pertusis pada anak

32

Click here to load reader

Upload: natalia-sukarta

Post on 12-Sep-2015

71 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Makalah mengenai gejala dan tatalaksana pertusis pada anak

TRANSCRIPT

Gejala dan Tatalaksana Pertusis pada AnakNatalia102012391 F6Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11510email: [email protected]

PendahuluanGangguan sistem pernapasan misalnya, infeksi virus pernapasan atas, otitis media, pneumonia, asma, dan fibrosis kistik merupakan bagian penting dari praktik klinis dokter anak. Penyakit pernapasan dapat terjadi secara tersembunyi (insidious) karena pada keadaan normal paru memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan seseorang baru akan mengeluh dispneu jika telah terjadi kehilangan lebih dari setengah total jaringan paru (atau fungsi). Selain itu, gejala-gejala khas (dispneu, batuk, dan nyeri dada) atau tanda-tanda (takipneu, ronki, dan mengi) mungkin tidak diperhatikan atau mungkin tidak kentara pada anak yang masih kecil. Demam dapat merupakan satu-satunya gejala pneumonia, takipneu merupakan satu-satunya manifestasi asma, dan batuk merupakan satu-satunya gejala aspirasi benda asing. Selama perkembangan anak, dokter anak juga harus memikirkan genetika (misalnya, fibrosis kistik), anatomi (misalnya, anomali kongenital), iatrogenik (misalnya, toksisitas oksigen), imunologis (misalnya, imunosupresi atau imunodefisiensi), dan keadaaan- keadaan ekstrapulmonal (misalnya, gagal jantung) sebagai variabel etiologi yang mendukung patologi paru. Paru mempunyai kapasitas yang sangat besar untuk pertumbuhan. Bayi cukup bulan mempunyai sekitar 25 juta alveoli pada saat lahir, jumlah ini meningkat sampai hampir 300 juta pada masa dewasa. Kebanyakan pertumbuhan ini terjadi pada usia 8 tahun, pertumbuhan paling pesat adalah pada 3-4 tahun pertama.1

AnamnesisAnamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi, membagi informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien. Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan sosial.2Evaluasi diagnostik penyakit saluran pernapasan dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat serta menyeluruh. Banyak yang dapat dipelajari dari observasi sederhana pada anak dalam pengambilan-anamnesis formal dengan orang tua. Dokter juga harus bertanya pada anak karena anak usia 3-4 tahun sering mengetahui hal-hal yang orang tuanya belum tahu. Tanda- tanda atau gejala-gejala pada anak yang menderita penyakit jalan napas sering tampak cukup berbeda selama tidur dan karenanya dokter harus menanyakan secara spesifik mengenai pengamatan anak saat sedang tidur.1Untuk masalah batuk, yang perlu dianamnesis adalah menentukan durasi batuk, apakah produktif menghasilkan sputum, dan apakah disertai gejala yang menunjukkan penyakit serius seperti hemoptisis, sesak napas, nyeri dada, atau penurunan berat badan adalah hal yang esensial. Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain; Apa warna dan berapa banyak sputum? Adakah darah (hemoptisis)? Adakah demam, takikardi, takipneu, nyeri dada, atau sesak napas? Adakah riwayat penyakit pernapasan kronis? Adakah tanda-tanda sinusitis (misalnya nyeri gigi maksilaris, sekret hidung purulen, atau nyeri wajah)? Adakah tanda sistemik yang menunjukkan penyakit serius yang mendasari (penurunan berat badan, demam, anoreksia)? Apakah pasien merokok (sekarang atau dulu)? Pernahkah pasien terpajan penyebab infeksi khusus (misalnya pertusis, alergen, atau obat baru, khususnya inhihitor ACH)?. Penting pula ditanyakan riwayat kontak dan riwayat imunisasi anak.3Keluhan dalam kasus:Keluhan utama adalah pasien anak perempuan berusia 4 tahun batuk sejak 2 minggu yang lalu. Saat batuk, pasien menjadi kesulitan bernafas akibat batuk terus menerus yang tidak kunjung berhenti sehingga wajah menjadi memerah kebiruan kadang disertai bunyi saat anak menarik napas. Di antara episode batuk, pasien tampak baik-baik saja. Keluhan tambahan adalah pasien juga mengalami demam, tapi tidak terlalu tinggi dan naik turun.

Pemeriksaan FisikUntuk menghindari timbulnya kecemasan pada anak, dokter dapat menganjurkan orang tua untuk memegangi anak dipangkuannya selama pemeriksaan fisik. Untuk pengamatan pola pernapasan, frekuensi, kedalaman dan retraksi, anak harus tenang dan tidak menangis. Pakaian harus dibuka dari setengah bagian atas tubuh anak sehingga toraks dapat diinspeksi dengan jelas. Pengamatan yang dibuat selama auskultasi dada dapat menyesatkan pada anak yang masih kecil karena mereka tidak dapat mengambil napas cukup dalam untuk menimbulkan crackles (rales) atau ronki, walaupun ada cairan dalam alveolus dan jalan napas kecil. Walaupun demikian, dengan kesabaran, kebanyakan bayi dapat diamati selama sekurang-kurangnya satu inspirasi dalam. Dokter dapat merangsang anak yang lebih tua untuk menarik napas dalam dengan memintanya berpura-pura meniup lilin.Frekuensi pernapasan merupakan indikator penting pada status pernapasan. Setiap faktor yang mengganggu mekanisme pernapasan mungkin menyebabkan pernapasan yang lebih cepat. Karena kecemasan atau kegembiraan juga meningkatkan frekuensi pernapasan, frekuensi pernapasan sedang tidur adalah yang paling dapat dipercaya. Bayi usia kurang dari 1 tahun mempunyai frekuensi pernapasan saat tidur berkisar dari 25-35 kali/menit, sementara saat bangun, bayi yang sama dapat bernapas 40-60 kali setiap menit. Dengan makin meningkatnya maturitas, frekuensi pernapasan sedang tidur perlahan-lahan menurun ke arah kisaran dewasa, yaitu 10-15 kali/menit.Selain frekuensi pernapasan, pola atau kedalaman dan besarnya upaya yang diperlukan untuk pemeliharaannya merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Hiperpnea (peningkatan kedalaman pernapasan) dapat terjadi dengan demam, asidosis metabolik, salisilisme, penyakit paru dan jantung, atau kecemasan berlebihan (seperti pada sindrom hiperventilasi atau serangan panik). Hiperpnea tanpa tanda-tanda distres pernapasan memberi kesan etiologi yang bukan dari paru (asidosis, demam, dan salisilisme). Bila besarnya upaya meningkat karena obstruksi jalan napas atau penurunan pengembangan paru, tekanan intratoraks dapat lebih negatif daripada biasanya, dan retraksi interkostal dapat diamati. Penggunaan otot tambahan seperti sternokleidomastoideus seharusnya tampak pada pemeriksaan fisik dan harus mengingatkan dokter pada adanya keadaan patologis paru. Peningkatan upaya inspirasi pada anak juga menyebabkan pelebaran cuping hidung, yang secara relatif merupakan tanda dispnea yang dapat dipercaya. Mendengkur/ mengorok (grunting) (ekspirasi paksa melawan glotis yang tertutup sebagian) memberi kesan hipoksia, atelektasis, pneumonia, atau edema paru.Bunyi pernapasan perlu mendapat perhatian yang cermat. Stridor, biasanya terdengar pada inspirasi, merupakan bunyi kasar yang keluar dari jalan napas atas dan disebabkan oleh obstruksi parsial jalan napas ekstratoraks. Jika stridor disertai dengan tanda-tanda distres pernapasan atau jika timbul pada saat istirahat, diperlukan pengamatan dan intervensi segera. Stridor dapat juga bersifat kronik atau kongenital, dalam hal lanjut mengganggu jalan napas.1

