perbedaan efek posisi prone dan supine terhadap nadi
Post on 16-Oct-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
55
Perbedaan Efek Posisi Prone Dan Supine Terhadap Nadi, Respirasi Dan Suhu Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi
Sri Janatri1, Elly Nurachmah2, Setiawati3
Sri Janatri : Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan (S-2) Kekhususan Keperawatan Anak,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendelal Achmad Yani Cimahi
Email : janatrisri@yahoo.co.id
Abstrak
Bayi berat lahir rendah, merupakan masalah kesehatan perinatal, membutuhkan perawatan untuk
meningkatkan kesempatan menjalani masa transisi. Tanggung jawab mandiri perawat membantu
menjaga kesetabilan nadi, respirasi dan suhu yang merupakan indicator kesehatan bayi, dengan
memberikan posisi prone. Tujuan penelitian untuk membuktikan adanya perbedaan efek posisi prone dan
supine terhadap nadi, respirasi dan suhu BBLR. Metode penelitian menggunakan quasi experiment
design, dengan sampel 34 BBLR pada dua kelomok intervensi. Hasil uji hipotesis terdapat efek posisi
prone terhadap nadi dan respirasi masing-masing p- value 0.001, tetapi tidak terdapat efek pada suhu p-
value 0.056, posisi supine tidak terdapat efek pada nadi, respirasi dan suhu p- value 0.058, 0.085, 1.000,
pada uji t independen terdapat perbedaan efek posisi prone dan supine terhadap nadi p- value 0.001, tetapi
tidak terdapat pebedaan terhadap respirasi dan suhu p- value 0.056 dan 0.206. Rekomendasikan:
intervensi prone tepat diberikan pada bayi nadi dan respirasi normal/diatas normal.
Kata Kunci : Efek, nadi, prone, respirasi, suhu, supine
ABSTRACT
Low birth weight babies, a perinatal health problem, requiring treatment to increase the chances of a
period of self-responsibility transition. Nurse responsibility helps maintain pulse stability, respiration
and temperature is the indicator of infant health, by providing the prone position. Purpose this study to
prove the existence of differences in the effects of prone and supine position on pulse, respiration and
temperature of LBW. Methods with quasi experiment design, with 34 samples in two groups LBW
intervention. Results uji hypothesized effects are prone to pulse position and respiration p-value 0.001,
but no effect on the temperature p-value 0.056, supine position there is no effect on pulse, respiration and
temperature p-value 0.058, 0.085, 1.000, independent t test found the differences in the effects of prone
and supine positions to pulse p-value of 0.001, but there is no average difference between the respiration
and temperature p-value 0.056 and 0.206. Recommendation: prone more appropriate intervention given
to infants above normal pulse and respiration.
Keywords : Effect, prone, pulse, respiration, supine, temperature
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
56
Pendahuluan
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari setandar normal biasa disebut dengan bayi
berat lahir rendah (BBLR). Bayi berat lahir rendah dapat dikelompokan menjadi prematuritas
murni dan dismaturitas. Prematuritas murni yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan.
“Bayi berat lahir rendah masih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama
kesehatan perinatal.
Pada waktu kelahiran, sejumlah adaptasi fisiologis mulai terjadi pada tubuh bayi baru
lahir. Karena perubahan dramatis ini, bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan
bagaimana ia membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya di luar uterus (Bobak,
2006).
Hipotermi merupakan factor resiko pada semua bayi baru lahir terlebih pada BBLR,
karena mempunyai lapisan lemak yang lebih tipis.. Pencegahan terjadinya hipotermi salah satu
cara efektif dalam mempertahankan kisaran suhu yang diinginkan pada BBLR adalah
penggunaan inkubator terkontrol manual atau otomatis (Wong, 2009). Asuhan keperawatan
yang komperhensif kepada semua bayi baru lahir pada saat ada di ruang rawat perlu dilakukan
dengan baik, untuk membantu melewati masa transisi.
Tingginya AKB di Indonesia menjadi salah satu faktor penilai belum membaiknya derajat
kesehatan di Indonesia hal ini terlihat dengan AKB di Indonesia 248 /100.000 kelahiran
(Kemenkes, 2009).
Kematian neonatal dapat disebabkan oleh beberapa hal. Proporsi pola penyebab kematian
neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan berat badan lahir rendah/LBW
(35%), serta asfiksia lahir (33,6%). Menurut data dari WHO, Indonesia merupakan negara
dengan jumlah kematian neonatal terbesar di seluruh dunia. Angka kematian bayi di Indonesia
35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003. Prevalensi BBLR di Indonesia antara 2-
17,2% (Depkes, RI, 2007).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Propinsi Jawa Barat masih tinggi bila dibandingkan
dengan angka nasional yaitu 321,15 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2003).
Dalam penatalaksanaan BBLR yang harus dilakukan adalah 1) menjaga dan memantau suhu
bayi pada suhu normal (36,5 – 37.5˚C), 2) meminimalisir terjadinya infeksi, 3) memfasilitasi
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
57
agar istirahat dan tidur lebih lama sehingga kebutuhan energi minimal,
4) memberikan kenyamanan pada bayi agar mampu beradaptasi pada lingkungan yang baru, 5)
Mencegah terjadinya hipoglikemia dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) sesuai dengan
kebutuhan.
Tujuan perubahan posisi pada BBLR adalah terutama untuk mengurangi stress bayi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi stress bayi adalah posisi tidur. Ada beberapa posisi tidur
yang diberikan pada bayi yaitu posisi lateral, prone dan supine. Posisi prone dapat
meningkatkan kualitas tidur bayi sehingga mendorong peningkatan perkembangan
neuromuskuler (Miyata,at al, 2012).
Posisi prone adalah posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen dan posisi
badan telungkup (Wong, et al., 2003). Dengan meletakkan bayi pada posisi prone, gravitasi
dapat menarik lidah ke anterior sehingga jalan nafas lebih baik, dengan demikian udara dapat
masuk keparu-paru, alveoli dan keseluruh jaringan tubuh. Posisi yang terbaik untuk bayi adalah
posisi fleksi, posisi tersebut hanya didapatkan pada posisi prone.
Tujuan memposisikan prone pada bayi dengan BBLR adalah untuk 1) meningkatkan
oksigenasi, 2) meningkatkan mekanika pernapasan, 3) homogenisasi gradient tekanan pleura,
4) meningkatkan volume paru-paru dan memfasilitasi kelancaran sekresi (Pelosi, Brazzi,
Gattinoni, 2002). Pendapat lain mengemukakan bahwa “Posisi prone pada bayi merupakan
posisi yang sangat menghemat energi, karena posisi ini akan menurunkan kehilangan panas
dibandingkan dengan posisi supine. Hal ini disebabkan karena posisi prone, kaki bayi fleksi
sehingga menurunkan metabolisme tubuh akibatnya terjadi penurunan kehilangan panas
(Hegner & Cadwel, 2003). Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa dengan memberikan
posisi prone pada BBLR dapat meningkatkan oksigenasi, sehingga kekurangan oksigen dalam
tubuh bisa diatasi, dengan demikian angka kejadian komplikasi dan kematian pada BBLR dapat
diminimalisir.
