepercayaan Adat............................................................ 129
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 134
A. Kesimpulan ................................................................................ 134
B. Saran.......................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 136
LAMPIRAN................................................................................................ 138
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR SINGKATAN
1. Cerbung : Cerita Bersambung
2. EBTA : Evaluasi Belajar Tahap Akhir
3. Jilu : Siji Telu (Satu Tiga)
4. KT : Kembang Tayub
5. Polsus : Polisi Khusus
6. SD : Sekolah Dasar
7. SMP : Sekolah Menengah Pertama
8. SMA : Sekolah Menengah Atas
9. RM : Raden Mas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Sinopsis Cerbung Kembang Tayub
Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Kepada Pengarang
Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup Pengarang
Lampiran 4 Data Cerbung Kembang Tayub
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang
Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara
(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah
keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub
karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton ? (2)
Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem
hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? (3) Bagaimanakah
gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub
karya Wasi Jaladara ?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur
dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara
berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton. (2) Mendeskripsikan
penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam
cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. (3) Mendeskripsikan gambaran
kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi
Jaladara.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan
sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu teks cerbung berbahasa Jawa
karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang Tayub. Cerbung ini dimuat dalam
majalah Genta no 73 April 2007 sampai dengan no 88 Desember 2007 yang
terdiri dari 15 episode. Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini
Daniel Tito selaku pengarang cerbung KT. Data yang digunakan dalam penelitian
ini di antaranya data primer yang merupakan data pokok, dalam penelitian ini
berupa teks cerbung yang dibangun oleh unsur – unsur instrinsik dalam karya
sastra seperti unsur fakta – fakta cerita: alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana
sastra; judul, ironi, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta penggambaran
sosok wanita Jawa dan kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung KT.
Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung terdiri dari hasil
wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito, dokumentasi yang berupa
foto, serta buku – buku referensi yang menunjang penelitian. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah struktural dan sosiologi sastra. Teknik
pengumpulan data menggunakan teknik analisis isi dan teknik wawancara.
Kesimpulan dari penelitian ini (1) Ditinjau dari segi struktural, cerbung
KT menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat kaitannya satu sama lain.
Unsur struktural yang menekankan fakta – fakta cerita, yang terdiri dari karakter,
alur, latar dilengkapi juga dengan tema, sarana – sarana sastra yang mencakup
judul, sudut pandang, tone, gaya dan simbolisme. (2) Ditinjau dari analisis
sosiologi sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui sosok wanita,
khususnya wanita Jawa yang dalam cerbung ini disimbolkan sebagai seorang
penari (ledhek). Kerasnya hidup membuat wanita senantiasa harus selalu kuat,
mandiri, tangguh dan bangkit dari keterpurukan. Lebih lanjut penulis mencoba
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
mengungkap semangat, pantang menyerah serta kesabaran dari seorang wanita
Jawa di tengah cercaan dan penilaian negatif yang timbul dari masyarakat
disekitarnya (3) Cerbung KT merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat
Jawa. Meskipun pada masa sekarang sudah sulit ditemukan dalam kehidupan
masyarakat. Gambaran yang terdapat pada cerbung ini yakni problem – problem
sosial seperti adanya kepercayaan jilu yang dianggap sebagai pantangan dalam
pernikahan serta adanya kelas sosial diharapkan dapat berfungsi dan dijadikan
sebagai suatu pembelajaran dan pembanding yang berguna bagi masyarakat
pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
SARI PATHI
Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang
Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara
(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pêrkawis ingkang dipunrêmbag inggih mênika: (1) Kadospundi rantaman
struktur cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara ? (2) Kadospundi gambaran
sosok wanita Jawi ngadhêpi pêrkawis panggêsangan wontên cêrbung KT
anggitanipun Wasi Jaladara? (3) Kadospundi gambaran panggêsangan sosial
masyarakat Jawi wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara?
Ancasing panalitèn mênika: (1) Ngandharakên rantaman struktur cêrbung
KT anggitanipun Wasi Jaladara? (2) Ngandharakên gambaran sosok wanita Jawi
ngadhêpi pêrkawis pagêsangan wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara ?
(3) Ngandharakên gambaran pagêsangan sosial masyarakat Jawi wontên cêrbung
KT anggitanipun Wasi Jaladara?
Wujudipun panalitèn mênika panalitèn sastra. Sumber data ingkang
kaginakakên kapilah dados kalih, inggih mênika primer kalihan sekunder. Sumber
data primer, inggih mênika teks cêrbung basa Jawi KT anggitanipun Daniel Tito
ingkang kapacak wontên Majalah Genta angka 73 April 2007 dumugi angka 88
Desember 2007, cacahipun 15 sèri. Sumber data sekunder, inggih mênika
informan inggih mênika Daniel Tito minangka panganggit cêrbung KT. Data
ingkang kaginakakên ugi kapilah dados kalih, data primer inggih mênika struktur
teks cêrbung KT ingkang kabangun saking unsur – unsur instrinsik karya sastra
kadosta fakta – fakta cêrita; alur, karaktêr, tema, sarana – sarana sastra; irah -
irahan, ironi, sudut pandang, gaya lan tone, simbolisme sarta gambaran sosok
wanita Jawi kaliyan pagêsangan sosial masyarakat Jawi ingkang kawontênan ing
cêrbung KT. Data sekunder, inggih mênika asil wawancara kalihan panganggit
inggih Daniel Tito, dokumentasi ingkang awujud foto sarta buku – buku referensi
ingkang jumbuh kalawan panalitèn. Pendekatan ingkang kaginakakên inggih
punika struktural kalihan sosiologi sastra. Têknik pangêmpalan data kanthi têknik
analisis isi kalihan wawancara.
Asiling panalitèn punika: (1) Cêrbung KT nggadhahi unsur – unsur
struktural ambangun cêrbung ingkang kasusun saking fakta – fakta cêrta; alur,
karaktêr, latar, tema sarta sarana- sarana sastra kados irah - irahan, sudut
pandang, ironi, gaya kalihan tone, simbolisme sami runtut satunggal kalihan
satunggalipun satêmah ndhapuk carita kanthi wutuh. (2) Saking sêgi sosiologi
sastra panalitên mênika kangge mangêrtosi sosok wanita, utaminipun wanita Jawi
ingkang wontên cêrbung mênika kasimbolakên dados penari tayub (ledhek).
Awrating panggêsangan andamêl wanita kêdah kiyat kalihan siap. Kajawi mênika
panaliti nyobi ngungkapakên sêmangat, botên gampil nyêrah sarta kasabaranipun
para wanita Jawi ingkang sami nyemamah, ngina, lan paring pambiji awon saking
masyarakat sakupêngipun (3) Cêrbung KT nggambarakên panggêsangan sosial
masyarakat Jawi. Sanadyan ing jaman sakmênika arang kapranggul ing
masyarakat. Gambaran ing cêrbung KT inggih mênika wontênipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
pêrkawis – pêrkawis sosial kados kawontênanipun kapêrcayan jilu ingkang
kaanggêp pantangan ing palakrama sarta kawontênanipun kelas sosial.
Mugi - mugi skripsi mênika sagêd migunani tumrap masyarakat lan sagêd
dipundadosakên kangge sumbêr pasinaon kalihan pambanding, utaminipun
tumrap para pamaos.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
ABSTRACT
Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang
Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub by Wasi Jaladara
(Sociology of Literature Analysis). Thesis: Jurusan Sastra Daerah Faculty of
Letters and Fine Arts Sebelas Maret University of Surakarta. .
Problems discussed in this study were (1) What are the links and the
structure of the building cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara on the
theory of structuralism Robert Stanton? (2) How do depictions of women in
dealing with problems of Java in the life work of cerbung entitled Kembang
Tayub by Wasi Jaladara? (3) How does the Java community an overview of social
life in the work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara?
The purpose of this study were (1) Describe the relationship and structure
of the building cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara on the theory
of structuralism Robert Stanton. (2) Describing the depictions of women in
dealing with problems of Java in the life work of cerbung entitled Kembang
Tayub by Wasi Jaladara. (3) Describe the picture of the social life of the Java
community in the work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara.
Form of research is the study of literature. Source of data used in this
study were divided into two primary data sources and secondary data sources.
Primary data source, is text language Java cerbung entitled Kembang Tayub by
Wasi Jaladara. Cerbung is published in the Genta magazine no 73 April 2007 until
December 2007 No. 88 of 15 episodes. Secondary data sources are informants in
this case as the author of Daniel Tito cerbung KT. The data used in this study
include the primary data is the data subject, in this study a text cerbung built by
element - element in literature as intrinsic elements of fact - the fact the story:
plot, character, setting, theme, means - means of literature ; title, irony, point of
view, style and tone, symbolism and depictions of women of Java and the Java
community's social life cerbung KT. While the secondary data which is composed
of supporting data from interviews with the author that Mr. Daniel Tito, the
documentation in the form of images, and books - reference books that support the
research. The approach used in this study is the structural and sociological
literature. Data collection techniques using the technique of content analysis and
interview techniques
The conclusion from this study (1) In terms of structural, cerbung KT
shows unified whole and is closely related to each other. Structural elements
which emphasize the fact - the fact the story, which consists of the characters,
plot, setting equipped with the theme, the means - the means of literature that
includes the title, the point of view, tone, style and symbolism. (2) Judging from
the analysis of the sociology of literature, this study intended to better know the
figures of women, especially women in cerbung Java is symbolized as a dancer
(ledhek). The harshness of life to make women always have to always be strong
and ready. Furthermore, the author tries to reveal the spirit, never give up and the
patience of a Javanese woman in the middle of accusations and negative
judgments arising from the surrounding communities (3) Cerbung KT is a picture
of the social life of the Java community. Although at the present is hard to find in
people's lives. Picture contained on this cerbung the problems - social problems
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
such as lack of trust is considered a taboo jilu in marriage and the existence of
social class and be expected to serve as a learning and a useful comparison for the
reader.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam
Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara
(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra).
Ratri Noviarni1
Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum2
Siti Muslifah, S. S, M. Hum3
ABSTRAK 2012. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1)
Bagaimanakah keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun
cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori
strukturalisme Robert Stanton ? (2) Bagaimanakah penggambaran
sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung
Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? (3) Bagaimanakah gambaran
kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub
karya Wasi Jaladara ?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan
antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub
karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton.
(2) Mendeskripsikan penggambaran sosok wanita Jawa dalam
menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya
Wasi Jaladara. (3) Mendeskripsikan gambaran kehidupan sosial
masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi
Jaladara.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu teks
cerbung berbahasa Jawa karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang
Tayub. Cerbung ini dimuat dalam majalah Genta no 73 April 2007
sampai dengan no 88 Desember 2007 yang terdiri dari 15 episode.
1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah Dengan NIM. C0106042
2 Dosen Pembimbing I
3 Dosen Pembimbing II
Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini Daniel Tito
selaku pengarang cerbung KT. Data yang digunakan dalam penelitian
ini di antaranya data primer yang merupakan data pokok, dalam
penelitian ini berupa teks cerbung yang dibangun oleh unsur – unsur
instrinsik dalam karya sastra seperti unsur fakta – fakta cerita: alur,
karakter, latar, tema, sarana – sarana sastra; judul, ironi, sudut
pandang, gaya dan tone, simbolisme serta penggambaran sosok wanita
Jawa dan kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung KT.
Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung terdiri dari
hasil wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito,
dokumentasi yang berupa foto, serta buku – buku referensi yang
menunjang penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah struktural dan sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik analisis isi dan teknik wawancara.
Kesimpulan dari penelitian ini (1) Ditinjau dari segi struktural,
cerbung KT menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat
kaitannya satu sama lain. Unsur struktural yang menekankan fakta –
fakta cerita, yang terdiri dari karakter, alur, latar dilengkapi juga
dengan tema, sarana – sarana sastra yang mencakup judul, sudut
pandang, tone, gaya dan simbolisme. (2) Ditinjau dari analisis
sosiologi sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui
sosok wanita, khususnya wanita Jawa yang dalam cerbung ini
disimbolkan sebagai seorang penari (ledhek). Kerasnya hidup
membuat wanita senantiasa harus selalu kuat, mandiri, tangguh dan
bangkit dari keterpurukan. Lebih lanjut penulis mencoba mengungkap
semangat, pantang menyerah serta kesabaran dari seorang wanita Jawa
di tengah cercaan dan penilaian negatif yang timbul dari masyarakat
disekitarnya (3) Cerbung KT merupakan gambaran kehidupan sosial
masyarakat Jawa. Meskipun pada masa sekarang sudah sulit
ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Gambaran yang terdapat
pada cerbung ini yakni problem – problem sosial seperti adanya
kepercayaan jilu yang dianggap sebagai pantangan dalam pernikahan
serta adanya kelas sosial diharapkan dapat berfungsi dan dijadikan
sebagai suatu pembelajaran dan pembanding yang berguna bagi
masyarakat pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra mempunyai tiga komponen yang saling berhubungan atau
terkait, yaitu pengarang, pembaca atau masyarakat penikmatnya, dan karya sastra
itu sendiri. Pengarang mengungkapkan ide-ide, permasalahan dan amanat atau
pesan-pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca atau masyarakatnya
melalui karya sastra tersebut. Permasalahan–permasalahan atau konflik yang ada
dalam karya sastra sering mengangkat permasalahan-permasalahan sosial yang
terdapat dalam realitas kehidupan masyarakat. Permasalahan tersebut disajikan
melalui jalan cerita dan tokoh-tokohnya dengan daya kreativitas dan imajinasi
pengarang, meskipun tokoh dalam suatu cerita merupakan rekaan, namun bukan
semata-mata rekaan, melainkan lebih sebagai replika dari sebuah kehidupan yang
nyata. Di dalam sebuah karya sastra akan tercermin pula ajaran-ajaran moral
melalui amanat, gagasan pengarang maupun latar belakang sosial yang mendasari
penciptaan karya tersebut.
Karya sastra terutama karya sastra Jawa merupakan bagian dari
kesusastraan Nusantara. Pada perkembangannya karya sastra Jawa mengalami
masa – masa pasang surut dalam dunia kesusastraan bersamaan dengan sastra
Indonesia. Semakin banyaknya peminat bidang sastra Jawa sekarang ini
menunjukkan bahwa sastra Jawa layak dan bahkan cukup berharga untuk diteliti.
Dalam kesusastraan Jawa baik lisan maupun tulis banyak terkandung nilai – nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
yang sangat berharga berupa petuah, nasihat, dan ajaran – ajaran moral
bagi kehidupan masyarakat saat ini. Karya sastra Jawa, bukan hanya merupakan
curahan perasaan dan hasil imajinasi pengarang saja, namun karya sastra Jawa
juga merupakan refleksi kehidupan yaitu pantulan respon pengarang dalam
menanggapi problem kehidupan yang diolah secara estetis melalui kreativitas
penulisnya. Tujuannya adalah untuk menghibur dengan cara menyajikan
keindahan dan memberi makna kehidupan bagi masyarakat luas dan tidak hanya
terbatas pada masyarakat Jawa.
Cerita bersambung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara merupakan
bentuk sastra Jawa modern. Dilihat dari judulnya Kembang Tayub dapat diartikan
berdasarkan penggalan kata, yakni kata Kembang yang diartikan sebagai bunga,
dan Tayub merupakan salah satu kesenian tradisional. Arti tersebut dapat diartikan
dan disatukan menjadi Bunga dari Tayub, yakni seseorang yang dianggap sebagai
bunga atau orang yang paling bersinar dan dapat dikatakan pula sebagai super star
pada kesenian Tayub.
Cerita bersambung Kembang Tayub merupakan cerita yang berkaitan
dengan seorang wanita. Dalam cerita tersebut memuat tentang perjuangan wanita
yang memperjuangkan dirinya dari berbagai permasalahan yang dihadapinya
hingga akhirnya mencapai kesuksesan baik dalam hal karir, keluarga, percintaan
dan sesuatu yang berada di sekitarnya. Hal tersebut tercermin pada tokoh utama
dalam cerbung Kembang Tayub ini, yakni Juminten atau biasa dipanggil dengan
Jinten. Ia adalah seorang ledhek tayub yang sangat ternama di wilayahnya.
Dengan latar belakang keluarga yang sederhana, tidak menjadikan ia sombong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dengan kesuksesannya tersebut. Semua itu didapat tidak dengan cuma – cuma
melainkan dengan kerja keras. Di tengah – tengah persepsi negatif tentang profesi
ledhek tayub, Jinten tetap bertahan pada profesi yang ia jalani. Justru ia malah
berusaha mematahkan anggapan negatif yang telah merebak di masyarakat selama
ini. Ia ingin membuktikan bahwa tidak semua wanita khususnya ledhek bisa dibeli
dengan uang. Semua kekayaan dan kesusksesan yang dimiliki Jinten sekarang ini
adalah hasil jerih payahnya sendiri. Walaupun tidak dipungkiri jika banyak orang
kaya yang ingin meminang dirinya, namun ada juga yang ingin memanfaatkan ia
hanya untuk kesenangan semata.
Cobaan yang diterima oleh Jinten tidak hanya sampai di situ saja, namun
ternyata dengan profesi ledhek ini, dalam hal percintaan ia juga mengalami suatu
kesulitan. Hal itu disebabkan kembali oleh persepsi negatif dari profesi ledhek.
Ketika ia sudah menemukan pasangan hidup, ternyata ia kembali dipisahkan oleh
maut dalam sebuah kecelakaan. Tidak hanya merenggut nyawa calon suaminya
tetapi juga menyebabkan Jinten menjadi cacat permanen. Dalam
ketidaksempurnaan fisiknya dan juga ditambah dengan masalah lain, Jinten
sempat merasa putus asa. Semangatnya untuk menjadi wanita kuat, mandiri dan
tangguh, menjadikan Jinten sanggup untuk bangkit kembali dan pada akhirnya ia
mendapatkan semua yang ia inginkan. Cintanya, karirnya, keluarga yang bahagia
dan hidup yang berkecukupan.
Pada intinya hati setiap wanita pastilah mempunyai hasrat untuk hidup
berdampingan di dalam masyarakat, keluarga dan ingin hidup berdampingan
dengan orang yang berbeda jenis dan juga hidup menjalin persaudaraan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Wanita mempunyai jiwa yang ulet, trampil dan lebih cekatan daripada
laki – laki. Kondisi kehidupan wanita saat ini lebih mempunyai hasrat untuk maju,
wanita lebih ingin dianggap sama posisinya dengan para laki – laki. Citra wanita
bisa dikatakan lebih indah bila dibandingkan dengan laki – laki. Para sastrawan
mencitrakan wanita sebagai sosok yang penuh kelembutan, kesetiaan, susila,
rendah hati, pemaaf dan penuh pengabdian. Dalam Wiracarita dan Kakawin
tampak jelas bahwa pencitraan wanita cenderung merujuk sebagai sosok yang
cantik dan pandai yang menjadi pujaan (Suwardi Endraswara, 2003 : 144)
Uraian cerita di atas sedikit banyak menggambarkan permasalahan yang
terdapat dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. Pada intinya
cerbung ini ingin mengungkapkan sosok wanita dalam menghadapi permasalahan
yang dihadapinya. Ledhek1 merupakan salah satu contoh atau simbol sosok wanita
yang mungkin selama ini dianggap rendah dalam masyarakat. Kehidupannya di
dalam masyarakat pun sosok wanita yang berprofesi sebagai Ledhek seperti
dikucilkan. Mereka dianggap mempunyai status sosial yang rendah. Seiring
perkembangan zaman persepsi negatif yang melekat pada sosok wanita yang
berprofesi sebagai ledhek sedikit demi sedikit mulai terkikis. Bahkan sosok wanita
yang berprofesi sebagai ledhek kini mulai disejajarkan dengan sosok wanita pada
umumnya. Hal itu tentunya juga tidak lepas dari sifat tangguh, tidak mudah putus
asa dan mandiri yang dimiliki oleh seorang wanita.
Alasan yang menjadi dasar dipilihnya cerita bersambung Kembang Tayub
karya Wasi Jaladara untuk dikaji adalah, (1) Dari segi isi cerbung Kembang Tayub
1 Tlèdèk : wong wadon sing gawene ndjoged oet. sindèn (Poerwodarminto, 1939:609)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
ini menampilkan sosok wanita yang sesuai dengan semangat zaman. Wanita yang
diprofilkan dalam cerbung ini adalah sosok wanita yang tidak mudah putus asa,
memiliki sikap yang mandiri dan mau berjuang melawan problematika yang
terjadi dalam masyarakat. Hal ini sangat baik untuk dijadikan contoh bagi para
wanita, agar dalam kehidupan bermasyarakat wanita tidak dikatakan lemah
ataupun rendah lagi. Permasalahan yang ada dalam cerbung ini sangat kompleks
dan mengandung nilai ajaran yang tinggi serta dapat menjadi tuntunan bagi
pembaca dan masyarakat luas. Konflik dalam cebung ini bisa saja terjadi dalam
masyarakat sekarang. Dalam cerbung ini banyak sekali pelajaran-pelajaran moral
yang terkandung sehingga membuat cerita semakin menarik. Maka dari itu
cerbung ini nantinya akan diteliti secara sosiologi sastra. (2) Dari segi pengarang
Daniel Tito merupakan pengarang yang masih produktif. Sampai sekarang beliau
masih aktif menulis. Banyak karyanya yang berupa cerpen, novelet, artikel,
resensi, puisi yang dimuat dalam koran dan majalah. Sedangkan tulisan berbahasa
Jawa beliau juga sering dimuat dalam majalah berbahasa Jawa Jaya Baya,
Panjebar Semangat, dan Mekar Sari. Hasil karyanya yang sudah pernah dikaji
adalah Novel Lintang Panjerina dengan judul “Aspek Penokohan dalam Novel
Lintang Panjerina Karya Daniel Tito (Tinjauan Psikologi Sastra)” yang diteliti
oleh Marwan W.A (C0100034), sedangkan yang baru saja diterbitkan adalah
Panggung Sandiwara (antologi cerkak), Tangga Kamar (antologi cerkak) dan
cerbung Kembang Tayub.
Penelitian ini mengambil judul “Problematika Penari Tradisional Jawa
yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Penelitian ini dimulai dengan sebuah kajian
struktural yang kemudian dilanjutkan dengan kajian sosiologi sastra yang
menganalisis tentang cerminan sosok wanita Jawa dalam menghadapi
problematika sosial yang banyak terjadi dalam masyarakat.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari
apa yang seharusnya dibahas dan lebih terfokus. Permasalahan itu nantinya akan
diteliti untuk mencari pemecahan masalah. Perumusan masalah tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun
cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori
strukturalisme Robert Stanton ?
2. Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi
problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ?
3. Bagaimanakah gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam
cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun
cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori
strukturalisme Robert Stanton..
2. Mendeskripsikan penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi
problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Mendeskripsikan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam
cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian terhadap cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ini
diharapkan secara teoritis dapat menambah wawasan mengenai isi,
pengetahuan tentang sastra Jawa, terutama dalam struktur dan perspektif
sosiologi sastra.
2. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian sastra
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya.
3. Hasil penelitian diharapkan ini dapat dimanfaatkan oleh pengarang
muda sebagai pengayaan tentang penulisan karya sastra.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru bahasa
dan sastra Jawa dalam hal menambah materi pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
a. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural dapat juga dinamakan sebagai pendekatan objektif.
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan atas unsur
instrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis struktural pada dasarnya bertujuan
untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur
karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan
(wholeness). Analisis strukturalnya tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata
unsur tertentu sebuah karya fiksi, yang lebih penting adalah menunjukkan
bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap
tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Burhan Nurgiyantoro,
2007: 37)
Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur – unsur,
yaitu struktur itu sendiri dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak
antarhubungan unsur yang satu dengan unsur (unsur) yang lain. Strukturalisme
juga memberikan pemahaman terhadap analisis unsur – unsur karya sastra. Setiap
karya sastra baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda memiliki
unsur – unsur yang berbeda. Dalam hubungan inilah karya sastra dikatakan
sebagai memiliki ciri – ciri yang khas, otonom, tidak bisa digeneralisasikan.
Setiap penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Meskipun demikian perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dikemukakan unsur – unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya
sastra, yaitu : prosa, puisi dan drama. Unsur - unsur prosa di antaranya : tema,
peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau
plot, sudut pandang dan gaya bahasa (Nyoman Kutha Ratna, 2009: 91 – 93)
Sementara itu menurut Robert Stanton (2007: 23) ada tiga tataran yang
harus dilihat dalam menganalisis struktur sebuah karya sastra (fiksi). Tiga tataran
itu ialah pertama, tataran fakta – fakta cerita (the fact of story), yang dimaksud
dengan fakta – fakta cerita yaitu meliputi unsur plot, penokohan dan latar.
Unsur – unsur yang terjalin sangat erat dan membentuk struktur faktual (the
factual structure). Tataran kedua, yaitu tataran makna sentral (central meaning)
atau yang lebih dikenal dengan istilah tema. Tampilnya makna sentral atau tema
didukung oleh tataran yang pertama, yakni struktur faktual cerita yang di
dalamnya terdapat plot, penokohan dan latar. Interpretasi terhadap tema sebuah
karya sastra harus didasarkan atas fakta – fakta yang ada dalam cerita itu sendiri.
Tataran ketiga, yaitu tataran sarana kesastraan (literary devices), yang dimaksud
dengan sarana kesastraan ialah cara – cara yang digunakan oleh pengarang untuk
menyeleksi dan menyusun detil – detil sebuah cerita sehingga membentuk
pola – pola yang bermakna. Adapun tujuannya agar memungkinkan bagi para
pembaca untuk dapat melihat fakta – fakta (cerita) melalui pandangan
pengarangnya,untuk melihat apakah makna fakta – fakta (cerita) itu, dan untuk
sarana melihat pengalaman yang diimajinasikan oleh pengarang itu. Adapun
sarana kesastraan yang penting, antara lain ialah judul, point of view, style dan
tone atau gaya ekspresi pengarang, dan ironi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Perlu dijelaskan lebih lanjut di sini mengenai pengertian style, tone dan
ironi tersebut. Menurut Robert Stanton (2007: 61 – 63), yang dimaksud dengan
gaya dan tone ialah hal – hal yang berhubungan dengan penggunaan bahasa oleh
pengarang. Jadi semacam gaya ekspresi pengarang. Barangkali ada dua macam
pengarang yang sama – sama menggunakan plot, karakter dan setting, akan tetapi
akan menghasilkan dua cerita yang berbeda, sebab bahasa kedua pengarang itu
berbeda dalam kompleksitasnya, ritmenya, panjang kalimatnya, kehalusan dan
ketajamannya, kekonkritannya, dan berbeda pula dalam imaji – imaji dan
metafor – metafornya. Kesenuanya berbaur manjadi satu yang utuh dan
menentukan kualitas suatu cerita serta membentuk gaya atau style. Sedangkan
tone adalah sesuatu yang dekat hubungannya dengan gaya tadi, yaitu sikap
emosional pengarang seperi yang tampak di dalam cerita ; misalnya bersikap
menghibur, romantik, ironik, misterius, bijaksana, pemimpi, atau bersemangat.
Kemudian mengenai ironi, yaitu sesuatu yang berlawanan dengan apa yang telah
diduga sebelumnya. Ada dua jenis ironi yang biasa ditemukan dalam fiksi, yaitu
dramatik ironi dan ironic tone atau sikap emosional yang ironis. Dramatik ironi
merupakan ironi dari plot atau situasi yang dasarnya tergantung pada beberapa
kontras diametrik di antara apa yang diharapkan dengan apa yang sebenarnya
terjadi. Ironic tone yaitu ironi verbal, muncul ketika seseorang menghubungkan
maknanya dengan ekspresi berlawanan itu. Jadi ironic tone berhubungan dengan
pernyataan atau ungkapan seorang tokoh cerita yang merespon kejadian yang
berlawanan (dramatik ironi). Demikianlah tambahan penjelasan mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
beberapa aspek dari tataran ketiga (literary devices) tersebut merupakan tataran
yang menentukan estetika dan keunikan sebuah karya sastra.
1. Fakta – Fakta Cerita
a. Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa – peristiwa dalam
sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa – peristiwa yang
terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang
menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat
dabaikan karena aka berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak
terbatas pada hal – hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga
mencakup perubahan sikap, karakter, kilasan – kilasan pandangannya,
keputusan – keputusannya dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam
dirinya.
Alur merupakan tulang punggung cerita. Sebuah cerita tidak akan pernah
seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa – peristiwa
yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama
halnya dengan elemen – elemen lain, alur memiliki hukum – hukum sendiri ; alur
hendaknya memiliki bagian awal, tengah dan akhir yang nyata, meyakinkan dan
logis, dapat menciptakan bermacam kejutan dan memunculkan sekaligus
mengakhiri ketegangan. Alur mengalr karena mampu merangsang berbagai
pertanyaan di dalam benak pembaca (terkait keingintahuan, harapan, maupun rasa
takut). Jadi pandangan kita terhadap sebuah cerita sedikit banyak bergantung pada
diri kita sendiri, apakah kita sudah melewatkan atau keliru menafsirkan berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
pertanyaan yang disodorkan oleh cerita ataukah perhatian kita yang salah tempat.
Sebagian dari kita lupa bahwa kekacauan dan ketidaksinkronan sebuah cerita (kita
beranggapan bahwa tidak ada sesuatu terjadi di dalam cerita tersebut) berpangkal
pada kekeliruan kita sendiri ketika membaca. Pertanyaan – pertanyaan yang
paling efektif adalah pertanyaan – pertanyaan yang tampaknya tidak akan pernah
sepenuhnya terjawab.
Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks.
Setiap karya fiksi setidak – tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas)
yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau mengandung lebih dari satu
konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh
peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik utama selalu terikat teramat intim
dengan tema cerita ; dua hal ini bahkan bisa sangat identik. Sedangkan klimaks
adalah saat ketika konflik terasa sangat intens. Sehingga ending tidak dapat
dihindari lagi (Robert Stanton, 2007: 26 – 33)
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah
rentetan peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita, yang berkaitan dan dialami
oleh para tokoh.
b. Karakter
Sebagian besar tokoh – tokoh karya fiksi adalah tokoh rekaan. Kendati
berupa rekaan atau hanya imajinasi pengarang, masalah penokohan merupakan
satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh – tokoh tersebut
tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk
menyampaikan ide, motif, plot dan tema. Semakin berkembangnya ilmu jiwa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
terutama psiko-analisa, merupakan pula salah satu alas an pentingnya peranan
tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang
Menurut Robert Stanton (2007: 33 - 34) terma ’karakter’ biasanya dipakai
dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu – individu
yang muncul dalam dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada
percampuran dari dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral
dari individu – individu tersebut seperti yang tampak implisit. Dalam sebagian
besar cerita dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait
dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Biasanya,
peristiwa – peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau
pada sikap kita terhadap karakter tersebut.
Setiap pengarang ingin agar kita memahami setiap karakter dan motivasi
dalam karyanya dengan benar. Selain itu bukti bahkan dapat dilakukan dari
penafsiran terhadap nama – nama karakter. Bukti lain yang tidak kalah penting
adalah deskripsi eksplisit dan komentar pengarang tentang karakter yang
bersangkutan
c. Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,
semesta yang berinteraksi dengan peristiwa – peristiwa yang berlangsung. Latar
dapat berwujud dekor, latar juga dapat berwujud waktu – waktu tertentu (hari,
bulan, dan tahun)., cuaca atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung
merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang – orang yang
menjadi dekor dalam cerita. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional yang melingkupi
sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istlah ’atmosfer’. Atmosfer bisa
jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter atau
sebagai salah satu bagian dunia yang berada diluar diri sang karakter. Agar
perilaku sang karakter atau orang – orang di luar dirinya dapat sepenuhnya
dimengerti, diperlukan pengamatan mendalam terhadap dua kemungkinan diatas.
(Robert Stanton, 2007 : 35 – 36)
Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setting
merupakan keseluruhan lingkungan di mana peristiwa dalam satu cerita fiksi
terjadi, baik lingkungan tempat, waktu, maupun sosial.
d. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ’makna’ dalam
pengalaman manusia. Tema merupakan pernyataan generalisasi. Sama seperti
makna pengalaman manusia, tema menyorot dan mengacu pada aspek – aspek
kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai – nilai tertentu yang melingkupi
cerita. Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengenai dan berdampak
bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai dan memuaskan berkat
keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa
dan detail sebuah cerita. Tema (dalam cerita) memiliki kesamaan dengan apa yang
di atas disebut sebagai ’filosofi’, sedangkan struktur faktual mirip dengan
kenyataan yang dialami oleh si manusia. Tema meberi koherensi dan makna pada
fakta – fakta cerita. Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya
adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
aspek cerita turut mendukung kehadiran tema. Oleh karena itu, pengamatan harus
dilakukan pada semua hal seperti peristiwa – peristiwa, karakter – karakter atau
bahkan objek – objek yang sekilas tampak tidak relevan dengan alur utama. Jika
relevansi hal – hal tersebut dengan alur dapat dikenali, keseluruhan cerita akan
terbentang gamblang (Robert Stanton, 2007: 36 - 43).
