pengembangan techno-industrial cluster tanaman lokal
Post on 23-Nov-2015
23 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
ARTIKEL PENELITIAN
PENGEMBANGAN TECHNO-INDUSTRIAL CLUSTER TANAMAN LOKAL
(ANGSANA, PARE, BUNCIS DAN SAMBILOTO) SEBAGAI FITOFARMAKA
UNTUK MEMBANTU MENURUNKAN KADAR
GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE II
Ketua Tim Peneliti : dr. Mahalul Azam, M.Kes
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Jl. Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Telpon / Faks : (024) 8508107
Email : unnes@unnes.ac.id
-
2
PENGEMBANGAN TECHNO-INDUSTRIAL CLUSTER TANAMAN
LOKAL (ANGSANA, PARE, BUNCIS DAN SAMBILOTO) SEBAGAI
FITOFARMAKA UNTUK MEMBANTU MENURUNKAN
KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE II
Mahalul Azam
1, Sri Ratna Rahayu
1, Fitri Indrawati
1, Irwan Budiono
1, Vina
2,
Nur Anna C. Sadyah3
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah prevalensi penderita DM tipe II yang semakin
meningkat (4,6 % pada tahun 2000, 7,5% pada tahun 2001 dan 10,4% pada tahun
2004), mahalnya biaya pengobatan yang saat ini tersedia, serta adanya tanaman lokal
yang bermanfaat untuk menurunkan gula darah.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji klinis yang diperlukan dalam menguji
mengembangkan tanaman lokal tersebut sebagai fitofarmaka. Selain itu penelitian ini
juga bertujuan mengembangkan tanaman lokal tersebut sebagai fitofarmaka yang juga
berpotensi sebagai techno industrial cluster. Artinya keberhasilan pengembangan
fitofarmaka dari tanaman lokal ini dapat memberdayakan masyarakat khususnya
petani sebagai penyedia bahan baku, industri nasional sebagai produsen, dan
perguruan tinggi sebagai pendukung penelitian pengembangan.
Metode yang digunakan dalam Uji Klinis fase III dengan desain cross over doubled
blind RCT design. Didapatkan subjek penelitian sejumlah 41 orang pasien RSI Sultan
Agung.
Hasil penelitian Kadar GD2JPP akhir perlakuan berbeda bermakna (p=0,027) antara
kelompok A dan B pada 2 periode dengan rerata 178,57 (periode I) dan 213,4
(periode II) pada pemberian ekstrak dan 247,75 (periode I) dan 281,04 (periode II)
pada glibenclamide. Selisih kadar GDP berbeda bermakna (p=0,002) antara kelompok
A dan B pada 2 periode dengan rerata -48,04 (periode I) dan -32,4 (periode II) pada
pemberian ekstrak dan -2,55 (periode I) dan 33,8 (periode II) pada glibenclamide.
Selisih kadar GD2JPP berbeda bermakna (p=0,002) antara kelompok A dan B pada 2
periode dengan rerata -73,38 (periode I) dan -57,59 (periode II) pada pemberian
ekstrak dan -8,6 (periode I) dan 58,71 (periode II) pada glibenclamide. Pada indikator
keadaan klinis sebelum dan sesudah perlakuan semua indikator masih dalam batas
normal dan tidak ada perubahan nilai yang signifikan.
Simpulan dari penelitian ini, yaitu bahwa ekstrak dosis 22mg/kgBB terbukti aman
dan efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah terutama GD2JPP. Sehingga
diharapkan dapat dilaksanakan uji klinis fase III multicenter dengan tujuan akhir dapat
dijadikan sebagai fitofarmaka. Dampak dan upaya selanjutnya diharapkan dapat
memberikan peningkatan peran serta dan pemberdayaan petani binaan dalam proses
produksi.
1 Peneliti FIK UNNES
2 Peneliti Laboratorium PT Nyonya Meneer
3 Peneliti RSI Sultan Agung/ FK Unissula
-
3
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) tipe II merupakan penyakit degeneratif yang
prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data prevalensi DM tipe II
secara nasional pada tahun 1992 menunjukkan 3 %. Prevalensi ini meningkat menjadi
4,6 % pada tahun 2000, 7,5% pada tahun 2001 dan pada tahun 2004 10,4 % (Depkes
RI, 1992 ; 2002; 2007).
Meningkatnya prevalensi penderita DM tipe II ini membawa konsekuensi pada
tingginya kebutuhan obat untuk menurunkan kadar glukosa darah pada penderita DM.
Saat ini tidak kurang terdapat 100 perusahaan farmasi asing yang berperan
memproduksi obat hipoglikemik oral (OHO) masuk ke Indonesia. OHO yang
diproduksi oleh perusahaan farmasi ini mempunyai kelemahan, yaitu biaya/harga
yang tinggi, terutama pada produk yang baru (Mahalul Azam, 2005).
Memperhatikan tingginya biaya OHO serta upaya untuk meminimalkan efek
samping tersebut, sebenarnya di Indonesia mempunyai tanaman yang berpotensi
membantu menurunkan kadar gula darah. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
beberapa peneliti diantaranya Hayati, 2000 dengan uji infus daun angsana 5 ml,10%
dan 20% secara oral menurunkan kadar glukosa darah kelinci, pengaruh infus 10%
tidak ada beda dengan 50 mg/kg BB tolbutamid, dan pengaruh infuse 20 % penurunan
kadar glukosa darah lebih besar daripada pengaruh tolbutamid. Peneliti lain, Soediro
Soetarno, dkk (1999) dengan studi Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak herba Sambiloto
(Andrographis paniculata Nees, Achanthaceae) pada dosis 0,5 g/kgBB ekstrak etanol
dan air menunjukan aktivitas hipoglikemik yang bermakna pada tikus diabetes.
Peneliti lain, Elin Yulinah,dkk (2001) dengan studi Aktivitas Antidiabetika Ekstrak
Etanol Herba sambiloto dengan menggunakan uji toleransi glukosa pada tikus dan
mencit diabetes yg diinduksi dengan aloksan menimbulkan efek penurunan glukosa
darah pada dosis 1,0 g/BB, 2,0 g/kg BB, 2,1 g/BB dan 2,8 g/BB. M.Masjhoer (2001)
dengan studi Uji Klinik Ekstrak Etanol Terstandarisasi dari Campuran Herba
Sambiloto (andrograhis aniculata ) dan Daun Salam (syzigiumpolyantha) sebagai Anti
Diabetes juga menujukan perbedaan bermakna antara kadar gula darah kelompok
kontrol dengan kelompok ekstrak uji D2 (0,065 g ekstrak/kg BB) 45 menit setelah
pemberian glukosa. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak memiliki efek hipoglikemik.
