penyakit jantung kongenital
Post on 05-Feb-2016
95 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL
SIANOTIK DAN NON SIANOTIK
Sebastian Ivan Kristianto
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952
isakofficial@yahoo.com
Abstrak: Penyakit kadriovaskuler merupakan pembunuh nomor 1 di Dunia, dengan
pemahaman tentang jenis penyakit Kardiovaskular, faktor resiko, penyebab, dan piñata
laksaaan sehingga diketahui bahwa penyakit jantung congenital walaupun merupakan
penyakit yang tidak dapat dicegah, namun dengan mengerti penyakit ini dengan lebih dalam
diantaranya ; PDA, ASD,VSD, Tetralogi Fallot. pengobatan dan kesembuhan sangat mungkin
tercapai demi memperoleh harapan hidup yang lebih baik. Pembagian penyakit jantung
kongenital sebagai sianotik dan non sianotik, berdasarakan pada gejala pasien yang
mengalami sakit tersebut, dengan tanda gejala dan hasil pemeriksaan yang berbeda, kita
dapat mengenal penyakit ini lebih baik sehingga memudahkan dalam penegakan diagnosa.
Kata Kunci : Penyakit Jantung Bawaan
Abstract : Cardiovascular Dissease are number 1 killer in the world, understanding this
disease about its classification, risk factor, cause, and treatment. Its known that congenital
disease now classified as example : PDA, ASD, VSD, Tetralogi Fallot ect, now is very
possible to be cured to reach better live span. After studying Sianotic and Nonsianotic
Congenital Heart disease and know the difrent based on sign and symptoms and examination
on the patient, its make diagnosis more clear.
Keyword : Congenital Heart Diseasse
1
2
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru)
yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8–10 bayi dari 1000 kelahiran hidup
dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama
kehidupan. Insidensi ini hampir sama antara satu negara dan negara yang lain. Bila tidak
terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi
pada bulan pertama kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam
masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang
banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis
PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB
tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan
pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan.
3
PEMBAHASAN
1. Penyakit Jantung Bawaan Non-Sianotik
1.1 PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
1.1.1 Definisi
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka. Duktus
Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang
menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum
arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang
menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang
menyebabkan mengalirnya darah dari aorta Yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang
bertekanan rendah.
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah
lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi)
ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). Duktus arteriosus adalah suatu pembuluh
darah yang menghubungkan aorta (pembuluh arteri besar yang mengangkut darah ke seluruh
tubuh) dengan arteri pulmonalis (arteri yang membawa darah ke paru-paru), yang merupakan
bagian dari peredaran darah yang normal pada janin.
Duktus arteriosus memungkinkan darah untuk tidak melewati paru-paru. Pada janin,
fungsi ini penting karena janin tidak menghirup udara sehingga darah janin tidak perlu
beredar melewati paru-paru agar mengandung banyak oksigen. Janin menerima oksigen dan
zat makanan dari plasenta (ari-ari). Tetapi pada saat lahir, ketika bayi mulai bernafas, duktus
arteriosus akan menutup karena darah harus mengalir ke paru-paru agar mengandung banyak
oksigen. Pada 95% bayi baru lahir, penutupan duktus terjadi dalam waktu 48-72 jam.
1.1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka
kejadian penyakit jantung bawaan :
4
a. Faktor Prenatal :
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
Ibu alkoholisme.
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
b. Faktor Genetik :
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
Duktus arteriosus adalah suatu pembuluh darah yang dilapisi oleh otot dan memiliki
fungsi khusus. Jika kadar oksigen di dalam darah meningkat (biasanya terjadi segera setelah
bayi lahir), otot ini akan mengkerut sehingga duktus menutup.
Pada saat duktus menutup, darah dari jantung bagian kanan hanya mengalir ke paru-paru
(seperti yang terjadi pada orang dewasa).
Pada beberapa anak, duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian. Hal ini
terjadi karena tidak adanya sensor oksigen yang normal pada otot duktus atau karena
kelemahan pada otot duktus. Adapun faktor resiko terjadinya PDA adalah prematuritas
dan sindroma gawat pernafasan.
PDA mungkin terjadi :
Herediter- Infeksi rubela pada trimester pertama kehamilan
Rendahnya 02 (asfiksia, RDS, distres janin, di daerah dataran tinggi).
Genetika
Kasus familial patent ductus arteriosus (PDA) telah dilaporkan, tetapi penyebab genetik
belum ditentukan. Pada bayi lahir di panjang yang memiliki paten gigih ductus arteriosus
(PDA), tingkat kekambuhan antara saudara kandung adalah 5%. Beberapa bukti awal
menunjukkan bahwa sebanyak sepertiga dari kasus disebabkan oleh suatu sifat resesif berlabel
PDA1, yang terletak pada kromosom 12, setidaknya dalam beberapa populasi.
Kelainan kromosom
5
Beberapa kelainan kromosom yang berhubungan dengan patensi terus-menerus dari duktus
arteriosus. Teratogen terlibat termasuk infeksi rubella bawaan pada trimester pertama
kehamilan, khususnya melalui usia kehamilan 4 minggu (terkait dengan paten ductus
arteriosus [PDA] stenosis dan cabang arteri paru), sindroma alkohol janin, penggunaan
amfetamin ibu, dan penggunaan fenitoin ibu.
Prematuritas
Prematuritas atau ketidakmatangan bayi pada saat pengiriman berkontribusi terhadap patensi
dari duktus. Beberapa faktor yang terlibat, termasuk ketidakmatangan otot polos dalam
struktur atau ketidakmampuan paru-paru belum matang untuk menghapus prostaglandin
beredar yang tetap dari kehamilan. Mekanisme ini tidak sepenuhnya dipahami. Kondisi yang
berkontribusi terhadap tekanan oksigen rendah dalam darah, seperti paru-paru belum matang,
hidup bersama cacat jantung bawaan, dan ketinggian tinggi, yang berhubungan dengan
patensi terus-menerus dari duktus.
Penyebab lain
Penyebab lainnya adalah berat badan lahir rendah (BBLR), prostaglandin, ketinggian tinggi
dan tekanan oksigen atmosfer rendah , dan hipoksia. Infeksi rubela pada trimester pertama
kehamilan
1.1.3 Prevalensi
Patent Ductus Arteriosus Persisten terjadi pada 1 / 2.500 – 1 / 5.000 kelahiran hidup
dan merupakan 9 – 12 % dari semua defek jantung kongenital. Rasio Wanita : pria = 2 : 1.
Prevalensi sekitar 5-10% dari semua CHD. Diperkirakan insidens dari PDA sebesar 1
dari 2000 kelahiran normal, dan insidens pada bayi perempuan 2 x lebih banyak dari bayi
laki-laki. Sedangkan pada bayi prematur diperkirakan sebesar 15 %.
Kelainan ini bisa terjadi baik pada bayi prematur maupun pada bayi cukup umur, dan
ditemukan pada 1 diantara 2500-5000 bayi. Biasanya gejalanya ringan, tetapi akan semakin
berat jika tidak diobati/diperbaiki pada usia 2 tahun.
Kejadian patent ductus arteriosus (PDA) diperkirakan pada anak-anak lahir di
Amerika adalah antara 0,02% dan 0,006% dari kelahiran hidup. Insiden ini meningkat pada
anak yang lahir prematur (20% pada bayi prematur usia kehamilan hingga 60% pada mereka
<28 minggu> 32 minggu kehamilan), anak-anak dengan riwayat asfiksia perinatal, dan,
mungkin, anak yang lahir pada tinggi ketinggian.
Selain itu, 30% bayi berat lahir rendah (<2500 g) mengalami patent ductus arteriosus
(PDA). Saudara kandung juga memiliki peningkatan insiden. Asfiksia perinatal biasanya
hanya menunda penutupan ductus, dan, dari waktu ke waktu, ductus biasanya menutup tanpa
6
terapi khusus. Sebagai lesi terisolasi, patent ductus arteriosus (PDA) merupakan 5-10% dari
semua lesi jantung bawaan. Ini terjadi pada sekitar 0,008% dari kelahiran prematur hidup.
Tidak ada data mendukung predileksi ras. Namun, ada yang dominan perempuan
(wanita-pria rasio 2:1) jika patent ductus arteriosus (PDA) tidak terkait dengan faktor risiko
lainnya. Pada pasien yang paten ductus arteriosus (PDA) dikaitkan dengan paparan
teratogenik tertentu, seperti rubella bawaan, kejadian sama antara kedua jenis kelamin.
Kadang-kadang, anak yang lebih tua disebut dengan penemuan akhir gumaman khas
arteriosus duktus (misalnya, mesin atau murmur kontinyu).
1.1.4 Embriologi:
Duktus arteriosus berasal dari bagian distal salah satu arkus aorta dan menghubungkan
arteri pulmonalis dan aorta descendens. Pada bayi dengan arkus aorta normal, duktus
arteriosus berasal dari arkus aorta ke enam kiri distal dan menghubungkan arteri pulmonalis
utama dengan aorta descendens kiri di sebelah distal arteri subklavia kiri. Pada right aortic
arch, duktus arteriosus timbul dari arkus ke enam kiri distal bersamaan dengan bagian akhir
aorta dorsalis kiri (Kommerell’s Diverticulum), baik sebagai struktur yang terpisah ataupun
berhubungan dengan anomali arteri subklavia kiri. Pada kedua keadaan tersebut, duktus atau
ligamentumnya melalui bagian belakang trakhea dan esofagus dan menimbulkan cincin
vaskular.
