pengaruh pendapatan asli daerah, dana …eprints.ums.ac.id/66725/11/naspub-3.pdftahun 2015-2016)....
Post on 12-May-2019
213 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA
PERIMBANGAN, SiLPA DAN KINERJA KEUANGAN
DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL
(Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015-2016).”
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Oleh:
ANDRIYANTO SETYO UTOMO
B200 140 183
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
1
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN,
SiLPA DAN KINERJA KEUANGAN DAERAH TERHADAP ALOKASI
BELANJA MODAL (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2015-2016).”
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Perimbangan, Silpa dan Kinerja Keuangan Daerah terhadap Alokasi
Belanja Modal. Populasi dari penelitian ini adalah data dari laporan realisasi
APBD seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah pada periode tahun
2015-2016. Pengambilan sampel penelitian dengan purposive sampling dan
didapatkan 29 kabupaten dan 6 kota, dengan 2 tahun amatan. Sehingga total
sampel yang diteliti adalah 70. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan
menggunakan uji asumsi klasik dan kemudian dilakukan uji hipotesis dengan
metode regresi linear berganda dengan PAD,DAU dan DBH berpengaruh
terhadap alokasi belanja modal. Sementara itu, DAK, SiLPA, rasio tingkat
kemandirian dan rasio efektivitas tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja
modal.
Kata Kunci: Alokasi Belanja Modal, PAD, DAU, DAK, Dana Bagi Hasil, Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran, Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas.
Abstract
The purpose of this study was to analyze influence of Local Own Revenue, Fiscal
Balance Trasfer, Budget Financing Surplus and Regional Financial Effectiveness
Level towards the Capital Expenditures. The population of this research is by
using financial data from local governments Budget Realization Report in Central
Java Province from 2015 to 2016. Research sampling used purposive sampling
technique and found 29 regional and 6 cities, with 2 years of observation. So, the
total sample studied was 70. The collected data was analyzed using classic
assumption test and then do hypothesis test. Testing the hypotesis in this study
using multiple regression analysis that Local Own Revenue, General Allocation
Fund, and Revenue Sharing Fund level has positive influence and significant
impact on capital expenditure. While, Special Allocation Fund, Budget Financing
Surplus, Regional Financial Independence, and Regional Financial Effectiveness
Level hasn’t affect the capital expenditures.
Keywords: Capital Expenditures Local Own Revenue, General Allocation Fund,
Special Allocation Fund, Revenue Sharing Fund, Budget Financing
Surplus, Regional Financial Independence, Regional Financial
Effectiveness Level.
1. PENDAHULUAN
Dikeluarkannya Undang-Undang No.22 tahun 1999 yang kemudian diperbaharui
dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang No.25 tahun 1999 yang kemudian diperbaharui menjadi Undang-
2
Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah, menjadi langkah awal dalam memulai otonomi daerah serta
desentralisasi fiskal. Sehingga pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya sendiri mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Setiap
pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan
(Janah et ol 2017).
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan
aset lainnya yang member manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Aset tetap
tersebut digunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja,
bukan untuk dijual. Pengukuran (proxy) yang digunakan adalah persentase
perbandingan antara belanja modal dengan total belanja dan Skala yang
digunakan adalah rasio (Pratama 2017). Alokasi belanja modal ini didasarkan
pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran
pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik (Febriana 2015).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi alokasi belanja modal. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, salah
satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan asli Daerah terdiri dari hasil
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan meningkatkan
investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan publik
semakin membaik. Pemerintah daerah yang berhasil menjalankan pembangunan
daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak terlepas dari pengelolaan
APBD secara efektif dan efesien (wadira 2013).
Setiap daerah memiliki kemampuan keuangan yang tidak sama dalam
mendanai kegiatankegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara
satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan
fiskal Pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBD untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan kegiatan. UU No. 33 Tahun 2004
Pasal 10 menyatakan bahwa sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan
daerah antara lain berasal dari PAD dan Dana Perimbangan yang diterima oleh
daerah-daerah dari pemerintah pusat. Dana Perimbangan itu sendiri terdiri dari
3
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil
(DBH). Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari
APBN yang disalurkan ke Pemerintah Daerah untuk mengatasi kesenjangan
keuangan antar daerah dan meningkatkan pelayanan kepada publik sehingga dapat
digunakan untuk meningkatkan belanja modal. Fungsi DAU sebagai pemerataan
kapasitas fiskal (Darise, 2008).
