perdarahan postpartum
Post on 30-Jul-2015
752 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TRAVEL MEDICINE
ELECTIVE STUDY FASE III
PERDARAHAN POSTPARTUM
Oleh :
Mey Wulandari
0802005162
Semester VII
Pembimbing:
dr. I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya, SpOG
PROGRAM ELECTIVE STUDY
BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah berjudul “Perdarahan Postpartum” ini dapat
terselesaikan.
Tulisan ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas elective study
semester tujuh di Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar.
Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah memberi banyak masukan dan pengarahan. Dalam kesempatan ini kami
menghaturkan banyak terima kasih kepada Yang Terhormat dr. I Gede Ngurah
Harry Wijaya Surya, SpOG selaku pembimbing dan kepada pihak-pihak lain
yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari segala keterbatasan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengharapkan masukan kritik dan saran yang membangun untuk
menambah pengetahuan.
Akhirnya, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca.
Denpasar, Januari 2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................i
Kata Pengantar ...........................................................................................ii
Daftar Isi....................................................................................................iii
Daftar Gambar............................................................................................iv
Daftar Tabel ...............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................2
I. Definisi ..............................................................................................2
II. Epidemiologi .....................................................................................2
III. Faktor Predisposisi dan Etiologi.........................................................4
IV. Komplikasi ......................................................................................5
V. Diagnosis .........................................................................................7
VI. Penanganan ....................................................................................7
BAB III KESIMPULAN ............................................................................14
Daftar Pustaka ...........................................................................................15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perbandingan Angka Kematian Maternal Negara Asean...............4
Gambar 2. Manajemen Perdarahan Postpartum ...........................................13
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Insiden Global Komplikasi Mayor Persalinan ...................................3
Tabel 2. Etiologi dan Faktor Resiko Perdarahan Postpartum ..........................5
Tabel 3. Tanda, Gejala dan Klasifikasi Syok Hemoragik.................................6
Tabel 4. Diagnosis Perdarahan Postpartum ...................................................7
Tabel 5 Penanganan Umum Perdarahan Postpartum...............................................8
Tabel 6. Rekomendasi Kunci Pedarahan Post Partum ............................................9
Tabel 7. Penggunaan Uterotonika ...........................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir
yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan
akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa
menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional
dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai
perdarahan postpartum dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml
harus segera ditangani secara serius. Definisi baru mengatakan bahwa setiap
perdarahan yang yang dapat mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan
tanda hipovolemia termasuk dalam kategori perdarahan postpartum.1 Perdarahan
postpartum dapat membunuh wanita dalam waktu 2 jam apabila tidak ditangani
dengan baik.2 Kemampuan seorang wanita untuk menanggulangi akibat buruk
perdarahan tergantung pada status kesehatan sebelumnya, ada tidaknya anemia,
ada tidaknya hemokonsentrasi seperti pada preeklamsia dan ada tidaknya
dehidrasi. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau 1000 ml harus
segera mendapatkan penanganan. Volume darah (dalam ml) dihitung dengan
rumus berat badan (BB) dalam kg dikalikan dengan angka 80.3
Perdarahan postpartum dapat terjadi segera setelah janin lahir, selama
pelepasan plasenta atau setelah plasenta lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum
dan selama plasenta lahir lebih dikenal sebagai perdarahan kala III dan perdarahan