1.1.5 Patofisiologi
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah pulmonal
ke aliran darah sistemik dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan ini (shunt) ini diperlukan
oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa kehamilan tersebut.
Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih dari ibu (melalui vena
umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan kemudian dipompa oleh ventrikel
kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus arteriosus. Normalnya duktus arteriosus
berasal dari arteri pulmonalis utama (atau arteri pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian
superior dari aorta desendens, ± 2-10 mm distal dari percabangan arteri subklavia kiri.
Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos (tunika media) yang
tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin yang membentuk lapisan
yang berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki lapisan elastin yang tebal dan tersusun
rapat (unfragmented). Sel-sel otot polos pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator
vasodilator prostaglandin dan vasokonstriktor (pO2).
Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera
setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan
7
meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus arteriosus dalam waktu 2
minggu. Duktus arteriosus yang persisten (PDA) akan mengakibatkan pirai (shunt) L-R yang
kemudian dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan sianosis.
Besarnya pirai (shunt) ditentukan oleh diameter, panjang PDA serta tahanan vaskuler
paru (PVR)
Hemodinamika:
Pada bayi baru lahir, setelah beberapa kali pernafasan pertama, resistensi vaskular
paru menurun dengan tajam, sehingga duktus arteriosus yang semula mengalirkan darah dari
arteri pulmonalis ke aorta akan berfungsi sebaliknya, mengalirkan darah dari aorta ke arteri
pulmonalis. Dalam keadaan normal, duktus arteriosus akan menutup dalam beberapa jam.
Bila duktus ini tetap terbuka, maka ia akan tetap merupakan hubungan antara aorta dan arteri
pulmonalis. Keadaan ini disebut Patent Ductus Arteriosus (PDA).
Darah dari aorta akan mengalir melalui duktus ini ke dalam arteri pulmonalis (L-R
shunt). Pada PDA yang cukup besar, volume darah dalam arteri pulmonalis menjadi lebih
besar. Jumlah darah di atrium kiri bertambah dan menyebabkan dilatasi, sertai terjadi
hipertrofi ventrikel kiri seperti pada VSD.
Darah yang dipompa ke dalam aorta biasa saja, tetapi setelah melampaui duktus
arteriosus, jumlah darah ini berkurang karena sebagian darah mengalir ke arteri pulmonalis
sehingga arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya menjadi lebar, sedangkan aorta descendens
menjadi lebih kecil. Pembuluh darah paru melebar, hilus melebar, dan pada fluoroskopi sering
tampak hillar dance.
Jadi yang mengambil peranan dalam PDA adalah arteri pulmonalis, vena pulmonalis,
atrium kiri, ventrikel kiri, dan aorta. Selama sirkulasi dalam paru-paru berjalan normal,
ventrikel kanan tidak mengalami perubahan apa-apa. Tetapi bila PDA itu besar, maka
ventrikel kanan akan mengalami dilatasi. Bila kemudian terjadi penyempitan pembuluh darah
paru bagian tepi, maka akan terjadi hipertensi pulmonal, akibatnya selain dilatasi, ventrikel
kanan ini juga akan menjadi hipertrofi. Peninggian tekanan di arteri pulmonalis dapat
berakibat pembalikan arus kebocoran dari kanan ke kiri (R-L shunt) dari arteri pulmonalis ke
aorta dengan tanda-tanda Eisenmenger.
Penutupan fungsional dan anatomi
Pada janin, tekanan oksigen relatif rendah, karena sistem paru tidak berfungsi.
Ditambah dengan tingkat tinggi prostaglandin beredar, ini bertindak untuk menjaga terbuka
ductus. Tingginya tingkat hasil prostaglandin dari jumlah sedikit sirkulasi paru-paru dan
tingkat produksi yang tinggi di dalam plasenta.
8
Saat lahir, plasenta akan dihapus, menghilangkan sumber utama produksi
prostaglandin, dan paru-paru membesar, mengaktifkan organ yang paling prostaglandin
dimetabolisme. Selain itu, dengan terjadinya respirasi normal, oksigen ketegangan dalam
darah nyata meningkat. Resistensi pembuluh darah paru menurun dengan kegiatan ini.
Biasanya, penutupan fungsional dari duktus arteriosus terjadi sekitar 15 jam hidup
pada bayi yang sehat lahir di panjang. Hal ini terjadi oleh kontraksi tiba-tiba dinding otot
duktus arteriosus, yang berhubungan dengan peningkatan tekanan parsial oksigen (PO2)
bertepatan dengan napas pertama. Pergeseran preferensial aliran darah terjadi; darah bergerak
menjauh dari ductus dan langsung dari ventrikel kanan ke paru-paru. Sampai penutupan
fungsional selesai dan PVR lebih rendah dari SVR, beberapa aliran kiri ke kanan terjadi sisa
dari aorta melalui ductus dan ke dalam arteri paru.
Meskipun ductus neonatal tampaknya sangat sensitif terhadap perubahan tekanan
oksigen arteri, alasan sebenarnya untuk penutupan atau patensi persisten sangat kompleks dan
melibatkan manipulasi oleh sistem saraf otonom, mediator kimia, dan otot-otot duktus.
Keseimbangan faktor yang menyebabkan relaksasi dan kontraksi menentukan nada
vaskular pada duktus. Faktor utama yang menyebabkan relaksasi tingkat tinggi prostaglandin,
hipoksemia, dan produksi oksida nitrat dalam duktus.
Faktor-faktor yang mengakibatkan kontraksi mencakup tingkat prostaglandin
menurun, meningkat PO2, peningkatan endotelin-1, norepinefrin, asetilkolin, bradikinin, dan
penurunan reseptor PGE. Peningkatan prostaglandin sensitivitas, dalam hubungannya dengan
ketidakmatangan paru yang menyebabkan hipoksia, memberikan kontribusi terhadap
peningkatan frekuensi patent ductus arteriosus (PDA) pada neonatus prematur. Meskipun
penutupan fungsional biasanya terjadi dalam beberapa jam pertama kehidupan, penutupan
anatomi benar, di mana ductus kehilangan kemampuan untuk membuka kembali, akan
dibutuhkan beberapa minggu. Sebuah tahap kedua penutupan yang berhubungan dengan
proliferasi fibrosa intima selesai dalam 2-3 minggu.
ketekunan sebenarnya dari ductus arteriosus sebagai hadiah patent ductus arteriosus
(PDA) pada bayi lebih dari 3 bulan Dengan demikian, patensi setelah 3 bulan dianggap
abnormal., Dan pengobatan harus dipertimbangkan pada saat ini, meskipun urgensi jarang
diperlukan. Beberapa trah anjing, seperti strain tertentu dari pudel, memiliki prevalensi besar
patent ductus arteriosus (PDA).
Penutupan spontan setelah 5 bulan jarang terjadi pada bayi penuh panjang. Waktu
tidak diobati, pasien dengan patent ductus arteriosus besar (PDA) berada pada risiko
mengembangkan Sindrom Eisenmenger, dimana PVR bisa melebihi SVR, dan shunting kiri
9
ke kanan yang biasa berbalik ke arah kanan-ke-kiri. Pada tahap ini, PVR ireversibel,
penutupan patent ductus arteriosus (PDA) merupakan kontraindikasi, dan transplantasi paru
mungkin satu-satunya harapan untuk kelangsungan hidup jangka panjang.
Kegagalan kontraksi ductus arteriosus
Kegagalan kontraksi duktus arteriosus pada neonatus prematur terjadi karena
metabolisme prostaglandin berkurang karena paru-paru belum matang. Selanjutnya,
reaktivitas tinggi untuk prostaglandin dan sensitivitas kalsium berkurang menjadi oksigen
dalam sel otot polos vaskular berkontribusi terhadap kontraksi duktus. Tidak adanya kontraksi
duktus arteriosus saat neonatus mungkin disebabkan karena metabolisme prostaglandin gagal
kemungkinan besar disebabkan oleh hipoksemia, asfiksia, atau peningkatan aliran darah paru,
gagal ginjal, dan gangguan pernapasan. Siklooksigenase (COX) induksi -2 (sebuah isoform
COX-produksi prostaglandin) dan ekspresi juga dapat mencegah penutupan duktus.
Pengaktifan protein G-coupled reseptor EP4 oleh PGE2, prostaglandin utama mengatur nada
duktal menyebabkan relaksasi otot duktus halus.
Selama akhir kehamilan, penurunan kadar prostaglandin menyebabkan penyempitan
duktus arteriosus. Dengan demikian, bantal intimal bersentuhan dan menutup jalan ductus
lumen.
Hubungan Volume-tekanan Perkembangan lebih lanjut dari penyakit ini tergantung pada
volume dan hubungan tekanan, sebagai berikut:
o Volume = tekanan / resistensi
o Menghasilkan volume tinggi meningkatkan tekanan arteri paru-paru, akhirnya menghasilkan
perubahan endotel dan otot pada dinding pembuluh
o Perubahan ini akhirnya dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif vaskuler (PVOD),
kondisi resistensi terhadap aliran darah paru yang mungkin dapat diubah dan akan
menghalangi perbaikan definitif
1.1.6 Manifestasi Klinis:
a. PDA Kecil.
