peran perempuan (kuantitatif) edit isti
Post on 15-Jun-2015
1.651 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Masalah peran tentunya tidak dapat dipisahkan dengan adanya status
yang disandang oleh seseorang. Status dan peran, keduanya merupakan satu
kesatuan yang utuh. Peran yang harus dikerjakan oleh seseorang merupakan
akibat dari status yang melekat pada diri orang tersebut. Konsepsi peran
mengandaikan seperangkat harapan. Kita diharapkan untuk bertindak dengan
cara-cara tertentu dan mengahrapkan orang lain untuk bertindak dengan cara-
cara tertentu pula. Misalnya, status seorang wanita yang bersuami berbeda dari
status seorang wanita yang belum bersuami (Horton dan Hunt, 1991:119)
Peran sebagai ibu dan peran sebagai istri akan didapat oleh seorang
perempuan yang telah mengalami atau menjalani prosess pernikahan, yang
kemudian dari pernikahan tersebut akan mendapatkan status sebagai suami atau
istri. Setelah menikah dan kemudian memiliki anak, status merekapun
bertambah menjadi orang tua yaitu sebagai ayah dan ibu bagi anaknya.
Dikarenakan oleh status yang diperoleh secara otomatis itulah, maka para
perempuan yang telah menikah tersebut harus mampu menjalankan perannya
sebagai orang tua ibu dan perannya sebagai istri guna memenuhi fungsi dari
sebuah keluarga.
Keluarga merupakan suatu unit sistem sosial terkecil dalam masyarakat,
yang dibentuk dari sebuah perkawinan. Peranan keluarga didalam suatu struktur
masyarakat sangatlah penting artinya karena keluarga mencetak seorang
individu yang nantinya akan terjun dalam masyarakat dan meneruskan
kelangsungan hidup sebuah msyarakat. Keluarga merupakan tempta pertama
bagi seorang individu utuk belajar berinteraksi dengan sesamanya. Dari dalam
keluarga pula seorang inidividiu akan belajar bagaimana ia dapat memainkan
perannya sesuai dengan status yang melekat dengan diri indivivu tersebut, - 1 -
misalnya, seorang anak perempuan akan belajar dari ibunya bagaimana cara
memasak dan mengurus rumah karena kelak apabila ia menikah ia akan menjadi
seorang istri dan seorang ibu dari anak-anaknya (Raho, 2003:14-16).
Menurut pencetus teori struktural fungsional, Talcot Parson, masyarakat
akan berjalan dengan baik apabila masing-masing sistem berjalan sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Begitu pula dengan yang terjadi di dalam keluarga,
kehidupan keluarga akan berjalan dengan baik dan harmonis apabila masing-
masing anggota keluarga dapat menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan
statusnya (Budiman, 1985:16).
Pasangan suami istri akan mempersiapkan diri mereka masing-masing
menghadapi segala konsekuensi peran yang nantinya harus dijalani. Peran
perempuan disini yaitu sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan pemenuhan
perekonomian keluarga merupakan peran suami maupun istri. Dalam hal ini,
peran istri akan bertambah yaitu sebagai karyawan. Disini akan memunculkan
persoalan baru dalam rumah tangga dan tempat kerja.
Akan tetapi persoalan lebih rumit akan muncul tatkala salah-satu dari
pasangan itu (perempuan) melakukan aktivitas yang bertujuan untuk
peningkatan kualitas diri, misalnya melanjutkan studi ke jenjang yang lebih
tinggi. Fenomena tersebut akan memunculkan banyaknya persoalan yang timbul
dan harus dihadapi oleh seorang perempuan yang memiliki status dan peran
ganda. Maka dari itu penting untuk mengkaji permasalahan ini. Fokus kajian ini
melihat peran perempuan sebagai ibu rumah tangga, sebagai karyawan dan
sebagai mahasiswa.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah :
Adakah perubahan sosial dari perempuan saat mereka menjalankan
perannya sebagai ibu rumah tangga, karyawan dan mahasiswa?
- 2 -
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dilakuannya penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui
perubahan sosial apa saja yang timbul dari perempuan pada saat mereka
menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga, karyawan dan
mahasiswa.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui peran perempuan sebagai ibu rumah tangga
2. Mengetahui peran perempuan sebagai karyawan
3. Mengetahui peran perempuan sebagai mahasiswa
1.4. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, digunakan bebrapa teori dan pemikiran dari rumusan
masalah yang diajukan. Pada dasarnya terjadi sebuah perkawinan merupakan
suatu peralihan dari kehidupan membujang kepada kehidupan berumah tangga.
Suatu perkawinan membawa sejumlah konsekuensi, salah satu diantaranya
adalah bahwa perkawinan memberikan status baru sebagi suami dan istri. Kalau
sebelumya cuma berstatus anak dalam keluarga orientasi maka kini mendapat
status baru, yaitu sebagai suami-istri bila kelak bila memperoleh anak, mereka
menjadi ayah dan ibu dalam keluarga prokreasi: dan secara otomatis dengan
status baru tersebut mereka juga akan mendapatkan peran baru (Raho,
2003:103).
Konstruksi pariarkhi menyebutkan bahwa laki-laki adalah kepala keluarga
yang berkewajiban mensejahterakan keluarga. Dalam konteks peran gender,
perempuan juga berperan dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga, salah
satu jalan yaitu dengan cara perempuan terlibat dalam penambahan pendapatan
- 3 -
keluarga (bekerja di sektor publik). Secara otomatis, perempuan yang
melakukan kegiatan bekerja untuk mendapatkan penghasilan akan memiliki
status baru dan juga akan mendapatkan peran baru sebagai karyawan.
Peran perempuan sebagai karyawan tidak terlepas dari adanya peraturan
dan norma-norma yang ada di tempat kerjanya. Agar dapat exist dan survive di
tempat kerjanya, perempuan melakukan salah satu cara yaitu dengan
melanjutkan studinya. Hal ini akan menambah peran perempuan yaitu sebagai
mahasiswa.
1.4.1. Teori peran
Setiap orang yang bertindak sebagai pelaku peran memikili kesadaran
akan posisinya dalam masyarakat. Hal menduduki posisi atau kedudukan
membawa konsekuensi berupa tekanan-tekanan yang datang dari sistem sosial
dan belum tentu dapat dipenuhi, maka akan muncul dua kemungkinan. Pertama,
pelaku akan memenuhinya secara lugas; kedua, memenuhinya secara arstfisial
(suhardono, 1994:62)
Paham yang digunakan dalam mengkaji teori peran ini adalah paham
strukturalis dan interaksionis. Paham yang pertama lebih mengkaitkan antara
peran-peran sebagai unit kutlutal serta mengacu keperangkat hak dan
kewajiban, yang secara normative telah dicanangkan oleh sistem budaya. Paham
kedua paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari
fenomena peran; terutama setelah peran tersebut merupakan suatu perwujudan
peran (role enactment), yang bersifat lebih hidup serta lebih organis, sebagai
unsur dari sistem sosial yang telah diinternalisasi oleh self dari individu pelaku
peran. Dalam hal ini, pelaku peran menajadi sadar akan strukutr sosial yang
didudukinya. Karenanya, ia berusaha untuk selslu Nampak “mumpuni” dan
dipersepsi oleh pelaku lainnya sebagai “tak menyimpang” dari sistem harapan
yang ada dalam masyarakat. (Suhardono, 1994:3).- 4 -
Horton & Hunt dan David Berry memiliki penjelasan yang hampir sama
mengenai konsep peran. Mereka mejelaskan bahwa peran adalah perilaku yang
diharapkan dari sesorang yang mempunyai sustu status (Horton n Hunt, 1991:
118-119)
“Konsepsi peran mengandaikan seperangkat harapan. Kita diharapakan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu dan mengahrapkan orang lain untuk bertindak dengan cara-cara tertentu pula”.
Berry mengatakan “bila individu-individu menempati kedudukan-kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa setiap kedudukan yang meraka tempati itu menimbulkan harapan-harapan (expectations) tertentu dari orang-orang disekitarnya”. (Berry, 1982:99)
Menurut Broom dan Selznick, peran dapat ditinjau dari tiga perspektif,
yaitu perspektif prescribed role, perspektif perceived role, perspektif actual role.
(Raho, 2003:104-105)
Perspektif Prescribed Role
Perspektif Prescribed role atau peran yang didasarkan pada harapan-
harapan masyarakat atau peranan yang ideal. Setiap masyarakat pada
umumnya selalu mempunyai harapan tertentu dari individu yang menempati
status atau posisi sosial tertentu, seperti suami, istri, orang tua dan anak.
Harapan itu tentu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.
Prespektif Preceived Role
Perspektif Precieved role atau peran yang didasarkan pada pertimbangan
pribadi. Peranan ini mungkin saja tidak sejalan dengan harapan dari
masyarakat tetapi harus dilakukannya karena menurut pertimbangan hal itu
adalah baik.
Perspektif actual role
Perpektif actual role atau peran yang didasarkan pada bagaimana peranan
itu diwujudnyatakan atau diaktualisasikan. Pelaksanaan suatu peranan seringkali
tidak cuma didasarkan atas harapan-harapan masyarakat (prescribed role) atau
- 5 -
pertimbanagn-pertimbangan pribadi (precieved role) tetapi juga berdasarkan
tekanan-tekanan yang dialami atau peluang-peluang yang ada atau situasi-situasi
khusus.
