pnbb -celoteh anak rumput 2012 seri 2
Post on 06-Jul-2022
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
0 Haderi Idmukha
CELOTEH ANAK RUMPUT
(Kumpulan Artikel dan Esai)
Haderi Idmukha
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
1 Haderi Idmukha
Celoteh Anak Rumput - Seri 2 (Kumpulan Esai)
Penulis Haderi Idmukha
PNBB E-Book #7 www.proyeknulisbukubareng.com
proyeknulisbukubareng@groups.facebook.com
Tata Letak dan Desain Tim Pustaka Hanan
Penerbit Digital Pustaka Hanan
Publikasi
Pustaka E-Book
Informasi: www.pustaka-ebook.com pustakahanan@gmail.com
©2012
Lisensi Dokumen E-book ini dapat disebarkan secara bebas untuk tujuan non-komersial
(nonprofit) dan tidak untuk diperjualbelikan, dengan syarat tidak menghapus atau merubah sedikitpun isi, atribut penulis dan pernyataan
lisensi yang disertakan.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
2 Haderi Idmukha
Pengantar
Segala puji bagi Allah yang mengajarkan manusia dengan qalam.
Shalawat dan salam saya sanjungkan kepada Nabi akhir zaman,
Muhammad Shallallaahu 'alaihi wasallam.
Kumpulan tulisan ini saya beri judul “Celoteh Anak Rumput”, dan
e-book ini merupakan seri ke 2 dari 3 seri Celoteh Anak Rumput. Berupa
kumpulan artikel dan esai yang pernah dipublikasikan di harian
Banjarmasin Post dan Facebook.
Ada apa dengan anak rumput? Saya menggunakan istilah ini,
karena menyadari bahwa saya hanyalah rakyat jelata, orang pinggiran
yang coba berceloteh lewat tulisan. Lagi pula, saya hanyalah seorang
pembelajar menulis (penulis pemula), ibarat pohon, saya hanyalah anak
rumput yang baru tumbuh. Namun, walau begitu, saya berharap ada
hikmah yang bisa diambil dan ada manfaat yang bisa dipetik dari celotehan
saya ini.
Kepada Pak Heri Cahyo, saya ucapkan terima kasih karena sudah
membukakan jalan bagi member PNBB (Proyek Nulis Buku Bareng) untuk
mengaktualisasikan diri melalui komunitas ini dan menjalin kerja sama
dengan Pustaka Ebook (www.pustaka-ebook.com). Begitu pula ucapan
terima kasih kepada Mbak Evyta Ar yang berkenan bekerja sama dengan
PNBB sekaligus memfasilitasi penerbitan karya member PNBB dalam
bentuk E-book, sehingga bakat kami yang tergabung di PNBB bisa
tersalurkan. Tak lupa juga kepada teman-teman yang tergabung di PNBB
saya mengucapkan terima kasih, karena dari teman-teman lah saya
terinspirasi dan termotivasi menulis. Semoga PNBB semakin Berjaya, dan
semoga semangat kita terus terpacu untuk menghasilkan karya terbaik.
Karena saya ini anak rumput yang baru belajar tumbuh, maka
tegur sapa teman, sahabat dan para guru selalu saya harapkan.
Amuntai, Kalimantan Selatan, Januari 2012 Haderi Idmukha
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
3 Haderi Idmukha
Daftar Isi
Pengantar 2
Daftar Isi 3
3. Celoteh tentang Pendidikan
4
Ambil Positifnya 5
Menyoal Peringatan Maulid dan Pendidikan 7
Prestasi Semu 11
Ujian Nasional, Adilkah? 14
Jadilah Murid Kebanggaan 18
Pendidikan Karakter 21
Nilai Kedisiplinan 24
Generasi Dambaan 26
4. Celoteh tentang Negeri Kita
29
Air Mata Ibu Pertiwi 30
Aman dan Damailah Indonesiaku 33
Indahnya Perbedaan 37
Ingat dan Contohlah Perjuangan Kami 40
Jenderal, Turunkan Tanganmu 44
Merdeka, Tapi Terjajah 46
Jangan Jadikan Lahan Politik 49
Spirit Kepemimpianan Rasulullah 50
Pantauan terhadap Jejaring Sosial, Perlukah? 53
Suatu Kezaliman 55
Tentang Penulis
57
Tentang PNBB 58
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
4 Haderi Idmukha
~ 3 ~
Celoteh tentang Pendidikan
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
5 Haderi Idmukha
Ambil Positifnya
Sebagaimana tahun sebelumnya, Ramadhan tahun ini sekolah-
sekolah kembali dianjurkan oleh pihak terkait untuk melaksanakan
kegiatan Ramadhan minimal enam hari, yang diisi dengan beragam
kegiatan mulai dari tadarus Al-Qur‘an, bimbingan shalat dhuha, dan
bimbingan ibadah lainnya, serta tambahan pengetahuan agama.
Kegiatan Ramadhan di sekolah menuai pro dan kontra. Yang pro
tentu saja melihat dari sisi positif kegiatan tersebut. Yang kontra juga
punya alasan, mungkin melihat sisi negatifnya.
Kalau kita menanyakan kepada siswa, kebanyakan mereka
menginginkan libur total, dengan alasan hadir ke sekolah dan mengikuti
kegiatan sangat melelahkan, apalagi bagi mereka yang rumahnya jauh dari
sekolah.
Kegiatan itu dimaksudkan melatih siswa mengisi Ramadhan
dengan berbagai macam ibadah. Dalam seminggu itu mereka dijejali
dengan berbagai kegiatan dengan harapan iman dan keyakinan mereka
bertambah.
Memang kita tidak bisa berharap banyak dari kegiatan tersebut.
Namun, paling tidak sedikit memberikan pencerahan pada siswa. Untuk
memaksimalkan perlu ditindaklanjuti dengan memberikan tugas
tambahan selama libur Ramadhan.
Melihat sisi negatif kegiatan Ramadhan di sekolah, memang kita
akui ketika kegiatan berakhir, ternyata ada saja siswa yang tidak langsung
pulang ke rumah, justru ia manfaatkan untuk pacaran, bahkan
disempatkan mampir ke tempat orang jualan sate, yang memang dibuka di
pasar Ramadhan yang sudah mulai beroperasi setelah waktu zuhur.
Bisakah kita menyalahkan mereka? Tidak. Sungguh iman dan
keyakinan mereka tidaklah semantap gurunya, iman dan keyakinan
mereka tidaklah semantap ustadz yang memberikan tausiyah kepada
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
6 Haderi Idmukha
mereka saat kegiatan Ramadhan. Mereka tidak sanggup menahan godaan
lapar dan haus setelah mengikuti berbagai kegiatan di sekolah. Ditambah
sarana untuk berbuka tersedia di depan mata.
Sebenarnya kasus semacam itu hanya terjadi pada segelintir
siswa. Masih banyak siswa yang memang benar-benar mampu menjaga
puasanya dalam berbagai situasi.
Jawabannya, semestinya para pedagang kue, dan makanan
lainnya jangan menggelar dagangannya terlalu dini. Hal ini sangat
menggoda orang-orang yang lemah dan belum mantap keyakinannya
dalam menjalankan ibadah puasa. Lebih-lebih bagi pelajar.
Artinya, lingkungan masyarakat hendaknya menciptakan
lingkungan yang mendukung khidmatnya pelaksanaan ibadah puasa,
bukan sebaliknya menodainya.
Fenomena penodaan bulan puasa setiap tahun terus saja
berlangsung. Mulai dari padagang yang sengaja menggelar dagangan
terlalu dini, bahkan ada saja pedagang yang memang sengaja membuka
rumah makan (sakadup) untuk mereka yang tidak berpuasa.
Hal itu sangat kita sayangkan. Orang non-muslim saja mau dan
mampu menghormati orang Islam dalam menjalankan ibadah puasa,
mengapa justru orang Islam sendiri yang melecehkan dan tidak mau dan
tidak mampu menghormati orang-orang yang berpuasa.
Menyikapi masalah yang dikemukakan di atas, pemerintah
harus turun tangan menertibkan para pedagang tersebut, dan menindak
tegas bagi yang melanggar ketentuan yang diberlakukan agar kesucian
Ramadhan terpelihara dengan baik.
Menanggapi anjuran pelaksanaan kegiatan Ramadhan di sekolah,
ada pihak sekolah yang melaksanakannya, ada juga yang tidak
melaksanakannya, namun ada kiat-kiat yang dilakukan pihak sekolah yang
digunakan selama waktu libur.
Seperti Ponpes Rakha Amuntai yang mengambil kebijakan
meliburkan muridnya sebulan penuh, bahkan ditambah enam hari untuk
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
7 Haderi Idmukha
memberikan kesempatan melaksanakan puasa Syawal. Namun, selama
libur itu siswanya diberi tugas, seperti membuat laporan membaca Al-
qur’an, laporan shalat berjamaah, shalat tarawih, dan laporan mengikuti
kuliah (ceramah) subuh, dengan format tertentu yang harus diketahui
oleh orang tua siswa.
Disamping itu Rakha juga memberikan tugas kepada siswanya
untuk menghafal surat-surat pendek yang dibaca waktu shalat tarawih,
serta menugaskan siswanya untuk menghafal bacaan-bacaan shalat
fardhu kifayah. Rangkaian kegiatan itu akan dituntut laporannya,
sedangkan untuk hafalan surat-surat pendek dan shalat kifayah akan
dipraktikkan setelah mereka turun kembali ke sekolah.
Ada juga sebagian sekolah yang menggabungkan keduanya,
disamping mengadakan kegiatan di sekolah juga memberikan tambahan
tugas ketika libur.
Tambahan tugas semacam itu memberikan kesempatan pada
orang tua memberikan bimbingan dan arahan pada anaknya dengan
berpedoman pada format yang diberikan pihak sekolah.
Menyoal masalah libur atau tidak libur, ada atau tidak adanya
kegiatan Ramadhan di sekolah, yang terpenting adalah kita ambil sisi
positifnya saja. Semoga niat baik dalam mengisi bulan Ramadhan ini
mendapat ridha dari Allah, amin.
Wallahua`lam.
Menyoal Peringatan Maulid dan Pendidikan
Setiap tahun kita merayakan peringatan Maulid Nabi Besar
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai bukti kecintaan kita
kepada Allah dan RasulNya. Namun, yang masih menimbulkan tanda tanya
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
8 Haderi Idmukha
besar, mengapa setelah peringatan dilaksanakan, sikap dan perbuatan kita
seolah tidak mencerminkan orang yang mencintai Allah dan RasulNya?
Kalau memang kita benar mencintai Allah dan Rasul, mengapa
sunnah-sunnah Nabi kita abaikan, padahal kita semua sudah tahu dan
sering mendengar firman Allah, ”Katakan jika kamu benar-benar mencintai
Allah, ikuti aku niscaya kamu akan dicintai Allah dan segala dosamu
diampuni, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali
Imran :31).
Bahkan diperkuat lagi dengan Sabda Nabi: Siapa yang
menghidupkan sunnahku berarti ia mencintai aku, dan siapa yang
mencintai aku, berserta aku di dalam surga”.
Jangan-jangan ungkapan cinta hanya sebatas di bibir. Tidak
terhujam dalam jiwa, dan belum terwujud dalam tindakan nyata. Buktinya
jamaah shalat berjamaah tetap tidak mengalami peningkatan, apalagi
ketika shalat subuh, jamaahnya bisa dihitung dengan jari. Padahal shalat
berjamaah adalah sunnah nabi yang sangat beliau anjurkan, sampai-
sampai menjelang wafat beliau terus mengingatkan jangan sampai umat
beliau meninggalkan shalat.
Selain itu, coba kita tanya siapa yang kebanyakan melakukan
tindakan mubadzir ketika merayakan tahun baru Masehi. Siapa yang paling
banyak mendatangi tempat-tempat hiburan malam yang berbau maksiat?
Siapa yang sering mabuk? Siapa yang menggunakan dan mengedarkan
narkoba? Jawabnya ternyata saudara kita sendiri.
Hal ini bukan lantas kita menyalahkan peringatan maulidnya.
Peringatan maulid sangat baik sebagai sarana mengingatkan umat.
Namun, perlu pula diingat barangkali kita mengadakan peringatan maulid
masih sebatas seremonial saja, belum menyentuh aspek yang mendasar.
Peringatan maulid hendaknya kita maknai sebagai sarana, bukan
tujuan akhir, tujuan sebenarnya adalah upaya kita untuk menghidupkan
kembali sunnah-sunnah nabi yang kini mulai luntur. Itu yang terpenting,
tidak hanya terbatas pada bulan dan waktu tertentu saja.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
9 Haderi Idmukha
Sunnah-sunnah Nabi itu sudahkah kita wariskan pada anak, pada
murid dan masyarakat sekitar kita? Saya sangat miris mendengar cerita
guru agama pada salah satu sekolah. Ketika dia menyampaikan nasihat
agama, dari peserta didik yang berjumlah 86 orang, hanya tiga orang yang
mengacungkan tangan, ketika ditanya siapa yang shalatnya lengkap
sampai lima waktu kemaren.
Di kesempatan lain, pertanyaan itu diajukan lagi. Masyaallah,
tidak ada yang mengangkat tangan. Empat waktu? tidak ada juga yang
mengangkat tangan, bahkan tiga dan dua tidak ada yang mengangkat
tangan. Hanya satu waktu yang mereka kerjakan yaitu shalat zuhur
berjamaah yang memang diprogramkan sekolah.
Semua itu terjadi bukan berarti gurunya yang tidak memberikan
nasihat dan bimbingan. Belum cukup memberikan pembiasaan pada
peserta didik hanya sekali waktu zuhur. Perlu dukungan orang tua peserta
didik itu sendiri untuk menyuruh anaknya melakukan shalat di waktu-
waktu yang lain. Tanpa itu, sulit mengharapkan anak memiliki kesadaran
sendiri. Hal ini sudah ditegaskan oleh Rasulullah: “Suruh anakmu shalat
ketika berumur tujuh tahun, dan pukul anakmu ketika sudah berumur
sepuluh tahun, jika ia meninggalkannya”.
Banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya
kepada sekolah atau guru. Apabila akhlaknya kurang baik, yang
disalahkan gurunya. Padahal keluargalah madrasah pertama yang
bertanggungjawab terhadap pendidikan anak. Firman Allah: “ Pelihara
dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. Sungguh kata Nabi, Setiap
anak lahir dalam keadaan fitrah (suci), orangtuanyalah yang menyebabkan
menjadi Yahudi, Nashrani atau pun Majusi”.
Hal ini bukan berarti guru melepas tanggungjawabnya sebagai
pendidik dan pembimbing peserta didiknya. Bukan, sekali lagi bukan. Kita
hanya mengingatkan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab kita
bersama. Tidak hanya guru agama, tidak hanya guru BP, semua komponen
sekolah bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang
mulia. Semua itu perlu didukung oleh orang tuanya sendiri. Dukungan
lingkungan masyarakatnya, begitu pula pemerintah sebagai pengambil
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
10 Haderi Idmukha
kebijakan.