PolaTanda2

Frekuensi normal (pernapasan/menit) .Kurang bulan: 40-60, Cukup bulan: 30-40 5tahun: 25, 10tahun: 20, 15tahun: 16Dewasa: 12

Obstruksi

RinganFrekuensi berkurang, volume tidal meningkat

BeratFrekuensi meningkat, retraksi otot-otot tambahan meningkat, kecemasan, sianosis:

RestriktifFrekuensi cepat, volume tidal menurun.

Pernapasan KussmaulFrekuensi meningkat, volume tidal meningkat, pernapasan dalam teratur; pikirkan asidosis metabolik atau diabetes melitus

Pernapasam Cheyne-StokesSedikit demi sedikit volume tidal meningkat, selanjutnya diikuti penurunan perlahan-lahan volume tidal dan apnea; pikirkan jejas sistem saraf sentral, obat-obat depresan, gagal jantung, uremia, atau prematuritas

Pernapasan biotPernapasan ataksik atau periodik usaha untuk bernapas yang diikuti oleh apnea, pikirkan jejas.batang otak atau massa fossa posterior

Bernapas Terengah-engah (gasping)Frekuensi lambat, volume tidal bervariasi; pikirkan hipoksia, syok, sepsis, atau asfiksia

Tabel 1. Pola pernapasan1

Mengi (Wheeze) disebabkan oleh obstruksi parsial jalan napas bawah dan terdengar saat ekspirasi. Mengi dapat kasar dan bernada-rendah (biasanya dari jalan napas sentral besar) atau bernada- tinggi dan hampir musikal (dari jalan napas kecil, perifer). Sekresi pada jalan napas intratoraks dapat menyebabkan mengi, tetapi sekresi ini lebih lazim menyebabkan bunyi irregular yang disebut ronki. Cairan atau sekresi pada ruang alveolus atau jalan napas terminal dapat m enyebabkan bunyi yaitu bunyi khas selofan yang diremas (raies atau crackles). Bunyi ini dapat menghilang sesudah beberapa inspirasi dalam atau batuk, tetapi jika menetap memberi kesan pneumonitis atau edema paru. Kualitas bunyi pernapasan dapat bronkial, normalnya terdengar di atas trakea, secara jelas terauskultasi pada inspirasi dan ekspirasi. Bunyi pernapasan lebih ke perifer adalah vesikular, dengan proporsi saat inspirasi terdengar lebih keras daripada ekspirasi. Bunyi pernapasan bronkial pada paru perifer memberi kesan konsolidasi atau bidang pemisah efusi pleura.Temuan-temuan fisik yang dibahas di sini, bila digabungkan dengan inspeksi trakea atau deviasi jantung, gerakan dinding dada, perkusi, fremitus, tanda-tanda bunyi, dan ada atau tidaknya bunyi pernapasan, membantu mengenali patologi intratoraks. Jari tabuh merupakan tanda penyakit paru kronik, tetapi dapat juga ditemukan pada penyakit kronik lain (penyakit jantung kongenital sianotik, endokarditis, penyakit seliak, inflamatory bowel disease, hepatitis aktif kronik, sirosis biliaris, thalasemia, dan penyakit Hodgkin) atau jarang sebagai ciri familial benigna.1

Pemeriksaan PenunjangGejala mirip flu yang diikuti oleh-batuk paroksismal yang makin buruk pada anak yang tidak demam dan limfositosis perifer harus dianggap sebagai pertusis sampai terbukti tidak. Penelitian laboratorium akan mendukung dan memastikan kesan klinis, tetapi diagnosis dini sebagian besar dibuat berdasar temuan klinis.Hitung leukosit pada darah perifer anak yang menderita pertusis sering lebih tinggi dari normal, dan ditandai dengan menonjolnya limfosit. Kadang-kadang ditemukan hitung leukosit total lebih dari 100.000. Limfositosis maksimal sesuai dengan saat batuk yang paling berat. Limfositosis yang nyata ini mungkin tidak terlalu nyata pada anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah mendapat vaksinasi pertusis. Infeksi bakteri sekunder sering menyebabkan hitung jenis leukosit bergeser dengan menonjolnya neutrofil.Sinar-X dada pada pertusis sering normal. Kekasaran sepanjang perbatasan jantung atau konsolidasi sekitar bronkus juga bisa terlihat. Atelektasis dan limfadenopati trakeobronkial kadang-kadang terjadi. Infiltrat paru yang jelas dapat menunjukkan pneumonia bakteri sekunder.Tes antibodi fluoresen langsung (DFA = direct fluorescent antibody) pada apusan sekret nasofaring bermanfaat untuk diagnosis cepat bila dilakukan dengan reagen yang baik dan personil yang berpengalaman. Namun, dapat terjadi hasil yang baik positif maupun negatif palsu.Biakan positif B.pertussis merupakan standar paling baik untuk mendiagnosis pertusis. Oleh karena B.pertussis adalah organisme yang sukar tumbuh, biakan negatif tidak menyingkirkan diagnosis pertusis. Pada epidemi, sampai 80% infeksi yang dicurigai dipastikan melalui biakan. Pada keadaan klinis yang biasa, angka B.pertussis yang diisolasi dari pasien yang diduga pertusis jauh lebih rendah. Pemberian antibiotik sebelumnya akan sangat mengurangi angka isolasi Karier B.pertussis yang asimtomatis sangat jarang. Angka isolasi paling tinggi selama 3-4 minggu awal penyakit. Contoh apusan nasofaring untuk biakan B.pertussis diambil dengan memasukkan lidi kapas alginat kalsium atau Dacron yang kecil dan lentur lewat hidung ke nasofaring posterior dan membiarkannya di sana beberapa detik. Hasil bakteriologi yang paling baik adalah bila lidi kapas dilapiskan pada media Bordetella selektif di bangsal (di sisi tempat tidur pasien). Bila hal ini tidak mungkin, lidi kapas harus diletakkan pada media transfer spesifik-Bordetella, atau segera diangkut ke laboratorium sebelum kering. Konsultasi dengan laboratorium sebelum melakukan biakan memungkinkan pengumpulan dan pembiakan yang optimal. Agar arang Regan- lowe, modifikasi agar Stainer-Scholte, atau media segar Bordet-Gengou semuanya efektif untuk biakan B. pertussis.Tes antibodi biasanya tidak banyak membantu untuk diagnosis dini pertusis. Titer aglutinin yang tinggi (>1:512) merupakan petunjuk infeksi baru, tetapi beberapa anak yang didiagnosis pertusis mempunyai titer aglutinin yang tidak meningkat. Pengukuran imunoassay yang terikat-enzim yaitu LPF dan FHA masih dalam tingkat penelitian.4