-
4
Penelitian pre klinik (uji khasiat dan uji toksisitas akut dan kronik) yang
dilakukan Mahalul Azam dalam tim PT. Nyonya Meneer bekerjasama dengan
BPPT(2005) menunjukkan bahwa ekstrak buncis (Phascolus vulgaris), pare
(Momordica charantia), angsana (Pterocarpus indicus), dan sambiloto
(Andrographidis Folium) dapat menurunkan kadar gula darah pada hewan
coba.(Shapiro K, 2002, Mahalul Azam, 2005). Dosis efektif campuran ekstrak yang
memberikan khasiat sebagai penurun gula darah (antidiabetes) yang tidak berbeda
bermakna dengan control positif, tolbutamid 9 mg/200 g BB, adalah 27 mg/ 200g BB,
apabila dikonversikan pada manusia adalah 1,5 g/ 70 Kg BB. Sediaan uji dengan dosis
25,2 mg/200 g BB, 126 mg/ 200 g BB, 252 mg/ 200 g BB, 504 mg/ 200 g BB yang
diberikan secara peroral sekali sehari, selama 4 bulan dinyatakan aman, tidak
menyebabkan kelainan pada kimia darah dan hematologi tikus putih.
Uji klinis fase I (Mahalul Azam, 2009) didapatkan hasil, yaitu: hasil
pemeriksaan klinis, meliputi keluhan dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan subjek
yang mengalami kelainan dan gangguan dari sistem tubuhnya baik keadaan sebelum
dan sesudah pemberian ekstrak daun angsana, pare, buncis dan sambiloto dosis 11, 22
dan 44 mg/kgBB, pada kelompok perlakuan ataupun kelompok kontrol, tidak ada
perbedaan bermakna kadar SGPT darah pasca pemberian ekstrak daun angsana, pare,
buncis dan sambiloto dosis 11, 22 dan 44 mg/kgBB pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (p>0,05), serta rata-rata dan kadar tertinggi SGPT sebelum dan
sesudah perlakuan, pada kedua kelompok tidak melebihi ambang batas nilai normal,
tidak ada perbedaan bermakna kadar kreatinin darah pasca pemberian ekstrak daun
angsana, pare, buncis dan sambiloto dosis 11, 22 dan 44 mg/kgBB pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol (p>0,05), serta rata-rata dan kadar tertinggi kreatinin
sebelum dan sesudah perlakuan, pada kedua kelompok tidak melebihi ambang batas
nilai normal dan pada dosis 22mg/kgBB pada kelompok perlakuan tampak perbedaan
kadar glukosa darah. Dari simpulan di atas dapat ditarik kesimpulan akhir, yaitu
bahwa pemberian dosis tunggal ekstrak daun angsana, pare, buncis dan sambiloto
dosis 11, 22 dan 44 mg/kgBB dinyatakan aman pada individu sehat dan mulai dosis
22mg/kgBB mulai menunjukkan efek hipoglikemik.
Berdasarkan latar belakang tingginya prevalensi penderita DM tipe II,
mahalnya biaya pengobatan yang saat ini tersedia, serta adanya studi-studi yang telah
dilakukan dan menyimpulkan adanya tanaman lokal yang berpotensi membantu
-
5
menurunkan kadar gula darah, maka diperlukan upaya untuk mengembangkan
tanaman lokal tersebut sebagai fitofarmaka.
Berdasar uraian di atas dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
bagaimanakah efektivitas (uji klinis) campuran ekstrak daun angsana (Pterocarpus
indiscus), buah pare (momordicacharana, L), buah buncis (Phaselolus vulgaris,L),
sambiloto (Andrographidis Folium) sebagai fitofarmaka untuk membantu
menurunkan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2?.
METODE
Pasien/ Subjek Penelitian
Penetapan kriteria inklusi subjek penelitian adalah: penderita DM Tipe 2 yang
berkunjung ke bagian Poliklinik Penyakit Dalam RSI Sultan Agung Semarang, DM
yang diderita tidak termasuk berat (dengan pengobatan insulin), atau kadar glukosa
darah sewaktu
-
6
SD = 10,8 (UKPDS, 1999)
= 10
= 18,29 digenapkan menjadi 20
Sehingga dibutuhkan 20 orang sebagai kelompok perlakuan, dan 20 orang kelompok
kontrol
Adapun alokasi subyek untuk masuk sebagai kelompok perlakuan dan kontrol
dilakukan dengan randomisasi
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Crossover Doubled Blind
Randomised Clinical Trial, yang digambarkann dalam bagan berikut ini:
PERIODE I PERIODE II PERIODE III
Skrining 62 R
Partisipasi final : 41 R
Klp A (20) Klp A(20) Klp A(20)
Skrining Glibenklamid ekstrak campuran
Ekstrak glibenklamid campuran
Klp B (21) Klp B(21) Klp B(21)
1 mgg 1 mgg 1 mgg 1 mgg 1 mgg 1 mgg
-
7
Prosedur penelitian
Setelah diperoleh subjek penelitian dari skrining, calon subjek diberikan instruksi
intervensi pra treatment, yaitu: Bagi subjek yang menerima pengobatan selama 1 minggu
sebelum treatment pengobatan harus dihentikan. Instruksi subjek penelitian untuk
mengikuti program diit yang disusun, oleh tim peneliti/ ahli gizi RSI Sultan Agung dan
diberi pedoman aktivitas harian ringan, serta dilakukan pencatatan harian diit dan aktivitas
subjek penelitian selama masa penelitian dan diberitahu bahwa akan dilakukan pemantauan
terhadap pencatatan diit dan aktivitas. Pemantauan pencatatan diit dan aktivitas oleh
petugas dengan sistem recall dilakukan seminggu dua kali, di tengah treatment dan pada
saat kunjungan berikutnya, sehari sebelum kunjungan dihubungi melalui telepon sembari
mengingatkan untuk tetap melaksanakan arahan diit dan aktivitas. Pada saat kunjungan
berikutnya subbjek penelitian diperintahkan untuk puasa 10 jam, untuk persiapan
pemeriksaan GDP. Kemudian diberikan diit sesuai dengan kebutuhan masing-masing
subjek. Pemantauan kunjungan berikutnya dilakukan analisis dan interpretasi kesesuaian
diit dan aktivitas sesuai dengan instruksi, subjek yang tidak menjalankan sesuai dengan
instruksinya dieksklusi dari penelitian.