setelah plasenta lahir sebagai perdarahan kala IV. Berdasarkan waktu kejadiannya
perdarahan postpartum dibagi dua yakni yakni perdarahan postpartum dini (terjadi
dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir) dan perdarahan postpartum lanjut
(terjadi setelah 24 jam sejak bayi lahir). Perdarahan yang terjadi dalam kala IV
sering disebut disebut juga perdarahan postpartum segera (immediate postpartum
bleeding).1
Perdarahan postpartum merupakan penyebab kehilangan darah serius yang
paling sering dijumpai di bagian obstetrik. Banyak faktor yang mempunyai arti
pentin dalam menimbulkan perdarahan postpartum dini. Paritas tinggi merupakan
salah satu faktor predisposisi untuk tingginya perdarahan postpartum dini, dimana
wanita dengan paritas tinggi menghadapi resiko perdarahan akibat atonia uteri
yang semakin meningkat.2 Pada makalah ini akan dibahas mengenai perdarahan
postpartum untuk memahami faktor resiko dan penanganan yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir
yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan
akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa
menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional
dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai
perdarahan postpartum dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml
harus segera ditangani secara serius. Definisi baru mengatakan bahwa setiap
perdarahan yang yang dapat mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan
tanda hipovolemia termasuk dalam kategori perdarahan postpartum.1
II. EPIDEMIOLOGI
Kematian maternal didefinisikan sebagai kematian ibu yang ada
hubungannya dengan kehamilan, persalinan, dan nifas yakni 6 minggu setelah
melahirkan. Angka kematian maternal adalah jumlah kematian maternal per
100.000 kelahiran hidup.4 Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab
terbanyak kematian maternal. Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab
terbanyak kematian maternal, terhitung sekitar 100.000 kematian maternal setiap
tahunnya.5 Di negara maju dan berkembang, penyebab kematian yang paling
umum adalah perdarahan berat (Tabel 1).1
Tabel 1. Insiden Global Komplikasi Mayor Persalinan1
Perdarahan masif terjadi sekitar 5-15 % pada wanita setelah mengalami
persalinan.3 Secara global, diperkirakan jumlah kematian maternal dunia pada
tahun 2000 mencapai 529 ribu yang tersebar di Asia 47,8% (253 000); Afrika
47,4% (251 000); Amerika Latin dan Caribbean 4% (22 000); dan kurang dari 1%
(2500) di negara maju. Di kawasan Asean Indonesia menempati urutan tertinggi
dalam angka kematian maternal yakni 390/100.000 kelahiran hidup, jauh di atas
negara Asean lainnya (Gambar 1).6
Gambar 1. Perbandingan Angka Kematian Maternal Negara Asean6
III. FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI
Meskipun pendekatan resiko untuk mengantisipasi perdarahan postpartum
masih diperdebatkan karena tidak seorangpun pasti terbebas dari kemungkinan
perdarahan setelah bersalin, tetapi pendekatan resiko tetap memberikan
pertimbangan agar penanganan lebih berhati-hati dan petugas lebih siaga.
Perdarahan yang masif terjadi karena adanya abnormalitas pada keempat proses
dasar, yang disingkat “4 T”, baik tunggal ataupun gabungan: tone (kontraksi
uterus yang buruk setelah persalinan), tissue (retensi sisa hasil konsepsi atau
bekuan darah), trauma (pada saluran genital), atau thrombin (abnormalitas
pembekuan darah). Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan perdarahan
postpartum dapat terjadi pada salah satu dari keempat mekanisme tersebut. Faktor
resiko yang memungkinkan seorang ibu bersalin mengalami pedarahan
postpartum antara lain dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 2).7 Walaupun setiap
wanita dapat mengalami perdarahan postpartum, adanya satu atau lebih faktor
resiko dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum.
Tabel 2. Etiologi dan Faktor Resiko Perdarahan Postpartum7
IV. KOMPLIKASI
Syok terjadi bila ada hipoperfusi pada organ vital. Hipoperfusi bisa
disebabkan oleh kegagalan kerja jantung (syok kardiogenik), infeksi yang hebat
sehingga terjadi redistribusi cairan yang beredar (intravaskular) ke dalam cairan
ekstravaskular (syok septik), hipovolemia karena dehidrasi (syok hipovolemik)
atau karena perdarahan banyak (syok hemoragik). Tanda dan gejala syok
hemoragik bervariasi tergantung pada jumlah darah yang hilang dan kecepatan
hilangnya darah (Tabel 3).8
Tabel 3. Tanda, Gejala dan Klasifikasi Syok Hemoragik (Wanita dengan Berat
Badan 60-70 kg)8
Kematian terjadi karena kegagalan multiorgan. Perdarahan hebat
menyebabkan penurunan volume sirkulasi sehingga terjadi respons simpatis.