Biasanya asimtomatik, dengan tekanan darah dan nadi dalam batas normal. Jantung tidak
membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum. Terdapat bising kontinu
(continuous murmur, machinery murmur) yang khas untuk PDA di daerah subklavia kiri.
b. PDA Sedang
Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien mengalami kesulitan
makan (menyusu), sering menderita infeksi saluran nafas, namun biasanya berat badan masih
10
dalam batas normal. Frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibanding dengan anak normal.
Dijumpai pulsus seler dan tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Terdapat getaran bising di
daerah sela iga I-II parasternal kiri dan bising kontinu di sela iga II-III garis parasternal kiri
yang menjalar ke daerah sekitarnya. Juga sering ditemukan bising mid-diastolik dini.
c. PDA Besar
Gejala tampak berat sejak minggu pertama kehidupan. Pasien sulit makan dan minum
sehingga berat badannya tidak bertambah dengan memuaskan, tampak dispneu atau takipneu
dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba getaran bising sistolik dan
pada auskultasi terdengar bising kontinu atau hanya bising sistolik. Bising mid-diastolik
terdengar di apeks karena aliran darah berlebihan melalui katup mitral. Bunyi jantung II
tunggal dan keras. Gagal jantung mungkin terjadi dan biasanya didahului infeksi saluran nafas
bagian bawah.
d. PDA Besar dengan Hipertensi Pulmonal
Pasien PDA besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi pulmonal karena
komplikasi penyakit vaskular paru. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari satu
tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-2. Komplikasi ini berkembang
secara progresif, sehingga akhirnya irreversibel, dan pada tahap tersebut, operasi koreksi tidak
dapat dilakukan.
1.1.7 Gambaran foto toraks
Gambaran foto toraks PDA tergantung besar kecilnya PDA yang terjadi.
a) Bila PDA kecil sekali, gambaran jantung dan pembuluh darah paru normal
11
b) Bila PDA cukup besar, maka gambaran radiologinya:
Aorta descedens dan arkus tampak normal atau membesar sedikit dan nampak menonjol pada
proyeksi PA
A. pulmonalis tampak menonjol lebar di samping aorta
Pembuluh darah paru dan hilus nampak melebar, karena volume darah yang bertambah
Pembesaran atrium kiri
Pembesaran ventrikel kanan dan kiri.
Pada orang dewasa, gambaran radiologi ini tampak jelas, tetapi pada anak-anak tidak khas dan
sulit dinilai, karena biasanya jantung anak-anak masilh berbentuk bulat. Pelebaran pembuluh
darah paru untuk sebagian radiografi PA tidak nampak karena tertutup oleh jantung, terutama
di bagian sentral
c) Bila keadaan telah lanjut dan timbul tanda hipertensi pulmonal, gambaran radiologinya:
Pembuluh darah paru bagian sentral melebar. Hilus melebar. Pembuluh darah paru perifer
berkurang.
Ventrikel kanan semakin besar karena adanya hipertrofi dan dilatasi.
Arteri pulmonalis menonjol.
Aorta descendens lebar dengan arkus yang menonjol.
Atrium kiri nampak normal kembali.Pembesaran dari arkus aorta di samping pembesaran a.
pulmonalis adalah khas dan dapat dipakai untuk membedakan PDA dari ASD atau VSD.
PDA dengan L-R shunt PDA dengan hipertensi pulmonal
12
Jantung sedikit membesar, a. pulmonalis menonjol, dan arkus aorta menonjol. Corakan paru
bertambah.
RAO: esofagus terdorong ke belakang oleh atrium kiri yang dilatasi
1.1.8 Diagnosis
Diagnosis patent ductus arteriosus (PDA) hampir selalu didasarkan pada evaluasi
klinis yang cermat, termasuk pemeriksaan fisik yang menunjukkan gumaman karakteristik,
elektrokardiografi khas (EKG) kelainan, perubahan radiografi, dan echocardiographic /
Doppler. Radiografi dada dapat memberikan beberapa informasi bermanfaat. Uji laboratorium
umumnya tidak membantu dalam pemeriksaan paten ductus arteriosus (PDA). Magnetic
resonance angiography dan jantung computed tomography adalah alternatif, lebih baru,
peralatan diagnostik.
1.1.9 Penatalaksanaan
Penutupan spontan dari patent ductus arteriosus (PDA) dapat terjadi secara wajar. Jika
terdapat gangguan pernapasan yang signifikan atau gangguan pengiriman oksigen sistemik ,
biasanya terpai standar dapat dilakukan.
13
Indometasin intravena atau ibuprofen intravena sering efektif dalam menutup patent ductus
arteriosus (PDA) jika diberikan dalam 10-14 hari pertama kehidupan.
Pilihan lain adalah Kateterisasi Jantung dan ligasi bedah, yang memerlukan torakotomi.
Manajemen medis juga terdiri dari perbaikan gagal jantung kongestif (CHF) gejala. CHF
adalah indikasi untuk penutupan patent ductus arteriosus (PDA) pada masa bayi. Jika terapi
medis tidak efektif, intervensi mendesak untuk menutup struktur harus dilakukan.
Semua patent ductus arteriosus (PDA) harus ditutup karena risiko endokarditis bakteri yang
terkait dengan struktur terbuka. Seiring waktu, aliran darah meningkat paru presipitat penyakit
paru obstruktif vaskuler, yang pada akhirnya berakibat fatal. Identifikasi malformasi jantung
tambahan, seperti coarctation atau terputus arkus aorta atau atresia paru, adalah kebutuhan
yang paling penting sebelum penutupan farmakologis atau bedah dari patent ductus arteriosus
(PDA). Ketika ligasi bedah tidak diindikasikan, inhibitor prostaglandin (misalnya, obat
antiinflamasi nonsteroid [NSAID]) digunakan untuk menutup ductus arteriosus. Sebuah lesi
tergantung duktal membutuhkan kekuatan paten ductus arteriosus (PDA) untuk memastikan
aliran darah yang cukup paru.
Manajemen Farmakologis
Bayi prematur dengan patent ductus arteriosus (PDA) biasanya dirawat dengan indometasin
atau ibuprofen intravena. Ini telah cukup berhasil pada kebanyakan pasien. Indometasin
adalah perawatan obat standar. Sedangkan ibuprofen intravena telah disetujui oleh Food and
Drug Association (FDA). Meskipun ibuprofen dan indometasin sama-sama efektif, perbedaan
lain dicatat: Indometasin tampaknya menurunkan kejadian perdarahan intraventricular,
sedangkan ibuprofen memiliki toksisitas kurang pada ginjal.
Kateterisasi Jantung
Penggunaan rute perkutan untuk menutup patent ductus arteriosus (PDA) adalah tindakan
umum yang dilakukan. Oklusi transkateter adalah alternatif yang efektif untuk intervensi
bedah dan menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar kasus patent ductus arteriosus (PDA)
pada anak-anak dan orang dewasa. Kebanyakan pasien dengan patent ductus arteriosus
terisolasi (PDA) memiliki pengobatan yang sukses dengan kateterisasi setelah beberapa bulan
pertama kehidupan. Setelah ulang tahun pertama, perawatan yang paling umum untuk patent
ductus arteriosus (PDA) adalah oklusi pada kateterisasi jantung. Bahkan, sebagai uang muka
kateterisasi teknik, kemampuan untuk menutup cacat pada bayi yang lebih kecil juga telah
dilaporkan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Selama 4 dekade terakhir, banyak teknik
dan perangkat telah digunakan untuk patent ductus arteriosus (PDA) oklusi, meskipun tingkat
14
penutupan definitif tidak mendekati orang-orang dari operasi. Kontraindikasi terhadap kateter
berbasis penutupan melibatkan ukuran pasien.
Resiko Post catheterisasi
Biasanya, oklusi lengkap dicapai pada kateterisasi. Kadang-kadang, suatu sisa kecil kiri ke
kanan shunt tetap pada akhir prosedur, yang menutup dengan pembentukan trombus selama
hari-hari berikutnya atau minggu.
Shunt kiri ke kanan jarang terjadi melalui patent ductus arteriosus sebagian tersumbat (PDA).
Biasanya, besarnya shunt secara signifikan lebih kecil dari sebelumnya oklusi. Karena
kekhawatiran tentang risiko jangka panjang dari endokarditis, ini cacat sisa harus ditutup.
Seringkali, hal ini dapat dicapai dengan prosedur kateter kedua. Laporan Langka
menggambarkan asosiasi dari terus-menerus patent ductus setelah upaya oklusi dengan
hemolisis atau endokarditis.
Risiko prosedural patent ductus arteriosus (PDA) dengan oklusi kateter sedikit dan sebagian
besar dipengaruhi oleh pengalaman dari dokter melakukan prosedur. Ini termasuk resiko
embolisasi dari perangkat yang digunakan untuk menutup jalan paten ductus arteriosus
(PDA), cedera pembuluh darah, perdarahan akses situs, infeksi, dan stroke, antara lain. Dalam
kasus embolisasi perangkat, biasanya perangkat dapat diambil dengan teknik transkateter, dan
perangkat kedua dapat berhasil ditempatkan di patent ductus arteriosus (PDA).