Perlakuan diberikan yaitu: Kelompok 1 akan menerima obat glibenklamid (dosis 5
mg) sekali sehari saat makan pagi. Kelompok 2 akan menerima ekstrak (dosis
terapeutik=22mg/kgBB) sekali sehari saat makan pagi. Pengukuran gula darah puasa dan
gula darah 2 jam PP pada hari ke 0 dan hari ke 7. Pengukuran kadar SGPT, kadar micro
albumin urin pada hari ke 0 dan 7. Pemeriksaan BMI, Tekanan darah, dan keluhan
gastrointestinal, keluhan subjektif lain pada hari ke 0 dan ke 7. Kemudian sesuai dengan
desain Cross-over maka perlakuan dibalik, wash out dilakukan dalam 7 hari dengan
instruksi intervensi pra treatment sama sebagai mana dijelaskan dalam treatment minggu I.
Kelompok 1 akan menerima ekstrak. Kelompok 2 akan menerima obat glibenclamid.
Pengukuran gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP pada hari ke 0 dan hari ke 7.
Pengukuran kadar SGPT, kadar micro albumin urin pada hari ke 0 dan 7. Pemeriksaan
BMI, Tekanan darah, dan keluhan gastrointestinal, keluhan subjektif lain pada hari ke 0
dan ke 7.
-
8
Pada tahap selanjutnya kelompok 1 dan kelompok 2 menerima campuran obat
glibenclamid dan ekstrak secara bersama-sama dengan instruksi intervensi pra treatment
sama sebagai mana dijelaskan dalam treatment minggu I.
Analisis data
Uji yang digunakan adalah uji beda dengan uji beda rata-rata (t test)dengan membedakan
kelompok intervensi dan kontrol pada tahap awal serta pada tahap pasca washing out, serta
pada tahap ketiga yaitu pasca penggunaan campuran ekstrak dan glibenclamid
Skrining pada subjek, digambarkan dalam bagan berikut :
Jumlah Subjek terskrining (n=62)
Subjek memenuhi kriteria n=43
Bersedia partisipasi n=43
Tidak Bersedia partisipasi n=0
Kondisi medis tidak memenuhi n=19
Randomisasi n=43
Glibenclamide n=21
DO =1 Ekstrak n=22
DO=1
Ekstrak n=20
DO=0
Glibenclamide n=21
DO=0
Glibenclamide + Ekstrak
n=20 Glibenclamide +
Ekstrak n=21
Total subjek selesai partisipasi n=41
Total DO=2
-
9
HASIL PENELITIAN
Subjek penelitian sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu penderita DM tipe
2 yang berkunjung ke bagian Poliklinik Penyakit Dalam RSI Sultan Agung Semarang
dengan uraian karakteristiknya sebagai berikut:
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Subjek Menurut Jenis Kelamin
Kelompok
Total A B
Jenis Kelamin Pria Frekuensi 5 4 9
% 25.0% 19.0% 22%
Wanita Frekuensi 15 17 32
% 75.0% 81.0% 88%
Total Frekuensi 20 21 41
% 100.0% 100.0% 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin
wanita 9 (22%) dan 32 (88%). Dari jumlah tersebut, dibagi pada kelompok A 5 subjek (25
%) dan kelompok B 4 orang (19 %), sedangkan subjek yang berjenis kelamin pria pada
kelompok A 15 subjek (75%) dan kelompok B 17 orang (81%).
Tabel 2 Karakteristik Umur Subjek Penelitian
Rata-rata
Umur
Umur
Minimum
Umur
Maksimum
Modus
Umur
Umur Subjek 49,5 32 60 52
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa umur subjek penelitian berkisar antara 32
tahun dan 60 tahun dengan umur yang frekuensinya paling banyak adalah 52 tahun dan
rata-ratanya adalah 49,5 tahun.
Distribusi umur menurut kelompok disajikan dalam tabel 4.2.a
Tabel 2.a Distribusi Umur menurut Kelompok
Kelompok Rerata Minimum Maksimum SD
A 49,75 32 60 4.39
B 49,81 35 60 7,4
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebaran subjek penelitian menurut umur tampak
tersebar merata.
-
10
Tabel 3 Karakteristik Indeks Masa Tubuh Responden
Rerata Minimum Maksimum SD
IMT 25.36 17.85 37.25 4.39
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai IMT rata-rata
25,36 dengan IMT paling kecil 17,85 dan IMT paling besar 37,25, dengan simpangan baku
4,39.
Bila dilihat secara terperinci tentang distribusi kategori IMT pada subjek penelitian
disajikan dalam tabel 4.3.a
Tabel 3.a Tabulasi Silang Kategori IMT dengan Kelompok Subjek
Kelompok
Total A B
Kategori IMT Overweight Frekuensi 3 2 5
% 15.0% 9.5% 12.2%
Normal Frekuensi 17 18 35
% 85.0% 85.7% 85.4%
Underweight Frekuensi 0 1 1
% .0% 4.8% 2.4%
Total
20 21 41
% Total 48.8% 51.2% 100.0%
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai kategori
overweight 5 subjek (12,2%), normal 35 subjek (85,4%) dan underweight 1 subjek (2,4%).
Sebaran menurut kelompok terlihat sebanding, yaitu overweight pada kelompok A 3 subjek
dan B 2 subjek, sedangkan yang normal 17 subjek di kelompok A dan 18 subjek di
kelompok B, 1 subjek underweight pada kelompok B. (Kategori IMT Overweight > 25,
Normal: 18-25 dan Underweight:
-
11
Tabel 4.a Tabulasi Silang Kategori Sistolik dengan Kelompok Subjek
Kelompok
Total A B
Kategori Sistolik Hipertensi Frekuensi 6 15 21
% Kategori Sistolik 28.6% 71.4% 100.0%
% Kelompok 30.0% 71.4% 51.2%
% Total 14.6% 36.6% 51.2%
Normal Frekuensi 13 6 19
% Kategori Sistolik 68.4% 31.6% 100.0%
% Kelompok 65.0% 28.6% 46.3%
% Total 31.7% 14.6% 46.3%
Hipotensi Frekuensi 1 0 1
% Kategori Sistolik 100.0% .0% 100.0%
% Kelompok 5.0% .0% 2.4%
% Total 2.4% .0% 2.4%
Total Frekuensi 20 21 41
% Kategori Sistolik 48.8% 51.2% 100.0%
% Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
% Total 48.8% 51.2% 100.0%
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian berdasarkan JNC VIII (110
mmHg-140mmHg) mempunyai kategori hipertensi 21 subjek (51,2%), normal 19 subjek
(46,3%) dan hipotensi 1 subjek (2,4%). Sebaran menurut kelompok, dapat diketahui yaitu
hipertensi pada kelompok A 6 (28,6%) subjek dan B 15 subjek (71,4%), sedangkan yang
normal 13 subjek (68,4%) di kelompok A dan 6 subjek (31,6%) di kelompok B, sedangkan
1 subjek hipotensi pada kelompok A.