Terjadi takikardia, kontraktilitas otot jantung meningkat dan vasokonstriksi
perifer. Sementara volume darah beredar menurun, kemampuan sel darah merah
untuk mengangkut oksigen juga menurun sedang kenaikkan kontraktilitas otot
jantung membutuhkan pasokan oksigen lebih banyak. Keadaan ini cepat memacu
terjadinya kegagalan miokardium. Vasokonstriksi perifer ditambah dengan
menurunnya kemampuan darah membawa oksigen menyebabkan terjadinya
hipoperfusi dan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan memacu metabolisme
anaerob dan terjadilah asidosis. Asidosis inilah yang memacu terlepasnya
berbagai mediator kimiawi dan memacu respons inflamasi sistemik. Keadaan ini
menyebabkan terlepasnya radikal oksigen yang berakibat kematian sel. Kematian
sel menyebabkan lemahnya sistem barier mukosa sehingga mikroorganisme dan
endotoksin mudah tersebar ke seluruh jaringan dan organ. Keadaan inilah yang
mengakibatkan terjadinya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan
kegagalan multiorgan yang berakhir dengan kematian.9
Evaluasi pada pasien meliputi riwayat medis yang lengkap, seperti riwayat
koagulopati dan riwayat terapi anti koagulan, harus dilakukan. Pemeriksaan fisik
yang lengkap dapat menunjukkan adanya memar atau petekia yang luas.
Pemeriksaan untuk menilai status koagulasi dan konsultasi harus
dipertimbangkan. Resiko komplikasi perdarahan harus dicatat pada rekam medis
didiskusikan dengan pasien.8
V. DIAGNOSIS
Tabel 4. Diagnosis Perdarahan Postpartum10
VI. PENANGANAN
Tujuan utama penanganan perdarahan postpartum ada 3 yakni pencegahan,
penghentian perdarahan dan mengatasi syok. Pendekatan resiko, meskipun
menimbulkan kontroversi tetap masih mendapatkan tempat untuk diperhatikan.
Setiap ibu hamil dengan faktor resiko tinggi terjadinya perdarahan postpartum
sebaiknya dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan yang mempunyai unit tranfusi dan
perawatan intensif.6 Pada penanganan perdarahan postpartum, pilihan terapi yang
cepat dan tepat akan menentukan tingkat keberhasilan. Prinsip dasar dari
penanganan perdarahan postpartum adalah haemostasis atau menghentikan
perdarahan dengan cepat. Untuk memudahkan mengingat prosedur yang harus
dilakukan, akronim Haemostasis dapat digunakan (Tabel 5).3
Tabel 5. Penanganan Umum Perdarahan Postpartum3
1. Manajemen Aktif Kala III
Setiap ibu melahirkan harus mendapatkan manajemen aktif kala III.
Merupakan tindakan (intervensi) yang bertujuan mempercepat lahirnya plasenta
dengan meningkatkan kontraksi uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan
postpartum karena atoni uteri.9 Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni (1)
pemberian uterotonika, (2) peregangan tali pusat terkendali dan (3) masase uterus
setelah plasenta lahir.11 Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera
setelah bahu depan atau janin lahir seluruhnya. Peregangan tali pusat secara
terkendali (tidak terlalu kuat) dilakukan pada saat uterus berkontraksi kuat sambil
ibu diminta mengejan. Jangan lupa melakukan counter-pressure terhadap uterus
untuk menghidari inversi. Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta
lahir sampai uterus berkontraksi kuat, palpasi tiap 15 menit dan yakinkan uterus
tidak lembek setelah masase berhenti.11 Rekomendasi kunci yang dianjurkan
dalam praktek untuk menekan kejadian perdarahan postpartum adalah sebagai
berikut (Tabel 6).9
Pada tahun 2006 WHO mengeluarkan rekomendasi yang sama untuk
meminimalisasi morbiditas dan mortalitas maternal:
1. Manajemen aktif harus dilakukan pada semua wanita oleh dokter ahli
2. Dokter ahli harus menggunakan uterotonika (oksitosin, ergonovine,
misoprostol, dan carboprost) untuk mencegah perdarahan postpartum.