Selain dari PAD dan transter dari pusat untuk membiayai kegiatannya,
pemerintah daerah juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SiLPA) tahun sebelumnya. Menurut PP No. 71 Tahun 2010 SiLPA merupakan
selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan
pengeluaran pembiayaan dalam APBD selama satu periode pelaporan. Hal ini
mengindikasikan bahwa SiLPA merupakan salah satu sumber pendanaan belanja
modal.
Analisis rasio keuangan daerah terhadap anggaran pendapatan belanja
daerah perlu dilaksanakan (Halim, 2008). Rasio keuangan dapat digunakan untuk
menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan
otonomi daerah, mengukur efisiensi dan efektifitas dalam merealisasikan
pendapatan daerah, mengukur sejauh mana aktifitas Pemerintah Daerah dalam
membelanjakan pendapatan daerahnya, mengukur kontribusi masing-masing
sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah, melihat pertumbuhan
atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama
periode waktu tertentu (Halim, 2008).
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah mencerminkan keadaan otonomi
suatu daerah yang diukur dengan besarnya PAD terhadap jumlah total pendapatan
daerah, sehingga memunculkan permasalahan suatu daerah yang dikatakan
mandiri dapat meningkatkan jumlah belanja modal untuk pelayanan publik
(Ardhini dan Handayani, 2011). Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung
arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal
pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah (Mahmudi, 2010).
Rasio Keuangan Efektivitas daerah dinilai dengan membandingkan jumlah
realisasi PAD dan target PAD (dihitung berdasarkan alokasi PAD tahun
bersangkutan), sehingga suatu daerah dapat dikatakan efektif apabila jumlah
realisasi pendapatan lebih tinggi daripada target yang ditetapkan Novianto dan
4
Hanafiah (2015) . Sehingga kemampuan dan efektivitas keuangan daerah dalam
merealisasikan PAD akan memperlihatkan tingkat kemandirian daerah dalam
mengelola potensi dan manajemen keuangan daerah Sugiyanto (2016)
2. METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan melakukan uji
hipotesis. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh bukti terkait
ada/tidaknya pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU),
dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), sisa lebih pembiayaan
anggaran (SiLPA), tingkat kemandirian (TK) dan rasio efektivitas (RE) terhadap
alokasi belanja modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015-
2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015-2016. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
yang berjumlah 35 kabupaten/kota. Metode pengambilan sampel dilakukan
dengan purposive sampling dengan kriteria Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan telah menyusun laporan keuangan pemerintah daerah dan telah
diaudit oleh BPK-RI serta dapat diakses.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder mengenai Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Silpa, Tingkat
kemandiraian dan Rasio Efektivitas terhadap Alokasi Belanja Kabupaten/Kota se
– Jawa Tengah Periode 2015-2016. Sehingga dapat dideskripsikan nilai minimum,
maksimum, rata-rata dan standar deviasi variabel penelitian sebagai berikut:
Tabel 1
Hasil Statistik Deskriptif PAD, DAU, DAK, DBH, SiLPA, TE, RE dan ABM.
Descriptive Statistics
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Alokasi Belanja Modal 70 51980,70 1026716,90 354910,7271 175941,49201
Pendapatan Asli
Daerah 70 152044,60 1491645,90 30005,0671 196981,42799
Dana Alokasi Umum 70 400176,80 1398539,70 929818,6871 244673,01363
Dana Alokasi Khusus 70 3750,10 483813,40 174673,0329 117588,89844
Dana Bagi Hasil 70 4606,70 240510 47390,6500 37726,99677
5
SiLPA 70 43648,20 1194348,70 266486,0700 171738,82062
Tingkat Kemandirian 70 ,10 ,40 ,1457 ,07160
Rasio Efektivitas 70 ,80 1,10 ,9800 ,05275
Valid N (listwise) 70
Hasil Statistik Alokasi Belanja Modal memiliki nilai rata-rata selama dua
tahun sebesar 354910,7271, nilai tertinggi sebesar 1026716,90 pada kota
Semarang pada tahun 2016, sedangkan nilai terendah sebesar 51980,70 pada
Kabupaten Rembang pada tahun 2015, dan nilai standar deviasi sebesar
175941,49201. Hasil Statistik Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai rata-rata
selama dua tahun sebesar 30005,0671, nilai tertinggi sebesar 152044,60 pada kota
Semarang pada tahun 2016, sedangkan nilai terendah sebesar 5152044,60 pada
Kota Pekalongan pada tahun 2015 dan nilai standar deviasi sebesar
196981,42799.
