pengaturan mengenai keanggotaan dalam perkumpulan koperasi
Post on 02-Oct-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN
KOPERASI SEBAGAI BADAN USAHA BERBADAN HUKUM
Anbiya Annisa, Bono Budi Priambodo
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
E-mail: anbiya.annisa@ui.ac.id
Abstrak
Data yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
dari tahun 2010 sampai tahun 2015 menunjukan bahwa jumlah koperasi tidak aktif di
Indonesia tidak sedikit. Salah satu faktor dari tingginya jumlah koperasi tidak aktif di
Indonesia adalah masalah keanggotaan, yaitu berkaitan dengan komitmen anggota-
anggota koperasi yang tidak berlangsung lama hingga akhirnya meninggalkan
koperasi menjadi koperasi tidak aktif. Di sisi lain, peraturan mengenai syarat
pembentukan Koperasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian menentukan sekurang-kurangnya dua puluh (20) orang
untuk mendirikan koperasi. Dibandingkan dengan badan usaha lain jumlah sebagai
syarat pendirian koperasi adalah jumlah yang terbanyak. Hal tersebut nyatanya turut
meningkatkan resiko masuknya calon anggota koperasi yang tidak memiliki tujuan
yang sama dengan anggota-anggota koperasi, yaitu untuk mensejahterakan hidupnya.
Maka dari itu, skripsi ini disusun dengan metode yuridis normatif untuk menekankan
bahwa dibutuhkan pengaturan yang lebih jelas tentang anggota seperti apa yang
seharusnya masuk kedalam sebuah koperasi. Dalam undang-undang yang mengatur
tentang koperasi, perlu dijelaskan lebih lanjut terkait prinsip dan asas yang khusus
membahas keanggotaan koperasi. Selain itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk
menekan jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia, seperti diadakannya Pra-Koperasi
dan Pengendalian Intern Koperasi.
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
2
Abstract
Quantitative data from 2010 to 2015, which has been released by The Ministry of
Cooperative and Small/Medium Enterprises shows that the number of inactive
cooperatives in Indonesia needs some solutions. One of the problems is cooperative
member, whose commitment only last for a short period of time, and finished with
them leaving the cooperation inactive. On the other hand, Act No. 25 Year 1992
stated that the minimum quantity to establish cooperative is twenty members.
Compared to other business entity, this quantity is pretty much higher and put
cooperative in a risk of having a lot of members who don’t share the same goals,
which is prosperity. Therefore, this thesis was made from juridical-normative method.
This thesis wants to emphasize that Indonesia critically needs a new regulations to
make a clearer definitions and requirements about cooperative members. The
regulations should have a separate article in relation to the principle of cooperative
membership. Furthermore, Pre-Cooperatives and Internal Control are needed to
minimize the number of inactive cooperatives in Indonesia.
Key words: cooperative, inactive cooperative, membership
Pendahuluan
Di Indonesia jumlah koperasi tidak aktif cukup tinggi. Koperasi tidak aktif
adalah koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota dalam tiga tahun berturut-
turut dan atau tidak melaksanakan kegiatan usaha.1 Berdasarkan data yang diperoleh
dari situs Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, didapatkan data
jumlah koperasi tidak aktif dari tahun 2010 sampai tahun 2015 sebagai berikut2:
No. Tahun Jumlah
Koperasi
Koperasi
Aktif (%)
Koperasi
Tidak
Aktif
(%)
1 Indonesia, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Peraturan Menteri Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Revitalisasi Koperasi, No PM 25 Tahun 2015, Ps. 1 butir 4. 2 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Data Koperasi 2010-2015,
http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/, diakses tanggal 17 Desember
2016
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
3
1 2010 177.482 124.855 70 52.627 30
2 2011 188.181 133.666 71 54.515 29
3 2012 194.295 139.321 71 54.974 29
4 2013 203.701 142.117 70 60.584 30
5 2014 209.488 147.249 70 62.239 30
6 2015 212.135 150.233 70 61.912 30
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa hampir setiap tahunnya jumlah
koperasi di Indonesia selalu meningkat. Fakta ini menunjukan bahwa Indonesia masih
belum mampu untuk mengurangi jumlah koperasi tidak aktif dengan signifikan.
Munculnya koperasi tidak aktif bukanlah tanpa alasan, hal ini berindikasi pada
lemahnya semangat perangkat organisasi koperasi untuk mencapai tujuan yang dicita-
citakan saat membentuk koperasi. Bahkan mengindikasikan bahwa sebenarnya
maksud dan tujuan dalam mendirikan koperasi tersebut bukanlah untuk mendapatkan
kesejahteraan dengan usaha bersama-sama namun untuk maksud dan tujuan lain yang
tidak sejalan dengan asas dan prinsip koperasi. Apalagi, salah satu fenomena yang
terjadi adalah pembentukan koperasi yang dilandasi oleh pemberian bantuan dari
partai politik kepada koperasi-koperasi di daerah tertentu, sehingga menyebabkan
maksud didirikannya koperasi adalah hanya untuk menerima aliran dana tersebut dan
bukan untuk menjalankan koperasi. Salah satu faktor inilah yang turut
menyumbangkan jumlah koperasi tidak aktif.3
Di sisi lain, menurut Pasal 6 Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun
1992, untuk dapat membentuk sebuah koperasi primer4 dibutuhkan 20 (dua puluh)
orang. Jumlah ini dapat dikatakan cukup banyak bila dibandingkan dengan badan
usaha lain seperti PT, CV, atau Firma hanya dibutuhkan dua orang dalam
pendiriannya.
