pi arti kerja bagi manusia 2
Post on 04-Jan-2016
214 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Makna Kerja dalam Hidup Manusia
Pengertian Kerja bagi Manusia
Menurut buku filsafat manusia, Kasdin Sihotang, kerja menyatu dengan keberadaan
manusia. Kerja adalah wadah bagi manusia untuk membentuk dirinya dalam membangun
dunianya. Kehidupan manusia sendiri pun tercermin dari pekerjaan dan hasil-hasil
pekerjaannya. Tanpa kerja manusia tidak hidup dan dunia tidak akan terbentuk.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kerja adalah bagian sentral di dalam kehidupan
manusia. Dengan pikiran dan tubuhnya, manusia mengorganisir pekerjaan, membuat benda-
benda yang dapat membantu pekerjaannya tersebut, dan menentukan tujuan akhir dari
kerjanya. Dapat juga dikatakan bahwa kerja merupakan aktivitas yang hanya unik (dalam
artian di atas manusia).
Di dalam salah satu tulisannya, Franz Magnis Suseno pernah berpendapat bahwa
refleksi filsafat tentang kerja dapat ditemukan sejak 2400 tahun yang lalu. Walaupun pada
masa itu kerja dipandang sebagai sesuatu yang rendah. Warga bangsawan tidak perlu bekerja.
Mereka mendapatkan harta dari status mereka. Bahkan dapat dikatakan bahwa pada masa itu,
manusia yang sesungguhnya tidak perlu bekerja. Ia hanya perlu berpikir dan menulis di level
teoritis. Semua pekerjaan fisik diserahkan kepada budak. Budak tidak dianggap sebagai
manusia seutuhnya. Pada abad ke-17 dan 18, refleksi filsafat tentang kerja mulai berubah
arah.
Salah seorang filsuf Inggris yang bernama John Locke pernah berpendapat, bahwa
pekerjaan merupakan sumber untuk memperoleh hak milik pribadi.
Hegel, filsuf Jerman, juga berpendapat bahwa pekerjaan membawa manusia
menemukan dan mengaktualisasikan dirinya. Karl Marx, murid Hegel, berpendapat bahwa
pekerjaan merupakan sarana manusia untuk menciptakan diri. Dengan bekerja orang
mendapatkan pengakuan.
Menurut Peter Drucker, kerja adalah sesuatu yang sifatnya impersonal dan obyektif.
Dalam arti ini kerja adalah tugas. Untuk bekerja berarti orang menerapkan logika yang
mengatur arus kerja tersebut. Sebagai contoh seorang penulis, menulis adalah suatu kerja
yang membutuhkan logika untuk mengetik dan membaca tulisan yang telah diketik. Di dalam
tulisan ada aturan dan logika yang harus dipatuhi. Tanpa aturan dan logika tersebut, tulisan
tidak akan dapat dimengerti. Penulis harus menganalisis proses dan hasil tulisannya, membuat
kombinasi yang tepat, serta mengontrol proses penulisan, supaya mendapatkan hasil yang
diinginkan.
Maka kerja adalah sesuatu yang memiliki aturan dan logika tersendiri yang perlu
untuk dianalisis. Para pekerja yang juga berarti setiap manusia perlu untuk memahami prinsip
dasar kerja dalam suatu urutan yang logis, seimbang, dan rasional. Hal ini tidak hanya berlaku
untuk kerja yang menghasilkan barang materi, tetapi juga para pekerja kreatif dan pekerja
pengetahuan yang lebih menghasilkan konsep yang abstrak.
Dimensi Fisiologis Kerja
Drucker lebih jauh menajamkan, bahwa ada lima dimensi dari bekerja (working).
Bekerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh pekerja. Manusia adalah mahluk yang bekerja.
Kerja adalah tanda dari kemanusiaannya. Kerja memiliki dinamika dan dimensi yang inheren
di dalam dirinya.Dimensi pertama adalah dimensi fisiologis. Yang perlu ditekankan disini
adalah, bahwa manusia bukanlah mesin. Cara ia bekerja pun berbeda dengan cara kerja mesin.