Hasil Statistik Dana Alokasi Umum memiliki nilai rata-rata selama dua tahun
sebesar 929818,6871, nilai tertinggi sebesar 1398539,70 pada kota Semarang pada
tahun 2016, sedangkan nilai terendah sebesar 400176,80 pada Kota Salatiga pada
tahun 2015 dan nilai standar deviasi sebesar 244673,01363. Hasil Statistik Dana
Alokasi Khusus memiliki nilai rata-rata selama dua tahun sebesar 174673,0329,
nilai tertinggi sebesar 483813,40 pada Kabupaten Cilacap pada tahun 2016,
sedangkan nilai terendah sebesar 3750,10 pada Kota Surakarta pada tahun 2015,
dan nilai standar tahun sebesar 117588,89844.
Hasil Statistik Dana Bagi Hasil memiliki nilai rata-rata selama dua tahun
sebesar 47390,6500, nilai tertinggi sebesar 240510,00 pada Kudus pada tahun
2016, sedangkan nilai terendah sebesar 4606,70 pada Grobogan pada tahun 2015,
dan nilai standar deviasi sebesar 37726,99677. Hasil Statistik SiLPA memiliki
nilai rata-rata selama dua tahun sebesar 266486,0700, nilai tertinggi sebesar
1194348,70 pada Kota Semarang pada tahun 2015, sedangkan nilai terendah
sebesar 43648,20 pada Kabupaten Blora pada tahun 2016, dan standar deviasi
sebesar 171738,82062. Hasil Statistik Tingkat Kemandirian memiliki nilai rata-
rata selama dua tahun sebesar 0,1457, nilai tertinggi sebesar ,40 pada Kota
Semarang pada tahun 2015, sedangkan nilai terendah sebesar 0,10 pada
Kabupaten Klaten pada tahun 2016, dan nilai standar deviasi sebesar 0,07160.
6
Hasil Statistik Rasio Efektivitas memiliki nilai rata-rata selama dua tahun sebesar
0,9800, nilai tertinggi sebesar 1,10 pada Kota Semarang pada tahun 2015,
sedangkan nilai terendah sebesar 0,80 pada Kabupaten Wonosobo pada tahun
2015, dan nilai standar deviasi sebesar 0,05275.
3.1.2 Uji Normalitas
Tabel 2
Hasil Uji Normalitas
Variabel p-value Ketentuan Kesimpulan
Unstandardized
Residual 0,254 > 0,05
Distribusi data
normal
Berdasarkan pada tabel 2 bahwa variabel unstandardized residual memiliki nilai
p-value lebih besar dari 0,05 maka disimpulkan bahwa distribusi data normal. Uji
aukorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Pendekatan yang sering digunakan
untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi adalah uji Durbin-Watson.
3.1.3 Uji Autokorelasi
Tabel 3
Hasil Uji Autokorelasi
Durbin-Watson Ketentuan Kesimpulan
1,324 -2 < DW < +2 Tidak terjadi autokorelasi
Berdasarkan tabel 3 diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1,324 dimana
berada diantara -2 sampai +2 sehingga persamaan model regresi dalam penelitian
ini bebas dari permasalahan autokorelasi. Pengujian multikolinearitas dalam
penelitian ini dengan melihat besarnya Tolerance Value dan Variance Inflation
Factor (VIF), indikasi apabila tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10.
3.1.4 Uji Multikolinearitas
Tabel 4
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF Kesimpulan
Pendapatan asli daerah 0,144 6,963 Bebas multikolinearitas
Dana alokasi umum 0,240 4,164 Bebas multikolinearitas
Dana alokasi khusus 0,390 2,564 Bebas multikolinearitas
7
Berdasarkan tabel 4 bahwa seluruh variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki nilai tolerance >0,10 dan nilai VIF <10, maka dapat
disimpulkan tidak ada multikolinearitas dalam model regresi.