Working DiagnosisPertussis harus dicurigai pada setiap individu yang mempunyai keluhan batuk murni atau dominan, termasuk jika yang berikut ini tidak ada: demam, malaise, atau mialgia, eksantema dan enantema, nyeri tenggorok, parau, takipnea, mengi dan ronki. Untuk kasus sporadik, definisi kasus klinis batuk yang lamanya 14 hari atau lebih dengan sekurang-kurangnya disertai satu gejala paroksismal, rejan atau muntah pascabatuk mempunyai sensitivitas 81% dan spesifisitas 58% untuk konfirmasi biakan. Sekitar 25% mahasiswa universitas yang diteliti secara acak di Kalifornia dan Australia tanpa kontak dengan pertusis yang diketahui menderita batuk selama 7 hari atau lebih, menderita pertusis. Apnea atau sianosis (sebelum adanya batuk) merupakan kunci pada bayi sebelum 3 bulan. B.pertussis kadang-kadang merupakan penyebab kematian bayi.Infeksi adenovirus biasanya dapat dibedakan oleh tanda-tanda yang menyertai, seperti demam, nyeri tenggorok, dan konjungtivitis. Mycoplasma menyebabkan batuk episodik yang berjalan lama, tetapi biasanya ada riwayat demam, nyeri kepala, dan gejala sistemik pada permulaan penyakit serta sering ada ronki pada auskultasi dada. Walaupun pertusis sering dimasukkan dalam evaluasi laboratorium bayi muda dengan "pneumonia tidak demam", H. pertussis jarang disertai dengan batuk terputus-putus (setiap batuk bernapas), konjungtivitis purulen, takipnea, ronki atau mengi yang menandakan infeksi karena Chlamydia trachomatis, atau dominasi tanda-tanda saluran pernapasan yang menandakan infeksi karena virus sinsitial pernapasan. Kecuali kalau bayi pertusis menderita pneumoni bakteri sekunder (dan kemudian tampak sakit), pemeriksaan antara paroksismal seluruhnya normal, termasuk frekuensi pernapasan.5

Differential Diagnosis BronkhitisBronkhitis pada anak dibagi menjadi 2 yaitu bronkhitis akut dan kronis.Bronkitis KronisWalaupun bronkitis kronis dewasa didefinisikan sebagai batuk produktif selama 3 bulan atau lebih dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut atau lebih, namun tidak ada standar demikian yang dapat diterima pada anak-anak. Keberadaannya sebagai wujud penyakit yang tersendiri telah dipertanyakan, yang menekankan pentingnya mencari kelainan imunologis atau mukosa yang mendasarinya. Batuk produktif kronis atau sering kumat biasanya menunjukkan penyakit paru atau sistemik yang mendasari, penderita yang terkena harus dievaluasi untuk defisiensi imun, kelainan anatomi, asma, penyakit lingkungan, infeksi saluran pernapasan atas dengan cairan postnasal, kistik fibrosis, diskinesis silia, dan bronkiektasia. Batuk dan mengi lazim ditemukan, dan pada sebuah penelitian, 22 penderita yang dilaporkan menderita bronkitis kronis semuanya mempunyai bukti adanya penyakit alergi. Kadang-kadang, iritasi bronkus dapat terjadi akibat inhalasi kronis debu atau asap beracun. Merokok tembakau atau marijuana dengan jelas berhubungan dengan informasi anamnesis. Anak belasan tahun harus ditanyai juga tentang pemajanan terhadap asap industri atau gas mobil di sekolah atau di tempat kerja.Kenaikan insidens dan penjelekan bronkitis dan bentuk-bentuk akut lain serta penyakit paru kronis dihubungkan dengan asap rokok. Kenaikan morbiditas infeksi pernapasan pada anak belasan tahun yang merokok tercermin pada absensi sekolah dan kerja dan pada bukti adanya kelainan fungsional dan patologis pada jalan napas kecil. Misalnya, merokok merupakan faktor risiko keparahan influenza pada para lelaki muda. Orang tua yang merokok, terutama mereka yang anaknya menderita penyakit paru kronis, harus dinasihati bahwa mereka sedang menjadikan paru-paru anaknya sebagai sasaran untuk sejumlah asap rokok dari tangan kedua di rumah; mereka harus didesak untuk menghentikan kebiasaan merokok.Manifestasi Klinis. Gejala utamanya adalah batuk dengan atau tanpa riak. Anak biasanya mengeluh nyeri dada, dan secara khas tanda-tanda dan gejala-gejala ini memburuk pada malam hari. Mengi juga dapat menonjol, dan tanda-tanda fisik serupa dengan tanda-tanda fisik bronkitis akut. Beberapa penderita batuk mengeluarkan silinder-silinder mukoid besar, padat, dan hipereosinofilik dari jalan napasnya, menimbulkan istilah bronkitis plastik. Silinder-silinder ini mungkin disertai dengan epitel bronkus metaplastik, elemen-elemen yang bersama dengan sel radang dan bahan nonseluler, dapat ditemukan pada pemeriksaan histologis.5

