presus sirosis
Post on 29-Dec-2015
57 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
A. IDENTITAS PASIEN
- Nama Pasien : Tn. S
- Usia : 62 tahun
- Alamat : Butuh 5/8 Kutowinangun, Tingkir Salatiga
- Masuk RS :25 Februari 2014
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : mual muntah
Riwayat penyakit sekarang : pasien mengeluh mual muntah lebih dari 5x,
perut membesar sejak 5 hari SMRS disertai nyeri ulu hati, perut sebah dan
tidak nyaman, serta nyeri perut di bagian kiri atas, keluhan ini diikuti dengan
bengkak di kaki 2 hari SMRS. Sesak (+), batuk (-), demam (-). Nafsu makan
menurun. BAB frekuensi 1x, konsistensi lembek, warna kuning. BAK warna
kuning pekat seperti teh sejak 3 bulan SMRS. Paisen mengeluh sering
kesemutan, BB turun cepat, BAK sering, dan mudah mengantuk.
RPD: Riwayat mondok dengan keluhan yang sama 3 bulan yang lalu, pasien
menderita Diabetes Mellitus sejak 5 tahun lalu, riwayat muntah darah dan
benjolan perut bagian kiri atas sejak 10 tahun lalu, riwayat transfuse darah +
RPK: Keluarga tidak ada yang menderita sakit yang sama, keluarga tidak ada
yang menderita Diabetes Melitus
1
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : T : 100/60 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 84 x/menit, reguler.
S : 36,8 0C
Status Gizi : kurang
BB : 38 kg
1. Kulit : Hiperpigmentasi (-), Ikterik (-), turgor baik,
2. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk Kepala : Bentuk normocephal. Muskulus
temporalis atrofi +
- Rambut : Warna hitam dan putih, distribusi
merata, mudah rontok.
- Inflamasi : (-)
3. Pemeriksaan Mata
- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
- Konjunctiva : Anemis (+/+)
2
- Sklera : Ikterik (+/+)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+)
4. Pemeriksaan Telinga : nyeri tekan (-/-), discharge (-)
5. Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-),
epistaksis (-), deviasi septum (-)
6. Pemeriksaan Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, epistaksis
posterior (-), tonsil dbn
7. Pemeriksaan Leher
- Trakea : Deviasi trakea (-)
- Kelenjar Tiroid : Membesar (-)
- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)
- JVP : Tidak meningkat
8. Pemeriksaan Dada :
Paru-paru Dx/sn:
inspeksi: simetris (+) ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-),
skikatrik (-), venektasi (-), spider nevi (-), ginekomastia (-)
Palpasi: Nyeri tekan (-), fokal fremitus simetris (+), massa (-),
krepitasi (-)
Perkusi: sonor +/+
Auskultasi: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-
3
Jantung: S1-S2 reguler, bising jantung (-), gallop (-)
9. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Cembung bentuk seperti perut katak, umbilikus ke
arah kaudal.
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
teraba membesar, undulasi (+)
Perkusi : Redup (+), shifting dullness (+)
10. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/+ + /+
Eritem palmaris + / + +/+
Sianosis - / - - / -
Akral Hangat Hangat
CRT < 2 detik < 2 detik
4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan darah rutin 25/2/14
Hasil Hasil
AL 4,2 ↓ (4,5-11 x 103) AT 67 ↓ (150-450 x 103)
AE 2,52 ↓ (4,5-5,5 x 106) MCV 97,4 N (85-100)
HB 7,9 ↓ (14-18) MCH 34,1 ↑ (28-31)
HMT 29,6 ↓ (40-54) MCHC 32,0 N (30-35)
E. ASESSMENTObservasi vomitusHepatitis kronikDM tipe 2
F. PENATALAKSANAAN
Infus RL 20 tpm
Injeksi Ranitidin 2x1 A
Injeksi Ondansetron 3x1
Po:
Curcuma 3x1
Vitamin B complex 3x1
5
G. FOLLOW UP
26/2/2014
S O A P
Mual +,
muntah +,
lemas +,
pusing +,
nyeri perut
+,
pandangan
mata terasa
kabur
Ku: tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 100/60 mmHg
HR: 76x/mnt
RR: 20x/mnt
t: 36,7
Kepala ; atrofi muskulus
temporalis +
mata: Conjungtiva
anemis +/+, sclera ikterik
+/+
thorax : ginekomastia -,
spider nevi -,paru
vesikuler +/+, ronki -/-,
jantung S1-S2 regular
abdomen ; nyeri tekan
(-), hepar tidak teraba,
DM tipe 2
Sirosis Hepatis
dengan asites
Splenomegali
Penyakit ginjal
kronik
Po :
- curcuma 3x1
- vitamin b
complex 3x1
- simvastatin 3x1
Injeksi:
- Actrapid 3x8 iu
- Lasix 1x1
- Spironolakton
6
lien teraba, shifting
dullness +, undulasi +,
bising usus normal
extremitas: udem
extremitas inferior dx/sn,
eritem palmar superior
dan inferior
px penunjang :
Gula Darah Puasa : 363
mg/dl (80-100)
Gula Darah 2 Jam PP :
405 mg/dl (80-144)
Gula Darah sewaktu :
202 mg/dl (< 144)
Ureum : 39 mg/dl (10-
50), Kreatinin : 0,6
mg/dl (1-1,3)
SGOT : 35 u/e (<37),
SGPT : 18 u/e (<42)
USG:
7
Meteorismus
Sirosis hepatis dengan
asites
Splenomegali
CRF dx/sn
Cystitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi :
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
8
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan
penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya
penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang
akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar,
teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.
Menurut Lindseth; Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan
distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi sel darah intra hepatik,
dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati.
Fungsi Hati
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai
fungsi yang terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya
dan dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan
garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
9
Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
Sebagai alat saringan (filter)
Semua makannan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh
intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.
Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
-Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein,
lemak, empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati
menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya
sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan
mengeluarkan glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun
endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan
cara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
- Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem
retikulo endothelial.
Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
Membentuk a-globulin dan immune bodies
10
Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau
makromolekuler.
Etiologi
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis
menjadi : 1) alkoholik, 2). Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3).
Biliaris, 4). Kardiak, dan 5). Metabolik, keturunan dan terkait obat.
Tabel 1. Sebab-sebab sirosis dan/atau penyakit hati kronik
Penyakit infeksi:
Bruselosis, Ekinokokus Skistosomiasis, Hepatitis virus ( hepatitis B, hepatitis C,
hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolik :
Defisiensi α1-antitripsin, Sindrom Fanconi, Galaktosemia, Penyakit Gaucher,
penyakit simpanan glikogen, henokromatosis, intoleransi fluktosa herediter,
tirosinemia herediter, penyakit wilson
Obat dan Toksin :
Amiodaron, arsenik, Obstruksi biliar, penyakit perlemakan hati non alkoholik, sirosis
bilier primer, kolangitis sklerosis primer
Penyebab lain atau tidak terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis
Patofisiologi
11
Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan nekrosis meliputi daerah yang
luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memicu timbulnya jaringan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Jaringan parut dapat
menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lain, atau portal dengan sentral
(bridging nekrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran, dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah portal dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya
terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrogenesis, dan septa aktif jaringan kolagen dari reversibel menjadi irreversibel, bila
telah terbentuk septa permanen yang aselularpada daerah portal dan parenkim hati sel
limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin sebagai mediator
fibrinogen, septal aktif ini berasal dari portal menyebar ke parenkim hati. Kolagen
sendiri terdiri dari 4 tipe yaitu lokasi daerah sentral, sinusoid, jaringan retikulin dan
membran basal. Pada semua sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis
kolagen tersebut. Pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis
hepatoselular dan asidosis laktat merupakan faktor perangsang. Dalam hal terjadinya
mekanisme sirosis hepatis secara mekanis, dimulai dari kejadian hepatitis viral akut,
timbul peradangan luas, nekrosis luas, dan pembentukan jaringan ikat yang luas
disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi
fibrosis pasca nekrotik adalah dasar terjadinya sirosis hati. Pada mekanisme
terjadinya sirosis secara imunologis, dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut
yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis, diikuti timbulnya sirosis hati.
12
Perkembangan sirosis ini memerlukan waktu 4 tahun, sel yang mengandung virus ini
merupakan sumber rangsangan terus menerus sampai terjadinya kerusakan hati.
Hipertensi Portal
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap
diatas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. Tanpa memandang penyakit dasarnya,
mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah resistensi terhadap aliran darah
melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua
faktor yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran
masuk bersama sama menghasilkan bebabn berlebihan pada sistem portal.
