print bab 2 editan
Post on 07-Mar-2016
243 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sikap2.1.1 Pengertian Sikap
Menurut Gerungan, 1996 dalam Sunaryo, 2013 menyatakan bahwa sikap
diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap
pandangan atau sikap perasaan, namun sikap tersebut disertai kecenderungan
bertindak sesuai dengan objek tadi.(Azwar Saifudin, 2004) sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)
seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Dari uraian diatas,
penulis merumuskan bahwa yang dimaksud sikap adalah Kecenderungan
bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek
tertentu.2.1.2 Ciri- ciri Sikap
Menurut Gerungan, 2010 menyatakan bahwa sikap memiliki beberapa ciri
tersendiri yaitu:2.1.2.1 Attitude
Tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk atau
dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
objeknya. Sifat ini membedakan dengan sifat biogenetis seperti lapar,
haus, kebutuhan akan istirahat, dan lain- lain. Penggerak kegiatan manusia
yang menjadi pembawaan baginya dan yang terdapat padanya sejak
dilahirkan.2.1.2.2 Attitude
Dapat berubah- ubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang atau
sebaliknya. Sikap dapat dipelajari sehingga sikap dapat mudah berubah
pada seseorang bila terdapat keadaan- keadaan tertentu yang
mempermudah berubahnya sikap pada orang tersebut.2.1.2.3 Objek Attitude
-
Dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal- hal tersebut. Jadi, attitude dapat berkaitan dengan satu
objek saja tetapi juga berkaitan dengan sederetan objek yang serupa.2.1.2.4 Attitude
Mempunyai segi- segi motivasi dan segi- segi perasaan. Sifat inilah
yang membedakan attitude dengan kecakapan- kecakapan atau
pengetahuan yang dimiliki orang. Sikap dapat pula berlangsung lama atau
hanya sementara.2.1.3 Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo, 1993 dalam Sunaryo 2013 menyatakan bahwa
sikap memiliki empat tingkatan. Mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi
yaitu menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab.2.1.3.1 Menerima
Pada tingkat ini, individu ingin dan memperhatikan rangsangan
(stimulus) yang diberikan.
2.1.3.2 MeresponsPada tingkat ini, sikap individu dapat memberikan jawaban apabila
ditanya, serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.2.1.3.3 Menghargai
Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.2.1.3.4 Bertanggung Jawab
Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan sikap
menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.2.1.4 Pembentukan dan Perubahan Sikap
Menurut Sunaryo, 2013 menyatakan sebagaimana diketahui bahwa sikap
tidak dibawa sejak lahir, namun di pelajari dan di bentuk berdasarkan pengalaman
individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pembentukan sikap pada
manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia satu
dengan lainnya (eksternal). Disamping itu apa yang datang dari dalam diri
manusia (internal) juga mempengaruhi pembentukan sikap.
-
2.1.4.1 Faktor InternalFaktor ini berasal dari dalam individu. Dalam hal ini, individu
menerima, mengolah dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar dan
menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Hal- hal yang
diterima atau tidak berkaitan erat dengan apa yang ada dalam diri individu.
Oleh sebab itu faktor individu merupakan faktor penentu dalam
pembentukan sikap.
2.1.4.2 Faktor EksternalFaktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk
membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat
langsung (individu dengan individu, individu dengan kelompok) dan tidak
langsung (melalui perantara, seperti alat komunikasi dan media massa,
baik elektronik maupun non- elektronik).2.1.5 Komponen yang Membentuk Struktur Sikap
Menurut Azwar Saifuddin (2004), bahwa sikap memiliki tiga komponen
yang membentuk struktur sikap, yang ketiganya saling menunjang, yaitu :
a. Komponen kognitif (Cognitive)
Dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaan
individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana
individu mempersepsi terhadap sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui
(pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional, dan informasi dari orang lain.
b. Komponen afektif (komponen emosional)
Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu,
terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa
tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita
percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap terebut.
-
c. Komponen konatif
Disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan
dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang
dihadapinya.
2.1.6 Sifat SikapSikap dapat pula bersikap positif dan dapat pula bersifat negatif (Heri
Purwanto, dalam Wawan & Dewi 2011)
1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu.
2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
2.1.7 Pengukuran SikapSecara garis besar, pengukuran sikap dibedakan menjadi dua cara, yaitu
secara langsung dan tidak langsung.
a. Secara Langsung
Dengan cara ini, subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana
sikapnya terhadap suatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Jenis-
jenis pengukuran sikap secara langsung, yaitu :
1. Langsung berstruktur
Cara ini mengukur sikap dengan menggunakan pertanyaan-
pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah
ditentukan dan langsung diberikan kepada subjek yang telah diteliti.
Pengukuran sikap dengan Skala Bogardus
Menyusun pertanyaan-pertanyaan berdasarkan jarak sosial.
Seseorang dari sesuatu golongan dihadapkan pada sesuatu golongan
tertentu, bagaimana sikapnya terhadap golongan tersebut.