Suatu cerita yang baik dan berbobot terbentuk karena ada tema / topik
yang dibicarakan. Dalam menulis cerita, pengarang tidak hanya sekedar bercerita
tetapi juga ingin mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu tersebut dapat
mengenai masalah kehidupan atau komentar tentang hidup, seperti percintaan,
kesedihan, ketakutan, spiritual dan sebagainya.
2. Sarana – Sarana Sastra
a. Judul
Kita mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya
sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika
judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akan tetapi,
penting bagi kita untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu
detail yang tidak menonjol. Judul semacam ini acap (terutama sekali dalam
cerpen) menjadi petunjuk makna cerita bersangkutan (Robert Stanton, 2007: 51).
b. Sudut Pandang
Pemikiran dan emosi para karakter hanya dapat diketahui melalui berbagai
tindakan yang mereka lakukan. Pendeknya, kita memiliki posisi yang berbeda,
memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam tiap cerita: di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional. Posisi
ini, pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita,
dinamakan sudut pandang. Tempat dan sifat sudut pandang tidak muncul
semerta – merta.
Dari sisi tujuan, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama; (1) Pada
orang pertama–utama, sang karakter utama bercerita dengan kata – katanya
sendiri (2) Pada orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu kerakter
bukan utama (sampingan) (3) Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu
pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya
menggambarkan apa yang dilihat, di dengar dan dipikirkan oleh satu orang
karakter saja (4) Pada orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap
karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat
membuat beberapa karakter melihat, mendengar atau berpikir atau saat ketika
tidak ada satu karakter pun hadir.
Terkadang sudut pandang digambarkan melalui dua cara yaitu subjektif
dan objektif. Dikatakan subjektif ketika pengarang langsung menilai atau
menafsirkan karakter. Bila karya dimaksudkan untuk menjadi sangat objektif,
pengarang bahkan akan menghindari usaha menampakkan gagasan – gagasan dan
emosi – emosi. Dengan demikian, pembaca harus memutuskan segalanya dari
fakta – fakta tanpa bantuan siapapun. Objektivitas lebih merupakan upaya untuk
menampilkan, mengetengahkan, dan menunjukkan sebuah situasi sedangkan
subjetivitas tidak lebih sekedar memberi tahu (Robert Stanton, 2007: 53 – 56).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
c. Ironi
Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa
sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat
ditemukan dalam hampir semua cerita. Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang
dikenal luas yaitu ironi dramatis dan tone ironis.
Ironi dramatis atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras
diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang
karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Tone ironis atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekpresi yang
mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan.
Satu – satunya cara untuk mengetahui keberadaan ironi dan
menafsirkannya adalah dengan membaca cerita berulang kali dengan teliti dan
hati – hati (Robert Stanton, 2007: 71 – 73).
d. Gaya dan Tone
Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Untuk
meningkatkan pengetahuan tentang gaya, kita harus membaca banyak cerita dari
berbagai pengarang. Disamping itu kita hendaknya membaca berbagai cerita dari
seorang pengarang.
Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone adalah sikap
emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam
berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai
mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi perasaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dengan sang karakter dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone
menjadi identik dengan atmosfer (Robert Stanton, 2007: 61 – 63).
e. Simbolisme
Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis padahal
sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Salah satu
cara untuk menampilkan kedua hal tersebut agar tampak nyata adalah melalui
simbol. Simbol berwujud detail – detail konkret dan faktual dan memiliki
kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalm pikiran pembaca.
Dengan ini, pengarang membuat maknanya jadi tampak. Simbol dapat berwujud
apa saja, dari sebutir telur hingga latar cerita seperti satu objek, beberapa objek
bertipe sama, substansi fisis, bentuk, gerakan, warna, suara, atau keharuman.
Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang
masing – masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan; (1)
Sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita
menunjukkan makna peristiwa tersebut (2) Satu simbol yang ditampilkan
berulang – ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta
cerita (3) sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda – beda akan
membantu kita menentukan tema (Robert Stanton, 2007: 64 – 65).
b. Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.
Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai
cermin kehidupan masyarakat. Kehidupan akan menjadi pemicu lahirnya karya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu mampu merefleksikan
jamannya (Suwardi Endraswara, 2003: 77). Pendekatan sosiologi sastra
menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman mulai dari
masyarakat ke individu (Nyoman Kutha Ratna, 2005: 59). Selanjutnya dikatakan
oleh Yudiono (2003 : 30) bahwa sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan
yang memperhitungkan nilai penting hubungan antara sastra dan masyarakat.
Sastra begitu dekat hubungannya dengan masyarakat, hal ini disebabkan karena :
a. Karya sastra dihasilkan oleh pengarang
b. Pengarang itu sendiri anggota masyarakat
c. Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat
d. Karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat
Pengarang dengan masyarakat selalu berhubungan, karena pengarang juga
merupakan anggota masyarakat. Sehingga wajar saja bila pengarang sebagai
pencipta karya sastra menampilkan bentuk budaya pada jamannya, bahkan dia
juga merekam gejolak sosial yang terjadi di dalam masyarakatnya. Menurut
Nyoman Kutha Ratna (2005: 283 – 284), masyarakat sebagai masalah sosiologi
sastra dapat digolongkan ke dalam tiga macam sebagai berikut :
1. Masyarakat yang merupakan latar belakang produksi karya sastra.
2. Masyarakat yang terkandung dalam karya sastra
3. Masyarakat yang merupakan latar belakang pembaca
Dalam pendekatan sosiologi sastra ada tiga komponen pokok menurut
pendapat Warren dan Wellek ketiganya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
1. Sosiologi pengarang, yang memasalahkan status sosial, ideology social
dan lain – lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.
2. Sosiologi karya sastra, yang memasalahkan karya sastra itu sendiri,
yang menjadi pokok masalah adalah apa yang tersirat dalam karya
sastra dan apa yang menjadi tujuannya.
3. Sosiologi pembaca, yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial
karya sastra (dalam Sapardi Djoko Darmono, 1979: 3)
Hubungan antara komponen di atas sangat erat, karena pengarang
merupakan bagian dari masyarakat.
Sementara itu pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat sehingga
tentunya ia memiliki hubungan dengan orang – orang lain di sekitarnya. Oleh
karena itu tidak mengherankan apabila terjadi interaksi antara pengarang dan
masyarakatnya. Sebagai akibat lebih jauh adanya jalinan yang erat antara
pengarang dan masyarakatnya, maka sering terjadi kegelisahan masyarakat
menjadi kegelisahan para pengarang. Begitu pula harapan – harapan,
penderitaan – penderitaan, aspirasi masyarakat, manjadi bagian pula dari pribadi
pengarang. Secara umum, persoalan kehidupan menjadi obsesi para pengarang
dan mereka akan memberikan respon evaluatif terhadap persoalan kehidupan itu
serta menawarkan alternatif pemecahannya yang kesemuanya itu kan tercermin di
dalam karya sastra yang mereka ciptakan. Sehubungan dengan ini, De Bonald
menyatakan bahwa ’Literature is ekspression of society’ (Harry Levin dalam
Elizabeth dan Tom Burns, 1973 : 56)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra
menelaah dan menganalisis karya sastra yang dicipta pengarang dengan mengacu
pada suatu tindakan masyarakat yang pernah direkamnya baik secara langsung
maupun dalam pikirannya. Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra
dengan mempertimbangkan segi – segi kemasyarakatan, mempunyai sikap yang
luas, beragam yang menyangkut tentang pengarang, karyanya serta pembaca.
c. Sosok Wanita Jawa
Membahas sosok wanita tidak akan lepas dari posisinya kelak sebagai istri
atau ibu. Wanita Jawa dikenal memiliki sifat yang sabar, sumarah, dan sumeleh.
Wanita Jawa juga dikenal sebagai kanca wingking sekaligus garwa (belahan
jiwa). Seorang wanita yang telah menikah akan tetap sabar, mengalah, dan diam
dalam menghadapi suaminya. Ia memunculkan totalitas yang tinggi dalam
pengabdiannya sebagai seorang istri dan ibu. Sifat feminimnya (sebagai wanita,
istri, dan ibu) mampu memberikan pengaruh bagi keluarganya. Akan tetapi,
dengan kehalusan sisi femininnya, ia dapat memberikan pengaruh yang tidak
menekan namun tetap menimbulkan kepatuhan dari suami dan anaknya. Kekuatan
dimunculkannya tidak dengan agresivitas atau secara keras (selain karena hal ini
dianggap tidak baik dalam kultur Jawa), namun cukup dengan ketenangan dan
kehalusan (sisi feminimnya) (Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto, 2010
: http://www.a12ya.asia/review/kuasa-wanita-jawa ).
Sifat-sifat nrima, pasrah, sabar, halus, setia, bakti, masih merupakan ciri
khas yang ideal mengenai wanita Jawa. Sifat-sifat seperti ini memang sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tercermin dalam wanita Jawa pada umumnya. Namun demikian tetaplah
merupakan sesuatu yang terbentuk karena lingkungan dan keadaan. Sifat nrima
dan pasrah yang sering menjadi sesuatu yang khas dari wanita Jawa ini justru
merupakan hal yang membuatnya mampu bertahan bila menghadapai kesulitan
dalam hidupnya. Nrima dan pasrah bukan berarti tidak berusaha tetapi justru
berusaha mengatasi kesulitan dan secara sadar mampu untuk menerima keadaan
dan pasrah pada nasibnya, bila suatu keadaan tidak dapat diubah lagi.
( http://sosbud.kompasiana.com)
Secara garis besar, wanita Jawa pada umumnya memiliki sifat dasar
penurut, setia, lembut. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana sikap mereka dalam
menghargai laki-laki. Tidak banyak menuntut dan mematuhi suami. Kalaupun ada
bentuk protes yang ingin disampaikan kepada suami, cenderung dengan cara yang
lembut dan penuh kasih sayang. Sifat dasar berikutnya adalah hemat dan mau
hidup susah. Hal ini bisa dilihat dalam kesederhanaan penampilan kesehariannya.
Terutama wanita-wanita yang memang masih bertahan hidup di Jawa. Mereka
tidak berlebihan dalam berpenampilan. Cenderung hemat dan mau diajak
bersama-sama memulai kehidupan dari nol meskipun dengan susah payah. Dan
sifat mendasar yang terakhir adalah tangguh, pekerja keras dan pantang menyerah.
Bukan pemandangan aneh, saat berada pada daerah pedesaan, dapat di temui
wanita-wanita jawa bekerja di sawah atau bahkan di sektor industri kecil guna
menopang ekonomi rumah tangganya. Sebenarnya bukan tanpa alasan, ketika
seorang anak perempuan diharapkan mewarisi sifat-sifat seperti tersebut di atas.
Karena bagi masyarakat Jawa sendiri, untuk bisa berhasil menjadi wanita yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
ideal, yang akan membawanya berhasil dalam menjalankan segala perannya,
maka wanita Jawa harus memenuhi watak-watak yang bisa mendukungnya
mencapai sebuah keberhasilan (Yuliarso, 2010 : http://yuliarso.multiply.com).
Adalah suatu kenyataan bahwa sesungguhnya perempuan lebih tahan
menderita dibandingkan dengan laki-laki. Bagaimana tidak, mulai usia belasan
tahun seorang anak perempuan sudah harus menjalani rasa sakit bulanan
(haid/menstruasi). Masih ditambah lagi harus membantu pekerjaan rumah tangga
dan momong adik. Sementara itu, anak laki-laki sebayanya masih dibebaskan
bermain ke sana ke mari. Sosialisasi dan enkulturasi semacam inilah yang
mengkondisikan wanita tampil sebagai sosok yang tahan menderita, suka bekerja
keras (punya etos kerja tinggi), dan bersifat conform terhadap lingkungannya.
Bahkan ada satu versi yang membuktikan bahwa pada umumnya usia janda jauh
lebih panjang dari seorang duda.
Kenyataan lain, wanita Jawa dengan berbagai latar belakang pendidikan
atau pada berbagai taraf modernisasi ternyata dapat pasrah tatkala ia menghadapi
banyak kesulitan dalam kehidupannya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tak berusaha
mengatasi kesulitan tersebut. Dengan segala kemampuannya, wanita Jawa
mencoba mengatasinya. Namun, ia secara sadar juga mampu menerima
keadaannya, dan pasrah terhadap nasibnya jika kondisinya memang tidak dapat
diubah lagi. Justru kemampuan dirinya sehingga ia tetap dapat mempertahakan
keseimbangan dirinya dan berfungsi sebagaimana diharapkan oleh lingkungannya
(Ambar Adrianto, 2010 : http://uun-halimah.blogspot.com).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Jadi pada intinya sifat khas wanita Jawa masa kini menunjukkan adanya
kombinasi antara sifat-sifat wanita Jawa tempo dulu dan sifat-sifat lain yang
berhubungan dengan pengalaman-pengalaman pendidikan dan tersedianya
berbagai kesempatan baginya dalam masyarakat sekarang ini. Artinya, ia tidak
hanya setia, bakti/bekti, sabar, tetapi juga cerdas dan kritis, berinisiatif, dan
kreatif. Selain memiliki aspirasi bagi dirinya sendiri, ia masih cenderung untuk
bersikap conform terhadap harapan-harapan orang lain. Sementara dalam
menghadapi situasi konflik yang menyangkut hubungannya dengan orang lain,
khususnya dengan siapa ia mempunyai ikatan efeksional, wanita Jawa cenderung
untuk bersikap mengalah demi memelihara hubungan yang harmonis dengan
orang-orang yang bersangkutan.
Sifat dan sikap tersebut merupakan pula kekuatannya karena wanita Jawa
dengan demikian mempunyai kesediaan yang besar untuk menyesuaikan dan
menerima berbagai kejadian yang kurang menguntungkan dalam kehidupannya.
Adapun munculnya sikap pasrah di sini bukan berarti secara pasif menerima
nasibnya. Beberapa sifat lain yang telah dikembangkan berkat pendidikan dan
pengalamannya, seperti cerdas, berinisiatif, berani bertanggung jawab, jelas
memberi kualitas lain pada arti pasrah tersebut.
Bagi wanita Jawa masa kini, pasrah berarti memilih dengan sadar untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan yang harus ia hadapi dengan tetap berusaha
untuk memperbaiki keadaan seoptimal mungkin. Oleh sebab pasrah atau
menyesuaikan diri di sini adalah pilihan yang telah dipertimbangkannya secara
matang maka mungkin justeru di sinilah letak kunci dari keseimbangan diri wanita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Jawa. Artinya, dalam menghadapi berbagai situasi yang penuh konflik baginya, ia
masih dapat berfungsi dan menampilkan diri secara baik, sesuai dengan harapan
lingkungannya.
Pelan tapi pasti, seiring dengan perjalanan waktu, di tahun-tahun
mendatang, gambaran stereotip wanita Jawa tampaknya makin menjadi tidak
relevan lagi. Kontribusi pendidikan yang kian terbuka bagi wanita Jawa jelas
berdampak pada proses perubahan tersebut. Adapun bagaimana ia akan berubah
pasti ditentukan oleh kaum wanita Jawa sendiri maupun oleh perkembangan
lingkungan sosial kita. Perubahan yang mulai sekarang sudah dapat diamati
berhubungan dengan perilaku wanita Jawa yang ingin mengisi peran ganda (atas
pilihan sendiri ataupun terpaksa) fenomenanya makin bertambah banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian sastra. Penelitian sastra adalah
usaha pencarian pengetahuan dan pemberian makna dengan hati – hati dan kritis
secara terus – menerus terhadap masalah sastra. Dalam pengertian ini, penelitian
sastra merupakan disiplin ilmu yang mempunyai objek yang jelas, mempunyai
pendekatan – pendekatan dan metode yang jelas. Penelitian sastra mengandalkan
ketelitian, ketepatan, dan kepercayaan data, serta mengikuti metode kerja ilmiah.
Sebagai suatu kegiatan ilmiah, penelitian harus dilakukan dengan dukungan teori
dan prinsip keilmuan secara lebih mendalam (Atar Semi, 1993 : 18 – 19).
Dengan mempertimbangkan karya sastra merupakan bagian integral
kebudayaan, penerapan teori dilakukan melalui dua tahapan, pertama, teori dalam
kaitannya dengan sastra sebagai produk sosial tertentu (analisis ekstrinsik), kedua
teori dalam kaitannya dengan karya sastra sebagai hakikat imajinasi dan
kreativitas (analisis intrinsik) (Nyoman Kutha Ratna, 2009 : 11). Penelitian sastra
yang dilakukan ini diharapkan dapat membantu memperoleh informasi yang
akurat dalam penelitian terhadap cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.
B. Sumber Data dan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua,
yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
teks cerbung berbahasa Jawa karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang Tayub.
Cerbung ini dimuat dalam majalah Genta no 73 April 2007 sampai dengan no 88
Desember 2007 yang terdiri dari 15 episode. Sumber data sekunder yaitu
informan yang dalam hal ini Daniel Tito (Wasi Jaladara) selaku pengarang
cerbung Kembang Tayub serta keadaan sosial budaya dan perempuan Jawa yang
didapat dari banyak buku dan web.
Data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya data primer yang
merupakan data pokok, dalam penelitian ini berupa teks cerbung yang dibangun
oleh unsur – unsur instrinsik dalam karya sastra seperti unsur fakta – fakta cerita:
alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana sastra; judul, ironi, sudut pandang, gaya
dan tone, simbolisme. Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung
terdiri dari hasil wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito (Wasi
Jaladara), serta hasil informasi dan situasi sosial yang terdapat dalam cerbung
Kembang Tayub terutama kehidupan perempuan Jawa khususnya ledhek dan
stratifikasi sosial dalam kehidupan sosial yang terdapat dalam cerbung ini yang
dapat digunakan sebagai pelengkap dan penunjang penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Content Analysis atau Analisis Isi
Teknik analisis isi juga disebut kajian isi. Krippendorff mendefinisikan
kajian isi yaitu teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan
yang replikatif dan sahih dari data atas dasar konteksnya. Sedangkan menurut
Holsti menyatakan bahwa kajian isi adalah apapun yang digunakan untuk menarik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara
objektif dan sistematis (dalam Lexy J. Moleong, 2007 : 220). Data tersebut adalah
cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara, teknik ini cara kerjanya yaitu
dengan cara menemukan unsur – unsur struktur cerbung Kembang Tayub. Teori
yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori struktural. Teori struktural
berusaha untuk memilah-milah dengnn baik unsur-unsur pembentuk suatu karya
sastra yang dalam hal ini karya sastra berbentuk prosa. Teeuw, (1984: 135)
menyatakan. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan
secara cermat, semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan
semua analisis aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna
menyeluruh.
2. Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Lexy J.
Moleong, 2007 : 186). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada
pengarang yakni Bapak Daniel Tito sebagai pengarang cerbung Kembang Tayub.
Wawancara dengan pengarang digunakan untuk mengetahui daftar riwayat hidup
pengarang, hasil karyanya dan keterangan – keterangan lain yang mendukung
penelitian.Wawancara yang digunakan bukanlah wawancara yang terstruktur
melainkan wawancara yang longgar, namun tetap terfokus pada permasalahan
penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
D. Teknik Analisis Data
Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
membaca cerbung Kembang Tayub secara berulang – ulang. Hal tersebut
dilakukan untuk menemukan dan mengetahui data struktural, sosiologi dalam
cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara .
Teknik analisis data yang pertama dalam penelitian ini yaitu analisis
struktural. Analisis struktural merupakan analisis tahap awal yang dijadikan
sebagai dasar pijakan yang mengkaji keterkaitan antar unsur karya sastra yang
berupa unsur instrinsik seperti fakta – fakta cerita : alur, karakter, latar, tema
sarana – sarana cerita : judul, sudut pandang, ironi, gaya dan tone, simbolisme.
Analisis struktural dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji dan mendeskripsikan unsur – unsur struktural dalam karya sastra fiksi
berupa fakta – fakta cerita : alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana cerita :
judul, sudut pandang, ironi, gaya dan tone, simbolisme yang satu sama lainnya
saling terkait.
Analisis kedua mengkaji aspek sosiologi, khususnya tentang gambaran
sosok wanita Jawa menghadapi problematika hidup yang terdapat dalam cerbung
KT. Dalam analisis ini pertama kali penulis mencari bentuk – bentuk
problematika hidup yang dialami oleh tokoh utama dalam cerbung, dan gambaran
kehidupan sosial masyarakat Jawa yang terjadi dalam cerita. Analisis terakhir
yaitu mengungkapkan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa yang
tercermin dalam cerbung KT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Struktural
Analisis sebuah karya sastra, yang menggunakan pendekatan struktural
tidak dapat ditinggalkan begitu saja, karena hal ini merupakan langkah awal yang
dapat membantu peneliti dalam memberikan makna atas sebuah karya sastra yang
akan dianalisis. Analisis struktural merupakan suatu cara untuk menemukan
makna keseluruhan dari suatu yang menjadi bahan kajiannya, yaitu melalui
pengupasan dan pemaparan unsur-unsur karya sastra yang membentuk keterkaitan
dan keutuhan karya sastra.
Cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara akan diteliti menggunakan
analisis berdasarkan teori struktural Robert Stanton. Analisis meliputi fakta-fakta
cerita yang terdiri dari alur, karakter, latar, dan tema; sarana-sarana sastra yang
terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi. Langkah
selanjutnya menjabarkan bagaimanakah hubungan antarunsur tersebut, sehingga
tiap-tiap unsur pembangun memiliki makna keseluruhan yang satu dan saling
melengkapi.
1. Fakta-fakta cerita
Fakta-fakta cerita atau unsur faktual terdiri dari alur/plot, karakter, dan
latar. Ketiga unsur itu adalah elemen-elemen yang berfungsi sebagai catatan
kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek
cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
a. Alur/plot
Alur menurut Robert Stanton terdiri dan rangkaian peristiwa pokok/kausal,
subplot, bagian alur.
1) Peristiwa-peristiwa pokok/kausal
a) Analisis ujaran
Analisis ini membahas tentang alur yang dibuktikan dengan penuturan
para tokoh, ujaran yang mempengaruhi peristiwa.
Seperti biasanya, pertunjukan tayub malam itu berlangsung cukup meriah.
Semua yang hadir di tempat itu hanya terfokus pada pertunjukan tayub, tidak ada
satupun penonton ataupun penari yang tidak menikmatinya. Mereka sangat
bergembira. Hal itu seperti terlihat pada kutipan berikut :
Swasana sansaya regeng. Sumringah. Bareng karo lumingsiring wengi,
kabeh katrem marang gregeting kasukan, meh tanpa kena dikendaleni.
Kabeh ! penonton, tamu undhangan, pambeksa, tan ana sing ora klarut.
Kabeh mbengok sora. Sesorak, sruwitan, binarung gamelan kang ditabuh
sigrak mawa gendhing – gendhing irama rancak (epsd 1:28)
Terjemahan:
Suasana semakin meriah. Menggembirakan. Bersamaan dengan
bergantinya malam, semua terhanyut dalam kegembiraan , hampir tanpa
bisa dikendalikan. Semua! Penonton, tamu undangan, penari, tidak ada
yang tidak terhanyut. Semua berteriak. Bersorak, bersiul diiringi gamelan
yang dimainkan penuh semangat dengan gendhing – gendhing berirama
rancak.
Penampilan Jinten pada pertunjukkan tayub itu sangatlah dinanti – nanti.
Ia adalah seorang ledhek tayub yang terkenal di daerah itu bahkan bisa disebut
sebagai the star of the tayub diantara ledhek lainnya. Bayaran yang diterima setiap
kali tampil juga cukup tinggi.
Pagelaran seni beksa kawiwitan maneh. Ledhek Jinten saka pamundhute
(kanthi mbengok) sawetara pambeksa, nyandhak sampur maneh embuh
kang kaping pira.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Ya, Jinten. Dheweke kembange. Kembang ing antarane kembang lan
kumbang. The star of the “Tayub”.
Jinten ora kok ora ngerteni bab iki. Malah dheweke banget ngrasakake
kahanane minangka Si Kembang Tayub sing lagi mekar. Uga
ngrumangsani pitukune sing ora murah kanggo sakabehing kang ditampa
iku (epsd 1:29)
Terjemahan:
Pertunjukkan dimulai kembali. Ledhek Jinten dari permintaan (dengan
teriakan) beserta penari lainnya memegang sampur kembali entah untuk
keberapakalinya.
Ya, Jinten. Ia adalah bunganya. Bunga diantara bunga dan kumbang. The
star of the “Tayub”.
Jinten bukannya tidak tahu mengenai masalah ini. Justru ia sangat
merasakan keadaan sebagai. Ia juga merasa bayarannya yang tidak murah
untuk semua yang diterimanya itu.
Seperti biasa, hampir setiap pertunjukkan selesai, Jinten dijemput oleh
kekasihnya yang bernama Marjuki. Ia adalah seorang guru desa. Namun dengan
posisinya sebagai guru desa itu terkadang membuat dirinya merasa tidak nyaman.
Posisine minangka guru desa mesthi palu batin kanggone dheweke.
Nanging kekarepan sing makantar – kantar kanggo ketemu Jinten uga ora
gampang dikendhaleni (epsd 1:29)
Terjemahan:
Kedudukannya sebagai seorang guru desa pasti memukul batinnya. Tetapi
keinginan yang menggebu – gebu untuk bertemu Jinten juga tidak mudah
dikendalikan.
Rumah Jinten memang berada di desa. Jauh dari pusat kota dan berada
ditengah hutan. Kondisi jalannyapun juga belum begitu baik.
Dalan desa wis entek. Kari dalan tengah alas sing dawane ora kurang
limang kilometer, sakdurunge tekan dalan aspal. Dalan gedhe jurusan
Jakarta – Surabaya
Amung itungan puluhan meter Jinten lan Marjuki ngrasakne aluse dalan
aspal.
Omahe wis cedhak.
Nanging isih ana ing laladan alas uga
Ning tengah, yen tandhane kuwi wit – wit jati gedhe sing ngupengi.
(epsd 1:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Terjemahan:
Jalan desa sudah habis. Tinggal jalan di tengah hutan yang panjangnya
tidak kurang dari lima kilometer, sebelum sampai jalan yang beraspal.
Jalan besar jurusan Jakarta – Surabaya
Hanya hitungan puluhan meter Jinten dan Marjuki merasakan halusnya
jalan beraspal.
Rumahnya sudah dekat.
Tetapi masih berada di daerah hutan juga.
Di tengah, jika tandanya pohon – pohon jati besar yang mengelilingi.
Keinginan Marjuki untuk meminang Jinten memang sudah diketahui
banyak orang termasuk Jinten sendiri. Dengan begitu Marjuki seharusnya tidak
perlu merasa sungkan lagi termasuk ketika harus mengantar atau menjemput
Jinten ketika ada pertunjukan tayub. Tetapi itu tidak terjadi dalam diri Marjuki. Ia
tetap merasa sungkan terhadap orang – orang disekitar dengan apa yang
dilakukannya.
Warta bab guru Marjuki bakal ngarepake ledhek Jinten dadi bojone wis
dudu amung kanggo ngilangake rasa rikuhe yen dheweke kudu suwe ana
warung kuwi. Kabeh wes ngerti. Kabeh wis krungu. Malah Mbah
Wongsoidi lanang sing suda rungon, sing biyen melu mbiyantu Mbah
Wongsoidi wedok nalika nglairake, nalika laire Jinten, uga wis krungu.
Ora perlu isin utawa pekewuh yen kepranggulan nalika ngeterake utawa
mapag Jinten. (embuh kena apa yen kudu nunggoni Jinten tanggapan
disawang uwong akeh Marjuki isih tetep rikuh (epsd 2:28)
Terjemahan:
Kabar mengenai guru Marjuki yang menginginkan ledhek Jinten menjadi
istrinya sudah bukan hanya untuk menghilangkan rasa sungkan dirinya
harus berada lama di warung itu. Semua sudah tahu. Semua sudah
mendengar. Terlebih Mbah Wongsoidi laki - laki yang sudah berkurang
pendengarannya, yang dulu sudah membantu Mbah Wongsoidi perempuan
ketika melahirkan, ketika lahirnya Jinten, juga sudah tahu.
Tidak perlu malu atau sungkan jika ketahuan ketika mengantarkan atau
menjemput Jinten. (entah mengapa jika harus menunggui Jinten pentas
dilihat orang banyak Marjuki masih tetap saja sungkan)
Sebagai konsekuensi pekerjaannya, Marjuki memang tidak memiliki
banyak waktu untuk Jinten. Dikarenakan kegiatan sekolah Marjuki yang begitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
banyak. Sehingga Jinten harus selalu menyadarinya dan mengerti keadaan
Marjuki.
“Aku ora bisa suwe – suwe, Ten,” Marjuki menehi kodhe sakwise ngiling
kopi ana lepek.
“Iki rak dina Minggu?”
“Iya. Nanging esuk iki aku ana acara karo bocah – bocah. Persiapan
kanggo lomba ketangkasan Pramuka. Iki wis tingkat kabupaten. Esdeku
makili tingkat kecamatan.” (epsd 2:29)
Terjemahan:
“Aku tidak bisa lama – lama, Ten,” Marjuki memberi tanda setelah
menuangkan kopi dalam lepek.
“Ini kan hari Minggu?”
“Iya. Tapi pagi ini aku ada acara dengan anak – anak. Persiapan untuk
lomba ketangkasan Pramuka. Ini sudah tingkat kabupaten. Esdeku
mewakili tingkat kecamatan.”
Kisah cinta Jinten dengan guru Marjuki tidak berjalan mulus begitu saja.
Sahabat Jinten yang juga berprofesi sebagai ledhek yakni Surti kurang begitu
yakin dengan hubungan mereka. Sebenarnya bukan tidak setuju, tapi pada
kenyataannya seorang ledhek sangat jarang yang memiliki suami seorang guru.
Namun andaikata Jinten bisa menjadi istri seorang guru, Surtipun juga ikut
berbahagia.
“Aja kleru tampa, Ten. Aku amung ngelikake. Pikiren tenanan sakdurunge
kebacut. Ora kok aku ndakwa elek marang Pak gurumu kuwi. Yen uwonge,
aku sakpanemu karo awakmu, cukup apik lan tanggung jawab. Iki ora
dakselaki. Minangka kanca padha wedoke. Aku utawa bisa wae Giyah,
Lastri, Narsih uga naksir. Amarga guru marjuki kuwi pancen nggantheng.
Nanging kanggo dadi bojone, apa gampang ngono kuwi?”
“Ora maido. Nanging kowe kudu eling, critane wong – wong mbiyen sing
padha karo awake dhewe. Endi sing bisa dadi karo guru? Yen karo lurah
utawa mantra malah ana. Ana sing langgeng nganti saiki. Contone Lik
Sum, Dhe Ngatmi.”
“ Nanging yen kowe sida dado karo guru Marjuki, aku uga melu seneng,
Ten. Mbokmenawa kowe siji – sijine ledhek sing dadi bojo resmi tilas
guru.” celathune Surti, setengah nglelipur, setengah nglenggana
kesalahane : wis ngganggu katentreman atine Jinten (epsd 2:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Terjemahan:
“Jangan salah mengartikan, Ten. Aku hanya mengingatkan. Pikirkan
benar – benar sebelum terlanjur. Bukannya aku mendakwa buruk pada Pak
gurumu itu. Kalau orangnya, aku sependapat denganmu, cukup baik dan
bertanggung jawab. Ini aku akui. Sebagai teman, sesama perempuan. Aku
atau bisa saja Giyah, Lastri, Narsih juga suka. Karena guru Marjuki itu
memang tampan. Tapi untuk menjadi istri, apakah segampang itu?”
“ Tidak munafik. Tapi kamu harus menyadari, cerita otrang – orang dulu
yang sama dengan kita. Mana yang bisa jadi dengan guru? Kalau dengan
lurah atau mantri justru ada. Ada yang langgeng sampai sekarang.
Contohnya Lik Sum, Dhe Ngatmi.”
“Tapi jika kamu benar - benar dengan guru Marjuki, aku juga ikut senang,
Ten. Bisa jadi kamu satu – satunya ledhek yang menjadi istri resmi bekas
guru.” kata Surti, setengah menghibur, setengah menyadari kesalahannya :
sudah mengganggu ketentraman hati Jinten.
Ucapan Surti mengingatkan Jinten akan pertemuannya dengan guru
Marjuki empat tahun yang lalu. Saat itu, Jinten duduk di kelas enam Sekolah
Dasar, sedangkan Marjuki adalah guru baru disekolah itu yang kemudian menjadi
wali kelasnya. Namun hubungan mereka tidak hanya sebatas guru dan murid
melainkan lebih dari itu.
Eling pocapane Surti dadi eling patemone pisanan karo Guru Marjuki,
patang taun kepungkur. Papane durung neng pagelaran tayub, nanging
isih ana ing lingkungan sekolahan. Ana kelas. Jinten murid kelas enem
sing sedhela maneh bakal ujian EBTA lan Marjuki guru enom sing lagi
karotengah taun ana SD kui. Uga dadi wali kelase.
Wiwit panyawang sepisan, uga kaya sing dialami Marjuki, Jinten wis
ngerteni sorot mripat kang ngemu surasa. Luwih saka sih katresnan
antaraning guru-murid, utawa anak-wong tuwa (epsd 2:29)
Terjemahan:
Teringat ucapan Surti jadi teringat pertemuan pertama dengan guru
Marjuki, empat tahun yang lalu. Tempatnya belum di pagelaran tayub,
tetapi masih di lingkungan sekolah. Di kelas. Jinten murid kelas enam
yang sebentar lagi akan ujian EBTA dan Marjuki guru muda yang baru
satu setengah tahun berada di SD itu. Juga menjadi wali kelasnya.
