pertusis

Post on 15-Dec-2015

19 Views

Category:

Documents

1 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

pertusis ppt

TRANSCRIPT

PERTUSISPERTUSIS

Oleh :Oleh :

Ravensca TamaelaRavensca Tamaela

07-12507-125

SINONIMBatuk rejan Whooping coughTussis quinta.Batuk 100 hari di China

DEFINISI

Infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular yang ditandai dengan batuk yang berat / intensif (Batuk Rejan ).

Disebut juga Whooping cough oleh karena penyakit ini ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik atau paroksismal disertai nada yang meninggi, karena pasien berupaya keras untuk menarik napas sehingga pada akhir batuk sering disertai bunyi yang sangat khas.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit paling menular yang dapat menimbulkan attack rate 80 – 100 % .

Umumnya menyerang anak-anak.Di Indonesia 50 % kasus pada anak anak

usia < 1 tahun, 80% pada usia < 5 tahunDitularkan melalui udara, droplet.Bersifat endemik.

Menyerang semua golongan umur, penderita terbanyak 1 - 5 tahun.

Makin muda usianya makin berbahaya penyakitnya.

Perempuan < laki-laki. Imunisasi sangat mengurangi angka

kejadian dan kematian yang disebabkan oleh pertusis

ETIOLOGIBordetella pertusis Genus Bordetella mempunyai 4

spesies, yaitu :- B. pertusis - B. parapertusis - B.bronkiseptika dan - B.avium.

ETIOLOGIBordetella pertussis termasuk

kokobasilus, gram negatif , ovoid, ukuran panjang 0.5-1 μm & ø 0,2 -0,3 μm, tidak bergerak , tidak berspora.

Mati pada suhu 50 ° C setelah ½ jam, tetapi tetap bertahan pada suhu rendah ( 0°C – 10 °C )

Dengan pewarnaan toloidin biru, dapat terlihat granula bipolar metakromatik dan mempunyai kapsul.

Untuk melakukan biakan B. pertussis , diperlukan suatu media pembenihan yang disebut Bordet gengou ( potato-blood-glycerol agar ) yang ditambah antibiotik penisilin G 0,5 mg/ml, untuk menghambat pertumbuhan organisme lain.

PATOGENESIS (1)

Mekanisme patogenesis infeksi oleh B.pertussis terjadi melalui 4 tingkatan, yaitu - perlekatan- perlawanan terhadap mekanisme

pertahanan pejamu.- kerusakan lokal.- penyakit sistemik.

Bordetella pertussis → udara pernafasan Bordetella pertussis → udara pernafasan silia epitel saluran pernapasan silia epitel saluran pernapasan F/ silia F/ silia terganggu terganggu hipersekresi mukus hipersekresi mukus Multiplikasi Multiplikasi + Pengeluaran toksin + Pengeluaran toksin Inflamasi + Nekrosis Inflamasi + Nekrosis trakea dan bronkus (Toksin Heat Labile) trakea dan bronkus (Toksin Heat Labile)

Mukosa Mukosa Kongesti dan Infiltrasi limfosit dan Kongesti dan Infiltrasi limfosit dan PMN PMN Hiperplasi jaringan limfoid peribronkial Hiperplasi jaringan limfoid peribronkial + proses nekrosis lapisan basal dan + proses nekrosis lapisan basal dan pertengahan epitel bronkus ( tanda khas pertengahan epitel bronkus ( tanda khas pertusis )pertusis )

Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan oksigenasi pada saat ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk.

Heat labile cytoplasmic toxin menyebabkan kontraksi otot polos pembuluh darah dinding trakea sehingga menyebabkan iskemia dan nekrosis trakea.

Toxin mediated disphosphate ( ADP ) mempunyai efek mengatur sintesis protein di dalam membrane sitoplasma - Perubahan fungsi fisiologis sel target termasuk

limfosit ( menjadi lemah & mati )- meningkatkan pengeluaran histamin dan

serotonin- memblokir beta adrenergik .- meningkatkan aktifitas insulin sehingga

menurunkan kosentrasi gula darah.

PATOLOGI

Lesi pada bronkus & bronkiolus.Basil bersarang pada silia epitel

thoraks mukosa eksudasi mukopurulen.

Lesi berupa nekrosis di basal & tengah sel epitel thoraks disertai infiltrat netrofil & makrofag.

Lendir menyumbat bronkus kecil emphisema & ateletaksis.

Eksudasi sampai alveolus menimbulkan infeksi sekunder.

GEJALA KLINIS (1)

Masa inkubasi pertusis 6 - 10 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan penyakit ini berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih.

Perjalanan klinis penyakit berlangsung dalam 3 stadium , yaitu - stadium kataralis ( prodormal )- stadium akut paroksismal ( paroksismal,

spasmodik )- stadium konvalesens.

GEJALA KLINIS (2)Stadium Kataralis

1 – 2 mingguGejala awal menyerupai gejala ISPA

yaitu timbulnya rinorrhea ( pilek ) dengan lendir yang cair dan jernih, anoreksia , lakrimasi, batuk ringan malam hari yang makin lama makin berat dan panas tidak begitu tinggi.

