penyakit stroke
Post on 02-Jan-2016
209 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia
penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat,
stroke menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap
tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut WHO,
ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan terbanyak
adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 tahun.
Di Indonesia sendiri walaupun data studi epidemiologi stroke secara
komprehensif dan akurat belum ada, dengan meningkatnya harapan hidup
tendensi peningkatan kasus stroke akan meningkat di masa yang akan datang.
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, stroke
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus
ditangani dengan segera, tepat dan cermat (Kelompok Studi Serebrovaskular dan
Neurogeriatri Perdossi,1999)
Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA
(Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada
penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit dan dilakukan survey mengenai
faktor-faktor resiko, lama perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan
dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia45-64 tahun
berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun sebanyak 33,5% (Misbach, 2007).
Oleh karena tingginya kejadianstroke dan adanya kecenderungan untuk
meningkat karena berbagai sebab, menyebabkan usaha pemerintah dalam
menekan angka kematian dan derajat kecacatan akibat stroke lebih ditujukan pada
penanganan saat pasien stroke dirawat di rumah sakit.Beberapa penelitian 1
menunjukkan bahwa pelayanan stroke yang terorganisir dalam unit stroke akan
menurunkan angka kematian, menurunkan angka kecacatan, dan memperbaiki
status fungsional pasien stroke. Unit stroke direkomendasikan sebagai unit
terpadu multidisiplin yang menangani pasien-pasien stroke. Kajian sistematis dari
berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan efektivitas unit stroke dalam
memberikan pelayanan stroke.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisikan pengeritan Stroke.
2. Untuk mengetahui etiologi Stroke.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Stroke.
4. Untuk mengetahui terapi Stroke.
5. Untuk mengetahui prognosis stroke
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
“serangan otak” atau brain attacks yang terjadi jika aliran darah ke otak
tersumbat atau jika pembuluh darah otak pecah.. (Dr. MOCH. BAHRUDIN, SpS)
B. Klasifikasi stroke
menurut defisit neurologisnya :
Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan timbulnya
defisit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24 jam. Stroke ini tidak akan
meninggalkan gejala sisa sehingga pasien tidak terlihat pernah mengalami
serangan stroke. Akan tetapi adanya TIA merupakan suatu peringatan akan
serangan stroke selanjutnya sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja.
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih
lama, maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan gejala sisa.
Complete stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit
neurologist akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan
meninggalkan gejala sisa.
3
Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit ditentukan prognosanya.
Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil, berubah-ubah, dan dapat
mengarah ke kondisi yang lebih buruk.
C. Etiologi
Ketika stroke telah didiagnosis, berbagai penelitian lain dapat dilakukan untuk
menentukan etiologi yang mendasari. Dengan pengobatan saat ini dan pilihan
diagnosis yang tersedia, itu adalah penting untuk menentukan apakah ada sumber
emboli perifer. Seleksi tes mungkin berbeda, karena penyebab stroke bervariasi
dengan usia, komorbiditas dan presentasi klinis. Teknik yang umum digunakan
termasuk:
studi USG / Doppler arteri karotid (untuk mendeteksi stenosis karotis) atau
diseksi dari arteri precerebral
elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiogram (untuk mengidentifikasi
aritmia dan resultan gumpalan di hati yang dapat menyebar ke pembuluh otak
melalui aliran darah)
Holter monitor sebuah studi untuk mengidentifikasi aritmia intermiten
angiogram dari pembuluh darah serebral (jika berdarah diperkirakan
berasal dari suatu aneurisma atau malformasi arteriovenosa)
tes darah untuk menentukan hiperkolesterolemia, diatesis perdarahan dan
jarang beberapa penyebab seperti homocysteinuria
D. Epidiomologi
Kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Makin tinggi
usia, makin banyak kemungkinannya untuk terserang stroke. Bila dipukul
rata dapat dikatakan bahwa angka kejadian (insiden) stroke adalah 200 per
100.000 penduduk setiap tahun, bila dipilah menurut usia maka angka ini
menjadi sebagai berikut : pada kelompok usia 35-44 tahun, insidennya ialah
0,2 per seribu. Pada kelompok usia 45-54 tahun, 0.7 per seribu. Kelompok
4
usia 55-64 tahun, 1,8 per seribu. Usia 65-74 tahun 2,7 per seribu. Usia 75-
84 tahun 10,4 per seribu dan usia 85 tahun keatas 13,9 per seribu. Ditaksir
bahwa dari 1000 orang yang berusia 55-64 tahun, dalam setahun 1,8 orang
atau kira-kira 2 orang mendapat stroke (Lumbantobing, 2003).
Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke
hemorragik. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada
penderita hipertensi.
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana
kegemukan dan makanan berbahaya (junk food) telah mewabah.
Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus
stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45
menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Stroke merupakan serangan otak yang timbulnya mendadak akibat
tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu
masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya
cacat ringan maupun berat.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang
mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004,
stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru
Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari
jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya
mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga
sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan
penderita terus menerus di kasur.
Dari hasil survei yang dilakukan pada program Rehabilitasi
Bersumber Daya Masyarakat (RBM), dari kelurahan Sobokerto diperoleh
data terdapat kasus stroke sebanyak 7 kasus dari 66 gangguan lain.Melihat
5
kenyataan tersebut, maka sudah menjadi keharusan bagi dunia kesehatan
untuk lebih memperhatikan penyakit ini.
E. Manifestasi klinis
Manifestasi stroke tergantung besarnya lesi bisa terjadi :
1) Hemiparese / hemiplegia
2) Hemiparestesia
3) Afasia / diafasia motorik atau sensorik
4) Hemianopsi
5) Dysartria
6) Muka tidak simetris
7) Gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak terkordinasi
Tergantung dari lokasi lesi maka terjadi gangguan berupa :
1. Bila lesi terjadi di cerebrum
Maka gangguan gerakan tangkas diiringi dengan tanda-tanda
gangguan “upper motoneuron” seperti :
a) Meningkatnya tonus otot pada sisi yang lumpuh
b) Meningkatnya refleks tendon pada sisi yang lumpuh
c) Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh.
2. Bila lesi terjadi di cerebelum
Maka gangguan ketangkasan gerakan diiringi tanda-tanda :
a) Menurunnya tonus otot pada sisi terganggunya gerakan tangkas
6
b) Menurunnya refleks tendon pada sisi terganggunya gerakan
tangkas
c) Refleks patologis negatif.
Hasil penyelidikan pada zaman pra-CT scan mengungkapkan bahwa
stroke yang didiagnose secara klinis dan kemudian diverifikasi oleh autopsy
penyebabnya adalah :
1.) 52-70% disebabkan oleh infark non emboli
2.) 7- 25% disebabkan oleh perdarahan intraserebral primer
3.) 5-10% disebabkan karena perdarahan subaraknoidal
4.) 7-9% tidak diketahui penyebabnya
5.) 6% adalah kasus TIA yang pada autopsy tidak memperhatikan
kelainan
6.) 2-5% disebabkan oleh emboli
7.) 3% disebabkan oleh neoplasma.
Setelah CT scan digunakan secara rutin dalam kasus-kasus stroke,diketahui
bahwa :
1.) 81% stroke non-hemoragik
2.) 9% stroke hemoragik
F. KLASIFIKASI
1. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan).
Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada
malam hingga pagi hari.
7
a. Trombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of serebral
vessels).
b. Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of serebral vesels).
2. Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60
tahun dan biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis
(mental).
a. Perdarahan intra serebral (parenchymatous hemorrhage),gejalanya:
(1. Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
(2. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktifitas, dan emosi atau
marah.
(3. Mual atau muntah pada permulaan serangan.
(4. Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
(5. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65 % terjadi
kurang dari ½ jam sampai 2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam sampai
19 hari).
b. Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage).
(1. Nyeri kepala hebat dan mendadak.
(2. Kesadaran sering terganggu dan sangat berfariasi.
(3. Ada gejala dan tanda meningeal.
(4. Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri
karotis interna.