3. Klem tali pusat lebih awal hanya direkomendasikan pada bayi yang
membutuhkan resusitasi
Tabel 6. Rekomendasi Kunci Pedarahan Post Partum9
2. Uterotonika
Uterotonika utama yang dipakai dalam pencegahan dan penanganan
perdarahan postpartum adalah oksitosin dan metilergonovin. Society of
Obstetricians and Gynecologist of Canada (SOGC) Clinical Practice Guidline
merekomendaskan pemakaian oksitosin dan metilergonovin sebagai berikut
(Tabel 7).13
Tabel 7. Penggunaan Uterotonika13
3. Misoprostol
Misoprostol adalah analog prostaglandin E1, yang banyak digunakan
dalam praktek obstetrik karena sifatnya yang memacu kontraksi miometrium.
Misoprostol lebih unggul dibanding prostaglandin lain seperti PG E2 atau PG F2α
karena sifatnya yang stabil pada temperatur kamar, murah dan mudah
penggunaannya.14
Adanya perdarahan postpartum setelah persalinan harus segera ditangani
dengan tepat. Penanganan lini pertama dengan pemberian uterotonika yaitu
oksitosin dan ergometrin yang dilanjutkan dengan masase uterus. Misoprostol
dapat digunakan apabila dengan metode ini perdarahan tidak dapat dihentikan.
Dalam situasi di mana uterotonika tidak tersedia, pemberian misoprostol 600 μg
dapat digunakan sebagai terapi utama perdarahan postpartum. Misoprostol dapat
diberikan secara oral ataupun sublingual.15
4. Penanganan perdarahan postpartum yang telah terjadi (establihed postpartum
hemorrhage)
a. Intervensi medis
Jika dengan managemen aktif kala III perdarahan vaginal masih
berlangsung, maka harus segera diberikan 5-10 unit oksitosin secara
intravena pelan atau 5-30 unit dalam 500 ml cairan dan 0,25-0,5 mg
ergometrin intravena. Pada saat yang sama dilakukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya sebab lain seperti adanya robekan
jalan lahir atau retensi sisa plasenta. Perhatian harus ditujukan pada cara
mengatasi syok (“ABC's”) dengan memasang venokateter besar,
memberikan oksigen dengan masker, monitoring tanda vital dan
memasang kateter untuk memonitor jumlah urin yang keluar. Monitoring
saturasi oksigen juga perlu dilakukan. Darah diambil untuk pemeriksaan
rutin, golongan darah dan skrining koagulasi.13
Langkah penting yang harus segera diambil adalah koreksi
hipovolemia (resusitasi cairan). Kelambatan atau ketidaksesuaian dalam
memberikan koreksi hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi
kematian akibat perdarahan postpartum. Meskipun pada perdarahan kedua
komponen darah yaitu plasma dan sel darah hilang, tetapi penanganan
pertama untuk menjaga homeostasis tubuh dan mempertahankan perfusi
jaringan adalah dengan pemberian cairan. Larutan kristaloid (saline normal
atau ringer laktat) atau koloid harus segera diberikan dengan jumlah 3 kali
estimasi darah yang hilang, tetapi larutan kristaloid lebih diutamakan.
Dextran tidak boleh diberikan karena mengganggu agregasi platelet. Dosis
maksimal untuk larutan koloid adalah 1500 ml per 24 jam.6
b. Intervensi bedah
Pasien harus diletakkan dalam posisi litotomi dengan pencahayaan
yang baik sehingga adanya robekan di perineum, vagina dan seviks dapat
diidentifikasi. Jika robekan jalan lahir dapat disingkirkan maka segera
dilakukan eksplorasi kavum uterin untuk menyingkirkan adanya retensi
sisa plasenta. Jika setelah manuver ini perdarahan masih berlangsung dan
kontraksi uterus lembek, maka atoni uteri adalah penyebab perdarahan.