Tabel 5 Karakteristik Tekanan Darah Diastolik Subjek Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian yang mempunyai tekanan
darah diastolik rata-rata 84,63 mHg, dengan tekanan darah sistolik minimum 60 mmHg
dan maksimun 160 mmHg,
Sebaran menurut kelompok disajikan dalam tabel 4.5.a berikut ini.
Rerata Minimum Maksimum SD
Tekanana darah
diastolik
84,63 60 160 17,33
-
12
Tabel 5.a Tabulasi Silang Kategori Diastolik dengan Kelompok Subjek
Awal
Total A B
Kategori Tekanan Diastolik Hipertensi Frekuensi 6 12 18
% Kategori Diastolik 33.3% 66.7% 100.0%
% Kelompok 30.0% 57.1% 43.9%
% Total 14.6% 29.3% 43.9%
Normal Frekuensi 8 5 13
% Kategori Diastolik 61.5% 38.5% 100.0%
% Kelompok 40.0% 23.8% 31.7%
% Total 19.5% 12.2% 31.7%
Hipotensi Frekuensi 6 4 10
% Kategori Diastolik 60.0% 40.0% 100.0%
% Kelompok 30.0% 19.0% 24.4%
% Total 14.6% 9.8% 24.4%
Total Frekuensi 20 21 41
% Kategori Diastolik 48.8% 51.2% 100.0%
% Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
% Total 48.8% 51.2% 100.0%
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian berdasarkan JNC VIII
mempunyai kategori hipertensi 18 subjek (43,9%), normal 13 subjek (31,7%) dan hipotensi
10 subjek (24,4%). Sebaran menurut kelompok, dapat diketahui yaitu hipertensi pada
kelompok A 6 (33,3%) subjek dan B 12 subjek (66,7%), sedangkan yang normal 8 subjek
(61,5%) di kelompok A dan 5 subjek (38,5%) di kelompok B, sedangkan yang hipotensi 6
(60%) subjek hipotensi pada kelompok A dan 4 (40%) di kelompok B.
Tabel.4.6 Karakteristik Gula Darah Sewaktu Subjek Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai GDS rata-rata
172,95 mg/dl, dengan GDS minimum 92 mg/dl dan maksimum 306 mg/dl.
Sebaran menurut kelompok subjek disajikan dalam tabel 4.6.a berikut ini.
Rerata Minimum Maksimum SD
Gula Darah
Sewaktu
172.95 92 306 55.37
-
13
Tabel 6.a Tabulasi Silang Kategori GDS dengan Kelompok Subjek
Kelompok
Total A B
Kategori GDS Pengendalian Jelek Frekuensi 7 11 18
% Kategori GDS 38.9% 61.1% 100.0%
% Kelompok 35.0% 52.4% 43.9%
% Total 17.1% 26.8% 43.9%
Pengendalian Sedang Frekuensi 4 2 6
% Kategori GDS 66.7% 33.3% 100.0%
% Kelompok 20.0% 9.5% 14.6%
% Total 9.8% 4.9% 14.6%
Pengendalian Baik Frekuensi 9 8 17
% Kategori GDS 52.9% 47.1% 100.0%
% Kelompok 45.0% 38.1% 41.5%
% Total 22.0% 19.5% 41.5%
Total Frekuensi 20 21 41
% Kategori GDS 48.8% 51.2% 100.0%
% Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
% Total 48.8% 51.2% 100.0%
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian berdasarkan Konsensus
PERKENI 2006, yaitu pengendalian baik (180mg%) sebarannya adalah sebagi berikut: Subjek yang mempunyai kategori
pengendalian jelek 18 subjek (43,9%), pengendalian sedang 6 subjek (14,6%) dan
pengendalian jelek 17 subjek (41,5%). Sebaran menurut kelompok, dapat diketahui yaitu
pengendalian jelek pada kelompok A 7 subjek (38,9%) dan B 11 subjek (61,1%),
sedangkan pengendalian sedang 4 subjek (66,7%) di kelompok A dan 2 subjek (33,3%) di
kelompok B, sedangkan yang pengendalian baik 9 (52,9%) subjek pada kelompok A dan 8
(47,1%) di kelompok B.
Tabel 7 Karakteristik HbA1C Subjek Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai kadar HbA1C rata-
rata 8,8 mg/dl, dengan HbA1C minimum 4,8 mg/dl dan maksimum 11,4 mg/dl.
Sebaran menurut kelompok subjek disajikan dalam tabel 4.7.a berikut ini.
Kelompok Rerata Minimum Maksimum SD
A 8,6 5,4 11 1,6
B 9,1 4,8 11,4 1,7
Total 8,8 4,8 11,4 1,6
-
14
Tabel 7.a Tabulasi Silang Kategori HbA1C dengan Kelompok Subjek
Kelompok
Total A B
Kategori Pengendalian
HbA1C
Jelek Frekuensi 15 16 31
% Kategori HbA1C 48.4% 51.6% 100.0%
% Kelompok 75.0% 76.2% 75.6%
% Total 36.6% 39.0% 75.6%
Sedang Frekuensi 4 4 8
% Kategori HbA1C 50.0% 50.0% 100.0%
% Kelompok 20.0% 19.0% 19.5%
% Total 9.8% 9.8% 19.5%
Baik Frekuensi 1 1 2
% Kategori HbA1C 50.0% 50.0% 100.0%
% Kelompok 5.0% 4.8% 4.9%
% Total 2.4% 2.4% 4.9%
Total Frekuensi 20 21 41
% Kategori HbA1C 48.8% 51.2% 100.0%
% Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
% Total 48.8% 51.2% 100.0%
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian berdasarkan Konsensus
PERKENI 2006, yaitu pengendalian baik (8%) sebarannya adalah sebagai berikut: Subjek yang mempunyai kategori pengendalian
jelek 31 subjek (75,6%), pengendalian sedang 8 subjek (19,5%) dan pengendalian baik 2
subjek (4,9%). Sebaran menurut kelompok, dapat diketahui yaitu pengendalian jelek pada
kelompok A 15 subjek (48,4%) dan B 16 subjek (51,6%), sedangkan pengendalian sedang
4 subjek (50%) di kelompok A dan 4 subjek (50%) di kelompok B, sedangkan yang
pengendalian baik 1 subjek (50%) pada kelompok A dan 1 subjek (50%) di kelompok B.