-
Pengukuran sikap dengan Skala Thurston
Mengukur sikap juga menggunakan metode Equal-Appearing
Intervals. Skala yang telah disusun sedemikian rupa sehingga
merupakan range dari yang menyenangkan (favorable) sampai tidak
menyenangkan (unfavoreble). Nilai skala bergerak dari 0,0merupakan
ekstrem bawah sampai dengan 11,0 sebagai ekstrem atas.
Pengukuran sikap dengan Skala Likert
Dikenal dengan teknik Summated Ratings. Responden
diberikan pertanyaan-pertanyaan dengan kategori jawaban yang telah
dituliskan dan pada umumnya 1 sampai dengan 5 kategori jawaban.
1. Langsung Tak Berstruktur
Cara ini merupakan sikap yang sederhana dan tidak
diperlukan persiapan yang cukup mendalam, misalnya mengukur
sikap dengan wawancara bebas atau free interview, pengamatan
langsung, atau survei
b. Secara Tidak Langsung
Cara pengukuran sikap dengan menggunakan tes. Umumnya
digunakan skala semantik-diferensial yang terstandar. Cara pengukuran sikap
yang banyak digunakan adalah skala yang dikembangkan oleh Charles E.
Osgood.
2.2 Konsep Sikap Orang tua2.2.1 Pengertian Sikap Orang tua
Sikap adalah kesiapan merespons yang bersifat positif atau negatif
terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten (Ahmadi (1999) dalam Sunaryo,
-
2013). Sedangkan orang tua merupakan tumpuan harapan anak yang mampu
memahami mereka serta sumber kekuatan yang dibutuhkan bagi anak. Disinilah,
sikap orang tua berperan penting membantu anak mengembangkan kemampuan
diberbagai aspek kehidupan, seperti komunikasi, kemandirian, mobilitas,
perkembangan panca- indra, motorik halus dan kasar, kognitif, dan perkembangan
sosial (Pratiwi, Ratih., 2013).2.2.2 Kesalahan dalam Mendidik Anak
Menurut Pradipta tahun 2010, disamping kegiatan yang bersifat negatif
dalam mendidik anak, berikut ini disebutkan pengaruh negatif dalam mendidik
anak:2.2.2.1 Menumbuhkan rasa takut dan minder pada anak.2.2.2.2 Mendidiknya menjadi sombong, congkak terhadap orang lain, dan itu
dianggap sebagai sifat pemberani2.2.2.3 Membiasakan anak- anak hidup berfoya- foya, bermewah- mewahan2.2.2.4 Selalu memenuhi permintaannya2.2.2.5 Terlalu keras dan kaku dalam menghadapi mereka, melebihi batas
kewajaran2.2.2.6 Tidak mengasihi dan menyanyangi mereka, sehingga membuat mereka
mencari kasih sayang diluar rumah hingga anak menemukan apa yang
dicarinya.2.2.3 Sikap Penerimaan Orang tua
Sikap didefinisikan sebagai ekspresi sederhana dari bagaimana kita suka
atau tidak suka terhadap suatu hal. Pada dasarnya sikap dapat bersifar positif dan
negatif. Tingkat penerimaan orang tua dalam menerima anak dengan problematika
sangat dipengaruhi oleh tingkat kestabilan dan kematangan emosinya. Menurut Marijani tahun 2003 menyatakan bahwa bentuk penerimaan
orang tua dalam penanganan anak retardasi mental adalah sebagai berikut:2.2.3.1 Mamahami keadaan anak apa adanya (positif- negatif, kelebihan dan
kekurangan). 2.2.3.2 Memahami kebiasaan kebiasaan anak2.2.3.3 Menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak2.2.3.4 Memahami penyebab perilaku buruk atau baik anak2.2.3.5 Membentuk ikatan batin yang kuat dalam kehidupan dimasa depan
-
2.2.4 Ciri- ciri bentuk PenerimaanMenurut Marijani tahun 2003, menyatakan bahwa ada beberapa ciri sikap
orang tua yang menerima anak penyandang atau retardasi mental:2.2.4.1 Ciri Positif
1) Dapat menerima kenyataan bahwa anaknya keterbelakangan mental.2) Mengupayakan penyembuhan untuk anak yang disesuaikan dengan
kebutuhan.3) Tidak merasa rendah diri dan bersikap terbuka terhadap orang lain
tentang kondisi anaknya.
2.2.4.2 Ciri Negatif1) Tidak dapat menerima kenyataan bahwa anaknya keterbelakangan
mental.2) Tidak melakukan upaya penyembuhan apapun terhadap keadaan
anaknya (cenderung bersikap acuh, bahkan tidak peduli).3) Merasa rendah diri dan bersikap tertutup terhadap orang lain tentang
kondisi anaknya.2.2.5 Pendampingan Bagi Anak dengan ABK
Menurut Pratiwi tahun 2013, anak- anak dengan kekurangan atau
kelemahan fisik sangat memerlukan pengertian dan kesabaran dari kedua orang
tuanya. Kondisi fisik yang lemah dan kurang dibandingkan dengan anak lain
sering kali manjadi hambatan utama dalam tumbuh kembang anak- anak tersebut.