Mesin bekerja terbaik jika hanya mengerjakan satu tugas. Tugas itu haruslah
dilakukan berulang, dan haruslah sesederhana mungkin. Untuk mengerjakan tugas rumit,
mesin haruslah membagi tugas rumit tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih sederhana,
barulah mesin itu bisa bekerja. Mesin dapat bekerja dengan baik, jika ritme pekerjaan tersebut
tetap, dan dengan stabilitas yang terjamin.[7]
Manusia bekerja dengan cara yang berbeda. Jika hanya mengerjakan satu pekerjaan
secara berulang, ia dengan mudah menjadi lelah, bosan, dan meninggalkan pekerjaannya itu.
Menurut Drucker manusia justru bisa bekerja secara maksimal, jika berada dalam koordinasi
dengan manusia lainnya. Manusia bisa bekerja secara maksimal, jika ia menumpahkan
seluruh dirinya di dalam pekerjaannya itu, dan bukan hanya fisiknya semata. Jika ia dipaksa
bekerja seperti mesin, maka baik secara psikologis ataupun fisik, ia akan cepat merasa lelah.
Manusia bekerja terbaik di dalam koordinasi dengan manusia lainnya, dan bukan
secara individual. Ia bekerja buruk di dalam ritme yang tetap. Ia harus bekerja di dalam
suasana yang dinamis bersama dengan manusia-manusia lainnya. Tidak ada ritme yang
universal, yang cocok untuk setiap orang. Setiap orang memiliki ritme bekerjanya masing-
masing. Bahkan menurut Drucker keunikan ritme bekerja dapat disamakan dengan keunikan
sidik jari setiap orang. Orang bisa marah ketika ia dipaksa bekerja tidak sesuai dengan
ritmenya, dan dipaksa untuk mengabdi ritme bekerja orang lain.
Jika orang dipaksa untuk bekerja sesuai dengan ritme orang lain, maka ia secara
otomatis akan mengalami penumpukan kotoran di otot, otak, dan aliran darah. Penumpukan
kotoran itu akan melepaskan hormon stress yang mengakibatkan seluruh saraf menjadi
tegang. Padahal menurut Drucker untuk bisa bekerja secara produktif, orang perlu untuk
melepaskan diri dari semua tegangan yang ada di dalam dirinya. Atau setidaknya ia harus
memiliki kontrol penuh pada perasaannya sendiri.
Berbeda dengan pandangan umum, di dalam suatu organisasi, orang perlu untuk
bekerja dengan ritme dan koordinasi yang berbeda-beda. Di dalam bekerja, orang perlu
variasi kecepatan dan ritme, walaupun fokusnya tetap sama. “Apa yang bagus di dalam
rekayasa industri untuk kerja”, demikian tulis Drucker, “ternyata sangat jelek bagi manusia
yang bekerja.”
Dimensi Psikologis Kerja
Dimensi kerja kedua adalah dimensi psikologis. Dalam arti ini kerja bisa berarti berkat
sekaligus kutuk. Orang perlu untuk bekerja. Namun seringkali kerja juga menjadi beban yang
sangat berat. Setiap orang sudah dikondisikan untuk bekerja sejak mereka menginjak usia 3-4
tahun. Memang mereka belum boleh bekerja secara resmi di pabrik atau dimanapun. Namun
mereka perlu untuk belajar berjalan, berbicara, dan yang terpenting, belajar untuk menjadi
manusia. Ini semua menurut Drucker menciptakan kebiasaan untuk bekerja, untuk melakukan
sesuatu guna mengembangkan diri.
Dari sudut pandang ini, fenomena pengangguran yang disebabkan oleh kemiskinan
tidak hanya merusak situasi ekonomi seseorang, tetapi juga harga dirinya. Hegel seorang
filsuf Jerman pernah berpendapat, bahwa kerja adalah aktualisasi diri seseorang. Drucker
sendiri berpendapat bahwa kerja merupakan perpanjangan dari kepribadian manusia. Kerja
adalah suatu pencapaian mimpi dan perwujudan prestasi. Kerja adalah adalah aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan kemanusiaannya.
