pengembangan masyarakat
Post on 01-Jan-2016
54 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Hasil Resume
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
NATALIA SINAGA
100901048
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
BAB I
PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBUAH
OVERVIEW TEORITIS
A. Pengertian Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat adalah upaya mengembangkan sebuah kondisi
masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan
saling menghargai. Semua kegiatan pengembangan masyarakat diarahkan untuk membentuk
sebuah struktur masyarakat yang mencerminkan tumbuhnya semangat swadaya dan
partisipasi. Pengembangan masyarakat meliputi usaha memperkukuh interaksi sosial dalam
masyarakat, menciptakan semangat kebersamaan, solidaritas diantara anggota masyarakat
dan membantu mereka untuk berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara berdialog secara
alamiah atau tanpa intervensi, didasari penuh pemahaman dan ditindaklanjuti dengan aksi
sosial nyata.
B. Keadilan Sosial : Sebuah Visi Pengembangan Masyarakat
Keadilan sosial menjadi prinsip penting dalam pengembangan masyarakat dan
pengembangan pusat-pusat pelayanan masyarakat. Keadilan sosial bekerja saling melengkapi
dengan perspektif ekologi. Keadilan sosial tidak lengkap tanpa adanya perlindungan terhadap
kelestarian ekologi. Keduanya berperan sebagai fondasi bagi pengembangan masyarakat.
Term keadilan sosial sering digunakan dalam berbagai makna. Dalam kerangka
pengembangan masyarakat, term keadilan sosial dibangun diatas enam prinsip yaitu
ketimpangan, kebutuhan, hak asasi manusia, perdamaian tanpa kekerasan, dan demokrasi
partisipatif.
C. Prinsip-prinsip Pengembangan Masyarakat
Prinsip-prinsip ini dimaksudkan sebagai seperangkat prinsip dasar yang akan
mendasari pendekatan pengembangan masyarakat bagi semua parktik masyarakat yaitu
pembangunan menyeluruh, melawan kesenjangan struktural, hak asasi manusia,
berkelanjutan, pemberdayaan, personal dan politik, kepemilikan masyarakat, kemandirian,
kebebasan dari negeri, tujuan langsung dan visi yang besar, pembangunan organik, laju
pembangunan, kepakaran eksternal, pembentukan masyarakat, proses dan hasil, integritas
proses, tanpa kekerasan, keterbukaan, konsensus, kooperatif, partisipasi, dan menentukan
kebutuhan.
D. Peran Pekerja Pengembangan Masyarakat
Dalam konteks pendampingan masyarakat ada tiga peran dan tugas yang menjadi
tanggung jawab para pekerja masyarakat yaitu:
1. Peran pedamping sebagai motivator
Dalam peran ini, pedamping berusaha menggali potensi sumber daya manusia, alam,
dan sekaligus mengembangkan kesadaran anggota masyarakat tentang kendala
maupun permasalahan yang di hadapi.
2. Peran pendamping sebagai komunikator
Dalam peran ini, pedamping harus mau menerima dan member informasi dan
berbagai sumber kepada masyarakat untuk dijasikan rumusan dalam penanganan dan
pelaksanaan berbagai program serta alternative pemecahan masalanya.
3. Peran pedamping sebagai fasilitator
Dalam peran ini, pedamping berusaha memberi pengerahan tentang penggunaan
berbagai teknik, strategi, dan pendekatan dalam pelaksanaan program.
E. Pengembangan Masyarakat Menuju Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat berbasis local jika perencanaan dan pelaksanaannya
dilakukan pada lokasi setempat dan melibatkan sumber daya lokal dan hasilnya pun dinikmati
oleh masyarakat lokal. Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang berbasis
lokal tidak membuat penduduk lokal sekedar penonton dan pemerhati diluar sistem, tetapi
melibatkan mereka dalam pembangunan itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat berorientasi
kesejahteraan apabila dirancang dan dilaksanakan dengan fokus untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraan masyarakat dan bukannya meningkatkan produksi.