Nantinya, kondisi fisik ini dapat mempengaruhi perkembangan dan kepribadian
mereka. Oleh karenanya, mengetahui semenjak awal terdapat kelemahan dan
kekurangan fisik anaknya, orang tua perlu mancari cara terbaik untuk mengasuh
mereka.Mengasuh anak berkebutuhan khusus dirumah memiliki banyak sisi
positif, antara lain sebagai berikut:2.2.5.1 Anak tetap Merasakan Sentuhan Kasih Sayang Orang tua
Sentuhan dan kasih sayang orang tua merupakan hal mutlak yang
dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak, terutama anak berkebutuhan
-
khusus. Peran oramg tua dan sentuhan kasih sayangnya begitu besar dan
membuat semangat hidup anak- anak berkebutuhan khusus teteap
menyala. Seperti halnya anak lain, ABK juga senang dipeluk, dicium
sayang , dibelai, dan digendong sewaktu mereka masih balita. Kasih
sayang orang tua membuat ABK mampu berkembang dengan optimal.
Dengan kasih sayang orang tua jugalah nantinya ABK akan mendapatkan
pendidikan dan pembelajaran yang layak sehingga hidup mereka lebih
bermakna.2.2.5.2 Anak perlu Membiasakan Diri di Lingkungan Keluarganya
Mengasuh dirumah, di luar jam- jam pelajaran di lembaga
pendidikan formal akan membantu orangtua dan ABK berinteraksi
dengan baik. Adanya interaksi yang baik antara orang tua dan ABK akan
mambawa suasana harmonis dalam keluarga. Memperoleh asuhan
dirumah juga membuat ABK terbiasa bergaul dan saling menyayangi
dengan saudara mereka. hal ini akan membuat ABK berkembang dengan
baik.2.2.5.3 Anak Mampu Bergaul dan Bersosialisasi
Dengan mangasuh ABK dirumah, mereka akan memiliki
kesempatan untuk membangun hubungan sosial dengan orang lain, bukan
hanya dengan sesama ABK dan terapis. Bergaul dengan orang lain
merupakan life skills yang perlu dimiliki oleh setiap orang termasuk
ABK. Bergaul bersama orang lain, mereka akan mampu beradaptasi
dengan lingkungan sehingga nantinya dapat hidup sewajarnya.2.2.5.4 Menumbuhkan Rasa Percaya Diri
ABK rentan kehilangan kepercayaan diri karena keadaan mereka
yang berbeda dengan anak- anak lainnya. Mengasuh mereka dirumah
bisa membangun kepercayaan diri tersebut. Mereka merasa yakin jika
-
orang tua mau menerima keberadaan mereka apa adanya, mau mengasuh
mereka dengan cinta, dan tidak malu dengan keadaan anaknya. Dengan
adanya penerimaan tersebut ABK menjadi lebih percaya diri dan
bersemangat untuk melatih diri mereka agar sepadan dengan anak- anak
lainnya. Latihan ini terutama untuk kemandirian anak agar bisa
menempuh hidup dengan bahagia.2.2.6 Mendampingi Anak dengan Tunagrahita
Menurut Pratiwi tahun 2013, kesabaran dan kepercayaan bahwa anak akan
mampu menjalani keseharian mereka dengan lebih baik merupakan hal utama
yang perlu ditanamkan di hati masing- masing orang tua anak tunagrahita. Hal
pertama yang perlu ditanamkan pada anak adalah kemampuan untuk mandiri dan
menolong diri mereka sendiri dalam melakukan aktivitas mereka sehari- hari.
Latihan dan terapi hendaknya tidak bosan dilakukan. Terutama bagi anak- anak
dengan kadar tunagrahita semacam sindrom down.Berikut cara lebih khusus hal- hal yang perlu disiapkan oleh orang tua
dengan anak tunagrahita.2.2.6.1 Tumbuhkan Kepercayaan Diri Orang tua
Biasanya hambatan terbesar dalam mengasuh anak tunagrahita
ada pada diri orang tua, yaitu rasa malu dan kurang percaya diri. Maka
kesampingkan ego dan rasa malu, tumbuhkan kepercayaan diri pada
orang tua agar mampu menjadi pendamping dan pengasuh utama bagi
anak. Anak sangat memerlukan orang tuanya dalam mengahadapi
kenyataan tentang variasi psikis yang di milikinya. Dengan adanya
kepercayaan diri dan keikhlasan menerima kondisi anak, akan lebih
mudah bagi orang tua untuk mengarahkan mereka sesuai dengan
kemampuan dan efektivitas yang bisa dijangkau.2.2.6.2 Beri Lingkungan yang Nyaman dan Kondusif bagi Anak
-
Setelah menumbuhkan kepercayaan diri pada orang tua,
selanjutnya orang tualah yang memiliki tugas memberikan lingkungan
yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Anak akan mampu
berkembang semaksimal mungkin jika diberikan kepercayaan,
lingkungan dan pengasuhan yang tepat. Target utama untuk
dapat menolong diri sendiri minimal bisa diatasi. Selanjutnya anak dilatih
sesuai dengan tingkat maksimal kemampuan dan inteligensi masing-
masing.2.2.6.3 Mencari Sekolah yang Tepat
Sekolah tetap diperlukan oleh anak. Disamping melatih
kemampuan, sekolah juga di maksudkan untuk melatih sosialisasi
mereka. Dengan bersekolah, anak dan orang tua tumbuh kepercayaan diri
untuk memiliki teman dan menjalin komunikasi. Pilihan sekolah harus
disesuaikan dengan kemampuan anak dan fasilitas yang tersedia sehingga
memungkinkan untuk dapat memaksimalkan potensinya.2.2.6.4 Mengembangkan Kemampuan Anak Semaksimal Mungkin
Seperti halnya mengasuh anak pada umumnya, orang tua juga
bisa mengembangkan kemampuan anak tunagrahita semaksimal
mungkin. Jangan terlalu banyak menuntut apalagi membandingkan
mereka. Cukup berikan dukungan dengan apa yang bisa mereka kerjakan.