Ada dua macam staus dan peran yang dikenal dalam masyarakat, yaitu:
Status dan peran yang ditentukan oleh masyarakat bagi kita, terlepas dari
kualitas individu maupun usaha-usaha kita dan status serta peran yang kita
perjuangkan melalui usaha-usaha kita senidri. (Horton&Hunt, 1991: 122).
Mempelajari peran sekurang-kurang melibatkan dua aspek: 1. Kita harus
belajar untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak-hak suatu peran; 2.
Kita harus memiliki sikap, perasan, dan harapan-harapan yang sesuai dengan
peran tersebut. (Horton&Hunt, 1991:118)
Pada kenyataannya dalam masyarakat tidak semua orang bisa menjalankan
perannya sesuai dengan harapan masyarakat, oleh karena itulah sangat perlu
bagi masing-masing individu untuk memiliki aspek yang kedua dalam
mempelajari perannya tersebut.
Desakan Atau Beban Peran
Dalam hidupnya, seringkali setiap individu mendapatkan sejumlah peran
dalam waktu yang bersamaan, sehingga mustahil bagi seorang individu untuk
menjalankan seluruh perannya sekaligus dengan sangat baik. Desakan peran
(role strain) mengacu pada kesulitan orang dalam menghadai peran mereka.
Desakan peran ini dapat muncul karena persiapan peran yang tidak
memadai, kesulitan peralihan peran, konflik peran atau kegagalan peran.
Konflik peran
Menurut Berry, individu dalam masyarakat yang memainkan bercam-
macam peranan sosial, dikenai oleh seperankat harapan pada masing-masing
peranan tersebut: bila mengambil semua peranan sekaligus, kemungkinan
besar harapan-harapan tersebut tidak serasi satu sama lain. Bahkan
beberapa harapan saling bertentangan satu sama lain. (Berry, 1982: 126)
- 6 -
“Konflik peranan menggambarkan suatu keadaan dimana individu dihadapkan oleh harapan-harapan yang berlawanan dari bermacam-macam peran yang dimilikinya dan merupakan suatu keadaaan yang kebanyakan orang dengan berbagai cara berusaha menanggulanginya”.
Bila peranan dilihat suatu proses yang terus menerus mengalami
penyesuaian dalam interaksi sosial, maka penampilan dari peranan lebih
merupakan suatu proses adaptasi diri seseorang pada peranan dan
sebaliknya, daripada sekedar kepatuhan atau penyimpangan terhadap peran-
peran tersebut (Berry, 1982:130)
1.4.2. Teori pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin
Perbedaan pembagian peran anrtara laki-laki dan perempuan tidak lepas
dari teori besar yang mendasari teori besar yaitu teori nature dan teori nurture.
Pengikut teori nature beranggapan bahwa perbedaan psikologi antara lakilaki
dan perempuan disebabkan oleh faktor-fakrtor bilogis sedangkan teori nuture
beranggapan bahwa perbedaan tsb tercipta dari proses belajar dan lingkungan.
Perbedaan peran antara suami dan istri dapat dijelaskan dengan
menggunakan dua perspektif. Yakni perspektif biologis dan perspektif yang
menekankan pengaruh sosial budaya.
Perspektif biologis
Perbedaan peran berdasarkan atas pebedaan fisik antara laki-laki dan
perempuan. Laki-laki yang secara fisik dianggap kuat bekerja diluar rumah
untuk mencari nafkah. Sedangkan perempuan bersifat lemah lembut dan
dianggap cocok untuk bekerja didalam rumah untuk mengatur rumah tangga.
Perspektif yang menekankan pengaruh sosial budaya
Lingkungan sosial buadaya juga turut menentukan perbedaan jenis
pekerjaan berdasarkan jenis kelamin. Ada wilayah atau lingkungan
sosiobudaya terntentu dimana perempuan bisa melakukan pekerjaan laki-laki
seperti membajak sawah, memikul beban.
- 7 -
Berikut ini merupakan gambaran peran yang harus dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang telah menikah
Peran Perempuan
a. Peran perempuan sebagai istri dan ibu: sebagai istri dan ibu, perannya
yang utama adalah melahirkan, dan membesarkan serta mengatur
kehidupan RT. Tugas-tugas mengatur RT yang biasa dilakukan oleh
seorang istri misalnya menyiapkan makanan, mengatur perabot,
mengasuh anak, menyusun anggaran dan lain sebagainya
b. Peran perempuan sebagai teman: peranan ini menekannkan kualitas
hubungan sebagai teman antara suami dan istri. Keduanya mempunyai
hak yang sama
c. Peran sebagai rekan, peran ini menekannkan hubungan suami istri
sebagai rekan seekerja, mereka mengakui otoritas masing-masing dalam
bidang yang menjadi profesinya. Sebagai partner keduanya mempuyani
hak untuk diperlakukan secara sama dalam kehidupan sosial; mereka
mempunyai hak untuk mengatur keuangan dan mengambil keputusan.
Sebagai rekan, mereka juga diharapkan untuk mendukung satu sama lain
(Raho, 2003:109-110).
1.4.3. Penyesuaian diri didalam perkawinan
Penyesuaian diri didalam perkawinan adalah salah satu istilah khusus untuk
menunjukan bagaimana suami istri secara bersama-sama menjalankan tugas-
tugas yang berhubungan dengan perkawinan demi tercapai tujuan perkawinan
(Raho, 2003:136)
Menurut pendapat Vancio (1977), keberhasilan hidup perkawinan
mendasarkan keberhasilan perkawinan pada tercapainya hubungan yang
harmonis dalam berbagai aspek kehidupan perkawinan, seperti komunikasi
antara suami istri, hubungan seksual, situasi keuangan, hubungan dengan baoak-
ibu mertua. (dalam Raho, 2003:137)
- 8 -
Sedangkan menurut pendapat Raho, faktor-faktor yang sering dikaitkan
dengan keberhasilan perkawinan adalah: latar belakang keluarga, tingkat
pendidikan, dan status ekonomi, pekerjaan istri, usia waktu kawin, kehadiran
anak dalam keluarga, komunikasi antara suami istri, tempat tinggal dan rasa
keagamaan (raho, 2003:138-141)
1.4.4. Peran sebagai Pekerja
Setiap individu yang bekerja akan selalu mentaati norma-norma atau
peraturan di tempat kerjanya agar dapat survive dalam pekerjaannya. Salah satu
cara mentaati norma-norma atau peraturan perusahaan adalah dengan berperan
sebagai pekerja yang menjalankan pekerjaannya secara disiplin. Menurut Malayu
S.P. Hasibuan (1994:212) kedisiplinan didefinisikan sebagai berikut :
“Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Kedisiplinan dalam hal ini diartikan bilamana karyawan selalu datang dan
pulang tepat waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik,
mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Sedangkan menurut A.S.Hornby dalam Gauzali Saydam (2000:284)
disiplin adalah pelatihan, khususnya pelatihan pikiran dan sikap untuk
menghasilkan pengedalian diri, kebiasaan-kebiasaan untuk mentaati peraturan
yang berlaku.
Sedangkan menurut Gorda (1994:74) mengataan disiplin adalah
penanaman sikap pada karyawan yang patuh dan taat terhadap peraturan-
peraturan perusahaan dan pemberian sanksi yang tegas kepada karyawan yang
melanggar peraturan-peraturan perusahaan.
Menurut Sinungan Muchdarsyah dalam Ambar Teguh Sulistiyani (2004:324),
disiplin disarikan kedalam beberapa pengertian sebagai beriktut :
- 9 -
1. Secara terminologis berasal dari kata latin “discipline” yang berarti
pengajaran, latihan dan sebagainya (berawal dari kata discipulus yaitu
seorang yang belajar). Jadi secara etimologis terdapat hubungan pengertian
antara discipline dengan disciple (Inggris yang berarti murid, pengikut setia,
ajaran atau aliran)
2. Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, watak, atau ketertiban dan
efisiensi
3. Kepatuhan dan ketaatan (obedience) terhadap ketentuan dan peraturan
pemerintah atau etik, norma, kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
4. Penghukuman (punishment) yang dilakukan melalui koreksi dan latihan untuk
mencapai perilaku yang dikendalikan (control behavior)
Dari rumusan tersebut dapat dirumuskan bahwa disiplin adalah sikap mental
yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok, atau
masyarakat yang berupa ketaatan terhadap peraturan yang ditetapkan
pemerintah, norma, kaidah yang berlaku dalam organisasi dan masyarakat untuk
tujuan tertentu. Disiplin dapat diartikan pla sebagai pengendalian diri agar tidak
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan falsafah suatu bangsa.