Demikian juga hasil penelitian dari (Kusumaningrum , 2011), dalam penelitian yang
berjudul “ The Effect of Prone Position on Fio2 Level in Premature Baby Who Received
Ventilator”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari Fio2
pada bayi dengan ventilator sebelum dan setelah diposisiskan prone.
Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi, memiliki beberapa ruangan untuk
perawatan anak, khusus untuk perawatan bayi, memiliki ruang Perinatologi, Neonatal Intensive
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
58
Care Unit (NICU) dan High Care Unit (HCU). Ruang Perinatologi terpisah dari ruangan yang
lain, ruang ini mempunyai 19 box bayi dan memiliki 5 inkubator.
Ruang rawat bayi di Perinatologi setiap hari dikondisikan suhu ruangan antara 25˚C
sampai dengan 30˚C. Catatan harian di ruang tersebut enam bulan terahkir tahun 2012, jumlah
kejadian 8 kondisi bayi baru lahir dari 1322 kelahiran adalah Bayi Normal Cukup Bulan (NCB)
Sesuai Masa Kehamilan (SMK) 917 bayi (69,36 %), BBLR Neonatal Kurang Bulan (NKB) 103
bayi (7,79 %), BBLR Neonatal Cukup Bulan (NCB)126 bayi (9,53 %), Asfiksia Berat 57 bayi
(4,31 %), Asfiksia Sedang 64 bayi (4,84 %), Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) Neonatal
Kurang Bulan (NKB) 17 bayi (1,28 %), dan MAS 17 bayi (1,28 %), Besar Masa Kehamilan
(BMK) Neonatal Cukup Bulan (NCB) 21 bayi (1,59 %).
Kejadian kematian bayi enam bulan terahkir tahun 2012 dengan berbagai penyebab di
Ruang Perinatologi rumah sakit tersebut berjumlah 36 bayi, dengan Asfiksia berat 16 (44,44
%), Asfiksia sedang 4 bayi (11,11%), BBLSR 6 ( 16,66 %), BBLR Neonatal Kurang Bulan 10
bayi (27,77 %). Pada data tersebut tergambarkan bahwa di Ruang Perinatologi Rumah Sakit
tersebut , dalam waktu 6 bulan merawat 1.322 bayi, sedangkan bayi dengan BBLR (NCB) dan
BBLR (NKB) mendapatkan peringkat ke 2 dan ke 3 dari total masalah bayi baru lahir di ruang
tersebut.
Tujuan penelitian ini mengetahui “Seberapa besar signifikansi perbedaan efek posisi
prone dan supine terhadap nadi, respirasi dan suhu Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang
Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi “.
Beberapa penyebab terjadinya BBLR dapat ditinjau dari beberapa faktor, diantaranya adalah :
komplikasi obstetric, kondisi kesehatan ibu saat kehamilan, dan faktor sosial ekonomi (May &
Mahimesh, 2004). Beberapa penyebab yang menjadi komplikasi obstetric diantaranya adalah
malformasi uterus, kehamilan ganda, kelainan bentuk tulang servik (Inkompeten Serviks),
chrorioamnistis, pre eklampsia berat, plasenta previa, riwayat prematur, dan RH
insoimunisation.
. Adaptasi BBLR terhadap kehidupan ekstrauterin terberat yang pasti terjadi pada
neonatus adalah transisi dari sirkulasi janin atau plasenta ke respirasi independen. Hilangnya
hubungan plasenta menyebabkan hilangnya dukungan metabolis seutuhnya, terutama suplai
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Stres normal yang terjadi selama persalinan dan
kelahiran menyebabkan perubahan pola pertukaran gas plasenta, keseimbangan asam basa darah,
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
59
dan aktivitas kardiovaskuler bada bayi. Penyesuaian bayi baru lahir pada kehidupan ekstrauterin
adalah sebagai berikut.
Perubahan fisiologis paling kritis dan segera harus dilakukan oleh bayi begitu lahir adalah
mulai bernapas (Wong, 2009). Faktor suhu primer adalah suhu dingin mendadak pada bayi pada
saat keluar dari lingkungan rahim ibu yang hangat. Proses respirasi dipengaruhi oleh cairan
surfaktan yang ada dalam paru. Cairan yang melapisi alveoli dan jalan nafas ini sangat
membantu proses pengembangan paru saat inspirasi dan mencegah terjadinya kolaps alveoli saat
ekspirasi (MacGregor, 2008). Setelah respirasi dilakukan, pola respirasi dangkal dan tidak teratur
berkisar antara 30 sampai 60 tarikan napas per menit (Bobak, 2006).
Nadi merupakan indicator kerja jantung, jika terjadi masalah pada kerja jantung, maka
dapat diketahui dari frekuensi nadi. Nilai normal frekuensi nadi pada neonatus adalah 120-160
kali/menit (Bobak, 2006).
Termoregulasi, regulasi panas tubuh merupakan hal yang paling kritis terhadap ketahanan
hidup bayi. Meskipun kapasitas produksi panas bayi cukup memadai, tetapi ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya kehilangan panas berlebihan. Faktor predisposisi tersebut adalah 1) Area
permukaan kulit bayi yang luas memudahkan kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan,
meskipun sebagian dapat dikompensasi oleh posisi fleksi, 2) tipisnya lapisan subkutis bayi
merupakan isolasi yang buruk untuk mempertahankan suhu dan 3) Mekanisme bayi untuk
menghasilkan panas tidak bisa dengan respon menggigil, tetapi menghasilkan panas dengan
nonshivering thermogenesis, yang mencakup peningkatan metabolisme dan kebutuhan oksigen
(Wong, 2009).
Suhu tubuh bayi yang meningkat akan menyebabkan metabolisme dalam tubuh juga
akan meningkat. Peningkatan metabolisme membutuhkan jumlah kadar oksigen yang juga akan
meningkat, karena suhu tubuh khususnya jika bayi prematur mengalami demam akan
menurunkan saturasi oksigen (MacGregor, 2008). Suhu tubuh inti atau biasa disebut suhu aksilar
pada bayi termasuk BBLR bervariasi sesuai dengan periode reaktivitas, namun biasanya
berkisar 36,5˚C sampai dengan 37,5˚C (Bobak, 2006).
Pada mulkuloskeletal kecenderunagn posisi ekstensi tentunya akan meningkatkan
metabolisme dalam tubuh, sementara posisi terbaik adalah posisi yang dapat menurunkan
kebutuhan energi seperti posisi fleksi.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
60
Ada beberapa posisi tidur bayi antara lain adalah terlentang (supine), miring kanan atau
miring kiri (lateral), tengkurap (prone). Posisi yang paling umum digunakan pada bayi adalah
adalah posisi supine, karena pada umumnya posisi ini dianggap paling aman (Potter & Perry,
2009).