F. Manajemen Pengembangan Masyarakat
Kebanyakan pekerja sosial menyusun kegiatan pengembangan masyarakat melalui
beberapa langkah secara bertahap sesuai kondisi dan kebutuhan warga yang menjadi sasaran
kegiatan. Langkah-langkah perencanaan program meliputi enam tahap yaitu tahap pemaparan
masalah, tahap analisis masalah, tahap penentuan tujuan dan sasaran, tahap perencanaan
tindakan, tahap pelaksanaan kegiatan, dan tahap evaluasi.
BAB II
LSM DAN DISKURSUS PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
A. LSM Sebagai Sebuah Gerakan Sosial
Sebagian kalangan memahami LSM sebagai kumpulan warga akar rumput yang
aktifitasnya dilakukan secara terorganisir untuk mengkritisi proyek-proyek pemerintah.
Sebagian kalangan yang lain memahami LSM sebagai kumpulan para ahli yang member
saran kepada pemerintah tentang suatu masalah secara netral atau koalisi dari perwakilan
kalangan industri yang menyampaikan pemikirannya kepada pemerintah. LSM termasuk
salah satu bagian dari organisasi civil society yang menaruh perhatian pada urusan-urusan
kemasyarakatan yang umumnya dikelolah dalam wadah kelompok sosial serta memobilisasi
sumber daya berdasarkan nilai-nilai dan visi sosial. Di pihak lain, muncul pandangan bahwa
tidak semua LSM bias dikatakan sebagai dari civil society. Civil society lahir bukan sesuatu
yang given akan tetapi, dari interaksi yang panjang. Sehingga pertama-tama dan yang paling
penting adalah melihat interaksi LSM dalam kaitannya dengan masyarakat, negara maupun
pasar. LSM bias dikatakan sebagai elemen civil society ketika ia mewakili kepentingan
masyarakat dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi.
B. Keberpihakan LSM Terhadap Masyarakat Lapis Bawah
1. Pengembangan Masyarakat Lapis Bawah
Upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang digagas LSM pada
umumnya memusatkan perhatian kepada nasib orang-orang kecil. Orang kecil adalah
kelompok masyarakat yang dianggap kurang beruntung karena mereka berada dalam
situasi serba tersa dibalut oleh berbagai kondisi yang menekan kehidupan mereka.
Kondisi-kondisi yang menekan kehidupannya antara lain berupa lemahnya nilai tukar
hasil produksi, lemahnya organisasi rendahnya perkembangan sumber daya manusia,
rendahnya produktivitas, lemahnya akses dari hasil pembangunan, minimnya modal
yang dimiliki, rendahnya pendapatan, sederahnya teknologi yang dimiliki, adanya
kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, minimnya kemampuan berpartisipasi
dalam sistem pembangunan nasional, lemahnya posisi tawar menawar. Kalau kondisi-
kondisi tersebut dikaitkan satu sama lain dalam pola hubungan sebab akibat, maka
muncullah wajah orang kecil yang serba kurang mampu berbentuk segita yang terdiri
dari rendahnya pendapatan, adanya kesenjangan sosial yang semakin lebar dan
rendahnya kemampuan berpartisipasi dalam sistem nasional. Kalau ditelusuri sebab-
sebabnya, maka yang menjadi sebab paling pokok adalah lemahnya pengembangan
sumber daya manusia.
2. Paradigma dan Tipologi LSM
Fakta bahwa kecenderungan LSM mengembangkan paradigm perjuangan berbeda-
beda setidak-tidaknya pernah disampaikan oleh Mansour Faqih. Menurutnya, ideologi
LSM terutama yang berkembang di Indonesia bias digolongkan ke dalam tiga jenis
yaitu LSM berparadigma konformis, LSM berparadigma reformisme, LSM
berparadigma transformative.
C. Model-model Pengembangan Masyarakat
Dalam sejarahnya, pendekatan yang digunakan dalam kegitan pengembangan
masyarakat yang dilaksanakan oleh organisasi kemasyarakat seperti LSM dapat
dikelompokkan dalam tiga jenis. Pertama, the welfare approach yang dilakukan dengan
member bantuan kepada kelompok-kelompok tertentu misalnya mereka yang terkena
musibah. Kedua, the development approach yang dilakukan terutama dengan memusatkan
kegiatannya kepada perkembangan proyek pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan, kemandirian, dan keswadayaan masyarakat. Ketiga the empowerment approach
yang dilakukan dengan melihat kemiskinan sebagai akibat proses politik dan berusaha
memberdayakan atau melatih rakyat untuk mengatasi ketidakberdayaan.