1.4.5. Peran Pendidikan
Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting
dalam proses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan professional
individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan memiliki bekal agar siap
tahu, mengenal dan mengembangkan metode berfikir secara sistematik agar
dapar memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
Sedangkan pengertian pendidikan sesuai dengan Undang-Undang No.20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 disebutkan bahwa
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
- 10 -
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Dengan memperhatikan pengertian pendidikan seperti yang diutarakan
tersebut, maka dapat dikatakan peran pendidikan adalah sebagai landasan untuk
membentuk, mempersiapkan, membina dan mengembangkan kemampuan
sumber daya manusia yang sangat menentukan dalam keberhasilan
pembangunan dimasa yang akan datang.
Pengertian pendidikan menurut Gorda (1994:89) adalah kegiatan untuk
memperbaiki dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dengan
cara meningkatkan kemampuan dan pengertian tentang pengetahuan umum
dan meningkatkan penguasaan teori dan ketrampilan pengambilan keputusan
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh organisasi.
Sementara Beeby dalam Sedarmayanti (2001:33) mengatakan bahwa
pendidikan mempunyai kualitas tinggi bilamana keluaran pendidikan itu
mempunyai nilai bagi masyarakat yang memerlukan pendidikan itu. Kualitas
disini adalah keluaran pendidikan yang dikaitkan dengan kegunaan masyarakat.
Ali Saefullah (1987:92) juga mengemukakan bahwa pendidikan adalah
proses dengan mana seseorang diberi kesempatan menyesuaikan diri terhadap
aspek-aspek kehidupan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan modern
untuk mempersiapkan agar berhasil dalam kehidupan orang dewasa.
Secara sederhana makna pendidikan dapat diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam
masyarakat dan kebudayaan, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu
masyarakat, didalamnya terjadi atau berlangsung proses pendidikan.
- 11 -
Dengan demikian pendidikan sebagai proses akan diakhiri dengan
terwujudnya manusia dewasa yang sukses dalam kehidupannya. Manusia
dewasa modern sebagai tujuan pendidikan adalah seorang pribadi terbuka, yang
mampu mengambil keputusan sendiri dalam tingkah lakunya serta berorientasi
pada masa kini dan masa yang akan datang.
Ditinjau dari penting dan kuatnya peranan pendidikan dalam pembinaan
manusia, Ali Saefullah (1987:83) menyatakan pendidikan adalah proses dengan
mana individu diajarkan bersikap setia dan taat dengan pikiran manusia ditera
dan dibina.
Dalam hal ini pendidikan diartikan sebagai proses pembinaan sikap
mental dengan jalan atau cara melatih dan mengembangkan kerah nilai sikap
yang diinginkan, yang dalam rumus konsep diatas yaitu nilai sikap kesetiaan dan
ketaatan. Dengan kata lain pendidikan adalah seuatu kegiatan pembinaan sikap
mental yang akan menentukan tingkah lakunya.
Peran pendidikan adalah memberikan bimbingan, pengajaran, dan
latihan. Disatu pihak, organisasi yang memperkerjakan tenaga kerja yang
mejalankan roda organisasi mulai dari kelompok manajerial sampai dengan
petugas yang melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional,
mengharap dan menuntut kinerja produktifitas kerja yang tinggi. Sedangkan
dilain pihak pendidikan formal yang telah ditemppuh merupakan modal yang
penting, karena dapat menguasai suatu disiplin ilmu. Walaupun ilmu tersebut
masih perlu diadaptasikan kepada persyaratan dan tuntutan khusus yang
ditentukan oleh organisasi tertentu.
Suatu pendidikan disebut bermutu dari segi proses belajar mengajar
berlangsung secara efektif, dan para peserta didik mengalami proses
pembelajaran yang bermakna, ditunjang oleh sumber daya yang wajar. Proses
pendidikan yang bermutu tersebut, akan menghasilkan produk yang bermutu
- 12 -
pula. Hasil pendidikan juga akan disesuaikan dengan tuntutan lingkungan,
khususnya dunia kerja. Dari segi itulah relevansi merupakan salah satu aspek
atau indikator dari kualitas. Suatu pendidikan disebut relevan jika hasil
pendidikan tersebut dapat memenuhi kebutuhan.
1.5. Metode dan Prosedur Penelitian
1.5.1. Pendekatan
Secara umum penelitian ini menggunakan pendekatan secara personal pada
setiap responden. Kami melakukan pendekatan di saat wawancara dengan
responden dan menjadi pendengar yang baik di saat responden sedang
berbicara.
1.5.2. Definisi Operasional
1. Peran
- Dilihat dari kajian ilmu sosial, peran dapat diartikan sebagai suatu fungsi
yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur
sosial (Suahardono, 1994:3)
- Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai
suatu status. (Horton & Hunt, 1991 : 118)
2. Perilaku Peran
Perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut.
(Horton & Hunt, 1991:120)
3. Peran sebagai ibu
Peran sebagai ibu adalah segala tugas dan tanggung jawab yang seharusnya
dikerjakan oleh seorang ibu terhadap anaknya selama proses pertumbuhan
dan perkembangan seorang anak; tugas dan tanggung jawab itu melliputi:
merawat, mengasuh, dan mencukupi segala kebutuhan sang anak
- 13 -
4. Peran sebagai istri
Peran seorang istri adalah mendampingi suami dalam mengarungi bahtera
rumah tangga. Tugas dan tanggung jawab seorang istri lebih cenderung pada
area domestik seperti mengurus rumah, mengatur segala keperluan
keluarga, dan merawat anak. Akan tetapi dewasa ini tugas seorang istri
sudah tidak hanya mengurusi urusan domestik, tapi sudah merambah ke
sektor publik, yaitu seorang istri juga bekerja di sektor formal untuk
menambah penghasilan keluarga.
5. Peran sebagai karyawan
Peran sebagai karyawan yang dilakukan oleh perempuan adalah untuk
menambah pendapatan keluarga demi mewujudkan kesejahteraan keluarga.
6. Peran sebagai Mahasiswa
Peran perempuan sebagai mahasiswa merupakan bentuk kesetaraan
gender yaitu perempuan mendapat kesempatan yang sama denga laki-laki.
Peran perempuan sebagai mahasiswa disini lebih mengarah pada perannya
di sektor publik.
1.5.3. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, yaitu suatu
tipe penelitian yang berusaha memberikan sekedar/sebatas gambaran
dan menjelaskan adanya perubahan peran dari peran ganda yang
dilakukan. Jadi hanya mendeskripsikan secara mendalan fenomena sosial
tersebut (Masri Singarimbun, 1992: 4).
1.5.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Metode Penelitian Sosial
yang merupakan bagian dari Program Studi Magister Sosiologi, Fakultas
- 14 -
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, maka penelitian ini yang
diselenggarakan :
Hari : Kamis - Rabu
Tanggal : 23 – 29 Desember 2009
Lokasi : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Sengaja memilih lokasi ini dengan alasan bahwa mahasiswa
Program Studi Magister di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Airlangga memiliki variasi jurusan dan alasan tempat yaitu kesamaan
lingkup wilayah kampus dengan peneliti sehingga akan mempermudah
dalam proses penelitian tersebut.
1.5.5. Tehnik Pengambilan Sampel
Dalam melakukan penelitian ini, tehnik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling, yaitu tehnik pengambilan sampel
yang dilakukan dengan cara secara sengaja memilih calon responden
yang memang benar-benar sesuai dengan tujuan studi yang ditetapkan.
Secara rinci kriteria responden yang termasuk dalam penelitian ini adalah
para mahasiswa magister di lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga Surabaya. Sebanyak 10 mahasiswa magister di
lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menjadi responden pada
penelitian ini.
1.5.6. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam upaya untuk memperoleh data dan mengamati obyek yang
ada, juga untuk menjawab berbagai pertanyaan yang telah dirumuskan
sebelumnya, maka pengumpulan data yang dilakukan adalah :
1. Observasi Lapangan, yang dilakukan dengan survey awal
dengan pertama melihat data mahasiswa magister di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik yang sudah menikah dan bekerja.- 15 -
2. Wawancara, wawancara yang dilakukan adalah wawancara
terstruktur dengan bantuan kuesioner yang bersifat semi tertutup
kepada mahasiswa magister di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
1.5.7. Tehnik Analisis dan Interpretasi Data
Analisis dan interpretasi data merupakan salah satu langkah yang
terpenting dalam suatu kegiatan penelitian. Data yang diperoleh di
lapangan dalam penelitian ini dianalisis dan diinterpretasikan secara
kuantitatif untuk memperoleh kesimpulan atau pemaknaan yang jelas
dari data yang diperoleh. Teknik analisis data dikembangkan dari data-
data yang diperoleh selama penelitian, yaitu data primer ataupun data
sekunder. Dan kemudian disederhanakan dengan metode statistik
sekaligus data dipahami secara sosiologis dengan bantuan kerangka dasar
teoritik sebagai sarana penjelasannya. Analisa ini kemudian digunakan
untuk dibaca dan dipahami serta dapat dipertanggungjawabkan.
- 16 -
BAB II
GAMBARAN UMUM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.1. Sejarah dan Pengembangannya
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga berdiri
tanggal 23 Desember 1977 dengan nama Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Dibentuk
dengan adanya Surat Keputusan Rektor Universitas Airlangga bernomor
A.II.5685/Rektor/90/UA/77. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA diangkat sebagai
presidium dibantu dr. R. Koento, MPH, MA sebagai sekretaris dan Prof. dr. D.