Bedah Ligasi
o Ligasi bedah menjadi pengobatan standar paten besar ductus arteriosus (PDA) yang
memerlukan perawatan pada masa bayi. Tindakan ini prosedur berisiko rendah di tangan
seorang ahli bedah kardiovaskuler anak yang berpengalaman. Hal ini berlaku bahkan pada
bayi prematur terkecil.
o Ligasi dengan atau tanpa pembagian paten ductus arteriosus [PDA]) tanpa cardiopulmonary
bypass dapat dilakukan melalui torakotomi posterolateral kiri. Video yang dibantu operasi
ligasi (tong) thoracoscopic paten ductus arteriosus (PDA) kurang invasif dibandingkan
torakotomi posterolateral dan telah terbukti aman dan efektif.
Indikasi
o Dengan pengecualian langka, adanya patent ductus arteriosus (PDA) merupakan indikasi
untuk penutupan bedah. Perhatian harus diberikan pada keberadaan lainnya lesi jantung
bawaan yang mengganggu aliran darah paru. Pada pasien ini, semua upaya harus dilakukan
untuk melestarikan aliran duktal sampai shunt paliatif lebih permanen dapat dibangun atau
perbaikan definitif dapat dilakukan.
o Bayi prematur umur < 1 minggu
15
o Terdapat tanda gagal jantung : takipnu,takikardi,kardiomegali,hepatomegali
o Ekokardiografi : terdapat PDA, LA/Ao rasio > 1,2 Obat yang dipakai : Indomethasin 0,2
mg/kg/dosis p.o atau i.v. 1x sehari selama 3 hari berturut-turut.
o Ibuprofen 10 mg/kg/dosis p.o.1 x sehari selama 3 hari berturut-turut. Syarat pemberian
Indomethasin/ibuprofen : trombosit cukup,tidak ada perdarahan gastrointestinal atau tempat
lain, fungsi ginjal normal.
o Pada bayi, perbaikan mungkin mendesak untuk pasien bergejala dengan bukti gagal jantung
atau pernapasan tidak cukup dikendalikan dengan obat, atau mungkin ditunda pada pasien
yang asimptomatik atau terkontrol dengan baik pada terapi medis.
o Hasil pasca operasi yang terbaik jika patent ductus arteriosus (PDA) ditutup sementara pasien
lebih muda dari 3 tahun. Sebuah peningkatan kejadian resistensi vaskuler paru meningkat
(PVR) dan hipertensi pulmonal terjadi jika lesi ditutup pada mereka yang lebih tua dari 3
tahun.
o Kegagalan pengobatan indometasin
o Kontraindikasi untuk terapi medis (misalnya, trombositopenia, insufisiensi ginjal)
o Tanda dan gejala gagal jantung kongestif (CHF)
o Patent ductus arteriosus (PDA) ditemukan pada bayi yang lebih tua
o Bayi ditemukan memiliki paten tanpa gejala ductus arteriosus (PDA) setelah periode neonatal
harus menjalani ligasi bedah sebaiknya sebelum usia 1 tahun untuk mencegah komplikasi
masa depan paten ductus arteriosus (PDA)
o Penutupan duktus diindikasikan untuk kompromi kardiovaskular (yaitu, komplikasi paru) dan
untuk pengurangan risiko endokarditis infektif (endokarditis bakteri subakut)
Tindakan pembedahan dilakukan lebih dini bila terjadi :
o Gangguan pertumbuhan
o Infeksi saluran pernafasan bagian bawah berulang
o Pembesaran jantung/payah jantung
o Endokarditis bakterial (6 bulan setelah sembuh)
o Tindakan pembedahan ditunda minimal 6 bulan bila terjadi endokarditis
Kontraindikasi
o Kontraindikasi utama adalah untuk memperbaiki penyakit pembuluh darah paru yang parah.
Jika transien intraoperatif oklusi patent ductus arteriosus (PDA) tidak mengurangi tekanan
arteri paru meningkat dengan peningkatan tekanan aorta berikutnya, maka penutupan harus
16
dilakukan hati-hati dan mungkin kontraindikasi. Penutupan ductus tidak membalikkan sudah
ada sebelumnya penyakit pembuluh darah paru.
o Sebuah subset dari asosiasi jantung anomali-apa yang disebut duktal-tergantung-lesi
tergantung pada aliran melalui patent ductus arteriosus (PDA) untuk mempertahankan aliran
darah sistemik.
o Katup aorta atresia
o Atresia katup mitral dengan ventrikel kiri hipoplasia
o Paru arteri hipoplasia
o Paru atresia
o Koarctatio dari aorta yang berat
o Trikuspid atresia
o Transposisi pembuluh darah besar
o Kontraindikasi lain untuk penutupan bedah termasuk sepsis yang tidak terkontrol bersamaan
dan ketidakmampuan pasien untuk mentolerir anestesi umum.
Komplikasi
o Komplikasi ligasi bedah sebagian besar terkait dengan torakotomi lateral kiri. Bedah
morbiditas dan mortalitas dapat diabaikan, dan komplikasi pasca operasi dini berhubungan
dengan komplikasi lain prematuritas. Namun, cedera mungkin untuk aorta, arteri paru, dan
struktur lainnya harus diperhatikan.
o Hasil dari penelitian terhadap 125 bayi prematur menemukan bahwa sementara ligasi PDA
ditahan dengan baik secara keseluruhan, risiko tinggi cacat neurologis atau kematian dari
displasia bronkopulmonalis pada 1 tahun dicatat. Kematian meningkat pada 1 tahun juga
dikaitkan dengan peningkatan oksigen inspirasi pra operasi pecahan (FiO2) dan kurangnya
pengobatan sebelumnya dengan inhibitor siklooksigenase.
1.1.10 Komplikasi
Komplikasi paten PDA yang tidak diobati meliputi endokarditis bakteri, akhir gagal jantung
kongestif (CHF), dan pengembangan penyakit paru obstruktif vaskular.
Patent ductus arteriosus (PDA) dapat mempersulit peredaran darah lain atau kelainan
ventilasi, seperti berikut:
o Aorta pecah
o Eisenmenger fisiologi
o Gagal jantung kiri
o Miokard iskemia
17
o Necrotizing enterocolitis
o Hipertensi Paru
o Hipertrofi jantung kanan dan Gagal jantung kanan
Prostaglandin E1 (PGE1) harus digunakan untuk mempertahankan patensi duktus arteriosus.
Namun, PGE merupakan vasodilator paru dan dapat menyebabkan eksaserbasi CHF dengan
cara meningkatkan aliran darah paru.
1.1.11 Prognosis
Prognosis umumnya dianggap sangat baik pada pasien yang paten ductus arteriosus
(PDA) adalah satu-satunya masalah. Pada bayi prematur yang memiliki gejala sisa lain
prematur, gejala sisa ini cenderung mendikte prognosis patent ductus arteriosus (PDA).
Biasanya, setelah paten penutupan duktus arteriosus (PDA), pasien tidak mengalami
gejala lebih lanjut dan tidak memiliki gejala sisa jantung lebih lanjut. Bayi prematur yang
memiliki paten yang signifikan ductus arteriosus (PDA) lebih mungkin untuk
mengembangkan displasia bronkopulmonalis.
Penutupan spontan pada mereka yang lebih tua dari 3 bulan jarang terjadi. Dalam
lebih muda dari 3 bulan, penutupan spontan pada bayi prematur adalah 72-75%. Selain itu,
28% anak dengan patent ductus arteriosus (PDA) yang konservatif diobati (dengan ibuprofen
profilaksis) melaporkan tingkat penutupan 94%. Angka ini dibandingkan baik dengan angka
yang dilaporkan dalam literatur setelah pengobatan medis (80-92%).
Pada pasien dewasa, prognosis lebih tergantung pada kondisi pembuluh darah paru
dan status miokardium jika kardiomiopati kongestif hadir sebelum penutupan duktus. Pasien
dengan hipertensi paru minimal atau reaktif dan perubahan miokard terbatas mungkin
memiliki harapan hidup normal.
Morbiditas Morbiditas dan mortalitas secara langsung berkaitan dengan volume
mengalir melalui duktus arteriosus. Sebuah paten besar ductus arteriosus (PDA) dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif (CHF), jika tidak diobati dalam waktu yang panjang,
hipertensi paru bisa terjadi. Sesekali, ductus arteriosus patensi dapat berselang.
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah Sebanyak 20% dari neonatus dengan sindrom
gangguan pernapasan memiliki patent ductus arteriosus (PDA). Pada bayi yang kurang dari
1500 gram saat lahir, banyak studi menunjukkan kejadian paten ductus arteriosus (PDA)
untuk melebihi 30%. Para patensi meningkat pada kelompok-kelompok ini dianggap karena
kedua hipoksia pada bayi dengan gangguan pernapasan dan mekanisme penutupan duktus
dewasa pada bayi prematur. Bayi prematur, Bayi Berat Lahir Sangat Rendah , lebih mungkin
memiliki masalah yang berhubungan dengan patent ductus arteriosus (PDA). Penutupan
18
spontan dari patent ductus arteriosus (PDA) pada neonatus prematur adalah umum, tetapi
gangguan pernapasan dan gangguan pengiriman oksigen sistemik (CHF) sering mendorong
kebutuhan terapi untuk mempengaruhi penutupan duktus dalam kelompok ini. Neonatus berat
lahir rendah dengan patent ductus arteriosus (PDA) lebih mungkin mengembangkan penyakit
paru kronis.