3.1.5 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 5
Uji Heteroskedastisitas
Variabel p-value Ketentuan Kesimpulan
Pendapatan asli
daerah 0,380 >0,05 Bebas heteroskedastisitas
Dana alokasi umum 0,762 >0,05 Bebas heteroskedastisitas
Dana alokasi khusus 0,273 >0,05 Bebas heteroskedastisitas
Dana Bagi Hasil 0,158 >0,05 Bebas heteroskedastisitas
SiLPA 0,211 >0,05 Bebas heteroskedastisitas
Tingkat Kemandirian 0,358 >0,05 Bebas heteroskedastisitas
Rasio Efektivitas 0,092 >0,05 Bebas heteroskedastisitas
Berdasarkan tabel 5 bahwa seluruh variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki nilai p-value lebih besar dari 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas dalam model regresi.
3.1.6 Hasil Uji Regresi Berganda
Tabel 6
Hasil Analisis Koefisien Regresi Berganda
Variabel Β thitung Sig.
Konstanta 95449,380 0,308 0,759
Pendapatan asli daerah 0,480 3,015 0,004
Dana alokasi umum 0,202 2,034 0,046
Dana alokasi khusus 0,239 1,478 0,145
Dana Bagi Hasil 1,601 4,134 0,000
SiLPA -0,219 -1,668 0,100
Tingkat Kemandirian -145617,957 -0,425 0,672
Rasio efektivitas -112416,110 -0,422 0,675
R2 0,717
Adjusted R2 0,685
Fhitung 22,429
Sig 0,000
Dana Bagi Hasil 0,662 1,511 Bebas multikolinearitas
SiLPA 0,277 3,606 Bebas multikolinearitas
Tingkat Kemandirian 0,235 4,249 Bebas multikolinearitas
Rasio Efektivitas 0,715 1,399 Bebas multikolinearitas
8
Berdasarkan tabel 6 diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut:
ABM = 95449,380 + 0,480PAD + 0,202DAU + 0,239DAK + 1,601DBH −
0,219SiLPA − 145617,957TK − 112416,110RE + ɛ
Interprestasi dari persamaan diatas adalah sebagai berikut : Nilai konstanta untuk
persamaan regresi adalah 95449,380. Hal ini menunjukkan bahwa jika pendapatan
asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana
bagi hasil (DBH), sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA), tingkat kemandirian
(TK) dan rasio efektivitas (RE) dianggap konstan maka besarnya alokasi belanja
modal sebesar 15,125.
3.1.7 Uji F
Pengujian signifikansi simultan dalam model regresi ini digunakan untuk menguji
apakah keseluruhan variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap
variabel dependen. Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05. Hasil
pengujiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 7
Hasil Uji F
Nilai Fhitung Nilai Ftabel Sig.
22,429 2,16 0.000
Berdasarkan output di atas, diperoleh nilai Fhitung lebih besar dari F tabel
(22,429 > 2,16 ). Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil ini juga didukung
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen
(PAD,DAU,DAK,DBH,SiLPA,TK dan RE) secara simultan berpengaruh terhadap
Alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota periode 2015-2016.
3.1.8 Uji T
Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas / independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen.Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05.
Tabel 8
Hasil Uji Hipotesis
Thitung Ttabel Sig. Keterangan
Pendapatan asli daerah 3,015 1,998 0,004 Diterima
Dana alokasi umum 2,034 1,998 0,046 Diterima
Dana alokasi khusus 1,478 1,998 0,145 Ditolak
Dana Bagi Hasil 4,134 1,998 0,000 Diterima
SiLPA -1,668 1,998 0,100 Ditolak
9
Tingkat Kemandirian -0,425 1,998 0,672 Ditolak
Rasio efektivitas -0,422 1,998 0,675 Ditolak
a. Variabel Pendapatan Asli Daerah mempunyai t hitung sebesar 3,015 dan nilai
signifikansi sebesar 0,004 < 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap
Alokasi Belanja Modal.