G. Patogenesis dan Patofisiologi
Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas, yang terdapat di kulit dan
jaringan lain. Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan, yaitu
8
rangsang nyeri mekanis, suhu, dan kimiawi. Pada umumnya, nyeri cepat diperoleh
melalui rangsangan jenis mekanis atau suhu, sedangkan nyeri lambat dapat
diperoleh dari ketiganya. Beberapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri
kimiawi adalah bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam asetilkolin, dan
enzim proteolitik. Selain itu, prostaglandin dan substansi P meningkatkan
sensitivitas ujung-ujung serabut nyeri tetapi tidak secara langsung
merangsangnya. Satu zat kimia yang terlihat mengakibatkan rasa nyeri lebih hebat
daripada yang lain adalah bradikinin. Intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat
dengan kecepatan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh pengaruh lain selain
panas (diatas 45°C), seperti infeksi bakteri, iskemia jaringan, kontusio jaringan,
dan lain sebagainya (Guyton dan Hall, 2007).
H. Prognosis
Cacat mempengaruhi 75 % dari penderita stroke yang cukup untuk
mengurangi kerja mereka . Stroke dapat mempengaruhi pasien secara fisik ,
mental, emosional , atau kombinasi dari ketiganya. Hasil stroke sangat bervariasi
tergantung pada ukuran dan lokasi lesi .
Disfungsi sesuai dengan daerah di otak yang telah rusak . Beberapa cacat
fisik yang dapat hasil dari stroke meliputi kelumpuhan , mati rasa , luka tekanan ,
pneumonia, inkontinensia , apraxia ( ketidakmampuan untuk melakukan gerakan-
gerakan belajar ) , kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari , kehilangan nafsu
makan , kehilangan pidato , kehilangan penglihatan , dan nyeri . Jika stroke cukup
parah , atau di lokasi tertentu seperti bagian batang otak , koma atau kematian
dapat terjadi.
Masalah emosional akibat stroke dapat disebabkan kerusakan langsung ke
pusat-pusat emosi di otak atau dari frustrasi dan kesulitan beradaptasi dengan
keterbatasan baru. Kesulitan emosional pasca stroke termasuk kecemasan ,
serangan panik , mempengaruhi datar ( kegagalan untuk mengekspresikan emosi )
, mania , apatis , dan psikosis .
9
30 sampai 50 % dari penderita stroke menderita depresi pasca stroke , yang
ditandai dengan kelesuan , lekas marah , gangguan tidur , menurunkan harga diri ,
dan penarikan . Depresi dapat mengurangi motivasi dan memperburuk hasil ,
tetapi dapat diobati dengan antidepresan .
Labilitas emosional , konsekuensi lain dari stroke, menyebabkan pasien
untuk beralih cepat antara tertinggi dan terendah emosional dan untuk
mengekspresikan emosi tidak tepat , misalnya dengan kelebihan tertawa atau
menangis dengan sedikit atau tanpa provokasi . Sementara ekspresi emosi
biasanya sesuai dengan emosi yang sebenarnya pasien , bentuk yang lebih parah
dari labilitas emosional menyebabkan pasien untuk tertawa dan menangis
patologis , tanpa memperhatikan konteks atau emosi. Labilitas emosional terjadi
pada sekitar 20 % pasien stroke .
Defisit kognitif akibat stroke meliputi gangguan persepsi , masalah bicara ,
demensia , dan masalah dengan perhatian dan memori . Seorang penderita stroke
mungkin tidak menyadari cacat nya sendiri , suatu kondisi yang disebut
anosognosia . Dalam kondisi yang disebut kelalaian hemispatial , pasien tidak
dapat hadir untuk apa pun di sisi berlawanan ruang untuk belahan bumi yang
rusak .
Sampai dengan 10 % dari semua pasien stroke mengalami kejang , paling
sering pada minggu berikutnya untuk acara; keparahan stroke meningkatkan
kemungkinan kejang
I. Terapi
Idealnya , orang-orang yang pernah stroke yang dirawat di "unit stroke yang " ,
daerah lingkungan atau dedicated di rumah sakit dikelola oleh perawat dan terapis
dengan pengalaman dalam pengobatan stroke. Telah menunjukkan bahwa orang
dirawat di unit stroke memiliki kesempatan lebih tinggi untuk bertahan hidup
daripada mereka mengaku di tempat lain di rumah sakit , bahkan jika mereka
10
sedang dirawat oleh dokter dengan pengalaman pada stroke .