3 Hasil wawancara dengan Bpk. Eko Puryanto SE, MM, Kepala Bidang Partisipasi Modal dan
Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, tanggal 14 Desember 2016 4 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.25 Tahun 1992, LN No. 116 Tahun
1992, Pasal 1 butir 3. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-
seorang.
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
4
Melihat awal mula pembentukan koperasi yang didasari oleh perkumpulan,
maka timbul pertanyaan terkait jumlah persyaratan pembentukan koperasi yang cukup
banyak karena perkumpulan dapat terbentuk oleh dua orang.5 Kemudian, apabila
merujuk pada peraturan yang membahas tentang perkumpulan di Indonesia, seperti
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan, tidak diatur mengenai jumlah minimum
anggota untuk mendirikan sebuah perkumpulan. Begitupun pada Undang-Undang
tentang Organisasi Kemasyarakatan, hanya dipersyaratkan minimal tiga orang untuk
melakukan pendirian.6
Hal ini menimbukan sebuah ketidakjelasan terkait dengan maksud dari
ditetapkannya jumlah dua puluh orang sebagai syarat pembentukan koperasi primer.
Dengan menetapkan 20 (dua puluh) orang sebagai jumlah minimal dalam mendirikan
koperasi, maka upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja anggota
menjadi lebih sulit. Jangan sampai, koperasi hanya berisi anggota yang menunggu
Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahunnya tanpa melakukan kegiatan perkoperasian
atau bahkan hanya menjadi anggota “bayangan” yang hanya digunakan untuk
memenuhi ketentuan minimal 20 (dua puluh) orang dalam mendirikan koperasi.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan pokok yang akan
dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai perkumpulan koperasi di Indonesia?
2. Bagaimanakah ketentuan mengenai keanggotaan dalam perkumpulan
koperasi dalam hukum Indonesia?
3. Bagaimanakah seharusnya perkumpulan dan keanggotaan koperasi diatur
untuk menjamin kesinambungan dan efektivitas perkumpulan koperasi
sebagai badan usaha berbadan hukum?
Adapun, tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu
hukum, terutama dalam bidang Hukum Koperasi terkait dengan analisis pengaturan
keanggotaan dalam koperasi sebagai badan usaha yang berbadan hukum. Sedangkan
tujuan khusus dalam penelitian ini adalah memberikan penjelasan mengenai
5 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi di Indonesia (Jakarta:
Dian Rakyat, 1978) hlm. 2 6 Indonesia. Undang-Undang Organisasi Masyarakat, UU No,17 Tahun 2013, LN Nomor
5430 Tahun 2013, Ps.9
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
5
pengaturan perkumpulan koperasi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia,
memberikan penjelasan mengenai pengaturan keanggotaan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta memberikan analisis mengenai
peraturan keanggotaan koperasi yang seharusnya diatur untuk menjamin
kesinambungan dan efektivitas koperasi.
Tinjauan Teoritis
Untuk mengetahui konsep-konsep yang berkaitan dan akan muncul dengan
penelitian ini, maka dibutuhkan istilah-istilah yang akan digunakan. Hal ini juga
dilakukan untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran oleh pembaca. Berikut ini
adalah penjelasan dan pengertian dari konsep-konsep tersebut yang diambil dari judul
dan permasalahan penelitian:
1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan.7
2. Anggota koperasi adalah orang-orang / badan hukum koperasi yang
merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi yang tercatat dalam
buku anggota.8
3. Menurut Utrecht, badan hukum (rechtspersoon), yaitu badan yang menurut
hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan,
bahwa badan hukum ialah pendukung hak yang tidak berjiwa, atau yang lebih
tepatnya bukan manusia.9
4. Menurut H.M.N Purwosutjipto, yaitu yang dimaksud dengan perkumpulan
dalam arti luas adalah perkumpulan yang merupakan bentuk asal dari
persekutuan koperasi dan perkumpulan saling menanggung.10 Sedangkan yang
dimaksud dengan perkumpulan dalam arti sempit adalah perkumpulan yang
tidak menjadi bentuk asal dari persekutuan dan sebagainya. Perkumpulan itu
berdiri sendiri terpisah dari lainnya dan diatur dalam perundang-undangan.11
7 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1992), Ps.1 butir 1 8 Ibid., ps.17(1) 9 Chaidir Ali. Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1987. Hlm.18 10 Ibid., Hlm. 130 11 Ibid., Hlm. 119
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
6
Metode Penelitian
Berdasarkan bentuknya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian yuridis
normatif, yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan
pustaka atau data sekunder.12 Tujuan metode ini adalah untuk meneliti bagaimana
perkembangan pengaturan keanggotaan koperasi lewat perundang-undangan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder, yaitu data-
data yang diperoleh dari studi dokumen atau studi literatur. Namun, jika dianggap
perlu, peneliti akan menggunakan jenis data primer demi tercapainya keakuratan data
dan informasi. Kemudian, bahan hukum yang digunakan penulis adalah bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier13:
1. Bahan hukum primer, seperti perundang-undangan dan yurisprudensi. Dalam
penelitian ini, peneliti akan menggunakan: (a) UU Nomor 14 tahun 1965
tentang Perkoperasian; (b) UU Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perkoperasian; (c) UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, (d)
Perundang-Undangan lain.
2. Badan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, yaitu buku, laporan penelitian, artikel ilmiah, jurnal,
surat kabar, makalah dan lain-lain.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi keterangan bahan
hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia.