b. Variabel Dana Alokasi Umum mempunyai t hitung sebesar 2,034 dan nilai
signifikansi sebesar 0,046 < 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H2 ditolak. Jadi
dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Alokasi
Belanja Modal.
c. Variabel Dana Alokasi Khusus mempunyai t hitung sebesar 1,478 dan nilai
signifikansi sebesar 0,145 > 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H3 ditolak. Jadi
dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh terhadap
Alokasi Belanja Modal.
d. Variabel Dana Bagi Hasil mempunyai t hitung sebesar 4,134 dan nilai
signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini berarti H0 diterima dan H4 ditolak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Alokasi
Belanja Modal.
e. Variabel Sisa Lebih Pembiayaan anggaran mempunyai t hitung sebesar -1,668
dan nilai signifikansi sebesar 0,100 > 0,05. Hal ini berarti H0 diterima dan H5
ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa Sisa Lebih Pembiayaan anggaran tidak
berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal.
f. Variabel Tingkat Kemandirian mempunyai t hitung sebesar -0,425 dan nilai
signifikansi sebesar 0,672 > 0,05. Hal ini berarti H0 diterima dan H6 ditolak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Tingkat Kemandirian tidak berpengaruh
terhadap Alokasi Belanja Modal.
g. Variabel Rasio Efektivitas mempunyai t hitung sebesar -0,422 dan nilai
signifikansi sebesar 0,675 > 0,05. Hal ini berarti H0 diterima dan H7 ditolak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Rasio Efektivitas tidak berpengaruh terhadap
Alokasi Belanja Modal.
10
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Alokasi Belanja Modal.
Hipotesis (H1) Berdasarkan hasil pengujian secara parsial untuk variabel
pendapatan asli daerah diperoleh thitung sebesar 3,015 > ttabel sebesar 1,998
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,004 < batas signifikansi sebesar 0,05,
maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal kabupaten dan
kota di Provinsi Jawa Tengah. sebab semakin besar sumber pendapatan dari
potensi daerah, bukan dari bantuan pemerintah pusat/provinsi, maka daerah
dapat dikatakan mandiri secara keuangan dan daerah tersebut semakin leluasa
mengakomodasikan kepentingan masyarakatnya tanpa muatan pemerintah
pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah. Pendapatan
asli daerah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk peningkatan
dan pemerataan kesejahteraan masyarakat sehingga tercipta daerah yang
mandiri. Hasil penelitian ini sesuai dan konsisten dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Novianto (2015), Afkarina (2017), Pratama (2016), Janah dkk
(2017), Febriana (2015), Paramartha dan Budiasih (2016), Sudarwadi (2015),
yang membuktikan adanya pengaruh pendapatan asli daerah terhadap alokasi
belanja modal.
3.2.2 Pengaruh Dana alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Modal.
Hipotesis (H2) Berdasarkan hasil pengujian secara parsial untuk variabel dana
alokasi umum diperoleh thitung sebesar 2,034 > ttabel sebesar 1,998 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,046 < batas signifikansi sebesar 0,05, maka Ho
ditolak dan H2 diterima.
Kebutuhan dana alokasi umum oleh suatu daerah ditentukan dengan
menggunakan pendekatan fiscal gap, yaitu ditentukan atas kebutuhan daerah
dengan potensi daerah. Dana alokasi umum digunakan untuk menutup celah
fiskal yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan
daerah yang ada. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan dana alokasi
umum yang ditransfer oleh pemerintah pusat kepada daerah sudah
dimanfaatkan untuk sektor-sektor produktif yang dapat memberikan kontribusi
11
yang besar kepada pendapatan asli daerah, serta lebih digunakan untuk
kegiatan yang bersifat konsumtif dan spekulatif, oleh sebab itu dana alokasi
umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal. Hasil
penelitian ini sesuai atau konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Novianto (2015), Afkarina (2017), Janah dkk (2017), Sudarwadi (2015),
Wadira (2013), menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap
alokasi belanja modal.
3.2.3 Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal.