D. Spektrum Keterlibatan LSM Dalam Pengembangan Masyarakat
Kebanyakan aktivis sosial melaksanakan peran-peran pendampingan ketika program
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sedang berjalan. Peran aktivis sosial sebagai
pendamping sangat krusial dalam menghidupka dan mengembangkan kegiatan kelompok.
Pedamping selama menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok berperan
sebagai fasilitator, komunikator, maupun dinamisator. Dengan adanya pendamping ini,
kelompok diharapkan bias terbantu untuk tumbuh dan berfungsi sebagai suatu kelompok
kegiatan yang mandiri atau tidak tergantung pada pihak luar. Untuk itu, pendamping
diharapkan menjadi tenaga ahli yang membantu kelompok dalam masa-masa tertentu dan
diharapkan kelompok nantinya dapat berfungsi secara mandiri.
BAB III
PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MODEL
PEMBANGUNAN ALTERNATIF
A. Konsep Pembangunan Berbasis Masyarakat
Model pembangunan alternatif menekankan pentingnya pembangunan berbasis
masyarakat berparadigma bottom up dan lokalitas. Munculnya model pembangunan alternatif
didasari oleh sebuah motivasi untuk mengembangkan dan medorong struktur masyarakat
akan menjadi lebih berdaya dan menentang struktur penindasan melalui pembuatan regulasi
yang berpijak pada prinsip keadilan. Pendekatan yang dipakai dalam model pembangunan
dari luar serta sangat menyertakan partisipasi orang-orang lokal. Model pembangunan
alternatif ini bercirikan partisipatoris dan menekankan pemenuhan kebeutuhan pokok dan hak
asasi manusia dalam setiap langkah-langkahnya. Pembangunan partisipatoris artinya
menekankan partisipasi luas, aksesibilitas, keterwakilan, masyarakat dalam proses
perencanaandan pengambilan keputusan yang mempengaruhi nasib mereka.
B. Memerhatikan Dimensi Keberlanjutan
Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam perspektif pembangunan alternatif
sangat memerhatikan prinsip keberlanjutan sumber daya alam. Prinsip keberlanjutan ini
dalam konteks pembangunan diterjemahkan melalui pengolahan sumber alam yang dapat
diperbarui, proses daur ulang terhasap limbah serta mengolah dan mengelola limbah sehingga
membawa dampak negatif bagi ekosistem jika limbah ttidak dikelola dan diolah dengan baik.
Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan perlu dipahami secara moderat yang
menekankan pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam berjalan bersamaan
dengan perlindungan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam. Disini ada
upaya saling memperkuat satu sama lain. Esensi dari pembangunan berkelanjutan adalah
hubungan stabil anatara aktivitas manusia dam sumber alam, yang tidak mengurangi prospek
generasi masa depan dalam menikmati kualitas kehidupan sama baiknya dengan kita sendiri.
C. Menekankan Partisipatori
Gagasan pembangunan alternatif yang dilaksanakan melalui program pengembangan
masyarakat sering kali menggunakan pendekatan participatory rural appraisal (PRA).
Pemilihan PRA cukup relevan dengan kondisi sosial kelompok sasaran yang sangat
membutuhkan dorongan dari pihak luar untuk membangkitkan semangat berswakaryanya.
Sesuai dengan maksudnya, PRA adalah pendekatan dan metode untuk mengembangkan
kemampuan warga lokal dalam membagi, meningkatkan, dan menganalisis pengertahuan
mereka tentang kehidupan dan kondisi, merencanakan dan membuat. PRA dianggap sebagai
metode dan pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan, dari dengan dan
oleh warga desa. Jadi PRA menekankan analisis, perencanaan dan tindakan.