Pembebanan berlebihan sistem ini akan merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatik (varises). Tekanan balik pada sistem portal
menyebabkan splenomegali dan sebagian bertanggung jawab atas tertimbunnya
asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit
protein. Faktor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus 9hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat
hipoalbuminemia. Faktor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air serta
peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
Hepatogenous Diabetes
13
Pada penyakit hati kronis, seperti sirosis hepatis dilaporkan terjadi gangguan
sensitifitas insulin yang diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti
tingginya prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien
sirosis hepatis mengalami resistensi insulin, dimana 60-80% adalah toleransi glukosa,
dan kira-kira 20% berkembang menjadi Diabetes Mellitus.
Hubungan antara penyakit hati kronis dengan ganggua metabolisme glukosa dieknal
dengan nama hepatogenous diabetes. Hati memegang penting dalam metabolisme
glukosa dimana hati dapat menyimpan glikogen dan memproduksi glukosa melalui
glikogenolisis dan glukoneogenesis. Pada keadaan fisiologis, hepatosit merupakan
tempat utama metabolisme glukosa hati, namun metabolisme insulin dilakukan oleh
hati non parenkimal yaitu sel Kupffer, sel endotelial sinusoidal dan hepatic stellate
cells yang berkontribusi terhadap degradasi insulin dan terlibat dalam modulasi
metabolisme glukosa hepatosit selama proses inflamasi via pengeluaran sitokin.
Insulin merupakan mediator utama pada heomstasis glukosa dan setiap perubahan
aksinya akan menyebabkan gangguan metabolisme glukosa.
Pada keadaan terjadinya kerusakan pada hati, maka terjadi gangguan pada hemostasis
metabolisme glukosa oleh karena terjadinya retensi insulin dan gangguan sensitivitas
sel beta pankreas. Resistensi insulin terjadi pada jaringan otot, hati, dan lemak.
Penurunan ekstraksi insulin oleh hati yang rusak dan adanya shunt portosistemik akan
menghasilkan hiperinsulinemia dan diperberat dengan peningkatan kadar hormon
14
kontra insulin seperti glukagon, hormon pertumbuhan, insulin like growth factor,
sitokin. Namun studi terbaru pada pasien sirosis hati Child B menyatakan bahwa
hiperinsulinemia terjadi karena penurunan sensitifitas sel beta pankreas sementara
gangguan ekstraksi insulin oleh hati tidak memegang peranana. Gangguan toleransi
glukosa dapat dihasilkan dari dua gangguan yang terjadi yaitu resistensi insulin dan
tidak adekuatnya sekresi sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin sehingga
menyebabkan hiperglikemia puasa dan profil toleransi glukosa diabetes.
Patogenesis sindrom hepatorenal
Dalam beberapa tahun terakhir ini, telah diketahui bahwa sindroma hepatorenal
(SHR) merupakan komplikasi terminal pada pasien sirosis hati dengan ascites.
Timbulnya gagal ginjal tanpa adanya gejala klinis dan bukti histologis yang diketahui
sebagai penyebab timbulnya gagal ginjal tersebut.
Sindroma hepato renal adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati
kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan
fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas system
vasoactive endogen. Pada ginjal terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju
filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi diluar ginjal terdapat vasodilasi arteriol
yang luas menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.
15
Ada dua jenis teori yang dianut untuk menerangkan hipoperfusi ginjal yang timbul
pada penderita SHR. Teori pertama, menjelaskan hipoperfusi ginjal
berhubungan dengan penyakit hati itu sendiri tanpa ada patogenetik yang
berhubungan dengan gangguan system hemodinamik. Teori ini berdasarkan
hubungan langsung hati – ginjal, yang didukung oleh dua mekanisme yang berbeda
yang mana penyakit hati dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal dengan penurunan
pembentukan atau pelepasan vasodilator yang dihasilkan hati yang dapat
menyebabkan pengurangan perfusi ginjal dan pada percobaan binatang diperlihatkan
bahwa hati mengatur fungsi ginjal melalui refleks hepatorenal. Teori kedua
menerangkan bahwa hipoperfusi ginjal berhubungan dengan perubahan patogenetik
dalam system hemodinamik dan SHR adalah bentuk terakhir dari pengurangan
pengisian arteri pada sirosis. Hipotesis ini menerangkan bahwa kekurangan pengisian
sirkulasi arteri bertanggung jawab terhadap hipoperfusi yang bukan sebagai akibat
penurunan volume vaskuler, tetapi vasodilatasi arteriolar yang luar biasa terjadi
terutama pada sirkulasi splanik. Hal ini dapat menyebabkan aktifasi yang progresif
dari mediator baroreseptor system vasokonstriktor yang mana dapat menimbulkan
vasokonstriksi tidak hanya pada sirkulasi ginjal tetapi juga pada pembuluh darah yang
lain. Splanik dapat bebas dari efek vasokonstriktor dan vasodilasi dapat bertahan,
kemingkinan karena adanya rangsangan vasodilator local yang sangat kuat.