Tuberkulosis ParuTuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis dan Mycobacterium bovis, berupa basil tahan asam, tidak memiliki endotoksin maupun eksotoksin. Penularan biasanya melalui udara sehingga sebagian besar fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru. Selain udara juga bisa terinfeksi lewat peroral (susu yang mengandung Mycobacterium bovis) dan kontak langsung melalui luka di kulit.Klasifikasi tuberkulosis dibagi menjadi dua stadium, yaitu:1. Tuberkulosis primer yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya.2. Tuberkulosis pascaprimer.Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit mulai secara perlahan-lahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala. Dengan melakukan uji tuberkulin secara rutin, dapat ditemukan penyakit tuberkulosis pada anak. Gejala tuberkulosis primer dapat juga berupa panas yang naik turun selama 1- 2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek.Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas, batuk, anoreksia dan berat badan yang menurun. Kadang-kadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas seperti tifus abdominalis pada bayi atau anak kecil, harus dipikirkan juga kemungkinan tuberkulosis sebagai penyebab panas tersebut.Tuberkulosis dapat juga menunjukkan gejala seperti bronkopneumonia, sehingga pada anak dengan gejala bronkopneumonia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan bronkopneumonia yang adekuat harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis.Eritema nodusum sangat jarang dijumpai di Indonesia, tetapi bila terdapat di kulit menunjukkan bahwa penyakit masih aktif.Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimanapun, terutama di perifer dekat pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan tempat predileksi. Pembesaran kelenjar regionai lebih banyak terdapat pada anak dibanding orang dewasa. Pada anak penyembuhan terutama ke arah kalsifikasi, sedangkan pada orang dewasa terutama ke arah fibrosis. Penyebaran hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil.Pembesaran kelenjar getah bening yang kena infeksi dapat menyebabkan atelektasis karena menekan bronkus hingga tampak sebagai perselubungan segmen atau lobus, sering lobus tengah paru kanan. Selain oleh tekanan kelenjar getah bening yang membesar, atelektasis dapat terjadi karena konstriksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus, tuberkuloma dalam lapisan otot bronkus atau sumbatan oleh gumpalan kiju di dalam lumen bronkus.6

Epidemiologi Di seluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari setengah juta meninggal. Selama masa pravaksin tahun 1922-1948, pertusis adalah penyebab utama kematian dan penyakit menular pada anak dibawah usia 14 tahun di Amerika Serikat. Penggunaan vaksin pertusis yang meluas menyebabkan penurunan kasus yang dramatis. Insiden penyakit yang tinggi di negara-negara sedang berkembang dan maju, seperti Itali dan daerah-daerah tertentu Jerman, dimana cakupan vaksin rendah, atau Nova Scotia, dimana mungkin telah digunakan vaksin kurang poten, dan munculnya kembali penyakit secara dramatis, bila imunisasi dihentikan menyokong peran vaksinasi yang sangat penting. Di Amerika Serikat, penerapan kebijakan yang lemah sebagian menyebabkan naiknya insiden pertusis pertahun sampai 1,2 kasus/l00.000 populasi dan tahun 1980 sampai tahun 1989 dan pertusis epidemik di banyak negara bagian pada tahun 1989-1990 dan 1993. Lebih daripada 4.500 kasus yang dilaporkan pada Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada tahun 1993 merupakan insiden tertinggi sejak tahun 1967.Pertusis adalah endemik, dengan ditumpangi siklus epidemik setiap 3-4 tahun, sesudah akumulasi kelompok rentan yang cukup besar. Sebagian besar kasus terjadi dari bulan Juli sampai dengan Oktober. Pertusis sangat menular, dengan angka serangan setinggi 100% pada individu rentan yang terpajan pada tetes-tetes aerosol pada rentangan yang rapat. B.pertussis tidak tahan hidup untuk masa yang lama dalam lingkungannya. Angka infeksi subklinis setinggi 50% pada individu imun karena imunisasi penuh dan alamiah. Bila dicari dengan teliti, sebagian kasus bergejala dapat ditemukan pada kebanyakan penderita.Baik penyakit alamiah atau vaksinasi tidak memberi imunitas sempurna atau seumur hidup terhadap reinfeksi atau penyakit. Proteksi terhadap penyakit khas mulai berkurang 3-5 tahun sesudah vaksinasi dan tidak dapat terukur sesudah 12 tahun. Reinfeksi subklinis pasti turut menimbulkan imunitas cukup besar terhadap penyakit yang berkaitan dengan vaksin maupun infeksi sebelumnya. Orang dewasa di Amerika Serikat tidak mempunyai antibodi yang cukup untuk B.pertussis. Walaupun ada riwayat penyakit atau imunisasi sempurna, ledakan serangan pertusis telah terjadi pada orang tua, di rumah-rumah perawatan, di fasilitas pemukiman dengan pajanan terbatas. di daerah suburban yang sangat terimunisasi, dan pada remaja dan orang dewasa dengan selang waktu sejak imunisasi. Remaja dan dewasa yang batuk (biasanya tidak dikenali sedang menderita pertusis) sekarang merupakan reservoir utama untuk B. pertussis dan merupakan sumber yang lazim untuk kasus indeks" pada bayi dan anak.Pada masa pravaksinasi dan di negara-negara seperti Jerman. Swedia, dan Itali dengan imunisasi terbatas, insiden puncak pertusis adalah pada anak umur 1-5 tahun; bayi sebelum umur 1 tahun meliputi kurang dari 15% kasus. Sebaliknya hampir 5000 kasus pertusis dilaporkan di Amerika Serikat selama tahun 1993. 44% berumur sebelum 1 tahun, 21% berumur antara 1-4 tahun, 11% berumur 5-9 tahun, dan 24% bermur antara 1-4 tahun, 11% berumur 5-9 tahun, dan 24% berumur 12 tahun atau lebih. Untuk mereka yang berumur sebelum 1 tahun. 79% sebelum umur 6 bulan dan manfaat sedikit dari imunisasi. Anak dengan pertusis antara 7 bulan dan 4 tahun kurang terimunisasi. Proporsi anak belasan tahun dan orang dewasa dengan pertusis naik secara bersama, dari kurang daripada 20% pada masa pravaksinasi sampai 27% pada tahun 1992-1993. Pengendalian sebagian dengan vaksinasi telah menimbulkan epidemiologi pertusis sekarang di Amerika Serikat dan menyebabkan kerentanan kelompok umur yang belum pernah terkena sebelumnya. Tanpa reinfeksi alamiah dengan B. pertussis atau vaksinasi booster berulang, anak yang lebih tua dan orang dewasa rentan terhadap penyakit klinis jika terpajan, dan ibu hanya memberikan sedikit proteksi pasif pada bayi muda. Pengamatan yang terakhir memberi koreksi pada pendapat lama bahwa ada sedikit proteksi transplasenta terhadap pertusis.5