Alat pengumpulan data yang digunakan ialah studi dokumen. Peneliti
melakukan studi dokumen untuk merumuskan kerangka teori dan konsep dari
penelitian yang dilakukan.. Namun, apabila peneliti merasakan bahwa terdapat data
yang harus diambil melalui wawancara terhadap narasumber dan informan, maka hal
tersebut akan dilakukan. Dalam mengolah data, peneliti menggunakan metode
kualitatif, yaitu suatu metode yang menggunakan pendekatan terhadap prinsip-prinsip
umum yang mendasari perwujudan satuan gejala yang ada di dalam kehidupan
12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 13-14. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2005), hlm.6.
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
7
manusia.
Hasil Penelitian
No. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Tentang Perkumpulan
Koperasi
Peraturan dari tahun 1915 hingga tahun 1985
menggunakan kata “perkumpulan koperasi”.
Peraturan yang terdapat didalamnya tidak banyak
menyinggung tentang prinsip dan asas koperasi.
Kecuali bagi undang-undang di tahun 1958, dimana
walaupun masih disebut sebagai perkumpulan
koperasi, peraturan tersebut sudah mengatur koperasi
secara khusus. Sedangkan, dari tahun 1967 hingga
1992 koperasi daitur secara detail dan perkumpulan
semakin sedikit disinggung.
2. Tentang Keanggotaan
Koperasi
a. Perangkat koperasi adalah rapat anggota, pengurus
dan pengawas. Namun diperlukan pula peran
manajer untuk menunjang kerja koperasi.
b. Dalam hal pengaturan keanggotaan, tahun 1915
tidak banyak menyinggung keanggotaan koperasi,
begitupun pada tahun 1927, 1933 dan 1949 walau
sedkiit demi sedikit peraturan mengenai
keanggotaan bermunculan. Barulah tahun 1958
hingga 1992, keanggotaan diatur khusus dan
memiliki hak dan kewajiban yang tertulis dalam
undang-undang.
3. Analisis Keanggotaan
dalam Undang-
Undang Koperasi
a. Undang-Undang Perkoperasian dari tahun 1958
hingga tahun 1992 tidak menjelaskan dengan pasti
tentang ditentukannya jumlah minimal
pembentukan koperasi
b. Undang-Undang Perkoperasian tahun 1992 tidak
cukup jelas menggambarkan anggota seperti apa
yang diinginkan oleh koperasi. Padahal Undang-
Undang Perkoperasian tahun 1965 sudah
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
8
menjelaskannya dengan cukup terperinci.
c. Pentingnya peran manajer koperasi, pengendalian
internal dan pelaksanaan Pra-Koperasi.
Pembahasan
Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa perkumpulan diisi oleh orang-orang
perseorangan yang merasa mempunyai kepentingan, dan kepentingannya tersebut
hanya/mungkin bisa tercapai apabila dikerjakan bersama-sama.14 Kepentingan ini
tidak hanya bersifat materil, namun juga bersifat moril spiritual.15
Perkumpulan dibagi menjadi dua, yaitu perkumpulan dalam arti luas dan
perkumpulan dalam arti sempit. Perkumpulan dalam arti luas adalah perkumpulan
yang merupakan bentuk asal persekutuan, koperasi dan perkumpulan saling
menanggung. 16 Perkumpulan dalam arti luas melakukan kegiatannya untuk
mendapatkan keuntungan. Perkumpulan dalam arti luas kemudian dibagi menjadi
yang berbadan hukum seperti:
1. Perseroan Terbatas, yaitu badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.17
2. Koperasi, yaitu badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan.18 Persamaan koperasi dengan bentuk usaha lain adalah sama-
sama mengejar suatu keuntungan kebendaan, namun perbedaan yang
mencolok diantaranya adalah bahwa koperasi biasanya didirikan oleh orang-
orang yang benar-benar memerlukan sekali kerja sama ini untuk mencapai
suatu tujuan.19
14 Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan, hlm. 1 15 Ibid. 16 Ali, Badan Hukum, hlm.21 17 Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No.40 Tahun 2007, TLN No. 4756
Tahun 2007, Ps. 1 butir 1 18 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1992), Ps. 1 butir 1 19 Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi di
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
9
3. Yayasan, yang menurut Rochmat Soemitro adalah suatu badan usaha yang
lazimnya bergerak di bidang sosial dan bukan menjadi tujuannya untuk
mencari keuntungan, melainkan tujuannya adalah untuk melakukan usaha
yang bersifat sosial.20 Yayasan sebenarnya diperbolehkan melakukan kegiatan
usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku.21
4. Perkumpulan Saling Menanggung yang diatur dalam Pasal 286 sampai dengan
Pasal 308 KUHD.
Adapun, perkumpulan yang tidak berbadan hukum adalah:
1. Persekutuan Perdata, yaitu terjemahan dari maatschap (partnership) yang
berarti, dua orang atau lebih mengikat diri untuk memberikan sesuatu berupa
uang, barang, atau tenaga dalam bentuk suatu kerja sama.22 Terdapat tiga
unsur penting dalam Persekutuan Perdata: Pertama, persekutuan perdata
adalah perjanjian (kontrak). Kedua, adalah adanya pemasukan (kontribusi).