Posisi prone adalah posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen dan posisi
badan telungkup (Wong, 2009). Pendapat lain mengemukakan bahwa “Posisi prone pada bayi
merupakan posisi yang sangat menghemat energi, karena posisi ini akan menurunkan kehilangan
panas dibandingkan dengan posisi supine. Hal ini disebabkan karena posisi prone, kaki bayi
fleksi sehingga menurunkan metabolisme tubuh akibatnya terjadi penurunan kehilangan panas
(Hegner & Cadwel, 2003). Dengan meletakkan bayi pada posisi prone, gravitasi dapat menarik
lidah ke anterior sehingga jalan nafas lebih baik, dengan demikian udara dapat masuk keparu-
paru, alveoli dan keseluruh jaringan tubuh. Posisi yang terbaik untuk bayi adalah posisi fleksi.
Posisi fleksi tersebut hanya didapatkan pada posisi prone. Tujuan memposisikan prone pada
bayi dengan BBLR adalah untuk 1) meningkatkan oksigenasi, 2) meningkatkan mekanika
pernapasan, 3) homogenisasi gradient tekanan pleura, inflasi alveolar dan distribusi ventilasi, 4)
meningkatkan volume paru-paru dan mengurangi jumlah area paru yang mengalami aktelektasis,
5) memfasilitasi kelancaran sekresi dan 6) untuk mengurangi cidera paru akibat penggunaan
ventilator (Pelosi, Brazzi dan Gattinoni, 2002).
Posisi supine adalah posisi yang sering digunakan pada bayi normal maupun bayi
dengan perawatan di rumah sakit. Posisi terlentang atau supine pada bayi adalah posisi yang
berlawanan dengan posisi prone. Posisi supine pada bayi merupakan posisi yang sangat
membutuhkan energi berlebih, karena posisi ini akan meningkatkan kehilangan panas
dibandingkan dengan posisi prone. Hal ini disebabkan karena posisi supine, kaki bayi dalam
kondisi ekstensi, sehingga berdampak terhadap peningkatan metabolisme tubuh, akibatnya
terjadi peningkatan kehilangan panas (Hegner & Cadwel, 2003).
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah experiment
research.,bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat
perlakuan posisi prone dan supine terhadap nadi, respirasi dan suhu BBLR.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
61
Untuk memilih sampel penelitian menggunakan Consecutive sampling. Dalam
menentukan sampel kelompok intervensi prone dan supine, dari sampel yang memenuhi kriteria
dilakukan random sampel yang mendapatkan random nomor ganjil maka dimasukan anggota
kelompok intervensi prone dan pada sampel yang mendapatkan random nomor genap maka
dimasukan anggota kelompok intervensi supine, dengan sampel 17 BBLR setiap kelompok,
sihingga total sampel adalah 34 BBLR.
Penelitian ini dilakukan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R.Syamsudin,SH. Kota
Sukabumi.dan dilakukan dalam waktu 6 bulan, yang dimulai dari tanggal 04 Maret sampai
dengan tanggal 31 Agustus 2013 .
Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen pengkajian yang
meliputi karakteristik, nadi, respirasi dan suhu, yang dirancang sendiri oleh peneliti baik untuk
posisi prone maupun supine.
Pada tahap ini peneliti melakukan pengambilan data pada 2 kelompok intervensi prone
dan supine , secara simultan dalam artian jika pada waktu bersamaan mendapatkan BBLR yang
sesuai dengan kriteria penelitian pada kelompok posisi prone dan supine , maka peneliti
melakukan pengukuran dan perlakuan secara bergantian, agar masing-masing responden
terpantau dengan baik.
Pada kelompok intervensi posisi prone melakukan pengukuran nadi, respirasi, suhu,
memberikan posisi prone selama 20 menit (pemantauan ketat selama perlakuan), kemudian
melakukan pengukuran secara berurutan nadi, respirasi dilanjutkan pengukuran suhu,
memberikan posisi supine.
Pada kelompok posisi supine
Melakukan pengukuran nadi, respirasi, suhu, memberikan posisi supine selama 20 menit
(pemantauan ketat selama intevensi), kemudian melakukan pengukuran nadi, respirasi, suhu,
memberikan posisi miring kanan dan semua data didokumentasikan pada instrument.
1. Analisa Deskriptif
Dalam analisis deskriptif ini terdiri dari analisis deskriptif terhadap karakteristik responden
dilakukan dengan distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan analisis deskriptif untuk
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
62
variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan nilai rerata, median ,simpangan baku dan
nilai maksimum-minimum.
2. Analisa Inferens
Dalam penelitian ini analisis inferens untuk menguji hipotesis pengaruh intervensi terhadap
Berat Bayi Lahir Rendah dilakukan dengan menggunakan uji T 2 sampel independen sedangkan
untuk menguji hipotesis perbedaan pengaruh antar intervensi menggunakan uji t 2 sampel
berpasangan.
Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Uji Kolmogorov-
Smirnov dan didapatkan data mengikuti distribusi yang normal.
Untuk menguji perbedaan pengaruh dua kelompok intervensi maka digunakan uji t 2
sampel independen.
Hasil Penelitian
1. Analisis Data Karakteristik Responden
Hasil analisis data karakteristik responden Berdasarkan Usia, Berat Badan Lahir dan Panjang
Badan Lahir baik yang dikenai perlakuan posisi prone dan supine didasarkan pada nilai mean,
median, simpangan baku, nilai minimal dan nilai maksimal dapat terlihat pada tabel 4.1 berikut
ini :
Tabel 4.1
Distribusi Responden berdasarkan Usia, Berat Badan Lahir dan Panjang Badan Lahir
N = 34
Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada kelompok intervensi prone nilai rerata usia
30.88 jam, median 30.00 jam, simpangan baku 4.14 dan nilai maksimal-minimal adalah 26-38
Karak-teristik
Respon-den
Kelompok
Intervensi
Mean
Median
SD
Min-Mak
Usia (jam)
Prone
30.88 30.00 4.14 26-38
Supine
30.47 29.00 5.25 24-44
BBL (gram)
Prone
2015 2.000 0.25 1650-2400
Supine
1998 2050 0.33 1500-2425
PB (cm)
Prone
44.00 44.00 1.69 40-47
Supine
42.38 42.00 2.63 38-47
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
63
jam, sedangkan pada kelompok intervensi supine nilai rerata 30.47 jam, median 29.00 jam ,
simpangan baku 5.25 dan nilai maksimal-minimal 24-44 jam.
Pada tabel 4.1 ini juga dapat terlihat rerata berat bayi lahir pada kelompok intervensi
prone 2.015 gram, midian 2.000 gram, simpangan baku 0.25 dan nilai maksimal-minimal 1650-
2400 gram, sedangkan pada kelompok intervensi supine nilai rerata 1.998 gram, median 2.050
gram, simpangan baku 0.33 dan nilai maksimal - minimal adalah 1500-2425 gram.