D. Mengembangkan Modal Sosial
Strategi reaktualisasi pembangunan sosial dipilih LSM selama ini dilakukan melalui
dua model kegiatan intervensi yaitu;
1. Model Social Action, menekankan pada gerakan pengembangan masyarakat yang
dilakukan secara partisipatif.
2. Model Sustainable, dilakukan dengan memehartikan aspek-aspek keseninambungan
yang maksudnya sebagai upaya pengembangan kehidupan masyarakat yang
menekankan pada intervensi modal sosial, modal manusia, modal fisik, dan modal
alamiah.
E. Mengahapus Ketimpangan Gender
Konsep pemenuhan kebutuhan strategis gender muncul karena adanya nalisis
ketimpangan relasi gender laki-laki perempuan yang hidup di masyarakat. Fokus kegiatannya
adalah pada upaya penyetaraan relasi dan partisipasi perempuan dengan laki-laki dalam hal
pembuatan keputusan, akses yang sama untuk mendapatkan kesempatan bekerja, pendidikan,
latihan, kepemilikan tanah, kekayaan dan kredit, upah yang sama dengan lelaki untuk jenis
pekerjaan yang bernilai sama kebebasan untuk memilih dalam pernikahan dan reproduksi,
perlindungan terhadap pelecehan seksual dan kekerasan yang dilakukan suami dirumah.
Pendekatan pemberdayaan, menekankan pada fakta bahwa perempuan mengalami penekanan
yang berbeda menurut bangsa, kelas sosial, sejarah, penjajahan colonial, dan kedudukannya
dalam orde ekonomi internasional masa kini. Dengan demikian, perempuan tetap harus
menantang struktur dan situasi yang menekannya secara bersama pada tingkatan yang
berbeda.
BAB IV
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS GERAKAN
KEAGAMAAN
A. Pendahuluan
Perkembangan LSM sebagai gerakan sosial terorganisasi di Indonesia sejak tahun
1970 sangatlah mengesankan jika ditinjau dari segi jumlah, keragaman, serta letak geografis.
Jika pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an hanya sedikit gerakan sosiall dan
kelompok non-pemerintah yang secara aktif memiliki kepedulian dan kemampuan untuk
menangani masalah-masalah pembangunan, kini keadaan tersebut sudah jauh berubah yang
ditandai dengan berdirinya ribuan LSM. Salah satu tipologi LSM yang dibentuk di
lingkungan pesantren yaitu Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (BPPM)
Pesantren Maslakul Huda (PMH) Kajen Margoyoso Pati, sebuah LSM yang didirikan oleh
Kiai M.A Sahal Mafudh dan para santri senior.
B. Ide Pengembangan Masyarakat
Pembentukan Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat dalam lingkup
pesantren dianggap sebagai upaya mendekatkan ajaran islam dengan masyarakat.
Pemahaman ajaran Islam dengan realitas masyarakat. Pemahaman ajaran islam secara
kontekstual ini diperkenalkan melalui pemikiran fiqih berdimensi sosial-konteksual serta
berbagai aksi pembangan masyarakat yang relevan dengan permasalahan, kebutuhan, dan
kemampuan yang ada di masyarakat. Tentu saja inovasi Kiai Sahal dan kawan-kawan cukup
relevan denga tuntutan profesionalisme dalam menangani segala kegiatan termasuk ketika
mengelola lembaga pesantren. Peran-peran pesantren secara tradisional sejauh meliputi tiga
hal. Pertama, transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam. Kedua, pemeliharaan tradisi Islam,
Ketiga, reproduksi atau mencetak ulama.
Di era modernitas, peranan tradisional pesantren seperti ini belum memadai kerena
umat Islam sudah dihadapkan pada kompleksitas masalah sosial. Untuk itu, peran pesantren
sudah seharusnya diperluas dengan mengakomodasi tuntutan masyarakat modern yang
sedang gencar-gencarnya membangun di berbagai bidang. Pada konteks ini pesantren bias
menawarkan gerakan alternative pembangunan yang berpusat pada masyarakat itu sendiri dan
sekaligus sebagai pusat pengembangan pembangunan yang berorientasi pada nilai.