Timbulnya hipoperfusi ginjal menyebabkan SHR dapat terjadi sebagai akibat aktifitas
yang maksimal vasokonstriktor sistemik yang tidak dapat
16
dihalangi oleh vasodilator, penurunan aktifitas vasodilator atau peningkatan produksi
vasokonstriktor ginjal atau keduanya.
Penegakan diagnosis
Manifestasi Klinis
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-
laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar dan hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut, gangguan tidur, demam tak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan
atau melena, serta perubahan mental berupa mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.
Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus
(penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita
17
penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan
tidak bisa menyerap bilirubin.10 Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya
kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama
perjalanan penyakit. 13 b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.
c. spider angio maspiderangiomata (atau spider telangiektasi), suatu lesi
vascular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di
bahu, muka, lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan
dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosterone bebas. Tanda ini
juga bisa ditemukan saat hamil dan malnutrisi berat.
d. eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormone
estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada
kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
18
e. perubahan kuku-kuku Murchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanisme nya juga belum diketahui,
diperkirakan akibat hipoalbuminemia.
f. Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mamae laki-laki, kemungkinan akibat androstenedion. Selain itu
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga
laki-laki mengalami perubahan kea rah feminism
g. atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
h. Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik keras dan nodular.
i. splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
Pemeriksaan penunjang
Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
19
Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang
menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
Darah Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan
vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga
dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
Tes Faal Hati Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT)
dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada
ALT namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya
sirosis.
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis primer dan
sirosis bilier primer.
Gamma glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasi tinggi pada penyakit hati alkoholik
20
kronik, karena alcohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal kompensata, tapi bisa meningkat pada
sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi immunoglobulin.
Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang..
21
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari
akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat
disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-
5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui
proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal
albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu
juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan
hati secara dini.
22
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di
hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular.
Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, dan ada peningkatan ekogenitas
parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali,
thrombosis vena dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma
hati pada pasien sirosis.
Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan
jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar
atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul.
Seringkali didapatkan pembesaran limpa
Prognosis
23
Klasifikasi Child Pugh
Derajat kerusakan Minimal (1) Sedang (2) Berat (3)
Bilirubin serum (mg%) <2,0 2,0-3,0 >3
Albumin serum (mg%) >3,5 3,0-3,5 <3,0
ascites - Mudah dikontrol sukar
ensefalopati - minimal Berat/koma
Nutrisi sempurna Baik Kurang/kurus
Protrombin >70% 40-70% <40%
Grade (CHILD) Nilai Prognosis
A 5-6 10-15%
B 7-9 30%
C 10-15 >60%
KOMPLIKASI
1. Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah
sehingga timbul perdarahan yang masih.
2. Koma Hepatikum.
4. Ulkus Peptikum
5. Karsinoma hepatosellural
24
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.
6. Infeksi
Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,
glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis,
srisipelas, septikema
Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi
progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganana komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatic, dapat
diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000
kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,
diantaranya: alcohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa
menghambat kolagenik.
Hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan.
25
Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis.
Pada hepatitis B, interferon dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari
selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan
mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga
banyak yang kambuh.
Hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
pada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Dimasa dating, menempatkan sel
stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi
utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah
satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan
prngurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan
mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti
fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis.
Pengobatan sirosis dekompensata
26
Asites : tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obat
antidiuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid
dengan dosis 220-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak
ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
Ensefalopati hepatic : laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet
protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg bb per hari, terutama diberikan yang kaya asam
amino rantai cabang.