Demikian juga terlihat pada tabel 4.1 bahwa rerata panjang badan responden pada
kelopok intervensi prone 44.00 cm, median 44.00 cm, simpangan baku 1.69 dan nilai maksimal-
minimal adalah 38-47 cm, sedangkan pada kelompok inervensi supine dengan nilai rerata 42.38
cm, median 42.00 cm, simpangan baku 2.63 dan nilai maksimal-minimal 38-47 cm.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin baik yang dikenai perlakuan
posisi prone dan supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase, selengkapnya
dijelaskan pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelami
N = 34
Terlihat pada tabel 4.2 bahwa dari kedua kelompok intervensi, responden sebagian besar
dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 64.7% kelompok intervensi prone dan 52.9% pada
kelompok intervensi supine.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Gestasi baik yang dikenai perlakuan posisi
prone dan perlakuan posisi supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase.
Perlakuan Jenis
Kelamin
Frekuensi %
Posisi
Prone
Laki-Laki 10 64.7
Perempuan 7 35.3
Jumlah 17 100
Posisi
Supine
Laki-Laki 9 52.9
Perempuan 8 47.1
Jumlah 17 100
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
64
Hasil selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Gestasi
N = 34
Pada tabel 4.3 dapat terlihat bahwa masa gestasi pada kedua kelompok intervensi sebagian besar
dengan masa gestasi 34-35 minggu sebesar 47.1% pada kelompok intervensi prone dan 41.2%
pada kelompok intervensi supine.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Persalinan baik yang dikenai perlakuan
posisi prone dan posisi supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase diuraikan pada
tabel 4.4 berikut
Perlakuan Masa
Gestasi
Frekuensi %
Posisi
Prone
28-29 0 0.0
29-30 1 5.9
31-32 1 5.9
32-33 1 5.9
33-34 2 11.8
34-35 8 47.1
35-36 4 23.5
Jumlah 17 100.0
Posisi
Supine
28-29 1 5.9
29-30 1 5.9
31-32 2 11.8
32-33 1 5.9
33-34 1 5.9
34-35 7 41.2
35-36 4 23.5
Jumlah 17 100.0
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
65
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan
N = 34
Pada tabel 4.4 diketahui bahwa dari 17 responden baik pada kelompok posisi prone dan posisi
supine keduanya sebagian besar dengan jenis persalinan spontan. Jika dibandingkan antara
kelompok posisi prone dan kelompok posisi supine masih lebih banyak kelompok posisi prone
untuk jenis persalinan spontan yaitu dengan 94.1% dan supine 76.5 %.
d. Hasil uji normalitas data nadi, respirasi dan suhu sebelum dan sesudah intervensi prone dan
supine sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan menggunakan dapat dijelaskan pada
tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas Data Nadi, Respirasi dan Suhu Sebelum dan Sesudah Intervensi
Prone dan Supine
N = 34
Intervensi
Variabel
p-value
Hasil Uji
Normalitas
Prone
Sebelum
Nadi 0.588 Nolmal
Respirasi 0.559 Nolmal
Suhu 0.216 Nolmal
Sesudah
Nadi 0.828 Nolmal
Respirasi 0.837 Nolmal
Perlakuan Jenis
Persalinan
Frekuensi %
Posisi
Prone
Spontan 16 94.1
Sectio Caesar 1 5.9
Jumlah 17 100.0
Posisi
Supine
Spontan 13 76.5
Sectio Caesar 4 23.5
Jumlah 17 100.0
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
66
Suhu 0.152 Nolmal
Supine
Sebelum
Nadi 0.616 Nolmal
Respirasi 0.438 Nolmal
Suhu 0.114 Nolmal
Sesudah
Nadi 0.897 Nolmal
Respirasi 0.158 Nolmal
Suhu 0.114 Nolmal
Berdasarkan Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa hasil uji normalitas data nadi, respirasi dan suhu
sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok intervensi menghasilkan nilai p-value
semuanya >0.005, hal ini menunjukkan bahwa semua data baik sebelum dan sesudah intervensi
mengikuti distribusi normal.
e. Gambaran nadi, respirasi dan suhu sebelum dilakukan intervensi pada kedua kelompok
intervensi prone dan kelompok intervensi supine sebelum dilakukan intervensi,
selengkapnya hasil analisis terdapat pada tabel 4.6 sebagai berikut :
Tabel 4.6
Distribusi Nadi, Respirasi dan Suhu Responden
Sebelum Dilakukan Intervensi
N = 34
Variabel Kelompok
Intervensi Mean Median SD Min-Mak
Nadi Prone 154.59 151.00 8.80 143-167
Supine 150.71 150.00 5.25 143-160
Respirasi Prone 53.59 52.00 9.51 40-68
Supine 48.94 47.00 5.89 40-60
Suhu Prone 37.05 37.10 0.31 36.3-37.6
Supine 37.06 36.90 0.46 36.8-37.3
Berdasarkan Tabel 4.6 menjelaskan bahwa pada posisi prone memiliki nadi minimal 143
kali/menit dan maksimal 167 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
67
masing 154.59 kali/menit, 151.00 kali/menit dan 8.80. Sedangkan pada kelompok posisi supine
memiliki nadi minimal 143 kali/menit dan maksimal 160 kali/menit dengan rerata, median dan
simpangan baku masing-masing 150.71 kali/menit, 150.00 kali/menit dan 5.25.
Berdasarkan Tabel 4.6 juga memperlihatkan bahwa untuk posisi prone memiliki respirasi
rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 68 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan
baku masing-masing 53.59 kali/menit, 52.00 kali/menit dan 9.51, sedangkan pada posisi supine
memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata, median
dan simpangan baku masing-masing 48.94 kali/menit, 47.00 kali/menit dan 5.89.
Pada Tabel 4.6 juga memperlihatkan bahwa untuk posisi prone memiliki suhu minimal
36.3ºC dan maksimal 37.6ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing
37.05ºC, 37.1ºC dan 0.31, sedangkan pada intervensi supine memiliki suhu minimal 36.8 ºC dan
maksimal 38.8ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 37.06ºC, 36.9ºC
dan 0.46.
f. Gambaran Nadi, Respirasi dan Suhu Setelah Dilakukan Intervensi pada BBLR dapat
dilihat pada Table 4.7 berikut ini :
Tabel 4.7
Distribusi Nadi, Respirasi dan Suhu Responden Setelah Dilakukan Intervensi
N = 34
Variabel Kelompok
Intervensi
Mean Median SD Min-Mak
Nadi
Prone
149.71 148.00 7.51 140-160
Supine
152.12 151.00 6.99 143-165
Respirasi
Prone
50.24 51.00 8.93 38-66
Supine
50.24 49.00 7.28 40-60
Suhu
Prone
37.02 37.10 0.30 36.3-37.5
Supine
36.94 36.90 0.122 36.8-37.3
Berdasarkan Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa posisi prone nadi minimal 140 kali/menit
dan maksimal 160 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 149.71
kali/menit, 148.00 kali/menit dan 7.51, sedangkan posisi supine memiliki nadi minimal 143
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
68
kali/menit dan maksimal 165 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-
masing 152.12 kali/menit, 151.00 kali/menit dan 6.99.