C. Aksi-aksi Pengembangan Masyarakat
Pembentukan lembaga BPPM Pesantren Maslakul Huda tentu saja memiliki sejumlah
tujuan positif. Tujuan langkah pendeknya adalah untuk mencetak kader desa dan pesantren
sebagai TPM dan agent of social change menumbuhkan dan mengembangkan kelompok
swadaya yang akan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam rangka memenuhi
kebutuhan kebutuhan lahir maupun batin mengembangkan pesantren sebagai pusat informasi
dan pengembangan masyarakat. Sementara itu, tujuan jangka panjangnya adalah untuk
mengembangkan kreativitas dan produktivitas masyarakat dan keluarga pesantren melalui
pengembangan swadaya, swakarsa, memunculkan model-model pengembangan masyarakat
melalui lembaga pokok pesantren, melestarikan antar dialog pesantren dan masyarakat demi
berpartisipasi dalam membangun bangsa.
Adapun sasaran program pengembangan masyarakat yang ditangani BPPM Pesantren
Maslakul Huda adalah warga masyarakat rentan yang sangat menambakan perhatian, seperti
kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah atau kalangan lapis bawah yang kurang
tersentuh kegiatan pembangunan dan berada di daerah yang masih dalam jangkauan pengaruh
pesantren. Dengan demikian, kelompok sasaran program pengembangan masyarakat melalui
pesantren meliputi buruh tani, petani berlahan sempit, nelayan, pengrajin rumah tangga,
pedagang kecil, pengusaha kecil, dan lain-lain. Sejumlah kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat yang dilaksanaka BPPM Pesantren Maslakul Huda meliputi:
pembentukan dan fungsionalisasi kelompok, konsultasi usaha, pengembangan modal dan
kegiatan produktif, supervise, pemantauan dan evaluasi.
BAB V
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS PENERAPAN
TEKNOLOGI TEPAT GUNA
A. Visi Dian Desa Tentang Pemberdayaan Masyarakat
Visi Dian Desa adalah memperbaikin kehidupan masyarakat miskin melalui
pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam berbagai sektor. Pilihan terhadap
pengembangan tepat guna sebagai alternatif pengembangan masyarakat meruapakan suatu
terobosan yang signifikan dalam rangka mengakselerasi pembanguanan menuju masyarakat
mandiri. Pengembangan dan peyebaran teknologi yang berbasis kebutuhan masyarakat
sebagai digagas LSM Dian Desa telah memberikan dampak konkret bagi masyarakat dan
menjadi upaya efektif dalam meningkatkan indikator keberhasilan pembanguan di suatu
daerah. Dalam mewujudkan visi tersebut, LSM Dian Desa mengemban misi untuk
melakukan serangkaian aksi konkret dalam meningkatkan kualitas hidup kelompok miskin
yang menjadi sasaran program. Dalam praktiknya, Dian Desa melakukan serangan langsung
pada akar masalah yang dihadapi warga dan memecahkan masalah itu melalui pengembangan
teknologi tepat guna. Pengembangan teknologi tepat guna yang dilakukan sesuai kebutuhan
warga, situasi kondisi setempat, potensi yang dimiliki warga baik potensi alamiah maupun
sumber sumber daya manusia serta memerhatikan kebiasan maupun tata laku penduduk
setempat dengan menghindari lompatan-lompatan terlalu jauh kearah modern. Dengan
pengenalan teknologi tepat guna akan mempermudah hidup masyarakat khususnya yang
kurang mampu kerena banyak pilihan.
B. Manajemen Pengembangan Masyarakat Yang Dilakukan Dian Desa
1. Pengorganisasian Program Pengembangan Masyarakat
Segmen sosial yang menjadi sasaran program Dian Desa selalu berkembang.
Kelompok sosial yag menjadi sasaran inti program Dian Desa adalah elemen
masyarakat yang rentan, terisolasi dan sangat membutuhkan pertolongan. Mereka
terdiri dari para pengumpul sampah, buruh tani, petani berlahan sempit, nelayan,
pedagang kecil, orang-orang yang tinggal di daerah terisolasi seperti pegunungan
serta kelompok masyarakat miskin lain, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Adapun strategi yang dipilih Dian Desa dalam mengembangkan kehidupan kelompik
sasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Membimbing, mendorong, dan mendukung masyarakat untuk membuat
keputusan sendiri serta menjadi kekuatan utama dalam program.
b. Menumbuhkan, mengembangkan prakarsa masyarakat dan perasaan memiliki
terhadap program dan rasa tanggung jawab atas keberhasilannya.
c. Melibatkan kelompok sasaran dalam setiap program mulai dari tahapan
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi hingga pascaprogram.