Kalau kita mau jujur, kebijakan yang diambil pemerintah dalam
bidang pendidikan seolah masih dianaktirikan. Diperparah lagi dengan
pandangan pragmatisme yang melihat keberhasilan pendidikan hanya dari
angka-angka. Begitu juga orientasi orang tua yang menyekolahkan
anaknya hanya terfokus pada dunia kerja, bukan pada akhlaknya. Soal
anaknya mau tidak melaksanakan perintah agama tidak dipersoalkan.
Kita akui angka bisa direkayasa. Bukan angka dan dunia kerja
penentu suksesnya pendidikan. Bbuat apa nilai angka yang tinggi, kalau di
masyarakat tidak berakhlak. Kalau jadi pejabat, pejabat yang korup. Jadi
pemimpin, pemimpin yang zhalim. Kalau demikian boleh dikata pendidikan
kita gagal mencapai tujuan.
Saya terkadang merasa geli sendiri, ketika sekolah mau
menerapkan disiplin pada siswanya, sementara gurunya banyak yang
datang terlambat. Begitu pula ketika melaksanakan shalat zuhur
berjamaah, hanya satu dua orang guru yang ikut berjamaah, padahal
semua guru yang ada beragama Islam. Apa pasal?
Kalau di sekolah dan di rumah tidak ada yang memberikan
teladan, wajar kalau anak-anak kita jauh dari sunnah Nabi. Ini barangkali
kelemahan pendidikan formal dibandingkan pendidikan dengan sistem
pondok yang menerapkan bimbingan dan pengawasan 24 jam penuh dan
terus menerus selama pendidikan.
Oleh karena itu mari kita renungkan pertanyaan-pertanyaan ini.
Sebagai umat Islam, sudahkah kita mau mengajak diri kita sendiri, keluarga
dan masyarakat sekitar kita untuk menghidupkan sunnah Nabi, tidak
terbatas pada bulan Maulid saja? Sudahkah kita sebagai orang tua
senantiasa menyuruh dan membimbing anak untuk menghidupkan sunnah
nabi terutama shalat? Sudahkah kita sebagai pemerintah, guru, dan orang
tua memberikan contoh teladan yang baik kepada masyarakat dan anak-
anak kita? Mari kita semua terus-menerus dan tidak bosan-bosannya
menyerukan kebaikan dan kebajikan. Agar negara kita yang tercinta ini
senantiasa mendapat curahan rahmat ilahi. Semoga.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
11 Haderi Idmukha
Prestasi Semu
Standar kelulusan siswa yang ditargetkan pemerintah dari tahun
ke tahun semakin meningkat, dan ini menjadi momok bagi siswa. Tidak
hanya siswa, guru yang memegang pelajaran yang diujikan pun dibuat
cemas. Orang tua juga ikut terbebani.
Mengingat standar yang ditentukan semakin meningkat. Berbagai
upaya dilakukan, dari menambah jam belajar tatap muka di sekolah,
sampai pada tambahan jam pelajaran di sore hari. Melakukan shalat hajat
dan doa bersama.
Upaya-upaya seperti itu sangat positif dan perlu kita dukung.
Namun, barangkali ada sebagian sekolah yang takut prestisenya jatuh,
melakukan upaya-upaya curang, dengan memanfaatkan fasilitas teknologi
(HP) memberikan bocoran jawaban UN.
Terlepas dari benar tidaknya berita yang beredar, hal ini sangat
membuat miris hati kita sebagai pendidik. Di saat kita dituntut mendidik
anak untuk berlaku jujur, sementara ada yang memberikan bocoran
jawaban, berarti sudah menyalahi hati nurani kita sebagai pendidik. Bila
hal ini tetap berlanjut, mau dikemanakan bangsa ini, bangsa ini akan
hancur seiring hancurnya akhlak anak negeri.
Prestasi tanpa kejujuran tidaklah bisa dibanggakan, bahkan
memalukan. Buat apa kita mengejar ketertinggalan pendidikan dibanding
negara tetangga, hanya dengan standar nilai, melalui pelaksanaan UN,
sementara banyak standar yang belum terpenuhi dan belum dipenuhi oleh
pemerintah.
Kemungkinan terpenuhinya semua standar itu hanya milik
sekolah yang ada di perkotaan yang berstatus negeri. Sementara sekolah
yang berada di pedesaan kondisinya sangat memprihatinkan, apalagi yang
berstatus swasta.
Standar yang perlu dipenuhi ada delapan, yaitu standar isi,
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
12 Haderi Idmukha
standar proses, standar kelulusan (Skl), pendidikan dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan
penilaian pendidikan.
Walaupun delapan standar itu sudah terpenuhi, tetap tidak bisa
disamakan antara perkotaan dan perdesaan, antara negeri dan swasta,
karena banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan, diantaranya faktor
ekonomi, latar balakang lingkungan siswa, serta tingkat kecerdasan anak.
Kalau persentasi kelulusan hasil UN yang diperoleh sekolah yang
belum memenuhi delapan standar yang ada lebih tinggi dari sekolah yang
sudah memenuhi delapan standar yang ada, tentu ada apa-apanya. Boleh
jadi kecurangan yang diberitakan itu benar adanya.
Dampak jangka panjang perlu kita pikirkan. Mungkin kita akan
tercengang mendengar celoteh sebagian siswa; “buat apa belajar, nanti
akan dibantu juga, dan lulus”.
Di mana letak kewibawaan sekolah dan guru. Sukses dan lulus
dalam Ujian Nasional, namun gagal dalam mencapai hakikat pendidikan
itu sendiri. Sukses dalam jangka pendek dan gagal dalam jangka penjang.
Sisi buruk pendidikan di negara kita ini, tidak terlepas dari
berbagai kepentingan, terutama kepentingan ekonomi. Berapa biaya yang
dihabiskan dalam penyelenggaraan UN tiap tahun, siapa yang menikmati
semua itu? Apakah siswa? Tentu tidak, siswa dan guru adalah korban dari
kepentingan ekonomi pihak tertentu. Kalau UN ditiadakan sama
dengannya adalah hilangnya pendapatan.
Kalau memang kita konsisten untuk mengejar ketertinggalan
kualitas pendidikan di negara kita, dana untuk penyelenggaraan UN bisa
digunakan untuk memfasilitasi sarana pendidikan yang masih kurang.
Ingat, pendidikan tidak hanya mengejar Prestasi kognitif, tapi masih ada
prestasi psikomotorik dan afektif.
Mengamati keadaan yang ada, nampaknya kita terjebak pada
aspek kognitif semata, sementara dua aspek yang lainnya terabaikan.
Padahal dengan terpenuhinya ketiga aspek tersebut baru bisa dikatakan
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
13 Haderi Idmukha
pendidikan di Indonesia berhasil. Kalau tidak, maka kegagalan yang kita
rasakan.
Rangking pertama terkorupsi se-Asia Pasifik adalah bukti
kegagalan pendidikan di Indonesia. Bukankah yang korupsi itu orang yang
berpendidikan, orang-orang yang cerdas, tapi tidak memiliki kecerdasan
emosional dan kecerdasan seperitual.
Sudah saatnya kita memikirkan bagaimana kita bisa keluar dari
permasalahan negeri ini. Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan untuk
memberikan sumbangan perbaikan akhlak di negeri ini.
Pertama, mantapkan kembali pelajaran akhlak. Kalaupun belum
ada kurikulum yang memuat materi akhlak, guru pelajaran yang lainnya
harus bisa mengintegrasikan pelajaran yang ia pegang dengan pelajaran
akhlak.
Kedua, memaksimalkan dana pendidikan untuk memajukan dunia
pendidikan. Setinggi apapun mimpi yang kita inginkan, tanpa dukungan
dana, percuma. Masih banyak sekolah yang belum memenuhi standar
sarana dan prasarana, ini yang perlu dipenuhi oleh pemerintah.
Ketiga, perlu adanya keteladanan yang baik dari semua pihak.
Berawal dari strata yang terkecil yaitu keluarga, kemudian masyarakat,
sekolah dan pemerintah.
Kalau kita mengamati sebagian sekolah yang bermain curang
dalam pelaksanaan UN, tentu sangat bertolak belakang dengan tujuan
luhur pendidikan itu sendiri. Kalau guru kencing berdiri, tentu murid
kencing berlari, bahkan terkesan memang harus dikondisikan seperti itu.
Slogan guru; orang yang digugu dan ditiru (dalam hal kebaikan dan
kebajikan) tercoreng hanya dengan alasan prestise sekolah dan kasihan
kepada siswa kalau-kalau tidak lulus ujian.
Keempat, perlu adanya sanksi terhadap kecurangan dalam proses
pelaksanaan UN, dan penghargaan kepada penyelenggara yang
menjunjung tinggi kejujuran.
Kelima, perlu adanya kesadaran dari siswa, guru dan pihak
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
14 Haderi Idmukha
sekolah terhadap dampak buruk dari kecurangan yang dilakukan. Di
antara dampak buruk itu adalah kewibawaan sekolah dan guru akan turun
dimata siswa. Terjadinya kemalasan belajar bagi siswa yang datang
belakangan, karena ia tahu saat Ujian Nasional nanti akan dibantu, belajar
dalam pertemuan tatap muka hanya formalitas saja. Percuma kita
melaksanakan remedial dengan biaya yang besar kalau kondisinya seperti
ini, prestasi apa yang kita harapkan dari siswa hanya prestasi semu, tidak
bisa kita banggakan dan tak perlu kita banggakan.
Namun, kita juga percaya, masih banyak sekolah yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan akhlak mulia. Mmasih banyak
siswa yang memang berprestasi yang patut kita banggakan. Semoga.
Ujian Nasional, Adilkah?
Ketentuan kelulusan siswa ada sedikit perubahan. Dulu hanya
terfokus pada nilai Ujian Nasional, tetapi sekarang ditambah nilai rata-rata
Ujian Sekolah dan nilai raport mata pelajaran yang diujinasionalkan. Empat
puluh persen diambil dari nilai sekolah ditambah enam puluh persen nilai
Ujian Nasional. Nilai Ujian Nasional boleh saja kurang dari 4, namun nilai
rata-rata keseluruhan harus mencapai nilai minimal 5,50.
Penyajian soalnya pun mengalami perubahan, dari dua paket soal
menjadi lima paket soal (paket a, b, c, d, dan e). Hal ini dimaksudkan untuk
memperkecil tindak kecurangan dari siswa ataupun dari sekolah.
Mencermati perubahan tersebut, kita sedikit lega, karena nilai
sekolah yang diperoleh siswa selama belajar mendapatkan perhatian,
walau hanya menduduki porsi 40%. Hal ini sedikit banyaknya akan
membantu mendongkrak nilai UN yang rendah. Namun, kita akui ada
sedikit kelemahan, yaitu objektifitas nilai sekolah masih kita pertanyakan,
tentu sebagai guru atau sekolah tidak ingin melihat anak didiknya tidak
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
15 Haderi Idmukha
lulus, dilakukanlah upaya memberikan syafa’at nilai oleh guru yang
bersangkutan.
Pelaksanaan Ujian Nasional yang mematok target nilai rata-rata
minimal 5,50 secara nasional menurut hemat saya bertentangan dengan
sistem pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
digaungkan saat ini. Kalau memang kita konsisten dengan sistem KTSP,
serahkan saja pada sekolah masing-masing untuk mematok target minimal
kelulusan siswanya, karena masing-masing sekolah memiliki karakteristik
yang berbeda, lebih-lebih sekolah swasta yang berada di luar pulau Jawa.
Menyamakan standar minimal kelulusan secara nasional sungguh
tidak masuk di nalar. Untuk menentukan Standar Ketuntasan Belajar
Minimal (SKBM) masing-masing mata pelajaran saja tidak bisa disamakan.
Kita harus memperhatikan input siswanya, kadar kesulitan kompetensi
yang dicapai, serta ketersediaan sarana. Dari kategori itu baru bisa
ditentukan SKBM mata pelajaran masing-masing. Tentu saja antara
sekolah yang satu dengan yang lainnya SKBM tidak bisa disamakan.
Sulit dipercaya kalau sekolah yang berada di kota, yang siswanya
diambil dari seleksi dengan mengambil siswa yang pintar, berkualitas,
ditambah dengan guru yang kompeten, plus sarana dan fasilitas belajar
yang serba lengkap, bisa disamakan standar nilainya dengan sekolah yang
berada jauh di pelosok desa, yang menampung siswa yang kalah seleksi
dengan mereka yang pintar, ditambah guru yang pengalaman
mengajarnya minim karena baru menjadi honorer lantaran menggantikan
posisi guru yang diangkat menjadi PNS lalu pindah ke sekolah negeri.
Diperparah dengan sarana seadanya, manajemen dan administrasi yang
juga seadanya.
Saya tidak habis pikir, mengapa kita ngotot menstandarkan nilai
kelulusan secara nasional, sementara standar pendidikan yang lain belum
bisa dipenuhi. Standar kelulusan kalau ditentukan oleh sekolah dan
sekolah yang berhak meluluskan siswanya dengan melihat aspek afektif
dan psikimotornya, ini baru adil.
Tidak adil kalau kelulusan hanya ditentukan berdasarkan mata
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
16 Haderi Idmukha
pelajaran yang diujinasionalkan saja, karena masing-masing siswa memiliki
karakter yang berbeda. Boleh jadi siswa berprestasi di bidang olah raga,
tapi lemah pada bidang yang lain. Atau berprestasi pada bidang eksakta
tapi lemah dalam bidang sosial. Hanya sedikit siswa yang memiliki prestasi
di semua bidang. Prestasi masing-masing individu siswa ini yang perlu
menjadi pertimbangan dalam kelulusan, walau nilai Ujian Nasionalnya
masih rendah. Ujian Nasional yang ada sekarang sangat jelas mengabaikan
prestasi dan potensi serta akhlak siswa secara individual.
Mencermati Ujian Nasional yang kini masih dipertahankan sama
halnya memantapkan dan mengutamakan tujuan pendidikan yang
bersifat materialistik. Terbukti kita masih berkutat pada nilai angka-
angka, sehingga menggiring kita semua ke arah berpikir pragmatis.
Padahal, pendidikan tidak terbatas pada aspek kognitif saja, aspek
psikomotorik dan aspek afektif (akhlak) masih terabaikan.
Untuk mengetahui prestasi siswa, kita sepakat ujian diperlukan.
Namun, kalau Ujian Nasional yang hanya berkutat pada aspek kognitif
dijadikan tolak ukur kelulusan, sungguh tidak adil, sementara aspek akhlak
dianaktirikan.
Prestasi kognitif semata tidak menjamin kesuksesan seseorang di
masa mendatang. Banyak orang pintar gagal dalam bermasyarakat.