Tabel.4.8 Karakteristik Kadar SGPT Subjek Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin wanita
mempunyai kadar SGPT rata-rata 18,34 u/l, dengan kadar SGPT minimum 21,67 u/l dan
maksimum 47 u/l, sedangkan yang berjenis kelamin pria kadar SGPT rata rata 21,66 u/l
dengan kadar SGPT minimum 7 u/l dan maksimum 37 u/l. (rujukan normal: L< 42 u/l P :
-
15
Tabel 9 Karakteristik Kadar Kreatinin Subjek Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin wanita
mempunyai kadar kreatinin rata-rata 0,63 gr/dl, dengan kadar kreatinin minimum 0,46
gr/dl dan maksimum 1,18 gr/dl, sedangkan yang berjenis kelamin pria kadar kreatinin rata
rata 1,18 gr/dl dengan kadar kreatinin minimum 0,72 gr/dl dan maksimum 1,72 gr/dl.
Meskipun beberapa subjek mempunyai nilai yang melebihi nilai rujukan, namun demikian
perhihitungan Creatinin Clearance Test (CCT) untuk menghitung Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) masih diperbolehkan yaitu > 60 ml/menit. (Rujukan normal: L: 0.6-1.1 gr/dl, P :
0.5-0.9 gr/dl, rumus CCT (Cockort-Gault), CCT=((140-Umur)xBB)/(72xkadar kreatinin
plasma).
Karakteristik EKG seluruh subjek penelitian menunjukkan kesan dalam batas
normal (hasil pembacaann dokter Ahli Penyakit Dalam).
Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Pasca Perlakuan
Perbedaan rata-rata kadar glukosa darah puasa (GDP) sesudah perlakuan pada ketiga
periode, ditampilkan dalam tabel 4.11 berikut:
Tabel 11 Perbedaan Rerata GDP pada Ketiga Periode
Periode Kelompok Perlakuan N Rerata
GDP
SD p
I A Kontrol Glibenclamide 20 188,75 94,30 0,105
B Ekstrak 21 148,04 59,90
II A Ekstrak 20 164,75 74,13 0,115
B Kontrol Glibenclamide 21 205,38 86,62
III A Campuran 20 145,50 61,02 0,421
B Campuran 21 163,14 76,66
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode I rerata GDP kelompok
Glibenclamide 188,75 mg% lebih tinggi dari rerata kelompok Ekstrak, namun demikian
tidak bermakna secara statistika (p=0,105), demikian juga pada periode kedua rerata
tampak berbeda (164,75 dan 205,38) namun tidak bermakna secara statisika (p=0,115).
Pada periode ketiga pun demikian perbedaan secara statistika tidak bermakna (p=0,421).
Jenis Kelamin Rerata Minimum Maksimum
Wanita 0,63 0,46 1.18
Pria 1.18 0,72 1,72
-
16
Perbedaan Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial Pasca Perlakuan
Perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam post prandial (GD2JPP) sesudah perlakuan
pada ketiga periode ditampilkan sebagai berikut :
Tabel 12 Perbedaan Kadar GD2JPP pada Ketiga Periode
Periode Kelompok Perlakuan N Rerata
GD2
SD p
I A Kontrol Glibenclamide 20 247.75 120.78 0,022
B Ekstrak 21 178.57 54.58
II A Ekstrak 20 213.40 107.49 0,027
B Kontrol Glibenclamide 21 281.04 113.08
III A Campuran 20 196.75 84.06 0,426
B Campuran 21 219.33 95.01
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode I rerata GD2JPP kelompok
Glibenclamide 247,75 mg% berbeda secara bermakna (p=0,02) atau lebih tinggi dari rerata
kelompok Ekstrak (178,57 mg%), demikian juga pada periode kedua, meskipun kelompok
subjek dibalik perlakuannya, namun masih tampak konsisten, yaitu rerata GD2JPP
kelompok Glibenclamide 281,04 mg% berbeda secara bermakna (p=0,03) atau lebih tinggi
dari rerata kelompok Ekstrak (213,40 mg%). Pada periode ketiga dimana kedua kelompok,
diberi perlakuan yang sama yaitu diberikan kedua perlakuan (campuran: menerima
glibenclamide dan ekstrak) tampak di sini memperkuat kedua bukti pada kedua periode
sebelumnya, dimana didapatkan hasil rerata kedua kelompok tidak berbeda secara
bermakna, kelompok A rerata GD2JPP 196,75 dan kelompok B 219,33) dengan nilai
p=0,43.
Perbedaan Selisih Kadar Glukosa Puasa Pasca Perlakuan
Perbedaan rerata selisih kadar GDP sebelum dan sesudah perlakuan pada ketiga periode
ditampilkan sebagai berikut :
Tabel 13 Perbedaan Selisih Kadar GDP pada Ketiga Periode
Periode Kelompok Perlakuan N Rerata
Selisih
GDP
SD p
I A Kontrol Glibenclamide 20 -2,55 41,78 0,002
B Ekstrak 21 -48,04 43,90
II A Ekstrak 20 -32,4 65,28 0,001
B Kontrol Glibenclamide 21 33,8 47,21
III A Campuran 20 -48,45 51,89 0,836
B Campuran 21 -51,85 52,78
-
17
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode I rerata selisih GDP kelompok
Glibenclamide -2,55 berbeda secara bermakna (p=0,002) atau menurunkan lebih kecil dari
rerata kelompok Ekstrak -48,04, demikian juga pada periode kedua, meskipun kelompok
subjek dibalik perlakuannya, namun masih tampak konsisten, bahkan rerata selisih GDP
pada kelompok Glibenclamide justru menaikkan 33,8 berbeda secara bermakna (p=0,001)
atau lebih tinggi dari rerata kelompok Ekstrak
(- 32,4). Pada periode ketiga dimana kedua kelompok, diberi perlakuan yang sama yaitu
diberikan kedua perlakuan (campuran: menerima glibenclamide dan ekstrak) tampak di
sini memperkuat kedua bukti pada kedua periode sebelumnya, dimana didapatkan hasil
rerata kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna, kelompok A rerata selisih GDP -
48,45 dan kelompok B -51,85 dengan nilai p=0,836.
Perbedaan Selisih Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial Pasca Perlakuan
Perbedaan rerata selisih kadar GD2JPP sebelum dan sesudah perlakuan pada ketiga
periode ditampilkan sebagai berikut :
Tabel 14 Perbedaan Selisih Kadar GD2JPP pada Ketiga Periode
Periode Kelom
pok
Perlakuan N Rerata
Selisih GD2
SD p
I A Kontrol Glibenclamide 20 -8,6 53,75 0,002
B Ekstrak 21 -73,38 68,37
II A Ekstrak 20 -57,59 36,69 0,0001
B Kontrol Glibenclamide 21 58,71 70,18
III A Campuran 20 -56,4 57,75 0,820
B Campuran 21 -61,33 78,29
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode I rerata selisih GD2JPP
kelompok Glibenclamide -8,6 berbeda secara bermakna (p=0,002) atau menurunkan lebih
kecil dari rerata kelompok Ekstrak -73,38, demikian juga pada periode kedua, meskipun
kelompok subjek dibalik perlakuannya, namun masih tampak konsisten, bahkan rerata
selisih GD2JPP pada kelompok Glibenclamide justru menaikkan 58,71 berbeda secara
bermakna (p=0,001) atau lebih tinggi dari rerata kelompok Ekstrak
(-57,59). Pada periode ketiga dimana kedua kelompok, diberi perlakuan yang sama yaitu
diberikan kedua perlakuan (campuran: menerima glibenclamide dan ekstrak) tampak di
sini memperkuat kedua bukti pada kedua periode sebelumnya, dimana didapatkan hasil
rerata kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna, kelompok A rerata selisih GD2JPP
-56,4 dan kelompok B -61,33 dengan nilai p=0,82.