Ma’rifin Husin, Msc. Sebagai anggota. Pada hari itu juga dengan surat keputusan
yang sama, Rektor membubarkan Panitia Pembentukan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Airlangga yang telah bekerja setahun lamanya
mempersiapkan berdirinya Fakultas Ilmu Sosial tersebut.
Dari fakultas yang hanya mengelola satu jurusan (sosiologi) saja, FISIP kini
menjadi fakultas yang mempunyai enam jurusan, mengelola beragam program
studi S1, program S2, dan program D3. Dan terbentuk dua fakultas baru yaitu
Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sastra. Soetandyo Wignjosoebroto mencoba
membangun sebuah tradisi akademik baru : mengembangkan ilmu sosial yang
pada masa itu baru tak banyak dikenal orang.
Di saat awal berdiri, FISIP Unair yang pada waktu itu masih bernama FIS
hanya memiliki tujuh orang tenaga pengajar tetap dan dua orang tenaga tidak
tetap. Pada tahun akademisi 1978, mahasiswa yang diterima untuk angkatan
pertama hanya 62 orang, 29 diantaranya mahasiswa putri. Para mahasiswa itu
telah diterima melalui seleksi ujian masuk yang diselenggarakan oleh Proyek
Perintis I Departemen P & K. Pada tanggal 21 Februari 1978, kuliah pertama
semester I tahun akademi 1978 di mulai dan inilah sebenarnya awal dan
tantangan riil dari sebuah proses perubahan besar di bidang akademik.
- 17 -
Sejak awal mula fakultas ilmusosial didirikan dengan niat besar untuk
mendayungan inovasi – inovasi baru di bidang pendidikan guna mengembangkan
kegiatan belajar mengajar yang inkovensional. Selain pembangunan dan
penerapan apa yang disebut learning by objective, dan pula penggunaan praktik
diskusi dalam kelompok – kelompok kecil sebagai salah satu cara belajar
mahasiswa, fakultas ilmu sosial pemgembangan kemampuan mahasiswa untuk
menulis dan untuk mendayagunakan informasi yang tersimpan didalam
kepustakaan dan perpustakaan. Minat untuk mengamati keyataan (melalui studi
lapangan) dan mendayagunakan data sekunder (melalui usaha kliping) juga telah
dicoba dikembangkan sejak tahapnya yang paling dini di tahun akademi yang
pertama.
Tanggal 25 April 1978, Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
P&K menyatakan prinsip persetujuannya atas pembukaan Fakultas ini (melalui
suratnya bernomor 267/D/R/78). Di dukung Rektor dengan surat keputusannya
tertanggal 1978 dan bernomor A.II3937/Rektor/50/UA/78 memandang perlu
untuk mengganti bentuk dan personalia pimpinan Fakultas Ilmu Sosial. Bentuk
pimpinan berubah dari bentuk Presidium ke bentuk Kedekanan. Sebagai Dekan
pertama diangkat Soetandyo Wignjosoebroto, MPA, sedangkan dr. R. Koento,
MPH, MA, Drs. J. Dwi Narwoko dan Drs. Soedarmadji Harjono masing-masing
diangkat sebagai Pembantu Dekan Urusan Pendidikan dan Penelitian, Pembantu
Dekan Urusan Administrasi Umum dan Pembantu Dekan Urusan Kemahasiswaan
dan Pengabdian Masyarakat.
2.2 Dinamika Perubahan
FISIP kini berusia lebih seperempat abad, sehingga situasi, kondisi dan
tantangan yang dihadapi tentunya berubah pula. Jika diawal berdiri FISIP hanya
menampung 62 orang mahasiswa, kini jumlah mahasiswa FISIP mencapai lebih
dari 2.000 orang. Gedung kuliah pun tidak hanya di bangun kecil yang jauh dari
layak, tetapi kini FISIP telah menempati sebuah gedung yang megah, berlantai
- 18 -
tiga dan sanggup menampung seluruh kegiatan akademik dengan memadai.
Fasilitas gedung yang paling baru adalah FISIP gedung C yang berdiri diatas lahan
yang dulunya merupakan markas Resimen Mahasiswa dan Pramuka.
Dari ritme kehidupan yang berjalan, FISIP Unair telah melahirkan orang-
orang terdidik yang cerdas, berpikir bebas, kritis dan bertanggung jawab,
keberadaan FISIP telah menghasilkan ribuan alumni yang tersebar di berbagai
sektor kehidupan dan pada beragam tingkatan status sosial. Mereka tidak saja
berada di wilayah Indonesia, tetapi juga ada yang “bertugas” di luar negeri. Ini
membuktikan bahwa kelahiran FISIP diapresiasi, memperoleh dukungan,
sekaligus memberikan kontribusi kepada masyarakat. Pengakuan ini juga tampak
dari minat untuk belajar di FISIP yan tak pernah surut. Untuk itu FISIP berusaha
menjaga kepercayaan ini secara bertanggung jawab, antara lain dengan tidak
tergoda untuk menjadikan FISIP sekedar lembaga bisnis ijazah dengan
menampung mahasiswa sebanyak-banyaknya belaka. Komunikasi belajar yang
aktif, kreatif dan dalam hubungan yang akrab hangat harus tetap dijaga.
Apresiasi, dukungan dan kepercayaan masyarakat juga tampak dari
banyak permintaan kepada FISIP baik secara kelembagaan maupun elemen-
elemen civitas akademik di dalamnya, untuk mengambil peran-peran
masyarakat. Misalnya, banyak dosen yang di luar tugas pokok mengajar dan
meneliti diminta pendapat, analisis dan tulisannya di media massa, di berbagai
forum diskusi dan seminar, pelatihan, konsltan serta memfasilitasi pemecahan
berbagai masalah sosial politik. Secara langsung dan tidak, kehadiran FISIP juga
ikut berperan dalam dinamisasi Unair secara keseluruhan.
Tidak semua catatan perkembangan FISIP memberikan gambaran
keberhasilan gemilang. Ada kalanya dinamika di FISIP justru dirasakan
menimbulkan masalah. Kekurangan dan ketidakpuasan, baik di lingkungan
internal maupun eksternal terus terasa dan terungkap, FISIP yang mulai
sejarahnya ketika dunia pendidikan tinggi tengah di hadapi pada kebijakan politik
NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus), menyusun pro-kontra dalam menyikapi
- 19 -
aksi-aksi protes mahasiswa yang berusaha melakukan koreksi terhadap praktik-
praktik penindasan dan korupsi pada rezim Orde Baru, menghasilkan torehan
sejarah dan tradisi yang cukup unik. Pada masa itu perguruan tinggi memperoleh
sorotan tajam dari dua sisi : miskin prestasi ilmiah sekaligus bak “menara gading”
yang kurang memberikan kontribusi signifikan kepada masyarakat.
Di satu sisi kehadiran FISIP seakan menjadi eksperimentasi yang
bersemangat dalam mengembangkan “kampus yang normal”, dimana
mahasiswa sebagai salah satu eksponen pokoknya didorong untuk menjadi man
of analysis. Sejak kehadirannya, mahasiswa FISIP Unair memang sering menang
dalam lomba-lomba ilmiah yang diselenggarakan Pemerintah.
Tradisi akademik yang dikembangkan sebagai akibat dari kebijkan politik
NKK seakan justru menjauhkan, bahkan mengisolasi atau membuat FISIP steril
dari dinamika masyarakat yang semata-mata dijadikan objek kajian. Secara
demikian masyarakat kampus seakan alergi dan menolak tanggung jawab politik.
Padahal, ilmu sosial dan ilmu politik pada dasarnya senantiasa bersifat kritis,
termasuk terhadap institusinya sendiri. Maka, dinamika FISIP dirasa masih
kurang memuaskan dari dua sisi : dari segi pengembangan ilmu maupun peran-
peran langsung dalam (perubahan) masyarakat. Ujungnya adalah dorongan
untuk menjadikan masyarakat akademik lebih aktif terlibat dengan realitas
keseharian masyrakat, ikut memikul tanggung jawab dalam melakukan
perubahan masyarakat yang berada dalam cengkraman otoriterisme Orde Baru.
Dibangun diatas pondasi idealisme yang kuat dan rasa solidaritas yang
kental, FISIP sesederhan apapun ibaratnya adalah batu karang yang kokoh. Lebih
dari sekadara sebuah lembaga pendidikan atau fakultas baru, FISIP
sesungguhnya adalah sebuah wacana alternatif yang menawarkan banyak hal :
pembaharuan idealisme, tekad, kebenaran, sikap kritis dan keyakinan. Di tengah
suasana yang didominasi kepentingan dan kekuasaan yang menghegemoni, FISIP
tumbuh sebagai dirinya sendiri, melawan arus, sekalipun tak harus dilakukan
secara terang-terangan. Ruang kuliah yang selalu marak dengan diskusi dan
- 20 -
pertanyaan-pertanyaan kritis selalu hadir setiap hari. Mahasiswa tidak hanya
berkutat dengan buku dan diktat, tapi mereka diajarkan untuk kenal dengan
realitas sosial di sekitarnya : melakukan kuliah lapangan ke berbagai desa dan
melihat dengan mata kepala sendiri penderitaan rakyat. Dosen-dosen setiap hari
rabu dalam sebuah forum yang disebut Diskusi Reboan dengan antusias
berdebat, bertukar pikiran dan mengasah ketajaman analisi.