Sejak dulu manusia sudah memiliki pandangan, bahwa kerja adalah sesuatu yang suci.
Kerja adalah suatu bentuk panggilan dari Tuhan. Kerja adalah suatu pengabdian, apapun
bentuknya, dan semua itu layak mendapatkan penghormatan. Di Eropa pada abad ke-14, para
rahib Benediktin bekerja di ladang dan sawah bergantian dengan mereka berdoa. Kerja tangan
dianggap sebagai sesuatu yang sama sucinya seperti orang berdoa. Pemikiran ini bertentangan
dengan pandangan kuno yang berpendapat, bahwa orang bebas tidak perlu, dan bahkan tidak
boleh, bekerja kasar di sawah ataupun ladang. Di dalam bukunya yang berjudul The Republic,
Plato menegaskan ada berbagai macam level manusia, dan setiap manusia memiliki pekerjaan
yang sesuai dengan levelnya. Budak bekerja sebagai pekerja kasar di ladang dan sawah.
Sementara para filsuf bekerja sebagai pemimpin kota yang bertugas menata politik.
Tentu saja pandangan para rahib Benediktin dan Plato saling bertentangan. Namun
keduanya memiliki kesamaan, yakni keduanya mengecam pengangguran, dalam arti orang
yang tidak mau bekerja. Kualitas manusia dilihat dari sejauh mana ia tekun dan unggul di
dalam pekerjaannya. Di peradaban Cina kuno, setelah seseorang selesai mengabdi sebagai
pekerja negara, ia tidak diharapkan untuk bersantai di masa pensiunnya. Sebaliknya ia justru
diminta untuk lebih produktif menulis, melukis, mencipta musik, dan membuat puisi. Dasar
dari cara berpikir ini adalah etika sosial Confusian, yang meminta orang untuk membagikan
kebijaksanaannya. Tujuannya adalah menjamin stabilnya tatanan sosial yang ada.
Pada abad kedua puluh, pandangan tentang kerja juga belum banyak berubah.
Walaupun masih dianggap sebagai bagian dari pekerjaan yang ‘kasar’, para petani dan buruh
dipandang sebagai bagian dari masyarakat yang layak dan perlu untuk dihormati. Di Eropa
dan Amerika pada abad keduapuluh, kondisi kehidupan buruh dan petani sudah jauh
meningkat, jika dibandingkan dengan satu abad sebelumnya. Hal yang sama menurut Drucker
juga berlaku untuk para pelaut. Mereka adalah kelompok pekerja yang perlu mendapatkan
perhatian besar, terutama karena kegiatan fisik yang begitu banyak, dan ancaman bahaya yang
juga begitu besar.
Menurut Drucker pada era sekarang, apa yang dipandang orang sebagai bernilai telah
berubah. Sekarang ini nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya.
Hal ini terjadi karena konsep kepuasan hidup pun telah menyempit menjadi melulu kepuasan
ekonomis. Materi yang bisa memuaskan diri tersedia banyak sebagai barang dagangan di mall
dan pasar. Akibat surplus barang untuk memberikan kenikmatan itu, nilai kehidupan pun telah
menyempit menjadi semata mengejar nilai ekonomis belaka. Kepuasan psikologis pun
menjadi identik dengan kepuasan ekonomis.[9]
Gejala hedonisme yang sedang dominan di masyarakat, menurut Drucker, juga
sebenarnya bukan menggambarkan dorongan murni manusia untuk mencapai kenikmatan itu
sendiri. Gejala tersebut muncul sebagai reaksi terhadap berbagai penindasan yang dialami
oleh kelas pekerja selama berabad-abad. Kelas pekerja pun kini meluas. Profesi guru dan
artis, yang mengembangkan musik, lukisan, ataupun tulisan, pun kini dianggap sebagai
profesi terhormat. Di negara-negara maju profesi sebagai guru dan artis mampu memberikan
penghidupan yang layak. Namun di beberapa negara berkembang, profesi semacam itu masih
dianggap kelas dua.