Ketiga, tujuan dibentukanya persekutuan perdata adalah untuk membagi
keuntungan. 23
2. Persekutuan Firma, yaitu kerjasama di antara orang yang bersifat pertemanan
atau perkawanan ataupun persekutuan, karena sifat kerjasama tersebut, firma
bertindak sebagai suatu perusahaan yang bernaung dibawah satu nama.24
3. Persekutuan Komanditer diatur dalam KUHD Pasal 16-35. Dalam persekutuan
ini terdapat sekutu komanditer dan sekutu komplementer. Sekutu komanditer
hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan atau sering
disebut dengan istilah “sleeping partner” atau “sekutu diam”.25 Sedangkan
Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 22
20 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Waqaf (Bandung: Eresco,
1993), Hlm 9 21 Indonesia, Undang-Undang Yayasan, UU Nomor 16 Tahun 2001, LN No. 112 Tahun 2001,
Ps. 3, 7, dan 8 22 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas Cetakan V (Jakarta: PT Sinar Grafika,
2015), hlm.2
23 Sardjono, Pengantar Hukum Dagang, hlm.29
24 Harahap, Hukum Perseroan, hlm.8-9 25 Ibid., hlm.17
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
10
sekutu komplementer melakukan pengurusan meskipun wajib pula baginya
untuk memasukkan modal. 26
Sedangkan yang dimaksud dengan Perkumpulan dalam arti sempit ialah apa
yang dalam perundang-undangan Hindia Belanda dinamakan sebagai “Vereeniging”
yaitu badan berkumpulnya orang-orang selain dari perkumpulan yang diklasifikasikan
sebagai perkumpulan dalam arti luas.27 Dalam “perkumpulan” atau “perhimpunan” ini
beberapa orang berkumpul untuk mencapai suatu tujuan dalam bidang non-ekonomis
(tidak untuk mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerja sama yang
bentuk dan caranya diletakan dalam apa yang dinamakan “anggaran dasar” atau
“reglemen” atau “statuten”. 28 Perkumpulan dalalm arti sempit menitikberatkan
fokusnya pada hal-hal yang bersifat kerohanian, ilmu pengetahuan, hobi, kebudayaan
dan lain-lain.29
Di Indonesia, perkumpulan koperasi awalnya diatur dalam Penetapan
Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi pengertian koperasi saat itu
masih sangat serupa secara redaksional dengan definisi asli dari perkumpulan, yaitu
perkumpulan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama (materiil).
Kedua, koperasi diatur oleh Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-
Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1927 Nomor 91). Berbeda
dengan sebelumnya, peraturan ini sedikit banyak mulai mengatur peraturan yang
bersifat lebih detail. Hal tersebut terlihat dari meningkatnya jumlah pasal dalam
Penetapan Peraturan No. 91 tahun 1927. Meskipun demikian, dari sisi subtansi yang
sudah diatur dalam peraturan terdahulu tidak banyak berubah. Dalam mendefinisikan
Perkumpulan Koperasi, terdapat suatu penambahan, yaitu dijelaskan bahwa suatu
perkumpulan koperasi bukan hanya diisi oleh orang perorangan Indonesia, namun
juga oleh badan-badan hukum Indonesia. 30 Perubahan juga terdapat dalam hal
substansi akta pendirian dan pembubaran yang diatur lebih terperinci. Dalam
peraturan ini, muncul penasehat dengan tugas yang mengemban tugas seperti
26 Sardjono, Pengantar Hukum Dagang, hlm.62 27 Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan, hlm. 15 28 Ali, Badan Hukum, hlm.119 29 Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan, hlm. 3-4
30 Indonesia, Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN Nomor 91 Tahun
1927, Ps.1
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
11
notaris.31
Ketiga, adalah Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan
Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1933 Nomor 108). Perlu diketahui, bahwa
menurut pasal 40, ordonansi ini tidak berlaku atas perkumpulan Koperasi yang
didirikan oleh orang-orang Indonesia berdasarkan ordonansi tanggal 19 Maret 1927
Nomor 91. Pada intinya peraturan ini tidak banyak berubah dari pengaturan
sebelumnya. Namun, dalam hal definisi, peraturan ini menghilangkan klausa dalam
definisi dimana perkumpulan bisa dibentuk oleh badan-badan hukum.32
Keempat, Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan
Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1949 Nomor 179). Peraturan ini tidak berbeda
dengan peraturan-peraturan sebelumnya, begitupun dengan definisi dari perkumpulan
yang intinya adalah sama namun semakin dilengkapi. Perlu diketahui bahwa
Penetapan Peraturan Umum Tahun 1933 tidak merubah koperasi yang sudah berdiri
atas Penetapan Peraturan Tahun 1927. Definisi perkumpulan yang diatur dalam
peraturan ini kembali menuliskan klausa bahwa perkumpulan juga dibentuk oleh
perkumpulan badan-badan hukum Indonesia.33
Kelima, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1958 Tentang
Perkumpulan Koperasi. Dalam undang-undang ini, mulai dituliskan asas, prinsip dan
tujuan koperasi. Dalam peraturan ini, tentang pendirian dan perubahan anggaran
dasar, pertanggungan, cara bekerja perkumpulan dan pembubaran diatur sebagaimana
yang telah diatur dalam Peraturan Tahun 1927.