FISIP yang mula-mula tak banyak dilirik mata dan dinilai sebagai disiplin
yang kurang marketabel, pelan-pelan berhasil membangun dan membuktikan
dirinya bahwa disana memang ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang
membanggakan dan patut dibanggakan. Di berbagai fakultas lain Universitas
Airlangga, ketika konservatisme dan sikap feodal masing berlangsung akrab, di
FISIP yang berkembang kemudian adalah sebuah tradisi baru. Mahasiswa dan
dosen ibarat mitra dan mereka benar-benar mengembangkan hubungan yang
egaliter.
Di FISIP, apa yang diajarkan bukan keterbatasan untuk bertindak kreatif
dan inovatif, tetapi juga kesempatan untuk mengembangkan pikiran-pikiran yang
“subyektif”. Seorang calon ilmuwan sosial yang tidak sekadar
menstransplantasikan materi dan menghafal teori. Tetapi dalam upaya
membangun proses pencerdasan dan sikap kritis, maka ilmuwan sosial harus
berani bertindak dan mengemukakan isu-isu “subyektif” yang membongkar
hegemoni dan mendorong tumbuhnya sikap skeptif dan senantiasa kreatif untuk
menampilkan pikiran-pikiran alternatif atau counter-counter.
Bagi ilmu sosial, boleh dikatakan takdir mereka adalah bagaimana menjaga
agar mereka tetap berdiri di luar sistem : senantiasa mengambil jarak dengan
realialitas dan kekuasaan agar penilaian mereka tidak terkontaminasi oleh
kepentingan dan kontak personal.
- 21 -
2.3 Ikon Unair
Berawal dari kesederhanaan, tekad dan idealisme, FISIP ini sudah naik
populer, berkembang menjadi ikon tersendiri di era reformasi. Di zaman
reformasi seperti sekarang ini, siapa yang tak kenal Soetandyo Wignjosoebroto?
Siapa yang tak kenal Daniel T. Sparinga? Siapa yang tak kenal Ramlan Surbakti?
Siapa yang tak kenal Priyatmoko? Siapa yang tak kenal Dede Oetomo, Anas
Urbaningrum, Herman – aktivis yang dikabarkan hilang; Moch. Nurhasim, Dina
Katjasungkana, Bambang Budiono, Yoppie Hidayat, Daru Priyambodo, I. Basis
Susilo, Khofifah Indar Parawangsa, Aribowo, Hariyadi, Kacung Maridjan atau
Pingky Saptandari? Sebagai pengamat politik yang kritis, pengamat sosial yang
tajam, peneliti dan aktivis sosial yang selalu bersentuhan dengan realitas
lapangan, semua nama yang disebutkan diatas adalah produk, milik dan
kebanggaan FISIP Universitas Airlangga.
Di luar nama-nama yang telah disebutkan, bukan berarti tidak ada lagi yang
patut dibanggakan. Yang disebut FISIP Universitas Airlangga sesungguhnya
adalah sebuah komunitas ilmiah dan tradisi yang luas, tetapi tetap menjaga
kekhasannya. Ucapan, pikiran dan tulisan bagi mahasiswa, dosen dan seluruh
lulusan FISIP Universitas Airlangga ibaratnya adanya refleksi dari sikap kritis yang
tak kan pernah terbeli oleh kekuasaan.
Ribuan lulusan FISIP Universitas Airlangga, kini boleh dikata telah
merambah ke berbagai wilayah, merambah sendi-sendi kehidupan baru dan
membangun tradisi-tradisi baru yang mereka warisi dari kampus almamaternya.
Di desa-desa terpelosok, sebagian PLKB niscaya adalah Alumnus FISIP Universitas
Airlangga. Dimedia massa, alumnus FISIP tak hanya menjadi reporter yang
handal, redaktur senior yang disegani, tetapi juga sebagian menjadi Pemimpin
Redaksi. Di jajaran Birokrasi, pioner yang motor penggerak dari berbagai
kegiatan perencana, besar kemungkinan juga alumni FISIP. Pendek kata, apa
yang telah dihasilkan dan di didik di “kampus orange” mereka umumnya selalu
- 22 -
melampaui zamannya: pikiran mereka lebih maju, sikap mereka selalu lebih kritis
dan bahkan tidak sedikit kemudian yang berani melawan arus.
Pengalaman telah banyak membuktikan bahwa kemajuan seringkali
memang menimbulkan dilema, bahkan resiko. Tetapi, dengan berkaca pada
pengalaman dan mengingat kembali sejarah di masa lalu, sebetulnya ada banyak
hal yang masih dibisa dilakukan.
Di usianya lebih dari 30 tahun, harus diakui FISIP kini telah berkembang
jauh melampau berbagai harapan yang digagas di awal pendiriannya, dan bahkan
telah menjadi ikon tersendiri dizaman reformasi. Banyak hal yang harus dicatat,
disyukuri, ditinjau ulang dan direnungkan dengan sikap kritis dari keberadaan
FISIP Unair. Di usianya yang semakin matang, FISIP Unair bukan saja menuntut
dapat terus berkembang dan makin maju, namun juga diharapkan bersedia
melakukan intropeksi : menoleh kembali ke masa silam dan kemudian bertekad
sekuat tenaga untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Saat ini jumlah mahasiswa magister di FISIP tahun 2009 sebagai berikut :
Prodi Sosiologi : 16
BPSDM : 14
Media dan Komunikasi : 29
Ilmu Politik : 17
Kebijakan Publik : 5
- 23 -
BAB III
ANALISIS DATA
3.1. Karakteristik Responden
Fakta lapangan menunjukan bahwa mahasiswa magister di FISIP UNAIR
memiliki keberagaman karakteristiknya mulai dari usia, jenis pekerjaan,
pendapatan, jurusan studi, dan lain-lain. Dari analisis data mengenai umur
responden, terlihat beragam usia mulai dari 26 tahun hingga 32 tahun. Usia ini
merupakan kategori usia produktif. Usia responden yaitu 30 tahun sebanyak
30%, usia 26 tahun dan 27 tahun, masing-masing 20%. Usia responden yaitu 28
tahun, 31 tahun dan 32 tahun, masing-masing sebanyak 10%. Secara rinci
mengenai usia responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1Umur Responden
Umur (tahun) Frekuensi Presentase
26 2 20
27 2 20
28 1 10
29 0 0
30 3 30
31 1 10
32 1 10
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.3
Bekerja merupakan kegiatan yang menghasilkan pendapatan, dimana
besar kecilnya pendapatan memperngaruhi perekonomian seseorang yang
selanjutnya berpengaruh pada status ekonominya. Mahasiswa magister yang
menjadi responden memiliki beragam pekerjaan. Sebanyak 30% responden
- 24 -
berprofesi sebagai dosen dan sebanyak 30% responden berprofesi sebagai
karyawan perusahaan swasta. Sedangkan profesi mahasiswa sebagai PNS, Publik
Relation, Wartawan dan Guru, masing-masing 10%.
Tabel 3.2Pekerjaan Responden
Pekerjaan Frekuensi Presentase
Dosen 3 30
Swasta 3 30
Pegawai Negeri Sipil 1 10
Publik Relation 1 10
Wartawan 1 10
Guru 1 10
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.4
Hasil dari pekerjaan adalah pendapatan, pendapatan yang diperoleh
responden tiap bulan juga beragam seiring beragamnya profesi masing-masing.
Sebanyak 70% responden menyatakan bahwa pendapatan yang diperoleh setiap
bulan sebesar Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 2.000.000,-. Dan sebanyak 30% responden
berpendapatan diatas Rp. 2.000.000,- per bulan. Dari sini terlihat bahwa status
ekonomi mahasiswa magister tergolong menengah ke atas.
Tabel 3.3Pendapatan Responden
Pendapatan Frekuensi Presentase
Di bawah Rp. 1.000.000,- 0 0
Antara Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 2.000.000,- 7 70
Diatas Rp. 2.000.000,- 3 30
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.5
- 25 -
Dari hasil analisis data responden mengenai lama pernikahannya,
sebanyak 30% responden yang menyatakan bahwa sudah menikah selama lima
tahun, begitupun juga yang sudah menikah dua tahun. Sebanyak 20% responden
menyatakan bahwa pernikahannya sudah tiga tahun. Dan masa pernikahan
selama empat tahun dan satu tahun, masing-masing sebanyak 10%. Lama
pernikahan dapat menjelaskan lamanya perempuan melakukan perannya
sebagai ibu rumah tangga. Dimana status perempuan sebagai ibu rumah tangga
merupakan peralihan dan penambahan peran yaitu peran yang dulunya sebagai
anak dari orang tuanya bertambah peran menjadi istri dan ibu rumah tangga.
Tabel 3.4Lama Pernikahan Responden
Lama Menikah (tahun) Frekuensi Presentase
1 1 10
2 3 30
3 2 20
4 1 10
5 3 30
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.6
Anak merupakan hasil dari perkawinan antara laki-laki dan perempuan
yang berpengaruh terhadap status dan peran seseorang yaitu sebagai orang tua.