Banyak orang benci untuk bekerja. Mereka bermimpi untuk memiliki uang banyak,
sehingga tidak lagi perlu bekerja. Namun pandangan itu tidak sepenuhnya tepat. Orang yang
tidak bekerja, walaupun memiliki uang banyak, juga sulit untuk merasa puas dengan
hidupnya. Mereka akan mengalami krisis identitas, karena pekerjaan membantu orang
merumuskan identitasnya, walaupun tidak secara keseluruhan. Dalam ari ini dapatlah
dikatakan, bahwa kerja memiliki dimensi psikologis yang mendalam, yang membantu orang
untuk menentukan siapa dirinya.
Dimensi Sosial Kerja
Drucker juga berpendapat bahwa kerja memiliki dimensi sosial. Kerja menyatukan
orang dari berbagai latar belakang untuk bertemu dan menjalin relasi. Profesi seseorang
menentukan tempatnya di masyarakat. Dengan mengatakan bahwa saya adalah guru, anda
sudah menegaskan posisi anda di masyarakat, dan peran apa yang anda jalankan dalam relasi
dengan orang-orang lain yang hidup bersama di masyarakat.
Lebih jauh juga dapat dikatakan, bahwa setiap orang butuh untuk bekerja, karena ia
memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok, dan menjalin relasi yang
bermakna dengan orang-orang yang ada di sana. Aristoteles pernah mengatakan bahwa
manusia adalah mahluk yang berpolis. Artinya manusia adalah mahluk yang membutuhkan
kelompok untuk menegaskan jati dirinya. Bekerja adalah cara terbaik untuk menjadi bagian
dari suatu kelompok.
Seringkali orang memiliki beberapa komunitas dalam hidupnya. Bisa saja ia adalah
pegawai rendahan di kantor, namun dianggap bijaksana dan layak pemimpin oleh teman-
temannya di lingkungan rumah. Namun hal yang sama sebenarnya berlaku. Menurut Drucker
orang-orang semacam itu membutuhkan pekerjaan untuk mengisi kebutuhannya akan
pertemanan dan persahabatan dan juga tentu saja memenuhi kebutuhan ekonomi.
Di banyak perusahaan muncul banyak kebiasaan untuk mempekerjakan wanita yang
sudah cukup dewasa (dalam arti sudah memiliki suami yang bekerja dan anak yang cukup
mandiri) sebagai pekerja paruh waktu. Bagi Drucker wanita paruh baya tersebut menjadikan
lingkungan kerja sekaligus sebagai tempat pencari (atau penambah) nafkah, komunitas sosial,
dan tempat untuk mengobati kesepian yang mungkin saja mereka alami. Inilah tipe pekerja
yang biasanya sangat setia pada perusahaan.
Dalam arti ini ikatan emosional yang dibentuk di dalam pekerjaan tidak kalah kuatnya
dengan ikatan keluarga. Ikatan pekerjaan muncul karena orang sering bekerja sama, walaupun
mungkin mereka tidak terlalu suka satu sama lain. Dengan kata lain menurut Drucker, ikatan
kerja memiliki dimensi yang obyektif. Dan dimensi itu bisa menjadi peluang yang sangat
besar untuk membentuk suatu komunitas kerja yang bermakna. Di dalam komunitas semacam
ini, keuntungan bukan lagi sebuah tujuan, melainkan hanyalah akibat dari ikatan antar pekerja
yang kuat.
Dimensi Ekonomis Kerja
Untuk hidup orang perlu untuk bekerja. Sudah sejak dulu pernyataan ini berlaku
universal. Hal ini sebenarnya menurut Drucker berakar pada fakta, bahwa manusia tidak
mampu hidup sendiri. Ia tidak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Maka ia memerlukan
orang lain. Dalam kerangka yang lebih besar, manusia yang satu melakukan perdagangan
dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing, dan membentuk apa
yang disebut sebagai jaringan ekonomi (economic network). Di satu sisi jaringan ini
memperkuat hubungan sosial antar manusia, terutama mereka yang berasal dari latar belakang
yang berbeda, namun saling membutuhkan satu sama lain. Di sisi lain jaringan ini memiliki
potensi untuk mendorong terjadinya konflik sosial, sebagai akibat dari perdagangan yang
tidak mencerminkan nilai keadilan.