Kematian Tingkat ketahanan hidup yang menurun pada pasien dengan pirau yang
besar. Angka kematian bedah pada bayi prematur berkisar dari 20% menjadi 41%. Dengan
ketersediaan antibiotik untuk mengobati operasi endokarditis dan berisiko rendah dan teknik
kateter untuk memperbaiki patent ductus arteriosus (PDA), angka kematian tampak cukup
rendah kecuali pada bayi yang sangat prematur. Diperkirakan tidak diobati, tingkat kematian
untuk patent ductus arteriosus (PDA) adalah 20% pada usia 20 tahun, 42% pada usia 45
tahun, dan 60% angka kematian pada usia 60 tahun. Sebuah diperkirakan 0,6% per tahun
mengalami penutupan spontan.
1.2 Kebocoran Septum Atrium / Atrial Septal Defect (ASD)
1.2.1 Definisi
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan
atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup. ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan
atrium kiri dan kanan.
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial
(sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada dinding (septum)
yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan). Kelainan jantung ini
mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan
ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD. Atrial Septal Defect adalah
adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium
kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek
sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan
kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek
sinus venousus di dekat muara vena kavasuperior, foramen ovale terbuka pada umumnya
menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan
septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum
yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat
19
ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui
pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah
terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah
berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal
defek dengan sepotong dakron. Kebocoran septum atrium didefinisikan sebagai kelainan
jantung bawaan dimana terdapat kelainan pada septum jantung.
1.2.2 Klasifikasi:
a. Paten Foramen Ovale
b. Defek Ostium Sekundum
c. Defek Ostium Primum
d. Defek Sinus Venosus
e. Defek Sinus Koronarius
1.2.3 Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
a. Faktor Prenatal
Ibu menderita infeksi Rubella
Ibu alkoholisme
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
Ibu menderita IDDM
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
b. Faktor genetic
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ayah atau ibu menderita PJB
Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
Lahir dengan kelainan bawaan lain
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada
peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah
tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang
ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab dari
tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui,
20
1.2.4 Embryologi:
Dalam kehidupan janin yang masih muda, terdapat hubungan antara atrium kanan dan
kiri. Kedua atrium ini terpisah oleh septum primum. Pemisahan atrium kanan dan kiri terjadi
sekitar minggu ke enam kehamilan. Di bagian bawah septum ini terdapat foramen (ostium
primum), yang menjadi penghubung antara kedua atrium. Ostium ini lambat laun tertutup.
Kemudian terbentuk septum kedua yaitu septum sekundum yang mempunyai foramen yang
kemudian disebut sebagai foramen ovale. Ostium sekundum ini berguna untuk
mempertahankan adanya shunt dari kanan ke kiri yang masih diperlukan pada kehidupan
intrauterin.
Foramen ovale ini pun menutup setelah beberapa saat bayi dilahirkan, sehingga
kemudian tidak ada lagi hubungan antara atrium kanan dan kiri. Bila terjadi gangguan
pertumbuhan, maka ada kemungkinan ostium primum atau sekundum tetap terbuka. Kelainan
ini menyebabkan terjadinya kebocoran pada septum atrium. Secara morfologik terjadilah
ASD primum atau ASD sekundum.
Adapula kebocoran lain yang terjadi, yaitu pada sinus venosus yang letaknya di bagian
atas dari atrium, dekat muara vena cava superior. Kelainan ini terdapat pada 5% pasien,
kadang disertai dengan insufisiensi mitral (sindrom Lutembacher).
a. Defek Septum Atrium Sekundum
Defek ini adalah bentuk ASD yang paling sering. Defek besar dapat meluas ke inferior ke
arah vena kava inferior dan ostium sinus koronarius, ke superior ke arah vena kava superior,
atau ke posterior. Wanita : pria = 3 : 1.
Kelainan ini + 10% dari semua kelainan jantung kongenital, sedangkan defek septum
atrium sekundum merupakan 80% dari seluruh defek septum atrium. Pada bayi, kelainan ini
ditemukan pada pemeriksaan auskultasi rutin pada bayi terdengar bising, pada thorak foto
ditemukan gambaran kelainan jantung. Sebagian besar penderita dengan kelainan ini tidak
bergejala. Adanya gejala gagal jantung pada sebagian kecil penderita, biasanya baru terlihat
paling cepat pada umur 4 bulan. Pada kelainan ini tidak ada sianosis, volume aliran darah ke
paru bertambah, shunt terletak di daerah atrium.
1.2.5 Patofisiologi
Darah dari atrium kiri dapat dengan mudah masuk ke dalam atrium kanan, karena
pada saat sistolik tekanan di atrium kiri relatif lebih tinggi dari kanan. Bila defek besar (+ 2
cm), maka pertambahan volume darah akan tampak di atrium dengan aliran darah dari kiri ke
kanan (L-R shunt). Penambahan volume darah ini menyebabkan dilatasi atrium kanan dan
ventrikel kanan. Darah yang dipompa oleh ventrikel kanan jumlahnya bertambah besar,
21
sehingga arteri pulmonalis dan seluruh cabangnya melebar. Vena pulmonalis pun melebar.
Darah yang masuk ke atrium kiri juga bertambah, tetapi tidak menyebabkan dilatasi atrium
kiri karena sebagian darah itu langsung masuk ke dalam atrium kanan. Pada kebocoran yang
besar, ventrikel kiri dan aorta menjadi kecil. Arteri pulmonalis menjadi 2-3 kali lebih besar
daripada aorta.
Selama arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya serta vena pulmonalis tidak ada
perubahan, arus darah dari jantung kanan melalui paru sampai ke atrium kiri berjalan lancar.
Tekanan di dalam arteri pulmonalis tidak mengalami kenaikan yang berarti.
Bila terjadi perubahan pada pembuluh darah paru-paru, lumen dari cabang arteri
pulmonalis menjadi sempit karena penebalan dari tunika intima. Perubahan ini dimulai dari
daerah tepi, lambat laun menjalar ke medial menyebabkan resistensi besar pada aliran arteri
pulmonalis. Arteri pulmonalis bagian sentral melebar dan bagian perifernya menyempit. Hilus
menjadi lebar. Perbandingan ukuran pembuluh darah pada hilus dan perifer = 5 – 7 : 1 (tanda
Hipertensi Pulmonal). Ventrikel kanan menjadi hipertrofi dan dilatasi, arteri pulmonalis
menonjol.
Peninggian tekanan dalam ventrikel kanan dapat menjalar ke dalam atrium kanan,
sehingga tekanan dalam atrium kanan lebih tinggi dari kiri dan terjadi shunt dari kanan ke kiri
(R – L shunt). Keadaan ini menimbulkan sindroma Eisenmenger dengan tanda-tanda
cyanosis, dispnoe, polisitemia, dan lain-lain. Pada saat ini kadang dijumpai pembesaran dari
atrium kiri.
22
1.2.6 Gambaran foto toraks:
a. Tanpa hipertensi pulmonal
PA : Jantung membesar ke kiri dengan apex di atas diafragma. Hilus melebar. Arteri
pulmonalis dan cabangnya melebar. Vena pulmonalis tampak melebar di daerah suprahilar
dan sekitar hilus, sehingga corakan paru bertambah. Konus pulmonal nampak menonjol.
Arkus aorta tampak kecil. Lateral kiri: Tampak ventrikel kanan membesar (Ruang retrosternal
terisi). Tidak tampak pembesaran ventrikel kiri maupun atrium kiri.
b. Dengan hipertensi pulmonal
PA : Jantung membesar ke kiri dan kanan. Hilus sangat melebar di bagian sentral dan
menguncup ke arah tepi. Konus pulmonalis sangat menonjol. Aorta kecil. Pembuluh darah
paru berkurang. Bentuk torak emfisematous (barrel chest). Lateral kiri: Pembesaran ventrikel
kanan yang menempel jauh ke atas sternum. Tidak tampak pembesaran ventrikel kiri. Atrium
kiri normal atau kadang membesar. Hilus berukuran besar. Kadang jantung belakang bawah
berhimpit dengan kolumna vertebralis (karena atrium kanan sangat besar dan mendorong
jantung ke belakang).
23
Kebocoran septum atrium (ASD); hemodinamika;belum ada HP; atrium kanan membesar,
atrium kiri tidak.
Jantung membesar, corakan paru bertambah
24
ASD dengan hipertensi portal
b. Defek Septum Atrium Primum
Defek septum atrium primum merupakan jenis kedua terbanyak defek septum atrium.
Bila katup dari trikuspidal dan mitral terbentuk baik dan berfungsi normal, maka kebocoran
pada ASD primum ini secara radiologi mempunyai gambaran yang sama dengan ASD
sekundum. Hemodinamika pun sama.
Bila katup mitral tidak terbentuk baik dan timbul insufisiensi, maka gambaran
radiologi dan hemodinamikanya akan berubah. Bila insufisiensi dari mitral ini besar, maka
atrium kiri dan ventrikel kiri tampak membesar. Gambaran jantung akan dikuasai oleh
gambaran dari mitral insufisiensi. Bila insufisiensi ini kecil saja, maka gambaran dari ASD
primum akan tetap sama seperti ASD sekundum. Dengan radiografi polos kita tak dapat
membuat diagnosa ASD primum ini secara langsung dan perlu dilakukan pemeriksaan
kateterisasi dan angiografi.
c. Defek Septum Atrium Tipe Sinus Venosus
Secara klinis dan radiologis sama dengan defek septum atrium sekundum, untuk
membedakannya diperlukan pemeriksaan ekokardiografi. Defek septum atrium tipe sinus
venosus terletak di dekat muara vena kava superior atau inferior dan sering disertai dengan
anomali parsial drainase vena pulmonalis, yaitu sebagian vena pulmonalis bermuara ke dalam
atrium kanan.
d. Defek Septum Atrium Tipe Sinus Koronarius
Paling sedikit dijumpai. Shunt dari kiri ke kanan yang terjadi adalah dari atrium kiri ke
sinus koronarius, baru kemudian ke atrium kanan. Pada kasus ini biasanya ditemukan sinus
koronarius yang membesar disertai dengan vena kava superior kiri persisten.