Bisa jadi anak tergolong ke dalam tingkat inteligensi rendah, tetapi tetap
memiliki bakat yang bisa di andalkan semacam melukis atau membuat
kerajinan tangan.2.2.7 Sikap Orang tua terhadap anak Retardasi Mental2.2.7.1 Perluasan Perasaan Diri
Mengembangkan perhatian-perhatian di luar diri seperti
berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang di luar diri ataupun dengan
pekerjaan. Allport menamakan hal ini partisipasi otentik yang
-
dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting dari usaha
manusia. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas Dalam hal ini
biasanya orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan
mental yang baik lebih banyak melakukan aktivitas ataupun mengikuti
kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan informasi tentang
menghadapi, memahami ataupun mendidik serta mengasuh anak-anak
yang mengalami retardasi mental. Sedangkan orang tua yang yang tidak
memiliki kesehatan mental yang baik kemungkinan adanya menutup diri
dari aktivitas-aktivitas ataupun tidak ingin memiliki kegiatan-kegiatan
yang banyak menghabiskan waktu diluar dari rumah.
2.2.7.2 Keamanan Emosional
Individu matang mampu menerima dirinya dengan segala
kelemahan dan kelebihannya, termasuk emosi-emosi yang dirasakan
(mampu mengontrol), sedangkan individu yang neurotik menyerah pada
emosi-emosinya. Dalam keamanan emosional biasanya orang tua dari
anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik akan
menjaga serta mengimbangi emosinya dengan cara lebih mendekatkan
diri pada Tuhan Yang Maha Esa serta meminta bantuan dalam mengasuh
serta mendidiknya dari ahlinya dalam menangani anak retardasi mental.
Sedangkan orang tua dari anak retardasi mental yang tidak sehat
mentalnya akan memiliki perasaan neurotik seperti hal yang berkecamuk
dalam hati, mulai dari tak percaya, marah, sedih, merasa bersalah, lelah,
cemas, bingung sampai putus asa.
2.2.7.3 Hubungan yang Hangat dengan Orang Lain
-
Individu matang mampu memperlihatkan keintiman (cinta)
terhadap orang-orang terdekat seperti orang tua, anak dan sahabat.
Memperhatikan kesejahteraan mereka seperti memperhatikan dirinya
sendiri. Individu neurotis menuntut cinta lebih banyak dari kemampuan
mereka memberi. Individu matang juga memiliki perasaan terharu
(memahami kondisi dasar manusia). Orang tua dari anak retardasi mental
yang memiliki kesehatan mental yang baik terlihat lebih banyak
memberikan rasa kasih sayang serta perhatiannya yang lebih terhadap
anaknya. Namun orang tua yang memiliki kesehatan mental yang tidak
baik akan memilih untuk menjauhi serta berusaha untuk tidak terlalu
banyak berinteraksi dengan anaknya yang mengalami retardasi mental.2.3 Konsep Perkembangan Sosial2.3.1 Perkembangan Anak Usia Sekolah
Menurut Syamsu, 2013 menyatakan bahwa perkembangan anak usia
sekolah disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir yang merupakan
kelanjutan masa awal anak. Permulaan masa pertengahan dan akhir ini ditandai
dengan terjadinya perkembangan fisik, motorik, kognitif dan sosial anak.2.3.1.1 Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik pada masa ini lambat dan relatif seragam
sampai mulai terjadi perubahan- perubahan pubertas. Peningkatan berat
badan anak lebih banyak dari pada panjang badannya. Peningkatan berat
badan anak selama masa ini terjadi terutama karena bertambahnya
ukuran system rangka dan otot, serta ukuran beberapa sistem tubuh.2.3.1.2 Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan
lebih terkoordinasi dibandingkan awal masa anak- anak. Anak- anak
terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat. Anak juga
mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus
-
keterampilan motorik anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang
kadang bersifat informal dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak-
anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olah raga yang
bersifat formal seperti senam, berenang dll.2.3.1.3 Perkembangan Kognitif
Seiring dengan masuknya anak kesekolah dasar, maka
kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat
karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah
luas dan dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian
tentang manusia dan objek- objek yang sebelumnya kurang berarti bagi
anak.