Terapi medis lainnya ditujukan untuk meminimalkan pembesaran
gumpalan atau mencegah pembekuan baru dari pembentukan . Untuk tujuan ini ,
pengobatan dengan obat-obatan seperti aspirin , clopidogrel dan dipyridamole
dapat diberikan untuk mencegah platelet menggabungkan .
Selain terapi definitif , manajemen stroke akut termasuk kontrol gula darah
, memastikan pasien memiliki oksigenasi yang memadai dan cairan infus yang
memadai . Pasien mungkin akan diposisikan dengan kepala mereka rata di tandu ,
daripada duduk , untuk meningkatkan aliran darah ke otak . Adalah umum bagi
tekanan darah akan meningkat segera setelah stroke . Meskipun tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan beberapa stroke , hipertensi selama stroke akut
diinginkan untuk memungkinkan aliran darah yang memadai ke otak .
trombolisis
Dalam meningkatkan jumlah pusat-pusat stroke primer,
farmakologi trombolisis ( " gumpalan penghilang " ) dengan obat aktivator
jaringan plasminogen ( TPA ) , digunakan untuk melarutkan bekuan dan
membuka blokir arteri . Namun , penggunaan TPA pada stroke akut adalah
kontroversial . Di satu sisi , hal ini didukung oleh American Heart Association
dan American Academy of Neurology sebagai pengobatan yang dianjurkan untuk
stroke akut dalam waktu tiga jam dari timbulnya gejala selama tidak ada
kontraindikasi lain (seperti nilai-nilai laboratorium abnormal, tekanan darah tinggi
, atau operasi baru-baru ini ) . Posisi ini untuk TPA didasarkan pada temuan dua
studi oleh satu kelompok peneliti yang menunjukkan bahwa TPA meningkatkan
peluang untuk hasil saraf yang baik . Ketika diberikan dalam tiga jam pertama , 39
% dari semua pasien yang dirawat dengan TPA memiliki hasil yang baik pada tiga
bulan , hanya 26 % dari pasien dikontrol plasebo memiliki hasil fungsional yang
baik .
Sebuah studi terbaru menggunakan alteplase untuk trombolisis pada stroke
11
iskemik menunjukkan manfaat klinis dengan administrasi 3-4,5 jam setelah onset
stroke . Namun, dalam sidang NINDS 6,4 % pasien dengan stroke besar
dikembangkan substansial pendarahan otak sebagai komplikasi dari yang
diberikan TPA . TPA sering disalahartikan sebagai " peluru ajaib " dan penting
bagi pasien untuk menyadari bahwa meskipun studi yang mendukung penggunaan
, beberapa data yang cacat dan keamanan dan kemanjuran dari TPA adalah
kontroversial .
Sebuah penelitian baru menemukan kematian yang lebih tinggi di antara
pasien yang menerima TPA dibandingkan dengan mereka yang tidak. Selain itu,
adalah posisi American Academy of Emergency Medicine bahwa bukti objektif
tentang kemanjuran , keamanan , dan penerapan TPA untuk stroke iskemik akut
tidak cukup untuk menjamin klasifikasinya sebagai standar perawatan .
thrombectomy mekanik
Intervensi lain untuk stroke iskemik akut adalah pengangkatan trombus
menyinggung secara langsung . Hal ini dilakukan dengan memasukkan kateter ke
dalam arteri femoralis , mengarahkan ke dalam sirkulasi otak , dan menggunakan
perangkat pembuka botol seperti untuk menjerat bekuan , yang kemudian ditarik
dari tubuh . Perangkat embolectomy mekanik telah dibuktikan efektif dalam
memulihkan aliran darah pada pasien yang tidak dapat menerima obat trombolitik
atau untuk siapa obat tidak efektif , meskipun tidak ada perbedaan telah
ditemukan antara versi yang lebih baru dan lebih tua dari perangkat . Perangkat
hanya telah diuji pada pasien yang diobati dengan gumpalan embolectomy
mekanik dalam waktu delapan jam dari timbulnya gejala .