Beberapa intervensi bedah yang dapat dilakukan adalah kompresi
bimanual, tampon uterus (uterine packing, tamponade test), jahitan pada
placental bed, jahitan segi empat ganda (multiple square suture), jahitan
B-Lynch, ligasi arteria uterina, ligasi arteria iliaka interna, histerektomi,
tampon intraabdominal (intra–abdominal packing) dan embolisasi arteria
iliaka interna atau arteria uterina.16
1. Kompresi Bimanual
Kompresi bimanual dilakukan dengan satu tangan (tangan
kanan mengepal) ditempatkan di forniks anterior dan tangan kiri
mengangkat korpus dan menekan ke arah tangan yang di dalam
vagina. Cara ini setidaknya dapat menghentikan perdarahan
sementara sambil menyiapkan langkah lainnya.
2. Tampon Uterus (Uterine Packing)
Tindakan ini dipertimbangkan bila terapi obat-obatan tidak
berhasil atau sambil menunggu tindakan operatif. Pada keadaan di
mana korpus berkontraksi baik sedang segmen bawah rahim tidak,
seperti pada plasenta letak rendah, maka tampon uterus bermanfaat.
Bila seluruh uterus lembek dan serviks terbuka lebar maka tampon
tidak efektif karena tampon tidak mendapat tahanan dari bawah.
Tampon harus dipasang dengan padat dan hanya meninggalkan
bagian sedikit di dalam vagina untuk mengangkat setelah 24 jam.16
3. Histerektomi Peripartum
Insidensi melakukan histerektomi peripartum berkisar
antara 7-13 per 100.000 persalinan dan sebagian besar terjadi
bersamaan dengan seksio sesarea. Indikasi utama adalah plasenta
akreta, inkreta dan perkreta, atoni uterin, ruptur uterin, hematoma
ligamentum latum, robekan serviks luas setelah tindakan forseps,
dan koriomanionitis. Sebaiknya serviks dipotong dibawah arteria
uterina. Histerektomi supraservikal dapat dilakukan kalau
dibutuhkan operasi yang lebih cepat. Teknik B-Lynch dan teknik
Lasso-Budiman, keduanya merupakan teknik yang aman,
sederhana, mudah, dan efektif untuk menghentikan perdarahan
pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Bila terjadi
kegagalan, histerektomi adalah pilihan terakhir. Kedua teknik
tersebut juga merupakan metode yang efektif untuk
mempertahankan uterus dan fertilitas.17
4. Tampon Intraabdominal
Histerektomi tidak menjamin bahwa perdarahan pasti
berhenti. Perdarahan bisa terjadi karena gangguan faktor
pembekuan (consumptive coagulopathy) atau manipulasi yang
berlebihan. Sebuah tampon padat ditaruh di tempat sumber
perdarahan dan diangkat setelah 24 jam setelah gangguan
perdarahan terkoreksi.16
5. Tranfusi Darah
Sel darah merah yang dimampatkan (Packed Red Cells,
PRC) lebih banyak digunakan untuk mengatasi syok hemoragik.
Tujuan transfusi darah pada kedaan ini adalah restorasi cairan
intravaskular yang hilang dan pemulihan kapasitas membawa
oksigen oleh sel darah merah (oxygen carrying-capacity).