Sebanyak 70% responden menyatakan memiliki satu anak sedangkan sebanyak
30% responden menyatakan bahwa mereka belum mempunyai anak.
Keberadaan anak, sudah pasti menambah peran perempuan dalam rumah
tangganya.
- 26 -
Tabel 3.5Jumlah Anak Responden
Jumlah anak Frekuensi Presentase
Tidak memiliki Anak 3 30
Memiliki 1 Anak 7 70
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.7
Responden yang memilih program studi sosiologi dan komunikasi,
masing-masing sebanyak 30% sedangkan responden yang memilih program studi
BPSDM dan ilmu-ilmu sosial, masing-masing sebanyak 20%. Alasan program studi
yang dipilih oleh responden berdasarkan kesamaan latar belakang pendidikan
terdahulu dan alasan pekerjaan. Responden yang berada di tingkat semester
satu sebanyak 50% dan yang berada di tingkat semester tiga sebanyak 50%.
Secara rinci mengenai program studi dan tingkat semester responden dapat
dilihat pada tabel 3.6 dan tabel 3.7.
Tabel 3.6Program Studi Responden
Program Studi Frekuensi PresentaseSosiologi 3 30BPSDM 2 20Media Komunikasi 3 30Ilmu-Ilmu Sosial 2 20 Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.8
Tabel 3.7Tingkat Semester Kuliah Responden
Tingkat Semester Frekuensi PresentaseSatu ( 1 ) 5 50Tiga ( 3 ) 5 50 Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.9
Lama perjalanan responden dari tempat tinggal menuju kampus berbeda-
beda tergantung dari tempat tinggalnya. Sebanyak 40% responden menyatakan
waktu tempuh dari tempat tinggal mereka ke kampus antara 1 jam hingga 1,5
- 27 -
jam. Umumnya tempat tinggal mereka di luar Kota Surabaya yaitu di Kota
Sidoarjo dan Mojokerto. Sebanyak 30% menyatakan waktu tempuh dari tempat
tinggal mereka ke kampus kurang dari 1 jam. Responden yang masuk kategori ini
adalah responden yang tinggal di Kota Surabaya. Dan sebanyak 10% responden
yang menyatakan waktu tempuh dari tempat tinggal mereka ke kampus di atas 3
jam, dimana responden ini menggunakan sarana transportasi umum dan
bertempat tinggal di lluar Kota Surabaya yaitu Jombang dan Malang.
Tabel 3.8Lama Perjalanan Responden ke Kampus
Lama Perjalanan Frekuensi Presentase
Kurang dari 1 jam 3 30
Antara 1 jam s/d 1,5 jam 4 40
Antara 1,5 jam s/d 2 jam 2 20
Diatas 3 jam 1 10
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.10
Sarana transportasi yang digunakan responden untuk menjalankan
perannya sebagai mahasiswa berbeda-beda. Sebanyak 50% responden
menyatakan bahwa mereka menggunakan sepeda motor ke kampus dan
sebanyak 30% responden menyatakan bahwa mereka ke kampus menggunakan
sarana transportasi umum serta sebanyak 20% responden menyatakan bahwa
mereka ke kampus dengan menggunakan mobil pribadinya.
Tabel 3.9Sarana Transportasi Responden ke Kampus
Jenis Sarana Transportasi ke kampus Frekuensi Presentase
Mobil 2 20
- 28 -
Motor 5 50
Transportasi umum 3 30
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.11
Sebanyak 50% responden menyatakan bahwa besarnya biaya
transportasi untuk sekali ke kampus di bawah Rp 10.000,-. Responden ini
menggunakan sarana transportasi sepeda motor sehingga biayanya lebih hemat.
Sebanyak 10% responden mengeluarkan biaya trasportasi ke kampus antara Rp
10.000,- s/d Rp 20.000,-. Responden ini menggunakan sarana sepeda motor ke
kampus dengan lama perjalanan antara 1 jam s/d 1,5 jam. Sebanyak 40%
responden mengeluatkan biaya transportasi di atas Rp 20.000,-, umumnya
responden yang mengeluarkan biaya sebesar ini menggunakan sarana
transportasi umum dan mobil.
Tabel 3.10Besarnya Biaya Transportasi Responden ke Kampus
Biaya Transportasi (PP) Frekuensi Presentase
Di bawah Rp 10.000,- 5 50
Antara Rp 10.000,- s/d Rp 20.000,- 1 10
Di atas Rp 20.000,- 4 40
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.12
3.2. Peran Perempuan Sebagai Ibu Rumah Tangga
Peran responden dalam kegiatan domestik meliputi memasak, mencuci,
menyeterika, membersihkan rumah dan belanja. Dari hasil analisa data,
- 29 -
menunjukkan bahwa responden mengalami perubahan dalam perannya sebagai
ibu rumah tangga sebelum kuliah dan selama kuliah. Sebelum kuliah, sebanyak
30% responden menyatakan bahwa kegiatan domestik selalu dilakukannya
sendiri dan 50% responden menyatakan tetap melakukan kegiatan domestik
tetapi membutuhkan bantuan orang lain, dimana peran responden lebih tinggi
dibanding peran orang lain. Sebanyak 20% responden menyatakan bahwa urusan
domestik lebih banyak dilakukan oleh orang lain daripada dirinya sendiri.
Peran responden dalam kegiatan domestik ini mengalami perubahan
selama mereka kuliah, sebanyak 60% responden menyatakan bahwa pekerjaan
rumah tangganya lebih banyak dilakukan orang lain daripada dilakukannya
sendiri. Sebanyak 20% responden menyatakan bahwa pekerjaan rumah
tangganya sebagian besar masih dilakukan sendiri dan 20% responden
menyatakan bahwa pekerjaan domestiknya dilakukan oleh orang lain.
Tabel 4.1Peran Responden Dalam Kegiatan Domestik
Kegiatan domestikSebelum kuliah Selama kuliah
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
Semua dilakukan sendiri 3 30 0 0
Lebih banyak dilakukan sendiri dengan sedikit bantuan orang lain
5 50 2 20
Sedikit dilakukan sendiri dengan banyak dibantu orang lain
2 20 6 60
Semua dilakukan orang lain 0 0 2 20
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.13 dan 14
Peran perempuan dalam pengasuhan anak yang dilakukan sebelum kuliah
berbeda perannya selama kuliah. Dari hasil analisis, didapat sebanyak 30%
pengasuhan anak dilakukan oleh responden sendiri sebelum kuliah tetapi selama
kuliah, pengasuhan anak dibantu oleh orang lain. Sebanyak 20% responden - 30 -
menyatakan bahwa sebelum kuliah, pengasuhan anak lebih banyak dilakukan
responden sendiri tetapi selama kuliah, pengasuhan anak lebih besar dilakukan
orang lain. Pengasuhan anak lebih banyak dilakukan oleh orang lain daripada
responden sendiri sebelum kuliah dan selama kuliah, pengasuhan anak dilakukan
oleh orang lain, 20% responden yang menyatakan ini.
Tabel 4.2Peran Responden Dalam Pengasuhan Anak
Pengasuhan AnakSebelum kuliah Selama kuliah
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
Semua dilakukan sendiri 3 30 0 0
Lebih banyak dilakukan sendiri dengan sedikit bantuan orang lain
2 20 3 30
Sedikit dilakukan sendiri dengan banyak dibantu orang lain
2 20 2 20
Semua dilakukan orang lain 0 2 20
Abstain 3 30 3 30
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.15 dan 16
Dukungan suami terhadap istri sangat berperan dalam pelaksanaan peran
istri sebagai mahasiswa. Dukungan ini mengalami perubahan antara sebelum
dan selama kuliah. Sebelum kuliah, sebanyak 60% responden menyatakan bahwa
suaminya sangat mendukungnya untuk melanjutkan studi dan hanya 10% suami
responden yang sangat mendukungan istrinya selama kuliah berlangsung.
Bahkan terdapat 10% suami responden menyatakan tidak mendukung istrinya
setelah dia mengikuti perkuliahan.
Tabel 4.3Dukungan Suami Terhadap Responden Dalam Menjalankan Perannya Sebagai
Mahasiswa
Dukungan SuamiSebelum kuliah Selama kuliah
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
- 31 -
Sangat mendukung 6 60 1 10
Biasa saja 4 40 8 80
Tidak mendukung - - 1 10
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.17 dan 18
Sebelum kuliah, 100% responden menyatakan kalau suaminya jarang
sekali komplain terhadap perannya sebagai ibu rumah tangga dan sebagai
karyawan. Tetapi selama kuliah, komplain suami terhadap bertambahnya peran
istri sebagai mahasiswa bertambah, sebanyak 30% responden menyatakannya.
Tabel 4.4Komplain Suami Terhadap Peran Responden Sebagai Mahasiswa
Komplain SuamiSebelum kuliah Selama kuliah
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
Tidak Pernah - - - -
Jarang sekali (sekali dalam satu semester) 10 100 7 70
Jarang (satu bulan sekali) - - 3 30
Sering (seminggu dua kali) - - - -
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.19 dan 20
Perubahan keterlibatan perempuan dalam aktivitas kemasyarakatan yang
dilakukan di sekitar tempat tinggalnya, sebelum kuliah, sebanyak 50% responden
menyatakan bahwa mereka sering mengikuti kegiatan masyarakat tetapi selama
kuliah hanya 20% responden yang masih sering mengikuti kegiatan tersebut.