Sementara orang yang kepintarannya dari segi kognitif pas-pasan justru
berhasil dan sukses dalam kehidupan. Tidak bisa dipungkiri, siswa yang
kepintarannya di bawah rata-rata lantaran akhlak baik, adab terhadap
guru dijaganya dengan baik, akhirnya ia menjadi orang alim dan
bermanfaat di masyarakatnya. Mensinergikan aspek kognitif, psikomotorik
dan afektif (akhlak) adalah tugas sekolah. Sekolah lah yang lebih tahu dan
berhak meluluskan siswanya. Saya lebih cenderung suka pada pola lama
yang menerapkan sistem Nilai Ebtanas murni. Berapapun nilai yang
didapat siswa, itulah nilai kemampuan kognitif siswa secara nasional.
Namun sekolah berhak meluluskan dan tidak meluluskan siswanya dengan
melihat prestasi siswa di bidang lain, serta memperhatikan akhlak siswa.
Sekolah bisa saja tidak meluluskan siswa yang tinggi nilai UN-nya,
kalau yang bersangkutan berprilaku sangat buruk. Begitu pula siswa yang
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
17 Haderi Idmukha
nilai kognitif UN rendah bisa saja diluluskan sekolah karena melihat
prestasi di bidang yang lain dan melihat akhlaknya bagus.
Kembali pada pola pendidikan yang islami yang menitikberatkan
pada pembinaan akhlak adalah jalan terbaik untuk mengembalikan citra
pendidikan Indonesia. Karena hal ini sangat sesuai dengan karakter
bangsa ini, bukan mengagungkan pendidikan yang berazas sekulerisme,
yang mengesampingkan urusan akhlak dan ukhrawi.
Pendidikan bisa dikatakan berhasil bukan terletak pada nilai
kognitif Ujian Nasional, tapi pendidikan dapat dikatakan berhasil kalau
alumninya berhasil berkiprah di masyarakat dan berakhlak mulia, minimal
tidak menjadi perusak dan beban bagi orang lain.
Kebijakan pemerintah tentang Ujian Nasional ini perlu ditinjau
ulang. Begitu pula kebijakan-kebijakan mengenai bantuan fasilitas dan
pendanaan yang memfokuskan pada sekolah yang berprestasi saja adalah
kebijakan yang sangat memihak, sementara yang tidak berprestasi
diabaikan. Padahal sekolah seperti ini yang perlu mendapat pembinaan
dan sangat memerlukan uluran tangan pemerintah untuk ketersediaan
sarana dan prasarana yang memadai.
Kalau semua sekolah dari kota sampai desa, dari pulau ke pulau
terstandarisasi sarana dan prasarananya, gurunya, dan sarana penunjang
lainnya, tentu akan sedikit mendekati keadilan kalau nilai kelulusan
distandarkan secara nasional. Namun, saya tetap berpendirian walaupun
terpenuhi semua standar yang ditargetkan, tentu tidak akan bisa
disamakan Stantar Nilai Kelulusan antara sekolah di kota dan di desa,
karena input siswanya yang berbeda.
Saya sepakat dalam pendidikan harus punya target pencapaian.
Saya memahami tujuan pemerintah menentukan standar kelulusan siswa
itu untuk memotivasi kita semua untuk berlomba mengejar dan mencapai
target bahkan melampaui target yang ditentukan. Persoalannya bagi
sekolah yang memang siswanya pilihan, sarananya serba lengkap tentu
tidak menjadi masalah. Tetapi bagi sekolah yang siswanya pilihan yang
paling uncit, paling akhir dan tak berduit tentu sangat bermasalah. Oleh
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
18 Haderi Idmukha
karena itu jangan salahkan mereka yang merasa kasihan dengan siswanya
membantu dengan jalan negatif agar siswanya bisa lulus.
Kalau demikian halnya, kelulusan yang ditentukan dari nilai Ujian
Nasional tidak tepat sasaran. Bahkan secara tidak langsung memberikan
peluang memperburuk akhlak bangsa ini.
Oleh karena itu bangsa ini akan lebih baik, berawal dari
membaiknya sistem pendidikan. Semoga saja kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan lebih memperhatikan aspek
pembinaan mental spiritual dan akhlak mulia ketimbang aspek yang
berbau sekularisme yang mengagungkan materialistis dan melahirkan
generasi yang berpikir pragmatis. Amin.
Jadilah Murid Kebanggaan
Ujian Nasional untuk tingkat SMA sudah berakhir. Para siswa
merasa lega karena sudah melalui proses yang menegangkan. Ada
sebagian siswa yang melampiaskan kegembiraan mereka dengan
melakukan konvoi dan mencoret-coret pakaian mereka. Warga pun marah
akibat ulah mereka, hampir saja terjadi hal yang tidak diinginkan.
Begitulah ekspresi siswa. Mereka tidak lagi berpikir apakah yang
mereka lakukan itu mengganggu orang lain atau tidak, dan mereka tidak
memikirkan apa manfaatnya. Yang terpenting bagi mereka adalah
melampiaskan kegembiraan dengan cara mereka sendiri.
Mengapa hal negatif tersebut bisa terjadi? Apakah pihak sekolah
atau guru tidak mengarahkan dan tidak memperingatkan mereka agar
tidak melakukan hal-hal yang negatif dan tidak bermanfaat itu?
Kita yakin seyakin-yakinnya, pihak sekolah sudah memberikan
peringatan dan nasihat kepada siswanya. Namun, hal itu kembali kepada
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
19 Haderi Idmukha
siswanya yang memang tidak mengindahkan nasihat guru mereka.
Apa gerangan yang terjadi, apakah guru tidak berwibawa lagi di
mata siswa, sehingga nasihat-nasihat guru tidak meresap dan tidak lagi
mampu memberikan pencerahan pada jiwa-jiwa siswa yang sakit? Ataukah
jiwa-jiwa guru kita sudah pada sakit dan perlu pengobatan, supaya mampu
memberikan bimbingan dan arahan yang membekas dan terpatri ke dalam
hati sanubari siswa?
Sebagai seorang guru, mengajar sebenarnya mudah, tetapi
mendidik cukup berat karena mendidik perlu keteladanan, dan lingkup
pembahasannya adalah pada hati dan jiwa. Barangkali kita sebagai guru
yang mengajar materi Matematika atau Ekonomi mudah, tetapi mendidik
siswa supaya mereka dapat menggunakan matematika dalam berdagang
secara jujur, sulit. Bahkan mengajarkan materi tentang akhlak juga mudah,
tetapi mendidik agar siswa berakhlak itu pun terasa sulit.
Letak kesulitannya adalah pada proses. Dalam proses transfer
ilmu pengetahuan yang bersifat kognitif tentu terjadi proses saling
mempengaruhi. Sebagai contoh, seorang guru yang mengajarkan tentang
shalat dengan berbagai syarat dan rukun lengkap dengan praktiknya,
sehingga siswa menguasai ilmu tentang shalat dan benar dalam
praktiknya.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana upaya guru agar siswa itu
bisa menerapkan shalat dalam kehidupan sehari-hari. Upaya-upaya itulah
yang disebut dengan mendidik. Dalam proses inilah guru dituntut memiliki
keteladanan, memiliki jiwa yang bersih dan ketulusan hati dalam mendidik
siswanya.
Guru yang memiliki keteladanan yang baik, berjiwa bersih dan
tulus akan sangat berpengaruh pada jiwa siswa, karena jiwa yang bersih
akan mampu memberikan pencerahan dan membersihkan jiwa siswa yang
kotor, sehingga apa yang dikatakan guru akan sangat membekas pada jiwa
siswa sebab memang bersumber pada jiwa yang bersih, tulus dan sarat
dengan keteladanan.
Guru seperti inilah yang akan melahirkan siswa yang
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
20 Haderi Idmukha
berpengetahuan dan berakhlak serta mengamalkan ilmu yang ia pelajari.
Hal seperti inilah yang kita harapkan, dan disinilah letak keberhasilan
pendidikan, karena komponen pendidikan kognitif, psikomotorik dan
afektif terpenuhi dengan baik.
Kita sebagai guru dituntut untuk terus berusaha mendidik anak
bangsa ini dengan baik. Persoalan berhasil tidaknya itu perkara nanti, yang
terpenting kita sudah berusaha, karena memang keberhasilan pendidikan
tidak hanya terbatas pada tanggung jawab guru semata. Namun, masih
banyak komponen yang juga dituntut bertanggung jawab terhadap
keberhasilan pendidikan, yaitu orang tua, masyarakat, termasuk juga
pemerintah sebagai penanggung jawab utama.
Kembali pada fenomena akhlak siswa yang akhir-akhir ini sudah
berada pada tingkat mengkhawatirkan. Tidakkah mengkhawatirkan akhlak
siswa yang kini sudah mengabaikan aspek kejujuran dalam pelaksanaan
Ujian Nasional? Selain itu kita dikejutkan juga dengan berita siswa yang
pesta sabu dan seks, di saat teman-teman yang lain melaksanakan Ujian
Nasional, dan berita usai ujian dengan melakukan pesta minum-minuman
yang memabukkan.
Tugas guru memang semakin berat di tengah arus globalisasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat.
Duhai anak-anakku, janganlah anda dilindas oleh teknologi dan
membiarkan dirimu dalam kehancuran. Ingatlah masa depan bangsa ini
ada di tanganmu. Bangkitkan semangatmu untuk terus berjuang meraih
masa depan yang cemerlang dengan menjunjung tinggi kejujuran.
Prestasi yang anda peroleh tanpa kejujuran tidak akan
memberikan kepuasan pada batin anda. Tidak akan ada kebanggaan dan
memang tak pantas untuk dibanggakan. Dan hendaknya proses
perjuangan yang sudah baik dengan belajar dan doa, jangan anda kotori
dengan ketidakjujuran dan diakhiri pula dengan hal kesia-siaan yang
negatif. Artinya awal yang baik harus anda akhiri pula dengan hal yang
baik.
Sebagai guru, kami akan sangat berbangga melihat muridnya
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
21 Haderi Idmukha
berhasil dengan baik dan berakhlak mulia. Inilah kepuasan sebagai seorang
guru ketika melihat anak didiknya berhasil, yang tidak mungkin bisa
ditukar dengan harta benda apapun.
Wahai murid-muridku, janganlah kalian iris hati guru dan orang
tua kalian dengan hal-hal yang tidak pantas dilakukan oleh orang yang
terpelajar. Bahagiakanlah guru dan orang tua kalian dengan melakukan
hal-hal yang pantas dan positif. Bertekadlah untuk menjadi murid
kebanggan semua orang.
Wallahu a`lam.
Pendidikan Karakter
Berkarakter. Mengikuti sosialisasi pendidikan karakter, sebelum
berangkat timbul pertanyaan, makhluk apa gerangan? Ternyata
makhluknya sama saja dengan yang dulu, agar lebih keren kira-kira, hehe.
Kalau dulu akhlakul karimah atau bisa juga disebut budi pekerti.
Saya lebih senang menyebut akhlak. Rupanya sekarang baru sadar
bahwa negara ini akhlaknya sudah terpuruk begitu jauh. Untuk itu
pendidikan lah yang diharapkan mampu mengembalikan akhlak bangsa ini
kepada akhlak yang mulia.
Kalau saya tidak perlu jauh-jauh kalau mau memulainya, ya mulai
dari diri sendiri saja dulu. Taruhlah kita mau menanamkan nilai religius
pada siswa atau anak.
Namun, terasa sangat kontras ketika membahas tentang
pendidikan berkarakter. Saat adzan Zuhur berkumandang, ada saja yang
mengatakan kita diam dulu nih karena ada lagu wajib. Begitukah karakter?
Kalau memang berkarakter, mestinya sebelum adzan materi
sudah dihentikan untuk istirahat dan melaksanakan shalat. Namun,
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
22 Haderi Idmukha
kenyataannya materi pun tetap berlanjut. Maaf, bukannya sok
berkarakter, hanya beberapa orang saja yang meninggalkan ruangan
menuju mushalla untuk shalat berjamaah.
Mentahlah hatiku mengikuti sosialisasi itu. Berbicara tentang
karakter tapi tidak dibuktikan dalam tindakan nyata. Berteori perlu tapi
yang lebih perlu adalah tindakan nyata. Begitulah kiranya kalau kita mau
menanamkan karakter pada peserta didik. Pepatah guru kencing berdiri,
murid kencing berlari saya kira masih relevan sampai kapan pun.
Di kesempatan lain, teman saya namanya Ahmad Fakhri, ia
mengeluhkan peserta didik yang selalu ribut. Ketika menjelang shalat
Zuhur berjamaah selalu ribut, ada saja yang diomongin, ada saja yang
dikerjakan, bermain. Setelah salam, tidak lama mereka juga ribut, hanya
sebagian saja yang mengikuti wiridan. Apa pasal?
Saya hanya tersenyum dan berkata: Jangan salahkan mereka,
bagaimana mereka bisa tenang, tidak ribut kalau mereka yang disuruh
shalat berjamaah, sementara guru-guru yang lain, entah apa alasannya
tidak mau shalat berjamaah. Coba saja kalau semua guru berada di sekitar
peserta didiknya ketika shalat berjamaah, mereka akan malu dan sungkan
sendiri berbicara. Paling tidak gurunya bisa memberikan isyarat agar
mereka diam atau menegur mereka. Saya yakin mereka akan tenang.
Shalat adalah penentu akhlak yang lain. Oleh sebab itu sebagai
guru perlu lebih intens lagi memberikan arahan, bimbingan, dan teladan
pada murid agar mereka punya kesadaran diri dalam melaksanakan
kewajiban mereka.
Keteladan sangat diperlukan dalam pendidikan. Guru dituntut
tidak hanya bisa mengajar di depan kelas dengan berbagai model
pembelajaran yang menyenangkan, tatapi guru juga dituntut memberikan
didikan pada mereka agar mereka bersopan-santun, berakhlak mulia dan
memiliki keimanan yang mantap. Hal itu hanya bisa dicapai dengan
mengoptimalkan semua komponen pendidikan, yaitu sekolah, dalam hal
ini kepala sekolah dan gurunya, orang tua dan masyarakat serta dukungan
kebijakan pemerintah.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
23 Haderi Idmukha
Kita menyambut baik kebijakan pemerintah tentang pendidikan
karakter, mengingat begitu terpuruknya akhlak anak bangsa dewasa ini.
Harapan besar tentu ditujukan pada pendidikan, dan yang menjadi ujung
tombaknya adalah guru. Benarkah?
Ketika peserta didik berlaku nakal, yang disalahkan gurunya.
Nanti dulu, Sobat! Sebagaimana saya kemukakan sebelumnya bahwa guru
hanyalah di antara komponen pendidikan saja. Masih ada orang tua,
masyarakat dan pemerintah.
Taruhlah kita ingin mengembangkan karakter religius tadi seperti
shalat berjamaah, namun kalau tidak ada dukungan dari orang tua dalam
memperhatikan empat waktu shalat yang lain tentu kurang afdhol.
Ditambah seolah kewajiban mendidik anak shalat berjamaah hanya
kewajiban guru agama saja, atau wakamad bidang keagamaan saja.
Padahal kita semua tahu bahwa tugas guru tidak hanya mengajar pelajaran
yang diempunya saja, tetapi lebih dari itu, memberikan didikan pada
mereka termasuk memberikan contoh teladan pada peserta didiknya, dan
mestinya ada kesadaran ke arah itu karena kita juga beragama Islam.