-
18
A.3 Pemantauan Efek Samping
Pada subjek penelitian dilakukan pemeriksaan fisik, yaitu meliputi anamnesis
keluhan dan riwayat penyakit, pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, tekanan darah,
frekuensi pernafasan dan suhu) serta pemeriksaan fisik keadaan umum, meliputi kepala,
mata, telinga, hidung, mulut, tenggorok, leher, thorak, abdomen kulit dan ekstremitas,
yaitu pada kedua kelompok pada setiap kunjungan / kegiatan penelitian, yaitu keadaan pra
dan pasca perlakuan pada masing-masing ketiga periode perlakuan.
Hasil pemeriksaan pada seluruh subjek penelitian menunjukkan hasil dalam batas
normal dan tidak ada kelainan dari semua item pemeriksaan fisik dan tidak ada satu pun
subjek penelitian yang menunjukkan hasil yang tidak normal dari item pemeriksaan fisik
pada semua serial pemeriksaan, kecuali satu subjek penelitian yang dikeluarkan dari
penelitian berkaitan dengan keadaan penyakitnya (hipoglikemik, bukan karena perlakuann)
sebagai mana dilaporkan dalam alur rekruit subjek penelitian pada Bab dan bagan
sebelumnya. Pada bagian di bawah ini disajikan tabel uji beda selisih pengukuran beberapa
hasil pemeriksaan.
Tabel 4.15 Uji beda rerata selisih beberapa hasil pemeriksaan
F p t df
Selisih Sistolik pada akhir periode I 0,178 0,676 0,152 39
0,153 38,982
Selisih Diastolik pada akhir periode I 0,350 0,558 -0,251 39
-0,250 36,029
Selisih Nadi pada akhir periode I 0,009 0,927 0,924 39
0,923 38,616
Selisih SGPT pada akhir periode I 0,257 0,615 0,247 39
0,248 37,874
Selisih Mikral pada akhir periode I 0,064 0,802 1,789 39
1,790 38,988
Selisih Sistolik pada akhir periode II 0,108 0,744 0,774 39
0,777 38,431
Selisih Diastolik pada akhir periode II 0,017 0,898 0,348 39
0,348 38,600
Selisih Nadi pada akhir periode II 1,036 0,315 0,331 39
0,337 26,211
Selisih SGPT pada akhir periode II 0,007 0,935 0,368 39
0,368 38,947
-
19
Selisih Mikral pada akhir periode II 1,921 0,174 -0,952 39
-0,964 31,796
Selisih Sistolik pada akhir periode III 0,200 0,657 -1,634 39
-1,624 36,095
Selisih Diastolik pada akhir periode III 0,722 0,401 -0,407 39
-0,405 35,930
Selisih Nadi pada akhir periode III 0,048 0,827 0,817 39
0,815 38,087
Selisih SGPT pada akhir periode III 0,102 0,751 -0,728 39
-0,735 35,041
Selisih Mikral pada akhir periode III 6,310 0,066 1,106 39
1,124 28,501
Dari tabel di atas, dapat dilihat pada akhir ketiga periode, dimana masing-masing
kelompok menerima perlakuan sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya, indikator
selisih beberapa pemeriksaan yaitu selisih hasil pemeriksaan tekanan darah sistolik,
tekanan darah diastolik, frekuensi nadi, kadar SGPT plasma dan kadar microalbumin urin
semuanya menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistika, yaitu semua
menunjukkan nilai p>0,05. Hal ini didapatkan arti klinis bahwa pemberian dosis ekstrak 22
mg/kgBB pada subjek penelitian dinyatakan aman dan tidak menunjukkan perubahan pada
indikator-indikator pemeriksaan di atas.
A. PEMBAHASAN
B.1 Pembahasan Hasil Penelitian
Dari uraian pada sub bagian A.2 (A.2.1 s.d. A.2.5) dapat diambil resume hasil,
yaitu: rerata kadar GDP pasca perlakuan tidak ada perbedaan secara bermakna, sedangkan
pada kadar GD2JPP pasca perlakuan, selisih GDP, dan selisih GD2JPP, pemberian ekstrak
dosis 22mg/kgBB pada subjek penelitian terbukti memberikan hasil yang berbeda dan
bermakna secara statistika. Hal ini tentu saja sesuai dengan uji praklinis dari pemeberian
ekstrak sebelumnya, dimana didapatkan sediaan ekstrak menunjukkan efek menurunkan
glukosa darah pada dosis 27 mg/200 gBB atau setara dengan 1,5 g dosis pada manusia
dewasa. Bukti ini juga menguatkan uji praklinik lainnya, yang telah diteliti oleh M.
Masjhoer, Soediro Soetarno dan beberapa peneliti lainnya. Bukti ini merupakan uji klinis
pertama kali yang dilakukan untuk menguji formulasi pemberian ekstrak dan
menunjukkan hasil yang efektif dari pemberian ekstrak tersebut pada penderita DM tipe II.
-
20
Bila dilihat dari hasil penelitian, tampak bahwa pemberian ekstrak dengan dosis 22
mg/kgBB terbukt efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah 2 jam post prandial
(GD2JPP) hal ini terlihat dari variabel GD2JPP pada akhir perlakuan masing-masing
periode dan selisih GD2JPP awal dan akhir perlakuan terbukti konsisten berbeda reratanya
secara bermakna pada kelompok pemberian ekstrak dan kelompok glibenclamide. Tidak
demikian pada indikator GDP, dimana GDP pada akhir perlakuan pada kedua kelompok
tidak terbukti berbeda secara bermakna, meskipun bila dilihat indikator selisih GDP pada
awal dan akhir perlakuan juga terbukti berbeda secara bermakna. Dari bukti ini juga dapat
diambil perkataan lain, yaitu bahwa sebenarnya pemberian ekstrak juga menurunkan GDP
namun demikian penurunan ini pada keadaan akhirnya tidak berbeda secara bermakna
berlainan dengan GD2JPP yang menunjukkan pada keadaan akhir pun berbeda secara
bermakna.