2.3.1.4 Perkembangan BahasaAnak memiliki kemampuan yang lebih dalam memahami dan
menginterprestasikan komunikasi lisan dan tulisan. Pada masa ini
perkembangan bahasa nampak pada perubahan kata dan tata bahasa.
Anak- anak semakin banyak menggunakan kata kerja yang tepat untuk
menjelaskan suatu tindakan seperti memukul, melempar, menendang,
atau menampar. Mereka belajar tidak hanya untuk menggunakan banyak
kata lagi, tatapi juga memilih kata yang tepat untuk penggunaan tertentu.
Area utama dalam pertumbuhan bahasa adalah pragmatis, yaitu
penggunaan praktis dari bahasa untuk komunikasi.2.3.1.5 Perkembangan Moral
Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perilaku
moral banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta perilaku moral
-
dari orang- orang disekitarnya. Perkembangan moral ini juga tidak lepas
dari perkembangan kognitif dan emosi anak.2.3.1.6 Perkembangan Emosi
Emosi memainkan peran yang penting bagi perkembangan.
Akibat dari emosi ini juga dirasakan oleh fisik anak terutama bila emosi
itu kuat dan berulang- ulang.Hurlock menyatakan bahwa ungkapan emosi yang muncul pada
masa ini masih sama dengan masa sebelumnya, seperti: marah, takut,
cemburu, ingin tau, sedih, gembira, dan kasih sayang.
2.3.1.7 Perkembangan SosialPerkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam
hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma- norma kelompok, tradisi,
dan moral agama. Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh orang-
orang disekitarnya termasuk keluarga.2.3.2 Pengertian Perkembangan Sosial
Perkembangan dapat diartikan juga sebagai suatu proses perubahan
dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara
sistematis, progresif, dan berkesinambungan. Perkembangan sosial adalah
pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial untuk
menyesuaikan diri dengan norma- norma kelompok, tradisi dan moral agama
(Syamsu Yusuf, 2013).2.3.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Menurut Sunarto tahun 2013, perkembangan sosial manusia dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: keluarga, kematangan anak, status sosial ekomomi
keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan
inteligensi.2.3.3.1 Sikap Orang tua
-
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk
perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Didalam
keluarga berlaku norma- norma kehidupan keluarga, dan dengan
demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya
anak.Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian
anak lebih banyak ditentukan oleh orang tua dan keluarga. Pola
pergaulan dan bagaimana norma menempatkan diri terhadap lingkungan
yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh orang tua.2.3.3.2 Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis untuk
mempu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima
pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
Disamping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik
diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.2.3.3.3 Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat
akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi
akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, ia
anak siapa. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak,
masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang
berlaku di dalam keluarganya.
-
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak
akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya.
Dalam hal ini tentu, maksud menjaga status sosial keluarganya itu
mengakibatkan penempatan status sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat
berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya.
Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya
sendiri.2.3.3.4 Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
Hakikat pendidikan sebagi proses pengorganisasian ilmu yang normatif,
akan member warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas
harus di artikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku
yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di
kelembagaan pendidikan (sekolah).Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-
norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan
bangsa (nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etika pergaulan
dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2.3.3.5 Kapasitas Mental: Emosi dan InteligensiKemampuan berpikir dapat mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.
-
Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial
anak. Anak yang berkemampuan intektual tinggi akan berkemampuan
berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial
anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain
merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan
mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi
(Sunarto, Haji., 2013).2.3.4 Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal
dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering
mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain.
Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang lain, bahkan sering
terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakannya. Dengan
refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan sering tidak sepenuhnya
diterima, karena lingkungan tidak senantiasa sejalan dengan konsep dirinya yang
tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk tingkah laku sehari- hari.Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan
reaksi lain dimana remaja itu melebih- lebihkan diri dalam penilaian diri. Mereka
merasa dirinya ampuh atau hebat sehingga berani menentang malapetaka dan
menceburkan diri dalam aktivitas yang membahayakan (Sunarto, Haji, 2013).2.3.5 Perbedaan Individual dalam Perkembangan Sosial
Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang,
baik secara individual ataupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat
perbedaan individual manusia, hal itu tampak dalam perkembangan sosialnya.