Varises esophagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta propanolol. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
Peritonitis bacterial spontan : diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksisilin, atau aminoglikosida.
27
Sindrom hepatorenal : mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati mengatur
keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati : terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun
sebelum dilakukan transplantasi hati ada beberapa criteria yang harus di penuhi
pasien resipien dulu, yaitu : 1) tidak ada tindakan operasi maupun pengobatan medic
yang dapat memperpanjang harapan hidup pasien; 2) tidak ada komplikasi penyakit
hati kronik yang menyebabkan peningkatan risiko operasi atau kontra indikasi
dilakukannya transplantasi hati, 3) Adanya pengertian dari pasien dan keluarganya
tentang konsekuensi transplantasi hati meliputi risiko, keuntungan dan biaya yang
diperlukan.
28
BAB III
Masalah yang dikaji
Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini?
Analisis masalah
Pasien ini didiagnosis :
Sirosis hepatis dekompensata karena sudah terdapat komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta. Manifestasi klinis meliputi :
Lemas, nafsu makan menurun, sebah, BAK seperti teh, dan ikterik
asites
splenomegali
udem ekstremitas inferior
hilangnya rambut ketiak
palmar eritema
anemia
trombositopenia
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya:
Anemia
SGOT dan SGPT normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis
Dari pemeriksaan USG abdomen ditemukan adanya :
29
Hepar dan vesica fellea :
Mengecil dengan ekhostruktur inhomogen
Sistema vena hepatika dan bilier irregular
Tak tampak kista, nodul, sludge batu dan masa
VF : dbn
Lien : Membesar dengan echostruktur inhomogen
Pankreas : dbn
Ren dx/sn :
Ren dx/Sn batas korteks dan medulla tampak mengabur
PCS dan ureter 1/3 proksimal Ren Dx/Sn tak melebar
Tak tampak batu, kista nodul, dan massa.
Vesica urinaria : dinding regular, mukosa menebal, tak tampak divertikel, batu dan
masa intra VU
Uterus : letak anteflexi, tak tampak masa, batu dan nodul
Aorta : Dinding regular, KGB para aorta tak membesar
Tak tampak gambaran udara intraintestinal yang meningkat
Tampak cairan bebas pada ekstra intraperitoneal
Kesan :
Meteorismus
Sirosis hepatis dengan asites
Splenomegali
CRF Dx/Sn
30
Pasie didiagnosis DM tipe 2 karena :
Terdapat gejala khas DM pada pasien : yaitu sering BAK atau poliuria dan
penurunan berat badan yang cepat tanpa sebab yang jelas.
Gejala tidak khas : pasien merasa lemas, kesemutan, dan mata kabur.
Dari px penunjang :
Gula Darah Puasa : 363 mg/dl (80-100)
Gula Darah 2 Jam PP : 405 mg/dl (80-144)
Gula Darah sewaktu : 202 mg/dl (< 144)
Kriteria diagnosis DM
Gejala klasik DM ditambah glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl
Gejala klasik DM ditambah glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl
Pasien didiagnosis Penyakit Ginjal Kronik karena:
Dari kriteria penyakit ginjal kronik yaitu :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural
atau fungsional dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, dengan
manifestasi :
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
31
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
LFG = (140-umur) x berat badan
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
LFG = (140-62) x 38 kg
72 x 0,6
LFG = 62,5
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar derajat penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Dari manifestasi klinis didapatkan gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik
sesuai dengan penyakit yang mendasari yakni diabetes mellitus, adanya keluhan
mual, muntah anoreksia, letargi.