Angioplasty dan stenting
Angioplasty dan stenting mulai dipandang sebagai pilihan yang layak
mungkin dalam pengobatan stroke iskemik akut . Dalam review sistematis dari
enam terkontrol , uji coba satu pusat , yang melibatkan total 300 pasien , dari
stenting intra - kranial pada gejala stenosis arteri intrakranial , tingkat
keberhasilan teknis (pengurangan untuk stenosis < 50 % ) berkisar 90-98 % , dan
12
tingkat komplikasi peri- prosedural utama berkisar 4-10 % . Tingkat restenosis
dan / atau stroke setelah pengobatan juga menguntungkan . Data ini menunjukkan
bahwa , uji coba terkontrol secara acak yang besar diperlukan untuk lebih lengkap
mengevaluasi keuntungan terapi mungkin pengobatan ini .
terapi hipotermia
Sebagian besar data mengenai efektivitas terapi hipotermia dalam
mengobati stroke iskemik terbatas pada studi hewan . Studi-studi telah berfokus
terutama pada iskemik sebagai lawan hemorrhagic stroke , seperti hipotermia
telah dikaitkan dengan ambang pembekuan lebih rendah . Dalam penelitian hewan
ini menyelidiki pengaruh penurunan suhu setelah stroke iskemik , hipotermia
telah terbukti menjadi efektif semua tujuan neuroprotectant . Data ini menjanjikan
telah menyebabkan inisiasi berbagai studi manusia . Pada saat penerbitan artikel
ini , penelitian ini belum memberikan hasil . Namun , dari segi kelayakan ,
penggunaan hipotermia untuk mengontrol tekanan intrakranial ( ICP ) setelah
stroke iskemik ditemukan untuk menjadi aman dan praktis . Perangkat yang
digunakan dalam penelitian ini disebut Arktik Ming
Pencegahan sekunder stroke iskemik
Antikoagulan dapat mencegah stroke berulang . Di antara pasien dengan
atrial fibrilasi nonvalvular , antikoagulasi dapat mengurangi stroke sebesar 60 %
sementara agen antiplatelet dapat mengurangi stroke sebesar 20 % .. Namun, meta
- analisis terbaru menunjukkan bahaya dari anti - koagulasi dimulai awal setelah
stroke emboli .
Pengobatan pencegahan stroke untuk fibrilasi atrium ditentukan menurut sistem
CHADS/CHADS2 .
Jika studi menunjukkan stenosis karotis , dan pasien memiliki fungsi sisa
di sisi yang terkena , endarterektomi ( operasi pengangkatan stenosis ) dapat
mengurangi risiko kekambuhan jika dilakukan dengan cepat setelah stroke .
Pengobatan stroke hemoragik
13
Pasien dengan perdarahan intraserebral memerlukan evaluasi bedah saraf
untuk mendeteksi dan mengobati penyebab pendarahan , meskipun banyak
mungkin tidak perlu operasi . Antikoagulan dan antithrombotics , kunci dalam
mengobati stroke iskemik , dapat membuat pendarahan parah dan tidak dapat
digunakan dalam perdarahan intraserebral . Pasien dimonitor dan tekanan darah
mereka , gula darah , dan oksigenasi disimpan pada tingkat optimal .
Perawatan dan rehabilitasi
Rehabilitasi stroke adalah proses dimana pasien dengan stroke
menonaktifkan menjalani perawatan untuk membantu mereka kembali ke
kehidupan normal sebanyak mungkin dengan mendapatkan kembali dan belajar
kembali keterampilan hidup sehari-hari . Hal ini juga bertujuan untuk membantu
korban memahami dan beradaptasi dengan kesulitan , mencegah komplikasi
sekunder dan mendidik anggota keluarga untuk memainkan peran pendukung .
Sebuah tim rehabilitasi biasanya multidisiplin karena melibatkan staf
dengan keterampilan yang berbeda bekerja sama untuk membantu pasien . Ini
termasuk staf perawat , fisioterapi , terapi okupasi , terapi bicara dan bahasa , dan
biasanya seorang dokter terlatih dalam pengobatan rehabilitasi . Beberapa tim
mungkin juga termasuk psikolog , pekerja sosial , dan apoteker sejak setidaknya
sepertiga dari pasien memanifestasikan depresi pasca stroke. Instrumen divalidasi
seperti skala Barthel dapat digunakan untuk menilai kemungkinan pasien stroke
yang mampu mengurus rumah dengan atau tanpa dukungan setelah pulang dari
rumah sakit .