Sekali kita mengaku muslim, berarti kita menanggung amanah
agama ini. Dan kita semua memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang
sama dalam mengemban amanah agama ini. Tidak urusan Kiyai saja, tidak
urusan guru agama saja, tetapi urusan kita semua yang sudah
mengikrarkan diri sebagai muslim. Sampeyan Muslim? hehe, ah jadi ingat
sinetron. Kita berkewajiban menjalankan amanah itu untuk diri kita dan
bertanggung jawab menyampaikan amanah itu pada orang lain yang ada di
sekitar kita, terutama orang-orang yang menjadi tanggung jawab kita
seperti anak dan istri serta murid-murid kita.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
24 Haderi Idmukha
Nilai Kedisiplinan
Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Pepatah ini tentu ada
benarnya, jika kita pasang pada keteladanan seorang guru dalam proses
pendidikan. Kalau mau mendisiplinkan anak, gurunya dulu harus disiplin,
atau kalau mau mendisiplinkan guru, kepala sekolahnya dulu yang harus
disiplin, tidak datang terlambat ke sekolah.
Lain halnya jika murid atau gurunya sudah memiliki kesadaran
yang tinggi, boleh jadi bisa berkata, biarlah guru kencing berdiri, aku
tetap kencing dengan duduk, biarlah guru datang terlambat, asal saya
tidak datang terlambat, kata murid yang punya kesadaran tadi. Begitu pula
kata guru, biarlah kepala sekolah datang terlambat asal aku tidak
terlambat. Itu tanggung jawab pribadi masing-masing di hadapan Allah.
Namun, walau demikian, kesadaran pribadi seperti itu tidak serta merta
didapat, tentu saja sudah melalui proses kedisiplinan yang diajarkan dan
dicontohkan oleh guru dan orang tua sebelumnya.
Untuk mencapai kesadaran seperti itulah diperlukan pula
keteladanan tadi. Dan memang prosesnya harus demikian. Misalnya
kepala sekolahnya datang lebih awal, guru yang datang terlambat, walau
tidak ditegur akan malu sendiri, begitu pula murid yang terlambat akan
merasa sendiri ketika ditertawakan teman yang lain.
Kalau prosesnya sudah benar seperti itu, kepala sekolah dan
gurunya sudah disiplin, tentu akan lebih mudah memberikan bimbingan,
arahan, teguran, bahkan sanksi pada siswa jika mereka melanggar tata-
tertib. Jika kepala sekolahnya sudah disiplin, namun masih ada guru yang
belum bisa disiplin, berarti faktor hidayah belum berpihak padanya, begitu
pula murid, berarti faktor hidayah belum sampai padanya.
Hal demikian bisa kita lihat bagaimana keteladanan Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam, seorang teladan yang sempurna, namun
masih ada saja yang tidak mau mengikuti beliau, apakah keteladan beliau
masih kurang? Tidak, hal itu lantaran tidak adanya faktor hidayah tadi.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
25 Haderi Idmukha
Walau bagaimanapun keteladanan seorang pimpinan tetap
diperlukan jika ingin anak buahnya berdisiplin. Begitu pula jika kita
menginginkan peserta didik berdisiplin, mau tidak mau gurunya dulu kudu
disiplin.
Jangan kaget kalau kita tertampar dengan kata-kata siswa, “Pak,
kami terlambat dapat sanksi, padahal guru yang mengajar jam pertama
juga belum masuk, Pak. Ini tidak adil.” Anak yang berpikir kritis dan berani
mengemukakan pendapatnya tentu akan protes seperti itu. “Kami saja
yang disuruh berdisiplin, gurunya bagaimana?” Ya, begitulah kalau mau
membiasakan anak didik berdisiplin, harus dimulai dari gurunya dulu yang
memberikan keteladanan
Walau satu dua orang guru yang terlambat tentu menjadi sorotan
peserta didik. Ini sedikit banyaknya akan berpengaruh pada proses
pembinaan nilai kedisiplinan dalam jiwa anak didik. Hal ini pun dipengaruhi
juga oleh kepemimpinan kepala sekolahnya.
Kalau peserta didik melihat dan mencontoh gurunya, sedang guru
mencontoh kepala sekolahnya, ya walaupun analisis ini tidak bisa
memvonis seperti itu, namun paling tidak ada pengaruh dari
kepemimpinan kepala sekolah dan guru dalam pembinaan kedisiplinan
peserta didik ini. Kalau kita pikir sepintas, mana mungkin orang mau
mencontoh yang kurang baik. Namun kenyataannya, hal ini berpengaruh
dalam proses pendidikan, karena kesadaran masing-masing siswa dan guru
tentu berbeda.
Kalau kita amati lagi dalam forum rapat, undangan pembukaan
acara pada suatu kegiatan, masih ada saja yang menggunakan jam karet.
Ini juga terkait dengan kedisiplinan dan etos kerja kita yang masih rendah.
Belum bisa menghargai waktu dengan baik. Padahal dalam Islam sudah
diajarkan hal demikian, lihat firman Allah dalam surah Al-‘Ashr, Allah
bersumpah, “Demi masa (waktu),” namun mengapa justru orang-orang
yang non-muslim yang disiplin dan etos kerja mereka yang tinggi? Sekali
lagi mengapa?
Ahh, merenung dulu. Nah kata kuncinya sudah dapat, mulai dari
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
26 Haderi Idmukha
diri sendiri dan berbuat, lakukan, kerjakan, intinya praktiknya bukan hanya
teori. Teori sudah banyak, prakatiknya yang masih minim.
Generasi Dambaan
Sudah dua hari saya mengikuti Bintek Pelajaran Bahasa Indonesia
yang direncanakan selama sepuluh hari, dari tanggal 8 sampai 17
September 2011, di SMP 1 Amuntai Tengah. Ketika memasuki materi
pertama tentang Pendidikan karakter, saya menanggapi tentang nilai
karakter kejujuran.
Begini, kita berusaha membina kejujuran selama dua tahun,
namun hancur di tahun ketiga gara-gara UN. Diskusi pun berkembang.
Menurut pembaca bagaimana?
Saya sepakat dengan instruktur untuk kembali pada pola lama
saja, Ujian tetap bisa dilaksanakan, cuma kelulusan ditentukan oleh
sekolah, seberapapun nilainya. Ujian Nasional lebih ditekankan hanya
sekadar tolak ukur saja, bukan penentu kelulusan. Kelulusan diserahkan
pada sekolah, dengan cara sidang kelulusan dengan memperhatikan aspek
akhlaknya dan prestasi di bidang lainnya oleh pihak sekolah.
Ada juga yang menanggapi bahwa UN sekarang sudah masuk
pada ranah politik pendidikan, jadi ada kaitannya dengan prestasi dan
prestise daerah. Untuk prestise itulah daerah secara tersirat menitipkan
pesan pada pihak terkait, yang ujung tombaknya pada guru untuk
melakukan apa saja agar tingkat kelulusan di daerahnya tidak kalah
dengan daerah lain. Kalau pimpinannya berlaku seperti itu, bagaimana bisa
memperbaiki karakter bangsa, wong pemimpin saja seperti itu. Begitulah
kalau kita sudah takut pada pandangan manusia saja, tanpa takut pada
pandangan Allah.
Barangkali, kepala sekolah takut pada kepala kantor. Kalau
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
27 Haderi Idmukha
kelulusannya rendah, sekolahnya bakal tidak diperhatikan. Guru takut
dengan kepala sekolah. Guru malu kalau siswanya banyak yang tidak lulus.
Lalu kalau sudah demikian, mau kemana lagi mencari kejujuran?
Itu kalau kita tinjau dari pola pikir manusianya. Lalu kalau kita
lihat dari kebijakannya, bagaimana? Adilkah menyamakan nilai kelulusan
peserta didik yang fasilitasnya serba lengkap, memiliki media
pembelajaran yang serba canggih, bahkan memiliki akses internet, dengan
sekolah yang listriknya saja belum sampai ke ruang kelas, buru-buru punya
akses internet?
Adilkah, menyamakan sekolah yang inputnya memang dipilih dari
anak-anak yang berprestasi, kepintarannya memang sudah terjamin,
dengan sekolah yang memungut anak didiknya dari sisa-sisa sekolah
favorit?
Maunya pemerintah memperhatikan hal demikian, bukan
memaksakan kebijakan yang dirasakan tidak bijak. Saya heran, dulu MK
memenangkan tuntutan penghapusan Ujian Nasional, tapi justru Ujian
Nasional masih berlangsung. Ada apa gerangan?
Jangan-jangan kita sudah dibutakan oleh prestasi dan prestise
semu, yang hanya berorientasi pada pandangan materialistis dan pujian
manusia. Malu dan bangga hanya ditujukan pada atasan, bukan malu pada
pandangan Tuhan.
Kalau kita membaca sejarah bagaimana ulama-ulama dulu yang
ahli di bidang kedokteran seperti Ibnu Sina, yang dibina pertama kali
adalah karakter, akhlak keilahiyahan, sehingga gerak dan prilaku harus
sesuai dengan karakter yang baik berlandaskan pada pijakan agama yang
mantap. Sehingga jadi apapun, apakah sebagai dokter, ekonom, pejabat,
dan lainnya akan berorientasi pada tuntunan agama.
Kita ambil satu kutipan yang dinyatakan Ibnu Sina, begini: “Jika
ada persoalan yang terlalu sulit bagiku, aku pergi ke masjid dan berdoa,
memohon kepada Yang Maha Pencipta agar pintu yang tertutup bagiku
dibukakan dan apa yang tampaknya sulit menjadi sederhana. Biasanya,
saat malam tiba, aku kembali ke rumah, menghidupkan lampu dan
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
28 Haderi Idmukha
menenggelamkan diri dalam bacaan dan tulisan.” (Ibnu Sina, dikutip dari
Hoodbhoy, 1996: 193 )
Generasi hebat seperti ini yang menjadi dambaan kita semua.
Ekonom, dokter, DPR, Pemerintah, dan apapun profesinya, hanya takut
dan malu pada Allah karena karakter keagamaan yang kuat. Semoga.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
29 Haderi Idmukha
~ 4 ~
Celoteh tentang Negeri Kita
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
30 Haderi Idmukha
Air Mata Ibu Pertiwi
Air mata ibu pertiwi seolah tak hentinya mengalir. Masih
terngiang sampai saat ini, peristiwa tsunami di Aceh, gempa bumi di Yogja,
jebolnya bendungan di Situ Gintung, tanah longsor, banjir, sampai pada
kasus Bank Century, bentrok antara HMI dan kepolisian, serta teroris di
Aceh. Peristiwa apa lagi yang bakal menimpa negeri ini? Kapankah negeri
ini akan damai, aman, tanpa harus mencucurkan air mata lagi?
Bayangkan, seandainya kita berada di posisi mereka yang
mendapat bencana. Kita sebagai seorang ayah akan menangis karena
kehilangan anak dan istri tercinta. Bagaimana tidak hancur hati kalau
sebagai seorang ayah melihat anak yang berumur satu tahun yang masih
menyusu kepada ibunya, ditinggal mati ibunya. Bagaimana bisa air mata
ditahan kalau melihat harta benda, tempat tinggal hancur berantakan,
musnah dalam sekejap.
Apa gerangan penyebab peristiwa tersebut, sehingga musibah
datang bertubi? Apakah ini sebagai ujian bagi anak negeri yang beriman,
ataukah sebagai teguran kasih sayang Allah agar anak negeri ini berbenah
dan mau kembali ke jalan yang diridhai Allah? Atau apakah sebagai azab
dari Allah, karena terlalu banyak perbuatan yang mengundang
kemurkaanNya, sehingga tidak lagi diberi kesempatan untuk kembali
kepadaNya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita cermati cerita
dalam Al-qur’an yang menceritakan kehancuran suatu negeri, seperti
negeri Saba. Penduduk Saba terkenal dengan pertaniannya yang maju,
sawah yang subur karena pengairannya dikelola dengan baik, yang
dialirkan melalui sebuah bendungan besar. Perkebunan menghasilkan
buah yang manis-manis dan lezat. Rezeki mengalir dari berbagai penjuru,
sehinga negeri Saba dikenal sebagai negeri yang aman, damai dan
sejahtera.
Dalam waktu sekejap, negeri yang tadinya aman, damai dan
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
31 Haderi Idmukha
sejahtera berubah. Bendungan yang mereka banggakan jebol, akibat
digerogoti pasukan tikus kecil yang dikirim oleh Allah. Terjadilah banjir
besar yang memporak-porandakan penduduk dan fasilitas yang ada.
Tanah yang subur berubah menjadi gersang, pohon yang berbuah
manis diganti oleh Allah dengan pohon yang berduri dan pahit sehingga
tidak bisa dimakan.
Penyebabnya tidak lain adalah karena penduduknya telah ingkar
dengan nikmat yang diberikan Allah, dan mendustakan RasulNya,
sebagaimana firman Allah:
“Dan Allah membuat suatu perumpamaan, suatu negeri yang
aman dan tentram yang datang kepadanya rezekinya yang luas dari tiap
penjuru, maka mereka pun kufur (tidak mensyukuri) nikmat Allah, karena
itu Allah timpakan kepada mereka kelaparan dan ketakutan disebabkan
apa yang mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, lalu mereka mendustakannya,
maka ditimpakanlah azab kepada mereka, dan mereka itulah orang-orang
yang zalim.” (QS. An Nahal : 112-113)
Pemicu utama terjadinya bencana kalau kita perhatikan ayat di
atas adalah kufur nikmat dan mendustakan peringatan Rasul, atau kalau
sekarang mengabaikan peringatan para ulama.
Apabila orang tidak menghiraukan lagi seruan para Rasul atau
ulama, kemaksiatan merajalela, nikmat yang diberikan Allah digunakan
untuk hal-hal yang dilarang agama, maka sunnatullah akan berlaku,
bencana atau azab yang dijanjikan akan datang menimpa mereka.
Banyak ayat Al-qur’an yang menerangkan bahwa dosa yang
dikerjakan adalah pengundang datangnya bencana, seperti dalam surah Al
Anfal ayat 52, Surah Al Isra ayat 16 dan ayat 58.
Hukum kausalitas secara fisik adalah rusaknya tatanan kehidupan
alam sekitar. Mulai dari membuang sampah sembarangan, sampai pada
perusakan hutan dan mengambil hasil tambang tanpa memperhatikan
kelestariannya, serta perusahaan yang tidak berwawasan lingkungan.
Semua itu juga memicu terjadinya bencana, seperti banjir dan tanah
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
32 Haderi Idmukha
longsor. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur`an; “Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia, agar
mereka merasakan akibat dari yang mereka kerjakan, supaya mereka
kembali ke jalan yang benar.” (QS. Ar Ruum: 14)
Sebenarnya antara hukum kausalitas secara fisik dan non fisik
(dosa) tidak bisa dipisahkan, karena keduanya saling mendukung. Orang
yang sering berbuat maksiat, ia berani melanggar larangan Allah, lebih lagi
kalau cuma larangan manusia.