Semenjak pandangan pertama, juga seperti yang dialami Marjuki, Jinten
sudah tahu sorot mata yang penuh rasa. Lebih dari rasa sayang antara guru
dan murid, atau anak dengan orang tua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Suatu hari Marjuki mengajak Jinten ke suatu tempat rekreasi bernama
Tawun. Disana mereka membicarakan tentang hubungan mereka. Jinten bercerita
tentang apa yang sudah diutarakan Surti sahabatnya. Ia juga memastikan apakah
Marjuki benar – benar serius dengannya. Marjukipun tidak keberatan dengan apa
yang diutarakan oleh Jinten.
“Bener Mas Marjuki sayang Juminten?”
Ana kursi bandulan ing taman kekarone lungguh pepet – pepetan.
“Yen ora sayang awake dhewe ora prelu tekan kene,Ten. Pitakonmu aneh.
Kowe krungu kabar apa bab aku?”
“Ora. Ora ana kabar apa – apa. Aku amung takon. Supaya manteb.”
“Apa saksuwene iki kowe ora percaya?‟
“Ora ngono. Sababe…” Jinten kepeksa ngucapake maneh kabeh
omongane Surti
Lan Marjuki ngguyu
“Ora ana sing nglarang guru rabi karo ledhek. Ledhek lak uga menungsa.
Warga Negara sing sah. Gaweyan sing sah. Kowe uga duwe Kartu Induk
utawa Kartu Anggota Seniwati, ta?” (epsd 3:29)
Terjemahan:
“Benar Mas Marjuki sayang Juminten?”
Di kursi ayunan di taman keduanya duduk berdekatan
“Kalau tidak sayang kita tidak perlu sampai kesini, Ten. Pertanyaanmu
aneh. Kamu dengar kabar apa tentang aku?”
“Tidak. Tidak ada kabar apa – apa. Aku cuma tanya. Supaya yakin.”
“Apa selama ini kamu tidak percaya?”
“Bukan begitu. Soalnya …..” Jinten terpaksa menceritakan lagi semua
yang dikatakan Surti
Dan Marjuki tertawa
“Tidak ada yang melarang guru menikah denagan ledhek. Ledhek juga
manusia. Warga negara yang sah. Pekerjaan yang sah. Kamu juga punya
Kartu Induk atau Kartu Anggota Seniwati, kan?”
Ternyata tidak hanya Surti yang merasa tidak yakin terhadap hubungan
Marjuki dan Jinten. Atasan Marjuki yakni Kepala Cabang Dinas yang bernama
Pak Dwijo sepertinya juga merasa keberatan dengan hubungan mereka
“Pikiren dhisik kanthi wening, Nak Marjuki. Lagi kokputusake.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Bakune, minangka ndhuwuran, Pak Dwijo kabotan yen anak buahe ngepek
bojo ledhek. Iki bisa ngregeti citra korps. Kan isih akeh guru – guru putri
kang cocok lan pantes dipek bojo?(epsd 4:28)
Terjemahan:
“Pikirkan dahulu dengan tenang, Nak Marjuki. Baru kamu putuskan.”
Intinya, sebagai atasan, Pak Dwijo keberatan jika anak buahnya
mempunyai istri ledhek. Ini bisa mencemari citra korps. Kan masih banyak
guru – guru perempuan yang cocok dan pantas dijadikan istri ?
Selang beberapa waktu Marjuki bertemu dengan Kencur. Penjual tempe
yang dulu pernah menjadi muridnya waktu SD. Kencur adalah kakak kelas Jinten.
Dari pertemuan mereka, Marjuki mendapatkan informasi tentang Jinten dan
akhirnya dapat berjumpa kembali dengan Jinten.
“Jinten sakniki dados ledhek kondhang, Pak Marjuki pun mireng?”
“…Pak Mar mboten pengin panggih?”
“Wiwit riyin kula ngertos, Bapak naksir Jinten. Lan Jinten ugi remen kalih
Bapak.”(epsd 4:29)
Terjemahan:
“Jinten sekarang jadi ledhek kondang, Pak Marjuki sudah mendengar?”
“…Pak Mar tidak ingin bertemu?”
“Dari dulu saya tahu, Bapak menyukai Jinten, dan Jinten juga suka dengan
Bapak.”
Hubungan Marjuki dan Jinten semakin lama semakin renggang. Apalagi
setelah Marjuki mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan dari seseorang
yang tidak dikenal. Ia curiga, bahwa yang mencelakai dirinya adalah Kusdi,
juragan kayu paling terkenal di Kedunggalar yang juga sama – sama mencintai
Jinten.
Marjuki ngglethak neng rumah sakit kanthi rai lan awak kang bengep.
Warta kang santer keprungu, guru Marjuki dikroyok uwong sing ora
dikenal neng ndalan nalika arep mapag Jinten. (epsd 5:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Terjemahan:
Marjuki terbaring di rumah sakit dengan wajah dan tubuh yang pucat.
Kabar yang santer didengar, guru Marjuki dikeroyok orang yang tidak
dikenal di jalan ketika akan menjemput Jinten.
Pada kenyataannya Jinten memang tidak memiliki perasaan yang lebih
kepada juragan Kusdi. Hatinya masih untuk Marjuki meski ia sudah berprasangka
buruk pada Jinten.
Jinten ora nresnani juragan Kusdi. Ora kok amarga wis nduwe Marjuki
minangka sisihan. Nanging pancen ora tertarik temenan….. Jinten amung
ora kepencut. Kuwi ae.(epsd 6:29)
Terjemahan:
Jinten tidak mencintai juragan Kusdi. Bukan karena sudah memiliki
Marjuki sebagai pendamping. Tapi memang tidak tertarik….. Jinten hanya
tidak jatuh cinta. Itu saja.
Kusdi menyangkal ketika Jinten bertanya mengenai masalah penganiayaan
yang dilakukan terhadap Marjuki. Sebenarnya Jinten tidak menuduh Kusdi namun
hanya ingin memastikan saja.
“Apa mungkin aku nganti tega tumindak jahat ngono marang Pak
Marjuki. Aku wis kenal apik wiwit mbiyen. Malah wektu Pak Marjuki dadi
panitiya pentas seni murid SD sak kecamatan aku melu nyumbang.”
(epsd 6:29)
Terjemahan:
“Apa mungkin hingga aku tega bertindak jahat seperti itu pada Pak
Marjuki. Aku sudah kenal baik dari dulu. Malah waktu pak Marjuki
menjadi panitia pentas seni murid SD se-kecamatan aku ikut
menyumbang.”
Pertengkaran antara Marjuki dengan Jinten semakin menjadi – jadi.
Marjuki merasa sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Semuanya sudah
selesai. Ia sudah tidak mau peduli. Jinten pasrah mengetahui Marjuki bersikap
seperti itu. Hanya bisa menangis menerima kenyataan pahit dan Jinten memilih
membagi bebannya bersama Kencur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
“Pancen wis dadi nasibku, Cur. Ora sida dadi bojone guru. Nanging ora
apa – apa. Ora dadi bojo guru, ora diundang Bu Guru ya ra patheken.”
“Ya aja nyalahne guru-ne. Sing salah kuwi wonge.”
“Apa bedane? Kabeh wong mbiyen ya wis nyemoni aku “Bu Guru”. Ora
Bu Marjuki.”(epsd 7:29)
Terjemahan:
“Memang sudah jadi nasibku, Cur. Batal menjadi istri guru. Tapi tidak
mengapa. Tidak menjadi istri guru, tidak dipanggil Bu Guru ya tidak
masalah.”
“Ya jangan menyalahkan guru-nya. Yang salah itu orangnya.”
“Apa bedanya? Semua orang dulu ya sudah memanggilku “Bu Guru”.
Bukan Bu Marjuki.”
Setelah mengakhiri hubungannya dengan Jinten, menurut kabar Marjuki
akan segera melangsungkan pernikahan dengan rekan seprofesinya yang bernama
Palupi. Hal tersebut disampaikan oleh Kencur kepada Jinten.
“Eh, Ten. Kowe wis krungu?”
“Apa?”
“Pak Marjuki arep rabi.”
“Iki tenan lho. Pak Praktik, langgananku tempe kang bukak percetakan
cedhak stasiun kae sing omong. Uleme dicetak neng kana. Calone uga
guru.”(epsd 7:29)
Terjemahan:
“Eh, Ten. Kamu sudah dengar?”
“Apa?”
“Pak Marjuki akan menikah.”
“Ini sungguhan. Pak Praktik, pelangganku tempe yang membuka
percetakan dekat stasiun itu yang bilang. Undangannya dicetak disana.
Calonnya juga guru.”
Suatu hari Kusdi memberanikan diri untuk meminta Jinten menjadi
istrinya.
“Apa Dhik Jinten gelem dadi bojoku?”(epsd 8:29)
Terjemahan :
“Apa Dhik Jinten mau menjadi istriku?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Masalah penganiayaan terhadap Marjuki memang sudah berlalu cukup
lama. Baik Marjuki maupun Jinten kini sudah memiliki hidup sendiri – sendiri.
Mereka sudah tidak peduli. Tapi siapa pelakunya justru semakin jelas.
Penganiayaan itu dilakukan oleh lima orang pemuda yang berasal dari lingkungan
dimana Marjuki tinggal.
Ana wong lima kesangkut tindak kroyokan kang tumanduk marang Guru
Marjuki.
“Dhik Jinten ora pengin nonton sidhange?”
“Kanggo apa?”
“Ora kepengin mangerteni rupa – rupane wong sing ngroyok? Pranyata
wong – wong mau nom – noman kono wae sing meri marang Pak Marjuki
lan gawe rencana jahat.”
“Ora ana gunanae,”saurane Jinten aras – arasen (epsd 10:28)
Terjemahan :
Ada lima orang yang tersangkut peristiwa keroyokan yang terjadi pada
Guru Marjuki.
“Dhik Jinten tidak ingin melihat sidangnya?”
“Untuk apa?”
“Tidak ingin tahu wajah – wajah orang yang mengeroyok? Ternyata
orang – orang tadi pemuda sana saja yang iri pada Pak marjuki dan
membuat rencana jahat.”
“Tidak ada gunanya,” jawab Jinten tidak bersemangat
Pernikahan antara Jinten dengan Juragan Kusdi sudah mulai mewabah di
desa – desa. Maklum saja Jinten sendiri adalah ledhek yang yang sudah terkenal
sedangkan Kusdi adalah juragan kayu paling kaya se-Banjarejo. Banyak yang
memprediksikan pernikahan mereka akan sangat meriah.
Isih rancangan nanging wis nggegerake. Desa – desa sak-kiwa tengen
tanah kelairane Jinten kuwi kaya melu tangi saka turu angklere. Jinten
sing kondhang minangka ledhek saiki dadi luwih kondhang maneh sakwise
dipesthekake dadi bojone juragan kayu paling sugih sak-Banjarejo.
Oleh wae kabeh padha methek menawa pahargyan rabine Jinten lan
Kusdi bakal rame banget. Paling rame antarane pahargyan sing wis tau
dianakake ing tlatah kono (epsd 10:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Terjemahan :
Masih rencana tapi sudah menggemparkan. Desa – desa kiri-kanan tempat
kelahiran Jinten itu seperti ikut bangun dari tidur pulasnya. Jinten yang
terkenal sebagai ledhek sekarang jadi lebih terkenal lagi setelah dipastikan
menjadi istri juragan kayu paling kaya se-Bangunrejo.
Boleh saja semua menebak kalau pesta pernikahan Jinten dan Kusdi akan
ramai sekali. Paling ramai diantara pesta yang pernah digelar di daerah itu.
Rencana pernikahan Kusdi dan Jinten akhirnya batal. Mereka mengalami
kecelakaan di daerah Kebakkramat sehabis berbelanja kebutuhan pernikahan.
Kusdi meninggal dan Jinten masih selamat.
Nalika calon manten sakloron mulih saka Solo saperlu blanja
kekurangane kabutuhan, panther-e ditabrak truk tebu ing laladan
Kebakkramat. Tabrakan kang banget nggegirisi.
Kusdi slamet. Nanging amung bisa ambegan rong jam ana rumah sakit
Panti Kosala Solo. Sabanjure dheweke ora ketulung amarga kakehan
ngetokke getih.
Jinten slamet…(epsd 11:28)
Terjemahan :
Ketika kedua calon pengantin pulang dari Solo guna berbelanja
kekurangan kebutuhan, panthernya ditabrak truk tebu di daerah
Kebakkramat. Tabrakan yang sangat memprihatinkan.
Kusdi selamat. Tapi hanya bisa bertahan dua jam di rumah sakit Panti
Kosala Solo. Selanjutnya ia tidak tertolong karena kebanyakan
mengeluakan darah.
Jinten selamat…
Jinten sudah pulih dari sakit akibat kecelakaan. Namun sayang keadaannya
sangat jauh berbeda. Tangan dan kakinya dinyatakan cacat permanen. Ia sudah
tidak bisa normal seperti dulu lagi.
Jinten kaanggep mari sakwise dirawat suwene telung wulan. Nanging
nyatane tangan lan sikile ora bisa pulih kaya wingi uni. Sikile ora bisa
lurus yen dianggo ngedeg lan tangane rada ceko (epsd 11:29)
Terjemahan :
Jinten dianggap sembuh setelah dirawat selama tiga bulan. Tapi
kenyataannya tangan dan kakinya tidak bisa pulih seperti dulu lagi.
Kakinya tidak bisa lurus kalau dipakai berdiri dan tangannya agak ceko.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Masih dalam suasana berduka. Mantan guru tarinya yang bernama
Sriyatun tiba – tiba datang kerumahnya. Selain bermaksud untuk menjenguk ia
juga membawa kabar gembira untuk Jinten. Ia memberitahu bahwa sindhen
Sumiyati sanggup menjadi guru Jinten jika ia benar – benar ingin berlatih
menyanyi. Hal itu memang cita – cita Jinten sejak dulu yakni menjadi ledhek
tetapi juga bisa menyanyi seperti sindhen dan sindhen Sumiyati adalah salah satu
favoritnya.
“Aku wis crita akeh – akeh marang dheweke bab awakmu. Ketoke
dheweke simpati marang kahananmu. Banjur nawani, yen kowe gelem,
dikongkon dolan – dolan mrana. Yen mligi mulang, kaya kursus, ana
dalan. Bisa diterke neng nggone Pak Karno sing nyinaoni biyen.
Kebeneran Pak Karno nganti saiki isih ndhalang lan isih laris. Sapa
ngerti isih gelem nampa kowe minangka murid.”(epsd 12:29)
Terjemahan :
“Aku sudah cerita banyak ke dia tentang dirimu. Kelihatannya dia tertarik
kepadamu. Lalu menawari, jika kamu mau, disuruh main – main kesana.
Kalau khusus mengajar, seperi kursus, ada jalan. Dapat diantar ke tempat
Pak Karno yang melatih dulu. Kebetulan Pak Karno sampai sekarang
masih pentas dan masih laku. Siapa tahu masih mau menerima kamu
sebagai murid.
Kencur yang sudah lama memendam rasa cinta terhadap Jinten, kini mulai
berani untuk mengungkapkannya meski sebenarnya ia takut ditolak.
“Ya kuwi goblokku, Ten. Ngapa aku malah nggathukke maneh kowe karo
Pak Marjuki, kamangka aku dhewe naksir kowe.”
“Lha ngapa kok ora kandha dhewe neng aku?”
“Kuwi goblokku sing kepindho. Ngapa aku ora wani. Nanging dakkira
wektu kuwi kowe mesthi wegah nampa aku.”(epsd 13:28)
Terjemahan :
“Ya itu bodohku, ten. Kenapa aku justru menjodohkanmu lagi dengan Pak
Marjuki, padahal aku sendiri suka sama kamu.”
“Kenapa kok tidak bilang padaku sendiri?”
“Itu kebodohanku yang kedua. Kenapa aku tidak berani. Tapi kupikir
waktu itu kamu pasti tidak mau menerimaku.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Mendengar Kencur mengungkapkan cintanya, bukan lantas Jinten mau
menerima sahabatnya itu untuk menjadi pasangannya. Jinten masih merasa berat.
Jauh sebelum Kencur mengungkapkan cintanya, ketika ia belajar nyindhen di
rumah Pak Karno, ia melakukan kesalahan besar bersama dengan Siwidayat.
Anak dhalang Karno yang masih duduk di bangku SMA.
Sawijining wengi. Nalika udan deres nelesi salumahing bumi Ngarum,
Jinten wis nindakake kaluputan kang paling gedhe…
Siwidayat, jenenge bocah lanang kang lagi kelas loro SMA, sing manut
crita, dening Gusti lagi diparingke sak-wise ganep laimalas taun anggone
dhalang Karno omah – omahan, wis mranani atine Jinten (epsd 13:29)
Terjemahan :
Suatu malam. Ketika hujan deras membasahi bumi Ngarum. Jinten sudah
melakukan kesalahan besar…
Siwidayat, nama anak laki – laki yang baru kelas dua SMA, yang menurut
cerita, oleh Tuhan baru diberikan ketika genap lima belas tahun dhalang
Karno berumahtangga, sudah menarik hati Jinten.
Niat Jinten untuk membuat Kencur agar tidak berharap lebih kepadanya
ternyata gagal. Kencur tetap saja menerima Jinten apa adanya. Bahkan ia meminta
Jinten untuk menjadi istrinya.
“Saiki aku wis kelangan prawanku tenan.”
“Aku ora nganggep ngono mau. Amarga wektu kuwi, pas kadadeyan kuwi,
mengkono mau kang mbok anggep apik kanggo dilakoni. Mengkono uga
wektu kowe nampa Guru Marjuki, nampa Juragan Kusdi, apa aku ya bisa
nyalahne? Apa bedane? Sing cetha saiki aku nglamar kowe, njaluk kowe
dadia bojoku. Mbok tampa utawa ora. Kuwi wae. Wangsulana.”
(epsd 14:28)
Terjemahan :
“Sekarang aku sudah kehilangan kegadisanku.”
“Aku tidak menganggap itu tadi. Sebab waktu itu, pas kejadian itu, seperti
itu tadi yang kamu anggap bagus untuk dilakukan. Seperti juga waktu
kamu menerima Guru Marjuki, menerima Juragan Kusdi, apa aku bisa
menyalahkan? Apa bedanya? Yang jelas sekarang aku melamarmu,
memintamu menjadi istriku. Kamu terima atau tidak. Itu saja. Jawablah.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Siwidayat sangat mencintai Jinten meskipun usia mereka terpaut jauh.
Bahkan ia bersumpah, jika Jinten bersama orang lain ia akan bunuh diri.
“Aku banget nresnani Mbak Jinten,”
“Aku ora bakal lali karo sumpahku. Aku bakal nglalu menawa Mbak
Jinten gelem karo wong lanang liya.”(epsd 14:29)
Terjemahan :
“Aku sangat mencintai Mbak Jinten,”
“Aku tidak akan lupa dengan sumpahku. Aku akan bunuh diri jika Mbak
Jinten mau dengan lelaki lain.”
Kencur memang tidak pernah patah semangat. Ia mencoba melamar Jinten
kembali dan akhirnya untuk kali ini ia berhasil, Jinten menerima lamaran Kencur.
Sedangkan Siwidayat, Jinten memilih untuk meninggalkannya.
“Ya. Awake dhewe mengko bebarengan ngadhep Pak Saji lan Mbok
Parni. Aku bakal nembung kanthi rembug lanangku.”
“Buktekna.”
“Delengen wae. Nanging aku perlu takon apa kowe dhewe siap?”
“Aku mesthi mbuktekake omonganku dhewe.”(epsd 15:29)
Terjemahan :
“ Ya. Kita nanti bersama – sama menghadap Pak Saji dan Mbok Parni.
Aku akan meminang dengan jiwa laki – lakiku.”
“Buktikan.”
“Lihat saja. Tapi aku perlu bertanya apakah kamu sendiri siap?”
“Aku pasti siap membuktikan perkataanku.”
b) Tindakan
Tindakan adalah sikap yang dilakukan para tokoh setelah menerima ujaran
dari tokoh lain. Berikut kutipannya:
Profesi guru memang dianggap terhormat oleh orang tua Jinten. Mereka
sangat menyambut baik Marjuki tiap kali datang untuk mengantar ataupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
menjemput Jinten. Namun hal itu tidak dilakukan terhadap teman – teman Jinten
yang lain yang tentunya tidak berprofesi sebagai guru.
“Sapa sing ngeterke, Ten?”
“Kuwi, Mas Marjuki.”
“Oo. Mangga pinarak, Mas Guru.” kandhane Mbok Parni gupuh. Mesthi
ngono kuwi. Sakjane iki ora mung sepisanan utawa kang kapindho
Marjuki ngeterke Juminten.
Pakurmatan kang ajeg.
Malah luwih tinimbang upamane mantri Damin utawa Carik Suroto sing
padha – padha duwe ati marang Jinten. Embuh apa sababe. Mbok
menawa wae wong loro sing kerep nekani warunge Mbok Parni kuwi wis
duwe bojo. Utawa pancen status guru rasane luwih kinurmat ana laladan
kono. Luwih kinurmatan (epsd 2:28)
Terjemahan:
“Siapa yang mengantar, Ten?”
“Itu, Mas Marjuki.”
“Oo. Mari masuk, Mas Guru.” kata Mbok Parni sopan. Pasti seperti itu.
Sebenarnya ini tidak yang pertama kali atau yang kedua kalinya Marjuki
mengantarkan Juminten.
Kehormatan yang selalu.
Justru lebih dibandingkan seandainya Mantri Damin atau Carik Suroto
yang sama – sama mempunyai rasa dengan Jinten. Entah apa sebabnya.
Mungkin saja dua orang yang sering mendatangi warung Mbok Parni itu
sudah punya istri. Atau memang status guru rasanya lebih terhormat di
daerah itu. Lebih dihormati.
Setelah lulus SD, hubungan mereka memang tidak ada kelanjutannya.
Jinten melanjutkan ke SMP namun tidak sampai selesai. Ia memilih untuk tinggal
dirumah hingga pada akhirnya bertemu dengan Ledhek Sriyatun. Guru yang
menjadikan ia sampai seperti sekarang ini.
Pungkasane yakuwi kenale karo Ledhek Sriyatun, ledhek kondhang saka
Tambakselo, laladan kono uga. Ledhek wis umur kang pungkasane
ngowahi dalan uripe Jinten nganti tekan panguripane sing saiki.
(epsd 3:29)
Terjemahan:
Akhirnya yakni perkenalannya dengan Ledhek Sriyatun, ledhek kondhang
dari Tambakselo daerah situ juga. Ledhek yang sudah berumur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
akhirnya merubah jalan hidup Jinten hingga sampai pada kehidupannya
sekarang.
Setelah lama tak ada kabar mengenai Marjuki. Tiba – tiba Kencur datang
memberi kabar tentang Marjuki. Ia mencoba mempertemukan Jinten kembali
dengan Marjuki.
Kencur banjur ngrancang patemon kang banjur disetujoni Marjuki.
Jinten nampa kanthi seneng…
Uga patemon kapindho. Kencur kang ngatur, sakwise luwih dhisik
nyolong – nyolong kanggo ngerteni jadwal tanggapane Jinten (epsd 4:29)
Terjemahan:
Kencur kemudian merancang pertemuan yang kemudian disetujui Marjuki.
Jinten menerima dengan senang..
Juga pertemuan kedua. Kencur yang mengatur, setelah terlebih dahulu
mencuri – curi untuk mengetahui jadwal pentas Jinten.
Tidak hanya Marjuki saja yang jatuh hati pada Jinten. Kusdi juga demikian
dan keluarga Jinten menyambut dengan baik pula. Suatu hari Kusdi memberikan
sesuatu pada keluarga Jinten, namun Jinten tidak mengetahuinya. Hingga akhirnya
ketika terjadi pertengkaran karena hal itu. Jinten lebih memilih menghindar
daripada suasana tambah keruh.
Kanggo nyingkrihi regejegan kang ora ana gunane dheweke banjur mlebu
senthong (epsd 6:28)
Terjemahan:
Untuk menghindari pertengkaran yang tidak ada gunanya ia kemudian
masuk kamar.
Beberapa waktu yang lalu Marjuki memang mengalami pengeroyokan.
Entah mengapa lantas ia menuduh Kusdi sebagai dalang dari semua itu. Jinten
mencoba mengklarifikasi hal tersebut pada Kusdi, namun ia menyangkal bahwa
bukan ia dalangnya. Ia bersedia menemui Marjuki jika memang Jinten tidak
percaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
“Mengko aku kang bakal nemoni Mas Marjuki dhewe.”(epsd 7:28)
Terjemahan:
“Nanti aku yang akan menemui Mas Marjuki sendiri.”
Kusdi memang orang kaya, namun kehidupan rumahtangganya boleh
dikatakan kurang beruntung. Mengalami beberapa kali nikah cerai. Alasannya,
istrinya selingkuh karena tidak kunjung diberikan momongan. Padahal Kusdi juga
sudah melakukan check up. Begitu ia berbagi kepada Jinten.
“Pak Kusdi wis ngupaya menyang…”
“Dokter? Dukun? Tabib? Wong pinter? Wis ping pira wae aku nemoni
wong – wong mau.” (epsd 8:28)
Terjemahan:
“Pak Kusdi sudah mencoba ke….”
“Dokter? Dukun? Tabib? Orang pintar? Sudah beberapa kali saja aku
menemui orang – orang tadi.”
Pada akhirnya Jinten mau membuka hati untuk Kusdi dan sanggup
menjadi istrinya. Tidak lama kemudian Kusdi melakukan prosesi lamaran
bersama keluarganya.
Kuwi kedadeyan liya dina ing sasi Sawal. Kulawarga saka pihak Kusdi
nglamar temenan. Mobil loro kebak, komplit sak uba rampe panglamar
(epsd 10:28)
Terjemahan:
Itu kejadian lain hari di bulan Syawal. Keluarga dari pihak Kusdi
benar – benar melamar. Dua mobil penuh, lengkap dengan seperangkat
lamarannya.
Pernikahan Jinten memang batal dan semenjak tragedi itu ia lebih memilih
di rumah. Suatu hari, Sriyatun datang ke rumahnya untuk menyampaikan kabar
gembira pada Jinten. Bahwa ia baru saja bertemu dengan ledhek Lasmi dan
sindhen Sumiyati yang keduanya adalah idola Jinten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
“Ten, tekaku rene, sakliyane tilik keslametanmu, uga ana perlu sethithik
kang ana sesambungane karo nasibmu. Yen kowe ora gelem njoget tenan,
iki aku nduwe usul. Nanging kabeh mau yen kowe setuju, lho.” Sriyatun
mendheg anggone guneman. Nunggu reaksine Jinten (epsd 12:29)
Terjemahan:
“Ten, kedatanganku kemari, selain menjengukmu, juga ada perlu sedikit
yang ada kaitannya dengan nasibmu. Jika kamu tidak mau menari benar,
ini aku punya usul. Tapi semua tadi kalau kamu setuju, lho.” Sriyatun
berhenti bicara, menunggu reaksi dari Jinten.
Sempat terdengar kabar bahwa Kencur akan menikah. Tetapi sayang pada
akhirnya juga harus batal. Namun ketika Jinten memintanya untuk bercerita
Kencur justru bersikap cuek. Maklum saja karena Kencur mencintai Jinten.
“Ya apa wae. Bab calon bojomu sing jaremu gagal kuwi uga bisa. Utawa
bab prawan liya sing saiki lagi mbok oyak utawa ngoyak kowe.”
Kencur ora banjur nyauri. Malah dolanan kunci kontak. Nguncalake lan
nangkep nganggo tangan siji (epsd 13:29)
Terjemahan:
“Ya apa saja. Mengenai calon istrimu yang katamu gagal itu juga bisa.
Atau mengenai gadis lain yang sekarang baru kamu kejar atau
mengejarmu.”
Kencur tidak lantas menjawab. Justru bermain kunci kontak. Dilempar dan
ditangkap memakai satu tangan.
Suatu hari, tanpa direncanakan Kencur dan Siwidayat bertemu di rumah
Jinten. Pada mulanya Siwidayat yang lebih dahulu datang dengan menggunakan
Suzuki Katana. Baru kemudian disusul Kencur yang hanya menggunakan sepeda
motor. Kencur merasa cemburu dan ia lebih memilih untuk pergi sebentar.
Kencur sing rumangsa diremehke langsung pamitan. Ora pamit. Nanging
kandha “Aku lunga dhisik.” (epsd 14:29)
Terjemahan:
Kencur yang merasa diremehkan langsung berpamitan. Tidak pamit. Tapi
berkata “Aku pergi dulu.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Kencur kembali datang. Ia memilih mengajak Jinten membicarakan
masalah mereka di tempat lain. Di jalan menuju Desa Banjarejo, di tengah hutan
mereka berhenti. Percakapan dimulai, tak lama kemudian tangan Kencur mulai
gemetar. Kencur mulai emosi. Melihat hal tersebut Jinten tak ingin diperlakukan
kasar.
Jinten ngomong banter karo ngedohi lengene Kencur sing obah gemeter.
“Aja main kasar. Aku durung apa – apamu. Awake dhewe bisa mbatalake
sakabehane saiki tanpa etungan apa – apa.”(epsd 15:29)
Terjemahan:
Jinten berkata keras dan menjauhi lengan Kencur yang menjadi gemetar.
“Jangan main kasar. Aku belum apa – apamu. Kita bisa membatalkan
semuanya sekarang tanapa perhitungan apa – apa.”
Pertengkaran terus terjadi. Hingga pada akhirnya Kencur mengakui
kesalahannya. Jinten mulai luluh walau masih sedikit emosi. Kencur mengakhiri
pertengkaran itu dengan memeluk Jinten. Kencur tertawa bahagia.
Kencur ngruket Jinten karo ngguyu
Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau
ana gubug, papan panggonane para Polsus alas pinuju ngaso. Ing
sajroning udan sinurung angin kang nyempyok jejogedan Kencur
ngrangkul Jinten. ngruket Jinten. Luwih kenceng (epsd 15:29)
Terjemahan :
Kencur memeluk Jinten dengan tertawa
Kencur menarik lengan Jinten. Mengajak berlari. Di dekat situ tadi ada
gubug, tempat dimana para Polsus hutan ketika istirahat. Di tengah hujan
terdorong angin yang menari – nari, kencur merangkul Jinten. Memeluk
Jinten. Lebih kencang.
c) Perubahan sikap
Perubahan sikap yang dialami para tokoh karena sesuatu atau tindakan dari
tokoh lain. Berikut kutipannya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Jinten memang bersikeras untuk melanjutkan hubungannya dengan
marjuki. Namun salah satu sahabat Jinten yang bernama Surti berusaha untuk
mengingatkan Jinten agar berpikir benar – benar apakah keputusan menikah
dengan Guru Marjuki itu sudah tepat. Jinten menjadi bingung.
Tembung – tembunge Surti pancen cukup ampuh. Nyatane saiki gawe
atine bingung (epsd 2:29)
Terjemahan:
Kata – kata Surti memang cukup ampuh. Nyatanya sekarang membuat
hatinya bingung.
Awal masuk SMP Jinten mengalami sakit tipes. Butuh waktu lama untuk
pengobatan hingga sampai benar – benar sembuh. Namun setelah sembuh ia justru
tidak ingin lagi melanjutkan sekolahnya.Ia mendengar kabar bahwa tidak akan
naik kelas karena sudah ketinggalan jauh mengenai pelajaran.
Nanging Jinten wis kebacut aras – arasen mlebu sekolah maneh.
Luwih – luwih nalika krungu klesak – klesik yen dheweke bakal ora
munggah amarga wulangane keri banget (epsd 3:28)
Terjemahan:
Tetapi Jinten sudah terlanjur tidak bersemangat masuk sekolah lagi.
Lebih – lebih ketika mendengardesas – desus kalau dirinya tidak akan
naik kelas karena pelajarannya tertinggal banyak sekali.
Kepastian dari Marjuki bahwa ia benar – benar mencintai Jinten. Bahkan
akan melamar Jinten pula untuk menjadi istrinya membuat Jinten tenang. Setelah
sebelumnya ia ragu terhadap Marjuki.
Mbokmenawa wae Jinten ora mudheng kabeh omongane Marjuki sing
ruwet. Nanging katon banget yen praupane sumringah. Nandhakake yen
atine lega. Gorehing piker sing saksuwene iki tansah ngreridhu ati wis
kawangsulan (epsd 3:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Terjemahan:
Mungkin saja Jinten tidak paham semua omongan Marjuki yang ruwet.
Tapi kelihatan sekali kalau wajahnya gembira. Menandakan kalau hatinya
lega. Ruwetnya pikir yang selama ini sangat menyiksa hati sudah terjawab.
Sakit hati Marjuki kembali terbuka. Ketika mendengar bahwa selama ini
Jinten mencintainya. Kencur memang telah menceritakan semuanya kepada
Marjuki setelah sekian lama marjuki tidak bertemu dengan Jinten.
Bisa wae pocapane Kencur kang pungkasan amung reka – reka. Nanging
pancen Marjuki kepilut. Lara brantane kumat maneh (epsd 4:29)
Terjemahan:
Bisa saja perkataan Kencur yang terakhir hanya mengada – ngada. Tapi
memang Marjuki tertarik. Sakit hatinya kambuh kembali.