Diagnosis pertusis belum dapat ditetapkan karena sukar dibedakan dengan common cold.

Pada tahap ini kuman paling mudah diisolasi.

GEJALA KLINIS (3)

Stadium Paroksismal/ stadium Spasmodik

2 – 4 mingguFrekuensi dan derajat batuk

bertambah hebat (ditandai dengan Whoop )

Muka merah dan sianosis , mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, berkeringat, pembuluh darah leher dan kepala melebar.

Muntah sesudah batuk paroksismal.Anak menjadi apatis dan berat

badan menurun. Batuk mudah dibangkitkan dengan

stress emosional dan aktivitas fisik.

Stadium konvalesens 2 – 3 minggu Ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah

dengan puncak serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun.

Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2-3 minggu .

Nafsu makan mulai naik

DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan

berdasarkan atas - Anamnesis- Pemeriksaan fisik- Pemeriksaan laboratorium- Thoraks foto

Laboratorium didapatkan leukositosis dan limfositosis absolute khas pada akhir stadium kataral dan selama masa paroksismal.

Isolasi B. pertussis dari sekret nasofaring posterior dipakai untuk membuat diagnosis pertusis. Tes serologi terhadap antibody toksin pertussis berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk menentukan adanya infeksi pada individu dengan biakan .

Cara ELISA dapa dipakai untuk menentukan serum IgM,IgG dan Ig A terhadap FHA dan PT.

Pemeriksaan foto thoraks akan didapati perihiler infiltrat ataupun edem dan adanya atelektasis yang sedikit.

DIAGNOSIS BANDING

Batuk spasmodik dapat dipikirkan adanya infeksi saluran respirasi karena adenovirus, pneumonia, ataupun respiratory syncytial virus infection

PENATALAKSANAAN

Terapi kausal

• Anti mikrobaErythomycin merupakan drug of choice dengan dosis 40-50 mg/KgBB/hr oral dalam 4 dosis. Dosis maksimal 2 g/hr

• Ampicilin 75-100mg/KgBB/hr oral dalam 4 dosis.

Salbutamol Dosis 0,3-0,5 mg/KgBB/hari,

dibagi dalam 3 dosis

Ekspektoran dan Mukolitik (Ambroksol)

Kodein HCl (antitusif) 1mg/Tahun/kali 3x/hari

Luminal (sedatif)

Terapi Suportifa. Lingkungan perawatan yang tenang b. Makanan diet cairc. Bila muntah-muntah diberikan cairan

dan elektrolit secara parenterald. Pembersihan jalan nafase. Oksigen pada serangan batuk yang

hebat yang disertai sianosis

PENCEGAHAN

Cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini adalah dengan imunisasi.

Melalui Program Pengembangan Imunisasi ( PPI ) Indonesia telah melaksanakan imunisasi pertusis dengan vaksin DPT.

Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi pasif dan aktif.

KOMPLIKASI Terutama pada sistem nafas dan

saraf pusat.Bronkopneumonia merupakan

komplikasi yang paling sering (90%)Batuk dengan tekanan tinggi dapat

menimbulkan ruptur alveoli, emfisema interstitial dan perdarahan subkonjungtiva

Komplikasi pada saraf pusat adalah kejang, koma dan ensefalopati

PENCEGAHAN

Imunisasi pasifImunisasi pasif

Dalam imunisasi pasif dapat diberikan human hyperimmune globulin, ternyata berdasarkan beberapa penelitian di klinik terbukti tidak efektif sehingga akhir-akhir ini tidak lagi diberikan untuk pencegahan.

IMUNISASI AKTIF

Vaksin pertusis kuman B.pertussis yang telah dimatikan kekebalan aktif.

Imunisasi pertusis diberikan bersama sama dengan vaksin difteria dan tetanus.

Dosis imunisasi dasar dianjurkan 12 IU dan diberikan tiga kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu.

Vaksin pertusis monovalen ( 0.25 ml, i.m.) telah dipakai untuk mengontrol epidemic diantara orang dewasa yang terpapar.

PENCEGAHAN

IMUNISASI AKTIF

Salah satu efek samping setelah imunisasi pertusis adalah demam.

Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis yaitu anak yang mengalami ensefalopati dalam 7 hari sebelum imunisasi, kejang demam atau kejang tanpa demam dalam 3 hari sebelum imunisasi.

PROGNOSISPrognosis tergantung usia dan

ada/tidaknya komplikasiAnak yang lebih tua mempunyai

prognosis lebih baik. Pada bayi resiko kematian ( 0.5-

1% ) disebabkan ensefalopati.Pada observasi jangka panjang ,

apneu, atau kejang akan menyebabkan gangguan intelektual di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Sumarno S, Poorwo Soudarmo, Herry Gama, Sri Rejeki S. Hidinegoro, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis, edisi pertama, Jakarta,2002.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 2,cetakan ke-10, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.

top related