EtiologiBordetella pertussis merupakan satu-satunya penyebab pertusis epidemik dan merupakan penyebab biasa pertusis sporadis. B. pertussis merupakan penyebab pertusis kadang-kadang, merupakan kurang dari 5% isolat spesies Bordetella di Amerika Serikat. B. parapertussis sangat menambah asus pertusis total di daerah lain seperti Denmark, Republik Ceko, Slovakia, dan Republik Rusia. B. pertussis dan B parapertussis merupakan patogen manusia tersendiri (eksklusif) (dan beberapa primata). B. bronchiseptica merupakan patogen binatang yang lazim; kadang-kadang laporan kasus pada manusia melibatkan setiap tempat di tubuh dan khas terjadi pada penderita terganggu imun atau anak muda yang terpajan secara tidak biasa pada binatang. Batuk yang tidak sembuh- sembuh dapat disebabkan oleh Mycoplasma, virus parainfluenza atau influenza, enterovirus, virus sinsitial respiratori, atau adenovirus. Tidak ada yang merupakan penyebab pertusis yang penting.5

PatofisiologisBordetella merupakan kokobasili gram-negatif yang sangat kecil yang tumbuh secara aerobik pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan faktor pertumbuhan nikotinamid, asam amino untuk energi, dan arang atau resin siklodekstrin untuk menyerap bahan-bahan berbahaya. Spesies Bordeteila memiliki bersama tingkat homologi DNA yang tinggi pada gen virulen, dan ada kontroversi (perdebatan) apakah cukup ada perbedaan untuk menjamin klasifikasi sebagai spesies yang berbeda. Hanya B. pertussis yang mengeluarkan toksin pertusis (TP), protein virulen utama. Penggolongan serologis tergantung pada aglutinogen K labil panas. Dari 14 aglutinogen. 6 adalah spesifik untuk B. pertussis. Serotip bervariasi sccara geografis dan sesuai waktu.B. pertussis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis. banyak darinya dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pascapenambahan aerosol, hemaglutinin filamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan FIM3), dan protein permukaan nonfimbria 69 kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran pernapasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase, dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin trakea, faktor dermonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan menyebabkan cedera epitel lokal yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti mempunyai banyak aktivitas biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi insulin. disfungsi leukosit), beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik penyakit. TP menyebabkan limfositosis segera pada binatang percobaan dengan pengembalian limfosit agar tetap dalam sirkulasi darah. TP tampak memainkan peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam patogenesis.5

Manifestasi KlinisMasa tunas 7 - 14 hari, penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium, yaitu :1. Stadium kataralisLamanya 1 - 2 minggu. Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi siang dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.2. Stadium spasmodikLamanya 2-4 minggu. Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar. Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak gelisah dengan muka merah dan sianotik. Serangan batuk panjang, tidak ada inspirium di antaranya dan diakhiri dengan whoop (=tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering disertai muntah danbanyak sputum yang kental. Anak dapat terberak-berak dan terkencing-kencing. Kadang-kadang pada penyakit yang berat tampak pula perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis oleh karena meningkatnya tekanan pada waktu serangan batuk. Aktivitas seperti tertawa-tawa dan menangis dapat menimbulkan serangan batuk. Dalam bentuk ringan tidak terdapat whoop, muntah atau batuk spasmodik.3. Stadium konvalesensiLamanya kira-kira 2 minggu sampai sembuh. Pada minggu keempat jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang, juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spasmodik mulai menghilang. Infeksi semacam common cold dapat menimbulkan serangan batuk lagi.6

PenatalaksanaanNon Medica MentosaPenilaian dan Perawatan Pendukung. Tujuan terapi adalah membatasi jumlah paroksismal, untuk mengamati keparahan batuk, memberi bantuan bila perlu, dan memaksimalkan nutrisi, istirahat dan penyembuhan tanpa sekuel. Bayi sebelum 3 bulan dimasukkan ke rumah sakit hampir tanpa kecuali, pada antara umur 3 bulan dan 6 bulan kecuali kalau paroksismal tampak tidak berat, dan pada setiap umur jika komplikasi terjadi atau keluarga tidak mampu memberikan perawatan pendukung. Bayi muda yang dilahirkan prematur dan anak dengan dasar gangguan jantung, paru-paru, muskuler. atau neurologis mempunyai risiko tinggi untuk penyakit berat.Tujuan rawat inap spesifik, terbatas, adalah (1) menilai kemajuan penyakit dan kemungkinan kejadian yang mcngancam jiwa pada puncak penyakit. (2) mencegah atau mengobati komplikasi, dan (3) mendidik orang tua pada riwayat alamiah penyakit dan pada perawatan yang akan diberikan di rumah. Untuk kebanyakan bayi yang tanpa komplikasi, keadaan ini disempurnakan dalam 48-72 jam. Frekuensi jantung, frekuensi pemapasan, dan oksimetri nadi dimonitor terus, pada keadaan yang membahayakan, sehingga setiap paroksismal disaksikan oleh personel perawat kesehatan. Rekaman batuk yang rinci dan pencatatan pemberian makan, muntah dan perubahan berat memberikan data untuk penilaian keparahan. Paroksismal khas yang tidak membahayakan mempunyai tanda-tanda berikut: lama kurang dari 45 detik, perubahan warna merah tetapi tidak biru: takikardi; bradikardi (tidak < 60 denyut/menit pada bayi), atau desaturasi oksigen yang secara spontan selesai pada akhir paroksismal; berteriak atau kekuatan untuk menyelamatkan diri pada akhir paroksismal; mengeluarkan sumbatan mukus sendiri; kelelahan pascabatuk tetapi bukan tidak berespons. Penilaian kebutuhan penyediaan oksigen, stimulasi, atau pengisapan memerlukan personel terampil yang dapat mencatat kemampuan bayi untuk mengamankan diri tetapi yang akan menghalangi dengan cepat dan dengan keahlian bila diperlukan. Bayi yang paroksismalnya berulang membawa pada kejadian yang mengancam jiwa walaupun penghantaran pasif oksigen memerlukan intubasi. paralisis dan ventilasi. Manajemen berikutnya sukar, dengan sering memerlukan pengisapan jalan napas dan campur tangan bila terjadi bradikardi atau proses paru-paru sekunder. Pengkabutan dengan tenda, sangat dihindari oleh beberapa pakar, mungkin berguna pada beberapa bayi dengan sekresi kental liat dan jalan napas sangat iritabel. Manfaat lingkungan tenang, cahaya redup, tidak terganggu, menyenangkan tidak dapat ditaksir terlalu tinggi atau dihilangkan untuk keperluan pemantauan dan penyembuhan. Pemberian makan anak dengan pertusis merupakan tantangan Risiko mempercepat batuk dengan pemberian minum dengan puting tidak memerlukan pemberian makan nasogastrik. nasojejunum atau parenteral pada kebanyakan bayi. Komposisi atau kekentalan formula tidak mempengaruhi kualitas sekresi, batuk atau retensi. Pemberian minum banyak dihindari.Dalam 48-72 jam, arah dan keparahan penyakit biasanya jelas dengan menganalisis informasi yang terekam Banyak bayi mengalami perbaikan yang sangat nyata pasca-rawat inap rumah sakit dan terapi antibiotik, terutama jika pada awul perjalanan penyakit atau lelah dikeluarkan dari lingkungan asap, rangsangan berlebihan atau sumber panas atau kering yang terpolusi. Apnca dan kejang-kejang terjadi pada fase naik (incremental) penyakit dan pada mereka dengan penyakit yang berkomplikasi. Oksigen portable. pemantauan atau alat isap tidak akan diperlukan di rumah.5