-
Sesuai dengan teori komprehensif tentang perkembangan sosial yang
dikembangkan oleh Erickson, maka di dalam upaya memenuhi kebutuhan
hidupnya setiap manusia menempuh langkah yang berlainan satu dengan yang
lain. Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia (anak) hidup dalam
kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala
hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar
belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok- kelompok sosial;
yang beranekaragam. Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan
bermasyarakat, maka telah mempelajari pola- pola sosial yang sesuai dengan
kepribadiannya (Sunarto, Haji, 2013).2.3.6 Penyesuaian Sosial Anak Retardasi Mental
Menurut Efendi. M tahun 2006, ketika seorang anak lahir, hampir sama
sekali tak berdaya dan sangat tergantung pada orang lain, khususnya orang yang
mengasuhnya. Ketergantungan anak dengan pengasuhnya sangat beralasan karena
secara langsung atau tidak telah terjadi hubungan fisik dan psikis antara anak dan
pengasuh (ibunya). Kesadaran anak terhadap dunia sekitarnya terjadi setelah
melewati usia 1 tahun, sejalan motoriknya, seperti tumbuhnya sikap ingin tahu,
agresivitas, latihan menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui kemampuan
eksplorasinya.Pada anak normal dalam melewati setiap tahapan perkembangan sosial
dapat berjalan seiring dengan tingkat usianya. Namun, tidak demikian halnya
dengan anak tunagrahita, pada setiap tahapan perkembangan sosial yang dialami
anak tunagrahita selalu mengalami kendala sehingga seringkali tampak sikap dan
perilaku anak tunagrahita berada di bawah usia kalendernya, dan ketika usia 5-6
tahun mereka belum mencapai kematangan untuk belajar disekolah (Bratanata,
-
1979). Beberapa studi menunjukkan bahwa keterlambatan sosialisasi anak
tunagrahita ada hubungannya dengan taraf kecerdasannya yang sangat rendah.Indikasi keterlambatan anak tunagrahita dalam bidang sosial umumnya
terjadi karena hal- hal berikut.
2.3.6.1 Kurangnya kesempatan yang diberikan pada anak tunagrahita untuk
melakukan sosialisasi
2.3.6.2 Kekurangan motivasi untuk melakukan sosialisasi
2.3.6.3 Kekurangan bimbingan untuk melakukan sosialisasi
Kelancaran seseorang untuk mencapai tugas perkembangan sosialnya
merupakan modal dasar yang sangat berarti untuk melakukan penyesuaian sosial
secara baik. Oleh sebab itu, terganggunya perkembangan anak dalam salah satu
fase atau keseluruhan fase perkembangan sosial sebagaimana yang di alami oleh
anak tunagrahita, hasilnya sangat berat untuk dapat melakukan penyesuaian sosial
yang akurat tanpa intervensi orang- orang di sekitarnya secara terus menerus.
2.4 Konsep Anak Retardasi Mental2.4.1 Pengertian Anak Retardasi Mental
Retardasi Mental adalah fungsi intelektual dibawah rata- rata (IQ
dibawah 70) disertai dengan keterbatasan dalam area fungsi adaptif, seperti
keterampilan komunikasi, perawatan diri, keterampilan interpersonal atau sosial,
keterampilan akademik, pekerjaan, dan kesehatan serta keamanan (Menurut King
et al., 2000 dalam Videbeck, Sheila L., 2008).2.4.2 Klasifikasi Anak Retardasi Mental
Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan
sebagai berikut (dikutip dari swaiman, 1989 dalam Soetjiningsih 2012)
Tabel 2.1 : Klasifikasi Anak Retardasi Mental
Klasifikasi Nilai IQ
-
Sangat Superior 130 atau lebihSuperior 120- 129
Diatas rata- rata 110- 119Rata- rata 90- 110
Dibawah rata- rata 80- 89Retardasi mental borderline 70- 79
Retardasi mental ringan 52- 69Retardasi mental sedang 36- 51Retardasi mental berat 20- 35
Retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan
masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan
retardasi mental tipe berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur
hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
2.4.2.1 Tipe Klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini,
karena kelainan fisik maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya
sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus
menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi maupun
yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe
klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri
kelainan pada anaknya.
2.4.2.2 Tipe Sosio Budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata
tidak dapat mengikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal,
sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu mereka keluar
sekolah, mereka dapat bermain seperti anak- anak yang normal lainnya.
Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para
-
orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya kelainan pada anaknya,
mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya, atau dari
psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali dan tidak naik kelas. Pada
umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan
retardasi mental ringan (Soetjiningsih, 2012).2.4.3 Karakteristik Anak Retardasi Mental
Menurut Pratiwi, 2013 menyatakan bahwa ada karakteristik pada anak
tunagrahita yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat:
2.4.3.1 Tunagrahita RinganAnak- anak yang tergolong tunagrahita ringan disebut juga
dengan istilah debil atau tunagrahita yang mampu didik. Sebutan tersebut
karena anak tunagrahita kategori ini masih dapat menerima pendidikan
sebagaimana anak normal. Anak tunagrahita ringan rata- rata memiliki
inteligensi antara 50-80. Tingkat inteligensi tersebut, anak tunagrahita
ringan bisa melakukan kegiatan dengan tingkat kecerdasan anak- anak
normal usia 12 tahun. Cukup bagus apabila terus dilatih dan dibiasakan
untuk belajar dan berpikir, asalkan tidak dipaksakan sehingga mereka
merasa sangat terbebani.2.4.3.2 Tunagrahita Sedang
Anak- anak yang tergolong tunagrahita sedang disebut juga anak-
anak yang mampu latih dan di istilahkan dengan imbesil. Anak- anak ini
mampu dilatih untuk mandiri, menjalankan aktivitas keseharian sendiri
tanpa bantuan orang lain. Mandi, berpakaian, makan, berjalan, dan
mampu mengungkapkan keinginan dalam pembicaraan sederhana.