Pemerintah membuat peratuaran tentang pelarangan
penebangan hutan secara liar, atau pemerintah memberikan peraturan
kepada perusahaan agar berwawasan lingkungan, ternyata tidak
diindahkan. Mengapa? Karena sudah biasa melanggar larangan Allah, dan
larangan manusia dianggap enteng. Padahal, taat kepada pemimpin adalah
kewajiban, dan melanggar kewajiban berarti dosa.
Kalau kita kaji lebih jauh, ternyata ada lagi pemicu terjadinya
pelanggaran, yaitu lemahnya iman dan kecenderungan manusia
mengagungkan dunia, lebih mencintai dunia ketimbang Allah dan
Rasulnya.
Menurut Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, terlalu
mengagungkan dunia atau terlalu mencintai dunia adalah sumber
kejelekan (dosa). Kalau orang sudah terlalu mengagungkan dunia, apapun
ia lakukan. Tak peduli peraturan, tak peduli hukum Allah, yang penting
senang. Orang rela membunuh, rela menipu, berbuat kerusakan, demi
memenuhi kesenangan dunia. Apabila sudah demikian, tunggulah azab
Allah. Simaklah Firman Allah berikut:
“Katakanlah (hai Muhammad), jika ayahmu, anakmu, saudaramu,
isterimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan
yang kamu takuti kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang
kamu senangi lebih engkau cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari
berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan Nya (azab). Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada
orang-orang yang fasik” (QS. At-Taubah : 24)
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
33 Haderi Idmukha
Untuk meredakan tangisan ibu pertiwi, tidak ada jalan lain kecuali
kembali kepada Allah, pengatur alam semesta ini. Mari kita rujuk,
sebagaimana yang dianjurkan Allah untuk senantiasa bersyukur
kepadaNya, meningkatkan iman dan taqwa dan kembali dengan
memperbanyak istighfar, karena Allah tidak akan menimpakan azab kalau
kita senantiasa bersyukur dan beristighfar.
Firman Allah: “Allah tidak akan mengazab kamu, jika kamu
senantiasa bersyukur dan beriman, dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha
Mengetahui” (QS.An Nisa:147)
“Dan Allah tidak akan mengazab mereka kalau engkau
(Muhammad) masih ada di tengah mereka, dan Allah tidak akan mengazab
mereka kalau mereka senantiasa beristighfar” (QS. Al Anfal : 33).
“Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkat dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatan mereka” (QS. Al A`raf: 96).
Semoga air mata anak negeri tidak lagi tertumpah karena
bencana, tetapi mengalir karena khusyu’ mengingat Allah, merenung dan
mensyukuri nikmat yang diberikan Allah, air mata taubat dan istighfar.
Oleh karena itu menangislah karena Allah. Wallahu a`lam.
Aman dan Damailah Indonesiaku
Akhir-akhir ini, Indonesia mengalami berbagai macam persoalan.
Mulai dari persoalan bencana alam, krisis ekonomi, krisis akhlak, sampai
kepada krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Semua itu
tidaklah menyurutkan umat Islam untuk senantiasa memperingati
kelahiran Nabi Besar Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam di bulan
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
34 Haderi Idmukha
Rabi`ul awal ini.
Rabi`ul awal adalah bulan kelahiran Nabi Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam, hijrah dan wafatnya, atau yang lebih dikenal dengan
Bulan Maulid. Umat Islam menyambut dan memperigatinya baik di
rumah, langgar maupun masjid. Semua itu dilakukan sebagai bukti rasa
syukur dan kecintaan umat Islam kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam.
Tujuan dari peringatan adalah untuk mengingat kembali dan
menggali sejarah perjuangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Ddengan begitu akan timbul kecintaan yang berbuah kepada ketaatan.
Pepatah lama mengatakan, tak kenal maka tak cinta.
Tentu saja peringatan itu tidak sebatas peringatan seremonial
semata, tapi harus lebih dari itu. Hendaknya kita manfaatkan untuk
menggali sedalam-dalamnya hikmah perayaan maulid Nabi itu sendiri.
Melalui peringatan Maulid, kita akan lebih mengenal siapa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dengan mengenal Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam timbullah kesyukuran kepada Allah dan
RasulNya. Karena taufik dan hidayah Allah, kita beriman dan memeluk
agama Islam. Semua itu tidak lain berkat perjuangan Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam, sehingga agama Islam sampai kepada kita.
Bukankah sangat pantas kita bersyukur dan berterima kasih kepada
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam?
Rasul bersabda tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak
bersyukur kepada manusia. Dengan rasa syukur tadi, terwujudlah
kecintaan yang mendalam kepada Allah dan RasulNya karena sangat
banyak karunia yang diberikan kepada kita. Bukankah sangat pantas orang
yang banyak memberikan manfaat, yang lebih kita cintai, ketimbang yang
lainnya? Manusia mana yang lebih banyak memberikan manfaat kepada
kita selain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam? Adakah yang lebih
besar dan manfaat di dunia selain iman dan islam? Sungguh sangat pantas
dan wajar kalau kita mencintai Allah dan RasulNya. Bahkan, mencintai
Allah dan RasulNya adalah suatu kewajiban.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
35 Haderi Idmukha
Kecintaan akan melahirkan ketaatan. Hal ini tergambar dari
firman Allah: “Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Katakanlah (Muhammad).
Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak
menyukai orang-orang kafir (Q.S. Ali`Imran : 31 – 32)
Konsekuensi logis dari cinta kepada Allah dan rasulNya adalah
ketaatan dan kepatuhan terhadap perintah dan mau meninggalkan hal
yang dilarang oleh yang dicintai. Apabila mulut berkata cinta dan tidak
diiringi ketaatan berarti cinta yang ia ucapkan palsu. Berarti ia berpaling
dari ketaatan dan mengingkari perkataannya sendiri.
Bukti kecintaan yang lainnya adalah banyak menyebut orang yang
dicintai, memuji Allah, dzikrullah, selalu ingat kepada Allah, tidak hanya di
mulut, tapi hati dan pikirannya selalu tertuju kepada yang ia cintai.
Kalau ia mencintai Rasulullah, tentu saja lidahnya akan selalu
basah dengan banyak bershalawat kepada Rasulullah. Karena dzikir dan
shalawat adalah bagian dari perintah Allah dan RasulNya. Hikmah dan
manfaatnya tentu saja terpulang kepada si pencinta itu sendiri. Firman
Allah: Ingatlah kepadaku, niscaya aku akan ingat kepadamu, dan
bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kamu ingkar.
Rela berkorban demi orang yang dicintai adalah bagian dari cinta
itu sendiri. Kalau orang mengatakan cinta tapi tidak berani berkorban
maka cintanya masih diragukan atau cintanya belum sepenuhnya.
Alangkah indahnya jika para pejabat dengan jabatannya
berkorban demi Allah dan Rasul yang ia cintai. Alangkah indahnya jika
pemimpin rela mengorbankan sebagian yang dimilikinya demi kemajuan
agama ini. Alangkah indahnya jika semua umat islam rela mengorbankan
sebagian hartanya demi agama yang dibawa orang yang dicintainya.
Orang yang memiliki kecintaan kepada Allah dan RasulNya akan
terpancar dari jiwanya kasih sayang terhadap sesama. Ia akan peduli
dengan orang miskin dan tergetar hatinya ketika melihat penderitaan
orang lain, karena ia tahu bahwa kasih sayang dan kecintan kepada
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
36 Haderi Idmukha
sesama bahkan kepada semua makhluk di muka bumi ini, termasuk alam
sekitar, akan mendapatkan kasih sayang Allah dan malaikat Allah. Ia
mengerti apa yang disabdakan Nabi:
“Orang yang memiliki kasih sayang dikasih sayangi oleh Yang
Maha Pengasih dan Penyayang (ALLAH), maka kasih sayangilah orang yang
ada di bumi, niscaya mengasih sayangi orang yang ada di langit (al Hadits)
Sumber kecintaan dan kasih sayang terhadap sesama tidak lain
bersumber dari Allah, yaitu sebagai pengejawantahan sifat Rahman
Rahimnya Allah, dan sifat rahmatan lil`alaminnya Rasulullah. Kasih sayang
dalam Islam janganlah disalahtafsirkan, sehingga terjebak pada budaya
Barat yang menganut kebebasan tanpa memperhatikan batasan
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang belum diikat oleh
pernikahan.
Relevansi kasih sayang yang sebenarnya adalah bagaimana kita
bisa menata jiwa ini untuk bisa berempati terhadap orang yang memang
pantas diberikan kasih sayang. Dengan memberikan harta kepada mereka,
menyantuni anak yatim dan fakir miskin, dan melakukan amar ma’ruf nahi
mungkar berdasarkan kasih sayang dan kecintaan kepada umat Rasulullah.
Dari sumber kecintaan tersebut juga akan timbul akhlakul
karimah, akhlak terpuji, Jujur, amanah tablih, fatanah dan sebagainya.
Alangkah indahnya jika pemimpin dan elit politik di Indonesia
yang tercinta ini memiliki sifat-sifat yang dimiliki Rasulullah. Dengan
momen peringatan Maulid, mari kita berusaha sedikit demi sedikit
menghidupkan kembali sunnah-sunnah Rasul yang kini mulai luntur,
terutama shalat berjamaah. Hal ini yang terpenting sebagai bukti cinta
kita kepada Rasulullah.
Ingat Sabda Nabi: Barang siapa menghidupkan sunnahku,
sungguh ia telah mencintai aku, dan siapa yang mencintai aku, nanti
beserta aku di dalam surga.
Mari kita katakan: Aku mencintaimu Ya Rasulallah. Semoga
negara dan bangsa ini maju dengan berlandaskan kecintaan kepada Allah
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
37 Haderi Idmukha
dan Rasulullah. Sungguh siapa yang cinta kepada Rasul berarti ia mencintai
Allah dan siapa yang taat kepada Rasul berarti ia mentaati Allah. Aman dan
damailah Indonesiaku, berkat kecintaan kita kepada Allah dan Rasulullah
(Rahmatan lil`alamin)
Indahnya Perbedaan
Tak mungkin ada asap kalau tidak ada api, ini pepatah lama yang
bisa kita gunakan untuk memaknai berbagai peristiwa yang terjadi akhir-
akhir ini di negara tercinta kita. Setiap sesuatu yang terjadi mesti ada
pemicunya. Siapa yang tidak merasa miris melihat kejadian-kejadian yang
menimpa negara ini. Bagaimana mungkin hati nurani kita tidak tergugah,
melihat sosok kemanusiaan terkoyak dan terabaikan.
Bagaimana tidak, rasa kemanusiaan kita terenyuh menyaksikan
bagaimana orang dengan mudah dan gampangnya membrondongkan
senjata menyudahi hidup manusia yang lain, dengan alasan mengambil
harta orang lain dengan cara merampok, bahkan mereka menganggap
tindakan itu halal.
Perampokan Bank yang ujung-ujungnya beralasan untuk biaya
latihan militer para teroris, yang mereka anggap jihad dan halal
menumpahkan darah yang mereka anggap sebagai musuh. Tidak sampai di
situ saja, solusi yang diambil pihak Densus 88 pun tidak lepas dari
pandangan segala ganjalan atau rintangan pengacau negara harus
ditembak dan dilenyapkan, tidak adakah jalan lain secara damai yang
sedikit menyentuh aspek prikemanusian?
Barangkali saja adanya teroris itu pemicunya justru berawal dari
rasa ketikadilan yang selama ini dirasakan oleh warga negara ini. Masih
teringat di benak kita bagaimana seorang pencuri semangka, bagaimana
pencuri jambu, pencuri-pencuri kelas teri lainnya, divonis tanpa
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
38 Haderi Idmukha
memandang aspek kemanusiaan. Sementara para koruptor walaupun
dipenjarakan, namun tetap mendapat fasilitas mewah.
Pemicu semacam ini akan mudah terpantik dengan bumbu-
bumbu atau doktrin jihad yang salah yang selama ini didengungkan oleh
para pejuang yang mengaku dirinya sebagai pejuang mujahidin, yang
walaupun doktrin ini tidak selamanya bisa dibenarkan.
Yang terpenting adalah bukan menyalahkan doktrin yang mereka
anut, tetapi bagaimana menekan dan meminimalisir pemicu terjadi
ketikadilan itu. Ketidakadilan adalah kezhaliman. Apabila kezhaliman
sudah berakar dan berkembang di jiwa-jiwa para pemimpin negeri ini,
maka jangan heran kalau hal-hal yang selama ini kita saksikan akan terus
bermunculan.
Bagaimana negeri ini bisa aman kalau hati-hati kita dipenuhi nafsu
berkuasa yang tidak diimbangi dengan rasa tanggung jawab sebagai
amanah Allah, sehingga jalan dan kondisi pemerintahan akan terwujud
pada sebuah pemerintahan yang menomorsatukan kepentingan nafsu itu
sendiri, dan aspek kemanusiaan akan terkesampingkan. Jadi wajar hal
semacam ini terus terjadi. Ibarat semut, walau sekecil-kecil semut, kalau
diinjak tentu akan menggigit.
Nafsu berkuasa dan ingin menang sendiri adalah pemicu utama
terjadi berbagai kerusuhan. Menganggap orang yang tidak sejalan dengan
pendapat kita adalah sebagai musuh yang harus dilenyapkan, lalu dimana
letak prikemanusiaan yang selama ini kita junjung tinggi sesuai dengan
amanat UUD 1945.
Bukan doktrin jihad yang perlu dipersalahkan, tetapi doktrin
penguasa lalim dan ketidakadilan itu yang perlu diluruskan. Tentu saja
dengan memperhatikan keadilan ini akan terwujud negara yang damai
terbebas dari teror.
Oleh karena itu bukan sikap arogansi pemerintah yang kita
harapkan untuk mengamankan negeri ini, tetapi sikap arif dan bijaksana
dengan penuh rasa kemanusiaan yang kita harapkan.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
39 Haderi Idmukha
Memang dalam satu sisi, sikap tegas diperlukan, namun bukan
untuk berbuat ketikadilan. Selama itu dalam batas penegakan keadilan,
sikap tegas diperlukan. Jangan sampai tegas terhadap rakyat kecil tapi
lembek dan bersahabat terhadap pejabat yang nyata-nyata bersalah,
ibarat pisau tajam ke bawah dan tumpul kalau ke atas. Kalau hal ini terus
saja dipertontonkan pada warga, jangan heran rasa muak dari semut-
semut kecil akan terus bermunculan.
Kalau kita mau mengambil hikmah dan pelajaran sikap dan
tegasnya Sayyidina Umar ra dan lemah lembutnya dalam menghadapi
kritikan masyarakat, tentu negara kita akan terwujud negara yang kita
harapkan, tanpa harus menumpahkan darah warga kita sendiri. Lihat
bagaimana ketika Sayyidina Umar ra mengambil kebijakan secara sepihak
dengan menetapkan target maksimal Mahar yang harus dibayar oleh pihak
laki-laki ketika ingin mempersunting seorang perempuan, ternyata
kebijakan itu dikritik dan diprotes di saat itu juga oleh seorang wanita:
Wahai khalifah, jangan mentang-mentang anda sebagai khalifah, lalu
seenaknya saja mengambil kebijakan seperti itu, padahal soal mahar
adalah hak kami sebagai seorang perempuan. Mendengar ucapan
perempuan itu Sayyidina Umar ra turun dari mimbar dan berkata, benar
dia, aku yang salah.