Pembahasan kemudian dijabarkan melalui peraturan yang tidak khusus
membahas tentang perkumpulan koperasi, diatur dalam lima undang-undang, yaitu
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1965 Tentang Perkoperasian,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967 Tentang Perkoperasian,
dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967
Tentang Perkoperasian, koperasi diatur sebagai organisasi ekonomi rakyat dengan
watak sosial dengan didasari oleh azas kekeluargaan.34 Namun, Undang-Undang
31 Ibid., Ps.5 dan 7 32 Indonesia, Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN Nomor 108
Tahun 1933, Ps. 1 butir 1 33 Ibid., Ps. 1 butir 1 34 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.12 Tahun 1967, LN No. 23 Tahun
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
12
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian memiliki
penjelasan yang berbeda, yaitu undang-undang ini menjelaskan bahwa koperasi
merupakan badan usaha.35
Setelah membahas perkumpulan dan peraturan perkumpulan koperasi,
selanjutnya akan dibahas mengenai keanggotaan koperasi. Pembahasan dimulai dari
prinsip dan asas keanggotaan koperasi yang dikemukakan oleh Rochdale, Mohammad
Hatta, dan Kamaralsjah.
Menurut Rochdale, prinsip dan asas-asas tersebut ialah: open membership and
voluntary; democratic member control; member economic participation; autonomy
and independence; autonomy and independence; education, training and information;
cooperatives among cooperatives; dan concern for community.36 Mohammad Hatta,
kemudian mengemukakan bahwa dalam membangun dan menjalankan Koperasi,
terdapat dua pilar utama, yaitu Solidarita dan Individualita. Solidarita adalah
diutamakannya kepentingan masyarakat daripada kepentingan diri sendiri, yang
dimaksudkan disini adalah bagaimana seorang anggota koperasi memiliki rasa
kekeluargaan terhadap anggota lainnya. Sedangkan individualita adalah bagaimana
seseorang insyaf akan harga dirinya dan percaya kepada dirinya sendiri. 37 Perlu
digarisbawahi bahwa solidarita dan individualita bukanlah seperti apa yang diartikan
oleh barat dan komunis. Individualita ala Barat diartikan sebagai gejala terisolasinya
seorang individu dari masyarakat38, sehingga ia mengutamakan kepentingan pribadi
dibandingkan dengan kepentingan masyarakat. Padahal apa yang diartikan oleh
individualita oleh koperasi adalah semangat untuk percaya dengan diri sendiri.
Sedangkan, perbedaan solidarita yang ditekankan dalam koperasi dan solidarita yang
diajarkan oleh komunis adalah adanya pertentangan kelas (majikan dan buruh),
sedangkan membeda-bedakan kelas tidak sesuai dengan prinisp dan asas koperasi.
Menurut Kamarlsjah, apabila ingin koperasi terus maju, maka anggota harus memiliki
1967, Ps. 3
35 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1992), Ps. 1 butir 1 36 Brett Fairbairn, The Meaning Of Rochdale: The Rochdale Pioneers and The Co- Operative
Principle, (Saskatoon, Canada: Centre for The Sutdy of Co-Operatives, 1994) 37 Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 204- 205 38 Tjipto Susana, Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis Individualisme dan Kolektivisme:
Sebuah Studi Meta Analisis, Jurnal Psikologi Volume 33 No.1, hlm.1
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
13
kesetiaan, kejujuran dan keadilan, serta kerukunan.39
Prinsip dan asas ini tidak hanya diterapkan oleh anggota koperasi, namun
seluruh perangkat organisasi yaitu pengawas, dan pengurus sesuai dengan hak dan
kewajiban yang diatur didalam undang-undang. Selain itu, terdapat pula perangkat
organisasi yang dapat menunjang terciptanya tujuan koperasi, yaitu manajer koperasi.
Manajer adalah orang yang bertanggung jawab atas jalannya koperasi. 40
Tanggungjawab tersebut didasarkan pada tugas yang dibebankan dan wewenang yang
dilimpahkan oleh pengurus. Manajer atau pengelola dipilih dan diangkat oleh
pengurus untuk melakukan fungsi operasional usaha koperasi. Keanggotaan yang
diatur oleh undang-undang semakin berkembang dan mendetail.
Awalnya, dalam Peraturan Mengenai Keanggotaan Dalam Perundang-
Undangan yang Khusus Mengatur Mengenai Perkumpulan Koperasi yaitu Penetapan
Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara
Indonesia 1915 Nomor 431), Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-
Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1927 Nomor 91), Penetapan
Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara
Indonesia 1933 Nomor 108), dan Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-
Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1949 Nomor 179), keanggotaan
tidak diatur dengan khusus dan terperinci, terutama dalam pembahasan prinsip dan
asas-asas keanggotaan yang biasanya ditemukan dalam prinsip dan asas-asas
koperasi. Pengaturan tentang keanggotaan koperasi mulai berkembang dan dijelaskan
lebih mendetail lewat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1958
Tentang Perkumpulan Koperasi. Walaupun undang-undang ini masih menyebut
koperasi sebagai perkumpulan koperasi, namun didalamnya dapat ditemukan
pengaturan berkaitan dengan keanggotaan yang bersifat materil. Salah satunya
dituliskan upaya untuk mencapai kesejahteraan koperasi lewat anggota, yaitu dengan
mewajibkan dan menggiatkan anggotanya untuk menyimpan secara teratur; mendidik
anggotanya kearah kesadaran berkoperasi; menyelenggarakan salah suatu atau
beberapa usaha dalam lapangan perekonomian.41 Setelahnya, dalam Undang-Undnag
Republik Indonesia tentang Perkoperasian dari tahun 1965 hingga tahun 1992, prinsip
39 Kamaralsjah, Tentang Pengertian Hal Organisasi Perkumpulan Koperasi (Jakarta: J.B
Wolters, Groningen, 1954), hlm.65
40 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, (1992), Ps. 39 41 Indonesia, Undang-Undang Perkumpulan Koperasi (1958), Ps.3 (1)
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
14
dan asas koperasi dijelaskan lebih terperinci.