Namun, untuk memahami pelajaran yang bersifat akademis, anak- anak
ini kurang mampu untuk melakukannya. Anak tunagrahita sedang rata-
-
rata memiliki inteligensi antara 30-50. Dengan tingkat inteligensi
tersebut, anak- anak tunagrahita sedang bisa mencapai kecerdasan
maksimal setara dengan anak normal usia 7 tahun. Latihan dan kesabaran
diperlukan agar anak- anak ini tetap mampu menolong dirinya sendiri
dalam melakukan kegiatan sehari- hari.
2.4.3.3 Tunagrahita BeratAnak- anak yang tergolong tunagrahita berat di istilahkan sebagai
idiot atau perlu rawat. Anak- anak golongan ini perlu diajarkan mandiri
karena keterbatasan mental dan pemikirannya kearah kemandirian, untuk
menolong dirinya sendiri dalam bertahan hidup, rasanya sulit bagi anak-
anak golongan ini. Kadang berjalan, makan, dan membersihkan diri perlu
dibantu oleh orang lain. Anak tunagrahita berat memiliki tingkat
inteligensi dibawah 30. Dengan tingkat inteligensi tersebut, anak
tunagrahita berat hanya mampu memiliki kecerdasan optimal setara
dengan anak normal usia 3 tahun. Oleh sebab itu, diperlukan kesabaran
dan kasih sayang penuh untuk merawat mereka sepanjang hidupnya.2.4.4 Etiologi Retardasi Mental
Menurut Pratiwi, 2013 menyatakan bahwa banyak sekali faktor yang
menjadi penyebab tunagrahita. Keadaan ini bisa terjadi karena faktor yang
menjadi tahap konsepsi, kehamilan, saat melahirkan. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah genetis atau keturunan dan faktor lingkungan ketika ibu
hamil dan melahirkan. Secara umum, faktor penyebab tunagrahita yaitu:2.4.4.1 Faktor Genetis atau Keturunan
Dibawa dari gen ayah atau ibu, faktor ini bisa di antisipasi dengan
konsultasi kesehatan pra- marital dan sebelum kehamilan. Biasanya akan
dilakukan pemeriksaan darah agar bisa terdeteksi beberapa faktor genetis
-
yang mungkin bisa berkembang pada keturunan calon pasangan suami-
istri tersebut.
2.4.4.2 Faktor Metabolisme dan Gizi yang BurukHal ini terjadi saat ibu sedang hamil dan menyusui. Antisipasi
bisa dilakukan dengan memperhatikan gizi ibu dan rajin memeriksakan
janinnya serta bayi ke bidan, dokter, atau petugas kesehatan setempat.
Mengonsumsi makanan yang bernutrisi lengkap dan seimbang antara
karbohidrat, sayuran, buah- buahan, protein hewani dan nabati,
ditambahkan susu menjadi pilihan tepat saat kehamilan dan menyusui.2.4.4.3 Infeksi dan Keracunan saat Kehamilan
Infeksi Rubella dan Sipilis dinyatakan sebagai dua faktor yang
membawa dampak buruk bagi perkembangan janin termasuk terjadinya
tunagrahita. Hal ini bisa di cegah dengan cara merawat kesehatan
sebelum dan selama kehamilan seta melakukan imunisasi sesuai saran
dokter terhadap pencegahan dan beberapa penyakit berbahaya yang
mungkin timbul.2.4.4.4 Proses Kelahiran
Proses kelahiran yang menggunakan alat bantu semacam tang
atau catut untuk menarik kepala bayi karena sulit keluar. Proses ini bisa
melukai otak bayi dan berkemungkinan mengalami tunagrahita. Untuk
menghindari kemungkinan ini, biasanya dokter ahli kandungan akan
langsung melakukan proses caesar saat dirasa bayi kesulitan untuk lewat
jalan normal.2.4.4.5 Lingkungan Buruk
Lemahnya ekonomi dan kurangnya pendidikan sehingga keadaan
kehamilan dan masa menyusui menjadi kurang optimal. Penanganan dan
pengasuhan yang tidak baik juga bisa menyebabkan adanya beberapa
masalah seperti tunagrahita. Mengupayakan keluarga berencana bisa
-
menjadi salah satu cara memberikan lingkungan yang baik dan sehat
pada anak- anak.2.4.5 Dampak Retardasi Mental
Menurut Efendi. M tahun 2006, pada dasarnya, anak yang memiliki
kemampuan kecerdasan di bawah rata- rata normal atau tunagrahita menunjukkan
kecenderungan rendah pada fungsi umum kecerdasannya, semua itu terjadi karena
keterbatasan fungsi kognitif anak tunagrahita. Fungsi kognitif adalah kemampuan
seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan. Pada anak tunagrahita,
gangguan fungsi kognitifnya terjadi pada kelemahan salah satu atau lebih dalam
proses tertentu (diantaranya proses persepsi, ingatan, pengembangan ide, penilaian
dan penalaran). Oleh sebab itu, meskipun usia kalender anak tunagrahita sama
dengan anak normal, namun prestasi yang diraih berbeda dengan anak normal. Seseorang yang mempunyai tingkat kecerdasan normal, perkembangan
kognitifnya menurut piaget akan melewati periode atau tahapan perkembangan
sebagai berikut:2.4.5.1 Periode Sensorimotor (0- 2 tahun)
Periode ini ditandai dengan penggunaan sensomotorik dalam
pengamatan dan penginderaan yang intensif terhadap dunia sekitarnya.