Pertumpahan darah antar suku tidak perlu terjadi, perkelahian
antar pelajar dan antar simpatisan partai politik dan antar pendukung
kesebelasan sepak bola pun tidak perlu ada, kalau kita semua berjiwa
legowo.
Persoalan yang mendasar adalah bagaimana kita mengembalikan
pada pemahaman agama secara kaffah, dan bagaimana pemerintah dan
pemuka agama dalam mengaplikasikan ajaran agama masing-masing yang
pada intinya adalah cinta damai.
Agama tidaklah salah, yang keliru adalah dalam memahami dan
menerapkan ajaran agama itu sendiri, sehinga tak heran dalam setiap
keadaan akan terjadi perbedaan. Dan parahnya setiap perbedaan justru
menjadi pemicu terjadinya konflik, padahal mestinya dengan perbedaan
itu kita mesti lebih dewasa dalam bersikap dan bertindak, menghargai dan
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
40 Haderi Idmukha
menghormati orang yang berbeda agama dan beda pendapat dengan kita,
bukan sebaliknya menganggap sebagai musuh.
Sudah saatnya kita introspeksi diri masing-masing, dan coba
mengubah cara pandang kita terhadap orang yang berbeda keyakinan dan
pendapat, berbeda suku dan partai, berbeda ras keturuan, dengan
mengembalikan pemahaman dan penyadaran bahwa kita adalah manusia
yang unik dengan berbagai perbedaan, namun esensinya adalah memiliki
persamaan yaitu sebagai makhluk Tuhan, yaitu manusia yang diberi akal
dan budi. Apalagi semenjak didirikannya negara kita ini, kita semua sudah
mengetahui bahwa negara kita dibangun atas dasar kebhinekaan yang
mampu dijalin dan dipersatukan dengan nama Bangsa Indonesia.
Mestinya kita bangga dengan bangsa yang besar ini, bangga
dengan berbagai suku, bangga dengan berbagai etnis dan budaya, bukan
menghina satu dengan yang lain dan memaksakan budaya dan keyakinan
kita pada orang lain. Hendaknya kita saling menghargai dan saling
menghormati.
Kita adalah bangsa yang besar. Bangsa yang besar adalah bangsa
yang mampu menghargai perbedaan, bukan memaksakan dan
menganggap orang yang berbeda adalah musuh. Andai saja manusia sama
dalam bentuk fisik, tentu sulit membedakan si A dan si B. Kalau kita
menyadari hal yang demikian, justru dengan perbedaan lah hidup kita
penuh warna dan indah.
Ingat dan Contohlah Perjuangan Kami
Cita-cita luhur para pemuda yang dicetuskan dalam bentuk
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, perlu dijadikan penyemangat di saat
nilai-nilai luhur persatuan dan kesatuan negara mulai bergeser dan
memudar. Pergeseran orientasi kepentingan bangsa berubah ke orientasi
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
41 Haderi Idmukha
pribadi dan partai. Sejarah mulai terlupakan, atau bahkan sengaja
dilupakan. Rasa cinta tanah air mulai pudar. Kita lebih bangga memakai
pakaian produk luar negeri ketimbang produk sendiri, seolah
ketergantungan pada luar negeri yang dimahatinggikan. Kalau rakyatnya
sendiri sudah tidak bisa menghargai dan membanggakan negaranya,
bagaimana mungkin negara lain bisa menghargai negara kita?
Kita baru mencak-mencak dan berbondong-bondong
menggalakkan untuk memakai pakaian batik, setelah negara lain
mengakuinya sebagai hasil karya dan budaya mereka. Kita baru tersadar
setelah Reog Ponorogo atau lagu Rasa Sayange diakui oleh negara
tetangga. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena kita memang kurang peduli
dengan budaya dan produk negeri kita sendiri.
Lain lagi soal mahasiswa kita dalam menyampaikan aspirasi
penolakan kedatangan Presiden SBY, di Makassar, saling serang dan saling
sandera. Begitu pula warga lainnya dalam menyelesaikan masalah
mengedepankan sikap permusuhan dan cenderung anarkis.
Perhatian dan keseriusan pemerintah dalam menjaga dan
membangun daerah perbatasan pun masih dipertanyakan. Terbukti Pulau
Sipadan dan Ligitan diembat Malaysia, Timor Timur membebaskan diri,
ancaman RSM yang mendapat suaka politik dari Belanda membuat SBY
membatalkan kunjungannya sebagai penambah persoalan. Begitu pula
kebijakan-kebijakan yang diambil belum banyak memihak pada
kepentingan publik. Semua itu mengundang protes masyarakat yang kini
mulai kritis.
Pergesaran-pergeseran semacam ini, tentu tidak datang dengan
sendirinya. Mengamati hal tersebut, ada dua hal yang penting yang
menjadi pemicu pergeseran ini. Pertama yang datang dari luar, dan yang
kedua pemicu yang datang dari dalam.
Kita memaklumi dan tidak bisa menafikkan budaya luar sangat
mempengaruhi pergeseran tersebut. Apalagi dengan sudah terbukanya
ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang bisa diakses kapan dan di
manapun. Yang sangat disayangkan justru hal yang bersifat negatif yang
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
42 Haderi Idmukha
menjadi acuan dalam berbuat dan bertindak oleh sebagian pemuda kita.
Bagaimana kita tidak merasa miris, melihat generasi harapan
masa depan terjebak dalam dunia dugem. Narkoba menjadi teman
akbrab, hura-hura menjadi lakon keseharian, seolah hidup ini adalah
miliknya. Hal ini pun tidak lepas dari rongrongan dari luar untuk
melemahkan dan menghacurkan negara ini.
Sejarah sudah membuktikan, dengan peran pemuda, negara ini
bisa berdiri dan gagah menatap masa depan, hidup dengan bangga
berdampingan dengan negara lain. Namun, apabila pemudanya sudah
larut dan semakin larut dalam hal kesia-siaan, tunggu saja negara kita akan
tinggal namanya. Negara kita akan kembali terjajah oleh tangan-tangan
yang sengaja melemahkan dan mengahancurkan negara ini melalui politik
lemahkan dan kancurkan pemuda Indonesia dengan narkoba.
Bagaimana para pemuda bisa berkarya, kalau hidup dan
kehidupannya hanya memikirkan kesenangan sesaat dan semu. Sekarang
saja bisa kita rasakan bagaimana negara-negara asing mengaruk hasil
kekayakan negara ini. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena kita belum
memiliki pemuda-pemuda tangguh yang mampu mengolah hasil alam dan
energi kita sendiri. Walaupun ada, hanya sedikit, dan itu pun kalau tidak
didepak dan ditendang karena dianggap merugikan politik pemerintahan
yang berkuasa.
Itu hanya secuil dari pengaruh luar, namun yang sangat mendasar
adalah pengaruh yang disebabkan dari dalam sendiri. Sebagai contoh, kita
lebih senang membeli ketimbang mengolah, padahal kita ini negera kaya
dengan sumber energi. Tetapi, mengapa justru kita kekurangan BBM? Ya
itu tadi, karena kita lebih mengutamakan enaknya saja.
Disamping itu, kita memang tidak memiliki banyak ahli. Ditambah
semangat berkarya dan berdiri di kaki sendiri tanpa bantuan orang lain
hampir tidak ada. Kita kagum dengan prinsip Mahatma Ghandi, ketika
penjajah menahan pasokan garam. Beliau mengajak rakyat untuk berjalan
menuju laut untuk berupaya membuat garam sendiri tanpa harus
tergantung dengan penjajah.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
43 Haderi Idmukha
Kalau kita justru lebih senang dan bangga dengan utang-utang
luar negeri untuk membangun negeri ini. Padahal semua itu apakah akan
mensejahterakan rakyat banyak? Tentu saja tidak, justru yang menikmati
adalah segelintir orang, dan yang menanggung utang adalah kita semua.
Seandainya hasil alam dan energi kita ini dikelola dan diolah oleh
tangan-tangan Indonesia sendiri, saya yakin negara kita akan bangkit dan
menjadi penguasa dunia. Namun sayang, kita hanya bisa berandai.
Kemudian, kita berandai lagi. Seandainya negara kita ini tidak
digerogoti oleh para koruptor, negara kita akan bisa berjaya dan mampu
mengalahkan negara Amerika. Inilah pergeseran yang sangat ironis yang
melanda negara kita. Kita seharusnya malu dengan pemuda yang
mencetuskan sumpah pemuda.
Wahai para pemuda pencetus sumpah pemuda! Inilah potret
bangsa yang kalian perjuangkan dulu, sekarang dalam keadaan sakit dan
sekarat.
Mereka menjawab: Kasihan kalian, kami hanya bisa memandang
tanpa bisa berbuat lagi. Cuma ada satu hal, hai para pemuda, negara yang
sakit dan sekarat ini akan bisa bangkit kalau kalian mau melihat dan
mencontoh spirit perjuangan kami.
Hai para Pemuda bangkitlah, tinggalkan dugem, tinggalkan
narkoba, tinggalkan kemaksiatan, berkaryalah untuk negeri ini. Ingat dan
contohlah perjuangan kami. Sungguh, sukses dan berjayanya negara ini
ada di tangan kalian.
Itulah barangkali harapan mereka yang sudah lama berkalang
tanah.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
44 Haderi Idmukha
Jenderal, Turunkan Tanganmu
Membaca berita utama yang diturunkan Banjarmasin Post, 28
Maret 2011, dengan judul “Jenderal, Turunkan Tanganmu”, saya teringat
film Nagabonar jadi 2, yang menceritakan tokoh mantan pejuang
kemerdekaan yang diperankan oleh Dedi Mizwar, ketika menyusul
anaknya yang sukses di Jakarta. Ketika ia sampai pada patung Jenderal
Soedirman dalam posisi memberikan penghormatan, sang tokoh berteriak,
“Jederal Turunkan Tanganmu.”
Saya sebagai cucu pensiunan Veteran, ketika menonton film dan
membaca berita itu, saya sangat terharu sampai meneteskan air mata.
Saya larut dalam kenangan, mengingat cerita kakek yang ikut berjuang
menghadapi Belanda. Walau ketika itu beliau hanya sebagai juru mudi
perahu yang ditumpangi para prajurit pejuang, jasa beliau walau
sedemikian adanya patut saya amini. Karena betapapun kecilnya jasa
beliau, tentu sangat berarti bagi kita yang menikmati kemerdekaan
sekarang ini. Sungguh kita bisa merasakan betapa susahnya hidup di
zaman perjuangan kemerdekaan.
Lebih-lebih lagi jasa Pak Ilyas sebagai pelaku sejarah, mantan
anak buah Jenderal Soedirman, bahkan sebagai pengibar bendera saat
proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Bapak Soekarno. Jasa beliau ini
tidak bisa kita anggap remeh. Kini, apa yang terjadi pada Bapak Letkol
(Purnawirawan) Ilyas Karim dan rekan-rekan beliau? Rumah mereka akan
digusur.
Untuk mengetuk hati para pejabat pemerintah, beliau melakukan
aksi dialog dengan patung Jenderal Soedirman, persis seperti latar dan
suasana yang digambarkan dalam film Nagabonar jadi 2. Itulah yang
menjadi realitas yang menimpa beliau. Di depan patung Janderal
Soedirman ia melaporkan ketidakadilan yang menimpa dirinya, rumahnya
akan digusur, untuk pembangunan apertemen.
Tanah yang ditempati Pak Ilyas adalah tanah hak pakai karena
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
45 Haderi Idmukha
dipinjami oleh PT. Kereta Api Indonesia. Secara hukum jelas, kapanpun
pemiliknya mau mengambil, harus diserahkan. Namun, dari sisi keadilan
dan hati nurani, tidakkah ada pertimbangan terhadap jasa mereka yang
memperjuangkan kemerdekaan negeri ini? Sudahkah dilakukan negosiasi
terhadap mereka? Jangan mentang-mentang berkuasa, seenaknya saja
main gusur dan main usir.
Buat apa gelar kehormatan Bintang Pejuang Kemerdekaan?
Sebenarnya mereka tidak membutuhkan itu. Mereka sudah ikhlas
memperjuangkan negeri ini. Yang mereka butuhkan sekarang adalah
sedikit rasa kasihan, sedikit rasa keadilan, sedikit pengertian dan
penghargaan terhadap perubahan nasib mereka yang kurang beruntung,
belum bisa menikmati kesejahteraan yang layak di alam kemerdekaan
yang mereka perjuangkan dulu.
Sudah tertutupkah mata hati para pemimpin kita? Andai saja
rencana pembangunan gedung DPR yang baru itu dibatalkan, biaya
keseluruhan yang diperkirakan akan mencapai Rp. 1,164 triliun itu tentu
bisa digunakan untuk membangun rumah-rumah para purnawirawan
pejuang kemerdekaan. Bisa juga digunakan untuk mensejahterakan rakyat
yang benar-benar membutuhkan. Bisa digunakan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan yang kini sudah tertinggal jauh dari negara-negara
tetangga. Ini yang mesti dipikirkan oleh anggota Dewan yang terhormat.
Gedung yang ada masih layak digunakan. Memangnya gedung
yang ada tidak membuat betah para anggota DPR? Memangnya kalau
tanpa gedung baru tidak bisa meningkatkan kinerja?
Bukan, sekali lagi bukan karena gedung. Gedung baru pun tidak
akan menyelesaikan masalah kinerja anggota DPR, karena akar
permasalahannya bukan pada baru tidaknya gedung DPR yang digunakan.
Akar permasalahannya justru ada pada mental anggota DPR dan pejabat
pemerintah itu sendiri.
Untuk apa gedung baru dan mewah, sementara mereka yang
berjasa memeperjuangkan kemerdekaan negeri ini terlantar dan
terabaikan. Kesejahteraan masyarakat yang mesti diperjuangkan oleh
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
46 Haderi Idmukha
anggota DPR masih terbatas pada retorika kampanye lantaran
menghajatkan dukungan. Saat sudah duduk dan menikmati fasilitas yang
serba enak, mereka lupa dengan janjinya. Kesejahteraan yang dijanjikan
untuk rakyat kecil hanya tinggal angan dan kenangan manis. Manis dalam
kenangan, pahit dalam kenyataan.
Penggusuran pun terjadi di mana-mana. Hal yang sangat
menohok perasaan kita. Sangat disayangkan dan sangat mengiris hati kita
semua. Pelaku sejarah yang semestinya kita perhatikan dan kita hargai
jasanya tak tahan lagi memendam perasaan kecewa dengan menghormat
kepada patung Jenderal Soedirman dan berkata: “Rumah saya akan
digusur dan dibangun apartemen. Maksud saya datang kesini ingin
melaporkan kepada Jenderal Soedirman agar menegur pejabat yang
main gusur seenaknya.”