Berdasarkan Tabel 4.7 juga memperlihatkan pada posisi prone memiliki respirasi rate
minimal 38 kali/menit dan maksimal 66 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku
masing-masing 50.24 kali/menit, 51.00 kali/menit dan 8.93, sedangkan pada posisi supine
memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata dan
simpangan baku masing-masing 50.24 kali/menit, 49.00 kali/menit dan 7.28.
Pada Tabel 4.7 juga memperlihatkan bahwa posisi prone memiliki suhu minimal 36.3ºC
dan maksimal 37.5ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 37.02ºC,
37.10ºC dan 0.30, sedangkan pada kelompok posisi supine memiliki suhu minimal 36.8ºC dan
maksimal 37.3ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 36.9ºC, 36.90ºC
dan 0.122.
g. Perbedaan Efek Posisi Prone dan Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi dan Suhu
Responden
Sebelum dijelaskan hasil analisa perbedaan efek posisi prone dan supine terhadap nadi,
respirasi dan suhu BBLR, maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengaruh efek dari kedua
intervensi sebagaimana dijelaskan pada tabel 4.8 berikut ini :
Tabel 4.8 Perbedaan Efek Sebelum dan Sesudah Posisi Prone dan Efek Sebelum dan Sesudah
Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi dan Suhu Responden N = 34
Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji hipotesis Efek Posisi Prone Terhadap Nadi p-value
0.001. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) secara signifikan ditolak yang memiliki makna
Inter-
vensi
Varia-bel Rerata
sebelum
Rerata
sesudah
t
Hitung
p- Value Korelasi
Prone
Nadi 154.59 149.71 6.811 0.001 0.947
Respi-rasi 53.59 50.24 4.401 0.001 0.944
Suhu 37.05 37.02 2.063 0.056 0.982
Supine
Nadi 151.71 152.12 -2.041 0.058 0.883
Respirasi 48.94 50.24 -1.833 0.085 0.924
Suhu 37.06 36.94 1.049 1.000 -0.050
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
69
terdapat efek posisi prone terhadap nadi, dengan nilai indeks korelasi 0.947 menunjukkan terdapat efek
yang sangat kuat posisi prone terhadap nadi.
Pada Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji hipotesis Pengaruh Posisi Prone Terhadap Respirasi Rate
menghasilkan p-value 0.001. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) secara signifikan ditolak
yang memiliki makna terdapat efek posisi prone terhadap respirasi rate, dengan nilai indeks korelasi
0.944 menunjukkan terdapat efek yang sangat kuat posisi prone terhadap respirasi rate.
Berdasarkan Tabel 4.8 juga menunjukkan hasil uji hipotesis Efek Posisi Prone Terhadap Suhu
menghasilkan p-value 0.056. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki
makna tidak terdapat efek posisi prone terhadap suhu.
Demikian juga Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji hipotesis Efek Posisi Supine Terhadap Nadi
menghasilkan p-value 0.058. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki
makna tidak terdapat efek posisi supine terhadap nadi.
Pada Tabel 4.8 juga menunjukkan hasil uji hipotesis pengaruh posisi supine terhadap respirasi rate
menghasilkan p-value 0.085. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki
makna tidak terdapat efek posisi supine terhadap respirasi rate.
Tabel 4.8 juga menunjukkan hasil uji hipotesis efek posisi supine terhadap suhu menghasilkan p-
value 1.000. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak
terdapat efek posisi supine terhadap suhu.
Adapun hasil analisis perbedaan selisih efek posisi prone dan supine terhadap nadi, respirasi dan suhu
BBLR akan dijelaskan pada tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9 Perbedaan Selisih Efek Posisi Prone dan Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi dan
Suhu Responden N = 34
Varia-
bel
Prone Supine Leven
Test
t
Hitung
p
value
Se-
belum
Sesu-
dah
Sebe-
lum
Sesu-
dah
Nadi 154.59 149.71 151.71 152.12 0.611 3.484 0.001
Respi- rasi 53.59 50.24 48.94 50.23 0.976 1.982 0.056
Suhu 37.05 37.02 37.06 36.94 0.102 1.290 0.206
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
70
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa hasil Uji Levene menghasilkan p-value 0.611 yang
memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi
homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.001 pada uji t independen memperlihatkan
bahwa hipotesis nol (H0) ditolak yang menunjukkan terdapat perbedaan efek antara posisi prone
dengan posisi supine terhadap Nadi.
Tabel 4.9 juga menunjukkan bahwa hasil Uji Levene menghasilkan p-value 0.976 yang
memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi
homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.056 pada uji t independen memperlihatkan
bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang berarti menunjukkan tidak terdapat perbedaan efek antara
posisi prone dengan posisi supine terhadap Respirasi Rate.
Pada Tabel 4.9 menunjukkan juga bahwa berdasarkan hasil Uji Levene menghasilkan p-
value 0.102 yang memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians
yang sama (terjadi homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.206 pada uji t independen
memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang berarti menunjukkan tidak terdapat
perbedaan efek antara posisi prone dengan posisi supine terhadap Suhu.
Interprestasi dan Diskusi
1. Karakteristik Responden
a. Usia, berat bayi lahir dan panjang lahir
Rerata usia responden pada kelompok intervensi prone yaitu 30.88 jam dan 30.47 jam
pada kelompok intervensi supine. Rentang usia pada kelompok prone antara 26 hingga 38 jam
dan pada kelompok supine antara 24 hingga 44 jam. Bobak (2006) menyatakan usia bayi lebih
dari 24 jam sudah melewati masa reaktifitas tahap dua, sehingga secara fisiologis bayi sudah bisa
beradaptasi dengan lingkungan luar rahim.