B.2 Pemantauan Efek Samping
Pemantauan efek samping yang dilakukan dengan pemeriksaan fisik, termasuk di
dalamnya anamnesis terhadap keluhan yang mungkin timbul karena efek pemberian
ekstrak dilakukan secara terus-menerus dan sistematis pada saat subjek penelitian datang
berkunjung pada serial pemeriksaan yang dilakukan pada setiap periode perlakuan.
Pemantauan keadaan klinis ini tanpa kecuali juga dilakukan pada keadaan klinis yang
berhubungan dengan sistem tubuh yang sangat reaktif apabila ada substrat yang dicerna
tubuh, yaitu sistem pencernaan. Pemantauan dilakukan dengan melihat keadaan subjektif
dan objektif berkaitan dengan keluhan dan pemeriksaan fisik serta bila diperlukan
pemeriksaan penunjang yang berkaitan dengan sistem pencernaan. Dengan pemeriksaan
secara terus-menerus dan sistematis ini tentu saja akan mendeteksi secara awal apabila
terjadi perubahan fisiologi pada subjek penelitian, namun demikian selama proses
penelitian pada seluruh periode penelitian tidak dijumpai adanya perubahan, keluhan dan
keadaan klinis yang menunjukkan indikasi tidak normal atau adanya gangguan.
Hal ini tentu saja sesuai dengan hasil penelian sebelumnya, yaitu uji klinis fase I
(tahun pertama peelitian), dimana juga tidak ada perubahan fisiologis atau keadaan
gangguan klinis pada subjek penelitian pasca pemberian ekstrak. Pada uji klinis fase I
subjek penelitian merupakan individu yang sehat, sedangkan pada fase ini dilakukan
perlakuan pada penderita DM tipe II. Secara spesifik untuk melihat perubahan fisiologis
-
21
organ lain yang responsif terhadap adannya substrat yang dicerna tubuh, yiatu fungsi liver
dan ginjal diuraikan pada bagian di bawah ini.
B.2.1 Pemantauan Kadar SGPT
Kadar SGPT merupakan enzim indikator sebagai penanda adanya gangguan fungsi
liver. SGPT merupakan enzim yang terdapat di dalam sel otot jantung dan otot polos, serta
di liver. SGPT merupakan enzim yang terletak hanya di sel liver dan merupakan indikator
adanya gangguan liver yang bersifat akut, oleh karenanya dalam penelitian ini, pasca
pemberian dosis tunggal ekstrak, dipantau kadar SGPT pada akhir perlakuan dan
dibandingkan dengan keadaan sebelum perlakuan diberikan (awal peneltian).
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui, bahwa tidak ada perbedaan kadar SGPT
antara kelompok pada ketiga periode. Kadar SGPT tertinggi pun pada semua kelompok
pasca perlakuan menunjukkan masih di bawah angka normal. Hal ini menguatkan hasil
penelitian sebelumnya, yaitu Hayati: 1990, Herawati :1993, Soediro Soetarno: 1999, Elin
Sukarso: 2001, M.Mashoer: 2001, serta Charles Saerang & Azam: 2005(uji preklinis).
Dimana telah dilakukan uji toksisitas pra klinis pada hewan coba dimana menunjukkan
pemberian ekstrak daun angsana, pare, buncis dan sambiloto disimpulkan aman pada
binatang coba. Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti sendiri
pada uji klinis fase I.
B.2.2 Pemantauan Kadar Mikro Albumin Urin Pasca Perlakuan
Kadar ureum dan kreatinin merupakan indikator sebagai penanda adanya gangguan
fungsi ginjal. Namun demikian dalam keadaan fase akut kedua indikator ini tidak dapat
dijadikan indikator untuk menilai perubahan apabila terjadi gangguan fisiologis pada
sistem / traktus urinaria. Pemeriksaan ureum dan kreatinin hanya dilakukan pada saat
skrining untuk menentukan calon subjek penelitian dalam keadaan normal dari sistem
urinarianya. Adapun pemantauan efek samping dilakukan dengan pemeriksaan kadar
Micro Albumin urin pada saat sebelum dan setelah masing-masing periode perlakuan.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui, bahwa tidak ada perbedaan mikral urin
antara sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap periode. Kadar mikral tertinggi pun
pada semua kelompok pasca perlakuan menunjukkan masih di bawah angka normal. Hal
ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Hayati: 1990, Herawati
:1993, Soediro Soetarno: 1999, Elin Sukarso: 2001, M.Mashoer: 2001, serta Charles
-
22
Saerang & Azam: 2005. Dimana telah dilakukan uji toksisitas pra klinis pada hewan coba
dimana menunjukkan pemberian ekstrak daun angsana, pare, buncis dan sambiloto
disimpulkan aman pada binatang coba. Uji klinis fase I yang dilakukan pada tahun pertama
pun menunjukkan hasil yang sama.
SIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan: Kadar
Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial (GD2JPP) pada akhir perlakuan terbukti konsisten
berbeda secara bermakna (p=0,022 [periode I] dan p=0,027 [periode II]) pada perlakuan
dengan pemberian ekstrak dengan dosis 22mg/kgBB (rerata=178,57mg% [periode I] dan
213,40mg% [periode II]) dengan perlakuan kontrol glibenclamide (rerata=247,75mg%
[periode I] dan 281,04mg% [periode II]). Selisih Kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) pada
akhir perlakuan terbukti konsisten berbeda secara bermakna (p=0,002 [periode I] dan
p=0,001 [periode II]) pada perlakuan dengan pemberian ekstrak dengan dosis 22mg/kgBB
(rerata=-48,04 [periode I] dan -32,4 [periode II]) dengan perlakuan kontrol glibenclamide
(rerata=-2,55 [periode I] dan 33,8 [periode II]). Selisih Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post
Prandial (GD2JPP) pada akhir perlakuan terbukti konsisten berbeda secara bermakna
(p=0,002 [periode I] dan p=0,001 [periode II]) pada perlakuan dengan pemberian ekstrak
dengan dosis 22mg/kgBB (rerata=-73,38 [periode I] dan -57,59 [periode II]) dengan
perlakuan kontrol glibenclamide (rerata=-8,6 [periode I] dan 58,71 [periode II]). Kadar
Glukosa Darah Puasa (GDP) pada akhir perlakuan terbukti tidak berbeda secara bermakna
(p=0,105 [periode I] dan p=0,115 [periode II]). Hasil pemeriksaan fisik, termasuk tekanan
darah, nadi, kadar SGPT plasma dan kadar microalbumin urin terbukti dalam keadaan
normal pada keadaan sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing periode
perlakuan serta terbukti tidak ada perbedaan hasil pengukuran secara bermakna (semua
nilai p >0,05), dengan perkataan lain pemberian ekstrak 22mg/kgBB aman dan tidak ada
perubahan fisiologis secara akut selama rangkaian penelitian. Dari simpulan di atas dapat
ditarik kesimpulan akhir, yaitu bahwa pemberian dosis tunggal ekstrak daun angsana, pare,
buncis dan sambiloto dosis 22 mg/kgBB dinyatakan efektif menurunkan terutama GD2JPP
dan aman pada subjek penelitian penderita DM tipe II.