Sungguh realitas yang sangat menyakitkan. Kita berharap nurani
kita terketuk. Semoga realitas, Jenderal, Turunkan Tanganmu, tidak
terulang lagi. Amin.
Merdeka, Tapi Terjajah
Setiap tahun kita memperingati kemerdekaan Negara yang kita
cintai ini. Lalu apa yang menjadi pertimbangan sehingga kemerdekaan ini
perlu kita peringati setiap tahun? Tentu saja tidak lain sebagai rasa syukur
kepada Tuhan yang telah memberikan nikmat kemerdekaan ini kepada
kita. Karena berkat rahmat Allah Tuhan yang Mahakuasa lah Negara ini
merdeka. Hal ini sungguh diakui oleh para pendahulu yang mereka
cantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Kemerdekaan yang kita rasakan sekarang adalah karunia yang
diberikan Allah kepada kita melalui usaha keras para pendahulu. Mereka
berjuang merebut kemerdekaan dengan mengorbankan harta, jiwa dan
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
47 Haderi Idmukha
raga. Cucuran keringat dan tetesan darah, adalah tinta emas mereka untuk
negeri ini. Semua pengorbanan itu tidak lain demi kemerdekaan bangsa
ini. Pengorbanan yang dilakukan bukan untuk kepentingan sesaat, tapi
kepentingan yang berlanjut untuk bangsa dan generasi penerus.
Jasa para pejuang kemerdekaan tidak ternilai harganya. Tanpa
mereka tak mungkin kita merasakan udara bebas seperti sekarang ini. Lalu
apa yang perlu kita lakukan untuk menyampaikan rasa syukur dan
terimakasih kita kepada mereka?
Mengingat jasa pendahulu dan rasa syukur kepada Allah tidak
cukup hanya dengan melakukan upacara seremonial tiap tanggal 17
Agustus. Yang terpenting adalah upaya mengisi kemerdekaan ini dengan
hal-hal yang bermanfaat demi kemajuan bangsa dan Negara ini. Bukan
sebaliknya, kita mengkhianati dan menginjak-nginjak kehormatan para
pahlawan dengan mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi dan
kolega.
Tidakkah kita pernah membayangkan, walaupun jasad para
pejuang kemerdekaan sudah hancur menjadi tanah, namun, jiwa mereka
terus menyaksikan tingkah pola para penerus mereka. Mereka sedih tanpa
bisa berbuat apa-apa lagi melihat Negara yang mereka perjuangkan, kini
rela digadaikan dengan pihak asing. Yang semestinya untuk kesejahteraan
umum (rakyat), tapi justru untuk kesejahteraan (orang lain), pribadi dan
kolega.
Kalau seperti ini keadaannya, berarti secara hakiki tidaklah
merdeka. Merdeka secara fisik, terjajah secara mental, terjajah secara
ekonomi, terjajah secara politik, karena terlalu berkiblat kepada dunia
Barat, khususnya Amerika.
Mengapa Koruptor merajalela? Karena sesungguhnya mereka
terjajah oleh nafsu duniawi; terlalu mencintai dunia, kekuasaan dan
jabatan. Mereka yang seperti itu dikatakan oleh Muhammad Irfan (2000:
2) dikategorikan sebagai pencemar peradaban yang kejiwaannya terjajah
oleh orientasi dan tuntutan materialistik yang dimahatinggikan, yang
menempatkan kehidupan sesama hanya sebagai objek perburuan hasrat-
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
48 Haderi Idmukha
hasrat bebasnya.
Kesejahteraan umum yang diamanatkan Undang-Undang Dasar
hanya sebatas wacana. Nyatanya hasil alam diangkut oleh orang asing.
Kesejahteraan hanya dirasakan sekelompok kecil warga negara. Moral
anak Bangsa mulai tergerus zaman, luntur dan memudar sebagai jati diri
bangsa.
Dulu kita dikenal dengan bangsa yang berbudaya dan bermoral,
sekarang kita lihat pejabatnya banyak yang korupsi, pintar memutar
balikkan fakta, berkilah dan beralasan; dengan alasan konversi dari minyak
tanah ke kompor gas yang minim sosialisasi membuat rakyat
bergelimpangan meregang nyawa, rumah hancur karena ledakan tabung
gas yang katanya untuk penghematan.
Anarkisme selalu mewarnai berita TV. Bencana alam yang
ditanggapi dengan kata-kata yang jauh dari pendekatan agama; katanya
pergeseran lempengan bumi dan sebagainya, padahal kalau mau
menanggapi dengan pendekatan agama, semua itu terjadi karena memang
kita yang mengundang dengan berbagai kemaksiatan. Hukum-hukum
agama dilanggar seakan tanpa dosa. Nikmat yang diberikan Allah
digunakan untuk hal-hal yang dilarang agama. Yang kuat menindas yang
lemah, kezhaliman terjadi di mana-mana. Apabila semua itu sudah
merata, sunnatullah pasti akan berlaku, bencana atau azab yang dijanjikan
akan datang mendera negeri ini.
Kalau demikian yang menghancurkan negeri ini bukanlah para
penjajah asing, namun warga Negaranya sendiri yang menghacurkannya
dengan minimnya rasa syukur. Padahal sudah terang-benderang Allah
mengingatkan pada kita bahwa; Sungguh jika kamu bersyukur niscaya
nikmat itu akan kami tambah untukmu, jika kamu kufur sungguh azabku
sangat pedih.
Indonesiaku, selamat berulang tahun. Semoga kamu mampu
berkaca pada kejadian alam yang menerpamu, untuk kembali ke pangkuan
Sang Pencipta demi raih damai dan sejahtera. Amin.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
49 Haderi Idmukha
Jangan Jadikan Lahan Politik
Gejolak tidak hanya terjadi di tubuh partai politik dan
pemerintahan. Gejolak persaingan yang sehat sampai pada persaingan
menghalalkan segala cara nampaknya juga terjadi di tubuh PSSI.
Suguhan menegangkan dan mengecewakan. Pecinta
persepakbolaan Indonesia merasa kecewa dengan prestasi Indonesia.
Persepakbolaan Indonesia belum mampu menjawab dan berbicara di
kancah internasional. Wong di tanah air sendiri, pemain dan suporternya
gontok-gontokan sampai pada tubuh kepengurusan PSSI sendiri.
Mengingat prestasi persepakbolaan di Indonesia belum mampu
berbicara di kancah Internasional, sungguh tantangan pengurus PSSI
sangatlah berat. Belum lagi mengatur bagaimana mewujudkan keinginan
meraih prestasi di kancah Internasional, tantangan pun pasti datang dari
dalam maupun dari luar, dari pesaing yang juga memiliki kepentingan
tertentu.
Kalau dikatakan terlalu muluk menginginkan persepakbolaan bisa
berbicara di livel dunia, barangkali ada benarnya. Namun, tidak salahnya
kalau kita bermimpi persepakbolaan Indonesia dapat diperhitungkan
dunia. Sudah saatnya persepakbolaan di Indonesia bangkit, bangun dan
mengaum sebagai macan Asia. Untuk mewujudkan itu semua, tentu harus
mendapat dukungan semua pihak.
Kepengurusan PSSI yang baru sangat diharapkan mampu
menjawab semua tantangan itu, baik tantangan dari dalam maupun dari
luar. Sudah saatnya kita berbenah, jangan jadikan PSSI sebagai lahan
politik untuk meraih kesenangan sepihak. Perhatikan dan wujudkanlah
mimpi persepakbolaan Indonesia.
Sukses untuk kepengurusan PSSI yang baru.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
50 Haderi Idmukha
Spirit Kepemimpinan Rasulullah
Terjadinya berbagai unjuk rasa di negara kita dan negara-negara
lain merupakan indikasi terjadinya krisis kepemimpinan. Kita sudah
kehilangan figur pemimpin yang bisa memberikan kedamaian dan
kenyamanan pada jiwa rakyatnya.
Meneladani Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah
kewajiban. Sebagai pemimpin, baik skala kecil sampai skala yang besar,
sudahkah kita menjadi pemimpin yang bijak sebagaimana Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam? Sebagai umat beliau, sudahkah kita
berupaya mencontoh dan menghidupkan sunnah-sunnah beliau?
Merenungkan pertanyaan tersebut, agaknya kita akan sedikit
kecewa. Kecewa terhadap gaya hidup pemimpin kita. Karena
kekecewaanlah reformasi di Indonesia terjadi. Begitu pula rakyat Mesir
yang kecewa terhadap pemimpinnya, meminta Presiden Husni Mubarak
mundur dari jabatannya.
Massa anti pemerintah Mesir pun histeris ketika mendengar
pidato Wakil Priseden Omar Sulaeman yang menyatakan Presiden Husni
Mubarak telah mengundurkan diri, Jumat (11/2) tengah malam.
Sebelumnya massa kecewa dan marah karena Mubarak menolak mundur
meski telah berkuasa selama 30 tahun. (B. Post, 12 Februari 2011)
Mengapa kekecewaan itu bisa terjadi? Jawabnya tidak lain, para
pemimpin kita sudah jauh menyimpang dari jiwa kepemimpinan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Silakan tengok para pemimpin itu,
apa saja yang mereka pertontonkan kepada rakyatnya? Kemewahan.
Sementara masih banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan.
Kebijakan banyak memihak kelas ekonomi mapan. Rakyat kecil cuma bisa
gigit jari, karena kebijakan pemerintah belum sepenuhnya berpihak
kepada mereka. Ibarat Panggang jauh dari api.
Kekecewaan rakyat itu tidak perlu terjadi seandainya pemimpin
kita berjiwa kepemimpinan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Beliau
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
51 Haderi Idmukha
sangat memperhatikan kepentingan umatnya. Setiap saat yang beliau
pikirkan adalah umatnya. Walau sebagai pimpinan tertinggi, beliau
tidaklah menampakkan hidup yang glamor penuh kemewahan.
Kebahagiaan beliau adalah jika melihat umatnya sejahtera, sejahtera di
dunia dan sejahtera di akhirat.
Memang, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah
pemimpin besar dan berjiwa besar. Ini diakui oleh kawan maupun lawan.
Tidak ada pemimpin lain yang bisa menyamai beliau. Namun, bukan
berarti kepemimpinan beliau tidak bisa diteladani. Justru itulah kehadiran
Rasullullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai contoh teladan
yang baik. Sebagaimana Firman Allah “Sungguh apa yang ada pada diri
Rasulullah itu menjadi contoh teladan yang baik bagi kamu”.
Spirit kepemimpinan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
adalah melayani, mengayomi, merangkul, dan membimbing. Bukan gila
hormat, bukan bertangan besi, bukan pula untuk dilayani. Benar juga apa
yang dikatakan Irfan (2000:22) bahwa pemimpin adalah pamong (pelayan)
masyarakat, bukan pangreh (minta dilayani masyarakat).
Kalau semua pemimpin menyadari hal yang demikian, tentu
negara dan masyarakat akan berjalan dengan damai dan sejahtera tanpa
pergolakan. Rakyatnya pun akan suka rela memberikan dukungan
terhadap kebijakan-kebijakan pemimpinnya, karena memang berpihak
kepada kepentingan rakyatnya. Rakyat akan senang hati berkorban apa
saja demi kemajuan bangsa dan negaranya, kKarena pemimpinnya lah
yang berada di garis terdepan dalam memberikan contoh teladan yang
baik.
Kepemimpinan atau suatu jabatan adalah suatu amanah yang
harus dijalankan dengan benar. Benar dalam memperolehnya dan benar
pula dalam mengembannya.
Sabda Nabi, “Sesungguhnya jabatan itu adalah beban di dunia dan
penyesalan di akhirat nanti, kecuali bagi orang-orang yang
memperolehnya dengan cara yang benar dan melaksanakan kebijakan
sebaik-baiknya.”
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
52 Haderi Idmukha
Ketika seseorang memperoleh jabatan dengan cara yang tidak
benar, besar kemungkinan jabatan itu akan dia gunakan untuk mengeruk
keuntungan pribadi. Tujuannya bukan untuk melayani masyarakat, tetapi
ia selalu berpikir bagaimana masyarakat melayaninya. Ia selalu pasang aksi
ketika masyarakat membutuhkan pelayanannya, bertingkah seolah tugas
pelayanan itu menjadi beban baginya. Setiap melaksanakan tugasnya, ia
akan selalu mempertimbangkan untung ruginya terhadap dirinya. Ketika
ada yang memberikan keuntungkan bagi dirinya, cepat-cepat ia
melaksanakan tugas itu.
Pejabat atau pemimpin seperti ini adalah pemimpin yang berjiwa
kerdil dan bukan pula pemimpin yang berwibawa. Pemimpin yang berjiwa
kerdil tidak akan mendapatkan simpati dari bawahan atau rakyatnya.
Bawahan patuh karena rasa takut saja, bukan karena kerelaan.
Pertanyaan besar yang perlu kita ajukan adalah, “Mengapa
banyak pemimpin yang berlaku seperti itu?”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sudah mengingatkan kita
14 abad yang silam, bahwa hal itu akan terjadi karena kita jauh dari ulama.
Kita sudah mengabaikan anjuran dan larangan para ulama. Artinya kita
sudah banyak meninggalkan sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam, dan sedikit demi sedikit kita sudah menjauh dari agama.
Sebagaimana Sabda beliau: “Nanti akan datang suatu masa terhadap
umatku, mereka berlari dari para ulama (yang hak). Kalau sudah demikian,
mereka akan mendapatkan tiga macam bala, yaitu Allah angkat berkah
dari usaha mereka, Allah berikan kepada mereka pemimpin yang zhalim
dan keluar dari negeri dunia ini tanpa iman.”
Oleh karena itu, solusi terbaik adalah bahwa kita semua harus
kembali ke jalan Allah dan kembali menghidupkan sunnah-sunnah Rasul,
sehingga negara kita akan senantiasa mendapatkan curahan rahmat Allah.
Semoga dengan diperingatinya kelahiran junjungan kita Nabi Besar
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Hati dan jiwa kita tergugah
untuk kembali menghidupkan syiar dan sunnah-sunnah beliau. Amin.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
53 Haderi Idmukha
Pantauan terhadap Jejaring Sosial, Perlukah?
Mulai dari teror bom sampai isu penggulingan pemerintah, semua
itu mewarnai media belakangan ini. Biasanya hal seperti ini langsung
dibantah oleh pihak yang bersangkutan (media, red). Selanjutnya ada lagi
isu kekhawatiran pemerintah terhadap jejaring sosial, sehingga
pemerintah berinisiatif melakukan pemantauan terhadap jejaring sosial
dengan menugaskan Badan Intelejen Nasional.
Masyarakat diingatkan agar berhati-hati dalam mengumbar kritik
terhadap pemerintah melalui jejaring sosial, baik Facebook maupun
Twitter. Jika dilanggar, ujung-ujungnya bisa berakhir di penjara.