Rerata berat bayi lahir 2.015 gram pada kelompok intervensi prone dan 1.998 gram
pada kelompok intervensi supine. Hal ini sesuai dengan pendapat Krisnadi, Effendi dan Pribadi
(2009) bahwa BBLR adalah berat bayi lahir antara 1.500-2500 gram.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
71
Pada penelitian ini rerata panjang badan responden adalah 44.00 cm pada kelompok
intervensi prone dan 42.38 cm pada kelompok intervensi supine. Panjang badan ini sesuai yang
dikemukakan Bobak (2006) bahwa panjang badan bayi prematur dari kepala sampai ujung tumit
kurang dari 45 cm. Panjang badan merupakan salah satu indicator pertumbuhan janin/bayi dalam
rahim, semakin baik pertumbuhan janin tentu saja panjang badan akan sebanding dengan berat
badan. Pada penelitian ini peneliti menetapkan kriteria inklusi BBLR dengan premature murni,
sehingga panjang badan responden rerata tidak jauh berbeda dengan literatur.
b. Jenis kelamin
Proporsi laki-laki dari kedua kelompok intervensi lebih besar dibandingkan dengan
perempuan dalam penelitian ini, pada kelompok intervensi prone jenis kelamin laki-laki 64.7%
dan pada kelompok intervensi supine 52.9%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena penelitian
tidak berdasarkan randomisasi jenis kelamin, sehingga memungkinkan jenis kelamin tertentu
bisa lebih banyak/sedikit atau sama bisa terjadi. Peneliti belum menemukan literature bahwa
jenis kelamin mempengaruhi terjadinya BBLR.
c. Masa Gestasi
Masa gestasi pada kedua kelompok intervensi sebagian besar dengan masa gestasi 34-35
minggu sebesar 47.1% pada kelompok intervensi prone dan 41.2% pada kelompok intervensi
supine, tetapi jika dibandingkan pada kedua kelompok didapatkan kelompok intervensi prone
lebih banyak pada masa gestasi 34-35 minggu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Heimann (2009) pada masa gestasi rerata 28 minggu dengan masa gestasi
responden antara 24-32 minggu. Hasil penelitian sesuai dengan Bobak (2006) persalinan
prematur adalah pesalinan pada usia kehamilan 20-37 minggu. Mengamati usia gestasi pada
kedua penelitian tersebut masih dalam batas usia gestasi bayi prematur.
d. Jenis Persalinan
Pada penelitian ini diketahui bahwa dari 17 responden baik pada kelompok posisi prone
dan kelompok posisi supine keduanya lebih banyak dengan jenis persalinan spontan. Jika
dibandingkan antara kelompok posisi prone dan kelompok posisi supine masih lebih banyak
kelompok posisi prone untuk jenis persalinan spontan yaitu dengan 94.1% dan kelompok
inervensi supine 76,5%.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
72
Hal ini sesuai dengan (Bobak, 2006) bahwa bayi dengan berat badan lebih kecil akan lahir
dengan persalinan spontan. Sebagian kecil responden dengan jenis persalinan seksio caesar hal
tersebut didukung oleh Short, Gray dan Dodge (2010) bahwa persalinan seksio caesar
diperlukan sekalipun pada bayi kecil apabila terjadi kelainan obstetric.
1. Gambaran Nadi, Respirasi dan Suhu Sebelum Dilakukan Intervensi
Pada penelitian ini hasil pengukuran nadi untuk posisi prone memiliki nadi minimal 143
dan maksimal 167 dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 154.59, 151.00
dan 8.80. Sedangkan pada kelompok posisi supine memiliki nadi minimal 143 dan maksimal
160 dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 150.71, 150.00 dan 5.25. Hasil
ini sesuai dengan Bobak (2006) bahwa denyut nadi bayi baru lahir tanpa memperhitungkan masa
gestasi, berkisar antara 140-180 kali/menit. Pada responden kelompok posisi prone memiliki
respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 68 kali/menit dengan rerata, median dan
simpangan baku masing-masing 53.59 kali/menit, 52.00 kali/menit dan 9.51, sedangkan untuk
posisi supine memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan
rerata, median dan simpangan baku masing-masing 48.94 kali/menit, 47.00 kali/menit dan 5.89.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suek (2012) memiliki rerata frekuensi
pernapasan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi prone masing-masing adalah 34.16
kali/menit dan 32.35 kali/menit (SD: 6.36; 95% CI: 30.64-37.69). Kedua penelitian ini rerata
respisai ratenya dalam batas fisiologi.
Nilai maksimal-minimal, Rerata, median dan simpangan baku untuk suhu tubuh BBLR
sebelum dilakukan intervensi pada kelompok posisi prone masing-masing 36.3-37.6ºC, 37.05ºC,
37.10ºC dan 0.31, sedangkan pada kelompok intervensi supine nilai maksimal-minimal, rerata,
median dan simpangan baku masing-masing 36.8-37.3ºC, 37,06ºC, 36.90ºC dan 0.46.
Suhu tubuh inti atau biasa disebut suhu aksilar pada bayi termasuk BBLR bervariasi
sesuai dengan periode reaktivitas, namun biasanya berkisar 36,5˚C sampai dengan 37,5˚C
(Bobak, 2006). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bayuningsih
(2011) yang mempunyai rerata suhu bayi premature pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi prone adalah 36,76ºC dan 36,53ºC.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
73
Hal ini terjadi kesamaan dimungkinkan karena sampelnya sama-sama bayi prematur dan dirawat
dengan inkubator. Suhu ruang inkubator selalu diatur antara 36ºC sampai dengan 36,5ºC, hal ini
cara efektif untuk mempertahankan suhu yang diinginkan pada bayi Blake dan Murray (1998,
dalam Wong, 2009:291).
2. Gambaran Nadi, Respirasi dan Suhu Setelah Dilakukan Intervensi
Setelah dilakukan intervensi pada kelompok prone memiliki nadi minimal 140
kali/menit dan maksimal 160 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-
masing 149.71 kali/menit, 148.00 kali/menit dan 7.51, sedangkan pada kelompok posisi supine
memiliki nadi minimal 143 kali/menit dan maksimal 165 kali/menit dengan rerata, median dan
simpangan baku masing-masing 152.12 kali/menit, 151.00 kali/menit dan 6.99.
Pada kelompok posisi prone memiliki respirasi rate minimal 38 kali/ menit dan maksimal
66 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 50.24 kali/menit,
51.00 kali/menit dan 8.93, sedangkan pada posisi supine didapatkan respirasi rate minimal 40
kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-
masing 50.24 kali/menit, 49.00 kali/menit dan 7.28.
Setelah dilakukan intervensi posisi prone mendapatkan hasil suhu minimal 36.3ºC dan
maksimal 37.5ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 37.02ºC, 37.10ºC
dan 0.30, sedangkan untuk posisi supine memiliki suhu minimal 36.8 dan maksimal 37.3ºC
dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 36.94ºC, 36.90ºC dan 0.122.