Setelah mengetahui perkumpulan dan keanggotaan koperasi, pembahasan dilakukan terkait pengaturan perkumpulan dan keanggotaan yang seharusnya berada dalam undang-undang dengan dikaitkan dengan tingginya jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia dan pengaturan jumlah minimal untuk mendirikan koperasi.
Asal mula koperasi yang berawal dari perkumpulan berdampak pada tidak
lepasnya asas-asas dan prinsip-prinsip perkumpulan sejauh apapun sebuah koperasi
berkembang. Perkumpulan sediri dapat dibentuk oleh paling sedikit dua orang.42
Apabila dibandingkan dengan undang-undang yang berlaku saat ini, dapat
disimpulkan bahwa kedua jumlah ini memiliki perbedaan yang cukup besar. Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 mengatur bahwa untuk membuat sebuah koperasi
primer memerlukan sekurang-kurangnya dua puluh orang.43 Padahal perkumpulan
adalah cikal bakal dari koperasi. Memang tidak tepat apabila sepenuhnya
menyamakan perkumpulan dan koperasi berkaitan dengan jumlah anggota yang
dipersyaratkan saat melakukan pembentukan. Namun, hal tersebut tidak serta merta
menghapuskan fakta bahwa persyaratan pembentukan koperasi dari segi jumlah
anggota adalah yang terbanyak. Bahkan apabila dibandingkan dengan badan usaha
lain, masing-masing hanya membutuhkan sekurang-kurangnya dua orang untuk
melakukan pendirian.
Apabila dikaji dari perkembangan undang-undang yang mengatur koperasi,
persyaratan berkaitan dengan jumlah anggota saat pembentukan pertama kali muncul
dalam Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi yaitu
25 orang, kemudian berubah pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 menjadi
20 orang hingga sekarang.
Penjelasan terkait ditentukannya jumlah minimal pembentukan koperasi
adalah sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 dalam penjelasannya
tidak secara jelas menyinggung arti ditetapkannya jumlah tersebut. Hanya dijelaskan
bahwa penentuan jumlah tersebut merupakan hal yang penting dilakukan untuk
menjamin lancarnya usaha dan asas koperasi.44 Sedangkan, bagi Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1965, dalam penjelasannya menuliskan bahwa jumlah tersebut
42 Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan, hlm. 2 43 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1992), Ps. 6. 44 Indonesia, Undang-Undang Perkumpulan Koperasi (1958), Penjelasan Ps.3
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
15
adalah jumlah yang wajar untuk menjamin prinsip keseimbangan pembangunan
koperasi45. Berbeda dari sebelumnya, dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965
dapat dilakukan analisis lebih mendalam. Undang-undang ini mengatur bahwa yang
dapat menjadi anggota koperasi adalah rakyat pekerja dan produsen kecil yang
merupakan tenaga-tenaga produktif.46 Maka, koperasi berorientasi kepada anggota
yang lemah kedudukan ekonominya. Masyarakat dengan ekonomi yang lemah tidak
bisa memberikan modal yang cukup banyak bagi sebuah koperasi. Maka dari itu,
ditentukan jumlah yang cukup banyak untuk pembentukan koperasi agar modal yang
terkumpul cukup untuk menjalankan kegiatan usaha.
Sayangnya, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 kembali tidak
menjelaskan sama sekali ���berkaitan tentang latar belakang ditentukannya jumlah
sekurang-kurangnya 20 anggota dalam pembentukan koperasi. Kemudian, Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang masih digunakan hingga sekarang, tidak
memberikan penjelasan yang mendetail tentang ditetapkannya jumlah tersebut. Dalam
penjelasannya, hanya dikatakan bahwa persyaratan ini dimaksudkan untuk menjaga
kelayakan usaha dan kehidupan Koperasi. Kata “sesuai”, ”wajar”, “cukup” atau
“memungkinkan” yang sering dituliskan dalam pembahasan mengenai latar belakang
ditentukannya jumlah-jumlah tersebut belum pernah memberikan penjelasan dengan
tolak ukur yang jelas. Padahal setidaknya dalam menentukan persyaratan minimum
jumlah anggota pendirian koperasi dapat dijelaskan dengan tolak ukur perangkat
organisasi koperasi yaitu pengurus, pengawas, anggota, dan pengemban tugas lain.
Sebagai perkumpulan orang, muncul anggapan bahwa semakin banyak orang
yang terdapat dalam koperasi akan membuat koperasi semakin berhasil. Hal tersebut
mungkin benar adanya, namun justru dengan semakin banyaknya orang yang
terkumpul didalam sebuah koperasi, maka semakin besar tantangan koperasi dimasa
yang akan datang. Dalam membentuk koperasi, yang dibutuhkan bukanlah kuantitas
anggota koperasi, namun kualitas anggota koperasi. Maka dari itu, Kementerian
Koperasi dan UKM melakukan upaya dengan penggabungan koperasi. Penggabungan
itu dilakukan untuk koperasi-koperasi yang berada diambang pembubaran.
45 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1965), Penjelasan Ps.20 46 Ibid., Ps.9 huruf c
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
16
Selanjutnya pembahasan dilakukan dari sisi prinsip dan asas keanggotaan
yang terdapat dalam Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992.