Sebelum kuliah, tidak ada responden yang tidak aktif dalam kegiatan masyarakat
tetapi selama kuliah sebanyak 40% responden menyatakan bahwa mereka sudah
tidak aktif lagi mengikuti kegiatan tersebut.
Tabel 4.5Peran Responden Dalam Kegiatan Kemasyarakatan
Aktivitas Kemasyarakatan Sebelum kuliah Selama kuliah
- 32 -
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
Selalu aktif 1 10 0 0
Sering (hadir tiga kali dalam lima pertemuan) 5 50 2 20
Jarang (hanya hadir sekali dalam lima pertemuan) 4 40 5 50
Tidak aktif lagi 0 0 4 40
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.21 dan 22
3.3. Peran Perempuan Sebagai Karyawan
Peran perempuan sebagai karyawan yang dilakukan sebelum kuliah, hasil
pekerjaannya selalu tepat waktu walaupun hasil kerjanya dirasa pas-pasan,
sebanyak 90% responden menyatakan ini. Tetapi selama kuliah 60% responden
menyatakan bahwa tugas pekerjaannya terselesaikan dengan tidak tepat waktu.
Secara rinci peran responden dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya sebelum
dan selama kuliah dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4.6Peran Responden Dalam Menyelesaikan Tugas Pekerjaan
Hasil pekerjaanSebelum kuliah Selama kuliah
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
Selalu tepat waktu dan hasil 1 10 - -
- 33 -
tugas dirasa memuaskan
Selalu tepat waktu dan hasil dirasa pas-pasan (hanya sekedar mengerjakan)
9 90 2 20
Tugas selesai tapi tidak tepat waktu - - 6 60
Tugas tidak terselesaikan / terbengkalai - - - -
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.23 dan 24
Bertambahnya peran perempuan sebagai mahasiswa mempengaruhi
perannya sebagai karyawan. Salah satu indikatornya adalah adanya teguran dari
pimpinan mengenai perubahan perannya sebagai karyawan. Responden yang
tidak pernah ditegur pimpinan sebelum kuliah sebanyak 50% dan selama kuliah
sebanyak 40%. Responden yang jarang sekali ditegur pimpinan sebelum kuliah
sebanyak 40% dan selama kuliah sebanyak 20%. Bahkan sebanyak 10%
responden yang menyatakan sering ditegur pimpinan selama dia kuliah.
Peningkatan teguran dari pimpinan terhadap responden terjadi karena perannya
bertambah yaitu sebagai mahasiswa.
Tabel 4.7Teguran Pada Responden Dari Pimpinan Tempatnya Bekerja
Teguran dari pimpinanSebelum kuliah Selama kuliah
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
- 34 -
Tidak pernah mendapat teguran
5 50 4 40
Jarang sekali ditegur (sekali dalam semester)
4 40 2 20
Jarang ditegur (tiga bulan sekali)
1 10 3 30
Sering ditegur (sebulan sekali) - - 1 10
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.25 dan 26
Pelaksanaan ketiga peran yang dilakukan perempuan sekaligus
berdampak pada perubahan interaksi responden dengan rekan kerja di lingkup
kerjanya. Sebanyak 90% responden selalu berinteraksi aktif dengan rekan
kerjanya secara fisik sebelum kuliah dan menjadi 30% responden yang masih
aktif berinteraksi dengan rekan kerjanya secara fisik. Selama kuliah, 60%
responden menyatakan jarang sekali berinteraksi dengan rekan kerjannya secara
fisik. Perubahan interaksi perempuan akibat beban ganda tersebut, mereka
siasati dengan berinteraksi dengan non fisik yaitu menggunakan fasilitas telepon
dan internet. Tetapi ini teraksi yang terjadi juga tergolong jarang.
Tabel 4.8Interaksi Responden Dengan Rekan Kerja
Interaksi dengan rekan kerjaSebelum kuliah Selama kuliah
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
Baik (sering berinteraksi) 9 90 3 30
Jarang berinteraksi 1 10 6 60
Jarang sekali berinteraksi - - 1 10
Tidak pernah berinteraksi - - - -
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.27 dan 28
Perubahan peran perempuan berakibat pada kendala yang dialami
responden dalam menyelesaikan tugas perannya sebagai karyawan. Sebelum
kuliah, 80% responden menyatakan jarang sekali ada kendala dalam
- 35 -
menyelesaikan tugas kerjanya tetapi selama kuliah, 30% responden
menyatakannya. Justru selama kuliah, sebanyak 40% responden menyatakan
jarang atau kendala yang dialamu dalam menyelesaikan tugas lebih banyak
daripada sebelum kuliah. Kendala yang dialami responden ini akibat beban
ganda perempuan yang waktu dan peluangnya terbagi.
Tabel 4.9Kendala Yang Dialami Responden Dalam Menyelesaikan Tugas Pekerjaan
Kendala dalam menyelesaikan Tugas
Sebelum kuliah Selama kuliah
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
Tidak ada kendala 1 10 - -
Jarang sekali (sekali dalam semester) 8 80 3 30
Jarang (sekali dalam tiga bulan) 1 10 4 40
Sering (setiap mendapat tugas selalu ada kendala) - - 3 30
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.29 dan 30
Prestasi kerja yang diperoleh responden mengalami perubahan akibat
pertambahan perannya. Sebelum kuliah, 80% responden jarang sekali
memperoleh prestasi kerja dan jumlah responden yang menerima prestasi kerja
menurun selama kuliah yaitu sebesar 50%. Prestasi yang diperoleh responden
tergolong jarang sebelum kuliah, sebanyak 20% dan meningkat menjadi 50%
selama kuliah. Adanya penurunan prestasi kerja yang diperoleh responden
diakibatkan perempuan yang berperan ganda.
Tabel 4.10Prestasi kerja yang diperoleh Responden
Prestasi kerja yang Sebelum kuliah Selama kuliah
- 36 -
diperoleh Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
Tidak pernah - - - -
Jarang sekali (sepuluh tahun sekali) 8 80 5 50
Jarang (lima tahun sekali) 2 20 5 50
Sering (setahun sekali ) - - - -
Total 10 100 10 100
Sumber: Kuesioner no.31 dan 32
3.4. Peran Perempuan Sebagai Mahasiswa
Perempuan terlibat dalam pendidikan karena perempuan memiliki hak
yang sama dengan laki-laki. Persamaan hak ini terlihat berbeda dengan peran
yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki, karena budaya masyarakat yang
patriarkhi. Hal ini terlihat pada perempuan yang menjalankan peran ganda yaitu
sebagai ibu rumah tangga, karyawan dan mahasiswa. Dalam menjalankan
perannya sebagai mahasiswa, khususnya dalam menyelesaikan tugas kuliah, 80%
responden menyatakan bahwa tugasnya selalu dikerjakan tepat waktu tetapi
hasil kerjaannya dirasa pas-pasan (hanya sekedar mengerjakan untuk keperluan
tugas). Sebanyak 10% responden yang menyatakan bahwa tugas kuliah selalu
terselesaikan tapi tidak tepat waktu dan sebanyak 10% responden menyatakan
bahwa tugas kuliah tidak terselesaikan dengan baik.
Tabel 4.11Peran Responden Dalam Menyelesaikan Tugas Kuliah
- 37 -
Menyelesaikan Tugas Kuliah Frekuensi Prosentase
Selalu tepat waktu dan hasil tugas dirasa memuaskan - -
Selalu tepat waktu dan hasil dirasa pas-pasan (hanya sekedar mengerjakan 8 80
Tugas selesai tapi tidak tepat waktu 1 10
Tugas tidak terselesaikan 1 10
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.33
Perubahan peran perempuan juga berpengaruh pada peran mahasiswa
yaitu menghadiri perkuliahan. Sebanyak 40% responden menyatakan selalu hadir
dalam perkuliahan dengan tepat waktu. Sebanyak 30% responden yang
menyatakan selalu hadir dalam perkuliahan tetapi tidak tepat waktu (terlambat).
Sebanyak 10% responden menyatakan sering hadir dan pernah tidak hadir dalam
perkuliahan selama dua kali pertemuan dan sebanyak 20% responden
menyatakan jarang hadir dalam perkuliahan.
Tabel 4.12Kehadiran Responden Dalam Perkuliahan
Kehadiran dalam perkuliahan Frekuensi Prosentase
Selalu hadir dan tepat waktu 4 40
Selalu hadir tapi tidak tepat waktu 3 30
Sering hadir (tidak masuk 2 kali pertemua)
1 10
Jarang Hadir (tidak masuk lebih dari 3 kali) 2 20
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.34
Perubahan peran perempuan juga berdampak pada interaksinya dalam
kelas, seperti dalam hal pengerjaan tugas kelompok, para perempuan dengan
peran ganda tersebut, pernah dikomplain oleh teman sekelompok. Hal ini
dijelaskan dengan hasil analisis yang menunjukkan bahwa 30% responden sering
- 38 -
di komplain oleh teman sekelompoknya, dan sebanyak 30% responden
menyatakan jarang serta sebanyak 40% responden menyatakan tidak pernah di
komplain oleh temannya.