Sementara itu, pendekatan yang digunakan Dian Desa dalam menangani program
pengembangan masyarakat ada dua. Pertama, pendekatan proyek langsung. Dalam proyek
langsung, Dian Desa bertindak sebagai pemilik proyek sedangkan tenaga dari luar yang
terlibat bertindak sebagai konsultan teknis atau tenaga ahli. Kedua, pendekatan kelembagaan.
Pendekatan kelembagaan dilakukan dengan cara menumbuhkan organisasi dilingkungan
warga yang menjadi sasaran program yang kelak diharapkan menjadi motor penggerak
kegiatan pengembangan masyarakat.
Proses implementasi pendekatan kelembagaan ini dapat dicermati pada kegiatan:
pembentukan kelompok, membangkitkan partisipasi masyarakat, mengembangkan
mekanisme musyawarah, serta membangun jaringan. Empat bentuk kegiatan yang dijalankan
Dian Desa tersebut dijelaskan sebagai berikut yaitu:
a. Membentuk kelompok swadaya masyarakat
b. Membangkitkan partisipasi masyarakat
c. Memupuk dan mengembangkan mekanisme musyawarah
d. Membangun jaringan local sebagai mitra bekerja
BAB VI
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A. Pendahuluan
Program pemberdayaan perempuan yang dilakukan LSM Yasanti dimaksud untuk
meningkatkan kualitas hidup kaum buruh perempuan, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun
politik. Sementara itu, program pemberdayaan perempuan yang dilakukan Rifka Annisa
dimaksudkan untuk memperkuat kedudukan perempuan aga sederajat dengan laki-laki.
Dengan posisi yang kuat akan menghindarikan mereka dari tindakan kekerasan. Tujuan ini
direalisasikan oleh Rifka Annisa melalui serangkaian upaya pereventif dan kuratif demi
membebaskan perempuan dari cengkeraman budaya patriarki dan tindakan kekerasan.
Upaya-upaya pemberdayaan perempuan sebagaimana dilakukan oleh LSM Yasanti dan Rifka
Annisa dalam konteks sekarang cukup signifikan untuk dilakukan. Ada beberapa alasan yang
mendukung pernyataan ini. Pertama, proses pembangunan Indonesia yang menekankan
pertumbuhan ekonomi dan modernisasi sejauh ini belum berpihak terhadap kepentingan
kaum perempuan. Kedua, meski saat ini pengakuan secara normative terhadap hak-hak
perempuan semakin kuat, pengakuan pada tataran formalitas ternyata tidak secara otomatis
diiringi dengan implementasi secara sungguh-sungguh di lapangan. Ketiga, belum sterilnya
kultur sehari-hari kita dari streotip atau pelabelan terhadap kelompok perempuan yang
cenderung memarginalkan perempuan.
B. Upaya-upaya Pemberdayaan Perempuan
Model pemberdayaan perempuan yang dipilih LSM Yasanti bersifat integrasi
multidimensional. Hal ini berarti pemberdayaan yang dilaksanakan menekankan pentingnya
keterpaduan antara dimensi pemberdayaan ekonomi, psikologis, fisik, advokasi, human
capital.