Ayah Marjuki memang kurang begitu setuju dengan hubungan mereka.
Wajar saja, karena beliau masih menganut kepercayaan Jawa yang masih kuat.
Jinten anak nomor tiga dan Marjuki anak pertama. Dalam kepercayaan Jawa jilu
memang tidak diperbolehkan. Marjuki yang semula tetap pada pendiriannya.
Lama – kelamaan hatinya menjadi luluh mendengar perkataan ayahnya.
Tan wurunga atine Marjuki dadi mengkeret uga. Apa maneh yen ngelingi
perjuangane wong lanang wuta aksara nanging nduweni tekad waja
kuwi...(epsd 5:28)
Terjemahan:
Tidak dipungkiri hati Marjuki jadi luluh juga. Apalagi kalau teringat
perjuangan laki - laki buta aksara tapi mempunyai tekad kuat itu…
Marjuki hanya diam ketika mengetahui Jinten menjenguknya bersama
dengan Juragan Kusdi. Ia cemburu.
Marjuki ora nyauri. Uga sorot mripate ora nuduhake wangsulan. Sak
liyane sakpletik geni cemburu kang sansaya murub, ngobong awake Jinten
sakojur kang isih nganggo jarit lan kebayak (epsd 5:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Terjemahan:
Marjuki tidak menjawab. Juga sorot matanya tidak memperlihatkan
jawaban. Selain sepercik api cemburu yang semakin menyala, membakar
seluruh tubuh Jinten yang masih memakai jarik dan kebaya.
Marjuki terus menerus menuduh Kusdi sebagai pelakunya. Jinten tidak
suka dengan sikap Marjuki yang terlalu dini menuduh orang itu. Pertengkaranpun
tidak dapat dihindari. Tidak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya Jinten
mulai terpojok dengan kata – kata Marjuki.
Jinten sansaya kepojok. Katone wis ora bisa didandani maneh.
Tresna-sujana-dhendham, rasane wis dadi rasa kang kudu manunggal
(epsd 5:29)
Terjemahan:
Jinten semakin terpojok. Sepertinya sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Cinta-benci-dendam, rasanya sudah jadi rasa yang harus menjadi satu.
Selama ini Jinten memang ahli dalam menari. Tapi tidak dengan
menyanyi. Dalam hati ia ingin bisa menguasai keduanya. Ia ingin seperti ledhek
Lasmi, idolanya. Jika perlu ia akan berguru langsung kepadanya.
Kudu golek guru liyane, grenenge. Yen perlu, meguru langsung marang
ledhek Lasmi (epsd 6:29)
Terjemahan:
Harus mencari guru lainnya, batinnya. Jika perlu, berguru langsung pada
ledhek Lasmi.
Perdebatan sengit antara Mbok Parni dengan Jinten mengenai Kusdi masih
saja berlanjut. Meski Jinten batal menikah dengan Marjuki, namun bukan berarti
ia harus menikah dengan Kusdi. Mbok Parni yang masih saja menginginkan
Jinten menikah dengan Kusdi akhirnya mengalah.
Pungkasan simboke ngalah (epsd 7:29)
Terjemahan:
Akhirnya ibunya mengalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Hati Jinten menjadi luluh ketika Kusdi menceritakan alasan mengapa
rumah tangganya selama ini tidak pernah bertahan lama. Kusdi sering ditanggal
selingkuh oleh istrinya karena dianggap tidak bisa memberikan keturunan.
Atine luluh saknalika.
Tuwuh rasa welas. Kedudut atine. Lan embuh rasa apa maneh kang angel
dijlentrehake. Kanggo kandha seneng rasane isih adoh (epsd 8:29)
Terjemahan :
Hatinya luluh seketika.
Timbul rasa kasihan. Terketuk hatinya. Dan entah rasa apa lagi yang sulit
dijelaskan. Untuk berkata suka rasanya masih jauh.
Ada sedikit rasa trauma pada diri Jinten semenjak hubungannya dengan
Marjuki kandas. Ia memang tidak lantas menerima pinangan dari lelaki lain. Ia
lebih memilih pasrah dalam hal jodoh. Tidak ingin terlalu memilih seperti dulu.
Jinten bener – bener pasrah bab jodho. Dheweke ora pilih – pilih maneh.
Kabeh wong lanang kang nyedhak; kang mbudidaya narik kawigaten ana
ing tanggapan papan tayub utawa mburu nganti tekan omah, neng
warung, kabeh dilanggati kanthi apik, grapyak, semanak, tanpa pilih
kasih.
Kajaba kang kurang ajar, Jinten ora wigah – wigih nyikapi kanthi galak.
Juweh (epsd 8:29)
Terjemahan :
Jinten benar – benar pasrah dalam hal jodoh. Ia tidak memilih – milih lagi.
Semua lelaki yang mendekati; yang berusaha menarik perhatian di tempat
pertunjukan tayub atau mengejar sampai rumah, di warung, semua
ditanggapi dengan baik, ramah tamah, tanpa pilih kasih.
Kecuali yang kurang ajar, Jinten tidak segan – segan memperlakukan
dengan ketus. Cerewet.
Kencur adalah pemuda yang berkepribadian menarik. Meski ia hanya lulus
SMP karena tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah, namun tetap
mempunyai cita – cita yang tinggi. Ingin menjadi orang sukses. Ia tidak pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
malu dengan profesinya sebagai penjual tempe. Ia pekerja yang ulet. Hingga ia
bisa mempunyai dua anak buah seperti sekarang ini.
Mangkat saka pangerten mau, Kencur sregep nggelak usahane. Wiwit
saka dadi buruh adol nganti bisa gawe tempe dhewe kanthi pawitan
dhewe. Saka amung pawitan dhele sepuluh kilo nganti bisa ngentekke sak
kintal sedinane. Saka amung dodolan dhele nganti saiki wis nduwe anak
buah loro tanggane, padha – padha drop-out, melu mbiyantu dheweke
(epsd 9:29)
Terjemahan :
Berangkat dari pengertian tadi, Kencur rajin mengembangkan usahanya.
Mulai dari menjadi buruh jual sampai bisa membuat tempe sendiri dengan
modal sendiri. Dari hanya modal kedelai sepuluh kilo sampai dapat
menghabiskan satu kintal seharinya. Dari hanya jualan kedelai hingga
sekarang sudah mempunyai anak buah dua tetangganya, sama – sama
drop-out, ikut membantu dirinya.
Secara fisik keadaan Jinten bisa dikatakan sudah tidak normal lagi setelah
kecelakaan yang merenggut nyawa Kusdi. Semenjak kejadian itu Jinten merasa
karirnya sebagai ledhek sudah berakhir. Tidak ada harapan lagi untuk kembali
menekuninya.
Minangka ledhek, Jinten rumangsa wis cuthel. Ora ana pangarep – arep
kanggo bali neng donyane maneh (epsd 11:29)
Terjemahan :
Sebagai ledhek, Jinten merasa sudah berakhir. Tidak ada harapan untuk
kembali ke dunianya.
Sriyatun memang sebelumnya kurang begitu memperhatikan perubahan
yang ada pada Jinten. Namun setelah dicermati, timbul rasa trenyuh dalam diri
Sriyatun. Betapa khawatirnya gadis yang pernah menjadi muridnya itu dengan
keadaan cacat seperti sekarang.
Sriyatun namatake. Trenyuh. Bisa ngrasakake kaya ngapa sumelange
prawan ayu kang tau dadi muride kuwi (epsd 12:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Terjemahan :
Sriyatun mencermati. Trenyuh. Bisa merasakan bagaimana khawatirnya
gadis cantik yang pernah menjadi muridnya itu.
Jinten merasa bingung dengan tawaran Sriyatun untuk berguru pada ledhek
Sumiyati. Karena semenjak kecelakaan dan dinayatakan cacat, ia tidak
mempunyai keinginan apa – apa kecuali masih tetap ingin hidup.
Jinten sansaya bingung. Saksuwene nganggur iki dheweke ora nduweni
pepinginan apa – apa. Nadyan pengin tetep urip, tegese ora karep
nganyut tuwuh, nanging pepenginan dadi apa. Wis ora ana neng pikirane
maneh (epsd 12:29)
Terjemahan :
Jinten semakin bingung. Selama menganggur ini ia tidak mempunyai
keinginan apa – apa. Walaupun masih ingin hidup, tetapi keinginan untuk
menjadi apa, sudah tidak ada dipikirannya lagi.
Kencur rupanya mulai kesal dengan ketidakseriusan Jinten ketika
membahas tentang perasaannya. Ia juga melontarkan kata – kata yang agak keras
kepada Jinten. Jinten berubah menjadi pucat dan hanya bias menangis
menanggapi perkataan Kencur.
Tan wurung Jinten dadi pucet. Luwih pucet tinimbang nalika pisanan
njoget utawa nyindhen.
Jinten ora bisa mangsuli kanthi tembung. Wangsulan kang paling jujur
diwakili dening tangis sesenggukan kang banjur bedhah ing pangkone
Kencur (epsd 13:29)
Terjemahan :
Tidak dipungkiri Jinten menjadi pucat. Lebih pucat dibanding ketika
pertama kali menari atau nyindhen.
Jinten tidak bisa menjawab dengan kalimat. Jawaban yang paling jujur
diwakili dengan tangis yang kemudian tertumpah di pangkuan Kencur.
Kencur memang tidak peduli dengan keadaan Jinten. Walaupun JInten
telah menceritakan semuanya. Apapun itu Kencur tetap ingin ia menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pendamping hidupnya. Kencur mengutarakan hal tersebut pada Jinten. Jinten
hanya bisa diam ketika Kencur memintanya untuk menjadi istrinya.
Jinten ora kuwawa mangsuli.
Amung awake kang mbegegeg
Amung lambene kang tinutup rapet.
Amung mripate kang nyawang…
Jinten ora bisa mangsuli (epsd 14:28-29)
Terjemahan :
Jinten tidak kuasa menjawab.
Hanya tubuhnya kaku
Hanya mulutnya yang tettutup rapat
Hanya matanya yang melihat ..
Jinten tidak bisa menjawab.
d) Pandangan
Pandangan terhadap sesuatu yang disertai pemikiran-pemikiran setelah
terjadinya perubahan sikap terhadap suatu tindakan. Berikut kutipannya:
Posisi Marjuki sebagai seorang guru merupakan tekanan batin baginya.
Namun keinginan untuk bertemu dengan pujaan hatinya, Jinten juga tidak bisa
dikendalikan. Hal ini menyebabkan konflik batin untuknya.
Posisine minangka guru desa mesthi palu batin kanggone dheweke.
Nanging kekarepane sing makantar – lantar kanggo ketemu Jinten uga ora
gampang dikendhaleni (epsd 1:29)
Terjemahan:
Posisi sebagai guru desa pasti palu batin baginya. Namun keinginannya
yang berapi – api untuk bertemu Jinten juga tidak gampang dikendalikan.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hubungan Jinten dan Marjuki,
namun sebagai sahabat Jinten, Surti ingin yang terbaik untuk Jinten. Menurutnya
jika ada yang jauh lebih baik mengapa Jinten tidak mau melakukannya. Daripada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Jinten memaksakan diri dengan hubungan itu, namun masyarakat berpandangan
buruk.
Jinten ngguyu. Ora karep nggeguyu. Nanging dirasakake uga lucu
pitakone kanca kenthele mau.
“Aku tenanan, Ten. Minangka kanca raket, aku wajib ngelikake yen ana
bab-bab sing ora beres ngenani awakmu.”(epsd 2:29)
Terjemahan:
Jinten tertawa. Tidak berniat menertawakan. Tetapi merasa juga lucu
pertanyaan teman dekatnya tadi.
“Aku serius, Ten. Sebagai teman dekat, aku wajib mengingatkan jika ada
hal – hal yang tidak beres mengenai dirimu”
Profesi sebagai ledhek dianggap tidak layak untuk bersanding dengan
profesi sebagai pendidik atau guru. Mungkin karena status sosial mereka yang
berbeda. Namun Marjuki tidak peduli. Ledhek dianggap pekerjaan yang sah.
Karena Jinten juga memiliki Kartu Anggota Seniwati.
“Ora ana sing nglarang guru rabi karo ledhek. Ledhek lak uga menungsa.
Warga negara sing sah. Gaweyan sing sah. Kowe uga duwe Kartu Induk
utawa Kartu Anggota Seniwati, ta?”
Jinten manthuk
“Nah, kuwi jenenge sah – sah wae aku rabi karo kowe.” (epsd 3:29)
Terjemahan:
“Tidak ada yang melarang guru menikah dengan ledhek. Ledhek kan juga
manusia. Warga negara yang sah. Pekerjaan yang sah. Kamu juga punya
Kartu Induk atau Kartu Anggota Seniwati kan?”
Jinten mengangguk
“Nah, itu berarti sah – sah saja aku menikah dengan kamu.”
Tidak jauh beda dengan Jinten, teman Marjuki yang bernama Mugiono
juga mengingatkan dia agar berfikir kembali. Menurutnya Marjuki akan menyesal
karena ledhek dianggap rendahan dalam masyarakat.
“Kowe suk bakal getun, Mar. Aku ora kok karep ngremehake drajate
ledhek. Nanging nresnani ledhek padha karo mburu layangan pedhot.
Mumbul ginawa angin ora genah tibane, sakwise kecandhak wis
rowak-rawek amarga nggo rebutan wong akeh.”(epsd 4:28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Terjemahan:
“Kamu besuk bakal menyesal, Mar. Aku bukan kok mau meremehkan
derajatnya ledhek. Tapi mencintai ledhek sama saja dengan mengejar
layangan putus. Terbang terbawa angin tidak tentu jatuhnya, setelah
tertangkap sudah sobek – sobek karena untuk berebut orang banyak.”
Dalam masyarakat Jawa tidak hanya perbedaan status sosial saja yang
dipermasalahkan dalam pemilihan jodoh. Salah satu contoh yang lain adalah
pekawinan jilu yang dalam masyarakat Jawa tidak diperbolehkan karena dianggap
membawa sial dikemudian harinya. Perkawinan jilu yakni perkawinan yang
dilakukan oleh anak pertama dan anak ketiga. Hal tersebut ternyata juga terjadi
pada Jinten dan Marjuki. Marjuki adalah anak pertama dan Jinten adalah anak
ketiga. Itulah yang menyebabkan ayah Marjuki belum sepenuhnya setuju dengan
pernikahan mereka.
Ora amarga Jinten kuwi ledhek kang ndadekake ora setuju. Nanging bab
adat-kapercayan, bab jilu, kelairan nomer siji lan nomer telu. Miturut
kapercayan ing laladan kono, bebrayan ngono mau bisa nekakake
kedadeyan – kedadeyan sing ora nyenengake ing tembe mburi.
Kedadeyane ora mesthi padha, nanging mesthi ora kepenak dirungokake
yen kudu digawe contone (epsd 4:29)
Terjemahan:
Bukan karena Jinten itu ledhek yang menjadikan tidak setuju. Tetapi
tentang adat kepercayaan, tentang jilu, kelahiran nomor satu dan nomor
tiga. Menurut kepercayaan di daerah itu, rumah tangga seperti itu dapat
menyebabkan kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan di kemudian
hari. Kejadiannya tidak pasti sama, tapi pasti tidak enak didengarkan jika
harus dibuat contohnya.
Jinten sebenarnya juga mempunyai cita – cita ingin menjadi ledhek yang
besar, ternama. Namun dia menyadari latar belakang keluarga yang sederhana
sangat sulit untuk mewujudkan cita – citanya itu. Demikianlah yang diungkapkan
Jinten kepada Kusdi tentang cita – citanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
“Apa Dik Jinten uga pengin dadi ledhek gedhe?”
“Gedhe lan ora kuwi amarga bakat lan keturunan. Yen simbokku cilik,
bapakku cilik, mosok aku bisa dadi gedhe?” Jinten sengaja ndagel.
“Kepinginan,mesthi nduwe. Kaya kang diduweni kabeh menungsa. Amung
yen aku isih angel. Isih durung ketemu dalane. Bisa dadi kaya saiki wae
rasane wis kaya kanugrahan. Atase aku iki amung anake wong ngisor wit
jati.” Jinten mangsuli blaka. Mbok menawa amarga wis gawe dolanan
wong tuwa (epsd 6:29)
Terjemahan:
“Apa Dik Jinten juga ingin menjadi ledhek besar?”
“Besar dan tidak itu karena bakat dan keturunan. Kalau ibuku kecil,
bapakku kecil, masak aku bisa jadi besar?” Jinten sengaja bercanda
“Keinginan pasti ada. Seperti yang dipunyai semua manusia. Hanya kalau
aku masih sulit. Masih belum ketemu jalannya. Bisa jadi seperti ini saja
rasanya sudah seperti anugerah. Meskipun aku ini hanya anaknya orang
bawah pohon jati.” Jinten menjawab apa adanya. Mungkin karena sudah
membuat mainan orang tua.
Menikah dengan orang yang seharusnya menjadi ayahnya dianggap Jinten
kurang etis. Apalagi seorang yang terkenal kaya atau biasa disebut juragan. Jinten
menganggap seorang juragan besar biasanya juga suka mempermainkan wanita.
Untuk itu dia kurang begitu setuju jika ibunya menjodohkannya dengan Juragan
Kusdi.
“Ora rabi karo Pak Marjuki ora ateges kudu rabi karo Juragan Kusdi,
Mbok. Simbok seneng anake dirabi wong lanangkang umure pantes dadi
bapake?”
“Hus! Kowe aja angger ngomong. Ngono – ngonoa dheweke kuwi juragan
gedhe. Sakkecamatan Kedunggalar iki amung dheweke juragan kayu kang
nduwe perusahaan bak trek.”
“Bojone akeh.”
“Rak wis dipegat kabeh.”
“Yakuwi.”
“Apa?”
“Seneng rabi.”(epsd 7:29)
Terjemahan:
“Tidak menikah dengan Pak Marjuki bukan berarti harus menikah dengan
Pak Kusdi, Mbok. Simbok senang anaknya dinikahi lelaki yang umurnya
pantas menjadi bapaknya?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
“Hus! Kamu jangan seenaknya berbicara. Begitu – begitu dia itu juragan
besar. Se-kecamatan Kedunggalar ini hanya dia juragan kayu yang punya
perusahaan bak truk.”
“Istrinya banyak,”
“Kan sudah dicerai semua.”
“Yaitu.”
“Apa?”
“Suka menikah.”
Menurut Kusdi, laki – laki yang tidak bisa memberikan keturunan
biasanya akan ditinggal istrinya selingkuh. Begitu cerita Kusdi kepada Jinten
tentang kehidupan rumah tangganya. Padahal menurut dokter dia normal – normal
saja, hanya saja bibitnya kurang begitu kuat sehingga harus dibantu dengan obat.
“… Nanging saka pamriksan dhokter ahli ning Surabaya, aku
normal – normal wae. Ana sethithik cathetan menawa bibitku kurang
kuwat, nanging bisa dibiyantu kanthi obat. Amung diperlokake bojo kang
ngerti, sabar lan setya. Iki isih angel. Wanita – wanita mau luwih seneng
ndakwa aku mandhul. Lan ora ana ukuman kang trep tumrap wong lanang
mandhul kajaba ditinggal selingkuh.”(epsd 8:28)
Terjemahan:
“… Tapi dari pemeriksaan dokter ahli di Surabaya, aku normal – normal
saja. Ada sedikit catatan kalau bibitku kurang kuat, tapi bisa dibantu
dengan obat. Hanya diperlukan istri yang mengerti, sabar dan setia. Ini
masih sulit. Wanita – wanita tadi lebih senang mendakwa aku mandul.
Dan tidak ada hukuman yang pantas bagi lelaki mandul kecuali ditinggal
selingkuh.”
Bagi Jinten menjadi wanita itu tidak enak. Terkadang pria suka
menyepelekan bahkan sering juga melecehkan wanita bahwa wanita itu bisa dibeli
dengan uang. Begitulah pengalaman pribadi Jinten yang dia ceritakan secara
terbuka kepada sahabatnya Kencur.
“Dadi wong wedok kuwi ora menak, Cur.”
“Ya pas kahanan ora menak. Wong lanang yo ngono. Nanging sing paling
ora menak kuwi dadi banci. Kahanan sing kepriye wae.”(epsd 9:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Terjemahan:
“Jadi wanita itu tidak enak,Cur.”
“Ya pas keadaan tidak enak. Pria juga begitu. Tapi yang paling tidak enak
itu jadi banci. Keadaan bagaimanapun.”
Banyak yang meramal bahwa karir Jinten akan tetap bersinar karena dia
menjadi ledhek karena sebuah wahyu. Namun juga ada yang memprediksikan
karirnya akan berakhir setelah menikah.
Pangira – ira ngenani karir-e Jinten ing donyaning tayub sansaya
sumebar kaya wabah epidemi. Akeh kang ngramal isih bakal terus amarga
apa wae alesane „wahyu‟ ledhek isih manggon ning dheweke. Nanging
luwih akeh sing nyekra karire Jinten uga bakal cuthel sanalika sakwise
dadi bojone Kusdi. Apa Kusdi lila bojone sing ayu menik – menik kuwi
dadi sawangane wong akeh ?(epsd 10:29)
Terjemahan:
Prediksi – prediksi mengenai karir Jinten di dunia tayub semakin
menyebar seperti wabah epidemi. Banyak yang meramal masih bakal terus
karena apa saja alasannya „wahyu‟ ledhek masih berada di dirinya. Tetapi
lebih banyak yang menyangkal karir Jinten juga akan berakhir seketika
setelah jadi istri Kusdi. Apa Kusdi rela istrinya yang cantik imut – imut itu
menjadi perhatian orang banyak.
Bagi Jinten seorang ledhek itu harus cantik terutama dari segi fisik. Karena
itu adalah salah satu modal agar tetap digunakan. Mana ada yang menggunakan
ledhek yang sudah cacat secara fisik. Jinten begitu meyerah dengan keadaannya
setelah kecelakaan yang menyebabkannya cacat permanen.
Kabeh pitutur kang katujokake marang dheweke dirasakake amung
ngapusi, amung lamis – lamising lambe. Kabeh amung panglipur. Ora ana
kang jujur. “Jinten isih payu amarga ayu.” Apa isih nyenengke nyawang
ledhek ceko? Utawa ledhek kang sikile semper (epsd 11:29)
Terjemahan:
Semua perkataan yang ditujukan kepadanya dirasa hanya berbohong,
hanya manis di bibir. Semua hanya menghibur. Tidak ada yang jujur.
“Jinten masih laku karena cantik.” Apa masih menyenangkan memandang
ledhek ceko? Atau ledhek yang kakinya semper.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Jinten kembali optimis terhadap karirnya setelah kedatangan Sriyatun.
Baginya Sriyatun adalah malaikat. Karena ketika dia sangat putus asa Sriyatun
datang menawarkan padanya jalan menuju seorang ledhek yang besar. Jinten pun
tidak menyia – nyiakan kesempatan itu.
“Aku wis crita akeh – akeh marang dheweke bab awakmu. Ketoke
dheweke uga simpati marang kahananmu. Banjur nawani, yen kowe
gelem, dikongkon dolan – dolan mrana. Yen mligi mulang, kaya kursus,
ana dalan. Bisa diterke neng nggone Pak Karno sing nyinaoni biyen.
Kebeneran Pak Karno nganti saiki isih ndhalang lan laris. Sapa ngerti
gelem nampa kowe minangka murid.”
Jinten nampa katrangan mau kanthi seneng. Ing pangrasane wektu kuwi
Sriyatun dudu ledhek senior maneh,nanging malaikat tukang tetulung
kang njelma (epsd 12:29)
Terjemahan:
“Aku sudah bercerita banyak kepadanya mengenai dirimu. Kelihatannya
dia juga simpati dengan keadaanmu. Kemudian menawarkan, jika kamu
mau, disuruh main- main kesana. Kalau hanya mengajar, seperti kursus,
ada jalan. Bisa diantar ke tempat Pak Karno yang mengajarinya dulu.
Kebetulan Pak Karno sampai sekarang masih ndhalang dan laku tinggi.
Siapa tahu mau menerima kamu sebagai muridnya.”
Jinten menerima keterangan itu dengan senang. Perasaannya waktu itu
Sriyatun bukan ledhek senior lagi. Tapi malaikat tukang penolong yang
menjelma.
Lelaki yang sudah mapan atau sukses tidak akan sulit mencari istri.
Tinggal tunjuk, tidak akan ada wanita yang menolak. Begitulah Jinten
membesarkan hati sahabatnya Kencur yang sedang patah hati.
“… Nanging ngomong – ngomong kena apa ora golek bocah wadon liya.
Isih akeh, ta? Kowe kuwi wis sukses lho, Cur. Kari nuding wae, ora ana
prawan sing ora nolak. Pokok drijimu ora bengkong wae.” (epsd 13:29)
Terjemahan:
“… Tapi ngomong – ngomong kenapa tidak mencari wanita yang lain.
Masih banyak kan? Kamu itu sudah sukses lho, Cur. Tinggal tunjuk saja,
tidak ada gadis yang tidak menolak. Yang penting jarimu tidak bengkon
saja.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Kencur adalah orang yang mau menerima apa adanya Jinten. Meskipun
Jinten sudah berterus terang tentang keadaannya. Namun Kencur tetap pada
pendiriannya ingin meminang Jinten.
Jinten banjur blaka, crita apa anane kanthi karep supaya Kencur ora
duwe pengarep – arep maneh marang dheweke. Mula pangocape digawe
luwih dramatis. Utamane bageyan kang bisa nuwuhake rasa cemburu.
Nanging sikape Kencur malah gawe Jinten kaget dhewe (epsd 14:28)
Terjemahan :
Jinten lalu berterus terang, bercerita apa adanya berharap agar Kencur
tidak mempunyai harapan lagi pada dirinya. Maka perkataannya dibuat
lebih dramatis. Terutama bagian yang bisa menimbulkan rasa cemburu.
Tapi sikap Kencur justru membuat Jinten kaget sendiri.
Selepas tersakiti oleh Marjuki, Jinten menganggap hampir semua pria itu
sama saja. Hanya mengumbar janji tanpa ada pembuktian. Bahkan anggapan itu
juga dijatuhkan kepada sahabatnya sendiri, Kencur. Jinten benar – benar kecewa.
“… dene Guru Marjuki amung pinter ngocapake „arep ngrabi – arep
ngrabi‟. Buktine?
Kuwi gambaranmu uga, Cur! Kowe amung pinter ngomong. Kowe kuwi
wong lanang kang amung lamis – lamis lambe., pinter micara, nanging
ing tumindhak ora ana kang bisa diarep – arep.”(epsd 15:29)
Terjemahan :
“…sedang Guru Marjuki hanya pandai berkata „mau menikahi-mau
menikahi‟. Buktinya?
Itu gambaranmu juga, Cur! Kamu hanya pintar bicara. Kamu itu laki – laki
yang hanya manis – manis di bibir, pintar berkata, namun dalam tindakan
tidak ada yang bisa diharapkan
e) Keputusan
Keputusan merupakan tindakan akhir yang diambil oleh para pelaku/tokoh
dalam cerita yang mempengaruhi jalannya cerita dan yang menggerakkan alur.
Berikut kutipannya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Satu setengah tahun setelah lulus dari SD. Kisah cinta Jinten dan Marjuki
tidak terdengar lagi. Jinten memutuskan sudah ingin melupakan Marjuki.
Saksuwene karotengah taun kuwi –sakwise lulus SD- ora ana tutuge
lelakon bab Marjuki. Lan Jinten wis meh nglalekake gurune kuwi
(epsd 3:28)
Terjemahan:
Selama satu setengah tahun itu –setelah lulus SD- tidak ada kelanjutan
cerita bab Marjuki. Dan Jinten sudah akan melupakan gurunya itu.
Jinten tidak peduli terhadap omongan orang sekitar. Termasuk orang
tuanya sendiri. Ia memutusakan tidak akan menerima cinta Kusdi.
Wis ben uwong arep ngomong apa. Jinten wis mutusake : ora bakal
nampa tresnane Kusdi (epsd 6:29)
Terjemahan:
Biarlah orang berkata apa. Jinten sudah memutuskan : tidak akan
menerima cinta Kusdi. .
Tidak ada gunanya lagi Jinten memberikan penjelasan pada Marjuki
mengenai Kusdi. Marjuki merasa masalah mengenai Kusdi sudah selesai dan tidak
perlu dibahas lagi.
“Dakkira wis ora ana perkara maneh ing antarane awake dhewe, Ten.
Kabeh wis rampung. Wis cuthel. Lan kowe ora perlu kuwatir. Mas
Kusdi-mu ora bakal dakapak – apakake..” (epsd 7:29)
Terjemahan:
“Aku kira sudah tidak ada masalah lagi diantara kita, Ten. Semua sudah
selesai. Sudah tamat. Dan kamu tidak perlu khawatir. Mas Kusdi-mu tidak
akan kuapa- apakan..”
Jinten merasa benci terhadap Marjuki karena perlakuan dan perkataannya
kurang mengenakkan. Ia bersumpah tidak akan menikah dengan seorang guru.
“Aku sumpah ora bakal rabi karo guru.” pambengoke batine. Ora bakal
keprungu liyan (epsd 7:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Terjemahan:
“Aku janji tidak akan menikah dengan guru. “ jerit batinnya. Tidak akan
didengar orang lain. .
Semenjak hubungannya dengan Jinten kandas. Marjuki memutuskan
menikah dengan seorang guru juga yang bernama Palupi.
Nalika undhangan kuwi bener – bener diwaca dening Jinten (amung melu
maca. Kuwi ulem kanggo Kencur, Jinten dhewe ora dikirimi), ana jeneng
Marjuki lan Palupi ana kono. Ora diselaki atine geter (epsd 7:29)
Terjemahan:
Ketika undangan itu benar – benar dibaca oleh Jinten (hanya ikut
membaca. Itu undangan untuk Kencur, Jinten sendiri tidak diberi), ada
nama Marjuki dan Palupi disitu. Tidak dipungkiri hatinya bergetar.
Kusdi ingin memperbaiki citranya yang selama ini kurang baik di mata
masyarakat. Ia bertekad harus memiliki hidup yang baru.
Kusdi kepengin mesisan ndandani citrane sing kurang apik : tukang
kawin, kanthi tuntase kasus mau lan ngrabi Jinten sarana resmi.
Pokoke Kusdi pengin duwe lembaran urip kang anyar (epsd 10:28)
Terjemahan :
Kusdi ingin sekalian memperbaiki citranya yang kurang baik : tukang
kawin, dengan tuntasnya kasus tadi dan menikahi Jinten secara resmi.
Pokonya Kusdi ingin mempunyai lembaran hidup yang baru .
Jinten lebih memilih tinggal di rumah neneknya yang bernama Sutoijoyo
setelah sembuh dari sakitnya akibat kecelakaan yang merenggut nyawa Kusdi.
Bukan di rumah orang tuanya lagi. Kutipan:
Dheweke mutusake ora manggon ana warung maneh. Pilih manggon neng
Bangunrejo, neng omahe mbahe, Sutoijoyo (epsd 11:29)
Terjemahan:
Ia memutuskan tidak tinggal di warung lagi. Memilih tinggal di
Bangunrejo, di rumah neneknya, Sutoijoyo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Akhirnya, Kencur memutuskan akan menemui orang tua Jinten untuk
melamar. Sebagai bukti bahwa Kencur memang serius terhadap Jinten. Setelah
Jinten mau memberikan kesempatan untuknya.
“Ya. Awake dhewe mengko bebarengan ngadhep Pak Saji lan Mbok Parni.
Aku bakal nembung kanthi rembug lanangku.” (epsd 15:29)
Terjemahan:
“Ya. Kita nanti bersama – sama menghadap Pak Saji dan Mbok Parni. Aku
akan melamar dengan jiwa priaku.”
2) Subplot
Subplot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian
dari alur utama. Cerbung KT ini memiliki subplot yang menceritakan perjalanan
hidup tokoh Jinten dalam meraih karir dan cintanya. Pertentangan
adat-kepercayaan banyak mendominasi tidak mulusnya perjalanan Jinten yang
menjadi suatu konflik – konflik berkelanjutan.
3) Bagian alur
a) Awal
Juminten atau lebih sering dipanggil Jinten, adalah seorang ledhek tayub
yang sudah terkenal. The Star of Tayub, itulah sebutannya. Seorang ledhek dengan
bayaran yang tidak murah dalam setiap kali tampil. Keluwesan dan lirikan yang
menggoda membuatnya menjadi idola para pria dari berbagai kalangan. Berikut
kutipannya :
Sakjroning solah bawa, igelan ngundang birahi, ledhek Jinten nyeblakake
pucuk selendhang dikantheni lirikan nggodha marang tamu undhangan.
Neng kono isih ana Pak Lurah Subur, Pak Sekcam Giarto, Pak Mantri
Alas Damin, Pak Mantri Kesehatan Lasidi, sing lungguh ing larapan kursi
ngarep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Ya, Jinten. Dheweke kembange. Kembang ing antarane kembang lan
kumbang. The Star of The Tayub.
Jinten ora kok ora ngertenibab iki. Malah, dheweke banget ngrasakake
kahanane minangka si Kembang Tayub sing lagi mekar. Uga
ngrumangsani pitukune sing kerep ora murah kanggo sekabehing kang
ditampa iku.
Ora pisan pindho dheweke kudu misah wong lanang – lanang sing
bengkerengan amarga rebut kawigaten saka dheweke. Ora pisan pindho,
perkara ngono mau kedadeyan nalika pasugatan tayub durung rampung.