Hipotesis (H3) Berdasarkan hasil pengujian secara parsial untuk variabel dana
alokasi khusus diperoleh thitung sebesar 1,478 < ttabel sebesar 1,998 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,145 > batas signifikansi sebesar 0,05, maka Ho
diterima dan H3 ditolak.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi khusus tidak
berpengaruh terhadap alokasi belanja modal terbukti secara statistik. Dana
alokasi khusus memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi
belanja modal kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Semakin besar
transfer dana alokasi khusus dari pemerintah pusat maka tingkat kemandirian
keuangan daerah semakin rendah, sebaliknya semakin kecil transfer dana
alokasi khusus dari pemerintah pusat maka belanja modal semakin tinggi.
Penerimaan dana alokasi khusus yang besar disebabkan kemampuan
pembiayaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah masih rendah.
Hasil penelitian ini sesuai atau konsisten dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sudarwadi (2015), Febriana (2015) dan Sari, dkk (2017) yang
membuktikan bahwa tidak adanya pengaruh dana alokasi khusus terhadap
belanja modal.
3.2.4 Pengaruh Dana Bagi hasil terhadap Alokasi Belanja Modal.
Hipotesis (H4)Berdasarkan hasil pengujian secara parsial variabel dana bagi
hasil diperoleh thitung sebesar 4,134 > ttabel sebesar 1,998 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,000 < batas signifikansi sebesar 0,05, maka Ho ditolak
dan H4 diterima. Hal tersebut berarti dana bagi hasil berpengaruh positif dan
signifikan terhadap alokasi belanja modal terbukti secara statistik.
Dana bagi hasil merupakan pendapatan daerahyang cukup potensial dan
merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana
12
pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal daeri PAD
selain DAU dan DAK. Pola bagi hasil penerimaan tersebut dilakukan dengan
presentase tertentu yang dihasilkan atas daerah penghasilan. Penerimaan DBH
pajak bersumber dari pajak penghasilan sedangkan penerimaan DBH SDA
bersumber dari Kehutanan, Pertambangan Umum, dll. Hasil penelitian ini
sesuai atau konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novianto dan
Hanafiah (2015), Janah, dkk (2017), menyatakan bahwa Dana Bagi Hasil
berpengaruh positif dan sinifikan terhadap alokasi belanja modal.
3.2.5 Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap Alokasi Belanja
Modal.
Hipotesis (H5) Berdasarkan hasil pengujian secara parsial untuk variabel silpa
diperoleh thitung sebesar -1,668 < ttabel sebesar -1,998 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,100 > batas signifikansi sebesar 0,05, maka Ho diterima
dan H5 ditolak. Hal tersebut berarti sisa lebih pembiayaan anggaran tidak
berpengaruh terhadap alokasi belanja modal terbukti secara statistik.
Berdasarkan hasil analisis, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
tidak berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal pada Kabupaten
dan Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini disebabkan oleh adanya
kecenderungan praktek yang dilakukan pemerintah daerah di Provinsi Jawa
Tengah, untuk membelanjakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
dalam bentuk belanja pengeluaran pembelian atau pengadaan barang atau jasa
yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan. Hasil penelitian ini
sesuai atau konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afkaria
(2017), dan Febriana (2015) Sisa Lebih Pembiayaan anggaran tidak
berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.
3.2.6 Pengaruh Tingat Kemandirian terhadap Alokasi Belanja Modal.
Hipotesis (H6) Berdasarkan hasil pengujian secara parsial untuk variabel
tingkat kemandirian diperoleh thitung sebesar -0,425 > ttabel sebesar -1,998
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,672 > batas signifikansi sebesar 0,05,
maka Ho ditolak dan H6 ditolak. Hal tersebut berarti tingkat kemandirian tidak
berpengaruh terhadap alokasi belanja modal terbukti secara statistik.
Tingkat Kemandirian tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan atau penurunan Tingkat
13
Kemandirian tidak memperngaruhi keputusan pemerintah kabupaten/kota di
provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan atau menurunkan alokasi belanja
modal. Tingkat kemandirian keuangan daerah yang diukur dengan rasio
kemandirian keuangan daerah menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat. Hasil penelitian ini sesuai atau konsisten
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novianto dan hanafiah (2015),
Sugiyanto (2016) yang membuktikan tidak adanya pengaruh tingkat
kemandirian terhadap alokasi belanja modal.