25
1.2.7 Beberapa Variasi Defek Septum Atrium
a. Foramen Ovale Persisten
Foramen ovale merupakan lubang pada bagian tengah septum atrium yang vital untuk
janin. Pada saat lahir foramen ovale terbuka pada semua bayi, namun kemudian menutup
spontan karena tekanan di atrium kiri yang lebih tinggi dari atrium kanan. Pada kelainan
dengan tekanan atrium kanan yang meninggi, misalnya stenosis pulmonal, hipertensi
pulmonal persisten pada neonatus, dan depresi pernafasan, maka foramen ovale mungkin
terbuka dan menyebabkan shunt dari kanan ke kiri yang bermakna.
b. Sindroma Scimitar
Kelainan yang amat jarang ditemukan, terdiri dari anomali drainase vena pulmonalis
ke vena kava inferior, seringkali disertai hipoplasia paru kanan, meso kardian atau
dekstrokardia, defek septum atrium, dan paru kanan mendapat darah dari aorta descendens.
c. Sindroma Lutembacher
Sindroma Lutembacher adalah kombinasi antara defek septum atrium dengan stenosis
mitral rematik.
1.2.8 Tanda Dan Gejala
ASD di awalnya tidak menimbulkan gejala. Saat tanda dan gejala muncul
biasanyamurmur akan muncul. Seiring dengan berjalannya waktu ASD besar yang tidak
diperbaikidapat merusak jantung dan paru dan menyebabkan gagal jantung. Tanda dan gejala
gagal jantung diantaranya:
Kelelahan
Mudah lelah dalam beraktivitas
Napas pendek dan kesulitan bernapas
Berkumpulnya darah dan cairan pada paru
Berkumpulnya cairan pada bagian bawah tubuh
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada
masakecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di
tahunpertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada
dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran
nafasbagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul
(tanpapilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas,
kesulitanmenyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada
26
anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat
ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
a. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
b. Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
c. Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
d. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
e. Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
f. Tidak ditemukangejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
a. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
b. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
c. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
d. Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
e. Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
f. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
g. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
h. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat
Mild dyspneu pada saat bekerja (dispneu d’effort) dan atau kelelahan ringan adalah
gejala awal yang paling sering ditemui pada hubungan antar atrium. Pada bayi yang kurang
dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kongestif yang mengarah
pada defek atrium yang tersembunyi. Gejala menjadi semakin bertambah dalam waktu 4
sampai 5 dekade. Pada beberapa pasien yang dengan ASD yang lebar, mungkin dalam 10 atau
7 dekade sebelumnya telah memperlihatkan gejaladispneu d’effort, kelelahan ringan atau
gagal jantung kongestif yang nyata.
Pada penderita ASD terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini adalah
khas pada patologis pada ASD dimana pada defek jantung yang tipe lain tidak menyebabkan
suara splitting pada S2 yang menetap.
1.2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
a. Foto toraks
27
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP menunjukkan atrium kanan
yangmenonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol.Jantung hanya sedikit membesar
dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
b. Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkaN beban volume ventrikel kanan.
Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) padaASDsekundum membedakannya dari
defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I
(pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum
c. Ekokardiografi
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi pirau dari
kiri ke kanan di tingkat atrium antara lain adalah:
Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
Katerisasi jantung
Penderita di operasi tanpa katerisasi jantung, katerisasi hanya dilakukan apabilaterdapat
keraguan akan adanya penyakit penyerta atau hipertensi pulmonal.
1.2.10 Penatalaksanaan Medis
Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek septum
atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi
jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta pada
kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak
responsif dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium merupakan
indikasi kontra.
Tindakan operasi
Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik lebih dari
1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3–4 tahun) kecuali bila sebelum
usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongaestif yang tidak teratasi secara
medikamentosa. Defect atrial ditutup menggunakan patch
a. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk
penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada
ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang
28
diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak
yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri
ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat
adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada
beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan.
Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama penutupan
defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan
masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi
dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi.
Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-
benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada
mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan duktus
arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang.
Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan
irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular
pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit
ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun
dan dengan sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek
sekat atrium
b. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan untuk
menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama
cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan
bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk
memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk
menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting
pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah,
ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan
defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis
kanan dihindari.
c. Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan
menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang
80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada
29
atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan.
Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat
dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan
dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus
menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara
spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun
kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah
(pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat
ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan
langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali
dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin
bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
d. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat)
memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%,
angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska
opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang
menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival
akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru
Tanpa operasi
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplatzer Septal Occluder (ASO),
yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha.
Meski sebagian kasus tak dapat ditangani dengan metode ini dan memerlukan pembedahan.
Amplatzer septal occluder(ASO) adalah alat yang mengkombinasikan diskus ganda dengan
mekanisme pemusatan tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat pertama dan
hanya menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek atrium sekundum
(DAS) dari the United States Food and Drug Administration (FDA US). Alat ini telah berhasil
untuk menutup defek septum atrium sekundum, patensi foramen ovale, dan fenestrasi
fontanella.
1.3 Ventricular Septal Defect (VSD)
30
Ventricular septal defect (VSD) adalah cacat jantung bawaan yang paling sering
ditemukan dan dapat disertai adanya kelainan kongenital lainnya. Kelainan ini pertama kali
digambarkan oleh Roger pada tahun 1879.
1.3.1 Insidensi dan epidemiologi
Ventricular Septal Defect (VSD) adalah penyakit jantung bawaan yang paling umum
terjadi, yaitu ditemukan pada 30-60% pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan
atau sekitar 2 sampai 6 dari 1000 kelahiran. Sebagian besar VSD menutup secara spontan.
Sebuah studi mengatakan bahwa 2 sampai 5 dari 100 kelahiran bayi dengan VSD, 80-90%
kasus akan menutup secara spontan tidak lama setelah kelahiran. 1,5 – 2 per 1000 kelahiran
hidup.
Tidak dapat disimpulkan mengenai adanya perbedaan ras terhadap distribusi kejadian
VSD, namun VSD lebih umum terjadi pada populasi Asia, 5% dari angka kecacatan di USA,
dan 30% dilaporkan di Jepang. VSD sedikit lebih sering terjadi pada perempuan yaitu dengan
perbandingan 56% : 44% dari laki-laki.
1.3.2 Etiologi
Pada sebagian besar kasus Penyakit Jantung Bawaan (PJB), penyebabnya tidak
diketahui. Lebih dari 90% kasus penyebabnya adalah multifaktorial. Faktor yang
berpengaruh, diantaranya adalah:
Faktor eksogen, seperti ibu dengan DM, fenilketonuria, dan kebiasaan mengkonsumsi
alkohol dan obat-obatan (maternal faktor) dan Faktor endogen, seperti riwayat keluarga
dengan penyakit jantung (faktor genetik).
Gambaran umum yang sering dikaitkan dengan VSD, adalah sebagai berikut: gambaran
jantung sedikit membesar ke kiri. Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, A. Pulmonalis
melebar dengan konus pulmonalis yang menonjol.
Gambaran klinis yang ditemukan secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan
apakah sudah terjadi hipertensi pulmonal atau belum. Pada kasus VSD tanpa hipertensi
pulmonal, gejala klinis yang dominan adalah gejala yang timbul akibat kurangnya perfusi ke
perifer, sering bermanifestasi sebagai keterlambatan pertumbuhan. Sedangkan jika sudah
terjadi hipertensi pulmonal, gejala klinis umumnya berkaitan dengan keadaan cyanotic yang
timbul karena adanya R-L Shunt.
1.3.3 Hemodinamika
Gambaran radiologis dan klinis dari VSD dapat bervariasi berdasarkan:
a. Besarnya kebocoran
31
b. Ada atau tidaknya hipertensi pulmonal
Makin kecil kebocoran, semakin sedikit kelainan yang terlihat pada radiografi polos.
Defek yang kecil umumnya menghasilkan murmur yang keras.
Pada defek berukuran < 1 cm, tekanan ventrikel kiri umumnya lebih besar pada
keadaan ini dan terjadi kebocoran dari kiri ke kanan (L-R Shunt). Sejumlah besar darah dari
kebocoran dan atrium kanan akan dipompakan menuju arteri pulmonalis, vena pulmonalis dan
akhirnya atrium kiri. Atrium kiri yang mengalami peningkatan jumlah pre load sehingga
berdilatasi. Ventrikel kiri selain menerima jumlah darah yang meningkat juga mengalami
hipertrofi karena harus bekerja lebih keras memenuhi kebutuhan sistemik. Pembuluh darah
paru umumnya belum membesar karena umumnya belum terjadi perubahan pada struktur
pembuluh darah paru. Sebaliknya, ventrikel kanan tidak membesar karena jumlah volume
yang meningkat hanya terjadi saat sistol dan umumnya letak defek adalah di outflow sehingga
peningkatan volume tersebut tidak terlalu mempengaruhi ventrikel kanan.