Kaya sing sak banjure dibubarake sakdurunge wancine (epsd 1:28-29)
Terjemahan:
Dalam keluwesan, igelan mengundang birahi, ledhek Jinten menggibaskan
ujung sampur dibarengi dengan lirikan menggoda kepada tamu undangan.
Disana masi ada Pak Lurah Subur, Pak Sekcam Giarto, Pak Mantri Alas
Damin, Pak Mantri Kesehatan Lasidi, yang duduk di deretan kursi depan.
Ya, Jinten. Dia bunganya. Bunga diantara bunga dan kumbang. The Star of
The Tayub.
Jinten sendiri bukannya tidak tahu hal ini. Justru, dia sangat merasakan
keadaan sebagai si Bunga Tayub yang baru mekar. Juga merasa
bayarannya yang tidak murahuntuk semuanya yang diterima itu.
Tidak sekali dua kali dia harus melerai para pria yang bertengkar karena
berebut perhatian darinya. Tidak sekali dua kali, masalah seperti itu tadi
terjadi ketika pertunjukkan tayub belum usai. Seperti yang setelahnya
dibubarkan sebelum waktunya.
b) Tengah
i. Konflik
Konflik dalam cerbung KT ini bermula ketika kisah kasih antara Jinten
dengan Marjuki mulai terjalin. Marjuki yang seorang guru dan Jinten seorang
ledhek meyebabkan kisah cintanya tidak berjalan mulus. Banyak pertentangan di
dalam keluarga, teman – teman terdekat juga masyarakat sekitar. Status sosial
mereka di dalam masyarakat dianggap berbeda tingkatan.
Kutipan:
“Ora ana sing nglarang guru rabi karo ledhek. Ledhek lak uga menungsa.
Warga negara sing sah. Gaweyan sing sah. Kowe uga duwe Kartu Induk
utawa Kartu Anggota Seniwati, ta?”
Jinten manthuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
“Nah, kuwi jenenge sah – sah wae aku rabi karo kowe.” (epsd 3:29)
Terjemahan:
“Tidak ada yang melarang guru menikah dengan ledhek. Ledhek kan juga
manusia. Warga negara yang sah. Pekerjaan yang sah. Kamu juga punya
Kartu Induk atau Kartu Anggota Seniwati kan?”
Jinten mengangguk
“Nah, itu berarti sah – sah saja aku menikah dengan kamu.”
Tidak hanya mengenai status sosial saja yang menjadi konflik dalam
hubungan Jinten dan Marjuki. Namun juga pertentangan adat-kepercayaan.
Kerpercayaan jilu yang dianggap tabu dalam masyarakat Jawa, yang juga masih
dianut oleh orang tua dari Marjuki.
Kutipan:
Ora amarga Jinten kuwi ledhek kang ndadekake ora setuju. Nanging bab
adat-kapercayan, bab jilu, kelairan nomer siji lan nomer telu. Miturut
kapercayan ing laladan kono, bebrayan ngono mau bisa nekakake
kedadeyan – kedadeyan sing ora nyenengake ing tembe mburi.
Kedadeyane ora mesthi padha, nanging mesthi ora kepenak dirungokake
yen kudu digawe contone (epsd 4:29)
Terjemahan:
Bukan karena Jinten itu ledhek yang menjadikan tidak setuju. Tetapi
tentang adat kepercayaan, tentang jilu, kelahiran nomor satu dan nomor
tiga. Menurut kepercayaan di daerah itu, rumah tangga seperti itu dapat
menyebabkan kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan di kemudian
hari. Kejadiannya tidak pasti sama, tapi pasti tidak enak didengarkan jika
harus dibuat contohnya.
c) Konflik utama
Konflik terjadi ketika hubungan Jinten dengan Marjuki kandas. Marjuki
menikah dengan rekan kerjanya sesama guru dan Jinten juga memutuskan untuk
menerima lamaran dari Kusdi, meski sebelumnya bersikeras tidak akan mau
menikah dengan Kusdi. Berikut kutipannya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Nalika undhangan kuwi bener – bener diwaca dening Jinten (amung melu
maca. Kuwi ulem kanggo Kencur, Jinten dhewe ora dikirimi), ana jeneng
Marjuki lan Palupi ana kono. Ora diselaki atine geter (epsd 7:29)
Terjemahan :
Ketika undangan itu benar – benar dibaca oleh Jinten (hanya ikut
membaca. Itu undangan untuk Kencur, Jinten sendiri tidak diberi), ada
nama Marjuki dan Palupi disitu. Tidak dipungkiri hatinya bergetar.
Kutipan :
Kusdi kepengin mesisan ndandani citrane sing kurang apik : tukang
kawin, kanthi tuntase kasus mau lan ngrabi Jinten sarana resmi.
Pokoke Kusdi pengin duwe lembaran urip kang anyar. (epsd 10:28)
Terjemahan :
Kusdi ingin sekalian memperbaiki citranya yang kurang baik : tukang
kawin, dengan tuntasnya kasus tadi dan menikahi Jinten secara resmi.
Pokonya Kusdi ingin mempunyai lembaran hidup yang baru
Kutipan :
Kuwi kedadeyan liya dina ing sasi Sawal. Kulawarga saka pihak Kusdi
nglamar temenan. Mobil loro kebak, komplit sak uba rampe panglamar
(epsd 10:28)
Terjemahan :
Itu kejadian lain hari di bulan Syawal. Keluarga dari pihak Kusdi
benar – benar melamar. Dua mobil penuh, lengkap dengan seperangkat
lamarannya.
d) Klimaks
Klimaks dalam cerbung ini adalah ketika Jinten memutuskan untuk
menikah dengan Kusdi. Hari baik telah ditentukan yakni Sabtu Legi bulan Besar
(bulan Jawa) resepsi pernikahan mereka akan diadakan secara besar – besaran.
Persiapan sudah dimulai sejak tiga minggu sebelum pesta digelar. Termasuk juga
calon kedua mempelai. Sepuluh hari sebelum pernikahan berlangsung, mereka
pergi ke Solo guna membeli kekurangan kebutuhan. Namun naas di daerah
Kebakkramat mereka mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Kusdi
meninggal dunia dan Jinten dinyatakan cacat permanen. Otomatis pernikahannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dengan Kusdi batal. Kesedihan Jinten tidak hanya sebatas kandasnya kembali
cintanya, namun dia juga menjadi putus asa akibat cacat yang dialami. Jinten
pesimis karirnya akan berakhir karena hal tersebut. Dia memilih untuk tinggal
dirumah dan menyendiri guna memulihkan kondisinya. Berikut kutipannya :
Nalika calon manten sakloron mulih saka Solo saperlu blanja
kekurangane kabutuhan, panther-e ditabrak truk tebu ing laladan
Kebakkramat. Tabrakan kang banget nggegirisi.
Kusdi slamet. Nanging amung bisa ambegan rong jam ana rumah sakit
Panti Kosala Solo. Sabanjure dheweke ora ketulung amarga kakehan
ngetokke getih.
Jinten slamet…(epsd 11:28)
Terjemahan:
Ketika kedua calon pengantin pulang dari Solo guna berbelanja
kekurangan kebutuhan, panthernya ditabrak truk tebu di daerah
Kebakkramat. Tabrakan yang sangat memprihatinkan.
Kusdi selamat. Tapi hanya bisa bertahan dua jam di rumah sakit Panti
Kosala Solo. Selanjutnya ia tidak tertolong karena kebanyakan
mengeluakan darah.
Jinten selamat…
Kutipan :
Jinten kaanggep mari sakwise dirawat suwene telung wulan. Nanging
nyatane tangan lan sikile ora bisa pulih kaya wingi uni. Sikile ora bisa
lurus yen dianggo ngedeg lan tangane rada ceko (epsd 11:29).
Terjemahan :
Jinten dianggap sembuh setelah dirawat selama tiga bulan. Tapi
kenyataannya tangan dan kakinya tidak bisa pulih seperti dulu lagi.
Kakinya tidak bisa lurus kalau dipakai berdiri dan tangannya agak ceko.
Kutipan :
Minangka ledhek, Jinten rumangsa wis cuthel. Ora ana pangarep – arep
kanggo bali neng donyane maneh (epsd 11:29).
Terjemahan :
Sebagai ledhek, Jinten merasa sudah berakhir. Tidak ada harapan untuk
kembali ke dunianya.
Kutipan :
Jinten sansaya bingung. Saksuwene nganggur iki dheweke ora nduweni
pepinginan apa – apa. Nadyan pengin tetep urip, tegese ora karep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
nganyut tuwuh, nanging pepenginan dadi apa. Wis ora ana neng pikirane
maneh (epsd 12:29).
Terjemahan :
Jinten semakin bingung. Selama menganggur ini ia tidak mempunyai
keinginan apa – apa. Walaupun masih ingin hidup, tetapi keinginan untuk
menjadi apa, sudah tidak ada dipikirannya lagi.
e) Akhir
Ditengah – tengah kemelut yang terjadi, kawan lama Jinten semasa SD,
yakni Kencur hadir kembali di kehidupan Jinten. Tidak banyak yang berubah dari
Kencur, tetap sederhana dan apa adanya meski sudah sukses. Selain itu
perasaannya juga belum berubah, cintanya masih untuk Jinten sama seperti dulu.
Profesinya memang tidak sebagus Marjuki ataupun Kusdi. Dari status sosialpun
juga tidak setinggi mereka berdua. Kencur hanyalah seorang penjual tempe yang
kini sudah sukses. Namun ketulusan hatinya yang membuat Jinten jatuh hati
kepadanya dan memutuskan untuk menerima cintanya. Berikut kutipannya:
“Ya kuwi goblokku, Ten. Ngapa aku malah nggathukke maneh kowe karo
Pak Marjuki, kamangka aku dhewe naksir kowe.”
“Lha ngapa kok ora kandha dhewe neng aku?”
“Kuwi goblokku sing kepindho. Ngapa aku ora wani. Nanging dakkira
wektu kuwi kowe mesthi wegah nampa aku.”(epsd 13:28)
Terjemahan:
“Ya itu bodohku, ten. Kenapa aku justru menjodohkanmu lagi dengan Pak
Marjuki, padahal aku sendiri suka sama kamu.”
“Kenapa kok tidak bilang padaku sendiri?”
“Itu kebodohanku yang kedua. Kenapa aku tidak berani. Tapi kupikir
waktu itu kamu pasti tidak mau menerimaku.”
Kutipan :
“…Sing cetha saiki aku nglamar kowe, njaluk kowe dadia bojoku. Mbok
tampa utawa ora. Kuwi wae. Wangsulana.” (epsd 14:28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Terjemahan :
“…Yang jelas sekarang aku melamarmu, memintamu menjadi istriku.
Kamu terima atau tidak. Itu saja. Jawablah.”
Kutipan :
“Ya. Awake dhewe mengko bebarengan ngadhep Pak Saji lan Mbok
Parni. Aku bakal nembung kanthi rembug lanangku.”
“Buktekna.”
“Delengen wae. Nanging aku perlu takon apa kowe dhewe siap?”
“Aku mesthi mbuktekake omonganku dhewe.”(epsd 15:29)
Terjemahan :
“ Ya. Kita nanti bersama – sama menghadap Pak Saji dan Mbok Parni.
Aku akan meminang dengan jiwa laki – lakiku.”
“Buktikan.”
“Lihat saja. Tapi aku perlu bertanya apakah kamu sendiri siap?”
“Aku pasti siap membuktikan perkataanku.”
Kutipan :
Kencur ngruket Jinten karo ngguyu
Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau
ana gubug, papan panggonane para Polsus alas pinuju ngaso. Ing
sajroning udan sinurung angin kang nyempyok jejogedan Kencur
ngrangkul Jinten. ngruket Jinten. Luwih kenceng (epsd 15:29).
Terjemahan :
Kencur memeluk Jinten dengan tertawa
Kencur menarik lengan Jinten. Mengajak berlari. Di dekat situ tadi ada
gubug, tempat dimana para Polsus hutan ketika istirahat. Di tengah hujan
terdorong angin yang menari – nari, kencur merangkul Jinten. Memeluk
Jinten. Lebih kencang
Tidak hanya itu, tentang karirnya, Jinten juga mulai optimis kembali
semenjak kedatangan Sriyatun, guru tari Jinten. Mbak Sri, membawa kabar
gembira. Dia menawarkan pada Jinten, jika memang dia ingin menjadi ledhek
besar ada yang sanggup untuk melatihnya. Tentang keadaan fisik Jinten untuk
sekarang ini, tidak menjadi masalah. Akhirnya Jinten menyanggupi tawaran mbak
Sri. Dia sangat senang karena ada jalan untuk mencapai cita – citanya. Berikut
kutipannya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
“Aku wis crita akeh – akeh marang dheweke bab awakmu. Ketoke
dheweke uga simpati marang kahananmu. Banjur nawani, yen kowe
gelem, dikongkon dolan – dolan mrana. Yen mligi mulang, kaya kursus,
ana dalan. Bisa diterke neng nggone Pak Karno sing nyinaoni biyen.
Kebeneran Pak Karno nganti saiki isih ndhalang lan laris. Sapa ngerti
gelem nampa kowe minangka murid.”
Jinten nampa katrangan mau kanthi seneng. Ing pangrasane wektu kuwi
Sriyatun dudu ledhek senior maneh,nanging malaikat tukang tetulung
kang njelma (epsd 12:29).
Terjemahan:
“Aku sudah bercerita banyak kepadanya mengenai dirimu. Kelihatannya
dia juga simpati dengan keadaanmu. Kemudian menawarkan, jika kamu
mau, disuruh main- main kesana. Kalau hanya mengajar, seperti kursus,
ada jalan. Bisa diantar ke tempat Pak Karno yang mengajarinya dulu.
Kebetulan Pak Karno sampai sekarang masih ndhalang dan laku tinggi.
Siapa tahu mau menerima kamu sebagai muridnya.”
Jinten menerima keterangan itu dengan senang. Perasaannya waktu itu
Sriyatun bukan ledhek senior lagi. Tapi malaikat tukang penolong yang
menjelma.
Akhir cerita yang bisa dikatakan bahagia, dimana tokoh utama yakni
Jinten dapat melewati cobaan – cobaan dalam hidupnya. Bertemu dengan
jodohnya, yakni Kencur dan Jinten mulai mau membangun karirnya kembali
setelah lama terhenti karena kondisi fisiknya akibat kecelakaan.
b. Karakter
Penokohan atau penetapan karakter seseorang sebagai sosok berpengaruh
sangatlah mewakili keberagaman dalam cerita. Melalui karakter, cerita menjadi
lebih nyata dalam angan pembaca. Pembaca dapat dengan jelas menangkap wujud
manusia dengan berbagai macam kehidupannya yang telah diciptakan oleh
pengarang. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dengan kata lain tokoh dalam sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
cerita dapat disebut sebagai actor dari cerita tersebut, sedangkan penokohan
merupakan watak atau karakter yang diperankan oleh seorang actor.
1) Klasifikasi
a) Karakter utama/mayor
Tokoh utama mempunyai peran penting dalam perkembangan cerita dan
mempunyai relevansi dengan setiap peristiwa yang terjadi di dalam keseluruhan
cerita. Tokoh utama yang paling berhubungan dengan berbagai masalah dari awal
hingga akhir dalam cerbung KT ini adalah Juminten atau biasa dipanggil dengan
Jinten. Tokoh inilah yang paling dominan terlibat dalam semua peristiwa yang
terjadi di KT sebagai tokoh protagonis, sedangkan tokoh bawahan disebut sebagai
tokoh antagonis.
i. Jinten
Jinten merupakan tokoh utama dalam cerbung ini. Jinten termasuk dalam
golongan protagonis yaitu tokoh yang baik. Jinten digambarkan sebagai
perempuan yang cantik, rendah hati, banyak disukai para lelaki, tidak plih kasih,
ramah namun juga terkadang bisa menjadi cerewet dan galak. Selain itu Jinten
juga tokoh yang selalu bersyukur, mudah putus asa, terkadang juga pasrah, meski
mempunyai tubuh yang kecil tetapi pintar menari yang kemudian menjadi ledhek
paling kondhang atau si kembang tayub.
b) Tokoh Bawahan atau Minor
i. Marjuki
Marjuki merupakan kekasih Jinten yang pertama kalinya. Tergolong dalam
tokoh protagonis. Marjuki adalah seorang guru. Marjuki digambarkan sebagai pria
yang pantang menyerah, punya rasa sungkan, pencemburu, tidak suka pamer,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
tidak sombong,. Selain itu Marjuki itu mempunyai pribadi yang kalem namun
nekad. Marjuki juga tergolong pria yang tampan.
ii. Kusdi
Kusdi dalam cerbung digambarkan sebagai orang kaya, sering nikah cerai,
pantang menyereah, sabar, pasrah, optimis. Bila dilihat dari segi usia, dalam
cerbung ini Kusdi tergolong sudah tua. Bahkan lebih cocok menjadi ayah Jinten.
iii. Kencur
Kencur adalah seorang penjual tempe, teman semasa SD Jinten yang pada
akhirnya menjadi cinta terakhirnya. Kencur adalah seseorang yang sederhana,
pendiam, disukai banyak wanita, pribadi yang tertutup, pntar. Selain itu meski
Kencur hanya tamat SD, namun ia adalah seorang pekerja keras. Hal itulah yang
menghantarkannya menjadi sukses. Dalam hal cinta, ia memang lebih cenderung
rendah hati walaupun ia tampan.
iv. Siwidayat
Siwidayat adalah putra tunggal dari dhalang Karno, guru sindhen Jinten.
Tentu saja ia termasuk anak orang kaya. Selain itu ia juga tampan, namun lugu.
Pola pikirnya masih sempit. Ia juga termasuk seorang oedipus complex karena
usianya terpaut dua tahun lebih muda dibandingkan Jinten. masih duduk di
bangku SMA.
v. Surti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Dalam cerbung ini, tokoh Surti adalah teman seprofesi sekaligus sahabat
dari Jinten. Surti adalah orang yang perhatian atau peduli terhadap oarng – orang
terdekatnya. Suka mengingatkan teman juka ada sesuatu yang rasanya kurang pas
tanpa menyalahkan sepenuhnya.
vi. Mbok Parmi
Mbok Parmi adalah ibu dari Jinten. beliau oarng yang sabar dan mengalah.
Menghormati dan menghargai orang lain. Tidak pernah berburuk sangka dan
selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya.
vii. Guru Mugono
Mugono adalah teman dekat Marjuki yang kebetulan juga satu tempat
kerja dengannya. Sebagai sahabat, Mugono tentunya peduli terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh Marjuki, berharap Marjuki mendapat yang
terbaik dalam setiap keputusannya.
viii. Pak Dwijo Suyoto
Pak Dwijo adalah kepala cabang dinas, atasan dari Marjuki. Sama halnya
dengan Mugono, sebagai atasan Pak Dwijo juga mempunyai harapan agar anak
buahnya mengambil keputusan yang tepat. Untuk itu beliau selalu mengingatkan
Marjuki, termasuk mengenai rencana pernikahannya dengan Jinten yang
berprofesi sebagai ledhek. Itulah bentuk kepedulian Pak Dwijo sebagai atasan
Marjuki.
ix. Ledhek Sriyatun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Ledhek Sriyatun adalah ledhek terkenal dari Tambakselo yang juga
merupakan guru Jinten. Ia sangat berperan dalam karir Jinten hingga sukses
sampai saat ini. Selain sebagai guru, mbak Sri juga sekaligus sahabat Jinten. Ia
sangat peduli dan selalu menolong Jinten ketika kesusahan. Dari segi usia mbak
Sri jauh lebih tua dibanding Jinten.
2) Motivasi
Motivasi adalah alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana
yang ia lakukan. Motivasi dibagi dua, motivasi spesifik dan motivasi dasar.
Motivasi spesifik adalah alasan atau reaksi spontan seorang karakter yang
mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu.
Motivasi dasar adalah suatu aspek umum dari satu karakter atau dengan kata lain
hasrat dan maksud yang memandu sang karakter dalam melewati keseluruhan
cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah tempat keseluruhan
motivasi spesifik bermuara.
a) Motivasi spesifik
i. Jinten
Motivasi Jinten pergi ke rumah dhalang Karno di daerah Sragen adalah
ingin belajar menyanyi atau nembang. Jadi tidak hanya bisa menari saja. Berikut
kutipannya :
Jinten kena wae rumangsa bombong amarga luwih luwes ing babagan
djoget. Nanging babagan cengkok, kekenesaning suwara, kayane ledhek
Lasmi angel dikalahke. Kang sinau njoged kanthi bener isih sethithik.
Kang sinau nggendhing, nyinaoni bab gendhing – gendhing sansaya luwih
sithik maneh. Dene kang nyinau loro – lorone sasat ora ana babar pisan.
Uga Jinten, sanadyan pengin.
Ledhek Sriyatun, gurune Jinten uga ora bisa loro – lorone (epsd 6:29).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Terjemahan:
Jinten boleh saja merasa bangga karena lebih ahli bab menari. Tapi bab
suara, kemerduan suara, sepertinya ledhek Lasmi sulit dikalahkan. Yang
belajar menari dengan benar masih sedikit. Yang belajar menyanyi Jawa,
mempelajari bab tembang – tembang Jawa semakin lebih sedikit lagi.
Sedangkan yang mempelajari kedua – duanya seperti tidak ada sama
sekali.
Juga Jinten, meskipun ingin.
Ledhek Sriyatun, guru Jinten juga tidak bisa kedua- duanya.
ii. Surti
Motivasi Surti melarang Jinten manikah dengan Marjuki adalah konon
dari orang – orang terdahulu, tidak lazim rasanya jika seorang ledhek menikah
dengan guru. Berikut kutipannya :
“Ora maido. Nanging kowe kudu eling, critane wong – wong mbiyen sing
padha karo awake dhewe. Endi sing bakal dadi karo guru? Yen karo lurah
utawa mantri malah ana. Ana sing langgeng nganti saiki. Contone Lik
Sum, Dhe Ngatmi.”(epsd 2:29)
Terjemahan:
“Tidak dipungkiri. Tapi kamu harus ingat, cerita orang – orang dulu yang
sama seperti kita. Mana yang akan jadi dengan guru? Kalau dengan lurah
atau mantri malah ada. Ada yang langgeng sampai sekarang. Contohnya
Lik Sum, Dhe Ngatmi.” .
iii. Pak Dwijo Suyoto
Motivasi Pak Dwijo Suyoto sebagai atasan melarang Marjuki menikah
dengan Jinten adalah karena ia seorang ledhek. Sehingga dirasa kurang pantas.
Berikut kutipannya :
Bakune, minangka ndhuwuran, Pak Dwijo kabotan yen anak buahe ngepek
bojo ledhek{epsd 4:28).
Terjemahan:
Jelasnya, sebagai atasan, Pak Dwijo keberatan jika anak buahnya
memperoleh istri ledhek.
b) Motivasi dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
i. Jinten
Motivasi dasar Jinten pergi ke tempat dhalang Karno di daerah Sragen
adalah karena Jinten ingin manjadi ledhek yang besar. Berikut kutipannya :
“Apa Dik Jinten uga pengin dadi ledhek gedhe?”
“Gedhe lan ora kuwi amarga bakat lan keturunan. Yen simbokku cilik,
bapakku cilik, mosok aku bisa dadi gedhe?” Jinten sengaja ndagel.
“Kepinginan,mesthi nduwe. Kaya kang diduweni kabeh menungsa. Amung
yen aku isih angel. Isih durung ketemu dalane. Bisa dadi kaya saiki wae
rasane wis kaya kanugrahan. Atase aku iki amung anake wong ngisor wit
jati.” Jinten mangsuli blaka. Mbok menawa amarga wis gawe dolanan
wong tuwa (epsd 6:29).
Terjemahan:
“Apa Dik Jinten juga ingin menjadi ledhek besar?”
“Besar dan tidak itu karena bakat dan keturunan. Kalau ibuku kecil,
bapakku kecil, masak aku bisa jadi besar?” Jinten sengaja bercanda
“Keinginan pasti ada. Seperti yang dipunyai semua manusia. Hanya kalau
aku masih sulit. Masih belum ketemu jalannya. Bisa jadi seperti ini saja
rasanya sudah seperti anugerah. Meskipun aku ini hanya anaknya orang
bawah pohon jati.” Jinten menjawab apa adanya. Mungkin karena sudah
membuat mainan orang tua.
ii. Surti
Motivasi dasar Surti melarang Jinten menikah dengan marjuki adalah
karena Surti sahabat Jinten sehingga sudah sewajarnya jika ia ingin yang terbaik
untuk Jinten. Berikut kutipannya :
“Aku tenanan, Ten. Minangka kanca raket , aku wajib ngelikake yen ana
bab – bab sing ora beres ngenani awakmu.” (epsd 2:29)
Terjemahan:
“Aku serius, Ten. Sebagai teman dekat, aku wajib mengingatkan jika ada
hal – hal yang tidak beres mengenai dirimu.”
iii. Pak Dwijo Suyoto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Motivasi dasar Pak Dwijo Suyoto sebagai atasan melarang Marjuki
menikah dengan Jinten adalah takut akan merusak citra korps.
Berikut kutipannya :
Iki bisa ngregeti citra korps. Kan isih akeh guru – guru putri kang cocok
lan pantes dipek bojo?(epsd 4:28)
Terjemahan:
Ini bisa mengotori citra korps. Kan masih banyak guru – guru wanita yang
cocok dan pantas dijadikan istri.
3) Karakterisasi
a) Penafsiran nama
i. Ribut
Ribut termasuk kosa kata bahasa Jawa. Kata ini dalam bahasa Indonesia
sama dengan „bertengkar” yang artinya terjadi ketidakcocokan antara dua individu
lebih. Sehingga terkadang menimbulkan efek buruk atau suasana tidak nyaman
bagi sekitarnya.
Dalam cerbung Kembang Tayub, Ribut adalah nama seorang juragan kayu.
Ia sering membuat keributan setiap ada pertunjukkan tayub. Masalah utamanya
adalah wanita. Tentu saja hal itu membuat ketidaknyamanan bagi orang – orang
yang berada disekitarnya. Bahkan tidak jarang juga pertunjukkan tayub diakhiri
dan dibubarkan sebelum waktunya. Berikut kutipannya :
“Ribut ngamuk maneh?” kandhane nalika sepedha motor wis mlaku adoh.
“Biyasa.” Jinten amung ngegongi sakcukupe, “yen ora nganggo padudon
dudu Ribut jenenge.” (epsd 1:29)
Terjemahan:
“Ribut mengamuk lagi?” omongannya ketika sepeda motor sudah berjalan
jauh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
“Biasa.” Jinten hanya menjawab se-cukupnya, “kalau tidak memakai
pertengakaran bukan Ribut namanya.”
b) Deskripsi eksplisit
Deskripsi eksplisit adalah pendeskripsian tokoh yang menceritakan
tindakan-tindakan yang dilakukan. Pendeskripsian seperti ini dapat membantu
pembaca dalam memvisualisasikan sekaligus memahami karakter yang ada dalam
cerita. Berikut kutipan dari para tokoh :
i. Jinten
Jinten digambarkan sebagai perempuan yang rendah hati, banyak disukai
para lelaki, tidak plih kasih, ramah namun juga terkadang bisa menjadi cerewet
dan galak. Selain itu Jinten juga tokoh yang selalu bersyukur, mudah putus asa,
terkadang juga pasrah, pintar menari yang kemudian menjadi ledhek paling
kondhang atau si kembang tayub. Berikut kutipannya :
Ora pisan pindho dheweke kudu misah wong lanang – lanang sing
bengkerengan amarga rebut kawigaten saka dheweke. Ora pisan pindho,
perkara ngono mau kedadeyan nalika pasugatan tayub durung rampung.
Kaya sing sakbanjure dibubarake sakdurunge wancine (epsd 1:29).
Terjemahan:
Tidak sekali dua kali ia melerai para pria yang bertengkar karena berebut
perehatian dari ia. Tidak sekali dua kali, masalah seperti itu tadi terjadi
ketika acara tayub belum selesai. Seperti setelah itu dibubarkan sebelum
waktunya.
Kutipan :
Nanging Jinten wis kebacut aras – arasen mlebu sekolah maneh.
Luwih – luwih nalika krungu klesak – klesik yen dheweke bakal ora
munggah amarga wulangane keri banget (epsd 3:28).
Terjemahan:
Tetapi Jinten sudah terlanjur tidak tidak bersemangat masuk sekolah lagi.
Lebih – lebih ketika mendengar desas – desus kalau ia bakal tidak naik
karena ulangannya ketinggalan sekali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
ii. Surti
Surti adalah orang yang perhatian atau peduli terhadap oarng – orang
terdekatnya. Suka mengingatkan teman juka ada sesuatu yang rasanya kurang pas
tanpa menyalahkan sepenuhnya. Berikut kutipannya :
“Aku tenanan Ten, minagka kanca raket, aku wajib ngelikake yen ana
bab – bab sing ora beres ngenani awakmu.” (epsd 2:29)
Terjemahan:
“Aku serius Ten, sebagai teman dekat, aku wajib mengingatkan jika ada
bab – bab yang tidak beres mengenai dirimu.”
c) Komentar pengarang
Komentar pengarang merupakan penggambaran yang dilakukan pengarang
terhadap para tokoh itu sendiri dalam sebuah cerita.
i. Jinten si kembang tayub
Pengarang menggambarkan sosok si kembang tayub itu sebagai orang
yang spesial atau berbeda dari umumnya tentunya dari berbagai hal. Misalnya
saja Jinten mempunyai harga yang tinggi untuk setiap kali tampil. Selain itu, ia
juga merupakan ledhek yang terkenal. Berikut kutipannya :
Ya, Jinten. Dheweke kembange. Kembang ing antarane kembang lan
kumbang. The star of the “Tayub”.
Jinten ora kok ora ngerteni bab iki. Malah dheweke banget ngrasakake
kahanane minangka Si Kembang Tayub sing lagi mekar. Uga
ngrumangsani pitukune sing ora murah kanggo sakabehing kang ditampa
iku (epsd 1:29).
Terjemahan:
Ya, Jinten. Ia adalah bunganya. Bunga diantara bunga dan kumbang. The
star of the “Tayub”.
Jinten bukannya tidak tahu mengenai masalah ini. Justru ia sangat
merasakan keadaan sebagai. Ia juga merasa bayarannya yang tidak murah
untuk semua yang diterimanya itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Kutipan :
…sakdurunge tekan kalungguhan sing saiki, minangka ledhek paling
kondhang utawa si kembang tayub (epsd 3:29).
Terjemahan :
…sebelum sampai kedudukan yang sekarang, sebagai ledhek paling
terkenal atau si kembang tayub.
ii. Penghormatan yang lebih kepada Guru Marjuki
Karena berprofesi sebagai guru, Marjuki dalam cerbung ini sangatlah
dihormati. Berikut kutipannya :
“Oo. Mangga pinarak, Mas Guru.” kandhane Mbok Parni gupuh. Mesthi
ngono kuwi. Sakjane iki ora mung sepisanan utawa kang kapindho
Marjuki ngeterke Juminten.
Pakurmatan kang ajeg.
Malah luwih tinimbang upamane mantri Damin utawa Carik Suroto sing
padha – padha duwe ati marang Jinten. Embuh apa sababe. Mbok
menawa wae wong loro sing kerep nekani warunge Mbok Parni kuwi wis
duwe bojo. Utawa pancen status guru rasane luwih kinurmat ana laladan
kono. Luwih kinurmatan (epsd 2:28-29).
Terjemahan:
“Oo. Mari masuk, Mas Guru.” kata Mbok Parni sopan. Pasti seperti itu.
Sebenarnya ini tidak yang pertama kali atau yang kedua kalinya Marjuki
mengantarkan Juminten.
Kehormatan yang selalu.
Justru lebih dibandingkan seandainya Mantri Damin atau Carik Suroto
yang sama – sama mempunyai rasa dengan Jinten. Entah apa sebabnya.
Mungkin saja dua orang yang sering mendatangi warung Mbok Parni itu
sudah punya istri. Atau memang status guru rasanya lebih terhormat di
daerah itu. Lebih dihormati.
iii. Kusdi digambarkan sebagai juragan yang kaya
Kusdi, yakni calon suami dari Jinten adalah juragan kayu yang paling
terkenal di daerah Kedunggalar. Berikut kutipannya :
Dheweke bebarengan karo Kusdi, juragan kayu paling kondhang sak
laladan Kedunggalar (epsd 5:29).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Terjemahan:
Dia bersamaan dengan Kusdi, juragan kayu paling terkenal se-daerah
Kedunggalar.
iv. Jinten digambarkan sebagai wanita yang cantik
Jinten yang berprofesi sebagai ledhek itu mempunyai wajah cantik. Setiap
orang pasti akan tertarik jika melihat dia, terutama kaum pria. Berikut kutipannya:
Apa Kusdi lila bojone sing ayu menik – menik kuwi dadi sawangane wong
akeh ?(epsd 10:29)
Terjemahan:
Apa Kusdi rela istrinya yang cantik imut – imut itu jadi perhatian orang
banyak ?
d) Komentar tokoh lain
Komentar tokoh lain merupakan komentar yang dilakukan oleh tokoh
yang ada dalam cerita tersebut terhadap lawan main atau tokoh lain. Dapat berupa
penggambaran fisik ataupun sifat-sifatnya.
i. Juragan Ribut digambarkan senang membuat keributan
Dalam pertunjukkan tayub, juragan Ribut pasti sering membuat keributan.