Pembahasan tentang “kepentingan yang sama” yang tertulis dalam undang-undang
tersebut dirasa tidak cukup untuk merepresentasikan seluruh prinsip-prinsip yang
khusus mengatur keanggotaan. Begitupun dengan kewajiban anggota koperasi yang
hanya menyinggung permukaan dari ketentuan persyaratan anggota koperasi secara
materil. Padahal, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 telah mengatur asas
keanggotaan koperasi dengan cukup baik. Didalamnya diatur bahwa selain
keanggotaan yang bersifat sukarela, keanggotaan koperasi sesuai dengan kesadaran
dan kemampuannya, mempunyai tugas untuk mengembangkan modal, tenaga,
maupun pikiran untuk koperasi dan sesuai dengan keadaannya menerima bagian dari
setiap kemanfaatan koperasi dalam batas-batas kepentingan negara dan masyarakat.47
Ditambah lagi dengan pengaturan mengenai kewajiban keanggotaan koperasi, yang
didalamnya termasuk membantu pengurus dalam mengemban tugasnya. Melalui pasal
tersebut, dapat diketahui bahwa Nomor 14 Tahun 1965 menginginkan anggota
koperasi yang secara konsisten dan berkomitmen dapat terus melakukan kontribusi-
kontribusi terhadap kehidupan perkoperasian.
Selain memperbaiki pengaturan terkait dengan keanggotaan koperasi dari sisi
perundang-undangan, menekan jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia juga perlu
dilakukan dengan usaha-usaha yang salah satunya dilakukan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Pertama, dengan mengoptimalkan
manajemen koperasi melalui pengendalian intern yang dilakukan untuk meningkatkan
keandalan informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keangan������, kepatuhan para
manajer dan personel terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku, mendorong
peningkatan efisiensi dan efektivitas koperasi.48 Kedua, meningkatkan peran manajer
koperasi. Di Indonesia, per tanggal 31 Desember 2015, jumlah manajer yang dimiliki
tiap provinsi adalah tidak lebih dari setengah jumlah koperasi aktif.49 Padahal peran
manajer sangat penting yaitu mengemban tugas sebagai penghubung antara pengurus
47 Indonesia, Undang-‐Undang Perkoperasian (1965), Ps. 4 huruf i 48 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Modul Sistem Pengendalian Intern Koperasi, (Jakarta: Kemenkop dan UKM, 2005). Hlm.2
49 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Data Koperasi 2010-2015,
http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/, diakses tanggal 17 Desember
2016
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
17
koperasi sebagai pembuat kebijakan koperasi dan anggota koperasi sebagai pelaksana
kebijakan. Pun dalam pelaksanaan pekerjaan teknis di satu pihak dan peletak dasar
kerja dan kebijaksanaan di lain pihak.50 Ketiga, dilakukannya Pra-Koperasi sebelum
membadanhukumkan koperasi. Pra-Koperasi adalah istilah yang digunakan sebagai
teknik dan metode pembinaan yang diterapkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah kepada seluruh anggota koperasi yang pada saat itu koperasinya
belum berdiri. 51 Secara teknis, proses Pra-Koperasi ini berjalan dengan cara
diberikannya simulasi berkoperasi selama kurang lebih enam bulan dengan diiringi
dengan pembinaan dan pengawasan koperasi. Pra koperasi dilakukan dengan tujuan
agar seluruh anggota koperasi telah mengetahui seluk beluk perkoperasian.
Kesimpulan
Pada kesimpulannya, masyarakat Indonesia yang dahulu hidup dalam segala
keterbatasan cenderung berkumpul untuk mencapai tujuan yang sama. Kerja sama ini
kemudian menjadi perkumpulan-perkumpulan yang bergerak hingga sekarang.
Perkumpulan didefinisikan sebagai berkumpulnya lebih dari satu orang yang memiliki
kepentingan yang sama untuk mencapai cita-cita tertentu. Pengaturan mengenai
perkumpulan koperasi di Indonesia diawali tahun 1915. Hingga tahun 1958,
peraturan-peraturan tersebut menyebut koperasi sebagai Perkumpulan Koperasi.
Peraturan-peraturan tersebut sedikit banyak masih melekatkan makna koperasi
dengan perkumpulan. Dimulai dari tahun 1965, peraturan yang mengatur koperasi
melepaskan kata “perkumpulan” dalam koperasi dan lebih banyak mengatur peraturan
yang khusus mengatur koperasi. Pengaturan tentang koperasi pun jauh lebih
berkembang dan terperinci.
Dari segi keanggotaan, koperasi memiliki tiga perangkat organisasi yaitu rapat
anggota, pengawas dan pengurus. Ketiga perangkat juga ditunjang oleh adanya
manajer koperasi. Perangkat koperasi memiliki tanggungjawab besar sebagai
penggerak koperasi, maka dari itu dibutuhkan perangkat organisasi koperasi yang
menjalani prinisp dan asas-asas koperasi. Di Indonesia, pengaturan keanggotaan
50 Suwandi, Hubungan Kerja Pengurus – Manager Koperasi. (Jakarta: Departemen
Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi, s.a.), Hlm.1 51 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dan Kominfo, Indonesia
Berkoperasi, (Jakarta: Kemenkop dan UKM, 2011), Hlm.16
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
18
koperasi terus berkembang lewat Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-
Perkumpulan Koperasi Nomor 431 Tahun 1915 hingga Penetapan Peraturan
Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi Nomor 179 Tahun 1949 yang tidak
menjabarkan keanggotaan koperasi dengan jelas. Namun pada Undang-Undang
Nomor 79 tahun 1958 tentang Perkoperasian, keanggotaan koperasi mulai
dirumuskan dengan lebih mendetil. Khususnya pada hak dan kewajiban anggota
koperasi serta prinsip dan asas keanggotaan yang harus dimiliki oleh anggota
koperasi.