Medica MentosaAgen Terapeutik, Agen Antimikroba. Agen antimikroba selalu diberikan bila pertusis dicurigai atau diperkuat karena kemungkinan manfaat klinis dan membatasi penyebaran infeksi. Eritromisin, 40-50 mg/kg/24 jam, secara oral dalam dosis terbagi empat (maksimum 2 g/24 jam) selama 14 hari merupakan pengobatan baku. Beberapa pakar lebih menyukai preparat estolat. tetapi etilsuksinat dan stearat juga manjur. Penelitian kecil eritromisin etilsuksinat yang diberikan dengan dosis 50 mg/kg/24 jam dibagi menjadi dua dosis, dengan dosis 60 mg/kg/24 jam dibagi menjadi tiga dosis. dan eritromisin estolat diberikan dengan dosis 40 mg/kg/24 jam dibagi menjadi dua dosis menunjukkan pelenyapan organisme pada 98% anak. Ampisilin, rifampin, trimethhoprim-sulfametoksasol cukup aktif tetapi sefalosporin generasi pertama dan ke 2 tidak. Pada penelitian klinis, eritromisin lebih unggul daripada amoksisilin untuk pelenyapan B. pertussis dan merupakan satu-satunya agen dengan kemanjuran yang terbukti.Salbutamol. Sejumlah kecil trial klinis dan laporan memberi kesan cukup pengurangan gejala-gejala dari stimulan 2- adrenergik salbutamol (albuterol). Tidak ada trial klinis tepat yang telah menunjukkan pengaruh manfaat; satu penelitian kecil tidak menunjukkan pengaruh. Pengobatan dengan aerosol memicu paroksismal.Kortikosteroid. Tidak ada trial klinis buta acak cukup besar yang telah dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan kortikosteroid dalam manajemen pertusis. Penelitian pada binatang menunjukkan pengaruh yang bermanfaat pada manifestasi penyakit yang tidak mempunyai kesimpulan pada infeksi pernapasan pada manusia. Penggunaan klinisnya tidak dibenarkan.Globulin Imun Pertusis. Serum hiperimun, berasal dari masa konvalesen pertusis dewasa, banyak diresepkan dan dipandang bermanfaat pada tahun 1930 dan 1940; penelitian selanjutnya dan trial kendali-plasebo satu-satunya tidak menunjukkan manfaat atau sedikit bermanfaat. Pada penelitian buta-ganda baru-baru ini di Swedia dengan menggunakan hiperimun serum dosis intramuskuler besar (diambil dari orang dewasa yang diimunisasi), rejan (tetapi bukan batuk atau muntah) sangat berkurang pada bayi yang diobati pada minggu pertama penyakit dibanding dengan penderita yang diberi plasebo. Penggunaan preparat imunoglobulin jenis apapun tidak dibenarkan kecuali kalau penelitian lebih lanjut memperkuat pengaruh manfaat.Penderita ditempatkan pada isolasi pemapasan sekurang-kurangnya 5 hari sesudah mulai terapi eritromisin. Perawatan Rumah Tangga dan Kontak Rapat Lain. Eritromisin, 40-50 mg/kg/24 jam. secara oral dalam dosis terbagi empat (maksimum 2 g/24 jam) selama 14 hari harus diberikan segera untuk semua kontak rumah tangga dan kontak rapat yang lain, seperti mereka yang dalam perawatan harian, tanpa memandang umur, riwayat imunisasi, atau gejala-gejala. Kunjungan dan perpindahan anggota keluarga yang batuk di rumah sakit harus dengan rajin kontrol sampai eriuomisin diberikan selama 5 hari. Kontak rapat yang lebih muda dari umur 7 tahun yang kurang terimunisasi harus diberi vaksin berisi pertusis. dengan dosis lebih lanjut untuk menyelesaikan seri yang dianjurkan. Anak-anak yang lebih muda dari umur 7 tahun yang mendapat dosis ke-3, enam bulan atau lebih sebelum pajanan atau dosis ke-4 tiga tahun atau lebih sebelum pajanan, harus mendapat satu dosis boostcr. Jika infeksi dengan B.pertussis terdokumentasi pada setiap umur, individu tersebut dibebaskan dari imunisasi pertusis rutin. Profilaksis antimik- roba tidak secara rutin dianjurkan pada pekerja perawat kesehatan yang terpajan. Pekerja perawat kesehatan yang batuk, dengan atau tanpa diketahui terpajan pada pertusis. harus diuji untuk pertusis segera. Untuk ledakan serangan rumah sakit besar, prosedur pengendalian berbagai segi termasuk pengobatan eritromisin yang diarahkan pada individu batuk dan selanjutnya profilaksis eritromisin massa dapat menahan penyebaran rumah sakit.5KomplikasiFrekuensi komplikasi sukar ditentukan karena hasil akhir berat yang terutama dilaporkan. tetapi bayi sebelum umur 6 bulan mempunyai mortalitas dan morbiditas berlebihan. Mereka yang berumur sebelum 2 bulan mempunyai frekuensi yang dilaporkan tertinggi kasus rawat inap karena pertusis (82%). pneumonia (25%). kejang-kejang (4%), ensefalopati 1% dan kematian 1%.Komplikasi pertusis utama adalah apnea, infeksi sekunder (seperti otitis media dan pneumonia), dan sekuele fisik batuk kuat. Kebutuhan untuk perawatan intensif dan ventilasi artifisial biasanya terbatas pada bayi sebelum umur 36 bulan. Apnea, sianosis, dan pneumonia bakteri sekunder merupakan kejadian-kejadian yang mempercepat intubasi dan ventilasi. Pneumonia bakteri dan/atau sindrom distres pernapasan dewasa merupakan penyebab kematian yang lazim pada setiap umur, perdarahan paru terjadi pada neonatus. Demam, takipnea atau distres pernapasan antara paroksismal. dan neutrolilia absolut merupakan kunci terhadap pneumonia. Patogen yang diharapkan adalah Staphylocaccus aurens. S. pneumaniae dan bakteri flora mulut. Bronkiektasis dilaporkan jarang pacapertusis. Kelainan fungsi paru mungkin menetap selama 12 bulan pascapertusis tidak berkomplikasi pada anak sebelum umur 2 tahun.Kenaikan tekanan intratoraks dan intra-abdomen selama batuk dapat menyebabkan perdarahan konjungtiva dan sklera, petekie pada tubuh bagian atas, epistaksis, perdarahan pada sistem saraf sentral dan retina, pneumotoraks dan emfisema subkutan, dan hernia umbilikalis serta inguinalis. Luka robek frenulum lidah tidak jarang. Prolaps rektum, pernah dilaporkan sebagai komplikasi pertusis yang lazim, mungkin karena pertusis pada anak malnutrisi atau salah diagnosis dengan kistik fibrosis. Sangat tidak lazim dan akan memerlukan evaluasi untuk keadaan yang mendasari. Terutama pada bayi di negara yang sedang berkembang, dcliidrasi dan malnutrisi pascamuntah-pascabatuk dapat mempunyai dampak yang berai Tetani telah disertai dengan alkalosis pasca-batuk yang berat.Kelainan sistem saraf sentral terjadi relatif sangat sering dan hampir selalu akibat hipoksemia atau perdarahan akibat batuk atau apnea pada bayi muda. Apnea atau bradikardi atau keduanya dapat terjadi karena laringospasme atau rangsangan vagus tepat sebelum episode batuk, dari obstruksi selama episode. atau dari hipoksemia pasca-episode. Tidak adanya tanda-tanda yang menyertai pada beberapa bayi muda dengan apnea menaikan kemungkinan pengaruh primer pada sistem saraf sentral. Kejang-kejang biasanya akibat hipoksemia. tetapi hiponatremia karena sekresi hormon anti diuretik yang tidak tepat selama pneumonia dapat terjadi. Walaupun hipoglikemia, pengaruh langsung TP, atau infeksi sekunder karena virus neurotropik merupakan mekanisme gejala-gejala neurologis yang telah disimpulkan, tidak ada data binatang yang mendukung teori demikian, dan satu-satunya neuropatologi yang terdokumentasi pada manusia adalah perdarahan parenkim dan nekrosis iskemia.5