Terdapat kelainan darah yakni penurunan hemoglobin
32
Dari gambaran radiologis didapatkan Ren dx/Sn batas korteks dan medulla tampak
mengabur, kesan CRF dx/sn
Penatalaksanaan pada pasien:
Infus RL 20 tpm
Injeksi Ranitidin 2x1 A :
Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam
lambung. Masa paruhnya kira-kira 1,7- 3 jam pada orang dewasa dan menanjang
pada orang tua serta pada pasien penyakit hati dan pasien gagal ginjal. Ranitidin dan
metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Indikasi yaitu
pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif, mengurangi
gejala refluks esofagitis. Dosis : tukak duodenum 2x150 mg, tukak lambung aktif
sehari 2x150 mg selama 2 minggu, Dosis pada penderita gangguan ginjal bila
bersihan kreatinin < 50 ml/menit : 150 mg/24 jam. Injeksi 50 mg IM/IV suntikan
lambat/ iv infus tiap 6-8 jam. Sediaan 150 mg/tab, 25 mg/ampul
Injeksi Ondansetron 3x1
Ondansetron adalah suatu antagonis 5 HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan
mual dan muntah. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan
mengantagonisasi reseptor 5 HT3 yang terdapat pada chemoreseptor trigger zone di
33
area postrema otak dan mungkin pada aferen vagal saluaran cerna. Dosis 0,1-0,2
mg/kg Iv
Curcuma 3x1
Indikasi untuk membantu memelihara kesehatan fungsi hati, memperbaiki nafsu
makan , ikterus, anoreksia,dan melancarkan buang air besar. Komposisi bubuk akar
curcuma. Pemberian diberaikan sesudah makan. Sediaan tablet 200 mg. Dosis 1-2
tablet/ hari.
Vitamin B complex 3x1
Indikasi untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B kompplex serta
mempercepat proses penyembuhan. Dosis 3x1 capsul setelah makan
Actrapid 3x 8 iu
Insulin rekombinan DNA origin. Indikasi untuk terapi DM. Kontraindikasi :
hipoglikemia. Efek samping : hiperglikemia. Dosis : 0,5 U/kg BB gunakan 30 menit
sebelum makan. Sediaan : actrapid HM 40 IU/ ml, 100 IU/ml, actrapid penifil 100
IU/ml, dan actrapid novolet 100 IU/ml.
Lasix 1x1
Furosemid injeksi 10 mg/ml. Indikasi tablet untuk edema karena jantung, hati dan
gangguan ginjal. Edema perifer karena obstruksi mekanik atau insufisiensi vena dan
hipertensi porta. Injeksi terapi adjuvan pada edema paru-paru dan otak akut. Untuk
34
digunakan dimana onset diuresis yang diinginkan yang cepat atau pemberian oral
tidak mungkin. Kontraindikasi ; hepatik koma, hipokalemia, hiponatremia,
hipovolemia dengan atau tanpa hipotensi. Efek samping gangguan gastrointestinal,
deplesi kalsium, kalium dan natrium, alkalosis metabolik dan diabetes. Dosis edema
20-80 mg sebagai dosis harian tunggal. Dosis dapat secara hati-hati dititrasi hingga
600 mg/hari. Injeksi dosis awalnya 20-40 mg sebagai dosis tunggal IV atau IM.
Spironolakton 3x1
Sediaan:Tablet 25 mg, 100 mg
Cara Kerja Obat:
Spironolakton adalah diuretik penghemat Kalium. Menghambat aldosteron, yang
menstimulasi penyerapan kembali Na dan pengeluaran K.
Indikasi:
Hipertensi esensial, keadaan edematosa termasuk gagal jantung kongestif (CHF),
sirosis hati (dengan atau tanpa asites/penggumpulan cairan dalan rongga perut) &
sindroma nefrotik, diagnosis & pengobatan aldosteronisme primer, sebagai terapi
penunjang pada hipertensi ganas, pencegahan hipokalemia pada pasien yang
menggunakan Digitalis ketika langkah lainnya dianggap tidak cukup memadai atau
tidak tepat.
35
Kontraindikasi:
Insufisiensi ginjal akut, kerusakan ginjal, anuria (tidak dibentuknya kemih oleh
ginjal), hiperkalemia (kadar Kalium dalam darah di atas normal).
Dosis:
- Hipertensi esensial :
50-100 mg sehari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi. Terapi dilanjutkan
minimal selama 2 minggu.
- Kelainan edematosa :
Diberikan tiap hari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi.
- Gagal jantung kongestif :
100 mg sehari.
- Sirosis :
200-400 mg/hari.
DAFTAR PUSTAKA
Syarif, A. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
36
Sudoyo, W 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, II, dan III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Gines, P. 2009. Renal Failure in Chirrosis. The New England Journal of Medicine
Price, S. Buku Patofisiologi Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta : EGC
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12100613
http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview
http://www.emedicinehealth.com/cirrhosis/article_em.htm#cirrhosis_overview
37
top related