Sebagian pengamat mengatakan bahwa hal ini akan merenggut
kebebasan berpendapat masyarakat di negara yang menganut paham
demokrasi ini. Ada benarnya juga apa yang dikatakan pengamat tersebut.
Pemerintah tak perlu sejauh itu mengkhawatirkan jejaring sosial yang ada
di Indonesia. Justru dengan jejaring sosial itu, harusnya pemerintah dapat
menggali potensi positif untuk lebih memperbaiki kinerjanya.
Alasan pemerintah memantau jejaring sosial ini adalah karena
belajar dari pengalaman negara-negara Timur Tengah, yang notabene kini
sedang bergejolak. Husni Mubarak turun dari tahta karena gerak massa
yang lewat jejaring sosial.
Kalau kita mencermati negara Timur Tengah dan Indonesia, yang
sekarang karakteristiknya tentu berbeda, justru mereka sebaliknya, belajar
dari Indonesia ketika Presiden Soeharto lengser di era reformasi. Karakter
pemerintahan sekarang sudah dibatasai hanya dua periode oleh Undang-
Undang.
Di era kebebasan seperti sekarang ini, tidak elok mengekang
ekspresi masyarakat dalam berinteraksi terhadap sesamanya. Sebenarnya
kekhawatiran semacam itu tidak perlu dibesar-besarkan kalau saja
pemerintah benar-benar mengakomodir masukan dan kritikan dari
bawahan maupun masyarakat, baik kritikan langsung yang disampaikan
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
54 Haderi Idmukha
masyarakat melalui wakilnya di DPR, maupun kritikan dan saran
masyarakat melalui media massa dan jejaring sosial.
Kewaspadaan pemerintah terhadap desakan, baik dari luar
maupun dari dalam, memang sangat diperlukan. Namun, kewaspadaan
yang berlebihan justru memperparah keadaan, karena menganggap orang
yang berseberangan pendapat sebagai musuh yang harus dilenyapkan,
atau paling tidak dipenjarakan. Kalau penyakit paranoid pemerintah ini
terjadi, negara ini bukan lagi negara yang menjunjung tinggi demokrasi.
Kita akui bahwa hidup dalam negara demokrasi dan memimpin
negara demokrasi sangat sulit, karena setiap orang memiliki pola pikir dan
tujuan hidup yang berbeda. Tanggung jawab pemerintah memang sangat
berat. Namun, kita juga berkeyakinan bahwa bagaimanapun beratnya
memimpin negeri ini, tentu akan ringan kalau memang semua komponen
bangsa saling bekerja sama. Bisakah semua komponen bangsa ini saling
mendukung? Ini yang menjadi tantangan terberat.
Menurut Bambang Cipto (2000:158), “Tantangan terbesar bangsa
ini adalah meyakinkan persoalan negara akan bisa diatasi dengan
membangkitkan kekuatan seluruh bangsa.”
Untuk membangkitkan kekuatan seluruh bangsa ini, apa salahnya
kalau pemerintah menjadikan jejaring sosial sebagai alat mempererat
hubungan pemerintah dengan rakyatnya? Menggali potensi dan kekuatan
negara melalui media teknologi, termasuk jejaring sosial.
Selain itu, menarik juga apa yang ditawarkan Muhammad Irfan
dan Abdul Wahab, dalam buku Membangun Visi Baru Bernegara, yaitu
dengan sufisme bernegara. Sufisme bernegara niscaya akan menuai
bangunan kehidupan kenegaraan yang kokoh dan mendamaikan segenap
warga bangsa, sebab tampilan dan agregasi prilaku politik ekonominya
menyemaikan kultur sejarah amanat kebangsaan dan tidak terseret
egoisme berbingkai primodial, ambisi dan arogansi yang meminggirkan
keberpihakan pada hak-hak rakyat. (hal 89)
Saya khawatir, kalau hak-hak rakyat terabaikan, isu
penyejahteraan masyarakat, penegakkan hukum yang lemah dan korupsi
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
55 Haderi Idmukha
yang masih mengemuka, akan memicu kejengkelan rakyat pada
pemerintah. Jadi bukan terfokus pada jejaring sosialnya, tetapi lebih
kepada upaya bagaimana mensukseskan program-program pemerintah
yang berpihak pada rakyatnya yang harus menjadi perhatian utama.
Dengan demikian isu kudeta dan penggalangan massa lewat
jejaring sosial tak perlu dikhawatirkan, karena memang pemerintah berada
di jalur yang benar. Kalau sudah berada di jalur yang benar sesuai aturan
yang ada, masih juga terjadi apa yang dikhawatirkan, tentu ini lain lagi
persoalannya. Berarti memang ada unsur kesengajaan yang merongrong
pemerintah yang sudah berjalan baik. Namun, kalau ada masukan dan
kritikan yang sifatnya untuk kebaikan bersama, saya kira tidak salahnya
pemerintah urun rembuk memperhatikan saran dan kritikan tersebut
dalam mengambil kebijakan dan tindakan yang menggembirakan semua
pihak.
Sudah saatnya semua komponen negara bersatu menggalang
kekuatan demi tercapainya Negara Indonesia yang sejahtera, aman dan
damai, di bawah naungan ridha Tuhan.
Suatu Kezhaliman
Ada rasa kesal, geram, marah dan takut yang menggejala di
tengah masyarakat akibat teror bom, yang belakangan ini semakin marak.
Setiap bingkisan atau kiriman paket datang, masyarakat harus bersikap
waspada dan curiga kalau-kalau berisi bom.
Kewaspadaan memang diperlukan. Kalau memang ada sesuatu
yang mencurigakan, lebih baik secepatnya melaporkan ke pihak yang
terkait (kepolisian), agar segala sesuatu yang tidak kita inginkan dapat
diantisipasi dengan cepat dan baik.
Menanggapi hal tersebut, Abu Bakar Ba`asyir justru berkomentar
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
56 Haderi Idmukha
bahwa teror bom itu dilakukan oleh pihak pemerintah sendiri. Ada dua
alasan menurut beliau yang mendasari tuduhannya itu. Pertama, sebagai
bagian dari pengalihan isu untuk menutupi kebobrokan pemerintah. Yang
kedua, untuk menunjukkan bahwa di Indonesia memang masih ada
teroris, dengan demikian dolar dari Amerika akan terus mengucur ke
Indonesia.
Benar tidaknya tuduhan itu, sejarah dan waktu yang akan
membuktikan, karena belum ada yang mengaku bertanggungjawab
terhadap aksi teror tersebut. Kalau memang benar faktanya seperti itu,
sungguh sangat naïf negeri ini. Sudah begitu parahkah ketergantungan
bangsa ini kepada Amerika? Ataukah memang Indonesia sudah tergadai di
tangan Amerika?
Kalau ditanya dari pihak pemerintah, lain lagi komentarnya. Teror
bom itu jelas dituduhkan pada jama’ah Islamiyah pimpinan Abu Bakar
Ba`asyir. Dua kubu yang berseberangan ini memang sulit dipertemukan
dan dipersatukan.
Apapun alasannya, siapapun pelakunya, sungguh teror bom tidak
bisa diamini. Menurut hemat saya, itu termasuk tindakan yang tidak
bertanggungjawab dan tidak manusiawi. Tindakan yang membuat orang
lain resah, takut, merasa tidak aman, bahkan membuat orang yang tak
bersalah celaka, merupakan suatu kezhaliman.
Sebagai masyarakat awam, kita hanya bisa berharap semoga teror
bom akan cepat berlalu. Semoga negara ini diberikan keamanan,
kesejahteraan dan kedamaian oleh Allah, amin.
*** Berlanjut ke Seri 3 ***
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
57 Haderi Idmukha
Tentang Penulis
Haderi Idmukha adalah anak pertama dari pasangan
suami istri Ideris dan Hamdanah. Lahir di Amuntai, 15
Agustus 1973.
Sarjana Fakultas Tarbiyah, IAIN Antasari Banjarmasin, ini
memulai pendidikan dasarnya di SDN Karya Sejati (SDN
Garunggang), melanjutkan ke MTsN Amuntai dan MAN 1 Amuntai.
Aktivitas sehari-harinya adalah Guru pada Ponpes Darul Ulum Amuntai
Kalimantan Selatan.
Dua hari menjelang ulang tahunnya yang ke-38, alhamdulillah ia bisa
mewujudkan mimpinya, menerbitkan buku perdananya dengan judul
“Mudah Menulis Cerpen” (2011) terbitan LeutikaPrio. Tidak berselang
lama, ia kembali menerbitkan buku dengan judul “Sekarang Saatnya,
Belajar Menulis dengan Menulis” (2011).
Ayah dari tiga orang anak ini berdomisili di Jalan Amuntai-Tanjung, Desa
Panangkalaan RT 4 nomor 46, kec. Amuntai Utara, Kab. Hulu Sungai Utara,
Kalimantan Selatan. Kode Pos 71471.
Suami dari Lailawati, S.Ag ini dalam mengembangkan kemampuan
menulisnya, ia juga aktif di PNBB (Proyek Nulis Buku Bareng), sebuah
komunitas menulis dan menerbitkan buku.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca terkait tulisan-
tulisannya. Untuk menghubungi penulis, anda bisa menggunakan sarana
berikut:
Facebook: Haderi Idmukha
http://www.facebook.com/profile.php?id=100000718449566
Email: haderiiderismukeri@yahoo.co.id
HP: 085248787982
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
58 Haderi Idmukha
Tentang PNBB
PNBB Bagiku
- Mamane Kirana -
Akhir Juni 2011 yang lalu, saya menepati janji dengan seorang teman di
Malang (Mbak Asriana Kibtiyah) yang saya temukan dalam FB, sambil
menyelam minum air, sekalian saya coba hubungi teman-
teman yang suka menulis, yang berada di Malang. Gayung bersambut,
bertemulah saya pada waktu itu dengan beberapa teman baru di dunia
maya secara riil. Bersama Pakde Cahyo, Ust. Halimi, Mas Erryk sekeluarga,
Mbak Ira, Mbak Henu, Mbak Choirun Nisa, Mbak Osya, Mbak Faricha, dll.
Mbak Ana tampil sebagai tuan rumah, membuka kopdar tersebut,
kemudian masing-masing memperkenalkan diri.
Masukan dari ust. Halimi sangat mengesankan saya. Dari survey yang
dilakukan oleh teman beliau di Madinah, andil umat muslim dalam tulis-
menulis masih dalam persentase yang memprihatinkan bila dibanding
penduduk dunia. “Mengapa kita tak mengambil peluang tersebut untuk
syiar?” tanya beliau saat itu, yang langsung saya setujui dalam hati dan
menyimpannya dalam memori.
Walau saya pribadi rada canggung dalam kopdar tersebut, tetapi
keramahan teman-teman baru sungguh mengesankan, penuh
persahabatan dan senyuman.
Kalau tak salah, saya menemukan teman-teman baru di jejaring maya ini
ketika sepulang dari Jakarta untuk suatu keperluan. Sepulang dari
pertemuan tersebut, saya mulai add teman-teman yang menurut
anggapan saya sudah mumpuni dalam menulis. Dimulai dari add Pak Heri
Cahyo dan setengah memaksa untuk senantiasa ditag tulisan-tulisan beliau
ke note saya, dengan alasan ingin belajar menulis dan istilahnya pengen
meguru. Semula niatan saya ingin menulis sebagai persiapan andaikata
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
59 Haderi Idmukha
suatu saat saya tak lagi diizinkan berkegiatan di luar rumah, saya masih
mampu mengerjakan sesuatu yang diharapkan masih berbau manfaat,
minimal bagi diri saya, keluarga, mudah-mudahan orang lain juga
merasakan manfaatnya, insyaAllah. Aamiin.
Lantas saya add juga teman-temannya Pakde Cahyo dan teman-
teman baru waktu ke Jakarta yang memiliki hobi sama. Berselang
beberapa bulan kemudian, ketika membuka lapak saya di FB, tiba-tiba
muncul grup PNBB dengan sendirinya. Semula saya tak mengerti mengapa
bisa ada di lapak saya dan dengan maksud apa.
Maklum perkara teknologi memang saya akui jauh dari yang disebut
pinter. Tetapi dengan mempelajari sejenak, pahamlah saya yang membuat
adalah Bapak Kepsek di sekolah menulis maya, dan beliau memasukkan
saya sebagai salah satu murid di kelas maya tersebut.
Merasa tak keberatan dan senang mendapatkan banyak teman dengan
canda dan rusuhnya yang khas, akhirnya saya keterusan setiap buka FB,
didahulukan buka lapak sekolah PNBB dan ikut menyimak dan menikmati
candaan teman-teman, sesekali saya ikut nimbrung ngasih komen.
Dari pertemanan maya, sedikit demi sedikit saya mempelajari karakter
teman-teman yang rata-rata tanggap dan ringan tangan, suka menolong,
terutama membantu kerepotan kepsek seperti mengedit dll, dengan
senang hati, seperti mas Erryk, Ugan Abrar, Mbak Ratu Marfu’ah, Mbak Siti
Zumaroh, Uda Hazil, Mas Aditya, Mas Bambang Ikbal, Mbak Evyta, Mas
Akung dan yang lainnya yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu
dengan jumlah peserta ratusan. Belum lagi jika ada yang curhat, selalu saja
beramai-ramai berusaha memberi masukan. Juga jika ada yang tak
dimengerti dan ditanyakan di lapak PNBB, umumnya si penanya
mendapatkan berbagai masukan yang menggembirakan, termasuk saya.
Beragam daerah, beragam pulau, beragam agama, beragam suku bangsa
tak menghalangi minat dalam belajar menulis, layaknya Bhinneka Tunggal
Ika hehe. Bahkan bukan hanya menulis, saya juga bisa mendapatkan
manfaat yang lain, terutama masalah teknologi dalam level sederhana
mulai saya dapatkan sedikit demi sedikit.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
60 Haderi Idmukha
Hanya saja dalam membuka lapak PNBB, kalau tak hati-hati bisa lupa
daratan tak ingat lautan, heboh sangat kata orang Melayu. Apalagi jika Om
Akung Krisna yang gaul mulai menulis yang gokil, alamat deh kaya orang
gimana gitu yang membaca komen-komen tulisan beliau hehe. Nah
sebagai akibatnya, agenda saya yang sudah dijadwalkan seringkali kocar-
kacir hehehe.
Karena itu saya termasuk murid yang sering membolos dengan terpaksa
dan tak diniatkan membolos, hanya masalah ketidakberdayaan untuk tak
merasa asyik. Dan saya tidak menyarankan teman-teman lain mengikuti
jejak saya yang kurang terpuji. Sekalipun sering membolos, saya adalah
murid yang patuh dan rajin ngerjain PR (:P), sekalipun jarang dapat
pertamax. Untuk itu saya pribadi sangat berterima kasih kepada Pakde
Heri Cahyo yang memprakarsai adanya PNBB dan telah memasukkan saya
sebagai salah satu anggota sekaligus murid. Mudah-mudahan hal tersebut
dihitung sebagai amal beliau kelak. Aamiin wa Jazakallah.
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
PNBB - 2012 Celoteh Anak Rumput – Seri 2
top related