PencegahanImunisasi umum anak dengan vaksin pertusis. mulai pada masa bayi, adalah inti pengendalian pertusis. Walaupun banyak upaya, mekanisme penting imunitas pascapenyakit atau imunisasi, serologis berkorelasi proteksi dan penyebab kejadian-kejadian yang merugikan akibat vaksin belum diketahui. Satu-satunya standar untuk manfaat vaksin sekarang adalah kemanjuran dan keamanan. Tujuan imunisasi sekarang adalah proteksi individu dari sakit batuk berat dan pengendalian penyakit endemik dan epidemik.Vaksin Seluruh Sel. Vaksin yang sekarang digunakan untuk seri imunisasi primer di Amerika Serikat dan dianjurkan oleh organisasi kesehatan sedunia (WHO) untuk penggunaan seluruh bagian terbesar dunia adalah vaksin seluruh sel mati yang membentuk suspensi B. pertussis yang diinaktifkan. digabung dengan toksoid difteri dan tetanus (DT) dan tambahan.berisi aluminum (vaksin DPT). Kekuatan vaksin pertusis diassay dalam tikus dengan uji proteksi-tantangan intraserebral, suatu standar yang terbukti berkorelasi dengan kemanjuran protektif vaksin pada manusia. Kekuatan vaksin diwujudkan pada unit kekeruhan (juga standar keamanan) atau unit protektif. Preparat Amerika Serikat berisi 4-12 unit protektif dan tidak lebih dari 16 unit kekeruhan per 0.5 ml. dosis. Kemanjuran vaksin sel utuh bervariasi menurut definisi kasus dari 64% untuk batuk ringan, sampai 81% untuk batuk paroksismal. dan sampai 95% untuk penyakit klinis berat. Komposisi preparat yang digunakan, tingkat kecocokan antara tipe-tipe aglutinogen dalam vaksin dan strain tantangan, tipe pajanan, waktu sesudah imunisasi. dan kebutuhan untuk konfirmasi biakan kasus semua berdampak pada perkiraan kemanjuran vaksin. Individu diatas usia 7 tahun tidak sccara rutin diberi vaksin berisi pertusis. Bila digunakan pada orang dewasa untuk mengendalikan ledakan serangan rumah sakit, vaksin seluruh sel ternyata kurang reaktogenik daripada yang dilaporkan pada anak.Keterbatasan utama penggunaan vaksin seluruh sel adalah reaktogenisitas terkaitnya, yang dilaporkan satu dekade yang lalu terjadi pada sekitar 75% vaksin. Dibanding dengan vaksin DT. DTP mempunyai reaksi lokal yang lebih bermakna, seperti nyeri, pembengkakan, eritema, dan reaksi sistemik, seperti demam, rewel, menangis, mengantuk, dan muntah. Manifestasi ini terjadi dalam beberapa jam imunisasi dan mengurang secara spontan tanpa sekuele. Penelitian baru-baru ini melaporkan frekuensi reaksi lokal dan sistemik yang lazim menurun, memberi kesan bahwa modifikasi vaksin seluruh sel telah terjadi. Anafilaksis berat atau abses steril sangat jarang pasca-vaksin DTP. Urtikaria sementara jarang, mungkin terkait dengan kompleks antigen antibodi dalam sirkulasi, dan jika reaksi tidak terjadi dalam beberapa menit imunisasi adalah tidak mungkin menjadi reaksi serius yang diperantarai lgE, atau kumat pada imunisasi berikutnya.Kejang-kejang, terjadi dalam 48 jam dan sekitar 1:1.750 dosis yang diberikan, singkat, menyeluruh, dan sembuh sendiri, terjadi pada anak demam pada hampir semua keadaan. Terjadi lebih lazim pada mereka dengan riwayat pribadi atau keluarga konvulsi dan tidak berakibat epilepsi atau sekuele neurologis permanen. Menangis terus menerus yang tidak dapat dihibur atau berteriak selama 3 jam atau lebih dilaporkan sesudah diberikan 1% dosis, biasanya pada bayi muda yang menderita reaksi lokal, tidak aneh pada imunisasi pertusis dan tampak merupakan manifestasi nyeri pada banyak keadaan. Keadaan kolaps atau seperti syok (episode hipotonik-hipertonik) biasanya tidak terkait dengan demam atau reaksi lokal, telah diamati sesudah sekitar 1:1.750 vaksinasi pertusis, biasanya pada bayi muda. Reaksi ini tampak terkait secara unik dengan vaksin pertusis dan tidak mempunyai sekuele neurologis permanen. Enam puluh anak dievaluasi sccara teliti segera pasca-kejadian-kejadian yang merugikan akibat vaksin pertusis, termasuk kejang-kejang, nangis terus-menerus yang tidak dapat dihibur, demam sangat tinggi, dan episode hipoionik- hiporesponsif. Sembilan puluh persen kejang adalah khas kejang demam. Tidak ada kekacauan metabolik atau toksin pertusis yang dapat diukur ditentukan dalam darah. Bayi sebelum umur 1 tahun cenderung mempunyai kadar insulin lebih tinggi daripada yang diharapkan, memberi kesan kemungkinan kerentanan terkait umur individu atau