Terutama masalah perebutan wanita. Wanita itu adalah ledhek- ledhek yang ikut
tampil dalam pertunjukkan tayub tersebut. Berikut kutipannya :
“Ribut ngamuk maneh?” kandhane nalika sepedha motor wis mlaku adoh.
“Biyasa.” Jinten amung ngegongi sakcukupe, “yen ora nganggo padudon
dudu Ribut jenenge.” (epsd 1:29)
Terjemahan:
“Ribut mengamuk lagi?” omongannya ketika sepeda motor sudah berjalan
jauh.
“Biasa.” Jinten hanya menjawab se-cukupnya, “kalau tidak memakai
pertengakaran bukan Ribut namanya.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
ii. Guru Marjuki digambarkan cukup baik, bertanggung jawab dan
rupawan
Ternyata bukan hanya Jinten sebagai kekasih Marjuki yang menganggap
bahwa Marjuki adalah orang yang baik dan rupawan pula, tetapi juga teman dekat
Jinten sendiri, yakni Surti. Bahkan ia mengakuinya di depan Jinten. Hanya saja
tidak jatuh hati seperti Jinten, hanya sebatas kagum.
Kutipan :
“Aja kleru tampa, Ten. Aku amung ngelikake. Pikiren tenanan sakdurunge
kebacut. Ora kok aku ndakwa elek marang Pak gurumu kuwi. Yen uwonge,
aku sakpanemu karo awakmu, cukup apik lan tanggung jawab. Iki ora
dakselaki. Minangka kanca padha wedoke. Aku utawa bisa wae Giyah,
Lastri, Narsih uga naksir. Amarga guru marjuki kuwi pancen nggantheng.
Nanging kanggo dadi bojone, apa gampang ngono kuwi?”(epsd 2:29)
Terjemahan :
“Jangan salah mengartikan, Ten. Aku hanya mengingatkan. Pikirkan
benar – benar sebelum terlanjur. Bukannya aku mendakwa buruk pada Pak
gurumu itu. Kalau orangnya, aku sependapat denganmu, cukup baik dan
bertanggung jawab. Ini aku akui. Sebagai teman, sesama perempuan. Aku
atau bisa saja Giyah, Lastri, Narsih juga suka. Karena guru Marjuki itu
memang tampan. Tapi untuk menjadi istri, apakah segampang itu?”
iii. Sebagai guru, Marjuki dituntut untuk selalu berhati – hati dalam
melakukan sesuatu
Marjuki tidak bisa mengontrol emosinya ketika berhadapan dengan Kusdi.
Namun Jinten selalu mengingatkan bahwa ia adalah seorang guru. Untuk itu lebih
baiknya tindakan yang akan dilakukan perlu dipikir secara masak – masak.
Berikut kutipannya :
“Mas arep balas dhendham? Marang pak Kusdi? Arep gelut? Eling, Mas.
Mas kuwi guru. Apa ora isin? Aku wae isin yen nganti kadadeyan
apa – apa. Terus apa aloke uwong mengko? Guru Marjuki gelut karo
Juragan Kusdi gara – gara rebutan ledhek. Sapa sing isin? Aku lan Mas
dhewe ta?” (epsd 5:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Terjemahan:
“Mas mau balas dendam? Pada Pak Kusdi? Mau bertengkar? Ingat, Mas.
Mas itu guru. Apa tidak malu? Saya saja malu jika sampai kejadian
apa – apa. Terus apa kata orang nanti? Guru Marjuki bertengkar dengan
Juragan Kusdi gara – gara rebutan ledhek. Siapa yang malu? Saya dan Mas
sendiri kan?”
iv. Jinten digambarkan sebagai wanita yang cantik
Kusdi tentu saja sangat senang mempunyai istri yang cantik. Bukan hanya
Kusdi yang mengakui kecantikan Jinten, namun juga banyak orang. Berikut
kutipannya :
Jinten pancen ayu, iki uga miturut pengakuane wong akeh (epsd 10:29).
Terjemahan:
Jinten memang cantik, ini juga menurut pengakuan orang banyak.
c. Tema
Dalam cerbung KT ini bertemakan sosok wanita Jawa yang tidak
mengenal putus asa. Selalu berusaha mengubah kelemahannya menjadi kekuatan.
Cerbung ini menceritakan tentang perjalanan hidup wanita Jawa yang harus hidup
mandiri dan kuat menerima berbagai cobaan. Sosok wanita Jawa dalam cerbung
ini digambarkan sebagai seorang ledhek tayub.
Kehidupan Jinten merupakan gambaran dari pengarang mengenai seorang
wanita yang mencoba tegar dalam menghadapi permasalahan yang tengah
melanda hidupnya. Kesabaran dan kegigihan Jinten pada akhirnya memperoleh
hasil yang menyenangkan. Meski banyak sekali cobaan-cobaan yang harus
dilewati. Hidup sebagai seorang ledhek memang bukan keinginan setiap orang,
namun itu adalah takdir yang harus dijalani. Banyak orang yang bilang Jinten
menjadi ledhek karena „wahyu‟ dan tidak semua orang bisa mendapatkan bakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
itu. Dengan ketabahan dan keikhlasan hati serta senantiasa berserah diri kepada
Yang Maha Kuasa adalah kunci dari kesuksesan dan ketentraman hati untuk
menjalani hidup ini.
Pada kenyataannya ledhek yang keseluruhan pelakunya didominasi oleh
wanita, memang dipandang rendah dalam masyarakat. Bercermin dari itu, secara
otomatis akan menimbulkan banyak kontroversi yang lambat laun akan
menciptakan suatu masalah. Itulah sebabnya seorang pelaku seni, dalam hal ini
khususnya ledhek mau tidak mau dituntut untuk menjadi wanita yang kuat dan
mandiri. Agar suatu saat terdapat perubahan dalam masyarakat, bahwa pekerja
seni seperti halnya ledhek mempunyai harga seperti halnya profesi lain.
Salah satu esensi penting dalam kemajuan wanita adalah adanya
kemandirian yang dimaksud bukan berarti berdiri sendiri tanpa ada campur tangan
dari pihak lain, sedangkan segalanya bisa berjalan baik, selaras dan seimbang
apabila terjalin kebersamaan. Perjuangan tidak harus dicapai melalui bantuan
suami atau orang lain, melainkan wanita juga harus memiliki kemampuan,
motivasi tujuan dan keyakinan terhadap cita-cita yang harus atau ingin dicapai.
d. Latar
Latar atau setting adalah tempat dan waktu (dimana dan kapan) suatu
cerita terjadi. Latar sebenarnya memberikan informasi yang sangat penting
tentang keadaan masyarakat dimana cerita itu terjadi pada waktu itu.
Menurut Robert Stanton, dalam Teori Fiksi, latar terdiri dari latar dekor,
dan latar waktu-waktu tertentu seperti yang akan diterapkan dalam cerbung
Kembang Tayub.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
1) Dekor
Latar dekor atau tempat adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya sastra. Latar tempat yang diceritakan dalam novel
ini adalah berbagai macam lokasi, dimana itu akan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat lainnya, sejalan dengan perkembangan tokohnya, latar tempat
yang dikemukakan pengarang meliputi:
a) Tawun
Tawun adalah tenpat rekreasi yang didalamnya terdapat kolam renang.
Letaknya lima kilometer sebelah timur kota Ngawi. Konon hawanya juga sejuk.
Jinten dan Marjuki memang senang mendatangi tempat ini. Meski hanya untuk
melepas rindu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
“…Tawun kuwi kolam renang duweke Pemda. Papane limang kilometer
sakwetane kutha Ngawi. Lan wis ana sakjabane kutha.”
“Tawun rak dudu panggonan nglangi thok. Kuwi papan rekreasi umum.
Neng kana awake dhewe bisa ngabrol, Ten. Hawane seger banget.”
(epsd 3:29)
Terjemahan:
“…Tawun itu kolam renang milik Pemda. Tempatnya lima kilometer
sebelah timur kota Ngawi. Dan sudah berada di luar kota.”
“Tawun kan bukan tempat berenang saja. Itu tempat rekreasi umum. Disana
kita bisa ngobrol, Ten. Hawanya sejuk sekali.”
b) Sarangan
Sarangan adalah tempat rekreasi berupa telaga di lereng Gunung Lawu.
Terletak di dua kota yakni Magetan dan Karanganyar. Tempatnya sangat dingin
namun pemandangannya sangat mempesona. Kusdi biasa mengajak Jinten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
ketempat itu ketika ia ingin membicarakan sesuatu yang serius. Hal ini dapat
dilihat dari kutipan berikut:
Yen pungkasane dheweke gelem diajak Kusdi nganti tekan Sarangan
amarga dheweke nduwe keperluan kanggo njlentrehake perkarane Marjuki.
… perkara lumrah, kang mbokmenawa ora prelu dicritakake nganti
keraya – raya tekan papan ereng – erenging Gunung Lawu kuwi.
(epsd 6:29)
Terjemahan:
Kalau akhirnya ia mau diajak Kusdi sampai Sarangan karena ia punya
keprluan untuk menjelaskan persoalan Marjuki.
… persoalan biasa, yang mungkin tidak perlu diceritakan sampai
bersusah – susah di tempat lereng Gunung Lawu itu.
c) Bangunrejo
Dhusun Bangunrejo adalah tempat tinggal Jinten bersama orang tuanya
yakni Pak Saji dan Mbok Parmi. Sejak kecil Jinten tinggal disitu. Maka dari itu
Jinten sering mendapat julukan kembang tayub dari Dhusun Bangunrejo. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan berikut :
Marjuki ora seneng pamer. Ora gelem kemlinthi, nadyan ngrumangsani yen
Jinten kuwi kembang tayub saka Dhusun Bangunrejo (epsd 3:29).
Terjemahan:
Marjuki tidak suka pamer. Tidak mau sombong. Meskipun merasa kalau
Jinten itu kembang tayub dari Dhusun Bangunrejo.
d) Rumah Kartolegowo
Ketika Jinten pentas tayub di rumah Kartolegowo, seperti biasa terjadi
keributan. Namun ia cepat – cepat pergi dari tempat itu. Untung saja, waktu itu
Guru Marjuki menjemputnya, jadi ia bisa cepat pulang. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Ana pinggir dalan, sawetara meter saka omahe Kartolegowo, wis nunggu
Guru Marjuki kanthi astrea grand kreditane (epsd 1:29).
Terjemahan:
Di pingggir jalan, beberapa meter dari rumah Kartolegowo, sudah
menunggu Guru Marjuki dengan astrea grand kreditannya.
e) Warung
Rumah Jinten sekaligus dijadikan sebuah warung. Entah bagaimana
menyebutnya, rumah sekaligus warung atau warung sekaligus rumah. Pekerjaan
ibu Jinten, yakni Mbok Parni memang berjualan di warung. Kadang – kadang
kalau Jinten baru tidak ada acara menggung juga membantu ibunya. Banyak
teman Jinten yang bertamu ke warung itu khususnya laki – laki, termasuk juga
Marjuki. Mereka sudah terbiasa menemui Jinten di warung itu dan ibunya pun
tidak keberatan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Omah utawa warung
Loro – lorone padha benere. Amarga omah mau uga minangka warung.
Utawa warung mesisan omah.
“Mas ora langsung bali, to? Ben digawekke kopi simbok dhisik.”
Marjuki amung ngiyani. Dheweke wis kulina ana warung iku. Malah
maramg Mbok Parni emboke Jinten. Uga marang Pak Saji…(epsd 1:29)
Terjemahan:
Rumah atau warung
Dua – duanya sama benarnya. Karena rumah tadi juga sebagai warung. Atau
warung sekaligus rumah.
“Mas tidak langsung pulang, kan? Biar dibuatkan kopi ibu dulu.”
Marjuki hanya mengiyakan. Ia sudah terbiasa berada di warung itu. Malah
pada Mbok Parni, ibunya Jinten. juga pada Pak Saji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
f) Rumah Marjuki
Ketika terjadi pertengkaran antara Jinten dan Marjuki, Jinten berusaha untuk
menyelesaikan masalah dengan menjelaskan persoalan secara dingin. Namun
beberapa kali Jinten mendatangi rumah Marjuki, ternyata tidak menghasilkan
apa – apa . Sepertinya Marjuki memang sengaja menghindar darinya.. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan berikut:
Jinten meh percaya satus persen. Dheweke uga butuh kanca kanggo bawa
rasa.
Apa maneh kanggo kang kapindhone, katelune, dheweke dolan menyang
omahe Marjuki tetep ora ana asile. Kang kapindho ora ana uwong ana
omah. Mbuh bener – bener lunga apa sengaja nyingkrihi tekane Jinten.
(epsd 7:28)
Terjemahan:
Jinten akan percaya seratus persen. Ia juga butuh teman berbagi rasa.
Apalagi untuk yang kedua kalinya, ketiga, ia bermain ke rumah Marjuki
tetap tidak ada hasilnya. Yang kedua tidak ada orang di rumah. Entah
benar – benar pergi apa sengaja menghindari kedatangan Jinten.
g) Losmen
Waktu itu Jinten memang sudah pasrah mengenai jodoh. Ia bertekad tidak
akan memilih – milih lagi siapa yang akan menjadi suaminya. Hingga pada
akhirnya ia bertemu dengan seorang pria bernama Gutomo. Pada mulanya Jinten
memang tidak curuga sama sekali. Pria itu mengaku ingin menggunakan jasanya
sebagai ledhek untuk acara hajatan di tempatnya. Gutomo menjemput sendiri di
rumah Jinten sekaligus memberikan uang bayaran. Namun ternyata pria itu
mempunyai niat buruk pada Jinten. Jinten bukannya diajak ke tempat hajatan, tapi
malah diajak ke losmen. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Bener dipapag. Sing ora bener yakuwi papan kang dituju. Dudu neng
Geneng. Dudu neng omah kang rame uwong kaya umume wong nduwe
gawe. Nanging omah kang sepi banget. Papane ing pinggir kali kutha cilik
Maospati kang mepet wates karo Geneng.
Dudu omah, nanging losmen.
Jinten sing buta huruf langsung protes nalika maca jeneng losmen kang
ana ngarepe (epsd 8:29).
Terjemahan:
Benar dijemput. Yang tidak benar yaitu tempat yang dituju. Bukan di
Geneng. Bukan di rumah yang ramai orang seperti kebanyakan orang
punya hajat. Tapai rumah yang sepi sekali. Tempat di tepi sungai kota
kecil Maospati yang berbatasan dengan Geneng.
Bukan rumah, tapi losmen.
Jinten yang buta huruf langsung protes ketika membaca nama losmen yang
ada didepannya.
h) Terminal bus Maospati
Jinten berhasil melarikan diri dari Gutomo. Ia lebih memilih ke terminal bus
Maospati karena ia berfikir jam berapapun bus jurusan Solo pasti ada Hal ini
dapat dilihat dari kutipan berikut:
Ing dalan ana sawetara tukang becak kang lagi nggrombol. Nanging
Jinten milih ngojek kanggo menyang terminal bis Maospati. Ajeg ana bis
menyang jurusan Solo. Jam pira wae mesthi ngliwati omahe (epsd 9:29).
Terjemahan:
Di jalan banyak tukang becak yang baru bergerombol. Tapi Jinten memilih
ngojeg untuk ke terminal bus Maospati. Selalu ada bus jurusan Solo. Jam
berapa saja pasti melewati rumahnya.
i) Rumah Mbah Sutoijoyo
Mbah Sutoijoyo adalah orang tua Saji simbah dari Jinten. Pernikahn Jinten
dengan Juragan Kusdi rencananya akan digelar ditempat itu. Karena rumah Mbah
Sutoijoyo lebih luas dan besar dibandingkan rumah Jinten dan kedua orang
tuanya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Sing genah resepsine ora mapan neng omahe Saji ing Bogo. Ora bakalan.
Ora bakal cukup kanggo nampa dhayuh kang dikira – kira nganti sewu
uwong. Sing luwih mungkin yakuwi omahe Mbah Sutoijoyo ing Bangunrejo,
wong tuwane Saji, dadi simbahe Jinten. Omahe Mbah Sutoijoyo jejer papat
gedhe – gedhe (yen dudu kang paling gedhe ing desane). Meh padha karo
gedhung resepsi prasaja kang ana ing Ngawi. Iku wae mbokmenawa isih
ditambahi kajang ing plataran (epsd 10:28)
Terjemahan:
Yang jelas resepsinya tidak bertempat di rumah Saji di Bogo. Tidak akan.
Tidak akan cukup untuk menerima tamu yang kira – kira sampai seribu
orang. Yang lebih mungkin yakni rumah Mbah Sutoijoyo di Bangunrejo,
orang tua Saji, jadi simbahnya Jinten. Rumah Mbah Sutoijoyo berjajar
empat besar – besar ( jika bukan yang paling besar di desanya). Hampir
sama dengan gedung resepsi bagus yang ada di Ngawi. Itu saja mungkin
saja masih ditambah tenda di pelatarannya.
j) Solo (termasuk Kebakkramat)
Jinten dan Kusdi mengalami kecelakaan di daerah Kebakkramat setelah
berbelanja keperluan pernikahannya di Solo. Mereka berdua harus dilarikan ke
rumah sakit. Namun sayang, nyawa Kusdi tidak terselamatkan sedangkan Jinten
mengalami luka parah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Nalika calon manten sakloron mulih saka Solo saperlu blanja kekurangane
kabutuhan, panther-e ditabrak truk tebu ing laladan Kebakkramat.
Tabrakan kang banget nggegirisi…(epsd 11:28)
Terjemahan:
Ketika calon pengantin berdua pulang dari Solo untuk keperluan belanja
kekurangan kebutuhan, panther-nya ditabrak truk tebu di daerah
Kebakkramat. Kecelakaan yang sangat tragis.
k) Cakruk (pos ronda)
Semenjak kecelakaan yang merenggut nyawa Kusdi dan menjadikannya
cacat permanen. Jinten memilih tinggal di rumah simbahnya. Kebetulan di dekat
rumah itu ada sebuah cakruk, semacam pos ronda yang terbuat dari kayu. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
tempat itu, Jinten kecil bermain dengan teman – temannya. Entah tiba – tiba Jinten
merindukan saat – saat itu dan ia memutuskan bernostalgia di cakruk itu meskipun
sendirian. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Nanging ora murungake kepenginane tetep lungguhan ana kono, karo
nggantung sikil. Cakruk mau isih kaya biyen. Wangune kaya omah
panggung cilik, cagak papat saka kayu jati. Sisih ngarep bukakan,
sedheng telung ngiringan liyane amung ditutup separo. Dadi yen
lungguhan neng njero isih bisa nyawang ngendi – ngendi.
Jinten rumangsa akrab karo cakruk kuwi. Mbokmenawa amung sawetara
perangan sing rusak. Mbokmenawa kabeh isih kaya biyen. Kayu jati kuwi
awet. Ora gampang rusak, kajaba sengaja dirusak (epsd 12:28).
Terjemahan:
Tetapi tidak mengurungkan keinginannya duduk disana, dengan
menggantung kaki. Pos ronda tadi masaih seperti dulu. Bentuknya seperti
rumah panggung kecil, tiang empat dari kayu jati. Bagian depan terbuka,
sedangkan tiga bagian samping lainnya hanya ditutup setengah. Jadi jika
duduk di dalam masih bisa melihat kemana – mana.
Jinten merasa akrab dengan pos ronda itu. Mungkin saja hanya sebagian
yang rusak. Mungkin saja semua masih seperti dulu. Kayu jati itu awet.
Tidak mudah rusak, kecuali memang sengaja dirusak.
l) di gubuk tempat para polsus hutan beristirahat
Pada akhirnya Kencur bisa meluluhkan hati Jinten. Kencur mengajaknya ke
sebuah tempat, ya tepatnya sebuah gubuk yang biasa digunakan untuk beristirahat
para polisi khusus hutan. Disana mereka berbagi satu sama lain. Termasuk
rencana mereka selanjutnya.
Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau
ana gubug, papan panggonane para polsus alas pinuju ngaso (epsd 15:29)
Terjemahan :
Kencur menarik lengan Jinten. Diajak berlari. Di dekat situ tadi ada gubuk,
tempat para polsus hutan beristirahat.
Dari sekian banyak dekor yang terdapat di cerbung Kembang Tayub,
tempat yang di gunakan terletak di dua provinsi, yakni Jawa Timur dan Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Tengah. Jawa Timur, sebagian besar di kota Ngawi dan sekitarnya sedangkan
Jawa Tengah berada di kota Solo dan sekitarnya. Ada yang digunakan sebagai
tempat persinggahan saja ada pula yang untuk menetap. Pemilihan dekor di
daerah tersebut dimungkinkan karena pengarang tinggal dan pernah mendatangi
kota tersebut.
2) Waktu-waktu tertentu
Latar waktu adalah waktu (masa) tertentu ketika peristiwa dalam cerita itu
terjadi. Seperti kutipan berikut:
a) Empat tahun yang lalu
Empat tahun yang lalu adalah untuk pertama kalinya Jiinten bertemu dengan
Marjuki. Jauh sebelum Jinten menjadi ledhek seperti saat ini. Waktu itu Jinten
adalah murid dari Marjuki. Namun tanpa disadari semakin lama timbul rasa suka
pada keduanya. Rasa simpati yang bukan hanya sebatas guru dan murid, namun
lebih dari itu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Eling pocapane Surti dadi eling patemone pisanan karo Guru Marjuki,
patang taun kepungkur. Papane during neng pagelaran tayub, nanging
isih ana ing lingkungan sekolahan. Ana kelas. Jinten murid kelas enem
sing sedhela maneh bakal ujian EBTA. Lan Marjuki guru enom sing lagi
karotengah taun ana SD iku. Uga dadi wali kelase (epsd 2:29).
Terjemahan:
Ingat ucapan Surti jadi ingat pertemuan pertama kalinya dengan Guru
Marjuki empat tahunyang lalu. Tempatnya belum di pergelaran tayub, tapi
masih di lingkungan sekolah. Di kelas. Jinten murid kelas enam yang
sebentar lagi akan ujian EBTA. Dan Marjuki guru muda yang baru satu
setengah tahun di SD itu. Juga menjadi wali kelasnya.
b) Sore hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Sore itu Marjuki telah berjanji pada Jinten untuk mengajak jalan – jalan
sekaligus melepas rindu. Mungkin karena Marjuki seorang guru yang tertib, sore
itu ia dating lebih awal. Jinten pun tidak merasa keberatan. Justru ia senang bisa
pergi jalan – jalan dengan Marjuki, yang memang jarang dilakukan karena
kesibukan masing – masing. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Sore sing dijanjekake wis teka.
Marjuki teka luwih cepet saka wektu sing dijanjekake. Isih jam telu luwih
sepuluh menit. Jinten cepet – cepet menyang sumur ana mburi omah.
Marjuki ngenteni kanthii sabar. Dhewekan (epsd 3:29).
Terjemahan :
Sore yang dijanjikan telah datang
Marjuki datang lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Masih jam tiga lebih
sepuluh menit. Jinten cepat – cepat menuju sumur di belakang rumah.
Marjuki menunggu dengan sabar. Sendirian.
c) Pagi hari
Pagi itu ketika akan pergi ke Pasar Kricak, Kencur tidak sengaja melihat
Marjuki jatuh dari sepeda motornya yang diduga karena dipaksa. Bukan karena
jatuh sendiri. Dengan segera Kencur pun menolongnya. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut:
Maneh – maneh Kencur sing nemoakake esuk – esuk nalika arep nyang
Pasar Kricak. Marjuki sambat kelaran ora adoh saka sepedha montore
kang katone dirubuhake kanthi peksan (epsd 5:29).
Terjemahan:
Lagi – lagi Kencur yang menemukan pagi – pagi ketika akan ke Pasar
Kricak. Marjuki meronta kesakitan tidak jauh dari sepeda motornya yang
kelihatannya dijatuhkan secara paksa.
d) Jam sebelas siang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Ditengah – tengah keruwetan menghadapi masalah dengan Marjuki dan
Kusdi, ketika sampai rumah tepatnya jam sebelas siang, ibunya langsung memberi
kabar yang menambah pusing kepala Jinten. Kabar itu mengenai Kusdi.Hal ini
dapat dilihat dari kutipan berikut:
Jam sewelas awan, nalika tekan omah, simboke langsung nyegat kanthi
kabar kang ndadekake sirahe sansaya puyeng (epsd 6:28).
Terjemahan:
Jam sebelas siang, ketika sampai rumah, ibunya langsung menghampiri
dengan kabar yang menambah semakin menambah kepalanya pusing.
e) Sepuluh hari sebelumnya
Sepuluh hari sebelum resepsi berlangsung. Suasana begitu ramai. Bukan
karena sesuatu yang menyenangkan namun sebaliknya. Hari itu kedua calon
pengantin, yakni Jinten dan Kusdi mengalami kecelakaan. Dan lebih tragis lagi
kecelakaan itu mengakibatkan Kusdi meninggal. Sedangkan Jinten mengalami
cacat permanen. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Bener, pancen rame.
Luwih rame tinimbang sakabehing panduga.
Dudu pas resepsi, nanging sepuluh dina sadurunge…
Tabrakan kang nggegirisi. Panther monting – monting mengiwa watara
nem meter sadurunge pungkasan nabrak thukulan klungsu sing wis umur
telung puluh taun (epsd 11:28).
Terjemahan:
Benar, memang ramai.
Lebih ramai dibanding seluruh dugaan
Bukan saat resepsi, tetapi sepuluh hari sebelumya…
Kecelakaan yang tragis. Panther berputar – putar kekiri sekitar enam meter
sebelum akhirnya menabrak pohon asam yang sudah berumur tiga puluh
tahun.
f) Hampir empat bulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Semenjak Jinten kembali tinggal di rumah kakeknya, yang kebetulan juga
tetangga dari Kencur. Baru dua kali Kencur menjenguknya, padahal sudah hampir
empat bulan ia tinggal disana. Jauh dilubuk hati, sebenarnya Jinten ingin kencur
menengoknya sesering mungkin. Namun itu sepertinya hanya sia – sia saja.Hal ini
dapat dilihat dari kutipan berikut:
Wiwit Jinten manggon neng omahe simbahe, bocah jaka kuwi lagi kaping
pindho niliki. Kamangka Jinten bali dadi tanggane maneh wis meh patang
sasi.
Jinten banget ngarep – ngarep tekane Kencur. Nanging kayadene
pengarep – arep kang ora kelakon. Kencur ora tau teka. Luwih saka ping
pindho mau (epsd 11:29).
Terjemahan:
Semenjak Jinten tinggal di rumah simbahnya, jejaka itu baru dua kali
menjenguk. Padahal Jinten kembali menjadi tetangganya lagi sudah hampir
empat bulan.
Jinten sangat mengharap datangnya Kencur. Tapi seperti harapan yang tidak
akan terlaksana. Kencur tidak pernah datang. Lebih dari dua kali tadi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa cerita bersambung Kembang Tayub ini terjadi
pada jaman modern. Sekitar tahun 90an sampai awal 2000an. Meski sebenarnya
kesenian tayub sendiri sudah banyak yang mati. Namun tidak semua, termasuk di
Ngawi, latar utama dalam cerita ini. Dari tokoh pendukung dan latar tempat juga
menggambarkan bahwa cerita ini berlangsung belum begitu lama. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut
Ana pinggir dalan, sawetara meter saka omahe Kartolegowo, wis nunggu
guru Marjuki kanthi Astrea Grand kreditane (epsd 1: 29).
Terjemahan :
Di tepi jalan, beberapa meter dari rumah Kartolegowo, sudah menunggu
guru Marjuki dengan Astrea Grand kreditannya.
Kutipan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Tabrakan kang nggegirisi. Panther monting – monting mengiwa watara
nem meter sadurunge pungkasan nabrak thukulan klungsu sing wis umur
telung puluh taun (epsd 11:28).
Terjemahan :
Kecelakaan yang tragis. Panther berputar – putar kekiri sekitar enam meter
sebelum akhirnya menabrak pohon asam yang sudah berumur tiga puluh
tahun
3) Analisis Pengaruh Latar pada Tokoh
Latar adalah bagian dari suatu cerita yang sangat penting. Latar merupakan
arena atau panggung dimana kejadian dan para tokoh bertindak. Dalam KT latar
diawali dari kisah cinta Jinten dengan Marjuki. Sebenarnya perasaan yang lebih
itu sudah muncul ketika Jinten masih kecil, tepatnya waktu Jinten masih SD,
waktu Jinten masih tinggal di Bangunrejo. Namun karena Marjuki
dipindahtugaskan ke SD Pusat kecamatan kota dan Jinten tidak melanjutkan
sekolah lagi, maka mereka sudah tidak bertemu lagi. Jinten pindah ke Bogo dan
bertemu lagi dengan Marjuki. Tempat favorit mereka selama pacaran adalah di
Tawun. Kolam renang di daerah pegunungan yang letaknya di sebelah timur kota
Ngawi. Setelah putus dengan Marjuki, Jinten menjalin kasih dengan Kusdi.
Tempat favorit mereka adalah Sarangan. Sebuah telaga yang terletak di lereng
Gunung Lawu dan masuk dalam dua kota, yakni Magetan dan Karanganyar.
Hubungan mereka cukup serius, pernikahan pun telah direncanakan. Namun
sayang, sepuluh hari sebelum hari pernikahan mereka mengalami kecelakaan di
daerah Kebakkramat. Pernikahan mereka batal
Setelah Jinten divonis cacat permanen yakni kakinya sudah tidak bisa
lurus lagi jika untuk berdiri dan tangannya agak ceko akibat kecelakaan yang
menimpanya, ia memilih kembali tinggal di Bangunrejo. Tempat dimana masa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
kecil Jinten dihabiskan. Mbak Sriyatun yakni guru Jinten tiba – tiba datang
menjenguknya setelah sekian lama tidak bertemu. Ia memberi kabar bahwa Mbak
Sumiyati, yakni seorang sindhen dari Sragen dan Dhalang Karno sanggup melatih
Jinten untuk menjadi lebih profesional. Jinten langsung menyanggupi dan
berangkat ke Ngarum. Ia tinggal di rumah Dhalang Karno. Disana ia bertemu
Siwidayat, putra tunggal Dhalang Karno, orang yang telah merenggut
kegadisannya. Hubungan Jinten dengan Siwidayat tidak berlangsung lama.
Setelah pulang berguru dari Ngarum, Jinten pada akhirnya lebih memilih Kencur,
yakni kakak kelasnya sewaktu SD yang tidak lain adalah tetangga Jinten di
Bangunrejo. Di sebuah gubuk tempat istirahat para polsus hutan, mereka pada
akhirnya memutuskan untuk serius.
4) Analisis Hubungan Latar dan Tema
Pengaruh latar dalam cerita ini adalah ketika Jinten benar – benar putus
asa mngenai jodoh. Ia memilih tinggal lagi di tempat kelahirannya yakni
Bangunrejo. Dan tempat itu ternyata banyak memberikan Jinten sebuah hiburan.
Dengan mengenang masa lalunya ketika bersama teman – temannya. Tentu saja
lebih bahagia dibanding hidup Jinten ssat ini. Semakin lama, Jinten menjadi kuat
kembali dan memasrahkan urusan jodoh itu sepenuhnya kepada Tuhan Yang
Maha Esa
Selain itu, disaat Jinten putus asa terhadap karirnya. Desa Ngarum, Sragen
dapat mengobati keputusasaanya. Menjadi optimis kembali. Bahwa karirnya tidak
berakhir hanya karena ia cacat akibat kecelakaan. Buktinya Dhalang Karno dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Mbak Sumiyati yang seorang sindhen sanggup untuk melatihnya untuk menjadi
lebih baik.
5) Analisis Atmosfer atau suasana
Atmosfer merupakan cermin yang merefleksikn suasana jiwa sang krakter
atau sebagai salah satu bagian dunia yang berada di luar diri sang karakter. Dalam
Kembang Tayub terdapat berbagai suasana antara lain:
a) Suasana Ramai
Swasana sansaya regeng. Sumringah. Bareng karo lumingsiring wengi,
kabeh katrem marang gregeting kasukan, meh tanpa kena dikendaleni.
Kabeh ! penonton, tamu undhangan, pambeksa, tan ana sing ora klarut.
Kabeh mbengok sora. Sesorak, sruwitan, binarung gamelan kang ditabuhi
sigrak mawa gendhing – gendhing irama rancak (epsd 1:28).
Terjemahan:
Suasana semakin ramai. Meriah. Bersamaan dengan bergantinya malam,
semua terbuai dalam kegembiraan, hampir tidak dapat dikendalikan.
Semua ! Penonton, tamu undangan, penari tidak ada yang tidak terlarut.
Semua berteriak kencang. Bersorak, bersiul diiringi gamelan yang ditabuh
semangat dengan gendhing – gendhing irama keras.
b) Suasana tegang
Jam tembok neng omahe Kartolegowo, sing duwe gawe, durung nuduhake
angka telu, nanging pagelaran wis rampung. Kedadeyan perkara cilik.
Blandhong Marjo ditempiling Juragan kayu Ribut, nalika padha – padha
mendeme. Liyane padha misah. Mesisan mbubarake tayub sing kudune
sakjam maneh lagi rampung, utawa nganti mlethek srengenge (epsd 1:29).