Pemberdayaan ekonomi bagi kaum perempuan hingga kini masih belum berjalan
sesuai yang diharapkan. Hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Pertama,
perempuan dalam bekerja sering terganggu karena mengalami kehamilan atau menghadapi
keadaan darurat yang menuntut kehadirannya dirumah, misalnya ketika keadaan anak yang
sedang sakit. Kedua, banyak pekerjaan yang memprioritaskan laki-laki terutama yang
memberi bayaran tinggi sehingga perepuan hanya memperoleh kesempatan kerja dengan
bayaran lebih rendah. Pada umumnya, perempuan berpenghasilan lebih rendah dari laki-laki,
meskipun perempuan sudah mengalami perbaikan dan peningkatan keterampilan dan
pendidikan profesional. Tenaga kerja perempuan masih mengalami diskriminasi menyangkut
hak atas imbalan dan tunjangan yang sama dengan pria. Selain itu, suami dalam kenyataanya
diasumsikan sebagai penacari nafkah dan kepala keluarga, sehingga hanya tenaga kerja laki-
laki yang dianggap menjadi tulang punggung keluarga. Dengan demikian, tunjangan dan
fasilitas lainnya sering kali hanya dapat dinikmati oleh tenaga kerja laki-laki saja.
Pemberdayaan dalam aspek psikologi dilakukan dengan memperkuat mentalitas atau
kejiwaan dan spiritualitas atau rohaniah kalangan perempuan agar mereka mampu
menghadapi kehidupan dengan positif, kuat, optimis, dan kreatif. Metode yang digunakan
adalah pengajian keagamaan, pemberian konseling atau bimbingan psikologis dan forum-
forum tatap muka lain secara periodik atau terjadwal. Pemberdayaan dalam konteks ini tidak
bermaksud membekali perempuan dengan kekuasaan dan kekayaan, tetapi membuat mereka
sadar terhadap dirinya dan apa yang diinginkannya dari hidup ini. Interkasi antara perempaun
dan laki-laki didasarkan atas pengambilan keputusan bersama, tanpa ada yang memerintakan
dan diperintah, tidak ada yang merasa menang atau dikalahkan. Pemberdayaan didasarkan
atas kerja sama, untuk mencapai tujuan bersama, dengan hubungan timbale balik yang saling
memberdayakan antara laki-laki dan perempuan.
Pemberdayaan dalam aspek fisik atau kesehatan sangat penting bagi para buruh
perempuan, demi menjaga kesehatan atau daya tahan tubuh mereka dari serangan penyakit.
Upaya pemberdayaan dalam aspek fisik, antara lain dilakukan dengan menyelenggara
pemeriksaan kesehatan bagi para buruh perempuan. LSM Yasanti bekerja sama dengan PKBI
(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Yogyakarta mengadakan pemeriksaan rutin
pada setiap hari minggu pon (35 hari sekali). Pemeriksaan dilakukan dengan cara gratis.
Keluhan-keluhan kesehatan seperti pusing, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah,
masuk angina tau pegal linu akan ditangani oleh dokter dan diberikan obatnya secara cuma-
cuma. Dalam pemeriksaan ini juga dilakukan ceck up terhadap penyakit berat seperti kanker
melalui papsmear. Sebuah metode terbaik untuk mendeteksi gangguan cercival secara dini.
Pemberdayaan dalam aspek advokasi dilakukan oleh LSM Yasanti dengan
memberikan pembelaan secara ligitatif terhadap buruh yang menjadi korban kekerasan.
Advokasi adalah upaya-upaya pembelaan yang terus-menerus dan terorganisir untuk
melakukan perubahan melalui pendampingan, pembelaan, perlawanan agar peraturan,
kebijakan atau keputusan-keputusan yang dibuat penguasa ataupun pengusaha tidak
menindas atau merugikan pihak-pihak yang lemah seperti buruh perempuan.
Pemberdayaan buruh perempuan dalam aspek human capital dilakukan oleh LSM
Yasanti dengan mengorganisasikan kelompok-kelompok belajar, memfasilitasi terbentuknya
organisasi kelompok-kelompok sasaran, mengadakan pelatiha manajemen keorganisasian dan
memberikan pendidikan penyadaran gender. Semua upaya ini diarahkan untuk
meeningkatkan kapasitas intelektual dan skill parah buruh agar mereka memiliki daya tawar
yang lebih baik. Pemberdayaan aspek human capital direalisasikan LSM Yasanti dengan
membentuk Kelompok Beajar Antar Pabrik di wilayah Industri Ungaran Semarang sejak
tahun 2002 dan kegiatan belajar huruf batin bagi buruh gendong yang tinggal di sebelah timur
Pasar Beringharjo.
top related