Dari ketiga variable tersebut setelah dilakukan intervensi memiliki hasil dalam batas
normal, sesuai dengan Bobak (2006) bahwa pola respirasi dangkal dan tidak teratur berkisar
antara 30 sampai 60 tarikan napas per menit pada neonatus merupakan hal fisiologi, demikian
juga disebutkan bahwa suhu tubuh inti atau biasa disebut suhu aksilar pada bayi termasuk BBLR
bervariasi sesuai dengan periode reaktivitas, namun biasanya berkisar 36,5˚C sampai dengan
37,5˚C dan nilai normal frekuensi nadi pada neonatus adalah 120-160 kali/menit. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Bayuningsih (2011) rereta nadi 146.87 kali/menit pada
kelompok control, 137.93 kali /menit pada kelompok intevensi dan rerata suhu 36.67ºC pada
kelompok control serta 36.55 pada kelompok intervensi. Hasil penelitian keduanya sama
dimungkinkan karena fisiologisnya sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
74
3. Efek Posisi Prone dan Supine terhadap Nadi, Respirasi dan Suhu Setelah Dilakukan
Intervensi
Setelah dilakukan intervensi pada dua kelompok, uji hipotesis Efek Posisi Prone
Terhadap Nadi menghasilkan p-value 0.001. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0)
secara signifikan ditolak yang memiliki makna terdapat efek posisi prone terhadap nadi, dengan
nilai indeks korelasi 0.947 menunjukkan terdapat efek yang sangat kuat posisi prone terhadap
nadi. Hal ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Maynard, Bignall dan Kitchen
(2000) penelitiannya pada bayi prematur tanpa menggunakan ventilator, dengan memberikan
posisi prone selama 20 menit, hasil penelitiannya didapatkan rerata frekuensi nadi dengan
perlakukan prone lebih kecil dibandingkan dengan sebelum diberikan posisi prone dengan nilai p
value 0,0008 diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi nadi pada
posisi prone. Hasil penelitian ini sama karena sampel dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu tanpa menggunakan ventilator dan yang peneliti lakukan pada BBLR dengan masa
gestasi antara 28-29 sampai dengan 35-36 minggu juga tanpa ventilator.
Uji hipotesis Pengaruh Posisi Prone Terhadap Respirasi Rate menghasilkan p-value
0.001. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) secara signifikan ditolak yang
memiliki makna terdapat efek posisi prone terhadap respirasi rate, dengan nilai indeks korelasi
0.944 menunjukkan terdapat efek yang sangat kuat posisi prone terhadap respirasi rate. Hasil
penelitian ini didukung (Pelosi, Brazzi dan Gattinoni, 2002). yang menyatakan bahwa,
meletakkan bayi pada posisi prone, gravitasi dapat menarik lidah ke anterior sehingga jalan nafas
lebih baik, dengan demikian udara dapat masuk keparu-paru, alveoli dan keseluruh jaringan
tubuh. Posisi yang terbaik untuk bayi adalah posisi fleksi posisi fleksi tersebut hanya didapatkan
pada posisi prone. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kusumaningrum (2009) dengan perlakuan
posisi prone pada bayi neonatal di Ruang NICU, dengan hasil terdapat perbedaan yang bermakna
antara SaO2 sebelum 92% dan 98% sesudah perlakuan prone dengan p-value 0,0016. Hasil ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pelosi, Brazzi dan Gattinoni (2002) hasil
penelitian menunjukkan bahwa posisi prone meningkatkan oksigenasi pada 70 sampai 80 % bayi
dengan RDS acut awal.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
75
Kedua peneliti ini mengambil sampel pada bayi premature dengan menggunakan ventilator,
sehingga sampelnya dengan gangguan pernapasan dan dalam pemantauannya dengan melihat
hasil pada monitor, tetapi yang peneliti lakukan dengan menghitung pernapasan secara manual.
Uji hipotesis Efek Posisi Prone Terhadap Suhu menghasilkan p-value 0.056. Hasil ini
memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek
posisi prone terhadap suhu. Suhu tubuh bayi dapat dipengruhi oleh beberapa factor antara lain
lingkungan, patologi, cairan. Uji hipotesis Efek Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi dan
Suhu menghasilkan masing-masing p-value 0.058, 0.085 dan 1.000. Dari ketiga hasil ini
memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek
posisi supine terhadap nadi, respirasi dan suhu BBLR. Hasil ini tidak sesuai literature yang
menyatakan bahwa, “ Posisi supine pada bayi merupakan posisi yang sangat membutuhkan
energi berlebih, karena posisi ini akan meningkatkan kehilangan panas dibandingkan dengan
posisi prone, hal ini disebabkan karena posisi supine, kaki bayi dalam kondisi ekstensi, sehingga
berdampak terhadap peningkatan metabolisme tubuh, akibatnya terjadi peningkatan
kehilangan panas (Hegner & Cadwel, 2003). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Maynard, Bignall dan Kitchen (2000) penelitiannya pada bayi premature tanpa menggunakan
ventilator, dengan memberikan posisi supine pada kelompok kontrol selama 20 menit, hasil
penelitiannya didapatkan rerata frekuensi nadi 161.94 kali/menit, hasil ini dinyatakan lebih besar
dengan hasil rerata pada posisi prone 157.51 kali per menit, pada hasil penelitiannya juga
dinyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna antara sesudah dan sebelum dilakukan intervensi
pada kelompok kontrol pada nadi.
Usia responden lebih dari 24 jam sehingga sudah melewati masa reaktivitas tahap dua,
memungkinkan fungsi fisiologi tubuh sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan,
dengan demikian nadi, respirasi dan suhu tubuh tidak ada perubahan setelah diberikan posisi
supine.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
76
4. Perbedaan Selisih Efek Posisi Prone dan Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi
dan Suhu BBLR
Pada nadi menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Uji Levene menghasilkan p-value 0.611
yang memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama
(terjadi homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.001 pada uji t independen
memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak yang berarti menunjukkan terdapat perbedaan
efek antara posisi prone dengan posisi supine terhadap Nadi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Maynard, Bignall dan Kitchen (2000) penelitiannya pada
bayi premature tanpa menggunakan ventilator, dengan memberikan posisi prone selama 20
menit, dan hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol hasil penelitiannya didapatkan rerata
frekuensi nadi dengan perlakukan prone lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol
dengan nilai p value 0,0008 diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi
nadi posisi prone dan posisi supine.
Hasil penelitian ini juga didukung hasil penelitian Louis at all. (2004) yang melakukan
penelitian pada sampel 29 bayi dengan rerata berat bayi 1.915 gram ± 939, rerata masa gestasi
36 minggu ± 2, dengan hasil kekuatan denyut nadi posisi supine rerata 32.60 dan min-mak
(23.12-59.90) yang secara signifikan lebih tinggi dari pada posisi prone rerata 25.87 dan min-
mak (14.94, 35.57) dan menyimpulkan bahwa posisi prone berpengaruh terhadap penurunan
kekuatan denyut nadi.
Pada respirasi dan suhu hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Uji Levene
menghasilkan p-value masing-masing adalah 0.976 dan 0.102 yang memiliki makna bahwa
kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi homogenitas varians).
Berdasarkan nilai p-value 0.056 dan 0.206 pada uji t independen memperlihatkan bahwa
hipotesis nol (H0) diterima yang berarti menunjukkan tidak terdapat perbedaan efek antara posisi
prone dengan posisi supine terhadap respirasi rate dan suhu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suek (2011), dengan sampel 15 bayi
diberikan posisi prone dan posisi supine pada 15 bayi kelompok kontrol, menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan respirasi antara kelompok kontrol dan kelompok inervensi sesudah
dilakukan perlakuan dengan nilai p- 0.209.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
77
Beberapa faktor predisposisi terjadinya kehilangan panas berlebihan pada neonates menurut
(Wong, 2009) adalah 1) Area permukaan kulit bayi yang luas memudahkan kehilangan panas
dari tubuh ke lingkungan, meskipun sebagian dapat dikompensasi oleh posisi fleksi, 2) Tipisnya
lapisan subkutis bayi merupakan isolasi yang buruk untuk mempertahankan suhu dan 3)
Mekanisme bayi untuk menghasilkan panas tidak bisa dengan respon menggigil, tetapi
menghasilkan panas dengan nonshivering thermogenesis, yang mencakup peningkatan
metabolisme dan kebutuhan oksigen.