Terjemahan:
Jam dinding di rumah Kartolegowo, yang punya kerja, belum
menunjukkan jam tiga, tetapi pertunjukkan sudah selesai. Terjadi
permasalahan kecil. Blandhong Marjo dipukul Juragan kayu Ribut, ketika
sama – sama mabuknya. Selainnya melerai. Sekaligus membubarkan tayub
yang seharusnya satu jam lagi selesai, atau hingga matahari terbit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
c) Suasana romantis
“Bener Mas Marjuki sayang Juminten?”
Ana kursi bandulan ing taman kekarone lungguh pepet – pepetan.
“Yen ora sayang awake dhewe ora prelu tekan kene, Ten. Pitakonmu
aneh…” (epsd 3:29)
Terjemahan:
“Bener Mas Marjuki sayang Juminten?”
Di kursi ayunan di taman keduanya duduk berdekatan.
“Kalau tidak sayang kita tidak perlu sampai kesini, Ten. Pertanyaanmu
aneh…..”
Kutipan :
Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau
ana gubug, papan panggonane para polsus kang pinuju ngaso. Ing
sajroning udan sinurung angin kang nyempyok jejogedan Kencur
ngrangkul Jinten. Ngruket Jinten.
Luwih kenceng (epsd 15:29).
Terjemahan :
Kencur menarik lengan Jinten. Mengajak berlari. Di dekat situ tadi ada
gubuk, tempat para polsus hutan yang akan beristirahat. Di tengah hujan
terdorong angin yang berhembus menari Kencur merangkul Jinten.
memeluk Jinten.
Lebih erat.
d) Suasana berduka
Dudu pas resepsi, nanging sepuluh dina sadurunge. Nalika calon manten
sakloron mulih saka Solo saperlu blanja kekurangane kabutuhan,
panther-e ditabrak truk tebu ing laladan Kebakkramat. Tabrakan kang
banget nggegirisi. Panther monting mengiwa watara nem meter
sadurunge pungkasan nabrak thukulan klungsu sing wis umur telung
puluh tahun.
Ngiringan sisih tengen, pas pener mburi stir remuk, Kusdi slamet.
Nanging amung bisa ambegan rong jam ana rumah sakit Solo. Sabanjure
dheweke ora ketulung amarga kakehan ngetokke getih.
Jinten slamet. Isih bisa ambegan terus. Nanging ora bisa langsung dijak
mulih amarga sikil lan tangane sing sesisih pepes.
Jugar sakabehing rancangan.
“Kabeh wis dadi kersane Allah. “ pangrintihe pasrah (epsd 11:28).
Terjemahan:
Bukan saat resepsi, namun sepuluh hari sebelumnya. Ketika calon
pengantin berdua pulang dari Solo untuk belanja kekurangan kebutuhan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
panther-e ditabrak truk tebu di daerah Kebakkramat. Kecelakaan yang
sangat tragis. Panther berputar ke kiri sekitar enam meter sebelum
akhirnya menabrak pohon asam yang umurnya sudah tiga puluh tahun.
Bagian samping kanan, pas di belakang kemudi remuk, Kusdi selamat.
Namun hanya bisa bernafas dua jam di rumah sakit Solo. Selanjutnya ia
tidak tertolong karena terlalu banyak mengeluarkan darah.
Jinten selamat. Masih bisa bernafas terus. Namun tidak bisa langsung
diajak pulang karena kaki dan tangannya yang sebelah parah.
Gagal semua rencana.
“Semua sudah jadi kehendak Allah,” rintihannya pasrah.
2. Sarana-sarana Sastra
a. Judul
Judul dari cerbung ini sebenarnya sangat sederhana. Pengarang memilih
judul Kembang Tayub dikarenakan dimungkinkan ketika orang membaca , banyak
yang bisa menafsirkannya. Dalam bahasa Indonesia kembang berarti bunga. Tentu
saja bunga ini dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang indah. Sedangkan tayub
adalah salah satu hiburan rakyat yang saat ini masih berkembang dalam
masyarakat walaupun sudah langka atau jarang. Jika kedua kata tersebut
digabungkan dapat menimbulkan arti bunga dari tayub, seseorang yang paling
indah paling menarik di tayub. Tentu saja yang paling indah atau paling menarik
ini mengacu pada pelaku tayub yakni penarinya yang biaa disebut dengan ledhek.
Sesuai dengan judulnya cerbung Kembang Tayub menceritakan tentang
lika-liku perjalanan kehidupan Jinten dengan semua cobaannya yang harus dilalui.
Jinten yang dalam cerita ini digambarkan sebagai seorang penari tayub atau
disebut dengan ledhek, namun bukan ledhek biasa. Ia adalah seorang kembang,
kembang dari tayub yang banyak dicari, digandrungi oleh masyarakat, khususnya
para pria. Tidak hanya itu, bayaran tiap sekali tampil tentu saja tidak sedikit. Di
satu sisi, ia boleh saja bangga dengan predikat kembang itu, namun di sisi lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
nasibnya tidak seindah itu. Kisah cintanya yang beberapa kali kandas,
mengakibatkan ia terpuruk beberapa kali pula. Penilaian yang kurang baik dari
masyarakat terhadap profesinya, peaturan adat yang masih kental di lingkungan
sekitarnya. Membuatnya hati - hati dalam bertindak, termasuk dalam hal
percintaan. Bukan hanya itu saja, kembang tayub itu juga sempat mengalami saat
terpuruk, dimana ia divonis cacat permanen akibat kecelakaan. Karirnya meredup,
karena ia lebih memilih untuk membantu orang tuanya dirumah. Putus asa itu
adalah hal yang biasa, seperti halnya juga Jinten. Namun sisa – sisa semangatnya
membuat ia bangkit kembali, apalagi dalam hal karir, ia mendapat tawaran untuk
berlatih di Ngarum. Dhalang Karno dan Mbak Sumiyati sanggup menjadi
gurunya. Jinten pun menyanggupinya . tidak ketinggalan mengenai pendamping
hidup, pada akhirnya hati Jinten berlabuh pada Kencur yakni kakak kelasnya
sewaktu SD. Samangat yang tinggi dan kesabaran akan membuahkan hasil yang
manis di kemudian hari.
b. Sudut Pandang
Menurut Robert Stanton cerbung Kembang Tayub ini menggunakan sudut
pandang „orang ketiga-terbatas‟, pengarang megacu pada semua karakter dan
memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang
dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja. Sudut
pandang ini memungkinkan kita untuk mengetahui jalan pikiran seorang karakter
(biasanya karakter utama). Pengarang dapat menggambarkan dan mengomentari
sang karakter secara langsung..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Sudut pandang digambarkan menjadi dua cara, subjektif dan objektif.
Cerbung ini termasuk objektif karena pengarang akan menghindari usaha untuk
menampakkan gagasan – gagasan dan emosi – emosi. Dengan demikian, pembaca
harus memutusakan segalanya dari fakta – fakta tanpa bantuan siapa pun.
c. Ironi
Menurut Robert Stanton, dalam Teori Fiksi ironi dibagi menjadi dua, ironi
dramatis dan tone ironis.
1) Ironi Dramatis atau Ironi Alur Ironi dramatis
Ironi Dramatis adalah situasi yang muncul melalui kontras diametris antara
maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan
apa yang sebenarnya terjadi. Ironi dramatis biasanya terjadi dikarenakan adanya
hubungan kausal atau sebab-akibat. Berikut adalah kutipan Ironi Dramatis:
Sebenaranya Jinten dan Marjuki sudah siap untuk menikah. Mereka berdua
tidak peduli omongan orang – orang sekitar. Namun masih ada ganjalan yang
membuat mereka harus berfikir dua kali untuk menuju ke pelaminan. Bapak dari
Marjuki masih keberatan dengan hubungan mereka. Bukan karena Jinten seorang
ledhek, tapi mengenai adat-kepercayaan, kepercayaan jilu yang dianggap kurang
baik dalam pernukahan karena konon akan berakibat buruk dikemudian harinya.
Berikut kutipannya :
Mboyak mbodhil karo gosip ngono mau. Sing mesthi nganti wektu iki
kekarone isih rukun lan tetep ing janjine sakawit, bakal rabi sakcepete.
Sakjane saiki uga wis siyap. Amung ana ganjelan sethithik: bapake
Marjuki isih kabotan. Isih perlu diwenehi pangerten.
Ora amarga Jinten kuwi ledhek kang ndadekake ora setuju. Nanging bab
adat-kepercayaan, bab jilu, kelairan nomer siji lan nomer telu. Miturut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
kepercayaan ing laladan kono, bebrayan ngono mau bisa ndadekake
kedadeyan – kedadeyan sing ora nyenengake ing tembe mburi. Kedadeyan
ora mesthi padha, nanging mesthi ora kepenak dirungokake yen kudu
digawe contone (epsd 4:29).
Terjemahan:
Biar terserah dengan gosip seperti itu tadi. Yang pasti sampai waktu ini
keduanya masih rukun dan tetap dengan janjinya semula, akan menikah
secepatnya. Sebenarnya sekarang juga sudah siap. Hanya ada ganjalan
sedikit : bapak marjuki masih keberatan. Masih perlu diberi pengertian.
Bukan karena Jinten itu ledhek yang menjadikan tidak setuju. Tetapi
mengenai adat- kepercayaan, mengenai jilu, kelahiran nomor satu dan
nomor tiga. Menurut kepercayaan di daerah itu, rumah tangga yang begitu
tadi dapat menyebabkan kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan di
kemudian hari. Kejadian tidak selalu sama, tapi selalu tidak enak didengar
jika dibuat contohnya.
Selain contoh di atas, dalam Kembang Tayub ditemukan contoh ironi
dramatis yang lain. Yaitu ketika Marjuki berusaha membalas dendan kepada
Kusdi, karena ia menganggap Kusdilah yang mencelakainya, Jinten berusaha
untuk meredam amarah Marjuki. Tidak hanya itu, Jinten juga ingin agar Marjuki
mengurnungkan niatnya untuk balas dendam kepada Kusdi. Ia mengingatkan
nahwa profesinya sangat mempengaruhi sikap atau apa yang akan dilakukannya.
Namun usaha Jinten sia – sia. Marjuki tetap keras pada pendiriannya. Tidak peduli
apa kata Jinten.
Kutipan :
“Ten, kowe penak wae ngomong. Aku iki uga wong lanang. Sing lanang
kuwi dudu Kusdi, juragan nggantheng kang dadi pepujanmu kuwi. Dupeh
dadi rajaning dhuwit. Ku ora wedi sak pucuk kukua. Aku uga bisa gawe
piwales.”
Jinten sansaya kepojok. Katone wis ora bisa didandani maneh.
Tresna – sujana – dhendham, rasane wis dadi rasa kang kudu manunggal.
Jinten ora bakal ngomong mengkono. Nanging kasunyatane wis
mbuktekake yen pangirane mau bener. Mula kang diupayakake
sakbanjure, pangupaya kang pungkasan.
“Mas arep balas dhendham? Marang pak Kusdi? Arep gelut? Eling,
Mas. Mas kuwi guru. Apa ora isin? Aku wae isin yen nganti kadadeyan
apa – apa. Terus apa aloke uwong mengko? Guru Marjuki gelut karo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Juragan Kusdi gara – gara rebutan ledhek. Sapa sing isin? Aku lan Mas
dhewe ta?”
“Kowe oleh wae ana pihake Kusdi. Oleh mbela dheweke. Rabi uga oleh.
Babagan balas dhendham kuwi urusanku dhewe. Ora ana gandheng
cenenge karo kowe. “
Wis entek pangarep – arepe Jinten (epsd 5:29)
Terjemahan:
“Ten, kamu enak saja bicara. Saya ini juga laki – laki. Yang lelaki itu
bukan Kusdi, juragan tampan yang jadi pujaanmu itu. Jangan karena jadi
rajanya uang. Saya tidak takut se-pucuk jari pun. Saya juga bisa buat
pembalasan.”
Jinten semakin terpojok. Tampaknya sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Cinta – benci – dendam, rasanya sudah jadi rasa yang harus menyatu.
Jinten tidak akan bicara seperti itu. Namun kenyataannya sudah
membuktikan kalau perkiraannya tadi benar. Untuk itu yang diusahakan
selanjutnya, usaha yang terakhir.
“Mas mau balas dendam? Pada Pak Kusdi? Mau bertengkar? Ingat, Mas.
Mas itu guru. Apa tidak malu? Saya saja malu jika sampai kejadian
apa – apa. Terus apa kata orang nanti? Guru Marjuki bertengkar dengan
Juragan Kusdi gara – gara rebutan ledhek. Siapa yang malu? Saya dan Mas
sendiri kan?”
Kamu boleh saja di pihak Kusdi. Boleh membela Kusdi. Menikah juga
boleh. Mengenai balas dendam atau tidak itu urusan saya sendiri. Tidak
ada sangkut pautnya dengan kamu.”
Sudah habis harapan Jinten.
2) Tone Ironis atau ironi verbal
Tone Ironis atau ironi verbal biasanya digunakan untuk mengungkapkan
makna dengan cara berkebalikan. Seperti terkadang terdapat ironis antara „sikap‟
pengarang dengan „rasa‟ sesungguhnya yang pengarang rasakan. Biasanya
pengarang akan menggunakan sudut pandang seorang karakter untuk
mengungkapkan apa yang dirasakannya. Berikut beberapa kutipan Ironi verbal:
Jinten tidak mempunyai rasa cinta pada Juragan Kusdi. Kalaupun Jinten
mau diajak ke Sarangan itu juga bukan karena ia cinta kepada Juragan Kusdi.
Tetapi hanya untuk keperluan menjelaskan permasalahan Guru Marjuki bukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
yang lainnya. Terserah orang lain ingin berkata apa. Yang jelas Jinten tetap tidak
mempunyai perasaan lebih terhadap Juragan Kusdi.
Kutipan :
Jinten ora nresnani Juragan Kusdi……Jinten amung ora kepencut. Kuwi
wae. Wis ben uwong arep ngomong apa. Jinten wis mutusake : ora bakal
nampa tresnane Kusdi.
Yen pungkasane dheweke gelem diajak Kusdi nganti tekan Sarangan
amarga dheweke nduwe keperluan kanggo njlentrehake perkarane
Marjuki. Ora ana alesan liya wiwit saguh lan budhal,…
Pokoke ora (epsd 6:29).
Terjemahan :
Jinten tidak mencintai Juragan Kusdi… Jinten hanya tidak tertarik. Itu
saja. Biarlah orang mau berkata apa. Jinten sudah memutuskan : tidak akan
menerima cintanya Kusdi.
Kalaupun pada akhirnya ia mau diajak Kusdi hingga Sarangan karena ia
punya keperluan untuk menjelaskan masalah Marjuki. Tidak ada alasan
lain dari mau samapi berangkat….
Walaupun sudah menjadi kembang, tidak dipungkiri Jinten masih ingin
menjadi ledhek yang lebih besar. Bisa terkenal dimana – mana. Namun Jinten
menyadari bahwa ia berasal dari keluarga yang sederhana. Sehingga mana
mungkin ia menjadi ledhek yang besar.
Kutipan:
“Apa Dhik Jinten uga pengin dadi ledhek gedhe?”
“Gedhe lan ora kuwi amarga bakat lan keturunan. Yen simbokku cilik,
bapakku cilik, mosok aku bisa dadi gedhe?” Jinten sengaja ndagel
“Oh, dudu, dudu kuwi. Maksudku ledhek sing kondhang sak nuswantara.
Yen dhalang ya kaya Ki Anom Suroto utawa Ki Manteb Sudarsono. Kuwi
dhalang – dhalang gedhe.”
“Kepinginan mesthi nduwe. Kaya kang diduweni kabeh menungsa. Amung
yen aku isih angel. Isih durung ketemu dalan. Bisa dadi kaya saiki wae
rasane wis kaya kanugrahan. Atase aku iki amung anake wong ngisor wit
jati.” Jinten mangsuli blaka. Mbokmenawa amarga mesakake, wis gawe
dolanan wong tuwa (epsd 6:29).
Terjemahan:
“Apa dik Jinten juga ingin menjadi ledhek besar?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
“Besar dan tidak itu karena bakat dan keturunan. Kalau ibuku kecil,
bapakku kecil, masak saya bisa jadi besar?” Jinten sengaja bercanda.
“Oh, bukan, bukan itu. Maksud saya ledhek yang terkenal se-nusantara.
Kalau dhalang seperti Ki Anom Suroto atau Ki manteb Sudarsana. Itu
dhalang – dhalang besar. “
Keinginan pasti punya. Seperti yang dimiliki semua manusia. Hanya kalau
aku masih sulit. Masih belum ketemu jalannya. Bisa jadi seperti sekarang
saja rasanya sudah seperti anugerah. Padahal saya ini hanya anak orang
bawah pohon jati. “ Jinten menjawab jujur. Mungkin saja karena kasihan,
sudah membuat mainan orang tua.
Profesi guru yang disandang oleh Marjuki secara otomatis menuntut ia
untuk berhati – hati dalam bersikap dan melakukan sesuatu hal. Termasuk salah
satunya adalah kebiasaan ia mengantar jemput Jinten ketika mendapat tawaran
untuk manggung. Marjuki tentu saja merasa sungkan jika harus bertemu dengan
orang – orang. Namun keinginannya untuk bertemu Jinten juga sulit untuk
dikendalikan.
Kutipan:
Marjuki wis teka watara rong jam sakdurunge kedadeyan prastawa mau.
Karep mapag Jinten. Ora melu lungguh ana njero, nanging semu ndhelik
ing satengah – tengah penonton.
Posisine minangka guru desa mesthi palu batin kanggo dheweke. Nanging
kekarepan sing makantar – kantar kanggo ketemu Jinten uga ora gampang
dikendhaleni (epsd 1:29).
Terjemahan:
Marjuki sudah datang sekitar dua jam sebelum kejadian tadi. Bermaksud
menjemput Jinten. tidak ikut duduk di dalam, tetapi agak bersembunyi di
tengah – tengah penonton.
Posisinya sebagai guru desa pasti pukulan batin baginya. Namun
keinginannya yang menggebu – gebu untuk bertemu Jinten juga tidak
mudah dikendalikan.
d. Gaya dan Tone
Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Gaya bisa
berkaitan dengan maksud dan tujuan cerita. Gaya Daniel Tito selaku pengarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
cerbung Kembang Tayub begitu simpel, sederhana, sehingga mudah dipahami
oleh pembaca. Pengarang juga menyisipkan beberapa kata kiasan yang tentunya
jika dirangkai dalam kalimat akan menjadi indah. Tidak hanya itu, pengarang juga
menggunakan logat yang biasanya digunakan di latar tempat yang ada di dalam
cerita, misalnya saja logat daerah Sragen. Salah satu contoh gaya indah berupa
perumpamaan yang digunakan Daniel Tito dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Kencur nggeret lengene Jinten. Ngajak mlayu. Ing sacedhake kono mau
ana gubug, papan panggonane para polsus kang pinuju ngaso. Ing
sajroning udan sinurung angin kang nyempyok jejogedan Kencur
ngrangkul Jinten. Ngruket Jinten.
Luwih kenceng (epsd 15:29).
Terjemahan:
Kencur menarik lengan Jinten. Mengajak berlari. Di dekat situ tadi ada
gubuk, tempat para polsus hutan yang akan beristirahat. Di tengah hujan
terdorong angin yang berhembus menari Kencur merangkul Jinten.
memeluk Jinten.
Lebih erat.
Sedangkan salah satu contoh penggunaan logat daerah tertentu dapat
dilihat dalam kutipan berikut :
Mboyak mbodhil karo gosip ngono mau. Sing mesthi nganti wektu iki
kekarone isih rukun lan tetep ing janjine sakawit, bakal rabi sakcepete.
Sakjane saiki uga wis siyap. Amung ana ganjelan sethithik: bapake
Marjuki isih kabotan. Isih perlu diwenehi pangerten (epsd 4:29).
Terjemahan :
Biar terserah dengan gosip seperti itu tadi. Yang pasti sampai waktu ini
keduanya masih rukun dan tetap dengan janjinya semula, akan menikah
secepatnya. Sebenarnya sekarang juga sudah siap. Hanya ada ganjalan
sedikit : bapak marjuki masih keberatan. Masih perlu diberi pengertian.
Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita.
Dalam cerbung Kembang Tayub, Daniel Tito ingin menceritakan bahwa Tuhan
telah menggariskan jalan hidup setiap umatnya. Apa yang diberikan Tuhan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
kita tentu saja yang terbaik bagi kita walau kadang jalan untuk mencapainya
berliku – liku. Setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan. Jalan
hidupnya pun tidak monoton, terkadang diatas terkadang juga dibawah. Namun
janganlah berputus asa jika sedang berada di bawah. Karena setiap masalah itu
pasti ada solusinya dan janganlah tinggi hati ketika sedang di atas karena suatu
saat mungkin kita dalam keadaan yang sebaliknya. Hidup manusia itu pada
hakikatnya seperti roda yang berputar. Emosi Daniel Tito digambarkan melalui
tokoh Jinten yang mengalami lika – liku kehidupan. Predikat si kembang tayub
yang disandangnya bukan lantas membuat apa yang dilakukannya berjalan dengan
mulus. Justru karena profesinya itu, ia cukup sulit mendapatkan pasangan hidup.
Status sosial yang kerap kali diperhitungkan dan peraturan adat yang ternyata juga
sempat membelenggu dirinya. Walaupun pada akhirnya ia menemukan jodohnya
yakni Kencur.
e. Simbolisme
Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki
kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.
Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek. Pertama, sebuah simbol
yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna
peristiwa tersebut.Salah satu contoh simbolisme dalam cerita ini adalah ayah
Marjuki tidak setuju dengan pernikahan Marjuki dan Jinten dikarenakan dianggap
melanggar kepercayaan adat yakni pernikahan jilu, pernikahan antara kelahiran
nomor tiga dan nomor satu. Pernikahan ini dianjurkan untuk tidak dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
karena dianggap akan berdampak buruk pada rumah tangganya dikemudian hari.
Berikut kutipannya:
Ora amarga Jinten kuwi ledhek kang ndadekake ora setuju. Nanging bab
adat-kapercayan, bab jilu, kelairan nomer siji lan nomer telu. Miturut
kapercayan ing laladan kono, bebrayan ngono mau bisa nekakake
kedadeyan – kedadeyan sing ora nyenengake ing tembe mburi.
Kedadeyane ora mesthi padha, nanging mesthi ora kepenak dirungokake
yen kudu digawe contone (epsd 4:29).
Terjemahan:
Bukan karena Jinten itu ledhek yang menjadikan tidak setuju. Tetapi
tentang adat kepercayaan, tentang jilu, kelahiran nomor satu dan nomor
tiga. Menurut kepercayaan di daerah itu, rumah tangga seperti itu dapat
menyebabkan kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan di kemudian
hari. Kejadiannya tidak pasti sama, tapi pasti tidak enak didengarkan jika
harus dibuat contohnya.”
Kedua, suatu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita
akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ledhek merupakan simbol
yang diulang-ulang dalam cerbung KT. Ledhek merupakan suatu profesi, yaitu
seorang penari tayub. Pada saat itu ledhek masih sangat banyak dijumpai, namun
seiring perkembangan jaman semakin sedikit saja dijumpai. Seorang ledhek
biasanya identik dengan masyarakat kelas bawah. Sehingga profesi ini dianggap
kurang baik atau kurang layak dalam masyarakat. Ini menyimbolkan tentang
perbedaan status sosial dalam masyarakat, dimana ledhek dianggap sebagai salah
satu simbol masyarakat kelas bawah.
Ketiga sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan
membantu kita menemukan tema. Hal ini seperti dalam cerbung KT yang
menceritakan kegetiran-kegetiran hidup tokoh utama wanita yang ada pada
cebung ini. Jinten yang berprofesi sebagai penari tayub yang biasa disebut ledhek
harus mengalami lika – liku hidup karena kekontrasan antara profesi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
dijalaninya dengan kehidupan sosial masyarakat Jawa pada saat itu. Kisah
cintanya bersama Marjuki yang berprofesi guru kandas karena pada saat itu guru
dianggap kurang pas jika harus berpasangan dengan seorang ledhek. Guru yang
termasuk kelas atas kurang cocok kiranya jika harus berdampingan dengan ledhek
yang meripakan masyarakat kelas bawah. Selain itu peraturan adat yang melarang
pernikahan jilu juga merupakan faktor penyebab Jinten gagal menikah. Walau
pada akhirnya ia menemukan jodohnya yakni Kencur seorang pedagang tempe.
Dalam hal karir Jinten memang bersinar, namun ia juga diuji ketika divonis cacat.
Semangatnya yang tinggi membuat ia bangkit dan justru lebih giat berlatih dengan
berguru kepada dhalang Karno dan sindhen Sumiyati ang berdomisili di daerah
Sragen. Hal ini menjadikan tema dalam cebrung KT perempuan yang tak kenal
putus asa dalam menghadapi semua cobaan hidup yang dialaminya meskipun
terjadi kekontrasan atau pertentangan – pertentangan adat dalam masyarakat sosial
B. Analisis Sosiologi Sastra
Analisis sosiologi sastra merupakan analisis yang memperhatikan
faktor – faktor lain di luar karya ilmiah sastra itu sendiri seperti faktor-faktor lain
di luar karya ilmiah sastra itu sendiri seperti faktor lingkungan, faktor budaya,
serta faktor peradaban manusia seperti telah kita ketahui bahwa seorang
pengarang pada dasarnya adalah anggota masyarakat sehingga tentunya ia
memiliki hubungan dengan orang – orang disekitarnya. Oleh karena itu tidak
mengherankan apabila terjadi interaksi antara pengarang dan masyarakatnya.
Secara umum, persoalan kehidupan menjadi obsesi para pengarang dan mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
akan memberikan respon evaluatif terhadap persoalan kehidupan itu serta
menawarkan alternatif pemecahannya yang kesemuanya itu akan tercermin di
dalam karya sastra yang mereka ciptakan.
Pengarang dalam menulis cerita, tidak hanya sekedar menulis, tetapi ingin
menyampaikan sesuatu pelajaran atau pesan yang mungkin dapat memberikan
nikmat bagi masyarakat pembacanya.
1. Gambaran Sosok Wanita Jawa dalam Menghadapi Problem Hidup
a. Sosok Jinten sebagai Pekerja Seni / Seniwati (ledhek)
Ledhek atau joged adalah sebutan yang diberikan untuk penari perempuan
dalam pertunjukkan tayub. Ledhek adalah salah satu pekerjaan yang memerlukan
kemampuan tertentu. Modal dasar yang harus dimiliki oleh para ledhek adalah
ketertarikan atau kecintaannya terhadap tayub. Faktor – faktor yang
mempengaruhi seseorang menjadi ledhek di antaranya : lingkungan, bakat,
kecintaan terhadap tayub, dan ekonomi (Sri Rochana Widyastutieningrum, 2007:
291 – 292)
Ledhek sering menghadapi tantangan dalam menjalankan perannya dalam
pertunjukan tayub. Peran publik figur yang dimiliki mempunyai konsekuensi
cukup berat yang menghadapkannya pada sebuah dilema. Sebagai seorang ledhek,
ia mempunyai peran publik yang terkait langsung dengan kedudukannya sebagai
penari, pesindhen dan bintang panggung. Oleh karena itu, ia harus dapat
mengekspresikan perannya dengan baik. Akan tetapi jika peran itu berhasil
dilakukan dengan baik, muncul asumsi negatif mengenai diri seorang ledhek.
Berbagai tantangan yang sering dihadapi oleh para ledhek adalah sisi negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
profesi ledhek, kekerasan fisik dan psikis, godaan dari laki – laki, dan persaingan
sesama ledhek.
Selain itu sebagian masyarakat memandang, bahwa profesi sebagai ledhek
identik dengan pelacur. Pandangan ini disebabkan oleh struktur sosial masyarakat
Jawa masa lampau yang menempatkan perempuan hanya sebagai ibu rumah
tangga yang tugasnya memelihara, mendidik anak dan menyelesaikan urusan
rumah tangga. Pandangan negatif tentang ledhek dipengaruhi oleh berbagai
pernyataan yang terkait dengan penari tayub. Seperti dinyatakan Clifford Geertz
bahwa seorang penari tayub (taledek) hampir selalu seorang pelacur (dalam Sri
Rochana Widyastutieningrum, 2007 : 331).
Koentjaraningrat (1984 : 218) juga menyebutkan bahwa penari – penari
taledhek pada umumnya wanita – wanita tuna susila. Pernyataan – pernyataan itu
memberi gambaran, bahwa profesi sebagai penari tayub merupakan pekerjaan
yang tidak bermartabat dan memiliki status sosial yang rendah.
Penilaian negatif terhadap penari perempuan juga terjadi di Cina, bahwa
perempuan yang bersedia tampil di atas panggung harus bersedia pula menerima
cemoohan bahwa mereka itu tidak ubahnya sebagai pelacur (R.M Soedarsono,
2005: 7)
Lebih lanjut, R.M Soedarsono (2005: 33-35) dalam artikel “Tayub di
Akhir Abad ke-20,” memberikan informasi yang penting tentang pertunjukkan
tayub. Dalam tulisan ini disebutkan bahwa tayub menjadi pertunjukkan yang
populer di Jawa, dan dari berbagai sumber tertulis tampak bahwa tayub sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
menjadi perhatian banyak orang sejak abad ke-19. Ciri khas tayub adalah pada
fungsinya sebagai hiburan bagi kaum pria dan menempatkan ledhek sebagai
wanita penghibur. Namun dibalik citranya yang sering mebuat gerah kaum lelaki,
sebenarnya tayub memiliki nilai ritual yang culup penting bagi masyarakat di
pedesaan yang masih diwarnai budaya agraris. Ritual kesuburan itu dilakukan
secara simbolis. Hubungan secara simbolis itulah yang dianggap mempunyai
kekuatan magi simpatetis.
Sejalan dengan hal tersebut, pengarang cerbung KT mencoba
menggambarkan sosok wanita Jawa yakni Jinten yang berprofesi sebagai ledhek
menghadapi problematika hidup yang dialaminya. Tantangan – tantangan yang
sudah dipaparkan di atas juga dialami oleh Jinten. Mulai dari persepsi negatif
yang timbul dari masyarakat sekitar, yang juga berimbas pada masalah
perjodohan. Pelabelan negatif pada ledhek, yakni yang dianggap sebagai
penghibur, dapat dibawa kemana – mana oleh pria dapat ditepis oleh Jinten dalam
cerbung ini. Ia memang ledhek pada umumnya, namun ia mempunyai prinsip
tidak menjual diri, hanya menghibur penonton itu saja. Meski sempat terjebak
oleh pria hidung belang, namun ia berhasil melarikan diri.
Tidak hanya itu, profesi yang disandang oleh Jinten menuntut ia untuk
selalu berpenampilan menarik. Agar dapat menarik perhatian para penonton,
khususnya para lelaki. Namun pada kenyataannya tidak demikian, di tengah
karirnya yang sedang menanjak, Jinten mengalami kecelakaan yang
mengakibatkan kecacatan permanen yakni kaki yang tidak bisa kembali lurus
ketika berdiri dan tangan yang agak bengkok pada fisiknya. Tentu saja secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
otomatis penampilan Jinten akan menjadi kurang sempurna. Bahkan dapat
mempengaruhi karir Jinten kedepannya.
Ledhek yang menjadi bintang panggung atau primadona pertunjukkan
tayub pasti memiliki kemampuan kepenarian yang tinggi. Di samping itu
diperlukan pengalaman pentas yang cukup lama, sehingga mampu membentuknya
menjadi penari mumpuni dan handal yang memiliki ciri khas tertentu. Ledhek
sebagai penari tayub berperan menyampaikan kecantikan yang dimiliki seorang
perempuan yang memancarkan keindahan. Kecantikan dalam arti tidak hanya
menunjuk pada kecantikan lahiriah tetapi juga batiniah. Seorang ledhek yang
dapat menjadi bintang panggung atau populer memiliki kriteria antara lain : (1)
memiliki kemampuan kesenimanan (penguasaan gendhing dan tari serta
kemampuan vokal yang bagus) di atas kemampuan rata – rata ledhek yang lain;
(2) muda, cantik, dan berpenampilan menarik; (3) mampu menanggapi berbagai
karakter pengibing; (4) mempunyai gaya pribadi (wiled); (5) secara
sungguh – sungguh menekuni profesinya; (6) mempunyai jangkauan wilayah
pentas yang luas; (7) frekuensi pentas di atas rata – rata ledhek yang lain; dan (8)
besarnya honorarium yang diterima di atas rata – rata honorarium ledhek yang lain
(Sri Rochana Widyastutieningrum, 2007: 315)
Seperti halnya Jinten, ia menjadi seorang primadona juga bukan secara
cuma – cuma melainkan karena secara fisik ia memang juga cantik dan masih
muda. Selain itu ia juga piawai dalam hal menari. Meskipun ia bukan dari
keluarga berlatarbelakang penari tayub. Profesinya sebagai ledhek ini dianggap
sebagai wahyu. Dari segi honor, Jinten memang juga termasuk berpenghasilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
tinggi untuk sekali tampil dibandingkan ledhek yang lain. Namun keadaan yang
cukup membanggakan pada diri Jinten tersebut tidak lantas membuat Jinten
menjadi sombong. Ia tetap saja gadis desa yang sederhana, sopan dan ramah. Ia
pun menjalani kehidupan sehari – harinya secara normal. Tidak banyak berubah.