Berkaitan dengan jumlah minimum pendirian yang dipersyaratkan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992, seharusnya tidak perlu diatur. Koperasi adalah badan
usaha yang terbanyak mengatur syarat minimum keanggotaan, yaitu 20 orang,
padahal koperasi berasal dari perkumpulan yang dapat dibentuk oleh dua orang. Hal
ini menyebabkan anggota-anggota koperasi masuk atas dasar paksaan dan bukan
karena kepentingan yang sama. Jumlah persyaratan yang besar membuat pendiri
koperasi lebih berfokus pada memenuhi jumlah tersebut melainkan dengan mencari
anggota yang sesuai dengan prinsip dan asas keanggotaan koperasi.
Kemudian, apabila melihat substansi undang-undang perkoperasian khususnya
dalam pembahasan mengenai keanggotaan, dibutuhkan peraturan-peraturan tambahan
yang sifatnya prinsipil. Undang-undang dalam persyaratan keanggotaan yang dapat
masuk kedalam koperasi, hanya diatur sangat umum dan tidak menyinggung banyak
prinsip keanggotaan. Padahal, apabila berkaca dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1965 telah mengatur persyaratan keanggotaan dengan cukup baik dan memasukan
banyak konsiderasi yang berkaitan langsung dengan prinsip keanggotaan kedalamnya.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 telah menggambarkan seperti apa anggota
yang diinginkan didalam koperasi.
Selain peraturan yang terdapat dalam undang-undang, upaya untuk menekan
koperasi tidak aktif juga perlu dilakukan dalam koperasi. Koperasi perlu
meningkatkan dan mempertahankan kinerja anggotanya. Untuk itu, manajemen
koperasi penting untuk dilakukan dengan Pengendalian Intern Koperasi, optimalisasi
peran dan fungsi manajer koperasi, serta diadakannya Pra-Koperasi sebelum
membentuk koperasi.
Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah kepada Kementerian Koperasi
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
19
dan Usaha Kecil dan Menengah, yaitu mengadakan pendidikan dan latihan bagi
anggota koperasi secara berkala untuk mempertahankan semangat anggota koperasi
agar terus aktif dan partisipatif dalam setiap kegiatan perkoperasian. Pelatihan
seharusnya tidak hanya dilakukan sebelum dan sesaat setelah koperasi berdiri.
Selanjutnya adalah saran untuk segera mengatur keanggotaan koperasi secara
terperinci dan khusus dalam undang-undang perkoperasian. Rinci yang dimaksudkan
disini adalah adanya peraturan yang khusus tentang asas dan prinsip keanggotaan
serta mencerminkan anggota seperti apa yang diinginkan oleh undang-undang
perkoperasian. Dengan didasari oleh pentingnya eksistensi anggota dalam sebuah
koperasi, maka tidaklah berlebihan apabila dalam undang-undang perkoperasian yang
akan dirancang, tentang prinsip dan asas keanggotaan koperasi dipisahkan dalam
pasal tersendiri.
Daftar Referensi
Abbas, Anwar, Bung Hatta dan Ekonomi Islam (Jakarta: Kompas, 2010)
Ali, Chaidir Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1987
Fairbairn, Brett, The Meaning Of Rochdale: The Rochdale Pioneers and The Co-
Operative Principle, (Saskatoon, Canada: Centre for The Sutdy of Co-
Operatives, 1994)
Harahap, Yahya, Hukum Perseroan Terbatas Cetakan V (Jakarta: PT Sinar Grafika,
2015),
Indonesia, Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN Nomor
431 Tahun 1915
Indonesia, Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN Nomor 91
Tahun 1927
Indonesia, Penetapan Peraturan Mengnai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN
Nomor 108 Tahun 1933
Indonesia, Penetapan Peraturan Mengnai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN
Nomor 179 Tahun 1949
Indonesia, Undang-Undang Perkumpulan Koperasi, UU No.79 Tahun 1958, LN
No.139 Tahun 1958
Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.14 Tahun 1965, LN No. 75
Tahun 1965
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
20
Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.12 Tahun 1967, LN No. 23
Tahun 1967
Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.25 Tahun 1992, LN No. 116
Tahun 1992
Indonesia. Undang-Undang Organisasi Masyarakat, UU No,17 Tahun 2013, LN
Nomor 5430 Tahun 2013
Indonesia, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Peraturan Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Revitalisasi Koperasi, No PM 25
Tahun 2015
Kamaralsjah, Tentang Pengertian Hal Organisasi Perkumpulan Koperasi (Jakarta:
J.B Wolters, Groningen, 1954)
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Modul Sistem Pengendalian
Intern Koperasi, (Jakarta: Kemenkop dan UKM, 2005)
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Data Koperasi 2010-2015,
http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/,
diakses tanggal 17 Desember 2016
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Data Koperasi 2010-2015,
http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/,
diakses tanggal 17 Desember 2016
Pachta, Andjar, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum
Koperasi di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005)
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi di Indonesia
(Jakarta: Dian Rakyat, 1978)
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001)
Soekanto, Soerjono Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2005)
Soemitro, Rahmat, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Waqaf (Bandung:
Eresco, 1993)
Susana,Tjipto, Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis Individualisme dan Kolektivisme:
Sebuah Studi Meta Analisis, Jurnal Psikologi Volume 33 No.1
Suwandi, Ima, Hubungan Kerja Pengurus – Manager Koperasi. (Jakarta: Departemen
Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi, s.a.)
Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017
top related