Kemampuan membawa oksigen sel darah merah pada seorang
individu yang sehat tidak akan terganggu sampai kadar hemoglobin
turun di bawah 6-7 g/dL. Kehilangan darah lebih dari 20-25% atau
dengan kecurigaan koagulopati memerlukan penggantian faktor
koagulasi. Pemeriksan faktor koagulasi juga diperlukan setelah
pemberian 5-10 unit PRC.18
Gambar 2. Manajemen Perdarahan Postpartum13
KESIMPULAN
Perdarahan postpartum sering bersifat akut, dramatik, underestimated dan
merupakan sebab utama kematian maternal. Pendekatan resiko diperlukan untuk
mengantisipasi kemungkinan kejadiannya. Penanganan perdarahan postpartum
ditujukan pada 3 hal yakni pencegahan, penghentian perdarahan dan mengatasi
syok. Penanganan aktif kala III persalinan merupakan tindakan preventif yang
harus diterapkan pada setiap persalinan. Oksitosin dan metilergonovin merupakan
obat lini pertama baik dalam upaya pencegahan maupun pengobatan. Misoprostol
dengan dosis 600- 1000 μg dapat dipakai bila obat lini pertama gagal. Restorasi
cairan melalui dua jalur infus dengan venokateter ukuran besar adalah tindakan
pertama mengatasi syok hemoragik. Larutan kristaloid sebanyak 3 kali estimasi
jumlah darah yang hilang dapat mempertahankan perfusi jaringan. Dalam keadaan
yang sangat mendesak (perdarahan mencapai 40% volume darah) dan masih
berlangsung pemberian darah yang sesuai tanpa crossmatching adalah tindakan
live safing yang dapat dibenarkan. Tindakan bedah dilakukan bila usaha
menhentikan perdarahan secara medis tdak berhasil. Tindakan tersebut adalah
kompresi bimanual, tamponade, jahitan B Lynche, histerektomi dan tamponade
intraabdominal. Bila terjadi gejala DIC maka pengobatan khusus DIC harus
segera diberikan mulai dari transfusi platelet, dan fresh frozen plasma
cryoprecipitate.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG, et al. Postpartum Hemorrhage. William Obstetrics 22th p463.
Connecticut: Appleton and Lange, 2005.
2. WHO. World Health Report 2005—Make every mother and child count.
Geneva: World Health Organization, 2005.
3. Ramanathan, Gand Arulkumaran, S. Postpartum Hemorrhage. J Obstet
Gynaecol Can 2006;28(11):967–973.
4. Timothy R. Maternal Mortality. J Obstet Gynecol Can 2011;33(10):989-990
5. Hogan MC, et al. Maternal mortality for 181 countries, 1980–2008: a
systematic analysis of progress towards Millennium Development Goal 5. Lancet
2010;375:1609–23.
6. Martaadisubrata D, dkk. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005.
7. Maughan KL, et al. Preventing Postpartum Hemorrhage: Managing the Third
Stage of Labor. AmFam Physician 2006;73:1025-8.
8. Marzi I. Hemorrhagic shock: update in pathophysiology and therapy. Acta
Anaesthesiol Scand Suppl 1997;111:42-4.
9. Anderson J M and Etches D. Prevention and Management of Postpartum
Hemorrhage. Am Fam Physician 2007;75:875-82.
10. Abdul Bari Saifuddin, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal Ed. 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2002.
11. John RS. Management of Third Stage of Labor. Medscape Reference.
12. Prendiville WJ, et al. Review : Active versus expectant management in the
third stage of labour. The Cochrane Library, Issue 2. Oxford, UK: Update
Software, 2002.
13. Schuurmans N, et al. SOGC Clinical Practice Guidline. Prevention and
Management of Postpartum Hemorrhage. J Soc Obstet Gynaecol Can
2000;22(4):271-81.
14. Goldberg AB, Greenberg MB, and Darney PD. Misoprostol and Pregnancy.
NEngl J Med 2001; 344 (1):38-45.
15. J Blum, et al. Treatment of Postpartum Hemorrhage. International Federation
of Gynecology and Obstetric. Ireland:Elseiver.
16. Dean Leduc. Active Management of The Third Stage of Labour: Prevention
and Treatment Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynecol Can 2009;31(10):980-
993.
17. Muhammad Nurhadi Rahman, dkk. Penggunaan Teknik B-Lynch dan Teknik
Lasso-Budiman untuk Penanganan Perdarahan Pascapersalinan akibat Atonia
Uteri. Case Report Vol.34 No.4 Oktober 2010.
18. Statewide Maternity and Neonatal Clinical guidelines Program. Primary
Postpartum Hemorrhage. July 2009.
top related