Prestasi intelektual yang dicapai pada periode ini ialah perkembangan
bahasa, konsep tentang objek, control skema dan pengenalan hubungan
sebab akibat.
2.4.5.2 Periode Praoperasional (2- 7 tahun)Periode praoperasional terbagi dalam dua tahapan, yaitu:
1) Periode prekonseptual (2-4 tahun)
Periode ini ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transdukatif
(menarik kesimpulan tentang sesuatu atas dasar karakteristiknya yang
khas), misalnya sapi disebut juga kerbau.
-
2) Periode intuitif (4-7 tahun)
Periode ini ditandai oleh dominasi pengamatan anak yang bersifat
egosentris (belum memahami cara orang lain memandang objek yang
sama, bersifat searah).
2.4.5.3 Periode Operasional Konkret (7- 11/12 tahun)Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan dan kecakapan baru,
yakni mengklasifikasikan, menyusun, dan mengasosiasikan angka atau
bilangan. Dalam periode ini pula anak mulai mengkonservasi
pengetahuan tertentu.2.4.5.4 Periode Operasional Formal (11/12/13/14 tahun)
Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan
kaidah- kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek yang
bersifat konkret. Tidak demikian halnya bagi anak tunagrahita,
perkembangan kognitifnya seringkali mengalami kegagalan dalam
melampaui setiap periode atau tahapan perkembangan seperti diuraikan
di atas. Bahkan dalam taraf perkembangan yang paling sederhana pun,
anak tunagrahita seringkali tidak mampu menyelesaikannya dengan baik.
Kesimpulannya, keterlambatan perkembangan kognitif pada anak
tunagrahita menjadi masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti
tugas perkembangannya.2.4.6 Ciri- ciri Perkembangan Retardasi Mental
Tabel 2.2: Ciri- ciri Perkembangan Retardasi Mental
TingkatRetardasi
Mental
Umur 0-5 tahunPematangan danPerkembangan
Umur 6-20 tahunLatihan danPendidikan
Umur 21 tahunKecakupan sosial dan
PekerjaanBerat Perkembangan motorik
kurang, bicara minimal,tidak dapat dilatih untukmengurus diri sendiri,keterampilan komunikasitidak ada atau hanya
Dapat berbicara ataubelajar berkomunikasi,dapat dilatih dalamkebiasaan kesehatandasar, dapat dilatihsecara sistematik
Dapat mengurus dirisendiri dibawahpengawasan penuh,dapat dilatihketerampilan menjagadiri dalam lingkungan
-
sedikit sekali. dalam kebiasaan. yang terkontrol.Sedang Dapat berbicara atau
belajar komunikasi,kesadaran sosial kurang,perkembangan motorikcukup, dapat belajarmengurus diri sendiri,dapat diatur denganpengawasan sedang.
Dapat dilatih dalamketerampilan sosial danpekerjaan, sukar untukmaju lewat kelas 2 SDdalam mata pelajaranakademik, dapatbelajar berpergiansendirian ditempatyang sudah dikenal.
Dapat mencari nafkahdalam pekerjaan kasar,memerlukanpengawasan danbimbingan bilamengalami stress sosialatau stress ekonomiyang ringan.
Ringan Dapat mengembangkanketerampilan sosial dankomunikasi,keterbelakangan minimaldalam bidang sensori-motorik, sering tidakdapat dibedakan darinormal hingga usia lebihtua.
Dapat belajarketerampilan akademiksampai kelas 6 padaumur belasan tahun(dekat umur 20 tahun),dapat dibimbing kearahkonformitas sosial.
Biasanya dapatmencapai keterampilansosial dan pekerjaanyang cukup untukmencari nafkah, tetapimemerlukanbimbingan dan bantuanbila mengalami stresssosial atau stressekonomi yang luarbiasa.
(Maramis, W.F., 1995)
2.4.7 Pencegahan Retardasi Mental
Menurut Judarwanto (2009) pencegahan anak retardasi mental yaitu:
2.4.7.1 Pencegahan Primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,
perbaikan keadaan sosio- ekonomi, konseling genetic dan tindakan
kedokteran seperti perawatan pre natal yang baik, pertolongan persalinan
yang baik, dll.
2.4.7.2 Pencegahan Sekunder dan Tersier
Memberikan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya
disekolah luar biasa, terapi perilaku, dan kognitifnya. Konseling kepada
orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmantis dengan tujuan antara
lain membantu mereka mengatasi frustasi oleh karean mempunyai anak
-
retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak itu diberi obat,
dapat diberi penenang, bahwa sampai sekarang belum ada obat yang
dapat membuat anak pandai, hanya ada obat yang dapat membantu
pertukaran zat besi (metabolism) sel- sel otak, akan tetapi biarpun anak
itu menelan obat yang banyak dan dalam jagka waktu yang lama (tidak
mengganggu badan), ia tidak akan maju kalau tidak belajar melalui
latihan dan pendidikan.
top related