Tabel 4.13Komplain Teman Kuliah Pada Responden Dalam Tugas Kelompok
Komplain dari teman kuliah pada responden dalam tugas kelompok
Frekuensi Prosentase
Sering (setiap ada tugas kelompok selalu di komplain) 3 30
Jarang (tiga kali tugas kelompok, hanya sekali di komplain)
3 30
Tidak pernah 4 40
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.35
Tingkat pemahaman responden dalam menerima materi kuliah juga ikut
terkena imbas dengan pelaksanaan ketiga peran perempuan sekaligus. Sebanyak
30% responden menyatakan tidak selalu memahami dan sebanyak 30%
responden menyatakan kurang memahami materi kuliah. Alasan responden
dalam pemahaman materi kuliah ini karena dipengaruhi oleh peran gandanya.
Tabel 4.14Respon Terhadap Materi Kuliah
Respon terhadap materi kuliah Frekuensi Prosentase
Selalu memahami dengan baik 4 40
Tidak selalu memahami 3 30
Kurang memahami 3 30
Tidak memahami sama sekali - -
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.36
Selain itu peran ganda perempuan juga mempengaruhi perannya sebagai
mahasiswa untuk selalu belajar. Dari hasil analisis menunjukkan sebanyak 30%
- 39 -
responden kurang mendapatkan kesempatan belajar di luar kampus dan
sebanyak 30% responden menyatakan sudah tidak ada kesempatan lagi untuk
belajar selain di kampus. Berkurangnya kesempatan atau bahkan tidak adanya
kesempatan responden dalam belajar di luar kampus, karena mereka harus
melakukan dua peran lainnya yaitu sebagai ibu rumah tangga dan karyawan.
Tabel 4.15Kesempatan Responden Untuk Belajar Di Luar Kampus
Kesempatan responden untuk belajar di luar kampus
Frekuensi Prosentase
Banyak kesempatan dan sering belajar
4 40
Kurang kesempatan belajar 3 30
Tidak ada kesempatan belajar 3 30
Total 10 100
Sumber: Kuesioner no.37
3.5. Perubahan Sosial Akibat Bertambahnya Peran Perempuan
Dari hasil analisis diatas menjelaskan adanya perubahan sosial terutama
perubahan peran perempuan saat memikul peran ganda (double bourden) yaitu
sebagai ibu rumah tangga, sebagai karyawan dan sebagai mahasiswa. Peran
perempuan sebagai ibu rumah tangga merupakan peran alamiah yang menjadi
bebannya setelah dia menikah. Peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dan
sebagai karyawan menunjukkan bahwa perempuan turut serta dalam
peningkatan pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga ini untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga, dimana peran untuk mensejahterakan keluarga adalah
peran laki-laki dan perempuan. Peran perempuan atau istri terlihat lebih banyak
daripada suami karena istri mempunyai dua peran yang harus dilakukan
sekaligus yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai karyawan.
Peran perempuan dalam rumah tangga yang meliputi mengatur menu,
memasak, mencuci perabot rumah tangga dan pakaian, menyeterika dan belanja - 40 -
kebutuhan rumah tangga serta mengurus anak. Disamping itu peran perempuan
sebagai istri yaitu menemani suami dan menjaga keharmonisan keluarga. Peran
sebagai ibu rumah tangga yang begitu banyak dan ditambah lagi perannya
sebagai karyawan membuat istri memutuskan untuk memakai jasa orang lain
untuk membantunya di kegiatan domestik. Keputusan ini juga disetujui oleh
suami yang merupakan kepala keluarga. Jasa orang lain yang dimaksud adalah
pembantu dan atau kerabat. Jasa pembantu digunakan untuk membantu istri
dalam hal memasak, mencuci, menyeterika dan membersihkan rumah serta
mengasuh anak saat istri sedang bekerja. Terdapat responden yang
menggunakan jasa kerabat untuk hal pengasuhan anaknya dan jasa pembantu
hanya sebatas mencuci, menyeterika dan membersihkan rumah.
Beban peran perempuan akan bertambah saat mereka juga berperan
sebagai mahasiswa. Ketiga peran yang dilakukan perempuan sekaligus
berdampak pada perubahan peran. Perubahan peran yang tampak jelas pada
rumah tangga terlihat adanya penggantian peran di sekor domestik yang lebih
banyak dilakukan oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat degradasi
peran yang semula kegiatan domestik dilakukan sendiri oleh istri kemudian
selama kuliah beralih peran ke orang lain untuk urusan domestik.
Dalam dunia kerja, perempuan juga dituntut untuk mampu bersaing
dengan rekan kerjanya. Salah satu cara agar bisa mendapatkan bersaing yaitu
dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan. Sedangkan perubahan sosial dari
ketiga peran yang dilakukan perempuan di tempat kerjanya adalah perubahan
hasil pekerjaannya yang tidak dapat diselesaikan secara tepat waktu dan kadang
mendapat teguran dari pimpinan. Perubahan sosial yang terjadi dalam hal
interaksi dengan rekan kerja tidak mengalami perubahan yang berarti, karena
interaksi tidak hanya dilakukan dengan bertemu fisik tetapi dengan adanya
teknologi, perempuan dapat berinteraksi melalui telpon dan internet.
Dampak pelaksanaan ketiga peran perempuan sekaligus pada aktivitas
perkulihan yaitu seringnya tugas kuliah dikerjakan dengan semampunya karena
- 41 -
berbenturan dengan peran yang lain. Selain itu dampak perubahan sosial
terhadap peran ganda tersebut juga pada keaktifan kuliah yaitu perempuan tidak
selalu hadir dalam perkuliahan dan berdampak pada proses belajar di luar
kampus (rumah).
Selama menjalankan perannya sebagai mahasiswa, perempuan harus
mengorbankan perannya sebagai karyawan dan ibu rumah tangga, begitu juga
sebaliknya. Perubahan peran perempuan ini disebabkan oleh terbaginya waktu
karena ketiga peran tersebut yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
BAB IV
- 42 -
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan-temuan data dilapangan, peneliti dapat menarik
beberapa kesimpulan mengenai Peran Perempuan sebagai Ibu Rumah
Tangga, Karyawan dan Mahasiswa antara lain :
1. Peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dimana perannnya disektor
domestik yang sebelumnya dilakukan penuh oleh istri sekarang dibantu
oleh orang lain.
2. Dengan bertambahnya peran perempuan sebagai mahasiswa
menyebabkan terjadinya perubahan peran perempuan sebagai karyawan
dalam hal ini tugas pekerjaan menjadi tidak optimal (hasilnya tidak sesuai
dengan target).
3. Dengan bertambahnya peran perempuan sebagai mahasiswa menjadikan
perempuan berperan seadanya dalam menjalani studi, hal ini disebabkan
oleh terbaginya waktu dengan peran lain.
4.2. Saran
Apabila peran perempuan dijalankan sebaik mungkin, baik sebagai ibu
rumah tangga, karyawan dan mahasiswa dijalankan dengan baik tidak akan
menggangu peran-peran tersebut. Jika peran tersebut dilakukan tidak seimbang
maka akan terjadi konflik dalam rumah tangga, perkerjaan.
1. Perempuan dapat melakukan ketiga peran yaitu sebagai ibu rumah
tangga, karyawan dan mahasiswa secara bersamaan dengan adanya
dukungan penuh dari keluarga. Dukungan ini dapat berupa pembagian
peran di sektor domestik.
2. Karena interaksi yang baik dengan rekan kerja, peran perempuan sebagai
karyawan dapat dilakukan bersama (pembagian tugas yang baik)
- 43 -
3. Peran perempuan sebagai mahasiswa dapat dijalankan dengan baik
melalui forum diskusi kelas untuk mensiasati kurangnya kesempatan
belajar di luar kampus (dirumah).
- 44 -
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Profil Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Diakses pada http://www.fisip.unair.ac.id tanggal 7 Januari 2010
Berry, David, 1982. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali
Budiman, Arief. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta
Gorda, I Gusti Nggurah. 1994. Manajemen Sumber daya Manusia. Denpasar: Widya Kriya Germatama
Hasibuan, Malayu S.P. 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia dasar dan Kunci Keberhasilan. Jakarta: CV. Haji Masagung
Horton, Paul.B &Chester L.Hunt. 1991. Sosiology. 6 th ed. (terjemahan). Jakarta: Erlangga
Moleong, Lexi.j. 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Poloma, Margareth. 2002. Sosiologi Kontemporer.Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Raho, Bernard SVD, 2003. Keluarga Berziarah Lintas Zaman. Flores : Nusa Indah.
Saefullah, Ali. 1987. Administrasi dan supervise pendidikan, Bandung, Jermmars.
Saydam, Gouzali. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management): Suatu Pendekatan Mikro (Dalam Tanya Jawab). Jakarta: Djambatan
Sedarmayanti, Syarifusin Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung. CV.Mandar Maju.
- 45 -
top related