Ekonomi sudah selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia. Sekarang ini orang
tidak mungkin melepaskan diri dari itu. Di dalam perjalanan waktu, ekonomi mengalami
perubahan tujuan, yakni bukan lagi untuk pemenuhan kebutuhan murni, tetapi untuk
mengumpulkan dan mengembangkan modal (capital). Modal menjadi tujuan utama. Uang
pun kehilangan akarnya, yakni sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Uang dikejar demi
uang itu sendiri, dan bukan lagi demi kesejahteraan manusia. Kerja pun bukan lagi demi
pemenuhan kebutuhan hari ini, tetapi juga memiliki orientasi ke masa depan. Saya bekerja
untuk pemenuhan kebutuhan saya 10 tahun lagi.
Upaya pengembangan modal tentu saja baik. Namun upaya itu menjadi merugikan,
ketika modal dikejar demi dirinya sendiri, dan di dalam perjalanan melupakan apa yang
sesungguhnya penting, yakni pemenuhan kebutuhan dasar manusia untuk bisa hidup dan
mengaktualisasikan dirinya sendiri. Karl Marx seorang filsuf asal Jerman pernah berpendapat,
bahwa ekonomi demi pengumpulan dan pengembangan modal tidaklah perlu dilakukan,
karena di dalam perjalanannya, eksploitasi kaum pekerja adalah proses yang tidak dapat
dihindarkan. Pemikiran Marx tersebut kemudian direvisi oleh para pengikutnya. Pengumpulan
dan pengembangan modal tetap diperlukan sambil tetap memperhatikan kebutuhan dasar para
pekerja.
Dimensi Kekuasaan Kerja
Di dalam organisasi selalu ada relasi-relasi kekuasaan, baik secara implisit ataupun
eksplisit. Secara eksplisit kekuasaan paling tampak di dalam hubungan antara atasan dan
bawahan, serta hubungan antara konsumen dan produsen. Di sisi lain ada kekuasaan yang
sifatnya implisit, namun efeknya sangat terasa, seperti krisis global di pasar internasional,
bencana alam, dan perubahan iklim yang mempengaruhi proses produksi, distribusi, ataupun
konsumsi.
Dahulu kala orang tidak memiliki jam kerja. Konsep jam kerja baru ditemukan pada
masyarakat industrial pertama di Eropa. Sekilas konsep ini memang tampak tidak relevan.
Namun pada awalnya penerapan jam kerja mengakibatkan terjadinya culture shock di
masyarakat di seluruh dunia. Di dalam organisasi modern, kerja haruslah direncanakan dan
diatur dalam jadwal yang tepat. Mereka yang bisa bertahan di dalam rencana dan pengaturan
tersebut akan memperoleh kenaikan pangkat. Tentu saja semua ini membutuhkan kontrol.
Dan menurut Drucker kontrol adalah bentuk kekuasaan.
Banyak pemikir yang berpendapat, bahwa organisasi modern adalah suatu bentuk
alienasi (keterasingan). Orang menjadi tidak mengenal dirinya sendiri, orang lain, dan hasil
kerjanya, jika mereka bekerja di perusahaan-perusahaan yang ditata secara modern.
“Masyarakat modern”, demikian Drucker, “adalah masyarakat pekerja dan akan tetap seperti
itu.” Oleh karena itu relasi-relasi kekuasaan di dalam pekerjaan pun tidak akan pernah hilang.
Otoritas adalah sesuatu yang sangat esensial di dalam organisasi modern. Dengan lugas dapat
dikatakan, selama ada otoritas, selama itu pula ada relasi-relasi kekuasaan. Otoritas adalah
sesuatu yang inheren di dalam sistem organisasi modern yang banyak digunakan sekarang ini.
Sumber :
Drucker, Peter, Management: Tasks, Responsibilities, and Practices, New York: Truman
Talley Books, 1993
Wattimena, Reza. (2011). Makna Kerja dalam Hidup Manusia.
http://rumahfilsafat.com/2011/03/07/makna-kerja-dalam-hidup-manusia/. Diakses
Pada : 04-10-2015.
top related