-
23
SARAN
Dari hasil penelitian ini dapat diberikan rekomendasi sebagai berikut :
Dilanjutkan penelitian ke tahap selanjutnya, yaitu fase III pada subjek penelitian dengan
karakteristik yang lain (multicenter) dengan tujuan memperkuat bukti yang telah
ditemukan sebagaimana juga dipersyaratkan untuk memperoleh status fitofarmaka oleh
Badan POM RI. Dilaksanakan uji klinis fase IV dengan tujuan memantau keamanan
ekstrak pasca peredaran di masyarakat baik efek samping secara akut dan kronis.
Merencanakan rancangan bisnis (business plan), dengan analisis kelayakan pasca
perolehan status fitofarmaka dan realisasi upaya-upaya peningkatan penggunaan oleh
direct dan indirect market. Secara sinergi dilakukan juga uji kelayakan pengembangan
produksi dengan melibatkan kluster-kluster di masyarakat serta kemitraan mutualisme
bersama sektor industri dan lembaga penelitian perguruan tinggi (LP2M UNNES) untuk
penjaminan kualitas dan pembberdayaan ekonomi kerakyatan.
DAFTAR PUSTAKA
_ _________. 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 50, 338, 354, 424, 591, 654 ,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
___________. 1992. Sepuluh Tahun Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri 1982-1991. Sumbangan Penelitian dalam Pembangunan
Perkebunan Rakyat, Bogor. Puslitbangtri-Departemen Pertanian RI
Altman, Douglas G. 2002. Practical Statistics for Medical Research. Washington DC :
Chapman and Hall / CRC. Aspiranti, T., 2006. Peran Industri Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia, Performa Vol.
III No. 1 Maret 2006, Bandung. Badan POM. 2005. Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI No. H.K.00.05.4.1380 tentang Pedoman cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik. Badan Pusat Statistik, 2006. Berita Resmi Statistik No. 47 / IX / 1 September 2006. Badan Pusat Statistik, 2007. Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, BPS, Jakarta. Bailey, Diana M. 2003. Research for the Health Proffesional. Philadelphia : FA Davis
Company.
Chandrasekar, F.1996, Penggunaan pankreas tikus terisolasi dalam uji aktivitas ekstrak
sambiloto, Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae) terhadap sekresi
insulin. Tugas Akhir: Jurusan Farmasi FMIPA ITB. Bandung (1996). Charles Saerang, Mahalul Azam. 2005. Uji Pre Klinik (Toksisitas dan Khasiat) Ekstrak
Angsana, Pare, Buncis dan Sambiloto untuk menurunkan gula darah. PT.
Nyonya Meneer-BBPT.
Dawson, Beth. 2000. Basic & Clinical Biostatistics. Singapore : McGraw Hill.
Departemen Kesehatan RI 1979, Materia Medika III, 20-25 (1979). Depkes RI. 1990. Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang
Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
-
24
Elin Yulinah, Sukrasno*) dan Muna Anom Fitri 2001Aktivitas Antidiabetika Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae), JMS Vol
6,hal 13-20 April 2001
Fellows, L .1992 Efficacy of Some Oral Hypoglycaemic Agents. The Lancet, 339, 130.
Herawati ,N. C. Soegiarso,Anna Setiadi Rant ; 2001 Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Paria (Momordica charantia L.) terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit . Sekolah Farmasi ITB. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id
Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica 1993, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam, Jakarta, 15-17 (1993).
Lubis, C. P., 2004. Implementasi Tri Darma Perguruan Tinggi dalam Mendukung
Disiplin Nasional, e-USU Repository, Medan.
M. Masjhoer, 2001Uji Klinik Ekstrak Etanol Terstandarisasi dari Campuran Herba
Sambiloto (Andrograhis aniculata) dan Daun Salam (Syzigium
polyantha)sebagai Anti Diabetes, Warta Litbangkes vol V 2001
Padmawinata, K. 1995. Potensi, Peluang dan Kendala Pengembangan Agroindustri
Tanaman Obat. BALITRO.
PERKENI. 2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 1-39,
PB.PERKENI, Jakarta
Santoso, S.O. 1993. Perkembangan Obat Tradisional dan Ilmu Kedokteran di Indonesia
dan Upaya Pengembangannya sebagai Obat Alternatif, Pidato Pengukuhan pada
Upacara Penerima Jabatan sebagai Guru Besar dan Farmakologi pada Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 4 September 1993.
Sidik . 1998. Perkembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia. Makalah
seminar pengobatan tradisional, FK Unpad.
Sjamsuhidayat, S.S. 1996. Keterpaduan Pihak-pihak Terkait Dalam Pengembangan
Agro Industri Tanaman Obat. Prosiding Forum Konsultasi Strategi dan
Pengembangan Agro Industri Tanaman Obat, Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat, Bogor.
Soedigdo, P., Kurniasari, A.A., Kiao, T.L. & S. Soedigdo,1972 Penghambatan Respirasi
Jaringan Oleh Ekstrak daun Sambiloto, Andrographis paniculata Nees, Proceeding Seminar Nasional : ITB, 6:4, 127-132 (1972)
Soediro Soetarno, Elin Yulinah Sukandar, Sukrasno dan Agung Yuwono 1999, Aktivitas
Hipoglisemik Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees,
Acanthaceae), JMS Vol. 4 No. 2, Oktober 1999
Soetarno, S., Sukandar, E.Y., Sukrasno & Yuwono, A.,1999 Aktivitas Hipoglisemik
Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees, Acanthaceae), J.M.S., 4:2, 62-69 (1999)
Sudigdo Sastroasmoro. 2002. Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : CV Sagung Seto :
2002.
Sukandar, E.Y. 2004. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi : Industri-Klinik-Teknologi
Kesehatan. Orasi Ilmiah Dies Natalis ITB ke 45, ITB, Bandung.
Wijesekera, R. O. B 1991. Plant-Derived Medicines and Their Role in Global Health in
the Medicine Plant Industry, Wijesekera (Ed), CRC Press, Inc., Florida
Yuliani, S., 2001, Prospek Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Obat Fitofarmaka.
Jurnal Litbang Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
top related