Bukan ia tidak merasa bahwa ia seorang primadona. Namun memang begitulah
Jinten, sosok seorang wanita Jawanya masih sangat melekat dalam dirinya.
b. Sosok Jinten sebagai Seorang Anak
Jinten terlahir dari keluarga yang sederhana. Ibunya yang seorang
pedagang dan ayahnya hanya seorang waker penjaga hutan. Sejak kecil ia
terbiasa membantu orang tuanya meski Jinten kecil termasuk anak yang sering
sakit – sakitan. Akibat sering sakit itu pula, ia juga terpaksa tidak melanjutkan
sekolah. Seorang Jinten yang menjadi primadona hanyalah tamatan SMP.
Walaupun begitu, ia tidak pernah merasa rendah diri. Karena memang mayoritas
penduduk desa pada saat itu banyak yang putus sekolah. Namun di sisi lain Jinten
boleh saja bersyukur, karena di anugerahi bakat menari yang kemudian
menjadikannya seperti sekarang ini.
Jinten dewasa memang tidak banyak mengalami perubahan. Ia juga masih
sering membantu ibunya di warung. Meski ia sudah menjadi ledhek yang terkenal.
Waktunya yang luang banyak dihabiskan bersama ibunya di warung, tidak peduli
ia merasa lelah. Tidak jarang pula pria yang mencari Jinten di rumahnya dari yang
masih lajang hingga yang sudah beristri bahkan beristri lebih dari satu. Entahlah
apa maksud mereka yang jelas semenjak Jinten menjadi ledhek apalagi dianggap
sebagai primadona, para lelaki itu datang silih berganti di warung Jinten. Dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
status sosial pun juga beragam mulai dari pelajar, priyayi seperti Guru Marjuki
hingga mantri ataupun para juragan yang tinggalnya tidak jauh dari desa Jinten.
Ibu Jinten, yakni Mbok Parni memang tidak pernah merasa keberatan
dengan kedatangan pria – pria tersebut. Baik dirinya maupun Jinten tetap bersikap
ramah terhadap mereka dan tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya.
Mbok Parni menganggap Jinten sudah cukup dewasa, sehingga ia pasti sudah
cukup tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu mBok Parni juga
sudah memaklumi bahwa itu semua adalah resiko dari pekerjaan putrinya. Ia juga
tidak keberatan jika putrinya itu memilih untuk menjadi seorang ledhek.
Jinten memang bukan tulang punggung keluarga, namun ia merasa sejak
kecil ia banyak mengecewakan orang tuanya. Sehingga ketika kini ia sudah bisa
mencari uang sendiri, penghasilannya pun juga sebagian untuk membantu orang
tuanya. Bagi Jinten seorang anak itu wajib membalas budi orang tuanya. Jinten
bisa sampai sekarang ini juga tidak lepas dari peran orang tuanya. Penghasilan
yang dapat diakatakan cukup dan ketenaran tidak lantas membuat ia melupakan
orang tua dan keluarganya. Ia juga tidak pernah malu meski orang tuanya hanya
dari kalangan biasa. Hal – hal tersebut mungkin yang dapat kita contoh dari sosok
seorang Jinten.
c. Sosok Jinten Menyikapi Nasib
Jinten adalah seorang star of tayub, ledhek yang sudah banyak dikenal
oleh masyarakat dan tentu saja berpenghasilan tinggi dibanding ledhek – ledhek
lainnya. Dari segi penampilan terutama fisik, secara otomatis Jinten paling tidak
dituntut untuk mendekati sempurna. Untung saja ia terlahir sebagai wanita yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
bisa dikatakan cantik dan disaat karirnya menanjak umurnya juga masih tergolong
muda yakni dua puluhan tahun. Jadi bukan hal lumayan sulit untuk Jinten
memenuhi kriteria itu.
Kehidupan manusia itu seperti roda berputar, kadang di atas kadang di
bawah. Sama seperti yang dialami oleh Jinten, disaat karirnya sedang cemerlang,
ia mendapat ujian berat yang sangat berpengaruh terhadap karirnya tersebut.
Jinten mengalami kecelakaan cukup parah di daerah Kebakkramat. Kecelakaan itu
terjadi ketika ia pulang dari berbelanja keperluan pernikahan dari Solo. Saat itu ia
juga bersama calon suaminya, yakni Kusdi. Akibat dari kecelakaan tersebut Kusdi
meninggal dunia, sedangkan Jinten divonis dokter mengalami cacat permanen.
Nasib Jinten mungkin kurang beruntung saat itu. Dua ujian yang berat dialaminya.
Ketika ia merasakan kebahagiaan karena akan melangsungkan pernikahan,
ternyata pria itu bukan jodohnya. Ia harus mengikhlaskan Kusdi untuk kembali
kepada Sang Pencipta. Tidak cukup itu, ia sempat mengalami putus asa karena
cacat yang dideritanya. Ia merasa karirnya sebagai ledhek akan berhenti sampai
disitu saja. Tidak akan lagi menjadi seorang primadona karena ia tidak cantik lagi
seperti dulu. Mungkin keluwesannya dalam menari juga akan berkurang karena
tangan dan kakinya sebelah kanan tidak normal lagi.
Namun keputusasaan Jinten tidak berlarut larut. Ia kembali bersemangat
ketika guru ledheknya yang bernama Sriyatun datang menemuinya dan
menawarkan bahwa ledhek Lasmi dan dhalang Karno sanggup menjadi gurunya.
Mereka berdua akan melatih Jinten dari segi vokal agar lebih baik.Jadi Jinten
tidak hanya piawai menari tetapi juga menyanyi atau nembang asalkan Jinten mau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
berkunjung ke rumah dhalang Karno. Jinten pun, tanpa berpikir panjang
menyanggupi tawaran ledhek Sriyatun. Jinten sangat senang, semangatnya
kembali muncul. Ia memang telah lama ingin menjadi ledhek yang profesional,
seperti ledhek Lasmi idolanya.
Seorang wanita Jawa meskipun lemah lembut atau halus bukan berarti
harus pasrah menerima dengan apa yang menimpa dirinya. Namun haruslah tetap
berusaha dan tegar mengahadapi cobaan yang meneimpa dirinya. Kita memang
tidak pernah tahu bagaimana nasib kita. Tapi untuk lebih baiknya kita harus tetap
semangat dan lekas bangkit dari keterpurukan apabila memang kita memiliki
nasib yang kurang beruntung. Seperti yang digambarkan oleh Jinten dalam
cerbung KT ini.
d. Sosok Jinten Menyikapi Persoalan Pendamping Hidup
Beranjak dewasa, Jinten tidak hanya bersinar dalam karirnya. Namun
umur menuntut ia untuk segera mencari pasangan hidup pula. Hal yang sudah
biasa bagi masyarakat Jawa, bahwasannya seorang gadis diatas tujuh belas tahun
untuk segera manikah. Apalagi dalam masyarakat pedesaan. Tidak hanya gadis itu
sendiri, tetapi juga keluarganya akan sangat malu jika anak gadisnya disebut
sebagai perawan tua. Namun bagi masyarakat kota, dengan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi pula, anggapan tersebut mulai tidak dihiraukan, meski terkadang
masih saja terdengar.
Dalam cerbung KT, pengarang mengisahkan perjalanan cinta Jinten
memang tidak semulus karirnya. Beberapa kali mengalami patah hati dengan pria
yang berbeda – beda walau pada akhirnya ia menemukan jodohnya. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
masyarakat Jawa, orang tua tentu saja tidak bisa lepas dari hal tersebut. Penilaian,
pendapat dan persetujuan dari orang tua sangatlah diperlukan demi kelanggengan
suatu hubungan. Namun seiring perkembangan jaman, peran orang tua dalam
pemilihan pendamping hidup memang tidaklah mutlak. Seorang anak berhak
memilih pasangan hidupnya sendiri, walaupun tetap saja restu dari orang tua
sangatlah penting. Sama halnya dengan Jinten, ayah dan ibu Jinten juga banyak
berperan dalam urusan percintaan anaknya itu. Sebagai orang tua, Mbok Parni
tentu saja ingin yang terbaik untuk anaknya. Apalagi Jinten seorang wanita.
Beliau pasti ingin Jinten mendapatkan suami yang bisa memberikan nafkah lahir
batin kelak. Jinten memang tidak merasa keberatan dengan campur tangan orang
tuanya terutama Mbok Parni, walaupun memang terkadang terjadi
kesalahpahaman ataupun perbedaan pendapat dengan ibunya tersebut.
Kekasih pertama Jinten adalah Marjuki. Ia adalah seorang guru, lebih
jelasnya dahulu sempat juga menjadi guru Jinten sewaktu SD. Mulanya hubungan
mereka memang baik – baik saja. Namun semakin lama muncul masalah yang
bermacam – macam. Mulai dari pandangan masyarakat tentang perbedaan status
sosial antara mereka berdua, yakni guru dengan ledhek, hingga orang tua Marjuki
yang tidak setuju dikarenakan terjadi pernmikahan jilu. Mereka sebenarnya tidak
begitu peduli dengan masalah tersebut, mereka tetap mempertahankan hubungan
mereka. Namun sifat cemburu Marjuki yang sangat besar menyebabkan seringnya
mereka mereka bertengkar. Apalagi dengan hadirnya Kusdi, seorang juragan
kayu, rasa cemburu Marjuki seperti berapi – api hingga pada akhirnya mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
putus dan Marjuki memutuskan untuk menikah dengan wanita lain yang
berprofesi sama dengannya.
Rasa sakit hati itu memang wajar bila muncul pada diri Jinten, apalagi
selama itu Jinten tetap berusaha untuk mempertahankan hubungannya. Namun
apa mau dikata kenyataan berkata lain, hubungan mereka harus kandas. Bahkan
Jinten bertekad tidak akan menikah dengan seorang guru. Sebegitukah bencinya
Jinten terhadap Marjuki. Kehilangan Marjuki, bukan lantas membuat Jinten cepat
tertambat pada pria lain. Jinten masih trauma. Di sisi lain Kusdi tetap berusaha
merebut hati Jinten. Entahlah, Mbok Parni juga mendukung Kusdi. Beliau terus
saja membujuk Jinten agar mau menerima Kusdi sebagai pengganti Marjuki.
Namun Jinten kuat pada pendiriannya, masih ingin sendiri.
Entah apa yang membuat Jinten luluh dan mau menerima Kusdi sebagai
kekasihnya, mungkin saja karena ia merasa kasihan dengan nasib Kusdi selama
ini. Untuk kali ini hubungan Jinten tidak hanya sebatas pacaran, tapi mereka akan
melanjutkan pernikahan. Kusdi telah melamar Jinten dan hari baik telah
ditentukan. Persiapan juga telah dilakukan sejak jauh – jauh hari. Namun nasib
Jinten lagi – lagi kurang beruntung, sepuluh hari sebelum hari pernikahan mereka
berdua mengalami kecelakaan yang cukup parah di daerah Kebakkramat dan
Kusdi tidak bisa diselamatkan lagi. Pernikahan mereka batal. Jinten menelan
kekecewaan untuk kedua kalinya. Hatinya sangat terpukul dan hampir putus asa.
Meski masih ada Kencur sahabat yang setia menemani Jinten.
Untuk menghibur diri sekaligus mencari kesibukan, Jinten memutuskan
menerima tawaran ledhek Sriyatun untuk belajar oleh vokal bersama ledhek Lasmi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
di rumah dhalang Karno di daerah Sragen. Ternyata disana Jinten tidak hanya
belajar menyanyi, tetapi juga bertemu dengan seorang pemuda bernama
Siwidayat. Siwidayat adalah putra tunggal dhalang Karno. Seiring waktu yang
berjalan Jinten dan Siwidayat semakin dekat, Siwi semakin lama semakin
mencintai Jinten pula. Namun rasa sayang Jinten pada Siwi hanya sebatas sayang
terhadap adiknya. Mungkin karena Siwi yang masih duduk di bangku SMA. Siwi
beberapa kali mengancam bunuh diri jika, Jinten tidak menerima cintanya. Jinten
tidak peduli hingga hubungan mereka tak terjalin kembali karena Jinten telah
menyelesaikan belajarnya dan kembali ke kampung halamannya. Jinten memang
telah memberikan kenangan manis sekaligus pahit pada pemuda yang umurnya
terpaut jauh dengan dirinya itu. Kepadanya, Jinten menyerahkan harta termahal
yang dimilikinya. Entahlah, mungkin pada saat itu mereka berdua sama – sama
sedang terbuai oleh rasa cinta yang menggebu – gebu.
Jinten telah kembali, tentu saja dengan masih membawa kenangannya
bersama Siwidayat yang tidak akan dilupakan. Di desa, sahabatnya sejak kecil,
Kencur masih saja setia menunggunya. Diam – diam Kencur memendam rasa
pada Jinten. Bahkan sudah lama. Namun ia tak pernah berani mengungkapkannya.
Ia memilih mengalah dan membiarkan Jinten bersama orang lain. Tapi sekarang
Kencur sudah berbeda, ia mulai memberanikan diri untuk mengungkapkan rasa
sayang itu pada Jinten. Sampai pada akhirnya Jinten mau menerima Kencur
sebagai kekasihnya. Kencur secepatnya akan melamar Jinten. Meski Kencur
hanya seorang pedagang tempe tamatan SMP namun ia tidak kalah dengan
Marjuki yang seorang guru dan Kusdi juragan kayu. Kisah cinta Jinten berakhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
pada Kencur. Tidak disangka bahwa jodohnya ternyata adalah kawan lamanya
semasa SD. Betapa bahagianya Jinten, sakit hatinya selama ini telah terobati
meski perjalanannya tidak mulus.
Gambaran di atas merupakan salah satu contoh gambaran sosok wanita
Jawa yang patut dicontoh. Sosok wanita yang mandiri dan tegar menghadapi
berbagai persoalan. Perjuangan tokoh utama dalam cerbung KT ini merupakan
perjuangan hidup yang bersifat sementara untuk mencapai sesuatu yang lebih
baik. Pelukisan tentang perjuangan hidup wanita disini telah digambarkan
pengarang dengan baik, karena betapapun besarnya perjuangan dan pengorbanan
seseorang itu belum tentu membuahkan hasil yang baik yang sesuai dengan
keinginannya.
Perjuangan hidup wanita yang digambarkan Daniel Tito melalui tokoh
Jinten ini telah dapat memberikan pelajaran bagi pembaca, bahwa manusia bisa
saja berusaha sekuat tenaga tetapi Tuhan-lah yang menentukan. Apabila usaha
yang dilakukan tidak berhasil, maka tidak perlu putus asa, pasti ada jalan lain.
2. Gambaran Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa
a. Kelas Sosial
Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis
(atau stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau
budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial , namun tidak
semua masyarakat memiliki jenis-jenis kategori golongan sosial yang sama.
Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa
pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Beberapa masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
tradisional pemburu-pengumpul, tidak memiliki golongan sosial dan seringkali
tidak memiliki pemimpin tetap pula. Oleh karena itu masyarakt seperti ini
menghindari stratifikasi sosial.
Dalam masyarakat seperti ini, semua orang
biasanya mengerjakan aktivitas yang sama dan tidak ada pembagian pekerjaan.
Beberapa waktu yang lalu, masyarakat Jawa masih mengenal pembagian
masyarakatnya menjadi dua golongan yaitu priyayi dan wong cilik. Ada lagi yang
menyebut golongan njeron beteng dan njaban beteng. Pada tahun 1950-an
pembagian priyayi dan wong cilik masih tampak kuat keberadaannya dalam
realita masyarakat Jawa, terutama masyarakat Jawa yang bertempat tinggal di
bekas daerah kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Kebudayaan priyayi mempunyai simbol-simbol yang dapat membedakan
dengan kebudayaan rakyat umumnya, yang dalam konteks golongan priyayi
dinamakan wong cilik. Simbol-simbol kebudayaan priyayi nampak dalam busana
(pakaian yang biasa dipakai kaum priyayi), arsitektur rumah, bahasa etika, etiket
dan kebiasaan berpoligami dalam perkawinan. Masyarakat di Jawa dalam
perkembangannya telah menciptakan suatu bangunan masyarakat dengan strata
sosial, dimana golongan priyayi menempati strata paling atas. Strata atas golongan
priyayi ini telah mendominasi segala hak istimewa sejalan karakteristik
masyarakat dewasa ini. Mereka itu memiliki situs bahasa dan budaya yang
eksklusif, sehingga mengenal bahasa Jawa ragam bagongan. Yakni, bahasa Jawa
kratonik yang spesial untuk kalangan priyayi. Sebaliknya, orang Jawa di njaban
beteng sering disebut wong cilik yang memiliki bahasa sedikit kasar dan budaya
ndesa. Dari dua tipe yang kadang-kadang menumbuhkan sikap tertentu, antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
lain njaban beteng harus mendhuk-mundhuk kepada njeron beteng. Sikap inilah
yang sering dinamakan ngajeni (menghormati) dengan cara tertentu. Para priyayi
biasanya dalam segala aspek hidup selalu ingin berbeda dengan non priyayi.
Termasuk di dalamnya bentu rumah, kelangenan, dan tradisi. Mereka selalu
mengansumsikan dirinya sebagai orang Jawa elit. Itulah sebabnya kalau ada wong
cilik yang ingin menjadi priyayi harus melalui tahapan yang bertubi-tubi (Suwardi
Endraswara, 2006: 246)
Dalam cerbung KT, kelas sosial diperlihatkan melalui jenis pekerjaan atau
profesi. Prekerjaan yang berada di balik meja misalnya saja guru ataupun pegawai
kantor dianggap lebih tinggi kelas sosialnya. Bisa dikatakan sebagai priyayi.
Sedangkan pekerjaan yang mungkin tidak memerlukan pendidikan tinggi dapat
dipandang sebagai kelas sosial bawah, contoh dalam cerbung ini misalnya
pedagang tempe, orang yang marung atau membuka warung termasuk juga
seorang penari tayub (ledhek). Pembedaan kelas sosial yang paling mencolok
misalnya antara seseorang yang berprofesi guru dengan seorang penari tayub
(ledhek). Marjuki yang seorang guru dianggap sebagai seorang priyayi untuk itu
dimanapun ia berada ia selalu dihormati, diperlakukan baik oleh masyarakat
termasuk oleh keluarga Jinten. Mengemban predikat seorang priyayi tentu saja
tidaklah gampang. Termasuk mengenai bagaimana mereka bersikap, berperilaku
ataupun bertutur dalam masyarakat. Apabila salah sedikit saja atau mungkin
kurang pas bisa jadi akan menjadi bahan pergunjingan dalam masyarakat. Alhasil
orang tersebut tentu saja akan sangat malu. Hal ini dialami oleh seorang Marjuki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Sebaliknya, Jinten sebagai tokoh utama hanya berprofesi sebagai ledhek.
Ledhek merupakan pekerjaan yang mungkin dianggap rendah oleh masyarakat.
Seorang ledhek dituntut untuk menampilkan kecantikannya baik secara lahiriah
maupun batianiah dalam sekali tampil. Tidak hanya itu, ledhek adalah pekerjaan
yang tidak jauh dari kaum hawa. Bisa jadi jika mereka kurang beruntung
terkadang mereka akan disewa oleh para lelaki hidung belang untuk memuaskan
nafsunya. Karena kemolekan tubuh para ledhek dan juga tarian mungkin yang bisa
dikatakan erotis, seorang ledhek juga harus rela dicolek – colek oleh para lelaki.
Ledhek merupakan pusat perhatian dari pertunjukkan tayub, selain itu juga untuk
hiburan ataupun menghibur para pria. Bila dilihat dari tutur kata, sikap ataupun
perilaku, seorang ledhek tidak perlu terlalu memperhatikan. Sebaik – baiknya
seorang ledhek tetap saja dinilai negatif dalam masyarakat.
Hubungan yang terjalin antara Marjuki yang seorang guru dan Jinten yang
seorang ledhek mungkin dianggap kurang pas bagi masyarakat desa dimana
mereka berdua tinggal. Apalagi bila dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Tidak
pantas kiranya seorang priyayi memperistri seorang wanita yang berasal dari kelas
sosial di bawahnya. Untuk lebih baiknya mereka berdua mencari pasangan yang
berasal dari kelas yang sama. Agar dalam kehidupan bermasyarakat dirasakan
sebuah ketenangan.
Namun seiring perkembangan jaman dan tingkat pendidikan yang semakin
tinggi. Sehingga menimbulkan perubahan pola pikir yang lebih maju dalam
masyarakat menjadikan perbedaan kelas sosial itu tidak begitu dihiraukan pada
masa sekarang ini. Walaupun masih banyak pula yang mempertimbangkan bibit,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
bebet dan bobot tersebut. Beberapa orang yang berasal dari masyarakat kelas
sosial bawah sudah banyak yang ingin maju. Jadi bukan tidak mungkin mereka
dapat mensejajarkan diri dengan masyarakat kelas sosial atas. Dalam masyarakat
sekarang pun tidak sedikit pula seorang guru ataupun pegawai yang memperistri
seorang seniwati. Untuk itu, jika kita mempunyai niat dan mau berusaha meski
kita berasal dari kelas sosial bawah, tidak menutup kemungkinan untuk menyamai
kelas sosial yang berada di atas kita.
b. Kepercayaan Adat Pernikahan Siji Telu (jilu)
Pernikahan bagi masyarakat Jawa diyakini sebagai sesuatu yang sakral.
Masyarakat Jawa meyakini bahwa saat peralihan dari tingkat sosial yang satu ke
yang lain, merupakan saat-saat berbahaya. Karenanya, untuk mendapatkan
keselamatan hidup, dilakukan upacara-upacara. Menjadi manten (pengantin)
merupakan bagian dari peralihan itu sendiri. Tradisi yang berlangsung biasanya
berupa petung, prosesi, dan sesaji.
Petung adalah musyawarah untuk memutuskan suatu acara penting dalam
keluarga. Petung dina lazim dilakukan untuk menentukan hari baik pada acara
hajatan, seperti hari penikahan. Selain melihat calon mempelai dari kriteria bibit
(keturunan), bobot (berat, yakni dilihat dari harta bendanya), bebet (kedudukan
sosialnya: priyayi, rakyat biasa, atau status sosial lainnya), perjodohan juga dapat
ditentukan berdasar nama, hari kelahiran, dan neptu (jumlah nilai hari kelahiran
dan nilai pasarannya: Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage). Termasuk
kepercayaan baik-buruk dalam masalah pernikahan, dalam tradisi masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Jawa masih ada yang meyakini bulan-bulan baik untuk pernikahan yaitu Rejeb
dan Besar. Bulan-bulan buruk yaitu Jumadil Awal, Pasa, Sura, dan Sapar. Melalui
perhitungan-perhitungan tersebut maka kedua mempelai akan ditentukan baik
buruknya perjodohan seperti pada Kitab Primbon Betaljemur Adammakna.
(Mohamad Arif Wicaksono, 2011 : http://mohamadarifwicaksono.wordpress.com)
Orang Jawa mempunyai cara tersendiri dalam mengatur etika serta norma
saat akan manikah. Suatu tradisi yang diharapkan hanya terjadi satu kali seumur
hidup. Oleh karena itu, orang Jawa banyak memberikan nasehat kepada seseorang
yang akan melangsungkan pernikahan. Dari mencari jodoh sampai prosesi
pernikahan dilangsungkan. Salah satu tradisi Jawa yang berhubungan dengan
kehidupan ini adalah adanya suatu tradisi gugon tuhon. Hal tersebut dilakukan
oleh masyarakat Jawa agar pernikahan mereka berjalan dengan lancar dan dapat
hidup bahagia. Gugon tuhon pernikahan merupakan salah satu bentuk dari gugon
tuhon Jawa dalam siklus kehidupan.
Gugon tuhon sendiri berasal dari kata gugu (percaya) dan tuhu (setia),
gugon tuhon berarti sesuatu yang dipercaya dan dilakukan oleh seseorang. Gugon
tuhon juga berarti ngandel marang prakara sing dianggep duwe kadayan
ngungkuli kodrat, mangka sanyatane ora (percaya terhadap sesuatu yang
dianggap mempunyai kekuatan yang melebihi kodrat, padahal kenyataannya
tidak) (Poerwadarminta, 1939 : 153)
Gugon tuhon termasuk salah satu bentuk tradisi lisan. Berkembang dari
mulut ke mulut. Dalam gugon tuhon terdapat suatu larangan yang berisi suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
ajaran yang disamarkan oleh masyarakat. Gugon tuhon juga sulit dibuktikan
secara rasio atau akal sehat manusia. Menurut Purwadi (2009 : 67) gugon tuhon
iku kapitayan sing isih dipercaya satengahing bebrayan sanadyan ora bisa
dibuktekake kanthi nalar lan kasunyatan (gugon tuhon yaitu kepercayaan yang
masih dipercaya ditengah masyarakat walaupun tidak bisa dibuktikan daya nalar
dan kenyataan.
Gugon tuhon bagi sebagian masyarakat masih dianggap sakral hingga
seseorang takut untuk melanggarnya. Purwadi (2004 : 139) dalam kamus
Jawa - Indonesia memberikan pengertian bahwa gugon tuhon yaitu percaya pada
adat dan takhayul. Merujuk dari pengertian Purwadi, takhayul yang dimaksudkan
adalah sebuah mitos yang membuat orang takut untuk melanggarnya. Dikatakan
pula gugon tuhon adalah sebuah adat, adat pada umumnya adalah warisan dari
para leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Sebuah tradisi
yang masih terpelihara disebagian masyarakat, membuat mitos – mitos tetap ada.
Salah satu contoh gugon tuhon pernikahan dalam masyarakat Jawa adalah
pantangan jilu, jilu atau siji telu sendiri merupakan bahasa Jawa yang artinya
adalah satu dan tiga yang mempunya arti bahwa anak yang bersangkutan tidak
boleh lahir pada urutan satu dan tiga dalam urutan keluarganya. Calon mempelai
harusnya bukan urutan dari jilu. Masyarakat mempercayai, bahwa jilu adalah
perumpamaan ataupun lambang dari tali pengikat pada pocong yang digunakan
untuk mengikat orang yang sudah meninggal. Orang yang melanggar pantangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
ini akan mendapat kesialan dalam hidupnya dan pernikahan yang dijalaninya
biasanya tidak langgeng (Edi, S. 2012 : http://sosiohistoryedi.blogspot.com)
Penelitian lain oleh Akhmad Yani Irawan (2009) yang dilakukan terhadap
penduduk Desa Candirejo, Kelurahan Loceret, Nganjuk bahwasannya perkawinan
jilu memiliki kepercayaan tersendiri bagi masyarakat Candirejo, karena dapat
mempengaruhi terbentuknya keluarga sakinah. Jilu menurut masyarakat setempat
yakni tidak diperbolehkannya anak pertama menikah dengan anak ketiga, hal ini
semata – mata hanya mitos saja. Akan tetapi di daerah tersebut ada benarnya juga
jika anak pertama menikah dengan anak ketiga maka tidak menutup kemungkinan
keluarga itu tidak akan tenang, damai dan tentram
Penggambaran kepercayaan jilu pada cerbung KT ini antara tokoh Marjuki
dan Jinten. Hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Marjuki dikarenakan
berdasarkan urutan kelahiran dirasa kurang baik. Marjuki adalah anak pertama
sedangkan Jinten anak ketiga. Ayah Marjuki takut jika pernikahan itu tetap
dilangsungkan akan menimbulkan dampak yang buruk di kemudian hari pada
rumah tangga mereka. Untuk itu mereka sebaiknya menghakiri hubungan itu.
Kepercayaan jilu pada masa sekarang ini memang masih ada. Tentang
apakah dampak buruknya terbukti atau tidak itu tergantung yang menjalani. Ada
yang mengatakan terbukti adapula yang mengatakan tidak. Namun pada intinya
jalan hidup manusia itu Tuhan yang mengatur. Berusahalah untuk selalu berfikir
positif dan menciptakan sugesti yang positif pula. Tetapi jika merasakan takut
maka lebih baik tidak usah mencoba untuk melakukan pernikahan jilu. Dapat
dimungkinkan terdapat perbedaan pemikiran pada masyarakat Jawa yang berada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
di desa dan di kota. Penduduk desa lebih cenderung menganut kepercayaan itu
dibanding penduduk di kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian terhadap cerbung Kembang Tayub karya Daniel
Tito, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari segi struktural, cerbung KT karya Wasi Jaladara
menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat kaitannya satu sama lain.
Unsur struktural yang menekankan fakta – fakta cerita, yang terdiri dari
karakter, alur, latar dilengkapi juga dengan tema, sarana – sarana sastra
yang mencakup judul, sudut pandang, tone, gaya dan simbolisme.
2. Ditinjau dari analisis sosiologi sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk
lebih mengetahui penggambaran dan citra wanita Jawa yang dalam
cerbung ini disimbolkan sebagai seorang penari (ledhek). Kerasnya hidup
membuat perempuan senantiasa harus selalu kuat dan siap. Lebih lanjut
penulis mencoba mengungkap semangat, pantang menyerah serta
kesabaran dari seorang perempuan Jawa di tengah cercaan dan penilaian
negatif yang timbul dari masyarakat di sekitarnya.
3. Cerbung KT merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa.
Meskipun pada masa sekarang sudah sulit ditemukan dalam kehidupan
masyarakat. Gambaran yang terdapat pada cerbung ini yakni
problem – problem sosial seperti adanya kepercayaan jilu yang dianggap
sebagai pantangan dalam pernikahan serta adanya kelas sosial diharapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
4. dapat berfungsi dan dijadikan sebagai suatu pembelajaran dan pembanding
yang berguna bagi masyarakat pembaca.
B. Saran
Beberapa saran yang dikemukakan pada bagian akhir penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan tinjauan sosiologi sastra. Masih
dimungkinkan untuk penelitian lain dengan tinjauan yang berbeda namun
objeknya sama seperti psikologi sastra, kritik sastra dan sebagainya.
2. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemajuan
kepada penikmat atau pembaca dalam menyikapi permasalahan yang ada
dalam kehidupan dan harus dihadapi dengan lebih arif dan bijaksana agar
menjadi lebih baik pada masa – masa mendatang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Yani Irawan. 2009. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Mitos Perkawinan
Jilu dan Implikasinya dalam Pembentukan Keluarga Sakinah (Studi
Kasus di Desa Candirejo Kelurahan Loceret Nganjuk.). Malang :
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Ambar Adrianto. 2010. Wanita Jawa, Quo Vadis ?.
http://uunhalimah.blogspot.com. Diakses 4 Mei 2010
Atar Semi. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa
Burhan Nurgiyantoro. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto. 2010. Kuasa Wanita Jawa.
http://www.a12ya.asia/review/. Diakses 4 Mei 2010
Edi, S. 2012. Pantangan dalam Pernikahan. http://sosiohistoryedi.blogspot.com.
Diakses 15 Mei 2012
Elizabeth dan Tom Burns (ed). 1973. Sociology of Literature & Drama.
Middlesex, England : Penguin Books Ltd.
Fakultas Sastra dan Seni Rupa. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan
Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Surakarta : Fakultas Sastra dan
Seni Rupa UNS
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka
Kompasiana. 2010. Wanita Jawa. http://sosbud.kompasiana.com. Diakses 4
Mei 2010
Lexy J Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Mohamad Arif Wicaksono. 2011. Mitos – Mitos Orang Tua Jaman Dahulu.
http://mohamadarifwicaksono.wordpress.com. Diakses 23 Mei 2012
Nyoman Kutha Ratna. 2009. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
_______.2005. Sastra dan Cultural Studies : Representasi Fiksi dan Fakta.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Yogyakarta : Wolters Uitgevers
Maatschappij.
Purwadi. 2004. Kamus Jawa – Indonesia Populer. Yogyakarta : Media Abadi
_______.2009. Folklor Jawa. Yogyakarta : Pura Pustaka
Sapardi Djoko Damono. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta : P3B Depdikbud
Soedarsono, R.M. 1991. ”Tayub di Akhir Abad 20.” dalam Ed. Soedarso S.P.
Beberapa Catatan tentang Perkembangan Kesenian Kita. Yogyakarta :
Bp ISI Yogyakarta.
_________.2005. ”Didik Nini Thowok dan Perkembangan Seni Pertunjukan
Cina,” dalam Ed. SetiyonoWahyudi dan G.R Lono Lastor. Cross Gender.
Yogyakarta: Sava Media dan Natya Lakshita. 1-40
Sri Rochana Widyastutieningrum. 2007. Tayub di Blora Jawa Tengah :
Pertunjukkan Ritual Kerakyatan. Surakarta: Pasca Sarjana ISI Surakarta
dan ISI Press Surakarta.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (Terjemahan Sugihastuti dan Rossi Abi Al
Irsyad). Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sudiro Satoto. 1996. Metode Penelitian Sastra. Surakarta : Sebelas Maret
University Press
Suwardi Endraswara. 2006. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta : Cakrawala
________.2003. Penelitian Sastra : Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Pustaka Widyatama
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra; Pengantar Teori Sastra. Jakarta :
Pustaka Jaya
Yudiono KS. 2003. Ilmu Sastra (Ruwet, Rumit, Resah). Semarang : Mimbar
Yuliarso. 2010. Pesona Dibalik Kelembutan Wanita Jawa.
http://yuliarso.multiply.com. Diakses 4 Mei 2010
PUSTAKA SUMBER :
Daniel Tito. 2007. Kembang Tayub. No. 27 April – No. 88 Desember. Sragen :
Genta
top related