Simpulan
Terdapat efek yang bermakna dengan nilai p- value < alpa pada nadi dan respirasi, tetapi tidak
ada efek yang bermakna pada suhu dengan p-value > alpa pada posisi prone, sedangkan pada
posisi supine pada nadi, respirasi dan suhu mempunyai nilai p- value > alpa. Terdapat perbedaan
efek posisi prone dan supine pada nadi dengan p- value < alpa, tetapi tidak ada perbedaan efek
pada respirasi dan suhu dengan p- value > alpa.
Saran
Bagi Layanan Bayi Berat Lahir Rendah, Pemberian posisi prone selama 20 menit per 6 jam
sekali dapat dijadikan Standar Operasional Prosedur (SOP), khususnya pada BBLR yang tidak
mengalami kontraindikasi diberikan posisi prone, karena dilihat manfaatnya dapat menurunkan
frekuensi respirasi dan nadi serta meminimalkan energi untuk respirasi sehingga energi tidak
terbuang, tetapi dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
78
DAFTAR PUSTAKA
Alligood M.R., & Tomey, A.M. (2006). Nursing Theorists and Their Work, 6 Ed, USA: Mosby
Inc.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta.
Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., alih bahasa Meiliya, Wahyuningsih, dan Yulianti (2009).
Praktik Keperawatan Klinis. EGC, Jakarta.
Bobak, (2006). Maternity Women’s Health Care, St. Louis : Missouri Mosby Inc.
Budiman, (2011). Penelitian Kesehatan Buku Pertama, PT Refika Aditama , Bandung.
Burn, N., & Grove, S. K., (2009). Understanding Nursing Research, Philadelphia W.B.Saunders
Company.
Candra, B. (2010). Biostatistik Untuk Kedokteran & Kesehatan, EGC, Jakarta.
Cooper, L. G. at al. (2007). Impact of a family-centered care initiative on NICU care, staff and
families, Journal of Perinatology, 27, S32–S37.
Dahlan, S.M.,(2008). Langkah- langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan
kesehatan, CV. Sagung Seti, Jakarta.
Depkes. RI, (2000). Millenium development goals (MDGs), Departemen Kesehatan Republik
Indonesia , Jakarta.
Dharma, K. K., (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan, Jakarta : TIM.
Jane W.B., Ruth C. & Bindler, (2003). Pediatric Nursing Caring For Children, Wasihington.
Helmann, K. at al. , (2009). Impact of Skin to Skin Care, Prone and Supine Positioning on
Cardiorespiratory Parameters and Thermoregulation in Premature Infants, European
Respiratory Jurnal,20(10),1017-1028.
Hidayat, (2009). Metode Penelitian Dan Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta.
Jarus, T. at al. , (2011). Infant Behavior and Development Effects of prone and supine positions
on sleep state and stress responses in preterm infants, Neonatology Jurnal 34 (2011)
257–263.
Jean, M. et al, (2004). Power Spectral Analysis of Heart Rate in Relation to Sleep position,
Jurnal ,Biology of the Neonate; 2004; 86, 2; ProQuest pg. 81
Johnson, R. & Taylor, W., alih bahasa Samba, S. (2001). Praktik Kebidanan, EGC. Jakarta.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
79
Kemenkes RI, (2010). Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak ,Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia , Jakarta.
Krisnadi, S. R., Effendi, J. S. dan Pribadi, A. (2009). Prematuritas, PT Refika Aditama,
Bandung.
Kusumaningrum, A. (2011). Prone position in acute respiratory distress syndrome ,
International Jurnal of Pablic Health Research Special Issu, pp (20-24).
---------, (2011). The Effect of Prone Position on Fio2 Level in Premature Baby Who Received
Ventilator, Jurnal of Pablic Health Research Special Issu, pp ( 20-24).
Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, (2013). Pedoman Penulisan Dan Petunjuk
Pembuatan Tesis, STIKES A.Yani, Cimahi.
MacGregor,J., (2008). Introduction to the anatomy and physiology of children: A guid for
student of nursing, child care and health, New York.
May,K.A. & Mahimesh,L.R., (2004). Maternal & neonatal nursing family centered care, JB
Lippincot, Co, Pennsylania.
Maynard, V. Bignall, S., & Kitchen,S. (2000). Effec of Positioning on Respiratory Synchrony in
Ventilated Pre-term Infant. Physiotherapy Research International, 5(2), 96-110.
Miyata, S. at al., (2012). The Effek of the Prone Potition on the Psysiological Function in
Healthy Students. The Open General and Medicine Journal, 2012(5), 9-12.
Muscari, M. E. (2001). Advanced Pediatric Clinical Assessment Skill and Procedures,
Lippincott, Philadelphia New York.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Pelosi, P,. Brazzi, L., & Gattinoni, L. (2002). Prone position in acut respiratory distress
syndrom. European Respiratory Jurnal,20(10),1017-1028.
Potter, P. A. & Perry, A. G. alih bahasa Asih dkk, (2009). Buku ajar fundamental keperawatan;
terjemahan. EGC , Jakarta.
Reeder, Martin, Griffin, alih bahasa Afiyanti, Rachmawati, Djuwitaningsih, (2012).
Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga, Ed.18, EGC, Jakarta.
Relvas, M.S., Silver, P.C., & Sagy, M., (2003). Prone Positioning of Pediatric Patients with
ARDS Results in Improvement in Oxygenation if Maintained > 12 h daily. CHEST
Journal, 124, 269-274.
Sastroasmoro, S, & Ismael, S., (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, edisi 4,
Sagung Seto, Jakarta.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 9 No. 1, April 2014
80
Short, Gray, Dodge, alih bahasa Erik Gultom, (2010). Sinopsis Pediatri, Binarupa Aksara,
Tangerang.
Suek, D., O. (2012). Pengaruh Pemberian Posisi Pronasi Terhadap Status Hemodinamik Anak
Yang Menggunakan Ventilasi Mekanik di Ruang PICU RSAB Harapan Kita Jakarta,
Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.
Wong, D, L. at al., (2009). Wong’s Essetials of Pediatric Nursing, (6th edition), Missouri :
Mosby Inc.
Ishikawa, T. at al., (2002). Prone Position Increases Collapsibility of the Passive Pharynx in
Infants and Small Children. American Journal of Respiratory and
Critical Care Medicine,166 (5), 760-
764.
top related