Perawatan yang baik adalah fundamental dalam menjaga perawatan kulit ,
makan , hidrasi , posisi , dan monitoring tanda-tanda vital seperti suhu , denyut
nadi , dan tekanan darah . Rehabilitasi stroke dimulai segera .
Untuk pasien stroke yang paling , terapi fisik ( PT ) dan terapi okupasi
( OT ) merupakan landasan dari proses rehabilitasi , tetapi di banyak negara
14
neurokognitif Rehabilitasi digunakan juga. Seringkali , teknologi bantu seperti
kursi roda , alat bantu jalan , tongkat , dan orthosis mungkin bermanfaat . PT dan
PL telah daerah bekerja tetapi bidang perhatian utama mereka adalah tumpang
tindih , PT melibatkan fungsi kembali belajar sebagai mentransfer , berjalan dan
fungsi motorik kasar lainnya . PL memfokuskan pada latihan dan pelatihan untuk
membantu kegiatan sehari-hari belajar kembali dikenal sebagai Kegiatan hidup
sehari-hari ( ADL ) seperti makan , minum , berpakaian , mandi, memasak ,
membaca dan menulis , dan toilet . Terapi bicara dan bahasa yang sesuai untuk
pasien dengan masalah memahami pembicaraan atau kata-kata tertulis, masalah
membentuk berbicara dan masalah dengan menelan .
Pasien mungkin memiliki masalah tertentu , seperti ketidakmampuan
lengkap atau parsial untuk menelan , yang dapat menyebabkan materi ditelan
untuk masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan pneumonia aspirasi . Kondisi
ini dapat meningkatkan dengan waktu , tetapi untuk sementara , selang
nasogastrik dapat dimasukkan , memungkinkan makanan cair yang akan diberikan
langsung ke dalam perut . Jika menelan masih aman setelah seminggu , maka
gastrostomy perkutan endoskopik ( PEG ) tabung berlalu dan ini bisa tetap tanpa
batas .
Rehabilitasi stroke harus dimulai sesegera mungkin dan dapat berlangsung
dari beberapa hari untuk lebih dari satu tahun . Sebagian kembali fungsi terlihat
dalam beberapa hari pertama dan minggu, dan kemudian perbaikan jatuh dengan
"jendela " dianggap resmi oleh unit rehabilitasi negara bagian AS dan lainnya
harus ditutup setelah enam bulan , dengan sedikit kesempatan untuk perbaikan
lebih lanjut . Namun, pasien telah dikenal untuk terus meningkatkan selama
bertahun-tahun , mendapatkan kembali dan memperkuat kemampuan seperti
menulis , berjalan, berlari , dan berbicara . Latihan rehabilitasi harian harus terus
menjadi bagian dari rutinitas pasien stroke . Pemulihan lengkap tidak biasa tetapi
bukan tidak mungkin dan kebanyakan pasien akan meningkatkan sampai batas
tertentu : diet yang benar dan olahraga yang dikenal untuk membantu otak untuk
memulihkan diri .
15
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
B. SARAN
1. Sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan darah dan tinja agar dapat
ditemukan adanya telur atau parasit dalam stadium tertentu sebagai gold
standard pemeriksaan parasit.
2. Sebaiknya tingkat sanitasi dari keluarga pasien lebih ditingkatkan, hal ini
dapat dibantu oleh petugas kesehatan setempat dalam mengingatkan
pentingnya kebersihan lingkungan.
16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://www.news-medical.net/health/Stroke-Causes-%28Indonesian%29.aspx
pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013
http://www.news-medical.net/health/What-is-a-Stroke.aspx pada 18.30 wib
tanggal 7 September 2013
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC
pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013pada 18.30 wib tanggal 7
September 2013pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013pada 18.30 wib
tanggal 7 September 2013pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013
17
top related