perubahan akibat vaksin dalam pengaturan insulin.Amat jarang (dengan dosis 1:140.000) vaksin pertusis dapat dihubungkan dengan penyakit neurologis akut pada anak yang sebelumnya normal. Kejadian berat yang merugikan seperti kematian, ensefalopati, mulai gangguan kejang, perkembangan lambat, atau masalah belajar atau perilaku, telah terjadi pada individu yang berkaitan secara temporal dengan imunisasi pertusis atau diduga keras ada hubungan sebab akibat. Lima penelitian epidemiologi utama telah memeriksa risiko neurologis akibat imunisasi pertusis. Kematian bayi mendadak (sudden infatil death = SIDS) dan spasme infantil ditemukan tidak terkait sementara atau tidak terkail sebab akibat. Analisis dan reanalisis oleh tujuh komisi besar tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk mendapaikan hubungan sebab-akibat antara DTP dan gangguan neurologis kronis. Pertimbangan manfaat lawan risiko vaksin seluruh sel telah berulang-ulang menyimpulkan setuju meneruskan penggunaannya.Vaksin Aseluler. Komponen vaksin pertusis aseluler yang dimurnikan (aP), pada mulanya berkembang di Jepang, adalah imunogenik dan disertai dengan kejadian kurang merugikan bila dibandingkan dengan DTP. Vaksin yang disediakan oleh enam pabrik telah digunukan secara luas di Jepang sejak tahun 1981, dan penggunaannya telah mengendalikan pertusis. Trial kemanjuran kendali-plasebo, acak (tetapi bukan kendali-DTP) dua vaksin pertusis aseluler (dikembangkan oleh Institut Kesehatan Jepang dan dilakukan di Swedia selama tahun 1986 dan tahun 1987 dibawah sponsor Amerika Serikat) menunjukkan kemanjuran vaksin aseluler ini sedikit kurang dibanding secara historis dengan vaksin pertusis seluruh sel yang digunakan di Amerika Serikat. Reaktogenisitas vaksin aseluler yang lebih rendah dan imunogenisitas yang baik pada anak Amerika yang baru belajar jalan, digabung dengan bukti kemanjuran pada pemajanan-rumah tangga dan penelitian berdasar populasi dari Jepang, menyebabkan keluarnya lisensi Amerika Serikat (tahun 1991 dan tahun 1992) pada DTaP untuk penggunaan pada anak umur 15 bulan alau lebih tua sebagai dosis ke-4 dan/atau ke-5 seri DTP yang dianjurkan. Vaksin ini ditoleransi dengan baik, dan penggunaannya disertai dengan lebih sedikit reaksi lokal yang lazim dan gejala-gejala sistemik, demam dan kejang demam. Apakah kejadian buruk, jarang, yang lebih serius. akibat DTP akan kurang sering terjadi sesudah DTaP belum diketahui.Imunogenisitas dan reaktogenisitas rendah dari 13 calon vaksin aseluler. yang diproduksi secara multinasional, dan mengandung berbagai TP, FHA, PRN, F1M2, FIM3 telah terdokumentasi. Trial kemanjuran untuk imunisasi primer sedang berlangsung di beberapa negara. Pengalaman penggunaan vaksin aseluler sedang bertumpuk juga pada orang dewasa. Lisensi satu DTaP atau lebih di Amerika Serikat untuk imunisasi primer menunggu hasil trial ini. Di negara dimana pertusis telah terkendali sebagian, pengurangan kasus lebih lanjut akan memerlukan penerapan dosis booster vaksin pertusis selama hidup.5

PrognosisBergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan susunan saraf yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil.6

KesimpulanPertusis merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis, yang penularannya melalui kontak dengan penderita pertusis. Virulensinya berupa toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut yang menghambat proses pembersihan saluran pernapasan organisme, sehingga timbul batuk yang tidak kunjung berhenti. Pengobatan secara medica mentosa dapat menggunakan agen antimikroba, salbutamol, kortikosteroid, dan globin imun pertusis. Sedangkan non medica mentosa dapat dirawat inap. Pencegahan dilakukan dengan pemberian vaksin DPT.

Daftar Pustaka1. Behrman RE, Kleigman RM. Esensi pedriati nelson. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2010. h.431-6, 556-73.2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008. h.1-9.3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 87.4. Wahab AS, Trastptenojo M, Pendit BU, dkk. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2006. h. 657.5. Behrman RE, Kleigman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke-15. Volume ke-2. Jakarta: EGC; 2000. h.960-5, 1483-4.6. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003. h. 564-8, 573-8.11