3.2.7 Pengaruh Rasio Efektivitas terhadap Alokasi Belanja Modal.
Hipotesis (H7) Berdasarkan hasil pengujian secara parsial untuk variabel
belanja modal diperoleh thitung sebesar -0,422 < ttabel sebesar -1,982 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,475 > batas signifikansi sebesar 0,05, maka Ho
diterima dan H7 ditolak. Hal tersebut berarti belanja modal tidak berpengaruh
terhadap alokasi belanja modal terbukti secara statistik.
Rasio efektivitas tidak mempunyai pengaruh terhadap alokasi belanja
modal. Hasil ini membuktikan bahwa kondisi yang terjadi kemungkinan
disebabkan oleh tuntutan dan kebutuhan masyarakat setempat cenderung
diabaikan maka pengalokasian belanja modal terealisasi dengan efektif dan
dapat menghambat pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik.
Sementara dana pada anggaran daerah yang pada dasarnya merupakan dana
publik sebagian besar dibelanjakan untuk belanja pegawai, sehingga
pemerintah perlu meningkatkan reservasi dan identivikasi ulang terhadap
jumlah kebutuhan alokasi dana dar seuruh kegiatan secara lebih akurat dan
detailsesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya, baik yang bersifat rutin
maupun pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik. Hasil penelitian
ini sesuai atau konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martini
dan Dwirandra (2015) yang membuktikan tidak adanya pengaruh rasio
efektivitas terhadap alokasi belanja modal.
14
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
a. Pendapatan Asli Daerah terbukti berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal
Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Periode 2015-2016.
b. Dana Alokasi Umum terbukti berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal
Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Periode 2015-2016.
c. Dana Alokasi Khusus terbukti tidak berpengaruh terhadap Alokasi Belanja
Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Periode 2015-2016.
d. Dana Bagi Hasil terbukti terbukti berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal
Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Periode 2015-2016.
e. Sisa Lebih Pembiayaan Anggarn terbukti tidak berpengaruh terhadap Alokasi
Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Periode 2015-2016.
f. Tingkat kemandirian terbukti tidak berpengaruh terhadap Alokasi Belanja
Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Periode 2015-2016.
g. Rasio Efektivitas terbukti tidak berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal
Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Periode 2015-2016.
h. Secara simultan seluruh variable Independen (PAD, DAU, DAK,
DBH,SiLPA,TK dan RE) berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal (ABM)
Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Periode 2015-2016.
4.2 Saran
Berdasarkan simpulan dan keterbatasan tersebut, maka peneliti memberikan saran
sebagai berikut:
a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan ruang lingkup yang
digunakan dalam penelitian ini hanya mencakup data dan kondisi
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah secara statistik dan informasi
tertulis tentang APBD pada tahun 2015-2016.
b. Penelitian selanjutnya disarankan untuk lebih banyak menggunakan variabel
independen dalam penelitian dan untuk menggunakan variabel moderating
sebagai bagian dari interaksi yang diduga mampu menjelaskan secara
maksimal variasi terhadap variabel dependen.
15
c. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya menggunakan data sekunder
dari laporan realisasi APBD, tetapi juga melalui metode observasi atau
pengamatan terhadap obyek secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rona. 2015. “ Pengaruh Sisa Anggaran Pendapatan, Pendapatan
Sendiri dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal”. Iqtishadia, Vol.
7, No.1.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2014-2016. Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
Darise, Nurlan. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta: Indeks.
Febriana, S. I. 2015. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Belanja Modal
pada Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi 4(9): 1-22.
Halim, Abdul. 2008. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
http://www.keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/23-dau-pegang-peranan-
penting-untuk-pembangunan-daerah
Jannah, dkk. 2017. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasi Belanja
Modal”. Warta Ekonomi VOL. 07 NO 17
Novianto, dan Hanafiah. 2015. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan dan Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal
Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat”. Jurnal
Ekonomi, Volume 4, No. 1.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Paramartha, dan Budiasih, 2016. “Analisis Flypaper Effect, Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Pada Belanja
Modal”. E-Journal Akuntansi Universitas Udayana, Volume 15, No. 2
Wandira. 2013.” Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap
Anggaran Belanja Modal”. (studi Empiris pada Pemerintah Provinsi
seIndonesia Periode 2008-2010). Diponegoro Jurnal of Accounting.
www.djpk.depkeu.go.id
top related