Bila defek makin besar, maka volume darah yang mengisi ventrikel kanan juga
bertambah secara nyata (karena butuh waktu untuk memompa darah dari ventrikel kanan).
Sehingga terjadi dilatasi ventrikel kanan. Pada saat ini, pembuluh darah paru membesar tapi
umumnya belum terdapat peningkatan tekanan di pembuluh darah paru.
Jika kelainan membesar lebih lanjut, maka terjadi perubahan-perubahan dalam
pembuluh darah paru yang menyebabkan peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal). Hipertensi pulmonal pada VSD cenderung lebih cepat terjadi dibanding
pada Atrial Septal Defect (ASD). Dengan adanya hipertensi pulmonal, jumlah darah yang
melalui pembuluh darah paru dan atrium kiri menurun sehingga atrium kiri menjadi mengecil
kembali. Sebaliknya ventrikel kanan harus bekerja keras sehingga terjadi hipertrofi ventrikel
kanan bukan lagi dilatasi. Sehingga sekarang pembesaran terutama terjadi di jantung kanan,
yaitu pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, khususnya bagian sentral. Kompleks ini
mirip dengan temuan pada ASD dengan hipertensi pulmonal.
Kebocoran yang lebih besar lagi menyebabkan tekanan antara ventrikel sama sehingga
menjadi satu ruang ventrikel (single ventricle). Pada keadaan ini arah kebocoran tergantung
pada afterload yang lebih besar. Jika tekanan pembuluh darah paru lebih besar, terjadi R-L
shunt, sebaliknya jika tekanan aorta lebih besar terjadi L-R Shunt.
1.3.4 Patofisiologi
Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat dan resistensi
sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi dibandingkan resistensi pulmonal. Hal ini mengakibatkan
darah mengalir ke arteri pulmonal melalui defek septum.
32
Volume darah di paru akan meningkat dan terjadi resistensi pembuluh darah paru. Dengan
demikian tek.ventrikel kanan meningkat akibat adanya shunting dari kiri ke kanan. Hal ini
akan berisiko endokarditis dan mengakibatkan terjadinya hipertropi otot ventrikel kanan
sehingga terjadi peningkatan workload dan terjdi pembesaran atrium kanan untuk mengatasi
resistensi yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tidak sempurna.
1.3.5 Gambaran Foto toraks
Secara singkat gambaran radiologis dari VSD dapat dibagi menjadi:
a. Kebocoran yang sangat kecil.
(Maladi de Roger ; biasanya bagian muskular septum) Jantung tidak membesar.
Pembuluh darah paru normal
b. Kebocoran yang ringan
Jantung membesar ke kiri oleh hipertrofi dan ventrikel kiri. Apeks menuju kebawah
diafragma. Ventrikel kanan belum jelas membesar. Atrium kiri berdilatasi.
c. Kebocoran yang sedang-berat
Ventrikel kanan dilatasi dan hipertrofi. Atrium kiri berdilatasi. A. Pulmonalis dengan
cabang-cabangnya melebar. Atrium kanan tidak tampak kelainan. Ventrikel kiri hipertrofi.
Aorta kecil.
d. Kebocoran dengan hipertensi pulmonal
Ventrikel kanan tampak makin besar. A. Pulmonalis dan cabang-cabangnya di bagian
sentral melebar. Segmen pulmonal menonjol. Atrium kiri normal. Aorta mengecil. Pembuluh
darah paru bagian perifer sangat berkurang. Thoraks menjadi emfisematous. Pada tahap ini
secara klinis ditemukan Sindrom Eisenmenger. Pada stadium ini kadang secara radiografi
sukar dibedakan dengan Atrial Septal Defect (ASD) dengan hipertensi pulmonal.
33
VSD, moderate L-R shunt
PA: pembesaran jantung, konus pulmonalis RAO: esofagus terdorong ke posterior
menonjol dan corakan bronkhovaskuler karena dilatasi atrium kiri.
34
VSD, large L-R shunt
PA: pembesaran jantung dengan apek meluas ke dinding thorak kiri. Corakan
bronkhovaskuler meningkat
VSD, large L-R shunt
PA: pembesaran jantung dengan corakan bronkhovaskuler bertambah. Tampak air trapping di
lobus medius kanan.
RAO dengan barium swallow: tampak kompresi esofagus oleh dilatasi atrium kiri
35
1.3.6 Diagosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, elektrokardiografi, dan
pemeriksaan radiologi seperti foto thorax, ekokardiografi, dan angiografi jantung.
a. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisis
Menurut ukurannya, VSD dapat dibagi menjadi :
a) VSD Kecil
Biasanya asimptomatik
Defek kecil 1-5 mm
Tidak ada gangguan tumbuh kembang
Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising pansistolik yang biasanya keras disertai
getaran bising dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri dan
menjalar kesepanjang sternum kiri, bahkan keseluruh prekordium
Menutup secara spontan pada waktu umur 3 tahun
Tidak diperlukan kateterisasi jantung
b) VSD Sedang
Sering terjadi symptom pada masa bayi
Sesak napas pada waktu aktivitas terutama waktu minum. Pasien juga memerlukan waktu
lebih lama untuk makan dan minum, dan sering tidak mampu menghabiskan makanan dan
minumannya.
Defek 5-10 mm
BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
Mudah menderita infeksi paru, dan biasanya memerlukan waktu lama untuk sembuh
Takipneu dan retraksi
Pada auskultasi terdengar bunyi getaran bising dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV
garis parasternal kiri yang menjalar keseluruh prekordium
c) VSD Besar
Gejala sering timbul pada masa neonates
Pada minggu I sampai III dapat terjadi pirau kiri kekanan yang bermakna dan sering
menimbulkan dispneu
Gagal jantung biasanya timbul setelah minggu VI, sering didahului infeksi saluran napas
bawah
Bayi sesak napas saat istirahat, kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat
gangguan pernapasan
Gangguan pertumbuhan sangat nyata
36
Biasanya bising jantung masih normal, dapat didengar bising pansistolik dengan atau tanpa
getaran bising.
Gambaran Elektrokardiografi
Biasanya dapat ditemukan gelombang melebar P pada atrium kiri yang membesar, atau
gelombang Q dalam dan R tinggi pada daerah lateral. Adanya gelombang R tinggi di V 1 dan
perubahan aksis ke kanan menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi pulmonal.
Adanya gelombang T yang teratur, mengindikasikan adanya kelebihan beban sistolik ventikel
kanan dalam beberapa bulan awal kehidupan.
Ekokardiografi
Ekokardiografi pada VSD didapat dengan menggunakan M-mode dan dapat diukur dimensi
atrium kiri dan ventrikel kiri. Dengan ekokardiografi dua dimensi, dapat dideteksi dengan
tepat ukuran dan lokasi defek septum ventrikel. Sedangkan dengan efek Doppler dan warna,
dapat dipastikan arah dan besarnya aliran yang melewati defek tersebut
Kateterisasi Jantung
Hemodinamika VSD dapt ditemukan dengan kateterisasi jantung. Prosedur ini dilakukan
dengan menggunakan kateter yang dimasukkan lewat arteri atau vena pada lengan atau kaki.
Kateter itu kemudian bisa dimajukan ke ruangan dalam jantung atau arteri coronary.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI baru-baru ini menjadi penting dalam mendiagnosis penyakit jantung
kongenital. MRI memberikan informasi tambahan yang relevan dan memungkinkan
penggambaran yang tepat dari anatomi jantung, termasuk daerah yang sulit untuk dinilai
melalui prosedur echocardiografi dan kateterisasi jantung.
Computed Tomography (CT-SCAN)
Selain pemeriksaan radiologi di atas, pemeriksaan CT-Scan juga dapat dilakukan untuk
memantau dimensi atrium dan ventrikel pada VSD.
1.3.7 Diagnosa Banding
Atrial Septal Defect (ASD)
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
1.3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan dapat berupa konservatif atau pembedahan. Sekitar 30% kasus terjadi
kesembuhan secara spontan. Tidak perlu dilakukan penutupan terhadap lubang yang kecil,
karena lubang ini seringkali menutup dengan sendirinya pada masa kanak-kanak atau remaja.
Tetapi jika lubangnya besar meskipun gejalanya minimal, dilakukan penutupan lubang untuk
37
mencegah terjadinya kelainan yang lebih berat. Biasanya lubang ini ditutup dengan sebuah
tambalan dan pada beberapa kasus hanya perlu dilakukan penjahitan tanpa harus menambal
lubang.
Pembedahan biasanya dilakukan pada usia pre-sekolah (2-5 tahun). Defek ditutup
dengan pembedahan pintas kardiopulmonal jika gejala tidak dapat dikontrol, atau bila terdapat
resiko terjadinya penyakit pembuluh darah pulmonal.
VSD pada bayi, awalnya dirawat dengan glikosida jantung seperti digoxin 10-20
mg/kgBB/hari, diuretik seperti furosemide 1-3 mg/kgBB/hari, dan ACE Inhibitors seperti
captopril 0,5-2 mg/kgBB/hari.
1.3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari VSD, antara lain :
Infeksi endokarditis
Paradoxical emboli
Prolaps pada katub aorta
1.3.10 Prognosis
Defek septum ventrikel dapat menutup secara spontan pada 25-40% saat umur pasien 2
tahun, 90% pada saat umur 10 tahun. Pada pasien yang tidak dioperasi, prognosis baik bila
terjadi penutupan spontan, demikian pula pada VSD kecil yang asimptomatik dengan angka
kekerapan hidup sebesar 95,9%. Sedangkan pada VSD non-restriktif apalagi disertai
kompleks Eisenmenger prognosis jelek, dengan angka kekerapan hidup 25 tahun 41,7%.
Pada pasien yang dioperasi tanpa hipertensi pulmonal mempunyai angka kekerapan
hidup yang normal.
38
2. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK
TETRALOGI FALLOT
Penyakit jantung bawaan yang terdiri dari ventricular septal defect (VSD) tipe
perimembranus subaortik, overriding aorta, pulmonal stenosis (PS) infundibular dengan atau
tanpa PS valvular serta hipertrofi ventrikal kanan. Komponen yang paling penting untuk
menentukan derajat berat penyakitnya adalah stenosis pulmonal yang bervariasi dari ringan
sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif. VSD biasanya besar, terletak di bawah
katup aorta, dan lebih anterior daripada defek septum ventrikel biasa, hingga terjadi
overriding aorta.
HEMODINAMIK
Dengan terdapatnya VSD yang besar disertai dengan stenosis pulmonal, maka tekanan
sistolik puncak (peak systolic pressure) ventrikel kanan menjadi sama dengan tekanan sistolik
puncak ventrikel kiri. Yang menentukan derajat tetralogi fallot adalah derajat obstruksi jalan
keluar ventrikel kanan (stenosis pulmonal). Bila stenosis pulmonal makin memberat, maka
makin banyak darah dari ventrikel kanan menuju ke paru. Dengan meningkatnya usia,
infundibulum akan makin hipertrofik, sehingga pasien akan makin sianotik. Hipertrofi
ventrikel kanan terjadi sekunder karena peningkatan tekanan ventrikel kanan. Obstruksi pada
jalan keluar ventrikel kanan ini menyebabkan kurangnya aliran darah ke paru akibat hipoksia.
Kompensasi untuk hipoksia ini dapat terjadi polisitemia dan dibentuknya sirkulasi kolateral
(jangka panjang).
39
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis tetralogi fallot mencerminkan derajat hipoksia. Mula-mula
gejalanya mirip dengan VSD dengan pirau dari kiri ke kanan dengan stenosis pulmonal
ringan, sehingga anak masih kemerahan. Apabila derajat hipoksia bertambah, akan
menimbulkan sianosis.
Jari tabuh pada sebagian besar pasien sudah tampak mulai setelah usia 6 bulan. Salah
satu manifestasi yang penting adalah terjadinya serangan sianotik (cyanotic spells, hypoxic
spells, paroxysmal hyperpnea) yang ditandai oleh timbulnya sesak napas mendadak, napas
cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas, bahkan dapat disertai kejang dan sinkop.
Serangan yang hebat dapat berakhir dengan koma, bahkan kematian. Squatting (jongkok)
sering terjadi setelah anak dapat berjalan. Setelah berjalan beberapa lama, anak akan
berjongkok untuk sementara waktu sebelum ia berjalan kembali.
Pada bayi bentuk dadanya normal, namun pada anak yang lebih besar dapat tampak
menonjol akibat pembesaran ventrikel kanan. Terdengar bising ejeksi sitolik di daerah
pulmonal, yang makin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi. Bising ini adalah
bising stenosis pulmonal, bukan defek septum ventrikel. Darah dari ventrikel kanan yang
melintas ke arah ventrikel kiri dan aorta tidak mengalami turbulensi oleh karena tekanan
sistolik antara ventrikel kanan dan kiri hampir sama.
KRITERIA DIAGNOSIS
Sianosis
Spel hipoksia (PS berat)
Squatting pada anak yang lebih besar
Pemeriksaan fisik
Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari tangan serta kaki
Jari seperti tabuh (clubbing finger)
Aktivitas ventrikel kanan meningkat
Auskultasi jantung
bunyi jantung dua umumnya tunggal
bising sistolik ejeksi PS terdengar di sela iga 2 parasertenal kiri yang menjalar ke bawah
klavikula kiri
40
Elektrokardiogram
„ Deviasi sumbu QRS kekanan
„ Hipertrofi ventrikel kanan
„ Hipertrofi atrium kanan
Foto rontgen toraks
Gambaran jantung khas seperti sepatu boot
Segmen pulmonal yang cekung
Apeks jantung terangkat (hipertrofi ventrikel kanan)
Gambaran vaskularisasi paru oligemi
Ekokardiogram (Ekokardiogram 2-dimensi)
Tentukan tipe VSD (perimembranus subaortik atau suberterial doubly committed)
Overriding aorta
Deviasi spetum infundibular ke anterior
41
Dimensi dan fungsi ventrikal kiri
Tentukan konfluensi dan diameter cabang-cabang arteri pulmonalis
TERAPI DAN TINDAKAN YANG DIPERLUKAN
Bayi dengan riwayat spel hipoksia
Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan Propranolol
(peroral) dengan dosis 0.5-1.5 mg/kg BB/ 6-8 jam sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini
diharapkan spasme otot infundibuler berkurang dan frekwensi spel menurun. Selain itu pasien
diletakkan pada keadaan knee-chest position, keadaan umum pasien harus diperbaiki,
misalnya koreksi anemia, dehidrasi atau infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekuensi
spel. Bila spel hipoksia tak teratasi dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya
memburuk, maka harus secepatnya dilakukan operasi. Bila usia kurang dari 6 bulan dilakukan
operasi paliatif Blalock-Taussig Shunt (BTS). Sementara menunggu bayi lebih besar atau
keadaan umumnya lebih baik untuk operasi definitif (koreksi total). Tetapi bila usia sudah
lebih dari 6 bulan dapat langsung dilakukan operasi koreksi total (penutupan lubang VSD dan
pembebasan alur keluar ventrikel kanan yang sempit). Bila spel berhasil diatasi dengan
propranolol dan kondisis bayi cukup baik untuk menunggu, maka operasi koreksi total
dilakukan pada usia sekitar 1 tahun.
Bayi tanpa riwayat spel hipoksia
Bila tak ada riwayat spel hipoksia, umumnya operasi koreksi total dilakukan pada usia
sekitar 1 tahun. Sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan sadap jantung untuk menilai
kondisi kedua artei pulmonalis.
Orang tua harus dpt mengenali spell dan mengetahui apa yg semestinya dikerjakan :
1. Bayi diangkat dan diposisikan dlm posisi knee chest
2. Oksigen
3. Morfin sulfat 0.2 mg/kg secara subkutan atau intra muscular
4. Propranolol oral 0.5-1.5 mg/kg setiap 6 jam untuk mencegah spell
5. Dilatasi dgn balon pd katup pulmonal
42
6. Kebersihan mulut dan gigi dan pemberian antibiotik profilaksis untuk endokarditis bakterialis
subakut
7. Deteksi anemia defisiensi besi dan pemberian preparat besi.
KOMPLIKASI
Cerebrovascular accident (biasanya usia kurang dari 5 tahun)
Abses otak (biasanya usia lebih dari 5 tahun) dengan gejala sakit kepala, mual-muntah serta
gejala neurologi.
Anemia relatif. Pada darah tepi didapatkan hipokromia dan mikrositosis.
Trombosis paru. Trombosis lokal pada pembuluh darah paru kecil, dan dapat menambah
sianosis
Perdarahan. Pada polisitemia hebat, trombosit dan fibrinogen menurun hingga dapat terjadi
ptekie, perdarahan gusi. Hemoptisis terjadi pada pasien yang lebih besar karena lesi trombotik
di paru.
KESIMPULAN
Penyakit jantung bawaan merupakan penyakit yang tidak dapat di cegah, dalam
klasifikasinya berdasarkan tanda dan gejala, PJB dibagi menjadi 2 yaitu steanosis dan non
steanosis, Persistent duktus arteriosus, Atrium Septal Defect, Ventrikel Septal Defect,
merupakan contoh PJB non steanosis, dengan gejala secara umum anak mudah lelah, rewel,
dan tanda-tanda lambatnya tumbuh kembang karena nafsu makan yang sangat kurang,
sementara tetralogi fallot merupakan contoh PJB dengan steanosis, yang ditantai munculnya
warna kebiruan pada pemderita, diakibatkan oleh tidak adekuatnya peredaran darah kaya
oksigen ke seluruh tubuh.
43
DAFTAR PUSTAKA
Fyler, Donald C. 1996. Kardiologi Anak Nadas, edisi terjemahan, Gadjah Mada
University:Yogyakarta
Joewono, BS. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press. Surabaya
Nelson. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit EGC. Jakarta
Richard E. Behrman, dkk, 1996, Nelson Textbook of Pediatrics 15th Edition, Philadelpia :
W.B. Saunders Company.
Robbins.2007.Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta:EGC
Sadler, T.W., 1997, Embriologi Kedokteran LANGMAN Edisi 7, Jakarta : EGC.
Staf FKUI, 2008, Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
Stanley L. Robbins, dkk, 2007, Buku Ajar Patologi Edisi 7, Jakarta : EGC.
Sudoyo, AW et al. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Summer.2001. congenital heart disesases. Yale University School of Medicine. Viewed 20
september 2014 . www.med.yale.edu
Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Braunwald E, eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of
Cardiovascular Medicine, 8th ed. St. Louis, Mo; WB Saunders; 2007. www.umm.edu
44
top related